Anak Rajawali Lanjutan (Beruang Salju) Jilid 13

Baca Cersil Mandarin Online: Anak Rajawali Lanjutan (Beruang Salju) Jilid 13
 
Anak rajawali Jilid 13

Giok Hoa tertawa dingin, katanya: “Jika memang begitu, mengapa kalian tidak mau membebaskan aku?!”

Pek-siang-sat membuka matanya lebar-lebar kemudian katanya: “Jika memang engkau ingin pergi, kamipun tidak berani menahanmu! Bukankah telah kami katakan, engkau sangat manis sekali, berani dan menimbulkan perasaan kagum pada kami!

“Karenanya, untuk ini telah membuat kami ingin bercakap-cakap sekedarnya denganmu untuk dapat mengikat tali persahabatan! Tentunya engkau bersedia menjadi sahabat kami?!!”

“Tidak mau!” Giok Hoa menggeleng keras-keras. “Aku tidak mau bersahabat dengan manusia-manusia jahat!”

“Kami bukan orang-orang jahat!” kata Pek-siang-sat tersenyum.

“Kamu orang jahat! Murid kalian saja seorang penjahat rendah tidak tahu malu!” menyahuti Giok Hoa ketus sambil melirik kepada Bong Kie Siu.

Bukan main gusarnya Bong Kie Siu, sampai dia berjingkrak.

Namun sebelum dia sesumbar memaki, waktu itu Hek-siang-sat telah menoleh kepadanya, telah mendelikinya, dengan begitu membuat Bong Kie Siu tidak berani mengumbar kemarahannya itu.

Sedangkan Pek-siang-sat telah berkata lagi: “Murid kami itu memang seorang yang kasar tidak tahu aturan, karena dari itu kami ingin meminta maaf kepada nona..... jika memang nona tidak keberatan, maka kami akan menegurnya dan juga menghukumnya jika perlu!”

“Mengapa aku harus keberatan, dia murid kalian, sudah tentu kalian pula yang berhak buat menghukumnya! Dia seorang yang rendah dan jahat, tidak tahu malu.....!” kata Giok Hoa ketus. “Dan juga kalian tampaknya bukan manusia baik-baik, karena Pek-jie telah kalian lukai.....!”

Mendengar perkataan Giok Hoa seperti itu membuat Hek-pek-siang-sat benar-benar kewalahan menghadapi gadis cilik yang keras hati itu. Namun Pek-siang-sat masih tersenyum, walaupun senyum pahit.

Mereka memang benar-benar sangat aneh! Coba jika Giok Hoa ketakutan dan juga meminta-minta ampun kepada mereka, tentu Hek-pek-siang-sat tidak akan bersikap manis kepada gadis cilik ini, malah akan memperlakukannya dengan keras dan bengis. Tetapi justeru gadis cilik ini sangat berani, maka mereka tambah menyukai gadis kecil ini, mereka memperlakukannya dengan manis.

Waktu itu Pek-siang-sat telah memanggil Bong Kie Siu, tanyanya dengan bengis: “Apa yang telah kau lakukan terhadap nona manis ini?!”

Bong Kie Siu ditegur seperti itu oleh gurunya, kaget tidak terkira. Dia mengetahui, mungkin jika gurunya hendak ambil hati pada Giok Hoa, dirinya yang akan dikorbankan dan dihajar. Karena itu cepat-cepat Bong Kie Siu menggeleng dengan semangat seperti terbang meninggalkan raganya.

“Tidak..... tecu tidak melakukan sesuatu apapun juga padanya..... Bukankah tadi suhu berdua perintahkan tecu agar memaksanya untuk dapat memerintahkan dia mengusir burung rajawali putih itu?!”

Pek-siang-sat mencilak matanya.

“Engkau seorang murid yang terlalu bodoh, dengan begitu, kalian telah menimbulkan kesan seperti juga kami ini berdua pun bukan sebangsa manusia baik-baik! Hemm, engkau menjadi murid kami, tetapi engkau tidak berusaha mengangkat nama harum gurumu, malah telah mencemarkannya. Seharusnya engkau menerima hukuman yang setimpal dengan perbuatanmu......!”

Setelah berkata begitu, Pek-siang-sat mengibaskan tangannya, dari kibasan tangan itu telah meluncur angin yang sangat kuat, membuat tubuh Bong Kie Siu terguling. Namun dia bersyukur, dengan begitu dia batal dihukum berarti gurunya hanya pura-pura marah belaka, dan perintahkan dia pergi.

Begitu merangkak bangun, segera juga dia berlari meninggalkan tempat itu, dia memasuki hutan itu lebih dalam, karena dia tahu, semakin lama dia berada di situ kemungkinan besar dia terancam hukuman gurunya, jika saja Giok Hoa masih terus juga “ngambul”.

Hek-pek-siang-sat tidakmencegah kepergian muridnya, mereka telah membiarkan Bong Kie Siu pergi tanpa mencegah lagi.

Sedangkan Giok Hoa yang melihat Pek-siang-sat telah mengibaskan lengan bajunya dan membuat Bong Kie Siu sampai terguling seperti itu, hatinya telah puas.

“Hemmm, rupanya kalian guru yang cukup baik dalam mengajar murid, kalian tetap akan menghukum murid kalian jika murid kalian itu melakukan suatu kejahatan.....!” kata Giok Hoa kemudian.

“Oh tentu, tentu saja.....!” kata Pek-siang-sat cepat. “Kami sangat kagum kepadamu, nona manis, namun siapa sangka, justru murid kami itu pernah berlaku kurang ajar kepadamu maka kami sangat marah sekali.

“Beruntung saja nona tidak meminta kami menghukumnya dengan keras, jika tidak tentu kami akan membuatnya bercacad. Tetapi nona manis, tentunya kau pun tidak tega jika kami harus turunkan tangan keras menghukum murid kami itu sampai bercacad, bukan?!”

Giok Hoa terdiam sejenak, kemudian katanya: “Apakah sekarang aku sudah boleh meninggalkan tempat ini?!!”

“Tentu boleh! Tetapi kami ingin bercakap-cakap dengan kau dulu, karena itu, harap nona manis jangan pergi tergesa-gesa......!”

Giok Hoa jadi mengerutkan alisnya lagi, karena dia segera dapat menduga, inilah penahanan secara halus. Namun, untuk memaksa pergi begitu saja tentu Giok Hoa tidak bisa melakukannya, karena jika dia bersikeras pergi begitu saja, niscaya akan menyebabkan dia memperoleh kesulitan dari Hek-pek-siang-sat. Karenanya dia telah berdiam diri saja, hanya hatinya jadi tidak senang lagi terhadap ke dua orang itu.

“Nona manis, siapakah sebenarnya namamu?!” tanya Pek-siang-sat.

“Aku tidak mau bicara dengan kalian!” kata Giok Hoa ketus.

“Ihhhh, mengapa tidak mau bicara dengan kami?!” tanya Pek-siang-sat kemudian.

“Aku tidak mau bicara dengan kalian, manusia-manusia berhati palsu. Kalian tidak mengijinkan aku pergi, dengan alasan ingin mengajakku bercakap-cakap.

“Jika memang kalian hendak bercakap-cakap, sekarang kalian biarkan dulu aku pergi, agar aku memiliki kesempatan buat mengobati luka pada Pek-jie. Kemudian memberitahukan kepada paman Hok. Dengandemikian nanti kita memiliki kesempatan buat bercakap-cakap.....”

Mendengar perkataan Giok Hoa itu, bola mata Pek-siang-sat bersinar tajam sekali, katanya: “Siapakah paman Hok mu itu dan dia berada di mana sekarang?!”

“Dia paman Hok ku. Dia sekarang berada tidak jauh dari tempat ini......!” menjelaskan Giok Hoa pada akhirnya setelah bimbang sejenak. “Hemmmm, jika kalian memang benar-benar ingin bersahabat, tentu kalian akan melepaskan diriku, agar aku bisa bertemu dengan paman Hok ku itu......!”

Hek-pek-siang-sat mengangguk serentak, malah Pek-siang-sat segera juga berkata:

“Baik! Baik, nona manis, engkau boleh saja kembali ke paman Hok mu itu! Tetapi kami ingin sekali ikut denganmu menemui paman Hok mu itu, karena kami tertarik sekali.

“Engkau seorang gadis manis yang sangat kami kagumi, tentunya paman Hok mu itu lebih hebat lagi dari kau. Karenanya, kami tertarik sekali buat berkenalan dengan paman Hok mu itu.....!”

Mendengar perkataan ke duao rang itu, yang sebetulnya memang telah didengar cerita mengenai Hek-pek-siang-sat dari Bun Kie Lin beberapa waktu yang lalu, walaupun hanya sedikit sekali, namun Giok Hoa telah memiliki kesan tidak baik, di mana dia memiliki kesan bahwa Hek-siang-sat tentunya bukan sebangsa manusia baik-baik. Karena itu, segera juga dia berkata:

“Paman Hok ku itu tidak mau bertemu dengan siapapun juga, karenanya aku tidak bisa mengajak kalian buat pergi menemuinya.....!”

Hek-siang-sat saling pandang satu dengan yang lainnya, dan telah berdiam diri sejenak. Mereka telah melihat, walaupun bagaimana tampaknya Giok Hoa tidak menyukai mereka. Walaupun mereka berdua telah berusaha bersikap manis sekali kepada Giok Hoa.

Maka Pek-siang-sat segera mengambil keputusan tegas.

“Baiklah! Biarkanlah paman Hok mu itu datang ke mari! Kau mengatakan bahwa dia tidak mau jika ada orang yang datang menemuinya.

“Karena itu, biarkanlah dia yang datang mencarimu ke mari. Bukankah jika dia tidak melihatmu, dan engkau telah pergi sekian lama, diapun akan datang ke tempat ini?”

Giok Hoa tercekat hatinya. Jika memang Hok An datang ke tempat itu dalam rangka mencari jejaknya, berarti Hok An akan bertemu dengan Hek-pek-siang-sat. Dan ini merupakan hal yang tidak menggembirakan.

Kepandaian Hek-pek-siang-sat memang jauh berada di atas kepandaian dari Hok An. Karenanya, jika Hok An bertemu dengan mereka, berarti bisa diperhina mereka tanpa bisa memberikan perlawanan sedikitpun juga.

Akhirnya Giok Hoa telah bertanya: “Apakah kalian tetap tidak mau melepaskan aku?”

Hek-pek-siang-sat menggeleng, katanya: “Tidak! Biarlah paman Hok mu itu datang ke mari menjemputmu dan kami akan membebaskan engkau, karena memang sangat tertarik sekali buat berkenalan dengan paman Hok mu itu......!”

Setelah berkata begitu, segera juga Hek-pek-siang-sat saling memberi isyarat satu dengan yang lainnya dan juga telah menghampiri Giok Hoa.

Pek-siang-sat mengulurkan tangan kanannya, katanya: “Nona manis, mari kita beristirahat di sana.....!” dia menunjuk ke arah sebatang pohon besar.

Giok Hoa mengetahui bahwa itu merupakan hal penawaran belaka. Dia tidak diperbolehkan meninggalkan tempat ini. Juga dia tidak akan diberikan kesempatan buat melarikan diri.

Justeru memang jika dia terlalu lama pergi, Hok An pasti akan mencari-carinya. Dan Pek-jie juga akan segera memberitahukan kepada Hok An, di mana beradanya Giok Hoa.

Dengan demikian, tentu Hok An akan bertemu dengan Hek-pek-siang-sat.

Sedangkan Hek-pek-siang-sat bukan sebangsa manusia baik, di mana pendirian mereka tidak menentu, bisa mengambil jalan lurus dan jalan sesat. Maka dengan tabiat mereka yang aneh seperti itu, kalau sampai Hok An diperhina mereka dan dia marah, lalu terjadi perkelahian, niscaya akan merugikan Hok An. Sebab memang kepandaian Hok An masih berada di sebelah bawah kepandaian Hek-pek-siang-sat.

Giok Hoa jadi bingung sendirinya, cepat-cepat dia menggelengkan kepalanya sambil memperlihatkan sikapmarah, katanya: “Tidak! Aku tidak mau menemani kalian! Aku mau pergi.....!”

Setelah berkata begitu, dengan nekad Giok Hoa melangkahkan kakinya buat meninggalkan tempat itu, karena dia bermaksud akan pergi. Dia tidak memperdulikan lagi ke dua orang Hek-pek-siang-sat tersebut.

Hek-pek-siang-sat melihat Giok Hoa bersikeras hendak pergi, jadi tersenyum tawar. Malah Hek-siang-sat telah melompat menghadang di depannya.

“Kau tidak boleh pergi dulu, nona manis, jalan di hutan ini berbelit-belit. Jika engkau tidak mengenal jalan, tentu engkau akan tersesat.

“Nanti jika paman Hok mu itu datang menanyai engkau, tentu kami akan malu, karena tidak bisa memberitahukan di mana beradanya engkau! Karena dari itu, sudahlah! Mari Kita nantikan saja kedatangan paman Hok mu itu!”

Sambil berkata begintu, dia telah mengulurkan tangan kanannya. Dia mengulurkan perlahan sekali!

Giok Hoa mengetahui pergelangan tangannya yang hendak dicekal oleh Hek-siang-sat.

Dia berusaha berkelit. Namun entah bagaimana, tahu-tahu tangannya telah kena dicekal oleh Hek-siang-sat. Malah begitu pergelangan tangannya kena dicekal oleh Hek-siang-sat, seketika Giok Hoa merasakan tenaganya seperti lenyap. Namun Giok Hoa berusaha meronta, walaupun usahanya itu sia-sia belaka.

Sambil tertawa Hek-siang-sat pura-pura tidak mengetahui si gadis meronta, dia telah menariknya setengah paksa.

“Mari kira duduk beristirahat di sana.....!” ajaknya, bermaksud untuk membawa gadis kecil itu ke bawah batang pohon di mana Pek-siang-sat telah duduk sambil tersenyum mengawasi Giok Hoa.

Giok Hoa segera juga berteriak-teriak: “Lepaskan, lepaskan, aku mau pergi..... kalian..... ohhh, kalian manusia-manusia jahat.........!”

Tetapi Hek-siang-sat tetap mencekal pergelangan tangan Giok Hoa, di mana dia telah mencekal jalan darah terpenting di pergelangan tangan si gadis kecil itu, dengan demikian Giok Hoa jadi kehilangan tenaganya.

Sedangkan Giok Hoa masih terus berusaha meronta sambil berteriak-teriak ketika Hek-siang-sat perintahkan agar dia duduk.

“Tidak! Tidak! Aku tidak mau! Lepaskan Lepaskan! Oh, Kalian benar-benar manusia jahat........!”

Hek-siang-sat tidak memperdulikan sikap si gadis kecil. Dia telah duduk sambil menarik tangan Giok Hoa, sehingga Giok Hoa tertarik untuk duduk dengan betotan yang cukup kuat.

Tetapi gadis kecil ini telah menangis keras sekali, karena masih terus berteriak-teriak agar cekalan Hek-siang-sat dilepaskan.

Dalam keadaan seperti itulah, tiba-tiba terdengar suara seorang wanita yang bersenandung sangat tenang dan sabar sekali, suaranya begitu lembut:

“Pergi berpasangan,
dengan rajawali sakti,
dan juga kesedihan telah ditinggalkan.....

Kini muncul berdua,
dengan rajawali sakti yang terbang beriringan.....”

Suara itu sangat perlahan, dan tenang sekali, sabar dan bening, disusul dengan suara berkeresek, menunjukkan bahwa ada seseorang yang tengah mendatangi ke arah tempat di mana adanya Hek-pek-siang-sat dan Giok Hoa.

Mengetahui ada orang datang, Giok Hoa menangis semakin keras, malah dia telah berteriak-teriak: “Tolong..... tolong......!”

“Hussss!” bentak Hek-siang-sat yang menjadi dongkol juga. “Kami tidak menyiksa dan mempersakiti dirimu, kami hanya ingin mengajak kau bercakap-cakap saja. Mengapa engkau melolong-lolong seperti itu?”

Sedangkan suara orang bersenandung itu terdengar semakin dekat, suara seorang wanita yang begitu bening sekali. Disusul kemudian suara keresekan itu semakin dekat juga.

Dan akhirnya muncul dari balik batang-batang pohon, seorang gadis berpakaian serba kuning, memiliki paras yang cantik sekali, berusia di antara duapuluh limatahun lebih. Matanya bersinar tajam dan bening sekali, bibirnya yang begitu tipis tersenyum manis sekali, sedangkanrambutnya yang disanggul tampak teratur dan rapi sekali.

Sama sekali gadis berpakaian serba kuning itu tidak memperlihatkan perasaan terkejut, ia memandang kepada Hek-pek-siang-sat kemudian kepada Giok Hoa, lalu katanya,

“Adik kecil, mengapa engkau menangis seperti itu? Apakah ke dua orang itu masih ada hubungan saudara denganmu?!”

“Bukan! Bukan! Mereka adalah dua orang penjahat tidak tahu malu, dia hendak menahanku!” Sambil berkata begitu, Giok Hoa telah mendeliki Hek-siang-sat.

Gadis berpakaian serba kuning yang parasnya sangat cantik itu telah berkata dengan suara yang sabar, “Sebenarnya, apa yang kalian kehendaki dari gadis kecil tidak berdosa itu? Bukankah harus dikasihani adik kecil yang begitu jujur dan polos, kalian takut-takuti seperti itu?!”

Sebelum Hek-pek-siang-sat telah bersiap-siap ketika mendengar suara berkeresekan daun kering menandakan ada orang datang, mereka menduga seorang tokoh sakti dari rimba persilatan juga. Namun siapa sangka, justeru yang muncul adalah seorang gadis yang cantik jelita. Karena itu mereka tidak memandang sebelah mata.

“Nona cantik engkau demikian rupawan tetapi seorang diri engkau berkeliaran di hutan belukar ini, apakah engkau tidak kuatir akan ditimpa malapetaka diganggu oleh manusia-manusia jahat?!”

Gadis berpakaian kuning itu tersenyum. Manis sekali senyumannya itu, sikapnya juga sabar sekali. Dia telah berkata dengan sikapnya yang sabar dan tenang:

“Mengapa harus takut? Bukankah disini semuanya aman? Oya, jika memang kalian hendak bicara dengan gadis kecil itu, bicarakanlah dengan baik-baik. Jangan dengan cara seperti itu, di mana kalian telah mencekal tanganadik kecil itu, seperti juga kalian memaksanya.....!”

“Kau jangan mencampuri urusan kami!” tiba-tiba Hek-siang-sat membentak bengis. “Kami tidak mau jika urusan kami dicampuri orang lain!”

Gadis berbaju kuning itu tersenyum mendengar perkataan Hek-siang-sat, kemudian katanya: “Mengapa tidak boleh mencampuri? Justeru jika urusan ini tidak wajar, aku malah sengaja ingin mencampuri. Memang apa yang Siauw-moay (adik) lihat, urusan ini tidak wajar......!”

Setelah berkata begitu, gadis berpakaian serba kuning itu telah menoleh kepada Giok Hoa, lalu tanyanya: “Adik kecil, siapakah engkau?!”

“Aku..... aku Giok Hoa, mereka hendak menawanku!” menjelaskan Giok Hoa, “Cie-cie tolonglah aku....., mereka berdua sangat jahat sekali!”

Gadis berbaju kuning itu telah menoleh lagi memandang tajam kepada Hek-pek-siang-sat, namun sikapnya tetap sabar.

“Nah, kalian telah mendengar sendiri, bahwa adik kecil itu tidak menyukai kalian. Mengapa kalian hendak memaksanya agar dia menemani kalian?!” suaranya tenang, sama sekali tidak gentar walaupun melihat muka Hek-pek-siang-sat yang agak luar biasa dan bengis.

Namun Hek-pek-siang-sat justeru jadi habis sabar. Pek-siang-sat telah melompat berdiri.

“Nona, kau jangan mengusili urusan kami! Kami tidak akan mengganggumu, engkau boleh melanjutkan perjalananmu! Tetapi jika engkau mencampuri urusan kami, berarti engkau mencari kesusahan buat dirimu sendiri......!”

Setelah berkata begitu segera juga Pek-siang-sat bersiap-siap untuk menyerang gadis berbaju kuning itu, kalau saja dia membangkang.

Benar saja. Gadis berbaju kuning itu menggelengkan kepalanya.

“Maaf, aku tidak bisa melanjutkan perjalananku, sebelum kalian membebaskan adik kecil itu! Tidakkah kalian merasa kasihan melihatnya, seorang gadis cilik yang tidak berdaya, kalian takut-takuti seperti itu? Bebaskanlah.....!

“Kukira kalian pun bukan sebangsa manusia-manusia gentong nasi, sedikitnya kalian memiliki kepandaian yang berarti. Karena dari itu, mengapa justeru kalian hendak menurunkan pamor kalian dengan menakut-nakuti anak kecil seperti itu.....?!”

Mendengar kata-kata si gadis baju kuning yang mengandung ejekan padanya, hal ini membuat Pek-siang-sat jadi berobah mukanya. Dia mengetahui, bahwa ini memang merupakan urusan yang sengaja dicari-cari oleh gadis berpakaian baju kuning itu.

Bahkan melihat cara gadis berpakaian kuning itu berjalan, tentunya dia memiliki kepandaian juga. Tidak mungkin seorang gadis yang tidak memiliki kepandaian apa-apa mempunyai keberanian seperti yang diperlihatkangadis berbaju kuning tersebut.

Karenanya, dalam keadaan seperti itu Pek-siang-sat sudah tidak bisa menahan diri lagi, dia mengayunkan tangan kanannya, maksudnya hendak mendorong pundakgadis baju kuning itu.

Namun gadis baju kuning itu sama sekali tidak berusaha berkelit, dia membiarkan tangan Pek-siang-sat meluncur ke dekat pundaknya.

Hanya saja terpisah beberapa dim lagi, di waktu telapak tangan Pek-siang-sat hampir menyentuh pundaknya, tampak gadis berpakaian serba kuning tersebut telah memiringkan sedikit pundaknya. Tahu-tahu dorongan tangan dari Pek-siang-sat mengenai tempat kosong.

Itulah suatu cara berkelit yang mengagumkan sekali, karena gerakan gadis tersebut sangat gesit dan lincah, cara mengelakkannya pun luar biasa sekali. Maka dari itu segera juga Pek-siang-sat memiliki dugaan, bahwa lawannya ini tentu bukan seorang gadis sembarangan, yang dapat dipermainkannya dengan mudah.

Cepat sekali tangan Pek-siang-sat telah bergerak mendorong pula. Kali ini dia mendorong dengan mengerahkan tujuh bagian tenaga lweekangnya.

Namun, sekali lagi gadis berpakaian serba kuning itu bisa menghindarkan dorongan tersebut.

Telapak tangan Pek-siang-sat mengenai tempat kosong lagi, karena tahu-tahu pundak si gadis itu seperti juga telah melejit. Itulah cara mengelakkan diri yang benar-benar sangat luar biasa dan cukup mengejutkan di samping menimbulkan rasa kagum di hati Pek-siang-sat.

“Hemmm, ternyata engkau memiliki kepandaian lumayan, sehingga engkau hendak mencampuri urusan kami!” kata Pek-siang-sat geram. “Bagus! Bagus! Memang sudah lama aku tidak bertempur, sehingga tanganku ini gatal. Mari, mari kita main-main.....!”

Setelah berkata begitu, berbareng dengan selesainya perkataannya itu, sepasang tangan Pek-siang-sat bergerak menghantam dan mencengkeram. Gerakan tangan itu meluncur terus dan melingkar, tangan kirinya hendak mencengkeram meluncur lurus, sedangkan tangan kanannya yang hendak menepuk meluncur dari atas seperti juga menyambarnya petir, dekat sekali menimbulkan sambaran angin yang sangat panas bukan main.

Namun gadis berpakaian serba kuning itu juga tidak tinggal diam saja. Dia kali ini bukan hanya memiringkan sedikit pundaknya, karena dia telah bergerak cepat sekali. Tangan kirinya telah menyampok serangan lawannya tersebut.

Walaupun sampokan gadis berpakaian kuning itu dilakukannya perlahan, tokh tidak urung telah membuat tangan Pek-siang-sat terasa sakit. Dia merasakan getaran yang kuat waktu tangan mereka saling bentur, terasa pedih dan getaran itu menjurus terus pada ulu hatinya yang terasa menyesak.

Karena itu, sebagai seorang yang berpengalaman, Pek-siang-sat menyadarinya gadis berpakaian kuning ini tentunya bukan lawan sembarangan. Dia berseru nyaring, ke dua tangannya telah bergerak menyerang bertubi-tubi bagaikan gelombang laut yang datang susul menyusul.

Tetapi dasarnya gadis berpakaian kuning itu memiliki kepandaian yang tinggi, tidak satupun serangan dari Pek-siang-sat yang berhasil mengenainya, bahkan dengan gerakan tubuh seperti juga seekor burung rajawali rubuh, gadis berpakaian serba kuning itu telah melesat ke sana ke mari dengan lincah mengurung Pek-siang-sat.

Yang lebih mengejutkan lagi, gadis berpakaian serba kuning itu telah menggerakkan tangannya buat memunahkan tenaga serangan Pek-siang-sat, walaupun tanpa saling membentur. Namun tenaga serangan dari Pek-siang-sat telah terpunahkan.

Malah dengan mengandalkan ginkangnya yang mengagumkan, gadis berpakaian kuning itu telah beberapa kali hampir kena menotok jalan darah terpenting di tubuh Pek-siang-sat. Beruntung Pek-siang-sat memang liehay dan juga memiliki kepandaian yang tinggi. Disebabkan itulah, walaupun serangan gadis berpakaian serba kuning tersebut selalu hampir mengenai sasarannya, tokh dia masih bisa meloloskan diri.

Gadis berpakaian baju kuning itu telah berkata dengan sabar:

“Kita mengadu tenaga dan bertempur, hal ini tidak ada gunanya, lebih baik jika kalian membebaskan gadis cilik itu.....!”

Tetapi Pek-siang-sat malah jadi penasaran bukan main. Dengan bersuara mengguntur tahu-tahu sepasang tangannya itu meluncur serentak seperti juga akan menungkrap batok kepala gadis berpakaian kuning tersebut. Semua itu dilakukannya cepat sekali, sehingga bagi orang biasa, tidak mungkin bisa melihat meluncur ke dua tangannya tersebut.

Sedangkan gadis berpakaian serba kuning itu, kali ini tidak mau menyingkir.

Dia mengawasi tangan Pek-siang-sat yang meluncur ke arah kepalanya. Waktu sepasang tangan itu telah dekat, di saat itulah dia telah bergerak lincah sekali, memiringkan sedikit kepalanya, kemudian mengulurkan tangan kirinya menyanggah ke dua tangan tersebut.

Dengan demikian membuat Pek-siang-sat merasakan pergelangan tangannya seperti tertahan oleh suatu kekuatan yang tidak tampak, membuat sepasang tangannya itu tidak bisa meluncur lebih jauh.

Dalam keadaan demikian Pek-siang-sat tidak mau sudah. Dia cepat menarik pulang ke dua tangannya, kemudian dia telah menghentak ke dua tangannya, membarengi dengan mana, tahu-tahu tangan kanannya ditekuknya, ia membarengi juga dengan tangan kirinya yang menyelusup karena dia bermaksud menotol biji mata gadis berbaju kuning itu. Sedangkan tangan kanannya yang seperti menggaet itu, hendak menerobos akan menghantam dada gadis berpakaian baju kuning itu.

Namun sekali ini benar-benar Pek-siang-sat melupakan sesuatu. Yaitu dia tidak ingat bahwa gadis berpakaian baju kuning itu baru mempergunakan satu tangannya belaka, berarti satu tangannya yang lain masih bebas. Karena itu, begitu Pek-siang-sat menyerang lagi dengan perobahan pada ke dua tangannya, justeru tangan gadis berbaju kuning itu telah meluncur cepat sekali menghantam dengan kuat.

“Bukkk.....! Dukkk!” terdengar benturan dua kali benturan.

Ternyata dalam keadaan seperti itu, Pek-siang-sat masih bisa menahan serangannya, tangannya tidak meluncur terus, sehingga masih sempat menangkis gempuran dari gadis berpakaian serba kuning tersebut. Bentrokan tenaga yang terjadi dari benturan tangan mereka, menimbulkan suara yang keras. Dan juga Pek-siang-sat merasakan tangannya itu pedih.

Gadis berpakaian serba kuning itupun tak kurang kagetnya, karena begitu tangannya menangkis tangan Pek-siang-sat, seketika dia merasakan tubuhnya bagaikan diterjang sesuatu kekuatan yang seperti juga terjangan gelombang laut. Namun karena dia memiliki lweekang yang tinggi, maka gadis berpakaian serba kuning tersebut tidak sampai terhuyung, hanya tubuhnya tergoncang sedikit.

Setelah ke duanya mengadu kekuatan tenaga dalam, kemudian seperti berjanji, ke duanya menjejakkan kaki mereka masing-masing melompat ke belakang. Dengan begitu mereka saling menjauhi dirinya.

Sedangkan gadis berpakaian kuning itu telah berkata dengan suara yang tetap lembut dan juga sikap yang sabar: “Ternyata Siauw-moay tengah berurusan dengan seorang yang sakti!”

Hek-pek-siang-sat berobah memerah, karena ia mendengar pujian gadis berpakaian kuning itu seperti juga sebuah olok-olok yang mengejeknya. Maka katanya dengan murka: “Siapa engkau sebenarnya?”

Walaupun Pek-siang-sat bertanya dengan gusar, tokh tidak urung di dalam hatinya diliputi perasaan heran dan kagum. Dia heran melihat usia gadis berpakaian baju kuning itu yang masih muda belia, tetapi lweekangnya tadi, di mana mereka telah saling mengadu kekuatan dalam satu gebrakan itu.

Pek-siang-sat mengetahui lweekang gadis berpakaian kuning ini tidak berada di sebelah bawah kepandaiannya. Dan perasaan kagum, karena dia melihat juga jurus-jurus dari gerakan itu tidak dapat dikenalinya.

Sebetulnya Pek-siang-sat memiliki pengalaman yang luas sekali, dia boleh dibilang mengenal hampir seluruh ilmu silat dari berbagai aliran. Namun sekarang ini ternyata dia tidak bisa mengenali ilmu silat gadis itu, walaupun mereka telah mengadu ilmu sebanyak beberapa jurus.

Sedangkan gadis berpakaian baju kuning itu tersenyum sabar, katanya: “Sekarang begini saja! Tolong kau katakan, siapakah sebenarnya kalian..... nanti Siauw-moay akan sebutkan siapa Siauw-moay adanya.”

Pek-siang-sat waktu itu sebetulnya tengah murka juga, dia sebetulnya pun tidak mau menyebutkan siapa dirinya. Namun Hek-siang-sat yang waktu itu masih duduk di bawah batang pohon, dengan memegangi terus pergelangan tangan Giok Hoa, telah mewakili menyahuti: “Kami adalah Hek-pek-siang-sat!”

Gadis berpakaian serba kuning itu memperlihatkan sikap terkejut.

“Ohhh, kiranya jie-wie Locianpwee..... maaf, maaf Siauw-moay tadi berlaku kurang ajar.” Benar-benar gadis berpakaian kuning itu telah membungkukkan diri menjurah memberi hormat.

Sedangkan Pek-siang-sat yang sudah tidak sabar segera membentak: “Siapa kau?!”

Gadis berpakaian serba kuning itu tersenyum, dia menyahuti dengan tetap sabar: “Siauw-moay she Yo......!”

“She Yo.....?!” tanya Pek-siang-sat seperti terkejut, karena dia teringat seseorang.

“Mengapa?!” tanya gadis berpakaian serba kuning she Yo tersebut ketika melihat Pek-siang-sat terkejut seperti itu, juga dilihatnya Hek-siang-sat pun sangat kaget, sampai hampir-hampir cekalannya terlepas.

“Masih ada hubungan apa antara kau dengan Yo Ko?!” tanya Hek-siang-sat dari tempat duduknya, malah waktu itu Hek-siang-sat telah melompat berdiri sambil menarik tangan Giok Hoa.

Gadis she Yo itu tersenyum. Sikapnya tetap sabar dan tenang, kemudian katanya:

“Tentang hal itu, Siauw-moay rasa kurang layak dibicarakan! Tadi Locianpwee menanyakan siapa adanya Siauw-moay dan Siauw-moay telah memberitahukan bahwa Siauw-moay she Yo. Dan Siauw-moay kira, urusan telah habis sampai di situ. Sekarang Siauw-moay memiliki pertanyaan, entah Locianpwe mau menjawabnya atau tidak?!”

Pek-siang-sat sebetulnya masih penasaran karena belum menerima jawaban dari gadis itu atas pertanyaannya, maka dia baru saja ingin bertanya lagi, Hek-siang-sat telah mewakilinya berkata: “Baiklah, katakanlah, apa yang hendak engkau tanyakan?!”

“Sesungguhnya, masih ada sangkutan apakah antara jie-wie Locianpwe dengan gadis kecil itu?” tanya gadis berpakaian serba kuning itu.

“Dia seorang cucu dari sahabat kami yang tersesat di hutan ini, tetapi dia bersikeras hendak meninggalkan hutan ini seorang diri, karena dari itu pula, dan kami pun tidak akan mengijinkannya. Kami menganjurkan agar dia bersama kami dulu, sehingga nanti sahabat kami itu datang menyambutnya. Hal ini karena kami kuatir kalau saja dia nanti tersesat dalam hutan belukar ini!” kata Hek-siang-sat.

“Bohong! Dia bukan apa-apaku! Mereka bukan sahabat paman Hok! Mereka hendak menawanku!” teriak Giok Hoa tiba-tiba dengan suara yang nyaring.

Muka Hek-siang-sat berubah, dia kemudian berkata dengan sikap berang: “Jika banyak rewel lagi akan kuhajar hancur batok kepalamu ini!”

Mendengar Hek-siang-sat mengancam gadis cilik tersebut, gadis berpakaian serba kuning itu telah berkata dengan sikap yang tenang dan sabar:

“Hemmm, engkau hendak menghajar batok kepala adik kecil itu? Berarti kau hendak membunuhnya!

“Dengan demikian memperlihatkan bahwa kalian bukan apa-apanya adik kecil itu, karena jika memang ia puteri dari seorang sahabatmu, tentu kalian akan sayang padanya, tidak akan menyakitinya, dan juga tidak akan mengancamnya seperti itu!”

Setelah berkata begitu, segera si gadis she Yo yang berpakaian serba kuning tersebut telah menoleh kepada Pek-siang-sat katanya, “Apakah kalian benar-benar hendak menawan adik kecil itu, locianpwe?”

Hek-pek-siang-sat adalah dua tokoh rimba persilatan yang memiliki nama sangat ditakuti dan disegani oleh tokoh-tokoh lurus maupun sesat. Mereka itu semuanya menghormati Hek-pek-siang-sat sehingga Hek-pek-siang-sat mengatakan hitam, harus hitam. Jika mereka mengatakan putih, maka semuanya harus mengiyakan dan harus putih.

Dengan begitu membuat Hek-pek-siang-sat tidak pernah bersikap murah hati kepada siapapun juga. Jika mereka tidak senang tentu mereka akan menghajar orang yang tidak disenangi tersebut.

Namun sekarang gadis berpakaian serba kuning yang mengaku she Yo, tersebut justeru seperti tidak memandang sebelah mata kepada mereka. Bahkan sikap gadis berpakaian kuning itu sangat berani sekali, sama sekali tidak memgerlihatkan perasaan gentar sedikit pun juga.

Maka mereka sangat gusar dan bermaksud untuk menguji kepandaian gadis berpakaian serba kuning itu, karena mereka ingin mengetahui berapa tinggi kepandaian yang dimiliki gadis berpakaian serba kuning tersebut.

Memang tadi Pek-siang-sat telah mengadu kekuatan dengan gadis berpakaian serba kuning itu, namun dia tidak percaya sepenuhnya si gadis yang belum mencapai usia tigapuluh tahun itu, bisa memiliki lweekang yang begitu tinggi. Disebabkan itulah, dengan penasaran Pek-siang-sat justeru hendak mencobanya pula.

“Biarkanlah aku yang menghadapinya dulu,” kata Pek-siang-sat kepada Hek-siang-sat.

Hek-siang-sat mengiakan, kembali duduk pada tempatnya. Kali ini sikapnya agak kasar waktu dia menarik tangan Giok Hoa, sampai gadis tersebut telah tertarik dengan keras dan hampir saja terjerembab.

Sedangkan gadis berbaju kuning itu telah berkata dengan suara yang tawar, tetapi tetap sabar: “Jika memang jie-wie Locianpwee tidak memiliki hubungan apa-apa dengan adik kecil itu, maka dengan memandang muka Siauw-moay, tentunya jie-wie Locianpwee bersedia buat membebaskan adik kecil itu! Jika seandainya adik kecil itu pernah melakukan kesalahan pada jie-wie, maka dengan ini Siauw-moay menyatakan maaf pada jie-wie berdua.....!”

Dan benar-benar gadis berbaju kuning itu telah membungkukkan tubuhnya lagi memberi hormat untuk mewakili Giok Hoa mengucapkan maafnya.

Tetapi Pek-siang-sat tertawa dingin.

“Mari kita main-main dulu!” katanya kemudian dengan suara mengandung penasaran sekali.

“Mari main?? Apa maksud dari Locianpwe?” tanya gadis berbaju kuning itu.

“Kita bertempur sampai seratus jurus!” mengajak Pek-siang-sat. “Aku melihat bahwa engkau memiliki kepandaian yang cukup tinggi, tentunya engkau akan dapat untuk menghadapi setiap seranganku.....”

Gadis berbaju kuning itu telah tersenyum, sambil katanya: “Baiklah! Jika memang Locianpwe hendak main-main, Siauw-moay bersedia menemani! Tetapi terus terang saja, jika kita mengadu tangan dan tenaga, tentu hal ini akan menimbulkan kesalah pahaman, suatu kali tentu kita bisa kesalahan turun tangan! Sekarang Siauw-moayada saran, entah Locianpwe menyetujuinya atau tidak......!”

“Katakanlah!” kata Pek-siang-sat gusar dan penasaran, karena dilihatnya gadis berbaju kuning itu sama sekali tidak memperlihatkan sikap jeri. Dengan begitu jelas membuatnya jadi mengetahui bahwa gadis berbaju kuning ini memang yakin memiliki kepandaian tinggi, sehingga dia tidak merasa takut,

“Aku mempunyai saran, dan harap Locianpwee mau mempertimbangkannya!” kata gadis berbaju kuning itu, setelah berdiam diri sejenak dan telah menoleh mengawasi Giok Hoa yang masih dicekal tangannya oleh Pek-siang-sat. “Dan permainan itu tentunya merupakan permainan yang sangat menarik sekali, di mana kita atur sedemikian adilnya, sehingga nanti tidak ada salah satu pihak di antara kita saling menyesalinya......!”

“Apa saranmu itu?!” tanya Pek-siang-sat.

“Karena jie-wie berdua bergelar Hek-pek-siang-sat, tentunya jie-wie memiliki kepandaian yang diandalkan dan selalu harus dibawakan berdua oleh jie-wie. Bukankah begitu?!” tanya gadis berbaju kuning itu.

Pek-siang-sat mengangguk,

“Ya..... memang begitu!” menyahuti Hek-pek-siang-sat. “Jika kami berdua telah turun tangan serentak, jangan harap siapapun dapat menghadapi kami! Walaupun tokoh tersakti sekalipun di dalam rimba persilatan, jika kami telah turun tangan serentak berdua, tentu tokoh sakti itu akan dapat kami rubuhkan.”

“Nah!” kata gadis berbaju kuning itu. “Jika demikian halnya, Siauw-moay sangat tertarik sekali. Tetapi jiwie Locianpwe jangan tersinggung. Siauw-moay memang ingin mengemukakan saran yang berasal dari dasar hati yang sejujurnya.

“Bagaimana jika jie-wie berdua serentak maju menghadapi Siauw-moay dan kita bertempur sebanyak sepuluh jurus. Jika dalam sepuluh jurus Siauw-moay tidak bisa merubuhkan Jie-wie berdua, hitung saja Siauw-moay yang kalah!

“Dan yang kita pertaruhkan itu adalah adik kecil itu. Jika memang Siauw-moay kalah, berarti Siauw-moay tidak akan mencampuri lagi urusan adik kecil itu. Jie-wie ingin mengapakan juga adik kecil itu, Siauw-moay tidak akan mencampuri lagi!

“Demikian juga sebaliknya jika Siauw-moay dalam sepuluh jurus dapat merubuhkan jie-wie berdua, maka adik kecil itu harus diserahkan kepada Siauw-moay untuk Siauw-moay bawa pergi meninggalkan tempat ini dengan syarat bahwa jie-wie tidak akan menimbulkan kesulitan lagi buat kami, dan terutama sekali tidak akan berusaha merintangi pula keberangkatan kami dari tempat ini. Bagaimana, apakah jie-wie menerima saran Siauw-moay?”

Muka Pek-siang-sat dan demikian juga Hek-siang-sat jadi berobah merah padam.

Memang gadis berbaju kuning itu berkata-kata dengan sikap yang manis dan sabar sekali. Tetapi dibalik dari kata-kata yang sabar dan manis itu, ternyata mengandung ejekan dan memandang remeh kepada Hek-pek-siang-sat.

Bayangkan saja, gadis itu yakin, dalam sepuluh jurus ia akan dapat merubuhkan Hek-pek-siang-sat! Itulah sikap tekebur yang dianggap oleh Hek-pek-siang-sat keterlaluan sekali. Dan juga malah gadis berpakaian kuning itu tidak tanggung-tanggung dalam tantangannya, karena dia sekaligus menantang kepada Hek-pek-siang-sat maju serentak berdua!

Tetapi Pek-siang-sat yang lebih dapat menahan diri, telah berkata dengan sikap geram: “Baiklah! Jika memang engkau menghendaki diaturnya begitu, kami juga tidak keberatan!” Setelah berkata begitu, Pek-siang-sat menoleh kepada Hek-siang-sat.

“Mari kita hadapi gadis angkuh ini!” katanya dengan suara yang mengandung penasaran.

Hek-siang-sat melirik kepada Giok Hoa, namun akhirnya keragu-raguannya itu lenyap. Karena diapun memang mendongkol sekali!

“Baik!” katanya sambil melepaskan cekalannya pada pergelangan tangan Giok Hoa. Dia pun telah melompat ke samping Pek-siang-sat. Kemudian katanya: “Apakah kita sudah boleh memulainya sekarang?!”

Gadis berpakaian baju kuning itu telah berkata dengan sikap yang tenang sekali, katanya, “Silahkan, silahkan! Siauw-moay memang telah siap, silahkan kita mulai!”

Setelah berkata begitu, gadis berpakaian baju kuning itu berdiri dengan sikap yang tetap tenang dan sabar, sama sekali dia tidak memperlihatkan sikap hendak bersiap siaga terhadap kemungkinan serangan-serangan Hek-pek-siang-sat yang bisa saja terjadi dilancarkan dengan tiba-tiba.

Di waktu itu Hek-pek-siang-sat telah saling melirik dan mereka bersiap-siap hendak mulai menyerang kepada gadis berbaju kuning she Yo itu, yang dianggap mereka sebagai gadis yang tekebur dan angkuh.

Sedangkan Giok Hoa jadi menguatirkan keselamatan gadis berbaju kuning itu, karena dia mengetahui kepandaian ke dua orang Hek-pek-siang-sat tersebut sangat lihay dan tinggi sekali ilmunya.

Jika saja ke dua orang Hek-pek-siang-sat maju serentak buat mengepung dan mengeroyok gadis berbaju kuning, inilah hal yang benar-benar sangat menguatirkan sekali. Kalau saja gadis itu berlaku ayal sedikit saja tentu dia akan terluka di tangan Hek-pek-siang-sat. Karena dari itu, jika memang sampai gadis itu terluka, berarti keselamatan jiwa Giok Hoa juga akan terancam.

Sedangkan Hek-pek-siang-sat gusar bukan main, mereka pun penasaran. Seumur hidup mereka, baru kali ini ada seorang gadis muda yang berani bersikap demikian sombong dan sama sekali tidak memandang mata kepadanya.

Tanpa memberi muka sedikitpun juga, telah memancing mereka berdua, agar maju serentak, di mana mereka akan dihadapi hanya dalam sepuluh jurus dan dijanjikan akan dapat dirubuhkan! Dengan begitu, hal ini merupakan suatu penghinaan yang paling hebat buat Hek-pek-siang-sat.

Maka kedua Hek-pek-siang-sat yang memang memiliki tabiat aneh, telah mengambil keputusan, mereka akan turun tangan dengan keras. Mereka menginginkan dalam dua atau tiga jurus akan dapat merubuhkan gadis berbaju kuning itu. Jika memungkinkan mereka juga hendak melukai gadis berbaju kuning lebih parah lagi.

Karena dari itu, begitu mendengar gadis berbaju kuning itu mempersilahkan mereka mulai menyerang, maka Hek-pek-siang-sat sudah tidak memperdulikan lagi aturan-aturan Kang-ouw, bahwa pihak yang lebih tua tingkatannya, harus menerima diserang lebih dulu dari pihak yang lebih mudah.

Dan kini, dengan segera ke duanya memencarkan diri karena mereka telah berusaha uutuk menyerang gadis berbaju kuning itu dengan dua jurusan yang serentak.

Gadis berpakaian baju kuning itu tetap bersikap tenang dan sabar. Dia sama sekali tidak jeri.

Malah dia telah mengawasi Hek-pek-siang-sat dengan sikap seperti juga bukan tengah berhadapan dengan dua orang lawan tangguh. Tentu saja sikap yang diperlihatkan gadis berbaju kuning itu membuat Hek-pek-siang-sat bertambah meluap darahnya.

Mereka telah mengeluarkan suara gerengan, disusul dengan Pek-siang-sat melompat lebih dulu. Dia telah bergerak cepat sekali tangannya, mengancam akan menghantam dengan lweekang yang bisa menghancurkan sebungkah batu yang sangat besar.

Dia percaya, jika memang gadis berpakaian kuning itu menangkisnya, dia akan menyusuli dengan hantaman berikutnya. Dan jika gadis berbaju kuning itu mengelak, tentu Hek-siang-sat waktu itu telah menyerangnya juga.

Tetapi dugaan Hek-pek-siang-sat meleset, karena terlihat pukulan tangan Pek-siang-sat dibiarkan saja oleh gadis berbaju kuning itu, sama sekali dia tidak berusaha menangkisnya. Malah diapun tidak berusaha untuk mengelakkan diri dari pukulan tersebut, sehingga dalam keadaan seperti itu telah membuat Pek-siang-sat tertegun sejenak, namun dia tidak mengurangi tenaga serangannya, karena biarpun gadis berpakaian baju kuning yang sangat cantik manis tersebut terluka akibat pukulannya itu, dia tidak akan menyesal.

Di kala itu Hek-siang-sat pun tidak tinggal diam, tangannya telah meluncur secepat kilat.

Waktu pukulan dari Pek-siang-sat hampir tiba, terlihat gadis berpakaian baju kuning itu telah mengempos semangatnya. Kemudian waktu kepalan tangan Pek-siang-sat hanya tinggal beberapa dim dari dirinya, dia telah menotok dengan telunjuknya.

Luar biasa!

Walaupun hanya ditotok dengan jari telunjuk, tetapi telah cukup buat gadis itu memunahkan tenaga pukulan dari Pek-siang-sat. Sebab begitu kepalan tangan dari Pek-siang-sat mengenai ujung jari telunjuk dari gadis berbaju kuning itu, seketika dia merasakan bahwa dari ujung jari itu seperti mengalir suatu kekuatan yang sangat panas sekali yang telah menyelusup dan menerjang kepada kepalan tangannya, menyebabkan tulangnya sangat sakit sekali.

Dengan begitu, Pek-siang-sat seperti kehilangan kekuatan tenaganya, yang sebagian terbesar seperti telah sirna begitu saja. Tentu saja Pek-siang-sat jadi kaget, dia juga heran dan bingung, karena tidak mengetahui entah ilmu apa yang dipergunakan oleh gadis berbaju kuning itu, yang dengan hanya mempergunakan jari telunjuknya dapat memunahkan tenaga serangannya.

Akan tetapi seketika itu juga Pek-siang-sat teringat sesuatu, di mana dia telah teringat semacam ilmu totok, yaitu It-yang-cie.

Teringat akan ilmu itu, seketika keringat dingin mengucur deras sekali di kening dan muka Pek-siang-sat. Dia sampai berpikir: “Masih ada hubungan apakah dia dengan It-teng Taysu?”

Sambil berpikir begitu, tubuh Pek-siang-sat menggigil juga. Hal ini disebabkan Pek-siang-sat memang telah mengetahui dan pernah mendengar akan kehebatan dari ilmu It-yang-cie itu.

Dengan demikian, dia jadi gentar juga. Namun perasaan gentarnya itu segera lenyap, karena dia berpikir usia gadis baju kuning itu tidak lebih dari duapuluh lima atau duapuluh enam tahun, tidak mungkin dia memiliki lweekang yang terlatih dengan sempurna.

Taruh kata memang gadis berbaju kuning itu mengerti ilmu It-yang-cie, tidak mungkin dia bisa mempergunakan ilmu It-yang-cie nya itu dengan sempurna. Karena dari itu, telah membuat semangat Pek-siang-sat bangun lagi.

Sedangkan berbeda dengan apa yang dialami oleh Hek-siang-sat. Karena dia waktu itu tengah menghantam ke punggung gadis berpakaian kuning tersebut.

Dia yakin gadis itu pasti akan mengelakkan hantaman kepalan tangannya. Namun buat kagetnya, waktu kepalan tangannya itu meluncur, justeru gadis berpakaian kuning itu tidak bergeming dari tempatnya berada, dia masih berdiri tegak.

Dengan begitu, Hek-siang-sat girang. Dia menduga tentu tulang punggung gadis berpakaian kuning tersebut akan dapat dihajarnya hancur oleh hantaman kepalan tangannya. Maka dia mengempos semangat dan lweekangnya untuk menambah kekuatan tenaga serangannya.

Tetapi ketika kepalan tangan dari Hek-siang-sat hanya terpisah beberapa dim lagi dari punggung gadis berbaju kuning itu, dia jadi kaget sendirinya, karena tahu-tahu dia melihat tubuh gadis berbaju kuning itu berkelebat menggeser ke samping.

Ketika kepalan tangan Hek-siang-sat lewat, si gadis membarengi mengulurkan tangan kirinya. Dia telah mencekal pergelangan tangan Hek-siang-sat, kemudian dengan mendorong sedikit, dia membuat tubuh Hek-siang-sat tertarik ke depan.

Untung saja Hek-siang-sat memang telah bersiap-siap sejak semula, dia telah memperkokoh kuda-kuda ke dua kakinya. Dengan begitu dia tidak sampai terjerunuk maju ke depan. Sepasang kakinya tetap berdiri tegak di tempatnya, sedangkan tubuhnya membungkuk sedikit ke depan.

Namun sebagai seorang yang berpengalaman, Hek-siang-sat juga segera dapat merobah kedudukannya. Begitu tubuhnya terdorong ke depan hampir terjerunuk, segera juga dia menekuk tangannya, tahu-tahu sikut tangannya itu telah menyambar dada gadis berbaju kuning itu.

Namungadis berpakaian kuning tersebut benar-benar memiliki kepandaian yang luar biasa begitu sikut lawannya menyambar kepada dadanya, justeru dia telah menahan dengan telapak tangannya.

Ditahan oleh telapak tangan gadis berbaju kuning itu, sikut Hek-siang-sat tidak bisa meluncur lebih jauh. Malah Hek-siang-sat nyaris tulang sikut tangannya itu kalau saja dia tidak cepat-cepat menariknya karena akan kena dicengkeram oleh telapak tangan gadis berbaju kuning itu.

“Sudah tiga jurus!” berseru gadis itu sambil tersenyum sabar dan tenang. “Jika dalam tujuh jurus lagi aku masih tidak berhasil merubuhkan kalian, maka jelas aku yang kalah dan tidak akan mencampuri urusan kalian lagi!”

Hek-pek-siang-sat seperti ucapan gadis itu bahwa telah berlangsung tiga jurus. Karena dari itu, dalam tujuh jurus pula pasti gadis itu akan berusaha untuk merubuhkan mereka.

Tetapi Hek-pek-siang-sat seperti telah berjanji sebelumnya, seketika mereka teringat sesuatu, bahwa mereka sengaja akan menyerang serabutan lebih hebat lagi. Dengan begitu, dia akan menghabisi ke tujuh jurus itu dengan segera. Bukankah jika telah sepuluh jurus, berarti mereka terbebas dari gadis berbaju kuning itu?

Walaupun memang mereka ini tidak dapat merubuhkan gadis itu, namun mereka pasti akan puas, karena mereka tokh tetap akan berada sebagai pemenang. Maka Hek-pek-siang-sat saling lirik. Mereka memberikan isyarat, untuk menyerang gadis berbaju kuning itu jauh lebih hebat lagi.

“Tidak perlu kita sampai berhasil merubuhkan gadis itu, cukup jika kita telah dapat menghabisi sepuluh jurus tanpa kita dapat dirubuhkannya!” berseru Pek-siang-sat, mengingatkan Hek-siang-sat.

Dan Hek-siang-sat pun memiliki pemikiran yang sama, karena itu, mereka berdua mempercepat setiap serangan mereka, agar mereka dapat segera menghabisi, sisa yang tujuh jurus lagi. Dengan begitu, tanpa si gadis berbaju kuning itu rubuh, namun mereka sudah sebagai pemenang.

Gadis berpakaian kuning itu tersenyum mendengar seruan Pek-siang-sat, kemudian dia telah berkelit dari serangan telunjuk tangan kanan Pek-siang-sat yang hendak menotok jalan darah di ketiaknya. Totokan itu membuat Pek-siang-sat memaksa gadis baju kuning tersebut harus menyingkir ke samping kiri, dengan demikian jarak pisah antara gadis berbaju kuning itu dengan Hek-siang-sat cukup jauh.

Hek-pek-siang-sat sambil mengerahkan delapan bagian tenaga lweekangnya, segera menyerang dengan serentak.

Waktu itu gadis berbaju kuning tersebut berpikir: “Hemmm. telah tiba saatnya.....!”

Dan karena dia telah melihat adanya kesempatan, maka segera juga ia mengeluarkan suara siulan yang nyaring sekali. Tahu-tahu dia telah menghantam ke arah tengkuk Pek-siang-sat.

Hantaman gadis baju kuning itu dengan tepian telapak tangannya merupakan pukulan yang menimbulkan angin berkesiuran kuat sekali.

Sebetulnya gadis itu hanya menabas dengan tepian telapak tangannya dengan gerakan yang tampaknya perlahan saja, seperti juga dia tidak menyerang sungguh-sungguh.

Namun Pek-siang-sat justeru menyadari, jika sampai telapak tangan gadis baju kuning itu mengenai tengkuknya, tentu dia akan semaput, karena angin dari serangan tepian telapak tangan itu, sesungguhnya merupakan pukulan yang mengandung kekuatan tenaga dalam yang sulit sekali dijajakinya. Maka Pek-siang-sat tidak berani untuk berlaku ayal.

Ia berusaha membungkuk, buat membiarkan pukulan tepian telapak tangan gadis berbaju kuning itu lewat di atas kepalanya. Dan memang tabasan tepian telapak tangan gadis berbaju kuning itu lewat di atas kepala Pek-siang-sat.

Namun yang tidak disangka-sangka oleh Pek-siang-sat, waktu dia membungkuk seperti itu, justeru kaki dari si gadis berbaju kuning telah menyambar secepat kilat ke arah kempolannya. Tidak ampun lagi, tubuh Pek-siang-sat telah terguling.

Memang Pek-siang-sat dapat bergerak sangat lincah sekali, dia telah dapat melompat berdiri pula, namun mukanya telah berobah merah dan pucat bergantian.

“Bukankah seperti yang Siauw-moay janjikan, paling banyak dalam sepuluh jurus siauw-moay akan dapat merubuhkan jie-wie Locianpwe?!” tanyagadis berbaju kuning itu.

Dan pertanyaangadis baju kuning itu sama saja seperti tempilingan pada muka Hek-pek-siang-sat.

Malah waktu itu Hek-pek-siang-sat yang melihat gadis baju kuning itu tengah berbicara tanpa bersiap siaga, segera mempergunakan kesempatan itu.Tahu-tahu tubuhnya telah melesat bagaikan bayangan belaka, tangan kiri dan tangan kanan dilonjorkan ke depan.

Dia telah memusatkan seluruh kekuatan lweekangnya pada ke sepuluh jari tangannya, karena dia memang hendak menghantam sepenuh tenaga kepada gadis baju kuning. Hanya saja, cara dia menyerang itu sama saja seperti dia melakukan pembokongan.

Gadis baju kuning itu tetap berdiri membelakanginya, seperti juga tidak menyadari bahwa dirinya tengah dibokong oleh Hek-siang-sat.....

Namun setelah tangan Hek-siang-sat dekat pada sasarannya, tahu-tahu tubuh gadis berbaju kuning itu berkelebat. Gerakan yang dilakukannya sangat cepat dan lincah sekali.

Dia bergerak bagaikan seberkas sinar kuning belaka yang tahu-tahu telah lenyap dari mata Hek-siang-sat. Dan “Bukkkkk!” punggung Hek-siang-sat kena dihantam kuat sekali oleh kepalan tangan gadis berbaju kuning itu.

Tubuh Hek-siang-sat tidak bergeming, dia tetap berdiri di tempatnya dengan sepasang tangannya terlonjorkan ke depan, tetap bersikap dalam keadaan menyerang seperti tadi. Namun tidak lama kemudian telah terjungkal rubuh pingsan tidak sadarkan diri.

Pek-siang-sat terkejut melihat keadaan Hek-siang-sat seperti itu.Dia menduga Hek-siang-sat telah terbunuh di tangan gadis baju kuning tersebut. Dengan bentakan marah bercampur kuatir, cepat-cepat dia melompat ke dekat Hek-siang-sat, diapun telah memeriksa keadaan Hek-siang-sat.

Ternyata Hek-siang-sat keadaannya tidak terlalu menguatirkan. Dia hanya tertotok pada tulang punggung utamanya, di mana beradanya jalan darah utama pada perputaran seluruh urat syaraf seorang manusia.

Tidak mengherankan, begitu jalan darah utamanya itu kena dihantam begitu kuat oleh kepalan tangan gadis berbaju kuning tersebut, tubuh Hek-siang-sat menjadi kaku. Dan kemudian barulah rubuh tidak sadarkan diri.

Cepat-cepat Pek-siang-sat mengurutinya. Lima menit kemudian terdengar keluhan, dan sepasang mata Hek-siang-sat terbuka lebar-lebar.

Begitu Hek-siang-sat teringatapa yang terjadi, cepat sekali dia telah melompat berdiri.

Pek-siang-sat mengetahui bahwa Hek-siang-sat hendak menyerang lagi kepada gadis berbaju kuning itu, karena Hek-siang-sat waktu itu tengah penasaran dan kalap, karena dia telah dirubuhkan seperti itu.

“Jangan..... kita memang telah dirubuhkannya!” kata Pek-siang-sat mencegahnya, yang mengakui, bahwa dalam delapan jurus ternyata mereka telah rubuh di tangan gadis berbaju kuning itu. Dan mereka memang harus mengakui kenyataan tersebut.

Sedangkan Hek-siang-sat yang masih murka, memandang kepada gadis berbaju kuning itu dengan mata yang memancarkan kemarahan yang sangat, tampaknya dia masih penasaran dan hendak menerjang lagi.

Pek-siang-sat telah berkata kepada gadis baju kuning itu: “Baiklah, kami mengakui, bahwa engkau telah berhasil merubuhkan kami..... Kami menerima kalah dalam pertaruhan ini, sehingga gadis cilik ini menjadi milikmu..... Terserah engkau mau apakan gadis cilik itu!”

Gadis baju kuning itu ketika melihat Pek-siang-sat telah mengakui dan menerima kekalahannya itu, cepat-cepat merangkapkan sepasang tangannya, dia telah memberi hormat dalam-dalam, katanya:

“Semua ini berkat jie-wie Locianpwee berlaku murah hati kepada Siauw-moay. Jika tidak tentu Siauw-moay tidak akan berdaya menghadapi jie-wie Locianpwee..... karena dari itu, terima kasih atas sikap mengalah dari jie-wie Locianpwce?”

Setelah berkata begitu, sekali lagi gadis berpakaian serba kuning itu telah menjurah dalam-dalam?

Melihat lagaknya gadis itu, yang dapat merendahkan diri, walaupun telah meraih kemenangan yang gemilang, Pek-siang-sat berkurang amarahnya sebagian. Dia telah menoleh kepada Hek-siang-sat,katanya, “Mari kita berlalu!”

Hek-siang-sat rupanya masih penasaran dan murka sekali, karena dia masih mengawasi mendelik kepada gadis berbaju kuning itu.

Setelah tangannya ditarik oleh Pek-siang-sat, barulah Hek-siang-sat menurut untuk di ajak pergi.

Gadis berpakaian kuning itu berdiri tersenyum manis saja, tanpa mengucapkan sepatah perkataan lagi.

Giok Hoa melihat kemenangan gemilang dari gadis berpakaian kuning tersebut, bukan main gembiranya. Dia sampai bersorak dan telah menghampiri si gadis berpakaian kuning, dia menekuk ke dua kakinya, berlutut sambil mengangguk-anggukkan kepalanya, dia pun berkata:

“Terima kasih atas pertolongan Cie-cie......!”

Gadis berbaju kuning itu membungkukkan tubuhnya, untuk mengangkat dan membangunkan Giok Hoa, katanya:

“Jangan banyak peradatan, semua itu hanya kulakukan seperti apa yang mampu kulakukan.....! Hu! Hu! Ke dua orang itu sangat berbahaya sekali, mereka memiliki kepandaian yang sangat tinggi sekali. Mereka sebetulnya merupakan lawan yang sangat berat sekali. Jika saja bukan memang kebetulan aku bisa menangkap kelemahan mereka, niscaya aku tidak mungkin dapat merubuhkan mereka!”

Setelah berkata begitu, gadis berbaju kuning tersebut mengajak Giok Hoa duduk di bawah pohon itu, kemudian melanjutkan perkataannya:

“Sesungguhnya, kepandaian Hek-pek-siang-sat tinggi sekali, walaupun tidak bisa disebut kepandaian mereka yang berada di atas kepandaianku, tetapi dengan majunya mereka serentak berdua, seharusnya aku menghadapi kekuatan yang tidak sedikit. Hanya saja tadi aku melihat, bahwa mereka merupakan manusia-manusia yang memiliki perangai sangat aneh sekali, di mana mereka mudah sekali dihasut, sehingga dalam keadaan marah, mereka akan lupa dengan penjagaan diri.

“Itulah sengaja aku menantangnya buat bertanding sepuluh jurus..... dan ternyata apa yang kuduga itu memang benar. Mereka mudah sekali dipanasi, dan dengan begitu, aku bisa mencari kelemahan mereka dan berhasil untuk merubuhkannya. Tetapi jika memang bertempur sungguh-sungguh tanpa batas, dan juga mereka mengadakan kerja sama yang jauh lebih kompak lagi, niscaya aku akan sibuk sekali menghadapi mereka......!”

Setelah berkata begitu, gadis berpakaian kuning itu mengawasi Giok Hoa, lalu katanya: “Adik kecil, sesungguhnya siapakah engkau dan mengapa berada di tempat ini, ditawan oleh Hek-pek-siang-sat?!”

Giok Hoa tiba-tiba menghela napas, hampir saja air matanya menggelinding jatuh karena dia jadi sedih sekali, sebab dirinya telah diperlakukan tidak baik oleh Bong Kie Siu, murid dari Hek-pek-siang-sat. Segera juga Giok Hoa menceritakan semua pengalamannya.

Gadis berbaju kuning itu setelah mendengar cerita Giok Hoa jadi menghela napas juga.

“Mana rajawalimu yang penurut itu?” tanya gadis berbaju kuning ini setelah mendengar betapa rajawali putih peliharaan Giok Hoa begitu setia berusaha menolonginya walaupun burung rajawali itu telah terluka pada sayapnya. “Aku jadi teringat kepada rajawali yang pernah dimiliki ayahku!”

Giok Hoa bersiul beberapa kali. Akan tetapi rajawali itu tidak muncul. Rupanya burung rajawali putih itu telah terbang jauh untuk memberitahukan pada Hok An tentang keadaan Giok Hoa.

Begitulah, Giok Hoa dengan gadis berbaju kuning itu bercakap-cakap beberapa saat. Dan waktu itu gadis berbaju kuning itu telah menanyakan, apakah Giok Hoa ingin diantarkan kepada paman Hok nya.

