Bastian Tito
-------------------------------
----------------------------
089 Geger Di Pangandaran
1
SEPASANG mata Pendekar 212
sesaat membesar tak berkesip. Dadanya berdebar keras. “Dewi Payung Tujuh!
Akhirnya kutemui kau!” kata Wiro menggeram dalam hati. Kalau dituruti
amarahnya, rasanya mau dia menyerbu si gadis saat itu juga. Sambil mengepalkan
tinju murid Sinto Gendeng berusaha menekan gejolak dendam yang bersarang dalam
dirinya sejak beberapa waktu.
Orang tua pemilik rumah makan
menyambut kedatangan Wiro lalu dengan ramah mempersilahkan tamunya ini memilih
tempat duduk. Namun sang tamu sama sekali tidak mengacuhkan. Terus saja
memandang melotot ke arah gadis berpakaian biru berkembang-kembang kuning yang
duduk di sudut rumah makan, asyik menyantap makanan.
“Kalau kuhajar sekarang
rasanya kurang pantas. Biarkan dia meneruskan makan dulu. Mungkin ini makan
yang terakhir baginya. Akan kutunggu dia di luar!”Wiro keluar dari rumah makan
itu. Dengan cepat dia menyelinap ke balik sebuah bangunan kayu, mendekam di
bawah sebatang pohon. Dari sini dia dapat melihat pintu rumah makan hingga
orang yang ditunggu tak bakal luput dari pengawasannya.
“Heran…Masuk ke rumah makan
lalu keluar lagi. Jangan-jangan tak punya uang. Pemuda geblek..!" Orang
tua pemilik rumah makan mengumpat lalu berpaling pada gadis baju biru
berbunga-bunga. Dia ingat bagaimana tadi pemuda tak dikenal itu memandang
menyorot seolah marah besar.
“Tidak mustahil pemuda tadi
punya niat jahat terhadap gadis cantik itu… Lebih baik aku beritahu padanya
agar berlaku hati-hati.” Lalu orang ini mendatangi gadis yang tengah bersantap.
Setelah membungkuk dia memberitahu kejadian barusan.
“Mungkin cuma seorang pemuda
mata keranjang!”kata si gadis dan terus saja menyantap makanannya.
“Bapak sudah tua. Cukup
berpengalaman mengartikan pandangan seorang lelaki terhadap perempuan. Pemuda
yang Bapak katakan tadi bukan memandang kagum akan kecantikanmu, Nak. Dan
kelihatannya bukan seorang pemuda mata keranjang. Dia memandang anak seolah
melihat seorang yang dibencinya. Cuping hidungnya mengembang, pelipisnya
bergerak-gerak. Rahangnya menggembung dan dua matanya tidak berkesip. Urat
besar di lehernya kelihatan bergerak-gerak Dia seolah menahan satu dendam besar
terhadapmu.”
“Hemm…”Gadis cantik beralis
tebal dan berbulu mata lentik itu bergumam lalu tenang saja meneguk minumannya.
Tanpa memandang pada pemilik rumah makan dia berkata. “Bapak, keteranganmu
cukup lengkap. Bisakah Bapak menceritakan ciri-ciri orang itu."
“Masih muda, rambut panjang
sebegini.. Si orang tua meletakkan tangan kiri dibahu.Lalu meneruskan.“Dia
mengenakan pakaian serba hitam. Ikat kepala putih.”
“Kulitnya hitam atau putih?
tanya si gadis sambil mengunyah makanannya pelan-pelan.
“Tidak putih, Kuning langsat
seperti kulit perempuan. Tapi tubuhnya kekar. Tampangnya seperti orang tolol,
tapi berbahaya!".
“Tolol tapi berbahaya! Aneh
juga!” kata si gadis. Lalu dalam hati dia membatin. “Setahuku dia tidak pernah
mengenakan pakaian hitam. Sulit kuduga siapa dia adanya.”Gadis itu
menyelesaikan makannya dengan cepat.
Tak lama kemudian dia tampak
muncul di ambang pintu rumah makan. Sesaat dia memperhatikan seputar halaman
lalu melangkah ke tempat di mana dia menambatkan kudanya. Begitu berada di atas
punggung tunggangannya, sebelum bergerak pergi terlebih dulu diperiksanya
bungkusan besar yang tergantung di leher kuda. Parasnya berubah tanda terkejut.
Sekali lihat saja dia sudah maklum sesuatu telah terjadi dengan bungkusannya.
Di dalam bungkusan itu dia menyimpan tujuh buah payung tujuh warna. Setelah
diperiksa ternyata hanya ada enam payung.
“Seharusnya bungkusan ini
kubawa masuk ke dalam. Heran, mengapa aku terlalu tolol! Kini payung merahku
lenyap!”kata si gadis dalam hati menyesali diri.
Dia berpikir keras. “Seorang
pencuri tidak akan mengambil cuma satu payung! Manusia jahat macam mana yang
berani main-main terhadapku!”
Gadis ini memandang
berkeliling. Ada beberapa orang lalu-lalang di sekitar situ namun tidak
terlihat hal-hal yang mencurigakan.
“Aku tidak akan meninggalkan
tempat ini sebelum menemukan payung merahku kembali!”Si gadis segera hendak
turun dari kudanya. Saat itulah dari atas sebatang pohon melayang turun satu
sosok tubuh berpakaian hitam.
“Dewi Payung Tujuh! Apakah kau
mencari ini?”Orang yang melompat dari atas pohon menegur dengan pertanyaan.
Terdengar suara clep! Lalu serangkum angin bergulung-gulung menerpa ke arah
gadis di atas kuda. Gerakan gadis berbaju biru tertahan. Sambil mendorongkan
tangan kirinya untuk menangkis serangan angin dia berpaling. Matanya membentur
sosok seorang pemuda berpakaian hitam. Di tangan kanannya dia memegang sebuah
payung berwarna merah.
“Dugaanku tidak salah.Memang
dia rupanya.” kata sigadis yang memang adalah Dewi Payung Tujuh alias Puti
Andini. Gadis berkepandaian tinggi dari Pulau Andalas yang muncul di tanah Jawa
untuk mencari Kitab Putih Wasiat Dewa.
“Pendekar212!”seru Andini lalu
melompat turun dari atas kuda.
Wajahnya membentuk perubahan
yang sulit diartikan. Dia melangkah maju. Begitu sampai dihadapan Pendekar 212
dia berkata "Jadi kau rupanya si pencuri payung itu?”
Sekuntum senyum menyeruak
hingga wajahnya yang cantik tanpa dihias itu tampak tambah jelita. Sesaat murid
Sinto Gendeng jadi salah tingkah. Kebenciannya terhadap gadis itu selangit
tembus. Tapi wajah yang begitu cantik mau tak mau membuat rasa terpesona
terselip juga di hatinya.
“Kau mau mengembalikan payung
itu atau benar-benar hendak mencurinya?”tanya Puti Andini setengah bergurau.
Wiro masih diam. Sesaat
kemudian perlahan-lahan dia ulurkan tangannya menyerahkan payung setelah lebih
dulu menguncupkannya.
“Terima kasih.”kata Dewi
Payung Tujuh begitu menerima kembali payung merahnya.“Lama kita tidak
bertemu,apa kabarmu?”
Seharusnya kau bertanya apakah
aku sudah mendapatkan Kitab Putih Wasiat Dewa. Bukankah itu tujuanmu sejak
berangkat dari pulau Andalas?”
Sesaat si gadis menatap tajam.
Dari cara orang bertanya serta nada suaranya gadis ini segera maklum ada
sesuatu. Masih sambil tersenyum, sambil mempermainkan ujung payung merah dia
berkata "Kau sudah tahu hal itu sejak lama. Kalaupun aku bertanya kau
pasti tak akan memberitahu. Biar aku menyelidiki terus".
“Dewi Payung Tujuh, aku datang
untuk menghukummu!”
Dua bola mata Andini membesar,
alisnya yang hitam naik sesaat lalu dari mulutnya yang berbibir merah keluar
suara tawa berderai.
“Menghukumku? Ini adalah aneh!
Apa dosa dan kesalahanku? Coba kau beritahu. Kalau aku sudah mendengar lalu
hukuman apa yang hendak kau jatuhkan atas diriku?!”
“Hukuman mati! jawab
Pendekar212 tandas.
Kapak Maut Naga Geni 2122
SEPASANG mata Andini
terbelalak. Senyum di wajahnya yang cantik serta merta pupus. “Tak percaya aku
akan pendengaranku! Pendekar 212 Wiro Sableng muncul hendak menjatuhkan hukuman
mati terhadapku! Hemm…”.
Si gadis menyilangkan payung
merahnya didepan dada lalu menyambung.“Aku tidak mengungkit cerita lama. Tapi
setelah aku menyelamatkan nyawamu dari kematian di tangan Tiga Bayangan Setan,
apakah itu balas budimu?”
“Dosamu jauh lebih besar dari
hutang nyawa dan budi yang kau tanam terhadapku!”
“Oh begitu? Coba kau sebutkan
apa dosaku!” jawab si gadis. Suaranya keras meradang. Parasnya yang jelita
tampak mengeras tapi di mata Pendekar 212 justru membuatnya tambah cantik.
“Gila ! Gadis ini benar-benar
cantik” Mau tak mau dalam hatinya murid Sinto Gandeng ini jadi kembali bimbang.
Namun kalau ingat kematian mengenaskan yang dialami Raja Obat Delapan Penjuru
Angin, orang tua yang telah berjasa besar dalam mendapatkan Kitab Putih Wasiat
Dewa serta Bidadari Angin Timur yang hampir menemui ajal mati digantung kaki ke
atas kepala ke bawah maka darah Pendekar 212 kembali menggelegak.
“Gadis cantik, jauh-jauh
datang dari Andalas kau bukan cuma memburu kitab sakti tapi juga menebar maut
secara keji. Sekarang di hadapanku malah berpura-pura! Jangan mengira aku tidak
tahu apa yang telah kau lakukan! Beberapa waktu lalu kau membunuh orang tua bergelar
Raja Obat Delapan penjuru Angin dalam sebuah rumah kayu di satu bukit tak jauh
dari Kutogede! Lalu kau juga berusaha membunuh seorang gadis berjuluk Bidadari
Angin timur dengan cara menggantungnya kaki ke atas kepala ke bawah… !”
Wajah cantik Dewi Payung Tujuh
berubah sebentar putih memucat sebentar memerah saga. Mulutnya ternganga.
“Ini cerita paling hebat yang
pernah aku dengar dalam hidupku! Guruku pernah berpesan agar jangan ragu-ragu
membunuh setiap orang jahat yang tak bisa dibuat sadar. Mengenai dua orang yang
kau sebutkan itu aku pernah mendengar siapa mereka tapi bertemu pun belum! Kau
mengarang dusta agaknya Pendekar 212?!”
“Itu bukan cerita kosong atau
dusta! Tapi kenyataan! Jangan kau berani berdalih dan pengecut mengakui
kejahatanmu!” bentak Pendekar 212.
“Eh, melihat tampangmu bicara
dan nada suaramu agaknya kau tidak main main!” tukas Andini.
“Sialan! Siapa bilang aku
main-main!”
“Hemmm…" begitu sang dara
tampak tenang saja membuat murid Sinto Gendeng menjadi tambah naik darah.
“Kalau aku boleh bertanya apa hubunganmu dengan orang tua berjuluk Raja Obat
Delapan Penjuru Angin itu?"
“Dia sudah kuanggap kakek
sendiri"
“Lalu gadis yang punya julukan
hebat si Bidadari Angin Timur itu punya sangkut paut apa kau dengan dirinya?
Kekasihmu?!”
“Apa hubunganku dengan dia
bukan urusanmu!”
Dewi Payung Tujuh menghela
nafas dalam. Payung merah dimasukkannya ke dalam bungkusan besar di leher koda.
“Aku masih ada urusan lain yang lebih penting! Kau salah alamat menuduhku! Kau
harus memutar otak dan bekerja keras untuk mencari siapa pembunuh Raja Obat
Delapan Penjuru Angin dan bidadarimu itu… ! Aku harus pergi sekarang… !” Enak
saja si gadis lantas putar tubuhnya, siap melompat ke atas punggung kuda.
“Perempuan jahat! Kau kira
bisa melarikan diri begitu saja?!” bentak Pendekar 212.
Mendengar bentakan itu si
gadis urungkan niat naik ke atas kuda. Dia membalik dan balas membentak. “Siapa
mau melarikan diri! Aku cuma tidak mau berurusan dengan orang gila yang tidak
tahu juntrungan menuduhku membunuh orang!”
Dari balik pakaian hitamnya
Wiro mengeluarkan secarik robekan kain merah. Benda itu dilemparkannya ke
hadapan Dewi Payung Tujuh.
“Apa ini?!” tanya si gadis
sambil memperhatikan robekan kain itu dengan pandangan setengah acuh.
“Itu robekan pakaianmu yang
berhasil digigit hingga robek sewaktu hendak membunuh BidadariAngin Timur!”
“Hebat! Menuduh lengkap dengan
bukti! Tapi bukti palsu!” teriak Dewi Payung Tujuh. Dari dalam bungkusan yang
tergantung di leher kuda dikeluarkannya sehelai pakaian berwarna merah. Pakaian
itu dicampakkannya ke depan kaki Wiro seraya berkata setengah berteriak.
“Itu pakaian merahku yang kau
sebut-sebut. Silahkan buka matamu lebarlebar. Lihat apa ada bagian yang
robek?!”
"Perlu apa aku melihat
pakaian butut itu” jawab Wiro “Kau bisa saja punya selusin pakaian sepert ini!”
“Pendekar 212! Aku kira kau
memang sengaja membuat-buat alasan! Apa maumu sebenarnya aku tidak tahu! Tapi
kalau kau terus menuduh mungkin aku akan lebih dulu membunuhmu daripada kau
meminta nyawaku!”
Wiro menyeringai. "Siapa
yang bakalan mati duluan di antara kita hanya malaikat maut yang tahu! Tapi aku
harus menegakkan kebenaran! Menghukum manusia jahat, keji dan penuh dosa
sepertimu!" Habis berkata begitu Pendekar 212 segera melompat kirimkan
serangan. Tinju kanannya melesat ke arah pelipis kiri Dewi Payung Tujuh!
“Hemmm… Pemuda gila ini
benar-benar hendak membunuhku! Dia mengarah salah satu titik kematian
dikepalaku!” membatin Dewi Payung Tujuh.
Didahului satu teriakan keras
Andini berkelebat ke samping. Dengan satu gerakan kilat dia menyambar pakaian
merahnya yang tercampak di tanah lalu… wut!
Pendekar 212 Wiro Sableng
terkejut ketika tiba-tiba di hadapannya menyambar sinar merah disertai dorongan
angin yang keras sekali. Kalau dia tidak cepat menarik pulang tangannya dan
melompat ke belakang niscaya sekujur tubuhnya akan terjebak dalam pakaian merah
yang dipergunakan sebagai senjata oleh Andini. Selagi Wiro terhuyung-huyung
mengimbangi diri si gadis cepat melompat ke atas punggung kudanya. Namun
sebelum dia sempat menarik tali kekang menggebrak tunggangannya dari samping
menderu selarik angin, menggemuruh laksana batu raksasa menggelinding. Ternyata
Pendekar 212 telah lepaskan pukulan sakti bernama “Kunyuk melempar buah.”
Andini yang tahu bahaya cepat
menyambar kantong perbekalannya berisi tujuh payung. Sebelum melompat setinggi
satu setengah tombak ke udara gadis ini tendangkan tumit kaki kirinya ke
pinggul. Binatang ini melompat ke depan. Meski bagian belakangnya sempat
tersambar angin pukulan yang menyebabkan kuda itu terbanting dan roboh ke kiri
namun dia selamat dari hantaman telak yang bisa membuat hancur setengah dari
tubuhnya. Setelah meringkik keras kuda ini menghambur ke balik sebuah bangunan
dan meringkik lagi beberapa kali.
Pendekar 212 cepat berpaling
ketika tiba-tiba terdengar suara clep… clep beberapa kali. Delapan langkah di
hadapannya Dewi Payung Tujuh tegak dengan kaki terkembang. Di atas kepalanya
dua buah payung yakni payung warna biru dan kuning terkembang melayang dan berputar
mengeluarkan suara bersiuran. Di sebelah kirinya payung hijau dan putih
mengambang di udara, berputar kencang. Lalu di sisi kanan dua payung lagi yaitu
hitam dan ungu berputar naik turun ke atas. Andini sendiri memegang payung
merah dalam keadaan terkembang dengan ujungnya yang runcing menghadap ke arah
Wiro. Sepasang matanya yang berbulu lentik memandang tak berkesip ke arah
lawan. Rupanya gadis ini sudah siap untuk menghadapi Pendekar 212 dalam satu
perkelahian hidup mati.
“Bagus! Kau sudah siap menerima
hukuman! Kau akan mati bertabur kembang tujuh payungmu!”
Andini keluarkan suara
mendengus. “Kesombongan dan otak tolol membawa manusia ke liang kubur! Majulah
kalau kau ingin segera mencari mati!”
Dewi Payung Tujuh goyangkan
kepalanya. Set… set… Enam buah payung yang melayang di udara menukik ke depan.
Bagian runcingnya kini menghadap ke arah Wiro dan putarannya bertambah kencang
hingga enam payung itu mengeluarkan suara seperti angin prahara yang bertiup
membabat dari enam titik kematian!
“Cuma payung kertas siapa
takut!”
Baru saja Wiro mengejek enam
buah payung melayang di udara, menebar membentuk lingkaran mengurungnya. Di
sebelah tengah mengapung di udara tampak Puti Andini bergantung pada payung
merah. Tiba-tiba gadis ini jentikkan jari-jari tangannya. Enam buah payung
mendadak sontak melesat ke arah Pendekar 212. Tiga membuat gerakan menusuk
dengan bagian runcing. Tiga lainnya membabat seperti gergaji berputar yang siap
untuk membuat tubuh Wiro terkutung-kutung!
Kapak Maut Naga Geni 2123
PENDEKAR 212 terbelalak
melihat datangnya hujan serangan itu. Sesaat tubuhnya masih terhuyung ke depan.
Di lain kejap dia jatuhkan diri di tanah. Dua kaki membagi serangan berupa
tendangan. Tangan kiri kanan serentak melepas dua pukulan sakti.Yaitu “Benteng Topan
Melanda Samudera”dengan tangan kiri dan “Sinar Matahari” dengan tangan kanan.
“Wusss!Wusss!”
Dua angin sakti menerpa
dahsyat. Satu mengeluarkan sinar panas berkilauan. Satunya tidak terlihat oleh
mata!
Puti Andini berteriak nyaring.
Tangan kanannya diputar dengan cepat. Terdengar suara clep-clep berulang kali.
Enam payung yang terkembang secara aneh serta merta menguncup. Walau
payung-payung itu berpelantingan kian kemari namun lolos dari hantaman dahsyat
pukulan “Benteng Topan Melanda Samudera” Kini tinggal pukulan “Sinar
Matahari”yang oleh Wiro sengaja diarahkan pada Puti Andini.
Untuk kedua kalinya gadis
berjuluk Dewi Payung Tujuh itu keluarkan teriakan keras. Sepasang kakinya
ditendangkan ke belakang. Tubuhnya menukik ke bawah. Serentak dengan itu gadis
ini putar payung merahnya. Sinar merah berkiblat laksana lingkaran setan
langsung menggulung sinar putih pukulan sakti Sinar Matahari”
“Dess…dess…dess Bum!”
Tempat itu laksana dihantam
gelegar petir dihunjam gempa. Di dalam rumah makan orang berteriak dan
berlarian keluar! Payung merah hancur berantakan. Setiap hancuran berubah
menjadi kepingan-kepingan api yang bertaburan di udara. Dewi Payung Tujuh
menjerit keras. Sosoknya mencelat sampai enam tombak. Lengan bajunya tampak
terbakar. Mukanya sepucat kain kafan. Hebatnya dalam keadaan seperti itu gadis
ini tidak kehilangan akal. Setelah membuat jungkiran dua kali berturut turut,
dengan sigap dia menyambar payung hitam yang mental ke arah. Dia menekan tombol
pembuka payung. Begitu payung mengembang gadis ini perlahan-lahan melayang
turun ke tanah. Lima payung lainnya, dengan jentikan-jentikan jari tangan
segera mengembang lalu bersusun di sebelah bawah, melindunginya jika ada
serangan dari bawah.
Paras Puti Andini tampak pucat
pasi. Di sela bibirnya ada genangan darah tanda dia menderita luka dalam yang
cukup parah. Lima payung menancap di tanah lalu clep-clep ke enamnya menguncup.
Di tengah-tengah lingkaran
payung itu Puti Andini mendarat. Begitu sepasang kakinya menginjak tanah, Dewi
Payung Tujuh alias Puti Andini segera mengatur jalan darah dan tenaga dalam
Dadanya mendenyut sakit. Dia melirik pada tangan kanannya. Lengan pakaiannya
hangus tersambar pukulan “Sinar Matahari”. Masih untung tangannya hanya
menderit luka bakarringan. Untuk beberapa saat lamanya gadis ini tegak dengan
tubuh tergontai-gontai, memandang ke arah Wiro dengan bola mata laksana
menyala!.
Sepuluh langkah di hadapan
Puti Andini, Pendekar 212 terkapar di tanah. Muka dan sebagian pakaian hitamnya
tampak kemerahan. Ini akibat hantaman hawa yang keluar dari payung merah yang
dipergunakan Puti Andini untuk menyerangnya. Muka dan lehernya terasa panas dan
seolah ada puluhan jarum menusuk-nusuk. Walaupun sakit Wiro tidak perduli.
Tekadnya sudah bulat untuk membunuh gadis di depannya itu saat itu juga. Sekali
bergerak dia sudah melompat.
“Pukulan Benteng Topan Melanda
Samudera tidak menghancurkannya. Pukulan Sinar Matahari tidak membunuhnya! Ini
saatnya aku menjajal pukulan Harimau Dewa!”Wiro dekatkan tangan kanannya ke
mulut lalu meniup. Pada saat itulah berkelebat satu bayangan biru disertai
suara perempuan keras menegur.
“Lawanmu seorang perempuan!
Berada dalam keadaan cidera Apakah sudah pantas mengeluarkan ilmu kepandaian
untuk melakukan pembunuhan?!” Murid Sinto Gendeng berpaling ke kiri.
“Bidadari Angin Timur!”
serunya ketika melihat siapa yang tegak hanya beberapa langkah
darihadapannya.“Kau tahu mengapa aku membunuhnya! Semua demi kau!”
Di tempat itu kini berdiri
seorang gadis berambut pirang panjang sepunggung, mengenakan pakaian biru
tipis. Bagaimanapun cantiknya Dewi Payung Tujuh Puti Andini namun yang satu ini
benar-benar memiliki kecantikan luar biasa. Sepasang mata si gadis naik ke
atas, keningnya mengernyit. Dari mulutnya yang bagus keluar ucapan heran.
“Kau membunuhnya demi aku? Ah!
Inilah satu keanehan yang tidak pernah kuduga!” kata gadis berbaju biru yang
bukan lain memang Bidadari Angin Timur adanya.
“Bidadari! Kau ini
bagaimana?!”Kini Pendekar 212 yang jadi heran.
Ketika kedua orang itu bicara,
Dewi Payung Tujuh pergunakan kesempatan. Tangannya kiri kanan digerakkan. Lima
payung yang menancap di tanah tiba tiba melesat ke atas lalu melesat ke arah
Pendekar 212 Wiro Sableng! Lima ujung payung yang runcing menusuk ke arah lima
bagian tubuh sang pendekar, dua di kepala, dua di bagian dada dan satu lagi di
perut!
“Pembokong licik!” teriak Wiro
marah sekali. Dia cepat menyingkir sambil siap menghantam dengan pukulan “Sinar
Matahari”
Pada saat itulah Bidadari
Angin Timur berkelebat. Tubuh kasarnya lenyap, berubah menjadi bayang-bayang.
Tangannya bergerak sulit untuk dilihat. Ketika dia berhenti berkelebat dan
tegak dua langkah di hadapan Dewi Payung Tujuh, lima buah payung yang tadi
dipakai menyerang kini tersusun melintang di atas ke dua lengannya yang saat
itu tampak diangsurkan pada si gadis berbaju biru berkembang kuning. Selagi
Puti Andini melongo heran. Bidadari Angin Timur berkata.
“Ambil payungmu dan pergilah
dari sini!”
Untuk beberapa saat lamanya
Puti Andini tegak dengan memandang tercengang pada Bidadari Angin Timur.
"Bagaimana ini" dia membatin.
“Katanya aku yang menggantung
dia."
“Kau mendengar apa yang aku
ucapkan! Mau menunggu apa lagi?!”Bidadari Angin Timur menegur.
Dewi Payung Tujuh ulurkan
tangannya untuk mengambil payung. Namun matanya diarahkan pada Pendekar 212.
“Hemmm Kau bimbang. Agaknya
kau mencintai pemuda itu". Paras Dewi Payung Tujuh menjadi sangat merah.
Dia menggumamkan sesuatu yang tidak jelas. Lalu secepat dia mengambil ke lima
payung itu, secepat itu pula dia meninggalkan tempat itu.
“Pembunuh keji! Kau mau lari
ke mana?!” teriak Wiro mengejar. Namun gerakannya di halangi Bidadari Angin
Timur. Kalau saja bukan gadis yang dicintainya ini yang menghalangi pasti Wiro
sudah menerjang bahkan menggebuk.
“Aku tidak mengerti!
Betul-betul tidak mengerti!” kata Wiro sambil menggeleng-geleng dan garuk-garuk
kepala.
“Apa yang tidak kau mengerti”
tanya BidadariAngin Timur.
Wiro memandang berkeliling.
Saat itu tempat tersebut telah penuh dengan kerumunan orang yang menyaksikan
apa yang terjadi di situ.
“Dengar, kita tak bisa bicara
di sini. Kita perlu bicara di tempat lain… Ikuti aku!”
Wiro segera tinggalkan tempat
itu. Sesaat Bidadari Angin Timur hanya memandangi. "Heran…Ada apa dengan
dirinya?” Setelah berpikir-pikir sejenak akhirnya dia berkelebat mengejar Wiro.
Di satu tempat sepi Wiro
hentikan larinya. Begitu Bidadari Angin Timur sampai si gadis langsung
bertanya.
“Nah sekarang coba katakan apa
yang tidak kau mengerti”
“Pertama!”jawab Wiro. “Waktu
di air terjun tempo hari mengapa kau pergi meninggalkan aku begitu saja?
Seolah-olah setelah mendapatkan kitab itu diriku tak ada harganya lagi
dimatamu!”
Gadis di depan Wiro tampak
tercengang pertanda heran mendengar ucapan si pemuda. “Kini aku yang tidak
mengerti. Kau bicara tentang air terjun. Air terjun dimana? Kau menyebut
tentang kitab. Kitab apa?”
“Jangan bergurau BidadariAngin
Timur."
“Kurasa kaulah yang tengah
bergurau Pendekar212 Wiro Sableng."
Air muka murid Sinto Gendeng
jadi kelam membesi. Dia hendak marah tapi yang keluar justru tawa bergelak.
“Dunia ini sudah gila
rupanya!” kata Wiro kemudian setengah berteriak.
“Waktu itu kau bahkan
memberitahu bahwa kau hendak dibunuh oleh gadis itu. Aku menemukan dirimu
digantung kaki ke atas kepala ke bawah. Di sebatang pohon di dalam hutan! Tadi
malah kau yang melarang aku membunuhnya! Padahal demi dirimu dan pembunuhan
yang dilakukannya terhadap Raja Obat aku bersumpah untuk membunuhnya!Apa dunia
tidak gila menurutmu?!”
Bidadari Angin Timur
menggeleng.“Dunia tidak gila. Mungkin otakmu sendiri yang tidak waras!”
“Apa katamu?!’teriak Wiro
dengan mata melotot.
“Wiro kau tidak dalam keadaan
sakit ingatan bukan?!”
“Gila, Mengapa kau sampai
berkata begitu?”
“Karena semua ucapanmu sangat
aneh bagiku!”
“Apa yang aneh?! Aku menyesal
menyerahkan kitab itu padamu! Tapi aku tidak malu untuk memintanya kembali!
Harap kau kembalikan kitab yang aku serahkan tempo hari! Pendekar212 ulurkan
tangannya.
Sepasang mata gadis jelita itu
memandangi Wiro mulai dari ujung rambut sampai ke kaki. Ada yang tidak wajar
dengan dirinya. "Kapan aku dan kau berada di air terjun! Kitab apa yang
pernah kau berikan padaku?! Lalu siapa bilang aku pernah mengatakan bahwa gadis
tadi pernah menggantungku di atas pohon! Padahal setelah sekian lama baru kali
ini kita bertemu lagi!”
Wiro garuk kepalanya
habis-habisan hingga rambutnya yang gondrong acakacakan tak karuan.
“Bidadari Angin Timur, mari
kita bicara sebagai orang waras. Bukan bicara seperti orang gila”
Sigadis tertawa
cekikikan.“Siapa yang waras dan siapa yang gila Wiro? Aku bilang baru sekarang
bertemu denganmu. Dan kau bicara yang aku tidak mengerti.!”
“Taruh kata kau lupa semua
itu. Lalu apakah kau juga lupa bagaimana kita mandi berdua di telaga dulu?
Bagaimana kita berulang kali bercumbu mesra! Bahwa aku mengatakan cinta padamu
dan kau!".
“Kau memang sudah gila!”
teriak Bidadari Angin Timur.
“Kau yang gila!” balas
berteriak Wiro “Kau mungkin lupa tapi apa kau lupa apa yang kau katakan setelah
aku memberikan kitab itu padamu?! Dengar! Aku masih ingat dan akan aku ulang di
depanmu saat ini juga. Kau bilang bahwa kau ingin menyerahkan tubuh dan
kehormatanmu padaku! Lalu kau merobek pakaianmu hingga berada dalam keadaan
setengah tanjang dan..".
Plaaakk!
Tamparan keras yang
dilayangkan Bidadari Angin Timur mendarat di pipi kiri Pendekar 212 membuat
sang pendekar tergagau menahan sakit disertai rasa tidak percaya. Berulang kali
diusapnya pipinya yang kena tampar sementara matanya membeliak tidak berkedip
memandangi gadis di depannya.
“Kalau kau tidak mau mengembalikan
kitab itu tak jadi apa". kata Wiro dengan suara perlahan. “Tapi aku sangat
sedih dan tidak pernah mengira diri seculas ini. Kau mengatakan cinta
padaku".
“Demi Tuhan! Aku tidak pernah
mengatakan hal itu padamu! Tidak ada orang yang menggantungku. Aku belum pernah
melihat gadis tadi. Aku tidak mau tahu ada urusan atau silang sengketa apa di
antara kalian. Tapi aku menyuruh gadis berbaju kembang-kembang itu pergi karena
kasihan! Karena dia terluka di dalam! Aku juga tidak tahu kitab apa yang kau maksudkan!
Dan ini yang penting! Sejak peristiwa Guci Setan dan terbukanya kedok Ki Ageng
Lentut alias Sangkolo Bumi yang bukan lain adalah Pangeran Matahari, aku tak
pernah lagi bertemu denganmu. Baru har ini..” (Baca seri Wiro Sableng
berjudul“Guci Setan”)
“Kau berdusta!” hardik Wiro
memotong.
“Apa untungnya aku berdusta?!”
“Mana aku tahu”jawab Wiro
Tubuhnya bergetar menahan amarah.“Kalau saja aku tidak mencintaimu, saat ini
juga sudah kuhajar kau habis-habisan!".
Wiro termangu sejenak
sementara Bidadari Angin Timur memandanginya dengan wajah merah. Dia seolah tak
percaya mendengar ucapan Wiro yang terakhir. “Dia mencintaiku?". kata
sigadis dalam hati.
“Sudahlah!" terdengar
Wiro berucap perlahan. Nadanya penuh keputusasaan. "Anggap saja aku yang
salah. Aku yang memang sudah gila, Kalau saja aku saat ini bisa mampus alangkah
enaknya mati sebagai orang gila” Habis berkata begitu Wiro putar tubuhnya siap
untuk melangkah pergi.
“Wiro tunggu!”seru Bidadari
Angin Timur.
Wiro melangkah terus malah
kini mulai berlari. Si gadis cepat berkelebat. Sekejapan saja dia sudah
menghadang di depan Wiro.
“Apa maumu…?”tanya Pendekar
212.
“Persoalan di antara kita
harus diselesaikan dulu sampai jernih!”
Wiro menggeleng. “Aku orang
gila! Otakku tidak waras! Aku tidak pernah menyerahkan kitab sakti itu padamu!
Kita tidak pernah berkasih sayang. Aku orang gil Gilaaaa..".
“Wiro! Dengar dan jangan pergi
dulu! Ada sesuatu yang tidak beres dibalik semua apa yang kau ucapkan dan kau
sangkakan!”
“Betul! Memang ada yang tidak beres!
Aku orang gila inilah yang tidak beres! Nah, kuharap kau puas! Jangan
menghalangi langkahku!Atau…Wiro kepalkan tinjunya, siap untuk dipukulkan ke
muka Bidadari Angin Timur. Si gadis diam tak bergerak. Caranya memandang terasa
aneh di mata Wiro.
“Wiro, pertama sekali aku
ingin kau menceritakan ciri-ciri gadis itu! Rambutnya, pakaiannya, kulit
nya…Apa saja yang kau ingat!”
Mendengar kata-kata Bidadari
Angin Timur Wiro membuka mulut.“Rasanya aku ingin berteriak sampai ke langit!
Perlu apa aku memberikan keterangan panjang lebar! Orang yang ingin kau
tanyakan itu ia di hadapanku saat ini! Kau sendiri".
“Apakah dia mempunyai lesung
pipit di kedua pipinya? Seperti yang aku miliki?”bertanya Bidadari Angin Timur
tanpa menghiraukan kemarahan Wiro “Aku sudah lupa karena otakku kurang waras.
Mungkin dia punya sepuluh lesung pipit disetiap pipinya!”
Si gadis sesaat terdiam.
Tampaknya dia tengah berpikir keras. Lalu terdengar suaranya berucap perlahan.
“Jangan-jangan dia. Tapi bagaimana dia bisa t lepas!"
Wiro yang hendak melangkah
pergi, sesaat tertahan gerakannya. Namun kemudian dia cepat-cepat membalikkan
tubuh.
“Wiro ..!Bidadari Angin Timur
berseru.“Aku yakin gadis yang kau temui dan kau anggap diriku itu adalah
saudara kembarku!”
Sepasang kaki Pendekar 212
seperti dipantek ke tanah. Langkahnya tertahan. Tubuhnya diputar kembali ke
arah si gadis. Matanya membesar penuh selidik namun mulutnya terkancing. Satu
senyum aneh kemudian menyeruak dibibirnya.“Kalau saja, aku juga punya saudara
kembar tentu akan lebih hebat segala kejadian di dunia ini!”. Habis berkata
begitu Wiro segera berkelebat. Tapi bagaimanapun cepat gerakannya, dia tak bisa
menandingi kecepatan gerakan si gadis yang sampai membuat dia memberi nama
Bidadari Angin Timur itu.
“Kalau kau mau pergi silakan!
Tapi aku ingin kau mendengar dulu keteranganku!” kata si gadis pula. “Aku
dilahirkan ke dunia bersama adik kembarku. Sejak kecil kami dititipkan pada
seorang perempuan yang tinggal bersama seorang pandai di kaki gunung Bromo.
Dari orang tua inilah kami mendapat segala ilmu kepandaian. Walau kami kembar
namun sejak kecil adikku memiliki sifat sangat berlainan. Setelah dewasa
kelainan ini berubah menjadi satu hal yang menakutkan. Karena dia memiliki
kesaktian dan ilmu silat yang sangat tinggi dan telah beberapa kali
mempergunakannya secara sesat maka guru menghukumnya. Sampai waktu yang tidak
ditentukan dia tidak diperkenankan meninggalkan tempat kediaman guru. Dia
setengah dipenjara dalam sebuah lembah batu. Kalau kau mengatakan telah bertemu
dengan seorang yang sangat sama dengan diriku, pasti dia adalah adik kembarku.
Kurasa dia tah melarikan diri dari lembah batu itu..”
Wiro tetap tegak tak bergerak.
“Aku tidak menyalahkanmu kalau
kau tidak mempercayai. Hanya saja aku khawatir seseorang telah memperalatnya.
Kau mengatakan telah menyerahkan sebuah kitab padanya. Kalau aku boleh bertanya
kitab apakah?”
Wiro tetap tidak menjawab.
“Kalau kau tidak mau
menerangkan tidak jadi apa! Namun aku sudah bisa mengira-ngira. Aku menyirap
kabar bahwa sebuah kitab sakti bernama Kitab Putih Wasiat Dewa telah muncul
dalam dunia persilatan. Sangat santar terdengar bahwa kitab itu berada di
tanganmu. Karena kau cuma punya satu nyawa rasanya tidak perlu mengingatkan
bahwa tiap kejapan mata nyawamu terancam oleh orang yang menginginkan kitab
sakti itu".
“Mereka boleh membunuhku
sampai seribu kali. Mereka tidak bakal mendapatkan apa-apa. Seperti kuterangkan
kitab itu kuberikan pada Bidadari Angin Timur. Entah engkau orangnya entah
benar ada yang lain! Aku merasa benar-benar tertipu..!
BidadariAngin Timur tersenyum
sinis.“Bukan orang yang menipu tapi kau sendiri yang telah berlaku bodoh. Cinta
bisa saja buta, tapi otak jernih tidak perlu digadaikan pada orang lain!”Wiro
terdiam namun si gadis tahu bahwa pemuda ini memaki panjang pendek dalam
hatinya. Maka diapun segera menyambung ucapannya. “Maafkan, aku tidak bisa
bicara lebih lama. Aku harus mencari adikku. Aku yakin dia berada dalam satu
bahaya besar. Bagaimanapun jahatnya dirinya, dia adalah saudaraku sedarah sedaging.
Aku wajib menolong menyelamatkannya…! Sebelum pergi ada satu hal yang ingin aku
tanyakan. Kau boleh menjawab boleh tidak. Di luaran tersiar kabar ada satu
pertemuan besar para tokoh persilatan pada hari sepuluh bulan sepuluh di
Pangandaran. Berarti kurang satu bulan dari sekarang. Kau tahu pertemuan macam
apa adanya?”
“Aku tak bisa mengatakan. Jika
kau merasa sebagai orang persilatan mengapa tidak mencari tahu dan datang
sendiri ke sana?”
“Hemm Begitu? Kalau umurmu
masih panjang mudah-mudahan aku bisa melihatmu lagi di Pangandaran!”
“Urusan umur manusia ditangan
Tuhan. Bukan di tangan manusia ataupun setan!”jawab Wiro saking kesalnya dan
merasa terhina oleh ucapan Bidadari Angin Timur itu.
Tanpa berkata apa-apa lagi si
gadis putar tubuhnya.
“Tunggu!” ujarWiro “Kau tak
bisa membuktikan ucapanmu.Aku tidak bisa memastikan bahwa kau memang punya adik
kembar. Tapi satu hal harus kau ketahui. Jika memang ada dua Bidadari Angin
Timur di dunia ini, maka Bidadari Angin Timur yang kucintai itu adalah dirimu.
Karena kaulah yang pertama sekali kukenal..
Ucapan itu membuat gadis di
hadapan Wiro diselimuti berbagai perasaan. Sebetulnya dia ingin pertemuan itu
berlangsung lebih lama. Tanpa berkata apaapa Bidadari Angin Timur tinggalkan
tempat itu.
Begitu si gadis pergi Wiro
kelihatan mengangkat kepala dan mengendusendus beberapa kali. “Bagaimana aku
bisa percaya ucapannya. Bagaimana aku yakin dia punya saudara kembar. Bau harum
tubuh dan pakaiannya tidak berbeda dengan BidadariAngin Timuryang kutemui
beberapa waktu lalu".
***
Kapak Maut Naga Geni 2124
PANGERAN Matahari menjambak
rambut pirang gadis itu. Dia menggeram beberapa kali baru berkata.“Aku masih
mau memberi pengampunan padamu! Yang pertama dan yang terakhir! Lain kali
nyawamu tak akan tertolong! Tapi agar kau tahu pengampunan ini bukan tanpa
syarat! Kau dengar ucapanku?!”
“Aku mendengar Pangeran. Harap
kau katakan apa syarat pengampunanmu,” kata gadis berpakaian biru yang berada
dalam keadaan tidak berdaya dan tampaknya ketakutan sekali.
“Pertama kau harus dapat
mencari Pendekar 212 dan membunuhnya sebelum hari sepuluh bulan sepuluh!
Membunuh bangsat itu bukan cuma sekedar membunuh, tapi juga mendapatkan Kitab
Putih Wasiat Dewa yang asli! Dia pasti menyembunyikan kitab sakti itu di satu
tempat dan memberikan yang palsu padamu!”
“Apa syarat yang ke dua?”
“Gadis sialan! Kau tak perlu
bertanya! Aku yang akan mengatakan. Untuk berjaga-jaga, jika kau tidak mampu
melakukan syarat pertama tadi. Kau harus dapat menemui Delapan Tokoh Kembar
yang kabarnya barusan saja kembali setelah tujuh tahun gentayangan di lautan
sebelah timur. Bujuk mereka agar mau bergabung dengan kita dan hadir di
Pangandaran pada hari sepuluh bulan sepuluh!”
“Setahuku walau mereka tidak
terlalu bersih tapi mereka bukan orang-orang golongan hitam. Tidak mudah
membujuk mereka".
“Bidadari Angin Timur! Kau
punya wajah cantik dan tubuh bagus menggiurkan! Aku dengar Delapan Tokoh Kembar
bukanlah manusia-manusia yang punya pantangan bermain-main dengan perempuan!”
Berubahlah paras cantik gadis
berambut pirang itu. Pangeran Matahari maklum apa yang ada di benak Bidadari
Angin Timur. Sambil menyeringai dia berkata. “Kau gadis cerdik. Terserah padamu
bagaimana melayani mereka. Mau satu-satu atau delapan sekaligus! Ha… ha… ha…!”
Dalam hatinya gadis berpakaian
biru itu menyumpah habis-habisan.“Tidak kusangka dirinya sekeji ini. Aku tidak
bisa berbuat apa-apa. Aku sudah terlanjur jatuh ke dalam tangannya"
“Pangeran!", kata si
gadis pula sementara rambutnya masih terus dijambak. "Apa perintahmu akan
kulaksanakan. Kau sudah mengatakan syarat untuk pengampunan diriku. Sekarang
giliranku untuk meminta satu syarat..!" Pangeran Matahari tertawa
lebar.“Kau berada dibawah kekuasaanku! Aku yang mengatur diri ”
“Aku mengerti. Aku hanya ingin
menyampaikan dan minta kau mau mendengar. Apakah kau mau memenuhi atau tidak
aku tak bisa berbuat apa. Terserah padamu!".
Sang Pangeran menggeram.
“Bilang apa yang kau mau katakan..!" bentaknya.
“Bila semua urusan sudah
selesai, aku ingin kau menikahiku sesuai dengan janjimu"..
“Itu bisa kita bicarakan
nanti!"
“Ketahuilah Pangeran, akibat
hubungan kita selama ini, saat ini aku telah berbadan dua. Ada jabang bayi
seusia tiga puluh hari dalam rahimku.!".
Pangeran Matahari seperti
mendengar sambaran halilintar di depannya mendengar ucapan gadis itu.
Jambakannya terlepas. Kakinya tersurut mundur dan sepasang matanya memandang
mendelik.
“Jahanam! Bagaimana itu bisa
terjadi?”teriak sang Pangeran.
“Apakah hal itu perlu kau
tanyakan?”ujar Bidadari Angin Timur.
“Aku tidak ingin punya anak!
Kandunganmu harus kau gugurkan. Aku tahu orang pandai yang bisa
melakukannya.Kalau ti ..”
“Kau akan membunuhku! Bukan
begitu terusan ucapanmu Pangeran? Aku sudah mengatakan syarat
permintaanku.Terserah padamu untuk memikirkan!”
Pangeran Matahari tersenyum.
Dengan mesra dibelainya pipi si gadis lalu berkata. “Kau salah menduga
kekasihku. Bukan itu terusan ucapanku. Yang betul adalah kalau tidak bisa aku
tidak akan lari dari tanggung jawab untuk menikahimu. Kita akan hidup sebagai suami
istri, punya anak. Rasanya dalam usiaku yang sekarang ini sudah saatnya aku
harus mempunyai pendamping setia dalam hidupku.”
Sepasang mata Bidadari Angin
Timur membesar dan berkaca-kaca.
“Pangeran,aku benar-benar
bangga mendengar ucapanmu itu! Langsung saja gadis ini merangkul Pangeran
Matahari. Keduanya saling berpelukan lama sekali. Dua insan bersatu raga seolah
berusaha bersatu hati. Namun dalam benak masing-masing saat itu telah muncul
benih kebusukan dan kekejian. Dalam hatinya si gadis membati “Aku kenal betul
diri dan sifatmu Pangeran. Aku meragukan apa kau benar-benar akan melaksanakan
apa yang kau katakan. Aku menaruh firasat kau akan menghabisi diriku begitu
urusan besar di Pangandaran selesai. Aku tidak bodoh Pangeran! Aku akan
membunuhmu lebih dulu dan merampas Kitab Wasiat dari tanganmu! Kau boleh
tertawa saat ini tapi lihat dan tunggu saja saatnya!”
Firasat yang didapat si gadis
saat itu memang benar karena sambil merangkul sang Pangeran dalam hatinya
berkata. “Gadis tolol! Apa kau kira aku benar-benar ingin menikahimu?! Ha… ha…
ha! Pangeran Matahari mana mau barang rongsokan sepertimu! Umurmu hanya sampai
hari sepuluh bulan sepuluh! Begitu urusan di Pangandaran selesai dan aku telah
menjadi raja di raja dunia persilatan, saat itu pula riwayatmu akan selesai!
Aku Pangeran segala cerdik, segala akal, segala congkak tidak sebodoh yang kau
sangkakan! Ha… ha… ha…!"
Pangeran Matahari mencium
kening gadis dalam pelukannya lalu berbisik.
“Aku ingin membelai perut yang
menyimpan jabang bayi calon anakku bolehkah?".
Si gadis angkat kepalanya
sedikit lalu mengangguk. Tangannya bergerak membuka ikat pinggang pakaian
birunya. Sesaat kemudian pakaian itu jatuh lepas ke lantai. Dalam pelukan sang
Pangeran si gadis tidak lagi mengenakan apa-apa.
***
SEKALI ini agak lama Pangeran
Matahari berendam dalam air telaga sejuk dan jernih itu. Kerindangan
pohon-pohon besar di sekitar telaga menahan sinarsang surya. Pangeran Matahari
menyelam dua kali berturut-turut. Tubuhnya terasa segar. Ketika dia hendak menyelam
untuk kali terakhir tiba-tiba sudut matanya menangkap satu bayangan di tepi
kiri telaga. Di situ, di atas sebuah batu dia telah meninggalkan pakaian hitam
dan mantelnya. Tergulung dalam mantel hitam dia menyembunyikan Kitab Wasiat
Iblis.
Pangeran Matahari cepat
berbalik. Dia hanya sempat melihat satu bayangan putih berkelebat. Sebelum
bayangan itu lenyap Pangeran Matahari telah menghantam dengan pukulan ‘Telapak
Matahari’ Suara angin panas menggemuruh keluar dari telapak tangan kanan sang
Pangeran. Batu besar di tebing telaga hancur berkeping-keping hangus menghitam
dan mengepulkan asap. Semak belukar rambas berentakan, musnah terbakar.
Sebatang pohon besar langsung tumbang begitu batangnya yang sebesar pemelukan
tangan patah dilabrak pukulan sakti. Tanpa perduli akan keadaan dirinya yang
tidak mengenakan apa-apa Pangeran Matahari melompat keluar dari dalam telaga.
Dia berkelebat ke balik tumbangan pohon di arah mana tadi dilihatnya bayangan
putih itu berkelebat.
“Bangsat pencuri! Jangan kira
kau bisa lolos dari Kematian ”teriak Pangeran Matahari. Begitu sampai di balik
reruntuhan pohon besar dia lepaskan pukulan “Gerhana Matahari”. Siapapun yang
bersembunyi di situ dalam keliling lima tombak tak bakal luput dari pukulan
maut itu. Udara mendadak redup. Cahaya kuning bercampur merah dan hitam pekat
berkiblat menggidikkan. Suara menggemuruh terdengar laksana ada air bah
mengamuk. Hawa panas mendadak sontak menyelubung. Kembali pohon-pohon
bertumbangan, semak belukar terbakar berhamburan. Pasir dan debu serta pecahan
batu membubung ke udara!
Pada saat itulah terdengar
suara tawa bergelak. Di balik saputan pasir dan debu tampak satu bayangan putih
melayang turun dari sebatang pohon besar yang barusan tumbang.
“Pangeran Matahari! Pukulan
saktimu hebat tanpa cacat! Tapi kewaspadaanmu berkurang dan gerakanmu kulihat
lamban!”Suara keras menggetarkan seantero tempat. Pangeran Matahari tersentak
kaget. Kepalanya mendongak dan sepasang matanya memandang tajam tak berkesip ke
depan. Begitu pasir, debu dan kerikil surut jatuh ke tanah dan udara kembali
terang maka tampaklah jelas sosok tubuh yang tadi melayang dari atas pohon. Dia
ternyata adalah seorang kakek berpakaian putih kotor dan rombeng. Sepasang
matanya yang besar menjorok ke dalam cekungan rongga mata yang mengerikan.
Mukanya sangat pucat. Mayat sekalipun tidak akan sepucat itu! Mulutnya yang
perot kelihatan berkomat-kamit. Orang ini memiliki rambut putih menjela sampai
ke punggung dan dia berdiri terbungkuk-bungkuk pertanda keadaannya sudah
dimakan usia lanjut. Di kempitan tangan kirinya kelihatan pakaian hitam dan
mantel milik Pangeran Matahari.
“Guru!”seru Pangeran Matahari
ketika dia mengenali siapa adanya kakek di hadapannya. Si kakek tertawa panjang
dan mendongak lalu goyang-goyangkan kepalanya beberapa kali.
Saat itu Pangeran Matahari
sudah melompat ke hadapan si orang tua dan membungkuk satu kali. “Guru! Tidak
sangka kau sekonyong-konyong muncul membuat kejutan!”
Si kakek yang memang adalah
guru Pangeran Matahari tertawa panjang. Dalam dunia persilatan manusia ini
dikenal dengan julukan angker Si Muka Bangkai alias Si Muka Mayat!
“Muridku! Jelas kulihat
kewaspadaanmu berkurang dan gerakanmu lamban! Itu satu pertanda bahwa ada
bisikan hati yang mempengaruhi jalan pikiranmu! Apa yang terjadi dengan diri
Pangeran Anom?” Sang guru menyebut nama asli Pangeran Matahari yang memang
terlahir sebagai seorang Pangeran bernama Anom, putera Raja dari istri ke tiga
bernama R. A. Siti Hinggil.
“Terima kasih atas teguranmu
Guru. Aku memang tengah menghadapi urusan besar. Tapi aku bisa menghadapi
sendiri! Kau tak usah menyusahkan diri ikut campur segala.”Jawaban Pangeran
Matahari jelas menunjukkan sikap segala pandai dan segala congkak.
Si Muka Bangkai kembali
tertawa bergelak. “Aku senang mendengar jawabanmu. Kau masih seperti dulu!
Segala cerdik, segala pandai, segala congkak! Bagus, itu bagus kalau kau memang
bisa mengurus diri sendiri! Tapi yang aku saksikan tadi membuat aku ragu apakah
kau benar-benar bisa menjaga diri dan menjaga barang berharga itu!” Habis
berkata begitu Si Muka Bangkai lemparkan gulungan pakaian dan mantel hitam
Pangeran Matahari yang tadi disambarnya dari atas batu di tepi telaga. Pangeran
Matahari cepat menyambuti pakaian, mengenakan baju dan celana hitamnya. Terus
mengikatkan mantel hitam ke leher dan mengikatkan Kitab Wasiat Iblis ke
dadanya.
“Kau harus mengatakan terus
terang apa yang terjadi dengan dirimu. Kau tengah menghadapi urusan besar
Muridku. Bukan cuma menyelamatkan nyawamu sendiri tapi juga harus memikirkan
cara yang mulus untuk menguasai dunia persilatan!”
“Aku sudah memiliki Kitab
Wasiat Iblis! Siapa yang sanggup melawanku? Siapa yang berani menghalangi
diriku menjadi raja diraja dunia persilan?!” jawab Pangeran Matahari dengan congkaknya
sambil mendongakkan kepala seolah saat itu dia bukan berhadapan dengan guru
yang harus dihormatinya.
“Kau betul! Tidak salah! Kitab
Wasiat Iblis ada di tanganmu! Siapa yang sanggup melawanmu? Kau hanya tegak
berdiam diri, tidak bergerak bahkan tidak bernafas. Dan musuh-musuhmu akan
mampus berkaparan. Tapi apakah kau sudah mendengar kabar tentang sebuah kitab
sakti lain bernama Kitab Putih Wasiat Dewa? Kitab itu kabarnya sudah jatuh ke
tangan musuh besarmu. PendekarKapak MautNaga Geni212!”
“Aku sudah mendengar. Mungkin
lebih dulu tahu dari padamu. Guru. Bahkan aku sudah melakukan sesuatu walau
saat itu maksudku belum kesampaian… “
Hemmm….Harap kau memberitahu
padaku apa yang kau lakukan”
“Aku telah menugaskan Tiga
Bayangan Setan dan Elang Setan untuk mencari dan membunuh Pendekar 212. Aku
juga telah memerintah Bidadari Angin Timur untuk melakukan hal yang sama.
Kalaupun mereka gagal aku tetap tidak merasa takut! Kitab Wasiat Iblis
segala-galanya diatas dunia ini!”
Si Muka Mayat alias Si Muka
Bangkai menarik nafas dalam. “Muridku, bagaimanapun hebatnya dirimu aku tetap
merasa khawatir. Pertama sekali kau harus menceritakan apa yang kau alami saat
ini hingga gerakanmu begitu lamban, kewaspadaanmu jauh di bawah ukuran seorang
berkepandaian tinggi seperti ”
Pangeran Matahari terdiam
beberapa lamanya. Akhirnya dia berkata juga.
“Aku telah menghamili seorang
gadis. Dia menuntut minta dinikahi!”
“Hemmm Ah… ha… ha… ha… !” Si
Muka Bangkai mula-mula terbatuk-batuk beberapa kali lalu tertertawa bergelak. “Hanya
urusan sepele begitu sampai otak dan hatimu menjadi mumet!? Tak sanggup merasa,
tak sanggup berpikir? Alangkah bodohnya! Aku yakini gadis yang kau katakan itu
adalah si cantik yang suka berpakaian biru tipis merangsang itu?”
Pangeran Matahari mengangguk
perlahan. Sang guru kembali tertawa gelak-gelak.
“Guru, tak usah mencemooh
mentertawai diriku! Aku sudah menemukan jalan untuk menyelesaikan urusan yang
satu itu”
“Hemmm… Pasti kau
memuslihatinya dan mengakhiri muslihatmu dengan kematian baginya! Ah! Terlalu
sayang gadis secantik itu cepat-cepat dikirim ke liang kubur. Serahkan semua
urusan padaku asalkan kau mau menghadiahkan dirinya untukku! Atau kita miliki
dia bersama-sama sampai akhirnya kita bosan sendiri
“Sekali ini aku tidak bisa
memenuhi permintaanmu Guru,” kata Pangeran Matahari. Gadis itu bisa mengundang
bahaya yang tidak terduga. Ular kepala dua. Mungkin lebih! Aku tetap
memutuskan. Akan membunuhnya setelah hari sepuluh bulan sepuluh!”
“Ah aku si tua bangka ini jadi
kecewa mendengar penolakanmu itu muridku. Kuharap dalam waktu dekat kau bisa
berubah pikiran… Aku sudah lama tidak menggauli perempuan. Kalau aku dapat
gadis itu walau cuma untuk beberapa hari, hemmm. Apalagi dia sedang hamil muda.
Kata orang…" Si Muka Bangkai tidak meneruskan ucapannya melainkan tertawa
mengekeh.
“Guru. saat ini aku tengah
memusatkan segala daya dan pikiran pada hari sepuluh bulan sepuluh! Apakah kau
telah melakukan sesuatu untukku?” ujar Pangeran Matahari.
“Hah! Nyatanya kau tidak
melupakan hari itu.Kau tak perlu khawatir. Sesuai permintaanmu dulu aku akan
pergi ke Pangandaran untuk membuat segala persiapan agar jalanmu menjadi
penguasa rimba persilan bisa lebih mulus!’
“Apa saja yang akan kau
lakukan Guru?”tanya Pangeran Matahari.
“Kau tahu beres sajalah.
Mengikuti kemauan dan segala akal licikmu, tiga minggu lalu seorang sakti
berjuluk Makhluk Pembawa Bala menemuiku di satu tempat. Keadaan manusia satu
ini mengerikan, hanya menunggu hari kematiannya saja. Ada sebatang kayu
menancap di ubun-ubun kepalanya! Dia punya dendam kesumat besar terhadap
Pendekar 212. Ternyata dia punya niat juga untuk memiliki Kitab Putih Wasiat
Dewa. Kutipu dirinya dengan mengatakan akan membantunya mendapatkan kitab itu.
Karenanya dia mau melakukan apa saja yang aku perintahkan. Dibantu oleh seorang
ahli dari Kotaraja dia akan memasang bahan peledak serta berbagai senjata
rahasia di salah satu bukityang akan menjadi tempat berkumpulnya musuh kita”
Pangeran Matahari menyeringai.
Aku tahu manusia berjuluk Makhluk Pembawa Bala itu. Jika dia orangnya memang
kita tidak perlu kawatir. Musuhmusuh kita akan menemui ajal sebelum sempat
melakukan sesuatu. Terima kasih Guru, kau telah bersusah payah melakukan
sesuatu untukku.” Berbasa basi Pangeran Matahari lalu membungkuk dalam-dalam.
Si Muka Bangkai alias Si Muka
Mayat tertawa kempot-kempot “Sekarang apakah kau sudah berubah pikiran dan mau
menghadiahkan gadis berbaju biru itu padaku?”
“Guru, aku tidak mau
mengecewakanmu. Ada satu hadiah memang sudah kusediakan untukmu Masuklah ke
ruang dalam. Langsung ke kamar tidur di sebelah kiri.”
Sepasang mata cekung Si Muka
Bangkai tampak berkilat. Mulutnya yang perot berkomat-kamit. Tanpa menunggu
lebih lama dia masuk ke ruangan dalam. Pintu kamar dibukanya lebar-lebar. Si
Muka Bangkai sesaat merasakan jantungnya seolah berhenti berdetak. Nafasnya
seolah putus! Betapakan tidak. Di atas ranjang putih terbaring sesosok tubuh
gadis jelita. Selain rambutnya yang panjang hitam sepinggang gadis ini tidak
mengenakan apa-apa lagi. Kakek bungkuk ini tertawa mengekeh. Dengan tumit kaki
kirinya ditendangnya pintu kayu di belakangnya!
Kapak Maut Naga Geni 2125
HARI sepuluh bulan sepuluh
hanya tinggal dua minggu. Hari itu pantai selatan tampak tenang. Udara di Teluk
Penanjung di mana terletak pantai Pangandaran tampak terang dan cerah. Dua
bukit batu karang menjorok sejajar ke arah laut, mengapit sebuah pedataran
pasir berbatu-batu selebar lima tombak. Satu sosok tubuh bungkuk berkelebat
cepat dari arah utara. Setelah melewati beberapa gundukan batu karang akhirnya
dia sampai di satu tempat ketinggian di mana terpancang sebuah tiang besi. Di
ujung tiang besi berkibar sehelai bendera besar berwarna hitam, melambai-lambai
ditiup angin. Tepat di bawah bendera itu duduk bersila satu sosok luar biasa
mengerikan. Melihat pada keadaannya yang tidak bergerak dan tidak bersuara,
jika tidak diperhatikan benar sulit diduga apakah sosok ini sudah jadi mayat
atau masih hidup!
Sosok ini hanya mengenakan
sehelai cawat rombeng. Sekujur tubuhnya penuh dengan koreng cacar air menebar
bau busuk. Beberapa bagian tubuhnya tampak hangus hitam seperti pernah
terbakar. Perutnya robek besar. Dari robekan ini membusai usus yang
bergerak-gerak setiap dia menarik nafas! Sepasang kakinya hanya merupakan
tulang-tulang menghitam dan hancur di beberapa bagian. Dia duduk
termiring-miring karena bagian dadanya tampak aneh seperti pernah putus lalu
disambung tetapi tidak pas betul sambungannya. Makhluk ini tidak memiliki
tangan sama sekali alias buntung!
Kedua daun telinganya
sumplung. Hidung gerumpung. Pipi hancur dan pada lehernya ada guratan luka
tertutup darah yang telah mengering. Mulutnya yang hancur membuat bibirnya
bergontai-gontai. Salah satu matanya melesak ke dalam. Mata yang lain hanya
merupakan lobang besar mengerikan. Yang paling angker ialah menancapnya
sebatang kayu di batok kepala orang ini, tepat di ubun-ubun! Seperti dituturkan
sebelumnya dalam Episode berjudul “Muslihat Cinta Iblis". batangan kayu
itu ditancapkan oleh Iblis Putih Ratu Pesolek sewaktu terjadi pertempuran antara
Wiro dengan orang di dalam lobang ini yang bukan lain ialah Makhluk Pembawa
Bala.
“Muka Bangkai! Apakah itu kau
yang datang?!” tiba -tiba makhluk mengerikan yang duduk di atas batu karang
tetapi manusia juga adanya! Suaranya keras tapi sember karena lehernya yang
robek.
Tubuh bungkuk yang berkelebat
dari arah utara melesat dan jejakkan ke dua kakinya di depan manusia angker
yang duduk bersila di atas batu karang. Lalu terdengar suara tawanya keras dan
panjang.
“Makhluk Pembawa Bala sobatku
bertubuh baja berhati besi! Aku gembira melihat kau tetap berada di sini! Itu
satu pertanda kesetiaan yang hebat luar biasa!” Orang tua bungkuk yang barusan
datang ternyata adalah Si Muka Bangkai alias Si Muka Mayat, guru Pangeran
Matahari!
Makhluk Pembawa Bala mendongak
ke langit hingga luka besar pada lehernya terkuak dan darah busuk mengalir
keluar. "Sobatku Si Muka Bangkai! Bukankah ada ujar-ujar mengatakan ada
ubi ada talas. Ada budi ada balas! Apa yang aku lakukan tidak lepas dari janji
yang kau ucapkan tempo hari!
“Sobatku kau tak perlu kawatir
Bagiku Si Muka Bangkai, janji yang diucapkan adalah titipan nyawaku padamu.
Kitab Putih Wasiat Dewa akan menjadi milikmu begitu muridku menamatkan riwayat
Pendekar 212!”
Aku percaya pada janjimu! Aku
percaya kata Makhluk Pembawa Bala pula. Sekarang aku ingin kau melakukan
sesuatu!”
“Hemmm….katakanlah!”
“Aku ingin kau mencabut
batangan kayu yang menancap dibatok kepalaku!”
Kakek bungkuk Si Muka Bangkai
tercekat sesaat. Mulutnya yang perot dipencongkan ke kiri. Dia mendongak ke
atas menyembunyikan seringai penuh arti. Dalam hati dia membatin “Makhluk
Pembawa Bala, aku tahu kalau kayu yang menancap di ubun-ubunmu itu tidak
dicabut, nyawamu hanya tinggal dua puluhan hari saja! Hik… hik! Siapa yang
ingin melihat kau hidup lebih lama! Pada hari sepuluh bulan sepuluh begitu
urusan di tempat ini selesai, aku tidak butuh dirimu lagi! Kau hanya tinggal
menunggu mampus!!”
“Muka Bangkai kau tuli atau
bisu hingga tidak melakukan permintaanku tadi!”
“Sobatku Makhluk Pembawa Bala.
Sebelum ke sini aku telah menemui seorang dukun besar di Nusa Kambangan Aku
mendapat keterangan dan dia bahwa saat sekarang hampir tidak mungkin untuk
mencabut kayu itu dan batok kepalamu…
“Tidak mungkin? Tidak mungkin
kenapa? Kalau aku punya tangan sudah dari dulu-dulu aku melakukannya! Perempuan
sundal berjuluk Iblis Putih Ratu Pesolek itu membuat buntung tanganku yang
tinggal satu hingga aku tidak bisa berbuat apa-apa! Tunggu saja! Aku akan
membunuhnya dengan cara sangat mengerikan! Aku akan sate tubuhnya dari
selangkangan sampai ke ubunubun!”
Makhluk Pembawa bala keluarkan
suara menggerendeng panjang endek.
“Menurut dukun besar itu jika
kayu dicabut sekarang maka otakmu akan ikut tertarik. Akibatnya mengerikan
sekali. Hanya satu di antara dua. Kau tetap hidup tapi kehilangan kewarasan
atau kau tetap hidup tapi sekujur badanmu lumpuh!”
Sosok tubuh Makhluk Pembawa
Bala nampak bergetar begitu mendengar keterangan Si Muka Bangkai. Lama mulutnya
yang hancur tak sanggup mengeluarkan suara. Setelah selang beberapa lama
akhirnya dia ajukan pertanyaan. “Lantas apakah kelak aku akan mampus
mengenaskan begitu saja?! Lebih baik kau bunuh aku saat ini juga Muka Bangkai!”
Si Muka Bangkai maju selangkah
dan pegang bahu Makhluk Pembawa Bala walau diam-diam dia merasa jijik. Lalu dia
berkata. “Sobatku tunjukkan hati besimu! Tunjukkan kesabaranmu yang seatos batu
karang! Kau masih punya harapan untuk hidup. Satu hari sebelum batas waktu
kematian dukun besar itu akan kubawa padamu. Karena menurutnya hanya pada saat itulah
kayu bisa dicabutdan nyawamu diselamatkan!”
Makhluk Pembawa Bala menarik
nafas panjang.
“Sobatku Makhluk Pembawa Bala,
selama kau mendekam disini apakah kau pernah melihat Iblis Pemabuk muncul
ditempat ini?” tanya Si Muka Bangkai. Yang ditanya menggeleng.“Ada apa kau
tanyakan setan alas satu itu? Kau jerih padanya heh…?!”
Si Muka Bangkai tertawa
panjang lalu menjawab. “Puluhan tahun hidup aku tidak pernah merasa takut pada
makhluk apapun! Hanya seorang pemabuk seperti dia siapa takutkan! Aku bertanya
karena dialah yang jadi biang kerok punya pekerjaan menyebar undangan untuk
pesta darah di teluk Penanjung Pangandaran ini! Dia tidak sadar darahnya juga
akan tertumpah disini!”
“Muka Bangkai, kau tahu Iblis
Pemabuk itu sebenarnya berada di pihak kita atau pihak musuh?”
“Tentu saja dipihak kita, Aku
akan mendatangkan beberapa gentong besar berisi minuman keras kesukaannya. Kita
akan jamu dia, lalu memperalatnya untuk menghadapi lawan. Dia boleh menenggak
minuman keras sampai perutnya ambrol lalu mampus!Ha…ha…ha!”
Dua orang di puncak bukit
karang itu tertawa gelak-gelak.
Makhluk Pembawa Bala hentikan
tawanya lalu berkata. “Muka Bangkai, sudah dua hari dua malam aku tidak tidur.
Aku ingin beristirahat memicingkan mata barang sejenak. Harap kau jangan mengganggu!”
Habis berkata begitu sosok
tubuh Makhluk Pembawa Bala merosot turun ke bawah. Ternyata dia masuk ke dalam
sebuah lobang batu. Jadi sejak tadi sebenarnya orang ini duduk di atas lobang!
Gerakannya turun berhenti pada saat tinggal kepalanya saja yang kelihatan.
Makhluk Pembawa Bala senderkan bagian belakang kepalanya ke pinggiran lobang
batu karang. Si Muka Bangkai tidak tahu apakah manusia ini telah memejamkan
mata dan tidur karena ke dua matanya hanya merupakan rongga-rongga mengerikan.
Kapak Maut Naga Geni 2126
SETELAH cukup lama menunggu
akhirnya abdi dalem berusia lanjut yang dinantikan muncul juga di pendopo yang
teduh itu.
“Anak muda harap maafkan kalau
kau menunggu cukup lama. Kelihatannya kau datang dari jauh. Apa yang bisa aku
lakukan untukmu?” Si abdi dalem menyapa ramah dan duduk bersila di hadapan
Wiro.
“Saya butuh beberapa
keterangan…"
“Menyangkut kerajaan atau
apa?"
“Sedikit menyangkut
kerajaan,”jawab Wiro
Orang tua it mengangguk.“Aku
akan menjawab sepanjang kemampuanku dan selama tidak menyangkut rahasia
kerajaan serta keluarga kerajaan.”
“Orang tua, apakah kau pernah
mengenal seorang Tumenggung bernama Sindu Winoto?”
“Tumenggung Sindu Winoto?
Hemm… Sindu Winoto…Sindu Winoto.." Abdi dalem itu menyebut nama tersebut
berulang-ulang. Akhirnya dia gelengkan kepala dan berkata.“Ada banyak sekali
Tumenggung baik diKeraton maupun yang ditugaskan di berbagai Kadipaten. Tapi
seingatku tidak ada yang bernama Sindu Winoto. Ada satu bernama Jarot
Winoyo"
"Yang saya cari Sindu
Winoto, Bukan Jarot Winoyo” kata Wiro pula.
“Tidak ada Tumenggung dengan
nama sepert itu.”
“Kau pasti tahu,orang tua?’
“Pasti sekali. Mengapa kau
tanyakan orang yang tidak pernah ada itu? Masih punya hubungan kerabat atau
sanak saudara dengan dia?”
Wiro tidak
menjawab.“Tumenggung itu mempunyai seorang putera bernama Handoko…”
“Ada seorang bernama Handoko
di Keraton. Bukan putera seorang Tumenggung. Tapi pelayan kepala membawahi
semua urusan di Kaputeran!".
Wiro terdiam.
“Kalau tidak ada lagi yang kau
tanya,aku terpaksa harus kembali ke tempat pekerjaanku." kata abdi dalem
tua itu.
“Tunggu. Ada satu pertanyaan
lagi. Putera sang Tumenggung dikabarkan ditemukan telah jadi mayat di hutan
Watuireng. Lehernya digorok hampir putus. Ini tentu merupakan satu peristiwa
besar. Apakah kau tahu atau pernah mendengar hal itu? Kejadiannya belum lama
berselang…
“Tidak…tidak pernah ada
kudengar kejadian seperti itu ” kata siabdi dalem pula.“Kalau memang ada tentu
telah terjadi kegegeran di Kotaraja ini.”
“Hanya itu yang ingin saya
tanyakan. Terima kasih atas waktumu, orang tua… Abdi dalem itu mengangguk lalu
berdiri dan meninggalkan pendopo dengan cepat.
Di tempat sepi di bawah pohon
Pendekar 212 duduk memikirkan dan menghubung-hubungkan semua keterangan dengan
kejadian-kejadian yang dialaminya akhir-akhir ini.
“Sebelum mati Raja Obat
Delapan Penjuru Angin memberi ahu bahwa pembunuhnya adalah gadis berpakaian
merah, bernama Andini alias Dewi Payung Tujuh! Gadis itu katanya menceritakan
tentang nasib perjodohannya dengan pemuda bernama Handoko yang ditemui mayatnya
di hutan Watuireng mati digorok! Handoko katanya putera seorang Tumenggung
bernama Sindu Winoto. Tapi setelah aku selidiki tidak ada Tumenggung bernama
Sindu Winoto. Tidak ada pemuda bernama Handoko dan juga tidak ada orang yang
ditemui mati di hutan Watuireng! Gila! Apa artinya semua ini?”Murid Sinto
Gendeng garuk-garuk kepala lu melanjutkan berpikir.“Puti Andini belum lama
datang di tanah Jawa ini. Mana mungkin dia menjalin hubungan cinta dengan
seorang pemuda bernama Handoko yang ternyata tidak pernah ada? Hemm Siapa pun
adanya orang yang mengaku bernama Andini itu pasti telah memalsu diri ..”Lama
murid Sinto Gendeng merenung.
“Mungkinkah saat itu dalam
keadaan meregang nyawa Raja Obat bicara tak karuan hingga memberikan keterangan
aneh yang sebenarnya tidak ada? Atau memang benar gadis bernama Andini itu yang
telah mencelakainya? Buktinya sebelum aku sempat menghukumnya dia melarikan
diri begitu saja! Hemmm… Atau mungkin ada gadis lain punya nama sama dengan Dewi
Payung Tujuh? Tidak bisa jadi! Andini yang aku kenal itu datang dari Pulau
Andalas memang membawa maksud tertentu. Dia menginginkan Kitab Putih Wasiat
Dewa! Itu sebabnya dia membunuh Raja Obat setelah mendapatkan keterangan
menyangkut diriku! Urusan gila ini benar-benar berbelit!" Wiro kembali
garukgaruk kepala Dia kini teringat pada gadis itu.
“Bidadari Angin
Timur,teka-teki apa yang kau berikan padaku? Kita bercinta… Kuberikan Kitab
Putih Wasiat Dewa padamu. Lalu kau menghilang begitu saja seolah ingin
melarikan kitab sakti itu untuk selama-lamanya. Lalu ketika kau tiba-tiba
muncul sikapmu aneh. Kau seolah tidak ingat lagi apa-apa yang telah kita
lakukan. Dia bahkan menampar mukaku! Bagaimana aku bisa mendapatkan petunjuk
bahwa memang gadis itu mempunyai saudara kembar? Lalu bagaimana aku bisa
memastikan yang mana Bidadari Angin Timur asli yang membawa kitab itu! Gila… oh
gila sekali! Hari sepuluh bulan sepuluh hanya tinggal sepuluh hari lagi!
Pangeran Matahari tentu sudah menyiapkan segala sesuatunya. Aku masih saja
sibuk dengan persoalan gila ini! Ah… aku benar-benar ingin menemui seseorang
yang bisa diajak bicara dan memberi petunjuk! Tapi siapa? Guruku entah berada
di mana. Kakek Segala Tahu terlalu sulit untuk dicari. Kalau saja…"
Tiba-tiba terdengar derap
suara kaki kuda mendatangi dari arah kiri. Dalam waktu bersamaan dari arah
kanan terdengar suara orang menyanyi tak karuan diseling tertawa ha-ha hi-hi.
“Aku punya firasat orang
berkuda disebelah kiri dan orang yang menyanyi dari arah kanan akan bertemu di
tempat ini. Sesuatu akan terjadi sini!”
Memikir sampai di situ Wiro
segera menyelinap di balik serumpunan semak belukar tinggi dan lebat.
Penunggang kuda muncul duluan.
Malah hentikan kudanya tak jauh dari semak belukar tempat Pendekar 212
bersembunyi. Sepasang mata murid Sinto Gendeng ini terbeliak besar ketika
melihat siapa adanya penunggang kuda itu. Seorang gadis berpakaian merah
berparas jelita tanpa riasan dan bukan lain adalah Dewi Payung Tujuh alias Puti
Andini!
Begitu melihat gadis ini Wiro
segera saja hendak melompat keluar dari balik semak belukar.“Pembunuh Raja Obat
penggantung Bidadari Angin Timur! Kali ini jangan harap bisa lolos dari
anganku!”kertaknya sambil kepalkan tangan. Baru saja Wiro hendak bergerak
tiba-tiba Dewi Payung Tujuh melompat turun dari kudanya. Setelah menurunkan
bungkusan binatang itu dihalaunya ke satu tempat. Lalu dengan cepat dia
menyelinap ke balik semak belukar di tempat mana murid Sinto Gendeng mendekam!
Sadar kalau di sampingnya ada
seorang lain Dewi Payung Tujuh perlahanlahan palingkan kepala. Gadis ini jatuh
terduduk dan beringsut mundur di tanah saking kagetnya ketika melihat siapa
yang ada di dekatnya. Pendekar 212 menyeringai.
“Sekalipun kau lari ke ujung
dunia, ternyata akhirnya kau datang juga menyerahkan diri untuk menerima
hukuman!”
“Pemuda sinting! Siapa bilang
aku mau menyerahkan diri!"
Wuttt….!
Kaki kanan Dewi Payung Tujuh
melesat ke arah kepala Pendekar 212. Kalau saja Wiro berlaku ayal dan terlambat
menyingkir pasti hidungnya akan remuk dan bibirnya akan pecah dihantam
tendangan keras itu. Begitu serangannya meleset Dewi Payung Tujuh cepat
bergulingan di tanah dan menyambar bungkusan yang tadi diturunkannya dari atas
kuda. Sesaat kemudian gadis ini telah tegak sambil memegang payung hitam
sementara dua payung lainnya hijau dan putih dilemparkannya ke udara langsung
mengembang mengapit dirinya satu di kiri satu di kanan.
Ketika Wiro bergerak
mendekatinya gadis ini membentak.
“Tetap di tempatmu! Tunggu
sampai aku menyelesaikan urusan dengan orang gila satunya itu!”
“Eh orang gila satunya siapa
yang dimaksudkan gadis ini?!”bertanya Wiro dalam hati.
Saat itu suara orang menyanyi
diseling tawa datang semakin dekat. Hanya tinggal beberapa langkah lagi dari
depan semak belukar, suara orang bernyanyi dan tertawa mendadak lenyap. Lalu
terdengar suara seruan.
“Tidak ada hujan tidak ada
panas terik! Mengapa ada dua payung mengapung di udara? Eh setankah yang
memegangi payung-payung itu hingga tidak terlihat ujudnya? Hik… hik… hik! Lucu
juga! Coba kuambil yang warna putih”
Wuttt!
Terdengar suara orang
berkelebat. Satu sosok tubuh muncul di atas rumpun semak belukar sambil
mengulurkan tangan untuk menyambar gagang payung putih. Pada saat itu juga Dewi
Payung Tujuh jentikkan tangannya dua kali berturut-turut. Payung putih menukik
lalu melesat ke depan. Ujung runcingnya menyambar ke arah kepala orang yang
barusan hendak mengambilnya. Payung ke dua yang berwarna hijau datang dari
samping laksana gerinda besar menyambar ke arah pinggang!
“Oo la la! Hik… hik! Siapa
yang berani mengajak bersenda gurau siang bolong begini?! Siapa yang hendak
menjebol batok kepalaku, memutus tubuhku?!
Orang yang mendapat serangan
dua payung keluarkan seruan. Di udara tubuhnya bergerak aneh tak karuan seolah
jungkir balik ditiup badai. Sesaat kemudian sosok yang jungkir balik itu
laksana batu jatuh dan masuk menyangsrang ke dalam semak belukar!
Payung hijau membabat ujung
semak belukar hingga putus mental laksana ditebas golok tajam. Payung putih
membalik dan melesat ke udara. Dewi Payung Tujuh begitu melihat serangannya
gagal segera menyergap dan tusukkan payung hitamnya yang telah lebih dulu
dikuncupkan.
“O la la! Apa lagi ini!”seru
orang yang menyangsrang di dalam semak belukar. Tangan kirinya diangkat
melindungi kepalanya yang hendak ditusuk, dengan satu gerakan aneh sementara
dua kakinya mencak-mencak tak karuan sedang dari mulutnya keluar suara tawa
ha-ha hi-hi!
Dewi Payung Tujuh merasakan
gerakannya menusuk tertahan. Dia kerahkan tenaga dalam. Tapi sia-sia. Payungnya
tak bisa bergerak sedikit pun! Malah tiba-tiba dia melihat satu tangan kurus
kering menyelinap di bawah payung.
Sebelum dia sempat berbuat
sesuatu tahu-tahu tangan kanannya yang memegang payung telah dicengkeram orang!
Puti Andini terpekik kaget!
Tiba-tiba tubuhnya terangkat
melayang ke atas. Sesaat kemudian melayang turun ke bawah sampai ke dua kakinya
menjejak tanah.
“Ha… ha! Sungguh sedap
berpayung-payung dengan gadis cantik jelita! Cucuku manis ayo kita menari
payung bersama-sama! Aku akan menyanyi sambil kita menari! Ha… ha…ha!”
Lalu terdengar suara orang
menyanyi membawakan lagu tak karuan. Puti Andini berusaha melepaskan diri tapi
dirinya laksana dibungkus satu kekuatan yang tak bisa dilawannya. Tangan
kanannya terpentang ke atas memegang gagang payung hitam. Lengan kanannya
sendiri dipegang orang. Lalu ada satu tangan merangkul pinggangnya. Sesaat
kemudian tubuhnya terdorong kian kemari. Dia seperti tidak menginjak tanah dan
mengikut saja ke mana tubuhnya didorong dan ditarik! Secara sadar dia mengikut
saja melakukan tarian aneh!
Dewi Payung Tujuh untuk
pertama kali palingkan kepala melihat siapa yang mengajaknya menari
gerabak-gerubuk secara aneh seperti itu. Begitu melihat paras orang maka
terpekiklah gadis ini!
Paras itu paras seorang kakek
yang bukan seperti paras manusia, lebih menyerupai tengkorak karena kulit yang
menutupi sekujur mukanya sangat tipis! Di atas pipi dan rongga mata yang sangat
cekung bersarang dua buah mata mendelik besar. Di atas muka tak berdaging itu
tumbuh rambut putih jarang. Orang ini memelihara kumis dan janggut putih dan
mengenakan pakaian serba putih.
Melihat si gadis menjerit
ketakutan orang itu lepaskan rangkulannya dan batuk-batuk beberapa kali. “Ah!
Kalau mengikuti kemauan rasanya ingin aku menari bersamamu sampai pagi cucuku!
Tapi umurku sudah sangat lanjut.
Badan rongsokan ini sudah
tidak mau lagi diajak berleha-leha! Ha… ha… ha…! Anak muda! Apakah kau mau
meneruskan tarian tadi bersama cucuku ini?! Menyesal kalau kau sampai menolak
menggandeng gadis secantik ini! Orang tua bermuka jerangkong itu melambaikan
tangannya ke arah Pendekar 212 Wiro Sableng!
Kapak Maut Naga Geni 2127
PENDEKAR 212 yang sejak tadi
menyaksikan apa yang terjadi di depannya dengan mata melotot tiba-tiba
berteriak keras.
“Guru!” Lalu dia melompat ke
hadapan si orang tua berpakaian putih dan membungkuk dalam.
“Anak tolol! Kusuruh kau
menari dengan gadis cantik cucuku itu kau malah berbasa-basi! Hilang sudah
kesempatanmu!”
“Tua bangka edan! Aku bukan
cucumu!” Puti Andini tiba-tiba berteriak tak kalah kerasnya.
“Oo la la!Bagaimana bisa jadi
tidak karuan begini?!”si orang tua berkata sambil tertawa dan usap-usap janggut
putihnya. Tubuhnya menghuyung kian kemari seperti ilalang ditiup angin.
“Aku Puti Andini, murid Sabai
Nan Rancak dari Gunung Singgalang! Guruku memberiugas untuk mencari dan
membunuhmu!”
“Gadis keji pembunuh Raja
Obat! Jangan kau berani kurang ajar di hadapan guruku!”bentak Wiro
“Oh! Jadi tua bangka gila ini
gurumu! Bagus! Biar kalian mampus satu kubur berdua!” teriak Dewi Payung Tujuh
lalu menyergap dengan tusukan payung hitam.
Si kakek palangkan tangan
kirinya yang kurus kering. Payung hitam melenceng ke kiri.
“Anak gadis! Mari kita bicara
dulu!”
“Siapa sudi bicara dengan
orang tua gila, Bicara saja nanti dengan malaikat maut!”
“Gadis bermulut kotor! Biar
kurobek mulutmu!’ teriak Wiro Gerakannya tertahan karena bahunya cepat dipegang
oleh orang tua di sebelahnya.
“Tak usah marah! Gadis ini
betul! Aku memang orang tua bangka gila! Itu sebabnya aku dipanggil orang Tua
Gila!Bukan begit Ha…ha…ha!”
“Sudah jangan banyak bicara
ngacok! Hadapi kematian dalam kegilaanmu!” kata Dewi Payung Tujuh pula. Dia
gerakan tangannya ke arah bungkusan miliknya yang ada di dekat semak belukar.
Sekali dia menggerakkan tangan, empat buah payung melesat keluar dari dalam
bungkusan itu. Enam buah payung kini mengembang di udara. Satu berada dalam
genggamannya. Wiro memperhatikan. Ternyata kini Puti Andini telah memiliki lagi
sebuah payung merah yang dulu pernah dihancurkannya.
“Payung bagus! Oo la la!
Payung bagus! Ada enam di udara. Satu di tangan! Siapa yang akan menyanyi kalau
aku menari”Orang tua yang kelihatannya berotak miring itu tertawa gelak-gelak.
Dia bukan lain adalah Tua Gila dari pulau Andalas yang dikenal dengan dua
julukan yaitu Pendekar Gila Patah Hati dan Iblis Gila Pencabut Jiwa!
Puti Andini membuat gerakan
berputar dengan tangan kirinya. Enam payung yang mengambang di udara melayang
berputar ke arah Tua Gila, mengeluarkan suara menderu deru. Payung-payung ini
bergerak bersusun turun tangga. Berarti ada enam bagian tubuh Tua Gila yang
akan menjadi sasarannya.
“Guru Tua Gila Awas!”teriak
Wiro memberi ingat.Tangan kanannya serta merta berubah putih menyilaukan tanda
dia siap melepas pukulan “Sinar Matahari”. Namun apa yang kemudian terjadi
sangat cepat. Orang tua berpakaian putih itu kelihatan terhuyung-huyung lalu
jatuh berdebam ke tanah. Kakinya melejang-lejang. Dua buah gagang payung kena
sambaran kakinya, mencelat ke udara. Seperti membal tubuh si orang tua kemudian
mencelat ke atas. Tangannya bergerak laksana kilat.
Settt… sett… sett… sett!
Empat buah payung
dilemparkannya tinggi-tinggi ke udara. Melayang bergabung dengan dua payung
lain yang ditendangnya sebelumnya. Apa yang diperbuat Tua Gila tidak cuma
sampai di sana. Sambil tertawa haha hi-hi dia jejakkan ke dua kakinya ke tanah.
Tubuhnya melesat laksana terbang melewati enam buah payung. Sambil
bernyanyi-nyanyi Tua Gila melayang turun. Dengan lincah sepasang kakinya
menjejak dari kepala payung satu ke kepala payung lainnya, terus menerus
berganti-ganti. Gerakan tubuhnya walau seperti menari tapi tak karuan. Gerabak
gerubuk terhuyung malah kadang-kadang seperti mau terjerembab jatuh atau
terperosok tertelentang!
“Hai! Astaga! Hari sudah
siang! Aku enak-enak saja menari! Urusanku masih banyak. Cukup bersenang-senang
sampai di sini. Aku kawatir ada payung yang rusak.Cucuku pastiakan marah!Ha
ha…ha!”
Tua Gila melayang turun Tapi
tidak turun begitu saja. Sambil turun tangannya kiri kanan bergerak masing-masing
tiga kali. Tahu-tahu enam payung sudah berada dalam pegangannya. Begitu sampai
di tanah enam payung itu dikuncupkannya. Lalu dia melangkah ke hadapan Dewi
Payung Tujuh.
“Terima kasih kau telah
meminjamkan payung-payung bagus ini! Silahkan ambil payungmu kembali!" Si
kakek ulurkan enam buah payung kepada si gadis. Puti Andini tegak dengan muka
merah padam. Dia tidak bergerak, apalagi mengulurkan tangan mengambil
payung-payung yang disodorkan. Hanya sepasang matanya yang bagus memandang
menyorot pada Tua Gila.
“Oo la la! Cucuku marah berat
padaku!’ seru si orang tua. Lalu dia melangkah ke arah Wiro “Kau saja yang
menyerahkan payung-payung ini padanya!” Habis berkata begitu enak saja Tua Gil
emparkan enam buah payung pada Wiro. Mau tak mau Pendekar 212 terpaksa
menyambuti. Setelah enam payung berada dalam pegangannya dia jadi bingung
sendiri. Bagaimana dia akan menyerahkan payung-payung itu pada Puti Andini yang
sudah dianggapnya sebagai musuh besar dan ingin sekali dihajarnya sampai mati?!
“Hai! Ada apa di antara kalian
sebenarnya?! Yang perempuan berdiam diri, muka asam cemberut merah padam. Yang
lelaki seolah-olah berubah jadi patung tolol!”
“Guru! Gadis itu telah
membunuh seorang tokoh rimba persil an sahabat dan penolongku. Dia juga hendak
membunuh seorang gadis sahabatku! Aku bermaksud menghukumnya sampai mati!”
“Sampai mati?! Oo la la!
Sungguh hebat kejadian di rimba persilatan akhirakhir ini! Semakin tua usia
dunia semakin banyak terjadi keanehan! Dan hanya manusia-manusia tolol saja
yang mau terseret ke dalam keanehan lalu mati dalam keanehan itu” kata Tua Gila
Orang tua itu lantas menuding ke arah Puti Andini. Gadis itu tadi bilang dia
ditugaskan gurunya untuk mencari dan membunuhku! Rupanya gurunya berteman
dengan malaikat maut. Kau sendiri barusan berkata hendak menghukumnya sampai
mati! Aku tidak tahu apa hubunganmu dengan malaikat maut. Tapi membunuh karena
alasan sepele sungguh perbuatan tidak terpuji!
Puti Andini keluarkan suara
mendengus keras hingga si orang tua berpaling ke arahnya. “Aku tahu riwayat
hidupmu orang tua! Kau pernah menghabisi nyawa manusia sampai tiga ratus orang!
Apa kau punya alasan tepat untuk membunuhi mereka?!”
Paras Tua Gila sesaat tampak
tercekat. Tunggu!” katanya seraya mendongak sementara tubuhnya kembali menghuyung
tak karuan. Dia memijat-mijat keningnya seolah tengah berpikir
keras.“Cucuku..".
“Aku bukan cucumu! Kau bukan
kakekku!” bentak Puti Andini.
“Bagaimanapun juga aku tetap
akan membunuhmu! Jangan mengira aku takut padamu setelah melihat kehebatanmu
memamerkan ilmu kepandaian menari di udara di atas payung-payungku!”
Tua Gila tertawa pendek lalu
geleng-gelengkan kepala.
“Gadis cantik kau dengar
baik-baik. Mengenai riwayatku kau tentu mendengar dari seseorang!"
“Guruku yang menceritakan!”
“Tidak salah dugaanku!” kata
Tua Gila pula. “Ketika peristiwa itu terjadi puluhan tahun silam, kau belum
lahir. Kau masih jadi angin! Hik… hik! Kau kemudian mendengar cerita dari
gurumu. Apakah dia mengatakan semuanya dengan jujur padamu?”
“Guruku tidak mungkin berdusta!”‘
“Aku tidak mengatakan gurumu
si Saban Nan Rancak dari Gunung Singgalang itu berdusta. Tapi aku yakin ada
kepentingan pribadi yang membuat dia menyisihkan mana yang baik buat dirinya
dan menimpakan mana yang buruk bagi orang lain! Urusanku dengan gurumu biar
kami yang tua-tua ini menyelesaikan sendiri.”
“Aku tidak akan kembali ke
Singgalang berhampa tangan!”jawab Puti Andini keras. Lalu berkelebat kirimkan
serangan ganas. Payung hitam disapukan ke udara hingga mengeluarkan angin deras
dan sinar redup hitam. Tangan kiri membuat gerakan mencengkeram, diarahkan ke
leher Tua Gila.
“Gadis laknat! Ambil
payungmu!” Pendekar 212 menerjang ke depan menyongsong serangan Puti Andini.
Enam buah payung yang sejak tadi dipegangnya dilemparkan ke arah si gadis. Lemparan
ini bukan lemparan biasa karena disertai tenaga dalam. Enam payung berubah
menjadi enam senjata maut yang melesat ke arah kepala dan bagian-bagian tubuh
Puti Andini! Si gadis kertakkan rahang. Dia melesat ke udara untuk menghindari
serangan payung miliknya sendiri. Dari udara payung hitam dilemparkannya ke
arah Wiro. Begitu melempar dia membuat gerakan jungkir balik. Tahu-tahu
tubuhnya menukik menyambar ke arah Tua Gila!
“Hebat! Luar biasa!” memuji
Tua Gila.
Sementara Wiro melompat
menghindari serangan payung hitam. Tua Gila miringkan badan ke samping.
Sambaran tangan si gadis lewat di samping telinga kirinya. Ketika dia hendak
mencekal tangan itu tiba-tiba kaki kanan lawan menghantam ke arah dadanya.
Bukkk!
“Guru!” teriak Wiro ketika
meli Tua Gila terlempar sampai dua tombak akibat tendangan keras yang
dilancarkan Puti Andini Tapi si orang tua sendiri hanya senyum-senyum. Dia
mengangkat tangan kirinya tinggi-tinggi memperlihatkan sesuatu.
Puti Andini keluarkan seruan
tertahan. Wiro melotot lalu menyeringai sambil garuk-garuk kepala. Di tangan
kiri Tua Gila saat itu ada kasut kaki kanan milik si gadis! Tua Gila dekatkan
matanya ke kasut yang dipegangnya seolah-olah meneliti.
“Untung tak ada bagian kasut
ini yang rusak. Kalau sampai rusak bagaimana aku menggantinya. Kasut seperti
ini tentu mahal sekali harganya!” Tua Gila tersenyum. Dia melangkah ke hadapan
Puti Andini yang tegak bergerak dengan muka merah padam. Jika orang tua itu
tadi mau mencelakainya pasti mudah saja baginya. Semudah dia mencabut kasut di
kaki kanannya tanpa dia merasakannya.
Di hadapan Puti Andini Tua
Gila membungkuk seraya berkata, “Harap maafkan tua bangka ini. Biar aku tolong
mengenakan kasut ini ke kakimu kembali!”
Entah marah entah sangat malu
Puti Andini melompat menjauhi Tua Gila. Dia mengumpulkan tujuh payungnya dengan
cepat lalu tanpa berkata apa-apa lagi dia berlari kencang meninggalkan tempat
itu. Di sudut matanya tampak genangan air mata!
Ketika si gadis melarikan
diri. Pendekar 212 hendak mengejar tapi lengannya cepat dipegang oleh Tua
Gila.“Tak perlu dikejar.Nanti kau akan bertemu juga dengan dia! Lebih baik kita
duduk-duduk dulu di sini. Berbincang-bincang.
Bertahun-tahun aku tidak
bertemu denganmu. Tentu banyak cerita yang bakal aku dengardarimu!”
“Tua Gila, apakah selama ini
kau baik-baik saja?”tanya Wiro
“Ya begitulah Banyak perubahan
terjadi di Pulau Andalas. Banyak perubahan terjadi pada diri tua ini. Semakin
lama aku merasa diri yang sudah rongsokan ini tidak ada harganya lagi.
Kadang-kadang aku berpikir mengapa aku tidak segera saja mati! Tapi malaikat
rupanya selalu kesasar datang mencari namun orang lain yang dicabutnya
nyawanya.Ha…ha…ha…”
“Tua Gila, aku perlu
memberitahu padamu walau tadi kau sudah mendengar. Gadis tadi bernama Puti
Andini. Dia juga dari Pulau Andalas…
“Aku sudah tahu siapa dia
adanya!”memotong Tua Gila
“Bagus kalau begitu Siapa pun
dia adanya dia adalah pembunuh sahabat dan tuan penolongku Raja Obat Delapan
Penjuru Angin. Dia juga yang hendak menggantung gadis yang kucintai."
Tua Gila batuk-batuk beberapa
kali.
“Itu berita hebat! Kau punya
gadis yang dicintai. Berarti punya kekasih. Punya kekasih berarti punya calon
istri! Apakah gurumu si Sinto Gendeng itu sudah kau beriahu?”
“Memang belum.Saatnya akan
tiba!.”
“Yang penting apakah gadis itu
mencintai dirimu?’ tanya Tua Gila seraya senyum-senyum.
“Dia mengaku mencintaiku.
Bahkan untuk membuktikan cintanya dia bersedia menyerahkan tubuhnya dan
kehormatannya!”
Tua Gila menyeringai. Lalu
keluarkan suara berdecak berulang kali. Saat itu hari telah larut petang.
Karena tempat itu ditumbuhi banyak pohonpohon rindang, keteduhan membuat
keadaan di situ lebih cepat menjadi gelap. Tanpa diketahui kedua orang yang
asyik bercakap-cakap itu sesosok tubuh mengendap-endap lalu mendekam di satu
tempat mendengarkan pembicaraan mereka.
Kapak Maut Naga Geni 2128
WIRO pandangi orang tua di
hadapannya. Lalu bertanya. “Kenapa kau menyeringai Tua Gila Seperti kau
menganggap cinta it satu ketololan?!”
Tua Gila tertawa mengekeh. Dia
menepuk nyamuk yang lewat di depan hidungnya. “Cinta tidak tolol. Cinta sesuatu
yang suci jika saja manusia mau berlaku jujur. Justru para manusia yang katanya
berotak dan lebih tinggi derajatnya dari binatang itulah yang berlaku tolol!”
“Kau menyindirku!”kata Wiro sambil
menggaruk kepala.
“Tidak, tidak menyindir.Tapi
sekedar untuk membuat matamu terbuka dan otakmu bekerja”
“Heh,apa maksudmu sebenarnya,
Guru?!”
“Kau dengar baik-baik apa yang
aku ucapkan! Katamu gadis yang kau cintai itu menyatakan cintanya dengan bersedia
menyerahkan tubuh serta kehormatannya padamu! Hal seperti ini tidak akan
ditemui dalam dunia percintaan yang wajar. Muridku! Tidak ada seorang gadis
akan mau mengeluarkan ucapan seperti itu bagaimanapun dia mencintai seorang
pemuda.Kecuali. .”
“Kecuali apa?!’tanya Wiro
ketika Tua Gila memutus ucapannya.
“Kecuali ada sesuatu di luar
wajar dibalik semua itu. Muridku, jika kau tidak keberatan harap kau
menceritakan secara jelas apa saja yang sebenarnya telah terjadi.”
“Kalau begitu maumu, baiklah Tua
Gila” Lalu Pendekar212 menceritakan kisah panjang sejak terbunuhnya Raja Obat
Delapan Penjuru Angin, ditemuinya Bidadari Angin Timur yang hampir menemui ajal
digantung kaki ke atas kepala ke bawah. Lalu lenyapnya Bidadari Angin Timur
bersama Kitab Putih Wasiat Dewa, disusul pertempuran dengan Dewi Payung Tujuh
di halaman rumah makan dan ditutup dengan pertemuan terakhir kali dengan
Bidadari Angin Timur yang dirasakan sangat aneh oleh Wiro.
Mendengar cerita Wiro, Tua
Gila geleng-geleng kepala. “Puluhan tahun hidup di dunia baru sekali ini aku
mendengar cerita begini hebat! Tapi anak muda, jika aku boleh mengeluarkan
pendapat maka terus terang aku katakan siapa pun gadis binal yang membunuh Raja
Obat, dia bukanlah Puti Andini alias Dewi Payung Tujuh!”
“Tua Gila! Kau membela gadis
jahanam itu!” kata Wiro dengan suara keras.
“Aku tidak membela siapa pun
karena tidak ada untungnya bagiku! Tapi coba kau pikir dalam-dalam. Kau bakal
melihat keanehan dan kejanggalan. Mungkin benar ada dua Bidadari Angin Timur, yang
satu jahat yang satu baik. Entah yang mana Bidadari yang kau cintai itu. Tapi
mungkin pula cuma ada satu saja dan menjalankan peran ganda. Sekarang
tergantung pada kepandaianmu menyelidik!”
Wiro menarik nafas panjang dan
menggaruk kepala berulang kali.
“Kau masih hendak membunuh
gadis dari Pulau Andalas itu” tanya Tua Gila.
Lama baru Wiro menjawab.
“Kedatangannya ke tanah Jawa ini jelas hendak mendapatkan Kitab Putih Wasiat
Dewa dan membunuhku!".
“Tunggu dulu anak muda! Hal
yang satu itu jangan kau sangkut pautkan dengan kematian Raja Obat serta
penggantungan kekasihmu. Itu adalah dua halyang berbeda."
“Ah.semakin bingung aku
jadinya!" kata Pendekar212 pula.
“Kalau begitu biar kita
alihkan pembicaraan pada hal lain. Aku ingin bertanya. Di luar tersebar kabar
akan terjadi satu peristiwa besar di Pengandaran pada hari sepuluh bulan
sepuluh! Tolong kau jelaskan kegilaan apa yang hendak dibuat orang-orang rimba
persilan kali ini!”
“Aku sendiri mendapat undangan
datang ke sana dari Iblis Pemabuk."
“Maksudmu si Dewa Tuak tua
bangka geblek yang hendak menjodohkan muridnya denganmu?”tanya Tua Gila lalu
tertawa mengekeh.
Wiro menyengir. “Rupanya
urusan itu sampai juga ke telingamu! Iblis Pemabuk tidak sama dengan Dewa Tuak.
Dia seorang sakti aneh yang membunuh manusia semudah dia mengedipkan mata. Aku
sendiri hampir jadi korbannya!”
“Hemmm… Mendengar keteranganmu
rupanya semakin banyak orang-orang saktiyang ti aku kenal bermunculan dirimba
persilan…
“Di tengah semua kejadian itu
aku paling bernasib jelek. Dua senjataku Kapak Naga Geni 212 dan batu hitam
pasangannya lenyap dirampas kawanan Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan.
Senjata-senjata itu diserahkannya pada Pangeran Matahari!
“Kau menyebut nama itu! kata
Tua Gila setengah berteiak. “Aku berani bertaruh mengentuti hidung
masing-masing! Pangeran keparat itu racun yang menjadi biang kerok semua ini!
Berarti… lalu ada yang mengatur pertemuan kau dengan dia di Pangandaran! Ada
yang benar-benar menginginkan kematian Pangeran Matahari, tapi ada yang berusaha
mencari untung… Kegegeran besar akan berlangsung disana!”
“Kau mungkin benar Tua Gila..”
“Hari sepuluh bulan sepuluh
tidak berapa lama lagi. Apakah kau sudah bersiap-siap Wiro?”
“Itulah yang aku khawatirkan.
Pikiranku banyak tersita pada apa yang terjadi belakangan ini. Dua senjata
sakti andalanku tak ada di tanganku. Kitab Wasiat Dewa lenyap begitu saja. Lalu
Pangeran Matahari telah menguasai Kitab Wasiat Iblis…
“Tugasmu berat amat.Muridku!
Kalau saja nyawamu ada tiga aku tak akan ikut-ikutan bingung." kata Tua
Gila dengan nada sedih tapi lantas dia tertawa mengekeh membuat Pendekar 212
jadi jengkel.
“Tiga Bayangan Setan akan
menjadi salah satu musuh berat bagiku” kata Wiro."Dia memiliki ilmu iblis
yang membuatnya tidak bisa dikalahkan, tidak bisa mati! Iblis Pemabuk pernah
mengatakan padaku kelemahan manusia itu. Tapi aku tak bisa memecahkan
petunjuknya!’
“Apa yang dikatakannya
padamu?”tanya Tua Gila pula.
“Tepat tengah hari bolong.
Pilih yang ditengah.”
“Dasar Iblis Pemabuk!
Memberitahu pun tidak karuan!” menggerutu Tua Gila. “Sulit aku memecahkan arti
unjuknya itu. Mungkin aku harus mabuk dulu baru bisa menerka… Tapi! menurut
keteranganmu dia memiliki ilmu hitam aneh. Tiga makhluk jejadian berbentuk
raksasa keluar dari kepalanya dan.." Ucapan Tua Gila terputus ketika
tiba-tiba dia melihat sesosok bayangan berkelebat di kegelapan.
“Ada orang mencuri dengar
semua pembicaraan kita” seru si orang tua.
Serta merta dia melompat ke
arah kegelapan. Wiro mengikuti.
"Sial!” gerutu Tua Gila.
Dia berhasil melarikan diri! Sosoknya seperti sosok perempuan! Wiro mendongak
lalu menghirup udara berulang kali.
“Kulihat kau seperti babi
bunting yang mau beranak!” kata Tua Gila lalu tertawa mengekeh.“Apa yang tengah
kau lakukan?”
“Aku berusaha membaui. Kalau
Bidadari Angin Timur yang muncul biasanya harum tubuh dan pakaiannya masih
tertinggal beberapa lama!"..
“Lalu apa kau mencium bau
harum itu?" Wiro menggeleng.
“Berarti bukan bidadarimu
itu!” ujar Tua Gila. Dia memandang berkeliling.
“Astaga!Ternyata malam sudah
tiba, Aku harus meninggalkanmu Muridku".
“Tua Gila, Tunggu dulu!”
panggil Wiro.
Tapi sang guru sudah lenyap
dalam kegelapan malam. (Mengenai Tua Gila harap baca serial Wiro Sableng
berjudul Banjir Darah diTambun Tulang”).
Pendekar 212 dudukkan diri di
bekas Tua Gila tadi duduk. Saat itu baru disadarinya betapa letihnya sekujur
tubuhnya. Dia berusaha mengatur jalan nafas dan peredaran darah namun tidak
mampu memusatkan pikiran. Wajah Bidadari Angin Timur muncul silih berganti
dengan paras Dewi Payung Tujuh. Siapa di antara kedua gadis itu yang bisa
dipercayanya?
“Puti Andini jelas tak bisa
kupercaya. Dia datang membawa tugas untuk membunuhku! Tapi Bidadari Angin Timur
sendiri setelah mendapatkan Kitab Putih Wasiat Dewa mengapa bersikap aneh terhadapku?!
Sampai-sampai aku ditamparnya! Sialan betul!” Wiro bangkit berdiri. Saat itu
terbayang pula paras Ratu Duyung di pelupuk mata Wiro.
“Bagaimana keadaan gadis itu?
Kasihan kalau dia tidak sampai mendapatkan jalan keluar penyembuhan atas
kutukan yang dialaminya… Kalau saja dia ada di sini mungkin banyak petunjuk
yang bisa kudapatkan. Mungkinkah dari sini aku dapat melihatnya!"..
Pendekar 212 lantas salurkan
tenaga dalamnya ke mata. Lalu dia berdiri menghadap ke arah pantai selatan. Ke
dua matanya dikedipkan dua kali. Dia kini mengerahkan ilmu melihat jauh yang
disebut “Menembus Pandang” yang didapatnya dari Ratu Duyung. “Ratu, perlihatkan
dirimu.” Dalam hati Wiro membatin. Mula-mula hanya kegelapan yang terlihat.
Lalu samar-samar muncul bentangan laut luas.
“Ratu Duyung.." bisik
Pendekar212. Dadanya berdebar ketika tiba-tiba dia melihat sosok tubuh seorang
perempuan berjalan membelakanginya. Di kepalanya ada sebuah mahkota biru.
Pakaiannya terbuat dari untaian manik-manik berkilauan.
“Aku berhasil melihatnya. Dia
melangkah memasuki sebuah ruangan. Aku pernah berada di ruangan itu. Dia keluar
dari ruangan… memasuki sebuah lorong. Ah, sayang aku tidak dapat melihat
wajahnya. Di ujung lorong ada satu ruangan aneh… berbentuk bundar. Di tengah ruangan…
apa itu. Satu benda setinggi manusia tertutup selubung kain… Ratu Duyung
menarik kain penutup. Eh…! Astaga… Aku melihat diriku berdiri di tengah ruangan
bundar itu Bukan… bukan diriku. Tapi sebuah patung. Ratu Duyung memeluki patung
diri ..Aku…
Perlahan-lahan Ratu Duyung
letakkan kepalanya di dada patung. Tangannya merangkul ke punggung patung.
Ketika kepalanya digeserkan ke samping kanan Wiro dapat melihat sebagian paras
sang Ratu. Ada air mata menggelinding jatuh ke pipinya yang licin. Wiro merasakan
tenggorokannya seperti tersekat. Kepalanya mendenyut. Bayangan ruangan bundar,
Ratu Duyung dan patung dirinya lenyap dengan seketika.
“Patung itu..” kata Wiro dalam
hati.Waktu aku di sana tak pernah aku melihat. Berarti sengaja disembunyikan.
Sejak kapan diriku dalam bentuk patung berada di tempat itu? Ah anehnya dunia
ini!” Wiro bangkit berdiri Dengan pikiran dibuncah oleh berbagai hal dia
tinggalkan tempat itu.
Kapak Maut Naga Geni 2129
DELAPAN bayangan merah
berkelebat laksana topan menuju danau Karang pucung yang terletak di tengah
rimba belantara sunyi sepi. Di tengah danau yang cukup luas itu terlihat satu
bangunan bambu bertingkat dua. Antara tepi danau dengan bangunan bambu sama
sekali tidak ada jembatan penghubung. Juga tidak kelihatan perahu atau getak di
sekitar situ. Yang tampak hanya potongan-potongan bambu menyembul setinggi dua
jengkal di atas permukaan air danau yang tenang. Potongan bambu ini ditancap ke
dasar danau demikian rupa berjarak satu tombak satu dengan lainnya, membentuk garis-garis
patah, mulai dari salah satu tepi danau sampai ke hadapan bangunan bambu.
Delapan bayangan tadi yang
ternyata memiliki keringanan luar biasa, menjejakkan kaki dari satu ujung bambu
ke ujung bambu berikutnya hingga akhirnya sampai di serambi bawah rumah bambu.
Serambi itu tidak seberapa besar. Namun diberati oleh delapan sosok tubuh
tinggi besar berjubah merah darah sedikit pun tidak bergerak apalagi miring.
Delapan manusia ini memiliki kepala botak plontos bercat kuning. Masing-masing
kepala dihias dengan satu angka, mulai dari angka 1 sampai angka 8. Luar
biasanya delapan orang berjubah dan botak ini memiliki wajah mirip satu dengan
lainnya. Mereka inilah yang dijuluki Delapan Tokoh Kembar. Selama beberapa
tahun mereka malang melintang d kawasan timur mencari pengalaman sambil
menambah ilmu. Kini mereka muncul di barat setelah mendengar banyak hal-hal
menarik dalam rimba persilatan di kawasan ini.
Orang yang kepalanya berangka
1 begitu menjejakkan kaki di lantai bambu memberi tanda pada tujuh kawannya
yang menyusul satu persatu.
“Jauh-jauh kita datang ke
sini, ternyata kita sudah kedahuluan orang" kata si nomor1.
“Ada tamu tak diundang
menyusup ke tempat kediaman kita”
Si botak bernomor 4 memandang
berkeliling. “Aku sudah punya firasat sejak berada ditepian danau tadi. Kita
harus menggeledah seluruh bangunan ini!”
“Mengapa susah-susah
menggeledah segala!” kata orang si botak nomor 3.
“Mari kita bermain
jingrak-jingkrakan. Ingat waktu kita masih kanak-kanak dulu bermain diatas
rakit dimuara Kali Jatiroyo?!”
“Kau betul! Mari kita mulai
saja!" menjawab sibotak nomor 8 yakni Delapan Tokoh Kembar paling bungsu.
Delapan orang berjubah angkat
tangan mereka ke atas lurus-lurus. Kepala didongakkan. Lalu serentak mereka
meniup. Terjadilah satu hal yang hebat. Angin tiupan mereka menggemuruh laksana
puting beliung. Langit di atas danau seperti terbongkar. Bangunan bambu
bergoncang keras tetapi anehnya tidak ambruk
“Mulai!” Si Botak nomor 1
berteriak memberi aba-aba!.
Delapan pasang kaki di balik
jubah merah darah melesat setengah tombak ke atas lalu turun lagi menjejak
lantai bambu. Demikian terus berulang ulang hingga bangunan bambu bertingkat
itu sebentar oleng ke kiri, sebentar oleng kekanan seolah, mau roboh dan amblas
ke dalam danau! Di lain saat bangunan berputar keras hingga air danau
bergejolak bergelombang keras. Sambil melompat Delapan Tokoh Kembar ini terus
saja meniup.
“Meroboh Langit Membuncah
Bumi!” teriak Delapan Tokoh Kembar nomor 1 menyebut nama jurus yang mereka
lakukan. Tujuh saudaranya menyambut dengan teriakan keras lalu kembali meniup
dan terus berjingkrak-jingkrak. Bangunan bambu berderak-derak. Gelombang air
danau semakin membuncah.
“Sambil menyelam minum air!
Ha… ha…! Mencari penyusup memunggah ikan! Lihat kita kejatuhan rezeki!” Si
botak nomor 6 berseru sambil menunjuk ke seputar air danau. Saat itu di
permukaan air danau kelihatan mengambang puluhan ikan besar
menggelepar-gelepar. Akibat perbuatan Delapan Tokoh Kembar yang seolah
membuncah air danau, ikan-ikan yang ada di danau itu menjadi mabuk, naik ke
atas air dalam keadaan setengah mati setengah hidup.
“Saudara saudaraku!” tiba-tiba
si bungsu nomor 8 berseru. “Tamu gelap kita sudah ikut mabok! Lihat dia
melayang turun dari bangunan sebelah atas. Aduh harumnya… !”
Delapan pasang mata ditujukan
ke bangunan bambu sebelah atas. Dari sebuah jendela yang terbuka tampak
melayang turun sosok perempuan berambut pirang, berpakaian biru tipis. Angin
kencang menebar bau harum yang keluar dari tubuh dan pakaiannya.
“Amboi! Tamu gelap kita
ternyata seorang bidadari!" teriak sibotak nomor 1.
“Pakaiannya tipis sekali! Aku
dapat melihat setiap lekukan tubuhnya!”seru si botak nomor 7.
Sosok yang melayang itu begitu
menjejakkan kaki di lantai bambu segera saja dikurung oleh delapan lelaki botak
berjubah merah. Karena bangunan itu tidak seberapa besar maka yang terkurung
dan mengurung hanya terpisah beberapa jengkal saja! Delapan pasang mata
membeliak menyaksikan wajah seorang gadis cantik jelita mengenakan pakaian
tipis biru tembus pandang. Delapan Tokoh Kembar berdiri dengan rangkapkan
tangan di muka dada, memandang tak berkesip.
Sementara gadis baju biru itu
sesaat tampak tegak dalam keadaan masih menghuyung pertanda jurus “Meroboh
Langit Membuncah Bumi” yang dimainkan oleh Delapan Tokoh Kembar tadi masih
mempengaruhinya. Itulah yang menyebabkan dia tidak dapat bertahan lebih lama di
bangunan sebelah atas dan terpaksa turun ke bawah.
“Kali semua dengar!” si gadis
tiba-tiba berkata sambil rapikan rambutnya yang pirang.
“Jangan salah sangka! Aku
bukan tamu gelap!’.
“Ah! Bagus!” Tokoh Kembar
nomor 2 menyahuti. Kalau begitu siapa dirimu! Harap beri tahu nama!”
“Aku datang dengan maksud
bersahabat. Mengenai namaku kau boleh saja menyebut diri Bidadari. Apa kau rasa
itu cukup cocok!" Sambil bertanya gadis berbaju biru itu menarik nafas
panjang hingga dadanya yang montok membusung. Apa lagi saat itu bagian atas
pakaiannya agak tersingkap hingga semua mata dapat melihat satu pemandangan
mencolok yang mendebarkan.
“Cocok! Kau sangat cocok!”
berkata si nomor 2.
“Bidadari berambut pirang!
Kami ingin tahu maksud kedatanganmu, masuk ke bangunan ini tanpa setahu dan
izin kami!” Tokoh Kembar nomor 5 ajukan pertanyaan.
Gadis berpakaian biru
lemparkan senyum manis. Lidahnya dijulurkan sedikit untuk membasahi bibirnya.
Delapan Tokoh Kembar jadi semakin kelangsangan dan beberapa di antara mereka
jadi usap-usap kepala masing-masing.
“Aku datang kemari membawa
pesan bersahabat dari Pangeran Matahari!"
“Astaga! Jadi kau orangnya
Pangeran yang terkenal itu. Hemmm.." Tokoh Kembar nomor 3 geleng-geleng
kepala.
Si botak nomor 1 segera
membuka mulut. Selama ini kami tidak pernah berhubungan dengan Pangeran
Matahari! Kami tidak menganggapnya sebagai teman juga tidak sebagai musuh. Coba
kau katakan apa pesan Pangeranmu itu”
“Kalian sudah mendengar
tentang Kitab Wasiat Iblis?”
Delapan kepala botak sama
mengangguk.
“Kitab maha sakti itu kini
berada di tangan Pangeran Matahari. Ini berarti bahwa sudah ada kepastian bahwa
dia akan menjadi raja diraja dunia persilatan!”
Delapan Tokoh Kembar tertawa
lalu mendongak dan sama meniup ke atas. Suara menggemuruh merobek danau
Karangpucung Air danau bergelombang.
“Kalian pernah mendengar satu
senjata mustika luar biasa bernama Kapak MautNaga Geni212?!” tanya si gadis.
“Itu senjata sakti milik
Pendekar 212 dari Gunung Gede!” menyahuti si botak nomor 3.
“Sekarang tidak lagi! Senjata
itu sudah jatuh ke tangan Pangeran Matahari!”
“Uuuuhhh….!” Delapan kepala
kembali mendongak dan delapan mulut kembali meniup. Suara bergemuruh kembali
menggelagari seantero danau.
“Apa kalian juga sudah
mendengar tentang satu kitab sakti lain bernama Kitab Putih Wasiat Dewa?”
“Justru kami jauh-jauh datang
dari timur karena tertarik dengan kitab sakti itu…” jawab Tokoh Kembar nomor 1.
“Kitab itu akan menjadi milik
kalian!” kata si gadis baju biru.
“Uhhh….!Apa?!” Delapan mulut
bergumam dan bertanya berbarengan.
“Dengar, pada hari sepuluh
bulan sepuluh akan ada satu peristiwa menggegerkan di Pangandaran. Pangeran
Matahari akan menghabisi tokoh tokoh golongan putih dipimpin oleh Pendekar 212.
Pangeran merasa kurang berkenan jika kalian tidak diberitahu dan tidak diminta
bantuannya".
“Ah,Pangeran segala cerdik
segala licik itu hendak memperalat kita” kata si bungsu nomor 8.
“Jangan salah menduga!”gadis
baju bir cepat memotong
.“Jasa kali tidak akan
dilupakan. Kalian akan mendapat kedudukan sangat tinggi begitu Pangeran
Matahari berkuasa".
“Kami tidak ingin jabatan
setinggi apa pun. Kami lebih suka malang melintang ke mana kami senang..".
“Itu bisa diatur.."
“Tidak! Bukan Pangeranmu yang
mengatur, tapi kami Delapan Tokoh Kembar!” tukas Tokoh Kembar nomor1.
“Kalian tidak usah kawatir.
Kalau kalian tidak suka jabatan tinggi masih ada imbalan lain yang dijanjikan
Pangeran Matahari untuk kalian!.”
“Hemmm…apa?” tanya si nomor 1.
“Diriku” jawab si gadis baju
biru seraya merapikan rambut pirangnya dan mengangkat bagian bawah pakaiannya
hingga kakinya yang putih tersingkap sampai di atas lutut.
Delapan pasang mata membeliak
menyaksikan kaki putih mulus bagus itu.
“Delapan Tokoh Kembar, selesai
urusan besar diPangandaran kali bisa memiliki diriku sampai kali bosan!”
Delapan Tokoh Kembar saling
pandang satu sama lain. Beberapa di antara mereka usap-usap kepala botak mereka
yang berwarna kuning. Lalu tampak mereka berbisik-bisik.
Sigadis maklum kalau jeratnya
mulai mengena. Maka dia pun berseru. “Hai! Apa yang kalian bisikkan?! Apa
wajahku kurang cantik dan tubuhku tidak menarik” Habis berkata begitu si gadis
angkat lagi pakaiannya lebih tinggi dengan tangan kiri sementara tangan kanan
dipakai untuk mengusap-usap perutnya.
Delapan pasang mata Delapan
Tokoh Kembar seperti silau melihat paha yang tersembul putih hampir sampai ke
pangkal! Gerakan mengusap perut yang diperagakan si gadis membakar nafsu
mereka!
Tenggorokan Delapan Tokoh
Kembar nomor1 turun naik.
“Baik! Kami terima tawaran
Pangeran Matahari. Tapi kami inginkan dirimu sekarang juga!"
"Tidak setelah urusan
selesai!”
“Kalian boleh tidak percaya
pada Pangeran Matahari. Tapi aku tidak berdusta akan menyerahkan diriku untuk
kalian! Aku belum pernah melihat delapan orang gagah seperti kalian Aku belum
pernah merasakan…"
Tokoh Kembar nomor 4 tiba-tiba
melompat ke depan hendak merangkul si gadis penuh nafsu.
“Kalau kalian berlaku kurang
ajar terpaksa aku meninggalkan tempat ini! Kalian akan menyesal dan kecewa
besar!” kata sigadis seraya angkat tangan kirinya dan mendorong ke depan.
Gerakan Tokoh Kembar nomor 4 tertahan.
Tubuhnya laksana didorong oleh
satu tembok kokoh hingga ke dua kakinya bergetar ketika berusaha bertahan.
Walau berhasil menolak niat keji orang namun diam-diam gadis berbaju biru itu
merasa ngeri. Kalau semua lelaki botak di sekelilingnya tidak dapat
mengendalikan nafsunya, celakalah dirinya.
“Baik!” tokoh nomor1 kembali
membuka suara.
“Kami percaya pada janjimu.
Tapi untuk meyakinkan kami terpaksa memintamu menelan sesuatu!”
“Menelan apa?!”tanya sigadis.
Dadanya mendadak berdebar.
“Obat. Obat ini baru bekerja
dua hari setelah hari sepuluh bulan sepuluh. Jika kau mendustai kami kau akan
menemui ajal! Tapi kalau tidak kami akan memberikan penangkalnya!”
Tengkuk gadis berbaju biru
menjadi dingin mendengar ucapan Tokoh Kembar nomor 1 itu.
“Bidadari! Mengapa kau
terdiam?!” sibungsu nomor 8 bertanya.“Jika kau tidak menerima aturan kami
berarti memang kau datang ke sini dengan maksud licik!”
“Kalau begitu biar tubuhnya
kita pesiangi sekarang juga!” kata sibotak nomor 2 seraya maju mendekati si
gadis.
Gadis yang terkurung di
tengah-tengah sunggingkan senyum lebar.
"Tadi sudah kubilang aku
suka kalian… Kalian tuan rumah di sini. Aku harus menerima aturan yang kalian
buat. Mana obat itu?”
Baru saja si gadis bertanya si
botak nomor 1 jentikkan jari-jari tangan kanannya. Sebuah benda hitam seujung
jari kelingking melesat. Sebelum gadis itu sempat mengelak benda itu telah
masuk ke dalam mulutnya langsung tertelan!
“Nah urusan pertama sudah
selesai! Sekarang katakan ke mana kami harus mengikutimu?” bertanya Tokoh
Kembar nomor 1.
“Pengandaran cukup jauh dari
sini. Hari sepuluh bulan sepuluh hanya tinggal beberapa hari saja.Sebaiknya
kita segera menuju ke sana,” menjawab gadis baju biru.
“Bagus, kalau begitu aku akan
jalan duluan Kau berikutnya dan saudara saudaraku menyusul dibelakang!”
“Tunggu…!" kata si gadis.
Delapan Tokoh Kembar yang siap berkelebat urungkan gerakan mereka.
“Ada apa?” tanya sinomor satu
dengan pandangan mata menyelidik.
“Saat ini kepalaku masih
pusing akibat jurus Meroboh Langit Membuncah Bumi yang kalian mainkan tadi!
Kalau boleh aku minta tolong, harap ada seseorang yang menolong menggendongku
membawa ke seberang.."
Delapan Tokoh Silat serentak
sama-sama maju berebut rejeki. Si gadis memandang berkeliling sambil tersenyum.
“Aku memilih saudara kalian
yang nomor 4!” katanya.
Si botak nomor 4 tertawa
bergelak sambil acung-acungkan tangan kanannya. Tujuh saudaranya tampak kecewa.
Si gadis langsung saja sandarkan dirinya ke dada si nomor 4. Tidak tunggu lebih
lama lelaki ini segera menggendong gadis cantik jelita yang harum tubuhnya
menimbulkan rangsangan. Si gadis sebenarnya hanya berpura-pura. Sejak tadi dia
tahu di antara Delapan Tokoh Kembar itu, yang nomor empat adalah yang paling
bernafsu terhadap dirinya.
Selagi berada dalam gendongan
dan si nomor 4 itu melompat dari satu ujung bambu ke ujung lainnya gadis
berbaju biru berbisik. “Kau tahu, kau adalah yang paling gagah dan kekar di
antara saudara-saudaramu. Jika ada kesempatan aku ingin berdua-duaan saja
denganmu…"
Si botak berangka 4 ini
menyeringai. Cuping hidungnya langsung mengembang dan darahnya, menjadi panas.
"Jangan khawatir, aku akan mencari kesempatan.."
“Ah, bahagia sekali rasanya
membayangkan berdua-dua denganmu. Aku suka lelaki gagah dan kuat sepertimu. Kau
pasti sanggup bercumbu berlama lama".
“Apa maumu akan kuturuti. Kau
mau kucumbu, satu hari satu malam tidak ada masalah. Sampai tiga hari tiga
malam pun akan kulayani” jawab si nomor 4. Lalu tangan kirinya bergerak
mengelus bagian belakang tubuh si gadis.
“Ah,aku benar-benar bahagia
menemui seorang lelaki jantan sepertimu. Namun aku punya satu syarat.."
kata si gadis sambil balas membelai tengkuk si nomor 4 ini. "
"Sebutkan saja apa yang
harus kulakukan. Kukira malam ini kita bisa memisahkan diri dengan mereka…”
“Berikan padaku obat penangkal
racun yang tadi dimasukkan kakakmu ke dalam mulutku…"
“Ah, itu” suara si nomor 4
setengah mengeluh. Aku tidak punya obat penangkal itu. Yang memiliki hanya
kakak sulungku si nomor 1 itu"
“Aku tahu. Tapi kau pasti
mampu mencurinya!” tekan si gadis seraya kembali mengusap tengkuk si botak nomor
4 itu.
Kepala kuning si nomor 4
menggeleng. “Tidak mungkin,” katanya. “Kakakku menyimpan obat penangkal itu di
dalam mulutnya. Ditempelkan ke langit-langit diatas lidahnya…
“Jahanam!” maki gadis baju
biru.
"Sayang sekali kalau
begitu, ternyata kau tidak sejantan yang aku duga. Lepaskan diriku! Aku sanggup
berjalan sendiri.”
Gadis baju biru lepaskan
dirinya dari dukungan si nomor 4. Tubuhnya melesat ke udara dan sesaat kemudian
tampak dia berada di belakang Tokoh Kembar nomor 3, melompat dari ujung bambu
satu ke ujung bambu lainnya, berkelebat menuju ke tepi danau.
Kapak Maut Naga Geni 21210
HARI delapan bulan sepuluh,
Makhluk Pembawa Bala masih mendekam di dalam lobang batu. Tak jauh dari lobang
batu Si Muka Bangkai alias Si Muka Mayat duduk bersila terbungkuk bungkuk di
alas satu gundukan batu karang. Sejak tadi malam dia melakukan samadi dan
merencana baru akan menyelesaikan samadinya sebelum matahari terbit pada hari
sepuluh. Saat itu rambutnya yang putih panjang kelihatan bergoyang-goyang. Bukan
oleh tiupan angin teluk tetapi oleh kekuatan dahsyat yang keluar dari tubuhnya.
Tak lama kemudian kepulan asap tipis berwarna kebiruan tampak mengepul keluar
dari batok kepalanya! Ini satu pertanda bahwa orang tua guru Pangeran Matahari
ini memiliki satu kekuatan hebat di dalam tubuhnya.
Namun agaknya Si Muka Bangkai
tidak akan mampu meneruskan samadinya. Dari arah teluk mendadak lapat-lapat
terdengar suara orang menangis. Suara tangis itu walaupun datang dari jauh
tetapi mengiang masuk ke telinga dua orang yang ada di bukit batu karang di
mana menancap bendera besar warna hitam. Bagaimana pun Makhluk Pembawa Bala dan
Si Muka Bangkai menutup jalan pendengarannya tetap saja telinganya seperti
tersentak sentak. Si Muka Bangkai buka sepasang matanya. Mulutnya memaki.
“Jahanam! Makhluk Pembawa
Bala, kau dengar suara orang menangis itu”
“Aku dengar sobatku!” jawab
Makhluk Pembawa Bala. Tubuhnya masih saja mendekam dalam lobang dan kepalanya
mendongak ke arah langit.
“Belum sampai hari sepuluh
bulan sepuluh. Sudah ada orang yang minta mampus! Makhluk Pembawa Bala, aku
minta kau menyelidik siapa adanya orang itu! Kalau teman harap diberi nasihat
agar jangan mengganggu dan minta dia datang bergabung di sini. Kalau musuh kau
tahu apa yang harus kau perbuat!”
“Aku cukup tahu sobatku!” kata
Makhluk Pembawa Bala pula dengan suaranya yang sember.
“Apa?!” tanya Si Muka Bangkai.
“Membunuhnya!"
Si Muka Bangkai tertawa
bergelak. Makhluk Pembawa Bala goyangkan kepalanya yang ditancapi kayu. Lalu
tubuhnya melesat keluar dari dalam lobang batu karang. Di udara dia
berjumpalitan tiga kali berturut-turut. Pada gerakan berikutnya sepasang
kakinya yang hanya merupakan tulang-tulang menghitam menjejak kaki di batu
karang. Dia mendongak ke langit. Lalu berkata. “Dua telingaku memang sumplung!
Tapi pendengaranku tak bisa ditipu! Yang menangis itu seorang lelaki tua! Dia
berada di teluk! Sobatku Muka Bangkai. Kau tunggu di sini. Aku tak bakal lama!”
“Hati-hati bergerak! Jangan
sampai tubuhmu cerai-berai oleh senjata rahasia yang kau pasang sendiri!"
memperingatkan Si Muka Bangkai.
Makhluk Pembawa Bala ganda
tertawa. “Aku tahu setiap sudut di mana senjata rahasia itu aku pasang! Tak
perlu kawatir."
Habis berkata begitu Makhluk
Pembawa Balai berkelebat menuruni bukit karang. Tak lama kemudian dia sudah
sampai di teluk. Sebuah perahu kecil kelihatan terdampar di atas pasir pantai
teluk Penanjung. Mata Makhluk Pembawa Bala yang cuma satu dan melesak ke dalam
sesaat berputar-putar. Lalu dengan gerakan cepat dia berkelebat menuju perahu.
Di atas perahu duduk seorang kakek mengenakan pakaian selempang kain putih.
Kulitnya hitam legam. Rambutnya digulung dan dikonde di atas kepala. Sepasang
alis matanya panjang hitam, menjulai sampai ke pipi. Orang tua inilah yang
ternyata tengah menangis tersedu-sedu sedih sekali. Untuk beberapa lamanya
Makhluk Pembawa Bala tegak memperhatikan.
“Hemm….! Aku rasa-rasanya
pernah mendengar dajal yang punya ciri-ciri seperti dia!” si makhluk membatin
Lalu dia membentak “Orang gila! Siapa kau! Mengapa kau menangis disini?!”
Suara tangisan serta merta
lenyap. Kakek di atas perahu palingkan kepalanya pada Makhluk Pembawa Bala.
“Huk…huk…huk…" dia
terisak-isak beberapa kali. Matanya berputar-putar, sebentar menatap ke langit
sebentar menatap pada sosok mengerikan Makhluk Pembawa Bala. Tangan kirinya
diangkat. Ibu jarinya ditudingkan tepat-tepat ke hidung gerumpung Makhluk
Pembawa Bala.
“Kau…desis sikakek. Lalu suara
tangisnya meledak kembali. Sambil menangis dia mengeluarkan ratapan aneh.
“Aku melihat langit.
Hik…hik…hik…Uhhhh sedihnya dunia…Aku melihat laut… Hik… hik! Aduh biung
sedihnya dunia… Aku melihat bukit-bukit karang…Hemmm… hik… hik… Uhhhh… Sedihnya
dunia! Aku melihat kau! Uhhh…"
Kakek di atas perahu kembali
menuding ke arah Makhluk Pembawa Bala lalu meratap keras. “Aku melihat darah…
darah… Sedih… sedih sekali! Aku melihat maut gentayangan… Dan kau… Kau bakal
anak manusia yang akan mampus pertama kali di tempat ini! Hik… hik… hik!
Sedihnya dunia… Aku sedih… Aku sedih!” Orang tua di atas perahu lantas menangis
melolong-lolong.
“Tua bangka jahanam!” teriak
Makhluk Pembawa Bala marah sekali. Dia menggembor keras. Lalu melompat setinggi
satu tombak. Di udara dia berjungkir balik. Ketika melayang turun kaki kanannya
yang hangus hitam melesat ke arah si tua aneh yang menangis dalam perahu.
“Aku sedih…aku sedih…Orang
dalam perahu masih terus menangis dan meratap. Lalu tiba-tiba tubuhnya rubuh
sama rata dengan lantai perahu. “Aku sedih…Aku sedih…"
Wuuuttt!
Tendangan Makhluk Pembawa Bala
yang sanggup menghancurkan kepala kerbau itu lewat menghantam angin.
“Bangsat rendah! Jangan
mengira bisa lolos untuk ke dua kali! Hampir tubuhnya menyentuh air laut
Makhluk Pembawa Bala kembali melesat ke atas. Kini tubuhnya kelihatan seolah
terbang satu jengkal di atas permukaan air laut. Sesaat kemudian.
Braakk!
Perahu kayu itu hancur
berkeping-keping dihantam tumit kanan Makhluk Pembawa Bala lalu tenggelam masuk
ke dalam laut.
“Mampus kau sekarang!” ujar si
makhluk. “Sebentar lagi mayatmu akan mengambang di permukaan laut!” Dia mengira
orang tua dalam perahu ikut tenggelam bersama hancuran debu.
“Aku melihat laut… aku melihat
darah! Hik… hik… hik! Uhh Aku sedih. Sedihnya dunia…! Aku sedih… Aku sedih!”
Makhluk Pembawa Bala tersentak
kaget dan cepat berpaling. Orang tua yang disangkanya sudah hancur dan mati
tenggelam di dalam air laut ternyata kini kelihatan duduk di satu gundukan batu
karang yang banyak bertebaran di teluk! Dan meneruskan tangisnya!.
“Aku sedih…Aku sedih…"
“Manusia iblis!” kertak
Makhluk Pembawa Bala. Dua kali melompat dia sudah sampai dihadapan orang tua
berselempang kain putih itu.
“Tamat riwayatmu sekarang!”
Teriak Makhluk Pembawa Bala. Tubuhnya melesat ke udara. Kaki kanannya membabat
ke arah tenggorokan orang tua yang tengah menangis.
“Makhluk Pembawa Bala! Tahan
seranganmu!” Tiba-tiba satu bayangan putih berkelebat. Makhluk Pembawa Bala
terdorong ke belakang beberapa langkah. Dia menggembor keras dan hendak
menggebut. Tapi batalkan niatnya ketika melihat yang barusan menghalanginya adalah
Si Muka Bangkai alias Si Muka Mayat.
“Sobatku! Apa kau sudah
berubah ingatan hingga menghalangi aku menghajar pengacau itu?!” teriak Makhluk
Pembawa Bala. Matanya yang tinggal satu dan melesak ke dalam berputar-putar
mengerikan. Tenggorokannya yang robek bergerak-gerak hingga darah busuk kembali
mengucur.
“Jangan tolol! Kau tidak tahu
tengah berhadapan dengan siapa!” bentak Si Muka Bangkai.
“Eh,memangnya orang tua gila
itu siapa…?" Suara Makhluk Pembawa Bala agak merendah sekarang.
“Dia adalah sahabat yang akan
membantu kita Dia tokoh besar dunia persilatan. Pasang baik-baik dua telingamu
yang sumplung! Dia adalah tokoh hebat dan terhormat Dewa Sedih!”
Dari tenggorokan Makhluk
Pembawa Bala keluar suara tercekat. "Celaka, aku memang sudah sering mendengar
nama besar manusia aneh ini. Tapi tidak pernah bertemu. Jadi mana aku bisa
mengenal!” membatin Makhluk Pembawa Bala. Lalu cepat-cepat dia mendekat Si Muka
Bangkai dan berbisik “Kau aturlah urusan dengan dia agar tidak jadi
kapiran!"
"Tak usah kawatir aku
bisa membujuk orang gila satu ini!” jawab Si Muka Bangkai. Lalu dia melangkah
mendekati Dewa Sedih yang duduk di atas batu. Sambil menjura dalam-dalam hingga
mukanya hampir menyentuh lutut orang dia berkata setengah meratap.
“Sobatku paduka dewa segala
dewa yang aku panggil dengan julukan hormat Dewa Sedih, sedih hatimu melihat
langit, lebih sedih lagi hatiku! Sedih hatimu melihat laut, lebih sedih lagi
hatiku! Hik… hik… Sedih hatimu melihat bukit karang, aku terlebih sedih melihat
Dunia penuh kesedihan hik… hik…hik…" Si Muka Bangkai keluarkan suara
sesenggukan lalu seolah mengiringi Dewa Sedih dia pun ikut menangis dan
meratap.
Tiba-tiba Dewa Sedih hentikan
tangis. Sambi! mengusut kedua matanya dengan belakang telapak tangan dia
menatap kearah Si Muka Bangkai. Lalu dari mulutnya terdengar pertanyaan.
“Mayat hidup, siapakah kau
yang lebih pandai menangis dari padaku? Hik…hik!”
“Paduka yang terhormat Dewa
Sedih, lama tak bersua menyebabkan lupa, lama tidak bertemu menyebabkan mata
menjadi semu. Aku yang rendah tiada lain adalah sahabat lamamu Si Muka Bangkai
alias Si Muka Mayat. Harap dimaafkan kalau aku tidak menyambut kedatanganmu
sebagaimana mustinya!"
"Tapi ketahuilah kau
adalah tamu pertamaku di Pangandaran ini. Penghormatan terbesaraku berikan
padamu…"
“Hemmm… k… k!” Dewa Sedih
mengangguk sedikit lalu sesenggukan lagi. Dia berpaling ke arah Makhluk Pembawa
Bala. Sobatku Muka Bangkai, siapakah sundal yang tubuhnya menebar bau busuk
itu?!”
Dalam hati Makhluk Pembawa
Bala menggeram dipanggil sebagai sundal. Namun karena sudah tahu gelagat dia
terpaksa berdiam diri saja walau matanya yang cuma satu kelihatan berkilat
menahan amarah.
“Sobatku, kau tak perlu
mengacuhkan dirinya!.”
“Kau tahu Muka Bangkai Aku
sedih melihatnya… Aku ingin menangis. Kasihan dia…Huk…huk…" Lalu Dewa
Sedih meraung dan menangis panjang.
“Kasihan bagaimana maksudmu
sobatku Dewa Sedih?” tanya Si Muka Bangkai pula.
“Dia… dia… akan jadi korban
pertama pada hari sepuluh bulan sepuluh! Hik…hik!”
Paras pucat Si Muka Bangkai
jadi bertambah pucat. Dia melirik sekilas ke arah Makhluk Pembawa Bala dan
melihat bagaimana muka angker manusia itu mengelam dan tubuhnya bergetar karena
menindih amarah.
“Sobatku Dewa Sedih,udara
ditempat ini kurang baik.Angin kencang dan hawa laut menebar garam yang bisa
menyesakkan pernafasan. Mari ikut aku ke puncak bukit karang sana. Sambil
menunggu hari ke sepuluh ada baiknya kita menghabiskan waktu berbincang-bincang
bertukar p ikiran".
Si Muka Bangkai tersenyum dan
ulurkan tangannya memegang lengan Dewa Sedih.
“Uhh… hik… hik! Hatiku sedih…
Aku sedih… Aku melihat darah… aku sedih…!Aku sedih! Teluk Penanjung akan geger
Pengandaran akan geger! Dunia persilatan akan geger! Aku sedih dalam semua
kegegeran itu! Hik… hik…hik.” Sambil berjalan, mengikuti Si Muka Bangkai orang
tua itu kembali menangis dan meratap.
Kapak Maut Naga Geni 21211
HARI sembilan bulan sepuluh.
Dua penunggang kuda bersipacu cepat memasuki Penanjung dari arah utara. Lima
tombak sebelum memasuki alur teluk yang diapit oleh dua gugusan bukit karang
mereka menghentikan kuda masing-masing. Saat itu matahari sedang
terik-teriknya. Sambil menadangkan tangan di depan kening menangkis silaunya
matahari mereka memandang berkeliling.
“Ada bendera hitam dipuncak
bukit karang sebelah barat” kata penunggang kuda sebelah kanan. “Sesuai
petunjuk itu adalah tanda bukit tempat berkumpulnya orang-orang Pangeran
Matahari! Jadi kita harus segera menuju ke sana!”
“Menurutmu apakah Pangeran
Matahari sudah berada di sana saat ini?” tanya orang di sebelah kanan.
“Tidak bisa kuduga sebelum
kita sampai disana. Kalaupun dia belum datang, kita harus menunggu sampai dia
muncul!"
“Terus terang aku kawatir.
Apakah dia segera akan menghabisi kita begitu bertemu muka?!”
Kawan si penanya menggeleng.
“Dalam urusan besar begini rupa dia membutuhkan kita. Kita tidak usah malu dan
takut minta ampun padanya karena kita telah menipunya. Aku akan katakan bahwa
kita berdua bersedia menyabung nyawa menghadapi orang-orang golongan putih demi
menebus kesalahan kita tempo hari. Menipunya dengan kepala Pendekar 212
bohongan!”
“Kalau begitu katamu aku
mengikut saja. Tapi hati-hatilah! Sang Pangeran adalah manusia segala akal
segala licik!”
Ke dua orang itu lantas
melanjutkan perjalanan menuju bukit karang sebelah kanan di mana tampak
berkibar sehelai bendera hitam besar. Ketika mencapai puncak bukit di satu
tempat mereka dikejutkan oleh satu bentakan dahsyat.
“Tidak boleh ada binatang
mengotori puncak bukit karang itu!”
Wuuttt!
Wuttt!
Dua gelombang angin laksana prahara
menghantam Dua penunggang kuda berseru keras dan cepat melompat selamatkan
diri. Kuda-kuda tunggangan mereka meringkik keras. Dua ekor binatang itu
kelihatan terlempar. Dari perut mereka yang jebol berbusaian usus dan
bermuncratan darah. Binatang binatang yang malang ini akhirnya amblas masuk ke
dalam laut.
Keheningan hanya terjadi
seketika. Sesaat kemudian terdengar suara mengekeh ramai sekali. Ada dua orang
yang tertawa! Mereka bukan lain adalah Si Muka Bangkai dan Makhluk Pembawa
Bala. Ketika suara kekehan lenyap, mendadak terdengar suara orang meratapi.
“Sobatku Elang Setan,
jangan-jangan kita datang ke tempat yang salah!” berkata lelaki tinggi besar di
sebelah kanan. Orang ini mengenakan jubah hitam, mata sebelah kanan mendelik
besar sedang mata kiri tertutup seolah terpejam. Kepala sebelah kanan berambut
lebat sebaliknya yang kiri sudah plontos. Ditambah dengan brewok cambang bawuk
serta tiga guratan aneh di keningnya manusia ini sungguh mengerikan untuk
dipandang. Dia bukan lain adalah Tiga Bayangan Setan. Momok golongan hitam yang
bersama saudara angkat darahnya berjuluk Elang Setan merupakan makhluk-makhluk
ditakuti dan menjadi musuh besar orang-orang golongan putih.
“Dua manusia berwajah setan!”
Tiba-tiba ada suara berseru dari puncak bukit karang. “Teruskan langkah kalian
ke puncak sini. Kalian tidak datang ke tempat yang salah! Ini adalah tempat
yang besok akan menjadi tempat pembantaian para tokoh silat golongan putih!”
Tiga Bayangan Setan dan Elang
Setan saling berpandangan. Baru saja mereka hendak melangkah tiba-tiba di atas
bukit sana terdengar suara orang menangis!
“Jahanam! Apa yang kita
takutkan!” kertak Tiga Bayangan Setan.“Ayo!”
Dua orang itu lalu berkelebat
dan sesaat kemudian keduanya sudah berada di puncak bukit karang. Di situ
mereka melihat tiga orang yang membuat mereka jadi kerenyitkan kening karena
merasa aneh dan juga ngeri!
Orang pertama hanya kepalanya
saja yang terlihat. Sebatas leher ke bawah tenggelam dalam lobang batu.
Kepalanya ditancapi sebatang kayu. Mukanya yang seram tertutup darah kering.
Bau busuk yang bukan alang kepalang membersit dari kepala dan tubuhnya.
Orang kedua seorang kakek
berselempang kain putih yang rambutnya dikonde di atas kepala, duduk di atas
gundukan batu karang dan menangis tiada henti. Orang ke tiga kakek bungkuk
bermuka seperti mayat hidup.
“Kalian ini siapa?!"
membentak Elang Setan. Dia menutup hidungnya dengan belakang telapak tangan
kiri. Tidak tahan oleh bau busuk yang keluar dari tubuh dan kepala Makhluk
Pembawa Bala.
“Manusia-manusia setan tidak
tahu peradatan! Kami yang layak bertanya siapa kalian!”
Elang Setan mendengus sedang
Tiga Bayangan Setan menyeringai dan meludah ke tanah. “Sobatku, kau beritahu
saja siapa kita agar tua bangka bungkuk ini tahu diri!”
Elang Setan yang mengenakan
pakaian tebal dekil dan rombeng busungkan dada dan angkat ke dua tangannya yang
berbentuk cakar elang ke atas.“Aku dikenal dengan julukan Elang Setan.
Saudaraku ini menyandang gelar Tiga Bayangan Setan!”
“Hemm…!Julukan-julukan bagus?”
memuji kakek bungkuk lalu tertawa mengekeh.
“Aku melihat langit. Aku
sedih… k… ik… hik! Aku melihat laut… Aku sedih…! Aku melihat bukit karang… Ooo
sedihnya dunia! Aku sedih… Hik…hik…hik!” Tiba-tiba Dewa Sedih meratap keras
membuat Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan palingkan kepala dan mendelikkan
mata.
"Belum pernah aku melihat
orang yang gilanya macam begini!" kata Tiga Bayangan Setan.
“Mulutnya pantas disumpal!”
tukas Elang Setan!
“Pantatnya sekali ” sambung
Tiga Bayangan Setan. Lalu ke dua orang itu tertawa gelak-gelak.
Hekk! Hekk!
Suara tawa ke dua orang itu
mendadak sontak lenyap. Keduanya pegangi leher masing-masing yang seperti
dicekik oleh tangan-tangan yang tidak kelihatan.
“Aku sedih… hik… hik… hik! Aku
melihat dua makhluk biadab… Datang mencari mati! Hari sepuluh bulan sepuluh! Di
langit malaikat sudah mengukir nyawa mereka! Oo…dunia! Aku sedih…Hik…hik…hik!”
Dewa Sedih meratap
berhiba-hiba. Sambil menangis jari telunjuk tangan kanannya diarahkan
lurus-lurus ke leher Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan. Saat itu muka-muka
seram ke dua orang itu telah membiru. Nafas mereka menyesak. Mereka
menggapai-gapai berusaha melepaskan cekikan tangan yang tidak kelihatan.
Perlahan-lahan Dewa Sedih turunkan ke dua tangannya ke bawah hingga menyentuh
batu di depan kakinya. Bersamaan dengan itu pula kepala Tiga Bayangan Setan dan
Elang Setan seolah ditarik oleh satu kekuatan dahsyat ikut rebah ke batu.
“Bersujud… bersujud… Nah
bagus… bagus! Hik… hik! Kalian telah mencium tanah daerah kematian kalian! Hik…
hik… hik. Aku sedih… benar-benar sedih…!” Perlahan-lahan Dewa Sedih tarik
tangannya. Bersamaan dengan itu tubuh Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan
bergelimpangan di atas batu karang. Cekikan pada leher masing-masing lenyap
secara aneh. Megap-megap keduanya bangkit berdiri.
Tiga Bayangan Setan memandang
dengan mata menyorot pada Dewa Sedih yang kembali meratap. Mulutnya
berkomat-kamit. Tiba-tiba Tiga Bayangan Setan kepalkan kedua tinjunya lalu
diadu satu sama lain. Tiga guratan di keningnya mengeluarkan kilatan-kilatan
aneh. Dari mulut manusia ini kemudian keluar bentakan garang.
“Bunuh!”
Tiga kepulan asap putih kelabu
melesat keluar dari kepala Tiga Bayangan Setan. Si kakek yang sudah tahu ilmu
andalan lawan, sebelum kepulan asap kelabu berubah menjadi tiga momok yang
menakutkan segera dorongkan tangan. Tubuh Tiga Bayangan Setan terjungkal jatuh
duduk.
“Anjing tak tahu diri Kau kira
kau berhadapan dengan siapa saat ini?!” bentak si bungkuk.
“Setan alas! Memangnya kau
siapa?!” balas menghardik Tiga Bayangan Setan. Karena jampai-jampai yang
dirapalnya tidak keterusan maka kepulan asap di kepala pupus sirna.
“Aku Si Muka Bangkai alias Si
Muka Mayat!Guru Pangeran Matahari! Mendengar ucapan itu. Tiga Bayangan Setan
dan Elang Setan menjadi geger. Langsung tampang setan dua manusia di depan
kakek bungkuk menjadi berubah. Tiga Bayangan Setan cepat bangkit. Elang Setan
segera jatuhkan diri. Keduanya terus membual gerakan seperti menyembah.
“Harap dimaafkan dan mohon
ampunanmu! Kami berdua tidak pernah mengenalmu. Kami sendiri adalah teman-teman
Pangeran Matahari. Kami datang ke sini untuk menemuinya. Kami yang tidak punya
kepandaian apa-apa ini ingin menyumbangkan sedikit tenaga membantunya
menghadapi musuh musuhnya pada harisepuluh besok".
Si Muka Bangkai terdiam sesaat.
Bola matanya yang berada dalam rongga mata dan pipi sangat cekung tanpa daging
berputar liar. Lalu meledak tawa dari mulutnya. “Muridku belum datang. Tapi aku
mewakilinya untuk menerima kedatangan kalian” Si Muka Bangkai kembali tertawa
bergelak. Dewa Sedih semakin keras sementara Makhluk Pembawa Bala mendongak ke
langit, mengeluarkan suara menggembor.
Kapak Maut Naga Geni 21212
HARI sembilan bulan sepuluh
malam hari. Langit gelap menghitam. Tak ada bulan bahkan bintang-bintang pun
seolah takut menampakkan diri. Angin dari teluk bertiup kencang dan dingin,
membuat bendera hitam yang menancap di puncak bukit karang Pangandaran
berkibar-kibar mengeluarkan suara angker. Dalam kegelapan malam, laksana
setan-setan bergentayangan tampak berkelebat sosok-sosok tubuh manusia. Ada
yang bergerak seorang diri, ada yang berteman satu dua orang. Mereka datang dan
muncul dari berbagai jurusan. Begitu sampai di teluk mereka berkelebat memilih
salah satu dari dua puncak bukit karang sebagai tujuan. Satu kali terdengar
suara aneh. Suara gemeletak roda-roda yang berputar perlahan. Lalu melengking
ringkikan kuda. Seolah membangunkan makhluk lainnya, suara ringkikan itu
disambut oleh suara lolongan anjing dan suara berbagai binatang malam lainnya.
Malam merayap tenang dan
sunyi. Sesekali terusik oleh debur ombak besar yang memecah di pantai teluk.
Dibalik ketenangan dan kesunyian itu sosoksosok tubuh yang berkelebat
menyelinap menuju puncak dua bukit karang diam-diam merasakan adanya satu
ketegangan menggantungan di udara malam yang hitam pekat dan dingin. Datangnya
pagi sekali ini terasa lama dan seolah menunggu sesuatu yang menakutkan! Hari
sepuluh bulan sepuluh akhirnya datang!
Beberapa saat sebelum sang
surya muncul di timur di puncak bukit karang sebelah timur yaitu di mana
menancap bendera hitam sekonyong-konyong terdengar suara aneh. Dikatakan
terompet bukannya terompet. Diduga sebagai suara seruling juga bukan. Suara itu
mengalun perlahan, tapi menggetarkan telinga siapa saja yang mendengar,
mencekam hati dan membuat bulu tengkuk berdiri. Perlahan-lahan langit di timur
tampak kekuningan. Air laut laksana disepuh sinar keemasan yang saat demi saat
berubah menjadi putih. Matahari terbit sudah. Dalam terangnya udara pagi ini
segala sesuatunya terlihat dengan jelas. Dan tampaklah satu pemandangan luar
biasa. Di bukit karang sebelah barat, tepat di bawah kibaran bendera hitam
tegak seorang lelaki gemuk pendek. Mukanya seram dan tambah seram karena
warnanya yang merah gelap. Pada cuping hidungnya sebelah kiri mencantel sebuah
anting terbuat dari akar bahar. Dia tidak mengenakan baju hingga dada dan
perutnya yang gemuk berlemak dan juga berwarna merah kelihatan
bergoyang-goyang. Orang ini tegak mendongak langit. Di mulutnya ada sebuah
kendi yang bagian bawahnya diberi berlobang. Kendi yang ditiup si gemuk pendek
inilah ternyata yang mengeluarkan suara aneh. Karena di dalam kendi terdapat
cairan minuman keras maka alunan suara terdengar naik turun menyengat telinga!
Orang ini memakai sebuah ikat pinggang besar. Dua belas kendi berisi minuman
keras bergelantungan seputar ikat pinggang. Dari rambut sampai ke kaki si gemuk
pendek ini menebar bau minuman keras. Di belakang si gemuk pendek yang meniup
kendi terletak lima buah gentong besar berisi tuak. Di samping si gemuk tegak Elang
Setan memegang sebuah gayung. Sekali-sekali gayung dipakainya untuk menciduk
tuak dalam gentong lalu diguyurkan ke kepala si gemuk. Semakin sering minuman
keras itu diguyurkan semakin keras tiupan kendi! Di samping kanan Elang Setan
tegaklah saudaranya yaitu Tiga Bayangan Setan dengan mata jelalatan kian
kemari.
Satu bayangan hitam
berkelebat. Tiupan kendi si gemuk mencuat laksana mau merobek langit.
“Pangeran datang!” Seseorang
berseru.
Si gemuk pendek merah segera
berhenti meniup kendi. Dia berputar lalu melangkah mendekati sebuah gentong.
Enak saja kemudian dia mencelupkan kepalanya ke dalam gentong berisi minuman
keras itu. Dia tidak hanya membasahi kepala tapi juga mereguk tuak keras itu
selahap-lahapnya Seorang pemuda bertubuh tinggi kekar, berikat kepala merah,
mengenakan pakaian serba hitam lengkap dengan mantel tegak dengan kaki
direnggangkan dan dua tangan di pinggang. Tampangnya keren tapi penuh
keangkuhan dan tak dapat menyembunyikan kelicikan yang menjadi sifatnya
mendarah daging. Ketika angin teluk menyingkapkan mantel hitamnya, di pinggang
pemuda ini kelihatan terselip Kapak Maut Naga Geni 212.
Begitu mengetahui siapa yang
datang Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan segera mendatangi dan jatuhkan diri.
“Pangeran! Kami datang kemari
untuk minta ampunan darimu!” kata Tiga Bayangan Setan.
Elang Setan lalu menyambung.
“Jika diperkenankan kami ingin ikut menyabung nyawa membunuh musuh-musuhmu.
Hitung-hitung sebagai penebus dosa mendustaimu tempo hari”
Pangeran Matahari melihat pun
tidak kepada kedua orang itu. Kaki kanannya diangkat. Tumitnya diletakkan di
kening Tiga Bayangan Setan lalu didorongnya hingga orang ini terjengkang
menggeletak. Hal yang sama dilakukannya pada Elang Setan. “Kalian kuampuni! Tapi
setelah urusan hari sepuluh bulan sepuluh ini selesai, aku minta kalian dengan
suka rela menyerahkan jantung masing masing padaku!”
“Pangeran!” seru Tiga Bayangan
Setan dan Elang Setan berbarengan.
“Jangan banyak mulut! Atau kau
ingin aku mempercepat kematian kalian?!" bentak Pangeran Matahari.
Tiga Bayangan Setan dan Elang
Setan beringsut mundur. Pangeran Matahari memandang ke arah bukit karang di
sebelah barat. Seseorang melangkah mendekatinya. Tanpa menoleh Pangeran
Matahari sudah tahu siapa yang datang. Maka dia pun berkata.
“Guru, terima kasih kau mau
datang!”
“Aku dan teman-teman sengaja
datang duluan. Untuk mengatur segala sesuatunya.Membuat mulus janmu menjadi
raja diraja dunia persilan!”
“Sekali lagi terima kasih. Aku
ingin tahu siapa saja teman-teman kita itu”
“Kau sudah melihat si peniup
sangkakala tadi. Iblis Pemabuk! Dia salah satu andalan kita! Tidak percuma kita
susah payah mengirimkan lima gentong besar berisi tuak keras itu kesini!” Sang
guru yaitu Si Muka Bangkai tertawa bergelak.
Pangeran Matahari hanya
sunggingkan seringai lalu berkata. “Yang lain lainnya siapa?!”
Si Muka Bangkai angkat tangan
kanannya tinggi-tinggi lalu tukikkan kepalanya ke arah lereng bukit karang di
sebelah bawahnya. “Teman-teman! Harap perlihatkan dirimu pada Pangeran
Matahari!”
Saat itu juga dari balik
gundukan batu-batu karang di lereng bukit sebelah bawah bermunculan sepuluh
sosok tubuh. Dua perempuan dan delapan orang lelaki. Yang menarik adalah
delapan lelaki ini. Mereka semua mengenakan jubah merah darah. Kepala mereka
yang botak licin dicat kuning. Tepat pada ubun-ubun masing-masing tergurat
dengan cat hitam angka 1 sampai 8. Yang luar biasanya mereka memiliki wajah
sama semua!
“Delapan Tokoh Kembar.. "
desis Pangeran Matahari dengan senyum dikulum.
“Hemm…Dia berpaling ke kiri
kearah gundukan batu karang lancip di mana berdiri seorang gadis berpakaian
serba biru berambut pirang panjang yang melambai-lambai ditiup angin teluk.
“Dia berhasil membujuk Delapan Tokoh Kembar dan membawanya ke mari. Kematiannya
kelak akan kupilihkan yang paling tidak menyakitkan…”. Sang Pangeran lu
palingkan kepalanya ke jurusan kanan. Di situ tegak seorang dara berpakaian
merah, membekal sebuah bungkusan beri tujuh buah payung. “Hemm…Yang satu itu
sungguh tidak terduga! Ini bakal menambah kegegeran di Pangandaran! Hemmm… apa
yang membuatnya memilih berada di pihakku? Aku akan membalas jasanya dengan
kenikmatan… Kembali senyum tersungging di mulut Pangeran Matahari. Dia
berpaling pada Si Muka Bangkai. “Guru, jadi semua teman teman kita".
“Masih ada satu lagi Muridku!
Biar aku panggil! Si Muka Bangkai menoleh kebelakang lalu berseru. “Sobatku,
harap kau suka keluar dari dalam lobang!”
Baru saja seruan kakek bungkuk
itu lenyap sesosok tubuh yang menyebar bau busuk melesat di udara, jungkir
balik dua kali berturut-turut lalu settt. Dia tegak di hadapan Pangeran
Matahari dengan segala keseramannya. Dia bukan lain adalah Makhluk Pembawa
Bala.
“Tokoh besar maha gagah!”
berkata Pangeran Matahari. Satu kehormatan bagiku kau berada di pihakku. Kelak
aku akan memberikan satu jabatan tinggi padamu jika aku sudah berada ditampuk
tertinggi rimba persilatan…"
“Terima kasih Pangeran!” kata
Makhluk Pembawa Bala dengan suara sembernya.
“Jahanam! Belum pernah aku
melihat makhluk mengerikan dan busuk luar biasa seperti ini! Rasanya mau
kumuntahi mukanya saat ini juga!” menyumpah sang Pangeran dalam hati.
Saat itu Si Muka Bangkai
terdengar berkata pada muridnya. “Makhluk Pembawa Bala telah mengatur segala
peralatan rahasia di kawasan ini. Musuhmusuhmu akan menemui ajal sebelum mereka
sempat menjamahmu!"
“Hemmm… bagus! Hadiah untukmu
akan kulipat gandakan. Sekarang harap kau suka menyingkir dari hadapanku dan
bersiaplah menentukan korban yang bakal kau cabut nyawanya!”
Gluk! Gluk! Gluk!
“Aku tidak perlu jabatan
tinggi. Aku tak perlu hadiah berlipat ganda. Aku hanya tahu minuman keras!
Gluk! Gluk! Gluk!" Pangeran Matahari berpaling mendengar ucapan itu.
“Ah! Orang hebat tiada
tandingan! Aku benar-benar gembira melihat kau ada di sini membantu
perjuanganku! Aku tahu kalau bukan karenamu semua perhelatan besar di
Pangandaran yang kelak bakal menggegerkan dunia persilatan tidak bakal
kesampaian. Jasamu tidak akan aku lupakan. Begitu urusan di tempat ini selesai
aku akan membangunkan satu Istana dikelilingi kolam minuman untukmu. Sekarang,
Iblis Pemabuk terimalah hormatku!”
Pangeran Matahari lalu menjura
pada Iblis Pemabuk yang duduk berjuntai di salah satu pinggiran gentong. Yang
diajak bicara hanya menyeringai lalu jatuhkan diri ke dalam gentong berisi tuak
keras itu!
Pangeran Matahari hendak
melangkah ke kiri ketika tiba-tiba seolah untuk pertama kalinya dia mendengar
suara itu. Dia berpaling ke kanan.
“Dewa Sedih! Ternyata kau
tidak melupakan diriku!” seru Pangeran Matahari.
Laksana terbang dia melompat
ke hadapan Dewa Sedih yang duduk di atas satu gundukan batu dalam keadaan
menangis.
“Aku melihat langit. Aku
sedihi…Aku melihat laut..Aku sedih…Hik…hik…”
Pangeran Matahari yang sudah
tahu gelagat segera memotong. “Apa yang kau lihat, juga terlihat olehku Dewa
Sedih. Kesedihanmu adalah juga kesedihanku. Aku akan membuatkan sebuah puri
untukmu. Dipenuhi oleh orang-orang yang mau menangis bersamamu seumur hidupmu!”
Tangis Dewa Sedih
tersendat-sendat. Dia manggut-manggut beberapa kali lalu kembali menyambung
ratapannya. Sang Pangeran geleng-gelengkan kepala lalu beranjak mendekati
gurunya.
“Bukit karang di seberang
sana! Aku tidak melihat satu orang pun di situ! Apa mereka takut lalu pengecut
untuk datang?!”
“Mereka pasti datang.Muridku!
Datang untuk menerima kematian” jawab Si Muka Bangkai lalu tertawa gelak-gelak.
Mendadak dia hentikan tawanya
dan memandang ke arah bukit batu karang di seberang sana "Aku mendengar
suara sesuatu…" katanya perlahan.Semua mata lalu diarahkan ke bukit batu
karang di seberang barat.
Dari balik bukit batu karang
di sebelah timur kelihatan muncul sebuah kereta kencana berwarna putih, ditarik
oleh dua ekor kuda putih pula. Kusir kereta seorang gadis cantik berpakaian
panjang warna hitam yang sangat ketat. Di sebelah atas dada pakaiannya dipotong
rendah hingga hampir setengah dari payudaranya yang putih tersingkap membusung.
Di sebelah bawah pakaian hitam itu dibelah setinggi pinggul. Duduk di atas
kereta dengan sendirinya kakinya mulai dari betis sampai ke paha tersingkap
lebat. Di sebelah kusir kereta yang cantik ini duduk seorang gadis yang
parasnya tak kalah menawan, mengenakan pakaian yang sama dan memegang sebatang
tongkat terbuat dari besi.
Dua mata Pangeran Matahari
berputar liar. Rahangnya menggembung. Walaupun belum pernah bertemu tapi sang
Pangeran sudah bisa menduga siapa adanya orang di dalam kereta putih. Dia dan
juga semua orang yang ada di bukit karang sebelah barat tidak menunggu lama.
Tepat di puncak bukit kereta berhenti. Pintu kereta terbuka. Sesosok tubuh yang
bagus terbungkus pakaian ketat terbuat dari manik-manik merah turun dari kereta
kencana. Di atas keningnya ada sebuah mahkota kecil terbuat dari untaian kerang
kerang berwarna biru. Kalung serta gelang yang menjadi hiasannya juga terbuat
dari benda yang sama. Sepasang matanya yang sangat bagus berwarna biru berkilat
cemerlang. Wajahnya secantik bidadari. Di tangan kanannya gadis ini memegang
sebuah cermin bundar yang memantulkan sinar angker menyilaukan setiap terkena
sinar matahari. Dia tegak dengan anggunnya di samping kereta, memandang ke arah
bukit di sebelah timur. Semua orang yang ada di bukit karang barat menjadi
geger.
“Ratu Duyung…" desis
Pangeran Matahari. Suaranya jelas bergetar tanda hatinya tidak enak.
“Bertahun-tahun dia tidak pernah
muncul di daratan. Kalau kini dia memperlihatkan diri benar-benar tidak
terduga. Dia bisa melakukan apa saja merusak keadaan! Perempuan terkutuk!
Sejauh mana hubunganmu dengan Pendekar 212 hingga kau mau-mauan keluar dari
sarangmu di laut selatan?!”
Apa yang terasa di hati
Pangeran Matahari terasa juga di hati sang guru Si Muka Bangkai alias Si Muka
Mayat.
“Kalau sampai Ratu Duyung
muncul urusan muridku tidak akan semulus yang aku perkirakan. Aku harus mencari
akal melumpuhkan musuh yang satu ini!” Orang tua bungkuk bermuka pucat ini
berpaling pada muridnya. Untuk membesarkan hati dan semangat sang Pangeran dia
berkata.
“Muridku, gadis itu pantas
menjadi pendampingmu seumu rhidup…"
“Kesaktiannya sukar dijajagi.
Celakanya dia berada di pihak musuh!”
“Dengan Kitab Wasiat Iblis
berada di tanganmu apa sulitnya menundukkan dirinya!” bisik Si Muka Bangkai.
"Lagipula aku punya satu gagasan. Sebelum pertempuran berdarah yang
menggegerkan di Pangandaran ini terjadi aku akan mendatanginya. Aku punya akal untuk
mengajaknya menyeberang ke pihak kita”
Tanpa berpaling pada sang guru
Pangeran Matahari sunggingkan seringai dan gosok-gosokkan ke dua telapak
tangannya.
“Aku percaya padamu
Guru.Mengapa kau tidak segera saja menyeberang ke bukit sana menemui Ratu Duyung?!”
“Pintamu akan segera aku
lakukan, Muridku. Namun aku harus memberi nasihat. Harap kau berlaku tabah. Aku
mendapat firasat tidak lama lagi akan bermunculan tokoh-tokoh silat golongan
putih di bukit sebelah timur sana. Kau tak usah kawatir. Kau sudah ditakdirkan
untuk menjadi penguasa tunggal rimba persilatan! Kita akan benar-benar membuat
kegegeran di tempat ini! Setelah urusan selesai kuharap kau tidak lagi menolak
menyerahkan Bidadarimu itu padaku!Hik…hik…hik!”
Pangeran Matahari hanya
mengangguk perlahan. Hatinya tetap saja tidak tenteram. Sebelum pergi Si Muka
Mayat mendekati Makhluk Pembawa Bala lalu berkata.
“Dalam waktu dekat di bukit
sana akan segera bermunculan musuh-musuh kita. Harap kau mengawasi baik-baik
peralatan rahasiamu. Begitu mereka muncul lekas kau hubungkan kawat-kawat
penghidup semua peralatan rahasia dan bola-bola peledak!”
Makhluk Pembawa Bala
menyeringai lalu berkata dengan suaranya yang sember. “Kegegeran apa lagi yang
paling hebat kalau tidak disertai genangan darah tokoh-tokoh persilatan
golongan putih itu!”
TAMAT