Beruang Salju Bab 65 Usir Mereka . . . ! Cepat Laksanakan!

Beruang Salju Bab 65 Usir Mereka . . . ! Cepat Laksanakan!
65 Usir Mereka . . . ! Cepat Laksanakan!

Sedangkan di kota raja sendiri tengah diadakan pencarian yang ketat sekali terhadap Yang Kiong Sian berempat. Setiap pengemis yang ditemukan di dalam kotaraja tentu ditangkap tanpa pilih bulu.

Semua anggota Kay-pang yang biasanya memiliki tempat 'operasi' di kota raja, telah mematuhi perintah dari Sam-cie-sin-kay untuk tidak berkeliaran dulu di dalam kota. Karenanya mereka berkumpul di kuil tua tersebut.

Waktu beredar terus dengan cepat, satu hari telah herlalu......

Wie Liang Tianglo masih tetap dengan keadaannya, pingsan tidak sadarkan diri. Dan Sam-cie-sin-kay berulang kali telah berusaha menotok heberapa jalan darahnya, akan tetapi kemajuan tidak diperoleh pada diri Tianglo pengemis itu.

Keadaan Wie Liang Tianglo seperti itu telah membuat Yang Kiong Sian dan yang lainnya berkuatir. Mereka jadi selalu mendampingi Wie Liang Tianglo, di mana Tianglo itu masih berada dalam keadaan pingsan.

Sedangkan Sam-cie-sin-kay tidak tinggal diam, bergantian dia telah menotok jalan darah di sekujur tubuh Wie Liang Tianglo, dibantu oleh Yang Kiong Sian berempat.

Setelah lewat satu malaman lagi, mulai terlihat perkembangan yang cukup menggembirakan pada diri Wie Liang Tianglo, karena Wie Liang Tocu mulai memperdengarkan keluhan. Walaupun dia masih berada dalam keadaan antara sadar dan tidak.

Sedangkan saat itu, Sam-cie-sin-kay semakin mempergiat totokan dan urutannya, dan juga telah meminta kepada Yang Kiong Sian dan ke tiga pengemis berkarung delapan lainnya untuk bantu menguruti dan menotok jalan darah di tubuh Tianglo tersebut.

Akhirnya Wie Liang Tianglo tersadar dari pingsannya, sepasang matanya terbuka perlahan-lahan dan terdengar dia bertanya dengan sikap keheranan: “He, di mana aku berada.....?!” Dan bola mata itu telah mencilak ke sana ke mari.

Waktu melihat Sam-cie-sin-kay dan yang lainnya, segera juga dia menggumam perlahan: “Oohh, kiranya aku berada di tengah-tengah sahabat......!”

Sam-cie-sin-kay, Yang Kiong Sian dan yang lainnya girang bukan main. Mereka selain bersenyum juga telah mengucapkan rasa syukur mereka kepada Thian, yang mana akhirnya Wie Liang Tianglo telah tertolong jiwanya.

Waktu itu, Sam-cie-sin-kay sendiri telah mendekati kepalanya pada Wie Liang Tianglo katanya: “Harap Tianglo beristirahat dengan tenang, kami menjaga di sini dan Tianglo tidak perlu kuatir terjadi suatu apapun juga......!”

Wie Liang Tianglo berusaha tersenyum, walaupun tampaknya sulit sekali buatnya tersenyum, dan katanya: “Terima kasih.....!” Lalu dia memejamkan kembali matanya dan tidak mengucapkan kata-kata lainnya, tampaknya dia masih lemah sekali dan ingin beristirahat.

Sam-cie-sin-kay menghela napas lega, dia berseru perlahan kepada Yang Kiong Sian dan yang lainya: “Akhirnya tertolong juga!”

Yang Kiong Sian berempat dan juga pengemis-pengemis lainnya yang banyak berkumpul di kuil tua itu, telah bergirang dan mengucapkan syukur atas kesembuhan dan tertolongnya jiwa Wie Liang Tianglo.

Sam-cie-sin-kay menanti sesaat lagi lamanya, sampai akhirnya dia telah mulai menotok pula beberapa jalan darah di tubuh Wie Liang Tocu.

Tianglo itu tertidur nyenyak sekali. Wajahnya sudah tidak pucat kehitam-hitaman lagi, karena sekarang pada pipinya terlihat warna kemerah-merahan.

Sedangksn Sam-cie-sin-kay pun telah beristirahat.

Lewat lagi satu hari, kesehatan Wie Liang Tianglo pulih, dan dia telah tersadar benar-benar dari pingsannya, mulai berangsur tenaga dan semangatnya pulih sebagai biasa. Hanya saja yang masih terlihat jelas, dia lemas dan membutuhkan istirahat yang cukup panjang, namun kesehatannya itu tidak terancam bahaya lagi.

Sore itu Wie Liang Tocu berusaha duduk dari rebahnya. Akan tetapi Sam-cie-sin-kay telah mencegahnya dan memintanya agar dia tetap rebah untuk beristirahat.

Satu hari lagi Wie Liang Tocu beristirahat dan selama itu dia dilayani oleh Sam-cie-sin-kay dan yang lainnya, untuk makan dan minumnya. Sementara itu Sam-cie-sin-kay hanya memberikan bubur kepada Tianglo ini, karena kesehatannya dikala itu baru saja sembuh, tidak boleh memakan nasi yang keras, yang kemungkinan bisa mengganggu kesehatannya. Dan bubur itu dimasak sendiri oleh Sam-cie-sin-kay.

Bukan main berterima kasihnya Wie Liang Tianglo memperoleh pertolongan dan rawatan demikian baik dari Sam-cie-sin-kay dan para pengemis lainnya. Kesehatannyapun mulai pulih pula lebih baik.

Di hari ke tiganya, Wie Liang Tianglo telah dapat duduk dan bercerita.

Tianglo ini menceritakan, bagaimana dia telah dilukai oleh Tiat To Hoat-ong, karena sebelumnya dia telah bertempur dengan Gochin Talu dan Lengky Lumi. Juga tujuan Wie Liang Tocu yang bermaksud membunuh Gochin Talu dan Lengky Lumi, dua orang Boan yang merupakan sumber kepengkhianatan dari ke tiga orang Tianglo Kay-pang yaitu Nyo Tianglo, Pheng Tianglo dan Kan Tianglo.

Karena dari itu, walaupun bagaimana, Wie Liang Tianglo mengatakan kepada Sam-cie-sin-kay, jika kelak kesehatan telah pulih, tetap akan pergi mencari Gochin Talu dan Lengky Lumi, untuk membinasakan ke dua orang Boan itu. Dan Wie Liang Tocu pun berpesan, sejak sekarang para pengemis Kay-pang tidak perlu memperdulikan dan melayani setiap perintah dari Nyo Tianglo, Kan Tianglo dan Pheng Tianglo.

“Ke tiga Tianglo itu akan memperoleh hukuman yang setimpal dengan perbuatan mereka,” kata Wie Liang Tianglo lebih jauh. “Dan dalam rapat besar di malaman Cap-go mendatang, keputusan itu akan diumumkan, oleh Pangcu.....!”

Sam-cie-sin-kay dan pengemis-pengemis lainnya telah mengiyakan dan mereka terkejut bukan main mengetahui bahwa tiga orang Tianglo partai mereka seperti Nyo Tianglo, Pheng Tianglo dan Kan Tianglo telah berkhianat mengadakan kontak serta kerja sama dengan pihak Boan, membuat mereka selain heran juga sangat gusar sekali.

Wie Liang Tianglo tersenyum pahit, katanya, “Hal ini disebabkan perasaan yang tidak puas, karena Nyo Tianglo, Kan Tianglo dan Pheng Tianglo pernah dipecat dari kedudukannya sebagai Tianglo oleh Oey Pangcu (Oey Yong). Mereka bertiga telah diturunkan tingkat kedudukannya dari sembilan karung menjadi delapan karung. Rupanya sakit hati dan dendam mereka itu terpendam terus, dan kini di saat mereka melihat Kay-pang akan terpecah belah, mereka ingin mempergunakan kesempatan itu untuk merebut kedudukan dan kekuasaan di dalam Kay-pang.

“Tentu saja jika hanya mereka bertiga serta para pengikutnya, mereka tidak mungkin berhasil merebut kekuasaan di Kay-pang. Namun jika memang mereka memperoleh bantuan dari orang-orang Boan, di mana Kaisar Boan itu menggerakan para pahlawan kerajaan, niscaya Kay-pang menghadapi urusan yang tidak kecil.....!”

Sam-cie-sin-kay dan pengemis-pengemis lainnya, seketika bertambah murka. Malah di antara mereka ada yang tidak dapat menahan diri dan telah mengeluarkan kata-kata makian yang ditujukan kepada ke tiga Tianglo Kay-pang yang berkhianat itu.

Sedangkan Wie Liang Tianglo menghela napas.

“Sementara itu kita tidak bisa mengatakan suatu apapun juga karena mereka masih resmi dengan kedudukan mereka sebagai Tianglo, dengan sendirinya kitapun tidak bisa bertindak main hakim sendiri! Walaupun data-data dan bukti telah berkumpul di tangan Pangcu, keputusan itu harus diambil dalam rapat besar Kay-pang seperti lazimnya.....

“Karenanya kita harus menantikan sampai malaman Cap-go yang akan datang, saat mana Pangcu akan mengumumkan hasil perundingan tersebut dan juga memberitahukan kepada saudara-saudara kita di Kay-pang, bahwa ke tiga Tianglo itu akan dipecat dari jabatan mereka dan juga akan dijatuhi hukuman......!”

Mendengar penjelasan Wie Liang Tocu itu, Sam-cie-sin-kay, Yang Kiong Sian, Phoa Tiang Ie, Bo Siang Hong dan Sun Kiang Lo serta para pengemis lainnya telah mengiyakan. Dan mereka menyadari betapa pentingnya arti dari hasil rapat besar yang akan diselenggarakan oleh Kay-pang tidak lama lagi, karena keputuan seluruh pemimpin pertemuan atau rapat besar tersebut.

Begitulah, banyak yang mereka perbincangkan, selama itu pula Wie Liang Tocu banyak sekali menceritakan perkembangan yang terjadi di markas Kay-pang.

Semua pengemis mendengarkan sebaik-baiknya karena memang mereka umumnya berkelana dan jarang sekali berkumpul di markas pusat. Mereka baru akan pulang ke markas pusat jika saja Kay-pang mengadakan pertemuan atau rapat tertentu.

Dengan begitu, banyak di antara mereka yang tidak begitu jelas mengenai perkembangan terakhir dan partai mereka. Dan sekarang Wie Liang Tocu, salah seorang Tianglo mereka telah menceritakan keadaan di markas besar mereka, karenanya mereka jadi tertarik sekali.

Tiga hari lagi telah lewat dengan cepat, kesehatan Wie Liang Tocu pun telah pulih kembali sebagaimana sedia kala. Beruntung ia memperoleh pertolongan dengan kembang Lian-som sehingga Wie Liang Tocu, sembuh tanpa kurang suatu apapun juga.

Pada pagi itu, Wie Liang Tocu menyatakan keinginan guna menyatroni lagi Gochin Talu dan Lengky Lumi.

Akan tetapi Sam-cie-sin-kay dan para pengemis yang lainnya telah mencegahnya. Menurut Sam-cie-sin-kay, walaupun Win Liang tocu telah sembuh keseluruhannya dan kepandaiannya itu tidak berkurang, namun tetap saja dia agak lemah dengan membutuhkan waktu satu bulan untuk beristirahat, sampai benar-benar keadaan dan kekuatan maupun semangatnya pulih benar.

“Yang paling penting lagi justru tidak lama lagi akan tiba waktunya rapat besar Kay-pang kita.....!” kata Sam-cie-sin-kay. “Memang lawan memiliki kepandaian di bawah kepandaian Wie Tianglo, akan tetapi jika sampai pertempuran itu menyebabkan Wie Tianglo terluka pula oleh akal bulus mereka, bukankah hal ini akan membuat kita semua menyesal bahwa Wie Tianglo tidak dapat hadir dalam rapat itu?

“Bukankah rapat besar yang akan diselenggarakan di malaman Cap-go itu memiliki arti yang penting sekali, karena di dalam rapat itu akan ditentukan hukuman apa yang akan dijatuhkan kepada ke tiga orang Tianglo pengkhianat itu? Dan yang terpenting lagi, tentunya pangcu perlu bantuan dan dukungan dari Wie Tianglo dan di samping Tianglo-tianglo lainnya, agar pangcu dapat mengambil tindakan yang cepat. Dengan di samping Wie Tianglo tentu pangcu lebih muda mengatasi ke tiga orang Tianglo pengkhianat itu.....?”

Wie Liang Tocu mendengar saran Sam-cie-sin-kay tanpa mengatakan suatu apa pun juga. Namun akhirnya setelah ia memikirkannya agak lama, Wie Liang Tocu mengakui jnga benarnya perkataan Sam-cie-sin-kay maka ia mengangguk.

“Baiklah, aku lebih baik menahan diri tidak pergi mencari orang-orang Boan itu..... Jika memang kelak aku sudah berhasil mendampingi Pangcu dalam repat besar itu, aku akan berangkat ke kota raja untuk mencari orang-orang Boan itu guna membasmi mereka.....!” berkata Wie Liang Tocu

Sam-cie-sin-kay girang mendengar Wie Liang Tocu tidak bersikeras hendak menyatroni Gochin Talu dan Lengky Lumi. Dan berlega hati. Begitulah, selanjutnya mereka membicarakan rencana perjalanan mereka ke Hou-ciu guna menghadiri rapat besar yang akan diselenggarakan oleh partai mereka.

Y

Hou-ciu merupakan sebuah kota yang cukup besar di dalam lingkungan propinsi Ciat-kang dan di kota tersebutlah penempatan bala tentara Monggolia yang telah berhasil menguasai daratan Tiong-goan, merupakan bagian yang paling sedikit dan berkedudukan lemah. Disebabkan pertimbangan itulah maka Yeh-lu Chi telah memilih Hou-ciu sebagai tempat berkumpul para anggota Kay-pang untuk hadir dalam rapat besar yang akan diselenggarakannya.

Masih setengah bulan lagi waktu diselenggarakannya pertemuan atau rapat besar para pengemis dari seluruh daratan Tiong-goan itu, namun di Hou-ciu sudah terlihat banyak sekali berkeliaran para pengemis-pengemis yang berusia telah lanjut dan ubanan. Mereka semuanya berkelompok, sehingga di saat itu Hou-ciu kebanjiran dikunjungi para pengemis.

Banyak juga penduduk kota Hou-ciu yang merasa heran dan bingung mengapa kota mereka bisa kebanjiran pengemis yang demikian banyak. Akan tetapi orang-orang rimba persilatan segera mengetahui tentu ada sesuatu urusan yang hendak dilakukan Kay-pang dengan mengumpulkan anggautanya di tempat ini.

Segera juga, orang-orang rimba persilatan dan kang-ouw yang berada di sekitar daerah dan kota Hou-ciu menaruh perhatian yang besar terhadap berkumpulnya para pengemis itu di kota Hou-ciu. Banyak yang sengaja berdatangan ke Hou-ciu hanya khusus untuk menyaksikan keramaian.

Jago-jago Kang-ouw yang berdatangan itu dari kota Lim-kwan, Ciu-ting-kwan dan kota-kota lainnya yang berdekatan dengan Hou-ciu. Mereka yakin bahwa di Hou-ciu dengan berkumpul sedemikian banyaknya pengemis-pengemis Kay-pang, tentu akan ada keramaian yang menarik hati.

Di Hou-ciu sebenarnya terdapat belasan rumah penginapan. Walaupun Hou-ciu merupakan kota yang besar, akan tetapi setiap harinya rumah penginapan maupun rumah makan tidak sepenuh seperti akhir-akhir itu. Setidak-tidaknya tentu masih ada saja kamar kosong dan jika seseorang pelancongan datang ke Hou-ciu tentu tidak kesulitan rumah penginapan.

Akan tetapi beberapa hari belakangan ini banyak orang-orang yang datang dari luar Hou-ciu ingin meminta kamar di rumah penginapan harus kecewa, karena permintaan mereka tidak bisa dipenuhi, di mana kamar-kamar di berbagai rumah penginapan yang terdapat di Hou-ciu itu telah terisi penuh.

Bahkan, banyak juga penduduk Hou-ciu yang sengaja menyewakan rumah mereka, untuk orang-orang yang tidak ke bagian kamar di rumah penginapan.

Keramaian yang terlihat di akhir-akhir ini di kota Hou-ciu memang menyolok sekali. Dan ditambah dengan penuhnya pengemis yang berkeliaran keluar masuk setiap rumah penginapan maupun rumah makan sekedar meminta sedekah.

Hampir seluruh penduduk Hou-ciu menduga-duga, entah apa yang akan terjadi di Hou-ciu dengan perobahan yang ada dan keramaian seperti itu.

Pada pagi itu nampak belasan orang penunggang kuda yang memasuki Hou-ciu. Mereka merupakan orang-orang yang bertubuh tinggi besar dengan wajah yang bengis. Akan tetapi cara berpakaian mereka itu memperlihatkan mereka adalah para saudagar.

Rombongan ini telah menghampiri rumah penginapan Su-kian-tiam-lauw, sebuah rumah penginapan yang terbesar di kota Hou-ciu. Dan dengan gerakan yang gesit sekali semuanya telah melompat turun dari kuda masing-masing.

Cara mereka turun dari kuda masing-masing memang mengherankan sekali. Mereka berpakaian sebagai saudagar, akan tetapi gerakan mereka yang gesit itu menunjukan bahwa mereka mengerti ilmu silat. Dengan demikian membuat banyak orang yang mengawasi mereka jadi terheran-heran, terutama sekali beberapa orang kang-ouw yang terdapat di dalam rumah penginapan itu.

Tanpa memperdulikan tatapan keheranan dari orang-orang itu, belasan orang saudagar tersebut telah memasuki rumah penginapan itu. Salah seorang di antara mereka telah menepuk meja dengan keras: “Pelayan! Pelayan!” Ia memanggilnya dengan suara yang keras dan bengis.

Bergegas menyambut seorang pelayan, dengan sikap hormat dia cepat-cepat berkata: “Sayang sekali kedatangan tuan-tuan terlambat..... kamar sudah penuh.....!”

Muka belasan orang saudagar itu berobah, mereka telah memperdengarkan suara tertawa dingin. Orang yang tadi menepuk meja juga telah memperdengarkan suara bentakan bengis: “Cepat siapkan kamar, kami tidak mau tahu apakah kamar telah penuh atau tidak, yang terpenting kami meminta lima kamar kosong dan kalian harus mempersiapkannya! Jika sudah ada tamu yang mengisinya, usir mereka.....! Cepat laksanakan!”

Pelayan itu jadi tidak senang oleh sikap kasar sang tamu ini, akan tetapi dia memaksakan diri untuk bersenyum.

“Maafkan kami tuan-tuan..... mana mungkin kami mengusir tamu-tamu yang terlebih dulu datang ke mari dan menempati kamar-kamar itu...... Harap tuan-tuan memaklumi dan mau mengerti..... Sangat menyesal sekali kami tidak bisa menyediakan kamar! Mungkin di rumah penginapan lain tuan-tuan bisa memperoleh kamar. Jangan kuatir di Hou-ciu ada belasan rumah penginapan.....!”

“Plakkk!” tahu-tahu saudagar yang seorang itu telah mengayunkan tangannya, dia menempeleng pelayan itu dengan keras, sampai tubuh pelayan tersebut terhuyung mundur dengan menjerit kesakitan.

“Kau..... kau.....?” pucat dan memerah muka si pelayan karena mendongkol, kaget dan gusar sekali.

Sedangkan saudagar yang seorang itu tanpa memperdulikan sikap si pelayan telah mendelik, katanya: “Jika memang kau tidak mau mengusir tamu-tamu itu, biar nanti kami yang mengusirnya. Kami dapat melakukannya sendiri.....!”

“Ini..... ini mana boleh..... mana bisa begitu?” pelayan itu berseru penasaran.

Mata saudagar itu mendelik, kawan-kawannya memperdengarkan tertawa mereka.

“Apakah kau ingin dihajar lebih keras?” tegur saudagar itu.

Pelayan itu jadi ciut juga nyalinya, karena tadi dia telah merasakan betapa kuatnya tempilingan tangan si saudagar itu, sehingga dia merasakan pipinya seperti dihantam oleh lempengan besi saja. Dia jadi mundur tiga langkah, namun dia masih tetap berkata: “Janganlah tuan-tuan menimbulkan kerusuhan di sini, nanti orang-orang Tie-kwan tentu akan menghukum tuan-tuan, jadi memperoleh kesulitan.....!”

Tetapi saudagar itu dengan mata mendelik menghampiri si pelayan, dia mengulurkan tangan kanannya dan mencengkeram baju di dada pelayan itu. Dengan gerakan yang enteng dan mudah, dia telah mengangkat tubuh si pelayan dan melontarkannya, sehingga tubuh pelayan itu melayang di tengah udara dan terbanting di lantai dengan keras. Mungkin karena terbanting dan kesakitan sehingga pelayan itu menjerit-jerit seperti anjing yang dikemplang.

Saudagar itu tertawa bengis, dia menghampiri meja kasir.

Sejak tadi memang kasir telah mengawasi kejadian itu, hanya saja kasir ini tengah ketakutan dan tidak berani mencampuri, di mana dia melihat pelayannya dihajar babak belur seperti itu. Dia kuatir jika mencampuri nanti para tamu-tamunya itu mengalihkan kemarahan padanya dan menghajarnya seperti tadi orang itu menghajar pelayannya. Itulah sebabnya si kasir berdiam diri saja di belakang meja kasirnya dengan tubuh mengkeret.

Akan tetapi sekarang melihat belasan orang saudagar itu melangkah menghampiri ke arahnya, jantungnya jadi berlompatan tidak hentinya, dia juga menggigil ketakutan, mukanya pucat. Belum lagi tamunya, saudagar yang tadi melontarkan tubuh si pelayan berkata-kata dia melihat mata orang yang mendelik seperti itu padanya, si kasir telah berkata dengan suara yang ketakutan: “Aku..... aku tidak tahu menahu urusan pelayan kurang ajar itu...... harap tuan-tuan jangan gusar..... Apakah ada sesuatu yang bisa kutolong untuk membantu tuan-tuan.....?!”

Tetapi saudagar yang bermuka bengis itu telah membentak keras: “Kau harus menuruti perintah kami!” katanya. Tangannya juga telah menghantam meja dengan keras sekali. Sampai jantung kasir itu berlompatan, dan semangatnya seperti terbang meninggalkan raganya.

“Ya, ya.....!” kata kasir itu ketakutan bukan main. “Katakanlah apa yang harus kulakukan?!”

“Sediakan lima buah kamar kosong buat kami!” kata saudagar itu.

“Ini..... ini....!” si kasir jadi sangat gugup, mukanya semakin pucat.

“Kenapa?!” mata saudagar itu mendelik besar sekali.

“Kamar-kamar telah penuh, menyesal sekali..... menyesal.....!” kata si kasir dengan gugup.

“Plakkk!” mejanya telah dihantam dengan keras oleh saudagar itu.

Semangat kasir itu melayang terbang meninggalkan raganya, dan tubuhnya menggigil semakin keras. Di samping itu juga tampak dia telah melompat mundur menjauhi meja kasirnya tiga langkah.

“Apakah kau ingin dihajar dulu baru melaksanakan permintaan kami?” tegur saudagar itu.

“Ohhh, mana berani kami berayal atas permintaan tuan-tuan....! Akan tetapi..... akan tetapi.....!” suara si kasir mandek sampai di situ, karena saudagar itu dengan cepat sekali telah melayang mencengkeram lengannya. Sekali menarik dengan digentakkan, tubuh si kasir itu yang kurus kerempeng telah melayang ambruk bergulingan di lantai, mukanya mencium lantai dan dari hidungnya seketika mengucur darah segar.

Si Kasir mungkin kesakitan dan kaget melihat darahnya yang keluar dari hidungnya, dia jadi menangis sesambatan: “Ampunnn..... ampun jangan mempersakiti aku..... janganlah tuan-tuan menurunkan tangan keras padaku si orang tua.....!”

Saudagar yang seorang itu telah melangkah menghampirinya kepada si kasir yang masih tengkurap di lantai, dia mengangkat kaki kanannya, menginjak punggung kasir itu. Sedangkan belasan orang saudagar lainnya telah tertawa bergelak, tampaknya mereka girang sekali.

“Hemmm atau memang kami sendiri yang perlu mengusir tamu-tamumu itu?” tanya saudagar tersebut dengan suara yang dingin.

“Itu..... itu mana boleh..... mereka datang lebih dulu dan mereka juga membayar dengan harga yang telah ditetapkan.....!” kata si kasir kesakitan dan ketakutan. “Aduhhhh..... jangan diinjak seperti itu..... aku sudah tua, tulang punggung sudah rapuh, nanti patah..... ampunilah aku si orang tua.....!”

Saudagar itu mendengus mengeluarkan suara tertawa mengejek. “Hemm..... jika memang mereka itu membayar menurut tarif yang telah ditentukan, maka kami akan membayarnya dua kali lipat kamar-kamar itu. Cepat kosongkan dan usir mereka!”

“Lepaskan dulu injakanmu, tuan...... aduh, aku bisa mati jika diinjak lebih lama lagi.....!!” berseru-seru kesakitan dan juga ketakutan.

Saudagar tersebut mengangkat kakinya, dia melepaskan injakannya.

“Cepat kau laksanakah perintahku!” bentaknya bengis, dia yakin tentunya si kasir akan mematuhi perintahnya itu.

Kasir itu merangkak bangun sambil menangis, dia menyusut mulut dan hidungnya yang mengucurkan darah segar.

“Aku..... aku mohon kepada tuan-tuan, janganlah menghancurkan usaha kami..... kami berusaha dengan modal kecil. Jika saja kami mengusir tamu-tamu itu, tentu kami akan memiliki nama jelek dan kelak tentu tidak ada tamu-tamu lainnya yang sudi menginap di sini..... Maafkan dan ampunilah tuan-tuan..... janganlah tuan-tuan memaksa aku untuk melakukan perbuatan rendah seperti itu, walaupun tuan-tuan bersedia membayar dua kali lipat, akan tetapi aku tidak bisa menerimanya..... Maafkanlah tuan-tuan.”

Mendengar itu, si saudagar jadi mendelik lebar lagi matanya, dia berkata dengan suara bengis: “Bagus! Bila demikian jelas kau ingin dihajar pula baru mau memenuhi perintahku. Kau mencari penyakit dulu.....!” sambil berkata begitu, si saudagar tersebut menghampiri dengan langkah perlahan-lahan.

Kasir itu tambah ketakutan, lemaslah sepasang kakinya, cepat-cepat dia menekuk ke dua kakinya dan berlutut di hadapan saudagar itu sambil menganggukkan kepalanya berulang kali: “Ampun..... ampun..... janganlah aku si orang tua disiksa.....!” Dan dia memohon pengampunan itu sambil menangis, karena dia tahu, jika saja dia dibanting berulang kali, jelas tulang tuanya akan berantakan.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar