Bab 14 - Demi Tusuk Konde
˜Tiga orang penunggang kuda,!
kata pula Im Giok yang sudah dapat membedakan suara itu sebelum orang-orangnya
kelihatan, siap karena mengira bahwa yang datang ini tentulah pihak musuh yang
selalu mengancam keselamatan Tiauw Ki. Akan tetapi setelah tiga orang
penunggang kuda itu muncul, ia bernapas lega. Mereka itu ternyata adalah tiga
orang wanita yang membalapkan kuda dan membuktikan bahwa ketiganya adalah
ahli-ahli penunggang kuda yang mahir.
Apalagi ketika tiba di dekat
Tiauw Ki dan Im Giok, ketiga orang penunggang kuda itu dapat menghentikan kuda
mereka dengan serentak, hal ini lebih-lebih membuktikan bahwa mereka bertiga
memiliki lwee-kang yang cukup kuat.
Setelah mereka dekat, barulah
Im Giok dan Tiauw Ki melihat dan mengenal mereka sebagai tiga orang wanita yang
malam tadi ikut hadir dalam pesta di rumah Suma-huciang, yakni wanita nenek
yang kepalanya diikat kain putih dan memegang tongkat bersama dua orang gadis
manis yang sikapnya galak. Kini dua orang gadis itu memandang kepada Tiauw Ki
kemudian kepada Im Giok dengan pandang mata terbelalak membenci.
Pada saat itu, Im Giok sedang
berada dalam keadaan gembira dan bahagia, maka tentu saja muka cemberut dari
dua orang gadis itu tidak terlihat olehnya. Sebaliknya, dengan senyum manis ia
lalu menjura kepada mereka sambil berkata,
˜Selamat bertemu di tempat
ini! Apakah Sam-wi baru pulang dari rumah Suma-taijin?!
Nenek itu menjawab
cepat-cepat,
˜Kau bermalam di rumah
Suma-taijin. Kami bermalam di rumah penginapan.!
Im Giok menggerakkan alis agak
heran melihat sikap ini, akan tetapi tetap tersenyum dan melanjutkan katanya
dengan ramah,
˜Ah, maaf. Maksudku, tentu
Sam-wi baru meninggalkan Tiang-hai dan hendak ke manakah?!
Tiba-tiba seorang di antara
dua gadis itu, yang ada tahi lalatnya di dagu, membentak,
˜Siapa sudi bicara dengan
segala perempuan gila lelaki!!
Tiauw Ki menjadi pucat saking
marahnya, dan Im Giok menjadi merah mukanya. Sepasang matanya yang indah itu
kini menyambar bagaikan cahaya kilat ke arah gadis itu, dan suaranya tetap
halus dan ramah, akan tetapi di dalam suara ini terkandung sesuatu yang dingin
dan tajam menembus jantung.
˜Cici yang baik, kau bilang
apa?!
˜Aku bilang kau perempuan
cabul, gila lelaki!! Gadis bertahi lalat dagunya itu membentak lagi sambil
mengangkat hidungnya, mengejek.
Im Giok masih tersenyum lebar.
˜Alasannya?!
˜Dari semula kau datang, kau
sudah berdua dengan pemuda ini, sungguh memalukan. Kemudian kau bermanis-manis
dengan Suma-huciang dan kau mencoba pula untuk memikat hati Lie-kongcu.
Menyebalkan sekali!!
Im Giok memang cerdik luar
biasa. Dari ucapan ini saja ia sudah dapat menerka apa yang menyebabkan gadis
ini marah-marah seperti kemasukan setan. Senyumnya makin lebar dan sinar
matanya berseri.
˜Ah, Cici yang baik, kau memutarbalikkan
kenyataan. Jelas sekali kulihat bahwa kaulah yang tergila-gila kepada
Lie-kongcu yang tidak memperhatikan tahi lalatmu yang menjijikkan itu, kau jadi
marah-marah kepadaku!!
Mendengar ini, wajah gadis itu
menjadi pucat dan sebentar berubah merah. Mulutnya terbuka, matanya terbelalak
saking marahnya ia sampai tidak kuasa mengeluarkan kata-kata. Akhirnya dapat
juga ia mengeluarkan suara. Diangkatnya cambuknya ke atas, dipukulkan kepala Im
Giok didahului makiannya,
˜Perempuan rendah, kau berani
sekali memaki aku? Tidak tahu dengan siapa kau berhadapan?!
˜Hei, jangan pukul dulu!! Im
Giok membentak, suaranya demikian berpengaruh sehingga wanita bertahi lalat itu
kaget dan otomatis cambuk yang sudah diangkat itu tidak dipukulkan! ˜Teruskan
dulu keteranganmu, sebenarnya siapakah kalian ini yang bersikap tengik?!
Wanita itu menahan marahnya
dan sengaja memperkenalkan nama dengan maksud agar Im Giok menjadi ketakutan.
˜Buka telingamu lebar-lebar, kami berdua adalah Kim-jiauw-siang-eng Kwan Ci-moi
(Kakak Beradik Kwan yang Berjuluk Sepasang Garuda Berkuku Emas)! Dan dia itu
adalah ibu kami Koai-tung Toanio. Siapa tidak mengenal kami dari
Kong-thong-pai?!
Im Giok merasa geli sekali
melihat gadis yang dogol dan otak-otakan ini, akan tetapi ia mengangkat kedua
mata seakan-akan orang terkejut dan ketakutan.
˜Aduh... tak tahunya aku
berhadapan dengan tiga orang sakti dari Kong-thong-pai...! kata Im Giok.
˜'Ji Kim, jangan menyombong!!
tegur nenek yang mengerti bahwa Im Giok hanya pura-pura saja ketakutan, sebetulnya
sikap gadis baju merah itu adalah ejekan belaka.
˜Hayo lekas berlutut dan minta
ampun kepadaku!! gadis bertahi lalat yang bernama Kwan Ji Kim itu membentak,
masih belum mengerti bahwa Im Giok hanya pura-pura takut saja.
˜Kau datang-datang memaki orang
dan bersikap sombong, bagaimana aku harus berlutut?
Jangankan kau baru Garuda
berkuku emas, biarpun tahi lalatmu berubah emas aku tetap tak sudi berlutut!!
jawab Im Giok, kini tidak berpurap-pura lagi.
Ji Kim marah sekali dan kini
cambuk kudanya diayun cepat menghantam kepala Im Giok. Akan tetapi, Ang I Niocu
Kiang Im Giok hanya miringkan tubuh dan secepat kilat tangan kirinya menyambar,
dan di lain saat cambuk itu telah berpindah ke tangannya. Sambil tersenyum Im
Giok mempergunakan cambuk itu menghajar kedua kaki depan kuda yang ditunggangi
oleh Kwan Ji Kim sehingga kuda itu roboh bertekuk lutut dan Kwan Ji Kim
terpaksa melompat untuk menjaga diri jatuh terjungkal!
˜Kudamu lebih tahu adat!! Im
Giok mengejek. ˜Tahu akan kesalahan nonanya sehingga mintakan maaf kepadaku.!
Kwan Ji Kim marah bukan main.
Dicabutnya pedang yang tergantung di pinggangnya, lalu diserangnya Im Giok
dengan sengit. Namun, melihat gerakan nona ini, Im Giok hanya tersenyum dingin.
Dengan gerakan indah sekali, tubuhnya melenggok ke kiri dan tangannya menyambar
ke arah pipi lawan.
˜Plakk...!! Pipi gadis bertahi
lalat itu kena ditampar sehingga ia terhuyung-huyung ke belakang setelah
mengeluarkan jerit kesakitan. Setelah dapat menguasai keseimbangan badan dan
berdiri tegak lagi, ternyata pipi kanan Kwan Ji Kim telah bengkak menggembung
sehingga muka yang manis itu kini menjadi lucu dan jelek!
˜Setan betina, kau berani
menyakiti adikku!! Gadis ke dua melompat turun dari kuda dengan pedang terhunus
pula. Gerakan pedang ini jauh lebih cepat daripada Kwan Ji Kim dan tusukan
pedangnya lebih kuat lagi. Namun ia bukan lawan Im Giok, karena dengan amat
mudahnya Im Giok dapat menghindarkan diri dari tusukan pedang itu. Tiba-tiba Im
Giok merasa ada sambaran angin dingin dari kanan. Cepat ia melompat ke belakang
dan sebatang tongkat menyambar dengan dahsyatnya.
Im Giok maklum bahwa nenek
yang memegang tongkat itu berkepandaian tinggi dan merupakan lawan berat, maka
cepat ia pun mencabut pedangnya sambil berkata,
˜Koai-tung Toanio! Kalau kau betul-betul
seorang tokoh kang-ouw yang mengerti aturan dan seorang ibu yang baik, mengapa
kau tidak menegur anak-anakmu yang kurang ajar sebaliknya bahkan ikut-ikut
menyerangku? Ada permusuhan apa di antara kita maka kalian begini mendesak
padaku?!
Nenek itu menyeringai,
kemudian berkata, suaranya tinggi serak,
˜Kemarin kau begitu sombong
memamerkan kepandaian dan aku tidak sempat membuktikan. Sekarang ingin aku
melihat sampai di mana kelihaianmu, jangan kau hanya berani menghina anakku
yang bodoh. Majulah!!
Im Giok mengerti bahwa nenek
ini bukan hanya ingin menjajal kepandaiannya, akan tetapi kalau tidak membela
anaknya yang sudah ia tampar tadi, tentu tersembunyi maksud lain. Ia pun tidak
sudi memperlihatkan kelemahannya. Setelah orang menantangnya, ia harus melayani
dan memperlihatkan kepandaiannya. Apalagi di situ ada Tiauw Ki yang
menyaksikan. Dicabutnya pedangnya dan dengan tenang ia berdiri memandang kepada
tiga orang lawannya.
˜Kalian hendak mencari
perkara? Boleh, Ang I Niocu Kiang Im Giok bukan seorang pengecut dan tak pernah
menolak tantangan.!
Im Giok menanti serangan,
tidak mau ia mendahului bergerak karena memang ia tidak mempunyai permusuhan
dengan tiga orang ini. Koai-tung Toanio mengeluarkan seruan keras dan
tongkatnya diputar bagaikan kitiran cepatnya, lalu diterjangnya gadis baju
merah yang berdiri tenang di hadapannya. Anaknya yang sulung, Kwan Twa Kim,
juga maju menyerang dengan pedangnya.
Sekilas pandang saja tahulah
Im Giok bahwa kepandaian nenek itu memang lihai, jauh lebih lihai daripada
puterinya, maka menghadapi pengeroyokan dua orang ini, ia harus lebih dulu
mengalahkan yang lemah agar seluruh perhatiannya dapat dicurahkan kemudian
kepada yang kuat. Maka pedangnya segera bergerak, merupakan tarian indah dan
dengan halus gerakannya itu terbagi dua, yakni bersifat lembek apabila
menghadapi serangan tongkat Koai-tung Toanio, akan tetapi keras dan kuat
menghadapi Kwan Twa Kim.
Siasatnya ini berhasil baik
sekali karena Kwan Twa Kim sebentar saja terdesak hebat, sedangkan tongkat Koai-tung
Toanio belum juga dapat mendesaknya, bahkan beberapa kali tongkat di tangan
nenek itu apabila bertemu dengan pedang Im Giok, terbetot dan ˜diselewengkan!
sehingga membentur pedang anaknya sendiri! Beberapa jurus kemudian, terdengar
suara keras dan pedang di tangan Kwan Twa Kim terlempar, disusul pekik
kesakitan dari gadis ini. Ternyata bahwa lengan kanannya keserempet pedang dan
mengeluarkan darah.
˜Twa Kim, mundur kau...!!
ibunya berkata marah dan memperhebat gerakan tongkatnya, menyerang Im Giok dengan
mati-matian.
˜Toanio, kita tidak
bermusuhan, mengapa kau begini nekat?! Im Giok menegur, hatinya tak senang
melihat sikap nenek yang terlalu mendesak ini.
˜Tutup mulut dan lihat
tongkatku!! bentak Koai-tung Toanio yang dari penasaran menjadi marah sekali
mengapa begitu lama belum juga ia dapat mengalahkan gadis muda ini.
Timbul kemarahan Im Giok.
Tadinya ia tidak suka merobohkan nenek ini yang tidak mempunyai permusuhan
sesuatu dengannya. Seorang tokoh kang-ouw amat menjaga nama besarnya dan tahu
bahwa kalau nenek itu sampai kalah olehnya, hal ini merupakan penghinaan besar
bagi nenek yang keras hati ini. Tadinya ia mengharapkan nenek ini akan melihat
gelagat dan mundur sendiri setelah menyaksikan kelihaiannya, tidak tahunya
nenek ini bahkan berlaku nekad dan menyerang mati-matian.
˜Kau tidak boleh diberi hati!!
Im Giok mencela dan kini tiba-tiba gerakan pedangnya berubah. Pedangnya
menyambar-nyambar dalam gerakan yang amat indah dan halus. Namun di dalam
kehalusan ini tersembunyi gerakan-gerakan menyerahg yang maha dahsyat. Inilah
Sian-li Kiam-hoat atau ilmu pedang bidadari yahg indah dilihat namun berbahaya
sekali dilawan.
Koai-tung Toanio tidak mau
menyerah kalah begitu saja. Biarpun ia terkesiap juga menyaksikan ilmu pedang
yang aneh ini, namun ia memutar tongkat makin cepat dan mengerahkan segala
kepandaian untuk rnengalahkan lawan. Betapapun juga ia berusaha, tetap saja
sinar pedang yang sukar diduga perubahannya itu, makin lama makin mendesak
sinar tongkatnya dan makin lama ia makin merasa terkurung oleh sinar pedang
yang bergulung-gulung dan yang membuat pandangan matanya berkunang.
˜Pergilah!! terdengar seruan
Im Giok. Tangan kirinya dengan gerakan cepat telah berhasil mencengkeram
tongkat lawannya dan kalau ia mau, pedangnya dapat ditusukkan. Akan tetapi Im
Giok tidak bermaksud membunuh lawannya, maka sebagai gantinya pedang, ia hanya
menendang.
Tubuh Koai-tung Toanio
terlempar dan tongkatnya terampas. Namun nenek ini memang tinggi kepandaiannya.
Biarpun ia sudah terluka oleh tendangan itu dan tubuhnya terlempar, ia masih
dapat menjaga diri sehingga jatuhnya berdiri! Ia memandang kepada Im Giok
dengan mata melotot marah. Kemudian ia melompat ke atas kudanya, diikuti oleh
dua,orang puterinya.
˜Toanio, ini tongkatmu
ketinggalan!! Im Giok tertawa sambil melontarkan tongkat itu ke arah Koai-tung
Toanio. Tanpa menoleh, nenek itu menghantam, tongkatnya sendiri dengan tangan
kanan. Terdengar bunyi keras dan tongkat itu patah menjadi dua, meluncur ke
bawah dan menancap di atas tanah!
Im Giok menarik napas panjang.
˜Kepandaiannya tinggi dan mengagumkan, sayang wataknya tidak patut sekali.!
Tiauw Ki menghampiri Im Giok dan memegang lengannya.
˜Moi-moi, bukan main hebatnya
engkau ini. Benar-benar aku kagum sekali melihatmu dan makin terasalah olehku
betapa tiada gunanya aku ini. Aku seorang laki-laki yang lemah, sedangkan
kau... ah, kau benar-benar seorang bidadari yang sakti...!
˜Husshhh, Twako. Ada pasukan
berkuda datang!! Suara Im Giok terdengar agar khawatir ketika mengucapkan
kata-kata ini dan merenggut lengannya terlepas dari pegangan Tiauw Ki.
Pemuda itu menoleh dan benar
saja, debu mengepul tinggi mengiringkan pasukan berkuda yang datang dengan
cepat. Setelah dekat, Im Giok dan Tiauw Ki saling pandang dengan muka berubah
melihat bahwa pasukan berkuda terdiri dari empat puluh orang lebih itu dipimpin
oleh Lie Kian Tek, Cheng-jiu Tok-ong, juga banyak terdapat perwira-perwira
pembantu Suma-huciang, di antaranya terlihat juga Sin-touw-ong Si Raja Copet.
Mereka semua kelihatan marah dan kini mereka telah berhadapan dengan Im Giok
dan Tiauw Ki.
˜Pembunuh keji, menyerahlah
agar kami tak usah menggunakan kekerasan!! kata Lie Kian Tek sambil mencabut
pedangnya.
˜Eh, tikus, kau memaki siapa?!
Im Giok membentak dengan marah. Ia masih merasa benci kepada kongcu yang
ceriwis ini.
Lie Kian Tek tertawa bergelak
dan menengok kepada kawan-kawannya.
