Pendekar Satu Jurus Bab 16-20

Pendekar Satu Jurus Bab 16-20
"Ah kentongan kedua sudah tiba!" Tham Bun-ki yang berada di kamarnya juga bergumam dia berbangkit dan membetulkn pakaiannya, "aku harus pergi sekarang juga!"

Ia mengenakan sepatu yang tipis dengan ikat pinggang kain sutera, rambutnya yang panjang di ikat pula dengan sebuah saputangan lalu dia membuka jendela.

Bintang bertaburan di angkasa angin berhembus sepoi2 sejuk, tiba2 gadis itu termangu dan membatin: "Bagaimana sikapku bila nanti ia tidak mempedulikan diriku?"

Gadis itu kembali berduduk, diminumnya seteguk air teh, lalu bergumam lagi "Ah, tidak mungkin, ia tak akan mendiamkan diriku, kutahu dia sangat baik kepadaku!"

Maka gadis itupun tersenyum manis dan hangat sehingga malampun dirasakan lebih nyaman, ia membayangkan kembali semua kebaikan yang pernah diterima dari nya, tapi...

Tiba-tiba ia mendengus. "Hm, kebaikan apa yang pernah ia berikan kepadaku? Buktinya ketika minggat ia tidak memberi kabar kepadaku sehingga aku harus menderita ketika akhirnya ia kutemukan kembali dia cuma bertanya kepadaku bagaimana dengan Tin-tin? Huh..."

"Bagaimana dengan Tin-tin?" gumamnya lagi.

"Uh..." ia mencibir dan menarik ikat rambutnya dengan gemas "Bagaimana dengan Tin-tin? Setan kali yang tahu?"

Ia duduk kembali di kursi, sepatunya dilepaskan kembali, sepatu yang mungil itu dilemparkan ke sudut kamar hingga menimbulkan suara keras.

Malam itu ia tidak pergi, bahkan tak pernah meninggalkan kamarnya barang selangkahpun sebab sepanjang malam perasaannya terbenam datar keadaan saling bertentangan dan penderitaan, hatinya hampir saja ter-koyak-koyak.

"Pergilah, dia pasti menunggu dirimu pasti akan memaafkan semuanya?"

Kenapa mesti pergi? Dalam hal apa kau perlu dimaafkan? Karena dia, kau sudah menderita sedangkan dia, ketika bertemu kembali orang lain yang segera ditanyakannya!"

-oOo- OooOooO -oQo-

Fajar sudah menyingsing pula, sudah dua malam Tham Bun-ki tidak tidur, persis seperti keadaan seorang laki2 pemabuk yang baru sadar dari pengaruh alkohol, sekujur badannya terasa letih dan tak bertenaga, ia berbaring di pembaringan tanpa bergerak, bahkan ujung jaripun rasanya malas untuk digerakkan.

Waktu makan siang, baru saja rasa mengantuk menyerang, tiba-tiba terdengar orang menegurnya dengan lembut "Anak Ki, sakitkah kau?"

Ketika ia membuka matanya, dua sosok bayangan manusia yang tinggi kurus berdiri di depan tempat tidur, tiba2 ia merasa ingin menangis akhirnya dua titik air mata jatuh membasahi pipinya. Leng Ko-bok berkerut dahi, sekalipun dia tidak begitu paham tentang perasaan anak gadis, tapi ia tahu anak dara itu tidak sakit sungguh2, dia cuma sakit rindu saja, diliriknya Leng Han tiok sekejap, kedua orang itu tahu apa sebabnya gadis itu mengucurkan air mata, tapi mereka tak biasa menghibur orang maka merekapun tak tahu apa yang mesti dikatakan terhadap gadis yang sedang berduka dan kasmaran itu.

Bun-ki merapatkan matanya berusaha menyembunyikan cucuran air matanya itu, tapi akhirnya air matanya tetap menetes ke bawah.

Dengan sedih ia menghela napas, keluhnva lirih "Aku tidak sakit Leng toa-siok dan Ji-siok."

Sebelum selesai perkataannya, tiba-tiba pinggangnya terasa kesemutan, rasa mengantuk segera menjalar dari bagian yang kaku itu dan menyelimuti seluruh badannya.

Bun-ki pun tertidur, tidur dengan nyenyaknya/

Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok yang berdiri di depan pembaringannya saling pandang, lalu menghela napas panjang, mereka berjalan keluar dan merapatkan kembali pintu kamarnya.

Beberapa langkah mereka berjalan, dari depan muncul Pat-kwa-ciang Liu Hui yang memberi hormat sambil cengar-cengir, namun kedua orang imi sama sekali tidak menggubris, begitu masuk di kamar sendiri, "Blang" pintu dibanting keras-keras, meninggalkan Liu Hui yang berdiri sendirian di luar dengan melongo.

Meskipun kejadian ini sangat tidak menyenangkan hatinya, tapi apa boleh buat? Dia cuma bisa memandang pintu kamar itu sambil menyumpah di dalam hati.

Dengan mendongkol dia menuju ke depan rumah penginapan itu, beberapa penunggang kuda tampak berlari tiba dengan cepat, lalu berhenti dan berlompatan turun dengan lincah.

Liu Hui mengamati orang-orang itu dengan lebih seksama, tiba-tiba serunya gembira: "Eh, bukankah kalian adalah Tonghong ngo-hiap? Kenapa tidak memberi kabar dulu kepadaku sehingga Siaute dapat menyambut kedatangan kalian!"

Segera ia memburu maju seraya menjura, katanya berulangkali: "Maaf, bila kami tak menyambut dengan baik!"

Sementara itu para penunggang kuda itu sudah berlompatan turun, mereka adalah lima orang pemuda berpakaian perlente, berwajah tampan dan bertubuh tegap.

Di antara kawanan jago persilatan yang berada di rumah penginapan itu ada yang sedang cari angin di halaman depan, ketika mereka melihat Pat-kwa-ciang Liu Hui bersikap amat menghormat terhadap kelima orang pemuda yang baru datang itu, mereka sama tercengang serentak mereka menyongsong keluar setelah menyaksikan dandanan kelima orang itu, baik yang kenal maupun tidak kenal segera menjadi paham.

"Oh, kiranya Tonghong-ngo-hiap dari Hui leng-po di Ho-khu yang datang!"

Setelah membetulkan sekadar pakaiannya, kelima pemuda itu lantas menghampiri Liu Hui dan menjabat tangannya dengan hangat setelah itu lima pasang nata mereka beralih pandang dan menyapa pula orang-orang yang dikenal yang berada di sekitar tempat itu. Rata2 kawanan jago persilatan yang mendapat tegur sapa dari kelima orang pemuda itu segera unjuk senyuman bangga seakan-akan suatu kehormatan bagi mereka karena kelima orang pemuda itu bersedia menyapa mereka.

Ketika mendengar suara hiruk pikuk, Koay be-sin-to Kiong Cing-yang segera memburu keluar dengan cepat iapun segera berteriak gembira "Sungguh tak kusangka. Tonghong ngo-hengte datang juga kemari!"

Dia memburu ke depan salah seorang pemuda jangkung yang tampan itu, serunya dengan gembira: "Lebih tak pernah kusangka Tiat-heng yang berada ribuan li jauhnya hari ini ikut datang pula ke Kanglam. Ketika Siaute baru terjun ke dunia, persilatan tempo hari sebenarnya ada keinginan untuk berkunjung ke Hou-khu untuk menyambangi kalian tapi lantaran kuatir kalian tak berada di rumah, dan lagi tak berani mengganggu ketenangan orang tua kalian, maka hahaha, tak nyana akhirnya kita berjumpa juga di sini!"

Sejak tiba di situ, senyum ramah selalu tersungging di ujung bibir kelima orang itu, tapi setelah melihat lengan Kiong Cing-yang yang putus sebelah, dengan kaget mereka berseru "Kiong-heng, apa yang telah menimpa dirimu?"

"Ai, panjang untuk diceritakan Siaute malu untuk mengatakannya." sahut Kiong Cing-yang sambil menghela napas "Ai biar sebentar nanti kuceritakan peristiwa itu."

Ia mengerling tiba2 ia melanjutkan lagi sambil tertawa "Bukankah kedatangan kalian berilah juga lantaran pertemuan Bengcu yang diselenggarakan pihak Long bong-san-ceng?"

Pemuda perlente yang berada paling depan yang dipanggil sebagai saudara Tiat oleh Kiong Cing-yang tadi tersenyum:

"Memang begitulah!" sahutnya, "sebenarnya kami lima bersaudara jarang sekali pulang ke rumah kebetulan menjelang hari Toan-yang ini kami pulang untuk menengok orang tua, di tengah perjalanan kami mendengar tentang pertemuan besar yang akan diselenggarakan oleh Sin-jiu Cian Hui, seketika tua itu maksud kami untuk berkunjung kemari. Sebenarnya ayahku melarang, kemudian dari Toasuhengku yang baru pulang dari Se-ho kami diberitahu bahwa waktu dia beranda di Ce-lam-hu telah melihat Liong heng-pat-ciang Tham-toaya juga sedang menuju Kanglam, maka ayah lantas mengizinkan kami datang ke sini. Pertama, untuk menyampaikan salam kami kepada Tham-toaya, selain itu kamipun disuruh menyampaikan kabar ayah yang selama ini kurang sehat semenjak Tham-toaya berkunjung ke rumah tempo hari, maka dari itu beliau tak bisa mengadakan kunjungan balasan diharap Tham-toaya dapat memaklumi."

Perkataan pemuda ini amat nyaring, sekilas pandang dapat diketahui bahwa dia memang seorang pendekar keturunan keluarga persilatan.

Sinar matanya kembali menyapu sekejap sekeliling tempat itu, sambil tertawa lalu terusnya "Setiba di Kang-ko baru kuketahui bahwa saudara sekalian berdiam di sini Apakah Tham-toaya juga sudah tiba?"

"Lho? apa Congpiautau juga datang Kiong Cing-yang berseru tertahan "Kenapa siaute malah tidak tahu?"

Sementara pembicaraan berlangsung, di pintu ke luar halaman sebelah barat berdirilah dua orang jago silat, satu tua dan yang lain muda, ketika mendengar pembicaraan tersebut pemuda itu segera bertanya "Suhu siapakah kelima orang itu? Kenapa Liong-heng-pat-ciang menyempatkan diri berkunjung ke rumahnya?"

"Kelima orang itu bersaudara sekandung," kakek itu menerangkan pula, "mereka berdiam di benteng Hui-leng-po yang terletak Hou-khu di wilayah Kanglam, namanya tersohor di seluruh kolong langit, coba pikirkan siapa mereka? Apakah pernah kuterangkan kepadamu tentang mereka itu?"

Pemuda itu termenung sejenak seperti ingat sesuatu ia lantas menjawab "Apakah mereka ini adalah kelima Kongcu (putera)" dan Tiat-kiacu (si pedang baja) Tonghong Khi yang pernah menggetarkan dunia Kangouw dan bernama Tonghong Tiat, Kiam, Ceng, Kang, Ouw?"

"Benar," kakek itu tersenyum sambil mengangguk, "orang yang barusan bercakap-cakap dengan Koan be-sin to itu bukan lain adalah si sulung Tonghong Tiat yang belajar kungfu pada perguruan Kun-lun. di sebelah kanannya yang agak pendek dengan muka bulat seperti rembulan itu adalah-Jikongcu (tuan kedua) Tonghong Kiam yang belajar kungfu pada Siang-soat Taysu dari Go-bi Berdiri di sebelah kirinya, yang rada jangkung dengan mata bening dan alis panjang itu adalah Sam-kongcu Tonghong Ceng, konon tabiat Samkongcu ini paling berangasan tapi kungfunya paling lihay, dia adalah satunya murid preman dari ketua Siau-lim-si dewasa ini,"



Setelah berhenti sebentar, ia melanjutkan "Dan orang yang berdiri di belakangnya adalah sepasang saudara kembar, lihatlah wajah serta potongan badan mereka yang persis bagaikan pinang dibelah dua itu, mereka menjadi murid perguruan Bu-tong-pay, dan mereka-pula saudara bungsu dari lima bersaudara ini, namanya Tonghong Kang dan Tong-hong Ouw "

Sambil memuji tiada hentinya ia berkata lagi "Lima bersaudara ini berasal dari keluarga persilatan, bukan saja keluarga terhormat, perguruan mereka juga perguruan besar yang disegani orang, apalagi tingkah laku mereka amat sopan, ramah dan bijaksana benar2 gagah dan budiman Ban-ji, bila kelak kaupun dapat menirukan cara kerja mereka, hal itu tentu bagus sekali!"

Pemuda itu berkerut kening seperti hendak mengucapkan sesuatu, tapi urung katanya: "Bukankah ayah mereka juga seorang pendekar besar yang cemerlang? Kenapa anak-anaknya tidak belajar kungfu di bawah bimbingan ayah mereka sendiri? Masakah... masakah mereka tak menghargai ilmu silat ayah mereka sendiri?"

Kakek itu tersenyum: "Bukannya mereka tak menghargai kungfu ayah mereka sendiri, adalah Tiat-kiam Tonghong Khi sendiri yang kuatir didikannya kurang ketat sehingga merusak disiplin mereka, maka ia tidak mewarisi kungfunya kepada mereka, sebaliknya suruh anaknya belajar pada orang lain. Tapi Tonghong Khi sendiri juga menerima dua orang murid, salah satu di antaranya adalah Tiat-bin-coan cu (Coan-cu bermuka baja) Lui Tin yang pernah kau lihat di Shoatang tempo hari."

Sementara guru dan murid itu bercakap-cakap, Tonghong-ngo-hengte sudah dipersilahkan masuk ke ruang tengah, Koay-be-sin-to Kiong Cing-yang segera menyiapkan perjamuan untuk menyambut kedatangan mereka.

Sambil mengucapkan terima kasihnya, si sulung Tonghong Tiat berkata: "Sebenarnya tujuan utama kehadiran kami di sini tak lain tak bukan adalah ingin menyaksikan manusia macam apakah Congpiaupacu yang berada di Long-bong-san-ceng itu?"

Baru saja selesai kata-katanya, dari luar pintu muncul dua orang laki-laki berpakaian ringkas warna hitam dengan langkah lebar setibanya di tengah halaman mereka angkat tangannya mengacungkan selembar kartu undangan merah, serunya dengan lantang: "Atas perintah hamba datang menyampaikan salam buat Tonghong-ngo-hiap sekalian memberi 4 undangan pula dengan harapan besok tengah hari Tonghong-ngo hiap sudi berkunjung ke perkampungan kami!"

Tonghong Ceng tertawa dingin: "Hehehe, cepat amat berita Cian si tangan Sakti"

^o^ oOo ^o^

"Hahaha, bukannya aku sombong, tidak sampai setengah jam Tonghong-ngo-hengte tiba di sini surat undanganku segera kukirimkan kepada mereka Hahaha saudara Mo, menurut kau cukup cepat tidak tindakanku ini?" demikian sambil mengelus jenggotnya si Tangan Sakti Cian Hui sedang berkata kepada si malaikat maut ke tujuh dan Pak to Jit-sat Mo Seng yang ada di sampingnya sambil terbahak-bahak.

Jit-sat Mo Seng berpaling dan memandang sekejap kawanan jago dalam ruangan yang sedang makan-minum sambil membuang tusuk giginya, sahutnya sambil tersenyum. "Ya, cepat sekali, memang cepat sekali, cuma..."

Dengan dahi berkerut ia menyambung: "Masih ada beberapa hal yang kukuatirkan mumpung ada kesempatan ingin ku utarakan pada Cian-heng."

"Ah, kita kan sudah seperti saudara sendiri." kata Sin-jiu Cian Hui cepat, "masa perlu sungkan bicara? Ayolah saudara Mo, katakan saja terus terang ..."

Mo Seng memandang lagi sekeliling ruangan, lalu berkata dengan suara tertahan: "Apa yang kukuatirkan tak lain adalah tindakan saudara Cian yang kini boleh dibilang sudah menggoncangkan seluruh wilayah Kanglam ini sehinga Tonghong-ngo-hengte dari Hui-leng-po juga ikut terpancing kemari. kutahu mereka mempunyai peraturan rumah tangga yang ketat, boleh dibilang jarang sekali berkecimpung di dunia persilatan semaunya sendiri dari sini dapat pula ditarik kesimpulan bahwa entah sudah berapa banyak jago persilatan yang telah berkunjung ke Long bong-san-ceng saudara Cian ini?"

"Hahaha, makin banyak yang datang semakin baik," Sin-jiu Cian Hui terbahak-bahak. "apakah Mo-heng kuatirkan diriku tak mampu memikul tanggung jawab ini?"

"Cian-heng, yang kumaksudkan dan ku kuatirkan adalah orang she Hui itu, setiap hari dia selalu murung dengan dahi berkerut, bukan saja tak pandai bersilat, ia juga tak pandai berbicara sampai waktunya nanti, bila dia berbuat lelucon yang mentertawakan di hadapan kawanan jago dari seluruh dunia ini, bukan... bukankah kita semua akan kehilangan muka?"

"Sret" Sin-jiu Cian Hui menutup kembali kipasnya, alisnya yang tebal berkernyit rapat-rapat.

Sementara ia masih termenung, Mo Seng berkata lagi: "Persoalan kedua yang menguatirkanku adalah yang menyangkut diri Kim-keh (si ayam emas) Siang It-ti, dia sudah bentrok dengan Cian heng, sampai waktunya nanti mungkin dia akan datang mengacau? Kendatipun Cian-heng tidak jeri kepadanya, akan tetapi kejadian demikian tentu juga menjemukan, maka menurut pendapatku ada baiknya bila Cian-heng melakukan persiapan mulai sekarang."

"Sialan!" pikir Sin-jiu Cian Hui, "memangnya aku tidak tahu tentang hal ini dan perlu kau ingatkan padaku?"

Tentu saja pikirannya tak sampai diutarakan tapi sahutnya berulang: "Ya, benar, benar!"

"Selain itu ada satu hal lagi ingin kubicarakan juga kepadamu" Mo Seng berbicara lebih jauh dengan bangga, "kulihat gerak-gerik Jit-giau-tui-hun tidak jujur orang itu jelas adalah manusia busuk dan licik, siapa tahu kalau secara diam2 ia mempunyai rencana tertentu yang tidak menguntungkan saudara Cian? Tentang soal ini, kuharap saudara Cian suka bertindak lebih hati-hati."

Pelahan Sin-jiu Cian Hui mengangguk tiba-tiba ia tertawa, katanya: "Hahaha, baru saja Mo-heng membicakan Na-heng, tak nyana saudara Na segera datang kemari"

Air muka Mo Seng berubah hebat, ia berpaling dan dilihatnya Jit-giau-tui-hun benar-benar sedang berjalan mendekat dengan langkah pelahan.

"Baru saja Mo-heng membicarakan tentang kelihaian tujuh keahlian yang berada dalam kantungmu." kata Cian Hui lebih jauh sambil tertawa "katanya sudah lama ia mendengar namamu, maka kapan2 dia ingin menyaksikan kelihayanmu itu."

Jit-giau-tui-hun Na Hui-hong memandang sekejap ke arah Mo Seng, katanya dengan tertawa seram: "Hehehe, bukankah begitu saudara Cian?"

Sekali lagi air muka Jit-sat Mo Seng berubah hebat, tapi segera iapun tertawa seram "Hahaha benar aku memang berharap bisa melihatnya.

"Hehehe hahaha ." ketiga orang itu saling pandang dan sama2 tertawa

-o0o~ -o0o-

"Hahaha .. . hehehe , demikianlah pada saat yang sama dengan bangganya Kim-keh Siang It-ti juga sedang tertawa terhadap seorang laki2 pendek kecil yang berwajah jelek dan berbaju compang-camping.



"Bila sampai waktunya nanti, tidak perlu ragu, pergilah kau mendekati orang yang akan menjabat Congpiaupacu itu dan ludahilah mukanya dengan riak kental, coba lihat apa yang akan dia lakukan terhadap dirimu. Hahaha... Cian Hui wahai Cian Hui, akan kulihat perhitungan Suipoa-mu yang kau anggap bagus itu akan berlangsung berapa lama lagi?"

Sambil memandang cahaya senja yang menghiasi langit barat ia tertawa tergelak dengan bangganya. sementara anak murid Kim-keh-pang yang berkumpul di situ ikut bergelak tertawa demi menyaksikan gelak tertawa ketuanya.

oOOo oOo oOOo

Malam yang penuh dihiasi dengan taburan bintang telah tiba, angin malam sebagaimana biasanya berembus lembut, sinar bintang seperti biasa juga memancarkan sinarnya, air tetap mengalir dan bumi raya ini tetap hening.

Tham Bun-ki baru mendusin ketika kesunyian telah tiba, dengan samar-samar ia memandang kegelapan di luar jendela sambil mengucak matanya, sekarang ia baru ingat bahwa jalan darah tidurnya telah ditutuk oleh kedua Leng bersaudara dan sekarang Hiat-to tidur itu telah terbuka dengan sendirinya.

Ia tak tahu sekarang sudah jam berapa, ia berbangkit dan membetulkan pakaiannya yang kusut tiba2 terdengar derap kaki kuda memecah keheningan sekeliling tempat itu.

"Siapa yang melarikan kudanya secepat itu di tengah malam buta begini?" pikirnya dengan alis berkerut tapi segera ia tertawa sendiri, busyet kenapa aku mesti pusingkan soal itu"

Rambutnya dibenahi, tiba2 telapak kakinya terasa dingin ternyata ia tidak bersepatu.

Ketika teringat pada kemurungannya sebelum tidur tadi, derap kuda yang berkumandang dari ke jauhan itu telah berhenti, ia tak memperhatikan dimana derap kuda itu berhenti, ingatannya kembali tergoda oleh masalah yang telah mengurungkan hatinya selama dua hari terakhir ini, tak hentinya dia bertanya kepada diri sendiri "Haruskah aku pergi ke sana?"

Akhirnya "pergi menjumpai Hui Giok" seru hati menjadi dorongan yang tak terkendalikan, ia membetulkan rambutnya yang kusut kemudian bersepatu, membuka pintu dan melongok keluar.

Tiba2 sesosok bayangan seenteng daun kering melayang masuk ke halaman tengah, ia terkejut dan membentak "Siapa itu?"

Bayangan itu berputar dan melirik sekejap ke arah Tham Bun-ki, di bawah cahaya bintang Tham Bun-ki dapat melihat wajah orang, ketika sinar mata mereka saling bentur, serentak keduanya berseru "Oh, kau!"

Sementara kedua orang itu saling pandang dengan tertegun seorang telah menegur dan luar pintu "Hong-longo. lekas buka pintu!"

Mendegar suara itu, Bun-ki terkejut, tanyanya: "Hong-ngosiok, apakah ayah yang berada di luar"

"Ya" orang itu mengangguk, lalu serunya, "segera kubukakan" Dengan langkah enteng dia melompat ke depan pintu. lihay sekali Ginkangnya.

Orang ini tak lain adalah Say-sang hui yan (Asap ringan dari perbatasan Hong Khu-hong, seorang Piautau Hui-liong piaukiok yang tersohor di kedua tepi sungai besar sebagai satu-satunya jago yang amat lihay dalam hal ilmu meringankan tubuh.

Tham Bun-ki ragu sejenak, kemudian ia ikut melompat ke depan pintu, ketika pintu terbuka, seorang kakek berjubah panjang dan tinggi besar segera melangkah masuk.

"Tia... (ayah)" dengan kepala tertunduk Tham Bun ki menyapa lirih.

Kakek itu tak lain adalah liong heng-pat-ciang Tham Beng, pemilik Liong-hwi piauwkiok, orang yang nama besarnya telah menggetarkan dunia persilatan.

Mendengar panggilan itu, dia berpaling, kemudian mendengus, sikapnya seakan-akan tak pernah melihat hadirnya Tham Bun-ki di situ.

"Kiong losam, Liu-lotan," teriaknya, "makin lama kalian semakin tidak becus, urusan di luaran sudah berubah jadi begini dan kalian masih belum tahu, hmm..."

Setelah mendengus dan masuk kedalam baru dia berpaling ke arah puterinya seraya berseru:

"anak Ki, ayoh ikut aku"

Tidak menunggu, dengan langkah lebar dia naik ke atas undakan dan "Blang" pintu sebuah kamar dihantamnya keras2 sembari menegur "Siapa yang tinggal di dalam?".

Air muka Tham Bun-ki berubah tak terkirakan rasa kagetnya melihat arahnya menggedor kamar yang dihuni oleh kedua Leng bersaudara yang berwatak aneh itu cepat dia memburu maju, tapi ketika kamar itu diperiksa ternyata kosong, entah sejak kapan Leng-toasiok dan Leng-jisiok telah pergi dari situ.

Gedoran yang keras ini segera membangunkan Koay-be-sin-to Kiong Cing-yang dan Pat-kwa-ciang Kiu Hui yang berdiam di ruang sebelah, setelah mabuk tidur mereka sebenarnya nyenyak sekali, tentu saja tak tahu apa yang terjadi dihalaman, dalam kagetnya cepat mereka melompat keluar dan kamar.

"Hm, mabuk lagi bukan?" tegur Liong-heng-pat-ciang Tham Beng dengan geram.

Cahaya lampu dalam rumah penginapan itu sekejap kemudian lantas terang benderang, pelayan yang masih mengantuk buru2 menyediakan air the. Kecuali lima bersaudara Tonghong telah pergi ke Keng-ho, dalam penginapan itu masih berdiam dua puluh orang lebih, sekarang mereka sama bangun dan berpakaian, sebab mereka tahu pasti ada urusan penting bila Liong-heng-pat-ciang yang sudah bertahun-tahun tak pernah meninggalkan ibu kota sekarang telah muncul di sebuah kota kecil di wilayah Kanglam"

oOo ^o^ oOo

"Apa" Liong-hong pat-ciang telah datang? Hm, betul2 kejadian aneh. betul2 kejadian aneh" Sin-jiu Cian Hui yang baru mendapat laporan dan bangun dari tidurnya itu menatap lekat2 wajah seorang laki-laki, mata-mata perkampungan Long-bong-san-ceng yang baru datang memberi laporan, kemudian dengan suara dalam katanya lagi "apakah sudah kau periksa dengan seksama?"

"Bila hamba tidak mendapat berita yang pasti tak nanti hamba mengganggu ketenangan Cengcu" sahut laki2 baju hitam itu sambil menunduk kepala.

Sin-jiu Cian Hui menggerutu tak jelas, sementara jari tangannya mengetuk sisi meja tiada hentinya.

"Heran, sungguh mengherankan. kenapa dia memburu kemari?" gumamnya seorang diri "ditinjau dari kedudukannya, tidak seharusnya dia bersikap setegang itu lantaran urusan yang tak penting ini!"

Sorot matanya bergerak mengikuti ketukan jari tangannya alisnya berkerut semakin kencang. iapun mulai termenung dan berpikir

oOo WOW oOo

"Mengapa aku menyusul kemari?" dengan tatapan tajam Liong-heng-pat ciang Tham Beng mengawasi puteri kesayangannya, "semua ini tak lain lantaran kau. Aku ingin tanya kenapa kau minggat dari rumah secara diam2"- ke mana saja kau pergi selama ini? Kenapa bisa serombongan dengan Ko bok dan Han-tiok dari Leng kok-siang-bok?"



Tham Bun-ki berdiri di hadapan ayahnya dengan kepala tertunduk. ia tak tahu bagaimana mesti menjawab pertanyaan ayahnya, sinar lampu di seluruh penginapan telah menyala, tapi dalam ruangan itu hanya ayah dan anak berdua, ia merasa sinar mata ayahnya setajam sembilu, ia tak berani berbohong tapi betapapun dia harus berbohong.

Maka setelah termenung sejenak jawabnya tak tergagap "Aku ingin melihat Kanglam, takut ayah tidak mengizinkan. maka diam-diam ku minggat dari rumah sebetulnya aku menjumpai apa-apa, tapi pada suatu hari secara tiba-tiba aku bertemu dengan dua orang yang memakai baju perlente di sebuah jalan raya di kota Ce-lam-hu. mereka berdiri di tepi jalan dan minta sedekah, apa yang mereka minta ternyata aneh sekali "

"Huh apanya yang aneh?" jengek Tham Beng. di manapun juga kita mudah temui orang2 persilatan yang mencari sedekah buat apa kau campur urusan orang?"

Kepala Tham Bun-ki yang tertunduk semakin rendah, lanjutnya dengan suara lirih "Kulihat banyak orang berkerumun di sana sambil berbisik memaki kedua orang itu sebagai orang sinting, dengan heran akupun menghampiri tempat tersebut ada seorang pemuda mengambil serenceng uang kecil dan diserahkan kepada mereka, tapi tanpa memandang sekejappun mereka membuang uang itu seraya berkata "Kalau ingin memberi uang, berikanlah semua uang yang kau miliki di sakumu!"

"Pemuda itu melengak, sambil menggerutu ia lantas menyingkir. Sementara itu air muka kedua orang ini tetap tenang saja meski mendengar orang mencaci maki diri mereka. Selang sesaat kemudian salah seorang di antaranya berkata kepada rekannya "Sudah tibakah saatnya?"

Rekannya mengangguk dan kedua orang itupun berlalu dan sana. Dalam pada itu aku yang tidak puas mendengar caci maki orang yang tak sedap didengar itu melihat mereka mau pergi, aku jadi tidak tahan dan berseru, He akan kuberikan semua uang yang kumiliki untuk kalian!" - Mungkin orang yang menyaksikan tingkah lakuku waktu itu akan menganggap akupun orang sinting."

Tham Beug mendengar "Hm, mungkin kedua orang itu adalah Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok?"

Tham Bun-ki manggut2, terusnya: "Pikirku waktu itu, sekalipun semua uang yang kumiliki kuberikan kepada kalian juga tak mengapa, toh aku kenal Li-toasiok yang kaya dan berdiam di kota Ce-lam-bu, selain itu aku tak tega melihat kedua orang itu dicemooh orang banyak, mimpipun tak kusangka mereka berdua akhirnya tak lain adalah Ko-bok serta Han tiok yang pernah ayah singgung di masa lampau'

"Sebenamya apa yang dilakukan kedua makhluk aneh itu?' tanya Tham Beng dengan dahi berkerut.

Tersenyumlah Tham Bun-ki sahutnya: "Aku pun baru tahu akhir2 ini rupanya mereka berdiri sedang bertaruh, yang seorang berkata begini sekalipun kita berdiam satu jam di tepi jalan raya teramai belum tentu ada orang yang akan memberikan semua uang yang dimiikinya kepada kita berdua? Tapi rekannya tidak sependapat, pada hal..."

Tiba2 dia tersenyum, setelah berhenti sebentar baru meneruskan "Padahal, kecuali aku, siapakah yang akan memberikan semua uang yang dimilikinya kepada mereka? Ketika mereka lihat aku menyerahkan beberapa puluh tahil perak tanpa mengucapkan terima kasih mereka terima uang tersebut dan segera berlalu, akupun tidak memikirkan persoalan itu di dalam hati, aku cuma merasa kejadian itu menarik kemudian..."

Ia berhenti sebentar sambil melirik sekejap ayahnya, legalah hatinya ketika diketahui ayahnya sama sekali tidak marah, maka iapun bercerita lebih lanjut Ketika malam tiba, akupun tak jadi mengambil uang di rumah Li-toasiok. setelah berpikir sebentar, aku mencari rumah gedung yang paling besar untuk... untuk meminjam beberapa puluh tahil perak dari mereka..."

Pada wajah Liong heng pat ciang yang kereng tiba-tiba tersungging sekulum senyuman, dia lantas menukas: "Dan kau tak menyangka kalau keluarga yang akan kau gerayangi itu adakah keluarga persilatan juga, akhirnya nyaris kau tertangkap oleh mereka bukan?"

"Ayah! Darimana kau tahu?" tanya Bun-ki dengan mata terbelalak tercengang.

"Hm tahukah kau rumah yang kau gerayangi itu adalah rumahnya Pek-lek kiam (pedang peledak) Cin Thian hou, seorang tokoh kenamaan di wilayah Shoa-tang?" Ketika lewat di kota Ce-lam tempo hari, aku juga menginap semalam di situ dari dia kudengar pada beberapa bulan berselang rumahnya digerayangi pencuri, kuheran siapakah pencuri yang berani masuk ke rumahnya Pek lek-kiam? Eh, tak tahunya adalah perbuatan kau si budak..."

Sampai di sini Tham Bun ki tak bisa menahan rasa gelinya lagi, dia tertawa cekikikan.

"Akupun tidak menyangka kalau gedung itu adalah tempat tinggal beliau waktu itu akupun heran kenapa begitu cekatan penghuni rumah ini, baru saja aku melangkah ke dalam halaman, segera muncul bayangan manusia yang mengadang jalan pergi ku. sebetulnya aku tidak takut, siapa tahu yang muncul kemudian semuanya adalah jago2 lihay bahkan makin lama jumlahnya semakin banyak belasan pedang mendesak aku sampai sukar untuk bernapas.

Setelah kejadian itu aku baru mulai ketakutan untunglah pada saat itu tiba2 muncul dua sosok bayangan manusia, dengan kecepatan seperti kilat mereka menyambar ke sana sini, dalam waktu singkat beberapa pedang sudah kena mereka rampas.

Melihat kelihayan musuhnya orang2 itu mulai berteriak kaget "Tolong, kungfu pencuri ini lihay sekali, cepat undang keluar Loyacu" - Baru selesai mereka berteriak kedua orang itu telah menarik tanganku dan kabur dan sana, sekalipun mereka berusaha melakukan pengejaran namun hanya sekejap saja kami sudah meninggalkannya."

"Dan kedua orang itu tentunya Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok?" sambung Liong-heng-pat-ciang Tham Beng lagi dengan alis berkerut.

Sambil tertawa Tham Bon-ki mengangguk "Ya mereka berdualah yang telah menolong diriku, aku jadi geli sekali setelah mengetahui bahwa jiwaku di tolong mereka, sebaliknya mereka cuma memandang diriku dengan ter-mangu2 tiba2 salah seorang di antara mereka berkata padaku: "Selama setahun mendatang bila kau ada kesulitan, kami akan membantu dirimu" dan akupun menjawab" Tapi ke mana aku harus mencari kalian. Lebih baik kalian mengiring di sampingku saja!" - Padahal aku cuma bergurau saja, siapa tahu tanpa dipikir mereka segera menyanggupi permintaanku ini"

Liong-heng-pat-ciang Tham Beng yang sebenarnya lagi marah, sehabis mendengarkan kisah cerita puterinya yang diiringi tertawa ini rasa gusar nya sudah padam sebagian biarpun sikapnya masih tetap kereng.

Ketika dia berjalan ke kamar yang khusus disediakan baginya itu, langkahnya begitu tenang, sekalipun di balik ketenangan tersebut mengandung perasaan yang berat.

"Ya, aku memang sudah tua!" gumamnya lirih perjalanannya dari Ho-pak ke Kanglam telah mendatangkan rasa letih baginya. Keberhasilan dalam usahanya. kekukuhan, dalam kedudukannya serta kemashuran namanya se-olah2 racun yang diselimuti gula dan pelahan sedang geragoti cita-cita dan ambisinya yang besar, juga pelahan sedang menina bobokkan ketekunan latihan silatnya, dia yang pada sepuluh tahun berselang masih tidak kenal artinya lelah, sekarang sudah mulai merasa keletihan.



Waktu berlalu secepat larinya kuda yang dicambuk, kini berubah ibaratnya ombak di sungai Tiangkang, setelah mengalir pergi selamanya tak akan kembali lagi.

Ia menjatuhkan tubuhnya yang tinggi besar itu di atas pembaringan dalam keadaan begini dia hanya berharap tibanya impian indah dalam tidurnya.

"Aku sudah tua... aku sudah tua.." sesaat sebelum tidur dia masih juga mengeluh.

Tapi keesokan harinya setelah bangun tidur, ketika tidur yang nyenyak telah mengembalikan semangat hidupnya yang bergairah ketika ia melangkah keluar dari kamarnya, semua orang menyaksikan dia masih sebagai seorang jago tua yang gagah kosen dan termasyhur di seluruh dunia, bukan seorang kakek yang kecapaian seperti malam sebelumnya.

Seorang laki-laki setengah baya yang bermuka kurus, bertubuh jangkung, berwajah tampan tapi bermata redup dengan bibir yang tipis dan jenggot pendek muncul dari balik kerumunan orang dan menghampiri kehadapannya, selesai memberi hormat dengan senyum dikulum ia menyapa: "Tham-loyacu, sudah lama tak berjumpa, baikkah kau selama ini?"

Liong-heng-pat-kiam mengerdipkan matanya, sama sekali ia tidak memandang ia kenal orang ini adalah Koay-sim (si berita kilat) Hoa Giok, seorang yang sepanjang hidupnya bekerja sebagai penjual berita dan tersohor sebagai pembawa berita yang tercepat.

Kungfu orang ini tak begitu lihay tapi pembawaannya menarik dan mudah bergaul boleh dibuang selama seratus tahun belakangan ini baru dia ini orang pertama yang menggantungkan hidupnya dan menjual berita.

Sebab itu Tham Beng cuma mengangguk dengan wajah kurang senang, ia tidak merasa punya keharusan untuk menyambut sapaan itu.

Bagi Koay-sim Hoa Giok, perlakuan semacam ini sudah biasa baginya, maka iapun tak pernah memikirkannya di hati. dia tetap tersenyum dan berkata pula. "Besok adalah saat diselenggarakannya pertemuan besar untuk memberi selamat kepada Kanglam Lok-lim-bengcu, apakah Tham-loyacu juga akan hadir di Long-hong san-ceng besok siang?"

Dengan acuh tak acuh Tham Beng hanya berdehem, sementara itu kawanan jago yang lain lantaran melihat ada orang mulai mengajak bicara Tham Beng tapi Tham Beng tidak menggubrisnya maka mereka lantas mengerubung maju dan menyapa serta memberi hormat.

"Tham-loyacu, sudah lama tak berjumpa, kau kelihatan tambah gagah!"

"Tham-locianpwe Wanpwe menyandarkan salam hormat."

Dengan senyum dikulum Tham Beng membalas hormat orang2 itu, kemudian ia memberi tanda kepada si "Berita kilat Hoa Giok, katanya "Ada urusan apa bicarakan saja dengan Kiong-losam"

Koay-sin Hoa Giok mengiakan, dengan tersenyum tiba2 ia berkata pula: "Apakah Tham-loyacu ingin tahu sebenarnya manusia macam apakah orang yang akan menjabat sebagai Lok-lim-congpiaupacu itu?"

Air muka Tham Beng tampak berubah setelah mendengar perkataan itu.

Si Berita kilat Hoa Giok memang pandai melihat gelagat, segera dia melanjutkan "Katanya orang itu adalah kaum keroco yang sama sekali tak pandai silat"

Liong-heng-pat-ciang terbelalak matanya, tiba2 dia berpaling ke arah Koay-be-sin-to Kiong Cing-yang yang sejak tadi sudah berdiri di sampingnya lalu memerintahkan "Berikan amplop kepada Koa congsu ini sebagai uang sangu!"

Lalu sambil mengebaskan ujung bajunya dia hendak turun dari undak2an batu, saat itulah tiba-tiba terjadi kegaduhan di antara orang yang berkerumun, menyusul kemudian terbukalah sebuah jalan lewat ketika dia berpaling ternyata ada lima orang pemuda berpakaian perlente muncul dari kerumunan orang2 itu, mereka tak lain adalah Tonghong-ngohengte dan Hui-leng-po.

Sudah beberapa hari si Berita kilat Hoa Giok berjaga di sekitar rumah penginapan itu, kemarin malam dengan uang sebesar lima puluh tahil perak dia telah menjual berita kepada mata-mata dari Long-bong-san ceng yang bertugas di dusun itu. "Liong-heng-pat-ciang Tham Beng telah datang."

Dan sekarang, dengan berita yang lain dia mendapat uang sebesar seratus tahil perak dan Tham Beng, Dengan senyum bangga berlalulah dia dari rumah penginapan itu, sementara suasana dalam penginapan ramai dengan suara pembicaraan dan gelak tertawa.

Beberapa langkah dia berjalan ke arah barat pintu, seorang laki2 berbaju hitam segera menghampirinya, setelah bertukar pandang sekejap, mereka bersama-sama menuju ke balik tikungan sana.

"Hoa-toako, berita apa yang kau bawa hari ini?" dengan tak sabar lagi laki2 berbaju hitam itu berbisik.

Si Berita kilat Hoa Giok tersenyum, pelahan ia tunjukkan sebuah jari tangannya dan menyahut:

"Seratus..."

Agak berubah air muka laki2 baju hitam itu, meskipun agak mahal, namun iapun mengerti, si Berita kilat Hoa Giok biasa mencari makan dari pekerjaan semacam itu, tak lain lantaran berita tersohor cepat dan tepat, terutama dalam soal "cepat", terkadang orang lain belum tahu apa yang terjadi, dengan cekatan dia sudah menyampaikan berita itu dengan cepatnya. Sebab itulah beritanya tidak basi beritanya selalu laku keras dan berapa harga yang diminta belum pernah ditawar orang.

Tanpa banyak bicara lagi, laki2 baju hitam itu mengeluarkan dua amplop uang perak, setelah menimang bungkusan tersebut, Hoa Giok baru berkata "Kemarin malam kedua Leng bersaudara telah pergi, sampai hari ini mereka belum kembali, kutanggung besok siang mereka takkan hadir di Long-bong-san-ceng lagi" |

"Kenapa kau berani tanggung?" tanya laki-laki itu

"Hahaha kalau aku tidak punya akal untuk mengetahuinya, mana berani kuterima uangmu ini?" sahut Koay sin Hoa Giok sambil tertawa bangga. "Setelah berhenti sebentar, tambahnya: "Mungkin aku masih mempunyai berita yang lebih penting lagi yang menyangkut persoalan ini, tapi sekarang belum begitu pasti, kentongan keempat malam nanti akan kusampaikan lagi kepadamu di sini."

Maka tidak lama kemudian segera ada seekor kuda yang dilarikan cepat menuju perkampungan Long-bong-sanceng untuk menyampaikan laporan. Setiap persoalan besar yang cukup menggetarkan dunia persilatan, seringkali kelihatan berlangsung secara terbuka, padahal diam2 penuh dengan intrik, tipu muslihat dan akal busuk, entah berapa banyak manusia yang terlibat dalam usaha semacam ini, cuma bila kau tidak mengalaminya secara mendalam, hal-hal demikian tidak mudah untuk diketahui.

Si Berita kilat Hoa Giok membagi kelima bungkusan uang perak yang didapatkannya pada tiga bagian bajunya untuk disimpan, dengan begitu rasanya jadi tidak terlampau berat, kemudian dengan kuda cepat dia ber-foya2 sehari penuh di kota Keng-ko.

Ketika pulang, senja sudah lalu, dari lima bungkus uang perak kini tinggal sisa tiga bungkus saja.

Tapi dia yakin sebelum kentongan kelima malam nanti ketiga bungkus uang peraknya itu akan lipat ganda jumlahnya sebab ia percaya sebuah kunci rahasia yang maha penting sudah berada di dalam genggamannya.



Sewaktu melewati kota pegunungan itu, dia berhenti sebentar dan memandang beberapa kejap suasana rumah penginapan itu, dalam penginapan masih kedengaran suara orang, ia dapat membayangkan betapa banyak orang yang sedang mengerumuni liong heng pat ciang waktu itu dan tentunya dengan pelbagai daya upaya menyanjung puji pada jago tua yang tersohor itu sebagaimana pula yang telah dilakukannya.

Ia tersenyum sinis, ia larikan kudanya ke arah Long bong san-ceng, jalanan yang dia tempuh sebagian besar adalah jalan kecil, sempit dan jarang dilewati orang Sebelum mencapai Long-bong san ceng ia menitipkan kudanya di rumah seorang petani miskin lalu sebagaimana malam2 sebelumnya ia menghadiahkan sedikit uang untuk petani itu yang diterima dengan rasa terima kasih yang tak terhingga.

Ucapan terima kasih demikian boleh dibilang pengalaman yang jarang ditemuinya, maka langkah kakinya lantas terasa jauh lebih enteng dan cepat.

Bayangan tubuhnya yang tinggi jangkung dengan langkahnya yang enteng dan cepat segera menghilang di balik bayangan hitam perkampungan Long-bong-san-ceng yang luas, keadaan semacam ini persis seperti apa yang terjadi kemarin malam.

Kemarin malam tatkala kota pegunungan itu tidak memberikan lagi berita yang cukup bernilai baginya, diam2 dia lantas mendatangi Long beng-san-ceng, menyusuri jalan yang sudah dikenalnya, dia menyusup ke belakang perkampungan melewati dinding-dinding perkampungan yang tinggi besar, keadaannya ketika itu tidak ubahnya pengemis yang seringkah berjongkok di sudut rumah makan sambil menunggu belas kasihan tuan yang terhormat agar memberikan sisa sayurnya untuk mengisi perutnya yang lapar, Dia selalu berharap bisa mendapatkan berita penting yang tak mungkin didapatkan orang dari sudut2 tembok yang gelap itu.

Tapi sekalipun banyak dinding pekarangan yang melindungi jejaknya, perasaannya waktu itu tegang sekali, sebab dia tahu para penghuni yang berdiam di balik dinding itu adalah orang gagah dan jago lihai yang setiap saat dapat mencabut nyawanya dengan gampang, dia berusaha meringankan langkahnya, kuatir kalau2 menimbulkan suara yang mungkin akan mengakibatkan jiwanya melayang.

Berbareng itu iapun memperhatikan setiap suara yang terpantul dari balik dinding itu, tapi suasana disekitar tempat itu sangat hening, bahkan detak jantung sendiri dapat terdengar nyata.

Tiba-tiba terdengar suara dan balik dinding, dengan cekatan dia menghentikan langkahnya dan memperhatikan dengan seksama.

Tampaklah sesosok bayangan pelahan melambung ke atas dinding pekarangan itu, tampaknya orang itupun sedang memperhatikan keadaan di sekeliling tempat itu, setelah menunggu beberapa saat lamanya ia baru naik ke puncak dinding itu lalu "bluk" orang itu melompat turun ke sana.

Dilihatnya ketika orang itu mencapai permukaan tanah, ternyata imbangan tubuhnya tidak terkendalikan ia terhuyung beberapa langkah ke depan dan akhirnya berdiri tegak, hal ini diam2 mengherankan dia.

"Siapakah orang ini?" demikian pikirnya tampaknya tidak mahir ilmu silat, tapi berani melakukan pekerjaan begini di Long-bong san-ceng.

Belum habis dia berpikir dari balik dinding pekarangan terdengar seseorang menegur "Siapa itu?"

Dua sosok bayangan bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya segera melayang keluar dan melayang turun tepat di hadapan bayangan orang yang tak pandai bersilat itu.

Hoa Giok terkejut, cepat ia menyembunyikan diri dibalik pohon besar, bernapaspun tak berani keras-keras, dengan hati-hati dia mengintip ke sana.

Dilihatnya orang yang sama sekali tak pandai silat itu tidak menjadi kaget atau gugup malahan sambil membusungkan dada dia menyahut "Aku!"

Selang sesaat ia dapat melihat bayangan orang tersebut ternyata adalah seorang pemuda berbaju perlente, sekalipun di tengah kegelapan wajahnya tak terlihat jelas, tapi ia dapat merasakan betapa gagah dan tampannya pemuda itu, boleh dibilang belum pernah ia temui pemuda segagah dan setampan ini. Hatinya tambah tegang, dia ingin tahu bagaimanakah reaksi dan kedua orang pengadangnya tadi.

Ternyata kedua orang pengadang itu sama menyurut mundur selangkah lalu dengan hormat berkata "O, kiranya Hui-tay sianseng adanya di tengah malam buta begini Hui-tay-sianseng hendak pergi ke mana?"

Hampir saja Hoa Giok menjerit kaget, ketika kata-kata "Hui-taysianseng" menyusup masuk ke telinganya.

"Benarkah dia ini Hui-taysianseng yang akan menjabat Congpiaupacunya orang- Lok-lim di Wilayah Kanglam?" demikian pikirnya, "tapi kenapa dia tak pandai ilmu silat? Apalagi dia adalah seorang pemuda yang ternyata masih muda belia?"

Si berita kilat merasa hal ini terlampau aneh dan sama sekali tak masuk akal, pelahan ia berjongkok dan bersembunyi lebih hati2.

Didengarnya Hui-taysianseng itu sedang menyahut dengan dingin "Di tengah malam sejuk ini aku ingin jalan-jalan di luar, boleh bukan?"

Kedua pengadang itu adalah dua orang laki kekar berbaju ringkas, sinar mata mereka tajam, gerak geriknya enteng dan lincah jelas kedua orang ini mempunyai iimr silat yang tangguh, tentu kedudukan mereka di dalam Long-bong-san-ceng tidak rendah.

Mendengar permintaan itu, kedua orang tersebut saling pandang sekejap, lalu tertawa terbahak-bahak, ialah seorang di antaranya menyahut sambil tertawa ,"Ya. sungguh tak kusangka Hui-taysianseng mempunyai kegembiraan sebesar itu untuk ber-jalan2 di tengah malan sejuk ini, bila tidak keberatan kami berdua memberanikan diri untuk menemani Hui-taysianseng ber-jalan2 mencari angin."

Ia sengaja berhenti sebentar untuk tertawa kemudian menambahkan "Tentunya engkau setuju bukan?"

Hui Giok yang dipanggil sebagai "Hui-taysianeng" baru kaget setelah mendengar perkataan itu, sinar matanya berkeliaran memandang ke sana ke mari, untuk sesaat lamanya dia tak mampu mengucapkan sepatah kata.

Si Berita kilat Hoa Giok yang bersembunyi di balik pohon jadi tidak habis mengerti oleh adegan tersebut, ia tak menyangka di antara Hui-taysianseng dan Sinjiu Cian Hui bisa terjadi hubungan aneh begini.

Dilihatnya setelah termangu-mangu beberapa saat lamanya Hui taysianseng lantas berkata dengan dingin "Kalau begitu kehendak kalian, terserahlah!"

Perasaan Koay-sim Hoa Giok sekarang walaupun diliputi ketegangan tapi juga merasa gembira, sebab ia tahu di balik persoalan ini masih tersimpan rahasia yang "tidak dapat dibocorkan kepada orang luar", dan "rahasia" bagi orang lain berarti uang baginya.

Ia saksikan bagaimana kedua orang laki2 kekar itu menggapit Hui-taysianseng dari kanan dan kiri terus berjalan ke depan.

Tapi baru beberapa langkah, tiba-tiba langkah kedua orang itu sempoyongan serentak mereka memutar badan sambil membentak "Siapa? Apa?"



Baru setengah2 bentakannya, tiba-tiba saja kedua orang itu sempoyongan pula dan akhirnya roboh terjungkal.

Perubahan itu sangat mendadak Koay-sin Hoa Gfbk sampai menutup mulut sendiri agar tidak menjerit kaget.

Agaknya Hui-iaysianseng juga terkejut oleh peristiwa itu, dia berjongkok dan memeriksa denyut nadi kedua orang itu, kemudian berbangkit sambil melihat telapak tangan sendiri.

Hoa Giok yang bersembunyi di balik kegelapan diam2 merinding, di bawah cahaya bintang ia lihat kedua tangan Hui-taysianseng berlepotan darah.

Sambil merentangkan telapak tangannya yang penuh darah itu, Hui-taysianseng memutar badan nya keempat penjuru sambil bergumam "Siapa? Siapa?"

Malam semakin kelam, hawa terasa dingin, angin yang berembus menggoyangkan ranting dan dedaunan sehingga menimbulkan suara gemerisik.

Memang sudah banyak kejadian seram dan mengerikan yang pernah dijumpai Koy-sin Hoa Giok sepanjang hidupnya, iapun tahu apa yang terpampang di depan matanya sekarang menyangkut suatu rahasia besar bagi dunia persilatan akan tetapi perasaannya waktu itu betul2 ketakutan dan ngeri sekali, hampir saja dia bangkit berdiri untuk kabur se-jauh2nya.

Akan tetapi hanya sekejap saja, ketika dia menengadah, di kedua samping Kui-taysianscng tahu2 sudah bertambah pula dua sosok bayangan manusia, kedua sosok bayangan itu tinggi kurus kering menyerupai setan yang mendadak muncul dari bawah tanah, mereka muncul dengan begitu saja tanpa menimbulkan suara apapun. hampir saja Ho Gio tidak percaya pada matanya sendiri, tapi ia berusaha mengendalikan rasa kaget dan ngerinya sekali lagi dia memandang ke depan.

"0 kiranya mereka!" diam2 ia membatin.

Kedua sosok bayangan yang muncul secara mendadak itu bukan lain adalah Ko-bok dan Han-tiok yang tadi masih berdiam di penginapannya, waktu dia berangkat tadi dia tak tahu mengapa kedua orang aneh ini bisa muncul di sini, ia lebih2 tak tahu sebenarnya ada hubungan apa antara mereka dengan Hui tay-sianseng, dilihatnya kedua orang aneh itu sedang mengawasi Hui taysianseng dengan pandangan yang dingin.

"Anak Ki sakit!" ucapan pertama yang kaku meluncur keluar dan mulut mereka.

Hoa Giok terkesiap: "Siapa itu anak Ki. Mengapa tengah malam buta begini Ko-bok dan Han tiok berkunjung kemari, bahkan tak segan2 membunuh kedua orang tadi hanya untuk memberitahukan bahwa anak Ki sakit?"

Dengan keheranan ia memandang pula ke depan, dilihatnya Hui-tay sianseng merasa kaget demi mendengar perkataan itu, air mukanya agak berubah, malahan dengan gelisah lantas bertanya "Kenapa dia sakit? Sakit apa?"

"Hm... dia sakit lantaran kau!" Leng Ko-bok mendengus.

"Tengoklah dia!" sambung Leng Han-tiok.

Koay sim Hoa Giok bagai tenggelam dalam kabut tebal, betapapun cerdiknya juga tak tahu hal lkhwalnya, cuma lamat2 ia dapat menduga "anak Ki" yang dimaksudkan Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok itu kemungkinan adalah Tham Bun-ki puteri kesayangan Liong heng-pat ciang, tapi justeru lantaran itu dia semakin bingung.

"Sudah pasti Hui-taysianseng ini bukan lain adalah bakal Congpiaupacu kaum Lok-lim di wilayah Kanglam,. sedang semua orang persilatan tahu, tindakan Sin jiu Cian Hui ini, tujuannya tak lain adalah ingin mempersatukan seluruh orang Lok lim di daerah Kanglan agar bersama-sama menghadapi kekuatan Hui liong piaukiok tapi kenapa bakal Congpiaupacu ini justeru punya hubungan dengan Liong-li" Tham Bun-ki. Bahkan katanya Tham Bun ki jatuh sakit lantaran dia"

Ada sementara persoalan yang dianggap sebagai kejadian biasa oleh mereka yang mengetahui latar belakang peristiwa itu, tapi justeru membingungkan orang di luar lingkungan demikian pula keadaan Hoa Giok sekarang.

Cahaya bintang menyoroti kedua sosok mayat yang berlumuran darah, di samping mayat-mayat itu berdiri dua orang aneh serta seorang pemuda yang tampaknya dalam keadaan bingung di tengah keremangan malam, pemandangan semacam itu menambah seramnya keadaan.

Sementara itu Hui-taysianseng menghela napas setelah tertegun sejenak ia berkata. "Aku tak dapat pergi!"

Diam-diam Koay-sin Hoa Giok manggut "Seandainya aku menjadi dia akupun tak akan pergi."

Rupanya jawaban itu membangkitkan amarah Leng Ko bok dan Leng Han-tiok.

Leng Ko bok tertawa dingin "Hm. Lantaran kau dia jatuh sakit, hanya pergi menengoknya saja kau tak mau?"

"Hehe, ada sementara orang suka menolak arak kehormatan dan lebih suka arak hukuman, pernahkah kau pikir bahwa hari ini kau dapat menolak untuk pergi?" sambung Leng Han-tiok sambil tertawa dingin.

Setiap kali Leng Ko-bok dan Leng Han tiok berbicara, suaranya selalu dingin seram bagaikan suara yang berasal dari liang kuburan, kendatipun Koay-sim Hoa Giok bukan orang penakut tidak urung bergidik juga dia.

Siapa tahu baru saja habis ucapan Leng Han-tiok, mendadak dari balik hutan di kejauhan berkumandang suara seseorang yang nyaring merdu sekata demi sekata diiringi tertawa "Kalau tidak pergi lantas kenapa?"

Hoa Giok baru sempat mendengar kata "kalau tidak..." tahu2 sesosok bayangan orang melarang tiba dari balik kegelapan, tampaknya tidak cepat tapi lenyap suaranya bayangan itupun sudah melayang tiba di depan mereka dengan entengnya, Hoa Giok adalah orang Kangouw ulung, sekalipun kungfunya tidak terlampau tinggi tapi semua orang yang berhubungan dengan dia rata2 adalah jagoan ternama di dunia persilatan walaupun begitu selama hidupnya belum pernah melihat orang yang memiliki ilmu meringankan tubuh selihay ini.

Selagi ia tercengang, Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok telah berseru dengan terkejut "Hah, Kim tong-giok-li"

Koay-sin Hoa Giok yang memang sudah tegang semakin tergetar demi mendengar nama yang termasyhur itu."

Cepat dia memandang ke sana, dilihatnya tokoh legendaris dunia persilatan ini adalah seorang perempuan tinggi besar dengan baju panjang tipis sehingga kelihatan garis tubuhnya yang kekar.

Yang aneh lagi, dipunggung perempuan ini menggendong sebuah keranjang kuning dan di da lara keranjang meringkuk seorang laki2 kerdil berbaju warna emas, meski tidak jelas wajahnya di pandang dari jauh, tapi samar2 terlihat laki2 dalam keranjang yang mirip anak kecil itu selain berbaju perlente juga berjenggot, siapapun bila pertama kali melihat Kim-tong-giok-li" tentu akan tercengang dan tidak percaya pada pandangan sendiri, demikian pula dengan Koay-sim Hoa Giok. Meskipun dia tak menyangka kedua tokoh aneh yang termasyhur di dunia, persilatan ini ternyata memiliki potongan badan yang istimewa begini.



Waktu dia memandang pula ke sana, dilihatnya Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok sudah berdiri berjajar dan sedang mengawasi Kim tong-giok-li tanpa berkedip, tubuh mereka kaku sikapnya dingin, seandainya angin malam tidak mengibarkan ujung bajunya mungkin orang akan mengira mereka adalah patung.

Hoa Giok menelan air liurnya seolah-olah hendak telan kembali jantungnya yang nyaris melompat keluar. Rembulan telah condong ke langit barat, hal ini membuat tempat sembunymya tambah gelap, meski bintang bertaburan di angkasa, malam yang dingin, ia lebih suka berada di tempat lain daripada berada di tempat semacam ini.

Didengarnya Giok-li sedang tertawa ringan sambil menuding Hui-taysianseng yang berada disampmgnya ia berkata "Orang tak sudi pergi bersama kalian, berdasarkan apa kalian memaksa orang mengikuti kehendak kalian? Apalagi dia sudah punya janji lebih dahulu dengan kami. kukira belum tiba gilirannya pada kalian."

Pelahan sinar mata Ko-bok dan Han-tiok ber alih dari wajah Kim-tong-giok-li ke wajah Hui Giok, meskipun air muka mereka tetap kaku tanpa emosi namun dalam hati merasa heran. "Aneh, darimana mungkin anak muda she Hui ini mempunyai hubungan dengan Kim-tong giok-li?" Belum habis berpikr, tiba2 terdengar gelak tertawa nyarng, menyusul pandangannya terasa kabur tahu-tahu Kim-tong meloncat keluar dan keranjang.

Geli Koay-sim Hoa Giok melihat bentuk badan Kim-tong yang kerdil itu. tapi dilihatnya Leng Ko bok maupun Leng Han tiok tanpa mengeluarkan suara terus ayun telapak tangan dan secepat kilat membacok batok kepala Kim-tong.

Perawakan Ko-bok maupun Han tiok tinggi kurus, sedangkan perawakan Kim-tong sangat cebol dan bacokan keempat tangan Leng-kok-siang bok ini segera tercipta selapis bayangan hitam yang besar.

Se-akan2 bukit yang tiba2 ambruk ke atas kepalanya, Hoa Giok melihat sekujur badan Kim-tong sudah terkurung di bawah keempat telapak tangan itu, tampaknya tak mungkin lagi baginya untuk berkelit maupun menghindar.

Hui-taysianseng kelihatan berseru kaget, sedangkan Giok-li dengan senyuman dikulum berdiri di samping sambil berpeluk tangan, se-olah2 tak tahu bahwa Ko-bok dan Han-tiok tiba2 melancarkan serangan.

Ketika empat telapak tangan yang besar itu hampir mengenai tubuh Kim-tong yang cebol, mendadak saja Kim-tong tersenyum, lengannya seperti tidak melakukan gerakan apa2, tahu2 kedua telapak tangannya menangkis ke atas.

Koay-sin Hoa Giok menyaksikan pukulan yang lontarkan Ko-bok dan Han-tiok itu seperti gugur gunung dahsyatnya, sebaliknya tangkisan Kim-tong seenteng kapas, tampaknya seperti tidak bertenaga selagi dalam hati ia berkeluh bagi Kim-tong, mendadak terdengar suara "Plak-plok" empat kali, tubuh Kim-tong yang kecil pendek masih tetap berdiri tegak di tempatnya, sebaliknya Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok malahan tergetar selangkah ke belakang.

"Aneh," pikir Hoa Giok, "nama Kim-tong sedemikian tersohor, apakah dia pakai ilmu hitam?"

Hoa Giok tidak tahu bahwa tangkisan Kim tong tadi tampaknya sangat enteng seperti tak bertenaga, tapi sebenarnya suatu pukulan yang memakai tenaga dalam, cuma oleh karena tenaga dalam yang dilatih Kim tong termasuk unsur lunak dan dingin, maka bagi pandangan orang lain serangan itu seperti tak berkekuatan. padahal kehehatannya sukar dilukiskan.

Ketika menangkis tadi ia sudah menghantam telapak tangan kanan Leng Han-tiok dan tangan kiri Leng Ko-bok, menyusul telapak tangannya membalik, dengan punggung tangan dia menghantam lagi telapak tangan kiri Leng Han-tiok dan tangan kanan Leng Ko-bok, karena itu benturan yang terjadi adalah empat kali.

Karena itu, baik Kobok maupun Han-tiok segera merasakan telapak tangannya jadi panas, sekujur badan bergetar keras tanpa kuasa ia mundur selangkah ke belakang.

Sebetulnya Hui Giok menaruh perasaan kasihan terhadap tokoh ajaib yang bertubuh abnormal ini, tapi setelah menyaksikan kelihayan kungfunya yang sanggup mendesak mundur musuh tangguh hanya dalam sekali gebrak, rasa kasihannya itu segera berubah menjadi perasaan kagum.

Kim-tong kembali bergelak nyaring, di tengah gelak tertawanya itu tahu2 badannya melambung lagi ke udara, dalam waktu singkat dia melepaskan beberapa kali pukulan gencar.

Sebelum serangan itu mencapai sasarannya Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok sudah merasakan angin dingin yang merasuk tulang menyambar tiba, hati mereka terkesiap, setelah saling pandang sekejap.. mereka bergerak bersama, telapak tangan kanan Leng Han-tiok segera bergerak dari kanan menuju ke kiri, tangan kiri dari bawah menuju ke-atas, sebaliknya tangan kiri Leng Ko-bok bergerak dari kiri ke kanan, tangan kanan bergerak lurus ke depan .

"Blang" empat kail benturan kembali menggelegar, dengan tubuh mereka yang jangkung dan lengan yang panjang, keempat tangan mereka seakan2 hendak menjepit tubuh Kim-tong di tengah, padahal waktu itu Kim-tong yang cebol masih mengapung di udara, tampaknya ia sudah tak mampu menghindarkan diri lagi.

Tak terduga, mendadak pergelangan tangannya berputar, "plak-plok", empat kali benturan menggema lagi di udara. dalam sekejap itu dia menyambut pula ke empat pukulan Ko-bok dan Han-tiok itu secara keras di udara, kemudian badannya yang cebol berjumplitan dan melayang turun di belakang Ko-bok serta Han-tiok dengan kepala di bawah dan kaki di atas, kedua tangan direntangkan dan tangannya bagaikan pedang serentak menutuk jalan darah "Keng-cing-hiat" di bahu kiri dan kanan Ko-bok serta Han-tiok.

Semua gerakan itu dilakukan dengan enteng dan cepat seperti setan gentayangan malahan gerakan telapak tangannya juga cepat luar biasa.

Cepat Ko-bok dan Han-tiok rendahkan bahu dan geser langkah, dengan tangan kanan Leng Ko bok dan tangan kiri Leng Han-tiok mereka berputar membentuk setengah lingkaran, tahu2 tangan yang lain terus menerobos ke depan dan menghantam.

jurus Cian-tiong-sia-goat (memanah rembulan dari lingkaran) ini meski hanya suatu serangan yang sederhana, namun kuat sekali baik untuk bertahan maupun untuk menyerang, cepat dan dahsyat serangannya, suatu jurus ampuh ilmu pukulan kelas tinggi.

Tak tahunya ketika serangannya meleset, Kim-tong sekali lagi melejit ke udara, dengan ujung kaki dia menendang telapak tangan kanan Leng Ko-bok dan telapak tangan kiri Leng Han-tiok, mengancam jalan darah Ho si-hiat di pinggir telapak tangan.

Dalam kegelapan caranya mengincar jalan darah dengan ujung kakinya ternyata sangat jitu, hal ini membuat Ko-bok dan Han-tiok terkesiap, cepat mereka menarik tangan dan melancarkan serangan lagi secepatnya, kali ini mereka menabas pergelangan kaki Kim-tong.

Perlu diketahui baik Leng Ko-bok maupun Leng Han-tiok adalah jago lihay yang sudah punya nama besar dalam dunia persilatan, dengan sendirinya kungfu mereka lebih hebat dari siapapun, sekalipun Kim-tong memakai sepatu baja dan kaus besi, bila terkena serangan mereka tentu juga tulang akan remuk atau patah, padahal waktu itu sudah cukup lama Kim-tong melambung di udara, tubuhnya sekarang merosot ke bawah, bila dia melayang ke belakang, serangan terhadap kakinya memang bisa di hindari akan tetapi karena gerakan itu dadanya akan terbuka, padahal meski Ko-bok dan Han-tiok sedang menyerang dengan tangan kiri dan tangan kanannya namun sebagian tenaganya masih terhimpun di tangan lain, bila ada peluang segera mereka akan menyerang pula.



Siapa tahu kedua kaki Kim tong yang cuma sebesar lengan orang dewasa itu mendadak memancal ke belakang, kemudian bersalto lagi di udara, dengan kepala di bawah dan kaki di atas, ujung telapak tangan secepat kilat menjabat.

Leng Ko-bok maupun Leng Han-tiok benar2 sangat kaget, sama sekali mereka tak menyangka tubuh lawan yang sudah mulai meluncur turun itu tahu2 bisa melejit kembali di atas, untuk menarik kembali serangannya jelas tak sempat lagi, tahu2 telapak tangan mereka terasa kaku kesemutan.

Segera Kim-tong mencengkeram urat nadi pergelaangan tangan mereka, seketika seluruh tubuh Ko-bok dan Han-tiok jadi lemas tak bertenaga.

Kim-tong tertawa panjang, ketika meluncur ke bawah, dengan ujung kaki secepat kilat dia tutuk pula jalan darah di pinggang kedua orang itu.

Koay sin Hoa Giok terkesiap dan kagum luar biasa, ia lihat Kim-tong bergerak mengapung di udara se-akan2 bersayap saja, bahkan tidak diketahui gaya kungfu dari aliran manakah.

Dan selagi dia melenggong itulah terdengar Kim-tong tertawa panjang dan melayang turun ke tanah, sedangkan Ko-bok dan Han-tiok lantas menggeletak lemas.

Giok-li tertawa senang, dengan nada kagum bercampur memuji dia bertepuk tangan dan berseru. "Sepuluh tahun tak pernah menyaksikan Toako bertempur tak tersangka hari ini hahaha kegagahan Toako ternyata sedikitpun tidak berkurang..."

Lalu dia berpaling kepada Hui Giok dan menambahkan "Coba lihat, kepandaian Toakoku ini terhitung nomor satu di dunia atau tidak?"

Perempuan ini bertubuh tinggi besar, kasar dan kekar, tapi sewaktu berbicara suaranya lembut dan merdu seperti seorang gadis yang manja, diam Koay sim Hoa Giok sangat geli, tapi tidak berani tertawa.

Sementara itu Kim-tong sedang memandang Ko-bok dan Han-tiok yang terkapar di tanah, kemudian memandang pula kedua mayat tadi, ia tertawa dingin, katanya kepada Giok-li: "Tolong bawalah kedua batang balok kayu ini, ringkus mereka beberapa hari agar mereka tidak banyak omong nanti!"

Koay-sin Hoa Giok merasa menggigil, bulu kuduknya sama berdiri.

"Agar mereka tidak banyak omong, pikirnya "Wah, bila mereka tahu masih ada orang lain yang mengetahui kejadian ini, bukankah..."

Dia menghela napas dan tak berani berpikir lebih jauh dilihatnya Giok-li dengan satu tangan menjinjing sesosok tubuh, dia mengempit badan Ko-bok dan Han-tiok di bawah ketiaknya. lalu kepada Hui Giok alias Hui-taysianseng, dia berkata "lkutlah padaku, ada barang bagus akan kuberikan padamu" Dia lantas berlalu lebih dahulu.

Sesudah bayangan mereka lenyap di kegelapam malam Koay-sin Hoa Giok baru mengembus n napas lega.

Siapa tahu, mendadak kepalanya seperti disentuh sesuatu, ia kaget dan kontan angkat langkah seribu setelah lari terbirit-birit agak jauh baru berani mengintip ke belakang, namun di belakangnya tetap sepi tak nampak bayangan seorangpun dia meraba kepalanya, ternyata sepotong kecil ranting pohon yang hinggap di atas kepalanya. Kembali dia mengembus napas lega meski peluh dingin sempat membasahi sekujur badannya.

Malam ini, meski sudah dilewati pula seharian yang panjang, namun bila terkenang kembali kejadian kemarin malam, hatinya masih kebat-kebit dan takut diam-diam iapun merasa geli kepada dirinya sendiri yang penakut. Tapi, memang begitulah pekerjaannya, ia sudah biasa hidup di antara ketegangan dan ketakutan untuk menyelidiki keadaan pribadi serta rahasia orang lain dia memang hari membayar dengan imbalan yang cukup besar karena itulah meski pengalaman semalam cukup membuatnya takut, toh malam ini ia berani menyerempet bahaya lagi dengan mendatangi kembali tempat yang telah dikunjunginya semalam.

Sekarang dia berdiri lagi di bawah pohon seperti kemarin. rembulan masih juga bersinar dari tempat yang tak berubah maka suasana di bawah ini juga tetap gelap se-akan2 tempat yang tergelap di bumi raya ini.

Dia mengembuskan napas lega dengan hati diperiksanya lagi keadaan sekitar tempat itu dahan pohon amat besar dengan ranting yang tak terhitung jumlahnya daun rimbun membuat tempat itu semakin rapat, apalagi semak belukar yang tumbuh subur di sekitar pohon tersebut sekali lagi dia mengangguk dengan perasaan lega.

"Tempat ini memang tempat yang paling aman untuk bersembunyi!" demikian pikirnya.

Maka la pun bersembunyi ditempat yang menurut anggapannya paling aman dengan mata yang jelilatan ia mulai mengawasi keadaan di sekitar tempat itu dan berusaha menemukan sasaran yang dirasanya berharga untuk diselidiki.

Angin berembus lewat menggoyangkan dedaunan bintang berkedip memenuhi angkasa, keadaan malam ini tak berbeda dengan malam sebelumnya, indah, tenang dan nyaman. Malam di musim semi memang selalu indah.

Lama dan lama sekali, ia menggerakkan tubuhnya kian kemari dengan perasaan tak tenang.

"Aneh, mengapa tidak terjadi suatu peristiwa apapun?" ia berusaha menunggu lagi dengan tak sabar, tapi suasana di sekitar tempat itu tetap tenang dan hening. sekarang kesabarannya mulai berkurang "Mungkin malam ini tak akan terjadi apa2? Mengapa aku harus menunggu terus di sini seperti orang bodoh?"

Tapi dengan cepat ia menghibur dirinya sendiri "Ah, kenapa tidak sabar menunggu sebentar lagi. Mau pergi juga mesti tunggu sampai rembulan sudah condong ke pucuk pohon sana."

Rembulan mulai doyong kesebelah barat, kian lama kian condong sehingga akhirnya sampai di atas pohon di seberang kali kecil sana, ia menengadah lalu menghela napas kecewa.

Sekarang baru dirasakan olehnya bahwa perbuatannya benar2 bodoh, malam seindah dan senyuman ini telah disia-siakan dengan begitu saja menunggu sesuatu yang tak ada gunanya.

"Ya, seharusnya aku mesti tahu bahwa malam ini takkan terjadi peristiwa apa2 lagi, memangnya orang lain sengaja menerbitkan peristiwa cuma untuk di tontonkan kepadaku saja. Hmm, aku betul2 tolol, tahu begini, ranjangnya Siau cui di kota Keng-ko pasti lebih nyaman daripada tempat ini." Sambil menggerutu dia merangkak bangun dan tempat sembunyinya.

"Akan tetapi, sebelum dia berdiri sesosok bayangan tiba2 terlihat sedang bergerak dari kejauhan yang lebih menggirangkan lagi ternyata orang ini adalah "Hui-taysianseng"

Sepanjang jalan, gerak-"gerik pemuda itu persis seperti orang sinting tangan dan kakinya di gerakkan ke sana kemari tanpa berhenti. hal ini membuat Koav sin Hoa Giok jadi melongo. Tapi ketika dilihatnya orang hanya sendirian, hatinya merasa lega,



Sementara itu "Hui-taysianseng" sudah semakin mendekat, tapi kaki dan tangannya masih menari ke sana ke mari, sekilas pandang gerakan tersebut seperti tidak beraturan, tapi ketika diawasi dengan lebih seksama, maka terlihatlah bahwa telapak tangan kirinya selalu bergerak dari kiri ke kanan membuat gerakan melingkar, lalu tiba2 ditarik kembali, sedangkan telapak tangan kanan selalu membuat gerak lingkaran dari dalam menuju luar lalu menyodok lurus ke depan, pinggangnya bergeliat ke kanan, sikut kirinya berbareng menyodok dan kaki kanannya mendadak menendang.

Semula Koay sin Hoa Giok memperhatikan gerakan itu dengan termangu, tapi lama kelamaan ketika dilihatnya permainan pemuda itu melulu hanya gerakan yang sama, akhirnya Hoa Giok tertawa geli pikirnya "Masa gerakan semacam ini juga terhitung sesuatu jurus serangan? Entah ia pelajari gerakan ini dari mana? Wah, kalau dengan jurus serangan macam beginipun bisa melukai orang, hehehe . kecuali lawannya adalah orang tolol."

Dilihatnya Hui taysianseng seperti orang yang kehilangan sukma, masih terus menggerakkan kaki dan tangannya membuat gerakan yang sama. ketika tiba di hadapannya tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benak Hoa Giok seandainya dia kutangkap, lalu kubawa ke tempatnya Liong-heng-pat-ciang sana, kejadian ini tentu akan jauh lebih menggembirakan hatinya daripada berita apapun paling sedikit... paling sedikit aku bisa mengeruk beberapa ribu tahil perak darinya, Hahaha... melihat tindak tanduknya yang tolol dan lagi tak pandai silat, mustahil sekali cengkeram tak dapat kubekuk.

Berpikir sampai di sini hatinya sangat girang, tapi ketelitian dan kewaspadaan sudah menjadi pembawaan orang ini dengan seksama ditelitinya pula keadaan di sekitar tempat itu, setelah yakin sasarannya berada sendirian barulah ia mau bertindak.

"Berhenti!" tiba-tiba ia membentak.

Waktu itu pikiran Hui Giok sedang tenggelam dalam suatu keadaan yang serba baru dan aneh kaget sewaktu mendengar bentakan tersebut cepat ia berhenti. Dilihatnya dari balik kegelapan di tepi jalan melompat keluar sesosok bayangan sambil menghampiri di hadapannya orang itupun menegur "Apakah Anda ini Hui-taysianseng?"

Sekali lagi Hui Giok kaget dikiranya orang ini adalah anak buah Sin Jiu Cian Hui tetapi ketika diamati lebih lanjut ternyata orang berperawakan jangkung dengan baju yang perlente lagi pula Ginkangnya tidak seberapa lihay belum pernah dikenal sebelumnya maka setelah ragu2 sejenak akhirnya dia menyahut "Ya, aku memang Hui Giok, Ada urusan apa mencari diriku?"

"Oh jadi dia bernama Hui Giok" pikir Koay sim Hoa Giok dengan geli.

Ia mengerling, kemudian memperkenalkan diri "Aku bernama Tan Cu-peng sudah lama mengagumi nama besar Hui taysianseng. cuma sayang selama ini tak ada kesempatan untuk berkenalan sungguh tak tersangka sekarang kita bisa berjumpa di sini. Hahaha sungguh sangat beruntung bagiku!"

Kecerdikan orang ini memang mengagumkan, meskipun dia hendak menangkap "Hui-taysianseng" dan menyerahkannya kepada Liong-heng-pat-ciang untuk mendapatkan uang, namun iapun tak ingin menyalahi si Tangan Sakti Cian Hui, maka dia sengaja menggunakan nama palsu, dengan demikian andaikan "Hui-taysianseng" tidak mati juga tidak akan tahu siapakah dia sebenarnya, lebih2 Sin-jiu Cian Hui, tentu juga tak akan mengetahui peristiwa ini hasil karya siapa.

"Nama besar apa yang kupunyai?" demikian Hui Giok berpikir karena ucapan orang tadi,

Meskipun sangsi bercampur curiga tapi lantaran Tan Cu peng ini berwajah tampan, cara bicaranya juga sopan dan tidak memberi kesan jelek kepadanya maka buru2 sahutnya perkataan saudara terlampau berlebihan!"

Selangkah demi selangkah Koay-sim Hoa Giok menghampiri anak muda itu sembari celingukan ke sana kemari, ketika ia yakin bahwa sekeliling situ tak ada orang lain, diam-diam ia sangat girang.

"Besok pagi adalah saat nama besar Anda akan menggemparkan seluruh dunia " katanya sambil tersenyum, "dan malam ini ternyata Anda masih berminat untuk berpesiar malam, hahaha, Anda memang pandai mencari kesenangan sungguh pandai mencari kesenangan?"

Begitu kata-kata terakhir terucapkan mendadak ia menjotos hidung Hui Giok sekalipun kungfunya tidak lihay, jelek2 ia pernah belajar silat selama tiga lima tahun, apalagi jurus yang dipakai adalah jurus Hong-bun-pi hou (menyegel pintu menutup rumah) dari ilmu pukulan Tay-ang-kun, ilmu pukulan aliran Siau-lim-pay yang amat populer di masa itu, bila terhajar telak batang hidungnya, seketika kepala akan pusing dan mata ber-kunang2 serta tak mampu melawan lagi.

Hui Giok tercengang ketika melihat orang berbicara sambil tertawa kepadanya, padahal dia merasa tak pernah kenal orang ini, kenapa orang bersikap begitu menghormat kepadanya, Belum lenyap herannya. tahu2 suatu jotosan melayang ke hidungnya dalam kagetnya otomatis telapak tangan kiri Hui Giok menangkis ke atas dan membuat gerak lingkaran ke sebelah kiri.

Sudah dua malam ini dia latih jurus pukulan tersebut, saking seringnya dia berlatih boleh dibilang jurus serangan itu sudah mendarah daging maka begitu ingatan melintas, secara naluri jurus yang sudah dilatihnya itu dikeluarkan sekalipun merasa ragu apakah gerakan melingkar yang dia lakukan ini sanggup menangkis serangan orang atau tidak.

Koay sin Hoa Giok sendiri yakin sekali jotos niscaya akan merobohkan anak muda yang kelihatan lemah dan ketololan itu.

Siapa tahu hanya suatu gerakan enteng saja, tangan lawan berhasil menangkis pukulannya, baru sekarang ia terkejut cepat kepalan kirinya menghantam pula.

Tak terduga pada saat itu juga Hui Giok telah menggerakkan tangan kanannya dari dalam menuju keluar berbentuk setengah lingkaran dan saat kepalan Hoa Giok tertahan, malahan bagian yang tertahan itu tepat urat nadinya.

Hoa Giok terperanjat diam2 ia memaki ketololan sendiri, terang sudah diketahui musuh akan melakukan gerakan tersebut kenapa dia malah mengantarkan kepalannya ke tangan lawan. Mendadak ia teringat gerakan musuh berikutnya itu adalah tangan menonjok ke depan.

Secepat kilat ingatan tersebut terlintas dalam benaknya secepat itu pula ia ingin menangkis, apa mau dikatakan lagi tangannya yang sebelah sudah terkunci tangan yang lain kena ditahan dalam keadaan begini biarpun dia tahu musuh akan menghantam ulu hatinya, namun bukan saja ia tak mampu menangkis, bahkan mengundurkan diri untuk menghindarpun tak mampu.

Dalam sekejap itu ia merasa telinganya mendengung dada tergetar keras, tenggorokan terasa anyir mata ber-kunang2, ia menjerit, tubuh mencelat jatuh ke belakang untuk kemudian terbanting keras di tanah.

Setelah menahan urat nadi penting telapak tangan musuh Hui Giok lantas memutar tangannya dari luar melingkar ke dalam, tapi dengan demikian maka tangan musuhpun ikut terangkat waktu menghantam ke depan, dilihatnya musuh cuma memandangi dirinya seperti orang linglung "blang" tubuh lawan yang jangkung itu mencelat ke udara dan terbanting jatuh di sana.

Hui Giok sendiri sampai melenggong, ia tak pernah menyangka jurus serangannya akan mendatangkan kehebatan seperti itu, padahal jurus serangan itu baru dilancarkan setengah jalan dan musuh sudah kena dihajar roboh.

Waktu ia memandang ke sana, dilihatnya setelah tubuh "Tan Cu-peng" menggeletak di tanah, lalu tidak bergerak lagi, ini membuatnya terkejut.

Jangan-jangan orang itu kuhantam sampai semaput demikian pikirnya.

Ia memburu ke sana dengan langkah lebar, ia berjongkok dan memeriksa keadaan orang itu. dibawah sinar rembulan Tan Cu-peng kelihatan menggeletak dengan mata melotot, darah mengalir dari bibirnya dan mukanya menyeringai seram. ketika napasnya diperiksa. Hah, ternyata "Tan Cu-peng" ini sudah tewas.

Dengan ter-mangu-mangu Hui Giok bangkit berdiri, ia merasa pikirannya kosong dan melayang entah ke mana, apapun tak dapat dipikirnya, yang teringat hanya: "Aku telah membunuh orang, aku telah membunuh orang?

Waktu dia mengawasi pula, jenazah itu menggeletak tak berdaya di atas tanah, keempat anggota badannya terlentang lemas, bajunya tersingkap dan sebuah bungkusan uang perak tercerai-berai di sekitarnya dan memantulkan cahaya gemerdep tertimpa sinar bulan.

"Belum lama berselang dia masih bercakap-cakap dan tertawa, dalam tubuhnya penuh tenaga hidup, tetapi sekarang dia sudah mati, jiwanya ternyata amblas dan musnah di tanganku."

Demikianlah Hui Giok menghela napas sedih pelahan dia mengangkat telapak tangan sendiri, kiranya kungfu adalah sesuatu yang sangat mengerikan.

Malam semakin kelam. tapi dia masih berdiri kaku di situ memandangi jenazah yang terkapar di hadapannya, berat dan sedih perasaannya waktu itu seperti dinginnya malam yang kelam ini.

Ketika subuh mulai memancarkan sinarnya di ufuk timur dan menimpa mukanya pemuda itu masih berdiri di situ dengan sedih. Mungkin dia masih terlalu muda, ia belum tahu bahwa pertikaian di dunia persilatan selamanya adalah kejam, lebih2 ia tak menyangka bahwa jenazah yang berbaring di hadapannya sekarang sebenarnya telah mengganggap dia sebagai suatu barang dagangan yang bisa mendatangkan keuntungan besar andaikata ia tidak melenyapkan jiwanya maka orang inilah, yang akan memusnahkan dia, bahkan memusnahkannya tanpa kenal rasa sedih ataupun menyesal.

Andaikata ia mengetahui semuanya itu, bila ia dapat meresapi makna yang terkandung dalam peristiwa ini mungkin perasaannya akan jauh lebih tenteram tapi bagaimanapun juga pada saat ini masih tetap bahagia, sebab dia masih muda dan orang muda selamanya hanya membayangkan hal2 yang indah saja tak memperdulikan segala keburukan orang yang pernah mengalami sesuatu kekejian dan kejelekan bukankah selalu merasa bahagia?

oOo o0o

Fajar telah menyingsing suasana di kota Keng-ko sangat ramai.

Pintu kota baru saja di buka beruntun masuklah tiga-lima penunggang kuda, usia maupun dandanan para penunggang kuda bagus itu beraneka ragam namun semuanya gagah dan tangkas, sinar matanya tajam.

Keluar kota ke arah selama di sebuah jalan berbatu yang lurus dapat terlihat gelak tertawa penunggang-penunggang kuda itu yang nyaring tapi ketika mereka melalui sebuah rumah penginapan di tepi kaki gunung yang kecil, sikap angkuh mereka itu mendadak lenyap, bahkan di antara mereka yang turun dari kuda, berdiri di tepi jalan dan memandang ke arah rumah penginapan dengan pandangan aneh.

Cahaya matahari pada permulaan musim panas menyinari atap rumah penginapan yang kelabu itu.

Seorang pelayan muncul dan balik pintu yang baru setengah terbuka membersihkan debu di depan pintu dan undak-undakan batu dengan kemalas-makasan, dua buah tenglong yang sudah padam tergantung di atas pintu dan bergoyang tiada hentinya terembus angin.

Rumah penginapan itu berdiri dengan tenang dan sederhananya di bawah timpaan sinar malahan pagi yang lembut, suasana di kota gunung ini tetap hening. tiada sesuatu yang menarik dan tiada sesuatu kejadian aneh.

"Tapi, kenapa suasana di tempat ini begini hening dan tenangnya?"

Jago-jago persilatan yang baru datang itu berpikir dengan heran," Bukankah Liong heng-pat ciang telah datang? Malahan sudah menerima kartu undangan dari Sin-jiu Cian Hui. kenapa mereka masih tetap tenang saja?"

Maka orang yang berkumpul di depan rumah penginapan itu kian lama kian bertambah banyak, mereka sama berbisik-bisik dan menduga-duga tindakan apa yang akan dilakukan Liong-heng-pat ciang yang tersohor ini, dengan perasaan ingin tahu mereka nantikan terjadinya perubahan di rumah penginapan itu.

Akan tetapi, sampai matahari sudah tinggi di angkasa suasana dalam rumah penginapan itu tetap hening tiada terjadi apa-apa, tak seorangpun yang muncul dari rumah penginapan itu, juga tak seorangpun berani masuk ke dalam.

Tiba-tiba pelayan penginapan itu muncul dan "blang" pintu ditutup rapat-rapat, suasana dalam penginapan itu tambah hening sehingga kawanan jago yang berkumpul di situ saling pandang dengan bingung.

"Kim-keh-pang" tiba-tiba seorang berseru. Semua orang berpaling, tertampak jalan yang lurus di depan sana muncul balasan ekor kuda, para pemegangnya adalah laki-laki kekar berpakaian warna warni persis seperti ekor ayam jago, semuanya duduk di atas pelana dengan dada membusung, ketika melewati rumah penginapan mereka sama2 mencibir, terus lewat dengan begitu saja.

Di belakang rombongan itu mengikut pula seekor keledai orang yang duduk di punggung keledai itu berbadan kurus kering, berbaju sederhana dan berwajah biasa, malah kakinya tinggal satu, sedang sebuah tongkat besi yang hitam pekat diletakkan melintang di atas pelananya, dia mengayun cambuknya dengan lemas seperti kurang tenaga, ia mengikuti jauh di belakang rombongan itu, seakan-akan pengiring orang-orang di depannya, tapi kawanan jago yang berada di sepanjang jalan segera tundukkan kepala, ada pula yang menyapa dengan senyum dikulum: "Siang-toako, baik2kah engkau selama ini?"

Bagi mereka yang tidak kenal orang itu, baru sekarang terkesiap dan berpikir "O jadi orang ini lah Kim-keh (si ayam emas) Siang lt-ti?"

Kim-keh Siang It li duduk di atas keledainya dengan mata setengah terpejam, seperti sudah berapa hari tidak pernah tidur ketika mendengar sapaan jago2 persilatan itu, senyuman menghiasi bibirnya sambil manggut2 dengan kemalas-malasan, sambil menuding kearah penginapan dengan cambuknya ia bertanya "Apakah Tham si tua itu berdiam di sini?"

Meskipun ia bertanya kepada orang lain tapi sebelum orang menjawab ia sudah manggut-manggut sambil berkata lagi "Ya, tentunya kalian sedang menunggu keramaian di sini. Ai kalau aku menjadi kalian, lebih baik berangkat saja dan menonton ke Long-bong-san-ceng kan sama saja."



Cambuk kembali diayun keledai itu selangkah demi selangkah berjalan lewat, kawanan jago yang berkumpul di situ saling berpandang, ada yang segera menyusul di belakang Siang It-ti, ada yang tetap menunggu disitu. sekalipun mereka heran kenapa sampai saat itu Liong heng-pat-ciang belum juga melakukan sesuatu gerakan, Akhirnya kesabaran mereka habis juga, berbondong-bondong mereka pun meninggalkan tempat itu dan berangkat menuju liong-bong-san-ceng.

Tak jauh setelah melewati kota gunung itu di depan mana terbentanglah sebuah hutan yang rimbun di balik pepohonan yang lebat, lamat-lamat tampak bayangan rumah bersusun-susun, dari kejauhan masih tidak terasa seberapa, tapi sesudah dekat maka terlihatlah dinding pekarangan yang membentang jauh ke samping entah berakhir sampai di mana, atap bangunan berderet-deret entah berapa banyaknya.

Sebuah jalan beralas batu kerikil membentang menembus hutan itu berpuluh-puluh orang lelaki kekar berdiri tertib di luar hutan itu, melihat tibanya kawanan jago di situ, mereka maju menerima tali kendali kuda dan menyambut kedatangan tamu-tamunya untuk diantar masuk ke balik hutan sana..

Di depan pintu perkampungan itu berdiri juga beberapa orang laki-laki berjubah panjang, menerima tamunya dengan senyuman ramah.

Di balik pintu adalah sebuah halaman yang waktu itu suasana amat ramai dengan gelak tertawa dan suara orang bicara, ruang besar di depan halaman diapit dua ruangan samping di kiri-kanan, waktu itu sudah penuh dengan manusia.

Seakan-akan semua jago persilatan yang ada di wilayah Kanglam, baik dari golongan putih maupun golongan hitam baik laki-laki atau perempuan telah berkumpul semua di perkampungan Long-bong san-ceng ini.

Suara letupan ramai tiba-tiba berkumandang dan luar hutan, itulah suara bunyi mercon rentengan yang mulai dibakar.

Baru saja suara mercon itu berhenti di depan pintu perkampungan kembali ramai suara mercon lain yang lebih keras, mercon Pek-cu lam-pian buatan Wu-oh memang terkenal karena suaranya yang keras, begitu kerasnya hingga membuat anak telinga orang terasa sakit.

Menyusul suara mercon tadi, di ruangan besar itu muncul sebaris laki-laki berbaju merah yang membawa terompet panjang dan meniupnya keras-keras, baru saja suara terompet berhenti seorang laki-laki tinggi besar berdiri ke depan pintu ruangan dan berteriak dengan lantang: "Siang-pangcu dan Kim-keh-pang tiba!"

Setelah dentuman mercon tadi, para jago merasa telinganya agak tenang, tapi begitu mendengar suara menggeledek tersebut, kembali mereka kaget, serentak perhatian mereka dialihkan ke tengah ruangan.

Dari balik ruangan muncul satu rombongan orang, yang seorang bermuka merah berjenggot yang lain bertubuh kurus kecil tapi sinar matanya tajam, selain itu masih ada lagi empat orang setengah baya dan seorang pemuda bermuka pucat, mereka bersama-sama berdiri di depan pelataran untuk menyambut tetamunya.

Melihat itu, kembali kawanan jago berbisik-bisik "Tampaknya Siang Kim-keh (ayam emas Siang) memang punya bobot, buktinya Cian Sin-jiu Na Hui-hong serta Mo-keh-hengte sama-sama menyambut kedatangannya.

Bisikan itu baru berakhir ketika dari luar perkampungan muncul serombongan laki-laki berbaju warna-warni yang mengiringi seorang laki-laki berkaki satu masuk ke dalam halaman, lambat sekali langkah orang itu, selangkah demi selangkah ia menerobosi kerumunan orang dan tiba di depan pelataran.

Dengan mata terbelalak dan tertawa keras laki-laki berkaki satu itu lantas berseru Hahaha sungguh tak kusangka, sungguh tak kusangka. ternyata Cian-cengcu telah menganggap diriku sebagai seorang manusia, tapi harus merepotkan dirimu aku orang she Siang jadi tidak enak hati."

Sin-jiu Cian Hui mengelus jenggotnya dan terbahak-bahak. "Hahaha, Siang-toako memang gemar bergurau, silakan masuk! Silakan masuk!"

"Hehehe, pelayanan Cian-heng terhadap Siang-heng sungguh service yang spesial," kata Jit sat Mo Seng sambil tertawa dingin, dia telah menyiapkan sebuah kursi yang luar biasa nyamannya untuk tempat duduk saudara Siang!

Air muka Kim keh Siang It ti berubah hebat, sinar matanya berkilat tapi segera ia terbahak-bahak. "Hahaha, kursi yang empuk sih tak perlu disiapkan bagiku, kukira Cian-heng lebih baik menyiapkan beberapa orang nona cantik untuk Mo heng."

Ujung tongkatnya menutuk permukaan tanah dan tahu2 ia sudah berada di atas undakan dengan enteng, sementara kawanan jago lainnya saling pandang dengan tercengang.

Mereka merasa hubungan antara Kim keh Siang It-ti dengan Sin-jiu Cian Hui, Pak-to jit-sat seperti sedikit kurang beres, tapi setiap orang maklum bahwa dunia persilatan itu penuh dengan intrik, penuh dengan tipu muslihat tentu saja siapapun tak bisa menduga ada urusan apa di balik kesemuanya itu kecuali mereka yang langsung terlibat di dalam persoalannya.

Sementara itu kembali berpuluh orang jago silat berdatangan di situ, tiba2 seekor kuda dibedalkan ke depan ruang tengah, penunggangpya adalah seorang laki2 berbaju pendek, begitu tiba ia lantas melompat turun dari kudanya dan langsung masuk ruangan.

Sela.g sesaat kemudian serentetan suara mercon Pek-cu Jam-pian kembali berdentuman, di antara dentuman mercon itu bukan saja Sin-jiu Cian Hu Pak-to jit-sat serta Jit-giau-tui hun melangkah ke luar dari ruangan tengah, malahan kali ini mereka keluar sampai di pintu perkampungan.

Ternyata si Tangan Sakti Cian Hui telah ke luar perkampungan untuk menyambut sendiri kedatangan tamunya!

"Siapa gerangan yang datang?" rasa heran meliputi pikiran setiap jago yang hadir di situ.

Sementara semua orang masih bertanya-tanya, laki-laki raksasa yang berdiri di depan pintu ruangan tadi lantas berteriak lantang" "Liong-heng pat ciang Tham Beng, Cong-piautau dari Hui-liong piau-kiok yang menguasai tujuh propinsi di selatan dan enam propinsi di utara tiba. Tonghong-ngo-hiap dari Hui-leng-po tiba."

"Oh, Jadi Liong heng-pat-ciang juga datang?" suasana ramai segera terjadi di antara kawanan jago persilatan.

Nama dan kedudukan seorang jago persilatan biasanya harus ditegakkan dengan kepandaian sejati semuanya tak dapat dipaksakan begitu Liong-heng-pat-ciang dan Tonghong-ngo hengte tiba, sekalipun kawanan jago yang sudah lama melakukan perjalanan di dunia persilatan itu tak sampai mengerubung ke depan pintu. toh mereka semua sama berpaling dan menengok ke arah pintu karena ingin tahu.

Suara pembicaraan dan gelak tertawa berkumandang dari luar perkampungan menyusul kemudian muncul Sinjiu Cian Hm yang mengantarkan tamu-tamunya masuk.

Seorang kakek yang gagah dengan perawakan tidak seberapa tinggi, seorang pemuda tampan yang bermata tajam menyusul di belakangnya, begitu masuk mereka lantas memandang sekeliling ruangan dengan tajam, kemudian setelah tertawa nyaring berkatalah si kakek, "Tham Beng datang terlambat, bila hal ini membuat saudara sekalian harus menunggu terlampau lama, aku mohon maaf sebesar-besanya?"



Para jago persilatan yang berdiri pada barisan depan tentu saja mengucapkan kata-kata merendah sambil tertawa, sebaliknya mereka yang berdiri di belakang sama mengacungkan jempol dan diam-diam memuji "Bagaimanapun watak serta tingkah laku orang she Tham ini, cukup ditinjau dari sikap serta gerak geriknya memang tak malu kalau dia menjadi seorang tokoh besar, tidak seperti orang she Siang tadi, huh, baru disanjung sedikit saja seakan-akan lantas mau terbang ke langit.

Ada pula yang berkata begini: "Tahukah kau anak muda yang tersenyum simpul disamping Tham Beng dan menjura tiada hentinya itu? Dia bukan lain adalah Tonghong Tiat dan Hui-leng po. Coba lihatlah, tak perlu kita singgung tentang gurunya yang ketua dari Kun lun-pay, cukup berbicara tentang ayahnya saja, Hmm, coba lihat, bukankah sikapnya sopan santun halus berbudi. Eeh, aku jadi ingin tahu apakah Hui-taysianseng kita juga seorang manusia yang berbudi halus seperti dia?"

Tengah ramai bicara, Sin-jiu Cian Hui dan lain-lain selain telah mengiringi Liong-heng-pat-ciang, Tong hong-hengte beserta Koay-be-sin to dan Pat-kwa-ciang masuk ke ruangan besar itu.

Barisan laki-laki berbaju merah yang berdiri di undak-undakan batu dengan tangan kiri bertolak pinggang tangan kanan berputar sehingga terompet di tangannya itu memantulkan sinar emas beruntun mereka mundur tiga langkah, kemudian suara terompet berbunyi laki-laki raksasa tadi sebagai pembawa acara segera berteriak lagi "Silakan para hadirin mengambil tempat duduk"

Ketika suara terompet tadi berbunyi, belasan orang laki2 berbaju panjang bermunculan dan kedua ruangan samping dan mempersilahkan tamu-tamunya mengambil tempat duduk.

Pelahan Sin-jiu Cian Hui memutar badan dan memberi penghormatan besar di depan sebuah meja pemujaan dia mengangkat cawan araknya melewati kepala lalu memutar badannya kembali dan berseru "Silahkan - Sekali tonggak ia menghabiskan isi cawannya.

Semua cawan arak yang berada di empat puluh meja besar yang tersedia di ruangan tengah dan ruangan samping serentak terangkat para tamu saling meneguknya sampai habis.

Sin Jiu Ciau Hui terbahak-bahak, sekali lagi dia memenuhi cawannya, lalu sambil mengangkat kembali cawan itu dia berseru: "Hari ini adalah suatu hari yang baik, sungguh beruntung kita bisa berkumpul di dalam satu ruangan, untuk itu Siaute ada suatu kabar gembira yang hendak kuberitahukan kepada saudara sekalian. ."

Berbicara sampai di sini dia lantas berhenti suasana di empat penjuru kembali ramai dengan suara bisik yang agak gaduh.

Liong heng-pat-ciang sendiri tetap duduk tak bergerak di tempatnya ia menyapu pandang ka empat penjuru dengan senyuman menghiasi bibirnya meski pada sinar matanya sama sekali tiada tanda-tanda rasa senang.

Sin jiu Cian Hui berdehem dua kali, suasana kembali jadi hening. kelihatan betapa gembiranya pemilik Liong-bong-san-ceng dalam pertemuan ini.

Puluhan tahun sudah suasana dunia persilatan di daerah KangLam kacau-balau. jagoan bermunculan di sana-sini, keadaan tersebut ibaratnya suasana kemelut pada jaman Cian-kok di masa lalu, saling bersaing, singkir menyingkirkan selalu terjadi meski suasana semacam ini dapat membangkitkan semangat orang untuk mencari kemajuan ke atas tapi karena suasana yang kacau balau ini pula mengakibatkan kelemahan di dalam tubuh sendiri dan tidak mampu menghadapi serangan dari luar sehinggak hehehe..

Sambil terkekeh sinar matanya mengering sekejap ke arah Liong-heng pat-ciang Tham Beng lalu dia berkata lebih jauh, "Kukira semua orang yang hadir di sini sekarang bukan orang luar, maka maafkanlah kalau ucapanku tanpa tedeng aling2 lagi untuk mengemukakan semua unek-unek yang terkandung dalam hatiku."

Sampai di sini, air mukanya berubah jadi serius, katanya dengan bersungguh-sungguh, "Suasana dunia persilatan dewasa ini boleh dibilang utara jauh lebih kuat daripada selatan kukira kenyataan ini tak bisa dibantah lagi, bila kita tak berbangkit dan bersatu, mungkin keadaan selanjutnya akan bertambah runyam. Apa yang kumaksudkan barusan tidak berarti bahwa jago-jago daerah Kang lam tidak selihay orang-orang utara, maksudku adalah dalam hal persatuan masih harus kita laksanakan, Oleh karena itulah aku bersama Jit giau tui-hun Na-toako dan saudara saudara dari keluarga Mo berusaha mencarikan seorang yang cerdik dan bijaksana untuk menjadi Congpiaupacunya kita orang orang Bu-lim di Kanglam."

Mendengar sampai di sini Liong-heng pat tiang Tham Beng tersenyum dan meletakkan cawan araknya kemeja, kepada Tonghong-bengte yang berduduk di sampingnya dia berbisik "Orang bilang Sin jiu Cian Hui adalah seorang Bun- bu coan cay (lihay dalam kungfu dan sastra) seorang pentolan persilatan yang hebat setelah berjumpa hari ini dapat kurasakan bahwa berita ini memang bukan nama kosong belaka. Meskipun rendah suaranya tampaknya ia memang sengaja mengucapkan kata-kata itu agar didengar pula oleh Sin jiu Cian Hui.

Betul juga sekulum senyum lantas menghiasi ujung bibir Sin jiu Cian Hui tampaknya ia berbangga hati pikirnya "Liong beng-pat ciang berani menghadiri pertemuan mi, betapa besar nyalinya harus dipuji tapi kalau dia sudah berani mendatangi tempatku bila tiada persiapan tertentu yang di andaikan tak mungkin ia berani melakukannya..

Berpikir demikian, tiba-tiba saja ia membisikkan sesuatu kepada seorang laki-|aki berjubah panjang yang ada di belakangnya, lalu dia menyambung ucapannya tadi "Siaute memang bukan seorang yang pintar dan berbakat, tapi saudara2 kita dan keluarga Mo dan Na toako merupakan orang pintar dan berbakat bagus, orang yang mereka pilih dan diberi kepercayaan untuk memegang jabatan ini pastilah seorang yang takkan mengecewakan saudara sekalian, oleh karena itu hari ini sengaja kami undang kehadiran saudara sekalian, pertama untuk melepaskan rasa kangen dengan saudara sekalian yang sudah lama tak pernah berjumpa, selanjutnya juga untuk memperkenalkan bakal Bengcu kita, Hui-taysianseng kepada saudara sekalian."

Sorak-sorai yang riuh rendah berkumandang mengiringi berakhirnya ucapan itu.

Sin-jiu Cian Hui tersenyum puas, dia lantas putar badan sambil mengulapkan tangannya. laki-laki berbaju merah yang berada di luar segera menyiapkan terompetnya dan ditiup keras-keras.

Belasan laki-laki berbaju ringkas muncul dan balik pintu, belasan renteng mercon Pck-cu-lam piau disulut pula berbarengan di antara dentuman yang disertai percikan bunga api dan cabikan kertas, bunyi terompet sahut menyahut, suaranya keras memekak telinga.

Sin-jiu Cian Hui menuding ke arah sebuah pintu di bagian belakang, sambil tertawa serunya: "Sekarang..."



Beratus pasang mata tanpa terasa mengikuti arah tudingan tangannya itu.

Bunyi mercon dan suara terompet berkumandang makin nyaring, tirai berwarna hijau pupus yang mendalangi pandangan orang ke dalam pelahan di gulung ke atas.

Dengan suatu lompatan cepat Cian Hui menyongsong ke depan pintu, dengan kepala tertunduk dan suara lantang ia berseru: "Seluruh umat persilatan wilayah Kanglam, dengan segala hormat menyambut kehadiran Hui-taysianseng!"

Liong-heng pat-ciang maupun Tonghong-hengte saling pandang sekejap, mereka sama berpikir di dalam hati: "Entah manusia macam apakah Hui-taysianseng itu?"

Setelah tirai digulung ke atas lama dan lama sekali baru dan balik pintu muncul seorang, ketika pandangan semua jago terpusat ke atas wajah orang ini, orang itupun mengerlingkan matanya yang tajam dan wajah yang masih polos tapi cerdik dan balas menatap pandangan semua orang.

"Hem bukankah orang ini adalah Jit-giau-tongcu Go Beng-si'" bisik Pat-kwa-ciang Lo Hui dengan kaget dan kening berkerut.

Belum habis ucapannya itu, tiba-tiba Go Beng si menyingkir ke sisi pintu, dari balik pintu lantas muncul pula seorang, serentak suara mercon dan tiupan terompet berhenti bersama, Laki-laki raksasa yang bersuara keras tadi berseru dengan lantang Hui-taysianseng tiba!"

Kawanan jago yang hadir di situ sama terkesiap, tanpa terasa semuanya bangkit berdiri dan memusatkan perhatian mereka ke arah tubuh Kang lam-lok-lim-bengcu itu.

Liong-heng-pat-ciang tersebut ia pun ikut berbangkit dan berpaling, mending kalau dia tidak menoleh, begitu memandang wajah sang Bengcu air mukanya kontan berubah hebat, hatinya bergetar keras, hampir saja ia meneriakkan namanya biarpun dia seorang yang pandai membawa diri dan otaknya penuh tipu daya, tapi sekarang ia pun benar-benar tak dapat mengendalikan emosinya.

"Orang ini bermuka cerah lagipula sangat tampan, agaknya dia memang seorang manusia berbakat hebat!" bisik Tonghong Tiat setelah memandang ke muka sejenak, "cuma, kurasa usianya masih terlampau muda."

Diiringi Sin-jiu Cian Hui, pelan-pelan "Hui taysianseng" berjalan masuk ke dalam ruangan, sorot matanya kaku, dan memandang ke depan tanpa berkedip, mukanya kaku tanpa emosi, mata alisnya samar-samar seperti menahan rasa kemurungan.

Bunyi terompet dan mercon sudah reda, sekarang suasana dalam seluruh ruangan diliputi keheningan, demikian heningnya sehingga napas setiap orang dapat terdengar nyata, perasaan kawanan jago itu bukan saja kaget dan tercengang, merekapun agak bingung beratus-ratus pasang mata menatap Hui Giok tak berkedip, sebaliknya Hui Giok sendiri seperti sama sekali tidak tahu apa-apa.

Liong heng pat-siang, Tonghong Tiat dan Tonghong-ngo-hengte. Kim-keh Siang It-ti serta Jjt-giau-tui-hun Na Hui-hong, Mo-si-su-sat dan Sin-jiu Cian Hui mengambil tempat duduk di meja utama ketika "Hui-taysianseng" itu sampai di sisinya Tham Beng berdehem pelahan, tiba-tiba satu ingatan terlintas dalam benaknya, cepat dia tundukkan kepalanya.

Didengarnya Sinjiu Cian Hui telah mengangkat cawannya sambil berkata "Marilah kita semua menghormati Hui-taysianseng dengan secawan arak, Go Beng-si mengambil cawan arak dan diserahkan ke tangan Hui Giok, Hui Giok menerimanya dengan pandangan hampa, lalu sekali tenggak menghabiskan isinya.

Melihat keadaan rekannya ini diam-diam Go Beng si menghela napas panjang, sudah dua hari belakangan mi dia merasa bahwa sikap Hui Giok sangat tidak tenang seperti orang gugup, terutama pagi tadi, ia melihat keadaan Hui Giok seperti orang yang kebingungan hal ini membuat hatinya kuatir bercampur gelisah, dia takut Hui Giok akan bertindak salah sehingga terjadi hal-hal yang tak bisa tertolong lagi, kini dia rada menyesal dan merasa tidak seharusnya mendorong rekannya itu untuk melakukan hal ini.

Suara bergemuruh berkumandang, semua jago ikut mengangkat cawan dan menghabiskan isinya.

Sin-jiu Cian Hui meletakkan kembali cawan araknya ke meja, sorot matanya yang tajam seperti elang menyapu setiap wajah jago yang berada di hadapannya tiba-tiba ia bertepuk tangan, dua orang laki-laki segera muncul dari belakang ruangan dengan membawa selembar kain merah terus dikenakan pada tubuh Cian Hui, Air muka Cian Hui tetap dingin dan kaku, setelah melirik sekejap sekitar tempat itu, tiba-tiba ia bertepuk tangan lagi.

Terdengar suara kerbau menguak di luar ruangan empat orang laki-laki kekar yang separuh badan telanjang, dengan selembar kain merah terikat di pinggangnya, dengan sigapnya menggotong masuk seekor kerbau yang tanduknya terikat pula dengan pita merah.

Meskipun kerbau itu mendengus-dengus marah, tapi digotong oleh keempat orang laki-laki itu lebih tinggi dari kepala, ternyata binatang bertenaga besar itu sama sekali tak mampu berkutik.

Terlihatlah tubuh keempat laki-laki itu memang kekar dan berotot, mereka menggotong kerbau itu langsung ke tengah ruangan dan berhenti di depan meja utama.

Sin-jiu Cian Hui yang mengenakan kain warna merah pelahan memutar badannya. dia mengangkat cawan arak dan meneguknya pula sampai habis.

Dua orang laki-laki berdada telanjang dan ikat pinggang merah dengan membawa baskom emas yang amat besar tampak masuk ke dalam ruangan dan berlutut di hadapan Cian Hui.

Si tangan sakti Cian Hui mencabut sebilah pisau jagal dari atas meja, mendadak ia menyemburkan arak dalam mulutnya ke atas kepala kerbau, sementara tangannya secepat kilat menghujamkan ujung pisau itu ke leher kerbau tadi. .

Seketika itu juga darah bermuncratan keluar dengan derasnya, baskom emas yang sudah disiapkan itu lantas digunakan untuk menampung darah yang mancur keluar itu, kerbau yang kuat itu berusaha meronta, tapi kekuatan empat orang laki2 yang memegangnya memang hebat, mereka berdiri sekukuh bukit di tempat semula, wajah maupun gerak-gerik mereka sama sekali tidak menunjukkan kalau mereka kepayahan.

Sin-jiu Cian Hui mengayun tangannya, pisau tajam itu meluncur ke udara dengan cepatnya, pisau yang agak melengkung itu berputar satu lingkaran di udara, lalu secepat kilat meluncur kembali ke bawah dan tepat menancap di atas pantat kerbau tersebut.

Sekali lagi kerbau itu menguak sambil mendengus-dengus, tapi suaranya yang memilukan hati itu tertelan oleh bunyi mercon, tiupan terompet dan sorak-sorai yang gegap gempita.

Sin-jiu Cian Hui tampak bangga, pelahan ia putar badan, tangannya memberi tanda.

Serentak bunyi mercon, tiupan terompet dan suara sorak-sorai yang gegap gempita tadi berhenti suasana pulih kembali dalam keheningan melihat itu meski senyuman masih menghiasi bibir Liong-heng~pat~ciang, namun diam-diam iapun terkejut.

"Setiap orang yang merasa dirinya sepaham dari daerah Kanglam dipersilahkan ikut minum secawan arak darah sebagai tanda ucapan selamat bagi kebesaran Bengcu kita!" teriak Sin jiu Cian Hui dengan suara lantang.



Dengan cawan araknya dia menyodok secawan darah dan dalam baskom emas, kemudian dengan hormat diangsurkan ke hadapan Hui Giok, setelah pemuda itu meneguknya habis, dia sendiri pun minum habis secawan, menyusul kemudian Jit-giau tui-hun, Pak-to jit sat meninggalkan tempat duduk dan ikut antri untuk minum arak darah, tapi ada pula yang masih ragu-ragu dan belum mengambil keputusan.

Liong-heng-pat-ciang Tham Beng tetap duduk di tempatnya dengan matanya yang tajam dia melirik ke sana kemari dilihatnya Hui Giok masih duduk dengan mata yang sayu dan hampa, hingga detik itu masih belum mengetahui kehadirannya di situ. hal ini membuat Tham Beng kaget bercampur heran dia tak tahu kejadian apa saja yang dialami anak muda itu sejak minggat dari rumahnya setahun yang lalu, sehingga bisa diangkat menjadi Kanglam lok-lim bengcu segala.

Meskipun pelbagai pikiran berkecamuk dalam benaknya, ia tetap duduk diam saja orang lain mungkin menebak yang sedang dipikirnya. Dalam pada itu sebagian besar kawanan jago yang hadir itu sudah meninggalkan tempat duduknya untuk ikut minum arak darah, sedang kerbau itu sendiri sudah berhenti meronta karena terlalu banyak darah yang mengalir keluar, kepalanya terkulai menanti habisnya sisa kehidupan mengikuti titik-titik darah penghabisan yang menetes keluar dari tubuhnya..

Sin-jiu Cian Hui dengan selempang merahnya berdiri dengan wajah angker, matanya berkilat-kilat memandang ke sana kemari. Tiba2 ia menatap wajah Kim-keh Sian It-ti dengan tajam, kemudian tegurnya dengan suara berat, "Siang-toako, kehadiranmu ini mewakili kedudukanmu sebagai sesama rekan persilatan dari wilayah Kanglam ataukah.. Hmm Siaute ingin tahu penjelasan dan Siang toako."

Kim-keh Siang lt-ti berkerut dahi, lalu terbahak-bahak "Hahaha, hari ini Siaute datang ke sini melulu untuk menonton keramaian belaka, Kenapa apa tidak boleh?"

"Hari ini semua umat persilatan yang berada di wilayah Kanglam berkumpul di sini untuk minum arak darah serta bersumpah setia kawan, sebagai rekan persilatan dan wilayah Kanglam ternyata Siang-heng melulu datang untuk menonton keramaian hehe, tindakanmu ini sungguh membuat Siaute tidak mengerti"

Kim-keh Siang It-ti tertawa dingin, jawabnya "Hehehe, jadi maksudmu, setiap anggota persilatan yang berasal dan wilayah Kanglam harus ikut serta di dalam perserikatan ini?"

Sin-jiu Cian Hui dengan tatapan tajam mengawasi lawan dengan geram, sahutnya dengan nada berat: "Hari ini semua rekan persilatan berkumpul di sini hanya untuk bersumpah setia kawan, bila bukan kawan tentu lawan, kalau bukan musuh dialah sahabat, di dalam soal ini tiada pilihan ketiga, kawan atau lawan hanya diputuskan dengan sepatah kata saja dari Siang-heng, Hmm, bila Siang-heng mengatakan kedatanganmu hanya untuk menonton keramaian saja, mau datang lantas datang mau pergi lantas pergi... Hmm, tidakkah kau merasa bahwa tindakanmu ini terlampau tak pandang sebelah mata terhadap Long-bong san-ceng kami?"

Berbicara sampai di sini, tiba-tiba dia menengadah dan tertawa seram, di tengah gelak tertawa seram itulah tiba-tiba berubah jadi tertawa dingin dan di balik tertawa dingin mendadak berubah jadi dengusan, sorot matanya yang tajam seperti sengaja dan tak sengaja menatap wajah Kim-keh Siang It-ti, lalu beralih ke wajah Liong-heng pat-ciang Tham Beng. dengan tatapan yang tajam itu ia menunggu jawaban Siang It-ti.

Untuk sesaat suasana dalam ruangan jadi tegang beratus-ratus pasang mata serentak beralih ke wajah Kim-keh Siang It-ti, semua orang ingin tahu bagaimanakah reaksi si ayam emas itu.

Siang It ti tetap duduk dengan wajah dingin matanya setengah terpejam dan tongkat besinya di raba dengan tangannya, sementara tatapan mata kawanan jago seperti kena tersihir beralih mengikuti gerak tangannya di atas tongkat hitam itu, dari kiri ke kanan kemudian dari kanan kembali ke kiri.

Di tengah suasana yang serba tegang itulah tiba-tiba dari sudut ruangan yang gelap muncul seorang laki-laki kurus kecil yang berwajah jelek, setelah berdehem mendadak ia menengadah dan tertawa latah.

Suasana dalam ruangan ketika itu boleh dibaratkan gendewa yang sudah ditarik, setiap saat suatu bentrokan bakal terjadi, tapi dengan berkumandangnya gelak tertawa itu, dengan kaget perhatian semua orang lantas beralih ke arah suara tertawa itu.

Selangkah demi selangkah laki-laki itu berjalan menuju ke tengah ruangan, lalu sambil tertawa dia berseru: "Kalau bukan kawan dialah lawan, kalau bukan lawan dialah kawan.... Hahaha, Cian cengcu, apakah setiap orang persilatan yang tak mau mengakui Hui-taysianseng sebagai Kanglam Bengcu lantas akan kau anggap sebagai musuhmu?"

"Siapa gerangan orang ini?" dengan perasaan kaget kawanan jago mulai berpikir "besar amat nyalinya berani dia berlagak jumawa dan bicara seenaknya di hadapan Sin-jiu Cian Hui!"

Tampang orang itu tidak istimewa kecuali bertampang jelek boleh dibilang segalanya biasa-biasa saja, dan yang lebih aneh lagi, ternyata tak seorang pun di antara kawanan jago yang hadir ini mengenal asal usulnya.

Sin-jiu Cian Hui berkerut dahi, setelah berpikir sejenak tiba-tiba tegurnya sambil tertawa: "Apakah Anda ada usul lain tentang soal ini?"

Laki-laki itu tertawa dingin: Hehehe, bagiku hidup di dunia persilatan adalah biasa bila pisau putih masuk, pisau merah keluar ujung tombak meremuk tulang, ujung golok berlumuran darah, sekalipun harus naik ke bukit golok atau menyeberangi lautan api, sedikit pun tidak boleh ragu. Coba, betul tidak Cian-cengcu"

Tampang laki-laki itu jelek, tapi lidahnya amat lincah, bukan saja kata-katanya enak didengar bahkan semuanya tepat tegas, dalam keadaan begini sekalipun Sin-Jiu Cian Hui harus mengernyitkan alisnya mau-tak-mau dia harus manggut dan menjawab juga- "Ya, betul!"

"Hahaha, itulah dia! semestinya Bengcu yang Cian-cengcu pilih untuk kita tentulah seorang Bengcu yang jempolan, itu tak perlu disangsikan lagi, akan tetapi aku Tan Kek-liong merasa kurang puas untuk menerima semuanya itu dengan begitu saja, karenanya dengan tak tahu diri aku ingin mencoba apakah Hui-taysianseng benar-benar mempunyai kungfu yang lihay atau tidak, aku ingin tahu apa kungfunya bisa mengalahkan semua orang serta menaklukkan sahabat-sahabat yang tiap hari kerjanya bergelimpangan di ujung golok. Apabila terbukti kungfu Hui-taysianseng ternyata tidak melebihi diriku... hahaha!"

Sebagai kata selanjutnya dia hanya bergelak tertawa tiada hentinya, tangannya terus bertolak pinggang dan gerak-geriknya persis seperti gaya kaum berandal yang siap berkelahi.

Sin-jiu Cian Hui semakin mengernyitkan alisnya yang tebal, dengan suara keras bentaknya "Siapa kau? Atas perintah siapa kau cari perkara kesini? Hm, ketahuilah Long-bong-san-ceng bukan tempat yang tepat bagi kalian kaum berandal untuk bikin gara-gara, Pengawal, tangkap dan seret keluar berandal yang tak tahu diri ini!"



Dua orang laki-laki berbaju hitam segera mengiakan dan tampil ke depan hendak membekuk orang itu.

"Tunggu sebentar!" tiba-tiba Knu-keh Siang It-ti bangkit sambil membentak.

"Ada apa?" teriak Cian Hui dengan kening berkerut.

"Hehehe, kukira apa yang diucapkan saudara Tan sedikitpun tak salah, bila orang yang akan menjadi Kanglam-lok-lim-bengcu tidak mendemonstrasikan kelihayannya, hehe, mana mungkin kawan-kawan persilatan di wilayah Kanglam bisa puas dan takluk?"

Sin-jiu Cian Hui tertegun, tapi sesaat kemudian ia berkata lagi dengan bengis, "Hui-taysianseng adalah seorang gagah yang diundang olehku, Mo hengte dan Na-toako, bila ada orang yang merasa puas dengan pengangkatan ini, hmm hmm Kalau begitu, kenapa bukan Cian-heng saja yang menjadi Bengcu saja?" ejek Kim-keh Siang It-ti "Hmm, buat apa kau bermain sandiwara untuk mengelabuhi orang banyak?"

"Hihibi, betul, betu!," Tan Kek liong cekikikan "jika Cian-cengcu yang menjadi Bengcu, tentu saja aku tak akan bicara apa-apa lagi."

Liong heng-pat-ciang Tham Beng yang sejak tadi diam saja tiba-tiba berdehem lalu berkeplok tangan, serunya sambil tertawa "Ya betul memang betul omongan itu!"

Beratus pasang mata kawanan jago yang hadir disitu serentak memandang wajah Tham Beng, mereka tahu ikut bicaranya Liong-heng-pat-ciang dalam keadaan seperti ini tentulah bukan tindakan yang sederhana.

Sejak masuk ke dalam ruangan, pikiran Hui Giok selalu dibebani berbagai persoalan yang memusingkan kepalanya, kini mendadak mendengar ucapan itu, hatinya tergerak ketika berpaling kebetulan sorot matanya beradu pandang dengan Tham Beng, seketika Hui Giok merasakan sekujur badannya bergetar keras, dilihatnya senyuman menghiasi bibir Tham Beng, tiba-tiba teringat olehnya kejadian yang pernah dialaminya setahun yang lalu di halaman belakang Hui-liong-piau kiok, tiba-tiba iapun teringat kembali akan tekadnya ketika mengambil keputusan akan mengembara.

Sin jiu Cian Hui tahu bahwa permainan ini adalah karya Kim-keh Siang It-ti. ditatapnya orang itu dengan geram. Tapi sebelum dia bersuara, tiba-tiba ia lihat Hui Giok telah tampil ke muka dengan dada membusung.

Pemuda itu langsung menghampiri Tan Kek-hong, tegurnya dengan lantang: "Jadi kau hendak menjajal kepandaianku?"

Sebenarnya orang yang bernama Tan Kek liong ini tidak lebih cuma seorang keroco di dunia persilatan, ia mendapat tugas dari Kim-keh Siang It ti untuk membuat keonaran, bilamana tiada yang menunjangnya, tak nanti dia berani main gila di long-bong-san-ceng.


Sekarang ia lihat pemuda yang akan menjadi kang lam-lok-lim-bengcu ini sudah berdiri di hadapannya dengan gagah, suaranya lantang dan mata sinar seketika ia menjadi gugup dan tak tahu harus menjawab.

Kim-keh Siang It ti cukup mengetahui seluk-beluk tentang Hui Giok, ia pun tahu pemuda itu tak pandai ilmu silat, melihat orang suruhannya ketakutan, ia lantas berseru "Betul, sahabat she Tan ini memang hendak mencari Hui-taysianceng."

Tiba2 ia teringat pemuda she Hui ini bisu dan tuli, bahkan pernah kena dihajar olehnya hingga terluka parah? Kenapa sekarang bisa muncul kembali tanpa cedera, malahan sudah bisa bicara dan mendengar.

Makin dipikir semakin keheranan, tanpa terasa kata-kata yang diucapkan terhenti di tengah jalan.

"Hm, katanya kau ingin mencoba ilmu silat ku, kenapa tidak lekas turun tangan?" kata Hui Giok dengan ketus.

Waktu itu Jit giau-tongcu Go Beng-si merasa kaget bercampur heran ketika mendadak lihat Hui Giok tampil ke depan, sejak berkenalan dengan Hui Giok, ia merasa anak muda ini berbudi luhur, tidak suka menonjolkan diri, membalas kejahatan dengan kebaikan serta banyak kebaikan lainnya, hanya ada suatu kekurangannya. yaitu keberanian dan kegagahan sebagai seorang pendekar Kangouw, akan tetapi ia pun tahu Hui Giok sudah kenyang menderita, tidaklah aneh kalau dia jadi kekurangan keberanian.

Tapi sekarang dilihatnya sikap Hui Giok mendadak gagah berani, seperti singa yang baru mendusin dari tidurnya, dalam kaget dan herannya merasa gembira bercampur kuatir, dia kuatir kungfu Hui Giok bukan tandingan Tan Keh-liong.

Waktu ia mengalihkan pandangannya ke arah lain, dilihatnya Liong heng pat ciang Tham Beng dengan tersenyum sedang mengawasi Hui Giok sedangkan Sin jiu Cian Hui berdiri kaku dengan tangan terkepal Pek-to-jit sat berwajah serius dengan sinar mata tajam. Jit-giau-tui-hnn mengernyitkan alis yang tebal seperti lagi merenungkan sesuatu, sebaiknya Hui Giok tetap berdiri seenaknya se-akan2 tidak memikirkan kehadiran Tan Keh-liong yang bertampang jelek itu.

Di antara orang orang persilatan yang hadir dalam upacara ini ada di antara mereka yang datang khusus untuk mengikuti upacara, ada yang datang untuk mengikuti pengambilan sumpah setia.

Ada yang merupakan orang-orang kepercayaan Sin jiu Cian Hui yang sengaja diselundupkan, ada pula anak buah perkumpulan Kim-keh yang sengaja hendik menerbitkan keonaran, dan ada juga yang termasuk anak buah Liong-heng-pat-ciang Tham Beng, pokoknya di antara sekian banyak yang ada sebagian yang ingin menyaksikan Hui sianseng mendapat malu di depan orang banyak, tapi ada pula yang berharap agar dia mendapat nama dan kedudukan.

Demikian kacau balau dan kalutnya suasana di balik semua itu sungguh sukar untuk dilukiskan dengan kata0kata, tapi walaupun jalan pikiran tiap orang berbeda, sorot mata mereka justeru tertuju ke satu arah, yakni Hui Giok sekalipun Pak-to jit-sat, Jit-giau-tui-hun, Sin jm Cian Hui dan Liong-heng-pat-ciang terhitung jago kenamaan, tapi bila dibandingkan dengan kecemerlangan Hui Giok saat ini, mereka seolah-olah jadi guram secara mendadak.

Sehabis Hui Giok bicara, suasana dalam ruangan seketika berubah jadi hening Tan Kek liong celingukan ke sana kemari seperti orang mohon kasihan, mirip pula orang yang sedang mencari bantuan, akhirnya tatapan matanya langsung tertuju ke wajah Kim-keh Siang It-ti.

Si Ayam Emas Siang It-ti sedang berpikir tampaknya pemuda she Hui itu memang rada aneh, bagaimana pun juga, ada baiknya kalau Tan Kek liong ini disuruh maju dulu untuk mencoba kemampuannya.

Maka ia lantas mendengus, "Sobat, bukankah kau bermaksud mencoba kepandaian Hui-taysianseng? Kenapa tidak segera turun tangan? Mau menunggu sampai kapan lagi?"

Selesai bicara dm lantas berpeluk tangan, melengos dan tidak memandang Tan Kek liong barang sekejap pun.

Melihat sikap pangcunya itu, setiap anggota Kim~keh-pang yang memakai baju warna-warm itu sama bersorak malahan ada yang mengejek Tan Kek-hong, "Huh melihat tampangnya sih seorang laki-laki, tak tahunya tak becus dan penakut!"



Suasana yang semula hening dengan cepat menjadi gaduh lagi, Liong-heng pat-ciang tetap duduk sambil tersenyum, sedang Tan Kek-hong jadi takut ngeri dan menyesal, keadaannya waktu itu persis orang yang duduk di punggung harimau, mau turun takut tetap duduk sungkan benar2 serba salah.

Akhirnya ia jadi nekat, tiba-tiba bentaknya: "Aku akan mengadu jiwa dengan kau!"

Seperti harimau kelaparan, ia menerkam Hui Giok dengan ganasnya. Semua orang hanya merasa pandangannya jadi kabur, jerit kesakitan segera menggema di seluruh ruangan, sebelum semua orang sempat melihat gerak tangan Hui Giok, tahu-tahu Tan Kek-liong sudah mencelat ke udara, terbanting ke tanah tak bergerak lagi.

Suasana jadi gempar, semua orang jadi saling berpandang dengan mata terbelalak air muka Kim-keh Siang lt ti juga berubah hebat, beruntun dia mundur tiga langkah hingga berdiri bersandar dinding, ditatapnya Hui Giok dengan termangu, hampir saja dia tak percaya dengan apa yang di lihatnya.

Liang heng-pat ciang juga mengernyitkan alisnya yang tebal serentak ia berdiri.

Tanpa terasa Sin Jiu Cian Hui juga lantas mencabut kipasnya dan "creet", kipas dibentangnya lebar-lebar Pak-to jit sat bersaudara juga saling pandang dengan air muka berubah pucat.

Seketika itu macam-macam dugaan berkecamuk dalam benak masing-masing orang, di antara sekian jago yang hadir hanya Liong-heng pat-ciang, Sin jiu Cian Hui, Pak-to-jit-sat, Kim-keh Siang If-ti, Jit-giau tui-hun, Tonghong-hengte dan Go Beng si yang sempat menyaksikan gerakan yang digunakan Hui Giok.

Walaupun jurus serangannya amat sederhana, tapi gerakannya aneh sasaran tepat, semua ini betul-betul membuat orang merasa kagum, mereka terhitung jago-jago kenamaan dalam dunia persilatan, tapi tak seorang pun yang tahu dari aliran manakah jurus serangan tersebut.

Sin jju Cian Hui menyapu pandang sekejap seluruh ruangan dengan tatapan tajam tiba-tiba dia mengulapkan tangannya sambil membentak "Gotong pergi mayat itu."

Hui Giok sendiri masih berdiri termangu. seakan-akan sikapnya telah kembali menjadi dungu seperti semula.

Sin jiu Cian Hui sendiri sangsi, tapi air mukanya tetap tenang tanpa menunjuk perasaan apa-apa, dengan kening berkerut dia lantas berpaling kepada Kim-keh Siang It-ti, ia tertawa dingin, katanya: "Kuyakin mataku belum buta bukan? Nah apabila di antara saudara sekalian masih ada yang sangsi terhadap kemampuan Hui taysianseng, tak ada alangan untuk segera tampil ke depan dan mencoba sendiri"

Suasana jadi hening, semua orang yang hadir di situ sama-sama bungkam, tampaknya mereka sudah pecah nyalinya oleh kemampuan jurus serangan Hui Giok tadi.

Melihat keadaan kawanan jago itu, Sin jiu Cian Hui kembali tertawa, tapi sebelum dia mengucapkan sesuatu, tiba-tiba dilihatnya Liong-heng-pat-ciang Tham Beng sambil membawa cawan araknya langsung berjalan menuju ke hadapan Hui Giok, sambil tertawa ia menegur: "Anak Giok, sudah setahun kita tak berjumpa sungguh tak kusangka kungfumu mendapat kemajuan yang sangat pesat, kejadian ini sungguh membuat girang hatiku Marilah, kuhormati dirimu dengan secawan arak!"

Air muka Sin-jiu Cian Hui berubah hebat, bagaimanapun juga dia tidak menyangka Hui Giok akan dikenal Tham Beng, bahkan ditinjau dari ucapan Tham Beng, tampaknya kedudukannya masih setingkat lebih tua daripada Hui Giok. hal ini tentu saja membuatnya tercengang.

Keruan Kawanan jago lain lebih-lebih heran lalu mereka sama berpikir "Aneh benar, kenapa Lok-lim-bengcu yang diangkat Sin jiu Cian Hui ternyata adalah sanak keluarga musuh bebuyutan?"

Pelahan Hui Giok alihkan pandangannya, ia tersenyum setelah gelagapan sejenak barulah berkata. "Baikkah paman selama ini?"

"Hahahal Baik, baik?" sambil terbahak-bahak Liong-hcng-pat-ciang meneguk habis isi cawannya.

Sambii merangkul bahu Hui Giok ia berjalan balik ke tempat duduknya semula, Sin Jiu Cian Hui yang memandang mereka dengan melongo.

Rasa bangga dan gembiranya kini sudah tersapu bersih, setelah melenggong beberapa saat akhirnya ia menyengir dan berkata, "Hehehe, kiranya Tham-tayhiap sudah kenal Hui-taysianseng"

"Haha, bukan kenal lagi namanya, sejak kecil anak Giok tinggal bersamaku hubungan kami bukan cuma kenalan saja," sampai di sini ia berpaling dan tanya Hui Giok, "Betul tidak, anak Giok?"

Hui Giok mengangguk tanpa bersuara. Pucat wajah Sin-jiu Cian Hui, dengan susah payah dia hendak mengorbitkan Hui Giok sebagai Liok-lim-bengcu, maksudnya agar dia dapat memerintah dari balik layar, asal Hui Giok berada dalam cengkeramannya, menurut anggapannya tak akan berbeda seperti dia sendiri yang menjadi Bengcu.

Ketika Hui Giok mendemonstrasikan kungfunya yang lihay tadi walaupun dalam hati ia keheranan, tapi dia masih bangga, sungguh maupun tak tersangka kejadian berikutnya akan mengalami perubahan drastis begini. susah payahnya selama ini berakhir dengan memberi keuntungan besar pagi pihak musuh malah, dalam keadaan seperti ini kendatipun Long-bong-cengcu ini terkenal karena kelicikan serta kemampuannya membawa diri, tidak urung berubah juga wajahnya.

Liong-heng-pat-ciang melirik sekejap ke arah musuh, lalu tertawa bergelak: "Hahaha, aku hanya bergembira untuk diri sendiri hingga lupa saudara sekalian masih ada urusan penting. Anak Giok, kawan-kawan persilatan yang datang hari ini semua hanya tertuju untukmu seorang, setelah kau menjadi Kanglam-lok-lim-bengcu semoga jangan kau lupakan kasih sayang orang lain terhadap dirimu. Nah pergilah, pergilah melayani tamu-tamumu. Ai sobat karibku almarhum mempunyai keturunan baik, sungguh membuat hatiku kegirangan."

Ia menengadah dan terbahak-bahak. lalu membalikkan lagi, "Cian cengcu, upacara pengambilan sumpahmu nyaris menjadi peristiwa yang kurang menyenangkan setelah terjadi pengacauan oleh manusia yang tak tahu diri tadi tapi untunglah semua persoalan bisa menjadi beres dengan sendirinya. Kukira sementara kawan persilatan yang hadir di sini masih banyak yang belum mendapat bagian arak darah, kenapa tidak segera kau selesaikan upacara ini? Meskipun diriku ini orang luar tapi hatiku sudah tidak sabar lagi"

Cian Hui cuma bisa menyengir saja sambil mengiakan berulang kali, "Ya, ya betul."

Tentu saja dalam hatinya sekarang ia sama sekali tidak berniat mengangkat Hui Giok sebagai bengcu lagi, tapi bagaimana pun juga dia tak mungkin menampar mulut sendiri dihadapan umat persilatan yang datang dan segenap penjuru apalagi mengucapkan kata-kata yang bertentangan dengan perkataannya semula.

Tiba-tiba Kim keh Siang It ti bergelak tertawa, ia berkata, "Hui-taysianseng bukan saja masih muda dan tampan, sungguh tak nyana kalau kungfunya juga luar biasa, dengan tokoh macam begini yang menjadi Kanglam bengcu, tentu saja aku orang she Siang takkan bicara apa-apa lagi. Mari, saudara-saudara sekalian, kita juga minum secawan arak darah untuk menyampaikan selamat kepada Bengcu kita ini?"



Dengan langkah lebar dia maju ke depan, mengambil secawan arak darah dan meneguknya sampai habis, kemudian memberi hormat kepada Hui Giok, lalu berseru dengan suara lantang "Mulai detik ini Hui-taysianseng adalah Bengcu-toako kita semua, seandainya ada orang yang berani bersikap kurang sopan kepada Toako kita ini, aku orang she Siang yang pertama-tama akan beradu jiwa dengan orang itu."

Berbicara sampai di sini, tongkat besinya yang hitam itu di ketuk-ketukkan ke lantai sehingga berbunyi nyaring.

Anak buah Kim-keh-pang yang menyaksikan sikap ketuanya itu segera berebutan maju ke muka untuk ikut meneguk arak darah.

Pada hakikatnya kedatangan Kim-keh Siang It ti adalah berniat untuk bikin keonaran selama berlangsungnya pengangkatan Bengcu, tapi setelah menyaksikan kelesuan yang menyelimuti Cian Hui, bagai lawan yang membenci dan selalu berselisih paham dengan Cian Hui segera ia menfaatkan kesempatan yang baik ini untuk membuat musuhnya makin mendongkol bukan saja dia tidak bikin keonaran lagi, malahan dia yang paling dulu setuju dengan pengangkatan Bengcu ini."

Memang begitulah kejadian yang selalu timbul dalam dunia persilatan kadangkala perubahan yang terjadi sukar diramalkan lebih dahulu, belum lama berselang orang2 seperti Tham Beng dan Kim-keh masih ada maksud untuk melakukan pengacauan, tapi sekarang mereka malahan setuju dan mendukung pengangkatan Hui Giok, sebaliknya orang2 yang sebelumnya setuju kini malahan menumbuhkan sikap tidak setuju, padahal merekalah yang memilih sang Bengcu itu, tapi kendatipun dalam hati merasa tidak setuju, ternyata tak seorangpun yang berani mengutarakan ketidak setujuannya itu secara terang2an.

Melihat air muka Sin-jiu Cian Hui, Pek-to-jit sat dan Jit-giau-tui hun yang mengenaskan itu Jit giau-tongcu merasa geli dan ingin tertawa, tapi diam2 ia pun merasa kuatir, sebagaimana diketahui Jit-giau-tongcu Go Beng-si bukan saja merupakan seorang pemuda yang cerdik, ia pun mempunyai pengalaman yang cukup luas, sekilas pandang itu saja dia sudah lantas memahami isi hati yang sedang dipikir orang2 itu.

Dia tahu, sebenarnya Liong-heng-pat-ciang menguatirkan terpilihnya seorang Bengcu yang akan mengepalai kaum Lok-lim di daerah Kanglam sebab mereka tentu akan bersatu dan mendatangkan gangguan baginya, maka dia sengaja hadir di sini dan berusaha dengan segala tipu dayanya yang licik untuk menghancurkan rencana musuh. Akan tetapi setelah diketahui olehnya bahwa sang "Bengcu" itu tak lain adalah Hui Giok, dengan cepat semua rencananya lantas berubah, sekarang bukan saja ia tidak berusaha lagi untuk menggagalkan upacara pengangkatan itu dia malahan berdaya agar Hui Giok yang tetap menduduki kursi Bengcu itu, sebab bagaimanapun juga hubungannya dengan Hui Giok sudah tentu akan jauh lebih akrab daripada hubungan Hui Giok dengan Sin-jiu Cian Hui, dengan demikian diangkatnya Hui Giok sebagai Kang lam lok-lim bengcu bukan saja tidak merugikan malah sebaliknya sangat menguntungkannya.

Sekalipun demikian Jit-giau tongcu Go Beng-sj tetap merasa kuatir dan apa yang pernah diceritakan Hui Giok ia tahu bahwa sikap Tham Beng terhadap rekannya ini bukan berdasarkan kebaikan yang sungguh-sungguh, sudah tentu ia tidak begitu jelas tentang latar belakang semua kejadian ini tapi ia dapat menduga diperalatnya Hui Giok oleh Liong heng-pat-ciang mungkin akan lebih buruk daripada diperalat oleh Sin-jiu Cian Hui.

Pelbagai ingatan berkecamuk dalam benaknya Go Beng-si memang cerdik, tapi toh gagal menemukan cara yang bagus untuk mengatasi persoalan ini.

Sementara itu mayat Tan Kek-liong sudah di usung keluar oleh anak buah Cian Hui, walaupun setiap orang yang hadir dalam ruangan ini merasa kebingungan tapi lantaran urusan telah berkembang jadi begitu, merekapun tetap antri untuk minum arak darah.

Menyaksikan kesemuanya itu, Sin-jiu Cian Hui hanya bisa mengeluh di dalam hati, saking gelisahnya peluh sampai membasahi sekujur badannya.

Di pihak lain, Liong-heng-pat-ciang dengan senyum dikulum telah memperkenalkan Hui Giok dengan Tonghong-hengte, selanjutnya ia pun menanyakan pengalaman Hui Giok selama setahun ini dengan penuh perhatian.

Go Beng-si mengikuti semua perkembangan itu dari samping, ia hanya menghela napas panjang, dia tahu Hui Giok adalah seorang yang berbudi lembut, yang selalu dipikirkannya hanyalah budi pemeliharaan Tham Beng kepadanya selama ini sedikitpun ia tidak menaruh syak wasangka terhadap paman itu sekalipun Tham Beng pernah bersikap tidak baik kepadanya juga tak pernah di pikirkannya Kini ia duduk saling berhadapan dengan Tham Beng, keadaannya seakan berada kembali di Hui liong piau kiok setahun yang lalu, Tham Beng mengajukan pertanyaan, ia pun menjawabnya, masih untung keadaan waktu itu tidak mengizinkan sehingga Tham Beng tidak banyak nya, ia pun tidak banyak bicara. Selang sesaat kemudian, Hui Giok benar-benar sabar lagi. dengan rada tergegap ia bertanya

"Paman, apakah keadaan adik Bun-ki baik-baik saja?"

Air muka Liong-heng pat ciang berubah murung, tiba-tiba ia menghela napas panjang dan menjawab "Ai, aku tahu kau dengan anak Ki bermain bersama semenjak kecil dan kalian telah., Tapi. meskipun kita adalah orang persilatan soal sopan santun dan tata adat tak dapat diabaikan dengan begitu saja, maka ketika kulihat keadaan kalian di kebun tempo hari, hatiku tidak senang Ai. akupun tak menyangka watakmu sangat keca-^ di mana akhirnya kau pergi tanpa pamit meskipun aku sangat marah setelah mengetahui kejadian itu tapi sejak kepergianmu aku pun merasa kuatir tahukah kau sudah berapa banyak orang yang kuutus untuk mencari dirimu?"

Hui Giok sangat terharu dia tahu sepanjang hidupnya memang tak ada berapa orang yang mau memperhatikan dirinya kecuali paman Tham ini, matanya jadi merah ia menunduk dan ingin mengucapkan sesuatu, namun tak tahu apa yang mau diucapkan.

Setelah menghela napas. Tham Beng berkat pula. "Ai. padahal asal kau jadi orang baik-baik, apa salahnya kalau kujodohkan anak Ki kepadamu!"

Dengan hati bergetar Hui Giok menengadah kebetulan sorot mata Tham Beng yang tajam sedang menatapnya. cepat dia tundukkan kepalanya lagi.

Pembicaraan antara paman dan keponakan itu berlangsung dengan suara yang lirih seakan-akan lupa di manakah mereka berada.

Sin-jiu Cian Hui dapat menyaksikan kesemuanya itu. ia tambah gelisah bercampur berang, diam-diam ia menghampiri Pak-to-jn-sat dan membisikkan sesuatu, tapi Pak-to-jit sat segera mengunjuk wajah keberatan. setelah termangu sejenak mereka tetap menggeleng kepala. Melihat itu, Sin-jiu Cian Hui menghela napas panjang.

Sementara itu, hampir seluruh hadirin sudah minum arak darah, ada yang segera kembali ke tempat duduknya, ada pula yang menghampiri Hui Giok untuk memberi hormat.



Selagi hati Cian Hui masih gusar, suara mercon berkumandang lagi di luar ruangan, laki-laki raksasa yang berdiri di depan pintu itu segera berteriak keras upacara selesai!"

Sin-jiu Cian Hui bertambah berang, pelahan dia hampiri laki-laki gede itu, di luar tahu orang dia sikut perut laki-laki itu, baru habis berteriak laki-laki raksasa tersebut terus melengking kesakitan.

Tentu saja dia tak tahu perubahan apa yang sudah terjadi di sana, ia pun tidak habis mengerti sebab apa sang Cengcu menyikut perutnya meski rasa sakit di perutnya tidak kepalang, ia tak berani bersuara, setelah mundur beberapa langkah ia terus ngeluyur pergi untuk merawat lukanya di belakang.

Cian Hui sendiri tetap dengan tersenyum seperti tak pernah terjadi sesuatu apapun. Meskipun demikian, rasa mendongkolnya belum juga terlampiaskan keluar, dia berjalan kembali ke lengah ruangan dengan tak bersemangat.

Setelan berdehem, katanya kemudian "Kalau saudara sekalian sudah minum arak darah, itu berarti kita sudah menjadi saudara sendiri, silakan makan minum sepuasnya dan tak perlu sungkan-sungkan lagi."

Perkataannya ini lirih sekali, bahkan orang yang duduknya agak jauh sama sekali tak mendengar apa yang dikatakannya, sikapnya yang lesu dan lemas ini sungguh bedanya seperti langit dan bumi dengan sikap gembira dan bersemangat yang ditunjukkan sebelumnya.


Geli juga Kim-keh Siang It ti melihat itu, untuk menggodanya lebih jauh, ia sengaja mengangkat cawan sambil berseru "Cian-cengcu benar2 tokoh pujaan orang banyak, cukup beliau berseru satu kali urusan dunia persilatan wilayah Kanglam yang sudah lama tak terselesaikan segera dapat dibikin beres selamanya, aku Siang It-ti paling kagum pada manusia semacam ini Marilah, aku akan menghormati Cian cengcu dengan secawan arak,"

Sin-jiu Cian Hui hanya mendengus, Kim-keh Siang It-ti sengaja mengernyitkan dahi katanya dengan suara tertahan "Hari bahagia yang patut kita rayakan ini, masakah Cian-cengcu sedang menghadapi sesuatu yang tak berkenan dihati?"

"Aku gembira sekali.... aku gembira sekali" seru Sin-jiu Cian Hui dengan tertawa serak, dia lantas angkat cawan dan meneguk isinya sampai habis "brek" ia meletakkan cawan itu keras-keras di atas meja, saking gemesnya terhadap ulah Siang It ti kalau bisa dia ingin menjotos perutnya sampai pecah.

Maka perjamuan pun dimulai, para petugas dari perkampungan Long-bong-san-ceng bergiliran menghidangkan arak dan sayur, pertemuan Bengcu-tay-hwe yang belum lama berlangsung kini sudah selesai, Hui Giok yang sebelumnya tak terkenal bukan saja sudah menjadi Kanglam liok lim bengcu, bahkan kungfunya juga mulai menjadi pokok pembicaraan umat persilatan di dunia ini, tapi tak seorang pun yang mengetahui ilmu silat Hui tay sianseng itu berasal dari perguruan mana? Lebih-lebih lagi tak ada yang tahu sampai di manakah sesungguhnya kehebatan kungfu Hui-taysianseng!"

Dengan lesu Sin Jiu Cian Hm menenggak habis dua cawan arak yang terasa pahit baginya, sementara dia masih termenung. Tiba-tiba Jit giau tongcu Go Beng-si menghampirinya dan membisik kan sesuatu pada telinganya.

Sin Jiu Cian Hui yang pada mulanya termenung melulu dengan kening berkerut tiba-tiba bersemangat dan menjadi segar kembali sehabis mendengar bisikan Go Beng-si itu.

Kebetulan Hui Giok berpaling, melihat Go Beng-si ada di sana, dia lantas menyapa sambil tertawa saudara Go. kenalkah kau dengan paman Tham ini?"

Go Beng-si menghampiri sambil tersenyum "Nama besar Liong-heng-pat-ciang Tham tayhiap sudah tersohor di seluruh dunia, sudah lama aku yang muda mendengar nama besarnya, sayan belum ada kesempatan untuk berkenalan."

Hui Giok lantas berpaling, katanya "Paman Tham, saudara ini adalah sobat karibku Go Beng si, dia juga punya nama di dunia persilatan, apakah paman Tham pernah mendengarnya."

Dengan pandangan tajam Tham Beng mengawasi Go Beng si beberapa kejap, tiba2 dia seperti teringat sesuatu air mukanya agak berubah, tapi hanja sekejap saja ia lantas tertawa lagi, sahutnya. "Go Beng-si, Saudara Go tentunya adalah Jit giau-tongcu yang terkenal sebagai bocah ajaib duri dunia persilatan bukan? Sudah lama kudengar tentang namamu. hahaha, sungguh tak tersangka kalau kau adalah sahabat karib anak Giok"

Meski juga tersenyum tapi Go Beng-si saling pandang dengan Tham Beng dengan sinar matanya yang tajam, lama dan lama sekali dia baru tertawa, "Tham-tayhiap terlalu memuji"

Hui Giok adalah pemuda yang berwatak lurus, dia sangat berharap sobat karib satu-satunya bisa bergaul cocok dengan sang paman, siapa tahu meski di antara mereka sama bersenyum. tapi sekilas pandang saja setiap orang akan tahu kalau senyuman itu hanya senyuman palsu, Diam-diam dia sangat kecewa, tapi tak sampai membayangkan soal lain.

Dalam tiga hari belakangan ini terlampau banyak pengalaman aneh yang ditemuinya, dia pun menuruti nasehat orang, karena itu ia tidak menolak ketika dirinya dicalonkan menjadi Bengcu, apa lagi setelah bertemu dengan Liong-heng-pat-ciang, secara tiba-tiba semua ini menyebabkan sifat kegagahannya terpancing keluar, dan makin lama kegagahannya itu kelihatan semakin nyata, meski demikian watak aslinya tetap sukar berubah dia tetap berterus terang dan bersikap terbuka bila dia diharuskan meniru kelincahan Jit giau-tongcu, jelas hal ini sulit dilakukan olehnya.

Ketika dilihatnya pembicaraan antara paman Tham dengan Go Beng si hanya berlangsung beberapa kata untuk kemudian membungkam lagi, hatinya merasa sedih bercampur kesal dia cukup mengetahui tabiat Go Beng-si, bagaimana pun perasaannya dia selalu mengulum senyum, sekalipun terhadap manusia sebangsa Sin-jiu Cian Hui dan Jit-giau-tui hun ia pun tidak pernah menunjukkan sikap seaneh ini.

Semua yang terpampang di depan matanya ini membuat Hui Giok semakin mengernyitkan dahinya dia ingin mengucapkan sepatah kata untuk meredakan suasana di antara mereka, tapi dia tak tahu apa yang mesti diucapkan.

Untunglah Sin jiu Cian Hui segera bergelak tawa memecahkan keheningan itu, terdengar ia berkata, "Sebenarnya hari ini adalah suatu hari bahagia karena Hui-tay sianseng telah kita kukuhkan menjadi Bengcu, sungguh tak tersangka Hui taysianseng kita ini justeru adalah sanak keluarga yang berhubungan erat dengan Tham tayhiap, hal ini boleh dibilang merupakan suatu kejadian yang bahagia bertambah bahagia, kukira mulai saat ini kita orang-orang persilatan di wilayah Kanglam khususnya dapat membonceng ketenaran Hui tay sianseng dan mencari sesuap nasi juga di bawah kekuasaan Tham tayhiap"

Ucapan mi membuat semua orang terkesiap sungguh aneh!" demikian mereka berpikir, kenapa Sin-jiu Cian Hui mengucapkan kata-kata bernada lemah begini?"

Liong-heng pat-ciang sendiri juga berkerut dahi dia ingin mengucapkan sesuatu, tapi didahului lagi oleh Sin jiu Cian Hui.



Pemilik Long'bong-san-ceng itu berkata pula dengan tertawa, "Meskipun pada saat ini Hui taysianseng telah menjadi Bengcu toako kita semua, pun boleh dibilang belum lama berkenalan dengan saudara-saudara kita, yang kita ketahui hanya Hui- taysianseng berilmu tinggi tapi tak tahu dia berasal dari perguruan mana. Setelah mendengar perkataan Tham-tayhiap tadi, barulah kuketahui bahwa Hui taysianseng semenjak kecil tinggal bersama dengan Tham tayhiap, kalau demikian bukankah berarti kungfu Hui-taysianseng juga berasal dari satu aliran dengan kungfu Tham-tayhiap?"

Sekali lagi Liong-heng-pat-ciang berkerut dahi Jit gtau-tongcu Go Beng-si segera menimbrung sambil tertawa, "Menrut apa yang kuketahui, meskipun Hui-bengcu bwrdiam sekian tahun di rumah Tham tayhiap, tapi kungfunya baru dipelajari setelah meninggalkan tempat Tham tayhiap begitu bukan Tham tayhiap?"

Hati Hui Giok tergerak, pengalaman di masa lalu terbayang kembali dalam benaknya, teringat kembali pengalamannya waktu belajar silat di Hui liong-piaukiok, cara bagaimana orang menganggapnya goblok, dimana ia tak mampu mengalahkan seorang pesuruh sehingga dia sendiri percaya dirinya memang goblok dan tidak berbakat untuk belajar ilmu silat.

Tapi sekarang, rasa percaya pada diri sendiri yang pernah hilang itu telah bangkit kembali, baru kemarin dan kemarin duku. selama dua hari berturut-turut dia mempelajari ilmu silat di bawah bimbingan Kim-tong-giok-li, ternyata apa yang dipelajarinya dalam dua hari itu sudah cukup untuk menggetarkan kawanan jago silat yang hadir di sini.

Dia seorang yang polos dan tidak pernah berprasangka jelek kepada siapapun, namun setelah mengalami kejadian ini, timbul juga rasa sangsinya "Apakah dahulu sebenarnya aku tidak bodoh, tapi paman Tham yang tak mau menurunkan ilmu silatnya kepadaku maka dia sengaja membohongi."

Ia berpaling ke arah pamannya itu, dilihatnya air muka Liong heng-pat-ciang berubah masam kembali dia menghela napas, Ai, sudahlah, Bagaimana pun aku berutang budi kepadanya seandainya paman Tham tidak memelihara diriku, mungkin aku sudah mati kelaparan sejak dulu-dulu, siapa tahu kalau dia bermaksud baik kepadaku, maka kungfunya tidak diwariskan kepadaku."

Berpikir begini, dia tidak merenung lebih jauh sebagai pemuda yang berhati mulia dia kuatir bila berpikir lebih lanjut mungkin kecurigaannya terhadap paman Tham akan timbul lagi.

Sementara itu Sin-jiu Cian Hui telah berkata, "Sampai detik ini aku baru tahu bahwa Hui-tay-sianseng kita ini tak lain adalah puteri Jiang Kiam bu-tek Hui-si-siang-kiat yang namanya pernah menggetarkan utara sungai besar, meskipun mengenai kegagahan dan kependekaran Hui si-siang-kiat semasa hidupnya tak sempat aku melihatnya sendiri tapi sudah banyak yang kudengar dari cerita orang."

Sebetulnya Hui Giok menaruh kesan yang kurang baik terhadap Sin-jiu Cian Hui, tapi ketika tiba-tiba didengarnya orang menyinggung ayahnya almarhum, perasaannya lantas bergetar, darah panas bergolak dalam dadanya ia merasa walaupun Sin-jiu Cian Hui mempunyai banyak kejelekan namun kepadanya jelas baik sekali. Matanya jadi merah, tanpa mengucapkan sepatah katapun dia berbangkit dan menjura dalam-dalam ke arah Cian Hui, kemudian tanpa bicara ia duduk kembali. merasa tenggorokannya seakan-akan tersumbat walaupun ada beribu patah kata yang ingin diucapkan tapi tak sepatah katapun sanggup diutarakannya.

Sin-jiu Cian Hui buru-buru bangkit dan membalas hormat, katanya dengan tegas, "Bengcu, kalau engkau bersikap begitu sungkan-sungkan kepadaku rasanya siaute menjadi repot."

Perlu diterangkan urutan tingkat kedudukan di dunia persilatan sama sekali tidak ditentukan oleh usia, berbicara tentang usia Sin-jiu Cian Hui jelas cukup untuk menjadi paman Hui Giok, tapi sekarang pemuda ini adalah seorang Bengcu, maka walaupun Cian Hui membahasai diri sendiri sebagai "Siaute" juga dianggap jamak oleh orang lain Hanya Kim-keh Siang lt-ti dan begundalnya saja yang keheranan mereka tidak tahu permainan busuk apa lagi yang sedang disiapkan orang she Cian itu di balik tindak-tanduknya ini.

Cian Hui menghela napas panjang, lalu berkata lagi "Kisah hidup Hui-si-siang-hiap dahulu sudah banyak yang kudengar, sebab-sebab kematian Hui-si siang-hiap juga tak sedikit yang kudengar, sbenarnya persoalan ini sama sekali tak ada hubungannya dengan diriku, tapi sekarang Hui-tay sianseng sudah menjadi Bengcu-toako kita semua, ini berarti persoalan yang dihadapi Huitaysianseng sama pula seperti persoalan yang kita hadapi, bagaimana pun siaute harus membantu Hui-taysianseng untuk melakukan balas dendam terhadap sakit hati ayahnya itu"

Semua orang sama melengak, sebagaimana diketahui orang berkerudung hitam yang membantai belasan tokoh Piautau di masa lalu itu akhirnya mati bersama dengan Tiong-ciu it kiam Auyang Peng, peristiwa itu menggemparkan seluruh dunia dan diketahui setiap orang Kang-ouw, maka ketika mendengar Cian Hui mengungkap kembali kejadian masa lalu, semua orang merasa heran.

"Bukankah manusia aneh berbaju hitam itu sudah tewas? Masa Sin jiu Cian Hui mau menuntut balas kepada orang mati!"

Hui Giok jadi emosi setelah mendengar perkataan itu, dengan nada sedih katanya:

"Dendam kesumat mendiang ayahku tak akan kulupakan untuk selamanya, tapi musuh besarku sudah mati, dan lagi akupun tak jelas siapa nama si pembunuh itu, mana mungkin..." sampai disini dia duduk kembali di kursinya dengan lemas.

Sin-jiu Cian Hui mengernyitkan alis, tiba-tiba dia memukul meja seraya berseru: "Setiap orang persilatan menganggap manusia berkerudung itu sudah mati, tapi.... Hm siapakah yang menyaksikan sendiri jalannya peristiwa itu? Orang yang mati disamping Auyang lo-piautau di luar kota peking itu dalam keadaan rusak wajahnya, siapa yang berani memastikan bahwa dialah si pembunuh berkedok hitam yang sebenarnya... Hm aku yakin dibalik semua itu tentu ada hal-hal yang mencurigakan, siapa tahu kalau pembunuh keji itu bukan saja masih hidup di dunia ini, bahkan..."

Tiba-tiba ia berhenti bicara, sementara matanya seperti tidak sengaja mengerling sekejap ke samping. Ketika dilihatnya Liong-heng~pat~ciang duduk dengan wajah yang dingin masam, diam-diam ia merasa senang, katanya pula, "Tham-tayhiap engkau adalah seorang yang terlibat langsung dalam peristiwa itu entah bagaimanakah pandanganmu terhadap soal ini?"

"Sebenarnya duduk persoalannya sederhana sekali!" jawab Tham Beng dengan air muka kelam, tapi karena ucapan Cian cengcu ini, urusannya jadi kacau dan rumit, bilamana Cian-cengcu..."

"Hm, bagaimana duduk perkara yang sebenarnya, lama2 pasti akan terbongkar juga, sebab sesuatu rahasia akhirnya pasti akan bocor juga, di dunia ini tiada api yang dapat dibungkus, rahasia apa pun akhirnya pasti akan tersingkap!" seru Cian Hui.

Setelah berhenti sebentar, tiba-tiba ia berseru dengan lantang, "Maka setiap orang yang merasa sudah bergabung dalam perserikatan umat persilatan wilayah Kanglam, mulai sekarang kalian harus menganggap sakit hati Bengcu-toako kita yang lebih dalam daripada lautan ini sebagai sakit hatimu sendiri, ukir kejadian ini di dalam hatimu dan berusahalah dengan sepenuh tenaga untuk ikut membongkar rahasia di balik peristiwa ini."

Selesai berkata dia lantas mengangkat cawan dan berseru lagi: "Untuk suksesnya tujuan ini, mari kita habiskan secawan arak!"

Meskipun melengak, tapi sekalian jago yang hadir itu sama mengangkat cawan, Melihat itu berkilatlah mata Jit-giau-tongcu Go Beng-si dilihatnya Liong-heng pat-ciang masih berduduk dengan wajah kaku tanpa emosi, apa yang sedang dipikirnya tak seorang pun yang tahu.

Hui Giok terharu sekali oleh kejadian itu, tenggorokannya terasa tersumbat, dia ikut mengangkat cawan dan meneguk habis isinya, arak panas yang mengalir ke dalam perutnya se-akan2 berubah jadi darah panas yang bergolak hebat.

Tapi ketika ia berpaling, tiba-tiba golakan darah panas dalam rongga dadanya itu se-olah2 menjadi dingin dan beku, dilihatnya dari luar muncul seorang dengan langkah perlahan.

Orang itu berambut panjang, bergaun panjang mukanya pucat bagaikan pualam, sepasang matanya yang bening seolah2 bagai mutiara yang memancarkan cahaya berkilat.

Meskipun kedatangannya tidak menimbulkan suara, tapi setiap orang yang berada di dalam ruangan itu seakan-akan terpikat oleh kehadirannya, serentak semua orang berpaling.

"Liong-li Tham Bun-ki"

Entah siapa yang mulai berbisik, maka seluruh ruangan pun ramai orang menyebut "Liong li" Namun, Tham Bun-ki sama sekali tidak memperdulikan suara itu seperti kejadian tempo hari dalam pandangannya saat ini hanya ada Hui Giok seorang, suara yang didengarnya juga hanya suara Hui Giok saja, dia sendiri tak tahu tenaga apa yang mendorongnya berbuat begitu, tenaga tersebut seperti datang dari tempat yang amat jauh tapi juga begitu saja jatuh seperti sinar matahari yang kini menyinari rambutnya dan nyata seperti juga sinar matahari itu bahkan tanpa dirasakan dia sudah tahu akan beradanya tenaga itu seperti juga dia tahu beradanya sinar matahari sinar matahari menciptakan bayangan tubuhnya yang memanjang di lantai.

Bayangan panjang itu pelahan bergeser ke depan, Hui Giok pun pelahan meninggalkan meja perjamuan, bayangan itu bergeser dan sekarang sudah menyentuh ujung kakinya seperti juga sinar matanya yang sejak tadi sudah saling bersentuhan dengan sorot mata si dia.

Sinar mata bagaikan empat jalur sinar yang tak berwujud berpadu menjadi satu yang satu lupa tempat apakah ini yang lain pun lupa di manakah ia berada. Dia tidak mendengar suara apa pun, si dia juga tidak mendengar apa-apa. dia buka mulut tapi tak mengucapkan sesuatu, si dia juga tak bersuara meski mulutnya ternganga.

Melihat kedua anak muda yang lupa daratan itu, tiba2 Liong heng-pat-ciang bcrdehem, katanya:

"Anak Ki, kenapa kenapa kau juga kemarin?"

Dua kali dia mengulangi teguran itu, suaranya juga tambah keras.

"Ya, aku datang kemari" akhirnya Tham Bun-ki menyahut dengan lirih meski sorot matanya masih menatap wajah Hui Giok tanpa berkedip.

Be-ratus2 pasang mata kawanan jago yang hadir dalam ruangan itu sebentar memandang Tham Bun-ki, sebentar memandang pula Hui Giok, rnereka merasa laki2 dm perempuan ini yang perempuan cantik jelita bak bidadari diri kahyangan, yang laki2 tampan dan gagah perkasa, meski mereka mentertawakan sikap mereka yang linglung, tidak urung mereka sendiri juga memandang dengan kesima.

Pada waktu itulah dari luar ruangan kembali berjalan masuk seseorang, dia celingukan memandang ke sana kemari, setelah mengerling sekejap kawanan jago yang berada di situ, diam2 dia mengitari samping Liong-heng-pat-ciang dan menghampiri Sin jiu Cian Hui.

Ketika itu sebenarnya Cian Hui sedang melamun, ketika laki-laki itu berdehen Cian Huj lantas berpaling, alis matanva berkernyit, ia berbangkit dan mundur beberapa langkah?

"Adakah orang she Tham menyiapkan anak buahnya di luar kampung?" dia tanya dengan suara tertahan.

Laki-laki ini adalah orang yang ditugaskan Cian Hui untuk mencari berita keadaan musuh di luar perkampungan, ia melirik dulu ke arah Tham Beng, lalu menggeleng.

Cian Hui berkerut kening, ia mendengus pikirnya "Orang she Tham, jangan kau sok jagoan dan tak kenal takut Hm seaidainya kau punya rencana lain, tentu kusuruh kau rasakan betapa lihaynya Long-bong-san ceng kami!"

Sambil mengebaskan lengan jubahnya dia kembali ke tempat duduknya semula, tapi laki-laki itu lantas berbaik lagi "Meskipm d luar perkampungan tadi terlihat gerak-gerik mencurigakan tapi hamba telah menemukan gundukan tanah yang gembur di belakang kampung, agaknya sebuah kuburan baru."

"Kuburan baru? Mana mungkin di belakang perkampungan ada pekuburan baru?" Cian Hui bekernyit alis pula.

"Hamba sendiri juga heran, maka berguna dua-tiga orang kami telah menggali tanah itu ?"

"Apa isinya?"

"Sesosok mayat, Meski hamba tak kenal mayat itu, tapi menurut Ho Seng yang tinggal di luar kampung, katanya mayat itu adalah mayat Koay sim Hoa Giok yang kerjanya melulu menjual berita sekalipun mayatnya sudah dikubur tapi badannya belum terlalu kaku jelas matinya belum lama. Yang lebih aneh lagi badannya tanpa luka, maka hamba membuka bajunya dan memeriksanya, ternyata di dadanya ada bekas telapak tangan berwarna hitam, rupanya dia mati kena pukulan, entah siapa yang telah mengubur mayatnya di situ?

"0o...." Sm jiu Cin Hui termangu-mangu dengan dahi berkerut.

"Masih ada sesuatu keanehan lagi!" laki2 itu berkata lebih jauh.

"Cepat katakan!" bentak Cian Hui ""Tak jauh dan kuburan baru itu terdapat bekas goresan jari di atas tanah, goresan itu berbunyi "Hanya Satu Jurus." Tulisan yang tiada ujung pangkalnya itu entah apa maksudnya, maka hamba lantas periksa lagi mayat Koay-sim Hoa Giok dengan teliti hamba temukan noda lumpur di antara jari telunjuk dan jari tengah tangan kanannya, jadi jelas keempat huruf ini diukir olehnya menjelang kematiannya.

Laki-laki ini adalah seorang pembantu yang sangat diandalkan oleh Sin-jiu Cian Hui, meski kungfunya tak lihay, tapi pandai menganalisa sesuatu persoalan dan bekerja sangat teliti, sebab kemampuannya yang bagus itulah maka Cian Hui menugaskan orang ini dalam pencarian berita.

Cian Hui termenung sebentar sesudah mendengar laporan itu, tiba-tiba dia memberi beberapa tanda dengan gerakan tangannya.

Air muka laki-laki itu tampak berseri dia mundur tiga langkah sambil memberi hormat bisiknya: "Terima kasih atas penghargaan Cengcu!"

Setelah mundur tiga langkah lagi, dia putar badan dan berlalu dari situ.

Si Tangan Sakti Cian Hui memang seorang yang buas dan kejam, tapi dia juga seorang pemimpin yang bijaksana, di dalam memimpin anak buahnya dia selalu bertindak tegas dan disiplin siapa bersalah dihukum, siapa berjasa diberi pahala, Seperti gerakan tangannya barusan, gerakan itu merupakan suatu tanda bahwa ia berhak mendapat pahala atas jasanya ini. Tentu saja jasanya itu terletak pada ketelitiannya dalam melakukan pemeriksaan andaikata berganti seorang kasar dan tidak teliti yang melakukan tugas, jangankan tulisan di tanah dan bekas lumpur di sela jari, sekalipun kuburan baru itupun belum tentu bisa ditemukan oleh orang lain.



Sementara itu Sin-jiu Cian Hui sedang termenung sambil putar otak akhirnya ia tersenyum dingin, ia pun berguman, "Hoa Giok Wahai Hoa Giok, sepanjang hidupmu berjualan berita, menjelang kematianmu kau memberitahukan pula suatu rahasia besar kepadaku, Sungguh sayang meski aku ada niat untuk memberi balas jasa kepadamu, namun selamanya kau tak dapat lagi mengambilnya.

Ketika sorot matanya beralih kembali ke ruangan, dilihatnya Tham Bun-ki telah berdiri disamping ayahnya, hanya matanya yang sayu masih menatap wajah Hui Giok tanpa berkedip.

Jit-giau-tongcu Go Beng si sebetulnya berdiri di samping Hui Giok, meski waktu itu Hui Giok sudah beranjak kembali ke tempat duduknya, tapi sinar matanya juga tak pernah beralih dari sasarannya yaitu Tham Bun-ki.

Melihat itu, Go Beng-si berdehem sambil menegur, "Bengcu-toako, inikah nona Tham yang kau maksudkan"

Hui Giok mengangguk, dalam hati terheran-heran. Hampir semua jago yang hadir di ruangan ini mengetahui nona ini adalah Tham Bun-ki, sudah tahu kenapa dia barunya lagi kepadaku?"

Kemudian dia berpikir lagi "Aneh. dia selalu akrab dengan aku, kenapa sebutan Bengcu toako yang diucapkannya kedengaran begitu dingin dan asing?"

Berpikir sampai di sini, tiba2 perasaannya jadi terkesiap, cepat ia berbalik pandang dan duduk di tempat semula, ia tahu maksud Go Beng si dengan ucapannya ini terutama menitik beratkan pada ucapan "Bengcu-toako" tersebut sebagai pemuda yang cerdik meski wataknya polos dan berterus terang, setelah berpikir sebentar segera ia pun paham maksudnya.

Dia tahu teguran Go Beng si itu bukan menanyakan soal Tham Bun ki, tapi sedang menperingatkan kedudukannya sekarang sebagai seorang Bengcu toako Kendatipun sinar matanya sudah dialihkan, tidak urung beberapa kali dia masih melirik ke arah nona itu.

Diam-diam Go Beng si menghela napas, ia tahu pemuda itu sudah benar-benar jatuh cinta, demikian terpikatnya pemuda itu sehingga baginya seakan-akan tiada persoalan di dunia ini yang lebih penting daripada memandang Tham Bun ki sekejap saja.

Go Beng-si mempunyai asal usul yang aneh, sejak kecil ia sudah mengembara di dunia Kangouw, gemblengan ber-tahun2 membuat wataknya sedikit berubah jadi tawar, kini menyaksikan cinta kasih yang begitu mendalam antara Hui Giok dengan Tham Bun-ki, ia jadi teringat pada kesepian sendiri seketika dia merasa pikirannya hampa tiada sesuatu perasaan cinta pun yang melekat dalam hatinya.

Sin-jiu Cian Hui telah kembali ke tempat duduknya, meja perjamuan utama sebenarnya berisi empat belas orang kecuali Pak-to-jit sat Jit giau tui-hun serta Kim-keh Siang It ti berenam masih ada lagi Tonghong heng-te, Liong-heng-pat-ciang dia sendiri dan Hui Giok, sekarang bertambah pula Go Beng-si dan Tham Bun-ki yang berdiri di samping sehingga meja perjamuan yang besar ini jadi penuh sesak tiada tempat kosong, cuma saja ke enam belas orang ini masing-masing sedang diliputi pikir a sendiri, ternyata tak seorang pun yang angkat cawan, juga tak ada yang berbicara.

Melihat tuan rumahnya yang murung, suasana perjamuan berubah jadi sepi, pertemuan besar Bengcu tay hwe yang pada mulanya meriah dan penuh gelak tertawa sekarang karena berbagai perubahan yang terjadi secara tiba-tiba telah menjadi kumpulannya orang-orang yang halus dan tenang, hanya yang tiada bersajak segala.

Sesaat kemudian, Sin-jiu Cian Hu memandang sekejap sekeliling ruangan itu, lalu bergelak tertawa katanya, "Nona Tham, jauh-jauh kau datang kemari ternyata sebuah kursi pun tak ada, aku benar-benar bersikap kurang hormat"

"Jangan repot-repot " kata Tham Bun-ki dengan kepala tertunduk, ""aku hanya datang melihatnya... sebentar akan berlalu"

Tiba-tiba gadis itu merasa ada seorang pemuda bermuka pucat dan bermata licik sedang mengawasinya tanpa berkedip di dalam ruangan ini banyak orang yang memandangnya tapi ia merasa di balik tatapan mata pemuda itu mengandung maksud busuk.

Muka Bun-ki menjadi merah, diam-diam ia merasa gusar.

Tampaknya pemuda itu merasa gembira karena nona cantik itu juga melirik padanya, ia tertawa terbahak-bahak, sambil mengangkat cawan araknya la berkata, "Nona Tham, kalau sudah datang ke mari, rasanya kurang hormat bila pergi lagi tanpa minum secawan arak pun."

Bun-ki tidak tahu orang itu adalah Jit-sat Mo Seng yang di dunia persilatan terkenal sebagai setan perempuan, meskipun dalam hati merasa dongkol karena ketidak-sopanan orang, tapi dalam keadaan seperti ini apalagi berdiri di samping ayahnya ia merasa kurang leluasa untuk mengumbar amarahnya itu.

Mo Seng makin tergelitik melihat gerak-gerik si nona yang malu-malu kucing itu.

"Nona, kenapa mesti malu-malu? "serunya pula sambil cengar cengir, ""di sini kan tak ada orang luar mari...mari..."

Sambil berkata dia lantas bangkit dan tempat duduknya dan menghampiri Bun-ki.

Sebetulnya Mo Seng anggota ketujuh dari Pak to-jit-sat ini adalah seorang yang cerdik dan cekatan, ilmu silatnya juga lihay, pada hakikatnva dia merupakan seorang jago lihay di kalangan hitam, sayang dia mempunyai satu kelemahan yaitu tak boleh melihat gadis cantik, asal bertemu dengan nona yang cantik, maka semua kecerdikan dan kecekatannya lenyap dengan begitu saja lupa daratan, malah sikapnya jauh lebih tengik daripada seorang berandalan.

Berang juga Liong-heng-pat-ciang menyaksikan tingkah laku orang itu, dengan wajah dingin katanya dengan ketus, "Anak ini terlalu muda dan tak pandai minum arak Mo-jit-hiap, kukira janganlah kau memaksanya."

"Hihihi tak jadi soal kan kalau cuma minum sedikit!" dengan mata yang setengah dipicingkan Mo Seng cengar-cengir "minum satu cegukan saja sebagai adat, rasanya sudah cukup"

Sambil berkata dia lantai mengangsurkan cawan araknya ke hadapan Tham Bun-ki.

Siapa tahu, baru saja tangannya menjulur ke depan mendadak "trang", cawan aiak yang dipegangnya itu hancur berantakan arak yang ada di dalam cawan pun bermuncratan membuat wajahnya menjadi basah kuyup.

"Siapa?" hardik Mo Seng sambil mundur ke belakang, air mukanya berubah hebat.

"Aku!" seorang segera menanggapi dengan ketus. Ketika Mo Seng berpaling ternyata orang itu ialah Hui Giok. hal ini membuatnya melenggong.

Katanya, "Dengan maksud baik kusuguh secawan arak kepadanya, kenapa. ."

Kendatipun gusar, toh sedikit banyak ia merasa jeri juga terhadap Bengcu-toakonya ini.

Hui Giok polos dan berhati bajik, sekalipun orang lain menganiayanya juga ia tidak dendam tapi ketika menyaksikan sikap kurang ajar Mo Seng di hadapan Tham Bun-ki, darah panas dalam rongga dadanya bergolak, tanpa terasa disambarnya sebatang sumpit perak dari meja terus disambitkan ke arah cawan arak orang.



Padahal dia tak pernah belajar ilmu senjata rahasia timpukan yang dia lakukan barusan pun hanya terdorong oleh emosi tak tahunya cawan arak di tangan Mo Seng itu lantas hancur, ini membuat semua orang jadi melongo tidak habis mengerti.

"Orang lain tak mau minum, buat apa kau memaksanya?" kata Hui Giok terhadap Mo Seng yang masih termangu.

Mo Seng berpaling, kebetulan sinar mata Tham Bun-ki seakan-akan sedang mengerling ke arahnya, hal ini membuat napsu birahi orang itu berkobar kembali, dalam keadaan demikian ia tak memikirkan persoalan lain lagi.

Orang bilang napsu bisa membuat orang jadi nekat, begitu juga keadaan Mo Seng sekarang, sambil tertawa selangkah demi selangkah dia menghampiri Hui Giok.

Kawanan jago sama gempar oleh peristiwa itu Bun-ki berkerut kening dan akan maju, tapi segera ditarik ayahnya, gadis itu tak berani meronta meski hatinya tak rela, ketika dia berpaling, tertampak ayahnya memberi tanda ke arah Sin-Jiu Ciau Hui dengan ujung mulut sambil berbisik, "Tidak perlu kau turun tangan sendiri"

Waktu itu Mo Seng sambil tertawa dingin sedang menghampiri Hui Giok.

Wah, Bengcu begini lebih baik tak usah saja," gumam Kim-keh Siang It-ti sambil tertawa.

Maksudnya jelas, ia menyindir Mo Seng yang tak tahu diri dan berani main kasar terhadap Bengcunya.

Padahal di antara keluarga Mo. kungfu Mo Seng paling tinggi dan paling keji, sekalipun sau darahnya yang lain tahu bahwa tindakan tersebut tak bisa dibenarkan tapi merekapun cukup memahami tabiatnya nekad. tak seorang pun yang berusaha mengulangi perbuatan saudaranya ini.

Baru dua langkah Mo Seng maju ke muka tiba-tiba bayangan seorang menghadang di hadapannya, tahu-tahu Sin-jiu Cian Hui sudah berdiri di depannya sambil menegur "Saudara Mo apa yang hendak kau lakukan?"

Mo Seng tertawa dingin, dia ingin mengucapkan sesuatu, tapi Sin-jiu Cian Hui yang memaklumi watak rekannya itu kuatir orang akan mengucapkan kata-kata yang tak senonoh maka segera serunya lagi, "Saudara Mo lupakah kau bahwa Hui-taysia-nseng ini apanya kita? jangankan ia tidak menghancurkan cawan arakmu, sekalipun..."

"Apa maksud ucapanmu ini?" tukas Mo Seng dengan dahi berkerut.

Cian Hui tertawa, dia menggapai tangannya ke luar, seorang laki-laki berjubah panjang segera masuk ke dalam ruangan dengan langkah cepat kemudian menyerahkan sebuah benda kepada Cian Hui, ketika semua orang mengamati benda itu ternyata sebatang sumpit perak.

"Hehehe, sumpit perak indah yang telah di sambitkan Hui-taysianseng barusan," kata Cian Hui sambil tertawa dingin "tapi bukan benda indah yang telah menghajar cawan arak di tangan "Mo-heng."

Selagi Hui Giok dan Mo Seng sama melengak, tiba-tiba Tonghong Tiat bangkit berdiri sambil tertawa, "Hahaha, sungguh hebat ketajaman mata Cian-cengcu, ya benar, aku orang Tonghong yang menimpuk cawan arak di tangan Mo-heng itu sampai..."

Tham Beng juga tersenyum, dia menjemput lidi tusuk gigi dari lantai dan pelahan diletakkan di atas meja. Kejadian ini membuat air muka semua orang berubah, Tonghong Tiat ternyata mampu menghancurkan cawan arak dengan sebatang tusuk gigi tanpa diketahui siapa pun, tenaga serta daya timpuknya sungguh menggetarkan hati semua orang.

Mo Seng tertawa dingin, tiba-tiba dia putar badan menghadapi Tonghong-hengte, suasana dalam ruangan seketika berubah jadi tegang, setiap saat bentrokan keras bakal terjadi.

Tapi sebelum terjadi apa-apa, Liong heng-pat tiang telah berkata sambil tersenyum, Tonghong se-heng silakan duduk dulu, cawan arak itu juga bukan kau yang memecahkannya"

Semua orang melongo, sebelum tahu apa yang terjadi, Sin jiu Cian Hui telah terbahak-bahak. "Hahaha, hebat sekali Tham tayhiap, ternyata matamu yang paling tajam di antara sekian banyak orang yang hadir di sini?" katanya.

Tiba-tiba dia mengambil sebuah cawan arak lalu membantingnya ke lantai, "trang", cawan itu ternyata tidak pecah atau retak.

"Kuakui kelihayan Tonghong-saji-hiap cukup mampu untuk menghancurkan sebuah cawan dengan kekuatan sebatang tusuk gigi" kata Cian Hui sambil tergelak. "tapi cawan arakku ini terbuat dari bahan keramik pilihan yang kuat sekali, jika Tonghong sam-hiap tidak percaya, silahkan untuk mencobanya sekali lagi."

Seraya berkata ia mengambil sebuah cawan lagi, sementara Tonghong Tiat masih mengerut dahi tiba-tiba Liong-heng-pat ciang mengambil sumpit peraknya terus mengaduk kuah sirip ikan yang ada di meja, waktu sumpit diangkat ke atas, dia menyumpit sebuah benda dan "tring", benda itu dibuangnya ke atas meja.

Tindakannya ini mencengangkan semua orang, tapi ketika melihat sumpit perak yang barusan dipakai untuk menyumpit benda itu sudah berubah jadi hitam pekat air muka kawanan jago itu berubah pucat.

Sambil meletakkan kembali sumpit perak itu ke atas meja, Liong-heng-pat-ciang berkata dengan tersenyum, "Saudara Mo, cawan arak yang berada di tanganmu bukan ditumbuk oleh Tonghong-seheng, bukan pula dilakukan oleh anak Giok, apabila saudara Mo masih penasaran, silakan saja cari pelaku yang sebenarnya, kenapa kau hendak melampiaskan gusarmu kepada orang yang tidak bersangkutan?"

Habis bicara dia kebutkan lengan bajunya. lalu dengan wajah tak senang hati dia berduduk kembali.

Pak-to-jit-sat adalah jago-jago ahli senjata rahasia, tapi sekarang bukan saja cawan arak di tangan Mo Seng disambit orang sampai hancur, ternyata di antara saudara-saudara keluarga Mo tak seorangpun yang tahu asal mula datangnya senjata rahasia itu, tentu saja peristiwa ini sangat mengurangi pamor mereka di mata orang banyak.

Untuk sesaat air muka Jit-sat Mo Seng berubah dari pucat menjadi merah, dari merah menjadi pucat kembali, karena malu dia jadi marah, segera bentaknya dengan lantang "Perbuatan siapa?,"

Pemimpin Pak-to-jit-sat, Mo Lam, yang selama ini hanya membungkam saja lantaran peristiwa itu menyangkut orang banyak, tapi setelah urusan jadi terang dan terbukti bahwa kejadian itu tiada hubungannya dengan Hui Giok maka iapun bangkit sambil membentak "Sobat, kalau kau berniat mencari perkara pada kami, kenapa main sembunyi seperti cucu kura-kura? Huuh, terhitung Enghiong (pahlawan) macam apakah kau?"

Meski kedua orang bersaudara ini membentak dengan marah, tapi lantaran mereka tak tahu senjata rahasia itu berasal dari mana tentu saja merekapun tak tahu musuhnya bersembunyi di mana, maka dengan sorot mata yang tajam mereka mulai melakukan pemeriksaan ke sekeliling ruangan. Sayang ruangan itu penuh berjejal dengan kepala manusia apapun tidak terlihat oleh mereka kecuali kepala hitam yang memenuhi ruangan.

Sin-jiu Cian Hui sendiri berdiri sambil berpeluk tangan dengan wajah serius, matanya yang tajam mengawasi jendela di ruang sebelah kanan, laki-laki yang menemukan jenazah Hoa Giok dan menerima pahala tadi kini sudah kembali ke dalam ruangan.



Sekarang ia pun berjalan keluar sana Sin-jiu Cian Hui tersenyum, rupanya ia merasa bangga karena mempunyai seorang anak buah yang bermata tajam dan cekatan.

Dilihatnya anak buahnya itu berjalan menuju ke pintu ruangan mendadak dan luar jendela r ang sebelah kanan berkumandang suara tertawa dingin yang seram, meski lirih suaranya tapi nyaring kedengarannya.

Semua jago kaget, mereka merasa orang yang tertawa itu seakan-akan berada di sampingnya.

Belum habis gelak tertawa itu jendela di ruang sebelah kanan tiba-tiba terbuka sendiri meski tidak terembus angin.

Mo Seng yang bermuka pucat segera membentak nyaring, tangannya diayun ke depan, tujuh titik sinar berkilau secepat kilat menyambar kesana, jarum Pak-to-jit-seng-ciam andalan Pak-to jit sat itu terisi di dalam sebuah tabung baja yang berpegas kuat, demikian bagus pembuatan tabung itu sehingga setiap tabung berisi tujuh jarum dan satu tabung bisa digunakan sebanyak tiga kali hingga jumlah jarum adalah tiga kali tujuh atau dua puluh satu batang.

Tiap anggota keluarga Mo masing-masing memakai dua buah tabung senjata rahasia yang dapat dilepaskan dari tangan kiri kanan secara berbarengan maka dalam sekejap mata mereka bisa melepaskan 42 jarum berbisa.

Keistimewaan lain yang mereka miliki kecuali bisa menyerang serentak dalam waktu singkat, jarak sasaran yang bisa ditempuh mencapai lima tombak lebih, maka bila orang persilatan membicarakan soal keganasan serta kebolehan tentang senjata rahasia, meski Pak to-jit seng-ciam belum menempati urutan pertama, tapi selisihnya juga tak terlalu jauh.

Demikianlah, ke tujuh titik sinar itu dengan kecepatan yang luar biasa terus meluncur ke depan tapi sayang ruangan tersebut terlampau luas tatkala ketujuh titik sinar itu mencapai jendela ruangan sebelah kanan daya luncurnya sudah jauh berkurang, otomatis daya serangannya juga melemah.

Suara tertawa dingin kembali berkumandang dan luar jendela, segulung angin tajam menerobos masuk lewat jendela dan membentur ke tujuh titik cahaya itu, tanpa ampun titik2 cahaya itu segera menyebar ke empat penjuru.

Keruan orang2 yang duduk di sekitar jendela itulah yang menjadi repot, mereka lari tanggung langgang untuk menyelamatkan diri, siapapun kuatir senjata rahasia tersebut bersarang di tubuh mereka.

Begitu senjata rahasia buyar diiringi suara tertawa dingin tertampaklah dua sosok bayangan berwarna abu-abu menerobos masuk lewat jendela, di antara deru ujung baju yang tersampuk angin, dua sosok bayangan itu meluncur ke depan, ketika daya luncur itu sudah lemah, tiba-tiba kedua orang itu saling menjulurkan tangan "Plok" dua tangan beradu, karena daya pantulan akibat benturan tersebut, kembali mereka meluncur ke depan dan melayang turun dengan enteng di kiri kanan meja utama, bukan saja gerakannya manis, bahkan tidak menimbulkan sedikit suarapun, betul2 suatu demonstrasi ilmu meringankan tubuh yang sempurna.

Dengan kaget kawanan jago persilatan saling berpandangan, mereka mempunyai pikiran yang sama "Siapakah kedua orang ini? Hebat benar ilmu meringankan tubuh mereka!"

Baru saja senjata rahasia tadi dilepaskan Mo-si hengte, bayangan orang lantas menerobos masuk ke dalam ruangan, dalam keadaan begini, meskipun kedua bersaudara Mo itu sombong dan tinggi hati, toh merasa kaget juga oleh kelihayan musuh dengan tatapan tajam segera diamatinya kedua orang itu.

Di sebelah kanan meja berdirilah seorang laki-2 yang tinggi sekali dengan tubuh yang kurus kering tinggal kulit membungkus tulang, sanggulnya amat tinggi mukanya kaku seperti mayat. jubah abu-abunya sangat longgar, tampang serta potongan badannya tidak jauh berbeda seperti mayat dari kuburan, Mo-si-hengte terkejut cepat mereka berpaling ke arah lain lagi, di sebelah kiri meja berdiri juga seorang laki-laki kurus kering yang jangkung, bersanggul tinggi dan bermata tajam orang ini persis seperti orang yang berada di sebelah kanan, kalau tidak mau dikatakan seperti pinang di belah dua.

Baru saja kedua orang itu menerobos masuk lewat jendela, dengan kening berkerut Sin-jiu Cian Hui segera bertenak, "O, kiranya Leng-mo-siang-hiap."

Tham Bun-ki juga berseru nyaring, cepat dia melompat ke depan dan menghampiri Leng Ko-bok yang berada di sisi kanan, sekarang ke empat bersaudara dan keluarga Mo baru kaget, mereka baru tahu siapakah musuh yang sedang di hadapi. serentak mereka bangun berdiri.

Wajah Leng-kok-siang-bok yang selalu dingin kaku seperti mayat itu segera tersungging senyuman manis ketika melihat Tham Bun ki.

"Leng toasiok, ke mana saja kalian pergi selama dua hari ini?" tegur nona itu dengan manja.

Senyuman yang semula menghiasi wajah Ko bok dan Han-tiok tiba-tiba lenyap, senyuman mereka cepat datangnya cepat pula perginya, air muka mereka berdua berubah dingin dan kaku, dengan tatapan seram mereka pandang sekejap ke arah Mo-si-hengte.

Waktu itu menjelang tengah hari, sinar sang surya sedang memancar dengan hangatnya, tapi oleh tatapan yang seram ini Mo-si-hengte merasa seakan-akan tersapu oleh angin dingin yang membekukan tubuh, tanpa terasa mereka sama menggigil

Sin-jui Cian Hui menyengir, ucapnya, "Leng si-siang-hiap jarang kalian berkunjung ke Kang-lam, hari ini entah angin apakah yang telah berhembus sehingga membawa kalian tiba ke tempat ini? Hehe, kehadiran kalian sungguh membuat aku Cian Hui bergirang hati."

Meski dia dengan Pak to ji-sat adalah teman baik, tapi ia pun tak ingin menanam bibit permusuhan dengan musuh tangguh macam Leng-kok siang-bok, karena itulah buru-buru dia mengucapkan kata-kata itu agar diketahui apapun maksud tujuan kedatangan kalian berdua, asal tiada sangkut-pautnya dengan aku orang she Cian, maka aku Cian Hui tetap akan menyambut kehadiran kalian dengan senang hati.

Mendadak Leng-si-hengte sama mendelik, Leng ko-bok lantas mendengus, Jit sing-tok-ciam, kena darah tutup napas, beginikah cara orang-orang Long-bong-san ceng menyambut tamunya" - Berkata sampai di sini dengan matanya yang tajam ia menatap Mo Seng lekat-lekat.

Jit-sat Mo Leng balas tertawa dingin, dia mengangkat sumpit retak di hadapannya, lalu menjepit mutiara besi berwarna hitam yang diletakkan oleh Tham Beng di atas meja itu, kemudian serunya dengan ketus, "Kami Pak-to-jit-sat ibaratnya air sumur yang tak pernah mengganggu air sungai dengan kalian Leng-kok siang-bok, lalu bagaimana penjelasan kalian dengan perbuatan kalian ini? Aku lah yang ingin minta keadilan kepada kalian berdua!"

"lngin minta keadilan... hmm" dengan sinar mata setajam sembilu Leng Han-tiok mengawasi Mo Seng, tiba2 dia berhenti berbicara.



Mo Seng tambah kalap dia berpikir di dalam hati "Hm, aku memang sudah dengar akan kebolehan kalian Leng-kok-siang-bok, padahal selamanya kami tak pernah terikat perselisihan apa? dengan kalian tapi kalian tak mau memberi muka kepadaku huh, memangnya kau kira kami Pak to-jit-sat benar2 jeri kepada kalian?" Berpikir begini, tiba-tiba ia tersenyum, katanya "Kalian adalah kaum cianpwe, apalagi akupun tidak merasa dirugikan..."

Ucapannya halus disertai senyuman, sikapnya semacam ini mengejutkan hati kawanan jago. "Rupanya Jit sat Mo Seng adalah jagoan gadungan, seorang yang takut menghadapi kekerasan, lagaknya saja tadi garang seperti harimau, tapi sekarang lebih jinak daripada seekor domba!"

Dalam pada itu Mo Lam telah menyambung "sebenarnya kami..."

Berkata sampai di sini, tiba-tiba telapak tangannya diayun ke muka, berpuluh titik cahaya secepat kilat memancar ke kiri dan kanan, tujuh titik sinar menyerang Ko-bok dan tujuh titik yang lain menyerang Han-tiok.

Sebagai mana diketahui, jarum Pak-to jit seng-ciam dari Pak-to-jit-sat sudah termasyhur karena kelihayannya, pula menyerang dari jarak sedekat itu kontan saja semua jago menjerit kaget, mereka mengira Leng si-hengte pasti tak akan terhindar dan sergapan maut itu kendatipun ilmu silat mereka sangat lihay.

Tapi apa yang kemudian terjadi? Ketika belasan titik sinar tajam itu hampir mengenai tubuh Leng-si hengte, ternyata kedua orang itu tetap berdiri tegak, sama sekali tidak menghindar, ini membuat Tham Bun-ki yang berdiri di samping Ko-bok menjerit kaget.

Baik Ko-bok maupun Han-tiok sedikitpun tidak nampak gugup, ketika serangan telah tiba, mendadak jubah abu-abu mereka yang longgar itu menggelembung besar, seakan-akan ditiup orang secara tiba-tiba, hingga bentuknya mirip sebuah layar yang menggelembung, "Buk! Buk! Buk!" meski keempat belas titik cahaya tajam itu menghajar telak di atas tubuh mereka ternyata tiada satu pun yang melukai mereka.

Diam2 Hui Giok kaget, dia tahu hal ini disebabkan karena kedua orang aneh itu mempunyai tenaga Ji-khek-hian-kang yang melindungi tubuh mereka.

Sementara itu kawanan jago lainnya juga sangat kaget meskipun semua orang tahu bahwa kungfu Leng-kok siang-bok sangat tinggi, namun tak pernah mereka sangka hawa murni yang mereka miliki sudah berhasil mencapai puncak kesempurnaan.

Liong-heng pat-ciang Tham Beng juga terkesiap, sementara Mo-si-hengte berdiri dengan wajah kelam, sebab kejadian ini memang cukup menggetarkan hati mereka.

Ketika serangan sudah lewat ko-bok dan Han-tiok menarik kembali hawa murninya dengan menghempasnya jubah yang melembung itu, dengan diiringi suara dentingan nyaring keempat belas batang jarum tadi sama rontok ke tanah.

Kaget bercampur ngeri ke empat Mo bersaudara, mereka saling pandang sekejap, lalu berdiri berjajar, semua perhatian dan tenaga disiap-siagakan, tampaknya mereka sadar ancaman berikutnya segera akan datang.

Tak lama lagi suatu pertarungan sengit pasti akan terjadi demikian semua orang sama membatin. Para tamu yang tempat duduknya berdekatan dengan tempat kejadian itu, diam-diam pada berdiri dan menyingkir jauh-jauh, mereka kuatir ikut tertimpa kemalangan.

Ternyata Ko-bok dan Han-tiok tidak berbuat demikian, mereka bukan saja tidak menghampiri musuhnya, sebaliknya memandang sekejap pun tidak orang yang kaku dan menyeramkan itu telah menghampiri Hui Giok, bahkan berkata dengan dingin: "Tahukah kau untuk apa kami berdua datang kemari?"

Hui Giok melengak, "Silahkan cianpwe menjelaskan!"

Leng Ko-bok tertawa dingin, "Hehe, kedatangan kami ini adalah ingin minta petunjuk kelihayan ilmu silatmu!"

Semua orang terkesiap, semua orang saling pandang dengan bingung, jangan-jangan kedua orang ini mengidap sesuatu penyakit. Mo-si-hengte yang menyerang mereka tapi mereda malahan mencari perkara kepada Hui Giok. Bukankah kejadian ini sangat aneh?

Mo-si-hengte juga melenggong bingung, Bun ki hanya tertegun dan segera berseru, "He, Toa-siok Ji-siok mau apa kalian? Dia kan tak ada permusuhan apapun dengan kalian ?"

"Darimana kau tahu dia tak ada permusuhan dengan kami?" tiba-tiba Leng Ko bok berpaling.

Sekali lagi Bun-ki tertegun, sambil mengerling ia menunduk jengah "Apakah engkau masih memikirkan kejadian pada malam itu? Padahal aku tidak sungguh-sungguh menyalahkan dia."

"Hm, urusan ini tak ada sangkut pautnya dengan kau. Ayo menyingkir agak jauh" jengek Leng Han-tiok.

"Gurunya bermusuhan dengan kami." Leng Ko-bok menerangkan "karena gurunya tidak kami temukan, maka kami mencari balas terhadap muridnya. Hm, setelah muridnya digebuk masa gurunya tak akan muncul?"

"Mana dia punya guru? Bagaimana pula gurunya bermusuhan dengan kalian?" tanya Bun-ki dengan gelisah.

"Hm. darimana kau tahu dia tak punya guru?" Leng Han-tiok menatapnya dengan tajam-tajam

Sambil tertawa Leng Ko-hok berkata pula, "Kalau dia tak punya guru, siapa yang punya guru, Kalau gurunya tidak menyalahi kami, Siapa pula yang menyalahi kami Hm orang she Hui... Kau merasa punya Suhu tidak? Suhumu pernah menyalahi kami atau tidak? Coba terangkan kepada budak bodoh ini!"

Dengan perasaan kuatir Bun-ki berpaling ke arah Hui Giok dan menatapnya dengan cemas, dia berharap pemuda itu menggeleng kepala untuk menyangkal tapi anak muda itu malah mengaku dengan menghela napas panjang.

"Ya, aku memang punya guru."" dia berkata dan guruku benar-benar telah menyalahi kedua cianpwe ini, tapi..."

"Nah. betul tidak?" tukas Han-tiok sambil mendengus.

Ko bok lantas menyambung, "Biia gurumu memang betul-betul telah menyalahi kami jika kami membuat perhitungan dengan muridnya, coba para hadirin bicara dengan adil tindakan kami tepat atau tidak?"

Perlu diterangkan di sini, menurut adat dunia persilatan yang sudah berlaku semenjak ratusan tahun, bila ada seseorang yang menuntut balas, bukan saja dia boleh membikin perhitungan dengan muridnya, sekalipun seorang yang jauh hubungannya juga akan tersangkut.

Maka untuk sesaat Tham Bun-ki hanya berdiri melenggong dengan cemas, dia tak tahu apa yang mesti dilakukan dalam keadaan seperti ini dia tahu kungfu Hui Giok jelas bukan tandingan Leng-kok-siang bok, namun ia pun tak dapat membantu Hui Giok untuk memusuhi kedua bersaudara Leng itu, maka ia lantas mengerling ke arah Cian Hui sambil berpikir "Hui Giok adalah Bengcu toako kalian, masa kalian akan berpeluk tangan tanpa mencampuri urusan ini?"

Siapa tahu Sin-jiu Cian Hui tetap menggoyangkan kipasnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun Leng Han-tiok lantas berkata pula dengan dingin, "Orang she Hui mengingat usiamu masih muda, bagaimana pun kami tetap mengalah beberapa bagian kepadamu, di mana dan cara bagaimana akan bertarung, terserah pada pilihanmu sendiri."



"Toa-siok, Jisiok" Bun-ki tak tahan dan segera berteriak, "jika kalian mengetahui usianya masih muda dibandingkan kalian, dia juga lebih muda satu tingkat kenapa..."

Bila orang she Hui ini mau mewakili gurunya untuk berlutut dan minta maaf kepada kami, tentu kami tak akan menyusahkan dia lagi." kata Leng Ko-bok, "anak Ki, kecuali ini rasanya tak ada cara lain yang lebih baik lagi, biar kau banyak bicara pun tak ada gunanya."

Baru habis kata-katanya, tiba-tiba Jit-giau-tongcu Go Beng si menengadah dan terbahak-bahak. "Eh apa yang kau tertawakan?" tegur Leng Ko-bok dengan menarik muka.

"Hahaha, aku tertawa geli, sebab sudah lama kudengar orang bilang bahwa Leng-kok-siang-bok selain berilmu tinggi juga sangat cerdik, sungguh tak nyana perbuatannya ternyata begitu bodoh."

"Kami bodoh bagaimana coba terangkan?" Leng Han-tiok menanggapi dengan mendongkol.

Go Beng-si terbahak-bahak pula, sambil menunjuk ke arah Liong-heng-pat-ciang Tham Beng dia berkata, "Tahukah kau, siapa orang itu? Dia adalah pemilik Hui-hong piaukiok Liong-heng-pat-ciang Tham Beng, Tham tayhiap seorang jago ternama dan dikenal setiap umat persilatan baik yang berada di tujuh propinsi selatan maupun enam propinsi di utara sungai besar. Tham-tayhiap mempunyai hubungan persaudaraan yang akrab sekali dengan saudara Hui ini turun temurun, jadi hubungan mereka sangat erat...."

Ia berhenti sebentar, kemudian sambil menuding Sin-jiu Cian Hui katanya lagi, "Kau tahu siapa dia? Inilah tokoh ternama dunia persilatan Kanglam khususnya, Sin-jiu Cian Hui, Cian-tayhiap, pemilik perkampungan Leng hong-sam-ceng."

Lalu dia menuding ke arah Na Hui-heng, "Dan kau tahu siapakah dia? Tujuh macam senjata rahasianya sudah termashur di dunia, Jit-giau-tui-hun Na Hui hong, Na tayhiap."

Kemudian ia menuding pula Siang It-ti: "Pernah kau dengar si Ayam Emas dan Kanglam yang sekali berkokok (It-ti) lantas menggetarkan seluruh dunia? Berkokok dua kali mengguncangkan bumi, Nah ,inilah Kim-keh Siang It-ti, Siang-tayhiap"

Lalu ia menuding sekitar ruangan dan pelahan menuding ke arah Hui Giok, katanya lebih lanjut:

"Cian-cengcu, Na-pangcu, dan Siang-tayhiap telah angkat sumpah sehidup semati dengan saudara Hui, hahaha, tahukah kau bahwa hubungan mereka luar biasa sekang-- Mendadak ia berhenti tertawa dan berkata dengan kereng, "Sebelum kau datang kemari untuk bikin perhitungan, apakah tidak kau selidiki keadaan di sii? Memangnya kau anggap jago2 gagah yang bernama besar di dunia persilatan ini akan mengizinkan kau mencelakai Hui-taysianseng? Hehehe... Leng-kok siang-bok memang berilmu tinggi, tapi ... hmm, betapa lihaynya kalian juga tidak lebih lihay daripada mereka!"

Kedua Leng bersaudara itu agak tergetar juga hatinya, air muka mereka berubah kedua orang itu saling pandang sekejap.

Bun-ki merasa lega melihat keraguan kedua orang aneh itu, tapi belum habis rasa leganya, Hui Giok telah busungkan dada dan berkata dengan lantang, Ayah yang utang, anak yang bayar kakak yang utang adik yang bayar. Hubungan antara guru dan murid seperti juga hubungan antara orang tua dengan anak, maka bila guru yang utang adalah sewajarnya muridnya yang membayarkan. Kalau benar guruku telah berbuat salah kepada Cianpwe berdua sekalipun aku tak becus, biarlah aku yang memberikan pertanggungan-jawabnya. Cianpwe tak perlu kuatir, aku tak akan minta bantuan orang lain dalam persoalan ini."

"Kau... kau... " Bun-ki berseru dengan gugup, Hanya kata-kata itu saja yang bisa diucapkan meski tidak diteruskan kata-katanya, tapi siapapun tahu apa yang hendak diucapkannya.

Hui Giok menghela napas panjang, "Bun-ki, aku tahu maksudmu sekalipun tidak kau terangkan..." katanya dengan lugu, "Saudara Go, akupun berterima kasih atas kebaikanmu selama hidup aku, selalu hidup sengsara dan kesepian, sampai kemarin dulu, berkat kebaikan Suhu dapatlah kubelajar ilmu, sekalipun sekarang aku harus mati, tak nanti kulakukan sesuatu yang memalukan Suhu sepanjang hidup aku selalu lemah, bukan saja tak dapat berbakti kepada orang tua, akupun tak dapat berbakti bagi muat manusia!"

Ketika mengucapkan kata-kata terakhir itu suaranya berubah menjadi sangat lirih seperti bergumam sendiri, sesaat kemudian dia melanjutkan dengan lantang, "Tempat ini adalah ruangan perjamuan, tidak pantas kalau kita cucurkan darah di sini, kalau kalian berdua ingin berkelahi akan kulayani di luar saja."

Biasanya dia selalu bersikap baik kepada orang lain, membalas kejahatan dengan kebaikan, bila orang lain berbaik hati padanya, ia merasa berterima kasih, kalau orang lain menganiaya dia ia pun tak pernah dendam.

Tapi lantaran kebaikan hatinya ini, orang lain justeru menganggap sebagai kelemahan pemuda itu.

Baru sekarang setelah mengalami beberapa kejadian yang sama sekali tiada sangkut-paut dengan dirinya. dia memperlihatkan sikap yang lunak di luar dan keras di dalam, sikap tegas seakan-akan kepala boleh putus, darah boleh mengalir tapi pantang menyerah dengan begitu saja.

Bun-ki termangu-mangu, hati terasa pedih tapi juga bangga dan terharu Demikian pula dengan Go Beng-si, saking terharunya sampai tak dapat mengucapkan sepatah katapun.

Sin-jiu Cian Hui pun merasa kaget dan tercengang kawanan jago lainnya juga merasa kaget, sampai Liong-heng pat-ciang yang keren juga seperti tersenyum.

Ko-bok dan Han-tiok saling pandang sekejap kemudian berkata dengan dingin "Bagus... bagus sekali. mari kita bertarung di luar."

Tanpa membuang waktu lagi mereka terus putar badan dan melangkah ke luar melalui samping ke empat Mo bersaudara.

Hui Giok lantas berseru dengan lantang, "Kepergianku ini, baik mati atau hidup adalah urusan pribadiku sendiri bila ada orang membantu, maka..."

Belum habis berkata, tiba2 terdengar Jit-sat Mo Seng menjerit, tubuhnya yang kurus itu mengikuti jeritanya terus mencelat ke atas dan menumbuk atap rumah, lalu jatuh ke bawah. "brak" persis menimpa di atas meja perjamuan.

Seketika cawan dan mangkuk pun pecah berantakan jeritan kaget berkumandang di sana-sini, menyusul kemudian meja bundar itupun ambruk, tubuh Jit-sat Mo Seng di atas meja sudah kaku dan tak bergerak lagi.

Perubahan kejadian ini sangat tiba2 dan membuat kawanan jago menjadi kaget.

Dalam waktu singkat bayangan orang berpencaran, semua orang berusaha menyelamatkan diri suasana rada panik.

"Jit-te, kenapa kau?" teriak Pak to-jit-sat lainnya dengan kaget, suasana lalu tenang kembali.

Ketiga Mo bersaudara berbareng memburu maju Sin jiu Cian Hui, Jit giau tui hun Na Hui hong, Kim keh Siang It ti, Jit giau tongcu Gu Beng-si serta Tonghong-ngo-hengte dan Hui lem po, Leng hong-pat ciang Tham Beng dan puterinya, serentak juga merubung maju.

Leng kok siang bok berdiri telah menghentikan langkahnya dan memutar badan, lalu berdiri berjajar di depan pintu.

"Inilah yang dinamakan keadilan!" ucap mereka sepatah demi sepatah.

Dari sekian banyak jago yang hadir, sembilan puluh persen tak sempat melihat jelas dengan cara apakah Jit-sat Mo Seng dikerjai orang, setelah mendengar ucapan tersebut mereka baru mengerti: "O, rupanya hasil perbuatan Leng-kok-siang-bok!" Di depan mata sekian banyak orang ternyata Leng-kok-siang-bok sanggup membinasakan seorang jago lihay tanpa dilihat orang lain, sungguh luar biasa.

Kawanan jago itu kaget bercampur ngeri, beratus pasang mata pun sama-sama terpusat ke wajah Hui Giok, meskipun ada yang menguatirkan nasibnya, ada pula yang ingin tahu apakah pemuda itu tidak menjadi ngeri oleh peristiwa tadi.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar