03 Pengeroyokan Tentara Mongol
Dengan wajah yang garang dan
bengis, ia berkata dengan suara yang besar: “Sahabat, sepertinya kita berjodoh
bertemu kembali disini!”
Melihat dirinya bersama Lie Ko
Tie sudah tidak bisa menyingkirkan diri, Lie Su Han mengangkat kepalanya,
tertawa lebar, iapun telah mengangguk.
”Benar tuan...... siapa sangka
kita bisa bertemu lagi disini!” menyahuti Lie Su Han.
Lenyap tertawanya tentara
berkumis dan berjenggot tebal itu, mukanya garang sekali diiringi bentakannya:
“Berdiri!”
“He, berdiri? Untuk apa?”
tanya Lie Su Han, tetap duduk tenang di tempatnya.
Tentara Mongolia yang seorang
ini telah melirik ke arah rombongan kawannya, yang waktu itu tengah
tertawa-tawa mengawasi ke arahnya dan Lie Su Han bersama Lie Ko Tie. Muka
tentara Mongolia yang seorang itu jadi berobah merah padam dan ia malu jika ia
memang kalah gertak dengan Lie Su Han, maka ia maju, menepuk meja dengan kuat
dan keras.
“Telah kukatakan, berdiri
kau!” bentaknya dengan suara mengguntur.
Lie Su Han tersenyum, sikapnya
sabar sekali dan ia membetulkan dua cawan yang terbalik akibat tepukan tangan
tentara Mongolia yang telah menepuk dengan keras.
“Jangan tuan, jangan
garang-garang seperti itu!” kata Lie Su Han sambil tetap tersenyum di wajahnya,
sama sekali tidak memperlihatkan rasa jeri. Ia berkata dengan suara yang sabar
dan tenang: “Dan, kukira peraturan pemerintah yang ada, tentu tidak terdapat
peraturan yang mengharuskan rakyat mesti berdiri jika menghadapi seorang
tentara seperti tuan......!”
Muka tentara Mongolia itu jadi
berobah merah padam, ia mendongkol bukan main. Dengan muka yang tetap garang,
ia memegang gagang goloknya: “Rupanya engkau ingin merasai tajamnya golokku ini
heh!”
Lie Su Han tersenyum dingin,
katanya: “Hemmm, apakah tuan tidak kapok hendak main-main dengan senjata tajam
seperti itu?”
Tetapi tentara Mongolia
tersebut rupanya sudah habis sabarnya, cepat sekali dia mencabut keluar
goloknya, dan membacok ke arah salah satu ujung meja, sehingga ujung meja itu
seketika sempal karenanya terbacok oleh golok tersebut.
Lie Su Han tetap duduk tenang
di tempatnya, tidak memperlihatkan perobahan apapun pada wajahnya. Sedangkan
Lie Ko Tie jadi ketakutan dan tubuhnya merengket ketika melihat kegarangan
tentara Mongolia itu.
“Tuan, engkau datang ke tempat
ini marah-marah dan merusak barang milik rumah makan ini. Apakah engkau memang
merasa bahwa rumah makan ini milikmu?”
Ditanggapi dengan ejekan
seperti itu oleh Lie Su Han, wajah tentara Mongolia yang seorang itu telah
berobah semakin merah padam. Ia mengeluarkan suara dengusan dengan mata yang
terpentang lebar melotot kepada Lie Su Han, goloknya telah bergerak cepat
sekali.
Melihat menyambarnya golok ke
arah pundaknya. Lie Su Han kini tidak berani tinggal diam. Dia mengulurkan
tangan kanannya menyentil golok itu terdengar suara “triinggg......!” golok
tersebut telah berhasil disentilnya dan terpental. Hampir saja punggung golok
menghantam mukanya si tentara Mongolia tersebut, untung saja dia masih keburu
memiringkan kepalanya, sehingga mukanya itu selamat dari terjangan punggung
goloknya.
Lie Su Han tidak berhenti
sampai di situ saja secepat kilat ia mengulurkan tangan kanan, dan telah
menghantam perut tentara Mongolia itu pula. Tidak ampun lagi tubuh tentara
Mongolia itu telah terjungkal rubuh di lantai.
Namun bersamaan dengan itu
sesosok tubuh telah berkelebat gesit sekali, salah satu tangannya telah
diulurkan untuk mencekal baju di punggung tentara Mongolia tersebut, iapun
berkata, “Long-gie-cu, mundur kau.....!”
Ternyata orang yang telah menolongi
si Mongolia agar tidak sampai perlu terbanting menggelinding terlalu lama di
lantai rumah makan, adalah salah seorang dari kedua imam yang datang bersama
dengan para tentara Mongolia tersebut. Ia merupakan seorang tojin yang berusia
enampuluh tahun, dengan kumis dan jenggot yang tumbuh tipis panjang. Pandangan
matanya tajam dan sipit sekali, memancarkan sinar yang licik, wajahnya juga
kurus berpotongan tirus seperti tikus, memperlihatkan tojin tersebut memiliki
watak yang tidak begitu baik. Dengan melihat gerakan tubuhnya yang ringan dan
juga dapat menyambar tubuh dari si tentara Mongolia yang terhajar rubuh oleh
Lie Su Han, memperlihatkan tojin ini memang memiliki kepandaian yang tinggi.
Lie Su Han hanya berdiam diri
saja di tempatnya dan iapun heran dalam hatinya ia membathin. “Hemm tampaknya
kedua tojin ini merupakan anjing peliharaan Kubilai Khan..... Kepandaian mereka
miliki juga tinggi, aku harus hati-hati dan berusaha menyelamatkan
keponakanku...... Tie-jie harus diselamatkan dari tempat ini, karena jika
terjadi pertempuran, tentu para tentara Mongolia tersebut, dengan kedua tojin
itu, tidak akan segan-segan untuk mengeroyok diriku!”
Karena berpikir begitu, Lie Su
Han telah menoleh kepada Lie Ko Tie, katanya: “Ti-jie (anak Ti) kembalilah dulu
ke kamar......!”
Lie Ko Tie tidak mengerti
mengapa dirinya diperintahkan untuk kembali ke kamarnya, tetapi ia tidak berani
bertanya kepada pamannya itu, hanya mengiyakan mengangguk dan meninggalkan
ruangan itu untuk pergi ke kamarnya.
Waktu itu tojin yang telah
menolongi si tentara Mongolia yang seorang itu, mengawasi Lie Su Han, katanya
dengan suara yang dingin. “Pemuda kurang ajar, begitukah caranya menghadapi
hamba negara?”
Lie Su Han telah tersenyum
sambil bangkit.
“Totiang! Sesungguhnya aku
tidak memiliki urusan apa-apa dengan para tentara kerajaan Mongolia itu......
tetapi mereka selalu mencari urusan denganku!”
“Tentara kerajaan Mongolia?
Hu, hu, sekarang ini terdapat berapa banyaknya tentara kerajaan lainnya? Apakah
disamping Khan yang agung Kublai Khan, masih terdapat Kaisar lainnya? Apakah
engkau masih bermimpi akan terbangunnya kembali kerajaan Song? Hemm,
pemberontak rupanya engkau harus ditangkap untuk menerima hukuman yang
setimpal!”
Sambil berkata begitu, tojin
tersebut tidak berdiam diri. Dengan hud-timnya, ia mengebut ke arah dada
sebelah kiri Lie Su Han, yaitu akan menotok jalan darah Bun-ciang-hiat nya
orang she Lie.
Cara mengebut dari tojin
tersebut merupakan kebutan yang aneh dan juga hebat. Aneh, karena bulu
hud-timnya itu telah berkumpul menjadi satu sehingga seperti bulu pit (pena
Tiong-hoa), dan juga ujung dari gabungan bulu hud-tim itu.
Lie Su Han menyadari apa
artinya dari totokan tersebut jika sampai terkena pada sasarannya, yaitu bahaya
yang tidak kecil tentu akan menerjang dirinya, akan membuat dia bercacad untuk
seumur hidup. Sebab jika jalan darah bun-ciang-hiat tersebut tertotok, tenaga
murni di tubuh Lie Su Han akan buyar. Dan setidaknya tenaga lweekangnya, yang
telah dilatihnya belasan tahun, akan buyar punah, berarti untuk selanjutnya ia
menjadi manusia bercacad.
Tetapi Lie Su Han juga
memiliki kepandaian yang cukup tinggi, mana mau dirinya dibiarkan terserang
seperti itu? Cepat sekali tangan kirinya telah bergerak menyambar cawan minuman
di depannya, yang diangkatnya untuk menyanggapi ujung hud-tim lawan. Kemudian
membarengi dengan itu tangan kanannya akan menotok jalan darah Tu-lie-hiat di
ketiak si tojin.
Gerakan yang dilakukan oleh
Lie Su Han sangat cepat sekali, karena begitu dia mengangkat cawan minumannya,
segera dia menerima serangan ujung hud-tim tojin tersebut yang menimbulkan
suara nyaring.
“Treengg......!” cawan
tersebut membentur keras sekali oleh ujung hud-tim tersebut, dan benturan itu
bukan benturan sembarangan, sebab pada waktu itu ujung dari hud-tim telah
diselubungi oleh kekuatan lweekang si tojin.
Namun Lie Su Han juga bukan
menangkis begitu saja, sebab cawan di tangannya itu jika hanya dipergunakan
begitu saja untuk menangkis, cawan tersebut akan pecah berantakan.
Justru Lie Su Han sambil
mencekal cawan tersebut, telah mengerahkan lweekangnya yang tersalurkan
melindungi cawan itu, hal mana membuat cawan itu jadi kuat dan keras melebihi
besi. Itulah sebabnya, walaupun telah dibentur oleh ujung Hud-tim yang
mengandung kekuatan lweekang dari si tojin, tokh cawan tersebut tidak menjadi
pecah karenanya.
Tojin itu mengeluarkan seruan
suara tertahan, dan lebih kaget lagi waktu melihat tangan kanan Lie Su Han
telah menyambar akan menotok jalan darah di ketiaknya.
Cepat-cepat tojin tersebut
menarik pulang hud-timnya, dan melangkah mundur dua tindak ia memiringkan
tubuhnya sedikit ke kiri, dan di waktu tangan Lie Su Han menyambar lewat, ia
telah menggerakkan hud-timnya dengan menyalurkan tenaga Im, yaitu tenaga lunak,
di mana bulu-bulu hud-tim itu telah menjadi lemas dan akan melibat pergelangan
tangan Lie Su Han.
Tetapi Lie Su Han cepat-cepat
membatalkan serangannya itu, ia menarik pulang tangannya, totokannya yang batal
membuat bulu-bulu hud-tim si tojin menyambar tempat kosong. Bersamaan dengan
itulah, kedua tangan Lie Su Han memegang tepian meja, dibarengi dengan suara
bentakannya yang nyaring, dia melompat berdiri sambil kedua tangannya mendorong
dan mengangkat tepian meja itu. Dengan cepat meja tersebut terdorong dan
terangkat terbalik kepada si tojin.
Tojin itu mengeluarkan suara
kaget dan telah melompat ke belakang.
Gerakan tojin ini memang
gesit, ia berhasil meloloskan diri dari samberan meja yang diterbalikkan oleh
Lie Su Han. Di saat itulah, tubuh si tojin juga tidak tinggal diam, ia telah
mengeluarkan suara seruan nyaring lagi, tubuhnya seperti seekor harimau, telah
menerjang kepada Lie Su Han, melompat sambil menggerakkan hud-timnya, untuk
melancarkan totokan beruntun beberapa kali, ke bagian yang mematikan di tubuh
Lie Su Han.
Tetapi Lie Su Han telah
bersiap sedia, ia berkelit dari kebutan hud-tim tojin itu, lalu ia mengulurkan
tangannya dan cepat luar biasa ia berhasil menangkap ujung hud-tim tojin itu
dan waktu itulah segera terlihat mereka saling menarik mengadu kekuatan tenaga.
Di saat Lie Su Han dan tojin
saling mengadu kekuatan tenaga lewat hud-tim si tojin tersebut, tiba-tiba tojin
yang seorangnya lagi yang berusia lebih muda, telah melompat dari tempat
duduknya, tubuhnya meluncur ke samping Lie Su Han, ia berkata: “Pinto Po San
Cinjin ingin minta pengajaran dari kau juga......!”
Dan tanpa menanti selesainya
perkataannya itu, terlihat kedua tangan Po San Cinjin telah melayang akan
menghantam batok kepala Lie Su Han.
Walaupun saat itu Lie Su Han
tengah mengerahkan tenaganya saling menarik hud-tim dengan tojin yang seorang
itu, namun ia tidak gentar menghadapi pukulan telapak tangan dari Po San
Cinjin.
Sambil berkelit begitu, kaki
kanan dari Lie Su Han telah bekerja, menggaet kaki kirinya si tojin yang
mengaku bergelar Po San Cinjin. Tidak ampun lagi tubuh Po San Cinjin terjerunuk
ke samping. Harus diketahui bahwa saat itu Po San Cinjin menepuk dengan telapak
tangannya dengan kekuatan tenaga lweekangnya yang penuh maka di waktu ia
kehilangan sasarannya, tubuhnya jadi doyong ke depan, dan bersamaan dengan itu
kakinya kena digaet. Maka hilanglah keseimbangan tubuhnya dan dia terjerunuk
menubruk sebuah meja yang berada tak jauh dari tempat berada.
Tidak ampun lagi meja tersebut
menjadi pecah berantakan terkena pukulan telapak tangan Po San Cinjin, yang
mengandung kekuatan lweekang itu. Suara berisik dari hancurnya meja tersebut
juga terdengar bising sekali.
Tojin yang seorangnya yang
lagi mengadu kekuatan dengan Lie Su Han dengan menarik hud-timnya, menjadi
kaget melihat kawannya itu terguling begitu rupa. Baru saja ia ingin berkata,
tojin yang berusia lebih muda darinya itu, Po San Cinjin, telah melompat
berdiri dengan muka yang merah padam mengandung kegusaran yang bukan main. Dari
mulutnya juga terdengar suara bentakan yang bengis:
“Pemberontak, jika hari ini
engkau tidak dibekuk, tentunya itu akan merepotkan negara Boan-ciu dan juga
bisa mendatangkan celaka untuk kaum Boan-ciu!”
Selesai berkata, ia telah
melompat lagi, mempergunakan hud-timnya di tangan kiri untuk meyerang, tangan kanannya
juga menghantam dengan kekuatan lweekang. Dengan cara menyerangnya seperti itu
benar-benar membuat Lie Su Han terkurung oleh tenaga kekuatan dari tiga macam
gempuran kedua tojin tersebut.
Waktu itu Lie Su Han tengah
memusatkan tenaga lweekangnya untuk menarik hud-tim tojin yang lebih tua
usianya itu. Tetapi justru kini telah datang serangan dari Po San Cinjin
sehingga membuat ia jadi terkepung sedemikian rupa. Namun Lie Su Han tidak
habis daya, ia mengeluarkan suara tawa, tiba-tiba cekalannya pada ujung bulu
hud-tim tojin, yang tahu-tahu kehilangan tenaga menariknya dan tubuhnya
terhuyung ke belakang hilang keseimbangan tubuhnya, akhirnya ia terjengkang ke
belakang.
Mempergunakan kesempatan
seperti itu. Lie Su Han telah menggerakkan kedua tangannya dibarengi dengan
kedua kakinya yang ditekuk, sehingga tubuhnya berjongkok rendah, dan cepat luar
biasa, dari kedua telapak tangan Lie Su Han telah menyambar kekuatan lweekang
yang sangat dahsyat.
”Dukkkkk, Bukkkkk'!” terdengar
dua kali suara benturan.
Ternyata dua serangan dari Po
San Cinjin telah berhasil ditangkisnya dengan mempergunakan tenaga lweekangnya,
dengan demikian, segera juga tubuh mereka berdua tergoncang keras. Muka Po San
Cinjin juga berobah pucat waktu ia telah berdiri kembali di lantai.
“Tangkap pemberontak ini!”
teriak Po San Cinjin setelah mengatur jalan pernapasannya. Teriakannya itu
ditujukan kepada para tentara Mongolia itu.
Segera juga sembilan tentara
Mongolia tersebut termasuk Long-gi-cu mengurung Lie Su Han, mereka juga telah mencabut
goloknya masing-masing.
Melihat dirinya dikurung
demikian banyak tentara Mongolia, yang umumnya memiliki bentuk tubuh tinggi
tegap dan juga dengan ikut sertanya dua orang tojin yang masing-masing memiliki
kepandaian tinggi tidak berada di sebelah bawah kepandaiannya. membuat Lie Su
Han jadi mengeluh.
Tetapi para tentara Mongolia
tersebut sama sekali tidak mau memberikan kesempatan kepada Lie Su Han.
Sembilan batang golok telah menyambar cepat sekali, meluncur ke berbagai bagian
anggota tubuh Lie Su Han.
Sedangkan Po San Cinjin dan
tojin yang seorangnya lagi, yang bergelar Bo Liang Cinjin, tidak berdiam diri
saja. Mereka berdua juga telah menyerbu maju dengan mempergunakan hud-timnya
menyerang Lie Su Han.
Lie Su Han telah dikepung dari
berbagai jurusan, dan hal ini memaksa dia harus berusaha menghadapi sebaik
mungkin. Tiada jalan lain baginya, ia telah mencabut keluar pedang dari balik
bajunya. Dan dengan pedang pendek tersebut, yang diputarnya cepat sekali, Lie
Su Han melindungi dirinya dari setiap serangan lawan-lawannya.
Tubuh Lie Su Han
berkelebat-kelebat cepat bagaikan bayangan saja di antara para pengepungnya
itu. Segera terlihat, tentara Mongolia yang memang hanya mengerti cara
bertempur di medan perang, tetapi tidak memiliki ilmu silat yang berarti telah
terdesak mundur karena setiap kali golok mereka terbentur dengan pedang Lie Su
Han, justu mereka merasakan telapak tangan mereka sakit dan pedih, sebab tenaga
lweekang Lie Su Han yang menyelubungi tubuh pedangnya itu, membuat setiap serangan
tentara Mongolia tersebut tidak berarti apa-apa buatnya.
Yang diperhatikan sekali oleh
Lie Su Han adalah kedua tojin itu, yaitu Bo Liang Cinjin dan Po San Cinjin.
Kedua tojin tersebut dengan kedua hud-timnya, yang memang telah diselubungi
oleh kekuatan tenaga dalamnya, benar-benar merupakan tandingan yang cukup berat
buat Lie Su Han. Karena itulah berulang kali Lie Su Han telah berusaha untuk
berkelit dari senjata lawan-lawannya itu.
Namun Bo Liang Cinjin dan Po
San Cinjin selalu mendesak dengan keras kepada Lie Su Han, terutama sekali
mereka juga menerima bantuan dari ke sembilan tentara Mongolia itu walaupun ke
sembilan tentara Mongolia tersebut tidak memiliki arti yang banyak dalam hal
bantuannya, setidak-tidaknya bisa memecahkan perhatian Lie Su Han. Dan itu
merupakan suatu keuntungan yang tidak kecil buat Bo Liang Cinjin dan Po San
Cinjin.
Lie Su Han kewalahan juga
menerima terjangan kedua tojin itu dengan sembilan tentara Mongolia. Terlebih
lagi tidak lama kemudian Bo Liang Cinjin dan Po San Cinjin telah mencabut
keluar pedang mereka masing-masing, yang semula tergemblok di punggung mereka.
Dua sinar putih
berkelebat-kelebat mengurung Lie Su Han, di mana kedua batang pedang kedua
tojin tersebut seperti juga dua ekor naga yang tengah melingkar-lingkar
menyambar di berbagai tempat dari anggota tubuh Lie Su Han yang mematikan.
Lie Su Han mengeluh juga,
walaupun bagaimana tidak mungkin ia bisa menerobos kepungan itu, karena memang
kepandaian kedua tojin tersebut tidak berada di sebelah bawah dari kepandaiannya.
Pertempuran itu berlangsung
dengan seru, namun semakin lama tampak Lie Su Han telah semakin terdesak dan
membuat Lie Su Han sering mengeluh. Dan sekali waktu pundaknya telah kena
diserempet oleh tebasan pedang Bo Liang Cinjin, untung saja lukanya itu tidak
telalu dalam dan parah.
Melihat lawannya telah
terluka, semangat bertempur dari Bo Liang Cinjin dan Po San Cinjin jadi
terbangun, seketika itu juga mereka menambah kekuatan lweekang mereka untuk
melancarkan serangan dengan sepasang pedang mereka, yang terus juga
berkelebat-kelebat cepat bukan main.
Dengan terluka seperti itu,
bukannya takut malah Lie Su Han semakin berani, dengan nekad ia telah
mernpergunakan pedang pendeknya untuk melakukan tikaman dan tabasan maut yang
berulang kali. Iapun telah berhasil melukai tiga orang tentara Mongolia, di
mana mereka telah dilukai oleh tikaman pedangnya pada lengan masing-masing,
sehingga darah mengucur deras sekali.
Tetapi ke sembilan tentara
Mongolia tersebut masih juga terus menyerang dengan golok masing-masing.
Keringat telah membasahi
pakaian Lie Su Han, dan ia berusaha memberikan perlawanan terus, sehingga
benturan senjata tajam terdengar ramai sekali.
Di waktu pelayan dan pemilik
rumah makan, serta dua atau tiga orang tamu yang berada di tempat tersebut
ketakutan dan bersembunyi di kolong meja, justru dari arah luar telah terdengar
suara: “ting-tong ting-tong” yang cukup nyaring, disusul dengan kata-kata:
“Aha, ha, ha, ha, rupanya ada pertunjukan yang menarik disini.....!”
Dan dari luar, melangkah masuk
seorang pendeta yang bertubuh gemuk, dengan kepala yang licin pelontos. Hwesio
tersebut mungkin berusia limapuluh tahun pakaiannya terbuat dari pada bahan
cita yang kasar berwarna kuning gading, dan pada tangannya terdapat kayu
bok-hie bersama ketukkannya yang terbuat dari besi. Dan waktu itu ketukan
bok-hie tersebut bukannya mengetuk kayu bok-hie itu, malah telah mengetuk
pinggiran tepi kayu bok-hie, yang terlapiskan oleh besi, sehingga terdengar
suara ting-tong ting-tong tidak hentinya.
Lie Su Han tengah sibuk sekali
mengadakan perlawanan atas serangan lawan-lawannya itu, maka kedatangan hwesio
tersebut tidak membuatnya menoleh, karena jika dia menoleh, tentu akan membuat
pecah perhatiannya dan ia bisa menerima bahaya yang hebat.
Bo Liang Cinjin dan Po San
Cinjin telah melirik sejenak, dan waktu melihat orang yang datang tersebut
tidak lain dari seorang hwesio, mereka memperlihatkan wajah mengejek dan telah
meneruskan pula penyerangannya pada Lie Su Han malah sekarang lebih gencar
lagi, dan juga tenaga lweekang yang mereka pergunakan itu jauh lebih kuat.
Ke sembilan tentara Mongolia
yang sebagian dari mereka telah terluka oleh tikaman maupun tabasan pedang Lie
Su Han, membuat mereka sengit melakukan penyerangan dengan senjata mereka jauh
lebih garang dari semula. Mereka rupanya bermaksud untuk membinasakan Lie Su
Han, jika memang mereka tidak berhasil menangkapnya.
Dengan demikian si hwesio
seperti juga tidak menerima layanan, apa lagi memang pelayan rumah penginapan
tersebut, bersama pemiliknya tengah bersembunyi di kolong meja ketakutan bukan
main.
Si pendeta berkepala botak
pelontos tersebut tertawa lebar waktu melihat jalannya pertempuran itu, iapun
telah mengetuk-ngetuk terus pinggiran dari tepian kayu bok-hie itu, sehingga
suara ting-tong ting-tong terdengar semakin jelas dan nyaring, seperti
mengiringi jalannya pertempuran tersebut.