Anak rajawali Jilid 34
Tie-kwan di kota tersebut
adalah Yang Uh Tai-jin, seorang Tie-kwan yang beradat keras dan juga kejam.
Tidak jarang ia menjatuhkan hukuman yang sangat berat kepada tersangka.
Bahkan jika ada tersangka yang
mohon kebijaksanaannya buat melihat kembali peristiwa yang terjadi, yang
seharusnya tidak menerima tahanan sebegitu lama, maka Yang Uh Tie-kwan semakin
menambahkan hukuman pada orang itu, yang dianggapnya menghina pangkatnya
sebagai seorang hakim.
Karena berani banyak bertanya dan
beranggapan hukuman yang dijatuhkan Tie-kwan tersebut salah dan tidak cocok
serta tidak sesuai dengan kesalahan yang dilakukan orang tersebut.
Ko Tie ketika dibawa masuk ke
dalam gedung Tie-kwan, segera juga disidang. Dan Yang Uh Tie-kwan keluar dari ruangan
dalam, segera duduk di kursi kebesarannya. Palunya di ketuk keras.
“Inikah orangnya?!” tanya
Tie-kwan dengan suara yang tawar dan sikap mengejek.
“Benar Tai-jin!” menyahuti
salah seorang tentara kerajaan, yang memakili kawan-kawannya menceritakan
bagaimana mereka menangkap Ko Tie.
Bukan main mendongkolnya
mendengar cerita tentara kerajaan yang seorang itu, karena banyak yang
berlebih-lebihan. Bahkan tidak tahu malu sekali tentara kerajaan tersebut
menjelaskan bahwa ia seorang diri yang menangkap Ko Tie.
Dengan berdusta seperti itu,
ia mengharap bisa cepat-cepat dinaikkan pangkatnya.
Tie-kwan itu mengawasi dan
meneliti Ko Tie sampai akhirnya ia bilang: “Baiklah, sementara tahanlah
dulu……!”
Semua tentara kerajaan itu
mengiyakan dan menyeret Ko Tie, yang dijebloskan di dalam kamar tahanan.
Di dalam kamar tahanan itu
telah ada seorang lelaki bertubuh tinggi besar tampaknya kuat sekali, dan
seorang lelaki bertubuh kurus dan lemah. Namun, justeru lelaki bertubuh kurus
itu yang menghampiri Ko Tie, katanya:
“Ini adalah salam perkenalan!”
Sambil berkata begitu, dia menghantam dada Ko Tie.
Waktu itu Ko Tie telah berada
dalam keadaan tidak separah sebelumnya, karena sebagian dari tenaganya mulai
pulih. Dan cepat-cepat mengelak dari pukulan itu.
Sedangkan orang yang bertubuh
tinggi besar dan berewokan mukanya, tertawa bergelak-gelak. Ko Tie menghindar
dari pukulan itu, tangan kanannya menangkis.
Namun tangan Ko Tie terpental
balik, hampir saja menghantam mukanya sendiri. Sedangkan si kurus kerempeng itu
telah menghantam lagi dada Ko Tie.
“Dukkk,” nyaring sekali
terdengar dada Ko Tie terpukul oleh orang itu.
Kembali orang bertubuh tinggi
besar itu tertawa bergelak-gelak.
“Bagus A Kian! Dengan
demikian, engkau benar-benar cocok menjadi pembantuku!” kata orang bertubuh
tinggi besar itu.
Sedangkan orang yang bertubuh
kurus kerempeng itu, yang ternyata memiliki ilmu yang tinggi, sehingga setiap
pukulannya sangat keras, berbeda sekali dengan keadaan tubuhnya yang tampaknya
lemah.
A Kian tampaknya senang dipuji
oleh orang bertubuh tinggi besar itu. Ia mengayunkan tangannya lagi, memukul
dada Ko Tie.
“Bukkk!” tubuh Ko Tie
terjengkang.
Ke dua orang itu tertawa
bergelak.
Ko Tie marah sekali, jika
memang ia bukannya sedang memikirkan kesehatan dirinya, tentu dia sudah akan
balas menyerang.
Di waktu itu tampak A Kian
telah memberi hormat kepada si orang bertubuh tinggi besar.
“Maafkan, Siauw-jin tidak bisa
memuaskan hati Toako!” katanya menghormat sekali.
“Bagus! Itu pun sudah lebih
dari cukup!” kata si Toako.
Kemudian si Toako ini, dengan
muka yang bengis sekali, menoleh kepada Ko Tie, katanya sambil mengulurkan
tangannya mencengkeram baju di dada Ko Tie. Dia menarik tubuh pemuda itu.
“Berapa banyak uang yang kau bawa?!”
“Ada sangkutan dan hubungan apakah
antara uang dengan keadaan di dalam kamar tahanan ini?!” tanya Ko Tie tidak
mengerti.
Si Toako tertawa
bergelak-gelak, malah kemudian dia bilang: “Hemm, jika memang engkau memiliki
uang yang cukup banyak, maka engkau tidak perlu melewati bingkisan persahabatan
lagi. Engkau tidak usah menerima pukulan lagi, dan juga engkau tidak usah
menderita lebih jauh……! Mana uangmu?!”
Ko Tie menghela napas, ia
merogoh saku bajunya, untuk mengeluarkan beberapa tail perak. Namun ia jadi
kaget, karena saku bajunya kosong, uangnya berada di dalam buntalannya,
sedangkan waktu itu buntalannya tidak diketahuinya berada di mana.
“Maaf…….!” kata Ko Tie dengan
muka yang berubah merah, dia bilang lebih jauh: “Kebetulan sekali aku tidak
membawa uang, dan uangku berada di buntalan pakaian. Jika nanti aku telah
bebas, aku akan datang menjengukmu....... di saat itu aku akan menghadiahkan
engkau bingkisan yang.....!”
“Dusta!” bentak si Toako itu
dengan suara yang kasar. “Hemmm, engkau hendak mendustai aku……?! Bagus! Bagus!
Memang kau perlu menerima bingkisan hadiah perkenalan!” Setelah berkata begitu
si Toako melirik kepada A Kian.
A Kian memang telah siap, di
tangannya tercekal sebuat cambuk panjang, yang kemudian digerakkan, sehingga
suara cambuk itu merobek-robek keheningan di kamar tahanan itu.
Kembali si Toako memberikan
isyaratnya, dan A Kian menggerakkan cambuknya, buat mencambuk Ko Tie.
Ko Tie walaupun lemah dan
semangatnya belum pulih, namun jika hanya untuk menghadapi itu saja, ia rasa
masih bisa. Maka ia menantikan sampai cambuk itu telah dekat, barulah ia
mengulurkan tangannya. Dia mencekalnya kuat-kuat ujung cambuk tersebut,
kemudian dia menggentaknya.
A Kian kaget tidak terkira. Ia
merasakan tubuhnya tertarik kuat, malah kakinya terlepas dari lantai. Dan ia
segera “terbang” menubruk dinding kamar tahanan itu, karena itu pula kepalanya
telah membentur dinding, cukup keras. sampai dia ngeloso dan pingsan tidak
sadarkan diri.
Tampak si Toako yang tubuhnya
tinggi besar itu berdiri kesima, karena saat itu ia melihat pertunjukan yang
benar-benar menakjubkannya. Ia sampai berdiri tertegun.
Barulah sesaat dia sadar
dengan murka, dia mengeluarkan suara bentakan yang nyaring sekali, tubuhnya
menerjang ke depan.
Ko Tie berkelit ke samping,
berkelit begitu di waktu tubuh dari si Toako itu meluncur menubruk tempat
kosong, maka ia telah menendang pantat orang itu, sehingga membuat tubuh si
Toako jadi nyelonong terus ke depan dan kepalanya menubruk dinding.
Dengan demikian, ia pun sama
seperti kawannya itu, A Kian. Ia segera pingsan tidak sadarkan diri dengan
mulut yang terbuka lebar dan juga kepala yang telah bertelor……
Di waktu itu Ko Tie menghela
napas dalam-dalam. Untuk pulih tenaga dan kepandaiannya, mungkin memerlukan
tiga hari. Dan selama itu, dia tidak boleh mengeluarkan tenaga karena jika ia
memakai tenaga, niscaya dia akan terluka di dalam lagi yang lebih parah.
Disebabkan itu pula, Ko Tie
bermaksud di dalam tiga hari ini untuk beristirahat. Jika kepandaian dan juga
tenaganya telah pulih, tentu ia tidak perlu takut terhadap Tie-kwan atau
orang-orangnya. Dengan mudah tentu Ko Tie bisa menghadapi mereka, juga ia akan
dapat menghajar mereka…….
Karena itu, Ko Tie telah duduk
di sudut ruangan kamar tahanan tersebut, dia duduk mengawasi si Toako dan A
Kian, yang menggeletak tidak bergeming dalam keadaan pingsan.
Sedangkan Ko Tie waktu itu
juga merasakan dadanya sedikit sesak, dengan pernapasannya yang agak terganggu,
dia menyalurkan tenaga dalamnya.
Karena telah diurut dan diberi
obat oleh Oey Yok Su lukanya itu telah sembuh sebagian besar, yang kurang
hanyalah beristirahat saja. Dan juga, dia telah dapat untuk menjalankan
pernapasannya sampai menembus ke Tan-tian.
Hal itu merupakan suatu
pertanda baik, karena dengan demikian ia sudah bisa mempergunakan dan
menyalurkan lweekangnya. Diam-diam Ko Tie jadi girang bukan main.
Dikala itu terlihat, A Kian
dan si Toako telah tersadar. Mereka merangkak bangun dan dengan muka yang
meringis menahan sakit, mereka berdua memandang kepada Ko Tie, yang mereka
lihat tengah enak-enaknya duduk di sudut ruangan itu.
Dengan muka beringas, si Toako
telah bilang dengan aseran sekali: “Akan ku robek-robek tubuhnya!”
Sambil berkata begitu, tubuh
si Toako telah melompat menubruk menyerang Ko Tie, karena tampaknya si Toako
penasaran sekali, tadi dia menduga bahwa dirinya berlaku ceroboh, sehingga
membuat dia bisa dirubuhkan.
Sekarang dia mempergunakan
tenaga yang sangat besar, dia yakin, begitu dipukul, tentu Ko Tie akan rubuh
pingsan atau segera berlutut meminta-minta ampun padanya.
Namun, si Toako ini kecewa.
Karena begitu tangannya meluncur menyambar. tahu-tahu tubuh Ko Tie seperti
lenyap dari hadapannya. Dan ia merasakan pundaknya ditepuk.
Seketika lemaslah tubuhnya,
malah dia pun segera juga merintih kesakitan waktu menggeletak di lantai tanpa
bisa menggerakkan lagi tangan dan kakinya, karena dia telah tertotok. Malah
yang hebat, si Toako ini merasakan sekujur tubuhnya sakit-sakit seperti juga
digigiti oleh laksaan semut.
A Kian berdiri kesima, karena
ia kaget tidak terkira. Si Toako itu sangat dihormatinya siapa sangka, dengan
mudah Ko Tie bisa merubuhkannya.
A Kian jadi ketakutan. Dia
menekuk ke dua kakinya, berlutut sambil mengangguk-anggukan kepalanya, memohon
pengampunan dari Ko Tie.
Napas Ko Tie memburu keras.
Dia baru saja mempergunakan sedikit tenaga, lalu pemuda itu merasakan betapa
napasnya sesak dan darahnya seperti jungkir balik.
Bukan main kagetnya Ko Tie,
dan ia segera juga berdiam diri untuk mengatur pernapasannya. Iapun tersadar,
demikianlah akibat dari dilanggarnya pantangan itu, karena jika sampai dia
mempergunakan tenaga berlebihan dalam keadaan seperti ini, niscaya akan membuat
dia bisa terluka di dalam pula yang bertambah berat.
Beruntung saja, bahwa untuk
kali ini tidak sampai membuat dia terluka di dalam karena dia cuma
mempergunakan tenaga yang tidak banyak. Dia pun tidak berani mencoba-coba
mempergunakan tenaga lagi, dia duduk di sudut ruangan itu, di mana dia telah
berusaha untuk menyalurkan tenaga dalamnya.
Di waktu itu dilihatnya A Kian
yang tengah berlutut ketakutan, malah tengah menghiba-hiba meminta agar dia
diampuni.
Ko Tie tidak melayani A Kian,
dia terus juga menyalurkan pernapasannya.
A Kian melihat dirinya tidak
diladeni oleh Ko Tie, segera juga dia menghampiri si Toako.
Toako itu tengah meringis.
“Sakit…… sakit……!” merintih
Toako itu dengan suara menahan sakit.
Sedangkan A Kian telah
bertanya: “Di mana…… bagian mana yang sakit……?!”
“Seluruh tubuhku sakit……!”
menyahuti si Toako.
“Mengapa bisa begitu?!” tanya
A Kian.
“Aku..... aku dikerjakan oleh
orang itu..........!” menyahuti si Toako
“Dikerjakan?!”
“Ya…… dia mempergunakan ilmu
siluman…..!” menyahuti si Toako.
“Hemmm, kalau begitu, nanti
malam, jika dia tengah tidur, kita bunuh saja!” kata A Kian berbisik pada si
Toako.
Si Toako berseri mukanya,
tampaknya dia girang. Namun itu hanya sejenak saja. Segera ia meringis
kesakitan dan merintih lagi, karena rasa sakit di sekujur tubuhnya hebat bukan
main.
A Kian berusaha menguruti dan
memukuli perlahan-lahan tubuh si Toako.
Di waktu itu Ko Tie menoleh
kepada mereka, dengan suara yang dingin dia bilang: “Jika memang kalian
bermaksud buruk seperti itu kepadaku, hemmm, maka akupun tidak akan memberi
hati kepada kalian, dengan mudah aku akan membunuh kalian terlebih dulu!”
Bukan kepalang kagetnya A Kian
dan juga si Toako itu. Tadi A Kian berbisik perlahan sekali, tapi ternyata Ko
Tie memiliki pendengaran yang sangat tajam, sehingga dia bisa mendengar
kata-kata A Kian. Dengan demikian, ke duanya tambah ketakutan.
“Kami....... kami hanya
bergurau....... ampunilah kami Siauw-hiap……!” memohon A Kian dan si Toako itu
dengan sikap ketakutan.
Tubuh mereka menggigil dan
muka mereka pucat. Terlebih lagi si Toako itu yang mukanya seketika meringis
menahan sakit yang tidak terkira.
Ko Tie cuma tertawa dingin
saja, kemudian dia mengibaskan tangannya, katanya: “Jika memang kalian tidak
mengandung maksud buruk padaku, maka akupun tidak akan menganiaya diri kalian!”
Setelah berkata begitu, segera juga ia menghampiri kepada si Toako dan
menendang dengan kakinya.
“Aduhhh ..... .!” Toako itu
menjerit kesakitan, tapi segera dia bebas dari totokan, dan bisa berdiri.
Cepat-cepat si Toako berlutut
mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia mengucapkan terima kasih kepada Ko Tie, dan
iapun sudah tidak berani main gila lagi terhadap pemuda ini, karena
diketahuinya bahwa pemuda ini memang sangat lihay ilmu silatnya.
Di waktu itu, seorang pengawal
telah datang membawakan makanan buat Ko Tie bertiga.
Pengawal itu melirik kepada Ko
Tie, kemudian katanya: “Kau makan sepuas hatimu, karena tidak lama lagi kau
akan berhenti menjadi manusia, engkau akan dikirim ke neraka!”
Sambil berkata sinis seperti
itu, si pengawal kerajaan itu memperdengarkan dengusan mengejek.
Ko Tie cuma tersenyum tawar
mendengar perkataan pengawal itu, ia telah berpikir di dalam hatinya.
“Jika dalam tiga hari aku bisa
memelihara tenagaku, maka aku akan sembuh dan pulih sebagaimana biasanya!
Walaupun Tie-kwan keparat itu mengerahkan ratusan tentara, tentu dengan mudah
aku akan menghadapinya….....!”
Sedangkan, pengawal itu waktu
hendak meninggalkan kamar tahanan ini berkata: “Besok pagi adalah waktunya
engkau dipensiunkan sebagai manusia.....!” Dan tentara kerajaan itu tertawa
bergelak-gelak meninggalkan tempat tersebut.
Ko Tie mengerutkan sepasang
alisnya. Besok pagi ia akan dihukum mati oleh Tie-kwan keparat itu? Ohh, itulah
waktu yang belum cukup buat Ko Tie beristirahat. Karena di waktu itu tenaga dan
semangatnya belum pulih keseluruhannya.
Sedangkan di hati kecilnya,
dia pun bingung serta heran. Mengapa Tie-kwan itu menangkap dan memusuhinya,
malah tampaknya Tie-kwan itu sengaja tidak mau menyidangkan perkaranya, dan
ingin membunuhnya!
Inilah yang mengherankan
sekali! Siapakah Tie-kwan tersebut untuk menangkap dan membunuhnya? Semua ini
merupakan tanda tanya yang tidak terjawab oleh Ko Tie.
Ketika Ko Tie terbengong
seperti itu, tampak si Toako telah menghampiri, mendekati, lalu katanya:
“Sesungguhnya apakah kesalahan Siauw-hiap, sehingga hendak dihukum mati?!”
tanyanya.
Ko Tie menoleh kepadanya,
kemudian mengangkat bahunya sambil menghela napas, kepalanya digelengkan.
“Aku sendiri tidak mengetahui
mengapa mereka menangkapku!” katanya. “Dan aku pun tidak mengetahui apa maksud
mereka hendak menghukum mati padaku!”
Si Toako memperlihatkan sikap
terheran-heran sedangkan A Kian pun memandang dengan mata terbuka lebar-lebar.
“Dan, kalian mengapa ditahan?”
tanya Ko Tie sambil menoleh kepada mereka.
Muka si Toako berobah merah,
demikian juga A Kian.
“Aku..... aku telah memperkosa
isteri seorang tetanggaku, tapi bukan atas dasar paksaan, tetapi ia memang
senang juga. Hanya saja pihak yang berwajib menuduh aku yang memperkosa!”
menjelaskan si Toako jujur.
Ko Tie mengerutkan alisnya.
“Itulah perbuatan yang
terkutuk!” kata Ko Tie akhirnya dengan sikap tidak senang dan wajah yang guram.
Si Toako menunduk, tampaknya
dia jadi gugup sekali waktu berkata lagi:
“Ya memang aku sendiri pun
mengetahuinya. Itulah perbuatan yang terkutuk dan tidak terpuji. Karena
walaupun wanita itu senang padaku tokh ia masih isteri orang lain.....
“Tapi waktu itu aku telah
dikuasai oleh bisikan iblis..... Tapi kukira di lain waktu tentu aku tidak akan
melakukan perbuatan terkutuk lagi.........!”
“Bagus, jika memang engkau
masih mau dan bisa sadar, itulah bagus!” kata Ko Tie kemudian. “Tapi justeru,
jika di lain waktu kau masih melakukan perbuatan seperti itu, rendah dan hina
dina, jika bertemu denganku, aku sendiri tidak akan mengampunimu, aku akan
turun tangan menumpas dan membunuhmu……!”
“Ya Siauw-hiap, aku..... aku
bersumpah tidak akan melakukan perbuatan terkutuk lagi,” kata si Toako, yang
sebenarnya bernama Lay Ci.
“Lalu kau!” Ko Tie sambil
menoleh kepada A Kian. “Mengapa engkau ditahan?”
“Aku…… aku telah mencuri……”
menyahuti A Kian.
Ko Tie tersenyum. Itulah
urusan biasa. Dan ia tidak menegur A Kian seperti ia menegur Lay Ci.
Dan setelah bercakap-cakap
beberapa saat, Ko Tie mengatakan bahwa ia tidak berselera untuk makan, maka ia
ingin beristirahat dan tidur.
Lay Ci dan A Kian tidak
mengganggunya. Mereka pun rebah di bagian lain dari kamar tahanan tersebut.
Begitulah, Ko Tie telah tidur
nyenyak sekali, untuk memelihara semangat dan tenaganya, karena ia menyadari,
besok itu akan mengalami kesulitan yang tidak kecil.
Walaupun Ko Tie menyadari,
jika besok ia harus bertempur, tenaganya belum pulih keseluruhannya. Namun Ko
Tie pikir, jika memang untuk melarikan diri, ia masih bisa melakukannya.
Karenanya ia tidur siang-siang untuk memelihara semangat dan tenaganya.
◄Y►
Pagi itu di ruang sidang
Tie-kwan tampak duduk angker sekali Ma Ie Tie-kwan, seorang Tie-kwan yang
tampak bengis dan kejam di kursi kebesarannya. Matanya terbuka lebar-lebar, dan
juga dia telah berkata dengan suara yang dingin:
“Hemmm, diakah yang bernama Ko
Tie?!”
Seorang pengawal yang membawa
Ko Tie dari kamar tahanan telah berlutut dan membenarkan.
“Hemmm, baiklah..... hari ini
dia akan disidangkan perkaranya.......!” Setelah berkata begitu, Tie-kwan
tersebut mengetuk palunya, untuk membuka sidang.
Ko Tie mengawasi dengan tenang
saja, karena ia tahu, Tie-kwan ini tentunya kawan dari Yang Uh Tie-kwan.
Walaupun memang ia katanya akan disidangkan perkaranya, tapi tentunya Ma Ie
Tie-kwan ini telah dikendalikan oleh Yang Uh Tie-kwan. Ke dua Tie-kwan itu
tentu sama setail sepuluh cie.
Waktu Ma Ie Tie-kwan mengetuk meja
dengan palunya, Yang Uh Tie-kwan dengan sikap yang angkuh telah keluar dari
duduk di kursi kebesarannya yang berada di samping Ma Ie Tie-kwan. Mereka
tampak saling membisikkan sesuatu, lalu Ma Ie Tie-kwan mengangguk-angguk.
“Lie Ko Tie, kau telah bersalah
karena engkau hendak memperkosa puteri keluarga Ciu. Karena itu, di dalam
sidang ini, apa yang hendak kaukatakan lagi, setelah bukti-bukti lengkap berada
di tangan kami dan juga engkau tertangkap basah?” tanya Ma Ie Tai-jin dengan
suara yang meninggi dan keras sekali, mukanya kejam dan bengis.
Ko Tie tertegun.
“Itu hanya fitnah belaka!”
berseru Ko Tie dengan penasaran bukan main “Kalian..... ooh permainan apa yang
tengah kalian lakukan?”
Jika menurut adatnya dan juga
kalau saja memang di waktu itu Ko Tie tidak berada dalam keadaan lemah, tentu
ia akan menghajar habis-habisan ke dua hakim keparat yang telah menyidangkan
perkaranya sekehendak mereka.
Ma Ie Tie-kwan tertawa
mengejek.
“Engkau hendak menyangkal?”
tanyanya. “Ini akan memberatkan hukuman yang akan kau terima! Lebih bijaksana
jika engkau mengaku secara terus terang dan jujur, sehingga mungkin hukuman
buat kau jadi lebih ringan!”
Ko Tie mengawasi tajam kepada
ke dua hakim itu. Yang Uh Tie-kwan tampak tertawa mengejek beberapa kali dan
mengerling padanya.
Ko Tie sudah tidak bisa
menahan sabar lagi. Tahu-tahu dia menjejakkan ke dua kakinya. Tubuhnya melesat
ke tengah udara, ke dua kakinya bekerja.
Dua orang tentara kerajaan
yang mengawalnya di samping kirinya dan kanan, kena ditendangnya, sampai mereka
terguling-guling. Kemudian tubuh Ko Tie hinggap di depan meja ke dua hakim itu.
Ia mengulurkan ke dua tangannya, mencengkeram baju di dada Ma Ie Tie-kwan dan
Yang Uh Tie-kwan.
“Kau..... kau……!” Muka ke dua
Tie-kwan itu pucat pias, mereka kaget dan ketakutan!
Ko Tie tidak memperdulikan
sikap mereka. Ke dua hakim itu telah ditariknya sampai mereka terpelanting di
lantai.
“Kalian pembesar-besar busuk
yang sekehendak hati kalian mengandalkan kekuasaan buat memfitnah dan
menjatuhkan hukuman kepada orang yang tidak bersalah! Aku dengan kalian tidak
memiliki hubungan apa-apa. Mengapa kalian hendak mencelakai aku? Siapa yang
perintahkan kalian?”
Waktu bertanya begitu, mata Ko
Tie bersinar sangat tajam. Ke dua hakim itu ketakutan bukan main. Sambil
merangkak, mereka telah berseru-seru:
“Pengawal! Pengawal! Tangkap
penjahat! Tangkap penjahat!”
Tapi tentara kerajaan yang
berada di dalam ruangan tersebut hanya mencekal senjata mereka tanpa berani
maju, karena telapak tangan kiri dan kanan dari Ko Tie telah berada di atas
kapala Tie-kwan Yang Uh dan Ma Ie.
“Selangkah saja kalian maju,
ke dua manusia busuk ini akan kumampusi lebih dulu!” mengancam Ko Tie dengan
muka yang merah padam. Dia sangat murka telah difitnah seperti itu oleh ke dua
hakim tersebut.
Para tentara itu tidak berani
melangkah lebih jauh. Mereka hanya mengeluarkan suara yang berisik.
Tiba-tiba dari balik tirai
telah melangkah ke luar seseorang, dengan langkah kaki dan sikap yang tenang,
malah terdengar suara batuknya dua kali.
“Ada ribut-ribut.....?”
tanyanya dengan suara yang dingin, sikapnya juga angkuh sekali.
Ko Tie melirik, dia melihat
orang itu memiliki tubuh yang jangkung kurus, dengan muka yang ditumbuhi misai
yang tipis panjang, mukanya, seperti labu. Matanya yang tipis sekali
memancarkan sinar yang sangat tajam. Sambil melangkah keluar, matanya telah
memandang tajam kepada Ko Tie.
“Hemmm,” kata orang itu lagi.
“Rupanya ada pengacau di sini?”
Sambil berkata begitu
tahu-tahu tubuhnya melesat maju ke dekat Ko Tie.
Ke dua Tie-kwan itu, Yang Uh
Tie-kwan dan Ma Ie Tie-kwan, yang semula telah ketakutan sekali, ketika melihat
orang itu, segera juga jadi girang, muka mereka berseri-seri.
“Phan Suhu, tangkaplah
penjahat ini,” berseru Yang Uh Tie-kwan.
“Jangan kuatir Tai-jin di tangan
Phan Chin Shia tidak ada seekor lalat busuk pun yang bisa terbang meloloskan
diri,” kata orang itu, yang mengaku bernama Phan Chin Shia.
Dia bukan sekedar berkata
begitu saja, karena cepat sekali tangan kanannya telah diulurkan, menjambak ke
punggung Ko Tie.
Ko Tie juga melihat langkah
dan gerak-gerik orang ini, menyadari dia seorang kang-ouw yang memiliki
kepandaian tidak rendah. Tentunya Phan Chin Shia ini seorang tukang pukul
andalan ke dua Tie-kwan tersebut.
Ia tidak berani berayal.
Segera ia mengelak ke samping, tapi waktu mengelak begitu, ke dua kaki Ko Tie
bergerak bergantian.
Dia telah menendang ke dua
Tie-kwan itu, sampai Yang Uh dan Ma Ie Tie-kwan terpental bergulingan di
lantai, menjerit-jerit kesakitan, dan juga mencaci maki tidak hentinya. Bibir
mereka berdarah karena terbentur lantai!”
Phan Chin Shia melihat
cengkeraman tangannya tidak berhasil, tampak mengerutkan alisnya. Dia heran dan
bahkan ia berseru: “Ihhhh, kau cukup gesit, bocah?!”
Dan sambil berkata begitu,
tubuhnya telah melesat ke samping Ko Tie lagi. Kali ini ke dua tangannya itu
bergerak dengan berbareng. Dia mengincar pundak dan perut Ko Tie.
Ko Tie menyadari, dia baru
saja disembuhkan Oey Yok Su, tenaganya belum pulih keseluruhannya. Dan ia tidak
bisa mempergunakan tenaga berkelebihan. Kembali dia tidak menangkis dua
serangan itu, dia mengelak dengan lincah sekali.
Tapi Phan Chin Shia sama
sekali tidak memberikan kesempatan kepadanya, beruntun dia menyerang dengan
gencar. Setiap serangannya mengandung maut.
Ko Tie suatu kali sudah tidak
bisa menghindar dari serangan Phan Chin Shia, karenanya terpaksa sekali ia
menangkis.
“Dukkkk!” tangan mereka saling
bentur, namun waktu itulah mata Ko Tie berkunang-kunang, karena ia
mempergunakan tenaga berlebihan. Kuda-kuda ke dua kakinya tergempur, malah
tubuhnya seketika terjungkal rubuh bergulingan di lantai.
Disaat itu, tampak Phan Chin
Shia telah meluncur lagi menerjang Ko Tie. Dia menghantam dengan telapak tangan
kanannya, telak sekali mengenai dada Ko Tie.
Ko Tie mengerang sedikit,
mulutnya memuntahkan darah segar dua kali, mukanya pucat pias. Ia kembali
terluka di dalam.
Namun dirinya tengah terancam
bahaya yang tidak kecil. Dia memaksakan diri buat merangkak bangun, tapi Phan
Chin Shia telah menghantam lagi sampai Ko Tie bergulingan pula di lantai.
Tiba-tiba terdengar jeritan
yang menyayatkan hati, dua orang tentara kerajaan di luar ruang sidang Tie-kwan
itu telah menjerit dan jatuh di tanah tanpa bernapas lagi. Disusul melangkah
masuk seseorang yang mengenakan jubah berwarna hijau, di tangannya memegang
seruling, itulah yang tadi dipergunakan memukul perlahan kepada ke dua tentara
kerajaan itu.
Dia seorang tua, dan tidak
lain dari Oey Yok Su, salah seorang datuk rimba persilatan yang memiliki
kepandaian terlihay dan adat yang ku-koay sekali.
“Phan Chin Shia, ternyata
engkau mengumbar kepandaianmu buat melakukan banyak kejahatan!” berseru Oey Yok
Su dengan suara yang dalam menyeramkan, tangannya menggoyang-goyangkan perlahan
serulingnya, dan kakinya pun melangkah perlahan. Perlahan tindakan kakinya,
tapi tubuhnya melesat cepat sekali, tahu-tahu dia telah berada di samping Phan
Chin Shia.
Phan Chin Shia ketika
mengenali siapa orang yang baru datang itu, tubuhnya menggigil.
“Oey Locianpwe.....
kau.....?!” tanyanya.
Baru saja dia bertanya sampai
di situ, justeru seruling Oey Yok Su telah bergerak. Perlahan. Dan Phan Chin
Shia melihat bergeraknya seruling itu, dia bermaksud hendak menghindar. Namun
belum keburu dia menggerakkan sepasang kakinya, justeru di saat itu seruling
dari Oey Yok Su telah mengetuk perlahan kepalanya.
Phan Chin Shia menjerit dengan
suara yang menyayatkan hati, menjatuhkan diri di lantai bergulingan sambil
memegangi kepalanya. Dari telinga, hidung, mulut dan matanya telah mengalir
darah yang deras sekali. Dia pun cuma bisa bergulingan di lantai tidak terlalu
lama, sebab kemudian dia telah putus napas, diam tidak bergerak.
Yang Uh Tie-kwan dan Ma Ie
Tie-kwan jadi ketakutan. Sambil memutar tubuh hendak melarikan diri dari tempat
itu, mereka berseru-seru: “Pengawal! Pengawal..... tangkap penjahat!”
“Hai, kamu berdua ke mari!”
bentak Oey Yok Su dengan suara yang dingin. Wajahnya walaupun telah tua, sangat
angker sekali seperti muka mayat, dingin tidak berperasaan.
Yang Uh Tie-kwan dan Ma Ie
Tie-kwan jadi merandek, mereka tengah ketakutan, juga Oey Yok Su memanggil
dengan suara yang berpengaruh sekali, mereka jadi merandek dan akhirnya
menghampiri dengan takut-takut.
“Lo-enghiong..... kami adalah
pembesar negeri yang menjalankan tugas, karena itu..... kami tidak punya salah
apa-apa dengan Lo-enghiong……!” kata Yang Uh Tie-kwan dengan sikap ketakutan
sekali.
“Hemmm, justeru pembesar
negeri seperti engkau inilah yang perlu dibasmi! Tidak ada seorang manusia
busuk yang bisa lolos dari tangannya Oey Loshia…..!”
“Ampun Lo-enghiong……!”
menghiba Yang Uh Tie-kwan dan Ma Ie Tie-kwan yang segera menekuk kedua kaki
mereka, berlutut mengangguk-anggukkan kepalanya. Lenyaplah harga diri mereka
karena mereka kuatir dibunuh oleh pendekar tua yang memiliki kepandaian tinggi
itu.
Sedangkan para pengawal di
ruangan tersebut jeri untuk maju, mereka telah melihatnya Phan Chin Shia yang
memiliki kepandaian tinggi, mereka ketahui sebagai tukang pukul andalan ke dua
pembesar tersebut telah dapat di bunuh begitu mudah. Tentu saja para tentara
kerajaan itu tidak mau membuang jiwa dengan konyol, walaupun tadi ke dua
Tie-kwan itu telah perintahkan mereka maju. Semuanya hanya berdiri diam saja
dengan hati kebat-kebit.
Oey Yok Su tertawa dingin, dia
bilang: “Baiklah, sekarang aku mengampuni kalian, tapi di lain waktu, Oey
Loshia tidak akan mengampuni manusia-manusia seperti kalian!”
Setelah berkata begitu,
serulingnya mengetuk perlahan pundak ke dua Tie-kwan itu. Ke dua Tie-kwan itu
menjerit kesakitan dan mereka rubuh pingsan tidak bergerak lagi.
Jika nanti mereka tersadar,
maka mereka akan menjadi manusia lumpuh yang tidak bisa berjalan dan juga tidak
bisa menggerakkan tangan mereka. Memang Oey Yok Su mengampuni jiwa mereka, tapi
tidak mengampuni hukuman mereka. Walaupun nanti mereka tetap hidup, ke dua
Tie-kwan itu hidup dengan menderita sekali.....!
Oey Yok Su yang wajahnya tetap
dingin tidak memperlihatkan perasaan apapun juga, telah berjongkok untuk
menggendong Ko Tie, yang hendak dibawanya meninggalkan ruangan sidang Tie-kwan
tersebut.
Tapi waktu berjongkok seperti
itu, tiba-tiba muka Oey Yok Su berobah dan memperdengarkan suara dengusan
“Hemmm!” yang perlahan. Ia merasakan dari belakangnya menyambar beberapa batang
senjata rahasia.
Tanpa menoleh dia menggerakkan
serulingnya, terdengar suara “tranggg, tranggg!” beberapa kali, dan senjata
rahasia yang ditimpukan seseorang buat membokongnya, telah terpental, menyambar
ke arah dari mana datangnya tadi.
Seketika terdengar suara
jeritan beruntun dua orang, di susul dua sosok tubuh yang melarikan diri dari
ruangan itu. Mereka berdua tidak lain dari Gorgo San dan Kiang-lung Hweshio.
Mereka sejak tadi menyaksikan
apa yang terjadi, dan juga menyaksikan datangnya Oey Yok Su, yang terkenal
sangat lihay itu. Mereka berdua pun jeri.
Memang ke dua Tie-kwan itu
mereka kendalikan, buat menangkap Ko Tie, dan mereka hendak membunuh Ko Tie
dengan meminjam tangan dari ke dua Tie-kwan tersebut.
Namun siapa tahu, justeru
Tie-kwan-tie-kwan itu yang telah dibayar oleh Oey Yok Su. Malah jago-jago andalan
ke dua Tie-kwan itu, yaitu Phan Chin Shia, telah kena dibinasakan Oey Yok Su
dengan cara yang begitu mudah.
Gorgo San dan Kiang-lung
Hweshio tidak berani memperlihatkan diri. Mereka penasaran. Untuk melampiaskan
penasaran mereka, maka mereka menyerang dengan senjata rahasia buat membokong.
Namun Oey Yok Su benar-benar
lihay. Tanpa menoleh ia bisa menyampok kembali senjata rahasia itu, yang
menancap di punggung dan di lengan Gorgo San dan Kiang-lung Hwesio, membuat
mereka menjerit kesakitan, dan melarikan diri.
Untung saja Oey Yok Su memang
tidak bermaksud mengejar mereka. Jika memang Oey Loshia menginginkan jiwa
mereka, berapa cepatnya mereka melarikan diri, jangan harap bisa terlepas dari
tangan Oey Loshia, si sesat tua ini.
Dengan muka yang tetap dingin
tidak berperasaan, Oey Yok Su mengangkat tubuh Ko Tie yang tengah pingsan tidak
sadarkan diri, dibawa meninggalkan tempat itu.
Oey Yok Su membawa Ko Tie ke
sebuah penginapan, dan juga telah merawatnya. Ia menguruti dan memberikan obat
kepada Ko Tie.
Tocu pulau To-hoa-to ini
memang hebat dan mujijat obat-obat ciptaannya. Walaupun bagaimana parahnya luka
yang diderita oleh Ko Tie, pemuda itu bisa disembuhkan dengan cepat.....!”
Ternyata, Oey Yok Su waktu
berpisah dengan Ko Tie, bukan bersungguh-sungguh meninggalkan pemuda itu.
Setelah mengetahui Ko Tie adalah murid Swat Tocu, memang ia jadi tidak menyukai
pemuda itu, karena ia beranggapan Swat Tocu seorang jago persilatan yang angkuh
dan tidak pernah mau hadir dalam Hoa-san-lun-kiam. Karenanya ia pun menyesal
telah mengobati Ko Tie.
Tapi, rasa penasaran hendak
melihat berapa tinggi kepandaian Ko Tie, sebagai murid Swat Tocu, membuat Oey
Yok Su mengikutinya.
Ketika tiba di kota tersebut,
ia segera mencari rumah makan buat mengisi perut, dan di waktu itulah ia
kehilangan jejak Ko Tie. Hal ini membuat Oey Yok Su semakin penasaran. Dia
mencarinya ke sana ke mari, sampai akhirnya ia mendengar perihal seorang pemuda
yang hari itu akan dijatuhi hukuman mati.
Cepat-cepat Oey Yok Su pergi
ke kantor Tie-kwan dan benar saja, ia melihat Ko Tie yang tengah disidangkan,
malah keselamatan Ko Tie tengah terancam oleh Phan Chin Shia.
Tanpa berpikir panjang lagi,
Oey Yok Su segera turun tangan buat membunuh Phan Chin Shia dan menolongi Ko
Tie.
Kemudian barulah membawa
pemuda itu ke rumah penginapan untuk diobatinya, karena dilihatnya Ko Tie dalam
keadaan terluka parah di dalam tubuhnya. Dia pun telah memberikan obat yang
paling mujarab dan langka, hasil ciptaan dan ramuannya sendiri selama
mengasingkan diri di To-hoa-to.
◄Y►
Waktu Ko Tie membuka matanya
tersadar dari pingsannya, yang pertama kali dilihatnya adalah seorang laki-laki
tua berjenggot panjang, dengan muka yang dingin tidak memperlihatkan perasaan
apapun juga, memakai kopiah dan baju panjang warna hijau, yang tidak lain dari
pada Oey Yok Su.
Segera juga Ko Tie hendak
bertanya, tapi Oey Yok Su telah mencegahnya dengan mengulap-ulapkan tangannya.
“Jangan bicara dulu, luka di dalam tubuhmu cukup parah……!”
Ko Tie mematuhi perintah Oey
Yok Su. Ia berdiam diri saja. Kemudian melihat dirinya berada di atas
pembaringan di dalam sebuah kamar.
Ia jadi tambah heran. Dan
menduga-duga entah dia berada di mana.
Di waktu itu Oey Yok Su telah
bilang lagi dengan suara yang sabar: “Hemmmm, engkau masih tertolong, karena
aku datang belum terlambat. Jika memang aku tiba terlambat satu-dua detik lagi,
tentu engkau telah menjadi mayat.....!”
Ko Tie mengangguk saja, karena
ia ingat akan pesan Oey Yok Su agar dia tidak bicara dulu. Ia pun menyadari,
tentunya sekali ini Oey Yok Su pula yang telah menolonginya.
“Untuk mennyembuhkan
benar-benar luka di dalam tubuhmu itu, memerlukan waktu duapuluh hari. Setelah
itu engkau masih perlu beristirahat duapuluh hari pula, barulah luka di dalam
tubuhmu benar-benar sembuh!”
Menjelaskan Oey Yok Su pula:
“Hemm, ada seseorang yang memfitnah kau, apakah engkau mempunyai musuh?!”
Ko Tie menggeleng. Dan ia
berdiam dengan otak bekerja keras.
Karena ia pun heran, bahwa ia
telah difitnah seperti itu, dan orang itu yang belum diketahuinya siapa, telah
memperalat ke dua Tie-kwan tersebut. Beruntung dia masih bisa tertolong dan Oey
Yok Su pula yang menolonginya.
Segera Oey Yok Su membuka baju
si pemuda, dia kemudian bilang: “Selama aku menguruti sekujur tubuhmu, engkau
harus menahan nafasmu, buanglah sekali-sekali dengan teratur dan
perlahan-lahan!”
Ko Tie mengangguk lagi.
Dirasakannya tangan Oey Yok Su
hangat sekali menguruti sekujur tubuhnya. Cuma saja Ko Tie merasakan betapa
dadanya sesak dan sakit. Ia merintih.
“Tahan! Sakit yang bagaimana
hebat sekalipun, engkau harus dapat menahannya, jika tidak, tidak bisa ditolong
lagi!”
Ko Tie mulai menggigit
bibirnya dengan merintih perlahan, tapi ia mengangguk, bahwa ia akan mematuhi
pesan Oey Yok Su, untuk bertahan dari sakit yang dideritanya.
Oey Yok Su bekerja sebat
sekali. Seluruh jalan darah di tubuh Ko Tie, yang berjumlah tigaratus
empatpuluh tujuh, telah diurut semuanya, dan kemudian katanya dengan keringat
masih memenuhi keningnya:
“Kini engkau telah lolos dari
keadaanmu yang gawat…… selanjutnya hanyalah tinggal membuka jalan-jalan
darahmu! Kerahkan lweekangmu!” Sambil berkata begitu, Oey Yok Su meletakkan
telapak tangannya pada perut Ko Tie.
Ko Tie menuruti lagi perintah
Oey Yok Su. Dia telah mengerahkan lweekangnya.
Namun gagal.
Lweekangnya dan tenaga
murninya telah acak-acakan, tidak bisa disatukan. Malah, tenaga dalamnya itu
telah buyar tidak bisa menembusi beberapa jalan darah terpenting di tubuhnya.
Diam-diam Ko Tie mengeluh, dia menyadari, sekali ini ia benar-benar terluka parah
sekali.
Di waktu itu Oey Yok Su bilang
dengan suara yang tawar: “Berusaha terus untuk mangerahkan lweekangmu!”
Kemudian Oey Yok Su memejamkan matanya, dia mengerahkan lweekangnya.
Ko Tie merasakan, dari telapak
tangan Oey Yok Su mengalir hawa yang hangat sekali, seperti bola api, yang
menerobos masuk ke dalam tubuhnya. Bola api itu seperti berputar-putar di
sekitar perutnya.
Tapi tetap saja sin-kang Ko
Tie tidak bisa disatukan, buyar dan tidak bisa menembusi beberapa jalan darah
terpenting di tubuhnya.
Ko Tie mencoba terus, berulang
kali dia menyalurkan sin-kangnya, untuk dipusatkan menjadi satu.
Walaupun berulang kali gagal,
dia tidak berputus asa. Ia mengerti, sebelum ia berhasil mempersatukan tenaga
dalamnya dan hawa murninya, tidak mungkin ia bisa sembuh.
Terlebih lagi sekarang dengan
dibantu oleh sin-kang Oey Yok Su, seharusnya ia dapat mengendalikan sin-kangnya
jauh lebih mudah. Jika sekarang ia sulit untuk mempersatukan sin-kangnya
walaupun telah menerima bantuan dari Oey Yok Su, itulah disebabkan memang ia
terluka di dalam yang benar-benar berat dan parah.
Sedangkan Ko Tie sendiri
menyadari, Oey Yok Su sekali ini memang bersungguh-sungguh menolonginya.
Benar-benar dia merasa heran oleh perangai Oey Yok Su yang angin-anginan.
Dulu, beberapa saat yang lalu,
Oey Yok Su tampak kecewa waktu mengetahui ia murid Swat Tocu. Dan juga telah
meninggalkannya dengan sikap yang dingin, tidak mau tahu lagi keadaan dirinya.
Siapa tahu, sekarang ini,
justeru Oey Yok Su yang telah menolonginya lagi, bahkan Oey Yok Su pula yang
telah berusaha membantunya dengan mengerahkan tenaga dalamnya.
Sin-kang Oey Yok Su sudah
mencapai puncak kesempurnaan, mungkin di dalam rimba persilatan sudah tidak ada
duanya, dialah merupakan datuk rimba persilatan yang memiliki kepandaian sangat
tinggi sekali, dan dijaman itu mungkin sudah tidak ada orang yang bisa
menandingi kepandaiannya.
Di kala itu terlihat Oey Yok
Su mengerahkan lima bagian tenaga dalamnya. Jika ia mengerahkan sampai delapan
bagian, disaat pertama kali ia memusatkan tenaga dalamnya, pasti bisa
membahayakan jiwa Ko Tie, sebab pemuda itu tidak akan kuat menerima “sumbangan”
tenaga dalam yang begitu besar.
Sedangkan Ko Tie masih saja
gagal. Sampai akhirnya Oey Yok Su menarik pulang tangannya. Ia menghela napas.
Keringat tampak membasahi
tubuh Oey Yok Su. Ia memang telah bersungguh-sungguh hendak menolongi Ko Tie.
Cuma saja, luka di dalam tubuh
yang diderita oleh Ko Tie benar-benar berat dan parah. Karena itu, segera
terlihat, betapa pun juga, Ko Tie sangat berterima kasih, dia memandang kepada
Oey Yok Su dengan sorot mata bersyukur.
Oey Yok Su telah bilang
kepadanya dengan suara yang tawar:
“Lukamu benar-benar terlalu
berat…… seharusnya, sebelum engkau cukup beristirahat tiga hari setelah
kusembuhkan beberapa waktu yang lalu, engkau tidak boleh mempergunakan tenaga
dulu, dan jangan sekali mengerahkan tenaga dalammu. Sekarang terbukti memang,
engkau semakin hebat terluka di dalam, dan tidak mudah untuk disembuhkan!”
Setelah berkata begitu, Oey
Yok Su telah menghela napas lagi.
Ko Tie jadi berkuatir sekali,
karena ia takut kalau-kalau dirinya tidak bisa disembuhkan, maka kepandaiannya
musnah dan ia menjadi bercacad.
Tengah pemuda ini memandang
mengawasi Oey Yok Su dengan sorot mata berkuatir, waktu itulah Oey Yok Su
menoleh kepadanya, sehingga jago tua itu bisa melihat sinar mata Ko Tie, dan ia
tersenyum tawar.
“Kau takut mati?!” tanyanya
kemudian dengan suara yang datar dan dingin.
Ko Tie menggeleng.
“Ti…… tidak locianpwe……!”
“Kulihat engkau ketakutan sekali!”
kata Oey Yok Su dengan suara tetap tawar.
“Boanpwe kuatir kalau-kalau
boanpwe tidak bisa disembuhkan, sehingga boanpwe selain akan bercacat, juga
ilmu silat boanpwe akan musnah……!” kata Ko Tie dengan muka yang guram dan
masgul.
Oey Yok Su tiba-tiba tertawa.
Keras sekali suara tertawanya itu, sehingga bergema di sekitar tempat itu,
membuat tamu-tamu di rumah penginapan tersebut, termasuk para pelayannya, jadi
kaget tidak terkira.
Mereka tidak mengetahui suara
apa yang bergema itu. Mereka menduga apakah suara naga yang tengah meraung?
Lama sekali Oey Yok Su
tertawa, sedangkan orang-orang di rumah penginapan itu tengah panik mencari
sumber suara tersebut, yang dalam pendengaran mereka sangat aneh. Oey Yok Su
baru berhenti tertawa, katanya:
“Baiklah kujelaskan kepadamu!
Walaupun bagaimana aku akan berusaha menyembuhkan engkau……!”
Muka Ko Tie berseri-seri
terang.
“Terima kasih, locianpwe……!”
katanya. “Budi besar locianpwe tidak mungkin boanpwe lupakan!”
“Aku bukan melepas budi
padamu!” kata Oey Yok Su dengan suara yang dingin dan mukanya datar tidak
memperlihatkan perasaan apapun juga.
Ko Tie tercekat hatinya.
Benar-benar ku-koay sekali adat Oey Yok Su. Dia sendiri yang mengatakan bahwa
dia berusaha akan menyelamatkan Ko Tie, tapi dia sendiri yang bilang tidak mau
melepas budi kepada Ko Tie.
Maka Ko Tie berdiam diri saja,
ia kuatir jika banyak bicara jadi salah.
Waktu itu Oey Yok Su mengawasi
Ko Tie beberapa saat lamanya lagi, dia bilang: “Menurut apa yang kulihat,
engkau memiliki bakat dan tulang yang bagus, tentunya engkau menjadi murid Swat
Tocu sebagai murid yang baik, telah mewarisi seluruh kepandaian gurumu itu!
Bukankah begitu?!”
Ko Tie ragu-ragu, tapi ia
bertanya juga: “Maksud locianpwe?”
Oey Yok Su tidak segera
menyahuti, dia menghela napas, barulah kemdian dia bilang: “Ya, sesungguhnya,
dalam hal ini aku sengaja menolongimu, karena aku kelak ingin melihat, berapa
tinggi kepandaian yang telah diwarisi oleh Swat Tocu kepadamu!
“Maka, aku telah turun tangan
menyelamatkanmu, dan aku bertekad untuk menyelamatkan engkau dari kematian!
Nah, jika memang nanti, kalau engkau telah sembuh, dan sudah tidak terluka
seperti sekarang ini, di waktu itulah aku akan meminta engkau bertempur
denganku sebanyak seratus jurus, karena aku ini melihat, betapa lihaynya
kepandaian dari Swat Tocu, yang sering dibangga-banggakan orang itu……!”
Setelah berkata begitu, Oey
Yok Su memperdengarkan suara tertawa dingin beberapa kali.
Sedangkan Ko Tie jadi kaget
tidak terkira. Memang Oey Yok Su benar-benar si sesat yang aneh sekali
perangainya. Ia menolongi Ko Tie tapi dengan mengandung maksud justeru nanti
meminta Ko Tie agar bertempur dengannya.
Tentu saja Ko Tie jadi
mengeluh. Walaupun dia memiliki kepandaian dua kali lipat dari yang sekarang,
tidak mungkin dia bisa menandingi Oey Yok Su.
Melihat Ko Tie berdiam diri
saja, Oey Yok Su tertawa tawar.
“Mengapa bengong saja? Apakah
kau jeri?!” tanyanya kemudian.
Ko Tie tersenyum pahit.
“Justeru yang tengah boanpwe
pikirkan, jika misalnya memang boanpwe memiliki kepandaian dua kali lipat dari
sekarang, juga tidak mungkin bisa menandingi locianpwe!” kata Ko Tie jujur.
Mendengar perkataan Ko Tie,
Oey Yok Su tertawa bergelak-gelak.
“Hemm, engkau tampaknya memang
benar-benar tidak tahu diri? Dengan aku mengatakan ingin perintahkan engkau
bertempur denganku, apakah engkau mengira bahwa aku ini bermaksud bertempur
sungguh-sungguh dengan kau? Jika memang bertempur sungguh-sungguh, apakah dalam
sepuluh jurus saja engkau bisa bertahan?!”
Ditegur seperti itu, muka Ko
Tie jadi berobah merah, dia likat sekali.
Sekarang dia baru mengerti,
bahwa Oey Yok Su mungkin hanya ingin menguji kepandaiannya belaka.
“Ya, ya, boanpwe telah salah
bicara……!” kata Ko Tie kemudian.
Oey Yok Su mengawasi si
pemuda, baru kemudian dia bertanya: “Sekarang kau jawab yang jujur, aku ada
satu pertanyaan. Bersediakah engkau?!”
Ko Tie mengangguk.
“Ya, katakanlah locianpwe,
nanti boanpwe menjawabnya dengan jujur.....!” kata Ko Tie.
“Bagus! Dengarkanlah baik-baik
akan pertanyaanku ini!” kata Oey Yok Su. “Menurut kau siapa yang memiliki
kepandaian tertinggi, aku atau memang gurumu?!”
Ditanya seperti itu, Ko Tie
tertegun, dia tidak menyangka, akan diajukan pertanyaan seperti itu. Buat
sejenak ia berdiam diri saja.
“Mengapa engkau tidak
menjawab?!” tegur Oey Yok Su sambil memperlihatkan senyuman dingin. “Hemm,
apakah pertanyaanku itu sulit buat dijawab?!”
Waktu itu Ko Tie ragu-ragu
sekali. Jelas ia tidak bisa mengatakan bahwa Oey Yok Su memiliki kepandaian di
atas kepandaian gurunya. Dan ia pun tidak mungkin berkata bahwa Swat Tocu
memiliki kepandaian di atas kepandaian Oey Yok Su. Sebab jika ia menjawab
seperti itu, niscaya akan membuat Oey Yok Su kalap dan marah bukan main.
Melihat pemuda ini masih
bengong, Oey Yok Su telah berkata: “Sekarang kau mau menjawab atau tidak? Jika
memang pertanyaanku itu sulit buat dijawab, aku pun tidak akan memaksa engkau
menjawabnya.
Ko Tie tersenyum pahit, dia
bilang:
“Sesungguhnya locianpwe…… jika
memang dalam urusan ini boanpwe dari tingkatan muda, tentu saja tidak berani
bicara sembarangan,
“Mengapa tidak berani bicara
sembarangan?! Aku bertanya padamu dan kau harus menjawab dengan jujur. Hanya
itu saja. Mengapa engkau sulit menjawabnya?!”
Ko Tie terdesak, dia tertawa
pahit, kemudian katanya: “Mungkin yang mengetahui lebih jelas adalah
locianpwe……!”
“Jika aku telah mengetahuinya,
buat apa aku bertanya lagi kepadamu?!” kata Oey Yok Su memperlihatkan sikap
tidak senang.
Ko Tie semakin terdesak.
“ Locianpwe........?!”
“Hemmm, tampaknya pertanyaan
itu memang sulit buat engkau jawab! Baiklah, aku tidak akan memaksa engkau
menjawabnya lagi.....!” Setelah berkata begitu, Oey Yok Su memperlihatkan sikap
tidak senang, wajahnya guram.
Ko Tie jadi nekad ketika
melihat keadaan Oey Yok Su, maka dia segera juga menjawabnya:
“Jika memang tidak salah, dan
ini menurut pendengaran yang selama ini boanpwe dengar, dan juga merupakan
jawaban yang sejujurnya dari hati boanpwe, seperti yang dikehendaki oleh
locianpwe, karena itu, maafkan jika boanpwe salah menjawab.......
“Sesungguhnya, baik locianpwe,
maupun guruku, di dalam rimba persilatan merupakan tokoh-tokoh yang memiliki
kepandaian sangat tinggi sekali dan sukar untuk ditentukan siapa yang lebih
tinggi karena memang kalian sangat dihormati oleh orang-orang seluruh rimba persilatan.......!”
Setelah berkata begitu, tampak
Ko Tie mengawasi Oey Yok Su, karena ia hendak mengetahuinya, sampai di manakah
Oey Yok Su menanggapi perkataannya itu. Apakah ia akan marah atau akan
menghantam mati.
Oey Yok Su berdiam diri saja,
wajahnya tetap guram. Bibirnya bergerak perlahan, dia berkata:
“Menurut kau, aku dan si tua
bangka itu, sama-sama merupakan tokoh rimba persilatan yang sangat dihormati
sekali oleh orang-orang rimba persilatan……!” Oey Yok Su mengulangi kata-kata
itu sampai beberapa kali, dan juga tampaknya dia tengah memikirkan kata-kata
tersebut.
Mendadak sekali, tangan kanan
Oey Yok Su terangkat, terayun memukul paha kanan dari kaki Ko Tie.
Hati Ko Tie tercekat. Ia
menyangka Oey Yok Su hendak memukul hancur tulang kakinya, agar ia
bercacat,karena mungkin saja Oey Y ok Su tidak senang dengan jawabannya
tersebut.
Tapi, ketika tangan Oey Yok Su
hinggap di pahanya, itulah tepukan biasa yang tidak disertai oleh kekuatan
tenaga dalam. Ko Tie bisa bernapas lega.
Apa lagi waktu itu Oey Yok Su
telah bilang:
“Ya, engkau seorang murid yang
berbudi. Engkau tahu mengenal budi dari gurumu, yang telah bersusah payah
membesarkan dan mendidik engkau, mewarisi kepandaiannya!
“Walaupun dalam keadaan
seperti sekarang, engkau tidak bertindak rendah, dengan mengucapkan kata-kata
yang menyenangkan hatiku dan lalu meruntuhkan nama baik gurumu! Aku memuji
engkau sebagai murid yang baik, dan aku senang untuk mengobati kau!”
Setelah berkata begitu, Oey
Yok Su dapat tersenyum.
Memang sungguh aneh sekali
sikap dan kelakuan Oey Yok Su, karena ia bisa kesal dan senang dengan mendadak.
Juga urusan yang benar bisa disalahkan, urusan yang salahpun bisa dibenarkan.
Tapi, yang terpenting, Oey Yok
Su adalah Oey Yok Su, yang paling benci kepada murid-murid yang murtad terhadap
pintu perguruannya. Karena ia pasti akan menghukum murid murtad itu dengan
hukuman yang seberat-beratnya.
Karena Oey Yok Su sendiri
memang pernah mengalami, betapa pahitnya jika memang seorang guru dikhianati
oleh murid-muridnya, dan murid-murid Oey Yok Su ada yang mengkhianatinya,
sehingga saking marahnya Oey Yok Su sampai menghukum semua muridnya. Dengan
begitu, dia telah dapat melampiaskan kemarahannya.
Sekarang ia melihat betapa Ko
Tie, di saat membutuhkan pertolongannya, bukan sekedar untuk menyenangkan
hatinya belaka, ia mengambil jalan tengah dan tetap menyanjung akan
keterkenalan nama besar gurunya, yang malah telah disejajarkan dengan Oey Yok
Su, yang disebut sebagai dua orang tokoh sakti yang disegani dan dihormati oleh
orang-orang rimba persilatan.
Sesungguhnya, jika memang Oey
Yok Su memiliki perkiraan seperti itu, seperti jago-jago silat umumnya, pasti
tidak puas dirinya disejajarkan dengan orang yang justeru hendak diruntuhkan
dalam tangannya, yang merupakan saingannya
Tapi memang dasarnya Oey Yok
Su memiliki hati dan perangai yang aneh, karena itu, justeru yang salah bisa
dibenarkan, yang benar bisa disalahkan.
Malah oleh kata-kata Ko Tie ia
jadi kagum terhadap Ko Tie, karena ia anggap Ko Tie sebagai seorang murid yang
setia dan juga berbudi, tidak mau meruntuhkan dan mencari keuntungan dengan
menjelekkan nama gurunya.
Hal inilah yang menyenangkan
hati Oey Yok Su. Dia memang paling benci murid-murid yang murtad, dan sekarang
ia bisa melihat seorang murid yang bisa menghargai gurunya, dengan sendirinya
telah membuat dia benar-benar menghormati dan juga senang untuk menolongi Ko
Tie.
Lega hati Ko Tie.
Semula dia menduga jawabannya
itu salah dan akan membuat Oey Yok Su murka.
Tapi siapa tahu, justeru Oey
Yok Su tampaknya gembira, dan telah berjanji akan menolongnya. Bahkan juga,
telah memujinya sebagai seorang murid yang baik!
Karena girang dan terharu, Ko
Tie sampai menitikkan air mata.
Melihat pemuda itu menangis,
mendadak muka Oey Yok Su berobah dingin lagi.
“Ihh, mengapa kau menangis?!”
katanya dengan suara yang tawar.
Ko Tie sesenggukan.
“Boanpwe teringat dan rindu
kepada suhu......!” menyahuti Ko Tie.
“Hem, air mata buaya!”
mendadak Oey Yok Su mendengus seperti itu, sikapnya dingin sekali, seakan juga
ia muak melihat Ko Tie.
Sedangkan Ko Tie terkejut
bukan main. Dia merasakan kepalanya seperti itu dikemplang oleh palu. Dia
sampai berhenti menangis seketika itu juga.
“Locianpwe......?” katanya
dengan suara tergagap.
Oey Yok Su tertawa dingin, dia
bilang: “Hemmm, engkau ternyata seorang murid yang berhati palsu! Seseorang,
yang dapat menangis hanya disebabkan rindu terhadap gurunya, adalah seorang
manusia berhati palsu.....!”
Dingin dan tawar sekali suara
Oey Yok Su, mukanya yang tidak memperlihatkan perasaan apa-apa.
Waktu itu Ko Tie telah
memandang Oey Yok Su dengan sorot mata tidak mengerti, karena memang ia
benar-benar tidak mengerti, akan perangai Oey Yok Su yang demikian aneh sekali!
Oey Yok Su juga menatap tajam
sekali kepada Ko Tie, kemudian dia telah berkata dengan suara yang tawar:
“Baiklah, kau seorang murid yang berhati palsu, seorang murid yang pandai
menangis, hanya untuk merayu belaka, untuk mendustai gurumu…… hemmmm, aku jadi
muak!”
“Locianpwe.......!”
“Kau tidak perlu memberikan
bermacam-macam alasan! Ribuan bahkan laksaan alasan yang bisa dipergunakan
untuk menutupi kesalahan! Tapi justeru kita bisa melihat kesalahan seseorang
dari tingkah laku yang sebenarnya, yang tentu saja tidak dibuat-buat!”
“Tapi locianpwee…… boanpwe
sungguh-sungguh rindu pada suhuku......!” kata Ko Tie penasaran.
“Masa bodoh! Itu urusanmu
sendiri, bukan urusanku dan tidak ada sangkut pautnya denganku!” menyahuti Oey
Yok Su dengan suara yang ketus sekali.
Mendengar jawaban Oey Yok Su
seperti itu, muka Ko Tie jadi berobah merah. dia segera menunduk dan berdiam
diri.
Memang benar apa yang
dikatakan Oey Yok Su, bahwa Oey Yok Su tidak ada hubungan apa-apa antara Swat
Tocu dengan dia. Dan juga memang urusan itu tidak perlu dibicarakannya dengan
Oey Yok Su.
Namun memang pada dasarnya Oey
Yok Su aneh sekali sifatnya dan tabiatnya, di waktu itu dia telah berkata
dengan suara yang tawar:
“Hmm, baiklah, aku jelaskan
kepadamu, bahwa aku tidak bisa untuk mengobati kau! Aku tarik janjiku tadi, dan
aku segan, aku muak, untuk mengobati seseorang yang berhati palsu!”
Hati Ko Tie jadi mencelos.
“Locianpwe....... ?”
“Hemmm, memang sudah kuduga,
bahwa engkau seorang murid yang tidak setia kepada gurumu! Engkau telah
memperoleh kecelakaan seperti ini, dan dengan tidak tahu malu engkau hendak
mengemis-ngemis kepadaku, agar engkau diobati, bukan?!”
Muka Ko Tie memerah. Namun
akhirnya ia bilang:
“Tapi dalam hal ini.......
boanpwe....... boanpwe tidak memaksa locianpwe! Dan..... dan jika memang
locianpwe keberatan buat mengobati lukaku ini, terserah kepada locianpwe
sendiri, boanpwe tidak akan memaksanya..... terima kasih terhadap kebaikan
locianpwe yang beberapa saat yang lalu telah menolongi boanpwe.......!”
Ko Tie berkata begitu, karena
memang dia telah nekad, dia pun merasakan harga dirinya diinjak-injak oleh Oey
Yok Su. Jika ia mengalah, tentu akan memalukan gurunya, dan meruntuhkan nama
besar gurunya. Karenanya ia mengeluarkan kata-kata yang nekad seperti itu.
“Plakkk!” tiba-tiba Oey Yok Su
telah menghantam tepian pembaringan dengan tangan kanannya, sampai tepian
pembaringan itu sempal dan juga telah membuat pembaringan itu tergetar keras,
dapat dirasakan oleh Ko Tie.
Ko Tie tercekat dan hatinya
mencelos, karena ia menduga Oey Yok Su gusar oleh kata-katanya dan akan
menghantamnya. Jika saja Oey Yok Su menggerakkan tangannya, tentu sulit sekali
baginya buat hidup lebih jauh.....
Tapi kini Ko Tie jauh lebih
tenang. Ia sudah nekad, maka dia mengawasi Oey Yok Su dengan sikap yang
menantang, mengawasi dengan tidak mengucapkan kata-kata apapun juga.
Sedangkan Oey Yok Su dengan
muka yang memerah karena mendongkol telah berkata, “Hemmmm, bagus! Dihadapanku
engkau ingin besar adat dan membawa adatmu! Hemmm, bagus! Jadi engkau sekarang
ini mengambul terhadapku. Baik aku akan melihat, sampai di mana kau bisa
membawa adatmu?”
Mendengar kata-kata Oey Yok Su
yang terakhir itu, benar-benar membuat Ko Tie jadi cemas. Karena Oey Yok Su
seorang yang berperangai sangat aneh, dan tentunya iapun akan bertindak yang
aneh-aneh juga.
“Locianpwe jangan salah
paham,” kata Ko Tie. “Boanpwe berterima kssih jika memang locianpwe bersedia
mengobati boanpwe.”
Oey Yok Su tertawa dingin,
kemudian dengan mata yang memancarkan sinar yang sangat dingin, ia bilang:
“Hemmm, engkau hendak bicara
mutar-mutar dan akhirnya bertujuan satu, yaitu ingin memperlihatkan keangkuhan
dirimu, mau diobati boleh, tidak diobati engkaupun tidak memaksa! Bukankah
begitu?”
Mendengar perkataan Oey Yok Su
seperti itu, diam-diam Ko Tie berkata di dalam hatinya:
“Hemmm, dasar memang engkau
yang memiliki adat ku-koay, maka engkau memiliki dugaan seperti itu terhadapku!
Sebetulnya, jika engkau bersungguh-sungguh hendak mengobatiku, tentunya engkau
akan segera turun tangan buat mengobatiku. Lalu mengapa engkau seakan juga
hendak mencari-cari urusan dan persoalan denganku?
“Hemmm, melihat demikian,
tampaknya memang engkau setengah hati buat menolongi aku! Sudahlah! Sudahlah!
Jika tokh engkau tidak mau menolongi, paling tidak aku hanya mati!”
Setelah berpikir seperti itu,
Ko Tie menghela napas. Ia berusaha tersenyum, kemudian bilangnya:
“Locianpwe, sebenarnya boanpwe
sangat mengharapkan pertolongan locianpwe. Akan tetapi, jika memang locianpwe
tidak bersedia mengobati, bukankah boanpwe tidak bisa memaksanya?
“Jika boanpwe menangis darah,
tapi locianpwe memang tidak mau mengobati boanpwe, bukankah tetap saja boanpwe
tidak akan diobati oleh locianpwe........? Bukankah begitu?!”
Mendengar perkataan Ko Tie,
bola mata Oey Yok Su mencilak memutar beberapa kali. Ia memang memiliki adat
yang aneh sekali, perangai yang luar biasa.
Karena itu, setiap melakukan
sesuatu, tentu ia selalu aneh dan ada-ada saja. Yang salah bisa dibetulkan,
yang benar bisa disalahkan. Maka sekarang mendengar perkataan Ko Tie seperti
itu, Oey Yok Su mendengus lagi beberapa kali, ia bilang:
“Jika memang tidak memandang
kepada gurumu, hemmm, hemmm, aku tentu sudah membunuhmu!”
“Justeru tadi locianpwe
mengatakan, bahwa karena boanpwe murid guruku, karena dari itu ada…… ada……” Ko
Tie tidak meneruskan perkataannya.
“Ada…… ada apa?!” bentak Oey
Yok Su, suaranya meninggi, sikapnya jadi bengis.
“Apakah Iocianpwe tidak marah
jika boanpwe mengatakannya?” tanya Ko Tie.
Muka Oey Yok Su berobah,
tahu-tahu tubuhnya telah melesat menghampiri Ko Tie, tangannya bergerak.
“Plakk!” nyaring sekali pipi
Ko Tie kena ditamparnya, sehingga ia merasakan rahangnya seperti copot dan
ngilu sekali, seakan juga giginya akan rontok.
“Kau anggap aku ini seorang
jago rimba persilatan yang seperti bajingan, yang harus ditanya dulu marah atau
tidak jika memang engkau mengemukakan pendapatmu?!” kata Oey Yok Su dengan
suara yang bengis.
“Aku bisa membuktikan
kepadamu, walaupun engkau tidak melakukan kesalahan, tapi jika memang hatiku
tidak senang, maka bisa saja aku menghajarmu.....!”
Setelah berkata begitu,
berulang kali Oey Yok Su mendengus.
Ko Tie tadi sempat merasakan
pandangan matanya kabur seperti berkunang-kunang, dan ia pun merasa sakit yang
sangat. Walaupun Oey Yok Su menamparnya memang bukan disertai tenaga
sin-kangnya, namun tempelengan itu membuat Ko Tie jadi pusing juga.
Setelah lewat beberapa saat,
akhirnya Ko Tie baru bisa menyahuti: “Baiklah locianpwe, boanpwe bersedia
dihukum apa saja oleh locianpwe, menganggap boanpwe bersalah boanpwe terima,
jika dihukum, boanpwe juga terima......!”
“Plak!” kembali Ko Tie
ditempeleng oleh Oey Yok Su.
“Kau bicara seenakmu! Apakah
kau anggap aku orang sinting sehingga orang yang bersalah dibenarkan dan yang
benar dipersalahkan?!”
Waktu berkata begitu, bola
mata Oey Yok Su memancarkan sinar yang sangat tajam. Ko Tie sampai menggidik
melihatnya. Sinar mata itu bukan memancarkan hawa pembunuhan, tapi angker dan
berwibawa, agung sekali.
Disamping itu, memperlihatkan
bahwa Oey Yok Su benar-benar seorang yang memiliki kedudukan yang tinggi. Dan
ia menempatkan dirinya pada kedudukannya itu, sehingga demikian angkernya.
Ko Tie menghela napas.
Menghadapi orang ku-koay seperti Oey Yok Su, Ko Tie jadi bingung sendirinya.
Karena walaupun bagaimana, tetap saja ia harus dapat menerima dan menahan
tempelengan Oey Yok Su.
Ia sudah kewalahan juga,
karena tidak tahu yang harus dikatakannya, berkata begini salah, berkata begitu
salah. Maka, akhirnya Ko Tie berdiam diri saja, bungkam menutup mulut.
Dalam keadaan seperti itu
terlihat Ko Tie benar-benar merupakan seorang anak yang tidak berdaya
menghadapi ayahnya yang galak. Sikapnya berdiam diri dengan kepala tertunduk,
membuat Oey Yok Su akhirnya jadi lunak lagi hatinya.
Ia menghela napas, matanya
yang semula bersinar sangat tajam, telah menjadi biasa lagi, angker, tapi sinarnya
lembut. Malah, dengan suara menyesal Oey Yok Su bilang: “Hemmm, engkau yang
cari penyakit.....!”
Ko Tie mengangkat kepalanya,
tapi ia tidak berani mengucapkan sepatah perkataan pun juga, karena pemuda ini
kuatir kalau-kalau ia salah bicara dan membangkitkan kemarahan Oey Yok Su,
sehingga ia ditempeleng lagi berulang kali. Karena itu, Ko Tie cuma bungkam,
mengawasi saja.
Oey Yok Su akhirnya bertanya
dengan sikap yang jauh lebih lunak: “Apakah engkau mau diobati?!”
Ko Tie tertawa, ia mengangguk.
“Sudah tentu boanpwe sangat
bersyukur sekali jika saja locianpwe mau bermurah hati mengobati boanpwe!”
menyahuti Ko Tie.
“Hemmm!” Tiba-tiba Oey Yok Su
mendengus lagi. “Mau bermurah hati? Apakah kau kira seumur hidupku aku ini
sebangsa manusia yang tidak pernah bermurah hati, sehingga engkau masih ragu
apakah aku mau bermurah hati atau tidak buat mengobati lukamu itu?!”
Tercekat hati Ko Tie.
“Celaka!” diam-diam pemuda ini mengeluh. Kembali Oey Yok Su salah paham. Ia
cepat-cepat bilang: “Bukan begitu maksud boanpwe……!”
“Jika bukan begitu maksudmu,
apakah maksudmu bahwa aku seorang yang berhati kejam dan selalu pula ingin
mencari keuntungan dengan mengobati orang yang memerlukan pertolonganku?
“Atau memang engkau menyangka
aku ini Thong-shia sebagai manusia kejam yang tidak pernah menolongi orang?!”
“Bukan, bukan begitu maksud
boanpwe!” berseru Ko Tie agak gugup.
“Hemmm, bukan begitu, bukan
begitu, apakah dengan berkata begitu engkau kira aku bisa mempercayai mulutmu
lagi? Telah beberapa kali kau menyinggung perasaanku. Hem, sebenarnya engkau
harus bersyukur bahwa engkau belum kubunuh karena kesalahanmu itu..... masih
kubiarkan hidup!”
Tercekat hati Ko Tie. Memang
ia telah beberapa kali bertemu dengan Oey Yok Su.
Waktu itu ia masih terlalu
kecil, juga Oey Yok Su tidak memperhatikannya. Di samping itu, memang Oey Yok
Su seorang yang sangat ku-koay, karenanya Ko Tie tidak bisa menangkap dan
mengenal watak dan jiwanya.
Jika seseorang dipuji, di
“gong”, tentu akan senang. Tapi lain dengan Oey Yok Su, yang akan jadi marah
dan tersinggung, sehingga Ko Tie benar-benar jadi tidak mengetahui, berkata apa
seharusnya yang bisa menyenangkan hati Oey Yok Su.
Karena bungkam salah, bicara
juga salah. Bungkam bisa dianggap kurang ajar, bicara bisa salah bicara. Karena
itu, akhirnya Ko Tie sendiri tidak mengetahui apa yang harus diperbuatnya.
Waktu itu Oey Yok Su telah
berkata dengan suara yang bengis: “Kau terlalu rewel!”
Terdengar begitu dingin dan
datar suara jago tua tersebut. Malah ia bukan hanya sekedar berkata saja, sebab
ia mengibaskan tangannya yang kanan, maka berkesiuran angin yang kuat sekali
menerjang kepada Ko Tie.
Hati Ko Tie mencelos, karena
ia mengetahui betapa hebatnya tenaga sin-kangnya dari Oey Yok Su. Jika memang
Oey Yok Su bermaksud membunuh atau mencelakainya, dengan mudah dapat
dilakukannya.
Sekarang iapun dalam keadaan
tidak berdaya, maka jika angin kibasan tangannya itu telah tiba, niscaya ia
akan segera terbinasa.
Angin kibasan tangan Oey Yok
Su telah menyambar tiba pada dirinya. Ko Tie semakin terkejut, ia merasakan
tubuhnya terapung di tengah udara, dan kemudian melambung tinggi sekali, lalu
telah ambruk di tanah serta bergulingan beberapa kali.
Di saat itulah tampak Oey Yok
Su dengan sikap yang acuh tak acuh telah menggerakkan tangan kanannya lagi,
mengibas sehingga tubuh Ko Tie yang tengah terguling-guling di tanah, terlontar
lagi dengan keras, terapung di tengah udara, dan kemudian bergulingan pula di
tanah.
Ko Tie menderita kesakitan
yang tidak kepalang, ia tengah terluka di dalam. Dan sekarang ia di terjang
oleh kekuatan sin-kang yang dahsyat seperti itu, juga membuat ia bergulingan
tidak hentinya, ia menderita sekali.
Namun, ia tidak menjerit. Ia
telah berdiam diri dengan menggigit bibirnya, walaupun waktu itu dirasakan
dunia seperti berputar, mata berkunang-kunang, namun pemuda ini, yang hatinya
jadi mendongkol bukan main, telah memandang benci kepada Oey Yok Su.
“Oho, betapa jahatnya matamu!”
kata Oey Yok Su tawar, tangannya sekali lagi bergerak, mengibas perlahan, namun
hebat kesudahannya. Karena dari tangannya meluncur kekuatan yang dahsyat sekali
menyampok tubuh Ko Tie lagi, sampai tubuh Ko Tie terlempar ke tengah udara,
lalu terbanting di tanah dengan keras.
Pemuda itu merasakan betapa
tulang-tulang di sekujur tubuhnya bagaikan terlepas, sakitnya bukan main. Bumi
berputar semakin keras setelah mengeluarkan keluhan perlahan. Ia kemudian
terkulai dan tidak sadarkan diri lagi, tidak mengetahui apa yang terjadi.