Pendekar Pedang Matahari Jilid 1-17 (Tamat)

Chimilly, Baca Cersil Indonesia Online: Pendekar Pedang Matahari Jilid 1-17 (Tamat) AGI yang cerah begitu terasa indah ketika panorama alam terbentang luas di depan mata, setidaknya hal itulah yang kini tengah di rasakan oleh pasangan muda mudi yang sedang berjalan jalan di sebuah bukit hijau yang sangat indah.

Chimilly
-------------------------------
----------------------------
PAGI yang cerah begitu terasa indah ketika panorama alam terbentang luas di depan mata, setidaknya hal itulah yang kini tengah di rasakan oleh pasangan muda mudi yang sedang berjalan jalan di sebuah bukit hijau yang sangat indah. Mereka bercanda tawa begitu riangnya sambil menikmati keindahan alam ciptaan sang hyang widi jagad raya ini.

"Adik, betapa cantiknya alam di tempat kita ini. Tenang dan sangat menyejukkan hati." Ucap pemuda yang cukup tampan berkulit sawo matang dengan kumis tipis di wajahnya. Perawakan pemuda ini sangat kekar dan menarik hati para wanita.

"Hmmm.." gumam si gadis menanggapi ucapan sang pemuda acuh tak acuh.

"Alam ini seperti dirimu adik, cantik dan sangat menawan hatiku." Ucap pemuda itu merayu.

Si gadis hanya tersenyum lembut mendengar rayuan dari pemuda itu. Hatinya berbunga-bunga mendengar rayuan tersebut namun tidak ia tunjukkan dalam raut wajahnya yang ayu mempesona.

"Bagaimana menurutmu tempat ini adik Purbasari?" Tanya pemuda tersebut kalem.

Gadis yang di panggil Purbasari itu hanya angkat bahu saja tidak mau membuka suara.

"Kelak jika kita menikah aku ingin membangun rumah di tempat yang indah ini." Ucap pemuda itu sambil menatap alam di depannya itu.

"APA?! Menikah?!" Seru Purbasari kaget.

"Iya, menikah."

"Maksud kakang?" Tanya Purbasari tidak mengerti.

"Jika kita menikah aku ingin membangun rumah bagi kita berdua di tempat ini. Pasti kita sangat bahagia." Ucap pemuda itu sambil tersenyum lembut.

"APA...?! Kita...? Maksud kakang aku menikah dengan kakang?" Ucap Purbasari masih bingung. Pemuda itu tersenyum lalu mengangguk pelan.

"Heeh. Kakang bermimpi apa. Siapa yang mau menikah denganmu. Huh...!" Seru Purbasari sengit.

"Kenapa? Apa kamu tidak mau kita menikah?" Ucap pemuda itu sedikit terkejut namun masih bersikap sabar.

"Maaf kakang, bukannya aku mengecewakanmu tapi aku tidak mencintai kakang. Sebaiknya kakang cari saja calon istri yang bisa menerima kakang dan mencintai kakang." Ucap Purbasari pelan.

"Tapi... aku mencintaimu adik. Aku ingin menikahimu. Aku ingin kamu yang jadi istriku." Ucap pemuda itu berapi-api.

"Maaf kakang aku tidak bisa." Purbasari menyahuti dengan lembut.

"Tapi... " pemuda itu jadi bingung sendiri. Mereka akhirnya sama-sama terdiam larut dalam pikiran masing-masing.

"Permisi kisanak nisanak. Maaf mengganggu waktu kalian. Boleh saya numpang bertanya?" Ucap seseorang tiba-tiba tanpa mereka sadari kehadirannya.

Purbasari dan pemuda di sampingnya saling pandang heran karna kemunculan seseorang di depan mereka tidak mereka ketahui sebelumnya. mereka sama-sama berpikir pastilah orang yang hadir di depan mereka adalah orang yang memiliki ilmu yang cukup tinggi, terbukti kehadirannya sama sekali tidak mereka rasa kan sebelumnya.

"maaf kalau saya mengejutkan kalian." ucap orang yang datang tadi. orang ini adalah pemuda gagah dan tampan sekali, berpakaian putih agak ketat menampilkan bentuk tubuhnya yang berotot, tampak gagang pedang berhulu matahari terliat dari balik punggungnya.

"ekh, tidak. tidak apa-apa kisanak. kami tidak terganggu, silakan kisanak mau bertanya apa?" sahut Purbasari cepat sambil tersenyum lembut.

"oh terima kasih. saya hendak ke Padepokan Toya Emas, dimana tempatnya ea kalau saya boleh tau?" ucap pemuda tampan itu kalem. pemuda ini tak lain dan tak bukan adalah Antoch atau yang lebih di kenal Pendekar Pedang Matahari dalam rimba persilatan.

Purbasari dan pemuda di sampingnya kembali saling pandang, mereka menatap pemuda asing di depan mereka dari atas sampai bawah seolah sedang menyelidik.

"mau apa kisanak ke Padepokan Toya Emas?" tanya pemuda teman Purbasari sedikit penuh curiga.

Antoch tersenyum kecil. "saya ingin menghadiri pertemuan yang di adakan oleh guru besar Padepokan Toya Emas." ucapnya memberitahu tujuannya.

"oh begitu. kebetulan kami juga mau kesana bagaimana kalau kita bersama-sama menuju kesana." ucap Purbasari kalem sambil tersenyum lembut.

"adik !" seru pemuda di samping Purbasari kaget. dia tidak suka dengan sikap Purbasari yang mengajak pemuda asing yang belum mereka kenal jalan bersama.

"mari kisanak." ucap Purbasari lembut.

"oh terima kasih. mari !" ucap Antoch kalem.

mereka lalu berjalan bersama menuju Padepokan Toya Emas.

"Oh ya siapa nama kisanak dan apa tujuan kisanak ke perguruan kami?" tanya Barda membuka obrolan. "eh ya maaf. kenalkan saya Barda dan ini adik seperguruan saya Purbasari. kami murid perguruan tongkat perak." lanjut Barda mengenalkan diri dengan maksud agar pemuda asing di sampingnya tau dan menghormatinya. bagaimanapun juga perguruan tongkat perak cukup di segani di wilayah gunung bromo. jelas itu adalah sikap jumawa yang tidak sepatutnya di tunjuk para murid perguruan tongkat perak yang terkenal santun.

pemuda itu jelas sekali menangkap sikap yang agaknya kurang bersahabat dari Barda tapi pemuda itu tersenyum kalem menanggapinya. yang jelas dia tidak mau cari permusuhan sesama orang dari satu golongan. "kebetulan sekali saya bisa bertemu dengan kalian. namaku Antoch, tujuanku ke perguruan kalian sekedar silaturahmi dan datang dalam pertemuan yang diadakan perguruan kalian." ucap Antoch dengan lembut dan penuh persahabatan.

"benarkah apa hanya itu kisanak?" tanya Barda cepat. jelas sekali Barda seperti mendakwa Antoch.

"maksud kisanak apa?" sahut Antoch heran tapi masih dengan sikap sopan.

"bisa saja kisanak punya tujuan lain. seperti yang sudah2."

Antoch mengerutkan keningnya tidak mengerti.

"banyak yang datang ke perguruan kami dengan niat baik awalnya tapi setelah tujuan dan maksud mereka tidak tercapai langsung berbalik memusuhui kami." ucap Barda tak terkontrol.

"maaf kisanak. saya benar2 tidak mengerti maksud kisanak apa." ucap Antoch kalem seolah ingin minta penjelasan.

"kakang." seru Purbasari cepat. "tidak sepantasnya kakang bicara begitu. yang berhak memutuskan segala sesuatu mengenai perguruan adalah ayah bukan kakang." kata Purbasari tidak suka dengan sikap Barda yang di nilainya sudah tidak sopan terhadap tamu yang hendak berkunjung ke perguruan tongkat emas.

"adik. kita wajib tau siapa dan apa tujuan orang yang datang ke perguruan. apa kamu tidak belajar dari pengalaman yang sudah2." sahut Barda cepat.

"aku tau. tapi tidak sepantasnya kakang bersikap tidak sopan seperti itu." seru Purbasari tegas. "huh. aku duluan. hupp." Purbasari melesat cepat meninggalkan Barda dan Antoch. Purbasari merasa kecewa dengan sikap Barda yang keterlaluan terhadapa orang yang hendak datang ke perguruan.

"adik.!!" teriak Barda cepat tapi Purbasari sudah jauh dan hilang di tikungan jalan. Barda menghela nafas cepat lalu menoleh ke arah Antoch. "kisanak. aku peringatkan kau, jika tujuanmu ingin mendapatkan adik Purbasari, jangan harap kau bisa."

Antoch terkejut mendengar omongan Barda yang buatnya bingung dan tidak mengerti. apa maksud Barda sebenarnya, kenapa bisa sampai Barda berkata seperti itu, murid2 perguruan tongkat perak yang di kenal ramah dan sopan santun kenapa berbeda dengan apa yang di bicarakan orang. sungguh sesuatu yang aneh. itulah berbagai macam pikiran dalam kepala Antoch yang merasa heran dengan sikap Barda salah satu murid perguruan tongkat perak.

"tunggu dulu kisanak. apa maksud kisanak sebenarnya? di antara kita belum pernah saling ketemu dan tidak ada silang sengketa. kenapa kisanak seperti mencurigai saya." tanya Antoch tenang tapi dengan suara sopan. mungkin ini hanya salah paham saja, pikir Antoch dalam hati.

Barda menatap tajam pemuda di sampingnya. tanpa bicara lagi Barda melesat pergi meninggalkan Antoch yang masih heran dan bingung dengan dua orang yang baru saja ia temui. Antoch geleng2 kepala saja sambil terseyum tipis. "dasar orang2 aneh. gak ada angin gak ada hujan tiba-tiba maen tuduh saja. hahahaha." Antoch tertawa pelan menertawai kejadian yang baru saja di alaminya.

mentari semakin beranjak tinggi, embun embun yang menempel di dedaunan sudah mengering. tetapi kicauan burung masih mewarnai pagi yang mulai berganti siang.

BANGUNAN megah berdiri gagah di atas tanah lapang yang di kelilingi pagar setinggi dua tombak, tampak di sekitar bangunan rumah besar berbentuk aula besar itu juga berdiri rumah panjang yang berukuran lebih kecil di banding bangunan berbentuk aula itu. bangunan2 itu tertata sangat rapi dan cukup terawat. di bagian gerbang pagar terdapat simbol tongkat perak yang menyilang. itulah simbol dari perguruan tongkat perak yang namanya cukup terkenal di kawasan gunung bromo. di tiap tiap dinding pagar juga terdapat umbul umbul berjarak dua tombak dengan posisi berjajar rapi. di liat dari umbul umbul yang ada terliat kalau perguruan tongkat perak tengah mengerjakan suatu hajat yang besar,karna tepat di hari ini perguruan tongkat perak meresmikan hari berdirinya perguruan yang sudah menginjak lima belas tahun. selama itu pula perguruan tongkat menelorkan pendekar2 berbakat yang mengharumkan nama perguruan tongkat perak.

di gerbang masuk tampak beberapa murid perguruan tengah berjaga sambil menyalami para tamu yang datang karna ingin menghadiri peringatan berdirinya perguruan tongkat perak. di antara tamu yang datang juga terliat Antoch yang dengan tenang berjalan sendirian masuk ke dalam perguruan. dia di sambut dengan hangat dan ramah oleh para murid perguruan. karna belum ada yang mengenal Antoch maka Antoch hanya di layani oleh murid-murid perguruan yang bertugas saja. sedang para sahabat dan pendekar yang di kenal langsung di sambut oleh guru besar perguruan tongkat perak. Ki Wonoyososo adalah pendiri sekaligus guru besar perguruan tongkat emas. di kalangan persilatan beliau bergelar malaikat tongkat perak dan gelar itu cukup di segani di daerah timur bahkan di wilayah utara dan selatanpun namanya cukup di kenal.

Antoch duduk dengan tenang di tempat yang telah di sediakan bagi para tamu. Antoch menyadari sedari tadi dia di perhatikan terus oleh seorang gadis jelita yang duduk di tempat terhormat tak jauh dari Ki Wonoyoso berada. selain gadis jelita itu yang ternyata adalah Purbasari, ada juga memperhatikan Antoch dengan pandangan tidak senang. sesekali orang itu melirik Purbasari lalu beralih meliat Antoch, orang yang meliat dengan pandangan tidak senang adalah Barda murid yang cukup berbakat perguruan tongkat perak. jelas Barda sangat cemburu pada Antoch karna berkali Barda meliat Purbasari selalu memandangi Antoch meskipun Antoch diam dengan tenang meliat ke arah panggung kehormatan tapi ini tetap membuat Barda terbakar hatinya.

selain Barda ternyata ada beberapa orang yang menatap Antoch karna mereka yang kagum akan kecantikan paras Purbasari jadi heran karna gadis yang mereka gilai sedang memperhatikan seorang pemuda tampan tnpa berpaling sedikitpun. mereka adalah orang2 yang gagal mendapatkan cinta sang gadis jelita Purbasari.

di tempat duduk terhormat seorang pria berumur juga memperhatikan kehadiran si pemuda tampan yang telah membuat Purbasari tidak melepaskan pandangannya dari pemuda yang duduk di tempat duduk umum. pria berumur itu berbisik pada lelaki di sebelahnya yaitu Ki Wonoyososo guru besar perguruan tongkat emas. "kakang. perhatikan pemuda yang duduk di tempat duduk umum barisan ke lima nomer tujuh." ucap pria berumur itu yang bernama Ki Badrun, dia adalah adik seperguruan Ki Wonoyososo yang bergelar si golok terbang yang juga cukup di segani lawan maupun kawan.

pria berumur 46 tahunan itu menoleh sejenak ke Ki Badrun lalu meliat ke arah yang di sebutkan Ki Badrun tadi. "ada apa dengan pemuda itu adi?" tanyanya tidak mengerti.

"liat Purbasari dari tadi terus memperhatikan pemuda itu." ucap Ki Badrun yang kali menunjuk ke arah Purbasari yang masih menatap Antoch.

Ki Wonoyoso mengikuti arah yang di tunjuk Ki Badrun. setelah memperhatikan Purbasari yang tidak menoleh sedikitpun pandangannya terus meliat pemuda yang duduk di tempat duduk umum dengan tenang sekali. "sepertinya ada yang aneh dengan Purbasari. siapa pemuda itu adi Badrun? apa kau mengenalnya?"

"tidak kakang. sepertinya aku belum pernah bertemu dengan pemuda itu. mungkin pemuda itu baru turun gunung." kata Ki Badrun menggeleng pelan.

"mungkin kau benar,adi. pemuda itu mungkin saja baru turun gunung."

"pemuda itu sangat tampan, mungkin Purbasari tertarik dengan pemuda itu kakang."

Ki Wonoyososo menatap Ki Badrun mengerutkan keningnya. kemudian Ki Wonoyososo manggut2 sambil mengelus jenggotnya. "tolong kamu cari tau siapa pemuda itu,adi."

"baik,kakang." seru Ki Badrun cepat.

tak berapa lama ada salah seorang naik ke atas mimbar panggung. "saudara saudara yang hadir di sìni kami ucapkan selamat datang di hari jadi perguruan tongkat perak yang ke 15 tahun. kami juga mengucapkan banyak terima kasih atas kesedian para saudara2 yang sudi hadir di tempat kami. salam sejahtera untuk kita semua. silakan menikmati sajian sajian yang kami hadirkan untuk sarudara semua. selamat menikmati." kata orang di atas panggung yang ternyata selaku pembawa acara hajatan ke 15 tahun berdirinya perguruan tongkat perak.

hari jadi ke 15 tahun perguruan tongkat perak di meriahkan oleh beberapa tarian dan musik yang membuat semakin meriahnya acara tersebut. ada juga pertunjukan kepandaian dari beberapa murid pilihan. menjelang sore hari acara itupun selese, para tamu undangan umumnya telah di sediakan tempat untuk menginap sedang tamu umum di beri kebebasan untuk menginap ataupun tidak karna mereka bukan tamu undangan. rata2 tamu umum adalah para penduduk sekitar perguruan dan ada juga sedikit orang2 persilatan yang sengaja hadir untuk mengucapkan ucapan selamat kepada perguruan tongkat perak.

sementara itu Antoch yang sudah beranjak dari tempat duduknya segera berjalan keluar dari aula besar perguruan. dengan tenang Antoch berjalan menuju gerbang keluar pintu perguruan.

"Antoch !!" seru suara memanggil Antoch.

Antoch menoleh ke asal suara. Antoch meliat seorang gadis jelita tersenyum padanya. Antoch membalas tersenyum lembut dan mengangguk sopan. ternyata gadis itu adalah Purbasari putri dari Ki Wonoyososo. "nisanak memanggil saya?" tanya Antoch kalem.

Purbasari mengangguk pelan. "kamu mau kemana?"

"saya hendak ke kembali ke desa tempat saya menginap. nisanak ada perlu dengan saya?"

"panggil saja Purbasari. itu namaku." Antoch mengangguk dan tersenyum lembut. "desa mana kamu menginap?" tanya Purbasari.

"di desa watu ireng."

"oh cukup lumayan jauh dari sini. sebaiknya menginap saja di sini, hari sudah sore banget. malam baru tiba di desa watu ireng kalau kamu kembali sekarang." Purbasari menawarkan pada Antoch.

"yang boleh menginap di sini hanyalah para tamu undangan. yang tidak di undang harusnya sadar diri." tiba-tiba datang Barda dan beberapa murid perguruan. ucapan Barda barusan tidak enak di dengar yang bernada mengusir secara halus. "apa kau tamu di undang kisanak?" seru Barda dengan nada suara merendahkan.

"kakang Barda. apa-apaan kamu ini." seru Purbasari tegas tidak senang dengan ucapan Barda yang sungguh merendahkan orang lain.

Antoch tersenyum tipis saja mendengar ucapan Barda yang merendahkan nya itu.

"kamu benar Barda. tamu yang tidak di undang harus sadar diri. heh." seru seorang pemuda gagah dengan berpakaian serba coklat. pemuda ini bernama bagus kalianjar, dia salah satu orang yang tergila gila dengan Purbasari. bagus kalianjar menepuk bahu Barda pelan.

"bagus kalianjar." seru Purbasari keras.

Antoch meliat pemuda bernama bagus kalianjar dengan heran karna pemuda itu juga keliatannya tidak menyukai kehadiran dirinya.

"Hahahaha. tentu saja bagus kalianjar. kecuali tamu tanpa undangan ini tidak punya malu. hahahaha" ledek Barda tertawa.

"hahahaha." tawa semua yang ada di depan Antoch. tapi Antoch tetap tenang dan tersenyum tipis.

"adi bagus kalianjar. biar aku beri pelajaran pada tamu tak punya malu ini." ucap orang yang bersama Barda, bernama Sujiman. tanpa menunggu persetujuan Barda dan bagus kalianjar orang yang bernama Sujiman dengan gerakan cepat menyerang Antoch tiba-tiba.

* ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ *

SERANGAN mendadak yang di lontarkan Sujiman membuat Antoch cukup terkejut namun pukulan yang mengarah wajahnya itu dengan cepat dia elakan dengan menarik kepalanya kesamping. begitu pukulan Sujiman lewat dengan cepat Antoch berputar menjauhi Sujiman.

namun Sujiman dengan cepat berputar juga dengan kaki kanan bergerak ke arah kepala Antoch. meliat serangan susulan itu Antoch segera menarik badannya ke belakang sehingga tumit kaki lawan lewat di depan kepala Antoch.

Sujiman terus menyerang Antoch dengan jurus jurus yang di pelajarinya di perguruan tongkat perak. namun Sujiman tidak tahu siapa yang tengan dia serang, padahal jika Sujiman tahu yang di serangnya adalah pendekar yang sudah membuat geger dunia persilatan dengan kemunculan mampu membunuh tokoh sesat golongan hitam yang menjadi momok nomor satu selam puluhan tahun.

"tunggu kisanak. kenapa kau menyerangku?" seru Antoch sambil menghindari serangan Sujiman dengan jurus sembilan langkah ajaib.

seruan Antoch tidak di hiraukan oleh Sujiman, dia terus menyerang Antoch dengan jurus2 berbahaya dari rangkaian jurus perguruan tongkat perak.

pertarungan itu kontan membuat semua orang yang ada di tempat itu jadi kaget, semua orang langsung meliat apa yang terjadi. tak terkecuali Ki Wonoyososo dan Ki Badrun serta para pendekar undangan segera menghampiri tempat terjadinya pertarungan tersebut. begitu meliat siapa yang bertarung membuat Ki Wonoyoso kaget.

"Hentikan." bentak Ki Wonoyososo keras membuat dua orang yang bertarung menghentikan pertarungan. Ki Wonoyososo melangkah di antara dua orang yang bertarung. "kenapa kalian bertarung?!" seru Ki Wonoyososo tandas menatap tajam Sujiman dan Antoch.

Sujiman menunduk takut tidak berani memandang gurunya.

"guru. orang itu telah mengganggu adik Purbasari." seru Barda mengadu.

Ki Wonoyososo menoleh ke arah Barda.

"benar,paman. pemuda itu tadiku lihat hendak mencelakai Purbasari." seru bagus kalianjar menambahi.

Ki Wonoyososo menoleh ke arah bagus kalianjar sejenak lalu menatap Antoch tajam. Ki Wonoyososo menghampiri Antoch. "anak muda, benar apa yang di katakan oleh mereka?" tanya Ki Wonoyososo kalem mencoba mencari tahu kenapa sampai ada pertarungan.

Antoch membungkuk hormat. "maafkan saya paman yang telah membuat kekacauan ini. saya tidak punya maksud mengganggu ketenangan hajat paman. sekali lagi saya mohon maaf." ucap Antoch sopan sambil kembali sedikit membungkuk.

Ki Wonoyososo sedikit tersentak melihat sikap pemuda di depannya yang sangat sopan. apa benar yang dua orang tadi katakan? melihat sikapnya yang sopan dan tulus rasanya itu sangat tidak mungkin kalau pemuda ini hendak mencelakai Purbasari, pikir Ki Wonoyososo dalam hati.

"ayah. mereka bohong. Antoch tidak mengganggu aku bahkan hendak mencelakaiku." seru Purbasari cepat menghampiri Antoch. "kamu tidak apa2 ?" tanya Purbasari kuatir dengan keadaan Antoch.

"tidak. aku baik2 saja nisanak." ucap Antoch menggeleng pelan.

"sukurlah." ucap Purbasari lega. Purbasari menghadap ayahnya. " ayah pemuda ini tidak mencelakaiku. mereka yang mulai duluan mengganggu Antoch."

"adik. apa yang kamu katakan." seru Barda cepat.

"maaf, saya tidak ingin membuat kesalah pahami ini berlarut larut. saya mohon diri dulu. sekali maafkan saya." ucap Antoch cepat lalu beranjak hendak berlalu dari tempak itu.

"Nak mas Antoch." tiba-tiba ada orang memanggil Antoch. Antoch menoleh ke arah suara yang memanggilnya, setelah melihat siapa yang memanggilnya Antoch langsung tersenyum senang. "nak mas kita ketemu lagi. mana nini Pandan Wangi? tidak ikut?" tanya orang berumur 30 tahunan.

"ki Jarot. pandan di penginapan desa watu ireng. maaf ki saya harus segera pergi takut pandan kelamaan menungguku."

ki Jarot mengangguk cepat. "titip salam sama nimas Pandan Wangi."

"baik,paman. saya pergi." Antoch langsung melesat cepat meninggalkan perguruan tongkat perak.

ki Jarot menatap kepergian Antoch dengan perasaan senang bisa berjumpa lagi dengan sosok pendekar muda yang sangat mengagumkan baginya. tiba-tiba bahu ki Jarot di tepuk seseorang pelan. "adi Jarot. adi kenal dengan pemuda tadi?" ucap orang yang menepuk bahu ki Jarot pelan.

ki Jarot menoleh ke arah penupuk bahunya lalu tersenyum tipis. "maksud kakang nak mas Antoch?" ucap ki Jarot balik bertanya. si penepuk yang ternyata Ki Badrun mengangguk cepat. "oh namanya Antoch. dialah yang bergelar Pendekar Pedang Matahari." kata ki Jarot menjelaskan.

"APA?!" Ki Badrun tentu saja terlonjak kaget mendengar gelar pemuda tadi. meski belum pernah bertemu secara langsung dengan Pendekar Pedang Matahari namun Ki Badrun sangat mengagumi sosok Pendekar Pedang Matahari. tidak di sangka dirinya bisa melihat sosok pendekar muda yang telah menggemparkan dunia persilatan. tapi sangat di sayangkan kenapa harus terjadi pertengkaran yang cuma sepele saja penyebabnya.

"kakang Badrun. aku pamit dulu, sampai jumpa lagi." ucap ki Jarot lalu beranjak pergi.

Ki Badrun mengangguk cepat.

Semua orang yang tadi berkumpul melihat pertarungan kini sudah bubar. para tamu undangan di antar ke kamar tempat mereka menginap. haripun beranjak senja dan berganti malam.

ANTOCH masuk ke sebuah kamar tempat dia dengan Pandan Wangi menginap. begitu melihat Antoch sudah kembali maka Pandan Wangi segera beranjak bangun dari tempat tidur. "gimana pertemuannya?" tanya pandan pelan.

Antoch tersenyum tipis lalu duduk di kursi dekat jendela. perlahan jendela itu di bukanya, malam baru saja hadir menyelimuti maya pada ini. "pertemuannya lancar pandan tapi..." Antoch menghentikan ucapannya. dia lalu memandang pandan.

"terjadi salah paham" kata Antoch pendek.

"salah paham gimana?" sahut pandan mengerutkan keningnya tidak mengerti.

Antoch hanya mengangkat bahunya. "entahlah. salah satu murid perguruan tongkat perak menyangka kalau aku hendak melamar putri Ki Wonoyososo." ucap Antoch pelan.

"melamar?"

Antoch mengangguk. "yach mungkin juga dia mengira aku hendak merebut kekasihnya kali. waktu hendak kembali kesini salah seorang murid perguruan menyerang aku."

"apa?!"

"tapi untungnya tidak sampai menimbulkan masalah yang terlalu besar. hehmmhh... sudahlah... Oh ya bagaimana dengan persìapanmu besok? apa kamu sudah siap bertemu dengan Rangga?" tanya Antoch mengalihkan pembicaraan.

pandan angkat bahu. "entahlah,kakang. tapi siap tidak siap aku memang harus menolong kakang Rangga. seperti apa yang kakang kasih tau." pandan menghela nafas panjang.

Antoch tersenyum lebar melihat pandan yang sepertinya masih bingung. "kuatkan hatimu pandan. pedang rajawali sakti saat ini bukanlah tandingan pedang naga sucimu. untuk menyempurnakan kekuatan pedang rajawali sakti harus bisa mengeluarkan mahluk yang bersemayam di dalam pedang itu dan itu hanya bisa di lakukan dengan cara pertarungan antara pedang naga suci dengan pedang rajawali."

"tapi kakang. apa tidak ada cara lain?"

"ada."

"apa?"

Antoch kembali tersenyum tipis. "menyatukan pedang lima unsur."

"menyatukan pedang lima unsur? maksud kakang?" seru pandan cepat.

Antoch menghela nafas pendek. "menyatukan pedang yang memiliki lima unsur tertinggi dengan alam. ada lima pedang di dunia ini yang memiliki unsur alam. yaitu api, angin, air, tanah dan petir. jadi pedang dengan unsur tersebut harus di satukan agar lima pedang tersebut bisa sempurna." jelas Antoch.

pandan diam mendengar itu. "kita gunakan saja cara itu kakang." seru pandan cepat.

Antoch tertawa kecil mengerti maksud pandan. "boleh saja tapi untuk menyatukan lima pedang itu butuh waktu sangat lama. kita juga tidak tau dimana pedang lima unsur yang lain. kalau saja mereka ada disini pasti akan sangat mudah memanggil pedang2 itu."

"mereka? mereka siapa kakang?"

"lima orang muridku. mereka adalah pemilik pedang lima unsur itu."

"hmmkh?!"

Antoch lalu menceritakan kebenaran yang selama ini tidak pernah di sangka oleh Pandan Wangi. semua Antoch ceritakan ke Pandan Wangi dengan detail sekali sampai asal usul sebenarnya tentang Pandan Wangi sendiri. "nah itulah kebenaran yang sebenarnya terjadi pandan." kata Antoch mengakhiri ceritanya.

Pandan Wangi terdiam mendengar cerita Antoch tersebut. memang cerita Antoch susah untuk di terima dengan akal sehat dan logika. tapi pandan sepenuhnya mempercayai cerita Antoch kakaknya itu.

"tidurlah. siapkan tenagamu untuk besok." ucap Antoch mengusap kepala pandan lembut penuh kasih sayang sebagai kakak.

pandan mengangguk pelan kemudian merebahkan tubuhnya di pembaringan yang terbuat dari balai2 bambu.

Antoch sejenak memandang Pandan Wangi kemudian melangkah keluar kamar.

* ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ *

PAGI yang cerah telah menyambut datangnya hari. maya pada kembali terang seiring datangnya sang mata dewa menyinari bumi. di sebuah jalan setapak di pinggiran hutan kecil tampak dua manusia tengah berjalan berjajar menyusuri jalan berumput yang masih basah oleh embun pagi. dua manusia berlainan jenis itu tampak lain dari biasanya, di wajah mereka kini terpasang topeng perak tipis menutupi muka mereka. sesekali tawa mereka terdengar dalam candaan mereka selama berjalan menyusuri jalanan.

ketika mereka sampai di sebuah pertigaan jalan mereka bertemu dengan seorang gadis jelita berpakaian cukup bagus sedang menunggang kuda warna coklat gagah. gadis jelita itu segera turun dari punggung kuda begitu melihat dua orang sedang berjalan.

"maaf permisi. apa kalian habis dari desa watu ireng?" tanya gadis itu dengan suara merdu bernada sopan.

dua orang yang di tanya memandang gadis jelita itu. "benar." sahut si gadis bertopeng yang ternyata adalah Pandan Wangi.

gadis jelita itu tersenyum tipis. "apa kalian melihat seorang pemuda tampan berpakaian putih dengan sebilah pedang di punggungnya. nama pemuda itu Antoch."

pandan menoleh ke arah Antoch sejenak dan melihat Antoch hanya angkat bahu saja. "ya betul. pemuda itu siapanya nisanak?" tanya pandan ingin tahu apa maksud gadis itu mencari Antoch.

"dia kekasihku." ucap gadis jelita itu mantap. gadis jelita itu tak lain adalah Purbasari putri tunggal Ki Wonoyososo guru besar perguruan tongkat perak.

"apa?!" pandan tentu saja terkejut bukan main mendengar pengakuan gadis jelita di depannya itu. dalam hati pandan memaki maki gadis itu yang enak saja mengaku ngaku kekasih Antoch kakaknya itu. pandan melirik Antoch yang cuma geleng2 kepala sambil tersenyum.

"apa pemuda itu masih di desa watu ireng?" tanya Purbasari cepat.

pandan menghela nafas cepat. "pemu... "

"kami lihat tadi dia sepertinya pergi terburu buru ke arah timur saat ketemu dengan kami." sahut Antoch cepat memotong ucapan Pandan Wangi.

"ekh?! kalau begitu makasih kisanak. saya permisi dulu." Purbasari langsung melompat ke punggung kuda dan menggebrak kudanya dengan cepat. kuda coklat itu meringkik keras lalu berlari cepat ke arah desa watu ireng.

"siapa gadis itu kakang kenapa dia mencarimu dan mengaku sebagai kekasihmu?" tanya pandan cepat setelah gadis jelita penunggang kuda itu jauh.

"itu Purbasari putri tunggal Ki Wonoyososo." sahut Antoch.

"ouh ternyata dia yang menyebab kan terjadinya salah paham itu ya?"

"sudahlah. kita lanjutkan perjalanan lagi pandan. ayo." Antoch melangkah pelan di ikuti pandan yang tertawa kecil.

belum juga mereka melangkah tak begitu jauh tiba-tiba datang seorang pemuda berkuda menghadang langkah mereka.

"maaf kisanak. apa tadi ada wanita berkuda lewat?" tanya pemuda itu cepat.

pandan dan Antoch saling pandang. "ada. dia ke arah desa watu ireng baru saja lewat." seru pandan cepat.

"brengsek. Purbasari pasti ingin menemui pemuda sialan itu. hiaaa... " pemuda berkuda itu tanpa mengucapkan terima kasih langsung menggebrak kudanya cepat.

Antoch dan pandan menatap kepergian pemuda berkuda itu dengan heran karna sikapnya tidak sopan sekali. "sombong sekali orang itu. tidak punya sopan santun." maki pandan jengkel.

"sudahlah biarkan saja. ayo." ucap Antoch sambil menarik tangan pandan untuk melanjutkan perjalanan lagi. walau hatinya jengkel akhirnya pandan mengikuti Antoch juga.

mereka dengan berlari cepat menggunakan ilmu meringankan tubuh yang sudah mencapai taraf sempurna menjadikan sosok mereka bagai bayangan yang berkelebatan menembus sebuah hutan dengan pepohonan jarang. menjelang siang hari mereka tiba di atas bukit dengan tanah lapang yang luas. hanya ada satu pohon besar yang tumbuh di atas bukit itu.

itulah bukit tandur tempat perjanjian antara Antoch dengan Rangga pendekar rajawali sakti satu purnama yang lalu. pandan dan antuk duduk di bawah pohon besar itu dengan tenang tapi pandan tampak gelisah sendiri karna akan bertemu dengan Rangga kekasihnya setelah satu purnama tidak ketemu lagi.

"tenanglah pandan jangan gelisah begitu. sebentar lagi kamu pasti ketemu dengan kekasihmu itu." ucap Antoch menenangkan.

Pandan hanya merengut saja mendengar itu, jauh dalam hatinya dia sangat tidak ingin melakukan apa yang Antoch suruh yaitu menolong Rangga dengan cara bertarung. tapi mau gak mau pandan harus melakukannya karna itu adalah jalan yang terbaik untuk bisa menolong kekasihnya tersebut.

"krraaagkh." tiba-tiba suara bagai halilintar menggelegar di angkasa. Antoch dan Pandan Wangi langsung berdiri melihat ke atas. tampak seekor burung rajawali putih raksasa melayang berputar putar di angkasa. dengan menukik cepat burung raksasa itu dalam sekejap sudah mendarat tak jauh dari pohon besar tempat Antoch dan Pandan Wangi berada. seorang pemuda tampan berbaju rompi putih melompat turun dari punggung rajawali putih itu. pemuda itu mengedarkan pandangannya kesekitar lalu menatap dua orang yang berdiri di bawah pohon besar. pemuda yang bernama Rangga itu melangkah pelan ke arah pohon besar dimana Antoch dan pandan berada. Rangga berhenti setelah jaraknya dengan dua orang di depannya kurang lebih tujuh langkah.

RANGGA menatap tajam pemuda bertopeng yang berdiri di depannya, Rangga masih ingat bagaimana pemuda bertopeng itu bertarung melawan Pandan Wangi dan dengan mudah mengalahkan Pandan Wangi bahkan pemuda bertopeng itu menculik Pandan Wangi. walau hatinya geram dan dendam dengan pemuda bertopeng itu namun jiwa kependekaran yang selalu mengutamakan kebaikan dan menegakkan kebenaran membuatnya mampu bersikap tenang. sungguh jiwa seorang pendekar besar yang di kagumi banyak orang.

"kita ketemu lagi sobat. apa kau masih ingat padaku?" ucap Antoch tenang sekali membuka omongan.

Rangga mengangguk cepat. "mana pandan kisanak?" seru Rangga cepat. Rangga melirik ke gadis bertopeng di samping Antoch. "hmmm..apa gadis bertopeng itu Pandan Wangi? di lihat dari postur tubuhnya memang sama dengan pandan. tapi gadis bertopeng itu tidak membawa kipas sakti dan pedang naga geninya. pedang yang ada di punggung gadis bertopeng itu emang berkepala naga tapi itu bukan pedang naga geni. aku paham dengan pedang naga geni milik pandan." batin Rangga dalam hati mengira ira siapa gadis bertopeng di samping Antoch.

Antoch tertawa kecil melihat lirikan mata Rangga ke arah pandan yang kini memakai topeng. "hemmh. soal Pandan Wangi kekasihmu aku minta maaf karna gadis itu telah tewas di tangan adikku ini dewi topeng perak. aku menyesalkan atas kejadian naas pada kekasihmu itu." ucap Antoch berbohong untuk memancing emosi Rangga.

"APA?!" teriak Rangga kaget. "kau jangan berdusta kisanak. pandan tidak akan mudah di kalahkan. itu tidak mungkin terjadi." teriak Rangga mulai gusar.

Antoch tersenyum tipis melihat reaksi Rangga yang mulai gusar terpancing omonganya. "kalau kau tidak percaya lihat ini buktinya." Antoch memajukan dua tangannya yang dari tadi di belakang badannya. tampak di tangan Antoch tergegam pedang naga geni dan kipas baja putih.

Rangga kontan terperanjat melihat dua senjata milik Pandan Wangi. amarahnya mulai tak bisa dia bendung lagi. melihat dua senjata andalan Pandan Wangi di bawa pemuda bertopeng itu jelas pasti Pandan Wangi telah tewas di tangan dua orang itu. "bangsat. akan kubunuh kalian. hiaaaattt." Rangga berteriak nyaring penuh amarah langsung menerjang pemuda bertopeng tapi belum sempat pukulannya mengenai Antoch, dari arah samping berkelebat cepat bayangan biru mematahkan pukulan Rangga.

"baik. kau yang akan ku bunuh pertama kali." teriak Rangga geram. sorot matanya begitu tajam bernafsu ingin membunuh lawannya. mendengar kekasih yang ia cintai tewas membuat Rangga jadi murka dan tak bisa lagi mengontrol emosinya.

pandan yang melihat teriakan dan sikap Rangga yang begitu garang sesaat membuatnya terkejut dengan perubahan sikap kekasihnya itu. namun pandan segera menepis perasaan itu karna tujuannya adalah menolong Rangga kekasihnya itu.

"hiaaaatt."

"haiiitt."

Rangga langsung menerjang gadis bertopeng dengan rangkaian jurus rajawali sakti. pandan mengimbangi dengan rangkaian jurus naga suci. pertarungan mereka terlihat seimbang dan sangat sengit sekali. sementara itu Antoch dengan tenang duduk bersandar di bawah pohon mengamati pertarungan pandan dan Rangga, Antoch melirik ke arah burung rajawali raksasa yang sedari tadi terus menatap dirinya dengan pandangan aneh.

"hehehe. ternyata si putih sudah besar dan sepertinya dia mengenaliku." ucap Antoch dalam hati.

pertarungan pandan dengan Rangga berlangsung semakin cepat dan meningkat namun Rangga sangat heran karna jurus jurusnya dapat di patahkan terus oleh gadis bertopeng. apa lagi gerakan jurus si gadis begitu unik dan sangat berbahaya.

Sriiiiiiing... Rangga mencabut pedang rajawalinya, tampak cahaya biru terang keluar dari badan pedang. pamornya kuat sekali. pandan tidak mau ketinggalan maka dengan cepat dia mencabut pedang naga sucinya. tampak cahaya putih kemerahan mampu menekan pamor dari pedang rajawali milik Rangga.

Dua pedang sakti beradu di udara, setiap sabetan selalu membuat satu ledakan keras sehingga bukit tandur benar2 bagai di landa gempa hebat. deru angin berhembus kencang menambah parahnya keadaan bukit tandur.

Rangga melompat kebelakang empat langkah. "gadis itu luar biasa hebat. aku harus gunakan ajian pedang pemecah sukma." Rangga dengan cepat memutar pedang rajawalinya di depan lalu menariknya kebelakang.

sungguh luar biasa sekali Rangga langsung jadi terlihat berlipat ganda dan semakin banyak. itulah jurus pemecah sukma yang mampu memperbanyak diri tapi itu semua hanyalah bayangan belaka dan berguna untuk membingungkan lawan karna Rangga terlihat jadi banyak.

"jurus pemecah sukma. akan gunakan jurus yang sama yaitu naga suci pemecah sukma." batin pandan. dengan gerakan halus pandan mengangkat pedang naga sucinya tinggi2 kemudian tangannya memutar lebar dan berhenti di depan dada. tiba-tiba tubuh pandan menjadi banyak sama halnya seperti Rangga.

melihat kenyataan itu membuat Rangga jadi terkejut. karna lawan juga memiliki jurus yang bersifat sama. sebenarnya ini tidak mengherankan karna semua ilmu yang di miliki oleh dua orang itu bersumber dari Antoch.

pertarungan dua pendekar sakti itu sudah menghabiskan ratusan jurus namun belum ada yang kelihatan terdesak, tapi jika di lihat dengan teliti sebenarnya Rangga sudah mencapai batas kemampuannya karna ilmu yang di keluarkan selalu sama serta nafas Rangga sudah tidak teratur, beda dengan Pandan Wangi yang masih teratur nafasnya serta masih mampu mengeluarkan ilmu2 baru.

tak terasa pertarungan mereka sudah sampae malam, sementara itu Antoch sudah membuat api unggun untuk memanggang beberapa ikan dan ayam hutan yang Antoch tangkap dari bawah bukit tandur.

Pertarungan Pandan Wangi dengan Rangga berlangsung sangat sengit sekali karna kedua pendekar kelas atas itu seimbang namun jika di lihat dengan seksama Pandan Wangi lebih unggul sebab nafas pandan masih teratur agak sedikit memburu sedangkan Rangga nafasnya sudah memburu dan mulai kelelahan. sudah ratusan jurus yang mereka keluarkan tapi belum ada yang terdesak. Rangga yang bergelar pendekar rajawali sakti tampak terheran heran dengan lawannya kali ini. biasanya Rangga akan selalu unggul jika berhadapan musuh sekuat apapun namun melawan seorang gadis bertopeng yang belum pernah dia lihat dan terkenal Rangga malah kesulitan menghadapinya.

Berbagai macam jurus dan ilmu yang Rangga miliki tak mampu menjatuhkan gadis bertopeng lawannya itu. variasi serangannya selalu dapat di baca dan di mentahkan oleh gadis itu. bahkan ilmu pamungkasnya yang sangat Rangga andalkan yaitu pedang pemecah sukma juga tidak berguna karna si gadis juga memiliki ilmu yang sealiran dengan ilmu pedang pemecah sukma miliknya.

menjelang larut malam dua pendekar itu tampak mulai kendur serangannya sebab batas ketahanan tubuh mereka sudah mencapai batasnya. inilah yang sangat di tunggu Antoch karna jika batas ketahanan tubuh dua pendekar itu mencapai batasnya maka otomatis kekuatan mahluk yang bersamayam dalam pedang mereka akan keluar untuk menolong penggunanya. benar yang Antoch pikirkan, tak berapa lama kedua pendekar itu kelelahan yang amat sangat kehabisan tenaga. dua pendekar kelas atas dunia persilatan itu roboh lalu pingsan.

secara gaib dua pedang pusaka naga suci dan rajawali melayang layang di udara saling bertarung. bahkan dua pedang pusaka itu telah berubah ke bentuk aslinya yaitu perwujudan naga putih besar bermata biru indah dan rajawali putih raksasa. dua hewan perwujudan dua pedang pusaka itu bertarung dengan kekuatan maha dahsyat mengerikan. bukit tandur laksana terkena bencana alam hebat, semua porak poranda di hajar kekuatan dari dua hewan sakti tersebut.

melihat keadaan yang semakin gawat itu membuat Antoch segera bertindak cepat.

sriiiiiiing...

Antoch mencabut pedang matahari dari sarungnya. seketika tempat itu menjadi terang oleh cahaya kuning keemasan dari pamor pedang matahari.

suiiiing...

pedang matahari Antoch lempar ke udara maka dengan gerakan agak cepat pedang matahari itu berputar putar di udara membentuk lingkaran besar. tak berapa lama lingkaran kuning besar itu meluruk cepat membungkus dua hewan sakti tersebut.

* ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ *

NAGA suci menggelihat gelihat terbungkus lingkaran kuning keemasan, begitu pula dengan rajawali putih raksasa juga menggelihat seolah ingin meronta melepaskan diri dari lingkaran kuning keemasan yang membungkus tubuh mereka. semakin dua hewan sakti itu meronta maka semakin erat pula tubuh mereka terbungkus lingkaran kuning keemasan itu, hingga akhirnya dua hewan sakti itu diam tak meronta lagi.

Slaappp...

DUA hewan sakti itu tiba-tiba berubah menjadi sesok manusia. naga suci berubah menjadi seorang gadis cantik jelita bermata biru indah, sedangkan rajawali putih raksasa berubah menjadi seorang pemuda tampan dan gagah bermata biru juga. dua sosok manusia perwujudan hewan gaib itu melayang di udara lalu perlahan lahan melayang turun di hadapan Antoch.

mereka merapatkan dua tangan masing2 di depan hidung menunduk hormat.

"hormat hamba yang mulia pangeran." ucap mereka bersamaan.

Antoch membuka topeng peraknya lalu mengangguk cepat. "naga suci, rajawali sakti. akhirnya kita bertemu lagi sejak kalian aku hukum di dalam pedang. wujud kalian sudah kembali ke wujud asli kalian. mulai sekarang kalian telah aku bebaskan dari hukuman yang selama ini aku jatuhkan pada kalian." ucap Antoch penuh wibawa.

naga suci dan rajawali sakti kembali menunduk hormat.

"sekarang kalian boleh kembali ke asal kalian. sampaikan pesanku pada raja kalian bahwa lima purnama ke depan aku ingin raja kalian menemuiku di goa lima warna." ucap Antoch lagi.

mereka mengangguk pelan lalu merapatkan tangan di depan hidung.

"pergilah. jalani kehidupan kalian yang selama ini tidak kalian dapatkan."

mereka saling pandang tetapi tak juga beranjak pergi dari hadapan Antoch.

"ada apa?" tanya Antoch heran melihat mereka tak juga beranjak pergi.

"ampun gusti. apakah hamba boleh mengajukan satu permintaan gusti." rajawali sakti membuka suara.

Antoch mengerutkan keningnya heran.

"ijinkan hamba untuk tetap menjadi pedang rajawali. hamba ingin berbuat jasa kepada bangsa kami dengan jalan membasmi keangkara murkaan di dunia ini. hamba mohon gusti pangeran matahari mengabulkan keinginan hamba." rajawali sakti yang berwujud pemuda gagah itu berlutut di depan Antoch.

"begitu pula dengan hamba gusti. ijinkan hamba tetap menjadi pedang naga suci." ucap naga suci juga berlutut di depan Antoch.

mendengar permintaan mereka Antoch malah tersenyum lebar. dia tidak menyangka dua orang perwujudan hewan gaib itu mengajukan hal yang tidak wajar bagi bangsa mereka.

"Hemm.. apa kalian sadar dengan permintaan kalian itu?" tanya Antoch meyakinkan permintaan mereka berdua. "ketahuilah. jika kalian tetap menjadi pedang sakti maka kalian tau apa akibat yang kalian tanggung. kalian tidak akan bisa kembali ke wujud asal kalian lagi. apa kalian mengerti itu?" tanya Antoch ingin tahu kesungguhan hati mereka.

Naga suci dan rajawali sakti sejenak terdiam, mereka saling pandang lalu mengangguk mantap dengan keinginan mereka itu. "tekad kami sudah bulat gusti. kami siap menanggung segala akibatnya meski kami tidak bisa kembali ke wujud asli kami." seru mereka dengan penuh keyakinan.

Antoch manggut manggut melihat tekad mereka yang begitu kuat. kemudian Antoch melangkah maju menghampiri mereka berdua. sejenak Antoch menatap tajam pada mereka. "kembalilah ke istana. minta pada raja kalian mustika langit, katakan aku yang mengutus kalian. pergilah." ucap Antoch tenang penuh kewibawaan.

Walau tidak mengerti apa maksud Antoch tapi mereka segera pergi mengerjakan apa yang di perintahkan oleh mereka itu.

Antoch menatap naga suci dan rajawali sakti yang berubah jadi dua hewan raksasa kemudian melesat ke angkasa, hilang ke dua arah yang berbeda. naga suci ke timur sedang rajawali sakti ke arah selatan.

PAGI yang cerah menyambut datangnya hari, sang mata dewa bersinar hangat dari ufuk timur cakrawala. kicau burung bersahutan menyambut pagi yang sangat cerah ini. di atas sebuah bukit yang keadaanya porak poranda dengan hanya menyisakan satu pohon besar di atasnya tampak dua orang tengah terbaring pingsan di samping seekor burung rajawali putih raksasa. tak jauh dari burung rajawali terdapat perapian yang masih menyala. dari arah timur bukit tampak seorang pemuda bertopeng tengah berjalan ringan sambil membawa beberapa ekor ikan di tangannya. setelah sampai di perapian pemuda bertopeng yang tak lain adalah Antoch langsung memanggang ikan ikan yang ia bawa tadi. bau harum daging ikan terbakar langsung menusuk hidung.

Bau harum pengundang nafsu makan langsung menusuk hidung dua orang yang pingsan tadi. perlahan lahan salah satu orang yang pingsan tersadar siuman dari pingsannya akibat sesuatu yang harum menusuk hidungnya. pemuda berbaju rompi yaitu Rangga bangkit dari tidurnya. pandangannya langsung tertuju pada burung rajawali putih di sampingnya.

"putih. kau masih di sini sobat?" ucap Rangga pelan.

Rangga mengalihkan pandangannya ke samping, ia melihat di dekatnya gadis bertopeng tengah terlelap tidur atau masih pingsan.

"kau sudah sadar kisanak?" ucap Antoch kalem setelah melihat Rangga sadar dari pingsan.

"ekh?!" Rangga terkejut melihat pemuda bertopeng tak jauh dari tempatnya. sejenak pikiran sehatnya bekerja. "pemuda itu masih disini. sebenarnya siapa orang bertopeng itu? dari golongan mana dia sebenarnya? benar2 aneh." batin Rangga dalam hati.

"kemarilah. aku sudah siapkan ikan bakar untukmu. pasti kamu lapar setelah satu hari satu malam bertarung." ucap Antoch tenang.

"kisanak. siapa kau sebenarnya? kenapa kau tidak membunuhku saat pingsan tadi? bukankah itu kesempatanmu." seru Rangga dengan nada suara penuh tekanan. matanya tajam menatap orang bertopeng tak jauh darinya itu.

Antoch tersenyum lembut mendengar pertanyaan Rangga itu. dia malah melempar gelas bambu yang berisi air ke Rangga. sungguh luar biasa air dalam gelas dari bambu itu tidak tumpah sedikitpun. Rangga dengan cepat menangkap gelas bambu berisi air tersebut. "minumlah." ucap Antoch kalem.

Rangga agak ragu ragu meminum air dalam gelas bambu itu namun akhirnya air dalam gelas bambu itu di tenggaknya juga sampai habis. Rangga tidak takut di racuni karna tubuhnya kebal terhadap racun jadi dia tenang saja.

tak berapa lama gadis bertopeng di sebelah Rangga tersadar karna bau harum ikan bakar membuatnya jadi siuman. gadis bertopeng yaitu Pandan Wangi duduk dan menguap lalu menggerakan tangan dan tubuhnya untuk merenggangkan ototnya yang kaku.

"kau sudah sadar, pandan?" seru Antoch begitu melihat pandan duduk sambil merenggangkan otot. sama seperti Rangga, Antoch juga melemparkan gelas bambu berisi air ke pandan.

pandan langsung menangkap gelar bambu itu dan langsung menghabiskan air dalam gelas itu. "uuhk, segarnya." seru pandan setelah menghabiskan air dalam gelas bambu.

"pandan?!" ucap Rangga lirih terkejut mendengar orang bertopeng memanggil gadis bertopeng dengan nama pandan. Rangga langsung menatap gadis bertopeng dengan tajam.

"pandan. buka topengmu. agaknya kekasihmu ingin sekali melihat wajahmu." seru Antoch cepat.

pandan membuka topeng yang melekat di wajahnya. Rangga melihat gadis bertopeng itu membuka topengnya dengan perasaan tak menentu. begitu topeng perak lepas dari wajah si gadis maka Rangga terkejut bukan main melihat wajah yang sangat ia kenal dan sangat dirindukannya.

"pandan?!" seru Rangga keras seolah tidak percaya dengan wajah yang ia lihat di hadapanya.

"kakang." pandan tersenyum lembut pada pemuda yang di cintainya tersebut.

"Pandan?! benarkah ini kau? pandan." seru Rangga langsung memeluk pandan dengan erat. tanpa malu malu Rangga menciumi wajah Pandan Wangi. "sukurlah kau selamat. aku sangat khawatir sekali. aku sangat merindukanmu. pandan."

"aku juga sangat merindukanmu kakang." ucap pandan sambil memeluk erat pemuda yang sangat di cintainya.

Dua insan saling mencintai itu saling berpelukan erat melepas rasa rindu karna satu purnama tidak ketemu. mereka sampai melupakan kalau ada Antoch di tempat itu juga.

"sampai kapan kalian akan terus berpelukan. apa kalian tidak lapar?" ucap Antoch menyadarkan dua insan saling mencinta itu.

"ekh?! kakang. maaf sampai lupa kalau kakang ada disini." ucap pandan tersipu malu.

"kalian makanlah. ikan bakarnya sudah matang. cukup untuk kalian berdua." kata Antoch sambil berdiri. Antoch lalu melangkah mendekati rajawali putih tunggangan Rangga. "putih. ayo kita jalan jalan. biarkan mereka di sini melepas kangen." ucap Antoch sambil mengusap leher rajawali putih itu.

"khrrrrgghk." suara rajawali mengerti ucapan Antoch sambil kepalanya mengangguk angguk.

Antoch naik ke punggung rajawali putih itu dan menyuruh rajawali itu terbang. maka dengan cepat rajawali putih raksasa itu melesat terbang ke angkasa.

Rangga yang dari tadi melihat orang bertopeng bicara dengan rajawalinya jadi tersentak heran. apalagi kini rajawali putih itu terbang tinggi bersama Antoch, ini membuat Rangga jadi tak habis pikir. rajawali miliknya itu sangat sukar di dekati apalagi sampai naik di atas punggungnya, rajawalinya itu akan mengamuk dan tanpa ampun menyerang orang coba mendekatinya. tapi kini orang bertopeng yang tidak Rangga kenal telah terbang di atas punggung rajawalinya. bahkan rajawali itu begitu jinak dan hormat sekali sama orang bertopeng itu.

"kakang. ada apa?" tanya pandan pelan melihat Rangga yang dari tadi terdiam sambil menatap ke angkasa dimana burung rajawali miliknya terbang bersama orang lain.

Rangga tersadar lalu menoleh ke Pandan Wangi. "tidak. tidak apa-apa." ucap Rangga.

Pandan Wangi tersenyum lebar. "aku tau. kakang pasti heran dengan rajawalimu yang begitu jinak terhadap orang bertopeng itu. hehehehe. itu wajar." kata Pandan Wangi kalem.

"wajar? maksudmu?" seru Rangga penasaran.

"sudahlah. nanti akan aku ceritakan semua ke kakang. sebaiknya kita makan dulu ikan bakar ini. aku sudah kelaparan." Pandan Wangi langsung memakan ikan bakar di tangannya. Rangga walau masih bingung akhirnya makan juga.

MALAM ini adalah malam bulan punama. bulan begitu terang cahayanya di langit malam yang begitu cerah. semilir angin sepoi sepoi behembus begitu sejuknya. suara suara nyanyian seRangga malam begitu merdu terdengar mengiri malam yang sangat tenang itu.

Di kegelapan malam yang sunyi terlihat berkelebatan lima orang dengan pakaian yang berlainan warna. merah, hijau, biru, kuning dan putih. lima orang yang ternyata adalah gadis memakai topeng tipis menyerupai tengkorak membuat wajah mereka jadi terlihat menyeramkan. jika tidak teliti melihatnya maka semua pasti mengira kalau lima gadis itu berwajah menakutkan, ini akibat topeng mereka sangat tipis hampir tidak bisa di terka kalau sebenarnya itu adalah topeng.

kelima gadis bewajah tengkorak itu bergerak dengan cepat menembus kegelapan malam menuju ke sebuah perguruan silat tongkat perak. begitu sampai di depan gerbang perguruan, kelima gadis berwajah tengkorak itu langsung menghabisi penjaga gerbang perguruan tongkat perak. tidak hanya itu saja, kelima gadis berwajah tengkorak tersebut langsung menyerbu masuk ke perguruan tongkat perak membantai siapa saja yang mereka temui.

seluruh murid perguruan tongkat perak langsung di sibukkan dengan pertarungan melawan lima gadis berwajah tengkorak tersebut. keganasan lima gadis berwajah tengkorak sungguh mengerikan, dalam tempo singkat hampir setengah murid perguruan tongkat emas tewas di bantai dengan sadis oleh lima gadis berwajah tengkorak tersebut.

"berhenti." teriak seseorang keras. dia adalah Ki Wonoyososo atau si malaikat tongkat perak. matanya begitu tajam menatap lima gadis berwajah tengkorak. "siapa kalian? kenapa menyerang perguruanku?" seru Ki Wonoyososo geram.

"hahahaha. akhirnya kau keluar juga malaikat tongkat perak." seru gadis yang berpakaian merah. kelihatannya gadis berpakaian merah adalah pemimpin dari lima gadis berwajah tengkorak itu. "hahahaha. kami adalah lima iblis Lembah Tengkorak." seru si gadis berpakaian merah menyebutkan nama mereka.

"lima iblis Lembah Tengkorak?!" seru Ki Wonoyososo pelan mengerutkan keningnya.

"malaikat tongkat perak. malam ini nama besarmu akan berakhir. hahahaha"

"huh. jangan anggap enteng kemampuanku gadis muka tengkorak. hari ini aku bersumpah akan kubunuh kalian yang telah membantai murid muridku." ucap Ki Wonoyososo geram sekali.

"hahahaha. majulah. aku ingin lihat apa benar nama besar malaikat tongkat perak begitu hebat atau hanya omong kosong saja." seru si gadis merah muka tengkorak meremehkan.

Panaslah hati Ki Wonoyososo di remehkan oleh gadis muka tengkorak. "tutup mulutmu gadis muka tengkorak. akan kubunuh kalian tidak bisa melihat matahari esok lagi. hiaaaatt." Ki Wonoyososo langsung menerjang si gadis merah dengan senjata andalannya yaitu tongkat perak yang selama ini telah banyak merobohkan tokoh-tokoh sakti dunia persilatan. senjata tongkat yang terbuat dari baja berlapis perak putih sangat keras tidak mudah patah.

"hahahaha. serang.!!" teriak gadis merah muka tengkorak memerintahkan empat temannya menyerang Ki Wonoyososo.

pertarungan lima melawan satu sungguh pertarungan yang tidak seimbang jika di lihat dengan kasat mata tetapi di jika amati pertarungan itu sangat seru dan berimbang. Ki Wonoyososo yang bergelar malaikat tongkat perak begitu lincah menangkis setiap gempuran yang di lancarkan lima iblis Lembah Tengkorak. murid murid perguruan tongkat perak berdiri memegang senjata tongkat mengitari arena pertempuran lima iblis Lembah Tengkorak melawan guru mereka Ki Wonoyososo.

jurus jurus tingkat tinggi sudah di keluarkan oleh Ki Wonoyososo dan ini membuat lima iblis Lembah Tengkorak jadi terdesak. lima iblis Lembah Tengkorak berlompatan ke belakang sejauh dua tombak di hadapan Ki Wonoyososo.

"huh. rupanya tidak sia sia kau menyandang gelas malaikat tongkat perak. tapi jangan senang dulu karna kami belum mengeluarkan seluruh ilmu kami. bersiaplah." seru gadis muka tengkorak.

"hehe. majulah, keluarkan ilmu yang kalian miliki. aku tidak takut." ucap Ki Wonoyososo tandas. matanya begitu tajam bagai singa kelaparan mengintai buruannya.

"keluarkan jurus lima kala menari membius kematian." seru gadis merah muka tengkorak cepat.

kelima gadis muka tengkorak bergerak membentuk formasi siap menyerang. di mulai dari gadis merah yang bergerak ke depan meliuk liukan tubuhnya bagai orang menari membuat lawan jadi telena karna gerakan lembut lima gadis muka tengkorak itu. di dalam kelembutan gerakan mereka menyimpan bahaya kematian jika lawan sampai terbius oleh gerakan mereka. itulah efek yang di timbulkan oleh jurus lima kala menari membius kematian. sungguh jurus mematikan yang membuat lawan tidak menyadari bahaya yang mengancam.

Ki Wonoyososo bukan pendekar kemaren sore, dengan pengalamannya selama berkelana di dunia persilatan dulu maka Ki Wonoyososo tau akan bahaya yang mengancam di setiap gerakan yang di lakukan lima gadis muka tengkorak bagai orang menari. Ki Wonoyososo langsung menggunakan jurus tongkat perak memukul air. ini jurus yang jarang di keluarkannya.

Jurus tongkat perak memukul air sungguh luar biasa sekali. setiap sabetan selalu menimbulkan desiran angin yang bergelombang. suara angin yang di timbulkan juga mengerikan. namun gerakan jurus lima kala menari membius kematian juga sangat unik. gerakannya. gerakan yang silih berganti oleh lima iblis Lembah Tengkorak sangat membingungkan sekali hingga di saat kuda kuda Ki Wonoyososo agak limbung tiba-tiba gadis merah muka tengkorak menyebarkan serbuk beracun, seketika pernafasan Ki Wonoyososo jadi tercekat, kepalanya pusing dan mata berkunang kunang. di sisi lain gadis muka tengkorak berpakaian putih melemparkan senjata rahasia berupa jarum hitam yang sangat beracun.

"aaakh." teriak Ki Wonoyososo keras terkena senjata rahasia.

tubuh Ki Wonoyososo langsung menghitam roboh dan nyawanya melayang. sungguh licik sekali cara bertarung lima iblis Lembah Tengkorak.

"kala biru, kala putih habisi murid perguruan tongkat putih yang tersisa." seru kala merah cepat. "kala hitam dan kala kuning bakar perguruan ini."

dengan cepat mereka membantai semua murid perguruan tongkat perak tanpa ada yang tersisa satupun. rumah rumah di bakar tanpa belas kasihan. perguruan tongkat perak musnah rata dengan tanah. sungguh pembantaian yang sadis di bulan purnama malam ini.

SIANG yang terik membuat bumi menjadi panas, sinar mentari langsung menyinari bumi tanpa terhalang awan sedikitpun. memang siang ini cuaca sangat cerah sekali. tiada sedikitpun awan yang memayungi bumi.

Di sebuah sungai yang cukup besar namun dangkal dan berbatu batu memiliki air yang sangat jernih. di salah satu batu besar yang terletak di bawah pohon yang cukup lebat daunnya, tampak seorang pemuda berbaju putih agak ketat dengan memakai topeng perak di wajahnya. siapa lagi kalau bukan Antoch alias Pendekar Pedang Matahari. Antoch duduk dengan tenang memandangi ikan ikan yang berlarian di sela sela batu sungai. tiba-tiba Antoch lamat lamat mendengar suara ribut. "hemmm. ada suara perkelahian. siapa yang bertarung di tengah hutan yang sepi ini?" batin Antoch sambil mengerahkan ilmu pembeda gerak dan suara. "agaknya pertarungan terjadi di sebelah barat. aku harus melihat siapa yang tengah bertarung." ucap Antoch lirih.

dengan cepat Antoch beranjak dari atas batu melompat tinggi lalu berlari ke arah barat. begitu sampai di tanah yang cukup luas Antoch melihat seorang gadis sedang di keroyok lima orang pria yang rata rata memiliki perawakan tegap dan berwajah sangar di penuhi cambang tebal serta codet di pipi mereka.

Tampak si gadis dengan lincah memainkan pedangnya menangkis setiap serangan yang mengarah padanya. gerakan jurusnya juga sangat cepat hingga tak berapa lama lima pria pengeroyoknya berhasil di robohkan. secepat kilat lima pria itu kabur melarikan diri. si gadis dengan tenang memasukan kembali pedannya ke dalam warangkanya.  plok plok plok  suara tepuk tangan pelan terdengar dari tangan Antoch yang kagum melihat kemampuan silat si gadis yang sangat lincah sekali.  "ekh?!" si gadis terkejut lalu berbalik ke arah suara tepuk tangan tadi.

"luar biasa sekali." puji Antoch tulus. Antoch berjalan mendekati si gadis dengan tenang. "maaf nisanak jika aku mengagetkanmu."

si gadis menatap tajam pemuda bertopeng yang ia tidak kenal di hadapannya. "siapa kau? apa kau teman mereka tadi?" ucap gadis itu tandas.

Antoch tersenyum lembut mendengar si gadis yang mencurigai dirinya. "bukan. aku tidak kenal mereka. namaku Antoch, nisanak?"

si gadis mendengus saja mendengar pemuda bertopeng itu mengenalkan diri. tanpa bicara si gadis melangkah pergi meninggalkan Antoch.

"ehk nisanak tunggu." seru Antoch cepat.

Antoch mencoba untuk mencegah gadis cantik itu pergi. Antoch menjura hormat pada gadis cantik tersebut. "maafkan saya nisanak jikalau saya mengganggu nìsanak. apakah hanya sekedar tau nama nisanak saja tidak boleh." ucap Antoch lembut.

"Hai apa maumu. jangan halangi aku. atau kalau tidak aku pecahkan kepalamu." bentak gadis cantik itu jengkel karna langkahnya di hadang oleh pemuda bertopeng yang tak di kenalnya. matanya mendelik mengisaratkan kejengkelannya.

"Waduh. masa cuma mau tau nama saja musti di pecahkan kepalaku." Antoch berlagak menutupi kepalanya.

si gadis menatap tajam orang bertopeng di depannya. "apa maumu sebenarnya?" tanya si gadis jengkel.

Antoch cengengesan saja sambil garuk garuk kepala. "cuma pengen tau namamu saja." jawab Antoch polos.

"lalu mau ap kalau sudah tau namaku?"  Antoch malah jadi bingung sendiri hendak menjawab apa. Antoch garuk garuk kepala yang tidak gatal. ketika Antoch bingung itulah di gunakan si gadis pergi dari tempat itu tanpa di sadari Antoch. ketika Antoch menoleh maka Antoch jadi kaget melihat gadis yang tadi di dekatnya sudah tidak ada hilang bagai di telan bumi. "hahk. siapa ya gadis tadi? ilmu meringankan tubuhnya luar biasa. bahkan aku sendiri tidak menyadari kepergiannya. sungguh gadis yang penuh misteri. hemhmmm." ucap Antoch lirih. Antoch lalu beranjak menuju barat dengan berjalan tenang.

di atas pohon ternyata si gadis tidak pergi tapi bersembunyi dari org bertopeng yang tidak di kenalnya. "orang bertopeng itu ada hubungan apa dengan perampok2 tadi. jangan2 dia salah satu mereka." ucap si gadis pelan seolah untuk dirinya sendiri.

"bukan. aku tidak kenal mereka nisanak." suara orang menyahuti tepat di samping si gadis yang duduk di dahan pohon.

"ekh?!" si gadis jelas kaget bukan kepalang. karna orang bertopeng yang di lihatnya pergi ke arah barat kini tiba2 sudah duduk di sampingnya.

Antoch tersenyum lembut sambil mengangkat tangan kanannya.

"kau?! bag bag bagaimana kau bisa ada di sini?!" seru si gadis keheranan sambil kepalanya menolah noleh.

Antoch tertawa kecil saja melihat raut muka si gadis yang kebingungan. si gadis melompat turun dari dahan pohon lalu tanpa menoleh segera berjalan pergi. Antoch dengan cepat melompat turun dari dahan pohon dan mengikuti si gadis. kontan saja si gadis makin jengkel di buatnya. si gadis berhenti dan menatap Antoch dengan kesal. "baik. aku katakan namaku tapi jangan mengikuti aku lagi." seru si gadis gregetan kesal.

* ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ *

Antoch cengengesan saja kemudian mengangguk cepat.

"aku Lestari. nah aku sudah beri tahu namaku jadi jangan ikuti aku lagi." seru si gadis yang bernama Lestari itu. Lestari segera balik badan hendak pergi.

"Lestari tunggu." seru Antoch cepat, mencegah Lestari yang hendak pergi.

Lestari balik badan lagi menghadap Antoch. "apa lagi?!" bentak Lestari galak.

"astaga. galaknya. jangan marah2 gitu donk. kalau marah2 ntar cepat tua loh. hehehehe." ucap Antoch cengengesan.

"edan ! bukan urusanmu !!" bentak Lestari mulai emosi, tangannya sudah dia kepalkan tanda amarahnya sudah tinggi.

Antoch kembali tertawa kecil. "tenanglah. aku cuma mau tanya kamu hendak kemana?"

"sudah aku katakan bukan urusanmu. aku mau kemana kek itu bukan urusanmu. sudah jangan ganggu aku lagi." Lestari segera berlari meninggalkan Antoch, tapi baru beberapa langkah tiba-tiba ada orang muncul di depan Lestari.

"Lestari. mau kemana kau?" seru orang baru datang cepat. orang ini adalah nenek nenek dengan berpakaian serba merah. sebuah tongkat hitam tergenggam di tangan kanannya.

Lestari yang mengetahui siapa yang barusan muncul segera menjura hormat. "eyang Rakanini." ucap Lestari menyebut nenek di hadapannya.

"Lestari. kenapa kau kelihatan terburu buru. ada apa?" tanya eyang Rakanini dengan suara agak parau. muka eyang Rakanini ini cukup angker juga karna rongga mata yang cekung serta warna kulit agak merah. di dunia persilatan eyang Rakanini berjuluk Hantu Tongkat Hitam.

"tidak eyang. aku ..." Lestari menghentikan ucapannya, sejenak Lestari melirik ke arah pemuda bertopeng yang masih ada di situ.

eyang Rakanini mengikuti arah lirikan mata Lestari. eyang Rakanini tertawa mengekeh melihat seorang pemuda bertopeng perak. "anak muda. ada urusan apa kau dengan cucuku? apa kau menyukai cucuku? khe khe khe." ucap eyang Rakanini pelan namun di sertai tenaga dalam.

Antoch merasakan tubuhnya seperti di himpit tembok yang tidak terlihat, namun dengan tertawa kecil Antoch mengeluarkan ilmu sindat tenze untuk membentengi diri dari himpitan tenaga dalam yang di kirimkan oleh eyang Rakanini. tampak Antoch berdiri dengan tenang sekali tanpa pedulikan kalau sebuah kekuatan besar tengah menghimpit dirinya namun di pihak lain tampak eyang Rakanini bergetar tubuhnya karna tenaga dalam yang ia keluarkan sudah hampir mencapai batas kemampuannya. eyang Rakanini tidak menyangka seorang anak muda memiliki tenaga dalam yang luar biasa tinggi, tenaga dalamnya kalah tinggi dari anak muda itu.

"sudah hentikan nisanak. tidak ada gunanya di teruskan." ucap Antoch tenang sekali.

"heh. aku belum kalah anak muda. jangan kau anggap remeh diriku." seru Rakanini tandas.

"hmmm. jikalau begitu aku yang mengaku kalah nisanak. maaf." ucap Antoch sambil melompat tinggi di atas dahan pohon lalu melesat cepat tinggalkan tempat itu.

BRUAAAKK...

pohon sebesar dua dekapan tangan manusia hancur lalu roboh karna tenaga dalam yang di keluarkan Rakanini meleset dari sasaran hingga langsung menghantam pohon besar di belakang Antoch berdiri tadi.

Rakanini terengah engah nafasnya, keringat membanjiri dahinya.

"eyang." seru Lestari yang keheranan melihat eyang Rakanini terengah engah bagai habis berlari jauh.

Rakanini menoleh ke arah Lestari. "sebaiknya kita pergi dari sini Lestari."

Lestari mengangguk cepat. mereka melesat cepat ke arah barat dimana Antoch melesat pergi.

SEPAK terjang lima iblis Lembah Tengkorak kian merajalela, tidak hanya perguruan tongkat perak yang mereka bantai tapi juga perguruan2 di sekitar gunung puting mereka hancurkan. sudah lima perguruan yang mereka hancurkan selama satu purnama ini, lima iblis Lembah Tengkorak kini menjadi momok menakutkan bagi dunia persilatan. bahkan para penduduk desa yang berada di wilayah gunung puting juga ikut was was jikalau sampai orang2 Lembah Tengkorak tidak hanya membantai perguruan silat tetapi juga para penduduk desa, itulah yang membuat para penduduk desa menjadi di cekam rasa ketakutan.

"kakang." seru wanita cantik bagai bidadari dengan pakaian serba hijau. gadis cantik tersebut berlarian kecil dari arah sungai ke sebuah batu sebesar kerbau dimana seorang pemuda tampan berjubah putih duduk dengan tenang sambil tersenyum lembut ke arah gadis cantik yang berlarian kecil ke arahnya. "kakang. aku dapat dua ikan besar di sungai. kita bakar ya buat pengganjal perut." seru si gadis sambil menunjukkan dua ikan besar yang ia bawa dari sungai.

"kau dapat dari mana dua ikan itu kenanga?" ucap pemuda itu lembut.

"di sungai dekat air terjun itu kakang." sahut si gadis yang dipanggil kenanga menunjuk ke arah dimana dia mendapatkan dua ikan tersebut.

si pemuda memandang mengikuti arah yang di tunjuk si gadis. "hmmm. baiklah, ayo kita panggang ikan itu lumayan bisa mengganjal perut." ucap pemuda itu.

mereka segera membuat perapian dengan kayu2 yang berserakan di sekitar tempat itu, begitu api menyala maka dua ikan besar itu mereka panggang.

"kakang. kemana tujuan kita sekarang?"

pemuda itu menatap kenanga dengan lembut. "ke desa kaliadem." ucapnya pendek sambil membolak balikan ikan yang di panggangnya di atas api.

"desa kaliadem?! mau ngapain kita kesana?" ucap kenanga mengerutkan keningnya.

"mengunjungi teman lama."

"siapa?"

"nanti kau akan tau sendiri kenanga." ucap pemuda itu kalem lalu mulai memakan ikan bakarnya yang sudah matang itu. kenanga hanya merengut menghela nafas pendek. pemuda berjubah putih itu tersenyum saja melihat kekasihnya yang merengut.

hari semakin sore menjelang senja berarti malam akan segera tiba. dua insan berlainan jenis itu terus mengobrol hingga tak terasa malam telah datang menyelimuti bumi. sang dewi malam bersinar redup di langit malam yang berhiaskan bIntang.

* ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ *

SLAPP tak !!!

SEBUAH benda menancap di tiang pilar pendopo yang berbentuk joglo. lima orang yang berada di pendopo itu tersentak kaget langsung berdiri menghadap ke arah datangnya asal benda yang menancap di pilar pendopo. orang berpakaian warna coklat dengan blangkon di kepala melesat cepat keluar dari pendopo menuju asal benda tadi datang. laki laki separuh baya dengan janggut agak panjang berjubah coklat hitam mengambil benda yang menancap di tiang pilar pendopo. ternyata benda itu adalah pisau kecil berwarna hitam dengan panjang setengah jengkal, ada kain putih kecil di gagang pisau tersebut.

"guru, hati hati. kelihatannya pisau beracun." seru seorang pemuda mengingatkan orang separuh baya yang di panggil guru tadi.

"aku tau sagara." ucap orang tua itu kalem. orang tua yang dipanggil guru oleh pemuda yang bernama sagara itu adalah ki Handoyo, beliau adalah guru padepokan silat ruyung sakti di daerah kali adem. ki Handoyo memungut kain putih di gagang pisau lalu membukanya. ternyata itu adalah sebuah undangan yang di tulis dengan darah. "DATANGLAH PADA HARI KE 15 DI Lembah Tengkorak... DEWI Lembah Tengkorak." bunyi tulisan yang tertera di kain putih itu.

"guru. apa rencana guru mengenai undangan itu?" tanya sagara setelah membaca tulisan di kain putih yang ternyata adalah sebuah undangan.

ki Handoyo mengusap usap janggutnya sambil mondar mandir tenang. sesekali beliau menghela nafas pelan.

"orangnya tidak ketemu, guru. mungkin sudah pergi setelah melempar pisau tadi." kata pria berbaju coklat cepat setelah sampai di pendopo. pria ini yang tadi melesat keluar pendopo untuk mengejar si pelempar pisau tadi.

"apa kau melihat orang yang melempar pisau tadi kakang Sadewo.?" seru sagara cepat pada orang yang dipanggil Sadewo.

Sadewo menoleh ke arah sagara yang juga adik seperguruannya. "sekilas saja adi. seorang wanita berbaju putih berwajah tengkorak." sahut Sadewo cepat.

"APA?! berwajah tengkorak?" seru sagara kaget. dua orang yang lain juga ikut kaget mendengar hal itu, hanya ki Handoyo saja yang masih berdiri tenang.

"aku merasa undangan ini menyimpan misteri yang bisa mendatangkan maut. dewi Lembah Tengkorak? siapa adanya dia, aku tidak pernah mendengar nama itu sebelumnya." ucap ki Handoyo pelan namun bisa di dengar oleh empat orang murid utamanya.

"guru. sebaiknya tidak usah pedulikan undangan itu. paling itu kerjaan orang iseng saja." seru sagara.

"dewi Lembah Tengkorak?!" gumam Sadewo sambil mengingat ingat sesuatu dalam pikirannya.

"tidak. aku merasa bakal terjadi peristiwa besar di dunia persilatan dengan di kirimkannya undangan ini. sagara pergilah kau ke Padepokan Toya Emas. apa mereka juga mendapatkan undangan seperti ini juga." seru ki Handoyo.

"baik, guru." sagara segera berlalu dari pendopo itu.

"sudiro dan putu ayu, kalian pergilah ke desa kali adem dan juga desa kali deres. cari tau berita yang berhubungan dengan undangan ini." seru ki Handoyo pada dua muridnya yaitu sudiro dan putu ayu.

"baik, guru." sahut mereka bersamaan lalu beranjak pergi.

"guru." ucap Sadewo pelan.

"Sadewo. suruh semua murid untuk waspada dan perketat penjagaan. aku memiliki firasat tidak enak."

"tapi guru?"

"lakukan saja Sadewo."

"baik, guru." seru Sadewo lalu bergegas pergi.

tak berapa lama datang seorang murid ke pendopo itu. "maaf guru. ada dua orang yang ingin bertemu guru." ucap orang itu membungkuk hormat.

"siapa?" tanya ki Handoyo cepat.

"seorang pemuda dengan seorang wanita. namanya Panji, guru. katanya dia teman guru." ucap orang itu menjelaskan.

"Panji?!" gumam ki Handoyo pelan. "bagaimana ciri ciri pemuda itu?" tanya ki Handoyo kemudian dengan cepat.

"tampan, berjubah putih dan memiliki pedang kepala naga di punggunya. usianya kurang lebih dua puluh tahun."

"Pendekar Naga Putih?!" seru ki Handoyo sumringah mengenali ciri ciri pemuda yang di sebutkan muridnya itu. "cepat suruh masuk."

"baik, guru." orang itu segera berlalu dari hadapan ki Handoyo. lalu tak berapa lama orang itu kembali lagi bersama dua orang.

ki Handoyo tersenyum lebar melihat dua orang yang sangat ia kenal. "nak mas Panji dan nimas Kenanga. apa kabar kalian? sudah lama kita tidak berjumpa. hahahaha." ucap ki Handoyo senang.

"hahahaha. baik paman. paman sendiri gimana?" ucap Panji bersalaman dengan ki Handoyo.

"hahaha. aku juga baik. mari silakan masuk."

"terima kasih paman."

mereka lalu masuk ke dalam pendopo dan duduk di kursi ruang tamu pendopo tersebut.

"sudah lama kita ketemu, sejak peristiwa melawan partai Kelabang Ireng." ucap ki Handoyo membuka obrolan.

"benar, paman. sejak saat kita tidak saling ketemu. Oh ya maaf paman, tadi aku lihat penjagaan di perketat. apa yang terjadi paman?" tanya Panji lembut.

ki Handoyo menghela nafas panjang kemudian berdiri dan berjalan ke pilar pendopo. tampak ki Handoyo sedikit gelisah.

"ada apa paman? maaf jika pertanyaanku menyinggung paman." ucap Panji merasa tidak enak hati melihat perubahan ki Handoyo.

"tidak. bukan nak mas. tadi sebelum nak mas datang aku mendapatkan undangan yang di kirim oleh orang tak di kenal."

"undangan?!"

"benar. ini undangannya." ki Handoyo menunjukkan kain yang bertuliskan darah.

Panji menerima kain putih tersebut dan melihat apa yang tertulis. "hmmm. ini undangan yang aneh. di tulis dengan darah. hari ke 15 di Lembah Tengkorak." gumam Panji pelan mencermati isi undangan tersebut. "dewi Lembah Tengkorak. siapa dia paman?"

"aku juga tidak tau nak mas. Lembah Tengkorak cukup jauh dari sini. apa maksud dewi Lembah Tengkorak mengirimkan undangan seperti ini." ucap ki Handoyo kalem.

"hmmm. apapun itu, ini tidak bisa di anggap angin lalu saja. undangan ini mengandung maksud yang tersembunyi."

"aku juga berpikir begitu nak mas. tapi apa itu aku juga belum mengetahuinya."

"lalu apa tanggapan paman? memenuhi undangan itu atau mengabaikannya."

"entahlah." ki Jarot kembali duduk di tempatnya.

"sebaiknya abaikan saja paman." ucap Kenanga menimpali setelah dari tadi diam saja.

Panji dan ki Handoyo menoleh ke arah Kenanga. mereka sama-sama tersenyum lebar.

"kenapa?" seru Kenanga yang heran melihat Panji dan ki Handoyo malah tersenyum lebar.

tak berapa lama Sadewo datang ke ruang tamu pendopo. "guru. semua aku tempatkan sesuai perintah guru."

"he-em." ki Handoyo mengangguk. "Sadewo. kenalkan ini orang yang guru sering ceritakan yaitu Panji, Pendekar Naga Putih."

Sadewo menoleh ke arah Panji. "oh sungguh takku duga hari ini saya bisa bertemu dengan pendekar kesohor di dunia persilatan. salam hormat saya pada Pendekar Naga Putih." ucap Sadewo menunduk hormat.

"kisanak terlalu berlebihan, saya tidaklah seperti apa yang orang bicarakan. saya hanya manusia biasa saja. di atas langit masih ada langit jadi apa yang bisa saya banggakan. jangan sungkan kisanak." ucap Panji dengan tutur kata yang halus.

"ah, selain kesohor rupanya Pendekar Naga Putih bersifat rendah hati. sungguh mulia sekali." ucap Sadewo kagum dengan sifat Panji yang sopan santun.

"panggil saya Panji saja kisanak." ucap Panji kalem tersenyum.

"baik. saya Sadewo."

"ini Kenanga temanku." Panji mengenalkan Kenanga pada Sadewo.

"nini Kenanga. salam."

Kenanga mengangguk pelan saja.

"paman. apakah paman sudah berjumpa dengan pendekar yang dulu membantu kita waktu menghancurkan partai Kelabang Ireng?" tanya Panji mengalihkan pembicaraan.

"maksud nak mas Pendekar Pedang Matahari?" ucap ki Handoyo. Panji mengangguk cepat. "belum nak mas."

"sewaktu kami singgah di kadipaten jati luhur. kami mendengar Pendekar Pedang Matahari juga membantu menggulingkan kekuasaan adipati yang memberontak dan kini pewaris sah kadipaten jati luhur kembali menduduki singgasana kadipaten."

"benarkah itu nak mas?" seru ki Handoyo cepat.

Panji mengangguk. "kini kadipaten jati luhur sudah berdiri sendiri menjadi sebuah kerajaan dengan rajanya arya soma. orang2 di sana sering membicarakan sepak terjang Pendekar Pedang Matahari dan nama pendekar itu adalah Antoch."

"hmmm. Pendekar Pedang Matahari. orang baru di rimba persilatan yang langsung menggegerkan dunia persilatan. kesaktiannya sukar di jajaki dan berhasil membinasakan tokoh sesat yang selama puluhan tahun menjadi momok di dunia persilatan." ucap ki Handoyo lirih namun masih bisa di dengar jelas.

"benar, paman. dia dengan mudah dapat mengalahkan datuk sesat yang hampir saja mengalahkan aku." Panji manggut2.

sejenak pendopo itu menjadi sunyi karna semua larut dalam pikirannya masing2.

DI SEBUAH KEDAI MAKAN yang terletak di desa kali anget tampak seorang pemuda bertopeng perak tengah asik menyantap hidangan yang ada di depannya. dia dengan asik makan tanpa peduli sepasang mata tengah memperhatikan dirinya. sepasang mata seorang wanita muda berpakaian biru kuning dengan ikat kepala warna biru. sebilah pedang terlihat dari punggung gadis itu, paras cantik gadis itu membuat mata para lelaki sejenak melihat dirinya namun gadis itu cuek saja malah memperhatikan pemuda bertopeng yang lagi asik makan.  

pemuda bertopeng perak dengan pedang bergagang matahari yang tak lain adalah Antoch segera beranjak pergi dari kedai makan tersebut setelah membayar makanan itu. di lain pihak si gadis yang dari tadi memperhatikan Antoch juga bergegas beranjak dari tempat duduknya namun tiba-tiba ada seorang pria datang mencegah gadis itu.

"hai, cah ayu. mau kemana kamu. temani aku disini janganlah buru buru pergi. hehehe." ucap pria yang memiliki perawakan tegap dengan bulu dada yang tebal. mata kiri di tutupi penutup mata dan ada codet melIntang di pipi kanannya. tampangnya keras dan sangar sekali.  si gadis menatap pria bercodet itu dengan pandangan tidak suka karna merasa terganggu.

"hahahaha. janganlah memasang wajah masam gitu, nanti wajah ayumu jadi tidak ayu lagi. hehehe." ucap pria bercodet tersenyum.

walaupun pria bercodet itu tersenyum tapi tetap saja tidak merubah tampangnya yang sangar. malah jadi terlihat semakin angker.

"mau apa kau?" seru si gadis cepat dengan tatapan mata tajam ke arah pria bercodet.

pria bercodet itu senyum2 sambil pandangannya menyusuri setiap jengkal tubuh si gadis. merasa risih dipandangi orang begitu rupa membuat gadis itu segera beranjak pergi tapi lagi2 pria bercodet itu kembali menghalanginya bahkan pria bercodet itu sudah berani memegang tangan si gadis. "hehehe. mau kemana cah ayu. di sini saja bersamaku, aku traktir deh. hehehe." ucap pria bercodet sambil tertawa kecil.

"lepaskan !!" bentak si gadis keras.

bentakan gadis itu membuat pengunjung di kedai tersebut jadi melihat kearah mereka berdua.

"lepaskan !!" bentak si gadis kembali sambil menarik tangannya yang di pegang pria bercodet.

"hahahaha. kakang bergola ireng. agaknya gadis itu tidak menyukaimu. sudah, bawa saja langsung. hahahaha." seru seorang pria yang berpakaian hampir sama dengan pria bercodet namun pria ini memiliki cambang lebat di dagunya.

"benar kakang. agaknya hari ini rejekimu besar sekali kakang. kami pun juga mau dapat sisanya. hahahaha." seru pria yang lain dengan ikat hitam melingkar di kepalanya.

"hahahaha. rupanya kau juga kepengen juga dengan gadis ini jampari, sampai2 kau mau sisanya juga. hahahaha." tawa orang bercodet yang di panggil dengan nama bergola ireng.

"hahahaha. tentu saja kakang. atau kakang bermurah hati padaku agar aku yang mencobanya dulu." seru orang dipanggil jampari.

"hahahaha. kau sendiri gimana bedul?" seru bergola ireng pada orang bernama bedul.

"atur ajalah. yang penting beres." sahut bedul tanpa menoleh sedikitpun.

"hahahaha." mereka bertiga ketawa bersama dengan lantang.

mendengar perkataan ketiga orang itu membuat si gadis jadi geram. hatinya panas sekali karna merasa di lecehkan di depan banyak orang, dengan gerakan cepat gadis itu mengibaskan tangannya dengan kekuatan tenaga dalam yang ia miliki sehingga membuat pria bercodet jadi tersungkur menabarak meja.

"huh. dasar manusia2 sampah. sebaiknya bercermi dulu sebelum unjukan muka buruk kalian padaku." seru si gadis keras karna jengkel sekali mendengar ucapan yang sangat melecehkan dirinya.

bergola ireng bangkit berdiri dengan sikap yang marah karna telah di buat jatuh tersungkur, dia sangat malu di hadapan banyak orang telah di jatuhkan oleh gadis yang kelihatannya lemah itu. "kurang ajar. rupanya kau harus di beri pelajaran gadis sundel." teriak bergola ireng geram.

"hehh. apa katamu?! kurang ajar !!" seru si gadis marah mendengar dirinya di panggil gadis sundel.

"Hiaaatt."

gadis cantik itu menerjang menyerang bergola ireng dengan mengarahkan pukulannya ke arah muka bergola ireng. pukulan si gadis hampir mengenai sasaran namun dengan gerakan cepat bergola ireng memiringkan tubuhnya menghindari pukulan yang mengarah ke mukanya. di tengah jalan tiba-tiba pukulan si gadis berubah menjadi tamparan ke arah pipi bergola ireng.

Plakk !!

suara tamparan mengenai pipi bergelo ireng yang tidak sempat menghindari tamparan si gadis.

bergola ireng meringis mengusap pipinya yang terkena tamparan si gadis.

"Bedebah !!" maki bergela ireng keras. "akan kubuat kau menyesal seumur hidup gadis sundel. hiaaatt !!"

dengan teriakan lantang bergola ireng menerjang si gadis dengan jurus2 berbahaya yang mengancam wajah si gadis. tangan yang membentuk cakar bergerak cepat menyerang si gadis. jelas bergola ireng ingin membuat cacat wajah si gadis, namun si gadis dengan tenang menghindar dari cakar bergola ireng yang mengarah ke wajahnya.

tapi di tengah jalan arah serangan cakar bergola ireng berubah ke lambung si gadis, ini membuat si gadis kaget namun dengan sigap dia melompat ke samping sehingga cakar maut bergola ireng hanya lewat di samping si gadis. begitu serangannya dapat di hindari si gadis maka dengan gerakan memutar cepat bergola ireng mengarahkan tendangan putarnya ke perut si gadis. gerakan memutar yang cepat dari bergola ireng cukup membuat si gadis terlonjak kaget, maka dengan susah payah si gadis melompat menghindari tendangan memutar bergola ireng.

begitu lolos dari tendangan bergola ireng maka dengan cepat si gadis melesat keluar dari kedai makan. bergola ireng juga melesat cepat menyusul si gadis keluar dari kedai makan.

kini mereka saling berhadapan dengan kuda kuda siap menyerang. "bersiaplah menemui dewa kematian gadis sundel." seru bergola ireng tandas.

si gadis menyeringai sinis dengan sorot matanya tajam bagai seekor elang mengincar mangsa.

tiba-tiba jampari dan bedul sudah berdiri di samping bergola ireng. "kakang. kita ringkus saja gadis itu lalu kita bawa ke hutan bukit tunggul." ucap jampari cepat.

"benar kakang. sungguh sangat sayang jika gadis secantik dia di bunuh." seru bedul menambahkan.

"hmmm. baiklah. kita serang gadis itu dengan jurus serigala menangkap mangsa." ucap bergola ireng sambil mengangguk cepat.

"baik." sahut bedul dan jampari cepat.

ketiga orang itu dengan cepat mengurung gadis cantik itu, mereka sudah tidak mau main2 lagi dan ingin secepatannya meringkus gadis cantik tersebut.

Bergola ireng menerjang mengarahkan cakarnya ke arah leher si gadis sedang jampari dan bedul mengarahkan cakarnya ke lambung dan kaki si gadis. di serang tiga orang dengan tiga sasaran yang mengancam keselamatan jiwanya maka dengan cepat si gadis melompat tinggi bersalto di udara lalu mendarat mulus di tanah.

serangan tiga orang itu terus mengarah ke arah2 berbahaya di bagian tubuh si gadis. di keroyok begitu rupa tidak membuat si gadis gentar, dengan tenang dia menghindari setiap serangan yang mengarah ke daerah vital tubuhnya. kian lama pertarungan mereka sudah cepat sekali dan kali ini si gadis jadi semakin terpojok hingga suatu ketika seseorang dari tiga pria tersebut berhasil menyarangkan totokan tepat di leher si gadis, seketika gadis itu jadi kaku tidak bisa bergerak.

"Hahahaha. akhirnya tertangkap juga kau gadis sundel." bergola ireng tertawa penuh kemenangan.

"bangsat. lepaskan aku." teriak si gadis marah.

"hahahaha. tenanglah cah ayu. sebentar lagi kita akan bersenang senang. hahahaha."

"ayo kita bawa gadis itu kakang." seru jampari.

"bangsat. lepaskan aku. lepaskan. akan kubunuh kalian. lepaskan !!!" maki si gadis marah2.

Dengan memondong gadis itu mereka melesat pergi meninggalkan tempat itu. para penduduk desa kali anget yang kebetulan meOh yaksikan kejadian itu hanya bisa menghela nafas panjang karna kasihan melihat nasib buruk yang akan menimpa si gadis.

tiga orang bergola ireng dengan dua temannya berlarian cepat menyusuri pinggiran hutan bukit tunggul, saat tiba di ujung jalan mereka masuk menerobos kelebatan hutan bukit tunggul. tanpa mereka sadari ada seorang pemuda tengah mengikuti mereka dari tempat yang cukup jauh sehingga mereka tidak sadar kalau sedang di ikuti.

pemuda itu berhenti di balik pohon besar ketika tiga orang yang di ikutinya berhenti di sebuah pondok kayu. pemuda itu langsung melompat ke dahan pohon yang cukup rimbun untuk tempat bersembunyi. dia memperhatikan tiga orang yang tengah bicara di depan pondok.

"jampari, bedul. kalian jaga di luar, begitu aku selese menikmati gadis ini maka giliran kalian nanti yang juga menikmatinya." ucap bergola ireng cepat.

"baik. kakang." sahut jampari dan bedul bareng.

bergola ireng melangkah masuk ke dalam pondok kayu sambil memodong si gadis yang yang sudah tak berdaya di punggungnya. di dalam pondok kayu terdapat pembaringan yang terbuat dari balai2 bambu. bergola ireng membaringkan tubuh gadis itu di atas balai2 bambu.

TAMPAK si gadis melotot marah ke arah bergola ireng.

"hehehe. sebentar lagi akan kuajak kau menikmati sorga dunia cah ayu. kamu pasti senang dan akan minta lagi setelah merasakan nikmatnya sorga dunia. hehehe." ucap bergola ireng menatap wajah gadis cantik di pembaringan dengan tatapan penuh birahi. dia mengusap rambut, pipi dan bibir si gadis dengan lembut lalu mulai turun ke leher. tangan bergola ireng meremas payudara indah si gadis yang menonjol di dada si gadis yang masih terbungkus pakaian. remasan itu lembut lalu agak keras karna gemas sekali.

si gadis memaki menyumpah habis habisan dalam hati. dia tidak bisa berontak karna tertotok. air matanya mengalir dari sela matanya karna nasib buruk yang sebentar lagi akan menimpa dirinya. nasib akan di gagahi oleh orang yang tidak ia kenal. dalam hati si gadis bersumpah akan bunuh diri jika kehormatannya di renggut oleh bergola ireng.

bergola ireng yang sudah terbakar nafsu dengan kasar merobek kain penutup dada si gadis sehingga payudara si gadis tampak membusung indah di dada si gadis. melihat payudara putih membusung di dada si gadis membuat nafsu bergola ireng jadi meledak, maka dengan cepat bergola ireng menindih tubuh si gadis.

BRUAAKKK !!!

pintu podok tiba-tiba hancur berantakan, dua sosok tubuh melayang jatuh di dekat pembaringan dimana bergola ireng tengah menindih si gadis. suara keras hancurnya pintu podok membuat bergola ireng terlonjak kaget sampai turun dari atas balai2 bambu. lalu tak lama dari luar muncul seorang pemuda bertopeng perak berdiri dengan tenang di ambang pintu yang hancur berantakan.

"bangsat. setan alas. siapa kau? berani sekali mengganggu kesenanganku." teriak bergola ireng berang.

"aku malaikat kematianmu manusia iblis." ucap pemuda bertopeng itu penuh tekanan.

"bedebah."

"sebentar lagi kau akan menyusul dua temanmu itu manusia iblis." ucap pemuda bertopeng itu tandas.

bergola ireng menatap dua temannya. dia tersentak karna melihat dua temannya sudah menjadi mayat dengan dada hitam remuk. mendidihlah darah bergola ireng melihat kematian dua temannya yang sudah tewas. "ku bunuh kau bangsat. hiaaat."

bergola ireng melompat mengarahkan pukulannya ke muka pemuda bertopeng, namun dengan ringan pemuda bertopeng itu memiringkan kepalanya lalu dengan gerakan kilat pemuda bertopeng itu mengirimkan pukulan ke dada bergola ireng.

Diegkh !!

"aakh." jerit bergola ireng terkena pukulan di dadanya.

BRUAAKK !!!

Dinding pondok jebol di tabrak tubuh bergola ireng yang terpental.

Dinding kayu itu jebol dan tubuh bergola ireng terlempar keluar dari pondok akibat pukulan yang di lepaskan pemuda bertopeng dengan tenaga dalam itu.

pemuda bertopeng itu segera menghampiri si gadis dan membebaskan totokan si gadis. begitu si gadis terbebas dari totokan maka dengan cepat gadis itu melesat keluar menerjang bergola ireng yang berdiri limbung akibat luka dalam yang di deritanya.

tak ampun lagi bergola ireng di hajar habis habisan oleh si gadis yang kalap karna marah akibat perbuatan bergola ireng yang hampir saja di rusak kehormatannya oleh bergola ireng. dengan penuh emosi si gadis mencabut pedang di punggungnya lalu menyabetkan pedang itu ke arah leher bergola ireng.

Crass !!

"aakh." jerit bergola ireng tercekat lalu suaranya lenyap seiring kepalanya menggelinding putus dari raganya.

tak puas dengan memutus leher bergola ireng, si gadis menendang keras tubuh bergola ireng hingga mencelat menabrak pohon. si gadis berdiri menatap tajam tubuh bergola ireng dengan nafas terengah engah. hatinya masih belum puas maka dia melompat menuju ke tubuh bergola ireng.

"hentikan." teriak seseorang menghentikan si gadis yang hendak melompat menerjang tubuh bergola ireng. "sudah hentikan nisanak. tidak ada gunanya kau teruskan. dia sudah menjadi mayat." ucap pemuda itu lalu melemparkan sesuatu ke arah si gadis.

si gadis menangkap sesuatu yang di lemparkan pemuda bertopeng itu. "aku belum puas sebelum mencincang orang itu sampai hancur." seru si gadis dengan nada yang masih menunjukkan kemarahan.

pemuda bertopeng itu tersenyum lembut. "aku tau perasaanmu nisanak. tapi pakailah baju itu agar auratmu tidak kau biar kan terlihat begitu saja." ucapnya mengingatkan keadaan si gadis yang masih tidak sadar akan aurat atasnya masih terlihat akibat bajunya di robek oleh bergola ireng tadi.

"ekh?!" si gadis tersentak kaget menyadari keadaan dirinya, buru buru dia menutup dadanya dengan dua tanganya lalu berlari di balik di sebuah pohon besar.

pemuda bertopeng itu tertawa kecil melihat tingkah si gadis yang panik. Antoch lalu berjalan pergi dari tempat itu.

"tunggu.!!" teriak si gadis mencegah pemuda bertopeng itu pergi. "tunggu." seru si gadis kembali sambil berlari mengejar pemuda bertopeng tadi.

pemuda bertopeng itu membalikkan tubuhnya menghadap si gadis. "nisanak ada perlu denganku?" tanyanya kalem tersenyum lembut.

si gadis menatap pemuda bertopeng sejenak. "terima kash atas pertolonganmu. aku berhutang budi padamu, entah dengan apa aku bisa membalasnya."

si gadis menunduk sedikit menghormati orang yang telah menolong dirinya.

"aku Intan Ayu. nama kisanak siapa?"

pemuda bertopeng menatap lembut gadis cantik di depannya yang mengaku bernama Intan Ayu. "aku Antoch." sahut Antoch kalem.

"Antoch. sekali lagi terima kasih banyak atas pertolonganmu tadi."

"tidak usah di pikirkan nisanak Intan Ayu. hanya kebetulan saja aku lewat tempat ini dan melihat nisanak di bawa oleh tiga orang tadi." ucap Antoch lembut.

"apapun itu aku sangat berterima kasih padamu." sahut si gadis yang bernama Intan Ayu. "kalau tidak ada kamu entah apa jadinya diriku. mungkin aku sudah .." Intan menghentikan ucapannya. tampak tangannya terkepal erat menahan kejengkelan hatinya akibat kejadian buruk yang hampir menimpa dirinya kalau tidak di tolong oleh Antoch.

"Oh ya, nisanak mau kemana?" ucap Antoch mengalihkan pembicaraan.

Intan menatap pemuda bertopeng itu sejenak. lalu dia menghela nafas pendek. "aku sebenarnya sedang mencari kakakku. mungkin kisanak pernah bertemu dengan dia namanya Lestari, dia bersama eyang Rakanini atau orang menjulukinya Hantu Tongkat Hitam."

Antoch memegang dagunya berpikir sejenak. sepertinya dia pernah bertemu dengan seorang gadis bernama Lestari dan juga wanita tua bernama Rakanini. apakah mereka orang yang tengah di cari oleh Intan Ayu. batin Antoch.

"kamu pernah bertemu mereka?" tanya si gadis kalem.

Antoch melirik Intan Ayu, dia menggeleng pelan saja. "sebaiknya kita keluar dari hutan ini dulu. mari." Antoch melangkah ringan di ikuti Intan Ayu. dalam perjalanan mereka banyak ngobrol dan becanda.

"jadi kamu juga mendapat undangan dari orang2 Lembah Tengkorak? hmmm. agaknya aku memiliki firasat buruk tentang undangan itu. bisa saja itu adalah undangan maut." ucap Intan Ayu pelan. dia diam merenung mencermati arti dari undangan maut tersebut.

"hari ke 15 tinggal 3 hari lagi. mari kita sama2 ke Lembah Tengkorak, aku penasaran dengan undangan itu. bagaimana?" tanya Antoch menatap Intan yang terdiam karna merenung.

Intan menoleh menatap pemuda bertopeng itu beberapa lama lalu mengangguk sedikit. Intan sebenarnya merasa ragu namun rasa penasarannya akan undangan itu membuatnya ingin mengetahui apa maksud dan tujuan si pengirim undangan yang mengatas namakan dirinya Dewi Lembah Tengkorak.

Tak terasa matahari bergulir sangat cepat sehingga sorepun telah tiba. mereka terus berjalan menyusuri jalan setapak menuju ke sebuah desa yang berada di kawasan gunung puting timur.

MALAM ini desa ngasinan tampak lain dari biasanya, desa yang biasanya tidak terlalu rame jika malam hari, sekarang jadi tampak rame karena malam ini banyak sekali para pengunjung yang singgah di desa tersebut. umumnya para pengunjung itu adalah para pengembara dan ada juga dari beberapa orang2 kerajaan. mereka rata rata memiliki tujuan yang sama yaitu hadir dalam undangan yang di kirim oleh orang yang menamakan dirinya dewi Lembah Tengkorak.

Di sudut ruang kedai yang terletak di ujung jalan desa tampak dua orang tengah duduk menikmati hidangan yang tersedia di depan mereka. si gadis sesekali memandang ke sekitar dalm kedai yang di penuhi orang2 dari rimbar persilatan yang berbeda aliran. si pemuda bertopeng perak malah asik menyantap ayam goreng yang ada di piring. dia tidak pedulikan orang orang yang juga ada di dalam kedai. si gadis menepuk bahu pemuda bertopeng perak.

"Antoch. lihat yang datang ke kedai ini rata rata orang persilatan yang cukup memiliki nama. yang duduk di dekat jendela itu adalah malaikat biru kali gede sedang dua orang yang bersamanya adalah sepasang pendekar pedang timur. tak jauh dari tempat mereka itu adalah si tongkat ular sanca lalu di sampingnya dewa tangan api." si gadis yang tak lain adalah Intan Ayu menyebut nama nama tokoh yang ada di dalam kedai. si pemuda yang tak lain adalah Antoch Pendekar Pedang Matahari hanya berguman acuh tak acuh saja. "mereka pasti juga penasaran dengan undangan dari dewi Lembah Tengkorak." ucap si gadis kalem.

Antoch melirik gadis cantik yang beberapa hari ini bersamanya. "tujuan mereka sama dengan kita Intan. mereka juga ikut hadir dalam undangan yang misterius itu." ucapnya pelan lalu kembali menyantap ayam gorengnya.

Intan Ayu mengangguk cepat lalu mulai menyantap makanannya.

tak berapa lama datang dua orang ke kedai makan itu, satu orang tua berjubah putih dengan jenggot putih agak panjang. yang satu gadis cantik dengan berpakaian hijau biru terdapat sebilah pedang di punggunnya. dua orang itu menuju ke meja dimana Antoch dan Intan Ayu berada.

"maaf kisanak dan nisanak. boleh kami ikut duduk di sini karna kami tidak dapat tempat duduk." ucap orang tua itu lembut penuh keramahan.

"silakan." sahut Intan ramah.

"terima kasih." orang tua dan gadis cantik itu lalu duduk berhadapan dengan Antoch dan Intan Ayu. tampak sejenak si gadis melirik ke arah Antoch dengan lirikan penuh arti. entah apa arti lirikan itu dan hanya si gadis mengetahuinya. lalu si gadis mengalihkan pandangannya ke orang tua di sebelahnya.

* ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ *

"mudah mudahan saja kita bisa bertemu dengan pangeran matahari di Lembah Tengkorak nanti Gayatri. di kitab babad tanah leluhur tertulis dengan kalau pangeran matahari akan muncul kembali 200 tahun setelah istana tapak suci mengalami kehancuran." ucap kakek tua berjubah putih tersebut.

"Ekh?!" Antoch tersentak kaget mendengar kakek tua di depannya menyebut pangeran matahari. Antoch bertanya tanya dalam hati kenapa kakek tua itu menyebut soal pangeran matahari dan juga istana tapak suci. ini adalah hal yang aneh menurutnya.

"ya tapi di kitab itu tidak menyebutkan ciri ciri pangeran matahari tersebut guru. di situ hanya di sebutkan pangeran matahari akan muncul kembali di masa 200 tahun setelah istana tapak suci hancur. sangat sulit guru menemukan orang di maksud. sedangkan ibu harus terbaring menahan sakit menunggu pangeran matahari muncul mengobati beliau." ucap si gadis yang bernama Gayatri dengan nada putus asa.

"selagi kita berusaha maka sang hyang widi pasti menunjukkan jalan untuk kita. janganlah kamu berputus asa. kuatkan hatimu Gayatri." ucap si kakek sambil menepuk bahu Gayatri lembut untuk menenangkan hati Gayatri.

Gayatri menghela nafas pendek, dia kembali melirik ke arah pemuda bertopeng perak dan secara kebetulan pemuda bertopeng perak itu juga melirik Gayatri sehingga pandangan mereka sejenak bertemu lalu mereka sama2 menghindar, ada suatu perasaan aneh yang tiba2 menjalar di hati Gayatri, seolah seperti perasaan kangen, rindu dan juga seperti merasa sudah dekat dengan pemuda bertopeng tersebut.

"kita kembali ke penginapan yuk." ucap Intan Ayu sambil beranjak berdiri.

Antoch menoleh ke Intan Ayu lalu mengangguk pelan. Antoch dan Intan Ayu segera beranjak pergi dari kedai tersebut. kembali ketika melirik pandangan Antoch bertemu dengan pandangan Gayatri yang juga melirik padanya. sejenak mereka saling pandang kemudian Antoch melangkah mengikuti Intan Ayu yang sudah duluan keluar.

Gayatri menatap pemuda bertopeng yang melangkah keluar dari dalam kedai. Gayatri benar2 merasa aneh dengan perasaan yang tiba-tiba menjalar merasuki hatinya, tapi perasaan apa itu Gayatri tidak bisa mengartikannya.

"Gayatri. ada apa?" tanya kakek tua cepat melihat Gayatri yang bersikap sedikit aneh.

Gayatri menoleh ke kakek tua di sebelahnya lalu menggeleng sedikit. "tidak. tidak apa-apa guru." ucapnya cepa.

"dari tadi guru lihat kamu memperhatikan pemuda bertopeng terus. apa kamu kenal dia?" tanya kakek tua itu menyelidik.

Gayatri menggeleng cepat. "tidak. aku tidak kenal orang bertopeng itu." sahut Gayatri.

"hmmmm. ya sudah. kita makan saja dulu setelah itu kembali ke penginapan."

"baik. guru."

mereka lalu mulai melahap makanan yang telah di sediakan pemilik kedai.

* ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ *

Duaaarr !!!

Suara ledakan keras menghantam pohon hingga hancur berkeping keping.

"hahahaha. mampus kau Rejo Warang. hahahaha." tawa seorang kakek tua berpakaian serba hitam. tongkat berbentuk ular tergenggam di tangan kanannya. rupanya tongkat inilah yang mengeluarkan sinar kehijauan dan mengenai pohon hingga hancur berkeping keping. di depan kakek tua itu ada orang tua terduduk memegangi dadanya yang sakit akibat adu tenaga dalam dengan kakek tua tersebut. di samping orang tua itu ada seorang gadis memegangi bahu orang tua itu.

"uhuk uhuk. Jalak Ireng. apa maumu sebenarnya?" seru si orang tua yang bernama Rejo Warang dengan suara parau.

"mauku?! hahahaha. tentu saja membunuhmu tapi sebelum itu katakan dimana kau sembunyikan pusaka pedang samudra itu. atau kau ingin aku siksa dulu Rejo Warang. katakan !!" bentak Jalak Ireng garang.

"manusia terkutuk. kami tidak takut mati. hiaaatt." teriak si gadis yang ternyata adalah Gayatri. tanpa tanggung2 Gayatri mencabut pedang di punggungnya.

"Gayatri jangan. dia bukan tandinganmu." teriak Rejo Warang parau.

"hahahaha. nyalimu besar juga cah ayu. ayu majulah. hahahaha." ejek Jalak Ireng meremehkan serangan Gayatri.

dengan ilmu yang di dapat dari gurunya yaitu Rejo Warang, Gayatri memainkan jurus jurus pedang dengan kecepatan tinggi. tampak sekali kilatan kilatan cahaya yang berkilau dari pedang membuat Gayatri bagai bidadari menari. secepat kilat Gayatri menyerang daerah2 vilal Jalak Ireng. seranganya sungguh berbahaya sekali namun yang tengah ia hadapi bukanlah tokoh sembarangan. gurunya saja di buat tersungkur apa lagi Gayatri yang hanya seorang murid pasti bukanlah tandingan si Jalak Ireng. agaknya Jalak Ireng sengaja mempermainkan si gadis karna dia hanya melawan dengan tangan kiri saja, setiap serangan yang datang dengan mudah sekali di patahkan. sebenarnya Gayatri juga tidak bisa di anggap remeh sebab semua ilmu gurunya telah ia kuasai dengan sempurna namun menghadapi tokoh kosen yang di dunia persilatan di juluki Datuk Tongkat Ular ini membuat Gayatri hanya jadi mainan saja oleh Jalak Ireng.

"hahahaha. ayo anak manis keluarkan semua kemampuanmu. hahahaha." ledek ki Jalak Ireng meremehkan Gayatri.

"Huh. jangan sombong kau orang tua. tahan pukulanku !!" seru Gayatri geram. dengan gerakan cepat Gayatri mengumpulkan tenaga dalamnya di tangan kanan, kaki kanan ditarik kebelakang, Gayatri bersiap melepaskan pukulan sakti jarak jauh dengan tenaga dalam penuh. maka dari tangan kanan Gayatri melesatlah sinar merah menerjang ke arah Datuk Tongkat Ular. itulah pukulan sakti yang diturunkan gurunya ki Rejo Warang yang bergelar Malaikat Tangan Besi. pukulan sakti itu bernama pukulan Telapak Kematian. pukulan Telapak Kematian dulu sempat menggegerkan dunia persilatan karna keganasannya. dalam sekali pukulan saja mampu membunuh lima ekor kerbau dewasa dengan tubuh hangus.

"pukulan Telapak Kematian?!" seru ki Jalak Ireng tersentak kaget.

maka kali ini ki Jalak Ireng tidak mau berlaku ayal, dengan cepat dia gerakkan tongkat ularnya berputar tiga kali lalu di sentakkan tongkat ular itu ke depan, dari ujung tongkat yang berkepala ular itu melesatlah sinar hijau yang memapaki sinar merah pukulan Telapak Kematian. sinar hijau yang bernama Ajian Ular Hijau mematuk mangsa itu bertemu di udara dalam satu titik.

DUAAAARR !!!

Ledakan dahsyat terjadi begitu dua pukulan sakti beradu, tempat itu bergetar bagai terkena gempa.

"aaakh." jerit Gayatri terpental dua tombak kebelakang. tiba-tiba sekelebat bayangan putih menyambar tubuh Gayatri yang hampir saja menabrak pohon.

ki Jalak Ireng hanya sedikit limbung saja namun dadanya agak terasa sakit akibat benturan tenaga dalam tadi, dengan cepat ki Jalak Ireng mengerahkan hawa murni guna mengusir rasa sakit di dadanya.

sementara itu Gayatri yang muntah darah terluka dalam tengah di beri hawa murni oleh seorang pemuda bertopeng perak yang tak lain adalah Antoch. di tempat lain tampak Intan Ayu tengah menolong kakek tua ki Rejo Warang untuk berdiri.

"terima kasih nisanak." ucap ki Rejo Warang parau.

"kakek tidak apa-apa?" ucap Intan Ayu pelan.

"tidak. aku tidak apa-apa." ki Rejo Warang menoleh ke arah Gayatri yang tengah di beri hawa murni. "Gayatri." serunya pelan. ki Rejo Warang menghampiri Gayatri muridnya itu. "kisanak. terima kasih banyak kisanak telah menolong murid ku Gayatri."

Antoch menarik nafas dalam2 lalu menghembuskannya pelan. Antoch menoleh ke arah orang tua yang tadi bertanya. dia mengangguk sedikit lalu berdirì. "untung muridmu cepat di tolong kalau terlambat sedikit saja nyawanya pasti melayang. benar2 pukulan yang sangat mengerikan." ucap Antoch dengan tenang.

"ouh,.terima kasih kisanak terima kasih."

"uhuk uhuk. guru." ucap Gayatri terbatuk batuk.

"Gayatri. kamu tidak apa-apa?" ucap ki Rejo Warang mencemaskan keadaan muridnya itu.

Gayatri menggeleng cepat. "aku tidak apa-apa,guru." ucapnya pelan.

"sebaiknya kalian bersemedilah untuk memulihkan tenaga kalian." ucap Antoch kalem. Antoch berbalik badan menghadap kakek tua pemegang tongkat ular.

"hati hati kisanak. dia sangat berbahaya. tongkat ularnya mampu menghancurkan batu besar, jadi berhati hatilah." ucap ki Rejo Warang mengingatkan Antoch.

Antoch menoleh ke arah ki Rejo Warang lalu mengangguk cepat. "Intan. kamu jaga mereka di sini." seru Antoch pada Intan Ayu.

"baik." sahut Intan Ayu mengangguk cepat.

Antoch melangkah lima tindak ke arah ki Jalak Ireng yang sudah berdiri dari duduknya sehabis mengobati luka dalamnya akibat beradu tenaga dalam dengan Gayatri.

"orang tua. sebaiknya hentikan saja semua ini. tidak ada untungnya meneruskan permasalahan yang ada." ucap Antoch tenang mengajak jalan berdamai.

ki Jalak Ireng menatap pemuda bertopeng dengan tajam. ki Jalak Ireng mendengus saja mendengar ucapan si pemuda yang mengajak berdamai. "heh. siapa kau bocah? jangan jadi pahlawan kesiangan. lekas pergi dari hadapan ku kalau masih ingin melihat matahari esok hari." ucap ki Jalak Ireng ketus.

Antoch tersenyum lembut mendengar ucapan orang tua yang jelas jelas meremehkan dirinya namun Antoch tak mau terpancing maka dengan sabar dia masih menginginkan jalan damai dari pada harus terjadi pertumpahan darah yang sia sia saja.

"hmmm. kita manusia hanya memiliki selembar nyawa jadi untuk apa tidak gunakan hidup ini di jalan kebenaran dan berbuat kebajikan." ucap Antoch kalem.

"heh. jangan menggurui ku bocah. tau apa kau soal hidup jadi jangan sok berlagak di hadapanku. lekas minggat dari hadapanku kalau masih sayang nyawa." bentak ki Jalak Ireng garang.

Antoch kembali tersenyum. "kenapa musti harus ada pertumpahan darah jika jalan damai masih terbentang.."

"jangan banyak bacot kau bocah. di beri madu malah minta racun. rasakan tongkat ini." sergah ki Jalak Ireng.

dengan gerakan kilat ki Jalak Ireng mengayunkan tongkat ularnya ke kepala Antoch. deru angin berhembus cepat ketika tongkat ular itu bergerak cepat. tinggal sejengkal lagi tongkat itu memecahkan kepala Antoch tiba-tiba tangan Antoch bergerak kilat menahan tongkat tersebut hanya dengan satu jari saja. Antoch berbuat begitu agar ki Jalak Ireng sadar dan bisa di ajak berdamai.

"Ekh?!!"

justru perbuatan Antoch itu membuat semua orang yang ada tempat itu jadi tersentak kaget. itu adalah kejadian yang membuat takjub bagi siapa saja yang melihatnya. padahal tanpa Antoch sadari telah ada beberapa orang yang berdatangan di tempat itu. mereka terpana melihat kejadian yang ada di depan mereka. tongkat ular milik Datuk Tongkat Ular yang terkenal sakti hanya di tahan dengan satu jari saja, ini sungguh luar biasa hebat. semua pada bertanya tanya siapakah pemuda bertopeng yang mampu menahan tongkat ular ki Jalak Ireng. pastilah orang itu memiliki tingkat tenaga dalam yang maha sempurna karna sangat mustahil menahan tongkat ular sakti hanya dengan satu jari saja. benar benar menakjubkan dan itu benar benar terjadi di hadapan mereka semua.

Datuk Tongkat Ular mengerahkan seluruh tenaga dalamnya namun tak sedikitpun tongkatnya bisa bergerak. kini ki Jalak Ireng mulai sadar kalau tenaga dalam lawan jauh lebih tinggi di banding tenaga dalamnya maka ki Jalak Ireng mulai bergetar hatinya gentar. tapi bila dia mundur atau melarikan diri maka mukanya mau ditaruh mana, pasti orang2 persilatan akan menertawakan dirinya. akhirnya ki Jalak Ireng nekat juga akan bertarung hidup mati melawan pemuda bertopeng itu.

"huh. hari ini aku mengadu kesaktian denganmu bocah." seru ki Jalak Ireng menarik tongkat ularnya lalu melompat lima langkah ke belakang.

Antoch menghela nafas pendek, Antoch sadar dengan ucapan ki Jalak Ireng yang berarti pertarungan ini ditentukan siapa yang mati dialah yang kalah. tak ada jalan damai sama sekali. dalam hati Antoch sangat menyesalkan kecerobohannya yang berbuat seperti itu tadi.

"terimalah pukulan ULAR HIJAU MEMBURU KEMATIAN ku bocah !!" seru ki Jalak Ireng lantang.

ki Jalak Ireng memutar tongkat ularnya di depan, tubuhnya bergetar hebat mengeluarkan seluruh tenaga dalamnya. ki Jalak Ireng benar benar ingin mengadu kesaktian dengan Antoch sampai mati.

Antoch menghela nafas pendek, tak ada jalan baginya untuk menghindari pertarungan adu kesaktian dengan ki Jalak Ireng, mau tidak mau Antoch harus menghadapinya dengan jalan ksatria. maka dengan cepat tanang kanan Antoch di angkat ke atas dengan telapak tangan terbuka mengerahkan tenaga dalam di telapak tangan, lalu telapak tangan itu tergenggam erat hingga berwarna keperakan. itulah pukulan matahari tingkat terakhir dari rangkaian ilmu sembilan matahari, sengaja Antoch menggunakan pukulan matahari tingkat terakhir untuk menghormati lawannya.

Melihat dua orang yang tengah melakukan pengerahan pukulan dengan tenaga dalam tinggi membuat semua orang yang ada di tempat itu langsung beranjak menjauhi tempat itu, mereka sadar bila berada di dekat dua orang yang tengah adu kesaktian itu bisa membahayakan diri mereka sendiri, salah salah mereka bisa terkena pukulan nyasar, jadi mereka berlaku mencari aman dengan jalan menjauh dari tempat pertarungan adu kesaktian tersebut.

"Ekh?! Pendekar Pedang Matahari?!" seru salah seorang di antara mereka begitu melihat siapa yang sedang adu kesaktian dengan Datuk Tongkat Ular.

"Ekh?! Pendekar Pedang Matahari?!!" seru semua tercekat kaget mendengar ada yang menyebut gelar Pendekar Pedang Matahari. siapa yang tak kenal dengan gelar tersebut, gelar Pendekar Pedang Matahari yang telah menggegerkan dunia persilatan. mereka menoleh ke arah pemuda berjubah putih dengan pedang bergagang kepala naga di punggungnya.

"Pendekar Naga Putih?!" seru orang separuh baya cepat. "apa benar pemuda bertopeng perak itu Pendekar Pedang Matahari?" ucap orang tua itu.

Pendekar Naga Putih menoleh ke orang separuh bayu. "paman Santiko Aji." seru Panji mengenal orang separuh baya tersebut. "benar, paman. dialah yang Pendekar Pedang Matahari." ucap Panji kemudian.

mereka kembali memusatkan perhatiannya ke arah pertarungan Antoch dengan ki Jalak Ireng.

"Ajian Ular Hijau memburu kematian." teriak ki Jalak Ireng keras.

dari ujung tongkat yang berbentuk kepala ular melesak sinar hijau yang menderu menerjang ke arah Antoch.

"pukulan matahari." teriak Antoch lantang. dari tangan kanan Antoch tergenggam keperakan melesat sinar putih keperakan mengandung hawa panas luar biasa menerjang ke arah ki Jalak Ireng. dua sinar pukulan sakti berada di satu garis lurus lalu bertemu di satu titik.

DUAARRR !!!

Ledakan maha dahsyat terdengar keras membuat tanah di tempat itu bergetar bagai terkena gempa. efek pukulan sakti yang beradu itu sampai ke tempat orang orang yang menyaksikan pertarungan itu. mereka sampai mengerahkan tenaga dalam untuk meredam efek yang ditimbulkan beradunya dua pukulan sakti tersebut. orang yang memiliki tenaga dalam menengah langsung roboh tidak kuat menahan efek dahsyat dua pukulan sakti tersebut. sedang orang orang yang memiliki tenaga dalam yang dapat diandalkan tidak mengalami goncangan yang berarti.

tampak sinar putih keperakan pukulan matahari menekan dan menembus sinar hijau Ajian Ular Hijau memburu kematian dan langsung melabrak tubuh ki Jalak Ireng.

"uaaagkh." jerit k Jalak Ireng.

tubuh ki Jalak Ireng terpental sepuluh tombak menabrak pohon pohon hingga bertumbangan, tubuh ki Jalak Ireng baru berhenti setelah menabrak batu besar. tampak tubuh ki Jalak Ireng jadi hitam gosong kemudian meleleh jadi abu hitam. benar bener mengerikan akibat terkena pukulan matahari.

Antoch hanya terseret ke belakang tiga langkah saja, dia merasakan dadanya agak nyeri di dalam, dengan cepat Antoch bersila mengobati luka dalamnya dengan pengerahan hawa murni ke setiap aliran darahnya agar kembali normal.

"uhuk uhuk." Antoch terbatuk pelan. "agaknya aku terlalu memforsir tenaga dalamku. dalam 7 hari kedepan aku tak mungkin lagi bisa menggunakan pegempang saktiku. yaitu sindat tense. mulai sekarang aku harus berhati hati. dalam 7 hari kedepan aku hanya bisa megempangi diriku dengan ilmu sembilan bulan saja. ilmu sembilan matahari tidak akan bisa keluarkan selama 7 hari kedepan." batin Antoch dalam hati.

itulah kelemahan ilmu yang Antoch miliki, bila dia menggunakan salah satu dari tiga ilmu dewa maka ilmu yang beraliran dengan yang di gunakan ilmu dewa tersebut akan musnah selama beberapa hari. ini tergantung besar kecilnya tenaga dalam yang di keluarkan. beruntung tadi Antoch hanya menggunakan sepertiga tenaga dalamnya karna tadi sewaktu mengerahkan pukulan matahari Antoch megempangi dirinya dengan ilmu pegempang raga. sehingga efek pukulan lawan dapat dibuyurkan oleh ilmu tersebut, namun akibatnya Antoch harus kehilangan dua ilmunya untuk sementara waktu. yaitu ilmu mataharinya dan ilmu pegempang raga atau sindat tense.

"anak muda kamu baik baik saja?" ucap ki Rejo Warang kalem sambil menyentuh pundak Antoch. ki Rejo Warang agak mencemaskan keadaan penolongnya tersebut.

Antoch membuka matanya dan menatap orang tua itu lembut. "tidak. aku tidak apa-apa." ucapnya kalem menenangkan kecemasan orang tua di depanya itu.

"sukurlah tuan pendekar baik baik saja. saya mengira tuan pendekar terluka dalam akibat bentrokan tenaga dalam dengan ki Jalak Ireng tadi." ucap ki Rejo Warang.

Antoch beranjak berdiri dari bersila. "tidak. saya baik baik saja."

"Antoch. kamu tidak apa-apa?" seru Intan Ayu cepat setelah sampai di samping Antoch.

Antoch menoleh ke arah Intan Ayu lalu menggeleng cepat.

"sukurlah kamu baik baik saja. aku sudah cemas tadi melihat pertarungan adu kesaktianmu dengan orang tua itu." ucap Intan Ayu menarik nafas lega.

Antoch tersenyum lebar mendengar itu.

"Pendekar Pedang Matahari memang luar biasa sekali. hebat."

"Pendekar Pedang Matahari?!" seru ki Rejo Warang dan beberapa orang yang ada tempat terkejut. mereka tidak menyangka kalau pemuda bertopeng perak di depan mereka adalah tokoh pendekar yang saat ini telah membuat geger dunia persilatan wilayah timur dengan sepak terjangnya yang membuat semua jadi kagum.

"benarkah kisanak ini adalah pendekar besar yang saat sedang ramai di bicarakan orang? sungguh anugrah bagi kami bisa bertemu dengan Pendekar Pedang Matahari." ucap ki Rejo Warang menjura hormat sedikit membungkuk.

Antoch tersenyum tipis lalu mengangguk pelan. "maaf. kami mohon permisi dulu. Intan! Mari!" ucap Antoch lalu tanpa menunggu jawaban semua orang segera menggandeng tangan Intan lalu melesat cepat dari tempat tersebut.

semua orang hanya diam terpana dengan gerakan kilat Pendekar Pedang Matahari yang sungguh luar biasa cepat bagai hilang di telan bumi.

"Hmmm. sungguh luar biasa hebat ilmu meringankan tubuhnya." guman beberapa sambil geleng geleng kepala kagum. Semua orang yang ada tempat itu segera beranjak pergi ke arah timur menuju ke Lembah Tengkorak.

Sementara ìtu Antoch yang berlari cepat dengan menggandeng tangan Intan Ayu sudah keluar dari hutan kecil itu. Mereka sampai di sebuah anak sungai yang airnya mengalir sangat jernih, di batu besar di bawah pohon cempedak yang tumbuh menjorok ke arah sungai mereka berhenti, tampak nafas Antoch sangat memburu tidak seperti biasanya, agaknya Antoch menyembunyikan sesuatu.

"Hah hah hah. aku tidak kuat lagi." Ucap Antoch dengan nafas yang terengah engah.

"Antoch ! Antoch ! kamu tidak apa-apa?" Seru Intan Ayu heran dengan keadaan Antoch yang tidak seperti biasanya. Intan memegang tangan Antoch. "Ekh?!" seru Intan Ayu tersentak kaget. "tubuhmu panas. apa yang terjadi?" Intan mulai merasa cemas melihat keadaan Antoch yang suhu tubuhnya panas.

"Uhuk uhuk !!" Antoch batuk lalu muntah darah segar dari mulutnya. "Hehh... aahh." Antoch mendesah lalu roboh pingsan di atas batu.

"Antoch ! Antoch ! Antoch !" Teriak Intan Ayu panik.

Intan Ayu panik sekali melihat Antoch roboh pingsan. Dengan cepat Intan Ayu mengangkat tubuh Antoch, Intan merasakan suhu tubuh Antoch semakin tambah panas. Dalam bingungnya Intan Ayu sekilas melihat di tebing ada goa kecil maka dengan cepat Intan Ayu membawa Antoch dengan sekuat tenaga menuju goa kecil tersebut.

Matahari semakin merambat naik tepat di atas kepala. Gemericik air sungai terdengar memecah kesunyian siang bolong. kembali tempat itu menjadi sunyì.

KUDA putih tegap dan gagah berlari kencang menembus angin laksana anak panah yang terlepas dari busurnya, tanah yang di tinggalkannya tampak debu tebal menggulung gulung karna habis di lewati kuda putih tersebut. sang penunggang kuda putih ternyata adalah gadis jelita dengan paras yang cantik bagai bidadari dari khayangan tampak semakin anggun di atas kuda putih betina tersebut. sesekali kepala gadis itu menengok ke belakang memastikan tidak ada lagi yang mengikuti dirinya.

"heaa ! heaa.."

si gadis semakin memacu kuda putihnya dengan cepat karna hari sudah beranjak siang, ini terlihat dari matahari yang sudah mencapai atas kepala. kuda putih itu meringkik keras lalu dengan cepat menerobos kelebatan hutan, hingga tak berapa lama telah keluar dari hutan tersebut. di pengkolan jalan si gadis mengambil arah ke kanan menuju ke sebuah pemukiman penduduk yaitu desa ngampon. memasuki mulut gerbang desa maka si gadis membawa kuda putihnya pelan pelan. tampak para penduduk desa yang berpapasan membungkuk hormat tanda penduduk desa ngampon sangat ramah dan sopan serta menghormati orang lain. sampai di tengah desa si gadis berhenti di sebuah kedai yang cukup besar, tampak dari dalam kedai keluar orang tua setengah baya langsung menghampiri si gadis jelita. orang tua itu membungkuk hormat lalu memegang tali kekang kuda putih tersebut. si gadis turun dari kuda putihnya.

"mangga den ayu. silakan !" ucap orang tua separuh baya tersebut penuh sopan santun dan ramah.

si gadis mengangguk sedikit kemudian melangkah memasuki kedai makan tersebut yang kebetulan agak sedikit sepi. biasanya kedai tersebut cukup ramai di datangi pengunjung karna masakannya terkenal enak. si gadis dengan tenang duduk di pojok ruangan dekat dengan jendela. si gadis mengedarkan pandangannya ke luar kedai sejenak lalu menoleh ke samping karna ada orang yang mendekati tempat dia duduk.

"den ayu mau pesan apa?" ucap pelayan kedai tersebut kalem.

"satu porsi makan dan minum." sahut si gadis lembut. nada suaranya terdengar enak sekali di telinga.

"baik. saya persiapkan dulu." si pelayan kembali menuju belakang kedai.

si gadis menarik nafas dalam dalam lalu menghembuskannya dengan cepat. "hehh mmm... sudah hampir seminggu aku meninggalkan salatiga. semoga saja mereka tidak berusaha lagi mencari ku. aku capek dan bosen harus terus tinggal di istana kadipaten. aku ingin merasakan dunia luas ini tanpa harus terikat segala aturan yang membuat ku bagai di penjara. hehhmm.." ucap gadis itu lirih sekali.

si gadis menghempaskan tubuhnya kebelakang bersandar pada dinding kedai yang terbuat dari kayu. dia menghela nafas panjang seolah melepas kepenatan setelah seharian berkuda. tak berapa lama pelayan kedai menghampiri si gadis. "mau pesan apa den ayu?" ucap pelayan kedai tersebut ramah. si gadis menoleh ke arah pelayan itu. "hehh. sediakan satu porsi makan dan minum !" sahut si gadis lembut. suaranya begitu merdu enak di dengar di telinga. "baik. sebentar akan saya persiapkan." pelayan kedai itu segera beranjak menuju dapur kedai guna mempersiapkan pesanan gadis jelita tersebut. "hehhhmm.. Lembah Tengkorak masih sangat jauh dari desa ngampon ini. haruskah aku kesana atau langsung ke gunung gede?" batin si gadis dalam hati. "ahhh. aku coba ke Lembah Tengkorak saja. aku penasaran dengan desas desus tentang undangan misterius yang hingga sampai ke wilayah tengah. ya aku akan kesana. harus !" ucap si gadis lirih yang hampir tidak ada suara yang keluar dari mulutnya.

"ini den ayu pesanannya. silakan !" ucap pelayan kedai yang datang membawa pesanan si gadis jelita itu.

"terima kasih." si gadis mengangguk sedikit. dia segera menyantap makanan yang telah di sediakan oleh pelayan kedai tadi.

tak berapa lama datang dua orang memasuki kedai tersebut. "Pendekar Pedang Matahari memang sangat luar biasa hebat. Datuk Tongkat Ular dapat di kalahkan dengan begitu mudahnya. padahal Datuk Tongkat Ular adalah salah dedengkot golongan hitam yang sudah sangat tersohor di dunia persilatan tanah jawa ini." kata orang yang sebelah kanan. orang ini memiliki perawakan tegap dan cukup gagah. sebilah pedang tersampir di pinggangnya.

"kau benar barong. di usianya yang masih muda sudah memiliki ilmu yang begitu tinggi. aku kagum dengan pemuda itu. luar biasa !" sahut orang yang sebelah kiri. orang ini bernama sukiran. mereka adalah dua pendekar pedang dari timur.

"aku rasa untuk berhadapan dengan Pendekar Pedang Matahari pasti berpikir seribu kali." ucap barong.

"Pendekar Pedang Matahari?!" gumam si gadis lirih dengan kening mengerut. dengan cepat si gadis menghampiri dua orang yang baru datang tadi. "maaf kisanak mengganggu sebentar.." ucap si gadis kalem. dua orang tadi sama-sama menoleh ke arah si gadis. "siapa itu Pendekar Pedang Matahari? dimana aku bisa menemuinya?" tanya si gadis dengan nada suara kalem.

Dua orang itu saling pandang sejenak lalu kembali menatap ke arah si gadis. "maaf. siapa nisanak?" tanya sukiran dengan mimik ingin tahu maksud si gadis jelita.

"nama ku dewi sekarwati. aku sedang mencari orang yang bergelar Pendekar Pedang Matahari. apakah kisanak berdua tau dimana aku bisa menemuinya?" ucap si gadis cepat.

"oh ! kami tidak tahu dimana nisanak bisa ketemu dengan Pendekar Pedang Matahari. tapi kami tadi melihat Pendekar Pedang Matahari pergi ke arah utara hutan welirang. ada urusan apa nisanak ingin bertemu dengan Pendekar Pedang Matahari?" sahut sukiran cepat.

"oh ! terima kasih kisanak !" ucap si gadis cepat lalu segera melesat keluar dari kedai menghampiri kuda putihnya. dengan cepat si gadis naik ke punggung kuda lalu menggebrak kuda putihnya menuju hutan welirang. begitu matahari sudah condong ke barat si gadis baru sampai di pinggiran hutan welirang. si gadis agak bimbang juga melihat hutan welirang yang begitu lebat apa lagi hari sudah sore menjelang senja. akhirnya si gadis memutuskan untuk kembali ke desa dan mencari penginapan, dia tidak mau ambil resiko jika tetep nekat masuk ke hutan welirang yang juga terkenal sangat angker.

API unggun kecil tampak menyala di ruangan goa, apinya cukup menerangi ruangan goa tersebut. bau harum daging panggang tampak menyengat di hidung dan membuat selera makan jadi tergugah. tampak Intan Ayu sedang membolak balik kelinci hutan yang tengah di panggangnya. sesekali Intan Ayu menoleh ke arah sudut goa dimana Antoch tergeletak belum sadarkan diri. Intan menghela nafas panjang karna masih bingung dan cemas dengan keadaan Antoch belum sadarkan diri dari tadi siang. Intan Ayu lalu beranjak mendekati Antoch dan duduk di samping pemuda yang selalu menutupi wajahnya dengan topeng perak. "heehhh. suhu tubuhnya masih tinggi. aku kuatir Antoch dengan keadaanya yang mencemaskan itu. apa yang terjadi sebenarnya dengan Antoch? apa dia terkena racun jahat setelah bertarung dengan Datuk Tongkat Ular tadi?" ucap Intan Ayu lirih. Intan Ayu meletakkan kelinci panggannya di atas daun pisang yang ada di atas batu. nafsu makannya jadi hilang setelah melihat keadaan Antoch yang begitu mencemaskan. dia tidak tau harus berbuat apa untuk menolong Antoch karna dia tidak tau tentang ilmu pengobatan. "ehm ehm.. tidak usah cemas nisanak ! dia baik baik saja !" tiba-tiba ada suara orang bicara dari arah mulut goa. kontan saja Intan Ayu jadi terkejut dan langsung berdiri menghadap ke arah mulut goa. tangannya segera memegang gagang pedang untuk berjaga jaga. tampak di mulut goa berdiri seorang kakek dengan berjubah putih memegang tongkat berliku liku di tangan kanannya.

"Heh. siapa kau?" seru Intan Ayu dengan sorot mata tajam menatap orang tua berjubah putih di mulut goa. kakek berjubah putih tersenyum lembut sambil melangkah pelan ke arah Intan Ayu. "berhenti ! jangan berani mendekat atau aku harus bersikap kasar padamu orang tua !" seru Intan Ayu cepat. kembali kakek tua tersebut tersenyum lembut. "kita satu golongan. tidak perlu menaruh wasangka yang bukan bukan. nisanak !" ucap kakek tua itu dengan suara halus menunjukkan sikap bersahabat. Intan Ayu tidak mau berlaku lengah karna bisa saja sikap ramah si kakek hanyalah pura pura belaka dan di kala dirinya lengah bisa saja si kakek menyerang dirinya dan juga Antoch yang tengah pingsan tidak berdaya. setiap orang yang hendak berniat jahat pasti menghalalkan segala cara meskipun itu dengan cara licik. Intan tidak mau kecolongan dengan hal ini dan memilih bersikap waspada. "tenanglah nisanak ! aku bukan orang jahat. aku hendak menolong temanmu itu. kalau tidak segera di tolong aku kuatir sakitnya tambah parah !" ucang kakek berjubah putih tersebut dengan nada suara tenang dan lembut. Intan Ayu sejenak menoleh ke arah Antoch lalu kembali menatap orang tua di depannya penuh selidik. "katakan dulu siapa kau orang tua !" seru Intan Ayu cepat. kakek tua itu tersenyum lembut sambil mengusap janggut putihnya yang panjang.

"hehhm. aku ki Wanengpati. orang orang menjuluki ku tabib putih delapan penjuru angin." ucap orang tua itu lembut mengenalkan siapa dirinya. "hah?!" Intan Ayu terperanjat mendengar julukan orang tua di depannya itu. siapa yang tidak tau dengan julukan tabib putih delapan penjuru angin, seluruh dunia persilatan tanah jawa pasti mengenal dengan julukan itu. orang tua sakti dari daratan jawa tengah yang terkenal akan kemahirannya dalam mengobati segala macam penyakit. tapi untuk menemui orang sakti itu sangatlah sulit karna orang tua sakti itu selalu mengembara di setiap pelosok daratan tanah jawa ini. kemunculannya di goa tempat Intan Ayu dan Antoch berada pasti suatu takdir yang membawanya ke goa itu. "apakah aku boleh memeriksa temenmu itu nisanak?" ucap ki Wanengpati memecah lamunan Intan Ayu. Intan Ayu diam saja dan hanya bergerak agak menyingkir memberi jalan pada orang tua tersebut. ki Wanengpati melangkah perlahan ke arah Antoch yang tergeletak. sejenak ki Wanengpati mengamati Antoch dari atas sampai bawah.

"hehhhm. sungguh luar biasa ilmu pemuda ini. kekuatan yang ada di tubuhnya adalah murni kekuatan dari mata batinnya. bukan kekuatan yang di dapat dari hasil berlatih ataupun pemberian orang laen namun murni kekuatan yang benar benar lahir dari mata batinnya. bisa di katakan pemuda ini memiliki kekuatan di atas dewa sekalipun. tidak aku sangka ada manusia yang seperti ini hidup di dunia ini. mungkin hanya ada satu manusia saja yang bisa memiliki kekuatan seperti ini dalam sejarah hidup manusia selama ini. sungguh tidak dapat di percaya ada manusia seperti ini jika aku tidak melihatnya secara langsung. hehhhm.." ucap ki Wanengpati dalam hati. orang tua itu menengok ke arah gadis cantik di sebelahnya itu sejenak. kemudian dia mengusap dada Antoch tiga kali. usapan itu bukan hanya usapan biasa namun di iringi pengerahan hawa murni. "bangunlah ! anak ku bangunlah! bangunlah !" ucap ki Wanengpati lembut. tampak Antoch mulai siuman, kepalanya bergerak pelan di iringi erangan dari mulutnya. matanya perlahan terbuka. ki Wanengpati tersenyum senang melihat Antoch sudah mulai siuman. "bangunlah anak ku !" ucapnya lembut.

Antoch mengerjapkan matanya lalu mulai merayapi seluruh ruangan goa sampai matanya melihat dua orang di sampingnya. "ehhhmm. " Antoch beranjak dari berbaringnya untuk duduk. setelah duduk bersila Antoch melakukan semedi ini bertujuan mengembalikan tenaganya dan mengatur jalan darahnya yang tidak teratur. tak berapa lama Antoch membuka matanya. "ki Wanengpati?" ucap Antoch kalem. "terima kasih sudah menolong ku." "hemm." ki Wanengpati bergumam mengangguk. "apa yang terjadi anak ku?" tanya nya kemudian. Antoch menghela nafas panjang. hidungnya kembang kempis membaui bau harum yang menggugah rasa laparnya. "ada bau harum. apa ini?" ucapnya cepat. Intan Ayu cepat cepat mengambil kelinci bakar yang ada di atas daun pisang. "kau lapar,ntoch? ini makanlah !" ucap Intan Ayu menyerahkan kelinci bakarnya pada Antoch. tanpa ragu ragu Antoch langsung menyambar kelinci panggang di tangan Intan dan langsung melahapnya dengan cepat. maklum perutnya sangat kelaparan. Intan Ayu dan ki Wanengpati hanya tertawa kecil melihat Antoch yang sangat lahap makannya itu. "ini minumnya." Intan Ayu menyodorkan bambu yang berisi air putih.

gluk gluk gluk... suara air yang di minum Antoch. "ahh. kenyang." ucapnya tanpa malu malu. kembali Intan Ayu dan ki Wanengpati tertawa kecil melihat hal itu. "apa yang terjadi anak ku?" tanya ki Wanengpati lagi. Antoch menatapa orang tua di depannya lembut. "hehhh. aku terlalu ceroboh ki." ucapnya pelan bagai untuk dirinya sendiri.

ki Wanengpati mengerutkan keningnya tidak mengerti. "aku ceroboh telah melanggar pantangan." ucap Antoch lagi. "apa maksudmu anak ku? pantangan apa?" ucap ki Wanengpati tidak mengerti. Antoch menghela nafas panjang. "pantangan untuk tidak menggunakan tiga ilmu dewa. aku telah memagari tiga ilmu dewa tersebut agar tidak aku gunakan tapi aku telah melanggarnya." ucap Antoch.

ki Wanengpati manggut manggut mendengar hal itu. "apa yang terjadi bila kau sudah melanggar pantangan itu anak ku?" tanya ki Wanengpati ingin tau.

"semua ilmu yang bersumber dari tiga ilmu dewa itu akan musnah."

"APA?!" ki Wanengpati dan Intan Ayu sampai terlonjak kaget mendengar itu. "semua ilmumu akan musnah?!" seru ki Wanengpati ingin kejelasan.

Antoch diam dan menunduk menekuri tanah. ki Wanengpati dan Intan Ayu menatap Antoch dengan seribu pertanyaan di dada. tanpa mereka ketahui ternyata ada sesorang yang mendengarkan pembicaraan mereka. orang itu tersenyum penuh arti lalu berkelebat pergi dari tempat itu. Antoch kembali menatap ki Wanengpati. "tidak semua ilmu ku musnah ki. hanya ilmu matahari ku saja yang sementara ini tidak bisa aku keluarkan sebab aku telah menggunakan pukulan matahari. dalam tujuh hari ke depan aku tidak dapat menggunakan ilmu matahari ku." ucap Antoch.

"maksudmu?"

"setiap kali aku gunakan salah satu dari ilmu dewa maka saat itu juga ilmu ku akan musnah untuk beberapa lama. tergantung dari besar kecilnya tenaga dalam yang aku gunakan."

ki Wanengpati manggut manggut paham. "begitu. lalu apa yang sekarang kamu gunakan?"

"hanya ilmu sembilan bulan dan berapa ilmu lain yang tidak beraliran dengan ilmu matahari."

"ilmu sembilan bulan termasuk ilmu yang luar biasa dahsyat. aku rasa dengan ilmu itu kamu tidak perlu kuatir dalam pengembaraanmu. apa lagi pedang matahari masih di tanganmu. jadi tidak ada masalah lagi."

"tidak !! pedang matahari sudah tidak ada gunanya jika ilmu matahari ku belum kembali. lihatlah !" Antoch mengambil pedang mataharinya dari punggung.

sring !!

pedang matahari tercabut dari sarungnya. tampak pedang matahari tidak seperti biasanya yang memancarkan pamor kuning keemasan. pedang itu kini tak lebih hanya pedang biasa yang tidak memiliki kesaktian apa-apa.

"ki Wanengpati lihat sendiri. pamor pedang matahari juga ikut lenyap. pedang ini tak lebih hanya sebuah pedang biasa saja."

ki Wanengpati dan Intan Ayu menatap pedang matahari di tangan Antoch yang memang berubah jadi pedang biasa saja.

Antoch meletakkan pedang mataharinya di tanah bersama sarungnya. sungguh ajaib tiba-tiba pedang dan sarung pedang matahari amblas masuk ke dalam tanah. "untuk sementara ini pedang matahari telah kembali ke tempatnya dan akan muncul lagi jika kekuatan ilmu matahari ku sudah kembali." ucap Antoch kalem. "aku akan bersemedi malam ini dan aku harap kalian menjauh dari sini." ucapnya lagi.

ki Wanengpati mengangguk paham kemudian beranjak berdiri. "sebaiknya kita keluar dari goa ini, cah ayu !" ucapnya pada Intan Ayu. ki Wanengpati melangkah keluar sedang Intan Ayu masih bingung dan menatap Antoch yang sudah mulai bersemedi. mau tidak mau akhirnya Intan Ayu beranjak juga keluar dari goa tersebut. di mulut goa Intan menatap Antoch sejenak lalu kembali melangkah keluar hingga tubuhnya hilang dari mulut goa.

SEBUAH panggung megah tampak berdiri di tanah yang lapang, umbul umbul warna warni tampak menghiasi sudut sudut panggung serta jalanan yang menuju area lapang dimana panggung megah itu berada. Panji Panji kebesaran bergambar kalajengking hitam tampak berkibar gagah di belakang panggung. di depan panggung terdapat kursi kursi yang di tata rapi. di kanan kiri panggung juga terdapat kursi kursi berjajar dengan rapi. agaknya tempat itu akan ada hajat secara besar besaran yang di selenggarakan tuan rumah yaitu dewi Lembah Tengkorak. siang itu tampak tempat duduk depan panggung sudah di isi oleh para tamu undangan dari kalangan persilatan dan juga dari beberapa wakil kerajaan. mereka umumnya orang orang dari golongan putih. sedang di kanan panggung juga sudah di isi oleh orang orang berbaju hitam, mereka dari golongan hitam. di kiri panggung juga sudah di isi orang orang yang berbaju biru merah. mereka adalah orang orang dari Lembah Tengkorak. sementara itu di suatu tempat tak jauh dari tempat panggung berada.

"bagaimana, apa persiapan sudah selese?"tanya seorang wanita yang sangat cantik berbaju biru anggun dengan mahkota kecil di kepalanya. gayanya sangat anggun dan wajahnya sangat cantik sekali bagai seorang dewi dari khayangan. dia duduk di kursi empuk dengan setengah berbaring. di kanan kiri tempat ia duduk ada dua orang gadis kecil yang sibuk mengipasi wanita itu. wanita inilah yang bernama dewi Lembah Tengkorak.

"sudah semua ratu !" sahut seorang wanita berpakaian merah. wajah wanita ini sangat mengerikan karna mirip tengkorak. sebenarnya gadis ini hanya memakai topeng tipis saja yang menyerupai wajah tengkorak. dialah kala merah.

"bagus ! hahahaha !" dewi Lembah Tengkorak tertawa renyah lalu menatap empat orang di depannya yang merupakan muridnya. dewi Lembah Tengkorak mengerutkan keningnya. "hmmm. aku tidak melihat kala putih. dimana dia?"

"ampun ratu. adik kala putih belum kembali dari tugasnya. mungkin dia mengalami rIntangan di jalan. sehingga terlambat kembali kesini." ucap kala merah takut takut.

"goblok !" bentak dewi Lembah Tengkorak keras. "tugas ringan begitu saja tidak bisa di selesekan dengan cepat. akan aku jatuhi hukuman jika nanti dia kembali." seru dewi Lembah Tengkorak marah.

tampak semua menunduk takut dan tidak berani buka suara lagi. "sudah ! kalian segera laksanakan tugas yang telah aku berikan pada kalian. cepat !" seru dewi Lembah Tengkorak keras.

tanpa banyak bicara empat gadis itu segera berlalu dari hadapan ratu mereka yaitu dewi Lembah Tengkorak. tak berapa lama datang seorang gadis berpakaian serba putih namun wajahnya berupa tengkorak mengerikan. "kala putih menghadap ratu !" ucap gadis itu menjura dalam dalam.

"kala putih ! dari mana saja kau baru datang?!" seru dewi Lembah Tengkorak keras karna marah melihat muridnya si kala putih terlambat datang.

kala putih menjura hormat dengan takut takut. "ampuni saya ratu. ada berita yang hendak saya laporkan pada ratu." dewi Lembah Tengkorak menatap tajam pada kala putih. "katakan ! berita apa yang hendak kamu sampaikan. apa berita penting?"

"ini menyangkut Pendekar Pedang Matahari ratu."

"Pendekar Pedang Matahari?! kau bertemu dengan Pendekar Pedang Matahari? dimana?"

"di hutan welirang."

"hutan welirang. berita apa itu?"

"ketika saya dalam perjalanan kembali kesini secara tidak sengaja saya melihat dua orang yang sedang mengadu kesaktian. dua orang itu adalah ki Jalak Ireng yang berjuluk Datuk Tongkat Ular melawan seorang pemuda bertopeng perak yang baru saya ketahui kalau pemuda itu adalah Pendekar Pedang Matahari." kala putih lalu menceritakan kejadian yang dia temui ketika kembali ke Lembah Tengkorak. "begitulah ratu yang saya dengar dari telinga saya sendiri." kala putih mengakhiri ceritanya.

"hahahaha !! langit berpihak pada kita. sekarang tidak ada penghalang lagi untuk ku menguasai dunia persilatan ! hahahaha !" dewi Lembah Tengkorak tertawa keras karna senang mendengar berita dari kala putih itu. "hahahaha ! akulah penguasa dunia persilatan ! hahahaha !" kala putih tetap diam saja melihat ratunya tertawa keras setelah mendengar berita darinya.

"kala putih. lekas kau bergabung dengan yang laen. ingat dengan rencana yang sudah lama kita persiapkan !" seru dewi Lembah Tengkorak cepat memerintahkan kala putih untuk bergabung dengan empat rekanya yang sudah berada di tempat pertemuan.

"baik ratu !" kala putih membungkuk hormat lalu segera berlalu dari tempat itu. tinggal dewi Lembah Tengkorak bersama dua pelayannya yang mengipasi dirinya.

plok plok plok... suara tepuk tangan pelan dari arah samping pintu ruangan yang bernuansa serba biru tersebut. dewi Lembah Tengkorak menoleh ke kanan arah suara tepuk tangan tersebut, wajahnya langsung berseri ceria, senyumnya mengembang lebar setelah melihat orang yang bertepuk tangan tadi. tampak di pintu samping berdiri seorang pria gagah dengan perawakan tegap dan berwajah tampan. dadanya bidang terlihat dari belahan bajunya yang tidak berkancing. otot ototnya tampak kekar menambah kegagahan tubuhnya. "kakang Bagus Sampurno !" seru dewi Lembah Tengkorak sumringah menyebut nama pemuda tersebut. pemuda yang bernama Bagus Sampurno itu berjalan tenang menghampiri dewi Lembah Tengkorak. "kemana saja kau kakang tiga hari ini tidak muncul menemui ku?" .Bagus Sampurno hanya tersenyum lembut saja, dia meraih tangan dewi Lembah Tengkorak lalu mencium punggung tangannya dengan kecupan mesra membuat gadis cantik itu bersemu merah karna bahagia. si gadis memejamkan matanya ketika wajah Bagus Sampurno mendekat ke wajahnya dan tak lama dia merasakan sesuatu yang lembut telah melumat bibirnya. nafas jadi agak memburu dan dadanya jadi bergemuruh.

"aku merindakanmu dewi." ucap Bagus Sampurno lembuh di telinga dewi Lembah Tengkorak.

"aku juga merindukanmu kakang." sahut dewi Lembah Tengkorak lirih. "aku senang sebentar lagi impian kita akan tercapai. impian untuk menguasaì dunia persilatan."

"iya kakang. apa lagi penghalang kita Pendekar Pedang Matahari telah musnah ilmunya akibat melanggar pantangan."

"ya ! aku sudah mendengarnya tadi." ucap Bagus Sampurno lalu mengecup bibir dewi Lembah Tengkorak. "sekarang kau cepatlah ke tempat pertemuan. aku lihat semua pendekar sudah berkumpul di sana."

dewi Lembah Tengkorak mengangguk pelan. "kau sendiri mau ngapain kakang?"

"ada yang harus aku kerjakan. aku sudah membuat jebakan jebakan di sekitar lembah. akan aku buat Lembah Tengkorak menjadi neraka dan kuburan bagi para pendekar yang menentang kita." ucap Bagus Sampurno tersenyum licik penuh arti. dewi Lembah Tengkorak juga tersenyum penuh kelicikan.

"baiklah ! aku kesana dulu kakang." dewi Lembah Tengkorak beranjak berdiri lalu melangkah menuju pintu belakang singgasananya.

Begitu sosok dewi Lembah Tengkorak hilang di balik pintu maka Bagus Sampurno menghempaskan tubuhnya di singgasana kebesaran istana Lembah Tengkorak. dia memandang ke sekeliling ruangan yang bernuansa serba biru itu dengan senyum kelicikan. matanya melirik ke arah gadis belia yang tadi mengipasi dewi Lembah Tengkorak. gadis belia yang mungkin berusia tiga belas tahun namun memiliki tubuh sintal menggemaskan. dengan cepat Bagus Sampurno menarik gadis itu kepangkuannya. "siapa namamu manis?" tanya Bagus Sampurno sambil mengelus rambut pipi dan dagu gadis itu.

"bunga raden." sahut gadis itu takut takut.

"oh, bunga ! nama yang cantik secantik dirimu. hehehe" Bagus Sampurno mencium bibir gadis itu dan tangannya meremasi bagian yang mebusung indah di dada si gadis belia yang benama bunga. bunga sangat ketakutan sekali namun apa daya bagi dirinya yang tidak bisa apa-apa. dia hanya bisa menggigit bibirnya ketika laki laki itu menelanjangi dirinya. bunga berteriak tinggi saat merasakan benda yang keras lunak menerobos paksa pada kemaluaannya. bunga hanya menggigit bibir untuk mereda rasa perih di kemaluannya saat benda asing mengobok obok lubang kencingnya. deru nafas Bagus Sampurno begitu cepat saat menggauli gadis belia yang bernama bunga tersebut. hingga pada suatu ketika dia bagai tersengat listrik dan tubuhnya tegang mendesah panjang. lalu tak berapa lama tubunya lunglai menindih bunga. setelah itu Bagus Sampurno merapikanpakaiannya lalu pergi tanpa peduli dengan gadis belia yang ia perkosa tadi. sungguh biadab sekali kelakuan Bagus Sampurno itu.

TEMPAT pertemuan di Lembah Tengkorak terlihat begitu ramai sekali. di antara para undangan yang datang tampak beberapa tokoh persilatan yang sudah terkenal gelarnya, ada pengemis tongkat putih, dewa tangan api, si jari malaikat dan beberapa tokoh yang sudah kawakan di dunia persilatan. tampak juga Antoch hadir di antara para pendekar golongan putih. di samping Antoch terlihat Intan Ayu dan ki Wanengpati alias tabib putih delapan penjuru angin. tak jauh dari Antoch terlihat Pendekar Naga Putih bersama Kenanga serta beberapa murid padepokan ruyung sakti. di barisan agak ke depan ada ki Rejo Warang bersama muridnya Gayatri. mereka berdua tengah mengamati setiap orang yang hadir di tempat itu. di barisan belakang ada gadis cantik yaitu dewi sekarwati, ada juga Rakanini dan Lestari.

"Intan. itu orang yang kamu cari. eyang Rakanini dan kakakmu Lestari." ucap Antoch pelan menunjuk ke arah Rakanini dan Lestari. Intan Ayu menoleh ke arah yang di tunjuk Antoch. "ekh ! iya itu eyang Rakanini dan kak Lestari !" seru Intan Ayu cepat. "sebaiknya kamu hampiri mereka Intan." ucap Antoch. Intan Ayu menatap Antoch sejenak seolah minta persetujuan. Antoch mengangguk sedikit. "aku tidak apa-apa. hampiri mereka mumpung kalian bisa ketemu."

"kamu tidak apa-apa?" ucap Intan Ayu meyakinkan.

"he-em !" Antoch mengangguk cepat.

Intan Ayu nampak agak ragu ragu untuk beranjak dari tempatnya namun akhirnya Intan Ayu tidak jadi berniat menemui eyang Rakanini dan kakaknya Lestari. dia malah duduk bersandar dengan sikap acuh.

Antoch mengerutkan keningnya karna heran dengan sikap Intan Ayu yang malah acuh saja. "kenapa?" tanya Antoch penasaran.

Intan Ayu melirik Antoch lalu geleng geleng kepala tanda tidak apa-apa.

Antoch angkat bahu saja lalu menghela nafas panjang.

TAK berapa lama datang rombongan menuju ke arah kursi di sisi kiri panggung. tampak seorang wanita cantik jelita berpakaian serba biru dan berhiaskan mahkota kecil di atas kepalanya berjalan di iringi beberapa gadis cantik dan juga pengawal enam orang yang rata rata berpenampilan sangar dengan sebilah golok tergantung di pinggangnya. sesaat semua mata pandangannya beralih ke arah wanita yang datang bersama rombongan tersebut. mereka berbisik bisik bertanya tanya dalam hati siapa adanya wanita cantik tersebut. "Antoch. kamu tau siapakah wanita yang datang bersama rombongan itu? aku rasa dialah dewi Lembah Tengkorak !" ucap ki Wanengpati pelan ke arah Antoch.

"kamu benar,ki ! aku juga rasa juga begitu." sahut Antoch setengah berbisik.

"hmmm. aku tidak menyangka gadis semuda dia biang keladi semua kejadian berdarah yang selama ini terjadi, sungguh tidak di sangka."

"coba perhatikan baik baik sekitar mata dan juga bawah telinganya ki."

"ekh ! apa maksudmu?" ki Wanengpati mengerutkan keningnya tidak mengerti tapi dia tetep melihat dengan teliti ke tempat yang di tunjuk Antoch. "hehm?! gadis itu memakai topeng tipis yang benar benar sempurna. jika di perhatikan wanita itu mirip seorang gadis muda. apa yang kamu lihat, ntoch?"

"wanita itu memakai penyamaran yang mampu mengelabuhi mata semua orang. di balik topeng tipisnya tersembunyi wajah aslinya. tapi .." Antoch menggantung ucapannya. dia memandang ke setiap sudut tempat pertemuan tersebut dengan seksama.

"tapi apa?" sahut ki Wanengpati cepat.

"coba lihat tempat ini baik baik,ki ! ada banyak sekali alat jebakan yang terpasang dan terhubung dengan pemicu yang entah berada dimana. aku merasa tempat ini sebentar lagi akan menjadi neraka bagi semua orang yang hadir di tempat ini." ucap Antoch kalem.

"aku juga sudah melihatnya. kita harus waspada menjaga segala sesuatu yang tidak di inginkan !" sahut ki Wanengpati pelan.

Antoch mengangguk cepat. "ya ki !"

Dari arah samping kiri panggung ada seorang pria naik ke atas panggung. laki laki separuh baya berjubah coklat dan memegang sebuah tongkat di tangan kanannya. pria ini berdiri di tengah tengah panggung memandang ke semua para tamu yang hadir dalam pertemuaan tersebut. setelah berdehem beberapa kali pria separuh baya tersebut mulai membuka suara. "selamat siang dan selamat datang di Lembah Tengkorak kepada para pendekar yang telah hadir di tempat ini. perkenalkan nama saya ki arjo seno dan julukan ku si tongkat iblis." kata orang itu lantang membuka acara serta mengenalkan dirinya. setelah diam sejenak ki arjo seno mulai buka suara kembali. "kalian pasti penasaran dan bertanya tanya kenapa kalian di undang di Lembah Tengkorak ini. baik akan saya beritahukan pada para pendekar sekalian. kami atas nama partai Lembah Tengkorak mengajak kalian untuk bergabung dengan kami dan mulai hari ini kami mengumumkan bahwa partai Lembah Tengkorak adalah penguasa dunia persilatan !!" seru ki arjo seno lantang dan mantap.

war wer wor... kontan saja semua orang yang hadir di tempat itu jadi geger mendengar pengumuman yang membuat mereka kaget. sejenak tempat itu jadi ramai dengan omongan omongan yang bernada bermacam macam tanggapan. ada yang setuju dan ada juga yang mencela serta ada juga yang menentang keputusan gila tersebut.

"tenang ! tenang ! tenang !" seru ki arjo seno keras di barengi pengerahan tenaga dalam. seketika tempat itu kembali tenang. ki arjo seno menatap tajam ke semua orang yang hadir di tempat itu. "Dengar baik baik ! bagi siapa saja yang ingin bergabung kami persilakan mengambil ikat kepala berwarna biru yang ada di bawah tempat duduk kalian !"

beberapa orang mengambil ikat kepala warna biru yang ada di bawah tempat duduk mereka lalu memakainya. mereka rata rata hanya dari golongan hitam saja, sedang orang dari golongan putih memilih tetap diam. ki arjo seno mendengus pelan melihat orang orang dari golongan putih yang sama sekali tidak menyentuh ikat kepala warna biru lambang partai Lembah Tengkorak tersebut.

MAKA seketika pertempuran tidak bisa di hindarkan lagi. orang orang Lembah Tengkorak menyerbu para orang golongan putih yang menentang partai Lembah Tengkorak menjadi penguasa dunia persilatan. orang orang golongan hitam yang bergabung dengan Lembah Tengkorak juga ikut menyerbu orang orang golongan putih. Lembah Tengkorak seketika menjadi ajang pertumpahan darah antar dua golongan yang selama ini bersiteru. dentuman benda keras mewarnai pertempuran yang di iringi teriakan teriakan keras dari mereka.

"hiaaatt !!"

"hiaaaatt !!"

Teriakan teriakan keras menggelegar mewarnai pertempuran yang memekakan telinga namun menambah semangat pertempuran mereka. Lembah Tengkorak benar benar bagai sebuah neraka karna jerit kematian silih berganti menghiasi aroma pertumpahan darah itu.

"munduuuur !!"

teriak keras dari pihak partai Lembah Tengkorak. seketika orang orang Lembah Tengkorak berlompatan mudur menjauh dari arena pertempuran. namun tiba-tiba ratusan anak panah beterbangan menghujani para pendekar golongan putih di susul senjata senjata tajam berupa paku paku hitam yang datang laksana gelomgbang. orang orang yang memiliki ilmu meringankan tubuh yang tinggi dan kemampuan yang memadai mampu menghindari serbuan anak panah dan paku paku yang datang laksana gelombang badai tersebut. dengan susah payah mereka terus menghindari dan mematahkan anak panah dan pak paku terbang itu, belum selese anak panah dan paku paku menghujani mereka tiba-tiba terdengar ledakan ledakan dahsyat yang menewaskan hampir sebagian besar orang orang golongan putih. Lembah Tengkorak berubah jadi neraka bagi orang orang golongan putih.

"Biadab !" seru Antoch melihat kekejaman partai Lembah Tengkorak yang telah berlaku licik.

Antoch melompat tinggi lalu mengerahkan pukulan bertenaga dalam tinggi ke arah tempat tempat alat alat rahasia yang di siapkan orang orang Lembah Tengkorak.

"pukulan es pembeku raga !" seru Antoch lantang. dari tangan Antoch melesat sinar putih yang menyebar ke arah tempat tempat yang di anggapnya tempat alat rahasia berada. sungguh luar biasa tiba-tiba tempat yang terkena pukulan es pembeku raga jadi beku bagai di lumuri es salju sehingga alat alat rahasia itu tidak berfungsi lagi. maka hujan anak panah dan paku paku terbang serta ledakan jadi berhenti. Antoch melesat ke arah orang orang Lembah Tengkorak mundur tadi. di belakang nampak beberapa orang juga mengejar orang orang Lembah Tengkorak. begitu sampai di sebuah bangunan megah mereka di serang orang orang Lembah Tengkorak.

"Hiaaatt !!"

"hiaatt !!"

Pertempuran kembali berlangsung sengit. Antoch langsung melancarkan pukulan es pembeku raga dengan cepat maka orang orang yang terkena pukulan itu langsung membeku laksana di bungkus es. Antoch melompat tinggi di ikuti sebuah bayangan putih yang tak lain adalah Panji alias Pendekar Naga Putih. mereka bergerak bagai malaikat maut yang hendak mencabut nyawa siapa saja yang mereka temui. tiba di ruangan yang serba biru mereka di hadang oleh lima gadis bermuka tengkorak. "biar aku yang melawan mereka. kalian kejar pimpinan mereka !" seru orang tua keras. orang tua berjubah putih ternyata adalah ki Wanengpati. di belakangnya ada Rakanini dan pengemis tongkat putih. Antoch menoleh ke belakang lalu mengangguk setelah tau siapa yang teriak tadi. Antoch menoleh ke arah Panji. "ayo, kisanak !" seru Antoch.

Panji mengangguk cepat lalu mengikuti Antoch yang sudah melesat menuju pintu di belakang singgasana dewi Lembah Tengkorak.

mereka sampai di sebuah tempat yang berbatu batu dan beberapa pohon besar tumbuh. mereka berdiri sejajar dengan sikap penuh kewaspadaan karna mereka melihat tidak ada orang di tempat itu namun mereka yakin dewi Lembah Tengkorak bersembunyi di salah satu sudut tempat itu.

"hati hati! aku merasa dewi Lembah Tengkorak sedang mengawasi kita di tempat tersembunyi!" seru Panji dengan sikap penuh kewaspadaan.

Antoch mengangguk. tidak di kasih tau pun sebenarnya Antoch sudah paham dengan bahaya yang sedang mengintai mereka. pandangan mereka begitu tajam merayapi setiap sudut tempat itu. tiba-tiba ada desiran angin halus ke arah mereka. mereka segera menoleh ke arah suara itu, dengan gerakan cepat mereka berkelit menghindari benda kecil kecil yang beterbangan mengancam tubuh mereka. benda itu adalah jarum jarum hitam yang meluncur dengan cepat sekali laksana hujan.

"tameng sakti menerpa hujan !" teriak Antoch sambil melompat mengarahkan pukulan jarak jauhnya ke arah jarum jarum beracun itu berdatangan. serangkum angin menderu ganas memporak porandakan jarum jarum beracun tersebut. tidak sampai di situ saja gerakan Antoch, tangan kirinya segera melepaskan pukulan sakti yang lain ke arah sumber datangnya jarum jarum beracun tadi berasal. "naga langit melebur batu karang !" selarik sinar putih melesat menuju batu besar.

BLAARRR !!!

batu itu hancur berkeping keping berantakan. debu tebal membumbung tinggi akibat hancurnya batu besar yang terkena pukulan jarak jauh Antoch yang bernama pukulan naga langit melebur batu karang.

Dari debu yang membumbung melesat bayangan biru yang tiba-tiba berdiri di depan Antoch dan Panji dalam beberapa langkah. dialah Dewi Lembah Tengkorak. sebenarnya waktu Antoch melepaskan pukulan naga langit melebur batu karang membuat Panji tersentak kaget karena pukulan naga langit melebur batu karang adalah salah satu pukulan saktinya dalam rangkaian ilmu naga sakti. dalam hati Panji bertanya tanya bagaimana mungkin Pendekar Pedang Matahari memiliki pukulan sakti tersebut, jelas ini sangat membingungkan hati Panji. tapi Panji menghiraukan rasa bingungnya itu dulu karna ini bukan saatnya untuk mencari tau semua itu. di hadapannya kini berdiri pimpinan partai Lembah Tengkorak.

"hahahaha ! nyali kalian besar juga berani mengejar ku sampai di sini !" ucap dewi Lembah Tengkorak dengan tatapan mata yang sangat tajam menggetarkan hati siapa saja yang melihatnya.

"huh ! hari ini akan ku hentikan kekejamanmu dewi Lembah Tengkorak !" ucap Antoch tandas. tatapan matanya tak kalah tajam dengan tatapan dewi Lembah Tengkorak.

"hahahaha ! Pendekar Pedang Matahari. aku tau kau tak akan sanggup melawan ku. sebaiknya lekas minggat dari hadapan ku."

"oh ya?"

"aku tau semua ilmu mataharimu sudah musnah karna kau telah melanggar pantangan ! benarkan kata ku?" seru dewi Lembah Tengkorak.

"ekh?!" Antoch tersentak kaget mendengar itu. "dari mana dia tau kalau ilmu matahari ku sudah musnah?" batin Antoch dalam hati.

"hahahaha ! kenapa? apa kau kaget aku tau ilmumu sudah musnah? hahahaha !"

Antoch terdiam tidak bisa berkata apa-apa. emang benar apa yang di katakan dewi Lembah Tengkorak. ilmu mataharinya memang sudah musnah karna melanggar pantangangan. tapi dewi Lembah Tengkorak tidak mengetahui kalau ilmu Antoch tidak semuanya ikut musnah, masih ada ilmu sembilan bulan yang kekuatannya setingkat dengan ilmu matahari karna ilmu sembilan bulan adalah pasangan dari ilmu sembilan matahari. Antoch menatap tajam dewi Lembah Tengkorak.

"biar aku yang menghadapinya, kisanak !" ucap Panji tiba-tiba sambil memegang pundak Antoch.

Antoch menoleh ke arah Pendekar Naga Putih. "baiklah ! hati hati." ucap Antoch mengangguk sedikit.

Panji mengangguk lalu maju dua tindak ke depan. "aku yang akan melawanmu !" seru Panji tenang.

"hmmm. Pendekar Naga Putih ! ilmu naga saktimu sudah ku ketahui kelemahannya. majulah ! akan ku kirim kau ke neraka menyusul gurumu !" tandas sekali ucapan dewi Lembah Tengkorak. jelas tujuannya untuk memancing amarah Pendekar Naga Putih.

Panji tersenyum tipis menanggapi pancingan dewi Lembah Tengkorak. "hehh. aku takut malah kau yang nanti bertemu setan neraka duluan !" ucap Panji tenang.

"huh ! sombong kau bocah ! rasakan jurus ku !" teriak dewi Lembah Tengkorak murka.

dengan gerakan bagai kilat dewi Lembah Tengkorak melesat menerjang dengan mengarahkan pukulannya ke arah kepala Panji. serangkum angin yang menderu kencang juga mengikuti gerakan pukulan dewi Lembah Tengkorak, ini menunjukkan pukulan dewi Lembah Tengkorak di sertai pengerahan tenaga dalam yang tinggi. Panji dengan gesit berkelit memiringkan kepalanya ke samping namun angin yang menderu dahsyat harus membuatnya melompat ke atas untuk menghindari terjangan tenaga dalam dewi Lembah Tengkorak. tiba-tiba serangan dewi Lembah Tengkorak berubah arah ke samping dimana Panji menghindar, tentu saja ini mengejutkan Panji. namun dengan gerakan cepat Panji mau tidak mau harus menangkis pukulan dewi Lembah Tengkorak.

Diegkh !!

dua tangan bertenaga dalam tinggi beradu di udara. mereka sama-sama terpental kebelakang akibat beradu tenaga dalam. Panji manis sekali menjejakan kakinya di tanah tanpa terpengaruh benturan tenaga dalam tadi. sedang dewi Lembah Tengkorak agak limbung begitu menjejakan kaki di tanah. ini menunjukkan bahwa tenaga dalam Panji sedikit lebih unggul di atas dewi Lembah Tengkorak.

"Hyaaaatt !!"

"Hiaaaatt !!"

dengan teriakan nyaring dua pendekar kelas atas melesat melancarkan jurus jurus tingkat tinggi yang mereka kuasai. jika di lihat pertarungan mereka seimbang karna belum ada yang terdesak sejauh ini, tapi tiba-tiba dari arah pohon tak jauh dari mereka bertarung melesat sinar merah darah menerjang Panji dan ini tidak di sadari Panji sama sekali. sesaat sinar merah darah hampir mengenai tubuh Panji tiba-tiba dari arah samping melesat sinar putih cepat sekali membelokkan arah sinar merah darah tadi yang hampir mengenai Panji.

DUAAARR !!!

Ledakan dahsyat mengguncang tempat itu sehingga tempat itu laksana di terjang gempa, sebuah batu besar hancur berantakan terkena sinar merah darah yang di belokkan arahnya oleh sinar putih.

Panji melompat mundur beberapa langkah tepat di samping Antoch. "terima kasih kau sudah menolong ku !" ucap Panji cepat karna dia tau siapa yang telah melancarkan sinar putih dan membelokkan sinar merah yang hampir saja mencelakai dirinya.

"Pengecut !" maki Antoch geram karna ada seseorang yang membokong Panji dari suatu tempat yang tidak terlihat. itu adalah tindakan licik dan pengecut.

Serangan secara membokong begitu adalah cara cara yang di lakukan oleh orang orang yang berjiwa picik serta pengecut. mereka rata rata menghalalkan segala cara agar lawan bisa kalah bahkan tewas jika perlu. sungguh tindakan yang tidak bisa di toleransi, Antoch sangat membeci orang orang yang berlaku curang seperti tadi.

"hahahaha ! kau beruntung bisa selamat dari pukulan ular merah ku Pendekar Naga Putih !" terdengar suara membahana dari empat penjuru di sertai tenaga dalam tinggi. lalu tak berapa lama muncul seseorang dari balik pohon dan berdiri di samping dewi Lembah Tengkorak. seorang pemuda yang berumur 30 tahunan dengan memakai baju bagus warna coklat hitam dan berbelangkon di kepala. sebilah pedang tersampir di pinggangnya. "hari ini kalian akan aku lenyapkan dari muka bumi ini. akan aku balaskan dendam guru serta saudara saudara ku yang telah kalian bunuh ! aku bersumpah pada guru dan saudara saudara ku !" ucap pria itu dengan dingin sekali, matanya tajam sekali seolah ingin melumat sampai hancur pada dua orang di depannya itu. jelas sekali matanya menyiratkan kemarahan dan api dendam yang begitu membara.

"kakang !" seru dewi Lembah Tengkorak tersenyum senang melihat pria yang berdiri di sampinya.

"siapa kau kisanak?" seru Antoch cepat pada orang yang baru datang tersebut.

"huh ! Pendekar Pedang Matahari. kau harus mati di tangan ku ! akan ku korek jantungmu untuk menebus kematian guru dan saudara saudara ku yang telah kau bunuh !" dingin sekali ucapan orang itu dengan tatapan mata yang begitu tajam menusuk hati. "aku Bagus Sampurno ! aku adalah murid datuk pulau ular dan adik lima Kelabang Ireng !" lanjutnya.
Antoch dan Panji terdiam mendengar hal itu. tidak di sangka kalau ada murid datuk pulau ular dan adik dari lima Kelabang Ireng yang telah mereka binasakan kini datang untuk menuntut balas atas kematian guru dan saudara saudaranya.

"Pendekar Pedang Matahari ! rasakan serangan ku ! hiaaaaatt !" teriak Bagus Sampurno keras langsung melesat cepat menerjang Antoch.

Dewi Lembah Tengkorak pun juga ikut melesat menerjang Pendekar Naga Putih. pertarungan empat orang yang memiliki ilmu dan jurus jurus tingkat tinggi berlangsung sangat sengit. Panji menghadapi serangan dewi Lembah Tengkorak dengan menggunakan jurus naga saktinya, "tenaga dalam gerhana bulan"nya tampak megempangi tubuh Panji, seketika tempat itu menjadi dingin akibat "tenaga dalam gerhana bulan" yang di keluarkan oleh Panji. tubuh Panji mengeluarkan sinar keperakan berhawa dingin.

Antoch menyambut serangan ganas Bagus Sampurno menggunak rangkaian jurus 9 langkah ajaib dengan tenaga dalam ilmu 9 bulan. seketika tubuh Antoch mengeluarkan hawa dingin juga sama seperti yang di keluarkan Panji tapi bedanya tubuh Panji di selimuti sinar keperakan karna mengeluarkan tenaga dalam gerhana bulan sedang Antoch tubuh Antoch tidak mengeluarkan cahaya keperakan seperti Panji namun yang nampak berubah pada diri Antoch adalah rambut Antoch berubah jadi berwarna kuning keemasan. inilah wujud Antoch jika berubah menjadi pangeran es bila menggunakan ilmu 9 bulan. tiap kali Antoch menggunakan tenaga dalam dari 9 bulan maka Antoch akan berubah menjadi pangeran es dimana rambut Antoch menjadi berwarna kuning keemasan. bila aotoch menggunakan tenaga dalam ilmu 9 matahari maka Antoch berubah menjadi pangeran matahari yang tidak mengeluarkan ciri seperti pangeran es.

DUA hawa dingin yang bersatu menyebabkan tempat pertarungan itu menjadi dingin sedingin salju di kutub. Bagus Sampurno yang menyangka kalau lawannya yaitu Pendekar Pedang Matahari telah musnah ilmunya jadi terperanjat kaget karna tidak menyangka lawanya masih mampu mengimbangi setiap serangannya. bahkan sampai jurus ke delapan puluh dia belum mampu mendesak Antoch malah dia yang berkali kali kena pukulan balasan Antoch. Bagus Sampurno dengan gerakan cepat melompat ke belakang menjauh dari Antoch. dia berdiri dengan tatapan mata tajam ke arah Antoch.

"hebat juga kau. ilmu apa yang kau gunakan itu? bukankah ilmumu sudah musnah?" seru Bagus Sampurno penasaran.

Antoch tersenyum sinis dan dingin. "kau kira semua ilmu ku musnah. heh, tidak semua ilmu ku musnah. apa kau ingin tau ilmu apa yang ku gunakan sekarang?"

"katakan saja, bangsat !"

Antoch kembali tersenyum sinis. "apa kau pernah mendengar ilmu sembilan bulan? itulah ilmu yang aku gunakan sekarang !"

"ekh?! apa?!" Bagus Sampurno terperanjat kaget bukan main mendengar nama ilmu sembilan bulan. Bagus Sampurno tidak menyangka Pendekar Pedang Matahari memiliki ilmu langka yang hampir punah tersebut. Bagus Sampurno jadi teringat ucapan gurunya dulu.

"ilmu sembilan bulan adalah sumber kekuatan dari ilmu ilmu ular yang guru miliki. semua ilmu ku akan sangat tidak berdaya bila berhadapan dengan orang yang memiliki ilmu sembilan bulan secara sempurna. di dunia ini hanya tiga orang yang memiliki ilmu sembilan bulan secara sempurna yaitu pangeran es, putri bulan dan raja dari segala bangsa siluman yaitu ksatria naga emas. tapi .."

Datuk pulau ular menghentikan ucapannya sejenak lalu mulai buka suara lagi. "tapi tiga orang itu sudah tidak akan muncul lagi di dunia ini. pangeran es dan putri bulan sudah menghilang 200 tahun yang lalu sedangkan ksatria naga emas adalah raja dari segala siluman di dunia tidak akan mengganggu manusia karna itu adalah larangan baginya. jadi tidak akan ada yang bisa menghalangi ilmu ulur ku." ucap datuk pulau ular.

Bagus Sampurno terngiang ucapan gurunya itu. dia menatap tajam Antoch dengan seribu pertanyaan di hatinya. "Dari mana Pendekar Pedang Matahari bisa mendapatkan ilmu sembilan bulan itu? bukankah ilmu sembilan bulan adalah ilmu yang berlawanan dengan ilmu matahari yang di milikinya. ini sungguh tidak masuk akal. lebih baek aku menghindar saja dari pada aku celaka." batin Bagus Sampurno dalam hati.

Bagus Sampurno mengedarkan pandangannya ke sekeliling, rupanya tanpa dia sadari semua orang golongan putih sudah berdatangan mengurung tempat itu. tidak ada jalan baginya untuk kabur. "bangsat ! tidak celah untuk kabur dari sini. lebih baek adu nyawa dengan Pendekar Pedang Matahari !" batin Bagus Sampurno geram.

"Pendekar Pedang Matahari. aku beradu kesaktian denganmu ! bersiaplah !" seru Bagus Sampurno lantang.

Antoch tersenyun sinis. "akan ku layani ! keluarkan semua kesaktianmu !" balas Antoch dengan tenang.

Bagus Sampurno menyatukan telapak tangannya didepan dada sambil mulutnya komat kamit merapal ajian yang hendak dikeluarkannya. Badannya agak merunduk lalu kedua tangannya ditarik kesamping tubuhnya dengan terkepal, kaki kanan sedikit ditarik kebelakang. tatapan matanya tajam lurus menatap Antoch.

Antoch merentangkan tangan kanannya lurus kesamping, tangan kirinya terbuka di depan dada, tangan kanannya ditarik kebelakan lalu di putar kedepan dibarengi kaki kanan mundur ke belakang.

Mereka bersamaan memukulkan tangan kanan mereka kedepan diikuti teriakan lantang.

"Pukulan Ular Merah !"

"Pukulan Gerhana Bulan !"

Dari kepalan tangan Bagus Sampurno yang berwarna merah membara tanda Bagus Sampurno mengerahkan seluruh tenaga dalam penuh melesat sinar merah darah ke arah Antoch. sedangkan kepalan Antoch yang berwarna keemasan juga melesat sinar kuning keemasan kearah Bagus Sampurno. Dua sinar tersebut bertemu diudara dalam satu titik.

Dieesss !!

BLAAARR !!

DUAAARR !!

Ledakan dahsyatan mengguncang tempat itu saat dua sinar pukulan sakti beradu di udara dalam satu titik.

Dua sinar beradu diudara itu menimbulkan percikan bunga api kesegala arah. Benar benar dua kekuatan dahsyat yang saling tindih menindih saling mengalahkan. Hingga akhirnya sinar kuning keemasan mampu mendorong sinar merah darah lalu melabrak dada Bagus Sampurno.

"Aaakhh !!" Jerit Bagus Sampurno menyayat hati terkena sinar kuning keemasan Pukulan Gerhana Bulan.

Tubuh Bagus Sampurno terpental jauh kebelakang tiga tombak, tenaga dorongan masih terasa menyeret tubuh Bagus Sampurno, tubuh Bagus Sampurno baru berhenti setelah menabrak pohon hingga tumbang. Bagus Sampurno tewas seketika dengan sekujur tubuh pucat membeku. Itulah akibat yang ditimbulkan dari Pukulan Gerhana Bulan, membuat lawan yang terkena pukulan itu akan langsung membeku kaku.

Antoch sendiri bukannya tidak apa-apa tapi Antoch juga terdorong dua langkah ke belakang lalu jatuh berlutut dan muntah darah tanda Antoch juga mengalami luka dalam akibat efek beradunya dua pukulan sakti tadi. Antoch segera menotok beberapa tempat di dadanya kemudian bersila mengalirkan hawa murni guna menyembuhkan luka dalam yang dia alami.

DI tempat lain, pertarungan Panji dengan dewi Lembah Tengkorak juga sudah sampai penggunaan pukulan pukulan sakti mereka. Jeritan Bagus Sampurno membuat dewi Lembah Tengkorak kaget dan ini mengakibatkan fatal bagi dirinya, karna kelengahannya itu sebuah sinar putih pukulan naga langit meluruk bumi langsung menghantam tubuh dewi lembah tengkorak.

"Aaaakhh !!" Jerit dewi Lembah Tengkorak menggidikkan bulu kuduk yang mendengarkan.

Tak ayal lagi dewi Lembah Tengkorak langsung terpental ke belakang terkena sapuan pukulan sakti tinggkat tinggi milik Panji. Tubuh dewi lembah menabrak batu besar hingga hancur dan langsung tewas seketika.

Panji segera bersila mengalirkan hawa murni di dadanya guna meredam getaran akibat dari efek beradunya dua pukulan hebat tersebut.

"Kakang!!" Seru Kenanga panik langsung menghampiri Panji.

"Antoch!!" seru Intan Ayu cepat menghampiri Antoch yang tengah mengalirkan hawa murni di tubuhnya.

"Intan !" Seru eyang Rakanini dan Lestari. Mereka menghampiri Intan Ayu yang berada di samping Antoch.

"Eyang! Kak Lestari !" Ucap Intan Ayu menoleh ke arah Rakanini dan Lestari.

"Kenapa kau bisa ada di sini Intan? Kau pergi dari perguruan lagi?" Ucap Lestari memarahi Intan Ayu.

"Antoch. Kau baik baik saja?" Ucap ki Wanengpati setelah melihat Antoch membuka matanya.

Antoch menatap ki Wanengpati lalu menggeleng pelan. "Aku tidak apa-apa."

"Antoch. Kamu tidak apa-apakan?" Seru Intan Ayu cemas.

Antoch tersenyum lembut lalu menggeleng pelan. "Kau sendiri tidak terluka kan?" Tanya Antoch kalem.

"Tidak! Aku tidak apa-apa." Sahut Intan Ayu menggeleng cepat.

"Intan!" seru Lestari.

Antoch menoleh kearah gadis cantik yang bernama Lestari itu, Antoch tersenyum lembut ketika Lestari melihat dirinya. tampak Lestari jadi kikuk melihat Antoch yang juga menatap dirinya, buru buru Lestari membuang muka menghindari tatapan langsung dengan Antoch.

"Intan. Ayo pulang !" seru eyang Rakanini.

Intan menatap Antoch sejenak seolah enggan berpisah dengan pemuda yang sudah sangat dekat dengan dirinya itu.

Antoch diam saja tidak pedulikan Intan Ayu yang menatap dirinya karna merasa berat untuk berpisah. Antoch malah menghampiri ki Wanengpati. "Kita pergi ki!" Ucap Antoch.

Ki Wanengpati mengangguk cepat. Antoch dan ki Wanengpati segera melesat cepat meninggalkan tempat tesebut.

"Antoch!" Teriak Intan Ayu cepat coba mencegah Antoch namun Antoch sudah hilang dari tempatnya bersama ki Wanengpati.

Satu persatu semua orang yang berada di Lembah Tengkorak melangkah pergi dari tempat tersebut meninggalkan reruntuhan bangunan di Lembah Tengkorak tersebut.

T A M A T

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

8 komentar

  1. Cukup bagus tapi cerita nya terlalu pendek, sementara pendekar2 nya banyak belum terekspos
    1. Pendekar pedang matahari ini sebenarnya cerita berseri gan tetapi pengarangnya tidak melanjut tulisannya padahal dari segi cerita cersil ini sangat menarik dan banyak potensi alur cerita yang masih bisa dikembangkan.
  2. PRAHARA DARAH BIRU gak jadi diupload ya gan?
    1. Belum gan, di situs resmi bung chimily juga saya lihat belum terbit kelanjutannya.
    2. kapan dong gan ... udah gatel nih
  3. Cerita ini mencatut dua tokoh.
    Pendekar rajawali sakti dan pendekar naga putih.
  4. Ceritanya bagus author lanjutin dong, penasaran karena bersangkutan dengan pendekar rajawali sakti ada silsilah keluarga pandan wangi
  5. Cerita bagus... Perlu dilanjut