33 Kemunculan Suhu Sang Puteri
Tiat To Hoat-ong tertawa
dingin. dia mengebutkan lengan jubahnya! “Bocah, apakah engkau tidak menyesal?”
“Pergilah!” menyahuti Yo Him.
Tapi Tiat To Hoat-ong tidak segera berlalu.
Waktu itu Swat Tocu telah
melangkah dua tindak ke depan, dia bilang dengan bengis: “Jika memang aku tidak
ingin memberi muka terang kepada Sin-tiauw-tay-hiap Yo Ko, tentu jiwamu itu
telah kukirim pergi menghadap pada Giam-lo-ong! Sekarang kau bertingkah
pura-pura tidak takut mampus dan tidak mau segera angkat kaki! Hmmm, inilah
tanda mata dariku!” Dan tangan kanan Swat Tocu bergerak menghantam Tiat To
Hoat-ong, dan dia menghantam jalan darah Leng-jin-hiatnya si pendeta, untuk
membuat si pendeta bercacad seumur hidupnya menjadi manusia lumpuh.
Yo Him terkejut, namun dia
tidak bisa mencegahnya karena Swat Tocu melakukan pukulan itu cepat sekali.
Tapi di saat Tiat To Hoat-ong
terancam bahaya, terdengar suara orang tertawa hahaha hihihi, disusul dengan
sesosok tubuh yang berkelebat sangat gesit sekali. Malah telah menghadang di
depan Swat Tocu, mempergunakan tangan kanannya untuk menyanggahi pukulan tangan
Swat Tocu.
“Plakk!” terdengar suara
benturan yang sangat kuat sekali, dan di waktu itulah tampak jelas tubuh Swat
Tocu bergoyang-goyang akan terhuyung ke belakang, namun kuda-kuda ke dua
kakinya masih tetap di tempatnya. Begitu juga orang yang baru datang itu
tubuhnya bergoyang-goyang.
Swat Tocu lalu mementang
matanya lebar-lebar dilihatnya yang berdiri di hadapannya adalah seorang lelaki
tua dengan keadaan yang luar biasa. Sebab selain rambutnya yang telah putih itu
tumbuh panjang menutupi bahunya, juga kumis dan jenggotnya yang telah berwarna
putih itupun tumbuh panjang sampai ujungnya menyentuh tanah.
Yo Him pun terkejut, tidak
terkecuali Tiat To Hoat-ong. Karena mereka segera mengenalinya bahwa orang yang
keadaannya luar biasa itu tidak lain dari Ciu Pek Thong!.
“Ciu Locianpwe!” berseru Yo
Him girang bukan main.
Si tua berandalan telah
tertawa dengan sikapnya yang jenaka, dia pun membalas sapaan Yo Him: “Yo
Hiante! Ai, ai kau menimbulkan kerusuhan di sini, sehingga aku terpaksa harus
memperlihatkan diri! Ai, engkau telah membuat aku jadi salah tingkah, semua ini
adalah gara-garamu. Berdiam di tempat persembunyian salah, keluar juga salah
harus berhadapan dengan begundal ini!”
Dan sambil berkata begitu Ciu
Pek Thong, si tua berandalan itu telah menunjuk kepada Tiat To Hoat-ong.
“Muridku telah menceritakan segalanya, memang si gundul ini jahat sekali! Dulu,
waktu engkau belum terlahirkan, si gundul inipun telah mengganggu ayah ibumu
sehingga ibumu melahirkan tanpa didampingi ayahmu!”
Dan setelah berkata begitu,
Ciu Pek Thong mementang matanya lebar-lebar memperlihatkan sikap jenaka,
katanya lagi meneruskan bicaranya tadi, “Dan akhirnya terlahirkan seorang bocah
nakal seperti kau yang sekarang memiliki kepandaian yang tinggi dan
disebut-sebut selalu oleh muridku, hua ha haa haaa!” Ciu Pek Thung tertawa
bergelak dengan suara yang nyaring sekali. Loo-boan-tong tampaknya tidak
memperdulikan bahwa di tempat itu berkumpul banyak sekali orang, dan juga ada
beberapa orang tengah bertempur hebat sekali mempertaruhkan jiwanya.
Yo Him girang bukan main, dia
telah maju untuk memberi hormat pada Loo-boan-tong kemudian bertanya dengan
perasaan heran: “Mengapa Ciu Locianpwe meninggalkan Tho-hoa-to?!”
“Aku bosan menemani Oey Lo
Shia!” sahut Ciu Pek Thong, “Setiap hari hanya main catur diam seperti patung,
akhirnya aku ingin pesiar. Oey lo Shia juga tidak melarang keinginanku ini,
maka aku telah meninggalkan pulaunya.....!”
“Apakah puteri pangeran
Ghalik, nona Sasana, murid Ciu Locianpwe?” tanya Yo Him.
“Tepat, tidak salah!”
mengangguk si tua berandalan itu.
Waktu itu Sasana yang tengah
dikepung oleh beberapa orang pahlawan yang jadi pengikut Tiat To Hoat-ong telah
berseru girang: “Suhu, akhirnya kau mau juga keluar......!”
Ciu Pek Thong mendengar seruan
muridnya dia tertawa terbahak-bahak kemudian menyahuti: “Muridku, teruskan
menghajar kurcaci itu.....! Aku sendiri akan mengikir kepala gundul Tiat To
Hoat-ong ini jadi lebih licin!”
Swat Tocu waktu itu gusar
bukan main karena pukulannya telah ditangkis oleh Ciu Pek Thong. Walaupun di
hatinya dia mengakui bahwa kepandaian dan tenaga dalam Ciu Pek Thong bukan
sembarangan, kemungkinan juga lweekangnya itu tidak berada di sebelah bawah
kepandaiannya. Namun dia penasaran sekali sebab Ciu Pek Thong telah begitu
lancang menghalangi untuk turun tangan pada Tiat To Hoat-ong, sedangkan Ciu Pek
Thong sendiri tidak memperdulikannya dan berjenaka seenaknya.
“Hai tua bangka jenggotan?”
bentak Swat Tocu dengan suara yang dingin. “Apakah engkau ingin main-main
denganku?”
Ciu Pek Thong telah menoleh
memandang tajam pada Swat Tocu, kemudian berkata dengan tertawa jenaka: “Ha,
galak benar?! Mengajak aku main-main kok galak seperti itu? Apakah kau hendak
mengajakku main kelereng atau main catur? Main kelereng aku mau, tapi kalau
memang main catur aku menyerah saja.....!”
Swat Tocu telah memandang
bengis sekali pada Ciu Pek Thong. “Aku bukan tengah bergurau denganmu,” katanya
dengan suara yang dingin: “Aku tahu engkau memang memiliki kepandaian yang
lumayan, dan engkaupun tentu Loo-boan-tong, adik seperguruan dari Ong Tiong
Yang bukan?”
Ciu Pek Thong mengangguk
sambil tetap tertawa jenaka, dia bilang: “Ya ya, ya, benar apa yang kau bilang!
Tapi, jika mengajak orang untuk main-main, jangan ajak-ajak seperti itu. Aku
Loo-boan-tong paling tidak enak jika dibentak-bentak seperti itu.”
“Jika kau dibentak-bentak apa
yang akan kau lakukan?” tanya Swat Tocu dingin.
“Aku tidak sudi menemani kau
main-main!” menyahuti Ciu Pek Thong.
“Kalau aku memaksanya apakah
kau tetap bisa menolaknya?” tanya Swat Tocu dengan mendongkol berbareng geli
juga melihat lagak si tua berandalan yang jenaka ini.
“Oh tentu, tentu, jika aku
bilang tidak mau, biar kau sampai terkencing-kencing di situ, tetap aku tidak
mau!” menyahuti Ciu Pek Thong.
Muka Swat Tocu jadi merah, dia
tambah mendongkol.
“Aku hendak melihat apakah kau
bisa menolak ajakanku untuk main.....?” katanya, yang disusul dengan gerakan
tangan kanannya.
Tapi Ciu Pek Thong bersikap
acuh, cuma saja dikala tangan Swat Tocu hampir tiba di saat itulah dia telah
mengeluarkan suara bentakan yang nyaring dan tangan kirinya menolak. Ternyata
dia telah mempergunakan Kong-beng-kun di mana dia memang bisa memecah ke dua
tangannya itu seperti menjadi dua, yang bisa digerakan setiap tangannya dengan
jurusnya masing-masing.
Tolakan Ciu Pek Thong tidak
keras, tapi hebat kesudahannya. Ciu Pek Thong memang telah mencapai
kesempurnaan ilmunya.
Coan-cin-kauw merupakan pintu
perguruan yang lurus dan bersih terutama sekali Ong Tiong Yang memang selalu
mengutamakan kelurusan dan kebersihan dalam pintu perguruannya, yang ilmu
silatnya merupakan golongan lurus dan juga kebersihan pikiran, yang
mengutamakan pula kejujuran. Ciu Pek Thong setelah berhasil memecahkan
pelajaran Coan-cin-kauw menembus sampai puncak kesempurnaan. Kini boleh
dibilang jarang ada orang yang bisa menandinginya, hanya beberapa orang saja
yang setanding dengannya, itupun bisa dihitung dengan jari tangan.
Jika memang lawannya terdiri
dari jago biasa saja, dengan menggerakan tangannya yang satu itu, tentu
lawannya akan terpental hebat. Jika memang tidak terbinasa, tentu sedikitnya
terluka parah sekali. Namun justru sekarang yang menjadi lawannya adalah Swat
Tocu, yang juga kepandaiannya tidak rendah, maka tangkisan Ciu Pek Thong itu
cuma dapat membendung serangan Swat Tocu tidak mampu menggempur kuda-kuda Swat
Tocu.
“Ha, rupanya memang aku
bertemu teman bermain yang hebat sekali!” berseru Ciu Pek Thong. “Sungguh
menyenangkan sekali! Sungguh menyenangkan sekali!”
Memang Loo-boan-tong merupakan
seorang yang menuruti sifat berandalan, namun juga jenaka. Iapun memang senang
sekali untuk menekuni pelajaran silat. Semakin aneh dan hebat kepandaian yang
dihadapinya, semakin bersemangat si tua jenaka ini untuk mempelajarinya.
Namun walaupun demikian,
disamping senang mencari urusan dengan orang, diapun seorang yang jujur dan
polos. Karena itu walaupun dia seorang yang berandalan namun dihormati oleh
orang-orang rimba persilatan. Jika memang bertemu dengan lawan yang tangguh dan
memiliki kepandaian yang tinggi Ciu Pek Thong semakin tertarik dan semakin
bersemangat untuk berkelahi.
Sekarang melihat Swat Tocu
memiliki kepandaian yang tinggi sekali, walaupun dia tidak kenal entah siapa
adanya Swat Tocu, namun Ciu Pek Thong tertarik sekali. Semangatnya terbangun
dan diapun tertawa telah melompat ke sana ke mari dengan gerakan yang gesit,
beruntun dia melakukan totokan, pukulan dan jambretan.
Semua gerakannya itu sangat
cepat sekali, tangannya berkelebat-kelebat cepat seperti juga kilat. Dan waktu
itu Swat Tocu untuk menghindarkan ke tiga jurus serangan Ciu Pek Thong harus
menyingkir ke samping, guna melewatkan pukulan-pukulan itu.
Ciu Pek Thong jadi heran dan
merasa aneh sekali melihat bahwa ke tiga jurus serangannya itu tidak berhasil
mengenai sasarannya.
“Eh, benar-benar engkau
memiliki kepandaian yang bolehan!”serunya. Diapun bersiap-siap untuk
melancarkan pukulan-pukulan berikutnya, maka dalam keadaan seperti itu, diapun
telah mengempos semangatnya, karena Ciu Pek Thong memang semakin girang bertemu
dengan lawan tangguh.
Swat Tocu semakin mendongkol.
Orang itu telah menyerangnya tiga kali, maka kini adalah gilirannya untuk
membalas menyerang, tentu Swat Tocu juga tidak mau berdiam diri saja. Dengan
serentak ke dua tangannya digerakkan, “Wuss” angin yang dingin sekali menyambar
ke arah Ciu Pek Thong.
“Ihhh, dingin!” Ciu Pek Thong
tiba-tiba berseru sambil menggigil. Dia tertawa-tawa. “Sungguh dingin! Seperti aku
tengah mandi di air salju!”
Tetapi sama sekali Ciu Pek
Thong tak terpengaruh lama oleh hawa dingin itu. Karena tubuhnya sudah tidak
menggigil lagi. Dikala si tua berandal yang jenaka itu mengempos lweekangnya
untuk memberikan perlawanan membendung hawa dingin itu.
“Ayo seranglah lagi.....
enak....., nyaman. Ayo serang lagi, yang lebih dingin!” berseru Ciu Pek Thong
dengan suara yang nyaring disertai tertawanya berulang kali.
Swat Tocu berdiri tertegun,
karena dia tak menyangka bahwa Ciu Pek Thong sanggup menghadapi serangannya
yang dahsyat itu, karena tadi dia telah menyerang dengan menggunakan kekuatan
enam bagian. Dengan demikian jika jago biasa tentu tubuhnya seketika itu juga
akan membeku kaku.
Tapi Ciu Pek Thong hanya
menggigil sejenak, kemudian malah minta dipukul lagi.
“Baik, coba kau terima ini!”
berseru Swat Tocu dengan suara yang nyaring, diliputi oleh kegusaran dan ke dua
tangannya telah digerakkan. Swat Tocu dalam keadaan penasaran seperti itu kali
ini telah menyerang dengan mempergunakan delapan bagian dari Inti es. Jelas
hawa dingin yang menyambar kepada Ciu Pek Thong juga semakin hebat dibandingkan
dengan yang tadi, di mana jika memang orang biasa yang menerima serangan
seperti itu, selain akan segera terbungkus lapisan es dan menjadi beku, pun
segera terbinasa karena seluruh darah di tubuhnya akan ikut beku.
Tapi Ciu Pek Thong menerima
serangan itu dengan tubuh menggigil sebentar, diapun berseru-seru jenaka:
“Nyaman sekali! Ohhh, sungguh nyaman.....!” dan sebentar kemudian, tubuhnya sudah
tidak menggigil lagi, malah Ciu Pek Thong telah meneruskan seruannya sambil
menggerakkan ke dua tangannya bergantian seperti tengah mengupas: “Ohhh, ayo
serang lagi..... mana hawa dinginmu..... sungguh panas, sungguh hawa udara yang
buruk demikian panas.....! Mana hawa dingin yang nyaman itu?”
Swat Tocu jadi penasaran bukan
main, ia mengeluarkan suara bentakan tanpa memberikan tanggapan suatu apapun
juga atas perkataan Ciu Pek Thong, dia telah menyerang lagi dengan dua kali
pukulan. Cara memukul Swat Tocu kali ini merupakan pukulan yang benar-benar
dahsyat, karena selain ke dua tangannya digerakkan serentak dan tenaga dalamnya
yang dipergunakan delapan bagian, tubuhnya juga berputar-putar, karena dia
hendak mengincar bagian yang mematikan di tubuh Ciu Pek Thong.
Hebat tenaga serangan dari
Swat Tocu membuat Ciu Pek Thong kali ini tidak bisa main-main. Dia telah
melompat ke atas setinggi empat tombak.
Gerakan yang dilakukan oleh
Ciu Pek Thong membuat angin pukulan dari Swat Tocu jatuh di tempat kosong, dan
malah menghantam sebuah patung singa-singaan yang terdapat tak jauh dari batu
gunung-gunungan itu.
Seketika itu juga
singa-singaan terbungkus oleh lapisan es, dan kemudian terdengar suara
“kretek,” yang perlahan, ketika lapisan es telah mencair, patung singa-singaan
itu telah hancur menjadi bubur.
Di kala itu tampak Swat Tocu
yang penasaran bukan main telah mulai memukul lagi. Cara memukulnya juga lebih
hebat dari tadi. Ciu Pek Thong tiga kali harus menghindarkan diri dan tiga kali
pula pukulan yang dilakukan oleh Swat Tocu menghantam batang pohon dan dinding
di tempat itu, yang seketika menjadi hancur setelah terbungkus oleh lapisan es.
Ciu Pek Thong meleletkan
lidahnya, dia berseru berulang kali: “Hebat! Berbahaya sekali! Hebat bukan
main! Hebat!”
Namun pujian yang diberikan
Ciu Pek Thong dengan sikap jenaka seperti itu telah membuat Swat Tocu tambah
mendongkol, karena dia merasakan bahwa pujian itu merupakan ejekan untuknya,
bukankah dia menyerang selalu tanpa berhasil?
Dengan mengeluarkan suara erangan
yang nyaring, tampak Swat Tocu bertubi-tubi telah menyerang lagi kepada Ciu Pek
Thong.
Sedangkan Yo Him dan Sasana
yang telah berhenti dari bertempurnya dengan pahlawan, mengawasi dengan hati
yang berkuatir sekali. Begitu juga dengan para pahlawan yang menjadi anak buah
serta kaki tangannya Tiat To Hoat-ong telah berdiri mematung memandang
kehebatan ke dua orang yang tengah bertempur itu, yang membuat mereka jadi
menggidik, karena setiap kali Swat Tocu gagal menyerang Ciu Pek Thong,
barang-barang yang menjadi korban dari pukulan Swat Tocu akan hancur setelah
dilapis es. Itulah pemandangan yang baru pertama kali disaksikan mereka, karena
inilah cara bertempur luar biasa.
Ciu Pek Thong sendiri juga
tidak berdiam diri, si tua yang berandal ini tidak mau kalah, karena diapun
telah memperlihatkan kehebatannya. Setiap kali dia berhasil menghindarkan diri
dari pukulan Swat Tocu, Ciu Pek Thong mengayunkan salah satu tangannya, dia
menghantam.
Memang Ciu Pek Thong telah
meyakinkan Kiu-im-cin-keng, karena itu tidak terlalu mengherankan lagi, tokoh
persilatan dari Coan-cin-kauw yang memiliki kepandaian tinggi, inipun membuat
Swat Tocu jadi kewalahan juga. Mereka seperti berimbang, hanya saja kepandaian
mereka belaka yang berlainan sifat, tapi untuk kesempurnaan ilmu silat
masing-masing, mereka telah mencapai puncaknya.
Beberapa kali Ciu Pek Thong
berhasil memukul membuat Swat Tocu jadi terdesak hebat oleh angin gempurannya
yang bagaikan gunung runtuh itu. Dan Swat Tocu jika memang bukannya memiliki
kuda-kuda kaki yang benar-benar tangguh dan sempurna jelas siang-siang telah
berhasil dirubuhkan oleh Ciu Pek Thong.
Dengan demikian tampak Swat
Tocu juga mulai berpikir dua kali untuk menyerang dengan membabi buta, karena
itu dia telah memperhitungkan tiap serangannya. Sedikit saja dia melakukan
suatu kesalahan dalam melontarkan pukulannya, niscaya dirinya sendiri yang akan
menerima bahaya tak kecil di tangan Ciu Pek Thong.
Karena itu sekarang tampak ke
dua orang tua itu telah saling menerjang bukan dengan cara yang cepat. Mereka
menggerakkan ke dua tangan dan tubuh mereka dengan perlahan dan teratur, namun
tenaga dalam yang mereka salurkan dalam setiap pukulan mereka mengandung
kekuatan yang dahsyat, yang bisa membinasakan. Itulah pertempuran yang bukan
main-main lagi seperti yang dianggap oleh Ciu Pek Thong pada mulanya.
Ciu Pek Thong sendiri walaupun
berandalan dan jenaka, namun otaknya tidak dungu. Ia merupakan seorang yang
cerdas juga, hanya saja terlalu jujur. Sekarang melihat Swat Tocu telah
mendesak dirinya bertubi-tubi seperti itu, dengan setiap serangan yang bisa
mematikan, Ciu Pek Thong telah merobah cara bertempurnya.
Hanya saja mulutnya tidak
hentinya mengoceh, “Sungguh mengagumkan! Sungguh mengejutkan! O, o, bukan main!
Sungguh mengagetkan sekali! Ai, ai, mengapa menyerang seperti kalap begitu! O,
o, menyeramkan sekali!”
Ciu Pek Thong yang mengoceh,
namun yang panas hatinya adalah Swat Tocu, sampai tokoh persilatan yang
memiliki kepandaian hebat itu mengeluarkan suara erangan penasaran dan gusar
sambil menyerang semakin hebat. Karena penasaran Swat Tocu bertekad untuk dapat
merubuhkan Ciu Pek Thong.
Memang sudah lama ia mendengar
akan hebatnya kepandaian Ciu Pek Thong, yang menurut sebagian dari tokoh-tokoh
Rimba Persilatan bahwa kepandaian yang sekarang dimiliki Ciu Pek Thong telah
berimbang dengan kepandaian Ong Tiong Yang.
Tetapi karena baru mendengar
nama dan belum pernah bertemu muka, dengan sendirinya, baru kali inilah Swat
Tocu mengetahui dan melihat sendiri bahwa kepandaian Ciu Pek Thong, memang
merupakan kepandaian yang luar biasa. Kepandaian dan ilmu dari si tua
berandalan tersebut yang berasal dari kitab Kiu-im-cin-keng itu benar-benar
merupakan kepandaian yang sulit sekali untuk dihadapinya.
Walaupun ilmu Inti Es nya
telah mencapai tingkat yang sempurna, namun Swat Tocu tidak bisa berbuat
banyak. Swat Tocu menyadari juga bahwa pertempuran mereka kali ini bukanlah
pertempuran sembarangan, karena sekali saja salah satu dari pukulan mereka
terkena pada sasarannya, niscaya lawannya akan segera terbinasa. Begitu juga
dengan keadaan dirinya, jika sekali saja dia berayal untuk mengelakkan diri,
niscaya dia akan menemui bencana yang tidak kecil.
Waktu itu Ciu Pek Thong
mengerutkan sepasang alisnya waktu melihat betapa Swat Tocu telah menyerang
semakin hebat dan dahsyat belaka. Ciu Pek Thong pun merasakan betapa napasnya
mulai sesak, karena hawa dingin yang mengurung dirinya semakin tebal, membuat
dia sulit untuk bernapas.
“Inilah berbahaya, aku harus
dapat membuyarkan hawa dingin yang mengurung diriku!” demikian pikir Ciu Pek
Thong. Karena si tua berandal jenaka itu menyadari, walaupun Swat Tocu tidak
mungkin bisa merubuhkan dirinya, tokh jika memang terus menerus dirinya
terkurung oleh lapisan hawa dingin itu, sehingga dia sulit bernapas. Tohk akhirnya
akan membuat dirinya lemas sendirinya, dan akan, membuat geraknya jadi lambat,
maka itu bisa membahayakan dirinya, yang kemungkinan besar dirubuhkan dan
dibinasakan Swat Tocu.
Setelah berpikir begitu, Ciu
Pek Thong mengeluarkan suara seruan nyaring, tubuhnya tahu-tahu melompat-lompat
tidak hentinya. Dan kemudian dia telah menggerakkan ke dua tangannya mendorong
dengan kuat sekali, sehingga berkesiuran angin yang menderu-deru menerjang Swat
Tocu.
Dengan cara mendorong seperti
itu, Ciu Pek Thong telah membuyarkan hawa dingin yang mengurung dirinya. Dan di
kala Swat Tocu menyambuti tenaga dorongan itu dengan berdiri tegak, dengan ke
dua tangan diulurkan ke depan, maka terjadi benturan yang kuat sekali.
Ciu Pek Thong maupun Swat Tocu
jadi berdiri kaku tegak di tempatnya sama sekali tidak bergerak. Karena ke
duanya tengah mengempos semangat dan tenaga murni mereka untuk berusaha
menindih kekuatan lawan.
Dengan demikian, walaupun
tubuh mereka tidak bergerak dan tangan mereka teracung dua-duanya ke tengah
udara dan tetap seperti sikap mendorong, tokh inilah pertempuran yang
menentukan sekali. Karena sekali saja tenaga dalam dari salah seorang di antara
mereka berkurang dan menjadi lemah, tentu akan celakalah dia, sedikitnya
terluka dan musnah seluruh ilmu maupun tenaga dalamnya. Malah kemungkinan akan
menemui kematian!
Pangeran Ghalik sendiri telah
berdiri memandang meñgawasi jalannya pertempuran itu.
Tadi dia telah mendengar
puterinya, Sasana telah memanggil orang tua yang jenggot kumisnya begitu panjang
dan membawa lagaknya edan-edanan, sebagai gurunya. Dengan begitu pangeran
Ghalik telah menduga, tentu guru puterinya itu tidak lain dari Ciu Pek Thong,
si tua berandalan jenaka tersebut.
Memang Pangeran Ghalikpun
mengetahui perihal Ciu Pek Thong yang sering didengarnya sebagai seorang tokoh
terkemuka di antara Oey Yok Su, Yo Ko, Kwee Ceng dan lain-lainnya. Namun baru
kali ini dia melihat keadaan si tua itu. Malah tak disangkanya tokoh rimba
persilatan tersebut menjadi guru dari puterinya!
Beberapa hari yang lalu, waktu
pangeran Ghalik mengetahui puterinya memiliki ilmu silat yang tinggi sekali,
dia menduga bahwa guru dari muridnya itu adalah seorang tokoh dunia Kang-ouw,
tapi ia menyangka seorang wanita yang sangat liehay sekali. Tidak
diduga-duganya sama sekali, bahwa yang menjadi guru puterinya itu tidak lain
dari Ciu Pek Thong, si tua berandalan jenaka tersebut......
Setelah menyaksikan sekian
lama jalannya pertempuran itu, pangeran Ghalik menghela napas.
Ke dua orang itu benar-benar
memiliki kepandaian yang luar biasa sekali, dan melihat ini pangeran Ghalik
merasakan bahwa kepandaian dan ilmu silat yang dimilikinya merupakan kepandaian
yang tiada artinya. Jika memang harus menghadapi salah seorang antara Ciu Pek
Thong atau pun juga Swat Tocu, maka beberapa jurus saja dia bisa dirubuhkan
terbinasa.....!
“Benar-benar di daratan
Tiong-goan terdapat banyak sekali tokoh-tokoh Kang-ouw yang memiliki kepandaian
luar biasa! Sesungguhnya tugas yang kuterima dari Kaisar merupakan tugas yang
sangat berat! Duapuluh tahun aku telah berusaha mengacaukan jago-jago
Tiong-goan itu, mempengaruhi satu dengan yang lainnya dengan mengadu
domba...... tapi ternyata tugasku itu sampai sekarang memberikan hasil yang
belum begitu jelas!
“Kini Koksu malah telah
memfitnah aku ingin memberontak pada...... itulah fitnah yang berat sekali!
Jika memang Kaisar mempercayai fitnahan dari Koksu, inilah yang benar-benar
mengecewakan sekali.”
Setelah berpikir begitu,
beberapa kali pangeran Ghalik menghela napas.
Hek Pek Siang-sat menghampiri
pangeran Ghalik, berdiri di ke dua sisi dari pangeran, karena mereka hendak
mengadakan penjagaan untuk keamanan pangeran tersebut.
Malah Hek Siang-sat telah
berkata dengan suara yang perlahan: “Pangeran, terlebih baik kau meninggalkan
tempat ini. Biarlah kami yang mengurusnya ini demi keselamatan pangeran dan
urusan besar tidak terbengkalai!