Bab 2 - Perjodohan
Kiang Liat berdiri, hatinya
tidak enak.
˜Cabut pedangmu!!
Kiang Liat ragu-ragu dan
melirik ke arah Han Le, akan tetapi gurunya memberi isarat dengan matanya agar
pemuda itu menurut saja. Maka ia pun lalu mencabut keluar pedangnya, pedang
pusaka keturunan keluarga Liang, memegang pedang itu lurus ke atas menempel
jidat, tanda menghormat dan tidak mempunyai maksud buruk terhadap orang di
depannya.
Akan tetapi Bu Pun Su tidak
peduli kepadanya dan memerintah terus, ˜Serang aku dengan pedangmu!!
Inilah keterlaluan, pikir
Kiang Liat. Ia tidak mau berlaku kurang ajar dan lancang, maka bagaimana ia
brani menyerang orang yang diperkenalkan kepadanya sebagai supeknya?
˜Hayo serang, bodoh!! Bu Pun
Su membentak lagi dan bentakannya demikian berpengaruh sehingga di dalam tubuh
Kiang Liat seakan-akan timbul aliran tenaga yang membuat ia otomatis bergerak!
Pedangnya menyambar, menusuk ke arah muka supeknya itu. Namun ia segera ingat
bahwa ia terlalu kurang ajar kalau menyerang dengan sungguh-sungguh, maka
selanjutnya ia mengendurkan gerakannya dan hanya memperlihatkan tipu-tipu
serangan yang indah untuk membuktikan kepada supeknya bahwa gurunya tidak
memiliki murid secara sembarangan dan bahwa ia sebetulnya juga ˜berisi!!
Akan tetapi ia melihat Bu Pun
Su sama sekali tidak menggerakkan kedua kaki, setapak pun tidak pindah dari
tempat berdirinya semula. Kedua ujung lengan baju orang sakit itu
bergerak-gerak ke depan dan bukan main hebatnya! Dari sepasang tangan yang
bersembunyi di dalam lengan baju itu keluar tenaga luar biasa sehingga angin
tangkisannya saja selalu menahan pedangnya. Pedangnya selalu terpental kembali
seakan-akan terbentuk pada benda yang amat keras.
˜Jangan sungkan-sungkan,
serang sungguh-sungguh!! Kembali Bu Pun Su membentak dan kali ini Kiang Liat
menyerang dengan sungguh-sungguh. Bukan saja karena ia mendengar perintah ini,
juga karena hatinya merasa penasaran sekali. Bagaimana orang dapat membikin
semua serangan pedangnya tidak berdaya hanya dengan hawa tangkisan belaka?
Inilah aneh, seperti sihir atau dalam mimpi saja. Ia mengerahkan seluruh
lwee-kangnya dan mengeluarkan tipu-tipu silat yang paling lihai. Ia mainkan
pedangnya dengan ilmu pedang keluarga Kiang, ditambah dengan gerakan-gerakan
halus dari ilmu silat yang ia pelajari dari Han Le.
Betul saja bahwa ilmu
pedangnya memang hebat. Buktinya, Bu Pun Su kini tidak dapat menghadapinya
dengan hawa tangkisan belaka, melainkan orang sakti itu bergerak ke sana ke
mari dengan amat lambat. Namun, betapapun lambatnya gerakan kaki orang sakti
itu, tak pernah pedang di tangan Kiang Liat mengenai sasaran, bahkan menyentuh
baju Bu Pun Su saja tidak dapat!
Setelah Kiang Liat menyerang
sampai tiga puluh jurus lebih, tiba-tiba pemuda ini merasa telapak tangan yang
memegang pedang sakit sekali sehingga ia terpaksa melepaskan pedangnya. Ketika
ia memandang, pedangnya itu telah terampas oleh gulungan ujung lengan baju Bu
Pun Su!
Bu Pun Su sekarang tersenyum
dan mengembalikan pedang yang diterima oleh Kiang Liat dengan muka merah.
˜Harap Supek tidak
mentertawakan kebodohan teecu dan mohon petunjuk,! kata Kiang Liat merendah.
Kini ia merasa tunduk dan takut sekali kepada orang sakti ini yang benar-benar
luar biasa sekali ilmu kepandaiannya.
Bu Pun Su sekarang tertawa dan
berpaling kepada Han Le, ˜Ah, Sute. Benar-benar matamu awas sekali. Dalam
setahun sudah dapat menggerakkan pedang seperti itu, ah, kalau dia mempelajari
semua ilmu dari Im-yang Bu-tek Cin-keng, aku sendiri takkan mampu melawannya.
Kiang Liat, kulihat biarpun kau mempergunakan pedang seluruhnya atas dasar ilmu
silat pedang dari keluarga Kiang, namun isinya mengandung tenaga rahasia dari
Im-yang Bu-tek Cin-keng. Oleh karena itu, kau memang sudah menjadi murid kami.
Hal ini tak boleh kau anggap main-main. Sekali saja kau menyeleweng dan
mempergunakan ilmu untuk melakukan kejahatan, biarpun kau berada di tempat yang
selaksa li jauhnya, aku sendiri akan mencarimu dan mencabut nyawamu agar ilmu
dari kami tidak dipergunakan untuk kejahatan. Mengerti?!
˜Teecu bersumpah takkan tunduk
terhadap godaan iblis dan nafsu jahat!! kata Kiang Liat sambil mengedikkan
kepalanya. Ia benar-benar marah karena ketidak-percayaan supeknya kepada
dirinya ini.
˜Bagus, akan kita lihat
bersama. Kalau benar-benar kau tidak mengecewakan menjadi murid kami, kelak
kalau ada jodoh aku sendiri akan menambah satu-dua ilmu pukulan kepadamu. Sute,
mari kita pergi dari sini, aku ada urusan penting sekali untuk dibicarakan!!
Setelah berkata demikian, sekali berkelebat Bu Pun Su lenyap dari pemandangan
mata Kiang Liat.
˜Muridku, berhati-hatilah dan
kau cari Song Lo-kai. Sampai bertemu kembali kalau ada jodoh!! Han Le juga
berkata kemudian melompat dan lenyap untuk menyusul suhengnya yang luar biasa
itu.
Seperginya kedua orang sakti
itu, Kiang Liat lalu berlutut ke arah mereka menghilang. Kemudian ia berdiri
dan menarik napas berulang-ulang.
˜Hebat. tadinya kukira bahwa
kepandaian Suhu sudah tidak ada taranya di muka bumi ini. Tidak tahunya
kepandaian Supek Bu Pun Su bahkan jauh lebih tinggi lagi! Aah, sayang sekali
aku hanya mendapat kesempatan satu tahun. Kalau aku bisa menjadi murid Supek,
alangkah senangnya.!
Kemudian, setelah menyimpan
pedangnya, sambil membawa sebatang ranting seperti suhunya, Kiang Liat pergi
meninggalkan tempat itu dan menuju ke dusun Sui-chun di mana tinggal Song
Lo-kai. Diam-diam ia merasa tidak enak dan sungkan-sungkan, karena kepergiannya
ini adalah untuk menghadapi Song Lo-kai yang mengusulkan pernikahan, padahal ia
sama sekali belum memikirkan persoalan pelik ini. Namun, ada juga sedikit
keinginan tahu melihat macamnya cucu perempuan dari Song Lo-kai!
***
Song Lo-kai tinggal di
Sui-chun, kini menjadi seorang hartawan yang hidup berdua dengan cucunya, yakni
Song Bi Li. Dahulunya Song Lo-kai sesuai dengan sebutannya, yakni lo-kai atau
pengemis tua, adalah seorang pemimpin perkumpulan pengemis yang menjadi cabang
atau anak buah dari Cap-si Kaipangcu. Semenjak cucunya kehilangan kedua orang
tuanya yang meninggal karena penyakit menular, kakek she Song ini telah berubah
pendiriannya. Tadinya ia memang tidak mempunyai tanggungan, hidup seorang diri
dan suka hidup bebas sebagai pengemis. Akan tetapi, setelah anak dan mantunya
meninggal dunia, dan Bi Li hidup seorang diri, ia memikirkan nasib cucunya itu.
