-------------------------------
----------------------------
005 Neraka Lembah Tengkorak
1
Hujan lebat dan kabut tebal
menutupi keseluruhan Gunung Merapi mulai dari puncak hingga ke kaki. Dinginnya
udara tiada terkirakan. Dari malam tadi hujan mencurah lebat dan sampai
dinihari itu masih juga terus turun. Suaranya menderu menegakkan bulu roma.
Halilintar bergelegaran. Kilat sabung menyabung. Dunia laksana hendak kiamat
layaknya.
Untuk kesekian puluh kalinya
kilat menyambar dan untuk kesekian puluh kalinya pada suasana di kaki sebelah
Timur Gunung Merapi menjadi terang benderang beberapa detik lamanya. Dalam
keterangan yang singkat itu maka kelihatanlah satu pemandangan yang mengerikan
tetapi juga sangat aneh.
Pada sebelah Timur kaki Gunung
Merapi itu terdapat sebuah lembah tak bertuan yang tak pernah dijejaki kaki
manusia. Tapi disaat hujan deras kabut tebal dan udara dingin luar biasa itu,
di tengah-tengah lembah kelihatanlah empat sosok tubuh manusia! Keempatnya
berdiri dengan tidak bergerak-gerak seakan-akan tiada mau perduli dengan
buruknya cuaca saat itu. Bahkan mungkin juga tidak merasakan sama sekali
suasana disaat itu.
Keempatnya menghadap ke satu
arah yaitu mulut sebuah goa yang terletak sekitar sepuluh tombak di hadapan
mereka. Meski kabut tebal dan hujan lebat, namun mata mereka yang berpemandangan
tajam dapat melihat mulut goa itu dengan jelas.
Keempat manusia ini nyatanya
adalah gadis-gadis berparas jelita rupawan. Yang pertama mengenakan pakaian
ringkas warna merah darah.
Yang kedua biru, yang ketiga
hitam pekat dan yang terakhir berpakaian putih.
Di seluruh permukaan lembah
berhamparan tulang belulang dan tengkorak-tengkorak kepala manusia yang memutih
laksana salju! Keempat gadis-gadis itu sendiri berdiri di atas tumpukan tulang
belulang dan tumpukan tengkorak-tengkorak kepala manusia.
Dan sikap mereka berdiri itu
juga sama sekali tidak acuh dan tak ambil perduli. Sepasang mata mereka
masing-masing terus saja memandangi mulut goa tanpa berkedip!
Tiba-tiba dari mulut goa
selarik sinar hijau menyambar ke arah keempat gadis itu. Kemudian menyusul
puluhan kalajengking hijau beracun dengan japit-japit terbuka menyerang
keempatnya. Satu jengkal lagi binatang-binatang pembawa maut itu mencapai
sasarannya tiba-tiba dengan serentak keempat gadis menghembus ke muka. Puluhan
kalajenking hijau mental dan jatuh bergelepakan di antara tulang belulang serta
tengkorak-tengkorak manusia!
Pada saat sinar hijau dari
mulut goa lenyap maka secepat kilat keempat gadis itu memasang sebuah kedok
tipis ke muka masing-masing! Dan kini berubahlah muka yang cantik rupawan itu
menjadi muka tengkorak yang ngeri menegakkan bulu roma!
Dan dari mulut goa melesatlah
sesosok bayangan hijau! Keempat gadis muka tengkorak serentak menjura dan
serentak pula berseru: "Guru!"
Manusia yang ke luar dari goa
ini nyatanya adalah juga seorang gadis bermuka tengkorak dan berpakaian ringkas
hijau. Dia berdiri di atas setumpuk tulang belulang manusia. Sesudah menyapu
keempat paras dan sosok tubuh di hadapannya maka perempuan berpakaian hijau ini
menengadah ke langit dan tertawa mengekeh panjang sekali!
"Sepuluh tahun mendidik
kalian! Sepuluh tahun memendam cita-cita. Nyatanya kalian tidak
mengecewakan!" Si Muka Tengkorak berpakaian hijau kembali mengekeh
lama-lama. Lalu melanjutkan
"Hari ini adalah
merupakan ambang pintu ke arah mencapai cita-cita bersama! Hari ini kita
berpisah! berpisah untuk kelak membangun cita-cita yaitu cita-cita besar
mendirikan Partai Lembah Tengkorak yang bakal dan musti menguasai dunia
persilatan! Sekarang kalian pergilah! Tapi apa kalian ingat semua pesanku. ..?"
"Tentu guru!" jawab
keempat gadis muka tengkorak berbarengan.
"Bagus! Laksanakan tugas
kalian dengan baik! Nah pergilah … !"
"Guru …" berkata
gadis berpakaian merah.
"Ada sesuatu yang kau
hendak tanyakan Kala Merah?!"
"Murid dan
saudara-saudara seperguruan sebelum pergi menghatur-kan terima kasih kepada
guru yang telah mendidik kami selama sepuluh tahun, Sepuluh tahun bersama guru,
satu kalipun kami belum pernah melihat paras guru! Sudilah, sebelum kami pergi,
guru suka memperlihatkan paras guru yang asli …."
Manusia muka tengkorak
berpakaian hijau tertawa gelak-gelak.
"Belum saatnya, muridku.
Belum saatnya! Kelak di satu ketika kau akan melihatnya juga. Sekarang ayo
pergi, cepat!" Keempat gadis itu menjura hormat. Sekali mereka berkelebat
maka lenyaplah keempatnya dari pemandangan, lenyap dengan diiringi suara
kekehan memanjang dari guru mereka, Dewi Kala Hijau!.
Dua bulan kemudian maka dunia
persilatan dibikin gegerlah oleh munculnya empat dara ganas bermuka tengkorak
yang teramat saki! Dengan hanya bersenjatakan ilmu "Kala Hijau"
keempatnya telah memusnahkan dua partai persilatan yang dianggap kuat dan
membunuh hampir selusin tokoh-
tokoh persilatan dari kalangan
putih! Bahkan tokoh-tokoh silat golongan hitam pun merasa gentar dengan
munculnya empat gadis iblis ini! Selama beberapa bulan sejak munculnya keempat
murid Dewi Kala Hijau itu maka dunia persilatan diselimuti ketegangan.
Jika empat dara ganas itu
sanggup memusnahkan dua partai persilatan kuat dan membunuh selusin tokoh silat
lihay maka sukar dijajaki kehebatan dan sampai dimana ketinggian ilmu keempat
manusia itu!
* * *
Pada suatu hari di tanggal 1
bulan 2 terlihatlah satu pemandangan baru di tepi Telaga Wangi yang terletak di
sebelah Selatan Gunung Ungaran. Di tepi telaga saat itu ada sebuah panggung
besar yang diberi bergaba-gaba aneka wama.
Di depan panggung
berderet-deret puluhan buah kursi yang diduduki oleh tamu-tamu yang kesemuanya
adalah tokoh-tokoh dunia persilatan yang tak dapat disangsikan lagi
kelihayannya.
Hari itu adalah menjadi satu
hari penting dalam catatan lembaran dunia persilatan karena saat dan di tempat
itulah akan diresmikan berdirinya satu partai baru di dunia persilatan yang
telah mengambil nama Partai Telaga Wangi.
Partai yang baru muncul ini
banyak mendapat perhatian dan sorotan partai-partai serta tokoh-tokoh
persilatan lainnya karena Ketua Partai Telaga Wangi ini adalah seorang tokoh
silat termashur di Jawa Tengah yang memegang gelar sebagai Dewa Pedang. Dewa
Pedang atau yang nama aslinya Brajaguna adalah tokoh silat aliran putih dan
mempunyai kelihayan
mengagumkan dalam permainan
pedang sehingga tak percuma dunia persilatan meletakkan gelar "Dewa
Pedang" kepadanya!
Beberapa saat kemudian
terdengarlah suara tiupan terompet. Puluhan pasang mata dari para tamu yang
hadir dilayangkan ke atas panggung. Ketua Partai Telaga Wangi memunculkan diri
diiringi oleh isteri, tiga orang anak laki-lakinya dan keseluruhan anak-anak
murid Partai yang membawa panji-panji serta lambang partai yaitu sebuah bendera
yang disulam dengan gambar sebuah pedang serta bunga mawar putih.
Dewa Pedang seorang Iaki-laki
separuh baya bertampang gagah. Sikapnya tenang, langkahnya enteng sedang
pedangnya tergantung di pinggang kiri. Keseluruhan sikap dan gerak geriknya
membayangkan wibawa yang besar.
Isteri Dewa Pedang yang
berpakaian ringkas dan bemama Suwita adalah juga seorang yang berpengetahuan
silat tinggi. Meskipun tidak selihay suaminya tapi dalam ilmu pedang perempuan
ini tidak bisa dianggap remeh. Pada parasnya yang cantik jelita itu kelihatan
bayangan kejantanan, keras hati dan berani.
Di belakang menyusul tiga
pemuda berparas keren. Ketiganya adalah anak-anak Dewa Pedang yang dengan
sendirinya tentu pula memiliki kepandaian silat yang tinggi. Anak yang tertua
bemama Indrajaya, yang tengah Jayengrana dan yang bungsu yang menjadi
kesayangan Dewa Pedang dan isteri ialah Brajasastra.
Dewa Pedang dan isteri serta
ketiga putera mereka duduk di belakang panggung di kursi yang sudah disediakan.
Sedangkan anggota Partai berdiri berderet di belakang mereka. Sementara suara
terompet masih terus menggema maka sepasang mata Ketua Partai Telaga Wangi
menyapu ke arah puluhan tamu.
Brajaguna seorang yang
berpemandangan tajam. Sekali saja matanya menyapu ke arah para hadirin maka
segeralah dia dapat menyimpulkan bahwa para tamunya itu terbagi dalam tiga
golongan.
Pertama ialah golongan atau
aliran putih yang berhati polos dan menjadi sahabat-sahabat terbaik dari Partai
yang hendak didirikannya.
Golongan kedua yakni
tokoh-tokoh silat yang dulunya pernah menjadi musuhnya dan tentu saja kehadiran
mereka dalam peresmian berdirinya Partai Telaga Wangi saat itu diragukan itikat
baiknya.
Golongan yang ketiga ialah
tokoh-tokoh silat baru tapi yang sudah agak dapat nama dalam kalangan
persilatan namun tak dapat dipastikan digolongan mana mereka berdiri sebenamya.
Suara terompet berhenti.
Begitu suara tiupan terompet
berhenti maka Ketua Partai baru diikuti oleh keseluruhan anggota partai yang
ada di atas panggung mendongak ke atas. Tangan kiri lurus-lurus ke bawah sedang
tangan kanan dimelintangkan di dada. Maka serentak dengan itu mereka pun
berseru dengan suara gegap gempita.
Hari satu bulan doa
Peristiwa besar dan penting di
tepi telaga
Partai baru membuka lembaran
sejarah
Partai Telaga Wangi ialah
namanya!
Keempat baris kalimat itu
diserukan sampai tiga kali berturut-turut. Sesudah itu maka bangkitlah Ketua
Partai dari kursinya dan melangkah ke muka panggung. Dengan muka berseri-seri
Dewa Pedang memandang pada para hadirin lalu menjura memberi hormat.
"Saudara-saudara sekalian
yang kami muliakan. Pertama sekali saya selaku Ketua dari Partai yang baru
muncul ini, atas nama keseluruhan anggota Partai mengucapkan banyak terima
kasih dan rasa hormat yang setinggi-tingginya karena saudara-saudara sekalian
telah sudi meringankan langkah untuk datang ke mari."
Suara Ketua Partai Telaga
Wangi ini keras dan lantang penuh wibawa dan nadanya teratur demikian rupa enak
didengar sehingga seluruh mata yang hadir ditujukan kepadanya. Setelah menyapu
sekilas paras tamunya dengan sepasang matanya yang tajam maka Dewa Pedang pun
meneruskan bicaranya.
"Dalam pasang surutnya
dunia persilatan dewasa ini, kami bersama telah memberanikan diri untuk
mendirikan sebuah partai baru yang kami namakan Partai Telaga Wangi. Sesuai
dengan namanya maka kami benar-benar berusaha dan menginginkan agar kelak
Partai kami ini menjadi harum dalam merintis segala sesuatu yang baik di dunia
persilatan. Kami percaya bahwa hanya dengan usaha yang betul-betul, dengan
segala kesungguhan hati dan ditambah pula dengan bantuan saudara-saudara
sekalian disini terutama dari saudara-saudara golongan putih, maka pastilah
dunia persilatan akan diliputi ketentraman dan perdamaian abadi …."
Sesudah mengakhiri pidatonya
itu maka Ketua Partai Telaga Wangi memperkenalkan istri dan ketiga puteranya
pada para hadirin. Empat anggota partai yang menduduki jabatan penting juga
diperkenalkan. Keempatnya ialah Jambakrogo, Pengurus Partai untuk daerah Utara,
Klabangsongo, Pengurus Partai daerah Selatan lalu Rah Gundala Pengurus Partai
daerah Barat dan yang keempat Suralangi, Pengurus Partai Daerah Timur.
Dewa Pedang mengakhiri
perkenalan tokoh-tokoh Partai Talaga Wangi itu dengan kata-kata penutup
"Akhirul kalam, sekedar
untuk pelepas dahaga dan penangsal perut saudara-saudara sekalian, maka kami
persilahkan saudara-saudara untuk menikmati minuman serta hidangan selayaknya.
Disamping itu jika ada kekurangan atau kekhilafan dalam bentuk apapun sudi
kiranya saudara-saudara memberi maaf."
Dewa Pedang menjura lalu
memutar tubuh Namun sudut matanya menangkap acungan tangan seorang tamu yang
duduk di sebelah Timur panggung
"Ketua Partai Telaga
Wangi! Sebagai Partai baru aku Si Bayangan Setan ingin menjajaki sampai dimana
kehebatan kalian! Jangan-jangan Partaimu ini hanya bagus nama saja tapi tak ada
isi! Jangan-jangan Partaimu yang memakai nama Telaga Wangi hanya merupakan
Telaga Busuk yang tak mampu menghadapi pasang surut dunia persilatan! Sebagai
Ketua Partai apakah kau bisa sedikit memberikan bukti di hadapan para hadirin
bahwa Partaimu adalah satu Partai yang memang patut diberojotkan … ?!"
Semua kepala para hadirin yang
ada segera dipalingkan ke arah Timur. Dewa Pedang sendiri juga memandang ke
jurusan itu. Yang telah buka suara tadi ternyata adalah seorang tokoh silat
berjubah hitam berbadan tinggi langsing, berkepala lonjong dan kedua pipinya
sangat cekung. Dialah tokoh yang digelari Si Bayangan Setan. Dan dari gelamya
ini saja sudah dapat diketahui bahwa dia adalah tokoh dari kalangan hitam.
Dewa Pedang yang tajam
pemandangan diam-diam sudah maklum bahwa maksud kedatangan serta ucapan Si
Bayangan Setan tadi adalah satu tantangan atau penghinaan atau
sekurang-kurangnya menganggap remeh Partainya dan dirinya selaku Ketua!
Namun dengan tenang dan bijaksana
Dewa Pedang buka mulut hendak menjawab. Tapi dari panggung sebelah Barat
tiba-tiba terdengar seseorang berseru. Suaranya keras menggeledek!
“Bayangan Setan! Apakah kau
buta atau masih belum membuka mata lebih lebar sehingga kau berbicara begitu
terhadap Partai Telaga Wangi? Jika kau kenal julukan Ketuanya tak bakal kau
anggap remeh!"
Kini semua kepala serentak
diputar ke panggung sebelah Barat. Namun tak seorangpun, termasuk Dewa Pedang
yang mengetahui siapa adanya manusia yang telah bicara tadi. Ini memberi
kenyataan bahwa siapa pun adanya orang itu maka dia pastilah memiliki tenaga
dalam yang tinggi dan ilmu memindahkan suara yang lihai.
Meskipun orang itu berada di
sebelah Selatan atau Utara namun suaranya bisa dipindahkan sehingga
kedengarannya dari arah Barat atau Timur!. Karena tak mengetahui siapa yang
bicara maka Si Bayangan Setan dengan penasaran berseru.
"Nama Dewa Pedang memang
cukup dikenal karena permainan pedangnya yang yah boleh juga! Tapi aku bertanya
dan bicara tadi bukan ditujukan untuk dirinya sendiri melainkan untuk
keseluruhan Partai Telaga Wangi! Atau mungkin semua anggota Partai baru ini
sekaligus memiliki gelar sebagai Dewa Pedang;:.?!"
Terdengar suara mengekeh yang
mengandung ejekan. Lagi-lagi suara ini datangnya dari jurusan Baraf dan
lagi-lagi tak satu orang pun yang tahu siapa yang mengeluarkan suara tertawa
itu.
"Kau terlalu sembrono
dalam bicara Bayangan Setan. Apa kau tak tahu bahwa ucapanmu itu menghina
langsung nama Ketua serta seluruh anggota Partai Telaga Wangi? Tak satu tokoh
silat dan Partai persilatan pun
yang bisa menelan kata-katamu
itu! Entah Dewa Pedang dan Partai barunya!"
Diam-diam Ketua Paitai Telaga
Wangi segera maklum bahwa di antara para hadirin ada yang mulai memasukkan
jarum-jarum perangsang untuk menghangat dan mengacaukan suasana.
Dengan sikap tenang dan
bijaksana dia menjawab. Waktu bicara ini dia sama sekali tidak menghadap kepada
Si Bayangan Setan secara langsung namun memandang ke tengah-tengah hadirin.
Sekaligus ini merupakan satu balasan yang cukup menyakiti Si Bayangan Setan
meskipun datangnya secara halus.
“Saudara-saudara sekalian!
Tadi kami sudah menyatakan bahwa maksud dari didirikannya Partai Telaga Wangi
ini ialah untuk berusaha menenterakan dan mendamaikan dunia persilatan. Sebagai
Partai baru kami memang belum punya nama. Tetapi justru bukan namalah yang
ingin.dikejar oleh Partai kami. Apa perlu nama hebat kalau kehebatan itu
artinya hanya untuk merusak belaka … ?!"
Untuk kedua kalinya maka Si
Bayangan Setan merasa disakitkan hatinya oleh kata-kata Dewa Pedang itu. Dia
berprasangka bahwa gelarnyalah (Si Bayangan Setan) yang dimaksudkan oleh Ketua
Partai Telaga Wangi sebagai sesuatu nama yang hanya untuk merusak! Mulut Si
Bayangan Setan komat kamit. Dan dia angkat bicara kembali.
"Dunia sejuta arah,
ucapan seribu kalimat lidah bersilat kata namun dunia persilatan tetap dunia
persilatan yang tiada mengenal adanya Satu Partai baru tanpa diketahui partai
yang macam mana kelasnya! Apakah kelas keroco saja, atau bunglon, atau kadal,
atau kunyuk? Setiap Partai baru wajib menghadapi batu ujian!"
"Betul … betul …
betul!" menyambung suara yang dari panggung sebelah Barat.
"Partai baru musti diuji.
Tapi apakah kau sanggup melakukan ujian itu, Bayangan Setan? Jangan kau hanya
bicara besar saja tak tahu isinya cuma gemblong!" Marahlah Si Bayangan
Setan mendengar kata-kata itu.
"Siapa takut melakukan
ujian?!" katanya membentak, sekali tubuhnya berkelebat maka melesatlah ia
ke atas panggung! Sedikit pun gerakannya ini tiada menimbulkan suara! Salah
seorang tokoh silat dari aliran putih yang ada di antara para tamu berbisik
pada seorang kawan di sebelahnya.
"Bayangan Setan memang
dikenal kehebatannya. Tapi kalau untuk menghadapi Dewa Pedang dia akan sia-sia
saja. .. !" kawan yang diajak bicara mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Mari kita saksikan
saja," katanya sambil memandang kembali ke atas panggung Sementara itu
dalam suasana yang hangat itu. mulai terdengar suitan-suitan dan sorak sorai
sebagian Yang hadir untuk memberi semangat pada Si Bayangan Setan. Dan Si
Bayangan Setan menjadi pongah. Sambil memandang kepada para tamu dia. berkata:
"Kalian semua silahkan
buka mata lebar-lebar. Hari ini aku Si Bayangan Setan akan menguji satu Partai
baru!”
Tiga Putera Ketua Partai
Telaga Wangi menggertakkan geraham dan mengepalkan tinju. Bahkan putera tertua
yaitu Indrajaya segera berdiri dari kursinya!.
* * *
2 Melihat bangkit berdirinya
putera Ketua Partai Telaga Wangi ini maka sorak dari suara-suara membakar
semangat berbagai rupa semakin santar kedengaran di kalangan para hadirin, Dewa
Pedang menyipitkan mata kepada lndrajaya putera tertua yang melihat isyarat ini
segera hentikan gerakannya. Kemudian dengan segala kegeraman yang ada terpaksa
duduk ke kursinya kembali.
"Ha ha ha!"
terdengar suara tertawa bergelak Si Bayangan Setan.
"Apakah aku datang ke
panggung ini hanya untuk dianggurkan saja?" ujarnya mengejek. Dengan
tenang Ketua Partai Telaga Wangi memutar kepalanya ke ujung paling kanan di
mana berdiri seorang pemuda berpakaian ringkas berbadan tegap dan berkumis
kecil. Dia adalah Candra Masa seorang murid atau anggota Partai tingkat muda
yang paling pandai.
Tahu bahwa Si Bayangan Setan
adalah seorang tokoh yang lihai dan banyak pengalaman maka Dewa Pedang sengaja
anggukkan kepala memberi isyarat pada Candra Masa. Melihat anggukan ini, Candra
Masa segera melangkah ke muka. Dia menjura terlebih dahulu di hadapan Dewa
Pedang lalu memutar tubuh menghadapi Si Bayangan Setan.
”Bayangan Setan, atas izin
Ketua kami, kuharap kau yang tua sudi memberi sedikit pelajaran pada yang lebih
muda…."
Si Bayangan Setan memandang
dengan kerenyit kulit kening pada Candra Masa lalu tertawa gelak-gelak sampai
ke luar air mata.
"Ketua Partai Telaga
Wangi" katanya pada Dewa Pedang sambil mengucak-ucak matanya.
"Kau ini mau main
badut-badutan atau apa sampai menyuruh bocah yang masih bau air tetek ini
menghadapi aku?!" Semua pihak Partai Telaga Wangi gusar sekali menerima
penghinaan dan perendahan begini rupa, terlebih-lebih Candra Masa. Kedua
rahangnya kelihatan bertonjolan. Sebaliknya sang Ketua sendiri dengan tenang
dan suara sabar menjawab;
"Bayangan Setan justru.
Karena dia bau air teteklah maka kusuruh menghadapi kau! Bukankah maksudmu
hendak menguji Partai kami? Dan bukankah yang lebih pandai itu biasanya menguji
yang lebih bodoh? Nah silahkan dimulai ”
Ucapan yang sabar serta tenang
tapi berwibawa itu sekaligus merupakan satu tempelak bagi Si Bayangan Setan.
Mukanya merah sedang para hadirin kedengaran lagi bersorak-sorak membakar
semangat!
"Kalau memang tak ada
muridmu yang lebih pandai dari yang satu ini tak apalah … !" kata Si
Bayangan Setan pula. Kemudian dengan congkaknya dia menambahkan.
"Untuknya kuberi
kesempatan bertahan sampai tiga jurus! Kalau dalam tiga jurus tubuhnya tidak
terpelanting ke luar panggung jangan panggil aku Si Bayangan Setan dan aku akan
mengaku kalah padanya!" Si Bayangan Setan tepukkan kedua telapak
tangannya.
"Ayo, mulailah!"
katanya.
"Ah, aku yang muda mana
berani mulai lebih dahulu. Menurut aturan yang lebih tua dan yang mengujilah
yang musti maju lebih dahulu …." jawab Candra masa. Si Bayangan Setan
menyeringai buruk.
"Baik, bila kau punya
senjata keluarkanlah!" Candra Masa tersenyum.
"Selama lawan bertangan
kosong, aku murid Partai Telaga Wangi tetap akan menghadapinya juga dengan
tangan kosong!"
"Kalau begitu terimalah
jurus pertama ini?" kata Si Bayangan Setan gusar. Sekali tubuhnya
berkelebat maka diapun lenyap dan kini yang kelihatan hanyalah sesosok bayangan
hitam menyambar laksana kilat ke arah Candra Masa sedang angin bersiuran turut
menyerangnya dengan pesat!
Dengan maksud hendak
memamerkan kehebatannya dan hasrah hendak merubuhkan lawan dalam satu jurus
saja, maka dijurus pertama itu Si Bayangan Setan sudah mengeluarkan ilmu
silatnya yang hebat yaitu ciptaannya sendiri yang bemama: "Bayangan Hitam
Menjulang Langit"!
Candra Masa terkejut melihat
lenyapnya tubuh lawan dan kini hanya bayangan hitam serta angin pesat menyambar
ke arahnya!
Namun dalam terkejutnya murid
yang sudah terdidik ini tetap berlaku tenang dan tidak kehilangan akal. Dengan
cepat dijatuhkannya dirinya ke lantai. Begitu tubuh lawan dilihatnya lewat di
atasnya, pemuda ini segera lancarkan pukulan tangan kosong!
Tapi pada detik itu pula Si
Bayangan Setan bergerak memutar dan laksana badai kaki kanannya menyambar
kearah tangan yang memukul.!
Walau bagaimanapun
kehebatannya tangan tak akan menang melawan kaki! Sambil tarik pulang tangannya
Candra Masa bergulingan di lantai. Tendangan lawan menghantam angin kosong!
Jurus pertama yang cukup mendebarkan berlalu sudah!
Dan dari panggung arah sebelah
Barat terdengar suara tertawa manusia yang tadi:
"Ah …. Bayangan Setan..
nyatanya namamu kosong belaka! Bocah yang katamu masih bau air tetek itu tak
sanggup kau hadapi!” Hati Si Bayangan Setan laksana dibakar
“Pemuda . . .! " Suaranya
bergetar tanda amarah.
“Giliran kau sekarang untuk
memulai … !" Candra Masa tersenyum jumawa.
"Terima kasih katanya.
Tangan kanannya diacungkan ke muka seperti sikap seseorang yang tengah memegang
pedang.
”Lihat perut!" teriak
Candra Masa tiba-tiba dan pada kejapan itu pula tubuhnya melesat ke muka.
Tangan menyambar ke perut Si Bayangan Setan.
Tanpa banyak cerita si
Bayangan Setansegera menyongsong serangan lawan ini dengan pukulan tangan kanan
karena dia tahu bahwa tenaga dalamnya jauh lebih tinggi dari si pemuda! .. . .
Sedetik lagi kedua lengan
meieka akan beradu maka pada saat itu pula terdengar kembali seruan Candra
Masa.
"Lihat dada!" Dan
laksana pedang lengan kanan anak murid Partai Telaga Wangi itu menusuk ke arah dada
Si Bayangan Setan!
Geram serta penasaran sekali
maka Bayangan Setan menggerakkan kedua tangannya sekaligus dalam ilmu pukulan
yang disebut "Menabas Gunung Mengepit Sungai".
Dengan ilmu silat ini Si
Bayangan Setan bermaksud menjapit lengan kanan lawan kemudian mematahkannya!
Tapi lagi-lagi Si Bayangan
Setan tertipu karena begitu dia merasa ilmu silatnya tadi akan berhasil
mencelakai lawan tiba-tiba Candra Masa berseru keras.
"Awas leher!" Dan
laksana pedang lengan kanannya berkiblat menyaput dan menderu ke batang leher
Si Bayangan Setan.
"Heyyah!" Si
Bayangan Setan membentak nyaring sehingga lantai panggung yang terbuat dari
papan menjadi bergetar sedang tubuhnya sendiri lenyap dari pemandangan. Dengan
ilmu meringankan tubuh. Candra Masa
meskipun kalah pengalaman
masih dapat melayani lawan dalam jurus kedua yang hampir tamat dan mencapai
puncaknya itu.
"Jaga kepala!" seru
murid Partai Telaga Wangi itu. Sewaktu lengan lawan menebas ke arah leher Si
Bayangan Setan berhasil mengelakkan dan kini begitu terdengar seruan lawan maka
tak ayal lagi dia segera merunduk cepat dan laksana kilat menyodokkan ke muka
dua jotosan sekaligus. Satu menyerang dada satu menyerang ulu hati!
Namun cara mengelak dan
menyerang yang dilancarkan oleh Si Bayangan Setan ini terlalu kesusu dan
sembrono sekali. Lengan lawan yang ,memang disangkanya hendak menetak kepalanya
tiba-tiba dengan kecepatan yang luar biasa berputar ke bawah dan naik lagi ke
atas di antara kedua lengannya dan…..
"Buk!"
Tubuh Si Bayangan Setan
terjajar ke belakang. Tangan kanannya mengusap-usap dada yang kena terpukul.
Sorak sorai para hadirin tiada terlukiskan. Banyak di antara mereka yang
benar-benar mengagumi kegesitan dan kecepatan serta kehebatan permainan silat
Candra Masa.
Meski muda belia dan baru
muncul di dunia persilatan namun telah berhasil melayani nama besar Si Bayangan
Setan, bahkan mengalahkannya dalam dua jurus pertandingan!
Candra Masa menjura kepada
para hadirin. Dan karena merasa bahwa pertandingan tersebut sudah selesai
dimana dia berhasil memukul lawan dalam jurus kedua tadi maka Candra Masa
memutar tubuh dan siap-siap untuk menjura ke hadapan guru atau Ketua Partai
Telaga Wangi untuk kemudian kembali ke tempatnya. Namun di saat itu pula
terdengar Sentakan Si Bayangan Setan.
"Orang muda, tunggu dulu!
Aku masih belum kalah!" Pihak Partai Telaga Wangi lebih-lebih Candra masa
sendiri jadi terkejut dan heran. Demikian pula para hadirin.
"Bayangan Setan, apakah
maksudmu. ..? " tanya Candra Masa pula.
"Aku belum kalah! Aku
sama sekali tidak mengaku kalah!" Candra Masa hendak menyahuti namun dari
deretan hadirin sebelah Barat lagi-lagi terdengar suara manusia yang tak
dikenal tadi.
"Bayangan Setan, apakah
kau betul-betul punya hati setan dan bermuka tembok? Sudah kena Digebuk dalam
dua jurus masih mau menantang? Sesuai dengan janjimu mustinya kau sudah minggat
dari atas panggung dan tak perlu memakai gelar Si Bayannan Setan lagi!"
"Keparat bangsat
rendah!" hardik Si Bayangan Setan sambil memutar badannya ke arah Barat.
Pandangan matanya liar dan memancarkan amarah yang meluap.
"Jika punya nyali harap
unjukkan diri dan naik ke atas panggung!" Jawaban dari panggung sebelah
Barat adalah suara tertawa mengekeh yang membuat. Semakin meluapnya amarah Si
Bayangan Setan.
"Pemuda yang katamu masih
bau air tetek itu saja belum sanggup kau hadapi, apalagi mau menantang
aku!" Si Bayangan Setan benar-benar kehilangan muka diejek demikian rupa
di hadapan sekian banyak tokoh-tokoh persilatan.
"Bocah bau air tetek ini
masih mending dari kau yang tak punya nyali untuk naik ke atas panggung!"
Kemudian dengan cepat Si Bayangan Setan memutar tubuh menghadapi Candra Masa
kembali. Tangan kanannya bergerak ke balik jubah dan sesaat kemudian dia sudah
memegang sebuah senjata berbentuk pendayung yang terbuat dari besi hitam legam!
"Orang muda harap
keluarkan kau punya senjata dan mari hadapi lagi aku barang satu dua
jurus!" kata Si Bayangan Setan pula.
Melihat gelagat yang tidak
baik ini sedang dipihak hadirin ada yang terus bersorak membakar semangat Si
Bayangan Setan dan ada pula yang memaki manusia ini maka Ketua Partai Telaga
Wangi segera berkata:
"Saudara Bayangan Setan,
kuharap kau sudah menuruti segala aturan yang kau buat sendiri tadi dan mohon
supaya meninggalkan panggung. Bukankah maksudmu untuk menguji terhadap Partaiku
sudah kesampaian… Dan kami berterima kasih atas kesediaanmu untuk mau melakukan
ujian itu tadi “.
"Jika aku bisa buat
aturan, aku bisa pula melanggamya!" jawab Si Bayangan Setan dengan suara
keras lantang.
"Betul!" ujar Dewa Pedang
dengan suara mengandung kesabaran. Diusahakannya agar dalam suasana panas ini
tidak sampai terjadi kerincuhan dan kekeruhan.
"Tapi karena saat ini kau
berada di tempat kami maka kau juga wajib mengikuti segala aturan kami,
sekurang-kurangnya kau harus menghormat kepada aturan kalangan persilatan
…."
"Aku datang ke sini bukan
untuk mengikuti dan menghormat kepada segala macam aturan apapun! Kalau muridmu
tidak punya nyali, kau sendiri pun maju akan lebih baik Kelamlah paras
keseluruhan anggota Partai Telaga Wangi, lebih-lebih ketiga putera Dewa Pedang
serta Suwita isteri Dewa Pedang mendengar ucapan Si Bayangan Setan yang
mengandung penghinaan itu. Namun Dewa Pedang sendiri anehnya masih tetap bisa
berlaku tenang-tenang duduk di kursinya.
"Ketua!" seru Candra
Masa pula.
"Harap kau memberi izin
padaku untuk menghadapi lagi manusia yang tidak tahu aturan dan tak tahu
peradatan serta tak tahu diri ini!"
"Baik Candra, tapi kali
ini hati-hatilah …." jawab Ketua Partai Telaga Wangi pula.
Mendengar ini maka tak
menunggu lebih lama Candra Masa segera cabut pedangnya yang terbuat dari perak
mumi sehingga sinar matahari membuat senjata itu berkilauan!
* * *
3 Begitu melihat lawan
memegang senjata maka Si Bayangan Setan dengan penuh bemafsu segera melancarkan
serangan ganas diiringi bentakan dahsyat:
"Terima jurus kematianmu
ini orang muda!" Besi hitam yang berbentuk pendayung itu menderu ke arah
Candra Masa dengan dahsyatnya. Si pemuda dengan gesit melompat ke samping dan
dari samping kemudian dengan cepat mengirimkan serangan pedang.
