24 Puteri Dari Pangeran Ghalik
Begitu juga Cek Tian dan
Auwyang Phu, di mana ibu dan anak ini mengawasi takjub dan kagum.
Cek Tian dan Auwyang Phu
memang telah melatih ilmu warisan Auwyang Hong. Seperti diketahui bahwa Auwyang
Hong adalah salah seorang dari kelima jago luar biasa juga. Dengan diwarisinya
kepandaian tersebut, yang tertulis seluruh kepandaiannya di kitab yang telah
diberikan kepada Cek Tian, berarti Cek Tian maupun puteranya itu telah melatih
dengan baik.
Hanya saja, yang kurang buat
Auwyang Phu adalah latihan dan pengalaman. Dan bagi Cek Tian, dia memang telah
berusia cukup lanjut, pula ia seorang wanita. Waktu Auwyang Hong menciptakan
ilmunya itu untuk dipergunakan oleh laki-laki, maka tidak sesuai dipergunakan
oleh wanita. Itulah sebabnya Cek Tian tidak bisa melatih diri lagi dengan
sempurna.
Pangeran Ghalik yang memiliki
kepandaian yang tidak rendah, walaupun tidak setinggi kepandaian Tiat To
Hoat-ong, namun dia memiliki kepandaian yang tidak sembarangan. Ia juga
memiliki pengetahuan yang luas, pengalaman yang cukup. Melihat jalannya
pertempuran seperti itu, ia jadi kagum bukan main.
Diam-diam di hatinya berpikir:
“Orang aneh itu yang menjadi lawan Koksu itu memang benar-benar hebat.
Kepandaiannya itu jarang sekali terdapat di dalam rimba perailatan. Jika saja
dia bisa kutarik ke dalam tanganku. Dia dapat diberikan kedudukan sebagai wakil
ataupun sebagai pemimpin dari seluruh jago-jago yang bekerja di bawah
perintahku......”
Berpikir seperti itu, Pangeran
Ghalik telah mengawasi jalannya pertempuran yang luar biasa itu dengan sikap
bersungguh-sungguh. Namun hati kecilnya terus juga berpikir: “Memang belakangan
ini kulihat ada gejala kurang baik pada Koksu. Sikapnya padaku tidak seperti
beberapa waktu yang lalu.
“Walaupun dia selalu bersikap
manis, namun di balik sikapnya yang manis itu lewat sinar matanya, tampak jelas
dia seperti juga membenciku...... Malah menurut laporan terakhir dari orang
kepercayaanku, bahwa Koksu kemungkinan tengah menghimpun jago-jago di bawah
kekuasaannya untuk melakukan sesuatu. Yang jelas dia ingin menindih
pengaruhku!”
Karena berpikir begitu, maka
pangeran Ghalik telah mengawasi Koksu Tiat To Hoat-ong yang tengah memusatkan
seluruh kekuatan tenaga Soboc nya untuk membendung hawa dingin lawannya di mana
Swat Tocu memang tengah mengerahkan tenaga Inti Es nya tersebut pada tingkat ke
tujuh.
Tubuh Tiat To Hoat-ong
tergetar cukup keras, karena disamping dia mengerahkan tenaga, lagi pula dia
pun menerima gempuran yang hebat mengandung hawa dingin yang luar biasa. Jika
memang Swat Tocu hanya menyerang dengan gempuran tenaga biasa tentu Tiat To
Hoat-ong akan dapat menghadapi dengan mudah mempergunakan Soboc nya ini, tetapi
justeru di balik kekuatan tenaga dalam setiap gempuran Swat Tocu, mengandung
hawa dingin yang melebihi dinginnya es, sehingga tubuh Tiat To Hoat-ong seperti
juga akan dibungkus oleh lapisan es, yang tidak tampak sangat namun dingin
sekali.
Swat Tocu juga tampaknya
penasaran bukan main, berulang kali tangannya itu telah diulurkannya, dia
berulangkali mengempos hawa dingin untuk membungkus tubuh Tiat To Hoat-ong,
agar Koksu negara ini tidak bisa untuk memberikan perlawanan lebih lanjut.
Namun yang membuat Swat Tocu memperoleh kesulitan tidak kecil, justru dari
sekujur tubuh Tiat To Hoat-ong telah menguap semacam uap tipis yang membuyarkan
setiap hawa dingin yang menyelubungi sekujur tubuhnya, di mana hawa dingin yang
dikirim Swat Tocu lewat pukulan-pukulannya itu seperti telah buyar sendirinya.
Pangeran Ghalik waktu itu
masih berpikir lebih jauh: “Beberapa orang-orangku telah berhasil menyelidiki
juga bahwa Koksu berusaha untuk merebut kedudukanku dan mengambil alih
pengaruhku. Telah ada beberapa jago di bawah perintahku yang telah di
pengaruhinya. Dia memang liehay dan memiliki kepandaian yang sempurna, dia
merupakan saingan yang berat jika memang dia memiliki maksud-maksud yang tidak
baik.
Di samping aku harus hati-hati
mengawasinya dengan ketat, akupun harus berusaha menyelidiki terus apa yang
dilakukan oleh Koksu akhir-akhir ini. Karena belakangan ini, dia jarang hadir
dalam rapat-rapat yang kuadakan, di mana dia sering tidak berada di istana, dan
telah pergi ke suatu tempat yang tidak ingin disebutkannya......!”
Dan setelah berpikir begitu,
tanpa dikehendakinya pangeran Ghalik telah menghela napas berulang kali. Tetapi
perhatiannya terhadap pertempuran yang tengah berlangsung dengan hebat antara
Swat Tocu dan Tiat To Hoat-ong tetap tercurahkan dengan baik. Dan diapun
merasakan menyambar-nyambarnya hawa dingin yang terpancarkan dari setiap
pukulan yang dilakukan oleh Swat Tocu pada Tiat To Hoat-ong, sehingga si
pangeran tersebut harus mundur menjauhi diri dari kalangan tiga tindak......
Tiat To Hoat-ong sendiri heran
bercampur kaget. Heran karena dia tidak menyangka ada ilmu seperti itu, yang demikian
luar biasa, memiliki hawa yang demikian dingin menggigilkan tubuh.
Waktu dia mulai melatih Soboc
nya, hal itu tidak pernah terpikirkan olehnya. Dia memang melatih tenaga
lweekangnya yang bisa dipergunakan dengan leluasa, yaitu jika lawannya menyerang
keras, maka perlawanan dari tenaga latihan Soboc nya akan menolak lebih kuat
dan keras. Jika lawan menyerang mempergunakan cara yang lunak, perlawanan itu
akan melibat dengan lunak pula, sehingga tenaga lawan bisa dilibatkan dan di
balikkan untuk menghantam lawan itu sendiri.
Namun sama sekali Tiat To
Hoat-ong tidak menyangka bahwa sekarang ada orang yang bisa menyerang dengan
begitu kuat, disamping dalam tenaga gempurannya itu terkandung hawa yang
demikian dingin, yang melebihi dinginnya es......! Memang tenaga pukulan
lawannya bisa dihadapinya, ditolaknya, namun hawa dingin itu yang seperti juga
ingin membungkus tubuhnya, tidak bisa dilenyapkan oleh Tiat To Hoat-Ong, karena
hanya hawa panas yang menguap dari sekujur tubuhnya, lewat tenaga latihan Soboc
nya, maka hawa dingin itu bisa dibuyarkan.
Itu hanya untuk sedikit,
kemudian hawa dingin itu mengurung tubuhnya lagi. Buyar lagi, dan datang lagi.
Begitu seterusnya. Tentu saja telah membuat Tiat To Hoat-ong harus memutar otak
mencari jalan untuk dapat menghadapi ilmu yang aneh seperti itu.
Sedangkan Swat Tocu sendiri
semakin lama semakin penasaran. Semakin cepat dia menggerakkan ke dua tangannya
semakin hebat hawa dingin yang berhamburan menerjang ke tubuh Tiat To Hoat-ong.
Di mana tampak Swat Tocu berusaha untuk membungkus sekujur tubuh Tiat To
Hoat-ong dengan pengaruh hawa dinginnya itu.
Memang Swat Tocu juga
merasakan betapa uap tubuh Tiat To Hoat-ong sering menolak padanya tenaga yang
kuat sekali, mengembalikan tenaga gempurannya. Dengan demikian Swat Tocu juga
kagum untuk kekuatan tenaga dalam yang dimiliki Koksu negara tersebut.
Namun sebagai tokoh sakti yang
memiliki ilmu yang luar biasa, yang seumurnya belum pernah bertemu tandingan,
Swat Tocu mana mau menerima keadaan seperti ini begitu saja? Setelah gagal
beberapa dengan serangannya, Swat Tocu merubah cara menyerangnya.
Sekarang sambil menggerakkan
terus ke dua tangannya yang silih berganti menyerang kepada Tiat To Hoat-ong,
juga ke dua kakinya telah melangkah menghampirinya, jarak mereka terpisah
semakin dekat.
Tiat To Hoat-ong mengkerutkan
alisnya.
“Manusia aneh, ini memiliki
ilmu yang hebat luar biasa, siapakah dia? Tampaknya dia telah menguasai pusat
inti bumi yang bisa dilatihnya dan bisa menyalurkan hawa yang demikian
dingin...... Aku harus berusaha merubuhkannya dengan segera. Karena jika tidak,
sekali saja dia bisa menguasai diriku, di mana tubuhku terkurung oleh hawa
dinginnya. Peredaran darahku membeku, sehingga tidak leluasa aku menggerakkan
ke dua tangan dan sepasang kakiku ini, dia segera bisa mencelakaiku!”
Mereka tampaknya bertempur
dengan seru, tapi hati mereka berpikir terus berusaha untuk mencari jalan guna
merubuhkan lawan masing-masing. Pikiran mereka pun bekerja terus, sedangkan
mata mereka telah memandang dengan sorot yang bengis dan mereka telah bertekad
untuk menyelamatkan jiwa masing-masing.
Dalam pertempuran ini, bukan
lagi dipersoalkan kalah atau menangnya. Karena justeru dengan terjadinya
pertempuran antara dua orang tokoh yang memiliki kepandaian yang begitu hebat
dengan sendirinya sekali saja mereka lengah dan dapat termakan oleh lawan,
jelas mereka akan bercelaka......!
Waktu itu, Swat Tocu telah
beberapa kali melangkah maju mendekati Tiat To Hoat-ong. Jarak pisah mereka
semakin dekat juga, mereka telah berhadapan tidak lebih terpisah dari setombak.
Wang Put Liong telah berbisik
di pinggir telinga Yo Him, katanya: “Tiat To Hoat-ong merupakan Koksu negara
dari Mongolia, dia seorang luar biasa. Kepandaiannya juga terlalu dahsyat......
sedangkan lawannya itupun bukan lawan yang ringan, maka jika memang mereka
bertempur dengan cara seperti itu, tentu akan membuat mereka celaka
bersama-sama.
Yo Him mengangguk.
“Ya, Swat Tocu seorang tokoh
yang memiliki kepandaian luar biasa juga. Tetapi tampaknya, mereka akan segera
menghentikan pertempuran karena ke duanya rupanya berimbang jika tidak ada
salah seorang yang terluka tentu mereka akan menghentikan pertempuran itu
dengan segera. Jika tidak mereka akan terlibat dalam pertempuran yang tak
berkesudahan selama berhari-hari, itu bisa mencelakai diri mereka
masing-masing. Di mana tenaga lweekang mereka akan punah sebagian!”
Wang Put Liong menghela napas.
”Jika melihat ke dua orang
itu, segera aku menyadari bahwa kepandaian yang kumiliki sesungguhnya tidak
memiliki apa-apa......, dengan demikian, berarti untuk dapat malang melintang
dalam kalangan Kang-ouw, memang tidak pantas untukku......! Hai, aku telah
duapuluh tahun lebih berlatih diri namun kepandaian yang kami miliki tidak
seujung kuku ke dua orang itu.....!” setelah berkata begitu, muka Wang Put
Liong jadi guram.
Yo Him tertawa.
“Mereka merupakan tokoh-tokoh
yang hebat, sedangkan aku sendiri belum tentu bisa menghadapi mereka, Cianpwe!”
kata Yo Him. “Kepandaian mereka mungkin berimbang dengan kepandaian ayah ibu.”
Wang Put Liong menghela napas
lagi.
“Ya, jika saja sekarang ini
ada Yo Tayhiap tentu mereka bisa dipisahkan,..... aku perlu diselamatkan keluar
dan tempat ini.......”
Yo Him tersenyum.
“Walaupun ayah tidak mau
mencampuri lagi urusan dalam dunia persilatan, tetapi aku sebagai anaknya tentu
tidak akan membiarkan cianpwe terlantar di sini......! Jangan kuatir, walaupun
pangeran Ghalik memiliki banyak pahlawan-pahlawannya yang gagah, nanti aku
menolongmu keluar dari tempat ini!”
Wang Put Liong tersenyum
pahit, katanya. “Sesungguhnya aku tidak memikirkan perihal keselamatan diriku,
hanya yang membuatku jadi tidak tenang adalah tempat penyimpanan harta karun
ini. Jika sampai terjatuh ke dalam tangan pangeran Ghalik, maka sia-sia belaka
usahaku, selama ini......!” Beberapa kali Wang Put Liong menghela napas lagi,
wajahnya semakin guram saja.
Waktu itu Yo Him ingin
menghiburnya lagi, tetapi dia dikejutkan oleh suara teriakan Tiat To Hoat-ong
di luar ruangan, di mana tampak Tiat To Hoat-ong sambil memutar ke dua
tangannya itu berulang kali untuk mendesak Swat Tocu, dia telah mengeluarkan
pekik yang mengguntur. Hebat cara dia menyerang, demikian dahsyat cara dia
mendesak, sehingga tenaga gempuran yang disalurkan oleh Swat Tocu bagaikan
terbentur dengan lapisan dinding yang tebal sekali, dan berbalik malah
menghantam Swat Tocu sendiri!
Pemilik pulau Es itu tidak
berdiam diri saja, dia telah mengeluarkan suara tertawa bergelak-gelak yang
nyaring kemudian katanya: “Memang hebat sekali kepandaian lawanku ini......
sungguh menggembirakan! Sungguh menggembirakan!”
Dan sambil berkata begitu,
tampak Swat Tocu telah mengempos semangatnya. Dia telah menerjang lagi dengan
ke dua tangan dimajukan lurus ke dada lawannya disamping itu tenaga gempuran
yang dipergunakannya semakin hebat. Tiat To Hoat-ong juga mengempos
semangatnya.
Ke dua jago yang memiliki
kepandaian begitu luar biasa, telah berhadapan dengan tubuh menggigil. Jika
Tiat To Hoat-ong mulai dikuasai oleh hawa dingin yang membuatnya menggigil,
namun muka dan tubuhnya basah oleh butir-butir keringat akibat pengerahan hawa
tenaga murni Soboc nya, maka waktu itu Swat Tocu juga terhuyung-huyung dengan
tubuh bergoyang-goyang seakan-akan ingin jatuh. Tapi ke dua kakinya tidak
berobah kedudukan, di mana dia tetap berada di tempatnya. Dengan demikian, ke
dua orang ini memang tengah saling memusatkan seluruh kekuatan mereka yang
terhebat, berusaha untuk saling menindih lawannya.
Dalam keadaan tegang seperti
itu, di mana dua orang tokoh sakti tengah mengadu kekuatan untuk mempertaruhkan
mati hidupnya jiwa mereka, dari dalam ruangan terdengar suara seruan tertahan
seorang gadis. Kemudian tampak berlari keluar seorang gadis berusia tujuh atau
delapanbelas tahun, di mana gerakan tubuhnya gesit sekali, dan dia telah melangkah
mendekati pangeran Ghalik. Dia pun telah memanggil: “Ayah......!”
Pangeran Ghalik telah menoleh
dan tersenyum, katanya: “Kau Sasana? Pergilah kau masuk kembali, di sini ada
orang jahat...... nanti jika urusan telah selesai, aku akan segera menemuimu!”
Tetapi gadis cantik jelita
itu, seorang gadis Mongolia, yang ternyata merupakan puteri dari pangeran
Ghalik, yang bernama Sasana itu telah tersenyum dengan manis.
“Tidak ayah!” katanya
menggeleng perlahan. “Justeru aku ingin menyaksikan keramaian! Jika memang ayah
memaksa aku masuk ke istana, maka biarlah untuk selanjutnya aku tidak mau makan
dan minum......!”
Ayah itu kewalahan, dia memang
sangat memanjakan puterinya tersebut, yang merupakan Puteri tunggalnya, jadi
terlalu manja. Akhirnya pangeran Ghalik telah mengangguk.
“Baiklah, tetapi jika memang
keadaan tidak mengijinkan. Engkau harus meninggalkan tempat ini. Sebab bisa
membahayakan dirimu......!” katanya.
Sasana mengangguk.
“Ayahku seorang pahlawan raja,
memiliki pengaruh dan kekuasaan besar. Juga gagah perkasa! Siapa yang berani
menghina aku?” menyahuti puteri itu dengan manja dan memperlihatkan sikap
jenaka dengan meleletkan lidahnya.
Pangeran Ghalik tersenyum, dia
menarik tangan puterinya agar berdiri di sampingnya. Kemudian ayah dan gadisnya
itu telah menyaksikan lebih lanjut pertempuran yang tengah berlangsung antara
Swat Tocu dengan Tiat To Hoat-ong.
Sedangkan Auwyang Phu waktu
melihat munculnya gadis itu, telah memandang dengan mata tidak berkedip. Memang
baru pertama kali ini dia telah melihat gadis secantik itu di mana selain
pakaiannya yang reboh, juga demikian cantik jelita.
Matanya yang gemerlapan,
bagaikan kerlap kerlipnya bintang-bintang di langit, sikapnya yang manja dan
luwes itu, disamping dengan kejelitaannya yang memukau benar-benar merupakan
seorang gadis yang sempurna kecantikannya. Lama dia memandang ke arah gadis
itu, sampai suatu kali Sasana telah menoleh kepadanya, dan telah tersenyum pada
pemuda bertubuh pendek kecil itu!
Hati Auwyang Phu tergoncang
keras, mukanya merah, dia juga balas tersenyum, namun segera membuang pandang
ke arah pertempuran di tengah gelanggang. Jantungnya berdegup keras sekali.
Ibunya Cek Tian telah melihat
sikap puteranya. Ia menarik lengan baju anaknya itu, bisiknya, “Dia puteri
musuh besar kita, matamu jangan jelalatan seperti itu!”
Auwyang Phu hanya mengiyakan
dengan pipinya yang berobah merah lagi. Dia jengah ibunya mengetahui lagaknya
tadi.
Waktu itu Tiat To Hoat-ong
telah mengeluarkan suara bentakan lagi, tangan silih berganti mengebut ke arah
depannya, pada Swat Tocu. Setiap kali dia menggerakkan salah satu tangannya,
yang digerakkan perlahan dan lambat sekali, bagaikan tangannya itu berat bukan
main.
Ke dua kaki Tiat To Hoat-ong
telah melesak beberapa dim di lantai. Dan lantai yang terdiri dari batu hijau
itu telah hancur, kemudian kaki itu semakin melesak ke dalam. Setiap kali Tiat
To Hoat-ong menggerakkan ke dua tangannya, setiap kali itu pula ke dua kakinya
melesak semakin dalam sampai akhirnya telah melesak sebatas betisnya!
Swat Tocu waktu itu keadaannya
tidak separah Tiat To Hoat-ong. Namun diapun tidak kurang berbahayanya, karena
dirinya seperti juga terancam oleh kekuatan lweekangnya Tiat To Hoat-ong setiap
waktu. Jika ia memang lengah, tentu dirinya akan terluka parah.
Serangan hawa dingin yang
terpancar dari setiap pukulannya itu seperti juga sudah tidak memiliki pengaruh
apa-apa untuk Tiat To Hoat-ong lagi. Sekujur tubuh Tiat To Hoat-ong bagaikan
telah terlindung dan terlapis oleh kekuatan Soboc nya yang menguap hawa panas
yang semakin tebal juga.
Tetapi Swat Tocu tidak mau
menerima keadaan seperti itu, karena dia penasaran bukan main. Beberapa kali
dia telah mengempos semangatnya. Walaupun memang terlihat dia menang dalam satu
tingkat itu dari Tiat To Hoat-ong, namun sulit sekali baginya untuk dapat
merubuhkan Koksu negara itu dalam waktu yang singkat sekali.
Sedangkan Tiat To Hoat-ong
sendiri memang telah menyadari, tidak mungkin dia bisa merubuhkan lawannya,
namun diapun tidak mungkin bisa dirubuhkan lawannya. Yang jelas dan pasti, jika
memang mereka bertempur terus menerus seperti itu tentu akan menyebabkan mereka
terluka di dalam, sama-sama bisa bercelaka. Kemungkinan besar merekapun akan
binasa bersama-sama......!
Yo Him yang menyaksikan
jalannya pertempuran seperti itu berpikir: “Alangkah sayangnya jika ke dua
orang itu sampai terluka...... Mereka merupakan dua orang tokoh rimba
persilatan yang memiliki kepandaian yang luar biasa, tentunya dilatih dan
diperoleh tidak dengan mudah...... Alangkah sayangnya jika sampai mereka berdua
tercelaka......!
Sedang Yo Him berpikir seperti
itu, tiba-tiba mata pemuda itu jadi terpentang lebar-lebar, karena waktu itu
dilihatnya muka Tiat To Hoat-ong bengis bukan main, mimik mukanya keras sekali,
yang heran, ke dua kakinya biarpun terpendam dalam tanah, tokh tubuhnya itu
telah bergoyang-goyang, sebentar ke depan sebentar ke belakang, dengan demikian
dia seperti juga orang yang akan rubuh ke depan atau kejengkang ke belakang.
Sedangkan tubuh Swat tocu tetap berdiam dari di tempatnya. namun mukanya
sebentar merah, sebentar hijau, sebentar kuning pucat.....
Ke dua orang itu benar-benar
tengah menghadapi detik-detik yang menentukan dalam pertempuran itu.
Semua orang-orang hadir di
tempat itu jadi memandang dengan tegang.
Sedangkan Swat Tocu dan Tiat
To Hoat-ong masing-masing mengerahkan seluruh kekuatan yang ada pada mereka,
untuk mengatasi keadaan yang demikian membahayakan jiwa masing-masing......
Dalam kesunyian seperti itu,
tiba-tiba berkelebat sesosok bayangan hijau, gerakannya begitu ringan dan cepat
sekali. Disusul dengan teriakan kaget pangeran Ghalik. “Sasana......!”
Rupanya di waktu Tiat To
Hoat-ong dan Swat Tocu dalam keadaan terancam seperti itu di mana ke duanya
terlibat dalam pertempuran yang menentukan, dengan secara tiba-tiba Sasana
telah melompat dengan gesit sekali. Gerakannya begitu ringan yang tahu-tahu
telah melompat ke tengah gelanggang.
Tentu saja perbuatan Sasana
membuat pangeran Ghalik jadi terkejut bukan main. Dia berkuatir sekali. Untuk
mencegah perbuatan putrinya yang selalu dimanjakan itu, sudah tidak keburu
lagi.
Jika memang Sasana menyelak di
tengah-tengah ke dua orang yang tengah saling mengadu kekuatan untuk mati dan
hidup itu, tentu tubuh Sasana akan hancur tergempur dua kekuatan tenaga
raksasa.....!
Tetapi apa yang dikuatirkan
oleh pangeran Ghalik ternyata berlebihan. Sebab waktu itu, Sasana yang tiba di
pinggiran Tiat To Hoat-ong dan Swat Tocu, tidak berdiam diri.
Dia memang menyelak di tengah,
namun ke dua tangannya digerakan cepat sekali. Tangan kirinya diulurkan untuk
menyampok tangan Tiat To Hoat-ong, sedangkan tangan kanannya telah mengebut
perlahan tangan Swat Tocu. Gerakan yang dilakukannya seperti juga tidak
mempergunakan tenaga.
Ke dua jago yang tengah
mengadu ilmu itu telah letih sekali. Walaupun mereka bertempur belum setengah
harian, namun mempergunakan kekuatan tenaga mereka itu yang berlebihan, sebab
merekapun memang menemukan tandingan yang setimpal, dengan kepandaian yang
sama-sama tinggi dari sempurna.
Hebat, kesudahan dari dorongan
ke dua tangan Sasana, karena tubuh Swat Tocu telah terdorong melangkah mundur
satu tindak ke belakang dan Tiat To Hoat-ong terdorong dengan tubuh seperti
akan terjengkang, karena ke dua kakinya telah tertancap ke dalam bumi, dengan
sendirinya, hanya tubuhnya itu saja yang seperti ingin kejengkang.
Kemudian, Sasana telah
melompat menjauh dua tindak, sambil berkata: “Hentikan......!!”
Swat Tocu dan Tiat To Hoat-ong
yang terpisah dari libatan kekuatan tenaga masing-masing, telah berdiri
tertegun sejenak.
Apa yang dilakukan oleh Sasana
sesungguhnya berbahaya. Dia meminjam kekuatan ke dua tenaga dalam dari ke dua
orang yang tengah bertarung, dengan cara “setail melontarkan seribu kati”
sehingga dengan cara yang tepat. Walaupun dengan tenaga yang tidak begitu besar
si gadis bisa memisahkan ke dua tokoh persilatan yang lihay itu. Jika memang
harus menghadapi salah seorang dari ke dua jago itu Sasana tidak akan sanggup,
karena kepandaiannya masih berada di tingkat bawah terpaut jauh sekali.
Semula mereka menduga orang
yang menyelak di antara mereka, untuk melepaskan mereka dari libatan dua
kekuatan yang tengah saling bentur itu adalah seorang tokoh persilatan yang
telih lanjut usia. Tetapi kenyataannya seorang wanita yang demikian cantik
jelita, juga masih berusia muda sekali.
Dan yang paling terkejut
adalah Tiat To Hoat-ong. Segera saja ia mengenali orang yang telah memisah dia
dengan Swat Tocu adalah puteri dari pangeran Ghalik. Sama sekali dia tidak
menduga bahwa Sasana memiliki kepandaian yang hebat!
Semua orang juga jadi berdiri
bengong mengawasi gadis itu. Demikian halnya juga dengan pangeran Ghalik.
Semula dia kuatirkan keselamatan puterinya itu, tetapi setelah melihat apa yang
terjadi dia jadi lebih kaget dan bercampur girang, karena kaget mengetahui
puterinya itu memiliki kepandaian yang demikian hebat, sedemikian girang. Dia
sama sekali tidak pernah mengetahui bahwa puterinya itu sesungguhnya merupakan
salah seorang pandai yang memiliki kepandaian silat jauh di atasnya?
Jangankan untuk memisahkan
Tiat To Hoat-ong dengan Swat Tocu yang tengah terlibat dalam suatu pertempuran
yang seru dan menentukan itu, sedangkan untuk ikut maju ke tengah gelanggang
saja, berdiri di dekat ke dua orang itu mungkin pangeran Ghalik sudah tidak
sanggup! Tetapi puterinya itu...... Sasana justeru telah berhasil memisahkan ke
dua orang yang memiliki kepandaian yang luar biasa tingginya itu dengan hanya
satu gerakan!
Setelah tersadar dari
bengongnya, pangeran Ghalik telah berlari memburu kepada Sasana, tegurnya:
“Sasana kau membuat aku hampir mati kaget!”
Tetapi Sasana yang cantik
jelita itu telah tersenyum manis.
“Ayah, sudah ku katakan, kau
tak perlu berkuatir atas diriku...... aku sudah besar ayah!”