Beruang Salju Bab 50 Kwie Losam, Pendekar Aneh!

Bab 50 Kwie Losam, Pendekar Aneh!
50 Kwie Losam, Pendekar Aneh!

Yo Him dan Sasana tersenyum mendengar nama orang ini yang cukup aneh. Tapi mereka tidak memperlihatkan sikap memandang enteng. Karena umumnya orang dengan keadaan seperti ini, yang dari matanya menunjukkan memiliki lweekang yang tidak rendah, dan juga namanya yang begitu aneh tidak seperti nama umumnya, maka mereka menduga tentunya orang tua ini adalah orang Kang-ouw yang, memiliki kepandaian tinggi dan sepak terjangnya cukup aneh, sehingga dia diberi julukan sebagai Kwie Losam.

Dan tentunya Kwie Losam ini pun merasa keberatan untuk memberitahukan siapa dirinya sebenarnya, di mana namanya tidak mau diberitahukannya. Tentunya dia memiliki kesulitan tertentu, sehingga Yo Him dan Sasana tidak mendesak lebih jauh.

“Tadi kudengar kalian ingin menuju ke kota raja, benarkah itu?!” tanya Kwie Losam lagi.

Yo Him mengengguk.

“Benar, Lopeh......!” menyahuti Yo Him.

“Jika begitu, kita memiliki tujuan yang sama, karena akupun memang ingin pergi ke kota raja. Jika boleh kuketahui, ada keperluan apakah kalian melakukan perjalanan dalam cuaca demikian buruk ke kota raja? Tentunya kalian memiliki urusan yang penting sekali di sana!”

Yo Him tersenyum.

“Hanya ingin menjenguk seorang sanak famili kami yang tengah menderita sakit berat..... Sebulan yang lalu kami telah menerima berita mengenai keadaannya. Itulah sebabnya kami cepat-cepat melakukan perjalanan untuk menjenguknya, walaupun keadaan cuaca demikian buruk,” berdusta Yo Him.

Orang tua itu mengangguk. Walaupun dia meragukan alasan yang diberikan oleh Yo Him, dia tidak melanjutkan lebih jauh mendesak pemuda itu.

“Ada yang ingin kukatakan kepada kalian!” kata Kwie Losam kemudian sambil menguap. “Seperti kalian ketahui, bahwa melakukan perjalanan darat untuk mencapai kota raja, kita harus melewati penyeberangan itu. Begitu juga orang-orang dari utara yang herdak pergi ke selatan juga harus mempergunakan penyeberangan ini.

“Dengan demikian daerah penyeberangan di tepi sungai Huang-ho ini selalu ramai hiruk pikuk oleh orang-orang yang menuju ke selatan atau juga sebaliknya. Tetapi, apakah kalian pernah mendengarnya, bahwa menuju ke selatan, terpisah tigapuluh lie dari daerah penyeberangan ini, tempat itu tidak aman dan banyak perampok yang kejam dan telengas?!”

Yo Him mengawasi orang tua itu.

“Perampok yang kejam dan bertangan telengas?!” tanya Yo Him menegasi. “Siapakah mereka itu, Lopeh?!”

“Aku sendiri baru mendengarnya belakangan ini, karena menurut orang-orang yang pernah mengalami perampokan di tempat itu, para perampok tersebut baru tiga tahun menguasai daerah itu. Yaitu sejak berhasilnya orang-orang Mongolia menguasai negeri kita, di mana orang-orang Boan itu berkuasa. Daerah itu merupakan daerah runtuhan peperangan, korban dari lintasan pasukan tentara Mongolia.

“Dengan demikian di tempat yang seperti itu, para perampok itu menghimpun kekuatan. Dan walaupun sekarang negeri bukan dalam keadaan perang, tokh dalam keadaan aman ini orang yang berlalu di daerah itu jadi diliputi perasaan takut dan gelisah, karena mungkin saja terjadi, mereka akan dibegal di tengah jalan dan akhirnya membuang jiwa dengan percuma......!”

Yo Him tersenyum.

“Terima kasih atas peringatan Lopeh....!” kata Yo Him. “Kami berdua akan berlaku lebih hati-hati dan waspada.....!”

Kwie Losam telah tersenyum.

“Aku sendiri tengah bingung juga, jika nanti salju telah meredah dan bisa mempergunakan tempat penyeberangan itu, di mana aku dapat meneruskan perjalananku ke Selatan, aku kuatir justru mereka akan mengganggu diriku!”

“Jika memang demikian, apakah Lopeh tidak keberatan untuk melakukan perjalanan bersama kami? Sedikitnya kami pernah mempelajari ilmu silat, dan jika memang mereka akan mengganggumu, kami bisa melindungimu......!”

Orang tua itu mengangguk.

“Aku telah melihat pedang di pinggang kalian masing-masing, aku mengetahui, kalian pendekar-pendekar muda yang budiman tentunya. Dan dengan membawa pedang di pinggang kalian masing-masing, tentunya ilmu silat kalian juga tidak rendah..... Memang menggembirakan sekali jika saja aku bisa melakukan perjalanan bersama-sama kalian, karena dengan adanya kalian bersamaku, tentunya sepotong jiwa tuaku ini bisa dilindungi dari tangan telengas para pembegal kejam itu.....!!”

Yo Him tersenyum, diapun bilang untuk menghibur orang ltua itu, “Lopeh tidak perlu kuatir, karena kami akan melindungimu! Inilah benar-benar tidak kami sangka sebelumnya, di saat negeri mulai berangsur aman, di daerah itu timbul perkumpulam pembegal yang ganas seperti itu. Berarti rakyat di daerah itu mengalami kesengsaraan dua kali!

“Pertama kali kami bersengsara karena peperangan, dan kesengsaraan ke dua kalinya karena perbuatannya sebagai para pembegal itu. Demikian, tentunya para pembegal itu tidak boleh dibiarkan saja dengan perbuatan jahat mereka, dengan adanya mereka di daerah itu, tentunya para saudagar akan jeri melakukan perjalanan.....

“Ini bisa mengganggu perdagangan di sekitar tempat itu pula. Berarti akan membuat rakyat di daerah tersebut lebih menderita lagi, karena dengan sedikitnya jumlah barang yang tersedia, harga yang diminta oleh para pedagang di sana jauh lebih mahal lagi.

Orang tua itu, Kwie Losam, tertawa sambil menganggukkan kepalanya beberapa kali, dia bilang: “Tepat! Tepat! Jika saja aku memiliki kepandaian silat tentu aku akan pergi menumpas para begal itu!” Bersemangat sekali waktu Kwie Losam berkata begitu.

Yo Him menghela napas.

“Kerajaan Boan telah berhasil meruntuhkan negara Song kita, merekapun kini telah berkuasa penuh, tetapi mengapa pembesar setempat tidak cepat-cepat berusaha memulihkan keamanan di tempat tersebut?!”

“Inilah yang ingin kukatakan! Para tentara Boan yang telah menang perang, sekarang hanya menjadi babi-babi yang gembul perutnya. Mereka itu hanya kepandaiannya makan dan menilai barang-barang berharga, merampas milik rakyat yang mereka inginkan. Itupun disebut sebagai perampokan secara terselubung!

“Hemmm, mereka mana mau mengurusi keamanan di daerah itu, bukankah yang bersengsara bukan rakyat Boan? Bukankah yang menderita hanyalah rakyat jajahan itu? Untuk apa mereka bersusah payah, untuk menindas perampokan-perampokan di daerah menumpas bersih para pembegal tersebut?!”

Yo Him mengangguk, dia anggap beralasan juga perkataan orang tua itu.

“Siapakah pemimpin dari pembegal-pembegal di daerah itu, Lopeh?!” tanya Yo Him kemudian.

“Menurut apa yang kudengar, pembegal-pembegal di sana telah dihimpun dan diketuai oleh seorang jago Gwa-khe, yaitu seorang ahli ilmu luar, yang memiliki tenaga seribu kati. Dengan mengandalkan kepandaiannya yang tinggi, pemimpin pembegal itu telah bertindak sebagai seorang raja kecil di tempat itu......

“Dia bergelar To-eng-sian (Golok Rajawali Dewa). Mengenai namanya masih belum diketahui, karena semua orang hanya mengetahui gelarannya itu dan jarang yang mengetahui nama pimpinan begal tersebut.....”

Yo Him baru sekali ini mendengar To-eng-sian, dia mengerutkan alisnya. Di saat rakyat baru saja terlepas dari kesengsaraan karena peperangan, justru di daerah itu muncul pembegal-pembegal yang telengas dan kejam itu, menambah penderitaan rakyat di daerah tersebut yang belum lagi sembuh dan pulih.

Sasana juga telah berkata kepada Yo Him, “Jika demikian, nanti kalau kita lewat di daerah itu baiklah kita sekalian menumpas mereka!”

Yo Him mengangguk, diapun telah menoleh kepada Kwie Losam, sambil katanya: “Lopeh aku tidak berjanji kepadamu untuk membasmi perampok itu, tetapi kami akan berusaha untuk menumpasnya. Syukur jika memang usaha kami nanti berhasil dengan baik! Itu memang sudah menjadi tugas kami....!”

Orang tua itu, Kwie Losam telah tertawa.

“Tetapi Yo Siauwhiap, engkau harus hati-hati, jumlah pembegal itu besar sekali, mungkin ribuan orang. Jika memang engkau hanya mau menjaga diri dan berusaha menghindar dari mereka, dengan mengandalkan kepandaianmu mungkin masih bisa. Tetapi jika engkau berkeinginan untuk menumpas mereka, dengan hanya kalian berdua saja, kukira..... kukira ini sama saja dengan kalian mengantarkan jiwa kalian ke liang maut......!”

Yo Him tersenyum, dia tidak tersinggung. Orang tua ini tidak yakin bahwa dia akan dapat menghadapi para pembegal itu.

Tak lama kemudian, pelayan telah mengantarkan makanan dan arak. Makanan di rumah penginapan ini ternyata cukup baik, araknya pun sedap dan wangi. Untuk mengurangi serangan hawa dingin, Sasana telah ikut meminum dua cawan arak, sedangkan Yo Him perlahan-lahan menghabiskan tiga cawan arak.

Orang itu, Kwie Losam, juga telah ikut minum bersama mereka. Mereka bertiga telah bercakap-cakap membicarakan banyak hal. Terutama tentang keramaian di tempat penyeberangan Hong-leng-touw di tepi sungai Huang-ho ini.

Selama bercakap-cakap seperti itu, Yo Him juga memperhatikan keadaan orang tua tersebut. Dia memperoleh kesan, bahwa orang tua ini seperti juga hendak menyembunyikan dirinya, untuk menutupi keadaannya yang sebenarnya. Karena waktu orang tua itu, Kwie Losam mengangkat cawannya, cara dia mengulurkan tangannya dan mengangkat cawan itu, tampak jelas merupakan seorang ahli silat yang memiliki kepandaian tinggi sekali, karena arak di dalam cawan itu sama sekali tidak bergerak, walaupun cawan itu diambil seenaknya dengan gerakan yang cepat.

Karena dari itu, Yo Him diam-diam juga berwaspada, karena dia kuatir kalau-kalau orang tua ini hanya pura-pura memberikan cerita mengenai pembegal-pembegal di seberang penyeberangan itu, padahal dia sendiri yang mengandung maksud buruk. Tentunya dia merupakan seorang jago yang liehay ilmunya dan tidak mau berterus terang dengan keadaannya.

Waktu itu Yo Him telah mengundang Kwie Losam untuk ikut dahar beberapa makanan, dan Kwie Losam memang tidak menampiknya. Sekarang giliran Yo Him menanyakan perihal orang tua itu.

Kwie Losam bercerita, bahwa dia sesungguhnya seorang tabib, tetapi dia menegaskan bahwa dialah seorang tabib rudin yang tidak memiliki harta dan rumah, hanya berkeliling dari daerah yang satu ke daerah lainnya mencari sesuap nasi.

Sungguh tidak beruntung juga buat Kwie Losam ini. Menurut dia kepandaian ilmu ketabibannya itu juga dipelajarinya tidak sempurna, sehingga banyak orang-orang yang menderita penyakit aneh-aneh tidak bisa disembuhkannya. Karena dari itu, selamanya juga aku jadi si tabib rudin yang pernah memperoleh keberuntungan, dan tidak pernah berhasil untuk memiliki sejumlah uang yang berarti, karena jarang orang berani mempercayai aku untuk mengobati seorang sahabat atau sanak famili mereka untuk berobat padaku......

“Akhirnya aku jadi masgul dan sebal sendirinya, akupun meninggalkan pekerjaanku sebagai tabib dan kerjaku sekarang ini hanya berkelana ke sana ke mari tanpa tujuan dan pekerjaan.....

“Karena dari itu aku bermaksud untuk pergi ke kota raja untuk mengadu untung di sana. Siapa tahu, peruntunganku di sana jauh lebih baik, sehingga aku bisa membuka kembali praktek sebagai tabib. Dan juga mudah-mudahan saja, penyakit yang diderita oleh orang-orang di kota raja itu tidak terlalu aneh-aneh, dan aku dapat menyembuhkannya, sehingga pekerjaanku ini dapat berjalan lancar......!”

Yo Him tersenyum mendengar cerita Kwie Losam. Hati kecilnya sulit menerima cerita itu karena dia melihat tidak ada tanda-tandanya sedikitpun juga, Kwie Losam memiliki potongan sebagai seorang tabib. Tetapi Yo Him tidak mau menanya rewel dan melit-melit, dia hanya mengiyakan saja.

Begitulah, mereka telah meneruskan makan dan minum, dan arak memang bisa membantu mereka untuk menghangati tubuh dari serangan hawa dingin. Perapian di tengah-tengah ruangan juga masih menyala dengan baranya yang marong......

Di antara para tamu-tamu yang berkumpul di tempat itu ada yang telah melenggut-lenggut hendak tertidur oleh kantuknya yang tidak tertahankan lagi. Sedangkan salju yang turun masih saja deras, tampaknya sampai besok pagi juga salju tidak akan berhenti turun atau meredah.....

Waktu itulah, di luar rumah penginapan telah datang lima orang penungggang kuda. Mereka adalah lima orang lelaki yang bertubuh tinggi besar. Bersama mereka juga terdapat sebuah joli yang dihias indah yang digotong oleh dua orang lelaki bertubuh tinggi tegap. Di dalam joli itu duduk seorang nyonya setengah baya yang wajahnya masih cantik dan pakaiannya serta perhiasannya reboh bukan main.

Pengurus rumah penginapan telah menyambut mereka untuk menyampaikan penyesalan pada tamu-tamunya ini yang tidak bisa diluluskan permintaannya untuk kamar-kamar yang mereka pesan, karena telah penuh.

Tetapi salah seorang di antara ke lima penunggang kuda itu, yang berewokan, telah menepuk meja dengan keras dan galak, sehingga semua tamu telah mengawasi kepadanya, memandang jemu padanya. Begitu juga tamu-tamu yang sebelumnya telah melengut-lengut tertidur, akibat tepukan keras pada meja, telah terbangun. Mereka jadi memandang tidak senang kepada lelaki kasar itu.

“Ada atau tidak kamar buat kami, kau harus menyediakan dan mempersiapkannya, Ciang-kui! Hemmm, jika kau gagal menyediakan empat buah kamar kelas satu buat kami, hemmm hemmm, ini!”

Dan sambil berkata: “Ini!” tangannya telah ditempelkan pada lehernya, dia memperlihatkan gerakan seperti menggorok leher. Berarti lelaki berewok itu telah mengancam Ciang-kui tersebut akan digorok lehernya atau dibunuh kalau saja pengurus rumah penginapan itu gagal mempersiapkan kamar untuk mereka.

Ciang-kui itu melihat orang demikian galak dan mukanya bengis. Jumlahnya mereka juga tampaknya banyak, dan wanita di dalam joli itu juga rupanya bukan wanita sembarangan, seperti isteri seorang pembesar, maka dia jadi ketakutan. Dia telah membungkukkan memberi hormat dalam-dalam sambiI katanya,

“Sungguh menyesal sekali..... benar-benar menyesal sekali...... Memang semua kamar telah penuh. Jika memang masih ada, tokh tidak mungkin kami menampik kunjungan tuan-tuan tamu yang memang setiap hari kami harapkan!!”

“Hemm, kami tidak mau perduli apakah kamar telah terisi penuh atau tidak! Yang penting, kau harus mempersiapkan empat buah kamar kelas satu buat kami! Jika memang perlu, kau usir keluar penghuni ke empat kamar itu. Jika mereka marah biar nanti kami yang menghajar mereka. Cepat laksanakan!”

Ciang-kui itu jadi serba salah. Dia telah membungkuk berulang kali sambil katanya: “Mana boleh begitu..... mereka telah datang terlebih dulu, mereka juga membayar.....!”

Tetapi baru saja Ciang-kui itu berkata demikian, orang berewokan dan mukanya kasar itu menepuk meja lagi dengan sikapnya yang bengis, dia membentak: “Mereka membayar, akupun membayar dengan uang. Bahkan kami akan membayar berlipat besar dari pembayaran mereka! Cepat kau siapkan kamar untuk kami!”

Benar-benar pengurus rumah penginapan itu jadi bingung dan sibuk sendirinya. Dia berusaha memberikan pengertian kepada tamu-tamunya ini.

Tetapi rupanya orang tertubuh tinggi tegap berewokan itu tidak mau mendengar ocehan si pengurus rumah penginapan. Tahu-tahu tangannya telah menjambret baju si pengurus rumah penginapan, diiringi bentakannya: “Kau mau melaksanakan perintah kami atau tidak?”

Pengurus rumah penginapan itu tambah ketakutan. Dia meringis dengan muka yang pucat pias, dia juga merasakan dadanya sakit sekali, karena cengkeraman lelaki berewok itu bagaikan jari-jari tangannya itu jepit besi saja.

“Oh tuan tamu, jangan marah. Aku mau saja untuk berusaha membujuk para tamu-tamu itu agar mereka mengalah...... Tetapi aku tidak berani berjanji akan memenuhi keinginan tuan-tuan tamu...... Lepaskanlah dulu cengkeramanmu ini..... aku...... aku akan pergi membujuk mereka!!”

“Cepat pergi usir keluar semua tamu-tamu itu!” bentak lelaki berewok itu sambil mendorong tubuh si pengurus rumah pinginapan itu. Dorongan yang dilakukannya itu bukanlah dorongan yang ringan, karena begitu didorong begitu tubuh si pengurus rumah penginapan tersebut terjungkal bergulingan di lantai. Waktu dia bangun merangkak berdiri, maka di keningnya telah tambah sebuah “telur” dan hidungnya mengucurkan “kecap merah” yang cukup banyak.

Bukan main mendongkol dan gusarnya si pengurus rumah penginapan atas sikap kasar tamu-tamunya itu. Dia menahan kemendongkolannya itu, karena dia juga merasa takut dan jeri untuk wajah orang yang bengis, tubuhnya yang tinggi besar dan tenaganya yang begitu kuat..... Dia telah mengeloyor untuk masuk ke dalam.

Sedangkan lelaki berewok itu telah memperdengarkan suara tertawa dingin, tangannya mengebut bunga-bunga salju yang melekat di pakaiannya. Ke empat kawannya juga telah melompat turun dari kuda masing-masing. Salah seorang di antara mereka menggapai tangannya memanggil pelayan.

Seorang pelayan dengan sikap ketakutan, setengah berlari menghampiri. Dia telah melihat Ciang-kui nya tadi “dihajar” oleh salah seorang dari tamunya, maka dia jadi jeri, kalau-kalau diapun akan menerima “hajaran” dari tamunya itu. Dia tidak berani berayal sedikitpun juga dan telah menyambuti ke lima ekor kuda itu untuk diurus.

“Setelah itu, cepat kau siapkan makanan dan arak untuk kami!” kata lelaki berewok itu. Diapun telah merogoh sakunya, dia mengeluarkan sebuah pecahan uang emas, dan lemparkan ke lantai, itulah kepingan uang emas bernilai limabelas tail! “Ambil untukmu!”

Pelayan itu jadi memandang dengan mulut terbuka lebar. Dia berdiri seperti patung, karena tidak percaya apa yang didengarnya. Namun setelah tersadar, dia bertanya gaga-gugu: “Apakah..... apakah uang itu untuk perhitungan nanti, toaya?'“ tanyanya.

“Bukan, untuk kau! Ambil, aku menghadiahkannya untukmu! Tetapi kau harus merawat kuda kami baik-baik!”

Pelayan itu merasakan kakinya lemas karena terlalu girang bukan main. Betapa tidak. Limabelas tail emas! Itulah jumlah uang yang tidak sedikit! Limabelas tail mungkin cukup untuk tinggal selama seminggu di rumah penginapan ini mengambil kamar kelas satu dan makan minum yang lezat.

Namun sekarang, tamu ini justru telah menghadiahkannya uang sebesar itu. Bukan kepalang kaget, girang, takjub dan heran, sampai pelayan itu menganggap kupingnya yang salah dengar.

“Mengapa kau tidak cepat-cepat menerimanya?” bentak lelaki berewok itu ketika melihat lagak si pelayan yang seperti orang yang kehilangan semangat dan bloon. “Atau memang hadiah yang kuberikan itu masih kurang?!”

Pelayan itu segera juga menyambar uang itu, dia telah mencekal kuat-kuat, dia menekuk ke dua kakinya mengucapkan terima kasihnya. Karena terlalu girang, dia bukan hanya sekedar memberi hormat mengucapkan terima kasih, tanpa segan-segan dia berlutut di depan tamunya, benar-benar terbuka tangannya..... Lalu dia cepat-cepat membawa ke lima ekor kuda tunggangan tamunya, untuk dirawat dengan baik, lebih istimewa dari kuda-kuda tamu lainnya.

Sedangkan ke lima lelaki itu telah berdiri berbaris di depan pintu masuk rumah penginapan. Sikap mereka jadi menghormat sekali ketika membungkuk ke arah joli indah itu, yang telah diturunkan oleh ke dua penggotongnya. Yang masing-masing berdiri di sisi joli tersebut.

“Silahkan Hujin turun untuk beristirahat.....!” kata lelaki berewok itu, suaranya menghormat sekali.

Tirai joli itu telah disingkap dan keluarlah wanita setengah baya, pakaiannya reboh dengan segala macam perhiasan itu. Dia melangkah perlahan-lahan masuk ke dalam rumah penginapan. Langkah kakinya ringan.

Yo Him dan Sasana jadi terkejut. Yo Him yang telah melihatnya lebih dulu. Setiap kali melangkah, kaki wanita itu telah melesak ke dalam lantai sedalam beberapa dim. Setiap kali dia mengangkat kakinya, maka di lantai itu telah ditinggalkannya bekas tapak kakinya, yang legok beberapa dim dalamnya! Itulah lweekang kelas tinggi yang sulit dicari duanya.

Dan keluar biasaan yang menakjubkan itu belum lagi berakhir. Justru ke dua penggotong joli itu, yang berjalan di belakang si wanita yang rupanya adalah junjungannya, telah berjalan dengan sepasang kaki diseret-seret. Lantai yang semula telah legok dalam oleh tindakan kaki si wanita, telah tersapu rata kembali, seperti semula dan tidak terlihat tanda-tanda rusak!

Itulah pertunjukan yang luar biasa sekali! Bagi orang-orang yang tidak mengerti ilmu silat, mungkin mereka beranggapan wanita itu tengah memperlihatkan suatu permainan ilmu sihir saja. Namun buat Yo Him dan Sasana, itulah pertunjukan yang mengejutkan hati.

Bukan hanya wanita setengah baya itu saja yang memiliki lweekang yang tinggi dan kesempurnaan seperti itu. Karena ke dua penggotong joli itu, yang bisa memulihkan lantai jadi tidak legok dan rata kembali dengan mempergunakan sepasang telapak kaki mereka yang digeser, merupakan pertunjukan yang juga cukup hebat, lweekangnya pun telah cukup tinggi!

Diam-diam Yo Him jadi menaruh perhatian penuh kepada tamu-tamu istimewa yang baru datang ini, karena tampaknya mereka bukan orang sembarangan dalam Rimba Persilatan.

Sedangkan Kwie Losam sendiri sejak kedatangan tamu-tamu istimewa, yang galak itu, bola matanya tidak hentinya telah mencilak-cilak mengawasi tajam. Namun setelah si wanita di dalam joli turun dan masuk ke dalam rumah penginapan, di ruang tengah itu, dia menundukkan kepalanya dan pura-pura sibuk dengan makanannya......

Hanya Yo Him melihatnya. Sekali-kali Kwie Losam telah melirik kepada si wanita yang telah duduk di sebuah kursi yang dibawakan seorang pelayan.

Ke lima lelaki bertubuh tinggi besar, bersama ke dua orang penggotong joli itu, telah berdiri berbaris di belakang si wanita setengah baya tersebut. Mereka mengawasi semua orang di dalam ruangan dengan sorot mata yang tajam dan wajah yang bengis.

Sedangkan wanita setengah baya itu juga telah menyapu seluruh ruangan dengan sorot mata berkilat. Bibirnya tersenyum sedikit, tetapi senyumnya itu lenyap ketika sorot matanya jatuh pada diri Sasana dan Yo Him. Mukanya berobah sedikit, lalu dia mendehem.

Seorang penggotong joli yang berdiri di sebelah kanan telah menunduk mendekatkan telinganya. Wanita setengah umur itu membisikkan sesuatu, dan penggotong joli itu mengangguk-angguk beberapa kali dengan matanya melirik kepada Sasana dan Yo Him.

Yo Him dan Sasana yang melihat hal itu telah tidak mengawasi lebih jauh. Mereka kuatir jika memang mereka mengawasi terus, walaupun mereka memang tidak mengandung maksud tertentu, dikuatirkan akan terjadi bentrokan.

Waktu itu penggotong joli yang dibisiki wanita setengah baya tersebut telah melangkah menghampiri Yo Him dan Sasana. Mereka mengawasi si penggotong joli itu, yang ketika tiba di hadapan mereka, si penggotong joli itu berkata dengan sikap yang kasar: “Kalian dipanggil oleh majikan kami!”

Yo Him mengerutkan alisnya. Walaupun wanita setengah baya itu seandainya seorang isteri pembesar, tidak dapat dia mengundang secara kasar begitu. Maka Yo Him setelah melirik sejenak pada Sasana, lalu pura-pura tuli, membuang pandang ke arah lain. Seperti juga tidak mengetahui bahwa penggotong joli itu tengah bicara kepada mereka. Sedangkan Sasana juga telengos dan pura-pura membetulkan anak rambutnya yang turun ke mukanya.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar