-------------------------------
----------------------------
011 Raja Rencong Dari Utara
1
DISAMPING BUKIT KARANG YANG
curam itu terletak sebuah bangunan batu yang dikelilingi tembok setinggi
sepuluh tombak. Diluar tembok berderet-deret barisan pohon kelapa yang daunnya
melambai-lambai ditiup angin laut. Bangunan yang terletak didekat pantai ini
terdiri dari sebuah rumah besar yang pada kedua ujungnya terdapat sebuah
bangunan bertingkat berbentuk menara.
Bangunan ini adalah sebuah
pesantren yang dipimpin oleh seorang Kyai bernama Suhudilah. Karena itulah
pesantren ini dinamakan Pesantren Suhudilah.
Disamping ilmu agama Kyai
Suhudilah juga mengajarkan ilmu silat dan ilmu kesaktian kepada murid muridnya.
Karena Kyai Suhudilah lama sekali bermukim di Turki, maka jurus jurus ilmu
silatnya banyak dipengaruhi oleh jurus jurus silat Turki. Dengan sendirinya
ilmu silat tersebut disamping aneh juga hebat sekali. Pada masa itu nama
Pesantren Suhudilah telah terkenal didelapan penjuru angin Pulau Andalas bahkan
juga sampai sampai ketanah Jawa.
Saat itu telah rembang petang.
Satu dua jam dimuka sang surya segera akan tenggelam, kembali masuk
keperaduannya dan baru akan muncul lagi esok pagi. Dibawah menara timur
kelihatan dua orang berjubah. Keduanya sama sama tua dan sama sama berjanggut
putih. Mereka sedang asyik bermain dam. Yang seorang menyodorkan buah damnya
kedepan membuat satu perangkap yang tak bisa dihindarkan oleh lawannya.
“Celaka!" kata laki laki
tua yang kena dijebak sambil menepuk keningnya. Buah dam yang disodorkan
lawannya mau tak mau harus dimakannya dan akibatnya dia akan kehilangan empat
biji dam sekaligus!
Lawannya tertawa mengekeh
sambil mengelus-elus janggutnya yang putih.
"Mana bisa kau mau
mengalahkan aku lagi", katanya, "tadi kuberi kau menang hanya untuk
memberi semangat saja. Ayo makanlah
"Tak ada jalan lain"
kata sijanggut putih yang terjebak.
Diulurkannya tangan kanannya.
Jari telunjuk dan ibu jari hendak memindahkan buah dam. Tapi aneh! Buah dam
yang kecil dan terbuat dari kayu itu tak bergerak sedikitpun! Dicobanya sekali
lagi mengangkat buah itu, tapi tak sanggup! Buah dam itu laksana sebuah benda
yang sangat berat!
"Heh, kenapa? Ayo
jalan!"
"Buah dam ini … . tak
bisa bergerak! Tak bisa kuangkat"
Kawan laki laki itu menyangka
dia ber-olok olok. Dan mengulurkan tangan kanan menyentuh buah dam!
Terkejutlah dia.! Memang
betul! buah dam itu tak sanggup digeser, apalagi diangkat. Diam? dia kerah kan
setengah bagian tenaga dalam dan mencoba lagi mengangkat buah dam! Tetap
seperti sedia kala ketika dicobanya mengangkat buah buah dam yang lain, benda
benda itupun ternyata tak bisa terangkat! Laki laki ini memandang berkeliling.
"Aneh desisnya. Dan
dikerahkannya kini seluruh tenaga dalamnya. Tangannya tergetar hebat.
Keringat dingin memercik
dikeningnya dan dadanya terasa sakit!
"Agaknya ada seseorang
berilmu tinggi tengah mempermainkan kita "
"Tapi siapa ?".
Keduanya memandang berkeliling. Suasana sunyi sepi, jangankan manusia, seekor
lalatpun tak engkaukelihatan! Laki laki itu kerahkan lagi tenaga dalamnya.
Tiba tiba papan dam mencelat
menta! ke udara! buah buah nya berhamburan! Kedua Laki laki tua berjanggut
putih tersentak kaget dan berdiri cepat sewaktu kesunyian dirobek oleh gelak
tertawa yang hebat, menggetarkan liang telinga dan memukul-mukul dada serta
menyendatkan jaian darah ditubuh mereka!
Sesaat kemudian entah dari
mana datangnya tahu tahu sesosok tubuh sudah berdiri dua tombak dihadapan
mereka. Orang yang datang ini berpakaian ungu berdestar tinggi dan juga
berwarna ungu! Pada bagian muka destar ini terdapat lukisan dua buah rencong
kuning yang saling bersilangan! Manusia ini bertampang ganas. Dibavvah
hidungnya melintang kumis tebal. Bajunya tidak terkancing, mungkin disengaja
demikian untuk memperlihatkan dadanya yang bidang dan berbulu! Pada kedua
tangan dan kakinya terdapat gelang akar bahar. Dan dari mulutnya masih
terdengar suara tertawanya yang hebat!
Meskipun rasa geram
menyelimuti hati kedua orang tua itu namun mereka tak mau bertindak gegabah.
Suara tertawa yang begitu
hebat cukup menjadi peringatan bagi keduanya bahwa manusia berbaju ungu
berdestar tinggi itu memiliki ilmu kesaktian yang tinggi.
Salah seorang dari penghuni
Pesantren Suhudilah ini menjura hormat dan melayangkan senyum. Lalu menegur:
"Tamu dari manakah yang
datang ini, tanpa memberi tahu lebih dulu sehingga kami tidak menyambut
sepatutnya?"
Orang yang ditegur tak segera
menjawab, melainkan tertawa dengan lebih hebat hingga tanah yang dipinjak oleh
kedua orang tua berjanggut putih terasa bergetar! Dan mereka mulai merasa tidak
enak.
Perbuatan sang tamu yang tadi
secara diam diam telah mengerahkan tenaga dalam menahan buah buah dam yang
tengah mereka mainkan sesungguhnya sudah sangat menyakitkan hati, apalagi
setelah ditegur hormat begitu rupa sang tamu masih bersikap seenaknya dan penuh
kecongkakan!
"Saudara, harap
beritahukan siapa kau! Juga maksud kedatanganmu kemari ….!" Sang tamu
bertolak pinggang.
"Apakah ini Pesantren
Suhudilah?" tanyanya dengan suara berat dan serak.
"Betul
"Kalau begitu lekas
panggil Pemimpinmu dan bawa kehadapanku!" memerintahkan sang tamu.
“Ah, lebih dulu harap
terangkan nama dan maksud kedatanganmu, baru kami bisa menjalani sebagai-mana
mestinya".
Sang tamu pelototkan mata.
"Benar benar Kalian
berdua masih belum tahu berhadapan dengan siapa?!"
"Ya..ya kami belum tahu
siapa sebenarnya saudara?".
Laki laki berpakaian ungu
menyeringai.
"Aku adalah manusia yang
bakal menguasai seluruh pulau besar ini, dari utara keselatan, dari barat
sampai ke timur! Apa kalian masih belum mendengar gelar Raja Rencong dari
Utara?!"
"Ah" kedua orang tua
berpakaian putih sama sama menjura mesti hati mereka terkejut dan tergetar
hebat sewaktu sang tamu kenalkan gelarnya. "Nama itu sudah seringkali kami
dengar. Tapi karena kami orang pesantrenan jarang mengurus soal soal diluaran
harap dimaafkan kalau tadi kami tidak tahu engkau tengah berhadapan dengan
siapa.
Sementara itu yang seorang
diam diam memberi peringatan dengan ilmu menyusupkan suara: "Hati hati dan
waspadalah. Manusia ini adalah bangsa iblis terkutuk yang kekejamannya tiada
tara!"
"Raja Rencong Dari Utara,
sekarang harap terangkan maksud kedatanganmu kemari "
"Kalian tidak layak
bertanya!" sentak Raja Rencong Dari Utara. "Lekas panggil pemimpin
kalian!"
"Menyesal sekali! Sebelum
kami tahu angin apa gerangan yang membawa Raja Rencong kemari, tak bisa kami
memenuhi permintaanmu. Lagi pula pemimpin kami sedang keluar ".
"Kurang ajar! Kau berani
dusta?!"
"Kami orang agama mana
berani berdusta? Kyai Suhudilah pergi sejak pagi tadi"Aku tidak percaya!
Aku akan geledah seluruh pesantren ini!". Raja Rencong melangkahkan kaki
menuju kepintu dikaki menara tapi kedua orang tua berpakaian putih menghalangi.
"Harap kau menghormati
aturan kami. Tak seorangpun boleh masuk tanpa mendapat izin . . . !"
"Kurang ajar! Terhadap
Raja Rencong Dari Utara tak berlaku segala macam aturan! Masakan untuk masuk
kebangunan sarang tikus ini saja perlu minta izin? Persetan!"
Tapi kedua orang tua itu
kembali menghalangi langkah Raja Rencong. Maka marahlah Raja Rencong dan
dorongkan tangan kanannya! Gerakannya acuh tak acuh dan kelihatannya lemah
lemah saja! Tapi tahu tahu suatu angin pukulan yang dahsyat sudah menghantam,
kedua orang dihadapannya!
Karena tak menyangka akan
diserang mendadak begitu rupa kedua orang tua berjubah putih itu tak sanggup menangkis
atau berkelit. Tak ampun lagi tubuh mereka dilanda angin pukulan Raja Rencong
Dari Utara. Keduanya mencelat mental sampai beberapa tombak. Yang satu begitu
terhampar ditanah tak berkutik lagi. Yang seorang lainnya masih mencoba bangun
terhuyung-huyung. Tubuhnya terbungkuk ke depan, dadanya sakit dan sewaktu
dirasakannya seperti mau batuk, yang keluar dari mulutnya ternyata adalah
muntahan darah kental berbuku buku!
Laki ini kesaktiannya cum? dua
tingkat di bawah Kyai Suhudilah tapi Raja Rencong merubuhkannya dalam satu kali
pukulan saja! Namun sebelum meregang nyawa dia masih sempat berteriak memberi
tanda bahaya!
Sesaat kemudian dua puluh
orang anak murid Pesantren Suhudilah sudah berada ditempat itu.
Rata rata mereka memiliki
kepandaian silat yang tak bisa dianggap enteng, bahkan tiga diantaranya adalah
kakek kakek tua renta yang tingkat kepandaiannya sama dengan laki laki yang
berteriak tadi sebelum sampai ajalnya.
Ketiganya disamping berguru
pada Suhudilah juga merupakan tenaga pengajar murid murid yang masih muda.
Melihat dua orang kawan mereka
menggeletak dikaki menara tanpa nyawa, semuanya terkejut dan dengan segera
mengurung Raja Rencong Dari Utara.
Salah seorang dari mereka maju
menegur:"Tamu tak dikenal, alasan apakah yang membuat kau menjatuhkan
korban ditempat suci ini?"
Raja Rencong memandang
berkeliling dengan pandangan merendahkan semua orang itu.
"Mana pemimpinmu?!"
tanya Raja Rencong.
"engkau Jawab dulu
pertanyaanku, saudara tamu . . .".
"Heh apakah kau dan kawan
kawanmu hendak menyusul yang dua orang itu?!" belalak Raja Rencong.
Dengan tenang orang tua tadi
menjawab: "Musuh tidak dicari, kalaupun datang mana mungkin kami berpangku
tangan? Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih.
kawan kawan mari tangkap
pembunuh ini! . Serempak dengan itu dua puluh orang segera melompat kemuka.
Serangan serangan bersiuran
laksana hujan!
Raja Rencong Dari Utara ganda
tertawa. Kedua tangannya dipukulkan kemuka menyongsong serangan.
Dua gelombang angin menderu.
Lima orang disebelah kiri dan lima orang disebelah kanan menjerit lalu
tergelimpang rubuh! Delapan diantaranya tiada berkutik lagi. Yang dua
menggerang kesakitan muntah muntah darah!
Kejut para tua Pesantren
Suhudilah bukan alang kepalang! Segera mereka menghunus pedang panjang berkeluk
dan menyerbu kembali!! Dengan senjata ditangan maka meski jumlah mereka kini
tinggal sepuluh orang tapi daya serang mereka jauh lebih hebat Dan berbahaya
dari pada pertama kali tadi!
Raja Rencong Dari Utara
diserang demikian rupa masih cengar-cengir tertawa se-akan akan serangan itu
adalah satu permainan yang menyenangkannya!
"Manusia manusia tak
berharga berani melawan Raja Rencong Dari Utara terimalah mampus!"
Mendengar seruan itu,
mengetahui bahwa manusia yang tengah mereka gempur adalah Raja Rencong Dari
Utara, tercekatlah hati orang orang Pesantren Suhudilah!
Untuk sesaat lamanya mereka
tak jadi teruskan serangan. Namun salah seorang dari mereka berseru :
"Engkau saudara
saudaraku, kalau betul bangsat ini Raja Rencong Dari Utara mari kita berebut
pahala membunuhnya! Kita balaskan sakit hati saudara saudara kita dan tokoh
tokoh silat yang telah dimusnahkannya!"
Mendengar ini keberanian yang
tadi menciut kini berkobar kembali dan kesepuluh orang itu dengan serentak
teruskan serangan mereka secara lebih hebat lagi! Sepuluh pedang menderu. Tiga
menusuk, empat membabat dan tiga lainnya membacok dari atas kebawah! Dapat
dibayangkan bagaimana tubuh Raja Rencong akan tersatai dan terkutung-kutung
dilanda serangan sepuluh pedang itu!
Raja Rencong membentak garang.
Tanah bergetar!
Tubuhnya lenyap dalam satu
gerakan yang luar biasa cepatnya. Kemudian terdengar satu suara keluhan yang
disusul dengan suara "trang trang .trang" sampai beberapa kali!
Jeritan terdengar susul menyusul. Tiga batang pedang mental keudara, lima buah
tangan terbabat putus!
Apakah yang sesungguhnya telah
terjadi?!
Pada waktu sepuluh pedang
berkiblat. Raja Rencong dengan jurus silat yang luar biasa cepat dan hebatnya,
menyelinap diantara tusukan, bacokan dan babatan pedang. Kaki kanan menghantam
kesamping menendang seorang penyerang yang paling dekat dan berlaku lengah!
Begitu tendangan mendarat begitu Raja Rencong rampas pedang ditangan laki laki
itu dan pergunakan senjata itu untuk menangkis serangan sembilan pedang lainnya
dalam satu jurus ilmu pedang yang teramat lihay! Tiga buah pedang ditangan tua
tua Pesantren Suhudilah yang berkepandaian tinggi mental sedang lima orang
lainnya menjerit keras karena tangan masing masing terbabat buntung! Meski tahu
bahwa Raja Rencong bukanlah
tandingan mereka engkautapi ketiga orang tua itu bukanlah manusia manusia
pengecut. Lebih baik mati daripada lari atau menyerah!
Setelah saling memberi syarat
ketiganya menyerang lagi dari kiri kanan dan depan!
Raja Rencong melintangkan pedang
yang berlumuran darah dimuka dada. Sengaja ditunggunya sampai tiga serangan
lawan berada dekat sekali ketubuhnya baru dia menggerakkan’ tangan kanan
menyelundupkan pedangnya dalam tiga tusukan berantai yang cepat laksana kilat
dan sukar diduga!
Ketiga tua Pesantren itu
terhuyung bermandikan darah.
Yang seorang segera roboh tak
berkutik lagi karena tusukan pedang Raja Rencong tepat menembus jantungnya.
Yang dua lagi terhuyung huyung nanar, perut robek usus menjela jela dan
akhirnya roboh pula menyusul kawan kawannya!, Raja Rencong tertawa gelak gelak
sambil bertolak tangan kiri kepinggang. Tiba tiba Raja Rencong Dari Utara
hentikan tertawanya. Satu suara laksana ngiangan nyamuk menyelusup
ditelinganya:
"Demi Tuhan! Pesantren
yang begini suci telah jadi korban keganasan! Bangunan suci hendak dimusuhi.
Padahal disini tidak terdapat
harta berharga emas berbungkah! Sungguh diluar perikemanusiaan!".
Belum lagi Raja Rencong sempat
berpaling tahu tahu sesosok tubuh berjubah putih melompat turun dari jendela menara
sebelah barat! Gerakan orang ini enteng seringan kapas!
2
ORANG BERJUBAH PUTIH INI
berbadan sangat pendek hingga jubahnya menjelajela ditanah. Dibahu kanannya
terselempang sehelai selendang putih berumbai-umbai. Sorbannya besar sekali.
Melihat kepada keadaan tubuhnya yang masih tegap itu orang akan menaksir dia
baru berusia sekitar setengah abad. Tapi sesungguhnya dia telah hidup tujuh
puluh tahun lebih diatas dunia ini!
"Kau Kyai
Suhudilah?!" bentak Raja Rencong Dari Utara. Orang pendek berjubah putih
tidak menjawab.
Diputarnya kepalanya memandang
mayat mayat yang bergelimpangan hanya seorang yang masih hidup yaitu yang
pedangnya tadi dirampas Raja Rencong, namun keadaannya juga tak ada harapan
karena tendangan Raja Rencong telah mematahkan tulang pinggangnya!
Paras laki laki pendek itu
mula mula tenang sekali.
Namun melihat mayat yang
demikian banyaknya tak dapat iamenyembunyikan gelora darahnya. Wajahnya yang
tertutup kumis dan janggut putih itu kelihatan kelam membesi!
"Demi Tuhan",
katanya seakan-akan pada dirinya sendiri, "dosa apakah yang telah kami
buat hingga menerima cobaan yang begini besar?!".
Sejak pertanyaannya tadi tidak
dijawab, Raja Rencong merasa dianggap remeh dan menjadi marah sekali. Dan
mendengar ucapan sijubah putih Raja Rencongpun berkata dengan suara lantang :
"Manusia katai tolol! Ini bukan cobaan! orang orang itulah yang sengaja
mencari mati sendiri karena keliwat berani melawan Raja Rencong Dari
Utara!"
"Alasan yang tidak
beralasan!" jawab sijubah putih masih tanpa memandang pada Raja Rencong.
"Nyawa manusia bukan
milik manusia! Kenapa ada manusia yang berani berbuat se-wenang wenang begini
rupa?!"
"Katai! Jangan bicara
ngelantur terus terusan Katakan kau Kyai Suhudilah apa bukan?!"
"Ada apakah kau mencari
Kyai itu?!"
"Tak perlu bertanya!
Kalau kau bukan Kyai Suhudilah lekas katakan dimana dia berada "
"Apakah ada dendam
kesumat lama yang kau bawa datang kemari? Kyai Suhudilah tak ada disini!
Aku wakilnya! Kalau ada
keperluan katakan saja nanti kusampaikan!"
Raja Rencong Dari Utara
menimang sejenak. Dia percaya kalau orang dihadapannya tidak berdusta bahwa
Kyai Suhudilah tak ada di Pesantren saat itu.
"Sebagai wakil di
Pesantren ini, disamping harus menyampaikan pesanku pada Kyai Suhudilah kurasa
ada baiknya kau mengetahui maksud kedatanganku kemari! Katakan pada Suhudilah
bahwa pada tanggal satu bulan dimuka dia harus datang ke Bukit Toba membawa
lima puluh keping uang emas sebagai tanda tunduk padaku dan masuk kedalam
sebuah partai besar yaitu Partai Topan Utara yang bakal kudirikan dan
kuresmikan! Katakan juga padanya kalau dia berani menolak, lebih baik bunuh
diri saja!"
Paras Laki laki berjubah putih
itu tambah kelam membesi.
"Kalau aku boleh
bertanya, hak apakah yang membuat kau memaksa orang untuk tunduk dan tnaiuk
kedalam partai yang hendak kau dirikan?!" Raja Rencong Dari Utara tertawa
tawar.
"Itu akan kuterangkan
nanti pada hari peresmian berdirinya Partai Topan Utara Dan jangan lupa, adalah
juga menjadi kewajibanmu untuk mematuhi pesanku tadi dan datang ke Bukit
Toba!" Kini sijubah putihlah yang tertawa rawan.
"Hendak mendirikan partai
dengan main paksa? Hendak mendirikan partai dengan menempuh jalan berlumuran
darah? Sungguh keji!"
"Jadi kau menolak untuk
tunduk dan datang?!" tanya Raja Rencong. Nada suaranya membayangkan
ancaman.
"Aku Kyai Hurajang
sebagai wakil pemimpin pesantren Suhudilah berhak menolak permintaanmu yang
secara memaksa itu, apalagi mengingat apa yang telah kau lakukan disini!
Pembicaraan tentang segala macam partai, tentang segala macam tanggal dan
tahun, tentang segala macam peresmian kita tutup Sampai disini! Sekarang yang
patut dibicarakan ialah tentang pertanggung jawabmu atas dua puluh korban yang
berhamparan itu!"
Raja Rencong Dari Utara
meneliti paras Kyai Hujarang sejenak lalu tertawa gelak gelak.
“Kukira dengan melihat dua
puluh mayat didekatmu Kukira hidungmu akan menjadi satu. Peringatan Bagimu
untuk tidak bicara apalagi bertindak gegabah! Tapi dasar manusia tidak tahu
tingginya Gunung Leuser tak tahu dalamnya danauToba! Dikasih anggur malah
meminta racun”.
Kyai Hujarang menghela nafas
dalam “ Betapapun tingginya gunung lebih bagus tingginya budi. Betapapun
dalamnya Danau lebih baik dalamnya jalan Pikiran dan kemanusiaan. Terserahlah
kalau disitu menganggap ini suatu penantangan Bagaimanapun aku tak dapat
menerima permintaanmu! Sekarang ulurkan tangan kananmu yang telah menebar maut
disini!"
"Kalau kuulurkan tangan,
kau mau berbuat apakah?!" tanya Raja Rencong Dari Utara ingin tahu.
"Siapa yang membunuh
hukumannya harus dibunuh!
Tapi aku masih memberi ampun
padamu cukup hanya dengan memotong tangan kananmu sebatas siku!"
Kembali Raja Rencong Dari
Utara tertawa gelak gelak.
"Kyai tak tahu
diuntung!" dampratnya, "jika kau sanggup menahan seranganku sampai
lima jurus aku bersumpah untuk bunuh diri dihadapanmu!"
"Ajaran agamaku
mengatakan balaslah kebaikan dengan kebaikan, tapi balaslah kejahatan dengan
keadilan! Akan kulaksanakan keadilan namun sengaja kau minta hukuman yang lebih
berat! Ah … . mungkin sudah takdir aku harus turun tangan menyelamatkan dunia
dari angkara murka yang kau timbulkan!"
"Sudah jangan ngelantur!
Terima jurus yang pertama ini!" bentak Raja Rencong Dari Utara. Tangan
kanannya dipukulkan kemuka! Satu angin dahsyat menderu dengan kekuatan setengah
tenaga dalam!
Melihat datangnya serangan ini
Kyai Hurajang salurkan tiga perempat tenaga dalamnya kelengan jubah lalu
kebutkan lengan jubah itu! Selarik angin putih menyambar. Tapi betapa
terkejutnya Kyai Hurajang sewaktu tenaga dalam mereka saling bentrokan,
tubuhnya terjajar kebelakang samai dua tombak!
Nyatalah tenaga dalam lawan
jauh lebih hebat! Dan sang Kyai sama sekali tidak tahu kalau Raja Rencong baru
cuma mengandalkan setengah bagian saja dari tenaga dalamnya!
Melihat sekali hantam saja
lawan sudah huyung begitu rupa dengan tertawa Raja Rencong lipat gandakan
tenaga dalamnya! Jika saja Kyai Hurajang tidak engkaulekas melompat pastilah
tubuhnya akan kena disapu dan terlempar jauh!
Menyadari tenaga dalam lawan
lebih hebat maka Kyai Hurajang begitu melompat diudara segera menyambar
selendang berumbai-umbai yang terselempang dibahunya! Dan serentak turun
ketanah kembali selendang itu dikebutkannya kearah lawan!
Raja Rencong terkejut sekali
sewaktu merasakan bagaimana kebutan selendang berumbai-umbai itu mendatangkan
angin keras yang dingin menyembilu tulang tulang sekujur badannya! Tubuhnya
tergontai-gontai.
Tapi cepat dia menguasai diri
dan membuka jurus kedua dengan satu serangan yang luar biasa cepatnya!
Kyai Hurajang putar
selendangnya sekeliling tubuh melindungi diri dari gempuran dua tendangan dan
dua jotosan lawan! Laksana disapu topan layaknya serangan Raja Rencong menemui
kegagalan total!
Tergetar juga hati Raja
Rencong. Tidak disangkanya selendang lawan mempunyai kehebatan demikian rupa!
Tidak menunggu lebih lama dia segera pentang tangan kanan dan kembangkan kelima
jari.
"Aku mau lihat apakah kau
sanggup menerima pukulan ilmu kuku api ini?" hardiknya. Kelima jari tangan
dijentikkan kemuka. Dari kuku kuku jari tangan itu menderulah lima larik sinar
merah!
Kyai Hurajang kerahkan seluruh
tenaga dalam dan menangkis dengan selendangnya!
"Wuss!"
Kyai Hurajang berseru kaget
dan lepaskan selendangnya yang dalam kejap itu telah berubah menjadi kepulan
api dilanda pukulan kuku api yang dilepaskan Raja Rencong!
Muka Kyai ini berubah pucat
laksana kertas! Raja Rencong Dari Utara tertawa mengekeh.
"Apakah cuma itu satu
satunya senjata yang kau andalkan hingga kau demikian pucatnya?!" ujar
Raja Rencong mengejek!
"Aku masih belum
kalah" kata Kyai Hurajang.
"Dalam Dua jurus
mendatang jangan harap kau bisa lepas dari tanganku!"
Kyai Hurajang rangkapkan kedua
tangan dimuka dada, mata meram dan mulut komat kamit Sesaat kemudian wajahnya
berubah menjadi biru.
"Haha … . ilmu siluman
apakah yang hendak kau keluarkan Kyai?!" ejek Raja Rencong Dari Utara.
Kyai Hurajang usapkan telapak
tangannya kemuka.
Warna biru diwajahnya lenyap
dan sebagai gantinya kini kedua tangannya sampai pergelangan berubah menjadi
biru legam dan bersinar!
"Bersiaplah untuk
menerima kematian!" desis Kyai Hurajang lalu tutup ucapannya dengan
hantamkan kedua tangannya kemuka! Dua larik sinar biru menderu kearah Raja
Rencong Dari Utara! Inilah ilmu pukulan kelabang biru yang pernah dituntut Kyai
Hurajang dari seorang sakti di Pulau Jawa!
Jangankan manusia, batu karang
yang bagaimanapun atosnya akan hancur lebur dilanda dua larik sinar biru itu.
Jika dipukulkan kepohon besar, maka pohon itu akan menciut mati detik itu juga
akibat racun dahsyat yang terkandung dalam larikan sinar biru itu!
Raja Rencong Dari Utara juga
sudah pernah mendengar tentang ilmu pukulan kelabang biru dan sudah maklum akan
kehebatannya. Karenanya begitu lawan lepaskan pukulan tersebut tak ayal lagi
dia segera gerakkan tangan kanan kepinggang! Sekejap kemudian sewaktu dua larik
sinar biru itu akan melandanya, selarik sinar kuning yang terang berkelebat
kedepan dan terdengarlah satu letusan yang keras sekali sewaktu kedua sinar itu
saling beradu diudara!
Kyai Hurajang terjajar
kebelakang, tersandar kekaki menara. Dadanya sakit, nafasnya sesak sedang
parasnya pucat tiada berdarah. Dilain pihak kelihatan kedua kaki Raja Rencong
Dari Utara melesak ketanah sedalam satu setengah dim. Tangan kanannya yang
memegang sebilah Rencong Emas masih diacungkan ke udara! senjata inilah tadi
yang telah mengeluarkan sinar kuning dan bertubrukan dengan sinar biru pukulan
Kyai Hurajang! Perlahan-lahan Raja Rencong turunkan tangan kanannya dan
masukkan Rencong Emas itu kebalik baju ungunya. Dan memandang kemuka. Kyai
Hurajang telah melosoh ketanah. Ketika kepalanya terkulai kesamping,
nyawanyapun lepaslah!
Raja Rencong Dari Utara
tertawa mengekeh.
Dari dalam saku pakaiannya
dikeluarkannya sebuah benda dan dilemparkannya kearah kepala Kyai Hurajang!
Benda itu menancap tepat dikening
sang Kyai dan ternyata adalah sebuah bendera kecil berbentuk segitiga berwarna
ungu, pada tengah tengahnya terdapat gambar dua buah rencong kuning saling
bersilangan.
Pada tiang bendera kecil
terikat segulung kertas!
Raja ‘Rencong terus juga mengumbar
tertawanya.
Setelah memandang berkeliling
akhirnya ditinggalkannya tempat itu!
3
PADA MASA ITU DIBAGIAN UTARA
Pulau Andalas terdapat satu gerombolan rampok yang sangat ganas dan ditakuti
didelapan penjuru angin. Gerombolan rampok ini terdiri dari lima orang yang
dipimpin oleh seorang yang bergelar Setan Cambuk. Empat orang anak buahnya
masing masing Setan Pedang, Setan Pisau, Setan Rencong dan Setan Gada.
Kelimanya ahli dan lihay memainkan senjata yang sesuai dengan gelar yang mereka
pakai!
Dimana- mana mereka muncul
pasti timbul keonaran bahkan tak jarang pula mereka menculik perempuan
perempuan untuk dirusak kehormatannya lalu dibunuh! Kelima rampok rampok ganas
yang berkepandaian tinggi itu menamakan kelompok mereka dengan nama
"Gerombolan Setan Merah" :
Telah beberapa orang tokoh
silat diutara Pulau Andalas turun tangan untuk membasmi Gerombolan Setan Merah!
Tapi tokoh tokoh silat yang bermaksud suci itu terpaksa korbankan jiwa mereka
sendiri karena tidak sanggup menghadapi kelima manusia jahat itu. Lagi pula
untuk mencari sarang mereka bukan hal yang mudah! Konon kabarnya Gerombolan
Setan Merah itu bersarang disatu rimba belantara yang sangat rapat tak
tertembuysinar matahari dan hampir tak pernah dimasuki manusia, bahkan binatang
buaspun ngeri diam disana karena sekali masuk kedalam rimba itu sukar untuk
dapat keluar lagi!
Dunia persilatan gempar ketika
Gerombolan Setan Merah bentrokan dengan seorang anak murid kias satu dari
partai silat Bintang Utara. Hal ini terjadi belum lama berselang. Anak murid
Partai Bintang Utara yang berkepandaian tinggi itu mula mula berhasil melukai
salah seorang anggota Gerombolan Setan engkauMerah yaitu yang bergelar Setan
Pisau, namun nasibnya sial. Gerombolan Setan Merah berhasil menawannya hidup
hidup. Kepalanya dipenggal dan dikirimkan kepada Ketua Partai Bintang Utara.
Pecahlah permusuhan dan ketika Gerombolan.Setan Merah datang mengamuk kepusat
kediaman Partai Bintang Utara, tak satupun yang mereka biarkan hidup! Ketua dan
Wakil Ketua Partai terbunuh! Seluruh anak murid Partai menemui ajal dan tempat
kediaman Partai Bintang Utara mereka musnahkan sama rata dengan tanah!
Sejak itu nama Gerombolan
Setan Merah semakin ditakuti orang diseluruh pelosok utara Pulau Andalas.
Jangankan berhadapan,
mendengar namanyapun orang sudah tercekat dan ngeri!
Pada suatu malam yang gelap
gulita tiada berbulan dan tiada berbintang, dipuncak sebuah bukit kelihatanlah
sesosok bayangan hitam berlari sangat cepatnya.
Demikian cepatnya hingga
beberapa detik kemudian bayangan itu sudah lenyap dari puncak bukit dan kini
kelihatan dengan sebatnya lari menuruni lereng bukit sebelah tenggara menuju
kesebuah lembah berbatu-batu.
Dipertengahan lembah, diatas
sebuah batu besar bayangan ini berhenti dan memandang berkeliling.
Pandangannya tertuju pada
rimba belantara hitam pekat ditelan kegelapan yang terletak di ujung lembah.
Ketika dia berniat hendak menggerakkan kedua kakinya melanjutkan perjalanan
menuju kerimba belantara itu mendadak telinganya menangkap suara kaki kaki manusia
yang tengah berlari dikejauhan. Menurut taksirannya lebih dari tiga orang.
Dengan cepat orang ini menyelinap kebalik batu besar dan bersembunyi.
Hampir setengah peminum teh
kemudian, dari arah timur kelihatan lima titik hitam yang lari dengan engkaucepat
memasuki lembah. Ternyata lima titik hitam ini adalah lima sosok tubuh manusia
yang berpakaian merah, berikat kepala merah, berambut gondrong merah bahkan
muka merekapun dicat dengan warna merah! Dan kelimanya bukan lain daripada
Gerombolan Setan Merah yang saat ini tengah kembali kesarangnya didalam rimba
belantara. Dua orang diantara mereka membawa sebuah buntalan. Dipertenganan
lembah, tak berapa jauh dari batu besar dimana orang tadi bersembunyi, salah
seorang dari kelimanya yaitu Setan Cambuk hentikan lari dan memandang
berkeliling.
"Ada apa?" tanya
Setan Rencong. Dia dan kawan kawannya memandang pula berkeliling. Sebagai
pemimpin.
Setan Cambuk adalah paling
tinggi ilmunya. Dia menjawab : "Aku mendapat firasat ada seseorang yang
tengah mengintai gerak gerik kita saat ini!"
"Ah, itu hanya perasaanmu
saja, Setan Cambuk!"
kata Setan Gada sambil usut
usut dagunya. "Siapa manusianya yang berani berada ditempat ini? Bangsa
iblis jadi jadianpun tak punya nyali berada disekitar daerah kita ini!"
Setan Cambuk masih kurang enak
perasaannya.
Dia memandang lagi berkeliling
sampai sepasang matanya membentur batu besar yang terletak tiga tombak jauhnya.
Tangan kanannya bergerak mengeluarkan senjatanya yaitu sebuah cambuk berwarna
merah! Sekali tangan itu menggerakkan hulu cambuk maka terdengarlah suara
menggelegar dan byurr! Batu besar ditengah lembah hancur lebur
berkeping-keping!
"Nah kau lihat sendiri
Setan Cambuk!" kata Setan Gada. "Jika ada bangsa manusia yang
bersembunyi dan mengintai kita dibalik batu itu tentu sudah mencelat hancur
lebur tubuhnya! Ayo kita lanjutkan perjalanan!"
Sewaktu Gerombolan Setan Merah
itu lenyap didalam rimba belantara, sesosok tubuh yang bertiarap hampir sama
rata didekat batu besar yang tadi dihancurkan oleh Setan Cambuk, dengan cepat
bangkit!
Meskipun batu dimana dia
bersembunyi itu dihancurleburkan oleh cambuk namun keadaan malam yang gelap
gulita ditambah dengan rumput rumput liar yang tinggi masih sanggup
menyembunyikannya hingga tidak terlihat oleh Setan Cambuk dan kawan kawannya.
"Kurang ajar!" maki
orang ini. "Sebentar lagi kalian akan rasakan hadiahku Setan
setanMerah!". Habis berkata begitu orang ini segera berkelebat kearah
lenyapnya Gerombolan Setan Merah.
Kira kira setengah jam
memasuki rimba belantara yang gelap gulita itu dia menghentikan larinya dan
berjalan dengan perlahan penuh waspada. Sepasang matanya demikian tajamnya
hingga meski disekitarnya berada dalam kepekatan gelap gulita tapi dia masih
sanggup melihat jelas sejarak lima tombak berkeliling!
Kurang dari sepeminum teh
orang ini menghentikan langkahnya. Didepannya berdiri sebuah pohon yang luar
biasa besarnya laksana raksasa hitam yang berdiri dengan megah dimalam buta!
Ketika mendongak keatas, tertahan oleh cabang cabang pohon yang besar besar kelihatanlah
sebuah pondok diatas pohon itu.
Mulai dari lantai dan dinding
sampai keatap pondok ini terbuat dari rotan yang sebesar-besar pergelangan kaki
berwarna kuning mengkilap. Rotan rotan itu dibuat demikian licinnya hingga
jangankan manusia biasa, seekor semutpun pasti akan terpeleset dan jatuh bila
engkau menginjaknya.
Pintu pondok diatas pohon
besar itu kelihatan tertutup. Namun dari celah celah dinding, atap dan lantai
kelihatan menyeruak sinar lampul Setelah meneliti suasana sekitarnya orang yang
berada dibawah pohon lalu melompat keatas pohon dan sesaat kemudian tanpa
mengeluarkan sedikit suarapun tahu tahu dia telah berada diatap pondok rotan.
Seperti telah dijelaskan rotan itu sangat licin sekali hingga jangankan manusia
biasa, seekor semutpun akan terpeleset jika merayap diatasnya. Tapi melihat
kepada kenyataan bagaimana orang itu sanggup berdiri diatas atap pondok bahkan
tanpa suara sama sekali maka jelaslah dia seorang yang berilmu sangat tinggi!
Melalui celah celah atap rotan
orang itu mengintip kedalam pondok. Lima orang berpakaian merah, berambut merah
dan berwajah merah duduk mengelilingi meja bukan lain dari. Gerombolan Setan
Merah. Mereka sibuk menghitung kepingan kepingan uang emas dan barang barang
perhiasan hasil rampokan mereka malam itu.
Tengah asyik menghitung-hitung
itu Tiba tiba dengan ilmu menyusupkan suara Setan Cambuk berkata :
"Kalian bersiaplah! Ada
seseorang diatas atap!"
Keempat orang itu terkejut dan
segera bersiap.
Setan Cambuk mendongak keatas
dan berseru lantang : "Tamu lancang! Kau telah berani datang dan
mengintai! Lekas turun serahkan diri!"
Dari atas atap terdengar suara
tertawa mengekeh! Tiba tiba beberapa buah rotan diatas atap menguit dan terbuka
lebar. Sesosok tubuh berpakaian gelap melompat turun.
Serentak dengan itu Setan
Cambuk kiblatkan senjatanya kearah sipendatartg! Setan Pisau tak ketinggalan.
Sekali tangannya bergerak maka lima buah pisau melesat terbang! Lima buah pisau
menancap dipakaian orang yang turun dan disaat itu pula ujung cambuk melanda membuat
sasarannya hancur lebur! Tapi alangkah terkejutnya kelima orang itu melihat apa
yang terjadi!
Ternyata yang mereka serang
bukanlah sosok tubuh seseorang melainkan cuma sehelai pakaian dan celana
panjang yang saling dikaitkan satu sama lain!
"Kurang ajar! Siapa yang
berani mempermainkan Gerombolan Setan Merah?!"
Terdengar lagi suara mengekeh
diatas atap. Sebuah rotan terkuit dan sebuah benda melayang kebawah!
Karena takut akan tertiup
lagi, kelima manusia berwajah merah itu tak mau menyerang! Tapi ketika benda
yang melayang itu menancap diatas meja dihadapan mereka maka kembali kelimanya
terkejut! Benda itu ternyata adalah sebuah bendera kecil berbentuk segi tiga
dengan gambar dua buah rencong bersilangan dibagian tengahnya!
"Raja Rencong Dari Utara!"
seru Setan Pisau!
Setan Cambuk meskipun berada
disarang sendiri dan lengkap bersama kawan kawannya namun melihat bendera kecil
itu dan mengetahui siapa adanya tamu diatas atap menjadi tercekat lalu
lambaikan tangannya dan sekaligus pelita diempat sudut pondokpun padamlah!
Suasana gelap gulita kini dan diatas atap terdengar suara tawa bergelak.
"Gerombolan Setan Merah!
Beginikah cara kalian menyambut kedatangan tamu?!"
Didalam kegelapan Gerombolan
Setan Merah sudah cabut senjata masing masing. Juga dari dalam kegelapan itu
terdengar suara jawaban Setan Cambuk.
"Raja Rencong! Angin
apakah gerangan yang membawa kau datang ketempat kami?! Jika angin baik
dipersilahkan turun dengan hormat! Jika angin engkauburuk yang membawa penyakit
sebaiknya lekas tinggalkan tempat ini!"
Terdengar suara tertawa gelak
gelak dari orang diatas atap yang memang Raja Rencong Dari Utara adanya.
Dari celah celah rotan atap
kelihatan melesat empat buah benda bercahaya seperti kunang kunang yang masing
masing menuju keempat sudut pondok dimana terletak pelita.
Sesaat kemudian keempat pelita
itupun menyalalah kembali! Lima manusia bermuka merah terkejut bukan main namun
mereka menyembunyikan rasa kagum masing masing.
"Lekas katakan maksud
kedatanganmu!" seru Setan Cambuk pula.
"Ah, aku sudah masuk
kedalam pondokmu, sungguh keterlaluan kalau kalian tuan rumah sama sekali tidak
melihatnya!"
Gerombolan Setan Merah
terkejut dan serempak berpaling kebelakang. Astaga! Mata mereka terbeliak
besar. Tamu yang mereka sangkakan masih diatas atap tahu tahu sudah masuk
kedalam pondok dan berada dibelakang mereka!
4
SETAN PEDANG ADALAH YANG
PALING lekas naik darah diantara kelima Setan Merah.
Melihat orang berani
mempermainkan dirinya dan kawan kawan serta masuk kedalam pondok dengan petatang-peteteng
begitu rupa marahlah dia dan segera menghunus pedang.
"Raja Rencong. Kau anggap
kami ini apakah hingga tak memandang mata sedikitpun terhadap kami?!"
bentak Setan Pedang. Setan Gada menepuk bahu kerabatnya itu dan berbisik :
"Jangan kesusu bertindak gegabah. Bangsat ini sangat lihay".
Sementara itu Setan Cambuk
maju selangkah dan berkata : "Harap segera beri tahu maksud kedatanganmu,
Raja Rencong!".
Raja Rencong Dari Utara
menyeringai dan rangkapkan tangan dimuka dada.
"Kedatanganku kesini
adalah membawa angin baik dan juga angin buruk!"
Setan Cambuk kerenyitkan
kening!
"Kami tak mengerti. Harap
dijelaskan biar terang!"
Kembali Raja Rencong
menyeringai dan membuka mulut : "Pertama jika kalian berlima sedia tunduk
padaku dan masuk kedalam Partai Topan Utara yang bakal kuresmikan pada tanggal
1 bulan dimuka maka aku datang kesini membawa angin baik. Untuk itu kalian
harus menyerahkan masing masing lima puluh keping uang mas dan pada hari
peresmian berdirinya Partai Topan Utara kalian harus datang ke Bukit
Toba!" Kelima Setan Merah saling berpandangan.
"Dan kalau kami
menolak?" menyeletuk Setan Rencong.
"Berarti kalian sengaja
menghendaki angin buruk!" jawab Raja Rencong Dari Utara. "Dan kalian
terpaksa kumusnahkan dari atas bumi ini!".
Kesunyian menyeling beberapa
saat lamanya.
"Bagaimana? Angin yang
manakah yang kalian pilih?" terdengar Raja Rencong bertanya.
Setan Cambuk rangkapkan tangan
dimuka dada dan menjawab : "Soal mendirikan partai adalah urusanmu.
Mengapa kami yang tak ada
sangkut pautnya hendak dilibatkan?!"
"Kau tak layak
bertanyat" bentak Raja Rencong Dari Utara.
"Kalau begitu kau juga
tidak layak memaksa!"
balas membentak Setan Pedang
penuh berangasan.
Raja Rencong memandang lekat
lekat pada Setan Pedang lalu tertawa sedingin salju dipuncak gunung.
"Memang maksudku
mendirikan Partai Topan Utara itu banyak mendapat tantangan! Tapi semua yang
menantang telah tinggal nama belaka Agaknya hari ini aku berhadapan pula dengan
manusia manusia keras kepala yang ingin tinggalkan nama percuma dimuka bumi
ini!"
"Jangan mimpi disiang
bolong sobat!" tukas Setan Pedang. "Kami bukan bangsa kacoak yang
bisa dipaksa, kami bukan bangsa kroco yang bisa diperbudak siapapun! Sekalipun
Raja Dari Akherat!".
Meski hatinya sepanas bara dan
mukanya kelam memerah namun Raja Rencong Dari Utara masih saja tertawa
seenaknya.
"Setan Cambuk! Kau
sebagai pemimpin dari Gerombolan Setan Merah harap segera beri jawaban.
Mau masuk partaiku atau
musnah?!"
engkau"Raja
Rencong!" menyahuti Setan Cambuk.
"Didunia ini masing
masing manusia berhak hidup menempuh jalannya sendiri sendiri! Mau malang, mau
melintang itu adalah urusan dan kepentingannya sendiri!
Maksudmu untuk mendirikan
Partai Topan Utara itu tentu saja baik. Tapi untuk masuk kedalamnya harap kau
suka memberikan kelonggaran barang satu dua minggu agar kami pertimbangkan dan
pikirkan!"
"Aku datang malam ini dan
harus dapat jawaban malam ini juga!" kata Raja Rencong tegas.
Mendidihlah amarah Setan
Cambuk.
"Barangkali kau sudah
jemu hidup Raja Rencong?!"
"Kurasa demikian"
menimpali Setan Pedang.
"Dari Raja Rencong diatas
dunia dia hendak minta jadi Raja Neraka dialam akhirat!"
Raja Rencong Dari Utara
menyeringai. Dia memandang tak berkesip pada Setan Cambuk dan berkata :
"Sekali lagi aku minta jawabanmu yang tegas. Jika menolak kalian tak akan
melihat matahari besok hari!"
Setan Cambuk buka kedua
tangannya yang sejak tadi dirangkapkan dimuka dada. Dengan tertawa getir dia
berkata : "Meski namamu ditakuti dimana-mana tapi nama Setan Merah telah
lebih dulu tersohor di delapan penjuru angin! Adalah tidak sepantasnya kalau
Setan Merah musti patuh pada Raja Rencong!"
"Jawabanmu sudah cukup
jelas! Betul Betul kau dan kambrat kambratmu sudah jemu hidup!"
"Kami berlima kau seorang
diri! Sekalipun kau punya lima kepala sepuluh tangan dan kaki, mana mungkin
bisa menang?!" ejek Setan Gada.
"Sebaliknya sekalipun
kalian dua kali lebih banyak dan ini jangan harap akan lolos dari lobang jarum
kematian!"
"Bangsat rendah!
Minggatlah ke neraka!" bentak Setan Pedang. Tak terlihat kapan dia
mencabut pedangnya dan tahu tahu senjata itu sudah berkiblat didepan hidung
Raja Rencong Dari Utara!
"Keparat!" damprat
Raja Rencong. Sesaat sebelum pedang menyambar mukanya lima jari tangannya
menjentik! Lima sinar merah kekuningar menderu dan tubuh Setan Pedang mencelat
kedinding pondok dalam keadaan hangus, roboh kelantai tanpa bisa berkutik lagi!
Bau daging terpanggang memenuhi pondok itu!
Kejut Setan Cambuk dan tiga
Setan Merah lainnya bukan alang kepalang! Setan Pedang adalah jago nomer dua
sesudah Setan Cambuk. Bagaimana dia bisa dibikin konyol dalam satu gembrakan
begitu saja?!
Setan Cambuk tak menunggu
lebih lama. Begitu juga tiga kawannya. Serentak mereka cabut senjata masing
masing dan menerjang kedepan! Pertempuran hebat segera berkecamuk! Bertempur
dalam jarak dekat begitu rupa menyukarkan bagi Setan Cambuk untuk mempergunakan
senjatanya. Setelah melipat tiga lebih, dulu cambuknya baru dia menerjang
membantu kawan kawannya.
Tiga jurus berlalu dengan cepat.
Menyangka dalam tiga jurus itu dia dan kawan kawannya segera akan dapat
membereskan lawan sebaliknya Setan Cambuk mengeluh dalam hati karena
kenyataannya dia berempatlah yang kena didesak!
Tiba tiba Setan Cambuk bersuit
memberi tanda.
Setan Pisau , Setan Rencong
dan Setan Gada melompat pondok. Dan disaat itu terdengar suara menggelegar!
Cambuk ditangan Setan Cambuk
melesat menghantam ke arah muka Raja Rencong. Dikejap yang sama lima buah pisau
menderu dilemparkan Setan Pisau! Raja Rencong membentak keras hingga pondok
rotan itu tergetar hebat! Kelihatan sekilas tangannya yang sebelah kiri
bergerak kemudian tubuhnya lenyap.
Sekejap kemudian terdengar
suara bergedebuk yang disusul suara pekik setinggi langit dan yang terakhir
suara seruan tertahan!
Apa yang terjadi demikian
cepatnya hingga tak sempat seorangpun dari keempat Setan Merah itu dapat
melihat dengan jelas. Ketika semua itu telah terjadi barulah mereka sadar dan
terkesiap!
Sewaktu diserang oleh cambuk
dan lima buah pisau. Raja Rencong jatuhkan dirinya kelantai sambil
mempergunakan tangan kiri menyambut bagian belakang dari ujung cambuk! Bukan
saja Raja Rencong berhasil menyambut dan menangkap ujung cambuk Setan Cambuk
tapi sekaligus begitu jatuhkan diri dia melewatkan lima pisau yang terbang
kearahnya dan bergulingan ketempat Setan Pisau yang telah melepaskan kelima
pisau itu. Saking cepatnya gerakan itu Setan Pisau sendiri tak tahu kalau
dirinya diserang.
Dan Tiba tiba saja satu
jotosan yang ratusan kati beratnya telah melanda dadanya! Tulang dadanya
hancur! Darah membusah dimulutnya. Tubuhnya rebah kelantai!
Dilain kejap Raja Rencong
melompat kekiri dan membuat tiga kali putaran. Maka tahu tahu Setan Cambuk
merasakan sekujur tubuhnya telah terikat erat oleh cambuknya sendiri hingga
untuk beberapa saat lamanya dia tak bisa bergerak barang sedikitpun!
Raja Rencong Dari Utara
tertawa mengekeh!
Suara tawanya lenyap ditelan
deru dua serangan dari samping yaitu serangan yang dilancarkan Setan Rencong
dan Setan Gada! Serangan ini hebat dan ganas sekali karena dilancarkan dengan
penuh amarah serta segala kelihayan yang ada! Dan hasil dari serangan itu
adalah lebih hebat lagi!
Sekejap senjata kedua Setan
Merah itu akan menemui sasarannya maka kelihatanlah kiblatan sinar kuning yang
menyilaukan. Rencong dan gada ditangan kedua kawan Setan Cambuk itu terlepas
mental.
Keduanya terhuyung-huyung
dengan memegangi dada yang berlumuran darah tertusuk Rencong Emas ditangan Raja
Rencong Dari Utara. Sesaat kemudian mereka merasa sekujur tubuh mereka panas dingin,
jalan darah seperti terbalik dan kepala laksana mau pecah. Sewaktu lutut masing
masing menjadi goyah keduanya bergelimpangan rebah, berkelojotan sejenak lalu
tak bergerak lagi alias mati!
Raja Rencong Dari Utara
tertawa mengekeh.
Sekali dia meniup Rencong Emas
maka lenyaplah noda darah pada ujung senjata itu. Sambil memasukkan senjata
sakti itu kesarungnya yang tersisip dipinggang Raja Rencong berpaling pada
Setan Cambuk yang saat itu telah melupakan untuk membebaskan dirinya dari
libatan cambuk karena terkesiap melihat bagaimana keempat anak buahnya satu
demi satu menemui ajal ditangan Raja Rencong!
"Bagaimana?! Apakah kau
masih punya nyali untuk menghadapi ku?!" tanya Raja Rencong.
Paras Setan Cambuk yang tadi
sepucat kertas kini menjadi kelam merah. Sekali dia berontak maka lepaslah
ikatan cambuk disekujur tubuhnya!
"Masih mau
melawan?!" bentak Raja Rencong seraya siapkan ilmu pukulan kuku api
ditangan kanannya. Meski darahnya mendidih, meski amarah bergejolak membakar
hatinya namun pada dasarnya Setan Cambuk memang sudah tak punya nyali untuk
menempur Raja Rencong. Dia sudah saksikan sendiri kehebatan Raja Rencong! Sudah
saksikan pula kematian kawan kawannya. Berlima dia tak sanggup mengalahkan Raja
Rencong, apalagi dengan seorang diri.
"Aku mengaku kalah",
desis Setan Cambuk seraya melemparkan senjatanya.
"Mengaku kalah berarti
tunduk kepadaku!"
"Aku tunduk!" kata
Setan Cambuk dengan hati penasaran.
"Dan harus bersumpah
untuk masuk kedalam Partai Topan Utara!"
"Aku bersumpah!" dan
Setan Cambuk mengangkat tangan kanannya sebagaimana laku seorang yang tengah
disumpah. Tapi Tiba tiba tangannya itu secepat kilat dipukulkan kemuka.
"Wutt!"
Selarik sinar hitam menderu
kearah Raja Rencong. Kejut dan amarah Raja Rencong bukan main!
"Keparat berani
menipuku!" hardik Raja Rencong.
"Bangsat!
Mampuslah!" teriak Setan Cambuk seraya hantamkan tangan kanannya sekali
lagi!
Tapi yang sekali ini Raja
Rencong Dari Utara tidak memberi hati lagi. Lima jari tangan kanannya
menjentik. Lima sinar merah kekuningan menderu dan terdengarlah pekik pemimpin
Gerombolan Setan Merah itu! Riwayatnya tamat! Tubuhnya hangus kehitaman
menghampar bau daging yang terpanggang!
5
PUNCAK BUKIT TOBA MERUPAKAN
selimutan hutan belantara yang amat rapat karena jarang diinjak dan didatangi
manusia. Delapan penjuru kaki bukit berhubungan dengan pantai yang setiap saat
disirami pecahan dan buih ombak sehingga dengan kata lain bukit besar itu
adalah sebuah pulau yang terletak di tengah danau yang sangat luas.
Dalam tiupan angin siang yang
sepoi sepoi basah, diatas air danau kelihatan meluncur sebuah perahu yang
ditumpangi oleh.tiga orang berjubah dan bersorban putih! Ketiganya tidak
memegang sebuah pendayungpun, tapi hebatnya, dengan mempergunakan telapak
telapak tangan sebagai pengganti pendayung, ketiganya membuat perahu itu
meluncur laksana naga terbang diatas permukaan air danau hingga dalam tempo
yang singkat perahu merekapun sudah mendarat dibagian timur pulau, dan mereka
melompai dalam gerakan gerakan yang luar biasa ringannya! Sewaktu melangkah
diatas pasir pantai yang basah, sama sekali kaki kaki mereka tidak meninggalkan
jejak barang sedi kitpun Nyatalah ketiga orang ini manusia manusia berke
pandaian tinggi!
Salah seorang dari ketiganya
yang agaknya menjadi pemimpin rombongan memandang berkeliling, lalu memberi
isyarat pada kedua kawannya dan sebentar kemudian ketiganya sudah berlari
laksana terbang menuju kepuncak Bukit Toba. Semakin jauh keatas bukit semakin
susah perjalanan karena sangat rapatnya pohon pohon dan semak beluar. Ketiga
orang ini tentu saja tidak mau rusak pakaian mereka terkait ujung ranting dan
semak belukar. Karenanya merekaengkaupun melanjutkan perjalanan dengan
"berlari" diatas pohon, melompat dari satu cabang kecabang lain dan
tanpa mengeluarkan suara barang sedikitpun! Benar benar amat mengagumkan!
Beberapa lama kemudian
ketiganya sampai dipuncak Bukit Toba. Yang terdepan berhenti dicabang paling
atas dari sebuah pohon yang besar dan luar biasa tingginya. kawan kawannya
kemudian berdiri disisi kiri kanan dan mereka sama memandang kedepan.
Didepan sana, dikelilingi oleh
pohon pohon besar tinggi terdapat sebuah bangunan berbentuk istana.
Tapi bangunan ini sudah sangat
tua sekali dan tidak mendapat rawatan sebagaimana mustinya hingga keadaannya
amat menyeramkan!
Seluruh bangunan diselimuti
debu tebal. Hampir disetiap sudut kelihatan jaring laba laba bahkan juga tampak
sarang sarang burung dan kelelawar! Atap bagian depan miring kekiri. Diatas
genting tumbuh pohon pohon kecil, lumut menyelimut dimana-mana.
"Inikah tempatnya?!"
tanya salah seorang laki laki tua diatas pohon.
"Kelihatannya seperti tak
pernah didatangi manusia.
Mungkin kau salah ".
Laki laki yang berdiri
ditengah memandang berkeliling sebentar lalu menjawab : "Kemanapun mata
ditujukan hanya itu satu satunya bangunan yang kelihatan dipuncak bukit
ini!"
"Tapi sungguh tak ".
"Diam! Ada orang
datang!" kata orang tua yang ditengah. Sesaat kemudian baru dua orang tua
lainnya mendengar suara bergemerisik. Ini sudah cukup menjadi pertanda bagaimanapun
tingginya ilmu kedua orang yang belakangan ini tapi masih berada dibawah
engkauorang tua yang pertama. Ketiganya cepat memandang berkeliling. Baru saja
memutar leher Tiba tiba mengumandang suara bentakan yang sangat keras!
"Tiga tua renta diatas
pohon, apakah datang ada membawa kain kafan untuk pembungkus jenazah kalian
masing masing kelak?!"
Ketiga orang tua diatas pohon
terkejut bukan alang kepalang. Terkejut bukan karena keras lantangnya suara
bentakan itu yang hingga saat itu masih mengumandang keseluruh pelosok bukit,
juga bukan karena bentakan yang demikian menganggap rendah bahwa mereka akan
menemui ajal! Yang mengejutkan mereka ialah karena suara bentakan itu jelas
sekali adalah suara perempuan!
Dan belum habis keterkejutan
ketiganya suara bentakan itu mengumandang kembali lebih keras dan kali ini
bernada memerintah:
"Manusia manusia berjubah
putih! Lekas turun!"
Pertama sekali suara bentakan
itu terdengar datangnya dari arah barat, diantara pohon pohon besar yang rapat.
Yang kedua kali tadi bentakan itu datangnya dari arah bangunan tua! Maka ketiga
orang tua berjubah putih itupun tanpa melupakan kewaspadaan segera melompat
turun kepelataran batu yang terdapat didepan bangunan.
Namun tiada terkirakan kejut
dan peranjat mereka sewaktu orang yang tadi membentak bukan muncul dari dalam
bangunan tua melainkan dari balik pohon besar diatas mana mereka tadi berdiri!
Nyatalah betapa hebat dan lihaynya ilmu memindahkan luara orang itu! Dan yang
lebih membuat ketiga orang tua bersorban itu lebih kagum ialah orang yang
muncul itu adalah seorang perempuan berpakaian ungu. Rambutnya panjanq hitam
tergerai sampai Kepunggung. Parasnya ditutup dengan sehelai kerudung yang juga
berwarna ungu. Mendengar kepada suaranya yang tajam menyorot perempuan ini
pastilah bersifat keras dan galak! Ketiga orang tua tak dapat menduga berapa
kira kira usia perempuan berkerudung ini. Dan dalam berdiri terpisah sejauh
beberapa tombak itu ketiganya dapat mencium bau harum yang keluar dari tubuh
dan pakaian perempuan berkerudung!
"Dengan siapakah kami
berhadapan?!" tanya orang tua yang bertindak sebagai pemimpin rombongan.
Dari balik kerudung ungu
terdengar suara mendengus.
"Kalian pendatang
pendatang yang tidak tahu diri dan lancang berani datang kemari yang musti terangkan
diri!"
Orang tua itu batuk batuk dan
sunggingkan senyum.
"Jangan tertawa macam
monyet kurang ingatan!" bentak perempuan-berkerudung!
