Benar juga, pikirnya, dia harus bertanggung jawab. Apalagi, jelas rombongan Thian-liong-pang itu tidak akan membiarkan ia lolos begitu saja. Daripada menghadapi mereka di atas air sungai yang pernah membuat ia hampir tewas dahulu, lebih baik sekarang menghadapi mereka di darat. Turun tangan di waktu siang hanya akan menimbulkan geger di dalam dusun ini, maka lebih baik malam nanti turun tangan menghajar mereka dan mengusir mereka dari dalam dusun. Dengan pikiran ini, legalah hati Kwi Lan dan setelah makan kenyang, ia pun tidur di atas perahu dengan nyenyaknya.
Malam itu terang bulan. Tiada awan mengotori udara sehingga sinar bulan sepenuhnya menerangi bumi. Bagaikan seekor burung hantu, tubuh Kwi Lan berkelebat diantara sinar bulan. Dengan pedang terhunus di tangannya, gadis perkasa ini meloncat ke atas genteng kuil Ban-hok-tong, mendekam di atas wuwungan dan mengintai ke bawah. Sunyi sepi di kelenteng itu. Hemm, pikirnya geram, tentu mereka siap sedia menyambutku, dan sudah siap memasang jebakan. Akan tetapi ia tidak menjadi gentar. Dengan gerakan yang lincah sekali ia lalu berlari di atas genteng, sengaja memberatkan tubuhnya sehingga menimbulkan bunyi pada genteng, agar musuh muncul menyerangnya. Namun tidak terjadi apa-apa dan Kwi Lan terus berlari menuju ke belakang. Dari atas genteng di belakang bangunan, ia dapat melihat halaman belakang yang luas dan terkejutlah ia ketika melihat beberapa orang hwesio sudah menjadi mayat berserakan di halaman itu. Seorang laki-laki yang mengempit tongkat membungkuk dan agaknya memeriksa mayat-mayat itu seorang demi seorang.
Kwi Lan menjadi heran sekali, tidak mau sembarangan turun tangan. Siapakah laki-laki itu dan mengapa pula hwesio-hwesio itu tewas? Ke mana perginya orang-orang Thian-liong-pang? Tentu laki-laki itu yang membunuh para hwesio, dan siapa lagi orang itu kalau bukan seorang di antara anggauta dari Thian-liong-pang? Kwi Lan mengeluarkan jarumnya dan sekali tangannya bergerak, sinar hijau menyambar ke arah leher orang yang sedang memeriksa mayat-mayat itu.
Akan tetapi Kwi Lan terkejut melihat orang itu tanpa menoleh mengibaskan tangannya sehingga jarum-jarum itu runtuh oleh lengan bajunya yang lebar, kemudian lebih kaget lagi Kwi Lan ketika mendengar orang itu berkata,
Kwi Lan Siauw-moi, kau turunlah. Jarum-jarummu sudah terlalu banyak membunuh orang tak berdosa!!
Kwi Lan mengenal suara ini dan ketika orang itu kini berdiri sambil membalikkan tubuh ia mengenal wajah yang tampan itu.
Yu Siang Ki..!! Cepat ia melayang turun sambil membawa pedangnya. Pemuda itu memang Yu Siang Ki yang mengempit tongkatnya. Caping bututnya tergantung di belakang punggung.
Kalau Kwi Lan berseri wajahnya karena pertemuan yang tak terduga-duga ini, sebaliknya Yu Siang Ki memandang dengan wajah keruh dan sepasang matanya memandang penuh teguran.
Kenapa mereka..?!
Kwi Lan, betapa pun kagum hatiku terhadapmu, namun sungguh aku kecewa dan menyesal melihat sepak terjangmu yang terlalu ganas. Kau terlalu mudah membunuh orang sehingga kadang-kadang kau tidak segan-segan membunuh orang-orang tak berdosa seperti mereka ini. Kwi Lan, aku tidak percaya kau memiliki dasar yang ganas dan..!
Ihhhh, apa-apaan ini tiada hujan tiada angin suaramu menyambar-nyambar laksana kilat bergeluduk? Siang Ki, apa maksudmu memberi kuliah kepadaku?!
Kwi Lan memotong dengan marah. Sepasang matanya kini menyambar seperti api, penuh selidik ke arah wajah yang tampan itu.
Akan tetapi Siang Ki tidak mundur. Wajahnya tetap muram dan suaranya tetap kering. Kwi Lan, kalau kau membasmi dan membunuhi orang-orang jahat, aku masih dapat mengerti. Akan tetapi hwesio-hwesio ini, bukankah mereka itu orang-orang yang menjalani hidup suci, sama sekali tidak jahat dan tidak berdosa? Mengapa kau membunuh mereka ini secara keji? Apa sebabnya kau membunuh empat orang hwesio pengurus kuil Ban-hok-tong ini? Sungguh aku tidak mengerti..!!
Apa kaubilang?! Kwi Lan kembali memotong. Kalau kau tidak mengerti, aku lebih tidak mengerti lagi akan sikapmu yang aneh ini. Gilakah engkau, Siang Ki? Kau menuduh yang bukan-bukan. Aku tidak membunuh hwesio-hwesio itu! Kalau aku membunuh mereka, perlu apa aku takut mengaku padamu?!
Siang Ki terheran, kini dialah yang menatap wajah gadis itu yang cantik jelita tersinar cahaya bulan, penuh selidik. Ah, mengapa kau menyangkal? Mereka itu kaubunuh..!!
Siang Ki! Tak usah banyak cerewet. Kalau kau memang ingin memusuhiku, jangan kira aku takut. Tak perlu menggunakan alasan yang bukan-bukan, tuduhan dan fitnah yang bukan-bukan. Kalau memang kau hendak menantang, hayo, aku sudah siap!! Setelah berkata demikian, gadis ini meloncat mundur, pedangnya siap di depan dada dan ia sudah memasang kuda-kuda, matanya mencorong seperti mata harimau.
Akan tetapi Siang Ki tidak melayaninya, bahkan pemuda ini kelihatan melongo, terheran dan ragu-ragu. Kwi Lan, aku sama sekali tidak menuduh yang bukan-bukan. Ada buktinya. Aku mengenal jarum-jarum hijaumu yang lihai, yang kaupergunakan untuk menyerangku tadi. Kaulihat, empat orang hwesio itu semua tewas karena jarum-jarum hijaumu. Lihat baik-baik leher mereka!!
Kagetlah Kwi Lan. Kemarahannya lenyap seketika, terganti keheranan yang amat sangat. Ia lalu meloncat, mendekati empat mayat itu dan berjongkok, memeriksa. Alangkah heran dan kagetnya ketika melihat betapa leher empat mayat itu benar-benar menunjukkan tanda-tanda keracunan, yang hanya dapat ditimbulkan oleh jarum-jarum hijaunya! Hati gadis ini menjadi penasaran. Ia menggunakan ujung pedangnya, menusuk dan mengorek keluar sebatang jarum dari leher mayat.
Aiihhh.. aneh sekali..!! Ia berseru ketika melihat jarum hijau di ujung pedangnya. Jarum itu serupa benar dengan jarumnya dan warna hijau itu tak salah lagi adalah racun bunga hijau yang ia pergunakan untuk meracun jarum-jarumnya. Inilah jarumnya, tak salahlagi. Ia bangkit berdiri, wajahnya berubah. Melihat wajah gadis ini, Siang Ki mulai percaya.
Kwi Lan, agaknya ada orang yang mencuri jarum-jarummu dan mempergunakannya untuk membunuh hwesio-hwesio ini.! katanya sambil maju mendekat.
Kwi Lan menggeleng kepala dan mengingat-ingat. Tak mungkin.! katanya kemudian penuh keyakinan. Jarum-jarumku tidak pernah terpisah dari badan, selalu berada di saku dalam bajuku. Siapa dapat mencurinya?!
Akan tetapi buktinya, hwesio-hwesio ini tewas karena jarum-jarum hijau..!
Benar, tak dapat disangkal lagi. Pantas saja kau menuduh aku..!
Maafkan aku, Kwi Lan. Aku kebetulan lewat di sini, curiga terhadap rombongan orang-orang Thian-liong-pang, mengikuti secara diam-diam. Aku tahu akan perbuatanmu menghajar orang-orang Thian-liong-pang di sungai Siang tadi, akan tetapi karena aku sedang menyelidiki mereka, aku menyembunyikan diri. Malam ini aku datang menyelidik, melihat hwesio-hwesio ini sudah tewas dan orang-orang Thian-liong-pang tidak kelihatan seorang pun di sini.!
Hemm, tentu ada hubungannya antara mereka dengan kematian para hwesio ini.!
Yu Siang Ki mengerutkan keningnya yang tebal, Aku meragukan hal ini, Kwi Lan. Kalau mereka yang membunuh hwesio-hwesio ini, mengapa menggunakan jarum-jarummu atau lebih tepat lagi.. jarum-jarum yang serupa dengan jarum-jarummu? Mari kita kejar mereka!!
Kwi Lan mengangkat mukanya dan sepenuhnya muka itu kini tertimpa sinar bulan. Alangkah cantik jelita muka ini. Siang Ki meramkan mata dan menarik napas panjang sambil menekan isi dada yang bergerak-gerak.
Mengapa?!
Mereka sudah membunuh hwesio-hwesio tak berdosa!! kata Siang Ki sewajarnya. Bukankah wajar seorang pendekar menjadi marah melihat pembunuhan atas orang-orang tak berdosa?
Hemm, bukan urusanku. Aku tidak mengenal hwesio-hwesio ini.! jawab Kwi Lan seenaknya.
Kerut di kening Siang Ki makin mendalam. Ia kagum akan kecantikan dan kelihatan gadis ini, namun kecewa melihat sikap dan wataknya. Akan tetapi mereka telah menggunakan senjata rahasia seperti milikmu, itu berarti mencemarkan nama baikmu. Siapa tahu mereka sengaja memalsukan senjatamu.!
Hemm, justeru karena itu aku tidak mau mengejar. Mereka tentu melakukan hal ini menurut rencana dan tentu mereka akan datang mencari aku kalau tiba saatnya. Aku mau menanti di perahu dan kalau sampai besok mereka tidak datang aku akan melanjutkan perjalananku.!
Ke mana?!
Ke utara.!
Wajah Yu Siang Ki berseri. Aihh, mengapa begini kebetulan? Aku pun hendak ke utara.!
Hemmm? Benarkah?! Kwi Lan kurang percaya, menyangka bahwa pemuda ini mencari-cari alasan untuk melakukan perjalanan bersamanya.
Mengapa tidak? Aku hendak mencari Suling Emas.!
Berdebar jantung Kwi Lan mendengar ini. Kenapa mencari ke utara?!
Menurut laporan anak buahku, Locianpwe itu menuju ke utara. Ada kepentingan besar sekali yang memaksa aku mencarinya ke utara.!
Kwi Lan melamun. Suling Emas ke utara? Hendak bertemu ibu kandungnya, Ratu Khitan?
Kalau kau tidak keberatan, kita dapat melakukan perjalanan bersama.!
Kwi Lan tersenyum. Mengapa keberatan? Asal kau tidak lagi menuduh aku dengan fitnah yang bukan-bukan seperti tadi.!
Maafkan aku sekali lagi, Siauw-moi.! Yu Siang Ki menjura dan Kwi Lan tertawa geli.
Mari ke perahuku. Kuharap saja mereka akan muncul agar enak kita berdua mengganyang mereka di perahu!!
Namun Yu Siang Ki tidak segembira Kwi Lan. Hatinya tetap merasa gelisah dengan munculnya hal yang merupakan teka-teki ini. Siapa pembunuh hwesio-hwesio itu? Andaikata orang-orang Thian-liong-pang, apakah maksudnya? Namun ia tidak sempat bicara lagi karena Kwi Lan sudah berkelebat dan meloncat jauh dari tempat itu. Cepat ia mengejar dan sebentar saja mereka sudah berada di perahu cat merah yang disewa Kwi Lan.
Aku mau tidur.! kata Kwi Lan dan terus saja ia tidur telentang di atas papan perahu berbantal bungkusan pakaiannya. Sejenak Siang Ki tertegun memandang tubuh yang melintang di depannya, kagum bukan hanya oleh keindahan bentuk tubuh, juga oleh sikap yang demikian polos dan wajar. Ah, ada remaja yang jujur dan bersih, tidak berpura-pura, liar seperti bunga mawar hutan, pikirnya terharu.
Aku duduk menjaga di luar.! katanya dengan suara tergetar sambil duduk di atas papan melintang di kepala perahu, memandangi bulan purnama yang bermain-main di dalam air sungai.
Sinar bulan dan keadaan yang sunyi itu membuat Siang Ki melamun. Pelabuhan sungai itu sunyi sekali karena setelah peristiwa yang terjadi siang tadi, semua nelayan merasa takut dan menghentikan kegiatan pekerjaan malam. Mereka menduga bahwa tentu akan terjadi sesuatu yang hebat antara nona perkasa itu dengan para penjahat yang bermalam di Kuil Ban-hok-tong.
Siang. Ki berkali-kali menarik napas panjang. Ia terpaksa meninggalkan Kang-hu karena peristiwa yang amat penting telah terjadi. Mula-mula berita itu tidak dipercayanya. Berita yang didengar dari beberapa orang pengemis anggauta perkumpulannya bahwa di daerah selatan muncul Suling Emas yang memusuhi para pengemis. Mula-mula ia mengutus Gak-lokai dan Ciam-lokai untuk menyelidiki berita yang tak masuk akal itu. Dan dua orang kakek pengemis itu pulang dengan babak-belur. Mereka telah bertemu dengan Suling Emas itu dan ternyata berbeda dengan Suling Emas yang telah menyamar sebagai Yu Kang Tianglo! Akan tetapi Suling Emas yang baru ini berpakaian seperti Suling Emas dengan tanda gambar sulaman suling di depan dadanya. Hebatnya, Suling Emas baru ini pun berkepandaian tinggi sehingga Gak-lokai dan Ciam-lokai tidak mampu menandinginya dan dirobohkan. Bahkan Suling Emas itu menantang agar supaya Yu Kang Tianglo datang sendiri menandinginya! Mendengar ini, panas hati Yu Siang Ki. Maka ia lalu melakukan perjalanan ke selatan, menemui Suling Emas ini sebagai wakil ayahnya, Yu Kiang Tianglo. Ia menjadi bingung, tidak tahu mana yang tulen mana yang palsu antara Suling Emas yang pernah menyamai sebagai mendiang ayahnya dengan Suling Emas yang sekarang. Akan tetapi nyatanya, dalam belasan jurus saja ia roboh oleh orang ini! Karena inilah Yu Siang Ki lalu mengambil keputusan untuk pergi mencari Suling Emas pertama, untuk dimintai tolong menghadapi Suling Emas kedua ini!
Kini duduk melamun di kepala perahu, memandang sepasang bulan, yang di atas dan di dalam air, teringatlah ia akan sepasang Suling Emas yang membingungkan hatinya. Suling Emas kedua ini selain lihai juga agaknya sengaja memusuhi pihak pengemis, namun tak pernah terdengar melakukan kejahatan dan tidak pula melukai berat kepada para pengemis termasuk Gak-lokai berdua dan dirinya sendiri. Agaknya asal dapat menang cukuplah bagi Suling Emas ke dua itu!
Kembali ia menarik napas panjang memandangi dua bulan berganti-ganti, lalu tanpa disadarinya Yu Siang Ki bersenandung.
Bulan terapung di angkasa
bermain dengan mega
tak mungkin terbang menjangkaunya!
Bulan
tenggelam di air
bercanda dengan gelombang
tak mungkin menyelaminya!!
Kembali Siang Ki menarik napas panjang. Dua orang Suling Emas itu seperti dua bulan ini, bulan dan bayangannya, yang mana tulen dan mana palsu? Keduanya sakti, dan sukar menyelidiki keadaannya.
Ah.. kau.. kau gagah..!
Siang Ki terkejut dan menoleh. Ia melihat Kwi Lan menggeliat perlahan dan mulut gadis itu berbisik-bisik. Hatinya berdebar. Tak salahkah pendengarannya bahwa gadis itu dengan suara bisik merayu menyebutnya gagah? Tak salahkah penglihatannya bahwa gadis itu menggeliat dan seolah-olah mengharapkan dia datang membelainya? Tanpa disadarinya lagi Siang Ki melangkah maju mendekati tubuh yang masih tidur telentang itu. Sinar bulan tertutup atap perahu sehingga wajah gadis itu terlindung dalam cuaca remang-remang. Bergerak-gerakan bulu mata panjang lentik itu? Sampai lama Siang Ki berdiri menatap wajah yang amat cantik itu. Bibir gadis ini seperti tersenyum menantang, tangan kiri di atas perut dan tangan kanan di bawah dagu. Rambutnya harum hitam halus yang dikucir dua itu terletak di atas dada, kanan kiri, ikut bergerak-gerak turun naik bersama dadanya. Ada dorongan hasrat yang amat kuat merangsang dari dalam dada Siang Ki, membuat ia membungkuk dan hampir saja ia mencium pipi dan bibir itu, namun kesadaran dan keteguhan hatinya menahannya. Dia seorang laki-laki sejati, seorang jantan yang hidup sebagai seorang pendekar. Tak mungkin melakukan hal sekeji ini, menggunakan kesempatan selagi seorang dara tidur untuk menciumnya. Pekerjaan hina! Sama dengan mencuri, sama dengan memperkosa!
Dua macam perasaan berperang di hati Siang Ki, yang satu mendorong yang lain menahan. Untung pada saat itu perasaannya yang tajam dapat merasa betapa perahu bergoyang sedikit. Cepat ia menoleh dan tampaklah dua orang laki-laki meloncat ke atas perahu. Gerakan mereka ringan bagai burung, membuktikan bahwa mereka itu adalah orang-orang yang memiliki, ilmu kepandaian tinggi. Bayangan beberapa orang lagi tampak berloncatan di perahu-perahu yang berada di pelabuhan, juga di pantai tak jauh dari situ. Perahunya telah terkepung! Seorang di antara dua laki-laki yang sudah meloncat ke perahu itu dahinya berhias mutiara, itulah salah seorang di antara Cap-ji-liong, jago-jago Thian-liong-pang yang tersohor lihai!
Kau gagah Suling Emas..!! Kembali terdengar suara Kwi Lan barbisik dan Siang Ki yang masih menoleh ke belakang itu seperti ditusuk jantungnya. Kiranya gadis ini tadi bukan memuji dia yang gagah, melainkan memuji Suling Emas di dalam mimpi! Dengan muka merah saking malu mengingat akan sikap dan persangkaannya sendiri tadi, Siang Ki meloncat bangun sambil menyambar tongkatnya.
Kalian siapa dan mau apa mengganggu kami?! bentaknya sambil melintangkan tongkat di depan dada. Akan tetapi sebagai jawaban, dua orang itu sudah mencabut golok masing-masing, menerjang maju sambil berteriak,
Kepung! Tangkap sepasang anjing muda ini!!
Siang Ki marah sekali, tongkatnya berkelebat dan saking dahsyatnya serangan tongkatnya, dua orang itu berseru kaget dan meloncat mundur, keluar dari perahu! Yu Siang Ki menoleh dulu sebelum mengejar, dan melihat betapa Kwi Lan sudah bangkit duduk mengucek-ucek mata, ia berseru.
Kwi Lan, setan-setan itu sudah datang hayo bantu aku basmi mereka!! Setelah berseru demikian, pemuda ini dengan gerakan gesit telah melayang keluar dari perahu ke darat. Sebentar saja ia sudah dikepung dan alangkah kagetnya ketika ia mendapat kenyataan bahwa yang mengepungnya adalah dua belas orang yang memakai mutiara di dahinya. Kedua belas orang Cap-ji-liong, jagoan dari Thian-liong-pang lengkap berada di situ! Dan di samping dua belas orang ini masih ada sedikitnya tiga puluh orang laki-laki tinggi besar yang merupakan anak buah mereka dan kesemuanya sudah siap dengan senjata di tangan. Hebat, pikirnya dengan hati kecut.
Akan tetapi karena keadaan mendesak, ia tidak mau banyak cakap lagi dan cepat ia menggerakkan tongkatnya yang panjang sambil berteriak. Kiranya dua belas ekor cacing dari Thian-liong-pang yang datang. Kalian mau apa?!
Tranggg..!! Tongkatnya tertangkis oleh sepasang pedang panjang di tangan seorang yang brewok, tinggi besar dan bermata lebar. Inilah Ma Kiu, atau Thian-liong-pangcu, ketua perkumpulan itu, juga merupakan orang pertama atau pimpinan Cap-ji-liong yang tersohor. Siang Ki sudah pernah mendengar tentang orang ini, akan tetapi belum pernah bertemu. Kini ia dapat menduganya dan pantas saja tangkisan tadi demikian kuat, pikirnya. Makin tidak enak hatinya karena ia maklum bahwa kali ini ia menghadapi banyak lawan pandai.
Orang muda, siapa pun adanya engkau, jangan mencampuri urusan kami. Pergilah kalau kau ingin selamat. Kami hanya membutuhkan Mutiara Hitam!! kata Ma Kiu yang marah sekali mengingat akan semua perbuatan Mutiara Hitam yang pernah mengacaukan Thian-liong-pang bersama seorang pemuda berandalan bernama Tang Hauw Lam. Tadinya ketika ia mendapat laporan, hatinya girang, menyangka bahwa Mutiara Hitam yang dilaporkan bersama seorang pemuda di perahu itu tentulah Tang Hauw Lam. Kiranya pemuda tampan itu hanya pengemis muda yang tidak dikenalnya. Sebagai Ketua Thian-liong-pang yang merasa derajatnya jauh lebih tinggi, tentu saja Ma Kiu tidak mau melayani pengemis muda ini maka mengeluarkan ucapan seperti itu.
Panas juga hati Siang Ki mendengar ucapan itu. Ia tahu bahwa Ketua Thian-liong-pang ini, memandang rendah kepadanya, maka sambil mengangkat dada ia menjawab.
Kalau tak salah dugaanku, engkau tentulah yang bernama Ma Kiu, yang menjadi pimpinan Cap-ji-liong dan juga menjadi Ketua Thian-liong-pang.!
Orang jembel sudah mengenal tidak lekas pergi!! bentak seorang di antara Cap-ji-liong.
Thian-liong-pangcu! Biarpun jalan kita bersimpangan, namun sudah lama aku mendengar tentang Thian-liong-pang dan Cap-ji-liong. Ketahuilah, aku adalah pangcu dari Khong-sim Kai-pang! Dan Mutiara Hitam adalah sahabatku. Kuharap, mengingat akan kedudukan kita bersama, engkau suka melihat mukaku dan tidak mengganggunya. Kalau engkau berkeras, marilah kita sama-sama pangcu dari perkumpulan besar melihat siapa di antara kita yang lebih unggul!!
Ma Kiu dan sute-sutenya terkejut dan memandang lebih teliti. Kiranya pengemis muda ini adalah Pangcu dari Khong-sim Kai-pang. Tentu saja mereka sudah mendengar akan sepak terjang pangcu baru ini, betapa Khong-sim Kai-pang di bawah pimpinan pangcu muda ini telah membasmi golongan pengemis baju bersih yang tadinya menguasai kai-pang-kai-pang (perkumpulan pengemis) di daerah Kang-hu. Karena para pengemis golongan baju bersih adalah sekutu Thian-liong-pang, maka tentu saja dua belas orang Cap-ji-liong ini menganggap Yu Siang Ki sebagai musuh.
Ah, kiranya engkau jembel muda pengacau itu? Bagus kau datang menyerahkan diri!! Ma Kiu membentak dan sepasang pedangnya berkelebat menyambar, Siang Ki yang sudah siap cepat menggerakkan tongkat, sekaligus menangkis sepasang pedang itu dan membalikkan tongkat mengirim serangan dengan tusukan ke arah perut yang gendut. Ma Kiu meloncat ke kanan dan pada saat itu, sebelas orang sutenya yang menyaksikan gerakan cepat Siang Ki, segera maju mengeroyok!
Dua belas ekor cacing Thian-liong-pang tak tahu malu!! terdengar bentakan Kwi Lan disusul sinar hijau pedang Siang-bhok-kiam. Gadis ini sudah melompat maju dan begitu ia memutar pedangnya, empat batang pedang lawan telah dapat tertolak mundur berikut pemiliknya. Akan tetapi pada saat itu anak buah yang bertubuh tinggi besar dan mereka ini adalah bekas-bekas bajak sungai yang sudah takluk kepada Siauw-bin Lomo, kini maju mengepung Kwi Lan!
Bagus, makin banyak makin baik! Memang pedangku sudah haus darah!! teriak gadis itu sambil membabat ke sekelilingnya. Hebat bukan main gerakan Kwi Lan ini dan lebih-lebih karena para pengeroyoknya yaitu para bajak, hanya mengandalkan tenaga besar dan kekasaran saja, maka dalam sekejap mata terdengar teriakan kesakitan dan lima orang sudah roboh mandi darah!
Kalau Kwi Lan dengan enaknya membabati para pengeroyoknya, adalah Yu Siang Ki yang benar-benar menghadapi pengeroyokan berat. Cap-ji-liong terdiri dari orang-orang pandai dan mereka ini bergerak bukan sembarangan, melainkan menurut aturan dalam bentuk barisan yang amat rapi dan kuat. Tingkat kepandaian Yu Siang Ki sudah tinggi dan andaikata Cap-ji-liong maju seorang demi seorang, biarpun Ma Kiu sendiri takkan dapat menangkan pemuda ini. Akan tetapi begitu Cap-ji-liong maju bersama dalam bentuk barisan yang mengurung rapat, Siang Ki menjadi repot sekali dan terdesak hebat. Dua belas orang itu menggunakan bermacam-macam senjata sehingga gerakan mereka itu bagi Siang Ki amat kacau-balau dan sukar diduga. Karena itulah, maka pemuda ini hanya dapat memutar tongkat melindungi tubuhnya dari hujan senjata para pengeroyok yang rata-rata memiliki tenaga lwee-kang cukup besar.
Biarpun ia sedang mengamuk, Kwi Lan tidak melepaskan perhatiannya terhadap Siang Ki yang ia tahu menghadapi pengeroyokan Cap-ji-liong yanglihai . Maka ia dapat melihat betapa pemuda itu betapa pun lihainya, repot sekali menyelamatkan diri dari ancaman senjata-senjata lawan. Maka ia lalu berseru keras, merobohkan dua orang pengeroyok terdepan lalu sekali meloncat ia sudah tiba di luar barisan Cap-ji-liong yang mendesak Siang Ki. Pedangnya berkelebat menyerbu barisan Cap-ji-liong dari belakang sehingga tiga orang anggauta barisan terpaksa membalikkan tubuh dan menangkis, kemudian secara teratur sekali mereka bergerak diikuti teman-temannya dan di lain saat Kwi Lan telah terkurung pula bersama Siang Ki!
Siang Ki, mari kita basmi cacing-cacing yang menjemukan ini!! seru Kwi Lan marah sambil memutar pedangnya menerjang kepungan. Akan tetapi barisan itu teratur rapi sekali dan betapapun lihainya pedang Kwi Lan, karena sekaligus ditangkis oleh sedikitnya tiga senjata secara berbareng, ia kalah tenaga dan berbalik ia pun dijadikan sasaran hujan senjata!
Kwi Lan, kita berdua beradu punggung!! Siang Ki berseru dan Kwi Lan yang maklum akan maksud temannya segera membelakangi pemuda itu dan kini mereka berdiri saling membelakangi. Dengan demikian, kedudukan mereka lebih kuat dan tidak perlu lagi mereka membagi perhatian ke belakang karena bagian belakang masing-masing telah terlindung sehingga perhatian dapat dicurahkan ke depan. Bahkan kanan kiri dapat terjaga oleh kedua orang muda perkasa ini. Benar saja, setelah beradu punggung, dua orang muda ini dapat melawan lebih ringan dan biarpun kadang-kadang para pengepungnya berlari-lari memutari mereka, kedua orang muda ini tidak usah ikut berlari-lari takut diserang dari belakang lagi. Mereka melayani dengan tenang dan kini mendapat kesempatan untuk balas menyerang, sungguhpun serangan mereka kurang berhasil karena selalu ditangkis oleh banyak lawan. Diam-diam Siang Ki menjadi gelisah karena balasan lawan benar-benar hebat. Andaikata dia dan Kwi Lan dapat bertahan mengandalkan kegesitan, tenaga dan ilmu silat mereka yang lebih tinggi tingkatnya, namun sampai berapa lama mereka mampu bertahan? Di luar barisan dua belas orang Thian-liong-pang ini masih terdapat puluhan orang anak buah mereka.
Ma Kiu yang memimpin sute-sutenya ketika melihat betapa barisannya tidak berdaya menghadapi dua orang muda yang benar-benar lihai itu, menjadi penasaran dan marah sekali. Tak disangkanya bahwa Ketua Khong-sim Kai-pang yang masih muda ini ternyata juga amat lihai sehingga diam-diam ia harus meragukan kepandaiannya sendiri apakah ia akan sanggup menghadapi orang muda itu satu lawan satu. Ia lalu memberi aba-aba dalam bahasa rahasia perkumpulannya. Mendengar aba-aba ini dua belas orang Cap-ji-liong itu lalu berlari-lari mengelilingi dua orang muda itu dan makin lama lingkaran itu menjadi makin jauh.
Awas..!! Siang Ki berseru keras dan Kwi Lan yang sudah menduga segera memutar pedangnya, melindungi tubuhnya dari sambaran senjata-senjata rahasia mereka, yaitu Sin-seng-piauw yang berbentuk bintang. Juga Siang Ki memutar tongkatnya sehingga sebentar saja di sekitar mereka berdiri berserakan senjata rahasia musuh.
Hebatnya, tidak hanya Sin-seng-piauw yang menyambar bagaikan hujan, kini banyak anak panah yang dilepas oleh anak buah bajak. Sibuk sekali Siang Ki dan Kwi Lan menghadapi hujan serangan senjata rahasia ini.
Kwi Lan.. kau larilah.. lekas serbu sayap kiri. aku membantu dan melindungimu, kau harus lari..!! Terdengar Siang Ki berkata dengan napas memburu. Ketika Kwi Lan melirik tanpa menghentikan putaran pedangnya, ia terkejut melihat pemuda itu terluka pundak kirinya sehingga mengeluarkan darah.
Huh, enak kau bicara! Kaukira aku pengecut yang takut mampus? Kaulihat!!
Sambil berkata demikian, tangan kiri Kwi Lan bergerak menyambitkan jarum-jarumnya ke sebelah kanan. Sinar hitam menyambar dan terdengarlah jerit-jerit kesakitan disusul robohnya lima anggauta bajak yang menjadi korban sambaran jarum-jarum hijau beracun.
Akan tetapi gerakan ini hampir mencelakakan Kwi Lan juga karena dengan gerak serangannya ini, putaran pedangnya kurang kuat dan kalau ia tidak cepat meloncat ke kiri, tentu ia menjadi korban sambaran sebuah di antara puluhan senjata rahasia.
Tiada guna.. mereka terlalu banyak dan lihai. Lekas kau lari selagi ada kesempatan Kwi Lan.!
Ih, kalau kau takut, kau larilah. Aku tidak takut, akan kulawan sampai mampus!!
Aku tidak takut, aku ingin kau menyelamatkan diri, jangan pikirkan diriku..!
Eh, orang bernama Yu Siang Ki! Apakah kau mau menjadi orang gagah sendiri dan aku harus menjadi pengecut?
Tidak, kalau kita lari, harus lari bersama, kalau melawan terus harus berdua!! jawab Kwi Lan dengan kukuh dan suaranya jelas memperdengarkan kemarahan.
Ah, kau bodoh!! kata Siang Ki sambil memutar tongkat dan mengebutkan lengan baju lalu melompat tinggi. Biarpun sudah terluka ternyata ia masih gesit sekali. Bukan berani atau takut, melainkan kita harus gunakan otak! Kalau melawan terus dan keduanya mati, siapa akan tolong? Kau lari dulu, kalau aku tertawan, masih ada kau yang menolongku. Kenapa nekat? Hayo lekas serbu ke sayap kiri, aku bantu kau melarikan diri!!
Kwi Lan menjadi gemas sekali. Sambil memutar pedang menangkis senjata rahasia, ia berhasil menangkap sebuah peluru bintang dan cepat mengembalikannya dengan sambitan kuat. Kembali terdengar jerit seorang anggauta bajak roboh dan tewas.
Aku punya rencana. Hayo kaulindungi aku!! bentaknya kepada Siang Ki, kemudian tanpa memberi kesempatan kepada pemuda itu untuk membantah, ia sudah meloncat dan menyerbu, bukan ke kiri melainkan ke kanan. Yang mengurung di sebelah kiri adalah anggauta-anggauta termuda Cap-ji-liong dan ketika bertempur tadi Siang Ki sudah dapat melihat bahwa sayap kiri ini yang paling lemah. Akan tetapi gadis ini sekarang malah menyerbu sayap kanan di mana terdapat Ma Kiu, Ketua Thian-liong-pang yang tentu saja paling kuat di antara adik-adiknya! Karena melihat Kwi Lan sudah menyerbu, tentu saja ia pun tak dapat mencegah cepat ia melindungi gadis itu dari dekat.
Ma Kiu terkejut dan cepat ia bersama adik-adiknya menyambut serangan Kwi Lan dan sekaligus tiga orang menangkis sedangkan tiga orang lain membalas dengan serangan dari kanan kiri. Akan tetapi Kwi Lan tidak peduli akan serangan ini, bahkan ia terus menerjang maju ke arah Ma Kiu dengan tikaman dan sabetan pedang bertubi-tubi! Melihat ini, tiga orang anggauta Cap-ji-liong menjadi girang dan mengira bahwa serangan mereka tentu akan mengenai sasaran.
Trang-trang-trang..!! Tangkisan tongkat Siang Ki amat kerasnya sehingga golok dan pedang yang mengancam Kwi Lan itu sampai terpental dari tangan pemegangnya. Akan tetapi karena Siang Ki sudah terluka dan dalam tangkisan ini ia mempergunakan terlalu banyak tenaga maka ketika ruyung di tangan Cap-ji-liong ke empat menyambar punggung, ia tidak dapat menghindar lagi sehingga punggungnya kena hantaman ruyung! Siang Ki mengeluh dan cepat memutar tubuh menggerakkan tongkat. Robohlah orang Cap-ji-liong pemegang ruyung itu dan pingsan karena perutnya terkena sodokan tongkat! Akan tetapi Siang Ki yang menjadi gelap pandang matanya oleh hantaman ruyung di punggungnya tadi juga roboh karena pada saat itu, dua buah peluru bintang yang mengandung racun telah menyambar dan mengenai dada dan lehernya! Siang Ki roboh pingsan dengan tongkat masih terpegang erat-erat.
Pada saat yang hampir berbareng, Kwi Lan yang menyerang Ma Kiu juga telah berhasil. Dengan gerakan seperti burung walet terbang miring, gadis itu melompat menghindarkan sambaran sepasang pedang Ma Kiu, Kemudian dari samping atas tangan kirinya bergerak dan tanpa dapat dicegah lagi jari-jari tangannya yang kecil halus namun kuat dan cekatan itu telah menotok tengkuk Ma Kiu. Ma Kiu mengeluarkan jeritan parau dan roboh, kedua pedangnya terlepas. Sebelum adik-adik seperguruannya mampu menolongnya, Kwi Lan sudah meloncat turun, menginjakkan kaki kirinya pada tubuh Ma Kiu yang pingsan itu, menodongkan pedangnya ke dada Ketua Thianliong-pang ini sambil membentak.
Mundur semua atau kurobek perut Ketua Thian-liong-pang!!
Ancaman yang dikeluarkan dengan suara nyaring penuh amarah ini berhasil. Orang-orang Thian-liong-pang yang tadinya sudah menggerakkan senjata hendak membunuh Siang Ki yang sudah tak berdaya itu menarik kembali senjata masing-masing, juga mereka yang hendak menyerbu Kwi Lan kini terpaksa melangkah mundur. Akan tetapi sepuluh orang Cap-ji-liong yang belum terluka masih mengurung tubuh Siang Ki yang sudah pingsan. Mereka bukan orang bodoh dan melihat kepala mereka terjatuh di tangan gadis itu, mereka pun mengurung dan menawan Siang Ki.
Bebaskan kawanku itu, baru aku akan membebaskan Ketua Thian-liong-pang!! kembali Kwi Lan membentak dan pedangnya masih ditodongkan ke arah dada Ma Kiu.
Seorang di antara sepuluh anggauta Cap-ji-liong yang bertubuh kurus bermuka pucat, melangkah maju mewakili teman-temannya. Ia melihat betapa banyaknya anak buah bajak yang roboh menjadi korban nona perkasa itu, dan melihat pula betapa nyawa ketuanya terancam bahaya maut! Akan tetapi ia pun melihat betapa bulu mata Ma Kiu bergerak-gerak, tanda bahwa ketuanya itu tidak pingsan! Memang dalam hal ini Kwi Lan kurang menghargai kepandaian lawan. Ia tidak tahu bahwa Ma Kiu berjuluk Thai-lek-kwi (Setan Bertenaga Besar), memiliki gwa-kang yang bukan main kuatnya sehingga jalan darah di tubuhnya seakan-akan terlindung oleh otot-otot baja dan kulit besi! Tadi ketika terkena totokan, Ketua Thian-liong-pang ini hanya puyeng sebentar akan tetapi jalan darahnya tidaklah terhenti seperti yang disangka Kwi Lan. Ia hanya setengah pingsan sebentar saja dan kini ia sudah sadar kembali. Akan tetapi dasar ia cerdik, ia diam saja karena maklum bahwa sedikit saja ia bergerak, tentu gadis yang sakti ini akan curiga dan menusuk dadanya.
Hemm, Mutiara Hitam.! kata anggauta Cap-ji-liong yang bermuka pucat tadi, keadaanmu tidak menguntungkan akan tetapi kau masih membuka mulut besar! Kau boleh mengancam ketua kami akan tetapi kami pun dapat mengancam nyawa kawan baik dan kekasihmu ini. Ha-ha-ha!!
Wajah Kwi Lan menjadi merah sekali, pandang matanya melotot dan ia membentak, Baik, kau boleh bunuh dia, akan tetapi selain ketuamu ini kubunuh, juga semua orang Thian-liong-pang takkan kubiarkan hidup!! Tiba-tiba anggauta Cap-ji-liong yang bermuka pucat itu bersuit nyaring dan mereka berbareng menerjang maju pada saat Ma Kiu menggerakkan tubuh bergulingan menjauhi Kwi Lan!
Gadis itu kaget sekali. Kalau ia menghadapi penyerbuan mereka, tentu Ketua Thian-liong-pang itu terlepas dari tangannya. Sebaliknya kalau ia mengejar dan menyerang Ma Kiu yang bergulingan, tentu ia akan menjadi korban serbuan sepuluh orang Cap-ji-liong! Tentu saja yang terpenting adalah menyelamatkan dirinya sendiri, karena kalau ia roboh, berarti Siang Ki takkan dapat tertolong lagi. Dengan geram ia memutar pedangnya menyambut serbuan sepuluh orang anggauta Cap-ji-liong itu. Demikian hebat gerakan pedangnya yang dirangsang kemarahan sehingga tubuhnya berkelebat lenyap dan gerakan pedang yang aneh itu tidak saja dapat menangkis senjata yang mengancamnya, juga ia berhasil pula merobohkan dua orang pengeroyok. Sungguhpun pedangnya tidak mengenai tepat, hanya menyerempet saja namun dua orang anggauta Cap-ji-liong itu roboh karena terluka dekat leher.
Segera Kwi Lan dikurung oleh sisa anggauta Cap-ji-liong dan anak buah Thian-liong-pang yang amat banyak. Terdengar suara Ma Kiu marah sekali, Seret ketua jembel itu dan bawa pergi! Siapkan barisan Am-gi (Senjata Rahasia), keroyok iblis betina ini!!
Makin bingung dan gelisah hati Kwi Lan mendengar perintah yang dikeluarkan Ketua Thian-liong-pang ini. Ia masih dan belum berpengalaman seperti Siang Ki. Andaikata ia menurut nasihat Yu Siang Ki dan menyelamatkan diri, agaknya tidak terlalu sukar bagi Kwi Lan untuk meloloskan diri di dalam kegelapan malam. Namun gadis ini luar biasa beraninya dan juga tak dapat menahan kemarahannya. Melihat betapa temannya terancam bahaya maut, ia tidak pedulikan lagi akan keselamatan diri sendiri, terus saja mengamuk seperti seekor naga sakti.
Namun Ma Kiu yang maklum akan kelihaian gadis ini dan menghendaki agar gadis ini ditawan dalam keadaan hidup, lalu mengatur barisan. Mereka lalu mengeluarkan tambang-tambang yang diayun-ayun untuk menyerimpung kedua kaki Kwi Lan, di samping itu hujan senjata rahasia membuat Kwi Lan sibuk bukan main. Selain ia harus menghindarkan diri dari hujan senjata, ia pun harus berloncatan karena kakinya diancam oleh ayunan tambang-tambang yang dipegangi para pengeroyok dari depan dan belakang serta kiri kanan. Kini ia terkepung rapat dan andaikata ia mempunyai maksud hati untuk melarikan diri sekalipun sudah tak mungkin lagi, sudah terlambat.
Sementara itu, Ma Kiu yang cerdik dan banyak siasat, diam-diam sudah mengambil jaring yang berada di tepi sungai, jaring para nelayan dijemur di tepi sungai. Diam-diam Ketua Thian-liong-pang ini mengatur siasat dan alangkah kaget hati Kwi Lan ketika tiba-tiba banyak sekali jaring melayang dari atas menyelimutinya. ia berusaha memutar pedang membela diri. Banyak jaring yang robek oleh pedangnya, akan tetapi tiba-tiba kakinya terasa sakit tertusuk senjata rahasia anak panah, sehingga ia terhuyung-huyung. Pada saat itu, beberapa buah jaring menutup tubuhnya, dan ada tambang melibat kakinya dan menjegalnya. Betapa pun kuatnya Kwi Lan, ia tidak dapat mempertahankan diri lagi dan roboh terguling. Para anggauta Thian-liong-pang bersorak-sorak dan sebentar saja tubuh Kwi Lan sudah dilibatlibat jaring. Ia tertawan dalam libatan jaring-jaring itu dan hanya mampu memaki-maki akan tetapi sama sekali tidak dapat meronta lagi. Ma Kiu memimpin orang-orangnya membawa pergi Kwi Lan dan Yu Siang Ki sebagai dua orang tawanan penting. Masih untung bagi dua orang muda itu. Kwi Lan adalah gadis yang pernah mengacau Thian-liong-pang akan tetapi juga mengaku sebagai utusan Pak-sin-ong mengirim kuda hitam, maka ia bukan orang biasa dan oleh Ma Kiu akan dibawa dan dihadapkan kepada Siauw-bin Lo-mo yang kini hendak mengadakan hubungan dengan barisan Hsi-hsia. Adapun Yu Siang Ki adalah Ketua Khong-sim Kai-pang yang menjadi musuh besar Bu-tek Siu-lam karena pemuda ini berani memusuhi para pengemis baju bersih, maka juga merupakan orang penting yang patut dihadapkan kepada Siauw-bin Lo-mo untuk diambil keputusan nasibnya. Selain ini, juga Ma Kiu yang melihat kecantikan Kwi Lan, merasa sayang kalau membunuh gadis ini secara begitu saja!
Rombongan orang Thian-liong-pang ini lalu pergi meninggalkan desa Ci-chung sebagian naik kuda dan ada yang berjalan kaki mendorong dua buah kereta kecil, yaitu kereta tawanan yang bentuknya seperti kurungan binatang buas di mana menggeletak Yu Siang Ki yang pingsan dan Kwi Lan yang memaki-maki di sepanjang jalan.
***
Lembah Sungai Nu-kiang yang meluncur turun dari lereng Gunung Kao-likung-san memang merupakan tempat yang selain amat indah, juga amat strategis untuk dijadikan tempat persembunyian para pendeta Tibet yang memimpin sisa pasukan Hsi-hsia. Lembah ini penuh dengan hutan-hutan liar, tanahnya amat subur dan selain banyak tetumbuhan yang dapat menjadi bahan makanan, juga di situ banyak terdapat binatang hutan. Di samping ini semua, keadaan daerah pegunungan yang amat sukar didatangi orang itu merupakan daerah sunyi dan tidaklah mudah bagi musuh untuk datang menyerbu.
Karena tempat itu dijadikan markas untuk Bouw Lek Couwsu tokoh pendeta jubah merah dari Tibet bersama anak buahnya dan pasukan Hsi-hsia, maka di situ telah dibangun pondok-pondok darurat yang cukup besar. Sisa pasukan yang menyerbu Nan-cao dan gagal karena dapat dipukul mundur, sebagian besar sudah mengalihkan rencana ke utara untuk memasuki dan mengganggu perbatasan Kerajaan Sung. Akan tetapi Bouw Lek Couwsu yang suka dengan markas baru ini, hanya menyerahkan penyerbuan atau pengacauan itu kepada anak buahnya, sedangkan ia sendiri beristirahat di markas baru ini, ditemani Siang-mou Sin-ni yang biarpun tua namun masih kelihatan cantik dan menyenangkan hatinya, apalagi kalau diingat bahwa hadirnya iblis betina ini disampingnya merupakan pembantu yang amat boleh diandalkan ilmu kepandaiannya menghadapi musuh. Dan kakek berkepala gundul yang wajahnya masih tampan ini maklum bahwa setelah ia berhasil merusak dan membunuh tokoh-tokoh Beng-kauw, tentu akan banyak lawan tangguh yang mencarinya.
Biarpun usahanya menyerbu Nan-cao gagal dan pasukan Hsi-hsia dipukul mundur, namun hati Bouw Lek Couwsu tidaklah terlalu kecewa. Pertama, ia memang tidak terlalu ingin menaklukkan Nan-cao karena yang ia incar adalah Kerajaan Sung. Ke dua, ia telah berhasil membunuh Ketua Beng-kauw dan para tokohnya sehingga ia dapat membalas kekalahannya dahulu. Ke tiga, anak buahnya juga sudah cukup puas karena dalam penyerbuan itu mereka merampas banyak harta benda dan menculik banyak wanita muda. Untuk kakek pendeta yang hanya menggunakan kependetaannya sebagai kedok belaka ini saja disediakan belasan orang gadis rampasan yang tercantik, sehingga sambil beristirahat di Lembah Nu-kiang kakek ini akan dapat bersenang-senang sepuas hatinya.
Juga Siang-mou Sin-ni yang tidak ambil pusing akan apa yang dilakukan bekas kekasihnya, menjadi amat girang ketika ia dapat menculik Kam Han Ki, putera bungsu Kam Bu Sin. Ia melihat bahwa selain anak berusia sebelas tahun ini amat tampan dan berwatak gagah, juga memiliki darah murni dan tulang bersih sehingga terpenuhilah kebutuhannya untuk menyempurnakan ilmunya Hun-beng-to-hoat! Siang-mo Sin-ni memesan kepada para penjaga untuk menjaga tawanan anak kecil ini baik-baik dan setiap hari supaya diberi makan minum secukupnya, bahkan diberi hidangan lezat yang sudah ia campuri obat untuk memperkuat keadaan tubuh anak itu sebelum ia pergunakan! untuk keperluan ilmunya.
Akan tetapi tidaklah mudah membujuk dan membohongi Kam Han Ki. Anak ini semenjak diculik dan dibawa ke dalam rimba lalu dijebloskan ke dalam kamar tahanan, selalu memperlihatkan sikap melawan dan menentang. Sedikit pun anak ini tidak pernah menangis lagi sejak ditangkap, namun tidak mengenal takut dan selalu menolak apabila diberi makan. Setidaknya, ia menerima makanan dengan sikap menentang dan baru mau makan sedikit kalau tidak ada penjaga melihatnya, ini pun hanya untuk menjaga agar ia tidak kelaparan saja, sedangkan sisanya ia lemparkan ke lantai dan minuman yang lezat dan berlebihan, ditunggu sampai satu dua pekan tubuh Han Ki tidak makin segar, melainkan makin kurus dan pucat.
Setengah bulan kemudian, pada pagi hari itu Siang-mou Sin-ni sendiri datang memasuki kamar tahanan Han Ki yang berpintu jeruji besi dan terkunci dari luar. Melihat masuknya wanita cantik berpakaian mewah dengan rambut terurai panjang yang mengeluarkan bau wangi memabokkan itu, sepasang mata Han Ki sudah bersinar-sinar seperti mengeluarkan kilat. Wanita inilah yang bersama pendeta gundul berkaki buntung, yang membunuh ayah bundanya dan wanita inilah yang telah menculiknya, menotok dan memondongnya sambil berlari seperti terbang cepatnya ke tempat ini.
Melihat wanita ini memasuki kamar tahanan yang bersih dan tidaklah seburuk kamar tahanan biasa, Han Ki melangkah mundur sampai kedua kakinya menyentuh tempat tidur, lalu ia duduk di pembaringannya. Matanya tak pernah berkedip memandang wanita ini, jantungnya berdebar karena di samping kemarahan dan kebenciannya, ia dapat menduga bahwa wanita ini tak mungkin berniat baik terhadap dirinya.
Sejenak Siang-mou Sin-ni memandang dengan matanya yang genit, kemudian ia tersenyum, menggeleng-geleng kepalanya dan berkata, suaranya halus dan manis.
Anak baik, namamu Kam Han Ki, bukan? Ah, mengapa kau mengecewakan hatiku? Kau tidak mau makan dengan baik-baik, sehingga tubuhmu makin kurus. Kenapa kau menyiksa dirimu? Aku sayang padamu, Han Ki.!
Kalau sayang kenapa kaubunuh Ayah bundaku? Tidak, kau jahat dan biarkan aku pergi dari sini! Sambil berkata demikian, Han Ki yang melihat betapa pintu tahanan yang kokoh kuat itu kini sudah terbuka, lalu mengerahkan tenaga dan melompat ke arah pintu untuk melarikan diri. Betapapun juga ia adalah putera suami isteri pendekar, sejak kecil sudah menerima gemblengan dasar-dasar ilmu silat sehingga gerakannya cepat dan sebentar saja ia sudah lari keluar menerobos pintu.
Akan tetapi tiba-tiba tubuhnya terbetot ke belakang, bahkan melayang kembali ke dalam kamar. Han Ki meronta dan kaget sekali melihat betapa tubuhnya sudah terbelit rambut yang hitam dan harum memabokkan, kemudian ia mendengar suara tertawa merdu yang amat dibencinya itu.
Hi-hi-hik, Kam Han Ki, kau tampan dan nyalimu besar. Bagus!
Han Ki hendak meronta, namun sia-sia. Rambut itu seperti hidup, membelit dan mengikatnya, membuat kaki tangannya tak dapat bergerak. Ia tahu-tahu telah berada di atas dada wanita itu seperti dipegangi rambut yang amat kuat. Kedua tangan iblis betina itu mulai membelai-belainya, mengelus-elus kepala, meraba-raba muka, dan dagu dan leher, mengurut-urut dada dan punggung penuh kasih sayang. Namun sentuhan-sentuhan ini menimbulkan rasa dingin dan ngeri di hati Han Ki, seakan-akan bukan kedua tangan, melainkan ratusan ekor ular yang menggeliat-geliat dan merayap-rayap di sekujur tubuhnya. Akan tetapi ia tidak mampu bergerak, hanya menatap wajah yang amat dekat itu dengan mata terbelalak. Karena wajah wanita itu amat dekat dengan wajahnya, ia merasa betapa hawa panas keluar dari mulut dan hidung wanita itu menyentuh pipinya, dan ia melihat betapa wajah itu sebenarnya penuh gurat-gurat halus tersembunyi di balik bedak dan yanci. Ia makin serem dan ngeri.
Hi-hi-hik, anak baik, anak tampan dan ganteng. Engkau tampan dan ganteng seperti Kam Bu Sin, Ayahmu. Hi-hik Ayahmu dahulu pernah menjadi kekasihku, tahukah kau anak baik? Dia amat cinta kepadaku.. hi-hik!
Bohong..!! Han Ki tidak begitu mengerti akan arti ucapan wanita ini akan tetapi mendengar bahwa ayahnya mencinta iblis betina ini, mana ia mau percaya?
Hi-hi-hik, siapa bohong? Kau lebih tampan dari dia, hem.. kulitmu lebih halus, darahmu lebih bersih dan murni.. hemmm..!! Tiba-tiba wanita itu mencium dahinya, pipinya hidungnya, bahkan kemudian mulut yang merah itu mencium mulutnya!
Han Ki gelagapan hampir pingsan, mengira bahwa wanita itu akan menggigiti dan seperti seekor serigala akan memakannya. Ia merasa ngeri, jijik, takut dan terutama sekali marah. Ketika Siang-mo Sin-ni mencium mulutnya seperti orang gila, atau lebih mirip dengan seekor kucing yang hendak menggerogoti tubuh tikus, Han Ki merasa betapa dada di mana tubuhnya menempel itu terengah-engah, merasa betapa mulut yang mencium bibirnya itu panas terengah dan betapa rambut yang membelit tubuhnya mengendur. Saking takut, jijik dan marahnya, ia menggunakan kesempatan selagi rambut yang membelitnya itu mengendur, ia meronta sekuat tenaga sambil menarik mukanya ke belakang