Maka kelihatanlah sinar hitam
dari senjata Si Bayangan Setan saling gulung bergulung dengan sinar putih
pedang Candra Masa!
Hampir berakhir jurus yang
sangat hebat itu tiba-tiba terdengarlah jeritan Candra Masa. Pedangnya mental
tapi lekas disambat kembali dengan tangan kiri. Pemuda ini kemudian melompat
mundur ke belakang. Lengan kanannya kelihatan terkulai dan mengucurkan darah.
Senjata lawan telah mematahkan tulang lengan itu!
"Bayangan Setan!"
seru Dewa Pedang. "Pertandingan ini diadakan bukan untuk saling mencelakai
satu sama lain … tapi hanya untuk menguji tingkat kepandaian dalam ilmu silat
…." Si Bayangan Setan mendengus dan tertawa buruk.
"Kalau pihakmu kalah, kau
banyak bicara. Silahkan suruh maju anggotamu yang lain!" Semantara itu
Candra Masa setelah menjura terlebih dahulu kepada Ketua Partainya segera
kembali ke tempat dan beberapa
anggota Partai turun memberi
bantuan mengobati tangan Candra Masa yang patah.
Dari samping kanan tiba-tiba
melompat sesosok tubuh. Ternyata dia adalah Suralangi, Pengurus Partai Telaga
Wangi daerah Selatan. Sambil menjura di hadapan Dewa Pedang berkatalah
laki-laki berbadan pendek tapi tegap kekar ini:
"Ketua, mohon izinmu
untuk menghadapi manusia ini!" Dewa Pedang menjawabcdengan anggukkan
kepala. Suralangi cabut pedangnya dan melangkah ke hadapan Si Bayangan Setan.
"Harap kau sudi memberi
sedikit pelajaran padaku," kata Pengurus Partai Daerah Selatan ini.
Bayangan Setan menyeringai.
"Silahkan kau memulai
lebih dahulu," katanya. Maka tidak sungkan-sungkan lagi Suralangi segera
kiblatkan pedang peraknya. Dengan mengeluarkan jurus terhebat dari ilmu pedang
ciptaan Dewa Pedang yang dinamai "Seribu Pedang Mengamuk" maka
Suralangi dalam sekejapan mata sudah mengurung lawan dengan sambaran-sambaran
pedang yang dahsyat!
Jubah hitam Si Bayangan Setan
sampai berkibar-kibar oleh siuran angin pedang Diam-diam Si Bayangan Setan
terkejut juga melihat permainan pedang lawan. Segera diputamya senjatanya
dengan sebat. Beberapa kali senjata kedua orang itu saling beradu keras dan
nyaring serta memercikkan bunga api. Lima jurus berlalu dengan cepat. Sampai
sekian lama keduanya kelihatan seimbang. Lima jurus lagi berlalu di bawah
penyaksian puluhan pasang mata para hadirin.
"Suralangi, lekas disudahi
saja!" terdengar seruan Ketua Partai Telaga Wangi. Mendengar ini maka
Suralangi dengan gesitnya bergerak ke samping satu langkah. Ketika lawan
memburu dengan sambaran besi hitam berbentuk pendayung maka Suralangi kembali
ke posisinya semula dan dari sini
menggempur dengan jurus yang
dinamai "Ular Sanca ke Luar Sarang Mematuk Gunung".
"Buk!"
Besi hitam di tangan Si
Bayangan Setan mental ke udara. Dari mulut manusia berjubah hitam ini keluar
keluhan kesakitan Ketika diperhatikannya ternyata tulang belakang telapak
tangannya remuk!.
Suralangi telah mempergunakan
hulu pedangnya untuk menghantam belakang telapak tangan Si Bayangan Setan!
Sementara Si Bayangan Setan
masih merintih kesakitan maka Suralangi menyarungkan pedang dan berkata:
"Terima kasih, kau telah
memberi banyak pelajaran padaku, Bayangan Setan!" Kali ini Si Bayangan
Setan benar-benar kehilangan muka. Di bawah sorak sorai para hadirin dia
membungkuk mengambil senjata besi hitamnya dan melompat meninggalkan panggung,
menghilang di jurusan Timur.
Suralangi menjura di hadapan
Ketua Partainya lalu melangkah kembali ke tempatnya namun disaat inilah satu
sosok tubuh melesat ke atas panggung dari kelompok hadrrin sebelah Barat.
Ternyata manusia ini adalah
seorang nenek-nenek bongkok bermuka keriput cekung, bermata besar dan lebar
seperti jengkol. Tubuhnya yang bongkok itu ditutupi oleh sehelai kain merah
sedang pada pinggangnya tergantung sebuah kelewang yang juga berwama merah.
"Saudara," menegur
si nenek terhadap Suralangi.
"Kepandaianmu memang
patut dipuji. Jurus Ular Sanca Ke Luar Sarang Mematuk Gunung tadi patut
dikagumi. Aku percaya tentu kau masih banyak mempunyai simpanan jurus-jurus
silat Partaimu yang hebat! Bersedialah memperlihatkannya kepadaku … ?!"
Kaget sekali Suralangi melaat kemunculan nenek-nenek ini. Dan tebih kaget lagi
karena si nenek
mengetahui betul nama jurus
permainan pedang yang telah dikeluarkannya ketika mempecundangi Si Bayangan
Setan tadi! Suralangi melirik ke sebelah kanan di mana Ketua Partai Telaga
Wangi duduk. Dan dilihatnya Dewa Pedang merangkapkan kedua tangan di muka dada,
sedang kulit kening mengerenyit.
Munculnya nenek-nenek berkain
merah ini yang bukan lain adalah Nenek Kelewang Merah juga mengejutkan Dewa
Pedang, lima tahun berselang dia pernah bentrokan dengan perempuan tua ini
ketika Nenek Kelewang Merah berusaha membantu satu gerombolan jahat yang
mengacau di Kotaraja Demak. Karena pihaknya lebih kuat dan banyak maka Nenek
Kelewang Merah dan kawan-kawannya berhasil dikalahkan oleh Dewa Pedang dan rekan-rekannya.
Itu terjadi lima tahun yang lalu.
Jika Nenek Kelewang Merah di
saat ini muncul kembali, pastilah ada sangkut pautnya dengan peristiwa lama
itu! Menurut pertimbangan Dewa Pedang. Suralangi akan sukar untuk menghadapi
perempuan tua ini kalau tak mau dikatakan akan dapat dikalahkan.
Namun untuk menyuruhnya mundur
tidak pula mungkin karena ini akan membuat lunturnya nama Partai.Ketika melihat
Ketuanya menganggukkan kepala maka Suralangi maju selangkah.
"Terima kasih, rupanya
masih ada di antara para hadirin yang ingin menguji terhadap Partai kami. Tapi
sebelumnya bolehkah aku mengenal nama dan gelarmu, Nenek?" Perempuan tua
itu tertawa terkempot-kempot.
"Namaku tidak penting.
Orang-orang memanggil aku Nenek Kelewang Merah!" Dugaan Suralangi bahwa
perempuan ini adalah Nenek Kelewang Merah ternyata tidak meleset. Tergetar juga
hatinya begitu mengetahui siapa lawan yang dihadapinya.
"Nah, kuharap kita tak
perlu banyak tutur kata lagi, silahkan mulai." ujar Nenek Kelewang Merah
pula, lalu mengambil kelewangnya.
"Keluarkan semua ilmu
simpananmu yang hebat-hebat! Terhadapku yang tua tak usah sungkan-sungkan"
Seperti berhadapan dengan Si Bayangan Setan Tadi maka pada jurus permulaan
suralangi segera meng-gempur lawannya dengan ilmu pedang " Seribu Pedang
Mengamuk"!
"Ah, kalau cuma Jurus
Seribu Pedang Mengamuk, ini namanya bukan ilmu,simpanan!" mengejek Nenek
Kelewang Merah. Kelihatannya memang dia acuh tak acuh saja terhadap sinar
senjata lawan yang membungkusnya dengan ketat.
"Ayo! Keluarkan jurus
Partaimu yang paling lihai, kalau tidak aku tak tanggung jawab!" Penasaran
sekali maka Suralangi percepat putaran pedangnya sehingga senjata itu
benar-benar laksana ribuan banyaknya!
"Manusia tolol! Disuruh
keluarkan ilmu simpanan malah meneruskan jurus gila ini!"
"Wut … wut … wut …
!"
Nenek Ke!ewang Merah kiblatkan
kelewangnya tiga kali berturut-turut. Tiga larik sinar merah menderu membentuk
silang enam. Angin yang diterbitkan senjata ini deras sekali dan hebatnya,
sinar putih dari pedang Suralangi yang mengurungnya dengan serta merta menjadi
tertindih lalu buyar! Suralangi terkejut sekali! Dewa Pedang menghela nafas
dalam.
"Nyatanya manusia ini
jauh lebih hebat dari lima tahun yang silam …" Ketua Partai Telaga Wangi
membathin. Kemudian dengan ilmu menyusup-kan suara dia memberi peringatan:
"Hati-hati Sura, manusia
ini lihai sekali. Gempur dia dengan jurus-jurus terhebat!" Di hadapannya
Nenek Kelewang Merah berdiri terbongkok-bongkok dan menyeringai.
"Apa kau masih belum mau
perlihatkan ilmu simpananmu? Jangan menyesal kalau terlambat … !"
"Nenek Kelewang Merah …
lihat pedang!" seru Suralangi. Pedang perak mumi itu berkelebat deras,
memapas sekaligus keenam bagian tubuh si nenek. Namun dengan gesitnya Nenek
Kelewang Merah berhasil menghindarkan serangan ganas itu dan malahan berbalik
melancarkan serangan balasan yang betul-betul menyirapkan darah!
"Trang!" ;
Suralangi terpaksa pergunakan
pedangnya untuk menangkis sambaran kelewang lawan ke arah leher yang tak
mungkin untuk dielakkan lagi! Tangannya terasa pedas dan pegal ngilu sedang
mata pedangnya kelihatan gompal dihantam senjata lawan!
Menyaksikan hal ini maka tak
ayal lagi Suralangi segera putar pedangnya, demikian rupa dan lancarkan tiga
serangan ilmu pedang yang terlihai dari ilmu pedang Partai Telaga Wangi.
Ketiganya ialah jurus "Garuda Menukik Minum Air Telaga" disusul oleh
jurus "Naga Sakti Sabatkan Ekor" dan diakhiri dengan jurus
"Halilintar Membelah Bumi".
Pedang perak itu yang
kelihatan hanya merupakan sinar putih belaka menyambar ke arah kepala Nenek
Kelewang Merah, membalik memapas pinggang kemudian naik lagi ke atas dan
menetak dari atas ke bawah! Jika jurus ini berhasil maka kalau tidak kepala
Nenek Kelewang Merah terbabat putus, mungkin akan kutung pinggangnya, atau
mungkin juga akan terbetah kepalanya sampai ke dada! Namun Nenek Kelewang Merah
tidak cidera.
Tangannya bergerak. Sinar
merah dari kelewang menggebubu. Tiga jurus terhebat tadi dengan serta merta
buyar! Si nenek tertawa melengking dan mengejek.
"Kiranya Partai Telaga
Wangi hanya memiliki jurus-jurus butut!" Geram sekali Suralangi susul
serangannya yang tadi buyar dengan dua serangan berantai serta pukulan tangan
kiri dan tendangan kaki kanan! Si nenek putar kelewangnya dua kali dan
lagi-lagi serangan Suralangi dibikin, lumpuh!
"Sekarang terima jurusku
ini! Jurus yang kunamakan Naga Sakti Keluar dari Laut" Ucapannya itu
ditutup dengan mengiblatkan kelewangnya sebat sekali, betul-betul Iaksana
seekor naga yang keluar dari dalam laut, karena meskipun sebat tapi sambaran
kelewang itu berliku-liku sukar diduga bagian mana sebenarnya yang menjadi
sasarannya!
"Sura, cepat keluar dari
kalangan! Serang lawan dari samping!" memperingatkan Dewa Pedang dengan
ilmu menyusupkan suara. Suralangi segera melompat ke belakang dan bergeser ke
samping namun gerakannya selanjutnya tak mampu dilakukannya. Kelewang lawan
menderu menyambar ke mukanya! Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan diri
adalah mempergunakan pedang untuk menangkis! Dan laksana sebuah pisau tajam
memutus wortel, demikianlah kelewang merah si nenek membabat putus pedang perak
Suralangi tepat di batas muka hulunyal Dan gerakan Nenek Kelewang Merah tidak
sampai di situ saja. Tubuhnya melesat kemuka.
“Sura, awas!" teriak
beberapa orang anggota Partai Telaga Wangi. Namun terlambat, kaki kanan Nenek
Kelewang Merah lebih dahulu menghantam dada Suralangi. Tak ampun lagi Suralangi
tubuhnya mencelat mental, terus masuk ke dalam telaga!
* * *
4 Telaga yang aimya tadi
bening kini kelihatan merah oleh darah. Dua orang anggota Partai segera
menghambur masuk ke dalam telaga dan membawa Suralangi ke tepian. Sampai di
tepi telaga Suralangi muntah darah lalu roboh pingsan! Ketua Partai Telaga
Wangi menghela nafas dan rangkapkan kedua tangannya di muka dada.
"Nenek Kelewang
Merah," kata Dewa Pedang.
"llmu silatmu bagus dan
patut dipuji. Tapi ketahuilah maksud menguji bukan berarti mencelakai … !"
Nenek Kelewang Merah tertawa mengikik.
"Sekarang kau bisa bicara
begitu Brajaguna." kata si nenek pula dengan menyebut nama asli Dewa Pedang.
"Apa kau juga membuka
mulut sewaktu anggota Partaimu tadi mencelakai Si Bayangan Setan…?!"
"Bukan anggota Partaiku
yang mencelakainya, Nenek Kelewang Merah, tapi Si Bayangan Setan sendiri yang
mencari celaka!" menyahuti Dewa Pedang. Si nenek tertawa lagi mengikik
lebih panjang dari tadi. Suara tertawanya ini menusuk-nusuk gendang-gendang
telinga. Maklumlah semua orang bagaimana tingginya tenaga dalam si nenek.
Ketika dia berhenti tertawa maka ia pun berkata:
"Pintar bicaramu masih
seperti dulu saja, Brajaguna. Tapi kalau ilmu silatmu tingkatnya juga seperti
dulu, kurasa belum saatnya kau memangku jabatan Ketua dan mendirikan Partai
baru di dunia persilatan!" Marahlah sekalian orang dari Partai Telaga
Wangi atas penghinaan ini. Dari samping
melesat sesosok tubuh dan
berdiri enam langkah di hadapan Nenek Kelewang Merah.
Ternyata dia adalah Indrajaya,
putera tertua dari Dewa Pedang sendiri!
"Nenek Kelewang Merah,
aku tak dapat menerima penghinaanmu tadi!" kata Indrajaya. Si nenek
kernyitkan kening. Matanya yang lebih besar macam jengkol disipitkannya
sedikit. Lalu dengan senyum-senyum dia, berkata:
"Melihat kepada
tampangmu, pastilah kau anaknya si Dewa Pedang! Ah … nyalimu memang besar anak
muda, sebesar bapakmu dulu! Tapi lucunya bapaknya yang dihina kenapa anaknya
yang maju?!"
"Kuharap kau bisa menjaga
mulut dan tahu di mana berada orang tua!" bentak Indrajaya. Nenek Kelewang
Merah masih senyum-senyum seperti tadi.
"Soal mulutku soalku
sendiri orang muda. Mulutku mau bicara dan keluarkan apa saja siapa mau
perduli?!" Jengkel sekali lndrajaya maju satu langkah.
"Memang sekalipun kau
berak dari mulut tak ada yang mau perduli!" tukas lndrajaya sehingga semua
yang hadir tertawa terbahak-bahak. Kelamlah muka si nenek.
"Tujuh puluh tahun hidup
baru hari ini aku Nenek Kelewang Merah menerima hinaan dari seorang bocak setan
alas!" Mulut perempuan tua itu komat kamit -sebentar lalu:
"Semustinya sudah
kupecahkan kepalanya tapi melihat tampangmu begitu gagah aku masih punya rasa
belas kasihan! Cepat berlutut dan minta ampun!" lndrajaya mendengus.
"Jangan anggap remeh
semua orang nenek tua! Terima dulu bekas tanganku pada mukamu yang kriput itu
baru aku sudi berlutut!"
"Keparat betul!"
bentak Nenek Kelewang Merah,
"Dikasih ampun minta
dikeremus! Apa kau punya selusin tangan enam kepala berani menantang aku?!
Bapakmu juga belum tentu menang melawanku!" Mendidih darah lndrajaya
mendengar lagi-lagi nama bapaknya dihina si nenek.
"Lihat pedang!"
bentak Indrajaya. Si nenek bongkok di samping tertawa mencemooh juga agak heran
karena ancaman yang dilakukan oleh pemuda itu di saat sama sekali tangannya
masih belum memegang pedang namun sekejapan mata kemudian terkejutlah Nenek
Kelewang Merah ini ketika melihat selarik sinar putih yang menyilaukan
berkiblat membabat dari kanan ke kiri persis di depan hidungnya!
Nenek Kelewang Merah berseru
tertahan dan melompat dua langkah ke belakang. Ketika melihat ke muka ternyata
si pemuda sudah memegang sebilah pedang dari perak mumi! diam-diam hati
perempan tua ini menjadi tergetar juga. Jurus apakah yang telah dikeluarkan
oleh si pemuda hingga demikian hebatnya? Kalau anaknya sudah begini tinggi
kepandaiannva, tentu Dewa Pedang sendiri lebih lihai lagi!
Sementara itu di antara para
hadirin mulai terdengar kerasak kerisik yang menyatakan rasa kagum terhadap
serangan kilat yang dilancarkan oleh lndrajaya tadi. Untuk tidak keliwat
kehilangan muka maka dengan nada masih menganggap rendah lawan, si nenek
berkata:
"Orang muda, kalau kau
bermaksud hendak mencoba kepandaianku, sebaiknya kau ajak dua saudaramu yang
lain. Bapak sama ibumu kalau mau juga boleh!"
"Kalau kau tak punya
nyali menghadapiku sendirian, angkat kain burukmu tinggi-tinggi dan larilah
dari sini!" balas mengejek Indrajaya.
"Penghinaanmu sudah liwat
takaran, bocah setan!" teriak Nenek Kelewang Merah. Tangan kanannya
bergerak.
"Wutt!"
Selarik sinar merah melanda ke
kepala Indrajaya! Hebat dan cepat tiada terkirakan. lnilah jurus yang dinamakan
perempuan tua itu dengan "Kelewang Melanglang Jagat"!
Beberapa lawan tangguh dan
utama telah menemui kematiannya dalam jurus yang hebat ini. Dan di saat itu
Nenek Kelewang Merah sudah membayangkan bahwa kelewangnya kali ini pun akan
memapas licin kepala si pemuda yang kurang ajar dan telah berani menantangnya!
Namun si nenek jadi terkesiap
dan berubah parasnya ketika menyaksikan bahwa serangan kelewangnya hanya
mengenai udara kosong bahkan lndrajaya sendiri lenyap dari pandangannya.
"Ah.. gelarmu sebagai
Nenek Kelewang Merah nyatanya hanya kosong belaka!" Mendengar suara
lndrajaya di belakangnya si nenek segera membalik dan ….
"Wut … wut!"
Dua kali lagi kelewangnya mengelebatkan
angin deras dan sinar merah yang dahsyat. Namun lagi-lagi dia hanya menyerang
tempat kosong.
"Apa kau bertempur
sendirian melawan tempat kosong, orang tua?!" terdengar lagi suara
mengejek lndrajaya dari samping belakang! Sekali lagi Si nenek putar dengan
cepat tubuhnya yang bongkok dan lancarkan tiga kali serangan berantai, bahkan
kali ini juga disertai pukulan tangan kosong dari tangan kirinya.
Namun hasilnya tetap seperti
tadi! Suara riuh rendah semakin bising. Banyak para tamu yang hadir mengagumi
ketinggian ilmu meringankan tubuh Indrajaya.
"Pemuda setan! Apa kau
cuma berani menghindar dan lari mengelit begitu saja!" bentak Nenek
Kelewang Merah dengan geram.
"Siapa bilang aku tak
berani melabrakmu, perempuan sombong!"sahut Indrajaya. Sesaat kemudian
maka larikan-larikan sinar putih menyilaukan yang tiada terkirakan banyaknya
telah menggempur dan membungkus tubuh sang nenek.
Tanpa membuang waktu Nenek
Kelewang Merah putar kelewangnya laksana kitiran. Maka sinar putih dan merah
kini saling bergumut berpalun-palun. Deru angin tiada terkirakan derasnya
sedang tubuh kedua manusia yang bertempur itu lenyap menjadi bayang-bayang
Cepat sekali sepuluh jurus sudah lewat.
Permainan ilmu pedang
"Seribu Pedang Mengamuk" yang sebelumnya telah dikeluarkan oleh
Suralangi kini dimainkan oleh lndrajaya hebatnya bukan main. Sebagai anak
sulung dari Ketua Partai Telaga Wangi, lndrajaya meskipun belum sempuma betul
tapi boleh dikatakan tiga perempat ilmu Dewa Pedang telah diwarisinya!
Selewat jurus kedua belas maka
kelihatanlah bagaimana si nenek menjadi terdesak hebat. Beberapa ilmu
simpanannya yang lihai-lihai telah dikeluarkannya untuk menghancurkan serangan
dan kurungan pedang lawan namun sia-sia belaka! Maka perempuan tua ini jadi
keluarkan keringat dingin! Lebih-lebih ketika dia dibikin kepepet ke panggung
sebelah Utara!
"Apa mulut besarmu kini
sudah jadi bisu, perempuan tua?!" ejek lndrajaya. Nenek Kelewang Merah
menyahuti dengan satu bentakan keras. Kelewangnya menderu dahsyat. Indrajaya
tak tinggal diam. Tubuhnya
berkelebat lenyap. Hanya sinar
putih yang kelihatan bergulung-gulung melabrak dan menindih sinar merah dari
kelewang si nenek tua! Tiba-tiba.
"Tjrasss!"
Nenek Kelewang Merah berseru
keras. Rambutnya yang kelabu dan disanggul kuncir di atas kepala terbabat putus
disambar pedang perak Indrajaya!
Sebelum dia punya kesempatan
untuk melompat mundur tahu-tahu sudah terdengar pula jeritannya. Daging
lengannya tergores panjang sedalam seperempat senti disambar ujung pedang
Indrajaya. Darah berlelehan!
Senjata perempuan tua itu
terlepas dan jatuh di panggung! Gemparlah para hadirin menyaksikan hal ini!
Perempuan tua berumur tujuh puluh tahun yang dikenal di dunia persilatan dengan
julukan Nenek Kelewang Merah hari itu telah dipecundangi oleh seorang pemuda
belia!
Dengan muka merah laksana saga
karena malu dengan terbongkok-bongkok Nenek Kelewang Merah mengambil
kelewangnya lalu dengan geramnya berkata pada lndrajaya:
"Apa yang terjadi hari
ini tidak bakal kulupakan! Kelak aku datang kembali untuk mengorek kau punya
jantung dari balik tulang dadamu!"
Habis berkata demikian,
diiringi oleh sorak sorai mereka yang hadir maka tanpa menoleh lagi sinenek tua
itu segera meninggalkan tempat tersebut. Belum lagi habis sorak sorai para
hadirin tahu-tahu seorang resi berpakaian ungu sudah melesat naik ke atas
panggung! Munculnya resi ini dengan serta merta menghentikan segala kehiruk
pikukan. Semua mata ditujukan kepadanya.
Sikapnya yang tenang dan mimik
air mukanya yang polos menyatakan bahwa dia mempunyai wibawa serta berilmu
tinggi. Pada punggung dan dada jubahnya yang berwama ungu itu kelihatan gambar
tombak bermata tiga yang
disulam dengan benang emas! Melihat jubah dan sulaman tombak emas kepala tiga
itu maka segenap yang hadir serta tuan. rumah segera mengenali siapa adanya
resi tersebut.
Di dunia persilatan dia
dikenal dengan julukan Tiga Tombak Emas Trisula dan berdiam di Pulau Wuwutan di
Pantai Selatan Jawa Tengah. Bersama dua orang resi lainnya dia membentuk satu
perkumpulan silat yang akan melakukan tugas apa saja dan dari manapun datangnya
asal dibayar dengan uang atau barang-barang berharga.
Dikabarkan komplotan Tiga
Tombak Emas Trisula dulunya juga turut menjadi kaki tangan pengkhianat yang
hendak meruntuhkan Demak.
Mengapa sampai salah satu anggota
perkumpulan Tiga Tombak Emas Trisula itu bisa sampai di tempatnya belum dapat
dijajak oleh Ketua Partai Telaga Wangi karena memang dia merasa tak pernah
memberikan undangan pada mereka.
Apakah manusia ini Cuma datang
sendirian atau bersama dua rekannya lainnya ?
Mungkin pula kedatangannya
atas bayaran seseorang atau satu perkumpulan lain dengan tugas membuat
kekacauan pada saat peresmian pendirian Partai Telaga Wangi?
Resi itu setelah memandang ke
seluruh anggota Partai, melirik sekilas pada lndrajaya kemudian menganggukkan
kepalanya pada Dewa Pedang.
"Aku adalah Godapati,
salah seorang yang termuda dari Tiga Tombak Emas Trisula. Meski tak diundang
telah memberanikan diri untuk datang ke mari …."
"Ah …." Dewa Pedang
balas mengangguk.
"Sudah barang tentu ini
satu kehormatan bagi kami menerima kunjungan seorang tokoh silat macam saudara
… ." Godapati batuk-batuk beberapa kali lalu berkata pula
”sudah lama aku mendengar nama
besar Dewa Pedang. Ketika mendengar kabar yang dibawa oleh angin bahwa Dewa
Pedang hendak membangun satu Partai baru dalam dunia persilatan maka itu
mendorong aku untuk datang dan menyaksikannya sendiri …."
”Terima kasih … terima kasih
…." kata Dewa Pedang.
Jika Ketua Partai Telaga Wangi
memberi izin, aku berkehendak sekali untuk melihat dari dekat kehebatan
permainan pedang Ketua Partai …." Dewa Pedang tertawa jumawa. .
Putera kedua dari sang Ketua
tiba-tiba berdiri. Ayah perkenankan aku mewakilimu dalam memenuhi kehendak tamu
kita ini ….” Dewa Pedang merenung sejenak lalu menganggukkan kepalanya. Namun
dengan ilmu menyusupkan suara dia berkata pada anaknya
“ Hati-hati Jayengrana, dia
lihai sekali, senjatanya sebuah tombak emas bermata tiga. Ingat baik-baik
jangan sampai pedangmu beradu atau bertempelan dengan senjatanya!”. Godapati
meneliti Jayengrana dengan matanya yang tajam. Kemudian pemuda itu melangkah ke
hadapannya.
"Tombak Emas
Trisula," kata Jayengrana,
"Atas izin ayahku selaku
Ketua Partai Telaga Wangi kuharap kau tak keberatan kalau niatmu terhadap
ayahku, aku yang mewakilinya."
Jika saja tidak menyaksikan
sendiri kelihayan lndrajaya tadi maka pastilah Godapati akan menganggap remeh
terhadap si pemuda. Tapi untuk menjaga nama besar dirinya dan nama gagah
perkumpulannya maka Godapati berkata:
"Ah, dari jauh datang
hendak bertemu dan bertutur ilmu dengan Dewa Pedang, sampai di sini hanya
diberi kesempatan untuk berhadapan dengan puteranya …." Godapati berpaling
pada Ketua Partai Telaga Wangi dan berkata:
"Dewa Pedang, kuharap kau
jangan arah bila terhadap puteramu nanti aku kesalahan tangan…!" Meski
tahu bahwa tutur kata yang sopan itu adalah dibuat-buat saja namun Dewa Pedang
tersenyum dan mengangguk ramah.
Maka dari balik jubah ungunya,
Resi Godapati segera mengeluarkan sebuah tombak yang terbuat dari emas dan bermata
tiga!
"Sebagai tamu, apakah kau
keberatan bila aku yang mulai menyerang lebih dahulu, orang muda?"
"Silahkan Tombak Emas
Trisula …." jawab Jayengrana. Dengan mengeluarkan bentakan yang teramat
dahsyat Resi Godapati menyerang. Senjatanya berkelebat dan menimbulkan tiga
larik sinar kuning emas namun anehnya senjata yang berbentuk tombak kepala tiga
itu bergerak agak lamban.
Melihat ini Jayengrana segera
hendak menabas senjata lawan dengan pedangnya namun ketika dia ingat pesan
ayahnya bahwa sekali-kali jangan sampai beradu senjata atau menempelkan pedang
dengan senjata lawan maka pemuda itu mengurungkan niatnya! Seandainya
Jayengrana meneruskan niatnya tadi hendak memapas senjata lawan maka dalam
jurus pertama itu pastilah Resi Godapati akan menjepit badan pedangnya antara
salah satu legukan dua mata tombak, kemudian akan mematahkan pedang itu!
Godapati sendiri merasa heran
mengapa si bemuda tak meneruskan niatnya dan dia membathin mungkin sekali
Jayengrana mengetahui rahasia kehebatan senjatanya! Maka tanpa menunggu lebih
lama dia segera
menyerang kembali Jayengrana
berkelebat dan bergerak gesit! Kegesitan inilah yang banyak menolongnya dari
serangan senjata lawan yang hebat itu.
Ketika Godapati mempercepat
gerakannya maka Jayengrana juga mempercepat kelebatannya sehingga kedua orang
itu hanya merupakan bayang-bayang saja kini dan dalam waktu yang singkat
keduanya sudah bertempur lima belasan jurus!
Para tamu yang hadir dan pihak
tuan rumah sendiri menyaksikan pertempuran itu dengan mata hampir tak berkedip!
Sudah beberapa kali Jayengrana
mengeluarkan jurus-jurus terlihai dari permainan pedang Partai Telaga Wangi
namun sampai begitu jauh tak berhasil membuat kemajuan!
Resi Godapati sendiri tidak
pula mampu melakukan sesuatu dari pada seperti keadaannya disaat itu! Sukar
baginya untuk menerobos pertahanan lawan.
Berkali-kali dia berusaha
untuk menjepit pedang Jayengrana, tapi si pemuda senantiasa menjauhkan
pedangnya dari ujung tombak kepala tiga itu.
Ketika pertempuran sudah
berjalan dua puluh lima jurus, Resi Godapati mulai menjadi penasaran. Di
samping itu telinganya mulai mendengar ejekan-ejekan para tamu di sekitar
panggung yang membuat dia jadi kehilangan muka.
"He … he …. Jika tiga
jurus lagi kau tak mampu mengalahkan pemuda itu sebaiknya kembali saja ke Pulau
Wuwutan dan tak usah munculkan diri lagi di dunia persilatan!" terdengar
suara mengejek dari panggung sebelah Barat. Suara ini adalah suara manusia yang
tadi pertama kali juga telah mengejek Si Bayangan Setan.
Godapati kertakkan rahangnya.
Tangan kirinya dengan cepat masuk lalu ke luar lagi dari saku jubah.
"Awas jarum!’. seru Resi
Godapati. Jayengrana membentak keras dan melompat ke udara setinggi lima
tombak. Puluhan jarum emas yang menjadi senjata rahasia Resi Godapati lewat di
bawahnya. Dan pada detik itu pula laksana seekor burung garuda menyambar
mangsanya maka menukiklah Jayengrana. Pedangnya menyambar deras ke arah leher
lawan. Resi Godapati cepat menangkis dengan senjatanya.
Disamping Jayengrana tak mau
bentrokan senjata maka dengan cepat dan tak terduga sama sekali pemuda itu
gerakkan pedang membuat satu tusukan kilat ke arah dada! Demikianlah cepatnya
sehingga Godapati tak punya kesempatan untuk penangkis kembali.
Terpaksa Resi lihai itu memaki
dalam hati dan cepat-cepat melompat ke belakang. Pada lompatan ke belakang ini
sang Resi membuat lagi satu gerakan yang hebat luar biasa. Tubuhnya jungkir
balik di udara. Tombak Emas Trisula di tangannya menyapu dari samping dan
tahu-tahu salah satu legukannya telah berhasil menjapit pedang perak di tangan
Jayengrana! Begitu berhasil menjapit segera Godapati memutar tombaknya!
Di lain pihak karena tidak
ingin senjatanya menjadi patah dua, Jayengrana terpaksa dengan cepat melepaskan
pedangnya! Namun dia tak mau terima kalah begitu saja. Begitu pedangnya
dirampas lawan. cepat laksana kilat pemuda itu jatuhkan diri ke lantai dan ….
"Bret!" Sekali
Jayengrana gerakkan tangannya maka robeklah jubah ungu Resi Godapati! Penasaran
sekali karena jubah kebesarannya dirusak lawan, Resi Godapati hantamkan
tombaknya ke tubuh Jayengrana. Yang diserang menggulingkan dirinya dengan cepat
dan sekejapan mata kemudian
tombak kepala tiga itu
menancap di lantai papan panggung sampai setengahnya!
Para tamu yang hadir bersorak
gegap gempita melihat pertempuran yang hebat seru itu. Jayengrana berdiri
dengan cepat sementara Resi Godapati mencabut senjatanya yang amblas ke dalam
lantai lalu menyimpannya kembali ke balik jubah ungunya!
Dia memandang pada Ketua
Partai Telaga Wangi. menganggukkan kepala lalu berkata: "Dewa Pedang,
ternyata puteramu telah sanggup menyuguhkan satu permainan yang berharga
kepadaku! memang tidak percuma kalau kau berhasrat mendirikan satu partai besar
dengan anggota-anggota yang berkepandaian tinggi macam anakmu!". Dewa
Pedang tertawa cerah. Siapa yang akan menyangka kalau seorang tokoh silat
golongan hitam Godapati mau bicara dan bersikap jujur seperti itu?
“Terima kasih, Resi Godapati.
Jikalau penyambutan kami terhadapmu kurang baik mohon dimaafkan” kata Dewa
Pedang pula. Secara nyata memang puteranya telah dikalahkan oleh resi kosen itu
meskipun Jayengrana tidak begitu kehilangan muka karena dia juga berhasil
merobek jubah lawannya.
Sekali lagi Resi Godapati
menganggukkan kepalanya. Dia memutar tubuh hendak meninggalkan sanggung namun
langkahnya tertahan ketika di lembah di mana telaga itu terletak tiba-tiba
sekali terdengar suara mengumandang yang dahsyat dan menggidikkan. Lalu
tahu-tahu sebuah benda jatuh menggelinding di hadapan kaki Dewa Pedang.
Ketika Dewa Pedang dan semua
anggota partai serta para hadirin memandang ke benda yang menggelinding itu
maka terkejut dan gemparlah semuanya karena benda itu bukan lain daripada
kepala manusia!
* * *
5 Kepala manusia itu berambut
gondrong awut-awutan. Mukanya berkerinyut, kening sangat lebar, kedua mata
membeliak besar, mulut menganga. Pada lehernya yang bekas terbabat putus
kelihatan darah yang telah membeku coklat kehitaman.
Sungguh satu pemandangan yang
mengerikan untuk disaksikan. Melihat kepada keadaan muka dan kepala itu serta
baunya yang busuk sekali nyatalah bahwa manusia pemilik kepala itu telah
menemui ajalnya beberapa hari yang lewat.
Mungkin satu minggu bahkan
mungkin pula lebih dari itu!
Dewa Pedang sendiri yang
menyaksikan kepala manusia itu jadi mengerenyitkan kening. Dia rasa-rasa kenal
atau pernah melihat manusia tersebut. Pada detik dia coba mengingat-ingat maka
pada saat itu pula sesosok tubuh manusia berkelebat dan berdiri di atas
panggung sambil tertawa tiada hentinya.
Manusia yang datang ini adalah
seorang kakek- kakek tua renta berbadan kurus kering Tulang-tulang tangan serta
kakinya kecil sekali sedang tulang dada dan keseluruhan tulang-tulang iganya
kelihatan dengan jelas. Mukanya sangat cekung, mata sipit. Keanehan manusia ini
selain hanya mengenakan cawat saja untuk menutupi tubuhnya maka rambutnya yang
panjang putih dijalin satu ke belakang macam perempuan!
Melihat kedatangan manusia
ini, untuk kesekian kalinya keadaan di tempat itu menjadi gempar! Karena
siapakah yang tak kenal dengan seorang tokoh silat yang bergelar "Si Cawat
Gila"?!
Tokoh ini bukan saja
termasyhur karena ketinggian ilmunya tapi juga karena otaknya yang miring.
Buktinya begitu datang dia telah menggemparkan suasana dengan sebutir kepala
manusia!. Sampai selama satu kali sepeminum teh Si Cawat Gila masih juga
berdiri di panggung itu dengan tertawa panjang gelak-gelak!
Dewa Pedang selaku tuan rumah
dan sebagai seorang tokoh silat yang telah memaklumi manusia bagaimana adanya
tamu yang ada di atas panggung itu tetap duduk di tempatnya dan menunggu sampai
Si Cawat Gila menghentikan tertawanya. Ketika Si Cawat Gila mulai reda
tertawanya maka bertanyalah Dewa Pedang:
"Kakek Cawat Gila,
gerangan apakah yang telah membawamu datang ke sini dengan cara begini rupa
..?" Si Cawat Gila sekaligus menghentikan tertawanya. Dikucak-kucaknya
kedua matanya lalu memandang lekat-lekat pada Dewa Pedang setelah itu memandang
berkeliling pada para hadirin yang ada. Pandangannya begitu angker
menggetarkan!
Kemudian tokoh silat berotak
miring ini memanggut-manggutkan kepalanya beberapa kali, mendongak sebentar
kelangit lalu berkata:
"Ah … jadi betul rupanya
aku telah sampai di kaki Gunung Merapi. Betul rupanya aku telah sampai di tepi
telaga tempat peresmian berdirinya Partai Telaga Wangi …." Orang tua ini
memandang lurus-lurus pada Dewa Pedang lalu dengan seenaknya tudingkan jari
telunjuknya tepat-tepat ke hidung Ketua Partai Telaga Wangi itu dan berkata
setengah membentak:
"Kau ya manusianya yang
bernama Brajaguna bergelar Dewa Pedang?!"
“Ya" menjawab Dewa
Pedang. Dan Si Cawat Gila tertawa lagi gelak-gelak.
"Tampangmu macam manusia
biasa, bahkan mirip kunyuk! Kenapa pakai gelar Dewa segala? Apa kau keturunan
atau titisan Dewa, huh?!" Mendengar ejek penghinaan ini maka melompatlah
ke muka dua orang Pengurus Partai yaitu Klabangsongo den Rah Gundala!
”Kerempeng tua bangka! Kuharap
cepat minta maaf atas mulutmu yang bicara seenaknya itu!" membentak Rah
Gundala. Suaranya parau garang. Manusia ini berbadan gemuk pendek dan berkepala
sulah.
"Monyet gundul yang tak
tahu tingginya gunung dalamnya laut, kau minggirlah! Aku tak cari urusan
denganmu!" Habis berkata begini Si Cawat Gila lambaikan tangan kanannya.
"Wuut!"
Gelombang angin laksana badai
melanda tubuh Rah Gundala! Demikian hebatnya sehingga Rah Gundala mental dari
panggung, jatuh di antara para hadirin dan muntah darah lalu pingsan!
"lblis tua keparat!"
maki Klabangsongo. Pengurus Partai dari Selatan segera cabut pedangnya dan
melancarkan serangan dahsyatl Namun dengan mudah Si Cawat Gila mengelak ke
samping.
Sekali tangan kanannya
dihantamkan ke muka maka seperti Rah Gundala tadi, Klabangsongo pun mencelat ke
luar panggung, tenggelam ke dalam telaga. Untuk kedua kalinya air telaga itu
kelihatan merah oleh darah yang keluar dari mulut Klabangsongo! Dua orang
anggota Partai segera pula terjun untuk menolong Klabangsongo.
"Orang tua, lihat
pedang!" Tiba-tiba terdengar seruan dan selarik sinar putih menderu di
muka hidung Si Cawat Gila!
Si Cawat Gila terkejut dan
buru-buru melompat ke belakang. Yang menyerangnya ternyata adalah Jayengrana!
Tentu saja Si Cawat Gila terkejut diserang demikian rupa. Namun ketika melihat
siapa penyerangnya maka dia terlebih dahulu tertawa gelak-gelak.
"Bagus … bagus! Anaknya
juga ingin mencari mampus! Bagus! Datang mencari biangnya, anak-anaknya
unjukkan diri! Ha … ha … ha …. Jika masih ada anak-anaknya Dewa Pedang yang
lain segeralah maju, biar kubikin kojor sekaligus!” Geram sekali Jayengrana
kembali menyerbu dengan pedangnya sementara semua orang yang hadir menyaksikan
dengan menahan nafas penuh tegang! Jika dua tokoh Partai Telaga Wangi dapat
dirobohkan oleh Si Cawat Gila, sungguh sukar diduga sampai di mana ketinggian
ilmu manusia aneh itu!
Semua mata memandang tak
berkedip ke atas panggung sedang hati masing-masing bertanya-tanya gerangan
apakah yang membuat Si Cawat Gila munculkan diri di situ dan turun tangan
sedemikian ganasnya! Sinar putih dari pedang Jayengrana bergulung-gulung
mengurung Si Cawat Gila dari delapan penjuru! Suaranya menderu sedang tubuh Jayengrana
hanya tinggal bayangannya saja yang kelihatan. Lima jurus berlalu cepat. Si
Cawat Gila hanya sekali dua saja menggeserkan kaki mengelakkan serangan itu!
Bahkan dengan masih tertawa-tawa dia bertanya:
"Ayo, mana itu anak-anak
tahi-tahinya Dewa Pedang? Apa cuma yang seorang ini saja?!"
"Tak usah jual bacot di
sini, Cawat Gila! Terima ini!" membentak Jayengrana. Pedang peraknya
berkiblat membuat tiga rantaian ilmu pedang Partai Telaga Wangi yang sangat
ampuh yaitu "Tujuh Naga Menyambar Rembulan" disusul dengan "Naga
Sakti Sabatkan Ekor" lalu "Ular Sanca Keluar Sarang Mematuk
Gunung".
"Jurus-jurus tak berguna?
Buat apa dikeluarkan!" ejek Si Cawat Gila, lalu digesernya kaki-kakinya
yang kurus kering itu, tubuh miring ke kiri, miring lagi ke kanan kemudian
laksana harimau mendekam dan menyambarkan kuku-kuku kakinya, maka seperti
itulah kedua tangan Si Cawat Gila menyambar ke depan dan tahu-tahu pedang
Jayengrana sudah kena dirampas! Belum lagi habis terkejutnya pemuda ini tangan
yang lain dari si orang tua sudah menghantam kepala Jayengrana! Pemuda Ini
terpelanting delapan tombak di luar panggung, kepalanya hancur nyawanya lepas!
Maka gemparlah keadaan di atas dan di bawah panggung !
"Orang tua dajal!"
terdengar bentakan perempuan.
"Kau harus bayar kematian
anakku dengan nyawa anjingmu!" Sinar putih bertabur ke arah kepala,
pinggang dan kaki Si Cawat Gila. Dikejapan lainnya dari kiri kanan berkelebat
pula dua sosok tubuh manusia. Salah seorang dari padanya membentak:
"Nyawamu harus lepas di
sini juga bangsat kerempeng! Tubuhmu musti lumat oleh pedangku" Perempuan
yang membentak tadi bukan lain dari pada Suwita, isteri Dewa Pedang yang
menjadi kalap melihat kematian anaknya. Sedang dua orang berikutnya ialah
Indrajaya dan Bradjasastra, putera sulung dan putera bungsu Dewa Pedang!
Kurang dari sekejapan mata
maka tubuh Si Cawat Gila sudah terbungkus rapat oleh larikan-larikan dahsyat
sinar ketiga pedang lawannya. Serangan-serangan ini hebatnya bukan olah-olah.
Indrajaya dan Bradjasastra meski belum sempurna betul tapi sudah menguasai
setiap ilmu silat yang diwariskan bapaknya sedang Suwita sendiri di samping
ilmu silat yang didapatnya dari Dewa Pedang, dia adalah seorang murid dari
tokoh sakti di Pulau Klabat yang nama tokoh itu mengandung rahasia besar dan sukar
dipecahkan oleh kalangan persilatan!
Menurut dugaan para hadirin
yang bermata tajam dan luas pengalaman, paling lambat dalam dua jurus akan
tamatlah riwayatnya Si Cawat Gila itu!. Tapi keliru Di luar dugaan malah
terdengarlah kekehan Si Cawat Gila tiada hentinya sedang tubuh nya sendiri
lenyap!
“Ha … ha … ha …. Apa inikah
peraturan Partai Telaga Wangi dalam dunia persilatan?! Mengeroyok tiga lawan
satu?! Sungguh keji dan memalukanl” terdengar suara lantang Si Cawat Gila!
"Untuk manusia anjing
sedeng macammu tak usah pakai aturan persilatan segala!" balas membentak
Indrajaya. Pedangnya diputar makin cepat dalam jurus-jurus yang benar-benar
mematikan!
Dewa Pedang adalah seorang
tokoh silat berjiwa kesatria dan memegang teguh adat serta aturan persilatan.
Meski hatinya sendiri panas serta geram bukan main melihat kematian puteranya
namun perasaannya itu bisa ditekannya sehingga dia tidak menjadi kalap seperti
tiga orang lainnya itu. Dewa Pedang berdiri dari kursinya. Tangan kiri menekan
ujung gagang pedang yang tergantung di sisi kirinya.
"Suwita, Indra, Braja!
Kalian bertiga mundurlah!" perintah Dewa Pedang. Suaranya keras dan penuh
wibawa.
Namun kali ini agaknya
kewibawaan itu tidak mempengaruhi diri ketiga orang yang tengah menyerang ganas
Si Cawat Gila. Bahkan lndrajaya menyahuti:
"Ayah, jangan banyak
bicara tak karuan! Bangsat tua ini membunuh adikku! Apa aku sebagai kakaknya
akan lepas tangan begitu saja?!"
"Kataku kalian
mundur!" teriak Dewa Pedang lebih keras dari tadi.
"Kanda.. .." kata
Suwita. Tapi ucapannya itu dipotong oleh Dewa Pedang:
"Walau bagaimanapun kita
harus pegang teguh aturan persilatan! Mundurlah!" Dengan hati gemas penuh
dendam membara namun dibentak dan diperintah sampai tiga kali begitu rupa,
Suwita dan anak-anaknya akhirnya keluar juga dari kalangan pertempuran. Si
Cawat Gila kelihatan berdiri di tengah-tengah panggung sambil tertawa-tawa.
"Bagus kau perintahkan
demikian Dewa Pedang. Seperempat jurus saja terlambat, ketiganya sudah jadi
bangkai!"
"Cawat Gila, antara kita
tiada permusuhan! Karenanya aku tak melihat adanya alasan mengapa sampai kau
membunuh puteraku!" Si Cawat Gila hentikan tertawanya. Matanya yang sipit
dibesarkan sedikit, dikedip-kedipkannya lalu tertawa lagi mengakak!
"Kau katakan tak ada
permusuhan? Huh … apa otakmu sudah sinting?! Kau bilang tak ada alasan, huh!
Apa kau sudah lupa apa yang kau lakukan sekitar satu minggu yang lalu di
Kertoragen?! Sialan betul! Kau telah membunuh, menebas batang leher Si Kuku
lblis! Itu kepalanya kubawa sebagai bukti!" Terkejutlah Dewa Pedang.
Matanya melirik pada kepala manusia yang terhampar di lantai punggung dekat
kakinya.
Selewat satu minggu yang lalu
Dewa Pedang memang pernah membunuh seorang kepala rampok yang berjulukan Si
Kuku Iblis. Hal ini terjadi di satu rimba belantara yaitu ketika Si Kuku lblis
dan lima anak buahnya hendak merampok sebuah kereta barang yang lewat dalam
hutan!
Sewaktu kepala itu tadi
dilemparkan oleh Si Cawat Gila di hadapannya memang dia rasa-rasa kenal dengan
paras itu, namun karena keadaannya yang sangat rusak serta berselimutan darah
maka sukar lagi Dewa Pedang untuk mengenali siapa adanya kepala manusia itu!
Mendengar ucapan Si Cawat
Gila, Dewa Pedang segera maklum bahwa antara Si Kuku lblis dengan si Cawat Gila
pasti ada hubungan apa-apa. Maka menjawablah Ketua Partai Telagra Wangi itu
"Apa yang dikerjakan oleh
Si Kuku lblis yaitu kejahatannya yang telah membunuhnya, Cawat Gila. Bukan aku!
Setiap manusia macam dia akan menerima ganjaran seperti itu!"
"He … he … he! Kau pandai
bicara! Tapi apakah kau sudah tahu jalan ke neraka?! Kalau belum aku Si Cawat
Gila akan tunjukkan jalannya!" Manusia sakti kurus kering itu maju dua
iangkah. Tangan kanannya diangkat tinggi-tinggi ke atas!
"Terima jurus kematianmu
ini, Dewa Pedang! He … he…!"
"Cawat Gila!" seru
Dewa Pedang sambil alirkan tenaga dalamnya ke tangan kanan.
"Apa hubunganmu dengan Si
Kuku Iblis?!"
"Oh, kau tanya itu?! Tak
susah untuk menjawabnya, Si Kuku lblis adalah adikku! Sekarang kau tahu
bagaimana aku inginkan kau punya nyawa, bahkan nyawa keluarga serta
anggota-anggota Partaimu!" Dewa Pedang bahkan hampir semua dari tamu yana
hadir barulah hari itu mengetahui bahwa Si Kuku Iblis adalah adik Si Cawat
Gila.
"Cawat Gila," kata
Dewa pedang,
"Siapa pun adanya Si Kuku
lblis itu bukan soal! Yang penting ialah bahwa dia telah melakukan kejahatan.
Dan kebenaran tidak sudi melihat dia malang melintang menyebar kejahatan itu
…."
"Ah di sini bukan tempat
dan waktunya untuk bicara bahasa tinggi begitu rupa! Bicaralah nanti pada
setan-setan neraka … !" Sudut mata Si Cawat Gila menangkap seseorang
melangkah ke arah di mana dia berdiri berhadap-hadapan dengan Dewa Pedang.
Ketika dia menoleh sedikit ke
samping ternyata orang ini
adalah Resi Godapati atau Tiga Tombak Emas Trisula yang sejak tadi masih
berdiri di atas panggung itu! Suasana hening menegangkan.
"Cawat Gila, dengan
memperhatikan sedikit suasana serta tempat di mana kita berada, serta memandang
muka para tokoh-tokoh persilatan yang hadir di sini, kuharap kau jangan
meneruskan maksud-maksud yang terkandung di hatimu…!"
"Eh, kunyuk jubah ungu!
Apakah kau bicara mengigau atau memang otakmu sudah miring…?!" tukas Si
Cawat Gila. Diajak bicara baik-baik tapi dijawab sedemikian rupa maka panaslah
hati Resi Godapati.
"Otakku mungkin sudah
miring, tapi belum lagi semiringmu!" jawabnya.
"Hem …. Ini lagi
contohnya manusia yang tidak tahu tingginya gunung dalamnya laut. Kalau sudah
bosan hidup bilang saja, biar lekas-lekas kukirim roh busukmu ke neraka!"
"Bicaramu terlalu besar,
Cawat Gila!"
"Nyalimu juga keliwat
besar Godapati!"
"Kau masih belum punya
enam kepala selusin tangan, Cawat Gila…!"
"Oh … apakah kau punya
nyawa rangkap?!" menukasi Si Cawat Gila.
"Aku memang tak punya
nyawa rangkap. Tapi untuk menghadapimu, sampai seribu jurus pun akan
kujalani!"
"Bagus sekali! Tapi biar
kutanya dulu, apakah dalam hal ini kau membela Dewa Pedang?"
"Aku tak membela
siapa-siapa!"
"Lantas kenapa jual
mulut?! Jangan coba menunjukkan kebesaran budi serta kebaikanmu dimuka orang
banyak! Semua orang tahu, perkumpulan yang bagaimana adanya perkumpulan yang
kau dirikan di
Pulau Wuwutan! Semua orang di
sini tahu bahwa kau adalah resi sesat bau tengik yang melakukan apa saja asal
disumpal pantatnya dengan uang dan mulutnya dengan harta!" Habis berkata begitu
Si Cawat Gila tertawa terkekeh-kekeh.
"Tak ada jalan
lain," kata Resi Godapati sambil mengeluarkan senjatanya yaitu tombak
berkepala tiga yang terbuat dari emas.
"Rupanya kau betul-betul
ingin cepat-cepat menghadap hantu neraka…. !" Si Cawat Gila tertawa
bergelak. Tiba-tiba dia melengking nyaring. Kedua tangannya dipukulkan ke muka.
Angin laksana topan menggebubu! Resi Godapati melompat enam tombak dan ayunkan
tombak kepala tiganya ke arah lawan lalu susul dengan tendangan kaki kiri
kanan.
Hebatnya sebelum tombak dan
dua tendangan mencapai sasaran yang diarah, tahu-tahu ketiga serangan tersebut
sudah berubah arah ke bagian tubuh yang lain dari Si Cawat Gila! Geram dan
kaget juga Si Cawat Gila melihat serangan lawan ini. Tubuhnya yang kurus kering
itu berkelebat ganas, kedua tangan sambar menyambar menimbulkan angin deras.
Di lain pihak Resi Godapati
tiada henti mengirimkan serangan tombak
emasnya yang sekaligus juga
merupakan senjata pembenteng tubuhnya!
Setelah lima jurus berlalu dan
dia masih belum dapat membuat suatu apa terhadap lawannya maka marahlah Si
Cawat Gila.
“Manusia sontoloyo! Terima
ini!" bentak Cawat Gila Tubuhnya lenyap. Dua tangan dan dua kakinya
bergerak tak kelihatan.
Kemudian terdengarlah jeritan
Resi Godapati. Tombak emasnya kelihatan mental ke udara sedang tubuhnya sendiri
terlempar ke bawah panggung. Resi ini coba duduk bersila untuk mengalirkan
tenaga dalam dan mengobati luka hebatnya. Namun tulang dadanya sudah hancur.
iga-iganya
telah patah. Hanya sesaat
tubuhnya duduk bersila, sesudah itu Godapati rebah ke tanah tanpa nyawa! Semua
yang hadir sama terkatup mulutnya.
Suasana sehening di pekuburan.
Si Cawat Gila tertawa membahak. Kemudian diputarnya tubuhnya menghadapi Dewa
Pedang yang berdiri sembilan tombak di depannya. Dia menyeringai dan berkata:
"Kematianmu lebih buruk
dari Resi keparat itu, Dewa Pedang!" Perkataannya itu langsung saja
ditutup dengan satu serangan dahsyat! Ta-ngan kanan mencengkeram ke muka sedang
tendangan kaki kiri menyeruak ke bawah selangkangan!
Dewa Pedang yang memang sudah
hampir hilang kesabarannya serta dendam terhadap kematian puteranya kini tidak
tinggal diam. Tubuhnya merunduk, kedua tangan dipukulkan ke muka. Inilah satu
pukulan jarak jauh yang hebat yang hendak dilepaskan nya!
Ketika kedua tangan Dewa
Pedang kelihatan bergerak ke muka maka Si Cawat Gila merasakan tubuhnya yang
melesat di udara itu menerima tekanan yang hebat! Tubuhnya terhuyung-huyung dan
serangannya buyar. Kaget sekali dia jadinya. Tak salah kalau adiknya Si Kuku
lblis menemui ajal di tangan Ketua Partai Telaga Wangi yang nyatanya memiliki
ilmu pukulan tangan kosong demikian lihainya!
Didahului dengan bentakan
menggeledek maka kelihatanlah tubuh Si Cawat Gila menukik ke bawah laksana
seorang perenang yang tengah menyelam dan tahu-tahu kedua tinjunya sudah
menjotos ke perut dan dada Dewa Pedang! Dewa Pedang dengan beringas sambuti
tinju lawan dengan tinju pula.
"Bukk!"
"Bukk!"
Dua tinju yang mengandung
tenaga dalam yang sangat tinggi sama-sama beradu dan mengeluarkan suara keras.
Akibatnya juga hebat. Tubuh Dewa Pedang terbanting ke belakang! Kalau saja ilmu
meringankan tubuhnya tidak sempurna pastilah dia akan terus jatuh duduk atau
terjerongkang di lantai panggung.
Sebaliknya Si Cawat Gila
sendiri kelihatan terpelanting ke belakang sampai satu tombak! Untuk kedua
kalinya tokoh silat berotak miring ini jadi terkejut.
Yang sudah-sudah bila seorang
lawan berani menyambuti dua jotos-annya. kalau tidak hancur kedua tangannya
pasti akan-terluka tubuhnya di sebelah dalam. Tapi di saat itu dilihatnya Dewa
Pedang masih berdiri dan dalam keadaan segar bugar. Hanya kedua tangannya saja
yang kelihatan kemerah-merahan!. Mulut Si Cawat Gila berkemak kemik.
"Rupanya kau memang ada
isi juga huh…!" ujarnya menyeringai buas. Kedua tangannya saling
digosok-gosok satu sama lain. Dan sesaat kemudian kedua tangan itu terkepal
membentuk tinju dan berwarna biru!,
Dewa Pedang maklum kalau lawan
hendak mengeluarkan ilmu pukulannya yang dahsyat Karenanya segera dia
bersiap-siap! Para penonton keseluruhannya menahan nafas melihat pertempuran
yang bukan main hebatnya ini.
Cawat Gila mengangkat kedua
tangannya keatas, sejajar dan sama tingginya dengan kepalanya yang bermuka
cekung itu. Tampangnya kelihat-an semakin angker.
"Selama aku memiliki llmu
Pukulan Siluman Biru tak satu manusia pun yang sanggup menahannya! Telah dua
ratus empat puluh tokoh-tokoh silat yang mampus di tanganku, kau adalah korban
yang ke dua ratus empat puluh, Dewa Pedang!" Mendengar nama pukulan yang
bakal dilancarkan
oleh lawannya maka Dewa Pedang
lipat gandakan tenaga dalamnya. Dan disaat itulah Si Cawat Gila dengan suara
tertawa melengking-lengking menyerbu ke muka! Dua larik sinar biru melesat dan
menukik ke bawah ke arah kepala Dewa Pedang.
Ketua Partai Telaga Wangi ini
cepat berkelit dan balas mengirimkan sodokan siku ke arah tulang iga lawan
namun dengan lipatkan lututnya Si Cawat Gila berhasil membuyarkan sodokan siku
Dewa Pedang sedang kedua tinjunya kiri dan kanan masih terus menderu deras ke
batok kepala Dewa Pedang!
Dewa Pedang ragu-ragu untuk
menangkis pukulan lawan, karenanya dengan cepat membuang diri ke samping. Dua
pukulan Si Cawat Gila lewat menderu di sisinya.
"Braaak … braak!"
Lantai panggung yang terbuat
dari papan tebal patah dan pecah kena dihantam angin Pukulan Siluman Biru yang
dilancarkan oleh Si Cawat Gila Semua orang meleletkan lidah. Dapatlah
dibayangkan bagaimana hebatnya ilmu pukulan itu. Dewa Pedang sendiri
terkejutnya bukan main.
Dua tokoh silat yang duduk di
antara jejeran para tamu saling berbisik.
”Naga-naganya Ketua Partai
Telaga Wangi tak bakal sanggup menghadapi lawannya sampai dua puluh jurus
…."
"Sukar di jajaki memang
tingginya ilmu Si Cawat Gila! Tapi Dewa Pedang sendiri agaknya belum
mengeluarkan ilmu-ilmu simpanannya. Meski umur muda tapi jangan terlalu
memandang remeh Dewa Pedang …." balas membisik tokoh silat lainnya.
Pada saat itu di atas panggung
terjadi pertempuran sangat seru antara Si Cawat Gila dan Dewa Pedang. Sinar
biru dan sinar putih gulung
bergulung. Agaknya Dewa Pedang
pun sudah mengeluarkan ilmu pukulan yang diandalkannya!
Di saat pertempuran berjalan
seru-serunya itu, di saat semua mata hampir tak berkedip memandang ke atas
panggung maka terdengarlah pekikan-pekikan dahsyat itu. Dan didetik itu pula
mata semuanya menangkap bayangan empat sosok tubuh manusia!
"Hentikan
pertempuran!" membentak salah seorang dari keempat pendatang itu. Suaranya
menggetarkan lembah! Menyirapkan dada setiap yang hadir! Kemudian kelihatanlah
empat sosok tubuh gadis berbadan ramping bagus berdiri di atas panggung.
Ketika diperhatikan parasnya
maka gemparlah suasana mereka yang hadir! Bagaimana tidak! Keempat gadis
berbadan langsing bagus dan berkulit kuning mulus itu memiliki paras-paras yang
mengerikan. Paras tengkorak!
* * *
6 Dewa Pedang dan Si Cawat
Gila juga dibuat terkeiut oleh suara pekikan serta suara membentak memerintah
yang menggetarkan lembah itu. Keduanya sama-sama bersurut mundur dan memandang
ke samping kanan! Ternyata empat gadis bermuka Tengkorak berdiri di atas panggung.
Paras yang menggidikkan itu jelas membayangkan maut.
“Setan kesasar! Apa urusanmu,
apa pangkatmu menyuruh kami menghentikan pertempuran, huh?!" kertak Si
Cawat Gila pada gadis muka tengkorak yang berdiri paling muka dan berpakaian
merah ringkas.
"Monyet ceking kerempeng!
Mulutmu terlalu murah menghina! Nyawamu tak aku lepaskan … !" Dan ucapan
si muka tengkorak baju merah terpotong oleh suara tertawa membahak dari Si
Cawat Gila.
"Berani menghina berani
mampus!" katanya.
"Hem. .. rupanya kau.juga
kelewat tekebur, monyet ceking!" Si Cawat Gila tertawa lagi gelak-gelak.
"Jika saja kau tahu
berhadapan dengan siapa saat ini, pastilah kau akan lari terbirit-birit!"
"Kentut!" maki si
pakaian merah marah sekali. Tangan kirinya bergerak mengebutkan lengan bajunya.
"WUTTT!"
Angin laksana badai menggebu
ke arah Si Cawat Gila. Mula-mula Si Cawat Gila menganggap enteng dan
tertawa-tawa saja menerima pukulan itu. Dengan acuh tak acuh dilambaikannya
tangan kirinya untuk melebur
serangan lawan. Namun alangkah
terkejutnya dia! Lambaian tangannya tak sanggup memusnahkan serangan lawan.
Sebaliknya sambaran angin lawan itu membuat tubuhnya tergontai-gontai! Dan jika
detik itu dia tidak cepat-cepat melompat ke samping, pastilah tubuhnya akan
mencelat ke luar panggung!
Si Cawat Gila keluarkan
keringat dingin. Parasnya mengkerut. Tenaga dalam si muka tengkorak hebatnya
bukan main, pikir laki-laki tua kerempeng itu.
"Muka tengkorak, kau
siapakah?!" tanya Si Cawat Gila dengan membentak garang. Yang ditanya
tertawa mengekeh:
"Kami adalah iblis-iblis
pencabut sukmat! Kau dengar itu … ?! Sekarang terimalah kematianmu!"
"Manusia buruk hina dina!
Jangan mimpi di siang bolong!" tukas Si Cawat Gila. Kedua tangannya
digosok-gosok dan dengan serta merta menjadi biru!
"lblis betina, in! makan
pencarianmu!" teriaknya. Si Cawat Gila lancarkan Pukulan Siluman Biru yang
dahsyat!
Gadis berpakaian merah memekik
nyaring. Tubuhnya melompat enam tombak dan ketika menukik lagi maka dari tangan
kanannya melesat selarik sinar hijau yang disusul dengan menyambarnya tiga ekor
binatang kala hijau! .
"Kala Hijau!" seru
Si Cawat Gila terkejut. Hatinya tergetar. Dewa Pedang dan seluruh manusia yang
hadir di situ juga kaget bukan main. Beberapa tokoh silat yang menyadari bahwa
ilmu kepandaiannya masih belum sempurna menjadi pucat paras mereka. Sejak dua
bulan belakangan ini ”Kala Hijau" telah muncul di dunia persilatan! Kini
muncul di hadapan mereka tentu saja semuanya menjadi cemas serta tegang.
Cawat Gila memukul ke muka.
Sinar biru Pukulan Siluman Biru menderu. Tapi sudah kasib tiada guna. Salah
seekor dari kala hijau telah lebih dahulu menancap dan amblas ke dalam
kepalanya. Menyusul kedua dan ketiga! Cawat Gila memekik penuh keseraman.
Sebelum tubuhnya rebah Cawat Gila masih berusaha melancarkan serangan
"Cengkeraman Naga Atas Langit". Tapi percuma. Tubuhnya terbanting ke
lantai panggung, kelojotan seketika :alu diam kaku tak bergerak lagi!
Seruan terkejut dan kegemparan
sepe.rti mau merobohkan langit di atas lembah sekitar telaga itu! Namun suasana
segera menghening ketika si muka tengkorak pakaian merah membentak buas:
"Manusia-manusia hina
dina! Diam semua!" Meskipun semua yang hadir berdiam diri dan menahan
nafas melihat munculnya empat gadis muka tengkorak, namun banyak di antara tokoh-tokoh
silat yang punya nama besar merasa sangat direndahkan dan dihina.
Apalagi mereka dari golongan
putih yang memang sudah tak bersenang hati mendengar kemunculan dan kekejaman
yang dilakukan oleh keempat manusia itu sejak dua bulan belakangan ini!
Salah seorang dari mereka
ialah Brahmana Wingajara yang bergelar "Sepasang Tangan Putih",
seorang tokoh silat yang memiliki lengan dan tangan berwarna putih sekali dan
justru pada kedua tangan yang putih inilah terletak kehebatannya. Tanpa menunggu
lebih lama sang Brahmana melompat ke atas panggung.
"Babi botak gendut!"
bentak si muka tengkorak berpakaian merah. Wingajara memang berbadan gemuk
buncit, berkepala botak dgn pendek kontet. Apakah kau juga ingin cepat-cepat
mampus berani naik ke atas panggung ini?!" Brahmana Wingajara tertawa
tawar. Jawabnya.
” Panggung ini bukan kau yang
bikin, bukan pula milikmu! Tuan rumah sendiri tidak melarang aku naik ke sini,
manusia muka setan!" Sebenarnya sebagai Brahmana, Wingajara jarang dan
hampir tak pernah memaki orang atau bicara kasar. Tapi saat itu, karena dihina
demikian rupa, apalagi di hadapan puluhan tokoh-tokoh silat, kalaplah Brahmana
Wingajara sehingga terlepas semprotannya!
Si pakaian merah tertawa
mengikik. "Lantas apa maumu datang ke sini?!"
Brahmana Wingajara tak
menjawab melainkan berpaling pada para hadirin dan berkata:
"Saudara-saudara sekalian, dari apa yang pernah kalian dengar sejak dua
bulan belakangan ini! Dari apa yang kita semua saksikan pada hari ini, maka
sudah dapat kita bayangkan bersama apa yang bakal menimpa dunia persilatan di
masa mendatang, terutama bagi kita golongan putih jika gadis-gadis muka
tengkorak setan dajal berhati iblis ini dibiarkan hidup lebih lama …."
"Tutup mulutmu Brahma
tahi kucing! Terima ini!" Si muka tengkorak berpakaian merah menendang ke
muka. Angin tendangan ini bukan main dahsyatnya. Sambil berkelit Wingajara
pukulkan kedua tangannya ke muka. Asap putih panas menderu menyambar si baju
merah! Gadis muka tengkorak ini tersurut mundur lalu dari samping lancarkan
serangan ganas! Sinar hijau menderu, tiga kala hijau melesat dan terdengarlah
jerit kematian Brahmana Wingajara. Dua dari kala hijau menancap di keningnya
Yang ketiga amblas masuk ke dalam mata sebelah kiri!
Sekali lagi suasana diselimuti
kengerian dan kegemparan. Dan sekali lagi si merah membentak garang:
"Manusia-manusia keparat, diam semua!"
Para hadirin terpaku kecut di
kursi masing-masing. Melihat naga-naga yang kurang baik rni beberapa di antara
mereka berdiri dari kursi. Cepat-cepat muka tengkorak pakaian merah berseru
"Tak satu orang pun
diizinkan meninggalkan tempat ini! Siapa yang berani melakukannya berarti
mampus!" Menyaksikan pembunuhan yang bertentangan dengan hati nurani serta
jiwa satrianya ditambah lagi dendam kesumatnya terhadap Si Cawat Gila belum
lenyap meski manusia itu sudah menjadi bangkai kini, maka Ketua Partai Telaga
Wangi maju selangkah ke arah si muka tengkorak.
”Telah dua bulan kudengar
kehebatan nama kalian dalam kejahatan dunia persilatan. Sebagai orang-orang
dunia persilatan aku menghormati kalian, tapi sebagai golongan hitam jahat yang
berhati iblis, aku tidak sudi melihat kalian! Karena itu aku harap segera
meninggalkan tempat ini! Aku tak ingin melihat kejahatan dan pembunuhan lebih
banyak!"
Si baju merah berpaling pada
tiga kawan-kawannya. Keempatnya kemudian tertawa gelak-gelak.
"Ketua Partai Telaga
Wangi, kau tak ingin melihat pembunuhan lebih banyak katamu. ..? Tapi apa kau
tahu bahwa kau juga bakai mampus di tangan kami, kecuali …."
"Kecuali apa … ?!"
potong Dewa Pedang.
"Kecuali jika kau dan
seluruh anggota Partaimu mau berlutut dan masuk ke dalam Partai yang bakal kami
dirikan yaitu Partai Lembah Tengkorak!" Dewa pedang mendengus dan
menjawab:
"Manusia-manusia macam
aku sampai mati sekali pun tiada sudi berlutut terhadap kalian! Apalagi masuk
Partai durjana kalian! Kalau mau cari anggota Partai, carilah ke liang neraka!
Di sana pasti banyak manusia-manusia bertampang macam kalian dan bersedia masuk
Partai kalian!"
Keempat gadis muka tengkorak
itu tertawa gelak-gelak.
"Ketua Partai Telaga
Wangi," kata muka tengkorak yang berpakaian hitam,
"Kau andalkan apakah
berani bicara demikian?!"
"Mungkin dia punya nyawa
rangkap!" kata yang berbaju biru.
"Betul, satu nyawa
manusia, satu lagi nyawa anjing!" menimpali si baju merah. Dan keempat
manusia itu kemudian tertawa lagi gelak-gelak! Dihina demikian, Dewa Pedang
masih bisa menahan luapan amarahnya. Namun tidak demikian dengan isterinya.
"Perempuan setan!
Bicaramu terlalu menghina dan terlalu tekabur! Jaga kepalamu!" Satu
sambaran pedang menderu di muka hidung si baju merah, membuat gadis muka
tengkorak ini terkejut dan tersusur lima tindak!
"Akh perempuan cantik …
kau tentu isteri Ketua Partai Telaga Wangi." kata si muka tengkorak baju
merah.
"Terhadapku tak usah bersikap
garang! Bagusnya ajak lakimu dan anggota-anggota Partai untuk masuk ke dalam
Partai kami dan kalian semua
pasti selamat dari
kematian"
"Batang lehermu yang
harus diselamatkan lebih dahulu, perempuan durjana!" teriak Suwita. Pedang
peraknya menyambar ganas ke arah si baju merah. Yang diserang menyambuti dengan
suara tertawa mengikik.
"Perempuan tak tahu
diri!" maki si baju merah seraya mengelak ke samping dan berseru pada
kawannya:
"Kala Biru cepat
selesaikan perempuan tolol ini!" Gadis muka tengkorak yang berpakaian biru
melompat ke muka menghadang Suwita. Namun dari belakang isteri Dewa Pedang
melompat pula seseorang menghadapi Kala Biru. Orang ini bukan lain daripada
lndrajaya putera tertua Dewa Pedang!
"Aku lawanmu, gadis muka
setan hati iblis!" bentak Indrajaya. Bola mata Kala Biru berputar dan
berkilat melihat kegagahan paras pemuda yang berdiri di hadapannya. Diam-diam
hatinya tertarik. Kala Merah yaitu gadis muka tengkorak yang berpakaian merah,
mengetahui hal ini dan cepat membentak.
"Kala Biru, lekas
laksanakan apa yang aku bilang! Pemuda itu harus mampus dalam satu jurus!"
Dalam malang melintang di dunia persilatan guna mencapai rencana yang
ditugaskan gurunya yaitu hendak mendirikan Partai Lembah Tengkorak maka Kala
Merah yang memang lebih tinggi setingkat ilmunya dari tiga kawan-kawannya yang
lain, bertindak sebagai pimpinan. Kala Biru mengeluh dalam hati.
Hatinya iba juga melihat
pemuda segagah lndrajaya harus menemui kematian di tangannya. Tapi bila dia
ingat bentakan Kala Merah serta ingat pesan orang yang tidak sudi memasuki
Partainya atau coba membangkang, maka rasa iba itu dengan serta merta menjadi
lenyap.
Dengan memekik keras Kala Biru
menyerang Indrajaya. Si pemuda kiblatkan pedangnya menyambuti serangan itu.
Tapi Kala Biru bukanlah tandingan Indrajaya. Sebelumnya sudah disaksikan oleh
semua mata bagaimana Kala Merah yang ilmunya satu tingkat saja lebih tinggi
berhasil merubuhkan Si Cawat Gila serta Brahmana Wingajara dalam satu jurus
maka dapatlah diramalkan bahwa lndrajaya betul-betul akan menemui ajalnya dalam
satu jurus pula!
Demikianlah, meski dalam
setengah jurus pertama itu Indrajaya dapat mengurung serta menekan lawan dengan
permainan pedangnya yang cepat dan sebat, namun ketika Kala Biru mengangkat
tangan kanannya tinggi-tinggi ke atas dan memukulkannya ke depan, ketika
kala-kala hijau menghambur ke arah kepala pemuda itu, maka lndrajaya menjadi
gugup.
Dalam kegugupannya ini
dicobanya merambas tiga ekor kalajengking yang menyerangnya dengan tebasan
pedang, namun terlambat sudah! Dua ekor kala hijau menancap di keningnya. Yang
ketiga di pipi kiri! lndrajaya meraung keras. Tubuhnya rebah ke lantai papan.
Sebelum meregang, nyawanya pemuda ini masih sanggup melemparkan pedang ke arah
Kala Biru tapi dengan satu lambaian tangan kiri saja maka pedang itupun mental!
Dendam kesumat yang bergejolak
serta amarah murka yang membakar hati akibat kematian puteranya Jayengrana
belum lagi putus, kini puteranya yang tertua menemui ajalnya pula dengan cara
yang mengenaskan begitu rupa maka kalaplah Dewa Pedang.
"Sreeet!"
Ketua Partai Telaga Wangi itu
mencabut pedangnya. Sinar putih pedang bertabur menyilaukan mata.
"Jangan harap kau bisa
meninggalkan tempat ini hidup-hidup, Kala Biru!" bentak Dewa Pedang. Di
belakang Dewa Pedang, Suwita, Bradjasastra dan Pengurus Partai Klabangsongo
melompat ke muka, tanpa banyak cerita mereka segera menerjang tiga gadis muka
tengkorak lainnya yaitu Kala Merah, Kala Putih dan Kala Hitam. Maka terjadilah
pertempuran yang seru di atas panggung. Namun keseruan itu tidak berjalan lama.
Segera
digantikan dengan kengerian!
Tiga larik sinar hijau melesat maka terdengarlah jeritan maut Suwita, Indrajaya
serta Brajasastra! Ketiga orang ini terkapar di lantai panggung. Masing-masing
kepala mereka ditancapi kala hijau beracun!
Dewa Pedang yang saat itu
dengan ilmu pedang serta jurus-jurus yang lihai mematikan dan tengah mendesak
hebat Kala Biru dalam permulaan jurus kedua, melihat kematian isteri serta
putera bungsu yang paling disayanginya menjadi kalap luar biasa! Kekalapan ini
membuat dia lupa diri
dan mengamuk membabi buta.
Pedangnya berkiblat ganas kian kemari tapi tanpa perhitungan sama sekali!
Ketika taburan sinar hijau dan
tiga ekor kelabang hijau beracun menderu ke arahnya, hanya satu saja dari
binatang elmaut itu yang sanggup
dielakkannya. Dua ekor lainnya
menyambar dan menancap di kepalanya!
Ketua Partai Telaga Wangi
terhuyung-huyung. Matanya mendelik menahan sakit yang luar biasa. Tiba-tiba dia
meraung dan menyerbu ke muka! Pedangnya berkelebat! Serangannya yang tiba-tiba
sungguh tidak diduga oleh Kala Biru. Gadis muka tengkorak ini melompat dengan
cepat namun tak urung bajunya kena juga tersambar sehingga robek!
"Setan alas!" rutuk
Kala Biru. Pada saat tubuh Dewa Pedang meliuk dalam meregang nyawa, Kala Siru
hantamkan tendangannya ke perut Dewa Pedang. Tak ampun lagi Ketua Partai yang
belum lagi satu hari didirikan itu mencelat mental, masuk ke dalam telaga!
Pengurus Partai Telaga Wangi
daerah Utara berseru memerintah pada dua orang anggota Partai:
"Lekas ambil jenazah
Ketua dan selamatkan ke hutan!" Dua anggota Partai segera hendak melompat
ke dalam telaga tapi terhalang oleh bentakan Kala Merah: "Siapa yang
berani bergerak akan mampus!"
Pengurus Partai tadi yaitu
Jambakrogo melompat ke hadapan Kala Merah. "Kekejamanmu melewati takaran
manusia iblis! Kupasrahkan selembar nyawaku untuk mencincang kau … !"
Habis berkata begitu Jambakrogo lancarkan serangan pedang, dua tendangan serta
satu jotosan! Kehebatan se-
rangan ini tak bisa dianggap
remeh! Namun justru Kala Merah tidak pandang sebelah mata. Sekali tangan
kanannya bergerak, sekali larikan sinar hijau melesat maka terdengarlah jeritan
Jambakrogo, nyawanya putus!
Tiga pengurus Partai yaitu
yang tadi sudah sama-sama kena terpukul pingsan oleh Si Cawat Gila dan Nenek
Kelewang Merah dan saat itu masih berada dalam keadaan terluka tiada ambil
perduli lagi keadaan diri masing-masing. Ketiganya menyerbu ke muka.
Klabangsongo berseru:
"Seluruh anggota Partai lekas bentuk barisan -telaga maut!" Mendengar
ini anggota Partai Telaga Wangi yang memang sudah sejak tadi menahan
kegeramannya dan ingin lekas-lekas turun tangan, segera bergerak membentuk
barisan yang dinamakan Telaga Maut. Barisan ini berbentuk lingkaran dan terdiri
dari lima lapis. Karena Partai Telaga Wangi belum lagi dikenal maka semua yang
hadir di situ tak mengetahui sampai di mana kehebatan barisan "Telaga
Maut" itu!
Di samping itu sebagian besar
dari para tamu tidak lagi memperdulikan apa yang terjadi dan bakal terjadi di
atas panggung. Dalam kekacaubalauan di atas panggung itu mereka mencari
kesempatan untuk meninggalkan tempat itu. Namun begitu mereka berdiri dan
bergerak, terdengarlah bentakan Kala Hitam.
"Berani meninggalkan
tempat ini, berani mampus!" Orang-orang yang hendak berlalu itu tertegun
seketika. Tapi sekelompok di antaranya tiba-tiba
berhamburan dan kabur. Kala
Hitam dan Kala Merah yang berada di ujung panggung dan paling dekat dengan
orang-orang itu membentak nyaring.
"Mampuslah!" teriak
mereka. Dua gelombang sinar hijau menyambar. Maka terdengarlah pekik-pekik
maut. Keseluruhan kelompok hendak melarikan diri itu terkapar di tanah, tak
satu pun yang hidup! Yang menyaksikan berdiri dengan lutut gontai!
"Siapa yang mau kabur
lagi, silahkan!" berseru Kala Merah. Tak ada yang berani bergerak. Namun
ini bukan berarti bahwa semua tamu yang hadir itu merasa jerih terhadap Kala
Merah dan kawan-kawannya.
Beberapa tokoh sengaja,
menahan kegeraman mereka sampai saat di mana mereka merasa tepat untuk maju!
Tiba-tiba di atas panggung
terdengar teriakan-teriakan keras! Ternyata barisan "Telaga Maut"
sudah mulai bergerak. Lingkaran sinar putih kelihatan bergulung-gulung
mengurung keempat gadis bermuka tengkorak itu dengan sangat dahsyatnya!
Keempatnya mula-mula sama
menganggap remeh barisan itu. Sekali mereka menggerakkan tangan maka mampuslah
semua pengurung itu, pikir
mereka. Namun ketika mereka
terdesak hebat dan hendak melancarkan serangan "Kala Hijau" segera
mereka ketahui bahwa dikurung demikian rupa, tak mungkin bagi mereka untuk
mengangkat tangan tinggi-tinggi dan menghantamkannya ke muka!
Keempatnya kaget dan hanya
ketinggian ilmu mengentengi tubuh mereka sajalah yang dapat menyelamatkan
mereka dari arus pedang yang dahsyat laksana gelombang melanda karang itu!
Meskipun dapat bertahan namun lama-lama keempatnya merasa khawatir juga.
Keempatnya diam- diam mencari siasat dan begitu mereka berhasil mengetahui
kelemahan barisan "Telaga Maut" itu maka dengan cepat keempatnya
melancarkan serangan terpusat pada dua orang anggota barisan!
Dua pekikan terdengar merobek
langit. Dua sosok tubuh anggota barisan "Telaga Maut" mencelat ke
udara, jatuh di tanah tanpa nyawa. Dengan demikian maka bobollah kehebatan
barisan yang sangat diandalkan oleh Partai Telaga Wangi itu. Sekelompok demi sekelompok
mereka terguling tanpa nyawa! Pada saat Kala Merah dan kawan-kawannya terkurung
rapat oleh barisan "Telaga Maut" maka sebagian besar dari para tamu
yang merasa tidak aman dan tak punya harapan bila melakukan perlawanan terhadap
Kala Merah serta kawan-kawannya segera
meninggalkan tempat itu. Namun
tokoh-tokoh utama lainnya tetap duduk di tempat mereka,
Terutama tokoh-tokoh silat
kalangan putih yang bersahabat baik dengan Dewa Pedang almarhum. Kini di atas
panggung kelihatan pemandangan yang betul-betul mengerikan. Puluhan tubuh
manusia terkapar tanpa nyawa. Ada yang hancur kepalanya, ada yang robek perutnya
atau melesak dadanya tapi yang paling banyak ialah yang mati akibat "Kala
Hijau" beracun yang dilepas oleh keempat gadis bermuka tengkorak yang haus
jiwa manusia itu!
* * *
7 Di atas panggung Partai
Telaga Wangi yang kini Cuma tinggal nama saja Kala Merah berdiri bertolak
pinggang menghadapi para hadirin yang kini hanya tinggal separoh saja lagi.
"Mana yang
lain-lainnya?!" tanya Kala Merah membentak. Sepasang matanya membeliak.
Tapi tak ada satu pun dari yang hadir yang mem-berikan jawaban. Kala Merah
menyapu rnereka dengan Pandangannya yang tajam. Melihat kepada sikap
Orang-orang itu dan melihat bagaimana mereka masih punya nyali untuk mendiamkan
Pertanyaannya, Kala Merah maklum bahwa orang-orang itu tentulah tokoh-tokoh
silat berkepandaian tinggi. Namun ini tidak mengejutkan hatinya. Malah
sebaliknya Kala Merah menjadi gembira dapat berhadapan dengan tokoh-tokoh
kawakan dunla persllatan itul
"Kerbau-kerbau dogol, apa
kalian tidak Punya mulut?! Orang ber-tanya didiamkan saja? Atau mungkin tuli
semua?!"
Mendadak terdengar suara
tertawa rnengekeh dari panggung sebelah Barat. "Kala Merah, jika kau punya
nyali, turunlah!"
Kala Merah dan kawan-kawannya
tentu saja kaget sekali dan memandang ke jurusan Barat tapi tak dapat
mengetahui siapa adanya orang yang bicara itu karena dia mempergunakan ilmu
memindahkan suara!
”Keparat pengecut, berani
menantang berani unjukkan diril" bentak Kala Merah penasaran.
Terdengar lagi suara tertawa
mengekeh.
“aku akan unjukkan diri bila
kau bersedia bertempur dengan membuka kedok tengkorakmu!"
Mata Kala Merah membeliak.
Darahnya tersirap. Demikian juga dengan Kala Hitam. Kala Putih dan Kala Biru.
Rupanya Manusia yang bersuara itu selain sakti juga mengetahui rahasia kedok
tipis yang mereka pakai! Karena geramnya Kala Merah hantamkan pukulan
"Kala Hijau" ke bagian panggung sebelah Barat itu! Jerit kematian
terdengar di bagian situ! Enam tokoh silat golongan putih dan dua golongan
hitam roboh terjerongkang dari kursi masing-masing.
Jika belum juga unjukkan diri,
semua yang ada di sini akan kubikin minggat ke akhiratl" ancam Kala Merah.
"He… he … enaknya kalau
bicara!" terdengar jawaban Orang yang tak kelihatan dan tak diketahui di
mana beradanya itu. "Kesaktianmu memang patut dikagumi perempuan-perempuan
iblis Kejahatan mu melewati batas! Dunia persilatan akan bersatu
menghancurkanmu! Sekalipun kalian punya sepuluh nyawa, kalian tak bakal dapat
hidup lama!"
"Kentut!" bentak
Kala Merah gusar sekali.
"Kalau aku kentut, kalian
adalah tahinya!" terdengar Suara tertawa mengekeh. Kedua tinju Kala Merah
dan kawan-kawannya sama terkepal erat, tapi kepada siapakah mereka akan turun
tangan?
Tak sedikit pun mereka tahu
dari mana sebenarnya datang suara itu dan siapa adanya orang yang bicara!
Kala Biru mendekati Kala Merah
dan berbisik:
” Kakak Kala Merah tak usah
perdulikan manusia keblinger itu. Sebaiknya kita mulai saja urusan dengan semua
yang hadir di sini."
Kala Merah mengangguk. Dia
berdiri di tepi Panggung sebelah muka dengan bertolak pinggang. Setelah menyapu
paras semua yang hadir dengan
sepasang matanya yang tajam
menyorot itu maka dia pun membuka mulut. Suaranya nyaring lantang dan
mengumandang ke seluruh pelosok lembah.
"Semua Yang hadir, dengar
baik-baik! Pada hari dua belas bulan dua belas yang akan datang di Lembah
Tengkorak kami akan mendirikan Partai baru yang dinamakan Partai Lembah
Tengkorak! Semua kalian yang ada di sini musti masuk menjadi anggota Partai!
Siapa berani menolak berarti mati!"
Suasana sehening di pekuburan
beberapa lamanya. Tiba-tiba terdengar lagi suara mengekeh tadi. "Perempuan
iblis! Kalian kira kami ini semua domba-domba tolol yang mau digiring seenaknya
saja?! Persetan dengan Partaimu! Siapa sudi masuk anggota Partaimu! Kalau mau
cari anggota, pergilah naik ke puncak Gunung Merapi lalu buang dirimu ke dalam
kawahnya! Mengerti…?! He … he … he….!"
Empat murid Dewi Kala Hijau
itu kertakkan rahang masing-masing. Kegeraman mereka sudah tak bisa
dikendalikan lagi Tapi kepada siapa mereka musti turun tangan?!
"Kakak Kala Merah,
teruskan saja bicaramu. Nanti bangsat bermulut besar itu akan kita ketahui juga
siapa adanya!" Lagi-lagi Kala Biru memberi nasihat pada saudara-saudara
seperguruannya itu. Maka Kala Merah pun meneruskan ucapannya.
"Kalian sudah saksikan
sendiri apa akibat bagi manusia-manusia yang tidak mau mematuhi kehendak kami!
Karenanya kalian semua lekas naik ke atas panggung, berlutut dan bersumpah
sedia memasuki Partai Lembah Tengkorak!"
Sampai setengah menit lamanya,
tak satu pun daripada yang hadir melakukan apa yang diperintahkan itu. Maka
marahlah Kala Merah.
"Kalau begitu kalian
minta mampus semua!" bentak Kala Merah. Dia memberi isyarat pada ketiga
saudara seperguruannya. Maka keempatnya kemudian serentak menaikkan tangan
kanan tinggi-tinggi ke udara.
Tiba-tiba dari tengah-tengah
bawah panggung berdirilah dua manusia berjubah putih. Melihat kepada
tampang-tampang mereka nyatalah bahwa keduanya beradik kakak. Yang di sebelah
kanan mengangkat tangannya.
"Kalian berdua mau apa?”
tanya Kala Merah.
"Malang tak dapat dihindar,
untung tak dapat diraih! Kami berdua hanya inginkan nyawamu dan nyawa tiga
gadis-gadis iblis lainnya itu!" menjawab laki-laki berjubah putih yang
mengangkat tangan tadi. Suaranya menggetarkan lembah tanda tenaga dalamnya
tinggi sekali. Kala Merah kerenyitkan keningnya lalu tertawa gelak-gelak.
"Kalau kau tidak buta
tentu otakmu miring! Apa masih belum melihat bangkai-bangkai yang berkaparan di
tempat ini?!"
"Tentu:.. tentu saja kami
lihat! Justru kami inginkan nyawa kalian adalah karena roh-roh busuk kalian
tengah ditunggu-tunggu oleh roh sekian banyaknya manusia yang telah kalian
binasakan … !"
Meledaklah kemarahan Kala
Merah. "Cepat katakan siapa kalian berdua supaya cepat pula kuberi
jalan,kematian!"
Kedua orang berjubah putih itu
tertawa dingin. Sementara itu Kala Merah sudah mengangkat kembali tangan
kanannya tinggi-tinggi, sedang tokoh-tokoh silat yang lain bersiap-siap
menunggu segala kemungkinan.
"Cepat terangkan nama
kalian! Atau kalian akan mampus percuma!" membentak lagi Kala Merah. Kedua
orang berjubah putih tiba-tiba sama menggerakkan tangan kanannya ke balik
jubah. Sesaat kemudian keduanya telah memegang masing-masing sebuah rujung
emas.
"Akh … kiranya kalian
adalah Sepasang Ruyung Emas Dari Banyuwangi! Nama besar kalian memang ada kudengar.
Tapi hari ini kau tak bakal lagi dapat kembali ke Banyuwangi! Takdir sudah
menentukan bahwa ajalmu lepas di sini!"
"Jangan kelewat tekebur,
Kala Merah! Mungkin kepalamu yang akan kuhancurkan lebih dahulu dengan Ruyung
ini!" kata Sepasang Ruyung Emas yang berdiri di sebelah kanan. Namanya
Teggil Tantra. Rekannya yang berdiri di sebelah kiri bernama Situwara. Untuk
daerah JawaTimur nama dan julukan sepasang pendekar golongan putih ini memang
sudah tidak asing lagi!
Kala Merah bersuit keras.
Tubuhnya melayang ke bawah panggung. "Kalian maju sendiri-sendiri atau
berdua sekaligus?!" bentaknya begitu sampai di hadapan Sepasang Rujung
Emas. Sepasang Eujung Emas memberikan jawaban dengan serhuan yang dahsyat.
Tubuh mereka tak kelihatan bergerak tapi tahu-tahu dua sebetan ruyung yang
memancarkan sinar kuning emas telah menyambar ke muka hidung Kala Merah! Gadis
muka tengkorak ini sampai tersurut lima langkah ke belakang. Tapi sepasang
Ruyung Emas di tangan Situwara dan Teggil Tantra berkelebat pula memburunya!
Dalam waktu yang singkat dua
jurus telah dilancarkan oleh tokoh-tokoh silat Jawa Timur itu. Permainan silat
serta jurus-jurus serangan Ruyung mereka merupakan ilmu yang aneh dan banyak
sekali pecahan-pecahannya. Angin menderu, dan tubuh ketiga orang yang bertempur
itu hanya merupakan bayang-bayang saja!
Jika saja Kala Merah mempunyai
kesempatan untuk mempergunakan tangan kanannya mengeluarkan ilmu "Kala
Hijau" yang sangat diandalkan, maka dalam satu jurus kedua jago silat itu
mungkin sudah kojorl
Tapi setiap dia mengangkat
tangan kanannya tinggi-tinggi, maka setiap kali itu pula salah satu dari Ruyung
menyambar ke arah tangannya sehingga sebelum maksudnya kesampaian, dia terpaksa
tarik pulang kembali serangannya!
Jurus ketiga dan keempat Kala
Merah dibikin sangat repot Memasuki jurus yang kelima tiba-tiba terdengarlah
suitannyal Tubuhnya lenyap. Dua jurus dia bergerak cepat mengirimkan
serangan-serangan kilat, namun hasilnya sia-sia belaka saja!
"Manusia-manusia
keparat!" maki Kala Merah dalam hati. Sekali lagi dia memekik. Tubuhnya
Ienyap lagi dan tahu-tahu sudah ke luar lima tombak dari kalangan pertempuran!
Situwara dan Teggil Tantra
memburu tapi kali ini jarak mereka dengan sasaran terlalu jauh sehingga Kala
Merah yang sengaja mencari kesempatan ini mempunyai peluang untuk melancarkan
serangan "Kala Hijau".
Teggil Tantra yang berada agak
ke muka membabat dengan Ruyung emasnya ketika melihat selarik sinar hijau
menyambar ke arahnya! Seekor dari tiga kala hijau yang menyerangnya hancur
lebur dihantam Ruyung emas.
Kala Hijau yang kedua berhasil
dielakkannya. Tapi menghadapi
kala yang ketiga, tokoh silat
ini menjadi gugup! Teggil Tantra menjerit! Ruyung emasnya terlepas dan kedua
tangannya menutupi mukanya yang bermandikan darah akibat tancapan kala hijau
pada kening antara kedua matanya! Begitu racun binatang maut itu masuk ke dalam
darahnya maka tergelimpanglah dia! Nyawanya putus pada detik tubuhnya mencium
tanah!
"Kakak Kala Merah
awas!" terdengar seruan Kala Hitam.
"Sreeet!" Lengan
pakaian Kala Merah robek tersambar Ruyung Emas Situwara yang saat itu menjadi
kalap beringas melihat kematian saudara kandungnya.
Satu jurus dia menggempur
hebat Kala Merah. Tapi pada ujung jurus itu nasibnya tiada beda dengan Teggil
Tantra. Dua kala hijau menancap di mukanya, satu di tenggorokan! Maka tamatlah
riwayat Sepasang Ruyung Emas Dari Banyuwangi!
Tokoh-tokoh silat golongan
hitam yang menyadari bahwa ilmu kesaktian mereka masih berada di bawah kedua
tokoh silat itu menjadi ngeri dan gelisah di kursi masing-masing. Tiba-tiba dua
di antaranya melompat dan melarikan diri!
"Kurang ajar! Berani
kabur ya?!" bentak Kala Hitam, Tangan kanannya bergerak! Sinar hijau
melesat. Maka tergelimpanglah kedua tokoh golongan hitam itu!
"Siapa lagi yang mau
coba-coba ambil langkah seribu, silahkan!" bentak Kala Hitam.
"Perempuan-perempuan
iblis! Dosa kalian tidak berampun! Hadapi golok panjangku!" Mendadak
terdengar satu bentakan. Suara bentakan itu belum lagi habis tahu-tahu telah
berkilat sinar biru melanda Kala Merah!
"Edan betull Siapa lagi
ini yang mau minta mampus"" hardik Kala Merah. Dipukulkannya tangan
kirinya ke depan Serangkum angin deras menyambar penyerangnya, membuat yang
menyerang itu tergontai-gontai seketika dan agak lamban gencaran goloknya!
Namun dengan robah ilmu
goloknya dengan jurus-jurus aneh maka kembali si penyerang yang masih tak
kelihatan jelas tampangnya karena cepat sekali gerakannya itu, dapat mendesak
Kala Merah ke ujung panggung!
"Setan betul!" maki
Kala Merah. Kedua tangannya terkembang ke muka. Jari-jari menekuk membentuk
cengkeraman.
* * *
8 ”Cengkeram Kala Hijau!"
seru si penyerang lalu menabas dengan golok panjangnya. Kala Merah tertawa
meringkik.
"Akh … !"
Terdengarlah erangan si
penyerang. Ketika dia melompat ke luar dari kalangan pertempuran maka baru bisa
dikenali siapa dia adanya!
Manusia ini adalah tokoh silat
dari Utara yang berjuluk "Si Golok Sakti". Mukanya kelihatan
bergurat-gurat dan berlelehan darah akibat cakaran kala hijau yang dilancarkan
oleh Kala Merah. Sakitnya
bukan main. Seluruh mukanya
sampai ke leher seperti dibakar!
"Sebaiknya kau segera
bunuh diri saja, Golok Sakti!" ejek Kata Merah. Si Golok Sakti tidak
menjawab. Mulutnya kelihatan komat kamit. Tiba-tiba dia berseru nyaring!
"Lihat golok!"
Dan semua orang termasuk tiga
gadis muka tengkorak saudara seperguruan Kala Merah menjadi keheranan melihat
Kala Merah mencak-mencak sendirian, memukul dan mencakar kian kemari sedang Si
Golok Sakti tetap berdiri di tempatnya tanpa bergerak dan mulutnya terus juga
komat kamit!
Di samping lihai dalam ilmu
silat maka Si Golok Sakti juga mendalami ilmu sihir. Dengan ilmu sihirnya itu
dia telah menipu pandangan mata Kala Merah. Kala Merah seakan-akan melihat
bahwa lawannya tengah
menyerangnya lalu bergerak
cepat kian kemari, memukul dan mengelak! Melihat hal ini saudara seperguruannya
yaitu Kala Hitam cepat berseru:
"Kakak Kala Merah, awas
jangan tertipu! Bangsat itu mempergunakan ilmu sihir!" Mendengar ini Kala
Merah beringas setengah mati. Dihentikannya gerakannya. Tiba-tiba Si Golok
Sakti menerjang ke muka. Golok panjang menyambar, angin deras melesat dari
telapak tangan kiri! Kala Biru kini yang berteriak memberi peringatan! Pada
saat itu sudah terlalu singkat bagi Kala Merah untuk mengelak! Tanpa pikir
panjang Kala Biru naikkan tangan kanan dan memukul ke depan.
"Curang … !" teriak
Si Golok Sakti. Goloknya diputar laksana titiran tapi dua ekor kala hijau telah
melesat melewati putaran golok dan menghantam mukanya! Si Golok Sakti
terhuyung-huyung lalu roboh ke tanah tanpa nyawa!
"Siapa lagi yang ingin
mampus cepatlah majukan diri!" seru Kala Merah. Dia melangkah ke muka.
Dengan geram ditendangnya tubuh Si Golok Sakti hingga mental ke atas panggung,
terhampar di antara mayat-mayat anggota Partai Telaga Wangi! Mendadak terdengar
suara tarikan nafas aneh!
"Kejahatan kalian sudah
punya! Dosa sebesar gunung kalian sudah pikul. Tapi rupanya juga kalian
memiliki kecurangan! Manusia-manusia dajal! Sudah tiba saatnya kalian harus
mampus!" Suara itu adalah suara manusia yang tidak kelihatan tadi. Tapi
kali ini rupanya dia tidak menyembunyikan diri lebih lama karena begitu
ucapannya berakhir maka yang punya diri sudah melompat ke hadapan Kala Merah
dan gadis-gadis muka tengkorak lainnya!
Melihat siapa adanya manusia
ini yang bukan lain si tua renta berjuluk "Sepuluh Jari Malaikat",
maka besarlah kembali nyali para hadirin yang
masih ada di tempat itu! Siapa
yang tak akan kenal dengan "Sepuluh Jari Malaikat"?
Selama dua puluh tahun
kakek-kakek tua renta itu telah merajai dunia persilatan di JawaTimur. Dan bila
hari ini dia muncul pastilah keempat bergundal-bergundal pencabut nyawa itu
akan dibikin ludas musnah!
Tapi rupanya keempat gadis
muka tengkorak itu masih belum tahu dengan siapa mereka berhadapan. Kala Merah
memperhatikan paras kakek-kakek tua yang agak bungkuk di hadapannya itu.
Sepuluh Jari Malaikat berparas licin polos, rambutnya putih panjang sampai ke
bahu seperti rambut perempuan, alis mata, kumis serta janggutnya juga putih!
Bahkan sepasang bola matanya juga putih laksana marmer!
Tergetar juga hati Kala Merah
melihat pandangan mata si kakek tua!
"Hemmm m… akhirnya kau
munculkan diri juga, huh?’" decah Kala Merah. Sepuluh Jari Malaikat
tertawa rawan.
"Kebenaran akan selalu
muncul untuk memusnahkan kejahatan….."
"Tak usah bicara bahasa
tinggi. Sebutkan cara mati yang bagaimana yang kau inginkan tua renta?!"
Sepuluh Jari Malaikat tertawa mengekeh. Mulutnya hanya sedikit yang terbuka
tapi suara kekehannya mengumandang dan menggetari seluruh lembah!
"Kakak Kala Merah
…." Kala Hitam berkata dengan ilmu menyusupkan suara.
"Hati-hati terhadap
kunyuk tua ini, agaknya dia memiliki tenaga dalam yang sangat tinggi!
Perhatikan jari-jari tangannya yang paling panjang-panjang! Kalau aku tidak
salah duga, kunyuk tua ini pastilah Sepuluh Jari Malaikat …."
Kala Merah terkejut dan
melirik pada jari-jari tangan kakek-kakek tua di hadapannya. Jari-jari itu
panjang sekali, hampir dua kali lebih panjang
dari jari-jari yang biasa!
Dari gurunya Kala Merah serta ketiga saudara-saudara seperguruannya itu dulu
pernah diberitahu tentang tokoh-tokoh silat utama di tanah Jawa. Seorang di
antaranya ialah yang berjuluk "Sepuluh Jari Malaikat" yang merajai
dunia persilatan.di Jawa Timur!
"Sepuluh Jari Malaikat,
mengetahui siapa kau adanya dan memandang kepada nama besarmu, maka kami
berempat atas nama guru Dewi Kala Hijau bersedia mengampunimu! Kuharap kau mau
segera menyatakan diri masuk ke dalam Partai kami …."
Meledaklah tertawa Sepuluh
Jari Malaikat. Kedua tangannya dinaikkan ke atas. Kala Merah dan
saudara-saudara seperguruannya bersiap-siap.
"Perempuan iblis,
dengar!" Sepuluh Jari Malaikat buka suara.
"Aku memang tak keberatan
masuk ke dalam partaimu, tapi sepuluh jari-jari tanganku ini pasti tidak mau
diajak ikut-ikutan bersama kalian, apalagi masuk Partai kalian!" marahlah
Kala Merah.
”Kalau begitu mampus adalah
yang paling baik buatmu!" teriak Kala Merah. Tangan kanannya laksana kilat
naik ke atas lalu dipukulkan ke muka! Sinar hijau menyambar. Tiga binatang kala
berwarna hijau melesat! Segenap yang masih hadir membuka mata lebar-lebar,
ingin menyaksikan apa yang bakal terjadi.
Tiba-tiba Sepuluh Jari
Malaikat membentak nyaring! Tubuhnya berkelebat ke samping. Sinar dan kala
hijau lewat di sampingnya.
"Perempuan iblis!"
terdengar suara Sepuluh Jari Malaikat dalam kelebatan itu.
"Aku tidak suka bertempur
dengan lawan yang menyembunyi-kan mukanya di balik topeng! Coba kulihat dulu
parasmu!" Habis berkata begitu Sepuluh Jari Malaikat berkelebat lagi dan.
…
"Bret!"
Suara ini disusul oleh suara
seruan tertahan Kala Merah! Topeng tengkorak tipis yang menutupi mukanya robek
dan tanggal! Terkejutlah semua orang yang ada, termasuk Sepuluh Jari Malaikat
sendiri! Siapa yang menyangka kalau perempuan bertopeng tengkorak dan berhati
sejahat iblis itu ternyata adalah seorang gadis berparas cantik jelita?!
Kala Merah sendiri kagetnya
bukan main. Mukanya pucat oleh sirapan darah, tapi kemudian kekalapannya pun
muncul!
"Setan alas! Terima
kematianmu!" bentak Kala Merah. Gadis ini menyerbu ke muka. Kedua
tangannya naik ke atas dan turun lagi secepat kilat! Dua larik sinar hijau
menderu dan puluhan kala hijau melesat dari kedua telapak tangan Kala Merah!
"llmu terkutukmu ini
boleh kau pamerkan pada orang lain! Terhadapku kau bisa cilaka sendiri!"
ejek Sepuluh Jari Malaikat. Sepuluh jari-jari tangannya dipentang lebar-lebar
lalu dihantamkan ke muka! Dua gelombang angin laksana topan prahara memapas dua
larik sinar hijau! Puluhan kala hijau yang menyerang ke arah Sepuluh Jari
Malaikat tertahan sejenak lalu menderu membalik menyerang Kala Merah dengan
dahsyatnya!
Kala Merah menjerit keras!
Selama dilepas oleh gurunya,
selama malang melintang di dunia persilatan dalam memenuhi tugas yang
dipikulkan gurunya yakni mendirikan Partai Lembah Tengkorak, selama dia
menghadapi musuh-musuh perkasa, selama itu pula dia terus-menerus telah
menyebar maut, menyerang lawan-lawannya dengan ilmu "Kaia Hijau" yang
sangat dahsyat itu! Tapi hari ini senjata itu membalik menyerangnya sendiri!
"Mampuslah kau iblis
terkutuk!" teriak orang banya k.
"Kurang ajar!"
terdengar bentakan Kala Hitam.
"Berani menyumpahi!"
Sekali dia lepaskan ilmu kala hijau ke arah orang banyak yang tadi menyumpahi
kemampusan bagi kakak seperguruannya maka terdengarlah pekik-pekik kematian!
Sementara itu meskipun agak
gugup namun dengan ilmu mengantengi tubuhnya- yang tinggi Kala Merah melompat
tujuh tombak ke udara. Kalakala hijau yang menyerangnya lewat di bawah kaki.
Dari atas gadis ini menukik ke bawah laksana seekor rajawali dan sekali lagi melepaskan
pukulan ilmu Kala Hijau kepada Sepuluh Jari Malaikat dan kali ini serangannya
itu datang dari belakang!
Sepuluh Jari Malaikat
mendengus. "Terhadap orang lain kau bisa berlaku curang, gadis
iblisl" bentaknya.
"Tapi terhadapku jangan
cobs-coba!"
Tokoh lihai ini lambaikan
kedua tangannya. Puluhan kala-kala hijau yang menyerangnya luruh hancur ke
tanah, Sekejapan kemudian kedua tangan itu telah membentuk cengkeraman dan
menyerang dalam satu jurus aneh! Meski Kala Merah sempat juga mengelakkan
cengkeraman lawan namun dia tak dapat menghindar-kan bajunya dari kerobekan!
"Keparat edan!" maki
Kala Merah sambil menurupi dada bajunya yang robek. Kedua kakinya menerjang ke
muka. Tangan klri mengebut dan tanyan kanan kembali mengirimkan Pukulan Kala
Hijau yang dahsyat. Jurus kaki menendang, tangan kiri mengebut dan tangan kanan
memukul itu adalah iurus yang dinamakan "Empat Elmaut Berebut
Korban".
Sepuluh Jari Malaikat terkejut
juga melihat kehebatan serangan ini. Sambil mendorongkan tangan kiri ke muka
menolak serangan kala-kala hijau beracun maka orang tua berambut putih macam
perempuan ini melompat ke kiri, geserkan kedua kaki ke muka, lalu dalam keadaan
mengapung di udara lancarkan
satu tendangan dari samping ke arah tulang-tulang iga sebelah kanan Kala Merah!
Tapi jurus "Empat Elmaut
Berebut Korban" itu nyatanya mempunyai jurus-jurus pecahan karena begitu
diserang lawan Kala Merah bukannya berkelit bahkan memburu lagi dengan
serangan!
Dua tendangan lagi menderu,
dua pukulan menggebu, pasir beterbangan, angin menggelombang! Sepuluh Jari
Malaikat kembali menerima empat serangan sekaligus! Sepuluh Jari Malaikat
menggeram dalam hati. Dia bergerak dengan cepat, Dua tendangan dapat
dielakkannya, satu pukulan dikelit dengan rungukkan kepala tapi pukulan yang kedua
mau tak mau harus ditangkisnya dengan lengan!
Pukulan tangan dan tangkisan
lengan pun beradulah menimbulkan suara keras. Tubuh Kala Merah mencelat empat
tombak ke belakang sedang Sepuluh Jari Malaikat berdiri terhuyung-huyung! Kala
Merah menyadari kalau lawannya sudah lenyap dari hadapannyal Ketika dia melihat
bayangan Sepuluh Jari Malaikat, orang tua itu sudah berada dekat sekali dan
terdengar suaranya;
"Perempuan iblis, selamat
jalan ke akhirat!"
Sepuluh jari tangan kemudian
mencengkeram ke depan dalam jurus yang tak mungkin lagi dielakkan oleh Kala
Merah karena jurus itu adalah jurus yang paling hebat dari ilmu silat Sepuluh
Jari Malaikat yaitu yang bernama jurus "Sepuluh Jari Kebinasaan"!
Lima jari menyengkeram ke
perut, serangan ini dapat merobek dan membusaikan isi perut. Lima jari lagi
bergerak ke muka dan kehebatannya ialah bisa menanggalkan mulut serta hidung
dan mengorek biji-biji mata!
"Celaka, matilah
aku!" keluh Kala Merah. Dia menjerit setinggi langit. Setengah detik lagi
Kala Merah bakal menemui kematiannya maka
dari samping kiri dan kanan
serta belakang Sepuluh Jari Malaikat melesatlah sinar-sinar hijau dan puluhan
kala maut!
"Curang!" terdengar
seruan dari para hadirin yang ada.
Serentak dengan itu sembilan
tokoh silat golongan putih, antaranya tokoh yang terkenal berjuluk
"Sepasang Sabit Baja" menyerbu memasuki kalangan pertempuran! ..
Pada saat itu Sepuluh Jari
Malaikat hanya rasakan sambaran angin dari tiga jurusan dan matanya menangkap
sekilas larikan-larikan sinar hijau! Tahulah dia bahwa tiga perempuan iblis
lainnya telah membokongnya secara pengecut! Karena sudah demikian dekatnya tiga
serangan itu yang datangnya sekaligus pula, tiada mungkin lagi bagi Sapuluh
Jari Malaikat untuk mengelak! Percuma saja dia membatalkan serangannya terhadap
Kala Merah karena itu tak akan dapat menyelamatkan jiwanya!
Keringat dingin memercik di
kening dan di kuduk tokoh silat utama ini! Dalam detik kematian itu Sepuluh
Jari Malaikat memutuskan untuk mati sama-sama dengan Kala Merah. Sepuluh jarinya
diteruskan mencengkeram ke muka!
Maka setengah kejap kemudian
terdengarlah dua jerit kematian yang dahsyat! Tubuh Sepuluh Jari Malaikat
menggeletak di tanah ditancapi oleh puluhan kala hijau beracun. Demikian
banyaknya kala- kala yang menggerogoti tubuhnya, demikian cepatnya racun yang
bekerja sehingga nyawa pendekar tua yang menjagoi dunia persilatan di Daerah
Jawa Timur selama dua puluh tahun itu putus detik itu juga tanpa tubuhnya
berkelojotan lebih dahulu!
Kala Merah terhampar satu
langkah di samping Sepuluh Jari Malaikat. Kematian yang diterimanya sangat
mengerikan. Parasnya yang cantik jelita hancur rusak. Hidung serta mulut
tanggal. Kedua biji matanya tercongkel.
Darah membasahi seluruh
mukanya Pakaiannya di bagian perut robek besar sehingga kelihatanlah perutnya
yang juga robek besar.
Darah mengalir tiada hentinya
bersama busaian usus yang menjela-jela! Kala Hitam, Kala Biru, dan Kala Putih
hendak memburu dan memeluki kakak seperguruan mereka itu namun dari kiri kanan
dan muka belakang berlompatan sembilan tokoh silat dengan berbagai senjata di
tangan mengurung ketiganya!
Maka terjadilah pertempuran
yang seru, tiga lawan sembilan. Debu beterbangan! Suara senjata, suara
teriakan-teriakan dan bentakan-bentakan terdengar tiada hentinya. Lima jurus
pertama ketiga murid Dewi Kala Hijau itu terkurung rapat dan menerima tekanan
serangan yang hebat. Namun ketika mereka berhasil merobohkan salah seorang
tokoh yang mengurung maka delapan tokoh silat lainnya menjadi gugup.
"Jangan gugup!"
membentak "Sepasang Sabit Baja" Kemudian dia berseru pada dua belas
tokoh silat lainnya, di antaranya enam tokoh silat golongan hitam.
"Kalian tunggu apa lagi?!
lnilah saatnya untuk menumpas perempuan-perempuan iblis ini!" Serempak
dengan itu maka menyerbulah kedua belas tokoh silat itu. Kini dua puluh lawan
tiga! Dengan sendirinya ruang gerak ketiga gadis bertopeng tengkorak itu
menjadi semakin sempit. Dua puluh senjata bergulung-gulung membungkusnya dalam
jurus-jurus yang mematikan! Kala Biru mengerling pada kedua saudara
seperguruannya.
"Bagaimana … ?"
tanyanya dengan ilmu menyusupkan suara.
"Kurasa sukar bagi kita
menghadapi lawan sebanyak ini!"
"Bukan sukar. Kita musti
mencari kesempatan untuk menggerakkan tangan melepas Pukulan Kala Hijau!"
menyahuti Kala Hitam.
"Sebaiknya kita melompat
ke luar dari kurunaan lalu menyerang mereka dari luar!" mengusulkan Kala
Putih.
"Justru untuk ke luar
dari kurungan yang rapat inilah yang sangat sukar!" ujar Kala Biru pula.
"Tapi mari kita
usahakan!" Maka ketiganyapun bergerak lebih cepat. Dari mulut mereka ke
luar lengkingan-lengkingan dahsyat yang merobek langit dan membisingi—liang
liang telinga kedua puluh pengeroyok.,
"Sret!"
Ujung lengan pakaian Kala Biru
robek besar disambar salah satu sabit baja di tangan tokoh Sepasang Sabit Baja,
ketika gadis muka tengkorak ini mencoba melesat ke luar kalangan pertempuran
dalam jurus yang keduapuluh
sembilan.
"Celaka! Tak mungkin bagi
kita untuk keluar dari kurungan ini!" keluh Kala Biru pada saudara-saudara
seperguruannya.
”Bret!"
"Bret!"
Baru saja habis Kala Biru
habis mengucapkan kata-kata di atas maka Kala Hitam dan Kala Putih juga
mendapat nasib yang sama. Pakaian mereka sama-sama kena robek dimakan ujung
senjata dua orang pengurung! Ketiga gadis-gadis iblis itu keluarkan keringat
dingin. Bulu tengkuk mereka merinding, Untuk pertama kali dalam hidup mereka
merasakan kengerian! Kengerian dalam menghadapi elmaut yang memburu dan
mengurung dari puluh jurusan!
”Ha … ha … ha … ! Sekarang
coba perlihatkan kehebatanmu manusia-manusia dajal!" kata Sepasang sabit
Baja. Dua buah sabit di tangannya menderu-deru. Bertobatlah sebelum nyawa
kalian minggat dari badan masing-masing!"
Ketiga gadis iblis itu hanya
bisa kertakkan rahang, Mereka menyadari bahwa tak sampai sepuluh jurus lagi
pasti salah seorang dari mereka akan jatuh menjadi korban!
Kurungan dua puluh senjata
semakin hebat dan saat Ruang gerak ketiga murid Dewi Kala Hijau itu sudah
sempit zekali. Puluhan senjata berkelebat ganas di muka hidung, di samping dan
di belakang mereka,
Dalam suasana menjelang
kematian yang menegangkan itu tiba-tiba terdengarlah suitan panjang dan
nyaring! Entah dari mana datangnya tahutahu bertaburan angin deras hijau dan
disusul oleh pekik maut para pengeroyok! Enam di antara mereka roboh ditanca-pi
puluhan kala-kala hijau!
"Guru!" seru Kala
Hitam, Kala Biru dan Kala Putih penuh kegembiraan. Para pengeroyok mundur
terkejut. Seorang di antaranya berteriak:
"Dewi Kala Hijau! Lari!
Kita tak akan bisa selamatkan diri dari tangannya!" Sembilan tokoh silat
yang menjadi luntur nyalinya begitu mengetahui siapa yang berdiri di hadapan
mereka segera ambil langkah seribu namun mereka hanya bisa larikan diri
beberapa langkah saja karena di belakang mereka kemudian berlesatan sinar dan
kala-kala hijau! Kesembilannya mati di situ juga!
Lima tokoh-tokoh silat yang
masih hidup terdiri dari tiga golongan hitam dan dua golongan putih. Salah satu
dari golongan putih ini ialah Sepasang Sabit Baja. Mereka saling berpandangan.
"Meski kematian di depan
mata tapi untuk melarikan diri adalah pantanganku!" kata Sepasang Sabit
Baja.
Sementara itu tiga murid Dewi
Kala Hijau menjura di hadapan guru mereka. Kala Biru berkata:
"Dewi, syukur kau datang.
Kalau tidak …."
"Diam!" bentak Dewi
Kala Hijau.
"Lekas kalian bereskan
dulu kelima manusia keparat itu!" Maka Kala Biru, Kala Hitam dan Kala
Putih segera menyerbu kelima tokoh silat di hadapan mereka, sedang Dewi Kala
Hijau melangkah mendekati mayat Kala Merah. Muka tengkoraknya kelihatan
mengkerut dan tambah menggidikkan ketika dia melihat bagaimana muridnya yang
tertua dan terpandai itu menemui kematian demikian rupa. Di samping mayat Kala
Merah dilihatnya pula sesosok tubuh laki-laki tua yang ditancapi puluhan kala
hijau.
Dewi Kala Hijau begitu
memperhatikan jari-jari tangan laki-laki itu segera mengetahui siapa dia
adanya.
Sepuluh Jari Malaikat memang
mempunyai ilmu yang teramat tinggi. Namun demikian kematian muridnya yang
paling pandai dalam cara demikian rupa sungguh tak pernah diduganya. Dengan
penuh geram dan sekali tendang saja maka mencelatlah mayat Sepuluh Jari
Malaikat sampai sebelas tombak!
Sepasang mata yang beringas
dari Dewi Kala Hijau memandang berkeliling. Di atas dan di bawah panggung
berhamburan puluhan mayat manusia! Hampir keseluruhannya mati dengan ditancapi
oleh kala-kala hijau!
Di antaranya tumpukan mayat
itu masih bisa dikenalinya beberapa tokoh sakti seperti Si bayangan Setan,
Nenek Kelewang Merah. Brahmana Wingajara, Sepasang Ruyung Emas, Si Golok Sakti
dan lain sebagainya!
Dewi Kala Hijau memalingkan
badannya ketika dibelakannya terdengar jerit kematian!
* * *
9 Satu dari lima pengeroyok
yang bertempur dengan ketiga muridnya roboh ke tanah dengan kening ditancapi
kala hijau! Sekali lagi terdengar suara jeritan dan satu lagi roboh tanpa
nyawa. Sepasang Sabit Baja serta dua tokoh kalangan hitam bertempur
mati-matian. Tapi satu jurus kemudian Sepasang Sabit Baja juga terpaksa
menyerahkan nyawanya di tangan Kala Hitam.
Melihat ini dua tokoh silat
golongan hitam lumer nyali mereka. Untuk kabur tentu tak mungkin dan untuk
melawan terus berarti mati! Maka tanpa pikir panjang lagi keduanya melemparkan
senjata masing-masing dan cepat-cepal jatuhkan diri berlututl
"Keparat! Saat ini tiada
ampun lagi bagi kalian!" bentak Kala Biru. Kaki kanannya ditendangkan
kemuka tapi di belakangnya terdengar seruan Dewi Kala Hijau.
"Kala Biru, tahan
dulu!" Maka Kala Birupun membatalkan tendangannya. Dewi Kala Hijau
melangkah ke hadapan kedua
orang tokoh silat golongan
hitam itu. Salah seorang dari mereka segera berkata:
"Dewi, kami berdua mohon
diampuni dan bersedia memasuki Partaimu …."
"Sesudah hampir mampus,
baru minta ampun huh!" kertak Dewi Kala Hijau.
"Siapa nama kalian?
Apakah mempunyai gelar?!"
Yang tadi bicara menjawab:
"Aku Lalanang dari Pantai Selatan. Gelarku Pembunuh Tanpa Bayangan, Aku
mohon keampunanmu Dewi …."
"Kalian berjanji mau
memasuki Partaiku … ?"
"Kami berjanji."
"Baik! Tapi karena kalian
sebelumnya sudah berani melawan terhadap murid-muridku maka aku baru mengampuni
jiwa kalian dan memperbolehkan kalian memasuki partaiku bila kalian sudah
mencongkel ke luar salah satu biji mata kalian!"
Sepasang Kaki Kematian dan
Pembunuh Tanpa Bayangan saling pandang dan terkejut.
"Cepat, aku tak bisa
menunggu lebih lama! Boleh pilih matamu atau nyawamu!" bentak Dewi Kala
Hijau.
Sekali lagi kedua orang itu
saling berpandangan. Apa boleh buat, pikir mereka. Dari pada mati lebih baik
korbankan satu biji mata. Lagi pula mereka sama-sama dari golongan hitam,
perbuatan itu tentu tak akan diambil perduli oleh dunia persilatan.
Maka tanpa menunggu lebih lama
kedua orang itu segera mencongkel masing-masing sebuah. matanya! Biji mata dan
darah menyembur ke luar! Satu pemandangan yang mengerikan! Tapi Dewi Kala Hijau
menyaksikan itu dengan tertawa meringkik!
”Aku masih belum percaya
terhadap kalian!" berkata Dewi iblis itu.
"Jika kalian sudah
kulepas mungkin kalian akan ingkar janji!" Dari balik pakaian Hijaunya
Dewi Kala Hijau mengeluarkan dua buah pil lalu diberikannya pada kedua orang
itu.
"Telan cepat!"
perintahnya.
”Dewi, pil ini … apakah
…."
"Setan alas! Telan
kataku!"
Pembunuh Tanpa Bayangan dan
Sepasang Kaki Kematian segera menelan pil yang diberikan.
"Pil itu adalah racun
kala hijau yang akan bekerja dalam tempo sebelas bulan dari sekarang. Sesudah
kau berjanji untuk memasuki Partai Lembah Tengkorak maka sebelum tanggal 12
bulan 12 kau harus datang ke lembah Tengkorak. Di sana aku akan berikan obat
penawarnya. Tapi bila kalian ingkar janji dan tak mau datang, maka racun itu
akan bekerja. Perut kalian akan hancur!"
Bergidiklah kedua tokoh silat
golongan hitam itu. Mereka berdua meski dari golongan jahat namun baru hari itu
menemui manusia paling jahat dan paling kejam serta berhati iblis macam Dewi
Kala Hijau dan murid-muridnya.
"Di samping itu …."
terdengar Dewi Kala Hijau membuka mulut kembali, "Masing-masing kalian
kubebani tugas yaitu harus mencari anggota partai sebanyak mungkin lalu
membawanya ke Lembah Tengkorak pada hari 12 bulan 12 nanti! Kalian
dengar?!"
"Kami dengar, Dewi
…." jawab Sepasang Kaki Kematian dan Pembunuh Tanpa Bayangan. Dewi Kala
Hijau berpaling pada ketiga muridnya.
"Kala Biru, dukung mayat
Kala Merah. Kita segera meninggalkan tempat ini … !"
Kala Biru melangkah untuk
mengerjakan perintah gurunya itu. Namun langkahnya terhenti ketika melihat ada
perubahan pada paras gurunya. Dua murid Kala Hijau pun melihat hal ini Dewi
Kala Hijau mendongak ke langit, keningnya mengkerut kemudian sepasang matanya
memandang ke Utara. Telinganya dipasang benar-benar mendengarkan suara aneh
yang ditangkapnya.
"Ada apa Guru…?"
tanya Kala Putih. Dia dan dua saudara seperguruannya masih belum mendengar
apa-apa padahal kepandaian mereka ini sudah mencapai tingkat yang tinggi
sekali, demikian pula tenaga dalam mereka. Dapat dibayangkan bagaimana jauh
tingginya kesaktian serta tenaga dalam Dewi Kala Hijau!
Kira-kira seperempat minum teh
baru Kala Hitam dan dua saudara-saudara seperguruannya mendengar suara yang
sejak tadi didengar oleh Dewi Kala Hijau. Dan ketiga gadis bertopeng muka
tengkorak ini pun jadi mengerenyitkan kening lalu memandang ke jurusan Utara.
Suara yang mereka dengar itu
adalah suara siulan aneh yang melengking-lengking, membawakan lagu tak bernama
dengan nada tak karuan!
Meski suara siulan itu jauh
sekali kedengarannya, namun telinga Dewi Kala Hijau dan tiga muridnya serasa
ditusuk-tusuk!. Makin lama makin keras juga suara siulan, itu. Telinga keempat
orang itu kini bukan saja seperti ditusuk-tusuk tapi juga tergetar hebat!
Tiba-tiba kelihatanlah seorang pemuda berambut gondrong. Berparas gagah dan
berpakaian putih-putih muncul di kejauhan! Pemuda ini kelihatannya melangkah
biasa saja dan seenaknya, tapi dalam tempo yang sangat singkat tahu-tahu sudah
berada di tepi telaga!
Tiba-tiba pemuda itu
menghentikan langkahnya dan memandang berkeliling. "Edan betul!"
terdengar seruannya.
"Apa yang terjadi di
sini! Apa aku sudah kesasar ke neraka, huh?!" Dan pemuda rambut gondrong
berparas gagah ini lalu menggaruk-garuk kepalanya. Cuping hidungnya berkemak
kempis kemudian dia meludah ke tanah dan melangkah ke tepi panggung. Di sini
dia berhenti dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Yang satu ini pasti isteri
Dewa Pedang, Ketua Partai Telaga Wangi yang … ah kalau aku tak salah Partai itu
baru diresmikan hari ini. Tapi kenapa isteri Dewa Pedang jadi kojor begini:..?!
Eh, Dewa Pedang sendiri kemana? Dan itu. .. ah! Si Bayangan Setan, Brahmana
Wingajara. Sepasang Ruyung Emas. ..aduh…aduh ..banyak sekali tokoh-tokoh gagah.
…"
Pemuda tu menghela nafas dalam
dan lagi-lagi menggelengkan kepalanya ketika melihat mayat Sepuluh Jari
Malaikat terhampar di samping sosok gadis berpakaian merah yang mukanya hancur
dan perutnya robek membusai!
“Betul-betul edan! Siapa yang
punya pekerjaan ini? apa setan-setan dari atas langit pada turun dan mengamuk
semua?!”
Sepasang mata Dewi Kala Hijau
kelihatan menyorot tajam. Dia yakin betul karena melihat langkah aneh dan
mendengar suara siulan si pemuda bahwa pemuda itu adalah seorang yang berilmu
tinggi.
Tapi sikap dan bicaranva
menunjukkan bahwa dia seperti orang yang tidak waras! Dan yang menyakitkan hati
Dewi Kala Hijau ialah sikap si pemuda yang seperti tidak melihat kehadirannya
di situ bersama murid-muridnya!
"Pemuda gila, siapa
kau?!" tanya Dewi Kala Hijau membentak. Pemuda itu memutar kepalanya. Dan
dia kelihatan terkejut ketika melihat paras Dewi Kala Hijau. dan juga paras
ketiga murid-muridnya. Kemudian matanya melirik pada Pembunuh Tanpa Bayangan
serta Sepasang Kaki Kematian yang saat itu masih berlutut di hadapan Dewi Kala
Hijau.
"Eh … melihat kepada
tubuhmu, kau tentunya gadis muda belia. Tapi melihat kepada parasmu.Hem
…." Pemuda itu geleng-gelengkan kepala.
”Semustinya aku yang bertanya
siapa kau!" Dewi Kala Hijau tertawa mendongak ke langit.
"Manusia sinting,
sebaiknya kau segeralah meninggalkan tempat ini! Aku muak melihatmu!"
"Oh … bicara boleh saja,
tapi jangan keliwat menghina! Coba kacakan kau punya paras ke dalam air telaga
itu! Aku berani bertaruh bahwa kau sendiri akan lebih muak memandang parasmu
daripada parasku!" Habis berkata begitu si pemuda tertawa mengekeh.
Mendadak suara tertawanya
terhenti karena Kala Hitam melompat ke muka dengan membentak. ”Pemuda
keblinger, berani menghina guruku! Terima kematianmu detik ini juga!"
"Kala Hitam, jangan turun
tangan dulu!" seru Dewi Kala Hijau. Kala Hitam menghentikan langkahnya
dengan terheran. Dia tahu betul sifat gurunya. Bila seseorang menghinanya
pastilah orang itu akan menemui ajalnya detik itu juga. Tapi kali ini dihina
demikian rupa di hadapan murid-muridnya sang guru sama sekali tidak turun
tangan bahkan melarangnya untuk membunuh pemuda itu!
Pada pertama kali melihat
paras pemuda itu sesungguhnya Dewi Kala Hijau telah tergetar hatinya. Mula-mula
dia menyangka bahwa pemuda itu adalah seseorang yang pernah dikenalnya sepuluh
tahun yang lalu. Tapi nyatanya pemuda ini hanyalah seorang pemuda lain yang
berparas mirip sekali dengan orang yang dimaksudkannya bahkan pemuda ini jauh
lebih gagah lagi!
"Jadi kau ini adalah
murid perempuan berbaju hijau itu?" tanya si pemuda pada Kala Hitam.
"Hemm …pantas. Memang
cocok sekali! Apakah sekian banyaknya manusia yang kojor di sini kalian yang
menyebabkan? Dan itu, dua manusia bertampang jelek itu kenapa pada berlutut di
hadapan gurumu?!"
"Pemuda otak miring!
Sebaiknya kau lekas berlutut, Niscaya kuampuni dosa dan jiwamul" bentak
Dewi Kala Hijau.
"Eh … dosa dan salah apa
yang aku buat terhadapmu? Kalau kukatakan tampangmu dan tampang murid-muridmu
buruk dan mengerikan itu adalah kenyataan! Kalian tak punya alasan untuk marah
…."
"Jangan bicara ngaco!
Berlalulah dari sini jika tak ingin mampus!" bentak Dewi Kala Hijau pula.
Si pemuda garuk-garuk kepalanya lalu dengan seenaknya duduk di tepi panggung
dan menggoyang-goyangkan kakinya seperti anak kecil!
"Aku tahu betul daerah
ini bukan kau yang punya, juga bukan tempat kediamanmu. Lantas kenapa kau mau
mengusirku dengan seenaknya?!" Kala Biru yang menjadi gemas sekali melihat
sikap pemuda itu berkata:
"Guru, biar aku patahkan
batang lehernya manusia gendeng ini!" Dewi Kala Hijau memberi isyarat agar
muridnya itu tetap di tempat.
"Orang muda, jika kau
betul punya mata dan melihat mayat-mayat yang berhamparan di sini, itu sudah
cukup bagimu untuk tidak lancang seenaknya!"
"Lho … apakah mayat-mayat
itu melarangku bicara … ?!” ujar si pemuda. Dengan acuh ditariknya kaki sesosok
mayat yang menggeletak di sampingnya. Mayat itu kebetulan adalah mayat isteri
Dewa Pedang, Ketua Partai Telaga Wangi yang kini hanya tinggal namanya saja! Si
pernuda memperhatikan dua ekor kala hijau yang rnenancap di kepala perernpuan
itu, kemudian gelengkan kepalanya.
"Kala hijau …."
desis pernuda ini.
"Kasihan… kasihan sekali
isteri Dewa Pedang. Seorang tokoh silat berjiwa besar dan berhati baik kenapa
sampai menemui ajal begini rupa? Kasihan … kasihan sekali!"
Si pemuda kemudian meletakkan
mayat itu di lantai panggung kembali baik-baik, lalu memandang pada Dewi Kala
Hijau.
"Mukamu ditutupi topeng
tengkorak tipis … pakaianmu berwarna hijau dan ketiga perempuan bertopeng
tengkorak itu adalah murid-muridmu! Tentunya kau adalah Dewi Kala Hijau! Dan
tentunya kau juga yang menjadi biang penyebab segala keganasan ini … ? Mengaku
atau tidak?!"
Dewi Kala Hijau tertawa
meringkik. "Jika sudah tahu siapa aku, kenapa tidak lekas berlutut minta
ampun dan lalu angkat kaki dari sini?!"
"Perlu apa berlutut! Kau
bukan raja! Perlu apa angkat kaki dari sini, tempat ini bukan daerahmu!
Laki-laki tak pernah berlutut terhadap perempuan. Tapi sebaliknya perempuanlah
yang musti berlutut pada laki-laki apalagi perempuan jelek macam kau!"
Tergetar hati Dewi Kala Hijau.
Tapi dia juga marah sekali mendengar ucapan pemuda itu."Pembunuh Tanpa
Bayangan! Hajar pemuda lancang itu!" perintah Dewi Kala Hijau pada
Lalanang atau tokoh silat golongan hitam yang bergelar Pembunuh Tanpa Bayangan
yang saat itu masih berlutut di hadapan Dewi Kala Hijau.
Mendengar perintah ini maka
Pembunuh Tanpa Bayangan yang matanya kini cuma tinggal satu segera berdiri dan
mengambil senjatanya yaitu sebuah rantai berduri yang tadi dibuangnya.
Tanpa banyak cerita Pembunuh
Tanpa Bayangan segera putar rantai besi berdurinya dan menyerang si pemuda.
Yang diserang masih juga menggontai-gontaikan kedua kakinya di tepi panggung
bahkan kini senyum-senyum dan bersiul-siul seperti tidak sadar kalau saat itu
dirinya diancam serangan maut!
"WUTT!"
Rantai berduri Pembunuh Tanpa
Bayangan menderu tepat di kepala si pemuda! Pastilah dalam kejapan mata itu
juga kepala si pemuda akan hancur luluh. Bahkan Dewi Kala Hijau sendiri sampai
mengeluarkan seruan tertahan, seruan yang berarti setengah perintah agar si
pemuda cepat-cepat menghindar!
Si pemuda sama sekali tak
kelihatan bergerak. Tapi yang anehnya ialah tiba-tiba terdengar jeritan
Pembunuh Tanpa Bayangan. Rantai besinya mental. Tubuhnya mencelat ke udara lalu
jatuh ke tanah dengan perut pecah membanjir darah! Ketika Dewi Kala Hijau
memandang ke kaki si pemuda yang saat itu masih juga digontai-gontaikan maka
kelihatanlah salah satu dari kaki itu berselomotan darah! Entah bagaimana
caranya pemuda rambut gondrong itu telah lebih dahulu menghantamkan kakinya ke
perut Pembunuh Tanpa Bayangan!
Tentu saja ini sangat
mengejutkan Dewi Kala Hijau dan murid-muridnya serta Sepasang Kaki Kematian!
Namun di saat itu pula Dewi Kala Hijau jadi malu sendiri karena dia tadi telah
berseru memberi peringatan kepada si pemuda. Nyatalah bahwa bagaimanapun
ketinggian ilmu dan kekejaman serta kejahatannya, namun Dewi Kala Hijau tak
dapat menyembunyikan perasaan hatinya selaku seorang perempuan terhadap seorang
pemuda!
Di balik topeng tengkoraknya
muka perempuan itu menjadi sangat merah. Dia melirik pada murid-muridnya dan
membathin, apakah ketiga muridnya mengetahui getaran hatinya terhadap si
pemuda?!
Tiba-tiba Dewi Kala Hijau
membentak lagi memberi perintah. "Sepasang Kaki Kematian, selesaikan
pemuda gila itu dalam lima jurus! Cepat!" Ki Sandar Boga alias Sepasang
Kaki Kematian segera berdiri.
Diambilnya golok panjangnya
yang tadi dibuangnya lalu melangkah ke hadapan si pemuda.
"Orang muda! Kuharap kau
sudi terangkan nama! Aku tidak-suka membunuh manusia tanpa tahu namanya lebih
dahulu!" kata Sepasang Kaki Kematian sambil melintangkan golok di muka
dada.
Si pemuda mengeluarkan siulan
panjang. "Mata picak! Baru jadi budaknya Dewi Kala Hijau saja sudah begitu
congkak! Berlalulah, aku muak melihat mukamu!"
Habis berkata begitu si pemuda
meludah ke tanah dan terus duduk seenaknya di tepi panggung sambil
menggontai-gontaikan kedua kakinya Sepasang Kaki Kematian menggeram. Dia
membentak nyaring lalu melompat ke muka. Golok panjangnya membabat deras ke
arah leher. Namun serangan ini tipuan belaka karena sesuai dengan julukannya
yaitu "Sepasang Kaki Kematian" sebelum golok menyambar lebih jauh
maka tahu-tahu tubuhnya mengapung di udara dan mengirimkan dua tendangan
dahsyat! Angin tendangan itu saja hebatnya bukan main!
Sekejapan mata dua tendangan
berantai itu akan sampai si pemuda masih saja juga di tepi panggung dengan
sikap acuh tak acuh seperti tadi! "Mampus!" teriak Sepasang Kaki
Kematian. Dan pada detik itulah tubuh si pemuda rambut gondrong lenyap dari
hadapannya.
"Brak … brak!"
Kedua tendangan Sepasang Kaki
Kematian menghantam lantai panggung hingga hancur berantakan. Beberapa mayat
yang menggeletak di atas panggung itu, di antaranya mayat isteri Dewa Pedang,
mencelat ke udara dan kecemplung ke dalam telaga!
Sepasang Kaki Kematian memutar
tubuh dengan cepat ketika di belakangnya terdengar suara tertawa mengejek. . .
"ltulah akibatnya kalau
manusia mata picak kalap membabi buta! Panggung tak bersalah ditendang!"
"Kucincang tubuhmu,
keparatl" teriak Sepasang Kaki Kematian. Tubuhnya mengapung lagi. Goloknya
berbolang baling deras sekali laksana kitiran dan mengurung si pemuda dengan
cepatnya. Yang diserang bergerak lincah kian kemari sambil tertawa-tawa dan
sekali-sekali bersiul!
"Terima ini, setan alas!"
teriak Sepasang Kaki Kematian. Golok panjangnya menebas ke pinggang, membalik
ke kepala dan menusuk ke perut. Serentak dengan itu tangan kirinya melancarkan
pukulan tangan kosong yang hebat! Namun lagi-lagi semua itu hanyalah tipuan
belaka karena begitu si pemuda rambut gondrong mengelak maka kedua kakinya
menderu ke muka. Satu ke perut dan satu lagi ke selangkangan!
"Tipu silatmu boleh juga,
mata picak!" memuji si pemuda namun dengan senyum mengejek.
"Tapi terima dulu,
telapak tanganku ini!" Telapak tangan kiri si pemuda menghantam ke perut
Sepasang Kaki Kematian. Laki-laki ini menebaskan goloknya ke lengan si pemuda.
Namun kalau tadi ia yang menipu maka kali ini dia kena tipu. Karena begitu
goloknya menebas maka lawan menarik tangan kiri dan tahu-tahu ….
"Plak!"
Telapak tangan kanan si pemuda
menghantam keningnya! Sepasang Kaki Kematian menjerit keras. Tubuhnya
terpelanting beberapa tombak dan terjerongkang jatuh menelungkup tepat di
hadapan Dewi Kala Hijau!
* * *
10 Untuk kedua kalinya Dewi
Kala Hijau dan ketiga muridnya dibikin terkejut. Dewi Kala Hijau melirik pada
mayat Sepasang Kaki Kematian lalu memandang menyorot pada si pemuda dan
membentak.
"Siapa kau
sebenarnya?!"
Pemuda itu tersenyum.
"Kalau kepingin tahu
namaku, aku telah menuliskannya di kening budakmu itu, Dewi … !"
Sepasang mata Dewi Kala Hijau
kelihatan tambah menyorot.
"Jangan bicara ngaco,
orang muda! Sekali lagi kau mempermainkanaku, nyawamu pasti tak terampunkan
lagi!"
"Kentut!" tukas si
pemuda.
"Kau tanya aku menjawab, apa
itu namanya bicara ngaco?! Kalau tak percaya silahkan lihat di kening budak
mata picak itu … ! ” penasaran sekali, tapi juga ingin tahu. Dewi Kala Hijau
membalikkan tubuh Sepasang Kaki Kematian dengan ujung kaki kirinya. Begitu
tubuh laki-laki itu tertelentang maka berkerutlah muka perempuan iblis itu
serta murid-muridnya. Di kening Sepasang Kaki Kematian yang hitam membiru
kelihatan tertulis tiga buah angka yaitu angka 212!
"Jadi kau adalah Wiro
Sableng, manusia yang berjuluk Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212?!" ujar
Dewi Kala Hijau pula.
Si pemuda hanya tertawa.
"Agaknya kau dan
murid-muridmu kurang senang dengan pertemuan ini, bukan?"
Dewi Kala Hijau merenung
sejenak. Nama Wiro Sableng dan gelaran Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 itu
memang sudah sejak lama didengarnya. Ketika dia memberi tugas pada
murid-muridnya dan ketika dia sendiri meninggalkan gua di kaki gunung Merapi,
Dewi Kala Hijau sudah mengetahui bahwa pendekar itu adalah salah seorang dari
sekian banyak lawan-lawan yang bakal dihadapinya dalam rencananya mendirikan
Partai Lembah Tengkorak.
Dan bila hari ini dia
berhadapan, tidaklah pernah diduganya sebelumnya kalau Pendekar Kapak Maut Naga
Geni 212 adalah seorang pemuda berparas gagahl Tadi dia telah menyaksikan
sendiri
kehebatan pemuda itu.
Pembunuh Tanpa Bayangan
dirobohkannya dalam satu jurus dan Sepasang Kaki Kematian dibikin konyol dalam
dua jurus! Manusia-manusia lihai semacam ini, apalagi segagah Wiro Sableng
sangat dibutuhkan oleh Dewi Kala Hijau dalam rencana besarnya. Maka berkatalah
perempuan itu.
"Meski kau telah membunuh
dua orang anggota Partaku namun dengan memandang kepada nama besarmu, aku
bersedia mengampuni kau punya jiwa asal saja kau segera berlutut dan mengangkat
janji bersedia masuk Partaiku! Kelak kau akan kuberi kedudukan tinggi dalam
Partai!"
"Hem …." Wiro
Sableng usap-usap dagunya.
"Janji yang bagus dan
muluk!" katanya, Lalu
"Kalau aku duduk dalam
Partaimu, berapakah kau mau gaji aku….. ?"
"Pemuda gendeng!"
ketus Dewi Kala Hijau.
"Orang sudah bersedia memberikan
ampun masih saja bicara ngelantur!"
"Dewi, jangankan masuk
Partaimu, melihat parasmu saja aku sudah mau muntah rasanya! Dan menyaksikan
kejahatanmu berdiri bulu kudukku. Terus terang saja aku sudah lama mendengar
tentangmu dan murid-muridmu! Kejahatanmu sudah lebih dari takaran. Dosa kalian
sudah setinggi langit sedalam lautan! Kalian tak akan berhasil mendirikan
Partai Lembah Tengkorak! Dunia persilatan akan bersatu untuk menghancurkan
kalian! Karenanya lebih baik kalian kembali pada kebenaran sebelum terlam
…."
"Tutup muluti"
teriak Dewi Kala Hijau gemas dan marah sekali.
"Kalau kau mau pidato,
pidatolah nanti di akhirat!" Perempuan ini berpaling pada kelompok
murid-muridnya yang kini cuma tinggal tiga orang itu.
"Kala Putih! Cabut
nyawanya dalam satu jurus!" perintah Dewi Kala Hijau penuh kebuasan. Kala
Putih mengangguk lalu memutar badan menghadapi si pemuda. Begitu sepasang mata
Kala Putih beradu pandang dengan sepasang mata Pendekar 212 maka tergetarlah
hati gadis muka tengkorak ini. Sebetulnya sejak munculnya si pemuda tadi Kala
Putih telah tertarik hati oleh kegagahan Pendekar 212, apalagi setelah
menyaksikan pula kehebatan pemuda itu! Di dalam diri Kala Putih terjadi semacam
pertentangan. Hati kecilnya menentang dan tak mau disuruh membunuh pemuda gagah
itu namun sebaliknya tugas gurunya musti dilaksanakan, kecuali kalau dia ingin
mendapat hukuman yang
sangat berat!
"Kala Putih! Kau tunggu
apa lagi?!" bentak Dewi Kala Hijau.
"Lekas bunuh pemuda gila
itu!" Kala Putih maju lagi beberapa langkah.
"Bersiaplah untuk mati,
pemuda tidak tahu diri!" bentak Kala Putih tapi dengan suara bergetar.
Tangan kanannya diangkat ke atas lalu secepat kilat dipukulkan ke muka.
"Wut!"
Gelombang sinar hijau beserta
enam ekor kala hijau beracun menderu ke arah Pendekar 212! Yang diserang
bersuit nyaring dan melompat Iima tombak ke atas lalu hantamkan telapak tangan
kanannya ke muka.
Serangkum angin dahsyat
menggeru memapasi serangan maut Kala Putih. Debu beterbangan. Pasir dan
kerikil-kerikil berpelanting-an! Sinar hijau dan keenam kala beracun tersapu
lalu luruh ke tanah! Kala Putih sendiri kalau tidak lekas-lekas nengeiak ke
samping pasti akan dilanda angin pukulan lawan yang terus menyerempet ke
arahnya.
itulah pukulan "Dinding
Angin Berhembus Tindih Menindih" yang telah dilepaskan oleh Pendekar 212
Wiro Sableng! Berubahlah paras Dewi Kala Hijau. Matanya membeliak. Demikian
juga dengan ketiga muridnya terutama Kala Putih yang menghadapi langsung sang
pemuda!
. “Putih! Kuberi tambahan dua
jurus padamu untuk mematahkan batang leher pemuda itu! Ayo lekas!"
Mendengar ini maka dengan segala kehebatannya menerjanglah Kala Putih. Wiro
Sableng bersiul nyaring. Tubuhnya lenyap. Dan terdengar suaranya:
"Jangan kesusu tak karuan
kalau menyerang, gadis muka tengkorak, salah-salah bisa mencelakai dirimu
sendiri! Aku paling benci bertempur dengan lawan yang muka aslinya ditutup
dengan topeng! Bukalah topeng tengkorakmu itu lebih dahulu Kala Putih!"
Geram sekali mendengar ucapan
Pendekar 212 itu maka Kala Putih lipat gandakan tenaga dalamnya
dalam-menyerang. Demikian hebatnya sehingga angin serangannya saja laksana
topan prahara!
Namun Kala Putih menjadi
bingung sendiri karena siapa yang akan diserangnya? Pendekar 212 lenyap tak
kelihatan dari hadapannya! Dalam kebingungannya gadis bertopeng tengkorak ini
melihat sesuatu menyambar ke mukanya. Kala Putih hantamkan tangan kanannya ke
depan. Dia memukul angin kosong!
Dan ….
"Bret!"
Kala Putih berseru terkejut.
Kedua tangannya menyampok lagi ke muka. Tapi tiada guna. Topeng tipis yang
menutup parasnya tanggal dan pindah ke tangan lawan sehingga kelihatanlah paras
asli Kala Putih dengan jelas!
Pendekar 212 Wiro Sableng
sendiri terkejut bukan main sewaktu menyaksikan paras Kala Putih. Siapa
menyangka kalau gadis berilmu tinggi dan berhati kejam lebih jahat dari iblis
itu memiliki paras sedemikian jelitanya!
"Ah … sungguh satu hal
yang luar biasa!" kata Wiro Sableng sambil garuk-garuk kepalanya.
"Parasmu begini cantik,
tapi kenapa kejahatan dan kekejaman-mu laksana lautan yang tiada bertepi?!
Kalau kau jadi gadis baik-baik sekurang-kurangnya kau pasti akan dapat suami
seorang Adipati … !"
"Pemuda hina dina! Tutup
mulutmu!" hardik Kala Putih.
Didahului oleh dua larik sinar
hijau yang melesatkan lima puluh ekor kala maut maka Kala Putih mengirimkan dua
tendangan dahsyat sedang mulutnya menghembus ke muka. Dari mulutnya mengepul
asap putih yang mengandung racun luar biasa jahatnya! Seluruh jalan darah di
tubuh Pendekar 212 terancam bahaya maut kehancuran!.
Tak ayal lagi pemuda itu
mengelak dengan cepat. Dan jika saja tidak ingat bahwa saat itu dia berhadapan
dengan seorang gadis berparas jelita maka pastilah Wiro Sableng akan
mengirimkan serangan balasan yang tak kalah ganasnya. Sambil melompat menjauhi
Kala Putih beberapa tombak Wiro Sableng berseru.
"Kala Putih, aku beri
kesempatan padamu untuk bertobat dan kembali ke jalan yang benar!"
"Pemuda hina, jangan
bicara ngelantur!" kertak Kala Putih. Kemudian sekali lagi dia melancarkan
serangan ganas meskipun dalam hati kecilnya timbul secuil keraguan. Dia
menyadari memang bahwa sebagai seorang gadis tidak selamanya dengan ilmu
kesaktiannya dia akan hidup dalam keadaan seperti itu! Namun untuk berpikir
lebih panjang dia tak ada waktu lagi.
"Gadis. goblok!"
terdengar Pendekar 212 memaki. Tangan kanannya memukul ke muka dalam jurus
"Kunyuk Melempar Buah" Kala Putih menyambuti pukulan ini dengan
hantaman tangan kanan yang mengeluarkan angin pukulan berwarna hijau pekat!
Dua pukulan saki itu beradu di
udara mengeluarkan suara dahsyat. Tubuh Pendekar 212 tergontai-gontai sedang
Kala Putih tersurut mundur sampai empat langkah dengan tangan terasa perih
kaku!
Penuh geram karena sebelumnya
tak pernah menghadapi lawan setangguh pemuda itu maka Kala Putih memusatkan
seluruh tenaga dalamnya ke perut lalu mengalirkannya ke dada terus ke
tenggorokan. Ketika dia menghembus ke muka maka satu gelombang asap putih yang
lebih dahsyat dari tadi menyambar Wiro Sableng dalam empat jalur arus asap
yaitu menggelung dari samping kiri dan kanan dari atas lalu dari bawah! lnilah
yang dinamakan ilmu "Empat Jalur Asap Kematian" yang
telah diciptakan Dewi Kala
Hijau dan membutuhkan waktu lima tahun untuk menyempurnakannya.
Setiap muridnya memiliki asap
ini yang warna asapnya sesuai dengan pakaian-pakaian mereka! Melihat jalur asap
yang aneh ini serta hawa jahat yang menyambar keluar dari asap itu bukan main
kagetnya Pendekar 212.
"Ilmu iblis apa pula
ini!" membathin Wiro Sableng. Kedua tangannya segera diangkat ke atas
dengan telapak tangan menghadap lurus-lurus ke muka. Wiro tahu bahwa demikian
hebatnya empat jalur asap putih itu sehingga dia memaklumi bahwa akan besar
risikonya jika dia mengelakkan diri ke samping atau melompat ke atas. Makanya
begitu kedua tangan sudah terpentang, Pendekar 212 segera menghantam ke depan.
Dua larik angin yang tidak
kelihatan karena tidak berwarna menghembus ke muka dengan amat derasnya! Itulah
pukulan yang bernama "Angin Topan Melanda Samudera" yang telah
dipelajari oleh Pendekar 212 dengan sempurna dari gurunya Eyang Sinto Gendeng!
Dua angin pukulan yang dahsyat dari Pendekar 212 saling bentrokan dengan empat
jalur asap putih dari Kala Putih! Demikian hebatnya bentrokan itu hingga kedua
kaki Kala Putih melesak ke dalam tanah sedalam sepuluh senti sedang sepasang kaki
Pendekar 212 sendiri amblas sedalam tiga senti!
Keduanya masih berdiri
berhadap-hadapan dengan tangan-tangan yang tetap terpentang. Pada kening dan
tubuh mereka kelihatan percikan-percikan butiran keringat tanda keduanya
sama-sama mengerahkan tenaga dalam!
Dewi Kala Hijau yang melihat
hal itu memaklumi bahwa jika dibiarkan lebih lama maka dalam waktu yang singkat
pastilah muridnya akan terluka parah di bagian dalam bahkan tidak mustahil akan
menemui ajalnya karena dalam pertempuran tadi matanya yang
tajam telah dapat mengukur
bahwa tenaga dalam Wiro Sableng jauh lebih tinggi dari muridnya sendiri!
Tak menunggu lebih lama maka
Dewi Kala Hijau memukulkan tangan kanannya ke muka. Serangkum angin menderu
tepat ke arah di mana angin angin pukulan Wiro Sableng dan Kala Putih saling
bentrokan. Langit laksana hendak runtuh. Bumi laksana mau rengkah ketika
bentrokan itu menimbulkan suara letusan yang bukan olah-olah kerasnya!
Kala Putih terguling di tanah
tapi dirinya selamat. Wiro Sableng terhuyung nanar dan anehnya kemudian tertawa
gelak-geiak!
"Dewi Kala Hijaul"
serunya.
"Apakah kau masih belum
melihat jalan kebenaran?!"
"Tutup mulutmu manusia
hina dina!" bentak Dewi Kala Hijau.
"Dasar perempuan
gendeng," balas memaki Wiro Sableng.
"Aku berani taruhan potong
kuping bahwa maksudmu untuk mendirikan Partai terkutuk itu tak akan berhasil …
!"
Dewi Kala Hijau tertawa
sedingin salju. ‘"Partai Lembah Tengkorak bukan saja akan berdiri di dunia
persilatan tapi akan merupakan satu-satunya Partai yang bakal menguasai dunia
persilatan! Semua Partai yang tak mau bergabung pasti musnah! Semua tokoh silat
yang tak mau menjadi anggota pasti meregang nyawa, termasuk kau!"
Wiro Sableng tertawa membahak
"Kau mimpi Dewi. ..”
“Kaulah yang bakal mimpi di
neraka!" tukas Dewi Kala Hijau. Lalu pada ketiga muridnya cepat memberikan
perintah.
”Kalian bertiga cepat bikin
mampus budak hina dina itu!"
Kala Biru, Kala Hitam dan Kala
Putih segera mengurung Pendekar 212. Kala Biru memegang komando begitu
terdengar suitannya yang melengking
langit maka ketiganya pun
berubahlah menjadi bayangan hitam, putih dan biru.
Lima jurus lamanya mereka
mereka menggempur dahsyat. Lima jurus lamanya pendekar 212 dilanda
serangan-serangan sangat hebat. Harus menghadapi pukulan-pukulan sinar hijau
dan Kala maut sedang dari mulut masing-masing ketiga anak murid Dewi Kala Hijau
itu tiada hentinya menghembuskan asap merah, hitam serta putih yang setiap asap
mempunyai empat jaluran!
Lima jurus dimuka pertempuran
semakin dahsyat. Pendekar 212 terdesak hebat! Berkali-kali pendekar muda ini
melepaskan pukulan "Dinding Angin Berhembus tindih menindih", pukulan
"Benteng Topan Melanda Samudra” serta pukulan "Kunyuk Melempar Buah”
Namun desakan ketiga anak murid Dewi Kala Hijau itu sukar di bikin buyar!
Pendekar Kapak Maut Naga Geni
212 menggeram dan membentak dan lancarkan pukulan ”Orang Gila Menggebuk Lalat”
kedua lengannya membabat kian kemari. Hanya dua jurus ketiga pengeroyoknya bisa
tertahan, sesudah itu kembali Wiro Sableng terdesak hebat!.
"Gila betul!" kutuk
pemuda itu penuh beringas. Dia melompat ke luar kalangan pertempuran. Dewi Kala
Hijau yang menyangka bahwa pemuda itu hendak melarikan diri berseru keras:
"Budak hina, jangan kira
kau bisa kabur dari sini hidup-hidup!"
"Eh perempuan kunyuk! Siapa
bilang aku mau kabur?!" tukas Wiro Sableng penasaran.
"Sekalipun kau ikut
mengeroyok tak bakal aku ambii langkah seribu! Majulah beramai-ramai!"
"Kau terlalu tekebur
budak hina! Murid-muridku lekas selesaikan dia!" Pendekar Kapak Maut Naga
Geni 212 Wiro Sableng berdiri dengan
kedua kaki merenggang.
Sepasang tangannya diacungkan tinggi-tinggi ke atas. Ketiga murid Dewi Kala
Hijau menyerbu kembali maka laksana titiran Wiro Sableng memutar kedua
tangannya. Angin yang sangat hebat menderu-deru! Debu serta pasir beterbangan.
Air telaga berombak-ombak. Daun-daun pohon berguguran. lnilah pukulan
"Angin Puyuh". Kehebatan angin ini mengejutkan ketiga murid Dewi Kala
Hijau.
"Tidak usah takut! Kalian
tak bakal celaka dengan ilmu picisan itu!" teriak Dewi Kala Hijau. Maka
lenyaplah keraguan ketiga gadis itu. Dengan serentak mereka menyerbu kembali!
Dan seperti yang dikatakan oleh Dewi Kala Hijau memang kehebatan gempuran tiga
gadis itu tak dapat ditahan oleh pukulan "Angin Puyuh" Wiro Sableng.
Tiga jurus kemudian pemuda itu
kembali terdesak ke dekat panggung! Pendekar 212 keluarkan keringat dingin. Dia
membathin:
"Kalau benar-benar
perempuan-perempuan iblis ini dapat mendirikan Partai Lembah Tengkorak,
celakalah dunia persilatan!" Dalam dia membathin itu satu tendangan
menghantam pinggulnya! Pendekar 21 2 terpelanting. Sebelum dia bisa mengimbangi
diri empat jalur asap biru menyambar kearah kepalanya!
"Sialan betul!"
gerendeng pemuda ini lalu cepat-cepat jatuhkan diri dan berguling di tanah.
"Ha … ha … nyawamu sudah
di ujung hidung! untuk penghabisan kalinya aku beri kesempatan padamu!
Menyerah, berlutut minta ampun dan masuk ke dalam Partaiku!" kata Dewi
Kala Hijau pula.
”Jangan mengigau, perempuan
muka tengkorak!” sahut Wiro Sableng seraya berdiri. "Jika murid-muridmu
sanggup menerima pukulan yang bakal kulancarkan ini, baru aku bersedia masuk
Partaimu!. Bahkan menjilat pantat kalian pun aku sudi!"
Habis berkala Segitu Wiro
renggangkan kedua kaki. Sedetik kemudian tangan kanannya diangkat tinggi-tinggi
ke atas sedang kedua kaki melesak ke dalam tanah. Tubuh bergetar dan tangan
kanannya kelihatan menjadi putih sedang jari-jari kuku memerah menyilaukan!
”Pukulan Sinar Matahari!"
seru Dewi Kala Hijau
Terkejut bukan main!
"Murid-muridku mundurlah! Kalian takkan sanggup menerima pukulan
itu!"
”Guru!" seru Kala Biru.
"Kami bersedia mati demi
berdirinya Partai Lembah Tengkorak!"
"Jangan tolol!"
bentak Dewi Kala Hijau. Pendekar 21 2 tertawa mengekeh. Tangan kanannya
tiba-tiba turun dengan cepat. Satu larik besar sinar putih perak yang sangat
menyilaukan dan menebar hawa yang sangat panas menderu ke arah Kala Biru, Kala
Putih dan Kala Hitam. Ketiga murid Dewi Kala Hijau ini bersuit nyaring dan
tanpa menghiraukan peringatan gurunya menyerbu ke muka membabi buta!
"Murid tolol!"
teriak Dewi Kala Hijau. Dengan cepat dia mendahului ketiga muridnya. Tangan
kiri kanan mengirimkan pukulan "Kala Hijau" yang dahsyat. Ratusan
kala beracun berlesatan sedang begitu mulutnya menghembus maka empat jalur
sinar hijau menggebu pula ke arah Pendekar 212!
"Bum!"
Terdengar letusan membelah
langit ketika sinar-sinar hijau dan sinar putih perak itu beradu di udara! Dewi
Kala Hijau terguling di tanah tapi tiada terluka sedang Pendekar 212 jatuh
duduk di tanah! Keningnya mandi keringat! Ketiga murid Dewi Kala Hijau
berpekikan memanggil gurunya karena menyangka Dewi Kala Hijau terguling mati.
Tapi begitu perempuan itu bangun kembali legalah hati mereka.
Yang hebatnya ialah ketika dua
sinar putih dan hijau itu bentrokan, angin pukulan pecah ke samping dan
menghantam panggung besar. Panggung itu hancur berantakan. Mayat-mayat di
atasnya berpelantingan banyak diantaranya yang mencemplung ke dalam telaga!
Wiro Sableng berdiri dan
memandang tak berkedip pada Dewi Kala Hijau. Sepasang mata mereka saling beradu
pandang! Masing-masing sama mengagumi kehebatan lawan terutama dipihak Dewi
Kala Hijau. Kekaguman terhadap ketinggian ilmu silat pemuda itu disertai pula
dengan kekaguman terhadap kegagahannya!
"Pendekar 212,"
berkata Dewi Kala Hijau.
"Apakah kau masih belum
bersedia untuk menyerah sebelum terlambat?! Sampai saat ini masih ada waktu
bagimu untuk masuk menjadi anggota Partai Lembah Tengkorak! Kelak kau kuberi
kedudukan yang tinggi! Kita akan memimpin Partai bersama-sama!" Wiro Sableng
tertawa dingin.
"Aku dilepas oleh guruku
dari pertapaan bukan untuk bersekutu dengan manusia-manusia macammu tapi justru
untuk membasmi-nya!" Maka marahlah Dewi Kala Hijau! Dia memberi isyarat
pada ketiga muridnya. Sesaat kemudian disertai dengan lengking jerit yang
mengandung maut, keempatnya pun menyerbu mengeroyok Pendekar 212! Tentu saja
pertempuran empat lawan satu ini tak dapat dilukiskan kehebatannya! Karena Dewi
Kala Hijau dan murid-muridnya tiada memberi kesempatan bagi Wiro untuk
melepaskan pukulan "Sinar Matahari" maka dalam tiga jurus saja pemuda
ini terdesak dan mendapat tekanan serangan yang berbahaya dan mengancam
jiwanya!
"lblis-iblis betina! Aku
paling benci bertempur melawan musuh yang tak bersenjata! Tapi karena kalian
telah lebih dahulu mengeroyokku secara
pengecut, lagi pula terhadap
manusia-manusia macam kalian tak perlu begitu memandang aturan persllatan, maka
aku terpaksa mengeluarkan sentaja!"
Begitu habis ucapan itu maka
menderulah suara mengaung laksana tempat itu diserbu oleh ribuan tawon! Dewi
Kala Hijau dan murid-muridnya merasakan kulit mereka menjadi sangat perih
sedang serangan-serangan yang mereka lancarkan kini menjadi buyar! Tubuh dan
gerakan mereka hanyut terbawa arus sinar putih putaran Kapak Maut Naga Geni 212
yang berada di tangan Wiro Sableng!
Dan kalau tadi mereka yang
menggempur serta mendesak kini terjadi hal yang sebaliknya! Berkali-kali mereka
melepaskan pukulan Kala Hijau, berkali-kali mereka menghembuskan "Empat
Jalur Asap
Kematian" tapi percuma
saja. Sinar putih yang menggulung-gulung dari Kapak Naga Geni 212 di tangan
Wiro memusnahkan seluruh serangan mereka!
Dewi Kala Hijau menjadi cemas
gelisah. Nyalinya untuk meneruskan pertempuran menjadi tipis ketika ujung
lengan pakaian hijaunya kena disambar putus oleh senjata lawan! Maka perempuan
ini segera memberi isyarat pada ketiga muridnya. Keempatnya menyerang dengan
gencar lalu melompat keluar kalangan pertem-puran!
"lblis-iblis pengecut,
kalian mau lari ke mana?!" bentak Wiro Sablen g memburu.
"Budak hina dina, sayang
kami tak punya waktu banyak untuk menghadapimu! Jika kau masih penasaran
silahkan datang ke Lembah Tengkorak pada hari dua belas bulan dua belas!"
Habis berkata demikian Dewi Kala Hijau mengeluarkan sebuah benda berbentuk bola
berwama
hitam dan besamya sebesar
kepalan! Benda itu dilemparkannya ke tanah di hadapan Wiro Sableng.
"Wuuuss!"
Bola hitam itu pecah. Maka
mengebullah asap hitam pekat yang tak tertembus pemandangan!
"Keparat betul!"
maki Wiro Sableng. Dia menerjang asap itu dengan geramnya. Namun lapisan asap
tebalnya sampai sepuluh tombak! Dan bila dia berhasil keluar dari lapisan asap
itu maka Dewi Kala Hijau dan ketiga muridnya sudah lenyap! Mayat Kala Merah
juga lenyap!
* * *
11 Dunia berputar terus. Siang
berganti dengan malam, disambung lagi dengan siang lalu malam demikianlah
seterusnya. Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Hari dua belas bulan
dua belas semakin dekat juga.
Dunia persilatan semakin
tegang oleh kemunculan Dewi Kala Hijau dan murid-muridnya yang hendak mendirikan
Partai Lembah Tengkorak. Dimana mereka muncul, disitulah terjadi pembunuhan!
Enam Partai Persilatan musnah
lagi tinggal nama saja. Lusinan tokoh silat menemui ajalnya di tangan
perempuan-perempuan itu.
Sebenarnya akan lebih banyak
lagi Partai Silat dan tokoh-tokoh silat yang bakal tamat riwayatnya jika saja
kejahatan-kejahatan atau pembunuhan-pembunuhan yang dilakukan oleh Dewi Kala
Hijau dan murid-muridnya itu tidak mendapat halangan dan tantangan dari
tokoh-tokoh silat sakti. Satu di antara mereka yang paling menjadi momok bagi
Dewi Kala Hijau dan murid-muridnya ialah Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro
Sableng!
Berkali-kali Pendekar 212
menggagalkan maksud Dewi Kala Hijau hendak menghancurkan beberapa Partai
Persilatan. Berkali-kali pula beberapa tokoh silat karena bantuan Pendekar 212
berhasil meIoloskan diri dari liang jarum kematian!
Karenanya antara Dewi Kala
Hijau dan murid-muridnya dengan Pendekar 212 terdapat dendam kesumat yang tiada
terkirakan besarnya. Namun demikian dibalik dendam kesumat itu tersembunyi pula
Satu perasaan di hati Dewi Kala Hijau. Sang Dewi ini tidak mengetahui bahwa
apa yang dirasakannya itu,
dialami pula oleh muridnya sendiri yaitu Kala Putih!
Sebelum masuk ke dalam dunia
persilatan, Dewi Kala Hijau pernah jatuh cinta terhadap seorang pemuda. Pemuda
itu kemudian menemui kematian di tangan satu gerombolan rampok. Ketika pertama
kali bertemu muka dengan Wiro Sableng, terkejutlah Dewi Kala Hijau karena
pendekar ini mirip sekali parasnya dengan pemuda yang pernah dikasihinya itu.
Cuma bedanya Wiro memiliki rambut panjang gondrong!
lngat pada pemuda kekasihnya
dulu dan melihat Wiro, Sang Dewi merasakan seperti kekasihnya hidup kembali.
Dan api cinta yang dulu padam kini mulai menyala lagi! Namun karena Wiro Sableng
senantiasa menjadi penghalang besar dalam rencananya untuk mendirikan Partai
Lembah Tengkorak maka benih cinta yang kembali menyubur itu menjadi tertindas
tumbuhnya.
Di satu pihak Wiro bisa
memberikan satu kehidupan yang bahagia bagi masa depannya, dilain pihak Wiro
adalah merupakan musuh besar bagi rencana dan dirinya sendiri!
Sementara itu hari dua belas
bulan dua belas semakin dekat juga. Dewi Kala Hijau dan murid-muridnya tidak
ada waktu lagi untuk menumpas Partai-partai Silat dan tokoh-tokoh silat yang
menantang-nya karena dia harus mempersiapkan segala sesuatunya di Lembah
Tengkorak guna meresmikan Lembah Tengkoraknya. Maka Dewi Kala Hijau menukar
siasat.
Kedelapan penjuru angin dunia
persilatan disebarkanlah surat-surat undangan guna menghadiri hari peresmian
berdirinya Partai Lembah Tengkorak. Bila tokoh tokoh silat dan ketua-ketua
Partai Persilatan baik dari golongan putih maupun hitam sudah hadir nanti, maka
pastilah siasatnya itu akan berjalan baik. Apalagi mengingat sampai saat itu
dia telah memiliki
sejumlah besar anggota-anggota
partai dari jago-jago silat lihai yang telah ditundukkannya!
Meskipun sudah terbayang oleh
Dewi Kala Hijau bahwa Partai Lembah Tengkorak pasti akan berdiri dengan megah
namun hati kecilnya masih gelisah terhadap orang-orang seperti Pendekar 212
Wiro Sableng! Sekalipun tidak diundang bukan mustahil Pendekar 212 akan datang
ke Lembah tengkorak apalagi dalam pertempuran di tempat Partai telaga Wangi
tempo hari Dewi Kala Hijau telah menantangnya untuk datang ke Lembah Tengkorak,
pada hari dua belas bulan dua belas!
Selama mempersiapkan segala
sesuatunya di Lembah Tengkorak, Dewi Kala Hijau senantiasa mencari akal
bagaimana cara yang paling baik untuk menghadapi Pendekar 212. pemuda itu
berbahaya sekali dan merupakan musuh besamya! Namun meski berbahaya, hati
kecilnya tak menginginkan Wiro Sableng menemui kematian Inilah satu ujian yang
berat bagi Dewi Kala Hijau!
Memang bagaimanapun jahat dan
terkutuknya hati Seorang manusia, namun bila sinar cinta dan kasih sayang merayapi
hatinya maka dia akan dihadapkan pada kebimbangan. Cintakah yang musti
didahulukannya atau clta-cltanya ?!.
Seminggu sebelum tiba hari dua
belas bulan dua belas, Dewi Kala Hijau memerintahkan muridnya si Kala Putih dan
seorang anggota Partai untuk mencari dan meringkus Pendekar 212 hidup-hidup.
Menurut keyakinan Dewi Kala Hijau menjelang hari peresmian berdirinya Partai
Lembah Tengkorak, pastilah Pendekar itu berada dekat-dekat sekitar kaki Gunung
Merapi. Adapun anggota Partai yang bersama Kala Putih ini ialah seorang tokoh
silat aliran hitam yang berjuluk "Si Jaring Hantu". Kehebatan Si
Jaring Hantu maka sampai dia diberi gelar demikian ialah karena dia
memiliki senjata ampuh yaitu
sebuah jaring yang terbuat dari sejenis tali yang tak Satu senjatapun Sampai
saat itu sanggup memutusnya!
Empat hari kemudian maka
kembalilah Kala putih hanya seorang diri! Dewi Kala Hijau menyambut kedatangan
muridnya itu dengan heran. Ada perubahan pada paras Kala Putih.
"Mana Si Jaring
Hantu?" bertanya Dewi Kala Hijau. Kala Putih menjura di hadapan gurunya
tapi tak segera menjawab Kepalanya ditundukkan.
"KaIian berhasil menemui
pemuda itu?" Kala Putih mengangguk..,
"Dan Si Jaring Haniu
berhasil menangkapnya-.?" Kala Putih menggeleng perlahan. Dewi Kala Hijau
memukul meja di hadapannya.
"Putihl Sikapmu aneh
sekali! Cepat berikan penuturan! bentaknya. "Mana Si Jaring Hantu?!"
tanya Dewi Kala Hijau Hijau sekali lagi.
"Si Jaring Hantu tewas di
tangan pemuda itu, guru …."
Berubahlah Paras Dewi Kala
Hijau. Dan Kala Putih meneruskan: "Kami berhasil menemui pemuda itu disatu
jurang sekitar tiga puluh kilo dari sini dua hari yang lalu. Kami berdua
mengeroyoknya. Setelah bertempur lima jurus Si Jaring Hantu berhasil meringkus
Pemuda itu dengan jaring saktinya. Si pemuda coba lepaskan diri bahkan lepaskan
pukulan sinar matahari tapi jaring tetap tak mau bobol. Namun keiika Si Jaring
Hantu datang mendekat tiba-tiba sangat cepat sekali pemuda itu berhasil
mencabut kapaknya dan membabat ke muka. Tali-tali jaring putus dan kapak terus
memapas Perut Si Jaring Hantu dan,.. dan mati!"
"Lantas … ?"
"Aku… aku kemudian
menghadapi pemuda itu. Tiga jurus saja aku sudah terdesak dan… dan terpaksa
harus melarikan diri."
Dewi Kala Hijau menggigit
bibirnya. Matanya meneliti paras muridnya tapi tak jelas terlihat karena Kala
Putih terus-terusan menundukkan kepalanya.
Namun demikian pandangan dan
perasaan Dewi Kala Hijau Yang tajam bisa mengetahui bahwa disamping yang telah
diterangkan oleh muridnya, pasti terjadi apa-apa! Karena saat itu berada dalam
kesibukan maka Dewi Kala Hijau memutuskan pembicaraan dengan berkata: "Kau
pergilah bantu yang lain-lainnya membereskan segala sesuatunya. Beberapa
diantara undangan telah ada yang datang…."
Kala Putih menjura lalu pergi
dengan cepat. Memasuki hari keenam sementara para tamu telah banyak yang datang
maka Dewi Kala Hijau melihat semakin jelas adanya perubahan pada diri muridnya
Si Kala Putih. Maka perempuan itu pun menyuruh muridnya menghadap.
Begitu Kala Putih selesai
menjura. Dewi Kala Hijau segera membuka mulut: "Sejak kembalimu pergi
bersarna Si Jaring Hantu ada banyak perubahan dalam sikapmu Betul … ?"
Kala Putih agak gugup tapi
menjawab juga: ”Tidak … tak ada perubahan pada diriku, Guru …."
"Jangan bicara dusta!
Jangan tipu gurumu! Jangan tipu dirimu sendiri!" membentak Dewi Kala
Hijau. "Terangkan apa yang terjadi?!"
"Tak ada terjadi apa-apa,
Guru." sahut Kala Putih.
Dewi Kala Hijau menggebrak
meja. "Selama ini kau selalu periang suka melucu, sering tertawa dan
bergurau dengan saudara-saudara seperguruanmu! Tapi sekembalimu dua hari yang
lalu sikap dan sifatrnu jauh berubah! Kau jadi. pendiarn, suka menyendiri dan
banyak melamun! Jangan kira aku ini buta. Putih! Kau berdusta! Angkat mukamu,
pandang mataku!"
Kala Putih mengangkat
kepalanya perlahan-lahan dan coba memandang kedua mata gurunya. Tapi cuma
sebentar. Sedetik kemudian kepalanya ditundukkan kembali. Untuk pertama kalinya
Kala Putih merasa ngeri dan takut melihat sepasang mata serta paras gurunya!
Dewi Kala Hijau rnenyeringai.
"Kau masih juga merahasiakan perubahan sikapmu, Putih? Masih merahasiakan
apa yang terjadi?!"
Tenggorokan Kala Putih
kelihatan turun naik. Kemudian ter-dengarlah ucapannya tersendat-sendat.”
Se….sesudah Si Jaring Hantu menemui ajalnya, aku coba menghadapi… pemuda itu
beberapa jurus. Aku hanya sanggup menghadapi sebanyak tiga jurus kemudian coba
melarikan diri namun cepat sekali punggungku kena ditotok hingga aku menjadi
kaku tegang tak bisa lagi bergerak…."
Mulut Dewi Kala Hijau komat
kamit: "Lalu?!"
"Kusangka pastilah
pernuda itu akan membunuhku tapi ternyata tidak. Dia bicara panjang lebar dan
menasihatkan agar aku kembali ke jalan benar serta meninggalkan kaki Gunung
Merapi ini…."
"Apa jawabmu?"
"Kumaki dia
habis-habisan. Kuludahi mukanya malah, tapi dia hanya tertawa-tawa! Dia hendak
rnelemparkan aku ke dalam jurang, kecuali jika aku berjanji mau kernbali ke
jalan yang benar dan meninggalkan tempat ini. Aku … aku terpaksa pura-pura
menerima janjinya. Aku dilepas. Kemudian aku melarikan diri dan kembali ke sini
…."
"Hanya itu saja …. Hanya
itu saja yang terjadi?!" Kala Putih tak menjawab.
"Jangan diam macam orang
tuli serta bisu!" bentak Dewi Kala Hijau.
”Tidak … guru …" kata
Kala Putih akhirnya.
"Apanya yang
tidak?!"
"Tidak itu saja yang
terjadi …."
"Hah? Lalu apa?!"
Tenggorokan Kala Putih kembali kelihatan turun naik ”A… aku … aku …."
"Aku apa?!" hardik
sang guru tak sabaran.
"Mohon maaf guru … aku …
aku tertarik pada pemuda itu …." Mata Dewi Kala Hijau membeliak besar.
"Apa katamu?! Kau tertarik
pada Wiro Sableng pemuda keblinger itu?! Hah?!"
Kala Putih mengangguk
perlahan. Mulut gurunya komat kamit. "Kau tertarik padanya, kau jatuh
cinta padanya?!" Dan Kala Putih mengangguk lagi.
"Gadis sambal!" maki
Dewi Kala Hijau. Ditendangnya kursi di hadapannya hingga mental dan hancur
berantakan!
"Disuruh meringkus musuh,
dia pergi bercinta-cintaan! Apa yang telah kalian lakukan?!”
"Tidak ada … guru
…."
"Dusta! Ayo katakan
cepat!" Dewi Kala Hijau mengangkat tangan kanannya ke atas. Sepasang
matanya berkilat-kilat.
"Jika tak mau mengaku
ajalmu sampai detik ini juga!"
"Dia … dia menciumku;guru
…."
"Menciummu?! Gila!
Gilaaa! Dicium kau diam saja?" Kala Putih tak menjawab.
"Selain dicium kau
diapakan lagi olehnya?!"
"Di … dipeluk …."
"Anak setan!" Kali
ini meja yang jadi korban tendangan Dewi Kala Hijau.
"Habis dipeluk lalu apa
lagi … ?"
"Tidak ada lagi guru,
sungguh."
"Jangan bohong! Kau … kau
tidur bersamanya ya?!"
"Tidak, sungguh mati
tidak guru …." Dan Kala Putih mulai sesenggukan.
Dewi Kala Hijau melangkah
mundar mandir di ruangan itu beberapa lamanya.
"Dia bicara apa saja
padamu? !"
"Dia bilang akan datang
ke sini dan menggagalkan maksud pendirian Partai Lembah Tengkorak dan
membunuhmu bila kau tak bertobat dan kembali kejalan yang benar.. .."
"Kentut! Kau juga kentut,
Kala Putih! Dengar bila kelak peresmian Partai telah berlangsung kau akan
menerima hukuman berat dariku!" Kala Putih menjatuhkan diri berlutut.
"Guru harap kau sudi
memaafkan. Aku … aku …."
"Ke luar dari sini! Aku
muak melihatmu!" bentak Dewi Kala Hijau dengan amat geram. Perlahan-lahan
Kala Putih berdiri. Disekanya kedua matanya lalu dengan menundukkan kepala
ditinggalkannya tempat itu.
* * *
12 Hari dua belas bulan dua
belas Sang surya memunculkan diri di ufuk Timur memancarkan sinar kuning
kemerahan. Berangsur tinggi sang surya berubah pula warnanya yang merah
kekuningan itu menjadi putih keperakan.
Di kaki Timur Gunung Merapi
kelihatanlah satu pemandangan baru yang luar biasa. Sekitar Lembah Tengkorak
dalam radius satu kilometer dilingkari oleh sebuah parit yang sangat dalam dan
lebar empat puluh tombak! Air parit ini kelihatan hijau kelam tanda diserapi
dengan racun yang jahat.
Bagaimanapun saktinya
seseorang, tak mungkin akan dapat melompati parit ini! Di satu bagian dari
parit terdapat sebuah tangga gantung. Tangga gantung ini terbuat dari tulang
belulang manusia seperti tulang kaki, lengan dan iga-iga. Di beberapa bagian
dihiasi dengan tengkorak-tengkorak kepala manusia!
Di keseluruhan lembah yang
dikitari oleh parit itu maka memutihlah tulang-tulang belulang dan tengkorak
manusia. Di tengah-tengah lembah berdiri sebuah panggung yang sangat luas.
Seperti jembatan gantung tadi maka keseluruhan panggung ini juga terbuat dari
tulang belulang manusia!
Tiang panggung terdiri dari
tumpukan tengkorak tengkorak kepala, lantainya dari tulang-tulang kaki,
tulang-tulang lengan serta iga yang disambung satu sama lain! Pada beberapa
bagian terdapat rombe rombe atau gaba-gaba yang juga semuanya terbuat dari
tengkorak serta tulang-tulang
manusia! Di sekitar panggung
sebelah muka duduklah ratusan tamu-tamu dari dunia persilatan yang telah
diundang oleh Dewi Kala Hijau!
Dan kesemua tamu ini duduk di
atas kursi-kursi yang juga dibuat dari tulang-tulang manusia! Banyak diantara tokoh-tokoh
silat itu yang merasa menyesal telah datang ke Lembah Tengkorak! Namun hal ini
tidak mereka perlihatkan meski di dalam hati mereka sesungguhnya merasa ngeri.
Ke mana saja mata memandang
maka tengkorak-tengkorak kepala dan tulang-tulang manusia yang kelihatan serta
mereka duduki sebagai kursi! Banyak pula di antara para tamu yang
bertanya-tanya dalam hati, dari manakah semuanya tulang-tulang dan
tengkorak-tengkorak manusia itu?
Apakah dari manusia-manusia
yang telah menjadi korban Dewi Kala Hijau?!
Sementara itu di dalam guanya
Dewi Kala Hijau tengah dikelilingi oleh tiga orang murid dan beberapa anggota
Partai yang menduduki jabatan tinggi. Dewi Kala Hijau tengah memberikan
beberapa tugas-tugas terakhir pada mereka Kemudian pertemuan dibuarkan setelah
semuanya disuruh bersiap siap, kecuali Kala Biru yang kemudian dipanggil dan
diajak bicara empat mata.
"Apakah kau sudah lihat
pemuda itu di antara para tamu?" tanya Dewi Kala Hijau.
"Sudah guru. Tapi dia
tidak duduk di kursi yang disediakan melainkan duduk di cabang pohon kenari di
sebelah Barat panggung…."
Dewi Kala Hijau merutuk dalam
hatinya, lalu berkata: "Menyamarlah dan temui dia di atas pohon itu, lalu
ajak kemari melalui pintu rahasia dan bawa langsung ke kamarku!"
"Baik guru!" Kala
Biru menjawab.
"Waktumu cuma sepuluh
menit, Biru!" Kala Biru menjura lalu meninggalkan tempat itu dengan cepat.
Tak lama kemudian di ujung
Barat panggung kelihatanlah seorang kakek-kakek terbungkuk-bungkuk melangkah
mendekati pohon kenari besar. Semua yang hadir tidak mengambil perhatian karena
menyangka kakek-kakek itu adalah seorang dari sekian tamu yang diundang oleh
Dewi Kala Hijau. Lagi pula semua mata para tamu kebanyakan tertuju ke muka
panggung.
Kakek-kakek itu yang tak lain
dari pada Kala Biru yang telah menyamar adanya, menekuk lutut dan menjejak
bumi. Tubuhnya laksana terbang melesat ke atas cabang pohon kenari di mana saat
itu duduk Pendekar 212 Wiro Sableng sambil enak-enakan makan buah kenari!
"Eh, kakek-kakek kau
siapakah yang mau-mauan naik ke tempatku duduk ini … ?!" tanya Wiro
Sableng.
”Kakek Biru menarik nafas
dalam dan merubah suaranya sehingga persis seperti suara orang tua renta.
"Wiro Sableng, aku adalah
suruhan Dewi Kala Hijau. Dewi memintamu untuk datang ke tempatnya. Dia akan
bicara empat mata denganmu!"
"Hem … begitu? lngin
bicara apa?" tanya Wiro pula sedang sepasang matanya memandang meneliti
paras kakek-kakek tua di hadapannya.
"Mana aku tahu? Aku cuma
jalankan perintah," jawab Kala Biru pula.
"Kalau Dewimu perlu aku,
suruh saja dia datang ke sini!"
"Jangan bicara pongah di
sarangnya Dewi Kala Hijau" desis kakek-kakek itu.
"Sekalipun kau bisa
mengacaukan suasana, tapi jangan harap kau bisa ke luar dari sini. Lihat,
jembatan gantung telah diputuskan!" Pendekar 212
terkejut dan memandang ke
jurusan kanannya. Memang betul, saat itu jembatan gantung yang terbuat dari
tulang belulang manusia telah diputuskan!
”Kalau jembatan sudah diputus
apa kau kira aku tak bisa ke luar dari lembah hi…?!"
"Sudahlah … aku tak mau
bicara panjang lebar dengan kau, Kau mau turut aku ke tempatnya Dewi Kala Hijau
atau tidak?!"
"Eh, kakek, kau mengancam
aku … agaknya?” Kala Biru tertawa mengekeh.
"Apakah kau tidak punya
nyali untuk berhadapan dengan Dewi kami? Ah, kukira kau betul-betul seorang satria
berhati jantan! Kiranya cuma budak hina dina yang pengecut berhati dodol!"
Marahlah Pendekar 212.
"Di ujung langit pun
Dewimu itu aku akan datangi!" katanya.
"Kalau begitu mari kita
buktikan!" Si kakek alias Kala Biru melayang turun. Penuh penasaran
Pendekar 212 mengikuti! Dia dibawa ke lembah sebelah Tenggara, melalui sebuah
jalan berputar dan berliku turun naik kemudian masuk ke sebuah lobang goa yang
dari luar ditutupi dengan tumpukan tulang belulang manusia!
Lorong di dalam goa itu
ternyata diterangi dengan lampu-lampu kuno berbentuk lampu Aladin. Kira-kira
dua menit kemudian, dihadapan sebuah pintu batu si kakek menghentikan
langkahnya, lalu
berpaling pada Wiro Sableng,
dan berkata:
"Tunggu aku sampai dl
lorong sebelah sana lalu ketuk pintu batu ini …."
"Orang tua, jika ini
adalah perangkap jangan harap matimu secara baik-baik! Paling tidak tangan dan
kakimu akan kutanggalkan satu demi satu!" Si Kakek alias Kala Biru tertawa
mengekeh dan berlalu dari hadapan
Pendekar 212. Wiro sendiri
merasa tidak enak saat itu dan dia yakin bahwa dirinya berada dalam satu
perangkap.
Namun untuk kembali mungkin
akan lebih besar lagi bahayanya apalagi mengingat tiap pengecut yang diberikan
si kakek tadi sangat membakar hatinya! Maka ketika si kakek dilihatnya sudah
sampai di lorong ujung sana segeralah diketuknya pintu batu di hadapannya.
Pintu batu yang berat itu
demikian diketuk membuka ke samping dengan sendirinya. Ternyata pintu batu itu
tebalnya dua tombak lebih! Ketika Wiro memandang ke pintu yang terbuka itu, di
belakang pintu kelihatanlah sebuah kamar yang sangat bagus! Belum pernah
Pendekar kita melihat kamar yang demikian.
Di samping kiri terdapat
sebuah tempat tidur berseperai hijau berbunga-bunga merah, kuning, putih, biru
dan coklat. Di dinding di samping tempat tidur ini tergantung sebuah lukisan
besar yang indah.
Di sebelah kanan terdapat
seperangkat meja dan kursi sedang keseluruhan lantai tertutup dengan permadani
tebal dan bagus!
Tapi apa yang menarik
perhatian Pendekar 212 saat itu bukan semua keindahan tadi melainkan pada
sesosok tubuh perempuan yang duduk di atas kursi di tengah ruangan. Perempuan
ini mengenakan sehelai baju panjang hijau yang terbuat dari kain sutera yang
sangat tipis. Kaki kanannya dipangkukan di atas kaki kiri sehingga baju
panjangnya itu tersibak lebar memperlihatkan pahanya
yang putih padat serta mulus!
Di balik baju sutera tipisnya itu hampir jelas kelihatan kedua buah dadanya
yang besar. Namun semua keindahan badan yangqaksana telanjang itu tiada artinya
bila dilihat
paras perempuan itu yang
tertutup topeng tipis muka tengkorak!
"Silahkan masuk Wiro
…." Dewi Kala Hijau berkata sambil melambaikan tangannya.
"Jika kau mau bicara biar
aku berdiri di sini saja," jawab Pendekar 212 pula.
"Ah … ucapanmu menyatakan
kecurigaan, bukan? Tak perlu curiga, tak perlu khawatir bahwa aku akan
menjebakmu. Silahkan masuk "
"Sekalipun kau memang
bermaksud menjebakku, aku tidak gentar! Nyawaku berarti juga nyawamu Dewi Kala
Hijau!"
"Hem … itu satu kata-kata
yang bagus. Mari, masuklah Wiro. Aku ingin bicara denganmu." Maka Pendekar
212 pun masuklah. Begitu dia masuk ke dalam kamar itu maka pintu di belakangnya
bergeser cepat dan tertutup kembali.
Dewi Kala Hijau tertawa.
"Silahkan duduk" katanya.
Wiro tetap berdiri di tempatnya.
Dan Dewi Kala Hiiau tertawa lagi lalu bertanya:
"Menurutmu kamar ini
bagus atau tidak?"
“Bagus sekali dan indah,"
jawab Wiro.
"Cuma sayang …."
"Sayang apa?"
"Sayang dihuni oleh
perempuan bermuka buruk!" Dewi Kala Hijau tertawa gelak-gelak.
”Parasku tidak seburuk yang
kau kira, Wiro!" katanya. Dan habis berkata begini dengan tangan kirinya
dibukanya topeng tengkorak yang menutupi mukanya. Ternyata Dewi Kala Hijau
berparas cantik sekali. Hidungnya kecil mancung, bibirnya laksana delima
merekah, bola matanya bening dan bersinar seperti bintang timur, di dagunya
sebelah kiri terdapat sebuah tahi lalat kecil. Pendekar.212 garuk kepalanya.
"Apakah parasku
buruk?" bertanya Dewi Kala Hijau.
"Tidak." jawab Wiro
cepat.
"Tapi buat apa paras
secantik itu kalau hatimu lebih jahat dari hati iblis?!" Dewi Kala Hijau
tertawa lagi gelak-gelak.
"Wiro, saat ini kita cuma
punya sedikit waktu untuk bicara. Sebentar lagi aku akan ke luar untuk
meresmikan berdirinya Partai Lembah Tengkorak! Kuharap kau suka bergabung
dengan kami…." Wiro Sableng menyeringai.
"Kau masih saja mimpi
tentang Partaimu! Juga apa kau lupa bahwa sekali aku menolak tawaranmu sampai
kapan pun tetap kutolak!" Dewi Kala Hijau berdiri dari kursinya dan
melangkah ke hadapan Pendekar 212. Betapa jelasnya kelihatan potongan tubuhnya
yang indah itu. Pendekar kita merasa nafasnya seperti berhenti.
"Pendekar gagah, agaknya
kaulah yang mimpi. Apakah kau buta pada kenyataan akan adanya panggung di luar
sana? Apakah kau tidak melihat para tamu yang datang ke tempat ini untuk
menyaksikan resminya berdirinya Partai Lembah Tengkorak?"
"Baik kalau kau bilang
aku yang mimpi. Tapi walau bagaimana-pun aku tak akan masuk ke dalam Partaimu.
Bahkan kedatanganku ke sini justru untuk menghancurkannya!" Dewi Kala Hijau
melangkah dan berdiri dekat dekat di hadapan Pendekar 212. Nafasnya dan bau
badannya yang harum menyapu-nyapu muka dan menusuk hidung Pendekar 21 2.
Tiba-tiba perempuan itu merangkulkan kedua tangannya ke leher si pemuda dan
berbisik lirih:
"Wiro … turutlah
permintaanku. Mari kita pimpin bersama-sama Partai Lembah Tengkorak. Kau boleh
tinggal di sini dan aku akan mematuhi apa saja yang yang kau inginkan …."
Dada Pendekar 212 menggemuruh.
Darahnya mengalir cepat-cepat.
Lebih-lebih ketika perempuan itu meletakkan kepalanya di dadanya dan memeluknya
ketat-ketat!
"Wiro .." bisik Dewi
Kala Hijau lirih.
"Kau mau mengabulkan
permintaanku, bukan?" Wiro tak menjawab tapi dengan perlahan dilepaskannya
kedua tangan perempuan yang merangkulnya itu.
"wiro …."
"Aku tak bisa menerima
tawaranmu itu, Dewi Kala Hijau." kata Wiro Sableng tegas.
"Kau akan kuberi
kedudukan sebagai Ketua Partai dan aku akan menjadi milikmu. Kita akan hidup
bersama dan bahagia … !" ujar Dewi Kala Hijau. Sekali lagi tubuhnya
merangkul badan si pemuda.
"Aku tetap tak dapat
menerima tawaranmu." Dewi Kala Hijau menggerakkan badannya. Maka detik itu
juga jatuhlah pakaian yang dikenakannya ke lantai! Dalam keadaan tanpa pakaian
perempuan ini kemudian kembali memeluki tubun si pemuda nafasnya dan dadanya
memanasi dada Wiro Sableng.
Kalau saja Pendekar 212 bukan
murid Eyang Sinto Gendeng yang sudah digembleng lahir serta bathinnya mungkin
saat itu akan runtuhlah imannya.
"Dewi Kala Hijau, aku
akan meninggalkan tempat ini! Tunjukkan jalan ke luar!"
"Wiro … jangan pergi.
Terima tawaranku …", kata Dewi Kala Hijau lalu ditariknya tangan pemuda
itu sehingga keduanya terguling di atas tempat tidur!
"Perempuan hina, jangan
coba menipu aku!" bentak Pendekar 212 meronta.
"Siapa yang menipumu? Aku
bersungguh hati dan tidak palsu dengan ucapanku." kata Dewi Kala Hijau.
Wiro mendorong perempuan itu hingga tertelentang di atas tempat tidur, kemudian
dia melompat ke pintu batu darimana dia masuk tadi namun pintu itu tiada
berbekas sama sekali, lenyap sama datar dengan dinding ruangan!
"Wiro!" Dewi Kala
Hijau melompat dan menubruk di pemuda.
"Kamar ini penuh senjata
rahasia. Sekali aku menggerakkan tangan atau kaki, tamatlah riwayatmu!"
"Aku tidak takut mati!
Tapi sebelum mati pasti kepalamu kupecahkan dulu!" balas mengamcam
Pendekar 212.
Dan Dewi Kala Hijau kelihatan
lunak kembali. Satu tangannya memeluk lagi tubuh si pemuda. Sedang tangan yang
lain menarik tangan Wiro dan meletakkannya di atas buah dadanya!
"Masuklah ke dalam
Partaiku, Wiro. Kau kuserahi jabatan sebagai Ketua …."
"Tidak!" bentak
Wiro.
"Pergilah!" Sekali
dorong saja maka hampir sang Dewi jatuh terjerongkang. Setelah mengimbangi
tubuhnya, Dewi Kala Hijau untuk kesekian kalinya merengek macam anak kecil.
Namun Pendekar 212 tetap pada pendiriannya.
Maka marahlah perempuan itu
Sementara tangan kanannya memeluk pinggang Wiro Sableng, tangan yang lain tak
terduga tiba-tiba bergerak dengan cepat menotok jalan darah urat besar di tubuh
Pendekar 212! Tak ampun lagi pemuda ini pun roboh ke atas permadan! tanpa bisa
bergerak dan tanpa sanggup membuka mulut.
"Manusia goblok! Tolol!
Rasakan sekarang!" maki Dewi Kala Hijau.
"Diberikan kedudukan
tinggi, minta jalan ke neraka! Sehabis peresmian Partai kelak akan kutunjukkan
padamu cara mampus yang paling hebat!" Habis berkata begini maka Dewi Kala
Hijau mengenakan topeng tengkoraknya kembali dan pakaian ringkas wama hijau
lalu meninggalkan ruangan itu.
* * *
13 Ketika ratusan pasang mata
memandang lekat-lekat ke arah panggung dan menunggu dengan hati tidak sabar
tapi juga agak gentar akan munculnya Dewi Kala Hijau maka terdengarlah suara
gong dipalu tujuh kali. Begitu gema gong menghilang, aneh sekali panggung
tengkorak di hadapan para tamu bergerak ke atas lebih tinggi dan di bawah
panggung kelihatanlah sebuah pintu terbuka.
Didahului oleh
teriakan-teriakan dahsyat laksana meruntuhkan jagat maka dari pintu itu
keluarlah Dewi Kala Hijau diiringi oleh tiga orang muridnya dan seratus lebih
anggota partai. Baik Dewi Kala Hijau maupun murid-murid serta seluruh anggota
Partai. semuanya mengenakar sebuah kalung tengkorak manusia! Dewi Kala Hijau,
tiga orang muridnya dan sekuruh anggota Partai kemudian duduk di barisan kursi
yang terletak di panggung sebelah Barat.
Tujuh kali lagi gong dipalu
dan setelah itu Dewi Kala Hijau pun selaku Ketua Partai Lembah Tengkorak
melompat naik ke atas panggung. Gerakannya indah sekali waktu melompat itu
kakinya tidak kelihatan menekuk ataupun memusatkan berat badan untuk dihenjot
ke atas. Dari sini saja setiap yang hadir sudah dapat mengetahui bagaimana
tingginya ilmu Dewi Kala Hijau!
Sebelum membuka mulut terlebih
dahulu Dewi Kala Hijau menyapu seluruh para tamu dengan sepasang matanya.
Kemudian baru terdengar suaranya yang nyaring lantang, yang sekaligus bernada
pongah congkak!
"Aku Dewi Kala Hijau
selaku Ketua Partai Lembah Tengkorak menghaturkan banyak terima kasih kepada
saudara-saudara di sini yang
telah sudi datang untuk
menyaksikan sendiri dengan resmi berdirinya Partai Lembah Tengkorak!”
”Perlu saudara-saudara ketahui
bahwa Partai ini mempunyai satu maksud besar yakni menggabung dan mempersatukan
seluruh tokoh silat serta Partai Persilatan di dunia untuk berpadu dalam satu
Partai saja yaitu Partai kami, Partai Lembah Tengkorak. Kami tidak memaksa
siapapun dan Partai Silat manapun untuk memasuki Partai Lembah Tengkorak. Tapi
menurut pandangan kami, jika kalian semua sudah bersedia menerima undangan dan
datang ke sini maka itu berarti kalian telah menyatakan diri masuk ke dalam
Partai Lembah Tengkorak!"
Gemparlah suasana para hadirin
begitu mendengar ucapan Ketua Partai Lembah Tengkorak itu. Mereka saling
pandang dengan mulut menganga dan mata membeliak besar!
Belum lagi rasa terkejut yang
menggempari suasana itu berakhir maka terdengar pula suara Dewi Kala Hijau.
"Saat ini Partai
LembahTengkorak sudah memiliki lebih dari seratus anggota yang terdiri dari
tokoh-tokoh silat utama bahkan beberapa di antaranya pernah merajai dunia
persilatan! Sekarang, untuk tidak membuang waktu, kuharap kalian semua berdiri
dari kursi masing-masing dan berlutut mengangkat sumpah menyatakan diri masuk
ke dalam Partai Lembah Tengkorak!"
Kembali suasana menjadi gempar
penuh ketegangan. Tiba-tiba seorang diantara para hadirin berdiri dan berseru.
"Dewi Kala Hijau!
Undangan yang kau berikan kepadaku dan semua yang hadir di sini adalah hanya
untuk menghadiri berdirinya kau punya Partai!
Tapi saat ini dengan
menyatakan besarnya jumlah anggota Partaimu kau memaksa kami untuk masuk
menjadi anggota Partai Lembah Tengkorak! Aturan macam manakah yang kau
pakai?!"
Semua kepala, termasuk kepala
Dewi Kala Hijau dengan serta merta berpaling. Yang bicara ternyata adalah
seorang tokoh silat golongan putih yang besar pengaruhnya dewasa itu.
”Oh, kiranya Pendekar Bambu
Kuning." Kata Dewi Kala Hijau.
"Tentu saja untuk orang
semacammu tidak akan masuk sebagai anggota biasa, tapi anggota dengan jabatan
tinggi."
"Maaf, aku tidak
bermaksud untuk menanyakan tinggi atau rendahnya jabatanku sebagai anggota,
tapi ialah menolak keras adanya unsur paksaan untuk masuk Partaimul"
“Lantas apa maumu, Pendekar
Bambu Kuning?’" tanya Dewi Kala Hijau mulai beringas.
”Kuharap kau menarik pulang
kembali ucapanmu yang memaksa tadi!" Dewi Kala Hijau tertawa dingin.
"Sebenarnya aku tidak
memaksa," katanya,
"Tapi bila ada diantara
yang hadir di sini tidak mau menuruti kehendakku berarti itu mempersingkat umur
namanya! Apa kalian tidak tahu, sekalipun kalian memiliki sayap atau pandai
terbang, kalian pasti tak akan ke luar dari Lembah ini dengan selamat, kecuali
jika kalian masuk dan bergabung dalam Partaiku!"
"Aku menolak
mentah-mentah masuk Partaimu!" kata Pendekar Bambu Kuning dengan suara
tegas mantap. Paras Dewi Kala Hijau mengkerut di batik topeng tengkoraknya. Dia
berpaling ke belakang dan berseru:
"Pahat Tiga Racun,
bereskan pengacau ini! Paling lambat dalam lima jurus!" Maka seorang
laki-laki berpakaian merah darah berkumis melintang yang selilit pinggangnya
bergantungan lebih dari seratus buah pahat hitam beracun segera melompat ke
atas panggung. Dia memandang dengan bengis kepada Pendekar Bambu
Kuning lalu membentak:
”Manusia yang besar mulut dan
telah menghina terhadap Ketua kami, harap naik ke panggung untuk terima
kematianl"
Meluaplah amarah Pendekar
Bambu Kuning sambil berteriak nyaring dan meiompat ke panggung dicabutnya
senjatanya yaitu sebuah bambu kuning, dan terus menyerang! Si Pahat Tiga racun
menyambut serangan lawan dengan melemparkan lima Pahat Beracun.
Sekali memutar bambu kuningnya
maka runtuhlah kelima pahat hitam itu! Si Pahat Tiga Racun cabut lagi dua
pahatnya. Dengan senjata itu kemudian dia menyerang Pendekar Bambu Kuning!
Pertempuran hebat pun berkecamuklah. Dalam waktu yang sangat singkat tiga jurus
sudah berlalu! Memasuki jurus yang keempat terdengarlah seruan Pendekar Bambu
Kuning karena pertengahan bambunya berhasil dijapit oleh sepasang pahat hitam
lawan!
Dengan terpaksa Pendekar Bambu
Kuning lepaskan bambunya. Serentak tangan melepas, serentak pula kaki kanan
menendang ke muka! Pahat Tiga Racun melompat ke samping tapi dia tertipu!
Tendangan tadi palsu belaka karena begitu dia mengelak
layannya segera menghantamkan
satu pukulan tangan kosong yang mengandung tenaga dalam ampuh!
Pahat Tiga Racun dengan cepat
lepaskan japitan kedua pahatnya atas bambu kuning. Kedua senjata itu kemudian
diputarnya untuk menangkis serangan lawan tapi kasip! Angin pukulan Pendekar
Bambu Kuning telah menghantam
dadanya lebih dahulu! Si Pahat Tiga Racun mencelat dua tombak, terguling di
panggung dan muntah darah! Pada saat Pendekar Bambu Kuning membungkuk mengambil
bambunya tahu-tahu tiga bayangan melesat ke atas panggung dan langsung
menyerang!
Dengan jatuhkan diri dan
bergulingan, Pendekar Bambu Kuning berhasil menyelamatkan diri! Yang
menyerangnya adalah tiga manusia berbadan kate dan mengenakan pakaian
bertambal-tambal
dan robek-robek.
"Hem, pengemis Baju
Rombeng! Kalian bertiga rupanya juga tersesat jadi bergundalnya perempuan iblis
itu huh?! Baik, majulah sekaligus biar lekas kumusnahkan!"
Pengemis-pengemis Baju Rombeng
cabut senjata mereka yaitu sebentuk sapu ijuk pendek. Berbarengan ketiganya
menggerakkan sapu ijuk itu.
Tiga ratus jarum hitam
kemudian mendesing ke arah Pendekar Bambu Kuning dari tiga jurusan!
”Curang!" terdengar
seruan hadirin. Di atas panggung Pendekar Bambu Kuning sangat terkejut dan tak
menduga kalau akan diserang sehebat itu. Segera diputarnya senjatanya. Namun
seberapa dari jarum hitam yang datang dari samping kiri kanan masih sempat
menancapi tubuhnya.
”Ha… ha!" tawa salah
seorang dari Pengemis Rombeng.
”Jarum-jarum itu mengandung
racun? jahat?! Nyawamu hanya tinggal tiga jam lagi!”
Mendengar itu maka kalaplah
Pendekar Bambu Kuning! Senjatanya dibolang balingkan cepat sekali! Jurus-jurus
simpanannya dikeluarkan! Sesaat kemudian terdengar jeritan salah seorang dari Pengemis
Baju Rombeng. Kepalanya hancur dihantam ujung bambu! Namun disaat itu pula
tubuh Pendekar Bambu Kuning semakin lemah akibat rangsangan racun jarum.
Setelah bertempur tujuh jurus akhirnya dia terpaksa menemui ajalnya di tangan
kedua
orang Pengemis Baju Rombeng
itu!
"Bagus!" seru Dewi
Kala Hijau memuji kedua Pengemis Baju Rombeng.
"Kelak kau akan kuberi
tanda jasa!" Kedua orang itu tersenyum girang dan menjura lalu siap-siap
untuk meninggalkan panggung namun langkah mereka terhenti ketika satu sosok
bayangan biru melesat ke atas panggung sambil membentak:
"Pengemis-pengemis
pengecut curang hina dina! Tetap tinggal di atas panggung! Aku mau lihat apakah
kau juga bisa melakukan kecurangan terhadapku?!"
Bentakan itu adalah bentakan
suara perempuan! Tapi nyaring dan kerasnya bukan olah-olah! Panggung tengkorak
bergetar, telinga yang hadir mendenging! Semua mata tanpa berkedip memandang
pada si pembentak! Dan ternyata dia memang seorang perempuan!
Perempuan ini mengenakan
pakaian biru. Parasnya sebatas mata ke bawah ditutup dengan sehelai kain yang
juga berwarna biru!
"Dewi Kerudung
Biru!" berseru beberapa tokoh silat utama yang mengenali siapa adanya
perempuan itu! Maka ketegangan pun semakin bertambahlah! Dewi Kerudung Biru
bertemu dengan Dewi Kala Hijau tentu tak dapat dilukiskan kehebatannya nanti!
Dewi Kala Hijau di bailik
topeng tengkoraknya mengerutkan kening. Sepasang matanya memandang tak berkedip
dan menyorot tajam pada Dewi Kerudung Biru. Menurut taksiran Dewi Kala Hijau,
perempuan berkerudung biru itu sebaya dengan dia.
"Ayo, kenapa kalian
melongo dan mematung saja?! Perlihatkan lagi kebiadaban dan kecurangan serta
kepengecutan kalian!" bentak Dewi Kerudung Biru pada kedua Pengemis Baju
Rombeng. Yang menjawab adalah Dewi Kala Hijau
"Dewi Kerudung Biru, jika
kedatanganmu ke atas panggung ini untuk mengacau, berarti kau tidak melihat
tingginya Gunung Merapi di depan mata Tapi jika kedatanganmu untuk memasuki
Partai Lembah Tengkorak, kelak aku akan berikan kedudukan tinggi
kepadamul"
"lblis betina!"
jawab Dewi Kerudung Biru.
"Aku tidak buta sampai
tak melihat Gunung Merapi di depan mata," dan Dewi Kerudung Biru menunjuk
ke arah Gunung Merapi yang berdiri megah di depan sebelah Barat Lembah
Tengkorak,
"Tapi dosa dan
kejahatanmu lebih besar dan lebih tinggi dari gunung itu! Hari ini kau
meresmikan berdirinya Partai Lembah Tengkorak dan mengangkat diri sebagai
Ketua! Tapi apa kau tahu bahwa hari ini juga adalah merupakan akhir
hayatmu?!"
"Perempuan setan!"
balas memaki Dewi Kala Hijau.
"Namamu memang besar!
Tapi di sini jangan jual tampang! Pengemis Baju Rombeng! Bunuh perempuan setan
itu!"
Mendengar perintah itu, tak
menunggu lebih lama kedua Pengemis Baju Rombeng kebutkan sapu ijuk
masing-masing. Ratusan jarum hitam beacun jahat menderu menyambar ke arah Dewi
Kerudung Biru. (Seperti dituturkan dalam kisah-kisah Pendekar 212 sebelumnya
Dewi Kerudung Biru ini adalah Anggini, murid tokoh silat yang bergelar Dewa
Tuak).
Melihat serangan jarum maut
itu Dewi Kerudung Biru mendengus. Dia melompat setinggi lima tombak kemudian
laksana kilat berkelebat ke bawah, tangan kanan dipentang ke muka, jari-jari
ditekuk kedalam!
"Cakar Garuda Emas!"
seru Dewi Kala Hijau. Pengemis Baju Rombeng, awas!" Tapi percuma saja
peringatan itu. Salah seorang
dari dua Pengemis Baju Rombeng
menjerit.
Mukanya mandi darah. Hidung
tanggal, kedua biji mata hancur luluh! Yang seorang lagi saking kecut dan
terkejutnya sampai melompat mundur beberapa langkah sedang para hadirin
diam-diam sangat memuji kelihaian Dewi Kerudung Biru.
Terdengar bentakan nyaring.
Pengemis Baju Rombeng yang ketiga cabut pedang dan kebutkan sapu ijuknya. Satu
jurus dia berkelebat cepat menggempur lawan namun tiada guna! Sekali Dewi
Kerudung Biru gerakkan tangan kirinya maka "Buk!" Pengemis Baru
Rombeng mencelat ke luar panggung. Tulang lehernya patah!
"Empat. Srigala
Putih!" seru Dewi Kala Hijau
"Cepat bikin perhitungan
dengan bangsat itu!" Empat bayangan putih berkelebat melompat ke atas
panggung! Keempat manusia ini yang berjuluk Empat Srigala Putih mengurung Dewi
Kerudung Biru dari empat sudut panggung!
"Hemm … jadi kalian juga
merupakan kaki tangan iblis dajal itu ya? bagus! Majulah cepat!" ejek Dewi
Kerudung Biru.
"Lima tahun malang
melintang di daerah ini tak satu jago pun yang berhasil merubuhkan kami!
Katakan cara mati yang bagaimana yang kau ingini perempuan hina?!"
"Cara mati yang begini,
sobatku!" jawab Dewi Kerudung Biru. Bersamaan dengan itu tubuhnya lenyap
ke hadapan orang yang bicara tadi. Dan terdengarlah satu pekikan hebatl Orang
tadi kelihatan menutupi mukanya, Darah mengalir dari sela-sela jari. Sesaat
kemudian tubuhnya pun tergelimpang di atas panggung tengkorak!
Tiga rekannya yang lain
melolong tinggi persis seperti srigala yang kemudian dengan serentak menyerang
Dewi Kerudung Biru! Lima jurus berlalu sangat cepat! Dewi Kerudung Biru
membentak!
Satu jeritan lagi terdengar!
Satu orang lagi menggelimpang di lantai panggung! Rahang-rahang Dewi Kala Hijau
bergemeletakkan. Mulutnya komat kamit seketika. Kemudian terdengarlah lengkingannya.
"Sepuluh Pemimpin Cabang
Partai, majulah!" Maka ke atas panggung sepuluh laki-laki berpakaian merah
darah berlompatan gesit! Sedetik kemudian sepuluh pedang merah
bergulung-gulung! Angin sepuluh senjata itu laksana topan prahara dan kesemuanya
menyerang satu sasaran yaitu Dewi Kerudung Biru, ditambah lagi tekanan-tekanan
gencar yang dilancarkan dua dari Empat Srigala Putih yang masih hidup! Karena
kedua belas orang ini bukanlah berkepandaian rendah maka satu jurus saja Dewi
Kerudung Birupun terdesaklah! Tapi sang Dewi tiada kelihatan gugup atau kecut
sedikit pun ! Malahan dia berseru dengan nada mengejek kepada Dewi Kala Hijau!
"Ketua Partai Lembah
Tengkorak! Kurasa masih kurang jumlahnya cecunguk-cecungukmu yang
mengeroyokku!"
"Jangan merocos juga
betina edan! Sebentar lagi kepalamu sampai ke kaki akan tercincang lumat!"
Keroyokan kedua belas orang itu memang luar biasa hebatnya. Namun Dewi Kerudung
Biru benar-benar luar biasa pula tinggi ilmunya. Begitu kedua tangannya
bergerak mengeluarkan jurus "Naga
Kepala Seribu Mengamuk",
maka tiga dari pengeroyok rubuh tanpa nyawa, sesudah itu dua orang lagi roboh
terjungkal ke luar panggung.
Dengan geram Dewi Kala Hijau
memerintahkan lagi sepuluh orang anggota Partai yang berkepandaian tinggi untuk
mengeroyok Dewi Kerudung Biru! Dilain pihak yang dikeroyok pun mengamuk dengan
hebatnya. Jurus-jurus "Naga Kepala Seribu Mengamuk" dan "Cakar
Garuda Emas" menebar silih berganti. Meskipun demikian jalannya
pertempuran tetap tak seimbang.
Dewi Kerudung Biru terdesak ke
sudut panggung sebelah kanan!
"Ketua Partai Lembah
Tengkorak!" terdengar seruan dari bawah panggung.
"Kami Tiga Brahmana dari
Gunung Nagajembangan tidak bisa tinggal diam! Pengeroyokan ini sudah sangat
keterlaluan!" Sesaat kemudian tiga sosok bayangan putih melompat ke atas
panggung.
Dewi Kala Hijau memutar
kepalanya dengan cepat. Pan-dangannya tampak bengis.
"Brahmana-brahmana tidak
tahu diri, kalian mau turun tangan, baik! Tapi terima dulu hadiahku ini!"
Ketua Partai Lembah Tengkorak mengangkat tangan kanannya. Selarik besar sinar
hijau menderu dahsyat!
"Pukulan Kala
Hijau!" seru Brahmana yang paling muka. Serentak dengan itu dia bersama
dua kawannya melompat ke samping dan kebutkan lengan jubah masing-masing! Tapi
terlambat. Dua puluh ekor kala beracun telah menyusup dan menancap di muka
serta dada mereka. Ketiganya terjungkal kembali ke bawah tanpa sempat
menjejakkan satu kakipun di lantai panggung yang terbuat dari tulang belulang
dan tengkorak manusia itu!
"Siapa lagi yang hendak
turun tangan membantu betina keparat itu silahkan naik ke atas panggung!"
seru Dewi Kala Hijau! Semua hati yang hadir tercekat dan tak satu pun yang
kelihatan berani menerima tantangan itu!
Sementara itu di sudut
panggung sebelah kanan Dewi Kerudung Biru semakin kepepet! ketika lengan baju
birunya robek besar disambar ujung pedang salah satu pengeroyok maka naiklah
luapan amarahnya ke kepala!
Kedua tangan kiri kanan
diangkat ke atas dan dipukdlkan ke muka. Dua rangkum angin pukulan yang
berwarna biru melabrak dari dua jurusan! "Pukulan Asap Kencana Biru!"
seru Dewi Kala Hijau dengan paras tersirap. Dia memang sudah lama mendengar
kehebatan ilmu pukulan itu dan baru saat itu menyaksikan dengan mata kepala
sendiri.
Empat orang pengeroyok
berpelantingan terhampar di panggung dua orang, yang dua lagi terguling di
bawah panggung. Keempatnya tanpa nyawa!
Dan bila Dewi Kerudung Biru
mengangkat lagi kedua tangannya, kembali empat korban jatuh!
"Setan alas!" kutuk
Dewi Kala Hijau. Matanya berputar ke arah dimana murid-muridnya duduk. Hanya
Kala Biru dan Kala Hitam yang tampak. Kala Putih tiada kelihatan. Ini membuat
Dewi Kala Hijau merasa curiga namun untuk menyelidik saat itu juga dimana Kala
Putih berada tentu saja bukan pada tempatnya.
"Kala Biru, Kala Hitam!
Kalian tahu apa yang harus kalian lakukan!" teriak Ketua Partai Lembah
Tengkorak.
Kedua muridnya pun segera
bangkit dari kursi. Begitu melompat ke panggung, begitu mereka kirimkan
serangan kala hijau ke arah Dewi Kerudung Biru. Dewi Kerudung Biru tidak
tinggal diam. Dia sudah maklum
kehebatan ilmu pukulan itu.
Kedua tangannya dipukulkan ke depan. Dua larik sinar biru menderu menangkis dua
larik sinar hijau yang membawa Pukulan kala maut!
Bentrokan itu demikian
hebatnya hingga menimbulkan suara laksana letusan meriam! Meskipun jumlah
pengeroyok kini berkurang
namun dengan munculnya Kala
Hitam serta Kala Biru maka keadaan Dewi Kerudung Biru lebih hebat terdesaknya
dari tadi!
Sepuluh jurus dengan
kehebatannya yang luar biasa dia masih sanggup bertahan meski bertahan sambil
mundur terus-terusan. Diam-diam Dewi Kerudung Biru mengeluh dalam hati. Sampai
berapa jurus lagi dia akan sanggup bertahan?
Sementara itu Ketua Partai
Lembah Tengkorak yang melihat Dewi Kerudung Biru masih bisa bertahan menjadi
penasaran sekali! Diam-diam dia gerakkan tangannya mengirimkan pukulan-pukulan
jarak jauh! Dewi Kerudung Biru bukan tidak tahu kalau dirinya diserang secara
pengecut itu, namun untuk balas menyerang dia tak punya kesempatan, apalagi
menghadapi pengeroyok yang banyak dan lihai-lihai itu!
Lagi-lagi perempuan itu
mengeluh dalam hati. Pada jurus yang kelima puluh satu, itulah batas
kesanggupan Dewi Kerudung Biru untuk bertahan. Ketika dua ujung pedang menusuk
dari muka belakang, satu kaki menendang ke arah selangkangan dan dua larik
sinar hijau yang membawa puluhan kala maut menyerangnya, maka perempuan ini
tiada sanggup lagi berkelit!
"Tamatlah riwayatku
…" kata Dewi Kerudung Biru. Dia menggerung keras dan meramkan mata
menunggu sampai ajalnya. Disaat yang kritis itu tahu-tahu terdengar suara
mengaung laksana ribuan tawon mengamuk. Satu
sinar putih berkiblat panas
dan memerihkan kulit dan satu bentakan mengatasi ketegangan suasana.
"Manusia-manusia pengecut
berhati dajal! Makan kapakku!" Dan enam pengeroyok menjerit rubuh. Kala
Hitam kalau tidak lekas-lekas melompat mundur pasti akan terluka besar bagian
dadanya!
* * *
14 Ketika ketua Partai Lembah
Tengkorak melihat siapa adanya manusia yang muncul itu, terbeliaklah kedua
matanya!
"Pemuda sinting! Bagaimana
kau bisa lepas?!" tanyanya garang. Si pemuda yang bukan lain daripada
Pendekar 212 Wiro Sableng tertawa.
"Sekarang bukan saatnya
untuk bertanya jawab! kejahatanmu sudah lewat batas, dosamu sudah melampaui
takaran! Karenanya mati adalah yang paling bagus buatmu!"
Dewi Kerudung Biru sendiri
yang tadi pejamkam mata menunggu ajalnya dengan terheran-heran membuka matanya
kembali. Begitu melihat dan mengenali pemuda yang di hadapannya dia pun berseru
gembira:
"Wiro…!"
Pendekar 212 mengedipkan
matanya dan bersiul.
"Anggini, mari kita
tumpas manusia-manusia iblis ini!"
"Memang itu maksudku
Wiro. Terima kasih atas pertolonganmu tadi!" jawab Anggini atau Dewi
Kerudung Biru.
"Seluruh anggota
Partai!" teriak Ketua Partai Lembah Tengkorak pula.
"Siapkan dirimu semuanya
untuk melumat kedua biang racun pengacau ini!" Pada saat itu pulalah Ketua
Partai Lembah Tengkorak
melihat muridnya Si Kala
Putih.
"Dari mana kau?!"
tanyanya membentak.
"Dewi Kala Hijau, mulai
saat ini aku bukan muridmu lagi …."
"Hah! Apa … ?!"
belalak Dewi Kala Hijau.
"Aku bukan muridmu lagi.
Aku keluar dari Partaimu!" kata Kala Putih pula.
"Murid kualat murtad!
Pasti kau juga yang melepaskan pemuda rambut gondrong itu ya?!" ,
"Ya!" sahut Kala
Putih tanpa ragu-ragu. Mendidih amarah Dewi Kala Hijau.
"Kau boleh menjadi murid
murtad! Kau boleh keluar dari Partai Tapi nyawamu juga musti minggat dari
tubuh!" Ketua Partai Lembah Tengkorak pukulkan kedua telapak tangan ke
muka. Mulut menghembus! Dua larik sinar hijau dan empat jalur asap hijau menderu
dahulu mendahului menyerang Kala putih! Karena gugup dan tak menduga gurunya
akan turun tangan secepat itu, Kala Putih terlambat mengelak. Tak ampun lagi
tubuhnya kena dilanda serangan Dewi Kala Hijau. Dia terguling sampai beberapa
tombak dengan muka serta badan ditancapi kalajengking beracun. Dari mulutnya
membuih darah kental!
Menyaksikan kematian Kala
Putih, gadis yang telah membebaskannya dari totokan dan kurungan Dewi Kala
Hijau maka Pendekar 212 naik pitam. Namun sebelum dia melompat ke hadapan Dewi
Kala Hijau, puluhan anggota Partai Lembah Tengkorak telah mengurungnya bersama
Dewi Kerudung Biru!
"Kalian minta mampus
semua, marilah!" teriak Wiro Sambil tertawa menggidikkan pendekar ini
memular kapaknya dengan sabat dan berseru nyaring
"Para tamu yang hadir di
sini! lnilah saat dimana kalian semua harus turun tangan untuk menghancurkan
manusia-manusia pembawa malapetaka ini! Jika terlambat kalian semua akan
menjadi korban dan dunia persilatan
akan hancur binasa! Mari kita
sama-sama berebut pahala memenggal kepala Dewi durjana Ketua Partai Lembah
Tengkorak!"
Mendengar seruan yang
bersemangat ini dan mengetahui pula siapa adanya Wiro Sableng maka besarlah
nyali mereka yang hadir! Serentak mereka mencabut senjata serentak itu pula
semuanya menyerang!
Maka pertempuran yang sangat
dahsyat, yang tak pemah terjadi dalam sejarah dunia persilatan sebelumnya,
berkecamuklah! Ratusan senjata berkiblat mencari korban! Dan suara beradunya
senjata-senjata itu, suara bentakan-bentakan serta caci maki.
Suara gerung dan jerit
kematian serta keluh serangan mereka yang meregang nyawa menjadi satu laksana
hendak menjungkir balikkan bumi dan langit, laksana mau kiamat! Dan mengatasi
semua
suara itu maka terdengarlah
dengungan Kapak Maut Naga Geni 212 yang dipegang oleh Wiro Sableng.
Sambil berkelebat kian kemari
menebar maut pemuda itu tiada hentinya mengeluarkan suara siulan yang menusuk
dan menyakitkan gendang-gendang telinga. Sekali-sekali bila dia mengeluarkan
suara tertawa bekakakan maka tergetarlah hati setiap lawan!
Kurang dari sepeminum teh
berlalu maka sudah bertebaran puluhan mayat! Jika ada seseorang lain di luar
pertempuran menyaksikan apa yang terjadi di Lembah Tengkorak saat itu pastilah
bulu kuduknya akan merinding!
Apa yang disaksikannya itu adalah
neraka dunia yang mengerikan! Setiap Kapak Maut Naga Geni 212 berkiblat dengan
suara mengaung serta larikan sinar putihnya maka terdengarlah pekik jerit
kematian! Puluhan pengurung Pendekar 212 laksana semak belukar yang ditabas,
rambas berkelompok-kelompok.
Mereka yang masih hidup dengan
tercekat hati serta meleleh nyalinya tiada berani melakukan serangan dalam
jarak dekat! Dilain bagian Anggini serta tokoh-tokoh silat lainnya mengamuk
pula tiada terkirakan hebatnya!
Setelah tiga puluh jurus
berlalu, sesudah mayat bertebaran hampir di seluruh tempat sehingga kemanapun
kaki dilangkahkan pastilah menginjak sosok mayat. Jumlah anggota Partai Lembah
Tengkorak yang masih bertempur dibawah pimpinan Dewi Kala Hijau dan Kala Hitam
serta Kala Biru setiap saat semakin berkurang!
Akhimya ketika jumlah mereka
hanya bersisa tigapuluh orang saja lagi, mereka segera maklum bahwa mereka tak
akan sanggup bertahan lebih lama meskipun ketua mereka dan dua orang muridnya
yang berilmu tinggi saat itu masih hidup!
Maka mereka pun saling memberi
isyarat! Tepat pada jurus yang ketiga puluh dua, lebih dari dua puluh anggota
Partai Lembah Tengkorak segera ambil langkah seribu, lari ke jurusan parit
sebelah Timur di mana terletak jembatan gantung. Beramai-ramai mereka mengangkat
dan memasang jembatan itu. Melihat ini Dewi Kala Hijau kemarahannya tiada
terkirakanl
"Setan-setan alas!
Kembali!" teriaknya memerintah. Tapi mana orang-orang itu mau kembali.
Malah mereka lebih mempercepat pemasangan jembatan gantung tulang belulang.
"Anggota-anggota Partai
macam kalian lebih bagus dikirim ke naraka!" ujar Dewi Kala Hijau Tangan
kanannya menghantam ke muka. Puluhan kalajengking maut melesat dan di muka
sana, sembilan anggota partai yang tengah mengangkat jembatan gantung
menjerit roboh tanpa nyawa!
Dewi Kala Hijau angkat lagi
tangannya kanannya. Namun sebelum tangan itu dipukulkan ke muka, satu angin
deras dan satu sabatan sinar putih menyilaukan yang disertai suara mengaung
menderu di depan hidungnya!
Dewi Kala Hijau tersurut lima
tombak! Ketika dia memandang ke depan, maka Pendekar 212 berdiri di hadapannya
dengan melintangkan Kapak Naga Geni 212 di muka dada! Perempuan itu telah
menyaksikan sendiri kehebatan dan ketinggian ilmu si pemuda. Berdiri
berhadap-hadapan demikian rupa tergetarlah hatinya. Apalagi ketika dia
memandang berkeliling semakin menciut nyalinya karena barulah disadarinya bahwa
saat itu dipihaknya hanya tinggal dia dan kedua muridnya saja.
Yang lain-lain ketika Pendekar
212 melompat menghalangi serangannya tadi telah melarikan diri pula, bergabung
dengan anggota-anggota partai di sekitar jembatan gantung!
Yang membuat Ketua Partai
Lembah Tengkorak itu semakin menciut nyalinya ialah karena sekitar panggung
telah dikurung oleh kira-kira tiga puluh tokoh-tokoh silat yang sebelumnya
menjadi tamunya dalam peresmian berdirinya Partainya!
"Dewi Kala Hijau! Padamu
kuberikan sedikit waktu untuk bertobat sebelum nyawamu masuk ke pintu
neraka!" kata Pendekar 212. Meski tahu kalau dirinya sudah kepepet namun
Dewi Kala Hijau tetap menunjukkan kegarangan dan keberingasannya.
"Pemuda sinting!
Sekalipun kau punya sepuluh kepala, duapuluh tangan, jangan kira kau bakal bisa
mengalahkanku! Aku juga memberikan kesempatan padamu untuk berlutut minta
ampun!" Pendekar 21 2 tertawa bergelak.
Tiba-tiba Ketua Partai Lembah
Tengkorak membentak memerintah pada kedua muridnya.
"Hitam, Biru! Ambil nyawa
anjing keparat ini!"
Dua suitan nyaring merobek
langit. Kala Biru dan Kala Hitam melompat. Namun di tengah jalan serangan
keduanya dipapasi oleh satu gelombang angin biru yang dahsyat!
"Akulah lawan
kalian!" seru si penimbul angin yang bukan lain adalah Dewi Kerudung Biru.
Kedua murid Ketua Partai Lembah Tengkorak memutar tubuh dan mengirimkan
serangan kalajengking hijau dengan serentak! Dewi Kerudung Biru melompat empat
tombak ke udara kemudian lancarkan serangan balasan! Kala Hitam dan Kala Biru
cepat berpencar kesamping lalu menyerang lagi lebih ganas dari tadi.
Sekejap saja ketiganva
kemudian terlibat dalam jurus demi jurus yang berlalu sangat cepat. Sementara
itu dibawah penyaksian puluhan pasang mata Dewi Kala Hijau telah pula
mendahului menyerang Pendekar212! Pertempuran hebat berkecamuk. Mula-mula di
atas panggung kemudian diteruskan ke bawah panggung. Meski memiliki tenaga
dalam yang tinggi, ilmu mengentengi tubuh yang lihai serta ilmu kala hijau
dahsyat namun berhadapan dengan Pendekar 212 yang memegang Kapak Maut Naga
Geni, Ketua Partai Lembah Tengkorak tiada sanggup bertahan lama.
Berkali-kali hampir tiada
putus-putusnya perempuan itu melancarkan serangan kala hijau serta hembusan
empat jalur asap kematian kepada lawannya tapi jangankan berhasil bahkan
serangan-serangan itu semuanya buyar musnah dilanda angin Kapak Naga Geni 212!
Nyali Dewi Kala Hijau
benar-benar lumer ketika telinganya mendengar suara jerit kematian muridnya si
Kala Hitam di tangan Dewi Kerudung Biru.
"Kala Biru," kata
Ketua Partai Lembah Tengkorak itu dengan ilmu menyusupkan suara. Agaknya kali
ini kita terpaksa mengaku kalah dan larikan diri! Cepat tarik jembatan gantung,
lemparkan ke tengah parit"
Kala Biru, satu-satunya murid
Dewi Kala Hijau yang masih hidup yang mengerti maksud gurunya itu segera
berkelebat dan kirimkan serangan dahsyat kepada Dewi Kerudung Biru. Begitu
lawannya mengelak maka Kala Biru melompat ke arah jembatan gantung. Di sekitar
jembatan gantung ini dia merobohkan beberapa tokoh silat yang memburunya dan
berhasil melemparkan jembatan gantung ke tengah parit.
Namun sebelum dia sempat
melompat ke atas jembatan gantung yang mengapung di tengah parit berair racun
itu. Dewi Kerudung Biru sudah berkelebat dari samping! Karena dia hanya
memusatkan diri untuk melarikan diri, Kala Biru tidak sempat lagi melihat
datangnya satu rangkum asap biru dari sampingl
Dia memalingkan kepala sedikit
sewaktu merasakan tubuhnya sebelah samping kiri mendadak panas. Kemudian
"Wusss!" Kala Biru
terpekik. Tubuhnya tersapu pukulan asap kencana biru yang dilancarkan Dewi
Kerudung Biru. Tak ampun lagi
tubuhnya mencelat dan masuk ke
dalam parit yang airnya mengandung racun yang sangat jahat. Kala Biru
megap-megap sebentar kemudian bila nyawa nya putus maka tubuhnya perlahan-lahan
tenggelam ke dasar parit!
Sementara itu meski sudah
terdesak hebat namun Dewi Kala Hijau coba bertahan mati-matian, terutama pada
detik-detik dimana dia mencari kesempatan untuk melarikan diri itu!
Tiba-tiba perempuan ini
melompat sampai setinggi tujuh tombak. Sambil hantamkan kedua telapak tangannya
kemuka, dia berjungkir balik dengan cepat. Tepat di atas kepala Pendekar 212
dia
menghembus dan empat jalur
asap kematian menderu ke arah si pemuda.
Sekali lagi Dewi Kala Hijau
berjungkir balik di udara kemudian tubuhnya laksana terbang melayang ke atas
jembatan gantung! Tapi perempuan iblis ini berteriak kaget karena sedetik lagi
kakinya akan menjejak jembatan dari tulang belulang manusia itu, tiba-tiba satu
larik sinar putih yang menyilaukan menderu di bawah kakinya!
Dan hancur leburlah jembatan
gantung itu! Air parit yang beracun muncrat menyirami kedua kakinya! Racun yang
jahat dalam air itu segera merambas kaki celana panjangnya, terus menembus
kulit ke dua kaki, dan masuk ke dalam daging, kemudian menyusup dalam aliran
darah! Perempuan ini coba mencapai salah satu pecahan jembatan. Tapi kedua
kakinya saat itu sudah lumpuh karena racun air parit telah menghancurkan
urat-urat darah di kedua kaki itu!
Dewi Kala Hijau menjerit
ngeri! Tubuhnya amblas sebatas pinggang. Kedua tangannya menggelepar gelepar.
Tapi gerakannya ini hanya menambah cepat tenggelam badannya saja!
"Tolong … tolong…!"
jerit perempuan itu. Pendekar 212 yang tangan kanannya masih memutih dan
kuku-kuku jarinya masih berkilau oleh ajian ilmu pukulan "Sinar
Matahari" yang tadi dilepaskannya menyerang dan menghancurkan jembatan
gantung, melangkah ke tepi -parit. Dia tertawa gelak-gelak.
‘"Perempuan iblis ! coba
perlihatkan kehebatanmu saat ini … l" ejeknya.
"Jahanam!" maki Dewi
Kala Hijau. Masih juga dia bisa memaki!
"Kalau aku mati
biarlah.aku menjadi hantu dan mencekik batang lehermu!"
"Ha … ha …." Wiro
tertawa membahak.
"Kau memang sudah punya
tampang untuk jadi hantu! Biarlah
kupercepat kematianmu agar
bisa lekas-lekas terlaksana harapanmu itu!" Habis berkata demikian Wiro
Sableng sapukan Kapak Naga Geni 212 nya!
"Wut!"
Air parit muncrat sampai lima
tombak sebaliknya keseluruhan tubuh Dewi Kala Hijau laksana ditindih batu besar
tenggelam ke dasar parit menyusul muridnya si Kala Biru! Tamatlah riwayat Dewi
Kala Hijau atau Ketua Partai Lembah Tengkorak yang ganas itu! Partai Lembah
Tengkorak sendiri turut terkubur bersama kematian Dewi Kala Hijau!
Tokoh-tokoh silat segera
berkumpul dan menjura hormat kepada Pendekar 212 dan Dewi Kerudung Biru, sedang
bekas anggota-anggota Partai Lembah Tengkorak yang masih hidup, yang hanya
beberapa orang saja lagi membuang senjata mereka dan berlutut minta ampun.
"Kami akan ampunkan jiwa
kalian." kata Wiro Sableng sambil garuk-garuk kepala.
"Tapi dengan syarat agar
kalian kembali ke jalan yang benar. Jika kelak kami menemui kalian berbuat
kejahatan lagi, jangan harap dapat pengampunan!"
Bekas anggota-anggota partai
itu menjura dan mengucapkan terima kasih. Salah seorang dari tokoh silat maju
ke hadapan Dewi Kerudung Biru dan Pendekar 212 lalu berkata:
"Nama besar Pendekar 212
dan Dewi Kerudung Biru ternyata benar-benar membuat kami kagum dan terbuka
mata! Kalau tidak ada kalian pastilah dunia persilatan akan mengalami bencana
dan.."
"Ah … kau terlalu memuji.
Jika tidak kalian yang membantu-beramai-ramai mana kami berdua sanggup
menghancurkan manusia iblis itu …" kata Wiro Sableng memotong dan
merendah.
"Untuk selanjutnya kami
mohon petunjuk kalian berdua." berkata lagi si tokoh silat itu. Wiro
Sableng mengangkat bahu, lalu berpaling pada Anggini atau Dewi Kerudung Biru.
Maka berkatalah perempuan ini.
"Tak ada petunjuk yang
lebih bagus daripada kenyataan yang sama kita saksikan saat ini. Yaitu bahwa
betapapun hebat serta tingginya ilmu kejahatan itu namun pada waktu yang sudah
di-tentukan Tuhan, kelak akan dihancurkan oleh kebenaran! Kemudian peristiwa
ini juga memberi petunjuk pada kita bahwa jika kita yang satu aliran ini
bersatu dan sating bantu maka bagaimanapun kuatnya kejahatan dan kedurjanaan
itu, pasti akan sanggup kita hancurkan!"
Si tokoh silat
mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Sekarang …" ujar
Wiro Sableng pula,
"Mari kita tinggalkan
tempat terkutuk ini …." Semua orang menyetujui.
"Tapi bagaimana kita bisa
menyeberangi parit yang dalam dan sangat lebar itu?!" menyeletuk
seseorang.
"Kenapa jadi orang
tolol?!" tukas Pendekar 212.
"Kalian lihat panggung
besar itu?! Ayo kita gotong ramai-ramai, kita jadikan rakit penyeberang!"
Maka beramai-ramai orang-orang itu pun menggotong panggung besar yang terbuat
dari tulang-tulang manusia dan membawanya ke tepi parit. Mayat-mayat di atasnya
dibersihkan lebih dahulu. Kemudian dengan mempergunakan panggung itu sebagai
rakit, mereka segera meninggalkan tempat terkutuk Neraka Lembah Tengkorak!
* * *
T A M A T