"Kalau sekiranya kau mau
membuka kerudung, baru kami akan terangkan siapa kami dan juga maksud
kedatangan kami bertiga kesini!"
Terdengar suara gigi gigi
berkeretakan!
"Tua bangka keparat!
Sudah hampir mampus masih berhati kotor ingin melihat paras perempuan!
Apakah itu sifat orang
beragama macam kalian!"
Merahlah wajah ketiga orang
berjubah putih, apalagi yang tadi bicara. Dia berkata begitu tadi dengan maksud
untuk mengetahui dengan siapa sesungguhnya dia berhadapan, tapi sikerudung ungu
salah, sangka dan mendampratnya!
"Kami orang orang tua
mana ada pikiran untuk tergoda pada keindahan dunia ini! Justru kedatangan kami
kesini adalah untuk menyelamatkan dunia ini dari segala macam kekotoran!"
Perempuan berkerudung tertawa.
Suara tawanya cukup merdu tapi juga cukup menyeramkan!
"Hebat sekali kalau
begitu!", katanya dengan nada mengejek. "Tapi kau kesasar datang
kesini, orang orang tua! Kau kesasar mengantarkan jiwa! Tahukah kau
bahwa’setiap ada manusia luaran yang berani menginjakkan kakinya dipulau ini
berarti mati?!
Sekarang lekas beri tahu nama
kalian agar setan setan penghuni pulau lebih cepat mengenal calon calon
kawannya!"
Penghinaan perempuan
berkerudung itu sudah melewati batas. Tapi ketiga orang tua berjubah putih
tetap berdiri dengan sabar malah yang seorang menjawab :
"Aku Kyai Suhudilah dan
dua orang kawanku ini Kyai Selawah dan Kyai Tanjung Laboh “
"Hem jadi kau Kyai
Suhudilah! Aku tahu sudah apa maksud kedatanganmu bersama dua kambratmu itu
kesini. Pasti untuk membalas dendam karena ayahku telah menghancurkan
Pesantrenmu beberapa waktu yang lampau!".
"Jadi kami berhadapan
dengan anak perempuan Raja Rencong Dari Utara?!" ujar Kyai Suhudilah.
"Sudah tahu kenapa tidak
lekas lekas berlutut?!" Kyai Suhudilah tertawa dingin.
"Menurut ajaran agama
kami, satu satunya kepada siapa manusia berlutut ialah Tuhan bukan manusia,
apalagi manusia macam kau, anak seorang durjana biang penyebab malapetaka dan
bencana didelapan penjuru angin!" Lekas panggil ayahmu!"
"Tua bangka sialan! Kau
tidak layak memerintahku!"
bentak perempuan berkerudung
ungu.
"Jika demikian ",
berkata Kyai Selawah,"harap dimaafkan kalau kami mungkin terpaksa
memaksamu".
Anak Raja Rencong Dari Utara
berpaling kepada Kyai Selawah. "Mulutmu sombong, tapi kau bicara masih
punya perasaan. Kelak kematianmu lebih mendingan dari pada kawanmu yang satu
ini!" dan dia menuding pada Kyai Suhudilah. Dan setelah memandang Kyai
Suhudilah dengan sorot matanya, perempuan itu berkata : "Kedatanganmu
kesini pasti untuk balas dendam pada ayahku! Sebelum ayahku muncul kunasihatkan
agar kau cepat cepat saja bunuh diri!
Itu lebih baik bagimu, orang
tua!".
Air muka Kyai Suhudilah
kelihatan merah. Bagaimanapun sabarnya seseorang, lambat laun kesabarannya akan
luntur juga.
"Perempuan, kesombongan
dan kecongkakan ayahmu rupanya sudah kau wariskan selagi dia masih hidup!
Kuharap kesombongan dan kecongkakan itu segera kau buang bila ayahmu meninggal
!"
"Tua bangka bermulut
besar! Kau berani menghina aku dan ayah! Makan jariku ini!". Perempuan
berkerudung jentikkan lima jari tangan kirinya sekaligus!
"Wuut!"
Lima sinar merah kekuningan
menderu kearah Kyai Suhudilah!
"Awas pukulan kuku
api!" teriak Kyai Suhudilah memperingatkan kedua kawannya. Dia sendiri
sambil menghindar kebutkan lengan jubahnya sebelah kanan!
"Wuus!"
Kyai Suhudilah pucat pasi
parasnya! Meski kebutan lengan jubahnya berhasil membuyarkan serangan maut itu
namun tak urung lengan jubahnya menjadi hangus hitam dan hawa panas menjalar
kekulit lengan! Dengan cepat sang Kyai sobek ujung lengan jubahnya.
Gadis berkerudung ungu tertawa
gelak gelak.
"Kalau kepandaianmu cuma
sedalam sungai yang dangkal, betul betul hanya mengantarkan jiwa datang kemari!
Lebih baik kalian bertiga bunuh diri!"
Kyai Suhudilah mendekam dalam
hati, dan berkata :"Kami bukan manusia manusia bangsa pengecut yang
bersedia melawan seorang perempuan! Lekas panggil ayahmu!"
"Benar benar tidak tahu
diri! Diberi kesempatan bunuh diri malah tambah menantang!". Bola bola
mata sigadis menyorot tajam dan sesaat kemudian tubuhnya berkelebat dan tahu
tahu sudah membagi serangan pada ketiga Kyai dalam satu jurus bernama "tiga
ekor naga menggempur sang surya"
Kembali ketiga Kyai dikejutkan
oleh kehebatan serangan ini! cepat cepat mereka menghindar dan setelah aling
memberi isyarat serentak maju untuk meringkus anak gadis Raja Rencong itu hidup
hidup! Namun mereka tertipu! Tidak semudah itu untuk menangkap hidup hidup
gadis yang sudah menguasai lebih setengah bagian dari ilmu silat ajaran
ayahnya! Begitu ketiga Kyai serempak maju, tubuh sigadis berkelebat dan lenyap!
Lalu terdengar suara lengkingan seperti lengkingan burung raksasa. Lobang
lobang telinga ketiga Kyai terngiang sakit! Dan dalam pada itu satu tebasan
tepi telapak tangan menderu sekaligus kearah kepala mereka!
Kyai Suhudilah dan kawan kawan
terpaksa bersurut undur untuk selamatkan kepala masing masing! Mereka mengeluh,
jika anaknya demikian hebatnya tentu ayahnya bukan lawan enteng meskipun mereka
bertiga!
Kyai Suhudilah merenung cepat.
Dia adalah seorang yang bermata tajam dan setiap bertempur selalu memperhatikan
gerakan gerakan yang dibuat lawan!
Meski baru satu gerakan namun
dia telah dapat melihat sifat sifat gerakan sigadis dan tahu dimana letak
kelemahan ilmu silat lawan! Dengan cepat Kyai Suhudilah berkaca dengan ilmu
menyusupkan suara pada kedua Kyai lainnya : "Kita serang dia dengan
barisan tiga malaekat lenyap kelangit!"
Kyai Salawah dan Kyai Tanjung
Laboh mengangguk tanda mengerti. Kyai Suhudilah mengedipkan matanya dan
ketiganyapun kemudian menyerbu dari tiga jurusan. Kyai Suhudilah dari depan,
Kyai Selawah dari samping kanan dan Kyai Tanjung Laboh dari samping kiri!
"Ilmu silat picisan macam
apa yang hendak kalian obral di hadapanku?!" ejek anak gadis Raja Rencong.
Tubuhnya dibungkukkan sedikit dan dengan mengandalkan tumit kaki kirinya,
laksana sebuah titiran dia berputar dengan kaki kanan menderu ke arah ketiga
penyerangnya!
Yang sekali ini tidak mudah
bagi gadis ber kerudung ungu ini untuk memusnahkan serangan ke tiga Kyai itu.
Karena begitu tubuhnya
berputar dan menghantamkan tendangan dalam bentuk lingkaran, ketiga lawannya
berkelebat cepat, lenyap dari pemandangannya dan tahu tahu sudah menyerang lagi
dari jurusan yang lain yaitu Kyai Suhudilah dari belakang. Kyai Selawah dari
depan sedang Kyai yang satu lagi Dari samping kanan. Tiga buah totokan menderu
ke Arah tiga jalan darah si gadis!
Gadis itu kertakkan geraham
tanda penasaran Kedua kakinya menjejak tanah. Didahului oleh satu lengkingan
keras dia melompat ke atas. Kaki kiri dihantamkan kedepan menendang lengan Kyai
Selawah.
Kaki kanan ditendangkan
saperti kuda menendang kearah Kyai Suhudilah yang menyerang dari belakang
sedang satu pukulan tangan kosong yang mendatangkan angin keras dihantamkan
kebatok kepala Kyai Tanjung Laboh yang menotok dari samping!
Karena tubuh sigadis berada
diudara dan lebih tinggi dari ketiga lawannya maka meski bagaimanapun hebatnya
serangan para Kyai namun serangan. balasan dari sigadis tak dapat tidak akan
berhasil mencelakakan mereka lebih dulu!
Anak gadis Raja Rencong
menyeringai dibalik kerudungnya sewaktu melhat ketiga penyerangnya menarik
pulang tangan masing masing. Segera dia hendak susulkah dengan tiga serangan
berantai yang menurutnya tidak dapat tidak pasti akan mengirim mereka kepintu
kematian! Dengan gelak mengejek maka dia segera lancarkan tiga serangan
berantai itu!
Tapi hatinya menciut!
Parasnya yang, tersembunyi
dibalik kerudung berubah total! Peluh dingin mengucur dikeningnya sewaktu entah
bagaimana ketiga calon korbannya itu lenyap dari pemandangan dan tahu tahu tiga
pusat jalan darahnya terasa dingin! Sadarlah sigadis bahwa ketiga lawannya
sebelum sempat dia menyerang telah lebih dulu mengirimkan totokan totokan dari
jurusan lain yang tak diduganya! Meski bagaimanapun kehebatan dan kecepatannya
untuk mengelak atau menangkis tapi kini sudah kasip! Yang bisa dilakukannya
cumalah memaki dan merutuk dalam hati!!
engkauSigadis mengeluh tinggi
sewaktu totokan yang pertama melanda jalan darah dipunggungnya. Kedua tangannya
dengan serta merta lumpuh. Tubuhnya terhuyung-huyung kemuka. Dalam sedetik lagi
dua totokan segera pula akan mendarat susul menyusul di bagian lain tubuhnya!
Dalam keadaan yang demikian
kritisnya bagi sigadis Tiba tiba mengumandanglah suara bentakan yang kerasnya
laksana gelegar gunung meletus!
"Pandansuri! Siapa yang
berani berlaku kurang ajar terhadapmu?!"
Satu gelombang angin yang luar
biasa dahsyatnya menderu, membuat ketiga Kyai terhuyung lima langkah dari
kalangan pertempuran sedang gelombang angin itu sekaligus melepaskan totokan
ditubuh sigadis yang ternyata bernama Pandansuri!
6
MENDENGAR SUARA BENTAKAN ITU
dan merasa totokan pada punggungnya lepas Pandansuri menjadi lega. Sebaliknya
ketiga Kyai terkejut bukan main! Mereka adalah orang orang cabang atas dalam
ilmu silat, tapi sekali terpa saja ketiganya telah "dilemparkan"
keluar sejauh lima langkah dari kalangan pertempuran! Mereka sama palingkan
kepala dengan cepat!
Seorang laki laki berbadan
tinggi tegap berdiri bertolak pinggang dibawah atap bangunan tua! Pakaiannya
dan juga destarnya yang tinggi berwarna ungu.
Tampangnya yang angker itu
dihias dengan kumis hitam melintang. Bajunya yang sengaja tidak dikancingkan
memperlihatkan dada yang penuh otot dan berbulu!
"Apakah kami berhadapan
dengan Raja Rencong dari Utara?!" tanya Kyai Suhudilah.
Pelipis laki laki itu
menggembung. "Sialan! Ditanya malah menanya! Jawab! Apa kalian tidak malu
mengeroyok seorang perempuan?!"
"Malu atau tidak malu
bukan itu soalnya", jawab Kyai Suhudilah. "Kami datang mencari Raja
Rencong! Dan anak gadisnya hendak membunuh kami bertiga! Apakah salah kalau
kami tak bisa berpangku tangan ?!"
Laki laki berkumis melintang
tertawa sambil usap usap dadanya yang berbulu.
"Baru menghadapi anaknya
kalian sudah kewalahan!
Bagaimana kalian punya nyali
untuk datang kemari dan mencariku ?!"
"Ayah! Perlu apa bicara
panjang lebar dengan Tua bungka ini! Dia telah menghina kita! Biar kau
engkausaksikan bagaimana daku memberi pelajaran caranya mati pada
mereka!". Pandansuri lantas cabut sebilah rencong perak dari balik
pakaiannya. Senjata ini berkilauan ditimpa sinar matahari dan adalah sebuah
senjata mustika. Tanpa berbaling pada anaknya Raja Rencong berkata :
"Pandan, kau masuklah! Siapkan Arena Topan Utara!".
Meskipun hatinya penasaran
sekali diperintah demikian, dengan banting banting kaki Pandansuri akhirnya
masuk kedalam bangunan tua yang berbentuk seperti bangunan tempat kediaman
hantu itu!
"Raja Rencong Dari
Utara!" kata Kyai Suhudilah.
"Banyak hal pertanggungan
jawab yang hendak kuminta padamu !".
"Begitu?! Silahkan masuk
ketempatku! Kita bicara di Arena Topan Utara!".
"Cukup disini saja",
sahut Kyai Suhudilah.
Raja Rencong menyeringai.
"Walau bagaimanapun aku masih punya peradatan dalam menerima kunjungan
tamu! Sekalipun tamu tamu itu datang sengaja untuk mencari mampus!". Habis
berkata begitu Raja Rencong memutar tubuh dan masuk kedalam bangunan tua. Mau
tak mau ketiga Kyai terpaksa mengikuti dari belakang!
Bangunan itu ternyata panjang
sekali. Ketiga Kyai melangkah dibelakang Raja Rencong terpisah sejauh sepuluh
langkah. Mereka senantiasa berlaku waspada karena kalau bangunan tua itu betul
betul menjadi sarang Raja Rencong Dari Utara bukan mustahil dilengkapi dengan
segala macam alat rahasia yang berbahaya.
Dan bukan tidak mustahil pula
Raja Rencong tengah hendak menjebak mereka bertiga!
"kawan kawan, bagaimana
kalau kita serang dan ringkus dia hidup hidup selagi membelakangi kita
ini?!" bisik Kyai Selawah. Kyai Suhudilah merenung sejenak lalu menggeleng
pelahan. "Itu tindakan pengecut", katanya.
"Kalau kita menang tak
akan terpuji, kalah malah memalukan!"
"Tapi terhadap manusia
biang malapetaka macam yang satu ini kurasa tak perlu memakai segala macam
ukuran baik dan buruk lagi!", bisik Kyai Tanjung Laboh.
"Walau bagaimanapun kita
tak bisa bertindak begitu", menyahut Kyai Suhudilah.
Ketiganya melangkah terus
mengikuti Raja Rencong.
Mereka menuruni sebuah tangga
batu. Tangga Itu sebenarnya terbuat dari batu mar-mar yang putih bersih. Tapi
karena tak pernah dirawat dan dibersihkan tangga itu telah menjadi hitam
diselimuti lapisan debu setinggi beberapa mili! Raja Rencong menuruni anak
tangga dengan sikap acuh tak acuh. Ketika Kyai Suhudilah dan kawan kawan
memandang kebawah, pada lapisan debu yang menutupi anak anak tangga tak
kelihatan sedikit jejakpun! Sebaliknya ketika mereka memandang kebelakang,
keanak-anak tangga yang tadi mereka lewati kentaralah jejak jejak kaki mereka,
meskipun tidak membayang jelas! Dan ketiga Kyai ini sama sama menggigit bibir.
"Kuatkan hati
kalian!" bisik Kyai Suhudilah memberi semangat. "Betapapun kejahatan
itu tak bisa bertahan lama! Kalaupun kita harus pasrahkan jiwa ditempat ini,
kita mati dalam berjuang! Mati syahid!"
Di bagian bawah bangunan tua
itu terdapat sebuah ruang batu yang amat luas yang kira-kira dapat menampung
lima ratus orang di keempat tepinya.
Ruangan batu ini berbeda
sekali dengan seluruh keadaan bangunan yang telah dilihat oleh ketiga Kiai.
Keadaannya luar biasa bersihnya hingga bayangan-bayangan tubuh orang yang
berada di ruangan itu akan kelihatan samarsamar
di lantai dan dinding serta
atap. Ruangan itu berbentuk empat persegi. Di bagian tengahnya terdapat
pelataran yang agak tinggi, berbentuk lingkaran. Inilah Arena Topan. Utara!
Di tengah Arena terdapat
sebuah meja kayu jati yang indah berukir-ukir dikelilingi empat buah kursi.
Satu dari keempat kursi ini lebih bagus dan besar dari tiga lainnya.
Di atas meja terdapat empat
buah piala perak. Raja Rencong naik ke atas Arena dan duduk di kursi besar,
memandang pada ketiga tamunya dan berkata :"Silahkan mengambil tempat
duduk !"
Ketiga Kiai duduk di
masing-masing kursi.
Kewaspadaan mereka semakin
dipertebal. Tak seorang lainpun yang kelihatan.
"Sebelum kita bicara
silahkan minum arak dalam piala!" Raja Rencong lalu mendahului meneguk
arak dalam piala di hadapanny.a. Ketika dia meletakkan piala yang kosong itu di
atas meja kembali matanya membeliak: ."Kenapa kalian tidak mau
minum?".
"Terima kasih! Agama kami
tidak memperkenankan meneguk minuman keras macam begini", sahut Kiai
Suhudilah.
"Agamamu-agamamu! Di sini
kalian harus mengikuti aturanku dan menghormati diriku! Lekas minum!".
"Terima kasih. Lebih baik
".
"Apakah kau kira aku
hendak meracuni kalian?!" sentak Raja Rencong mulai beringasan.
"Kami datang ke sini
bukan untuk minum-minum" membuka mulut Kiai Tanjung Laboh.
"Tapi untuk bicara! Untuk
meminta pertanggungan jawabmu .. Raja Rencong menyeringai. Lalu matanya yang
garang menyapu paras ketiga Kiai di hadapannya.
Dan dari mulutnya mendesis
suara pertanyaan :"Bicara hal apa dan pertanggungan jawab apa?!"
"Kurasa kau sudah cukup maklumi" jawab Kiai Suhudilah. "Tapi aku
tak keberatan untuk mengatakannya blak-blakan padamu. Selama belasan tahun
daerah utara ini aman tenteram! Namun sejak kau muncul maka di mana-mana timbul
malapetaka, dlmana-mana timbul keonaran! Kalau cuma malapetaka dan keonaran
biasa itu bukan apa-apa tapi kau juga
sekaligus mempunyai cita-cita
untuk mendirikan sebuah Partai yang bertujuan jahat sematamata!" Sampai di
situ Raja Rencong menukas.
"Apakah menjadi hak orang
lain untuk tidak tenang dengan cita-cita seseorang ?!"
"Memang bukan hak orang
lain! Tapi kalau cita-cita itu hendak dicapai dengan mengorbankan nyawa manusia
yang tak mau tunduk dan ikut dalam Partaimu, dengan jalan membunuh puluhan
manusia tanpa kemanusiaan, maka itu adalah hak setiap Orang untuk turun tangani
Di samping itu aku pribadi Ingin meminta pertanggungan jawabmu atas kematian
Wakil serta duapuluh orang penghuni Pesantren Suhudilah!"
Raja Rencong Dari Utara
memuntir-muntir kumis kumisnya. Dalam pada itu Kiai Tanjung Laboh berkata pula:
"Aku dan Kiai Selawah merasa mempunyai tanggung jawab untuk mengamankan
dan menenteramkan daerah utara yang telah dilanda malapetaka besar itu! Karena
itulah kami berdua datang menyertai Kiai Suhudilah !".
"Jika begitu katakan saja
cara bagaimana kalian bertiga hendak turun tangan terhadap Raja Rencong Dari Utara!",
kata Raja Rencong.
"Atas apa yang kau telah
buat didunia luar dan di Pesantrenku, aku dan kawan kawan berhak memisahkan
batang lehermu dengan badan! Namun sebagai orang beragama kami masih mau
memberikan ampunan dengan jalan hanya memotong kedua tanganmu sebatas siku
!"’
Raja Rencong Dari Utara
kerenyitkan kening, mendelikkan mata lalu tertawa gelak gelak hingga keempat
dinding ruangan itu bergetar! Tangan kirinya mengusap-usap dadanya yang
berbulu. Kyai Suhudilah keluarkan sebatang golok besar yang tajam luar biasa.
Sehelai rambut yang
dimelintangkan diatas mata golok lalu ditiup pelahan pasti akan putus!
"Terima kasih..terima
kasih! Sungguh kalian bertiga manusia manusia agama yang baik budi dan punya
pertimbangan yang adil!" kata Raja Rencong.
Lalu sambungnya : "Karena
kalian bertiga mau mengampuni jiwaku, maka akupun rela pula untuk tidak
mencabut nyawa kalian meskipun aku mempunyai aturan bahwa siapa yang berani
datang kepulau ini pasti akan kubunuh! Karenanya kalian bertiga lekas lekas saja
bunuh diri! Bagaimana cara terserah masing masing kalian! Tentang jenazah
kalian tak perlu dikhawatirkan!
Danau yang mengitari pulau ini
cukup layak menjadi kubur kalian!"
"Raja Rencong",
ujar. Kyai Suhudilah. "Kejahatanmu akan kami balas dengan keadilan! Itu
sudah lebih dari layak! apakah kau masih hendak berkeras kepala mengikuti
kesesatannya setan?!"
Raja Rencong Dari Utara
berdiri dari kursinya sambil tertawa sedingin es.
"Diberi kesempatan untuk
bunuh diri, kalian tidak mau melakukan! Terpaksa tanganku yang bertindak.
Perlahan lahan Raja Rencong
angkat tangan kanannya. Lima jari yang dikembang kukunya kelihatan berubah
merah kekuningan!
"Wuut!"
Lima larik sinar merah
kekuningan yang panasnya bukan olah-olah menggempur ke arah tiga Kiai.
Baiknya para Kiai ini sudah
bersiap sedia sehingga begitu serangan ilmu kuku api dilancarkan maka ketiganya
sudah melewat dari kursi masing-masing!
Yang menjadi korban ialah tiga
kursi bekas tempat mereka duduk. Ketiga kursi itu serta merta menjadi hitam
hangus mengebul!
Meski hati tergetar hebat
melihat kehebatan kesaktian lawan namun ketiga Kiai sudah bertekad bulat untuk
berkorban jiwa demi kemusnahan manusia biang malapetaka! Serentak turun
ketiganya Ialah mencabut senjata dan menyerang dengan hebat!
Kiai Suhudilah menyerang
dengan sebuah tasbih Kumala Hijau, sedang tangan kiri memutar golok Datar yang
tadi hendak dipakai untuk memotong kedua lengan Raja Recong. Kiai Selawah
menggempur dengan sebilah pedang biru sedang Kiai yang ketiga yakni Kiai Tandjung
Laboh menghantam dengan sebuah kebutan yang berbentuk seperti sapu kecil Raja
Rencong Dari Utara berdiri di tempatnya dengan sikap acuh tak acuh meski topan
serangan melandanya. Yang hebat ialah jangankan tubuhnya, rambut atau
pakaiannyapun tidak berkibar dilanda angin serangan para Kiai! Sesaat tiga
ujung senjata akan ‘.’mencium" dirinya, Raja Rencong Dari Utara gerakan
tangan kanannya! Pedang, Tasbih Kumala Hijau dan Kebutan Sakti terpental
kembali laksana menghantam benda karet yang atos!
Berobahlan paras ketiga Kiai!
Raja Rencong Dari Utara tertawa mengejek.
Tiba-tiba sekali tangan
kanannya bergerak dan dari mulutnya yang tadi tertawa keluar seman :"Makan
jotosan selaksa palu godam ini !"
Meski sebelumnya berseru
demikian rupa yang sekaligus memberi peringatan pada calon korbannya namun
ketiga Kiai tak dapat melihat gerakan tangan lawan dan yang lebih hebat lagi
mereka tak tahu siapa di antara mereka yang menjadi sasaran, demikianlah saking
cepatnya geraan serangan Raja Rencong Dari Utara.
Lalu terdengarlah suara
:"Ngek!"
Tubuh Kiai Selawah tertekuk ke
muka sebentar lalu mencelat mental keluar Arena, menggeletak di lantai batu
dengan perut pecah !
Kiai Suhudilah dan Kiai
Tanjung Lor tertegun terkesiap beberapa ketika lamanya!
"Kenapa termangu?! Kalian
tokh.akan menerima nasib macam dia pula ?!" ujar Raja Rencong pula. Kedua
Kiai kertakan rahang. Pelipis-pelipis keduanya menggembung tanda mereka tak
dapat lagi mengendalikan amarah yang meluap! Kiai Suhudilah engkau menyerang
lebih dahulu dengan jurus silat Turki yang aneh gerakannya.
"Hemm silat picisan dari
negeri orang yang ditontonkan di depanku!" ejek Raca Rencong.
"Sanggupkan ilmu silat
Turki menerima pukulanku yang ini ?!"
Dengan jari-jari tangan
mengembang, Raja Rencong Dari Utara dorongkan tangan kanannya ke arah Kiai
Suhudilah! Bacokan golok besar dan hantaman Tasbih Kumala Hijau tertahan dan
mental. Bersamaan dengan itu satu gelombang angin yang luar biasa hebatnya
menerpa tubuh Kiai Suhudilah! Kiai ini mengeluh dan mental ke luar Arena.
Begitu terhantar di lantai batu tak berkutik lagi karena meski di luar.
tubuhnya tak kelihatan rusak
namun di dalam dua balas urat-urat yang paling penting telah putus!
Itulah kehebatan ilmu pukulan
"topan pemutus urat"!
Semangat Kyai Tanjung Laboh seperti
terbang menyaksikan kematian kedua, kawannya itu! Mukanya pucat tiada berdarah.
Dan Tiba tiba Raja Rencong berpaling padanya dengan seringai maut bermain
dibibir.
"Sesudah melihat tontonan
ngeri itu apakah kau masih punya nyali? Bukankah lebih baik bunuh diri saja
agar kau bisa mampus dengan enak?!"
"Demi Tuhan! Lebih baik
mati dengan senjata ditangan dari pada melakukan kepengecutan" jawab Kyai
Tanjung Laboh. Seluruh tenaga dalamnya telah dialirkan keujung kebutan dan
sekali dia menggerakkan senjata itu maka sepuluh jalan darah ditubuh Raja
Rencong diancam bahaya maut!
Anehnya Raja Rencong cuma
ganda tertawa yang membuat darah Kyai Tanjung Laboh tambah meluapluap!
Sekejap lagi sambaran ujung
kebutan akan melanda jalan jalan darah ditubuh lawannya Tiba tiba tangannya
terasa kesemutan dan kebutannya terpental lepas dari tangan!
Meski menyadari sepenuhnya
bahwa Raja Rencong bukan lawannya namun dengan kalap Kyai Tanjung Laboh yang
berhati jantan itu menyambar pedang Kyai Selawah yang tadi terjatuh dan dengan
senjata itu dia menggempur habis habisan! Hujan serangan menelikung tubuh Raja
Rencong yang sama sekali tidak bergerak ditempatnya malah menanggapi serangan
itu dengan tertawa-tawa!
Kyai Tanjung Laboh penasaran
dan juga heran kenapa pedangnya sama sekali tak berhasil menyentuh bagian tubuh
manapun dari lawannya! Tengah dia pergigih serangan Tiba tiba Raja Rencong
berseru :"Tiga jurus kau mencak mencak sudah keliwat cukup!
Lihat jotosan, awas
kepalamu!"
Meski sudah diperingatkan
demikian rupa namun sewaktu pukulan "selaksa palu godam" menyerang
kepalanya Kyai Tanjung Laboh tak sanggup berkelit.
Dicobanya membabat lengan
lawan dengan pedang. Tapi sudah tidak keburu! Kyai yang terakhir ini terbadai
dilantai dengan kepala pecah, darah muncrat dan otak berhamburan!
7
DIATAS SEBUAH BATU DALAM
SEBUAH GOA seorang laki-laki tua berjanggut dan berambut putih duduk bersila
meramkan mata tengah bersemedi.
Sejak tengah malam tadi dia
bersemedi dan sampai matahari terbit di ufuk timur masih juga dia belum
bergerak dari tempatnya. Menjelang tengah hari, jadi sesudah dua belas jam
lamanya duduk bersemedi perlahan-lahan baru dia membuka kedua matanya.
Aneh dan juga menyeramkan!
Ternyata kedua matanya berwarna putih keseluruhannya! Tapi dia tidak buta!
Kakek ini menghela nafas
dalam. Air mukanya keruh tanda ada sesuatu yang dipikirkannya dan apa yang
dipikirkannya itu menimbulkan kesusahan dalam dirinya. Di dunia persilatan
orang tua ini berjuluk Datuk Mata Putih. Umurnya hampir mencapai tujuh puluh
lima tahun. Tubuhnya kurus hanya tinggal kulit pembalut tulang. Namun
kekuatannya tidak kalah dengan orang-orang yang berumur setengah abad dan
menilik bagaimana batu tempat dia duduk bersemedi mencekung dalam, nyatalah
bahwa orang tua ini memiliki tenaga dalam yang sangat tinggi!.
Setelah menghela nafas dalam
sekali lagi dia berdiri dan melangkah ke mulut goa. Di luar goa pemandangan
indah sekali. Betapa bahagianya menikmati keindahan alam ciptaan Yang Kuasa
itu.
Namun jauh di luar keindahan
itu, hampir disegala penjuru Jagat raya bertebaran noda-noda hitam yang merusak
keindahan! Noda-noda hitam itu ialah kejahatan, kecurangan, kekejian dan segala
macam kemaksiatan!
Dan yang membuat orang tua ini
untuk ketiga kalinya menghela nafas panjang dan" dalam ialah karena
seorang di antara manusia-manusia yang melakukan kejahatan dan kekejian itu
adalah muridnya sendiri!
Telah tiga bulan ini
didengarnya tentang perilaku muridnya itu di luaran. Dan ini membuat dia
terkejut serta merasa menyesal telah mempunyai murid seperti itu! Apakah yang
bisa dibuatnya selain meninggalkan pertapaan, mencari murid yang sesat itu lalu
menghukumnya? Diam-diam dia merasakan penyesalan tambah mendalam bila dia ingat
karena kepercayaan penuh terhadap sang murid, sebelum dilepas dari pertapaan
dia telah menyerahkan Rencong Emas, sebuah senjata sakti luar biasa yang
merupakan satu dari beberapa buah senjata mustika dunia persilatan!
Beberapa saat kemudian orang
tua itupun berlalu meninggalkan pertapaan! Ilmu larinya hebat sekali hingga
dalam waktu yang singkat sosok tubuhnya sudah lenyap di kejauhan !
Bersamaan dengan lenyapnya
sang surya di ufuk tenggelamnya, sesosok tubuh berkelebat dan berdiri di bawah
atap bangunan tua yag terletak di Bukit Toba. Tanpa memandang berkeliling,
tanpa bimbang ragu sedikitpun, orang ini melangkah cepat memasuki bangunan tua.
Dalam tempo yang singkat dia sudah berada di Arena Topan Utara yang terletak
dibagian bawah bangunan tua! Segala sesuatunya diruangan luas itu berada dalam
keadaan bersih. Namun orang yang memasuki ruangan tersebut tahu bahwa baru
engkauseminggu yang lalu tiga orang Kyai telah menemui kematiannya ditempat
itu! Orang itu menggerakkan bibirnya sedikit. Maka menggemalah suaranya yang
keras lantang menggetarkan seantero bangunan dan ruangan.
"Hang Kumbara aku
datang!".
Belum habis kumandang gema
suara itu, dari sebuah pintu didinding kanan muncullah seorang berpakaian ungu.
Begitu melihat siorang tua, laki laki berpakaian ungu ini berseru :
"Guru!". Dia melangkah cepat kehadapan siorang tua dan menjura dalam
penuh hormat.
"Sungguh satu kegembiraan
bisa bertemu dengan guru. Mohon dimaafkan kalau- murid sudah lama tak
menyambangi guru hingga guru sendiri yang sampai berkunjung kesini!".
Orang tua itu atau bukan lain
dari pada Datuk Mata Putih meneliti paras muridnya sejenak lalu tertawa rawan.
"Kudengar kau sudah
mendapat nama besar diluaran", kata Datuk Mata Putih.
"Ah, hanya nama dan gelar
yang tak berarti guru. Marilah kita bicara dikamarku", kata laki laki
berpakaian ungu yaitu Raja Rencong Dari Utara.
"Pandansuri ada
disini?".
"Sudah sejak sepuluh hari
dia meninggalkan Pulau ".
"Kalau begitu biar kita
bicara disini saja".
"Baik guru. Tapi
perkenankan murid menyuguhkan minuman lebih dahulu ".
"Tak usah", sahut
Datuk Mata Putih.
"Agaknya ada sesuatu hal
penting yang amat mendesak hendak guru bicarakan", kata Raja Rencong Dari
Utara.
"Hang Kumbara",
Datuk Mata Putih menyebut nama asli Raja Rencong, "kurasa kau sudah bisa
menduga maksud kedatanganku".
"Ah, murid yang bodoh ini
mana mungkin bisa menduga, guru".
"Kedatanganku sehubungan
dengan apa apa yang kudengar di luaran tentang kau " Apakah itu
betul?!"
"Apakah yang guru dengar
diluaran tentang diriku itu?"
Datuk Mata Putih merasa kurang
senang bicara bersilat lidah begitu. Maka diapun berkata secara blak-blakan.
"Kulepas kau dari
pertapaan beberapa waktu yang lalu hanya dengan dua maksud! Pertama untuk
mencari pembunuh ayahmu dan kedua untuk berbuat kebaikan diatas dunia ini! Tapi
apa yang kau perbuat kemudiannya? Demi cita cita besarmu kau membunuh belasan
manusia, mendatangkan malapetaka dimana mana. Nyatalah kau telah sesat dan aku
sangat menyesal akan hal ini. Kuharap kau menyerahkan kembali Rencong Emas yang
dulu kuberikan dan ikut aku kepertapaan untuk dikurung dalam goa selama sepuluh
tahun !" Sepasang bola mata Raja Rencong Dari Utara membelalak.
"Guru apakah sesat
namanya jika murid bercita-cita hendak mendirikan sebuah Partai di daerah Utara
ini?".
‘Tidak. Asal saja kau menempuh
cara cara yang wajar!"
"Murid telah mencobanya.
Tapi tokoh tokoh silat didaerah sini terlalu keras kepala dan tidak memandang
sebelah matapun terhadap murid….”
"Kalau mereka tak mau
masuk Partaimu, kau tidak layak memaksa, aalagi kalau sampai membunuh
orang-orang yang tak berdosa itu!".
"Tapi harap guru maklum
kenapa murid bertindak sampai demikian jauh".
"Terangkan
alasanmu!" ujar Datuk Mata Putih pula.
"Murid merasa mempunyai
dendam terhadap orang-orang dunia persilatan. Karena kalau tidak ada
orang-orang pandai itu maka tak akan ayah menemui kematian dalam cara yang
mengerikan! Dipenggal lehernya dan kepalanya ditancapkan di atas sebilah tombak
di tengah-tengah pasar!"
"Aku tahu hal itu. Dan
kau telah berhasil mencari serta membunuh manusia yang telah menewaskan ayahmu!
Lantas kenapa kau menjadi tersesat?!"
"Murid tidak merasa
tersesat, guru! Orang-orang dunia persilatanlah yang telah sesat dan
menyebabkan kebencian murid tiada batas lagi ternadap mereka!
Sesudah menamatkan riwayat
pembunuh ayah, .beberapa orang tokoh silat mencari murid hendak balas dendam!
Dendam! Seakan-akan adalah dosa besar bagi murid karena membunuh orang yang
telah membunuh ayah! Mereka tak berhasil mencari murid! Dan guru tahu apa yang
dibuat orang-orang berkepandaian tinggi itu?! Ibu dibunuh, adik-adikku dipancung
satu demi satu! Dua orang adik perempuanku diperkosa lalu ditinggalkan begitu
saja sampai mereka bunuh diri! Dan orang-orang pandai itu belum puas rupanya!
Sampai-sampai calon istrikupun mereka rusak kehormatannya dan dibunuh! Ketika
salah seorang dari mereka berhasil murid pecahkan kepalanya, seluruh keluarga
calon istriku ditumpas!
engkauKekejaman dan kebiadaban
manakah yang lebih terkutuk dari itu?! Kata mereka, mereka adalah orang-orang
pandai, tokoh-tokoh silat utama ! Tapi kebejatan yang mereka lakukan! Salahkan
kalau murid menanam rasa kebencian terhadap orangorang pandai itu?! Sesatkah
kalau murid membunuh belasan manysia yang bertanggung jawab atas kematian ibu,
adik-adikku, calon istriku dan seluruh keluarganya ?"
"Orang-orang yang
bertanggung jawab atas semua itu jumlahnya hanya sepersepuluh saja dari jumlah
manusia yang telah kau bunuh! Apa pertanggungan jawab atau alasanmu atas yang
sembilan persepuluh lainnya? Yang kau bunuh tanpa pangkal sebab atau kesalahan
atau dosa apapun juga ?!"
"Sudah murid katakan
bahwa murid bertekad untuk melenyapkan orang-.orang pandai di dunia ini!
Karena justru merekalah yang
menjadi pangkal sebab segala kejahatan!"
"Sungguh picik jalan
pikiranmu! Beberapa belas orang yang bersalah dan punya dosa tapi ratusan manusia
yang kau jadikan korban! Aku tak dapat menerima alasanmu! Lekas serahkan
Rencong Emas dan kau ikut aku kembali kepertapaan!".
Hang Kumbara atau Raja Rencong
Dari Utara terkejut. Untuk beberapa ketika lamanya guru dan murid saling
pandang memandang; Sekelumit senyum kemudian tersungging di bibir Hang Kumbara.
"Apakah ini suatu
perintah, guru?" tanyanya.
"Lebih dari
perintah" jawab Datuk Mata Putih tegas. Senyum itupun lenyaplah dari bibir
Raja Rencong.
"Mohon dimaafkan. Kali
ini murid tak dapat mengabulkan permintaan, tak dapat mematuhi perintah guru
".
"Kau sudah tahu hukuman
bagi seorang murid yang membangkang?!" tanya Datuk Mata Putih.
Sepasang matanya yang putih
memandang tajamtajam menyorot ke mata muridnya. Jika bukan Raja Rencong
pastilah seseorang akan merasa bergidik dipandang begitu rupa oleh Datuk Mata
Putih.
"Guru, harap kau mengerti
kedudukan murid saat ini. Dalam waktu singkat murid hendak meresmikan
berdirinya Partai Topan Utara dimana murid menjadi Ketuanya".
"Aku tidak perduli apa
urusanmu, apa kedudukanmu!
Sekali aku bilang serahkan
Rencong Emas dan Ikut kepertapaan maka kau harus patuh!"
Air muka Raja Rencong Dari
Utara berubah total. Perubahan ini segera dimengerti oleh Datuk Mata Putih? Dan
tanya orang tua ini : "Kau hendak melawan terhadap gurumu sendiri
?!".
"Sungguh aneh kehidupan
ini!" kata Raja Rencong tanpa memandang pada gurunya. "Tiap tiap
manusia terlalu mengurus kepentingan dirinya sendiri tanpa mau memperhatikan
kepentingan orang barang sedikitpun!
Karena kau memaksa sedang
murid tak dapat mematuhi maka cukup pembicaraan sampai disini guru!". Raja
Rencong Dari Utara menjura dan hendak berlalu dari hadapan Datuk Mata Putih.
" Aku menyesal mempunyai
murid sesat macammu ini Hang Kumbara!" ujar Datuk Mata Putih.
"Dan murid juga menyesal
menghadapi kehidupan macam begini!", kata Raja Rencong pula, lalu
sambungnya : "biarlah penyesalan itu sama sama kita bawa mati bila sudah
tiba saatnya!".
"Mungkin memang begitu
caranya memupus penyesalan" menyahuti Datuk Mata Putih. "Tapi bagiku
penyesalan itu hanya bisa ditebus dengan menjatuhkan hukuman tegas
terhadapmu!"
Raja Rencong Dari Utara
menghentikan langkahnya dan memutar tubuh. Pandangan matanya tak berkesip.
"Hukuman tegas macam
apakah, guru?!"
"Mulai detik ini putus
hubungan kita sebagai guru dan murid ".
"Kalau begitu silahkan
kau angkat kaki dari tempatku!" belalang Raja Rencong Dari Utara.
Paras Datuk Mata Putih kelam
kemerahan.
Dadanya bergejolak dan
darahnya seperti mendidih karena marah.
"Aku akan angkat kaki
Hang Kumbara!" sahut Datuk Mata Putih. "Tapi setelah lebih dulu
memecahkan batok kepalamu!"
Raja Rencong Dari Utara
rangkapkan kedua tangan dimuka dada lalu tertawa gelak gelak. Arena Topan Utara
bergetar dan diam diam Datuk Mata Putih terkejut.
Suara tertawa yang hebat itu
berarti hebatnya pula tenaga dalam Hang Kumbara. Rupanya Hang Kumbara sudah
maju tenaga dalamnya dari sejak dia meninggalkan pertapaan tempo hari.
"Kalau seorang guru
hendak membunuh murid sendiri ditutup dengan topeng alasan sebagai kewajiban!
Tetapi kalau seorang murid
membuat kesalahan dikatakan murid sesat! Biarlah kau menamakan aku murid sesat
karena dalam kesesatan itu kau sendiri sudah kesasar untuk mengantar nyawa
kesini Datuk Mata Putih!"Datuk Mata Putih serasa mau pecah kepala dan
dadanya dilanda amarah! Sekali tubuhnya berkelebat maka diapun lenyap dan dua
jari tangannya tahu tahu sudah mendarat di dada Raja Rencong Dari Utara,
melontarkan satu totokan yang luar biasa cepat dan lihay!
Tapi kejut Datuk Mata Putih
bukan olah ketika melihat Hang Kumbara masih berdiri ditempatnya, cuma
terhuyung-huyung sebentar dan sambil tertawa mengejek! Sama sekali tidak
menjadi kaku tegang akibat totokan yang dilancarkan tadi! Kalau tidak manusia
ini memiliki tenaga dalam yang tinggi mana mungkin dia sanggup menutup jalan
darahnya melawan tenaga totokan yang besar itu?!
Hanya dalam beberapa bulan
saja turun dari pertapaan Hang Kumbara telah demikian jauh maju ilmu
kepandaiannya! Tak mungkin hal ini terjadi kalau dia tidak berguru pada seorang
sakti lainnya! Maka sewaktu menyerang kedua kalinya, tak ayal agi Datuk mata
Putih mengeluarkan jurus terhebat yang dimilikinya yaitu yang bernama :
"Dua ekor naga keluar dari goa".
Jurus ini sengaja
dikeluarkannya karena dia bermaksud untuk meringkus Hang Kumbara detik itu
juga. Kedua tangan terpentang lebar lebar kemudian berkelebat dalam bentuk
silang, satu memukul kearah perut dan satu lagi menjambak kearah rambut. Kaki
kanan ditendangkan kemuka untuk menghantam tulang kering lawan. Seseorang yang
kena dipreteli Oleh jurus yang hebat ini pasti tubuhnya bagian bawah akan
terlontar kebelakang sedang rambut terjambak dan otot otot perut menderita
sakit yang luar biasa. Dalam keadaan begitu akan mudah untuk meringkus lawan!
Namun untuk kedua kalinya
Datuk Mata Putih dibikin kaget. Kaget bukan saja karena Hang Kumbara sanggup
mengelakkan serangannya itu tapi begitu mengelak begitu Hang Kumbara
menyerangnya dengan jurus yang sama, malah jurus "dua ekor naga keluar
dari goa" yang dilancarkan oleh Hang Kumbara jauh lebih dahsyat dan
mendatangkan angin laksana topan prahara! Ini adalah satu hal yang tak pernah
diduga oleh Datuk Mata Putih. Dengan segera sang Datuk keluarkan sehelai
selendang putih yang merupakan senjata yang diandalkannya. Sekali kebutkan
selendang itu maka musnahlah serangan Raja Rencong Dari Utara!
Raja Rencong Dari Utara sudah
tahu dan makum akan kehebatan senjata ditangan bekas gurunya.
Meski senjata itu tidak
sehebat Rencong Emas namun tak bisa dibuat main main! Sekali kepala kena
terpukul pasti akan rangkah! Karenanya Raja Rencong Dari Utarapun segera
mencabut Rencong Emas dari pinggangnya. Sinar kuning menerangi Arena Topan
Utara!
"Datuk Mata Putih"
kata Raja Rencong dengan seringai bermain dimulutnya. "Seandainya ini kau
yang membuat! Hari ini kau sendiri akan menjadi korbannya! Betapa kau akan
mampus penuh penyesalan karena telah membuat Rencong Emas ini!".
Ucapan itu membuat Datuk Mata
Putih tambah mendidih amarahnya. Dengan cepat dan menyerang kembali. Selendang
putih berkelebat kearah dada Raja Rencong kemudian bergerak laksana mematuk
ketenggorokan dan sewaktu Raja Rencong mengelak, ujung selendang dengan cepat
meliuk melibat Raja Rencong ditangan Raja Rencong Dari Utara!
Raja Rencong Dari Utara ganda
tertawa. Bagaimanapun hebatnya selendang putih itu tak akan dapat menandingi
Rencong Emas yang sakti. Karenanya begitu selendang hendak melibat senjatanya.
Raja Rencong babatkan senjata itu dengan cepat, siap untuk merobeknya!
Datuk Mata Putih juga sudah
maklum apa yang terlintas dipikiran Hang Kumbara. Pada saat Rencong Emas
membabat, saat itu pula dia menggerakkan lengan kanannya. Ujung selendang
laksana seekor ular menyelusup kebawah lalu naik lagi keatas dan menghantam
Raja Rencong Dari Utara dengan amat kerasnya!
Raja Rencong terbanting
kebelakang sampai lima langkah. Dadanya sakit bukan main. Nafasnya sesak,
wajahnya merah karena menahan sakit dan amarah. Bagaimanapun hebatnya akibat
pukulan ujung selendang tapi tidaklah sehebat yang diduga Datuk Mata Putih.
Jangankan tubuh manusia, batang pohon besarpun akan hancur patah dilanda
pukulan selendang itu! Tapi Hang Kumbara boleh dikatakan tidak mengalami
sesuatu apapun! Tentu saja ini membuat Datuk Mata Putih jadi penasaran. Selagi
Hang Kumbara mengatur jalan nafas serta darah dan mengerahkan tenaga dalamnya
kebagian dada yang sakit maka Datuk Mata Putih telah menyerangnya dengan jurus
yang mematikan!
Dengan mengandalkan kegesitan
ilmu mengentengkan tubuh, Hang Kumbara berkelebat kian kemari dan dalam tempo
yang singkat murid dan guru itu sudah bertempur sepuluh jurus!
Sinar putih dari selendang
ditangan Datuk Mata Putih bergulung-gulung sedang sinar kuning Rencong Emas
ditangan Hang Kumbara mencurah laksana hujan dan kedua senjata itu saling
mengeluarkan engkauangin yang teramat hebat!
Kalau dalam sepuluh jurus itu
Hang Kumbara mengeluarkan jurus jurus ilmu silat yang dipelajarinya dari Datuk
Mata Putih dan dapat bertahan dengan gigih, maka dalam jurus jurus berikutnya
didahului oleh satu bentakan menggelegar Hang Kumbara merobah permainan
silatnya yang jurus jurusnya serba asing dan aneh bagi Datuk Mata Putih.
Demikian hebatnya jurus jurus ini hingga dalam tempo yang singkat sang Datukpun
sudah terdesak hebat! Bagaimanapun sebatnya kebutan selendang saktinya,
bagaimanapun rapatnya pertahanan namun Datuk Mata Putih tiada sanggup
membebaskan diri dari telikungan senjata lawan, apalagi untuk balas menyerang!
Dalam jurus kedelapan belas
terdengar keluhan Datuk Mata Putih! Ujung Rencong Emas merobek pakaiannya dan
melukai jidatnya! Meski luka itu tidak berapa dalam namun karena Rencong Emas
bukan senjata sembarangan maka bekas luka mendatangkan hawa panas yang mengalir
kesekujur tubuh dan mempengaruhi gerakan gerakannya. Dia mulai gugup dalam
posisi bertahannya. Tusukan kedua menggores pelipisnya! Darah mengucur menutup
mata kanannya!
Datuk Mata Putih semakin
kepepet. Dalam keadaan putus asa orang tua itu menyerbu dengan kalap. Selendang
menderu, tangan kiri menghantamkan pukulan tangan kosong yang mendatangkan
angin ratusan kali beratnya sedang kaki kanan bergerak dalam satu tendangan
kearah selangkangan Raja Rencong Dari Utara! Ini betul betul satu -serangan
yang mematikan.
Jika saja lawan yang diserang
tingkat kepandaiannya berada disebelah bawah pastilah dia akan konyol! Namun
keadaan Datuk Mata Putih yang menyerang dengan kalap itu adalah satu hal yang
sia sia!
Meski tendangannya berhasil
juga menghantamkan pinggul kiri Raja Rencong namun orang tua ini terpaksa
menerima satu tikaman yang keras didada kirinya, tepat pada jantungnya! Tak
ampun lagi begitu ‘Rencong Emas dicabut begitu Datuk Mata Putih terkapar
dilantai. Kedua matanya yang putih berputarputar sebentar, kakinya
bergerak-gerak. Tapi kemudian tak satu bagian tubuhnyapun yang bisa berkutik
lagi! Betapa mengenaskannya seorang guru menemui kematian ditangan muridnya
sendiri dan ditusuk dengan senjata ciptaannya sendiri!
8
DILERENG GUNUNG SINABUNG ADA
sebuah bangunan kecil yang atapnya berbentuk puncak mesjid. Itulah tempat
kediaman Panglima Sampono, seorang laki-laki berumur enam puluh tahun yang
dianggap gagah perkasa dan sakti oleh penduduk disebelah timur daratan Pulau
Andalas. Adapun Panglima Sampono ini dulunya adalah seorang pendatang dari
selatan yang telah berjasa besar dalam mengusir pasukan asing yang mendarat
dipantai Pulau Andalas sebelah timur, yang bermaksud hendak merampas beberapa
daerah subur dan kaya raya. Sampono kemudian diangkat oleh Sultan Deli menjadi
kepala Balatentara dan diberikan pangkat Panglima. Pada umur lima puluh tahun
dia mengundurkan diri namun demikian sampai saat itu semua orang dan Sultan
sendiri masih menyebutnya sebagai Panglima.
Sejak mengundurkan diri
Panglima Sampono berdiam dilereng Gunung Sinabuhg, mempertekun diri dalam
urusan akhirat serta memperdalam ilmu silat dan kesaktiannya. Bila terjadi huru
hara dikesultanan Deli, Sultan mengirimkan utusan untuk minta bantuan Panglima
Sampono menumpas huru hara itu Panglima Sampono tidak jarang pula turun dari
Gunung Sinabung secara diam diam dan menghancurkan manusia manusia jahat seperti
perampok, bajak laut dan lain sebagainya.
Didalam bangunan kecil yang
atapnya berbentuk puncak mesjid itu duduklah Panglima Sampono bersama tiga
orang tamunva. Ketiganya datang dengan maksud yang sama dan ketiganya adalah
tokoh tokoh dunia persilatan yang cukup terkenal, ditakuti oleh kaum hitam
dibagian Utara Pulau Andalas. Yang pertama ialah Datuk Nan Sabatang, seorang
tokoh silat berbadan tinggi besar, berkumis melintang. Tamu kedua Lembu Ampel,
tokoh silat berasal dari tanah Jawa tapi telah sejak dua tahun menetap di Pulau
Andalas. Antara Lembu Ampel dan Datuk Nan Sabatang terjalin hubungan erat
karena adik kandung Datuk Nan Sabatang kawin dengan Lembu Ampel.
Kemudian orang yang ketiga
berasal dari Malaka, bernama Sebrang Lor. Seperti telah diterangkan diatas
kedatangan ketiga orang itu ketempat Panglima Sampono membawa maksud yang sama
yaitu yang ada sangkut pautnya dengan meraja-lelanya perbuatan sewenang wenang
yang dilakukan oleh Raja Rencong Dari Utara.
Berkata Sebrang Lor :
"Petualangan Raja Rencong sudah sampai pula ke Malaka. Empat tokoh silat
di Malaka dibunuh dengan kejam ketika mereka menolak untuk tunduk dan masuk
kedalam Partai Topan Utara. Entah berapa belas orang lainnya yang juga telah
dibunuh oleh Raja Rencong, diantaranya enam orang adalah teman temanku sendiri.
Juga Raja Rencong pernah melarikan dua orang gadis dan kedua gadis itu tak
diketahui nasibnya sampai sekarang, apa masih hidup atau sudah mati !. Boleh
dikatakan pertolongan Tuhanlah yang masih menyelamatkanku sewaktu aku dan
beberapa orang kawan bertempur dengan Raja Rencong. kawan kawanku mati semua,
aku sempat menyelamatkan diri. Tapi beberapa hari kemudian kudengar keluargaku
ditumpas oleh manusia laknat itu!".
Sebrang Lor menghentikan
penuturannya sebentar untuk menghela nafas dalam dan menenangkan hati serta
darahnya yang bergejolak, lalu baru ia meneruskan :"Meski mungkin ilmu
silatku masih terlalu rendah untuk menghadap Raja Rencong, namun dendam kesumat
tak bisa kupendam lebih lama. Itulah sebabnya aku menyeberang kesini mencari
beberapa kawan untuk bersama-sama membalas dendam sakit hati. Ternyata
kejahatan Raja Rencong di Pulau Andalas sebelah Utara ini lebih hebat dan bejad
lagi! Namun demikian aku bersyukur karena telah berhasil menemui Datuk Nan
Sabatang serta Lembu Ampel. Dan hari ini berhadapan pula dengan Panglima
Sampono! Demi kebenaran dan demi ketenteraman hidup dunia persilatan kiranya
Panglima Sampono tidak keberatan ikut bersama-sama kami menumpas biang
malapetaka itu!".
Panglima Sampono merenung sejenak
lalu menjawab : "Memang kejahatan dan ke-sewenang wenangan Raja Rencong
Dari Utara sudah sejak beberapa bulan ini kudengar sudah melewati takaran. Tak
bisa didiamkan lebih lama. Bahkan mungkin saudara Sebrang Lor tidak percaya
kalau kuterangkan bahwa Raja Rencong Dari Utara sudah demikian gilanya sehingga
gurunya sendiripun dibunuh!’.
Sebrang Lor terkejut, demikian
pula Datuk Nan Sabatang serta Lembu Ampel.
"Gurunya yang mana,
Panglima?" tanya Lembu Ampel. "Kabarnya dia tidak cuma punya seorang
guru!"
"Guru yang pertama. Yang
bernama Datuk Mata Putih!", sahut Panglima Sampono pula.
Terbelalaklah mata Seberang
Lor.
"Datuk Mata Putih ilmu
silatnya tinggi dan sakti sekali!", kata Seberang Lor pula dan diam diam
dia membathin bahwa mungkin kalau berhadapan dengan orang tua itu dia cuma
sanggup bertahan sampai dua puluh jurus!
"Tapi kita jangan
lupa" menyahut Lembu Ampel.
"Disamping Datuk Mata
Putih, Raja Rencong juga telah berguru dengan seorang sakti lainnya yang sampai
saat ini tidak diketahui siapa adanya".
Seberang Lor
mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia memandang berkeliling lalu berkata :
"Nyatalah manusia itu tinggi kesaktiannya. Disamping sakti juga bernati
luar biasa jahatnya. Namun aku yakin, berempat kita pasti dapat
menyingkirkannya dari bumi Tuhan ini!"
"Bukan aku mematahkan
semangat kalian", berkata Panglima Sampono, "bukan pula hendak
merendahkan ketinggian ilmu silat dan tenaga dalam saudara saudara bertiga.
Kemudian bukan pula hendak berpangku tangan, namun sekalipun kita berempat, belum
tentu dapat dengan mudah menghadapi Raja Rencong Dari Utara. Ketinggian ilmunya
sukar dijajaki!
Yang paling berbahaya ialah
senjatanya sebilah Rencong Emas dan ilmu pukulan yang bernama ilmu pukulan kuku
api!"
Semua orang berdiam diri
beberapa lamanya.
"Lalu apa daya
kita?" bertanya Datuk Nan Sabatang.
Metjnang diantara mereka
Panglima Sampono paling dihormati karena ilmunya yang tinggi dan pangkat yang
pernah dijabatnya. Ketiga orang itu mengharapkan jawaban sang Panglima.
"Untuk menghadapi Raja Rencong,
tak bisa tidak harus mempergunakan akal. Menurut pengetahuanku Raja Rencong
Dari Utara mempunyai seorang anak perempuan yang sudah gadis remaja. Gadis ini
senang mengelana seorang diri. Meski dia mendapat pelajaran ilmu silat dan ilmu
kesaktian langsung dari Raja Rencong, tapi ilmunya belum berapa tinggi. Kita
cari gadis itu dan menawannya hidup hidup. Lalu kirimkan seorang utusan atau
surat pada Raja Rencong dan suruh dia menyerah! Sementara itu kita berusaha
pula menemui beberapa .orang tokoh silat lainnya untuk menambah kekuatan. Meski
anaknya kita tawan tapi manusia macam Raja Rencong bukan mustahil mau
mengorbankan keselamatan anaknya agar dapat membasmi kita!"
Semua orang menyetujui akal
Panglima Sampono.
Setelah dirundingkan lebih
masak maka rencanapun diaturlah. Satu hari kemudian keempat orang itu turun
dari lereng Gunung Sinabung.
Sinar matahari yang tadi panas
terik kini memudar kilauannya. Langit yang tadi cerah kini mendung tertutup
awan hitam yang berarak dari jurusan utara ditiup angin keras. Agaknya tak lama
lagi akan segera turun hujan lebat. Dikaki bukit yang sebelumnya diselimuti
kemendungan dan kesunyian itu lapat lapat terdengar suara derap kaki kuda
datang dari jurusan timur. Makin lama makin keras. Dari pengkolan jalan kemudian
muncullah seorang penunggang kuda berwarna coklat. Kuda ini agaknya bukan kuda
biasa.
Disamping tubuhnya yang besar
tinggi, larinyapun laksana anak panah lepas dari busurnya. Dalam waktu yang
singkat binatang dan penunggangnya sudah meninggalkan pengkolan tadi sejauh dua
puluh tombak!
Kini kuda dan penunggangnya
siap memasuki lagi sebuah pengkolan tajam. Meski pengkolan itu demikian
patahnya namun sipenunggang tidak berusaha untuk memperlambat lari kuda coklat.
Debu dan pasir beterbangan. Sesaat lagi kuda bersama penunggangnya itu hendak
memasuki pengkplan tajam mendadak laksana melihat setan, kuda coklat meringkik
keras dan mengangkat kedua kaki depannya keatas tinggi tinggi, Sepasang kakinya
yang sebelah belakang kaku tak bisa bergerak laksana dua buah patok yang
ditancapkan kedalam tanah.
Sipenunggang yang hampir saja
hendak dilemparkan dari punggung binatang itu terkejut bukan main dan cepat
cepat melompat turun. Dia memandang kedepan lalu memandang berkeliling. Tak
satu makhluk hiduppun yang tampak. Orang ini kemudian berlutut untuk memeriksa
kedua kaki kuda tunggangannya.
Untuk kedua kalinya dia
menjadi kaget sewaktu mendapati sepasang kaki kuda disebelah belakang itu
berada dalam keadaan kaku tegang akibat totokan totokan hebat! Ditanah tak jauh
dari kaki kaki kuda kelihatan dua buah jambu klutuk. Pasti benda inilah yang
telah dipakai untuk menotok kaki kaki kuda tersebut. Dengan pemas orang itu
melepaskan kedua totokan itu lalu berdiri, memandang berkeliling dan membentak.
"Bangsat rendah yang berani
kurang ajar lekas unjukkan diri!"
Suara bentakan itu melengking
keras menggetarkan seantero kaki bukit dan itu adalah suara bentakan orang
perempuan! Dan memang penunggang kuda coklat berpakaian ungu itu, meski
parasnya ditutup dengan sehelai kerudung, namun dari potongan tubuh serta
rambut panjang yang menjenguk dikuduknya akan sangat mudah dikentarai bahwa dia
adalah seorang perempuan!
Tiba tiba dari sebuah tebing
yang terletak dipengkolan tajam yang tingginya kira kira delapan tombak
berkelebat dua sosok tubuh manusia. Belum lagi kedua orang ini menjejakkan kaki
masing masing ditanah, dari jurusan lain berkelebat lagi dua bayangan manusia
dan sesaat kemudian empat orang laki laki telah berada disitu dalam posisi
mengurung sibaju ungu ditengah-tengah!
Sibaju ungu mendengus marah
dibalik kerudungnya.
"Siapa kalian?!"
bentaknya.
Salah seorang dari keempat
manusia itu maju selangkah dan berkata : "Jawab dulu apakah kau anaknya
Raja Rencong Dari Utara itu atau bukan?!"
Sepasang alis dibalik kerudung
mengerenyit dan dua bola mata yang tajam memandang meneliti keempat laki laki
dihadapannya.
"Apa maksud apa kalian
terhadap anak perempuan Raja Rencong?!"
"Jawab dulu pertanyaanku
tadi!"
"Keparat!" Aku
memang Pandansuri, anak Raja Rencong Dari Utara!" jawab perempuan itu
dengan garang. Lalu bentaknya: "Kalian berempat mau apa?!".
"Ah kawan kawan akhirnya
berhasil juga kita menemui gadis ini", kata laki laki tadi yang bukan lain
Seberang Lor adanya. "Ketahuilah kami berempat sudah sejak lama mencarimu
untuk diculik! Sebenarnya mungkin kau tidak punya salah apa apa. Tapi akibat
dosa dosa bapakmu, terpaksa kau kami culik!"
"Kalau begitu kalian
adalah bangsat bangsat pengecut yang tak berani berhadapan langsung dengan
bapakku!"
tukas Pandansuri. "Kalian
mau menculik aku silahkan! Tidak semudah itu untuk menculik anak Raja Rencong
Dari Utara!". Seberang Lor dan ketiga kawan kawannya yaitu Panglima
Sampono, Lembu Ampel dan Datuk Nan Sabatang saling memberi tanda lalu menyerbu
dari empat jurusan menyerang kesatu sasaran yaitu Pandansuri!"
Dengan keluarkan tertawa
mengejek Pandansuri jejakkan sepasang kakinya ketanah dan sekejap kemudian
tubuhnya yang ramping itu melesat keatas tinggi lima tombak! Dari atas dia
gerakkan kesepuluh jari2 tangannya sekaligus. Maka sepuluh larikan llnar kuning
kemerahan mencurah kearah Panglima Sampono dan kawan kawan!’
9
PUKULAN KUKU API!" SERU
PANGLIMA Sampono. "Lekas menyingkir!"
Keempat tokoh silat itu
sebenarnya bisa balas menghantam langsung keatas namun mereka belum mengetahui
sampai dimana ketinggian tenaga dalam lawan. Hingga kalau mereka tak menyingkir
dan tenaga dalam lawan lebih tinggi sedikit saja dari mereka pastilah mereka
akan celaka! Keempatnya melompat kebelakang sejauh tujuh langkah lalu sekaligus
menghantamkan tangan kanan keatas! Empat gelombang
angin keras laksana angin
punting beliung menerpa satu jengkal diatas kepala Pandansuri. Panglima Sampono
dan kawan kawan sengaja menyerang bagian satu jengkal diatas kepala sigadis
karena mereka hendak memaksa gadis itu turun ketanah kembali untuk kemudian
diringkus hidup hidup!
Pandansuri memang tak ada
jalan lain, terpaksa melayang turun kebawah. Tapi dia tidak bodoh dan sudah
maklum maksud ke empat lawannya. Maka begitu melayang turun untuk kedua kalinya
dia menebar pukulan Kuku Api yang dahsyat itu kearah keempat lawannya! Kalau
tadi Panglima Sampono melompat kebelakang untuk menghindari pukulan maut yang
membuat tanah berlobang besar dan hangus itu, maka kini keempatnya melompat
kemuka dan serentak dengan itu masing masing mereka lalu melompat keatas.
Datuk Nan Sabatang serta
Seberang Lor melancarkan dua buah totokan sedang Panglima Sampono dan Lembu
Ampel ulurkan sepasang tangan mereka untuk meringkus Pandansuri hidup hidup!
Pandansuri tidak menyangka
kalau keempat lawan akan berani menyelusup kemuka dibawah deru sinar
serangannya. Pada saat pukulan kuku api itu melanda tanah, membuat tanah
terbongkar dan hangus hitam maka dia lebih tak menduga lagi karena saat itu
cepat sekali tahu tahu keempat lawannya sudah berada dekat sekali disampingnya
melancarkan dua totokan dan dua serangan meringkus! Padahal posisinya saat itu
dalam keadaan yang tak menguntungkan!
Sebagai seorang yang menerima
langsung pelajaran dari Raja Rencong tentu saja tingkat kepandaian Pandansuri
meski tak bisa disejajarkan dengan ayahnya tapi telah mencapai tingkat tinggi.
Tahu dirinya sudah kepepet namun gadis ini tak kehilangan akal. mengelak
mungkin kasip dan mungkin salah satu dari serangan lawan akan berhasil juga
bersarang ditubuhnya. Kalaupun dia kena dihantam dia harus pula dapat balas
menghantam sekurang-kurangnya seorang dari keempat lawannya. Maka tak ayal lagi
Pandansuri kembangkan kedua telapak tangannya lalu tubuhnya berputar laksana
titiran, tangannya menyambar seperti baling baling dari angin laksana topan
menderu menerpa keempat tokoh silat! Itulah pukulan"selaksa palu
godam" ‘yang dilancarkan dalam jurus yang bernama "titiran dewa
menjulang langit"!
Panglima Sampono dan kawan
kawan tiada menduga kalau sigadis akan balas menyerang kalap begitu rupa.
Lembu Ampel, Datuk Nan
Sabatang dan Seberang Lor yang ragu ragu untuk mengadakan bentrokan pukulan
segera menarik pulang serangan mereka. Sebaliknya Panglima Sampono yang merasa
sudah kepalang tanggung lipat gandakan tenaga dalamnya dan mem babat lengan
Pandansuri! Bentrokan lengan tak dapat dihindarkan lagi.
"Buk"!
Dua lengan beradu mengeluarkan
suara keras.
Panglima Sampono merasa
tangannya sakit bukan main dan tubuhnya terjajar kebelakang sampai lima
langkah. Sebaliknya Pandansuri mengeluh dalam hati menahan sakit sedang
tubuhnya mental sampai enam langkah! Kini maklumlah Panglima Sampono dan kawan
kawan. Tingkat tenaga dalam sigadis nyatanya hanya sedikit saja berada
dihawahnya! Karena ketiga orang lainnya itu hanya satu tingkat saja lebih
rendah tenaga dalamnya dari Panglima Sampono maka ketiganya menjadi bernyali
besar dan ber-sama sama dengan sang panglima mereka kembali menggempur
Pandansuri!
Pertempuran empat lawan satu
berkecamuk dengan hebatnya. Berkali-kali Pandansuri merobah jurus jurus ilmu
silatnya. Setiap gerakannya cepat dan aneh serta mempunyai lima sampai delapan
pecahan yang hebat. Namun sampai jurus keduapuluh tetap saja gadis ini tak
dapat menguasai jalannya pertempuran malah jurus demi jurus selanjutnya dia
mulai terdesak. Hanya kegesitan dan ilmu meringankan tubuhnya yang lebih tjnggi
tingkatnya dari keempat
lawannya itulah yang
menyelamatkan Pandansuri dari dilanda hantaman pukulan lawan!
Namun sampai berapa lamakah
Pandan suri akan dapat bertahan? Sampai berapa jurus dimuka dia bisa
mengandalkan kegesitan dan ilmu meringankan tubuhnya? Satu ketika, cepat atau
lambat pasti salah satu lawannya kan berhasil menghajarnya dan celaka lah dia!
Pada jurus ketiga puluh dua,
qadis ini tak sanggup lagi bertahan. Dia segera terdesak total. Sebelum kasip
Pandansuri menggerakkan tangannya kepinggang Sesaat kemudian mencurahlah sinar
putih yang mendatangkan angin dingin menggidikkan, membuat keempat tokoh silat
tersuruk dan terkejut.
Ketika memandang kedepan ternyata
sigadis telah mencabut sebilah rencong perak.
Saat itu udara semakin
mendung. Awam hitam tebal menutupi hampir seluruh langit disekitar kaki bukit
sedang angin bertiup makin besar. Hujan rintik rintik telah mulai turun.
"manusia manusia keparat!
Batas kesabaranku sudah lewat! Mulai detik ini jangan harap kalian bisa lolos
dari lobang jarum kematian!"
Ucapan Pandansuri itu disusul
oleh gelegar guntur yang menggetarkan bumi! Dan dalam kejap itu maka turunlah
hujan yang bukan alang kepalang lebatnya! Didahului lengkingan yang tak kalah
hebatnya oleh suara guntur. Pandansuri melompat kemuka, menebar empat serangan
sekaligus dalam jurus yang dinamakan "empat ekor naga menggempur sang
surya"!
Bagi Panglima Sampono dan
kawan kawan, jurus yang bernama "empat ekor naga menggempur sang
surya"
itu tidak mengkhawatirkan
mereka. Yang membuat mereka harus berhati-hati ialah senjata ditangan sigadis.
Dari sinar- dan hawa yang
keluar dari rencong perak itu nyata bahwa senjata itu adalah sebuah senjata
mustika yang tak bisa dibuat main. Maka Panglima Sampono segera keluarkan pula
senjatanya yaitu sebuah tombak pendek yang ujungnya bercagak dua.
Datuk Nan Sabatang menghunus
sebilah keris berwarna biru. Seberang Lor mencabut pedang berkeluk sedang Lembu
Ampel meloloskan sebuah rantai berduri!
Dibawah hujan lebat yang
sekali-sekali diseling oleh suara guntur dan sabungan kilat maka kelima
engkauorang itu bertempur dengan hebat! Panglima Sampono dan kawan kawan meski
serangan serangan mereka kelihatan hebat namun keempatnya tidak berniat untuk
mencelakai Pandansuri, sebaliknya mendesak sampai akhirnya mereka punya
kesempatan untuk meringkus si gadis hidup hidup!
Dilain pihak Pandansuri yang
diam diam mengetahui maksud lawan lawannya itu dan yang tadi bertempur dengan
segala kehebatannya yang ada maka kini semakin memperderas serangannya hingga
cukup menyukarkan juga bagi Panglima Sampono dan kawan kawan untuk melaksanakan
niat mereka. Tapi itu tidak berjalan lama.
Setelah berulang kali dibawah
hujan lebat itu terjadi bentrokan senjata maka dalam satu gerakan yang gesit
lihay Panglima Sampono berhasil menyusupkan tombak bercagaknya kebadan rencong
yang ditangan Pandansuri. Gadis ini cepat cepat menarik tangannya tapi
terlambat. Cagak dari tombak besi ditangan Panglima Sampono berputar lebih
cepat dan terlepaslah rencong perak itu dari tangan Pandansuri.
Panglima Sampono menyabut
senjata itu dengan tangan kiri!
Penuh kalap Pandansuri
menyentikkan lima jari tangannya ke arah Panglima Sampono, melancarkan pukulan
kuku api! Tapi dari samping menabas pedang berkeluk Seberang Lor. Mau tak mau
anak Raja Rencong Dari Utara itu batalkan serangannya kecuali kalau dia, mau
kehilangan lima jari tangan kanannya itu!
"Sebaiknya kau menyerah
saja!" kata Seberang Lor "Niscaya kami akan perlakukan kau secara
baik baik!"
"Keparat! Lebih baik
mampus dari pada menyerah!" bentak Pandansuri! Dia melompat kearah
sebatang cabang sebesar lengan yang panjangnya kurang dari satu meter dan terus
menyerbu Panglima Sampono dan kawan kawannya. Dengan cabang pohon yang penuh
dengan ranting ranting itu, Pandansuri menyerang dalam jurus "raja naga
mengamuk"!
"Dara tolol!" gerutu
Panglima Sampono. Dia memberi isyarat pada ketiga kawan kawannya dan serentak
keempat orang itu menyerbu kembali. Dan dibawah hujan lebih itu dilanjutkanlah
pertempuran empat lawan satu yang hebat itu. Pada waktu langit disekitar bukit
tertutup awan gelap dan udara menjadi mendung, dikaki bukit sebelah timur
seorang, pemuda berjalan seenaknya. Tampaknya dia cuma lenggang kangkung biasa
saja namun luar biasa dalam tempo yang singkat dia sudah meninggalkan kaki
bukit sebelah timur itu dan mencapai sebuah jalan buruk.
Angin bertiup keras
melambai-lambaikan pakaian putih serta rambutnya yang gondrong. Mendongak
keatas langit pemuda itu berkata dalam hati : "Celaka!
Kalau hujan turun aku bisa
basah kuyup!".
Sambil "berjalan"
cepat itu dia memandang kian kemari mencari-cari tempat yang baik untuk kelak
berteduh bila hujan turun.
Lapat2 jauh dimuka sana
telinganya yang tajam mendengar suara ringkikan kuda. Cuma ringkikan kuda,
pikir pemuda ini dan dia terus juga lenggang kangkung seenaknya, debu dan pasir
jalanan beterbangan dibelakangnya. Semakin jauh menempuh jalan itu telinganya
kembali menangkap suara didepan sana. Kali ini bukan suara ringkikan kuda lagi
tapi suara bentakan bentakan. Sipemuda mempercepat "jalannya".
Hampir sepeminum teh jelas
sudah baginya bahwa ditempat atau diarah yang ditujunya itu tengah terjadi
pertempuran karena telinganya menangkap suara beradunya senjata. Ketika dia
sampai dekat sebuah tikungan tajam meskipun dia sudah menduga tadi bahwa disitu
terjadi pertempuran, tapi adalah tidak disangkanya sama sekali kalau yang
bertempur itu adalah seorang perempuan berpakaian dan berkerudung ungu melawan
empat orang laki laki!
Melihat kepada potongan tubuh
serta kegesitannya sipemuda segera bisa memastikan bahwa perempuan itu masih
muda. Meski muda tapi dengan gerakannya yang gesit serta ilmu meringankan
tubuhnya yang tinggi sigadis masih dapat mengimbangi serangan keempat lawannya!
Gadis berpakaian ungu itu
memegang sebilah rencong perak sedang lawan lawannya yang mengeroyok
bersenjatakan tombak pendek bercagak dua, pedang, keris dan rantai berduri.
Sewaktu melihat pertempuan ini yang bukan saja tidak seimbang tapi juga karena
empat laki laki melawan seorang dara muda, maka memakilah sipemuda berambut
gondrong. Hati kesatrianya bergejolak untuk segera turun tangan membantu
sigadis.
Namun setelah memperhatikan
sejenak dan melihat kenyataan bahwa gadis berkerudung ungu itu dengan rencong
mustikanya dapat mengimbangi kehebatan ilmu silat empat orang lawannya yang
tangguh itu, maka sipemuda membatalkan niatnya dan melompat kesebuah tebing
untuk menikmati jalannya pertempuran yang seru itu!
Jurus demi jurus berlalu penuh
ketegangan. Si pemuda rambut gondrong diatas tebing melihat bagaimana dara
berbaju ungu mulai terdesak oleh tekanan tekanan serangan keempat lawannya.
Sementara itu hujan rintik2 mulai turun dan kemudian berganti dengan hujan
lebat. Kilat sambar menyambar sedang guntur gelegar-menggelegar! Sipemuda
diatas tebing kalau tadi dia cemas akan kehujanan kali ini sama sekali tidak
memperdulikan hujan yang mengguyurnya hingga basah kuyup dari rambut sampai ke
kepala!
Si pemuda mengatupkan mulutnya
rapat rapat ketika dalam satu jurus yang berkecamuk hebat salah seorang
pengeroyok yaitu yang bersenjatakan tombak besi pendek bercagak dua berhasil
menjepit dan memutar senjata sigadis hingga rencong perak itu terlepas mental
dan dirampas!
Sigadis agaknya marah sekali melihat
senjatanya berhasil dirampas lawan lalu menjentikkan kelima jarinya kemuka.
Lima sinar merah kekuningan menderu.
Tapi sang dara terpaksa
menarik pulang tangannya karena salah seorang lawan menebas dengan pedang!
"Ilmu pukulan gadis itu
kelihatannya hebat sekali!"
berkata sipemuda diatas tebing
dalam hatinya.
Dibawahnya sementara itu
terdengar suara bentakan salah seorang pengeroyok:"Sebaiknya kau menyerah
saja! Niscaya kami akan memperlakukan kau secara baik baik!"
Sigadis terdengar memaki lalu laksana
seekor burung walet melompat keudara, mematahkan sebuah cabang pohon dan
melayang turun kembali menyerbu keempat lawannya!
"Gadis hebat!" kata
pemuda diatas tebing.
"Nyali besar, kepandaian
tinggi sayang parasnya ditutup!"
Dibawah hujan lebat itu
pertempuran berkeamuk kembali. Namun bagaimanapun hebatnya sigadis memainkan
cabang pohon itu sebagai senjatanya, lambat laun, jurus demi jurus cabang kayu
itupun gundul daunnya dan semakin pendek akibat tebasan tebasan senjata keempat
lawannyal Disatu gebrakan yang tegang, laki laki yang memegang rantai berduri
berhasil menghancurkan cabang pohon ditangan sigadis hingga untuk kedua kalinya
kini sang dara bertangan kosong!
"Apakah kau masih belum
mau menyerah cara baik baik?!" sipemuda diatas tebing mendengar laki laki
yang bersenjatakan tombak pendek bertanya pada sigadis.
"Lebih baik mampus dari
menyerah pada tikus tikus macam kalian!" semprot sigadis lalu menggerakkan
kedua tangannya. Sepuluh larik sinar merah kekuningan menderu dibawah lebatnya
hujan! Keempat pengeroyok melompat mundur lalu secepat kilat menyerbu kembali!
Dan kali ini sang gadis tak punya daya lagi untuk bertahan! Dalam satu jurus
yang penuh ketegangan kaki sang dara terpeleset. Tubuhnya terbanting kekiri!
Pemuda rambut gondrong diatas
tebing memencongkan hidungnya lalu garuk garuk kepala. Laksana anak panah lepas
dari busurnya dia melesat turun.
Suara bentakannya mengalahkan
deru hujan lebat:"Manusia manusia edan! Masakan beraninya mengeroyok
seorang perempuan! sungguh tidak bermalu!"
Keempat orang itu terkejut.
Belum habis kejut mereka tahu tahu satu gelombang angin menerpa dan tubuh
mereka terbanting kebelakang sampai lima enam langkah! Gadis baju ungu tak
menyia-nyiakan kesempatan segera melompat keluar dari kalangan pertempuran!
10
MARAH KEEMPAT ORANG ITU BUKAN
alang kepalang.
"Pemuda lancang!"
maki Sebrang Lor. "Ada urusan apa kau berani mencampuri persoalan orang
lain?!"
Sipemuda garuk garuk kepalanya
yang basah kuyup dan menjawab sambil senyum2 seenaknya :"Empat orang laki
laki bersenjata mengeroyok seorang perempuan bertangan kosong, apakah itu bukan
satu hal yang memalukan?!"
"Apakah itu menjadi hakmu
untuk ikut campur?!"
"Lantas hak apakah yang
membuat kalian melakukan pengeroyokkan?!" balas bertanya sipemuda.
Saking marahnya Sebrang Lor
hendak buka suara mengatakan sesuatu tapi Panglima Sampono memberi isyarat.
Panglima Sampono kemudian berkata dengan nada tenang :"Orang muda,
barangkali kau ada hubungan apa apa dengan gadis ini?!".
Sipemuda menggeleng. "Aku
menolongnya karena tidak suka melihat tindakan kalian yang terlalu pengecut!
Yang sama sekali tidak memegang aturan dunia persilatan!"
Panglima Sampono tersenyum.
"Kuhargai hati satriamu,
kuhormati nyali jantanmu.
Tapi apakah kau tahu siapa
gerangan adanya gadis ini?!" ujar Panglima Sampono.
Sipemuda rambut gondrong
angkat bahu. Panglima Sampono hendak berkata tapi dari samping datang sambaran
sinar merah kekuningan yang sekaligus juga menyerang pada ketiga kawan
kawannya. Dilain kejap terdengar suara dara baju ungu.
"Begundal begundal
keparat! Aku dan ayahku pasti akan datang mencari kalian! Kalau bertemu jangan
harap kalian bakal hidup lebih lama!". Sigadis kemudian melompat keatas
kuda coklat.
"Betina sialan! Kau kira
bisa lari dari sini?!"
teriak Sebrang Lor marah
sekali. Dia melompat dan kiblatkan pedang berkeluknya. Pandansuri untuk
kesekian kalinya melepaskan pukulan kuku api membuat tokoh silat dari tanah
Malaka itu terpaksa menghindar kesamping. Dan sebelum yang lain lainnya bisa
turun tangan, Pandansuri telah melesat pergi bersama kudanya!
Dengan sendirinya kemarahan
total kini tertuju pada pemuda tadi! Panglima Sampono yang sebelumnya masih
berlaku lunak kini membentak garang :"Pemuda sedeng! Kalau tidak karena
kau gadis itu pasti tak akan lolos!". Sang panglima menutup kata2nya
dengan melemparkan rencong perak milik Pandansuri dengan tangan kirinya.
Lemparan itu bukan lemparan sembarangan! Senjata itu sampai mengeluarkan suara
mendesing saking kencang dan kerasnya daya lemparan!
Dua jengkal dari ujung rencong
akan mendarat dikeningnya, Tiba tiba sipemuda menggerakkan tangan kanan dan
tahu tahu rencong perak itu sudah dijepit di antara jari tengah dan jari
telunjuknya! Kejut Panglima Sampono dan kawan kawan bukan alang kepalang!
Kepandaian menjepit senjata
yang dilemparkannya selihay itu bukan kepandaian sembarangan!
"Orang muda berilmu
tinggi!" kata Panglima Sampono pula. "Pameran yang kau lakukan tadi
cukup menarik! Biarlah aku main main sebentar dengan kau!". Sipemuda
tertawa tawar.
"Apakah kau akan maju
berempat dengan kawan kawanmu itu?!".
Merahlah paras Panglima
Sampono. Meski maklum betapa lihaynya pemuda itu, lebih lihay dari Pandansuri
tapi untuk tidak kehilangan muka dia menjawab : "Untuk meringkus tikus
sombong macammu ini mengapa musti minta bantuan kawan kawan ku?!"
Ucapannya itu ditutup dengan satu tusukan kilat tombak bercagak dua kearah
tenggorokan sipemuda!
Dengan gesit pemuda itu
mengelak kesamping lalu memukul kemuka dari jarak tiga langkah! Panglima
Sampono terkejut sekali sewaktu begitu mengelak begitu tamannya talas
menyarang. Angin pukulan tawan terata keras laksana sebuah batu besar yang
dilemparkan kearahnyal Itulah ilmu pukulan "Kunyuk melempar buah. Dan
pendekar muda mana lagi yang memiliki pukulan itu kalau bukan Wiro Sableng
Pendekar Kapak Maut Naga Seni 212 !
Dengan amat penasaran Panglima
Sampono membentak keras lalu kembali menyerang dengan jurus jurus silatnya yang
hebat dan mengandung tipu tipu berbahaya! Tubuh Wiro Sableng yang berkelebat
terkurung oleh gulungan sinar senjata ditangan sang panglima. Lima jurus
berlalu tanpa Panglima Sampono bisa berbuat sesuatu apapun! Memasuki jurus
kesepuluh. Datuk Nan Sabatang, Lembu Ampel dan Sebrang Lor tak dapat tinggal
diam lebih lama.
.Ketiganya segera menyerbu
kedalam kalangan pertempuran membantu Panglima Sampono! Namun sebelum ketiga
orang itu turun tangan melancarkan serangan. Pendekar 212 Wiro Sableng dengan
mengandalkan ilmu meringankan tubuhnya yang telah mencapai tingkat tinggi
melompat ke atas, sekejap kemudian telah berdiri dicabang pohon yang ada ditepi
jalan!
"Sebelum meneruskan
pertempuran brengsek ini mari kita bicara baik baik dulu sobat sobat!"
kata Wiro dari atas pohon.
"Pemuda lancang! Sesudah
kau meloloskan perempuan itu kini kau hendak bicara baik baik?! Makan
ini!" damprat Sebrang Lor. Tangan kanannya dihantamkan keatas. Selarik
angin dahsyat menyambar."Kraak"!
Cabang pohon dimana Pendekar
212 berdiri patah pemuda itu sendiri sudah pindah meloncat ke cabang yang lain!
Dengan sendirinya Sebrang Lor dan kawan kawannya tambah penasaran! Serentak
mereka sama sama menghantamkan tangan keatas! Terdengar suara berisik! Beberapa
cabang pohon patah dan ranting ranting serta daun daun berhamburan kian kemari!
Wiro memaki dalam hati, dan melompat ke tebing ditikungan jalan. Jarak antara
pohon dan tikungan jalan hampir mencapai sepuluh tombak Tentu saja lompatan
yang dibuat Wiro membikin kagum keempat orang yang berada dibawahnya Namun
kekaguman itu segera sirna oleh rasa marah yang menggejolak! Tanpa tunggu lebih
lama Panglima Sampono segera melompat keatas tebing diikuti oleh ketiga kawan
kawannya. Diatas tebing Pendekar 212 pintangkan kedua telapak tangan dan
memukul ke bawah.
Keempat orang yang telah
melayang keatas tebing amat terkejut ketika mendapatkan diri mereka merasa
ditekan dari atas oleh satu tekanan dahsyat Bagaimanapun mereka kerahkan tenaga
dalam tetap saja tubuh mereka tak bisa melesat keatas Keempat nya
terkatung-katung beberapa ketika lamanya.
"Kurang ajar! Dia lihay
sekali!" gerutu Sebrang Lor. Tokoh silat dari tanah Malaka ini memberi
isyarat pada kawan kawannya. Tiba tiba keempatnya sama membentak keras dan sama
menghantamkan kedua tangan masing masing kearah Pendekar 212. Delapan gelombang
angin menderu laksana topan prahara! Empat buah serangan yang luar biasa dan
bukan alang kepalang hebatnya!
Diatas tebing Wiro Sableng
kerahkan seluruh tenaga dalamnya ketangan dan memukul kebawah!
Bagaimana hebatnya gelegar
guntur, hampir seperti Itu pulalah hebatnya benturan delapan angin pukulan dengan
dua gelombang pukulan dinding angin berhembus tindih menindih yang dilepaskan
Wiro Sableng!
Sebrang Lor, Datuk Nan
Sabatang, Panglima Sampono dan Lembu Ampel berpelantingan kebawah.
Untung saja mereka sudah
memiliki ilmu meringankan tubuh yang tinggi serta tenaga dalam yang sempurna
hingga tidak mendapat celaka dan tak sampai jatuh tunggang langgang
bergedebukan ditanah!
Sebaliknya diatas tebing Wiro
Sableng merasakan pula hebatnya serangan keempat tokoh tokoh silat itu.
Tubuhnya terdorong keras lalu
terhuyung-huyung lima langkah kebelakang. Tidak sampai disitu Tiba tiba
lututnya terasa goyah dan ujung tebing yang dipijaknya hancur berantakan.
Tubuhnya mencelat sampai dua tombak dari atas tebing!
"Gendeng betul!"
gerutu Wiro Sableng dalam hati Setelah memeriksa dan mengetahui tubuhnya
dibagian dalam maupun bagian luar tak ada yang terluka maka Pendekar ini
bersuit nyaring. Tubuhnya melayang kebawah berkelebat dan lenyap dari
pemandangan Panglima Sampono dan kawan kawan.
Dilain kejap terdengar dua
keluhan tertahan!
Sebrang Lor dan Lembu Ampel
merasakan tubuh mereka kejang kaku tak bisa bergerak. Betapapun mereka
mengerahkan tenaga dalam namun tak sanggup membuka jalan darah yang telah
ditotok oleh Pendekar 212 Wiro Sableng. Kedua tokoh silat ini memaki habis
habisan!
Wiro Sableng malah tertawa
cenqar cengir.
"Pemuda kurang
ajar!" teriak Panglima Sampono marah sekali, "tadi aku cuma berniat
untuk meringkusmu hidup hidup! Tapi mulai detik ini terpaksa kepalamu
kupecahkan!"
Habis berkata begitu Panglima
Sampono memukulkan tangan kiri ke depan lalu menyusul serangan ini dengan satu
tusukan tajam tombak bercagak dua yang saat itu sudah berada kembali dalam
tangan kanannya! Dikejap yang sama Datuk Nan Sabatang menggembor dan berkelebat
kirimkan serangan dari samping kiri dengan keris birunya!
Wiro Sableng ingat pada
rencong perak milik gadis baju ungu yang tadi diselipkan dipinggang.
Segera pendekar ini mencabut
senjata itu. Maka :"Traang trang"!
Terdengar dua kali
berturut-turut suara beradu nya senjata. Bunga api memercik! Datuk Nan Saba
tang dan Panglima Sampono terkejut besar, dengan muka pucat sama sama melompat
kebelakang dan memar dang dengan mata membeliak pada tangan kanan mereka yang
kini kosong karena tangkisan Wiro Sableng tadi telah memukul lepas senjata
masing masing!
Jelas bahwa pemuda berambut
gondrong itu memiliki tenaga dalam yang luar biasa tingginya dan bukan
tandingan mereka! Namun sebagai tokoh tokoh silat yang sudah mendapat nama
besar dan memegang teguh jiwa kesatria, mana mereka mau menyerah begitu saja?!
Lebih baik mati dari pada menerima hinaan demikian rupa. Apalagi ketika melihat
bagaimana Wjro Sableng tertawa gelak gelak dan mengejek!
Dengan tangan kosong Datuk Nan
Sabatang serta Panglima Sampono memasuki kalangan pertempuran kembali! Serangan
mereka hebat sekali hingga air hujan yang bergenangan dilobang-lobang jalanan
muncrat berhamburan!
"Sobat sobat! Kalian
keliwat menurutkan darah kemarahan!"
seru Wiro. "Orang mau
ajak bicara baik baik malah menyerang terus terusan!"
"Tutup mulutmu pemuda
keparat!" bentak Datuk Nan Sabatang.
"Jaga batok kepalamu!’,
teriak Panglima Sampono.
Tinjunya menderu kekepala
Pendekar 212.
Lalu terdengarlah suara
keluhan!
Tubuh Panglima Sampono
terbanting kesamping sewaktu angin dahsyat menyambar dadanya. Selagi dia
berusaha mengimbangi tubuh tahu tahu satu totokan mendarat dibahunya dekat
leher dan kejap itu juga sang panglima berdiri dengan kaki mengangkang ditanah
tanpa bisa bergerak sedikitpun!
Datuk Nan Sabatang juga
bernasib sial. Baru saja serangannya bergerak setengah jalan tahu tahu jari
lawan sudah menyelusup dibawah ketiaknya!
"Kurang ajar!" maki
Datuk Nan Sabatang.
Tangan kirinya memukul kemuka.
Tapi tak ada artinya karena totokan yang dijatuhkan Wiro tadi telah membuat
sebagian tubuhnya sebelah kanan menjadi kaku. Lucu sekali keadaan Datuk ini.
Tangan kirinya mencak mencak dan kaki kiri dibanting-bantingkan ketanah sedang
mulut memaki-maki habis habisan tapi seluruh tubuhnya bagian kanan tak dapat
digerakkan sama sekali, laksana menjadi batu!
"Sekarang mungkin kita
bisa bicara baik baik", kata Wiro sambil tertawa dan memasukkan rencong
perak kebalik pinggang pakaiannya. Setelah menyapu paras keempat orang itu satu
demi satu dengan sepasang matanya maka Wiro melangkah kehadapan Panglima
Sampono dan berkata : "Bapak, tadi kau bertanya apakah aku tahu siapa
adanya perempuan berkerudung itu … . ".
Panglima Sampono diam saja.
Hatinya kesal bukan main dan dadanya bergejolak menahan amarah.
Kalau saja tubuhnya tidak
ditotok pasti pemuda itu sudah diserangnya kembali!
Sebaliknya sambil masih
tertawa-tawa Wiro berkata : "Aku memang tidak tahu siapa dia adanya
…"
"Kalau tidak kenal
mengapa kau ikut campur urusan orang?! Gadis itu lolos karena kelancanganmu
pemuda sialan!"
Wiro Sableng senyum senyum
saja dimaki pemuda sialan.
"Meski aku tidak tahu
siapa dia, tapi melihat kalian mengeroyoknya tentu saja aku tak bisa berdiam
diri. Apalagi dia bertangan kosong sedang kalian berempat pakai senjata,
mendesak gadis itu! Bukankah sayang sekali kalau gadis itu terpaksa mati
muda?!"
Hampir saja Panglima Sampono
hendak meludahi muka pemuda itu saking gemasnya. Dibukanya mulutnya
:"Memang hati satriamu hendak menolong gadis itu patut dihargakan! Tadinya
kukira dia gendakmu hingga kau begitu kesusu turun tangan tanpa menyelidik
lebih dulu! Sekarang dia telah lolos. Dunia persilatan akan sukar untuk
diselamatkan!"
Wiro Sableng kerenyitkan
kening.
"Harap kau suka
menerangkan siapa adanya gadis itu!" kata Wiro pula.
Panglima Sampono mendengus.
"Kalau kau mau tahu, gadis itu adalah Pandansuri! Anak Raja Rencong Dari
Utara!"
Sepasang mata Pendekar 212
terpentang lebar dan memandang pada keempat orang dihadapannya itu satu
persatu.
"Anak gadisnya Raja
Rencong Dari Utara?"
desis Wiro seraya garuk garuk
rambutnya yang basah kuyup oleh air hujan yang sampai saat itu masih juga turun
meskipun tidak selebat semula. "Aku sendiri sebenarnya memang tengah
mencari-cari si Raja Rencong itu!"
Keempat tokoh silat sama sama
mendengus. Pemuda edan!
Kami muak melihat lagakmu!
Lekas lepaskan totokan kami dan berlalu dari sini!"
Yang bicara adalah Sebrang
Lor, Wiro memandang pada Sebrang Lor sejenak sambil berpikir pikir. Kemudian
katanya : "Memang aku turun tangan keliwat kesusu. Tidak menyelidik lebih
dulu! Kalau saja aku tahu bahwa gadis itu adalah anaknya Raja Rencong Dari
Utara aku akan membantu kalian meringkusnya hidup hidup ".
"Tak perlu bicara
ngelantur!" tukas Sebrang Lor gemas. "Semuanya sudah kasip! Gadis itu
sudah lolos!
Kau telah menghancurkan rencana
yang kami susun selama satu bulan! Benar benar kau kurang ajar dan sialan
sekali!".
"Dengar", kata Wiro,
"kalau aku bertemu gadis itu aku akan tawan dia dan menyerahkan pada
kalian. Tapi katakan dulu apa rencana kalian"Kau tak ada sangkut paut dengan
kami! Karenanya tak perlu bertanya!" sahut Panglima Sampono.
"Kalau begitu baiklah!
Kuharap saja kalian bisa melupakan kelancanganku tadi ". Wiro membalikkan
badannya hendak pergi.
"Hai tunggu dulu!
Lepaskan dulu totokan kami!" teriak Sebrang Lor dan Lembu Ampel hampir
bersamaan. Wiro tertawa.
"Sebenarnya aku memang
bermaksud hendak melepaskan totokan di tubuh kalian! Tapi karena kalian
memakiku terus-terusan seenaknya, biarlah kalian jadi patung-patung hidup
sampai beberapa jam di muka!".
"Keparat!"
"Setan Alas!"
“..bedebah!"
"Edan kau!"
Begitulah maki-makian yang
dilontarkan keempat orang itu. Wiro tertawa gelak-gelak. Sekali dia berkelebat,
tubuhnya sudah melesat sejauh sepuluh tombak. Di bawah hujan rintik-rintik
akhirnya Pendekar 212 lenyap dari pemandangan keempat orang itu.
* * *
11
KEDAI NASI ITU ADALAH KEDAI
NASI yang paling besar di seluruh daerah selatan.
Sebenarnya kurang pantas kalau
disebut kedai nasi; lebih tepat agaknya jika dikatakan rumah makan. Karena di
samping besar, juga rumah makan itu terkenal kemana-mana. Pemiliknya seorang
laki-laki berbadan gemuk pendek persis macam babi buntak. Kata setengah orang
konon kabarnya pemilik kedai yang bernama Dang Lariku itu ada memasukkan
sejenis bumbu ke dalam masakannya hingga apa saja yang dijualnya di rumah makan
itu terasa enak sekali. Bumbu apa yang dimaksudkan Dang Lariku itu tak
seorangpun yang mengetahuinya.
Tentu saja Dang Lariku sendiri
merahasiakannya agar tidak ditiru oleh lain orang.
Saat itu hari sudah petang,
matahari hampir tenggelam. Sore berebut dengan senja. Keadaan di rumah makan
Dang Lariku agak sepi. Hanya ada satu dua orang yang duduk bercengkrama sambil
menikmati kopi pahit.
Dang Lariku baru saja
menyalakan sebuah lampu besar di ruangan tengah rumah makan sewaktu didengarnya
suara derap kaki kuda yang kemudian berhenti tepat di hadapan rumah makannya.
Dang lariku merasa gembira.
Karena suara derap kaki kuda yang berhenti di depan rumah makannya Itu berarti
datangnya seorang tamu dan berarti uang dalam kasnya akan bertambah pula Dia
memandang ke pintu dan tersenyum hendak Menyambut tamunya! Namun begitu sang
tamu masuk maka berubahlah paras Dang Lariku dari jembira menjadi pucat seperti
kertas! Tamu yang engkaumasuk seorang perempuan berpakaian ungu.
Parasnya tak bisa dilihat
karena tertutup dengan kerudung biru! gerakannya melangkah menggetarkan lantai
rumah makan! Beberapa orang yang tengah asyik mengisi perutnya dalam rumah
makan segera berdiri dan dengan ketaKutan cepat-cepat angkat kaki lewat pintu
belakang!
Siapakah sesungguhnya tamu
yang datang ini?
Tentu pembaca sudah dapat
menduga. Dia bukan lain Pandansuri, anak Raja Rencong Dari Utara.
Dan siapakah di daerah selatan
yang tidak kenal dengan gadis itu?! Pandansuri sudah terkenal kekejamannya!
Menghajar seseorang yang
terlalu berani memandang kepadanya sampai setengah mati bukan apa-apa bagi
gadis itu! Membunuh orang-orang yang berlaku kurang ajar sudah menjadi
kebiasaannya!
Bahkan belakangan ini dia
laksana seekor harimau lapar yang sengaja mencari mangsanya!
Meski hatinya kecut berdebar
dan parasnya sepucat kertas namun dengan semanis dan seramah mungkin Dang
Lariku menyabut tamunya, mempersilahkan duduk lalu berteriak pada pelayan agar
segera menyediakan hidangan yang paling lezat serta tuak yang paling harum!
Sementara itu Pandansuri duduk di sudut rumah makan, memandang berkeliling dan
tersenyum kecil sewaktu menyaksikan bagaimana rumah makan itu menjadi sunyi
akibat kedatangannya! Tak lama kemudian Dang Lariku sendiri yang muncul
membawakan hidangan dan minuman ke meja Pandansuri. Seorang pelayan membawakan
sepiring besar buah-buahan.
"Sungguh satu kehormatan
besar lagi bagiku karena puteri Raja Rencong Dari Utara kembali berkenan mampir
di rumah makanku yang buruk ini ", kata Dang Lariku pula.
Pandansuri tak menjawab.
Diputarnya kerudung mukanya sedikit hingga mulutnya bisa menyantap hidangan
dengan leluasa. Gadis ini baru menghabiskan setengah bagian dari hidangannya
sewaktu sebuah kereta berhenti dan tak lama kemudian dua orang pemuda memasuki
rumah makan. Melihat kepada pakaiannya yang serba bagus dapat diduga bahwa
kedua pemuda ini adalah anak bangsawan.
Sedang melihat kepada paras
masing-masing jelas mereka bersaudara, adik dan kakak.
Karena dalam rumah makan itu
hanya Pandan suri yang ada maka dengan sendirinya gadis ini menjadi perhatian
kedua pemuda. Sambil mencari tempat duduk, mereka tiada berhenti memandang
Pandansuri.
"Aneh", kata pemuda
yang seorang. Namanya djebat Seloka. "Baru kali ini kulihat ada orang
berkerudung begini. Bahkan tengah makanpun dia tak mau membuka kain penutup
wajahnya itu ".
"Bukan aneh ‘, menyahuti
pemuda yang seorang Namanya Gandra Seloka dan dia adalah adik Djebat Seloka.
"Bukan aneh", mengulang lagi Gandra Seloka,"tapi lucu!".
Kedua pemuda itu tertawa-tawa.
Dang Lariku yang sudah berada
di dekat meja kedua bangsawan menjadi cemas sekali! Siapa yang berani
mengganggu apalagi menghina pasti akan dihajar babak belur bahkan tidak jarang
dibunuh Oleh Pandansuri. tapi agaknya si gadis kali ini tidak mengambil
perduli. Mungkin juga tidak mendengar ucapan-ucapan kedua orang itu karena dia
terus taja menyantap makanannya.
"Mungkin juga dia bangsa
perampok", berkata lagi Djebat Seloka. kawannya tertawa. "Kurasa
kurang tepat!" dia menyahuti. "Kalau perampok seperti ini tentu semua
orang akan mau menyerahkan barang-barangnya, bahkan dirinya sekaligus!".
Kembali kedua pemuda bangsawan
itu tertawa gelak-gelak Tawa mereka masih belum berakhir tibatiba gadis
berkerudung menggebrak meja dan tahutahu dua buah piring melesat ke arah kepala
Gandra dan Djebat Seloka!
Kedua pemuda ini kaget bukan
main! Dengan cepat mereka melesat dari kursi masing-masing!
dua buah piring menghantam
dinding rumah makan hingga pecah berantakan sedang isinya berhamburan di
lantai! Dang Lariku meramkan mata melihat hancurnya kedua piring itu. Dan dia
tahu bahwa sebentar lagi bukan hanya kedua buah piring itu saja yang menjadi
kerugian baginya!
"Bagus! Kalian
tikus-tikus busuk rupanya punya ilmu juga huh?!" bentak Pandansuri. Dia
sudah berdiri di depan meja dengan kedua tangan di pinggang sedang matanya
menyorot penuh amarah!
"Saudari kau galak
sekali!" kata Gandra Seloka dan kembali dia mulai cengar cengir.
Saudaranya menimpali.
"Bukalah kerudungmu itu
agar kami bisa melihat, betapa cantiknya paras mu kalau sedang marah!".
"Keparat! Kalian minta
mampus!" bentak Pandansuri. Kursi di depannya ditendang hingga hancur
berantakan dan hancuran kursi itu melesat ke arah dua bersaudara Seloka. Tapi
lagi-lagi keduanya bisa mengelak! Ini membuat Pandansuri semakin meluap
amarahnya.
"Anjing anjing bermuka
manusia! Kalian tahu dengan siapa berhadapan? Aku Pandansuri anak Raja Rencong
Dari Utara!"
Kini rasa terkejut kedua
pemuda itu bukan rasa terkejut main-main lagi. Lutut mereka menggigil sedang
mata mereka membeliak, mulut menganga.
Meski mereka menguasai ilmu
silat yang dapat diandalkan, tapi berhadapan dengan anak Raja Rencong Dari
Utara benar-benar mereka tidak punya nyali, bukan tandingan mereka!.
"Celaka kakak",
bisik Djebat Seloka, "baiknya kita segera saja angkat kaki dari
sini!"
Gandra Seloka menganggukkan
kepala. Lalu . kedua pemuda ini cepat melompat ke pintu.
"Bedebah, mau kabur
kemana?!" teriak Pandansuri.
Tubuhnya berkelebat dan
tahu-tahu dia sudah menghadang di ambang pintu! Kedua pemuda laksana kain kafan
pucat paras mereka. Djebat seloka bicara tergagau-gagau:
"Saudarai ha… harap kau
mau mememaafkan.
Ka… kami tidak mengira kalau
kau.. .. adalah anaknya Raja Rencong . .. !".
Di balik kerudungnya
Pandansuri mendengus.
Dia melompat ke muka. Kedua
tangan terpentang lebar dan tahu-tahu kedua pemuda bangsawan itu merasakan
rambut mereka diiambak lalu: praak!
Kedua kepala pemuda bersaudara
itu diadu satu sama lain oleh Pandansuri, hingga mengeluarkan suara keras!
Batok kepala Djebat dan Gandra Seloka pecah. Darah dan otak bermuncratan.
"Itu hadiah yang paling
bagus buat kalian" Kata Pandansuri seraya melepaskan jambakannya.
Tubuh Djebat dan Gandra Seloka
melingkar di Lantai.
Dang Lariku si pemilik rumah
makan ketika menyaksikan bagaimana kepala kedua pemuda itu pecah lantas saja
roboh pingsan! Para pelayan tak ada seorangpun yang berani menjengukkan muka!
Seperti tak ada kejadian
apa-apa Pandansuri kembali ke mejanya lalu berteriak memanggil pelayan.
Pelayan datang dengan tubuh
menggigil mukapucat.
"Hidangkan makanan baru
buatku!" kata Pandansuri.
"Ba …. baik yang mulya
kata pelayan.
Sesaat kemudian Pandansuri
sudah duduk pula menyantap hidangannya.
Belum lagi waktu berjalan
sampai lima menit tiba-tiba di luar terdengar derap kaki kuda banyak sekali dan
suara seseorang memberi aba-aba berhenti.
Pandansuri tidak mengambil
perduli suara berisik di luar rumah makan. Juga tidak menoleh ketika seorang
laki-laki bertubuh tinggi besar, berkumis melintang serta membawa sepasang pedang
di pinggang, diiringi oleh lima orang yang juga rata-rata berbadan tegap
memasuki rumah makan!
"Hai!"
Keenam orang itu sama-sama
mengeluarkan seruan dan menghentikan langkah diambang pintu sewaktu mata mereka
membentur dua sosok tubuh yang menggeletak di lantai rumah makan dengan
kepala-kepala pecah!
"Apa yang terjadi di
sini?!" ujar laki-laki paling depan lalu dia memandang seputar ruangan dan
sewaktu matanya melihat Pandansuri yang duduk di sudut kanan enak-enak
menyantap hidangan kembali laki-laki ini berseru terkejut: "Hai! Dia
adalah anaknya Raja Rancong! Musuh besar yang kita cari-cari! Kurung seluruh
rumah makan ini!". Kelima orang di samping laki-laki itu segera memencar
dan memberikan perintah beruntun hingga dalam sekejap saja seluruh rumah makan
itu telah dikurung lebih oleh dua puluh orang.
Siapakah laki-laki berkumis
melintang serta pengiring-pengiringnya itu? Dia adalah Dipa Warsyah seorang
perwira tinggi balatentara Kesultanan Deli, yang tengah menjalankan tugas
Sultan Deli yaitu mencari dan menangkap Raja Rencong Dari Utara baik hidup atau
mati! Karena Raja Rencong sudah dikenal kehebatan dan kesaktiannya, meskipun
Dipa Warsyah bukan seorang yang berkepandaian rendah namun perwira ini tidak
mau ambil risiko.
Dalam menjalankan tugas Sultan
itu maka Dipawarsyah membawa serta lima orang tangan kanannya dan dua puluh
orang prajurit-prajurit yang terlatih baik!
Mendengar seruan Dipa Warsyah
tadi, Pandansuri berpaling sebentar lalu meneruskan makannya dengan sikap yang
kelihatannya tetap acuh tak acuh, tapi diam-diam gadis ini mempertinggi
kewaspadaannya karena dia tahu siapa adanya orang-orang itu!
Melihat sikap ei gadis
demikian rupa, sang perwira merasa dongkol dan dianggap sepele.
"Anak Raja Rencong! Kau
berhadapan dengan perwira Kesultanan Deli…!".
Sebelum Dipa Warsyah
meneruskan bicaranya, Pandansuri sudah berpaling dan memotong: "Apa
urusanmu, perwira? Apa mau mengemis ketika orang sedang makan? Hanya
pengemis-pengemislah yang suka mengusik orang makan!"
Merahlah paras Dipa Warsyah.
Dia berpaling pada kelima
bawahannya yang berkepandaian tinggi dan memerintah: "Atas nama Sultan
Deli tangkap gadis itu!".
Kelima orang yang diperintah
segera bergerak.
"Tunggu dulu!" seru
Pandansuri dengan suara keras dan sambil mencampakkan tulang ayam yang di
tangan kanannya ke lantai papan hingga tulang ayam itu menancap di lantai!.
"Atas alasan apa Sultan
kalian menyuruh tangkap aku?!" bentak Pandansuri lantang.
Dipa Warsyah menjawab:
"Sebenarnya ayahmu yang kami cari! Tapi menangkap anaknyapun cukup
berharga!".
"Pandansuri tertawa
gelak-gelak. Suara tertawa itu merdu sekali namun kemerduan itu dibayangi oleh
sesuatu yang mengerikan. Dia memandang pada kelima bawahan Dipa Warsyah.
"Kalian mau menangkap aku? Majulah!".
Mengandalkan jumlah yang
banyak serta kepandaian mereka yang tinggi maka tanpa cabut senjata kelima anak
buah Dipa Warsyah melompat ke muka. Lima pukulan dan lima totokan menderu
bersirebut cepat! Sekejap kemudian mengumandanglah lima pekikan di dalam rumah
makan itu!
12
KEDUA MATA DIPA WARSYAH
membelalak besar seperti mau melompat dari rongganya sewaktu menyaksikan
bagaimana kelima bawahannya jatuh bergedebukan di lantai dalam keadaan tubuh
hangus dihantam pukulan kuku api yang dilancarkan oleh Pandansuri.
"Gadis jahanam! Jaga
batang lehermu!"
Tubuhnya melompat ke muka dan
hampir tak kelihatan kapan dia mencabut sepasang pedangnya, tahu-tahu dua sinar
putih telah menyambar pinggang dan leher Pandansuri dari kanan dan kiri!
Pandansuri terkejut melihat
datangnya serangan hebat dan cepat ini. Lekas-lekas dia menyingkir ke samping
lalu menyusupkan satu tendangan ke arah perut sang perwira. Permainan pedang
Dipa Warsyah hebat sekali karena begitu serangannya mengenai tempat kosong,
sepasang pedang itu laksana kilat menderu ke bawah membuat Pandansuri terpaksa
tarik pulang kaki kanannya dan sewaktu dia melancarkan dua jotosan ganas ke
dada dan ke kepala lawan, kembali’ sepasang pedang membabat ke atas
menggagalkan serangannya!
Panaslah hati si gadis. Dia
bersuit nyaring dan sekali tubuhnya berkelebat lenyaplah dia dalam jurusjurus
serangan yang ganas! Kedua orang itu berkecamuk dalam pertempuran yang luar
biasa hebatnya!
Meski sang perwira dalam hal
tenaga dalam masih kalah satu tingkat dari Pandansuri namun dengan permainan sepasang
pedangnya yang hebat luar biasa dia berhasil memberikan tekanan-tekanan yang
berbahaya pada lawannya! Kalau saja ilmu meringankan tubuh Pandansuri belum
mencapai tingkat yang lebih tinggi dari sang perwira, niscaya gadis ini sudah
sejak tadi kena celaka tersambar ujung pedang!
Melihat lawan begitu tangguh
dengan hati memaki Pandansuri mulai keluarkan jurus-jurus simpanannya yang
terlihay. Dipa Warsyah terkesiap melihat bagaimana permainan silat si gadis
berubah total dan sukar diduga sasaran yang ditujunya. Dengan serta merta
perwira ini percepat permainan pedangnya hingga rumah makan itu terbenam dalam
deru sepasang pedang!
"Perwira edan! Makan
pukulan selaksa palu godam ini!" teriak Pandansuri. Tubuhnya berkelebat
dan tahutahu tangan kanannya menyusup di bawah pedang sebelah kiri Dipa
Warsyah, menderu ke atas mengarah muka sang perwira!
Meski kagetnya bukan alang
kepalang, tapi perwira ini tidak kehilangan akal. Dengan sebat pedang di tangan
kanannya digerakkan ke atas! Pandansuri terkejut dan tak menyangka lawannya
akan bergerak sekalap dan secepat itu. Namun demikian meskipun pedang datang
menyambar gadis ini tidak takut. Sedikit saja dia merubah gerakan pukulannya
tadi maka lengannya telah menghantam badan pedang. Pedang itu bukan saja mental
dari tangan kanan Dipa Warsyah tapi juga patah dua!
Sambil mengirimkan satu
tusukan sang perwira melompat ke samping kiri dan ke luar dari kalangan
pertempuran. Justru ini adalah kesalahan besar. Dengan memisah jarak sejauh itu
dia memberi kesempatan pada Pandansuri untuk melepaskan pukulan kuku api yang
ganas! Perwira ini berusaha mengelak sambil menangkis tapi sia-sia saja.
Tubuhnya sebatas dada ke atas hangus dilanda lima larik sinar merah kekuningan
yang melesat dari lima kuku jari tangan kanan Pandansuri!
"Perempuan iblis!"
teriak seorang kepala prajurit yang mengurung rumah makan. Sekali dia berteriak
maka dua puluh prajurit-prajurit lainnya menyerbu! Rumah makan itupun hiruk
pikuklah.
Tapi hanya sebentar karena
setiap kali Pandansuri berkelebat, setiap kali dia menjentikkan kelima jari
tangannya maka sekelompok demi sekelompok prajuritprajurit itu rebah ke lantai
tanpa nyawa dan dalam keadaan tubuh hangus! Akhirnya enam orang sisa-sisa yang
masih hidup segera ambil langkah seribu!
Rumah makan itu kini penuh
dengan gelimpangan mayat. Suasana yang mengerikan itu ditambah pula bergidiknya
oleh beberapa orang prajurit yang masih hidup megap-megap merintih menjelang
ajal sampai! Kursi dan meja centang perenang tak karuan. Piring-piring dan
gelas berhamburan dimana- mana. Makanan berhamparan! Satu-satunya meja dan
kursi yang tidak berpindah dari tempatnya ialah yang tadi diduduki oleh
Pandansuri!
Gadis ini melangkah ke kursi,
duduk di situ dan meneguk tuak harum di dalam piala perak beberapa kali. Di
tengah-tengah suasana yang mengerikan itu dia meneruskan menyantap hidangannya
kembali!
Pandansuri sudah menyelesaikan
makannya dan tengah meneguk tuak sewaktu dari pintu terdengar suara keras
menggetarkan Seantero ruangan:"Buset ! Ini rumah makan apa tempat pembantaian
manusia? !..Anak gadis Raja Rencong Dari Utara terkejut dan cepat berpaling.
"Ah, dia ", kata
Pandansuri. Kedua bola matanya bersinar. Dia merasa geli dan juga merasa aneh
melihat sikap orang diambang pintu menyaksikan mayat yang malang melintang
dalam rumah makan dengan mata membeliak, mulut ternganga dan sambil garuk-garuk
kepala! Tiba-tiba orang itu berpaling kepadanya dan:"Hai kau!" seru
pemuda rambut gondrong.
Dia melangkah melompati
mayat-mayat yang bergelimpangan mendadak dia menghentikan langkahnya ketika
salah seorang dari mayat mayat itu dikenalnya.
"Ini Dipa Warsyah,
perwira pasukan Kesultanan Deli!" katanya setengah berseru dan kembali
memalingkan kepala pada Pandansuri. Sambil melangkah ke meja gadis itu dia
bertanya: "Apa yang terjadi di sini?"
"Siapa tanya siapa?!..
"Eh !., si pemuda
tertegun. Dua alis matanya yang tebal naik ke atas lalu sekelumit senyum
tersungging di mulutnya. "Tentu saja aku bertanya dengan kau saudari,
kecuali kalau mayat-mayat itu masih sanggup diajak bicara!"
Pandasuri pelototkan matanya.
Si pemuda juga beliakkan sepasang matanya meski senyum tadi masih belum pupus
dari mulutnya.
"Berlalu dari hadapanku
sebelum aku jadi muak !" bentak Pandansuri.
"Saudari, kau galak
sekali! Tidak percuma kau jadi anaknya Raja Rencong Dari Utara?!… Pandansuri
terkejut.
"Dari mana kau tahu aku
anak Raja Rencong?!"
"Ah kehebatan ayahmu dan
kehebatanmu disampaikan orang dari mulut ke rnuiut. Dihembuskan angin ke
pelbagai penjuru …
Pemuda itu kemudian menyeret
sebuah kursi yang terbalik lalu duduk di hadapan Pandansuri dengan sikap
seenaknya.
"Pemuda lancang! Kalau
kau sudah tahu siapa aku mengapa tidak lekas angkat kaki dari rumah makan
ini?!" Si pemuda tertawa pelahan.
"Kau tak punya hak
mengusirkul Rumah makan ini bukan milikmu!" Si gadis mendengus.
"Ka|au begitu berarti
akan bertambah satu mayat lagi di tempat ini!"
Si pemuda yang bukan lain Wiro
Sableng si Pendekar 212 adanya tertawa perlahan.
"Jadi kau rupanya yang
telah membunuhi semua manusia ini!", Wiro gelengkan kepala dan leletkan
lidah. "Dan aku yakin mereka bukan manusia- manusia berdosa ! Sekalipun
punya salah tapi sangat tak berperikemanusiaan menjagal mereka seperti ini
!".
"Punya dosa atau tidak,
salah atau tidak itu bukan urusanmu ! Lekas menyingkir dari hadapanku!"
bentak Pandansuri.
"Kecuali kalau mau segera mampus!".
Kembali Pendekar 212 tertawa.
Dia memandang ke luar lewat pintu rumah makan lalu berkata:"Seekor
binatang jika dilepaskan dari bahaya besar, mungkin masih bisa menyatakan
terima kasih! Tapi seorang manusia malah sebaliknya!"
"Keparat ! Kalau tidak
mengingat pertolonganmu tadi siang-siang aku sudah bunuh kau!", bentak
Pandansuri. "Soal pertolongan yang tak seberapa itu jangan
diungkap-ungkap! Lagi pula siapa yang engkauminta tolong padamu sewaktu aku
bertempur melawan empat manusia hina dina itu?!"
"Aku sama sekali bukan
bermaksud mengungkap-ungkap pertolongan kecil itu" sahut Wiro,"tapi
cuma sekedar membandingkan seorang manusia dengan seekor binatang., !".
Ejekan ini membuat Pandansuri
menjadi marah sekali.
"Keparat! Kau betul-betul
mau mampus cepat-Cepat !". Pandansuri mengangkat tangan kanannya.
Lima jadi tangannya siap
dijentikkan ke arah Pendekar 212 Wiro Sableng. Yang hendak diserang sebaliknya
tenang-tenang saja malah tersenyumsenyum.
Ketenangan ini membuat
Pandansuri menjadi ragu.
"Eh, kenapa maksudmu
tidak diteruskan?
Bukankah kau mau membunuh
aku?!" kata Wiro ketika dilihatnya Pandansuri berada dalam kebimbangan.
"Setan alas!" maki
Pandansuri geram. Sekali tangan kirinya digerakkan maka meja makan yang
dihadapannya melesat ke arah Wiro Sableng. Piring mangkuk dan gelas menyambar
lebih dahulu!
"Benar-benar manusia yang
tak tahu budi orang!" damprat Wiro Sableng. Laksana panah lepas dari
busurnya tubuhnya mencelat ke atas. Piring mangkuk dan gelas lewat di
sampingnya. Begitu meja makan menyusul datang, tanpa tedeng aling-aling Wiro
Sableng tendangkan kaki kanannya. Meja itu hancur berantakan. Pecahan-pecahan
papan dan kakikaki meja yang keseluruhannya berjumlah delapan belas keping
langsung menyerang ke tubuh Pandansuri!
Dengan cekatan gadis ini
melompat ke atas seraya memukulkan tangan kiri ke muka. Kepingankepingan meja
yang menyerangnya berpelantingan kian ke mari. Wiro kemudian susulkan dengan
satu jotosan ke arah perut si gadis. Dengan gerakan gesit Pandansuri berhasil
mengelakkan malah di lain kejap dia berhasil menyambar patahan kaki meja dan
menyerang Wiro Sableng dengan benda itu.
“..wutttt"
Wiro membuang diri ke samping
kanan. Terlambat sedikit saja pasti pipinya kena disambar ujung kaki meja itu!
Melihat serangan untuk kesekian kali luput lagi maka Pandansuri berkelebat
cepat dan serangan dahsyatpun bertubi-tubi melanda Pendekar 212 wiro Sableng!
Diam-diam Wiro Sableng memuji
kehebatan ilmu sifat dan kegesitan Pandansuri. Sebelum dirinya kena didesak,
Wiro segera berkelebat cepat untuk mengimbangi kegesitan lawart. Lima jurus
pertempuran berkecamuk dengan hebat Kaki meja di tangan Pandansuri merupakan
senjata yang ampuh, menderu kian ke mari laksana belasan buah banyaknya dan
menyerang dalam gerakan-gerakan yang sukar diduga. Penasaran sekali, wiro
Sableng keluarkan sebuah jurus silat tangan kosong yang dipelajarinya dari Tua
Gila (Mengenai siapa adanya Tua Gila harap baca serial Wiro Sableng yang berjudul:
Banjir Darah di Tambun Tulang). Jurus ini bernama: "ular gila membelit
pohon menarik gendewa"!
Jurus ini sepenuhnya
mempergunakan kecepatan gerakan tangan. Bagi Pandansuri yang tak bisa melihat
kecepatan tangan lawannya, dan hanya melihat tubuh lawan berada dalam keadaan
tak terlindung segera hantamkan kaki meja di tangan kanannya secepat kilat ke
arah dada Wiro Sablengi
"Wuutt!"
Kaki kursi itu menderu dan
diantara dahsyatnya deru tersebut Pandansuri mendengar suara tertawa lawan yang
menjengkelkan hatinya. Tenaga dalamnya dilipat gandakan hingga dalam satu
kejapan mata lagi akan hancur remuklah dada Pendekar 212 dilanda kaki meja!
Namun betapa terkejutnya
Pandansuri sewaktu merasakan gerakan tangan kanannya itu tertahan oleh satu
kekuatan yang tak kelihatan, dan tahutahu kaki meja terlepas dari
genggamannya!.
Bila dia menyurut mundur dan
memandang ke depan dilihatnya Wiro Sableng berdiri tertawatawa sambil membolang
balingkan kaki meja itu!
"Saudari, kurasa cukup
sudah kita main-main.
Sekarang kau dengarlah
baik-baik! Sewaktu melihat kau bertempur melawan empat orang tokoh silat itu
dan berada dalam keadaan terdesak aku telah membantumu! Tapi setelah kau lolos
dan tahu siapa kau adanya, nyatalah bahwa aku telah membuat kesalahan besar!
Aku berjanji pada keempat orang itu untuk menangkap dan menyerahkanmu kepada
mereka.
Nah bagaimana tanggapanmu!
Menyerah baikbaik atau terpaksa kita musti main-main lagi barang beberapa
jurus?!"
"Menyerah diri pada
manusia macammu lebih baik bunuh diri!".
"Ah jangan! Jangan bunuh
diri!" tukas Wiro sambil senyum-senyum. "Kalau kau bunuh diri
kekasihmu tentu akan sedih dan menangis, lalu mengamuk macam orang gila! Aku
kawatir manusiamanusia tak berdosa akan jadi korban amukannya!"
"Pemuda sombong kurang
ajar! Aku mengadu jiwa sampai seribu jurus!" teriak Pandansuri Didahului
oleh satu pekikan yang dahsyat maka gadis ini menyerang hebat sekali.
Gerakannya jauh berbeda dari jurus-jurus serangan sebelumnya.
Sebelum serangan itu sampai
anginnya sudah menyambar keras!
Wiro tetap berdiri di
tempatnya sambil bolang balingkan kaki meja di tangan kanannya. Dia terkejut
sewaktu merasakan angin serangan yang tajam menyelusup ke arah barisan
tulang-tulang iga di sisi kanannya! Wiro Sableng sabatkan kaki meja dengan
sigap.
"Buuk"!
Wiro Sableng mengeluh! Kaki
meja terlepas dari tangan kanan sedang tubuhnya terjajar ke belakang sampai
tiga langkah! Ketika memandang kelengannya sebelah kanan lengan itu kelihatan
bengkak dan merah.
Ternyata tumit kiri Pandansuri
telah berhasil menghantam lengan itu!
"Itu baru lenganmu!
Sebentar lagi kepalamu yang bakal pecah!" Wiro keluarkan suara bersiul.
"Rupanya kau memang tak
boleh dibuat main!
Baik, kau mulailah!" kata
Pendekar 212 Wiro Sableng dan memasang kuda-kuda untuk menyerang.
Namun sebelum dia bergerak
tubuh si gadis sudah berkelebat dan lenyap! Angin serangan yang dahsyat
menelikung sekujur tubuh Wiro. Untuk mengimbangi gerakan lawan mau tak mau
pemuda ini kerahkan ilmu meringankan tubuhnya dan sesaat kemudian tubuhnya itu
hanya merupakan bayang-bayang putih saja!
Diam-diam Wiro Sableng merasa
kagum juga dengan permainan silat Pandansuri. Saat itu mereka sudah bertempur
sepuluh jurus lebih. Meski Pandansuri tak berhasil menjatuhkan serangan
kepadanya namun dia sendiri dipaksa untuk bertahan terus-terusan, sama sekali
tak punya kesempatan untuk balas menyerang! Ini membuat Wiro Sableng menjadi
penasaran. Beberapa kali totokannya tak mengenai sasarannya. Kalau saja dia
tidak bermaksud untuk meringkus gadis itu hidup-hidup, itu lain perkara, dia
bisa turun tangan dengan ganas!
Dalam telikungan serangan yang
dahsyat itu mendadak Wiro Sableng menyaksikan berkelebatnya sinar merah
kekuningan! Melihat lawan menyerang dengan ilmu pukulan sakti yang berarti
menginginkan jiwanya maka Wiro Sableng tentu saja tak mau tinggal diam lagi.
Tenaga dalamnya yang sejak tadi sudah disiapkan secepat kilat dialirkan ke
tangan kanannya. Sesaat kemudian tangan itupun didorongkan ke depan. Gerakan
Wiro Sableng ini sekaligus merupakan campuran dari pukulan "benteng topan
melanda samudrra" dan "tameng sakti menerpa hujan".
Terdengar suara letusan yang
dahsyat. Langitlangit rumah makan hancur hangus berantakan. Tubuh Pandansuri
mencelat sepuluh langkah, terbanting ke dinding! Wiro sableng sendiri terhuyung
gontai.
Kejutannya bukan olah-olah
sewaktu menyaksikan bagaimana ujung lengan bajunya mengepul hangus terasa panas
dan perih! Buru-buru pemuda ini merobek ujung lengan baju itu. Ketika dia
memandang ke jurusan dinding dimana tubuh Pandansuri tadi terbanding keras,
astaga! Gadis itu sudah lenyap!
Wiro melompat ke pintu depan!
Kasip sudah! Si gadis tak kelihatan lagi! Wiro memaki dalam hati. Segera pula
dia meninggalkan rumah makan itu.
13
HARI ITU TANGGAL SATU, saat
peresmian berdirinya Partai Topan Utara. Puluhan perahu kelihatan menyeberangi
Danau Toba menuju ke pulau besar yang terletak di tengah- tengah danau.
Penumpang-penumpang perahu-perahu itu ialah tokoh-tokoh silat dari pelbagai
penjuru yang sengaja datang untuk menghadiri peresmian berdirinya Partai Topan
Utara. Semua mereka ini tiada menduga bahwa kedatangan mereka itu ke sana hanya
untuk mengantar nyawa karena Raja Rencong yang berhati sejahat iblis itu telah
berniat untuk menamatkan riwayat semua tokoh-tokoh silat, tak perduli dari
golongan manapun mereka adanya!
Di Arena Topan Utara yang
terletak di bawah bangunan tua di bukit Toba suasana penuh sesak oleh para
tetamu. Kelihatannya para tamu itu sudah tak sabar lagi menunggu kemunculan
Raja Rencong Dari Utara. Namun sampai sedemikian lama sang tuan rumah masih
juga belum muncul. Ini menimbulkan kegelisahan di kalangan para tamu.
Sementara itu di lereng bukit
kelihatan sekelebatan sosok tubuh manusia. Paras dan perawakannya tidak dapat
diteliti dengan jelas karena luar biasa cepat larinya. Dalam tempo yang singkat
dia sudah lenyap ke dalam rimba belantara, meneruskan larinya dengan melompat
dari atas cabang pohon yang satu ke cabang pohon lainnya hingga akhirnya dia
sampai di hadapan bangunan tua, satu-satunya bangunan yang terdapat di Bukit
Toba itu. Suasana kelihatan sepi tapi matanya yang tajam dapat mengetahui bahwa
sebelumnya belasan orang telah memasuki bangunan itu. Apalagi sebelumnya dia
telah melihat perahu banyak sekali di tepi pantai. Setelah memandang
berkeliling, orang di atas pohon ini melompat ke bawah dan tanpa menimbulkan
suara dia bergerak ke bagian belakang bangunan. Berlindung di balik sebuah
runtuhan dinding tembok dia meneliti bagian belakang bangunan itu dengan cepat
hingga akhirnya pandangannya membentur serumpun semak belukar lebat di hadapan
sebatang pohon kelapa. Jika saja dia tidak mendapat penjelasan dari gurunya Si
Tua Gila pasti dia tidak mengetahui bahwa di bawah rerumpunan semak belukar itu
terdapat sebuah lobang yang merupakan jalan rahasia menuju ke bagian bawah
bangunan tua!
Segera orang ini melompat
tanpa suara ke arah semak belukar, menarik semak belukar itu ke atas hingga
kini kelihatan sebuah lobang yang sangat kotor dan besarnya hanya untuk tempat
masuk sesosok tubuh manusia. Tanpa ragu-ragu orang ini masuk ke dalam lobang
itu dan menyeret rumpunan semak-semak hingga lobang kembali tertutup seperti
sedia kala. Lobang itu ternyata hampir lima belas tombak dalamnya. Setengah
bagian sebelah atas dari tanah sedang setengah bagian sebelah bawah dilapisi
dengan batu. Dengan mengandalkan ilmu meringankan tubuhnya, orang yang masuk ke
lobang ini menyerosot turun tanpa mengeluarkan sedikit suarapun! Dia sampai di
satu lorong sempit dan gelap.
Lantai, dinding dan atap
lorong yang terbuat dari batu itu penuh dengan debu tebal. Agaknya lorong
tersebut tak pernah dilalui orang selama bertahuntahun.
Ditempuhnya lorong itu hingga
dia mencapai sebuah pengkolan. Tepat di pengkolan ini terdapat dua buah pintu
Pengkolan itu sendiri buntu.
Orang itu menggaruk rambutnya
yang gondrong. Rambut gondrong dan kebiasaan menggaruk kepala yang tidak gatal
bukan lain dua ciri-ciri khas dari Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212! Dan
memang orang yang menyelinap masuk ini adalah Wiro Sableng!
Dengan penuh hati-hati Wiro
mendekati pintu sebelah kiri. Ternyata pintu itu tidak dikunci. Dan ketika
dibuka, kelihatanlah sebuah ruangan empat persegi. Di dalam ruangan ini
terdapat sebuah roda besi yang amat besar. Bagian pusat dari roda besi ini
berhubungan dengan dua puluh helai kawat-kawat halus. Selanjutnya kawat-kawat
halus ini menyelusup ke bagian atas ruangan tak diketahui Wiro kemana
seterusnya.
"Mungkin sekali ini
adalah senjata rahasia" pikir Wiro Sableng. Ditutupnya pintu itu kembali
lalu bergerak ke pintu yang satu lagi. Begitu dibuka maka kelihatanlah sebuah
tangga batu pualam yang menuju ke atas. Tak membuang-buang waktu Wiro segera
melompat dan sampai di sebuah lorong yang sangat bagus. Dinding-dindingnya
penuh dengan lukisan-lukisan sedang sebagian dari gang itu tertutup permadani berbunga-bunga.
Pada sisi kiri kanan lorong terdapat masing-masing sebuah pintu. Pintu yang
ketiga terletak di ujung gang.
Perlahan-lahan dan hati-hati
sekali Wiro Sableng bergerak mendekati kedua pintu di kiri kanan lorong.
Tiba-tiba dia menghentikan langkahnya. Dari pintu sebelah kanan terdengar suara
orang bercakapcakap.
Seorang laki-laki dan seorang
perempuan.
Suara yang perempuan ini
rasa-rasa pernah didengar Wiro Sableng. Cepat pendekar ini tempelkan telinganya
ke daun pintu untuk mendengarkan pembicaraan kedua orang di dalam kamar.
Sementara itu di dalam kamar
Raja Rencong Dari Utara duduk di sebuah kursi besar. Dia mengenakan pakaian
ungu yang baru bertaburkan mutiara. Di tangan kirinya ada sebuah piala berisi
anggur harum. Setelah meraba sebentar kumisnya yang tebal hitam melintang,
laki-laki ini bertanya: "Apakah semua tamu sudah datang?".
Pertanyaannya itu diajukan
pada gadis berbaju ungu yang berdiri di hadapannya, parasnya cantik jelita dan
dia bukan lain Pandansuri anak Raja Rencong sendiri.
"Sudah", menjawab
Pandansuri. "Agaknya sudah waktunya bagi ayah untuk keluar".
"Yasudah waktunya",
kata Raja Rencong pula dengan tersenyum. Diteguknya anggur dalam piala.
Tangannya yang memegang piala
tiba- tiba diturunkan dan dia memandang lagi pada anaknya: "Pemuda rambut
gondrong yang bertempur denganmu di rumah makan Dang Lariku apa juga
kelihatan?".
"Sampai saat terakhir
saya mengintai dari jendela rahasia di Arena Topan Utara dia tidak
kelihatan".
"Panglima Sampono dan
ketiga kawannya itu juga hadir?". Pandansuri mengangguk.
Raja Rencong Dari Utara
meletakkan piala anggur ke atas meja lalu berdiri.
"Segera aku meninggalkan
kamar ini, kau cepat menuju ke kamar pesawat rahasia itu. Di mimbar telah
kupasang sebuah tombol. Kelak bila tomboi itu kutekan pesawat rahasia itu akan
berbunyi dan detik itu juga kau harus mencabut dua puluh helai kawat-kawat
halus pada pusat pesawat secara sekaligus!
Kau mengerti tugasmu,
Pandansuri?!"
"Mengerti ayah",
jawab Si gadis.
Raja Rencong Dari Utara
tertawa lalu berkata:"Sekali kawat-kawat itu terlepas dari pusat pesawat,
lantai Arena Topan Utara akan ambruk, atau akan runtuh! Semua keparat-keparat
yang ada di situ akan tertimbun hidup-hidup! Akan mampus!"
"Dan kita ayah dan anak
akan menguasai dunia persilatan di seluruh Pulau Andalas ini!"
"Benar! Benar
sekali!" kata Raja Rencong dengan tertawa gelak-gelak. "Namun
demikian, meski keparat keparat di Arena Topan Utara itu sudah berada dalam
perangkap kita, segala hal yang tak terduga mungkin saja terjadi. Agar kau
dapat menjalankan tugas dengan aman, kau bawalah pedang ini". Raja Rencong
Dari Utara menyerahkan sebilah pedang ke tangan anaknya. "Senjata ini
tidak kalah hebatnya dengan Rencong Perakmu yang hilang itu.
Pandansuri ".
Pandansuri menerima senjata itu.
Kemudian dilihatnya ayahnya mengeluarkan sehelai lipatan kertas.
"Sekali lagi
kukatakan", ujar Raja Rencong pula, "segala kemungkinan yang tak
diingini bisa terjadi. Surat ini kuberikan padamu, anakku. Kelak kau baru boleh
membukanya jika aku menemui ajal secara tak terduga di Arena Topan Utara nanti.
Jika segala sesuatunya
berjalan beres, surat itu musti kau kembalikan padaku ".
"Ayah, apakah artinya
ini?" tanya Pandansuri.
Kata-kata dan surat yang
diserahkan ayahnya itu membuat hatinya tidak enak.
Raja Rencong Dari Utara
tertawa perlahan.
ditepuknya bahu Pandansuri.
Dibukanya mulutnya hendak mengatakan sesuatu tapi mendadak kepalanya dipaling
ke pintu kamar.
"Seperti ada seseorang
yang tengah mencuri dengar pembicaraan kita. Pandan "
Pandansuri menoleh ke pintu
lalu berkata:"Ah itu cuma perasaan ayah saja. Siapa orangnya yang berani
menyusup ke sini dari Arena Topan Utara? Sekali dia memasuki lorong pertama
pasti tubuhnya akan tertambus senjata-senjata rahasia meski bagaimana pun
tinggi ilmunya!"
Raja Rencong membenarkan hal
itu. Namun kekawatiran belum lenyap dari hatinya. ..menyusup dari Arena Topan
Utara memang tidak mungkin.
Tapi yang aku kawatirkan ialah
penyusupan lewat lobang rahasia di bagian belakang bangunan tua.
Dari lobang sampai ke lorong
dan sampai ke sini sama sekali tidak dirintangi oleh satu senjata
rahasiapun!"
"Ayah", kata
Pandansuri tertawa. "Menurut keteranganmu satu-satunya manusia yang
mengetahui seluk beluk dan jalan rahasia masuk ke tempat ini ialah Tua Gila,
Dan orang itu sudah mati belasan tahun yang silam. Apakah dia mungkin hidup
kembali dan menggerayang ke sini?!"
Raja Rencong Dari Utara merasa
malu pada dirinya sendiri. Namun telinganya yang tajam itu tadi telah mendengar
suara hembusan nafas tepat.
di belakang daun pintu kamar
dimana dia berada. Melihat ayahnya masih berada dalam kebimbangan, Pandansuri
berkata lagi: "Kalaupun ada seseorang yang berhasil masuk ke sini, masakan
telinga ayah tak sanggup mendengar gerakan langkahnya?!"
"Aku belum puas kalau
belum menyelidikinya sendiri" kata Raja Rencong pula. Lalu dengan cepat
melompat ke pintu!
* * *
14
DI LUAR KAMAR SEWAKTU
MENDENGAR ucapan Raja Rencong bahwa dia merasa ada seseorang yang mendengarkan
pembicaraannya maka Wiro segera maklum cepat atau lambat laki-laki itu akan
segera ke luar untuk menyelidik.
Untuk lari ke ujung lorong
yang tadi dilewatinya terlalu besar risikonya karena ujung lorong itu jauh
sekali. Untuk baku hantam menempur Raja Rencong dan Pandansuri baginya bukan
halangan.
Sekalipun dia harus pasrahkan
nyawa dia bisa mati dengan rela. Tapi yang paling penting ialah menyelamatkan
jiwa puluhan tokoh-tokoh sakti yang ada di Arena Topan Utara, terutama mereka
yang dari golongan putih!
Wiro Sableng melangkah cepat
ke pintu di samping kiri. Didorongnya pintu itu tapi ternyata dikunci.
Mendobrak pintu itu akan menimbulkan suara berisik dan sama saja dengan memberi
tahu terang-terang kehadirannya di situ pada Raja Rencong!
Wiro berkelebat ke pintu di
ujung depan lorong.
Baru saja dia berdiri di depan
pintu itu mendadak terdengar suara macam nyamuk mengiang di telinganya.
"Cepatlah masuk
anakku".
Wiro terkejut bukan main.
Meski tidak tahu apakah yang bakal ditemui di dalam sana perangkap yang sangat
berbahaya namun tanpa pikir panjang dalam keadaan kepepet begitu rupa Wiro
Sableng segera mendorong daun pintu. Pintu itu ternyata tak dikunci. Wiro cepat
masuk ke dalam. Ketika daun pintu itu tertutup kembali maka daun pintu dilorong
sebelan kanan terbuka. Raja Rencong Dari Utara ke luar. Matanya meneliti setiap
sudut lorong.
Tak seorangpun yang kelihatan.
Namun Raja Rencong tak yakin bahwa perasaan dan telinganya telah menipunya.
Sekali dia melompat maka dia sudah sampai di pintu kamar di ujung lorong dan
sekaligus membuka pintu itu!
Sewaktu Wiro masuk ke dalam’
kamar itu satu pemandangan yang luar biasa membuat dia sangat terkejut hingga
sepasang kakinya laksana dipakukan ke lantai!
Kamar itu tak seberapa besar.
Meski bagian luarnya kelihatan bagus tapi di dalamnya hanya merupakan dinding
lantai dan atap batu yang kasar. Seluruh kamar diselimuti debu. Di beberapa
sudut labah-labah telah membuat sarangnya. Di tengah-tengah kamar inilah
kelihatan duduk seorang laki-laki tua bermuka biru, berpipi sangat cekung.
Tubuh-nya yang kurus tertutup sehelai jubah biru yang luar biasa besarnya
hingga bagian bawahnya menutupi hampir seluruh lantai kamar! Kedua tangan orang
tua ini buntung sebatas siku, salah satu telinganya sumplung.
Pada lehernya terikat sebuah
rantai baja yang ujungnya dipantek dengan sebuah paku besar ke dinding batu di
belakangnya. Sikap orang tua ini yang memeramkan matanya tak ubahnya seperti
orang yangtengahbersemedi,"Orang tua, kau siapa?!" tanya Wiro.
Orang tua itu membuka kedua
matanya.
Astaga! Wiro merasa tengkuknya
dingin. Kedua mata itu hanya merupakan sepasang rongga yang dalam dan
mengerikan!
"Anak tolol! Lekas
sembunyi dalam jubah di belakang punggungku!" kata si orang tua. Wiro
Sableng yang sadar akan keadaannya segera mengikuti perintah si orang tua.
Namun demikian karena dia tiada mengenal siapa adanya orang tua ini dan bukan
mustahil seorang musuh yang hendak menjebak maka sambil menyusup ke dalam
‘jubah biru yang lebar diam-diam Wiro siapkan pukulan sinar matahari di tangan
kiri sedang tangan kanan memegang gagang Kapak Naga Geni 212! ‘
"Anak, aku bukan musuhmu!
Kenapa musti meraba senjata segala?!", tiba-tiba terdengar suara mengiang
di telinga Wiro Sableng. Suara orang tua itu!
Orang ini hebat sekali, tentu
sakti luar biasa, pikir Wiro.
Tapi mengapa kedua tangannya
buntung dan matanya buta sedang lehernya dirantai begitu rupa?
Tiba-tiba pintu terbuka dan
terdengar bentakan Raja Rencong Dari Utara:
"Tua renta buta! Siapa
yang masuk ke sini?!" Si orang tua menghela nafas dalam lalu menjawab.
Suaranya kecil sekali seperti
suara anak perempuan.
"Jika aku sampai tidak
mengetahui ada seorang yang masuk ke sini itu bukan karena ketololanku tapi
karena mataku memang tak melihat. Tapi jika kau yang punya mata dan telinga
tajam sampai tidak mengetahuinya dan malah bertanya padaku itu adalah satu
ketololan yang tak ada taranya! Apakah kau lihat ada orang lain di kamar
ini?!"
Ejekan itu membuat Raja
Rencong Dari Utara memaki habis-habisan. Memang selain orang tua itu tak ada
siapapun di situ"Apakah kau sudah memeriksa, Hang Kumbara?" bertanya
si orang tua.
"Tutup mulutmu setan
tua!"
engkauDimaki begitu rupa malah
si orang tua tertawa dan menyahuti: "Hari ini hari peresmian berdirinya
Partai Topan Utara bukan?!"
"Kunyuk peot! Kau tahu
apa tentang Partai Topan Utara!" semprot Raja Rencong.
"Aku memang tidak
tahu-tahu apa-apa. Tapi di balik ketidak tahuan itu aku mendapat firasat bahwa
Partaimu itu akan runtuh sebelum saat diresmikannya. Dan kau sendiri akan
mampus. Hang Kumbara . . .!
"Ya, aku akan
mampus!" jawab Hang Kumbara alias Raja Rencong Dari Utara. "Tapi
sebelum mampus, untuk yang keseratus kalinya terima dulu tamparanku ini!".
"Plaak"!
Tamparan yang dilayangkan Raja
Rencong keras luar biasa. Tubuh si orang tua terhuyung-huyung dirasakan oleh
Wiro tapi tidak roboh. Mulutnya mengucurkan darah!
Wiro Sableng marah sekali
melihat orang tua yang telah tolong menyembunyikan dirinya diperlakukan begitu
rupa. Segera saja dia hendak melompat ke luar dari balik jubah. Tapi
ditelinganya terdengar suara seperti ngiangan nyamuk: "Jangan tolol
anak!". Terpaksa Wiro Sableng mendekam terus di belakang punggung orang
tua itu. Kemudian terdengar pintu kamar ditutupkan, Raja Rencong telah ke luar.
"Sekarang kau
keluarlah!" kata orang tua itu.
Wiro keluar dari balik jubah
lalu menjura hormat: "Terima kasih atas budi pertolonganmu, orang tua.
Harap kau sudi menerangkan namamu. Kelak di kemudian hari aku harap bisa
membalas budi besarmu ini . . .! Orang tua itu tertawa.
"Sewaktu mendengar
langkahmu di bagian belakang bangunan tua, sewaktu kudengar kau mengangkat
rerumpunan semak-semak lalu menyusup turun ke dalam lorong hatiku gembira.
Kukira kau adalah Tua Gila. Tapi dari suara langkahmu kuketahui kemudian bahwa
kau bukanlah si Tua Gila.
Namun demikian aku yakin kau
ada sangkut paut dengan orang tua itu. Mungkin sekali kau muridnya.
Betul?!"
Wiro Sableng melengak.
"Aku hanya menerima
beberapa jurus ilmu silat dari Tua Gila. Bagaimana kau bisa tahu semua gerak
gerikku?" tanya Wiro heran.
"Ilmu yang tinggi adalah
seribu mata dgn seribu telinga bagi seseorang", jawab si orang tua.
"Tapi semuanya itu berakhir dalam kesia-siaan! Buktinya diriku ini!"
"Kenapa kau sampai
dirantai begini rupa?"tanya Wiro.
"Muridku sendiri yang
melakukannya" jawab si orang tua penuh rawan dan penyesalan.
"Muridmu?!" kejut
Wiro.
"Kau terkejut?! Tak perlu
terkejut atau heran orang muda. Di dunia ini sekarang penuh dengan orang-orang
sesat dan murtad!".
"Kalau aku boleh
bertanya, siapa muridmu itu?"
"Masakan kau tidak bisa
menerka. Hang Kumbara!"
"Maksudmu Raja Rencong
Dari Utara?"
"Itu gelarnya".
“benar-benar terkutuk manusia
itu!" geram Wiro. Sekali digerakkannya- tangan kanannya membetot maka
tanggallah paku di dinding batu. Dengan cepat Wiro lalu melepaskan rantai yang
mengikat leher orang tua itu.
"Terima kasih anak.
Tenaga dalammu luar biasa sekali. … ".
"Aku cuma punya waktu
sedikit, orang tua.
Harap kau sudi memberikan
sedikit keterangan tentang dirimu. Kelak kalau tugasku selesai aku akan
membawamu dari tempat terkutuk ini!"
"Terima kasih terima
kasih! Tak perlu kau bawa diriku yang sudah pikun cacat dan tak berharga ini.
Dengar anak, namaku adalah
Nyanyuk Amber. Dulu aku diam di Gunung Singgalang sampai kedatangannya Hang
Kumbara manusia laknat itu Dia datang mengemis ilmu padaku. Karena kulihat
sifatnya baik dan lagi pula dia adalah murid kenalan baikku si Datuk Mata Putih
maka aku tak keberatan mewariskan beberapa ilmu yang hebat kepadanya! Tapi
siapa nyana kalau manusia itu sesungguhnya sudah sejak lama mendekam maksud
jahat hendak menimbulkan bencana di atas jagat ini!
Maksudnya mendirikan Topan
Utara dan memaksa orang-orang untuk menghadirinya adalah bohong belaka!
Sebenarnya dia sengaja untuk
menghimpun seluruh orang-orang pandai di sini lalu dibunuh secara masai!
Gurunya sendiripun, gurunya
yang pertama sebelum aku yaitu Datuk Mata Putih dia juga yang membunuhnya!
Benar-benar manusia iblis yang
haus darah", si orang tua yang bernama Nyanyuk Amber menghela nafas
panjang lalu berkata: "Meski bagaimanapun dibandingkan dengan Datuk Mata Putih
aku masih bernasib lumayan, tidak dibunuh! Tapi apakah artinya hidup cacat
begini rupa?!".
"Apakah Hang Kumbara juga
yang telah memutus kedua lenganmu?" tanya Wiro.
"Bukan hanya lenganku
anak. Bukan hanya lenganku! Coba kau singkap jubah ini di bagian kakiku".
Wiro menyingkapkan jubah biru
Nyanyuk Amber.
Astaga, ternyata kedua kaki
orang tua itu sebatas lutut juga telah buntung!
"Hang Kumbara yang
melakukannya", desis Nyanyuk Amber. "Juga kedua mataku ini dia yang
mengorek!"
"Benar-benar laknat terkutuk
yang kejam luar biasa!" kata Wiro geram. "Orang tua, aku berjanji
untuk memecahkan kepalanya demi membalaskan sakit hatimu. Tapi orang tua
mengapa dia sampai melakukan kekejaman begini rupa terhadapmu?…
Nyanyuk Amber menghela nafas
dalam lalu menjawab: "Seperti Datuk Mata Putih akupun datang ke sini untuk
menginsyafkan Hang Kumbara dari kesesatannya! Tapi dengan ilmu yang kuajarkan
kepadanya Hang Kumbara menyerangku. Tubuhku berhasil ditotoknya. Kedua tangan
dan kakiku dipotong, kedua mataku dicongkel. Dalam keadaan tubuh masih tertotok
aku diseret ke sini dan leherku dirantai!"
"Keparat betul manusia
itu! Belum pernah aku menemui manusia sejahat dia. Tapi apa pula sebabnya dia
mempunyai niat jahat untuk melenyapkan seluruh orang-orang pandai yang kinf
berada di Arena Topan Utara itu?!"
"Panjang kisahnya anak,
panjang sekali! Kelak jika sama-sama ada umur akan kututurkan padamu.
Sekarang lakukanlah apa yang
bisa kau lakukan untuk menyelamatkan jiwa orang-orang yang berada di Arena
Topan Utara!".
Wiro mengangguk. Sebelum pergi
dilepaskannya totokan di tubuh Nyanyuk Amber. Si orang tua itu mengucapkan
terima kasih. Tiba-tiba ingat sesuatu.
"Orang tua, kalau
sekiranya tak dapat dicegah penghancuran Arena Topan Utara oleh Raja Rencong,
mungkin tempat ini turut
musnah. Sebaiknya kuselamatkan dulu kau ke tempat yang aman!"
"Ah, kau terlalu
memikirkan diriku, anak.
Tempat ini cukup jauh dari
Arena Topan Utara, tak akan sampai ambruk. Kau pergilah cepat sebelum
terlambat".
Mendengar ucapan itu maka
Wiropun meninggalkan kamar itu dengan cepat.
15
ARENA TOPAN UTARA Ruangan ini
penuh sesak oleh manusia. Di Tengah-tengah terletak sebuah mimbar dan berdiri
di belakang mimbar itu ialah Raja Rencong Dari Utara!
Matanya yang menyorot
memandang ke arah tamu-tamu yang hadir. Pada dasarnya semua tamu itu terbagi
atas dua golongan yaitu golongan putih dan golongan hitam. Namun golongan putih
telah terpecah menjadi dua hingga dengan demikian semua orang pandai di situ
terbagi menjadi tiga golongan.
Golongan pertama ialah
golongan hitam yang secara mutlak tunduk dan berada di pihak Raja Rencong Dari
Utara. Golongan kedua ialah golongan putih yang telah ditaklukkan oleh Raja
Rencong dan dipaksa untuk masuk serta menghadiri peresmian berdirinya Partai
Topan Utara. Baik golongan hitam maupun golongan putih yang tersebut di atas
semuanya telah masuk perangkap Raja Rencong, dicekok dengan pil-pil kematian
yang disuruh telan secara paksa oleh Raja Rencong pada saat mereka menyatakan
diri bersedia masuk ke dalam Partai Topan Utara.
Golongan putih yang kedua
ialah mereka yang sengaja datang ke Bukit Toba bukan untuk menghadiri peresmian
Partai tapi untuk membalas dendam, untuk membalaskan sakit hati kawan-kawan
mereka yang telah menemui kematian di tangan Raja Rencong Dari Utara atau di
tangan anaknya!
Raja Rencong sendiri sudah
mengetahui jelas akan golongan-golongan para tamunya. Dalam hati dia tertawa.
Tertawa karena dia tak perduli siapapun adanya para tamu itu, apakah dari
golongan putih ataupun hitam, yang jelas mereka semua sudah berada di tempat
itu yang berarti sudah masuk ke dalam perangkap mautnya! Raja Rencong melirik
ke sebuah tombol merah yang terletak di kayu mimbar dekat tangan kanannya!
Sekali dia menekan tombol ini maka tubuhnya akan melesat ke atas, ke luar dari
ruangan tersebut lewat sebuah celah yang terbuka secara otomatis sedang pada
detik itu pula lantai Arena Topan Utara akan longsor ke bawah, atap runtuh!
Begitu semua orang tertimbun hidup-hidup maka seluruh Arena Topan Utara akan
meledak hingga jangan diharapkan satu nyawapun bisa selamat dari tempat itu!
Setelah memandang berkeliling.
maka Raja Rencong Dari Utarapun membuka suara:
"Saudara-saudara
sekalian, pertama sekali aku Raja Rencong Dari Utara, mengucapkan banyak terima
kasih atas kedatangan saudara-saudara. Beserta dengan ucapan terima Kasih itu
aku sampaikan pula permohonan maaf karena mungkin penyambutan dan layanan
terhadap saudara-saudara kurang memuaskan dan juga maaf karena peresmian
berdirinya Partai Topan Utara ini tidak disertai upacara dan pesta
besar-besaran!
Saudara-saudara sekalian,
dalam mendirikan Partai Topan Utara ini aku sama sekali tidak melihat kepada
asal usul saudara-saudara atau menilai golongan mana adanya saudara. Bagiku,
jika Saudarasaudara sudah mau datang dan hadir di sini maka berarti
saudara-saudara semua sudah masuk menjadi anggota Partai Topan Utara!"
Ucapan ini membuat tokoh-tokoh
silat golongan putih yang datang untuk menuntut balas kematian kawankawan
mereka menjadi gelisah. Dan di antara kegelisahan itu maka melesatlah ke atas
Arena empat sosok tubuh. Mereka adalah panglima Sampono, Datuk Nan Sabatang,
Lembu Ampel dan Sebrang Lor.
Sementara tiga orang kawannya
berdiri berjejer maka Panglima Sampono maju ke hadapan mimbar.
Suasana di Arena menjadi sesunyi
di pekuburan!
"Manusia-manusia tak tahu
aturan!" bentak Raja Rencong marah sekali. "Perbuatanmu naik ke depan
mimbar merupakan penghinaan besar bagi semua anggota Partai yang hadir di
sinil".
"Raja Rencong!"
menyahut Panglima Sampono.
"Kami berempat ke sini
bukan untuk masuk Partaimu tapi untuk minta pertanggungan jawab atas kematian
sobat-sobat kami tokoh-tokoh silat golongan putih!"
"Kalau begitu berarti
kalian ingin segera menyusul mereka!" tukas Raja Rencong. Dia berpaling ke
Arena sebelah timur dan berseru: "Empat Tombak Sakti! Lenyapkan
pengacau-pengacau ini!"
Baru saja seruan Raja Rencong
berakhir maka melompatlah empat orang berpakaian ringkas hitam.
Tampang-tampang mereka galak
buas dan mengerikan!
Dalam kejap itu pula empat
buah tombak menderu ke arah kepala Panglima Sampono dan ketiga kawannya!
Pertempuran antara Empat
Tombak Sakti melawan Panglima Sampono, Datuk Nan Sabatang, Sebrang Lor dan
Lembu Ampel berjalan seru sekali.
Kedua belah pihak agaknya
berimbangan. Seranganserangan datang silih berganti! Namun walau bagaimanapun
seimbangnya satu pertempuran, pada suatu saat tertentu pasti salah satu pihak
akan menjadi pecundang!
Setelah bertempur hebat selama
lima belas jurus maka korban pertamapun robohlah. Korban pertama ini orang
ketiga dari Empat Tombak Sakti, meregang nyawa di ujung pedang Sebrang Lor!
Panglima Sampono kemudian
berhasil pula merobohkan orang kedua dari Empat tombak Sakti hingga dengan
bertempur kini adalah Datuk Nan Sabatang dan Lembu Ampel melawan orang ke satu
dan ke empat! Tingkat kepandaian Datuk Nan Sabatang dan Lembu Ampel hanya
sedikit lebih rendah dari Panglima Sampono maka setelah lima jurus lagi berlalu
kedua orang terakhir dari Empat Tombak Sakti itupun menemui ajalnya pula. Raja
Rencong Dari Utara marah luar biasa.
"Tongkat Baja Hijau!
Majulah untuk menghancurkan empat bangsat-bangsat rendah ini!"
Sekelebat sosok tubuh
berpakaian hijau melesat ke atas Arena. Orang ini berbadan tinggi langsing.
Tubuhnya agak bungkuk dan
usianya sudah lanjut.
Di tangan kanannya ada sebuah
tongkat yang hampir sebetis besarnya. Tongkat ini terbuat dari baja asli dan
dilapisi racun hijau yang dahsyat!
"Lekas lenyapkan mereka
Tongkat Baja Hijau!" kata Raja Rencong.
Tongkat Baja Hijau tertawa
mengekeh. Tongkat bajanya diketuk-ketukkan ke lantai Arena. Hebat sekali, semua
orang merasa bagaimana lantai yang mereka injak jadi bergetar! Panglima Sampono
dan kawan-kawan segera maklum bahwa manusia berjubah hijau ini tinggi sekali
ilmunya dan senjata di tangannya sangat berbahaya.
"Tak usah kawatir Raja
Rencong", kata Tongkat Baja Hijau. "Manusia-manusia macam
kunyuk-kunyuk ini mudah saja dibereskan!". Lalu dia menyapu paras keempat
orang di hadapannya dan bertanya: "Hai, kalian mau maju satu-satu atau berempat
sekaligus?
Bagusnya berempat saja biar
cepat kubereskan!"
Merah paras keempat tokoh itu.
Panglima Sampono bergerak tapi Sebrang Lor mendahuluinya melompat ke hadapan
Tongkat Baja Hijau.
"Tongkat Baja Hijau!
Setahuku dulu kau adalah seorang tokoh golongan putih! Sungguh disayangkan di
samping sesat kau juga mau-mauan masuk menjadi bergundalnya Raja Rencong, murid
murtad si pembunuh guru itu! Kau mulailah Mari kita bertempur sampai ratusan
jurus!" Tongkat Baja Hijau mengekeh.
"Jika aku tak salah
lihat, kau adalah manusia yang bernama Sebrang Lor. Tempatmu jauh di tanah
Malaka. Aneh juga kalau kau sampai nyasar ke sini! Orang Malaka jangan jual
lagak di sini, kau tahu hanya namamu saja yang kembali ke negerimu!"
Habis berkata begitu Tongkat
Baja Hijau menyerbu ke muka. Sinar hijau menderu dari tongkat mustikanya.
Sebrang Lor segera pula
kiblatkan pedang berkeluknya.
Maka pecahlan pertempuran yang
hebat! Tapi kehebatan itu segera berubah menjadi satu pertempuran yang tidak
seimbang! Serangan-serangan tongkat hijau datang mencurah laksana hujan. Dalam
jurus keempat senjata itu menderu ke bahu Sebrang Lor tanpa bisa ditangkis dan
dikelit! Sebrang Lor menjerit!
Tubuhnya terguling-guling ke
luar Arena, nyawanya lepas!
"Keparat, aku
lawanmu!" teriak Datuk Nan Sabatang menggeledek! Tubuhnya berkelebat dan
keris biru meluncur dahsyat ke arah tenggorokan Tongkat Baja Hijau!
"Jangan omong besar
Datuk!" ejek Tongkat Baja Hijau. Sekali tongkatnya disapukan Datuk Nan
Sabatang tersurut sampai lima langkah! "Ha…ha! Aku muak bertempur satu
lawan satu! Ayo Panglima dan Lembu Ampel, kalian berdua majulah!" Sambil
menyerang Datuk Nan Sabatang, Tongkat Baja Hijau sekaligus melancarkan serangan
pada Panglima Sampono dan Lembu Ampel! Mulamula kedua orang ini tak mau ikut
turun ke dalam kalangan pertempuran. Tapi karena diserang terus terusan mau tak
mau akhirnya kedua orang ini turun juga ke gelanggang!
Bagi orang-orang yang ada di
situ nama Panglima Sampono dan kawan-kawannya adalah nama-nama besar. Namun
sewaktu melihat bagaimana dengan seorang diri Si Tongkat Baja Hijau berhasil
mendesak ketiga lawannya maka diam-diam semua orang memuji kehebatan Si Tongkat
Baja Hijau!
Dalam jurus ke sepuluh
terdengar pekik Datuk Nan Sabatang! Tubuhnya mencelat mental. Kepalapecah
karena tongkat lawan’ bersarang tepat di kepalanya!
"Tongkat Baja Hijau, yang
dua lainnya segera saja dibereskan cepat-cepat!" berseru Raja Rencong.
"Jangan kawatir Raja
Rencong jawab Tongkat Baja Hijau. Didahului oleh satu bentakan yang menggelegar
Si Tongkat Baja Hijau mengeluarkan satu jurus yang lihay luar biasa!
Tokoh-tokoh silat golongan putih yang hadir di situ terkesiap dan cemas.
Serangan lawan yang hebat tak
mungkin dikelit atau ditangkis karena tongkat baja yang dahsyat itu hanya
tinggal sejengkal saja lagi dari kepala Panglima Sampono dan Lembu Ampel!
Dalam detik yang tegang itu
tiba-tiba berkelebat satu bayangan putih! Satu gelombang angin yang bukan
kira-kira dahsyatnya menderu laksana topan menggila! Beberapa tokoh silat yang
berada di tepi Arena merasa tubuh mereka tergetar oleh sambaran angin itu dan
tahu-tahu terdengar pekik Si Tongkat Hijau! Orang dan tongkatnya mencelat
sampai menghantam dinding Arena. Begitu jatuh nyawanya sudah lepas dengan muka
hancur memar. Di tengah Arena semua mata menyaksikan berdirinya seorang pemuda
berambut gondrong dengan senyum di bibirnya!
"Pemuda gondrong! Kau
siapa?!" bentak Raja Rencong.
"Siapa aku bukan
urusanmu.- Terlebih dulu perkenankan aku bicara!".
"Keparat! Kau terlalu
berani mampus!" damprat Raja Rencong. Dia berpaling ke kanan dan berseru:
"Sepasang Pengemis Gila
bunuh pemuda ini!" lalu sambil berpaling ke kiri: "Datuk Arak Sakti
musnahkan Panglima Sampono dan "Lembu Ampel!"
Dari Arena sebelati kanan
melesat dua orang berambut acak-acakan dan berpakaian kotor bertambal-tambal.
Mereka inilah Sepasang Pengemis Gila. Keduanya sambil berteriak-teriak tak
karuan langsung menyerang Pendekar 212 Wiro Sableng!
Dikejap yang sama dari samping
kiri melompat pula seorang berpakaian merah, dari mulutnya menyembur arak yang
menyerang ke seluruh jalan darah di tubuh Panglima Sampono dan Lembu Ampel!
Kedua orang ini terkejut dan
cepat-cepat memukul ke depan. Namun di saat itu terjadilah satu peristiwa yang
membuat semua orang kaget dan kagum luar biasa!
Tiga jeritan terdengar susul
menyusul! Tiga tubuh mencelat mental dan terbanting ke dinding lalu roboh di
antara orang banyak!
Apakah yang telah terjadi?!
Sewaktu Sepasang Pengemis Gila
dengan berteriakteriak melompat menyerang Wiro dan sewaktu Datuk Arak Sakti
menggempur Panglima Sampono dan Lembu Ampel, Pendekar 212 Wiro Sableng
mendorongkan kedua telapak tangannya ke arah orang-orang yang menyerang itu.
Dua pukulan yang dilancarkannya bukan lain pukulan "dewa topan menggusur
gunung" yang dipelajari Wiro Sableng dari Tua Gila. Pukulan yang luar
biasa hebatnya itu ,mana sanggup diterima oleh Sepasang Pengemis Gila dan
-Datuk Arak Sakti Tak ampun lagi ketiganya terlempar dan mati!
Baik tokoh-tokoh golongan
hitam maupun golongan putih sama-sama leletkan lidah melihat kehebatan si
pemuda.
Di lain pihak mata Raja
Rencong terbeliak besar-besar.
Dua pukulan yang dilepaskan
pemuda rambut gondrong itu adalah pukulan "dewa topan menggusur
gunung".
Dan setahunya hanya satu orang
yang memiliki ilmu pukulan dahsyat itu yakni Tua Gila! Tapi si pemuda telah
melancarkan ilmu pukulan itu tadi yang berarti dia punya sangkut paut dengan
Tua Gila! Rasa kecut membuat dingin tengkuk Si Raja Rencong, Inilah untuk
pertama kalinya dia merasa ngeri! Tua Gila sudah lama didengarnya meninggal,
dan seumur hayatnya tak pernah punya murid. Tapi bagaimana sekarang ada seorang
pemuda memiliki ilmu pukulan Tua Gila?
Apakah Tua Gila masih hidup
dan telah mengambil seorang murid? Dan yang lebih mengawatirkannya lagi apakah
Tua Gila juga berada di dalam ruangan itu?
Dan untuk pertama kalinya Raja
Rencong ingat akan kecurigaannya sewaktu berada di kamar bersama Pandansuri
tadi. Jika betul pemuda rambut gondrong itu murid Tua Gila, pastilah dia telah
menyelusup lewat jalan rahasia di bagian belakang bangunan tua. Tapi dimana dia
bersembunyi sewaktu seluruh tempat diselidikinya tadi?
Raja Rencong Dari Utara tak
mau berpikir berpanjang-panjang. Saat itu sudah tiba waktunya untuk menekan
tombol merah di atas mimbar!
Sambil tertawa mengekeh Raja
Rencong menggerakkan jari telunjuknya ke tombol merah dan berseru;
"Manusia-manusia tolol, kalian semua pergilan ke neraka!". Dan jari
telunjuk itupun ditekan sekuat-kuatnya pada tombol merah!
Mata Raja Rencong membeliak
seperti mau tanggal dari sarangnya. Parasnya berobah total, terkejut amat
sangat! Sewaktu tombol ditekan, atap di atas tidak membuka, lantai Arena Topan
Utara tidak ambruk! Seperti tak percaya akan dirinya sendiri Raja Rencong
menekan lagi tombol merah itu. Lagi, lagi dan lagi sampai berulang kali! Tetap
saja tak satu pun yang terjadi!
Tiba-tiba didengarnya suara
tertawa bergelak.
Ketika dia mengangkat kepala
yang tertawa itu bukan lain si pemuda berambut gondrong Wiro Sableng!
"Kau heran dan terkejut
melihat ruangan ini tidak amblas, tidak hancur lebur?" Wiro tertawa lagi
gelak-gelak. "Ha ha! Pesawat rahasia terkutukmu yang hendak membunuh semua
orang yang hadir di sini tidak bisa berjalan, Raja Rencong!"
Bukan main marahnya Raja
Rencong Dari Utara.
Tanpa menunggu lebih lama lagi
segera sepuluh jari tangannya dijentikkan!
Sepuluh larik sinar merah
kekuningan menderu menyambar Pendekar 212! Wiro sudah pernah menyaksikan
keganasan ilmu pukulan kuku api yang dimainkan oleh Pandansuri! Kalau Raja
Rencong yang mengeluarkannya tentu lebih dahsyat lagi!
Karenanya pemuda ini
cepat-cepat melompat ke atas seraya lepaskan pukulan sinar matahari! Ruangan
itu laksana mau pecah sewaktu pukulan sinar matahari beradu dengan dahsyatnya
dengan pukulan kuku api! Karena tenaga dalam Wiro dan Raja Rencong berada dalam
tingkat yang sama maka setelah saling berbentur kedua sinar pukulan sakti itu
melesat ke kiri dan buyar keempat penjuru! Jerit kematian terdengar di bagian
itu. Sembilan orang tokoh golongan hitam roboh hangus! Delapan tokoh golongan
putih meregang nyawa! Dengan serta merta kacau balaulah suasana!
Di antara kekacau balauan itu
Wiro berteriak keras: "Semua tokoh silat yang ada di sini mari
bersama-sama mencincang manusia biang malapetaka ini. Sebelumnya dia telah
punya rencana untuk mengubur kalian hidup-hidup di bawah ruangan ini!"
Mendengar teriakan itu tak
perduli tokoh silat golongan manapun laksana air bah serentak menyerbu Raja
Rencong! Raja Rencong adalah tokoh silat sakti luar biasa. Namun melihat lebih
dari dua puluh jago-jago ternama menyerbunya ditambah dengan kegugupan,
nyalinya jadi meleleh! Dia segera berkelebat melarikan diri. Namun lebih cepat
dari itu Wiro Sableng sudah menghadangnya dengan Kapak Naga Geni 212 siap di
tangan!
"Keparat kau kubunuh
lebih dulu!" teriak Raja Rencong.
"Sreet!"
Raja Rencong cabut Rencong
Emas maka sinar kuningpun bertaburlah. Di lain kejap puluhan senjata berkelebat
menggempur Raja Rencong dan di depan sekali Kapak Naga Geni 212 menderu laksana
seribu tawon mengamuk!
"Trang"!
Rencong Emas dan Kapak Naga
Geni 212 beradu.
Bunga api berpercikan! Raja
Rencong terkejut bukan main. Senjata di tangannya hampir saja terlepas dilanda
senjata lawan! Dan rasa terkejut ini masih belum habis sewaktu laksana kilat
Kapak lawan kembali menderu di depan hidungnya sementara dari sekelilingnya
menggempur puluhan senjata tajam! Raja Rencong Dari Utara keluarkan jurus yang
hebat yang dinamakan jurus "sepasang kincir sakti menghadang bumi".
Kedua tangannya kiri kanan bergerak cepat. Jurus ini bukan saja merupakan jurus
pertahanan yang paling tangguh dari ilmu silatnya namun sekaligus juga
merupakan jurus serangan yang hebat luar biasa. Sinar kuning Rencong Emas
bergulung gulung sedang lima jari tangan kiri tak henti-hentinya dijentikkan
melancarkan ilmu pukulan kuku api! Beberapa orang tokoh silat tergelimpang
disambar pukulan jahat itu!
Namun betapapun hebatnya Raja
Rencong mana mungkin baginya menghadapi tokoh-tokoh kias wahid yang berjumlah
lebih dari dua puluh orang itu. Apalagi sambaran Kapak Naga Geni 212 saat itu
sudah menelikung mendesaknya. Angin senjata itu menyakitkan mata dan memerihkan
kulitnya.
Sesaat kemudian terdengar
jeritan Raja Rencong ! Kuping kanannya putus dibabat Kapak Naga Geni 212. Racun
yang hebat dari senjata itu mulai mempengaruhi dirinya.
Raja Rencong cepat menutup
jalan darah penting dibeberapa Bagian tubuh lalu dengan sisa kekuatan mengamuk
membabat ke arah salah seorang tokoh putih diantaranya Lembu Ampel yang kena
sambaran Rencong Emas. Akan tetapi itu tidak lama karena begitu Pendekar 212 Wiro
Sableng menyusup dibalik serangan Raja Rencong, Kapak Naga Geni 212 berhasil
membabat putus lengan kiri tokoh silat durjana itu ! Tidak sampai disitu saja,
sewaktu jerit kesakitan Raja Rencong belum sirna Kapak Naga Geni 212 mengaung
dahsyat dan ”crass”! Darah muncrat membasahi pakaian beberapa orang tokoh
silat. Raja Rencong dari Utara terhuyung huyung dengan kepala hampir tebelah.
Dalam keadaan begitu rupa dia harus menerima tusukan dan sabetan senjata tajam
lainnya sehingga tubuhnya tak beda dengan daging yang dicincang cincang.
Sewaktu tubuh yang hancur dari
Raja Rencong menggeletak di Arena Topan Utara, Pendekar 212 Wiro Sableng sudah
melompat pergi dari ruangan itu.
Sesungguhnya apakah yang telah
terjadi sehingga ketika Raja Rencong menekan tombol merah, Arena Topan Utara
tidak amblas ke bawah?
Seperti telah dituturkan di
atas, sehabis meninggalkan Nyanyuk Amber, Wiro Sableng segera pergi ke kamar di
mana senjata rahasia penghancur itu berada. Karena di sini sudah berada
Pandansuri maka dengan sendirinya pecahlah pertempuran. Kalau sewaktu di rumah
makan Dang Lariku, Wiro Sableng masih bisa main-main melayani gadis ini maka
kini menghadapi keselamatan puluhan jiwa tokoh-tokoh sakti yang berada di Arena
Topan Utara, Wiro tidak bisa main-main lagi. Meski senyum cengar cengir tetap
tersungging di mulutnya namun Wiro menempur habis-habisan.
Pandansuri hingga dalam tempo
tiga jurus akhirnya dia berhasil menotok jalan darah di tubuh si gadis. Dari
sini Wiro langsung menuju Arena Topan Utara dan terjadilah kelanjutan
sebagaimana yang dituturkan di atas.
Kini Pendekar 212 Wiro Sableng
kembali ke kamar pesawat rahasia itu. Pandansuri duduk tersandar ke dinding
dekat pintu masih dalam tubuh tertotok.
"Saudari, hukuman yang
setimpal telah jatuh atas diri ayahmu ".
"Maksudmu kau telah
membunuh ayahku?!"
"Aku dan tokoh-tokoh
silat yang ada di Arena Topan Utara!" sahut Wiro Sableng.
"Keparat! Lepaskan
totokanku! Mari kita bertempur sampai seribu jurus!" Wiro Sableng tertawa.
"Apakah kau masih belum
melihat jalan terang menuju kehidupan yang baik? Atau mungkin kau mau menerima
nasib seperti ayahmu? Sekali aku beritahu pada orang-orang itu bahwa kau berada
di sini, pasti kau akan mati secara mengenaskan!".
"Silahkan kau beri tahu!
Aku tidak takut!"
jawab Pandansuri ketus. Wiro
tertawa.
"Kau keras kepala tapi
kuhargai nyalimu saudari.
Dan aku tidak sepengecut yang
kau duga untuk memberitahukan kau pada orang-orang itu!". Pemuda ini
melangkah mendekat. "Sebelum pergi aku ingin melihat wajahmu dulu, saudari."
"Keparat kalau kau
berani……………….".
Tapi tangan Wiro Sableng sudah
bergerak menarik kerudung ungu yang menutupi wajah Pandansuri.
Begitu kerudung terbuka
terkejutlah Wiro Sableng."Ah, kiranya parasmu cantik sekali saudari."
memuji Wiro sejujurnya.
"Tapi sayang aku tak bisa lama-lama menikmati kecantikan parasmu. Aku
harus pergi dari sini bersama Nyanyuk Amber.
Selamat tinggal ".
"Saudara tunggu
dulu!" seru Pandansuri. "Lepaskan dulu totokanku".
"Dan setelah bebas kau
akan menyerangku?" ejek Wiro.
"Aku berjanji untuk tidak
melakukan apa-apa kecuali hanya untuk membaca sepucuk surat.
Selesai membaca kau boleh
menotok aku kembali!
Membunuhpun aku tak
keberatan!"
"Heh, surat katamu? Surat
apa? Surat dari pacarmu?" Wiro melihat kesungguhan di paras si gadis.
"Baik aku percaya
ucapanmu", kata Wiro pula lalu melepaskan totokan di tubuh Pandansuri dan
berdiri di ambang pintu kamar pesawat rahasia menjaga segala kemungkinan yang
ada sementara Pandansuri mengeluarkan sehelai surat dari balik pakaiannya.
Surat ini adalah surat yang
diberikan Raja Rencong kepadanya. Dibukanya lipatan surat lalu dibacanya:
Pandansuri,
Kalau aku sudah mati maka
itulah saatnya
aku memberitahukan rahasia
besar tentang dirimu
melalui surat ini. Sebenarnya
kau bukan anak kandungku
tapi seorang anak angkat .
Jelasnya kau
kuculik dari orang tuamu sejak
kau masih kecil.
Ayahmu Kepala kampong
Pasirputih. Kembalilah
Padanya dan tempuhlah jalan
hidup yang baik.
Raja Rencong
Wiro Sableng terkejut sewaktu
melihat tetesan-tetesan air mata membasahi pipi Pandansuri Sedang surat yang
dibacanya terlepas dan jatuh Ke lantai. Wiro mengambil surat itu dan
membacanya.
Dilipatnya surat itu kembali
seraya menghela napas Panjang.
”Sekarang jelas bagimu bahwa
kau berasal Dari orang baik baik. Karenanya musti kembali ke jalan Baik baik ”,
kata Wiro Sableng. Dikembalikannya Surat yang dipegangnya pada Pandansuri dan
Berkata lagi. ” Aku tak akan menotok tubuhmu Kembali. Apa yang kau lakukan
terserah padamu.
Selamat tinggal ”
”Saudara, kau hendak
meninggalkan Danau Toba ini ?”
"Ya, menyeberang
bersama-sama Nyanyuk Amber".
"Keberatan kalau aku ikut
bersama kalian?".
"Ah justru itulah yang
aku harapkan" jawab Pendekar 212 seraya senyum dan mengedipkan mata
kirinya. Dan Pandansuri tidak membantah sama sekali sewaktu Wiro Sableng
memegang tangannya dan melangkah bersama-sama menuju kamar Nyanyuk Amber.
TAMAT