Kebetulan sekali, Kakek Song
mendapatkan sebuah surat wasiat tentang harta terpendam di sebuah guha rahasia.
Ia pergi dan berhasil mendapatkan harta ini, maka ia lalu membeli rumah gedung
dan sawah ladang, hidup sebagai hartawan besar. Kejadian inilah yang membuat ia
ditangkap oleh Cap-si Kai-pang dan hampir dibunuh kalau tidak tertolong oleh
Kiang Liat.
Song Bi Li ternyata seorang
gadis yang amat cantik, berwajah ayu manis bertubuh langsing. Kulitnya putih
halus, pipinya kemerahan. Selain cantik jelita, juga ia amat cerdas sehingga
dengan mudah ia dapat menguasai kepandaian tulis dan baca, bahkan pandai sekali
membuat sajak-sajak indah. Di samping ini, ia pun terkenal di kotanya dengan
hasil sulamannya yang halus. Pendeknya di dalam kota Sui-chun, tidak ada gadis
melebihi Bi Li cantik atau pandainya sehingga ia terkenal sebagai kembang kota
Sui-chun. Lebih lagi setelah kakeknya menjadi kaya-raya, pakaiannya
bagus-bagus, menambahkan kecantikannya.
Dua tahun yang lalu, ketika ia
dan kakeknya baru pindah ke dalam gedung besar yang dibeli oleh kakek Song,
terjadilah hal yang membuat hati Bi Li terguncang dan untuk pertama kalinya
gadis yang baru berusia tujuh belas tahun di waktu itu, mengalami godaan
asmara.
Waktu itu masih pagi sekali
dan Bi Li berjalan-jalan di dalam kebun di belakang gedung kakeknya. Kebun ini
masih kosong dan belum terpelihara, masih banyak pohon-pohon yang tak berguna
lagi bagi sebuah kebun yang seharusnya ditanami bunga-bunga yang indah. Bi Li memang
sedang memeriksa kebun ini untuk mengatur sendiri cara bagaimana kebun itu akan
ditanami bunga-bunga, di mana harus membuat kolam dan sebagainya. Kakek Song
memang sudah menyerahkan hal ini kepada cucunya. Bi Li dikawani oleh Ceng Si,
seorang gadis yang menjadi pelayan di rumah gedung itu. Kakek Song sengaja
membeli gadis ini dari keluarga miskin di dusun, tidak saja untuk menolong
orang tua gadis ini, juga karena ia ingin agar cucunya mempunyai seorang kawan
bermain yang sebaya. Ceng Si seorang gadis yang cantik juga, sederhana dan amat
penurut, lagi cinta kepada Bi Li yang semenjak itu menjadi majikannya.
˜Ceng Si, di ujung barat itu
harus didirikan bangunan kecil untuk dapat beristirahat, di depannya digali
empang dan dipasangi jembatan melengkung. Di ujung timur harus digali empang
ikan emas dan diisi tanaman bunga teratai. Kembang botan ditanam di sebelah
sini dan kembang cilan disebelah sana. Kau nanti jelaskan semua ini kepada
tukang kebun yang memborong pekerjaan ini, dan kalau ada yang belum jelas, biar
aku sendiri yang akan menerangkan kepadanya,! kata Bi Li sambil menunjuk ke
sana ke mari dengan telunjuknya yang kecil terpelihara.
˜Baik, Siocia. Menurut Lo-ya,
tukang kebun akan datang siang nanti dan akan mulai dengan menebangi
pohon-pohon yang berada di sini.!
˜Jangan ditebang semua. Pohon
yang di kanan itu, yang berjajar tiga, tebang tengahnya saja, biarkan yang dua
tumbuh terus. Dan sekumpulan yang-liu (cemara) itu jangan ditebang, hanya
buangi cabang-cabang yang sudah kerig. Yang lain boleh dibuang. Dan jangan
lupa, taman ini harus dikelilingi dinding tembok yang cukup tinggi sehingga
tidak kelihatan dari luar. Sekarang ini hanya dikelilingi pagar dan banyak yang
sudah bobol.
Kalau penuh tanaman kembang
tentu akan habis dicabuti anak-anak nakal dan dimakan ayam dan kerbauku.!
˜Memang benar, Siocia (Nona).
Belum kalau ada maling masuk,! kata Ceng Si.
Ceng Si menutupi mulutnya
dengan ujung lengan baju, tertawa. Akan tetapi segera ketawanya terhenti dan ia
berkata perlahan, agak ketakutan. ˜Aduh, dia benar-benar datang, Siocia.!
Bi Li terkejut dan bertanya,
˜Kau bilang ada maling.?! Sambil berkata demikian, ia membalikkan tubuh
menengok ke arah pelayannya itu memandang.
Ternyata benar ada seorang
laki-laki yang menerobos masuk ke dalam kebun itu melalui pagar yang sudah
rusak. Mula-mula Bi Li terkejut sekali sehingga mukanya berubah, akan tetapi ia
segera dapat menetapkan hatinya setelah melihat bahwa laki-laki yang menerobos
ke dalam kebun itu tidak kelihatan seperti orang jahat.
˜Dia tidak kelihatan jahat,
Ceng Si, apakah bukan tukang kebun yang hendak bekerja di sini?!
˜Stt, kau terlalu. Mana orang
seperti itu dianggap tukang kebun? Dia bukan maling dan bukan pula tukang
kebun, lihat saja pakaiannya seperti seorang kongcu (tuan muda) dan orangnya
begitu. begitu tampan!!
˜Hush, genit kau.!! Bi Li
mencela, akan tetapi diam-diam ia harus mengakui bahwa yang datang itu adalah
seorang pemuda yang tampan dan ganteng, berpakaian seperti seorang siucai
(pelajar), sikapnya halus dan sopan. Bi Li dahulu tinggal bersama orang tuanya
di kampung, maka ia tidak seperti nona-nona hartawan dan bangsawan yang selalu
bersembunyi di dalam gedung dan jarang bertemu dengan laki-laki asing, maka
kini ia tidak merasa terlalu kikuk. Juga ia tidak takut karena waktu itu
matahari sudah naik tinggi dan ia berada di situ dengan pelayannya, sungguhpun
mereka merasa curiga ketika memandang kepada pemuda ini. Ia merasa seperti
pernah melihat pemuda ini, hanya ia lupa lagi bilamana dan di mana.
Pemuda itu menghampiri mereka
dan memandang kepada Bi Li dengan senyum manis. Ia nampak ramah-tamah dan
matanya berseri-seri ketika ia memandang kepada Bi Li, sungguhpun alisnya
berkerut seakan-akan ada sesuatu yang menyusahkan hatinya.
˜Kau siapa dan mengapa berani
lancang memasuki kebun orang?! Bi Li menegur, suaranya ketus dan matanya
bersinar marah.
Pemuda itu nampak kecewa
sekali mendengar teguran gadis ini. Ia menjura dengan hormat, lalu berkata,
suaranya seperti orang penasaran,
˜Song-siocia, benar-benarkah
kau lupa kepadaku? Benar-benarkah, setelah kini kau menjadi kaya-raya, kau lupa
akan kampung halamanmu dan sekalian orang miskin yang menjadi penghuninya?!
Bi Li makin marah. ˜Aku tidak
kenal padamu, lekas pergi dari sini, kalau Kong-kong tahu kau menerobos ke sini,
kau tentu akan dipukul!!
Pemuda itu berdiri tegak dan
tersenyum duka. ˜Jangankan dipukul, dibunuh pun aku rela. Kong-kongmu yang
kaya-raya, yang merampas kau dari dusun kami, sudah begitu tinggi hati untuk
menghinaku, dan sekarang aku hanya ingin menyaksikan, apakah Nona Song Bi Li
juga begitu tinggi hati seperti kong-kongnya?!
˜Siapakah kau? Mengapa kau
begini kurang ajar?! Bi Li memandang dengan alis dikerutkan.
˜Nona, lupakah kau kepada
orang yang pernah menuliskan sajak di dinding kuil di dusun kita?! pemuda itu
berkata.
Bi Li memandang makin tajam
dan kini berubahlah mukanya menjadi kemerahan.
˜Ah, kau... kau Cia-siucai
....! katanya gagap.
Terbayanglah semua
pengalamannya ketika ia masih tinggal di dusunnya. Ketika itu, kedua orang
tuanya secara berturut-turut telah meninggal dunia karena penyakit yang
merajalela di dusun itu.
Ketika jenazah ayah bundanya
dirawat di dalam kuil, satu-satunya kuil di dusun itu di mana sebagian besar
orang-orang yang meninggal diurus dan disembahyangi, banyak orang dusun datang.
Di antara mereka, terdapat seorang pemuda sasterawan yang baru saja kembali ke
dusun setelah bertahun-tahun menempuh pelajaran dan ujian di kota raja. Pemuda
ini adalah Cia Sun atau yang segera terkenal dengan sebutan Cia-siucai.
Bi Li tahu bahwa hampir semua
gadis dusun itu merindukan Cia-siucai, memuji-mujinya karena bukan saja ia
merupakan pemuda yang paling tampan di dusun itu, juga ia amat pandai membuat
sajak. Tulisan-tulisan pada lian yang digantung di kuil, tulisan yang amat indah
itu semua adalah buatan Cia Sun.
Ketika itu, Cia Sun baru
pertama kali melihat Bi Li dan pemuda ini menjadi tergila-gila. Tiada bosannya
ia melirik ke arah gadis itu yang sedang menjalani upacara sembahyang, seorang
gadis yang rambutnya awut-awutan, mukanya pucat dan penuh air mata, seorang
gadis yang patah hati dan putus harapan karena ditinggal mati oleh ayah
bundanya, yang tentu akan jatuh pingsan dan sakit kala tidak dihibur oleh
seorang kakek tua yakni Song Lo-kai, Kong-kongnya. Cia Sun demikian tergila-gila
sehingga ketika ia terlalu banyak minum arak, tanpa pedulikan apa-apa ia lalu
mengambil pit dan menuliskan beberapa baris sajak di atas tembok kuil, dilihat
dan dikagumi oleh semua tamu yang datang melayat.
Bi Li sampai sekarang masih
ingat bunyi sajak itu, karena melihat ribut-ribut ia pun membaca tulisan itu
yang berbunyi demikian :
Layu pucat Teratai Putih,
Kehilangan sinar matahari.
Mengembang di empang tanpa
kawan
Hati siapa takkan rawan?
Nona suci hidup seorang diri
Hati siapa takkan perih?
Kasihan aku melihatnya.
Hancur pilu hati dibuatnya.
Apakah dayaku, si bodoh hina
ini
Untuk menghibur Teratai suci?
Sajak itu tentu saja dengan
amat mudah dapat diterka maksudnya. Semua orang yang berada di situ memang
merasa kasihan kepada Bi Li, gadis yang menjadi yatim-piatu dan bunyi sajak itu
otomatis merupakan pengakuan dari Cia Sun bahwa begitu bertemu dengan Bi Li, ia
telah jatuh cinta.
Akan tetapi, Song Lo-kai tidak
senang membaca sajak itu, dan dengan muka masam ia menarik tangan Bi Li masuk
ke dalam. Semenjak saat itu mereka tak pernah bertemu muka kembali. Peristiwa
yang terjadi sewaktu Bi Li berada di puncak kesedihan itu tentu saja tidak
terlalu membekas pada hatinya dan ia pun sudah lupa akan peristiwa itu. Akan
tetapi siapa kira, sekarang tiba-tiba saja pemuda itu muncul dihadapannya,
dengan jalan menerobos kebun!
Sementara itu, ketika Cia Sun
melihat Bi Li mengenalnya, ia menjadi girang sekali dan wajahnya yang tampan
berseri-seri.
˜Aduh, terima kasih kepada
Kwan Im Pousat, ternyata kau juga memikirkan diriku yang hina ini, Nona Song
...!
˜Siapa bilang?! Bi Li
membentak marah. ˜Cia-siucai, kau lancang sekali! Kau masuk ke sini tanpa
permisi dan kau mengeluarkan kata-kata yang tidak pada tempatnya. Apa
sebenarnya kehendakmu?!
˜Kedatanganku hanya untuk
mengulangi pernyataanku dahulu, Nona, yakni bahwa aku cinta kepadamu ...!
˜Tidak! Kurang ajar, pergi kau
dari sini!! Bi Li membelalakkan matanya yang indah dan mukanya berubah-ubah,
sebentar merah, dadanya berombak menahan gelora hatinya.
Cia Sun menjatuhkan diri
berlutut di depan Bi Li. ˜Song-siocia, kakekmu sudah menghinaku, sudah menolak
pinanganku, kau masih mengusirku pula?! Suara ini terdengar demikian lemah mengharukan
sehingga Ceng Si yang mendengar ini menjadi pucat dan dua titik air mata
membasahi pipinya.
Adapun Bi Li ketika melihat
pemuda itu, tiba-tiba berlutut di depannya, dan mengeluarkan kata-kata itu,
menjadi makin bingung.
˜Cia-siucai, jangan kau begini!
Apa sih yang kaukehendaki?!
˜Nona, Kong-kongmu menolak
pinanganku dengan alasan bahwa kau sudah bertunangan dengan orang lain. Aku
bukan seorang yang tidak kenal aturan, aku tidak mau menjadi seorang yang tidak
kenal malu dan kurang ajar, katakanlah kepadaku secara terus terang, Nona
apakah betul kau sudah menjadi tunangan orang lain? Betulkah kau sudah
bertunangan?!
˜Kau peduli apakah dengan itu?
Hal itu bukan urusanmu, Cia-siucai. Sudahlah, kau lebih baik lekas-lekas pergi
dari sini.!
˜Jawab dulu, Nona.
Benar-benarkah kau sudah bertunangan dengan orang lain? Kalau benar demikian,
aku Cia Sun bersumpah takkan mau mengganggumu lagi.!
Bi Li tak dapat menjawab. Dia
memang belum bertunangan, hal ini ia ketahui benar, karena memang dahulu orang
tuanya belum mengikat perjanjian dengan siapapun juga. Akan tetapi, menjawab
pertanyaan seorang pemuda asing begitu saja tentang pertunangan, bukanlah hal
yang patut dilakukan oleh seorang gadis sopan.
Ceng Si melihat keraguan
nonanya maka ia yang mewakili Bi Li menjawab, ˜Sesungguhnya Siocia belum
bertunangan Cia-siucai. Sudahlah, harap kau sudi meninggalkan tempat ini, kalau
diketahui oleh orang lain, bukankah hal ini buruk sekali bagi Siocia?!
Mendengar ini, Cia Sun lalu
membanting-bantingkan jidatnya pada tanah dan ia masih tetap berlutut.
˜Penasaran! Penasaran! Nona
Song, mengapa kakekmu begitu membenciku? Memang ia membohong dan menolak
pinanganku? Ketahuilah, tanpa kau di sampingku, aku tidak akan dapat hidup
lebih lama lagi! Lebih baik aku mati saja di sini, Song-siocia ....!
Mendengar ini, Bi Li menjadi
pucat sekali dan ia menahan mulutnya yang hendak berteriak. Kemudian ia
membalikkan tubuh dan berlari pergi meninggalkan pemuda yang masih berlutut
itu, berlari kembali ke dalam gedung.
Bi Li tiba di kamarnya dengan
terengah-engah, mukanya pucat. Baiknya kong-kongnya tidak ada di rumah gedung
itu baru ada dia dan Ceng Si saja, karena memang belum memanggil
pelayan-pelayan lain. Hatinya berdebar, tidak karuan rasanya. Ada rasa takut,
bingung dan juga girang. Entah mengapa, mengingat betapa pemuda tampan dan
pandai yang menjadi kebanggaan dusun yang menjadi rebutan dan mimpi para gadis
dusun itu kini bertekuk lutut kepadanya, menyatakan cinta kasih yang demikian
besar, benar-benar menggirangkan hatinya. Akan tetapi ia sendiri tidak mengerti
perasaan apakah ini yang membuat dia menjadi kebingungan.
Tak lama kemudian, Ceng Si
menyusul masuk ke dalam kamar.
˜Siocia, bagaimana ini
baiknya?! kata pelayan muda dan cantik itu sambil meremas-remas tangan. ˜Dia
tidak mau pergi.!
˜Tidak mau pergi.? Habis
bagaimana baiknya.?! Bi Li memandang kepada Ceng Si dengan bingung dan air
matanya sudah mulai memenuhi pelupuk matanya.
˜Siocia, dia harus dikasihi.
Dia betul-betul mencinta kepada Siocia dengan sepenuh hati dan nyawa. Dia
bilang bahwa dia akan tetap berlutut di sana sampai mati kalau Siocia tidak mau
menyatakan sesuatu untuk menjawab cintanya. Demikian ia bilang kepadaku,
Siocia.!
Kini air mata menitik turun ke
atas pipi Bi Li. Ia menjadi terharu dan juga bingung, ditambah rasa takut.
Kalau sampai kong-kongnya atau orang lain tahu akan halnya pemuda itu, bukankah
akan terjadi geger? Bukankah orang lain akan menyangka yang tidak-tidak
terhadap dirinya? Sampai lama ia tidak menjawab.
Ah, Bi Li memang seorang gadis
yang masih hijau dan bodoh, yang selamanya belum pernah mengalami perasaan
seperti itu. Kalau saja ia tahu apa yang baru saja terjadi ketika ia pergi
meninggalkan Cia Sun, tentu akan lain sikapnya. Begitu ia pergi, Ceng Si yang
begitu melihat Cia Sun menyatakan cinta kasih terhadap nonanya, segera memegang
pundak pemuda itu dengan lemah-lembut, berkata seperti bisikan mesra,
˜Siucai, mengapa kau begitu
lemah? Bangunlah, urusan ini dapat diatur bagaimana baiknya. Hatiku tidak kuat
melihat kau begini sengsara, Kongcu ...!
Mula-mula Cia Sun terheran, ia
mengangkat muka dan memandang wajah pelayan yang cantik itu, kemudian setelah
dua pasang mata bertemu, tahulah pemuda ini akan suara hati Ceng Si. Ia menjadi
girang sekali dan memeluk pundak Nona pelayan itu sambil berkata,
˜Nona, benar-benarkah kau
menaruh hati kasihan kepadaku yang malang ini?!
Ceng Si pura-pura melepaskan
diri dan berkata dengan sikap genit,
˜Cih, tak tahu malu! Baru saja
Siocia pergi, sudah berubah hatinya dan hendak membujuk aku, benar-benar lelaki
tidak setia!!
Cia Sun cepat menjura dan
berkata dengan suara memohon, ˜Nona, siapa orangnya tidak akan mencinta kau
yang begini manis? Kasihanilah aku, aku benar-benar lebih baik mati kalau
Siociamu tidak mempedulikan aku. Bantulah aku, bujuk siociamu agar ia sudi
sedikit menaruh perhatian kepadaku, dan aku berjanji, kelak kalau aku berhasil
menjadi suami siociamu, kaulah orang pertama yang akan menjadi Ji-hujin (Nyonya
Ke Dua)!!
Ceng Si mengerling,
tersenyum-senyum dan berkata genit, ˜Benar-benarkah janjimu ini? Atau hanya
bujukan kosong belaka?!
˜Demi langit dan bumi, aku
bersumpah kelak kalau aku berhasil menjadi suami Nona Song Bi Li, aku segera
akan mengambil Nona... eh, siapa namamu?!
Ceng Si mengerling,
tersenyum-senyum dan berkata genit, ˜Benarkah itu? Namaku, eh, Ceng Si,!
jawabnya cepat-cepat.
˜Ceng Si nama yang manis.!
Kemudian ia berdongak ke arah langit dar melanjutkan sumpahnya, ˜Aku akan
mengambil Nona Ceng Si yang manis sebagai ji-hujin! Nah, langit dan bumi
menjadi saksi atas sumpahku. Lekaslah kau datangi siociamu dan bujuk agar
supaya ia suka menaruh sedikit perhatian kepadaku dan suka memberi sedikit
tanda mata.!
˜Baiklah, akan tetapi awas,
kalau kau membohongiku, jangan kira Ceng Si takkan menuntut balas!! Pelayan itu
segera pergi berjalan-jalan dan menuju ke kamar Bi Li.
Demikianlah, semua ini tentu
saja Bi Li tidak tahu sama sekali. la mendengar dari Ceng Si bahwa Cia Sun
masih berutut dan tidak mau pergi, hatinya menjadi amat terharu. Demikian
besarnya kasih sayangnya kepadaku sehingga ia rela mengorbankan nyawa, pikir
gadis ini.
˜Habis, apa yang harus
kulakukan, Ceng Si?! kemudian ia bertanya, minta nasihat pelayannya yang ia
anggap lebih mengerti dalam urusan seperti ini.
Berbeda dengan Bi Li, dalam
hal ini Ceng Si lebih cerdik dan gadis pelayan ini lebih mengenal watak
laki-laki seperti Cia Sun. Ia sudah dapat menduga ke mana maksud tujuan Cia
Sun, bukan karena oleh kecantikan siocianya yang memang amat cantik itu, akan
tetapi disamping ini mengandung maksud yang lebih besar, yakni hendak menjadi
suami Bi Li yang menjadi ahli waris tunggal dari Song-loya yang kaya-raya! Aku
harus berlaku cerdik, pikir Ceng Si. Kalau kubujuk sehingga siocia menerimanya
dan kemudian sebelum mereka menjadi suami isteri, Cia Sun menyia-nyiakannya,
maka akan gagallah semua niatnya. Aku harus berusaha agar Siocia menjadi
isterinya agar Cia Sun bisa diterima menjadi suami Bi Li dan kelak akan menjadi
nyonya ke dua, akan menjadi Ji-hujin. Kedudukan nyonya kedua pada masa itu
memang cukup tinggi jauh lebih tinggi daripada kedudukan nyonya ke tiga, empat
atau ke lima. Apalagi kalau bandingkan dengan kedudukan pelayan biasa, tentu
saja jauh lebih tinggi!
˜Siocia, apakah. apakah Siocia
juga. suka kepadanya?!
Wajah Bi Li menjadi merah
sekali dan ia memandang kepada pelayannya dengan mata terbuka 1ebar. Maksudnya
hendak marah, namun ia tidak dapat, karena wajah Ceng Si memperlihatkan sikap
sungguh-sungguh, dan ia sedang bingung dan membutuhkan pertolongan pelayan ini.
˜Aku tidak tahu, Ceng Si,
aku... tidak tahu ...!
˜Siocia, Cia-kongcu itu
benar-benar cinta kepada Siocia dan kalau ia dibiarkan saja, tentu ia akan
berkeras tidak mau pergi!!
˜Aduh, bagaimana kalau
Kong-kong datang dan melihat dia di sana?! Bi Li ketakutan.
˜Apalagi kalau ada orang luar
melihatnya, tentu timbul persangkaan yang bukan-bukan.! Ceng Si menambah
kebingungan siocianya dengan maksud agar nona majikannya itu terdesak betul-betut
dan akhirnya akan menurut apa yang ia nasihatkan.
Benar saja, mendengar
kata-kata pelayannya ini, Bi Li lalu menangis karena bingung dan cemas. ˜Ceng
Si, apakah yang harus kuperlakukan? Tolonglah aku, Ceng Si!!
Pelayan muda yang cantik itu
tersenyum di dalam hatinya. Baik Cia Sun maupun Bi Li sudah minta tolong
kepadanya, sudah dapat dipastikan bahwa kelak ia pasti tercapai cita-citanya,
menjadi Ji-hujin yang kaya dan terhormat!
˜Siocia, tidak baik menemui
padanya di kebun, akan tetapi tidak baik pula membiarkan dia begitu saja
sehingga dia tidak mau pergi. Lebih baik Siocia menghibur hatinya dengan jalan
memberi sesuatu agar ia puas dan mau pergi!!
˜Memberi apa, Ceng Si? Apa
yang dapat kuberikan agar ia mau pergi?!
Ceng Si berpikir-pikir. Memang
akan lebih sempurna kalau memberi barang yang berharga, yang menjadi tanda atau
bukti seperti misalnya hiasan rambut dari batu giok itu yang menghias rambut Bi
Li yang hitam dan halus, akan tetapi hal itu terlalu berbahaya untuk pertama
kalinya. Ia masih belum tahu akan isi hati Cia Sun, belum tahu apakah pemuda
itu bersungguh-sungguh atau tidak.
˜Lebih baik Siocia memberikan
saputangan Siocia itu, agar ia merasa bahwa Siocia menaruh kasihan kepadanya
dan akulah yang akan membujuk-bujuknya agar ia mau pergi dari kebun.!
Bi Li tentu saja ragu-ragu dan
mukanya menjadi merah sekali. Ia melihat saputangannya yang tersulam indah dan
yang basah dengan air matanya. Akan tetapi tidak ada jalan lain yang lebih
baik. Kalau pemuda itu nekat tidak mau pergi, lebih celaka lagi!
˜Baiklah, kau berikan ini dan
bujuk agar dia jangan berlaku nekad dan tidak mau pergi.!
Ceng Si dengan girang menerima
saputangan itu dan membawa benda itu ke kebun, di mana Cia Sun telah
menantinya. Untuk beberapa lama dua orang ini berunding, akhirnya Cia Sun pergi
keluar melalui pagar kebun yang rusak.
Demikianlah. Ceng Si
menjalankan siasatnya dengan licin sekali. Sampai kebun itu berubah menjadi
taman indah dan dikelilingi pagar tembok, selalu pelayan ini mengadakan
hubungan dengan Cia Sun. Dengan amat cerdiknya Ceng Si menjaga sedemikian rupa
sehingga Bi Li memberi benda-benda tanda mata, membalas surat-surat dan
sajak-sajak pemuda itu, bahkan Bi Li yang bagaikan seekor lalat terjebak dalam
sarang laba-laba berani bersumpah babwa dia hanya akan bersuamikan Cia Sun!
Sampai dua tahun perhubungan
ini berjalan diam-diam. Memang betul bahwa Bi Li tidak pernah melakukan sesuatu
yang melanggar kesusilaan, karena memang gadis ini teguh menjaga kesopanan, dan
ini sesuai pula dengan rencana Ceng Si, namun di dalam hatinya, gadis ini sudah
membalas cinta kasih Cia Sun. Tentu saja Cia Sun menjadi besar hati, karena
biarpun ia pernah ditolak lamarannya oleh Kakek Song, namun kalau Bi Li tidak
mau dinikahkan dengan orang lain dan kelak kakek itu meninggal dunia, akhirnya
dialah yang akan menjadi suami Bi Li dan menguasai semua harta benda yang besar
itu!
Akan tetapi, tiba-tiba setelah
Bi Li berusia sembilan belas tahun, pada suatu hari Kakek Song pulang bersama
seorang pemuda yang tampan dan gagah, yang berpakaian sebagai seorang pengemis,
tambal-tambalan dan butut. Dan hebatnya, Bi Li diperkenalkan kepada pemuda ini
sebagai calon suaminya!
Sebagaimana telah dituturkan
di bagian depan, Kiang Liat setelah berpisah dari suhunya, langsung menuju ke
dusun Sui-chun. Ia sengaja tidak mau pulang dulu ke kotanya di Sian-koan dan
sengaja memakai pakaian seperti pengemis untuk melihat apakah Kakek Song dan
cucunya masih tidak berubah pendiriannya melihat dia sudah menjadi seorang
pengemis.
Tidak tahunya, baru saja ia
tiba di luar dusun Sui-chun, ia telah disambut oleh Kakek Song dengan segala
kehormatan! Memang sudah berhari-hari kakek ini menanti dari pagi sampai petang
di luar kampung, ingat bahwa hari kedatangan pemuda yang pernah menolongnya itu
sudah tiba. Maka begitu melihat Kiang Liat, ia segera berlari menghampiri
bersama pelayan-pelayannya, dan menyambut Kiang Liat dengan segala kehormatan.
˜Kian Tai-hiap, sudah tiga
hari lohu menanti di sini. Bagus sekali, kau kelihatan, sehat-sehat saja dan
lebih gagah!!
˜Akan tetapi, aku telah
menjadi pengemis yang miskin, Lopek.!
˜Ha-ha-ha, dahulu pun aku
seorang pengemis yang lebih miskin daripadamu, Tai-hiap. Sudah lupa lagikah kau
akan hal itu? Marilah, kita bicara di rumah.!
Diam-diam Kiang Liat memuji
kakek ini yang ternyata sikapnya tidak berubah sama sekali. Memang ia suka
mempunyai seorang mertua atau seorang kakek sebaik ini, akan tetapi ia belum
melihat bagaimanakah macamnya cucu perempuan kakek ini yang bendak dijodohkan
dengan dia?
Rumah gedung tempat tinggal
kakek itu, sungguhpun untuk di Sui-chun termasuk paling baik namun masih tidak
sebesar dan sebaik rumah Kiang Liat sendiri di kota Sian-koan, maka pemuda ini
sama sekali tidak merasa kagum atau kikuk ketika memasuki gedung ini.
˜Suruh Siocia keluar menyambut
tuan penolongku yang muliai!! kata Song Lo-kai dengan girang kepada seorang
pelayan perempuan.
Berdebar hati Kiang Liat
ketika ia mendengar suara tindakan kaki yang halus dari dalam, kemudian mulut
pintu tersingkap dan muncullah seorang bidadari dalam pandangan pemuda ini. Ia
cepat bangun dari bangkunya dan merahlah muka Kiang Liat ketika ia teringat
bahwa pakaiannya amat tidak baik. Ia memandang wajah yang cantik jelita itu,
yang bibirnya tersenyum manis dengan ramah-tamah, wajahnya yang ayu
berseri-seri dan sepasang matanya bersinar-sinar.
Memang Bi Li sudah pernah
diceritakan oleh kong-kong nya bahwa ketika menghadapi bencana maut
kong-kongnya telah ditolong oleh seorang pendekar muda. Tentu saja kini
mendengar bahwa tuan penolong itu datang, sebagai cucu kong-kongnya ia harus
menyatakan terima kasihnya. Hanya tak disangkanya bahwa tuan penolong itu
ternyata adalah seorang yang masih muda dan luar biasa tampan serta gagah.
Kiang Liat menjura dan
mengangkat kedua tangan ke dada, memandang bagaikan dalam mimpi, tak kuasa
mengeluarkan kata-kata. Melihat betapa pemuda itu amat kikuk, timbullah rasa
sungkan dan malu kepada Bi Li sehingga gadis ini pun hanya menjura memberi
hormat.
˜Bi Li, mengapa kau diam saja
terhadap, tuan penolongku? Tidak saja Tuan penolong, dia pun calon suamimu,
Nak!! Setelah berkata demikian, kakek ini mengejap-ngejapkan kedua matanya yang
terasa panas hendak menitikkan air mata saking terharu dan girangnya.
Mendengar ucapan itu, Bi Li
merasa seakan-akan kedua kakinya terjeblos ke dalam jurang. Kagetnya bukan main
dan seketika itu wajahnya menjadi pucat sekali. Akan tetapi ia buru-buru
menundukkan muka dan membalikkan tubuh terus lari ke dalam kamarnya, diikuti
oleh Ceng Si yang tadi juga mengikuti nona majikannya keluar.
Bagi anggapan Kiang Liat dan
kakek Song, nona itu tentu lari karena jengah dan malu, maka kakek Song tertawa
bergelak-gelak saking senang hatinya.
˜Lopek, sungguhpun aku
sebatang kara yatim-piatu, namun aku mempunyai rumah di Sian-koan. Biarlah aku
pulang lebih dulu, baru kemudian aku akan mengirim wakil untuk membicarakan
urusan perjodohan ini.!
Kakek Song mengerutkan
keningnya dengan khawatir. ˜Akan tetapi kau. kau sudah setuju, bukan?!
Kiang Liat menjadi merah
mukanya, tak dapat menjawab, maka ia hanya menganggukkan kepalanya dengan
pasti!
Kakek Song tertawa bergelak,
lalu dengan suara keras ia memberi perintah pada para pelayannya untuk
menyediakan jamuan yang hebat bagi calon mantunya.
Setelah minum arak dan
menerima hidangan-hidangan yang disuguhkan oleh Kakek Song, Kiang Liat lalu
berpamit dan sebagai tanda mata, ia meninggalkan pedangnya. Dengan hati girang
pemuda ini lalu melakukan perjalanan cepat sekali ke kota tempat tinggalnya. Ia
disambut dengan girang oleh inang pengasuhnya, ia memang sudah seperti neneknya
sendiri saja. Kiang Liat girang karena melihat rumahnya tidak berubah dan tidak
terjadi sesuatu atas diri inang pengasuhnya. Ia lalu menceritakan pengalamannya
secara singkat, dan terutama sekali ia bercerita tentang maksudnya hendak
menikah dengan Nona Song di Sui-chun. Inang pengasuhnya girang bukan main,
sambil berlinang air mata inang pengasuh ini lalu mengurus hal itu, mencarikan
seorang wakil untuk menyampaikan warta ke Sui-chun tentang ketetapan hari
pernikahan!
Sementara itu, di rumah Kakek
Song terjadi keributan. Bi Li menangis dan menyatakah tidak mau menikah.
˜Anak bodoh, usiamu sudah
sembilan belas tahun mau menunggu apa lagi? Apakah kau mau menunggu kakekmu
mati?! akhirnya Kakek Song berkata lemas.
Bi Li menubruk kakeknya.
˜Tidak demikian Kong-kong, akan tetapi aku. belum mau menikah ...!
˜Bi Li, jangan kau membikin
bingung dan susah hati kong-kongmu. Perjodohan ini sudah kujanjikan kepada
Kian-taihiap setahun yang lalu. Sebentar kalau utusannya datang memberitakan
tentang hari pernikahan, kita harus menerima dengan baik kau tak boleh berkeras
kepala lagi kecuali kalau kau suka melihat kong-kongmu mampus saking jengkel
dan susah.!
Bi Li tak dapat menjawab hanya
menjatuhkan diri di atas pembaringan dan menangis terisak-isak.
Pada saat itu, Ceng Si turun
tangan. Gadis pelayan ini memberi isyarat kepada Kakek Song untuk keluar. Kakek
ini terheran akan tetapi ia menurut saja. Akhirya mereka bicara di dalam ruangan
belakangnya dan tak seorang pun pelayan lain boleh mendekati mereka.
˜Ceng Si, ada apakah? Agaknya
ada sesuatu yang dirahasiakan kepadaku!! Kakek Song berkata kurang senang.
Ceng Si berlutut. ˜Mohon
beribu ampun Lo-ya. Sesungguhnya saya sudah berusaha banyak untuk mencegah
terjadi hal ini, akan tetapi apa mau dikata, sebelum saya menjadi pelayan di
sini, hal itu sudah terjadi.!
˜Hal ini, hal itu, apa
maksudmu? Bicaralah yang jelas!! Kakek Song membentak dengan hati kurang enak.
˜Siocia tidak mau menikah
karena sesungguhnya Siocia sudah mempunyai pilihan hati sendiri.!
˜Apa? Kau tahu akan hal ini
dan tidak memberitahukan kepadaku? Berani betul kau membiarkan Siociamu merusak
nama baik keluarganya? Jahanam benar...! Wajah Kakek Song menjadi pucat sekali.
˜Tidak demikian, Loya, harap
jangan salah sangka. Biarpun Siocia sudah mempunyai pilihan hati, namun Siocia
tak pernah bertemu dengan dia, hanya berkirim-kiriman surat saja dan
sebagainya.!
˜Bedebah.!!
˜Kalau Loya benar-benar sayang
kepada Siocia, saya harap Loya sudi mempertimbangkan keadaan Siocia yang patut
dikasihani. Dan harap Loya suka mendengar penuturan saya dengan hati sabar.
Loya, sebelum Loya membawa Siocia pindah ke sini, memang diantara Siocia dan
pemuda itu sudah ada pertalian batin yang erat. Mereka saling mencinta dan
saling bersumpah takkan menikah dengan orang lain. Adapun menurut penglihatan
saya, pemuda itu adalah seorang pemuda terpelajar yang amat sopan-santun dan
baik, tulisannya indah dan juga orangnya tidak kalah oleh Kiang-taihiap. Siocia
pasti akan hidup berbahagia selama hidupnya kalau Loya membatalkan pertalian
jodoh dengan Kiang-taihiap dan sebaliknya menjodohkan Siocia dengan pilihan
hatinya sendiri.!
˜Cukup, tutup mulutmu, kau
seorang pelayan tahu apa? Siapakah adanya jahanam yang berani menggoda cucuku
itu? Hayo katakan siapa dia?!
˜Dia adalah seorang Siucai dan
namanya Cia Sun dari dusun Lee-hiang.!
Kakek Song termenung dan
mengangguk-angguk sambil mengelus-elus jenggotnya. Kemudian ia menyuruh Ceng Si
pergi dan menghibur siocianya.
˜Katakan kepada Siociamu bahwa
aku akan memikirkan hal ini baik-baik,! katanya. Kakek ini teringat akan pemuda
she Cia yang pernah melamar Bi Li, dan menurut penglihatannya, memang pemuda
itu cukup baik dan terpelajar. Akan tetapi, ia sudah menolak pinangan itu
karena ia ingin menjodohkan Bi Li kepada seorang gagah agar kelak dapat
melindungi cucunya itu. Kakek Song sendiri adalah seorang ahli silat dan
biarpun kepandaiannya tidak tinggi namun ia cukup tahu akan manfaat kegagahan
pada jaman itu. Apalagi sekarang ia telah menjodohkan cucunya kepada Kiang Liat
seorang pemuda gagah perkasa yang pernah menolongnya dan yang amat dikaguminya,
apalagi karena pemuda itu kini menjadi murid dari seorang sakti.
˜Sungguh menjemukan sekali,
pinangannya sudah kutolak bagaimana ia masih berani mengganggu Bi Li? Ada
maksud apakah sebenarnya dengan pemuda she Cia itu?! Demikian Kakek Song
berpikir-pikir. Kemudian ia mendapatkan akal. Ia maklum akan keadaan keluarga
Cia yang miskin, maka didatangilah rumah keluarga Cia di dusun Lee-hiang. Ia
disambut oleh Janda Cia, yakni ibu dari Cia Sun dengan ramah-tamah dan penuh
penghormatan, sebagaimana biasanya seorang kaya-raya disambut oleh seorang
dusun yang miskin.
Kakek Song minta kepada nyonya
janda itu untuk memanggil puteranya dan Cia Sun menghadap dengan muka pucat.
Pemuda ini takut sekali karena ia dapat menduga bahwa kedatangan Kakek Song
tentulah ada hubungannya dengan Bi Li, sedangkan ia belum mendapat berita apa
dari Ceng Si selama beberapa hari ini. Hatinya gelisah sekali, namun ia
menghadap Kakek Song dengan sikap sopan dan memberi hormat sebagaimana
mestinya.
˜Kedatanganku ini untuk
membereskan persoalan yang ada antara Cia Sun dan cucuku,! kata Kakek Song
kepada nyonya janda ibu Cia Sun. Tentu saja Nyonya Cia tidak tahu akan kelakuan
puteranya maka ia memandang dengan mata penuh pertanyaan.
˜Cia-hujin, seperti kau tentu
masih ingat, pinangan puteramu terhadap cucuku sudah kutolak karena memang
cucuku itu sudah mempunyai tunangan. Akan tetapi akhir-akhir ini ternyata
puteramu selalu mendesak dan bahkan berani mencoba untuk berhubungan dengan
cucuku. Yang sudah lewat sudahlah, akan tetapi mulai sekarang, kuperingatkan
agar puteramu ini jangan sekali-kali berani menghubunginya. Ingat bahwa ia
sudah bertunangan.!
˜Hal itu tidak betul,! Cia Sun
memotong, ˜Aku mendengar bahwa Song siocia belum bertunangan.!
˜Hemm, begitukah?! Kakek Song
tersenyum, hatinya mendongkol sekali. ˜Itu hanya dugaanmu belaka. Dia sudah
tunangan dengan seorang she Kian di kota Sian-koan dan dalam beberapa pekan ini
pun akan dilangsungkan pernikahannya. Oleh karena itu, sekali lagi
kuperingatkan bahwa apabila kau mencoba untuk berlaku tidak patut dan mendekati
rumah kami, aku akan turun tangan dengan jalan kekerasan atau akan menyuruh
yang berwajib menangkap dan menahanmu. Sebaliknya, kalau kau berjanji tak
mengganggu dan mendekatinya lagi, orang she Song akan berterima kasih sekali
dan takkan melupakan kebaikan ini. Nah, biarlah sedikit bekal ini untuk
keperluan kalian sehingga tak perlu keluar rumah.! Kakek Song meninggalkan
sekantong uang perak dan meletakkan itu di atas meja yang reot di depan Nyon
Cia.
Nyonya janda Cia terkejut dan
juga girang. Ia buru-buru berlutut menghaturkan terima kasih dan berkata kepada
Kakek Song,
˜Song-loya, harap suka
mengampunkan puteraku yang masih belum tahu aturan. Percayalah, aku yang akan
melarangnya pergi ke sana. Terima kasih banyak atas hati Song-loya. Sun-ji
(Anak Sun), hayo lekas ucapkan terima kasih kepada Song-loya.!
Cia Sun menjadi pucat dan
hanya karena takut kepada ibunya maka ia terpaksa menjura dan mengucapkan
terima kasih dengan suara perlahan. Kakek Song menjadi puas dan segera pergi
dari situ, pulang ke gedungnya. Cia Sun menjatuhkan diri di atas kursi, dua
titik air mata turun membasahi pipinya. Hancurlah cita-citanya untuk menjadi
suami Bi Li, untuk mewarisi seluruh harta benda itu!
˜Anakku, bagaimana sih kau
ini? Song-siocia tentu saja bukan jodohmu, bagaimana pungguk bisa mencapai
bulan? Kau benar-benar lancang dan sembrono sekali berani mengganggu gadis dari
keluarga demikian hartawan. Masih untung bagi kita bahwa Song-loya berhati
pemurah dan sabar sehingga sebaliknya daripada marah kepada kita, ia memberi
peringatan dengan halus dan malah memberi uang begini banyak.!
Namun Cia Sun masih terbenam
dalam lamunannya yang sedih. Apakah artinya uang sekantung ini dibandingkan
dengan diri Bi Li berikut harta benda dan rumah gedung ditambah sawah ladang
yang demikian banyaknya? Ia memutar-mutar otak mencari jalan yang baik,
akhirnya ia berkata seorang diri,
˜Hanya Ceng Si yang akan dapat
memecahkan hal ini! Ceng Si manisku... kekasihku... sebenarnya kaulah yang
patut menjadi isteriku. Tanpa kau yang cerdik aku merasa tak berdaya...!
Adapun Kakek Song yang pulang
ke rumah gedungnya, diam-diam menyuruh beberapa orang pelayan untuk
mengamat-amati dan menjaga agar jangan sampai ada orang luar bisa masuk ke
dalam taman dan agar supaya mengusir setiap orang muda yang mendekati tembok sekitar
gedung dan pekarangannya. Dengan penjagaan ini, maka baik Cia Sun maupun Ceng
Si sama sekali tidak mempunyai kesempatan untuk saling bertemu atau
menyampaikan berita.
Sementara itu, sepekan
kemudian, datanglah utusan dari Sian-koan, dan Kakek Song terkejut bercampur
girang bukan main, juga ia merasa heran sekali. Utusan yang datang itu adalah
seorang setengah tua yang berpakaian mewah, datangnya membawa sebuah kereta
penuh dengan barang-barang berharga. Tadinya Kakek Song mengira bahwa yang
datang ini tentulah seorang saudagar kaya, akan tetapi ia menjadi mlelongo
ketika tamu ini memperkenalkan diri sebagai utusan dari keluarga Kiang di
Sian-koan!
˜Saya datang atas perintah
dari Kiang-kongcu untuk membawa sekedar hadiah bagi Song-siocia, dan juga untuk
membicarakan tentang hari pernikahan,! kata utusan itu.
Ketika barang-barang hadiah
itu dibongkar, semua orang terheran-heran dan kagum bukan main. Lima belas kayu
kain sutera yang paling halus dan mahal dan yang jarang sekali dilihat oleh
orang-orang seisi rumah, lima buah barang ukiran dari perak yang amat indahnya,
untuk hiasan dinding kamar, empat peti besar terisi kain-kain untuk muili,
kelambu, dan lain-lain keperluan rumah tangga, sekantung uang emas dan
sekantung pula uang perak, kemudian yang terakhir, sebuah hiasan rambut terbuat
dari emas dan dihiasi batu kemala yang amat indahnya, berbentuk seekor
kupu-kupu yang hinggap di atas setangkai bunga Cilan.
Jangankan para pelayan yang
memandang semua itu dengan mata terbelalak dan menahan napas, bahkan Kakek Song
sendiri sampai melongo. Hanya orang yang kaya-raya, yang jauh lebih kaya
daripada dirinya sendiri, yang akan dapat mengirimkan hadiah kepada calon
pengantin seroyal ini.
Ia segera menjamu tamu itu dan
dari tamu ini ia mendapat keterangan bahwa Kiang-kongcu adalah ahli waris
satu-satunya dari keluarga Kiang yang amat terkenal kekayaannya. Juga ia
mendengar bahwa nenek moyang Kiang Liat adalah orang-orang ternama belaka,
bangsawan-bangsawan tinggi yang bernama besar. Maka bukan main girangnya hati
Kakek Song mendengar ini. Mereka mengobrol sambil minum arak dan makan hidangan
yang mahal, kemudian utusan itu menyampaikan pesan dari Kiang-kongcu tentang
hari pernikahan yang akan dilangsungkan dalam bulan itu juga.
Sementara itu, Ceng Si yang
cerdik segera mendengar bahwa pemuda she Kiang yang dahulu berpakaian sebagai
orang pengemis itu, ternyata seorang pemuda yang kaya-raya, lebih kaya dari
pada keluarga Song sendiri! Apalagi setelah ia melihat barang-barang hadiah
yang dibawa oleh utusan keluarga Kiang, hatinya berdebar dan matanya yang indah
itu berseri-seri. Diam-diam ia meremas-remas tangan sendiri dan mengatur
siasat. Kemudian ia berlari menuju ke kamar Bi Li, diikuti oleh para pelayan
yang memanggul barang-barang hadiah itu, karena Kakek Song memberi perintah
agar supaya barang-barang itu langsung dibawa ke kamar Bi Li.
˜Siocia, kionghi!! Ceng Si
berseru sambil memeluk nona majikannya.
˜Ceng Si, apakah kau gila? Aku
lagi berduka, kau datang-datang memberi selamat.!
˜Kionghi, Siocia! Tidak
tahunya, pemuda she Kiang yang kelihatan seperti pengemis itu, ternyata adalah
seorang pangeran!!
˜Apa katamu? Seorang
pangeran?! Bu Li menggerakkan alis karena terheran-heran.
˜Lihat saja, lihat saja
barang-barang hadiahnya!! Pintu terbuka dan mengalirlah barang-barang itu
memasuki kamar.
Bi Li juga kagum sekali
melihat benda-benda mahal itu, apalagi melihat hiasan rambut yang indah sekali
itu, ia benar-benar amat suka, hanya merasa malu untuk menjamahnya. Ia hanya
duduk dan melihat satu demi satu semua benda itu yang diambil dari tempatnya
oleh Ceng Si. Gadis pelayan ini sambil memamerkan benda-benda itu, tiada
hentinya bercakap-cakap.
˜Siocia, kau benar-benar
berbahagia sekali. Memang orang baik selalu mendapat perlindungan dengan Thian.
Siapa kira pemuda berpakaian tambalan itu ternyata adalah seorang yang
kaya-raya, yang jauh lebih kaya daripada Song-loya sendiri? Lihatlah, begini
indah dan mahalnya barang-barang ini.!
˜Ceng Si, aku bukan seorang
yang haus akan benda-benda indah dan mahal.!
˜Akan tetapi orangnya pun amat
gagah dan tampan! Siocia, terus terang saja, kalau diingat-ingat, Kiang-kongcu
itu malah lebih tampan daripada... pemuda she Cia itu. Dan tentu saja jauh
lebih gagah, ingat saja, ia pernah menolong nyawa Song-loya!!
˜Ceng Si!! Bi Li membentak dan
mukanya menjadi pucat. ˜Aku bukan seorang yang begitu mudah lupa akan sumpah
sendiri!!
˜Siocia, dalam hal ini kita
harus jangan menurutkan perasaan dan nafsu sendiri. Ingatlah dan pertimbangkan
masak-masak. Memang betul Siocia sudah bersumpah, namun semua itu dilakukan
dalam keadaan melamun dan tidak sadar. Siocia bersumpah tidak di depan
Cia-kongcu dan hubungan kalian juga hanya dengan surat-surat sajak belaka.
Sebaliknya, cobalah pikir baik-baik. Pemuda hartawan dan gagah perkasa she Kian
itu, pertama-tama dia sudah menolong nyawa kong-kongmu, kedua kalinya dia
memang patut menjadi suami Siocia karena ia memang tampan dan gagah sekali,
ketiga kalinya, ia seorang hartawan besar, jadi seribu kali lebih cocok dari
pada Cia-siucai yang miskin itu.!
˜Ceng Si...! Aku... aku
kasihan kepadanya, juga karena ia tidak berdaya dan miskin.!
Berseri wajah Ceng Si, memang
inilah yang dinanti-nanti. ˜Kalau begitu, Siocia, mudah saja untuk menolongnya!
Dia miskin, membutuhkan uang. Kalau Siocia selalu memberi sesuatu yang berharga
kepadanya, bukankah itu berarti sudah menolongnya?!
˜Ceng Si, bagaimana kau bisa
bilang begitu? Kalau aku sudah menjadi isteri orang lain, bagaimana aku sudi
dan berani mengadakan hubungan dengan laki-laki lain?!
˜Mudah saja Siocia. Kalau aku
Ceng Si yang bodoh selalu menjadi pelayan pribadi Siocia, selalu berada di
samping Siocia, apa sih sukarnya? Kalau Siocia masih selalu menolong pemuda she
Cia itu, pendeknya mencukupi kebutuhan hidupnya, bahkan kalau perlu membiayai
dia melanjutkan pelajarannya, di kota raja, bukankah itu berarti bahwa Siocia
mempunyai pribudi yang tinggi?!
Bi Li berpikir dan ia
berkali-kali menarik napas panjang. ˜Akan tetapi aku khawatir sekali, Ceng Si.
Surat-suratku banyak yang berada di tangannya! Kalau kelak... orang yang
menjadi suamiku mengetahui akan hal ini, bukankah ini akan mendatangkan
malapetaka hebat!!
Di dalam hatinya, Ceng Si
tersenyum seperti iblis. Akan tetapi pada wajahnya yang manis itu, tersungging
senyum manis yang penuh hiburan. ˜Jangan khawatir, Siocia. Akulah yang akan
minta kembali semua tulisan-tulisan itu.!
Akhirnya Bi Li dapat dibujuk
dan dihibur. Gadis ini mengeluarkan surat-surat dari Cia Sun yang tadinya
disimpannya, menyerahkan semua surat itu kepada Ceng Si dengan perintah agar
semua surat ini dibakar. Ceng Si memang melakukan perintah ini, akan tetapi
tidak semua surat dibakarnya, ada beberapa helai yang diam-diam ia sembunyikan
dan simpan. Dua helai surat dari Cia Sun ini merupakan senjataku yang paling
ampuh terhadap Song-siocia, pikirnya.
Kita tunda dulu dan membiarkan
nona Song Bi Li melamun tentang pernikahannya yang dihadapi, dan mari kita
mengikuti peristiwa lain yang amat hebat.
***
Di lembah Sungai Huang-ho,
nampak dua orang setengah tua berjalan perlahan. Mereka ini adalah Bu Pun Su
dan Han Le, dua kakak beradik seperguruan yang berilmu tinggi. Sebagaimana
telah dituturkan di bagian depan, mereka berdua baru saja meninggalkan Kiang
Liat dan kini mereka jalan bersama-sama sambil bercakap-cakap,
˜Lu-suheng, mengapa kau
sekarang banyak berubah? Kau kelihatan seperti orang yang menderita kesedihan
besar,! pertama-tama Han Le menegur suhengnya.
˜Sute, sebelum kita bicarakan
lebih lanjut, kuperingatkan kepadamu, jangan sekali-kali lagi kau menyebut
Lu-suheng kepadaku. Jangan sekali-kali nama Lu Kwan Cu disebut lagi. Nama itu
sudah mampus dan sekarang aku adalah Bu Pun Su, tidak ada sambungannya lagi,
mengerti?! Suaranya terdengar keras dan kaku, tanda bahwa ia tidak suka
mendengar nama kecilnya disebut-sebut.
Han Le beberapa kali memandang
kepada wajah Bu Pun Su penuh perhatian. Biasanya, pandangan mata Han Le tajam
sekali dan dengan melihat wajah orang, ia akan dapat membaca isi hatinya. Akan
tetapi tarikan wajah Bu Pun Su demikian sukar dimengerti, seakan-akan kulit
muka orang sakti itu memakai kedok. Hanya garis-garis yang memenuhi muka dan
rambut serta alis yang sudah tidak begitu hitam lagi saja yang bercerita bahwa
selama ini, Bu Pun Su mengalami tekanan dan penderitaan batin yang hebat.
˜Suheng, kau telah banyak
mengalami penderitaan. Maafkan Sute, biarpun Sute seorang yang bodoh dan lemah,
namun Sute menyediakan raga dan nyawa untuk membantu Suheng memecahkan semua
kesulitan itu.!
Bu Pun Su menoleh kepada adik
seperguruan ini, untuk beberapa detik sepasang matanya hanya memandang,
seakan-akan hendak mengalirkan air mata. Akan tetapi tiba-tiba sepasang mata
itu berseri-seri dan meledaklah suara ketawa Bu Pun Su. Suara ketawanya
demikian nyaring dan keras sehingga kalau di situ terdapat orang lain yang
tidak berilmu tinggi, pasti orang ini akan lumpuh terkena daya tenaga
lwee-kangnya yang disalurkan dalam suara ketawa ini! Baiknya Han Le sendiri
telah memiliki tenaga lwee-kang yang tinggi, namun tetap saja ia merasa
jantungnya memukul keras dan terpaksa ia menahan napasnya agar jangan terkena
getaran hebat dan melukai jantungnya.
˜Ha, ha, ha, kau masih tidak
berubah, Sute! Kau masih dikuasai oleh perasaanmu, kau lemah dan baik hati.
Tidak, Sute. Aku tidak menderita sesuatu. Bagaimana Bu Pun Su bisa menderita?
Kalau si lemah Lu Kwan Cu yang sudah mampus memang dia itu lemah hati, mudah
dikuasai oleh nafsu, dia buta dan tuli, terlalu mengandalkan kepandaiannya yang
tidak berarti, terlalu membanggakan tenaganya yang sebetulnya lemah. Ha, ha, Lu
Kwan Cu sudah mampus demikian pula orang-orang yang seperti dia. Akan selalu
mengalami suka duka dan hidup bagaikan benda mati yang dipermainkan oleh alam.
Akan tetapi aku sekarang bukan seperti dia, aku sudah menguburkan Lu Kwan Cu.
Aku Bu Pun Su hidup bukan sebagai bujang perasaan, aku hidup bebas,
mempergunakan akal budi dan pertimbangan, mengeluarkan segala yang pernah
kupelajari untuk membantu pekerjaan alam!!
Han Le dapat mengerti akan
kata-kata yang kedengarannya tidak karuan ini. Dia sendiri sudah banyak
mengalami kepahitan hidup, sudah banyak menderita dan kecewa. Maka ia dapat
menduga bahwa suhengnya ini tentu telah mengalami hal-hal yang hebat sekali,
hal-hal yang menghancurkan hatinya, mungkin sekali telah melakukan dosa yang
dianggapnya amat berat dan besar sehingga suhengnya ini mematikan diri sendiri,
mematikan dan menghilangkan semua ingatan tentang diri Lu Kwan Cu, dan
seakan-akan hidup baru merupakan seorang bernama Bu Pun Su atau Si Tiada
Kepandaian, manusia aneh yang hidupnya hanya untuk membantu pekerjaan alam,
yakni tegasnya membantu manusia lain.