29.57. Kelihayan Ilmu Siauw
Liong Lie
Mendongkol sekali hati Oey Yok
Su, dan kemendongkolannya itu telah ditimpahkan kepada Hiat To Hoat-ong. Dengan
gerakan ‘Pek-ho-ciong-thian’ atau Burung Bangau Futih Menembus Awan, cepat
sekali kedua tangannya bergerak dengan bersilang, tubuhnya agak maju sedikit,
dan tahu tahu tangan kirinya menerobos penjagaan Hiat To Hoat-ong akan meremas
perutnya, bukan digempur seperti tadi.
Tiat To Hoat-ong juga mengenal
jurus yang dipergunakan Oey Yok Su, jurus itu memang merupakan gerakan yang
sederhana sekali, tetapi dipergunakan oleh seorang tokoh persilatan seperti Oey
Yok Su, dengan sendirinya menjadi hebat luar biasa.
Dengan mengeluarkan suara
teriakan yang sangat nyaring, Tiat To Hoat-ong tidak berani seperti tadi
menyambut serangan lawannya. Dengan menggunakan kedua tangannya mendorong ke
depan, dari kedua telapak tangannya itu mengalir keluar arus angin yang sangat
kuat sekali, dan tampak kedua kaki Tiat To Hoat-ong telah melompat mundur
sejauh dua tombak lebih menjauhi diri dari Oey Yok Su.
Serangan yang dilancarkan Oey
Yok Su jadi mengenai tempat kosong.
Tetapi Oey Yok Su memang telah
mendongkol dan bertekad di hatinya ingin menghajar Tiat To Hoat-ong dan
melampiaskan kemendongkolannya karena diejek Ciu Pek Thong kepada pendeta
Mongol ini. Maka begitu lawannya melompat mundur, segera Oey Yok Su melompat
dan meneruskan serangannya beruntun tiga jurus, yaitu dengan gerakan
‘Tiang-coa-cu-tong’ atau Ular keluar dari Liang, disusul lagi dengan gerakan
‘Hong-hong-tian-tauw’ atau Burung Hong Menganggukkan Kepala, dan jurus yang
ketiga dia mempergunakan gerakan ‘Tui-cung-bong-goat’ atau Mendorong Jendela
Melihat Bulan.
Sekaligus diserang tiga jurus
dari tiga jurusan oleh Oey Yok Su, Tiat To Hoat-ong jadi terkejut sekali. Ia
memang mengetahui Oey Yok Su merupakan tokoh persilatan yang sangat ternama dan
disegani di daratan Tiong-goan. Tetapi Tiat To Hoat-ong tidak menyangkanya
bahwa dia justru harus menghadapi orang she Oey itu dengan kepandaiannya yang
benar-benar sangat hebat.
Coba kalau tadi diserang tiga
jurus dengan beruntun oleh Oey Yok Su dan dia bergerak kurang cepat, niscaya
dia akan menemui kematian, atau setidak-tidaknya akan terluka parah. Tetapi
Tiat To Hoat-ong sebagai tokoh yang menjagoi di Mongolia dan merupakan orang
kepercayaan Kublai Khan, dengan sendirinya dia memiliki kepandaian yang tidak
lemah.
Walaupun memang kepandaian
Tiat To Hoat-ong tidak setinggi kepandaian Oey Yok Su, namun bagi Oey Yok Su
juga tidak mudah, untuk merubuhkan Tiat To Hoat-ong hanya dalam waktu yang
singkat.
Cepat sekali Tiat To Hoat-ong
mengeluarkan ilmu latihan Yoganya, dia hanya menggerak-gerakkan kedua
tangannya, yang diputarnya cepat sekali sehingga kedua tangannya itu melindungi
tubuhnya.
Gerakan yang dilakukan oleh
Tiat To Hoat-ong ini sebetulnya di Tiong-goan memiliki ilmu yang serupa dengan
ilmu dari pendeta tersebut, yaitu jurus atau ilmu ‘Tiat-see-ciang atau telapak
tangan pasir besi, yang sangat berbahaya, apa lagi memang Tiat To Hoat-ong
mempergunakan ilmunya itu dengan memutar sepasang tangannya, maka jika sampai
lawannya melancarkan serangan juga dari mereka saling bersentuhan, niscaya
lawannya akan menderita kerugian yang tidak kecil!
Tetapi bagi Oey Yok Su gerakan
tangan Tiat To Hoat-ong merupakan jurus yang tidak begitu sulit untuk dihadapi.
Dengan menentang kelima jari tangan kirinya dan juga tangan kanannya melakukan,
pukulan dengan jurus ‘Ju-can-swie-jiu atau pukulan menembus air. Maka
bagaimanapun rapatnya penjagaan diri dari Tiat To Hoat-ong tentu dapat
diterjang dengan serangan yang dilakukan oleh Oey Yok Su.
Beberapa kali diantara deras
serangan kedua tangan Oey Yok Su, Tiat To Hoat-ong memutar otaknya untuk
mencari jalan keluar karena pendeta ini menyadari, jika mereka bertempur terus
seperti itu, tidak sampai seratus jurus dirinya akan dapat dirubuhkan Oey Yok
Su, maka dari itu dalam keadaan seperti ini Tiat To Hoat-ong telah mencari
jalan keluar. Dia telah mengeluarkan suara bentakan-bentakan sambil menangkis
serangan-serangan Oey Yok Su dengan tangannya itu yang dikebutkan untuk
mendesak Oey Yok Su.
Tetapi Oey Yok Su sama sekali
tidak mau memberikan kesempatan bernapas kepada Tiat To Hoat-ong, dan terus
mengepung rapat tubuh pandeta ini. dengan sepasang tangannya.
Di saat itulah, di otak Tiat
To Hoat-ong berkelebat serupa ingatan.
„Tahan! Orang she Oey, tahan
dulu!” teriak Tiat To Hoat-ong, „Atau kata-katamu memang tidak bisa
dipergunakan dan tak ada harganya?”
Oey Yok Su terkejut dia juga
segera teringat sesuatu, sehingga dia jadi begitu mendongkol dan
membanting-banting kakinya dengan wajah yang muram.
„Telah limabelas jurus, atau
mungkin lebih engkau melancarkan serangan. Tetapi engkau tidak berhasil
merubuhkan diriku. Hemmm, mana itu kesombonganmu?”
Muka Oey Yok Su berobah merah.
„Baik engkau menang!” katanya
dengan mendongkol meluap-luap. „Kelak engkau boleh ikut dalam pertemuan di
Hoa-san tetapi sekarang, justru secara pribadi aku ingin meminta
petunjuk-petunjukmu pendeta besar yang sangat terhormat!” Setelah berkata
mengejek begitu. Oey Yok Su telah melompat dan ingin melancarkan serangan pula
kepada lawannya.
Tetapi Tiat To Hoat melompat
mundur dia berseru:
„Tahan! Sekarang aku tidak
memiliki waktu untuk bermain-main denganmu! Nanti setelah selesainya pertemuan
di Hoa-san, barulah kita main-main. Engkau ingin bertempur seberapa ratus jurus
juga akan kulayani.”
Oey Yok Su jadi berdiri dengan
muka yang muram, karena dia tidak bisa mengendalikan kemendongkolannya itu yang
tidak memperoleh kesempatan untuk melampiaskannya.
Saat itu Siauw Liong Lie sudah
tidak bisa mempertahankan keinginan di hatinya untuk menghajar Tiat To
Hoat-ong, maka dia telah melompat maju sambil memberi hormat kepada Oey Yok Su.
„Oey locianpwe lebih baik
kerbau gundul seperti dia jangan dilayani, mana pantas menyembelih ayam harus
mempergunakan golok babi? Maka biarlah aku yang maju memberikan hajaran
padanya.”
Oey Yok Su masih diliputi
kemendongkolan hanya mendengus. „Hmm,” tanpa memberi komentar dia berdiam diri
dengan muka yang dingin sekali, karena di hatinya telah bertekad, nanti untuk
menghajar Tiat To Hoat-ong habis-habisan setelah ada kesempatan.
Tiat To Hoat-ong juga
mengetahui kegusaran Oey Yok Su, dia bahkan mentertawainya sambil katanya:
„Engkau benar-benar seorang tokoh persilatan yang bisa dipegang kata-katanya,
nanti setelah urusan di Hoa-san selesai, barulah kita main-main tiga hari tiga
malam. Kau setuju bukan?”
Oey Yok Su mengetahui bahwa
itu ejekan untuknya, dimana Tiat To Hoat-ong menganggap dirinya setingkat
dengan dia. Kemarahan yang bergolak di hatinya hampir saja tidak bisa
disabarnya, tetapi untung saja Siauw Liong Lie telah cepat-cepat menghadapi
Tiat To Hoat-ong dan berkata,
„Engkau dulu pernah memaksa
aku dengan keroyokan sehingga aku terjerumus ke dalam jurang di sebuah lembah
gunung Kun-lun, sekarang aku ingin melihat berapa tinggi kepandaian yang kau
peroleh setelah belasan tahun kita tak bertemu.”
Tiat To Hoat-ong tertawa
mengejek.
„Engkau sendiri yang terjun ke
dalam jurang, kawan-kawanku Turkichi dan Talengki tentu akan membenarkan
perkataanku. Bahwa engkau sendiri yang telah terjun ke dalam jurang, jadi bukan
kesalahan kami! Hemm, sekarang engkau terhindar dari kematian dan telah berada
disini juga, maka apakah kesempatan ini engkau ingin pergunakan? Majulah.....”
Tantangan yang diajukan oleh
Tiat To Hoat-ong membuat muka nyonya Yo Ko itu berobah merah. Dia memang telah
menaruh kebencian kepada Tiat To Hoat-ong, justru sekarang orang menghina dia
dengan perkataan yang menantang itu, dengan sendirinya telah membuat Siauw
Liong Lie tidak bisa mempertahankan diri lagi. Dia telah mengeluarkan suara
seruan yang sangat keras, dan menggerakkan kedua tangannya dari kiri dan kanan.
Kini Siauw Liong Lie telah
memperoleh kepandaian yang lebih tinggi dari masa lalu, serangan kedua
tangannya yang kosong tidak mempergunakan senjata tajam, jauh lebih hebat
dibandingkan jika dulu Siauw Liong Lie menyerang dengan memakai pedang dan
mempergunakan jurus-jurus dari Sian-lie-kiam-hoat.
Tiat To Hoat-ong sendiri tidak
menyangka bahwa kepandaian Siauw Liong Lie semakin sempurna dibandingkan dengan
yang lalu, maka begitu diserang, belum lagi kedua tangan Siauw Liong Lie yang
digerakkan serentak dari jurusan kiri dan kanan itu tiba, angin serangannya
telah meluncur sangat hebat dan kuat.
Waktu itu Yo Ko baru melihat
kepandaian istrinya ini dia sangat kagum sekali. Melihat gerakan dan jurus yang
dipergunakan oleh Siauw Liong Lie, Yo Ko jadi berdiri tertegun karena herannya,
dia melihat jurus-jurus yang dipergunakan Siauw Liong Lie berbeda dengan
jurus-jurus Sian-lie-kiam-hoat atau ilmu Kouw-bok-pay yang biasa mereka latih
berdua.
Tiat To Hoat-ong tidak berani
berdiam diri atau berayal melihat cara menyerang yang dilakukan oleh Siauw
Liong Lie, disamping itu dia juga heran sama sekali, namun Tiat To Hoat-ong
tidak sempat berpikir gerakan-gerakan kedua tangan Siauw Liong Lie sangat aneh
sekali, dia seperti melancarkan serangan ke kiri tetapi tahu-tahu tangannya
telah menyambar ke kanan, dan waktu tangan yang satunya menyambar ke arah atas,
tahu-tahu inceran sasaran yang sesungguhnya ke bawah.
Hal ini telah membuat Tiat To
Hoat-ong harus memasang mata baik-baik, karena sekali saja dia terserang,
niscaya dirinya akan mengalami bahaya yang tidak kecil.
Siauw Liong Lie juga telah
mempergunakan ilmu yang diperolehnya di dalam lembah, untuk merubuhkan diri
Tiat To Hoat-ong.
Ciu Pek Thong berulang kali
menggeleng-gelengkan kepala sambil mendesah-desah menyatakan kekagumannya atas
kepandaian yang dimiliki Siauw Liong Lie.
Sedangkan Yo Him jadi berdiri
tertegun dengan hati yang berdebar-debar keras, karena justru dia melihat
ibunya memiliki kepandaian yang tinggi sekali, mendatangkan perasaan bangga di
hatinya.
Di saat itu Tiat To Hoat-ong
mati-matian mengeluarkan kepandaiannya dan baru bisa mengimbangi permainan dan
serangan kedua tangan Siauw Liong Lie.
It-teng Taysu sendiri telah
menyaksikan, betapa Siauw Liong Lie memiliki kepandaian yang tinggi sekali,
bahkan hati kecilnya mau menduga bahwa kepandaian Siauw Liong Lie berada di
atasnya, atau setidak-tidaknya berimbang, jauh berbeda dengan dulu, dimana
kepandaian Siauw Liong Lie masih berada di bawah kepandaiannya.
Yang berdiri heran adalah Oey
Yok Su, dia tidak mengerti Siauw Liong Lie kini telah memiliki kepandaian yang
benar-benar sangat tinggi dan aneh. Kedua tangannya bergerak semakin lama jadi
semakin perlahan, tetapi semakin lambatnya gerakan tangan Siauw Liong Lie
semakin kuat tenaga yang menindih Tiat To Hoat-ong.
Pendeta utusan Mongolia itu
jadi kelabakan juga, dia heran bertambah gagah. Karena kepandaian Siauw Liong
Lie sekarang berada di atasnya, walaupun Tiat To Hoat-ong telah mengeluarkan
seluruh kepandaian yang dimilikinya, tetapi. kenyataannya dia terdesak hebat
oleh Siauw Liong Lie.
Tangan Siauw Liong Lie
sebentar mengincar bagian bawah dan sebentar lagi mengincar bagian atas. Tetapi
setiap serangannya itu tidak bisa diduga dulu, karena selalu berobah-robah.
Tiat To Hoat-ong juga melihat
kepandaian yang dipergunakan Siauw Liong Lie bukan ilmu pukulan pada belasan
tahun yang lalu. Pukulan-pukulan tangan yang dilakukan Siauw Liong Lie kali ini
sangat tangguh dan hebat. Hebat dalam pengertian karena memang Siauw Liong Lie
telah mendesaknya terus menerus.
Waktu Tiat To Hoat-ong tengah
mempergunakan jurus ‘Yan-cu-sam-ciauw-sui’ atau Burung walet Tiga Kali
Menyambar Air, di saat itulah Siauw Liong Lie telah menyambuti serangan itu
dengan gerakan tubuh yang dimiringkan ke samping kanan, lalu dibarengi lagi
dengan gerakan kebasan, disusul lagi dengan gerakan tangan kanannya yang
digerakkan ke bawah, disusul lagi dengan ancaman tangan kirinya itu yang akan
mencengkeram.
Tiat To Hoat-ong telah
menyerang dengan kuat sekali, sehingga tidak bisa ditarik kembali, walaupun dia
melihat ancaman tengah mendatangi ke dirinya.
Cepat bukan main, tampak Tiat
To Hoat-ong membuang diri ke kanan tanpa sempat menarik pulang pukulannya,
karena jika dia tidak mengambil tindakan seperti ini, pasti dirinya akan
mengalami celaka di tangan Siauw Liong Lie.
Melihat lawannya bergulingan di
tanah, Siauw Liong Lie tidak tinggal diam, dia telah mengeluarkan suara
bentakan keras dan kedua kakinya bergantian menendang dengan jurus tendangan
‘Lian-hoan-tai’ dia menendang beberapa jalan darah terpenting di tubuh Tiat To
Hoat-ong.
Pendeta Mongolia itu jadi
tambah terkejut saja, dia sampai mengeluarkan teriakan yang sangat nyaring dan
telah melompat berdiri dengan gerakan ‘Tai-po-lian-hoat’ atau Mundur berantai.
Dengan caranya itu Tiat To Hoat-ong dapat menghindar dan mundur beberapa
langkah.
Sambil bertempur, Tiat To
Hoat-ong telah memperhatikan cara bersilat dan menyerang Siauw Liong Lie. Tiat
To Hoat-ong sementara waktu hanya membela diri saja dari serangan-serangan yang
dilakukan Siauw Liong Lie.
Namun Siauw Liong Li yang
mendongkol karena melihat lawannya, setelah lewat banyak jurus tetap saja tidak
bisa dirubuhkan, membuat dia jadi mengerahkan tenaganya dan mengempos
lweekangnya lalu dengan gerakan ‘Ging-hong-tan-tim’ atau Menyambut Angin dengan
Menyentil debu, tangannya monotok ke arah tulang iga Tiat To Hoat-ong.
Tetapi sekali lagi pendeta itu
bisa mengelakkan! Dia mengandalkan ilmu Yoganya sehingga tubuhnya licin seperti
belut.
Diantara berkesiuran angin
serangan kedua orang yang tengah bertempur itu, tampak semua jago yang berada
di tempat ini memandang dengan kagum, mereka memandang tertegun ke arah Siauw
Liong Lie. karena setiap jurus ilmu pukulan tangan kosong yang dilancarkannya
sangat dahsyat dan membingungkan lawannya.
Yo Ko melihat cara bertempur
isterinya telah memandang dengan mata terbuka lebar-lebar, seperti juga dia
tidak mau mempercayai bahwa isterinya memiliki kepandaian setinggi itu.
It-teng Taysu memandang diam saja,
karena hatinya tengah berpikir keras. Untuk mengetahui entah ilmu apa yang
dipergunakan oleh Siauw Liong Lie.
Begitu pula Oey Yok Su, dia
coba memperhatikan baik-baik setiap serangan yang dilakukan Siauw Liong Lie
kepada lawannya, dia heran sekali karena tidak satu juruspun yang dikenalinya
dan diketahuinya merupakan ilmu silat dari aliran mana.
Sebagai seorang tokoh sakti
rimba persilatan, Oey Yok Su mengenal hampir seluruh ilmu silat dari berbagai
cabang perguruan, dia sangat berpengalaman sekali, tetapi sekali ini ternyata
dia tidak bisa mengetahui ilmu silat apa yang dipergunakan Siauw Liong Lie.
Waktu itu Yo Him telah
memegang tangan Phang Kui In.
Phang Kui In menggangguk.
„Ya, ilmu pukulan Siauw Liong
Lie luar biasa menakjubkan. Jika kelak engkau memperoleh didikan langsung dari
ayah dan ibumu, tentu engkau menjadi seorang pendekar yang memiliki kepandaian
sangat tinggi sekali.”
Di saat itu tampak Siauw Liong
Lie secara beruntun telah mempergunakan jurus dari ‘Hian-kie-ciang-hoat’ atau
Ilmu Pukulan Tangan Kosong dari Hian Kie, Oey Yok Su tiba-tiba teringat
sesuatu.
„Hemmm, pasti ilmu dia!”
katanya di dalam hatinya, yang menduga kepada seseorang.
Sedangkan Ciu Pek Thong
bertepuk tepuk tangan kegirangan, sambil terus mengoceh tidak hentinya: „Ya,
manusia busuk seperti itu memang harus dihajar adat!”
Sedangkan Siauw Liong Lie
memperhebat setiap serangannya. Angin gempuran kedua tangannya telah
berseliweran kuat sekali, dan membawa hawa maut.
Tetapi justru di saat itu,
dari rombongan orang-orang yang berjumlah limapuluh orang lebih telah melompat
dua sosok bayangan.
„Turkichi! dan kau Talengki!”
berseru Siauw Liong Lie dengan suara mengandung kemarahan. „Kebetulan, hayo
cepat maju, biar kalian bertiga kubereskan hari ini!”
Talengki dan Turkichi telah
mengeluarkan suara tertawa mengejek.
„Rupanya Thian masih
melindungimu sehingga engkau perempuan siluman masih bisa panjang umur!”
mengejek Talengki.
„Ya, tetapi sekarang kalian
tentu tidak bisa melakukan apa-apa lagi!” kata Siauw Liong Lie. „Lihat
serangan.”
Sambil mengeluarkan suara
bentakan, tampak Siauw Liong Lie beruntun melancarkan dengan kedua tangannya
silih berganti. Dia menyerang dengan jurus-jurus yang membingungkan dan juga
dia mendesak cepat sekali kepada Tiat To Hoat-ong.
Sedangkan Tiat To Hoat-ong
yang didesak begitu gencar oleh Siauw Liong Lie membuat dia jadi terdesak cukup
hebat, karena jika saja dia berlaku lengah, niscaya jiwanya akan mengalami
bencana yang tidak kecil, bisa-bisa dia berhenti menjadi manusia.
Talengki dan Turkichi,
keduanya melompat menerjang kepada Siauw Liong Lie di tangan mereka
masing-masing menggenggam pedang, diwaktu melompat mereka telah mencabut
senjata itu. Kedua batang pedang itu dengan serentak telah meluncur akan
menusuk dan menikam Siauw Liong Lie.
Yo Ko melihat itu jadi
terkejut karena dia kuatir jika dikeroyok seperti itu isterinya nanti terluka.
Dengan mengeluarkan suara bentakan Yo Ko telah melompat maju.
Lengan baju sebelah kanan yang
kosong terjuntai itu disalurkan lweekangnya, sehingga lengan baju itu telah
melibat dan melingkari pedang Turkichi, setelah itu Yo Ko mengeluarkan suara
bentakan menarik pedang lawan. Tetapi Turkichi walaupun kaget dan melihat
pedangnya telah dilibat oleh lengan baju Yo Ko, dia tidak menjadi takut, atau
juga gugup, dengan mengeluarkan suara bentakan, dia menyalurkan tenaga murni
dari lweekangnya kepada pedangnya, maka pedang itu tidak bisa direbut oleh Yo
Ko, mereka jadi saling tarik.
Tetapi Yo Ko tidak
membuang-buang waktu, dengan cepat dia telah menggerakkan lengan kirinya,
dengan jurus ‘Ya-ma-hun-ciang’ atau Kuda Liar Membilaskan bulu surinya, di saat
itu muka Turkichi telah dihantam keras sekali.
Untung saja Turkichi bergerak
cepat dan gesit, sehingga sebelum lengan baju sebelah kiri Yo Ko menghantam
mukanya, dia telah melompat ke samping mengelak dari lengan baju Yo Ko, hanya
menyerempet sedikit tetapi karena kuatnya tenaga dalam yang terkandung di
pangkal lengan baju itu, menyebabkan Turkichi terhuyung seperti akan rubuh.
Cepat sekali Turkichi
membenarkan kedudukan kakinya, dia mengeluarkan suara seruan perlahan dan telah
menubruk diri Yo Ko. Serangan yang dilakukannya dengan mempergunakan tangan
kirinya, dia menghantam dengan kepalan tangannya karena pedangnya masih
terlibat lengan baju kanan Yo Ko.
Yo Ko mengeluarkan suara
dengusan dingin, lalu menggerakkan tangan kirinya.
Kepalan tangan kiri dari
lweekang telah disambut dengan kepalan tangan kiri Yo Ko, maka tidak ampun lagi
tubuh Turkichi telah terlempar di tanah. Cekalan pada pedangnya telah terlepas,
dan pedang Turkichi yang terlepas itu meluncur dan menancap dalam sekali di
batang sebuah pohon yang terpisah lima tombak lebih.
Turkichi terlempar ambruk di
tanah tanpa daya, karena begitu tubuhnya hampir menyentuh tanah, tangan kanannya
telah menghantam bumi, dan tubuhnya meletik lagi dengan gerakan ikan gabus
meletik.
Kemudian waktu tubuhnya tengah
melayang di udara dengan menggunakan jurus ‘Coa-cu-tong’ atau Ular keluar dari
liang, kedua tangannya itu seperti juga ular yang bergerak cepat sekali
menyambar ke dada dan pundak Yo Ko.
Tubuh Yo Ko telah
berkelebat-keilebat bagaikan bayangan untuk melepas serangan Turkichi. Kemudian
Yo Ko menggunakan tangan kirinya mencengkeram pergelangan tangan Turkichi dan
berseru sambil melontarkan Turkichi.
Tubuh Turkichi ambruk di tanah
dengan keras. Kali ini ia sudah tidak bisa mengelak dan waktu dia ingin
melompat, tangan Yo Ko bergerak memukul dadanya.
„Bukk!” dada Turkichi
terhantam tepat sekali dan tubuhnya jatuh terguling lagi di tanah.
Tetapi Turkichi memang jago
pilihan dari Kublai Khan yang bertugas untuk memupuk kekuatan pasukan Mongolia
untuk menyerbu Tiong-goan. Tiat To Hoat-ong dengan orang-orang yang berhasil
dikumpulkannya akan menyambutnya dari dalam.
Memang Tiat To Hoat-ong telah
berhasil menghubungi beberapa orang jago-jago kenamaan di daratan Tiong-goan,
tetapi banyak yang masih belum bisa dihubungi atau ditundukannya untuk bekerja
pada kekuasaan Khan yang agung itu. Maka dari itu, Tiat To Hoat-ong telah
menerima perintah dari Kublai Khan, jika dia tidak berhasil membujuk jago-jago
luar biasa di daratan Tiong-goan, Tiat To Hoat-ong harus mempergunakan
kekerasan untuk membinasakan mereka. Karena jika tidak, kelak tentara Mongol ia
akan mengalami gangguan dan hambatan.
Kelimapuluh lebih jago-jago
yang datang ke Hoa-san memang merupakan kaki tangan Tiat To Hoat-ong, jago-jago
yang telah menekuk kaki berlutut kepada kaisar Kublai Khan. Maka kedatangan
mereka ke Hoa-san adalah untuk mengacau dan mengeroyok Oey Yok Su dan jago-jago
utama lainnya, jika saja mereka itu menolak untuk bekerja pada Kublai Khan
Sekarang Turkichi telah
terguling beberapa kali di tangan Yo Ko, sehingga dia dapat membayangkan berapa
tinggi kepandaian Yo Ko. Jika mau dibandingkan, tentu dia masih berada di bawah
tingkat Yo Ko. Tetapi Turkichi sangat licik dan dia adalah jago yang tidak
sembarangan, menghadapi jago sehebat Yo Ko, Turkichi masih bisa mempergunakan
otaknya, dia telah bergulingan di atas tanah, kemudian dia membalikan tubuhnya
dan menyelusup ke dalam rombongan orang banyak.
Yo Ko tidak mengejar.
Turkichi menyadari jika dia
bertempur terus dengan Yo Ko, tentu dia yang akan rugi, maka dari itu, dia
menyelinap diantara teman-temannya itu untuk mengatur pernapasannya,
mempersiapkan diri. Jika saja jago-jago di Hoa-san ini tidak mau menuruti
perintah Kublai Khan tentu mereka akan menyerbu dan membinasakan jago-jago itu.
Di saat itu Yo Ko telah
menoleh melihat ke arah Siauw Liong Lie.
Dia melihat istrinya telah
mendesak Tiat To Hoat-ong dengan gerakan yang mantap dan kuat, sehingga Tiat To
Hoat-ong benar-benar untuk menghadapinya.
Tanpa memperdulikan lagi
perasaan malu tampak Tiat To Hoat-ong telah mencabut keluar golok hitamnya.
Dengan mencekal goloknya itu kuat-kuat, dan kemudian diputarnya dengan keras,
maka Siauw Liong Lie tidak bisa melakukan penyerangan yang terlalu mendesak
dirinya.
Siauw Liong Lie telah merobah
cara, bertempurnya, jika tadi dia memang banyak menyerang dengan jarak yang
cukup jauh. Tentu saja cara menyerangnya harus dilakukannya dengan tenaga dalam
yang kuat, tanpa memiliki tenaga dalam yang sempurna, niscaya akan menyebabkan
Siauw Liong Lie terkena oleh bacokan atau tabasan golok lawannya.
Tiat To Hoat-ong yang melihat
Siauw Liong Lie mulai mengendurkan penyerangannya dia jadi girang dan terbangun
semangatnya. Diiringi suara bentakannya yang sangat keras, tampak Tiat To
Hoat-ong telah menggerakkan goloknya, dia memutar goloknya secepat titiran
sehingga tampak tubuh Tiat To Hoat-ong seperti tergulung oleh semacam lingkaran
golok yang bergulung-gulung.
Seperti biasanya, To-hoat
(ilmu golok) harus dipergunakan dengar cara melintang atau juga dengan cara
menabas ke atas boleh ke bawah. Tetapi berlainan dengan Tiat To Hoat-ong,
karena dia memang telah meyakinkan ilmu goloknya itu sampai mendalam benar, maka
dia tidak menyerang dengan menabas atau juga memotong, dia hanya menikam
bagaikan tengah mempergunakan pedang, dan waktu sudah dekat dengan sasarannya,
tampak Tiat To Hoat-ong merobah kedudukan tangannya, maka golok itu baru
menabas.
Cara menyerang yang dilancarkan
oleh Tiat To Hoat-ong memang agak membingungkan Siauw Liong Lie, sulit menerka
ke arah mana serangan itu ditujukan. Dalam keadaan demikian, tampak Tiat To
Hoat-ong telah mengeluarkan seruan seruan nyaring beberapa kali dan melancarkan
serangan yang beruntun.
Di saat seperti itu Yo Ko
tidak bisa berdiam diri, dia telah berseru: „Liong-jie, biar aku yang
menghadapinya!”
„Jangan!” mencegah Siauw Liong
Lie sambil membungkukkan tubuhnya mengelakan serangan Tiat To Hoat-ong. „Biar
aku yang menghadapinya!”
Dan sambil berkata begitu,
Siauw Liong Lie telah melepaskan sebatang peniti, dengan peniti yang telah
ditekuk menjadi memanjang dia mempergunakan benda tersebut untuk menghadapi
serangan serangan golok Tiat To Hoat-ong.
Semua orang yang menyaksikan
apa yang dilakukan oleh Siauw Liong Lie jadi terkejut.
„Akh, Liong-jie keterlaluan
lagi mengapa dia demikian ceroboh memandang rendah pada lawannya? Bukankah
dengan demikian bisa mencelakai dirinya sendiri.....?” pikir Yo Ko.
Di saat itu, Siauw Liong Lie
tengah berkelit dari serangan lawannya. Dia telah berkelit dengan tubuh yang
dimiringkan, dan dalam keadaan demikian peniti di tangan kanannya telah
meluncur akan menikam urat nadi di pergelangan lawannya.
Tiat To Hoat-ong terkejut, dia
mengeluarkan seruan kaget dan cepat cepat menarik pulang goloknya karena jika
dia meneruskan serangannya, niscaya dia sendiri yang akan celaka, karena di
saat itu jika goloknya baru berhasil menempel di bahu Siauw Liong Lie justru
tusukan jarum peniti dari nyonya Yo itu akan sampai lebih dulu, berarti akan
melenyapkan tenaga penyerangannya dan juga akan menyebabkan dia menjadi lumpuh.
Di saat itu, dengan tidak
membuang buang waktu, dengan jurus ‘Pek-coa-touw-sia’ atau Ular Putih
mengeluarkan Lidah, tampak jurus Siauw Liong Lie meluncur lagi menuju urat
darah yang terpenting di bawah dagu leher.
Waktu itu memang terlihat
gerakan Siauw Liong Lie tidak akan membawa bahaya apa-apa, bukan hanya sebatang
peniti saja? Tetapi bagi Tiat To Hoat-ong sendiri yang bersangkutan langsung
telah mengetahui bahwa tusukan, yang dilakukan Siauw Liong Lie itu akan
merupakan serangan mematikan, karena jalan darah Cie-tu-hiat yang diincar di
leher Tiat To Hoat-ong merupakan jalan darah yang mematikan jika kena tertusuk
benda tajam.
Tiat To Hoat-ong menggeser
kakinya untuk menjauhi diri dari Siauw Liong Lie.
Tetapi gerakannya itu membuat
dia hampir terguling digaet kaki Siauw Liong Lie, untuk itu Tiat To Hoat-ong
harus mempergunakan gerakan Naga Melingkar Ditiang, agar dia bisa menguasai
tubuhnya tidak sampai terguling di tanah.
Semua orang, jago-jago dan
tokoh-tokoh persilatan seperti Yo Ko, Oey Yok Su, Ciu Pek Thong, It-teng Taysu,
dan beberapa orang tokoh persilatan kawannya Tiat To Hoat-ong telah
mengetahuinya bahwa kepandaian Siauw Liong Lie memang berada di atas Tiat To
Hoat-ong. Jika pendeta jubah merah ini terus menerus bertahan diri, tidak
sampai seratus jurus tentu dia akan dapat dikalahkan oleh Siauw Liong Lie.
Tiat To Hoat-ong juga
menyadari keadaannya yang berbahaya itu dengan mengeluarkan seruan keras, dia
memutar goloknya dengan cepat, sehingga dirinya diselubungi oleh sinar hitam
dari goloknya yang bergulung-gulung. Dengan caranya itu, dia bisa mencegah
desakan Siauw Liong Lie berikutnya. Tetapi tentu saja Tiat To Hoat-ong tidak
bisa melakukan gerakan membela diri itu terus menerus, karena tokh akhirnya dia
akan lemas dan kehabisan tenaga sendirinya.
Di saat itu, diantara
berkesiuran golok Tiat To Hoat-ong, tampak Yo Ko telah melompat ke arah Siauw
Liong Lie, dia menggerakkan pedang hitamnya yang merupakan senjata pusakanya
itu.
„Tranggg.....!” segera
terdengar suara benturan yang keras sekali.
29.58. Hajaran Keras Pada
Pengkhianat Bangsa
Yo Ko mencekal pedangnya di
tangan kiri, dia menangkis golok Tiat To Hoat-ong dengan tangkisan Badai
Bergelombang di Laut, di mana pedang Yo Ko telah menindih golok Tiat To
Hoat-ong. Gerakan yang dilakukan oleh Yo Ko memang membantu banyak pada Siauw
Liong Lie. Karena waktu golok Tiat To Hoat-ong tertangkis oleh pedang Yo Ko
maka gerakan golok itu menjadi tertunda, berarti juga penjagaan dari Tiat To
Hoat-ong jadi kendor dan lowong.
Dengan mengeluarkan suara
bentakan perlahan: “Awas serangan.....!” tangan kanan Siauw Liong Lie bergerak
dengan cepat sekali, jarumnya itu telah mengincar jalan darah Mei-tu-hiat nya
Tiat To Hoat-ong.
Pendeta itu jadi terkejut
bukan kepalang, dia telah berseru keras sambil menarik goloknya dari tindihan
pedang Yo Ko yang berat itu. Tetapi usahanya tidak berhasil, maka hatinya jadi
tercekat kaget, apa lagi dia melihat sendiri Siauw Liong Lie hanya terpisah
beberapa dim saja, maka jika sampai jarum itu mengenai sasarannya dengan cepat,
tentu Tiat To Hoat-ong akan menemui ajalnya. Segera Tiat To Hoat-ong melepaskan
goloknya dia telah melompat ke belakang. Dengan demikian dia telah mengorbankan
senjatanya untuk menyelamatkan jiwanya.
Yo Ko tertawa dingin: „Dengan
kepandaian serendah itu kau berani datang untuk mengacau di dataran
Tiong-goan?” bentak Yo Ko mengejek.
„Ya, ya,” berseru Ciu Pek
Thong dengan suara yang nyaring. ,,Tanganku juga tengah gatal ingin ikut
meramaikan keadaan.”
Muka Tiat To Hoat-ong telah
berobah pucat, dia bimbang sendirinya, karena dilihatnya semua jago-jago yang
berkumpul di Hoa-san memiliki kepandaian yang sangat menakjubkan. Maka dia
telah mengambil keputusan untuk mencari jalan agar dapat membujuk mereka untuk
menghentikan pertempuran ini.
Waktu itu tampak Siauw Liong
Lie telah melompat ke dekat Tiat To Hoat-ong, dia menyerang pendeta ini lagi
dengan mempergunakan jarum di tangan kanannya, gerakannya dilakukan secepat
kilat sehingga membuat dia jadi kelabakan.
Kembali Tiat To Hoat-ong
melompat mundur untuk mengelakkan diri dari serangannya Siauw Liong Lie.
Hal itu memang telah diduga
oleh Siauw Liong Lie, maka dia tidak menarik tusukan jarumnya itu, melainkan
dia telah melompat ke depan Tiat To Hoat-ong dan melakukan tusukan jarumnya
lebih cepat lagi.
Tiat To Hoat-ong yang sudah
tidak memiliki senjata, karena goloknya tadi telah dilepaskannya membuat dia
agak gugup juga. Menangkis serangan jarum Siauw Liong Lie dengan mempergunakan
tangan saja, tentu akan membahayakan dirinya, berarti juga Siauw Liong Lie bisa
merobah serangannya mengincer jalan darah mematikan di tangannya. Maka dari itu
jalan satu satunya bagi Tiat To Hoat-ong hanyalah melompat ke belakang lagi
untuk mengelakkan diri dari serangan Siauw Liong Lie.
Yo Ko juga telah melompat ke
dekat pendeta Mongolia itu, dia menggerakkan pedangnya untuk menikam.
Pedang milik Yo Ko itu
merupakan pedang istimewa. Pedang mustika itu memiliki bobot yang berat sekali.
Jika memang seseorang yang memiliki lweekang yang tanggung-tanggung, tentu
tidak akan dapat menggerakkan pedang hitamnya itu dengan ringan.
Waktu itu Tiat To Hoat-ong
telah mengeluarkan suara tertawa mengejek. „Aku tidak menyangka bahwa jago-jago
di daratan Tiong-goan yang disiarkan sebagai tokoh-tokoh sakti yang memiliki
harga diri, tidak tahunya hanya jago-jago berjiwa tahu! Mana mungkin seorang
tokoh yang memiliki harga diri mau melancarkan serangan kepada lawannya dengan
cara yang mengeroyok?” Itulah memang sindiran yang sengaja diajukan oleh Tiat
To Hoat-ong, karena dia telah terdesak sekali. Dia memang licik, maka dengan
meminjam perkataan ho-han, pendekar gagah, dia mengejek lawannya.
Yo Ko tertegun sejenak,
kemudian melompat mundur menjauhi lawannya, karena Yo Ko berpikir memang ada
benarnya juga bahwa dia telah mengeroyok Tiat To Hoat-ong. Walaupun apa saja
alasannya, tentu hal itu hanya akan menjatuhkan nama baiknya saja.
Sambil tertawa mengejek, Tiat
To Hoat-ong telah berkata kepada Siauw Liong Lie: „Sebetulnya aku tidak sampai
hati harus bertempur dengan seorang wanita secantik engkau. Dulu pun di
Kun-lun-san, kami hanya mendesak meminta engkau untuk menyerah, tetapi engkau
sendiri yang menerjunkan diri ke dalam lembah itu. Bukankah begitu?”
Siauw Liong Lie jadi gusar
diingatkan peristiwa di puncak Kun-lun-san itu. Dengan mengeluarkan seruan
nyaring Siauw Liong Lie menyambitkan penitinya itu.
Peniti itu meluncur dengan
cepat sekali karena disambit dengan disertai oleh tenaga lwekang yang kuat
sekali, tanpaknya Siauw Liong Lie juga ingin melayani lawannya dengan bertangan
kosong, maka dia telah menimpukkan penitinya. Memang telah diduganya bahwa
peniti itu akan dapat dielakan oleh Tiat To Hoat-ong, Maka begitu Hoat-ong
sedang memiringkan tubuhnya menggelakan diri dari samberan peniti yang runcing
itu, dengan cepat sekali tampak Siauw Liong Lie mengeluarkan suara seruan, dia
telah menggerakkan tangan kirinya menyerang pundak Tiat To Hoat-ong dengan
jurus-jurus Garuda Mencakar pohon Liu, jurus itu merupakan suatu cengkeraman
yang agak aneh gerakannya, karena Siauw Liong Lie melancarkan cengkeram dengan
gerakan yang sulit diduga, mana tangan kanannya seperti menyambar bagian kiri
tetapi sesungguhnya serangan jang sebenarnya dari sebelah kanan. Tiat To
Hoat-ong agak bingung juga menghadapi serangan-serangan seperti itu.
Diantara berkesiuran angin
serangan yang begitu kuat karena masing-masing mempergunakan lweekang tingkat
tinggi, maka abu dan daun-daun kering telah beterbangan ke udara.
Semakin lama gerakan tubuh
kedua orang itu semakin cepat sedangkan Tiat To Hoat-ong juga jadi sibuk untuk
mempertahankan diri dari serangan-serangan gencar yang dilakukan oleh Siauw
Liong Lie. Kepandaian Siauw Liong Lie sekarang memang lebih tinggi dari Tiat To
Hoat-ong hanya saja pendeta dari Monggolia itu memiliki ilmu kebal sehingga
tubuhnya menjadi licin sekali.
Diam-diam Tiat To Hoat-ong
juga memutar otak mencari jalan dengan cara apa dia bisa meloloskan diri dari
serangan-serangan Siauw Liong Lie, agar dia bisa memaksa lawannya mundur.
Tetapi Siauw Liong Lie yang
tengah marah dan mendongkol karena dulu Tiat To Hoat-ong pernah bersama-sama
dengan Talengki dan Turkichi telah memaksa dia, sehingga ia terjun ke dalam
jurang dan berpisah dengan anaknya, maka sekarang dia melancarkan serangan tanpa
sungkan-sungkan lagi. Siauw Liong Lie mengeluarkan seluruh ilmu silat yang
dimilikinya untuk merubuhkan Tiat To Hoat-ong.
Tubuh kedua orang yang tengah
bertempur itu berkelebat-kelebat. Hanya memperhatikan ujud dari gumpalan
warna-warni belaka. Dalam keadaan seperti ini, dilihatnya oleh para tokoh-tokoh
sakti yang berada disitu, dalam seratus jurus lagi Tiat To Hoat-ong akan dapat
dirubuhkan oleh Siauw Liong Lie.
Tiat To Hoat-ong sendiri juga
menyadari akan hal itu, jika dia bertempur dengan cara ini lebih lama lagi,
tokh akhirnya dia yang akan rubuh sebagai pecundang. Sebagai seorang yang licik
dan memang selalu memakai akal bulus menghadapi lawan-lawannya yang tangguh,
maka kali ini juga Tiat To Hoat-ong telah memikirkan suatu cara untuk mengalihkan
perhatian Siauw Liong Lie.
„Perempuan iblis, engkau hanya
berani di kandang saja! Dulu waktu di puncak Kun-lun-san kita bertempur engkau
begitu pengecut telah melompat ke dalam jurang hanya ingin menghindarkan dirimu
dari kami. Hemmm, hemm, aku tidak heran jika sekarang engkau berani melawan
diriku, karena memang engkau telah memiliki pembantu-pembantu yang banyak! Ha,
ha, ha, ha, jika memang kelak aku terjatuh di tangan kalian, jago-jago daratan
Tiong-goan yang katanya memiliki nama besar, aku tidak perlu malu..... sungguh
gagah sekali jago-jago daratan Tiong-goan yang hanya bisa main keroyok saja!”
Semula ejekan dari Tiat To
Hoat-ong tidak diacuhkan oleh Siauw Liong Lie, tetapi lama kelamaan darahnya
jadi meluap.
Apa lagi dia diingatkan
peristiwa yang terjadi di puncak Kun-lun-san, dia jadi marah sekali. Dengan
mengeluarkan suara bertahan kedua tangannya bergerak menuju ke sasaran di dada
dan perut Tiat To Hoat-ong dergan gerakan ‘Sian-koan-cee-he’ atau Sepasang
Pembuluh Mancur Berbareng, sehingga siasat mengejutkan Tiat To Hoat-ong, sampai
pendeta turun itupun mengeluarkan suara jeritan tertahan.
Diwaktu itu, dengan
mengeluarkan suara bentakan yang nyaring tampak Siauw Liong Lie telah
mengulangi lagi serangan Sepasang Pembuluh Mancur Berbareng itu sebanyak tiga
jurus pecahannya, kedua tangannya itu telah bergerak dengan cepat sekali Tiat
To Hoat-ong yang melihat serangan Siaw Liong Lie semakin hebat, dia tidak
menjadi takut, karena ia justru merasa girang telah berhasil memancing
kemarahan lawannya.
Harus diketahui, di dalam
suatu pertempuran seseorang tidak boleh terlalu dikuasai oleh perasaan
marahnya, karena justeru persiapan dirinya agak berkurang dan perhatiannya
terpecah.
Memang serang-serangan
selanjutnya dari Siauw Liong Lie semakin dahsyat, tetapi karena dia dalam
keadaan marah, tentu saja perhatiannya untuk penjagaan dirinya jadi berkurang
banyak, dan dia tidak bisa mengendalikan dirinya lagi, dimana secara beruntun
Siauw Liong Lie telah melancarkan serangan-serangan yang sangat cepat sekali,
sehingga memperlemah pertahanan dirinya.
Tiat To Hoat-ong telah
mementang mulutnya lagi: „Sayang sekali wanita secantik engkau harus menjadi
isteri dari seorang manusia bercacad tangannya buntung! Hemmm, coba kalau
engkau belum menikah, tentu Hud-ya (pendeta agnng) ingin sekali mengambil kau
sebagai isterinya! Sayang! Sayang!”
Muka Siauw Liong Lie jadi
merah padam dia telah membentak:
„Apanya yang sayang?”
„Sayang sekali engkau telah
menjadi nyonya si buntung, kalau belum, tentu aku yang melamarmu!!” menyahuti
Tiat To Hoat-ong.
Muka Yo Ko yang mendengar itu
jadi berobah merah padam tetapi dia tidak melompat maju sebab kuatir nanti
lawan mengatakan bahwa mereka main keroyok, apalagi Yo Ko telah melihatnya
bahwa kepandaian Siauw Liong Lie berada di atas kepandaian Tiat To Hoat-ong.
Hanya yang dikuatirkan Yo Ko dan yang lainnya, Siauw Liong Lie tampaknya lengah
dikuasai oleh kemarahan, yang meluap-luap. Tentu saja hal itu akan membuat
Siauw Liong Lie sendiri yang menderita kerugian.
Begitulah seterusnya sambil
berkelit dari serangan-serangan Siauw Liong Lie, Tiat To Hoat-ong terus
mengejek dengan kata-kata yang kotor. Kemarahan yang telah memuncak di hati
Siauw Liong Lie membuat nyonya Yo itu jadi bertekad untuk mengambil jiwa Tiat To
Hoat-ong.
„Pendeta bermulut busuk!
Engkau memakai jubah pendeta hanya untuk kedok belaka..... topeng dari
kejahatanmu yang ditutupi dengan kependetaanmu itu! Hemm, Hemm, engkau harus
dibinasakan, karena manusia seperti engkau tidak ada gunanya untuk dibiarkan
hidup terus!”
Di saat itu tampak Tiat To
Hoat-ong telah tertawa bergelak-gelak tubuhnya dimiringkan ke kanan doyong agak
ke belakang, karena dia telah mengelakan salah satu serangan Siauw Liong Lie.
Kemudian dia berkata dengan suara yang nyaring:
„Nyonya yang manis, jika
engkau mau bercerai dari si buntung, aku masih mau menerimamu untuk menjadi
selirku kelak jika Khan yang agung telah berhasil menaklukkan daratan Tionggoan
ini.....”
Terlalu menyakitkan telinga
Siauw Liong Lie kata-kata itu, maka dengan mengeluarkan suara bentakan yang
sangat nyaring, tahu-tahu tubuh Siauw Liong Lie telah melompat ke tengah udara,
dia telah mempergunakan jurus-jurus ‘Ya-ma-hun-cong’ atau Kuda Liar Mengibaskan
Bulusurinya, maka tangan kirinya bergerak akan menotok jalan darah
Pai-sie-hiatnya Tiat To Hoat-ong.
Jalan darah yang diincar Siauw
Liong Lie itu bukan merupakan jalan darah yang terlalu penting, tetapi jika
jalan darah itu kena ditotok tentu orang yang menjadi korban totokan itu akan
lemas tidak memiliki tenaga untuk sejenak lamanya. Maka jika sampai jalan darah
itu tertotok oleh Siauw Liong Lie, tentu saja Tiat To Hoat-ong akan tewas tidak
bertenaga dan dengan mudah pasti Tiat To Hoat-ong akan dapat dibinasakan oleh
Siauw Liong Lie. Maka cepat cepat Tiat To Hoat-ong melompat mundur.
Serangan-serangan Siauw Liong
Lie memang semakin lama jadi semakin kuat dan menuju ke arah bagian-bagian yang
mematikan di tubuh si pendeta Mongolia. Tetapi Siauw Liong Lie juga bukan tidak
menderita kerugian, bahkan dengan cara menyerang seperti itu, pertahanan
dirinya berkurang banyak.
Tiat To Hoat-ong memang
sengaja memancing kemarahan Siauw Liong Lie dengan ocehan dan makian-makian
yang kotor dan hal itu telah merugikan benar Siauw Liong Lie. Semakin dia marah
dan mengikuti hawa penasaran dan mendongkolnya, maka lobang-lobang kelemahan
yang ada pada dirinya semakin besar.
Tiat To Hoat-ong saat itu
telah berkata lagi: „Jika engkau memang jatuh cinta kepadaku, katakanlah terus
terang..... jika aku mengetahui pasti diriku dicintai olehmu, maka biarlah si
buntung aku binasakan agar tidak menimbulkan kerewelan.”
Yang dimaksudkan si buntung,
adalah Yo Ko. Dada Yo Ko terasa seperti akan meledak. Tetapi dia masih berdiri
diam di tempatnya dengan tubuh agak menggigil menahan marah.
Siauw Liong Lie sendiri
merasakan matanya berkunang-kunang karena terlalu diliputi kemarahannya.
„Jika aku tidak bisa
membinasakan dirimu dan merobek mulutmu yang kotor itu, hmm, hmm, aku bersumpah
tidak akan hidup lagi!”
Dan membarengi dengan
perkataannya itu tampak Siauw Liong Lie telah mempergunakan tangan kirinya
untuk mencengkeram pundak Tiat To Hoat-ong sedangkan tangan kanannya dipakai
menggempur ke dada lawannya, dengan serangan yang sangat cepat dan mematikan.
Yo Ko yang melihat keadaan ini
telah berkata: „Liong-jie kau tidak usah mengejar kemarahanmu! Tadi engkau
telah beberapa kali melewatkan kesempatan baik….....!”
Mendengar teriakan Yo Ko,
Siauw Liong Lie segera tersadar. Dengan mengempos semangatnya, Siauw Liong Lie
telah melompat ke belakang, sejauh tiga tombak dari tempat Tiat To Hoat-ong
berada. Waktu itu, Tiat To Hoat-ong telah mengeluarkan kata-kata yang mengejek
lagi, tetapi Siauw Liong Lie sudah tidak mau mengacuhkan. Dengan cepat dia
berhasil menindih kemarahannya dan mengembalikan ketenangan. Dalam keadaan
demikian tampak Siauw Liong Lie telah bersiap-siap akan melompat menerjang ke
arah Tiat To Hoat-ong lagi.
Tetapi Ciu Pek Thong yang
sejak tadi tidak bisa berdiam diri, telah berulang kali berteriak: „Eh, nona
manis, kau minggir, biar aku Loo-boan-thong yang menghajar si gundul itu! Yo
hujin, cepat engkau mundur, tanganku sudah gatal nih!”
Siauw Liong Lie bukannya
melompat mundur, bahkan dia menjejakan kakinya, tubuhnya telah mencelat dengan
cepat sekali kedua tangannya bergerak menyerang pula kepada pendeta dari
Mongolia itu.
Pendeta dari Mongolia ini
benar benar sangat terdesak sekali, dan rupanya dia menyadari jika keadaan
seperti ini berlangsung sampai duapuluh jurus lagi, kemungkinan besar dia tidak
bisa mempertahan diri pula dari serangan-serangan yang dilancarkan Siauw Liong
Lie.
Waktu dia berhasil mengelakan
sekali lagi serangan Siauw Liong Lie, Tiat To Hoat-ong telah berseru: „Maju
semuanya.....” dan kelimapuluh orang-orang yang tengah berkumpul itu serentak
mencabut senjata mereka masing-masing, ada yang bersenjata golok, ada yang
mencekal pedang, tongkat, Poan-koan-pit, sam-cio, dan lain-lainnya. Mereka
telah meluruk akan mengeroyok Siauw Liong Lie.
Tetapi Yo Ko, It-teng Taysu,
Oey Yok Su, Loo-boan-thong, Yo Him, Phang Kui In dan Siauw Goat Lan telah
mencabut senjata dan menerjang maju.
Seketika terjadi pertempuran
yang ramai sekali diantara orang-orang itu. Tetapi menghadapi tokoh-tokoh
persilatan seperti Oey Yok Su, Loo-boan-thong Cui Pek Tong dan yang
lain-iainnya mana bisa jago-jago yang memiliki nama pertengahan di dalam rimba
persilatan itu menghadapi mereka? Yo Ko juga sudah bergerak gesit sekali. Dia
tidak mencekal senjata, tubuhnya dengan lincah sekali telah melempar kesana
kemari, setiap pukulan kepalan tangannya sampai, selalu rubuhlah seorang
lawannya.
Yo Ko yang diam-diam
memperhatikan puteranya itu jadi gembira, karena dia gembira melihat putra
tunggalnya itu telah memiliki kepandaian yang sangat tinggi.
Waktu itu Siauw Goat Lan juga
telah menyerang dengan pedangnya. Dia merupakan murid tunggal Siauw Liong Lie,
selama belasan tahun memperoleh gemblengan dan didikan Siauw Liong Lie, maka
pedangnya itu menyambar-nyambar dengan gesit sekali mengancam lawan-lawannya,
Oey Yok Su yang memiliki
lweekang telah sempurna, setiap kali dia mengebutkan lengan bajunya, maka
berjumpalitanlah seorang musuhnya. Begitu juga dengan Ciu Pek Thong yang nakal,
dia telah melompat kesana kemari sambil mencabuti rambut dari lawan-lawannya,
maka ramai pulalah suara jeritan-jeritan kesakitan dari rombongan kawannya Tiat
To Hoat-ong yang rambutnya direnggut begitu keras oleh Ciu Pek Thong.
Dalam pertempuran yang agak
kacau balau itu, Tiat To Hoat-ong melihat bahwa pihaknya tidak memperoleh
angin, dan dalam waktu yang tidak lama lagi niscaya mereka akan dapat ditumpas
habis oleh rombongan Oey Yok Su.
Sebagai seorang yang licik,
tampak Tiat To Hoat-ong telah mengeluarkan jurus-jurus simpanannya, sehingga
dia memaksa Siauw Liong Lie harus melompat mundur menjauhi diri. Mempergunakan
kesempatan seperti itu! Tiat To Hoat-ong telah melompat mundur sejauh mungkin,
dan dengan tidak mengeluarkan kata-kata apapun juga dia telah memutar tubuhnya,
dengan gerakan yang gesit sekali dia telah berlari mempergunakan ginkangnya,
meninggalkan tempat itu.
„Mau kabur kemana kau?!”
bentak Siauw Liong Lie dengan suara yang berang sekali. Dia telah menjejak
kakinya, tubuhnya melambung tinggi sekali dan diwaktu tubuhnya sedang melayang
di tengah udara, dengan cepat Siauw Liong Lie telah menggerakkah kedua
tangannya dengan jurus ‘Tiong-coa-cut-tong’ atau Ular Keluar Dari Goa, dan
kedua tangannya itu telah meluncur ke jalan darah Pai-siang-hiat di punggung
Tiat To Hoat-ong.
Tiat To Hoat-ong memang sudah
memutuskan untuk menyelamatkan diri dari kepungan Siauw Liong Lie dan jago-jago
lainnya, dia telah berlari terus, hanya jubahnya saja yang dikebutkan ke
belakang, dan waktu tenaga mereka saling bentur, Tiat To Hoat-ong dengan
meminjam tenaga benturan itu, tubuhnya meluncur lebih cepat lagi karena seperti
didorong oleh kekuatan lweekang Siauw Liong Lie.
Siauw Liong Lie tidak mengejar
terus hanya dengan kesal dia telah mengomel.
„Pendeta pengecut.....”
Saat itu Oey Yok Su dan
jago-jago lainnya tengah terlibat dalam pertempuran yang kalut.
Talengki dan Turkichi juga
mencoba beberapa kali untuk meloloskan diri. Yang menghadapi mereka berdua
adalah Yo Him, pemuda yang gagah perkasa itu. Dia seperti seekor rajawali muda
yang berkelebat kesana kemari melancarkan serangan dengan telapak tangannya.
Gelaran sebagai Sin-tiauw-thian-lam memang sesuai untuk dirinya, karena di saat
itu dia telah berkelebat-kelebat bagaikan seekor burung rajawali yang menerjang
kesana kemari dengan gerakan yang sangat cepat disamping mengandung kekuatan
lweekang yang dahsyat.
Tetapi berhubung
lawan-lawannya merupakan dua orang jago yang memiliki kepandaian dan pengalaman
yang cukup luas seperti Talengki dan Turkichi dengan sendirinya Yo Him tidak
bisa memperoleh kemenangan dalam waktu yang singkat sekali.
Siauw Goat Lan telah
menggerakkan pedangnya yang berkelebat kesana kemari ke diri empat orang
lawannya yang mengurung dirinya. Tiga orang berpakaian sebagai busu, sedangkan
yang seorang berpakaian sebagai Tojin, pendeta agama To yang memelihara konde.
Sebagai murid tunggal Siauw
Liong Lie, memang tidak kecewa Siauw Goat Lan memperoleh didikan dari gurunya
itu, karena pedangnya telah berkelebat-kelebat dengan cepat, angin serangannya
berkesiur dan mendapatkah rasa jerih kepada lawannya. Siauw Goat Lan telah
mengeluarkan ilmu pedang Sian-lie-kiam-hoat, dia memutar pedangnya ke kiri dan
ke kanan dengan gerakan yang cepat sekali. Sehingga memaksa keempat orang lawannya
sebentar sebentar harus melompat mundur untuk menyelamatkan diri mereka dari
ancaman pedang si gadis kecil ini.
Sebagai murid Siauw Liong Lie
nampak Siauw Goat Lan mewarisi sifat sifat gurunya yang selalu membawa sikap
dingin. Sewaktu bertempur dengan lawan-lawannya ini maka Siauw Goat Lan tidak
memancarkan perasaan apapun juga!
Sekejap mata saja tampak Siauw
Goat Lan telah berhasil mendesak keempat orang lawannya itu dengan
bertubi-tubi, bahkan dalam suatu kesempatan, di saat kedua orang lawannya tengah
melompat mundur, dengan jurus ‘Pek-ho-ciong-thian’ atau Burung Bangau Putih
menembus Awan, tampak pedang Siauw Goat Lan telah menyambar datang dengan
gerakan yang cepat sekali menyontek ke arah kepala Tojin yang ada di sebelah
kanannya.
Tojin itu terkejut, dia sampai
mengeluarkan suara seruan tertahan saking kagetnya, dengan cepat dia
membungkukkan tubuhnya untuk mengelakkan diri dari serangan pedang Siauw Goat
Lan, tetapi gerakannya itu terlambat dan tahu-tahu ujung pedang Siauw Goat Lan
telah menyontek konde rambut si Tojin, sampai rambut itu terpapas putus
sebagian.
Muka Tojin itu jadi berobah
pucat, dia juga telah melompat mundur setelah mengeluarkan jeritan kaget,
kemudian dengan marah sekali dia melakukan tendangan berantai kepada Siauw Goat
Lan.
Dengan gerakan seperti itu
Tojin tersebut berhasil menyelamatkan dirinya dari ancaman maut, coba kalau dia
tidak melancarkan tendangan berantai seperti itu, berarti mata pedang Siauw
Goat Lan akan menyambet menembusi dadanya. Tendangan-tendangan yang datangnya
begitu cepat memaksa Siauw Goat Lan harus menjauhi diri dan membatalkan
serangan pedangnya kepada Tojin itu.
Di saat itu lawan-lawan yang
melayani Oey Yok Su paling parah. Karena setiap kali Oey Yok Su menggerakkan
tangan kanannya, segera lawannya itu terjungkel dengan tulang iga atau tulang
pergelangan tangan yang pada patah. Belasan lawan yang mengurung Oey Yok Su itu
berguguran rubuh seorang demi seorang, suara rintihan mereka karena terluka
parah, walaupun tidak sampai mati, ramai sekali terdengar.
Yo Ko juga telah turun tangan
tidak tanggung-tanggung, pedang hitamnya yang merupakan senjata mustika itu,
telah bergerak-gerak menabas putus lengan atau kaki dari lawan-lawannya. Dalam
waktu yang sangat singkat sekali, Yo Ko telah berhasil merubuhkan belasan orang
lawannya.
Sisa lawannya yang melihat
keadaan seperti ini, jadi ciut nyalinya. Mereka berusaha untuk melarikan diri.
Tetapi menghadapi Yo Ko, mereka mana bisa berbuat sekehendak hati?
Walaupun Yo Ko memiliki tangan
kiri saja, tetapi dia merupakan tokoh sakti yang berkepandaian telah sempurna.
Dengan mengeluarkan suara bentakan perlahan, Yo Ko kembali berhasil merubuhkan
dua orang lawannya. Yang lain lainnya seketika menekuk kaki mereka, tanpa
malu-malu lagi mereka telah merengek meminta ampun.
„Ampunkanlah kami..…. kami
memiliki anak dan istri, jika kami dibinasakan atau dicelakai, tentu anak istri
kami terlantar.....!” sesambatlah mereka sambil menangis meminta ampun dari
Sin-tiauw Tayhiap Yo Ko.
Yo Ko telah mendengus, katanya
dengan suara yang perlahan tetapi tegas: „Kalian telah berusaha untuk menjadi
pengkhianat dengan bekerja sama dengan orang-orang Mongol, seharusnya kalian
dibinasakan! Tetapi kali ini mau aku mengampuni jiwa kalian tetapi jika kelak
bertemu kembali denganku dan kalian masih tetap bekerja sama dengan pihak
Mongol, hemm, hemmm, di saat itu aku tentu tidak akan berlaku segan-segan lagi
untuk membinasakan kalian!”
Dan setelah berkata begitu Yo
Ko mengebutkan tangan kirinya memerintahkan orang-orang itu berlalu.
Sedangkan sisa orang-orangnya
Tiat To Hoat-ong yang lainnya telah berlutut juga kepada Oey Yok Su atau Ciu
Pek Thong, mereka meminta ampun.
Karena melihat mungkin masih
bisa merobah watak dan sifat mereka, dan juga memang tidak terdapat permusuhan
apa-apa, tokoh-tokoh persilatan membebaskan orang-orang itu dari kematian.
Phang Kui In juga telah membiarkan tiga orang lawannya yang tadi mengepungnya
itu untuk berlalu.
Turkichi dan Talengki yang
saat itu tengah bertempur dengan seru, waktu melihat kawan-kawannya melarikan
diri, mereka juga cepat-cepat memutar tubuh dan berlari sekuat tenaga mereka
seperti dikejar hantu saja!
Siauw Liong Lie telah menghela
napas, sambil katanya: „Mereka merupakan manusia-manusia rendah yang tidak
memiliki harga diri, seharusnya pengkhianat-pengkhianat seperti mereka
dimusnahkan.....!” kata nyonya Yo tersebut.
„Biarlah!” kata Yo Ko. „Kali
ini kita mengampuninya tetapi jika mereka masih tetap bekerja kepada pihak
Mongol, di saat itu kita harus membinasakan mereka tanpa pandang bulu lagi.....
kukira pelajaran kali ini akan menyadari mereka agar tidak menjadi penghianat!
Yang penting, kita harus mengadakan pengejaran kepada Tiat To Hoat-ong. Dia
bukan merupakan musuh pribadi kita, tetapi justru dia bisa mencelakai kita
semuanya, dimana dia bekerja untuk tentara Mongol. Maka dari itu, jika dia
tidak disingkirkan, maka rakyat Tiong-goan, bisa mengalami bencana yang tidak
kecil.”
Oey Yok Su dan yang lainnya
telah mengangguk membenarkan.
„Ya, orang-orang Mongolia itu
yang harus kita musnahkan!” kata Oey Yok Su. „Aku tadi sesungguhnya tidak ingin
membebaskan mereka…..... tetapi apa boleh buat..... aku tidak, tega untuk
membasmi dan melakukan pembunuhan begitu banyak jiwa.”
„Tetapi demi keselamatan
rakyat Tiong-goan dan kerajaan Song, kita harus mengejar orang-orang Mongol
yang telah menyelusup ke daratan Tiong-goan ini.....!” kata Yo Ko
„Bagaimana dengan pertemuan di
Hoa-san ini? Apakah akan kita langsungkan terus? Jika memang tidak kita sudah
kepalang tanggung berdatangan kemari dari tempat yang cukup jauh.....”
„Pertemuan di Hoa-san akan
kita langsungkan terus, nanti setelah pertemuan ini selesai kita melakukan
pengejaran kepada orang-orang Mongol itu lagi.”
Yo Ko telah mengangguk-angguk
dengan sikap yang sabar.
Di saat itu Siauw Liong Lie
telah berkata lagi: „Jika memang kita tidak melakukan pengejaran terhadap
mereka, tentu orang-orang seperti Tiat To Hoat-ong, Turkichi maupun Talengkie,
akan membuat keonaran di daratan Tiong-goan. Kepandaian mereka memang tidak
lemah, namun dalam keadaan seperti sekarang ini tidak dapat mereka biarkan
berkeliaran di daratan Tiong-goan, karena tentu mereka akan menghubungi banyak
sekali orang-orang atau penjabat penjabat kerajaan Song untuk
berkhianat….....!!”
Yang lainnya mengiyakan.
„Tetapi pertemuan di Hoa-san
ini kita lanjutkan saja, setelah itu barulah kita mencurahkan seluruh perhatian
kita untuk melakukan pergejaran kepada mereka! Kerajaan Song tengah terancam
kemusnahan, sedangkan para menteri dan Kaisar tengah hidup berfoya-foya,
sehingga mereka tidak menyadari bahwa kerajaan tengah terancam bahaya. Dalam
keadaan seperti ini memang harus kita menggerakkan para orang-orang gagah yang
cinta tanah air untuk membendung masuknya musuh ke daratan Tiong-goan. Telah
enambelas tahun sejak tentara Mongolia itu terpukul mundur dan gagalnya mereka
menyerang kota Siang-yang, sekarang tentunya mereka telah memupuk kekuatan
lagi, menurut berita terakhir, justru Kublai Khan jauh lebih cerdik dari Mangu,
kakaknya.”
„Tetapi,” kata Oey Yok Su.
„Jika dilihat secara keseluruhan, tahun ini kerajaan Song sudah sulit untuk
diselamatkan..... karena orang-orang pemerintahan di kerajaan Song sudah tidak
acuh terhadap ancaman itu, disamping banyak pengkhianat-pengkhianat yang
bekerja untuk kerajaan Mongolia. yang akan menyambut dari sebelah dalam. Itulah
penyakit yang sulit untuk diobati.....”
Yo Ko menghela napas dengan
muka yang berduka, dia bilang: „Ya, jika sampai begitu, dan kerajaan Song
sampai jatuh lalu tentara penjajah itu yang berkuasa di daratan Tiong-goan, aku
sudah tidak berselera untuk berkecimpung dalam keduniawian lagi, lebih baik aku
mencari tempat yang sunyi dan sepi melewati hari-hari tua…….”
30.59. Yo Him Menerima
Berbagai Ilmu
„Cocok,” berseru Ciu Pek Thong
dengan suara yang sangat nyaring. „Akupun berpikir begitu. Jika memang Kerajaan
Song sampai terjatuh ke dalam tangan Mongolia, akupun akan mengasingkan diri
dan tidak mau mencampuri lagi urusan-urusan duniawi, mengasingkan diri melewati
hari-hari tua sampai akhir nanti aku terbang melayang menghadap Giam-lo-ong!”
Berkata sampai disitu, Ciu Pek Thong telah tertawa bergelak-gelak.
Yang lainnya juga jadi
tersenyum mendengar gurauan dari Ciu Pek Thong.
Saat ini Siauw Liong Lie telah
melambaikan tangannya memanggil Yo Him.
Cepat cepat Yo Him menghampiri
ibunya. „Dari mana engkau memperoleh kepandaian yang setinggi itu? Tadi aku
menyaksikan engkau telah dapat mempergunakan sekaligus dan berbarengan antara
tenaga Yang dengan tenaga Im yang berlawanan itu. Siapa orang yang telah
mendidikmu?”
Yo Him segera menceritakan
pengalamannya. Yang lainnya mendengar cerita Yo Him dengan tertarik sekali. Dan
Kwee Siang telah menyatakan juga bahwa Yo Him memiliki kecerdikan yang luar
biasa.
Semua orang mengangguk angguk
mengakui bahwa Yo Him memang memiliki bakat yang luar biasa dan tulang-tulang
yang baik untuk mempelajari ilmu silat dan tenaga sakti.
Julukan yang telah engkau
terima yaitu „Sin-tiauw-thian-lam” (Rajawali Sakti dari Langit Selatan) dapat
engkau pergunakan terus. Enambelas tahun yang lalu kota Siang-yang telah
berhasil meloloskan diri dari kepungan orang-orang Mongol, dan kini, setelah
enambelas tahun justru tentara Mongol itu tampaknya akan segera melancarkan
serangan lagi. Kita harus menyelamatkan daratan Tiong-goan dari caplokan
mereka, tetapi jika melihat keadaan pasukan tentara Song tentu kerajaan Song
tidak mungkin bisa lolos dari kehancuran.....!” dan setelah berkata begitu Yo
Ko menghela napas berulang kali.
Di hari itu juga mereka
mengadakan perundingan ilmu silat. Perundingan ilmu silat itu memakan waktu
selama enam hari. Dan Yo Him, Kwee Siang, Siauw Goat Lan, Phang Kui In, banyak
sekali memetik manfaat yang mereka peroleh dengan mendengarkan perundingan ilmu
silat itu. Terutama sekali Yo Him dimana dia merupakan seorang anak yang cerdas
sekali, setiap jurus ilmu silat yang didengarnya dapat disimpannya dalam
hatinya.
Apa lagi secara bergantian Oey
Yok Su, Ciu Pek Thong, Yo Ko dan isterinya, yaitu Siauw Liong Lie, telah
menurunkan ilmu andalan mereka. It-teng Taysu juga telah menurunkan dan
mewariskan kepandaian istimewanya, yaitu It-yang-cie, jari tunggal yang keramat
itu. Walaupun waktu berkumpul mereka sangat singkat, sehingga Yo Him hanya
menerima teorinya saja, tetapi dengan memperoleh petunjuk-petunjuk seperti itu
dari jago-jago yang menjadi tokoh di rimba persilatan, telah membuat Yo Him
memperoleh kemajuan yang sangat pesat.
Di suatu malam kedelapannya,
Ciu Pek Thong mengajak Yo Him untuk berlatih. Mereka telah pergi ke sebuah
bukit kecil, terpisah dari yang lain lainnya.
„Mengapa kita harus mencari
tempat terpencil seperti ini, Ciu locianpwe?” tanya Yo Him.
„Sudah kukatakan bebetapa
kali, engkau jangan memanggil aku Ciu locianpwe. Apa itu locianpwean? Hemmmm,
panggil saja Loo-boan-thong, seperti ibu dan ayahmu memanggilku!”
„Tetapi.....”
„Apanya yang tetapi? Lidahmu
kaku tidak bisa menyebut Loo-boan-thong?”
„Locianpwe.....”
„Eh, engkau memanggil
Locianpwe lagi!” kata Ciu Pek Thong, „tidak dengarkah engkau? Sudah kukatakan
engkau memanggilku dengan sebutan Loo-boan-thong saja.”
„Baiklah Loo.....
Loo-boan-thong,” kata Yo Him kemudian.
„Nah begitu baru menyenangkan,
bukankah kita bisa bersahabat lebih intim?” kata Ciu Pek Thong sambil berkata
lebar.
Yo Him juga menyenangi orang
she Ciu ini yang sangat jenaka. Walaupun Ciu Pek Thong telah tua sekali dengan
jenggotnya yang telah panjang memutih itu, namun Ciu Pek Thong memang jenaka
dan membawa sikap yang selalu kekanak-kanakan saja.
Di saat saat seperti ini,
justru dia telah memaksa Yo Him untuk memanggilnya dengan Loo-boan-thong saja
dan tidak mau dipanggil dengan sebutan Locianpwe (orang yang tingkatannya lebih
tinggi atau tua).
„Nah, sekarang aku mau
menjelaskan kepadamu, mengapa aku mengajakmu ke tempat yang terpencil ini,”
kata Ciu Pek Thong kemudian.
„Ya, justru itu yang ingin
kuketahui. Loo..... Loo-boan-thong!” menyahuti Yo Him.
„Hem, mengetahui? Ingin
mengetahui? Jika aku tidak menceritakannya apakah engkau bisa mengetahui?” kata
Ciu Pek Thong dengan jenaka.
„Bukan mengetahui, hanya ingin
mengetahui,” menjelaskan Yo Him sambil tersenyum, karena dia melihat mimik muka
Ciu Pek Thong tampaknya lucu sekali.
Waktu itu tampak Ciu Pek Thong
telah duduk numprah di atas tanah.
„Hayo duduk disini jika engkau
ingin mendengar penjelasanku!” kata Ciu Pek Thong.
Yo Him jadi kewalahan juga
menghadapi sikap yaug kekanak-kanakkan dari Ciu Pek Thong. Sambil tersenyum dia
hanya menuruti saja kehendak Ciu Pek Thong, dia telah duduk, di tanah juga
berhadapan dengan Ciu Pek Thong.
„Maksudku mengajakmu kemari
untuk memberikan penjelasan, yaitu mengenai ilmu silat!” kata Ciu Pek Thong.
„Kalau untuk urusan itu, tentu
saja aku sangat berterima kasih..... karena kepandaian Loo..... Loo-boan-thong
sangat tinggi, tentu aku bisa memperoleh kepandaian yang istimewa dari kau!”
Ciu Pek Thong mengangguk.
„Ya……. kepandaian si
Loo-boan-thong tidak kalah kalau dibandingkan dengan si gundul It-teng Taysu,
juga ayah ibumu belum tentu dapat menundukkan kepandaian. Tetapi aneh sekali,
aneh ya, aku mengapa bisa takluk dan tunduk kepada ayah dan ibumu.......!” Setelah
berkata begitu, Ciu Pek Thong duduk terpekur dia memandang bengong ke arah
depan tanpa berkedip matanya.
Yo Him jadi bingung juga
melihat sikap Ciu Pek Thong, yang dianggapnya sulit diterka itu. Lama Ciu Pek
Thong bengong begitu tanpa mengacuhkan Yo Him, sampai akhirnya Yo Him habis
sabar dan menepuk paha Ciu Pek Thong sambil katanya:
„Mengapa kau diam saja
Loo-boan-thong?”
„Oya! Oya! ada engkau disini!
Aku lagi memikirkan mengapa aku bisa takluk kepada ayah dan ibumu, padahal
kepandaianku tidak berada di sebelah bawah mereka. Nah sekarang aku ingin
bertanya kepadamu, kau harus menjawabnya dengan jujur!”
„Oh, pasti! pasti aku akan
menjawabnya dengan jujur. Mengapa aku harus tidak jujur sedangkan kau sendiri
tampaknya terbuka sekali!”
„Begini, aku ingin mendengar
jawabanmu, jika engkau melihat kepandaianku dibandingkan dengan kepandaian
kedua orang tuamu siapa yang lebih tinggi?”
Yo Him jadi serba salah
memperoleh pertanyaan seperti itu, dia berdiam diri seperti berpikir untuk
mencari jawaban yang enak didengar oleh Ciu Pek Thong, asal tidak menyinggung
perasaan orang she Ciu ini dan juga jangan sampai merendahkan derajat kedua
orang tuanya.
Menurut apa yang dilihatnya,
bahwa kepandaian kedua orang tuanya, Yo Ko dan Siauw Liong Lie berada di atas
Ciu Pek Thong, karena kepandaian Yo Ko dan Siauw Liong Lie selain merupakan
kepandaian yang murni, juga mereka telah melatih diri sampai di puncak
kesempurnaannya. Sedangkan Ciu Pek Thong memiliki kepandaian yang sempurna
juga, namun jika dibandingkan dengan Yo Ko dan Siauw Liong Lie, kepandaiannya
hanya terpaut sedikit saja, dan yang dimenangkan oleh Ciu Pek Thong adalah
latihan tenaga dalamnya yang diperoleh dari kakak sepeguruannya, yang pernah
merajai persilatan, yaitu Ong Tiong Yang.
„Hayo jawab…!” kata Ciu Pek
Thong waktu dia melihat Yo Him hanya berdiam diri saja. „Mengapa engkau bengong
begitu saja?”
Ditegur begitu, Yo Him
cepat-cepat menyahutinya:
,,Kalau menurut penglihatanku,
kepandaianmu Loo-boan-thong sangat tinggi sekali, mungkin berimbang dengan
kepandaian kedua orang tuaku.....!”
„Celaka! Celaka!” tiba-tiba
Ciu Pek Thong telah melompat berdiri sambil berjingkrak-jingkrak tidak
hentinya.
Yo Him jadi terkejut, dia
telah bertanya dengan suara tertegun: „Apa yang terjadi Loo.....
Loo-boan-thong?”
Ciu Pek Thong masih berseru
seru, „Celaka! Celaka! Ini bisa celaka!”
„Kenapa, Loo-Boan Tong,” Yo
Him telah mengulangi lagi perkataannya.
„Kau mengatakan kemungkinan
kepandaianku dengan kedua orang tuamu itu berimbang. Bukan begitu?” tanya
Loo-Boan Tong sambil mengawasi Yo Him.
„Benar..... tetapi mengapa
justeru kau mengatakan celaka, celaka begitu…?”
„Tentu saja celaka..... coba
kau bayangkan kau mengatakan ‘kemungkinan’ bahwa kepandaianku berimbang dengan
kedua orang tuamu, apakah itu bukan suatu pengadu domba antar aku dengan kedua
orang tuamu?”
„Heh?” Yo Him jadi terkejut.
„Benar tidak, coba kau
pikirkan, dengan engkau mengatakan ‘kemungkinan’ kepandaianku berimbang dengan
kedua orang tuamu itu, berarti juga engkau ingin mengadu dombakan aku dengan
kedua orang tuamu. Tanpa ada kepastian, berarti aku harus piebu dengan kedua
orang tuamu..... nah itu bukannya suatu anjuran agar aku piebu dengan mereka?”
Mendengar pekataan Ciu Pek
Thong seperti itu telah membuat Yo Him jadi tertegun tetapi kemudian dia
berkata:
„Loo-boan-thong engkau jangan
salah penafsiran atas perkataanku itu..... ketahuilah, bahwa engkau memiliki
kepandaian yang sangat tinggi, maka jika engkau meminta pertimbangan dariku
yang tidak memiliki kepandaian yang berarti, mana bisa aku menjawabnya dengan
benar? Bukan aku mengatakan kemungkinan kepandaianmu itu berimbang dengan ayah
dan ibuku, atau memang engkau memiliki kepandaian yang lebih tinggi dari
mereka?”
Mendengar perkataan Yo Him
yang terakhir itu, Ciu Pek Thong jadi mengawasi Yo Him dengan pandangan mata
tertegun.
,,A..... apa?’ katanya
kemudian dengan suara tertegun.
„Mungkin juga kepandaian yang
kau miliki itu jauh berada di atas kepandaian kedua orang tuaku.....!”
menyahuti Yo Him.
Mendengar perkataan Yo Him
yang terakhir itu telah membuat Ciu Pek Thong jadi tertawa bergelak-gelak.
Melihat sikap Ciu Pek Thong,
yang bisa kaget dan kelabakan, atau sekarang bisa tertawa bergelak-gelak
kesenangan, Yo Him jadi tidak mengerti sendirinya, ada seorang jago tokoh
persilatan yang telah lanjut usianya bisa memiliki sifat kekanak-kanakan
seperti itu.
„Nah, sekarang kita kembali ke
soal yang sesungguhnya mengapa aku mengajakmu ke tempat ini! Aku ingin
mengajari engkau ilmu silat simpananku, tetapi engkau harus tutup mulut tidak
boleh menceritakan kepada siapapun juga! Cara untuk memperoleh kepandaian itu,
engkau harus menemaniku bermain kelereng....., setiap kali engkau memperoleh
kemenangan dalam permainan kelereng itu, aku akan menurunkan satu jurus
kepandaian kepadamu…. begitu seterusnya!”
Yo Him tertawa mendengar
syarat dari Ciu Pek Thong itu.
„Bagaimana kalau aku yang
kalah dalam permainan kelereng itu?” tanya Yo Him kemudian
„Engkau harus menggendong aku
sejauh satu lie, engkau jadi kuda-kudaan! Bagaimana, setujukah engkau?’ tanya
Ciu Pek Thong.
„Setuju!” mengangguk Yo Him
sambil tertawa, dia tertarik mendengar permainan yang agak aneh dari tokoh
persilatan yang seorang ini.
Ciu Pek Thong telah merogoh
sakunya, dia mengeluarkan duabelas kelereng kecil. Diberikannya kepada Yo Him
enam butir, kemudian dia melemparkan lima butir kelereng ke tanah.
„Ayo, engkau juga melemparkan
kelima kelereng!” Ciu Pek Thong menganjurkan,
Yo Him hanya menuruti saja.
Ciu Pek Thong telah berjongkok
dan mempergunakan kelereng yang satu di tangannya itu disentilkan kepada kelima
kelereng lainnya yang berada berpisah satu dengan yang lainnya.
Tetapi cara menyentil Ciu Pek
Thong sangat luar biasa, karena dia menyentil satu kelereng, kemudian dari satu
kelereng itu, terpental menyentuh kelereng yang lainnya, begitu seterusnya,
sampai empat kali benturan. Yo Him baru sekali sentil dapat mengendalikan
kelereng itu sebanyak lima kali, baru dia memperoleh kemenangan.
Yo Him tersenyum, itulah
karena disertai lweekang, maka Ciu Pek Thong bisa mengendalikan kelerengnya
saling bersentuhan satu dengan yang lainnya.
Yo Him telah berjongkok dan
mengikuti gerakan yang tadi dilakukan oleh Ciu Pek Thong, dia telah menyentil
kelerengnya itu, pada jari telunjuknya dia dikerahkan tenaga It-yang-cie jari
tunggal yang sakti, yang telah diperolehnya dari It-teng Taysu.
Kelereng itu meluncur,
menghantam kelereng yang ada di sebelah kanan, tetapi sentuhan itu mencong ke
kiri, dan menghantam kelereng yang satunya lagi, dan sentuhan itu membuat
kelereng itu menyentuh yang lainnya yang ada di dekatnya, tetapi gagal untuk
menyentuh kelereng yang keempat.
Ciu Pek Thong yang sejak tadi
mengawasi dengan tegak telah berlompat-lompat kegirangan, dia bersorak sorak,
„Aku menang! Aku menang! Aku
yang menang dan engkau harus menjadi kudaku!!”
Yo Him tersenyum, dia diberi
setengah berjongkok, katanya: „Ayo aku menjalani hukuman itu.....”
Ciu Pek Thong telah menaiki
merangkul di belakang Yo Him. Yo Him juga berlari-lari sambil menggendong Ciu
Pek Thong. Dia dilakukan hukuman tersebut selama dia berlari-lari satu lie
jauhnya.
Setelah satu Lie, Ciu Pek
Thong melompat turun sambil tertawa.
„Kau berani bertaruh lagi!”
tanyanya.
„Berani!” mengangguk Yo Him.
Di saat itu Ciu Pek Thong
telah berlari-lari menghampiri tempat dimana tadi dia telah meninggalkan
kelerengnya. Dia telah berjongkok menyentil kelereng itu lagi, dan kembali
hanya dia bisa menyentil saling bersentuhan empat kali saja.
Yo Him kemudian menyentil
juga.
Dan kali ini tetap hanya tiga
kali yang berhasil disentuh oleh Yo Him, kembali dia harus menjadi kudanya Ciu
Pek Thong, menggendong sejauh satu lie.
Begitu diulangi terus
permainan itu, sampai waktu kelima kalinya, Yo Him bisa menyentil keempat
kelereng, sedangkan Ciu Pek Thong hanya bisa mengenai tiga kelereng saja.
Ciu Pek Thong telah
banting-banting kakinya dengan sikap yang jengkel. „Akh, akh…!” katanya dengan
suara seperti menyesal.
„Kenapa Loo-boan-thong,” tanya
Yo Him sambil tersenyum.
„Aku setua bangka bisa kalah
dengan seorang anak kecil seperti kau……!” kata Ciu Pek Thong kemudian.
„Kebetulan saja itu,
Loo-boan-thong.....!” kata Yo Him, „Aku hanya kebetulan bisa memenangkan
engkau!”
Padahal memang Yo Him telah
mempergunakan It-yang-cienya berulang kali, dan semakin bisa menguasai teknik
menyentilnya, yang membuat dia akhirnya lebih bisa menguasai meluncurnya
kelerengnya itu.
Saat itu Ciu Pek Thong memang
menepati janjinya dia telah mengajari Yo Him satu jurus ilmu silat bertangan
kosong. Kemudian setelah Yo Him menguasai jurus itu, dia mengajak Yo Him
bermain kelereng lagi.
Begitulah, setiap kali Yo Him
kalah, tentu dia menjadi ‘kuda’ mcnggendong Ciu Pek Thong. Tetapi semakin lama
semakin jarang Yo Him kalah.
Seringkali mereka sama-sama
berhasil menyentil mengenai lima kelereng lainnya, sehingga mereka anggap
berimbang dan mengulang-ulangi lagi permainan. Tetapi jika Yo Him semakin lama
semakin menguasai cara permainan kelereng itu, sedangkan Ciu Pek Thong semakin
mengendor, karena dia sering jadi sengit sendirinya jika kalah dalam permainan
itu. Semakin sengit, semakin jarang Ciu Pek Thong bisa mengenai kelima kelereng
lainnya itu.
Yo Him semakin lama semakin
jitu centilannya, selalu berhasil menyentuh kelima kelereng itu dengan
menyalurkan It-yang-cie ke telunjuk tangannya. Berulang kali dan beruntun Yo
Him telah berhasil memenangkan sepuluh kali permainan kelereng itu. sehingga
dia telah memperoleh belasan jurus ilmu pukulan dari Ciu Pek Thong.
Waktu itu, hari mulai
mendekati sore, Yo Him mengajak Ciu Pek Thong untuk kembali dimana Yo Ko dan
yang lain-lainnya berkumpul.
Keesokan paginya, Ciu Pek
Thong mengajak Yo Him untuk melanjutkan permainan kelereng mereka. Hal ini
disebabkan Ciu Pek Thong semakin lama semakin penasaran saja, membuatnya jadi
memaksa Yo Him untuk bermain terus sampai sore hari lagi. Dan satu harian itu
justru semua permainan dimenangkan oleh Yo Him, dia bisa memperoleh duapuluh
empat jurus dari ilmu pukulan istimewa Ciu Pek Thong, si tua yang jenaka itu.
Hari ketiganya juga tampak Ciu
Pek Thong menderita kekalahan, sehingga dia harus mengajari Yo Him ilmu pukulan
sebanyak belasan jurus.
Dihari keempat akhirnya Ciu
Pek Thong yang menderita kekalahan terus menerus telah ngambek tidak mau bermain
kelereng lagi.
Yo Ko dan yang lainnya yang
mengetahui hal itu hanya tersenyum-senyum saja, mereka memang telah mengenal
adat dan watak Ciu Pek Thong, sehingga mereka tidak merasa aneh lagi.
Begitulah, pertemuan di puncak
Hoa-san telah selesai, karena mereka bukan pibu seperti biasanya, hanya
merundingkan ilmu silat mereka belaka dan mencari kelemahan masing-masing untuk
dapat mengurangi kelemahan-kelemahan tersebut. Dengan adanya perundingan ilmu
silat seperti itu diantara tokoh-tokoh persilatan tersebut, mereka jadi semakin
sempurna kepandaiannya.
Yo Ko telah mengatakan maksud
hatinya guna melakukan pengejaran kepada Tiat To Hoat-ong.
Yang lainnya juga
menyetujuinya. Tetapi mereka beranggapan jika mereka melakukan perjalanan
dengan rombongan, tentu akan mendatangkan kecurigaan di pihak kerajaan Song,
kemungkinan pula bisa terjadi salah pengertian.
Dan juga tentu orang-orang
Mongolia yang telah menyelusup ke daratan Tiong-goan akan bersiap sedia jika
melihat rombongan para tokoh-tokoh persilatan itu. Maka mereka memutuskan untuk
melakukan perjalanan dengan memencar ke berbagai daerah untuk menyelesaikan
tugas mereka, guna mencari dan mengejar orang-orang Mongolia yang telah sempat
menyelusup ke daerah Tiong-goan. Mereka hanya menjanjikan, dibulan keempat dan
tanggal limabelas, mereka akan berkumpul di Siang-yang.
Yo Ko juga menjuruh Phang Kui
In, untuk menghubungi pihak Pek-liong-kauw, guna meminta mereka untuk membantu,
serta mengumpulkan orang-orang yang cinta pada tanah air untuk bergabung dengan
mereka.
◄Y►
Yo Him, Yo Ko dan Siauw Liong
Lie melakukan perjalanan bertiga, mereka telah melakukan perjalanan ke utara.
Sedangkan Siauw Goat Lan, murid Siauw Liong Lie, melakukan perjalanan bersama
It-teng Taysu, karena It-teng Taysu melihat bahwa Siauw Goat Lan memiliki bakat
yang baik untuk diwarisi kepandaiannya maka dia telah meminta ijin kepada Siauw
Liong Lie guna mengajak Siauw Goat Lan dalam perjalanan, untuk dididik ilmu dan
kepandaiannya.
Tentu saja Siauw Liong Lie
girang sekali, dia segera mengijinkan, Siauw Goat Lan sendiri tidak hentinya
menyampaikan terima kasihnya kepada pendeta yang baik hati dari negeri Tayli
ini.
Waktu itu, Phang Kui In telah
melakukan perjalanan ke Timur, untuk menghubungi orang-orang Pek-liong-kauw,
guna bergabung dan mengadakan pembelaan tanan air terhadap ancaman orang-orang
Mongolia.
Oey Yok Su sendiri menyatakan
bahwa dia bermaksud untuk pelesir saja, tidak mau mencampuri urusan tersebut.
„Aku sudah tua, dan aku hanya
ingin nikmati hari tuaku di pulau Tho-hoa-to.”
Kwee Siang diminta oleh Yo Ko
untuk pergi menghubungi Kwee Ceng dan Oey Yong, ayah dan ibunya itu untuk
memberi tahukan situasi yang terakhir itu dan meminta mereka untuk berkumpul di
Siang-yang.
Begitulah para pendekar itu
telah berpencar untuk menyelesaikan tugas mereka masing-masing.
Sepanjang perjalanan, Yo Him
banyak sekali menerima petunjuk dari kedua orang tuanya. Dengan sendirinya
pula, kepandaian Yo Him telah maju pesat dibandingkan beberapa saat yang lalu.
Ada suatu keluarbiasaan Yo Him, karena dia memiliki kecerdikan yang bukan main,
melebihi dari kecerdikan anak-anak yang lainnya, dan juga dia memiliki kelainan
dalam latihan tenaga Im dan Yang yang telah bisa dicampur adukannya berkat
petunjuk Kwee Siang.
Sekarang dengan menerima
petunjuk Yo Ko dan Siauw Liong Lie secara langsung, kedua tokoh sakti dari
rimba persilatan itu, membuat Yo Him tertempa menjadi jago yang memiliki
kepandaian jarang tandingannya. Kepandaiannya juga bermacam-ragam, jurus-jurus
yang diperolehnya dari Ciu Pek Thong, It-teng Taysu, Yo Ko dan ibunya, yaitu
Siauw Liong Lie dikumpulkan menjadi satu.
Kepandaian yang beraneka macam
itu meyebabkan Yo Him menjadi pendekar yang memiliki kesaktian melebihi dari
yang lainnja. Hanya ada satu kekurangannya, yaitu Yo Him masih kurang
pengalaman, dan juga kurang latihan. Jika di saat mendatang Yo Him bisa
memiliki waktu untuk melatih diri, mungkin dia dapat melebihi kepandaian dari
tokoh-tokoh persilatan yang lainnya.
Yo Ko dan Siauw Liong Lie
girang luar biasa melihat perkembangan dan kemajuan Yo Him yang memperoleh
kemajuan sangat pesat sekali. Maka dari itu, Siauw Liong Lie jadi semakin
bersemangat menuruni seluruh kepandaiannya kepada putra tunggalnya itu.
Setelah melakukan perjalanan
selama satu bulan Yo Ko bertiga tiba di kota Bun-siu-kwan.
Mereka singgah di rumah makan
yang berada di tengah-tengah kota dan merupakan rumah makan yang teramai dan
paling mewah. Mereka memilih kursi yang masih kosong dan memesan makanan untuk
mereka. Tetapi di saat itu justru Yo Him melihat seseorang yang sedang
tergesa-gesa untuk meninggalkan ruangan makan itu.
„Thia (ayah),” kata Yo Him
perlahan kepada Yo Ko yang duduk disampingnya. „Lihatlah, bukankah itu
Turkichi.....?”
Yo Ko dan Siauw Liong Lie
telah menoleh, mereka mengenali orang yang tengah bergesa-gesa meninggalkan
ruangan makan itu memang Turkichi.
Rupanya, Turkichi tadi melihat
Yo Ko bertiga memasuki rumah makan tersebut, dimana dia sedang bersantap. Maka
dia cepat-cepat menundukkan kepala dalam-dalam agar Yo Ko bertiga tidak
melihatnya. Dan begitu Yo Ko duduk mengambil tempat masing-masing, dia
meninggalkan ruang makan itu dengan tergesa-gesa dan menundukkan kepalanya
dalam-dalam.
Tetapi sayang sekali, Yo Him
mengambil sebatang sumpit lalu dilontarkan ke arah Turkichi. Timpukan itu
meluncur sangat cepat sekali, membawa angin serangan yang sangat kuat.
Turkichi mendengar suara
menyambarnya sumpit itu, dia mandek dan mengangkat jari tangannya, menyentil
sumpit itu. Sehingga dia jadi terlambat keluar dari ruangan rumah makan itu,
karena dia telah tertunda langkahnya dan tahu tahu Yo Ko dan Siauw Liong Lie telah
melompat menghadang dihadapannya.
„Kebetulan sekali kau ada
disini, hmmm, engkau harus memberikan keterangan selengkap-lengkapnya apa yang
akan dilakukan oleh tentara Mongolia.....!” kata Yo Ko sambil menguIurkan
tangannya bermaksud akan mencengkeram pergelangan tangan Turkichi.,
Turkichi mengelakkan diri
dengan cepat ke samping kanan, dia telah mengeluarkan seruan perlahan karena
terkejut. Belum lagi dia bisa berdiri tetap justru tangan kanan Siauw Liong Lie
telah meluncur akan menotok jalan darah Pai-cing-hiatnya di tulang iga
kedelapan.
Turkichi mengelakan diri lagi
dengan cepat dan berusaha menerjang untuk keluar.
Namun, kaki kanan Yo Ko telah
melayang menendang punggung Turkichi yang mengenai tepat sekali, sehingga tubuh
Turkichi terhuyung terjerunuk ke depan.
Namun Turkichi bukan seorang
yang memiliki kepandaian rendah, walaupun dia tidak bisa menandingi Yo Ko atau
Siauw Liong Lie namun dia tetap merupakan jago Mongolia yaig memiliki
kepandaian cukup tinggi.
Belum lagi dia terjerunuk
mencium bumi justru kedua tangannya telah diulurkan menyentuh tanah, dan
tubuhnya berjumpalitan ke tengah udara, kemudian meluncur turun di luar ruang
rumah makan itu.
Yo Ko dan Siauw Liong Lie
mengejarnya, tetapi tangan kanan Turkichi telah bergerak menimpukkan sesuatu
tampak meluncur beberapa titik sinar terang menyambar ke arah Yo Ko dan Siauw
Liong Lie, karena Tuikichi telah menimpukkan paku-paku beracun.
Yo Ko mandek dan mengelakan
diri dari sambaran paku-paku beracun itu, sedangkan Siauw Liong Lie menggerakkan
tangan kanannya untuk merabuh paku-paku beracun itu, sehingga dia terhindar
dari samberan paku itu.
Namun dengan adanya timpukan
paku-paku beracun itu, telah membuat Turkichi sempat kabur agak jauh.
Yo Him yang semula tidak ikut
menyerang Turkichi. waktu melihat orang tersebut bisa meloloskan diri, cepat
seperti seekor elang tubuh Yo Him telah melompat keluar ruang rumah makan itu.
Sambil tubuhnya masih melayang di tengah udara, tangan kanannya bergerak dengan
jurus ‘Ju-coan-swie-jiu’ atau Pukulan Menembus Air, menghantam punggung
Turkichi.
Turkichi mendengar samberan
angin serangan yang deras dan kuat, dia bermaksud mengelakan diri. Tetapi
terlambat, serangan Yo Him lebih dulu tiba di punggungnya,
„Bukkkkk,” tubuh Turkichi
telah terhantam cepat sekali, dia sampai rubuh begulingan di tanah beberapa
tombak jauhnya. Dengan menahan sakit Turkichi telah berusaha untuk merangkak
bangun.
Namun waktu itu Yo Him yang
tengah meluncur turun telah menendangkan kedua kakinya dengan jurus
‘Lian-hoan-tui’ atau Tendangan Berantai, menghantam punggung Turkichi sampai
dia terguling beberapa tombak.
Waktu Yo Him ingin menerjang
maju lagi, di saat itu Turkichi telah berguling di tanah sambil menimpukkan
paku-paku beracunnya. Yo Him tidak bisa menerjang terus, dia harus mengelakkan
diri dulu dari timpukan paku-paku beracun itu.
Dengan mempergunakan kesempatan
itu, Turkichi telah melompat berdiri dan melarikan diri.
Yo Ko, Siauw Liong Lie dan Yo
Him mengejar terus.
Turkichi yang mengetahui
dirinya dikejar oleh lawan-lawannya telah mengerahkan seluruh ginkangnya untuk
berlari sekeras mungkin. Turkichi memang ahli ginkang nomor satu di Mongolia,
maka dia bisa berlari dengan cepat melebihi kecepatan angin.
Namun justru kali ini yang
mengejarnya juga adalah tokoh-tokoh persilatan sakti seperti Siauw Liong Lie
dan Yo Ko, maka dia tidak bisa menghindarkan diri dari pengejaran itu. Walaupun
Yo Him masih berusia muda, tetapi diapun memiliki kepandaian yang jangat tinggi
berkat ajaran dari beberapa tokoh persilatan yang sakti-sakti.
Sin-tiauw-thian-lam Yo Him
merupakan jago muda yang memiliki kepandaian sangat tinggi sekali dan bermacam
ragam, memaksa Turkichi tidak bisa menghindarkan diri dari kejaran
lawan-lawannya itu.
Di antara orang-orang yang
banyak di jalan raya itu, semua hanya memandang terheran-heran atas pengejaran
yang terjadi itu, tampak Turkichi telah menuju ke pintu kota sebelah barat.
Tetapi Yo Ko bertiga tetap
tidak mau melepaskan dan mengejar terus. Siauw Liong Lie yang ingat bahwa
Turkichi merupakan salah seorang yang enambelas tahun lalu telah mendesaknya
sampai harus terjun ke jurang di lembah Kun-lun-san dan menyebabkan dia
terpisah dengan Yo Him, darahnya meluap lagi. Dengan mengerahkan ginkangnya dia
berlari secepat angin, dan waktu tiba di pintu kota sebelah barat, Siauw Liong
Lie mengejar berada paling dekat dengan Turkichi, hanya terpisah belasan tombak
lagi.
Turkichi mengetahui itu jadi
panik, dia mengempos semangatnya dan melarikan diri terus.
Setelah kejar mengejar itu
berada di luar kota yang sepi, mereka tampak seperti juga terbang, hanya
berkelebat-kelebat dalam bentuk bayangan saja.
Yo Him melihat ginkang ayah
dan ibunya sempurna sekali. Dia tidak bisa belari bersamaan dengan Yo Ko dan
Siauw Liong Lie, selalu tertinggal di belakang kedua orang tuanya. Sesungguhnya
Yo Him telah memiliki bahan yang baik sekali, dia juga memiliki bermacam-macam
ilmu kepandaian, hanya yang kurang padanya adalah latihan dan pengalaman.
Setelah mengejar ratusan
tombak lagi Siauw Liong Lie bisa memperpendek jarak dia dengan Turkichi, hanya
terpisah beberapa tombak saja.
Turkichi melontarkan sesuatu ke
belakangnya, menyerang dengan paku beracunnya.
Siauw Liong Lie menjejakkan
kakinya, tubuhnya telah melompat dengan ringan dan paku-paku beracun itu telah
lewat di bawah kakinya.
Tetapi karena demikian,
jaraknya dengar Turkichi terpisah agak jauh lagi.
Tentu saja hal ini membuat
Siauw Liong Lie kian penasaran. Dia berlari sambil membungkukkan tubuhnya, dari
meraup batu-batu kerikil kecil. Kemudian dengan mengeluarkan suara bentakan
yang sangat keras sekali, dia telah menggerakkan tangannya melontarkan batu-batu
kerikil itu, sehingga memaksa Turkichi harus mengelakkan sambaran batu-batu
kerikil kecil itu, disamping itu juga batu-batu tersebut mengincar beberapa
jalan darah yang mematikan.
30.60. Ciu Tie Tam-tai, Jagoan
Mongolia
Waktu itulah Siauw Liong Lie
telah tiba tangan kanan nyonya Yo ini telah diulurkan untuk mencengkeram
pergelangan tangan Turkichi, menyusul lagi kakinya juga telah bergerak dengan
cepat melakukan tendangan yang bisa menghancurkan tulang di dada Turkichi.
Serangan yang dilakukan Siuw Liong Lie bukan sekedar serangan pancingan atau
gertakan, dalam keadaan penasaran dan marah Siauw Liong Lie telah menyerang
dengan jurus yang bisa mematikan lawannya.
Turkichi ciut nyalinya, karena
dia kini bukan hanya sekedar menghadapi Siauw Liong Lie disamping nyonya itu
masih ada Yo Ko dan Yo Him yang kepandaiannya juga sangat tinggi sekali.
Setelah berhasil mengelakkan diri dengan membuang dirinya bergulingan di atas
tanah, Turkichi berusaha melompat bangun untuk melarikan diri.
Tetapi Siauw Liong Lie telah
melancarkan serangan yang beruntun beberapa kali, sehingga mendatangkan angin
yang menderu-deru. Turkichi terpaksa melawan nyonya yang tengah diliputi
kemarahan ini. Serangan-serangan Siauw Liong Lie telah menghambat Turkichi
melarikan diri, dan waktu itu Yo Ko dan Yo Him telah tiba juga.
Tanpa mengucapkan apa-apa Yo
Ko telah melompat maju tangan tunggalnya itu telah diulurkan dan „Wuttttt!” dia
berhasi1 mencekal tangan Turkichi, dan sekali dia menggentak, maka dia telah
membuat Turkichi jadi jumpalitan bergulingan di tanah.
Yo Ko, Siauw Liong Lie dan Yo
Him berhenti menyerang, mereka telah memandang Turkichi dengan sikap mengancam.
„Engkau harus memberikan
keterangan selengkapnya kepada kami, berapa banyak orang-orang Mongolia yang
telah menyelusup masuk ke dalam daratan Tiong-goan…..?” kata Yo Ko dengan suara
yang dingin.
Sedangkan Siauw Liong Lie
hanya mendengus bebetapa kali, dia telah berkata kemudian dengan suara yang
perlahan: „Enambelas tahun yang lalu disebabkan engkau sebagai salah satu
penyebabnya telah membuat kami ibu dan anak harus berpisah..... maka sekarang
jika engkau tidak mau bicara dengan segera dan mempersulit kami, hemmm, hemmm,
hemmm, aku tidak akan segan-segan untuk membinasakanmu! Katakan, di mana
berkumpulnya Tiat To Hoat-ong dan yang lainnya?”
„Tiat To Hoat-ong…. Tiat To
Hoat-ong.....” suara Turkichi tergagap.
„Jangan engkau mempersulit
dirimu sendiri, kami bisa saja memaksa engkau bicara dengan berbagai jalan!
Jika engkau tidak mau mengatakannya, kami bisa memaksanya dengan cara kami!”
ancaman Yo Ko waklu melihat Turkichi ragu-ragu. „Dan engkau jangan sekali-kali
bermaksud untuk berdusta!”
Muka Turkichi menjadi pucat
dan dia tampaknya kebingungan. Untuk menghadapi Siauw Liong Lie, Yo Ko dan Yo
Him jelas dia tidak akan sanggup, dan dia tengah terkepung seperti ini tentu
saja membuat dia jadi bingung. Meloloskan diri tidak bisa dan sekarang dia
dipaksa untuk bicara mengenai keadaan kawan-kawannya, memang dia tengah
terdesak sekali.
Di saat itu Yo Him telah ikut
berkata: „Jika dia tidak mau bicara Thia (ayah), sudah patahkan saja tangannya
biar aku yang melakukannya......!” dan sambil berkata begitu, Yo Him melangkah
maju untuk menghampiri Turkichi.
Turkichi jadi semakin pucat.
Dia tahu, apa yang dikatakan oleh Yo Him bukan gertak sambel belaka, tetapi
memang merupakan kenyataan yang bisa saja dilakukan oleh Yo Him mengingat usia
pemuda ini yang masih muda dan memiliki tekanan darah panas.
Tetapi Yo Ko telah mengulurkan
tangannya, dia mencekal pergelangan tangan Yo Him, sambil katanya: „Biar lihat
dulu dia mau bicara atau tidak.....!”
Turkichi benar-benar telah terjepit,
dan dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya.
„Cepat beritahukan, dimana
berkumpulnya kawan-kawanmu, termasuk Tiat To Hoat-ong!” bentak Siauw Liong Lie
„Kami berpisah beberapa hari
yang lalu.....” menyahuti Turkichi kemudian. „Dan kami telah mengambil arah
yang berlawanan, maka kami tidak mengetahuinya..... dimana Tiat To Hoat-ong
berada kini. Dia berangkat menuju ke Mongolia untuk memberi laporan kepada Khan
kami!”
Mendengar perkataan Turkichi
itu, Yo Ko tertawa dingin.
„Kau kira kami ini bocah-bocah
ingusan yang mudah kau akali begitu saja?” tanya Yo Ko dengan suara yang dingin
dan mukanya memperlihatkan kemarahan. „Jika engkau masih mau main-main dengan
dustamu itu, hemmm, aku tidak akan segan-segan turunkan tangan jahat kepadamu!”
Turkichi ragu-ragu lagi, dia
coba membela diri sambil katanya, „Aku..... aku telah bicara dari hal yang
sebenarnya!”
„Aku akan menghitungnya sampai
tiga!” kata Yo Ko. „Jika engkau masih tidak mau bicara, jangan persalahkan jika
kami membawa cara kami sendiri untuk memaksa engkau bicara!”
„Hemmm, sekarang memang kalian
berada di atas angin. Aku telah bicara dari hal yang sebenarnya, tetapi kalian
menganggap aku berdusta. Dalam hal ini aku memang tidak berdaya, terserah
kepada kalian saja!” tantang Turkichi akhirnya dengan nekad.
Yo Ko tertawa dingin.
„Hemmm, aku mau lihat engkau
mau bicara atau tidak sekarang ini!” dan Yo Ko bukan hanya sekedar berkata
saja, dia telah mengulurkan tangan kanannya, tahu-tahu dia telah menotok jalan
darah Ju-siang-hiat di belikat bahu Turkichi.
Bcgitu tertotok jalan
darahnya, segera Turkichi meraung kesakitan, karena dia merasakan seluruh
tubuhnya seperti juga digerayangi semut. Dengan cepat Turkichi menjerit,
„Bebaskan aku dari
totokanmu..... bebaskan aku..... aku akan bicara..... aku akan bicara.....”
„Bicara, nanti aku
membebaskan…..!” kata Yo Ko dengan nada yang dingin. „Beritahukan kepada kami,
dimana sekarang beradanya Tiat To Hoat-ong dan kawan-kawanmu yang lainnya?!”
,,Yang..... aku ketahui mereka
akan menyambut pasukan Khan di kota Siang-yang!” menyahuti Turkichi.
„Aduhhh..... aduhhh..... bebaskan totokanmu itu..... bukankah aku telah
bicara.” Dan sambil berkata begitu, Turkichi telah bergulingan di atas tanah,
karena dia merasakan betapa sekujur tubuhnya sakit-sakit. Dia meraung-raung
dengan suara yang menyayatkan.
„Bunuh saja aku..... bunuh
saja aku, jangan menyiksa aku dengan cara seperti ini..... bunuh saja aku!”
teriak Turkichi dengan suara yang sangat menyayatkan, rupanya perasaan sakit
yang dideritanya itu sudah tidak sanggup untuk diatasi dan ditahannya.
Tetapi Yo Ko telah berkata
lagi: „Kau bicara dulu, baru aku akan membebaskan engkau! Bicara dulu
seluruhnya keterangan yang kami butuhkan!”
„Ya, ya aku akan bicara.....
aku….. aku akan bicara, aduhh, aduh.....!” berseru seru Turkichi sambil
bergulingan.
Melihat itu Siauw Liong Lie
telah berkata pada Yo Ko, suaranya perlahan: „Ko-jie bebaskan dulu dia, biarlah
dia bicara dulu, kalau memang dia hendak mempermainkan kita dengan keterangan
palsunya, maka di saat itu barulah kita menyiksa dia dengan berbagai cara dan
membinasakannya!”
Yo Ko mengangguk, dia
mengambil sebutir batu kerikil dan melontarnya mengenai tepat sekali jalan
darah Su-sie-hiat, sehingga totokan Yo Ko tadi telah terbuka dan terbebaslah
Turkichi dan pengaruh totokan yang begitu menyakitkan.
„Sekarang bicaralah, ingat
sekali saja engkau berpikir untuk main gila mendustai kami hemmm, hemmm, di
saat itu aku tidak akan tanggung-tanggung lagi turun tangan!”
Turkichi menarik napas
dalam-dalam, tampaknya dia baru bisa bernapas lega, tidak merasakan sakit
seperti pada waktu beberapa saat yang lalu.
„Keterangan apa yang kalian
hendak tanyakan!” tanya Turkichi kemudian dengan muka yang pucat.
„Jelaskan seluruh rencana dari
Khan Mongolia itu, apa yang akan dilakukannya dan apa yang sedang dikerjakannya
sekarang ini!”
Turkichi ragu-ragu, dia
bimbang sekali.
„Cepat katakan, sekali saja
aku menggerakkan tanganku, maka engkau akan tersiksa lagi seperti tadi, bahkan
lebih hebat!” bentak Yo Ko.
„Khan…… Khan kami bermaksud
menyerang kerajaan Song ini…..... di akhir tahun ini,” kata Turkichi kemudian.
„Dan, berapa besar kekuatan
yang akan dikerahkan?” tanya Yo Ko lagi.
„Ha! ini aku tidak
mengetahuinya..... karena aku hanya diberi tugas untuk mencari kontak saja
dengan jago-jago daratan Tiong-goan agar kami bisa bekerja sama dan menyambut
kedatangan Khan!”
„Berapa banyak jago-jago yang
telah sempat kau hubungi dan bersedia untuk berkhianat dan juga siapa-siapa
saja nama mereka?”
Ditanya begitu, Turkichi
benar-benar ragu-ragu, dia sampai berdiam diri sekian lama.
„Engkau ingin keras kepala
seperti tadi?” bentak Yo Ko.
Ditanya begitu, muka Turkichi
jadi tambah pucat, dengan sikap masih ragu-ragu dia telah berkata,
„Mereka itu..... mereka itu……”
Tetapi baru saja Turkichi
berkata sampai disitu, terdengar suara tertawa bergelak-gelak yang panjang
sekali.
Yo Ko mengerutkan alisnya,
nada suara tertawa itu mengandung nada kesesatan.
Dan muka Turkichi seketika
bersinar, tampaknya dia girang mendengar suara ketawa itu, yang mungkin
dikenalnya sebagai suara kawan-kawannya.
Yo Ko, Siauw Liong Lie dan Yo
Him telah melihat perobahan wajah Turkichi, maka Yo Ko telah mendengus dingin:
„Siapa kawanmu itu? Jika dia datang, jangan harap engkau bisa tertolong, karena
isteriku akan melayaninya, sedangkan aku tetap akan menyiksamu!”
„Tidak semudah itu! Tidak
semudah itu!” terdengar suara orang berkata dengan nada yang angkuh sekali.
Yo Ko bertiga terkejut juga,
karena suara itu terdengar dan jarak yang cukup jauh, namun bisa terdengar
jelas oleh mereka, maka hal itu telah membuktikan bahwa orang yang bicara itu
adalah seorang yang telah memiliki lweekang sempurna.
Yo Ko mengempos semangatnya,
kemudian dia berkata dengan suara yang disertai lweekangnya: „Siapa orang yang
hanya berani memperdengarkan suara tetapi menyembunyikan ekor? Keluarlah mari
kita bicara!”
„Ha, ha, ha, aku bukan
menyembunyikan ekor, jika aku keluar memperlihatkan diri, tentu kalian akan
terkejut dan mati karena kaget!” terdengar suara jawaban dari arah yang jauh
sekali, tetapi setiap patah kata terdengar sangat jelas sekali.
Dan berbareng dengan habisnya
suara itu tampak dari kejauhan sesosok tubuh yang tengah berlari-lari dengan
gerakan yang gesit sekali. Dan dalam sekejap mata, sosok tubuh itu, yang
berukuran tinggi besar, telah berada dihadapan Yo Ko bertiga.
Dialah seorang asing, jika dilihat
wajah tentunya orang Mongolia dengan hidungnya yang mancung, muka yang kasar
dan juga tubuhnya yang tinggi besar itu, memperlihatkan tenaga dan semangatnya
sangat kuat. Namun yang mengherankan, biasanya jika seorang ahli gwakang (ahli
luar) memang memiliki ukuran tubuh yang besar dan berotot kuat. Namun orang ini
justeru bentuk tubuhnya seperti seorang ahli gwakang sedangkan sesungguhnya dia
seorang ahli lweeke, ahli tenaga dalam, tenaga lunak.
Yo Ko tidak mengenal siapa
orang ini, hanya melihat orang tersebut telah berdiri di hadapan mereka, dengan
suara yang dingin Yo Ko telah bertanya: „Siapa namamu, mengapa engkau
berkeliaran di daratan Tiong-goan tentu engkaupun orangnya Khan kalian, bukan?”
Ditegur begitu, orang yang
bertubuh tinggi besar itu tertawa bergelak-gelak, tampaknya dia memandang
rendah dan meremehkan Yo Ko bertiga, yang seperti tidak dipandang sebelah mata.
„Tepat! Sungguh tepat
perkataanmu! Memang aku orang kepercayaan dari Khan yang agung, Khan kami yang
memiliki kekuasaan yang sangat besar.....! Aku Ciu Tie Tam-tai dan memang aku
ingin berkeliaran di daratan Tiong-goan! Katakan, jika aku ingin berkeliaran
begitu, apa yang hendak kalian lakukan?”
Yo Ko jadi mendongkol melibat
sikap orang yang ugal-ugalan „Apakah engkau kira semudah itu untuk berkeliaran
di daratan Tiong-goan dengan maksud menimbulkan kekacauan dan huru-hara?”
„Eh, engkau terlalu banyak
bicara saja, buntung,” kata orang itu sambil mengebutkan lengan jubahnya.
Dan lengan jubahnya itu
meluncur angin yang sangat kuat, membuat Yo Ko jadi terkejut. Yo Ko menancapkan
kedua kakinya dengan kuda-kuda seribu kati, untuk berdiam diri terus di
tempatnya, tetapi kibasan dari orang itu telah membuat tubuh Yo Ko terhuyung
sedikit ke belakang.
Hal itu bukan mengejutkan Yo
Ko saja bahkan Siauw Liong Lie dan Yo Him juga jadi terkejut. Mereka mengetahui
bahwa Yo Ko merupakan tokoh sakti yang sulit dicari tandingannya lagi
dimana-mana. Tetapi orang Mongolia itu, yang mengaku bernama Ciu Tie Tam-tai,
dengan hanya mengebut perlahan saja telah bisa menggugurkan kuda-kuda kaki Yo
Ko, sudah merupakan kejadian yang langka dan jarang terjadi.
Yo Ko sendiri telah berobah
mukanya, dia berkata dengan dingin: „Hebat! Rupanya engkau memang memiliki
sedikit kepandaian, sehingga berani membrutal di daratan Tiong-goan!” Dan
setelah berkata begitu, tampak Yo Ko telah menggerakkan lengan tunggalnya, dia
mengebut sama seperti halnya orang itu, dimana Ciu Tie Tam-tai merasakan
gelombang angin mendorong dia sangat kuat.
Tetapi orang Monggol ini telah
tertawa bergelak-gelak, dia merangkapkan kedua tangannya, dan tubuhnya tidak
bergeming sedikitpun juga, dia malah menerima serangan Yo Ko dengan kekerasan.
Tubuh Yo Ko kembali
tergoncang, walau pun tidak sampai mundur seperti tadi.
Hal itu lelah membuktikan
bahwa kekuatan lweekang orang Mongolia itu tidak berada di bawah Yo Ko,
kemungkinan berada di atasnya.
Siauw Liong Lie cepat-cepat,
bersiap sedia untuk membantu suaminya jika Yo Ko terdesak oleh Ciu Tie Tam-tai.
Tetapi Yo Ko setelah tubuhnya
terguncang, mengeluarkan suara tertawa, tahu-tahu tubuhnya bergerak cepat
sekali, dia telah melompat sambil mengayunkan tangan kirinya itu melancarkan
serangan dengan jurus Naga keluar dari liang, untuk menghajar bahu Ciu Tie
Tam-tai.
Tetapi Ciu Tie Tam-tai tidak
bergeser sedikitpun dari tempat berdirinya. Melihat datangnya serangan Yo Ko,
justru dia berdiri tegak, dan dia menyambuti serangan itu dengan mengangkat
tangan kirinya menangkis dengan kekerasan.
„Bukkk.....!” kali ini bukan
Yo Ko yang terhuyung, tetapi justru Ciu Tie Tam-tai yang telah tergoncang dari
tempat berdirinya dan mundur tiga langkah. Belum dia sempat untuk berdiri
tetap, Yo Ko telah menerjang lagi dengan dua jurus serangan yaitu Naga merebut
mutiara, dibarengi dengan jurus Naga Mengibas ekor. Tangan kirinya menyambar
akan mencengkeram dada lawan, sedangkan tangan kanannya yang buntung, hanya
mempergunakan lengan bajunya saja untuk mengebut ke atas kepada Ciu Tie
Tam-tai.
Kebutan lengan baju tangan
kanan Yo Ko yang kosong itu bukan gerakan yang sembarangan karena pada kain
lengan baju itu telah diselubungi oleh kekuatan lweekang yang hebat sekali,
sehingga lengan baju itu telah berubah keras seperti baja. Maka jika lengan
baju kanan Yo Ko berhasil mengenai kepala Ciu Tie Tam-tai jangan harap dia bisa
selamat, batu saja akan hancur bila terserang lengan baju kanan dari Yo Ko.
Ciu Tie Tam-tai juga tampaknya
terkejut menyaksikan serangan Yo Ko itu. Tadi ia menduga Yo Ko tentu berada di
sebelah bawah kepandaiannya. Dia merupakan guru dari Kim Lun Hoat-ong dan Tiat
To Hoat-ong, yang semula sudah tidak mau mencampuri urusan duniawi lagi, dimana
dia hidup menyendiri di sebuah daerah yang sepi sekali di tanah Mongolia dan
disebut sebagai ‘Manusia Sakti Tanpa Ujud’, karena kepandaiannya yang telah
mencapai tarap yang sangat tinggi sekali.
Bisa dibayangkan, jika Kim Lun
Hoat-ong (yang telah binasa di dalam Sin-tiauw-hiap-lu) dan Tiat To Hoat-ong
sudah begitu tinggi dan sulit untuk dihadapi, apalagi guru dari kedua pendeta
itu.
Manusia sakti tanpa ujud Ciu
Tie Tam-tai itu memang memiliki adat yang aneh. Kedua muridnya itu menjadi
pendeta, tetapi dia sendiri tidak terikat oleh segala sesuatu apapun juga,
dimana yang dia senangi pasti akan dikeluarkannya. Tetapi karena dia memang
sudah tidak pernah muncul di dalam pergaulan masyarakat ramai, dengan sedirinya
namanya akhirnya dilupakan orang.
Hanya setelah Kim Lun Hoat-ong
binasa dan Tiat To Hoat-ong telah mengirim berita itu kepada Kubilai Khan, Khan
yang baru ini telah mengutus orang mengundang Manusia sakti Tanpa Ujud ini
untuk datang menghadap ke istana, dan memberitahukan kematian Kim Lun Hoat-ong
sambil memberikan kata-kata yang ‘membakar’ yang membuat Manusia Sakti Tanpa
Ujud Ciu Tie Tam-tai diliputi kemarahan dan meminta kepada Khan yang agung itu
agar memberikan perintah kepadanya untuk mengacak-acak daratan Tiong-goan.
Kubilai Khan memang jauh lebih
cerdik dari Mangu (kaisar Mongolia yang mati tertimpuk batu oleh Yo Ko), dan
dia telah memberi printah dan kekuasaan kepada Ciu Tie Tam-tai, dimana Ciu Tie
Tam-tai diberikan kekuasaan untuk mengatur seluruh orang-orang Mongolia yang
berada di daratan Tiong-goan yang berhasil menyusup, agar dihimpun dan
dipimpinnya.
Dengan kekuasaan besar tiada
taranya itu Ciu Tie Tam-tai jadi terbangun semangatnya dia jadi ingin
melihatnya berapa banyak jago-jago yang ada di daratan Tiong-goan. Berangkatlah
dia ke daratan Tiong-goan, dan bertemu dengan Tiat To Hoat-ong, yang kebetulan
waktu itu tengah melarikan diri dari Hoa-san.
Mendengar keterangan dari Tiat
To Hoat-ong, yang juga menambah-nambahkan bumbu pada ceritanya, telah membuat
sang guru semakin bergelora semangatnya untuk bertemu dengan jago-jago daratan
Tiong-goan. Kebetulan hari ini justru dia melihat Turkichi salah seorang anak
buahnya tengah disiksa oleh Yo Ko dan dia sudah bisa menerkanya orang yang
lengan tangan kanannya buntung itu tentunya Sin-tiauw Tayhiap Yo Ko yang sangat
terkenal itu.
Sekarang dia telah merasakan
hebatnya tenaga dalam Yo Ko, diam-diam dia jadi terkejut, tetapi dia tidak mau
memperlihatkan suara tertawa dingin, katanya tawar:
„Bagus! Bagus! Rupanya engkau
memang memiliki kepandaian yang lumayan dan layak menjadi lawanku!” dan setelah
berkata begitu, dengan cepat Ciu Tie Tam-tai mengeluarkan suara erangan
perlahan, dan kemudian dia mengeluarkan tangan kananrya, dari mana telah
meluncur angin serangan yang kuat sekali, dibarengi dengan itu tangan kirinya
juga telah bergerak akan mencengkeram batok kepala Yo Ko.
Dua serangan yang berlainan
arah itu tetapi datangnya serentak cukup mengejutkan Yo Ko. Dengan gesit Yo Ko
mengelakkan diri dari terjangan itu, dengan gerakan Naga mengibas Ekor, tampak
tangan kirinya telah menyampok ke arah kepala Ciu Tie Tam-tai lagi.
Terpaksa Ciu Tie Tam-tai
melompat mundur untuk mengelakkan diri dan batalkan kedua serangannya.
Ciu Tie Tam-tai jadi semakin
penasaran, dia mengeluarkan suara erangan lagi, dan melancarkan serangan yang
lebih kuat dari tadi, bahkan dengan gerakan seperti jurus di daratan Tiong-goan
yang biasanya dinamakan Memandang Rembulan Dari Loteng, dengan kecepatan yang
sulit diikuti oleh pandangan mata, tampak Ciu Tie Tam-tai telah melancarkan
serangan-serangan yang memiliki kekuatan bisa menghancurkan besi atau batu gunung.
Tetapi Yo Ko mana mau
membiarkan dirinya diserang terus-terusan. Cepat-cepat dia menggeser kaki
kirinya, ditekuk sedikit dan dia mempergunakan gerakan Naga Melingkari Tiang,
dimana dia telah membebaskan diri dari serangan lawannya dan juga balas menyerang
jurus jurus Naga Melompat Diawan, disusul dengan jurus-jurus Naga Mengeluarkan
Lidah, kedua jurus itu telah meluncur dahsyat sekali menghantam lawannya.
Ciu Tie Tam-tai memang yakin
bahwa dirinya seorang sakti yang sudah tidak ada tandingannya, maka walaupun
dia melihat serangan Yo Ko hebat sekali, dia tidak berusaha berkelit, hanya dia
menyambut dengan kekekerasan. Waktu tangan Yo Ko yang kiri membentur tangan
lawannya, Ciu Tie Tam-tai jadi terkejut sekali, dia sampai mengeluarkan suara
seruan tertahan karena heran.
Tangan atau serangan Yo Ko
lunak tidak mengandung kekuatan apapun juga, sehingga waktu tangan Ciu Tie
Tam-tai beradu dengan tangan Yo Ko, dia seperti menggempur tumpukan kapas,
lenyaplah kekuatan tenaga serangannya. Dan diwaktu dia tengah terheran-heran
tahu-tahu bergelombang keluar dari telapak tangan kiri Yo Ko kekuatan angin
yang benar-benar dahsyat menerjang kepada Ciu Tie Tam-tai.
Memang kedua orang yang kali
ini saling mengadu kepandaian dan kekuatan, merupakan dua orang tokoh persilatan
yang masing-masing merupakan jago tersakti dari dua negeri. Jika yang seorang
merupakan super sakti dari daratan Tiong-goan, sedangkan yang seorangnya lagi
merupakan jago sakti tidak terkalahkan dari Mongolia. Maka pertempuran mereka
berdua kali ini seperti juga sepasang naga yang saling menerjang memperebutkan
mustika. Mereka bertempur dengan gerakan-gerakan yang semakin lama semakin
cepat.
Yo Him sendiri yang
menyaksikan pertempuran itu sampai berkunang-kunang matanya, karena dia melihat
ayahnya dan Ciu Tie Tam-tai bertempur bergerak-gerak dengan cepat sekali, tubuh
mereka seperti juga dua sosok tubuh yang merupakan gumpalan warna baju saja.
Saat itu, tiba-tiba Siauw
Liong Lie telah membentak: „Mau lari kemana kau?” dan tubuh Siauw Liong Lie telah
melompat cepat sekali, dengan gerakan Walet Menerjang Air dia telah meluncur
menghantam punggung Turkichi.
Rupanya, di saat semua orang
tengah tercurah perhatiannya pada pertempuran yang terjadi antara Yo Ko dengan
Ciu Tie Tam-tai, kesempatan itu dipergunakan oleh Turkichi sebaik-baiknya.
Mula-mula dia menggeser kedudukan kakinya, setelah dua tombak lebih, dia
membalikkan tubuhnya untuk melarikan diri dari tempat tersebut.
Tetapi sayangnya, biarpun
Siauw Liong Lie tengah memperhatikan suaminya yang bertempur dahsyat dengan Ciu
Tie Tam-tai, tokh pendekar wanita ini tetap memasang mata kepada Turkichi.
Turkichi merasakan dari arah
belakangnya telah menyambar kuat sekali angin serangan maka dia memutar
tubuhnya untuk menangkis karena kalau dia meneruskan larinya, niscaya dia akan
terhajar punggungnya oleh serangan yang kuat dari Siauw Liong Lie.
Siauw Liong Lie te!ah
mempergunakan jurus Walet Menerjang Air, dan pukulan yang dipergunakan itu
mengandung kekuatan lweekang yang akan mematikan jika mengenai sasarannya.
Diantara berkesiuran angin
serangan itu, nampak tangan Turkichi telah menangkis serangan Siauw Liong Lie.
Karena Turkichi menangkisnya dengan tergesa-gesa, maka ia tidak menggunakan
seluruh tenaga lweekangnya. Begitu tangannya saling bentur, tubuh Turkichi
terpental dua tombak lebih dan bergulingan di atas tanah.
Siauw Liong Lie melompat dan
meluncur lagi dan melancarkan serangan kepada Turkichi. Tetapi tiba-tiba dari
arah samping meluncur sebutir batu yang akan menghantam pinggang pendekar
wanita itu. Batu kerikil itu meluncur bukan dengan tenaga yang ringan, karena
batu itu telah menimbulkan suara yang berkesiuran keras sekali. Siauw Liong Lie
kaget dan cepat cepat membatalkan maksudnya untuk melancarkan gempuran kepada
Turkichi, dia telah memutar tanganya dan menyambut batu itu dengan kedua jari
tangannya.
Kemudian dari arah samping
dari mana tadi datangnya batu itu, tampak melompati keluar sesosok tubuh,
seorang pendeta Mongolia.
„Kau?” kata Siauw Liong Lie
dengan kemarahan yang seketika meluap. „Kebetulan sekali, justru kami memang
tengah mencari-cari kau!”
Pendeta yang baru datang itu
telah mengeluarkan suara tertawa bergelak-gelak dia tak lain dari Tiat To
Hoat-ong.
„Guru, mereka inilah yang
telah membinasakan Kim Lun dan juga telah merubuhkan aku. Mereka juga yang
mengatakan bahwa Manusia Sakti Tanpa Ujud Ciu Tie Tam-tai merupakan manusia
tahu yang tidak punya guna!” ternyata Tiat To Hoat-ong yang cerdik itu telah
mempergunakan kesempatan ini untuk membakar gurunya.
Ciu Tie Tam-tai mengeluarkan
suara gerengan keras. Dia makin marah sekali kepada Yo Ko serangannya jadi jauh
lebih kuat lagi.
Yo Ko agak kewalahan menerima
serangan-serangan yang dilakukan oleh lawannya yang tangguh ini. Kepandaiannya
memang mungkin berimbang tetapi ada suatu yang dimenangkan di atas kepandaian
Yo Ko, yaitu Ciu Tie Tam-tai memiliki latihan lweekang yang kuat dan sempurna
dicampur dengan tenaga yoga, sehingga kekuatannya menjadi lebih hebat.
Diserang bertubi-tubi dengan
disertai tenaga lweekang yang jauh lebih kuat dari semula, Yo Ko jadi sibuk
juga. Berulang kali dia harus mengelakkan diri dan memperhatikan cara lawannya
itu melancarkan serangan, karena Yo Ko ingin mencari kelemahan lawannya.
Siauw Liong sendiri tidak mau
memberi kesempatan kepada Tiat To Hoat-ong. Waktu pendeta itu tengah
berkata-kata kepada gurunya, justru Siauw Liong Lie telah menyerang pendeta itu
dengan mempergunakan jurus Awan Menutup matahari, tangan kanannya meluncur
dengan setengah ditekuk, dia telah meluncurkan tangan kirinya untuk
mencengkeram perut lawannya.
Tiat To Hoat Hong tidak jeri,
dia malah mengeluarkan suara tertawa mengejek. Melihat datangnya serangan
tangan kanan Siauw Liong Lie yang setengah tertekuk begitu, dia telah mendekkan
diri dan perutnya dikempiskan, sehingga jarak antara tangan Siauw Liong Lie
dengan perutnya jadi terpisah, sedangkan tangan kiri pendeta itu telah
bergerak, melancarkan serangan yang memiliki kekuatan tidak kalah dibandingkan
dengan serangan Siauw Liong Lie.
Siauw Liong Lie penasaran
sekali melihat lawannya, berhasil mengelakkan diri dari serangannya itu, dia
mengeluarkan suara bentakan dan tangan kirinya telah mengulangi serangannya.
Kali ini Tiat To Hoat-ong
tidak bisa mengelakkan diri, sehingga dia harus menangkis dengan tangan
kanannya, kedua tenaga saling bentur dengan kuat sekali menimbulkan suara
menggelegar keras dan menulikan pendengaran, karena selain Siauw Liong Lie
mempergunakan kekuatan tenaga yang sangat hebat, juga Tiat To Hoat-ong dalam
menangkisnya telah mempergunakan lweekangnya sebanyak sembilan bagian.
Turkichi yang melihat
munculnya Tiat To Hoat-ong, jadi girang. Jika tadi dia ingin melarikan diri,
karena dia belum begitu yakin bahwa Ciu Tie Tam-tai akan memperoleh kemenangan
melawan Yo Ko. Tetapi sekarang di saat Siauw Liong Lie tengah dilibat oleh Tiat
To Hoat-ong, Turkichi jadi besar hatinya. Dia tidak bermaksud untuk melarikan
diri lagi, melainkan dia telah berdiri menyaksikan jalannya pertempuran
diantara dua pasang jago-jago yang memiliki kepandaian sempurna itu.
Yo Him juga telah melihat,
betapa kedua pasang orang yang tengah bertempur itu merupakan pertempuran dari
tokoh-tokoh kelas tinggi yang sulit dicari bandingannya. Tangannya jadi gatal
juga, dia melirik ke arah Turkichi kemudian dengan cepat dia melompat mendekati
Turkichi sambil katanya,
„Mari, kita juga main!”
Dan Yo Him bukan hanya sekedar
berkata saja, karena dia telah menyerang dengan jurus Naga keluar dari liang,
disusul lagi dengan gerakan Naga merangsang maju memasuki liang, dia telah
melancarkan serangan saling susul dengan dahsyat sekali, karena memang Yo Him
memiliki keistimewaan dimana dia bisa menggabungkan tenaga Yang dan Im (panas
dan dingin) menjadi satu, dia hanya kurang latihan, tetapi kekuatan lweekangnya
telah mencapai taraf yang cukup tinggi.
Tuikichi melihat usia Yo Him
yang masih muda, dia tidak memandang sebelah mata. Dia menduga, anak semuda ini
mana bisa memiliki kepandaian yang tinggi? Maka waktu melihat datangnya dua
jurus serangan yang saling susul oleh Yo Him, Turkichi telah mengerahkan
kekuatan lweekangnya dan menangkisnya.
„Bukkkkkk!” memang Turkichi
berhasil menangkisnya, tetapi tubuhnya segera terlempar melayang di tengah
udara dan terbanting di tanah terus pingsan tidak sadarkah diri dengan mulut
dan hidung mengeluarkan darah segar!
<>
Tiat To Hoat-ong yang melihat
apa yang dialami oleh Turkichi jadi terkejut, ia mengeluarkan suara meraung dan
mempergunakan kedua telapak tangannya untuk menghantam kepada Siauw Liong Lie.
Gerakan yang dilakukannya itu merupakan serangan yang bisa mematikan, karena
pendeta tersebut telah mempergunakan sembilan bagian dari kekuatan tenaga
lweekang yang dimilikinya. Dan membarengi waktu Siauw Liong Lie berkelit dari
samberan tangannya, tampak pendeta Mongolia tersebut telah menggerakkan tangan
kanannya, dimana tahu-tahu dia telah mencabut goloknya yang berwarna hitam itu,
secercah sinar hitam berkelebat menyambar ke arah batang leher Siauw Liong Lie.
Bacokan yang dilakukan oleh
Tiat To Hoat-ong dengan golok pusakanya tersebut merupakan bacokan yang
memiliki gerakan aneh sekali, karena goloknya itu berkelebat-kelebat ke sana
kemari dengan sasaran yang sulit diduga.
Walaupun tampaknya mata golok
pusaka tersebut menyambar ke arah leher Siauw Liong Lie, namun ia sebenarnya
hendak menebas batang leher Siauw Liong Lie, karena waktu terpisah empat dim
dari sasarannya Tiat To Hoat-ong telah menggetarkan tangan kanannya itu golok
hitam tersebut bagaikan kilat cepatnya tahu-tahu telah membacok menurun, mulai
dari dada ke arah paha.
31.61. Pertarungan Naga-naga
Sakti
Siauw Liong Lie jadi terkejut,
karena semula ia menduga bacokan itu hanya menuju ke batang lehernya dan ia
bermaksud berkelit sambil membalas melontarkan pukulan telapak tangannya.
Tetapi melihat perobahan pada cara membacok pendeta Mongolia tersebut, membuat
Siauw Liong Lie dalam waktu hanya beberapa detik tersebut harus merobah
gerakannya. Dengan menjejakan kedua kakinya, tubuhnya melambung ke tengah udara
dengan ringan, dan ia mempergunakan kedua telapak tangannya untuk menghantam
kepala Tiat To Hoat-ong. Karena lawan yang tengah dihadapi tersebut merupakan
tokoh Mongolia yang memiliki kekosenan, dengan sendirinya Siauw Liong Lie dalam
memukul tersebut berlaku tidak sungkan-sungkan lagi.
Tiat To Hoat-ong melihat
bacokannya yang aneh itu gagal, cepat-cepat hendak menarik pulang goloknya,
tetapi baru saja dia memiringkan tubuhnya menghindar dari pukulan telapak
tangan Siauw Liong Lie dan hendak menarik pulang goloknya, diwaktu itulah
tangan kiri Siauw Liong Lie menyambar menurun, tahu-tahu telah menjepit tepian
punggung golok dari Tiat To Hoat-ong.
Jepitan jari tangan Siauw
Liong Lie pada golok Tiat To Hoat-ong tersebut bukan sekedar jepitan biasa,
karena melebihi kekuatan jepit besi.
Tiat To Hoat-ong juga
merasakan goloknya itu tidak bisa digerakan, walaupun ia telah menarik pulang
dengan mengerahkan tenaga lweekangnya.
Kedua orang ini jadi saling
tarik. Siauw Liong Lie menjepit golok lawannya dengan mempergunakan tenaga
sinkangnya, sehingga, golok itu tidak bisa bergeming. Sedangkan Tiat To
Hoat-ong bermaksud hendak menarik pulang goloknya melepaskan jepitan jari
tangan Siauw Liong Lie. Dengan demikian, kedua tokoh persilatan yang
masing-masing memiliki kepandaian dan sinkang yang tinggi tersebut, telah
saling memusatkan dan mempergunakan tenaga lweekang mereka guna saling menarik,
agar dapat menguasai lawannya.
Siauw Liong Lie mendengus
dingin tahu tahu nyonya Yo Ko tersebut telah menjejakkan kakinya pula, tubuhnya
melompat ringan sekali ke tengah udara dengan jari tangan menjepit golok
lawannya. Dan tangan kirinya digerakan menghantam ke batok kepala Tiat To
Hoat-ong.
Itulah hantaman yang hebat
sekali. Goloknya tengah dijepit oleh jari tangan Siauw Liong Lie, sehingga Tiat
To Hoat-ong tidak bisa berkelit dengan leluasa, apa lagi pukulan telapak tangan
kiri Siauw Liong Lie menyambar begitu kuat dan juga sangat cepat.
Tetapi sebagai seorang ahli
silat, yang memiliki kepandaian sangat tinggi, dengan sendirinya Tiat To
Hoat-ong tidak mau menyerah begitu saja. Ia pun tidak mau melepaskan golok
hitamnya tersebut dia memusatkan kekuatan tenaga yoganya pada batok kepalanya
untuk membuat kepalanya itu keras melebihi besi, kemudian dengan mengeluarkan
suara erangan keras, tanpa menantikan datangnya serangan yang dilakukan Siauw
Liong Lie, ia telah menundukan kepalanya dan menyundul ke arah perut dari Yo
Hujin tersebut.
Apa yang dilakukan oleh Tiat
To Hoat-ong tersebut merupakan perbuatan yang nekad, karena ia seperti juga
ingin binasa bersama. Dengan demikian, terlihat, ia sama sekali tidak
memperhatikan pukulan telapak tangan kiri Siauw Liong Lie yang bisa
mematikannya, yang terpenting baginya iapun bisa menyeruduk perut dari nyonya
Yo tersebut, agar dapat merusak isi perut nyonya tersebut.
Siauw Liong Lie terperanjat,
karena ia menyadari tidak ada keuntungan buatnya jika mereka terbinasa bersama.
Tanpa menanti serudukan Tiat To Hoat-ong tiba, nyonya Yo tersebut telah
melepaskan jepitan jari tangannya pada golok lawannya, dan membatalkan pukulan
telapak tangan kirinya, tubuhnya terjumpalitan ke belakang, berpok-say sampai
tiga tombak jauhnya.
Tiat To Hoat-ong juga telah
menghentikan serudukan kepalanya waktu melihat Siauw Liong Lie melepaskan
jepitan jari tangan pada goloknya itu dan membatalkan pukulan telapak tangan
kirinya. Namun disebabkan tadi Tiat To Hoat-ong telah menyeruduk dengan
kekuatan yang penuh, tubuhnya terhuyung juga, tidak bisa ia berdiri tetap dan
menghentikan serudukannya itu tiba-tiba begitu.
Siauw Liong Lie tidak mau
membuang-buang waktu lagi, ketika melihat Tiat To Hoat-ong belum bisa berdiri
tetap, ia telah menjejakan kakinya, di saat kakinya itu meluncur turun akan
menginjak tanah, ia menotol dengan keras, tubuhnya melambung lagi ke tengah
udara, meluncur ke belakang Tiat To Hoat-ong. Berbareng dengan gerakannya itu,
ia menghantam lagi dengan kuat ke arah punggung Tiat To Hoat-ong.
Pendeta Mongolia itu waktu
merasakan sambaran angin yang berkesiuran keras sekali di belakang punggungnya,
memaksa ia harus mengelakkan diri lagi, waktu itu kuda-kuda kedua kakinya belum
bisa diperbaiki dan tubuhnya tengah terhuyung, maka jalan satu-satunya
menyelamatkan dirinya adalah melompat maju ke depan hampir satu tombak, sambil
berbuat begitu dia memutar tubuhnya dan mempergunakan goloknya menabas ke
belakang, maka selarik cahaya hitam telah meluncur ke arah perut Siauw Liong
Lie.
Hal itu memaksa Siauw Liong
Lie batal meneruskan pukulannya.
Mempergunakan kesempatan yang
hanya beberapa detik itu tampak Tiat To Hoat-ong telah cepat-cepat memperbaiki
kedudukan kuda-kuda kedua kakinya, ia telah mengerahkan lweekangnya pada kedua
kakinya, memutar tubuhnya menghadapi Siauw Liong Lie lagi dengan golok hitam
tercekal di tangan kanannya siap untuk melakukan bacokan dan tabasan pula.
Diam-diam Tiat To Hoat-ong
berpikir keras, karena ia melibat bahwa kepandaian yang dimiliki Siauw Liong
Lie telah mengalami banyak kemajuan, dimana kini tenaga sin-kangnya seperti
lebih kuat dibandingkan dulu dengan demikian telah membuat Tiat To Hoat-ong
tidak bisa meremehkannya dan dia harus berlaku waspada sekali. Kalau sekali
saja terkena gempuran telapak tangan Siauw Liong Lie tentu ia bisa cidera berat
ataupun terbinasa. Petempurannya dengan Siauw Liong Lie bukanlah pertempuran
main-main, karena ia memang seperti tengah mempertaruhkan jiwanya.
Siauw Liong Lie sendiri
melihat Tiat To Hoat-ong juga telah memperoleh kemajuan yang banyak sekali
dimana selain ilmu goloknya yang memang memiliki gerakan yang aneh, pun
kekuatan lweekang yang dimiliki pendeta Mongolia tersebut terlebih lagi
dicampur dengan ilmu yoganya membuat Tiat To Hoat-ong merupakan lawan yang
tangguh sekali. Dengan demikian Siauw Liong Lie harus berpikir keras mencari
jalan dan cara untuk merubuhkan pendeta tersebut.
Setelah menarik napas
dalam-dalam, dan memusatkan kekuatan tenaga dalamnya pada kedua telapak
tangannya Siauw Liong Lie menjejakkan kakinya dan berturut-turut melontarkan
pukulan yang mengandung kekuatan yang bisa mematikan.
Begitulah, kedua orang
tersebut terlibat kembali dalam pertempuran yang semakin lama semakin seru.
Walaupun Tiat To Hoat-ong
mempergunakan senjata tajam pusakanya, yaitu golok hitam itu, dan Siauw Liong
Lie hanya bertangan kosong, namun keduanya seperti juga seekor naga dan seekor
singa betina yang tengah bertarung dengan hebat sekali. Keduanya tidak mengenal
mundur, malah telah mengeluarkan seluruh kepandaian yang mereka miliki.
Yo Ko yang telah bertarung
dengan Ciu Tie Tam-tai juga berlangsung dengan seru. Karena keduanya tengah
saling memusatkan kesaktian dan kekuatan mereka, guna saling tindih.
Sebagai seorang pendekar silat
yang diakui oleh jago-jago Tiong-goan, sebagai jago nomor wahid Yo Ko memang
memiliki kepandaian yang sempurna sekali. Hanya ia memperoleh kesulitan, yaitu
Ciu Tie Tam-tai sering mempergunakan ilmu Yoganya, sehingga tubuhnya itu jadi
kecil seperti belut, dan setiap kali pukulan dari Yo Ko mengenai tubuh dari Ciu
Tie Tam-tai tersebut, selalu melejit tidak berhasil menghantam dengan tepat.
Dengan demikian berulang kali Yo Ko gagal dengan serangannya.
Kepandaian silat dari Ciu Tie
Tam-tai juga luar biasa tingginya, boleh dibilang tidak berada di sebelah bawah
dari kepandaian silat yang dimiliki Yo Ko. Maka dari itu, mereka telah terlibat
dalam pertarungan yang kian lama kian menentukan mati hidupnya mereka. Keduanya
semakin lama telah mempergunakan sinkang mereka semakin kuat, malah Yo Ko
sendiri telah mempergunakan sinkangnya delapan bagian.
Seumur hidupnya, jarang sekali
Yo Ko mempergunakan sinkangnya sampai begitu besar, karena jika ia tidak sedang
berhadapan dengan lawan yang benar-benar tangguh seperti Ciu Tie Tam-tai tentu
ia tidak mau mempergunakan sinkang begitu besar.
Perlu diketahui, bahwa
seseorang ahli silat yang telah sempurna tenaga sinkangnya, jika ia
mempergunakan sinkangnya berlebihan dan mengeluarkannya terlampau banyak,
mengempos dengan diiringi oleh napsu yang berkobar di hatinya, akan merusak
dirinya, dan juga akhirnya ia akan kehabisan tenaga. Jika pertempuran itu bisa
dimenangkan olehnya, tokh akhirnya ia akan kehabisan tenaga dalamnya, dan
berarti ia membutuhkan tiga tahun untuk memulihkan semangat murninya tersebut.
Dengan demikian jarang sekali ada seorang pendekar persilatan yang
mempergunakan seluruh dari sinkangnya. Dan Yo Ko mempergunakan sampai delapan
bagian sinkang yang dimilikinya itu karena ia dalam keadaan terpaksa, dimana
lawannya memang benar-benar tangguh sekali.
Yo Him yang menyaksikan
pertandingan itu dari luar gelanggang, melihat betapa butir-butir keringat
memenuhi wajah dan tubuh ayahnya tersebut. Dan juga Ciu Tie Tam-tai telah basah
oleh keringat yang membanjir keluar membasahi tubuhnya.
Diam-diam Yo Him jadi
menguatirkan keselamatan ayahnya, karena ia melihat bahwa kepandaian yang
dimiliki Ciu Tie Tam-tai memang merupakan kepandaian yang telah sempurna dan
tidak berada di sebelah bawah dari kepandaian Yo Ko. Dengan demikian,
pertempuran yang tengah berlangsung antara Yo Ko dengan Ciu Tie Tam-tai
merupakan pertempuran untuk menentukan mati hidup mereka.
Sedangkan pertempuran antara
Siauw Liong Lie dengan Tiat To Hoat-ong juga merupakan pertempuran yang
mendebarkan hati Yo Him. Untuk maju membantui kedua orang tuanya itu jelas Yo
Him belum memiliki kemampuan untuk melakukan hal itu. Dengan demikian, ia hanya
bisa menyaksikan saja dengan hati berkuatir dan mata yang terpentang lebar-lebar.
Semakin lama Yo Ko
menggerakkan tangan tunggalnya itu semakin perlahan. Sekali-kali lengan baju
kanannya yang kosong itu juga berkibaran dengan kuat sekali, memancarkan
sinkangnya yang benar-benar tangguh, terkadang lengan baju tangan kanannya yang
kosong itu sebentar lemas dan tidak lama kemudian berubah keras, sering
mengancam akan melibat pergelangan tangan dari lawannya.
Aneh pula cara bertempur dari
Ciu Tie Tam-tai, karena ia berulang kali belakangan ini mempergunakan cara yang
benar-benar mengherankan, yaitu kedua tangannya ditekuk ke dalam, kesepuluh
jari tangannya dipentang seperti juga sikap seekor kera, kedua kakinya juga
sering ditekuk, sehingga ia berjongkok rendah sekali, dan ia memiringkan
tubuhnya ke kiri dan ke kanan berulang kali.
Tetapi hebat adalah angin
sinkang pukulan yang dilakukan oleh Ciu Tie Tam-tai, karena berkesiuran dengan
kuat sekali menerjang bagian-bagian yang mematikan di tubuh Yo Ko. Tidak jarang
pula Ciu Tie Tam-tai melompat berjungkir balik dengan tangan kirinya ia menahan
tubuhnya, dengan kepala di bawah dan kedua kaki menjulang ke atas langit, dan
tangan kanannya telah digerakan meluncur berulang kali menghantam bagian
penjagaan di bawah tubuh Yo Ko.
Cara Yoga yang dipergunakan
oleh Ciu Tie Tam-tai, yang dicampur dengan ilmu silat yang tinggi sekali,
merupakan cara yang benar-benar sangat tangguh. Membuat Yo Ko berulang kali
terdesak mundur dengan cara berkelahi orang tersebut.
Sesungguhnya Yo Ko hendak
menghadapi cara bertempur lawannya itu dengan mempergunakan ilmu Ha-mo-kang,
yaitu ilmu Kodok, yang telah diperoleh dari Auwyang Hong, namun kenyataannya Yo
Ko masih belum melakukannya, karena ia ingin melihat dulu kelemahan dari
lawannya yang belum berhasil ditemukannya, sehingga ia menunda niatnya
tersebut. Dia terus juga melayani dengan tangan tunggalnya sambil berurang kali
mengelakkan diri. Dan selama itu ia pun memperhatikan benar-benar cara
bertempur dari Ciu Tie Tam-tai, untuk mencari kelemahan lawannya tersebut.
Tetapi desakan yang
dilancarkan oleh Ciu Tie Tam-tai datang bertubi-tubi dan cara bertempurnya juga
semakin aneh sekali. Sehingga suatu kali, Yo Ko terpaksa melompat melambung ke
tengah udara berjumpalitan mengelakan diri dari terjangan kekuatan tenaga
lweekang yang melancarkan pada pukulan kedua telapak tangan Ciu Tie Tam-tai,
yang menerjang seperti seekor harimau garang dan ganas sekali.
Sambil berjumpalitan di tengah
udara, Yo Ko telah menyambut dengan lengan baju bagian yang kosong, ia
menghantam ke arah kepala dari Ciu Tie Tam-tai, dimana lengan bajunya tersebut
berobah keras seperti baja, menimbulkan angin yang berkesiuran kuat sekali.
Jika saja lengan baju tersebut berhasil menghantam tepat kepala dari Ciu Tie
Tam-tai, niscaya kepala lawannya itu akan terpukul pecah, karena jangankan
kepala manusia, sedangkan batu gunung yang besar sekalipun, jika terkena
hantaman lengan baju yang telah disaluri oleh kekuatan sinkang yang memang
sangat dahsyat tersebut, tentu akan hancur menjadi tepung!
Ciu Tie Tam-tai yang waktu itu
sesungguhnya hendak membarengi melontarkan serangan pula, jadi terkejut melihat
ancaman yang tengah menuju ke arah dirinya itu. Beberapa kali ia telah
mengeluarkan suara seruan sambil berkelit, namun lengan baju Yo Ko seperti juga
memiliki mata, kemana saja Ciu Tie Tam-tai mengelak, maka lengan baju itu telah
menyambar dengan cepat dan kuat sekali.
Ciu Tie Tam-tai akhirnya tidak
bisa mengelit lebih jauh lagi, waktu lengan baju itu menyambar terus dengan
cepat ke batok kepalanya, sedangkan tangan kiri Yo Ko juga telah menghantam
dengan kuat sekali ke dadanya, maka terpaksa Ciu Tie Tam-tai telah mengeluarkan
suara raungan yang keras sekali, dan balas menyerang. Ia bukan menangkis dengan
mempergunakan kekerasan, karena justru dengan menghantam begitu ia memaksa Yo
Ko untuk menarik pulang serangannya, karena jika tidak mereka tentu akan
terbinasa bersama, dimana memang mereka berdua memiliki kekuatan sinkang yang
berimbang dan ilmu yang sama tingginya.
Tetapi Yo Ko sebagai jago
silat yang memang telah sempurna sekali ilmunya dan memiliki banyak pengalaman,
tidak mau begitu saja mundur, melihat kenekadan lawannya. Tiba-tiba tubuhnya
telah terjungkir balik, dengan tangan kirinya ia telah menghantam ke arah dada
lawannya, tubuhnya meluncur terus turun, tahu-tahu kepalanya membentur tanah,
dan tubuh Sin-tiauw Tayhiap tersebut telah berputar dengan cepat sekali seperti
gangsing.
Dan dengan berputar begitu,
lengan bajunya yang kanan, yang kosong itu, telah berputar seperti titiran, dan
membentuk sebuah lingkaran yang cukup luas, dimana ruang lingkup untuk
menyingkirkan diri dari Ciu Tie Tam-tai jadi sempit sekali, kemana saja ia
berkelit maka kesitu pula lengan baju Yo Ko menyambar dengan kuat dan bisa
mematikan.
Bukan main mendongkol dan
murkanya Ciu Tie Tam-tai, sampai tubuhnya gemetaran dan ia berulang kali
mengeluarkan suara seruan yang nyaring sekali. Dengan nekad ia juga telah
memutar kedua tangannya seperti juga tangannya itu telah berobah menjadi
puluhan pasang tangan. yang melindungi sekujur tubuhnya. Gerakan yang
dilakukannya itu merupakan jurus membela diri, yaitu melindungi tubuhnya dengan
sinkangnya sehingga terjangan tenaga gempuran yang dilancarkan oleh Yo Ko
terbentur dan tidak bisa menerobos pertahanan dari Ciu Tie Tam-tai.
Jurus demi jurus telah lewat
lagi cepat sekali, dimana kedua tokoh persilatan yang masing-masing memiliki
kepandaian sangat tinggi itu, akhirnya terlibat dalam suatu pertempuran yang
menentukan sekali, karena dilihat dari cara bertempur mereka, jelas salah
seorang diantara mereka akan jatuh sebagai korban.
Yo Him yang menyaksikan
jalannya pertempuran antara Yo Ko dengan Ciu Tie Tam-tai, dan juga Siauw Liong
Lie dengan Tiat To Hoat-ong tersebut, semakin lama jadi semakin kuatir, karena
ia melihatnya jika saja kedua orang tuanya itu berlaku lambat atau lengah
sedikit saja, tentu akan celaka di tangan lawan-lawan mereka.
Siauw Liong Lie sendiri mulai
tidak sabar, karena beberapa kali ia telah mulai menyerang dengan ilmu-ilmu
simpanannya. Setiap serangan dari kepalan maupun telapak tangannya, semua itu
mengandung tenaga maut yang bisa mematikan. Dengan demikian membuat Tiat To
Hoat-ong semakin lama semakin sibuk untuk menghadapinya, dimana tampak ia
semakin terdesak. Telah belasan jurus lagi yang dilewati mereka, dan
masing-masing telah mempergunakan lweekang mereka pada tingkat yang tertinggi.
Bertempur dengan mempergunakan
sinkang sesungguhnya merupakan pertempuran yang bisa membawa celaka untuk orang
yang bersangkutan. Karena cara bertempur dari para ahli silat yang telah mahir
lweekangnya, tentu sekali hantam bisa membinasakan lawannya hanya mengandalkan
angin serangan. Berbeda dengan mempergunakan senjata tajam, mungkin hanya
terluka. Tetapi justru dengan lweekang, sekali lambat mengelakkan diri, berarti
akan merusak bagian dalam tubuh. Lawan dari orang yang bertempur dengan
mempergunakan lweekang pun harus dapat mengendalikan diri dalam hal
menggerakkan lweekang membendung desakan dari tenaga menyerang lawan, karena
jika tidak, ia bisa dirusak oleh kekuatan lweekang sendiri, dimana akan bisa
membuatnya lumpuh saja kalau lweekang itu seperti senjata makan majikan.
Hal itu juga seperti diketahui
dengan baik oleh Siauw Liong Lie maupun Tiat To Hoat-ong. Maka walaupun Siauw
Liong Lie telah mendesaknya begitu kuat dengan lweekang dan juga ilmu
simpanannya, Tiat To Hoat-ong hanya membatasi diri dengan berkelit dan
membendung tenaga serangan lawannya. Sejauh itu ia belum sedia untuk menghadapi
dengan keras dilawan keras, karena ia kuatir kalau-kalau begitu ia
mempergunakan lweekangnya, tenaga dalamnya itu belum bisa memadai kekuatan
lawannya. Itulah sebabnya, selama itu ia hanya memperhatikan cara Siauw Liong
Lie melancarkan gempuran-gempuran kepadanya. Setelah lewat lagi sepuluh jurus,
barulah Tiat To Hoat-ong mengeluarkan suara bentakan keras sambil mempergunakan
kedua tangannya yang dirangkapkan dan telah mendorong kuat sekali.
Siauw Liong Lie merasakan
angin gempuran yang menyambar kuat sekali kepadanya, tenaga serangannya pada
saat itu seperti tertolak balik kepadanya, dan juga dadanya dirasakan seperti
tertekan oleh suatu kekuatan yang membuat napasnya menjadi sesak. Segera ia
mengebutkan tangan kanannya, berusaha untuk membuyarkan tenaga menekan dari
lawannya.
Tiat To Hoat-ong tidak
membuang-buang waktu lagi, ia mengeluarkan suara bentakan beberapa kali
dibarengi dengan kedua tangannya menghantam berulang kali, seperti juga angin
serangannya itu telah berkesiuran dengan hebat menerjang Siauw Liong Lie.
Tubuh Siauw Liong Lie
terhuyung sampai satu tombak lebih, ia merasakan betapa kuda-kuda kedua kakinya
seperti tergempur. Dan bersamaan dengan itu, sudah tidak ada jalan lain untuk
Siauw Liong Lie menyingkirkan diri, ia mengeluarkan suara teriakan nyaring dan
menghantam dengan kedua tangannya. Tanpa saling sentuh tangan mereka
masing-masing, kedua kekuatan Siauw Liong Lie dan Tiat To Hoat-ong telah saling
bentur dengan keras sekali, menggelegar seperti juga memekakkan anak telinga
yang bagaikan mendengar suara petir yang meledak di tepi telinga mereka.
Tiat To Hoat-ong tampak
tergoncang tubuhnya, sampai ia mundur beberapa langkah ke belakang dengan wajah
yang pucat dan juga napasnya yang memburu keras. Matanya terpentang
lebar-lebar, dan ia berdiri di tempatnya sambil berusaha mengatur
pernapasannya, karena ia merasakan betapa seluruh isi tubuhnya bagaikan
tergoncang dan teraduk-aduk. Dan Siauw Liong Lie telah terhuyung dua langkah,
tetapi nyonya Yo tersebut membawa sikap yang tenang, dalam waktu yang singkat
ia telah berhasil meluruskan pernapasannya.
Melihat Tiat To Hoat-ong yang
masih berdiri di tempat tersebut berdiam diri saja, dengan wajah yang pucat
seperti itu, ia tidak mau membuang-buang waktu lagi, cepat bukan main, tubuhnya
telah meloncat melayang di tengah udara menerjang Tiat To Hoat-ong. Gerakan
yang dilakukan oleh Siauw Liong Lie yang sangat cepat sekali, dan juga tenaga
serangan dari kedua telapak tangannya itu sangat kuat, menyambar ke arah dada
Tiat To Hoat-ong.
Pendeta Mongolia tersebut
kaget bukan main, semangatnya seperti terbang meninggalkan raganya waktu
melihat cara menyerang Siauw Liong Lie seperti itu. Namun karena ia terdesak
demikian rupa, ia sudah tidak memiliki pilihan lain lagi, hanya mempergunakan
golok hitamnya tersebut dikibaskan kepada lawannya dengan gerakan membacok
melintang, dan membarengi dengan itu tangan kirinya juga telah menghantam lagi
dengan seluruh sisa tenaga yang ada padanya.
Rupanya cara membela diri dari
Tiat To Hoat-ong benar-benar merupakan pembelaan diri yang sangat kuat sekali,
memaksa Siauw Liong Lie harus membatalkan serangannya itu. Karena jika ia
meneruskan, tenaga tangan kiri dari Tiat To Hoat-ong itu bisa dihadapinya, namun
bahayanya adalah golok hitam pusaka dari pendeta Mongolia tersebut, yang
mungkin bisa merobek perutnya.
Dengan cepat Siauw Liong Lie
mengerahkan sinkangnya, memberati tubuhnya seribu kati, dan tubuhnya itu
meluncur turun dengan demikian tebasan golok dari pendeta Mongolia tersebut
telah mengenai tempat kosong. Dan bersamaan dengan itu, ia juga cepat sekali
menekuk kedua kakinya, dalam keadaan posisi tubuh yang jauh lebih rendah dari
Tiat To Hoat-ong, ia mengerakkan tangan kanannya menghantam ke atas.
Angin gempuran terdengar
berkesiuran kuat sekali, dan diwaktu itu pula tubuh Tiai To Hoat-ong sudah
tidak berhasil lolos dari gempuran tersebut, bagian pinggangnya terhantam telak
sekali.
Suara jeritan keras dari Tiat
To Hoat-ong terdengar menggema di tempat tersebut, tubuhnya juga terlontarkan
dengan kuat sekali ke tengah udara, dimana tubuhnya meluncur akan terbanting di
tanah. Namun Tiat To Hoat-ong sebagai seorang Kok-su negara yang memiliki
kepandaian sangat tinggi, merupakan seorang yang pandai menguasai keadaan
dengan cepat, waktu tubuhnya tengah meluncur akan terbanting seperti itu, ia
telah menyedot hawa udara dengan cara yoga, dan tubuhnya waktu terbanting, ia
berguling dengan mempergunakan cara jago gulat, sehingga tubuhnya waktu
menyentuh tanah ia bergelinding beberapa kali sejauh satu tombak lebih dan
kemudian mencelat melompat bangun kembali.
Siauw Liong Lie girang melihat
kali ini serangannya telah berhasil mengenai tepat pada sasarannya, dan ia
telah menyusul kepada pendeta Mongolia itu, dan kembali melancarkan gempuran.
Sama sekali ia tidak mau memberikan kesempatan bernapas kepada pendeta
tersebut.
Tetapi Tiat To Hoat-ong yang
telah melihat bahwa dirinya bukan tandingan dari nyonya Yo tersebut, terlebih
lagi disebabkan tubuhnya telah tergempur oleh serangan Siauw Liong Lie tadi,
sehingga ia terluka di dalam dan tenaga sinkangnya tergempur, membuat ia
cepat-cepat menjauhi diri, tidak bersedia melayani gempuran yang dilancarkan
Siauw Liong Lie.
Namun Siauw Liong Lie sama
sekali tidak mau memberikan kesempatan kepada Tiat To Hoat-ong, dengan cepat ia
mengulangi lagi gempurannya. Dan jurus demi jurus telah dilewatkan dalam ke
dalam demikian Tiat To Hoat-ong telah terdesak hebat.
Tiat To Hoat-ong jadi terdesak
terus menerus, dan akan membuat Tiat To Hoat-ong bercelaka, kalau saja ia
terlambat mengelakkan diri dari gempuran Siauw Liong Lie, karena satu kali saja
ia terkena serangan itu, niscaya akan membuat Tiat To Hoat-ong terluka di
dalam, yang akan membawa kecelakaan yang tidak kecil buat Tiat To Hoat-ong
sendiri.
Tetapi untuk menghadapi
gempuran Siauw Liong Lie dengan kekerasan, ia pun belum bisa, karena tenaga
sinkangnya belum pulih. Jalan satu-satunya buat Tiat To Hoat-ong hanyalah
mengelakkan diri berulang kali, dan beruntun ia telah melompat kesana kemari
degan gerakan yang gesit sekali.
Siauw Liong Lie mendesak
terus, sejurus demi sejurus serangannya semakin kuat, dan tenaga sinkang yang
dipergunakannya juga semakin kuat. Dengan demikian, segera juga tampak napas
Tiat To Hoat-ong semakin sulit, dimana ia merasakan dadanya seperti tertindih
oleh sesuatu kekuatan yang ratusan kali. Jika saat itu ia masih bisa berkelit
kesana kemari, itulah di sebabkan ia memang seorang ahli silat yang memiliki
lweekang yang sempurna. Dengan demikian, dalam keadaan terluka di dalam, ia
masih bisa untuk mengeluarkan sisa tenaganya untuk menyelamatkan dirinya dari
setiap serangan yang dilancarkan oleh Siauw Liong Lie.
Tetapi Tiat To Hoat-ong juga
menyadarinya bahwa ia tidak bisa bertindak begitu terus menerus, diapun
bagaimana ia harus dapat mengatasi lawannya ini, yang terlalu mendesaknya terus
menerus. Segera terlihat Tiat To Hoat-ong telah menggerakkan golok hitamnya,
dan bersamaan dengan itu dengan disertai suara teriakan mengguntur, segera
mendorong dengan telapak tangan kirinya dan tubuhnya melompat menerjang Siauw
Liong Lie, ia telah mengulurkan kedua tangannya, merangkulnya dengan cepat ke
arah pinggang Siauw Liong Lie.
Melihat cara orang melancarkan
serangan seperti itu, Siauw Liong Lie menyadari bahwa Tiat To Hoat-ong tengah
nekad, ia mengeluarkan suara tertawa dingin, dan menepuk ke arah kepala Tiat To
Hoat-ong. Pukulan telapak tangan ini bukan main-main, karena jika kepala Tiat
To Hoat-ong kena ditepuk oleh telapak tangan Siauw Liong Lie, tentu akan
membuat kepala Tiat To Hoat-ong terhajar hancur.
Tiat To Hoat-ong rupanya sama
sekali sudah tidak memperdulikan serangan Siauw Liong Lie, ia tidak menangkis
tepukan tangan Siauw Liong Lie melainkan serangannya pinggang Siauw Liong Lie
kena dipeluknya dan golok hitamnya cepat sekali telah menempel pada pakaian
Siauw Liong Lie.
Sedangkan tangan Siauw Liong
Le juga telah tiba di dekat kepala dari Tiat To Hoat-ong, hanya terpisah
beberapa dim saja. Dengan demikian, keduanya terancam bahaya kematian. Jika
memang Siauw Liong Lie meneruskan tepukan telapak tangannya itu, kepala Tiat To
Hoat-ong tidak akan hajar pecah dan binasa, tetapi juga Siauw Liong Lie tidak
akan lolos dari kematian juga. Dengan dipeluknya pinggangnya, maka Siauw Liong
Lie tidak mungkin mengelakkan diri dari golok pusaka Tiat To Hoat-ong, berarti
mereka juga akan binasa bersama-sama.
Siauw Liong Lie tercekat
hatinya, ia kaget bukan main. Tentu saja Siauw Liong Lie tidak mau binasa
dengan pendeta Mongolia tersebut, karena itu tidak bersedia untuk mati dengan
cara begitu konyol. Ia membatalkan tepukkan tangannya pada kepala pendeta
tersebut, mengempiskan perutnya dan cepat bukan main, tahu-tahu tangan kirinya
menyentil golok hitam Tiat To Hoat-ong dan membarengi itu tangan kanannya
mendorong kuat sekali.
Tubuh Tiat To Hoat-ong
terhuyung mundur beberapa langkah.
Dan kesempatan seperti itu
dipergunakan Siauw Liong Lie untuk melompat menjauhi diri. Mereka jadi terpisah
tiga tombak lebih.
Kedua orang ini saling
mengawasi, dan kesempatan itu dipergunakan Tiat To Hoat-ong untuk mengatur
jalan pernapasannya. Berangsur-angsur ia berhasil mengatur pernapasannya
menjadi lurus kembali. Sedangkan matanya tetap mengawasi tajam kepada Siauw
Liong Lie, dimana ia menantikan serangan berikutnya dari Siauw Liong Lie.
Siauw Liong Lie juga tidak
segera melancarkan serangannya lagi, ia hanya berdiri diam, dan melirik kepada
suaminya yang tengah berhadapan dengan Ciu Tie Tam-tai. Dengan demikian, ia
melihat betapa Yo Ko dan Ciu Tie Tam-tai seperti juga tengah bertempur mengadu
jiwa, dari kepala kedua orang itu seperti mengepul uap yang tipis naik tinggi
sekali, keringat telah memenuhi wajah dan tubuh mereka. Dan juga, di saat itu,
sepasang kaki mereka masing-masing telah melesak masuk ke dalam tanah, kurang
lebih lima dim.
Melihat hal itu, Siauw Liong
Lie jadi terkejut. Pertempuran antara Yo Ko dengan Ciu Tie Tam-tai merupakan
pertempuran yang menentukan sekali antara mati dan hidup, karena mereka tengah
mempergunakan lweekang yang tertinggi yang mereka miliki. Sekali saja mereka
tergempur, di saat itu juga akan terbinasa tanpa ampun lagi.
Dengan begitu, Siauw Liong Lie
akhirnya berdiri diam saja mengawasi dengan bersiap sedia untuk membantui Yo
Ko, jika suatu saat kelak suaminya mengalami ancaman bahaya dari lawannya.
Ciu Tie Tam-tai sendiri mulai
merasakan tekanan-tekanan dari tenaga lweekang Yo Ko. Karena itu ia telah
beberapa kali sesungguhnya berusaha untuk dapat memisahkan diri dari lawannya
tersebut. Tetapi karena mereka telah terlibat dalam pertarungan mengadu
kekuatan tenaga dalam yang dahsyat, dengan sendirinya tidak mudah buat Ciu Tie
Tam-tai memisahkan diri dari lawannya.
Yo Ko maupun Ciu Tie Tam-tai
telah terlibat dalam pertempuran yang memaksa mereka semakin lama harus
mengeluarkah seluruh kekuatan lweekang yang mereka miliki. Dengan demikian,
akhirnya keduanya telah mencapai batas kemampuan yang tertinggi yang mereka
miliki, dimana tubuh mereka tergetar dan juga tangan mereka masing-masing telah
bergerak semakin lambat. Diwaktu itu tampak tubuh kedua orang ini juga seperti
sering terhuyung bagaikan hendak rubuh terguling, bergoyang kesana kemari.
Siauw Liong Lie telah melihat
bahwa kekuatan lweekang Ciu Tie Tam-tai tidak berada di sebelah bawah suaminya,
maka ia telah mendekati kedua orang yang tengah saling mengerahkan kekuatan
sinkang mereka. Matanya telah mengawasi tajam, dan jika saja Yo Ko telah tidak
kuat menghadapi lawannya itu, ia akan menyelak untuk menghadapi Ciu Tie
Tam-tai.
Siauw Liong Lie telah
mempersiapkan tenaga sinkang pada telapak tangannya.
Tetapi waktu itu Siauw Liong
Lie tidak bisa segera turun tangan, karena jika ia menyelak dalam keadaan Yo Ko
dan Ciu Tie Tam-tai tengah terlibat dalam mengadu kekuatan sin-kang tingkat
tinggi, jelas akan membahayakan Yo Ko juga. Karena begitu ada kekuatan pihak
ketiga yang menyelak di tengah-tengah mereka, tentu dua kekuatan tenaga sinkang
dari Ciu Tie Tam-tai dan juga Yo Ko akan tergoncang dan boleh jadi kedua orang
tersebut yang akan tergempur sendiri oleh tenaga lweekang mereka masing-masing.
Dan belum berarti bahwa Siauw
Liong Lie sendiri terlolos dari bahaya karena diwaktu itu boleh jadi mereka
tidak sanggup menerima gencetan dari dua kekuatan tenaga lweekang dari dua
orang itu, yang memiliki lweekang kuat sekali. Dengan sendirinya, jika Siauw
Liong Lie melakukan suatu kesalahan kecil saja dalam menyelak diantara dua
kekuatan raksasa tersebut, niscaya akan membuat ia terluka-dalam juga. Maka
dari itu Siauw Liong Lie hanya berdiri diam menantikan perkembangan selanjutnya
saja, ia berwaspada mengawasi suaminya.
Ciu Tie Tam-tai juga tidak
luput dari tekanan Yo Ko, semakin lama semakin terdesak dan merasakan kedua
kakinya mulai bergoyang-goyang, dimana suatu saat tentu kedua kakinya tersebut
akan menjadi lemah dan kuda-kuda pertahanan kakinya akan tergempur. Ia
mengerahkan kekuatan lweekangnya sambil otaknya bekerja ke sana kemari mencari
jalan untuk dapat menundukkan lawannya itu.
Ketegangan yang diliputi
tempat tersebut semakin terasa, dan Siauw Liong Lie sendiri merasakan hatinya
berdebar keras.
Yo Him telah menghampiri
ibunya, dan berdiri di sisi ibunya tersebut.
Sedangkan Tiat To Hoat-ong
sendiri telah berdiam diri saja, ia mengawasi saja pertempuran yang tengah
berlangsung antara Yo Ko dengan Ciu Tie Tam-tai sambil iapun memusatkan
lweekangnya, berusaha untuk menyembuhkan luka di pinggangnya akibat gempuran
Siauw Liong Lie tadi.
Dalam keadaan seperti itu,
dimana sekitar tempat tersebut hanya terdengar suara menderu dari angin
serangan antara Yo Ko dengan Ciu Tie Tam-tai, maka diwaktu itulah terdengar
suara orang tertawa panjang sekali, suara tertawa tersebut terdengar jauh dan
samar-samar, tetapi cepat sekali telah terdengar jelas dan juga diwaktu itu
sesosok tubuh telah tiba di tempat tersebut.
„Loo-boan-tong.....!” berseru
Siauw Liong Lie girang.
Ternyata orang yang baru
datang sambil mengeluarkan suara tertawa itu tidak lain Ciu Pek Thong, si tua
berandalan yang jenaka itu.
Yo Him telah menyambut
kedatangan orang tua jenaka itu, ia memberi hormat.
„Aku tidak menyangka bahwa
disini terjadi suatu pertemuan yang akan menggembirakan. Hai, hai, pertunjukan
yang menarik hati..... pertunjukan yang menarik hati!” berseru Ciu Pek Thong
sambil tertawa keras lagi, dan mengusap-usap jenggotnya, „Yo Hujin, sudah
lamakah kalian disini?”
Siauw Liong Lie menunjuk
kepada Yo Ko dan Cin Tie Tamtai, yang tengah terlibat dalam mengadu kekuatan
tenaga lweekang.
„Kami ingin membereskan mereka
dulu!” kata Siauw Liong Lie sambil kemudian melirik kepada Tiat To Hoat-ong.
Sedangkan pendeta Mongolia
tersebut, ketika melihat munculnya Ciu Pek Thong, jadi mengeluh. Karena si tua
berandalan tersebut merupakan seorang jago yang memiliki ilmu silat tidak
berada di sebelah bawah kepandaian Yo Ko dan Siauw Liong Lie. Dengan munculnya
si tua berandalan tersebut, berarti ia bersama Ciu Tie Tam-tai dan Turkichi,
akan memperoleh kesulitan yang tidak kecil.
Waktu itulah tampak Ciu Pek
Thong telah berkata kepada Tiat To Hoat-ong.
„Inilah kesempatan yang baik
sekali untuk kita saling mengadu ilmu! Kita akan main-main sampai sepuas hati!”
katanya sambil tertawa keras, dan membarengi dengan itu, tampak tubuhnya telah
melompat ke depan Tiat To Hoat-ong.
Tiat To Hoat-ong waktu itu
telah tergempur pinggangnya oleh serangan tangan Siauw Liong Lie dengan
demikian jalan pernapasannya belum pulih seluruhnya. Dan tentu saja sekarang ia
ditantang demikian rupa oleh Ciu Pek Thong, dimana tentunya pertempuran di
antara mereka tidak mungkin dielakkan, dengan sendirinya akan membuat dirinya
yang menderita kerugian.
31.62. Penderitaan Kok-su
Mongolia
Namun sebelum dia mengambil
keputusan dan menyahuti perkataan Ciu Pek Thong, di waktu itulah Ciu Pek Thong
telah melompat dan menggerakkan tangannya akan menarik jenggot Tiat To
Hoat-ong. Gerakan yang dilakukan si tua berandalan yang jenaka ini gesit
sekali, dimana ia menggerakkan tangannya itu secepat kilat.
Tiat To Hoat-ong telah
mengelakan tangan orang dengan memiringkan kepalanya, dan golok hitamnya telah
digerakkan menyilang.
Tabasan golok itu memang
berbahaya menuju ke arah dada Ciu Pek Thong, namun kenyataannya Ciu Pek Thong
dengan diiringi tertawanya, telah menyentil golok tersebut, sehingga golok itu
tergetar keras. Dan tangan Ciu Pek Thong yang satunya tetap diulurkan untuk
mencabut jenggot dari pendeta Mongolia tersebut.
Tiat To Hoat-ong gusar bukan
main, ia mengeluarkan suara seruan nyaring, dan bersamaan dengan itu, ia
menendang dengan kaki kanannya.
Tetapi Ciu Pek Thong
benar-benar gesit, ia berhasil menghindarkan diri dari tendangan orang,
sedangkan tangannya masih juga diulurkan akan mencabut jenggot Tiat To
Hoat-ong.
Pendeta Mongolia itu jadi
kewalahan juga, karena ia melihat bahwa ia tidak mungkin menghindarkan diri
dari serangan Ciu Pek Thong kali ini. Dan baru saja ia ingin mengelakkan diri
dari jambretan tangan Ciu Pek Thong, diwaktu itulah si tua berandalan tersebut
telah menaikkan sedikit tangannya, tahu-tahu bukannya menarik jenggot Tiat To
Hoat-ong, justru dia telah memilin kumisnya Tiat To Hoat-ong dan kemudian
menariknya.
Seketika Tiat To Hoat-ong
merasakan kesakitan bukan main, pedih sekali, sampai ia mengeluarkan air mata.
Ia telah meraung dengan suara yang keras dan seperti kalap tampak golok
hitamnya itu telah berkelebat-kelebat menyambar ke arah Ciu Pek Thong.
Menerima serangan seperti itu,
Ciu Pek Thong malah tertawa ha, ha, he, he, dimana ia telah melompat kesana
kemari dengan, gerakan yang cepat dan gesit. Malah dalam suatu kesempatan, kaki
kanannya telah mendupak pinggul dari pendeta Mongolia tersebut.
„Bukkkkkk,.....!” tubuh Tiat
To Hoat-ong telah terhuyung terjerunuk hampir saja pendeta Mongolia tersebut
terjerembab. Untung saja Tiat To Hoat-ong cepat cepat menguasai kuda-kuda kedua
kakinya, sehingga ia bisa mempertahankan tubuhnya tidak sampai terjerunuk.
Tetapi Ciu Pek Thong memang
dasarnya seorang berandalan dan jenaka, melihat keadaan lawannya seperti itu,
timbul kegembiraan untuk mempermainkan Tiat To Hoat-ong. Sambil tertawa-tawa,
tampak tubuhnya telah melompat dengan ringan sekali, kedua tangannya telah
digerakkan dengan berbareng, tetapi justru cara menyerang itu berbeda satu
dengan yang lain, yaitu tangan kirinya mempergunakan jurus Si tolol
mengangsurkan Arak, kemudian tangan kanannya dilancarkan, dengan jurus Anjing
Kurap Menggaruk Pantat. Dua gerakan jenaka tersebut merupakan jurus silat yang
memiliki keampuhan luar biasa. Memang dari nama jurus-jurus tersebut seperti
juga jurus silat main-mainan yang tidak berarti, sesungguhnya dibalik dari nama
jurus-jurus tersebut yang jenaka, terdapat kekuatan tenaga lweekang yang sangat
dahsyat, karena jurus tersebut disertai oleh sinkang yang kuat, tidak mungkin
bisa dipunahkan oleh sembarangan jago silat.
Tiat To Hoat-ong sendiri heran
melihat cara menyerang Ciu Pek Thong seperti itu, karena itu ia merandek
sejenak mengawasi, baru pertama kali ini ia menyaksikan cara menyerang Ciu Pek
Thong seperti itu karena dulu waktu mereka pernah bertempur, Ciu Pek Thong
justru tidak mempergunakan ilmunya tersebut. Tetapi Tiat To Hoat-ong juga tidak
bisa terlalu lama berdiam begitu, karena kedua tangan Ciu Pek Thong telah
menyambar dekat sekali. Dengan cepat Tiat To Hoat-ong menggerakkan golok
hitamnya berulang kali, dibolang-balingkan ke sekujur tubuhnya, melindungi
bagian tubuh yang terpenting.
Namun Ciu Pek Thong
benar-benar lihay dan gesit sekali, melihat golok hitam lawannya diputar
seperti itu, ia telah menarik pulang tangannya, dan tahu-tahu dengan gerakan
tubuh seperti orang yang terjerunuk ke depan, seperti menubruk ke arah golok
Tiat To Hoat-ong, cepat sekali ia telah menggerakkan kedua tangannya lagi.
Diwaktu itu ia telah menarik pula kumis dari pendeta tersebut.
Tiat To Hoat-ong mengeluarkan
suara jerit kesakitan pula. Segera terlihat betapa ia melompat dan
berjingkrakan tidak keruan dengan diliputi kemarahan yang sangat. Pendeta
Mongolia itupun mencaci maki dengan suara yang keras, mengandung kemendongkolan
dan penasaran.
Ciu Pek Thong malah tertawa
keras, mentertawai sikap dan kelakuan dari lawannya itu.
Di saat itu terlihat Siauw
Liong Lie tersenyum menyaksikan Ciu Pek Thong tengah mempermainkan Tiat To
Hoat-ong.
Yo Him sendiri telah
bertepuk-tepuk tangan karena ia gembira sekali dan puas melihat Tiat To Hoat-ong
yang jenaka tersebut. Ia bahkan telah berseru-seru menganjurkan Loo-boan-thong
mempermainkan terus Tiat To Hoat-ong.
Ciu Pek Thong juga telah
memperdengarkan suara tertawa yang keras, „Aku akan membuat dia mati
perlahan-lahan!” serunya itu dibarengi dengan gerakan tubuhnya yang berkelebat
kesana kemari.
Tiat To Hoat-ong benar-benar
kewalahan menghadapi Ciu Pek Thong, kerena justru waktu itu ia tengah terluka
di dalam. Jika saja tadi ia belum banyak terlalu menggunakan tenaga sinkangnya,
tentu ia bisa melayani berimbang diri si berandalan jenaka ini. Tetapi karena
dia telah tergempur oleh serangan Siauw Liong Lie, membuat tenaga dalamnya jadi
berkuras maka ia bergerak tidak begitu leluasa.
Diwaktu itulah, Ciu Pek Thong
tanpa membuang-buang waktu, telah bergerak kesana kemari dan setiap kali ada
kesempatan, ia telah mengulurkan tangannya untuk mencabut kumis atau jenggot
dari Tiat To Hoat-ong.
Berulang kali Tiat To Hoat-ong
harus berjingkrak-jingkrak karena marah dan mendongkol, namun tetap saja ia
tidak memiliki kesempatan untuk memberikan perlawatan pada Ciu Pek Thong.
Ciu Pek Thong sendiri
tampaknya tidak puas dengan hasil yang telah diperolehnya, ia mempermainkan
terus lawannya, membuat Tiat To Hoat-ong semakin lama semakin kalap.
„Jika aku tidak mengaju jiwa
dengan kau, aku tidak akan menginjakkan kaki pula di daratan Tiong-goan!”
berteriak Tiat To Hoat-ong karena murka yang meluap.
Ciu Pek Thong malah tertawa.
„Baik, baik, mari kau mengadu
jiwa, aku akan melayaninya sebaik mungkin!” menyahuti Ciu Pek Thong. „Awas
kumismu.....!” dan membarengi dengan perkataannya itu, tangan kanan Ciu Pek
Thong telah bergerak lagi, dia telah menarik kumis pendeta Mongolia tersebut.
Tiat To Hoat-ong berusaha
mengelakan diri, tetapi ia gagal kumisnya kembali ditarik oleh Ciu Pek Thong,
sehingga ia merasa pedih dan sakit bukan main dan ia menjerit-jerit dengan
murka.
Ciu Pek Thong
berjingkrak-jingkrakan sambil bertepuk tangan. Tampaknya si tua berandalan ini
merasa puas telah bisa mempermainkan Kok-su negara Mongolia itu.
„Engkau harus hati-hati
menjaga kumis dan jenggotmu, karena sekarang aku bukan hanya menarik, tetapi
aku akan mencabutnya, biar engkau menjadi pendeta yang kelimis!” Dan sehabisnya
berkata begitu, tubuh Ciu Pek Thong telah bergerak lagi dengan gesit dan tangan
kanannya telah menyambar kumis Tiat To Hoat-ong. Gerakan yang dilakukannya itu
sangat cepat, biarpun Tiat To Hoat-ong telah berusaha untuk mengelakkan diri,
menyelamatkan kumisnya dari tangan Ciu Pek Thong tokh dia gagal. Malah lima
atau enam helai kumisnya telah kena ditarik copot, sehingga ia merasa kesakitan
bukan main dan berteriak, teriak kalap.
Ciu Pek Thong tidak
memperdulikan kemarahan lawannya, ia terus juga menggodai pendeta Mongolia
tersebut dengan berulang kali mencabuti kumis dan jenggot dari Tiat To
Hoat-ong, sehingga kini kumis dan jenggot Tiat To Hoat-ong sudah tidak rata
lagi, karena telah cukup banyak yang ditarik copot oleh si berandalan jenaka
itu dengan demikian kumis dan jenggotnya jadi malang melintang, seperti kumis
kucing, dan jenggotnya seperti juga jenggot duri yang kaku dan hanya beberapa
helai saja.
Bukan main mendongkol dan
murkanya Tiat To Hoat-ong, sampai dia mencaci maki kakek moyangnya Ciu Pek
Thong dengan kata-kata yang kotor.
Tetapi Ciu Pek Thong tetap
dengan sikapnya yang jenaka itu, karena itu berulang kali ia sambil
tertawa-tawa dengan suara yang keras, iapun telah melompat kesana kemari masih
mencabuti kumis dan jenggot Tiat To Hoat-ong.
Sesungguhnya pendeta Mongolia
tersebut dalam kalapnya telah menggerakkan golok hitamnya untuk menyerang,
namun selalu gagal. Semakin keras amarahnya, semakin sembarangan gerakan
goloknya tersebut, sehingga akhirnya ia berusaha menenangkan diri dan berkelit
kesana kemari saja dari serangan Ciu Pek Thong.
Bersamaan dengan itu, tampak
Yo Ko dengan Ciu Tie Tam-tai yang tengah saling mengukur kekuatan, mulai
mencapai titik yang menentukan. Karena dari tubuh mereka yang mengeluarkan uap
itu dan tergetar, telah tersalurkan seluruh kekuatan sinkang yang mereka
miliki. Dengan demikian, segera terlihat, bahwa mereka benar-benar telah
mencapai tingkat mengadu jiwa. Ciu Tie Tam-tai sendiri menyadarinya, bahwa ia
tidak boleh lengah sedikit pun juga.
Yo Ko sendiri telah
mengerahkan seluruh kekuatan yang ada padanya, selain tangan kirinya yang
bergerak lambat namun memiliki kekuatan sinkang tangguh sekali, juga lengan
baju kanannya telah bergerak-gerak terus, bagaikan seekor naga yang berusaha
membelit lawannya.
Gangguan dari lengan baju
sebelah kanan Yo Ko tersebut yang membuat perhatian Ciu Tie Tam-tai sering
terpecahkan.
Lweekang Yo Ko memang lebih
kuat seurat dibandingkan Ciu Tie Tam-tai. Jika Ciu Tie Tam-tai lebih unggul
dalam hal kekedotan tubuhnya yang dibantu oleh latihan tenaga Yoganya, justru
untuk tenaga sinkang sejati Yo Ko menang sedikit. Dimana ia merupakan seorang
tokoh persilatan daratan Tiong-goan yang nomor wahid di saat ini.
Seperti diketahui, waktu
lengan kanan Yo Ko dibacok kutung oleh Kwee Hu, maka sejak saat itulah Yo Ko
telah melatih tangan kirinya dengan golok pusakanya di tepi laut, melatih diri
dengan gelombang laut, dengan petunjuk-petunjuk dari Sin-tiauw, burung rajawali
sakti yang menjadi sahabatnya. Dan diwaktu itu pula Yo Ko telah berhasil
menciptakan semacam tenaga lweekang yang benar-benar tangguh. Terlebih lagi
sekarang, setelah berselang puluhan tahun, dengan demikian lweekang yang
dimiliki Yo Ko telah mencapai puncak kesempurnaannya.
Walaupun ia hanya memiliki
tangan kiri saja, tokh kekuatan lweekangnya itu tidak berkurang manfaatnya. Dan
juga lengan baju sebelah kanan itu tidak kurang berbahayanya dibandingkan
dengan tangan biasa.
Itulah sebabnya, walaupun di
negerinya Ciu Tie Tam-tai merupakan jago yang terpandai dan memiliki ilmu yang
tinggi sekali, namun disebabkan sekarang ini ia harus berhadapan dengan Yo Ko
yang memiliki kepandaian sangat tinggi dan tidak berada di sebelah bawah dari
kepandaiannya, maka ia jadi tidak bisa berbuat banyak.
Yo Ko juga telah melihat,
bahwa mereka tidak mungkin memisahkan diri pula, dan mereka tentu akan terluka
bersama, atau juga binasa bersama. Dan pertempuran mereka kali ini merupakan
pertempuran mengadu jiwa.
Siauw Liong Lie mulai
berkuatir menyaksikan keadaan sudah berlangsung demikian dengan begitu, ia
sudah tidak bisa berayal dan berdiam diri saja. Ia melompat dan sudah berdiri
di tengah-tengah sisi dari kedua orang tersebut.
Dengan memusatkan seluruh
kekuatan lweekangnya, tiba-tiba Siauw Liong Lie telah mengebutkan kedua
tangannya, dan diwaktu itu terdengar suara menggeleger yang keras sekali.
Tubuh Yo Ko dan Ciu Tie
Tam-tai terpental berjumpalitan. Tenaga mereka yang tengah saling dorong itu,
dan kemudian dihantam oleh kekuatan Siauw Liong Lie yang menerjang dari tengah,
membuat mereka seperti juga dihantam oleh sesuatu yang sangat kuat luar biasa.
Dengan demikian, segera terlihat betapa keduanya telah terjungkir balik
beberapa kali di tengah udara.
Siauw Liong Lie berhasil
memisahkan kedua orang tersebut tetapi tidak urung ia pun merasakan napasnya
jadi sesak. Dia berdiri diam di tempatnya beberapa saat lamanya mengatur jalan
pernapasannya tersebut sehingga akhirnya ia berhasil memulihkan semangat dan tenaga
dalamnya.
Selangkan Yo Ko waktu tubuhnya
terpental ke tengah udara, telah berusaha untuk mengatur tubuhnya sehingga
jatuh dengan kedua kaki lebih dulu. Tetapi karena tadi ia terpental begitu
keras, dengan sendirinya ia terhuyung beberapa langkah ke belakang.
Muka Yo Ko agak pucat, dan
juga napasnya memburu. Ia menyadari dengan dipisahkan begitu oleh istrinya,
jelas Siauw Liong Lie telah menyelamatkan jiwanya dan juga jiwa Ciu Tie
Tam-tai.
Ciu Tie Tam-tai juga tenaga
dalamnya tadi tergempur hebat, maka waktu tubuhnya terpental dan meluncur
jatuh, ia jatuh dengan duduk numprah, untuk sejenak lamanya ia tidak bisa
bangkit. Napasnya memburu keras, segera ia memusatkan seluruh latihan
sinkangnya dicampur juga dengan aturan napas dari Yoga, dengan demikian ia bisa
cepat sekali memulihkan semangatnya.
Begitu merasa kesegaran
tubuhnya pulih tampak Ciu Tie Tam-tai telah melompat berdiri lagi, sambil
memperdengarkan suara tertawanya yang keras.
„Aku tidak menyangka bahwa
hari ini aku akan dapat berhadapan dengan lawan yang seimbang dengan
kepandaianku, sehingga aku bisa main-main dengan sepuas hati. Sungguh memuaskan
sekali! Sungguh memaskan sekali! Memang telah kulihat, bahwa Sin-tiauw Tayhiap
bukan bernama kosong belaka!”
Yo Ko juga telah menengadahkan
kepalanya dan tertawa bergelak-gelak panjang sekali suara tertawanya itu,
sehingga seperti juga sambung menyambung terus menerus dan bergema di sekitar
tempat itu. Setelah puas tertawa, Yo Ko berkata dengan suara yang nyaring:
„Terima kasih atas pujianmu!
Tetapi kita akan segera meneruskan permainan kita yang tertunda tadi!” dan
setelah berkata begitu, ia mengebutkan tangan bajunya yang sebelah kanan, dari
mana telah menyambar kekuatan yang dahsyat sekali menerjang ke arah Ciu Tie
Tam-tai.
Sebagai seorang ahli silat
yang memiliki kepandaian tinggi sekali, dengan bertempur tadi, Ciu Tie Tam-tai
menyadari bahwa mereka berdua, memang merupakan lawan yang berimbang, dan jika
meneruskan pertempuran mereka ini, mereka bisa rusak dua-duanya. Tetapi karena
melihat Yo Ko telah melancarkan serangannya kembali seperti itu, dimana
gempuran tersebut tidak bisa dibuat main-main, Ciu Tie Tam-tai telah
mengeluarkan suara bentakan yang nyaring sekali, dan menyusul kedua telapak
tangannya telah didorong dengan kuat sekali. Dari kedua telapak tangannya itu
telah meluncur keluar angin gempuran yang tidak kalah hebatnya dengan kekuatan
dari tenaga serangan Yo Ko. Dua kekuatan tenaga lweekang yang hebat itu telah
saling bentur.
„Bukkk.....:!” pasir dan debu
telah beterbangan ke atas.
Tubuh Ciu Tie Tam-tai
terhuyung mundur beberapa langkah, Yo Ko sendiri terpental melayang ke tengah
udara, dan kemudian meluncur turun dengan kedua kaki hinggap terlebih dulu.
Diwaktu itu Siauw Liong Lie
telah melompat ke depan Ciu Tie Tam-tai, ia berkata nyaring:
„Aku hendak minta petunjuk!”
sambil tangan kanannya bergerak akan mencengkeram ke arah jalan darah
Lung-tie-hiat di dekat tulang belikat Ciu Tie Tam-tai.
Gerakan yang dilakukan oleh
Siauw Liong Lie selain cepat juga bisa mematikan. Jalan darah Lung-tie-hiat
tersebut merupakan jalan darah terpenting, kalau sampai jalan darah itu kena
dicengkeram, tentu akan membuat orang yang bersangkutan seketika menjadi lumpuh
dan tenaga dalamnya menjadi buyar.
Ciu Tie Tam-tai yang melihat
cara menyerang Siauw Liong Lie, mana mau membiarkan dirinya dicengkeram begitu?
Dengan cepat ia telah mengeluarkan suara bentakan yang sangat keras sekali, dan
kemudian menangkis dengan tangan kirinya.
Tangan Siauw Liong Lie dan
tangan Ciu Tie Tam-tai telah saling bentur, dan seketika itu juga terlihat
betapa tubuh kedua orang tersebut terpental beberapa tombak. Tetapi Siauw Liong
Lie masih kumpul tenaganya, maka begitu dia bisa berdiri tetapi segera dia
melompat melancarkan serangan lagi kepada Ciu Tie Tam-tai.
Berbeda dengan Ciu Tie Tam-tai
yang tadi telah kehabisan tenaga karena ia telah bertempur mati-matian dengan
Yo Ko, maka ia tidak memiliki kekuatan tenaga yang sepenuhnya lagi. Begitu
tubuhnya terhuyung ia tidak bisa segera mengendalikan dirinya, dan di saat itu
justru serangan Siauw Liong Lie telah menyambar ke jalan darah Bun-kie-hiat
nya.
Tiada jalan lain lagi buat Ciu
Tie Tam-tai, dengan terpaksa ia menangkis lagi. Ketika dua kekuatan saling
bentur, seketika Ciu Tie Tam-tai telah terpental keras dan kemudian dia ambruk
di tanah tidak bisa berdiri, dari mulutnya telah memuntahkan darah segar.
Sedangkan Siauw Liong Lie yang
melihat keadaan lawannya sudah demikian rupa tidak mau memberikan kesempatan
lagi, dengan cepat dan ringan, tubuhnya telah melompat dan melancarkan
serangan-serangan yang kuat sekali. Dimana ia telah menggerakkan kedua
tangannya saling susul. Kepandaian yang dimiliki Siauw Liong Lie tidak berada
di sebelah bawah dari kepandaian Yo Ko, dengan sendirinya, sekarang dia
melancarkan serangan yang beruntun dan mempergunakan ilmu simpanannya, jelas
telah membuat Ciu Tie Tam-tai jadi kelabakan bukan main.
Mati-matian tampak Ciu Tie
Tam-tai telah berusaha mengelakan diri. Dia menyadarinya, kalau saja dia
menangkis dengan mempergunakan kekerasan, maka diwaktu itulah dirinya akan
celaka sendirinya, karena justru kekuatan tenaga lweekangnya itu tengah buyar
dan tidak bisa dipergunakannya secara penuh.
„Habislah aku kali ini.....!”
berpikir Ciu Tie Tam-tai dan ia berusaha untuk mengelakkan diri dengan
bergulingan di atas tanah.
Serangan Siauw Liong Lie jatuh
di tempat kosong, dan baru saja ia hendak menyusul dengan serangan berikutnya,
diwaktu itulah terlihat betapa nyonya Yo tersebut merasakan napasnya sesak, dan
kepalanya menjadi pusing. Siauw Liong Lie kaget sendirinya, dia mengempos
semangatnya dan menyalurkan ke bagian Tan-tiannya, tetapi matanya malah jadi
berkunang-kunang.
Dengan mengeluarkan suara
keluhan perlahan, tubuh Siauw Liong Lie jadi terhuyung seperti akan rubuh.
Namun Siauw Liong Lie masih berusaha mengerahkan tenaga sinkangnya untuk
menguasai tubuhnya yang tengah terhuyung itu, agar tidak sampai terjerembab.
Rupanya Siauw Liong Lie tidak berhasil dengan usahanya tersebut, dengan
mengeluarkan suara keluhan lagi, tubuhnya telah terguling rebah di tanah.
Yo Ko yang melihat hal itu
segera melompat ke dekat istrinya, memeriksa keadaannya. Begitu juga Yo Him.
telah melompat dengan cepat, dimana ia telah ikut memeriksa keadaan ibunya.
Sepasang mata, Siauw Liong Lie
terpejamkan rapat-rapat, dan kemudian napasnya tersendat sendat, tampaknya
sesak dan sulit sekali baginya untuk bernapas dengan lancar.
Yo Ko bingung bukan main, ia
merasakan denyutan nadi istrinya itu tidak beraturan. Dan dalam keadaan seperti
itu, rupanya jalan pernapasan Siauw Liong Lie telah mengalami sesuatu yang
tidak benar. Hanya saja yang membingungkan, justru tadi Siauw Liong Lie segar
bugar dan mendadak ia bisa ‘berpenyakit’ seperti ini, yang aneh dan mendadak
sekali terjadinya.
Ciu Pek Thong yang tengah
mempermainkan Tiat To Hoat-ong telah menoleh juga waktu mendengar Yo Him
mengeluarkan seruan kaget. Ia cepat cepat meninggalkan Tiat To Hoat-ong dan
memburu mendekati Yo Ko. Waktu melihat keadaan Siauw Liong Lie seperti itu, si tua
berandal an tersebut telah berjingkrak sambil mengeluarkan suara seruan
tertahan.
„Apa yang terjadi pada diri Yo
Hujin?” tanya Ciu Pek Thong dengan suara kaget.
„Entahlah, akupun tidak
mengetahuinya, Ciu Toako, mendadak sekali..... tiba-tiba ia terguling dan
seperti pingsan!”
Ciu Tie Tam-tai waktu itu
tengah duduk bersila melancarkan jalan pernapasannya, dan setelah lewat
beberapa saat lamanya, ia melompat berdiri sambil berkata,
„Aha, akhirnya aku akan
berhasil membinasakan kalian semua….!” Dan Ciu Tie Tam-tai telah tertawa
terbahak-bahak dengan suara yang keras, wajahnya memancarkan kepuasan.
Yo Ko gusar bukan main, ia
melompat ke dekat Ciu Tie Tam-tai.
„Akal licik apa yang telah kau
pergunakan untuk mencelakai isteriku?” bentak Yo Ko.
„Hemmm, aku baru mempergunakan
salah satu dari ketiga bubuk pusaka yang kumiliki,” menyahuti Ciu Tie Tam-tai
dengan suara yang nyaring, wajahnya tidak memperlihatkan perasaan jeri
sedikitpun juga. „Itu baru kupergunakan bubuk Cap-sah-hun (Tigabelas Arwah),
istrimu di dalam waktu dua hari akan terus menerus dengan keadaan itu, yaitu
pingsan tidak sadarkan diri, selewatnya itu, ia tidak akan bernapas lagi!” Dan
setelah berkata begitu Ciu Tie Tam-tai mengeluarkan suara tertawa yang
bergelak-gelak keras sekali.
Muka Yo Ko merah padam karena
murka. Ia menjejakkan kakinya, tangan kirinya telah menyambar akan menghantam
Ciu Tie Tam-tai.
Namun Ciu Tie Tam-tai telah
bersiap siaga sejak tadi, melihat datangnya gempuran dari Yo Ko, ia berkelit
dengan cepat.
Tetapi Yo Ko waktu melihat
gempuran tangan kirinya tersebut tidak berhasil mengenai sasarannya, ia tidak
segera berhenti, berbareng lengan bajunya yang sebelah kanan yang kosong itu
telah bergerak akan melibat batang leher Ciu Tie Tam-tai.
Gerakan yang dilakukan oleh Yo
Ko sangat gesit dan cepat sekali, karena waktu itu Ciu Tie Tam-tai belum lagi
bisa berdiri tetap, karena baru saja mengelakkan dari dari serangan tangan
kirinya Yo Ko dan serangan tangan baju sebelah kanan itu telah menyambar dekat
sekali ke lehernya, akan melibat.
Dan lengan baju sebelah kanan
dari Yo Ko tersebut bukanlah merupakan tangan baju biasa, karena pada tangan
baju yang kosong tersebut berisikan tenaga sinkang yang kuat sekali
Dengan demikian, Ciu Tie
Tam-tai tidak berani berayal, sambil mengeluarkan suara teriakan marah, ia
melompat ke belakang lagi beberapa tindak dan membarengi dengan itu, jari
telunjuk tangan kanannya telah menyentil dan Yo Ko segera membaui sesuatu yang
tidak sedap.
Rupanya memang Ciu Tie Tam-tai
telah mempergunakan sejenis racun yang hebat daya kerjanya. Ia tadi begitu
terdesak oleh Siauw Liong Lie, sehingga dalam keadaan antara mati dan hidup ia
telah mempergunakan racun Cap-sah-hun, yaitu racun tigabelas arwah. Bubuk racun
itu terlalu halus, dan jika tidak diperhatikan benar-benar, maka tidak akan
terlihat oleh mata manusia biasa. Itulah sebabnya, karena racun yang
disembunyikan pada kuku tangan Ciu Tie Tam-tai tersebut, telah tercium oleh
Siauw Liong Lie, nyonya Yo tersebut telah terjungkal rubuh dengan keadaannya
yang menguatirkan sekali.
Kini Yo Ko mencium hal yang
aneh terkejut, tidak berayal lagi, ia menutup pernapasannya. Tetapi karena ia
telah mencium sedikit hawa racun tersebut, tidak urung Yo Ko merasakan
kepalanya agak pening. Namun Sin-tiauw Tayhiap telah memusatkan tenaga lweekangnya,
dan kemudian ia mengatur jalan pernapasannya mendesak hawa kotor tersebut untuk
keluar dari pori-pori kulitnya.
Yo Ko juga tidak tinggal diam,
melihat Ciu Tie Tam-tai tengah melompat mundur menjauhi diri, ia telah
menjejakkan kakinya tubuhnya mencelat dengan cepat sekali, tangan dirinya
kembali melancarkan gempuran kepada Ciu Tie Tam-tai.
Ciu Tie Tam-tai waktu itu
merasa girang semula ia menduga bahwa serangan racunnya itu berhasil. Namun
kenyataannya Yo Ko tidak berhasil dicelakainya. Demikian ia telah mengeluarkan
seruan kaget di saat tenaga gempuran Yo Ko telah tiba di dekatnya. Apa lagi Yo
Ko juga bukan menyerang dengan satu jurus saja, dimana tangan bajunya yang
sebelah kanan telah digerakkan juga maka Ciu Tie Tam-tai telah diserang dari
dua jurusan, dari tangan kirinya mengalir kekuatan lweekang yang keras dan
kuat, yang bisa menghancurkan batu gunung yang berukuran besar. Juga dari
lengan baju Yo Ko yang sebelah kanan itu telah meluncur kekuatan lweekang yang
dikombinasikan antara tenaga Im dan Yang, yaitu tenaga lunak dan tenaga keras.
Dengan demikian, segera juga
tubuh Ciu Tie Tam-tai jadi terhuyung-huyung mundur agak gugup, karena ia
merasakan desakan tenaga dalam Yo Ko yang merangseknya. Mati-matian Ciu Tie
Tam-tai telah memusatkan sinkangnya untuk menangkis tetapi usahanya itu gagal.
Dalam gusarnya Yo Ko telah
mempergunakan ilmu simpanannya yang paling hebat, yaitu ilmu gabungan antara
It-yang-cie dengan ilmu pukulan telapak tangan tunggal. Yo Ko juga menyerang
dengan mengerahkan sembilan bagian tenaga lweekangnya.
Tidak ampun lagi tubuh Ciu Tie
Tam-tai yang terkena gempuran itu melayang ke tengah udara seperti
layang-layang yang putus talinya dan kemudian tubuhnya telah ambruk terbanting
di atas tanah. Walaupun tidak sampai pingsan, tetapi Ciu Tie Tam-tai juga tidak
bisa segera bangkit dari rebahnya, ia pun mengerang-erang, karena ada tiga
tulang rusuk yang telah patah akibat gempuran Yo Ko .
Ciu Pek Thong bersorak dengan
suara yang nyaring: „Bagus! Bagus!” dan ia melompat mendekati Ciu Tie Tam-tai,
segera ia menggerakkan kaki kanannya untuk menendang.
Tubuh Ciu Tie Tam-tai telah
berhasil ditendangnya melambung ke tengah udara, sehingga tubuh Ciu Tie Tam-tai
kembali meluncur terbanting di atas tanah dengan keras.
Dengan mengeluarkan suara
jeritan kesakitan tubuh Ciu Tie Tam-tai jadi meringkuk di atas tanah, ia tidak
bisa untuk bangkit berdiri, bergerak saja sulit. Ciu Pek Thong telah melangkah
mendekati dan ia menggerakkan kakinya pula, cepat bukan main, kakinya menendang
lagi. Seketika, tubuh Ciu Tie Tam-tai tertendang pula, dan ketika terbanting di
atas tanah, seketika ia menjadi pingsan tidak sadarkan diri.
Yo Ko melompat ke dekat tubuh
Ciu Tie Tam-tai, dan ia berjongkok merogoh saku orang untuk mencari obat
penawar racun. Dari dalam saku Ciu Tie Tam-tai dijumpainya beberapa macam
barang dan juga uang yang tidak begitu banyak, dan diwaktu itu, ia juga melihat
tiga macam botol yang berukuran kecil, terbuat dari beling berwarna hijau.
Segera Yo Ko membuka tutup
botol yang satunya mendekati mulut botol kehidungnya dan menciumnya. Setelah
menciumi ketiga botol tersebut bergantian, akhirnya Yo Ko memilih botol yang
satunya, yang dibawa ke dekat Siauw Liong Lie, ia menuang isi botol tersebut,
yang merupakan bubuk halus, kemudian memasukan ke dalam mulut Siauw Liong Lie.
Dengan bantuan air ludah, akhirnya obat bubuk tersebut tertelan.
Tetapi bola mata Siauw Liong
Lie masih terbalik dan napasnya juga menyesak, namun wajahnya tidak sepucat
tadi. Dengan penuh kekuatiran Yo Ko dan Ciu Pek Thong juga Yo Him telah
mengawasi Siauw Liong Lie, dan berangsur-angsur muka Siauw Liong Lie merah
kembali, dan juga bola matanya telah putih seperti biasa.
Setelah napas Siauw Liong Lie
tidak tersendat sendat lagi, ia bangun untuk duduk, dengan dibantu oleh Yo Ko.
„Mana..... mana manusia jahat
itu?” tanya Siauw Liong Lie begitu ia membuka suara, „Aku..... aku telah
dicelakainya dengan semacam racun jahat olehnya!”
Yo Ko menoleh, ia melihat Ciu
Tie Tam-tai menggeletak di tanah masih pingsan tidak sadarkan diri. Tetapi
diwaktu itu Yo Ko, dan juga kemudian Ciu Pek Thong serta Yo Him, jadi
mengeluarkan seruan tertahan, karena Tiat To Hoat-ong dan Turkichi, telah tidak
berada di tempat tersebut.
„Mereka telah melarikan diri
di saat kita tidak memperhatikan!” kata Ciu Pek Thong mendongkol.
Yo Ko menghela napas. „Biarlah
nanti juga kita akan bertemu lagi dengan mereka!” katanya.
Setelah Siauw Liong Lie bisa
berdiri, waktu itu Yo Ko telah menghampiri Ciu Tie Tam-tai. Ia telah menotok
beberapa jalan darah dari Ciu Tie Tam-tai, dan kemudian menendang jalan darah
Ma-liong-hiat yang terletak di dekat punggung, seketika Ciu Tie Tam-tai
tersadar dari pingsannya. Namun ia hanya bisa membuka matanya, tanpa bisa
menggerakkan tubuhnya, dari mulutnya terdengar suara rintihan yang perlahan
sekali. Beberapa kali Ciu Tie Tam-tai menggerakkan kaki dan tangannya, namun
selalu gagal.
Waktu itu Yo Ko telah berkata
dengan suara yang dingin: „Engkau harus bicara yang sebenarnya dan menjawab
pertanyaan-pertanyaanku dengan jujur. Sekali saja engkau berdusta, hemm, hemm,
aku tidak akan memberi ampun lagi ke padamu!”
Mata Ciu Tie Tam-tai telah
memandang Yo Ko dengan sinar yang tajam, kemudian dengan suara seperti
mengerang, ia berkata perlahan: „Apa yang hendak kau tanyakan?”
„Berapa jauh tentara Mongolia
telah menyelusup masuk ke daratan Tiong-goan?” tanya Yo Ko kemudian sambil
mengawasi tajam pada Ciu Tie Tam-tai.
Cm Tie Tamtai tidak segera menjawab,
dia berdiam diri sesaat lamanya.
„Katakan yang sebenarnya.....
berapa kekuatan tentara Mongolia yang akan menyerbu ke daratan Tiong-goan, dan
berapa banyak jago yang dikerahkan. Dan juga ceritakan kepadaku, sudah berapa
jauh tentara Mongolia merencanakan penyerbuannya ke kota Siang-yang!”
Ciu Tie Tam-tai menghela
napas, Ia telah terjatuh di tangan musuhnya, dan juga dalam keadaan tertotok,
sehingga ia tidak berdaya apa-apa maka setelah berdiam lagi beberapa lama, ia
berkata dingin:
„Jika engkau hendak
membinasakan aku, bunuhlah..... aku tidak akan bicara. Tetapi yang pasti, akan
banyak sekali jago-jago Mongolia yang turun ke daratan Tiong-goan untuk
melampiaskan sakit hatiku ini!”
Mendengar perkataan Ciu Tie
Tam-tai, seketika Yo Ko tertawa dingin.
„Hemmm!” katanya dengan tawar.
„Jika demikian aku terpaksa harus mengorek keterangan dari mulutmu dengan
mempergunakan caraku.....!”
32.63. Masuk Wilayah Tentara
Mongol
Waktu itu, Siauw Liong Lie dan
Ciu Pek Thong telah melangkah kedekat Yo Ko. Siauw Liong Lie berkata perlahan,
„Dia tentu mengetahui jelas tentang pasukan tentara Mongolia yang akan menyerbu
masuk ke daratan Tiong-goan, jangan dibinasakan dulu, terlebih baik kita
mengorek keterangannya dulu dari mulut dia!”
Dan setelah berkata begitu,
Siauw Liong Lie berjongkok di dekat Ciu Tie Tam-tai.
„Apakah benar benar engkau
tidak mau bicara secara baik baik?” tanya Siauw Liong Lie.
„Hemmm, engkau hendak
membunuhku!” kata Ciu Tie Tam-tai dengan suara yang nyaring mengandung marah
dan penasaran. „Tetapi jangan kalian harap bisa memperoleh suatu keterangan
dari mulutku!”
Siauw Liong Lie mendengus,
kemudian tertawa dingin, tangan kirinya segera bekerja menotok beberapa jalan
darah di tubuh Ciu Tie Tam-tai.
Memang buru-buru Ciu Tie
Tam-tai tidak merasakan apa-apa atas totokan tersebut, tetapi lewat sejenak
lamanya, seketika tubuhnya terasa kejang-kejang dan juga di sekujur tubuhnya
seperti juga dijalani oleh ribuan semut. Dan yang menyiksa lagi dirinya, ia
merasakan pada siku dan sambungan tulang-tulangnya tetasa ngilu sekali, seperti
juga ditusuk-tusuk oleh besi yang tajam, menimbulkan perasaan nyeri dan sakit
bukan main. Setelah bertahan beberapa lamanya, akhirnya Ciu Tie Tam-tai telah
mengerang dengan suara yang menyayatkan.
Siauw Liong Lie tertawa
dingin, katanya, „Jika engkau tetap tidak mau bicara, aku akan menotok jalan
darah Pai-cie-hiat mu. Aku mau lihat, apakah setelah itu engkau mau bicara yang
benar atau tidak!”
Muka Ciu Tie Tam-tai ketika
mendengar akan ditotok jalanan darah Pai-cie-hiatnya berobah jadi pucat pias,
ia menggidik ngeri sebab ia mengetahui apa artinya jika saja jalan darah
Pai-cie-hiat nya kena ditotok oleh Siauw Liong Lie.
Pai-cie-hiat merupakan jalan
darah yang terletak antara persimpangan jalan darah Ku-lung-hiat dan jalan
darah Tu-lie-hiat, kedua jalan darah yang terletak antara pinggang dan pinggul,
jika saja jalan darah Pai-cie-hiat kena ditotok oleh lawan, niscaya korban
totokan tersebut akan menderita kesakitan selama empatpuluh hari empatpuluh
malam, dan tenaga dalamnya buyar kepandaian silatnya punah. Dengan demikian,
seumur hidup dia akan menjadi bercacat. Maka hebat ancaman yang diberikan oleh
Siauw Liong Lie, karena jika sampai jalan darah Pai-cie-hiat nya ditotok tidak
ada ampunnya lagi ia akan menjadi manusia bercacat.
Sebagai seorang yang telah
memiliki kepandaian tinggi, buat Ciu Tie Tam-tai kematian bukanlah merupakan
hal yang perlu ditakuti. Tetapi justru yang membuat dia kuatir kalau kalau ia
menjadi manusia yang lemah. Karena itu, takutnya jadi berkecamuk di dalam
hatinya.
Melihat muka Ciu Tie Tam-tai
berobah pucat pias seketika Siauw Liong Lie memperdengarkan suara tertawa
dingin, katanya:
„Hemm engkau tentu tidak mau
jika jalan darah Pai-cie-hiat di tubuhmu ditotok olehku, bukan?”
Akhirnya Ciu Tle Tamtai telah
menghela napas dengan sikap berputus asa.
„Baiklah,” katanya kemudian.
„Jika memang begitu, berarti aku sudah tidak bisa mengatakan apa-apa!”
„Ternyata engkau seorang yang
bijaksana bisa melihat selatan,” kata Siauw Liong Lie girang. „Nah, sekarang
katakanlah, rencana apa yang telah disusun oleh Khan-mu?”
„Hemm, untuk menceritakan
semua itu sangat panjang dan tidak akan habis satu harian!” katanya Ciu Tie
Tam-tai. „Tetapi sekarang yang penting, kalian harus membebaskan aku dari
totokan kalian!”
„Hemm, tentu saja kami akan
membebaskan setelah engkau menceritakan seluruh rencana yang disusun oleh Khan
kalian!” menjawab Siauw Liong Lie sambil tertawa dingin.
„Tetapi bagaimana aku bisa
menceritakan segalanya jika aku dalam keadaan tertotok seperti ini?” kata Ciu
Tie Tam-tai gusar.
„Bukankah engkau bercerita
dengan mulutmu?” tanya Siauw Liong Lie. „Dengan rebah disitu saja, tentu engkau
bisa menceritakan segalanya!”
Habis daya Ciu Tie Tam-tai,
akhirnya ia menceritakan juga rencana dari Kubilai Khan, dimana Khan nya
tersebut akan menyerbu Siang-yang, untuk merebut daratan Tiong-goan. Begitu
juga rahasia kekuatan dari angkatan perangnya Kubilai Khan telah diceritakannya
dengan lengkap, berikut berapa banyak orang-orang gagah yang pandai ilmu silat
bergabung di dalamnya.
Setelah mendengar selesai
cerita Ciu Tie Tam-tai, Siauw Liong Lie membebaskan totokannya. Pada waktu itu
Ciu Tie Tam-tai telah letih bukan main, tenaganya seperti telah habis, dan ia
ngeloyor pergi meninggalkan tempat tersebut tanpa mengucapkan sepatah kata pun
juga.
Sedangkan Yo Ko bersama Siauw
Liong Lie, Yo Him dan Ciu Pek Thong kembali ke rumah penginapan, setelah
beristirahat satu malaman, akhirnya mereka melanjutkan perjalanannya ke
Siang-yang.
◄Y►
Waktu mereka tiba di Siang-yang,
ternyata kota tersebut, kota terdepan untuk pertahanan dari tentara Song
menghadapi pasukan Mongolia yang akan menyerbu masuk ke daratan Tiong-goan,
tampak kesibukan para laskar dan tentara Song yang tengah bersiap-siap
mengadakan penjagaan. Begitu pula para penduduk Siang-yang yang telah ikut
membantu para tentara kerajaan Song tersebut sibuk dengan berbagai pekerjaan
mereka. Yang pria sibuk melatih mempergunakan tombak dan berbagai senjata tajam
lainnya, sedangkan yang wanita sibuk untuk memasakkan para tentara kerajaan
Song tersebut.
Di Siang-yang, akhirnya Yo Ko
berkumpul dengan It-teng Taysu, dan para orang-orang gagah lainnya, termasuk
Phang Kui In.
Sebagai seorang tokoh sakti
yang memiliki nama sangat terkenal dan dihormati, Yo Ko telah diangkat untuk
memimpin mereka dalam hal menyusun kekuatan, membantu pihak tentara kerajaan
Song menghadapi ancaman serangan tentara Mongolia.
Yo Ko juga tidak menolak
jabatan yang diberikan kepadanya.
Karena ancaman serangan
tentara Mongolia yang akan menyerbu ke daratan Tiong-goan tampaknya tidak akan
lama lagi, maka Yo Ko dan orang-orang gagah lainnya telah berusaha untuk
menghimpun kekuatan guna kelak dipergunakan membantu para tentara kerajaan Song
menghadapi pasukan kerajaan Mongolia.
Kwee Ceng dan Oey Yong juga
telah datang ke Siang-yang. Dan mereka saat itu telah berusia lanjut, tetapi
semangat dan kegagahan mereka masih menyala-nyala.
Enambelas tahun yang telah
lalu Kwee Ceng lah yang memimpin para orang-orang gagah bantu mempertahankam
Siang-yang dari serangan orang-orang Mongolia, maka kini iapun banyak membantu
memberikan petunjuknya.
Sesungguhnya telah beberapa
kali Yo Ko meminta pada Kwee Ceng agar mau menjabat kedudukan sebagai pemimpin
para orang gagah di Siang-yang untuk menghimpm kekuatan, sebab menurut Yo Ko,
Kwee Ceng tentunya lebih berpengalaman dari dia.
Tetapi Kwee Ceng telah
menolaknya. Dan dengan demikian Yo Ko yang tetap menjadi pemimpin dari para
orang-orang gagah tersebut.
Sedangkan Phang Kui In dan
orang-orang gagah yang bekerja keras siang dan malam untuk melatih para
penduduk pria kota Siang-yang, agar mereka bisa mengerti ilmu perang ataupun
ilmu mempergunakan senjata tajam, telah berhasil menghimpun cukup banyak laskar
rakyat tersebut. Hampir tigaribu orang pria dari penduduk kota Siang-yang
tersebut yang telah berhasil dilatih mereka, sehingga memiliki kepandaian mempergunakan
senjata tajam yang mengagumkan.
Yo Ko selama itu telah
menyebar beberapa orang-orang pandai untuk menyelidiki keadaan di perbatasan,
untuk mencari tahu sampai berapa jauh gerakan yang telah dilakukan oleh tentara
Mongolia.
Dalam keadaan seperti itu,
dimana negara tengah terancam bahaya perang, maka seluruh penduduk Siang-yang
siang dan malam telah mempersiapkan diri untuk dapat berbuat sekuat dan semampu
mereka membantu para tentara kerajaan Song.
Rupanya pihak Mongolia juga
telah menyebar orang-orangnya yang memiliki kepandaian silat yang lumayan
tingginya, untuk menyelusup ke dalam Siang-yang, guna melakukan penyelidikan.
Tetapi karena ketatnya Yo Ko dan kawan-kawannya melakukan penjagaan, dengan
demikian akhirnya mereka berhasil menangkap empat orang Mongolia yang telah
menyelusup ke dalam kota Siang-yang, memata-matai mereka. Dari mulut para
mata-mata Mongolia tersebut Yo Ko berhasil mengorek keterangan yang mereka
perlukan. Dengan demikian bertambah banyak pula keterangan-keterarangan yang
bisa dikumpulkan oleh pihak tentara Song.
Kwee Ceng pernah suatu kali
menganjurkan Yo Ko agar mengirim beberapa orang sahabat mereka pergi melakukan
penyelidikan di garis depan, guna mengawasi gerak-gerik tentara musuh. Maka Yo
Ko telah mengutus Yo Him dan Phang Kui In untuk menyelidiki keadaan di garis
depan.
Yo Him yang menerima perintah
tersebut dari ayahnya, jadi girang bukan main. Begitu pula Phang Kui In, ia
jadi begitu semangat. Pada malam harinya, keduanya telah meninggalkan
Siang-yang.
Untuk mencapai perbatasan,
mereka memerlukan waktu dua hari perjalanan. Dan mereka tiba di garis depan
waktu hari menjelang magrib. Di waktu itulah, Yo Him dan Phang Kui In telah
mencari rumah penduduk, untuk menginap.
Setelah beristirahat satu
harian, mereka telah menyelidiki, keadaan garis depan tersebut. Pekerjaan
menyelidiki, yang mereka lakukan tersebut tidak begitu sulit, karena memang
mereka memiliki kepandaian yang cukup tinggi. Dan juga tentara Mongolia yang
bertemu dengan kedua orang ini hanya menduga bahwa mereka adalah rakyat jelata
bangsa Han yang bertempat tinggal di sekitar tempat tersebut.
Yo Him dan Phang Kui In memang
berpakaian sederhana dan sengaja mengotori muka mereka dengan debu. Disamping
itu mereka pun membawa masing-masing sebatang kampak. Sepintas lalu, mereka
memang merupakan penduduk perbatasan tersebut, yang kebanyakan menuntut
penghidupan sebagai penebang pohon.
Tetapi waktu malam telah
menyelimuti daerah perbatasan tersebut, Yo Him dan Phang Kui telah menyelusup
ke daerah yang dikuasai oleh tentara Mongolia. Mereka memiliki ginkang yaag
tinggi, dengan mudah mereka berhasil melewatkan penjagaan dari tentara Mongolia
tersebut. Dengan demikian mereka bisa melaksanakan tugas mereka dengan baik.
Dan juga Yo Him bersama Phang Kui In telah menyelidiki berapa kekuatan pasukan
kuda dari tentara Mongolia tersebut, disamping kekuatan dari pasukan panah
musuh.
Seperti diketahui bahwa
tentara Mongolia ahli sekali dalam hal menunggang kuda, dan juga mereka
terkenal akan keampuhan dan ketangguhan pasukan panahnya. Dengan demikian,
kedua macam pasukan tersebut yang paling diandalkan sekali oleh Khan Mongolia.
Terlebih lagi sekarang Kubilai Khan telah melihat kegagalan, yang diderita oleh
kakaknya, yaitu Mangu (Hiang Cong), dengan sendirinya pelajaran pahit itu
Kubilai Khan bertindak lebih hati-hati.
Selama enambelas tahun
lamanya, ia telah melatih tentaranya sebaik mungkin, di mana ia meningkatkan
keterampilan dari pasukan perangnya. Memang Kubilai Khan berhasil dengan baik,
dimana angkatan perang Mongolia waktu itu telah bertambah besar dan kuat. Dan
selama enambelas tahun ini, Kubilai Khan telah mengumpulkan banyak sedikit data
data mengenai kelemahan pihak kerajaan Song. Dan setelah ia merasa tiba di
waktunya, kini ia mulai menyerbu kembali ke daratan Tiong-goan, guna
menaklukkan kerajaan tersebut, meraih daratan Tiong-goan yang ingin dikuasai.
Yo Him dan Phang Kui In yang
tiba di tangsi terdepan dari pasukan muka Kubilai Khan tersebut, melihat bahwa
pasukan tentara Mongolia yang diam digaris depan tersebut berjumlah lebih dari
tujuhribu orang.
Penjagaan di garis tangsi
depan tersebut kuat sekali, dan juga diantara tangsi yang memenuhi tempat
tersebut, terdapat sebuah tenda yang indah menarik, berukiran besar sekali.
Dibangun dengan tiang-tiang kayu dan balok yang berukuran-besar, mirip dengan sebuah
bangunan gedung yang besar.
Hawa udara pada waktu itu
panas sekali, Yo Him dan Phang Kui In telah bersembunyi di sebelah kanan dari
tenda besar tersebut. Mereka menduga, tentunya tenda tersebut merupakan tenda
dari komandan pasukan tentara Mongolia yang berada di garis depan tersebut.
Tetapi waktu Yo Him dan Phang
Kui In tengah berjongkok di tempat itu, tiba-tiba ada yang membentak: „Siapa
disitu?” suaranya kasar dan keras.
Yo Him dan Phang Kui In
terkejut, tetapi cepat sekali mereka bisa menguasai diri, waktu mereka melirik
dilihatnya dua orang berpakaian sebagai tentara Mongolia tengah mendatangi ke
arah mereka.
Yo Him mengedipkan matanya
kepada Phang Kui In lalu tanpa mengucapkan sepatah perkataan juga tubuhnya
telah melompat cepat sekali. Gerakan tubuhnya begitu ringan, melayang menyambar
salah seorang dari kedua tentara Mongolia tersebut. Gerakan yang dilakukan Yo
Him sesungguhnya sangat cepat ia yakin akan berhasil mencekal lengan tentara
Mongolia yang seorang itu, yang akan dibantingnya.
Tetapi kesudahannya justru
lain sama sekali karena diwaktu orang Mongolia tersebut dengan mudah dapat
mengelakkan diri.
Melihat ini Yo Him jadi
mengeluarkan seruan heran, namun ia tidak menarik pulang tangannya, melainkan
terus juga ia melanjutkan cengkeramnya itu ke arah dada lawan, yang waktu itu
telah melompat ke samping kanan.
Tetapi sekali lagi orang
Mongolia tersebut berhasil mengelakkan diri.
Phang Kui In yang melihat dua
kali Yo Him tidak berhasil mencekal badannya, segera menjejakkan kakinya,
tubuhnya seperti seekor burung rajawali menyambar kelinci telah melayang dengan
gesit sekali, menghantami ke arah kepala dari tentara Mongolia yang seorang
lagi .
Phang Kui In juga tidak
berlaku segan-segan untuk menurunkan tangan keras, dimana pada telapak tangannya
itu telah dikerahkan tenaga lweekangnya, sehingga jika ia berhasil memukul
tentara Mongolia yang seorang itu, tentu orang tersebut akan terbinasa.
Hal ini dilakukan oleh Phang
Kui In karena ia kuatir jika mereka berlaku lamban tentu kedua orang tersebut
akan menimbulkan suara berisik dan kelak akan menyebabkan tentara Mongolia yang
lainnya berdatangan.
Tetapi Phang Kui In memukul
angin, karena tentara Mongolia yang seorang itupun telah berhasil mengelakkan
diri dari pukulan orang she Phang tersebut. Maka tentara Mongolia yang seorang
ini telah mengulurkan tangannya dengan cepat sekali, ia telah mencengkeram ke
arah dada Phang Kui In, dan ia juga telah menarik dengan kuat sekali, maksudnya
hendak membanting Phang Kui In. Dan itulah cara gulat yang memang dimiliki
mahir sekali oleh tentra Mongolia tersebut.
Seperti diketahui bahwa rakyat
Mongolia gemar sekali melatih ilmu gulat, dan hampir setiap pria Mongolia juga
menguasai ilmu gulat tersebut.
Phang Kui In yang merasakan
baju di bagian dadanya telah dicekal oleh tangan lawannya, terkejut dan
mengeluarkan suara seruan keras, dan waktu tubuhnya akan ditarik dan dibanting
cepat bukan main, nampak Phang Kui In menggerakkan kaki kanannya menendang,
maka cepat sekali mengenai pundak dari lawannya.
Seketika tentara Mongolia yang
seorang tersebut mengeluarkan suara keluhan yang perlahan, tubuhnya telah
terhuyung dan tangannya terasa semper tidak bertenaga lagi, sehingga cekalannya
pada pakaian Phang Kui In jadi terlepas.
Yo Him sendiri yang melihat dua
kali ia menyerang, dua kali ia menemui kegagalan, dengan demikian membuat ia
penasaran. Ia mengetahui bahwa tentara Mongolia yang diserangnya itu memang
memiliki ilmu dan kepandaian gulat yang cukup tinggi, disamping itu juga
tentara Mongolia tersebut memiliki ginkang atau ilmu meringankan tubuh yang
cukup gesit, sehingga dua kali ia melancarkan pukulan dan cengkeraman, tentara
Mongolia tersebut bisa mengelakkan diri. Maka serangan, tidak berlaku lambat
lagi, cepat luar biasa, tangan kirinya digerakan akan menghantam muka orang,
sedangkan tangan kanannya meluncur akan menotok.
Tentara Mongolia, tersebut
melihat betapa tangan kiri Yo Him menyambar ke arah mukanya, maka ia telah
mengeluarkan suara seruan kaget dan melompat mundur.
Tetapi begitu dia bergerak,
segera jari tangan kanan dari Yo Him telah singgah di jalan darah Lung-cie-hiat
nya, maka tidak ampun lagi tubuhnya telah terjungkal rubuh, karena diwaktu itu
ia merasakan betapa seluruh tenaganya telah lenyap.
Yo Him setelah membereskan
lawannya yang seorang ini. segera melompat lagi kepada tentara Mongolia yang
seorang itu, yang tangannya telah semper akibat tendangan kaki Phang Kui In.
Tanpa mengucapkan sepatah
perkataan, tampak tangan kanan Yo Him telah bergerak, dan ia menotok jalan
darah Ciang-kie-hiat dari tentara Mongolia yang seorang itu tampa ampun lagi
tubuh tentara Mongolia yang seorang itupun terjungkal rubuh, dan tidak bisa
berkutik kembali.
Phang Kui In dan Yo Him cepat
menyelinap ke bagian lain dari tenda tersebut. Dan mereka telah menyelinap
masuk ke bagian dalamnya.
Ternyata di dalam tenda
tersebut, yang terbagi dalam tiga ruangan, terjaga kuat sekali. Di dalam tenda
itu tampak belasan tentara Mongolia yang melakukan penjagaan, tetapi sebagian
dari mereka telah ada yang meringkuk di atas tanah beralaskan kulit kerbau,
tengah tertidur nyenyak. Yang tertinggal yang masih melakukan penjagaan hanya
lima orang penjaga belaka.
Yo Him dan Phang Kui In saling
pandang sejenak, lalu keduanya telah mengangguk. Kemudian dengan serentak,
keduanya telah melompat kepada kelima penjaga tersebut. Dengan gesit mereka
telah mengerakkan tangan dan kaki mereka dengan begitu tidak bersuara lagi,
kelima penjaga yang tengah lengah dan terkantuk-kantuk tersebut, telah rubuh
terguling, rebah tidak bisa berkutik lagi karena mereka telah tertotok.
Phang Kui In dan Yo Him telah
melompat memasuki ruangan yang lainnya, yang terhalang oleh selapis kulit yang
lebar. Disitu mereka melihat empat orang Mongolia yang bertubuh tinggi besar,
dan berpakaian lain dengan para penjaga tadi, mungkin para perwira Mongolia,
tengah tertidur nyenyak.
Dengan perlahan dan langkah
kaki yang tidak menimbulkan suara, Yo Him telah menghampiri keempat perwira
Mongolia tersebut, kemudian menotoki mereka, sehingga waktu keempat orang itu
terbangun, mereka tidak bisa bergerak lagi. Karena jalan darah mereka telah
tertotok.
Yo Him bekerja cepat, bersama
Phang Kui ln dia menggeledah tubuh keempat perwira Mongolia tersebut. Yo Him
dan Phang Kui In berhasil memperoleh beberapa gulung surat, yang tanpa dilihat
lagi telah mereka masukkan ke dalam saku masing-masing. Mereka yakin, tentunya
gulungan surat tersebut merupakan rencana yang tertulis dan tersusun buat para
perwira tersebut melakukan penyerbuannya ke Siang-yang.
Kemudian Yo Him dan Phang Kui
In melakukan penyelidikan di beberapa tempat lainnya. Tetapi waktu mereka
hendak berlalu dari tempat itu, tiba-tiba berkelebat sesosok tubuh, yang
gerakannya begitu ringan dan juga membentak dengan suara yang dalam:
„Tahan.....!”
Yo Him dan Phang Kui In
menghentikan langkah kaki mereka, dan telah melompat mundur dua langkah waktu
orang tersebut telah berada di dekat mereka, terlalu dekat sekali, hanya
terpisah sejengkal tangan saja. Hal itu disebabkan wajah orang tersebut sangat
aneh, yaitu wajahnya mirip dengan seekor lutung, dan tubuhnya kurus kering agak
membungkuk. Cara berpakaiannya sebagai perwira Mongolia.
„Kalian berdua rupanya
mata-mata dari kerajaan Song!” kata orang tersebut dengan suara yang bengis,
„Hemmm, di tempat ini ada aku Molinggo jangan harap engkau seenaknya keluar
masuk di tempat kami! Untuk masuk ke dalam memang mudah, tetapi untuk berlalu,
hemm, hemm, jangan harap engkau bisa angkat kaki dari tempat ini.....!” dan
membarengi dengan perkataannya itu, orang bertubuh kurus bungkuk dan bermuka
seperti lutung itu telah mengebutkan tangan kanannya, yang kurus dan jari
tangannya lancip-lancip. Tetapi angin yang meluncur keluar dari tangan kurus
itu bukan main hebatnya, menderu-deru keras sekali.
Yo Him dan Phang Kui In waktu
itu telah menduga bahwa orang tersebut tentu memiliki kepandaian yang tinggi,
karena tubuhnya tadi telah bergerak begitu ringan sekali, dan waktu kedua
kakinya menginjak tanah, tidak menimbulkan suara, hal itu membuktikan bahwa
ginkang orang itu memang tinggi. Tetapi belum lagi mereka tahu apa-apa dan
waktu mereka melihat tangan Molinggo telah digerakkan akan mengebut ke arah mereka,
angin dari telapak tangan Molinggo telah mendesir kuat sekali, menghantam
mereka dengan dahsyat.
Yo Him dan Phang Kui In
mengeluarkan suara tertawa dingin, tahu-tahu tubuh mereka telah bergerak cepat
sekali, untuk menerjang ke arah Molinggo. Dengan demikian, Molinggo telah
diserang berbareng oleh Yo Him dan Phang Kui In.
Yo Him telah melancarkan
totokan-totokan dengan mempergunakan ilmu totokan It-yang-cie, yang pernah
diperolehnya dari It-teng Taysu.
Diserang dengan ilmu menotok
It-yang-cie tersebut, telah membuat Molinggo jadi kelabakan, karena ilmu
totokan jari tunggal tersebut, merupakan ilmu yang benar-benar ampuh. Walaupun
hanya menyerang dan menotok dengan mempergunakan jari telunjuk saja, namun dari
jari telunjuk itu justru telah mengeluarkan kekuatan tenaga sinkang yang sangat
dahsyat dan bisa menghancurkan batu maupun besi, terlebih lagi tubuh manusia.
Selain akan tertotok, juga akan membuat bagian anggota tubuh yang tertotok akan
menjadi hancur karenanya. Dengan demikian, Molinggo, yang rupanya memiliki
pengalaman sangat luas, telah bisa melihat bahwa It-yang-cie bukanlah ilmu yang
sembarangan.
Phang Kui In juga telah
melancarkan pukulan yang bertubi-tubi dan gencar sekali, setiap serangannya
selalu membawa angin pukulan yang benar-benar sangat kuat. Dengan demikian,
telah membuat Molinggo dikurung dari dua jurusan, oleh Yo Him dan Phang Kui In.
Tetapi Molinggo sama sekali
tidak merasa jeri, karena ia memang memiliki kepandaian yang tinggi. Karena
itu, beberapa kali ia telah berusaha untuk mengelakkan serangan-serangan yang
dilancarkan Yo Him dan Phang Ku In, membarengi dengan mana iapun balas
menyerang dengan ilmu gulatnya yang dia latih cukup mahir.
Yo Him dan Phang Kui In
walaupun masing-masing mempergunakan kepandaiannya yang hebat, namun mereka
tidak berani sembarangan terlalu mendesak lawannya, karena mereka melihat,
sekali saja mereka melakukan serangan yang gagal, niscaya diri mereka sendiri
yang akan menjadi korban dari ahli gulat tersebut. Dengan demikian, telah
membuat mereka jadi bersiap sedia dari setiap uluran tangan dan cengkeraman
tangan Molinggo.
Maka dari itu, walaupun
dikurung oleh Yo Him dan Phang Kui In berdua, tokh kenyataannya Molinggo masih
dapat melayaninya dengan baik. Dan setiap serangan ilmu gulatnya itu, memiliki
keampuhan yang tidak bisa dibuat main-main. Beberapa kali tangan Yo Him maupun
Phang Kui In hampir kena dicekalnya, namun disebabkan Yo Him dan Phang Kui In
bergerak sangat gesit mereka selalu bisa meloloskan diri.
Semakin lama Molinggo rupanya
semakin gusar, dia juga penasaran sekali. Beberapa kali ia memperhebat
cengkeraman tangannya. Dan begitu juga, kedua kakinya telah bermain ikut
menendang, menggaet, mengangkat dan juga berbagai tipu gulat lainnya.
Diwaktu ketiga orang ini
terlibat dalam pertempuran yang cukup panjang, tiba-tiba tampak dari arah
kegelapan di sebelah kanan, berkelebat sesosok tubuh yang tinggi besar,
diiringi oleh suara bentakan mengguntur:
„Siapa yang membuat kegaduhan
di malam buta rata ini!?”
Yo Him dan Phang Kui In jadi
tercekat hati mereka, karena di saat itu justeru Phang Kui In dan Yo Him telah
mengenalinya bahwa orang yang baru datang itu tidak lain dari Tiat To Hoat-ong.
Tiat To Hoat-ong sendiri,
begitu tiba di tempat tersebut, telah melibat Yo Him dan Phang Kui In, maka segera
ia tertawa bergelak-gelak.
„Oho, rupanya kalian.....!”
katanya dengan suara yang keras parau. „Bagus, bagus…..!” Dan belum lagi
suaranya itu habis, tubuhnya yang tinggi besar itu telah melompat menerjang ke
arah Yo Him dan Phang Kui In. Gerakan Tiat To Hoat-ong sangat cepat sekali, ia
telah mengibaskan tangannya dua kali, dari telapak tangannya menderu angin
lweekang yang sangat kuat sekali, tubuh Yo Him dan juga Phang Kui In seperti
diterjang angin topan yang sedang mengamuk.
Diwaktu itulah tubuh kedua
orang tersebut telah terlempar ke tengah udara. Dengan mengeluarkan suara
tertahan, Yo Him dan Phang Kui In terbanting di atas tanah, keras sekali. Hebat
cara menyerang Tiat To Hoat-ong, karena sekali saja ia menggerakkan tangannya,
ia telah berhasil membuat Yo Him dan Phang Kui In terpental.
Sedangkan Molinggo ketika
mengetahui siapa yang datang, cepat-cepat memberi hormat, sambil katanya
melapor, „Hoat-ong, kedua orang ini menyerbu ke daerah kita….. mereka harus
ditangkap!”
Tiat To Hoat-ong menganggukkan
kepalanya, malah sahutnya: „Ya aku kenal mereka, yang seorang puteranya
Sin-tiauw Tayhiap Yo Ko, itu si buntung tengik yang terlalu bertingkah dan yang
seorang ini lagi adalah kawannya…..!” Dan tanpa menantikan selesai perkataannya
itu, segera Tiat To Hoat-ong menjejakan kakinya tubuhnya telah meloncat dengan
gerakan yang sangat ringan sekali, dimana ia telah menjulurkan kedua tangannya
bermaksud menekuk Yo Him dan Phang Kui In.
Waktu itu sesungguhnya mata
dari Yo Him dan Phang Kui In masih berkunang-kunang maka ketika mereka hendak
berdiri dan melihat datangnya serangan Tiat To Hoat-ong mereka cepat-cepat
mengelakkan diri namun gerakan mereka tidak secepat gerakan Tiat To Hoat-ong,
tidak ampun lagi tubuh mereka kena dicekuk.
Begitu pundak mereka
masing-masing kena dicengkeram Tiat To Hoat-ong, mereka seperti mati kutu, dan
tidak bisa bergerak lagi.
Tiat To Hoat-ong telah
mengeluarkan suara tertawa yang sangat keras sekali. Dan ia telah mengangkat
tubuh Yo Him dan Phang Kui In dengan gerakan yang kuat sekali, kemudian
membantingnya di atas tanah, lalu kaki kanannya dipergunakan menendang jalan
darah Lung-cie-hiat di tubuh Yo Him, dan juga jalan darah Liang-siang-hiat pada
tubuh Phang Kui In.
Seketika tubuh Phang Kui In
dan Yo Him jadi kaku dan tidak bisa bergerak, malah mereka menderita kesakitan
yang cukup hebat.
Tetapi baik Yo Him maupun
Phang Kui In sama sekali tidak merintih, mereka berdiam diri menahan sakit dan
butir-butir keringat saja yang mengucur keluar dari sekujur tubuh mereka.
Tiat To Hoat-ong telah
mementang matanya lebar-lebar dan mengawasinya dengan pandangan mata yang tajam
sekali. Kemudian pendeta Mongolia tersebut telah membentak:
„Kalian rupanya tengah
memata-matai kami, bukan? Hemmm, hemmm, baiklah, sekarang aku akan meninggalkan
tanda mata pada tubuh kalian!”
Sehabis berkata begitu, Tiat
To Hoat-ong melirik kepada Monlinggo. ia telah berkata perlahan:
„Buka pakaian mereka!”
Molinggo menurut dengan
segera, dan ia telah membuka pakaian Yo Him dan Phang Kui In.
Diwaktu itulah, Tiat To
Hoat-ong telah mengeluarkan golok hitamnya.
„Hemmmm, nanti setelah aku
beri tanda mata pada tubuh kalian, barulah waktu itu kalian akan membebaskan
untuk kembali ke tempat kalian. Bersiap-siaplah!” dan sehabis berkata, begitu
ia telah menggerakkan goloknya, akan menggores perut Phang Kui In, dimana mata
golok tersebut telah digerakkan berulang kali, menggurat beberapa huruf.
Phang Kui In merasakan
perutnya sangat pedih, tetapi ia tidak merintih. Namun belum lagi Tiat To
Hoat-ong menyelesaikan tulisannya tersebut, dimana dia mempergunakan goloknya
menulis kata-kata menantang di tubuh Phang Kui In dan darah juga telah
bercucuran dari tubuh yang tergores golok hitam tersebut, mendadak sekali
terdengar suara seseorang yang tertawa jenaka.
„Heh, heh, heh,” kata sosok
tubuh yang baru datang itu. „Sungguh permainan yang tidak sedap dilihat!”
Tiat To Hoat-ong segera
menoleh, dan dia melihatnya bahwa orang tersebut tidak lain dari Ciu Pek Thong.
Muka Tiat To Hoat-ong jadi berobah merah padam, karena segera dia teringat
betapa beberapa saat yang lalu Ciu Pek Thong telah mencabuti kumis dan
jenggotnya, yang kini tumbuh tidak rata.
„Kau......?” bentak Tiat To
Hoat-ong dengan murka. Dan tanpa mengeluarkan sepatah perkataan lagi, tahu-tahu
tubuhnya telah melompat ke tengah udara, golok hitamnya tersebut telah berkelebat
menyambar ke arah Ciu Pek Thong. Rupanya Tiat To Hoat-ong karena terlalu murka
telah menerjang dan sekalian melancarkan bacokan yang begitu cepat kepada Ciu
Pek Thong. Sakit hatinya teringat betapa kumis dan jenggotnya telah dipereteli
oleh si tua berandalan ini.
Tetapi Ciu Pek Thong memiliki
ginkang yang tinggi luar biasa, si tua berandalan tersebut telah mengeluarkan
suara ha, ha, he, he, yang tidak hentinya, beruntun telah mengelakkan diri dari
empat bacokan golok Tiat To Hoat-ong, sambil berkelit dia juga menggerakkan
tangan kanannya.
„Wuttt.....!” telapak tangan
kanannya itu telah melayang akan menampar.
Tiat To Hoat-ong yang
bermaksud mengelakkan tamparan itu jadi terkejut, karena di saat itulah Ciu Pek
Thong membatalkan tamparan tangan kanannya, yang rupanya hanya merupakan
serangan ancamannya, tahu-tahu tangan kirinya telah bergerak cepat sekali
menghantam ke arah pundak Tiat To Hoat-ong.
Pendeta Mongolia tersebut,
yang kaget bukan main, cepat-cepat menghindar lagi. Namun terlambat. Keras sekali,
pundaknya telah kena di hantam oleh Ciu Pek Thong. Tubuh Tiat To Hoat-ong jadi
terhuyung-huyung dan akan rubuh.
Tiat To Hoat-ong gusar dan
penasaran bukan main, untuk membela diri dan melindungi tubuhnya dari serangan
Ciu Pek Thong berikutnya, ia telah memutar golok hitamnya dengan cepat,
sehingga tubuhnya terbungkus oleh gulungan cahaya hitam golok pusakanya yang
melindungi dirinya dari serangan-serangan Ciu Pek Thong.
Tetapi Ciu Pek Thong memang
memiliki kepandaian yang telah mencapai puncak kesempurnaan, dimana selama
tahun-tahun belakangan ini si tua berandalan tidak pernah jemu melatih diri
terus menerus. Selain ginkangnya yang telah sempurna sehingga ia bisa bergerak
ringan seperti terbang, juga sinkangnya telah mencapai kesempurnaan yang menakjubkan
sekali.
Melihat Tiat To Hoat-ong
memutar golok hitamnya tersebut seperti itu, maka tampak Ciu Pek Thong sambil
tertawa keras telah memutar kedua tangannya, dimana kedua tangannya itu seperti
juga mengiringi berputarnya golok hitam tersebut. Dengan demikian, segera juga
terlihat betapa golok hitam Tiat To Hoat-ong seperti diikat terus oleh kedua
tangan Ciu Pek Thong. Malah beberapa saat kemudian, Ciu Pek Thong berkata:
„Lepas!” jari telunjuknya
telah menyentil dengan kuat sekali.
Dan seketika itu juga golok
hitam di tangan Tiat To Hoat-ong telah terlepas dari cekalannya. Luar biasa
kuatnya tenaga sentilan jari telunjuk Ciu Pek Thong, sehingga begitu dia
menyentil, segera golok tersebut terpental dan telapak tangan Tiat To Hoat-ong
terasa pedih sekali.
Tiat To Hoat-ong kaget bukan
main, dia masih sempat melirik betapa golok hitamnya itu telah menancap di atas
tanah.
Ciu Pek Thong tidak berdiam
sampai disitu saja, karena Molinggo sambil mengeluarkan bentakan bengis telah
menerjang maju! Manusia yang mukanya seperti lutung tersebut telah melancarkan
cengkeraman dengan ilmu gulatnya. Hampir saja Ciu Pek Thong kena dicengkeram
pada bagian punggungnya.
Ciu Pek Thong telah
memiringkan pundaknya, dan tanpa menoleh ia mengibaskan tangannya ke belakang.
Tangannya saling bentur dengan tangan Molinggo yang kurus kering itu dan
berjari lancip-lancip.
Tidak ampun lagi, segera tubuh
Molinggo terlempar keras dan melayang di tengah udara. Tetapi sebagai seorang
ahli gulat yang memang benar-benar mahir, dengan sendirinya waktu tubuhnya
terbanting, Molinggo dengan cepat sekali telah menggelinding dengan cara
gulatnya. Dengan begitu, ia tidak perlu sampai patah tulang pada anggota
tubuhnya.
Ciu Pek Thong tertawa keras
sekali, tubuhnya melayang kedekat Tiat To Hoat-ong.
Tiat To Hoat-ong melihat Ciu
Pek Thong mendatangi, tanpa membuang waktu lagi, ia telah melompat untuk
menerjang ke arah lawannya tersebut.
Ciu Pek Thong tertawa mengejek
dan kemudian menggerakkan tangan kanannya menghantam lagi kepada Tiat To
Hoat-ong.
Waktu itu Tiat To Hoat-ong
telah mengerahkan sebagian besar dari kekuatan tenaga dalamnya, maka waktu
tangan mereka saling bentur, seketika itu juga tubuh Hiat To Hoat-ong
tergoncang terhuyung, beberapa langkah ke belakang. Sedangkan Ciu Pek Thong
merasakan tubuhnya seperti diterjang oleh sesuatu kekuatan yang dahsyat, namun
ia tidak sampai terhuyung, hanya tubuhnya tergoyang-goyang saja.
Kembali Ciu Pek Thong telah
menyerang pula dengan telapak tangannya. „Plakkk, plakkk!” dua kali Ciu Pek
Thong berhasil menempiling muka Tiat To Hoat-ong.
Rupanya, Tiat To Hoat-ong yang
belum bisa menguasai kuda-kuda kedua kakinya, ketika menerima tamparan tangan
Ciu Pek Thong, berusaha untuk mengelakkan diri, namun kenyataannya dia
terlambat, sehingga wajahnya itu menjadi sasaran dari tempilingan Tiat To
Hoat-ong.
Dengan meraung mengeluarkan
suara seruan yang mengandung kemarahan, tampak Tiat To Hoat-ong dengan kalap
telah melompat melancarkan tubrukan untuk merangsek Ciu Pek Thong.
Tetapi Ciu Pek Thong dapat
menghindar dengan mudah tubrukan dari Tiat To Hoat-ong, dan sambil menghindar,
kaki kanannya telah menendang punggung lawannya sehingga tidak ampun lagi Tiat
To Hoat-ong terjerunuk, dan hidungnya telah mencium tanah. Dari hidungnya
seketika mengucur darah segar, yang membuat muka Tiat To Hoat-ong jadi
berlepotan darah dan tambah menyeramkan.
Dengan kalap, dia telah
melompat untuk menerjang lagi dia telah mengulurkan kedua tanganya untuk
mencengkeram tubuh Ciu Pek Thong.
Tetapi memang si tua
berandalan jenaka itu merupakan seorang tokoh persilatan yang benar-benar gemar
berguyon, maka setelah menghindarkan diri beberapa kali dari tubrukan Tiat To
Hoat-ong, tiba-tiba ia telah melompat tinggi ke tengah udara. Sambil melambung
tinggi seperti itu kedua tangan Ciu Pek Thong telah menghantam dengan kuat
sekali.
„Bukkk.....!” tubuh Tiat To
Hoat-ong berhasil dihantamnya kembali. Seperti juga sebuah bola yang
menggelinding, maka seketika itu juga tubuh Tiat To Hoat-ong telah
menggelundung di atas tanah.
Dan dalam keadaan demikian,
pandangan mata Tiat To Hoat-ong juga telah berkunang-kunang, tampaknya Tiat To
Hoat-ong tidak bisa mempertahankan diri lagi, karena begitu dia bangkit untuk
berdiri, justru dia telah memuntahkan darah segar. Darah yang dimuntahkannya
itu cukup banyak, dan bergenang di atas tanah. Muka pendeta Mongolia tersebut
telah pucat pias.
Molinggo yang melihat Tiat To
Hoat-ong terluka berat seperti itu, dengan nekad dia telah melancarkan gempuran
dengan kedua telapak tangannya.
Kepandaian Tiat To Hoat-ong
sesungguhnya jauh lebih hebat dan juga liehay melebihi Moliggo, tetapi justru
Tiat To Hoat-ong tidak bisa menyerang Ciu Pek Thong, maka sekarang apalagi
Molinggo. Begitu dia menyerang, segera dia menghantam tempat kosong, dengan
cepat sekali Ciu Pek Thong dapat menghindarkan diri dari pukulan yang
dilancarkan Molinggo.
Dengan penasaran Molinggo
beberapa kali telah melancarkan cengkeraman dan pukulan lagi. Namun selalu
gagal. Dan setelah lima kali menghantam dan mengulurkan tangannya untuk
mencengkeram, namun selalu mengenai tempat kosong, akhirnya Molinggo sudah
tidak bisa menguasai keseimbangan tubuhnya waktu tangan kanan Ciu Pek Thong
dengan cepat telah menghantam tepat sekali perutnya, menyusul mana, diwaktu
tubuh Molinggo terbungkuk-bungkuk, Ciu Pek Thong menghantam punggung lawannya,
maka seketika itu juga tubuh Molinggo telah terjerunuk, mukanya menghantam
tanah dan dia pingsan seketika itu juga!
Tiat To Hoat-ong masih
mengerang berusaha untuk bangun, dan di waktu itulah, segera terlihat pendeta
tersebut menggerakkan tangan kanannya. Tahu-tahu tiga cercah sinar kuning telah
menyambar ke arah Ciu Pek Thong.
Samberan ketiga sinar kuning
tersebut bukan main cepatnya, mengeluarkan suara mendengung yang sangat keras
sekali, menunjukkan bahwa tenaga menimpuk dari Tiat To Hoat-ong masih kuat
sekali.
Segera terlibat ketiga sinar
kuning itu yang menyambar tiga bagian dari anggota tubuh Ciu Pek Thong, yaitu
dada, perut dan paha dari si tua berandalan tersebut telah dekat sekali pada
sasarannya. Tetapi Ciu Pek Thong malah tertawa-tawa, dan dengan mudah ia telah
menangkap senjata rahasia yang dilontarkan oleh Tiat To Hoat-ong, yang terdiri
dari tiga buah mata uang logam yang terbuat dari emas.
32.64. Ketahanan Kerajaan Song
Ciu Pek Thong sambil
menimang-nimang uang logam tersebut, telah berkata.
„Aha, aku memperoleh uang!
Tetapi aku tidak membutuhkannya! Nih, aku kembalikan!” dan selelah berkata
begitu, justru Ciu Pek Thong telah menggerakkan tangannya, maka ketiga mata uang
logam tersebut telah menyambar cepat sekali kepada Tiat To Hoat-ong. Namun
menyambarnya ketiga mata uang logam emas tersebut kuat sekali melebihi tenaga
menimpuk yang dilakukan oleh Tiat To Hoat-ong.
Melihat menyambarnya ketiga
senjatanya yang seperti akan memakan majikan sendiri, Tiat To Hoat-ong jadi
mengeluarkan suara teriakan kaget dan berkuatir, mati-matian dengan sisa tenaga
yang ada padanya ia menggelinding pergi menjauhi diri. Ketiga mata uang logam
tersebut telah menyambar tempat kosong, namun segera menancap masuk ke dalam
tanah, dan tidak tampak lagi.
Hebat cara menimpuk Ciu Pek
Thong, dia menimpuk seperti perlahan sekali, namun hebat kesudahannya, dimana
mata uang tersebut telah amblas dan lenyap ke dalam tanah.
Tanpa memperdulikan Tiat To
Hoat-ong, Ciu Pek Thong menghampiri Yo Him dan Phang Kui In. Ia telah
menggendong kedua orang itu, dia mengempitnya dengan kedua tangannya, kemudian
dengan mengeluarkan suara yang nyaring sekali, ia telah menjejakkan kakinya,
tubuhnya telah berlari dengan cepat meninggalkan tempat itu. Dalam waktu
sekejap mata saja, ia telah lenyap dari pandangan mata Tiat To Hoat-ong.
Tiba-tiba dari kejauhan
terdengar suara ramai-ramai, rupanya keributan di tempat tersebut telah
didengar oleh para penjaga di tempat tersebut, yang segera berdatangan sambil
berteriak-teriak:
„Tangkap penjahat! Tangkap
penjahat!” tapi mereka mana bisa menangkap Ciu Pek Thong.
Tiat To Hoat-ong yang gusar
bukan main, begitu berdiri ia telah menggerakkan tangan kanannya tahu-tahu ia
telah menghantam kepala salah seorang tentara Mongolia tersebut.
„Bukkk.....!” kepala tentara
itu telah pecah berantakan, dan polohnya telah mengalir keluar bercampur darah,
tanpa sempat mengeluarkan suara gerengan lagi, tubuhnya telah terkulai di saat
itu juga. Rupanya Tiat To Hoat-ong melampiaskan kemarahan, kemendongkolan
hatinya dengan mempergunakan pukulan yang kuat seperti itu, sehingga sekali
hantam kepala orang tersebut telah pecah berantakan dan terbinasa.
Dengan menggumam perlahan Tiat
To Hoat-ong telah ngeloyor pergi meninggalkan tempat tersebut, untuk memberikan
laporan kepada Kubilai Khan.
◄Y►
Ciu Pek Thong ternyata ketika
mengetahui Yo Him dan Pang Kui In menerima perintah Yo Ko untuk pergi
menyelidiki keadaan digaris depan, segera menyatakan keinginannya pada Yo Ko,
untuk pergi ke garis depan, guna melihat-lihat keadaan di sana.
Yo Ko memberikan ijinnya. Dan
itulah sebabnya Ciu Pek Thong bisa tiba tepat di saat Phang Kui In dan Yo Him
hampir saja celaka di tangannya Tiat To Hoat-ong. Dengan munculnya Ciu Pek
Thong, maka jiwa Yo Him dan Phang Kui In bisa diselamatkan.
Begitulah, setelah membawa Yo
Him dan Phang Kui In ke Siang-yang, Ciu Pek Thong menceritakan apa yang telah
terjadi dan menimpah diri dari kedua orang ini pada Yo Ko dan para orang-orang
gagah lainnya.
Gulungan surat yang ada di
sakunya Yo Him ternyata merupakan surat-surat penting dari rencana pihak
Mongolia yang merencanakan kapan dan bagaimana mereka akan menerobos penjagaan
di Siang-yang. Rupanya keempat perwira yang tengah tertidur di tangsi mereka,
dan juga telah dicuri surat-surat pentingnya tersebut, merupakan perwira-perwira
yang akan memimpin penyerangan pembukaan.
Dengan berhasilnya Yo Him
memperoleh surat-surat penting itu maka pihak tentara kerajaan Song berhasil
menyusun kekuatan yang jauh lebih sempurna dimana bagian-bagian yang merupakan
tempat-tempat yang lemah dan menjadi inceran dari pasukan tentara Mongolia yang
akan menyerbu masuk, telah di tempatkan pasukan tentara Song yang lebih banyak
jumlahnya.
Begitu juga Yo Ko bersama Kwee
Ceng, It-teng Taysu dan orang-orang gagah lainnya, telah mempersiapkan segala
keperluan untuk kekuatan mereka, dimana pihak tentara kerajaan Song telah
dikerahkan duaratus lie dari Siang-yang.
Kwee Ceng juga menganjurkan
agar tentara laskar dari penduduk pria Siang-yang yang telah dilatih, hanya
menjaga di dalam kota Siang-yang. Mereka akan dikerahkan jika pasukan prajurit
Song kekurangan tenaga, dimana mereka merupakan tenaga cadangan belaka.
Begitulah, dengan berhasilnya
Yo Him memperoleh sebagian dari rahasia rencana pihak Mongolia tersebut, dengan
demikian pihak tentara Song bisa menutupi kelemahan-kelemahan di pihak mereka.
Setelah mengatur segala yang perlu, Yo Ko dan Kwee Ceng beristirahat.
Namun menjelang tengah malam,
Yo Ko terbangun dari tidurnya karena mendengar suara ribut-ribut. Dengan ringan
tampak Yo Ko telah melompat dari pembaringannya, dan melewati jendela kamar ia
telah melompat ke atas genting.
Bangunan dimana Yo Ko
beristirahat, terdiri dari gedung bertingkat dua, dan di atas genting dari
tingkat kedua itu tampak beberapa sosok bayangan yang tengah berkelebat-kelebat
bertempur.
Yo Ko telah datang dengan
cepat, dan segera ia melihat Kwee Ceng dan juga It-teng Taysu, tengah bertempur
dengan empat orang yang berpakaian sebagai orang Han, namun wajah mereka lebih
mirip orang Mongolia.
Dengan demikian, Yo Ko segera
menyadari bahwa keempat orang tersebut tentunya merupakan empat orang mata-mata
dari pihak Mongolia.
Usia keempat orang itu
rata-rata telah enampuluh tahun, wajah mereka juga bengis sekali, dengan kumis
dan jenggot yang kasar disamping itu hidung mereka juga mancung dan bibir
mereka dower. Waktu itu keempat orang tersebut tengah berusaha menghadapi
serangan Kwee Ceng dan It-teng Taysu, dimana mereka tampaknya kelabakan dan
sibuk sekali berkelit kesana-kemari.
Gerakan mereka cukup gesit,
tetapi menghadapi dua orang tokoh sakti yang sangat tinggi kepandaiannya
seperti It-teng Taysu dan Kwee Ceng, keempat orang itu benar-benar tidak
berdaya untuk balas menyerang, mereka hanya bisa berkelit kesana kemari saja.
Dengan begitu, segera terlihat, tidak lama lagi tentu keempat orang tersebut
akan bisa dirubuhkan It-teng Taysu.
Yo Ko mengerutkan alisnya
waktu melihat cara bertempur keempat orang tersebut, ia memperhatikan ilmu
silat yang dipergunakan oleh empat orang itu. Walaupun tidak sesempurna ilmu
silat It-teng Taysu dan juga Kwee Ceng, namun kenyataannya keempat orang tersebut
memiliki kepandaian yang cukup tinggi dan bukan sembarangan.
„Siapakah mereka?” berpikir Yo
Ko di dalam hati. „Ternyata pihak Mongolia memiliki cukup banyak jago-jago yang
memiliki kepandaian tinggi.”
Waktu itu It-teng Taysu mulai
menggerakkan tangan kanannya, menyerang dengan ilmu It-yang-cie nya, gerakannya
perlahan, tetapi dari jari telunjuk It-teng Taysu seperti juga mengalir suatu
kekuatan yang mirip aliran listrik, yang menyambar-nyambar, membuat lawannya
merasakan sekujur tubuhnya seperti terkurung oleh selapis kekuatan yang dahsyat
tanpa bisa dilihatnya, memperlambat setiap gerakan dari mereka.
Keempat orang tersebut
sesungguhnya memang merupakan jago-jago yang sangat terkenal di Mongolia,
mereka memiliki kepandaian yang berimbang dengan Tiat To Hoat-ong. Malah
menurut ahli-ahli silat di Mongolia mungkin kepandaian keempat orang ini
menangi seurat dari Tiat To Hoat-ong. Cuma saja disebabkan keempat orang
tersebut jarang sekali menampakkan diri, dan lebih banyak hidup mengasingkan
diri di sebuah tempat, yang sunyi jauh dari keramaian, dengan demikian, membuat
mereka kurang terkenal dibandingkan dengan Tiat To Hoat-ong.
Terlebih lagi sekarang mereka
telah turun tangan berempat sekaligus, menggabungkan kepandaian mereka untuk
menghadapi It-teng Taysu dan Kwee Ceng dengan serentak, itulah sebabnya,
walaupun sangat tangguh, namun kenyataan Kwee Ceng dan It-teng Taysu tidak bisa
cepat-cepat merubuhkan mereka.
Keempat orang tersebut
masing-masing bernama Cieluna, Cieluni, Cieluka dan Cieluti. Keempat orang
tersebut telah diundang langsung oleh Kubilai Khan untuk membantu pasukan
Mongolia dalam rangka menyerbu ke daratan Tiong-goan. Sesungguhnya, keempat
jago Mongolia tersebut hendak menolak, namun setelah Kubilai Khan membujuk
mereka dengan panjang lebar, akhirnya keempat orang tersebut menerima undangan
Kubilai Khan, untuk membantu pihak Mongolia menghadapi jago-jago daratan
Tiong-goan.
Karena terjadinya peristiwa Yo
Him dan Phang Kui In yang berhasil mencuri surat rahasia dari rencana
penyerbuan mereka, dengan begitu Kubilai Khan telah mengutus keempat orang
tersebut untuk pergi ke Siang-yang, guna menyelusup dan menyelidiki kekuatan
lawan.
Cieluna, Cieluka, Cieluti dan
Cieluni, telah berangkat dan dengan mudah mereka telah berhasil menyelusup
masuk ke kota Siang-yang, melewati penjagaan kota tersebut. Mereka memang
memiliki kepandaian yang tinggi, dengan mudah mereka berkeliaran di kota
Siang-yang pada malam itu. Apa lagi mereka telah menyamar dengan memakai
pakaian orang Han.
Namun tanpa disengaja mereka
justru telah berlari-lari di atas genteng dari kamar It-teng Taysu, yang waktu
itu tengah bercakap-cakap dergan Kwee Ceng, walaupun hari telah larut malam.
Sebagai seorang yang telah
memiliki kepandaian sempurna dan pendengaran yang sangat tajam, It-teng Taysu
dan Kwee Ceng segera mendengar suara langkah kaki dari keempat orang jago
Mongolia itu dimana walaupun mereka berempat memiliki ginkang yang tinggi, tokh
It-teng Taysu dan Kwee Ceng tetap berhasil mendengar suara langkah kaki mereka.
Dengan ringan It-teng Taysu
dan Kwee Ceng melompat keluar dari kamar mereka dan menghadang jalan larinya
keempat orang Mongolia itu. Dengan begitu mereka jadi bertempur.
Tetapi setelah bertempur
sekian lama, ternyata kepandaian It-teng Taysu dan Kwee Ceng memang benar-benar
sangat tinggi, walaupun keempat orang itu telah memberikan perlawanan yang
mati-matian dan bersungguh-sungguh, namun lambat laun mereka terdesak juga.
Semakin lama keempat orang itu
semakin terdesak dan akhirnya mereka memberikan tanda dengan saling berseru
satu dengan yang lainnya menggunakan bahasa mereka, dimana mereka saling
memberitahukan jurus apa yang akan digunakan untuk mengepung It-teng Taysu dan
Kwee Ceng.
Itulah sebabnya Yo Ko
mendengar suara ribut-ribut tersebut.
It-teng Taysu dan Kwee Ceng
waktu melihat kedatangan Yo Ko. telah mengeluarkan suara yang girang, malah
Kwee Ceng telah berkata.
„Yo-jie, cepat bekuk keempat
orang ini, mereka mata-mata Mongolia!”
Yo Ko tidak menyahuti, tetapi
tubuhnya dengan gesit telah melompat ke tengah gelanggang pertempuran itu,
sambil lengan bajunya yang kanan telah mengebut akan menerpah tangan Cieluna.
Gerakan yang dilakukan Yo Ko
sangat cepat sekali, dan juga sinkang yang tersalurkan itu luar biasa
dahsyatnya, sehingga membuat Cieluna yang menerima serangan seperti itu,
terpaksa harus menangkis dengan mengerahkan sebagian besar tenaga dalamnya.
Namun tidak urung tubuh
Cieluna telah terhuyung, dan kemudian kakinya tergelincir waktu menginjak
tepian genting, dan ia terjerembab, meluncur jatuh dari atas genting itu. Dan
saat itu Cieluka, Cieluti dan Cieluni telah mengeluarkan suara seruan marah
waktu melihat Cieluna telah tergelincir jatuh dari atas genting. Ketiga orang
ini mengeluarkan suara teriakan nyaring, serentak mereka meluruk melancarkan
pukulan telapak tangannya masing-masing.
Ketiga jago Mongolia ini
menjagoi dunia persilatan Mongolia dengan ilmu andalan mereka yang diberi nama
Pukulan Telapak Tangan Biruang Putih, sekarang menghadapi Yo Ko, It-teng Taysu
dan juga Kwee Ceng. Mereka telah mempergunakan ilmu pukulan telapak tangan yang
mereka andalkan tersebut.
Yo Ko yang begitu menerjang
maju telah berhasil merubuhkan Cieluna, telah memperlihatkan bahwa
kepandaiannya memang sangat tinggi sekali dan kini menerima terjangan dari
Cieluka dan Cieluti, dimana kedua orang Mongolia ini telah melancarkan
serangan-serangan yang beruntun kepadanya, ia menghadapinya dengan tenang.
Sedangkan Cieluni tengah
menyerang It-teng Taysu, dan waktu itu pendeta dari Tayli tersebut telah
menggerakkan tangan kanannya memunahkan serangan Cieluni dengan It-yang-cienya.
Segera terlihat, betapa tubuh
Cieluni telah bergoyang-goyang seperti juga diterjang oleh suatu kekuatan yang
tidak tampak, namun dahsyat sekali. Dengan demikian tampak jelas, bahwa tenaga
It-yang-cie yang dipergunakan oleh It-teng Taysu sangat luar biasa, karena
pendeta tua tersebut telah mempergunakan sembilan bagian tenaga dalamnya. Dan
dengan bersuara „wutttt.....!” segera tampak tubuh Cieluni telah terpental dan
seperti Cieluna tadi, seketika itu juga tubuhnya meluncur jatuh.
Cieluka dan Cieluti yang
tengah bertempur dengan Yo Ko, juga bukannya menghadapi lawan yang ringan,
karena dua kali mereka melancarkan serangan, namun Yo Ko berhasil berkelit. Dan
setelah itu tampak Yo Ko telah mengebutkan lengan bajunya menghantam dada
Cieluka.
Dengan mengeluarkan suara
jeritan yang sangat nyaring, tubuh Cieluka telah terlempar ke tengah udara dan
kemudian jatuh terbanting ke atas tanah.
Berbeda dengan Cieluna dan
Cieluni yang tidak terluka di dalam, justru Cieluka ini telah terhantam begitu
kuat oleh serangan Yo Ko, sehingga ia terluka di dalam yang cukup berat.
Cieluti yang waktu itu masih
ingin melancarkan serangan nekad kepada Yo Ko, telah dihantam oleh Kwee Ceng,
yang menghantam dengan tangan kanannya.
Tampak telapak tangan Kwee
Ceng yang berisi tenaga lweekang sebanyak tujuh bagian bergerak secepat kilat,
Cieluti yang bermaksud akan menangkis sudah tidak keburu lagi, tubuhnya segera
ambruk menghantam genting, sehingga beberapa genting pecah berantakan. dan
tubuhnya meluncur turun.
Cieluna dan Cieluni telah
melompat memeriksa keadaan Cieluka dan Cieluti. Mereka melibat kedua saudara
mereka tersebut terluka di dalam.
„Asap mengepul.....” teriak
Cieluka dengan suara yang cukup nyaring kepada Cieluna dan Cieluni, maksudnya
meminta kepada dua saudaranya yang belum terluka itu melarikan diri.
Cieluna dan Cieluni tanpa
banyak bicara, telah menggendong tubuh Cieluka dan Cieluti. Mereka memang
bermaksud akan melarikan diri.
Tetapi baru beberapa kali
lompatan, diwaktu itulah Yo Ko telah melompat ke arah Cieluna sambil bentaknya:
„Berhenti!” Dan Yo Ko juga bukan hanya membentak begitu saja, ia telah
mengerahkan tangan kirinya, menghantam ke arah punggung dari Cieluna. Pukulan
yang dilakukan oleh Yo Ko membawa sambaran angin yang menderu.
Maka Cieluna tidak berani
memandang remeh, terpaksa ia menghentikan larinya dengan berjongkok ia telah
menekuk tangan kanannya, menyodok ke arah perut Yo Ko. Cieluna bergerak cukup
gesit, selain dia berkelit dari pukulan Yo Ko dengan sodokan siku tangannya,
membalas nyerang kepada Yo Ko.
Yo Ko mendengus perlahan,
tangan kirinja yang mengenai tempat kosong itu diputar, dia tidak menarik
pulang, hanya diturunkan dan menghantam lagi dengan tepat pada punggung Cieluka
yang berada dalam gendongan Cieluna.
„Dukkk…..” pukulan itu hinggap
keras sekali. Cieluka telah mengeluarkan suara jeritan. Dan pukulan tersebut
juga membuat tubuh Cieluna jadi terhuyung mundur beberapa langkah. Dengan
begitu, hampir saja dia bersama Cieluka rubuh terbanting.
Yo Ko telah tertawa dingin,
dia berkata: „Apa maksud kalian menyelusup kemari? Cepat serahkan diri!”
Cieluka telah mengatur jalan
pernapasannya, ia mengerahkan seluruh tenaganya, dan melirik ke sekitar tempat
itu. Ia melihatnya betapa di tempat tersebut telah berkumpul banyak sekali
jago-jago persilatan.
Ciu Pek Thong sendiri yang
terbangun, dari tidurnya waktu mendengar suara ribut-ribut telah keluar dan
melompat ke atas genting. Waktu itu kebetulan Cieluni tengah berlari ingin
meninggalkan tempat tersebut dengan membawa Cieluti. Di saat itulah Ciu Pek
Thong sambil tertawa jenaka telah berkata dengan suara yang dingin: „Hemm,
hemmm, mau kemana kau?” Sambil berkata begitu, tangan kanan Ciu Pek Thong cepat
sekali terulur akan mencengkeram punggung Cieluni.
Cieluni mana mau membiarkan
punggungnya kena dicengkeram seperti itu. Cepat-cepat ia melompat ke samping
kiri lalu melompat lagi ke wuwungan genting yang lainnya.
Tetapi Ciu Pek Thong telah
melompat mengejarnya, dan dalam waktu yang singkat ia telah berhasil berada di
dekat Cieluni. Dengan cepat ia mempergunakan tangan kanannya menghantam lagi.
Pukulan yang dipergunakan oleh Ciu Pek Thong bernama Lutung Menggaruk pinggul,
dan diwaktu itulah ia telah menghantam ke dekat pinggang Cieluni.
Hantaman yang dilancarkan oleh
Ciu Pek Thong itu memiliki tenaga lweekang yang sangat kuat sekali, dan
menyambar dengan dahsyat, sehingga membuat Cieluni jadi tidak bisa mengelakkan
lagi, menghantam tepat sekali pada pinggulnya, membuat dia mengeluarkan suara
pekikan yang nyaring, bersama-sama dengan Cieluni, ia telah meluncur jatuh ke
bawah, terbanting di atas tanah.
Belum sempat dia merangkak
untuk bangun kembali ia diserang lagi oleh Ciu Pek Thong yang tiba di dekatnya
dengan cepat sekali, malah Ciu Pek Thong sambil menyerang, kaki kanannya juga
menendang. Cieluni mau mengelakkan diri, tetapi terlambat, jalan darah
Go-sie-hiat nya telah kena ditotok tepat sekali, tubuhnya segera terjungkel
rubuh.
Cieluti yang berada dalam
gendongannya juga telah terlepas dan terbanting. Diwaktu itulah tampak Cieluni
berusaha untuk menggerakkan kedua tangan dan kakinya, namun dia merasakan kedua
tangan dan kakinya kaku tidak bisa digerakkan, sehingga ia jadi mengeluh
berputus asa.
Sedangkan Cieluti yang
menggelinding jatuh dari gendongan Cieluni, berusaha merangkak bangun ia telah
terluka di dalam, sebagian tenaga dalamnya telah punah. Tetapi diwaktu itu,
sebelum Cieluti sempat untuk berdiri, Ciu Pek Thong sambil mengeluarkan suara
tertawa yang nyaring, telah menotok lagi tepat mengenai pada jalan darah
Sung-lie-hiat nya, maka tidak ampun lagi tubuh Cieluti telah terkulai rubuh
tidak bisa bergerak pula.
Cui Pek Thong tertawa
bergelak-gelak dengan suara yang sangat nyaring sekali.
Dalam keadaan seperti itu
segera terlihat Yo Ko telah tiba di bawah juga telah berhasil merubuhkan
Cieluna yang juga ditotoknya.
Seketika itu datang belasan
tentara kerajaan Sung, yang menjaga tempat tersebut dan segera membawa keempat
orang mata-mata Mongolia itu untuk dipenjarakan guna nanti diperiksa dikorek
keterangan dari mulut mereka.
Para orang gagah yang berpihak
pada kerajaan Song tersebut di bawah pimpinan Yo Ko, segera mengadakan
perundingan. Mereka membicarakan hal yang penting, dalam rangka menghadapi
serbuan dari tentara Mongolia, yang mereka duga tentu tidak akan lama lagi
terjadi. Ancaman serbuan dari tentara Mongolia itu memang sangat berbahaya,
karena waktu itu kerajaan Song tengah dalam keadaan lemah. Kaisar mereka gemar
berfoya-foya dan berpelesiran, karena itu negeri tidak dapat diaturnya dengan
baik. Disamping itu, Yo Ko juga memiliki kekuatan tentara yang tidak begitu
besar, hanya disebabkan memperoleh bantuan para orang-orang gagah yang umumnya
mencintai negeri dan memiliki kepandaian sangat tinggi, maka Yo Ko masih
memiliki harapan akan dapat menghadapi ancaman serbuan dari tentara Mongolia.
Sedangkan Kubilai Khan telah
berhasil menghimpun kekuatan yang luar biasa besarnya, karena selama enambelas
tahun Kubilai Khan memang telah berusaha memupuk kekuatan untuk kembali
menyerang dan menaklukan Tiong-goan.
Ketidak seimbang kekuatan
tersebutlah yang membuat para orang-orang gagah yang mencintai negeri tersebut,
di bawah pimpinaa Yo Ko, harus mencari jalan yang sebaik-baiknya, kelak jika
sampai tentara Mongolia tersebut menyerbu ke daerah Tiong-goan, mereka bisa
menghadapinya sebaik mungkin.
◄Y►
Rupanya saat-saat yang
dikuatirkan oleh Yo Ko dan para orang-orang gagah lainnya yang mencintai negeri
itu, telah tiba juga, karena pasukan tentara Mongolia di bawah pimpinan Kubilai
Khan telah menyerbu dengan kekuatan yang berlimpah-limpah.
Selama tiga bulan lamanya,
tentara Song yang dibantu oleh para orang-orang gagah tersebut mengadakan
perlawanan, namun akhirnya mereka tidak berhasil melindungi kota Siang-yang
tersebut yang mulai bobol oleh terobosan pasukan lawan.
Dua pintu kota Gu-moy dan
Cie-khu telah berhasil direbut oleh tentara Mongolia. Dan hanya enam pintu
Siang-yang yang masih diduduki oleh tentara Song.
Kubilai Khan yang memimpin
penyerbuan tersebut telah mengadakan penyerbuan yang benar-benar hebat. Pasukan
Mongolia bagaikan gelombang laut yang sudah tidak terbendung lagi, telah
menyerbu terus-menerus siang dan malam, berusaha merebut Siang-yang.
Begitu juga, terpisah beberapa
lie dari Siang-yang, Kubilai Khan telah mendirikan sebuah perbentengan darurat.
Tanpa mengurangi kekuatan tentaranya yang melakukan penyerbuan itu, Kubilai
Khan telah mempersiapkan perbentengan itu selama dua bulan, dan begitu
perbentengan darurat tersebut selesai, seluruh inti kekuatan dari pasukan
tentara Mongolia di tempatkan disitu.
Penyerbuan dari pasukan
tentara Mongolia tersebut dibagi tiga jurusan. Yaitu sayap kanan dipimpin oleh
beberapa orang keponakan Kubilai Khan, sedangkan sayap kiri telah dipimpin oleh
beberapa orang jenderalnya, dan barisan tengah, yang merupakan barisan inti dan
pendobrak, dipimpin sendiri oleh Kubilai Khan, dimana ia juga didampingi oleh
jago-jagonya selain para panglimanya. Tiat To Hoat-ong selalu mendampingi Khan
nya tersebut. Disamping Tiat To Hoat-ong masih terdapat belasan orang jago-jago
yang memiliki kepandaian tinggi sekali.
Peperangan yang terjadi dan
tengah bergolak di Siang-yang tersebut, merupakan peperangan yang kalut sekali,
karena tentara kerajaan Song berulang kali telah berhasil dipukul mundur dan
pecah berantakan pertahanannya. Sedangkan pasukan tentara Mongolia yang
melakukan penyerbuan dengan besar-besaran, dan bagaikan gelombang laut yang
tidak terbendung itu, siang dan malam menggempur terus kota Siang-yang, dengan
tidak memperdulikan korban jiwa yang berjatuhan sangat banyak sekali.
Rupanya memang Kubilai Khan
telah bertekad, bahwa penyerbuan kali ini harus berhasil. Karena dia telah
mempersiapkan segalanya selama enambelas tahun, ia telah mengaturnya dengan
seksama dan teliti sekali. Maka dari itu, bagaikan tidak ada habis-habisnya tentara
Mongolia tersebut bagaikan semut terus maju membanjiri Siang-yang. Jatuh atau
tidaknya Siang-yang, memang terletak dari kekuatan yang dihimpunnya.
Karena kegagalan Mangu waktu
melakukan penyerbuan ke Siang-yang tersebut, merupakan pelajaran pahit buat
Kubilai Khan. Dan selama enambelas tahun ia mempelajari sebab musabab dari
kegagalan tersebut. Itulah sebabnya Kubilai Khan telah berhasil meneliti dengan
sebaik-baiknya cara yang paling ampuh unruk dapat merebut Siang-yang.
Tetapi disebabkan tentara kerajaan
Song tersebut yang bertahan di Siang-yang dibantu oleh para orang gagah yang
memiliki kepandaian umumnya tinggi disamping itu juga mereka umumnya memiliki
kecerdasan dan kepandaian mengatur posisi dan kedudukan mereka, membuat Kubilai
Khan tidak bisa begitu mudah saja merebut Siang-yang.
Jika saja tentara Song
tersebut tidak memperoleh dukungan dan bantuan dari para orang-orang gagah
pencinta negeri tersebut, jelas mungkin hanya dalam satu atau dua bulan saja
Siang-yang akan jatuh ke tangan Mongolia.
Namun Kubilai Khan tidak turun
semangatnya waktu melihat betapa tentaranya diwaktu tiga bulan lebih masih
belum bisa menundukkan pihak lawan. Walaupun mereka telah mengadakan penyerbuan
besar-besaran, tokh kenyataan Siang-yang belum berhasil dijatuhkan mereka.
Jatuh atau tidaknya kerajaan
Song oleh serbuan-serbuan tentara Mongolia itu memang tergantung dari jatuh
atau tidaknya kota Siang-yang tersebut. Jika Siang-yang berhasil direbut oleh
Kubilai Khan, niscaya kerajaan Song akan porak-poranda direbut oleh Kubilai
Khan.
Tetapi ketika telah lewat
sebulan lagi, waktu memasuki bulan kelima, telah tiga buah pintu kota
Siang-yang yang terjatuh di tangan pasukan Kubilai Khan, yaitu pintu sebelah
timur, tenggara dan barat.
Dengan berhasilnya Kubilai
Khan merebut tiga pintu kota, posisi dari tentara kerajaan Song telah
terpojokkan dan dengan demikian, pertahanan mereka semakin melemah juga dan
diwaktu itulah Kubilai Khan telah memperhebat terjangan dan serbuannya.
Yo Ko dan para orang-orang
gagah yang membantu tentara kerajaan Song tersebut, mulai melihat bahwa mereka
tidak mungkin bisa bertahan lebih lama lagi. Paling tidak hanya satu bulan
lagi, Siang-yang akan terjatuh ke tangan musuh.
Hal itu disebabkan kerena
tentara kerajaan Song semakin berkurang jumlahnya, jika semula meliputi
seratusribu tentara, kini hanya tertinggal tidak lebih dari duapuluh ribu
prajurit saja.
Dan juga para laskar, yaitu
tentara cadangan yang terdiri dari penduduk pria Siang-yang tersebut, telah
banyak yang berjatuhan sebagai korban. Terlebih lagi pasukan tentara laskar dan
tentara kerajaan Song tersebut telah menurun sekali semangat tempurnya sebab
melihat telah banyak kawan-kawan mereka yang berguguran di tangan musuh.
Untuk membangkitkan semangat
bertempur dari para tentara yang telah kehilangan semangat juang itu, Yo Ko dan
para orang-orang gagah lainnya telah turun ke medan laga dan memimpin langsung
tentara Song itu.
Tetapi sejak kematian Jenderal
Kiang Cu Gie dimana jenderal tersebut telah terpanah musuh waktu memimpin pertempuran
di pintu barat, maka tentara kerajaan Song sudah kacau balau. Terlebih lagi,
walaupun Kwee Ceng, Yo Ko dan orang-orang gagah lainnya yang mencinta negeri
tersebut memiliki kepandaian sangat tinggi dan kecerdikan dalam mengatur posisi
kedudukan mereka, tokh mereka bukan termasuk orang peperangan, dengan demikian
mereka telah diliputi kepanikan waktu melihat pertahanannya mulai berantakan.
Dengan demikian, Yo Ko dan
It-teng Taysu bersama dengan para orang-orang gagah lainnya, sering mengadakan
perundingan siang dan malam, untuk mengadakan perembukan mengatasi persoalan
tersebut. Mengingat akan jumlah kekuatan mereka yang semakin menyusut, akhirnya
mereka membentuk barisan berani-mati, dimana mereka telah menyusunnya terdiri
dari sisa para tentara kerajaan Song yang ada dan juga para orang-orang gagah
yang memiliki kepandaian cukup tinggi.
Tetapi pasukan berani mati
tersebut hanya berhasil membobolkan penyerbuan tentara Kubilai Khan sebanyak
dua kali tetapi korban yang jatuh pada pihak pasukan berani mati tersebut juga
banyak sekali jumlahnya.
Dengan begitu, akhirnya waktu
selama lima hari, siang dan malam Kubilai Khan mengerahkan seluruh kekuatan
pasukannya melancarkan serangan yang paling hebat, Siang-yang sudah tidak bisa
dipertahankan lagi. Banyak tentara Mongolia yang telah berhasil menyerbu masuk
ke dalam Siang-yang, menyebar api membakar apa saja, gedung dan bangunan yang
termakan api menimbulkan kepanikan bagi para laskar dan wanita-wanita di kota
tersebut.
Akhirnya Siang-yang berhasil
direbut oleh Kubilai Khan.
Di dalam sejarah memang tercatat,
enambelas tahun sejak kegagalan Mangu merebut Siang-yang, maka Kubilai Khan
berhasil menguasai Siang-yang dan kemudian merebut dan menundukkan kerajaan
Song tersebut.
Sedangkan para orang-orang
gagah yang tidak berhasil untuk bantu melindungi Siang-yang akhirnya telah
terpencar dalam kekacauan yang terjadi di medan peperangan tersebut. Kekalutan
yang terjadi karena terjatuhnya Siang-yang ke tangan Kubilai Khan, telah
membuat orang-orang gagah itu tercerai berai dan kemudian mereka baru bisa bertemu
setelah peperangan usai.
Yo Ko, Siauw Liong Lie, Yo
Him, Ciu Pek Thong, dan It-teng Taysu, berada dalam satu rombongan. Sedangkan
Kwee Ceng, Oey Yong, Phang Kui In, dan beberapa tokoh persilatan lainnya,
tergabung dalam satu rombongan pula. Dan begitu juga masih terdapat banyak para
pendekar rimba persilatan lainnya yang tergabung dalam rombongan lainnya.
Sedangkan sisa dari tentara
kerajaan Song, telah bercerai-berai dan mereka tidak mengetahui harus kemana.
Terlebih lagi empat bulan kemudian, kerajaan Song telah runtuh dan seluruh
daratan Tiong-goan telah terjatuh ke dalam tangan Kubilai Khan, yang berkuasa
penuh di daratan Tiong-goan dan juga diwaktu itulah Kubilai Khan telah mengatur
pemerintahannya dengan tangan besi selama tiga bulan, barulah negeri menjadi
aman kembali.
◄Y►
Setelah lewat satu tahun, Yo
Ko dan beberapa orang-orang gagah lainnya, berhasil bertemu satu dengan yang
lainnya. Tetapi mereka sangat berduka dengan jatuhnya Siang-yang dan
berkuasanya Kubilai Khan, bangsa asing di tanah air mereka. Setelah berunding,
mereka memutuskan untuk berkumpul di Tho-hoa-to, untuk memberitahukan juga
perkembangan yang terjadi pada tocu Tho-hoa-to tersebut.
Yo Ko disamping itu juga
mendidik Yo Him dengan segala ilmu yang ada padanya, begitu pula Siauw Liong
Lie dan tokoh-tokoh persilatan lainnya.
Ciu Pek Thong memang dasar
berandalan dan nakal, ia selalu bermain dengan Yo Him. Tetapi Yo Him memperoleh
suatu keuntungan juga dari pergaulannya yang akrab dengan Ciu Pek Thong, karena
diwaktu itu justru Ciu Pek Thong telah mewarisi seluruh kepandaian yang
dimilikinya kepada Yo Him.
Ciu Pek Thong walaupun
berandalan dan juga jenaka, ia merupakan seorang yang berpikiran panjang. Ia
telah berpikir usianya mulai lanjut dan mungkin dalam beberapa tahun mendatang
ia akan masuk lobang kubur. Itulah sebabnya, karena ia tidak memiliki seorang
muridpun juga ia telah mewarisi seluruh kepandaiannya kepada Yo Him.
Dengan menerima warisan dari
berbagai tokoh sakti yang menurunkan berbagai ilmu yang hebat-hebat, dengan demikian
Yo Him benar-benar telah tertempa menjadi seorang yang memiliki kepandaian
sangat tinggi sekali. Bahkan akhir-akhir ini Yo Him merupakan seorang jago muda
yang memiliki kepandaian jarang ada tandingannya.
Yo Him juga telah diberikan
nasehat-nasehat oleh para orang-orang gagah tersebut, agar ia mempergunakan
kepandaiannya itu untuk kebaikan, dimana harus membela pihak yang lemah dan
benar dari tindasan si kuat namun jahat.
Oey Yok Su, tocu dari
Tho-hoa-to tersebut, yang memang memiliki perangai aneh sekali, telah merasa
sayang pada Yo Him. Dia menyukai pemuda tersebut. Memang Oey Tocu tersebut
memiliki seorang putri, yaitu Oey Yong, yang telah diwarisi seluruh
kepandaiannya, namun Oey Yong tetap seorang wanita. Sekarang dihari tuanya, ia
tidak memiliki orang yang cocok untuk mewarisi seluruh kepandaiannya.
Memang dulu Oey Yong Su pernah
menerima beberapa orang murid, seperti Bwee Tiauw Hong, Ko Seng Hong dan
lain-lainnya, tetapi akibat perbuatan Bwee Tiauw Hong yang telah mencuri kitab
Kiu-im-cin-keng membuat Oey Yok Su mengumbar kemarahannya dengan menghajar
patah kaki dari seluruh muridnya.
Maka sejak saat itu, hanya Oey
Yong dan cucu-cucunya, yaitu Kwee Hu dan Kwee Siang, yang telah menerima
sebagian dari ilmunya. Tetapi mereka umumnya tidak menerima seluruh
kepandaiannya. Disebabkan itu pula, akhirnya Oey Yok Su telah memutuskan, untuk
mewariskan seluruh kepandaiannya kepada Yo Him.
Maksud hatinya itu telah
disampaikan kepada Yo Ko dan orang-orang gagah yang berada di pulau Tho-hoa-to
tersebut. Semuanya menyambut hasrat dari tokoh persilatan yang memiliki
kepandaian luar biasa itu dengan hati yang girang sekali.
Begitulah, upacara
pengangkatan guru dan murid telah dipersiapkan. Dengan bersembahyang, Oey Yok
Su telah diangkat menjadi guru oleh Yo Him, dan sejak saat itulah Yo Him
menerima didikan langsung dari Oey Yok Su, dimana seluruh kepandaian Oey Yok Su
telah diturunkan kepada pemuda tersebut.
Karena Yo Him telah memiliki
kepandaian yang tinggi dari berbagai aliran, maka ia tidak memperoleh kesulitan
waktu menerima pelajaran ilmu silat dari Oey Yok Su. Tetapi walaupun demikian,
masih memakan waktu dua tahun.
Selama itu, telah banyak para
orang-orang gagah yang pamitan kepada Oey Tocu. Mereka ingin kembali ke tempat
mereka masing-masing.
Yo Ko dan Siauw Liong Lie juga
telah kembali ke tempat pengasingan mereka, dengan hanya didampingi Siauw Goat
Lan, putri angkat Siauw Liong Lie dan Yo Ko.
Kwee Ceng dan Oey Yong telah
berdiam sebulan lagi lamanya di pulau Tho-hoa-to dan akhirnya mereka pun
kembali ke tempat kediaman mereka, meninggalkan pulau tersebut.
Yo Him akhirnya hanya ditemani
oleh Ciu Pek Thong selama ia menuntut ilmu pada Oey Yok Su.
Dengan adanya Ciu Pek Thong,
hati Oey Yok Su agak terhibur juga. Karena dalam melewati hari tuanya itu, ia
sempat bergembira bermain catur dengan Loo-boan-thong. Terlebih lagi waktu
Loo-boan-thong, si tua jenaka tersebut, yang mulai lenyap keberandalannya di
saat hari-hari tuanya tersebut, menyatakan bahwa ia ingin melewati hari tuanya
dengan tenang mendampingi Oey Yok Su di pulau Tho-hoa-to tersebut.
Oey Yok Su segera meluluskan
permintaan Ciu Pek Thong, yang meminta diijinkan untuk selanjutnya berdiam di
pulau tersebut.
„Loo-boan-thong, ternyata
sikap jenakamu masih belum juga lenyap!” kata Oey Yok Su sambil tertawa.
„Engkau tentu tidak akan betah berdiam di tempat sunyi seperti ini. Kukira ada
baiknya engkau memikirkannya dua kali. Untuk aku, memang dengan sepasang tangan
terbuka mengijinkan engkau untuk menetap di pulau Tho-hoa-to ini, tetapi engkau
sendiri, apakah engkau akan sanggup selanjutnya melewati hari tuamu di pulau
yang sepi ini?”
Ciu Pek Thong tertawa.
„Oey Losu, untuk persoalan
ini, kukira sebelum aku meminta ijin darimu, aku telah memikirkannya
masak-masak, dan juga memang aku pun telah berkeputusan tetap, untuk melewati
hari-hari tuaku dalam mendampingimu setiap hari bermain catur sambil minum
arak. Bukankah hal itu merupakan kejadian yang menggembirakan sekali?”
Oey Yok Su tersenyum lebar, ia
mengangguk.
„Baiklah, syukur jika memang
engkau bermasud hendak menemani aku melewati hari-hari tua di tempat sunyi ini.
Coba jika dulu engkau mengatakan untuk menetap di pulau Tho-hoa-to ini, tentu
engkau akan kukurung lagi di dalam goa dekat kuburan isteriku.”
Kedua tokoh persilatan yang
masing-masing memang telah berusia lanjut sekali. Memang dengan adanya Ciu Pek
Thong di tempat tersebut Oey Yok Su, Si tua yang sesat dan memiliki perangai
yang aneh sekali tidak perlu merasa kesunyian lagi…..
◄Y►
Telah dua tahun Yo Him
menuntut ilmu pada Oey Yok Su, dan akhirnya seluruh kepandaian Oey Yok Su telah
berhasil diwarisinya dengan baik. Sebagai seorang pemuda yang menerima
pelajaran ilmu silat dari berbagai aliran, dan juga dari tokoh-tokoh persilatan
yang tangguh, disamping itu sebagai putera dari Sin-tiauw Tayhiap Yo Ko dan
Siauw Liong Lie yang memiliki kepandaian luar biasa tingginya, Yo Him memang
merupakan seorang pemuda yang beruntung sekali, dimana ia kini telah menjadi
seorang pendekar muda yang mungkin tidak ada duanya.
Yo Him juga rajin sekali
melatih diri dan dia telah berhasil merampungkan seluruh pelajaran yang
diberikan oleh Oey Yok Su. Setelah lewat satu bulan lagi, Oey Yok Su
memerintahkan Yo Him untuk mengembara, meninggalkan Tho-hoa-to.
„Engkau masih muda usia,” kata
Oey Yok Su waktu Yo Him menyatakan keberatan guna melaksanakan perintah gurunya
tersebut. „Dan engkau masih memiliki masa depan yang panjang..... disamping
itu, engkau juga perlu sekali untuk mencari pengalaman, memperdalam
kepandaianmu. Kepandaian-kepandaian yang engkau telah terima, semua itu
merupakan ilmu nomor wahid, tetapi tanpa pengalaman dan latihan-latihan jangan
harap engkau bisa memperoleh kesempurnaan!”
Akhirnya Yo Him tidak bisa
menolak juga perintah dari gurunya tersebut. Waktu tiga hari kemudian ia akan
berangkat meninggalkan Tho-hoa-to, Yo Him telah berpelukan dan bertangisan
dengan Ciu Pek Thong.
Begitu juga Ciu Pek Thong, si
tua berandalan yang mulai alim tersebut, ia telah berkata dalam sesenggukannya:
„Adikku…. engkau harus
baik-baik membawa diri..... dan jika memang engkau memiliki kesempatan dan
waktu luang, sering-sering engkau menengoki Toako dan suhumu.”
Yo Him mengangguk.
„Adikmu berjanji, Toako.....!”
kata Yo Him kemudian.
Begitulah, dengan diantar oleh
Ciu Pek Thong dan Oey Yok Su, maka Yo Him telah mempergunakan sebuah perahu
untuk belayar mengarungi lautan. Pulau Tho-hoa-to akhirnya telah semakin jauh
ditinggalkannya dan akhirnya lenyap dari pandangan matanya.
Yo Him telah mengembara ke
berbagai kota di daratan Tiong-goan. Diapun mengunjungi tempat-tempat yang
indah, dimana ia telah pesiar sambil mengunjungi ahli-ahli silat ternama, untuk
menghunjuk hormatnya.
Tetapi yang membuat Yo Him
tidak puas hatinya, dia melihat betapa banyak sekali rakyat jelata yang hidup
dalam kemelaratan. Itulah akibat yang ditinggalkan oleh peperangan, dengan
demikian membuat Yo Him jadi tidak puas menyaksikan semua itu, dan dia berusaha
untuk mencari kekayaan dari para hartawan jahat untuk dibagikan kepada rakyat
jelata yang hidup dalam kemiskinan tersebut.
Dengan perbuatannya itu, telah
membuat nama Yo Him semakin terkenal, dimana Sin-tiauw-thian-lam sangat
ditakuti oleh para hartawan, tetapi sangat dimuliakan dan disanjung oleh rakyat
jelata.
Dan ada satu lagi yang membuat
Yo Him tidak puas. Sejak Kubilai Khan menguasai daerah Tiong-goan, yang
terkenal sebagai kerajaan Boan-ciu, maka seluruh rakyat di daratan Tiong-goan
telah diwajibkan mengepang rambutnya, yang dikuncir panjang.
Memang pertama kali peraturan
tersebut dikeluarkan banyak rakyat Tiong-goan yang menentangnya, karena mereka
tidak mau mengikuti cara menghias rambut mereka dengan cara orang-orang
Boan-ciu. Namun Kubilai Khan mengeluarkan peraturannya tersebut dengan tangan
besi, dimana jika terdapat orang yang tidak mematuhinya, segera ditangkap dan
dihukum pancung kepala. Dengan demikian, akhirnya semua orang-orang yang semula
menentang peraturan tersebut, terpaksa mereka menuruti dan mematuhinya.
Begitulah, sejak itu kebiasaan
mengkuncir rambut, yang dikepang panjang, dijalin seperti tau-cang, telah
menjadi kewajiban untuk setiap pria di daratan Tiong-goan.
Tetapi Yo Him sendiri tidak
mau mengkepang rambutnya ia telah memakai pengikat kepala, dimana rambutnya
tetap dikonde. Di samping itu, Yo Him juga telah melakukan banyak sekali
perbuatan-perbuatan mulia dan di atas keadilan, sehingga nama
Sin-tiauw-thian-lam Yo Him semakin terkenal saja. Terlebih lagi memang
kepandaian Yo Him yang luar biasa tingginya, dan selama itu belum juga pernah
menemui tandingnya.
Sampai disini selesailah kisah
Sin-tiauw-thian-lam, dan untuk selanjutnya para pembaca dapat mengikuti
lanjutan cerita ini dalam kisah Biruang Salju.
T A M A T
Sebagai kelanjutan dari kisah
Sin-tiauw-thian-lam yang telah tamat,
maka ikutilah cerita
Biruang salju,
dimana akan diceritakan berbagai peristiwa pengalaman Yo Him, dan jago-jago
rimba persilatan dijamannya tahun-tahun pertama berkuasanya kerajaan Boan-ciu,
yang menjajah daratan Tiong-goan. Disamping akan muncul banyak sekali
tokoh-tokoh persilatan yang memiliki ilmu mujijat, juga di dalam kisah ini akan
ditemui bermacam-macam peristiwa aneh, jenaka dan percintaan yang halus.