Tetapi baru saja dia bertanya seperti itu, justeru di udara terdengar suara pekik yang nyaring dari burung rajawali.

Waktu gadis berbaju kuning dan Giok Hoa mengangkat kepala mereka memandang ke tengah udara, mereka melihat seekor burung rajawali putih besar sekali, tengah berputar-putar di atas hutan itu. Sedangkan di punggung rajawali putih itu duduk seorang laki-laki cukup tua usianya. Dan lelaki itu tidak lain dari Hok An.

Melihat burung rajawali itu, yang telah datang bersama-sama dengan Hok An, bukan kepalang girangnya Giok Hoa. Seketika dia bersiul nyaring.

Burung rajawali tersebut mengerti panggilan majikannya, segera dia menukik, dan terbang turun.

Giok Hoa sambil berlari-lari menyahuti mereka, tidak lupa gadis cilik ini mengajak gadis berpakaian serba kuning, yang ingin diperkenalkan kepada Hok An.

Hok An telah melompat turun dari punggung burung rajawali putih itu dengan sikap berwaspada, karena dia mengetahui bahwa Giok Hoa tengah menghadapi kesukaran, sedangkan burung rajawali itu sendiri telah terluka sayapnya. Dia bersiap-siap, buat menghadapi sesuatu.

Kedatangan burung rajawali putih itu tadi, yang memekik tidak sudahnya, dan datang tanpa Giok Hoa, membuat Hok An mengerti bahwa Giok Hoa tengah menghadapi ancaman dan dia segera perlu sekali pergi menolonginya. Karena dari itu, dia segera melompat ke punggung rajawali putih itu dan rajawali tersebut telah membawanya terbang ke tempat di mana Giok Hoa ditahan oleh Hek-pek-siang-sat.

Tetapi ketika tiba di tempat itu, Hok An malah jadi heran dan bingung, karena dilihatnya Giok Hoa tidak kurang suatu apapun juga, di belakangnya ikut berjalan dengan tenang dan tersenyum-senyum seorang gadis yang cantik jelita berpakaian serba kuning.

Hok An segera memeluk Giok Hoa, tanyanya: “Apakah engkau tidak apa-apa?!”

Giok Hoa menggeleng manja.

“Tidak aku telah ditolongi oleh Cie-cie itu, paman Hok!” kata Giok Hoa. Sambil berkata begitu Giok Hoa menunjuk kepada gadis berpakaian serba kuning tersebut.

Cepat-cepat Hok An telah melepaskan rangkulannya pada Giok Hoa, dia telah menghampiri si gadis berpakaian seba kuning itu. Waktu tiba di depan gadis tersebut dia telah merangkapkan ke dua tangannya, memberi hormat sambil mengucapkan terima kasihnya.

“Paman Hok!” kata Giok Hoa kemudian, waktu gadis berpakaian serba kuning itu tengah merendahkan diri menerima hormat Hok An.

Hok An menoleh dengan segera Giok Hoa telah menghampirinya,

“Tahukah paman Hok siapa yang telah menawanku?!” tanya Giok Hoa.

Hok An menggelengkan kepalanya.

Giok Hoa tersenyum katanya lagi: “Orang yang telah menangkapku tidak lain dari orang bertubuh tinggi jangkung murid Hek-pek-siang-sat.....!”

Mendengar keterangan Giok Hoa, muka Hok An menjadi berobah seketika.

“Orang she Bong itu yang telah menangkapmu?” tanya Hok An dengan suara agak tertahan. “Sekarang di mana orang itu?”

Dan juga Hok An telah memandang sekelilingnya dalam keadaan bersiap-siap, karena dia mengetahui bahwa orang she Bong itu memiliki kepandaian yang liehay sekali.

“Orang she Bong itu telah melarikan diri siang-siang!” menyahuti Giok Hoa, “Bahkan kedua gurunya, Hek-pek-siang-sat, yang bermaksud hendak menawanku, juga telah dirubuhkan Cie-cie itu.”

Hok An memandang kepada gadis berpakaian serba kuning itu dengan sikap setengah mempercayai setengah tidak, karena dia kurang yakin bahwa gadis berpakaian serba kuning yang usianya masih demikian muda telah dapat merubuhkan Hek-pek-siang-sat.

Waktu Giok Hoa menceritakan kepadanya, betapa Hek-pek-siang-sat bermaksud menahannya dan gadis berbaju kuning itu bertaruh dengan mereka. Hok An mendengarkan bengong saja.

Benar-benar hampir tidak bisa diterima oleh akal sehatnya. Tetapi memang apa yang terjadi telah ada di hadapannya, dan dia telah melihatnya Giok Hoa tertolong. Karena itu, tidak sudahnya Hok An memuji akan kehebatan gadis berbaju kuning itu.

Gadis berbaju kuning tersebut pun telah mengucapkan kata-kata yang merendah, karena diapun merasa canggung mendengar Hok An memujinya terus menerus.

“Sesungguhnya, sangat luar biasa sekali.....!” kata Hok An kemudian. “Hek-pek-siang-sat..... mereka merupakan orang-orang yang memiliki kepandaian sangat tangguh sekali..... dan memang sulit sekali diterima akal sehat, bahwa nona bisa merubuhkan mereka tidak lebih dari sepuluh jurus.....!”

Dan setelah berkata begitu, Hok An merangkapkan ke dua tangannya, dia telah menjurah lagi kepada gadis berbaju kuning itu, katanya: “Jika memang Liehiap tidak keberatan, bolehkah aku mengetahui she dan nama Liehiap yang mulia dan agung?”

Gadis berpakaian serba kuning itu tertawa.

“Janganlah paman terlalu merendah seperti itu. Malah seharusnya Siauw-moay yang harus bersikap menghormat kepada paman Hok! Telah lama sekali Siauw-moay mendengar kebesaran nama paman Hok, dan beruntung sekali kita dapat bertemu hari ini.....!

“Mengenai nama Siauw-moay, sesungguhnya hal itu kurang leluasa dibicarakan sekarang. Dan kiranya, memang perlu juga paman Hok ketahui, Siauw-moay she Yo.....!”

Dan setelah berkata begitu, gadis berbaju kuning tersebut bersenandung dengan suara perlahan, dia mengangkat kepalanya memandang kepada langit, seperti tengah memandangi gumpalan awan, mulutnya berkemak kemik bergumam perlahan, bersenandung lembut sekali:

“Berpasangan,
berkelana dengan rajawali sakti,
dan juga pergi berdua,

Bermesraan,
di antara mega dan tingginya gunung,
di antara kesucian dan keadilan.....!”

Waktu itu muka Hok An telah berobah. Dia memperlihatkan sikap terkejut, kemudian tanyanya dengan sikap yang ragu-ragu:

“Apakah..... apakah Liehiap adalah..... adalah sanak dari Yo Tayhiap? Sin-tiauw-tay-hiap Yo Ko?!”

Gadis berbaju serba kuning itu tersenyum.

“Semua itu ada awal dan ada akhir, semua itu ada pertemuan dan ada perpisahan..... maka Siauw-moay akan melanjutkan perjalanan......” gadis berpakaian serba kuning itu telah mengelakkan pertanyaan Hok An.

Sedangkan Hok An bertambah yakin, tentunya gadis ini adalah salah seorang dari sanak kerabatnya Yo Ko.

Segera juga Hok An telah berkata: “Tunggu dulu, Liehiap..... dengarlah dulu, ada yang perlu kusampaikan kepadamu......!”

“Ya, katakanlah......!” kata gadis berbaju kuning itu. “Siauw-moay akan mendengarkannya baik-baik!”

Hok An memandang ragu kepada gadis itu kemudian melirik kepada Giok Hoa, baru kemudian memandang kepada gadis berpakaian serba kuning tersebut, katanya: “Sesungguhnya belum lama yang lalu, aku baru saja berpisah dengan puteranya Sin-tiauw-tay-hiap Yo Ko yang bernama Yo Him.....”

Mendengar perkataan Hok An itu, tiba-tiba saja gadis berpakaian serba kuning tersebut telah memandang bersungguh-sungguh, kemudian tanyanya: “Kapan kalian bertemu dan di manakah sekarang ini Yo Him berada?”

“Baru beberapa hari saja kami berpisah, rasanya belum lama berpisah. Begitu mulia hati Yo Him Tayhiap, dan juga isterinya itu..... Sasana Kouw-nio. Betapa agungnya mereka, merupakan pasangan yang sangat ideal sekali......”

Mendengar Hok An, tidak menjawab pertanyaannya malah telah bergumam seperti orang kesima, gadis berpakaian serba kuning tersebut bagaikan tidak sabar, tanyanya: “Paman Hok...... di manakah sekarang ini Yo Him dan isterinya berada?!”

“Mereka telah melanjutkan perjalanan, tetapi kukira belum begitu jauh. Apakah Liehiap bermaksud menemui mereka?”

Gadis berpakaian serba kuning itu menghela napas dalam-dalam. “Ya, ya, memang aku ingin sekali bertemu dengan mereka, namun rupanya memang bukan jodoh kami buat berkumpul!” gadis berbaju kuning itu telah berkata dengan suara menggumam. “Memang sesungguhnya Siauw-moay ingin sekali berkumpul dengan mereka.”

“Tetapi jika Liehiap bermaksud untuk mengejar mereka, tentu mereka melakukan perjalanan belum terlalu jauh......” kata Hok An.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar