Beruang Salju Bab 36 Firman Penangkapan Pangeran Ghalik

Beruang Salju Bab 36 Firman Penangkapan Pangeran Ghalik
36 Firman Penangkapan Pangeran Ghalik

Pangeran Ghalik sendiri telah berpakaian sebagai rakyat jelata untuk menghindarkan perhatian dari orang di sepanjang jalan. Terlebih lagi perjalanan menuju ke kota raja memang dilakukan mereka dengan cepat, jika tidak perlu tentu mereka tidak beristirahat. Kalau memang kuda-kuda mereka telah lelah dan juga para penunggangnya itupun letih sekali, barulah mereka singgah di suatu tempat untuk beristirahat. Adalah keinginan pangeran Ghalik, untuk tiba di kotaraja dalam waktu yang secepat-cepatnya, agar dapat melaporkan segalanya peristiwa yang terjadi pada Kaisar. Yang terutama sekali pangeran Ghalik kuatir kalau Tiat To Hoat-ong dapat tiba terlebih dulu di kota raja, sehingga Koksu itu bisa lebih dulu memberikan laporan palsu memfitnah pangeran Ghalik.

Di kota Kiu-san-kwan mereka beristirahat di sebuah rumah penginapan yang cukup bagus bertingkat dua. Mereka mengambil empat buah kamar. Pangeran Ghalik bersama para pengiringnya yang terdiri dari Hek Pek Siang-sat mengambil sebuah kamar yang besar, sedangkan Yo Him memperoleh sebuah kamar dan Sasana pun sebuah kamar. Sedangkan ke enam orang pahlawannya pangeran Ghalik memperoleh sebuah kamar juga. Mereka bermaksud untuk bermalam satu malaman di kota ini untuk melepaskan lelah karena besok menjelang fajar mereka segera akan melanjutkan perjalanan mereka.

Namun malam itu telah terjadi suatu peristiwa. Waktu itu pangeran Ghalik dan Hek Pek Siang-sat belum lagi tidur, dan mereka tengah merundingkan untuk menghadapi Tiat To Hoat-ong, jika memang kelak mereka telah berdekatan dengan kota raja, karena pangeran Ghalik yakin, Tiat To Hoat-ong pasti akan menempatkan orang-orangnya untuk menghadang mereka di tengah jalan.

Waktu pangeran Ghalik tengah membicarakan segala sesuatu rencananya itu untuk menghadapi Tiat To Hoat-ong, di luar rumah penginapan terdengar suara tambur yang dipukul nyaring sekali.

Seorang pelayan telah mengetuk pintu kamar pangeran Ghalik.

“Apakah toaya bisa memberitahukan bersama kalian terdapat pangeran Ghalik?” pelayan itu bertanya waktu Pek Siang-sat membuka pintu kamar.

Muka Pek Siang-sat jadi berubah, dia terkejut dan heran pelayan itu mengetahui bersamanya ada pangeran Ghalik.

“Siapa kau?” bentak Pek Siang-sat sambil menjambak baju di dada si pelayan yang dicengkeramnya dengan kuat. “Darimana kau mengetahui bersama kami ada pangeran Ghalik?”

“Ampun Toaya..... aku... aku hanya diperintah oleh taijin di bawah itu...... Taijin itu mengaku dirinya datang dari istana Kaisar di kotaraja mencari pangeran Ghalik.”

Muka Pek Siang-sat jadi berubah, dia melepaskan cengkeramannya. Kemudian menutup pintu kamar melaporkan segalanya pada pangeran Ghalik.

Pangeran Ghalik sendiri jadi heran dan kaget. Heran karena adanya utusan Kaisar yang datang mencarinya, sehingga dia ingin menduga apakah Kaisar telah menerima laporan Tiat To Hoat-ong?

Dan juga dia kaget karena menduga tentunya utusan Kaisar itu tidak mengandung maksud baik padanya. Jika memang utusan Kaisar itu datang untuk menyambut dirinya atas perintah Kaisar, jelas akan membawa pasukan dan penyambutan tidak dilakukan di rumah penginapan seperti sekarang ini.

“Pergi kau tanyakan dulu siapa pembesar yang menjadi utusan Kaisar!” kata pangeran Ghalik kemudian pada Pek Siang-sat.

Pek Siang-sat mengiyakan, segera dia meninggalkan kamar itu. Sedangkan Hek Siang-sat telah bersiap-siap berdiri di samping pangeran Ghalik, untuk menjaga segala kemungkinan guna melindungi junjungannya ini kalau terjadi hal yang tidak diinginkan.

Sedangkañ keenam pahlawannya pangeran Ghalik telah mendengar ribut-ribut, segera keluar dari kamar mereka. Dan juga mereka telah bersiap-siap berdiri di samping junjungan mereka. Untuk menjaga suatu kemungkinan yang tidak mereka inginkan.

Pangeran Ghalik telah menoleh kepada salah seorang pahlawannya itu, katanya: “Pergi kau memanggil Kuncu dan Yo kongcu!”

Pahlawan itu mengiyakan, dia pergi memanggil Sasana dan Yo Him, yang telah datang dengan cepat.

Belum lagi pangeran Ghalik sampai menceritakan suatu apapun pada Sasana, Pek Siang-sat telah kembali dengan wajah yang guram.

“Yang datang berkunjung Sim Thaykam dari istana, pangeran!” melapor Pek Siang-sat.

Muka pangeran Ghalik berubah. Sim Thaykam atau, orang kebiri she Sim itu, yang biasanya dipanggil dengan sebutan Sim Kong-kong merupakan Thaykam yang selalu mendampingi kaisar dan juga orang kepercayaan Kaisar. Sekarang thaykam itu menemuinya di rumah penginapan, inilah urusan luar biasa dan jarang terjadi.

“Malah..... Sim Thaykam..... membawa firman!” melapor Hek Siang-sat lebih jauh.

“Hmm membawa firman?” tanya pangeran Ghalik yang perasaannya semakin tidak tenang.

Pek Siang-sat membenarkan.

“Sim Thaykam perintahkan agar pangeran segera keluar menyambut firman!” kata Pek Siang-sat lebih jauh.

Pangeran Ghalik menghela napas, kemudian dia menggumam: “Hmm, jika dilihat demikian, tentunya Tiat To Hoat-ong telah mendahului kita tiba di kotaraja.....!” Tetapi pangeran Ghalik dengan langkah lebar telah keluar dari kamar itu.

Ketika dia tiba di ruang bawah, benar saja dilihatnya Sim Thaykam tengah berdiri megah dengan sikap yang keagung-agungan, di pinggir kiri kanannya tampak dua orang Thaykam muda yang masing-masing memegang sebuah tambur berukuran tidak begitu besar.

Pangeran Ghalik segera menghampiri Thaykam itu, dia telah membungkukkan tubuhnya menjura kepada Sim Thaykam, katanya: “Ada perintah apakah dari Kaisar sampai Sim Kong-kong menemuiku ke mari?”

Tetapi muka Sim Thaykam tetap dingin karena dia hanya memperlihatkan senyuman ketus dan matanya memandang tajam sekali. Berbeda dengan sebelumnya, di mana Sim Thaykam sangat menghormati pangeran Ghalik. Karena jika ingin dibanding-bandingkan, pangkat Sim Thaykam tidak berarti banyak buat seorang pangeran yang memiliki kekuasaan yang sangat besar terhadap angkatan Perang Mongolia seperti pangeran Ghalik.

“Apakah kau tidak mau segera berlutut untuk menerima firman Kaisar?!” bentak Sim Thaykam dengan suara yang dingin.

Tentu saja hal ini tidak diduga oleh pangeran Ghalik, bahwa Sim Thaykam akan bersikap kurang ajar seperti itu padanya.

“Hmm, menerima firman Kaisar?!” tanya pangeran Ghalik dengan suara yang dingin juga tidak senang oleh sikap Thaykam tersebut. “Baik! Mengenai penerimaan firman aku tentu mengetahui caranya harus bagaimana, kukira tidak perlu Sim Kong-kong menjelaskan lagi kepadaku.....! Tapi sekarang yang ingin kutanyakan kepada Sim Kong-kong, apakah demikian sikap seorang Thaykam yang tengah berhadapan dengan seorang Panglima Terbesar dari seluruh angkatan perang?”

Sim Thaykam memperdengarkan suara mendengus dingin, katanya: “Panglima Terbesar dari seluruh angkatan?” katanya dengan suara yang tawar sekali, dan berulang kali mendengus tertawa dingin, baru kemudian melanjutkan perkataannya lagi, “Firman kaisar akan segera dibaca, berlututlah!”

Membarengi dengan perkataan Sim Thaykam, segera juga ke dua orang Thaykam muda berdiri di sisi kiri dan kanan Sim Thaykam telah memukul tambur mereka, suaranya bertalu-talu nyaring sekali.

Sedangkan Sim Thaykam telah mengeluarkan segulungan kertas, diangkat tinggi-tinggi, teriaknya dengan suara yang lantang: “Firman Kaisar akan segera dibacakan. Harap diterima sebagaimana layaknya!”

Walaupun mendongkol dan gusar, tokh pangeran Ghalik tidak berani main-main dengan firman Kaisar. Dia telah menekuk ke dua kakinya berlutut untuk menerima Firman.

Segera juga Sim Thaykam telah membacakan firman itu dengan suara yang nyaring!

“Kaisar telah memutuskan seluruh kekuasaan yang berada di tangan Pangeran Ghalik diambil alih keseluruhannya sampai persoalannya dapat diselesaikan. Dan pangeran Ghalik, diperintahkan untuk segera menghadap ke istana.

Firman ini dikeluarkan untuk menjaga keamanan negara dan jika pangeran Ghalik menolak firman ini akan segera diambil tindakan yang jauh lebih tegas lagi.”

Lantang dan nyaring sekali suara Thaykam itu, sedang tubuh pangeran Ghalik yang tengah berlutut itu bergemetaran. Walau di dalam firman tersebut tidak disebut-sebut mengenai salah dan dosanya pangeran tersebut, tapi jelas dengan dicopot seluruh kekuasaannya oleh Kaisar, untuk selanjutnya dirinya akan mengalami peristiwa yang tidak menyenangkan......!

Sim Thaykam waktu itu telah berkala lagi: “Dan kami harap pangeran bersedia untuk ikut bersama kami tanpa menimbulkan kerusuhan!”

Muka pangeran Ghalik berubah pucat. Diapun mendongkol dan penasaran bukan main, karena seumur hidup dia berjuang bersungguh-sungguh untuk negeri dan Kaisar, bahkan atas usahanya, Mongolia kini pun telah berhasil menduduki Tiong-goan.

Semua itu merupakan jasanya yang tidak kecil karena pangeran Ghalik berhasil untuk mengadu domba para jago-jago daratan Tiong-goan disamping itupun berhasil mempengaruhi para pembesar Kerajaan Song, sehingga mereka bersedia bekerja untuk Mongolia yang akhirnya membawa keruntuhan untuk kerajaan Song tersebut.

Tapi sekarang, justru pangeran Ghalik telah difitnah oleh Tiat To Hoat-ong, di mana Kaisar begitu saja mengambil keputusan mempercayai laporan palsu Tiat To Hoat-ong. Betapa urusan ini membuat pangeran Ghalik jadi penasaran bukan main.

Sim Thaykam yang melihat pangeran Ghalik hanya berlutut berdiam diri dengan muka yang pucat, segera berkata lagi: “Pangeran Ghalik, ini adalah perintah Kaisar engkau benar-benar hendak membangkang?”

Pangeran Ghalik bangkit dengan lesu, tanyanya: “Sesungguhnya Sim Kong-kong, apa dosa dan kesalahanku, sehingga Kaisar mengeluarkan firman seperti itu....?”

“Itu akan kau ketahui jelas jika telah bertemu dengan Kaisar..... sekarang kau harus ikut bersamaku untuk kembali ke kotaraja.....!”

“Tunggu dulu Sim Kong-kong, apakah memang Kong-kong dapat menjelaskan...... semua ini mungkin disebabkan oleh Koksu yang telah kembali ke kota raja! Bukankah begitu?” kata pangeran Ghalik lagi.

Sim Thaykam tersenyum tawar, sikapnya sinis sekali, dia menyahuti, “Untuk urusan ini aku tidak mengetahuinya dengan jelas, karena aku hanya menerima tugas untuk membawa firman dan untuk itu harap pangeran mau memberi muka padaku, tidak mempersulit kedudukanku.....!”

Pangeran Ghalik tersenyum tawar kemudian tanyanya lagi, “Kalau memang ini menyangkut persoalan Tiat To Hoat-ong, aku hendak menjelaskan kepada Kaisar semua duduk persoalannya.”

“Ya! Jika memang pangeran Ghalik telah sampai di kotaraja, tentu kau dapat menjelaskan segala-galanya kepada kaisar, karena itu sekarang harap bersedia untuk ikut bersama dengan kami ke kotaraja!”

“Tapi tidak bisa dengan cara seperti ini, di mana statusku sebagai tawanan!” kata Pangeran Ghalik.

“Pangeran......?”

Pangeran Ghalik menggelengkan kepalanya perlahan, wajahnya muram sekali.

“Di dalam urusan ini tersangkut penasaran, karena itu tak dapat aku menuruti begitu saja untuk ikut ke kota raja bersama dengan Sim Kong-kong.....! Maafkan, bukan aku membangkang terhadap firman Kaisar, namun aku sekarang tengah menuju ke kotaraja, dan aku akan menghadap Kaisar, bukan sebagai tawanan! Jika memang Kaisar telah mendengar seluruh keterangan dan laporanku, tentu Kaisar akan dapat mengambil kesimpulan lain, bahwa apa yang telah dikeluarkan dalam firmannya adalah tidak tepat.....!”

Muka Sim Thaykam jadi berubah.

“Pangeran Ghalik, kau berani mencercah dan mempersalahkan Kaisar?” tanyanya dengan suara yang dingin, “Dan itu engkau berani mengatakan tidak ingin menerima firman. Apakah engkau menyadari dosa berat apa yang telah kau lakukan?!”

Pangeran Ghalik tersenyum tawar, kemudian katanya, “Jika memang aku harus menghadap kepada Kaisar sebagi tawanan, jelas aku tidak bersedia. Bukan membangkang. Tapi jika memang Kaisar memerintahkan Sim Kong-kong untuk meñyambutku untuk bersama-sama menghadap Kaisar, itu lain lagi urusannya! Terlebih lagi, aku tidak pernah melakukan suatu pekerjaan yang bisa merugikan negeri dan Kaisar, aku merasa tidak dosa apapun juga, maka dari itu, aku akan menghadap pada Kaisar sebagaimana biasanya.

Muka Sim Thaykam berubah merah, dia tertawa bergelak-gelak, kemudian dengan bengis dia bilang: “Pangeran Ghalik, dengarlah! Dosamu telah bertambah dengan sikap membangkangmu ini! Ketahuilah, memang Kaisar kita yang maha agung telah menduga akan terjadi hal seperti ini, maka ketika akan berangkat, aku telah diberikan hak sepenuhnya serta kekuasaan untuk menghadapi kejadian seperti sekarang ini, kalau memang terjadi pembangkangan dari kau!”

Pangeran Ghalik telah berdiri tegak.

“Telah berpuluh tahun aku menjabat kedudukanku, pangkat dan kebesaran serta kekuasaan yang kumiliki, kujalankan dengan baik di mana tugas yang diberikan oleh Kaisar selalu kulaksanakan dengan sebaik mungkin! Tidak pernah satu kalipun aku berusaha untuk membangkang atau memang memiliki pikiran untuk berkhianat maupun memberontak! Tapi mengapa aku harus menerima perlakuan seperti ini? Mengapa?!” Semakin lama suara pangeran Ghalik semakin meninggi.

Melihat ini Sim Kong-kong telah tertawa dingin, tapi hatinya sesungguhnya jeri karena dia mengetahui bahwa pangeran Ghalik memiliki kepandaian ilmu silat yang tinggi. Disamping itu juga memang pangeran Ghalik masih memiliki kekuasaan yang besar dan pengaruh yang tidak kecil pada angkatan perang Mongolia.

“Jika memang terjadi sesuatu pada diri pangeran Ghalik, sehingga berita itu tersiar, jelas akan menimbulkan kerusuhan di antara angkatan perang Mongolia, inilah yang tidak dikehendaki oleh kaisar. Dan sebelum Sim Thaykam berangkat untuk membawa Firman, memang telah dipesan agar mengundang pangeran Ghalik secara baik-baik, dan baru mengambil tindakan kekerasan jika keadaan memaksa sekali.

“Pangeran Ghalik, soal dosa dan kesalahan apa yang telah kau lakukan semua itu belum lagi jelas, sebab itulah jika memang kau menghadap Kaisar, kemungkinan besar urusan ini bisa diselesaikan......! Karena itu, janganlah pangeran menimbulkan kesulitan untuk dirimu sendiri. Alangkah bijaksananya jika bersedia ikut bersama denganku secara baik-baik!”

“Sim Kong-kong! Kau kembalilah ke kotaraja dan sampaikan kepada Kaisar, dalam beberapa hari mendatang, akupun akan segera menghadap pada Kaisar. Kukira, tidak perlu dengan cara pemanggilan seperti ini, aku tidak akan menyingkirkan diri! Karena memang akupun memiliki laporan yang penting untuk kaisar......!”

Muka Sim Thaykam jadi berubah tak enak dilihat. Kemudian katanya dengan suara yang tawar: “Hmmm, jika memang demikian, baiklah! Terpaksa aku tidak berani melanggar perintah yang diberikan oleh kaisar. Aku harus kembali menghadap kaisar bersamamu!”

Waktu itu Sasana telah keluar dari kamarnya, tanya si gadis dengan wajah berubah pucat ketika melihat Sim Thaykam, “Ada apa, ayah?!”

Pangeran Ghalik telah memandang sejenak pada puterinya, kemudian katanya perlahan: “Tiat To Hoat-ong telah tiba lebih dulu di kotaraja. Inilah utusan Kaisar......”

Muka Sasana jadi berobah semakin pucat, dia mengerti apa yang telah terjadi. Karenanya dia telah berkata dengan suara tergagap: “Ayah ini..... ini......!”

“Kau kembalilah ke kamarmu. Biarlah kuhadapi semua ini!” kata pangeran Ghalik.

“Tidak ayah! Kau harus dapat menjumpai Kaisar. Jika memang êngkau harus ikut dengan Sim Kong-kong tentulah perkaramu ini akan di tangani orang lain.....!”

“Akupun bukan hendak ikut bersama Sim Kong-kong!” kata pangeran Ghalik, “Aku telah meminta pada Sim Kong-kong, bahwa aku akan pergi sendiri menghadap pada Kaisar.

“Tapi ayah!”

Pangeran Ghalik tersenyum getir, katanya, “Hemmmmm. engkau ingin mengatakan, begitu aku tiba di kota raja tentu aku akan disergap dan ditawan oleh orang-orangnya Kaisar. Bukankah begitu?!”

Sasana mengangguk.

“Ya...... sekarang urusan telah menjadi lain lagi, ayah! Jika beberapa lama yang lalu, kita memang bermaksud untuk ke kotaraja guna menghadap Kaisar. Jika memang keadaan telah berubah jadi demikian, di mana Kaisar telah dipengaruhi Koksu, lalu tidakkah sangat bahaya jika memang ayah tetap datang ke kotaraja untuk menghadap Kaisar?”

Sim Kong-kong waktu itu telah berkata dengan suara yang nyaring: “Pangeran Ghalik, apakah tetap kau tidak mau turut serta dengan kami? Atau memang aku terpaksa harus memaksamu?!”

Pangeran Ghalik telah tersenyum pahit, katanya: “Sim Kong-kong, seperti yang telah kukatakan, engkau kembali ke kotaraja dan aku akan menyusul segera menghadap Kaisar. Percayalah aku tidak akan melarikan diri.......!”

Namun Sim Thaykam telah telah menggelengkan kepalanya, dia telah mendengus dingin ke dua tangannya digerakkan, bertepuk tangan.

Dari luar penginapan tampak masuk ke dalam puluhan tentara berpakaian lengkap, mereka semua memiliki tubuh yang tinggi tegap dan juga memang merupakan pasukan istana Kaisar, di mana mereka diperbantukan pada Sim Kong-kong.

Melihat itu, alis pangeran Ghalik telah mengkerut dan telah memandang tajam, katanya dengan tawar. “Apakah Sim Kong-kong memang bersungguh-sungguh hendak menangkapku??”

“Hmm, apakah perintah Kaisar dapat dilalaikan?” sahut Sim Thaykam.

Waktu itu pangeran Ghalik menyadari bahwa dirinya tidak mungkin bisa meloloskan diri lagi dari thaykam ini, karena jika dia mengadakan perlawanan, berarti dirinya bisa dicap sebagai pemberontak, dan untuk selanjutnya Kaisar lebih mempercayai kepada Koksu negara. Karena itu dia telah mengawasi Sim Thaykam beberapa saat lamanya.

Sampai akhirnya dia telah berkata dengan suara yang mengandung kedukaan: “Sim Kong-kong baiklah dari pada timbul kerusuhan di sini aku ikut bersamamu ke kotaraja.”

Sasana terkejut mendengar keputusan ayahnya.

“Ayah..... kau tidak boleh ikut serta dengan mereka, karena engkau bisa dicelakai oleh mereka!” teriak Sasana.

Pangeran Ghalik telah merangkul puterinya katanya dengan suara yang perlahan mengandung kedukaan: “Anakku pergilah kau kembali ke istana kita, kau nantikan aku. Jika memang aku tidak ke rumah dalam waktu tiga bulan, untuk selanjutnya kau tidak perlu memikirkan aku pula..... karena telah terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan.....! Tapi jika memang di waktu tiga bulan itu aku telah bisa memberikan pengertian pada kaisar dengan laporan yang sebenarnya......!”

Sasana jadi menangis, air matanya mengucur deras sekali. Dan di saat itu Yo Him yang juga telah keluar dari kamarnya, melihat betapa ayah dan anak itu saling merangkul bertangis-tangisan.

Pangeran Ghalik telah melirik kepada Yo Him, lalu katanya: Yo kongcu, kutitipkan puteriku ini agar dapat kau lindungi dengan baik!”

Sim Thaykam telah mendengarkan suara tertawa dengan katanya tawar: “Oh, kiranya Yo kongcu yang merupakan putera dari Sin-tiauw-tay-hiap Yo Ko berada bersama-sama dengan kalian dan melakukan perjalanan bersama denganmu juga, pangeran Ghalik? Sungguh suatu persahabatan yang akrab sekali..... sehingga engkaupun mempercayai puterimu untuk dijaga baik oleh pemuda itu!”

Jelas kata Sim Thaykam itu memang mengejek Yo Him dan terutama untuk memojokkan pangeran Ghalik.

Waktu itu sebagai seorang pangeran yang telah lama berkecimpung dan juga memimpin angkatan perang Mongolia, otak pangeran Ghalik telah bekerja cepat sekali. Segera ia berpikir, dia telah melakukan suatu kesalahan yang paling besar sekali, karena bukankah kelak Sim Thaykam bisa saja melaporkan kepada Kaisar bahwa dia menjalin hubungan yang erat dengan Yo Him, puteranya Sin-tiauw-tay-hiap Yo Ko tapi semua itu telah terjadi dan pangeran Ghalik hanya menghela napas saja.

“Mari kita berangkat pangeran Ghalik!” ajak Sim Thaykam dengan suara yang tawar.

Pangeran Ghalik menghela napas. Dia bersedia untuk ditawan oleh Sim Thaykam dan orang-orangnya untuk dibawa ke kotaraja karena dia mengetahui, jika sampai terjadi pertempuran antara Hek Pek Siang-sat dan para pahlawannya tentu akan jatuh korban.

Dan itu akan menambah buruknya pandangan Kaisar padanya. Karena itulah, akhirnya dia memilih jalan mengalah untuk ikut serta dengan Sim Thaykam untuk pergi ke kota raja menghadap Kaisar.

Hal itu juga menyangkut akan keselamatan puterinya, jika sekarang ini pangeran Ghalik memberikan perlawanan, untuk selanjutnya ia akan dicap sebagai pemberontak, dan tentu saja seluruh keluarganya akan disapu bersih memperoleh hukuman juga. Dan Sasana pun tentu tak akan terhindar dari hukuman mati juga.

Hek Pek Siang-sat mendengar bahwa pangeran Ghalik bersedia untuk ikut bersama Sim Thaykam, segera melompat ke samping pangeran.

Ke dua jago yang setia pada pangeran Ghalik ini juga menyadari, memang junjungan mereka sulit sekali untuk menolak firman Kaisar. Namun disamping itu karena Hek Pek Siang-sat mengetahui junjungan mereka itu tengah mengalami peristiwa penasaran, mereka bersedia untuk membela mati-matian pada pangeran ini.

Kala itu Hek Siang-sat telah berkata dengan dingin pada Sim Thaykam: “Sim Kong-kong jika memang kau mengetahui urusan yang sesungguhnya, tentu tidak demikian sikapmu...... junjungan kami memang benar-benar menerima urusan penasaran. Koksu telah memfitnahnya!”

Tapi Sim Kong-kong telah tertawa dingin katanya: “Aku hanya menjalankan tugas saja!”

“Hmm!” mendengus Pek Siang-sat, “Jika memang pangeran memerintahkan kami untuk menerjang, jangankan utusan Kaisar, sekalipun utusan Giam-lo-ong akan kami hadapi!” Setelah berkata begitu Pek Siang-sat mendengus beberapa kali dengan sikap menantang sekali.

Sasana telah menghampiri Yo Him katanya: “Yo kongcu, apa yang harus dilakukan?! Ayah tidak boleh dibiarkan ikut bersama mereka......!”

“Benar nona, mereka adalah utusan kaisar dan sesungguhnya mereka tentu hanya menjalankan tugas belaka. Tapi di dalam persoalan ini, Kaisar telah dipengaruhi oleh Koksu sehingga memiliki pandangan yang salah terhadap ayahmu......! Aku telah berjanji untuk bantu melindungi ayahmu, dan ini merupakan tugasku...... Bagaimana kalau kita melarikan ayahmu dengan jalan kekerasan saja?!”

“Tapi...... apakah kekuatan kita cukup?!” tanya Sasana ragu-ragu. “Dan urusan ini bukan urusan biasa, juga bukan urusan kecil. Sekali saja kita keliru mengambil langkah, berarti kita akan bercelaka semua......!”

“Itu adalah urusan belakangan yang perlu dipikirkan sekarang......! Yang terpenting kita harus memikirkan bagaimana caranya agar dapat meloloskan diri dari orang-orang itu! Namun ingat, kita tidak boleh melukai salah seorang di antara mereka, karena jika di antara mereka ada yang terbinasa, tentu pandangan Kaisar terhadap diri ayahmu akan tambah buruk lagi!”

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar