61 Gawat Darurat Wie Liang Tocu
Karenanya secara diam-diam dia
telah menguntitnya dan berusaha mendengarkan percakapan mereka. Siapa tahu
justru ketika Tiat To Hoat-ong tengah asyik mendengarkan secara diam-diam
percakapan Gochin Talu dan Lengky Lumi, waktu itu muncul Wie Liang Tocu.
Semula Tiat To Hoat-ong yang
telah mendengarkan perundingan ke dua orang itu, mengetahui Gochin Talu dan
Lengky Lumi memberikan laporan yang sebenarnya. Melihat kedatangan Wie Liang
Tocu, salah seorang tokoh Kay-pang, Tiat To Hoat-ong bermaksud segera keluar
untuk menempurnya. Namun akhirnya Koksu yang licin dan licik ini segera berobah
pikirannya.
Dia ingin melihat bagaimana
tindakan dan cara Gochin Talu serta Lengky Lumi menghadapi tokoh Kay-pang
tersebut, untuk mengetahui kesungguhan diri dari ke dua orang itu dalam
mengabdikan diri pada pihak kerajaan.
Itulah sebabnya membuat Tiat
To Hoat-ong berdiam diri saja menyaksikan betapa Gochin Talu dan Lengky Lumi
terdesak hebat oleh Wie Liang Tocu, akhirnya Gochin Talu dan Lengky Lumi
terancam jiwanya di tangan pengemis tua itu. Barulah Tiat To Hoat-ong muncul
untuk melindunginya.
Teringat akan semua peristiwa
yang dialaminya tadi, Wie Liang Tocu menghela napas dalam-dalam.
Dia merasa heran bahwa Koksu
negara Mongolia tersebut memiliki kepandaian yang begitu hebat. Sama sekali
diluar dugaannya, karena dia telah mendengar akan kehebatan kepandaian Koksu
tersebut, akan tetapi Wie Liang Tocu merasa yakin banwa tidak mungkin Koksu itu
dapat merubuhi dan melukai padanya.
Namun kenyataannya berlainan
sekali dengan keyakinannya itu. Mereka telah bertempur cukup banyak jurus, dan
memang dirinya tidak dibinasakan oleh Tiat To Hoat-ong dengan mudah. Hanya saja
sekarang Wie Liang Tocu telah terluka demikian berat. Dengan demikian Wie Liang
Tocu menghela napas beberapa kali menyesali dirinya mengapa kepandaiannya tidak
terlatih lebih sempurna lagi.
“Tetapi..... diapun pasti
terluka di dalam!” menghibur Wie Liang Tocu pada dirinya sendiri karena dia
yakin, walaupun dirinya sendiri telah terluka cukup parah seperti ini, akan
tetapi Tiat To Hoat-ong pun tidak terhindar dari luka di dalam yang cukup
parah.
Karena Wie Liang Tocu jadi
jauh lebih tenang dan dia memusatkan seluruh tenaga murninya untuk berusaha
menyembuhkan luka di dalam tubuhnya. Yang paling utama adalah berusaha
melancarkan pula pernapasannya, karena jika hawa murni dapat dikumpulkan
menjadi bulat kembali, dengan demikian mudah sekali baginya untuk menyembuhkan
luka di dalam tubuhnya. Sayangnya justru tenaga murninya itu telah terpecahkan
buyar, dengan begitu pula agak sulit buat Wie Liang Tocu menyembuhkan luka di
dalam tubuhnya.
Angin malam berhembus dingin
sekali, menerjang kepada Wie Liang Tocu.
Tetapi Wie Liang Tocu tidak
memperdulikannya. Dia memejamkan matanya rapat-rapat dan berusaha keras untuk
menyalurkan seluruh hawa murninya.
Berangsur-angsur memang
Tianglo dari Kay-pang ini berhasil juga untuk menyatukan kembali seluruh hawa
murninya yang pecah tergempur oleh kekuatan tenaga dalam Tiat To Hoat-ong. Dan
walaupun demikian dia tidak bisa segera mempergunakan kekuatan tenaga murninya
itu, karena inti dari hawa murninya itu belum lagi dapat dikumpulkan bulat
menjadi satu.
Wie Liang Tocu mengakhiri
usahanya untuk mempersatukan kembali tenaga dalamnya yang semula buyar, dia
beristirahat dan duduk menyandar di batu tersebut. Menurut dugaannya, mungkin
memakan waktu sampai satu bulan dia harus bersemedhi setiap harinya sepuluh jam
guna memulihkan kesehatannya. Untung saja luka di dalam tubuh yang di deritanya
itu tidak terlalu parah sehingga tidak sampai membuat dia bercacat karenanya.
Wie Liang Tocu waktu itu
melihat rembulan mulai condong ke arah barat.
Tidak lama lagi memang
terlihat matahari fajar telah mulai memancarkan sinarnya yang kemerah-merahan.
Angin pagi yang berhembus mengenai dirinya terasa mulai hangat.
Agak lama juga Wie Liang Tocu
berdiam diri di situ, dia beristirahat sejenak lamanya lagi baru kemudian
berusaha untuk bangun berdiri. Akhirnya dia berdiri sendiri. Akan tetapi
sepasang kakinya masih gemetaran lemas tidak bertenaga.
Cepat-cepat Wie Liang Tocu
duduk pula, karena dia tidak mau terlalu memaksakan diri, karena jika dia
terlampau mengerahkan seluruh kekuatannya, bisa membuat dia terluka di dalam
yang tidak ringan. Maka Wie Liang Tocu telah duduk bersemedhi kembali.
Di antara kesunyian pagi
seperti itu, tiba-tiba pendengaran Wie Liang Tocu yang sangat tajam mendengar
suara langkah kaki seseorang yang tengah menghampiri ke arah tempat di mana dia
berada.
Wajah Wie Liang Tocu berobah,
karena menduga tentunya Tiat To Hoat-ong yang telah perintahkan kaki tangannya
melakukan pengejaran terhadap dirinya.
“Keadaanku sedang demikian
lemah. Jika mereka berhasil mencariku dan menemui jejakku niscaya aku akan
menghadapi kesulitan yang tidak kecil.....!” diam-diam Wie Liang Tocu membathin
di dalam hatinya. “Akan tetapi, biarlah aku akan mengadu jiwa dengan mereka.
Jika memang aku bisa membinasakan tiga orang dari mereka, itupun sudah lebih
dari cukup sebagai imbalannya......!”
Karena berpikir seperti itu,
diliputi oleh semangat untuk berbuat nekad, Wie Liang Tocu sudah tidak
memperdulikan akan kesehatan tubuhnya yang belum pulih. Dia menyalurkan seluruh
sisa kekuatan tenaga dalamnya, kemudian memusatkan pada ke dua telapak
tangannya. Karena Wie Liang Tocu bermaksud begitu lawan memperlihatkan diri,
dia akan menyerangnya dengan hebat untuk mengadu jiwa.
Suara langkah kaki semakin
dekat juga. Malah Wie Liang Tocu yang memiliki pendengaran sangat tajam
seketika mengetahui bahwa suara langkah kaki itu bukan hanya seorang saja,
sedikitnya terdiri dari empat orang.
Menyadari bahaya yang
mengancam keselamatan dirinya membuat Wie Liang Tocu selain berbuat nekad dan
bersiap sedia untuk menghadapi kematian bersama-sama dengan lawan-lawannya itu,
juga dia telah berpikir keras untuk mencari daya lain yang sekiranya lebih
baik.
Saat itu Wie Liang Tocu
mendengar suara langkah kaki itu semakin dekat juga. Dia membuka matanya
lebar-lebar mengawasi ke arah dari mana didengarnya suara langkah kaki itu
mendekati. Dan akhirnya dilihatnya beberapa sosok bayangan yang telah munculnya
dari bagian sebelah kanannya.
Wie Liang Tocu mengempos
semangatnya. Dia mengawasi lebih tajam lagi menantikan kesempatan untuk
mendahului lawannya yang akan dibinasakannya dengan satu kali pukulan maut dari
seluruh sisa tenaga yang masih dimilikinya.
Ke empat sosok bayangan tubuh
yang muncul itu ternyata empat orang laki-laki bertubuh kurus, dengan usia yang
tidak sama. Ada yang berusia limapuluh tahun lebih, ada yang berusia empatpuluh
lima tahun, akan tetapi yang termuda di antara mereka, ada yang berusia
empatpuluh tahun. Ke empat orang itu berpakaian compang camping, pakaian mereka
penuh tambalan.
Wie Liang Tocu waktu melihat
ke empat orang tersebut, yang ternyata merupakan empat orang pengemis, ia
mengeluarkan seruan tertahan karena heran dan girang.
“Wie Liang Tocu.....!” berseru
ke empat orang itu yang melihat Wie Liang Tocu dengan kegirangan yang
meluap-luap. “Kami mencari Wie Liang Tocu kemana-mana dengan bersusah payah,
kiranya Wie Liang Tocu berada di sini, terimalah hormat kami!”
Wie Liang Tocu sudah tidak
sempat mendengar terus perkataan ke empat pengemis itu, karena dirasakan
seluruh tenaganya telah habis. Tubuhnya lemah dan dia lunglai tidak sadarkan
diri, pingsan.
Ke empat orang pengemis itu
terkejut melihat keadaan Wie Liang Tocu.
Salah seorang di antara mereka
segera maju untuk memeriksanya, dan mereka jadi saling pandang satu dengan yang
lainnya. Waktu mereka memperoleh kenyataan Wie Liang Tocu terluka di dalam yang
tidak ringan, juga tampaknya Tianglo dari Kay-pang ini pun dalam keadaan
pingsan disebabkan kehabisan tenaga.
Tanpa berjanji terlebih dulu,
mereka telah mengangkat tubuh pemimpin mereka ini. Dua orang mengangkat kaki,
dua orang lagi mengangkat punggung Wie Liang Tocu, yang mereka bawa lari dengan
gesit sekali.
Wie Liang Tocu sendiri tidak
mengetahui bagaimana kelanjutan dari pertemuan dengan ke empat orang pengemis
itu. Dia hanya merasakan dirinya melayang-layang, dan kemudian pandangan
matanya gelap sekali, lenyaplah kesadarannya.....
◄Y►
Ke empat orang pengemis
tersebut lain dari ke empat orang tokoh Kay-pang yang memiliki tingkatan
delapan karung, mereka memiliki kepandaian yang tidak lemah. Akan tetapi mereka
pun tidak berani sembarangan untuk berusaha mengobati Tianglo mereka ini dengan
mempergunakan lweekang masing-masing, walaupun mereka telah melihatnya bahwa
Wie Liang Tocu terluka di dalam yang cukup berat.
Karena itu mereka cepat-cepat
membawa Wie Liang Tocu ke tempat mereka, untuk menemui salah seorang tokoh
Kay-pang, agar tokoh Kay-pang itu, yang memiliki lweekang berada di atas
tingkatan mereka, dapat mengobati luka Wie Liang Tocu.
Dengan berlari-lari cepat di
pagi itu, dalam waktu sekejap mata saja telah puluhan lie yang mereka lalui dan
telah meninggalkan kota raja semakin jauh juga.
Memang Wie Liang Tocu tengah
dicari oleh pihak Kay-pang, karena sebagai tianglo tentu saja kehadirannya di
tempat rapat besar Kay-pang sangat diperlukan sekali. Karena itu, banyak
murid-murid Kay-pang yang telah diperintahkan untuk mencari Wie Liang Tocu guna
diundang hadir di Hou-ciu, dalam rapat besar Kay-pang yang akan diselenggarakan
malaman Cap-go di bulan mendatang.
Siapa sangka, ke empat
pengemis delapan karung itu, telah berhasil menemui Wie Liang Tocu, di saat Tianglo
itu tengah dalam keadaan sekarat, karena terluka begitu parah. Disamping
girang, juga ke empat murid Kay-pang tersebut berkuatir sekali. Mereka begitu
bergegas untuk kembali ke tempatnya membawa Wie Liang Tocu.
Setelah berlari-lari lagi
sejenak lamanya, waktu mendekati tengah hari, sampailah mereka di muka sebuah
dusun.
Dusun itu tidak terlalu besar,
rumah penduduk di situpun tidak padat, satu dengan yang lainnya terpisah cukup
jauh, sehingga keadaan di tempat itu tenang sekali. Dan ke empat murid Kay-pang
itu telah melarikan Wie Liang Tocu ke arah selatan dari dusun tersebut, di mana
akhirnya, di permukaan sebuah bukit, dekat kaki bukit sebelah barat, berdiri
sebuah kuil yang tidak begitu besar.
Kuil tersebut adalah kuil tua
yang merupakan tempat sembahyang penduduk dusun itu. Akan tetapi disebabkan
tidak ada yang merawatnya, kuil tua itu semakin rusak dan ada bagiannya yang
telah gugur. Maka semakin sedikit sekali orang-orang dusun tersebut yang datang
bersembahyang di kuil itu.
Akhirnya kuil tua itu
merupakan kuil tua yang kosong dengan tidak terawat sama sekali. Dan dengan
demikian segera juga kuil itu dijadikan tempat berkumpul dari anggota-anggota
Kay-pang yang berada di sekitar kota itu.
Dan sekarang ke empat pengemis
delapan karung itu telah membawa Wie Liang Tocu ke kuil tua tersebut, karena
memang mereka ingin menemui seorang tokoh Kay-pang yang didengarnya berada di
kuil tersebut.
Ketika ke empat pengemis
tingkat delapan karung yang membawa Wie Liang Tocu tiba di muka kuil tersebut,
mereka melihatnya bahwa di depan kuil duduk bersemedhi dua orang pengemis muda.
Ke dua pengemis muda itu walaupun tampaknya tidur sesungguhnya tidak tidur.
Merekalah dua orang penjaga
dari golongan Kay-pang kalau ada orang asing yang datang ke kuil tersebut. Karenanya,
begitu mereka melihat empat orang pengemis Kay-pang dari tingkat delapan karung
mendatangi, mereka terkejut dan cepat-cepat melompat bangun untuk berlutut di
hadapan ke empat pengemis itu.
“Jangan banyak peradatan!”
perintah salah seorang dari ke empat pengemis itu. “Cepat beritahukan
kedatangan kami kepada Sam-cie-sin-kay!”
Sam-cie-sin-kay adalah
Pengemis Sakti dengan Tiga Jari, yang di dalam kalangan Kang-ouw sangat
terkenal sekali, sebab kepandaiannya yang sangat tinggi. Akan tetapi perangai
pengemis tersebut sangat aneh. Setiap turun tangan dia selalu tidak pilih bulu
dan mengambil sikap keras.
Hanya kepada murid-murid
Kay-pang belaka Sam-cie-sin-kay bersedia menolong kesulitan si murid Kay-pang.
Akan tetapi untuk orang luar, walaupun orang itu menangis sambil berlutut
memohon agar dirinya ditolong dari suatu kesulitan, tidak nantinya
Sam-cie-sin-kay mau menolonginya.
Ke dua murid Kay-pang itu,
yang merupakan murid Kay-pang tingkat tiga karung telah mengiyakan cepat
sekali. Mereka mempersilahkan dulu ke empat pengemis itu agar masuk ke dalam
kuil, lalu mereka berlari ke dalam untuk memberikan laporan.
Tidak lama kemudian keluar
seorang pengemis tua berusia limapuluh tahun lebih, dengan langkah lebar. Di
belakangnya mengikuti pengemis yang tadi.
Ke empat pengemis delapan
karung itu di waktu melihat si pengemis tua tersebut, cepat-cepat merangkapkan
sepasang tangan masing-masing, karena mereka telah meletakkan Wie Liang Tocu
yang rebah pingsan di atas sebuah kursi panjang.
“Harap Toako menerima hormat
kami,” kata ke empat pengemis itu berbareng. “Kami datang dengan membawa
sedikit persoalan buat partai kita!”
Pengemis tua yang baru keluar
itu tidak lain dari Sam-cie-sin-kay. Dia cepat-cepat membalas hormat ke empat
pengemis yang tingkatannya di dalam Kay-pang setingkat dengannya.
“Jangan terlalu banyak
peradatan, walaupun bencana apa saja yang terjadi, tentu membuat
Sam-cie-sin-kay mempertaruhkan jiwanya guna membela Kay-pang!” Setelah berkata
begitu Sam-cie-sin-kay dengan memperlihatkan sikap sungguh-sungguh telah
berkata lagi: “Nah, sekarang katakanlah, apakah sekiranya persoalan yang kalian
sebutkan tadi?!”
Ke empat pengemis itu kembali
memberi hormat. Walaupun Sam-cie-sin-kay merupakan tokoh Kay-pang tingkat
delapan karung sama halnya dengan mereka, akan tetapi justru ke empat pengemis
tersebut mengindahkan sekali Sam-cie-sin-kay yang memiliki suatu keahlian yang
melebihi mereka, bahkan memiliki ilmu andalan yaitu ilmu pengobatan yang sangat
hebat. Setiap anggota Kay-pang yang terluka bagaimana berat dan parahnya tentu
akan dapat disembuhkan oleh Sam-cie-sin-kay.
“Kami ingin minta pertolongan
dari Toako guna menyembuhkan Wie Liang Tocu Tianglo.....!” menjelaskan salah
seorang dari ke empat pengemis itu.
Mendengar disebutnya Wie Liang
Tocu Tianglo, wajah Sam-cie-sin-kay berobah, bola matanya mencilak memain tidak
henti-hentinya.
“Wie Liang Tocu Tianglo? Apa
yang telah terjadi pada diri Wie Tianglo!” Waktu bertanya begitu, bola mata
Sam-cie-sin-kay melirik kepada Wie Liang Tocu yang rebah pingsan di kursi
panjang.
Diapun bukan hanya melirik
saja, dengan gerakan yang ringan sekali dia nelompat ke samping Wie Liang Tocu,
kemudian mengeluarkan seruan kaget, katanya dengan murka: “Siapa yang demikian
kurang ajar telah berani melukai Wie Tianglo sedemikian rupa?” Suaranya
menggeledek sekali.
Ke empat pengemis yang membawa
Wie Liang Tocu jadi terkejut, mereka cepat-cepat merangkapkan tangan
masing-masing memberi hormat.
“Maafkan dan ampunilah kami
murid-murid yang tidak punya guna, sehingga kami hanya kebetulan belaka menemui
Wie Tianglo dalam keadaan yang telah terluka parah. Belum lagi kami sempat
untuk memberi hormat dan meminta keterangan, Wie Tianglo telah jatuh pingsan di
depan sebuah hutan belukar.....
“Dengan demikian kami tidak
mengetahui siapa yang telah melukai Wie Tianglo! Tetapi jika memang Wie Tianglo
telah tertolong dan tersadar dari pingsannya, tentu Wie Tianglo dapat
memberikan keterangan siapa yang telah menganiaya dirinya! Kami berempat
bersumpah, walaupun harus membuang jiwa di dalam kobaran api dan rendaman
minyak yang mendidih, kami akan mempertaruhkan jiwa kami untuk membalaskan
sakit hati Wie Tianglo!”
Bola mata Sam-cie-sin-kay
mencilak beberapa saat, kemudian katanya dengan semangat yang terbangun:
“Kukira kalian membawa persoalan apa! Tidak tahunya persoalan Wie Tianglo!
Jangankan kalian yang meminta pertolongan dan bantuanku agar menolongi Wie
Tianglo, jika tidak meminta, itu sudah jadi kewajibanku untuk menyelamatkan
jiwa Wie Tianglo.....!” Setelah berkata begitu Sam-cie-sin-kay cepat-cepat
memeriksa keadaan Wie Tianglo.
Setelah sekian lama memeriksa
dia memperoleh kcnyataan bahwa luka di dalam tubuh Wie Tianglo sangat parah
sekali, karena banyak urat-urat halusnya yang telah hancur dan putus. Dengan
demikian, hawa murninya tidak dapat diatur seperti semula. Disamping itu pula
memang hawa murni dari Wie Tianglo tampak mengalir kacau sekali, tidak teratur.
Jantungnya berdegup lemah sekali dan darahnya beredar acak-acakan.
Selesai memeriksa,
Sam-cie-sin-kay menghela napas.
“Entah siapa yang memiliki
tangan begitu telengas melukai Wie Tianglo, dengan cara seperti ini.....?!”
menggumam Sam-cie-sin-kay dengan suara mengandung kemarahan.
“Apakah Wie Tianglo masih bisa
diselamatkan, Toako?!” tanya ke empat pengemis itu dengan suara berkuatir
sekali.
Sam-cie-sin-kay tidak segera
menyahuti, dia berdiam diri bagaikan berpikir keras. mulutnya menggumam
perlahan: “Sam-cie-hiat yang hancur, Bo-liang-hiat yang putus, Tiang-ku-hiat
yang remuk dan beberapa jalan darah terpenting di tubuh yang tersumbat. Semua
itu merupakan tanda-tanda dari korban keganasan ilmu tenaga dalam yang dahsyat!
Entah siapa yang telah turunkan tangan demikian keji pada Wie Tianglo dan siapa
orang liehay itu.....!” Sambil menggumam seperti itu, tidak hentinya
Sam-cie-sin-kay memeriksa terus tubuh Wie Liang Tocu
Akhirnya, sambil bangkit, dia
menghela napas, katanya kepada ke empat pengemis yang membawa Wie Tianglo
padanya.
“Walaupun tidak sampai menemui
kematian akan kukuatirkan luka Wie Tianglo akan membuatnya bercacad seumur
hidup.....!” kata Sam-cie-sin-kay.
“Apakah...... apakah Toako
tidak bisa menolongnya agar Wie Tianglo sembuh tanpa kurang suatu apapun juga?”
tanya ke empat pengemis itu. Mereka seperti juga memohon kepada
Sam-cie-sin-kay, karena mereka mengetahui benar bahwa Sam-cie-sin-kay mengerti
dan liehay ilmu pengobatannya.
Sam-cie-sin-kay menghela napas
lagi, tampak dia seperti berpikir lama sekali. Baru kemudian dia berkata lagi:
“Aku akan berusaha untuk menolongi jiwa Wie Tianglo, walaupun dengan cara
pengobatan yang akan kutempuh itu kemungkinan bisa mengorbankan sebagian dari
tenaga lweekangku, hal itu tidak menjadi soal. Namun yang tengah kupikirkan,
jika saja pengobatan seperti itu gagal, tentu akan membuat Wie Tianglo cacat
seumur hidup! Ada satu ramuan obat yang bisa meringankan luka Wie Tianglo dan
hanya satu-satunya di dunia obat tersebut yang bisa menyalamatkan jiwa Wie
Tianglo.....!”
“Obat apakah itu Toako?” tanya
ke empat pengemis tersebut serentak.
“Obat itu sangat sulit diperoleh,
hanya tumbuh satu kali dalam seratus tahun! Karena itu, jarang sekali, boleh
dibilang hampir sama sekali tidak ada orang yang memiliki obat tersebut.....!
Karena itu, untuk memperoleh obat itu, jika tidak secara kebetulan, jangan
harap kita bisa memperolehnya......!”
“Katakanlah Toako, obat apakah
itu? Kami berempat akan berusaha mencari sahabat-sahabat kami. Seumpama di
antara mereka ada yang menyimpan obat yang toako maksudkan! Yang terpenting
jiwa Wie Tianglo dapat diselamatkan.....!”
Sam-cie-sin-kay menghela napas
tagi, dia tersenyum pahit, katanya kemudian: “Memang kalian berempat mungkin
memiliki banyak sahabat dan bisa saja meminta pertolongan dan bantuan mereka
kalau-kalau mereka menyimpan obat yang kumaksudkan itu! Tetapi aku yakin, walaupun
kalian mengelilingi seluruh permukaan dunia ini untuk mencari sahabat-sahabat
kalian, belum tentu obat itu berhasil ditemukan......!”
Setelah berkata begitu,
Sam-cie-sin-kay menghela napas lagi berulang kali, wajahnya muram sekali.
Ke empat pengemis itu tampak
penasaran, tanya mereka dengan serentak: “Tetapi tidak ada salahnya jika Toako
memberitahukan kami obat apakah yang ingin dipergunakan itu, dan tidak salahnya
juga, jika kami berusaha mencarinya!”
“Tetapi percuma dan akan
sia-sia. Dalam waktu dua kali duapuluh empat jam pengobatan terhadap diri Wie
Tianglo sudah harus dilakukan. Jika terlambat satu hari saja, berarti
keselamatan jiwanya sulit ditolong lagi..... Maka dari itu, untuk memperoleh
obat mujarab tersebut, bagaimana mungkin kalian bisa menemuinya hanya dalam dua
hari saja?!”
Muka ke empat pengemis itu
berobah pucat, merekapun tampaknya jadi muram sekali.
Malah salah seorang di antara
mereka, telah duduk numprah di lantai dan menangis menggerung-gerung. Di antara
ke empat pengemis itu mungkin dialah yang paling lemah hati dan perasaannya,
sehingga tanpa malu-malu lagi, karena terlalu berkuatir dan berduka memikirkan
keselamatan jiwa Wie Tianglo, dia menangis terisak-isak.
Waktu itu Sam-cie-sin-kay
telah menghiburnya.
“Sudahlah, kalian jangan
berduka seperti itu! Aku akan berusaha untuk menolongi jiwa Wie Tianglo! Kita
berusaha, tentang berhasil atau tidaknya usaha kita, saja serahkan kepada
Thian!”
Setelah berkata begitu
Sam-cie-sin-kay perintahkan pada pengemis tingkat tiga karung itu untuk
mempersiapkan kamar buat ke empat tamunya, ke empat pengemis yang sama tinggi
tingkatnya dengan dia dan juga sebuah kamar untuk Wie Liang Tocu.
Pengemis tingkat tiga karung
itu bekerja cepat sekali, karena sebentar kemudian dia telah datang melapor
kepada Sam-cie-sin-kay bahwa kamar yang disiapkan untuk Wie Lieng Tocu dan ke
empat pengemis itu telah selesai dan telah dibersihkan maka dengan dibantu oleh
ke empat pengemis Kay-pang itu, Sam-cie-sin-kay mengangkat Wie Tianglo ke
sebuah kamar.
Wie Tianglo adalah seorang
tokoh Kay-pang dia telah menggemblok sembilan lapis karung, dengan demikian
berada satu tingkat di atas kedudukan Sam-cie-sin-kay. Dengan begitu pula,
Sam-cie-sin-kay ingin berusaha sedapat mungkin untuk menolongi jiwa Tianglonya
ini.