10 Keganasan Racun Sam-hun-tok
Ternyata Yo Him sejak
meninggalkan Tho-hoa-to telah mengembara di dalam dataran Tiong-goan. Dengan
begitu Yo Him hendak menghibur hati, karena ia berduka sekali jika membayangkan
betapa kerajaan Song telah terjatuh ke dalam tangan Kublai Khan. Dengan
demikian, maka Yo Him semakin tak memperdulikan keadaan perkembangan
pemerintahan di saat itu, di mana Kublai Khan telah mengeluarkan
peraturan-peraturan, yang mengharuskan rakyat di Tiong-goan mengkepang
rambutnya, juga harus bicara mempergunakan bahasa Mongolia. Dan pula mengenai
pajak-pajak yang membebani rakyat.
Semua itu semakin dilihat
semakin mendatangkan kesedihan di hati Yo Him. Pemuda ini hanya bertekad, jika
ia bertemu dengan peristiwa yang tak adil, maka ia akan membantunya, turun
tangan membereskannya, tetapi sama sekali Yo Him tidak bermaksud untuk
mencampuri soal-soal yang menyangkut urusan kepemerintahan.
Tentang peraturan yang juga
dikeluarkan Kublai Khan, bahwa rakyat di daratan Tiong-goan harus mengkepang
rambutnya, pun tak dipatuhi oleh Yo Him, di mana ia hanya mengikat rambutnya
dan kemudian dia memakai sebuah kopyah. Dengan kepandaiannya yang tinggi,
memang Yo Him bisa melakukan banyak sekali perbuatan-perbuatan mulia, membela
yang lemah tertindas dari si kuat tetapi jahat.
Dengan begitu, Yo Him bisa
terhibur juga hatinya, karena dirinya memiliki kepandaian yang tinggi seperti
itu, ia sama sekali tidak pernah menemui kesulitan dalam melakukan segala
tindakan-tindakannya. Dengan demikian, nama Yo Him semakin terkenal saja,
dengan julukannya Sin-tiauw-thian-lam, Rajawali Sakti dari Langit Selatan.
Sekarang dengan ikut sertanya
Ko Tie, Yo Him mengajak anak tersebut ke tempat yang indah, untuk pesiar dan
menikmati keindahan alam yang ada. Dengan Begitu, Yo Him berusaha untuk
menghibur anak ini agar riang gembira.
Ko Tie juga melihat bahwa Yo
Him sangat sayang padanya. Hanya hatinya sering merasa berduka jika ia teringat
kepada Lie Su Han, pamannya. Ia menguatirkan keselamatan dan kesehatan pamannya
tersebut.
Sering Ko Tie menyatakan
kepada Yo Him perasaannya itu, dan Yo Him mengatakan, bahwa mereka kelak akan
mencari Lie Su Han, paman Ko Tie tersebut. Tetapi Ko Tie ketika ditanya Yo Him
di mana tempat Lie Su Han ini, juga tidak mengetahuinya. Dan juga Ko Tie memang
tidak mengetahui dari Siang-yang pamannya itu akan pergi ke mana.
Selama mengajak Ko Tie
melakukan perjalanan bersama dengannya, Yo Him juga telah menurunkan sejurus
dua jurus ilmu silat, pada dasarnya. Ia juga telah melatih ilmu meringankan
tubuh anak kecil itu.
Ko Tie ternyata memiliki otak
yang cukup terang. Walaupun tidak terlalu luar biasa, namun iapun bukan seorang
anak yang bodoh. Setiap pelajaran ilmu silat yang diajarkan Yo Him dapat
diterimanya dengan baik. Dengan demikian Yo Him jadi bergembira dan bersemangat
mendidik anak itu. Beberapa macam ilmu pukulan kepalan tangan kosong, telah
diajarkan juga kepada anak tersebut.
Hari itu mereka berada di
propinsi Kwie-cu, di mana mereka berada di luar kota Lung-an-kwan, terpisah
puluhan lie di sebuah tegalan rumput yang tumbuh cukup lebar. Yo Him dan Ko Tie
tengah melakukan perjalanan dengan sikap yang gembira dan juga telah
bercakap-cakap juga. Banyak yang diceritakan Yo Him mengenai keadaan di rimba
persilatan. Terutama sekali Yo Him menceritakan kepada Ko Tie mengenai
peperangan di Siang-yang, di mana saat-saat jatuhnya kota tersebut ke dalam
tangan Kubilai Khan.
Sedang mereka bercakap-cakap
sambil melakukan perjalanan, di waktu itu dari arah belakang mereka terdengar
suara derap langkah kaki kuda, yang tengah mencongklang cepat sekali. Dan juga
tidak lama kemudian, waktu Yo Him dan Ko Tie menoleh ke belakang, mereka
melihat seekor kuda berbulu kuning kecoklatan tengah berlari dengan cepat dan
gesit sekali. Tubuh kuda itu tinggi besar, merupakan potongan kuda Mongolia.
Yo Him menarik tangan Ko Tie,
yang diajaknya minggir, karena Yo Him melihat kuda itu mencongklang cepat
sekali menuju ke arah mereka. Seperti juga akan menerjang mereka.
Penunggang kuda tersebut
seorang lelaki bertubuh tinggi besar, memelihara berewok yang tebal dan kaku,
dengan kopiah yang melesak menutupi kepalanya dan juga dengan pakaian yang
singset berwarna hitam. Tetapi waktu itu ia melarikan kuda tunggangannya itu
dengan tubuh yang agak dibungkukkan, tangan kirinya memegang tali les, sedang
tangan kanannya memegangi dadanya, dari mana mengucur darah merah membasahi
tangannya. Rupanya penunggang kuda itu tengah terluka pada dadanya oleh senjata
tajam.
Ketika kuda tunggangannya
berlari cepat akan melewati Yo Him dan Ko Tie. Di saat itulah tampak lelaki
berewokan tersebut sudah tak bisa mempertahankan dirinya. Tubuhnya
bergoyang-goyang dan akhirnya telah terlempar dari punggung kudanya, terbanting
di atas rumput yang cukup tebal.
Yo Him mengerutkan alisnya, ia
cepat-cepat mengajak Ko Tie menghampiri. Di waktu itu, ia telah melihat lelaki
berewok tersebut telah rebah telentang di atas rumput dengan napas yang lemah
sekali. Wajahnya yang garang itu pucat sekali dan tangannya masih memegangi
luka di dadanya, mulutnya yang tampaknya kering itu telah mengeluh perlahan,
keluhan kesakitan.
Kuda tunggangan orang tersebut
telah berlari cepat sekali, mencongklang terus walaupun majikannya telah
terbanting jatuh di rumput. Sekejap mata saja kuda tunggangan tersebut telah
lenyap dari pandangan mata.
Yo Him berjongkok untuk
memeriksa keadaan orang tersebut. Ia melihat luka di dada lelaki itu cukup
besar, di mana di bagian dadanya itu merobek ke arah dada kiri dan juga seperti
telah terluka di bagian dadanya itu oleh tabasan mata pedang. Dan waktu itu.
lelaki berewokan tersebut tengah mengeluh dengan suara yang perlahan sekali:
“Air...... Air.....!”
Yo Him cepat-cepat mengambil
kantong airnya, membuka tutupnya dan memberi minum kepada orang tersebut.
Setelah cukup banyak meneguk air, kesegaran lelaki berewok itu agak pulih dan
ia menoleh memandang sayu pada Yo Him tanyanya dengan suara lemah: “Siapa......
siapakah Kongcu.....?! Terima kasih....... terima kasih atas pertolongan yang
diberikan olehmu!”
Yo Him mengulapkan tangannya,
katanya: “Jangan berkata begitu. Sudah kewajiban kita untuk saling tolong
menolong satu dengan yang lainnya...... Mengapa saudara terluka demikian rupa?”
“Aku..... aku telah dilukai
oleh Tok-ong-kiu-cie (Raja Racun Berjari Sembilan). Aku terkena tabasan mata
pedangnya yang beracun, sehingga aku...... aku akan segera terbinasa......
karena racun itu akan bekerja setelah lewat dua kali duapuluh empat jam......
dan sekarang telah lewat dua hari dua malam, di mana racun ini mulai
bekerja...... sehingga....... sehingga seluruh tenagaku habis..... dan mungkin
malam ini, malam terakhir aku bisa hidup terus..... Karena racun itu telah
mulai bekerja dan tidak ada obat yang bisa menyembuhkannya..... seluruh otot
dan urat di tubuhku akan hancur, dan juga daging tubuhku akan mencair
busuk.....!”
Mendengar perkataan lelaki
berewok tersebut, Yo Him mengerutkan alisnya.
“Racun yang jahat sekali.....
permusuhan apakah yang terdapat antara saudara dengan Tok-ong-kiu-cie itu?”
tanya Yo Him kemudian.
“Aku hanya menemuinya untuk
meminta semacam obat untuk suhengku, tetapi..... ia tak mau memberikannya,
sehingga aku mendesaknya terus, dan kami bertempur, di mana akhirnya aku telah
dilukai begini rupa.....!”
Yo Him menghela napas, ia
meminta lelaki berewok tersebut mengangkat tangan kanannya yang memegangi
lukanya tersebut, dan kemudian memeriksa luka itu dengan teliti. Dilihatnya,
sesungguhnya robekan yang terjadi pada kulit di dada lelaki berewok tersebut,
tidak terlalu dalam, hanya lebar. Dan di sekeliling bekas luka tersebut tampak
sinar kehitam-hitaman, rupanya daging di bagian tempat terluka tersebut juga
mulai membusuk.
Dengan demikian, tampaknya
lelaki berewok itu memang telah keracunan yang hebat.
Yo Him cepat-cepat merogoh
saku bajunya ia mengeluarkan semacam yo-wan (obat pil) yang berwarna merah
darah, katanya: “Walaupun obat ini bukan merupakan obat nomor satu di dalam
dunia tetapi memiliki khasiat yang cukup ampuh untuk menyembuhkan orang yang
keracunan. Memang racun yang dipergunakan oleh Tok-ong-kiu-cie itu tidak
kuketahui. Entah ia mempergunakan racun apa, tetapi kukira pil ini bisa
mengurangi sedikit rasa sakit dan juga bisa membendung bekerjanya racun itu
sementara waktu.
Tetapi lelaki berewok tersebut
menggelengkan kepalanya lemah sekali. Iapun tersenyum,
“Terima kasih kongcu.....
terima kasih atas maksud baikmu itu..... tetapi sayang sekali racun yang
dipergunakan oleh Tok-ong-kiu-cie ini merupakan racun yang bekerjanya sangat
hebat, dan juga tidak mungkin bisa dipunahkan oleh obat biasa. Itulah racun
“Sam-hun-tok” yaitu racun Tiga Arwah, di mana jika seseorang terkena racun ini,
dua hari pertama memang masih tidak mengalami sesuatu, tetapi setelah memasuki
hari ketiga, arwah tidak mungkin bisa direbut kembali dari malaikat elmaut.
Percuma saja..... bukan aku tidak mempercayai khasiat dari obat pilmu itu,
tetapi memang tidak mungkin racun yang telah mengendap di dalam tubuhku ini
dapat dipunahkan oleh obat itu......!”
Yo Him baru pertama kali
mendengar perihal Tok-ong-kiu-cie. si Raja Racun Berjari Sembilan itu, dan juga
baru pertama kali ini ia mendengar perihalnya racun Sam-hun-tok tersebut.
Dilihatnya napas lelaki berewok itu telah semakin perlahan, dan juga sewaktu
itu, rupanya lelaki berewok tersebut telah semakin lemah.
Setelah memaksa dua kali dan
orang brewok itu masih menolak, akhirnya Yo Him menyimpan lagi obatnya itu. Ia
masukan kembali ke dalam sakunya.
“Kongcu,” kata lelaki berewok
tersebut sambil mengawasi Yo Him. “Ada sesuatu permintaan yang hendak kuajukan,
meminta pertolonganmu. Entah kau akan meluluskannya atau tidak?”
“Katakanlah, jika memang aku
bisa membantu, tentu aku akan membantunya......!” kata Yo Him cepat.
“Aku telah terluka oleh racun
Sam-hun-tok dan hanya bisa disembuhkan oleh semacam obat..... obat yang luar
biasa.....!”
“Obat apa itu?” tanya Yo Him.
“Obat yang luar biasa dan
sulit sekali diperoleh...... tetapi aku telah yakin tidak mungkin aku bisa
memperolehnya......!” menyahuti lelaki berewok tersebut dengan suara yang
semakin lemah.
Yo Him memperhatikan muka
lelaki berewok itu yang semakin pucat dan bibirnya telah mengering kembali,
tampak tergetar.
“Katakanlah..... mungkin aku
bisa mencarikannya,” kata Yo Him.
Tetapi lelaki brewok tersebut
tersenyum lemah sambil menggelengkan kepalanya.
“Tidak..... tidak mungkin,”
katanya. “Obat itu sukar sekali diperoleh. Tidak semua orang bisa memiliki dan
tidak mungkin terdapat pada tabib-tabib biasa..... obat itu hanya dimiliki oleh
seseorang......!”
Berkata sampai di situ orang
berewok yang tengah terluka keracunan itu menggeliat. Ia mengeluh kesakitan dan
tangan kanannya telah memegangi lukanya, mukanya semakin pucat.
Yo Him cepat-cepat menotok
beberapa jalan darah di sekitar lukanya untuk mengurangi perasaan sakit yang
diderita oleh lelaki berewok tersebut, tetapi usaha yang dilakukan oleh Yo Him
ternyata tidak berhasil. Tampaknya lelaki berewok tersebut semakin menderita
kesakitan. Beberapa kali ia merintih, suaranya semakin lemah dan perlahan,
akhirnya pingsan tidak sadarkan diri.
Melihat itu, Yo Him tahu ia
tidak boleh berlaku ayal untuk menolong jiwa orang ini. Segera ia mengeluarkan
lagi obat yang tadi ditolak oleh lelaki berewok tersebut. Ia memijit pil
tersebut dengan mempergunakan tenaga lweekangnya, dan di waktu itu telah
membuat pil tersebut terpijit menjadi bubuk halus dan memasukkannya ke dalam
mulut lelaki brewok tersebut. Dan lalu menuangkan sedikit air ke dalam mulut
lelaki berewok itu, lalu ia memijit di bawah dagu lelaki berewok tersebut
sehingga bubuk obat itu terdorong oleh air masuk tenggorokan orang itu.
Kemudian Yo Him meminta Ko Tie
agar memeluk lehernya, menggemblok di punggungnya. Dan sambil menggendong Ko
Tie, tampak Yo Him telah mengangkat tubuh lelaki berewok tersebut, ia berlari
cepat sekali.
Tujuannya adalah kota atau
kampung yang terdekat dengan tempat itu. Ia menggunakan ginkangnya, tubuhnya
seperti terbang, di mana ke dua kakinya bagaikan tidak menginjak rumput. Dan di
saat itu biarpun ia membawa Ko Tie di punggungnya dan juga membawa tubuh lelaki
berewok tersebut dengan ke dua tangannya, namun tidak mengurangi kepesatan
larinya Yo Him.
Tidak lama kemudian Yo Him
telah melihat pintu kota Lung-an-kwan. Ia mempercepat larinya dan tubuhnya
bagaikan terbang memasuki pintu kota. Ia berpapasan dengan beberapa penduduk
kota tersebut yang memandang heran sekali.
Yo Him tidak memperdulikannya.
Ia berlari terus memasuki kota itu, mencari rumah obat. Setelah melewati tiga
lorong yang panjang di dalam kota itu, ia melihat sebuah rumah obat itu yang
cukup besar, maka dihampirinya rumah obat itu untuk meminta tabib pemilik rumah
obat tersebut memeriksa luka lelaki berewok yang digendongnya.
Pemilik rumah obat itu adalah
seorang tabib yang sudah lanjut usia, mungkin telah tujuhpuluh tahun, memakai
baju thung-sia dengan hun-cwe (pipa tembakau yang memiliki batang panjang), memelihara
kumis sedikit, yang telah berubah warnanya menjadi putih. Ketika memeriksa luka
di dada lelaki berewok tersebut, lelaki itu mengerutkan alisnya sambil
menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa kali. Lalu ia bilang dengan suara
perlahan,
“Sayang sekali telah
terlambat..... ia tidak mungkin tertolong.....” dan tabib itu telah menghela
napas lagi.
“Sianseng tolonglah.....!”
kata Yo Him memohon dengan sangat, ia juga sangat berkuatir sekali. “Mungkin
Sianseng memiliki semacam obat yang bisa memperlambat menjalarnya racun itu.”
Tabib itu berdiam sejenak
seperti berpikir lalu dia berkata dengan suara yang perlahan: “Baiklah biarlah
aku memberikan padanya ramuan dari campuran Bwee-tan, Kiok-cie, Sin-lung dan
Cuk-liu-tan. Mungkin ramuan ini bisa memperpanjang namun setelah itu tidak
mungkin orang ini hidup lebih lama lagi......!”
Setelah berkata begitu, tabib
tersebut segera bekerja meramu obat-obatan yang disebutkannya tadi. Dengan
bantuan Yo Him akhirnya tabib itu telah mencekoki lelaki berewok tersebut dengan
ramuan obatnya itu.
Yo Him sendiri berpikir, jika
memang ramuan obat tabib itu mujarab dan benar-benar lelaki berewok itu bisa
diperpanjang hidupnya selama lima hari, ia akan berusaha mencari obat yang
diperlukan oleh lelaki berewok itu.
Selesai mencekoki obat itu ke
dalam mulut lelaki berewok tersebut segera tabib itu berkata pada Yo Him,
“Semua bahan obat-obatan yang telah kucampur menjadi satu untuk diberikan
kepada dia terdiri dan bahan obat-obatan yang serba mahal, dengan harga
seluruhnya limabelas tail perak.....!”
Yo Him tidak rewel-rewel lagi
telah membayar harga yang diminta tabib itu, lalu dengan mengajak Ko Tie
meninggalkan rumah obat tersebut. Yo Him telah menggendong si lelaki berewok
untuk mencari rumah penginapan.
Di dalam kamar rumah
penginapan, Yo Him melihat bahwa napas lelaki berewok mulai lancar walaupun
masih lemah. Namun wajahnya tidak memperlihatkan ia tengah menderita kesakitan,
tenang sekali tidurnya. Yo Him menghela napas dalam-dalam ia berpikir, “Kalau
dilihat dari cara berpakaiannya, tampaknya ia seorang Kang-ouw yang memiliki
kepandaian tidak rendah. Namun siapakah sebenarnya Tok-ong-kiu-cie itu?”
Yo Him telah menunggui lelaki
berewok tersebut bersama Ko Tie. Tetapi setelah hari menjelang malam, dan
lelaki berewok tersebut belum tersadar dari pingsannya, Yo Him telah
memerintahkan Ko Tie untuk tidur. Yo Him sendiri menunggui lelaki berewok
tersebut sampai ketika keesokan paginya.
Di waktu matahari fajar mulai
menyingsing memperlihatkan diri, lelaki berewok tersebut baru siuman. Dan di
waktu itulah, Yo Him telah memberikan kepada lelaki berewok tersebut sedikit
air teh. Dengan sabar Yo Him juga telah menyuapi bubur yang telah dibawakan
oleh pelayan rumah penginapan tersebut. Setelah dapat menelan lima atau enam
sendok bubur dengan telanan yang agak sulit, lelaki berewok itu menggelengkan
kepalanya waktu Yo Him mengangsurkan sendok berikutnya.
“Bagaimana keadaan saudara?”
tanya Yo Him dengan penuh perhatian.
Lelaki berewok itu telah
berusaha untuk tersenyum, ia bilang dengan lemah: “Kukira aku telah berada di
akherat tidak tahunya, masih berada di dunia......! Biasanya setiap orang yang
menjadi korban racun Sam-hun-tok dalam tiga hari, jiwanya tidak bisa
dipertahankan...... tetapi sekarang mengapa aku masih hidup terus?”
Yo Him tersenyum.
“Itulah kebesaran Thian.....
mungkin memang belum tibanya saudara menemui kematian......!” kata Yo Him
dengan disertai senyumannya untuk menghibur lelaki berewok tersebut. Iapun
melanjutkan pula perkataannya: “Dan obat yang pernah kau sebut itu, yang kau
bilang obat itu merupakan obat yang sulit dicari, sesungguhnya obat apa? Jika
memang kau bersedia menyebutkan namanya, mungkin aku bisa bantu mencarikannya.
Atau jika memang obat itu hanya dimiliki oleh seorang saja, siapakah orang itu......
biarlah siauwte pergi menemuinya untuk memintanya mungkin akan diberikannya!”
Lelaki berewok tersebut telah
tersenyum pahit, dengan suara yang lemah ia berkata: “Orang itu aneh sekali dan
hatinyapun kejam dan jiwanya jahat sekali, ia merupakan raja iblis yang paling
terkenal di dalam rimba persilatan..... yaitu Sam-touw-liong (Naga berkepala
tiga) Wie Go Ciang......!”
Yo Him sebelumnya sering
mendengar perihal diri Sam-touw-liong Wie Go Ciang, Iblis yang menguasai
propinsi Souw-ciu, tetapi ia tak menyangka sama sekali bahwa Wie Go Ciang
merupakan seorang iblis yang paling ditakuti dan disegani oleh orang-orang
persilatan seperti si lelaki berewok, karena dilihatnya bahwa lelaki berewok
itu setidaknya pasti memiliki kepandaian yang tinggi.
Namun buat menghibur lelaki
berewok tersebut, Yo Him telah berkata dengan suara yang sabar, “Tenanglah
saudara..... aku akan berusaha untuk pergi menemuinya......!”
Tetapi di mulut ia berkata
begitu, sedangkan di hatinya ia jadi berpikir keras. Untuk mencapai Souw-ciu
dari Lung-an-kwan harus memakan waktu perjalanan hampir satu bulan. Dengan
demikian jelas ia tidak memiliki waktu yang begitu banyak guna menemui iblis
she Wie itu. Bukankah lelaki berewok itu tengah dalam keadaan sekarat dan
mungkin hanya bisa bertahan lima hari saja? Jelas, untuk mencapai Souw-ciu
hanya dalam waktu lima hari perjalanan tak mungkin bisa dilaksanakan.
Sedangkan lelaki berewok
tersebut tersenyum pahit, katanya: “Kongcu, engkau tak perlu menghiburku lagi.
Aku telah mengetahui bahwa diriku juga tidak akan lama lagi hidup di
dunia...... percuma saja jika engkau berusaha untuk pergi ke Souw-ciu. Belum
tentu iblis she Wie itu bersedia membagikan obatnya kepadamu, juga tidak
mungkin aku bisa bertahan terus sampai satu bulan lebih. Engkau melakukan
perjalanan dengan kuda jempolan yang bagaimanapun juga tentu untuk mencapai ke
Souw-ciu memakan waktu hampir satu bulan, dan kembali pula ke mari telah satu
bulan. Berarti dua bulan..... di waktu itu aku telah putus napas.....!”
“Jika demikian, biarlah aku
mengajakmu sekalian menuju ke Souw-ciu untuk mempersingkat waktu. Tentu jika
Wie Go Ciang melihat keadaanmu seperti ini, saudara, dia tentu akan bersedia
menolongnya.....!”
Lelaki berewok tersebut
tersenyum pahit lagi. Ia bilang dengan sikapnya yang sudah berputus asa,
katanya: “Jika memang kau hendak menghiburku dengan kata-kata bahwa sekarang
ini aku perlu bergembira dan makan yang enak-enak itu masih lebih pantas.
Tetapi untuk mengharapkan obat dari Wie Go Ciang itulah merupakan suatu impian
yang sulit terlaksana...... Sudahlah Kongcu..... akupun sudah tidak berpikir
untuk hidup lebih lama lagi. Jika memang engkau bisa memenuhi satu
permintaanku, yaitu kelak engkau pergi ke kota Cia-leng-kwan untuk menemui
orang yang bernama Kwan Po Sin, menyampaikan padanya perihal kematianku di
tangannya Tok-ong-kiu-cie. Itupun telah lebih dari cukup dan aku sangat
berterima kasih.....!”
Yo Him menghela napas, dan
akhirnya ia berkata dengan disertai anggukan kepalanya.
“Baiklah tenangkan hatimu.....
saudara...... aku akan laksanakan pesanmu itu......!” kata Yo Him. “Tetapi
walaupun bagaimana kita harus berusaha untuk memperoleh obat yang kau butuhkan
itu......!”
Namun si lelaki berewok telah
tersenyum pahit sambil katanya dengan suara yang putus asa: “Sayang sekali aku
tidak berhasil memperoleh obat untuk menyembuhkan penyakit suhengku.....
hai..... hai, jika memang aku harus menemui kematian. Itu sesungguhnya bukan
persoalan yang terlalu kusesalkan..... namun sayang sekali suhengku harus
membuang jiwa disebabkan aku gagal memperoleh obat yang dibutuhkannya.......!”
Dan setelah berkata begitu,
lelaki berewok tersebut menghela napas lemah berulang kali, lalu katanya lagi:
“Dan aku Cin Piauw Ho, benar-benar merupakan manusia tidak guna. Setelah gagal
memperoleh obat yang dibutuhkan suhengku itu, justru aku harus membuang jiwa
disini sehingga aku tidak berhasil menemui suhengku itu lagi......!”
Yo Him menghela napas juga dan
katanya kemudian sambil cepat-cepat tersenyum: “Siapakah suhengmu itu
Cin-heng?”
“Suhengku she Bun dan bernama
Ie Wang. Ia telah dilukai oleh lawannya dari Tibet yang telah mempergunakan
racun yang sangat berbisa sekali, dan juga hanya Tok-ong-kiu-cie yang bisa
menyembuhkannya. Telah dua kali suhengku itu mendatangi Tok-ong-kiu-cie di mana
ia mohon agar Tok-ong-kiu-cie bersedia untuk mengobatinya tetapi dua kali itu
pula Tok-ong-kiu-cie selalu menolaknya. Sedangkan racun yang mengendap di dalam
tubuh suhengku itu kian hari kian membahayakan.