Bastian Tito
-------------------------------
----------------------------
114 Badai Fitnah Latanahsilam
1
SOSOK berjubah hitam Hantu
Santet Laknat serta merta berhenti melangkah dan berbalik begitu ada suara
menegur di belakangnya.
"Dari pada jauh-jauh dan
susah-susah pergi ke Gunung Latinggimeru untuk membuang kapak itu, lebih baik
serahkan saja padaku!"
Lalu menyusul suara lain
berucap. "Pemiliknya dicintai tapi barangnya mau dibuang! Hik… hik… hik!
Lucu juga nenek peot satu ini!"
Dua mata Hantu Santet Laknat
yang tak memiliki alis, menyembul berputar. Di hadapannya berdiri seorang nenek
bermuka kuning, seorang kakek yang daun telinga sebelah kanannya terbalik aneh
dan badannya menebar bau pesing, lalu seorang bocah berambut kaku tegaj,
berpakaian serba hitam.
"Mereka mampu mengikutiku
tanpamengeluarkan suara. Mereka pasti memilikil kepandaian tinggi.
Tapi si Muka kuning ini
agaknya harus aku awasi…" membatin Hantu Santet Laknat.
Setelah pandangi ke tiga orang
itu sesaat Hantu Santet Laknat lantas berkata. "Sebelumnya kalian bertiga
kulihat di pinggir rimba Lasesatbuntu. Tahu-tahu berada disini. Sikap kalian
seperti mau menghadang! Apu maksud ucapan-ucapan kalian tadi? Aku juga
mendengar barusan ada yang menghinaku dengan kata kata nenek peot!"
Kakek yang kuping kanannya
terbalik dan bukan lain adalah Si Setan Ngompol melangkah mendekati Hantu
Santet Laknat. Si nenek segera membentak.
"Tua bangka bau pesing!
Cukup sampai di situ! Jangan berani mendekat! Satu langkah lagi kau berani
maju, kubuat terpisah kepala dengan tubuhmu!" Sebenarnya Hantu Santet
Laknat bukan saja jijik terhadap Setan Ngompol yang celananya sebelah bawah
basah kuyup oleh air kencing, tapi seperti yang diberitahu oleh gurunya – sang
Junjungan – segala air kencing makhluk hidup merupakan pantangan besar yang
bisa mencelakai dirinya.
Setan Ngompol tersentak kaget
dan keluarkan kencing mendengar bentakan Hantu Santet Laknat. Apa lagi
dilihatnya kapak sakti bermata dua di tangan kanan si nenek diangkat
tinggi-tinggi, siap untuk dibabatkan ke lehernya!
"Kapak yang kau pegang
itu," Naga Kuning berkata seraya menunjuk pada yang dipegang si nenek, "adalah senjata
milik sahabat kami Wiro Sableng! Bagaimana bisa berada cll tanganmu?!"
Hantu Santet Laknat
menyeringai. "Apakah aku merasa layak menjawab pertanyaan makhluk-makhluk
tak berguna macam kalian?!" Setelah keluarkan suara mendengus si nenek
meludah ke tanah. Ludahnya masih bercampur darah akibat luka dalam yang
dideritanya sehabis bertempur melawan Wiro (baca Episode sebelumnya berjudul
Hantu Santet Laknat)
Si nenek muka kuning bernama
Hantu Selaksa Angin alias Selaksa Kentut mendongak ke langit lalu tertawa
panjang. Dia songgengkan pantatnya dan but…pret dia keluarkan kentut.
"Hidup puluhan tahun, malang melintang di delapan penjuru angin Negeri
Latanahsilam, baru hari ini aku melihat seorang tua bangka buruk bermuka
setengah manusia setengah binatang bicara keliwat sombong dan menghina! Kita
bertiga katanya makhluk-makhluk tidak berguna! Hik…hik hik! Berkaca dulu di
pantatku! Agar tahu bagaimana tampangmu! Hik… hik… hik!"
Hantu Santet Laknat mendengus
keras. Matanya Berapi-api memandang ke arah nenek muka kuning. Saat Itu
terdengar Setan Ngompol berucap.
"Nenek muka burung gagak
ini pasti telah mencuri kapak sakti itu dari tangan Wiro! Mungkin juga Wiro
telah dicelakainya!"
"Persetan dengan kalian semua!
Menyingkirlah! Jangan berani menghadang! Apa lagi meminta kapak Ini!
Hantu Selaksa Kentut alias
Selaksa Angin batukbatuk beberapa kali lalu butt… pret! Dia keluarkan angin
dari bagian bawah tubuhnya.
“Jahanam muka kuning! Dari
tadi kau bertingkah kurang ajar! Beraninya kau kentut di hadapanku!” Bentak
Hantu Santet Laknat.
“Memangnya ada aturan aku
harus kentut dimana, Kapan dan dihadapan siapa?!" tukas Hantu Selaksa
Kentut dan tertawa cekikikan. Lalu kembali dia songgengkan pantatnya tapi
sekali ini kentutnya tak bisa keluar! “Sialan!” maki si nenek muka kuning
sambil tepuk-tepuk pantatnya sendiri tapil dengan senyumsenyum!
Naga Kuning kemudian
menimpali. Masih mending nenek sahabatku ini cuma membuang kentut! Untung tadi
dia tidak membuang kotoran di mukamu!" kata Naga Kuning pula membuat si
nenek muka kuning tertawa cekikikan sementara tampang Hantu Santet Laknat yang
menyerupai gagak hitam nampak menggembung tanda marah. Setelah mendehem panjang
Hantu Selaksa Kentut usap-usap dua tangannya satu sama lain lalu berkata.
"Wahai! Seperti kataku
tadi. Jika kau memang tidak suka menyerahkan kapak itu pada dua orang ini, lalu
dari pada kau bersusah payah membuangnya jauhjauh ke Gunung Latinggimeru
baiknya diberikan padaku!"
Hantu Santet Laknat kembali
hendak mendamprat. Tapi mendadak dia ingat sesuatu. "Makhluk muka kuning,
kau kelihatannya sangat menginginkan senjata ini. Aku tidak keberatan
menyerahkan padamu. Tapi aku tidak akan memberikan begitu saja! Aku butuh
imbalan!"
"Butt… pret!"
Hantu Selaksa Kentut semburkan
kentutnya mendengar ucapan Hantu Santet Laknat itu. Jengkel dan tersinggung
karena merasa dihina dipermainkan Hantu Santet Laknat membalas dengan meludah
ke tanah lalu membentak. "Angin busuk apa yang mendekam dalam perutmu hingga
setiap saat kau selalu mengeluarkan kentut tak karuan begitu rupa! Makanan
beracun apa yang kau telan? Atau kutuk apa yang jatuh atas dirimu?!"
Si nenek muka kuning
pencongkan mulutnya lalu menjawab. "Kita di sini tidak membicarakan angin
atau kentutku atau apapun yang aku makan! Kita membicarakan kapak sakti yang
kau curi itu! Kau mau menyerahkannya padaku atau bagaimana…?"
Hantu Santet Laknat meludah
lagi ke tanah. "Aku menyirap kabar, sebuah sendok terbuat dari emas ada
padamu. Kau rampas dari tangan Hantu Kaki Batu! Jika kau mau memberikan sendok
itu padaku, kapak bermata dua ini akan menjadi milikmu!"
Hantu Selaksa Kentut
menyeringai. Setelah kentut dulu but… pret, baru dia menjawab. "Aku
setuju! Kapak Itu kau serahkan dulu padaku. Sendok akan kuberikan padamu
kemudian!"
"Mana bisa begitu…!"
tukas Hantu Santet Laknat. "Berikan sendok emas itu padaku, baru aku akan
menyerahkan kapak ini padamu!"
" Sendok emas itu tidak
ada sangkut paut langsung Denganmu. Kapak yang kau curi itu ada sangkut Paut
dengan dua kerabatku Ini! Kau mau memberikan atau tidak?!’’
“Wahai! Jika kau keliwat
memaksa mengapa tidak? Kau boleh ambil kapak ini! Nanti sendok emas itu akan
Kuambil dari sosokmu yang sudah jadi bangkai!"
Habis berkata begitu Hantu
Santet Laknat yang sudah hilang kesabarannya lalu membabatkan Kapak Maut Geni
212 kearah nenek muka kuning. Cahaya putih menyilaukan berkiblat. Suara seperti
ribuan tawon mengamuk menusuk telinga dan hawa sangat panas menghampar seolah
memanggang tubuh. Karena serangan itu dilancarkan pada nenek muka kuning maka
sambaran angin panas dan cahaya menyilaukan dengan sendirinya menghantam ke
arahnya.Mata kapak membabat panas menyambar batang lehernya!
Kejut si nenek muka kuning
bukan alang kepalang. Belum pernah dia melihat senjata sedahsyat itu.
"Tua bangka jahanam! Kau
berani menyerang mencari perkara! Jangan kira aku takut padamu!"
"But…. Pret!"
Sosok kuning Hantu Selaksa
Kentut berkelebat ke atas. Gerakannya laksana kilat. Saking cepatnya tubuhnya
seolah berubah menjadi bayangan kuning. Begitu sambaran maut Kapak Naga Geni
212 lewat di bawahnya Hantu Selaksa Kentut kebutkan lengan baju kuningnya.
"Tombak Kuning Pengantar
Mayafl." teriak Hantu Selaksa Kentut menyebut nama serangan pukulan
saktinya. Lalu butt… pret!
Serangkum angin berwarna
kuning dengan ganas menderu ke arah tangan kanan Hantu Santet Laknat. Si nenek
muka burung gagak hitam ini berseru kaget ketika lengan kanannya mendadak
bergetar hebat. Seolah ada satu benda tajam seperti tombak yang tak kelihatan
menusuk pergelangan tangannya. Rasa sakit luar biasa yang dideritanya membuat
dia terpaksa lepaskan pegangan pada gagang kapak. Senjata ini dilemparkannya ke
udara lalu cepat disambar kembali dengan tangan kiri. Begitu gagang kapak
berada dalam genggaman tangan kiri Hantu Santet Laknat keluarkan satu pekik
menggeledek. Sosok hitamnya berkelebat lalu kelihatan cahaya putih perak
menyilaukan berbuntal-buntal di udara. Suara deru tawon mengamuk dan
sambaran-sambaran sinar panas menggebu. Dalam waktu singkat sosok Hantu Selaksa
Kentut lenyap dibungkus serangan . Yang terdengar hanya kentut si nenek
bat-butbat-butprat-pret!
Dibungkus serangan yang
menebar hawa panas namun si nenek Hantu Selaksa Kentut malah keluarkan keringat
dingin. Seumur hidup baru sekali itu dia menghadapi serangan demikian cepat dan
ganasnya. Dua tangannya kiri kanan bergerak cepat lepaskan pukulan-pukulan
Tombak Kuning Pengantar Mayat. Dalam sekali gebrakan saja masing-masing tangan
lepaskan tiga rangkum sinar kuning.
"Breett!"
Salah satu serangan Hantu Selaksa
Kentut merobek jubah si nenek berwajah gagak hitam di bagian bahu. Jubahnya
kepuikan asap dan bolong besar sementara daging bahunya sakit seperti ditempel
besi panas! Dalam keadaan menderita sakit begitu rupa, sec;ara luar biasa Hantu
Santet Laknat masih mampu selamatkan diri dari hantaman lima sinar kuning
lainnya dongan cara menamengi dirinya dengan memutar . Dua kali sinar kuning
berbenturan dengan kiblatan cahaya putih perak. Dua kalipula terdengar letusan
menggeledek yang membuat tanah bergetar dan dua orang yang sedang baku hantam
Itu tegak terhuyung huyung dengan dada berdenyut. Walau dirinya selamat tapi
diam-diam Hantu Santet Laknat merasa bergeming juga nyalinya. Dilain pihak
Hantu Selaksa Angin diam-diam merasa kagum melihat kehebatan kapak sakti
bermata dua di tangan lawan, lapi dia tidak mau perlihatkan sikap jerih.
"But… pret!"
Hantu Selaksa Angin tertawa
mengokoh. "Kau masih belum mau menyerahkan kapak sakti itu padaku?"
"Kau hanya mampu
menggertak! Tapi tak sanggup merampas kapak ini dari tanganku!" ejek Hantu
Santet Laknat lalu meludah ke tanah. "Aku memberi kau kesempatan tiga
jurus lagi! Jika dalam waktu tiga jurus kau tidak mampu mengambil senjata ini
maka kau harus berlutut tunduk dan selanjutnya menjadi budakku! Atau nanti akan
kusumpal pantatmu dengan batu hitam biar tidak bisa kentut lagi
seumur-umur!"
Hantu Santet Laknat tutup
ucapannya dengan tawa mengekeh lalu meludah ke tanah. Ucapan yang sangat
menghina dari Hantu Santet Laknat itu membuat Hantu Selaksa Angin marah besar.
Rahangnya menggembung. Dari mulutnya kemudian keluar suara menggembor.
"Orang sombong jadi
makanan kepompong! Orang sombong jadi makanan kepompong!"
Ucapan nenek muka kuning itu
ternyata sekaligus merupakan mantera. Karena begitu dia selesai berucap tubuhnya
berubah menjadi sebuah kepompong raksasa warna coklat, memiliki dua tangan
panjang yang masing-masing berjari dua belas! Makhluk kepompong ini gerakkan
tubuhnya demikian rupa hingga keluarkan suara bergaung dan berputar seperti
gasing. Angin besar menderu laksana badai. Batu-batu kecil dan debu membubung
ke udara. Batang-batang pohon bergetar keras, dedaunannya luruh berjatuhan.
Beberapa ranting dan cabang-cabang pohon berderak patah. Naga Kuning tegak
tergontai-gontai, cepat berlindung ke balik sebatang pohon sementara Si Setan
Ngompol terkencing-kencing lari mencari perlindungan di balik serumpunan semak
belukar. Makhluk kepompong tiba-tiba melesat ke arah Hantu Santet Laknat. Dua
tangannya yang berjari dua belas menyambar laksana kilatan petir.
2
SI NENEK muka gagak hitam
hantamkan menyongsong serangan lawan.
Maksudnya dia hendak membabat dua tangan yang menggasak ke arahnya. Tapi angin
yang keluar menyambar dari tubuh kepompong membuat dia tertekan hebat hingga
terjajar sempoyongan ke belakang sampai beberapa langkah. Selagi dia bertahan
mengimbangi diri dua tangan panjang makhluk kepompong menyambar ganas. Satu ke
arah kepala, satu lagi seperti hendak menjebol perutnya!
Hantu Santet laknat keluarkan
pekik keras. Dia cepat bentengi dirinya dengan memutar kapak sakti di tangan
kiri. Sesaat dia bisa membendung serangan dua tangan makhluk kepompong. Namun
ketika makhluk kepompong ini keluarkan suara panjang, tubuhnya seperti membal
terus berputar mendekati lawan. Gerakan dua tangannya berubah aneh Serangannya
datang bertubi tubi laksana curahan hujan. Menyambar dan menyelinap di antara
sambaran cahaya kapak sakti, mencari sasaran di kepala atau bagian tubuh yang
mematikan!
Lama lama Hantu Santet Laknat
mulai terdesak. Kalau saja bukan yang
berada di tangannya sudah tadi-tadi pertahanannya dijebol lawan. Namun dalam
satu perkelahian tingkat tinggi, bukan cuma senjata yang menentukan kehebatan
seseorang. Dalam satu gebrakan hebat Hantu Santet Laknat tak mampu selamatkan
dirinya dari serangan tangan yang menyambar ke arah dadanya.
"Bukkk!"
Hantu Santet Laknat terlempar
dan menjerit keras. Tubuhnya terguling-guling di tanah. Darah merah kehitaman
mengucur di sela bibirnya. Tapi hebatnya dia masih mampu berdiri dan Kapak Naga
Geni 212 masih tergenggam di tangan kirinya. Sementara di depan sana makhluk
kepompong kembali berputar dahsyat, siap menyambar ke arahnya. Nyali si nenek
muka burung gagak hitam ini mau tak mau bertambah goyah. Hantu Santet Laknat
tempelkan di atas dadanya yang cidera.
Suaranya bergetar perlahan ketika mengucap penuh keyakinan.
"Kapak Sakti, aku tahu
kau menyimpan daya kekuatan menahan segala macam racun dan daya kekuatan
penyembuhan! Tolong diriku! Aku adalah makhluk malang yang sangat mencintai
tuan pemilikmu. Pendekar 212 Wiro Sableng!"
Tiba-tiba terjadi satu
keanehan. Dua mata kapak sakti memancarkan kilatan cahaya. Kemudian si nenek
merasa ada hawa sejuk meresap ke dadanya lalu menjalar ke segenap bagian
tubuhnya. Sebelum serangan dua tangan makhluk kepompong datang menghantamnya
kekuatan si nenek telah pulih! Didahului t.alu bentakan garang tubuhnya melesat
ke udara. berkiblat mengikuti
lompatannya. Lalu dari dua mata si nenek menyambar dua larik sinar hitam!
Makhluk kepompong yang
sebenarnya adalah Hantu Selaksa Kentut tersentak kaget melihat lawan tiba tiba
mampu melancarkan serangan begitu hebat, terlebih ketika salah satu sinar hitam
yang keluar dari mala Hantu Santet Laknat sempat menyambar hangus sosoknya
sebelah kiri! Dari dalam sosok kepompong keluar suara seperti air mendidih.
Lalu bagian atas kepompong ini kelihatan terbuka.
Semula baik Naga Kuning maupun
Si Setan Ngompol mengira dari bagian kepompong yang terbuka akan keluar sesosok
ulat raksasa berwarna coklat bintik hitam putih. Yaitu seperti yang pernah
mereka saksikan sewaktu terjadi apa yang disebut Bakucarok antara Lakasipo
dengan Lahopeng dulu. (Harap baca Episode pertama Wiro di Negeri Latanahsilam
berjudul Bola Bola Iblis)
”Si nenek memiliki Ilmu Hantu
Kepompong seperti Lahopeng!” Kata Naga Kuning yang telah bergabung dengan Si
Setan Nyompol dan mendekam di balik semak belukar lebat.
Ternyata dugaan kedua orang
Itu keliru. Didahului kepulan asap hitam melesatlah tiga kepompong kecil
berwarna coklat liga kepompong ini kemudian berubah bentuk menjadi sebesar
kepompong pertama! Hantu Santet Laknat maklum dia bakal mendapat gempuran hebat
dari empat kepompong jejadian itu. Maka dia mendahului menghantam Dua mata
kembali semburkan dua larik ssinar hitam, tangan kanan lepaskan satu pukulan
tangan kosong mengandung tenaga dalam tinggi. Lalu kapak sakti di tangan kiri
ikut pula dibabatkan.
Empat kepompong keluarkan
suara menderu Aneh. Lalu melesat menyerbu ke arah Hantu Santet Laknat. Dari
bagian atas kepompong bersiuran asap kecoklatan. Hidung berbentuk paruh nenek
jubah hitam itu mencium bau aneh yang membuat matanya bukan saja jadi perih
tapi pemandangannya berubah kabur.
"Kurang ajar! Keparat
muka kuning ini ternyata memiliki ilmu hitam juga!" memaki Hantu Santet
Laknat.
Sebelum penglihatannya bertambah
gelap dan empat sosok makhluk kepompong datang lebih dekat nenek ini usap
mukanya dengan tangan kanan. Lalu dia berseru keras!
"Nenek muka kuning!
Celakalah dirimu dan makhluk-makhluk jejadianmu! Kau menyerang dirimu
sendiri!"
Begitu ucapannya lenyap
mendadak sontak sosok Hantu Santet Laknat berubah rupa. Mukanya menjadi kuning.
Wajahnya adalah wajah Luhkentut alias Hantu Selaksa Angin. Pakaian dan sosok
tubuhnya juga berubah seperti keadaan nenek muka kuning itu!
Empat kepompong keluarkan
suara aneh tanda terkejut. Yang tiga hentikan gerakan dan tertegak
bergoyang-goyang, tidak meneruskan serangan mereka. Lain halnya dengan
kepompong yang asli. Kepompong satu ini masih terus menyambar sambil hantamkan
dua tangannya.
"Celakalah dirimu! Nenek
muka kuning! Kau hendak membunuh dirimu sendiri!" Hantu Santet Laknat yang
telah merubah diri menjadi Hantu Selaksa Angin kembali berseru.
derakan kepompong utama
sekonyong-konyong tertahan seolah-olah terbendung oleh satu kekuatan yang tak
bisa ditembus. Bagaimanapun dia berusaha mendekati lawannya tetap saja tidak
berhasil.
"Dukun jahat jahanam!
Ilmu hitamnya benar-benar tinggi! Akan kuhajar dia sampai tahu rasa dan tahu
dln!" Ucapan itu keluar dari dalam kepompong utama yang tampak mengepulkan
asap coklat. Di lain kejap sosok kepompong raksasa itu berubah lenyap dan
serata perlahan berganti kembali menjadi sosok asli Luhkentut alias Hantu
Selaksa Angin. Perubahan ini dimulai dan bagian kepala lebih dulu, lalu
bergerak turun ke bawah. Begitu sosoknya mulai berubah kentutnya sudah
terdengar. Butt…. Prot!
Belum keseluruhan sosok Hantu
Selaksa Angin kembali ke ujudnya semula tiba-tiba Hantu Santet Laknat angkat
kaki kirinya ke atas. Kemudian tumitnya dihunjamkan ke tanah!
“Rrreettt…!”
Tanah di depan Hantu Santet Laknat
mendadak Sontak bergerak menjalar terbelah selebar dua langkah mengejar ke arah
tiga kepompong dan Hantu Selaksa Angin yang tengah berubah ujud!
Tiga kepompong coklat melesat
ke atas selamatkan diri tapi tertambat. Tanah yang terbelah lebih dulu menyedot
dan menelan mereka dan rrrttt…! Tiga kepompong keluarkan suara seperti raungan
srigala di malam buta. Lalu ketika tanah yang terbelah itu bertaut kembali,
tiga kepompong serta merta lenyap dari permukaan tanah!
Hantu Selaksa Angin yang
tengah berganti ujud, terkejut melihat apa yang terjadi, berseru kaget dan
tidak sadar kalau di depannya menjalar tanah yang terbelah. Pada saat sepasang
kakinya kembali ke bentuk semula, tanah yang terbelah sudah mencuat di bawah
kakinya. Tubuh nenek ini serta merta terjeblos masuk. Si nenek baru sadar apa
yang terjadi. Dia berusaha melompat namun tubuhnya telah tenggelam sampai
kelutut!
"Lihat!" teriak Naga
Kuning.
"Astaga!" seru Setan
Ngompol. "Kita harus menolong nenek itu!" Lalu tanpa menunggu lebih
lama dia melompat dari balik semak belukar. Naga Kuning jatuhkan diri,
berguling melintang di atas tanah yang terbelah. Kalau Setan Ngompol cepat
merangkul pinggang si nenek maka Naga Kuning cepat tangkap sepasang kakinya
lalu ditarik ke samping.
"Wussss!"
Tanah yang terbelah menutup
kembali dengan mengeluarkan suara menggidikkan.
"Breettt!"
Ujung jubah kuning Hantu
Selaksa Angin yang terjepit robek besar di bagian bawah tapi sepasang kakinya
selamat. Ketiga orang itu kemudian jatuh terguling-guling di tanah dan baru
berhenti begitu tubuh mereka menabrak semak belukar. Malang bagi si nenek waktu
jatuh dan terguling tak sengaja sosok si bocah Naga Kuning menyusup ke bagian
bawah jubahnya yang robek. Sedang Setan Ngompol yang terkencing-kencing rebah
menangkring di atas sosok sI nenek, tepat di atas mukanya hingga wajah kuning
itu basah kuyup oleh air kencing!
"Tua bangka jahanam! Apa
yang kau lakukan!"
teriak si nenek marah lalu
menggebuk punggung Setan Ngompol Kakek ini menjerit kesakitan, terguling jatuh
di tanah sementara si nenek pancarkan kentutnya. Hantu Selaksa Angin cepat
bangkit berdiri. Tapi baru selengah duduk gerakannya tertahan karena kepala
Naga Kuning masih mengganjal di antara dua pahanya!
"Anak kurang ajar! Kau
minta mati!"
"Bukkk!"
"Butt… Prett!"
Si nenek gebuk pantat Naga
Kuning. Bocah ini menjudi kesakitan lalu melintir terguling di tanah. Hantu
Selaksa Kentut melompat bangkit sambil usapusap wajah kuningnya yang basah oleh
air kencing belan Ngompol dan memaki habis habisan.
"Aduh sakitnya! Punggungku
digebuk nenek muka kuning Itu!" mengeluh Setan Ngompol seraya mencoba
bangkit berdiri terhuyung huyung.
Pantatku seperti hancur
dihantamnya!" kata Naga Kuning pula lulu menyeka muka, tetutama bagian
hidungnya berulang kali "Nenek sialan Itu, dia pasti tidak pakai celana
dalam…”
“Anak sial, sudah digebuk
orang kau masih bisa Bicara tak karuan!” maki si kakek. Tapi ada rasa ingin
tahu hingga setengah berbisik dan menyeringai dia bertanya pada si bocah. “Eh,
bagaimana kau bisa tahu nenek itu tidak pakai celana dalam?"
Waktu kepalaku tak sengaja
menyangsrang di bawah perutnya, aku mencium bau anehi Mau tanggal rasanya
hidungku! Lalu waktu tadi kuusap hidungku terasa basah!”
“Hik…hik.. hik!" SI Setan
Ngompol tertawa cekikikan mendengar ucapan Naga Kuning itu dan tentu saja
sambil terkencing kencing !
Di depan sana Hantu Santet
Laknnt berdiri dengan tolakkan tangan kanan di pinggang. Sambil lontarkan
senyum mengejek dia berkata. "Makhluk muka kuning, apa kau masih belum
mengaku kalah dan berlutut di hadapanku?”
Dada Hantu Selaksa Angin
seperti terbakar. Wajahnya yang kuning sekilas berubah kebiru-biruan.
"Hantu celaka! Jangan
bermimpi bisa mengalahkan diriku!" teriak Hantu Selaksa Angin lalu dia
pancarkan kentutnya.
"But…. Prett!"
"Oh begitu? Hik… hik…
hik! Wahai! Kalau dua makhluktolol buruktadi tidak menolongmu, kau sudah
bergabung dengan tiga kepompong ciptaanmu di perut bumi!"
Hantu Selaksa Angin tegak
renggangkan dua kaki. Bahunya kiri kanan naik ke atas. Dua tangan dikepal di
bawah dada. Lalu perlahan-lahan jari-jari yang mengepal terbuka. Saat itu juga
seluruh tangan yang tersembul dari balik lengan jubah pancarkan cahaya kuning
gelap. Tempat itu serta merta dirasuk bau aneh seperti bau setanggi dibakar.
Lalu udara perlahanlahan berubah menjadi dingin.
Hantu Santet Laknat
mengerenyit kaget. Dia tersurut satu langkah. "Aku tidak menduga…"
katanya dalam hati. "Dia benar-benar memiliki ilmu kesaktian yang bisa
menghancurkan alam gaib dan alam hitam Itu! Wahai…. Kapak sakti, aku ingin kita
bersatu menghadapi lawan!" Si nenek lalu pindahkan Kapak Maut Naga Goni
212 ke tangan kanannya. Seluruh tenaga dalamnya dikerahkan hingga dua mata
kapak memancarkan cahaya berkilauan. Sepasang matanya mcmberojol keluar
pertanda dari mata ini dia bakal mengeluarkan ilmu kesaktian untuk menghadapi
lawan. Sementara itu tangan kirinya dipentang tergantung di sisi kiri dengan
telapak terkembang, mengarah pada Hantu Selaksa Angin.
"Luhkentut! Pukulan Salju
Putih Latinggimeru memang bisa mengakhiri semua kemelut ini! Tapi jangan serakah!
Aku lebih berhak atas nyawa Hantu Santet Laknat!"
Satu suara lantang disertai
berkelebatnya bayangan berwarna ungu membuat terkejut semua orang yang ada di
tempat itu. Terutama Luhkentut alias Hantu Selaksa Angin dan Hantu Santet
Laknat.
Hantu Selaksa Angin menggeram.
Dua matanya pancarkan sinar kuning berkilat. "Makhluk kurang ajar dari
mana dia mengenali dan berani menyebut pukulan yang hendak kulepaskan?!"
3
NAGA Kuning pegang lengan
Setan Ngompol di sebelahnya. "Kek, aku ingat betul. Kakek berpakaian ungu
itu! Bukankah dia yang dulu pernah kita temui dan memberikan sendok emas pada
Lakasipo?"
"Memang dia,"
menyahuti Si Setan Ngompol.
"Urusan bisa jadi tumpang
tindih ditempat ini! Menurut cerita Lakasipo bukankah dia salah satu korban
santetan Hantu Santet Laknat?" (Untuk jelasnya harap baca Episode berjudul
Rahasia Kincir Hantu)
Hantu Selaksa Kentut
pelototkan mata kuningnya pada kakek berpakaian serba ungu. Lalu dia membentak.
"Kau kenal diriku! Aku
tidak! Aku tidak perduli siapa kau adanya! Mengapa berani mencampuri urusan
orang?!"
Orang berpakaian ungu lebih
dulu pandangi wajah si nenek: Dalam hati dia membatin. "Sulit menduga,
wajah siapa sebenarnya di balik pupur kuning yang menyatu dengan kulit mukanya
itu. Kalau melihat perawakannya memang sama, tapi gerak-gerik dan suaranya
tidak mungkin sama sekali…. Mungkin nanti aku perlu mencari kerabatku Sejuta
Tanya Sejuta Jawab untuk turut membantu…." Setelah membatin begitu orang
tua tadi menjura memberi hormat pada Hantu Selaksa Angin baru berkata.
"Maafkan diriku, bukan maksud mencampuri urusanmu. Namun antara aku dengan
dukun laknat itu ada silang sengketa lantai terjungkat! Kalau hari ini dia
bakal menemui kematian, aku merasa layak dia harus mati di tanganku! Sebelumnya
dia telah mengguna-gunai diriku hingga hampir menemui ajal dalam sengsara kalau
tidak ditolong oleh seorang sahabat."
"Begitu…?" Hantu
Selaksa Angin menyeringai lalu pancarkan kentutnya. "Apapun alasanmu
hendak membunuh nenek laknat itu aku tidak perduli. Aku tak ingin urusanku
dicampuri orang! Kalau dia sudah mati di tanganku, kau boleh membunuhnya sekali
lagi!"
"Luhkentut, kau bergurau.
Mana ada orang bisa mati dua kali…" kata kakek berpakaian serba ungu.
"Wahai, kau kenal diriku,
apa aku kenal dirimu?"
ujar Hantu Selaksa Angin. Lalu
meneruskan. "Untuk manusia sejahat dia, mati sepuluh kalipun masih belum
cukup!" Nenek muka kuning ini lalu songgengkan pantatnya.
"Butt! Prett!"
Si Nenek kentut lalu maju
selangkah ke arah Hantu Santet Laknat. Kakek berpakaian ungu segera memotong
jalan nenek muka kuning. Lagi-lagi dia menjura sebelum bicara. Dia sengaja
memberi tahu siapa dirinya agar Luhkentut mengenal siapa dia adanya dan menaruh
segan.
"Wahai kerabat bernama
Luhkentut yang dikenal dengan julukan Hantu Selaksa Angin alias Hantu Selaksa
Kentut. Namaku Lawungu. Puluhan tahun silam bersama dua orang kerabatku bernama
Lasedayu yang kemudian dikenal dengan julukan Hantu Langit Terjungkir dan Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab, kami membentuk satu kelompok orang-orang berkepandaian
tinggi. Tidak ada orang di Negeri Latanahsilam yang tidak tahu siapa kami. Baru
mendengar nama kami saja orang pasti sudah goyah lututnya. Apa lagi kalau
sampai berhadapan langsung dengan kami!"
Nenek muka kuning menyeringai.
"Orang lain mungkin akan terkagum-kagum mendengar kisahmu atau menaruh
hormat padamu. Tapi wahai! Aku bukan anak kecil yang bisa tertidur oleh cerita
bagusmu! Lekas menyingkir dari tempat ini. Jika kau memang ingin membalaskan
sakit hati pada Hantu Santet Laknat, silahkan menunggu. Kau boleh datang
kembali kalau dia sudah jadi bangkai!"
Kakek berjubah ungu merenung
sejenak. Dalam hati dia berkata. "Aku sudah menyebut nama itu, tapi dia
tidak menaruh perhatian sama sekali. Mungkin memang bukan dia…." Lawungu
lalu berucap. "Maafkan diriku. Mana mungkin aku menuruti aturan seenak isi
perutmu itu!" kata kakek bernama Lawungu. Suaranya yang selama ini
perlahan dan lembut berubah keras dan kasar pertanda dia telah kehilangan
kesabarannya menghadapi Luhkentut yang tidak bisa dibuat mengerti.
Tanpa perdulikan si nenek,
Lawungu melangkah cepat ke hadapan Hantu Santet Laknat. Melihat kakek Ini
mendatanginya Hantu Santet Laknat segera melintangkan di depan dada.
Lawungu berhenti empat langkah
di hadapan Hantu Santet Laknat. Matanya memandang tajam pada sen|ala yang
dipegang si nenek. "Tak pernah kutahu ada orang di Negeri Latanahsilam
memiliki senjata aneh Ini. Dari mana perempuan laknat ini mendapatkan.
Jangan-jangan dia merampas milik orang. Mungkin senjata ini milik orang-orang
yang datang dari negeri seribu dua ratus tahun mendatang…."
"Kakek pandir! Mengapa
kau mendadak berubah seperti pikun berdiri di hadapanku?!" Hantu Santet
Laknat membentak.
Walau hatinya panas tapi
Lawungu masih bisa tersenyum. "Kau pandai menyembunyikan nyali yang telah
leleh! Ada beberapa orang menginginkan nyawamu saat ini. Aku beruntung bisa
melakukan pembalasan lebih dulu!"
"Mana bisa begitu! Berani
kau menyentuh dia, kau kubunuh lebih dulu!" Hantu Selaksa Angin berteriak
lalu melompat ke samping Lawungu.
Lawungu tidak perdulikan nenek
muka kuning ini. Tangan kanannya meraba ke balik sisi pakaiannya sebelah kanan.
Ketika tangan itu ditarik maka tersembullah sebatang bambu sepanjang empat
jengkal. Lawungu meniru sikap Hantu Santet Laknat. Dia pegang bambu dengan
tangan kanan dan dimelintangkan di depan dada. Sementara jari-jari tangan
kirinya membuka kayu penyumpal salah satu ujung bambu.
"Hantu Santet Laknat,
dulu dengan binatang berbisa ini kau menyantet diriku hingga aku hampir menemui
ajal secara mengenaskan! Sekarang kukembalikan dia padamu! Harap kau mau
menerima dengan senang hati!"
"Desss!"
Kayu penyumpal ujung bambu
terbuka. Dengan copat Lawungu pukulkan bambu itu ke bawah. Saat Itu juga dari
dalam bambu meluncurlah sebuah benda bulat panjang berwarna hitam berkilat,
jatuh bergelung di tanah.
Luhkentutterpekik. Sambil
terkentut-kentut nenek muka kuning ini melompat jauhkan diri. Setan Ngompol
cepat tekap bagian bawah perutnya. Naga Kuning tegak merinding. Tapi si nenek
Hantu Santet Laknat tetap tenang. Dia baru bergerak ketika mendadak benda yang
bergelung di tanah rentangkan tubuhnya lalu meluncur cepat ke arahnya sambil
keluarkan suara mendesis keras. Benda ini ternyata adalah seekor ular hitam
sangat berbisa sepanjang hampir setengah tombak dan besarnya hampir sebesar
pergelangan lengan.
"Ular hitam ular kiriman!
Dulu aku yang membuat kau dari tiada kepada ada! Jangan turuti kehendak orang
penerima celaka! Jangan berani menentang kehendak si penimbul bala! Sudah
saatnya kau kembali ke alam tiada!"
Hantu Santet Laknat gerakkan
tangan kanannya yang memegang .
"Craasss!"
Ular hitam itu terbabat putus
di pangkal lehernya. Darah menyembur muncrat. Sosok ular yang terpotong dua
terpental ke udara.
"Taarrr!"
"Taarr!"
Terdengar dua kali letupan.
Bagian-bagian tubuh ular hitam yang terkutung dua hancur bertabur di udara lalu
berubah menjadi asap yang membersitkan bau busuk. Hantu Santet Laknat
menghembus dua kali. Kepulan asap serta merta lenyap. Bau busuk hilang. Si
nenek memandang pada Lawungu lalu tertawa mengekeh melihat bagaimana wajah si
kakek berubah tercekat.
"Lawungu, kedatanganmu ke
sini untuk membalas dendam hanyalah satu kesia-siaan belaka! Dulu aku yang
mencarimu, kini kau sendiri yang sengaja datang mengantar nyawa!"
"Dukun iblis! Sudah
saatnya kau harus dibasmi dari bumi Latanahsilam ini!" teriak Lawungu
marah.
Lalu dengan sebat dia melompat
ke hadapan si nenek seraya dorongkan tangan kirinya. Selarik pukulan tangan
kosong yang memancarkan cahaya ungu menyambar keluar dari telapak tangan si
kakek.
Takut akan kedahuluan orang,
nenek muka kuning Lahkentut tidak tinggal diam. Setelah kentut lebih dulu nenek
ini menyerbu dari samping kanan. Hantu Santet Laknat kiblatkan . Cahaya
putihcpanas menyilaukan menyambar ke depan, membuat Lawungu terkejut dan
buruburu membuang diri ke samping. Dari samping dia kembali lancarkan serangan.
Kali ini dia menghantam dengan dua dorongan tangan sekaligus!
"Wusss! Wusss!"
Dua larik cahaya ungu melabrak
Hantu Santet Laknat. Dia masih berusaha mengandalkan kapak sakti untuk
menangkis namun dari arah lain nenek muka kuning memberondong dengan pukulan
sakti yang mampu menghantamkan empat bagian. "Tombak Kuning Pengantar
Mayat!"
Hantu Santet Laknat membentak
keras. "Lihat kapak!" teriaknya. Lalu wuuttt… wuuuttt! Suara seperti
ribuan tawon mengamuk menggelegar. Cahaya panas bertabur menyilaukan.
Naga Kuning kucak-kucak
matanya. "Astaga!"
seru anak ini sambil menepuk
punggung Si Setan Ngompol hingga kakek ini tersentak kaget dan terpancar air
kencingnya. "Lihat! Bagaimana mungkin kapak itu kini bisa berubah jadi
empat!"
Saat itu Kapak Maut Naga Geni
2.12 memang kelihatan berubah menjadi empat buah. Satu yang berada dalam
genggaman tangan kanan Hantu Santet Laknat sedang tida lainnya melayang-layang
di udara, menyambar ke arah dua kakek nenek yang mengeroyok nenek muka gagak
hitam itu!
"Hantu Santet Laknat
pasti keluarkan ilmu hitam yang bisa menipu pandangan kita dan pandangan
lawan!" kata Setan Ngompol pula.
"Dukun jahat itu bukan
cuma menipu pandangan orang tapi lihat! Lawungu dan nenek muka kuning tampak
kelabakan mendapat serangan empat kapak sekaligus!"
Ketika dari sepasang mata
Hantu Santet Laknat menyembur pula dua larik sinar hitam, dua lawannya
benar-benar jadi dibikin kalang kabut.
Hantu Selaksa Angin kertakkan
rahang. Tak ada jalan lain. Dia harus mengeluarkan ilmu kesaktian yang paling
diandalkannya, yang tadi sebenarnya sudah siap untuk dikeluarkan kalau tidak
terganggu oleh kedatangan Lawungu.
Didahului dengan bentakan
keras Hantu Selaksa Angin membuat lompatan setinggi pinggang. Dua tangannya
mengepal di bawah dada. Begitu tubuhnya berada di udara jari-jari dibuka.
Cahaya kuning pekat memancar dari dua tangannya. Bau setanggi terbakar menebar
menusuk penciuman. Bersamaan dengan itu udara terasa sangat dingin.
"Pukulan Salju Putih
Latinggimeru!" seru Hantu Santet Laknat tercekat. Manteranya yang bisa
membuat Kapak Naga Geni 212 terlihat menjadi empat serta merta lenyap. Sekujur
tubuhnya menggigil seperti ditimbun salju dingin luar biasa. Tadi-tadi
sebenarnya dia sudah merasa jerih ketika melihat si nenek muka kuning hendak
mengeluarkan ilmu kesaktian itu. Kini baru saja dia kehilangan kekuatan
manteranya dan dari samping Lawungu menggempur dengan serangan-serangan gencar,
tiba-tiba dari depan Hantu Selaksa Angin sudah lancarkan serangan. Sepuluh kuku
jari tangannya pancarkan sinar kuning ketika pergelangan tangannya diputar maka
menyemburlah sepuluh larik sinar kuning!
Untuk ke dua kalinya Hantu
Santet Laknat keluarkan jeritan tegang. Dia baru saja berhasil mengelakkan dua
serangan Lawungu. Ketika pukulan Salju Putih Latinggimeru datang menyambar dia
tidak punya kesempatan lagi untuk menangkis atau mengelak.
"Muka kuning jahanam! Aku
mengadu jiwa denganmu!" teriak Hantu Santet Laknat. Dia melompat ke udara,
maksudnya kemudian berjungkir balik lalu menghantam dengan . Tapi begitu
kakinya tidak lagi menginjak tanah, mendadak sekujur tubuhnya yang tadi
diserang hawa dingin kini seolah berubah menjadi sosok terbuat dari es,
mengepulkan hawa putih. Tangan dan kakinya seolah kaku, tak bisa digerakkan.
Dari depan saat itu juga sepuluh larik sinar kuning datang menggebubu!
Pada saat sangat menegangkan
itu tiba-tiba ada derap kaki-kaki kuda mendatangi dengan cepat. Lalu terdengar
ringkikan dahsyat. Tanah bergetar keras.
"Tahan serangan!"
Ada suara orang berteriak lantang disusul berkelebatnya satu bayangan putih,
menyambar tubuh Hantu Santet Laknat. Sebelumnya satu gelombang angin dahsyat
telah lebih dulu menderu berusaha membabat sepuluh larik sinar kuning pukulan
sakti Salju Putih Latinggimeru. Walau gempuran itu hanya mampu membelokkan
sedikit sepuluh larik sinar kuning namun sudah cukup memberikan satu kesempatan
bagi bayangan putih tadi untuk menyelamatkan Hantu Santet Laknat.
Ketika sepuluh larik sinar
putih menghantam sebuah pohon raksasa dan sebuah batu besar di seberang sana
hingga pohon dan batu itu berubah menjadi putih dan mengepulkan asap dingin
laksana timbunan salju, Hantu Santet Laknat telah berada di tempat lain. Nenek
ini coba berpaling untuk melihat siapa tuan penolongnya. Terkejutlah dia karena
tak menyangka. Suaranya tercekat antara tidak percaya dan penuh haru ketika dia
berseru.
"Kau…!"
4
SEMUA mata memandang ke depan.
Semua orang merasa heran dalam keterkejutan. "Pendekar212 Kencing
Kuda!" berteriak nenek muka kuning Hantu Selaksa Kentut. Dalam bahasa
Latanahsilam sableng artinya kencing kuda. Itu sebabnya dalam marahnya si nenek
memanggil Wiro dengan Kencing Kuda. "Kau menolong mahluk jahat terkutuk
yang hendak membunuh kami, bahkan menjadi pencuri kapak saktimu!"
Sepuluh tombak di depan sana
Wiro tampak berdiri masih memegang sosok setengah kaku Hantu Santet Laknat yang
barusan di selamatknnnya pada bagian pinggang. Tak jauh dari tempat dia berdiri
kelihatan sosok kuda raksasa hitam berkaki enam bertanduk dua dan memiliki
sepasang mata berwarna ncrah. Di punggung binatang bernama Lnekakienam nl
tergantung dua sosok, masing-masing berada dalam jala atau jaring berwarna
biru. Sosok pertama adalah Hantu Kaki Batu alias Lakasipo. Tubuhnya ponuh luka
bakar dan saat itu dia dalam keadaan setengah sadar setengah pingsan. Orang
kedua adalah Luhsahtini, istri Hantu Bara Kaliatus. Ke dua orang Ini seperti
diceritakan dalam Episode sebelumnya (Hantu Santet Laknat) telah terjebak ke
dalam jaring "Api Iblis Penjaring Roh" yang ditebar oleh Hantu Bara
Kaliatus. Untung saja kakek sakti Lasedayu alias Hantu Langit Terjungkir turun
tangan menolong, hingga jaring yang semula terbuat dari larikan-larikan api
ganas berwarna biru itu bisa dirubah menjadi seperti tali-tali biasa.
"Edan gila!" Setan
Ngompol ikut memaki. "Anak geblek itu mengapa dia berbuat begitu?
Menyelamatkan Hantu Santet Laknat!"
"Jangan-jangan dia sudah
kawin dengan dukun muka gagak hitam itu!" kata Naga Kuning pula.
"Berarti dia sudah
diguna-guna! Celaka! Tolol betul! Aku saja yang tua bangka begini akan berpikir
seribu kali mau kawin dengan nenek jahat itu!" ucap Si Setan Ngompol.
Di depan sana perlahan-lahan
Wiro turunkan sosok Hantu Santet Laknat ke tanah. Begitu menginjak tanah si
nenek berbisik. "Aku berterima kasih, kau telah menyelamatkan diriku.
Sangat bahagia rasanya diselamatkan oleh orang yang kucintai!" Saat si
nenek sudah bisa gerakkan tubuhnya yang tadinya kaku akibat serangan Hantu
Selaksa Kentut.
"Jangan bicara tidak
karuan! Menghindar dari tempat ini, tapi awas! Jangan kau berani pergi sebelum
kau mengembalikan kapak saktiku!"
"Cinta memang membuat aku
jadi tidak karuan. Akan kubuktikan kalau aku memang mencintaimu wahai pemuda
dari negeri seribu dua ratus tahun mendatang. Sebenarnya sejak aku jatuh hati
padamu di dalam rimba belantara Lasesatbuntu aku aku tidak ingin melanjutkan
semua niat jahat padamu. Kapak ini kubawa hanya sekedar untuk merasa dekat
denganmu…."
Mau tak mau tengkuk Pendekar
212 jadi merinding mendengar ucapan si nenek. Selagi dia terkesiap heran, Hantu
Santet Laknat ulurkan tangan kanannya.
"Ini, aku kembalikan
senjata milikmu. Kau pasti membutuhkan menghadapi orang-orang itu!"
Habis berkata begitu nenek
muka burung gagak ini serahkan Kapak Mau Naga Geni 212 pada Wiro. Tapi sebelum
Pendekar 212 sempat mengambilnya tiba-tiba Hantu Selaksa Kentut dan kakek
berjubah ungu Lawungu sudah lebih dulu melompat sambil dorongkan tangan
masing-masing. Sinar ungu dan sinar kuning bergabung melanda murid Sinto
Gendeng.
"Kalian mengapa
menyerangku!" teriak Pendekar 212 yang jadi sempoyongan dilabrak dua
gempuran angin dahsyat. Sebelum tubuhnya disapu roboh Wiro cepat melompat
setinggi satu tombak lalu sekaligus pukulkan dua tangannya ke bawah untuk
menangkis hantaman dua kakek nenek berkepandaian tinggi itu.
"Bummm!"
"Buuum!"
Dua letusan keras menggoncang
seanterotempat Tubuh Wiro mencelat sampai tiga tombak. Dadanya mendenyut sakit
akibat bentrokan pukulan-pukulan sakti mengandung tenaga dalam tinggi itu. Di
depan sana walau sosok mereka terhuyung-huyung dan hampir jatuh terduduk di
tanah namun Lawungu dan Hantu Selaksa Kentut cepat kendalikan diri lalu kembali
hendak menyerbu. Sekali ini gerakan mereka tertahan karena mendadak Hantu Santet
Laknat berkelebat menyongsong sambil sapukan
ke depan sedang dari ke dua matanya dia semburkan dua larik sinar hitam.
"Jahanam! Dukun jahat ini
ternyata memang telah berserikat dengan pemuda itu!" teriak si nenek muka
kuning. Baik dia maupun Lawungu mau tak mau sesaat terpaksa bersurut mundur
menghindari serangan ganas Hantu Santet Laknat.
"Kekasihku Wiro
Sableng!" tiba-tiba Wiro mendengar suara mengiang di telinga kirinya.
Suara Hantu Santet Laknat! Si nenek sengaja bicara dengan ilmu yang disebut
Menyadap Suara Batin hingga orang lain yang tidak dituju tidak dapat
mendengar." Keadaan tidak menguntungkan bagi kita berdua. Lekas ikuti
aku…."
"Tunggu! Kembalikan dulu
kapak itu!" seru Wiro.
Tapi saat itu Lawungu dan
Hantu Selaksa Angin sudah berada di hadapannya. Siap untuk menyerang kembali.
Melihat hal ini Hantu Santet Laknat segera tinggalkan tempat itu. Wiro kembali
mendengar suara mengiang di salah satu telinganya. "Kekasihku, aku tunggu
kau di Tebing Batu Terjal di sebelah selatan Bukit Batu Kawin."
Belum sempat mengejar Hantu
Santet Laknat telah lenyap sementara itu Lawungu dan Hantu Santet Laknat telah
berada di hadapannya.
"Tahan, jangan menyerang!
Biaraku menjelaskan lebih dulu!" Wiro berseru begitu dilihatnya dua orang
di depannya kembali hendak menggebrak.
"Perlu apa penjelasan!
Kami hanya melihat kenyataan! Kau menolong musuh besarku berarti kau adalah
musuh besarku juga!" Membentak kakek bernama Lawungu.
"Kau berserikat dengan
nenek jahat itu. Aku tidak suka walau kau telah menolong penyakit kentutku!’
ikut berkata Luhkentut, si nenek muka kuning.
"Wiro, mengapa kau
lakukan itu? Mengapa kau menolong Hantu Santet Laknat! Kau tahu dia yang
mencelakai saudara angkat kita Lakasipo hingga dua kakinya berubah jadi batu!
Dia juga mencuri kapak saktimu!" Naga Kuning ikut bicara.
"Mohon maaf kalian semua,
bukan maksudku menolong nenek jahat itu. Aku tidak pula berserikat
dengannya…."
"Aku melihat kau dan dia
seperti bicara berbisikbisik. Aku yakin antara kau dan Hantu Santet Laknat ada
jalinan hubungan tertentu! Jangan-jangan kau sudah jadi gendaknya! Hik… hik…
hik!"
"Butt! Prett!"
Muka Pendekar 212 tampak
kemerahan mendengar kata-kata Hantu Selaksa Kentut itu.
"Kalian semua
dengar," kata Pendekar 212. "Aku tidak ingin nenek satu itu celaka sebelum
dia bisa menolong dua orang yang berada dalam jerat jala aneh itu!" Wiro
lalu menunjuk pada sosok Luhsantini dan Lakasipo yang berada di dalam jala,
tergantung di punggung kuda raksasa hitam berkaki enam. "Menurut
Luhsantini Hantu Bara Kaliatus yang telah mencelakai mereka hingga terjebak
dalam jala. Hantu Santet Laknat adalah guru Hantu Bara Kaliatus, jadi pasti dia
mampu membobol jaring menolong melepaskan Luhsantini dan Lakasipo!"
Dari dalam jala tempat dia
terkurung Luhsantini membuka mulut. "Apa yang dikatakan kerabat Wiro
memang benar. Hanya Hantu Santet Laknat yang bisa membebaskan diriku dan
Lakasipo dari dalam jala ini karena dia yang punya ilmu kesaktian bernama Api
Iblis Penjaring Roh!"
Lawungu terdiam. Sesaat dia
melirik pada sosok Lakasipo yang saat itu masih berada dalam keadaan antara
sadar dan tiada. Dia ingat kepada lelaki itulah sebelumnya dia telah
menyerahkan sendok sakti terbuat dari emas untuk diserahkan pada Lasedayu alias
Hantu Langit Terjungkir. Lain halnya dengan si nenek muka kuning. Dia segera
menyemprot.
" Kalau cuma alasan
hendak menolong dua kawanmu yang terjebak dalam jaring itu, akupun bisa
menjebol jala. Mengapa mau-mauan melibatkan diri dengan Hantu Santet Laknat
segala?!"
"Kau bicara hebat! Tapi
apakah kau bersedia menolong mereka? Luhsantini, perempuan dalam jala itu
menerangkan dia pernah minta tolong padamu! Tapi kau tidak perduli! Sekarang
kau bicara sombong!"
Wiro bicara keras karena
penasaran mendengar katakata Hantu Selaksa Kentut tadi. "Luhsantini,
katakan apa nenek muka tahi ini pernah mau menolong menyelamatkan dirimu dari
dalam jala?!" Saking marahnya Wiro sampai menyebut si nenek muka kuning
dengan muka tahi! Membuat Hantu Selaksa Angin menggeram marah dan komat kamit
menggrendeng.
"Aku memang pernah minta
tolong! Tapi dia tidak perduli! Sekarang bicara agulkan diri! Tua bangka
munafik!" Luhsantini berteriak dari dalam jala sementara Lakasipo mulai
mendengar semua pembicaraan yang berlangsung keras itu dan perlahan-lahan buka
sepasang matanya. Lawungu rangkapkan dua tangan dimuka dada.
Dengan senyum mengejek dia
berkata. "Kau ingin menolong dua orang dalam jaring itu. Tapi kau sengaja
membiarkan si nenek yang katamu bisa menolong itu lolos begitu saja! Siapa
percaya ucapanmu! Kau melindungi dirimu dengan pura-pura berbuat baik hendak
menolong dua orang dalam jala. Tapi pada saat nenek berkelebat pergi kau tidak
berbuat apa-apa nenek tidak mencuri kapakmu! Tapi kau sengaja menyerahkan
senjata sakti itu padanya. Untuk apa? Sebagai emas kawin?! Ha… ha… ha… ha!"
"Hik… hik… hik!"
Nenek muka kuning ikut tertawa lalu butt… prett dia pancarkan kentutnya!
"Kalau kalian berdua
tidak menyerangku, aku pasti sudah membuat perhitungan dengan nenek itu! Apa
kalian kira aku mau saja menyerahkan kapak saktiku begitu saja padanya?! Jangan
menuduh aku telah berbuat yang bukan-bukan dengan nenek itu. Kalau aku memang
kawin dengan Hantu Santet Laknat, apa kau merasa cemburu?! Jangan-jangan kau
sudah sejak lama menaruh hati padanya!" Wiro membalas ucapan Lawungu
dengan kata-kata yang tidak kalah menyakitkan hati.
Lawungu si kakek berjubah ungu
kelihatan merah padam wajahnya yang keriput. Tubuhnya sesaat bergetar. Ketika
dia hendak melangkah menghampiri Pendekar 212 Wiro Sableng tiba-tiba satu suara
bergema lantang di tempat itu, disusul dengan berkelebatnya tatu bayangan
putih.
"Mari kita bicara tentang
kenyataan! Jangankan kapakmu, nyawamupun pasti kau berikan pada Hantu Santet
Laknat! Bukankah kalian berdua telah saling bercinta?!"
Semua orang yang ada di tempat
itu termasuk Wiro palingkan kepala. Mereka sama-sama tersentak kaget melihat
siapa yang muncul dan barusan bicara itu.
5
YANG muncul ternyata adalah
seorang tua ber jubah putih berbadan tinggi besar. Penampilan nya luar biasa
angker karena dia memiliki otak yang terletak di luar kepalanya, menyembul
demikian rupa. Karena otak ini terbungkus sejenis selubung keras bening maka
setiap gerak denyut otak itu kelihatan dengan jelas. Naga Kuning dan Setan
Ngompol ternganga heran melihat keadaan kepala si orang tua.
"Seumur hidup baru kali
ini aku melihat ada manusia yang otaknya bertengger di luar kepala! Apakat dia
manusia sungguhan atau bangsa jejadian?" berkata Setan Ngompol pada Naga
Kuning yang berada di sebelahnya.
"Kakinya menjejak tanah,
berarti dia manusia seperti kita juga," menjawab Naga Kuning. "Yang
aku ingin tahu jangan-jangan dia memiliki biji yang berada di luar kantong
menyannya…."
"Bocah konyol!"
menukas Setan Ngompol. "Jangan kau bicara sembarangan. Aku punya firasat
makhluk satu ini bukan orang sembarangan. Aku khawatir kemunculannya membuat
suasana tambah kisruh…."
Wiro memperhatikan dengan tak
berkesip. Hantu Selaksa Kentut kerenyitkan kening. Hanya Lawungu yang tampak
tenang. Kakek berjubah ungu ini memecahkan kesunyian ketika dia berucap
menyambut kemunculan kakek jubah putih.
"Sahabatku Hantu Sejuta
Tanya Sejuta Jawab! Kemunculanmu yang tidakterduga ini sungguh sangat
menggembirakan hatiku! Apa lagi saat ini aku memang tengah menghadapi satu
urusan yang tidak menyenangkan!"
"Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab!" Beberapa mulut mengulang sebut nama kakek berjubah putih yang
otaknya terletak di luar batok kepala itu. Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol
jadi gembira begitu mengetahui siapa adanya orang tua berjubah putih itu.
Selama ini mereka berusaha mencarinya untuk dimintai pertolongan tapi tak
kunjung berhasil.
"Dicari-cari tidak
bertemu. Sekarang malah datang sendiri! Kek, dia adalah orang yang bisa kita
tanyai bagaimana caranya agar dapat kembali ke tanah Jawa!" Habis berkata
begitu Naga Kuning hendak bergerak mendekati orang tua berjubah putih. Tapi
Setan Ngompol cepat memegang lengannya seraya berbisik.
"Jangan kesusu. Jangan
bertindak sembarangan! Melihat raut wajah orang tua itu aku punya dugaan dia
datang membawa urusan tidak enak."
Walau merengut tapi Naga
Kuning ikuti juga ucapan Si Setan Ngompol. Saat itu Wiro sendiri juga merasa
gembira. Selama ini dia menganggap orang tua bernama Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab itu adalah satu-satunya tempat bertanya bagaimana caranya dia dan teman-teman
bisa kembali ke tanah Jawa. Namun seperti yang terasa oleh Setan Ngompol, Wiro
juga merasa ada sesuatu yang tidak enak dalam kemunculan orang tua itu.
Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab layangkan pandangan dingin pada semua orang yang ada di tempat itu.
Beberapa saat dia memperhatikan Pendekar 212 Wiro Sableng lalu setelah melirik
ke arah Lakasipo dan Luhsantini yang berada di dalam jala di punggung kuda,
orang tua ini berkata pada kakek berjubah ungu di samping kirinya.
"Sahabatku Lawungu, untuk
sementara izinkan aku mengambil alih semua persoalan di tempat ini!"
"Wahai Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab, jika tidak ada urusan penting dan besar serta gawat tentu kau
tidak akan berkata seperti itu. Aku bisa mengalah. Silahkan kau menyelesaikan
urusan lebih dulu. Tapi kalau aku boleh tahu, urusan apa dan dengan
siapa?"
Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab tidak menjawab pertanyaan Lawungu, melainkan memandang tajam pada Wiro
Sableng, membuat murid Sinto Gendeng ini jadi berdebar.
"Orang yang otaknya di
luar kepala ini punya mata yang bisa memandang seperti menembus
jantungku…"
kata Wiro sambil garuk kepala.
"Banyak hal yang ingin kutanyakan padanya pada pertemuan ini. Tapi dari
caranya memandang seperti dia punya kemarahan dendam kesumat terhadapku. Aku harus
hati-hati."
Maka diam-diam pendekar kita
segera kerahkan tenaga dalam ke tangannya kiri kanan.
Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab tiba-tiba sunggingkan seringai. Tangan kanannya diangkat lalu jari
telunjuknya ditudingkan tepat-tepat ke arah Wiro.
"Kau!" Suara Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab menggeledek hingga membuat Setan Ngompol tersentak
kaget dan terkencing. "Kau orang dari negeri seribu dua ratus tahun
mendatang yang bernama Wiro Sableng?!"
Wiro garuk kepalanya lalu
mengangguk.
"Apakah kau sudah mengerahkan
seluruh tenaga dalammu ke tangan kiri kanan?!"
Murid Sinto Gendeng terkejut.
"Dia memiliki kemampuan luar biasa! Dia tahu aku mengerahkan tenaga
dalam!" Membatin Wiro.
"Aku akan mengajukan
beberapa pertanyaan padamu. Apapun jawabmu, setelah itu rohmu akan kupindahkan
ke tempat lain. Tergantung antara langit dan bumi!"
Naga Kuning dan Setan Ngompol
jadi terkejut. Wiro sendiri ternganga sambil menggaruk kepala.
"Kabarnya Hantu Sejuta
Tanya satu makhluk arif bijaksana berpengetahuan luas. Tapi mengapa sikapnya
begini angkuh?" membatin Wiro. Lalu dia bertanya.
"Kau mau memindahkan
rohku. Maksudmu, kau hendak membunuhku atau bagaimana?"
Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab tidak menjawab. Malah dia mulai dengan pertanyaannya.
"Pertanyaan pertama! Kau
orangnya yang mencuri sebatang tongkat terbuat dari batu. Bernama Tongkat
Bahagia Biru
Tentu saja murid Eyang Sinto
Gendeng jadi kaget mendengar tuduhan itu. Dia segera gelengkan kepala. Ketika
dia hendak membuka mulut Hantu Sejuta Tanya te|uta Jawab langsung menghardik.
Raut muka dan pandangan matanya menyeramkan. Otak di atas kepalanya tampak
mendenyut cepat.
"Kau mulai dengan dusta
pertama!"
Wiro melengak melihat
kemarahan si orang tua. Setan Ngompol terkencing. Nenek muka kuning
geleng-gelengkan kepala. Dia keluarkan suara perlahan.
"Tidak sangka pemuda itu
seorang pencuri tengik rupanya…."
"Siapa berdusta! Aku
memang tidak pernah mencuri tongkat itu!" Pendekar 212 menjawab dengan
suara lantang tak kalah kerasnya hingga Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab ganti
terkesiap.
"Dia memiliki tenaga
dalam tinggi. Bentakannya tadi sempat membuat jantungku berdebar tegang!"
membatin Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab. Lalu dia berkata.
"Pencuri biasanya memang
dilahirkan dengan membekal segala kedustaan!"
Naga Kuning yang tahu betul
kisah tongkat batu biru itu ikut merasa geram mendengar ucapan-ucapan kakek
berjubah putih itu. Tanpa dapat dicegah Setan Ngompol dia berkata.
"Orang tua yang otaknya
mumbul di kepala! Kau pandai menuduh, apa kau punya bukti kalau sahabatku itu
memang telah mencuri tongkat yang kau maksud?!"
Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab palingkan kepala dan pelototkan matanya pada Naga Kuning. Si bocah walau
hatinya jadi kebat-kebit tapi balas besarkan mata menantang tatapan orang.
"Anak berambut kaku! Kau
berani bicara! Jangan mengira aku kagum akan keberanianmu! Sekali lagi kau
bertingkah membuka mulut, kucabut lidahmu!"
"Begitu…?!" Naga
Kuning tidak perdulikan ancaman Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. "Kau mau
cabut lidahku?! Silahkan!" Lalu bocah itu julurkan lidahnya
panjang-panjang.
Meledaklah amarah Hantu Sejuta
Tanya Sejuta Jawab. Didahului suara menggeram orang tua ini gerakkan tangan
kanannya. Saat itu jaraknya dengan Naga Kuning masih terpisah sekitar tujuh
tombak. Tapi anehnya, tangannya seolah tali yang bisa diulur berubah panjang,
menyambar ke arah kepala Naga Kuning.
"Tahan!" Wiro
berseru. Dia cepat melompat. "Biar Aku memberi keterangan!" Lalu
dengan cepat Wiro pergunakan dua tangannya mencekal lengan Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab. Orang tua ini menyeringai. Dia tidak berusaha menarik tangannya
dan Wiro terus memegangnya.
"Aku izinkan kau bicara
memberi keterangan!"
"Seorang sahabat bernama
Luhjolita menemukan tongkat itu di dekat mayat seorang berjuluk Tongkat Biru
Pengukur Bumi. Tongkat itu kemudian diserahkannya padaku. Karena aku tidak tahu
siapa pemiliknya, tongkat kusimpan sampai kolak aku tahu siapa yang empunya dan
menyerahkannya padanya. Kemudian muncul dua orang gadis kembar mengaku berjuluk
Sepasang Gadis Bahagia, satu bernama Luh Kamboja, satu lagi Luhkenanga. Mereka
merampas tongkat batu biru itu dari tanganku lalu kabur melarikan diri…"
(Untuk jelasnya peristiwa di atas harap baca episode sebelumnya berjudul
"Hantu Santet Laknat")
"Dusta kedua!"
bentak Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Entah kapan tangannya digerakkan
tahu-tahu sosok Wiro yang masih memegangi lengan orang itu melintir keras dan
bukk! Wiro terbanting ke bawah! Untuk beberapa lamanya Pendekar 212 terkapar di
tanah. Kepalanya terasa pening. Punggungnya sakit bukan kepalang. Sesaat rasa
sakitnya berkurang pemuda ini segera melompat dan wuutt! Tahu-tahu dia sudah
tegak di hadapan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
"Selama ini aku mendengar
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab merupakan satu tokoh besar yang jadi panutan
semua orang-orang gagah di Negeri Latanahsilam ini! Kabarnya kau merupakan
gudang tempat bertanya karena kemampuanmu menyirap banyak perkara, menjawab
pertanyaan yang orang lain tidak mungkin bisa melakukannya! Menolong orang yang
kesulitan. Penunjuk penerang mereka yang berada dalam kegelapan! Tapi ternyata
kau seorang yang tidak tahu apa-apa. Kau menodai nama besarmu dengan
melancarkan tuduhan-tuduhan tidak beralasan! Dan yang lebih buruk, barusan kau
menjatuhkan tangan kasar terhadapku! Apakah begitu sifat dan perbuatan seorang
tokoh besar sepertimu?!"
Belum sempat Hantu Sejuta
Tanya Sejuta Jawab menjawab ucapan Wiro, Naga Kuning telah lebih dulu bersuara.
"Dia mungkin Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab palsu! Hantu yang asli pasti
tidak sejahat seperti dia!"
"Wuuttt!"
Tangan kanan kakek berjubah
putih itu tiba-tiba menyambar panjang ke depan. Setan Ngompol berseru kagot dan
terkencing. Wiro tertegak tegang. Saat itu tangan kanan Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab telah mencekeram leher Naga Kuning lalu mencekiknya.
"Hueekkk!"
Cekikan yang keras membuat
lidah anak itu terjulur panjang keluar.
"Wuuuttt!"
Kini tangan kiri Hantu Sejuta
Tanya Sejuta Jawab yang melesat ke depan, ke arah mulut Naga Kuning. Jelas
sudah seperti ancamannya tadi orang tua ini hendak mencabut lidah anak
itu!"
Sesaat lagi jari-jari tangan
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab hendak menyambar lidah Naga Kuning tiba-tiba si
bocah geliatkan badannya. Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab mendadak merasakan
leher anak itu licin sekali hingga pegangannya melejit. Bagaimanapun dia
berusaha mengencangkan cekikannya tetap saja dia tak berhasil. Naga Kuning
ternyata telah melepaskan diri dengan mengandalkan ilmu yang disebut Ikan Paus
Putih dimana tubuhnya mendadak sontak berubah sangat licin!
Leher Naga Kuning terlepas
dari cekalan si kakek. Begitu lehernya bebas Naga Kuning keluarkan pekikan
keras lalu tubuhnya melesat ke atas, berjungkir balik dua kali berturut-turut.
Lalu menukik ke bawah dengan dua kaki dihantamkan ke batok kepala Hantu Sejuta
Tanya Sejuta Jawab!
Inilah jurus yang disebut Naga
Murka Menjebol Bumi!
Dalam kejutnya karena tidak
percaya Naga Kuning bisa terlepas dari cengkeramannya, dan kini anak itu
lancarkan tendangan yang bisa merengkahkan batok kepalanya, Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab cepat angkat tangan kirinya dengan telapak dikembangkan ke depan.
"Beettt!"
Selarik angin keras keluar
dari telapak tangan orang tua itu. Dua kaki Naga Kuning yang hanya tinggal dua
jengkal dari kepalanya terpental. Si bocah sendiri kemudian mencelat. Dengan
jungkir balik akhirnya dia mampu jatuhkan diri ke tanah dengan kaki lebih dulu.
Tetapi ketika dia hendak bergerak ternyata anak ini tidak mampu mengangkat dua
kakinya. Dua kaki itu laksana diganduli benda berat ratusan kati! Pucatlah wajah
Naga Kuning. Tubuhnya sampai keringatan karena berusaha keras untuk dapat
mengangkat kakinya. Tapi sia-sia saja!
"Naga Kuning, apa yang
terjadi denganmu!" bertanya Setan Ngompol seraya melompat mendekati.
"Tua bangka sialan itu!
Ilmu apa yang dimilikinya. Aku tak bisa menggerakkan dua kakiku!"
menjelaskan Naga Kuning.
"Jangan khawatir! Walau
otak kita ada di dalam batok kepala, dia di luar batok kepala tapi soal ilmu
tipu menipu boleh diuji!" kata Setan Ngompol pula. Lalu dia turunkan
bagian depan celananya. Tangan kanan menampung. Serrr…. Si kakek kencing dan
air kencingnya sengaja ditampung di tangan kanan.
"Kek! Kau mau berbuat
apa?!" teriak Naga Kuning karena mengira si kakekakan memasukkan air
kencing yang ditampung ke dalam mulutnya.
"Jangan banyak tanya
kalau mau sembuh!" kata Setan Ngompol. Dengan cepat dia membungkuk lalu
air kencing yang ada dalam tampungan telapak tangannya diusap-usapkannya pada
ke dua kaki Naga Kuning mulai dari lutut sampai ke jari-jari. Si kakek kemudian
meniup dua kali kemudian tepuk pantat si bocah!
"Ayo jalan! Angkat
kakimu!"
Naga Kuning gerakkan kaki
kanannya. Lalu kaki kiri. Astaga! Ke dua kakinya serta merta menjadi enteng.
Dia bukan saja bisa menggerakkan tapi mampu mengangkatnya dan kini malah dia
bisa melesat ke atas, jungkir balik di udara dua kali lalu turun lagi dengan
kaki menjejak tanah lebih dulu!
"Bruutt! Prett!"
Nenek muka kuning Hantu
Selaksa Kentut tertawa cekikikan. "Tidak kukira, kakek jelek bau pesing
tukang kencing itu ternyata seorang juru sulap! Hik… hik… hik!"
Sementara si nenek muka kuning
tertawa cekikikan, Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab kelihatan tegakterkesiap
menyaksikan apa yang barusan terjadi.
"Kakektukang kencing itu,
dia memiliki kesaktian yang sanggup membuyarkan kesaktlanku… Kabar yang aku
sirap bukan kabar kosong belaka. Orang-orang dari negeri seribu dua ratus tahun
mendatang ternyata memang memiliki ilmu yang aneh aneh. Tapi aku Hantu Sejuta
Tanya Sejuta Jawab tidak mau dikalahkan begitu saja. Apa lagi urusanku dengan
pemuda bernama Wiro Sableng itu belum selesai!"
"Terima kasih Kek, kau
sudah menolongku!" kata Naga Kuning pada Setan Ngompol.
Si kakek bau pesing
menyeringai busungkan dada lalu berkata. "Itu baru kuusapkan pada dua
kakimu. Kalau tadi air kencingku aku masukkan ke dalam mulutmu kau pasti bisa
terbang sampai langit ke tujuh!"
"Sombongnya! Jangan jadi
takabur Kek!" kata Naga Kuning. Lalu bocah ini memandang ke arah Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab dan berkata. "Orang tua, selama ini aku menaruh
hormat pada dirimu. Sampai saat inipun aku akan berlaku seperti itu. Tapi jika
kau berniat mencelakai diriku tanpa sebab, tidak ada salahnya aku mencari tahu
sampai di mana kehebatanmu!"
Otak di atas kepala Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab tampak berdenyut kencang. Merasa ditantang dia
membentak. "Bocah kurang ajar! Kau bakal menerima bagianmu! Tetap
ditempatmu! Jangan kemanamana! Biaraku menyelesaikan urusan dengan kawanmu si
rambut panjang itu!"
Sekali lompat saja Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab telah berada di depan Pendekar 212 Wiro Sableng.
Melihat gelagat yang semakin tidak enak murid Sinto Gendeng segera berlaku
waspada.
6
BERHADAP-hadapan sedekat itu
membuat Wiro merasa ngeri melihat otak Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab yang
nangkring berdenyut-denyut di atas kepalanya. Sambil memandang penuh geram
kakek ini kemudian membuka mulut.
"Kau bukan saja telah
mencuri tongkat biru! Bukan saja telah memfitnah dua cucuku sebagai perampas
tongkat. Tapi kau juga adalah manusia terkutuk yang telah memperkosa merusak
kehormatan mereka secara keji!"
Pendekar 212, dan semua orang
yang ada di situ tentu saja menjadi sangat terkejut rrtendengar ucapan Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Naga Kuning dan Setan Ngompol saling pandang
delikkan mata. Luhsantini keluarkan seruan tertahan.
"Wahai, sebelumnya aku
menaruk kagum pada pemuda ini. Ternyata dia seorang manusia keji
terkutuk!" Luhsantini berkata dalam hati.
Lakasipo yang mulai sadar
tampak tersentak dalam jaring. Dua matanya yang tadi masih setengah terpejam
kini membeliak memandang ke arah Wiro.
"Apa? Wiro saudara
angkatku memperkosa dua gadis berjuluk Sepasang Gadis Bahagia? Sulit kupercaya!
Tapi kalau Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab sendiri yang berkata siapa yang
tidak akan percaya?!" Lakasipo kerahkan seluruh tenaganya. Sekujurtubuhnya
yang penuh luka-luka bakar terasa sakit bukan main. Dalam jaring yang
tergantungdi punggung kuda hitam, dia berusaha duduk, memandang ke arah
orang-orang itu. Walau agak samartapi dia mulai bisa melihat sosok Wiro Sableng
dan yang lain-lainnya.
"Fitnah busuk
terkutuk!" teriak murid Sinto Gendeng menggeledek.
"Kau yang terkutuk! Kau
yang busuk!" balik menghardik Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
"Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab! Sungguh aku tidak percaya ucapan keji tuduhan kotor akan keluar
dari mulutmu! Bagaimana kau bisa berbuat seperti ini?!" ujar Pendekar 212
dengan suara setengah berteriak.
"Kalau benar dua gadis
itu cucumu, merekalah yangtelah merampas tongkat batu biru dari tanganku!"
"Bagaimana aku bisa
berbuat seperti ini?! Huh! Saat ini ingin sekali aku segera memecahkan
kepalamu! Tapi agar semua orang tahu kebejatanmu biar aku buka kedokmu! Aku
akan katakan apa yang telah kau lakukan terhadap dua cucuku. Luhkemboja dan
Luhkenanga!"
Naga Kuning pegang lengan
Setan Ngompol lalu bicara setengah berbisik. "Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab adalah tokoh berkepandaian tinggi di Negeri Latanahsilam. Kalau dia
mengatakan sesuatu pasti dia tidak bicara dusta. Menurutmu apakah sahabat kita
Wiro Sableng benar-benar telah berbuat keji atas diri dua cucu si kakek?"
Setan Ngompol tak bisa segera
menjawab. "Ada yang tidak beres…" katanya kemudian setengah berbisik.
"Aku tidak meragukan diri
sahabat kita Wiro Sableng. Tapi seandainya dia terkena guna-guna Hantu Santet
Laknat, lalu terjebak melakukan perbuatan keji itu…."
Saat itu Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab kembali terdengar membuka mulut. Suaranya keras lantang hingga
semua orang mendengar jelas setiap kata yang diucapkannya.
"Beberapa waktu lalu
cucuku Luhkemboja dan Luhkenanga menangkap basah dirimu tengah melakukan
hubungan badan dengan Luhjelita di sebuah goa…."
Bergeletar sekujur tubuh
Pendekar 212 mendengar ucapan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab itu. Rahangnya
menggembung. Tapi dia masih bisa menahan diri, malah berkata. "Fitnah karanganmu
terdengar bagus! Coba kau teruskan!"
Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab menyeringai. Setelah lebih dulu meludah ke tanah dia berkata.
"Kedok busukmu segera
terbuka! Sejcsni aku bicara taat kematianmu berarti sudah di depan mata!"
Wiro balas meludah kc tanah,
membuat Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab menggelegak amarahnya.
"Teruskan saja cerita
busukmu. Soal nyawaku kita lihat saja nanti. Apa aku yang memang akan mati
duluan atau kau yang sudah bau tanah akan minggat lebih cepat ke neraka!"
Saking marahnya Hantu Sejuta
Tanya Sejuta Jawab gerakkan sepuluh jari tangannya hingga mengeluarkan suara
bergemeletakan.
"Karena kau takut rahasia
kejimu akan terbuka dan tersebar luas, kau lalu mengejar dua cucuku. Merusak
memperkosa mereka. Lalu beberapa orang lelaki tak dikenal datang mengusung
tubuh dua cucu ku. Keduanya berada dalam keadaan mengenaskan, tidak mengenakan
pakaian, berada dalam keadaan sekarat! Menurut para pengusung, kau yang
menyuruh mereka mengantarkan cucu-cucuku. Disertai pesan bahwa kau sengaja
menganiaya dan merusak kehormatan dua cucuku karena mereka telah menipumu
dengan tongkat biru palsu! Lalu juga karena dua cucuku menurutmu selama ini
telah menebar aib dan kekejian hingga pantas dijatuhi hukum berat dan
diberlakukan secara keji pula!" (Baca Episode berjudul"Rahasia Mawar
Beracun")
"Sungguh, cerita hebat
luar biasa! Apakah kau sudah menuturkan semuanya?! Apakah kisahmu sudah
selesai?!" Wiro Sableng ajukan pertanyaan.
"Saat kematianmu sudah
tiba anak muda!" Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab menyergap ke depan. Dua
tangannya menghantam. Tangan kiri berkelebat dan mendadak berubah panjang
sekali. Tangan ini berputar aneh seperti seutas tali besar hendak menggulung
Pendekar 212. Dalam keadaan seperti itu tangan kanan datang menggebuk dari
depan. Sasaran yang diarah adalah kepala Wiro.
"Memeluk Bumi Menghantam
Matahari." Lawungu membatin menyebut nama jurus yang barusan dilancarkan
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. "Sebelumnya tidak ada satu orangpun bisa
selamat dari serangan ini…!"
Wiro maklum sekali, sebagai
tokoh paling hebat di Negeri Latanahsilam, Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab
tentu memiliki kepandaian tinggi luar biasa. Karenanya begitu orang menyerang
murid Eyang Sinto Gendong Ini segera keluarkan jurus kedua dari ilmu silat yang
didapatnya dari Datuk Rao Basaluang Ameh dan bersumber pada "Kitab Putih
Wasiat Dewa" yang merupakan salah satu inti dari Delapan Sabda Dewa. Jurus
ini bernama Tangan Dewa Menghantam Batu Karang. (Baca serial Wiro Sableng
berjudul "Delapan Sabda Dewa")
Ternyata Wiro tidak cuma
keluarkan jurus "Tangan Dewa Menghantam Batu Karang" karena secepat
kilat kemudian dia susul dengan jurus ke tiga dari ilmu silat yang sama yakni
Tangan Dewa Menghantam Rembulan.
Jurus pertama yang dilancarkan
Wiro membuat Hantu Sejuta’ Tanya Sejuta Jawab tersentak kaget.
Jotosannya yang mengarah ke
kepala si pemuda laksana tertahan oleh hawa aneh yang kemudian mendorong ke
belakang tangannya yang memukul. Kejut si kakek bertambah lagi ketika
tangarUdrinya yang berubah panjang dan hendak menelikung tubuh Wiro mendadak
tersentak keras lalu mental seperti digebuk pentungan besi. Menggigit bibir
menahan sakit Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab keluarkan bentakan keras. Walau
mampu membendung bahkan memusnahkan dua serangan lawan namun dirinya sendiri
tak urung menderita gempuran hebat. Tubuhnya terpuntir setengah lingkaran lalu
terhuyung mau roboh sementara rasa sakit aneh seperti ada puluhan jarum menusuk
ubun-ubun dan pinggiran matanya.
Sambil membentak Hantu Sejuta
Tanya Sejuta Jawab melesat ke atas. Wiro hanya sempat melihat bayangan jubah
putih si kakek. Dia tidak menyadari kalau dari balik jubah dua kaki si kakek
tiba-tiba menderu lancarkan dua tendangan. Satu ke kepala, satu ke dada. Ketika
pemandangannya kembali pulih dia hanya bisa melihat serangan yang mengarah
kepala. Murid Sinto Gendeng ini cepat rundukkan tubuh. Kepalanya memang selamat
tapi tendangan ke arah dada tidak dapat dihindarinya.
"Bukkk!"
Sosok Pendekar 212 mencelat
mental sampai tiga tombak lalu terguling-guling di tanah. Wiro berusaha bangkit
berdiri dengan cepat. Tapi dadanya serasa amblas. Lututnya goyah. Pemuda ini
jatuh berlutut sambil pegangi dada. Nafasnya seperti tertahan di tenggorokan.
Ketika dia memaksa menghela nafas dalam, dari mulutnya menyembur darah merah!
Sebelum dia jatuh terduduk di tanah, Wiro masih sempat mengerahkan aji
kesaktian dan tenaga dalamnya ke tangan kanan lalu menghantam ke depan.
"Wusss!"
Cahaya putih menyilaukan dan
panas berkiblat.
Walau Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab berhasil menendang dada lawan namun kakek ini juga ikut terpental.
Kaki kanannya terasa sakit, membuat dia tertegak miring begitu menginjak tanah.
Di saat itu pula pukulan Sinar Matahari yang dilepaskan Wiro berkelebat
menyambar. Si kakek berseru kaget dan cepat menyingkir. Dia seperti tidak
percaya pukulan sakti Memeluk Rembulan Menghantam Matahari yang barusan
dilancarkannya tidak sanggup menghabisi pemuda lawannya! Lawungu sendiri yang
ikut menyaksikan hal itu sampai keluarkan seruan tertahan dan ternganga lebar.
Walau Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab selamat dari serangan pukulan "Sinar Matahari" tapi
gerakan si kakek agakterlambat. Cahaya panas menyapu ujung bawah jubah
putihnya. Saat itu juga jubah putih itu dilumat kobaran api! Si kakek jadi
kelabakan. Untung dia tidak kehilangan akal. Setelah bergulingan di tanah dia
mematahkan serumpun semak belukar berdaun lebat. Dengan daun-daun ini dia
mengibas padam api yang membakar ujung jubahnya.
"Wiro!" Naga Kuning
berteriak dan cepat memburu. Tapi gerakannya dipotong dan dihadang oleh kakek
berjubah ungu.
"Apa maumu orang tua?!
Kau membantu kakek sesat yang otaknya nangkring di ubun-ubun itu?!" bentak
Naga Kuning.
Lawungu menyeringai.
"Mulutmu kurang ajar! Bicaramu keras! Kau rasakan dulu kerasnya tangan
kananku!"
Habis berkata begitu Lawungu
lalu lancarkan satu tamparan ke muka Naga Kuning. Tamparan ini bukan tamparan
biasa karena jangankan muka manusia, batupun bisa rengkah kalau sampai terkena!
Naga Kuning yang sesungguhnya
adalah kakek berusia lebih dari seratus dua puluh tahun ini tentu saja tidak
tinggal diam. Sambil mengelak dia berkata.
"Kau menuduh aku kurang
ajar! Padahal kau sama saja kurang ajarnya dengan kakek yang otaknya tidak
karuan itu! Jangan kira aku takut padamu!" Anak ini lantas keluarkan jurus
yang disebut Naga Murka Merobek Langit Kejut Lawungu bukan kepalang ketika
tiba-tiba lima jari tangan kanan Naga Kuning yang dipentang lurus tidak terduga
menusuk ke arah tenggorokannya. Dari angin serangan serta adanya cahaya redup
hitam yang memancar dari tangan si bocah Lawungu segera maklum kalau tusukan
lima jari itu bukan saja mampu menembus daging lehertapi juga bisa
menghancurkan tulang tenggorokannya. Dengan cepat dia berkelebat mengelak
sambil lindungi diri dengan tangan kiri. Apa yang diduga Lawungu ternyata
betul.
"Braakkk!"
Tusukan lima jari tangan Naga
Kuning dalam jurus "Naga Murka Merobek Langit" tadi begitu menghantam
tempat kosong terus melabrak batang pohon di samping Lawungu, Lima jari tangan
masuk amblas ke dalam batang pohon. Lawungu merasakan tengkuknya sedingin es.
"Anak ini sangat
berbahaya. Kalau tidak segera dihabisi bisa mendatangkan malapetaka tak
diingini!"
Si kakek berjubah ungu
acungkan tangan kanannya ke udara. Satu kilatan cahaya aneh berwarna ungu entah
dari mana datangnya, menyambar masuk ke ujung jari-jari tangan si kakek. Cahaya
itu mengalir sepanjang lengannya naik ke kepala melalui leher. Saat itu juga
kepala si kakek kelihatan memancarkan sinar terang berwarna aneh.
Tiba-tiba Lawungu meniup
keras. Selarik sinar ungu menyambar. Sinar ini sengaja tidak diarahkan kepada
Naga Kuning, melainkan ke arah pohon yang barusan kena hantaman lima jari si
bocah. Apa yang terjadi kemudian sungguh luar biasa. Sinar ungu di bntnng pohon
mengalir ke bawah. Ketika sinar itu sampul di bagian dimana tangan kanan Naga
Kuning masih menancap anak ini menjerit keras. Bukan karena kesakitan totopl
karena bagaimanapun dia mengerah kan tenaga tangannya yang amblas tidak dapat
dikeluarkannya dari dalam batang pohon. Seolah tangan itu telah menjadi satu
dengan pohon!
Nenek muka kuning Luhkentut
alias Hantu Selaksa Angin keluarkan seruan tertahan. "Aku rasa-rasa
mengenal ilmu yang dikeluarkan kakek jubah ungu itu! Hai, bukankah itu yang
disebut Ilmu Menyatu Jazad Dengan Alam." Si nenek mendongak ke atas sambil
pijit-pijit keningnya seperti berpikir. "Aku kenal ilmu itu, apakah aku
mengenal siapa adanya dirinya? Ckkk… ckkk… ckkk!" Si nenek keluarkan suara
berdecak berulang kali lalu pancarkan kentutnya butt prett!
Naga Kuning keluarkan keringat
dingin. Mukanya pucat pasti karena tidak sanggup lepaskan lima jari tangannya
yang tenggelam sampai ujung telapak. Dari samping sambil keluarkan tawa
mengeken" Lawungu mendatangi, siap untuk menggebuk si bocah. Melihat hal
ini Si Setan Ngompol tak tinggal diam. Sambil berteriak marah dia memotong
gerakan Lawungu.
"Kau apakan anak itu!
Kalau dia sampai cidera nyawamu jadi taruhannya!"
Kekehan Lawungu bertambah
panjang. "Kakek bau pesing tukang kencing! Bicaramu terlalu sombong!
Jangan mengira kali ini air kencingmu bisa menolong anak itu!"
"Kau yang sombong! Kita
lihat| saja! Jangan kau pergi kemana-mana! Aku bersumpah akan mencekokmu dengan
air kencingku!"
Setelah berkata begitu Si
Setan Ngompol cepat mendekati Naga Kuning. "Anak sial! Apa yang terjadi
dengan dirimu?!"
"Kakek geblek!"
semprot Naga Kuning. "Apa kau buta? Kau lihat sendiri apa yang aku alami!
Aku tidak bisa keluarkan tanganku dari dalam pohon!"
"Sudah! Jangan mengomel.
Aku pasti bisa menolongmu!"
Kata Setan Ngompol. Lalu
dengan cepat dia kerahkan tenaga dalamnya sambil memegang lengan kanan Naga
Kuning. "Kerahkan tenagadalammu! Sama-sama mengerahkan masakan tidak bisa
lepas!"
Sebelumnya Naga Kuning memang
telah mengerahkan tenaga dalam untuk bisa melepaskan tangannya dari dalam pohon
tapi tidak berhasil. Sekarang karena si kakek menyuruh begitu maka dia kembali
mengerahkan tenaga dalamnya. Lalu dibantu oleh si kakek, Naga Kuning tarik
tangan kanannya dari dalam pohon. Seperti diketahui baik Naga Kuning maupun
Setan Ngompol bukanlah orang-orang sembarangan. Keduanya memiliki kesaktian dan
tingkat tenaga dalam tinggi. Namun bagaimanapun mereka berusaha tetap saja
tangan kanan Naga Kuning tidak bergeming. Si kakek sampai terkencing-kencing!
"Mungkin aku harus
kembali mempergunakan air kencingku!" kata Setan Ngompol dengan nafas
memburu.
"Lekas kau lakukan.
Kulihat kakek jubah ungu itu tengah melangkah ke sini!" kata Naga Kuning
pula walau merasa jijik.
Setan Ngompol masukkan
tangannya kiri kanan ke dalam celananya. Dengan dua tangannya yang ha-,ah oleh
air kencing dia mengusap tangan Naga Kuning, juga batang pohon di bagian mana
tangan bocah tertanam. Tapi seperti kata Lawungu tadi, kali ini air kencing Si
Setan Ngompol memang tidak bisa menolong Naga Kuning.
"Sial jahanam!"
Setan Ngompol memaki. Dia kerahkan tenaga dalam ke tangan kanan. "Terpaksa
aku hancurkan pohon ini!" katanya. Lalu si kakek hantamkan tangan
kanannya. Maksudnya hendak menghancurkan batang pohon pada bagian dimana tangan
Naga Kuning tenggelam.
"Kakek tolol! Jangan kau
lakukan itu!" tiba-tiba nenek muka kuning berseru.
"Braaakkk!"
Batang pohon memang pecah.
Tapi tangan kanan Si Setan Ngompol kini ikut menempel di pohon itu, dekat
tangan kanan Naga Kuning!
"Celaka! Mengapa bisa
jadi begini?!" kejut Setan Ngompol. Kencingnya langsung terpancar.
Sambil tertawa gelak-gelak
Lawungu mendatangi ke dua orang yang terperangkap lengket di batang pohon itu.
"Kini menghabisi kalian
semudah aku membalikkan telapak tangan!" kata kakek itu. Saat itu cahaya
ungu yang ada di kepalanya bergerak turun ke leher, mengalir ke lengan. Sesaat
kemudian tangan kanannya kelihatan memancarkan sinar ungu terang. Setan Ngompol
terkencing-kencing habis-habisan. Matanya yang memang sudah lebar kini
bertambah lebar seolah membesar sampai ke kuping. Lain halnya dengan Naga
Kuning. Anak ini walau sebenarnya takut setengah mati tapi masih bisa
berteriak.
"Aku tidak takut mati!
Ayo! Aku mau lihat apa yang hendak kau lakukan!"
Sambil berteriak Naga Kuning
berulang kali berusaha menendang Lawungu tapi tidak berhasil. Lawungu hentikan
tawanya. Dia menunduk pandangi wajah Naga Kuning. Ingin sekali anak ini
meludahi muka orang tua itu. "Kau tidak takut mati, ha… ha… ha! Bagus!
Memang kau tidak akan segera kubunuh
Kakek kawanmu ini yang akan
kuhabisi lebih dulu. Biar kau menyaksikan dari dekat bagaimana mengerikannya
orang mati dengan kepala rengkah! Kalian berdua adalah sahabat pemuda berambut
panjang yang telah memperkosa dua cucu sahabatku! Membunuh kalian sama saja
berbuat pahala!"
Lawungu tertawa panjang. Lalu
tangan kanannya yang memancarkan sinar ungu dihantamkan ke batok kepala Setan
Ngompol yang berada dalam keadaan tidak berdaya!
Sesaat lagi kepala Setan
Ngompol akan hancur berantakan tiba-tiba ada orang berteriak lantang.
"Lawungu! Jangan kau
berani membunuh kekasihku!"
Lawungu tidak perduli. Dia
tetap teruskan memukulkan tangan kanannya. Namun dari belakang mendadak ada
orang menelikung tubuhnya lalu menyeretnya demikian rupa hingga sama-sama jatuh
ke tanah. Sebenarnya dengan kepandaiannya yang tinggi Lawungu bisa menghantam
orang yang merangkulnya itu dengan sodokan sikut atau tendangan kaki. Namun
cara orang memegang tubuhnya membuat Lawungu jadi merinding dan berteriak keras
penuh marah. Orang yang menelikungnya dari belakang sengaja pergunakan tangan
meraba bagian tubuhnya di bawah pusar! Sebelum dia bisa berbuat apa-apa
tubuhnya telah keburu jatuh berhimpit-himpitan!
"Jahanam! Siapa berani
berlaku kurang ajar!" bentak Lawungu seraya melompat bangkit.
Terdengar suara tawa
cekikikan. Orang yang tadi menggerayangi aurat terlarangnya ternyata sudah
lebih dulu tegak berdiri sambil tertawa-tawa beberapa langkah di hadapannya!
7
KITA tinggalkan dulu Lawungu
yang marah setengah mati karena ada orang berani merabai auratnya di bawah
perut. Kita kembali pada Pendekar 212 Wiro Sableng yang saat itu terduduk
bersimpuh di tanah dalam keadaan terluka parah di bagian dalam akibat tendangan
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Kalau saja Kapak Naga Geni 212 saat itu ada
padanya, pasti cidera yang dialaminya tidak separah itu.
Wiro meraba seputar
pinggangnya. Dia tidak menemukan sebuah kantong kecil berisi obat pemberian
gurunya. Entah dimana hilangnya dan kapan kejadian nya dia tidak tahu.
Satu-satunya cara untuk mengobati diri adalah mengerahkan tenaga dalam atau
hawa sakti di dalam tubuhnya serta mengatur jalan nafas dan peredaran darah.
Namun belum sempat dia melakukan semua itu, kakek yang otaknya ada di luar
kepala itu sudah berada tiga langkah di hadapannya. Wiro coba membuka mulut.
"Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab! Kau adalah orang arif bijaksana berilmu tinggi berbudi luhur
punya kemampuan untuk melihat dan menyirap kali benar aku yang telah berbuat
keji terhadap Luh kemboja dan Luhkenanga. Kalau memang aku yang memperkosa dua
cucumu, mengapa aku mau bertindak bodoh? Menyuruh orang mengantarkan mereka
padamu? Bukankah lebih baik aku membunuh mereka agar rahasiaku tidak
tersingkap?!"
Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab menyeringai mendengar kata-kata Pendekar 2 1 2 itu. "Menjelang
kematian di depan mata kau pandai memujiku sekaligus bersandiwara melindungi
diri! Ada apa di dalam otak manusia keji biadab sepertimu siapa yang tahu dan
bisa menduga mungkin kau merasa hebat dengan senjata tidak membunuh dua cucuku!
Apapun yang ada di dalam otak kejimu, saat ini semuanya akan berakhir untuk
selama-lamanya!"
Begitu selesai berucap si
kakek langsung menyergap dengan satu tendangan. Dalam keadaan terluka parah di
sebelah dalam Wiro tidak berani menangkis ataupun balas menghantam. Tubuhnya
dijatuhkan. Lalu dengan jurus Belut Menyusup Tanah dia melesat di tanah,
menyelinap seperti seekor belut licin. Dengan geram Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab hunjamkan kakinya, berusaha menginjak kepala atau tubuh Wiro.
"Duukkk! Duukkk!
Dukkk!"
Sosok Pendekar 212 meliuk-liuk
menghindari injakan maut itu. Di tanah kelihatan lobang lobang besar bekas
injakan kaki si kakek. Marah besar karena tidak satupun injakan kakinya
mengenai sasaran, Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab angkat bagi.m bawah jubahnya.
Begitu Ujung jubah dikebutkan maka menderulah gelombang angin dahsyat Sosok
murid Sinto Gendeng melesat ke udara bersamaan dengan taburan pasirdan
batu-batu. Ketika tubuh itu jungkirbalik jatuh ke bawah, si kakek sudah
menunggu. Dua telapak tangannya dikembangkan lalu dihantamkan ke atas. Dalam
jarak sedekat itu tidak mungkin lagi bagi Wiro untuk menghindar. Dia terpaksa
pergunakan dua tangan untuk menangkis.
Dua pasang telapak tangan
beradu keras di udara. Dua kekuatan tenaga dalam tinggi sama-sama menggempur.
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab terjengkang di tanah. Sebaliknya Pendekar 212
sendiri mencelat sampai dua tombak. Selagi melayang turun dari mulutnya
menyembur darah. Wiro tak mampu tegak di atas dua kakinya.
"Bluukkk!"
Wiro terhempas jatuh punggung
di tanah. Tulangtulangnya di sebelah belakang seperti remuk. Dadanya mendenyut
sakit seolah terpanggang. Dua tangannya yang tadi saling bentrokan dengan
sepasang tangan lawan kini dirasakannya seperti tak ada lagi di sisinya. Dua
kakinya bergeletar.
Melihat lawan tidak berdaya,
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab cepat menyergap. Kaki kanannya kirimkan satu
injakan ke kepala Pendekar 212. Kali ini Wiro tak kuasa mengelak, tak berdaya
untuk menahan injakan kaki itu dengan dua tangannya. Juga tidak ada yang bisa
memberikan pertolongan. Di dalam jaring api biru Luhsantini pejamkan mata,
ngeri membayangkan apa yang sesaat lagi bakal terjadi.
Nenek muka kuning hanya tegak
berdiri tertawatawa lalu kentut. Kalau dulu sebelumnya dia tidak ingin melihat
ada yang mengganggu apa lagi sampai mencelakai Wiro, saat itu dia seperti tidak
perduli. Jelas nenek satu ini ada kelainan dalam otaknya. Lakasipo yang berada
dalam jaring satunya tersentak kaget. Dia masih mampu berteriak. "Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab! Jangan bunuh dia! Dia saudaraku!"
Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab tidak perduli. Amarah dan dendam kesumatnya terhadap Wiro yang hanya bisa
pupus dengan kematian pemuda itu tak bisa dihentikan. Kaki kanannya menderu!
Sesaat lagi kepala murid Sinto
Gendeng akan hancur dilanda injakan kaki kanan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab
tiba-tiba sesiur angin sangat dingin menerpa, membabat ke arah kaki kiri Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Bersamaan dengan itu udara dipenuhi kabut tipis
berwarna kebiruan.
Kuda-kuda kaki kiri Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab sama kokohnya dengan sebuah tiang batu yang menancap
di tanah. Tidak mudah untuk menggoyang, apa lagi menggeser dan membuatnya
mental. Tapi saat itu sambaran angin dingin tidak kuasa ditahan si kakek. Kaki
kirinya seperti disusupi ratusan jarum yang menebar hawa dingin sampai ke
tulang-tulangnya. Tubuh si kakek terhuyung. Kuda-kuda kaki kirinya tak sanggup
bertahan menopang tubuhnya. Akibatnya injakan kaki kanannya pada kepala Wiro
bukan saja tidak menemui sasaran malah saat itu tubuhnya ikut tersapu seperti
diterjang badai. Sebelum celaka kakek ini dengan cepat melesat ke udara. Dari
atas dia membentak keras dan hantamkan tangan kanannya ke arah dari mana tadi
datangnya sambaran angin dingin.
"Wusss!"
Serangkum sinar putih
berkiblat. Di depan sana satu sosok tubuh aneh kelihatan berkelebat dengan
cepat dalam gerakan berputar seperti gasing.
"Bummm!"
Pukulan tangan kosong yang
dilancarkan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab menghantam tanah, mengeluarkan
suara berdentum, meninggalkan satu lobang besar. Begitu tanah dan pasir yang
beterbangan ke udara luruh ke bawah dan pemandangan terang kembali, terkejutlah
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab melihat siapa yang tegak di depan sana.
"Sahabatku Lasedayu! Hantu Langit Terjungkir!"
si kakek menegur lantang.
"Sungguh pertemuan tidak terduga! Berbilang tahun kita tidak pernah
berjumpa! Begitu muncul mengapa kau melakukan perbuatan tercela? Menyerangku
untuk membela makhluk biadab penuh sejuta dosa?! Apakah persahabatan kita yang
puluhan tahun di masa silam tidak ada artinya sama sekali bagimu?!"
Orang yang barusan datang dan
menghalangi serangan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab memang adalah kakek aneh
yang mempergunakan dua tangan sebagai kaki, bernama Lasedayu alias Hantu Langit
Terjungkir. Orang tua yang rambut putih, kumis dan janggutnya menjulai
awut-awutan tidak segera menjawab teguran orang, melainkan lebih dulu melirik
pada nenek muka kuning.
Merasa dirinya diperhatikan,
setengah menggerutu setengah berpikir nenek berjuluk Hantu Selaksa Angin ini
berkata dalam hati. "Huh! Dia lagi! Si Ikan Asap! Kakek yang suka
meniru-niru kentutku! Dulu kucari tidak bertemu, sekarang unjukkan tampang! Ah,
aku kesal padanya. Dulu aku ingin menyelidik siapa dirinya. Tapi kini buat apa?
Wahai genitnya pakai melirik diriku segala! Tidak tahu di buruk rupa.
Berdiripun tidak karuan! Hidup menyungsang terbalik! Jangan-jangan dia makan
lewat pantat dan buang hajat melalui mulut! Hik… hik… hik!"
"Butt… prettt!"
Nenek muka kuning lantas pancarkan kentutnya. Dalam Episode sebelumnya (Hantu
Santet Laknat) dituturkan bagaimana Hantu Selaksa Angin berusaha mengejar Hantu
Langit Terjungkir karena ada sesuatu ucapan si kakek yakni "ikan
asap" atau ‘ikan pindang" yang membuatnya jadi ingin tahu siapa
sebenarnya kakek itu. Sementara itu Hantu Langit Terjungkir sendiri lari
mengejar Hantu Bara Kaliatus karena tertarik pada tanda bunga dalam lingkaran
yang ada di belakang lengan kanan lelaki itu.
"Sahabatku Hantu Sejuta
Tanya Sejuta Jawab! Aku gembira dengan pertemuan ini! Apa lagi Lawungupun kulihat
ada di sebelah sana. Tapi keadaan membuat kita jadi merasa saling tidak enak!
Wahai, bukan maksudku berlancang diri mencampuri urusanmu! Apa lagi
menyerangmu! Aku hanya ingin membalas sedikit budi yang pernah ditanam pemuda
dari negeri seribu dua ratus tahun mendalang itu. Dulu dia dan teman-temannya
pernah menyelamatkan jiwaku dari tangan maut makhluk api Lamanyala. Hari ini
biarlah aku membayar lunas hutang piutang diantara kami!"
"Kau membalas budi
katamu! Kau membayar hutang piutang katamu! Tapi kau mengecewakan sahabat
sendiri yang sudah kau kenal puluhan tahun, sesakit sependeritaan!"
"Harap maafkan diriku
wahai sahabat!" kata Hantu Langit Terjungkir.
"Kurasa pinta maafmu tak
ada gunanya! Tahukah dosa besar apa yang telah diperbuat pemuda keparat itu?
Dia telah memperkosa dua cucuku!"
Hantu Langit Terjungkir
tersentak kaget dan pelototkan mata memandang pada Pendekar212 yang saat itu
tengah dengan susah payah akhirnya bisa berdiri walau terbungkuk-bungkuk
menahan sakit di dada.
"Dua cucumu…."
mengulang Hantu Langit Terjungkir.
"Maksudmu Luhkemboja dan
Luhkenanga?!"
"Bagus kau masih ingat
nama dua gadis itu! Tapi sekarang mereka hidup dalam sejuta derita sejuta malu!
Akibat perbuatan keji orang yang barusan kau tolong itu!"
Hantu Langit Terjungkir
geleng-gelengkan kepala.
"Maksudku baik, ternyata
aku telah melakukan kekeliruan besar. Kalau begitu sebagai penebus kesalahan
biarlah aku mewakilimu menghukum pemuda terkutuk ini!"
Habis berkata begitu Hantu
Langit Terjungkir alias Lasedayu gerakkan kaki kanannya.
"Wuutttt!"
Selarik angin memancarkan
cahaya kebiruan dan menebar hawa dingin luar biasa menghantam ke arah
Pendekar212 Wiro Sableng. Pemuda ini cepat jatuhkan diri ke tanah. Serangan
maut Hantu Langit Terjungkir menghantam sebatang pohon yang tumbuh dikelilingi
serumpunan semak belukar. Pohon ini hancur berantakan di bagian tengahnya lalu
menggemuruh tumbang. Semak belukar berserabutan dan mental ke udara! Sebelum
Hantu Langit Terjungkir kembali menghantam, Wiro cepat bangkit dan berteriak.
"Kakek bernama
Lasedayu!" Wiro membuka mulut.
"Tuduhan orang tua
sahabatmu itu tidak benar! Dusta dan fitnah! Aku tidak pernah merusak
kehormatan dua gadis itu. Malah mereka yang menipuku, mereka juga merampas
sebuah tongkat batu biru! Aku bersumpah tidak melakukan kekejian itu terhadap
cucunya!"
"Kau bersumpah pada
siapa?!" ejek Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. "Kau orang asing di
negeri ini! Dewa tidak akan mendengar sumpahmu!" Habis berkata begitu
orang tua ini memandang ke arah Hantu Langit Terjungkir dan berkata.
"Lihat! Kau dengar
sendiri bagaimana dia pandai bersilat lidah! Betapa pandainya dia memutar balik
kenyataan! Sebelum merusak kehormatan dan menganiaya dua cucuku, dia juga telah
merusak kehormatan seorang gadis bernama Luhjelita!"
Rahang Hantu Langit Terjungkir
menggembung. Matanya memancarkan sinar aneh. Tampangnya yang sebagian
terlindung oleh juntaian rambut putih kelihatan membesi mengerikan.
"Biar aku membunuhnya
saat ini juga!"
"Tidak!" kata Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
"Dia harus mati di
tanganku!"
"Kalau begitu, agar aku
tidak melakukan kesalahan lagi dan dianggap mencampuri urusan orang, biar aku
segera meninggalkan tempat ini! Aku masih banyak urusan yang terbengkalai,
perlu diselesaikan! Sekali lagi aku mohon maaf wahai sahabatku!"
"Kek! Jangan pergi
dulu!" Wiro berseru. "Kesalahpahaman ini harus diselesaikan!"
Hantu Langit Terjungkir
singkapkan rambutnya yang menutupi mata lalu memandang pada Wiro dengan
pandangan buas, seperti hendak menerkam.
"Kau selesaikanlah
kesalahpahaman itu dengan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Bukan
denganku…."
"Kakek Lasedayu!"
Lakasipo yang berada di dalam jaring ikut memanggil. "Jangan pergi, kami
perlu pertolonganmu!"
Hantu Langit Terjungkir
hentikan gerakannya melangkah.
"Eh, suara itu. Bukankah
itu suaranya…?" Si kakek putar dua tangannya. "Tadi aku melihat ada
dua orang dalam jala. Apa salah satu dari mereka yang barusan
memanggilku?"
"Aku disini Kek. Aku
Lakasipo!"
"Lakasipo!" Hantu
Langit Terjungkir ucapkan nama itu dengan suara bergetar. Sekali dia melesat,
sosoknya sudah berada di samping jaring di mana Lakasipo mendekam.
"Apa yang terjadi dengan
dirimu…?"
"Nanti aku ceritakan. Kau
bisa menolong aku dan kerabatku bernama Luhsantini ini?"
Hantu Langit Terjungkir melirik
pada sosok Luhsantini yang ada di dalam jaring tergantung pada sisi lain kuda
hitam berkaki enam.
"Perempuan muda itu….
Namanya Luhsantini?"
"Betul Kek…."
‘Wahai perempuan…" kata
Hantu Langit Terjungkir sambil melangkah ke samping kuda dimana sosok
Luhsantini tergantung dalam jaring api biru. "Benar kau bernama
Luhsantini?"
‘ Benar Kek. Kau… apakah kau
bisa menolong mengeluarkan diriku dan Lakasipo dari dalam jaring ini?
"Bukankah, bukankah kau
istri Hantu Bara Kaliatus alias Latandai…?"
Walau dia memang pernah jadi
istri Hantu Bara Kaliatus tapi Luhsantini tidak mau menjawab. "Kek, lekas
kau tolong kami berdua…."
Hantu Langit Terjungkir usap
wajah tuanya berkali-kali. Tiba-tiba tubuhnya melesat ke atas punggung kuda
hitam raksasa berkaki enam. Sekali dia menggebuk pinggul binatang itu,
Laekakienam meringkik keras lalu menghambur lari meninggalkan tempat itu,
membawa si kakek serta Lakasipo dan Luhsantini yang berada dalam jaring api
biru.
Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab berpaling pada Pendekar 212 Wiro Sableng. Sambil menyeringai kakek ini
berkata. "Sekarang tak ada lagi yang akan menolongmu!"
"Kau mau membunuhku
silahkan! Jangan kira aku akan tinggal diam!" kata Wiro bersikap
menantang. Mendengar ucapan Wiro Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab menyeringai.
Tapi dalam hati dia berkata.
"Makhluk dari negeri
asing ini. Aku lihat sendiri dua kali dia menyemburkan darah segar. Kalau dalam
keadaan terluka parah di dalam dia masih berani menantangku, berarti mungkin
dia masih memiliki ilmu kepandaian yang jadi andalan!"
Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab angkat tangan kanannya ke atas. Lengan jubahnya merosot ke bawah.
Kelihatanlah tangannya yang lebat ditumbuhi bulu. Dia maju selangkah demi
selangkah. Pendekar 212 menunggu dengan tenang. Saat itu diam-diam dia telah
menyiapkan hawa sakti dalam tubuhnya untuk mengeluarkan ilmu Sepasang Pedang
Dewa.
Seperti diketahui ilmu
Sepasang Pedang Dewa bukanlah ilmu yang bisa dikeluarkan secara sembarangan.
Ilmu yang didapat Wiro dari Datuk Rao Basaluang Ameh ini hanya boleh
dikeluarkan dua kali dalam kurun waktu 360 hari. Jika saat itu dia akan
mengeluarkan ilmu tersebut demi menyelamatkan dirinya yang dalam keadaan
terluka parah maka berarti selama di Negeri Latanahsilam dia telah dua kali
mengeluarkannya.
Tangan kanan Hantu Sejuta
Tanya Sejuta Jawab semakin tinggi ke atas. Dari pangkal jubah putihnya mengepul
asap kelabu. Tiba-tiba ketika dia siap untuk melancarkan pukulan, di belakang
sana terdengar pekik Lawungu. Lalu bayangan ungu berkelebat di hadapan Hantu Sejuta
Tanya Sejuta Jawab.
"Lawungu! Kau minta mati
dihantam pukulan Menara Mayat Meminta Nyawa." menghardik Hantu Sejuta
Tanya Sejuta Jawab. Kalau dia tidak cepat menarik pulang tangan kanannya,
hampir-hampir dia mencelakai sahabatnya itu sendiri.
"Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab, lekas tinggalkan tempat ini…."
Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab hendak menghardik mendengar ucapan sahabatnya itu. Tapi ketika dilihatnya
wajah Lawungu akhirnya dia berkata dengan suara bergetar.
"Mukamu kulihat pucat!
Tadi kudengar kau menjerit di belakang sana? Ada apa?!"
"Anak kecil berambut kaku
itu…."
"Ada apa dengan anak
keparat itu?!"
"Di dadanya aku lihat
menyembul bayangan kepala Naga Hantu Dari Langit Ke Tujuh!"
Berubahlah paras Hantu Sejuta
Tanya Sejuta Jawab.
"Kau jangan mengada-ada,
Lawungu!"
"Aku tidak mengada-ada!
Tidak mengarang cerita! Aku saksikan sendiri! Ingat berita yang pernah kita
dengar dan bersumber dari Hantu Tangan Empat sewaktu dia berada di tanah Jawa
beberapa waktu lalu?"
Berubahlah air muka Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Otak di atas kepalanya berdenyut cepat.
"Kalau yang kau lihat itu
betul Naga Hantu Dari Langit KeTujuh, aku rasa aku bisa menghancurkannya dengan
pukulan sakti Menara Mayat Minta Nyawa!"
"Jangan mempertaruhkan
nyawa! Aku masih percaya tidak ada satu kekuatanpun bisa menahan kesaktian
makhluk satu itu. Aku akan segera tinggalkan tempat ini. Terserah
padamu…."
Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab melirik ke arah pohon dimana Naga Kuning dan Si Setan Ngompol masih
terjerat lengket.
" Kau tidak bergurau
wahai sahabatku Lawungu?!" tanya Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
"Soal nyawa mana berani
aku bergurau!”
"Kalau begitu baik. Kita
segera pergi dari sini.
Tapi pemuda asing ini harus
aku bawa serta! Akan kubunuh di tengah jalan!" Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab segera turunkan tangan kanannya. Tangan itu kini diletakkan di atas otak
yang bertengger di batok kepalanya. Lalu kini ganti tangan kirinya yang
diangkat. Tiba-tiba tangan kiri itu dipukulkan ke arah Wiro.
Malangnya saat itu murid Sinto
Gendeng berada dalam keadaan agak lengah. Serangkum angin menerpa ke arahnya.
Saat itu juga sekujur tubuh Pendekar 212 menjadi kaku tegang. Mulutnyapun tak
bisa bersuara!
Lalu Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab panggul tubuh pemuda itu di bahu kanannya. Sekali berkelebat dia sudah
melesat tiga tombak.
"Sahabatku!" berkata
Lawungu. "Kau mau menuju kemana terserah padamu. Aku masih ada keperluan
lain. Aku harus mencari musuh besarku Hantu Santet Laknat! Kita berpisah di
sini…."
"Aku sangat kecewa kau
tidak mau seperjalanan menemaniku!" sahut Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
Lalu tanpa banyak bicara lagi
dia berkelebat kearah tenggara. Di langit sinar sang surya mulai memudar
memasuki ambang sore.
8
APA yang membuat Lawungu marah
setengah mati? Siapa yang telah berani merabai aurat terlarangnya hingga dia
gagal membunuh Si Setan Ngompol? Lalu apa pula yang kemudian terjadi dan
membuat Lawungu serta Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab meninggalkan tempat
tersebut dengan dihantui rasa takut?
Di hadapan Lawungu saat itu
tegak seorang aneh yang mukanya tertutup pupur tebal seronok. Dua alisnya
diberi pewarna sangat hitam, mencuat ke atas lalu bergelung ke bawah di
masing-masing ujung. Bibir diselimuti gincu merah mencorong. Pipi selain
dilapis bedak tebal juga diberi merah-rnerah. Orang ini memiliki rambut
keriting panjang, menjulai sampai sebahu. Pada telinga kiri kanan bergelantung
dua buah giwang besar. Pada salah satu kuping hidungnya melekat sebuah subang
bermata berkilat. Pakaiannya sebentuk jubah berbunga-bunga. Walau dia berdandan
seperti perempuan dan memperlihatkan sikap lemah gemulai, tidak henti
menyunggingkan senyum serta selalu mematik-matik merapikan rambutnya namun dari
bentuk tubuh dan suaranya jelas dia adalah seorang lelaki. Orang ini mengerling
sekilas pada Si Setan Ngompol dan kedipkan matanya. Lalu dia berpaling pada
Lawungu dan sunggingkan senyum genit.
"Dajal terkutuk! Kau
rupanya!" bentak Lawungu yang bukan saja marah besar tapi juga sangat
muak.
"Wahai! Jangan mengatakan
aku dajal. Jangan menyebut diriku terkutuk! Apakah kau tidak tahu aku bisa
memberikan sejuta kenikmatan pada dirimu?!"
Orang berpupur tebal yang
dikenal dengan julukan Si Betina Bercula itu lalu tertawa cekikikan. Membuat
Lawungu semakin menggelegak amarahnya.
"Lekas kau menyingkir
dari sini! Atau kuhabisi kau lebih dulu! Atau kau mati berbarengan dengan kakek
bau pesing yang katamu kekasihmu itu?!" Ancam Lawungu.
"Wahai! Jangan bersikap
kasar padaku padahal aku bisa memberikan kelembutan padamu. Jangan bicara keras
padaku, padahal aku bisa memberikan sesuatu yang empuk padamu! Hik… hik…
hik!"
"Kau memang minta
mati!" Lawungu melompat ke hadapan Betina Bercula.
"Tunggu! Tahan! Jangan
marah dulu!" seru Betina Bercula. "Aku tidak bicara dusta! Jika kau
tidak percaya kenikmatan apa yang bisa kuberikan, silahkan tanya lebih dulu
pada kekasihku si mata juling dan telinga lebar itu!" Betina bercula
goyangkan pinggulnya, geliatkan dadanya yang besar lalu menunjuk ke arah Si
Setan Ngompol. (Mengenai Si Betina Bercula ini harap baca Episode berjudul
"Hantu Muka Dua")
Lawungu tidak dapat menahan
diri lagi. Sekali tangan kanannya bergerak maka satu jotosan keras menderu ke
wajah Betina Bercula. Walau berpenampilan lemah gemulai dan
sebentar-sebentartersenyum genit ternyata Betina Bercula memiliki gerakan
cepat. Sekali dia menggeliat maka kepalanya miring ke kiri. Begitu serangan
Lawungu lewat, Betina Bercula rundukkan kepala dan tangan kanannya tahu-tahu
telah menyusup ke bagian bawah perut Lawungu. Kalau orang tua ini tidak cepat
melompat ke belakang niscaya auratnya itu sudah kena dipegang orang!
Didahului teriakan marah
Lawungu kembali menyerang Betina Bercula. Kali ini dia tidak mau memberi
kesempatan lagi. Sosok si kakek lenyap berubah menjadi bayang-bayang. Betina
Bercula terpekik kecil. Dia berusaha menahan derasnya arus serangan namun hanya
sanggup sampai empat jurus. Dijurus selanjutnya dia mulai terdesak hebat.
"Dari pada celaka lebih
baik aku angkat kaki dari sini. Perlu apa aku berlama-lama di sini. Aku kemari
untuk mencari pemuda asing bernama Wiro Sableng itu. Kulihat dia ada di sebelah
sana dalam keadaan terluka parah. Ada kakek aneh berjubah putih hendak
mencelakainya. Bagaimana aku harus menolongnya?! Tololnya aku, mau melibatkan
diri dengan kakek jelek satu ini! Tapi… biar aku cari selamat dulu!"
Apa yang ada di benak Betina
Bercula rupanya sudah terbaca oleh Lawungu. Si kakek tidak mau memberi
kesempatan. Serangannya semakin menggila. Betina Bercula seolah-olah
terbungkus. Kemanapun dia bergerak dan mengelak jotosan atau kaki lawan
mengepungnya.
"Celaka! Terpaksa aku
mengeluarkan ilmu Membakar Gairah Darah Merah!" kata Betina Bercula dalam
hati. Lalu lelaki berpenampilan perempuan ini angkat bagian bawah pakaiannya
tinggi-tinggi. Ternyata sepasang pahanya lumayan bagus dan putih. Melihat
perbuatan Betina Bercula yang aneh itu mau tak mau Lawungu merasa heran.
Dibalik keheranan kakek ini tentu saja bertindak waspada. Saat itulah tiba-tiba
diiringi suara tertawa panjang Betina Bercula kibas-kibaskan bagian bawah
pakaiannya.
"Wusss! Wusss!"
Gelombang-gelombang angin
sejuk lembut dan aneh menderu keluar dari bagian bawah pakaian Betina Bercula.
Bau harum semerbak mendadak memenuhi tempat itu, menyelubungi sosok Lawungu.
"Hem, bau apa ini…? Anoh,
mengapa mendadak dadaku berdebar. Aliran darahku lebih kencang. Astaga, sekujur
tubuhku menjadi hangat. Orang itu….Baru kusadari, ternyata dia cantik sekali.
Apakah dia sebenarnya seorang bidadari? Suara tawanya begitu merdu. Senyumnya
mengundang diriku. Ah, aku tidak tahan untuk bercumbu dengannya…."
Hawa berbau harum semerbak
secara aneh menimbulkan rangsangan nafsu di dalam tubuh Lawungu. Semakin dia
menahan semakin keras gejolak darahnya. Kakek ini serta merta hentikan
serangannya. Dia tersenyum lalu melangkah maju mendekati Betina Becula yang
tegak menunggu sambil membuka dua tangannya dalam sikap siap untuK, merangkul
mesra. Padahal rangkulan ini adalah rangkulan yang merupakan rangkulan kematian
bagi si kakek. Inilah ilmu yang disebut Pelukan Mesra Pengantar Kematian. Konon
ilmu ini hanya bisa dimiliki oleh orang-orang yang punya kelainan seperti Si
Betina Bercula. Begitu tubuh calon korban masuk dalam pelukannya maka Betina
Bercula akan merangkulnya erat-erat hingga dia mencapai puncak gairahnya. Orang
yang dirangkul ikut berada dalam rangsangan kenikmatan yang tiada terperikan.
Setelah itu tubuhnya akan lemas tak berdaya. Tulang belulang di sekujur
tubuhnya remuk dan dia akan menemui kematian secara luar biasa mengenaskan!
Sesaat lagi Lawungu akan
tenggelam dalam rangkulan Betina Bercula tiba-tiba Lawungu mendengar suara
mengiang dari empat penjuru.
" Kerabatku Lawungu,
lekas tutup jalan nafasmu dan kencangkan urat di bawah perutmu! Apa kau tidak
sadar orang tengah melancarkan serangan maut padamu?!"’
Lawungu tersentak kaget. Dia
tidak tahu siapa yang barusafrrhengirimkan ucapan jarak jauh itu, namun dalam
kesadaran yang datang mendadak itu dia segera melakukan apa yang dikatakan.
Begitu dia menutup jalan pernafasan dan mengerahkan tenaga dalam ke bagian
bawah perut serta merta dia melihat orang di depannya yang tadi cantik jelita
kembali berubah ke bentuknya semula. Lalu suara tawa merdu lenyap dan bau harum
sirna.
"Kekasihku, mari datang
mendekat! Tidakkah kau ingin merasakan kebahagiaan tiada taranya dalam pelukan
mesraku?!" Betina Bercula maju selangkah mendekati si kakek.
"Makhluk jalang terkutuk!
ini bagianmu!" bentak Lawungu. Lalu orang tua ini cepat pukulkan dua
tangannya ke depan. Dua larik sinar ungu menderu keluardari ujung lengan jubah
si kakek. Inilah serangan yang bernama Menghimpit Roh Bumi Langit!
Sesuai dengan namanya selain
memang ganas, serangan yang dilancarkan Lawungu selama ini sulit dihindari.
Karena lawan akan terhimpit di antara "langit" dan "bumi"
yang tidak memungkinkan lagi kemana dia mau menyelamatkan diri!
"Tua bangka berjubah
ungu! Pengecut! Beraninya hanya pada manusia banci!" Tiba-tiba dari arah
pohon besarsebelah sana terdengar suara teriakan. Rulahsuara Naga Kuning yang
sampai saat itu bersama Si Setan Ngompol masih melekat menempel di batang
pohon. Walau dia tidak perdulikan teriakan orang dan tetap meneruskan
serangannya namun mau tak mau perhatian Lawungu untuk beberapa saat jadi
terganggu. Akibatnya pemusatan daya kekuatan serangannya agak terpengaruh.
Betina Bercula berteriak kaget
ketika melihat serangan apa yang hendak melabrak dirinya. Dia tidak menduga
kakek lawannya akan sejahat itu. Lelaki yang punya kelainan itu cepat melompat
mundur menjauhi lawan. Tetapi terlambat. Dia memang berhasil hindarkan diri
dari pukulan yang datang dari arah sebelah kanan, namun waktu sinar ungu yang
datang dari arah kiri melabrak dia terlambat mengelak.
Pukulan tangan kosong
mengandung hawa sakti bercahaya ungu itu mendarat di dadanya sebelah kanan!
Betina Bercula menjerit keras. Tubuhnya terpuntir dan mencelat sampai dua
tombak. Begitu berusaha bangkit dan melihat dada pakaiannya berubah ungu
seperti hangus, kembali dia menjerit dan breett! Betina Bercula cepat merobek
dada pakaiannya di bagian kanan untuk memeriksa. Dia menjerit pucat sewaktu
melihat bagaimana kulit dadanya di bagian yang terpukul bengkak menghitam
kebiruan!
"Tubuhku! Dadaku rusak!
Jahat! Jahat sekali! Aku merawat dadaku, menyayang-nyayang bertahun-tahun! Kini
rusak sudah! Jahat sekali!" Betina Bercula meraung keras. Darah segar
menyembur dari mulut nya. Tubuhnya lalu tersungkur ke tanah tak bergerak lagi.
Entah mati entah cuma pingsan.
Lawungu menyeringai puas. Lalu
dia berpaling pada Naga Kuning. "Anak malang bermulut besar! Sekarang
giliranmu!"
Sekali lompat saja Lawungu
telah berada di bawah pohon di hadapan Naga Kuning dan Setan Ngompol.
"Lawungu! Kau hendak
berbuat apa pada bocah tak berdaya itu?!" Setan Ngompol membentak.
Lawungu jadi marah.
"Makhluk buruk bau pesing! Kau sepertLtidak sabaran menunggu giliran
kematianmu! Biar kuberi kau satu hadiah terlebih dahulu!"
Lalu Plaaak!
Satu tamparan melanda pipi
kanan Setan Ngompol. Kakek ini mengeluh tinggi. Pipinya yang kena tampar
langsung bengkak kemerahan dan dari mulutnya yang luka mengucur darah.
"Benar-benar pengecut!
Kau menjatuhkan tangan jahat pada orang tidak berdaya! Kalau kau memang punya
nyali lepaskan tanganku dari pohon! Aku menantangmu berkelahi sampai seribu
jurus!" Yang berteriak adalah Naga Kuning.
Lawungu tertawa mengekeh.
Tangan kanannya diangkat. Dari ujung lengan jubahnya keluar cahaya ungu.
"Astaga! Dia hendak
membunuh Naga Kuning dengan pukulan maut itu!" ujar Setan Ngompol dalam
hati. Cepat kakek ini berteriak. "Lawungu! Bocah itu tidak punya dosa atau
kesalahan besar terhadapmu! Mengapa kau tega hendak membunuhnya?!"
Lawungu tertawa. "Begitu
katamu? Biar nanti dia saja yang menjawab dari alam roh! Apa dia punya dosa
kesalahan atau tidak!"
Naga Kuning yang saat itu
tidak punya daya untuk selamatkan diri karena tangan kanannya masih menancap di
dalam pohon tampak pucat dan keluarkan keringat dingin. Dalam keadaan seperti
itu tiba-tiba melesat keluar teriakan dari mulut Naga Kuning.
"Gusti Allah!" Aku
pasrah menemui ajal kalau ini sudah takdirku! Tapi aku mohon kalau aku sudah
mati jadikan aku setan gentayangan! Aku bersumpah untuk membunuh manusia jahat
tidak berbudi ini!" Dengan ketabahan luar biasa anak itu menatap tak
berkedip ke arah tangan kanan Lawungu yang siap menggeprak kepalanya.
Lawungu tertawa mengekeh. Dia
tidak tahu siapa Gusti Allah yang barusan diseru oleh Naga Kuning itu. Malah
dia lipat gandakan tenaga dalamnya hingga cahaya ungu yang keluar dari ujung
lengannya tampak membersit terang.
Hanya sesaat lagi tangan kanan
Lawungu akan mendarat di batok kepala Naga Kuning tiba-tiba gerakan kakek ini
tertahan. Dua kakinya mendadak tersurut satu langkah. Sepasang matanya
terbelalak ketika menyaksikan bagaimana sosok Naga Kuning tibatiba membesar.
Wajahnya berubah menjadi wajah seorang kakek. Tapi bukan ini yang membuat
Lawungu bergeletar. Dari celah dada pakaian Naga Kuning tibatiba menyembul
sebuah benda aneh. Ketika dia lebih memperhatikan ternyata benda itu berupa
kepala seekor Naga Kuning bermata merah. Sambil bergerak keluar dari balik
pakaian si bocah, makhluk berbentuk naga ini berubah bertambah besar.
"Naga Hantu Dari Langit
Ketujuh!" ucap Lawungu dengan suara bergetar lalu mundur lagi dengan wajah
bertambah pucat. Kakek ini cepat susun dua tangan di atas kepala. Setengah
membungkuk seperti orang melakukan sembah takzim dia berkata. Suaranya gemetar,
tengkuknya dingin.
"Wahai aku mohon ampun
seribu ampun! Naga Hantu dari Langit Ketujuh, aku tidak tahu engkau menjadi
penjaga anak ini! Maaf beribu maaf. Ampun beribu ampun! Izinkan aku
mengundurkan diri…." Selesai berkata begitu Lawungu lalu putar tubuhnya.
Semula dia hendak langsung
berkelebat tinggalkan tempat itu. Yang ada dibenaknya hanyalah bagaimana
mencari selamat. Dia tidak ingat lagi untuk mencari tahu siapa adanya orang
yang tadi memberi bisikan melalui ucapan jarak jauh hingga dia selamat dari
tangan maut si Betina Bercula. Namun ketika melihat Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab yang ada di situ dan siap melepaskan pukulan maut bernama Menara Mayat
Meminta Nyawa untuk menghabisi Wiro, Lawungu cepat melompat mendekati
sahabatnya ini.
Lalu menceritakan apa yang
barusan terjadi. Seperti dituturkan dalam Bab sebelumnya, begitu mendengar
keterangan Lawungu tentang makhluk bernama Naga Hantu Dari Langit Ketujuh maka
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab segera saja mengikuti Lawungu tinggalkan tempat
itu setelah terlebih dulu membuat Wiro tak berdaya lalu memanggul melarikan
sang pendekar di bahunya.
9
Apa yang terjadi? Mengapa
Lawungu kelihatan ketakutan. Mohon maaf terampun-ampun lalu mengajak Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab kabur meninggalkan tempat ini?" Setan Ngompol
ajukan pertanyaan pada Naga Kuning.
Si bocah saat itu tengah
memperhatikan ke balik dada pakaian hitamnya. Dia tidak melihat keanehan
apa-apa kecuali gambar naga kuning mata merah yang bergelung dan sejak lama
memang sudah ada di dadanya.
"Aku tidak tahu pasti.
Tapi aku punya satu dugaan,"
jawab Naga Kuning. "Ingat
kejadian di tanah Jawa waktu kita pertama kali bertemu dan berkelahi melawan
Hantu Tangan Empat?"
"Aku ingat!" jawab
Setan Ngompol. "Waktu itu Hantu Tangan Empat melakukan hal yang sama
seperti tadi dilakukan kakek jahat itu. Mereka sama-sama menyebut Naga Hantu
Dari Langit Ketujuh! Anak sialan, apakah kau menyimpan satu ilmu
kesaktian?"
Naga Kuning tidak segera
menjawab. Dia usap dadanya dengan tangan kiri. "Aku tak tahu pasti.
Mungkin ada sangkut pautnya dengan gambar jarahan Naga Kuning bermata merah di
dadaku ini. Tadi aku merasa dadaku mendadak hangat. Lalu ada sesuatu seperti
bergerak keluar. Kalau aku memang punya satu ilmu kesaktian, aku tak pernah
menyadari. Apa lagi bagaimana cara mempergunakannya. Dalam dua kejadian yang
hampir sama ini, pada saat nyawaku terancam mendadak saja para pembunuhku
menjadi ketakutan. Tapi sudahlah, tidak perlu dibicarakan. Kita masih menempel
ke pohon celaka ini! Bagaimana kita melepaskan diri? Air kencingmu ternyata
tidak mempan! Ilmu kesaktian dan tenaga dalam kita tidak ada daya. Kalau memang
ada kesaktian yang terpendam dalam tubuhku, mengapa aku tidak bisa melepas
tanganku dari dalam pohon ini?!"
Naga Kuning dan Setan Ngompol
memandang berkeliling. Keduanya terkejut ketika menyaksikan bahwa selain si
nenek muka kuning Hantu Selaksa Angin, ternyata ditempat itu ada pula dua orang
lainnya yang tidak diketahui kapan datangnya.
Yang pertama adalah kakek
berambut putih panjang, memiliki jidat, hidung dan pipi sama rata. Dia bukan
lain adalah kakek sakti yang dikenal dengan nama Hantu Tangan Empat dan
diketahui merupakan kakek dari Peri Angsa Putih yang cantik jelita itu. Kakek
sakti inilah yang tadi memberi bisikan pada Lawungu melalui ilmunya yang
disebut "Empat Penjuru Angin Menebar Suara" hingga Lawungu selamat
dari rangkulan maut Betina Bercula.
Orang ke dua adalah dara
cantik berpakaian ungu yang rambutnya digelung. Dia tegak tak jauh dari seekor kura-kura
raksasa yang mendekam di satu pedataran kecil. Sudah dapat diterka gadis ini
adalah Luhjelita. Tanpa setahu Naga Kuning dan Setan Ngompol, di satu tempat
terlindung masih ada orang ke tiga yang sengaja tidak mau memunculkan diri. Dia
adalah Luhcinta, gadis cantik bernasib malang yang masih terus berusaha mencari
jejak ke dua orang tuanya. Melihat dua orang yang mereka kenal baik ini tentu
saja Naga Kuning dan Setan Ngompol menjadi gembira. Kalau nenek muka kuning
Hantu Selaksa Angin tak mau menolong, pasti dua orang itu akan bersedia
membantu melepaskan mereka dari pohon.
"Kakek Hantu Tangan
Empat!" Naga Kuning yang. pertama sekali berteriak memanggil. "Syukur
kau datang! Lekas tolong kami berdua. Kau punya ilmu kepandaian tinggi! Pasti
bisa melepaskan tangan kami dari pohon!"
Hantu Tangan Empat melompat ke
hadapan Naga Kuning dan Setan Ngompol. Namun untuk sesaat dia hanya tegak
sambil memperhatikan dengan pandangan dingin pada dua orang itu.
"Kek, harap kau suka
menolong kami!" Kembali Naga Kuning bersuara.
"Aku kemari bukan untuk
menolong kalian! Jika menuruti amarahku kalian berdua sudah kuhabisi taditadi!
Aku datang mencari kawanmu pemuda bejat bernama Wiro Sableng itu! Tapi sayang,
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab telah lebih dulu membawanya. Tidak apa. Dia
mati di tanganku atau di tangan kakek itu sama saja!"
Ucapan si kakek tentu saja
membuat kaget Naga Kuning dan Setan Ngompol. "Kek, ada apa kau sampai
berkata seperti itu? Bukankah sejak lama kita telah bersahabat dan tahu hati
serta sifat perbuatan masing masing?"
"Sikap bersahabat hanya
datang dari diriku dan cucuku Pori Angsa Putih! Dari kalian hanya kepalsuan
busuk! Tidak lebih dari itu! Sahabatmu Wiro Sableng itu telah menebar noda keji
di bumi Negeri Latanahsilam! Dia bukan saja berani merusak kehormatan dua cucu
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab, tapi juga mencemari cucuku Peri Angsa
Putih!"
"Kek, jangan-jangan kau
sudah termakan fitnah beracun!" kata Naga Kuning pula. "Apa maksudmu
dengan ucapan sahabat kami telah mencemari Peri AngsaPutih?"
"Pemuda tidaktahu diri
itu jatuh cinta pada cucuku Peri Angsa Putih. Tapi dia hanya bertepuk sebelah
tangan. Lalu diluaran dia menebar berita yang bukanbukan. Memfitnah bahwa
cucuku telah melakukan hubungan mesum dengan Hantu Bara Kaliatus! Sungguh
perbuatan sesat dan keji!"
Tidak mungkin…. Tidak mungkin
Wiro akan berbuat seperti itu," kata Naga Kuning.
Setan Ngompol coba menengahi.
"Sahabatku Hantu Tangan Empat…."
"Jangan berani menyebut
diriku sahabatmu! Kalian orang-orang dari negeri seribu dua ratus tahun
mendatang hanya menimbulkan keonaran dan malapetaka di negeri kami!"
"Aku berani bersumpah
sebagaimana Wiro bersumpah. Dia tidak pernah menodai dua cucu Hantu Sejuta
Tanya Sejuta Jawab!"
"Kakek bau! Kau tahu apa
dengan perbuatan pemuda itu! Yang kau tahu cuma kencing!" membentak Hantu
Tangan Empat.
"Agaknya ada serombongan
orang-orang berhati busuk tengah melancarkan badai fitnah pada diri sahabat
kita!" kata Naga Kuning pada Setan Ngompol.
"Aku termasuk dalam
rombongan orang-orang berhati busuk penyebar fitnah itu!" tiba-tiba satu
suara perempuan bergema dan sesaat kemudian sosok Luhjelita telah berdiri di
samping Hantu Tangan Empat. Naga Kuning dan Setan Ngompol pandangi gadis
berwajah cantik bertubuh molek ini penuh heran.
"Luhjelita, apa maksudmu
dengan ucapan tadi?" tanya Setan Ngompol.
"Aku datang kemari untuk
mencari sahabat kalian bernama Wiro Sableng itu! Aku mcnyirap kabar bahwa dia
pernah memberi pengakuan di hadapan beberapa tokoh Negeri Latanahsilam,
antaranya Hantu Muka Dua, bahwa dia berhasil memetik kegadisanku di dalam
sebuah goa! Bahwa aku mau menyerahkan kehormatanku karena tergila-gila padanya!
Dia juga mengatakan bahwa dia tidak bisa menyembunyikan rahasia itu lebih lama
karena ada beberapa orang sakti yang melihat kejadian itu. Antaranya Luhkemboja
dan Luhkenanga yang kemudian diperkosanya lalu dianiayanya! Tadi aku lihat dia
ada disini. Tapi aku terlambat karena dia keburu dilarikan Hantu Sejuta Tanya
Hantu Sejuta Jawab! Aku tidak mengerti, sahabatmu itu pernah menolongku dan aku
pernah berbagi budi kebaikan dengan dia. Mengapa dia begitu culas menyebar
berita yang memalukan diriku?!"
"Luhjelita, agaknya sejak
lama ada yang tidak beres dinegeri ini. Jangan sampai berita yang tidak benar
mengadu domba kita yang saling bersahabat…" kata Setan Ngompol.
"Betul! Dan ketidak
beresan itu terjadi sejak kalian muncul di Negeri ini!" tukas Luhjelita.
"Dengar dulu," kata
Setan Ngompol pula. "Sahabatku Wiro seorang pemuda berhati polos. Jika dia
sudah menganggap seseorang sahabatnya termasuk dirimu, maka dia akan membelamu
walau dia harus mengucurkan darah bahkan menyerahkan nyawa! Apa kau percaya
begitu saja kalau dia menyebar kabar pengakuan bahwa dia telah melakukan
perbuatan mesum denganmu. Apa mungkin dia mempermalukan dirinya sendiri? Apa
kau percaya begitu saja akan kabar yang tersebar bahwa dia telah merusak
kehormatan Luhkemboja dan Luhkenanga? Apa kau percaya begitu saja kalau yang
memberikan kesaksian adalah Hantu Muka Dua yang semua orang di Negeri ini tahu
siapa dia adanya!"
"Kakek mata juling! Kau
pandai bicara! Memang mungkin tidak bisa percaya begitu saja kalau Hantu Muka
Dua yang bicara! Tapi siapa tidak percaya kalau tadi kakek dua gadis itu
Mendiri yakni Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab yang bilang begitu! Apa kau mau
menyangsikan ucapan tokoh paling utama di Negeri Latanahsilam itu?!"
"Kau harus menyelidiki
persoalan ini sampai keakar-akarnya, Luhjelita," kata Naga Kuning.
"Kau tahu apa! Kau masih
terlalu kecil untuk menyimak urusan ini! Aku bukan cuma sudah menyelidiki
sampai ke akar-akarnya! Tapi aku sudah mencabut sampai ke akar-akarnya!
Sahabatmu itu ular kepala sepuluh! Aku juga menyirap kabar bahwa memang betul
dia tengah berencana untuk hidup berkumpul dengan Peri Bunda di satu tempat
rahasia bernama Puri Kebahagiaan! Pada pertemuan dengan Peri Bunda, Peri Angsa
Putih dengan Peri Sesepuh dia berlagak bodoh! Padahal rencana itu memang ada!
Hanya sayang menemui kegagalan dengan munculnya Peri Sesepuh!" (Baca
Episode berjudul "Rahasia Mawar Beracun")
Naga Kuning dan Setan Ngompol
saling pandang.
Si kakek geleng-geleng kepala
lalu berkata. "Aku tidak tahu mau mengatakan apa lagi. Aku berani
bersumpah memotong lidahku sendiri. Aku yakin sahabatku Wiro tidak melakukan
semua kekejian itu. Pasti ada yang menjadi otak biang racun semua fitnah
ini!"
"Mungkin saja!"
berucap Hantu Tangan Empat.
"Mungkin yang jadi biang
keladinya adalah Hantu Santet Laknat! Tapi anehnya aku menyirap kabar bahwa
sahabatmu itu juga telah bercinta dengan dukun keparat itu! Sungguh memalukan
dan menjijikan. Untuk mencari kawan, untuk membungkam mulut orang sampai-sampai
dia mau menyerahkan kehormatannya pada nenek jahat itu! Tapi kebusukan mana
mungkin dibungkus rapi!"
"Fitnah busuk!" kata
Naga Kuning. "Semua fitnah busuk!"
"Kalian semua yang
busuk!" hardik Luhjelita, Setan Ngompol berusaha menahan kencing karena
terkejut oleh bentakan Luhjelita tadi. "Anak gadis," kata si kakek
ini kemudian. "Maafkan diriku kalau aku bicara yang kurang sedap dihadapan
orang banyak. Menurut apa yang aku dengar dari Wiro antara kau dan dua gadis
cucu Hantu Muka Dua justru terjadi satu perkara besar. Mengapa sekarang kau
kelihatan seperti membela dua gadis yang telah mencemarkan dirimu itu?"
"Urusanku dengan
Luhkembojadan Luhjelita kalian tidak perlu mencampuri membicarakan! Aku tahu
apa yang harus aku lakukan terhadap dua gadis liar berperangai aneh itu. Yang
aku tidak suka adalah perbuatan sahabat kalian yang menebar berita buruk
mengenai diriku di seluruh Negeri Latanahsilam…."
"Apa kau sudah
menyelidiki bahwa memang dia yang menyebar berita itu?" tanya Setan
Ngompol. Luhjelita tidak menjawab dan hanya perlihatkan wajah cemberut.
Naga Kuning kelihatan cuma
senyum-senyum. Sesaat kemudian anak ini membuka mulut.
"Luhjelita, mungkin saat
ini pikiranmu sedang kacau. Kalau begitu kurasa tidak sulit bagimu untuk
menjawab pertanyaanku ini. Apakah kau mencintai sahabat kami Wiro.
Sableng?"
Setan Ngompol sampai
terkencing karena kagetnya mendengar pertanyaan Naga Kuning itu. "Apa
maksudmu anak sialan ini mengajukan pertanyaan konyol seperti itu?!"
Luhjelita sendiri tampak merah
wajahnya. Di tempat persembunyiannya Luhcinta merasakan dadanya berdebar. Lalu
kelihatan senyum menyeruak dibibirnya yang merah bagus. "Pertanyaan anak
itu agak kurang ajar. Tapi aku ingin sekali mendengar apa jawaban
Luhjelita…"
"Naga Kuning, kalau tidak
mengingat persahabatan kita dimasa lalu sudah kutampar sampai robek
mulutmu!" sentak Luhjelita.
Naga Kuning kembali tertawa.
"Kau tak mau menjawab.
Mungkin kau merasa malu karena
tadi telah terlanjur menamakan sahabatku itu sebagai ular kepala sepuluh!
Padahal sebenarnya kau akan sangat beruntung. Jika Wiro punya sepuluh kepala
berarti dia punya sepuluh hidung, sepuluh mata, sepuluh pusar, sepuluh…."
Naga Kuning tidak teruskan ucapannya.
Dia menekap mulutnya dengan
tangan kiri menahan tawa. Wajah Luhjelita semakin merah. Dan Naga Kuning
agaknya tidak berhenti menggoda sampai disitu. Anak ini kembali berkata.
"Dalam soal bercinta, siapa yang tidak memberi tanda atau berkata berterus
terang salah-salah bisa kedahuluan oleh orang lain. Mengapa aku bertanya
begitu, karena aku juga menyirap kabar di Seantero Negeri Latanahsilam ini.
Bahwa kau sebenarnya mencintai sahabat kami itu!"
Luhjelita habis kesabarannya.
Dia melangkah besar-besar ke arah Naga Kuning sambil mengangkat tangan, siap
untuk menampar anak itu. Tapi butt! Prett!
Suara kentut Hantu Selaksa
Angin yang disusul suara tawa cekikikan si nenek membuat sang gadis akhirnya
hentikan langkah lalu memutar tubuh dan cepat-cepat berjalan menuju kura-kura
coklat mendekam menunggunya.
Di tempatnya mengintai secara
diam-diam Luhcinta mengusap wajahnya berulang kali. Dalam hati dia berkata.
"Anak itu, ucapannya seperti bergurau. Tapi apa yang dikatakannya paling
tidak mendekati kebenaran. Walau gadis tadi tidak menjawab dan kelihatan marah
besar tapi aku mempunyai dugaan dia menaruh hati pada Pendekar 212 Wiro
Sableng, seperti yang juga terjadi dengan Peri Angsa Putih. Hanya sayang,
bagaimana mungkin aku tidak mempercayai ucapan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab
tadi? Mungkin kejadian di goa antara Wiro dengan Luhjelita masih bisa kuanggap
fitnah tidak berdasar. Tapi perbuatannya terhadap Luhkemboja dan
Luhkenanga?" Luhcinta menarik nafas panjang. Untuk beberapa lamanya dia
masih duduk termenung berdiam diri di tempat itu. Sesaat kemudian suara hatinya
kembali berucap.
"Kasih sejati terkadang
mau mengalah, melupakan sifat buruk orang yang dikasihi. Tapi jika perbuatannya
sejauh dari^separah itu bisakah kasih hati ini kupertahankan?"
Tiba-tiba semak belukar di
samping kanan Luhcinta bergoyang. Gadis ini cepat bangkit berdiri. Tidak ada
yang muncul. Mendadak justru dari sebelah belakangnya ada suara menegur lembut.
"Jika perasaan hati
bergejolak terkadang pikiran jernih tak tak sanggup bertahan…."
10
LUHCINTA cepat balikkan badan.
Darahnya tersirap ketika melihat siapa yang tegak di hadapannya.
"Kau lagi! Kau masih saja
mengikuti diriku!"
Orang yang berdiri di hadapan
Luhcinta ternyata adalah sosok berpakaian jerami kering hitam yang mukanya
dibalut dengan tanah liat hitam.
"Harap maafkan diriku
kalau kehadiranku membuat dirimu terganggu. Tapi pembicaraan kita tempo hari
belum selesai. Antara kita masih ada persoalan yang menggantung tanpa
kejelasan. Dulu atas permintaanmu aku telah memperlihatkan wajahku yang asli.
Padahal sebelumnya aku sudah mempunyai kaul tidak akan memperlihatkan wajahku
pada siapapun vibelum rahasia hidupku tersingkap. Aku merasa pasrah karena
sangat mengharapkan pertolongan. Sebaliknya saat itu kau berjanji akan
memberitahu hal-hal yang menyangkut dirimu. Apakah sekarang saatnya Kau bisa
memberitahu padaku?"
"Aku memang pernah
berjanji. Tapi saat ini aku belum bisa memberi tahu…" jawab Luhcinta.
Si muka tanah liat kelihatan
kecewa. Ini kentara dari cara dia menarik nafas dalam. "Aku tidak akan
memaksa. Aku tahu pilihanmu sedang kacau dan hatimu tengah jalan. Bila ada
kesempatan lagi, aku akan menemuimu. Aku ingin rahasia yang menyelubungi diriku
dan dirimu lekas tersingkap…."
"Menurutmu…. Maksudku kau
seperti hendak mengatakan bahwa antara kita ada suatu jalinan hubungan
tertentu…."
"Aku tidak berani
mengatakan begitu selama kau masih menutupi ihwal menyangkut dirimu…"
jawab orang bermuka tanah liat.
"Aku tidak akan
mengatakan apa-apa lagi padamu. Aku ingin seorang diri di tempat ini…"
Si muka tanah liat yang dikenal
dengan julukan Si Penolong Budiman membungkuk hormat. "Kalau itu
permintaanmu baiklah. Aku akan pergi…." Dia ulurkan tangannya hendak
memegang bahu si gadis tapi cepat ditariknya kembali ketika melihat bagaimana
sepasang mata Luhcinta membesar.
"Jangan-jangan orang
bermuka tanah liat itu punya niat jahat yang disembunyikan. Aku benar-benar
harus berhati-hati terhadapnya…. Tapi…." Luhcinta akhirnya hanya bisa
gelengkan kepala.
*
* *
Sesaat setelah Luhjelita
meninggalkan tempat itu tadi, Naga Kuning dan Setan Ngompol yang masih menempel
di pohon saling pandang lalu memperhatikan berkeliling.
"Tinggal kita berdua di
tempat ini," kata Setan Ngompol.
"Bertiga dengan si nenek
sinting muka kuning itu. Dia masih duduk mendekam di sana, entah apa yang dipikirkannya!"
Naga Kuning menggoyangkan kepala ke arah sosok Hantu Selaksa Angin yang duduk
di atas sebatang pohon kayu kering yang tergeletak di tanah.
"Nek! Dari pada kau
melamun mengapa tidak menolong melepaskan kami dari pohon celaka ini?!"
Naga Kuning berteriak.
Si nenek angkat kepalanya
sendiri tapi kemudian kembali duduk berdiam diri.
"Kurasa dia tidak punya
kemampuan menolong kita. Ilmu yang dipergunakan Lawungu untuk membuat kita
sampai jadi begini bukan ilmu sembarangan. Agaknya kita bisa terpentang sampai
seumur-umur di tempat ini!" Naga Kuning menghela nafas panjang lalu
pancarkan air kencing.
"Nek! Kau pura-pura tidak
mendengar atau memang tidak mau menolong kami?!" Naga Kuning berteriak.
"Aku kecewa!" Si
nenek berkata.
"Kecewa?! kecewa pada
siapa?" tanya Naga Kuning.
"Pada kalian berdua!
Lebih-lebih pada sahabat kalian bernama Wiro Sableng itu!"
Naga Kuning menyikut Setan
Ngompol lalu berbisik.
"Jangan-jangan nenek satu
ini sudah jatuh cinta pula pada si geblek Wiro itu!"
"Apa yang kau kecewakan?!
Mungkin kau sudah jatuh cinta pula pada sahabat kami itu?!" Naga Kuning
lalu bertanya seenaknya.
Si nenek delikkan matanya lalu
butt preet! Dia pancarkan kentut dan tertawa cekikikan. "Aku tidak
menyangka budi pekerti kalian begitu buruk! Sahabat mu itu telah menodai dua
orang gadis lalu menganiayanya…."
Si nenek geleng-gelengkan
kepala.
"Kalau kau kecewa kami
juga kecewa!"
"Eh, mengapa
begitu?!"
"Kita bersahabat! Antara
sahabat harus saling percaya dan saling tolong menolong! Sungguh tololnya
dirimu kalau kau begitu saja mempercayai semua ucapan orang! Lebih tolol lagi
karena kau tidak berusaha menolong Wiro dari tangan orang-orang sesat akan
sesat pikiran itu! Juga kau bahkan tidak punya niat hendak melepaskan kami dari
pohon celaka ini!"
"Aku memang tidak ingin
menolong siapa-siapa saat ini!" kata Hantui Selaksa Angin lalu bangkit
berdiri.
"Kalau begitu kutuk akan
jatuh atas dirimu!"
Si nenek delikkan mata.
"Eh, kutuk apa maksudmu?!"
"Sahabatku Wiro telah
menolongmu. Menyembuhkan penyakit kentutmu! Ketika dia dan kami kawankawannya
dalam kesulitan kau acuh tidak memandang sebelah mata! Dalam waktu tidak
terduga kutuk akan jatuh atas dirimu. Penyakit kentutmu akan kembali lagi!
Malah lebih parah karena kentutmu akan disertai bau busuk. Malah mungkin
disertai kecipirit!"
"Apa itu
kecipirit?!" tanya Hantu Selaksa Angin.
"Mencret!" jawab
Setan Ngompol.
"Lebih parah kalau
nantinya kau tidak cuma kentut dari pantat tapi dari mulut!" Naga Kuning
menyambung.
Si nenek tertawa. "Kau
mau menipuku! Menakutnakuti! Agar aku menolong kalian berdua!"
"Kalau kau tidak mau
menolong kami tidak memaksa. Mengapa tidak segera saja kau pergi dari
sini?!" ujar Naga Kuning.
"Aku memang sudah mau
pergi!" jawab si nenek.
Lalu dengan muka cemberut dia
melangkah tinggalkan tempat itu.
Setan Ngompol berbisik.
"Celaka! Kalau dia benarbenar pergi kita mau jadi apa di tempat ini?"
"Aku tidak yakin nenek
sinting itu benar-benar pergi. Dia pasti kembali!" jawab Naga Kuning.
"Kau terlalu yakin! Kau
sudah sudah takabur!" gerutu Setan Ngompol.
Tapi apa yang dikatakan Naga
Kuning ternyata benar. Sesaat kemudian terdengar suara butt preet!
Tak lama sesudah itu muncullah
sosok si nenek. Dia menyeringai memandang pada dua orang yang menempel di
pohon.
"Aku mau tanya, Memang
apa benar ada orang kentut dari mulut?"
"Tidak terhitung!
Terutama tua bangka sepertimu karena alur perutmu ke sebelah bawah sudah pada
karatan! Jadi kentut memilih jalan ke atas lewat mulut!"
Menjawab Naga Kuning lalu dia
berpaling ke jurusan lain agar si nenek tidak lihat dia sedang menahan ketawa
geli. Si nenek termenung beberapa lamanya mendengar kata-kata Naga Kuning itu.
Hatinya mulai waswas. Dia lalu melangkah lebih dekat. "Dengar, aku akan
menolong kalian berdua. Tapi tidak sahabat kalian bernama Wiro Sableng itu.
Dosanya kelewat besar untukdiberi pertolongan. Juga ingat! Kalau nanti setelah
menolong ternyata aku benar-benar kentut dari mulut, dengan ilmu kesaktianku
aku bisa memindahkan mulutmu ke pantat dan pantatmu ke jidat!"
Naga Kuning tersenyum lalu
kedipkan matanya pada Setan Ngompol. "Kau mau menolong kami atau tidak
kami tidak perduli! Tidak kau yang menolong pasti nanti ada lain orang berbaik
budi menolong kami! Sebentar lagi sore akan segera berganti malam! Kentut dari
mulut biasanya mulai kumat begitu sang surya sudah tenggelam!"
"Anak sialan! Jangan kau
menakut-nakuti diriku!"
Kata si nenek muka kuning.
Tapi saat itu juga dia sudah alirkan hawa sakti ke tangan kanannya. Dengan ilmu
kesaktian bernama Menahan Darah Memindah Jazad dengan mudah nenek muka kuning
ini melepaskan tangan kanan Naga Kuning yang menancap di batang pohon. Lalu dia
ganti menolong Setan Ngompol. Ternyata ilmu "Menahan Darah Memindah
Jazad" si nenek tukang kentut Sanggup membuyarkan ilmu "Menyatu Jazad
Dengan Alam" yang dipergunakan Lawungu untuk melekatkan tangan Naga Kuning
dan Setan Ngompol ke batang pohon. Dua orang ini menarik nafas lega dan
usap-usap tangan masingmasing.
"Terima kasih Nek, kau
memang sahabat kami yang baik…. Kau tahu, setelah menolong kami sekarang kau
kelihatan jadi tambah muda!"
"Hai, apa katamu?!"
Hantu Selaksa Angin pegang dua pipinya yang kuning kempot. Dia memandang kian
kemari seperti mencari tempat untuk berkaca. Nenek otaknya kurang waras ini
tidak tahu kalau si bocah lagi-lagi mempermainkannya.
"Aku juga berterima
kasih," kata Setan Ngompol pula. "Tapi bagaimana dengan telingaku
sebelah kanan. Tempo hari kau terbalik mengembalikannya."
Si nenek pandangi kuping kanan
Setan Ngompol. Seperti diceritakan sebelumnya daun telinga si kakek yang lebar
ini memang pernah diambilnya sebagai jaminan. Kemudian ketika dikembalikan
ternyata entah sengaja entah tidak daun telinga itu dipasang terbalik.
"Kakek bau pesing! Terus
terang kau lebih gagah dengan daun telinga kanan terbalik begitu rupa. Lagi
pula pengembalian daun telingamu tidak termasuk perjanjian kita tadi! Hik… hik…
hik!" Sambil tertawa cekikikan Hantu Selaksa Angin segera hendak
tinggalkan tempat itu.
"Tunggu Nek!" Naga
Kuning berkata. "Masih ada satu hal lagi. Dulu antara kita ada perjanjian.
Jika kentutmu sudah sembuh atau paling tidak berkurang banyak, kau akan
menyerahkan sendok emas sakti Sendok Pemasung Nasib pada kami. Nah kini kami
menagih janji!"
Si nenek menyeringai. Dia
kerukkan tangan kiri ke balik dada pakaian. Dari balik pakaian dikeluarkannya
benda yang dimaksud, yang sejak beberapa waktu yang lalu dijadikannya kalung
dan digantungkan di leher.
"Aku memang pernah
berjanji. Tapi saat ini aku belum merasa perlu harus mengembalikan. Pertama aku
sangat kecewa mendengar bahwa sahabatmu bernama Wiro itu ternyata adalah
seorang pemuda biadab kecil. Sebelum terbukti salah benar dirinya sendok emas
ini tetap berada padaku. Kalaupun kelak nanti akan kuserahkan, akan kuberikan
langsung pada Wiro, bukan pada kalian!"
"But…. prett!" si
nenek kentut dulu baru memutar badan dan melangkah pergi. Naga Kuning dan Setan
Ngompol walau kecewa tak bisa berbuat lain. Mereka hanya bisa memperhatikan
kepergian si nenek muka kuning tanpa berkata apa-apa.
"Kita harus mencari
Wiro," kata Naga Kuning sesaat kemudian. "Kita pergi sekarang juga.
Aku khawatir Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab telah mencelakainya…."
"Wahai kekasihku! Apa kau
akan meninggalkanku seorang diri di tempat sepi ini?" Tiba-tiba terdengar
seseorang berucap.
Naga Kuning dan Setan Ngompol
baru ingat dan berpaling ke arah sosok si Betina Bercula yang sejak tadi
tergeletak di tehah.
"Ternyata masih hidup
banci kalengan itu…." kata Naga Kuning. Bersama Setan Ngompol dia segera
menolong orang ini.
"Kau tak apa apa?" tanya
Setan Ngompol.
"Walah, walau tubuhku
terasa remuk, tapi mendapat pertolongan darimu rasanya aku barusan menelan obat
yang sangat mustajab!" Lalu enak saja Betina Bercula lingkarkan tangannya
di pinggang si kakek. "Kakiku masih lemah. Tolong papah diriku
berjalan…."
Mata jereng si Setan Ngompol
berputar. "Celaka! Ini beban yang tidak mengenakan!"
"Kek, kau harus
membantunya berjalan. Kalau perlu menggendongnya. Bukankah tadi dia yang telah
menyelamatkan dirimu dari tangan maut Lawungu?"
"Aku tidak meminta
digendong! Aku menolong tidak mengharapkan pamrih. Tapi jika hatimu memang
sebaik itu mana mungkin aku menolak!" Berkata Betina Bercula. Lalu enak
saja dia naik ke punggung si kakek. Dua kakinya digelungkan ke badan sedang
sepasang tangannya merangkul leher Setan Ngompol. Dan celakanya sambil
sandarkan pipinya di kepala si kakek, Betina Bercula sesekali usap-usap kuping
lebar sebelah kiri Setan Ngompol dengan ujung lidahnya!
"Kalau kau berani
menjilat kupingku lagi, kubanting kau ke tanah!" Setan Ngompol berteriak
marah. Betina Bercula tersenyum-senyum. Naga Kuning yang mengikuti dari
belakang tertawa-tawa tiada henti.
11
HANTU Sejuta Tanya Sejuta
Jawab membawa Pendekar 212 ke sebuah lembah kecil dan sunyi. Saat itu udara
mulai redup karena ambang sore tak lama lagi akan memasuki senja. Seperti
dituturkan sebelumnya, dengan serangkum angin aneh yang keluar dari tangan
kirinya Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab telah membuat tubuh Pendekar 212 berada
dalam keadaan kaku tak bisa bergerak tak bisa bersuara. Ternyata kakek sakti
itu memiliki semacam ilmu totokan tanpa menyentuh.
Di satu tempat Hantu Sejuta
Tanya Sejuta Jawab hentikan larinya. Sosok Wiro dilemparkannya begitu saja ke
tanah hingga berguling-guling dan baru berhenti setelah tertahan sebuah batu
besar. Si kakek kemudian melompat ke atas batu itu. Tangan kirinya diangkat ke
atas. Serangkum angin menyapu permukaan wajah Pendekar 212. Saat itu juga Wiro
merasa tenggorokannya yang sebelumnya seperti tercekik kini menjadi lega. Dia
bisa bersuara.Tapi sekujurtubuhnya masih tetap dalam keadaan kaku.
"Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab, apa yang hendak kau katakan padaku?" Wiro ajukan pertanyaan.
Tanpa berpaling Hantu Sejuta Tanya Jawab menjawab.
"Kau sudah tahu apa yang
bakal terjadi! Mengapa menyusahkan diri dan pikiran bertanya segala!"
Kakek ini memandang berkeliling.
"Aku khawatir kau akan
kesalahan menjatuhkan tangan," kata Pendekar 212 pula.
Si kakek menyeringai.
"Saat ini aku justru tengah memikirkan cara mati bagaimana yang paling
enak bagimu! Perbuatan kejimu terhadap dua cucuku harus benar-benar mendapat
balasan setimpal!"
"Aku tidak memperkosa
Luhkemboja dan Luhkenanga. Juga tidak menganiayanya! Ada orang yang
memfitnah!"
"Kau boleh mencari seribu
akal seribu upaya! Tapi jangan harap aku bisa percaya!"
"Kau harus tahu! Dua
cucumu itu mempunyai kelainan! Mungkin perbuatannya menggagahi anak gadis orang
telah menimbulkan dendam kesumat dimana-mana. Lantas ada orang yang membalaskan
sakit hati…."
"Kau menuduh orang
melakukan fitnah! Padahal kau sendiri saat ini tengah melancarkan fitnah!"
Teriak Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Dalam marahnya kakek ini melompat dari
atas batu besar. Kaki kirinya bergerak menendang. Yang dihantam lagi-lagi
bagian dada. Murid Sinto Gendeng mengeluh tinggi. Tubuhnya terpental jauh.
Darah kembali mengucur dari mulutnya. Dadanya sesak dan berdenyut sakit bukan
main.
"Tua bangka jahanam! Kau
tak pantas menamakan diri Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab! Kau harus membunuh
aku saat ini juga! Jika aku kau biarkan hidup aku bersumpah untuk membalas
kekejamanmu ini!"
"Bukkkk!"
Tendangan Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab kembali melanda tubuh Wiro. Kali ini bagian punggungnya. Untuk ke
dua kalinya Pendekar 212 terlempar jauh. Badannya bergeletar dilanda sakit yang
amat sangat. Erangan panjang keluar dari mulutnya.
"Tamat riwayatku…"
keluh Wiro dalam hati. Pemandangannya gelap berkunang-kunang. Tiba-tiba dia
merasa sesuatu menindih kepalanya. Dia coba membuka mata lebar-lebar. Ternyata
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab meletakkan kaki menginjak kepalanya. Wiro
menggeram dan merutuk dalam hati. Seumur hidup rasanya baru kali ini dia dihina
diperlakukan begitu rupa. Diinjak kepalanya!
Sambil menginjak kepala Wiro
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab berkata. "Kalau kuturuti kemarahan dendam
kesumatku, saat ini juga gampang saja aku meremukkan kepalamu dengan satu
injakan. Tapi aku ingin kau tersiksa dulu, sekarat sengsara sebelum menemui
ajal!" Orang tua ini memandang berkeliling. Pandangannya membentur
akar-akar gantung sebuah pohon besar. Seringai buruk menyungging di mulutnya.
Dia berkelebat ke arah pohon. Menarik putus beberapa utas akar gantung.
Akar-akar Itu kemudian digulungnya jadi satu membentuk sehelai tali besar
sepanjang hampir lima tombak.
"Dia hendak
menggantungku!" Wiro memperhatikan dan masih bisa berpikir. Benar saja,
sesaat kemudian Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab datang mendekatinya. Semula
Wiro menyangka tali dari akar gantung itu hendak dijiratkan ke lehernya.
Ternyata si Kakek mengikatkan tali itu pada dua pergelangan kakinya. Berarti
Wiro hendak digantung kaki ke atas kepala ke bawah!
"Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab, aku harap kau mau mempergunakan akal sehat pikiran jernih dan
hati bersih! Aku sudah bersumpah tidak memperkosa dua cucumu. Aku…."
Ucapan Wiro terputus. Tanpa
perduli si kakek menyeretnya ke bawah pohon besar lalu tali yang mengikat kaki
Wiro dilemparkannya ke atas cabang besar yang melintang. Ujung tali yang
menjulai ke bawah disambarnya dan dipegang erat-erat. Sebelum ujung tali
ditariknya Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab memandang menyeringai pada Wiro.
"Pemuda asing! Pembalasan
atas semua perbuatan keji biadabmu segera terjadi! Aku puas karena semua dengan
tanganku sendiri saat ini aku bisa membalaskan dendam kesumat sakit hati dua
orang cucuku!"
Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab tutup ucapannya dengan menarik kuat-kuat ujung tali yang melintang di
atas cabang pohon.
"Rrrrkkkk!"
Seharusnya sosok Pendekar 212
segera tertarik ke atas, tergantung kaki ke atas kepala ke bawah. Tapi apa yang
terjadi? Saat itu bagaimanapun Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab kerahkan tenaga
luar dan dalam, sampai sekujur badannya mandi berkeringat, dia hanya mampu
menarik Wiro sampai kepalanya hanya terpisah sejarak setengah jengkal dari
tanah!
"Aneh, tubuh pemuda
jahanam ini seperti seberat gunung batu! Aku tidak mampu menariknya lebih
tinggi! Apa dia mengerahkan kesaktian atau ada orang lain mencampuri urusanku
secara licik diam-diam!"
Si kakek memandang
berkeliling. Dia tidak melihat siapapun di kawasan lembah kecil dan sunyi itu.
Padahal Wiro sendiri saat itu juga merasa heran melihat si kakek tidak mampu
menarik dirinya lebih tinggi.
"Jangan-jangan ada Peri
atau Dewa yang membantu jahanam ini!" pikir Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab. Dia kembali memandang berkeliling. Tapi tetap saja dia tidak melihat
siapa-siapa.
Tiba-tiba Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab mendengar suara mendesis aneh disertai bergeletarnya tanah yang
dipijaknya. Memandang ke depan terkejutlah kakek ini. Tali yang tadi dibuatnya
dari akar gantung dan hendakdipakaiuntukmenggantung Wiro, sedikit demi sedikit
berubah menjadi sosok seekor ular hitam.
"Desss!"
Tali akar gantung putus di
bagian yang mengikat pergelangan ke dua kaki Pendekar 212. Ujung tali berubah
menjadi ekor. Kini keseluruhan tali berubah menjadi seekor ular hitam berkepala
besar hampir sepanjang tiga tombak.
"Ilmu hitam
jahanam!"
"Siapa takut!"
teriak Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Segera dia angkat tangan kanannya, siap
menghantam kepala ular dengan pukulan tangan kosong mengandung hawa sakti
tinggi. Hampir tangannya menghantam tiba-tiba satu bayangan berkelebat disertai
seruan.
"Sahabatku Hantu Sejuta
Tanya Sejuta Jawab! Kalau cuma ular siluman jejadian ilmu hitam biar aku yang
mengurusi!"
Lalu seorang kakek berambut
putih, memiliki muka rata sambil tertawa terkekeh sambar leher ular hitam
dengan tangan kanannya sedang tangan kiri cepat mencekal buntutnya. Ular besar
hitam itu menggeliat-geliat coba lepaskan diri tapi pegangan orang kuat sekali
laksana japitan besi!
"Hantu Tangan Empat!"
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab berseru begitu dia mengenali siapa adanya kakek
yang barusan menolongnya itu. Sebenarnya kalaupun kakek itu muncul Hantu Sejuta
Tanya Sejuta Jawab merasa pasti akan sanggup memukul hancur kepala ular
jejadian itu. Untuk tidak menyinggung si penolong Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab menjura memberi hormat seraya berkata. "Terima kasih kau telah
menolongku!"
Hantu tangan Empat hentikan
tawanya. Ular dalam cekalannya diangkat tinggi-tinggi ke atas. Lalu seperti
membaca mantera dia berseru.
"Ilmu hitam kembali ke
alam gelap! Binatang jejadian kembali ke alam gaib! Pergi! Jangan berani
kembali lagi!"
Habis berkata begitu Hantu
Tangan Empat membuat gerakan seperti hendak membanting ular hitam besar itu ke
tanah. Tapi tidak terduga sama sekali, binatang itu justru dilemparkannya ke
arah Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
Karena tidak mengira, Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab hanya keluarkan seman keras dan tidak sempat
hindarkan diri. Ular hitam panjang itu mendesis keras. Sebelum Hantu Sejuta
Tanya Sejuta Jawab bisa melakukan sesuatu sosok ular telah menggulung tubuhnya
mulai dari leher sampai ke pergelangan kaki! Dia berusaha meronta dan kerahkan
tenaga untuk lepaskan diri tapi sia-sia saja. Sekujur tubuhnya terasa dingin membeku.
Sementara itu Kepala ular yang melibatnya bergerak pulang balik di depan
wajahnya yang serta merta menjadi pucat pasi. Anehnya binatang ini sama sekali
tidak mematuk si kakek. Dalam keadaan bergidik mendelik dan setengah tercekik
karena lehernya dilibat ular, Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab berteriak.
"Hantu Tangan Empat!
Mengapa kau berlaku jahat terhadapku! Kau rupanya punya ilmu hitam dan sengaja
mencelakai diriku! Kau berkhianat terhadap sesama kerabat!"
Pendekar 212 sendiri yang saat
itu masih berada dalam keadaan kaku dan tergeletak di bawah pohon besar tidak
kurang rasa herannya melihat kemunculan Hantu Tangan Empat serta apa yang
dilakukannya.
"Dia menolongku atau
bagaimana. Sebelumnya aku menyirapk kabar kakek ini marah besar terhadapku karena
aku dianggap telah mencemarkan nama baik cucunya Peri Angsa Putih. Sekarang
mengapa dia berpihak menolongku? kuharap saja dia sudah tahu kalau semua kabar
itu hanya fitnah jahat semata!"
Namun belum sekejap murid
Sinto Gendeng punya dugaan seperti itu terjadilah satu hal yang mengejutkannya.
Hantu Tangan Empat keluarkan suara tawa bergelak mendengar kata-kata Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab tadi. Sesaat kemudian mendadak suara gelaknya berubah
menjadi seperti suara tawa cekikikan perempuan. Memandang ke depan terbeliaklah
sepasang mata Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Otaknya mendenyut kencang dan
kepulkan asap putih. Sosok Hantu Tangan Empat perlahan-lahan berubah bentuk.
Wajahnya menyusul ikut berubah. Sesaat kemudian lenyaplah Hantu Tangan Empat.
Yang tegak sambil tertawa cekikikan itu kini adalah si nenek dukun sakti yang
dikenal dengan nama Hantu Santet Laknat!
Perubahan aneh terjadi pula
dengan ular hitam panjang yang menggelung sekujurtubuh Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab. Binatang itu lenyap dan berubah kebentuknya semula yakni seutas
tali terbuat dari akar gantung! Walau ular berubah menjadi tali namun tetap
saja Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab tidak mampu loloskan diri.
"Hantu Santet Laknat
Jahanam! Kau akan membayar mahal perbuatanmu ini dengan darah dan nyawamu!
Lekas kau lepaskan tali akar pohon yang melibat diriku!"
Hantu Santet Laknat tertawa
panjang. Setelah puas mengumbar tawa baru dia membuka mulut.
"Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab! Kau orang pandai, cerdik dan sakti! Masakan hanya seutas tali
buruk begitu saja kau tidak mampu melepaskan diri! Hik… hik… hik!"
"Perempuan laknat
jahanam!" maki Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. "Pasti kau juga tadi
yang membuat tubuh pemuda itu seberat gunung!"
Hantu Santet Laknat tertawa
mengekeh. Sebaliknya Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab keluarkan rutukan panjang.
Kakek ini kerahkan seluruh tenaga dalamnya. Otot-otot bahu dada dan perut
digerakkannya. Lalu ke dua tangannya diregangkan ke samping. Namun jangankan
bisa lepas, bergemingpun tidak tali akar gantung yang melibat dirinya! Gagal
mencoba lolos dalam keadaan berdiri kini si kakek jatuhkan dirinya ke tanah.
Dia berguling kian kemari, berharap tali yang mengikat akan menjadi kendur.
Tapi hasilnya tetap nihil.
Hantu Santet Laknat mendongak
lalu umbar tertawa panjang. "Akar gantung yang berubah menjadi tali. Tali
berubah menjadi ular lalu kembali kepada tali! Tidak mudah bagimu untuk melepas
diri!"
"Jahanam! Ucapannya itu
adalah mantera ilmu hitam!" kata Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab dalam
hati. Menyadari dengan cara bergulingan tetap saja dia tidak bisa meloloskan
diri dari libatan tali, si kakek kembali bangkit berdiri. Begitu berdiri si
nenek telah berada di sampingnya. Sambil sunggingkan seringai mengejek Hantu
Santet Laknat berkata. "Kau boleh mencoba segala cara! Kalau tak ada yang
menolong jangan harap kau bisa lolos dalam waktu tiga hari! Hik… hik…
hik!"
"Hantu Santet Laknat! Kau
akan rasakan pembalasanku!" teriak Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
Hantu Santet Laknat tiba-tiba
melompat ke hadapan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. diletakkannya di atas otak si kakek.
"Jika mengingat
penganiayaan yang kau lakukan terhadap pemuda itu, ingin aku membelah kepalamu
saat ini juga!"
Wajah Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab menjadi putih seperti kain kafan. Dia tahu kehebatan senjata
bermata dua yang ada di tangan si nenek. Jika perempuan itu benar-benar
melaksanakan niatnya tamatlah riwayatnya. Namun kemudian Hantu Santet Laknat
terdengar meneruskan ucapannya.
"Tapi kupikir biar pemuda
itu nanti yang akan membalas sendiri perbuatanmu! Hik… hik! Selamat tinggal
kerabatku yang malang! Malam ini kau akan tidur berteman embun dingin dan
nyamuk hutan! Mudah-mudahan tidak ada binatang buas berkeliaran dan tersesat ke
sini!" Si nenek selipkan kapak sakti di balik pinggang jubah hitamnya.
Tanpa perdulikan teriakan dan caci maki Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab dia
melangkah mendekati Pendekar 212 Wiro Sableng yang masih tergeletak kaku di
bawah pohon besar. Dengan satu gerakan cepat Hantu Santet Laknat memanggul Wiro
di bahu kirinya.
"Nek, kau mau bawa aku
kemana?" tanya Wiro yang jadi kecut merinding jika ingat segala perbuatan
si nenek yang sudah-sudah.
"Jangan kau merasa
khawatir aku akan berbuat yang tidak-tidak. Kau terluka parah di sebelah dalam.
Jika tidak segera diobati kau bisa celaka! Aku akan menolongmu!"
"Nek, aku merasa lebih
baik kau membawaku…." Hantu Santet Laknat tepuk-tepuk pantat Wiro.
"Jangan terlalu banyak
bicara. Lebih baik kau beristirahat di atas bahuku! Hik… hik… hik!"
"Tunggu, mengapa kau mau
menolongku?!"
"Wahai, pertanyaanmu
mengandung kecurigaan. Padahal bukankah di negerimu ada ujar-ujar yang
mengatakan Ada ubi ada talas. Ada budi ada balas. Aku hanya ingin mengikuti apa
yang dikatakan ujarujar itu…."
"Maksudmu?" tanya
Wiro lagi.
"Kau sebelumnya telah
menyelamatkan diriku. Apa salahnya sekarang aku ganti membalas budimu itu….
"Tapi aku tidak meminta
segala balasan. Aku lebih senang kalau kau…."
"Aku tahu hatimu polos
sekali! Itu juga salah satu sebab membuat aku ingin menolongmu," kata
Hantu Santet Laknat memotong ucapan Pendekar 212. Sekali berkelebat si nenek
telah melesat dua tombak lalu lari ke arah barat dimana tak lama lagi sang
surya segera akan tenggelam.
12
SETELAH ditinggal si nenek
muka kuning Luhkentut alias Hantu Selaksa Angin, Naga Kuning dan Setan Ngompol
yang masih ditemani lelaki banci Betina Bercula berusaha mencari Pendekar 212
Wiro Sableng. Tentu saja mereka tidak tahu kemana Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab membawa kabur pemuda itu. Mereka hanya melihat arah lenyapnya si kakek.
Ke arah itulah ke dua orang ini coba menyelusuri jejak Wiro.
Sambil berlari sesekali Naga
Kuning memandang ke langit. Sebentar lagi sang surya akan segera tenggelam.
"Aku khawatir…" kata
si bocah.
"Apa yang kau
khawatirkan?" tanya Setan Ngompol
"Sahabat kita itu.
Jangan-jangan dia sudah dipesiangi oleh Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab!"
Setan Ngompol tak berani
menjawab. Sambil lari dia pegangi bagian bawah perutnya. Rasa khawatir
membuatnya jadi terdesak kencing.
"Naga Kuning,
tunggu…." Setan Ngompol tiba-tiba berseru lalu hentikan larinya.
"Ada apa?" tanya
Naga Kuning ketika dilihatnya si kakek berdiri diam sambil memegangi daun
telinganya sebelah kanan yang dipasang terbalik oleh Hantu Selaksa Angin.
"Aku mendengar suara
bising di belakang sana…."
"Telingamu salah pasang!
Anginpun kau anggap suara bising!" kata Betina Bercula yang sudah tahu
pasal cerita telinga kanan si kakek.
"Tunggu dulu! Yang aku
dengar bukan suara angin. Tapi suara orang mengomel memaki terusterusan…."
Naga Kuning putar tubuhnya,
berpaling ke arah berlawanan dari arah lari mereka semula. Setelah memasang
telinga beberapa ketika anak ini memandang pada Betina Bercula lalu anggukkan
kepala. "Dia benar. Ada orang memaki panjang pendek di sebelah sana!
Kalian mau kita menyelidik?"
Setan Ngompol mengiyakan. Dua
orang itu lalu lari ke jurusan dari mana datangnya suara orang memaki. Belum
lama berlari, Naga Kuning yang berada di sebelah depan angkat tangan kanannya
memberi tanda, lalu menyelinap ke balik serumpunan semak belukar. Begitu Setan
Ngompol dan Betina Bercula berada di sampingnya anak ini berbisik. "Lihat
ke depan sana! Seperti aku, kalian pasti tidak percaya pada apa yang kalian
saksikan!"
Di sebelah depan sana ke tiga
orang itu melihat sosok Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab duduk menjelepok di
tanah, bersandar ke sebatang pohon. Sekujur tubuhnya dilibat tali besar.
"Apa yang terjadi dengan
kakek sialan itu?!" bisik Naga Kuning.
"Siapa yang mengikatnya
begitu rupa!" sahut Setan Ngompol. "Sepertinya dia tidak mampu
melepaskan diri dari ikatan itu. Di sekitar sini tidak ada siapa-siapa. Kalau
dia memang punya musuh, siapa orangnya?"
"Apa yang harus kita
lakukan?!" tanya Betina Bercula.
"Kalau aku ingin sekali
menjitaki otaknya yang ada di atas kepala itu. Menyusupkan semut rangrang ke
balik celananya atau menyumpalkan kotoran babi hutan ke dalam hidungnya!
Manusia pandai bijak tapi ternyata otaknya setolol kodok dalam comberan!"
"Kalau aku rasanya ingin
mengencingi mulutnya agar dia tahu rasa! Aku memang sudah punya kau untuk
melakukan hal itu!" menyahuti Setan Ngompol.
"Bagaimana kalau
kita…."
Kakek bermata lebar jorong
yang salah satu daun telinganya terbalik itu hentikan ucapannya. Dia memegang
lengan Naga Kuning lalu berbisik. "Aku mendengar ada orang mendatangi!
Lekas sembunyi!"
Tiga orang itu cepat-cepat
rundukkan diri di balik rerumpunan semak belukar. Apa yang dikatakan Setan
Ngompol ternyata memang benar. Tak selang berapa lama muncullah seorang kakek
berpakaian ungu.
"Lihat siapa yang
datang!" bisik Betina Bercula sambil mengorek pantat Setan Ngompol hingga
kakek ini terpancar air kencingnya. Hendak marah keadaan tidak mengizinkan.
Sebaliknya Betina Bercula senyum-senyum saja melihat tingkah si kakek.
"Sahabatku Lawungu!
Syukur kau datang! Lekas tolong diriku!" Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab
berseru girang begitu dia melihat siapa yang datang.
Sebelumnya Lawungu dan Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab memang berjalan seiring. Tapi disatu tempat mereka
berpisah. Lawungu entah kemana sementara Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab
membawa Wiro ke lembah kecil itu. Di tengah jalan Lawungu membatalkan niatnya
melakukan perjalanan seorang diri. Dia berusaha mencari Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab untuk bergabung kembali. Ketika menemui sang sahabat dalam keadaan
seperti ini tentu saja Lawungu jadi terkejut.
"Sahabatku! Apa yang
terjadi denganmu! Siapa yang mengikat begini rupa?!" bertanya Lawungu.
"Nanti kuceritakan
padamu. Lekas kau buka dulu ikatan tali keparat ini dari tubuhku!" jawab Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
Di balik semak belukar Betina
Bercula berbisik.
"Kita harus mencegah
Lawungu membebaskan kakek geblek itu!" Tangannya kembali hendak menggamit
pantat Setan Ngompol. Tapi si kakek lebih dulu jauhkan diri. Setan Ngompol kemudian
berucap.
"Lawungu…. Lawungu… Ingat
apa yang telah kau lakukan padaku? Saat pembalasan tiba! Aku punya kaul ingin
mencekoki mulutnya dengan air kencingku! Harus bisa kulakukan saat ini
juga!" Kakek ini lalu membisikkan sesuatu dengan cepat pada Naga Kuning.
"Kau mengerti?!" Si
bocah mengangguk. "Cepat lakukan! Awas, hati-hati. Ingat, kau harus berada
antara Hantu Sejuta Tanya dan Lawungu. Usahakan berdiri dalam satu garis lurus
agar kau bisa menutup pandangan Hantu Sejuta Tanya…."
Naga Kuning mengangguk sekali
lagi lalu anak ini keluar dari persembunyiannya dan lari menyongsong langkah
Lawungu yang tengah berjalan mendekati Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab yang
saat itu ada di bawah pohon.
"Hai apa yang kalian
bisikkan tadi?" bertanya Betina Bercula. "Jangan-jangan kau mau
menyerahkan aku pada kakek berjubah ungu itu sebagai tumbal!"
"Harap kau diam saja.
Lihat saja nanti apa yang terjadi. Jika aku perlu bantuanmu jangan bertindak
lalai!" jawab Setan Ngompol.
Dua kakek itu tentu saja
sama-sama terkejut melihat kemunculan Naga Kuning yang tidak terduga. Naga
Kuning bertindak cepat. Sebelum salah seorang dari dua kakek itu berbuat atau
mengucapkan sesuatu dia sudah melompat ke hadapan Lawungu sambil membuka
kancing-kancing bajunya hingga dadanya tersingkap lebar. Lawungu yang hendak
membentak garang menjadi kecut begitu matanya melihat gambar seekor naga kuning
bermata merah bergelung di dada Naga Kuning.
"Anak, apa maumu…?"
tanya Lawungu.
Ketika menjawab Naga Kuning
sengaja besarbesarkan suaranya. "Lawungu, kau mempunyai otak tapi tidak
mau berpikir. Kau mempunyai hati tapi tidak menaruh perasaan. Lekas berlutut di
hadapanku! Aku Naga Hantu Langit Ketujuh ingin bicara denganmu!"
Lawungu merutuk dalam hati.
"Lawungu! Cepat kau bunuh
anak itu!" Tiba-tiba dari bawah pohon sana Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab
berteriak.
"Naga Langit Ketujuh
cukup bicara satu kali! Kali yang kedua aku akan menyedot darahmu!" Naga
Kuning kembali angkat bicara lalu gerakkan tangan mengusap gambar naga kuning
bermata merah di dadanya. Lawungu marah ada kecutpun ada.
"Lawungu! Jangan
dengarkan apa yang dikatakan anak keparat itu! Lekas bunuh!" Kembali Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab berteriak.
Lawungu tekan rasa kecutnya,
buang kebimbangan yang muncul dalam hatinya. Tangan kanannya dihantamkan ke
batok kepala Naga Kuning.
"Lawungu! Awas di
belakangmu!" Tiba-tiba terdengar lagi teriakan Hantil Sejuta Tanya Sejuta
Jawab.
Lawungu kaget. Dia mendengar
gerakan di belakangnya dan cepat berpaling. Tapi terlambat. Satu totokan melanda
urat besar di punggungnya sebelah kanan. Tak ampun lagi kakek ini langsung
tertegun kaku.
Setan Ngompol tegak berkacak
pinggang di hadapan Lawungu. Disampingnya tersenyum genit Betina Bercula.
"Kakek sialan bau pesing!
Kau mau melakukan apa?! Awas kalau berani menyentuh diriku!" Membentak
Lawungu.
"Siapa tidak
berani!" jawab si kakek mata jereng lebar. Dengan dua jari tangan kirinya
Setan Ngompol dorong kening Lawungu kuat-kuat. Dalam keadaan kaku Lawungu rebah
ke belakang, jatuh tertelentang bergedebukan di tanah!
Setan Ngompol berpaling pada
Naga Kuning.
"Lakukan tugasmu!"
Naga Kuning menyeringai lalu
susun dua tangan di atas kepala seperti hamba sahaya mematuhi perintah tuan
besarnya. Naga Kuning melompat ke arah serumpunan semak-belukar. Sesaat
kemudian dia kembali membawa patahan ranting sepanjang setengah jengkal. Dengan
paksa ranting itu ditunjangkannya ke mulut Lawungu hingga mulut si kakek
terbuka lebar tak bisa dikatupkan! Dalam keadaan seperti itu Lawungu berusaha
mengeluarkan ilmunya yang disebut Menyatu Jazad Dengan Alam. Ilmu inilah yang
membuat tangan Naga Kuning dan Setan Ngompol melekat lengket ke pohon. Dengan
cepat si kakek meniup. Tapi Naga Kuning keburu mencekik urat-urat di lehernya
hingga dia tidak mampu menggerakkan lidah dan meniup.
Di bawah pohon Hantu Sejuta
Tanya Sejuta Jawab tidak tinggal diam. Dia jatuhkan dirinya ke tanah lalu
berguling kencang ke arah Naga Kuning yang tengah mengerjai Lawungu.
"Naga Kuning, awas ada
hantu menggelinding hendak membokongmu dari belakang!" Betina Bercula
berseru.
"Aku sudah dengar Culcul!
Jangan khawatir!" jawab Naga Kuning yang menyebut Betina Bercula dengan
panggilan Culcul. Lalu dengan sigap anak ini berbalik sambil tendangkan kaki
kanannya.
"Bukkkk!"
Sosok Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab yang menggelinding di tanah terpental dua tombak begitu dadanya dimakan
tendangan Naga Kuning. Tubuhnya terhempas ke bawah pohon tempatnya semula.
Kakek ini menggigit bibir menahan sakit. Dia tak berani lagi bergerak namun
dari mulutnya menyembur caci maki tidak karuan. Naga Kuning mencibir lalu
kembali meneruskan pekerjaannya mengerjai Lawungu. Sesaat kemudian sambi! susun
dua tangan di atas kepala anak ini berkata.
"Siap Kek! Silahkan
dimulai upacara pemberian minuman kehormatan!" Naga Kuning lalu melompat
mundur.
Setan Ngompol menyeringai lalu
melangkah mendekati Lawungu yang tergeletak di tanah dengan mulut menganga
ditunjang ranting kecil. Matanya mendelik ketika melihat Setan Ngompol rorotkan
celananya ke bawah.
"Hak… huk… hak…
huk…." Hanya suara itu yang bisa dikeluarkan oleh Lawungu dari dalam
mulutnya. Lalu seerrrr…!
"Hai! Kalau kau mau
mengencingi orang itu mengapa tidak memberitahu padaku! Biar aku tolong
memegangi agar jatuhnya air kencingmu tidak meleset!"
Berkata Betina Bercula lalu
dia ulurkan kepala berusaha melihat ke bagian bawah perut Setan Ngompol.
"Jangan konyol
Culcul!" kata Naga Kuning dan cepat menarik tangan lelaki banci itu.
Air kencing kuning kental
mengucur masuk ke dalam mulut Lawungu. Kakek ini berusaha menyemburkan tapi
tidak bisa. Begitu mulutnya penuh maka gluk… gluk… gluk. Air kencing yang
memenuhi mulutnya tak bisa dibendung lagi. Meluncur turun melewati
tenggorokannya!
"Asyikkk…. Enak ‘kan…?
Enak ‘kan?! Hangathangat pedas!" kata Naga Kuning pula pada Lawungu lalu
tertawa gelak-gelak. Betina Bercula ikut tertawa terpingkal-pingkal.
"Aku puas! Ha… ha… ha!
Kaulku kesampaian!" kata Setan Ngompol dan tertawa mengekeh lalu tarik
kembali celananya ke atas.
"Kalian berdua! Jahanam
terkutuk! Aku bersumpah akan membunuh kalian! Sebelum mati aku akan menyiksa
kalian habis-habisan!" teriak Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
"Kakek Sejuta Tolol
Sejuta Bodoh!" teriak Naga Kuning. "Kau bersabarlah! Giliranmu segera
datang!"
Anak ini membisikkan sesuatu
ke telinga Setan Ngompol lalu dia berkelebat lenyap ke balik kerapatan
pepohonan di ujung lembah. Tak lama kemudian Naga Kuning kembali. Dia membawa
sesuatu yang dibungkus dalam daun talas.
"Apa yang kau
dapat?" tanya Setan Ngompol.
"Lumayan banyak
Kek," jawab Naga Kuning lalu membuka bungkusan daun talas dan
memperlihatkan isinya pada si kakek seraya berkata. "Semut rangrang tujuh
ekor. Cacing tanah tiga ekor. Kalajengking dua ekor. Anak kadal dua ekor. Masih
ada tikus hutan satu ekor lalu kodok hijau satu ekor…. Ayo, Kek, mari kita
kerjai kakek satu itu!"
Betina Bercula yang tegak
disamping Setan Ngompol merinding menggeliat melihat binatang-binatang dalam
bungkusan daun talas itu. Akibatnya kakek itu lagi yang kena dipelukinya karena
geli dan ketakutan.
Naga Kuning dan Setan Ngompol
diikuti Betina Bercula segera mendekati Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab yang
tergeletak di tanah menahan sakit. Dengan ujung batu runcing Setan Ngompol
hendak merobek jubah putih si kakek di bagian bawah perut, di antara dua buah
tali yang sengaja direnggangkan lebih dulu. Tapi Betina Bercula cepat menyambar
batu itu. Sambil tersenyum dia berkata. "Pekerjaan satu ini aku yang layak
melakukan!" Lalu Betina Bercula kedipkan matanya.
Setelah itu dia membungkuk.
Tangannya kiri kanan meluncur ke bawah perut Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
Ditunggu-tunggu dia belum juga merobek pakaian si kakek.
"Hai! Mengapa lama?
Daritedi kau cuma memegang megang saja!" menegur Naga Kuning.
"Sabar, tenang! Bukan
apa-apa. Aku harus mencari tempat yang tepat. Biar mantap pekerjaan kita! Hik…
hik… hik!"
"Laknat terkutuk! Jangan
kau berani melakukan itu! Jangan kau…" teriak Hantu Sejuta Tanya Sejuta
Jawab.
"Breettt!"
Ujung batu lancip di tangan
Betina Bercula merobek pakaian Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab di bawah perut.
Lalu lelaki banci ini susun dua tangannya di atas kepala dan berkata.
"Naga Kuning, upacara
pemberian makanan pada binatang langka yang punya mulut tapi tidak bermata
tidak berhidung serta tidak bertelinga siap dilakukan. Silahkan dimulai…! Hik…
hik… hik!"
"Kalian jahanam
semua!" teriak Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
Naga Kuning tertawa cekikikan.
Semua binatang yang ada dalam bungkusan daun talas lalu dituangkannya ke bagian
bawah perut Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab lewat bagian jubah yang telah
dirobek Betina Bercula. Tidak menunggu lama. Begitu semut rangrang mulai
menggigit dan japitan kalajengking mulai menghunjam jeritan setinggi langit
menggeledek keluar dari mulut Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab.
Naga Kuning dan Betina Bercula
tertawa terpingkal pingkal sementara Setan Ngompol sudah mancur air kencingnya.
Puas tertawa Naga Kuning berkata.
"Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab, silahkan kau bertanya pada diri sendiri dan menjawab sendiri.
Mengapa kejadian seperti ini bisa menimpa dirimu…."
Setan Ngompol lantas
menyambungi. "Pasti bukan bundamu yang salah mengandung. Tapi ulah otak
dan perbuatanmu yang tidak tahu diri! Ha… ha… ha…!"
Setan Ngompol memegang lengan
Naga Kuning dan Betina Bercula. Ketiga orang ini lalu tinggalkan lembah yang
mulai gelap. Di belakang mereka tiada putus-putusnya terdengar suara jeritan
Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Diseling oleh suara seperti mau muntah yang
keluar dari mulut Lawungu.
"Aku tidak dapat
membayangkan bagaimana keadaan perabotan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab
sehabis diantuk kalajengking, digigit tikus dan kodok serta anak kadal. Hik…
hik… hik!" Naga Kuning tertawa.
"Pasti matang bengkak.
Sembab dimana-mana!" kata Setan Ngompol pula.
"Aku tidak mengerti. Apa
yang kalian maksud dengan perabotan?" bertanya Betina Bercula.
"Jangan pura-pura tidak
tahu!" kata Naga Kuning pula. "Tadi waktu merobek pakaian kakek itu
aku melihat tanganmu sengaja berlama-lama memegang kian kemari!"
"Oh, jadi seperti yang
aku lihat. Perabotan itu artinya buah terong peot karena lama terjemur! Aku
menyesal sempat melihatnya! Hik… hik… hik!" Betina Bercula tertawa
cekikikan. Naga Kuning dan Setan Ngompol mau tak mau ikut terpingkal-pingkal.
Mendadak tawa gelak ke tiga
orang itu tersentak lenyap. Di udara satu benda putih menukik dan melayang
deras. Lalu segulung sinar berwarna biru berkiblat, menghantam menyapu ke
bawah. Kalau beberapa pohon saja patah bertumbangan maka dapat dibayangkan apa
yang terjadi dengan Naga Kuning, Setan Ngompol dan Betina Bercula. Ketiganya
mental berpelantingan lalu jatuh bergedebukan.
"Gila! Badai apa yang
menyerang kita?!" teriak Naga Kuning.
Setan Ngompol tak sanggup
keluarkan suara, tertelentang di tanah dan kucurkan kencingnya. Di sampingnya
Betina Bercula tampak pucat dan rangkulkan tangannya ke pinggang si kakekyang
langsung ditepis oleh Setan Ngompol. Perlahan-lahan ke tiga orang itu mencoba
bangkit berdiri. Setengah bangkit mereka sama-sama keluarkan seruan tertahan
ketika melihat siapa yang ada di hadapan mereka. Seorang dara cantik jelita
berpakaian putih. Wajahnya tampak bengis. Sepasang matanya yang biru memandang
menyorot. Di tangan kanannya ada sehelai selendang berwarna biru, siap hendak
dihantamkan kembali!
"Peri Angsa Putih! Kau…
kau yang barusan menyerang kami?" Naga Kuning yang pertama sekali
bersuara.
"Jangan banyak mulut!
Mana sahabat kalian yang bernama Wiro Sableng itu?!"
"Kelihatannya ada
kemarahan besar dalam diri Peri itu," bisik Setan Ngompol.
"Kami… kami justru sedang
mencarinya," menjelaskan Naga Kuning.
Peri Angsa Putih memandang
berkeliling. Matanya membesar ketika memperhatikan Betina Bercula.
"Aku tahu, kalian
berdusta! Kalian pasti mengetahui dimana dia berada. Tapi tidak apa! Aku pasti
akan menemukan pemuda itu! Jika urusanku dengan dia sudah selesai kalian berdua
dan juga lelaki berdandan seperti perempuan ini akan menerima bagian!
"Wahai! Apa salah
kami!" kata Betina Bercula.
"Peri Angsa Putih,
katakan apa yang terjadi. Kami lihat kau tengah dilanda amarah besar!"
"Bukan cuma aku! Tapi
semua Peri dan Dewa di Negeri Atas Langit!"
Naga Kuning dan Setan Ngompol
saling berpandangan.
"Apa pasal para Peri dan
para Dewa marahmarah?" tanya Naga Kuning.
"Peri Bunda diketahui
berada dalam keadaan mengandung!"
jawab Peri Angsa Putih dengan
suara keras bergetar.
"Astaga…" ucap Naga
Kuning.
"Dan diketahui pula bahwa
Wiro Sablenglah yang menghamilinya!" Peri Angsa Putih menyambung
ucapannya.
"Celaka!" Setan
Ngompol berseru sambil pancarkan kencing.
"Gila! bagaimana
mungkin!" kata Naga Kuning.
"Peri Angsa Putih,
kami…." Si bocah tidak teruskan ucapannya. Sang Peri sudah berkelebat
lenyap dari tempat itu.
TAMAT