Beruang Salju Bab 53 Murid Pertama Lam-hay-sin-nie

Beruang Salju Bab 53 Murid Pertama Lam-hay-sin-nie
53 Murid Pertama Lam-hay-sin-nie

Sasana memandang kuatir untuk keselamatan Yo Him, karena dia kuatir bahwa Yo Him tidak sanggup menghadapi Sun Kauw-cu, walaupun Sasana telah mengetahui, Yo Him telah memiliki kepandaian hebat sekali, tokh lawannya kali ini, Sun Kauw-cu, bukanlah lawan yang ringan.

Waktu itu tangannya juga telah bersiap-siap mencekal gagang pedangnya, dia mengawasi tajam, jika saja salah seorang dari ke lima lelaki bertubuh tinggi besar atau ke dua orang penggotong joli itu, maju untuk membantu Sun Kauw-cu, Maka Sasana akan segera menerjang maju untuk menghadapi mereka!

Waktu itu Yo Him juga telah berpikir: “Locianpwe ini memiliki kepandaian yang tinggi sekali, yang tentunya dilatih bukannya memakan waktu yang singkat di samping itu dia juga seorang wanita. Di antara kami tidak terdapat urusan apapun juga, mengapa aku harus menurunkan tangan bengis?

“Juga, jika aku menurunkan tangan keras, sehingga terluka, bukankah hanya menambah dalamnya sakit hati belaka? Di lihat dari cara dia berkata ketika menyebut ayahku, tampaknya dia menaruh dendam pada ayah! Hemmm, biarlah aku sudahi saja pertempuran ini!”

Karena berpikir begitu, Yo Him telah mengempos semangatnya, tahu-tahu dia telah menggunakan Kong-beng-kun. Dia telah memecahkan dua pikiran. Walaupun sepasang tangan itu masih menindih, tapi dia bisa melakukan sesuatu gerakan tanpa terikat dengan lweekang yang tengah dikerahkannya itu. Sebab tahu-tahu, tenaga pada lweekangnya yang semula mengandung unsur “keras” itu telah berubah menjadi “lunak”, dan kemudian “keras” lagi lalu berobah menjadi “lunak” lagi, beruntun beberapa kali keadaan seperti itu berlangsung.

Sun Kauw-cu kaget bukan main, sampai dia berseru dan mati-matian berusaha untuk menguasai dirinya karena tenaga lawan yang berobah sebentar keras dan lunak itu, membuat dia harus berwaspada. Jika suatu kali dia lengah, di saat dia tengah mendesak dengan hebat pada lweekang lawannya, dan kebetulan lawan mempergunakan lweekang dengan unsur “lunak”, bukankah dirinya akan celaka? Karena dari itu, sekarang Sun Kauw-cu memutar otak mencari jalan keluar untuk meloloskan diri dari libatan tenaga lweekangnya Yo Him.

Dalam keadaan seperti inilah, tampaknya Yo Him juga sudah berhasil mencari jalan keluar. Mendadak sekali, di saat dia mempergunakan tenaga lunak, dan waktu itu Sun Kauw-cu juga telah menarik pulang tenaganya, dia membarengi untuk menarik pulang tenaga dalamnya dan melompat mundur, sambil diiringi serunya: “Tahan Sun Locianpwe!”

Sun Kauw-cu memang tidak mengejar, dia hanya mengawasi dengan sorot mata yang tajam kepada Yo Him. Sun Kauw-cu memang mengetahui, bahwa Yo Him sengaja memisahkan diri untuk menyudahi pertempuran. Padahal waktu itu keadaan Sun Kauw-cu sudah gawat sekali.

Sedikit lagi dia bertahan lebih lama, tentu dia tidak akan tahan menghadapi tenaga yang sebentar lunak sebentar keras itu. Dengan demikian, sekarang si pemuda telah mundur memisahkan diri, diapun tidak segera mengejar untuk menyerang, hanya berdiri untuk mengatur pernapasannya.

Sasana bernapas lega melihat Yo Him telah berhasil memisahkan diri dari libatan tenaga lawannya tanpa kurang suatu apapun juga. Sedangkan Kwie Losam juga telah menghela napas, sambil tidak hentinya memuji: “Benar-benar hebat..... benar-benar hebat!”

Ciang-kui dan para pelayan rumah penginapan itu telah mengawasi dengan perasaan tegang menguasai mereka, karena mereka menyadari jika pertempuran itu berlangsung sampai ke lima orang yang bertubuh tinggi besar itu dan ke dua orang penggotong joli ikut maju, bukankah berarti perabotan rumah penginapan di ruangan itu akan hancur porak poranda. Sedangkan waktu itu saja, lantai ruangan itu telah rusak melesak di sana sini bekas telapak kaki Sun Kauw-cu

Tamu-tamu lainnya juga tetap di tempat mereka di sudut ruangan dengan hati berdebar. Mereka sesungguhnya tertarik menyaksikan pertempuran seperti itu, mereka memang ingin sekali menyaksikan pertempuran berikutnya. Namun di sudut hati masing-masing juga terdapat perasaan kuatir, kalau-kalau nanti mereka yang jadi sasaran dari kemarahan ke lima lelaki bertubuh tinggi besar dan ke dua penggotong joli yang semuanya adalah anak buahnya Sun Kauw-cu.

“Tidak kusangka orang she Yo itu bisa memiliki putera sehebat engkau!” kata Sun Kauw-cu dengan muka yang berobah dingin tetapi tidak sebengis tadi. “Hemmm, jika melihat demikian, tampaknya sakit hatiku yang telah berlangsung puluhan tahun, tidak akan dapat dibalas!”

Yo Him mengangkat tangannya, dia memberi hormat, sambil katanya: “Sakit hati apakah yang dikandung Locianpwe pada ayahku?!”

Tetapi Sun Kauw-cu tidak menyahuti, dia hanya mendengus beberapa kali, kemudian memutar tubuhnya, dia berkata kepada ke lima anak buahnya dan ke dua penggotong joli itu: “Mari kita berangkat!” tampaknya Sun Kauw-cu batal untuk menginap di rumah penginapan ini.

Ke lima orang bertubuh tinggi besar itu mengiyakan, mereka cepat memanggil pelayan, diperintahkan untuk mempersiapkan kuda mereka masing-masing. Ke dua penggotong joli itu telah siap di samping joli.

Sun Kauw-cu telah melangkah keluar, dia telah menggumam dengan suara yang perlahan: “Kelak kita bertemu lagi.....!”

“Tahan, tunggu dulu, Locianpwe!”teriak Yo Him, memanggilnya.

Sun Kauw-cu menahan langkah kakinya, dia menoleh dengan muka yang dingin dan pancaran mata yang bengis, dia bilang: “Bocah, apakah kau berani menahanku? Atau memang engkau hendak bertempur lagi sampai salah seorang di antara kita ada yang terbinasa.....?!”

“Bukan begitu maksudku, harap Locianpwe tidak salah paham..... Aku hanya ingin menanyakan, ada hubungan apakah antara Locianpwe dengan ayahku.....?!”

“Itu bukan urusanmu.....!” menyahuti Sun Kauw-cu. Diapun telah meneruskan langkahnya keluar, naik ke dalam joli, dan digotong pergi dengan ke lima lelaki bertubuh tinggi besar itu mengiringinya.

Yo Him menghela napas.

Kwie Losam telah menghampirinya sambil katanya: “Hebat sekali kau Laote.....!”

Yo Him cepat-cepat merendahkan diri, diapun segera bertanya: “Locianpwe, siapakah Sun Kauw-cu itu?”

“Dialah Kauw-cu dari perkumpulan Lang-kauw. Sebenarnya dia murid tertua dari Lam-hay-sin-nie yang murtad, selalu melakukan banyak perbuatan bengis dan tangannya telengas sekali..... Tindak tanduknya memang mengerikan sekali, karena dia tidak pernah satu kali pun melakukan perbuatan baik! Sekarang Yo Laote telah bentrok dengannya, maka kau harus berhati-hati untuk selanjutnya.....!”

Yo Him terkejut mendengar Sun Kauw-cu adalah murid tertua dari Lam-hay-sin-nie. Karena dia pernah mendengar cerita ayahnya, ketika ibunya keracunan, ibunya itu Siauw Liong Lie, telah dibawa pergi oleh Lam-hay-sin-nie, untuk selama satu tahun. Dan akhirnya barulah Siauw Liong Lie dan Yo Ko bertemu pula di Pek-hoa-kok. Perihal Lam-hay-sin-nie dan kisah perpisahan Yo Ko dan Siauw Liong Lie yang dibawa oleh Lam-hay-sin-nie, dapat diikuti selengkapnya dalam Sin-tiauw-hiap-lu.

“Sesungguhnya,” kata Kwie Losam lagi. “Lam-hay-sin-nie memiliki tiga orang murid. Murid pertama, adalah Sun Kauw-cu itu, yang nama sesungguhnya Sun Cie Siang. Sejak dia berguru pada Lam-hay-sin-nie, memang dia telah terlihat wataknya yang kurang begitu baik, maka Lam-hay-sin-nie tidak menurunkan seluruh kepandaiannya, hanya memberikan enam bagian dari kepandaiannya. Namun, biarpun demikian, tokh dia telah memiliki kepandaian yang sulit ada tandingannya, karena Lam-hay-sin-nie merupakan manusia setengah dewa yang kepandaiannya sudah sulit diukur lagi.....!

“Sedangkan murid ke dua dari Lam-hay-sin-nie adalah Bun Sam, seorang lelaki yang gagu dan tuli, dia agak dungu, dia hanya mempelajari ilmu silat apa yang diwarisi oleh Lam-hay-sin-nie. Sifatnya jujur dan dia sebagai murid juga merangkap menjadi pelayannya Lam-hay-sin-nie. Dengan demikian, selamanya dia tidak pernah berpisah dari gurunya. Kepandaian murid itu luar biasa tingginya, namun karena kedunguannya itu, Lam-hay-sin-nie tidak pernah mengijinkan dia mengembara, berkelana di dalam kalangan Kang-ouw, kuatir Bun Sam akan diperalat seseorang, sedangkan kepandaiannya demikian tinggi, tentu bisa membawa malapetaka yang tidak kecil.

“Disamping itu, karena keadaan murid ke duanya yang dungu, dan murid pertama yang telah berkelana dan mengumbar kebengisan dan ketelengasan tangannya di mana sulit untuk mengendalikan muridnya yang pertama itu, maka Lam-hay-sin-nie akhirnya mengambil murid lagi. Sebagai murid penutup itulah seorang gadis yang memiliki tabiat dan watak yang lembut sekali dan juga gadis itu, yang katanya she Auwyang, tidak seorangpun pernah melihatnya. Cuma, yang didengar oleh sahabat-sahabat rimba persilatan, gadis she Auwyang itu, yang menjadi murid penutup dari Lam-hay-sin-nie, telah mewarisi seluruh kepandaian gurunya itu, karena dialah yang kelak akan mengendalikan Sucinya itu, suci seperguruan itu.....!”

Yo Him mengangguk beberapa kali mengiyakan, hal itu memang telah didengarnya. Juga perihal Lam-hay-sin-nie yang telah menutup mata belasan tahun yang lalu telah didengarnya. Cuma mengenai sepak terjang murid tertua dari Lam-hay-sin-nie itu, yaitu Sun Cie Siang, dia tidak pernah mendengarnya, di mana Sun Cie Siang telah membangun sebuah perkumpulan yang diberi nama Lang-kauw, yaitu perkumpulan Serigala.

Malah perkumpulan itu menurut Kwie Losam, telah menyebar luaskan kekuasaannya di kalangan Kang-ouw. Banyak orang-orang rimba persilatan yang telah dipaksa untuk masuk menjadi anggota Lang-kauw. Bagi orang Kang-ouw yang keberatan dan tidak bersedia menjadi anggauta Lang-kauw, akibatnya sangat buruk, yaitu dia akan ditemukan dalam keadaan terbinasa......

Mendengar cerita Kwie Losam itu, Yo Him menghela napas berulang kali, sampai akhirnya dia berkata: “Apakah selama itu, si gadis she Auwyang itu, yang menurut Locianpwe adalah murid penutup Lam-hay-sin-nie, tidak pernah mengambil tindakan apa-apa untuk mengendalikan Sucinya itu?!”

Kwie Losam menghela napas, dia menggeleng kepala.

“Inilah urusan rumah tangga pintu perguruan Lam-hay-sin-nie, dan aku kurang begitu jelas mengetahuinya! Tetapi menurut apa yang telah kudengar bahwa si murid penutup Lam-hay-sin-nie itu telah dua kali turun gunung untuk mencari Sucinya.

“Sejauh itu dia tidak berhasil menemui jejak Sucinya, karena Sun Cie Siang seorang yang licik dan tajam telinganya. Mengetahui adik seperguruannya itu mencari, dia menghilang tanpa meninggalkan jejak. Dia pun merupakan Kauw-cu dari perkumpulan Lang-kauw, yang beranggota ribuan. Dengan demikian, telah membuat Sun Cie Siang selalu bisa mengawasi gerak-gerik adik seperguruannya itu.

“Menurut orang yang mengetahui, bahwa Sun Cie Siang sebetulnya tengah mengincar barang-barang peninggalan gurunya, karena dia ingin merampas dari tangan adik seperguruannya. Dan barang-barang peninggalan Lam-hay-sin-nie itu tentu saja merupakan catatan ilmu silat yang hebat sekali. Sun Cie Siang sendiri mengetahui bahwa dia hanya memperoleh enam bagian dari kepandaian gurunya, namun dia sudah bisa menjagoi seperti itu.

“Dengan demikian, cita-cita untuk memperoleh catatan ilmu silat Lam-hay-sin-nie semakin keras juga mendorong hatinya karena dia beranggapan, jika saja ia memperoleh kitab-kitab pusaka peninggalan Lam-hay-sin-nie, jelas ia akan dapat memiliki kepandaian yang jauh lebih tinggi lagi dan dapat menjagoi rimba persilatan disamping tidak perlu jeri lagi terhadap adik seperguruannya yang bungsu itu!”

Setelah bercerita sampai di situ Kwie Losam menghela napas dalam-dalam. Wajahnya berobah muram, iapun kemudian melanjutkan ceritanya dengan perlahan-lahan, katanya,

“Sekarang, memang Sun Cie Siang tengah berusaha, walaupun bagaimana ia bermaksud untuk dapat merebut dan mencuri kitab-kitab pusaka dari adik seperguruannya itu. Dan karenanya sekarang orang-orang Lang-kauw telah disebar untuk menyelidiki keadaan adik seperguruannya yang bungsu itu, disamping dia sendiri juga telah turun tangan sendiri.....!”

Yo Him yang mendengar hal itu segera menyadari bahwa di dalam rimba persilatan tentu akan timbul pergolakan yang tidak kecil akibat sepak terjang dari Sun Cie Siang, dan ini tentunya merupakan suatu hal yang tidak baik untuk keselamatan orang-orang rimba persilatan. Karenanya Yo Him berpikir keras, dia tengah berusaha untuk memecahkan persoalan tersebut. Walaupun kini ia tengah sibuk mengurusi persoalan Sasana untuk menuntut balas terhadap musuh-musuhnya, namun urusan Sun Cie Siang pun bukan merupakan urusan yang boleh dibiarkan begitu saja.

Kwie Losam telah berkata lagi memecahkan kesunyian di antara mereka: “Sekarang Yo Laote telah terikat permusuhan yang tidak ringan dengan Sun Cie Siang, karena itu, kau selain harus hati-hati juga harus dapat secepat mungkin menyingkir diri dari daerah ini, agar Sun Cie Siang tidak bisa mempergunakan kaki tangannya membokong dan mencelakaimu dengan menggelap. Sebab orang-orang Lang-kauw tidak segan-segan akan mempergunakan tipu muslihat yang rendah dan licik untuk merubuhkan musuhnya yang tangguh.....!”

Yo Him tersenyum sambil mengangguk.

“Terima kasih.....!” katanya. “Dan sekarang Locianpwe apakah memiliki sesuatu rencana dalam menghadapi Lang-kauw ataupun Sun Cie Siang itu?!”

Kwie Losam menghela napas dalam-dalam sambil tersenyum pahit: “Bicara soal diriku dalam berurusan dengan Lang-kauw, itulah suatu hal yang bisa menimbulkan tertawaan dari para orang-orang gagah di rimba persilatan, karena memang jelas bahwa aku tidak mungkin dapat menghadapi mereka.....!

“Tetapi jika memang Yo Laote dan para orang-orang gagah lainnya bermaksud untuk menumpas Lang-kauw, sebuah perkumpulan dari manusia-manusia tersesat itu, hal ini tentu masih bisa diterima oleh akal sehat, dan merupakan suatu pertolongan yang sangat berharga sekali buat keselamatan orang-orang rimba persilatan!”

Yo Him mengeluarkan kata-kata merendah.

Begitulah mereka bercakap-cakap membicarakan persoalan Sun Cie Siang dengan perkumpulan Lang-kauw nya dan kemungkinan-kemungkinan timbulnya pergolakan di dalam rimba persilatan.

Setelah berselang sejenak, mereka kembali ke kamar masing-masing.

Y

Keesokan paginya Yo Him dengan Sasana melanjutkan perjalanan mereka, berpisah dengan Kwie Losam.

Perjalanan yang diambil oleh Yo Him dan Sasana ke arah Barat, dan mereka kemudian mengambil arah ke Selatan. Mereka berdua memang tengah saling jatuh cinta, karenanya walaupun harus menghadapi berbagai kejadian dan peristiwa, namun ke duanya selalu bergembira dan bahagia.

Setiap ada kesempatan mereka beristirahat dan bercakap-cakap dengan intim, membicarakan masa depan mereka, terutama sekali perihal hubungan mereka berdua.

Pagi itu mereka berada di kaki gunung Lung-san di sebelah utara Hunan. Gunung yang tidak begitu tinggi, namun subur tanahnya dan pohon-pohon yang bertumbuhan di gunung tersebut tampak semarak sekali, lebar dengan daun-daunnya yang segar, menambah keindahan di tempat tersebut.

Walaupun hujan turun rintik-rintik, namun Yo Him bersama Sasana telah melakukan perjalanan mereka tanpa berhenti, karena mereka memang tengah asyik bercakap-cakap. Dan yang membuat mereka gembira melakukan perjalanan bersama-sama di saat hujan turun rintik-rintik seperti itu merupakan pengalaman yang mengasyikkan sekali buat mereka, di mana ke duanya tengah dilanda oleh api asmara.

Kuda mereka dibiarkan berjalan perlahan-lahan baik Yo Him maupun Sasana, berdua mereka seperti tidak mengacuhkan jatuhnya air hujan yang telah membasahi seluruh pakaian mereka.

Ke duanya tertawa-tawa gembira sambil bercakap-cakap.

“Koko. menurut cerita-cerita orang tua di Mongolia bahwa sepasang kekasih yang tengah memupuk jalinan cinta mereka di bawah tumpahan air hujan merupakan hal yang membahagiakan, karena memiliki arti tersendiri..... Kau tahukah akan cerita di Mongolia mengenai seorang kekasih yang berada di bawah curahan air hujan?!” tanya Sasana.

Sambil tersenyum Yo Him menggeleng.

“Dapatkah kau menceritakannya kepadaku perihal cerita itu, adikku?!” tanyanya.

“Menurut cerita-cerita orang tua di sana, sepasang kekasih yang tengah menjalin percintaan mereka dan mendadak turun hujan, maka itu berarti hubungan mereka diberkahi oleh para malaikat!” menjelaskan Sasana. “Dan kepercayaan akan hal itu memiliki dongengnya.

“Ribuan tahun yang lalu di padang pasir Mongolia sebelah selatan, hidup seorang pemuda yang sangat mencintai kekasihnya. Demikian juga sebaliknya, gadis yang dicintai pemuda itu, sangat menyayangi kekasihnya tersebut.....!”

Bercerita sampai di situ, Sasana melirik Yo Him dengan pipi berobah merah. Tetapi Yo Him hanya menatapnya sambil tersenyum.

“Lalu bagaimana adikku?” tanya Yo Him.

“Tetapi hubungan mereka memperoleh tentangan keluarga masing-masing. Keluarga si pemuda yang merupakan keluarga yang miskin tidak mengijinkan putera mereka, mencintai seorang gadis yang kaya raya, karena ayah gadis yang dicintai oleh pemuda itu memang merupakan orang terkaya di daerah mereka. Menurut orang tua si pemuda, jika saja si pemuda menikah dengan gadis hartawan itu niscaya kelak hidup si pemuda akan mengalami tekanan bathin yang hebat, yang akan membuat si pemuda bersengsara.”

Kembali Sasana melirik kepada Yo Him, sambil kemudian mendehem untuk melancarkan tenggorokannya yang terasa seperti tersumbat. Air hujan yang berbutir-butir di pipi dan bagian lainnya di wajah si gadis yang memang cantik, menambah kerupawanan si gadis bangsawan ini.

“Lalu si pemuda menuruti nasehat orang tuanya?” tanya Yo Him.

“Ya! Pemuda itu berada dalam dua pilihan. Dia tengah dalam kebingungan yang sangat. U-hauw (bakti) kepada orang tuanya dan menuruti nasehat mereka serta meninggalkan atau menjauhi gadis yang dicintainya atau memang dia itu telah menjadi juga seorang anak yang put-hauw (tidak berbakti) meneruskan hubungannya dengan gadis itu.

“Inilah yang membuat pemuda itu selama beberapa hari jadi berada dalam kebingungan yang tidak berkesudahan. Tidak enak makan tidak enak minum, tidak enak pula makan, tubuhnya cepat sekali mereyot menjadi sangat kurus.....!”

“Jika demikian pemuda itu tidak memiliki sifat kejantanan dan tidak memiliki ketegasan sama sekali!” kata Yo Him.

Sasana menghela napas.

“Kau tidak bisa berkata begitu, Koko..... Memang mudah memberikan penilaian dan pendapat, karena bukan kau sendiri yang mengalami peristiwa itu. Jika kau sendiri yang mengalami hal tersebut, kemungkinan besar kau akan bingung sama halnya seperti si pemuda yang tengah jatuh cinta itu.....!” kata Sasana dengan wajah yang cemberut.

Yo Him tersenyum,

“Mengapa kau harus marah seperti itu adikku? Bukankah itu hanya merupakan dongeng belaka dan bukan peristiwa yang terjadi sesungguh?!” kata Yo Him ketika melihat wajah kekasihnya yang cemberut memperlihatkan perasaan kurang senang.

“Walaupun hanya cerita dalam dongeng belaka, namun semua itu di dalamnya terkandung tamsil kemanusiaan yang mendalam.....!” kata Sasana tetap tidak senang, wajahnya yang cemberut itu tambah cantik dan manis saja, sehingga Yo Him menatapnya terus, sambil tersenyum.

“Jika kau dalam keadaan seperti itu, wajahmu tambah cantik dan manis, adikku!” kata Yo Him.

“Aku bukan sedang bergurau!” kata Sasana tambah tidak senang.

Diam-diam hatinya girang, namun gadis itu tetap memperlihatkan sikap tidak senang karena Yo Him seperti menyepelekan percintaan si pemuda dan si gadis Mongolia yang tengah diceritakannya, walaupun si pemuda dan si gadis yang tengah bercintaan itu hanya dalam dongeng belaka.

“Ya, sudahlah..... lalu bagaimana terusnya cerita itu? Apa yang dilakukan si pemuda yang tengah mabuk kepayang oleh cinta kasihnya yang terhalang itu?!” tanya Yo Him.

Tetapi Sasana menggeleng dengan mulut cemberut agak monyong dia bilang: “Tidak! Aku tidak mau menceritakannya lebih jauh! Bukankah kau sendiri tidak senang mendengarnya?!”

Melihat kekasihnya ngambek seperti itu, Yo Him tersenyum lebar, katanya: “Adikku yang manis, mengapa kau harus marah seperti itu?! Baiklah, aku berjanji akan mendengarkan baik-baik ceritamu...... nah, kau teruskanlah ceritamu......!”

Sasana melirik pada Yo Him, lalu dia menghentak tali kendali kudanya, ia melarikan kudanya agak cepat di bawah rintik-rintik butiran air hujan.

“Hei adikku yang manis, mau kemana kau?!” teriak Yo Him tertawa, dia tahu bahwa kekasihnya ini masih mengambul dan membawa adatnya karena mendongkol. Diapun telah menghentak tali kendali kudanya yang segera juga mencongklang berusaha mengejar kekasihnya tersebut.

Setelah melarikan kudanya beberapa saat, berhasil juga Yo Him berendeng di samping Sasana yang masih terus juga melarikan kuda tunggangannya. Namun terlihat jelas betapapun Sasana tidak bersungguh-sungguh dalam melarikan tunggangannya itu, karena dia telah melarikannya tidak begitu cepat, menyebabkan Yo Him dapat melarikan kudanya berendeng dengan kuda tunggangan si gadis.

Hanya saja Sasana masih tidak mau mengacuhkan Yo Him, sama sekali dia tidak melirik dan berdiam diri dengan wajah yang ditekuk cemberut. Kudanya tetap dilarikan, dia membawa sikap seperti tengah berusaha melarikan kudanya lebih cepat.

Menyaksikan hal itu Yo Him tersenyum, katanya bersungguh-sungguh untuk membujuk: “Adikku, maafkanlah jika memang aku salah bicara..... aku berjanji akan mendengarkan ceritamu baik-baik!”

Sasana melirik, tetapi dia masih melarikan terus kudanya.

“Apakah kau benar-benar akan menepati janjimu?” tanya Sasana masih melarikan terus kuda tunggangannya itu, sedangkan air hujan yang menyiram tubuhnya semakin besar seperti tidak diperdulikannya.

“Janji? Janji apa?!” tanya Yo Him heran.

Muka Sasana berobah, tambah cemberut saja dan lebih ngambek lagi, serunya: “Kau memang pemuda pembohong!” dan dia menghentak tali kendali kudanya, yang dilarikan lebih cepat lagi.

Yo Him kaget, dia sampai berseru dan cepat-cepat melarikan kudanya lebih cepat untuk mengejar. Diapun baru mengingatnya bahwa tadi dia telah berjanji untuk mendengarkan cerita kekasihnya baik-baik. Dan itulah yang disebut sebagai “janji” oleh si gadis Mongolia tersebut.

“Adikku! Adikku, kau dengarlah dulu!” berseru Yo Him sambil mengejar. “Aku berjanji akan menepati janjiku! Maafkanlah! Aku, kembali telah salah bicara padamu!” Sambil berseru begitu, Yo Him tetap mengejar, hatinya mengikuti dirinya sendiri, mengapa bisa jadi tolol seperti itu.

Memang Yo Him sendiri heran, berhadapan dengan kekasihnya ini, ia seringkali melakukan perbuatan-perbuatan yang “tolol” yang seharusnya tidak akan dilakukannya dalam waktu-waktu biasa. Dan entah mengapa, sering pula ia melakukan kesalahan-kesalahan yang sebenarnya tidak pernah dilakukannya. Pikirannya sering macet rasanya jika tengah berurusan dengan gadis yang dicintainya itu!

Setelah mengejar beberapa saat Yo Him masih belum berhasil menyandak kuda Sasana. Si gadis rupanya tengah mendongkol dan kini benar-benar ngambek sebab merasakan bahwa Yo Him ingin mempermainkannya.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar