Beruang Salju Bab 08 Kacung Penggendong Mayat Bayi

Beruang Salju Bab 08 Kacung Penggendong Mayat Bayi

08 Kacung Penggendong Mayat Bayi

Mendengar teriakan Lie Ko Tie, wanita tersebut menoleh. Ia melihat Lie Ko Tie yang rebah di tanah. Semula ia memang tidak memperhatikan keadaan anak lelaki tersebut.

Namun sekarang, di saat mendengar teriakan Lie Ko Tie, entah mengapa ia telah menoleh dan melihat kepada anak lelaki tersebut seperti ada sesuatu yang menarik hatinya. Dengan mulut masih bernyanyi bersenandung perlahan, menina-bobokan mayat bayi dalam rangkulannya, ia melangkah mendekati Lie Ko Tie.

Waktu berada di dekat anak lelaki itu. wanita cantik tersebut telah memperhatikan baik-baik Lie Ko Tie. Dan setelah mengawasi sekian lama, kaki kirinya telah ditendangkan pada jalan darah “Wut-tie-hiat” dan jalan darah “Lung-kie-hiat”. sehingga totokan pada jalan darah “'Tian-cie-hiatnya” anak lelaki itu telah terbebaskan dan Lie Ko Tie dapat menggerakkan ke dua kaki dan ke dua tangannya kembali.

Begitu terbebas dari totokannya, Lie Ko Tie merangkak bangun dan berlari menubruk pamannya yang dirangkulnya sambil menangis.

“Paman..... paman.....!” Panggilnya sambil menggoncang-goncangkan tubuh Lie Su Han.

Lie Su Han mengerang menahan rasa sakit yang bukan main pada sekujur tubuhnya. Ia pun berkata dengan suara yang susah payah, ”Lari..... cepat kau tinggalkan tempat ini..... lari......!”

Tetapi Lie Ko Tie bukannya lari meninggalkan tempat tersebut, malah telah berdiri dan memutar tubuhnya menghadapi wanita cantik yang liehay itu.

“Wanita iblis......!” memaki Lie Ko Tie dengan suara yang keras dan mengandung kemarahan. “Engkau memang seperti iblis yang jahat sekali yang tidak memiliki prikemanusiaan...... hemm.....hemmm. Thian tentu akan mengutukmu!”

Wanita cantik yang liehay itu semula tertegun melihat keberanian Lie Ko Tie, anak lelaki kecil tersebut, yang berani memakinya. Tetapi setelah tersadar dari tertegunnya, ia malah tertawa.

“Anak, berapa usiamu?” tanyanya kemudian dengan suara yang sabar.

Lie Ko Tie mendelikkan matanya.

“Tidak perlu engkau menanyakan usiaku!” menyahuti anak lelaki itu. “Cepat keluarkan obat pemunah racun untuk menyembuhkan pamanku..... dan juga paman pendeta itu!” kata Lie Ko Tie.

“Engkau tidak merasa takut kepadaku, nak?” tanya wanita cantik itu.

“Takut? Mengapa aku harus takut kepada wanita iblis jahat seperti engkau? Cepat kau keluarkan obat untuk ke dua paman itu.....!”

“Jika aku menolak......?” tanya wanita cantik tersebut, yang merasa lucu di dalam hatinya melihat sikap Lie Ko Tie.

Ditanggapi begitu oleh wanita cantik tersebut, Lie Ko Tie jadi berdiam diri bengong memandangi wanita cantik tersebut. Ia juga menyadari, jika memang wanita cantik tersebut tidak mau memberikan obat untuk pamannya dan pendeta itu, tentu ia juga tidak bisa memaksanya, karena bukankah kepandaian wanita cantik itu sangat tinggi sekali. Pamannya dan pendeta itu saja tidak berdaya apa lagi ia seorang anak kecil tak tahu apa-apa..... habis daya ia, tubuhnya menubruk ke arah wanita itu sambil teriaknya, “Akan kugigit pecah kulit tubuhmu.....!”

Wanita cantik tersebut tersenyum ketika melihat kelakuan Lie Ko Tie, dengan mudah ia berkelit ke samping. Tahu-tahu telah berada di belakang Lie Ko Tie, ia menepuk punggung anak itu perlahan sekali tepukannya, tetapi hebat kesudahannya, tubuh Lie Ko Tie jadi terjerembab dan kemudian bergulingan di atas tanah.

Waktu Lie Ko Tie bangun berdiri, mukanya telah dilumuri darah, karena dari hidungnya telah mengucur darah merah yang masih segar, bocor akibat terbentur dengan tanah.

“Kau...... kau......!” kata Lie Ko Tie tergagap, tetapi anak ini tidak tahu apa yang harus dilakukannya.

Wanita cantik itu tertawa, dengan suara yang tetap renyai dan sabar. Katanya: “Kutanya, siapa namamu?”

“Aku she Lie...... bernama Ko Tie.....!” menyahuti Lie Ko Tie kemudian.

“Berapa usiamu......?” tanya wanita cantik itu lagi

“Enam tahun.....!”

“Hemm, sama sebaya dengan anakku ini!” kata wanita cantik tersebut sambil menunjuk kepada mayat bayi yang berada dalam rangkulannya.

Melihat mayat bayi dalam rangkulan wanita itu, muka Lie Ko Tie jadi berubah pucat. Ia bergidik merasa ngeri karena melihat betapa mayat bayi itu pucat dan sepasang matanya terpejamkan, dan sekarang dipersamakan dengan dirinya.

Melihat Lie Ko Tie berdiam diri, wanita cantik tersebut tertawa lagi,. lalu katanya: “Ke mari kau mendekat.....!”

Lie Ko Tie sesungguhnya tidak mau menuruti panggilan wanita cantik itu. Ia melirik kepada Lie Su Han yang tengah mengerang-erang dengan tubuh berkelonjotan kaku seperti juga tengah menderita kesakitan yang hebat.

Ketika itu di hati Lie Ko Tie berpikir: “Lebih baik kuturuti saja kemauan wanita iblis ini baik-baik, agar ia mau memberikan obat untuk pamanku dan pendeta itu......!” dan Lie Ko Tie melangkah mendekati wanita cantik itu.

“Tadi kau mengatakan bahwa orang itu adalah pamanmu?” kata wanita cantik tersebut.

Lie Ko Tie mengangguk.

“Tadi engkau juga memintaku untuk memberikan obat penawar kepada pamanmu bukan?” tanya wanita cantik itu lagi.

Lie Ko Tie telah mengangguk pula.

”Baik, aku akan memberikannya, tetapi ada syaratnya!” kata wanita cantik tersebut sungguh-sungguh.

”Apa syaratnya?” kata Lie Ko Tie yang girang mendengar wanita cantik yang bertangan liehay tersebut memberikan obat kepada pamannya, dan tentunya juga kepada paman pendeta itu juga.

“Syaratnya tidak sulit. Engkau pasti dapat melakukannya jika memang engkau bersedia!” menyahuti wanita cantik tersebut. “Engkau harus ikut bersamaku.....! Aku akan membagikan obat yang kau minta, tetapi kau ikut bersamaku. Bersediakah kau?”

Lie Ko Tie jadi tertegun di tempatnya. Inilah syarat yang sama sekali tidak diduganya semula.

“Ikut denganmu? Untuk...... untuk apa?” tanya Lie Ko Tie dengan suara tergagap.

“Untuk menjadi kacungku, untuk menggendong anakku ini......!” menyahuti wanita cantik tersebut.

Lie Ko Tie jadi tambah heran, disamping ia juga bergidik ngeri.

“Menjadi kacungmu?” tanya Lie Ko Tie dengan suara tergagap. “Dan..... dan aku harus menggendong mayat bayi itu?”

Mendengar pertanyaan Lie Ko Tie, muka wanita cantik tersebut berobah merah, tampaknya ia jadi marah.

“Sekali lagi kau mengatakan bahwa anakku ini telah menjadi mayat, mulutmu itu akan kurobek !” katanya galak sekali.

Lie Ko Tie terkejut. Ia juga berada dalam kebimbangan, antara menerima atau tidak syarat dari wanita tersebut antara menolongi jiwa pamannya dan menggendong mayat itu. Tapi jika ia menolak, jelas pamannya akan celaka di tangan wanita cantik tersebut.

Waktu itu juga Lie Ko Tie mendengar suara erangan Lie Su Han yang semakin lemah dan perlahan. Tubuh pamannya berkelonjotan tidak hentinya dengan mukanya yang mengejang kaku menyeringai dan sepasang matanya yang mendelik terbuka lebar-lebar. Keadaannya sangat mengenaskan dan mengkhawatirkan.

Begitu juga ketika Lie Ko Tie melirik kepada Sung Ceng Siansu, ia melihat Bi-lek-hud dalam keadaan sekarat juga. Namun disebabkan pendeta itu memiliki ilmu yang lebih tinggi dari Lie Su Han, maka ia memiliki daya tahan yang jauh lebih kuat, tetapi keadaan pendeta itu juga mengenaskan. Keadaannya sama seperti Lie Su Han. Sepasang kaki dan tangannya berkelonjotan kejang kaku dengan sepasang mata yang terbeliak lebar-lebar dan juga mulutnya seperti menyeringai.

“Bagaimana? Jika engkau berlambat-lambat jiwa mereka tidak akan tertolong lagi...... di waktu itu. Biarpun engkau bersedia menerima syaratku, tidak nantinya aku bisa menolong mereka.....!” kata wanita cantik tersebut.

Lie Ko Tie menghela napas dalam-dalam akhirnya ia mengangguk nekad.

“Baiklah, kau berikan obat untuk ke dua paman itu!” katanya. Dan sambil berkata begitu ia telah memandang ke arah mayat bayi yang ada di pelukan wanita cantik tersebut, hatinya tergetar dan tubuhnya bergidik lagi.

Wanita cantik tersebut tertawa, ia berkata: “Aku akan segera mengampuni ke dua orang itu dari kematian, akan kuberikan obat penawar racun yang dibutuhkan mereka. Namun ingat, engkau juga tidak boleh memungkiri janjimu yang telah menyanggupi untuk ikut serta denganku, untuk menjadi kacungku dan menggendong anakku ini......!”

Lie Ko Tie tidak bisa menyahuti, ia hanya mengangguk saja. Perasaan ngeri jadi mencekam hatinya, anak ini bergidik berulang kali. Namun menolong jiwa pamannya dan paman pendeta itu jauh lebih penting dari segalanya, maka ia telah memutuskan untuk menahan perasaan seram dan ngerinya untuk menerima syarat dari wanita tersebut asalkan Lie Su Han dan Sung Ceng Siansu bisa tertolong jiwanya.

Di waktu itu wanita cantik tersebut telah merogoh saku bajunya, ia mengeluarkan sebuah botol kecil dan mengangsurkan kepada Lie Ko Tie, katanya: “Pergilah kau masukkan ke dalam mulut ke dua orang itu masing-masing sepuluh butir. Sisanya yang sepuluh butir lagi, biarkan di dalam botol itu. Berikan kepada mereka dan pesan jika kelak tiga bulan kemudian mereka masing-masing memakannya lagi lima butir. Pergilah kau lakukan!”

Cepat-cepat Lie Ko Tie menerima botol tersebut dan melakukan apa yang dipesankan oleh wanita cantik tersebut. Ia mengeluarkan sepuluh butir pil yang berwarna hijau dan berukuran kecil seperti tahi cicak, di mana ia masukkan ke dalam mulut Lie Su Han.

“Telanlah paman......!” katanya kemudian.

Walaupun waktu itu sekujur tubuh Lie Su Han telah kejang kaku, namun keadaannya itu tidak menyebabkan pikirannya terganggu. Ia masih bisa berpikir dengan baik. Dan ia telah mendengarkan percakapan Lie Ko Tie tadi waktu itu dan tanpa dua kali Lie Ko Tie menganjurkannya agar menelan pil tersebut, ia telah mempergunakan bantuan air ludahnya untuk menelan sepuluh butir pil tersebut.

Lie Ko Tie telah menghampiri Sung Ceng Siansu dan sama seperti tadi. Ia memasukkan sepuluh butir pil obat tersebut ke dalam mulut pendeta itu dan menganjurkan agar Bi-lek-hud menelannya.

Botol obat yang berisi sisa sepuluh butir lagi telah disesapkan ke dalam tangan Sung Ceng Siansu, sambil katanya: “Paman pendeta di dalam botol itu terdapat sepuluh butir pil obat dan kalian harus memakannya seorangnya lima butir lagi, jika telah tiga bulan mendatang nanti......!”

“Ke mari kau......” baru saja Lie Ko Tie berkata sampai di situ, ia telah dipanggil oleh wanita cantik yang liehay tersebut.

Dengan perasaan segan dan langkah kaki yang satu-satu, Lie Ko Tie telah menghampiri wanita cantik tersebut.

“Gendonglah.....!” katanya sambil mengangsur mayat bayi dalam gendongannya itu ke Lie Ko Tie.

Kembali anak lelaki she Lie tersebut jadi menggidik ngeri, di mana ia harus menggendong mayat seorang bayi yang telah dingin.

Namun dengan menguatkan hati, Lie Ko Tie telah mengulurkan tangannya menyambut mayat bayi tersebut. Ia merasakan betapa mayat bayi itu telah dingin, sedingin es, dan keras sekali seperti batu. Bukan main perasaan ngeri yang terbayang diotaknya dan berkecamuk di hati Lie Ko Tie.

Jantungnya jadi berdegupan sangat keras sekali, ke dua tangannya yang dipakai untuk menggendong mayat bayi tersebut juga gemetaran keras. Jika saja Lie Ko Tie tidak mengeraskan hati, tentu ia tidak sanggup menggendong bayi yang telah menjadi mayat tersebut, tentu akan terlepas jatuh dari ke dua tangannya yang gemetaran keras itu.

Sesungguhnya, wanita cantik bertangan liehay dan membawa-bawa mayat bayi dalam gendongannya itu adalah seorang tokoh pendekar wanita yang memiliki kepandaian sangat tinggi sekali. Namanya juga sangat terkenal di dalam dunia persilatan. Ia she Khiu bernama Bok Lan.

Sepuluh tahun yang lalu ia merupakan pendekar wanita yang disegani oleh jago-jago dari kalangan putih maupun hitam. Empat tahun lamanya ia berkecimpung di dalam kalangan Kang-ouw, sampai akhirnya ia menikah dengan seorang pemuda yang memiliki kepandaian yang tidak berada di bawahnya, yaitu Siangkoan Ting. Setelah menikah, ke duanya giat sekali berlatih diri terus, sehingga ke duanya memperoleh kemajuan yang lebih banyak dari semula, mereka jadi semakin liehay.

Setahun sejak perkawinan mereka, Khiu Bok Lan hamil dan melahirkan seorang anak laki-laki, yang diberi nama Siangkoan Sin Lun. Namun sayang sekali, kebahagiaan pasangan suami isteri tersebut hanya berlangsung tidak lebih dari enam bulan. Di waktu mana bayi mereka itu terserang semacam penyakit dan meninggal dunia, betapa berdukanya Khiu Bok Lan dan Siangkoan Ting.

Malah Khiu Bok Lan tidak hendak berpisah dengan anaknya itu, maka dengan mempergunakan bermacam-macam ramuan obat, ia telah mengeraskan tubuh mayat bayinya itu, agar tidak menjadi rusak. Memang ramuan obat yang dibuat oleh Khiu Bok Lan dan Siangkoan Ting berhasil mengawetkan mayat bayi tersebut di mana Khiu Bok Lan selalu membawa mayat bayinya tersebut dalam gendongannya dan memperlakukan mayat bayi tersebut seperti juga masih hidup!

Tetapi setahun kemudian sejak meninggalnya bayi mereka, Siangkoan Ting pun terserang semacam penyakit. Ditambah dengan hatinya yang memang selalu diliputi perasaan duka menyaksikan isterinya selalu menggendong mayat bayi mereka, akhirnya iapun mati meleras.

Penderitaan yang diterima oleh Khiu Bok Lan terlalu hebat. Kematian bayinya, sekarang ia kehilangan suaminya. Ia berduka bukan main dan akhirnya terganggu pikirannya, ia menjadi gila!

Begitulah, setiap hari ia selalu berkeliaran kemana-mana sesenang ke dua kakinya, menggendong-gendong mayat bayinya sambil selalu bersenandung, seperti juga tengah menidurkan anaknya tersebut.

Tahun demi tahun telah lewat, dan Khiu Bok Lan tetap dengan kelakuan gilanya itu, sehingga ia hidup dengan caranya yang tidak berketentuan. Iapun selalu melakukan perbuatan-perbuatan sesuka hatinya, di mana jika ia tidak menyukai seseorang ia akan membinasakannya.

Kepandaiannya memang tinggi, terutama sekali di saat ia telah menjadi gila, ia telah melatih sepasang tangannya. Ditambah pula pada ujung-ujung kuku jari tangannya diberi racun yang sangat berbisa sekali. Maka setiap korban keganasan dari Khiu Bok Lan menemui ajalnya dengan cara yang mengenaskan sekali.

Tetapi Khiu Bok Lan juga tidak memiliki tempat tinggal yang tetap, ia selalu muncul di mana saja tanpa berketentuan. Banyak orang-orang kang-ouw akhir-akhir ini yang menjulukinya sebagai “Tok-kui-sin-jie” (Setan Racun dengan Anak Sakti), dan ia merupakan momok yang mengerikan. Setiap orang-orang rimba persilatan yang telah mengetahui atau pernah mendengar nama Tok-kui-sin-jie Khiu Bok Lan, tentu jika bertemu dengan iblis wanita tersebut akan segera menyingkir jauh-jauh.

Pertemuannya dengan Auwyang Bun dan Sung Ceng Siansu maupun Lie Su Han, memang suatu pertemuan yang tidak disangka-sangka. Waktu itu Tok-kui-sin-jie Khiu Bok Lan sedang beristirahat di dalam hutan dan di saat itulah tampak Auwyang Bun memasuki hutan rimba itu, sehingga ia telah turun tangan menyiksa Auwyang Bun, dengan begitu, Auwyang Bun telah menemui kematian yang sangat mengerikan sekali.

Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han justru tidak keburu menyingkirkan diri. Dengan demikian, Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han telah kena dilukai dengan cara yang mengenaskan sekali.

Dalam keadaan seperti itu. untung saja masih ada Lie Ko Tie, di mana Khiu Bok Lan telah tertarik untuk mengambilnya menjadi kacungnya. Dengan demikian, segera juga jiwa dari ke dua manusia jagoan dari rimba persilatan tersebut nyaris terbinasa di tangan Khiu Bok Lan.

“Mari berangkat!” kata Khiu Bok Lan sambil memutar tubuhnya.

Lie Ko Tie sambil menggendong mayat bayi Khiu Bok Lan, telah menoleh kepada Lie Su Han dan Sung Ceng Siansu, yang waktu itu telah dapat berduduk. Tetapi mereka telah terluka cukup parah oleh racun yang sangat berbisa dari Khiu Bok Lan. Dengan demikian, tenaga mereka seperti telah habis dan membuat mereka jadi tidak bisa segera berdiri.

Hati Lie Ko Tie jadi ngenas sekali melihat keadaan ke dua orang itu. Ia segera melangkah perlahan mengikuti Khiu Bok Lan.

Lie Su Han dan Sung Ceng Siansu hanya bisa menyaksikan saja kepergian Lie Ko Tie.

Sedangkan Khiu Bok Lan telah melangkah sambil bersenandung dengan suara perlahan:

“Anakku...... kini engkau bisa tidur yang nyenyak...... tidurlah anakku...... engkau telah berada dalam gendongan kacungmu..... tidurlah anakku.”

dan ia telah melangkah terus.

Lie Ko Tie juga tidak berani berayal. Ia telah mengikuti sampai akhirnya wanita she Khiu itu bersama Lie Ko Tie telah lenyap dari pandangan mata Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han.

Ke dua orang tersebut menghela napas panjang, dan kemudian Sung Ceng Siansu telah berkata dengan suara yang mengandung penyesalan: “Sayang sekali aku tidak memiliki kepandaian yang lebih tinggi. Dengan begitu, aku tidak bisa melindungi keponakanmu yang telah dibawa pergi oleh iblis wanita itu.....!” dan setelah berkata begitu Sung Ceng Siansu menghela napas beberapa kali.

Sedangkan Lie Su Han juga menghela napas dengan wajah yang murung.

“Apa yang telah dilakukan oleh Taysu telah lebih dari cukup, karena hampir saja Taysu membuang jiwa akibat membela kami......!” katanya.

Ke dua orang ini telah berdiam diri, lalu masing-masing mengerahkan lweekang mereka, untuk memulihkan semangat mereka.
Dan setelah setengah harian duduk bersila di tempat tersebut, mereka berhasil memulihkan pernapasan mereka.

Ke duanya telah kembali ke Siang-yang. Dan di waktu itulah mereka telah bersepakat untuk pergi menemui Bu Siang Siansu, guru Lie Su Han, untuk merundingkan cara terbaik, guna mengambil pulang Lie Ko Tie dari tangan Tok-kui-sin-jie Khiu Bok Lan, wanita iblis yang bertangan telengas tersebut.

Lie Ko Tie yang dibawa oleh wanita itu ternyata dibawa masuk ke dalam hutan yang terdapat di situ. Menyelusuri hutan tersebut dan tiba di depan sebuah tempat yang penuh dengan batu-batu yang saling susun ditindih berukuran besar-besar.

Khiu Bok Lan telah duduk di sebuah batu yang tertonjol keluar kemudian menoleh kepada Lie Ko Tie, sambil tunjuknya ke sebuah batu lainnya.

“Duduklah di situ!” katanya dengan suara yang sabar, dan kemudian mengawasi anaknya yang telah menjadi mayat dan berada dalam gendongannya Lie Ko Tie.

Lie Ko Tie duduk di batu yang ditunjuk oleh Khiu Bok Lan dan kemudian mengawasi mayat bayi yang berada dalam gendongannya, lalu ia berkata dengan suara yang perlahan dan ragu-ragu: “Liehiap...... apakah tidak lebih baik..... lebih baik..... anak ini.....” tetapi Lie Ko Tie tidak meneruskan perkataannya tersebut.

Khiu Bok Lan memandang kepada Lie Ko Tie. Ia mengawasinya menantikan anak itu meneruskan perkataannya, tetapi Lie Ko Tie tidak berani meneruskan perkataannya itu. “Apa yang hendak kau katakan?”

“Aku ingin menyerahkan.... agar..... agar.....bayi ini..... bayi ini......!” suara Lie Ko Tie tergagap. Dan di waktu itulah, ke dua tangannya gemetaran mengangsurkan bayi yang telah menjadi mayat itu, seperti ingin menyerahkan kepada Khiu Bok Lan.

Tok-kui-sin-jie Khiu Bok Lan jadi mengawasi Ko Tie dengan sinar matanya yang sangat tajam, kemudian katanya: “Apa yang hendak kau katakan?” suara Khiu Bok Lan terdengar nyaring dan keras.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar