Beruang Salju Bab 34 Pemberontakan Pengawal Pangeran

Beruang Salju Bab 34 Pemberontakan Pengawal Pangeran
34 Pemberontakan Pengawal Pangeran

Hek Siang-sat memang meminta pangeran Ghalik untuk menyingkir, karena dia sesungguhnya berkuatir kalau dirinya bersama Pek Siang-sat dan pahlawannya pangeran Ghalik yang lain tidak sanggup mengatasi keadaan di tempat ini. Berarti dengan menyingkimya pangeran Ghalik terlebih dulu, mereka tidak usah terpecahkan perhatian mereka pada keselamatan pangeran itu junjungan mereka.

Pangeran Ghalik memang mengerti bahaya yang tengah mengintai dirinya. Jika sampai pecah pertempuran di antara mereka yang terbagi dalam tiga golongan, yaitu golongan Tiat To Hoat-ong, golongan pangeran Ghalik sendiri juga para pengemis dari Kay-pang dengan Swat Tocu serta Ciu Pek Thong. Dengan demikian keadaan akan kacau balau dan kemungkinan besar dirinya yang akan tercelakakan, karena bukan hanya Tiat To Hoat-ong dan anak buahnya akan menindih dan mendesak dirinya, pun para pengemis Kay-pang itu pun tentu memusuhinya.

Setelah berdiam diri sejenak, pangeran Ghalik mengangguk, katanya: “Baiklah!” dan pangeran ini melambaikan tangannya memanggil Sasana.

“Mari kita pergi dari tempat ini nak..... biarlah Hek Pek Siangsat Losianseng yang akan menyelesaikan urusan ini!” kata pangeran Ghalik.

Tapi Sasana menggeleng perlahan.

“Ayah pergilah sendiri, aku ingin menyaksikan Suhu mengajar Swat Tocu....., “kepandaian mereka sangat tinggi sekali, dengan demikian bisa membuka mataku dan menambah pengalaman!”sahut Sasana.

Pangeran Ghalik mengetahui, bahwa dirinya memang merupakan orang yang sangat penting dan memiliki tugas yang berat. Jika dia tercekal dalam kekalutan di tempat ini, jelas hanya akan membuat urusan besar jadi pikiran.

Setelah berpesan agar puterinya itu baik-baik dan bisa menjaga diri, malah dipesankan jika keadaan tidak memungkinkan agar Sasana segera pergi menyingkirkan diri, pangeran Ghalik telah memutar tubuhnya, dengan diiringi beberapa orang pahlawannya ingin meninggalkan tempat itu.

Namun baru saja pangeran Ghalik melangkah beberapa tindak, di saat itulah terdengar seorang telah membentak: “Tahan, jangan pergi dulu!”

Orang yang membentak itu tidak lain dari Wie Liang Tocu, yang juga telah melompat ke depannya pangeran Ghalik, gerakannya gesit sekali.

Hek Pek Siang-sat yang menyaksikan ini. jadi terkejut dan mendongkol. Terkejut karena dia melihat Wie Liang Tocu tidak mau membiarkan kepergian junjungan mereka dan juga dilihat dari gerakannya itu, Wie Liang Tocu memang merupakan tokoh Kay-pang yang memiliki kepandaian tidak rendah. Malah ke lima orang pengemis lainnya telah melompat juga ke depan pangeran Ghalik berdiri di belakang Wie Liang Tocu dengan keadaan bersiap sedia untuk menyerang.

Para pahlawannya pangeran Ghalik telah mencabut senjata mereka bersiap akan mengadu jiwa guna melindungi junjungan mereka, semuanya mengelilingi pangeran Ghalik berdiri dengan tegak, bagaikan memagari pangeran Ghalik.

Wie Liang Tocu waktu itu telah tertawa dingin, katanya: “Bukankah engkau pangeran Ghalik?”

Pangeran Ghalik mengangguk sahutnya: “Benar! Ada urusan apa engkau menyusup ke dalam istanaku?” Dan pangeran Ghalik, walaupun hatinya tengah bekuatir, tokh membawa sikap yang agung dan tidak memperlihatkan perasaan jeri sedikit di wajahnya. “Jika memang kalian tidak cepat-cepat angkat kaki, apakah kalian tidak kuatir nanti dicap sebagai pemberontak yang hendak mencelakai diriku?!”

Wie Liang Tocu tertawa dingin lagi, sikapnya mengejek.

“Memang kedatangan kami kemari hendak membunuhmu!” katanya terus terang. “Hemmm, banyak orang-orang kami yang telah bercelaka di tanganmu! Sekarang kau jawab yang jujur, bukankah Liu Ong Kiang juga ditawan olehmu?”

Pangeran Ghalik tertawa dingin.

“Hemmm, orang she Liu itu adalah tamuku bersama-sama dengan Yo Siauwhiap!” menyahuti pangeran Ghalik.

“Hal itu memang telah kudengar dari Yo hiante! Tapi yang ingin kutanyakan kepadamu apakah benar engkau yang telah menawan Liu Ong Kiang?!”

“Sama sekali aku tidak menawannya, dia bebas kemana dia ingin pergi! Malah, selama berada di dalam istanaku ini, dia memperoleh rawatan yang baik pada luka-lukanya itu....... Bagaimana bisa dibilang dia ditawan olehku?”

Wie Liang Tocu telah tertawa dingin sedangkan ke lima pengemis lainnya telah bersiap-siap hendak maju ke depan. Hek Pek Siang-sat yang menyaksikan hal ini juga telah bersiap-siap untuk melindungi junjungan mereka, serta beberapa orang pahlawan pangeran Ghalik telah bersiap untuk menerjang juga.

“Pangeran Ghalik!” kata Wie Liang Tocu dengan suara yang nyaring, “telah belasan anggota Kay-pang kami yang terbinasa di tangan anak buahmu.....! Sejauh itu, kaki tanganmu menjalankan berbagai jalan yang licik dan usaha yang benar-benar busuk sekali, dengan menyusup jadi anggota Kay-pang pusat dengan cabang daerah.....!

“Hemm, demikian juga dengan beberapa orang kaki tanganmu yang telah menyusup menyamar jadi anggota Kay-pang......! Tetapi semua akal licikmu dan tipu muslihatmu yang busuk yang ingin meruntuhkan Kay-pang telah berhasil kami bongkar! Karena itu, sekarang kedatangan kami ini hanya memperhitungkan semuanya itu!”

Pangeran Ghalik sama sekali tidak memperlihatkan perasaan takut atau jeri pada Wie Liang Tocu, malah dia memperdengarkan suara tertawa dinginnya. Namun waktu dia ingin buka mulut, belum lagi dia berkata-kata waktu itu dari arah belakang istana terdengar suara teriakan yang gaduh.

Waktu semua orang menoleh, maka mereka melihat warna merah yang membubung naik di bagian belakang istana. Asap dan api berkobar sangat tebal sekali, diiringi oleh suara pekik dan jerit pria dan wanita: “Api! Api! Kebakaran! Kebakaran!”

Pangeran Ghalik kaget bukan main, namun dia tidak menjadi gugup. “Semuanya siap dan tetap berada di tempat......!” teriaknya.

Berteriak sampai di situ, pangeran Ghalik telah menyaksikan suatu pemandangan yang benar-benar luar biasa. Karena dari empat penjuru tampak telah berlompatan muncul orang-orang yang bersenjata tajam terhunus di tangan, disertai pekik teriak mereka yang ganas dan bengis.

Pangeran Ghalik mengerutkan alisnya. Mereka itu orang yang baru muncul dengan senjata tajam dari seluruh bagian istana itu, merupakan orang-orang yang bercampur aduk antara pasukan istana pangeran Ghalik, pendeta Mongolia dan jago-jago daratan Tiong-goan yang memang telah bersedia bekerja untuk kerajaan Mongolia.

Namun yang membuat marah pangeran Ghalik, di mana orang-orang itu yang seharusnya merupakan kaki tangannya, malah berteriak teriak: “Hukum mati pemberontak Ghalik! Mampusi Ghalik! Pengkhianat Ghalik pancung kepalanya! Hukum mati Ghalik!”

Ternyata semua orang itu telah menjadi pengikut Tiat To Hoat-ong. Pangeran Ghalik juga tersadar dengan cepat, karena segera dia mengetahui bahwa Tiat To Hoat-ong memang berhasil menghimpun kekuatan yang tidak kecil, sebagian besar dari pengikut dirinya telah berhasil dipengaruhinya. Malah pangeran Ghalik segera menduga, yang membakar istananya di bagian belakang itu tentunya dilakukan orang-orang ini.

Bukan main murkanya pangeran Ghalik, keadaan waktu itu sangat kacau balau karena orang-orang tersebut menyerbu maju dengan senjata tajam mereka yang dibolang balingkan menyerang membabi buta. Mereka merupakan pengawal-pengawal istana, yang memiliki kepandaian tidak begitu tinggi tapi juga sedikitnya mereka memang memiliki ilmu silat dan pandai mempergunakan senjata tajam.

Pertempuran yang kacau terjadi, dengan Wie Liang Tocu dan ke lima pengemis lainnya terlibat dalam pertempuran yang sulit untuk ditentukan pula, mana kawan mana lawan itu. Hanya saja Wie Liang Tocu telah membinasakan lima orang pengawal istana, berusaha untuk mengejar pangeran Ghalik, yang waktu itu telah melarikan diri untuk menyingkir bersama-sama dengan dengan Hek Pek Siang-sat yang mengawalnya, juga beberapa orang pahlawan yang jadi pengikut pangeran tersebut telah berlari-lari meninggalkan tempat itu.

Api berkobar sangat tinggi dan semakin besar, anginpun waktu itu berhembus sangat kencang, api seperti dikipasi, menyebabkan menyala tambah besar dan langit menjadi merah karenanya. Sebagian dari penghuni istana juga sibuk sekali berusaha untuk memadamkan api itu.

Waktu itulah Sasana telah menoleh kepada Yo Him, katanya dengan suara yang berbisik: “Inilah kesempatan baik untuk meloloskan kawan-kawanmu.......!”

Yo Him mengangguk menyetujui pendapat puterinya dari pangeran Ghalik tersebut. Segera mereka telah berlari-lari ke istana di mana Cin Piauw Ho dan yang lainnya berada. Namun di tempat itu Yo Him hanya menemui Cin Piauw Ho, Wang Put Liong dan Liu Ong Kiang. Ko Tie tidak dilihatnya. Segera juga dia menanyakan perihal anak itu.

Cin Piauw Ho bertiga juga menyatakan, ketika mereka melihat terjadinya kebakaran di bagian belakang istana pangeran Ghalik, mereka tidak melihat Ko Tie. Mereka telah mencari-carinya, tetapi anak itu tidak juga berhasil mereka temui.....

Yo Him dan yang lainnya telah mencari beberapa saat, namun Ko Tie tetap tidak berhasil ditemui jejaknya. Sedangkan Sasana telah mendesak agar mereka cepat-cepat berangkat.

Akhirnya, setelah tidak berhasil mencari Ko Tie, dengan hati yang masih bingung, terpaksa Yo Him mengajak kawan-kawannya itu untuk meninggalkan tempat tersebut. Pintu gerbang istana tertutup dan di situ terdapat pengawalan yang ketat sekali. Namun Yo Him dan Sasana berhasil menotok tubuh semua pengawal di tempat itu.

Yo Him yang telah membuka pintu gerbang, sedangkan Sasana telah mengambil tiga ekor kuda, di mana kuda-kuda tersebut yang sesungguhnya milik para pengawal pintu gerbang tersebut telah diserahkan kepada Cin Tiauw Ho, Wang Put Liong dan Liu Ong Kiang.

Yo Him hanya berkata: “Wie Liang Tocu berada di sini, kau tidak perlu kuatir Liu Locianpwe, jika urusan di sini telah selesai, tentu aku bersama-sama deñgan Wie Liang Tocu akan menyusul ke markas Kay-pang.”

Mendengar Wie Liang Tocu berada di dalam istana Pangeran Ghalik ini, Liu Ong Kiang jadi ragu-ragu untuk pergi, dia menyatakan ingin berdiam di sini menemui Wie Liang Tocu. Namun Yo Him telah mendesaknya agar mereka segera menyingkir agar tidak menjadi beban yang cukup berat baginya. Sebab jika memang Liu Ong Kiang gagal meloloskan diri berarti perhatian Yo Him akan terbagi, antara membantu Sasana dengan melindungi keselamatan orang ini.

Akhirnya Liu Ong Kiang mengerti juga, ketiga kuda itu telah dilarikan dan larinya kuda itu tidak dapat cepat karena Wang Put Liong dalam keadaan lemah, dan tangannya dalam keadaan terborgol. Cuma saja sebentar kemudian kuda itu telah cukup jauh meninggalkan istana tersebut. Cahaya api yang kemerah-merahan terlihat bayangannya, tampak di belakang ke tiga orang itu ketika mereka berada di mulut lembah.......

Yo Him dan Sasana sendiri setelah melihat Liu Ong Kiang bertiga bersama Cin Piauw Ho dan Wang Put Liong lenyap dari pandang mereka, segera ke duanya kembali ke belakang istana. Di tempat itu terjadi kekalutan, beramai-ramai orang tengah berusaha memadamkan api.

Yo Him dan Sasana membantu mereka untuk memadamkan kobaran api. Akhirnya, seperminuman teh, apipun berhasil dipadamkan walaupun masih terlihat di sana sini kobaran api yang kecil, tokh itu sudah tidak membahayakan lagi.

Sedangkan di tempat pertempuran masih terjadi pertempuran yang kalut sekali. Swat Tocu sudah berapa banyak membinasakan orang-orangnya Tiat To Hoat-ong. Koksu itu sendiri telah menyingkir entah kemana, Gochin Talu yang masih melakukan perlawanan yang gigih pada dua orang pengemis anak buahnya Wie Liang Tocu. Mereka bertempur dengan menpergunakan senjata tajam, dan pakaian Gochin Talu telah koyak-koyak.

Pangeran Ghalik pun sudah tidak terlihat. Hek Pek Siang-sat yang mengawalnya pun tidak terlihat bayangannya.

Anak buah Tiat To Hoat-ong sangat banyak, mereka berada di mulut lembah, mereka mungkin lebih dari seratus orang semuanya membekal senjata tajam. Dengan demikian, mereka pun mengandalkan jumlah yang banyak, walaupun kepandaian mereka tidak berapa, tokh berhasil untuk mendesak ke lima pengemis anak buahnya Wie Liang Tocu. Dan di waktu itu mereka bertempur dengan membabi buta.

Lengky Lumi sendiri telah mempergunakan goloknya untuk menyerang dengan hebat pada Swat Tocu, dibantu oleh belasan orang pahlawan yang menjadi anak buahnya Tiat To Hoat-ong. Namun karena kepandaian Swat Tocu mengebutkan tangannya, para pahlawan itu tidak bisa mendesak untuk mendekatinya. Karena mereka terserang hawa yang sangat dingin, membuat tubuh mereka menggigil keras dan ada jago yang telah terbungkus oleh lapisan es.

Keadaan seperti ini telah berlangsung terus dengan korban-korban berjatuhan tidak terhitung.

Tidak lama kemudian tampak Wie Liang Tocu telah berlari-lari mendatangi, tampaknya Wie Liang Tocu gagal untuk membekuk pangeran Ghalik. Setelah mengejarnya sekian lama, dia kehilangan jejak pangeran Ghalik.

Menyaksikan pertempuran yang kalut itu dan ke lima Pengemis yang datang bersamanya ada yang terluka, segera Wie Liang Tocu berseru: “Angin keras......!”

Ke lima pengemis itu mengiyakan, mereka mendesak pengepungnya lalu melompat ke dekat Wie Liang Tocu. Wie Liang Tocu sendiri menoleh kepada Yo Him: “Yo Hiante, kau ikut serta?”

“Aku nanti menyusul Wie Toako......!” menyahuti Yo Him. “Liu Locianpwe telah berhasil menyingkir dari istana ini, dia tengah menuju ke markas Kay-pang!”

Mendengar penjelasan itu. Wie Liang Tocu girang, dia menyahuti: “Baiklah, kami menantikanmu di markas Kay-pang, Yo Hiante!”

Yo Him mengiyakan.

Begitulah, ke enam pengemis itu telah berlalu, mereka bekerja sama dan juga memiliki kepandaian yang tinggi, mudah buat mereka menyingkirkan diri dari tempat itu.

Sedangkan anak buah Tiat To Hoat-ong telah menyerbu kepada Yo Him dan Sasana. Mereka telah menyerang dengan senjata yang tajam masing-masing.

Yo Him dari Sasana telah memberikan perlawanan sejenak. Waktu memperoleh kenyataan pangeran Ghalik telah berhasil menyingkirkan diri dari tempat itu, Yo Him dan Sasana pun beranggapan tidak ada gunanya untuk berdiam terus di tempat ini. Setelah merubuhkan dua orang lawannya lagi, Sasana dan Yo Him telah meninggalkan tempat itu untuk mencari pangeran Ghalik.

Swat Tocu masih mengamuk terus bersama Ciu Pek Thong. Si tua jenaka yang berandal itu tampaknya gembira sekali, dia main tarik dan cabut rambut maupun kumis dari lawannya sambil tertawa hahaha, hehehe tidak hentinya.

Waktu itu korban yang berjatuh di tangan Swat Tocu banyak sekali. Namun di saat dia hendak mengamuk terus, waktu itulah didengarnya suara pekik yang menyerupai erangan panjang suara dari biruang saljunya yang berada di luar istana.

Swat Tocu jadi balik pikir. Setelah menghantam hancur dua batok kepala lawannya, dia menjejak tanah, tubuhnya melesat bagaikan anak panah cepatnya meninggalkan tempat tersebut.

Tinggal Ciu Pek Thong yang dikeroyok semakin ketat oleh kaki tangannya Tiat To Hoat-ong, karena tinggal dia seorang dan semua senjata telah menyambar-nyambar ke arahnya.

Ciu Pek Thong tertawa-tawa sambil katanya kemudian: “Sudahlah! Sudahlah! Semua telah pergi! Kakek kalian juga tidak memiliki selera untuk main-main dengan kalian!” lalu Ciu Pek Thong menggerakkan ke dua tangannya, maka tampak lima sosok tubuh terpental jauh sekali terbanting di tanah sambil mengeluarkan suara jeritan yang keras sekali. Lawan-lawannya yang lain jadi terdiam tertegun sejenak lamanya.

Ciu Pek Thong sendiri sambil tertawa hahahaha, hehehehe, dengan gerakan tubuh yang lincah dan gesit sekali, hanya beberapa kali loncat telah meninggalkan tempat tersebut dan lenyap dari penglihatan semua orang.

Di situ bergelimpangan sosok-sosok tubuh yang terluka dan mati, mereka ada yang merintih, dan juga yang mengerung-gerung sebab menahan sakit yang luar biasa.

Setelah melihat tidak ada lawan yang harus diserang lagi, para pahlawan istana pangeran Ghalik yang telah menjadi pengikutnya Tiat To Hoat-ong itu menolongi kawan-kawan mereka. Lengky Lumi juga cepat-cepat mengeluarkan obat luka, di mana dia memakaikan pada luka-luka tubuhnya sendiri, kemudian membagikan kepada anak buahnya. Gochin Talu sendiri telah perintahkan agar mereka meninggalkan tempat tersebut untuk pergi menemui Tiat To Hoat-ong......

Dalam waktu sekejap saja. tempat itu jadi sepi dan sunyi, di mana tempat yang semula begitu ramai dengan pekik dan teriak yang mengandung nafsu membunuh. Sekarang sunyi sepi hanya terdengar suara kutu malam belaka.......!”

Namun dengan terjadinya pertempuran seperti tadi, kini telah jelas batas-batas lawan dan kawan dan Pangeran Ghalik pun telah memperoleh bukti-bukti yang jelas mengenai pengkhianatan Tiat To Hoat-ong. Dengan demikian hanyalah bagaimana Pangeran Ghalik mengatur langkah-langkah untuk mengatasi semua itu, untuk menumpas pengkhianatan Tiat To Hoat-ong dan orang-orangnya yang sebagian besar jadi pengikutnya si Koksu itu. Dañ juga pangeran Ghalik ingin segera berangkat ke kota raja, untuk memberikan laporan selengkapnya pada Kaisar......

Y

Sasana dan Yo Him telah berhasil bertemu dengan Pangeran Ghalik di sebuah ruangan rahasia, yang rahasia cara membuka ruangan itu cuma diketahui oleh pangeran Ghalik dan Sasana berdua. Tadi waktu melihat pangeran Ghalik telah meninggalkan tempat terjadinya pertempuran, Sasana segera menduga bahwa ayahnya tentu telah pergi bersembunyi di ruangan rahasia bawah tanah yang terletak di tengah-tengah istana, di tempat yang agak tersembunyi.

Karena itu Sasana telah mengajak Yo Him pergi ke ruangan rahasia tersebut. Dan memang dugaannya tepat, di mana mereka bertemu dengan pangeran Ghalik, yang waktu itu didampingi oleh Hek Pek Siang-sat dan enam orang pahlawan istana yang tetap setia pada pangeran ini.

Sesungguhnya terdapat ganjalan antara Yo Him dengan pangeran Ghalik. Namun melihat pangeran Ghalik yang biasanya memiliki kekuasaan besar, agung dan berwibawa kini harus mengkeret bersembunyi di ruangan rahasia di bawah tanah ini, Yo Him jadi merasa kasihan juga. Terutama sekali, pangeran inipun telah dikhianati oleh sebagian besar pengikutnya.

“Yo kongcu telah memberikan janjinya ayah, bahwa dia akan membantuku untuk melindungimu.....!” Sasana telah menjelaskan pada pangeran Ghalik.

Pangeran Ghalik mengucapkan terima kasihnya, sedangkan di dalam hatinya dia berpikir: “Apakah pemuda she Yo ini memang benar-benar ingin bekerja di bawah perintahku, atau memang ia hanya pura-pura untuk melakukan penyelidikan perihal diriku, bukankah sekarang ini aku dalam keadaan lemah? Tidakkah mudah baginya jika memang dia hendak mencelakaiku? Tapi apa yang dipikirkannya itu tidak diutarakan pada wajahnya, pangeran Ghalik tersenyum manis dan ramah sekali.

“Apa rencana ayah berikutnya untuk menghadapi keadaan seperti ini?' tanya Sasana lewat beberapa saat lagi.

“Aku ingin berangkat ke kota raja, mungkin perjalanan ke sana memakan waktu dua bulan. Jika memang kita bisa tiba lebih dulu dari Koksu, maka kita bisa membeber semua ini pada Kaisar...... Namun jika Koksu tiba di kotaraja terlebih dulu dari kita, inilah yang benar-benar sulit, karena dia tentu telah melontarkan fitnah, sehingga berarti kita memperoleh kesulitan yang tidak kecil.....!”

Setelah berdiam sejenak dan menghela napas, pangeran Ghalik meneruskan perkataannya: “Tapi aku yakin, Kaisar tentu tidak akan mempercayai sepenuhnya fitnah Koksu!”

Sasana mengangguk.

“Kukira pagi ini Tiat To Hoat-ong bersama pengikutnya akan berangkat meninggalkan istana ini, dan kita boleh segera meninggalkan tempat ini juga.......!”

“Tapi.....!” pangeran Ghalik tampak ragu-ragu, dia melirik kepada Yo Him, baru melanjutkan perkataannya: “Bagaimana denganYo kongcu?”

“Aku telah memberikan janjiku pada puterimu untuk melindungimu, maka kupikir setiba di kota raja, selesailah tugasku!” menyahut Yo Him.

Pangeran itu tersenyum getir. Dia tidak bilang apa-apa, hanya menoleh kepada puterinya tanyanya: “Lalu bagaimana dengan gurumu?” Yang dimaksudkan pangeran Ghalik adalah Çiu Pek Thong, si tua berandalan yang jenaka itu.

“Tadi kami tinggalkan dia di saat pertempuran masih berlangsung, entah sekarang dia telah kembali ke tempatnya apa belum......!”

“Selama ini di mana kau sembunyikan gurumu sehingga aku sendiri tidak mengetahui bahwa kau diam-diam tengah mempelajari ilmu silat yang tinggi dari orang she Ciu itu?” tanya pangeran Ghalik.

“Di kamarku......!” menyahut Sasana terus terang, “Suhu gemar sekali mendengari cerita-cerita, maka jika aku telah menceritakan sebuah dongeng padanya, maka dia menghadiahkan aku satu jurus ilmu silatnya, begitu seterusnya.....!”

“Hemmm, bagaimana cara kalian bertemu?” tanya pangeran Ghalik lagi.

“Itulah terjadi secara kebetulan sekali. Waktu itu aku bersama dengan beberapa orang dayang tengah berada di luar istana untuk menangkap burung di lembah. Ternyata di lembah itu burung-burung telah jadi jinak sekali, entah mengapa. Padahal hari-hari sebelumnya burung-burung tersebut merupakan burung-burung yang liar. Hal ini mengherankan, kami menyelidikinya.

“Setelah setengah harian menyelidiki, ternyata burung-burung tersebut dipelihara oleh seseorang, yang melatihnya dengan baik, sehingga boleh dibilang burung di lembah jinak semuanya. Orang itu tidak lain adalah suhu, Loo-boan-tong......!

“Diapun senang bersahabat denganku, dia menanyakan apakah aku memiliki cerita-cerita yang menarik. Karena melihat dia bukan orang sembarangan yang tentunya memiliki kepandaian yang tinggi, aku telah menceritakan dua buah dongeng padanya.

“Ternyata dia puas. Dan minta diceritakan lagi dongeng lainnya. Tapi aku bilang padanya, aku letih dan ingin istirahat. Maka dia telah ikut ke istana..... selanjutnya setiap kali aku selesai berdongeng, dia menghadiahkan aku satu jurus ilmu silatnya, dan secara berangsur-angsur, akhirnya seluruh kepandaiannya telah diwariskan kepadaku!

“Cuma saja, ilmu Suhu demikian luar biasa. Latihanku yang belum begitu sempurna tentu sulit untuk menguasainya dengan baik. Suhu mengatakan, sedikitnya aku masih memerlukan waktu lima tahun untuk berlatih diri......!”

“Jadi kalian angkat guru dan murid itu tidak secara resmi?” tanya pangeran Ghalik.

“Waktu itu memang tidak,” menyahuti Sasana. “Tetapi ketika Suhu ingin menuturkan ilmu Kong-beng-kun, dia mengatakan ilmu ini tidak bisa diturunkan pada orang yang bukan muridnya dan selamanya diapun memang tidak pernah menerima murid secara resmi. Setelah kubujuk, akhirnya dia bersedia diangkat menjadi guruku, maka resmilah aku sebagai muridnya, ayah!”

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar