Anak Rajawali Lanjutan (Beruang Salju) Jilid 17

Baca Cersil Mandarin Online: Anak Rajawali Lanjutan (Beruang Salju) Jilid 17
 
Anak rajawali Jilid 17

Kemudian Beng Ko Kouw berdiri, katanya. “Manusia-manusia rendah tidak tahu malu! Hanya sedemikian sajakah anak dari si buntung Yo Ko yang digembar-gemborkan sebagai pendekar lurus dan bersih, seorang pendekar besar yang paling jantan dan gagah? Hemm, tidak tahunya hanya terdiri dari manusia-manusia rendah belaka.....!”

Setelah berkata begitu, dia memutar tubuhnya melesat keluar rumah.

Guru Giok Hoa yang waktu itu tengah penasaran tidak mau melepaskan Beng Ko Kouw. Dengan satu kali jejakan kakinya pada lantai, dia juga telah melesat keluar.

Ko Tie juga telah menyusul keluar, disusul dengan Giok Hoa.

Tetapi Beng Ko Kouw rupanya tidak mau membuang-buang waktu lagi, begitu sampai di luar, dia telah berlari pesat sekali meninggalkan tempat itu.

Menyaksikan orang hendak angkat kaki, karena merasa terdesak dikepung oleh guru Giok Hoa dan Ko Tie, yang ternyata pukulan Inti Esnya memang tidak bisa diremehkan, Giok Hoa tidak mau melepaskannya. Segera gadis itu bersiul nyaring sekali.

Terdengar di tengah udara suara pekikan nyaring dari burung rajawali putih. Kemudian tampak burung rajawali putih itu terbang berputaran mengejar Beng Ko Kouw.

Hati Beng Ko Kouw terkesiap. Dengan adanya burung rajawali putih itu, yang tampak ukuran tubuhnya sangat besar lain dari burung rajawali putih biasanya, dan juga di waktu itu kibasan ke dua sayapnya telah membuat daun-daun dan debu di sekitar tempat itu bertebaran, Beng Ko Kouw jadi mengeluh.

Jika burung rajawali putih itu saja memang dia tidak pandang mata. Tentu dia bisa menghadapinya, bahkan dia masih sanggup buat membunuhnya. Apa hebatnya seekor burung rajawali?

Tetapi yang membuat Beng Ko Kouw kuatir, kalau burung rajawali itu menyerangnya tentu dia akan terhambat dan dengan demikian akan membuat guru Giok Hoa dan Ko Tie bisa menyusulnya.

Karena berpikir begitu, maka tampak Beng Ko Kouw telah mengerahkan tenaganya, dia menjejakkan sepasang kakinya dan berlari lebih keras lagi, di mana tubuhnya seperti juga terbang, dengan ke dua kakinya tidak menginjak tanah lagi!

Burung rajawali putih itu memang mengejarnya dan tidak mau membiarkan Beng Ko Kouw dapat meloloskan diri. Karena dia tadi telah menerima perintah dari Giok Hoa, agar menahan dan menyerang Beng Kou Kouw. Sambil mengeluarkan suara pekikan yang nyaring burung rajawali putih itu telah terbang meluncur menyambar kepada Beng Ko Kouw.

Beng Ko Kouw sambil berlari terus, telah mengayunkan tangan kanannya. Dia melontarkan beberapa batang jarum beracunnya ke arah burung rajawali putih tersebut.

Burung rajawali putih itu begitu melihat beberapa sinar yang menyambar kepadanya, segera mengeluarkan pekik nyaring penuh kemarahan. Dia telah mengibaskan sayapnya, di mana tenaga sampokan sayapnya membuat jarum-jarum itu runtuh ke atas tanah.

Sedangkan sepasang cakarnya telah diulurkannya, untuk mencengkeram punggung Beng Ko Kouw. Yang dilakukannya itu merupakan gerakan yang sangat berbahaya sekali, karena jika sampai terkena cengkeraman tersebut, niscaya akan membuat Beng Ko Kouw menghadapi bahaya tidak ringan, di mana dia bisa dibawa terbang oleh burung rajawali tersebut.

Di waktu itu Beng Ko Kouw yang menyadari bahwa dia sudah tidak bisa melarikan diri terus, hanya mempergunakan rantainya, dia telah menyampoknya dengan kuat sekali. Sampokan yang dilakukannya telah membuat burung rajawali putih itu harus mengelak dengan terbang menjauhinya.

Beng Ko Kouw telah mempergunakan kesempatan itu buat melarikan diri lagi.

Namun burung rajawali putih itu dapat terbang dengan cepat sekali, maka biarpun Beng Ko Kouw telah berlari begitu cepat, tokh burung rajawali putih tersebut masih dapat mengejarnya dan juga terus berulang kali menerjangnya, berusaha mencengkeram atau juga menyampok dengan sepasang sayapnya.

Dengan demikian Beng Ko Kouw tidak bisa berlari terus. Setiap kali burung rajawali putih itu menerkam kepadanya, tentu dia harus mengelakkan sambaran dan serangan burung itu.

Dalam keadaan seperti itu, Beng Ko Kouw pun diliputi perasaan penasaran dan murka. Maka segera juga dia mempergunakan rantai beracunnya, yang diputarnya. Gandulannya yang seperti roda bergigi itu telah menyambar kepada burung rajawali putih itu, menyambar ke arah perutnya, waktu burung rajawali tersebut meluncur dan menerkam kepadanya.

Namun burung rajawali putih itu memang cerdik sekali, karena begitu gandulan rantai tersebut menyambar kepadanya, segera juga tubuhnya meliuk-liuk seperti juga seekor ular, sehingga dia bisa menghindar dari sambaran gandulan rantai itu, di mana dia telah dapat berkelit dan menerjang terus dengan sepasang kakinya menyambar dengan hebat ke arah muka Beng Ko Kouw yang hendak dicakarnya.

Beng Ko Kouw kaget melihat burung rajawali putih tersebut dapat mengelakkan sambaran gandulan rantainya. Karena itu, dia tambah kaget melihat sepasang kaki burung rajawali itu, yang besar dan tampaknya sangat kuat, tengah menyambar ke arah mukanya.

Cepat-cepat Beng Ko Kouw membuang diri. Dia bergulingan, dan kemudian melompat bangun, sambil rantainya digerakkan menghantam lagi kepada burung rajawali putih itu, kemudian tangan kirinya juga telah menghantam menyusul.

Dengan demikian dia bermaksud untuk mengadakan penyerangan secara tiba-tiba seperti itu buat merubuhkan burung rajawali putih tersebut.

Sebetulnya Beng Ko Kouw yakin, serangannya kali ini pasti tidak mungkin dapat dielakkan oleh burung rajawali putih itu, karena walaupun bagaimana tangguhnya burung rajawali putih itu, tokh dia hanya seekor burung. Dan dia telah menyerangnya dengan hebat sekali.

Memang dia telah memiliki kepandaian yang hebat dan tinggi, malah di dalam rimba persilatan pun sudah jarang sekali ada orang yang bisa menandinginya. Jika saja pertempuran dengan guru Giok Hoa dilakukan dengan wajar, belum tentu guru Giok Hoa dapat menandinginya, walaupun memang belum tentu juga bahwa guru Giok Hoa akan dapat dirubuhkan oleh Beng Ko Kouw.

Dan sekarang menghadapi seekor burung rajawali putih, betapapun besarnya burung rajawali putih itu, dan betapapun cerdiknya burung rajawali putih tersebut, tetap saja itu hanya merupakan seekor burung belaka. Dengan demikian telah membuat Beng Ko Kouw memiliki keyakinan dia akan dapat membinasakan burung rajawali tersebut, apalagi dia telah menghantam dengan tangan kiri mempergunakan tujuh bagian dari tenaga dalamnya.

Dan juga dalam keadaan seperti itu rantainya pun meluncur kuat sekali. Jangan kata rantai itu dapat mengenai jitu pada sasarannya, sedangkan melukai sedikit saja burung rajawali tersebut, itu telah cukup. Sebab racun yang terdapat pada rantai itu akan dapat membuat burung rajawali itu terbinasa, di mana racun yang diborehkan pada senjatanya itu merupakan racun yang sangat dahsyat sekali.

Tetapi memang luar biasa! Burung rajawali putih itu benar-benar tidak sama dengan burung rajawali biasanya, karena selain dia dapat meliuk-liukkan tubuhnya seperti juga gerakan seekor ular, tampaknya burung rajawali putih itu memiliki keterampilan untuk bertempur.

Dia seperti juga memiliki gerakan-gerakan jurus silat. Sepasang sayapnya juga memiliki tenaga menyampok yang sangat kuat sekali.

Melihat menyambarnya rantai dari orang she Beng itu, dan disusul juga dengan telapak tangannya yang menyambar begitu kuat, telah membuat burung rajawali putih itu tidak meneruskan terjangannya. Dia telah menahan diri, tubuhnya telah melesat ke samping. Dan mempergunakan waktu rantai lewat di sisi sayapnya, maka sayapnya itu telah menyampok hebat sekali.

Angin sampokan tersebut membuat rantai itu berputar dan berbalik meluncur akan menghantam Beng Ko Kouw.

Sedangkan tenaga serangan dari telapak tangan kiri Beng Ko Kouw diterimanya dengan sampokan sayap yang satunya. Dan benturan itu sangat dahsyat sekali!

Bukan main! Sebetulnya pukulan telapak tangan kiri Beng Ko Kouw merupakan pukulan yang sangat kuat sekali. Namun ternyata burung rajawali itu bisa menerima dan menangkisnya dengan sayapnya.

Malah Beng Ko Kouw merasakan betapa telapak tangannya tergetar. Dan yang membuat dia lebih kaget lagi rantainya itu seperti berbalik dan telah meluncur akan menghantam dirinya. Sehingga membuat Beng Ko Kouw mengeluarkan seruan yang nyaring, tanpa berani berayal sedikitpun juga, dia telah membuang dirinya bergulingan di tanah dengan gesit sekali. Diapun berusaha mengerahkan tenaga dalamnya untuk mengendalikan rantainya itu, agar meluncur ke arah lain.

Setelah itu tanpa memperdulikan segala apapun lagi, dan tanpa memperdulikan burung rajawali putih itu tengah meluncur akan menyambarnya pula, Beng Ko Kouw begitu melompat berdiri, segera juga memusatkan seluruh tenaganya. Dia telah menjejak tanah dengan kuat, tubuhnya berlari pesat sekali dengan rantai besinya itu telah diputarnya dengan cepat sekali seperti baling-baling untuk melindungi dirinya dari sambaran burung rajawali putih tersebut.

Burung rajawali putih itu yang melihat mangsanya hendak melarikan diri, dia memekik nyaring dan telah terbang menyusulnya.

Tetapi Giok Hoa yang kuatir kalau-kalau burung rajawalinya itu terluka oleh rantai lawannya, dan juga memang teringat bahwa Beng Ko Kouw memiliki jarum-jarum beracun, dia telah bersiul nyaring memanggil pulang burung rajawali putihnya tersebut, agar tidak mengejar lebih jauh.

Dalam keadaan seperti itu, walaupun burung rajawali putih tersebut masih penasaran dan hendak mengejar Beng Ko Kouw lebih jauh, namun dia tidak berani membantah perintah majikannya. Sambil mengeluarkan suara pekikan nyaring burung rajawali putih itu telah terbang kembali ke tempatnya di sisi Giok Hoa.

Sedangkan guru Giok Hoa telah menghela napas dalam-dalam dia berkata: “Hemmm, rupanya Nie Mo Cu memiliki seorang murid seperti itu yang kepandaiannya tidak bisa dianggap ringan...... tentu dia akan banyak sekali menimbulkan kerusuhan di dalam rimba persilatan.”

Ko Tie telah menoleh kepada guru Giok Hoa, kemudian tanyanya: “Yo Peh-bo..... sesungguhnya siapakah dia?”

Guru Giok Hoa menghela napas dalam-dalam lalu dia berkata: “Sebenarnya, dia seorang beraliran sesat. Gurunya juga merupakan seorang tokoh dari aliran hitam dan sesat, yang ilmunya sesat..... tetapi dengan memiliki kepandaian tinggi seperti itu, tentu murid Nie Mo Cu akan menimbulkan banyak kesulitan!”

Setelah berkata begitu, guru Giok Hoa menghela napas dalam-dalam, dia telah menyimpan pedangnya. Dan waktu dia teringat sesuatu, dia telah menoleh kepada Ko Tie, katanya:

“Hiante,ternyata engkau memiliki kepandaian yang hebat dan luar biasa sekali...... tadi kulihat, setiap seranganmu akan mendatangkan angin pukulan yang dingin sekali, dan juga setiap benda yang terkena serangan angin pukulanmu itu akan terselubung oleh es!”

Ko Tie mengangguk,

“Itulah ilmu Inti Es yang diajarkan oleh Insu!” kata Ko Tie.

“Ya, memang tidak salah apa yang kudengar bahwa Swat Tocu Locianpwe merupakan seorang tokoh sakti! Dan nama besarnya itu rupanya bukan hanya nama kosong belaka.....

“Engkau sebagai muridnya saja telah dapat memiliki ilmu pukulan sehebat itu! Walaupun seperti apa yang kulihat lweekangmu belumlah sehebat apa yang kumiliki dan engkau masih masih memerlukan latihan yang lebih lama lagi, namun dengan dibantu oleh pukulan mujijatmu itu, tentu saja engkau tidak perlu jeri berhadapan dengan siapapun juga!”

Setelah memuji begitu, tampak guru Giok Hoa menoleh kepada muridnya, katanya: “Giok Hoa….. sudah kukatakan, lebih baik engkau meminta petunjuk dari Lie Hiante ini….. engkau akan memperoleh banyak manfaat. Jangan selalu membawa adatmu saja!”

Muka Giok Hoa berobah merah, sedangkan Ko Tie cepat-cepat mengeluarkan kata-kata merendah.

Mereka bertiga kemudian telah kembali ke dalam rumah untuk melanjutkan makan mereka.

Sebelum itu guru Giok Hoa pun telah memeriksa keadaan belakang rumahnya. Dia ingin mengetahui dari manakah Beng Ko Kouw masuk ke dalam rumahnya, sampai dia bersama Ko Tie tidak mengetahuinya.

Ternyata Beng Ko Kouw telah membongkar genteng di belakang rumahnya, dan masuk dari tempat itu. Pantas saja, tahu-tahu dia telah berada di dalam kamar Giok Hoa. Dengan demikian, guru Giok Hoa dan juga Ko Tie jadi tidak mengetahui dan Giok Hoa sendiri memang tidak bercuriga, karena memang sebelumnya dia menduga gurunya yang tengah mendekati.

Sambil meneruskan makan, mereka ke tiganya telah bercakap-cakap dengan gembira, membicarakan akan ilmu dari Beng Ko Kouw.

Guru Giok Hoa malah menjelaskan juga di mana letak kelemahannya dan di mana letak kehebatannya.

“Ilmu orang itu sesungguhnya merupakan ilmu yang sangat hebat sekali. Tetapi disebabkan lweekang yang dilatihnya merupakan lweekang yang mengandung kesesatan, dengan begitu membuat lweekangnya itu membawa suatu akibat buruk bagi ilmunya sendiri itu.

“Jika memang berhadapan dengan lawan yang lweekangnya mengandung kesesatan juga, ilmu itu memang tidak memperlihatkan reaksi dan kelemahannya. Namun jika berhadapan dengan lawan yang memiliki lweekang lurus dan murni, tentu ilmu itu akan tertekan dan tertindih menjadi lemah, karena lweekang dari orang itu sendiri akan tertindih.....” menjelaskan guru Giok Hoa.

“Lalu mengenai gerakannya tadi, yang selalu berjumpalitan dan juga dengan gin-kang yang tinggi seperti itu, Yo Peh-bo, sesungguhnya orang itu tidak mudah dirubuhkannya. Toh dia melarikan diri juga….. Sesungguhnya tadi dia belum lagi terdesak, namun mengapa dia akhirnya angkat kaki?” tanya Ko Tie.

Guru Giok Hoa tersenyum dia mengangguk.

“Ya, memang jika dia mau bertempur sampai seratus jurus lagi dengan kita, walaupun kita maju berdua, belum tentu kita bisa mendesaknya. Namun seperti tadi telah kukatakan bahwa lweekangnya itu mengandung kesesatan dengan demikian, jika dia terlalu mengerahkan lweekangnya berlebihan dalam menghadapi kita, dan tadi jika dia bertempur duapuluh jurus lagi, tentu lweekangnya sendiri itu yang akan melukainya…..!

“Karena dia mengetahui dan menyadari akan kelemahannya itu, telah membuat dia memutuskan untuk melarikan diri saja, agar dirinya tidak terlibat lebih jauh. Hal mana akan merugikan dirinya, kalau sampai dia mengerahkan lweekangnya berlebihan!”

Ko Tie mengangguk dan demikian juga dengan Giok Hoa. Mereka berdua baru mengerti mengapa walaupun tampaknya Beng Ko Kouw belum terdesak hebat dan jika dia mau tentu masih dapat menghadapi guru Giok Hoa dan Ko Tie sebanyak seratus jurus lebih namun akhirnya tokh dia telah melarikan diri seperti itu. Apa yang dijelaskan oleh guru Giok Hoa memang dapat diterima oleh akal.

Sedangkan Ko Tie telah berkata, “Sesungguhnya Yo Peh-bo, siapakah itu Nie Mo Cu?!”

Guru Giok Hoa menghela napas.

“Dia salah seorang tokoh sakti dari kalangan sesat...... yang telah berusaha membantu pihak Mongolia! Dan juga kepandaiannya itu sangat tinggi sekali….. tetapi dia telah terbinasa.

“Hanya saja tidak disangka-sangka, justeru dia memiliki murid yang telah mewarisi kepandaiannya. Malah kepandaian muridnya ini tampaknya tidak rendah! Hanya saja, dia kurang latihan belaka. Jika dia bisa memiliki kesempatan berlatih sepuluh tahun lagi, tentu kepandaiannya tidak kalah hebat dari gurunya!”

Setelah berkata begitu, guru Giok Hoa menghela napas beberapa kali, tampaknya dia jadi masgul.

Begitulah, banyak yang ditanyakan Ko Tie dan Giok Hoa, sehingga guru Giok Hoa akhirnya menceritakan perihal peristiwa di masa lalu yang terjadi di dalam rimba persilatan, yang telah melibatkan Yo Ko dan Siauw Liong Lie dalam banyak kesukaran.

Juga guru Giok Hoa telah menceritakan beberapa peristiwa penting di masa yang lalu di mana dia telah menceritakannya begitu menarik, sehingga Ko Tie dan Giok Hoa mendengarkannya dengan asyik.

Tanpa disadari, Giok Hoa pun sudah tidak memperlihatkan sikap membenci kepada Ko Tie lagi. Tadi dia telah melihatnya sendiri bahwa Ko Tie memiliki hati yang luhur. Tanpa memperdulikan keselamatan dirinya, pemuda ini telah berusaha untuk membantui gurunya dalam menghadapi Beng Ko Kouw.

Karena itu sekarang kesan Giok Hoa kepada Ko Tie jadi semakin baik. Dan dia malu sendirinya teringat bahwa dia telah terlalu membawa adat di waktu-waktu yang lalu.

Dan sekarang Giok Hoa malah memperlakukan Ko Tie dengan ramah, dia yang telah menuangkan air teh buat Ko Tie. Dan juga selalu melemparkan senyum yang manis buat pemuda itu.

Melihat perobahan sikap Giok Hoa itu, membuat Ko Tie jadi gembira sekali.

◄Y►

Udara pagi yang masih sejuk dan hangatnya sinar matahari pagi itu di gunung Heng-san, tampak sepasang muda-mudi tengah berjalan perlahan-lahan di puncak tertinggi gunung Heng-san tersebut.

Mereka tidak lain dari Ko Tie dan Giok Hoa. Ke duanya sambil berjalan perlahan-lahan tengah bercakap-cakap dengan intim sekali.

“Ya, jika saja waktu dulu kau tidak memperlakukan aku dengan keras. tentu aku akan dapat mendekatimu lebih cepat lagi.....!” waktu itu Ko Tie tengah berkata sambil melirik kepada Giok Hoa dan melemparkan senyumnya.

“Tetapi jika memang aku tidak memperlakukan engkau dengan keras, tentu engkau menganggap aku seorang gadis gampangan dan engkau akan bertindak kurang ajar!” menyahuti si gadis sambil menunduk malu-malu. “Sudahlah, jangan menyinggung-nyinggung pula urusan yang dulu itu.....!”

Ko Tie tersenyum.

“Melihat paras mukamu yang begitu cantik, dengan hidung yang bangir menarik, juga pipi yang putih halus menarik, dengan bibir yang begitu menggairahkan, mana mungkin aku berani berlaku kurang ajar.....?!” kata Ko Tie kemudian.

Si gadis telah tersenyum bahagia mendengar pujian dari Ko Tie, dengan pipi yang berobah merah. Tetapi dia segera juga pura-pura marah, dan telah mencubit lengan Ko Tie, dengan cubitan yang sangat keras, sehingga si pemuda merasa sakit bukan main.

“Aduh..... aduh ..... engkau telah mencubit aku terlalu keras.....” kata Ko Tie kemudian sambil melompat ke samping, tetapi dia tidak marah, dan hanya meringis sambil mencoba untuk tersenyum.

Melihat sikap Ko Tie seperti itu, Giok Hoa malah tertawa geli.

“Kau, jika berani membicarakan lagi urusan yang dulu dan menggoda aku, hemmm, aku tidak hanya akan mencubit belaka, tetapi aku akan menarik sampai copot dagingmu itu!” seru Giok Hoa.

“Aduh galaknya.....” kata Ko Tie sambil memperlihatkan sikap seperti merasa ngeri.

Di waktu itu Giok Hoa telah menghampiri sambil katanya: “Kau mau coba-coba dengan terus menggodaku, heh?!“ katanya pura-pura marah.

“Tidak..... tidak adik..... tidak..... aku tidak berani.....!” kata Ko Tie cepat.

Si gadis tertawa sambil mengangguk-angguk.

“Jika engkau tidak meminta ampun, aku akan mencopotkan daging tanganmu itu..... Lihatlah, tanganku ini telah siap hendak mencubit keras-keras.....” kata Giok Hoa sambil mengacungkan tangan kanannya.

Waktu itu Ko Tie telah meringis sambil berkata terpaksa: “Oh puteri jelita, jangan engkau mempersakiti aku.....!”

Tetapi melihat gurau dari Ko Tie, walaupun hatinya geli sekali dan merasa lucu namun Giok Hoa malah telah mencubit lagi lengan Ko Tie, jauh lebih keras dari tadi.

“Engkau tetap hendak mempermainkan dan menggoda aku, heh?!” dan malah dia mencubitnya sampai tiga kali.

Karuan saja Ko Tie jadi menjerit, “Aduh!” beberapa kali, dan ia telah memutar tubuhnya, berlari menjauhi si gadis yang galak ini.

“Biarpun kau lari ke ujung dunia, aku akan mengejarmu!” kata Giok Hoa sambil tertawa dan mengejarnya.

“Ya, ya, aku pun begitu! Biarpun adikku pergi ke ujung dunia, aku tetap akan mencarimu......!” menyahuti Ko Tie sambil tersenyum.

Mendengar perkataan Ko Tie seperti itu bukan main bahagianya Giok Hoa. Dan dia telah mengejar sampai di depan Ko Tie, dilihatnya Ko Tie berdiri menantikannya, sambil tersenyum manis sekali, matanya memandangnya sinar dengan penuh arti.

Tubuh si gadis jadi lemas, dia menunduk lemah, hatinya tergetar. Dan sinar mata pemuda itu, aduhai, menariknya dan menggetarkan hatinya.

“Ko Tie, engkau selalu menggoda aku.....” kata Giok Hoa kemudian dengan suara yang menggumam perlahan.

“Aku tidak menggodamu, adikku. Aku memang sesungguhnya berkata dari hal yang sebenarnya.....!” menyahuti Ko Tie sambil mengulurkan ke dua tangannya dia memegang bahu si gadis dengan mesra.

Giok Hoa membiarkan pemuda itu memegang bahunya, dia menunduk semakin dalam. Rupanya dia malu sekali, namun hatinya sangat bahagia.

Waktu itu Ko Tie telah berkata lagi: “Adikku..... lihatlah kepadaku.....!”

Giok Hoa mengangkat kepalanya, dan mata mereka saling bertemu.

Ke duanya tidak mengeluarkan sepatah perkataan lagi, mereka hanya saling pandang. Tetapi pandangan mereka itu jauh lebih berharga dari sejuta kata sekalipun juga.

Dari mata mereka itulah telah terpancar isi hati masing-masing. Dan semua itu lebih berarti dari kata-kata yang jutaan banyaknya yang harus mereka ucapkan.

Tetapi setelah saling pandang beberapa saat tiba-tiba Giok Hoa telah memutar tubuhnya. Dia melepaskan pundaknya dari cekalan Ko Tie, dia berlari dengan cepat sekali.

Ko Tie tertawa dan mengejarnya.

Demikianlah sepasang remaja yang tengah jatuh cinta dan dialun oleh gelombang asmara telah saling kejar satu dengan yang lainnya. Terdengar suara derai tertawa mereka yang gembira dan bahagia.

Tetapi setelah berlari-lari sekian lama, akhirnya Giok Hoa menahan larinya. Dia menantikan Ko Tie. Setelah pemuda itu datang dekat, dia berkata: “Ko Tie, ada yang ingin kuminta dari kau, entah kau mau melakukannya untukku atau tidak?!”

Ko Tie mengangguk segera,

“Katakanlah, jika memang dapat kulakukan, biarpun engkau meminta aku mengambilkan bulan di langit, tentu aku akan terbang untuk memetiknya.....!” kata Ko Tie.

“Akh, kau ini hanya bergurau saja. Aku bicara dari hal yang sebenarnya. Kau dengarlah baik-baik, aku menginginkan sekali sekuntum bunga Pek-bwee, yang berwarna putih seperti salju. Itulah bunga yang sangat kugemari.....!”

Kebenaran memang Ko Tie mengetahui macam mana bunga itu, tetapi justeru bunga Pek-bwee tumbuh di daerah yang cukup panas matahari, tidak mungkin tumbuh di tempat dingin. Karena itu, di Heng-san ini, di mana bisa diperoleh bunga Pek-bwee itu?

“Adikku….. di mana aku bisa mencari bunga itu?!” tanya Ko Tie kemudian.

“Entahlah….. aku telah puluhan kali mengelilingi Heng-san mencari bunga itu. Namun tetap saja aku tidak berhasil menemukannya karena itu aku hendak meminta pertolonganmu, untuk mencarikan bunga kegemaranku itu!”

Ko Tie mengangguk.

“Ya, aku pasti akan mencarikan Pek-bwee buatmu….. tetapi terus terang saja kukatakan bahwa aku tidak bisa mengadakannya sekarang ini.......?”

Giok Hoa mengangguk.

“Ya, jika memang kebetulan engkau bertemu dengan pohon bunga Pek-bwee, engkau tidak boleh lupa pada permintaanku ini, Ko Tie?”

Ko Tie mengiyakan, kemudian mencekal sepasang lengan gadis itu. Dia telah berkata dengan suara menggumam: “Giok Hoa sesungguhnya engkau merupakan satu-satunya gadis yang tercantik di dunia ini, engkau bagaikan seorang bidadari yang baru turun dari kerajaan langit! Oya, tahukah engkau, cerita apa yang telah kudengar dari penduduk di kampung yang berada di kaki gunung Heng-san ini mengenai dirimu?”

Giok Hoa memandang heran kepada Ko Tie, dia menggelengkan kepalanya.

“Tidak! Aku tidak mengetahui!” kata Giok Hoa kemudian. “Apakah penduduk kampung membicarakan soal diriku?!”

Ko Tie mengangguk.

“Membicarakan soal kecantikan yang engkau miliki mereka mengatakan bahwa engkau adalah seorang dewi dari kerajaan langit yang tengah turun ke Heng-san, untuk melihat-lihat dan menikmati keindahan di gunung ini…..

“Ada beberapa penduduk kampung itu yang telah melihat engkau tengah berlari-lari melompati jurang bagaikan terbang, dan juga mereka telah melihat engkau bersilat, yang dianggap mereka kau tengah menari! Maka di kampung itu telah tersiar berita bahwa di puncak gunung Heng-san berdiam seorang bidadari cantik luar biasa yang baru turun dari kerajaan langit......!”

Giok Hoa tertawa sambil kemudian cemberut, dia memukul dada Ko Tie perlahan dan manja.

“Ko Tie, kau nakal sekali! Kau hendak menggoda aku dengan cerita bohongmu itu..... Sudah, lepaskan cekalanmu, aku tidak bisa mempercayai lagi ceritamu......!” kata Giok Hoa sambil meronta melepaskan cekalan tangan dari Ko Tie.

Akan tetapi Ko Tie tidak mau melepaskan cekalannya dia malah mencekal lebih kuat.

“Dengarlah Giok Hoa, aku telah bicara dari hal yang sebenarnya….. aku tidak mendustaimu….. aku telah menceritakan apa yang kudengar sendiri.....”

Tetapi Giok Hoa hanya tersenyum, kemudian dia berkata: “Engkau saja yang hendak memuji aku. Lalu engkau sengaja melalui perantaraan penduduk kampung itu, engkau menceritakannya seakan juga penduduk kampung itu yang telah memuji-muji diriku!”

“Ya, ya, jika penduduk kampung itu memuji engkau setinggi langit. Maka aku justeru memuji engkau sampai langit yang ke tujuh, malah aku ingin memohon kepada Thian agar tetap selalu dapat memiliki kesempatan buat memandangi kecantikanmu ini!”

“Cisss….. pemuda ceriwis......!” kata Giok Hoa.

“Giok Hoa adikku, dengarlah dulu…..!” kata Ko Tie sambil mencekal kuat-kuat, karena Giok Hoa meronta hendak melepaskan cekalannya itu.

Tetapi Giok Hoa terus juga meronta.

“Oh, lepaskan….. lepaskan…..!” kata Giok Hoa.

Namun karena Giok Hoa meronta seperti itu, telah membuat Ko Tie mencekalnya semakin kuat. Malah karena terlalu keras Giok Hoa meronta, cekalan itu terlepas.

Dan waktu cekalan tangan Ko Tie terlepas, di saat itu tubuh Giok Hoa kehilangan keseimbangan kuda-kuda ke dua kakinya, hampir saja tubuhnya terjerembab. Beruntung Ko Tie cepat sekali mengulurkan kedua tangannya. Dia telah memeluk gadis itu sehingga Giok Hoa jatuh dalam pelukan Ko Tie dan kepalanya direbahkan di dada pemuda itu.

Tetapi semua itu hanya berlangsung sangat cepat sekali, di mana Ko Tie membaui harum semerbak dari rambut si gadis. Anak rambut gadis itu beberapa helai yang terhembus angin telah mengilik hidungnya. Dan juga dada Ko Tie berdebar sangat keras sekali.

Demikian juga halnya dengan Giok Hoa yang merasakan mukanya jadi panas sekali. Ia likat dan malu bukan main. Setelah terpeluk sejenak lamanya dan merebahkan kepala di dada pemuda itu, yang sangat bidang dan kuat, tiba-tiba, dia meronta dan kemudian berlari dengan cepat sekali.

Ko Tie kaget, dia mengejarnya.

“Giok Hoa! Adikku...... berhentilah..... berhentilah…..!” teriak Ko Tie memanggil- manggilnya.

Tetapi Giok Hoa seperti juga tidak mendengar teriakan tersebut, karena dia telah berlari terus dengan cepat sekali, tubuhnya lincah dan ringan sekali melompati jurang-jurang yang terbentang merintanginya.

Ko Tie juga mengempos semangatnya, dia telah mengejar terus sambil memanggil-manggil gadis itu.

Waktu itu Giok Hoa malu bukan main.

Memang di antara mereka, Giok Hoa dan Ko Tie, telah terjalin hubungan yang erat sekali. Telah seminggu lebih Ko Tie berdiam di situ.

Dan selama itu pula Ko Tie telah memperoleh sambutan yang manis dari gadis tersebut, karena kini Giok Hoa tidak memperlihatkan sikap membencinya.

Malah mereka, lewat sinar mata masing-masing, telah mengetahui bahwa mereka berdua tidak bertepuk sebelah tangan, bahkan gayung bersambut, di mana mereka berdua memang saling menyukai.

Apa yang dirasakan oleh muridnya memang bukan tidak diketahui oleh Guru Giok Hoa.

Tetapi guru Giok Hoa justeru tidak menentangnya, dia melihat Ko Tie bukan sebangsa pemuda berengsek yang bejad moral, karena itu, dia tidak keberatan jika muridnya itu bersahabat intim dengan Ko Tie.

Sedangkan Giok Hoa di hadapan gurunya selalu berusaha bersikap biasa saja, walaupun dia telah menjalin hubungan yang sangat erat sekali dengan Ko Tie, tokh dia tetap memperlakukan Ko Tie di hadapan gurunya sebagai tamu mereka belaka, tamu biasa.

Ko Tie juga tidak berani terlalu memperlihatkan perasaannya kepada Giok Hoa di hadapan guru si gadis, dia berusaha mengekang diri.

Walaupun bagaimana memang Ko Tie menyadari bahwa Giok Hoa seorang gadis yang masih terikat oleh peraturan ketimuran. Walaupun benar bahwa gurunya seorang guru yang mengerti dan tidak mengekangnya, dan juga memberikan kebebasan bergaul buat mereka berdua, tokh tetap saja Ko Tie tidak bisa, terlalu menonjolkan perasaannya di hadapan guru si gadis.

Dia harus menghormati juga guru Giok Hoa dan mengindahkannya. Karena itu, pemuda ini juga hanya sering melirik-lirik belaka kepada gadis yang disukainya itu. Dan setiap kali dia melirik, dan kebetulan Giok Hoa tengah melirik juga, sehingga pandangan mereka saling bertemu, keduanya jadi saling tersenyum.

Dan senyuman itu penuh arti, namun juga tidak lolos dari mata guru Giok Hoa.

Sekarang Giok Hoa telah berlari begitu cepat dan biarpun Ko Tie telah memanggil- manggilnya tetap saja gadis tersebut tidak mau menghentikan larinya.

Sehingga Ko Tie akhirnya telah mengerahkan gin-kangnya, dia berlari pesat sekali berusaha mengejarnya.

Namun Giok Hoa yang mengetahui Ko Tie mengejarnya begitu cepat, dia pun tidak mau kalah. Dia berlari lebih cepat lagi. Sambil berlari begitu, Giok Hoa juga telah bersiul berulang kali.

Mendengar suara siulan Giok Hoa, hati Ko Tie tercekat, dia tahu, burung rajawali si gadis datang, tentu gadis ini akan naik ke punggung burung rajawali putih itu, akan terbang ke tengah udara, meninggalkannya.

Maka, dengan segera dia menambahkan tenaganya, dia berlari semakin cepat juga.

Di samping itu, Ko Tie juga telah memanggil-manggil Giok Hoa tidak hentinya, agar Giok Hoa mau berhenti sejenak, untuk menyampaikan sesuatu.

Tetapi Giok Hoa tidak melayaninya dan juga tidak memperdulikan teriakannya itu. Dan waktu itu di udara telah terlihat seekor bayangan burung rajawali putih….. Itulah Pek-jie, yang telah mendatangi dengan cepat sekali dan hinggap di depan majikannya.

Karena itu cepat-cepat Ko Tie bersiul nyaring. Dia berusaha mempergunakan suara siulannya itu supaya burung rajawali itu mengerti tidak terbang lebih jauh.

Namun usahanya gagal, karena Giok Hoa telah melompat ke punggung burung rajawali di mana dia telah menepuk leher burung rajawali tersebut, sambil berkata nyaring: “Pek-jie, mari kita pergi main-main......!”

Burung rajawali putih itu telah mengibaskan sepasang sayapnya yang besar, tubuhnya juga segera terbang mengangkasa dengan Giok Hoa duduk di punggungnya dengan tersenyum lebar. Dan gadis itu juga melambai-lambaikan tangannya, seperti juga hendak mentertawai Ko Tie.

“Ko Tie, ayo kejarlah aku….. ayo kejarlah aku!” teriak Giok Hoa di antara tertawanya itu.

Ko Tie membanting-banting kakinya.

“Adik Giok Hoa, mengapa engkau menjahili aku seperti ini? Turunlah…… bukankah engkau tadi mengatakan ingin meminta beberapa petunjukku dan juga kita akan berlatih? Mengapa sekarang engkau meninggalkan aku?”

Tetapi burung rajawali putih itu telah terbang terus naik ke angkasa dengan pesat, dan juga tampak Giok Hoa sambil tertawa-tawa telah memeluk leher burung rajawali putih tersebut.

Ko Tie jadi jengkel juga. Dia beranggapan bahwa Giok Hoa telah mempermainkannya sangat keterlaluan. Dia telah membanting-banting kakinya.

Sedangkan waktu itu iapun melihat, tidak mungkin dia mengharapkan burung rajawali putih itu terbang kembali ke tempat ini. Dia telah meninggalkan tempat tersebut.

