Anak Rajawali Lanjutan (Beruang Salju) Jilid 16

Baca Cersil Mandarin Online: Anak Rajawali Lanjutan (Beruang Salju)Jilid 16
 
Anak rajawali Jilid 16

Bukan main herannya Ko Tie. “Apa yang menyusahkan hati gadis tersebut. Bukankah dia telah memiliki kepandaian yang tinggi dan tinggal di tempat yang demikian indah, seperti berada di puncak gunung Heng-san yang memiliki pemandangan yang menarik dan hawa udara yang nyaman hangat ini?”

Disebabkan itulah maka Ko Tie telah mengawasi terus, sampai akhirnya dia melihat Giok Hoa mulai berlatih silat. Dia memperhatikan setiap jurus yang dipergunakan Giok Hoa, dan melihat bahwa ilmu pukulan tangan kosong Giok Hoa merupakan ilmu pukulan kosong yang memiliki tenaga sangat kuat dan mengagumkan sekali.

Akhirnya Ko Tie sudah tidak bisa menahan hatinya. Dia melihat bahwa Giok Hoa menyudahi latihannya itu dengan gerakan dan jurus yang sangat manis sekali. Ko Tie jadi melompat keluar dari tempat bersembunyinya, dia pun menepuk tangan memberikan pujian.

Justeru munculnya Ko Tie secara tiba-tiba begitu, membuat Giok Hoa jadi kaget dan malu bukan main, dan juga dia menjadi tambah jengkel. Dari malu, malah Giok Hoa akhirnya menjadi marah. Dengan bertolak pinggang dia kemudian telah membentak Ko Tie: “Mengapa engkau berbuat rendah seperti itu bersembunyi mengikuti aku?!”

Ko Tie melompat turun dari atas batu, dia telah merangkapkan sepasang tangannya dan menjura: “Maafkan nona..... tentunya engkau mengerti, bahwa aku tadi iseng seorang diri dan tidak tahu akan ke mana pergi, karena keadaan di Heng-san ini sangat asing sekali. Itulah sebabnya aku telah mengejarmu, dengan maksud hendak menanyakan kepadamu ke mana saja sekiranya aku bisa pergi melihat-lihat tempat yang indah di Heng-san ini!”

“Hemmm, kau pandai sekali memutar lidah yang tidak bertulang itu! Sesungguhnya hatimu seperti ular dan licik sekali! Masih beruntung kau dilindungi guruku, kalau tidak..... kalau tidak..... aku.....”

Tetapi Giok Hoa tidak meneruskan perkataannya, dia memandang kepada Ko Tie dengan mata berkilat-kilat mengandung kemarahan.

Ko Tie tetap sabar dan tenang, dia malah tertawa kecil, karena hatinya semakin tertarik melihat gadis itu semakin marah jadi semakin cantik.

“Jika tidak bagaimana, nona?!” tanyanya.

Justeru sikap Ko Tie seperti ini dianggap oleh Giok Hoa seakan-akan juga Ko Tie hendak mempermainkannya, maka kemarahannya jadi semakin meluap.

“Jika tidak aku akan membunuhmu!”

Dan membarengi dengan perkataannya itu, Giok Hoa melompat gesit sekali, tangan kanannya digerakkan buat menghantam Ko Tie dengan dahsyat. Karena dalam keadaan malu dan marah seperti itu, Giok Hoa telah mempergunakan sebagian besar tenaga dalamnya.

Melihat Giok Hoa menyerang dirinya. Dia pikir jika dia melayani Giok Hoa, itupun sudah tidak ada gunanya lagi, karena hanya akan melibatkan mereka dalam pertempuran yang berkepanjangan. Dan juga Ko Tie merasa tidak enak hati kalau dia sampai harus bertempur lagi dengan Giok Hoa dan diketahui oleh wanita she Yo itu, anak angkat dari Yo Ko dan Siauw Liong Lie.

Maka, Ko Tie berdiam diri di tempatnya, tanpa bergerak, dia membiarkan saja serangan gadis itu menuju ke sasarannya.

Bukan main kagetnya Giok Hoa melihat Ko Tie tidak berusaha mengelakkan diri dari serangannya. Semula dia memang bernafsu sekali untuk menghajar Ko Tie. Tetapi sekarang melihat pemuda ini tidak berusaha mengelakkan diri dari serangannya, dia malah jadi kaget tidak terkira.

Buat menarik pulang dan menahan meluncur tenaganya yang sangat besar itu sudah tidak mungkin.

“Tangkislah!” teriak Giok Hoa. Dan dia pun masih berusaha untuk membendung tenaganya.

Tetapi baru saja dia berteriak begitu, justeru pukulannya telah tiba di dekat pundak kanan Ko Tie, menimbulkan suara “Buk!” yang sangat nyaring sekali, membuat tubuh Ko Tie seketika terjengkang dan bergulingan di tanah beberapa kali.

Apa yang diterima Ko Tie memang tidak disangkanya bahwa gadis itu akan menyerangnya bersungguh-sungguh.

Namun, justeru begitu dia terpukul, walaupun dia sangat sakit, tokh malah sengaja telah bergulingan di tanah, dan kemudian rebah di tanah dan mengerang kesakitan!

Menyaksikan keadaan pemuda itu, bukan main kaget dan takutnya Giok Hoa. Dia tambah terkejut dan cepat-cepat melompat ke samping Ko Tie, berjongkok di sampingnya.

Ko Tie sengaja memejamkan matanya, dia mengerang kesakitan sambil menggigit-gigit bibirnya, karena dia ingin mempermainkan gadis ini.

“Kau..... kau terluka?!” tanya Giok Hoa dengan suara gemetar bingung, wajahnya jadi pucat.

Ko Tie masih sengaja mengerang dan juga telah membuka matanya perlahan-lahan, baru kemudian dengan suara sengaja dilemahkan, seperti dia tengah menahan perasaan sakit yang tidak terkira, katanya:

“Sesungguhnya..... sesungguhnya aku tidak menyangka bahwa engkau akan menyerang sehebat itu..... Memang luar biasa kepandaianmu itu, nona..... aku tak sanggup mengelakkannya, kepandaianmu..... kepandaianmu memang benar-benar hebat!”

Mendengar pujian Ko Tie, bukannya girang malah Giok Hoa semakin panik.

“Aku bertanya kepadamu apakah engkau terluka?” tanya Giok Hoa dengan suara yang nyaring.

Ko Tie meringis, katanya: “Aku..... aku kira mungkin aku tidak bisa hidup lebih lama lagi, mungkin pukulanmu itu telah menghancurkan isi dadaku ini..... dan telah membuat seluruh anggauta dalam tubuhku rusak serta hancur..... Mungkin hanya beberapa jam saja aku bisa bertahan.....!” Setelah berkata begitu kembali Ko Tie mengerang kesakitan dan memejamkan matanya.

Menyaksikan dan mendengar perkataan Ko Tie, bukan main bingung dan paniknya Giok Hoa. Dia sampai kebingungan dan ingin menangis.

“Ohhh..... mengapa engkau tidak berkelit? Mengapa kau biarkan saja dirimu terpukul olehku.....? Jika telah terjadi begini..... oooh, bagaimana..... apa yang harus kukatakan kepada guruku.....?!”

Sebetulnya di hati Ko Tie geli sekali. Dia juga kasihan melihat gadis itu bingung bukan main. Namun dia tidak mau menyudahi sikap pura-puranya ini, dia hendak menundukkan gadis itu.

“Katakan saja bahwa aku jatuh..... tentu gurumu itu akan percaya.....!” kata Ko Tie dengan suara yang sengaja diperlahankan.

“Tidak! Aku tidak boleh berdusta begitu! Jika memang aku berdusta, guruku pun akan mengetahuinya.....!” kata Giok Hoa sambil geleng-gelengkan kepalanya. Benar-benar dia bingung dan tidak tahu apa yang harus dilakukannya, malah diapun sudah tidak bisa menahan mengucurnya air mata.

Melihat si gadis menangis kebingungan seperti itu, sebetulnya Ko Tie semakin tidak tega.

Tetapi jika dia memang segera bangun dan menceritakan kepada gadis itu bahwa dia sebetulnya hanya berpura-pura, tentu, Giok Hoa akan marah dan benci kepadanya, yang bisa dianggap sebagai pemuda ceriwis. Karena itu, terlanjur memang telah berpura-pura, dia telah berkata lagi dengan suara yang disengajakan lirih:

“Sebetulnya..... sebetulnya sejak bertemu dengan kau, nona..... aku sangat kagum sekali terhadap kepandaianmu itu..... Aku juga mengetahui bahwa aku bukan tandinganmu..... karena itu aku beberapa kali aku pernah menganjurkan padamu agar tidak menyerang lebih jauh, karena aku bisa bercelaka..... Siapa tahu sekarang, sekali hantam saja engkau telah dapat merubuhkan aku..... malah aku juga tidak akan hidup lebih lama lagi......!”

“Ohhh!” berseru Giok Hoa sambil menyusut air matanya, mukanya pucat sekali, dia benar-benar sangat kebingungan sekali. “Bagaimana ini..... aku harus segera membawamu ke guruku, agar guruku menolongi engkau, mengobati lukamu..... Siapa tahu Suhu masih dapat menyembuhkan lukamu itu..... aku harus menceritakan semuanya dengan jujur.....!”

Namun Ko Tie telah menggelengkan kepalanya perlahan, dia berkata: “Tidak..... tidak..... jangan..... tidak lama lagi tentu aku akan segera menghembuskan napas yang terakhir..... tidak mungkin aku bisa dibawa olehmu, karena keadaanku telah parah sekali.

Maka dari itu..... jika memang engkau mau berkasihan padaku, jika nanti aku telah putus napas dan meninggal, kau carilah ibuku, tolonglah kau beritahukan kepada ibuku, bahwa aku telah mati dalam suatu kecelakaan..... dan beritahukan kepada ibuku itu, bahwa aku cukup bahagia, sempat dibesarkan ibuku.....!”

Mendengar pesan dari Ko Tie seperti itu, hati Giok Hoa semakin gugup dan panik. Dia telah berkata dengan suara tergetar ketakutan.

“Tidak! Engkau tidak boleh mati! Ohh, jika engkau mati..... entah bagaimana hukuman yang akan dijatuhkan Suhu kepadaku..... tidak, engkau tidak boleh mati!”

Ko Tie tersenyum pahit, dia sengaja meringis, kemudian katanya: “Sayangnya memang aku tidak bisa hidup lebih lama lagi, karena biarpun aku sendiri menginginkan untuk hidup terus, tetapi memang kenyataannya tidak bisa...... dan aku walaupun bagaimana aku akan mati juga.....!”

“Tidak! Kau tidak boleh mati!” kata si gadis itu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Memang aku tidak mau mati, namun pukulanmu tadi begitu hebat, dan telah menghancurkan seluruh isi dadaku..... dengan demikian mau atau tidak membuatku telah mengalami luka yang demikian berat. Dan aku harus dapat menerima kenyataan yang ada, bahwa aku ini akan hidup tidak akan lama lagi.....”

Setelah berkata begitu, Ko Tie sengaja memejamkan matanya, dia merintih terus.

Keadaan seperti ini membuat Giok Hoa menjadi tambah gugup, sambil menangis, dia telah berusaha untuk mengangkat tubuh Ko Tie.

“Walaupun bagaimana aku harus membawamu ke Suhuku..... agar Suhu mengobati lukamu itu, dan engkau dapat hidup lagi terhindar dari kematian.....!” begitu gugupnya si gadis.

Ko Tie merasakan tangan yang halus itu melingkari pinggang dan pundaknya, maka Ko Tie jadi berdebar dengan sendiri hatinya, tergoncang keras. Diapun berpikir: “Tidak! Aku tidak boleh mempermainkannya lebih jauh, karena walaupun bagaimana aku tidak boleh berlaku ceriwis, dengan menipunya seperti ini, berarti aku hanya seorang manusia rendah saja.....!”

Setelah berpikir begitu, Ko Tie membuka matanya lebar-lebar dan dia telah berkata dengan suara yang biasa dan wajar: “Nona aku masih bisa hidup, aku bisa sembuh, jika memang engkau berjanji tidak akan memukulku lagi, juga tidak sembarangan memukul kepada siapapun juga.....!”

Giok Hoa yang waktu itu tengah kebingungan, telah mengangguk, dia mengiyakan berulang kali.

“Ya, ya, aku berjanji, aku tidak akan sembarangan memukul orang lain..... tetapi engkau harus segera sembuh!” kata Giok Hoa dengan secercah sinar harapan terpancar dari wajahnya.

Ko Tie mengangguk, tahu-tahu dia telah bangun duduk, sambil katanya: “Lihatlah, aku telah sembuh kembali!”

Muka gadis itu berobah hebat, matanya terpentang lebar-lebar, sepasang mata yang digenangi oleh air mata.

“Kau.....?!” dia tergugup dan juga memandang curiga, sampai akhirnya meledak amarahnya. “Kalau begitu engkau menipu aku..... Oh..... pemuda ceriwis kurang ajar..... engkau hanya pura-pura saja terluka.....!” Dan Giok Hoa marah bercampur malu, karena tadi dia telah menangis kebingungan seperti itu di hadapan Ko Tie.

Ko Tie tersenyum.

“Bukankah sudah kukatakan, bahwa aku akan segera sembuh, jika memang nona mau berjanji tidak akan memukulku lagi!” kata Ko Tie.

“Justeru sekarang aku akan menghantam kau lagi!” kata Giok Hoa karena terlalu malu dan marah. Dan benar-benar dia menghantam dengan tangannya.

Namun belum lagi tangannya itu mengenai dada Ko Tie, justeru Ko Tie telah menjatuhkan dirinya rebah lagi ke belakang, kemudian merintih.

“Tidak! Kau tidak bisa menipuku lagi..... aku tetap akan menghantammu.”

Sambil berkata begitu benar-benar tangan kanan Giok Hoa telah memukul dada Ko Tie cukup keras, sehingga Ko Tie kali ini benar-benar kesakitan. Sedangkan Giok Hoa telah melompat berdiri dan berlari ke arah lain di puncak tertinggi gunung itu. Sampai akhirnya gadis itu lenyap di tikungan.

Ko Tie tertegun sejenak, namun cepat-cepat melompat berdiri, kemudian mengejarnya. Dia melihat si gadis masih tetap berlari-lari cepat sekali di puncak tertinggi itu.

“Nona..... tunggu..... maafkan..... aku, tunggu..... dengarkanlah keteranganku ini.....!” teriak Ko Tie sambil mengejarnya dengan mempergunakan gin-kangnya yang tertinggi.

Giok Hoa melihat Ko Tie mengejarnya tahu-tahu dia telah bersiul nyaring sekali. Dia bukan bersiul biasa saja. Dia telah bersiul dengan disertai tenaga lweekang yang sangat kuat sekali, sehingga suara siulan itu bergema di sekitar puncak gunung tersebut, terdengar sampai jauh sekali.

Tidak lama kemudian dari tengah udara tampak setitik bayangan yang semakin lama semakin membesar. Dan setelah datang dekat, Ko Tie yang kala itu tengah mengejar terus, telah melihatnya dengan jelas.

Itulah seekor burung rajawali putih yang memiliki ukuran tubuh yang sangat besar sekali, dengan sepasang sayapnya yang sangat lebar dan tampak kuat sekali.

Ko Tie heran, mengapa di tempat ini bisa terdapat seekor burung rajawali putih yang bentuk tubuhnya begitu luar biasa. Malah yang lebih mengherankannya, dia melihat gadis itu hanya dengan bersiul belaka, telah dapat memanggil burung rajawali putih tersebut, seakan juga burung rajawali putih itu memang merupakan burung rajawali peliharaan yang jinak dan penurut sekali.

Ko Tie telah mengempos semangatnya, dia berusaha mempercepat agar tiba di dekat Giok Hoa.

Waktu itu juga burung rajawali putih itu telah terbang hinggap di samping Giok Hoa. Dan gadis itu dengan lincah telah melompat ke atas punggung burung rajawali itu, dimana sejenak kemudian burung rajawali putih itu telah mengembangkan sepasang sayapnya, telah terbang meninggalkan tempat itu, mengangkasa tinggi..... semakin tinggi..... dan akhirnya lenyap dari pandangan mata Ko Tie.

Bukan main herannya Ko Tie. Burung rajawali putih itu benar-benar jinak sekali.

Juga tampaknya memang burung rajawali itu terlatih baik sekali. Menyesal Ko Tie mengapa tadi dia tidak bisa mengejar lebih cepat. Bukankah jika tadi dia telah berhasil mengejar si gadis, di waktu si gadis melompat ke punggung burung rajawali itu, diapun bisa ikut melompat ke punggung burung rajawali tersebut. Dengan demikian mereka berdua bisa di bawa terbang oleh burung rajawali putih tersebut?

Dan Ko Tie jadi berdiri tertegun di tempatnya mengawasi ke arah mana tadi burung rajawali putih itu terbang menghilang. Setelah berdiri lagi beberapa saat lamanya, akhirnya Ko Tie menghela napas dan dia telah melangkah menuruni puncak gunung itu, dia ingin kembali ke rumah wanita berbaju kuning itu.

“Mudah-mudahan Giok Hoa telah kembali!” begitulah yang selalu dipikirkan oleh Ko Tie. Karena jika ia bertemu dengan gadis itu, pertama-tama yang ingin diutarakannya adalah meminta maaf kepada gadis itu, bahwa tadi dia sama sekali tidak bermaksud ceriwis, hanya saja ingin menyadari gadis itu, agar gadis itu tidak terlalu sembarangan turun tangan.

Tetapi ketika Ko Tie tiba di rumah wanita berbaju kuning itu, dia tidak terlihat bayangan Giok Hoa. Juga dia tidak melihat burung rajawali putih itu.

Segera juga Ko Tie menyadari bahwa gadis itu tentunya belum pulang.

Ketika Ko Tie masuk ke dalam rumah, dilihatnya pintu kamar di mana wanita baju kuning bersemedhi tetap masih tertutup rapat.

Ko Tie kembali ke kamarnya, dia merebah dirinya di pembaringan, pikirannya jadi memikirkan kejadian tadi.

Sekarang dia telah melihat jelas tadi Giok Hoa berada dekat sekali di sampingnya waktu Ko Tie pura-pura kesakitan, dimana dia mem memperoleh kenyataan bahwa Giok Hoa benar-benar seorang gadis yang sangat cantik sekali, karena itu, dia semakin tidak tenang hatinya, berbagai macam perasaan telah merasuki jiwanya.

“Tidak!” tiba-tiba suatu ketika Ko Tie telah menggeleng-gelengkan kepalanya. “Mengapa aku harus memiliki pikiran yang bukan-bukan seperti itu? Bukankah dengan demikian berarti aku seorang manusia yang rendah dan tidak terpuji? Kami baru saja berkenalan, aku sudah memikirkan yang tidak-tidak!

“Memang aku menyukai gadis itu! Tetapi yang pasti Giok Hoa seperti tidak menyukai kehadiranku di tempat ini! Kukira, akupun tidak perlu terlalu lama mengganggu mereka, mengganggu ketenteraman mereka guru dan murid.

Biarlah besok pagi aku pamitan kepada mereka. Dan aku akan menyelidiki sendiri keadaan di Heng-san ini, untuk melihat-lihat apakah di tempat ini memang terdapat suatu tempat yang cocok buat dipergunakan oleh Insu......!”

Karena berpikir seperti itu, Ko Tie bisa menenteramkan sedikit hatinya. Dia memejamkan matanya. Namun bayang-bayang wajah Giok Hoa yang begitu cantik tetap saja bermain di pelupuk matanya, membuat benar-benar jadi tersiksa.

Dan malah, seakan juga dia jadi tidak sabar, ingin sekali rasanya cepat-cepat dapat bertemu dengan Giok Hoa. Dan dia pun mengharapkan Giok Hoa cepat pulang, untuk dapat diajak bicara, diajak bercerita, dan juga meminta maaf, meminta pengertian dari gadis itu bahwa Ko Tie memang sama sekali tidak memiliki maksud-maksud buruk padanya.....

Tetapi semuanya itu hanya merupakan perasaan yang mengganggu hatinya belaka. Ko Tie tidak berdaya buat melampiaskan segala perasaannya itu. Terlebih lagi dia memang teringat bahwa Giok Hoa seperti juga tidak menyukainya, di mana setiap kali mereka bertemu, Giok Hoa acap kali memperlihatkan sikap yang keras dan ingin menyerangnya.

Akhirnya Ko Tie tertidur juga.

Entah berapa lama dia tertidur, sampai akhirnya pintu kamarnya diketuk orang dari luar.

“Hiante, mari kits makan malam bersama-sama!” panggil seseorang, suara wanita berpakaian kuning itu, guru dari Giok Hoa.

Ko Tie terkejut, dia segera mengiyakan beberapa kali sambil mengucapkan terima kasih dan merapihkan pakaiannya. Kemudian dia ke luar dari kamarnya. Dia telah melihat wanita berbaju kuning itu tengah menantinya.

Dan di waktu itulah dia melihat Giok Hoa tidak berada di tempat tersebut. Sehingga dia ingin menduga, apakah memang Giok Hoa belum pulang?

“Peh-bo..... di manakah adik Giok Hoa?” tanya Ko Tie setelah duduk di kursi di depan meja makan yang sederhana itu, ketika dilihatnya Giok Hoa masih belum kelihatan batang hidungnya.

Wanita berpakaian kuning itu tersenyum, katanya: “Mari kita makan dulu..... Kesehatan Giok Hoa agak terganggu, mungkin masuk angin, karena dia terlalu letih berlatih..... nanti dia pun sembuh!”

Mendengar Giok Hoa sakit, hati Ko Tie jadi semakin tergoncang.

Segera juga Ko Tie merasakan, apakah dia yang bersalah dan menyebabkan Giok Hoa sakit, karena tadi dia telah membuat gadis itu marah dan jengkel serta akhirnya menangis berkepanjangan? Atau memang karena Giok Hoa naik di punggung rajawali putih itu, terbang di tengah udara, sehingga kesehatannya itu terganggu.

“Apakah tubuhnya panas, Peh-bo?” tanya Ko Tie setelah berdiam sejenak.

“Biasa saja..... itu tidak terlalu menguatirkan. Dia hanya merasakan kepalanya sedikit pusing.....!” menjelaskan guru Giok Hoa.

Begitulah, selama makan bersama dengan guru Giok Hoa, Ko Tie telah banyak berdiam diri, dia hanya menghabisi makanannya. Dan kemudian dia kembali ke kamarnya.

Tetapi perasaan Ko Tie tetap tidak tenang, dia masih memikirkan keadaan Giok Hoa. Dia mau menduga tentunya Giok Hoa merasa pusing-pusing disebabkan dia tadi telah dibawa berputar-putar di atas angkasa terbuka, di mana burung rajawali itu telah membawanya terbang tinggi sekali.

Di samping itu, karena memang Ko Tie memiliki perhatian yang istimewa pada Giok Hoa maka kini mendengar gadis itu menderita sakit, hatinya tambah tidak tenang, gelisah dan resah sekali. Sampai menjelang tengah malam dia masih tidak bisa tertidur.

Jika memang bisa tentu dia akan keluar dari kamarnya dan pergi ke kamar Giok Hoa buat menanyakan kesehatan gadis itu. Namun hal ini tentu saja merupakan perbuatan tidak terpuji dan tidak mungkin bisa dilakukannya.

Disebabkan itulah Ko Tie merasakan dirinya seperti tersiksa oleh perasaannya itu.

◄Y►

Kita tinggalkan dulu Ko Tie yang waktu itu tengah bergelisah dan resah. Kita menengok kepada Giok Hoa.

Waktu berada di puncak tertinggi gunung Heng-san dan telah meninggalkan Ko Tie, dengan menunggangi burung rajawali putihnya, Giok Hoa sesungguhnya merasa geli di dalam hatinya. Dia telah melihat mimik muka Ko Tie waktu menyaksikan dia dibawa terbang oleh burung rajawali putihnya itu. Sikap Ko Tie yang seperti terheran-heran dan juga memandang seperti juga adanya penyesalan di hati pemuda itu.

Dan Giok Hoa juga tidak bisa menahan perasaan geli karena lucunya itu di mana dia teringat dirinya telah dipermainkan oleh Ko Tie yang pura-pura semaput karena pukulannya itu, tetapi sesungguhnya pemuda itu sama sekali tidak terluka sedikitpun.

Malah Giok Hoa pun telah terlanjur memberikan janjinya bahwa selanjutnya dia takkan sembarangan menyerang dan memukul orang lain. Tetapi begitu Ko Tie bangun malah Giok Hoa telah memukulnya lagi! Dan teringat akan semua itu, Giok Hoa jadi tertawa geli sendirian, di waktu dia tengah dibawa terbang mengangkasa oleh burung rajawali putihnya itu.

Tetapi perasaan menyukai pemuda itu jadi semakin tebal. Giok Hoa telah melihat bahwa Ko Tie seorang pemuda yang jujur dan tidak ceriwis.

Dan dia mengetahui, apa yang dilakukan Ko Tie tadi dengan berpura-pura kesakitan, sesungguhnya masih terbatas oleh kesopanan. Jika memang Ko Tie ceriwis, bisa saja dia tetap berpura-pura tidak dapat bergerak, sehingga dirinya digendong oleh si gadis.

Wajah yang tampan, sikap yang menarik, benar-benar merupakan seorang pemuda yang menyenangkan hati. Tetapi teringat akan itu, Giok Hoa merasakan pipinya jadi panas memerah. dan dia malu sendirinya.

Malah dia sampai menoleh ke kiri kanan dan ke belakangnya, ke sekelilingnya. Sampai akhirnya ia tersadar, bahwa waktu itu dia sebenarnya tengah terbang di angkasa duduk di punggung rajawali putih tersebut.

Dengan demikian jelas tidak ada seorang manusia pun juga yang bisa melihat apa yang tengah dilakukannya. Terlebih lagi tidak mungkin ada orang yang bisa mengetahui perasaan dan isi hatinya.

Sedangkan burung rajawali putih itu telah membawa terbang majikannya semakin tinggi. Suara pekikannya terdengar sangat nyaring sekali.

Burung rajawali putih itu terbang berkeliling di dekat sekeliling puncak gunung Heng-san tersebut sampai akhirnya dia terbang ke arah utara, untuk menuju pulang. Namun Giok Hoa rupanya belum lagi mau pulang, karena dia telah menepuk-nepuk leher burung itu, sambil katanya: “Bawa aku berkeliling dulu......!”

Burung rajawali putih tersebut mengerti apa yang diinginkan oleh majikannya, dia putar haluannya, di mana kini ia terbang menuju ke arah barat.

Pemandangan gunung Heng-san dilihat dari atas udara memang sangat menarik dan indah sekali. Di mana Giok Hoa duduk di punggung rajawali putih tersebut sambil mengawasi keindahan gunung Heng-san. Dan juga, dia telah memikirkan sesuatu yang selalu menggoda hatinya, yaitu mengenai diri Ko Tie!

“Pemuda yang tampan dan gagah!” tiba-tiba dia menggumam. Tetapi setelah menggumam seperti itu, Giok Hoa kaget sendirinya, karena diapun merasa malu.

Namun segera dia teringat bahwa dia tengah berada di punggung burung rajawali putih itu, dibawa terbang di angkasa terbuka, sehingga di sekitarnya tidak terdapat manusia lainnya. Dan gadis itu menghela napas dalam-dalam.

Walaupun bagaimana Giok Hoa harus mengakuinya, bahwa ia memang dalam keadaan seperti ini telah terpancing oleh pemikiran-pemikiran mengenai Ko Tie. Juga ia sesungguhnya bermaksud hendak membuang jauh-jauh pemikiran mengenai diri Ko Tie, tokh tidak berhasil, karena bayang-bayang wajah Ko Tie tetap saja bermain di pelupuk matanya. Diapun jadi selalu gelisah dipengaruhi oleh pemikiran yang aneh sekali, pemikiran yang tidak dimengertinya, entah perasaan apakah itu?

Sedangkan burung rajawali itu telah terbang terus semakin lama jadi semakin tinggi, sekali-kali terdengar suara memekiknya.

Dan burung ini rupanya mengerti juga bahwa majikannya waktu itu tengah dirundung oleh pemikiran dan rasa rindu terhadap seseorang. Dan seekor burung rajawali yang memiliki daya tangkap dan perasaan yang peka sekali, maka telah membuat burung rajawali tersebut menyadari majikannya tengah memendam rindu terhadap seseorang.

Waktu itu hawa udara di puncak gunung Heng-san terasa mulai sangat dingin. Namun Giok Hoa masih juga belum mau pulang. Berulang kali dia membisiki burung rajawali putih itu bahwa ia hendak dibawa jalan-jalan dulu oleh burung rajawali tersebut, di mana Giok Hoa memang belum mau pulang.

Dirasakannya ia sangat malu sekali, jika dalam keadaan sekarang dia harus bertemu muka lagi dengan Ko Tie. Giok Hoa tidak mengetahui apa yang harus dikatakannya. Maka dia memutuskan lebih baik tidak pulang dulu karena itu dia meminta burung rajawali putihnya membawa dia berputar-putar di tengah udara bebas.

Setelah udara menjadi gelap, barulah dia pulang. Namun ketika melompat turun dari punggung burung rajawali itu, dirasakannya kepalanya pening, agak mabuk. Maka dia berusaha untuk mengerahkan lweekangnya, namun tidak berhasil, karena tetap saja dia merasakan betapa kepalanya itu masih pening.

Segera juga Giok Hoa masuk ke dalam kamarnya. Dan waktu itu gurunya telah mengajaknya buat makan bersama. Terpaksa Giok Hoa menjelaskan bahwa dia tengah sakit dan tidak bisa menemani guru dan tamu mereka buat makan bersama.

Ketika rebah di atas pembaringannya maka Giok Hoa masih juga dikejar-kejar oleh perasaan anehnya. Sebetulnya dia menginginkan sekali buat bertemu dengan Ko Tie, buat bercakap-cakap dengannya. Tetapi di bagian lain dari perasaannya justeru menghendaki lain.

Dia tidak mau bertemu dengan Ko Tie disebabkan perasaan malu yang menguasai dirinya. Disamping itu juga memang dia tidak mau kalau sampai nanti gurunya melihat sikap yang lain dari pada biasanya. Karena itu Giok Hoa rebah terus di pembaringannya memejamkan matanya.

Namun kejadian di mana Ko Tie pura-pura kesakitan rebah di tanah karena pukulannya, teringat olehnya, tanpa diinginkan segera juga Giok Hoa tersenyum lebar. Dia jadi menganggapnya lucu sekali. Menganggapnya sebagai suatu peristiwa yang sangat menarik sekali, membawa kesan yang mendalam dan sulit untuk dilupakan olehnya.

Giok Hoa menutupi mukanya dengan bantal, karena dia berusaha untuk tidur. Namun, ketika dia melihat ke arah jendela, di mana keadaan sangat gelap sekali, dia telah menghela napas.

“Pemuda itu sangat menarik sekali, seharusnya aku tidak perlu malu-malu lagi kepadanya. Bukankah Suhu sendiri perintahkan kepadaku agar aku menemani dia?” pikir Giok Hoa.

“Justeru sikapku yang tadi terlalu keras menghadapi pemuda itu. Dengan demikian telah membuat diapun terpaksa harus mengalah, namun aku tetap terlalu mendesaknya. Jika tadi aku bisa menahan diri dan tidak terlalu mendesaknya, niscaya, aku sudah dapat berkawan dengannya, sudah dapat bercakap-cakap dengan asyiknya......!”

Sambil berpikir seperti itu Giok Hoa telah bangun dari tidurnya, dia duduk di tepi pembaringan.

Di waktu itulah diamendengar suara langkah kaki yang perlahan sekali menghampiri pintu kamarnya. Cepat-cepat Giok Hoa merebahkan tubuhnya di pembaringan, karena dia menduga tentunya orang yang tengah menghampiri itu adalah Suhunya. Dia telah memejamkan matanya. Namun jantungnya berdegup sangat keras sekali.

Didengarnya suara pintu dibuka, dan Giok Hoa semakin memejamkan matanya, dia yakin yang masuk adalah gurunya. Tetapi waktu dia mendengar suara langkah kaki itu berhenti, si gadis membuka sedikit matanya, mengintai. Dia jadi terkejut, hampir saja dia mengeluarkan suara jeritan tertahan karena terkejut dan marah.

Yang berdiri di depan pintu kamarnya tidak lain dari seorang laki-laki yang tidak dikenalnya. Seorang yang memiliki potongan tubuh tinggi kurus, memiliki muka seperti juga tengkorak, dengan rambut yang tipis, yang waktu itu tengah menyeringai.

“Kan..... kau.....?” si gadis beseru tertahan sambil melompat turun dari pembaringannya dan bersiap sedia untuk menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan.

Tetapi orang itu, yang mukanya agak menyeramkan telah berkata perlahan: “Sudahlah jangan menimbulkan banyak keributan, karena jika engkau menimbulkan kegaduhan, maka engkau yang pertama-tama akan kubinasakan..... kau tidak perlu takut padaku!”

Mendengar perkataan orang itu, Giok Hoa membuka matanya lebar-lebar. Kemudian dia membentak marah: “Siapa kau yang demikian lancang berani memasuki kamarku?!”

Mendengar pertanyaan si gadis, orang bermuka menyeramkan itu tertawa mengejek, “Engkau tidak perlu mengetahui siapa adanya aku..... Tetapi ada sesuatu yang hendak kutanyakan kepadamu, dan engkau harus menjawabnya dengan sejujurnya.....!”

Sambil berkata begitu, segera juga terlihat orang bermuka menyeramkan itu telah melangkah dengan tindakan kaki lebar menghampiri Giok Hoa seperti juga si gadis sama sekali tidak dipandang sebelah mata.

Sedangkan Giok Hoa yang melihat sikap lelaki bermuka menyeramkan tersebut, dan juga lagaknya yang begitu kurang ajar, telah membuatnya jadi bertambah marah. Lelaki bermuka menyeramkan ini telah berlaku lancang berani memasuki kamarnya. Sekarang ini justeru diapun membawa sikap kurang ajar seperti itu, karenanya dia telah membuat Giok Hoa meluap kemarahannya.

Dengan segera tanpa menantikan lagi datangnya terlalu dekat orang bermuka menyeramkan itu, Giok Hoa telah menghantam dengan tangan kanannya. Pukulan kepalan tangan kanannya mengandung kekuatan tenaga dalam yang sangat dahsyat, karena Giok Hoa memukulnya dalam keadaan marah sekali.

Tetapi orang bermuka kurus menyeramkan itu tidak memperlihatkan perasaan terkejut. Dia berdiam terus di tempatnya, malah dia mengayunkan lagi kaki kirinya untuk menghampiri Giok Hoa lebih dekat sama sekali tidak berusaha mengelak.

“Bukkkk!” kepalan tangan Giok Hoa telah menghantam kuat sekali kepada dada lelaki bermuka menyeramkan itu.

Begitu kepalan tangannya hinggap di dada orang bermuka menyeramkan itu, seketika itu juga menimbulkan suara yang sangat keras dan nyaring. Namun terlihat bahwa orang itu tidak bergeming di tempatnya walaupun diterjang oleh hantaman yang begitu kuat, membuat Giok Hoa kaget sendiri.

Walaupun merasakan kepalan tangannya itu pedih dan sakit, Giok Hoa tidak memperdulikannya. Dia telah berseru nyaring, kemudian menghantam lagi dengan sekali gus mempergunakan kedua tangannya.

Giok Hoa memaklumi bahwa orang ini tentu seorang yang memiliki kepandaian yang tinggi, karena hantaman kepalan tangannya yang begitu kuat sama sekali tidak dielakannya. Malah dia telah menerima dengan dadanya, tanpa tubuhnya itu tergerak sedikitpun dari berdirinya. Dan juga kuda-kuda ke dua kakinya tidak tergeser walaupun satu dim.

Diwaktu menyerang kali ini Giok Hoa telah menghantam dengan mengerahkan tujuh bagian tenaga lweekangnya, sehingga telah menimbulkan angin yang berkesiuran sangat kuat sekali.

Orang bertubuh tinggi kurus itu kali ini tidak berani menerima pukulan Giok Hoa begitu saja, karena ia melihatnya sekali ini ke dua kepalan tangan Giok Hoa, yang tengah menyambar kepadanya memiliki kekuatan yang tidak bisa diremehkan. Maka dia telah cepat-cepat mengelak ke samping.

Untung saja Giok Hoa keburu menahan meluncur ke dua tangannya, kalau tidak dinding papan itu akan hancur terkena gempuran tangannya.

Namun, orang itu yang bertubuh tinggi kurus bukan hanya sekedar mengelak saja, karena dia telah menghantam dengan punggung tangannya yang dikibaskannya, yang membuat Giok Hoa jadi terdesak oleh pukulan tersebut. Karena ketika dia tengah menarik pulang tenaga serangannya, justeru lawannya itu membarengi mempergunakan kesempatan tersebut buat mendesak dirinya dan merubuhkannya.

Walaupun bagaimana dia murid tunggal dari wanita baju kuning she Yo. Di dalam keadaan terdesak seperti itu, cepat sekali dia telah menangkis dengan tangan kanannya, tangan kirinya telah dihantamkan ke dada orang itu. Juga tubuhnya dimiringkan ke kanan, dengan ke dua kakinya dikerahkan tenaga dalam, untuk memperkuat kuda-kuda ke dua kakinya itu.

Terdengar beberapa kali benturan yang nyaring sekali: “Bukkk..... bukkk..... dukkk!”

Giok Hoa merasakan pergelangan tangannya sakit bukan main, karena dia telah membenturkan lengannya itu berulang kali. Dengan demikian telah membuat tangannya itu saling bentur dengan tangan dari orang bertubuh tinggi kurus bermuka menyeramkan itu.

Sesungguhnya, jika hanya kekuatan tenaga dalam dari lawannya, tidak menjadi persoalan bagi Giok Hoa. Namun justeru begitu tangannya saling menangkis, terlihat Giok Hoa meringis, sebab dia telah merasakan bahwa tangannya seperti dialiri oleh api yang membakar panas sekali.

Giok Hoa cepat-cepat melompat mundur, untuk menjauhi diri.

Si wanita berbaju kuning she Yo, guru Giok Hoa, dan juga Ko Tie, telah mendengar suara ribut-ribut di kamar Giok Hoa, sehingga waktu itu juga, ke duanya melesat cepat sekali ke kamar Giok Hoa. Saat itu Giok Hoa tengah terancam bahaya yang tidak kecil, di mana dia telah diserang lagi beberapa kali oleh orang bermuka menyeramkan itu, di mana dia mengelakkannya dengan ke susu sekali.

Sedangkan Ko Tie dengan tidak membuang-buang waktu, melihat keadaan demikian, tubuhnya melesat ke dekat orang bermuka menyeramkan tersebut. Di kala itu tangan Ko Tie juga menyambar ke tengkuk orang tersebut.

Akan tetapi orang bertubuh kurus dengan muka yang menyeramkan itu benar-benar memiliki keberanian yang luar biasa. Biarpun dia mengetahui cengkeraman tangan Ko Tie tidak bisa diremehkan, namun dia tidak menghindar, malah tangan kanannya tahu-tahu meluncur menghantam dada Ko Tie, sehingga Ko Tie tidak keburu berkelit keseluruhannya.

Walaupun dia telah bergerak gesit sekali, tokh tidak urung dadanya kena diserempet oleh serangan tersebut. Dengan begitu telah membuat dadanya dirasakan bagaikan dibakar oleh panasnya api.

Tetapi tidak urung tangan kanan Ko Tie juga berhasil mencengkeram punggung orang itu. Cuma saja yang membuat Ko Tie jadi kaget, cengkeramannya itu tidak memberikan hasil. Dimana jari tangannya seperti juga mencengkeram batu yang keras sekali. Bahkan sangat licin bukan main, jari-jari tangannya telah melejit.

Dengan begitu, Ko Tie cepat-cepat melompat mundur, waktu ia ingin maju untuk mulai menyerang orang bermuka menyeramkan tersebut, si wanita berbaju kuning telah mengibaskan tangannya, katanya dengan suara tawar. “Hentikan..... siapa kau yang demikian lancang telah menyelusup ke dalam rumah kami?”

Orang bermuka menyeramkan itu tertawa dengan suara yang sangat tidak sedap didengar, dia telah berkata dengan suara yang mengejek: “Hemm..... lancang memasuki rumah kalian? Aku justeru hendak membinasakan kalian semua!”

“Siapa engkau? Dan siapa yang telah mengutus kau ke mari?! Dan juga engkau hendak melakukan pembunuhan kepada kami, dendam apa yang engkau miliki?” tanya guru Giok Hoa dengan suara yang tawar.

Sikapnya tenang, dia melihat bahwa orang bertubuh kurus itu dengan muka yang menyeramkan tersebut memiliki kepandaian yang agak aneh. Tadi saja waktu dia menyerang Ko Tie, guru Giok Hoa itu merasakan sambaran angin dari pukulan yang panas seperti mengandung api.

Orang bermuka kurus itu telah menyahuti dengan sikap yang angkuh sekali: “Engkau anak angkat si buntung Yo Ko, bukan?!”

Ditanya kasar seperti itu membuat muka guru Giok Hoa jadi berobah, lalu dengan wajah yang dingin, dia bertanya sambil menahan sabar: “Benar..... memang aku orangnya! Dan apa keperluan kau ke mari?!”

“Hemm, sudah kukatakan, aku hendak membunuh kalian! Walaupun sampai kapan, keluarga Yo merupakan musuh tunggal kami! Dengarlah baik-baik! Tentu kau pernah mendengar nama besar guruku, yaitu Nie Mo Cu! Kau pernah mendengarnya bukan?!” (Mengenai Nie Mo Cu dapat diikuti dalam Sin-tiauw-hiap-lu).

Muka guru Giok Hoa berobah, dia memandang teliti lagi kepada orang di hadapannya ini. Mukanya yang menyeramkan dan kepandaiannya yang tinggi dan juga sesat ilmunya itu, di mana dia cara menyerang memperlihatkan bahwa ilmunya itu mengandung semacam kesesatan yang mengerikan.

Memang guru Giok Hoa telah mendengar banyak perihal Nie Mo Cu dari ayah dan ibu angkatnya. Kepandaian Nie Mo Cu memang hebat sekali.

Tetapi menurut Yo Ko maupun Liong Lie, Nie Mo Cu diduga telah terbinasa dalam suatu pertempuran, di mana Nie Mo Cu telah mengalami kematian yang mengerikan. Diapun dalam keadaan terluka parah waktu melarikan diri, namun akhirnya setelah melarikan diri beberapa jauh, dia terputus napasnya juga.

Karena dari itu, sekarang mendengar bahwa orang yang bermuka bengis ini adalah murid Nie Mo Cu, guru Giok Hoa telah memandangnya dengan tajam, karena dilihatnya bahwa orang itu rupanya bicara tidak berdusta, sebab kepandaiannya yang memang tinggi.

Tetapi mengenai murid Nie Mo Cu ini, belum pernah didengar oleh guru Giok Hoa. Yo Ko ataupun Siauw Liong Lie belum pernah menyebutkan perihal murid Nie Mo Cu ini.

Maka guru Giok Hoa telah berkata dengan suara yang dingin: “Baiklah, jika memang engkau murid Nie Mo Cu, si sesat itu lalu apa yang kau inginkan?!”

“Membunuh kalian..... orang-orang yang memiliki hubungan dengan Yo Ko, si buntung keparat itu.....!” menyahuti orang bermuka bengis itu.

“Baik! Aku ingin melihat dengan cara apa kau hendak membunuh kami.....!” Sambil berkata begitu, guru Giok Hoa memperdengarkan suara tertawa dingin, dan dia menantikan serangan dari orang itu.

Sedangkan orang bermuka bengis itu memang sesungguhnya bicara dari hal yang sebenarnya. Dia memang murid dari Nie Mo Cu.

Waktu Nie Mo Cu malang melintang di daratan Tiong-goan, dia tengah berusaha menciptakan semacam ilmu yang sangat hebat sekali. Dan juga dia telah menerima beberapa orang murid. Tidak beruntung murid-muridnya itu, tidak memiliki kecerdasan yang dikehendakinya, agar dapat mewarisi seluruh kepandaiannya.

Hanya satu dari sekian muridnya itu, yaitu Beng Ko Kouw saja ternyata memenuhi syaratnya, di mana Beng Ko Kouw merupakan seorang yang sangat cerdas sekali dan memiliki bakat yang dikehendakinya. Dengan begitu telah membuat Nie Mo Cu menurunkan seluruh kepandaiannya itu dengan penuh perhatian. Dan Beng Ko Kouw memang telah berhasil untuk mewarisi seluruh kepandaian gurunya.

Namun waktu dia hendak mempelajari jurus-jurus simpanan dari gurunya tersebut, justeru diwaktu itulah nasib Nie Mo Cu telah tiba pada saat naasnya. Dia telah terbinasa. Sebetulnya Beng Ko Kouw bermaksud hendak menuntut balas diwaktu itu juga.

Namun sebagai seorang yang cerdas, segera juga dia menyadarinya, hal itu tidak mungkin untuk dilakukannya, karena jika saja dia keluar untuk menuntut balas. Malah kemungkinan besar dia sendiri yang akan terbunuh di tangan musuh-musuh gurunya.

Yang paling dibenci Beng Ko Kouw adalah Yo Ko, maka dia juga telah menindih perasaan dendam dan sakit hatinya. Karena kelak jika dia telah memiliki kekuatan, telah dapat melatih kepandaiannya mencapai puncak kesempurnaan, barulah dia akan muncul untuk menuntut balas.

Karena itu, dia telah berlatih diri terus, hidup bersembunyi di kaki gunung Ko-san, di sebuah lembah selama sepuluh tahun, di mana dia selalu berlatih tanpa mensia-siakan waktunya sedikit pun juga. Sehingga dia telah memperoleh kemajuan yang pesat sekali.

Setiap hari dia berlatih dengan tekun, jika bukan makan, istirahat dan tidur, maka dia selalu berlatih diri. Tidak ada suatu pekerjaan yang dilakukannya selain berlatih ilmu silatnya.

Dengan demikian telah membuat Beng Ko Kouw mendapat kemajuan yang sangat pesat sekali, ilmunya telah mencapai tingkat yang bisa diandalkannya. Malah Beng Ko Kouw pun yakin bahwa dia telah dapat menghadapi lawan-lawannya, karena dia yakin ilmunya sekarang telah terlatih dengan sebaik-baiknya.

Juga di samping itu Beng Ko Kouw telah mempelajari ilmu racun dan juga cara-cara mempergunakan racun yang sangat ampuh sekali. Dari gurunya dia telah diajarkan cara mempergunakan racun yang paling hebat.

Di samping itu juga Beng Ko Kouw telah dapat mengolahnya ilmu mempergunakan racun itu menjadi semacam ilmu yang luar biasa dahsyatnya. Sekali saja dia mempergunakannya, maka racun yang dipakainya merupakan racun yang paling ampuh.

Dalam keadaan demikianlah segera tampak Beng Ko Kouw telah mencapai tingkat yang paling bisa diandalkan. Karena memang dia merupakan orang yang sangal tekun dan cerdas sekali dalam mempergunakan kepandaiannya itu untuk mencapai kemajuan yang benar-benar diinginkannya. Selama puluhan tahun hidup mengasingkan diri, dan sekarang dia telah menjadi seorang yang tangguh.

Karena yakin bahwa dia telah memiliki kepandaian yang tinggi itulah, dia telah muncul menyelidiki jejak Yo Ko.

Akan tetapi dia tidak berhasil memperoleh keterangan di mana beradanya Yo Ko.

Dia hanya mendengar dari beberapa tokoh persilatan bahwa Yo Ko dan Siauw Liong Lie selain memiliki putera tunggal yang bernama Yo Him, juga mempunyai seorang anak angkat, yaitu si gadis yang selalu berpakaian kuning.

Secara kebetulan sekali, waktu lewat di gunung Heng-san, dia melihat nona Yo itu, yang berpakaian serba kuning, tengah membeli beberapa macam keperluan sayur dan juga beberapa barang lainnya di salah sebuah perkampungan di kaki gunung Heng-san tersebut. Karenanya segera dia mengikutinya. Dia melihat ketika mendaki gunung Heng-san, wanita itu memiliki gin-kang yang sangat tinggi sekali, tubuhnya dapat bergerak ringan sekali, sehingga dia yakin inilah anak angkat dari Yo Ko.

Setelah yakin orang yang dicarinya ini diketahui jejaknya dan menetap di puncak Heng-san, Beng Ko Kouw tidak segera bertindak. Dia ingin bertindak perlahan-lahan dan penuh perhitungan, untuk mencapai sukses yang diinginkannya, agar dapat membinasakan lawannya ini.

Walaupun Yo Ko dan Siauw Liong Lie tidak berhasil dicari jejaknya, namun dia menemuinya anak angkat Yo Ko dan Siauw Liong Lie ini, maka jelas inipun cukup memuaskan hatinya jika saja dia dapat membinasakannya. Dan karena dari itu, dia telah beberapa hari berusaha menyelidiki keadaan wanita she Yo tersebut.

Waktu itu juga dia telah melihat Ko Tie yang berkunjung ke rumah gadis yang selalu berpakaian kuning itu, guru Giok Hoa.

Beng Ko Kouw menduga tentunya Ko Tie salah seorang yang memiliki hubungan dengan Yo Ko dan Siauw Liong Lie juga. Karenanya Beng Ko Kouw jadi merencanakan lebih hati-hati lagi maksudnya untuk membunuh guru Giok Hoa, Giok Hoa dan Ko Tie.

Dia melihat, kepandaian Giok Hoa memang tinggi dan cukup terampil, tetapi dia tidak memandang sebelah mata, karena gadis itu masih kurang pengalaman. Tidak demikian dengan guru Giok Hoa, yang dari gerakan tubuhnya saja diketahui gin-kangnya sangat tinggi.

Begitu juga dengan Ko Tie. Dengan kedatangan pemuda ini, walaupun dia yakin kepandaian Ko Tie tidak lebih tinggi dari kepandaiannya, tokh ini mempersulit juga Beng Ko Kouw untuk mencapai maksudnya.

Akhirnya dia mengambil keputusan untuk membinasakan Giok Hoa lebih dulu. Itulah sebabnya dia masuk secara diam-diam. Dia bermaksud untuk membinasakan Giok Hoa, kemudian menghadapi guru Giok Hoa.

Namun siapa tahu, dia tidak berhasil dengan maksudnya itu, karena justeru Giok Hoa memberikan perlawanan dan telah menimbulkan keributan di kamarnya, membuat gurunya dan Ko Tie telah datang. Dengan demikian gagallah Beng Ko Kouw untuk membunuh Giok Hoa.

Dan sekarang, setelah wanita berpakaian kuning itu, guru Giok Hoa berdiri dengan sikap menantikan serangan darinya, Beng Ko Kouw tidak tinggal diam. Nie Mo Cu merupakan seorang yang memiliki kepandaian yang sangat beraneka ragam. Dia memiliki kepandaian yang dahsyat sekali, yang mengandung kesesatan.

Karena itu walaupun bagaimana hebatnya latihan yang dilakukan oleh Beng Ko Kouw untuk melatih lweekang dari aliran lurus, meluruskan juga lweekangnya, namun dia masih gagal. Semakin tinggi tingkat lweekang yang dicapainya, maka semakin tersesat juga lweekangnya itu.

Sekarang, dia telah berhasil mencapai tingkat lweekang yang bisa menghancurkan batu dengan hanya meremas perlahan saja. Juga tubuhnya telah kebal. Kulit tubuhnya dapat dibuat seperti juga sekeras baja atau bata, sehingga jika dia terserang maka kulit itu akan dapat bertahan dari serangan lawannya, malah tangan lawan sendiri yang akan melejit.

Maka sekarang melihat guru Giok Hoa telah bersiap-siap untuk menerima serangan darinya, sedangkan Ko Tie dan Giok Hoa telah berdiri berendeng satu dengan lain di pinggir ruangan. Beng Ko Kouw tertawa dingin, dia telah mengerahkan lweekangnya pada tingkat yang tinggi, di mana dia juga hendak mempercepat pertempuran yang akan terjadi ini, agar dia dapat cepat-cepat merubuhkan guru Giok Hoa.

Dengan langkah perlahan-lahan, mukanya yang berobah semakin hijau, tampak Beng Ko Kouw telah menghampiri guru Giok Hoa. Sikapnya mengancam sekali.

Guru Giok Hoa juga yakin bahwa lawannya ini bukanlah lawan yang mudah dihadapi karena dilihat sepintas lalu saja, juga dari sorot matanya yang kebiru-biruan mengandung kesesatan itu, menunjukkan orang ini memang memiliki kepandaian yang tidak bisa dipandang remeh.

Beng Ko Kouw merasakan bahwa waktunya telah tiba. Tahu-tahu tangan kanannya telah diangkatnya, dia telah memandang kepada guru Giok Hoa dengan sorot mata yang tajam sekali. Dia bermaksud untuk mencari-cari kelemahan yang ada pada guru Giok Hoa ini, agar sekali menyerang dia tidak akan menemui kegagalan.

Tetapi tengah dia mengawasi begitu, dengan tangan kanan bergerak terangkat perlahan-lahan, guru Giok Hoa justeru telah mengibas.

”Mulailah!” bentak guru Giok Hoa, dan suaranya itu tenang sekali, dimana dari kibasan tangannya itu telah meluncur kekuatan tenaga lweekang yang sangat dahsyat sekali, yang telah menyambar kepada lawannya.

Beng Ko Kouw merasakan betapa kuatnya tenaga kibasan tangan guru Giok Hoa, tetapi diapun tidak mau berayal. Tangan kanannya yang memang telah terangkat itu digerakkan, dia telah menghantam dengan kuat sekali. Dengan demikian membuat guru Giok Hoa merasakan dadanya itu seperti didesak oleh serangkum angin yang sangat panas sekali, yang membuat napasnya jadi menyesak.

Dalam keadaan seperti inilah segera juga guru Giok Hoa mengempos semangatnya. Dia telah mengerahkan tenaga dalamnya yang murni, dan juga telah merangkapkan ke dua tangannya. Tangan kanannya digerakkan dengan cara yang sangat cepat hendak menjambret tangan kiri dari lawannya, tangan kirinya sendiri mendorong dengan gcrakan yang perlahan.

Memang dorongan itu perlahan, namun tenaga yang meluncur keluar dari telapak tangannya sangat kuat sekali, menolak angin pukulan tangan kanan dari Beng Ko Kouw. Dengan begitu, tanpa berkelit, dan merobah kedudukan kuda-kuda ke dua kakinya, dia telah berhasil menolak tenaga serangan dari Beng Ko Kouw.

Dan juga akibat dorongan tangan dari guru Giok Hoa tersebut, Beng Ko Kouw merasakan menyambarnya gelombang tenaga yang membuat tubuhnya jadi tergetar.

Bukan main terkejutnya Beng Ko Kouw. Dia tidak menyangka bahwa anak angkat dari Yo Ko memiliki kepandaian yang demikian hebat. Semula dia hanya menduga, dalam beberapa jurus dia sudah dapat menyelesaikan pertempuran ini.

Namun siapa sangka, lweekang dari anak angkat Yo Ko rupanya tidak lemah dan tidak berada di sebelah bawah lweekangnya. Jika dilihat dari cara dia menolak tenaga serangan Beng Ko Kouw, maka hal ini memperlihatkan lweekang dari anak angkat Yo Ko merupakan lweekang yang bersih dan lurus, walaupun memang masih terdapat kekurangan sedikit dan berada di bawah tingkat Beng Ko Kouw tokh lweekang itu bersih, sehingga dapat dianggap seimbang.

Telah puluhan tahun Beng Ko Kouw melatih diri dengan giat dan mempergunakan seluruh waktunya untuk memiliki kepandaian yang paling tinggi. Tetapi siapa sangka, menghadapi anak angkat Yo Ko saja dia tidak berhasil mendesaknya, malah tenaga serangannya itu dapat dipunahkan begitu mudah oleh anak angkat Yo Ko.

Namun Beng Ko Kouw yang memang telah melatih diri dengan giat dan kini memiliki kepandaian tinggi, tidak mau menyerah begitu saja.

Waktu dia merasakan kuda-kuda ke dua kakinya hampir tergempur dan dia akan mundur terhuyung, cepat-cepat dia menancapkan ke dua kakinya kuat-kuat. Dia mengerahkan tenaga dalamnya pada ke dua kakinya, tahu-tahu tubuhnya menjengkang ke belakang, membarengi dengan itu, segera juga dia telah menjeblak bangun lagi, kemudian menghantam sekaligus dengan ke dua telapak tangannya.

Guru Giok Hoa sama sekali tidak menyangka akan terjadi hal seperti itu, karena apa yang dilakukan oleh Beng Ko Kouw merupakan kejadian yang terlalu berani, di mana Beng Ko Kouw seperti juga tidak memperdulikan keselamatan dirinya. Dia seakan juga hendak mempertaruhkan jiwanya, mengajak guru Giok Hoa mengadu jiwa.

Karena itu, dia cepat-cepat menarik pulang tangannya, untuk berputar di tempatnya, tubuhnya doyong ke kiri dan ke kanan, dia telah menyampok ke arah samping, berusaha memunahkan tenaga lawannya tersebut. Apa yang dilakukannya itu merupakan cara yang paling baik buat guru Giok Hoa, karena dengan cara berputar seperti itu, dia telah membuat desakan tenaga serangan dari Beng Ko Kouw jadi lenyap dan punah, karena tidak mengenai sasarannya.

Dan juga berbareng dengan itu dia menyerang dengan cara menyampok ke samping.

Itulah cara yang benar-benar cepat sekali, tepian telapak tangannya telah menyambar ke arah iga Beng Ko Kouw.

Hanya saja Beng Ko Kouw yang memang telah berlaku nekad, diwaktu mengetahui lawannya memiliki kepandaian yang tinggi. Dia bermaksud merubuhkannya dengan cepat, tidak memperdulikan hantaman tepian telapak tangan guru Giok Hoa, dia membiarkan hantaman itu mengenai iganya. Kemudian dia telah menghantam pundak guru Giok Hoa.

“Bukkkk!” kuat sekali pundak guru Giok Hoa terkena hantamannya.

Giok Hoa yang melihat gurunya terhajar seperti itu, jadi mengeluarkan seruan kuatir dan hendak melompat. Sedangkan Ko Tie yang berdiri di sampingnya juga telah ingin melompat untuk menolongi guru Giok Hoa. Namun dia tidak jadi melompat, karena melihat guru Giok Hoa hanya mundur satu langkah ke belakang, dengan muka yang agak pucat, tokh tidak sampai rubuh.

Sedangkan Beng Ko Kouw juga rupanya mengalami hal yang kurang menggembirakan!

Semula Beng Ko Kouw yakin, walaupun tepian telapak tangan guru Giok Hoa menghantam iganya, tokh pukulan itu tidak akan membuatnya terluka. Karena dia telah membuat kulit tubuhnya di bagian tersebut jadi kebal dan kuat sekali, buat menerima hantaman tersebut.

Namun, waktu tepian telapak tangan anak angkat Yo Ko ini mengenai sasarannya, dia merasakan tepian tangan itu seperti tajamnya mata pisau, membuat kekebalan tubuhnya seperti juga dipunahkan. Dan dia merasa kesakitan yang bukan main, sampai membuat kuda-kuda ke dua kakinya tergoncang, dan dia terhuyung mundur satu langkah.

Dilihatnya selintas lalu, lweekang dari Beng Ko Kouw dan anak angkat Yo Ko, memang setingkat. Yang satu melatih lweekang yang sesat, sedangkan yang satunya lagi lweekang bersih dan lurus.

Walaupun memang sesungguhnya Beng Ko Kouw memiliki lweekang yang mungkin menang seraut dari lweekangnya anak angkat Yo Ko, tokh lweekangnya merupakan lweekang yang sesat. Dengan demikian membuat lweekang guru Giok Hoa yang lurus dan bersih itu dapat juga menutupi kekurangannya. Itulah sebabnya mereka yang ke duanya telah masing-masing kena dihantam, jadi saling mundur terhuyung satu langkah.

Muka guru Giok Hoa waktu itu agak pucat. Dia mengetahui bahwa tenaga dalamnya tergempur oleh pukulan Beng Ko Kouw. Dia merasakan pundaknya sakit sekali, tetapi dia cepat-cepat mengerahkan tenaga dalamnya, guna mengurangi rasa sakit itu dan melancarkan kembali peredaran darah di bagian pundaknya.

Dalam keadaan seperti itu Beng Ko Kouw pun tidak tinggal diam. Setelah rasa sakit pada iganya berkurang, dengan mengeluarkan suara raungan, dia telah menerjang kepada guru Giok Hoa.

Anak angkat Yo Ko ini tidak berani berayal. Dia menyadari lawannya seorang yang memiliki kepandaian tinggi dan lweekang yang terlatih baik sekali, walaupun sesat. Karena itu guru Giok Hoa ini segera mengempos semangatnya. Dia berdiri tegak mengawasi datangnya terjangan dari lawannya.

Dilihatnya juga sepasang tangan dari Beng Ko Kouw telah berkesiuran menyambar kepadanya cepat sekali, mengeluarkan hawa yang sepanas api. Maka dia juga mengangkat ke dua tangannya, bersiap-siap hendak mendorong, untuk mengadu kekuatan tenaga dalamnya, menghadapi keras dilawan keras.

Namun waktu guru Giok Hoa mendorong tangannya, aneh sekali Beng Ko Kouw menarik pulang ke dua tangannya, tahu-tahu dia menekuk ke dua tangannya. Tubuhnya berjumpalitan di tengah udara, kemudian dia mengibaskan tangan kanannya.

“Wuttt..... wuttt..... serrr..... serrr.....”!” terdengar sambaran yang sangat kuat sekali ke arah guru Giok Hoa, disusul berkelebatnya beberapa titik sinar yang menyambar ke berbagai tubuh guru Giok Hoa.

Tetapi dasarnya memang anak angkat Yo Ko ini memiliki kepandaian yang sangat tinggi dan juga mata yang awas sekali, ketika melihat menyambarnya titik-titik sinar itu, segera juga dia mengibaskan lengan bajunya.

Dia telah berhasil menyampok beberapa batang jarum yang semula menyambarnya dengan kuat sekali. Dan jarum-jarum itu dua batang jatuh di lantai, sedangkan yang sebatang lagi menancap di dinding papan di sebelah kanannya.

Hanya yang luar biasa mengejutkan, begitu jarum tersebut nancap di dinding papan itu, papan di sekitarnya menjadi hitam hangus!

Menggidik guru Giok Hoa melihat itu, karena dia menyadari jarum itu ternyata sangat beracun sekali.

Sedangkan Ko Tie bukan main gusarnya, “Manusia rendah!” kutuknya.

“Ya..... dia mempergunakan senjata rahasia beracun!” menggumam Giok Hoa dengan suara yang berkuatir sekali.

Rupanya sekarang guru Giok Hoa juga sudah habis sabar. Dia menyadari murid Nie Mo Cu itu seorang yang berhati busuk dan rendah. Karena itu dia tidak akan sungkan-sungkan lagi menghadapinya.

Segera juga, dengan gerakan yang hampir sulit dilihat oleh mata, tangannya telah mencabut pedang dari balik kunnya. Dia bersiap-siap menghadapi lawannya dengan Giok-lie-kiam-hoat nya!

Beng Ko Kouw yang melihat guru Giok Hoa mencabut pedang, segera dia menyadari, akan lebih sulit merubuhkan lawannya ini. Karena dia tahu, anak angkat Yo Ko ini pasti akan mempergunakan ilmu pedang Giok-lie-kiam-hoat!

Karena, memang Beng Ko Kouw sering juga dengar bahwa Yo Ko dan Siauw Liong Lie memiliki ilmu pedang Giok-lie-kiam-hoat yang hebat, sampai pun jago-jago Mongolia yang pernah bertempur dengannya jadi mengakui tunduk terhadap hebatnya ilmu pedang itu.

Tetapi Beng Ko Kouw tidak jeri. Dia segera mencabut senjatanya juga.

Ternyata senjata Beng Ko Kouw sebuah senjata yang sangat aneh sekali. Seutas rantai besi, yang setiap sisi dari sambungan rantai itu memiliki beberapa mata besi yang tajam sekali dan berwarna kebiru-biruan, menunjukkan setiap mata besi itu mengandung racun.

Gandulan rantai besi itu juga aneh bentuknya, memiliki bentuk lima persegi, dengan setiap sudut seginya itu menonjol besi tajam, semacam gigi-gigi roda. Dengan demikian, setiap kali rantai tersebut digunakan, pasti akan membuat lawannya itu terdesak hebat oleh hawa racun yang terpancar dari rantai luar biasa tersebut.

Diwaktu itu, Beng Ko Kouw sudah tak mau membuang-buang waktu lagi, rantainya telah digerakkan menyambar ke sana ke mari kepada guru Giok Hoa, bagaikan seekor naga yang mengincar mangsanya.

Dengan mengandalkan gin-kangnya, guru Giok Hoa telah berkelit ke sana ke mari.

Entah berapa kali, gigi-gigi dari gandulan rantai tersebut telah menancap di dinding papan.

Dan Setiap kali menancap, maka dinding papan itu menjadi hangus dan retak.

Dengan demikian guru Giok Hoa menyadarinya bahwa rantai Beng Ko Kouw merupakan senjata yang tidak boleh dipandang ringan olehnya. Sambil bersiul nyaring tampak guru Giok Hoa telah menggerakkan pedangnya, dia memutarnya dengan cepat sekali, menyambar ke sana ke mari.

Dengan gerakannya yang lemah gemulai, jelas guru Giok Hoa telah mengeluarkan Giok-lie-kiam-hoat tingkat yang tertinggi, sehingga tubuhnya seperti juga tengah menari, di mana pedangnya berkelebat-kelebat dalam bentuk gulungan sinar yang telah mengancam bagian-bagian berbahaya di tubuh Beng Ko Kouw.

Cuma saja, memang waktu itu Beng Ko Kouw pun telah mengeluarkan kepandaiannya yang dapat diandalkan, dan juga rantainya yang luar biasa itu merupakan rantai yang tidak bisa diremehkan. Mereka bertempur seru sekali sampai puluhan jurus, tanpa terlihat tanda-tanda dari ke duanya sebagai pihak pemenang ataupun juga pihak pecundang.

Dalam keadaan seperti ini Beng Ko Kouw tampak mulai gugup. Dia jengkel dan murka di samping gelisah, karena sejauh itu dia belum bisa mendesak lawannya.

Apalagi memang pedang dari guru Giok Hoa menyambar-nyambar dengan kecepatan seperti juga sambaran kilat, membuat dia selalu harus mengelak ke sana ke mari dengan sibuk, dan jadi tidak bisa mencurahkan seluruh kepandaiannya untuk menggerakkan rantainya yang luar biasa.

Karena jengkel dan penasaran bercampur murka, maka akhirnya Beng Ko Kouw telah memutar rantainya tersebut dengan kuat, yang berpusing sangat cepat, sehingga tidak terlibat lagi lowongan yang ada pada penjagaannya itu.

Tentu saja pedang guru Giok Hoa sementara waktu tidak bisa menerobos memasuki lowongan di antara berputarnya rantai itu, di mana pedangnya itu seperti tidak berdaya untuk menerobos pertahanan Beng Ko Kouw.

Sedangkan Ko Tie yang menyaksikan jalan pertempuran tersebut, jadi mementang matanya lebar-lebar.

Dia melihat, walaupun kepandaian dan ilmu Beng Ko Kouw menjurus ke jalan yang sesat, tokh tetap saja ilmu silat dan lweekang dari Beng Ko Kouw tinggi sekali.

Malah jika memang Ko Tie harus menghadapinya, belum tentu dia bisa mengimbanginya.

Giok Hoa juga membuka matanya lebar-lebar. Jika sebelum-sebelumnya dia menduga sekarang dirinya telah memiliki kepandaian yang tinggi dan tidak perlu takut terhadap siapapun juga justeru sekarang hatinya jadi ciut sendirinya.

Semula dia telah ketemu batunya pada Ko Tie. Walaupun memang kepandaian mereka berdua setingkat, tokh tetap saja memang kepandaian Ko Tie memiliki latihan yang lebih kuat.

Lalu sekarang melihat kepandaian Beng Ko Kouw, maka dia jadi berpikir, bahwa di dalam rimba persilatan memang terdapat banyak sekali orang-orang gagah. Dengan begitu telah membuat dia jadi berpikir untuk berlatih diri lagi lebih giat di waktu-waktu mendatang.

Beng Ko Kouw sendiri, berulang kali telah berusaha mendesak guru Giok Hoa. Dia memutar terus rantainya dengan cepat, sehingga membuat guru Giok Hoa harus berusaha menjauhi diri dari sambaran rantai tersebut.

Walaupun bagaimana hebatnya ilmu pedang Giok-lie-kiam-hoat yang dimainkan guru Giok Hoa, tokh tetap saja ukuran pedang jauh lebih pendek dari rantai senjata lawannya itu.

Dengan demikian jelas, daya jangkaunya juga terbatas sekali, dan jika dia berlaku nekad juga hendak memaksakan diri menikam dalam keadaan rantai itu diputar berpusingan seperti itu oleh lawannya, niscaya hal ini bisa mengancam keselamatan dirinya.

Karena itu, belakangan guru Giok Hoa hanya mengandalkan gin-kangnya, ia lebih banyak berkelit ke sana ke mari dengan lincah. Setiap kali dia bisa berkelit, setiap kali pula dia mencari kesempatan buat membalas menyerang. Tetapi dengan cara bertempur seperti ini membuat guru Giok Hoa tampaknya agak terdesak.

Berulang kali guru Giok Hoa berusaha untuk balas mendesak kepada Beng Ko Kouw, tetapi selalu juga dia gagal, karena berulang kali pula rantai dari lawannya yang mengandung racun telah mendesak padanya.

Hanya disebabkan gin-kangnya yang telah tinggi pula, membuatnya dapat menghadapi desakan rantai berantai beracun itu, yang disertai setiap kali menyambar dengan lweekang yang sangat tinggi dan kuat.

Ko Tie melihat keadaan guru Giok Hoa seperti itu, tidak bisa tinggal diam.

Pemuda ini diam-diam berpikir di dalam hatinya: “Orang ini seorang yang rendah dan berhati busuk, juga menggunakan senjata beracun!”

Karena itu Ko Tie tidak sungkan-sungkan lagi, dia tiba-tiba mencelat menyerang kepada Beng Ko Kouw sambil berseru: “Yo Peh-bo..... maafkan aku ikut mencampurinya.”

Dan waktu berseru begitu, tangan kanannya telah menghantam dengan kuat ke punggung Beng Ko Kouw.

Sebetulnya Beng Ko Kouw meremehkan Ko Tie. Namun waktu itu dia merasakan tenaga serangan Ko Tie agak luar biasa. Kuat dan dingin sekali.

Tentu saja hal ini sangat mengejutkannya, dia tidak berani berayal. Jika semula dia bermaksud menahan pukulan itu dengan punggungnya yang dibuat kebal, maka sekarang dia berbalik berpikir, dia telah berkelit.

Hanya disebabkan dia berkelit maka gerakan rantainya jadi agak lambat. Dan guru Giok Hoa telah mempergunakan kesempatan tersebut, di mana dia telah menikam dengan pedangnya lurus ke arah lambung Beng Ko Kouw.

Memang benar Beng Ko Kouw bisa mengelak dari tenaga hantaman Ko Tie, tetapi sekarang dadanya terancam oleh pedang guru Giok Hoa. Cepat-cepat dia menjejakkan kakinya, tubuhnya menyingkir setengah tombak, dan rantainya cepat-cepat disilangkan.

Dia telah memegang ujung yang lainnya, diangkat buat menangkis pedang guru Giok Hoa. Pedang dan rantai saling bentur dengan keras, di waktu itu telah menimbulkan getaran yang sangat keras sekali. Dan Beng Ko Kouw telah berhasil menyelamatkan dirinya.

Hanya saja, hati Beng Ko Kouw jadi tercekat ketika melihat akibat pukulan yang dilakukan oleh Ko Tie, pada dinding papan itu, telah terbungkus oleh salju.

Tentu saja keadaan seperti ini membuat Beng Ko Kouw jadi berpikir di dalam hatinya entah siapa adanya pemuda ini, yang ilmu pukulannya demikian luar biasa.

Sedangkan guru Giok Hoa waktu itu tidak memberikan kesempatan berpikir padanya. Begitu tikamannya kena ditangkis oleh Beng Ko Kouw, segera dia membarengi dengan dua jurus serangan lagi.

Tikaman demi tikaman telah meluncur dengan cepat sekali seperti kilat saja, sinar pedang itu telah berkelebat menyambar dengan hebat.

Dalam keadaau seperti inilah, Beng Ko Kouw pun tidak berani membuang wktu lagi. Dia telah memutar rantainya lagi.

“Tranggg.... Tranggg,.....!” tangkisan rantai Beng Ko Kouw membuat pedang guru Giok Hoa tergetar.

Namun Beng Ko Kouw tidak bisa berbuat banyak, dia tidak bisa membalas menyerang kepada guru Giok Hoa, karena waktu itu terlihat Ko Tie telah menerjang lagi. Tangan kanannya telah menghantam pula dan Beng Ko Kouw merasakan lagi sambaran angin pukulan yang keras dan kuat mengandung hawa dingin yang luar biasa.

Sekali ini Beng Ko Kouw mengelakkan diri agak terlambat, membuat punggungnya kena diserempet oleh angin pukulan itu. Dalam kagetnya dia merasakan punggungnya dingin, bukan main, darah di bagian punggungnya seperti juga jadi membeku. Beng Ko Kouw telah memutar tubuhnya cepat-cepat, dia telah menghantam Ko Tie dengan rantainya.

Hantaman rantai itu memang cepat sekali, dan Ko Tie tidak menyangka bahwa Beng Ko Kouw bisa menyerampang seperti itu. Ko Tie melompat mengelakkan diri, terlebih lagi dia telah mengetahui bahwa rantai itu beracun.

Dan mempergunakan kesempatan itu, diwaktu Ko Tie mengelak menjauhi diri dan guru Giok Hoa juga belum menyerangnya, baru menggerakkan tangannya akan menikam lagi, Beng Ko Kouw telah bergulingan, sampai ke dekat pintu ruang tengah.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar