64 Upaya Empat Persaudaraan Kay-pang
Dan apa yang diduga oleh Yang
Kiong Sian tidak salah, karena setelah diserang dengan gencar bagian bawahnya,
yaitu pada ke dua kakinya, telah membuat Dalpa Tacin jadi kelabakan dan
bergelisah, di mana Lhama ini jadi sibuk sekali untuk berkelit ke sana ke mari
menghindarkan diri. Dan serangannya jadi berkurang, karena dia sibuk sekali
untuk menghindarkan diri dari setiap serangan lawan pada ke dua kakinya.
Tubuh Dalpa Tacin telah
berkelebat-kelebat bagaikan bayangan saja. Akan tetapi ke empat pengemis itupun
bukan lawan yang ringan, karena mereka tidak jarang sengaja telah bergulingan
di lantai. Dengan demikian mereka dapat menyerang bagian bawah Dalpa Tacin
dengan gencar.
Sedangkan Dalpa Tacin sendiri
yang menyaksikan hal seperti itu, jadi gusar dan penasaran. Dia menyadari bahwa
ke empat orang lawannya ini telah mengetahui kelemahan dirinya, karenanya telah
mendesak terus ke bagian bawah pada arah ke dua kakinya, di mana memang
memiliki kuda-kuda yang tidak begitu kuat.
Di saat itu Yang Kiong Sian
yang tidak mau membuang-buang waktu lagi telah berseru nyaring, tahu-tahu
tubuhnya telah menggelinding di lantai. Sepasang tangan dan juga ke dua kakinya
telah bergerak ke sana ke mari dengan cepat sekali menyerang ke dua kaki Dalpa
Tacin.
Dalpa Tacin sendiri sibuk
sekali melompat ke sana ke mari menghindarkan diri.
Beberapa kali ke dua kaki dari
Dalpa Tacin kena diserampang oleh tendangan kaki Yang Kiong Sian, di mana dia
hampir jatuh terpelanting.
Akan tetapi memang dasarnya
lweekang dari Lhama itu sangat kuat, dia bisa melindungi ke dua kakinya itu
dengan tenaga lweekang tersebut. Dengan demikian tendangan dari Yang Kiong Sian
akhirnya mengenai tempat sasaran yang sangat keras sekali. Waktu kakinya
membentur kaki Dalpa Tacin, membuat Yang Kiong Sian menderita kesakitan yang
cukup hebat.
Sedangkan ke tiga orang adik
angkat Yang Kiong Sian, yaitu Phoa Tiang Ie dan Sun Kiang Lo serta Bo Siang
Hong, pun tidak tinggal diam, dengan gencar mereka pun telah menyerang bagian
bawah penjagaan Dalpa Tacin. Setiap kali mereka menyerang, semuanya dilakukan
dengan serentak.
Hal ini membuat Dalpa Tacin
jadi agak repot. Walaupun setiap serangan yang dilancarkan mereka dapat
dihindarkan si Lhama, akan tetapi tidak urung Lhama ini berulang kali hampir
terkena serangan itu.
Boleh dibilang sekarang
berbalik keadaan mereka, jika sebelumnya Dalpa Tacin selalu mendesak dengan
serangan-serangannya yang mengandung maut. Akan tetapi sekarang justru Dalpa
Tacin yang lebih banyak berkelit, sedangkan ke empat orang lawannya itu,
pengemis-pengemis Kay-pang, telah melancarkan serangan dengan gencar. Dengan
begitu Dalpa Tacin jadi marah dan penasaran, dan dia menyadari jika hal ini
berlarut-larut, jelas akan membuat ke empat orang lawannya memiliki kesempatan
untuk berusaha meloloskan diri.
Karena Dalpa Tacin tidak mau
membuang-buang waktu lagi, dia telah mengeluarkan suara siulan yang nyaring
sekali, dan tampak jelas betapa tubuh Dalpa Tacin juga telah melompat ke tengah
udara.
Gerakannya itu untuk menyelamatkan
diri dari serangan Yang Kiong Sian berempat. Juga dengan mempergunakan
kesempatan yang hanya beberapa detik itu, Dalpa Tacin berusaha untuk bersiul
kembali dengan suara yang nyaring bukan main.
Dengan demikian, segera juga
tampak beberapa sosok bayangan tengah berlari-lari mendatangi dengan cepat.
Yang Kiong Sian jadi terkesiap
hatinya, demikian juga ke tiga pengemis Kay-pang lainnya. Mereka menyadari,
bahwa suara siulan dari Dalpa Tacin tadi rupanya memanggil orang-orangnya atau
pengawal istana lainnya, untuk meminta bala bantuan. Jika saja di situ telah
berkumpul para pengawal istana, walaupun bagaimana tingginya kepandaian Yang
Kiong Sian berempat, jangan harap mereka bisa meloloskan diri!
Menyaksikan hal itu, Yang
Kiong Sian berpikir cepat sekali. “Angin keras......!” dia berseru meneriaki
kawan-kawannya.
Ke tiga orang kawannya
mengerti bahwa mereka dianjurkan agar melarikan diri.
Begitulah, di saat tubuh Dalpa
Tacin melayang di tengah udara, Yang Kiong Sian berempat mempergunakan kesempatan
tersebut untuk memutar tubuh. Dengan mengerahkan seluruh ginkang mereka, ke
empat pengemis itu melompat meninggalkan ruangan itu. Maksud mereka ingin
melarikan diri.
Akan tetapi Dalpa Tacin mana
mau membiarkan mereka berempat meloloskan diri begitu saja? Ketika melihat ke
empat pengemis itu ingin melarikan diri, dengan sebat sekali Dalpa Tacin telah
bergerak. Ternyata dia telah melontarkan beberapa batang jarum halus yang
menyambar kepada Yang Kiong Sian berempat.
Yang Kiong Sian berempat
merasakan angin yang menyambar halus di belakang mereka. Dengan gesit mereka
mengelakkan diri. Namun dengan demikian, gerakan mereka sendiri untuk
meloloskan diri terlambat.
Waktu itu Dalpa Tacin telah
meluncur cepat sekali menyusul mereka.
Terpisah cukup jauh tampak
belasan orang pengawal istana yang tengah berlari mendatangi.
Yang Kiong Sian menyaksikan
keadaan seperti itu jadi nekad.
“Kalian bertiga pergi
meloloskan diri lebih dulu, biarlah aku yang akan menghadapi Lhama ini.....!”
teriaknya. Dia menganjurkan Phoa Tiang Ie bertiga pergi meloloskan diri
terlebih dulu, dan dia memang memutar tubuhnya, dengan gerakan yang sangat
cepat sekali, sepasang tangannya menyerang memapak kepada Dalpa Tacin.
Karena serangan Yang Kiong
Sian menyebabkan Dalpa Tacin mau atau tidak mau harus menangkis dengan
mempergunakan tangan kirinya. Dan karena dia menangkis, Phoa Tiang Ie dari yang
lainnya telah berlari jauh.
Bukan main murkanya Dalpa
Tacin. Dengan bengis berulang kali dia menyerang Yang Kiong Sian.
Yang Kiong Sian memang
merasakan betapa tenaga serangan Dalpa Tacin membuatnya sesak bernapas. Akan
tetapi dia masih sanggup untuk menghadapi serangan itu dengan berulang kali
berkelit dan balas menyerang dengan mempergunakan seluruh kekuatan yang ada
padanya.
Gerakan yang dilakukan oleh
Yang Kiong Sian merupakan jurus-jurus untuk membela diri saja. Gerakan-gerakan
seperti itu walaupun menyebabkan Dalpa Tacin tidak bisa menyerang dan
merubuhkan dirinya, akan tetapi dia pun tidak bisa mendesak Dalpa Tacin untuk
meloloskan diri. Sedangkan belasan orang pengawal istana telah tiba di tempat
tersebut segera mereka mengepungnya dengan ketat.
“Kalian bekuk anjing kurap
ini!” berseru Dalpa Tacin sambil melompat mundur, dan waktu itu belasan orang
pengawal istana tersebut telah meluruk menyerang kepada Yang Kiong Sian.
Sedangkan Dalpa Tacin sendiri
telah menjejakkan kakinya, tubuhnya seperti terbang telah mengejar Phoa Tiang
Ie dan juga berusaha untuk merintangi mereka melarikan diri. Karena dia
memiliki ginkang yang berada di atas ke tiga orang itu, dengan demikian dalam
waktu sekejap saja dia telah berhasil mengejar ke tiga orang itu.
Dengan gerakan tubuh seperti
seekor burung rajawali tengah menyambar mangsanya, tampak tubuh Dalpa Tacin
telah meluncur melintang di hadapan ke tiga orang itu. Sepasang tangan Dalpa
Tacin juga tidak tinggal diam. Dia telah menggerakkan sepasang tangannya untuk
menyerangnya.
Kali ini Dalpa Tacin telah
menyerangnya dengan mempergunakan delapan bagian tenaga lweekangnya. Angin yang
menerjang kepada Phoa Tiang Ie bertiga seperti juga terjangan angin puyuh.
Dengan demikian membuat ke tiga orang pengemis itu harus berusaha membendung
tenaga serangan lawannya dengan tangkisan yang sekuat tenaga.
Akan tetapi tidak urung mereka
bertiga telah terpelanting oleh desakan angin serangan Dalpa Tacin. Sedangkan
Dalpa Tacin mengulangi lagi serangannya, dan ke dua telapak tangannya yang
serentak, maka kekuatan tenaga serangannya itu jauh lebih kuat dibandingkan
dengan sebelumnya.
Hebat bukan main cara
menyerang Dalpa Tacin waktu itu. Phoa Tiang Ie baru saja melompat bangun, dan
ketika itulah angin serangan Dalpa Tacin telah menyambar datang sehinggga tubuh
orang she Phoa tersebut terpental bergulingan di atas lantai.
Sedangkan ke dua pengemis
lainnya telah melompat menerjang kepada Dalpa Tacin. Dua pasang tangan mereka,
menyambar ke arah batok kepala dan bahu Dalpa Tacin.
Namun Dalpa Tacin bergerak
sangat cepat sekali. Dia telah menangkis dengan kibasan tangannya membuat ke
dua lawannya itu terpental, sama nasibnya seperti halnya Phoa Tiang Ie. Dalpa
Tacin mengeluarkan suara tertawa mengejek, segera juga dia melompat untuk
menyerang lebih jauh, sehingga membuat ke tiga pengemis itu mengeluh.
Mereka telah terluka di dalam
tubuh yang tidak ringan akibat serangan yang tadi oleh Dalpa Tacin. Sekarang
Dalpa Tacin telah menyerang mereka pula tidak kalah hebatnya. Dengan demikian,
jika memang menyambuti dengan kekerasan, jelas mereka akan terluka lebih hebat
lagi. Tetapi jika mereka tidak menangkis, tentu mereka pun akan menjadi korban
serangan itu di mana mereka sudah tidak memiliki kesempatan untuk mengelakkan
diri.
Dalpa Tacin yang menyaksikan
keadaan ke tiga orang lawannya itu telah memperdengarkan suara tertawa
mengejek, sedangkan tenaga serangannya itu telah ditambah pula lebih kuat,
dengan semangat yang terbangun dan mata yang memancarkan sinar yang bengis,
Dalpa Tacin telah bernafsu sekali ingin membinasakan ke tiga orang lawannya
dalam satu kali serangan ini.
Waktu itulah tampak Phoa Tiang
Ie menjadi nekad. Dia mengetahui bahwa dirinya dan ke dua orang kawannya itu
tidak bisa meloloskan diri, karenanya dia telah mengeluarkan suara bentakan
nekad. Justru waktu tangan kanan dari Dalpa Tacin meluncur ke arah dirinya,
Phoa Tiang Ie telah melompat menerjang Lhama itu sambil mengerahkan seluruh
tenaga dalamnya pada ke dua telapak tangannya yang diulurkan untuk menyampok
serangan Lhama tersebut.
Sedangkan Bo Siang Hong
sendiri telah mengeluarkan pekik yang keras, tubuh melompat sambil menyerang
tidak kalah hebatnya, karena diapun berpikiran sama seperti Phoa Tiang Ie.
Gerakan ke dua pengemis ini
mengejutkan Dalpa Tacin. Semula dia girang sebab melihat bahwa serangannya itu
tentu akan berhasil dengan memuaskan untuk membinasakan ke tiga orang lawannya.
Siapa tahu ke dua pengemis itu berlaku nekad, dan tenaga serangan mereka,
walaupun tidak setangguh ilmu pukulannya, akan tetapi juga tidak bisa
diremehkan oleh Dalpa.
Waktu itulah dua kekuatan
antara ke dua pengemis dan tenaga Dalpa Tacin saling bentur.
Bentrokan yang terjadi membuat
tubuh Dalpa Tacin terhuyung-huyung beberapa langkah. Sedangkan tubuh ke dua
pengemis itu, Phoa Tiang Ie dan Bo Siang Hong sendiri terpental keras sekali,
tubuh mereka bergulingan di lantai dan tidak bergerak lagi. Pingsan tidak
sadarkan diri.
Pengemis yang seorangnya lagi,
yaitu Sun Kiang Lo yang menyaksikan nasib ke dua sahabat mereka itu telah
menjadi nekad juga. Dia mengeluarkan suara jeritan gusar dan ingin mengadu
jiwa. Dengan cepat dia menerjang, dan setiap serangan dari ke dua tangannya
memaksa Dalpa Tacin sementara menghindarkannya dengan kelitan-kelitan yang
gesit sekali.
Dalpa Tacin memang telah
terluka di dalam akibat serangan ke dua pengemis lainnya, belum lagi dia bisa
mempersatukan kembali lweekangnya, justru telah datang serangan dari Sun Kiang
Lo, membuat dia memaksakan diri untuk menangkis sedapat mungkin. Namun ini
justru merupakan suatu keuntungan yang tidak kecil buat Sun Kiang Lo, karena
tenaga tangkisan yang dilakukan Dalpa Tacin tidak sekeras seperti tadi,
sehingga tenaga dalam dari Sun Kiang Lo telah berhasil membuatnya terhuyung
beberapa langkah.
Mempergunakan kesempatan itu,
Sun Kiang Lo menyambar tubuh ke dua orang kawannya, yang pinggang mereka
masing-masing dikempit oleh tangan kiri dan tangan kanannya laluu melompat
keluar dari ruangan itu, menerobos lari ke taman yang luas, dan menyembunyikan
diri di balik batu-batu gunung buatan.
Waktu itu Yang Kiong Sian yang
tengah dikepung oleh puluhan orang pengawal istana memberikan perlawanan dengan
gigih.
Hanya saja kepandaian dari
para pengawal istana itu tidak sehebat Dalpa Tacin, dengan sendirinya Yang
Kiong Sian walaupun telah terluka di dalam yang parah, tokh dia masih bisa
memberikan perlawanan.
Malah beberapa kali Yang Kiong
Sian telah berhasil merubuhkan tiga orang pahlawan istana, kemudian menerobos
ke bagian yang lowong. Tubuhnya melesat cepat sekali ke tengah udara, lalu
dengan segera berlari meninggalkan tempat itu.
Para pahlawsn istana yang
lainnya segera mengejar dengan cepat sekali. Dan di dalam keadaan seperti itu,
tampak jelas mereka berusaha untuk dapat menangkap Yang Kiong Sian.
Hanya saja Yang Kiong Sian
telah mengerahkan seluruh kekuatan ginkangnya. Dia berlari dengan cepat sekali,
dan berbelok masuk ke dalam taman.
Ketika berada dalam taman
segera juga dia melompati dinding, dan tubuhnya melesat keluar istana.
Gerakannya itu memang cukup menolongnya, karena para pengejarnya yang memiliki
ginkang tidak setinggi dia, tidak dapat melompati dinding dan harus jalan
memutar untuk keluar dari taman tersebut.
Mempergunakan kesempatan yang
ada itulah, Yang Kiong Sian telah menghilang dan lenyap dalam kegelapan malam.
Hanya saja hati Yang Kiong
Sian jadi bergelisah sekali, karena dia menguatirkan keselamatan ke tiga orang
kawannya, yang tidak diketahuinya. Apakah dapat meloloskan diri atau tidak.
Waktu itu di antara kegelapan
malam, di belakang tubuhnya tampak api yang terbang dari obor yang dibawa oleh
para pengejarnya, namun Yang Kiong Sian tidak memperdulikannya. Dia berlari
terus dengan cepat sekali, sehingga dalam waktu sekejap mata saja dia telah
meninggalkan kota raja cukup jauh.
Pilihan satu-satunya buat Yang
Kiong Sian adalah kembali ke kuil tua di mana Sam-cie-sin-kay berada.
Hatinya tetap tidak tennang,
karena dia menguatirkan ke tiga orang kawannya, kalau tertangkap oleh Dalpa
Tacin dan orang-orangnya.
Ketika Yang Kiong Sian tiba di
kuil tua itu memang ke tiga orang kawannya itu masih juga belum kembali.
Sam-cie-sin-kay yang telah menyambut kembalinya dia. Dan waktu Yang Kiong Sian
mengeluarkan seluruh obat-obatan yang telah dicurinya itu, Sam-cie-sin-kay
memeriksanya. Wajah Sam-cie-sin-kay tetap muram, karena dia tidak berhasil
menemukan barang yang diinginkannya yaitu Lian-som.
Setelah menantikan sekian
lama, masih juga ke tiga orang pengemis lainnya belum kembali, membuat Yang
Kiong Sian dan Sam-cie-sin-kay bergelisah. Malah Sam-cie-sin-kay sendiri
mengusulkan untuk mengirim orang-orangnya pergi ke kota raja guna mencari
keterangan.
Namun Yang Kiong Sian telah
menyadari bahaya yang tidak kecil buat orang-orangnya Sam-cie-sin-kay jika
mereka berkeliaran di kota raja. Jelas Dalpa Tacin maupun orang-orangnya itu,
para pahlawan istana, telah melihat bahwa Yang Kiong Sian dan ke tiga orang
sahabatnya adalah orang-orang Kay-pang yang pakaian bagai pengemis. Karena itu,
akibat adanya kejadian tersebut, boleh jadi setiap pengemis yang berkeliaran di
kota raja akan ditangkap oleh orang-orang Kaisar.
Itulah sebabnya mengapa Yang
Kiong Sian telah menolak usul yang diberikan oleh Sam-cie-sin-kay.
Sedangkan Phoa Tiang Ie
bertiga yang tengah bersembunyi di balik batu gunung-gunungan buatan, telah
berdiam diri sampai menjelang fajar, Dalpa Tacin bersama para pahlawan istana
telah mencari ke sana ke mari, namun tidak berhasil menemui jejak mereka. Iapun
menduga bahwa ke tiga pengemis itu telah melarikan diri.
Pagi telah tiba dan sinar
matahari, pagi pun yang hangat telah menyinari seluruh permukaan bumi. Waktu
itu Bo Siang Hong sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk meloloskan diri,
karena di istana Kaisar telah dijaga ketat. Bertiga dengan ke dua kawannya
mereka tetap mendekam di tempat persembunyiannya.
Bo Siang Hong bermaksud untuk
menanti sang malam telah tiba kembali, barulah di saat itu mereka akan berusaha
meloloskan diri. Berusaha meloloskan diri di waktu siang hari seperti itu
hanyalah bahaya yang akan mereka terima.
Dengan demikian, mereka harus
bersabar. Bukankah untuk menyelamatkan jiwa Wie Liang Tocu masih terdapat
kesempatan satu hari? Karena itu Bo Siang Hong bertiga tetap berdiam di tempat
persembunyian mereka.
Malam harinya, istana Kaisar
tetap dijaga dengan ketat. Apa yang diduga oleh Yang Kiong Sian memang
terbukti, karena sejak pagi tadi setiap pengemis yaug terdapat di kota raja,
tentu ditangkap dan dijebloskan dalam tahanan. Mereka di periksa dengan keras
dan bengis, dan juga mereka disiksa untuk dipaksa memberikan pengakuan.
Akan tetapi, pengemis-pengemis
itu yang memang tidak tahu menahu perihal Yang Kiong Sian berempat, jadi tidak
bisa memberikan keterangan apapun juga.
Di waktu itu, Sam-cie-sin-kay
sendiri sibuk sekali menyebar orang-orangnya, karena walaupun bagaimana
Sam-cie-sin-kay tidak bisa membiarkan murid-murid Kay-pang ditawan oleh
orang-orang istana, dan Sam-cie-sin-kay ingin berusaha membebaskan mereka.
Yang Kiong Sian yang
menantikan kembalinya Bo Siang Hong bertiga dengan Phoa Tiang Ie dan Sun Kiang
Lo, maka menduga bahwa ke tiga orang kawan mereka itu telah tertawan oleh pihak
kerajaan. Karenanya hati Yang Kiong Sian berduka bukan main. Yang membuat dia
tambah berduka justru obat-obat yang telah dicurinya tidak satupun yang
merupakan obat yang tengah dicarinya untuk menyelamatkan Wie Liang Tocu.
Tetapi ketika sang rembulan
mulai memperlihatkan diri lagi, tidak terduga sama sekali Bo Siang Hong bertiga
dengan Phoa Tiang Ie dan Sun Kiang Lo telah kembali. Bo Siang Hong mengempit ke
dua sahabat itu di tangan kiri dan tangan kanannya. Keadaan Sun Kiang Lo dan
Phoa Tiang Ie dalam keadaan yang cukup parah.
Mereka bertiga telah
mengantongi cukup banyak bermacam-macam obat, dan justru ketika mereka
mengeluarkan obat-obatan itu, Sam-cie-sin-kay memeriksanya. Beberapa macam
ramuan obat segera diberikan kepada Phoa Tiang Ie dan Sun Kiang Lo agar mereka
dapat berkurang rasa sakitnya. Begitu juga dengan Yang Kiong Sian, dia telah
diberikan semacam obat untuk menyembuh luka di dalam tubuhnya.
Sam-cie-sin-kay waktu
mencari-cari Lian-som di antara obat-obatan itu, wajahnya muram. Sejauh itu dia
masih belum juga menemui obat yang dicarinya.
“Jika dilihat demikian
tampaknya sulit untuk menolong jiwa Wie Tianglo, karena obat yang kita cari itu
tidak terdapat disini!” Sam-cie-sin-kay sambil menyingkirkan separuh dari
obatan-obatan yang telah dipilihnya. “Memang telah kuduga, bahwa untuk
memperoleh Lian-som tidak mudah.....!”
Tetapi berkata sampai di situ,
tiba-tiba matanya terpentang lebar-lebar, wajahnya berobah. Dan katanya dgngan
suara setengah berseru: “Ihhhh, apa ini.....?!” diapun telah me ngeluarkan isi
dari botol obat tersebut, yang ternyata merupakan sekuntum bunga berwarna
jingga dan kehijau-hijauan.
Waktu bunga itu dikeluarkan
dari botolnya, seketika ruangan tersebut dipenuhi oleh bau harum semerbak yang
aneh sekali, namun menyegarkan.
Sam-cie-sin-kay mencium-cium
kembang itu beberapa saat, wajahnya berseri-seri.
“Apakah kalian tidak
menciumnya?” tanya Sam-cie-sin-kay dengan sikap gembira. “Inilah bau harum dari
Swat-lian dan Jin-som, tentu kembang inilah yang tengah kita cari!”
Kemudian Sam-cie-sin-kay lebih
menelitikan kembang itu, dia mengangguk-angguk girang bukan kepalang.
Sedangkan Yang Kiong Sian dan
yang lainnya mengawasi dengan hati berdebar-debar. Karena tidak percuma mereka
mempertaruhkan jiwa menyatroni istana Kaisar, karena terbukti sekali ini bahwa
usaha yang mereka cari itu telah ditemukan.
Malah yang lebih
menguntungkan, mereka telah mencuri obat-obatan yang tidak ternilai harganya,
karena umumnya obat yang mereka 'sikat' dari kamar obat Kaisar Boan-ciu itu
justru merupakan obat-obatan yang langka sekali dan jarang bisa diperoleh dalam
dunia ini.
Yang Kiong Sian menghela napas
lega.
Sedangkan Sam-cie-sin-kay
telah bekerja cepat sekali, di mana sepasang tangannya telah mengurut dan
menotok tidak hentinya. Sedangkan kepada Yang Kiong Sian dia meminta agar
kembang Lian-som tersebut dihancurkan dan dicampur dengan secangkir teh.
Yang Kiong Sian bekerja cepat
sekali.
Waktu itu Wie Liang Tocu masih
berada dalam keadaan pingsan, walaupun hampir dua hari lamanya dia selalu
ditotok dan diurut, namun tetap saja dia masih belum sadarkan diri. Karenanya,
keadaannya itu menguatirkan sekali. Akan tetapi dengan ditemukannya kembang
Lian-som tersebut, maka harapan masih ada buat para pengemis itu. bahwa Wie
Liang Tocu akan dapat tertolong.
Kala itu, Sam-cie-sin-kay
bekerja keras untuk menotok dan mengurut bagian-bagian terpenting di tubuh Wie
Liang Tocu, dan Yang Kiong Sian telah selesai menghancurkan kembang Lian-som
tersebut yang dicampur dengan secangkir teh. Lalu perlahan-lahan diminumkan
kepada Wie Liang Tocu.
Mereka meminumkannya dengan
memegang ke dua rahang Wie Liang Tocu. Walaupun Wie Tianglo dalam keadaan
pingsan, namun air hasil ramuan kembang Lian-som tersebut dapat tertelan juga
sedikit demi sedikit.
Setelah meminumkan habis satu
cangkir penuh air ramuan kembang Lian-som tersebut, Sam-cie-sin-kay menghela
napas lega.
“Mudah-mudahan jiwa Wie
Tianglo dapat diselamatkan!” dia menggumam perlahan.
Yang Kiong Sian dan ke tiga
pengemis lainnya memandang tegang.
“Apakah..... apakah setelah
diminumkannya air ramuan kembang Lian-som, jiwa Wie Tianglo akan selamat?”
tanya Yang Kiong Sian dengan suara mengandung ketegangan.
Sam-cie-sin-kay tersenyum,
katanya: “Biasanya, luka di dalam yang bagaimanapun hebatnya, jika diberikan
minum air campuran kembang Lian-som, tentu akan sembuh kembali. Karena jangankan
yang terluka hebat dan pingsan, sedangkan yang jiwanya hampir keluar dari ujung
kepala, jika minum air campuran kembang Lian-som, tentu jiwanya itu akan
kembali ke raganya......!”
Mendengar penjelasan
Sam-cie-sin-kay, ke empat pengemis berkarung delapan itu jadi girang. Mereka
bersyukur bahwa mereka berhasil memperoleh kembang Lian-som tersebut.
Sedangkan Sam-cie-sin-kay
telah meneruskan perkataannya. “Jika memang dalam dua hari Wie Liang Tianglo
masih belum siuman maka kita harus membuka beberapa jalan darah pusat di dekat
dadanya, agar air campuran Lian-som yang mengaliri sekujur tubuhnya itu dapat
menerobos masuk ke bagian-bagian penting pada jalan darah pusatnya!”
Ke empat pengemis itu
mengangguk.
Mereka beristirahat, karena
selama dua hari beruntun mereka sangat letih sekali. Sekarang setelah mereka
berhasil memperoleh kembang Lian-som juga telah berhasil pula meminumkannya
kepada Wie Tianglo, maka mereka jadi jauh lebih tenang dan dapat beristirahat.