Setelah berjalan berpuluh lie, akhirnya dia duduk di sebuah bungkah batu yang cukup besar. Dia mengangkat kepalanya mengawasi ke angkasa.

Namun dia tidak melihat burung rajawali putih itu, juga tidak melihat Giok Hoa.

Mengingat akan kenakalan gadis itu, diam-diam Ko Tie jadi tersenyum juga. Betapa nakalnya Giok Hoa.

Tadi dia yang meminta agar Ko Tie mengantarkannya ke puncak tertinggi di Heng-san ini. Menurut Giok Hoa dia hendak meminta beberapa petunjuk dari Ko Tie, sambil mereka berdua pun akan berlatih bersama.

Tetapi setelah mereka sampai di puncak tertinggi gunung Heng-san ini, malah Giok Hoa telah meninggalkannya, di mana gadis tersebut telah mempergunakan burung rajawali putihnya sebagai pesawat udaranya, kendaraannya yang bisa membawanya terbang mengangkasa.

Sekarang tinggal Ko Tie seorang diri di tempat itu. Buat pulang, dia merasa segan. Maka Ko Tie telah duduk terus di tempat itu, dia telah memandangi ke arah langit yang waktu itu sangat cerah, terlebih lagi matahari mulai naik lebih tinggi pula.

Hawa udara ditempat ini sejuk sekali dan Ko Tie jadi teringat kepada gurunya.

Betapa jika saja gurunya itu cocok dan setuju untuk memilih Heng-san sebagai tempat menyendiri mengasingkan diri, hal ini akan menggembirakan hati Ko Tie. Dengan mengambil Heng-san sebagai tempat menyendiri gurunya, tentu Ko Tie memiliki banyak kesempatan buat berkumpul dengan Giok Hoa.

Tetapi justeru Ko Tie belum yakin, bahwa gurunya akan setuju buat menetap dan menyendiri di Heng-san ini, mengingat tempat ini justeru telah ditempati dulu oleh guru Giok Hoa, sehingga Ko Tie yakin, gurunya pasti menolak buat mengambil salah satu tempat di Heng-san ini sebagai tempatnya menyendiri.

Swat Tocu memang pernah berpesan kepada Ko Tie, agar mencarikannya tempat yang benar-benar merupakan tempat yang sulit didatangi manusia. Dan juga di tempat itu belum ada orang lain yang menempati.

Walaupun hanya sebagian, tetapi jika suatu tempat telah di tempati orang lain, di anggap oleh Swat Tocu merupakan tempat yang kurang cocok buat dia menyendiri.

Dan Ko Tie memang telah memaklumi akan pendirian gurunya tersebut. Namun sekarang, justeru hati kecil Ko Tie menghendaki agar gurunya itu kelak menyetujui buat memilih Heng-san sebagai tempat menyendiri. Bukankah dengan adanya guru Giok Hoa, gurunya itu bisa bercakap-cakap jika dia mau, sehingga tidak akan iseng.

Dan yang paling utama adalah di tempat adanya Giok Hoa, gadis yang disenangi dan disukainya oleh Ko Tie, di mana dia mengharapkan dapat berkumpul selamanya bersama Giok Hoa.

Ko Tie masih duduk termenung dialun oleh pemikiran dan khayalannya. Ia sendiri menyadari bahwa ia memiliki perasaan tersendiri terhadap gadis yang disukainya, Giok Hoa.

Dan juga, ia merasakan pula, adanya suatu perasaan yang sangat aneh, yang sesungguhnya dimengertinya bahwa itu merupakan perasaan yang bersumber dari kasih sayangnya pada diri gadis tersebut. Karena dari itu, dalam keadaan demikian terus saja Ko Tie menyadari kalau saja ia dapat berkumpul terus dengan Giok Hoa, hal itu merupakan sesuatu yang sangat membahagiakan sekali.

Hanya saja, ada sesuatu pula yang dilihat Ko Tie pada diri Giok Hoa, dimana gadis tersebut, yang memang sangat cantik jelita, ternyata merupakan seorang gadis yang lembut, namun juga agak liar. Dan sikap liarnya itu terkadang bisa muncul juga, karena tidak jarang Giok Hoa seperti juga jinak-jinak merpati, yang mudah didekati, tetapi sulit buat dipegang. Di mana Giok Hoa tidak jarang, sulit untuk diajak bicara dengan cara kemesraan yang ada.

Tetapi Ko Tie yakin, jika memang dia ingin menguasai gadis itu, niscaya dia harus sabar dan juga harus mengasihinya bersungguh-sungguh. Barulah ia akan menundukkannya. Jika memang dia membawa adat, niscaya gadis itu, sulit didekati.

Karenanya, Ko Tie bertekad, dia akan berusaha untuk lebih mendekati Giok Hoa, untuk menanamkan pengertian padanya agar dapat membuat gadis itu mengurangi sedikit sifat liarnya, dan juga tidak selalu membawa adatnya seperti yang selalu dialami oleh Ko Tie.

Tadi saja mereka tidak bertengkar, hanya gadis itu yang merasa malu. Sedikit sifat liarnya telah muncul lagi, tanpa memperdulikan perasaan Ko Tie, dia telah memanggil burung rajawalinya dan meninggalkan pemuda itu.

Teringat semua itu Ko Tie jadi tersenyum sendirinya, dia berpikir.

“Tentunya sifat liarnya tersebut hanyalah dikarenakan Giok Hoa masih memiliki sifat kekanak-kanakannya dan juga dia masih belum lagi mengerti tata krama pergaulan, di mana memang sepanjang umurnya yang ada,hanya berdiam di tempat-tempat yang sepi jauh keramaian. Karena dari itu, bisa dimaklumi, biarpun gurunya jelas mendidiknya dan memberitahukan tata cara pergaulan, namun gadis tersebut masih dalam keadaan sikapnya yang agak liar.

“Namun jika aku telah berhasil menanamkan pengertian padanya, perlahan-lahan sifat yang agak liar itu bisa juga dikurangi dan dihilangkan...... Dia seorang gadis yang sangat menarik sekali, hanya saja sekarang ini dia masih selalu membawa adat belaka…..!”

Dan kembali Ko Tie tersenyum. Namun waktu itulah dia melihat di tengah udara meluncur burung rajawali putih itu, dengan di atas punggungnya duduk Giok Hoa.

Tetapi mereka berada di tengah udara yang tinggi sekali, di dekat puncak tertinggi sebelah selatan gunung Heng-san. Di mana burung rajawali putih itu setiap kali telah menukik turun sambil memperdengarkan suara pekikan yang nyaring sekali, dapat didengar oleh Ko Tie secara samar-samar.

Mata Ko Tie yang tajam telah melihatnya. Giok Hoa yang tengah duduk di punggung rajawali putih itu. Setiap kali menggerak-gerakan tangannya, seperti juga tengah memberikan perintah kepada burung rajawali putih itu apa yang harus dilakukannya, membuat Ko Tie jadi heran, entah apa yang tengah dilakukan oleh burung rajawali putih itu dengan Giok Hoa,

Mungkin mereka terpisah puluhan lie, dan juga setiap kali menukik, burung rajawali putih itu mengibaskan sepasang sayapnya cepat sekali, dengan demikian seperti juga dia tengah marah. Begitu pula suara pekikan yang nyarirg, yang terdengar samar-samar oleh Ko Tie karena terpisah jauhnya burung rajawali putih itu, seperti mengandung hawa kemarahan yang bukan main. Dengan begitu, telah membuat Ko Tie tambah heran dan menduga-duga apa yang sesungguhnya tengah dilakukan Giok Hoa.

Yang membuat Ko Tie lebih heran dan terkejut, malah dia sampai melompat berdiri dari duduknya, dilihatnya, setelah satu kali burung rajawali putih itu meluncur menukik turun, kemudian tidak lama lagi terlihat dia telah terbang pula ke tengah udara dengan di punggungnya sudah tidak terdapat Giok Hoa. Dengan begitu, mendatangkan kekuatiran yang sangat di hati Ko Tie.

Apakah si gadis terjatuh dari punggung rajawali putih itu? Atau memang gadis itu telah melompat turun untuk melakukan sesuatu.

Karena kekuatiran seperti itu, walaupun dilihatnya burung rajawali putih itu masih gencar menukik turun dan naik terbang kembali dengan mengeluarkan suara pekiknya yang nyaring sekali, Ko Tie telah menjejakkan ke dua kakinya. Dia telah berlari menuju ke arah tempat dimana burung rajawali putih itu, dengan pesat.

Karena perjalanan mendaki ke puncak tertinggi gunung Heng-san merupakan perjalanan yang tidak mudah, selain harus melompati beberapa jurang yang lebar dan juga melompati dan mendaki batu-batu bersalju yang sangat licin sekali. Ko Tie tidak bisa tiba dalam waktu yang singkat, padahal Ko Tie telah berusaha berlari secepat mungkin.

Sambil berlari seperti itu Ko Tie juga melihat burung rajawali itu masih selalu menukik dengan memekik nyaring, dan kemudian telah terbang ke udara lagi. Dengan demikian telah menunjukkan Ko Tie tidak terlambat. Cuma saja yang jadi pemikiran Ko Tie, apa yang terjadi pada diri Giok Hoa? Mengapa Giok Hoa tahu-tahu telah turun dari punggung rajawali putih itu, dan kemudian tidak terlihat lagi.

Bukankah semula Giok Hoa yang selalu menggerak-gerakkan tangannya, bagaikan dia tengah memerintahkan burung rajawali putihnya itu? Bukankah Giok Hoa yang selalu tampak mengatur cara burung rajawali putih itu menukik dan seperti melakukan sesuatu?

Karena tanda tanya dan perasaan heran seperti itulah, telah membuat Ko Tie mengempos semangatnya. Dia telah berlari cepat sekali, tubuhnya itu dengan ringan melewati tempat-tempat yang sulit sekalipun.

Setelah berlari-lari sekian lama, dan telah mendengar suara pekik burung rajawali putih itu lebih jelas, diapun telah melihat burung rajawali putih itu selalu menukik ke arah permukaan sebuah hutan yang cukup lebat dengan pekikannya yang mengandung kemarahan. Waktu itulah Ko Tie mendengar juga suara yang agak luar biasa, suara mengeram yang agak menyeramkan, dan suara erangan itu seperti juga erangan makhluk buas yang tengah marah juga.

Seketika Ko Tie memiliki dugaan, apakah burung rajawali itu tengah bertempur dengan seekor makhluk buas, dan Giok Hoa telah sengaja melompat turun untuk menyaksikan pertempuran antara burung rajawali putihnya dengan makhluk buas itu? Atau memang Giok Hoa telah terluka oleh makhluk buas itu, sampai dia terjatuh dari punggung burung rajawali tersebut?

Karena berpikir seperti itu, hati Ko Tie semakin tidak tenang. Dia mempercepat larinya, sehingga dia bisa berlari seperti terbang. Rasanya dia sudah tidak sabar lagi buat tiba di sana secepatnya, karena dengan demikian dia bisa mengetahui keadaan Giok Hoa yang selalu menguatirkannya.

Sehingga sudah tidak sabar untuk tiba di sana secepat mungkin. Malah yang lebih menguatirkan lagi dia melihat burung rajawali putih itu seperti tengah bertempur hebat dengan seekor makhluk buas atau juga manusia yang memiliki kepandaian yang tinggi.

Ketika tiba di sana, di puncak tertinggi dari gunung Heng-san, justeru Ko Tie menyaksikan sesuatu yang sama sekali diluar dugaannya.

Sebelumnya dia mendengar suara erangan yang bagaikan dikenalnya, kemudian waktu dia melihatnya, justeru dia jadi berdiri tertegun.

Dilihatnya waktu itu burung rajawali putih tersebut tengah meluncur pesat sekali menubruk akan mencakar seekor biruang yang tinggi besar berbulu putih seperti salju!

Dan yang lebih mengejutkan Ko Tie, justeru dia mengenali bahwa biruang besar berbulu putih seperti salju itu yang tidak lain dari biruang peliharaan gurunya, peliharaan Swat Tocu. Dengan demikian membuat Ko Tie hampir tidak percaya akan penglihatannya, dia telah memandang dengan mata terbuka lebar-lebar.

Biruang putih itu juga tidak tinggal diam. Dia yang telah mengeluarkan suara erangan sangat nyaring sekali, dimana dia tengah menyampok sambaran dari ke dua kaki burung rajawali putih tersebut. Seperti tadi, begitu kena disampok burung rajawali putih itu terbang tinggi lagi.

Dan sebelum terbang tinggi, sepasang sayapnya dengan gencar telah mengibas kepada biruang putih itu. Angin yang menderu-deru hebat menerjang biruang putih itu. Namun biruang putih itu tangguh sekali, dia rupanya memiliki kuda-kuda ke dua kaki yang sangat kuat, tubuhnya sama sekali tidak bergeming sedikit pun.

Itulah pertempuran yang benar-benar sangat menarik sekali. Perkelahian antara seekor burung rajawali putih melawan seekor biruang salju yang memiliki ukuran tubuh yang sama-sama besar dan tampaknya sama-sama tangguh dan kuat.

Karena dari itu, Ko Tie yang tengah tertegun, segera tersadar bahwa dia tidak boleh membiarkan keadaan seperti itu lebih jauh. Karena jika perkelahian antara rajawali putih itu dengan biruang salju tersebut berkelanjutan terus, niscaya ke dua nya bisa terluka hebat.

Di samping burung rajawali putih itu memang terdidik baik-baik dan memiliki gerakan seekor ular dan seperti juga mengerti ilmu silat. Biruang salju itupun memang merupakan biruang peliharaan Swat Tocu, yang digembleng sangat keras, sehingga menjadi biruang yang tangguh sekali.

Sebelum melompat maju hendak memisahkan burung rajawali putih itu dengan biruang saljunya, di saat itu Ko Tie juga telah melihatnya, bahwa jauh belasan tombak, duduk bersila seorang yang dikenalnya dengan baik. Seorang tua dengan rambut yang terurai panjang padahal dia seorang laki-laki yang berusia lanjut dengan pakaian yang agak luar biasa, terbuat dari kulit binatang.

Dan di sampingnya tampak duduk pula Giok Hoa, yang tangan kanannya tengah dicekal. Rupanya gadis itu telah tertawan oleh Swat Tocu.

Swat Tocu telah melirik kepada Ko Tie, dia mengetahui adanya orang yang mendatangi tempat tersebut. Namun setelah melihat siapa yang datang, Swat Tocu memperlihatkan sikap terheran-heran, dan belum lagi dia menegur, justeru Ko Tie telah melompat ke depan sambil berseru:

“Suhu….. ooooohhhhh, hentikan….. kita orang sendiri…..!”

Swat Tocu tambah heran. Sedangkan biruang salju itu yang mendengar suara Ko Tie yang dikenalnya dengan baik, tiba-tiba memutar tubuhnya. Tanpa memperdulikan lagi burung rajawali putih yang tengah menukik akan menyerangnya, biruang salju tersebut telah melompat menubruk Ko Tie, dipeluknya sambil mengeluarkan suara erangan. Kemudian dia mengangkat tubuh Ko Tie, yang dilemparkannya ke tengah udara, tampaknya biruang salju itu girang sekali.

Ko Tie yang dilempar-lempar ke tengah udara, juga rupanya sangat gembira. Tidak hentinya dia tertawa-tawa gembira.

Burung rajawali yang melihat perobahan keadaan seperti itu, seketika ragu-ragu hendak menerjang terus. Dia telah berhenti menukik, hanya terbang berputaran belaka, karena dia melihat biruang putih itu yang bulunya seputih salju, tengah bermain dengan Ko Tie, pemuda yang dikenalnya juga.

Burung rajawali itu hanya memekik beberapa kali, seperti juga ingin menantikan perintah dari majikannya, yaitu Giok Hoa.

Di kala itu terlihat Giok Hoa semula kaget melihat bahwa Ko Tie telah ditubruk oleh biruang salju itu, yang kemudian memeluknya dan melemparkannya pemuda itu ke tengah udara berulang kali. Semula dia menduga Ko Tie ingin diserang oleh biruang salju itu, dia sampai mengeluarkan seruan tertahan dan hendak memperingati Ko Tie agar berhati-hati.........

Namun dia jadi tercengang waktu melihat betapa dengan gembira antara biruang dengan pemuda itu tertawa-tawa, di mana Ko Tie yang dilempar-lempar ke tengah udara juga tertawa-tawa girang. Dengan demikian, sama sekali tidak terlihat adanya permusuhan di antara mereka.

Waktu itulah Giok Hoa segera bersiul nyaring, memerintahkan rajawali putih itu agar menghentikan penyerangannya. Dan burung rajawali putih itu, walaupun tidak mengerti mengapa majikannya perintahkan dia untuk tidak menyerang biruang itu lebih jauh, namun dia mematuhi perintah tersebut, maka dia telah terbang turun dan hinggap agak jauh dari Swat Tocu. Hanya saja sinar mata burung itu memperlihatkan bahwa dia membenci Swat Tocu dan seperti bersiap siaga buat menyerang Swat Tocu, yang waktu itu masih mencekal tangan Giok Hoa.

Rupanya, tadi Swat Tocu telah menghantam dengan pukulan Inti Es nya, sehingga membuat burung rajawali itu selain menderita kesakitan, juga dia merasakan sayapnya seperti kaku dingin. Hal itulah yang membuat Giok Hoa terpaksa melompat turun buat menempur Swat Tocu.

Siapa tahu, hanya beberapa jurus saja Giok Hoa telah dapat dirubuhkan oleh Swat Tocu, telah ditawannya. Dengan demikian memperlihatkan bahwa kepandaian orang tua aneh itu memang sangat lihay dan tangguh sekali…..

Dikala itu Ko Tie yang telah dilempar-lempar oleh biruang salju tersebut, telah merasa cukup, dia berkata: “Pek-jie…..! Turunkan aku…..!”

Biruang putih itu rupanya masih juga belum puas. Dia memang menurunkan Ko Tie, tetapi segera juga dia menciumi dan menjilati sekujur tubuh Ko Tie.Tampaknya dia sangat rindu sekali pada pemuda ini, dan dia telah melampiaskan rasa rindunya itu, telah bertemu dengan pemuda ini.

Ko Tie menepuk-nepuk punggung biruang salju itu, yang tidak lain memang biruang salju peliharaan Swat Tocu, di mana dia kemudian cepat-cepat menghampiri Swat Tocu, dan telah menekuk ke dua kakinya. Dia berlutut di hadapan Swat Tocu, sambil memanggilnya:

“Suhu…..!” Dan menganggukkan kepalanya tiga kali, sebagai penghormatan seorang murid kepada gurunya.

Swat Tocu tersenyum, walaupun pada mukanya masih terlihat dia merasa heran karena tidak menyangka Ko Tie bisa berada di tempat itu. Karenanya, dia telah bertanya dengan suara yang perlahan masih mengandung keheranan:

“Mengapa engkau di sini, Tie-jie?!”

“Memang pertemuan kita ini secara kebetulan sekali, Suhu….. dan aku belum terlalu lama berada di gunung Heng-san ini karena teecu mendengar bahwa di Heng-san ini terdapat banyak tempat yang baik-baik, siapa tahu cocok dengan keinginan Suhu! Tidak teecu sangka bahwa Suhu akhirnya telah datang sendiri ke mari......!” menjelaskan Ko Tie.

Swat Tocu mengangguk-ngangguk. Wajahnya masih tetap memerah segar dan sehat, tidak ada perobahan sedikitpun juga pada dirinya, di mana tampaknya Swat Tocu tidak mengalami kemunduran pada kesehatannya.

“Aku sendiri memang mendengar juga perihal tempat-tempat yang indah di Heng-san ini, dan karena sudah setahun engkau tidak datang berkunjung untuk melaporkan usahamu aku telah pergi sendiri ke mari….. Dari beberapa orang sahabat telah kudengar adanya tempat yang mungkin sesuai dengan keinginanku ini!” kata Swat Tocu menjelaskan.

Setelah berkata begitu, Swat Tocu memperlihatkan perasaan heran. Dia bertanya: “Tadi jika tidak salah kudengar bahwa engkau mengatakan bahwa kita adalah orang sendiri dengan gadis dan rajawali putih itu.....!”

Ko Tie baru saja mau menyahuti. Biruang salju telah menghampirinya dan telah memeluk punggung Ko Tie. Tampaknya biruang salju ini masih belum puas untuk melampiaskan kerinduannya terhadap pemuda itu.

Setelah balas mengangguk dan memeluk biruang saljunya, Ko Tie baru menyahuti pertanyaan gurunya tersebut, dia bilang: “Ya, Suhu tentu tidakmenyangka bahwa gadis yang berada di dekat Suhu itu sesungguhnya cucu murid dari Sin-tiauw-tay-hiap Yo Ko…..!”

“Apa?!” Swat Tocu membuka matanya lebar-lebar, kemudian menoleh ke sampingnya, memandangi Giok Hoa, yang waktu itu tengah memandang Swat Tocu dengan mata mendelik mengandung kemarahan dan penasaran. “Apakah kau tidak berdusta?”

“Ohh, mana berani teecu berdusta?” kata Ko Tie segera. “Memang sesungguhnya gadis itu adalah cucu murid Sin-tiauw-tay-hiap Yo Ko.....”

Swat Tocu menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Aku tidak bisa percaya….. mungkin engkau telah tertipu. Setahuku Sin-tiauw-tay-hiap Yo Ko tidak menerima murid dan tidak memiliki cucu murid! Yo Ko juga sering memberitahukan kepadaku, bahwa ia hanya memiliki putera tunggal yang bernama Yo Him. Juga ia hanya memiliki seorang anak angkat.”

Setelah berkata begitu, Swat Tocu memandang kepada Ko Tie dalam-dalam, kemudian baru berkata: “Dan, kukira gadis ini hanya mendustai kau belaka, dia mengaku-aku belaka bahwa dia adalah cucu murid Yo Ko!” kata-kata itu disertai lirikannya pada Giok Hoa, namun dilanjutkan: “Tetapi ilmu silat yang tadi dipergunakannya memang agak mirip juga dengan beberapa macam ilmu pukulan tangan kosong Yo Ko…..”

Ko Tie tersenyum.

“Suhu yang mengatakan bahwa Sin-tiauw-tay-hiap Yo Ko memiliki seorang anak angkat bukan? Justeru nona Giok Hoa itu adalah murid dari puteri angkatnya Sin-tiauw-tay-hiap Yo Ko!” menjelaskan Ko Tie.

Mendengar begitu, Swat Tocu membuka matanya lebar-lebar.

“Mari teecu perkenalkan Suhu dengan puteri angkat Sin-tiauw-tay-hiap.....” kata Ko Tie lagi sebelum Swat Tocu bisa membuka suara.

Waktu itu tampak Swat Tocu masih ragu-ragu namun dia telah melepaskan cekalannya pada tangan Giok Hoa. Sedangkan Giok Hoa cepat-cepat melompat berdiri begitu tangannya dilepaskan dari cekalan orang tua yang liehay ini.

“Hmmm, tidak perlu kau bertemu dengan guruku, manusia seperti engkau tentunya tidak ada gunanya menemui guruku, hanya menimbulkan kerewelan belaka!”

“Nona Giok Hoa…..!” kata Ko Tie cepat.“Ini adalah guruku…..!”

Tetapi Giok Hoa tampaknya masih tidak senang, dia bukannya memberi hormat seperti lazimnya. Malah dia telah berkata dengan tawar:

“Aku tidak perduli siapa dia, tidak hujan tidak angin dia telah menimpuk Pek-jie ketika tengah terbang di tengah udara membawaku dengan sebutir kerikil, sehingga Pek-jie kaget dan kesakitan..... Tentu saja Pek-jie telah menyerangnya, namun dengan mengandalkan kepandaiannya dia malah menawanku..... dan dia sengaja hendak mengadu Pek-jie dengan biruang keparat itu…..!”

Sambil berkata begitu Giok Hoa telah menunjuk kepada biruang salju itu yang hanya mengeluarkan suara erangan perlahan waktu melihat Giok Hoa menunjuk ke arahnya.

Ko Tie jadi serba salah, kemudian dia menoleh kepada gurunya, katanya: “Suhu, maafkan nona Giok Hoa..... karena dia memang belum mengetahui siapa adanya suhu…..!

Swat Tocu tertawa tawar.

“Gadis itu terlalu temberang dan angkuh sekali, mungkin dia beranggapan menjadi cucu murid Yo Ko, maka kepandaiannya sudah nomor satu di dalam rimba persilatan, sudah tidak ada tandingannya lagi..... Dengan begitu dia jadi demikian angkuh dan sombong…..!”

Mendengar perkataan Swat Tocu sesungguhnya Giok Hoa tidak puas. Namun diapun tidak berani buat menyerang Swat Tocu lagi, mengumbar amarahnya, karena dia mengetahui lelaki tua yang aneh ini memang merupakan seorang yang sangat liehay sekali.

Tadi saja, dengan sangat mudah dan hanya beberapa jurus, dia telah kena ditawan. Karenanya, dengan muka merah padam karena penasaran dan marah, Giok Hoa telah bersiul memanggil burung rajawalinya, agar mendekat padanya, kemudian dia melompat ke punggung rajawali itu, yang diperintahkannya agar terbang,

Ko Tie menghela napas. Baru setelah melihat gadis itu dibawa terbang jauh sekali, Ko Tie segera menjatuhkan dirinya berlutut di hadapan gurunya, katanya:

“Suhu, bagaimana kesehatan Suhu? Apakah selama ini Suhu dalam keadaan baik-baik saja?!”

Swat Tocu tersenyum, dia mengulurkan tangannya mengusap-usap kepala muridnya.

“Muridku yang baik, ternyata engkau masih mau memperhatikan kesehatan gurumu, walaupun setahun lebih belakangan ini engkau tidak mau menjengukku!”

Mendengar perkataan gurunya, Ko Tie tertawa terpaksa, katanya: “Karena terlalu repot mencari tempat yang sekiranya sesuai dengan keinginan Suhu, maka Teecu telah melalaikan tugas teecu buat menjenguk Suhu..... Ampunilah teecu, Suhu!”

“Sudahlah! Bagaimana keadaanmu belakangan ini? Apakah ilmu pukulan Inti Es mu telah memperoleh kemajuan?!” tanya Swat Tocu.

Ko Tie mengangguk.

“Ya, berkat didikan Suhu, maka ilmu silat teecu mengalami banyak kemajuan…..!” menjelaskan Ko Tie.

“Bagus…..! Tetapi Ko Tie, engkau harus ingat, aku kurang begitu menyukai jika engkau bergaul rapat dengan gadis tadi. Kulihat dia agak liar dan angkuh, sehingga aku tidak begitu menyenangi jika kalian bergaul terlalu rapat! Tadi kulihat, kalian rupanya memiliki hubungan yang intim, aku melihatnya dari sinar mata kalian berdua.....!”

Mendengar perkataan gurunya, hati Ko Tie jadi susah dan sedih, namun dia segera mengiyakannya beberapa kali.

“Apakah suhu ingin bertemu dengan puteri angkat Sin-tiauw-tay-hiap Yo Ko?” tanya Ko Tie untuk mengalihkan pembicaraan mereka.

Swat Tocu menghela napas.

“Semula,” katanya, yang tidak segera menyahuti pertanyaan Ko Tie. “Kukira di Heng-san ini belum ada orang yang menempati, dan aku telah mendengarnya bahwa di puncak tertinggi Heng-san merupakan tempat yang sangat cocok sekali buat aku menyendiri. Beberapa orang sahabat telah datang memberitahukan hal itu.

“Aku segera berangkat ke mari, dan setelah melihat keadaan tempat ini, memang sangat cocok sekali dengan keinginanku. Aku kira cukup baik dipergunakan buat aku menyendiri di sini…..!”

“Jadi….. jadi Suhu setuju untuk memilih puncak tertinggi di Heng-san ini?” tanya Ko Tie, yang tiba-tiba saja hatinya jadi gembira bukan main.

Swat Tocu menghela napas dalam-dalam, kemudian katanya: “Ya, memang sebelumnya aku berpikir begitu..... tetapi..... tetapi.....”

“Tetapi apa, Suhu?!” tanya Ko Tie dengan hati yang berdebar ragu, karena dia sendiri sebetulnya telah dapat menduga akan terusan perkataan gurunya itu.

Swat Tocu menghela napas lagi. Dia telah mengangkat kepalanya memandang sekelilingnya.

“Inilah sebuah tempat yang sangat cocok sekali buatku, namun tidak kusangka bahwa di tempat ini telah tinggal seseorang, terpaksa aku harus membuang waktu lagi mencari tempat lain yang sekiranya cocok dengan keinginanku itu.

“Suhu……!” panggil Ko Tie ragu-ragu setelah mendengar perkataan gurunya itu.

“Ya?”

“Sesungguhnya, puncak tertinggi Heng-san ini belum ditempati oleh siapapun juga. Yo Peh-bo malah memilih tempat di dekat lamping gunung di sebelah selatan. Dengan begitu, jika saja Suhu mengambil puncak tertinggi Heng-san ini sebagai tempat menyendiri, tempat ini sangat cocok sekali!” tegasnya,

“Puncak tertinggi Heng-san ini belum pernah ditempati orang lain.... karena dari itu, jika memang Suhu merasa cocok dengan keadaan tempat ini, bisa Suhu nanti menemukan bagian mana dari puncak tertinggi ini yang dapat dipergunakan sebagai tempat menyendiri Suhu......!”

Mendengar perkataan muridnya tersebut, tampak Swat Tocu tersenyum. Ia telah melihat bahwa Ko Tie memang tengah berusaha, dan juga sinar matanya memperlihatkan bahwa ia sangat mengharapkan gurunya itu dapat menerima sarannya untuk menetap di situ. Karenanya dia merasa geli sendirinya.

“Ko Tie, kulihat engkau tengah terganggu oleh sesuatu, oleh paras cantik…..!” kata Swat Tocu.

Muka Ko Tie, jadi berobah merah, karena walaupun bagaimana tetap saja dia melihatnya bahwa gurunya ini tampaknya memang kurang begitu menyetujui untuk menetap di puncak tertinggi gunung Heng-san tersebut. Sesungguhnya Ko Tie mengetahui bahwa puncak tertinggi gunung Heng-san ini telah cocok dan sesuai dengan keinginan dari gurunya, Swat Tocu. Hanya saja disebabkan di tempat ini terlebih dulu telah ditempati oleh gurunya Giok Hoa, dengan demikian Swat Tocu jadi ragu-ragu buat tinggal di tempat ini.

Sesungguhnya Ko Tie ingin sekali membujuk terus gurunya, akan tetapi tidak ada sepatah perkataan juga yang keluar dari mulutnya. Dia mengerti bahwa dalam keadaan seperti ini memang gurunya sulit sekali untuk diajak bicara. Jika memang Ko Tie terlalu mendesaknya, tentu gurunya semakin bercuriga. Bukankah sekarang saja dia telah mencurigai akan hubungan Ko Tie dengan Giok Hoa.

Setelah berdiam diri sejenak, Swat Tocu kemudian berkata lagi: “Jika memang engkau masih senang untuk berdiam beberapa hari di tempat ini, baiklah..... aku akan menemani kau untuk berdiam beberapa hari di tempat ini. Nah kita akan berdiam di sini selama beberapa hari. Hanya saja yang ingin kuminta agar hubunganmu dengan gadis tadi agak dibatasi, karena kulihat adanya hubungan mesra yang terdapat di antara kalian berdua.....!”

Sewaktu berkata berkata begitu, Swat Tocu memperlihatkan sikap bersungguh-sungguh. Memang menjadi harapan Swat Tocu, bahwa ia mengharapkan Ko Tie tidak berurusan dulu dengan urusan asmara.

Ia menghendaki agar muridnya tersebut berlatih diri dengan sungguh-sungguh agar ia memiliki kepandaian yang benar-benar dapat diandalkan. Memang menjadi harapan dari Swat Tocu, bahwa ia menghendaki Ko Tie menjadi seorang tokoh rimba persilatan yang bisa mengangkat atau setidak-tidaknya menjaga kebesaran nama gurunya, yaitu Swat Tocu.

Ko Tie juga mengetahui akan keinginan gurunya tersebut, yang memang menginginkannya agar dia tidak bermain cinta dulu. Tetapi, perasaannya yang semakin mendalam terhadap Giok Hoa, di mana dia merasakan adanya suatu perasaan istimewa di hatinya terhadap si gadis, tentu saja tidak dapat diuraikannya kepada gurunya.

“Bagaimana Ko Tie, apakah engkau masih tetap hendak berdiam di tempat ini selama beberapa hari?!” tanya Swat Tocu.

Ko Tie mengangguk segera, karena di hadapan gurunya dia…… dia tidak berani bersikap lamban. Namun waktu Ko Tie hendak bicara lebih jauh, dikejauhan justeru terlihat sinar memerah di langit. Hal ini mengherankan Ko Tie dan gurunya.

Swat Tocu malah telah berkata. “Api.....!”

“Ya Suhu..... tampaknya terjadi kebakaran!” kata Ko Tie. Dan mukanya seketika ber¬obah, setelah dia memperhatikan arah tempat asal mulanya api yang tampak mengepul tinggi memerah itu: “Jika tidak salah..... yang terbakar adalah tempat dari Yo Peh-bo guru dari Giok Hoa…..!”

Swat Tocu memandang muridnya kemudian baru berkata. “Apakah..... kau hendak pergi menolonginya?!”

Ko Tie tidak ragu-ragu lagi telah mengangguk sambil berlutut di hadapan gurunya: “Benar Suhu! Jika memang sebelumnya kita tidak saling berkenalan satu dengan yang lain, walaupun siapa adanya mereka, melihat mereka dalam keadaan terancam bahaya seperti itu, tentu saja kita harus pergi membantu mereka!”

Mendengar jawaban muridnya seperti itu Swat Tocu tersenyum. Dan belum lagi dia memberikan komentarnya, justeru Ko Tie telah berkata lagi: “Karena dari itu, teecu mengharapkan ijin dari Suhu agar memperbolehkan teecu untuk pergi membantui mereka...... Siapa tahu mereka sangat membutuhkan sekali pertolongan.....!”

Swat Tocu mengangguk.

“Baik! Engkau telah memperlihatkan sikapmu yang sangat baik! Hal ini menggembirakan aku! Nah, kau pergilah untuk menolongi mereka!”

Girang Ko Tie menerima ijin dari gurunya, tetapi dia masih bertanya: “Jika teecu mengajak Pek-jie untuk pergi membantu mereka, apakah diperbolehkan oleh suhu!”

“Ya, pergilah!” kata Swat Tocu.

Ko Tie girang sekali. Segera dia melambaikan tangannya kepada Pek-jie, biruang putih itu, biruang yang memiliki bulu putih bagaikan salju.

Biruang itupun rupanya mengerti, waktu melihat Ko Tie melambaikan tangannya, segera juga dia mengerang perlahan sambil membungkuk kepada Swat Tocu. Kemudian dia menubruk kepada Ko Tie, yang dipanggulnya dan telah dibawa lari dengan pesat sekali ke arah tempat di mana tampak sinar api yang berkobar-kobar itu.

Ko Tie gelisah sekali. Sambil duduk di punggung biruang salju itu, dia telah menepuk-nepuk punggung biruang tersebut, sambil katanya: “Pek-jie..... ayo lebih cepat lagi larinya..... ayo..... kita tidak boleh terlambat.....!”

Pek-jie rupanya mengerti akan kegelisahan dari pemuda tersebut, dia mengerang perlahan, tetapi larinya semakin cepat juga.

Begitu telah dekat dengan tempat di mana beradanya rumah dari guru Giok Hoa, tampak sinar api yang memerah semakin jelas.

Biruang salju itu telah berlari semakin cepat, dan diwaktu itu juga telah dilihatnya bahwa keadaan di tempat itu tengah kacau sekali.

Memang dugaan Ko Tie tidak meleset, dia melihat rumah di bagian belakang dari milik guru Giok Hoa tengah dimakan api, yang berkobar semakin lama semakin tinggi. Sedangkan guru Giok Hoa sendiri tidak bisa untuk menolongi rumahnya yang tengah termakan oleh api itu, karena dia sibuk.

Tubuhnya berkelebat ke sana ke mari menghadapi beberapa orang lawannya yang tengah mengepungnya, yang dilihat dari gerakan tubuh mereka, yang berkelebat-kelebat bagaikan sosok bayangan putih. Rupanya pengepung guru Giok Hoa itu bukan sebangsa manusia lemah.

Terpisah beberapa tombak di luar gelanggang pertempuran itu, berdiri belasan orang juga, yang semuanya berpakaian serba putih. Dan di sebelah bagian lainnya, terlihat Giok Hoa sendiri tengah dikepung oleh empat orang lawannya, dengan ketat sekali.

Dalam saat-saat seperti itulah terlihat betapapun juga Giok Hoa dalam keadaan panik dan marah, karena dia tengah terdesak oleh kepungan ke empat orang itu. Disamping itu juga dia melihat rumahnya di bagian belakang tengah termakan api tanpa dia bisa memadamkan api itu, yang berkobar semakin besar..
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar