Bab 1 - Demi Cucu
˜ORANG she Kiang! Melihat
usiamu yang masih muda, kami masih menaruh hati kasihan kepadamu. Kami
nasihatkan supaya kau pergi dari sini dan jangan mencampuri urusan kami,!
terdengar suara yang kecil dan nyaring.
˜Kiang-enghiong, kata-kata
Hek-tung Beng-yu (Sahabat Tongkat Hitam) tadi memang tepat. Menilik
gerak-gerikmu, kau adalah seorang ahli silat yang sudah pandai, mengapa kau
tidak tahu akan peraturan kang-ouw? Kami para ketua perkumpulan pengemis sedang
mengurus persoalan kami sendiri, mengapa kau begitu tidak tahu malu untuk
mencampuri urusan kami? Lebih baik lekaslah kau pergi sebelum terjadi hal-hal
yang kurang baik bagi dirimu,! kata pula suara ke dua yang parau dan kasar.
Suara dua orang ini disusul
oleh gumaman banyak mulut yang menyatakan persetujuan. Dua orang yang bicara
tadi, juga mereka yang menyatakan persetujuan adalah sekumpulan orang-orang tua
yang amat aneh baik bentuk tubuh, pakaian, maupun gerak-gerik mereka. Mereka
ini sudah jelas adalah sekumpulan pengemis-pengemis, karena baju mereka penuh
tambahan dan di tangan mereka kelihatan tongkat dan tempat sedekah, seperti
panci butut, batok, kaleng dan lain-lain.
Jumlah mereka ada empat belas
orang. Akan tetapi kalau orang tahu siapakah adanya mereka ini, ia akan terkejut,
karena mereka ini bukan lain adalah ketua-ketua dari seluruh kai-pang
(perkumpulan pengemis) yang tersebar di seluruh Tiongkok dan merupakan
ketua-ketua dari semua perkumpulan terbesar. Jangan ditanya lagi tentang
kepandaian mereka! Baru orang pertama yang bicara dengan suara kecil nyaring
tadi saja, yang tubuhnya tinggi kurus dan matanya buta sebelah kiri, dia
dijuluki orang It-gan Sin-kai (Pengemis Sakti Mata Satu) dan kelihaiannya hanya
di bawah kepandaian raja pengemis puluhan tahun yang lalu, yakni Ang-bin
Sin-kai (Pengemis Sakti Muka Merah) yang menggempar kan dunia kang-ouw (baca
Pendekar Sakti).
Seperti juga Ang-bin Sin-kai
yang sudah meninggal dunia, pengemis bermata satu ini beberapa kali pernah
menggegerkan istana kaisar karena ia menyerbu dapur dan menyikat habis
masakan-masakan yang paling lezat di dapur istana!
Juga orang ke dua yang
suaranya parau dan kasar, yang bertubuh kate dengan perutnya saja yang besar
dan gendut seperti anak cacingan, bukanlah sembarangan orang. Dia ini disebut
Pat-jiu Siauw-kai (Pengemis Kecil Tangan Delapan), kelihaiannya dalam ilmu
silat tidak kalah oleh It-gan Sin-kai! Demikian pula, dua belas orang pengemis
yang lain, masing-masing adalah ketua-ketua pengemis yang amat terkenal di
dunia kang-ouw, dan kesemuanya boleh dibilang merupakan orang-orang yang
menjunjung tinggi pengemis sakti mendiang Ang-bin Sin-kai. Oleh karena itu
pula, maka mereka terkenal sebagai pemimpin-pemimpin yang menjaga keras
sehingga para anggauta perkumpulan mereka berdisiplin, dan biarpun hidup
sebagai pengemis-pengemis, namun merupakan sekumpulan orang-orang yang selalu
siap sedia menolong kaum lemah yang tertindas! Segolongan pendekar-pendekar
yang menyamar sebagai pengemis-pengemis, atau lebih tepat lagi, yang suka
memilih hidup bebas seperti burung di udara. Dan menurut anggapan mereka, hanya
pengemis-pengemis saja yang dapat hidup bebas seperti burung di udara.
Empat belas orang ketua
pengemis itu kini nampak tidak senang dan mereka menghadapi seorang laki-laki
muda yang usianya kurang lebih dua puluh lima tahun. Pemuda ini amat gagah,
pakaiannya bersih dan indah, wajahnya tampan sekali dengan alis tebal dan
hidung mancung. Bibirnya merah seperti bibir wanita. Dadanya bidang menonjol ke
depan, sepasang lengannya kekar dan ia nampak lebih tegap dan gagah karena
pedang yang tergantung dipunggungnya.
Pemuda itu mempunyai sepasang
mata yang tajam dan selalu berseri gembira. Kini menghadapi empat belas orang
kakek pengemis yang marah-marah itu, ia tersenyum-senyum mengejek, sama sekali
tidak merasa takut sungguhpun ia telah mengenal, atau setidaknya pernah
mendengar nama semua ketua pengemis ini dan telah maklum pula akan kelihaian
mereka.
˜Hm, Cuwi Lo-kai (Para Tuan
Pengemis Tua) bicara tentang pelajaran ilmu silat, tentang peraturan kang-ouw,
dan tentang tahu malu? Pernah siauwte mendengar ujar-ujar Guru Besar Khong Cu
yang berbunyi seperti berikut:
Ho Hak Kin Houw Ti, Lek Heng
Houw Jin, Ti Thi Kin Houw Yong!
Tahukah Cuwi akan artinya?
Kalau tidak salah, beginilah maksudnya: Suka belajar berarti mendekati
pengetahuan, menjalankan ilmu pengetahuan berarti mendekati welas asih dan tahu
malu berarti mendekati kegagahan!!
Pat-jiu Siauw-kai yang
terkenal paling berangasan, menjadi marah dan ia melangkah maju, lalu
menudingkan telunjuknya ke arah hidung pemuda itu,
˜Kau anak kecil bau pupuk, mau
berlagak menjadi guru ilmu batin? Kaukutib-kutib segala isi kitab Tiong-yong
(kitab pelajaran Guru Besar Khong Hu Cu) dengan maksud apa?!
˜Sabarlah, Lo-kai. Kau yang
terlalu banyak tangan harus bisa bersikap tenang dan sabar,! kata pemuda itu
yang menyindir pengemis kate ini yang berjuluk Pengemis Kecil Berlengan
Delapan. ˜Bukankah tadi kau yang menyatakan bahwa aku sudah mempelajari ilmu
silat akan tetapi tidak tahu akan peraturan dunia kang-ouw dan tidak tahu malu!
Nah, jawabku ialah isi ujar-ujar yang tepat itu.!
˜Apa maksudmu?! Pat-jiu
Siauw-kai membentak,
˜Maksudku? Segala tindakanku
kusesuaikan dengan ujar-ujar indah itulah. Aku bersusah payah belajar silat
untuk mengejar ilmu. Setelah ilmu terdapat, aku menjalankannya untuk menolog
sesama manusia, ini berarti mendekati pribudi baik atau welas asih. Adapun hal
tahu malu seperti kausinggung-singgung tadi, Guru Besar berkata bahwa kalau
kita tahu malu, berarti kita mendekati sifat gagah. Akan tetapi kalian ini,
empat belas orang ketua perkumpulan besar, orang-orang kang-ouw yang memiliki
kepandaian tinggi, mengapa sekarang hendak menyiksa dan membunuh seorang kawan
tua yang tidak berdaya? Apakah itu namanya tahu malu? Kalianlah orang-orang yang
tak tahu malu dan karenanya aku yang muda tidak dapat menganggap kalian ini
orang-orang gagah!!
˜Kiang Liat, kau sombong
sekali!! Seorang pengemis gemuk bundar yang berjuluk Tiat-tho Mo-kai (Pengemis
Iblis Kepala Besi) melompat maju dan memaki marah, ˜Kau ini orang luar tahu
apa? Di dalam undang-undang partai pengemis nomor tujuh belas berbunyi begini:
Segala keputusan rapat ketua tak boleh dicampuri oleh orang luar.!
Pemuda itu yang bernama Kiang
Liat tersenyum. ˜Peraturan dan undang-undangmu hanya berlaku untuk kalian
sendiri, aku peduli apa? Pendeknya, sebagai seorang yang pernah mempelajari
ilmu silat, yang sudah bersumpah untuk hidup sebagai pendekar dan menolong si
lemah yang tertindas, aku Kiang Liat tidak akan membiarkan begitu saja kalian
menyiksa dan membunuh kakek itu. Habis perkara!!
˜Kau menghina Cap-si
Kai-pangcu (Empat Belas Ketua Perkumpulan Pengemis)!! Tiat-tho Mo-kai membentak
marah dan dengan cepat ia lalu menggerakkan tubuh. Lucu dan mengagumkan sekali
gerakannya ini. Biarpun tubuhnya gemuk dan bundar, namun gerakannya ternyata
luar biasa cepatnya dan tahu-tahu tubuh itu telah meluncur seperti dilemparkan,
dengan kepala di depan ia menyeruduk ke arah Kiang Liat!
Serangan ini lihai sekali dan
jarang ada ahli silat berani menerima serangan kepala dari Tiat-tho Mo-kai ini.
Sesuai dengan julukannya, yakni Si Kepala Besi, kepala dari Si Pengemis ini
yang botak kelimis luar biasa keras dan kuatnya, melebihi besi dan kalau ia
menyeruduk, seekor kerbau pun takkan kuat menahan dengan kepalanya.
Para tokoh pengemis yang
berada di situ mengira bahwa pemuda itu tentu akan mengelak dan kalau ia
berbuat demikian, belum tentu ia akan dapat meluputkan diri, karena kedua
tangan Tiat-tho Mo-kai tidak tinggal diam, melainkan dipentang dan siap untuk
melakukan serangan dengan tangan apabila lawan mengelak dari serudukannya.
Akan tetapi apa yang mereka
lihat? Benar-benar tak dapat dipercaya. Kiang Liat bukannya mengelak, melainkan
berdiri dengan tegak dan menerima serudukan itu dengan perutnya!
˜Capp!! Kepala yang botak
kelimis itu seakan-akan menancap pada perut pemuda itu, akan tetapi Kiang Liat
hanya mundur selangkah, sama sekali tidak kelihatan sakit. Sebaliknya, Tiat-tho
Mo-kai nampak lucu sekali, kepalanya tertanam dalam perut berikut mulut dan
hidung dan kedua kakinya bergerak-gerak! Ia mencoba untuk melepaskan diri,
untuk mencabut kepalanya akan tetapi sia-sia belaka sehingga hanya kedua
kakinya saja yang bergerak-gerak ke atas dan ke bawah. Ia bermaksud
mempergunakan kedua tangan untuk menyerang, akan tetapi Kiang Liat
mendahuluinya dan secepat kilat ia menotok kedua lengannya menjadi lemas tak
bertenaga lagi.
Setelah merasa cukup
mempermainkan pengemis botak itu, tiba-tiba Kiang Liat berseru, ˜Pergilah!! Dan
bagaikan dilontarkan saja, tubuh pengemis botak itu terlempar sampai dua tombak
lebih.
Tiat-tho Mo-kai jatuh
berdebuk, akan tetapi ia tidak merasa terluka dan setelah mengerahkan lwee-kang
untuk membebaskan diri dari totokan pada pundaknya, ia lalu maju lagi dengan
muka merah. Sikapnya mengancam lagi dan mulutnya mengeluarkan kata-kata yang
tidak begitu jelas bahwa ia hendak mengadu nyawa.
˜Tiat-tho Mo-kai, kau sungguh
tidak tahu diri. Kalau aku mau berlaku kejam, bukankah kau sudah menjadi
pengemis iblis tak bernyawa lagi?! kata Kiang Liat. Mendengar ucapan ini,
Tiat-tho Mo-kai menghentikan langkahnya dan ia nampak ragu-ragu. Memang ia
bukan tidak tahu bahwa kalau Kiang Liat mau, tadi ketika kepalanya tertanam
pada perut, dengan lwee-kangnya yang amat tinggi, pemuda itu tentu akan dapat
membunuhnya. Tadi pun ia sudah merasa terheran mengapa ia bisa keluar dari
keadaan itu dengan selamat dan tidak terluka, dan kini mendengar ucapan Kiang
Liat, ia merasa malu untuk maju lagi. Sudah jelas bahwa kepandaiannya masih
kalah jauh kalau dibandingkan dengan pemuda luar biasa itu.
It-gan Sin-kai Si Mata Satu
melangkah maju dan matanya yang tinggal satu sebelah kanan itu memancarkan
sinar menakutkan.
˜Kiang-enghiong, kau
benar-benar lihai sekali dan tidak percuma kau berjuluk Jeng-jiu-sianjin
(Manusia Dewa Tangan Seribu)! Akan tetapi sekali ini kau menghina dan merusak
peraturan dari Cap-si Kai-pangcu, maka sekali lagi aku atas nama semua kawan
mengharapkan agar kau sudi mengalah dan pergi meninggalkan kami mengurus dan
menyelesaikan urusan kami sendiri. Lain kali kami tentu akan mengunjungimu
menghaturkan maaf.!
˜Tidak mungkin, It-gan
Sin-kai! Bagiku, biarpun aku Kiang Liat masih muda, namun berlaku kata-kata
It-gan-ki-jut Su-ma-lam-twi (sekali kata-kata dikeluarkan, empat ekor kuda tak
dapat menarik kembali)! Kalau kalian tidak mau melepaskan kakek itu, aku pun tidak
akan pergi dari sini dan akan menghalangi siapapun juga yang akan membunuh
orang yang tak berdaya!! kata Kiang Liat dengan gagah.
˜Tetap begitukah pendirianmu,
Kiang-enghiong?! tanya It-gan Sin-kai marah.
˜Tetap begitu dan takkan dapat
dirubah oleh siapapun juga!! kata Kiang Liat dengan suara tetap pula, karena ia
sendiri pun sudah marah melihat betapa para tokoh pengemis itu begitu tidak
tahu akan perikemanusiaan dan akan membunuh seorang kakek yang kelihatan begitu
tidak berdaya. Ia sudah seringkali mendengar tentang Cap-si Kai-pangcu ini,
mendengar bahwa mereka adalah pendekar-pendekar berkepandaian tinggi yang
menjunjung tinggi kegagahan dan perikebajikan, mengapa sekarang mereka berkeras
hendak berlaku kejam terhadap seorang kakek yang tak berdaya?
˜Kalau begitu, terpaksa kami
akan melakukan kekerasan dengan senjata, dan kalau sekiranya semua orang
kang-ouw berada di sini, pasti mereka akan membenarkan kami!! kata It-gan
Sin-kai.
˜Kalau mereka membenarkan
kalian, mereka itu tidak pantas menyebut diri orang-orang kang-ouw, melainkan
orang-orang berhati kejam yang tidak mengenal perikemanusiaan!! kata Kiang
Liat. Ketika melihat betapa empat belas orang ketua perkumpulan-perkumpulan
pengemis itu mengeluarkan senjata masing-masing ia pun lalu mencabut pedangnya
yang mengeluarkan sinar gemerlapan.
Kedua pihak sudah
bersiap-sedia untuk mempergunakan kekerasan, dan Kiang Liat yang maklum bahwa
ia menghadapi orang-orang lihai, berlaku amat hati-hati. Ia pikir bahwa biarpun
ia takkan menang dan sekalipun ia akan mati dikeroyok oleh Cap-si Kaipangcu
ini, ia tidak akan merasa penasaran oleh karena ia membela kebenaran.
Dan benar saja seperti yang ia
duga, empat belas orang pengemis itu bergerak serentak dan menyerangnya dari
berbagai jurusan. Kiang Liat cepat memutar pedangnya menangkis dan terdengar
suara tang-ting-tung ketika pedangnya beradu dengan tongkat dari mereka. Bukan
main kagetnya Kiang Liat karena ternyata bahwa tenaga mereka itu rata-rata amat
besar dan seimbang dengan tenaganya sendiri. Ia bergerak cepat, namun empat
belas batang tongkat lebih cepat lagi dan dalam lima gebrakan saja pinggangnya
sudah terkena pukulan tongkat! Bukan main sakitnya, dan baiknya ia memiliki
tenaga lwee-kang yang sudah tinggi sehingga ia tidak terluka berat. Namun pukulan
ini telah mengacaukan pikirannya dan untuk menyelamatkan diri, ia melompat jauh
sambil memutar pedangnya yang berubah menjadi segunduk sinar yang menyelimuti
seluruh tubuhnya.
Ketika keadaan Kiang Liat amat
terdesak karena kalau empat belas orang lawannya itu menyerang lagi pasti ia
takkan dapat mempertahankan diri, tiba-tiba berkelebat bayangan hitam dan
terdengar seruan orang yang suaranya amat berpengaruh,
˜Tahan dulu semua senjata!
Kawan-kawan yang hidup bebas mengapa mengikatkan diri dengan pertempuran?!
Kiang Liat dan semua pengemis
itu menengok. Mereka melihat seorang pengemis yang bertubuh tegap, berusia
kurang lebih empat puluh tahun tahu-tahu telah berdiri di situ. Pengemis ini
berwajah tampan dan gagah, kulit muka dan tangannya bersih terpelihara, akan
tetapi rambutnya awut-awutan ke sana ke mari, demikian pun jenggot dan
kumisnya. Bajunya tambal-tambalan, akan tetapi bersih juga. Tangan kanannya
memegang sebatang tongkat kecil, sebesar ibu jari kaki dan di pinggangnya
nampak gagang sebatang pedang.
Baik Kiang Liat maupun para
tokoh pengemis itu tidak mengenal siapa adanya pengemis ini. Bagi Kiang Liat,
masih tidak mengherankan kalau ia tidak mengenal pengemis yang baru datang ini,
akan tetapi empat belas orang ketua partai pengemis yang terbesar sampai tidak
mengenalnya, benar-benar adalah hal yang amat mengherankan.
˜Siapakah kawan yang baru
datang?! tanya It-gan Sin-kai dan suaranya jelas menyatakan betapa hatinya
terguncang dan malu karena memang amat memalukan bagi seorang ketua perkumpulan
pengemis sampai menanyakan siapa adanya seorang pengemis yang baru datang.
Sambil bertanya demikian, ia memandang kepada semua kaipangcu yang berada di
situ, akan tetapi seorang pun tidak ada yang tahu dan mereka ini pun memandang
kepada pengemis yang baru tiba itu dengan mata penuh pertanyaan.
Pengemis itu tersenyum dan
wajahnya nampak tampan ketika ia tersenyum.
˜Tidak ada artinya siapa
adanya aku seorang pengemis hina-dina ini yang tidak terkenal, hanya karena
kebetulan sekali aku lewat di sini, aku merasa tertarik sekali melihat orang
hendak mengadu nyawa. Demikian mengerikan! Mengapa untuk membereskan persoalan
harus mempergunakan tongkat dan pedang? Apakah gerangan yang terjadi di sini?!
Kiang Liat memang masih muda,
akan tetapi ia sudah banyak merantau dan namanya sudah amat terkenal di dunia
kang-ouw. Pandangan matanya amat tajam dan tadi ketika pengemis yang baru tiba
ini berkelebat datang, ia dapat menduga bahwa pengemis yang datang ini memiliki
kepandaian tinggi. Karena ia maklum bahwa ia memang takkan dapat menang
menghadapi empat belas orang ketua yang lihai itu, maka ia lalu berkata kepada
pengemis yang baru datang itu,
˜Sahabat yang baru datang
tentulah seorang kang-ouw yang mengenal keadilan, oleh karena itu kebetulan
sekali kau datang bertanya tentang persoalan ini. Sesungguhnya, aku sendiri pun
seorang perantau yang tidak mempunyai sangkut paut dengan para kaipangcu ini,
akan tetapi ketika tiba di sini aku melihat empat belas orang kaipangcu yang
berkepandaian tinggi ini hendak menyiksa dan menghukum mati kepada seorang
kakek yang tidak berdaya itu. Oleh karena inilah maka terpaksa aku melupakah
kebodohan sendiri dan berusaha mencegah mereka melakukan hal yang amat kejam
itu.!
Kiang Liat menunjuk kepada
seorang kakek tua yang semenjak tadi duduk bersandar kepada sebatang pohon.
Kakek ini kelihatan tidak berdaya dan semenjak tadi hanya duduk sambil
menundukkan mukanya yang pucat. Di dekatnya terdapat sebuah buntalan yang
nampak berat entah apa isinya.
Mendengar ucapan Kiang Liat
ini, It-gan Sin-kai memandang kepada kawan-kawannya dan berkata, ˜Perlukah kami
memberi penjelasan kepada sahabat yang baru datang dan yang tidak mau
memperkenalkan namanya ini?!
˜Tentu saja,! kata Pat-jiu
Siauw-kai, ˜kalau dia seorang kang-ouw tulen, tentu dia akan dapat membenarkan
kami.!
It-gan Sin-kai menghadapi
pengemis yang baru datang itu, dan berkata memberi penjelasan, ˜Begini, kawan.
Kami empat belas orang ketua perkumpulan pengemis berkumpul di sini untuk
memberi hukuman kepada seorang bekas ketua pengemis di daerah selatan yang
telah melanggar pantangan bagi kami semua. Dia telah berlaku curang,
mengumpulkan harta benda dan melepaskan diri dari tugas memimpin kawan-kawan,
hendak hidup sebagai seorang kaya raya. Ini adalah kedosaan besar, melanggar
peraturan kami nomor tujuh dan untuk kedosaan ini, harta bendanya harus disita
demikian pula nyawanya.!
˜Bagus! Peraturan macam apa
itu? Merampas harta benda, merampas nyawa, benar-benar amat rendah!! Kiang Liat
memotong marah.
˜Kiang-enghiong jangan kau
membuka mulut sembarangan!! It-gan Sin-kai juga membentak marah, ˜Peraturan ini
adalah buatan dari Locianpwe Ang-bin Sin-kai yang mulia, bagaimana kau berani
menyatakan rendah?!
Mendengar disebutnya nama
Ang-bin Sin-kai, tiba-tiba pengemis yang baru datang itu berubah mukanya.
˜Kawan-kawan sekalian, kalian
tahu apakah tentang Ang-bin Sin-kai?! tanyanya memandang tajam.
Kini semua mata dari para
pengemis itu ditujukan kepadanya dengan marah. ˜Locianpwe Ang-bin Sin-kai
adalah pendiri dari partai-partai pengemis, mula-mula di selatan. Siapa yang
tidak mengenalnya? Apalagi orang yang hidup bebas sebagai pengemis harus
mengenalnya. Kami memuliakan namanya dan kau menyebut namanya begitu saja.
Siapakah kau?!
˜Kalian mau tahu? Aku bernama Han
Le, dan Ang-bin Sin-kai adalah guruku!!
Kini semua mata memandang
dengan terbelalak lebar dan mulut mereka bengong. Tidak hanya para tokoh
pengemis yang menjadi terheran-heran, bahkan Kiang Liat sendiri pun memandang
tak percaya. Dia tentu saja pernah mendengar nama besar Ang-bin Sin-kai, namun
dia tak pernah melihat orang tua sakti itu yang sudah meninggal dunia lama
sekali. Maka kini ia hanya memandang saja.
˜Benar-benarkah, kawan? Awas,
jangan kau main-main. Biarpun kami tidak pernah mendapat kebahagiaan mengenal
Locianpwe Ang-bin Sin-kai dari dekat, namun kami tahu betul bahwa muridnya
hanyalah orang sakti yang disebut Bu Pun Su.!
Han Le tertawa lebar, ˜Bu Pun
Su memang muridnya, akan tetapi kepandaiannya jauh lebih tinggi dari Suhu, dan
aku yang rendah merasa mendapat kehormatan besar untuk mengaku bahwa Bu Pun Su
adalah suheng (kakak seperguruan)-ku.!
Kembali semua orang menyatakan
ketidak-percayaannya. Akan tetapi It-gan Sin-kai berkata, ˜Tidak peduli apakah
kau benar murid Locianpwe Ang-bin Sin-kai atau bukan, apakah kau benar-benar
sute dari Bu Pun Su atau bukan, akan tetapi setelah kau tiba di sini, bagaimana
anggapanmu tentang urusan kami dengan Kiang-enghiong ini?!
˜Ya, bagaimana keputusanmu,
murid dari Ang-bin Sin-kai?! tanya Kiang Liat, suaranya mengejek. Memang Kiang
Liat tidak percaya akan keterangan Han Le tadi, dan memang sifat Kiang Liat
amat pemberani dan jenaka.
˜Menurut pemandanganku yang
amat bodoh, kalau memang sudah ada peraturan bahwa orang yang melanggar harus
dihukum, hal itu sukar untuk dirubah lagi. Namun, aku tidak setuju kalau
hukuman itu hukuman mati, paling baik dia dilepaskan dan tidak diakui menjadi
anggauta lagi. Betapapun juga, dalam perselisihan ini, Kiang-enghiong terang
berada di pihak yang salah. Tidak baik mencampuri urusan rumah tangga lain
orang.!
Jawaban ini terang sekali
bercabang dua, di satu pihak menyalahkan Kiang Liat, di lain pihak tidak
menyetujui hukuman yang akan dijatuhkan kepada kakek itu. Adapun kakek itu
ketika mendengar kata-kata ini, lalu berkata seperti kepada diri sendiri,
˜Aku orang she Song sudah
merasa bersalah, akan tetapi bukan sekali-kali terdorong oleh keinginanku hidup
mewah, hanya demi kebahagiaan cucu perempuanku yang satu-satunya. Kalian mau
bunuh boleh bunuh asal saja kalian suka mengingat akan kehidupan cucuku Bi Li!!
˜Tutup mulutmu, jahanam
rendah!! It-gan Sin-kai berkata keras, kemudian ia menghadapi Han Le. ˜Orang
she Han, kau datang-datang mengaku sebagai murid Ang-bin Sin-kai Locianpwe,
datang-datang kau berani mencela undang-undang kami yang diturunkan oleh
Ang-bin Sin-kai Locianpwe. Buktikanlah bahwa kau benar-benar murid beliau, baru
kami akan suka mendengarkan omonganmu. Tanpa bukti, lebih baik kau jangan
mencampuri urusan kami.!
Semua tokoh pengemis
mengangguk-anggukkan kepala menyatakan persetujuannya. Han Le tersenyum sambil
menggaruk-garuk kepalanya yang gondrong, sungguhpun kepala itu tidak gatal.
˜Bagaimana aku harus
membuktikannya?!
It-gan Sin-kai dan
kawan-kawannya saling mendekati dan bisik-bisik. Kemudian pengemis mata satu
itu berkata, ˜Kami pernah mendengar bahwa Locianpwe Ang-bin Sin-kai memiliki
sebuah kiam-hoat (ilmu pedang) yang amat lihai dan tiada keduanya di dunia ini,
yang disebut sebagai Hun-khai Kiam-hoat. Kalau benar kau adalah muridnya, tentu
kau dapat mainkan ilmu pedang itu.!
Han Le tertawa, ˜Sudahkah
kalian melihat ilmu pedang itu?!
Mereka menggeleng kepala.
˜Kalau kalian belum pernah melihat ilmu pedang itu, bagaimana kalian bisa minta
aku memainkannya?!
Para pengemis itu saling
pandang, kemudian It-gan Sin-kai berkata dengan suara nyaring, seakan-akan ia
telah mendapatkan jalan yang terbaik untuk memecahkan hal ini. ˜Kau boleh
mainkan ilmu pedang itu dan kalau kau bisa menangkan kami seorang demi seorang,
barulah kami akan percaya bahwa kau benar-benar murid Locianpwe Ang-bin
Sin-kai.!
Kembali semua pengemis itu
menyatakan persetujuannya. Han Le tersenyum lagi dan ia menggerak-gerakkan
tongkatnya yang kecil itu.
˜Baiklah, bukan aku yang
minta. Nah, kalian majulah seorang demi seorang untuk berkenalan dengan
Hun-khai-kiam-hoat dari Suhu Ang-bin Sin-kai.!
It-gan Sin-kai maju terlebih
dulu. Pengemis ini terkenal lihai sekali ilmu gin-kangnya dan juga ilmunya
mainkan ilmu pedang yang dimainkan dengan tongkatnya. Tongkat itu pendek saja
dan sekali ia menekan, ternyata bahwa tongkat itu dapat dilepas dan kini
berubah menjadi sepasang!
˜Keluarkanlah pedangmu untuk
kulihat apakah betul-betul kau bisa mainkan Hun-khai-kiam-hoat!! katanya
menantang.
˜Bukankah kau It-gan Sin-kai
yang pandai mainkan ilmu pedang pasangan yang disebut Siang-hong-kiam-hoat
(Ilmu Pedang Sepasang Burung Hong)? Kau sendiri mempergunakan tongkat sebagai
pedang, biarlah aku pun menirumu, memang bagi pengemis-pengemis seperti kita
lebih pantas bertongkat daripada berpedang.!
˜Sesukamulah!! Jawab It-gan
Sin-kai yang cepat menyerang dengan tongkat kirinya, menusuk ke arah leher Han
Le, disusul oleh tongkat kanan yang menyerang ke arah lambung.
Han Le cepat menggerakkan
tongkat kecilnya sambil berkata, ˜Nah, inilah ilmu pedang Hun-khai-kiam-hoat
bagian khai (membuka)!! katanya. Dan It-gan Sin-kai mengalami hal yang amat
aneh yang baru ia alami kali ini dalam pertempuran-pertempuran yang banyak ia
lakukan. Kemanapun juga sepasang tongkatnya menyerang, selalu tongkatnya itu
bertemu dengan senjata lawan dan terbuka atau terpalang sehingga semua
serangannya terpental dan membuka.
Kalau lawannya yang jauh lebih
muda itu mau, dengan mudah Han Le tentu akan dapat membalas dengan memasuki bagian-bagian
yang terbuka itu. Akan tetapi, terang sekali bahwa Han Le tidak mau melukai
lawan bahkan tidak mau membalas dengan serangan. Kurang lebih dua puluh jurus
kemudian, Han Le berkata sambil tertawa,
˜Dan inilah bagian hun
(memecah)!! Tongkatnya bergerak makin cepat, dengan gerakan-gerakan yang amat
aneh. Kali ini It-gan Sin-kai mengeluarkan suara tertahan ketika sepasang
tongkatnya menjadi kacau-balau gerakannya, dan benar-benar semua jurus yang ia
keluarkan terpecah-belah oleh gerakan tongkat lawan. Sepasang tangannya menjadi
pedas sekali dan kalau ia tidak lekas-lekas melompat mundur, tentu sepasang
tongkatnya akan terlepas dari pegangan.
˜Lihai sekali!! serunya sambil
menjura, ˜Sungguhpun aku tidak dapat memastikan apakah yang kaumainkan itu betul-betul
Hun-khai-kiam-hoat, namun harus kuakui bahwa selama hidupku belum pernah aku
menghadapi ilmu silat seaneh dan selihai itu.!
Pat-jiu Sin-kai pengemis kate
berperut gendut kini maju menggantikan It-gan Sin-kai. Pengemis itu senjatanya
tongkat panjang yang dimainkan sebagai toya. Akan tetapi, seperti halnya It-gan
Sin-kai, ia hanya dapat bertahan tidak lebih dari tiga puluh jurus saja,
sungguhpun Han Le tak pernah menyerangnya sejurus pun. Dengan
tangkisan-tangkisan saja ia sudah merasa bingung dan kewalahan, bahkan pada
jurus terakhir, tongkatnya membalik sedemikian rupa sehingga tanpa dapat
dicegah lagi, tongkat itu ujungnya menghantam kepalanya sendiri!
˜Lihai benar, aku menyerah
kalah!! katanya jujur.
Setelah dua orang ini yang
dianggap kepandaiannya tertinggi dengan mudah menyerah kalah, semua pengemis
mulai percaya.
˜Kami mulai kehilangan
keraguan bahwa kau benar-benar murid Locianpwe Ang-bin Sin-kai,! kata It-gan
Sin-kai kepada Han Le. ˜Sekarang bagaimanakah menurut pendapatmu, sahabat muda
yang lihai?!
Han Le tersenyum senang.
˜Sudah lama aku mendengar nama Cap-si Kai-pangcu yang terkenal adil dan gagah,
dan ternyata memang betul demikian. Perkara kakek yang melanggar larangan
perkumpulan kaipang, memang harus dihukum. Harta bendanya boleh dirampas dan ia
boleh dihukum, akan tetapi bukan hukuman mati, melainkan hukuman cambuk lima
puluh kali.!
˜Setuju!! serentak para
pengemis itu berseru. It-gan Sin-kai sendiri lalu maju dan di tangannya sudah
kelihatan sebatang cambuk.
Akan tetapi tiba-tiba Kiang
Liat melompat ke dekat It-gan Sin-kai dan sebelum pengemis mata satu itu dapat
mengelak, cambuk itu sudah dirampas oleh Kiang Liat!
˜Aturan apa ini? Kau pengemis
yang baru datang, betapa gagah pun tetap berjiwa pengemis dan berpikir seperti
pengemis! Orang tua itu bosan hidup menjadi pengemis lalu menempuh hidup baru
yang lebih pantas demi kebahagiaan cucunya, bukankah itu baik sekali? Kalian
seharusnya meniru perbuatannya, sungguh tidak tahu malu! Apakah hukuman ini
dilakukan karena kalian iri hati melihat dia kaya dan hidup bahagia sedangkan
kalian masih jadi gembel?!
Han Le memandang kepada Kiang
Liat dengan mata bersinar-sinar gembira. Ia suka sekali melihat sikap pemuda
itu, dan ia pun merasa kagum melihat caranya. Kiang Liat merampas cambuk dari
tangan It-gan Sin-kai. Gerakan yang dilakukan oleh pemuda itu ketika merampas
cambuk, bukanlah gerakan ilmu silat yang aneh, melainkan gerakan biasa saja.
Akan tetapi cara melakukannya demikian cepat dan hebat, ditambah dengan
kembangan sendiri sehingga It-gan Sin-kai sampai tak mengira cambuknya akan
dirampas. Gerakan ini saja sudah membuktikan bahwa Kiang Liat memang memiliki
bakat yang luar biasa sekali dalam ilmu silat. Sebagian besar ahli silat,
gerakan-gerakannya otomatis seperti pelajaran yang dipelajari dari guru
masing-masing dan hanya orang yang berbakat tinggi saja dapat memperkembangkan
gerakan silat yang dipelajari dari gurunya menjadi gerakan yang amat baik,
sesuai dengan keadaan tubuh sendiri. Hal ini diketahui benar oleh Han Le maka
kini ia memandang dengan mata berseri.
˜Orang muda, terhadap
peraturan dan kehidupan orang-orang yang dianggap pengemis matamu seperti buta.
Kau tidak tahu apa-apa, mengapa ikut campur? Pernahkah kau mendengar nama
Ang-bin Sin-kai?! tanya Han Le.
˜Tentu saja pernah,! jawab
Kiang Liat mengedikkan kepala.
˜Seperti apa kau mendengar
tentang dia?!
Ang-bin Sin-kai seorang
patriot sejati, seorang gagah yang berani membela si lemah yang tertindas
sehingga ia berani menyerbu ke kota raja dan tewas sebagai seorang pahlawan,!
jawab Kiang Liat.
Han Le makin gembira. ˜Apakah
kau tidak dengar bahwa dia juga seorang pengemis seperti telah disebutkan oleh
julukannya?!
˜Biarpun kau mengaku muridnya,
akan tetapi aku tetap tidak percaya bahwa Ang-bin Sin-kai akan bersikap seperti
kalian. Tak dapat aku membayangkan bahwa pahlawan besar itu boleh direndengkan
dengan orang-orang seperti kalian yang hendak mempergunakan kekuatan dan jumlah
banyak untuk menghina seorang kakek yang tidak berdosa, bahkan yang hendak
menempuh jalan benar. Pendeknya kalian tidak boleh menyiksanya!!
˜Kau lancang sekali, orang she
Kiang, apakah kau berani menentangku! Han Le menantang, akan tetapi mulutnya
masih tersenyum dan matanya berseri.
˜Mengapa tidak berani? Boleh
jadi kau murid Ang-bin Sin-kai dan boleh jadi kau lihai, akan tetapi aku akan
menentangmu kalau kau hendak membantu pengemis-pengemis tua yang kejam ini.!
˜Nah, kalau begitu mari kita
bertaruh,! kata Han Le dengan wajah berseri. ˜Kita semua tidak mempunyai
permusuhan sesuatu dan keributan ini pada hakekatnya hanya karena perbedaan
paham belaka. Mari kau dan aku bertanding dan kita bertaruh.!
˜Apa taruhannya?! Kiang Liat
membentak. ˜Untuk membela kaum lemah, aku pertaruhkan kepala dan nyawaku!!
Han Le tersenyum. ˜Kalau tidak
mampu, berarti aku kalah dan kau boleh membunuh aku dan semua ketua pengemis
ini tanpa perlawanan sama sekali!! Kembali semua pengemis itu terkejut sehingga
ada yang pucat mukanya. Mereka tidak tahu bahwa Han Le memiliki pemandangan
tajam dan sudah tahu akan kemuliaan hati Kiang Liat yang keras hati, akan
tetapi ia sengaja memancing untuk melihat sampai di mana pribudi pemuda tampan
ini.
˜Siapa mau jiwa kalian? Kalau
aku menang dalam taruhan, cukup kalau kalian membebaskan kakek itu dan
mengembalikan harta bendanya dan selanjutnya jangan mengganggunya lagi.! Ia
berhenti sebentar lalu berkata, ˜Sebaliknya kalau aku kalah, kalau benar-benar
dalam dua puluh jurus kau dapat merobohkanku, kau boleh berbuat sesuka hatimu
kepadaku. Mau bunuh boleh bunuh!!
˜Aha, enak saja kau bicara.
Aku pun tidak kehendaki nyawamu, orang muda. Kalau kau kalah, kau harus
membiarkan kami menghukum pelanggar itu, adapun kau sendiri, sebagai hukuman
kau harus menjalani penghidupan sebagai pengemis selama setahun dan ikut padaku
ke mana aku pergi,! kata Han Le.
Merah muka Kiang Liat dan ia
marah sekali. Ia membanting-banting kedua kakinya karena merasa terhina, akan
tetapi mulutnya menjawab,
˜Boleh, boleh! Aku tidak takut
mati, mengapa takut menjadi pengemis? Bersiaplah kau!! Sambil berkata demikian,
ia mencabut pedangnya yang tadi sudah disarungkannya kembali.
Han Le memperlihatkan
tongkatnya yang kecil. ˜Aku sudah bersiap sejak tadi. Hayo majulah dengan jurus
pertama!!
Melihat Han Le
tersenyum-senyum seakan-akan amat memandang rendah, naiklah darah Kiang Liat.
Ia dikenal sebagai Jeng-ciang-sian (Manusia Dewa Bertangan Seribu),
kepandaiannya sudah amat tinggi karena dia telah mewarisi seluruh ilmu silat
dari ayahnya, ilmu silat keluarga Kiang adalah keturunan dari ilmu silat yang
diciptakan oleh Jenderal Perang Kiang Bu Siong, yang ratusan tahun yang lampau
pernah menggegerkan dunia karena kelihaiannya. Ilmu silat ini turun-menurun dan
akhirnya Kiang Liat adalah ahli waris terakhir, karena ayah bunda Kiang Liat
telah meninggal dunia. Selama beberapa tahun ini, setelah dewasa, Kiang Liat
boleh dibilang telah mengangkat nama besar dengan ilmu silatnya. Tidak saja ia
memang berkepandaian tinggi, juga orang-orang kang-ouw memandang tinggi
keluarga Kiang ini dan segan-segan untuk memusuhinya, karena memang mereka
semua tahu belaka akan kelihaian ilmu silat keluarga Kiang.
Akan tetapi hari ini bertemu
dengan seorang pengemis yang rambutnya gondrong, yang kelihatannya begitu
lemah, namun begitu berani menghinanya menantang untuk merobohkannya dalam dua
puluh jurus! Dan ini masih belum hebat lagi yang lebih membikin hatinya mengkal
adalah karena pengemis ini hendak menghadapi pedangnya hanya dengan sebatang
tongkat kecil!
˜Orang tua,! katanya sambil
menekan hawa ke arah dadanya agar kemarahannya tidak memuncak. ˜Kau hendak
merobohkan aku dalam dua puluh jurus, itu saja sudah merupakan taruhan yang
berat sebelah dan tidak adil, membikin aku merasa malu saja. Sekarang kau masih
hendak menghadapiku dengan sebatang tongkat kecil, bukankah ini keterlaluan?
Aku bukannya seorang manusia yang hendak menang sendiri seperti itu. Kalau kau
tidak mau mengeluarkan pedangmu, aku pun tidak akan menggunakan pedang dan aku
melawan tongkatmu itu dengan tangan kosong.!
Han Le membelalakkan kedua
matanya, kemudian tertawa terbahak, ˜Ha, ha, ha, Kiang Liat, kau memang patut
menjadi muridku untuk setahun. Baiklah, kau lihat seranganku pertama dengan
pedang!!Kata-kata ini disusul dengan kejadian yang benar-benar hebat sekali
sehingga Kiang Liat hampir berteriak kaget, dan buru-buru ia memutar pedang
menangkis sambil melompat mundur. Ternyata bahwa begitu kata-katanya habis,
tubuh Han Le bergerak dan tahu-tahu ia telah memegang pedang yang langsung
dipergunakan untuk menyerang pundak Kiang Liat. Adapun tongkatnya yang tadi,
entah bagaimana dan kapan dilakukannya, tahu-tahu telah menancap di atas tanah!
Kiang Liat tidak mau berlaku
lambat dan lemah. Begitu melihat bahwa ia telah dapat mengelak dari serangan
pertama, ia lalu memasang kuda-kuda dan siap menanti serangan lebih lanjut.
Hatinya mulai yakin bahwa ia kini menghadapi seorang lawan yang benar-benar
amat lihai ilmu silatnya. Han Le yang tidak mau membuang waktu sia-sia, cepat
maju lagi dan melakukan dua kali serangan beruntun. Serangannya ini demikian
hebatnya serta cepatnya sehingga Kiang Liat biarpun berhasil menangkis namun ia
sampai terhuyung-huyung ke belakang tiga langkah. Namun dengan pertahanan
pedangnya yang amat kokoh kuat dari ilmu pedang keluarga Kiang, ia berhasil
menggagalkan dua serangan itu sehingga kini ia telah melewati tiga jurus dengan
selamat!
Kalau Kiang Liat amat terkejut
melihat dua serangan yang amat aneh dan dahsyat itu, di lain pihak Han Le diam-diam
harus memuji. Ia adalah murid Ang-bin Sin-kai dan ini masih belum hebat,
kepandaiannya menjadi luar biasa hebatnya karena ia telah mendapatkan Pulau
Pek-hio-to (Pulau Daun Putih) ketika ia mencari suhengnya, yakni Bu Pun Su Lu
Kwan Cu, dimana ia melihat lukisan-lukisan di dinding gua dan melatih diri
dengan ilmu-ilmu silat yang terukir di dinding itu (baca cerita Pendekar
Sakti). Selain ini, dalam beberapa belas tahun ini ia telah merantau dan di
dunia kang-ouw ia telah melihat banyak sekali ilmu-ilmu silat yang tinggi, maka
kepandaiannya makin matang.
Namun, melihat ilmu pedang
dari keluarga Kiang yang demikian kokoh kuat pertahanannya, mau tidak mau ia
harus memuji. Dari sifat pertahanan yang kuat sekali itu, diam-diam ia menduga
bahwa tentu ilmu pedang keluarga Kiang yang dimainkan oleh pemuda ini masih
satu sumber dengan Thian-san Kiam-hoat (Ilmu Pedang dari Bukit Thian-san), yang
mendasarkan kepada pertahanan yang amat kuat.
˜Orang tua, hayo teruskan
seranganmu. Baru tiga jurus, kurang tujuh belas jurus lagi, akan kucoba
mempertahankan diri!! Kiang Liat menantang dengan suara gembira. Menghadapi
seorang lawan yang benar-benar lihai ini, timbullah kegembiraan di hati pemuda
yang tabah ini, dan melihat wajah pengemis itu seperti ragu-ragu, ia menjadi
besar hati dan timbul kesombongannya maka ia menantang.
Namun Han Le hanya tersenyum.
Dalam hal taktik pertempuran, tentu saja ia jauh lebih menang daripada Kiang
Liat. Baru tiga jurus saja tahulah Han Le bahwa pemuda itu tentu akan
mempertahankan diri secara mati-matian dan dia sendiri tidak bermaksud melukai
atau membinasakan Kiang Liat, maka kiranya sampai dua puluh jurus belum tentu
ia akan dapat merobohkan lawannya tanpa membinasakannya. Jalan satu-satunya
adalah membiarkan pemuda itu yang menyerangnya.
Ketika mempelajari ilmu silat
yang aneh dari lukisan-lukisan di dalam gua di Pulau Pek-hio-to ia mendapatkan
ilmu silat yang amat aneh gerakannya dan juga amat aneh tipu geraknya. Ilmu
silat ini mendasarkan serangannya pada serangan lawan! Memang agak aneh
terdengarnya, namun memang demikianlah halnya. Ilmu silat yang ia pelajari itu
sebenarnya adalah pecahan atau sebagian kecil saja dari ilmu silat yang
terdapat dalam kitab rahasia Im-yang Bu-tek Cin-keng. Sari pelajaran dari
sedikit bagian ini ialah membuka mata pelajarannya akan kekosongan atau
kelemahan yang terdapat atau terbuka dalam setiap serangan lawan.
Sudah menjadi hukum alam bahwa
segala sesuatu itu tentu mempunyai dua sifat yang bertentangan. Demikian pula
dalam gerakan ilmu silat. Dalam penyerangan, walaupun penyerangan itu tentu
saja bersifat kuat dan mengancam lawan, tentu terdapat lowongan yang bersifat
lemah dan terancam. Misalnya seorang yang memukul dengan tangan kanan, otomatis
kedudukannya lemah karena kuda-kudanya hanya di atas sebelah kaki saja,
demikian seterusnya.
Han Le yang amat cerdik itu,
hendak mempergunakan ketabahan dan kekerasan hati Kiang Liat untuk
mengalahkannya. Maka ia tersenyum-senyum ketika ditantang, lalu menjawab,
˜Anak muda, setelah melihat
tiga gebrakan, aku yakin bahwa tanpa menyerangmu pun aku akan dapat
merobohkanmu. Apalagi kalau aku serang, sedangkan dengan mempertahankan diri
saja, sebelum tujuh belas jurus lagi kau tentu akan terpelanting sendiri
kelelahan!!
Mendengar ini, bukan main
marahnya hati Kiang Liat. Ia benar-benar telah dipandang rendah oleh pengemis
ini. Kalau saja ia tidak begitu muda dan keras hati, boleh jadi ia tahu akan
siasat pengemis yang lihai itu. Namun kemarahan hatinya membuat ia tidak mau
berpikir panjang lagi. Sambil memutar pedangnya ia berseru,
˜Pengemis sombong, rasakan
kelihaian ilmu pedangku!!
Ia lalu menyerang bagaikan
gelombang ombak. Serangannya datang bergulung-gulung, susul-menyusul dengan
gerak tipu yang paling lihai dari ilmu pedangnya. Pedangnya lenyap berubah menjadi
segulung sinar yang berkilauan, bagaikan seekor naga yang berlagak di angkasa.
Para tokoh pengemis yang berada di situ diam-diam kagum sekali, tidak hanya
kagum melihat kehebatan ilmu pedang itu, terutama sekali kagum melihat
keindahan gerakan-gerakan dari pemuda tampan itu.
Memang, ilmu pedang keluarga
Kiang kuat pertahanannya seperti Thiam-san-kiam-hoat akan tetapi indah sekali
gerak-geriknya, lebih indah daripada gerakan-gerakan ilmu pedang Bu-tong-pai.
Han Le sendiri diam-diam memuji dan kalau ia dahulu di waktu muda tidak
mewarisi ilmu kepandaian dari lukisan pada dinding gua di Pulau Pek-hio-to,
agaknya dengan Hun-khai-kiam-hoat saja ia tidak mungkin dapat mengalahkan
pemuda ini tanpa melukainya dalam dua puluh jurus!
Sepuluh jurus lewat dan Kiang
Liat merasa pening. Matanya kabur dan pedas karena lawan yang diserangnya itu
seakan-akan bukan manusia, melainkan bayang-bayang atau asap saja. Ke mana pun
juga ia menyerang, selalu mengenai angin dan bayangan lawannya berpindah
tempat. Namun ia mendesak makin hebat. Sebelas jurus lewat, dua belas, tiga
belas, lima belas jurus! Dengan tiga jurus yang pertama, delapan belas jurus
telah lewat!
Para ketua perkumpulan
pengemis berdebar-debar hatinya. Kalau dalam dua jurus lagi pemuda itu tidak
roboh, berarti mereka kalah bertaruh! Dan agaknya tak mungkin akan roboh,
karena Kiang Liat masih berada di pihak penyerang. Namun, bagi Kiang Liat
sendiri, ia kaget setengah mati ketika kehilangan lawannya yang lenyap entah
berada di mana.
Sebelum ia dapat mencari
lawannya kembali, tahu-tahu punggungnya telah tertotok oleh jari tangan yang
amat lunak dan kuat. Seluruh tubuhnya lemas dan sekali renggut saja Han Le
dapat merampas pedangnya. Kiang Liat berusaha hendak mempertahankan diri agar
jangan roboh, namun dengan enaknya Han Le mendorong dadanya dan Kiang Liat tak
dapat menahan, roboh terjengkang! Tepat sembilan belas jurus ia benar-benar
kena dirobohkan tanpa terluka sedikit pun.
Cap-si Kaipangcu bersorak,
bukan saja karena girang mendapat kemenangan dalam taruhan, akan tetapi
terutama sekali karena terkejut dan kagum. Tanpa ada yang perintah, mereka
otomatis menjatuhkan diri berlutut di depan Han Le, dan It-gan Sin-kai berkata
mewakili kawan-kawannya.
˜Mohon Han-taihiap sudi
memaafkan kami sekalian yang bermata buta sehingga tadi tidak percaya bahwa
Tai-hiap adalah murid dari Locianpwe Ang-bin Sin-kai.!
Han Le menghadapi mereka dan
mukanya bersungguh-sungguh. ˜Cuwi Kai-yu yang baik. Suhu dahulu memang seorang
pengemis seperti aku pula, dan memang dalam setiap perkumpulan, orang-orang
harus mentaati peraturan. Namun segala macam hukuman itu harus disesuaikan
dengan kedosaan orang yang melanggarnya. Menurut yang kudengar tadi, Song-lokai
(Pengemis Tua she Song) itu biarpun telah melakukan pelanggaran terhadap undang-undang
perkumpulan, namun pelanggarannya bukan karena ia jahat. Ia ingin keluar dari
keanggautaan pengemis karena ia ingin mengangkat derajat cucunya perempuan. Dan
hal ini harus kita maklumi bersama karena tak dapat disangkal lagi amat rendah
derajat seorang gadis cucu pengemis!! Setelah berkata demikian, Han Le
mengerling tajam ke arah Song Lo-kai.
Kakek itu cepat menghampiri
Han Le dan berkata, ˜Bukan demikian, Han-tai-hiap. Memang aku telah bersalah,
dan untuk kesalahan itu, biarpun dihukum mati, aku Si Tua Bangka takkan
penasaran. Hanya saja, cucuku hidup sebatang kara, tiada orang tuanya lagi dan
kepada siapakah ia mengandalkan hidupnya kalau tidak kepadaku, kakeknya? Oleh
karena inilah maka sebelum aku mati, aku ingin meninggalkan sedikit kekayaan
kepadanya, agar kelak ia takkan hidup terlantar. Untuk kebenaran omonganku, aku
Si Tua Bangka she Song bersedia bersumpah.!
Han Le mengangguk-angguk,
kemudian berkata kepada It-gan Sin-kai, ˜Kalian mendengar sendiri, maka
bagaimana sekarang keputusan kalian?!
˜Terserah kepada Han-taihiap.
Dengan adanya Tai-hiap di sini dan telah memberi peringatan kepada kami, kami
anggap bahwa Han-taihiap mewakili Locianpwe Ang-bin Sin-kai, dan kami menerima
segala keputusan Tai-hiap.!
˜Keputusan, dia boleh dihukum
cambuk lima puluh kali akan tetapi tidak boleh sampai mati. Hartanya boleh dia
bawa pulang untuk cucunya.!
˜Baik, Tai-hiap, kami akan
menjalankan keputusan itu,! kata It-gan Sin-kai.
˜Bagus, dan aku percaya kalian
di kemudian hari akan memutuskan sesuatu lebih bijaksana lagi agar tidak
terjadi hal-hal seperti sekarang, sediakan seperangkat pakaian pengemis untuk
muridku ini dan ganti pakaiannya yang terlalu bagus itu.!
Memang aneh sekali, di antara
semua ketua perkumpulan pengemis itu hampir semua membawa pengganti pakaian,
biarpun pakaian itu adalah pakaian tambal-tambalan yang buruk! Tidak heran
apabila pakaian mereka biarpun buruk dan penuh tambalan, selalu kelihatan
bersih. Seorang ketua yang mempunyai potongan tubuh hampir sama dengan Kiang
Liat, memberikan pakaiannya dan ramai-ramai mereka sambil tertawa-tawa
menanggalkan semua pakaian Kiang Liat, lalu menggantikan pakaian butut itu
kepada tubuh pemuda ini. Kiang Liat tidak bisa berbuat sesuatu, oleh karena ia
telah tertotok dan lemas semua tubuhnya. Andaikata ia tidak tertotok, ia pun
tentu takkan melawan, karena memang ia sudah merasa kalah bertaruh yang berarti
bahwa ia harus menjalankan hidup seperti pengemis setahun lamanya, merantau
ikut dengan Han Le yang sudah menjadi gurunya!
Setelah Kiang Liat kini
memakai pakaian pengemis, Han Le memandang dan tertawa, ˜Bagus, bagus! Kau
sekarang kelihatan tampan patut menjadi muridku!! Setelah berkata demikian, ia
menyambar tubuh Kiang Liat dan sekali berkelebat saja ia lenyap bersama
muridnya itu.
Cap-si Kaipangcu tidak berani
mencegah, dan pada saat itu, kakek tua she Song berseru keras, ˜Han-taihiap,
tunggu sebentar, lohu ada permohonan penting!!
Dalam sekejap mata saja,
kembali Han Le kelihatan di tempat itu, mengempit tubuh Kiang Liat.
˜Song Lo-kai, kau mau bicara
apakah? Apa kau masih penasaran dengan keputusanku tadi?!
Song Lo-kai menjatuhkan diri
berlutut di depan Han Le. ˜Sungguh mati, Han-taihiap, lohu mana berani
penasaran? Keputusan itu bahkan terlampau murah bagi lohu. Hanya ada permohonan
lohu mengenai cucu lohu yang bersama Song Bi Li.!
Han Le memandang heran. ˜Apa
maksudmu? Apa yang kudapat lakukan untuk seorang gadis yang menjadi cucumu
itu?!
Song Lo-kai memandang kepada
Kiang Liat yang masih lemas dan kini dikempit oleh Han Le seperti seorang anak
kecil, lalu berkata, ˜Nyawa lohu yang tidak berharga telah diselamatkan oleh
Kiang-enghiong dan kiranya sampai mati pun lohu yang sudah tua bangka ini
takkan dapat membalas budinya. Cucuku Bi Li hidup sebatang kara dan kini
usianya sudah delapan belas tahun. Hanya seorang pemuda gagah perkasa berjiwa
budiman seperti Kiang-enghiong ini saja yang kiranya akan dapat menjamin
kesentausaan hidup cucuku itu. Oleh karena ini, lohu ingin menyerahkan cucuku
yang bodoh itu kepada Kiang-enghiong.!
Han Le tertawa bergelak dan
Kiang Liat biarpun tidak berdaya namun masih dapat mendengar semua ucapan ini
sehingga mukanya menjadi merah sekali.
˜Ha, ha, ha, maksudmu ini baik
sekali, Song-lokai. Akan tetapi aku tidak berkuasa dalam hal ini, hanya
kuberjanji bahwa setelah Kiang Liat menghabiskan pelajarannya yang setahun
lamanya, aku akan menyuruhnya mencarimu agar kalian berdua dapat berunding
sendiri.! Setelah berkata demikian, kembali ia berkelebat dan kali ini ia tidak
kembali lagi, Song-lokai girang sekali, sambil tertawa-tawa ia lalu berkata,
˜Cuwi-pangcu, silakan menjalankan hukuman cambuk kepadaku.!
Hukuman dilakukan dan
disesuaikan dengan keputusan Han Le, pencambukan itu dilakukan sekedar untuk
memenuhi bunyi hukuman saja, dan Song-lokai hanya menderita lecet-lecet pada
kulit punggungnya.
***
Kiang Liat sebenarnya adalah
seorang pemuda yang kaya raya. Ketika orang tuanya meninggal dunia, mereka
mewariskan sebuah rumah gedung yang besar dan penuh dengan perabot rumah yang
indah, selain ini masih banyak sawah ladang dan uang yang ditinggalkan. Oleh
karena Kiang Liat hidup seorang diri, hanya bersama seorang pelayan wanita tua
yang menjadi inang pengasuhnya semenjak ia terlahir, maka kebutuhan hidupnya
tak seberapa besar dan tentu saja hasil sawah ladangnya sudah lebih dari cukup
baginya. Hidupnya tidak mewah karena ia memang suka akan kesederhanaan, namun
ia tidak sayang mengeluarkan uang, apalagi untuk menolong orang dan untuk
menjamu kawan-kawannya. Ia biasanya hidup senang, berpesiar atau merantau ke sana
ke mari sampai bekal uangnya habis baru ia ingat untuk pulang ke rumahnya di
kota Siankoan.
Kini setelah bertemu dengan
Han Le dan menerima hukuman selama setahun hidup sebagai pengemis, tentu saja
tadinya ia merasa terhina dan dapat membayangkan bahwa ia akan sengsara sekali.
Akan tetapi, alangkah girangnya ketiak ia mendapat kenyataan bahwa hidup
seperti ini benar-benar bebas seperti burung di udara. Apalagi ketika gurunya
itu mulai menurunkan ilmu silat yang luar biasa sekali, ia girang bukan main. Ia
merasa amat berbahagia dapat bertemu dengan Han Le, dan tidak saja ia menerima
latihan ilmu silat, juga ia mendapatkan banyak pelajaran tentang kebatinan yang
membuka matanya. Kini ia tidak berani memandang rendah kepada para pengemis
itu, yang sesungguhnya menjadi pengemis bukan karena malas, melainkan sengaja
hidup sebagai pengemis untuk pernyataan belasungkawa akan keadaan rakyat yang
banyak menderita.
Mereka adalah
pengemis-pengemis yang sekali-kali bukan tukang minta-minta belaka. Mereka
minta-minta seakan-akan untuk menguji apakah manusia-manusia di waktu itu masih
ingat akan nasib sesama manusia, dan di balik semua sandiwara ini, mereka
ternyata adalah pendekar-pendekar yang tidak saja siap sedia dengan tenaga dan
kepandaian untuk menolong mereka yang sengsara, bahkan mereka siap sedia pula
untuk mengulurkan tangan menolong dengan sumbangan uang yang ternyata banyak
disimpan di dalam perkumpulan-perkumpulan pengemis itu!
Setelah menjadi murid Han Le,
kepandaian Kiang Liat makin maju dan matang. Kini seperti gurunya, jarang
sekali ia mencabut pedangnya dan cukup dengan sebatang ranting kecil saja ia
sudah dapat menjaga diri dan kalau perlu merobohkan tokoh-tokoh kang-ouw yang
lihai. Kini terbukalah matanya betapa jauh perbedaan hidup antara orang-orang
kaya raya dan orang-orang miskin, bagaikan bumi-langit. Terbuka pula matanya
bahwa di dalam kemiskinan, ia bahkan banyak melihat orang-orang jujur dan
berhati mulia.
Han Le adalah seorang yang
berilmu tinggi. Melihat gerak-gerik ilmu pedang Kiang Liat, ia tidak mau
merusak kepandaian pemuda itu dengan memberi pelajaran ilmu pedang lain.
Sebaliknya, ia memberi pelajaran dari lukisan-lukisan di dinding tua Pulau
Pek-hio-to, mengajar gerakan-gerakan yang disesuaikan dengan ilmu pedang Kiang
Liat sehingga kini ilmu pedang pemuda itu menjadi makin indah dan makin kuat.
Bahkan, dengan bantuan gurunya ini, Kiang Liat dapat menciptakan ilmu pedang
yang halus gerak-geriknya, tidak beda dengan orang menari-nari saja, namun di
dalamnya terkandung kekuatan yang maha hebat.
Han Le membawanya merantau
jauh dan selama satu tahun itu, banyak hal yang dilakukan oleh guru dan murid
itu sehingga nama mereka makin meningkat tinggi, terkenal di dunia kang-ouw.
Kini nama Jeng-ciang-sian Kiang Liat amat disegani orang-orang kang-ouw, dan
banyak orang tahu bahwa Kiang Liat telah menjadi murid Han Le.
Setahun kemudian, Han Le dan
muridnya berada di lembah Sungai Huang-ho, di dataran tinggi yang hijau segar,
penuh tetumbuhan.
˜Kiang Liat, waktumu telah
lewat dan kau kini bebas. Kau boleh pulang dan agaknya kau kini sudah mengerti
akan keadaan di dunia sehingga kelak kau takkan melakukan kesalahan-kesalahan
dalam tindakanmu.!
˜Suhu, teecu masih ingin terus
belajar kepada Suhu, kalau boleh, biar sepuluh tahun lagi teecu sanggup hidup
seperti sekarang ini asal boleh menjadi murid Suhu,! jawab Kiang Liat.
Han Le tersenyum, ˜Kiang Liat,
ketahuilah bahwa hanya karena suka kepadamu dan melihat bakatmu yang amat baik
saja maka kau kuberi pelajaran ilmu silat itu. Sesungguhnya aku tidak berhak,
karena ilmu silat yang kuajarkan kepadamu adalah pecahan kecil dari isi Im-yang
Bu-tek Cin-keng yang menjadi milik suhengku. Kau amat beruntung bisa bertemu
dengan aku dan kini agaknya ilmu pedangmu sukar mendapat tandingan di dunia
kang-ouw. Seorang laki-laki harus memegang janji, dahulu kita berjanji akan
berkumpul selama setahun dan sekarang waktunya telah habis. Dan kau ingatlah,
dulu aku berjanji kepada Kakek Song agar kau menemuinya untuk bicara soal
perjodohan yang ia usulkan. Aku tidak mau berlaku lancang, soal perjodohan
terserah kepadamu, hanya menurut pendapatku, Kakek Song itu adalah seorang tua
yang bersemangat dan berpribadi cukup baik. Kiranya cucunya takkan
mengecewakan. Akan tetapi semua keputusan terserah kepadamu sendiri, hanya kuminta
agar kau suka bertemu dengan dia agar janjiku terpenuhi.
˜Baiklah, Suhu. Terima kasih
banyak atas segala pelajaran dan nasihat yang teecu terima dari Suhu. Setahun
dekat dengan Suhu bagi teecu lebih berharga daripada sepuluh tahun yang
sudah-sudah.!
Pada saat itu, wajah Han Le
berubah dan tiba-tiba pengemis sakti ini berseru keras sekali, wajahnya berseri
girang dan juga sepasang matanya terheran-heran. ˜Suheng.! Kau di sini.??!
Kiang Liat memandang ke arah
gurunya memandang, namun tidak melihat sesuatu. Tiba-tiba dari jurusan itu,
yang tidak ada apa-apa, terdengar suara yang halus sekali, namun menusuk
telinga karena mengandung tenaga luar biasa dan pengaruh besar.
˜Sute, siapa anak muda itu?!
˜Dia adalah Kiang Liat,
muridku!!
Tiba-tiba debu mengebul dan
tahu-tahu seorang laki-laki berusia empat puluh tahun lebih, agak lebih tua
daripada Han Le, berpakaian kusut sederhana namun tidak menyembunyikan
kegagahan dan ketampanannya, telah berdiri di situ. Kiang Liat memandang dengan
mulut ternganga, karena ia yang telah memiliki kepandaian tinggi, bagaimana
sampai tidak dapat melihat dan mengikuti gerakan orang ini? Ibliskah dia?
Ketika laki-laki itu
memandangnya, Kiang Liat hampir menundukkan mukanya. Demikian tajam pandangan
mata itu menusuk matanya sendiri.
˜Sute, kau kan tidak
menurunkan Im-yang Bu-tek Cin-keng?! tanya orang itu.
Han Le berubah mukanya dan
kelihatan gugup. ˜Hanya sedikit, Suheng, bagian permainan pedang dan lwee-kang
untuk memperkuat ilmu pedangnya sendiri, yakni ilmu pedang dari keluarga Kiang
yang tersohor.!
˜Hm, sute Han Le, betapapun
juga, kau telah berlaku sembrono sekali. Kau harus tahu bahwa ilmu kita itu
berbahaya kalau dipergunakan oleh orang yang beriman lemah. Sekarang kau sudah
menurunkan kepadanya, biarpun sedikit hal itu sudah berarti bahwa selamanya kau
dan aku harus selalu menyelidiki dan menjaga jangan sampai orang
mempergunakannya tidak pada tempatnya!!
Han Le memandang kepada
suhengnya dengan mata penuh keheranan, apalagi ketika ia kini melihat wajah
suhengnya kusut, matanya sayu dan kerut-merut pada wajah suhengnya itu
menunjukkan jelas bahwa suhengnya telah mengalami penderitaan batin hebat
selama ini. Sudah belasan tahun ia tidak bertemu dengan suhengnya dan kini
suhengnya benar-benar telah berubah. Adatnya menjadi keras dan aneh. Akan
tetapi, ia merasai kebenaran ucapan suhengnya itu dan ia mengangguk-angguk.
Orang itu lalu menghadapi
Kiang Liat yang memandang kepadanya dengan perasaan tak senang. Sebelum orang
itu bicara, Kiang Liat mendahului, bertanya kepada Han Le,
˜Suhu, mohon memberi
penerangan kepada teecu, siapakah adanya Lo-eng-hiong yang baru datang ini.!
˜Bocah bodoh, dia inilah
supekmu. Dia suhengku bernama Lu Kwan Cu, berjuluk Bu Pun Su, ahli silat nomor
satu di dunia ini!!
Kiang Liat terkejut sekali.
Tadi ia sudah menduga-duga ketika mendengar suhunya menyebut suheng kepada
orang ini, akan tetapi ia masih penasaran dan sangsi, karena melihat orangnya,
Bu Pun Su ini tidak begitu hebat sungguhpun kedatangannya tadi seperti siluman
saja.
˜Kiang Liat, berapa lama kau
belajar kepada suhumu?!
Kiang Liat sudah menjatuhkan
diri berlutut dan kini menjawab,
˜Hanya satu tahun, Supek,
karena menurut ˜Perjanjian?! Lu Kwan Cu atau Bu Pun Su menoleh kepada Han Le.
Han Le tertawa dan
menceritakan tentang pertaruhan setahun yang lalu. Bu Pun Su mengerutkan
keningnya yang tebal dan sudah mulai memutih.
˜Tidak baik bagi seorang
pemuda memiliki kesombongan dan terlalu keras. Orang-orang muda selalu
mendatangkan keributan di dunia, terdorong oleh nafsunya sendiri tanpa
mengingat akibat dari perbuatan yang ditunggangi oleh nafsu. Berdirilah kau!!