Bastian Tito
-------------------------------
----------------------------
090 Kiamat Di Pangandaran
SATU
LANGIT di atas teluk Penanjung
di Pangandaran tampak bersih tak berawan sedikit pun. Sinar sang surya yang
tidak terhalang terasa semakin terik begitu sang penerang jagat ini merayap
semakin mendekati titik tertingginya.
Di puncak bukit karang sebelah
timur Ratu Duyung yang merupakan tokoh silat golongan putih pertama yang muncul
di tempat itu, masih tegak terheran-heran ketika dia melihat lblis Pemabuk
berada di bukit sebelah barat.
"Manusia satu ini sulit
diduga jalan pikirannya. Ketika bertamu ke tempatku jelas dia menunjukkan sikap
berbaik-baik dengan orang-orang golongan putih. Sekarang tahu-tahu dia berada
di pihak sana. Hemmm …. Jangan-jangan si gendut buruk itu sudah termakan rayuan
manis Pangeran Matahari dan tipuan busuk minuman keras. Aku melihat ada lima
gentong raksasa di bukit sana. Pasti berisi minuman keras kesukaannya ….
Manusia kalau sudah jadi budak minuman dirinya pun akan dijualnya. Sayang…
sayang sekali …."
Selagi sang Ratu membatin
seperti itu, tiba-tiba satu bayangan berkelebat dan di lain kejap sudah tegak
di depannya. Dua orang anak buah Ratu Duyung cepat melompat ke depan sambil
melintangkan senjata berupa tongkat besi yang ujungnya memancarkan sinar biru
menggidikkan.
Sambil menekan rasa terkejutnya
Ratu Duyung memberi isyarat pada ke dua anak buahnya untuk mundur. Lalu dia
memandang pada orang yang tegak di hadapannya. Seorang tua berpakaian rombeng.
Selapis kulit tipis yang menutupi wajahnya berwama sangat pucat. Rambutnya yang
putih panjang melambai-lambai ditiup angin.
"Orang tua, apakah kau
tidak tersesat datang ke bukit ini? Bukankah kau yang dijuluki Si Muka Mayat
alias Si Muka Bangkai, guru Pangeran Matahari … ?"
Ratu Duyung menegur. Cermin
bulat dalam geng-gamannya ditempelkan ke dada.
Orang tua bungkuk berpakaian
rombeng yang memang guru Pangeran Matahari adanya tertawa mengekeh.
"Ratu Duyung, Ratu maha
sakti maha cantik …. Bagus dan syukur sekali kau telah mengenali diriku hingga
aku yang tua ini tidak perlu repot-repot menerangkan siapa diriku!"
Ratu Duyung tersenyum.
"Pujian bisa menyesatkan. Kau yakin tidak tersesat datang ke bukit
ini?" "Tentu saja tidak," sahut Si Muka Mayat. "Aku datang
ke sini untuk membincangkan satu hal sangat penting yang bakal menguntungkan
dirimu …."
"Hemmm …. Jika seorang
musuh menawarkan satu keuntungan ini adalah satu hal yang patut ditanyakan dan
dicurigai …."
Si Muka Bangkai tertawa
panjang. "Ratu Duyung, waktuku tidak banyak. Sebelum kawan-kawanmu
berdatangan aku ingin mengatakan sesuatu padamu.
Maksudku lebih jelas adalah
menawarkan sesuatu padamu …. Sesuatu yang menyangkut keadaan dirimu dan masa
depanmu!"
"Orang tua, ucapanmu
menarik sekali. Harap kau suka meneruskan dengan cepat karena aku pun tidak
suka berbincang berlama-lama denganmu!" kata Ratu Duyung pula.
"Aku sanggup mencarikan
seorang perjaka yang bisa menyembuhkan dirimu dan memusnahkan kutukan yang
selama ini menyiksa dirimu …."
Paras Ratu Duyung kelihatan
berubah. "Apa kau menawarkan dirimu atau muridmu Pangeran Matahari?!"
Si Muka Mayat tertawa
bergelak. "Aku yang sudah tua bangka reot begini mana mungkin masih
perjaka. Muridku si Pangeran Matahari itu jelas sudah tidak perjaka lagi. Yang
ingin kutawarkan padamu adalah seorang Pangeran dari Surokerto yang aku kenal
baik. Orangnya gagah. Kau pasti tidak kecewa. Jika kau suka silahkan kau
mengatur pertemuan …."
Ratu Duyung walaupun sangat
marah saat itu namun masih bisa tersenyum. "Sayang aku tidak suka pada
tawaranmu itu. Juga tidak suka pada Pangeran yang kau sebutkan itu …." Habis
berkata begitu Ratu Duyung menatap ke langit. "Matahari sudah tinggi,
selagi kau masih ada kesempatan . untuk kembali ke bukit di sebelah barat sana,
sebaiknya lekas-lekas kau angkat kaki. Kawan-kawanmu akan kecewa kalau kau
sampai menemui ajal lebih dulu di sarang musuh!"
Si Muka Bangkai menggeram
dalam hati. "Aku tahu kehebatan para tokoh silat golongan putih, termasuk
dirimu. Tapi jika aku tidak punya nyali mana aku akan menjejakkan kaki di
tempat ini?” Saking geramnya setelah mengeluarkan kata kata itu Si Muka Bangkai
pergunakan tangan kirinya untuk mencengkeram ujung runcing batu karang yang ada
di dekatnya. Batu karang itu serta merta berubah menjadi hitam dan mengepul
tanda di selimuti hawa panas luar biasa. Ketika si orang tua menjentikkan jari-jari
tangannya batu karang itu langsung bertaburan ke udara, berubah menjadi debu
hitam yang sangat halus!
"Orang tua, mengapa kau
tidak lekas angkat kaki?! Apa kau kira kami di sini perlu tukang sulap
sepertimu?" ujar Ratu Duyung. Lalu dia gerakkan tangannya yang memegang
cermin bulat. Sinar putih menyilaukan berkiblat ke arah taburan halus debu
karang. Serta merta debu-debu halus itu berubah menjadi merah membara. Ratu
Duyung gerakkan lagi cerminnya. Ribuan bahkan mungkin jutaan debu merah
bergerak laksana sebuah tabir kearah Si Muka Bangkai.
Orang tua yang memiliki ilmu
kebal segala benda panas ini ganda tertawa ketika dapatkan dirinya diserang
oleh debu-debu merah membara itu. Dia sengaja tegak terbungkuk-bungkuk sambil
bertolak pinggang menuju datangnya serangan dinding debu. Tapi Ratu Duyung yang
sudah pernah mendengar kehebatan Si Muka Bangkai ini berlaku cerdik. Sekali agi
cermin bulatnya digerakkan. Dinding debu bertabur ke udara. Kini jutaan debu
menyambar ke arah si orang tua dari ratusan arah.
Si Muka Bangkai dorongkan ke
dua tangannya ke depan. Sebagian debu panas merah tersapu mental dan lenyap
namun sebagiannya lagi lolos dan menyerang ke arah setiap lobang yang ada di
tubuhnya.
Orang tua ini terbatuk-batuk.
Matanya jadi perih dan telinganya seperti mengiang. Sebelum nafasnya menjadi
sesak cepat-cepat dia melompat mundur seraya kirimkan satu pukulan sakti ke
arah Ratu Duyung. Sang Ratu menyambut dengan kerlipan cahaya dari cermin
bulatnya. Dua kekuatan tenaga dalam saling beradu di udara.
"Dess … dess!"
Si Muka Bangkai merasakan
tangannya kesemutan dan denyut darah dalam urat-urat besar di tubuhnya menjadi
kacau. Cepat-cepat dia menyeIinap ke balik batu karang besar lalu melompat jauh
dan turun dari bukit, kembali ke bukit sebelala barat, Ratu Duyung sendiri
sesaat tampak tergontai-gontai namun segera dapat menguasai dirinya kembali.
Belum sempat Si Muka Bangkai
memberi tahu kegagalan pertemuannya dengan Ratu Duyung di bukit sebelah timur
yang hanya dipisahkan oleh satu pedataran pasir berbatu-batu selebar lima
tombak, tiba-tiba terdengar suara seperti cambukan cemeti yang menyakitkan
telinga. Suara cemeti ini sesekali diseling oleh suara tawa membahana disertai
maki-makian.
Orang-orang di bukit sebelah
barat termasuk Si Muka Bangkai yang baru saja kembali dari bukit timur jadi
melengak dan memperhatikan dengan mata dibesarkan.
"Ha … ha … ha … ! Lihat
keledai dungu! Tolol bodoh! Mendaki bukit jelek begini saja tidak mampu! Ayo
jalan! Lari! Lari atau kupecut bokongmu! Ha … ha … ha!" Lalu terdengar
suara cemeti berkelebat berulang kali. Tak lama kemudian semua mata sama
menyak-sikan bagaimana seorang bertubuh sangat gemuk, berbobot sekitar 200 kati
mendaki menuju puncak bukit karang dengan menunggang seekor keledai kecil
kurus! Tapi jika diperhatikan temyata si gemuk ini bukannya menunggang karena
walau pantatnya berada di atas punggung keledai tapi ke dua kakinya menjejak
tanah dan berjalan mengikuti langkah empat kaki keledai! Selain itu setiap dia
memecutkan cemetinya, bukan tubuh keledai itu yang dihantamnya tapi pahanya
sendiri yang dideranya hingga celana hitamnya robek di sana-sini.
"Perjalanan gila yang
melelahkan! Ha. .. ha. .. ha!" kata si gendut begitu sampai di puncak
bukit karang.
"Ada apa sebenamya di
tempat ini? Hari sepuluh bulan sepuluh! Kukira ada pesta makan besar. Yang
kulihat cuma manusia-manusia tegak berdiam diri. Entah sedang kebingungan entah
lagi tegang! Kalau lagi bingung apa yang dibingungkan! Kalau lagi tegang apanya
yang tegang! Ha … ha … ha … ha…!"
Si gendut terus mengumbar tawa
mengekeh. Ketika tawanya sekonyong-konyong lenyap dia lalu sorongkan kepalanya
ke depan. Tangan kirinya diletakkan di atas kening. Tangan kanan menunjuk ke
bukit di seberangnya ke arah Dewa Sedih yang sedang menangis tersedu-sedu.
"Anak cengeng itu!
Mengapa dia bisa kesasar ke sana?!" ujar si gendut. Lalu dia berteriak.
"Hai Dewa Sedihf Kalau mau nangis mengapa jauh-jauh sampai ke sini! Ha. ..
ha … hal Anak brengsek! Seumur hidup bisanya cuma mengeluarkan air mata! Ha …
ha … ha!" Di bukit seberang sana Dewa Sedih bangkit berdiri dari atas batu
karang lalu mengepalkan tinjunya ke arah si kakek gendut. Walau dia sangat
marah saat itu tapi wajahnya tetap saja ditekuk sedih.
"Orang sombong selalu
tertawa! Dewa Ketawa! Kau selalu mencampuri urusanku! Kau selalu mengintili ke
mana aku pergi! Hik … hik! Aku kakakmu memerintahkan agar kau segera minggat
dari tempat itu. Hik … hik … hik!" Habis mengancam Dewa Sedih menangis
sejadi-jadinya. Temyata oi gendut yang datang menunggang keledai adalah Dewa
Ketawa, adiknya sendiri.
"Kau boleh saja
memerintah! Tapi hari ini bukan urusan kakak denqan adikl Tapi urusan dengan
orang-orang yang kepingin cepat-cepat matil Ha. .. ha … ha!" Menjawab Dewa
Ketawa dari seberang bukit.
Dewa Sedih banting-bantingkan
kakinya ke batu bukit lalu kembali ke tempat duduknya di gundukan batu dan
meneruskan tangisnya.
Pangeran Matahari mendekati
Dewa Sedih dan berkata. "Kau harus membunuh adikmu itu. Kau dengar!"
"Hatiku sedih …. Hatiku
sedih!" jawab Dewa Sedih lalu menangis lagi.
”Jahanam!" maki Pangeran
Matahari. Baru saja dia menyumpah seperti itu di bukit sebelah timur kembali
terjadi satu hal yang menarik perhatian. Di antara suara tawa Dewa Ketawa
tiba-tiba terdengar suara kerontangan kaleng yang keras sekali, membuat
gendang-gendang telinga serasa ditusuk.
Si Muka Bangkai tampak
tercekat sementara Delapan Tokoh Kembar di lereng bukit kelihatan
termangu-mangu, memandang tak berkesip ke arah bukit di hadapan mereka. Seorang
kakek bercaping, berpakaian compang camping, membekal sebuah buntalan butut dan
membawa sebuah tongkat buruk berjalan melenggang lenggok sambil
menggoyang-goyangkan sebuah kaleng rombeng di tangan kanannya!
Begitu sampai di puncak bukit
langsung saja dia melompat ke atas kereta dan duduk uncang-uncang kaki sambil
kerontangkan kaleng rombengnya tiada henti. Ketika Ratu Duyung melirik padanya
dia menjura sambil angkat capingnya dan berkata. "Cucuku bermata biru nan
cantik jelita! Jangan marahi aku ya kalau aku kurang ajar duduk di atap
keretamu! Seumur hidup aku belum pernah naik kereta sebagus ini. Jadi duduk di
atapnya saja sudah seperti di sorga rasanya! Harap kau maklum! Sekian tak lebih
tak kurang dan terima kasih!"
Ratu Duyung cuma bisa
tersenyum. Dia lalu memandang ke arah utara. Hatinya saat itu kurang tenteram.
Ada satu hal yang menjadi pikirannya. Kalau Pendekar 212 Wiro Sableng tidak
muncul di tempat itu sia-sialah perjalanan jauhnya dari laut selatan sampai ke
puncak bukit itu!
"Kakek Segala Tahu!"
berbisik Si Muka Bangkai pada muridnya ketika dia mengenali siapa adanya kakek
bercaping dan membawa kaleng rombeng yang barusan datang.
"Aku sudah tahu,"
jawab sang murid. "Aku tidak perduli mereka semua. Musuh besarku masih
belum kelihatan! Gurunya si nenek keparat bemama Sinto gendeng itu juga tidak
tampak mata hidungnya! Dia akan menyesal kalau tidak menghadiri kematian
muridnya di Pangandaran ini!"
Belum lagi perhatian orang
terhadap Kakek Segala Tahu sirap tiba-tiba dua sosok aneh berkelebat di puncak
bukit karang sebelah timur. Mereka adalah orang-orang yang menyelubungi tubuh
merek dengan kain putih. Di bagian kepala kain putih Itu diikat begitu rupa
hingga menyerupai pocong!
Dari kedua orang ini yang
kelihatan hanyalah sepasang mata mereka di bagian kain yang sengaja dilubangi.
"Mayat hidup dari mana
yang kesasar ke sini? berseru Dewa Ketawa lalu si gemuk ini tertawa
gelak-gelak. Kakek Segala Tahu tenang-tenang saja seolah tak perduli dengan
kemunculan dua orang berselubung kain putih itu. Apalagi mereka sengaja tegak
agak jauh dan kelihatannya tengah berbisik-bisik.
"Aku belum melihat mata
hidungnya!" kata orang berselubung di sebelah kanan.
"Aku tidak heran kalau
dia tidak sampai datang ke sinil Soalnya aku meragukan otaknya masih waras atau
tidak!"
"Setan kau! Jangan kau
berani menghinanya…. Aku tahu kau beberapa kali berusaha menjebaknya!"
"Hik. .. hik …. Aku tidak
sungguhan dan tidak berniat sejauh itu. Hanya hal satu itu yang aku pantas
memujinya! Hik.. . hik!"
"ltu katamu sekarang!
Kalau dulu kau memang berhasil …. Hemmm …. ‘Kubembeng usus besarmu sampai ke
ujung dunia!"
"Hik … hik … hik!"
"Sudah! Jangan tertawa
juga. Apa kau masih punya persediaan minyak wangi? Tubuhku sudah keringatan.
Aku kawatir nanti dia mengenaliku … ." Dari balik pakaian anehnya orang
disebelah kanan mengulurkan tangan menyerahkan sebuah tabung kecil terbuat dari
bambu.
"lni yang terakhir.
Setelah itu jangan harap aku akan memberikan lagi padamu!"
"Kurasa ini kali yang
penghabisan aku meminta minyak wangi padamu! Setelah persoalan gila di tempat
ini selesai, aku tidak butuh lagi …!"
"Berarti kau akan kembali
ke bau badanmu semulal Hik … hik … hik!"
"Diam! Jangan tertawa
tidak karuan di tempat seperti ini!" kata orang berselubung sambil
menyirami tubuhnya dengan minyak wangi. Dia memandang ke lereng bukit di
depannya lalu berkata.
"Coba kau lihat ke sana.
Aku hampir tak percaya. Delapan Tokoh Kembar mau-mauan datang ke sini jadi kaki
tangan membantu Pangeran Matahari!"
"Astaga! Setahuku mereka
adalah orang-orang yang tidak terlalu usil. Meskipun brengsek namun tidak mau
membuat bentrokan dengan kita orang-orang golongan putih … ."
"Hemmm … Aku bisa mengira
jalan ceritanya. Rata-rata Delapan Tokoh Kembar itu tidak punya iman teguh.
Gampang tergoda, terutama oleh harga dan perempuan. Aku melihat ada seorang
gadis cantik berbaju biru mendampingi mereka. Pasti ini penyebabnya!"
"Celakal Kalau Delapan
Tokoh Kembar menyerbu berbarengan langit pun bisa diruntuhkannya. Kita harus
mencari akal!"
"Tak usah kawatir.
Serahkan mereka padaku. Tapi aku perlu bantuan beberapa orang lagi.
“hmm …. Hik … hik. ..
hik!"
"Sialan kau! Masih saja
tertawa tidak karuan. Apa Kamu tidak mendengar ada satu orang gila lagi tengah
berlari mendaki bukit menuju ke mari?!"
*
* *
DUA
DI PUNCAK bukit karang sebelah
timur tiba-tiba terdengar suara orang berlari sambil bemyanyi-nyanyi. Hanya
sesaat kemudian berkelebatlah satu bayangan putih. Orang ini temyata seorang
kakek berambut putih jarang, memelihara kumis dan janggut panjang putih.
Matanya yang sangat lebar terpuruk dalam pipi dan rongga cekung.
Mukanya hampir tidak
berdaging. Sekilas tampang manusia satu ini hampir sama dengan Si Muka Bangkai.
Bedanya Si Muka Bangkai sudah bungkuk sedang yang satu ini masih kelihatan
gagah.
"Astaga! Dia
rupanya!" Salah seorang berselubung kain putih keluarkan seruan kaget. Ada
kilatan cahaya aneh pada sepasang matanya. "Keadaannya masih gagah,
sikapnya masih ceria. Tapi pada sepasang matanya terbayang banyak penderitaan
hidup …."
"Eh sobatku, kau kenal
orang gila itu?!" bertanya sang teman di sebelahnya. "Aku dengar kau
bergumam seperti bicara sendirian!"
"Lebih dari kenal! Dia
…."
"Kau tak bisa meneruskan
ucapan. Aku dengar suara seperti keselekan di tenggorokanmu! Ah! Aku ingat
sekarang! Kau punya hubungan mesra dengan kakek itu di masa muda puluhan tahun
silam. Dan aku juga ingat. Si Muka jerangkong itu adalah Tua Gila dari Pulau
Andalas!"
"Ssttt! Jangan
keras-keras bicara! Nanti setan alas itu mendengar dan mengenali diriku!"
"Hik … hik … hik! Kau
berlagak malu tak mau dikenali, tak mau ditemui. Padahal aku tahu betul hatimu
saat ini sedang berbunga-bunga melihat dirinya!"
"Jangan meracau tak
karuan!"
"Hik … hik. .. hik!"
Orang tua yang baru datang dan
bukan lain adalah Tua Gila adanya hentikan nyanyiannya yang tak karuan. Dia
memandang berkeliling. Lalu berseru "Onde …. Onde! Betul ruponyo! Hari
sapuluah Bulan sapuluah! Banyak urang-urang gilo bakumpua Di siko! Ha … ha …
ha!"
"Si tua bangka itu kumat
gilanya! Bicara memakai bahasa sendiri! Dikira saat ini dia berada di kampungnya!"
Salah satu orang berselubung kain putih keluarkan suara mengomel. Sementara di
bagian yang lain Dewa Ketawa kembali tertawa gelak-gelak.
Tua Gila lanjutkan ocehannya.
Seolah mendengar omelan orang dia tidak lagi menggunakan bahasa daerahnya.
"Kalian semua adalah teman-teman yang tidak pernah aku jumpa selama
puluhan salam Hormatku untuk kalian … ." Lalu Tua Gila mem-bungkuk memberi
hormat pada orang-orang di depannya sambil menyebut nama.
"Dewa Ketawa ….”
”kakek Segala Tahu ”
”…. Ah, yang dua itu
bersembunyi di balik kain kafan, aku tak bisa mengenali! Ha …ha.. ha … Tapi
biar aku memberi hormat juga pada dua hantu kuburan ini! Ha… ha… ha!" Lalu
Tua Gila membungkuk memberi hormat pada dua sosok yang berselubungkan kain
putih. Salah satu dari dua orang berselubung tampak salah tingkah. Untung saja
tubuh dan wajahnya tertutup kain putih.
Tua Gila memandang ke jurusan
Ratu Duyung. Sambil membungkuk dia berkata. "Mataku sudah lemur,
pendengaranku kurang tajam. Sahabat muda yang cantik jelita ini belum kukenal
belum pernah kudengar. Hormatku untukmu…."
Ratu Duyung membalas
penghormatan itu dengan menjura tapi membatalkan niatnya ketika didengamya Tua
Gila berkata. "Gadis cantik, mudah-mudahan kau segera mendapatkan jodoh!
Aku turut berdoa untukmu! Ha … ha … ha!" Tua Gila lantas kedap-kedipkan
matanya beberapa kali.
Paras Ratu Duyung kelihatan
menjadi merah. Ada satu getaran aneh terjadi dalam tubuhnya. "Apa maksud
orang tua ini dengan ucapannya tadi? Aku akan mendapatkan jodoh? Siapa?"
Ah, hanya seorang tua gila mengapa aku harus memikirkan segala ucapannya!"
Ratu Duyung membatin.
"Sepi sekali di sini.
Semua kulihat pada tegang, untuk melenyapkan kesunyian dan ketegangan biar aku
menyanyi!"
Di atas kereta Kakek Segala
Tahu kerontangkan kaleng rombengnya. Di sebelah sane Dewa Ketawa kumat
penyakitnya dan mulai mengumbar tawa. Tua Gila buka mulutnya lebar-lebar
seperti benar-benar mau menyanyi. Tapi temyata tidak. Karena tiba-tiba dia
palingkan kepalanya ke arah utara lalu berseru.
"Teman-temanl Apa kalian
tidak mencium bau sesuatu yang harum…?" Tua Gila mendongak dan menghirup
udara dalam-dalam. Yang lain-lain jadi ikut-ikutan
Baru satu kali orang-orang di
bukit itu mengendus tahu-tahu seorang tua berpakaian selempang kaln biru sudah
berada di situ. Dia memanggul sebuah bumbung bambu dl bahu kiri kanan. Dia
layangkan pandangan pada semua orang yang ada dl situ sambil elus-elus
janggutnya yang putih sedada. Salah seorang dari dua sosok berselubung kain
putih keluarkan suara mendesah halus dan tangan kanannya ditekapkan ke dada
seolah menahan degup jantungnya yang tiba-tiba bergoncang.
"Eh, ada apa? kawan di
sebelahnya bertanya.
"Kau seperti kaget
melihat si tua gagah itu …. Kau memegangi dada. Apa jantungmu mau copot?!"
"Tidak …. Aku tidak
apa-apa. Hanya nafasku terasa sesak, karena terus-terusan berada di balik
selubung ini!"
Kawan orang berselubung ini
keluarkan tawa perlahan lalu setengah berbisik dia berkata. "Tadi kau
menggodaku! Sekarang gilirankul Jangan kau klra aku tidak tahu hubunganmu di masa
muda dengan si tukang minum itu. Hik … hik … hik!"
"Kita sama-sama kena
batunya. Jadi harap berhenti" Orang tua berjanggut putih terus layangkan
pandangan. Nampaknya dia seperti mencari-cari seseorang. "Anak setan itu
pasti telah mendustaiku. Orang yang dikatakannya tak ada di sini!"
Beberapa saat lamanya dia pandangi dua sosok berselubung kain putih. Lalu dia
berpaling ke kiri. Pandangannya terbentur wajah dan sosok Ratu Duyung. Tidak
berkesip mata itu memperhatikan dari rambut sampai ke kaki lalu dia gelengkan
kepala berulang kali!
"gluk … gluk ..
gluk!"
Terdengar suara tenggorakannya
meneguk lahap tuak wangi mumi yanq dikenal dengan nama tuak kayangan Dewa
ketawa meledak tawanya ketika dia melihat orang tua ini. Dia menunjuk lalu
mulutnya menyerocos “ kita sama-sama dipanggil orang dewa. Tapi mengapa minum
sendiri saja tidak membagi bagi ! sungguh tidak sopan! Ha…ha…ha…!”
Orang tua yanq membawa tuak
berpaling lalu menjawab ”Anak kecil berapa sih usiamu! Kalau kuberi tuak
kayangan ini nanti kau bisa mabok! Syukur-sukur kalau kau Cuma ngompol”
"Ah, sudah tua nyatanya
mulutmu masih suka Bicara jorok" kata Dewa Kelawa, Dia tertawa dulu
sebentar baru melanjutkan ucapannya. "Kau pasti tahu, lelaki mana ada yang
suka ngompal! Ngompol itu kan penyakitnya perempuan!" Dewa Ketawa kembali
tertawa terpingkal-pingkal.
"Si Dewa Ketawa sialan
itu, apa kau kira dia merasani diriku?"
"Hik … hik! Perlu apa
dipikiran ucapan orang-orang gila!" jawab si teman. "Yang musti kau
pikir dan doakan adalah orang yang kita tunggu"
"Seumur hidup aku tidak
pernah mendoakannya Kalau dia sampai tidak datang, berarti mencari sengsara
sendiri! Atau mungkin dia masih dikepung pikiran takut karena kitab itu tidak
ada lagi padanya?!
Diatas atap kakek segala tahu
goyang-goyangkan tangan kanananya tiada henti. Suara berisik membuncah puncak
bukit itu, terdengar jelas sampai kebukit diseberangnya. Saat itu orang tua ini
sebenamya sedang risau, dia mendongak kelangit ” matahari memang sudah tinggi,
tapi tengah hari masih lama, kalau anak itu datang terlalu cepat dan setan
iblis dibukit sana keburu menyerbu, urusan bisa kapiran! Hmmmm…. aku mesti
melakukan apa?”
*********
TIGA
Kita kembali beberapa saat
sewaktu dewa tuak tengah berlari cepat menuju teluk penanjung di pangandaran.
Di satu tempat dia hentikan larinya dan memamdang kearah kejauhan, desisnya.
”Yang dibarat ditancapi
bendera hitam yang di timur ditancapi bendera putih diatas sebuah kereta !
hhhhmmm tanda-tanda apa ini ?”
Selagi dia berkata-kata
sendirian, seperti itu, dari Balik lamping batu karang terdengar suara.
”ssssttt…. Suro Lesmono !
sedang apa kau disitu?"
Paras Dewa Tuak berubah. Dia
berpaling ke arah Batu karang dan dengan cepat peganq tabung bambu di sebelah
kanan.
"Seklan puluh tahun dunia
terkembang! Puluhan tahun malang melintang! Tidak banyak yang tahu nama asliku”
Lalu orang tua Ini berteriak, "Orang di balik karang Lekas unjukkan
dirumu! "
Tak ada gerakan, tak ada
jawaban.
"Bagus Kau minta aku
hancurkan rupanya!" Dewa Tuak menggeram. Tabung bambu yang sudah
Dipegangnya didekatkan ke bibir lalu "gluk. .. gluk … gluk!’ Minuman keras
itu diteguknya beberapa kali. Begitu mululnya penuh tuak, minuman keras itu
lalu disemburkannya ke arah batu karang. Terjadilah satu hal yang hebat. Batu
karang kukuh atos Itu pecah di beberapa bagian. Kepingan-kepingannya
berpelan-tingan ke udara.
Sekali lagi Dewa Tuak meneguk
Tuak dalam bambu. Ketika dia hendak menyembur untuk ke dua kalinya dengan
mengerahkan tenaga dalam dua kali lipat dari yang tadi, dari balik batu karang
yang hancur itu menghambur sesosok tubuh berpakaian hitam disertai seruan ”
Dewa tuak tahan !”
"Anak setan?" Kau
rupanya!" Dewa Tuak mendamprat begitu melihat yang berdiri didepannya
adalah pendekar 212 Wiro sableng ” lama tidak bertemu, sekali bertemu kau
kurang ajar! Cepat Kau katakan dari siapa kau tahu namaku hah! ”
”Jangan marah dulu kek!” kata
wiro sambil tersenyum-senyum yang membuat dewa tuak jadi tambah jengkel. ”Ada
satu orang yang memberi tahu namamu itu, Dia juga bertitip pesan ingin sekali bertemu
denganmu, kurasa dia sudah ada dipuncak bukit sana menunggumu!”
” Orang itu lelaki atau
peerempuan?" lalu seka mulutnya yang penuh dengan tuak.
”perempuan!”
“Masih muda ataukah sudah
tua?” tanya dewa tuak lagi.
“Bisa muda bisa tua!” jawab
murid sinto gendeng.
"Anak kurang ajar Jangan
kau berani main-main padaku!"
"Aku tidak
main-main"
Dewa Tuak dekatkan lagi tabung
bambu kebibimya lalu meneguknya tuaknya banyak sekali sampai mukanya merah
laksana udang rebus.
"Kau tahu Nama perempuan
itu’? tanyanya kemudian.
"Namanya aku tidak tahu.
Tapi gelamya tahu … !’
"Sialanl Sebutkan saja
gelamya!" kata Dewa Tuak lalu meneguk tuaknya dari bumbung bambu.
"lblis Putih Ratu
Pesolek!"
Tenggorokan dewa Tuak tercekik
mendengar Julukan yang disebutkan pemdekar 112. Air mukanya yang merah sesaat
tampak memutih. Dihadapannya dilihatnya wiro senyum-senyum
" Setan alas ini tahu apa
hubunganku dengan perempuan itu.. !.’" Dewa tuak berpikir-pikir.
”Kek, kau tunggu apa Iagi !
lekas naik ke bukit! Dia pasti sudah menunggumu. ..!"
"Anak setan! ,Jangan kau
berani menggodaku, kau sendiri mengapa berada disini bukannya naik ke bukit!.
Aku lihat dibukit sana musuh-musuhmu sudah lengkap menunggumu, siap membunuhmu
sampai lumat!”
Wiro menyeringai" kau
pergi saja duluan kek, aku masih ada dua hal yang harus kukerjakan…”
”hmmmm apa saja pekerjaan itu?
”
”menunggu seseorang dan
memeriksa keadaan dikawasan ini! Kau tahu Pangeran matahari adalah manusia keji
licik, bukan mustahil dia hendak menyiasati kita!”
"Siapa orang yang kau
tunggu?”
”Pasti seorang gadis!"
"Ah …. kau memang betul.
Aku. …"
"Orangnya si Bidadari
Angin Timur itu?!"
"Et, bagaimana kau bisa
tahu Kek?" ujar Wiro terbelalak.
"Ha … ha… ha Dewa Tuak
teguk dulu tuak harumnya baru menjawab."Kau tengah menghadapi satu
teka-teki besar anak muda….. Kau pecahkanlah sendiri!" Setelah meneguk
tuaknya sekali lagi Dewa tuak meninggalkan tempat itu.
Pendekar 212 Wiro sableng
garuk-garuk kepala. Dia menatap ke langit.
"masih lama datangnya
tengah hari, Masih ada kesempatan untuk bertanya pada kakek segala tahu, aku
sudah mendengar suara kerontangan kaleng bututnya dipuncak bukit sana! Selain
itu aku perlu menyelidiki keadaan dikawasan ini”
Lalu Wiro mencari tempat yanq
agak tinggi. Dengan mengerahkan ilmu ”menembus pandang” yang didapatnya dari
ratu duyung dia mulai menyapu daerah sekitar situ dengan pandangan matanya yang
sanggup melihat benda-benda walaupun terhalang oleh benda lain.temyata banyak
hal yang membuat murid sinto gendeng ini menjadi kaget.
Pertama ketika dia memandang
kebukit sebelah barat, dibukit itu dimana berkumpul para tokoh silat golongan
putih banyak tersembunyi berbagai peralatan dan senjata rahasia yang sulit
terlihat oleh mata biasa, mulai dari panah beracun dan pisau terbang sampai pada
bola-bola hitam berisi bahan peledak. Lima bahan peledak ini juga ditanam
dijalan masuk menuju keteluk yang diapit oleh dua buah bukit.
Semua peralatan rahasia yang
dipasang Di bukit tinur dihubungkan pada satu peralatan berupa kawat yang dapat
mengatur hidup matinya peralatan-peralatan maut itu. Tapi untuk bahan peledak
yang ditanam di antara dua bukit sama sekali tidak dihubungkan dengan alat
pengatur tersebut.
Berarti siapa saja yang
menginjaknya akan membuat bahan itu meledak. Tubuh Si penginjak akan hancur
Berkeping-keping
”Jahanam keji Licik!"
rutuk Pendekar 212 dalam hati". Pasti pangeran keparat itu yang mendalangi
perbuatan ini! Semua yang di bukit timur berada dalam bahaya besar. Aku harus
segera melakukan sesuatu! Aneh, mengapa ratu duyung tidak mengetahui hal ini.
Padahal dengan ilmu menembus pandang yang dimilikinya dia pasti bisa melihat
lebih jelas semua yang tersembunyi di tempat itu!”
Murid sinto gendeng sama
sekali tidak mengetahui bahwa setelah ratu duyung memberikan ilmu ”Menembus pandang”
itu padanya maka ilmu yang dimiliki sang ratu sendiri akan lenyap selama 777
hari. Ilmu itu akan muncul dan dikuasainya kembali selewat jangka waktu
tersebut.
”Aku harus cepat melakukan
sesuatu!” pikir wiro. Hal kedua yang mengejukan wiro ialah ketika dia melihat
sosok Bidadari Angin timur di bukit barat, berada di antara delapan lelaki
berjubah merah berkepala botak kuning.
”Ditunggu-tunggu temyata dia
ada di situ? Jahanam!
Terbuka sudah kedoknya. Jadi
kaki tangan Pangeran Matahari dia rupanya! Mereka pasti punya huhungan
tertentut Aku benar-benar tertipu Tak pelak lagi pasti kitab putih wasiat dewa
sudah diberikannya pada pangeran keparat itu!”
Wiro lantas ingat pertemuannya
dengan bidadari angin timur belum lama berselang.
”Tapi bagaimana kalau betul
gadis itu punya kembaran ?” wiro jadi garuk kepala sendiri.
”yang ada dibukit barat itu
yang mana adanya? Yang dulu pernah menampar piplku atau yang menipu dan
melarikan kitab sakti itu? atau mungkin sebenamya Memang Cuma satu Bidadari
Angin Timur?!”
Dalam bingun wiro teruskan
menyusuri bukit sebelah barat dengan ilmu ”menembus pandangnya” kembali dia
terkejut ketika iblis pemabuk dan dewi payung tujuh juga berada di sana.
”Iblis pemabuk, seperti
manusia tidak punya pegangan. Sekarang menjadi antek pangeran matahari , lalu
gadis sialan dari tanah seberang itu! Kalau tidak mengharapkan sesuatu pasti
dia tidak akan bergabung dengan manusia manusia sesat itu. Dia mengincar kitab
putih wasiat dewa. Agaknya dia sudah tahu kalau kitab itu kini berada disana.
Lalu ditambah dendamnya terhadapku tempo hari.!”
Wiro sadar sudah terlalu lama
dia berada di tempat itu. “ aku harus segera bergabung dengan para tokoh”, dia
memandang kelangit sang surya masih cukup jauh dari titik tertingginya.
Dengan ilmu menembus pandang
wiro mampu melihat siapa saja yang berada dibukit sebelah timur. Mula-mula
dilihatnya kakek segala tahu,
“aku harus cepat menemui kakek
itu , mungkin dia bisa memecahkan teka-teki rahasia kelemahan Tiga bayangan
setan, tepat tengah hari bolong, pilih yang ditengah!”.
Dada pendekar 212 berdebar
ketika dia melihat ratu duyung. Lama murid sinto gendeng menatap wajah sang
ratu dengan berbagai perasaan menyelimuti hatinya. Kasihan ada sayang pun ada
sedang rasa berhutang budi dan nyawa tentu saja tidak pernah dilupakannya.
Murid Sindo Gendeng palingkan
kepala ke jurusan lain. Dia tersenyum ketika pandangannya sampai pada sosok
dewa ketawa dan dewa tuak. Lalu terlihat dua sosok tubuh mengenakan pakaian
aneh berselubung kainputih.
"Seumur hidup tidak
pernah aku ketahui ada dua tokoh golongan putih punya dandanan seperti itu.
Dua pocong hidup itu siapa
mereka adanya!”
Wiro kerahkan tenaga dalamnya
yang ada dikepala. Bagaimanapun dicobanya dia tidak mampu menembus kain putih
yang jadi pakaian dua orang itu. ”aneh mengapa tidak bisa tembus?” pikir wiro.
Dia berpaling kearah ratu duyung. ”akan kucoba yang satu ini” kata wiro dalam
hati. Tenaga dalamnya dilipat gandakan, namun tetap saja dia tidak bisa
menembus kebalik pakaian orang.
Wiro garuk-garuk kepala ”
batu,pohon air dan dinding bisa kutembus, mengapa pakaian tidak bisa? Ah,
jangan-jangan ilmu ini memang tidak untuk dipergunakan untuk berkurang ajar!”
wiro tertawa sendiri.
”aku harus segera menuju
puncak bukit sebelah timur sebelum pergi pedataran pasir antara dua ukit karang
aku bersihkan dulu!”
”braaakkk!”
Wiro hantam batu disampingnya
dengan pukulan bertenaga dalam tinggi. Batu karang hancur menjadi sembilan
keping. Dia memilih lima keping yang besar-besar lalu bersiap melemparkan batu
itu satu persatu kearah pedataran dimana tersembunyi lima bola maut yang bisa
meledak! Tapi gerakan sang pendekar tertahan ketika dia melihat tiba-tiba ada
yang datang dari utara, berlari secepat angin!
”eh binatang atau setan yang
datang ini!” ujar wiro.
************
EMPAT
SEORANG lelaki bertubuh gemuk
luar biasa, berkopiah hitam kupluk, mengenakan baju terbalik dan kesempitan
muncul dari arah utara. Melihat kepada bobotnya yang begitu besar sulit
dipercaya dia mampu berlari laksana angin. Apalagi sambil berlari dia
menjunjung sebuah keranjang rotan raksasa. Di dalam keranjang itu, bergelung di
atas tumpukan jerami kering kelihatan sosok manusia gendut, lebih gendut dari
lelaki yang menjunjungnya. Dari suara mengorok yang keluar dari mulutnya jelas
si gemuk ini tengah tertidur nyenyak. Tetapi dibilang tidur mengapa ada sebuah
pipa panjang yang menyala dan menebar bau tembakau mencantel di sela
bibimya?"
Hebatnya lagi, si gemuk yang
menjunjung keranjang berisi manusia raksasa itu berlari sambil tangan kirinya
memegang kipas kertas yang tiada henti-hentinya dikipaskan pada wajahnya yang
selalu keringatan!
"Bujang Gila Tapak
Sakti!" seru Wiro. Walau dia gembira tapi tiba-tiba dia menjadi merinding.
Si gemuk yang dipanggilnya dengan sebutan Bujang Gila Tapak Sakti itu temyata
berlari memasuki pedataran pasir berbatu-batu yang diapit oleh dua bukit
karang. Padahal lima bahan peledak telah ditanamkan musuh di tempat itu!
Jangankan si gendut berpeci kupluk itu, seekor tikus saja jika menginjak
bola-bola maut yang ditimbun di bawah pasir pastilah akan meledak dan
menghancurkan tubuhnya sampai berkeping-kepingl Apalagi si gendut ini membawa
beban pula yaitu seorang manusia raksasa berbobot ratusan katil Orang di dalam
keranjang rotan besar itu bukan lain adalah salah satu tokoh silat paling aneh
dirimba persilatan yang dikenal dengan julukan Si Raja Penidur!
"Bujang Gila Tapak
Sakti!" seru Wiro dengan suara menggelegar karena dia kerahkan tenaga
dalamnya.
"Berhenti! Tahan larimu!
Jangan melewati pedataran pasir!" Orang yang diteriaki menoleh sekilas
pada Wiro. Dia lambaikan kipasnya tapi terus saja berlari kencang.
"Kerbau tolol itu apa dia
tuli tidak mendengar teriakanku?! Celakal Bagaimana aku harus
mencegahnya!" Wiro masih berpikir untuk menyelamatkan orang dari bahaya
bola-bola maut yang ditanam musuh justru saat itu si gendut Bujang Gila Tapak
Sakti sudah jauh memasuki pedataran di antara dua bukit.
Murid Sinto Gendeng
terbelalak. Ternyata tidak satu pun bola maut itu yang meledak walau ada dua
dari lima bola yang sempat terpijak kaki si gendut! "Gila! Luar biasa!
llmu meringankan tubuhnya hebat luar biasal Bagaimana dia bisa meredam beratnya
tubuh Si Raja Penidur yang ada di dalam keranjang besar?!" Selagi Wiro
garuk-garuk kepala Bujang Gila Tapak Sakti dan Si Raja Penidur sudah berada di
puncak bukit batu karang sebelah timur. Kemunculan Bujang Gila Tapak Sakti yang
juga adalah kemenakan Dewa Ketawa disambut dengan penuh rasa kagum oleh semua
orang yang ada di situ. Dewa Ketawa tertawa mengekeh. Kakek Segala Tahu
kerontangkan kaleng rombengnya. Sambil menunjuk-nunjuk ke arah Si Raja Penidur
dan Dewa Ketawa yang bertubuh sama-sama gendut Tua Gila berseru.
"Sekarang ada tiga gajah
bengkak di tempat ini! Uhhhh! Anak tolol! Apa perlunya kau bawa-bawa gajah
ngorok itu ke sini. Kau hanya membuat sempit tempat orang bemafas saja!"
Bujang Gila menyeringai. Dia
berkipas-kipas beberapa kali lalu goyangkan kepalanya. Keranjang rotan besar di
atas kepalanya bergeser ke samping, perlahan-lahan melayang turun ke bawah.
Raja Penidur sendiri seperti tidak terganggu terus saja tidur mendengkur!
Kalau kedatangan Bujang Gila
Tapak Sakti dan Si Raja Penidur disambut dengan raga kagum serta gembira di
bukit timur, maka di bukit sebelah barat justru hal itu membuat para tokoh
golongan hitam menjadi geger dan tegang. Pangeran Matahari yang tahu gelagat
tidak baik cepat berkata memberi semangat.
"Hanya dua kerbau tak
berguna! Tidak ada yang harus ditakutkan! Kitab Wasiat lblis ada di tanganku!
Jangankan dua makhluk bengkak itu. Semua mereka bisa kubuat mampus!"
Habis berkata begitu Pangeran
Matahari segera mendekati Makhluk Pembawa Bala dan berbisik. "Kau lihat
sendiri. Lima bola maut yang kau tanam di pedataran sana tidak satu pun yang
meledak ketika dilewati si gendut keparat itu. Aku tidak ingin ada yang tidak
beresl Lekas kau pergi ke tempat pengendali. Langsung hidupkan alat pengendalil
Aku dan yang lain-lainnya akan menuruni bukit sejauh mungkin. Berjaga-jaga agar
kalau bukit di sana meletus tidak ada yang bisa lolos!" Ketika semua orang
di puncak bukit karang sebelah barat bergerak menuju kaki bukit dan berhenti di
tepi pedataran pasir lblis Pemabuk satu-satunya yang masih tetap berada di
puncak bukit.
Pangeran Matahari berpaling.
Melihat tokoh gemuk pendek itu masih berada di atas bukit dia berteriak agar
lblis Pemabuk segera turun. Mendengar dirinya dipanggil sambil terhuyung-huyung
lblis Pemabuk goyang-goyangkan tangannya lalu berteriak.
"Aku memilih tetap di
atas sini saja! Kecuali ada yang mau membantu menurunkan lima gentong tuak ini
ke bawah sana!"
Rahang Pangeran Matahari
menggembung. Di sebelahnya, gurunya Si Muka Bangkai berbisik. "Jangan
perdulikan dia Nanti akan kuhancurkan lima gentong itu. Kalau sudah tidak ada
lagi tuak di atas masakan dia mau bertahan di sana!"
"Aku kawatir
kemunculannya di sini bukan membantu kita tapi membuat kekacauan saja!"
jawab Pangeran Matahari.
"Kita lihat saja. Kalau
dia nanti masih banyak cingcong biar tubuhnya kubuat tuak!" kata Si Muka
Bangkai.
Melihat gerakan orang-orang di
bukit sebelah barat, orang-orang di bukit sebelah timur tidak tinggal diam.
Mereka segera menuruni bukit untuk menyongsong kedatangan lawan dan berhenti di
tepi pedataran pasir tepat di seberang kelompok Pangeran Matahari! Dua kelompok
para tokoh dunia persilatan golongan putih dan golongan hitam kini saling
berhadap-hadapan dan hanya terpisah lima tombak satu sama lainnya! Sementara
itu di langit matahari merayap mendekati titik tertingginya.
"Makhluk Pembawa Bala
keparat! Apa yang dilakukannya? Mengapa peralatan rahasia masih belum bekerja!
Mengapa masih belum terjadi ledakan! Padahal orang-orang di bukit karang
sebelah barat telah mulai turun!
Jahanam betul si Makhluk
Pembawa Bala itu Kelak akan aku tambahkan tusukan kayu di batok
kepalanya!"
Baru saja sang Pangeran memaki
begitu tiba-tiba ledakan dahsyat mendera kawasan teluk lima kali
berturut-turut!
Dua kelompok para tokoh di
kaki bukit barat dan timur menjadi terkejut besar.
"Jahanam! Apakah bumi
sudah kiamat?!" Seseorang terdengar berteriak. Pasir dan hancuran
batu-batu beterbangan ke udara membuat pemandangan menjadi gelap. Tanah
bergoncang hebat. Dua bukit bergetar seperti hendak roboh.
Air laut menggelombang
membentuk ombak besar yang kemudian menghempas di teluk. Di kaki bukit sebelah
barat terdengar raungan meratap Dewa Sedih. Sebaliknya di kaki bukit sebelah
timur Dewa Ketawa tertawa keras ditimpali suara kerontangan kaleng!
"Tiarap! Cari
perlindungan!" terdengar ada yang berteriak. Ketika pasir dan bebatuan
runtuh ke tanah dan pemandangan menjadi terang kembali kelihatanlah satu
pemandangan yang mendebarkan.
Di jalan masuk menuju ke
teluk, di ujung dua kaki bukit, tampak lima lobang raksasa menguak tanah!
Para tokoh yang tadi
berlindung di balik batu-batu besar di kaki bukit dan ada yang bertiarap
perlahan-lahan keluar unjukkan diri. Ada yang terdengar memaki sambil bersihkan
pakaian dan rambut mereka yang terkena hamburan pasir akibat ledakan.
Muka mereka yang tadi pucat
pasi kini berdarah kembali. "Setan edan! Apa yang terjadi! Habis kotor pakaian
putihku! Untung dandananku tidak rusak!" Salah seorang dari dua sosok
berselubung kai n putih memaki.
Lalu di balik kerudung kain
putihnya dia menge-luarkan alat-alat rias dan merias wajahnya kembali!
"Aku yakin! Ada jahanam
menanam alat peledak di tempat ini!" teriak seseorang.
"Pasti itu pekerjaaan
busuk si licik keji Pangeran Matahari!" menyahuti seorang lainnya.
Di kaki bukit sebelah barat
rahang Pangeran Matahari menggembung. Pelipisnya bergerak-gerak tanda dia
tengah marah besar. Dia berpaling ke bukit di atasnya.
"Jahanam! Apa yang
dikerjakan makhluk keparat itu! Mengapa yang meledak justru bola-bola maut di
tempat lain! Mengapa yang di bukit timur tidak meledak! Pisau dan panah beracun
mengapa belum bekerja! Makhluk Pembawa Balal Di mana kau?! Keparat tolol!"
Pangeran Matahari berpaling pada Elang Setan lalu berkata. "Lekas kau
pergi menyelidik ke tempat pengendalian alat rahasial Kalau Makhluk Pembawa
Bala berkhianat segera saja kau habisi!"
Mendengar perintah itu dan
merasa mendapat kepercayaan Elang Setan segera berkelebat. Dari kaki bukit
sebelah timur tiba-tiba ada yang berseru. "lblis Pemabuk! Tidak sangka kau
rupanya sudah jadi kaki tangan orang-orang jahat!"
Di atas bukit barat lblis
Pemabuk bantingkan kendi berisi tuak yang sedang diteguknya hingga pecah
berkeping-keping. Dengan tubuh menghuyung dia maju satu langkah. "Setan
alas dari mana yang berani bicara kurang ajar padaku!"
"Aku sahabat lamamu Dewa
Tuak!" jawab orang di kaki bukit timur. "Tapi sekarang kita tidak
bersahabat lagi! Kau memilih berkumpul dengan orang-orang sesat Aku mana mau
meniru perbuatanmu! Najis!"
Dewa Tuak lalu angkat tabung
bambunya ke bibir dan meneguk tuak mumi itu dengan lahap. "Dewa Tuak! Kau
tidak lebih baik dari dirikul Kalaupun aku berada di tempatmu, apa yang bisa
kau berikan? Di sini aku bisa berpesta dengan lima geniong tuak sedap!"
"Dasar tolol!"
teriak Dewa Tuak.
"Jahanam! Kau berani
memakiku!" Dari atas bukit lblis Pemabuk tanggalkan dua kendi yang terikat
di pinggangnya. Dua kendi ini lalu dilemparkannya ke bawah ke arah Dewa Tuak.
Lemparan ini bukan lemparan sembarangan karena disertai tenaga dalam tinggi.
Dua kendi itu sanggup memecahkan kepala serta menjebol tubuh Dewa Tuak. Belum
lagi tuak yang menyembur keluar dari dalamnya yang dapat menembus daging dan
tulang manusia!
"Ha … ha! Apakah
kegegeran hari sepuluh bulan sepuluh sudah dimulai di Pangandaran
ini?!"seru Dewa Tuak. Tua Gila dan Dewa Ketawa tertawa gelak-gelak Dewa
Sedih kembali terdengar meratap. Dewa Tuak lemparkan tabung bambunya ke udara
menyambut datangnya serangan dua kendi. Bumbung bambu dan dua kendi dari tanah
bertemu di udara.
"Traakkk ….
Traakkk!"
Tuak kayangan di dalam bumbung
bambu dan tuak keras di dalam dua kendi bermuncratan ke seantero tempat.
Bumbung bambu patah dua sedang dua kendi tanah hancur berantakan. Di atas bukit
lblis Pemabuk terhuyung-huyung. Kalau dia tidak Iekas berpegangan pada gentong
besar di dekatnya niscaya dia akan jatuh terjengkang. Di lain pihak, di kaki
bukit Dewa Tuak usap-usap dadanya yang mendenyut sakit. Orang tua ini
terbatuk-batuk beberapa kali dan cepat atur jalan darah serta tenaga dalamnya.
Rupanya walau bentrokan tabung bambu dan dua kendi tanah terjadi di udara namun
tenaga dalam ke dua orang tokoh silat itu saling memukul dengan hebatnya.
"Gusti Allah! Hancur
bumbung tuakku!" Teriak Dewa Tuak sambil memandang ke udara. "Tuakku
tumpah semua! Jahanam kau lblis Pemabuk!"
Orang tua berpakaian selempang
kain biru itu melompat satu tombak. Mulutnya dibuka lebar-lebar. Lalu
terjadilah satu pemandangan yang sulit dipercaya.
Tuak kayangan yang berhamburan
dari bumbungnya yang patah laksana tersedot mengalir masuk ke dalam mulut Dewa
Tuak. Walau banyak yang terbuang tapi sebagian besar masih sempat masuk ke
dalam tenggorokannya. "Ah, untung masih ada yang bisa kutenggak! Sialan
kau lblis Pemabuk!" Perlahan-lahan Dewa Tuak turun ke tanah.
"Dewa Tuak! Kasihan kau
kehilangan satu tabung!" Di atas bukit sebelah barat lblis Pemabuk berseru
lalu tertawa gelak-gelak. "Jangan khawatir, aku punya lima gentong tuak
keras. Aku akan hadiahkan satu gentong padamu! Ha … ha … ha!"
"Terima kasih, Siapa suka
minuman yang sudah dicampur dengan air kencing!" teriak Dewa Tuak lalu
tertawa mengekeh diikuti oleh semua orang yang ada di kaki bukit sebelah timur itu
sementara Si Raja Penidur masih enak-enakan ngorok.
"Jahanam! Apa
maksudmu!" teriak lblis Pemabuk dengan mata melotot.
"Ha … ha … ha! Dasar
orang tolol! Kerjamu mabuk saja hingga tidak tahu orang sudah
mengerjaimu!"
"Jahanam! Kalau kau tidak
segera menjelaskan aku hancurkan tabungmu yang satunya!"
"Masih saja tolol!"
seru Dewa Tuak. "Tuak keras dalam lima gentong yang kau minum itu
sebelumnya sudah dikencingi Pangeran Matahari dan gurunya Si Muka Bangkai! Ha …
ha … ha!"
Berubahlah tampang lblis Pemabuk.
Dia memandang ke arah Pangeran Matahari dan Si Muka Bangkai. Dua orang ini
segera berteriak berbarengan.
"Dusta!"
Tapi lblis Pemabuk sudah
termakan ucapan Dewa Tuak "Kalau kau masih mau bersahabat dan inginkan
tuak yang harum sedap, aku masih ada satu bumbung penuh!" teriak Dewa Tuak
pula.
"Dewa Tuakl Siapa bilang
aku memutuskan persahabatan denganmu!" teriak lblis Pemabuk. Lalu dia
menyambar ke kanan. Ketika dia melompat turun dari atas bukit semua orang yang
ada di tempat itu menjadi terkesiap kagum. lblis Pemabuk melayang ke bawah
bukit sambil memanggul salah satu dari lima gentong besar berisi tuak keras
yang beratnya ratusan kati.
Dari atas lblis Pemabuk lalu
lemparkan gentong itu ke arah Si Muka Bangkai.
"Pengkhianat
keparat!" teriak Si Muka Bangkai marah sekali. Enam larik sinar, dua hiam,
dua kuning dan dua merah berkiblat di udam. ltulah dua pukulan sakti Gerhana
Matahari" yang dilepas oleh Pangeran Matahari dan Si Muka Bangkai ke arah
lblis Pemabuk. Yang diserang cepat menyingkir. Gentong yang dilemparkannya
hancur berantakan di udara akibat pukulan sakti yang dilepaskan Si Muka
Bangkai.
Celakanya uak yang ada dalam
gentong itu jatuh mengguyur Si Muka Bangkai mulai dari kepala sampai ke kaki,
Dewa Ketawa gelak terkekeh. Bujang Gila Tapak Sakti terpingkal-pingkal sambil
berkipas-kipas sedang Dewa Sedih keluarkan pekik keras lalu menangis.
Dari arah kaki bukit sebelah
timur tiba-tiba memancar satu cahaya putih menyilaukan, langsung menahan sinar
sakti pukulan Pangeran Matahari. Di udara kelihatan seperti ada bunga api
mencuat ke langit disertai letusan keras. Pangeran Matahari tersurut dua
langkah. Parasnya berubah. Dia berpaling ke kaki bukit sebelah timur. Di situ
dilihatnya Ratu Duyung perlahan-lahan turunkan tangannya yang memegang cermin
bulat.
Cahaya putih menyilaukan tadi
temyata keluar dari cermin di tangan sang Ratu untuk menolong lblis Pemabuk
dari keroyokan.
"Dewa Tuak tidak berani
menyerangku. Ratu Duyung
hanya melakukan tindakan
bertahan Berarti mereka sudah tahu kelemahan Kitab Wasiat Iblis!" Pangeran
Matahari merasakan dadanya berdebar. "Aku harus mencari akal agar semua
orang itu menyerangku! Akan kuamblaskan nyawa mereka satu persatu!’”
Baru saja Pangeran Matahari
berkata dalam hati tiba-tiba terdengar suara kaleng berkerontangan, disusul
suara nyanyian Kakek Segala Tahu.
"lngat kata sahabat. Yang
hitam jangan diserang! Alihkan perhatian dan mengambil sikap bertahan ltulah
jalan kehidupan lngat kata sahabat. Yang hitam jangan diserang!"
Pangeran Matahari mendengus.
Di sampingnya dalam keadaan basah kuyup Si Muka Bangkai berbisik.
"Muridku mereka sudah
tahu kelemahan kitab saktimu itu. Kau harus berhati-hati, aku akan memancing
agar mereka menyerangmu!"
Pangeran Matahari tidak
menjawab. Dia lagi-lagi berpaling ke atas bukit dengan penuh geram.
"Makhluk Pembawa Bala jahanam! Elang Setanl Apa kau tidak menjalankan
tugas yang aku perintahkan?”.
Tiba-tiba dari atas puncak
bukit karang sebelah barat itu satu sosok tubuh tampak mencelat di udara. Semua
orang dongakkan kepala melihat apa yang terjadi!
****************
LIMA
SOSOK tubuh yang melayang dari
atas bukit itu jatuh terkapar di depan Pangeran Matahari. Meski keadaannya tak
bisa dikenali lagi tapi sang Pangeran maupun Tiga Bayangan Setan tahu betul itu
adalah sosok tubuh Elang Setan.
Tiga Bayangan Setan berteriak
keras dan pukul-pukul dadanya sendiri melihat kematian saudara angkat darahnya
itu. Tenggorokan Panqeran Matahari naik turun. Dia memandang ke puncak bukit di
atasnya.
Walau tidak tampak siapa pun
di atas sana namun dia tahu musuh telah berhasil menyusup ke bukit tempat dia
dan para tokoh silat golongan hitam berada. Dia belum melihat siapa adanya
orangnya namun menaruh syak wasangka orang itu bukan lain musuh bebuyutannya
yaitu Pendekar 212 Wiro Sableng.
Dalam keadaan marah dan
penasaran oleh kematian Elang Setan Pangeran Matahari merasa terganggu oleh
ratap tangis Dewa Sedih yang duduk di atas gundukan batu beberapa lanakah di
samping kirinya.
"Tua bangka jahanam!
Hentikan tangismu atau kurobek mulutmu!" bentak sang Pangeran. Yang
dibentak tergagau sebentar. Sepasang mata Dewa Sedih sekilas menyorotkan sinar
aneh walau air mukanya tetap menunjukkan kesedihan.
"Ada orang mampus
mengenaskan! Aku dibentak! Aku sedih! Aku menangis …!" Lalu terdengar raung
Dewa Sedih keras sekali. Sambil menangis dia berdiri dan melangkah
tertunduk-tunduk. Tangan kirinya dipergunakan untuk mengusut ke dua matanya.
"Hai, Kau mau ke
mana?!" teriak Pangeran Matahari ketika dilihatnya kakek itu melangkah
menuruni bukit ke arah timur. Dewa Sedih tidak perdulikan bentakan Pangeran
Matahari. Dia melangkah terus sambil keluarkan ratapan.
"Aku dibentak dimarahi!
Apakah aku anak kecil ingusan yang telah berbuat salah! Engg … huk … huk … huk!
Aku bukan budakbukan pembantu bukan pelayan! Jika orang marah padaku berarti
tidak suka padaku! Kalau orang tidak suka padaku lebih baik aku pergi saja.
Engg … hik … hik … hik! Masih banyak tempat lain untuk menangis. Enggg …."
Ketika Dewa Sedih hampir
mencapai kaki bukit karang Si Muka Bangkai tak dapat menahan kekhawatirannya.
"Muridku, agaknya tua bangka itu hendak melintasi pedataran pasir, siap
menyeberang ke pihak lawan!"
"Kalau sudah tahu lekas
lakukan sesuatu!" jawab Pangeran Matahari dengan nada jengkel dan sikap
angkuh. Sang guru segera berkelebat menuruni bukit. "Dewa Sedihl
Tunggu!" seru Si Muka Bangkai alias Si Muka Mayat. Dua kali melompat saja
dia sampai di kaki bukit dan cepat menghadang langkah Dewa Sedih. Melihat ada
orang yang menghalangi tangis Dewa Sedih semakin keras. Tangan kirinya
dikibaskan. Walau gerakan tangan itu acuh tak acuh saja tapi dari deru angin
yang keluar Si Muka Bangkai maklum kalau kibasan tangan itu bukan lain adalah
satu serangan dahsyat. Buktinya ketika dia coba menangkis dengan membalas
membelintangkan tangan kanannya di depan wajahnya, tangan itu ter-getar keras
dan tubuhnya terjajar satu langkah.
Meski kini dia menjadi mangkel
melihat sikap Dewa Sedih namun Si Muka Bangkai tak mau mengambil sikap memaksa.
Dia berusaha membujuk malah sambil ikut-ikutan menangis.
"Tua bangka bungkuk
bermuka pucat! Hik …Hik … hik! Tangismu hanya pura-pura! Hik … hik … hik!
Menyingkir dari hadapanku!
Jangan menyesal kalau kedua matamu aku kuras keluar!"
Saat itu Dewa Sedih sudah
sampai di kaki bukit dan siap menyeberangi pedataran pasir berbatu-batu yang
memisahkan bukit di sebelah barat dengan sebelah timur sejarak lima tombak. Si
Muka Bangkai jadi kehabisan akal.
"Dibujuk tidak mau!
Rupanya minta mati!" Si Muka Bangkai kertakkan rahang. Kakek bungkuk ini
memutar tubuhnya seperti hendak berbalik ke tempatnya semula. Namun tiba-tiba
tangan kanannya
dihantamkan. Sinar merah,
kuning dan hitam berkiblat menghampar hawa sangat panas. Udara seperti redup
beberapa saat. lnilah pukulan maut "Gerhana Matahari" yang dilancarkan
dengan tenaga dalam penuh dan benar-benar merupakan serang mematikan karena
dilancarkan dari belakang!
"Jahanam pengecut!
Membokong dari belakang!" Dari bukit sebelah barat terdengar orang
berteriak memaki. Sebaliknya Dewa Sedih yang diserang secara pengecut itu
tenang-tenang saja. Dia terus saja melangkah terbungkuk-bungkuk menyeberangi
pedataran pasir sambil menangis sesenggukan.
Saat itulah dari bukit sebelah
timur menggema suara kerontangan kaleng. Lalu menyusul deru dua gelombang angin
yang sangat dahsyat. Deru pertama keluar dari kipas kertas yang dikebutkan
Bujang Gila Tapak Sakti. Yang satu lagi melesat dari hantaman tangan Dewa
Ketawa yang melancarkan serangan untuk menyelamatkan kakaknya.
Pasir di pedataran beterbangan
sampai setinggi dua tombak. Dewa Sedih tampak terhuyung-huyung dalam jepitan
tiga kekuatan tenaga dalam dahsyat.
Lalu terdengar dua letupan
keras yang menggoncang kawasan itu. Si Muka Bangkai jatuh terjengkang di tanah.
Mukanya yang pucat bertambah putih. Dadanya mendenyut sakit. Cepat-cepat kakek
bungkuk ini bangkit berdiri dan menyelinap ke balik batu karang di kaki bukit.
Di bukit sebelah barat Dewa
Ketawa lenyap. Orang tua bertubuh gemuk ini terhuyung-huyung lalu tersandar ke
samping batu di belakangnya. Setelah mengusap wajahnya berulang kali dia lalu
kembali tertawa. Tak jauh di sebelahnya Bujang Gila Tapak Sakti periksa kipas
kertasnya. Salah satu ujung kipas tampak robek sedikit. Si gendut ini karuan
saia jadi mengomel panjang pendek.
Beberapa belas langkah sebelum
Dewa Sedih mencapai kaki bukit sebelah timur, adiknya Dewa Ketawa melompat
menyambuti kedatangannya. Sambil membimbing tangan si kakek Dewa Ketawa tertawa
mengekeh lalu berkata. "Dari dulu aku sudah bilang! Kau boleh saja
menangis sesukamu. Tapi otak musti jalan. Dipergunakan dengan baik. Tempatmu di
sini di antara para sahabat. Bukan di sana! ha … ha.. . ha!"
"Hik … hik! Aku mengaku
salah! Aku memang kelirul, Sudah jangan mentertawai aku terus!" kata Dewa
Sedih.
Lalu "bluk!" Satu
sosok melayang di atas kepalanya. Tahu-tahu lblis Pemabuk sudah tegak di
hadapan kakak adik aneh itu.
"Nah ini satu lagi orang
sesat yang sadar diri!"
Yang berseru adalah Dewa Tuak.
Dia langsung saja melompat menyambut kedatangan lblis Pemabuk. dan orang ini
saling rangkul. Tapi tangan masing-masing saling bekerja. Dewa Tuak membetot
lepas dua kendi tuak yang tergantung di pinggang lblis pemabuk sedang lblis
Pemabuk menarik bumbung bambu dari bahu Dewa Tuak. Kedua orang tua ini lalu
meneguk minuman keras itu sambil tertawa tawa.
Di samping kiri Kakek Segala
Tahu kerontangkan kaleng rombengnya sementara Bujang Gila tapak Sakti tegak
berkipas-kipas sambil tertawa-tawa sedang Si Raja Penidur masih terus ngorok di
dalam keranjang rotan besar.Setelah puas meneguk tuak mumi yang dinamakan tuak
kayangan milik Dewa Tuak, lblis Pemabuk melambaikan tangan ke arah Ratu Duyung
Ialu menjura seraya berkata. "Terima kasih tadi kau telah menyelamatkan
diriku dengan cermin sakti dari serangan manusla-manusia sesat itu!"
Ratu Duyung membalas dengan
senyuman manis. Di kaki bukit sebelah barat Pangeran Matahari marah besar.
"Kurang ajar! Mengapa urusan bisa jadi kapiran seperti ini!" Dia
kembali memutar kepala, memandang ke puncak bukit di atasnya. Kita kembali dulu
pada apa yang terjadi beberapa saat sebelumnya.
Setelah meledakkan lima alat
peledak yang ditanam di pedataran pasir di antara dua bukit batu karang,
Pendekar 212 menyelinap ke bukit sebelah barat. Dengan ilmu "Menembus
Pandang" dia berhasil mengetahui di mana letak pusat kendali alat alat
peledak dan segala macam senjata rahasia yang disembunyikan. Ketika dia sedang
sibuk merusak alat pengendali yang bisa membunuh para tokoh silat golongan
putih itu tiba-tiba dia melihat bayangan sosok seseorang jatuh di atas batu
karang di sampingnya, menyusul menyambamya bau busuk yang tak asing lagi
baginya. Murid Sinto Gendeng cepat berbalik.Justru saat itu satu tendangan
berdesing ke arah keplanya. Demikian cepat dan tiba-tibanya serangan itu walau
dia sempat menjatuhkan diri menyelamatkan kepala namun tendangan masih sempat
menyambar dadanya!
"Bukkk!"
Pendekar 212 Wiro Sableng
terlempar dua tombak. Di hadapannya Makhluk Pembawa Bala menyeringai. Selagi
Wiro terkapar menahan sakit Makhluk Pembawa Bala cepat melompat ke tempat
peralatan pengendali. Dia hanya membutuhkan waktu singkat untuk membetulkan
kawat-kawat pengendali yang telah diputus Wiro. Namun sebelum hal itu sempat
dilakukannya dari samping Wiro datang menghan tam. Perkelahian seru segera
terjadi. Bagaimanapun hebatnya Makhluk Pembawa Bala namun tanpa memiliki sebuah
tangan pun, Setelah bertahan selama dua jurus dia tak sanggup Lagi menghadapi
lawan. Mukanya yang memang sudah hancur menjadi tambah remuk dibuat bulan
bulanan tinju kiri kanan Pendekar 212. Setelah merasa cukup membuat babak belur
manusia jahat yang telah beberapa kali hampir berhasil membunuhnya, Wiro cekal
kayu yang menancap di batok kepala Makhluk Pembawa Bala. Begitu kayu dipuntir
kuat-kuat
"kraak!”
Tak ampun lagi tanggallah
leher Makhluk Pembawa Bala dari persendiannya! Darah busuk mengucur mengerikan
juga menjijikkan Seperti yang dikatakan Dewa Sedih temyata Benar makhluk
Pembawa Bala adalah orang pertama yeng menjadi korban di hari sepuluh bulan
sepuluh di Pangandaran itu!
Wiro yang menyadari bahwa dia
harus bergerak cepat segera tinggalkan tempat itu sambil mencekal kayu di mana
tertancap kepala Makhluk Pembawa bala. Namun sebelum dia sempat melangkah pergi
tiba-tiba Elang Setan muncul.
"Manusia jahanam! Kalau
hari ini aku tidak bisa membunuhmu lebih baik aku yang bunuh diri!" kertak
Elang Setan.
Wiro menyeringai. Dia angkat
kepala Makhluk pembawa Bala ke atas. "Kau rupanya ingin punya nasib
seperti kambratmu ini!" Wiro campakkan kepala Makhluk Pembawa Bala ke
tanah. Saat itu Elang setan telah menyerangnya. Sepuluh sinar hitam dan sinar
merah menyambar ke arah Wiro ketika orang ini menggempumya dengan serangan
sepuluh jari tangan berbentuk cakar. Pendekar 212 yang sudah sejak lama
mendendam terhadap manusia yang telah mencuri dua senjata mustikanya itu kali
ini tak mau memberi ampun dan bertindak cepat.
"Saat bagiku menguji
kehebatan ilmu pukulan Harimau Dewa," pikir Wiro. Dia segera tiup tangan
kanannya. Saat itu juga di telapak tangan Wiro muncul gambar kepala harimau
putih bermata hijau. Elang Setan menggembor marah ketika serangan pertamanya
gagal. Didahului teriakan keras dia lancarkan jurus ke dua. Cakar tangan kiri
menyambar ke leher untuk merobek sedang cakar tangan kanan menghunjam ke dada
kiri guna menjebol jantung lawan!
Namun tinju kanan Pendekar 212
yang melesat di antara dua lengan lawan lebih dulu mendaratkan pukulan
"Harimau Dewa" di kening Elang Setan. Orang ini meraung keras.
Tubuhnya terlontar sejauh tiga tombak. Kepalanya hancur mengerikan. Lalu
terjadilah satu hal mengerikan. Seolah hancumya benda yang terbuat dari kaca,
begitu kepalanya hancur, kehancuran ini merambat ke sekujur tubuhnya sampai ke
kakil Murid Sinto Gendeng sampai merinding sendiri melihat hebat dan ganasnya
pukulan "Harimau Dewa" yang dimilikinya itu. Mayat Elang Setan yang
hancur itulah yang kemudian dilemparkan Wiro dari atas bukt hingga
mengge-gerkan Pangeran Matahari dan pengikut-pengikutnya serta membuat marah
besar Tiga Bayangan Setan, saudara angkat darah Elang Setan!
************
ENAM
MATAHARI bersinar terik,
menyilaukan mata Pangeran Matahari. Dia terpaksa melindungi ke dua matanya
dengan telapak tangan kiri. Dengan begitu baru dia bisa melihat ke puncak bukit
lebih jelas. Saat itulah dari atas buki karang terdengar seseorang berteriak.
"Pangeran Matahari! Apa
kau mencari kaki tanganmu yang satu ini?!"Orang yang tegak di puncak Bukit
itu berseru. Di tangan kirinya dia memegang sebatang kayu yang ditancapi kepala
manusia. Itu adalah kepala Makhluk Pembawa Bala
"Pendekar 212
jahanam!" rutuk Pangeran Matahari. Di atas bukit Wiro Sableng gerakkan
tangan klrlnya. Kepala Makhluk Pembawa Bala dilemparkannya ke bawah. Kepala itu
menggelundung beberapa saat sebelum akhimya terbanting dua langkah di hadapan
Pangeran Matahari! Hancur mengerikan!
"Tiga Bayangan Setanl Aku
tugaskan padamu Untuk membunuh Pendekar 212!" Pangeran Matahari Berikan
perintah pada Tiga Bayangan Setan. Lalu dia Memberi isyarat pada gurunya sambil
mencabut Kapak Maut Naga Geni 212 dari pinggangnya. Di Tangan kanan dia
memegang sebuah benda hitam Yang temyata adalah batu sakti pasangan Kapak naga
Geni 212.
Pada waktu Tiga Bayangan Setan
bergerak menuju puncak bukit pada saat itu pula Pendekar 212 Wiro Sableng
melesat ke udara. Tubuhnya laksana Bola melenting beberapa kali hingga akhimya
dia sampai di kaki bukit sebelah timur, bergabung dengan para tokoh silat
golongan putih.
"Jahanam! Kau kira kau
bisa lari ke mana?!" kertak Tiga Bayangan Setan yang kecele sampai di
puncak bukit sebelah barat. Dia segera memutar tubuh dan melompat mengejar.
Sementara itu di bagian lain dari kaki bukit sebelah barat telah berlangsung
satu kegegeran.
Dewi Payung Tujuh yang sejak
tadi mengintai kesempatan tiba-tiba menyergap ke arah Bidadari Angin Timur
sambil membentak.
"Gadis liar Kau telah
memfitnah diriku sebagai pembunuh Raja Obatl Aku akan mengampuni selembar
nyawamu jika kau mau menyerahkan kepadaku Kitab Putih Wasiat Dewa yang kau curi
dari Pendekar 212 saat ini juga!"
Kejut Bidadari Angin Timur
bukan alang kepalang. "Jahanam! Jadi kau ular dalam selimut rupanya Semula
mengatakan ingin membantu Pangeran Matahari. Temyata kau sengaja mencari
mampusl Berani membuat perkara di sarang macan!"
Bidadari Angin Timur langsung
menerpa ke arah Dewi Payung Tujuh alias Puti Andini. Dua tangannya dipukulkan
ke depan. Dua larik sinar biru menderu. lnilah pukulan sakti yang disebut
"Pedang Kilat Biru” Puti Andini tidak tinggal diam. Tangannya kiri kanan
digerakkan. Enam payung melesat dan berkembang berputardengan suara deras
membentengi tubuhnya. Payung ke enam yang berwama hitam berputar laksana
titiran dalam genggamannya. Ujungnya yang runcing ditusukkan ke perut
BidadariAngin Timur.
"braakkkk. ..
reetttt!"
Satu payung patah di bagian
gagangnya, satu Lagi robek besar. Dewi Payung Tujuh berteriak keras. Tubuhnya
lenyap dibalik gulungan sinar hitam berputar payung yang dipegangnya. Empat
buah Payung lagi tiba-tiba melesat menggempur kedepan.
"DelapanTokoh Kembar!
Janqan Diam saja! Lekas bantu aku! Apa kalian tidak melihat rejeki besar
didepan mata?!’
Delapan lelaki berjubah merah
bermuka sama dan berkepala botak wama kuning yang sejak tadi hanya tegak -tegak
saja melihat apa yang terjadi seolah-olah baru sadar. Delapan pasang mata
menatap kearah Puti Andini seolah menelanjangi gadis dari tanah seberang ini.
Tiba-tiba mereka keluarkan suara aneh dari mulut masing-masing. Mereka
mendongak ke langit sambil usap-usap kepala masing-masing. Lalu ketika serentak
mereka meniup ke atas, langit laksana dilanda topan prahara. Kaki bukit
bergetar dan pasir beterbangan.
Puti Andini sesaat jadi tertegun.
Walau tadi dia Berhasil mendesak Bidadari Angin Timur namun Akan membutuhkan
waktu lama baginya untuk dapat mengalahkan gadis yang mempunyai gerakan cepat
Serta pukulan sakti mematikan itu. Kini lawan dibantu Pula oleh delapan manusia
aneh berjubah merah, Berkepala botak dan memiliki muka sama semua! Ketika empat
dari Delapan Tokoh Kembar mulai Menyerbu puti Andini langsung menyambut dengan
Serangan empat payung. Namun ketika empat Tokoh kembar lainnya mulai merangsak
ke depan gadis ini serta merta terdesak hebat. Senjata Delapan Tokoh Kembar
berupa tiupan-tiupan aneh menghantam terus menerus seolah badai melanda. Walau
Puti Andini sempat merobekdada pakaianTokoh Kembar nomor 3 dan melukai pinggul
Tokoh Kembar nomor 7 namun dia harus mengorbankan empat payungnya yang hancur
dilanda angin dahsyat tiupan lawan!
Akhimya dalam keadaan tak
berdaya Puti Andini terpojok di celah antara dua batu karang. Tokoh Kembar
nomor 4 tertawa mengekeh. Sambil usap-usap kepala botaknya dia menyergap Puti
Andini, langsung merangkul gadis ini. Dua kawannya segera memegangi tangan si
gadis ketika Puti Andini berusaha melepaskan diri. Lalu due orang lagi
memegangi kakinya. Puti Andini kemudian digotong ke balik dinding karang di
kaki bukit sebelah barat.
"lngat! Aku yang tua!
Jadi aku yang mendapat giliran pertama!" terdengar si botak nomor 1
berkata setengah berteriak. Tujuh saudaranya walaupun mengomel tapi agaknya tak
bisa berbuat apa-apa.
"Manusia-manusia keji
terkutuk! Lepaskan diriku!" Terdengar jeritan Puti Andini dari balik batu
karang. Lalu terdengar suara seperti pakaian dirobek.
Di kaki bukit sebelah timur
salah seorang berselu-bung kain putih berkata pada kawan di sebelahnya.
"Saatku untuk bergerak. Kau tunggu di sini. Awasi Dewa Tuak. Kalau dia
pergi lekas beri tahu aku! Jangan coba merayunya!"
Sang teman tertawa di balik
selubung kain yang menutupi wajahnya. "Hik … hik! Siapa suka pemabuk
sialan itu? Lekas bertindak sebelum gadis malang itu kehllangan
kehormatannya!" Ketika temannya pergi orang ini cepat bergerak mendekati
Dewa Tuak lalu membisikkan sesuatu.
Dewa Tuak yang tengah asyik
berpesta tukar- Tukaran tuak dengan lblis Pemabuk terkejut besar.
"Kau siapa?!" tanya
Dewa Tuak dengan pandang menyelidik. Kalau saja matanya bisa menembus pakaian
aneh orang di hadapannya itu dia tidak akan begitu bingungnya.
”Siapa aku tak usah kau
perdulikan … !"
"baik! Katakan di mana
dia sekarang?”
Orang berselubung menunjuk ke
pedataran pasir ”dia yang di sebelah depan. Lekas kau ikuti dia. Aku punya
firasat dia butuh pertolonganmu!"
Tanpa banyak bicara lagi Dewa
Tuak serahkan tabung bambunya pada lblis Pemabuk lalu dia meng- hambur kearah
pedataran pasir. sebelum berkelebat pergi orang yang berselubung menghampiri
Ratu Duyung. "lzinkan aku meminjam dua anak buahmu!" Walau tidak tahu
apa sebenamya yang hendak dilakukan orang itu Ratu duyung anggukkan kepala.
Sesaat kemudian kelihatan tiga orang berlari melintasi pedataran pasir menuju
kebukit sebelah barat. Di depan sekali adalah orang berselubung tadi. Di
belakangnya menyusul dua anak buah Ratu Duyung yang mengenakan pakaian ketat.
Tak lama setelah temannya
berlalu orang berselu-bung yang satunya diam-diam merasa khawatir. Delapan
tokoh Kembar tidak bisa dianggap remeh. ’selain mereka berjumlah banyak,
masing-masing memiliki tingkat kepandaian yang sangat tinggi. Senjata utama
mereka adalah tiupan aneh yang mampu membobol dinding karang, sanggup
meng-hancurkan batu. Maka orang ini lantas mendekati Tua Gila. Dengan cepat dia
menerangkan apa yang hendak dilakukan temannya dibantu oleh dua anak buah Ratu
Duyung serta Dewa Tuak.
"Kalau temanmu itu sudah
dibantu oleh tiga orang yang kau sebutkan, perlu apa dikhawatirkan?" ujar
Tua Gila sambil tertawa mengekeh tapi sepasang matanya jelalatan seolah mau
menyelidik siapa adanyanya di balik pakaian selubung kain putih itu.
"Puluhan tahun malang
melintang dalam dunia persilatan rupanya otakmu masih belum waras-waras
juga!" Orang berselubung kain putih keluarkan suara keras. "Kau tahu
Delapan Tokoh Kembar bukan lawan yang bisa dibuat main!"
"Heh … ! Kalau kau tahu
mereka tidak bisa dibuat main mengapa kau sendiri tidak membantu?!" tukas
Tua Gila yang jadi naik darah karena didamprat kurang waras.
"Kalau kau tidak suka
turun tangan dan datang ke sini hanya untuk berleha-leha, atau mungkin kau
merasa jeri terhadap Delapan Tokoh Kembar, tidak jadi spa. Tapi aku nasihatkan
padamu lebih baik kau pulang saja ke Pulau Andalas, cuci kaki. Jangan lupa
cebok lalu tidur! Hik … hik … hik!"
Habis berkata dan mentertawai
Tua Gila, orang berselubung kain putih kembali ke tempatnya semula. Panas hati
Tua Gila bukan main. "Manusia keparat! Siapa dia adanya! Mengapa
menyembunyikan muka dan tubuh di balik kain putih! Suaranya pun disertai tenaga
dalam hingga sulit dikenali!"
Sambil menggulung ke dua
lengan pakaian Putihnya Tua Gila melangkah ke hadapan orang berselubung.
"enak saja kau menuduh
aku jeri. Ucapanmu Kelewat menghina! Kau akan saksikan bagaimana aku menangani
Delapan Tokoh Kembar itu! Tapi ingat! Selesai urusan itu aku akan menelanjangimu
hingga ketahuan siapa kau adanya! Jangan-jangan kau seorang musuh dalam
selimut!"
Sepasang mata yang terlihat
dari dua buah lobang Di kepala selubung kain tampak memancarkan sinar Aneh
Sesaat Tua Gila jadi tercekat. Lalu cepat-cepat Orang tua ini menyeberangi
pedataran pasir, menyusul Rombongan yang telah dahulu ke sana.
TUJUH
SAMBlL berlari orang yang di
sebelah depan embuka kain putih panjang yang selama ini menutupi kepala dan
tubuhnya. Begitu kain terbuka kelihatanlah wajah dan bentuk tubuhnya yang asli.
Astaga! Temyata dia adalah lblis Putih Ratu Pesolekl Sambil terus berlari si
nenek tua ini merapal mantera tertentu hingga sesaat kemudian dirinya berubah
menjadi seorang gadis csntik jelita, membuat dua orang anak buah Ratu Duyung
terkesiap heran
"Jangan terpukau Kalian
nanti bisa celaka lkutl apa yang aku lakukan Jangan berani membantah" Dua
gadis anak buah Ratu Duyung mengiyakan. Ke tiga orang itu sampai di kaki bukit
sebelah barat tepat pada saat Delapan Tokoh Kembar hendak melakukan kekejian
atas diri Puti Andini yang saat itu nyaris mereka telanjangi. lblis Pulih Ratu
Pesolek yang sudah berganti rupa menjadi seorang gadis cantik berseru lantang.
"Lelaki-lelaki jantan
Delapan Tokoh Kembar! Apa sedapnya kalian menggagahi pemuda banci berbaju merah
itu. Lebih baik bersenang-senang dengan kami!"
Habis berkata begitu lblis
Putih Ratu Pesolek lalu singkapkan dada pakaiannya hingga sepasang payudaranya
terlihat jelas oleh Delapan Tokoh Kembar. Mendengar teriakan lblis Putih Ratu
Pesolek itu tentu saja DelapanTokoh Kembar yang sedang sibuk hendak melakukan
kekejian terhadap Puti Andini menjadi terkejut. Mereka putar kepala memandang
kearah lblis Putih Ratu Pesolek dan sama-sama temganga terkesiap melihat apa
yang dipertunjukkan Mereka sepertinya tidak percaya kalau Puti Andini adalah
pemuda banci. Namun memang jika mereka bandingkan dada Puti Andini yang agak
rata biasa -biasa saia denqan dada lblis Putih Ratu Pesolek yang begitu
menggairahkan maka ucapannya tadi termakan juqa oleh delapan lelaki berkepala
kuning botak ini.
Selagi Delapan Tokoh Kembar
seolah-olah terhipnotis lblis Putih Ratu Pesolek memberi isyarat pada dua orang
anak buah Ratu Duyung. "Lekaslah singkap dan perlihatkan isi dada kalian
yang bagus itu?”
Dua gadls cantik anak buah Ratu
Duyung tentu saja terkejut besar karena tidak menyangka akan disuruh berbuat
begitu.
‘Kami …" keduanya menjadi
gagap dan bersemu jengah \wajah masing-masing.
"jangan pikir segala apa!
Jangan tolol! kita Semua tengah menghadapi bahaya besar Lekas Lakukan apa yang
aku bilang barusan!" sentak lblis Putih Ratu Pesolek. dua gadis sesaat
masih bingung. Dia memandang pada lblis Putih Ratu Pesolek, pada Delapan tokoh
Kembar yang kini tampak menyeringai lalu pada Puti Andini yang saat itu masih
terbaring di tanah dalam keadaan pakaian tidak karuan.
"Lekas!Kalian tunggu apa
lagi!" lblis Putih Ratu Pesolek jadi jengkel. Dua gadis anak buah Ralu
Duyung akhimya melakukan juga apa yang dikatakan si nenek yang menyamar jadi
gadis cantik itu.
Delapan Tokoh Kembar yana
memang punya sifat suka bersenang-senang membelalak beiar ketika kini melihal
tiga pasang payudara putih dan besar-besar segar membusung menantang keluar.
Tenqqorokan mereka turun naik
sedang cuping hidung mengembang mengeluarkan suara nafas memburu. Tujuh orang
yang kepaianya berangka 2 sampai 8 memandang pada saudara tua .mereka nomor 1.
Yang nomor satu in1 kedap kedipkan matanya, Lidah dijulurkan pulang balik.
Namun tampak ada bayangan rasa rasa bimbang. Melibat gelagat yang tidak baik
ini lblis Putih Ratu Pesolek segera keluarkan ucapan.
"Kami bertiga masih
perawanl Apa kalian semua mau berlaku bodoh menggauli pemuda banci itu?
Mendapatkan perempuan palsu padahal yang asli siap melayani kalian?”
Tokoh kembar nomor 1 maju
selangkah. Enam saudaranya mengikuti. Namun tiba-tiba yang nomor 4 mendekati
dan berbisik.
"Kakak, kau dan
saudara-saudara yang lain silahkan mengambil tiga gadis itu, aku biar tetap
dengan pemuda banci itu saja …."
Si nomor satu pelototkan mata
tapi kemudian menyeringai sementara saudara-saudaranya yang lain terlawa
bergelak. "Saudara kita si nomor 4 ini sejak dulu memang punya kelainan!
Ha … ha … ha Didahului oleh si nomor 1, diikuti oleh yang lain-lain kecuali si
nomor 4, tujuh bayangan merah berkelebat. Kalau tadi masih bisa diatur siapa
yang fuluan kini keadaan jadi kacau karena semua bersirebut cepat untuk dapat
menyentuh tiga gadis cantik di depan mereka.
Hanya beberapa langkah lagi
tujuh orang tokoh Kembar akan sampai ke tempat tiga gadis Cantik tiba-tiba
gadis paling depan yakni lblis Putih Ratu Pesolek hantamkan langan kanannya.
Selarik Angin keras menyambar ke kepala Tokoh Kembar Nomor 3. Dua anak buah
Ralu Duyung tidak tinggal diam. Entah kapan mereka mengambii tahu-tahu
masing-masing sudah memegang senjata yang sangat diandalkan yakni sebatang
longkat besi yang ujungnya meman-carkan cahaya biru angker. Ketika senjata2 itu
dipu-kulkan ke depan, dua iarik sinar biru menggebu!
”kita tertipu” teriak Tokoh
Kembar nomor 1 lalu cepat mendorong adiknya yang nomor 3. Sang adik Selamat
dari serangan iblis putih ratu pesolek, tetapi adiknya yang lain yakni yang
nomor 6 agak terlambat Menyingkir.
”wusssss"
Angin keras mengandung tenaga
dalam tinggi Menghantam dada si nomor 6. Membuatnya terjungkal dan jatuh
terjengkang. Pakaian merahnya di Bagi-an dada nampak berlobang hangus. Kulit
tubuhnya kelihatan merah seperti terpanggang. Kedua matanya mendelik dan dari
sela bibimya mengucur keluar darah segar Jelas dia terluka parah disebelah
dalam tetapi hebatnya dalam keadaan seperti itu dia masih sanggup melompat
bangkit.
Disebelah kiri tiga lelaki
botak yang menghadapi langsung serangan dua sinar biru cepat jatuhkan diri lalu
melompat ke depan susupkan masing-masing satu pukulan maut ke arah dua orang
anak buah Ratu Duyung. Dua gadis yang diserang segera menghantam dengan tongkat
besi masing-masing. Dua sinar biru berkiblat. Tiga lelaki botak yang berada dl
barisan paling depan cepat melompat mundur. Mereka sudah mendengar kecantikan
gadis-gadis dari taut selatan ini. Tetapi mereka juga pernah mendengar kalau
para gadis itu tidak bisa dibuat main.
llmunya tidak rendah dan
memiliki senjata yang memancarkan sinar biru yang mampu menjebol batu bahkan
dinding besil Bisa dibayangkan bagaimana kalau sinar itu sampai menghantam diri
mereka bersaudara.
"Bentuk Barisan Menggusur
Bumi!" Tokoh Kembar nomor 1 berteriak keras. Tujuh lelaki botak berjubah
merah segera membentuk barisan memanjang dari sisi kiri ke sisi kanan. Tangan
kanan diangkat tinggi-tinggi ke atas dengan telapak terkembang Telapak tangan
kiri diletakkan di atas kepala mereka yang botak dan dicat kuning.
"Menggusur Bumi.
Hantam!"
Tujuh mulut meniup serentak ke
arah lblis Putih Ratu Pesolek dan dua orang anak buah murid Ratu Duyung.
Mula-mula terdengar suara menggemuruh laksana ombak bergulung disertai badai
menghantam. Dua gadis berpekikan. Tongkat besi mereka terlepas mental entah ke
mana. lblis Putih Ratu Pesolek sendiri keluarkan seruan tegangl Sangyul hitam
besar di atas kepalanya terlepas mental dan kini nampak rambutnya riap-riapan
acak-acakan.
"Jahanam! Kalian merusak
dandananku!" teriak Iblis Putih Ratu Pesolek namun saat itu bersama dua
Gadis lainnya tubuhnya telah mencelat mental akibat Tiupan angin dahsyat yang
keluar dari tujuh mulut Manusia botak berjubah merah! bagaimanapun mereka
kerahkan tenaga luar dan dalam untuk bertahan namun tetap saja ketiga-tiganya
terseret mental sejauh dua tombak dan terkapar dipasir begitu punggung
masing-masing melabrak dinding karang!
Untuk beberapa saat lamanya ke
tiga gadis itu Terhenyak nanar di atas pasir. Dari sela mulut dan Liang telinga
dua anak buah Ratu Duyung kelihatan Ada darah mengalir. lblis Putih Ratu
Pesolek sendiri Merasakan dadanya mendenyut sakit, mata perih Sekali dan
telinga berdenging sakitl Akibat tiupan Angin dahsyat tadi pakaian yang melekat
di tubuh Mereka jadi tidak karuan, robek di sana-sini.
Tokoh Kembar nomor 1 tertawa
mengekeh. "ha … ha … ha …. Ayo bangun dan ikut kami ke Bali dinding karang
sana!" Si botak nomor 1 melangkah mendekati lblis Putih ratu Pesolek.
Ketika dia hendak menjamah Dada perempuan yang dilihatnya sebagai seorang
Perempuan cantik jelita ini, tiba-tiba lblis Putih Ratu PePesolek lepaskan satu
satu pukulan tangan kosong mengandung tenaga dalam tinggi. Sinar hitam menderu
Ganas!
"wuuuttt!"
”jahannam! Awas
serangan!" teriak si botak noMor seraya menyingkir. Dia selamat tapi
saudaranya si botak nomor 5 yang ada di belakangnya terlambat mengelak. Dengan
telak sinar hitam pukulan sakti yang dilepaskan lblis Putih Ratu Pesolek
menghantam mukanya. Si botak nomor 5 terpental sampai tiga tombak. Ketika
tubuhnya terkapar di pasir semua saudaranya jadi berteriak kaget. Tubuh itu
tidak punya kepala lagi. Sudah hancur dihantam pukulan sakti lblis Putih Ratu
Pesolek dan hancurannya bertebaran mengerikan ke mana-mana.
Kemarahan pun meledak!
"Bentuk Barisan Menerjang
Laut Menjaring Bumi!" teriak Tokoh Kembar paling tua.
Tujuh lelaki botak berjubah
merah berkelebat memutari tiga gadis.
"Menerjang Laut Menjaring
Bumi. Hantam!" Enam mulut meniup. Tiga gadis menjerit kaget ketika
dapatkan mereka seolah terjebak dalam satu jaring yang tidak berwujud. Mereka
menggapai-gapai kian kemari berusaha untuk keluar dari jaring yang tidak
terlihat itu. Namun beberapa bayangan merah mendahului berkelebat. Tahu-tahu
ketiga gadis itu merasakan diri masing-masing tegang kaku tak bisa bersuara,
tak bisa bergerak iagil Ketiganya telah ditotok! Tokoh Kembar nomor 2, 3, 6 dan
7 serta merta melompat. Siap untuk menghabisi ke tiga gadis itu dengan
tendangan dan hantaman tangan ke arah batok kepala
"Jangan bunuhl Aku ingin
mengerjai mereka habis-habisan! Gotong mereka ke balik gundukan batu karang
besar sana!" Yang berteriak adalah Tokoh Kembar nomor 1 yang marah besar
atas kematian adiknya nomor 5. Tiga gadis itu lalu di bawa ke balik gundukan
Batu karang. Tokoh Kembar nomor 1 mengikuti Sambil membuka ikat pinggang jubah
merahnya.
********************
DELAPAN
TOKOH kembar nomor 4 memanggul
tubuh Puti Andini ke balik satu gundukan batu karang besar lalu membaringkannya
di tanah. Gadis ini walaupun bisa bersuara tapi tak mampu bergerak karena
sebelumnya sudah ditotok.
"Jahanam! Berani kau
berbuat kurang ajar aku bersumpah menanggalkan kepala mengorek jantungmu!"
Si jubah merah ganda
menyeringal dan usap-usap kepala botaknya yang benyama kuning. "Sebelum
kau menanggalkan kepalaku aku akan lebih dulu menanggalkan pakaianmul Ha… ha …
ha”
”Sebelum kau mengorek
jantungku aku akan lebih dulu … ha … ha … ha …."
"Breett …. breettt!"
Si botak merobek pakaian merah
Puti Andini yang sebelumnya sudah tidak karuan rupa karena sudah robek di
sana-sini. Sumpah maki si gadis sama sekali tidak diacuhkan si botak. Dengan
nafas memburu dia menanggalkan jubah merahnya.
"Kakak-kakakku tolol
semua! Termakan tipuan orang! Aku tahu kau bukan pemuda banci! Kau seorang
gadis sungguhan dan pasti masih perawan asli! Ha … ha … ha!"
Ketika Tokoh Kembar nomor 4
ini hampir hendak melakukan perbuatan bejatnya itu tiba-tiba ada satu benda
halus menjirat pergelangan kaki kirinya. Sebelum dia sempat memeriksa tiba-tiba
kaki itu terbetot ke belakang. Tak ampun lagi si botak terbanting keras ke
tanah. Mukanya berkelukuran. Tulang hidungnya patah. Dari hidung dan bibirnya
yang pecah berkucuran darah.
Satu tangan menyambar jubah
merah milik lelaki Itu lalu melemparkannya ke atas tubuh Puti Andini. Sambil
menggembor marah Tokoh Kembar nomor 4 menoleh ke belakang. Dia melihat seorang
Kakek berpakaian putih, memiliki rambut den janggut serta kumis putih tegak
beberapa langkah di belakannya sambil memegang sehelai benang putih yang sangat
halus. Benang inilah yang telah mengikat pergelangan kaki kirinya. Dia berusaha
melepaskan ikatan benang. Namun benang halus itu bukan benang sembarangan.
Dalam dunia persilatan dikenal dengan nama Benang Kayangan dan sebegitu jauh hanya
dua atau tiga orang tokoh sakti saja yang mampu memutusnya.
"Jahanam!" sumpah si
botak nomor 4. Sekali lagi Dia mencoba bangkit tetapi untuk kedua kalinya Orang
tua yang memegang benang menyentak hingga si botak yang hanya mengenakan kolor
ini amblas terjengkang. Tua Gila, orang tua yang memegang benang Tertawa
mengekeh.
"Sungguh memalukan! Dalam
dunia persilatan Masih saja ada tokoh-tokoh keji dan kotor sepertimu Dan
saudara-saudaramu, Kalau tidak segera disingkirkan pasti bisa menimbulkan
malapetaka besar di kemudian hari! Apakah kau sudah siap menerima kematian
botak kuning nomor 4?!"
"Tua bangka keparat! Kau
yang akan mampus duluan.!”
"Ha … ha … ha! Sayang
sebelum berjalan ke neraka kau tidak punya kesemptan mengucapkan selamat
tinggal pada saudara-saudaramu!"
Tokoh Kembar nomor 4 meniup ke
arah Tua Gila. Satu gelombang angin menderu keras. Walaupun tiupan ini
merupakan serangan maut yang tidak bisa dibuat main namun dibanding jika
Delapan Tokoh Kembar meniup secara serentak maka ke hebat-annya tentu saja jauh
berkurang.
Sambil membungkuk
menghindarkan serangan tiupan angin maut itu Tua Gila sentakkan kuat-kuat
benang yang dipegangnya. Tubuh si botak nomor 4 melayang ke udara. Mula-mula
seperti layangan tubuh Ru dikedat-kedutnya beberapa kali hingga si botak nomor
4 merasa lutut dan pangkal pahanya seperti hendak tanggal. Dia menjerit
kesakitan. Tua Gila tertawa geiak-gelak seperti anak-anak yang bermain
kegirangan. Lalu tangannya menyentak lagi.
"Wuutttttttttt!"
Sosok si botak nomor 4
berputar di udara laksana titiran. Tua Gila ulur benang kayangannya. Tubuh si
botak mencuat sesaat lalu kembali berputar. Kali ini karena benang telah diulur
maka lingkaran putaran tubuhnya jadi melebar. Akibatnya ketika tubuh itu
berdesing ke arah sebatang poho besar dasi botak tak sanggup menyelamatkan diri
maka "praaak!"
Tak ampun lagi kepala botak
itu hancur mengerikan. Wamanya yang kuning kini berubah menjadi merah!
Tua Gila sentakkan tangan
kanannya. Jiratan benang kayangan di pergelangan kaki kiri si botak nomor 4
yang kini sudah jadi mayat terlepas. Dengan cepat Tua Gila gulung dan simpan
kembali benang sakti Itu ke balik pakaian putihnya. Lalu dia melangkah
mendekati Puti Andini yang masih tergeletak dalam keadaan tertotok. Sekali
memeriksa saja dia sudah mengetahui di bagian mana si gadis tertotok. Setelah
melepaskan totokan itu Tua Gila berkata :.
"Cucuku, lekas kenakan
pakaian ini!" Dari balik punggung pakaiannya Tua Gila mengeluarkan sehelai
baju dan celana panjang putih.
"Kalau sudah, aku
sarankan agar kau segera kembali ke Pulau Andalas. llmumu cukup tinggi. Tapi
untuk berani Menantang badai di tanah Jawa ini belum saatnya. Katakan pada
gurumu Sabai Nan Rancak bahwa Kitab Putih Wasiat Dewa yang dicarinya tidak
berJodoh dengan dirinya ataupun dirimul Masing-masing manusia sudah ditakdirkan
oleh Yang Kuasa untuk memiliki dan mencapai segala apa adanya sampai di tingkat
yang sudah ditentukannya. Soal dendam kesumatnya di masa lalu terhadap diriku
biar nanti aku yang akan menyelesaikan. Kau anak baik. Aku percaya kau bisa
lebih baik lagi menghadapi tantangan hidup ini!"
Habis berkata begitu Tua Gila
berkelebat pergi dari tempat itu. Untuk beberapa lamanya Puti Andini alias Dewi
Payung Tujuh masih terbaring terdiam. sebelumnya dia marah besar jika dipanggil
cucu oleh orang tua itu. Namun setelah dirinya diselamatkan diam-diam dia
merasa ada keperihan yang mendalam di lubuk hatinya. Dari arah pedataran pasir
terdengar bentakan-bentakan orang yang berkelahi.
Puti Andini sadar di mana dia
berada saat itu. Segera dia bangkit dan mengenakan pakaian yang diberikan Tua
Gila dengan cepat.
********************
Kembali pada apa yang terjadi
atas diri lblis Putih Ratu Pesolek dan dua anak buah Ratu Duyung. Di balik
gundukan batu karang di ujung bukit sebelah selatan enam orang berjubah merah
turunkan tubuh tiga gadis cantik yang mereka gotong ke tanah.
Tokoh Kembar nomor 1 berpaling
pada lima saudaranya. "Kalian harap bersabar dan tetap tinggal di tempat
Aku akan memberi pelajaran dan hajaran pada tiga gadis keparat ini. Tidak ada
satu manusia pun boleh menipu Delapan Tokoh Kembar!"
Habis berkata begitu si botak
nomor 1 ini sibakkan jubah merahnya lalu melangkah mendekati lblis Putih Ratu
Pesolek. "Biang racun penipu! Pembunuh adikku nomor lima Kau pantas
mendapat bagian lebih dulu!" .
lalu dilepaskannya totokan
pada urat gagu yang menutup jalan suara lblis Putih Ratu Pesolek. "Aku
ingin dengar bagaimana suara teriakanmu!" "Kau hendak melakukan
apa?!" tanya si nenek yang saat itu bemujud sebagai gadis cantik. "Mau
memperkosaku? Hik … hik! Aku memang sudah lama Apa kau sudah tahu caranya? Hik
… hik … hik!"
”Bangsat pengecutl Berani pada
lawan yang Tertotok! Kalau kau tidak segera membunuhku kau akan Menyesal seumur
hidup!" kata lblis Putih Ratu Pesolek beitu dilihatnya Tokoh Kembar nomor
1 kembali melangkah mendekatinya.
Semula disangkanya si botak No
1 hendak mengha-arnya kembali. Temyata dia tidak menghantamkan tendangan atau
pukulan. Melainkan siap untuk melakukan kemesuman terhadap iblis putih Ratu
Pesolek yang saat itu bukan saja berada dalam keadaan kaku tegang akibat
totokan tetapi juga telah terluka parah di sebelah dalam.
Baru saja Tokoh Kembar nomor 1
membungkuk Hendak menggagahi lblis Putih Ratu Pesolek tiba-tiba ada orang
berseru. Memperkosa tanpa mabuk lebih dulu apa enaknya! Ha..ha..ha!”
Lalu ”byuurr!”
”Awas serangan Tuak
Kayangan!" teriak si botak nomor 1 memberi tahu adik-adiknya.
Saat itu dari arah depan
laksana hujan badai menyembur cairan putih ke arah enam Tokoh Kembar.
Semua mereka segera mencari
perlindungan. Si botak nomor 2 dan nomor 7 bertindak agak terlambat.
Walau sempat menyelamatkan
diri namun jubah mereka masih terkena sambaran semburan tuak hingga
berlubang-lubang. Bagian tubuh mereka yang kena cipratan minuman keras itu
laksana ditusuk-tusuk dengan jarum dan menggembung bengkak!
"Keparat jahanam!"
maki Tokoh Kembar nomor 1. Dia dan kawan-kawannya siap bergabung untuk
melancarkan serangan balasan. Namun saat itu datangnya serangan berupa semburan
tuak seolah-olah tidak berhenti. Selain itu mereka juga tidak dapat melihat
jelas di mana beradanya Dewa Tuak, musuh yang tengah menggempur mereka saat
itu. Selagi mereka saling memberi isyarat tiba-tiba terdengar pekik si botak
nomor 1. Tubuhnya mendadak roboh ke pasir, kelojotan kian kemari. Sebentar
kedua kakinya melejang-lejang, di lain saat dua tangannya berulang kali
diturunkan ke bawah perut tapi diangkat lagi, begitu terus-terusan.
Di seberang sana Dewa Tuak
tertawa mengekeh sambil kedutkan benang sutera yang dipegangnya. Lima saudara
Tokoh Kembar nomor 1 terbelalak dan berteriak marah ketika melihat apa yang
terjadi. Ternyata dengan benang saktinya Dewa Tuak telah mengikat kuat-kuat
anggota rahasia milik kakak tertua mereka. Dapat dibayangkan sakit yang
diderita lelaki botak nomor 1 itu. Setiap dia coba hendak merenggut dan memutus
benang, Dewa Tuak tarik benangnya hingga Tokoh Kembar nomor 1 menjerit setinggi
langit dan kelojotan kesakitan.
"Keparat!" teriak si
botak nomor 2. Bersama adiknya nomor 3 dan nomor 6 dia melompat dan menghantam
untuk memutus benang sutra.
"DESSS! Desss!"
Benang sutera membal laksana
karet! Temyata Tidak sangup diputuskan. Sebaliknya akibat tekanan Dua pukulan
saudaranya tadi, benang sutera yang Mengikat anggota rahasianya menjadi semakin
mengcengkram. lolongan Tokoh Kembar nomor 1 keras mengidikkan. Darah mulai
mengucur dari bagian tubuh di sebelah bawah perutnya.
"bunuh jahannam tua
berpakaian biru itu!" teriak Si kembar botak nomor 2.
"bentuk Barisan
Menjungkir Langit!" teriak saudaranya yang nomor 6.
‘Barisan Menjungkir Langit.
Hantam!"
Maka secepat kilat lima Tokoh
Kembar yang ada Di tempat itu segera membentuk barisan aneh, berjejer
berselang-seling. Tangan kanan diangkat tinggi-tinggi ke atas. Telapak tangan
kiri diletakkan di atas Kepala botak berwama kuning. Mereka mengerahkan Seluruh
tenaga dalam. Lalu meniup ke ’satu arah yakni sosok tubuh dewa Tuak!
Deru angin yang lebih
menyerupai air bah dilanda badai menghantam ke arah Dewa Tuak. Kekehan orang
tua ini mendadak sontak menjadi lenyap. Sebelum tubuhnya disapu dia segera
kerahkan tenaga dalam pada kedua kakinya hingga sepasang kaki orang tua ini
laksana dua tiang raksasa menancap ke pasir amblas sedalam mata kaki beberapa
saat berlalu. Dewa tuak kelihatannya sanggup bertahan.
Tapi sesaat kemudian
terjadilah hal yang mengejutkan. Tubuh orang tua ini tampak bergetar. Keningnya
mengernyit. Lalu terdengar jeritan lblis Putih Ralu Pesolek. Kalau saja dia
tidak daiam keadaan tertotok walau saat itu menderita luka dalam yang parah
pasti dia telah melompat untuk memeluk tubuh Dewa Tuak.
Pakaian biru yang dikenakan
Dewa Tuak mengeluar-kan suara berderik lalu pecah-pecah di beberapa bagian.
Dari seluruh pori-pori yang ada di tubuh dan di mukanya kelihatan keluar
keringat bewama merah tanda bercampur darah Darah juga membersit dari pinggiran
mata, mulut, lobang hidung serta telinganya! lblis Putih Ratu Pesolek kembali
menjerit. Dua anak buah Ratu Duyung yang juga berada dalam keadaan tertotok
sama saja, tak bisa berbuat apa-apa.
"Kraaakkk!"
"Byuuur!"
Tabung bambu yang tergantung
di punggung Dewa Tuak pecah. Tuak harum yang ada didalamnya tumpah membasahi
tubuh bagian belakang orang tua itu. Sepasang kaki Dewa Tuak yang menancap di
tanah perlahan-lahan terangkat ke atas. Dewa Tuak tahu sekali dirinya dalam
bahaya. Kalau dia tetap bertahan tubuhnya di sebeiah dalam akan hancur luluh.
Tapi menyerah begitu saja orang tua yang keras hati ini berpantang sekali. Dia
kerahkan seluruh tenaga dalamnya. Tangan kanannya tidak mau melepaskan gulungan
benang sutera yang dipegangnya. Si botak nomor 1 masih menjerit- jerit
kesakitan sambil berusaha melepaskan auratnya sebelah bawah dari libatan benang
namun sia-sia, darah makin banyak mengucur dari luka yang melebar akibat irisan
benang sutera sakti.
"Tenaga Dalam Penuh!"
Tokoh Kembar nomor 2 Berteriak. Bersama empat saudaranya dia segera Menggembor
tenaga daiam. Tubuh Dewa Tuak berqoyang keras. Kedua kakinya tercabut dari
tanah. Sebelum tubuh orang tua ini terlempar ke udara Sekonyong-konyorg ada
empat bayangan berkelebat. Tiga langsung mendekati Dewa Tuak dari belakang.
"Daial-dajal kembar
kepala kuning tahil Pengecut main keroyok!" Yang berteriak temyata adalah
lblis Pemabuk..
"Dewa Tuakl Bertahanlahl
Kami membantu!" Tiga pasang telapak tangan lalu ditempelkan ke punggung
Dewa Tuak. Tiga hawa sakti mengalir ke dalam tubuh orang tua itu. Sesaat tubuh
Dewa Tuak bergoncang keras kemudian perlahan-lahan turun kembali keatas pasir,
menancap di tanah lebih dalam dari semula.
Di depan sana lima Tokoh
Kembar berteriak kaget ketika angin maut yang mereka semburkan dari mulut
mendadak sontak berbalik menghantam ke arah mereka.
"WUUSS!!!"
"Selamatkan diri!"
Tokoh Kembar nomor 2 berteriak.
Lima orang berkepala botak
kuning itu lalu lari berserabutan. Dua orang melakukan gerakan yang salah
hingga mereka saling tabrakan. Saat itu juga angin sakti mereka berbalik datang
menyambar. Keduanya mencelat sampai tiga tombak, terkapar di atas pasir. Tewas
dengan pakaian dan sekujur tubuh bergelimang darah. Daging tubuh mereka hancur laksana
dicacah. Yang tiga orang lagi berhasil mencari selamat dengan menjatuhkan diri
bertiarap ke pasir. Begitu angin maut lewat ketiganya cepat berdiri dan
melarikan diri. Saat itulah tiga sinar putih berkiblat berturut-turut .
Dua orang lagi dari tiga Tokoh
Kembar yang masih hidup menjerit keras lalu roboh ke tanah dengan jubah dan
tubuh hangus! Yang ke tiga yaitu Tokoh Kembar nomor 3 walau tangan kirinya
hangus dihantam sinar putih menyilaukan tapi tadi masih sempat menyelamatkan
diri ke balik dinding karang dan menghilang.
Ratu Duyung turunkan cermin
saktinya. Kilatan cahaya yang keluar dari senjata mustika inilah tadi yang
menamatkan riwayat dua Tokoh Kembar. Di belakang Dewa Tuak tiga pasang tangan
yang tadi ditempelkan ke punggung orang tua itu perlahan-lahan diturunkan.
Walau tidak menoleh namun Dewa Tuak sudah tahu siapa yang barusan menolongnya.
"lblis Pemabuk, Tua Gila,
Ratu Duyung dan sobat berselubungl Aku mengucapkan terima kasih. Kalau kalian
tidak membantu tentu saat ini aku sudah jadi bangkai!"
lblis Pemabuk tenggak tuak
dari dalam kendi lalu berkata. "Aku tidak merasa membantu. Aku hanya tidak
suka melihat orang main keroyok!" Orang berselubung batuk-batuk beberapa
kali. Dengan gerakan cepat dia memusnahkan totokan yang menguasai lblis Putih
Ratu Pesolek dan dua gadis anak buah Ratu Duyung. Lalu dari balik kain putih
yang menutupi sekujur tubuhnya dia mengeluarkan dua butir obat. Sebutir
diberikannya pada Dewa Tuak, sebutir lagi pada lblis Putih Ratu Pesolek.
"Lekas telan Luka dalam kalian
bukan main-main!" Dewa Tuak dan lblis Putih Ratu Pesolek segera Telan obat
yang diberikan. Setelah menelan obat dewa Tuak cepat menemui lblis Putih Ratu
Pesolek Dan membantunya berdiri. Sementara Ratu Duyung segera pula menolong dua
anak buahnya.
"Kau tidak apa-apa?"
tanya Dewa Tuak pada lblis putih Ratu Pesolek. Tendangan keparat botak nomor
satu itu keras Sekali Jahanam betu!" jawab lblis Putih Ratu Pesolek yang
sampai saat ini masih tetap berwujud sebagai seorang gadis. "Eh, jahanam
yang kau kerjai barangnya itu kenapa berhenti berteriak?”’
Dewa Tuak dan lblis Putih Ratu
Pesolek melangkah mendekati Tokoh Kembar nomor 1. Memandang ke bawah perut
orang itu dinginlah tengkuk lblis Putih Ratu Pesolek. Anggota rahasia Tokoh
Kembar nomor 1 temyata sudah hancur seperti dlsayat-sayat. Nyawanya tak
tertolong lagi karena terlalu banyak mengeluarkan darah.
"Sayang bumbung tuakku
dihancurkan oleh bangsat yang sudah jadi mayat itu…." Lalu dia berpaling
mencari-cari. Dari samping ada yang berkata.
"Kau pasti mencari-cari
aku! Ini, ambil satu kendiku. lsinya masih penuh!"
Dewa Tuak menyeringai pada
lblis Pemabuk yang ada di samping kirinya. Dengan cepat disambarnya kendi
berisi tuak keras yang diberikan tokoh silat bertubuh pendek gemuk itu. Lalu
dibimbingnya tangan lblis Putih Ratu Pesolek dan dibawanya ke batik sebuah batu
karang besar. Si gadis tampak tersipu-sipu. Dewa Tuak berkata perlahan.
"Perlu apa malu-malu.Aku sudah tahu siapa dirimu. Anak setan murid Sinto
Gendeng itu yang memberi tahu."
"Ah. …" lblis Putih
Ratu Pesolek keluarkan suara tertahan." Kau Bertahun-tahun aku menyirap
kabar dirimu. Tidak tahu apa kau masih hidup atau sudah digondol malaikat maut
ke akhirat!" Dewa Tuak tertawa mengekeh.
"Aku senang melihat
wajahmu muda dan cantik seperti ini. Tapi aku lebih suka melihat wajahmu yang
asli!" lblis Putih Ratu Pesolek kembali tersipu-sipu dan merah jengah
wajahnya yang jelita. Dia membuat gerakan menggeliat. Sesaat kemudian
perwujudannya sebagai gadis cantik jelita itu lenyap. Kini dia kembali ke
bentuk aslinya. Seorang nenek berdandan menor mencorong.
"Suro Lesmono!" kata
si nenek menyebut nama asli Dewa Tuak. "Aku gembira bisa bertemu lagi
denganmu. Apakah kau baik-baik saja selama ini?" Dewa Tuak batuk-batuk dan
mengangguk-angguk. "Aku juga suka sekali bertemu denganmu. Aku baik-baik,
kuharap kau juga begitu. Bolehkan aku menciummu saat ini?”
"Tua bangka edan! Kau
kira kita berada di mana saat ini?”
Dewa Tuak tertawa gelak-qelak.
"Aku punya urusan yang belum selesai dengan Pangeran Matahari. Dia
membunuh saudaraku!" menerangkan lblis Putih Ratu Pesolek. Lalu si nenek
hendak berkelebat.
Dewa Tuak cepat pegang
lengannya dan berkata. "Sebelum pergi kau tidak hendak mencoba tuak Iblis
Pemabuk lebih dulu? Minuman ini bisa mempercepat kesembuhanmu …."
lblis Putih Ratu Pesolek
terdiam. "Baik, aku akan minum beberapa teguk …" katanya lalu ulurkan
tangan hendak mengambil kendi yang dipegang Dewa tuak. Tapi si kakek malah
menjauhkan kendi itu.
"Eh, mengapa kau
jauhkan?"tanya si nenek heran.
"Aku ingin kau minum
seperti dulu. Masih ingat…?"
Wajah lblis Putih Ratu Pesolek
menjadi sangat merah. Dewa Tuak teguk tuaknya sampai mulutnya gembung. Lalu
ditariknya lengan si nenek begitu rupa hingga wajah mereka saling bertemu satu
sama lain. begitu bibir mereka saling bertemu, Dewa Tuak buka mulutnya,
masukkan tuak kedalam mulut lblis Putih Ratu Pesolek yang sudah menunggu dengan
mesranya.
lblis Putih Ratu Pesolek tepuk
tangan kanan Dewa Tuak ketika tangan itu mulai jahil menjalar ke tubuhnya. Dia
cepat-cepat telan tuak dalam mulutnya lalu mundur dua langkah.
"Eh, kau mau ke mana?’
tanya Dewa Tuak.
"Sudah kubilang aku ada
urusan besar yang perlu diselesaikan dengan Pangeran Matahari!" jawab si
nenek. Lalu cepat sekali dia berkelebat tinggalkan tempat itu.
SEMBILAN
KEHADIRAN Pendekar212 di kaki
bukit sebelah timur setelah berhasil membunuh Elang Setan dan Makhluk Pembawa
Bala menimbulkan beberapa reaksi di kalangan para tokoh yang ada di tempat itu.
Bujang Gila Tapak Sakti sambil berkipas-kipas melambaikan tangannya lalu
berteriak.
"Anak sableng! Apa kau
masih ingat sama Kemala?!"
Murid Sinto Gendeng palingkan
kepalanya ke arah si gendut itu. Olaknya mengingat-ingat, mulutnya tampak
melongo.
"Kemala siapa? Aku tidak
ingat!" jawab Wiro kemudian. Bujang Gila Tapak Sakti tetiawa bergelak.
"Tidak ingat atau pura-pura tidak Ingat Masakan kau lupa pada si Kemala
alias Ratih Kiranasari itu …. Ha. .. ha … ha!"
Paras Pendekar 212 berubah.
"Aku ingat sekarang! Ada apa dengan dirinya??
"Anak sableng! Harusnya
aku yang bertanya ada apa dengan dirinya, bagaimana dia setelah aku tinggalkan
kalian berdua-dua Eh, apakah jadi kau tiduri gadis itu untuk memusnahkan ilmu
hitam yang menguasai dirinya … ?!"
"Gajah bunting? damprat
Pendekar 212. Jaga mulutmu! Ini bukan saat dan tempatnya membica-rakan hal-hal
gila seperli itu?"
Bujang Gila Tapak Sakti
betulkan letak kopiah hitam kupluk di atas kepalanya. Dia tertawa gelak-gelak
dan terus saja berkipas-kipas.
"Sudahlah Kalau kau tidak
mau membicarakan hal Itu aku tak mau bicara lagl!" kata Bujang Gila Tapak
Sakti pula. Sementara itu di dalam keranjang rotan raksasa Si Raia Penidur
masih terus mendengkur.
Pipa yang terselip di sela
bibimya mengebulkan asap berbau tidak sedap ke seantero tempat. (Mengenai
kemala atau Ratih kiranasari harap baca serial Wiro Sablenq beriudul
"Pumama Berdarah")
Wiro pencongkan mulutnya.
Setelah menggaruk kepalanya beberapa kali dia melangkah ke arah kereta kencana
putih di samping mana Ratu Duyung tegak memandang ke arahnya dengan sepasang
mata biru indah berkilauan. Di atap kereta Kakek segala Tahu masih duduk
uncang-uncang kaki dan sesekali kerontangkan kaleng bututnya. Di tempat lain
orang berselubung kain putlh yang kini tinggal satu begitu melihat Wiro
Iangsung memaki dalam hati.
”dasar anak setan geblek.
Dalam keadaan seperti ini masih bisa garuk-garuk kepala cengangas-cengenges!
Awas kau nanti kugasak dirimu mulai dari kepala sampai ke pantat!"
Di samping kereta Ratu Duyung
memandang ke arah Wiro dengan hati berdebar. Kerinduannya selama ini seolah
terobati begitu melihat Wiro muncul dan kini melangkah ke arahnya.
"Dia masih mengenakan
pakaian hitam yang aku berlkan dulu. Apakah ini satu pertanda bahwa dia tidak
melupakan diriku…?" membathin Ratu Duyung dalam hati penuh harapan.
Sebenamya Wiro ingin menemui semua tokoh yang ada di tempat itu, yang telah
bersusah payah datang untuk menolongnya. Namun dia harus bergerak cepat.
Apalagi saat itu dilihatnya
Tiga Bayangan Setan telah menuruni bukit di sebelah barat. Wiro percepat
langkahnya mendekati kereta. Sesaat dia tegak di depan Ratu Duyung, memandang
penuh kagum akan kecantikan si gadis. Sang Ratu sendiri seperti tersenyum
padanya walau jelas kedua matanya tampak berkaca-kaca. Diam-diam gadis ini
ingat pada ucapan Tua Gila waktu muncul di tempat itu pertama kali. ‘Gadis
cantik, mudah-mudahan kau segera mendapatkan jodoh! Aku turut berdoa
untukmu!"
"Ratu Duyung, aku ingin
bicara banyak denganmu. Tapi …" ‘Wiro tak bisa meneruskan ucapannya.
Tenggorokannya serasa tersekat. Terlebih ketika dilihatnya sepasang mata biru
bagus sang Ratu berkaca-kaca memandang tak berkesip seolah melepas segala
kerinduan yang dipendamnya selama ini. Dengan suara perlahan kemudian Wiro
berkata.
"Ratu Duyung, harap
maafkan. Ada sesuatu yang hendak kutanyakan pada orang yang kurang ajar duduk
di atas keretamu!"
Ratu Duyung menganggukkan
kepala. Bibimya yang merah bagus membentuk senyum. Senyum bahagia ini seperti
tidak mau pupus dari wajahnya yang jelita. Wiro mendongak ke atas kereta.
"Kakek Segala Tahu!"
serunya memanggil. Si kakek memandang ke bawah, tertawa lebar dan
goyang-goyangkan tangannya yang memegang kaleng.
"Aku perlu petunjukmu
tentang kelemahan Tiga Bayangan Setanl lblis Pemabuk pernah mengatakan Tepat
tengah hari bolong. Pilih yang di tengah. Kau bisa mengartikan petunjuk
itu?!"
Si kakek menggeleng. Lalu
kerontangkan kaleng rombengnya.
"Celaka" keluh Wiro
dalam hati. Lalu dia berteriak kembali. "Kek! Aku tidak percaya kau tidak
tahu percuma kau dijuluki Kakek Segala Tahu!" si kakek uncang-uncang kakinya
lalu menjawab. Gelar apa pun tidak menjadi jaminan bahwa manusia itu bisa
seperti Tuhan mengetahui segala sesuatunya. Waktumu hanya tinggal sedikit anak
muda.
“Lekas kau bertanya pada Si
Raja Penidur" Wiro palingkan kepalanya ke arah Si Raja Penidur yang masih
ngorok di dalam keranjang rotan Besar.
"Kau ini bergurau atau
apa. Kau lihat sendiri! Dia masih mendengkur begitu, bagaimana aku bisa
bertanya ! Kau tahu manusia macam bagaimana dia tidur bisa sampai
berbulan-bulan!"
”anak tolol! Apakah kau sudah
bertanya padanya"! Apakah kau kira si gendut sobatmu berjuluk Bujang gila
Tapak Sakti itu mau bersusah payah Membawanya ke sini kalau tidak punya maksud
tertentu?!"
Wiro garuk-garuk kepala.
"Maafkan aku Kek,"
kata Wiro. Lalu dia menghambur ke arah Bujang Gila Tapak Sakti yang duduk Di
tanah sambil bersandar pada keranjang rotan Besar tempat si Raja Penidur
melingkar tidur.
"Heh, mau apa kau datang
ke sini?“ Bujang Gila Tapak Sakti membentak tapi wajahnya mengulum senyum dan
kipas di tangannya bergerak pulang balik di mukanya yang keringatan.
"Gajah bunting Jangan
bersikap garang! Ini urusan mati atau hidup!" semprot Wiro.
Begitu Wiro mendekati
keranjang rotan dengkur Si Raja Penidur bertambah kerasl Sesaat Pendekar 212
merasa ragu. Namun akhimya sambil menepuk paha orang tua bertubuh maha gemuk
itu dia bertanya.
"Kakek Raja Penidur,
harap kau suka bangun dan memberi tahu apa artinya Tepat tengah hari bolong.
Pilih yang di tengah …."
Sosok Raja Penidur tidak
bergerak sedikit pun. Wiro memandang pada Bujang Gila Tapak Sakti seolah minta
tolong. Tapi si gendut satu ini Cuma menyeringai sambil terus berkipas-kipas.
Wiro tepuk lagi paha Si Raja Penidur. Kali ini lebih keras. Tiba-tiba kaki itu
bergerak.
"Kekl Kakek Raja Penidurl
Bangun Kek. Aku butuh bantuanmu. ..!" kata Wiro setengah berseru.
Si Raja penidur menggeliat
dalam keranjang. Dari mulutnya terdengar suara meracau. Matanya terbuka sedikit
lalu tertutup lagi.
"Kek! Jangan tidur dulul
Aku perlu petunjukmu!"
Mulut Si Raja Penidur kembali meracau.
"Apa sih yang diucapkan si gendut ini?” pikir Wiro. Lalu tidak sabaran
dicabutnya pipa yang terselip di bibir Raja Penidur. Saat itulah orang tua
gemuk ini menggeliat lagi, lalu tiba-tiba dia bangkit dan duduk di atas
keranjang rotan itu. Kepalanya yang berat ditenga-dahkan ke langit. Sepasang
matanya tertutup mengemyit. Lalu dari mulutnya terdengar ucapan.
"Ho …. Oooooo. Sudah
tepat tengah hari bolong rupanyal Kalau ada tiga buah kelapa aku akan memukul
kelapa yang di tengahl Yang di tengah itu yang paling lezatl Huah …!” Raja
Penidur menguap lebar-lebar lalu tubuhnya terguling ke dalam keranjang rotan.
Suara mengoroknya kembali membahana.
Murid Sinto Gendeng kecewa
besar. Dia belum sempat mengartikan ucapan Si Raja Penidur dan kini manusia
raksasa gemuk itu sudah mendengkur kem bali. Dia memandang ke arah bukit di
sebelah barat lalu mendongak ke langit.
Saat itu matahari tepat berada
di titik tertingginya . "Astaga! Dia benar. Saat ini tepat tengah hari
bolong. Lalu kelapa yang di tengah? Apa maksudnya ? Kurang ajar Mengapa aku
begitu tolo!" Wiro melompat bangkit. Tapi ketika ingat masih Memegangi
pipa Si Raja Penidur dia cepat-cepat Membalik dan selipkan pipa itu kembali ke
mulut Raja Penidur. Baru saja dia hendak memutar tubuh Tiba2 diatasnya ada satu
bayangan berkelebat Disertai teriakan dahsyat.
"bunuh!"
Wiro cepat angkat kepalanya.
Pada saat itu dari Atas berkelebat tiga Bayangan Setan. Kedua tinjunya Di adu
satu sama lain. Bersamaan dengan teriakan Bunuh tadi maka dari tiga guratan di
keningnya Memancar sinar aneh. Lalu dari kepalanya yang Botak sebelah itu
mencuat keluar asap membentuk Tiga sosok makhluk jejadian bermuka raksasa
dengan rambut riap riapan dan taring besar serta mata merah mendelik ganas.
Semua orang yang ada di situ tercekat tegang. Tiga makhluk ini bergerak cepat
sekali. Ketiganya menghantamkan tangan laksana palu godam ke arah kepala
Pendekar 212. Murid Sinto Gendeng cepat menyingkir meloloskan diri dengan jurus
ilmu silat yang didapatnya dari Tua Gila. Lalu sambil melompat ke atas dia
berteriak.
"Tepat tengah hari
bolongl Pilih yang di tengah!"
"Wuuut! Wuuut!
wuuutt!"
Tiga hantaman makhluk-makhluk
jejadian tidak mengenai sasaran. Begitu selamat dari serangan maut Wiro
berjungkir balik di udara. sesaat kemudian tubuh sang pendekar kelihatan
menukik ke bawah. Sambil menukik Wiro tiup tangan kanannya. Gambar kepala Datuk
Rao Bamato Hijau muncul di telapak tangannya. Di kejauhan terdengar suara auman
harimau yang sosoknya tidak kelihatan. Bukit batu bergetar hebat. Pedataran
pasir menggelombang. Semua orang menjadi tercekat.
Tiga makhluk raksasa membalik,
siap menyerbu kembali. Murid Sinto Gendeng keluarkan jurus ke dua dari ilmu
silat Enam Inti Kekuatan Dewa yang dipelajarinya dalam Kitab Putih Wasiat Dewa.
Telapak tangan kanan yang terbuka didorongkan perlahan saja. Yang diarah adalah
kepala raksasa jejadian yang sebelah tengah!
"Praaakk!"
Kepala raksasa yang di sebelah
tengah hancur berantakan. Darah bermuncratan. Di kejauhan terde-ngar suara
lolongan aneh. Dari mulut Tiga Bayangan Setan sendiri melesat jeritan
menggidikkan.
Tubuh berjubah hitam ini
terkapar di tanah. Kepalanya kelihatan hancur mengarikan. Anehnya kepala
makhluk jejadian yang dihantam tapi kepala Tiga Bayangan Setan ikut hancur. Dan
lebih aneh lagi kehancuran ini menjalar ke seluruh tubuhnya sampai ke kaki
Bersamaan dengan itu sosok tiga makhluk jejadian lenyap Kesunyian menegangkan
menyelimuti tempat itu.
Pangeran matahari laksana
disengat kalajengking ketika menyaksikan tewasnya Tiga Bayangan setan. Padahal
dia sangat mengandalkan kaki tangannya yang satu ini. Dia usap mukanya berulang
kali. Otak liciknya diputar. Dia kerahkan tenaga dalam lalu berteriak
membahana.
"Para tokoh di bukit
timurl Sebelum kita meneruskan urusan di Pangandaran ini aku perlu memberitahu
satu hal dan meminta pertanggungan jawab kalian!"
‘Pangeran bejat! Kau mau
pidato atau membaca syair?!" berseru Tua Gila lalu tertawa mengekeh. dewa
Ketawa ikut-ikutan tertawa. Dewa Sedih meraungkan tangis dan Kakek Segala Tahu
kerontangkan kaleng rombengnya. Tampang Pangeran Matahari menjadi merah padam.
namun sambil menyeringai dia berkata.
"ketahuilah pendekar 212
telah menghamili kekasihku bidadari angin timur ! Gadis berbaju biru itu yang
itu yang bertempur dengan gadis bersenjatakan payung tadi! Pendekar 212 berseru
kaget. Yang lain-lain terkesiap Dan keluarkan suara bergumam sambil memandang
kearah Wiro.
Semua orang menjadi geger.
Ratu Duyung merasa sangat terpukul. Dia tutup wajahnya dengan kedua tangan.
"Kurang ajar Tuduhannya dusta
dan fitnah belaka!" teriak Pendekar 212.
Pangeran Matahari mendengus.
"Temyata kau terlalu pengecut mengakui kebejatanmu Pendekar 212 Nanti bisa
kita tanyakan sendiri pada gadis ltu, Saat ini aku akan meminta pertanggungan
jawab kalian atas kejadian inil Sayang nenek pikun si Sinto Gendeng guru
Pendekar 212 tidak ada di sini hingga tidak bisa kumintakan pertanggungan
jawabnya!"
"Pangeran sundal! Sinto
Gendeng ada di sini, dan dia belum pikun!"
oooooooo00000000ooooooo
SEPULUH
TIBA-TIBA satu suara menggema
keras di kaki bukit timur. Orang berselubung kain putih menggerakkan tangan,
menarik lepas pakaiannya. Saat itu juga terlihatlah sosoknya yang asli.
Ternyata dia bukan lain adalah nenek tinggi kurus berkulit hitam sinto weni
alias Sinto Gendeng dari Gunung Gede. Si nenek mengerling ke arah Tua Gila yang
sempat terbelalak ketika mengetahui kekasihnya di masa muda itu berada di
tempat itu. Kalau para tokoh di kaki buki sebelah timur heran-heran maka musuh
mereka yang ada di bukit sebelah barat tampak berusaha menekan rasa kecut yang
menimpa diri mereka. Si Muka Bangkai cepat-cepat membisiki muridnya.
"Pangeran, keadaan tidak
menguntungkan bagi kita. Tujuh dari Delapan Tokoh Kembar telah menemui ajal.
Jumlah lawan terlalu banyak untuk kita hadapi. Dewa Ketawa, Dewa Sedih, Kakek
Segala dan Bujang Gila Tapak Sakti masih belum turun Tangan. Belum lagi Sinto
Gendeng yang sangat Berbahaya ini. Bagaimana kalau kita tinggalkan saja Tempat
ini. Aku akan mengatur siasat agar kita bisa Melarikan diri dengan selamat."
Rahang Pangeran Matahari
nampak menggembung. Wajahnya membersitkan kecongkakan dan Kelicikan serta
segala akal. Yakin akan kehebatan Kitab Wasiat lblis yang berada di tangannya
dia menjawab.
"Guru, jika kau mau kabur
silahkan saja, Aku Pangerang matahari raja diraja dunia persilatan tidak akan
pergi dari sini! Mereka akan kuhabisi satu persatu! Hari ini juga! Hari sepuluh
bulan sepuluh!"
Sang Pangeran lalu usapdadanya
di mana tersimpan Kitab Wasiat Iblis. Mendengar kata-kata muridnya itu walau hatinya
jerih tapi Si Muka Bangkai terpaksa tetap berada di tempat itu.
"Pandan Arum! Kau harus
berani mengatakan siapa yang telah menghamilimu! Aku akan ikut merobek-robek
manusia jahanam itu!"
Tiba-tiba ada seseorang
berteriak disertai satu bayangan biru dan menebamya bau sangat wangi. Paras
gadis berbaju biru yang dipanggil dengan nama Pandan Arum menjadi pucat pasi.
Tubuhnya terasa lunglai dan dia tersandar ke dinding batu karang di belakangnya
seraya menatap pada seorang gadis yang berpakaian biru dan memiliki ciri-ciri
sangat sama dcngan dirinya! Baik wajah, sosok tubuh, wama kulit dan wama rambut
maupun pakaian dan wewangian yang dipakainya! Hal ini membuat semua orang yang
ada di tempat itu jadi terbelalak!
"Ooo … la-la! Apa yang
terjadi?!" seru Tua Gila.
"Mengapa sekarang jadi
dua?! Dari mana datangnya?"
"Kembarannya atau
jejadiannya yang muncul ini?!" teriak Dewa Ketawa lalu gelak mengakak.
Sauda-ranya si Dewa Sedih tampak cemberut lalu mulai sesenggukan dan menangis.
Bujang Gila Tapak Sakti sambil
berkipas-kipas berkata. "Ah, aku dikasih yang mana saja akan kuterima! Ha
… ha … ha!"
Bagaimana herannya semua orang
yang ada disitu termasuk Pangeran Matahari sendiri, yang paling terkejut adalah
Pendekar 212 Wiro Sableng. Sepasang matanya melotot tak berkesip.
"Benar-benar ada dua.
Berarti gadis yang kutemui di rumah makan itu adalah yang barusan datang ini.
Bidadari Angin Timur yang asli. Tapi …!"
Wiro garuk-garuk kepala.
"Bagaimana aku benar- Benar bisa memastikan yang mana yang asli!"
Selagi kesunyian masih mencengkam di tempat Itu tiba-tiba gadis yang barusan
datang berkata Dengan suara lantang.
"Kalian semua dengar Aku
dan gadis ini adalah Dua saudara kembar. Aku kakaknya dia adikku! Perjalanan
hidup telah membuat nasibnya tersesat Dan terhina karena jatuh ke tangan
Pangeran Matahari !” si gadis berpaling pada adik kembamya Ialu Berkata
"Katakan pada orang-orang ini! Siapa yang Telah menghamilimu! Jangan
berani dusta! Jangan Berusaha memfitnah!"
Perlahan-lahan gadis yang
disebut dengan Nama Pandan Arum itu bergerak dari batu karang Tempatnya tegak
bersandar. Kalau tadi tubuhnya terasa lemah lunglai kini dia seolah mendapat
satu kekuatan hebat. Keberaniannya menggelegak. Sepasang matanya
berkilat-kilat. Dia maju beberapa langkah.wajahnya yang cantik jelita merah
menge-lam. Air mukanya menjadi sangat menakutkan.
Pandangan matanya diarahkan
tak berkesip pada Pendekar 212 Wiro Sableng.
“Dia telah menghamiliku!"
teriak Pandan arum Lantang hingga semua orang yang ada di tempat itu mendengar
jelas. Si gadis memandang menyorot pada Wiro membuat semua orang jadi geram
memperhatikan murid Sinto Gendeng itu. Namun tangan kirinya yang diacungkan
menunjuk tepat-tepat pada Pangeran Matahari.
"Manusia bejat! Tak cukup
kau menipu dan memperbudak adikku, Kau juga merampas kehormatannya’” teriak
gadis berbaju biru di samping Pandan Arum yang tentunya bagi Wiro kini jelas
adalah Bidadari Angin Timur yang asli.
Pangeran Matahari mendongak ke
langit. Dia keluarkan suara tawa panjang. Sadar kalau tipu muslihatnya terhadap
Pendekar 212 tidak mempan bahkan sudah terbongkar maka dia pun menjawab.
"Adikmu suka padaku Dia memberikan segala-galanya dengan ikhlas! Siapa
yang berani menyalahkan diriku? Ha … ha… ha … !"
"Manusia setan, iblis
dajal! terima kematianmu!" teriak Pandan Arum. Lalu dengan nekad gadls Ini
melompat ke depan seraya menghantamkan kedua tangan, sekaligus melepas dua
pukulan "Pedang kilat biru”.
“Pandan arum, jangan!” seru
bidadari angin timur. Wiro pun berusaha mencegah, tapi terlambat. Dari balik dad
pangeran matahari menderu sinar hitam mengidikan, itulah kesaktian yang keluar
dari kitab wasiat iblis bilamana pangeran matahari diserang!.
Satu jeritan mengenaskan
keluar dari mulut Pandan Arum. Tubuhnya terlempar beberapa tombak dan terkapar
di pasir dalam keadaan hanya tinggal tulang belulang dan hangus!.
Bidadari Angin Timur meraung
keras. Dalam kalapnya dia segera hendak menyerbu Pangeran matahari . Wiro yang
melihat bahaya segera melompat dan merangkul tubuh gadis itu. Keduanya
berguling-guling di pasir.
"Lepaskan!"
"Bidadari angin Timur …
."
"Kalau kau tidak
melepaskan diriku akan kubunuh!"
"bidadari Angin Timur,
aku mencintaimul Aku tak ingin kau celaka. … Manusia jahat itu biar aku yang
menghadapinya," kata Wiro. Pandangan matanya melekat tajam ke mata si
gadis. Dada bidadari Angin Timur seperti menggemuruh. Suara isakannya terdengar
perlahan.
"Cari tempat yang Baik,
nanti kita bicara …" bisik Wiro sambil membelai Rambut pirang si gadis.
Walau hal mesra ini Terjadi begitu cepat namun tidak lepas dari perhatian ratu
Duyung. Sang Ratu merasa hatinya Seperti disayat sembilu dan palingkan wajahnya
ke Arah laut.
Sekali lompat saja Pendekar
212 sudah berdiri tiga langkah dari hadapan Pangeran Matahari disambut oleh
sang Pangeran dengan seringai mengejek.
"Dosamu setinggi gunung
sedalam lautan! Hari ini tamat riwayatmul Walau kau punya nyawa rangkap kau tak
bakal lolos dari kematian!"
Pangeran Matahari sunggingkan
seringai mengejek, "Pendekar 212! Rupanya kau bersahabat dengan malaikat
maut hingga tahu kapan aku akan menemui ajal! Ha. .. ha. .. ha!”
"Iblis keji! Pelacur
lelaki! “hardik Wiro. "Kembalikan padaku Kapak Naga Geni 212 dan batu
mustika pasangannya!"
Tampang Pangeran Matahari
lampak semerah saga. Seumur hidupnya baru sekali itu dia dimaki orang dengan
sebutan pelacur lelaki. "Mulutmu keji amatl Agaknya gurumu si nenek keling
itu tidak pernah mengajarkan sopan santun!"
Mendengar Eyang Sinto Gendeng
dihina begitu rupa Pendekar 212 hampir meledak kemarahannya. Namun ingat
kehebatan Kitab Wasiat lblis yang dimiliki lawan maka dia segera menekan
amarahnya dan menjawab. "Kabamya kau punya ilmu hebat. Coba perlihatkan
padaku barang sejurus dua jurus!" Pangeran Matahari kembali sunggingkan
seringai mengejek. "Murid nenek sinting dari gunung Gede ini temyata hanya
pandai omong, tapi tak berani menyerang!"
Walau hatinya terbakar
mendengar kata-kata musuh besamya itu namun Wiro tak sampai terpancing Sadar
kalau lawan tak bisa dijebak maka Pangeran Matahari lantas berkata.
"Pendekar 212 kau dengar
tawaranku. Aku akan mengembalikan kapak dan batu sakti ini padamu. Sebagai
imbalan serahkan padaku Kitab Putih Wasiat Dewa …."
"Pangeran bejat! Kitab
itu tak ada padanya. Tapi padaku!" satu suara menjawabi ucapan Pangeran
Matahari. Ketika sang Pangeran mengangkat kepala dia menjadi kaget. Yang bicara
adalah Sinto Gendeng.
Di tangannya dia memegang
sebuah kitab terbuat dari daun lontar yang dilambai-lambaikannya sambil tertawa
terangguk-angguk. Wiro terheran-heran dan tidak habis mengerti bagaimana Kitab
putih wasiat Dewa itu bisa berada di tangan gurunya.
Pangeran Matahari sendiri
menggeram dalam hati. ”Kurang ajar! Jadi kitab yang kucari itu ada
padanya!"
Otaknya mulai bekerja untuk
mencari akal bagaimana Agar dia segera dapat menguasai kitab tersebut. Namun
memandang berkeliling dia menjadi kaget karena tempat itu telah dikelilingi
oleh musuh Hingga dia dan gurunya terkurung di tengah-tengah.
SEBELAS
UNTUK menyembunyikan rasa
jerihnya Pangeran Matahari keluarkan tawa panjang. "Kalian manusia-manusia
hebat tapi temyata pengecut! Silahkan menyerang diriku beramai ramai … !"
Tua Gila tertawa mengekeh.
"Kau hadapi Pendekar 212 satu lawan satu. Kami ingin berbincang bincang
dengan gurumu Si Muka Bangkai!"
lblis Pemabuk tiba-tiba tegak
seolah menghadang di hadapan Tua Gila. "Kalian hendak main keroyok?”
bentaknya. "Jangan melakukan apa yang jadi pantangan lblis Pemabuk!"
"Siapa mau main keroyokl Tindakan pengecut itu bukan kau saja yang tidak
menyukainya. Kami pun berpantangl Padahal dengan biang dajal seperti dia perlu
apa memakai segala peradatan!" jawab Tua Gila.
Lalu orang tua ini berkelebat
menarik tangan Si Muka Bangkai. Tentu saja kekak bungkuk ini tidak tinggal
diam. Secepat kilat dia menghantam ke arah kepala Tua Gila.
"Bukkk!"
Satu tangan menangkis pukulan
Si Muka Bangkai. Temyata yang menangkis adalah Dewa Ketawa. Di sampingnya Dewa
Sedih maju pula merangsak. "Muka Bangkai..!’ kata Dewa Ketawa sambil
teriawa lebar. "Kami berdua belum berbuat pahala! Kau boleh memilih antara
aku atau kakakku untuk jadi lawanmu!"
Dewa Sedih yang ada di samping
Dewa Ketawa langsung saja keluarkan ratapan tinggi. Untuk bebe-rapa lamanya Si
Muka Bangkai terdiam tak bisa menjawab. Walau die memiliki kepandaian tinggi namun
siapa saja dari dua orang tua aneh itu bukanlah lawan enteng.
Di samping kiri tiba-tiba
terdengar suara cekikikan. "Si Muka Bangkai mungkin sungkan, mungkin juga
jijik menghadapi orang-orang tidak waras seperti kalian. Biar aku yang
menantangnya! Dia sudah cukup lama membuat susah orang-orang persilatan. Dia
juga yang ikut-ikutan jadi biang racun menyusahkan muridku!"
Si Muka Bangkai cepat menekan
rasa terkejutnya ketika melihat yang barusan bicara adalah Sinto Gendeng, nenek
sakti dari gunung Gede yang adalah guru Pendekar 212. Merupakan satu tokoh
rimba persilatan yang sulit dijajagi ilmu kepandaiannya
"Muka Bangkai, aku sedih
…. Aku sedih tak bisa menolongmu!" kata Dewa Sedih pula lalu meratap
keras. "Di atas sana aku melihat pintu neraka sudah dibukakan untukmu! Aku
melihat teman-temanmu sudah menunggu. Makhluk Pembawa Bala …. Ada Tiga Bayangan
Setan dan konconya sl Elang Setan.
Ada para Tokoh Kembar Banyak
lagi … Uhhh … ngerinya! Aku sedih …. Aku sedih! Hik … hik … hik!"
"Kalian jahanam
semua" teriak si Muka Bangkai. Dia memukul ke arah Dewa Sedih. Sebenamya
Si Muka Bangkai berlaku cerdik. Saat itu setelah Sinto Gendeng muncul, jika dia
boleh memilih maka lebih baik menghadapi Dewa Sedih atau Dewa Ketawa ketimbang
Sinto Gendeng. Ternyata Dewa Sedih sudah dapat membaca apa yang ada di benak
guru Pangeran Matahari itu. Dengan cepat dia mengelak lalu meraung keras.
"Aku sedih, bukan aku
yang ingin berkelahi mengapa aku yang hendak digebuk! Hik… hik… hik! Aku lak
mau berkelahi! Aku ingin menangis aja! Hikk … hik … hik! Muka Bangkai lawanmu
Sinto Gendeng, bukan aku!"
Si Muka Bangkai kertakkan
rahang. Ketika Sinto Gendeng menggebrak ke arahnya maka dia tak bisa berbuat
lain daripada langsung mendahului menyergap dengan serangan ganas.
"Bukkk!"
Jotosan keras yang dilepaskan
Si Muka Bangkai mendarat di perut lawan. Tapi bukan perut Sinto Gendeng
melainkan perut seorang lelaki gendut berpakaian sempit terbalik den berkopiah
kupluk!
"Gajah bunting!"
teriak Wiro. "Apa yang kau lakukan?" Mengapa menyelak di tengah
pertempuran!"
Si gendut ini yang bukan lain
adalah Bujang Gila Tapak Sakti adanya tenang-tenang saja menerima pukulan yang
bisa menjebol tembok batu itu, seoiah dia barusan diusap saja! Dia kedipkan
mata pada Pendekar 212 lalu tanpa perdulikan Si Muka Bangkai di hadapannya,
sambil mengelus perutnya yang barusan dipukul. Bujang Gila Tapak Sakti menjura
pada Sinto Gendeng.
"Nenek sakti benama Sinto
Gendeng. Jauh-jauh aku datang kalau hanya untuk menggotong Si Raja Penidur
rasanya kurang afdol kalau tidak diberi kesempatan melawan musuh barang sejurus
dua jurus. Karenanya aku harap kau berjiwa besar mau membenkan kesempatan
padaku untuk menghadapi ikan lele bungkuk calon mayat bergelar Si Muka Bangkai
alias Si Muka Mayat ini!"
"Jahanam! Berani kau menghina
guruku!" teriak Pangeran Matahari sambil membuat gerakan hendak meryerang
Bujang Gila Tapak Sakti. Tapi sang guru cepat menahannya. Sambil tertawa
mengekeh Si Muka Mayat berkata.
"Ada kerbau bengkak
mencari mampusl Apa sulitnya bagi kita memenuhi keinginannya?!" Si Muka
Bangkai merasa telah berlaku cerdik sengaja menantang 8ujang Gila Tapak Sakti
karena sekarang dia meng-inggap jauh lebih baik melawan si gendut ini daripada
menghadapi Sinto Gendeng.
"Sinto Gendeng, Rupanya
ada orang yang tahu kalau ilmumu sangat cetek untuk menghadapiku, Kau harus
berterima kasih pada si gendut ini yang telah menolongmu dari kehilangan muka,
Jadi tidak sampai membuat kehilangan jiwa Ha … ha. .. ha!"
"Aku tahu, sebenarnya kau
jerih menghadapiku, sengaja memilih musuh bayi bongsor ini! Hemm… silahkanl
Silahkan Bujang Gila Tapak Sakti, ada orang hendak mengajakmu bermain-main,
harap kau suka melayaninya!"
"Betul, betul! Hayo kau
layani keponakanku itu!" teriak Dewa Ketawa lalu tertawa gelak-gelak. Dewa
Sedih keluarkan tangisan pendek lalu menimpali. "Dia keponakanku juga. Hik
… hik … hik!"
Kagetlah Si Muka Mayat dan
juga Pangeran Matahari mendengar ucapan dua orang kakek aneh itu. "Jika si
gemuk ini adalah keponakan dua kakek sinting itu berarti dia memiliki tingkat
kepandaian sukar dijajagi! Ah, aku sudah salah memilih lawan. Tapi aku tak bisa
mundurl Sialan! Jahanam betul!"
Bujang Gila Tapak Sakti
rapikan kopiah hitamnya yang kupluk.
"Srett!"
Dia mengembangkan kipas
kertasnya di bawah dagu. Tubuhnya dibungkukkan sedikit. Pantatnya
disonggengkan. Matanya dikedip-kedipkan.
Dia memasang kuda-kuda dengan
gaya yang jelas mengejek lawan!
Dewa Ketawa tertawa
gelakgelak. Dia berpaling pada Sinto Gendeng dan bertanya. "Sinto,
menurutmu apakah hebat kuda-kuda yang dipasang keponakanku itu?"
"Cukup hebat sobatku Dewa
Ketawa. Mungkin ini yang dinamakan kuda-kuda kerbau bunting siap melahirkan
anak!"
Ledakan tawa para tokoh silat
golongan putih menggetarkan tempat itu. Tampang Si Muka Mayat dan Pangeran
Matahari menggembung merah mengelam.
"lkan lele bungkuk!
Majulah! Silahkan kau cari bagian tubuhku yang empuk! Tapi awas! Jangan kau
berani memukul perut atau merogo selangkanganku Nanti bayiku benar-benar
berojol! Ha … ha … ha!"
Kembali tempat itu dibuncah
oleh gelak tawa. Si Muka Mayat yang tidak dapat lagi menahan marahnya membentak
garang.Tubuhnya yang bung-kuk melesat ke depan. Dua jotosan susu! Menyusul
dengan tendangan kaki kanan. Setiap serangan mengeluarkan sinar hitam. Jotosan
atau tendangan belum mendekati sasaran namun sinar hiiam sudah menderu lebih
dulu.
"Jurus Tiga Bangkai
bangkil dari Kubur! Apa hebatnya!" kata Bujang Gila Tapak Sakti menyebut
jurus yang dimainkan lawan. Bukan saja Si Muka Bangkai tapi Pangeran Matahari
pun kaget luar biasa mendengar ucapan Bujanq Gila Tapak Sakti.
"Heran! Bagaimana jahanam
gendut ini tahu jurus serangan yang aku mainkan" kertak Si Muka Rongkai
dalam hati. Penasaran dia lipat gandakan tenaga dalamnya. Tiga larik sinar
hitam tampak mencuat lebih terang.
Semua orang menahan nafas.
Serangan Si Muka Bangkai sudah begitu dekat siap untuk menghantam tubuhnya tapi
Bujang Gila Tapak Sakti masih saja cengangas-cengenges.
Tiba-tiba si gendut itu
kibaskan kipas kertasnya.
"W utt…!"
Selarik sinar putih menebar
melengkung.
"Drett … dre tt…
drett!"
Seperti sebilah pedang sinar
putih yang menyambar keluar dari kipas di tangan Bujang Gila Tapak Sakti
menabas tiga larik sinar serangan, mengeluarkan suara benturan keras tiga kali
berturut- turut!
Si Muka Bangkai merasa seolah
ada air bah menghantam tubuhnya. Kalau dia tidak lekas membuang diri ke samping
dan berjungkir balik niscaya tubuhnya akan terjengkang di pasir! Kakek bungkuk
ini marah sekali. Seumur hidup baru kali itu serangannya dipatahkan lawan
secara mudah. Dari mulutnya keluar suara menggembor. Sepasang matanya laksana
mau melompat dari rongga cekung di muka tengkoraknya. Tubuhnya yang bungkuk
semakin menekuk ke bawah. Ketika lututnya hampir bersatu dengan betis tiba-tiba
tubuh Si Muka Bangkai berputar laksana gasing. Lalu
"desss!"
Seolah membal tubuh itu
melesat ke atas. Bujang GilaTapak Sakti yang mengira akan mendapat serangan
dari depan tertipu. Baru saja dia mendongak untuk menjajagi di mana lawan
berada, tubuh si kakek telah menukik deras laksana elang menyambar. Dua
tangannya didorongkan ke depan.
Bujang Gila Tapak Sakti hanya
melihat dua kilauan cahaya hitam. Tahu-tahu sepasang tinju Si Muka Bangkai
sudah berada di depan hidungnya Guru Pangeran Matahari telah mengeluarkan jurus
hebat bemama "Mayat Bangkit Dari Kubur"!
"Wuuttt"
Bujang Gila Tapak Sakti
kibaskan kipas kertasnya.
"Buk! Buk!"
Kipas kertas beradu dengan dua
lengan Si muka Bangkai. Kakek ini terpekik kesakitan. Sambil me lompat mundur
dia hantamkan tumitnya ke dada, lawan.
"Breettt!"
Bujang Gila Tapak Sakti
menggeram marah ketika dapatkan kipas kertasnya robek besar. Tiga batang kayu
kecil penyanggah kipas patah. Selagi dia dilanda amarah begitu rupa kaki kanan
Si Muka Bangkai mendarat di dadanya.
Tubuh gendut ratusan kati itu
terhuyung sesaat lalu roboh ke pasir! Dewa Sedih keluarkan raungan keras. Dewa
Ketawa membwka mulut lebar-lebar tapi tidak ada suara ketawa keluar dari mulut
itu! Para tokoh silat golongan putih tampak tercekat. Untuk beberapa lamanya
Bujang Gila Tapak Sakti terhampar di pasir tanpa bergerak membuat semua orang
jadi cemas.
Saat itu tiba-tiba Pangeran
Matahari berkelebat, kirimkan tendangan ke kepala Bujang Gila Tapak Sakti!
"Nah … nah! Guru dan
murid mulai licik!" Eyang Sinto Gendeng berteriak. Dari balik pakaian rombengnya
dia keluarkan sebatang tongkat kayu butut. Tongkat itu dilemparkannya ke depan
Pangeran Matahari yang tengah menyerang. Saat itu juga dari dada sang Pangeran
melesat keluar satu sinar hitam menggidikkan. Hawa panas menyungkup tempat itu.
Tongkat kayu butut hancur
berkeping-keping, berubah menjadi asap hitam dan akhimya lenyap Pedataran pasir
yang kena hantam pukulan sakti yang memancar dari Kitab Wasiat Iblis, berlobang
hitam selebar dua tombak dan terbongkar sampai setengah tombak. Pasir beterbangan
ke udara menutupi pemandangan. Ketika pasir surut sosok gemuk Bujang Gila Tapak
Sakti tak ada lagi ditempat semula.
Sekonyong-konyong terdengar
bentakan-bentakan marah Si Muka Bangkal. Ketika semua orang berpaling ke arah
kanan terlihat bagaimana sosok gemuk Bujang Gila Tapak Sakti melangkah
mendorong si kakek bungkuk, memaksanya mundur menaiki bukit karang. Sambil
mundur Si Muka Bangkai hantamkan tinjunya kiri kanan ke perut dan dada Bujang
Gila Tapak Sakti. Tapi seperti tidak merasakan pemuda gemuk itu terus saja
merangsak maju hingga Si Muka Bangkai dibuat mundur terus terusan sampai ke
atas bukit.
Melihat gurunya diperlakukan
seolah dipermainkan begitu rupa Pangeran Matahari segera hendak berkelebat
membantu.
"lblis licik! Curang
cukup sekali!" Sinto Gendeng berteriak marah tapi tidak mau melakukan
serangan. Dia berpaling pada muridnya.
"Anak setanl Musuh
besarmu sudah kepingin mampus, mengapa kau masih berdiam diri?!"
Mendengar ucapan gurunya
Pendekar 212 cepat berkelebat ke hadapan Pangeran Matahari. Sang Pangeran
mendongak lalu tertawa mengakak.
"Hari sepuluh bulan
sepuluh Hari bersejarah bagi dunia persilatan Hari ini sudah ditakdirkan
tamatnya riwayat Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng! Ha … ha … ha
Gurumu memanggilmu Anak Setanl Aku lebih suka memanggilmu Anak Anjing! Ha … ha…
ha … l Anak Anjing ayo serang dirikul Cari bagian yang kau sukai…Dihina dengan
sebutan Anak Anjing sama sekali tidak membuat murid Sinto Gendeng terpancing
untuk menyerang. Malah sambil bertolak pinggang dia tertawa bergelak. Puas
tertawa dia berkata dengan suara keras.
"Pangeran Matahari, kalau
kau memanggil aku Anak Anjing tentunya kau merasa sebagai Bapak Anjing! Ha … ha
… ha! Nah Bapak Anjing, mengapa kau tidak segera memberi pelajaran pada Anak
Anjing?”
Gelap kelam tampang Pangeran
Matahari. Rahangnya menggembung. Pelipisnya kiri kanan bergerakgerak.
"Manusia tidak tahu diril
Apa kau kira ada jalan selamat bagimu saat ini?!" Wiro menyeringai.
"Dalam Kitab Putih Wasiat Dewa ada kalimat berbunyi Mana ada jalan selamat
kalau bukannya jalan Tuhan?!"
"Hemmm .. Begitu?!"
Pangeran Matahari sunggingkan senyum mengejek.
"Bagiku jalan selamat
adalah jalanmu menuju neraka! Sebelum kutunjukkan jalan itu aku kembali ajukan
tawaran padamu. Kapak sakti dan batu mustikamu ada padaku! Aku mau-mau saja
menyerahkan dua senjata itu dengan – satu syarat Serahkan padaku Kitab Putih
Wasiat Dewa!"
Wiro kembali tertawa bergelak.
"Pangeran Matahari, seumur-umur mungkin mimpimu untuk mendapatkan kitab
sakti itu tak bakal kesampaian. Biar aku memberitahukan saja padamu ada
bait-bait dalam Kitab Putih Wasiat Dewa berbunyi begini. Musuh manusia yang ke
dua adalah yang datang dari dalam, yaitu dirinya sendiri …. Semuanya berpangkal
pada lupa diri. Hanya manusia yang bertakwa dan kokoh iman yang sanggup lolos
dari malapetaka ini. … Minta tolong dan minta ampun hanya pada Yang Satu
…."
Sesaat mulut Pangeran Matahari
tampak komat-kamit. "Aku tidak tahu sejak kapan kau menjadi seorang
penyairl Tapi orang yang mau mampus biasanya memang suka berbuat aneh!"
Habis berkata begitu Pangeran Matahari meludah ke tanah lalu tertawa
terbahak-bahak.
Di hadapannya Pendekar 212
malah unjukkan sikap aneh. Dia membuka mulutnya lebar-lebar dan menguap
berulang kali. "Lama-lama aku mengantuk melihat sikapmu Pangeran Matahari!
Katanya kau mau jadi raja diraja dunia persilatan. Tapi kulihat bisanya kau
hanya tertawa melulu! Lama-lama kau bisa dijuluki Si Raja Badut! Itu lebih baik
dari Pelacur Lelaki yang kubilang tadi!"
Dewa Ketawa gelak mengekeh. Dewa
Sedih menggerung sedang para tokoh silat golongan putih lainnya keluarkan
senyum bergumam. Panas telinga Pangeran Matahari mendengar ejekan itu.
"Pendekar banci! Aku
yakin kau terlalu pengecut untuk memulai perkelahian Takut menyerangku! Biar
aku membuka pintu akhirat untukmu dengan jurus pertama!" Habis berkata
begitu Pangeran Matahari menyergap ke depan, lancarkan satu serangan tangan
kosong.
ooooooo00000000000ooooooo
DUA BELAS
KITA kembali dulu pada
perkelahian antara Bujang Gila Tapak Sakti dengan Si Muka Bangkai alias Si Muka
Mayat. Semakin hebat dia didesak ke atas bukit semakin bertubi-tubi pukulan
yang dilancarkan Si Muka Bangkai ke tubuh lawannya. Namun Bujang Gila Tapak
Sakti tidak bergeming sedikit pun.
Sekujur tubuh si kakek telah
basah kuyup oleh keringat. Kekuatannya lambat laun terasa seperti terkuras.
Tepat di lereng bukit batu karang orang tua Ini tertatih-tatih kehabisan nafas.
Pada saat itulah Bujang Gila Tapak Sakti pergunakan kedua tangannya mendekap
kepala Si Muka Bangkai. Semula semua orang termasuk Si Muka Bangkai sendiri
mengira Bujang Gila Tapak Sakti akan memuntir putus lehemya. Namun apa yang
terjadi kemudian membuat semua orang terheran-heran kecuali Dewa Ketawa yang
adalah paman Bujang Gila Tapak Sakti.
Dari kepala Si Muka Bangkai
yang didekap Bujang Gila Tapak Sakti tampak keluar kepulan asap. Sekujur tubuh
si kakek bergetar hebat. Kepalanya terasa dingin seolah dipendam ke dalam
lobang es. Rasa dingin ini menjalar ke sekujur tubuhnya. Dia berusaha meronta
melepaskan diri. Namun hawa dingin membuat dia sulit menggerakkan kedua
tangannya.
Tangan-tangan itu temyata
telah tegang. Menyusul badan dan kedua kakinya menjadi kaku. Kepulan asap
semakin menjadi-jadi. Udara di sekitar situ terasa dingin sekali. Rahang Si
Muka Bangkai berderak-derak. Matanya yang cekung berputar liar. Setiap dia
menghembuskan nafas tampak asap dingin mengepul keluar dari lobang hidung dan
mulutnya. Orang tua ini kelihatan seperti hendak berteriak. Namun lidahnya
terasa kelu!
Bujang Gila Tapak Sakti telah
menghantam Si Muka Bangkai dengan ilmu kesaktian yang mengeluarkan Hawa sangat
dingin. Hanya selang beberapa lama sekujur tubuh kakek bungkuk itu telah putih
kaku dari kepala sampai ke kaki. Dari hidung, telinga, mulut dan kedua matanya
yang cekung mengalir darah kental Bujang Gila Tapak Sakti lepaskan ke dua
tangannya dari kepala Si Muka Bangkai yang telah jadi mayat kaku. Dia rapikan
kopiah kupluk di atas kepalanya lalu dengan tenang menuruni bukit karang di
sebelah barat itu dan sengaja melangkah mendekati Pangeran Matahari. Dari
belakang ditepuknya bahu sang Pangeran yang saat itu siap hendak menyerang
Wiro. Begitu Pangeran Matahari melangkah mundur dan berpaling dia tertawa lebar
dan menunjuk ke lereng bukit sebelah barat.
"Gurumu berpesan, kalau
kau menyusulnya ke neraka jangan lupa membawa selimut tebal. Katanya di sana
dingin sekali!”
Pangeran Matahari terkejut
besar. "Kau apakan guruku?” teriaknya menggeledek.
Tenang saja Bulang Gila Tapak
Sakti menjawab. "Aku tidak mengapa-apakannya. Hanya merubahnya menjadi
mayat kaku diberi es!"
"Guru!!" teriak
Pangeran Matahari. Dia hendak menghambur ke lereng bukit tapi dengan gerakan
enteng si gendut Bujang Gila Tapak Sakti menggaet kaki kanannya. Kalau tidak
cepat mengimbangi diri niscaya sang Pangeran sudah jatuh berkelukuran Saking
marahnya Pangeran Matahari melupakan gurunya dan berbalik menyerang Bujang Gila
Tapak Sakti. Yang diserang jatuhkan diri lalu hampir tak dapat dipercaya
tubuhnya yang gendut luar biasa itu sengaja digelindungkannya di bukit batu
karang itu.
"Pendekar 212 harap kau
mau sedikit berbaik hati pada Pangeran Matahari. Dia sedang berduka barusan
kematian gurunya. Kalau kau bunuh dia harap wajah dan tubuhnya tidak dirusak
agar di akhirat Si Muka Bangkai masih mampu mengenali muridnya itu!"
Bujang Gila Tapak Sakti
tertawa gelak-gelak. Dewa Ketawa, lblis Pemabuktak ketinggalan sedang Kakek
Segala Tahu setelah begitu lama berdiam diri kini kerontangkan kaleng
rombengnya Amarah Pangeran Matahari tidak terperikan. Dia melompat ke hadapan
Wiro dan Bujang Gila Tapak Sakti.
"Kalian berdua aku
sendiri! Apa kalian kira aku takut?!"
Maka Pangeran Matahari
berkelebat memulai serangan. Sebenamya dia ingin menghabisi Bujang Gila Tapak
Sakti yang telah membunuh gurunya saat itu juga. Namun Pendekar 212 menghadang
di depannya. Segala kemarahan ditumpahkannya pada murid Sinto Gendeng. Dia
membuka serangan dengan melepas pukulan Gerhana Matahari. Udara di tempat itu
mendadak seolah menjadi redup. Dari tangan kanannya melesat dengan ganas sinar
hitam, merah dan kuningl Selagi Wiro berkelit selamatkan diri Pangeran Matahari
cabut Kapak Maut Naga Geni 212dan batu hitam pasangannya dari pinggang. Lalu
dengan mengerahkan tenaga dalam penuh dia menyerbu murid Sinto Gendeng.
Dua mata kapak mengeluarkan
sinar panas berkilauan. Suaranya menggemuruh. Pasir teluk beterbangan. Salah
atau terlambat sedikit Pendekar 212 membuat gerakan tak ampun senjata mustika
miliknya sendiri akan menjadi tuan pembunuhnya! Sadar akan kehebatan Kiiab
Wasiat lblis yang ada di balik pakaian Pangeran Matahari, Wiro tidak berani
melakukan serangan balasan. Berkat aliran kekuatan aneh yang memancar dari
tubuh harimau putih Datuk Rao-Bamato Hijau Wiro kini mampu bergerak sangat
cepat. Tubuhnya laksana bayang-bayang berkelebat kian kemari mengelakkan
serangan Kapak Naga Geni 212 yang dilancarkan Pangeran Matahari. Wiro sengaja
keluarkan ilmu silat orang gila yang dipelajarinya dari Tua Gila. Tua Gila
sendiri terkagum-kagum melihat kehebatan ilmu silatnya yang dimainkan Wiro. Dia
yakin akan sangat sulit bagi lawan untuk bisa mencelakai Wiro. Belasan jurus
berlalu tanpa Pangeran Matahari berhasil menyentuh tubuhnya. Namun bagaimanapun
juga Wiromenyadari bahwa dia tidak mungkin bertahan terus menerus. Apalagi saat
dia ingat akan petunjuk dalam Kitab Putih Wasiat Dewa yang mengatakan:
Menyerang adalah awal kekuatan sedang bertahan adalah akhir kekuatan ilmu
silat. Dalam menghadapi musuh jahat, lebih dulu bertindak adalah tindakan
sempuma daripada bertahan menunggu datangnya bencana.
Ratu Dyung dan tokoh silat
golongan putih menyadari kendala yang dihadapi Pendekar 212 dalam menghadapi
musuh besamya itu. Mereka tak mungkin menolong. Berarti Wiro harus mampu
bertindak sendiri.
Maka Wiro mulai berkelahi
dengan cara memutari lawan. Dia berusaha mengintai kelengahan Pangeran
Matahari. Serangan berputar merupakan satu-satunya serangan yang mungkin bisa
membawa hasil. Namun Pangeran Matahari yang cerdik dan tahu gelagat segera
melompat memunggungi dinding bukit karang. Dengan demikian Wiro tidak dapat
lagi mengitarinya dan kini kembali Pangeran Mataharl melancarkan serangan
dengan Kapak Maut Naga Geni 212. Serangan sang Pangeran datang tidak
putus-putusnya laksana curahan air terjun.
Benteng pertahanan Wiro jadi
jebol juga akhimya ketika Pangeran Matahari mulai menyerangnya dengan lidah api
yang keluar dari mata Kapak Naga Geni 212 setiap diadu dengan batu mustika
hitam. Murid Sinto Gendeng dibikin kalang kabut. Pakaian dan tubuhnya hangus di
beberapa bagian. Sakitnya bukan alang kepalang. Dengan kertakkan geraham
menahan sakit Wiro bertahan terus sambil memutar otak. Yang paling cemas
menyaksikan koadaan Pendekar 212 saat itu adalah Ratu Duyung dan Bidadari Angin
Timur. Mereka seperti jadi gatal tangan ingin membantu.
Jurus demi jurus berlalu cepat.
Pendekar 212 terdesak hebat. Dalam satu gebrakan gencar Wiro sempat terhalang
oleh gundukan tinggi batu karang di belakangnya. Sebelum dia mati langkah, Wiro
segera melompat ke kiri. Pada saat itu pula Kapak Maut Naga Geni 212 datang
berkelebat. Walau murid Sinto Gendeng ini berhasil mengelak namun ujung salah
satu mata kapak masih sempat mengirls bahu kirinya. Asap mengepul dari luka di
bahu itu. Tubuh Wiro serta merta diselimuti hawa panas. Goresan luka menghitam
dan menggembung dengan cepat Tampang Wiro tak hentinya mengerenyit menahan
sakit!
Di hadapannya Pangeran
Matahari tertawa bergelak sambil terus putar-putar Kapak Naga Geni 212 di
tangan kanan.
"Celaka!" Baru saja
Wiro mengeluh serangan lawan kembali menggempur betiubi-tubi. Di tangan Pangeran
Matahari Kapak Naga Geni 212 seolah lenyap. Yang kelihatan hanya kilauan sinar
putih panas disertai suara angker seperti ribuan tawon mengamuk. Dalam satu
gebrakan maut Wiro terjepit di antara dua gundukan batu karang. Kapak Maut Naga
Geni 212 kembali berkiblat dad arah kirinya. Dari samping kanan batu hitam
miliknya datang menyambar, dijadikan senjata pemukul oleh lawan. Mengelak ke
kiri tubuhnya terhalang oleh gundukan batu karang. Begitu juga jika dia
selamatkan diri engan melompat ke kanan. Celah di antara dua gundukan karang
terlalu sempit hingga dia tidak bisa lolos dari kejaran dua senjata miliknya
sendiri yang datang menghantam.
Wiro membuat gerakan untuk
mengelakkan sambaran Kapak Maut Naga Geni 212 lebih dulu Temyata serangan itu
hanya tipuan belaka. Ketika dia baru saja menyelamatkan diri dengan memiringkan
tubuh ke kanan, dari arah yang bersamaan datang menyambar batu mustika hitam!
Wiro hendak menangkis. Untung dia segera ingat. Tangkisan dibatalkan untuk
menghindari melesatnya sinar maut dari Kitab Wasiat lblis yang ada di balik
dada pakaian Pangeran Matahari. Yang kemudian mampu dilakukannya hanyalah
membuang diri ke samping. Bahu kanannya selamat dari hantaman batu hitam namun
rusuknya berada dalam keadaan terbuka.
"Kraakkk!"
Ratu Duyung keluarkan pekik
tertahan. Para tokoh lainnya terkesima dengan mata melotot! Ratu Duyung tahu
apa yang terjadi dengan Wiro. Maka dia pun berteriak. "Wiro bertahan
terus! Putar otakmu! Kau pasti bisa menemukan kelemahan lawan!"
"Ratu Duyung! Mengapa
cuma berleriak-teriak saja dari pinggir kalangan! Lebih baik kau bergabung dan
membantu Anak Anjing ini!"
Ratu Duyung tidak melayani
ucapan Pangeran Matahari. Diamdiam dia berdoa agar Wiro mampu memecahkan
kelemahan lawan. Akibat hantaman batu mustika hitam tadi salah satu tulang iga
di sisi kanan Pendekar 212 melesak
patah. Sakitnya bukan
kepalang. Seumur hidup baru sekali ini Wiro merasa sakit begitu rupa hingga
keringat dingin memercik di sekujur tubuhnya!
Pangeran Matahari tertawa
lebar. "Pendekar 212, sayang sekali kau harus mati secara pengecut Sama
sekali tidak berani balas menyerang!
Wiro kertakkan geraham. Dia
terpaksa mengalirkan sebagian tenaga dalamnya ke bagian yang cidera. Nafasnya
terasa sesak. Gerakannya menjadi agak lamban. "Gila Aku harus bertahan
mati-matian, Aku harus menemukan cara menghadapi Pangeran keparat ini! Kalau
tidak cepat atau lambat dia pasti akan membantaiku!" Wiro tidak
mengkhawatirkan tulang iganya yang patah. Yang ditakutkannya adalah racun Kapak
Maut Naga Geni 212 yang melukai bahunya sebelah kiri. Tubuhnya sudah terasa
panas tanda racun senjata itu mulai bekerja.
Setelah hampir enam puluh
jurus baku hantam murid Sinto Gendeng mulai mendapatkan akal, menemukan cara
terbaik menghadapi musuh besamya itu sekaligus menghindari sinar hitam
mematikan melesat keluar dari Kitab Wasiat Iblis.
Wiro yakin sinar hitam
mematikan yang keluar dari Kitab Wasiat lblis yang ada di dada Pangeran
Matahari tidak akan keluar terus menerus seperti air yang mengucur. Berarti
bagaimanapun singkatnya ada sedikit waktu antara semburan sinar pertama dengan
semburan berikutnya.
"Pangeran Matahari,
apakah kau tidak ingin cepat-cepat menemui gurumu di akhirat?!" Wiro
berseru lalu tertawa mengejek.
"Pendekar Jahanam! Apa
kau kira aku bisa terpancing dengan akal bulusmu itu!" Sang Pangeran
menyahuti walau hatinya panas.
"Kau sudah terluka Ajalmu
hanya tinggal menunggu waktu!" Lalu kembali Pangeran Matahari kiblatkan
Kapak Maut Naga Geni 212. Serangannya lebih dipercepat disertai tipuan-tipuan
mematikan! Hebatnya dalam keadaan masih memegang batu hitam di tangan kiri,
dengan tangan yang sama dia mampu melepaskan dua pukulan sakti berturut-turut
yaitu pukulan "Gerhana Matahari" dan "Merapi Meletus".
Teluk Penanjung laksana
dihantam gempa. Dua letusan keras menggelegar. Ditambah berkiblatnya alnar
menyilaukan disertai menghampamya hawa panas luar biasa. Murid Sinto Gendeng
secepat kilat melompat dan berlindung di balik satu gundukan besar batu karang.
Dari sini untuk pertama kalinya dia lancarkan serangan dengan pukulan Sinar
Matahari.
Pada saat itu juga dari dada
sang Pangeran melesat keluar sinar hitam menggidikkan. Sinar putih dan sinar
hitam beradu dahsyat di udara. Kembali teluk Penanjung di Pangandaran itu
seperti diguncang gempa dan topan prahara. Batu karang tempat Wiro bersembunyi
pecah berantakan dengan warna berubah menjadi kehitaman dan mengepulkan asap.
Secepat kilat Pendekar 212 berkelebat ke balik batu karang yang lain. Dari sini
sekali lagi dia melepas pukulan "Sinar Matahari". Ketika Kitab Wasiat
lblis membalas serangan itu dengan lesatan sinar hitam, untuk kesekian kalinya
teluk Penanjung bergetar hebat. Pasir beterbangan ke udara menutup pemandangan.
"Hemmm …" murid
Sinto Gendeng bergumam penuh arti. Kini dia telah menemukan satu akal untuk
menghantam musuh besamya itu. Kali ketiga dia berkelebat, Wiro sengaja mencari
batu karang yang paling dekat jaraknya dengan Pangeran Matahari.
Didahului bentakan keras Wiro
munculkan kepala dari balik batu karang lalu menghantam. Kali ini pukulan sakti
itu tidak diarahkannya pada lawan tapi sengaja dihantamkan menyusur pasir
teluk. Begitu sinar putih menderu, laksana disapu topan, pasir di teluk itu
beterbangan ke udara. Di depan sana sinar hitam kembali melesat dari dada sang
Pangeran. Wiro hanya punya waktu singkat sekali. Selagi pemandangan tertutup
pasir yang beterbangan di udara Wiro kerahkan ilmu meringankan tubuhnya dan
melesat ke arah Pangeran Matahari.
Selagi melayang di udara dia
tiup tangan kanannya. Serta merta di telapak tangan Pendekar 212 muncul gambar
harimau kepala putih bermata hijau. Begitu berada di atas lawandan mengira
Pangeran Matahari tidak sempat melihat gerakannya Wiro langsung dorongkan
telapak tangan kanannya dalam jurus keenam dari Enam Inti Kekuatan Dewa yang
disebut Tangan Dewa Menjebol tanah. Yang diarah adalah kepala Pangeran
Matahari.
Tapi temyata sang Pangeran
masih sempat melihat Saat itu juga dari balik dadanya di mana tersembunyi Kitab
Wasiat lblis menderu sinar hitam mematikan.
Kalau Wiro berseru kaget
karena tak mengira lawan maslh bisa melihat gerakannya, sebaliknya Pangeran
Matahari juga keluarkan seruan tertahan dan terbelalak karena tlba-tiba dia
melihat kepala lawannya berubah menjadi kepala seekor harimau putih. Perubahan
Ini terus berlangsung sampai ke kaki. Di lain kejap satu sosok harimau putih
mengaum keras dan seolah keluar dari tubuh Wiro, melompat ke arah Pangeran
Matahari.
"Datuk Rao Bamato
Hijau!" desis Pendekar 212 dengan lidah bergetar. Sinar hitam berkiblat
menghantam harimau putih. Binatang sakti bemama Datuk Rao Bamato Hijau Ini
terlempar ke belakang sejauh empat tombak.
Auman keras menggelegar keluar
dari mulutnya. Terjadi satu hal yang hebat. Sinar hitam sakti Kitab Wasiat
lblis melesat terus ke depan, berusaha menghancurkan Datuk Rao Bamato Hijau.
Tetapi tidak berhasil. Hal ini membuat Pangeran Matahari terkejut besar dan
kerahkan seluruh tenaga dalamnya. Sebaliknya harimau putih dengan segala
kesaktian yang dimilikinya berusaha bertahan. Dia bukan saja mampu menahan
serangan sinar hitam yang mematikan itu malah perlahan-lahan binatang Ini mulai
menyedot sinar hitam itu hingga perlahan-lahan masuk ke dalam mulutnya.
Tersedotnya sinar hitam Kitab
Wasiat lblis membuat tubuh Pangeran Matahari ikut terbetot ke depan. Dadanya
mendenyut sakit. Kitab Wasiat lblis yang terikat ke dadanya terasa bergetar.
Pangeran matahari kerahkan tenaga luar dalam untuk balas menarik . Tapi gagal.
Dia memaksa bertahan walau sedikit demi sedikit kedua kakinya terseret ke
depan.Rasa sakit di dadanya bertambah-tambah. Dengan Mata mendelik dia melihat
bagaimana harimau putih Di depannya seolah menelan sinar hitam sakti Kitab
wasiat Iblis. Akibatnya tubuhnya semakin terbetot ke depan. Dia coba memukul,
namun tangannya seolah kaku. Kedua kakinya kembali terseret. Tubuhnya semakin
dekat dengan harimau putih.
Ketika Pangeran Matahari
berusaha bertahan habis-habisan dari sedotan harimau putih, isi dadanya seolah
terbetot keluar. Dari mulutnya menyembur darah. Semakin dia bertahan semakin
keras sedotan harimau putih dan semakin banyak darah yang keluar dari mulutnya.
Tubuhnya saat demi saat menjadi lemas. Mukanya yang congkak memutih pucat. Dia
berteriak keras ketika sinar hitam terakhir lenyap ke dalam mulut harimau
putih.
Datuk Rao Bamato Hijau mengaum
keras. Mulutnya yang bertaring besar mengerikan menyambar ke dada Pangeran
Matahari.
"Breettt!"
Baju hitam sang Pangeran robek
besar di bagian dada. Dia keluarkan seruan keras ketika dilihatnya Kiab Wasiat
lblis miliknya kini berada dalam gigitan harimau putih bermata hijau itu. Dia
berusaha merebut sambil hantamkan Kapak Maut Naga Geni 212 ke kepala Datuk Rao
Bamato Hijau. Namun kapak hanya menyambar setengah jengkal di depan hidung
harimau bermata hijau itu. Sebelum Pangeran Matahari menyerang den berusaha
merebut kitab itu kembali, Datuk Rao Bamato Hijau seperti menyantap daging
segar memasukkan Kitab Wasiat lblis ke dalam mulutnya, mengunyahnya lalu
ditelan habis.
Pangeran Matahari berteriak
seperti menggerung. Lemaslah Pangeran Matahari melihat apa yang terjadi. Walau
sosok harimau putih itu lenyap seolah masuk kembali ke dalam tubuh Pendekar 212
namun manusia segala cerdik segala licik dan segala congkak itu sudah leleh
nyalinya. Setelah kirimkan serangan beruntun dengan Kapak Naga Geni 212 dia
memutar tubuh dan menghambur ke atas bukit karang.
Ini adalah satu hal yang tidak
pernah diduga oleh Wiro dan semua orang yang ada di situ. Pangeran Matahari
yang berkepandaian tinggi itu ketakutan dan melarikan diri!
*
* *
TlGA BELAS
PENDEKAR 212 tentu saja tidak
mau melepas-kan musuh besamya ini. Apalagi sang Pangeran masih memegang Kapak
Maut Naga Geni 212 dan batu hitam miliknya. Sekali dia berkelebat Wiro berhasil
menyusul Pangeran Matahari di ujung paling atas bukit karang yang menjorok ke
laut.
”Buntu! ”
Pangeran Matahari tak bisa
meneruskan larinya. Di bawah sana menghadang jurang batu karang yang dalam dan
taut biru gelap.
"Pendekar jahanam! Aku
mengadu jiwa dengan-mu Paling tidak kita sama-sama mati" teriak Pangeran
Matahari lalu babatkan Kapak Maut Naga Geni 212 ke arah Wiro. Murid Sinto
Gendeng cepat menghindar. Saat Itu gambar kepala harimau putih bermata hijau
masih melekat di tangan Wiro. Namun setelah lawan tidak lagi memilikl Kitab
Wasiat lblis yang mengeluarkan sinar hitam mematikan, Wiro merasa tidak perlu
mengandalkan llmu Pukulan Harimau Dewa itu. Dia lngin menghadapi musuh besamya
itu secara jantan dengan llmu yang dimiliki sebelumnya.
Maka tanpa pikir panjang lagi
Wiro menghantam kan tangan kanannya ke puncak bukit tempat lawannya berpijak,
melepas pukulan "Dewa Topan Menggusur Gunung".
Pangeran matahari tidak
tinggal diam. Dengan tangan kiri dia balas melepas pukulan "Merapi
meletus“. Dua pukulan saktl bertemu. Satu letusan keras menggelegar di puncak
bukit karang. Batu karang tempat berpijak Pangeran Matahari hancur berantakan.
Untung dia cepat melompat
selamatkan diri ke bagian yang lebih rendah. Namun di saat yang sama Pendekar
212 telah melesat ke bagian bukit yang lebih tinggi. Dari sini murid Sinto
Gendeng berkelebat ke bawah sambil keluarkan jurus "Kepala Naga Menyusup
Awan" disusul "Kilat Menyambar Puncak Gunung".
Dalam keadaan melayang turun
murid Sinto Gendeng hantamkan dua tangannya secara beruntun.
"Bukkk! Bukkkk!"
Darah muncrat dari hidung dan
mulut Pangeran Matahari yang hancur dilanda jotosan tangan kiri Wiro. Pukulan
tangan kanan Pendekar 212 menyusul melabrak pipinya sebelah kiri hingga tulang
pipi dan rahangnya remuk, mata kiri luka parah, melesak ke dalam! Tubuhnya yang
tidak punya daya kekuatan itu mencelat mental ke arah jurang batu karang yang
terbentang di balik bukit! Kapak Maut Naga Geni 212 dan batu hitam sakti
terlepas dari tangannya. ikut jatuh ke dalam jurang batu karang.
"Celaka!" seru Wiro.
Dia berusaha mengejar namun terjatuh. Dia terkapar menelungkup dengan sekujur
tubuh bergetar. Dengan susah payah dia berusaha bangun. Racun Kapak Naga Geni
212 yang masuk ke dalam tubuhnya bekerja tambah keras!
Pada saat dua senjata mustika
warisan Eyang SInto Gendeng dari gunung Gede itu melayang jatuh Ke jurang,
sehelai benang putih berkilat melayang di udara. Dengan kecepatan luar biasa
benang ini melibat kapak Maut Naga Geni 212 dan batu hitam sebelum kedua
senjata ini jatuh masuk ke dalam jurang batu karang.
"Benang sutera
sakti!" seru Wiro gembira. Dia sudah tahu siapa yang menolongnya, bukan
lain Dewa Tuak. Begitu kapak dan batu tersentak ke arahnya dengan cepat
Pendekar 212 menyam bamya. Dia berhasil memegang Kapak Naga Geni 212 dan batu
hitam sakti. Lalu berpaling ke bawah.
Di lereng bukit dilihatnya
Dewa Tuak menyeringai adanya.
"Dewa Tuak, aku sangat
berterima kasih. …" Wiro
”Anak setan! Lekas kau telan
obat pemunah racun ini!" kata Sinto Gendeng lalu tanpa menunggu lebih lama
sebutir benda hitam disumpalkannya ke dalam mulut Wiro.
"Pendekar hebat Kau
terluka ya? Ha … ha … ha…?" Bujang Gila Tapak Sakii telah berada pula di
sana sambil berkipas-kipas dengan kopiah hitamnya.
Lalu dengan tangan kirinya
ditepuk-tepuknya sekujur tubuh Wiro. Ketika tangan yang besar dan berat itu
menepuk keras di bekas luka dan patahan tulang iganya, Wiro yang tak dapat
menahan sakit menjerit keras. Bujang Gila Tapak Sakti tertawa bergelak. Apa
yang dilakukannya tadi bukanlah satu tindakan usil belaka. Tapi sebenamya dia
lelah melakukan pengobatan.
Sinto Gendeng mengerenyit
ketika melihat luka di bahu kiri Wiro lenyap tidak berbekas. Wiro sendiri
merasa dadanya lega, kekuatannya timbul kembali dan tulang iganya yang patah
tidak lagi terasa sakit inilah kehebatan Bujang Gila Tapak Sakti. Memiliki
kesaktian untuk mengobali orang dengan cara aneh.
Pendekar 212 menarik nafas
dalam. Setelah selipkan kapak dan simpan batu hitamnya dia berlutut dan
menengadahkan tangannya ke atas.
"Terima kasih Tuhan. Kau
telah menolongku! Datuk Rao Bamato Hijau sahabatku, aku juga berterima kasih
padamu!"
"Kita memang patut
bersyukur! Pangeran Matahari sudah mati! Dunia persilatan selamat dari
malapetaka besar!" Terdengar suara seseorang dari kaki bukit. Semua kepala
menoleh ke bawah. Yang bicara temyata adalah Si Raja Penidur. Dedengkot aneh
dunia persilatan ini kelihatan duduk dalam keranjang rotannya. Mengepulkan asap
pipanya dua kali, menggeliat lalu berguling kembali ke dalam keranjang. Tidur
lagi!
Mengetahui para tokoh silat
temyata sudah berada di sekelilingnya. Wiro segera pula menghaturkan terima kasih
atas semua bantuan mereka. Lalu sang Pendekar jatuhkan diri di depan Sinto
Gendeng.
"Eyang, harap maafkan
kalau muridmu ini telah membuatmu susah. Aku mengaku terus terang telah banyak
berbuat salah! Terima maaf dan penghormatanku!"
"Anak setan Sekian lama
kau tidak pernah muncul. Diberi tugas malah bertingkah seenaknya!"
Eyang Sinto Gendeng menjawab
dengan muka cemberut.
"Sinto, kau ini tidak
berubah. Terhadap muridmu seperti anjing dan kucing saja. Kalau tidak bertemu
kau bilang kangen. Kalau sudah bertemu kau selalu memarahinya! Sudah, serahkan
saja Kitab Putih Wasiat Dewa itu padanya. Lalu kita tinggalkan tempat
ini!"
Sinto Gendeng berpaling. Kalau
saja bukan Tua Gila yang berkata pasti sudah didampratnya. Dari balik
pakaiannya Sinto Gendeng keluarkan Kitab Putih Wasiat Dewa yang asli lalu
diletakkannya di atas kepala sang murid. "Ambil dan lekas kau simpan
Jangan sampai dicuri orang lagi!"
"Guru, bagaimana kitab
itu bisa berada di tanganmu?" bertanya Pendekar212 seraya menyimpan kitab
sakti itu di balik pakaian hitamnya.
"Tidak lain karena
ketololanmu Cinta membuta kan mata dan hati serta perasaanmu Bukankah kau
hendak menyerahkan kitab ini dulu pada gadis yang berpura-pura menjadi Bidadari
Angin Timur padahal dia adalah kaki tangan dan kekasih Pangeran Matahari?"
Sebelum kau melakukan perbuatan gila itu aku dan Iblis Putih Ratu Pesolek
menyiasati. Kaml muncul dengan pakaian aneh berupa selubung kain putih. Kau
kami robohkan dengan asap beracun. Selagi kau pingsan Kitab Putih Wasiat Dewa yang
asli kami ambil dari balik pakaianmu, kami ganti dengan yang palsu. Kitab palsu
itulah yang kemudian kau serahkan pada bidadarimu itu!"
Wiro manggut-manggut berulang
kali. "Guru, aku berterima kasih atas semua pertolonganmu …. Juga padamu
…" kata Wiro seraya berpaling pada lblis Putih Ratu Pesolek yang tegak di
samping Dewa Tuak.
"Aku juga berterima kasih
padamu," kata Wiro pada si nenek. Perempuan tua berdandan menor ini
tersenyum dan kedipkan matanya.
Sunyi Sesaat lalu terdengar
suara sesenggukan Dewa Sedih. dewa Ketawa mulai mesem-mesem lalu tertawa
perlahan makin lama makin keras.
"Guru, aku mencium bau
wangi sekali. Biasanya kau … !"
"Anak setan Jaga
mulutmu" bentak Sinto Gendeng pada muridnya sambil pelototkan mata.
lblis Putih Ratu pesolek
tertawa cekikikan. "Pendekar 212, aku yang memberikan minyak wangi
pengharum tubuhnya,. Katanya dia takut. Kalau tidak pakai minyak wangi kau akan
mudah mengenali tubuhnya yang selalu bau pesing!"
Dewa Ketawa, Bujang gila Tapak
Sakti dan Dewa tuak tertawa gelak-gelak. Kakek Segala Tahu ke rontangkan kaleng
bututnya, iblis pemabuk setelah Ikut tertawa mengekeh lalu teguk tuak kerasnya
dari Dalam kendi tanah.
"Kalian edan semua!"
teriak Eyang Sinto gendeng.
Dia menarik lengan Tua Gila.
"Ayo kita tinggalkan"
”Anak setan, jaga dirimu
baik-baik!"
"Eyang, tunggu dulu Ada
satu hal yang ingin Aku kutanyakan. Hal sangat penting!" Berteriak Wiro
ketika Sinto Gendeng hendak berkelebat pergi bersama Tua Gila.
"Anak setan! Kau
benar-benar ingin kutampar Apa lagi keperluanmu?!" bentak Sinto Gendeng
marah Tapi dia hentikan juga langkahnya.
Wiro membawa gurunya ke tempat
yang agak jauh, hanya Tua Gila yang mendatangi mendekati mereka. Wiro lalu
menceritakan dengan cepat hal ihwalnya dengan Ratu Duyung.
"Eyang, menurutmu apakah
aku harus memenuhi permintaannya. Tidur dengan dia agar dia bisa bebas dari
kutukan itu? "
"Hemmmm …." Sepasang
mata Sinto Gendeng berputar-putar. Dia melirik pada Tua Gila di sampingnya.
Sambil menyikut rusuk si kakek dia berkata.
"Kalau kau tanyakan hal
itu pada tua bangka ini, pasti dia akan menjawab lakukan saja! Sekarang
menurutmu sendiri bagaimana anak setan?!"
Wiro jadi bingung dan
garuk-garuk kepala.
"Aku berhutang budi dan
nyawa padanya. Tapi aku juga takut berdosa … !"
Eyang Sinto Gendeng tertawa
mengekeh. "Urusan dosa adalah urusan manusia dengan Tuhannya. Urusanmu
adalah antara manusia dengan manusia. Aku tidak akan mengatakan ya atau tidak.
Semua terserah padamu!" Sinto Gendeng lalu puntir telinga muridnya hingga
Wiro meringis kesakitan.
Sesaat kemudian bersama Tua
Gila dia sudah berkelebat lenyap dari tempat itu! Hanya suara cekikikannya yang
masih terdengar di kejauhan.
Wiro ingat pada Bidadari
AnginTimur, tepat pada saat gadis itu hendak meninggalkan tempat itu sambil
mendukung mayat adik kembarnya. "Bidadari Angin Timur, aku turut sedih
atas kematian adikmu. Bisakah kite bicara dulu sebelum kau pergi?"
Bidadari Angin Timur menatap
paras Wiro. Dalam hati dia membatin. "Dia tadi mengatakan terus terang
bahwa dia mencintai diriku. Apakah aku mencintainya …?"
"Wiro, aku sedang
berduka. Jika umur sama panjang dan kita bisa berjumpa lagi pasti kita bisa
bicara panjang lebar. Saat ini aku harus pergi dulu… . Aku harus mengurus
jenazah adikku ini."
"Aku mendengar kau
menyebut nama adikmu. Pandan Arum. Kalau aku boleh tahu namamu sendiri siapa
sebenamya?"
Bidadari Angin Timur hanya
menarik nafas panjang.
"Namaku biarlah tersimpan
dulu untuk menjadi kenangan bagimu. Suatu ketika aku akan memberi tahu ….
Maafkan aku. Aku harus pergi sekarang …."
Wiro perhatikan kepergian
Bidadari Angin Timur dengan berbagai perasaan. Dia merasa sudah saatnya pula
untuk meninggalkan tempat itu. Ketika dia berpaling dilihatnya Dewa Tuak dan
lblis Putih Ratu Pesolek sudah tak ada lagi di tempat itu.
Ratu Duyung dilihatnya
melangkah tertunduk menuju kereta kencana putihnya yang telah disiapkan oleh
dua orang anak buahnya. Sesaat dia memandang pada Kakek Segala Tahu. Lalu
cepat- cepat menemui orang tua itu.
"Aku tahu kau hendak
menanyakan sesuatu," kata si kakek sambil tertawa lebar dan goyangkan
tangan kanannya yang memegang kaleng.
"Kau tak usah bertanya.
Aku siap memberikan jawaban. Terkadang seseorang harus mengorbankan sesuatu
untuk sesuatu yang sudah didapatnya!" Wiro jadi terdiam mendengar ucapan
Kakek Segala Tahu itu. Di sebelah sana pintu kerela kencana sudah terbuka. Ratu
Duyung siap naik. Saat itu Bujang Gila Tapak sakti datang menepuk bahu Pendekar
212.
"Kalau kau tidak suka
dengan gadis itu, aku tidak keberatan menggantikanmul Bagaimana?" Si gendut
ini bertanya sambil kedip-kedipkan matanya dan berkipas-kipas. Wiro purukkan
kopiah hitam di atas kepala si gendut hingga menutupi kedua matanya lalu
berlari ke arah kereta pada saat pintu kereta tertutup dan roda-rodanya mulai
bergerak.
"Ratu Duyung!"
panggil Wiro.
Kereta berhenti, kepala Ratu
Duyung muncul di jendela.
"Ada apa Wiro…?
"Aku … apakah aku boleh
ikut bersamamu?"
Ratu Duyung mengetuk dinding
kereta. Kendaraan itu berhenti.
"Ah, ini merupkan satu
kejutan bagiku Setahuku setiap tamu yang datang ke tempat kediamanku adalah
atas undangan atau kehendakku. Apakah kau menerima undangan Wiro…?"
Paras Pendekar 212 menjadi
kemerahan.
"Aku juga tidak ingin
mengecewakan orang lain …."
"Maksudmu Ratu?"
tanya Wiro.
"Bidadari Angin Timur.
..!’
"Dia … !’ Lama Wiro
terdiam. "Aku terlalu banyak mengharap padanya. Ternyata … !’ Wiro tidak
meneruskan ucapannya.
"Begitu? Tapi kurasa
masih ada seorang gadis menunggu kepastian darimu …."
"Eh, siapa?"
"Lihat ke sana. Dekat
batu karang besar itu tegak seorang gadis berpakaian putih … !’
Wiro berpaling ke arah yang
dikatakan Ratu Duyung. Di sana dilihatnya Dewi Payung Tujuh tegak memandang ke
arahnya.
Dia gadis baik. Hanya sayang
termakan perintah gurunya tanpa dia dapat menimbang … !’
"ltulah hidup. Setiap
kita akan menghadapi satu atau beberapa persoalan yang kita tidak bisa
memecahkannya sendiri. Sementara orang lain tak ada yang mau menolong …."
Wiro terdiam. Ucapan Ratu
Duyung merupakan suatu sindiran baginya. Ratu Duyung mengetuk dinding kereta.
Kendaraan itu bergerak. Murid Sinto gendeng tertegak diam dan hanya bisa
garuk-garuk kepala.
"Agaknya Ratu Duyung
tidak senang lagi terhadapku. Mungkin dia marah, mungkin juga cemburu… !’
Wiro membatin seolah menyesali
diri sendiri. tapi tiba-tiba dilihatnya pintu kereta terbuka lalu ada tangan
halus melambai memanggilnya. Melihat hal ini tanpa menunggu lagi Pendekar 212
segera lari mengejar kereta dan melompat masuk melalui pintu yang dibukakan
oleh Ratu Duyung!
Di pedataran pasir terdengar
suara riuh orang tertawa, menangis dan bertepuk tangan. Ternyata mereka adalah
para tokoh silat golongan putih yang masih ada di tempat itu. Wiro keluarkan
kepala lalu melambaikan tangan pada semua mereka sampai akhimya mereka lenyap
di kejauhan.
Di kaki bukit kereta putih itu
berputar. Ketika Wiro merasakan kereta itu bergerak menuruni pantai Dan dia
melihat air laut maka terkejutlah Wiro. "Ratu …. Kita ini mau ke
mana?"
Ratu Duyung menatap ke depan
dan menjawab.
” bukankah katamu kau mau ikut
ketempatku?” ”betul…. tapi ini …..mengapa kereta menuruni pantai masuk kedalam
laut?”
Ratu duyung tertawa panjang.
"Apa kau lupa bahwa jalan ketempat kediamanku adalah melewati laut selatan
ini?"
"Kau dan anak buahmu
orang sakti. Aku bisa mati tenggelam dalam air laut ….“
"Akan kita lihat nanti
apa kau benar-benar mati….”
kata Ratu Duyung pula
sementara air laut telah mencapai pinggiran jendela. Dalam takutnya berusaha
membuka pintu kereta. Ratu Duyung menarik baju hitamnya. Ketika dia berpaling
pandangan mata Pendekar 212 bertemu dengan sepasang mata biru bagus sang Ratu.
"Aku… aku tak ingin mati
tenggelam” kata wiro
"Aku juga tidak,"
jawab ratu duyung dengan tenang dan sambil tersenyum Wiro jadi ternganga lalu
garuk-garuk kepala dan akhimya ikut-ikutan tersenyum. Lalu dengan suara
perlahan dia berkata.
"Matipun tak jadi apa
karena aku tidak akan mati sendirian. Ada seorang ratu yang bakal menemani
diriku di dasar laut!"
Ratu Duyung tertawa panjang.
Suara tertawa yang seperti bulu perindu itu membuat Wiro tidak sadar kalau air
laut sudah mencapai lehemya.
TAMAT