˜Lihat, pandai benar perempuan
ini bermain sandiwara, seakan-akan ia suci bersih dan tidak tahu apa-apa. Ha,
ha, ha!! kemudian ia memandang kepada Tiauw Ki dan berkata,
˜Pengkhianat pengecut! Kau
mengaku sebagai keponakan Suma-huciang, tidak tahunya kau adalah penjahat besar
yang datang dengan niat buruk. Kau tidak lekas menyerah dan mengakui dosamu?!
Tiauw Ki mengerutkan kening
dan bertanya,
˜Kedosaan apakah yang telah
kuperbuat?! dan terhadap Sin-touw-ong Siauw Hap, Raja Copet yang kate itu ia
bertanya, ˜Siauw-sicu, sebetulnya ada apakah maka kau juga datang menyusulku?
Apakah ada pesanan sesuatu dari Suma taijin?!
Si Kate yang sudah dikenal
sebagai pembantu setia dari Suma-huciang itu, nampak bingung menghadapi Tiauw
Ki dan Im Giok. Kemudian ia berkata dengan suara duka,
˜Suma-taijin telah meninggal
dunia, kami telah mendapatkan beliau rebah di lantai kamarnya dengan leher
putus!!
˜Apa katamu...??! Tiauw Ki meniadi
pucat mukanya dan juga Im Giok terkejut bukan main.
Terdengar suara ketawa dingin
dari Lie Kian Tek. ˜Gan Tiauw Ki penjahat besar, jangan kau berpura-pura kaget.
Kami bukan anak-anak kecil dan kami sudah tahu bahwa pembunuhan atas diri
Suma-taijin adalah perbuatanmu dengan pengawaimu yang cantik. Semua tamu malam
tadi pulang atau kembali ke rumah penginapan, hanya kau dan pengawamu saja yang
bermalam di rumah Suma-taijin. Ada pula yang bermalam akan tetapi di bagian
lain, tidak seperti kalian yang bermalam di dekat kamar Suma-taijin di bawah
satu wuwungan! Dan pula, kalau tamu lain masih ada pagi hari ini, kau dan
pengawalmu tanpa pamit telah minggat pergi. Bukti-bukti sudah jelas apakah kau
masih hendak menyangkal?!
˜Bohong! Fitnah!! Tiauw Ki
memaki marah. ˜Siapa percaya akan tuduhan dusta ini? Aku dan nona ini sama
sekali tidak tahu-menahu tentang pembunuhan itu dan kami malam tadi pun sudah
berpamit kepada Suma-taijin!!
Lie Kian Tek tertawa bergelak.
˜Tidak ada pembunuh mengaku telah membunuh orang seperti juga tidak ada maling
mengaku telah mencuri barang. Hayo tangkap orang ini, kita harus menyeretnya ke
pengadilan!!
Pasukan itu, didahului oleh
Cheng-jiu Tok-ong, bergerak menyerang. Gerakan Cheng-jiu Tok-ong cepat sekali
dan sekali kakek ini melompat turun dari kudanya menubruk, di lain saat Tiauw
Ki sudah diringkusnya dan sebuah totokan membuat pemuda itu lemas tidak berdaya
lagi.
˜Lepaskan dia!! Im Giok
berseru marah sekali melihat perlakuan orang terhadap kekasihnya. Ia menerjang
dan menyerang Cheng-jiu Tok-ong.
Kakek ini cepat menggerakkan
tangan menangkis sambil mencabut goloknya yang bersinar hijau. Juga orang-orang
lain telah mencabut senjata, sedangkan Lie Kian Tek berteriak,
˜Perempuan pemberontak, kaulah
yang membunuh Suma-taijin!! Kata-kata ini membuat Im Giok marah sekali dan
dilain saat ia telah dikurung oleh banyak orang.
˜Nona, lebih baik kau
menyerah!! kata Sin-touw-ong Siauw Hap yang merasa sayang sekali kalau sampai
gadis ini terluka. Sebetulnya Raja Copet ini pun meragukan bahwa Im Giok telah
membunuh Suma-huciang, akan tetapi bukti-buktinya memang memberatkan Tiauw Ki
dan Im Giok sehingga sebagai alat negara ia pun harus ikut bantu menangkap
pembunuh Suma-huciang.
Im Giok mengamuk. Gadis ini
maklum bahwa setelah terjatuh ke dalam tangan orang seperti Lie Kian Tek,
keselamatan Tiauw Ki terancam bahaya besar maka ia hendak menolong pemuda
kekasihnya itu dengan kekerasan. Sebentar saja ia dikurung hebat sekali oleh
Cheng-jiu Tok-ong, Sin-touw-ong dan perwira-perwira lain yang cukup tinggi
kepandaiannya. Namun Im Giok tidak gentar. Untuk menolong Tiauw Ki, ia rela
mengorbankan nyawa. Lebih baik mati bersama daripada membiarkan kekasihnya
dibikin celaka orang.
Akan tetapi keadaan lawan
terlampau berat. Menghadapi seorang Cheng-jiu Tok-ong saja masih sukar ia
mengalahkan, apalagi dikeroyok oleh belasan orang. Memang, selain Cheng-jiu
Tok-ong dan Sin-touw-ong, yang lain-lain hanya menyerang dari jarak jauh dan
tidak berani terlalu mendekat, akan tetapi cara ini bahkan melelahkan Im Giok.
Gadis ini tidak dapat merobohkan mereka yang mengeroyoknya dari jarak jauh,
sedangkan untuk mengerahkan kepandaian melayani Cheng-jiu Tok-ong dan
Sin-touw-ong, ia selalu diganggu oleh para pengeroyok yang menyerangnya dari
jauh dari kanan kiri dan belakang.
˜Giok-moi, menyerah saja,
Giok-moi. Kita tidak berdosa, biar mereka membawa kita ke pengadilan!! Tiauw Ki
berseru kepada Im Giok karena pemuda ini merasa gelisah sekali melihat
kekasihnya dikeroyok oleh banyak orang dan terdesak hebat.
Mendengar ini, Im Giok pikir
betul juga. Belum tiba saatnya melakukan pertempuran mati-matian. Mereka hanya
disangka menjadi pembunuh dan di depan pengadilan mereka dapat menyangkal.
Kalau nanti mereka tetap saja difitnah dan tidak ada jalan keluar lagi, barulah
ia akan mempergunakan pedangnya. Maka cepat ia melompat keluar kalangan
pertempuran dan membentak,
˜Aku akan menyerah dengan
syarat bahwa Gan-twako dan aku diberi kebebasan ikut ke tempat pengadilan. Aku
tidak sudi dijadikan tawanan dan diikat!!
˜Enak saja kau bicara!!
Cheng-jiu Tok-ong membentak dan hendak menyerang lagi, akan tetapi Lie Kian Tek
berkata,
˜Locianpwe, biar kita menerima
syaratnya!! Mendengar ini, Cheng-jiu Tok-ong membatalkan niatnya dan memandang
dengan muka merah. Lie Kian Tek lalu menghadapi Im Giok dan berkata,
˜Kami menerima syaratmu. Mari
kau ikut dengan kami. Aku berjanji bahwa kalian berdua akan diperiksa dengan
adil.! Sambil berkata demikian, Lie Kian Tek tersenyum ramah kepada Im Giok,
berusaha mengambil hati gadis ini dengan wajahnya yang tampan dan sikapnya yang
manis. Akan tetapi Im Giok sama sekali tidak tertarik.
˜Lebih dulu bebaskan
Gan-twako!! katanya sambil menunjuk ke arah Tiauw Ki yang lemas terduduk di
atas tanah. Pemuda ini sudah tertotok dan biarpun dapat bicara, namun tak mampu
menggerakkan kaki tangannya!
˜Locianpwe, harap bebaskan
dia!! kata Lie Kian Tek kepada Cheng-jiu Tok-ong. Kakek ini nampak ragu-ragu,
maka Im Giok lalu melompat maju menghampiri Tiauw Ki dan sekali menepuk
punggung pemuda itu, Tiauw Ki terbebas dari pengaruh totokan dan dengan bantuan
Im Giok dapat berdiri lagi. Wajahnya merah sekali karena diam-diam pemuda ini
menyesal mengapa ia begitu lemah. Ia memandang kepada Im Giok dan biarpun
mulutnya tidak berkata sesuatu, sinar matanya menyatakan bahwa ia akan
menyelamatkan mereka berdua apabila mereka dihadapkan ke depan pengadilan. Hal
ini Im Giok maklum pula karena ia pun tahu bahwa pemuda ini adalah kepercayaan
Kaisar dan tentu saja mempunyai pengaruh terhadap para hakim.
Lie Kian Tek berkata kepada
Sin-touw-ong dan beberapa orang perwira yang datang dari Tiang-hai untuk pulang
saja dan memberi laporan kepada para pembesar di Tiang-hai bahwa dua orang
pembunuh sudah menyerah.
˜Aku hendak membawa mereka ke
kota raja,! kata Lie Kian Tek. ˜Urusan membunuh Suma-huciang adalah urusan
besar dan karenanya mereka harus diadili di kota raja!!
Karena kalah pengaruh dan
kalah kedudukan, Sin-touw-ong dan para perwira menurut saja. Mereka lalu
kembali ke Tiang-hai seperti yang diperintahkan oleh Lie Kian Tek bersama
Cheng-jiu Tok-ong dan anak buahnya lalu membawa Im Giok dan Tiauw Ki
melanjutkan perjalanan. Tiauw Ki dan Im Giok menunggang kuda di tengah-tengah
rombongan sehingga mereka seakan-akan dikurung terus.
Wajah Tiauw Ki nampak berseri
dan beberapa kali ia memandang kepada Im Giok sambil tersenyum geli. Im Giok
membalas senyumnya. Gadis ini juga merasa geli akan ketololan Lie Kian Tek.
Tiauw Ki datang dari kota raja dan menjadi kepercayaan Kaisar. Sekarang pemuda
ini ditangkap dan hendak dihadapkan di depan pengadilan di kota raja! Ini sama
halnya dengan menangkap seekor ikan dari kolam untuk dilepaskan di sungai
besar!
Oleh karena inilah maka Im
Giok juga tidak peduli ketika ia dikurung rapat-rapat dan memang sukar kalau
sekaligus para pengurung itu menyerangnya. Juga ia tidak peduli ketika kurang
lebih lima li kemudian, di persimpangan jalan muncul serombongan pasukan
terdiri darl lima puluh orang lebih yang temyata adalah anak buah dari Lie Kian
Tek pula dan yang kini menggabungkan diri menjadi barisan besar.
Akan tetapi, ketika mereka
tiba di persimpangan jalan lagi dan Lie Kian Tek memimpin pasukannya membelok
ke kiri, Tiauw Ki berseru keras,
˜Hee! Mengapa ke kiri? Jalan
ke kota raja adalah terus ke utara!!
Tiba-tiba pasukan itu bergerak
dan lebih dari lima puluh batang tombak panjang ditodongkan ke arah Im Giok!
Terdengar Lie Kian Tek tertawa bergelak.
˜Gan Tiauw Ki, kalau kau ingin
selamat, keluarkan surat dari Suma-huciang untuk Kaisar dan berikan kepadaku!!
kata putera gubemur itu.
Im Giok terkejut. Ia kini
dapat menduga kesemuanya. Tak salah lagi bahwa Suma-huciang tentu dibunuh oleh
kaki tangan orang she Lie ini dan kini teringatlah ia akan tiga orang wanita
yang telah bertempur dengannya tadi. Besar sekali kemungkinannya bahwa tiga
orang wanita itulah yang membunuh Suma-huciang dan mereka itu tentu kaki tangan
orang she Lie ini pula.
Kemudian Lie Kian Tek sengaja
menuduh Gan Tiauw Ki dan dia sehingga para perwira di Tiang-hai dapat ditipunya
dan diajak menangkap Tiauw Ki. Kemudian putera gubemur yang amat licin itu
sengaja menyuruh Sin-touw-ong dan lain perwira dari Tiang-hai untuk kembali ke
Tiang-hai dan memberi tahu bahwa dia hendak mengantar Tiauw Ki ke kota raja
untuk diadili! Hemm, kalau dilihat begini, ternyata bukan Lie Kian Tek yang
bodoh, melainkan Tiauw Ki dan dia yang mudah ditipu dan sebaliknya orang she
Lie itu ternyata cerdik dan penuh siasat!
Im Giok mencabut pedangnya,
akan tetapi segera belasan ujung tombak yang runcing telah menempel di tubuhnya
dari kanan kiri dan depan belakang, demikian pula tubuh Tiauw Ki telah ditodong
oleh belasan mata tombak!
Kembali terdengar Lie Kian Tek
tertawa terbahak-bahak.
˜Ha-ha-ha, Nona manis! Sebelum
kau bergerak, kau dan sahabatmu ini akan menjadi mayat. Gan Tiauw Ki, lekas kau
menjawab, pesanan apa yang kau dapat dari Suma-huciang untuk Kaisar!!
Sudah gatal-gatal mulut Tiauw
Ki untuk mengumpat caci putera gurbernur itu. Ia tidak takut mati dalam
menunaikan tugasnya. Akan tetapi pemuda ini menengok ke arah Im Giok dan gemetarlah
seluruh tubuhnya.
˜Lie Kian Tek, kau bebaskan
dulu Nona itu. Biarkan dia pergi dari sini. Dia tidak ada sangkut-pautnya
dengan urusan kita dan dia bersamaku hanya kebetulan saja. Bebaskan dia dan aku
akan mengaku semuanya kepadamu.!
˜Bebaskan dia? Ha-ha, kaukira
aku begitu bodoh? Kalau dia dibebaskan tentu dia akan menimbulkan keributan
lagi.!
˜Tidak! Aku yang tanggung dia
tidak akan menimbulkan keributan,! kata Tiauw Ki cepat-cepat dan pemuda ini
menoleh kepada Im Giok sambil berkata, ˜Giok-moi, kuminta dengan sangat agar
kau jangan mencampuri urusanku dan lebih baik kau segera pulang ke tempatmu
sendiri.!
Im Giok menjadi pucat mukanya.
Ia merasa menyesal dan kecewa sekali melihat betapa pemuda pujaan hatinya kini
tiba-tiba menjadi begitu lemah, mudah saja hendak mengaku seakan-akan sudah
takut akan kematian. Pemuda macam ini tidak patut menjadi kekasihnya dan ia
merasa kecewa bukan main. Dua titik air mata membasahi matanya dan sudah akan
menetes turun kalau saja tidak lekas-lekas ia mengerahkan tenaga batinnya untuk
menekan perasaan.
˜Jadi kau hendak mengaku
semuanya? Hemm, baiklah, antara kita sudah tidak ada apa-apa lagi...! katanya
dengan suara sayu sambil memasukkan kembali pedangnya ke dalam sarung pedang.
Hatinya sakit bukan main. Ia bersiap-sedia mengorbankan nyawa untuk melindungi
kekasihnya ini yang menunaikan tugas penting dan mulia. Tidak tahunya sekarang
kekasihnya menggigil menghadapi ancaman tombak!
˜Lie Kian Tek, bebaskan dia!!
kata Tiauw Ki kepada putera gubemur itu tanpa mempedulikan sikap Im- Giok.
Lie Kian Tek ragu-ragu. Ia
tergila-gila kepada Im Giok dan mengaku di dalam hatinya bahwa ia jatuh cinta
kepada gadis baju merah itu yang memiliki kecantikan begitu luar biasa sehingga
baginya baru pertama kali ini selama hidupnya ia bertemu dengan gadis sejelita
ini. Akan tetapi, ia pun perlu sekali memancing keterangan dari mulut Tiauw Ki
tentang pesanan Suma-huciang.
˜Lie Kian Tek, kalau kau tidak
mau membebaskannya, jangan harap kau dapat mendengar pengakuanku!! kata pula
Gan Tiauw Ki kepada Lie Kian Tek.
Tiba-tiba Im Giok menjadi
marah dan ia memandang kepada Tiauw Ki dengan mata berapi.
˜Orang she Gan! Kau kira aku
takut mati? Tidak perlu keselamatanku ditebus oleh pengakuanmu! Kalau aku mau
pergi, siapa berani menghalangiku?! Sambil berkata demikian, Im Giok
menggerakkan kepala kudanya, menerjang para pengepungnya sehingga para anggauta
pasukan itu cepat-cepat minggir. Mereka ini semua merasa lega bahwa Lie Kian
Tek tidak memberi aba-aba sesuatu, karena semua pengepung, kecuali Cheng-jiu
Tok-ong, merasa kagum dan sayang sekali kalau mereka harus turun tangan melukai
gadis yang demikian cantik jelita.
Ketika tadi mereka diharuskan
menodongkan mata tombak kepada gadis itu, mereka merasa seolah-olah bersiap
untuk disuruh merusak setangkai bunga yang amat cantik dan indah dipandang,
bunga yang harum menimbulkan kasih sayang.
Sebaliknya, Im Giok merasa
makin mendongkol karena Lie Kian Tek ternyata diam saja. Ia sengaja berlaku
begini untuk memancing supaya Lie Kian Tek mengeluarkan aba-aba menangkapnya
dan ia akan mengamuk mati-matian. Memang Im Giok maklum bahwa seorang diri saja
tidak mungkin ia dapat menang menghadapi Cheng-jiu Tok-ong yang dibantu oleh
lima puluh orang perajuritnya. Akan tetapi untuk melindungi dan membela Tiauw
Ki, ia siap mengorbankan nyawanya. Kemendongkolannya terutama sekali
dikarenakan sikap Tiauw Ki yang seakan-akan hendak menolongnya dengan jalan
menjadi pengkhianat!
Memang sikap ini dapat
dilakukan oleh seorang pemuda yang amat mencintanya, akan tetapi oleh Im Giok
dianggap bukan perbuatan seorang gagah. Membela kekasih boleh dengan taruhan
nyawa, akan tetapi sama sekali tidak boleh mempertaruhkan kesetian terhadap
negara dan mempertaruhkan nama kehormatan! Kalau Tiauw Ki hendak menolongnya
dengan jalan berkhianat, itu baginya bukan pertolongan, melainkan penghinaan
besar! Sebagai seorang kepercayaan Kaisar, seorang pemuda yang berjiwa patriot,
seharusnya Tiauw Ki mengerti baik akan hal ini. Maka dengan hati marah dan
mendongkol Im Giok lalu membalapkan kuda meninggalkan tempat itu!
Untuk sejenak Tiauw Ki
memandang ke arah bayangan merah di atas kuda itu dengan muka pucat dan wajah
muram. Akan tetapi setelah Im Giok tidak kelihatan lagi bayangannya, wajahnya
menjadi tenang dan pemuda ini kelihatannya lega dan puas. Tadinya ia memang
merasa sakit hati sekali melihat betapa Im Giok marah kepadanya, akan tetapi
setelah gadis itu pergi hatinya terhibur.
Biarlah, pikirnya, apapun juga
yang menimpaku, asal dia itu selamat. Ia lalu memandang kepada Lie Kian Tek
dengan mata bersinar dan mulut tersenyum mengejek.
˜Gan Tiauw Ki, dia telah kami
bebaskan. Hayo kau lekas membuat pengakuanmu!! kata putera gubemur itu. Ia
ingin Tiauw Ki menjawab cepat-cepat karena masih ada harapan di dalam hatinya
untuk nanti mengejar dan menawan bunga cantik itu!
Sebaliknya dari menjawab
cepat-cepat, Tiauw Ki tertawa bergelak.
˜Lie Kian Tek, kau telah
menyuruh orang membunuh Suma-huciang, kemudian kau menangkap aku dan memaksa
aku mengaku tentang pesanan Suma-huciang. Benar-benar perbuatanmu ini sudah
melewati batas. Apakah kau tidak tahu apakah hukuman seorang pemberontak?!
˜Bangsat besar!! Lie Kian Tek
memaki dan tangannya menampar sehingga Tiauw Ki yang kena ditampar pipinya
hampir saja terguling dari kudanya.
˜Jangan banyak cakap, kau
ingin hidup atau mampus? Kalau ingin hidup, lekas kau mengaku!!
Kembali Tiauw Ki tertawa dan
bekas tamparan yang membuat pipinya menjadi matang biru itu tidak dirasakannya.
!Pemberontak she Lie, kau kira
aku tidak mengetahui akal bulusmu? Biarpun aku mengaku, kau tetap akan
membunuhku juga.!
˜Jahanam, apakah benar-benar
kau tidak mau mengaku? Tadi kau sudah berjanji hendak mengaku kalau aku
membebaskan perempuan itu. Aku sudah membebaskannya, kau tidak bisa melanggar
janji.!
˜Siapa yang melanggar janji?
Lie-siauwjin (manusia rendah she Lie), aku seorang laki-laki sejati, tidak
biasa melanggar janji. Dengarlah, Suma-huciang berpesan kepadaku agar supaya
terhadap manusia macam engkau aku menutup mulut dan jangan mengatakan apa-apa.
Nah, begitulah pesannya kepadaku!!
˜Keparat, kau menipuku!!
˜Kau berani bicara tentang
menipu? Kiranya aku hanya mencontoh perbuatanmu, orang she Lie. Kau membunuh
Suma-huciang lalu menghasut para perwira Tiang-hai dan menuduhku, kemudian kau
menyuruh mereka kembali ke Tiang-hai dan pura-pura hendak membawaku ke kota
raja, semua itu bukankah akal busuk dan tipuan jahat? Aku hanya minta kau
membebaskan Kiang-siocia agar supaya ia selamat dari tanganmu yang kotor dan
jahat! Kau mau apa? Mau membunuhku? Bunuhlah, memangnya aku takut mampus? Mau
siksa? Hayo, kau boteh lakukan apa saja. Pendeknya yang nyata, Kiang-siocia
selamat dan rahasia Suma-huciang dengan Kaisar juga selamat!!
Bukan main marahnya Lie Kian
Tek. Tangannya yang memegang cambuk kuda diayun. Terdengar ledakan keras dan
Tiauw Ki terguling dari kudanya. Ketika ia merayap bangun, jidat dan lehernya
terdapat bekas cambukan, merah biru dan mengalirkan darah. Akan tetapi pemuda
ini masih tetap tersenyum, matanya bersinar--sinar dan ia berdiri tegak menanti
datangnya siksaan selanjutnya yang akan mengantar nyawanya ke tempat asal.
Sedikit pun ia tidak mengeluh dan sedikit pun tidak takut.
˜Jahanam she Gan, kau masih
tidak mau mengaku!! Lie Kian Tek melompat turun dari kuda, diikuti oleh para
pembantunya. Kini pasukan itu mengundurkan kuda-kuda yang berada di situ dan
duduk menonton mengelilingi Tiauw Ki merupakan lingkaran yang lebar.
Tiauw Ki hanya tersenyum dan
menggelengkan kepala. Lie Kian Tek menggulung lengan baju sebelah kanan dan
menggenggam erat-erat gagang cambuknya.
˜Kau mau mengaku atau tidak?!
sekali lagi putera gubemur ini membentak Tiauw Ki yang berdiri di depannya
hanya menggeleng kepala sambil tersenyum tabah. Lie Kian Tek mengangkat dan
mengayun cambuknya.
˜Tar! Tar! Tar!! Tiga kali
bertubi-tubi cambuk itu mengenai muka Tiauw Ki dan darah muncrat dari bibir dan
hidung pemuda she Gan itu, namun ia masih berdiri tegak dan sedikit pun tidak
mengeluh.
˜Jahanam, kau masih keras
kepala?! Sekali lagi Kie Kian Tek mengayun cambuknya, kini ke arah mata Tiauw
Ki. Tiauw Ki terhuyung dan sepasang matanya tak dapat dibuka lagi, pelupuk
matanya menjadi bengkak! Lie Kian Tek terus memukul, bahkan kini tangan kirinya
ikut meninju, maka robohlah Tiauw Ki. Biarpun menggeliat-geliat saking
sakitnya, tidak sedikit pun pemuda ini mengeluh dan masih mencoba untuk
berdiri. Akan tetapi ia jatuh lagi dan menunjang tubuh dengan kedua lengannya
yang ditahan pada tanah.
Pukulan cambuk masih
menghujani tubuhnya dan pakaiannya bagian atas sudah robek dan hancur. Nampak
kulit punggung dan dadanya yang putih dan kini darah memenuhi kulit itu,
membasahi pakaiannya yang compang-camping.
Akhirnya Lie Kian Tek
menghentikan siksaannya. Diam-diam ia merasa ngeri juga melihat kekerasan hati
Gan Tiauw Ki. Ia merasa lelah dan melempar cambuknya.
˜Bedebah, benar-benar
menggemaskan!! gerutunya. ˜Cheng-jiu Tok-ong Locianpwe, harap kau gantikan aku
memaksa jahanam ini mengaku. Periksa dulu semua isi sakunya!!
Cheng-jiu Tok-ong melangkah
maju dan cepat mengeluarkan semua isi saku pakaian Tiauw Ki. Akan tetapi ia
tidak mendapatkan sesuatu yang penting. Isi saku pemuda lni hanya dua buah
kitab sajak beberapa helai kertas dan alat tulis dan akhirnya dari saku baju
bagian dalam dikeluarkannya sebuah tusuk konde perak.
˜Kembalikan itu kepadaku!!
Tiauw Ki berseru marah sambil mengulur tangan hendak merampas tusuk konde itu,
benda keramat pemberian Im Giok. Akan tetapi mana dapat ia merampas benda yang
berada di tangan Cheng-jiu Tok-ong? Sekali saja kakek itu menggerakkan tangan,
Tiauw Ki telah didorong roboh dan benda ltu diberikan kepada Lie Kian Tek yang
menerimanya sambil tersenyum mengejek,
˜Hemm, agaknya kau punya
kekasih, ya? Bagus, apakah kau tidak ingin hidup untuk dapat bertemu dengan
kekasihmu itu?! Sambil berkata demikian, Kian Tek menekuk-nekuk tusuk konde dan
agaknya hendak ia patahkan.
Terdengar gerengan marah dan
tahu-tahu Tiauw Ki sudah menubruknya dan dengan nekad merampas kembali tusuk
konde itu! Saking nekadnya, ia lupa akan segala dan kekuatannya bertambah. Hal
ini tidak disangka oleh Lie Klan Tek dan kawan-kawannya sehingga Tiauw Ki yang
lemah itu berhasil merampas kembali tusuk konde pemberian Im Giok.
˜Kau boleh merampas segala
yang ada padaku, akan tetapi benda ini hanya akan berpisah denganku bersama
nyawaku!! kata Tiauw Ki sambil memegang tusuk konde itu dengan kedua tangannya
dan menekannya di dekat dada kiri. Melihat kelakukan pemuda ini, Lie Kian Tek
tertawa terbahak-bahak.
˜Locianpwe, kaulah yang
memaksa dia bicara. Kau tentu ada akal yang baik!! katanya.
Cheng-jiu Tok-ong menyeringai
sambil menghampiri Tiauw Ki. Kakek ini mengeluarkan sesuatu dari saku bajunya
dan ternyata bahwa yang dikeluarkannya itu seekor ular berwarna hitam! Ular itu
menggeliat-geliat diantara jari-jari tangannya dan lidah berwama kemerahan
terjulur keluar masuk.
˜Orang she Gan, sekali aku
melepas ular ini dan menggigitmu kau akan mengalami rasa nyeri yang tak pernah
dialami orang lain. Tubuhmu akan sakit-sakit semua selama sehari penuh dan kau
akan menderita sepenuhnya karena kau takkan pingsan atau mati sebelum sehari
penuh. Maka lebih baik kau mengaku, rahasia apakah yang harus kau sampaikan
kepada Kaisar. Kau hanya mengaku saja, tak seorang pun akan melihat atau
mendengar pengakuanmu ini. Apa sih sukarnya?!
˜Siluman tua, aku tidak takut
mati! Sejak semula aku tidak takut akan ancaman kalian dan tadi aku bersikap
lemah hanya untuk memberi kesempatan kepada Giok-moi menjauhkan diri. Setelah
dia selamat, keberanianku lebih besar lagi. Kau mau siksa, mau bunuh, mau apa
pun, sesukamulah, aku tetap pada pendirianku. Aku seorang laki-laki dan
kematian hanya berarti kebebasan daripada berdekatan dengan siluman-siluman
macam kalian ini!!
Wajah Cheng-jiu Tok-ong
menjadi merah dan ia marah sekali.
˜Kau memang tidak boleh
dikasihani. Rasakanlah hukumanku!!
Akan tetapi pada saat itu,
terdengar beberapa orang menjerit dan dua orang perajurit roboh ketika bayangan
merah berkelebat menerjang lingkaran itu. Bayangan merah ini dengan gerakan
luar biasa cepatnya telah tiba di dalam lingkaran dan sinar pedang yang
berkilauan menyerang Cheng-jiu Tok-ong. Kakek ini terkejut dan dalam gugupnya
ia menangkis dengan ular hitam tadi.
˜Crak!! Tubuh ular itu
terbabat putus dan Cheng-jiu Tok-ong berseru marah.
˜Ang I Niocu, kau berani
datang lagi?!
Memang, yang datang itu adalah
Im Giok. Dengan cepat gadis ini lalu melompat ke dekat Tiauw Ki dan berlutut.
Air matanya mengucur deras ketika ia melihat keadaan pemuda itu yang
memandangnya dengan bibir tersenyum.
˜Koko...! katanya perlahan.
˜Giok-moi, mengapa kau
kembali...?!
˜Koko, aku akan mencarikan
kebebasan untuk kita berdua, kalau tidak... kita akan mati bersama.! Im Giok
merangkul leher pemuda yang sudah berlepotan darah itu dan Tiauw Ki
mengeluarkan suara sedu sedan yang ditahan-tahannya. Ia terharu bukan main dan
berbisik,
˜Terima kasih, Moi-moi,
hati-hatilah.!
Im Giok melepaskan pelukannya,
lalu mendukung tubuh kekasihnya yang sudah lemas itu, disandarkannya di batang
pohon yang tumbuh di situ. Semua orang melihat gerakan gadis ini dengan senjata
siap-siap di tangan. Ada pula yang terharu menyaksikan adegan ini. Kemudian Im
Giok berdiri, pedang melintang di dada, mata berapi-api dan ia berkata,
˜Sudah kulihat dan kudengar
semua semenjak tadi. Lie Kian Tek, kau ternyata seorang pengkhianat dan
pemberontak yang berhati buas laksana srigala. Kau bebaskan Gan-twako, atau aku
akan membuka jalan darah! Andaikata gagal usahaku, aku dan Gan-twako akan mati
bersama di tempat ini, akan tetapi kiraku tidak sedikit orang-orangmu akan
menghadap Giam-kun (Malaikat Maut) lebih dulu sebelum aku roboh!!
Memang, tadi setelah dengan
hati gemas dan mendongkol Im Giok meninggalkan Tiauw Ki bersama pasukan Lie
Kian Tek, di tengah jalan Im Giok merasa tidak enak hati dan menyesal. Ia sudah
menyerahkan hatinya kepada Tiauw Ki dan ia sudah percaya betul akan sifat
jantan dalam diri kekasihnya itu. Mengapa tiba-tia Kiauw Ti berubah menjadi
seorang pengecut? Mengapa Tiauw Ki tidak percaya kepadanya dan apakah artinya
mati kalau tidak mati berdua? Mengapa Tiauw Ki menyuruhnya dan membiarkannya
pergi dan mengalah hendak membuka rahasia, hendak menjadi seorang pengkhianat?
˜Tak mungkin! Tak mungkin dia
mau berbuat itu,! pikir Im Giok dan ia menghentikan larinya kuda. Setelah
berpikir sejenak ia lalu melompat turun dari kudanya, menambatkan kendali kuda
itu pada sebatang pohon dan berlarilah Im Giok ke tempat tadi. Ia mempergunakan
ilmu lari cepat dengan kepandaiannya yang luar biasa ia dapat mendekati pasukan
itu sambil bersembunyi dan menyelinap diantara pohon-pohon yang tumbuh di sekitar
tempat itu.
Ia sempat menyaksikan Tiauw Ki
disiksa dan sempat mendengarkan kata-kata Tiauw Ki, melihat pula betapa
kekasihnya dengan nekat merampas kembali tusuk konde pemberiannya. Melihat
semua ini, Im Giok tak dapat menahan mengalirnya air matanya. Tepat seperti
yang diduganya, Tiauw Ki tadi hanya menipu Lie Kian Tek untuk kesempatan
kepadanya menyelamatkan diri. Pemuda itu sama sekali bukan seorang pengecut dan
sama sekali bukan pengkhianat, bahkan telah membuktikan bahwa dia seorang yang
berani mati, seorang gagah dan yang mencintanya sampai di saat terakhir!
Demikianlah, Im Giok lalu
menghunus pedang dan menerjang masuk, dan kini ia menghadapi Lie Kian Tek dan
pasukannya dengan sikap tenang dan gagah. Ia tidak takut apa-apa karena maklum
bahwa andaikata ia gagal, ia akan mati bersama kekasihnya!
˜Kepung dan tangkap dia! Boleh
lukai jangan bunuh!! Lie Kian Tek berseru dan serentak Im Giok dikepung,
didahului oleh Cheng-jiu Tok-ong yang menyerang dengan golok hijaunya.
Sekali lagi Im Giok mengamuk.
Tubuhnya berkelebat merupakan bayangan merah, pedangnya menyambar-nyambar lebih
dahsyat daripada amukannya yang sudah-sudah karena sekarang selain hati gadis
ini amat sakit melihat kekasihnya tersiksa, juga ia nekad untuk mati bersama
kekasihnya, para pengeroyoknya menjadi kewalahan. Terlena sedikit saja atau
terlalu dekat sedikit saja, pasti pedang di tangan Im Giok mendapatkan mangsa
dan roboh seorang pengeroyok. Mereka mengepung dari jauh dan Lie Kian Tek
memberi aba-aba. Maka dikeluarkan orang tombak-tombak panjang dan jaring lebar.
Dengan dua macam senjata yang biasanya dipergunakan untuk menangkap harimau
atau lain binatang buas ini, Im Giok kini dikepung! Timbul kegembiraan para
perajurit itu dan seperti kalau mereka menangkap harimau, kini mereka
bersorak-sorak dan mendesak Im Giok dengan tombak-tombak panjang dan jaring
yang amat kuat itu.
Lie Kian Tek memang suka
sekali memburu binatang, bukan dibunuh melainkan ditangkap hidup-hidup, maka
tiap kali pergi dengan pasukannya selalu anak buahnya tidak lupa membawa
alat-alat menangkap binatang buas ini, yaitu jaring dan tombak-tombak panjang.
Menghadapi serangan istimewa
ini, Im Giok menjadi marah sekali, juga amat bingung. Ia mengamuk seperti singa
betina, pedangnya menyambar-nyambar dan banyak tombak telah dapat ia patahkan
dengan pedangnya. Akan tetapi pihak pengeroyok terlalu banyak dan Im Giok
merasa gugup juga menghadapi pengeroyok yang bersorak-sorak itu, maka setelah
melawan mati-matian, akhirnya ia tidak dapat mengelak lagi ketika jaring yang
lebar dan kuat dilempar dan menimpanya dari atas. Bagaimana ia dapat mengelak
kalau di depan belakang dan kanan kirl belasan tombak menghadangnya? Ia
membabat dengan pedangnya, akan tetapi jala atau jaring kedua kembali menimpa
sehingga gadis itu kini benar-benar seperti seekor singa betina tertangkap!
Ketika Im Giok meronta terdengar suara kain robek dan terkejutlah gadis ini
ketika mendapat kenyataan bahwa di sebelah dalam jaring ini dipasangi
kaitan-kaitan kecil dari baja sehingga kalau ia berani meronta, tentu
pakaiannya akan robek semua dan juga kulitnya akan terkait dan luka-luka. Oleh
karena itu, ia terpaksa tidak berani bergerak dan memasang kuda-kuda setengah
duduk, di atas tanah, di dalam jaring-jaring itu.
Para perajurit bersorak-sorak
gembira sekali. Terdengar suara Lie Kian Tek tertawa terbahak-bahak.
˜Keluarkan dia dan ikat kaki
tangannya!! perintahnya dan suaranya terdengar gembira sekali.
Akan tetapi perintah ini hanya
mudah diucapkan, sebaliknya amat sukar dilaksanakan. Tadinya para perajurit
yang ingin sekali memegang dan membelenggu gadis jelita itu, berebut maju.
Celaka bagi mereka, lima orang menjerit roboh dan tak dapat bangun lagi.
Seorang roboh ditendang, seorang terpukul oleh tangan kiri dan tiga orang
tertusuk pedang! Biarpun berada di dalam jaring, namun Im Giok masih tetap
lihai dan sukar didekati.
Melihat ini, Cheng-jiu Tok-ong
marah sekali. Ia melompat maju dan secepat kilat tangannya bergerak mengirim
totokan ke arah jalan darah di punggung Ang I Niocu Kiang Im Giok. Ia mengira
bahwa kalau diserang dari belakang, gadis yang berada di dalam jaring itu tentu
sukar mengelak lagi. Akan tetapi, akibatnya dia sendiri yang memekik kesakitan
dan telapak tangannya terluka mengeluarkan darah.
Dalam keadaan terjepit seperti
itu, hanya dengan mendengarkan suara angin pukulan, Ang I Niocu dapat
menyusupkan pedangnya dari bawah lengan kiri dan menyambut totokan lawan itu
dengan ujung pedang! Karuan saja telapak tangan Cheng-jiu Tok-ong menjadi
terluka dan kakek ini berjingkrak-jingkrak saking marahnya. Ia lupa akan pesan
Lie Kian Tek agar gadis itu jangan dibunuh. Dalam kemarahannya, Cheng-jiu
Tok-ong mencabut golok hijaunya yang beracun dan mengayun golok itu ke arah
tubuh Ang I Niocu!
˜Traaang...!! Golok di tangan
Cheng-jiu Tok-ong terpental kembali dan hampir saja terlepas dari tangannya,
membuat kakek ini melompat mundur dengan kaget sekali. Pada saat itu, seorang
nenek tua yang entah darimana datangnya dan yang tadi telah menangkis golok
Cheng-jiu Tok-ong dengan sepasang pedang yang berkilauan tajamnya, kini
membabat jaring yang menutupi tubuh Im Giok. Gadis ini sendiri pun dengan
bersemangat mengerjakan pedangnya, membabat dari dalam sehingga sebentar saja
jaring itu rusak dan ia dapat melompat keluar. Di beberapa bagian tubuhnya terluka
oleh kaitan, akan tetapi Im Giok tidak mempedulikannya.
Baik Im Giok, maupun Cheng-jiu
Tok-ong dan semua orang yang berada di situ tidak mengenal siapakah gerangan
nenek yang memegang sepasang pedang ini. Wajahnya keriputan, rambutnya sudah
putih semua, namun gerakan-gerakannya masih amat gesit dan lincah.
˜Serbu...! Bunuh siluman ini!!
Lie Kian Tek berseru keras. Akan tetapi ia cepat mengangkat pedangnya ketika
tiba-tiba nenek itu menyambar dan menyerangnya dengan pedang kiri, sedangkan
pedang kanan merobohkan dua orang perajurit yang menghalang di jalan! Lie Kian
Tek menangkis, tangannya tergetar dan pedangnya terlempar! Sinar putih meluncur
ke arah lehernya dan putera gubemur ini sudah meramkan mata.
Baiknya Cheng-jiu Tok-ong
cepat datang menolong. Ditusuknya lambung nenek itu dengan golok hijaunya
sehingga nenek itu terpaksa menarik kembali serangannya kepada Lie Kian Tek,
kemudian menghadapi Cheng-jiu Tok-ong. Mereka segera bertempur dengan hebat.
Adapun Im Giok kini sudah
dikepung lagi, para perajurit sekarang maklum bahwa kalau tidak dibunuh, nona
baju merah yang cantik jelita ini amat berbahaya, apalagi sekarang tiba bantuan
seorang nenek yang seperti setan. Mereka beramai mengeroyok, yang pandai maju
di depan, yang kurang pandai hanya membantu di belakang dengan tombak atau toya
panjang. Im Giok memutar pedangnya, kini ia menyerang dengan ganas dan sebentar
saja lima orang pengeroyok roboh bergelimpangan. Karena Cheng-jiu Tok-ang tidak
dapat ikut mengeroyok, tentu saja bagi Im Giok para pengeroyok itu merupakan
makanan lunak! Apalagi gadis ini merasa sakit hati dan marah sekali telah
menerima hinaan, sekarang pembalasan yang ia lakukan benarbenar hebat dan
membuat para pengeroyoknya kalang kabut.
Pertempuran antara nenek itu
melawan Cheng-jiu Tok-ong yang dibantu oleh enam orang perwira juga dahsyat
sekali. Kepandaian nenek itu tinggi bukan main, sepasang pedangnya
menyambar-nyambar amat ganasnya. Telah banyak orang yang roboh olehnya dan
perwira-perwira yang membantu Cheng-jiu Tok-ong sudah beberapa kali berganti
orang.
Diam-diam Cheng-jiu Tok-ong
terkejut sekali ketika memperhatikan permainan pedang nenek ini. Ia mengenal
gerakan-gerakan ilmu pedang itu akan tetapi kalau ia melihat wajah yang
keriputan ini, ia menjadi ragu-ragu.
˜Tahan! Twanio, siapakah kau
dan mengapa kau memusuhi kami?! Chengjiu Tok-ong berseru.
Terdengar nenek itu tertawa
dan orang menjadi terheran-heran mendengar suara ketawanya, begitu merdu
seperti suara ketawa seorang gadis belasan tahun!
˜Cheng-jiu Tok-ong, kau telah
menjadi kaki tangan pemberontak dan berani sekali menghina muridku. Benar-benar
keterlaluan!! Seperti juga suara ketawanya, kata-katanya ini diucapkan dengan
suara yang merdu sekali!
Mendengar suara ini, Cheng-jiu
Tok-ong dan Ang I Niocu hampir berbareng berseru,
˜Bi Sian-li Pek Hoa
Pouwsat...!
Nenek yang berambut putih dan
berwajah keriputan itu sekali lagi tertawa merdu, nadanya mengejek.
˜Pek Hoa... mengapa kau
menyerangku? Dia itu muridmu, akan tetapi mengapa berani sekali melawanku?
Biarpun demikian, kalau kau menghendaki, aku bisa mengampunkan dia. Mari kita
bicara baik-baik, Pek Hoa...!
Akan tetapi Pek Hoa Pouwsat
atau nenek buruk itu hanya tertawa terkekeh-kekeh dan tiba-tiba sepasang
pedangnya bergerak secara aneh sekali! Gerakan ini disusul oleh seruan kaget
dari para pengeroyoknya dan dalam beberapa gebrakan saja empat orang
pengeroyoknya telah roboh dan tewas!
Cheng-jiu Tok-ong kaget
setengah mati, apalagi ketika ia menyaksikan sepasang pedang dari bekas
muridnya ini yang benar-benar luar biasa sekali, gerakannya demikian indah dan
halus, dan nenek yang tubuhnya masih nampak langsing itu bergerak-gerak seperti
orang menari secara amat menggairahkan! Biarpun hal ini nampak lucu karena
nenek itu tua, namun tetap saja masih mendatangkan pengaruh yang luar biasa
terhadap para pengeroyoknya. Inilah ilmu pedang ciptaan Pek Hoa Pouwsat yang
disebut ilmu pedang Bi-jin-khai-i, ilmu pedang yang mengandung kekuatan sihir
dan bahkan sudah berhasil merobohkan pendekar sakti seperti Han Le!
Juga Im Giok terheran-heran.
Tidak salah lagi pendengarannya suara itu adalah suara bekas gurunya, Bi
Sian-li Pek Hoa Pouwsat. Akan tetapi dahulu Pek Hoa Pouwsat adalah seorang
wanita yahg amat cantik jelita seperti bidadari, mengapa sekarang menjadi
nenek-nenek tua sekali yang buruk? Betapapun juga, kedatangan nenek yang
membantunya ini dan melihat kelihaiannya, hati Im Giok menjadi besar dan
pedangnya menjadi sinar bergulung-gulung seperti naga mengamuk.
Untuk mengimbangi keindahan
permainan sepasang pedang Pek Hoa Pouwsat, Ang I Niocu lalu mainkan limu
pedangnya yang seperti tarian indah, akan tetapi kehebatannya luar biasa sekali
sehingga tiap kali berkelebat tentu ada lawan yang roboh!
Betapapun juga sepak terjang
Im Giok, masih belum ada artinya kalau dibandingkan dengan Pek Hoa Pouwsat.
Nenek ini benar-benar mengerikan sekali sepak terjangnya. Kalau pedang kanan
atau kiri di tangannya berkelebat, bukan satu orang yang roboh, sedikitnya ada
tiga orang roboh tak bemyawa lagi. Sebentar saja di tempat itu berubah menjadi
tempat yang mengerikan di mana mayat bertumpuk-tumpuk dan darah membanjir.
Cheng-jiu Tok-ong makin
terdesak hebat oleh sepasang pedang bekas muridnya sendiri itu. Ngeri ia
memikirkan betapa ia terancam bahaya maut di tangan bekas muridnya sendiri.
Terbayanglah semua peristiwa yang terjadi dahulu ketika Bi Sian-li Pek Hoa
Pouwsat masih menjadi muridnya. Pek Hoa adalah seorang anak perempuan
yatim-piatu, karena ayah bundanya yang menjadi kepala penyamun telah tewas di
dalam tangan Cheng-jiu Tok-ong. Melihat bocah perempuan yang berkulit halus
putih dan berbibir merah itu, Cheng-jiu Tok-ong tertarik lalu membawanya pulang
dan bocah berusia tujuh tahun ini diambil menjadi muridnya. Pek Hoa menjadi
dewasa dalam asuhan orang yang berwatak bejat, bahkan Cheng-jiu Tok-ong tidak
malu, untuk mempermainkan muridnya sendiri sehingga semenjak kecil Pek Hoa
sudah diajar segala macam perbuatan buruk dan tak tahu malu. Akhimya Pek Hoa
meninggalkannya dan kemudian ia mendengar bahwa bekas murid, juga bekas kekasihnya
itu telah menjadi murid Thian-te Sam-kauwcu dan memiliki kepandaian yang luar
biasa tingginya.
Sekarang, teringat akan ini
semua, Cheng-jiu Tok-ong mengeluarkan keringat dingin. Sangat boleh jadi bahwa
Pek Hoa yang kini sudah kenyang akan pengalaman di dunia kang-ouw, dapat
menduga bahwa dialah yang telah membunuh ayah bunda dari Pek Hoa. Boleh jadi
sekali bekas muridnya ini sekarang datang untuk membalas dendam! Teringat akan
hal ini, Cheng-jiu Tok-ong lalu berlaku nekad dan diam-diam ia mengeluarkan jarum-jarumnya
yang beracun, juga mengeluarkan Cheng-tok-see (Pasir Hijau Beracun).
Ia maklum bahwa ia tidak akan
mendapat ampun dan pula tidak mungkin baginya untuk melepaskan diri lagi. Maka
ketika kembali Pek Hoa Pouwsat merobohkan empat orang kawannya sehingga yang
lain-lain menjadi gentar dan menjauhkan diri, Cheng-jiu Tok-ong mempergunakan
kesempatan selagi Pek Hoa mencabut pedangnya dari tubuh lawan yang dirobohkan,
segera menyerang bertubi-tubi. Jarum dan pasir beracun disambitkannya dan semua
ini dibarengi dengar serangan golok Cheng-tok-to secara nekad dan mati-matian.
Pek Hoa Pouwsat terkejut juga
menghadapi serangan ini. Ia berhasil menangkis golok dan mengelak ke kiri,
terus menusukkan pedangnya yang tepat mengenai ulu hati bekas gurunya. Akan tetapi
tiga batang jarum juga tepat mengenai leher, pundak, dan dadanya! Tiga batang
jarum ini adalah Cheng-tok-ciam dan Pek Hoa tahu bahwa nyawanya takkan
tertolong lagi. Ia membiarkan jarum-jarum ini menelusup memasuki dagingnya dan
sambil tertawa terkekeh-kekeh melihat gurunya berkelojotan lalu tewas, ia
mengamuk terus!
Di lain pihak, Im Giok dalam
amukannya melihat Lie Kian Tek berlari mendekati Tiauw Ki dengan pedang
terangka tinggi. Gadis ini maklum akan maksud putera gubemur ini, tentu hendak
membunuh kekasihnya yang masih duduk tak berdaya karena luka-lukanya. Cepat ia
melompat bagaikan terbang dan tepat sekali datangnya ini. Terlambat sedikit
saja tentu kekasihnya tak dapat ditolong pula. Dengan gemas ia menangkis sambil
mengerahkan tenaga. Terdengar suara keras dan pedang di tangan Lie Kian Tek
terbabat putus dan di lain saat tubuh putera gubernur itu terlempar jauh
terkena tendangan kaki Im Giok! Im Giok masih marah dan hendak mengejar tubuh
Lie Kian Tek yang sudah pingsan itu untuk dibunuhnya, akan tetapi ia dihadang
oleh belasan orang perwira sehinggi ia mengamuk lagi.
Para perajurit dan
perwira-perwiranya melihat betapa Lie Kian Tek sudah terluka hebat dan
Cheng-jiu Tok-ong sudah tewas, menjadi lenyap semangat mereka. Apalagi sudah
terlalu banyak kawan mereka yang tewas. Maka sambil membawa tubuh Lie Kian Tek
yang pingsan, mereka lalu melarikan diri di atas kuda dan membalapkan kuda
tunggangan mereka!