62 Kembang Lian-som, Obat Istimewa
Wie Tianglo ini yang
sebenarnya adalah tocu sebuah pulau, sangat cepat sekali naik tingkatnya dalam
partai Kay-pang. Pertama masuk Kay-pang dia dianugerahi kedudukan tujuh karung
oleh pangcu Kay-pang yaitu Yeh-lu Chi.
Dan setelah dia mengangkat
saudara dengan Yo Him (dalam cerita Sin-tiauw-thian-lam) karena memang ilmu
silatnya yang sangat tinggi dan jasanya yang tidak sedikit dalam Kay-pang, maka
dalam waktu yang singkat dia naik tingkat menjadi delapan karung..... Dan
kemudian sekarang tingkatnya telah naik pula menjadi Tianglo Kay-pang dengan
karung sembilan.
Semua anggota Kay-pang serta
pangcu Kay-pang sendiri menaruh rasa hormat dan segan pada Wie Tianglo ini.
Setelah meletakkan dengan baik
Wie Liang Tianglo di atas pembaringan, Sam-cie-sin-kay mulai bekerja untuk
menolongi Tianglo ini.
Pertama-tama dia menotok
puluhan jalan darah di tubuh Wie Liang Tocu, kemudian dia menguruti sekujur
tubuh Tianglo itu, sampai keringat membasahi seluruh tubuh Sam-cie-sin-kay. Namun
Sam-cie-sin-kay tidak berhenti dan terus juga menguruti dan menotok berbagai
bagian anggota tubuh Wie Liang Tocu, dengan demikian tampak dia letih bukan
main.
Ke empat orang pengemis yang
bertingkat delapan karung berdiri di samping pembaringan mengawasi dengan
berkuatir. Sebenarnya mereka ingin menanyakan kepada Sam-cie-sin-kay apakah
mereka berempat diperkenankan untuk bantu menyalurkan lweekang mereka guna
menguruti tubuh Wie Liang Tocu.
Walaupun bagaimana lweekang ke
empat pengemis itu sangat tinggi sekali, hanya saja mereka tidak mengerti ilmu
pengobatan. Dengan demikian mereka tidak bisa turun tangan bantu menolongi
Tianglo mereka yang seorang itu.
Tetapi jika mereka berempat
berdiam diri saja juga membuat mereka jadi tidak tenang, karena melihat betapa
Sam-cie-sin-kay telah mandi keringat seperti itu, tampaknya sangat lelah bukan
main. Sedangkan Wie Liang Tocu masih berada dalam keadaan pingsan.
Salah seorang di antara ke
empat pengemis itu rupanya sudah tidak dapat menahan diri. Dialah yang tadi
menangis duduk numprah di atas lantai, dialah yang memiliki perasaan sangat
halus dan hati yang lemah. Sekarang menyaksikan keadaan seperti itu, segera
juga dia bertanya kepada Sam-cie-sin-kay,
“Toako, apakah..... apakah aku
diperbolehkan untuk bantu menguruti mewakili kau sejenak, asal kau
memberitahukan jalan darah mana yang perlu ditotok. Dengan demikian Toako dapat
beristirahat dengan baik, agar toako pulih kembali!”
Sam-cie-sin-kay berhenti
menguruti. Dia mengerutkan sepasang alisnya, tanpa menjawab tampaknya dia
ragu-ragu. Akan tetapi setelah dia berpikir beberapa saat, akhirnya dia
mengangguk.
“Baiklah!” katanya. “Memang
ada baiknya kita bergantian dan aku akan memberitahukan bagian-bagian mana yang
perlu diurut dan bagian mana yang perlu ditotok!”
Setelah berkata begitu, tampak
Sam-cie-sin-kay bangun dari pembaringan itu, dan meminta pengemis karung
delapan itu duduk di pembaringan. Dengan duduk di samping pembaringan,
Sam-cie-sin-kay telah memberikan petunjuknya:
“Totok jalan darah Gu-peng-hiat,
Sam¬-tiang-hiat, lalu Kian-hu-hiat..... totok pula jalan darah Ma-liang-hiat,
lalu mengurut jalan darah Huang-cie-hiat, kemudian jalan darah Gu-sie-hiat.....
lalu menotok jalan darah.....!!” Begitulah seterusnya Sam-cie-sin-kay telah
memberikan petunjuknya seperti juga dia tengah menghapal.
Sedangkan pengemis delapan
karung telah menuruti setiap petunjuk yang diberikan oleh Sam-cie-sin-kay,
jalan darah mana yang ditotok, jalan darah mana yang harus diurutnya. Sebentar
kemudian keringat telah memenuhi tubuh pengemis itu, napasnya memburu.
Setiap kali dia menotok,
dirasakannya dari ujung jari telunjuknya seperti menerobos keluar hawa yang
panas sekali. Itulah tanda bahwa tenaga dalamnya telah mengalir keluar. Dengan
begitu pula jelas dia telah membuang tenaga dalamnya yang tidak sedikit.
Rupanya cara pengobatan yang
tengah dijalankan oleh Sam-cie-sin-kay merupakan cara yang sangat luar biasa,
di mana membutuhkan lweekang yang mahir dan tinggi sekali. Jika seorang yang
berusaha menolong itu memiliki sinkang dan lweekang yang tidak terlalu tinggi,
malah akan membuat orang itu sendiri yang terluka di dalam dan kemungkinan bila
memperoleh kematian!
Waktu itu, melihat si pengemis
telah bermandikan keringat yang banyak dan deras sekali. Segera juga Sam-cie-sin-kay
memintanya untuk diganti pula olehnya. Akan tetapi dengan serentak ke tiga
pengemis lainnya menawarkan diri mereka untuk menggantikan kedudukan teman
mereka.
Sam-cie-sin-kay, tidak
keberatan, segera meluluskannya permintaan mereka, di mana tampak mereka telah
bergantian menyalurkan kekuatan lweekang masing-masing menotok jalan darah dan
mengurut berbagai jalan darah yang disebutkan oleh Sam-cie-sin-kay. Cepat
sekali seorang demi seorang mereka telah bermandikan keringat yang deras
sekali, juga tampak mereka sangat lelah.
Terakhir, setelah ke tiga
pengemis itu bergiliran menotok dan mengurut berbagai jalan darah di tubuh Wie
Liang Tocu, segera juga digantikan pula oleh Sam-cie-sin-kay, yang telah
menotok dan mengurut tubuh Wie Liang Tocu.
Akan tetapi Wie Liang Tocu
tetap berada dalam keadaan pingsan. Tidak terlihat sedikitpun kemajuan yang
diperoleh atas pengobatan itu.
Setelah menotok dan mengurut
sekian lamanya, di mana keringat telah membanjiri sekujur tubuh
Sam-cie-sin-kay, tampak Sam-cie-sin-kay menggumam dengan suara yang perlahan:
“Walaupun bagaimana tidak ada jalan lain hanya mempergunakan obat mujarab itu
barulah Wie Liang Tocu bisa diselamatkan jiwanya!” Waktu mengucapkan
perkataannya itu Sam-cie-sin-kay memperlihatkan wajah yang suram.
Ke empat pengemis itu, yang
masing-masing tengah berkuatir dengan hati yang berdebar keras, serentak
bertanya: “Toako, tolong kau beritahukan pada kami sesungguhnya obat apakah
yang kau maksudkan itu?”
Wajah Sam-cie-sin-kay tampak
masih muram, ia menghela napas beberapa kali tanpa menyahuti pertanyaan ke
empat orang pengemis itu.
Walaupun bagaimana keadaan Wie
Tianglo memang menguatirkan sekali, membuat ke empat pengemis itu tidak bisa
bersabar lagi. Malah salah seorang di antara mereka berkata: “Apakah toako
dapat lebih cepat memberitahukan kepada kami, sesungguhnya obat apa yang dapat
menyembuhkan luka dalam yang diderita oleh Wie Tianglo? Jika terlambat, kami
kuatir bisa membahayakan jiwanya!”
Setelah berkata, beberapa kali
ke empat pengemis tersebut menghela napas sambil memperlihatkan wajah suram
mengandung kedukaan yang sangat.
Sam-cie-sin-kay melihat
keadaan ke empat orang pengemis tersebut jadi tidak tega hati untuk berdiam
diri terlalu lama, akhirnya dia berkata: “Baiklah, aku akan memberitahukan pada
kalian obat mujarab yang kumaksud itu!”
Setelah berkata begitu,
Sam-cie-sin-kay memandang lagi bergantian kepada ke empat pengemis tersebut,
katanya lagi:
“Jika memang ingin dibicarakan
lebih jauh, luka Wie Liang Tianglo sangat berat sekali. Banyak urat dan jalan
darahnya yang terputus, dengan demikian sulit untuk menyembuhkannya. Jika tokh
berkat obat mujarab itu kesehatannya bisa pulih, tokh itupun belum berarti Wie
Liang Tianglo akan sehat keseluruhannya.
“Kemungkinan ia akan lumpuh
atau bercacad dengan punahnya seluruh latihan tenaga dalamnya. Karena dari itu,
semula aku tidak bermaksud memberitahukan kepada kalian tentang obat mujarab
tersebut.
“Namun apa salahnya jika
memang kalian berempat tokh berusaha untuk mencari obat itu karena kulihat
kalian memang bertekad walaupun bagaimana ingin menolongi jiwa Wie Liang Tocu
dari kematian dan dari kecacatan yang bakal terjadi! Hemmm, walaupun hanya
tinggal waktu dua hari, di mana dalam dua hari kalian sudah harus memperoleh
obat yang kumaksudkan itu, dan tidak yakin bahwa kalian akan dapat berhasil
mencarinya.
“Namun tidak ada salahnya jika
memang aku memberitahukan agar kelak kalian tidak penasaran dan merasa puas
telah berusaha mencari obat tersebut.....! Dengarkanlah oleh kalian baik-baik.
“Obat itu semula merupakan
Swat-lian dari Thian-san, akan tetapi berkat kecerdasan dari seorang Locianpwe
pada ribuan tahun yang lalu, telah mempergunakan teratai salju itu sebagai
pohon induk yang “dikawinkan” dengan pohon Jin-som dari Tibet, maka terlahir
semacam pohon yang luar biasa sekali khasiat dan kegunaannya, hasil dari
perkawinan yang terjadi antara Swat-lian dan Jin-som yang telah berusia ribuan
tahun!
“Itulah baru berhasil setelah
locianpwe itu bersusah payah membuang waktunya selama tigapuluh tahun! Pohon
yang ditemukannya dari hasil perkawinan tersebut diberi nama Lian-som. Dan
pohon itu baru berkembang puluhan tahun dari kembang sebelumnya. Semula memang
dalam sepuluh tahun pohon tersebut memberikan hasil bunga pertamanya hanya
dalam tigapuluh tahun, bunga gelombang ke dua empatpuluh tahun, dan limapuluh
tahun kemudian baru memperoleh kembang gelombang ke tiga.
“Begitu seterusnya setiap kali
bertambah sepuluh tahun. Semakin tua usia pohon itu, makin jarang sekali
berkembang..... dan jarang pula orang yang mengetahui perihal pohon Lian-som
tersebut. Karena dari itu, jika memang tidak kebetulan jangan harap kita bisa
memperoleh kembang pohon mujarab dan ajaib tersebut..... Bukan disebabkan
harganya, akan tetapi khasiat yang dimiliki pohon tersebut memang sangat luar
biasa.....!”
Setelah berkata begitu,
Sam-cie-sin-kay menghela napas berulang ka1i dengan wajah yang muram.
Sedangkan ke empat pengemis
yang memiliki tingkat delapan karung itu jadi berobah wajah mereka pucat pias.
Merekapun mengeluh. Karena didengar dari keterangan Sam-cie-sin-kay memang
tidak mudah buat mereka memperoleh Lian-som, pohon ajaib dan mujijat tersebut.
Semangat mereka untuk mencari
kembang dari Lian-som tersebut pun menurun separoh. Jika sebelumnya mereka
memiliki harapan besar untuk berusaha memperoleh pohon Lian-som, sekarang
setelah mengetahui asal usul pohon itu, mereka jadi berkurang keyakinannya.
“Kepada siapa kalian ingin
mencari kembang Lian-som itu? Nah, semuanya telah kuberitahukan, karena itu
jika memang Wie Liang Tianglo memiliki usia panjang dan juga diberkahi oleh
Thian, tentu dalam dua hari secara mujijat dan ajaib sekali kalian bisa
menemukan kembang pohon Lian-som tersebut!”
Ke empat pengemis itu
memandang dengan muka yang kaku dan muram mengandung kedukaan dan kekuatiran.
Walaupun bagaimana merekapun kini diliputi perasaan bingung, karena memang
mereka sendiri tidak mengetahui kemana harus mencari pohon ajaib yang
dimaksudkan oleh Sam-cie-sin-kay.
“Kalian berempat boleh pergi
mencari pohon bunga ajaib itu, sedangkan aku akan tetap di sini mengobati dan
menotok seluruh jalan darah dari Wie Liang Tianglo. Dengan demikian, kekuatan
daya tubuh Wie Tianglo bisa lebih panjang. Akan tetapi perlu kujelaskan dan
kutegaskan di sini, selewatnya dua hari, akupun tidak berdaya apa-apa lagi
untuk menyelamatkan jiwa Wie Tianglo......”
Setelah berkata begitu,
Sam-cie-sin-kay menghela napas penuh putus asa. Jika sekarang dia ingin menotok
dan mengurut sekujur tubuh dan jalan darah Wie Tianglo, itulah disebabkan agar
Wie Tianglo memiliki daya tahan yang jauh lebih kuat. Dan apa yang dikatakannya
tadi memang benar. Jika saja terlambat memperoleh kembang Lian-som, dalam dua
hari, selewatnya dari waktu itu jiwa Wie Tianglo sudah sulit dilindungi lagi.
Tetapi ke empat pengemis
itupun menyadari dari diam pasrah melihati saja betapa Wie Tianglo menghadapi
detik-detik kematiannya, maka alangkah baiknya jika dalam dua hari ini mereka
berusaha untuk mencari Lian-som.
Memang untuk mencari kembang
itu di toko-toko obat sudah tidak mungkin, namun untuk mencarinya di
sahabat-sahabat mereka yang banyak sekali berdiam di kota raja, atau juga
berusaha mencari dan mencuri dari istana raja Boan, kemungkinan besar kembang
Lian-som itu akan dapat diperoleh.
Teringat kepada istana Kaisar,
semangat ke empat pengemis itu terbangun.
“Baiklah!” kata salah seorang
di antara mereka. “Kami akan berusaha mencarinya di istana Kaisar Boan. Siapa
tahu kembang Lian-som terdapat di sana, dan kami akan berusaha untuk
mencurinya..... Jika saja kami berhasil mencuri bunga itu, jelas jiwa Wie
Tianglo akan dapat ditolong......!” Setelah berkata begitu pengemis ini
membungkukan tubuhnya memberi hormat kepada Sam-cie-sin-kay. Demikian juga
halnya dengan ke tiga pengemis lainnya, mereka pun telah memberi hormat.
Akan tetapi Sam-cie-sin-kay
tersenyum.
“Kalian akan menyatroni istana
Kaisar Boan itu?!” tanyanya dengan suara yang tawar dan tersenyum pahit. “Aku
bukan tidak mempercayai akan kepandaian kalian yang tinggi di mana kepandaian
kalian kemungkinan besar berada di atas kepandaianku sendiri, akan tetapi di
istana Kaisar Boan itu banyak sekali terdapat jago-jagonya yang memiliki
kepandaian sangat tinggi!
“Aku sendiri telah puluhan
tahun berkeliaran di kota raja ini, dengan demikian aku mengetahui dengan jelas
semua jago-jago di istana Kaisar Boan itu..... terutama sekali Koksu atau guru
negara yang bernama Tiat To Hoat-ong. Dia memiliki kepandaian yang sangat
tinggi sekali. Jika memang kalian dipergoki olehnya, tentu kalian sulit untuk
meloloskan diri dari tangannya......!”
Setelah berkata begitu
Sam-cie-sin-kay mengawasi ke empat pengemis itu, maksudnya ingin menasehati ke
empat sahabatnya itu agar tidak menerjang bahaya menyatroni istana Kaisar Boan
tersebut.
Namun ke empat pengemis tua
yang telah bulat tekad dan yakin akan kesanggupan mereka dan juga memang mereka
ingin mempertaruhkan jiwa tanpa memikirkan resikonya, karena walaupun bagaimana
mereka ingin mempertaruhkan jiwa mereka masing-masing, asal dapat memperoleh
kembang Lian-som.
“Baiklah Toako, terima kasih
atas nasehatmu..... Kami akan tetap pergi ke istana Kaisar Boan itu untuk
mencari kembang Lian-som.”
Setelah berkata begitu, ke
empat pengemis merangkapkan tangan mereka memberi hormat dan mengundurkan diri.
Sam-cie-sin-kay menghela napas
dia tidak mencegah terlebih jauh. Hanya saja segera juga dia mulai menotok dan
menguruti tubuh Wie Liang Tianglo, yang waktu itu masih berada dalam keadaan
pingsan.
◄Y►
Ke empat orang pengemis dengan
tingkat delapan karung itu sebenarnya di dalam kalangan Kang-ouw terkenal
sebagai Empat Hantu dari Kay-pang. Mereka dijuluk sebagai Sie-mo-kay-pang atau
Empat Hantu dari Partai Pengemis. Hal ini disebabkan mereka memiliki kepandaian
yang sangat tinggi juga setiap tindakan mereka luar biasa, jika membasmi penjahat,
mereka tidak memandang bulu, juga selalu menurunkan tangan berat.
Yang paling tua bernama Yang
Kiong Sian sedangkan yang ke dua bernama Phoa Tiang Ie yang ke tiga Sun Kiang
Lo dan yang ke empat dan paling muda usianya adalah Bo Siang Hong. Mereka berempat
selalu bersama, dan setiap kali melakukan suatu pekerjaan, diselesaikan oleh
mereka berempat.
Sehingga orang-orang rimba
persilatan baik yang menaruh hormat dan segan padanya, maupun yang merasa jeri
dan takut menamakan mereka sebagai Sie-mo-kay-pang,
Tetapi ke empat pengemis
tersebut tidak keberatan menerima gelaran seperti itu, karena mereka
beranggapan gelaran tidak membawa persoalan apa-apa buat mereka, yang
terpenting justru tindak tanduk dan perbuatan mereka dalam rimba persilatan.
Biarpun orang menggelari mereka dengan sebutan Empat Iblis atau Empat Hantu,
tetapi yang pasti mereka berempat selalu berdiri di jalan yang benar dan adil.
Sekarang untuk berusaha
menolongi jiwa Wie Liang Tocu, mereka bermaksud mendatangi istana Kaisar Boan,
untuk mencari kembang Lian-som. Jika memang di istana Kaisar Boan itu terdapat
kembang Lian-som tersebut, walaupun harus mempertaruhkan jiwa mereka, ke empat
pengemis Kay-pang itu akan berusaha untuk mencuri kembang Lian-som tersebut.
Dari ke empat pengemis Sie-mo-kay-pang
itu yang memiliki kepandaian tertinggi adalah Yang Kiong Sian, karena ia memang
memiliki bermacam-macam kepandaian yang aneh-aneh di samping itu juga ilmu
totokannya yang istimewa. Setiap korban yang telah ditotokannya niscaya tidak
akan dapat dibuka totokan itu, jika memang bukan Yang Kiong Sian sendiri yang
membukanya.
Sekarang mereka berempat telah
bertekad untuk menyatroni istana Kaisar karenanya begitu meninggalkan kuil tua
tersebut, mereka berempat dengan mengandalkan ilmu lari cepat telah melesat
bagaikan empat sosok bayangan saja, di mana mereka berlari-lari menuju ke arah
kota raja.
Waktu itu telah menjelang sore
hari, dan ketika mereka tiba di dekat pintu kota, keadaan di sana mulai banyak
orang yang mereka jumpai. Karenanya agar tidak menarik perhatian orang-orang
itu, ke empat Sie-mo-kay-pang ini tidak mempergunakan ginkang mereka, hanya
berjalan dengan langkah lebar memasuki kota raja.
Keadaan di kota raja memang
berbeda jika dibandingkan dengan kota-kota lainnya, sebagai tempat bermukimnya
Kaisar. Jelas kota raja merupakan kota yang sangat ramai dan besar sekali
dengan bangunan-bangunan yang tinggi menjulang dengan kemewahannya. Juga
sepanjang hari keadaan di kota raja ini selalu ramai, di mana banyak rumah
penginapan dan rumah makan yang buka sepanjang hari, siang dan malam, karena di
kota raja selalu saja ramai baik siang maupun malam hari.
Yang Kiong Sian telah
menganjurkan kepada ke tiga orang adiknya itu bahwa mereka baru bergerak jika
hari telah menjelang malam. Dengan begitu, mereka akan lebih leluasa dan mudah
berkeliaran di dalam istana Kaisar. Jika saja mereka memaksakan diri bergerak
di sore itu juga, jelas mereka akan memperoleh banyak kesulitan, yang akan
menghambat dan kemungkinan menggagalkan pekerjaan mereka untuk memperoleh
kembang Lian-som tersebut.
Ke tiga orang adik Yang Kiong
Sian telah menyetujui pendapat kakak tertua mereka, begitulah mereka berempat
telah mengelilingi kota raja untuk menyelidiki keadaan di tempat tersebut,
kalau-kalau nanti mereka dapat dipergoki oleh para pahlawan Kaisar dan mereka
tentu akan melarikan diri, meloloskan diri dari jalan-jalan yang telah mereka
kenali sekarang ini.
Menjelang tengah malam, ke
empat pengemis itupun bersiap-siap. Yang Kiong Sian waktu itu memberitahukan
kepada ke tiga orang adiknya bahwa mereka akan bekerja dengan membagi diri
menjadi dua rombongan. Yang Kiong Sian akan bersama-sama Phoa Tiang Ie memasuki
istana dari sebelah barat, sedangkan Sun Kiang Lo dan Bo Siang Hong memasuki
istana dari sebelah timur.
Dengan demikian mereka akan
dapat bekerja lebih cepat sehingga seluruh tempat dan bagian istana kemungkinan
dapat mereka datangi untuk diselidiki. Jika memang mereka berempat bergabung
jelas hanya akan membuat perhatian para pahlawan di kota raja lebih besar, malah
kemungkinan mereka akan dipergoki lebih mudah.
Phoa Tiang Ie, Sun Kiang Lo
dan Bo Siang Hong menyetujui rencana yang diatur oleh Yang Kiong Sian.
Begitulah mereka segera membagi diri menjadi dua rombongan.
Di saat kentongan ke dua tiba,
ke empat pengemis itu membagi diri menjadi dua rombongan, Phoa Tiang Ie bersama
Yang Kiong Sian telah pergi ke bagian barat dari sebelah istana Kaisar yang
tampak begitu megah, dan Sun Kiang Lo bersama Bo Siang Hong tentu mengambil
bagian timur.
Keadaan di istana Kaisar waktu
itu sangat ketat sekali pengawalnya. Mereka semua melakukan penjagaan dengan
rapat dan boleh dibilang tidak ada bagian yang lowong dari pengawasan mereka.
Karenanya ke empat pengemis dari Kay-pang itu bukannya mudah untuk menerobos ke
dalam istana.
Malah menurut pengamatan ke
empat orang pengemis Kay-pang itu justru para pahlawan raja yang mengadakan
penjagaan dengan ketat itu umumnya memiliki kepandaian yang lumayan.
Yang Kiong Sian bersama Phoa
Tiang Ie yang mengambil bagian barat dari istana Kaisar ternyata tidak bisa
segera bekerja, karena di bagian barat dari istana Kaisar, penjagaan sangat
ketat sekali.
Untuk sementara waktu Yang
Kiong Sian bersama Phoa Tiang Ie telah berdiam diri bersembunyi di balik
batu-batu marmer yang menyerupai tugu yang terdapat di bagian istana tersebut.
Mereka menantikan kesempatan yang baik baru mulai bekerja.
Dikala itu, tampak yang
mengadakan penjagaan, yang terdiri dari belasan orang pengawal kerajaan yang
berpakaian seragam dan mereka semuanya memiliki wajah yang keras dan tubuh yang
tinggi tegap. Dilihat dari langkah kaki mereka, para pengawal istana tersebut
memiliki kepandaian yang tidak rendah. Karena itu Yang Kiong Sian dan Phoa
Tiang Ie tidak berani bergerak sembarangan. Sekali saja mereka bergerak ceroboh
dan jejak mereka terendus oleh para pengawal itu, niscaya akan membuat mereka
sulit bekerja di waktu-waktu mendatangnya.
Disebabkan itu pula Phoa Tiang
Ie telah membisiki Yang Kiong Sian. Jika memang pengawalan di bagian istana di
tempat mereka berada itu berlangsung sampai pagi hari, mereka terpaksa harus
bertindak dengan mempergunakan kekerasan dan berusaha untuk membinasakan para
pengawal tersebut, karena mereka tidak dapat menanti terlalu lama. Mereka hanya
memiliki kesempatan hanya dua hari. Jika hari ini mereka tidak bekerja, dan
besok mereka menemui rintangan, niscaya rencana mereka untuk menerobos istana
Kaisar gagal sama sekali.
Yang Kiong Sian pun menyetujui
pendapat kawannya, karena itu mereka mengawasi dengan ketat, di mana mereka
memperhatikan gerak gerik dari belasan orang pengawal istana itu.
Setelah mendekati kentongan ke
tiga, waktu udara malam dingin sekali, tampak beberapa orang di antara mereka
telah duduk beristirahat dengan menyenderkan tubuh di tempat penjagaan mereka.
Rupanya untuk beristirahat atau memang mereka telah dipengaruhi oleh hawa
mengantuk.
Sedangkan beberapa orang
sisanya lagi telah berkeliling untuk memeriksa keadaan di sekitar tempat itu.
“Mari kita mulai
bekerja.....!” bisik Phoa Tiang Ie.
Akan tetapi Yang Kiong Sian
menggeleng perlahan, bisiknya: “Jangan, kita tunggu sampai beberapa orang yang
tengah meronda berkeliling itu kembali. Waktu itu kita lihat apakah mereka akan
beristirahat dan tidur atau memang meronda terus.....!”
Phoa Tiang Ie mengangguk
mengiyakan, begitulah mereka memasang mata dengan tajam mengawasi terus.
Tampak tidak lama kemudian
beberapa orang pengawal kerajaan yang tadi berkeliling telah kembali. Mereka
semua tampak mengantuk dan letih sekali. Dan juga beberapa orang di antara
mereka telah menguap.
“Dari hari ke hari kita
mengadakan penjagaan, keadaan selalu seperti ini-ini saja!” kata salah seorang
di antara mereka. “Mana ada lalat yang berani memasuki mulut singa? Hem lebih
baik kita tidur saja..... Bukankah keadaan selalu aman?!”
“Akan tetapi jika terjadi
sesuatu, tanggung jawab kita sangat besar, kemungkinan leher kita akan
dipotong.....” bergurau salah seorang kawannya.
Tetapi orang yang tadi bicara
menganjurkan untuk tidur itu tidak memperdulikan gurau kawannya. Dia telah
merebahkan dirinya di kursi yang terdapat di tempat penjagaan itu, dan mereka
telah memejamkan matanya bersama-sama dengan para pengawal yang terlebih dulu
telah rebah di situ.
Sisanya para pengawal itupun
rupanya merasa mengantuk dan mereka beranggapan memang apa yang dikatakan oleh
kawan mereka bahwa keadaan selalu aman, membuat mereka pun terangsang lebih
kuat oleh rasa kantuk.
Akhirnya mereka kalah dengan
perasaan kantuk tersebut, membuat mereka memilih tempat masing-masing untuk
duduk. Walaupun mereka tidak tidur, akan tetapi bermaksud untuk beristirahat.
Menyaksikan keadaan seperti
itu, Yang Kiong Sian dan Phoa Tiang Ie jadi girang bukan main, karena mereka
yakin, jika saja para pengawal kerajaan itu kalah oleh rasa kantuk mereka dan
tertidur, mereka akan dapat bekerja dengan leluasa. Dengan demikian, ke dua
pengemis itupun berdoa tidak hentinya memohon kepada Thian agar membantu usaha
mereka dalam hal mencari kembang Lian-som.
Tidak lama kemudian beberapa
orang pengawal kerajaan yang semula tidak ingin tidur itu, telah terkalahkan
oleh kantuknya. Mata mereka terpejam dan kepala mereka sering lunglai dan
akhirnya tertidur, terdengar suara menggeros mereka.
Yang Kiong Sian memberi
isyarat kepada Phoa Tiang Ie, begitulah setelah menanti sekian lama lagi, dan
merasa bahwa keadaan aman untuk mereka bertindak. Ke duanya berindap-indap
keluar dari tempat persembunyian mereka.
Dengan gerakan tubuh yang
sangat gesit sekali, tampak ke dua pengemis itu telah melompat melewati
beberapa batang pohon di tempat itu dan melewati juga batu-batuan gunung
buatan. Dengan tidak menimbulkan suara sedikitpun juga, mereka berdua telah
memasuki ruangan dalam istana di bagian tersebut.
Keadaan di dalam istana
ternyata sunyi. Rupanya penghuni istana tengah dibuai oleh tidur mereka yang
nyenyak sekali.