Mutiara Hitam Chapter 27

Aahhh, sayang sekali ilmu yang begini hebat menjadi milik seorang yang gila nama dan kemenangan.! kata Suling Emas sambil menarik napas panjang. Menghadapi angin yang mulai berpusingan itu Suling Emas bersikap tenang sekali, menyelipkan sulingnya di pinggang kemudian berdiri tegak menghadapi lawan yang kini sudah berpusingan amat cepatnya itu. Makin cepat tubuh Thai-lek Kauw-ong berputar dan angin yang berpusing di sekeliling tubuhnya amat kuat. Dengan angin kedua lengannya ini saja ia sudah berhasil membuat dua orang Panglima Khitan terhuyung-huyung. Kini melihat sikap Suling Emas yang berdiri tenang dan biarpun pakaian pendekar sakti ini berkibar tertiup angin yang berpusing, namun tubuhnya tetap tegak, sedikit pun tidak bergeming. Thai-lek Kauw-ong lalu berseru keras dan tubuhnya yang berputar itu mulailah bergerak menyerang. Inilah ilmu Soan-hong Sin-ciang yang dimainkan dengan sepenuhnya. Tubuh itu berpusingan sukar dlikuti pandang mata saking cepatnya, bagaikan telah berubah menjadi asap bergumpal-gumpal dan dari asap berpusingan ini secara tak tersangka-sangka melayang, keluar dua buah lengan tangan yang melakukan pukulan-pukulan dahsyat.

Hebat..!! Suling Emas memuji. Ia kagum sekali. Kecuali Pak-kek Sian-ong dan Lam-kek Sian-ong yang tiba-tiba muncul kembali dan yang ia ketahui memang memiliki ilmu kepandaian luar biasa, sejak mati atau mundurnya Thian-te Liok-kwi, belum pernah ia bertemu tanding yang memiliki ilmu kepandaian seperti ini. Harus ia akui bahwa ilmu silat yang dimainkan kakek gundul ini lain daripada ilmu silat tinggi lainnya. Baru angin yang berpusing itu saja sudah mempunyai daya tarik sukar ditahan, seakan-akan angin taufan mengamuk, atau pusaran angin yang menghanyutkan. Kalau saja ia tidak memiliki sin-kang yang sudah sempurna sehingga tubuhnya terseret dan kuda-kuda goyah, berarti ia sudah setengah kalah dan tentu takkan dapat menghindarkan diri dari serangan kedua tangan yang seakan-akan dua ekor naga menyambar keluar dari awan tebal itu.

Memang lihai sekali Thai-kek Kauw-ong dan ia patut menjadi seorang pertama dari Bu-tek Ngo-sian. Ilmu silatnya. Soan-hong Sin-hoat jarang bertemu tanding. Akan tetapi sekali ini ia bertemu dengan ,Suling Emas, seorang pendekar sakti yang sudah matang ilmunya. Tadipun ketika Thai-lek Kauw-ong merobohkan dua orang Panglima Khitan dan mengirim pukulan maut hanya dengan suara sulingnya saja Suling Emas sudah mampu menangkis! atau mengurungkan niat keji kakek gundul ini. Tiupan suling tadi pun bukan sembarang tiupan, melainkan semacam ilmu yang sangat tinggi, yang diperoleh Suling Emas yaitu yang disebut Kim-kong Sin-kiam.

Kini menghadapi Soan-hong Sin-ciang yang dimainkan dengan sungguh-sungguh serta disertai tenaga dalam, amat kuat itu, Suling Emas menghadapinya dengan tenang. Ia maklum akan lihainya kakek ini dan ia juga merasa sayang. Biarpun belum jelas mengenal kakek ini orang macam apa, akan tetapi sepanjang pendengarannya, kakek ini semenjak muncul dari pulau di lautan timur, selalu mencari perkara dan suka sekali berkelahi, namun tidak ia dengar kakek ini mempunyai anak buah penjahat. Maka ia pun tidak ingin membunuhnya, merasa sayang melihat Ilmu kepandaian yang amat tinggi itu. Dengan tenang namun waspada, Suling Emas lalu menggerakkan kedua tangannya. Jari-jarinya terbuka dan telunjuk kedua tangannya membuat gerakan mencorat-coret di udara kosong. Hanya tampaknya saja mencoret-coret menulis huruf dengan telunjuk di udara, namun sesungguhnya inilah ilmu sakti Hong-in Bun-hoat dimainkan oleh seorang ahli yang sudah matang!

Thai-lek Kauw-ong terkejut setengah mati. Kedua tangan lawannya hanya mencorat-coret, namun semua pukulannya terpental membalik, dan dua buah telunjuk itu sedemikian kuatnya sehingga menembus pusaran angin, langsung melakukan totokan-totokan pada jalan darah di seluruh tubuhnya. Karuan saja kakek gundul ini menjadi sibuk sekali, menangkis dan mengelak. Biarpun ia menangkis dengan kedua tangannya dan mengelak cepat-cepat, agaknya kedua tangan dan elakannya masih belum cukup untuk melindungi tubuhnya karena yang menyerangnya bukan lagi dua buah telunjuk, melainkan puluhan buah telunjuk! Demikian cepatnya gerakan Suling Emas. Selain terkejut, juga kakek gundul ini kagum sekali. Timbul kegembiraan hatinya karena baru kali ini ia bertemu tanding yang hebat. Ia segera menghentikan pusingan tubuhnya dan melayani gerakan Suling Emas dengan sama cepatnya. Setelah tubuhnya tidak berpusing lagi, ia tidaklah begitu terdesak karena kini ia dapat mencurahkan seluruh perhatiannya ke satu jurusan saja, yaitu ke depan. Ia masih mengandalkan besarnya tenaga dan beberapa kali ia sengaja mengadu lengan sambil mengerahkan tenaga. Namun ternyata bahwa lawannya itu sama sekali tidak takut beradu tangan setiap kali kedua lengan mereka bertemu, Suling Emas terpental mundur dua langkah, akan tetapi biarpun tubuh Thai-lek Kauw-ong tidak terpental mundur ia merasa lengannya seperti lumpuh dan dadanya panas. Hal ini berarti bahwa Suling Emas kalah setingkat dalam hal tenaga keras, namun menang seusap dalam tenaga lemas. Dan kalau hal ini dilanjutkan, yang menderita rugi besar adalah Thai-lek Kauw-ong sendiri!

Suling Emas, kau hebat!! Kakek gundul itu biarpun merasa penasaran, namun ia tidak marah melainkan kagum dan gembira. Kausambutlah ini!! Sambil berkata demikian, tubuhnya yang sudah mencelat mundur itu kini berjongkok dan dari kerongkongannya keluar bunyi burung gagak, kemudian kedua tangannya yang terbuka jari-jari tangannya itu mendorong ke arah Suling Emas!

Suling Emas belum pernah mendengar akan ilmu kepandaian Thai-lek Kauw-ong maka tadi ia kagum dan mengira bahwa Soan-hong Sin-ciang itu adalah ilmu simpanan atau ilmu yang diandalkan kakek gundul itu. Ketika melihat kakek itu mencelat mundur dan berjongkok, ia sudah menduga bahwa kakek ini tentu mengeluarkan ilmu lain macam lagi, maka ia waspada dan memasang kuda-kuda. Ketika mendengar suara seperti burung gagak keluar dari kerangkongan kakek itu, ia terkejut bukan main. Ia pernah mendengar.. tentang ilmu yang amat dahsyat dan yang sukar dimiliki orang, kecuali oleh mereka yang sudah mencapai kesempurnaan dalam ilmu lwee-kang, yaitu Ilmu Hoa-mo-kang, semacam Ilmu yang dimiliki seekor katak. Dengan ilmu ini, katak yang demikian kecil dapat mempunyai tenaga yang dahsyat sekali. Ia pernah mendengar penuturan tentang Hoa-mo-kang dan Si pemilik ilmu Hoa-mo-kang kabarnya juga mengeluarkan suara dari kerongkongannya seperti suara katak. Kini kakek gundul ini berjongkok mengerahkan tenaga dari tangan dan mengeluarkan suara dari kerongkongannya seperti suara gagak, ilmu apakah ini? Suling Emas yang cerdik itu segera teringat akan julukan kakek gundul itu. Tak salah lagi, tentulah ilmu pukulan yang menggunakan dasar tenaga tian-tan inilah yang membuat kakek itu dijuluki Thai-lek. Setelah dengan cepat dapat menduga akan dasar ilmu pukulan ini, timbul keinginan hati Suling Emas untuk mencoba pukulan lawan tangguh ini sampai di mana batas kekuatannya. Karena ia tidak mau sembrono dan membahayakan diri sendiri, maka ia hanya mempergunakan tenaga sebanyak tiga perempat bagian saja sedangkan sisa tenaganya ia, persiapkan untuk dipakai meringankan tubuhnya dan meloncat menghindarkan diri.

Melihat Suling Emas berani menyambut Thai-lek-kang dengan dorongan kedua tangan dari atas ke bawah kakek itu menjadi girang. Ia merasa yakin bahwa kali ini ia akan menang. Boleh jadi ia tidak mampu menandingi ilmu silat Suling Emas yang demikian ajaib, akan tetapi dalam hal pertandingan mengadu tenaga, tak mungkin ia kalah kuat. Selama hidupnya, belum pernah ada orang yang sanggup mengalahkan Thai-lek-kang. Sekali ini pun ia harus dapat menangkan lawan tangguh ini dengan pukulan Thai-lek-kang, maka sambil mendorongkan kedua lengannya, ia mengerahkan seluruh tenaganya. Hawa panas mengalir bagaikan banjir keluar dari pusarnya melalui kedua lengan.

Bagi pandangan orang lain, pertemuan dua tenaga sakti di udara itu tidak kelihatan dan seakan-akan tidak ada apa-apa. Namun bagi kedua orang sakti ini, seakan-akan halilintar menyambar dan meledak di atas kepala mereka. Akibatnya hebat sekali. Dua pasang tangan itu hanya saling menyentuh ketika keduanya mendorong ke depan, namun keduanya merasa seperti diseruduk gajah. Tubuh Suling Emas terdorong dari bawah dan karena pendekar ini memang sudah waspada, ia segera menggunakan sisa tenaganya untuk meringankan tubuh sehingga ia berhasil mematahkan! tenaga dorongan dari kedua tangan lawan dengan cara membiarkan tubuhnya terlempar ke atas sampai hampir empat meter tingginya! Tidak demikian dengan Thai-lek Kauw-ong. Karena raksasa gundul ini menggunakan seluruh tenaganya dan ia berdiri kokoh kuat di atas tanah, biarpun ia menang posisi dan dibantu oleh kerasnya tanah, akan tetapi ia seperti tergencet dan begitu dua tenaga sakti itu bertemu, kedua kakinya amblas ke dalam tanah sampai ke lutut! Selain ini, juga kakek gundul ini merasa napasnya sesak dan seakan-akan dadanya hendak meledak. Thai-lek Kauw-ong terkejut dan maklumlah ia bahwa lawannya benar-benar amat lihai sehingga kalau ia terus menggunakan Thai-lek-kang untuk melawannya, akan terancam bahaya dan bisa menderita luka parah di dalam tubuh. Sebagai seorang ahli ia tidak bodoh dan tidak mau mengulangi penggunaan ilmu pukulan Thai-lek-kang yang biasanya amat dia andalkan itu. Sekali ia mengeluarkan seruan keras, tubuhnya sudah meloncat ke atas, kedua kakinya yang amblas ke tanah sudah tercabut keluar dan di kedua tangannya tampak senjatanya yang ampuh, yaitu sepasang gembreng.

Aha, kiranya kepandaianmu hanya sebegitu, saja, Thai-lek Kauw-ong? Belum lecet kulitmu belum patah tulangmu, kau sudah mengeluarkan senjata. Heh, kalau hanya sebegitu kepandaianmu, mana boleh engkau mengangkat dirimu sebagai orang pertama Bu-tek Ngo-sian? Melawan Guruku saja, kau belum tentu menang!!

Panas rasa perut Thai-lek Kau-ong mendengar ejekan Kwi Lan ini. Suling Emas juga mengerutkan kening. Benar-benar seorang gadis yang bermulut tajam dan berbahaya. Bocah seperti itu patut ia telungkupkan di atas pangkuannya dan dipukuli punggungnya sampai minta-minta ampun dan bertobat! Ia tahu bahwa kakek gundul ini merupakan lawan yang tangguh dan sudah merupakan ahli tingkat atasan yang sukar dicari tandingnya.

Suling Emas, coba kausambut senjataku ini!! Thai-lek Kauw-ong yang kini menjadi penasaran dan marah oleh ejekan Kwi Lan, bergerak maju, sepasang gembrengnya mengeluarkan bunyi nyaring sekali ketika ia adu-adukan. Tubuh Suling Emas berkelebat dan di depan tubuhnya tampak bergulung sinar kuning emas, yaitu sinar senjata sulingnya yang sudah ia cabut dan gerakkan untuk menangkis datangnya senjata lawan yang hebat.

Trangg.. trangggg..!! Mata Kwi Lan menjadi silau karena bunga api yang berpijar keluar amat terang, kemudian disambung oleh suara beradunya sepasang gembreng yang membuat jantungnya tergetar. Gadis ini menjadi kagum dan kaget, apalagi ketika dari suling yang digerakkan tangan Suling Emas itu keluar pula lengkingan tinggi nyaring yang menandingi bunyi nyaring sepasang gembreng. Riuh-rendah suara suling dan gembreng ini dan Kwi Lan segera menjatuhkan diri duduk bersila. Ia menyatukan semangat dan mengatur pernapasan sambil memandang penuh perhatian. Dua orang itu tampak bergerak makin lama makin cepat. sehingga sukar dibedakan lagi mana Suling Emas mana Thai-lek Kauw-ong.

Adapun suara gembreng dan suling amat aneh. Makin lama makin terasa oleh Kwi Lan betapa dua macam alat tetabuhan yang kini digunakan sebagai senjata itu mulai membentuk irama tertentu seakan-akan dua orang itu tidak sedang bertanding, melainkan sedang mainkan lagu bersama!

Akan tetapi, makin merdu suara suling dan makin nyaring suara gembreng, makin hebat pula pengaruhnya sehingga akhirnya Kwi Lan tidak dapat menahan lagi untuk memandang pertempuran itu. Ia makin mengerahkan tenaganya dan membatasi diri hanya menggunakan telinganya saja untuk mendengarkan suara suling dan gembreng. Kini diam-diam ia mengakui kehebatan ilmu kepandaian Thai-lek Kauw-ong dan ia merasa sangsi apakah gurunya akan dapat menandingi kakek gundul yang perkasa itu. Makin besar pula kagumnya terhadap Suling Emas yang agaknya malah jauh lebih sakti daripada Thai-lek Kauw-ong. Biarpun tingkat kedua orang ini lebih tinggi daripadanya, namun pertandingan tangan kosong disusul pertandingan adu tenaga dalam tadi dapat ia ikuti dengan seksama dan ia tahu bahwa dalam dua pertandingan terdahulu itu Suling Emas berada di pihak unggul.

Makin lama suara suling dan gembreng saling serang dengan irama yang cocok, jalin-menjalin, seling-menyeling, kadang-kadang malah ganas dan marah saling menghimpit, akan tetapi adakalanya merdu merayu seperti sepasang orang muda bercumbu rayu. Akan tetapi kurang lebih seperempat jam kemudian suara suling makin nyaring melengking, sebaliknya suara gembreng makin kacau balau dan menyeleweng daripada irama bahkan terdengar parau tidak keras lagi. Mendengar ini. Kwi Lan maklum bahwa kembali Suling Emas unggul, maka ia mengangkat muka memandang. Betul saja dugaannya, permainan Thai-lek Kauw-ong mulai kacau-balau, sepasang gembrengnya yang berubah menjadi dua gulungan sinar kebiruan menjadi makin ciut dan kecil, sebaliknya sinar, kuning emas menjadi makin besar dan panjang, bergulung-gulung menekan dan menghimpit dua gulungan sinar kebiruan. Namun gerakan mereka masih sama cepatnya sehingga tubuh mereka tertutup oleh gulungan sinar senjata.

Cukuplah!! Tiba-tiba terdengar suara Suling Emas yang meloncat ke belakang sambil menarik kembali sulingnya yang sudah menekan dan membuat lawan hampir tak dapat menangkis lagi. Ia berdiri dengan sepasang mata bersinar dan mulut di balik saputangan ia berkata, Thai-lek Kauw-ong, ilmu kepandaianmu hebat sekali. Kau akan dapat membuat banyak jasa terhadap kemanusiaan dengan ilmu kepandaianmu.!

Thai-lek Kauw-ong juga menghentikan gerakannya. Matanya terbelalak lebar, mulutnya agak ternganga dan napasnya terengah-engah, mukanya agak pucat penuh peluh, juga pakaiannya basah semua, tangan kakinya nampak lemas tanda bahwa ia lelah bukan main. Setelah menngatur napas dan tidak begitu terengah-engah lagi ia berkata.

Suling Emas memang lihai. Lain kali bertemu dan bertanding lagi!! Setelah berkata demikian, kakek itu mengebutkan lengan bajunya menyimpan gembrengnya lalu pergi dari situ dengan langkah lebar.

Heeei!, Kauw-ong, tentu lain kali kau mengajak teman-temanmu mengeroyok, ya?! Kwi Lan mengejek. Kakek gundul itu tidak menjawab, terus melangkah pergi.

Eh, Twa-supek! Apakah kau tidak ingin kusebut Twa-supek lagi? Tidak mau mengambil murid kepadaku? Heeei..!! Akan tetapi Thai-lek Kauw-ong berjalan terus, menengok satu kali pun tidak, sampai tubuhnya lenyap di sebuah tikungan jalan. Kwi Lan tertawa-tawa dengan nada mengejek, dan baru berhenti tertawa ketika bayangan kakek itu lenyap.

Suling Emas berdiri tegak, mengerutkan keningnya memandang gadis itu. Melihat gadis itu mengejek dan tertawa-tawa bebas, ia menggeleng-geleng kepalanya. Gadis ini mirip Lin Lin di waktu muda, akan tetapi ada keanehan yang luar biasa, cara ketawanya yang bebas tanpa sungkan, akalnya mengadu domba, semua ini condong ke arat watak yang liar dan tidak baik.

Nona, apakah dia itu Twa-supekmu (Uwa Gurumu)?! ia bertanya ketika gadis itu menghentikan tawanya dan kini berdiri di depannya, memandangnya penuh perhatian. Kekaguman memancar daripada mata gadis itu dan entah. bagaimana, rasa hati Suling Emas berdebar dan ia agak gugup melihat pandang mata seperti itu!

Dia? Twa-supekku? Ah, hanya menurut pengakuan dia saja. Dia bilang bahwa kini telah terbentuk Bu-tek Ngosian dan ia menjadi orang nomor satu sedangkan Guruku menjadi orang nomor lima, malah dia menyuruh aku menyebutnya Twa-supekku. Mana aku percaya? Guruku mana sudi bersekutu dengan dia?!

Suling Emas mengerutkan keningnya lebih ke bawah. Bukankah Gurumu yang bernama Kam Sian Eng?!

Kini Kwi Lan yang menjadi heran sekali. Bagaimana Suling Emas tahu akan nama gurunya? Ia sendiri baru satu kali mendengar gurunya menyebutkan namanya, yaitu ketika gurunya bicara dengan anggauta partai pengemis yang berani mendatangi tempat tinggal gurunya dan meneri mahajaran. Ia mengangguk heran dan bertanya.

Eh, bagaimana kau bisa tahu namanya?!

Kini Suling Emas tersenyum di balik saputangannya. Kalau sudah bertanya sambil memandang seperti itu, benar-benar gadis ini tiada ubahnya dengan Lin Lin dahulu! Tentu saja aku tahu karena sebenarnya aku adalah kakak Gurumu! Karena itu, akulah yang sebetulnya harus kaupanggil Twa-supek!!

Kwi Lan kembali melengak. Hal ini sama sekali tidak pernah disangka-sangkanya. Gurunya adik Suling Emas? Akan tetapi mendengar bahwa Suling Emas pernah menjadi kekasih Ratu Khitan, kekasih ibu kandungnya! Mengapa begini kebetulan?

Harap.. harap kau suka membuka saputangan itu!!

He? Apa.. mengapa?!

Kalau memang betul kata-katamu tadi, aku ingin menyaksikan wajah Twa-supekku, bukan hanya orang berkedok saputangan.!

Suling Emas tersenyum geli, kemudian perlahan ia merenggut saputangan yang menutupi bagian bawah mukanya.

Bukankah kau pernah melihat wajahku di Kang-hu?!

Benar, akan tetapi hanya sebentar saja.! jawab Kwi Lan sambil menatap wajah yang tampan dan penuh garis-garis pengalaman pahit itu. Hemmm, aku tidak suka mempunyai Twa-supek yang kurang ajar!! Kata-kata terakhir ini keluar dari mulutnya seperti makian, penuh kemarahan dan penyesalan. Pada saat itu, Kwi Lan tidak hanya mendongkol teringat akan sikap Suling Emas yang dianggapnya kurang ajar ketika menyuruh ia membuka baju, juga bahkan terutama sekali karena ia mendengar bahwa tokoh ini adalah kekasih ibu kandungnya! Kalau memang kekasihnya, mengapa Suling Emas meninggalkan Ratu Khitan?

Suling Emas terkejut, akan tetapi segera tersenyum, Hemmm, kau masih salah sangka agaknya. Engkau menganggap, aku kurang ajar karena di Kang-hu tempo hari aku menyuruh engkau membuka bajumu? Ah, anak nakal jangankan kini mengetahui bahwa engkau murid Sian Eng dan masih murid keponakanku sendiri. Andaikata tidak tahu sekalipun, aku bukanlah seorang laki-laki tua yang suka berlaku kurang ajar kepada seorang gadis remaja. Memang kusuruh engkau membuka baju, akan tetapi kata-kataku belum selesai engkau sudah terburu-buru lari dan marah. Tentu saja maksudku agar engkau membuka baju memeriksa dadamu sendiri apakah tidak mengalami luka seperti yang diderita Yu Siang Ki sebagai akibat pukulan lihai dari Pak-kek Sian-ong.! ,

Merah wajah Mutiara Hitam. Memang setelah ia lari dengan marah-marah, di tengah jalan ia mengenang kembali peristiwa itu dan ia pun mengerti apa yang dimaksudkan oleh pendekar ini. Akan tetapi dasar wataknya yang keras, ia tidak mau mengakui begitu saja tentang kekeliruan dugaannya.

Huh, kakek gila tua bangka itu mana mampu begitu mudah melukai aku? Yu Siang Ki bodoh dan kurang waspada maka dapat terluka. Aku tidak luka apa-apa!!

Suling Emas mula-mula heran dan kagum mendengar ini, kemudian ia mengangguk-angguk. Agaknya engkau telah mewarisi ilmu kepandaian Sian Eng yang amat aneh maka engkau dapat terhindar dari pukulan jarak jauh Pak-kek Sian-ong. Gurumu telah mewariskan ilmu kepandaian yang hebat, akan tetapi sayang kurang memperhatikan pelajaran sopan santun sehingga terhadap uwa guru sendiri engkau berlaku kurang hormat.! Biarpun mulut Suling Emas masih tersenyum namun sepasang matanya memandang penuh teguran.

Sepasang mata yang bening tajam tiba-tiba memandangnya dengan penuh selidik, kemudian terdengar gadis itu bertanya, suaranya lantang dan agak menggetar perasaan.

Suling Emas.. ada hubungan apakah antara engkau dan.. Ratu Khitan..?!

Seketika wajah yang tenang dan sudah agak pucat itu menjadi makin pucat, sepasang mata pendekar itu menyipit dan keningnya berkerut, kening tebal yang hampir bersambung setelah dikerutkan seperti itu. Pertanyaan yang tak disangka-sangkanya sama sekali ini datangnya terlalu tiba-tiba, lebih-mengagetkan daripada tusukan sebuah pedang yang tajam.

Apa..? Apa.. maksudmu..?! Ia tergagap sambil menatap wajah gadis itu yang kini membayangkan kekerasan dan kesungguhan.

Adakah Ratu Khitan itu dahulu pernah menjadi kekasihmu?! Kwi Lan menyerangnya dengan langsung dan tajam.

Kalamenjing di leher Suling Emas bergerak-gerak naik turun ketika ia menelan ludah seperti menelan kembali jantungnya yang meloncat naik ke tenggorokannya. Takkuasa ia menjawab dan tanpa ia sadari, ia mengangguk sungguhpun hatinya mulai dikuasai kemarahan mendengar akan pertanyaan-pertanyaan yang lancang kurang ajar ini.

Alangkah kaget dan herannya ketika ia melihat gadis ini membanting-banting kaki seperti orang marah sekali dan suara gadis itu bercampur isak. Kalau kau sudah merayunya sehingga dia menjadi kekasihmu, kenapa sekarang kau berada di sini dan meninggalkan dia?! Ucapan ini disertai pandang mata yang tajam menusuk melebihi sepasang pedang pusaka sehingga Suling Emas melangkah mundur setindak. Akan tetapi pendekar besar ini sudah dapat menguasai kekagetan hatinya dan kini kemarahan membuat wajahnya yang pucat menjadi agak merah kembali, sepasang matanya memancarkan sinar berpengaruh, kedua tangannya dikepalkan. Gadis ini terlalu lancang, terlalu kurang ajar. Biarpun gadis ini murid Sian Eng, atau anak Sian Eng sekalipun, terutama sekali kalau anak Sian Eng, bocah ini tidak berhak bersikap seperti itu dan mengorek-ngorek urusan pribadinya secara demikian kurang ajar!

Bocah kurang ajar tak tahu kesopanan!! bentaknya marah, melangkah maju setindak, telunjuknya ditudingkan ke arah muka Kwi Lan yang memandang dengan tajam penuh tantangan. Lancang benar mulutmu. Apa pedulimu dengan semua urusanku dan urusan Ratu Khitan? Ada sangkut-paut apakah dengan dirimu?!

Suling Emas yakin akan kewibawaan suara dan pandang matanya, apalagi pada saat itu setelah kemarahannya bangkit dan semua tenaga sin-kang terkumpul di dadanya. Lawan yang tangguh sekalipun akan tergetar. Gadis ini sama sekali tidak keder atau takut, malah kalau tadi ia melangkah maju setindak, gadis itu kini melangkah maju dua tindak dan kalau ia menudingkan telunjuk ke arah muka gadis itu, kini gadis itu menudingkan telunjuknya ke hidung sendiri sambll menjawab ketus.

Huh, mau tahu? Dia adalah Ibu kandungku!! Setelah berkata demikian, sambil mendengus seperti sapi betina marah, Kwi Lan membalikkan tubuhnya dan meloncat pergi dari tempat itu.

Jawaban ini seperti halilintar menyambar di atas kepala. Begitu hebat keheranan dan kekagetan hati Suling Emas sehingga ia berdiri terlongong dengan muka pucat, memandang ke arah lenyapnya bayangan gadis itu. Setelah bayangan Kwi Lan lenyap, barulah Suling Emas dapat menguasai hatinya dan ia berseru. Heii, tunggu jangan lari..!

Akan tetapi baru saja ia menggerakkan kaki hendak lari mengejar, ia mendengar suara dua orang Panglima Khitan yang tadi pingsan oleh pukulan Thai-lek Kauw-ong dan yang kini sudah siuman kembali, Tai-hiap..!!

Suling Emas menahan kakinya dan menengok. Benar juga, pikirnya. Mereka ini adalah Panglima-panglima Khitan, utusan Lin Lin, dari mereka ini pun aku akan dapat mendengar keterangan tentang Lin Lin dan.. gadis yang mengaku anaknya itu. Maka ia urungkan niatnya mengejar Kwi Lan karena dari sikap gadis itu ia pun merasa sangsi apakah jika dapat menyusulnya ia akan dapat memaksa gadis itu memberi penjelasan. Hatinya tenang kembali dan karena kini tidak ingin menyembunyikan diri lagi terhadap mereka, ia membuka saputangan yang menutupi mukanya dan menghadapi mereka. Begitu melihat wajah di balik saputangan, dua orang Panglima Khitan itu menjadi girang. Dahulu pernah mereka melihat Suling Emas menjadi tamu ratu mereka di Khitan dan kini mereka mengenal muka ini. Serta-merta mereka menjatuhkan diri berlutut.

Terima kasih kami haturkan atas pertolongan Taihiap, terutama sekali karena hal ini membuktikan bahwa Taihiap masih belum melupakan sahabat-sahabat dari Khitan.! kata Hoan Ti-ciangkun yang berjenggot panjang.

Suling Emas cepat-cepat mengangkat bangun kedua panglima tua itu. Ji-wi Ciangkun harap bangun, aku ingin membicarakan hal penting.!

Setelah mereka bangkit kemudian bersama mencari tempat duduk di tempat yang teduh, mulailah Suling Emas menceritakan maksud hatinya.

Pertama-tama kuharap Ji-wi berjanji bahwa Ji-wi tidak akan membuka rahasiaku kepada siapapun juga. Hanya kepada Ji-wi saja aku suka memperlihatkan muka karena aku ingin minta pertolongan Ji-wi. Maukah Ji-wi berjanji takkan membuka rahasiaku sebagai Suling Emas?!

Dua orang panglima itu saling pandang, kemudian mengangguk. Kami berjanji.! kata mereka berbareng.

Juga takkan membuka rahasia kepada ratu kalian?!

Mereka bersangsi sejenak. Kesetiaan mereka terhadap ratu mereka mutlak, akan tetapi, mengingat bahwa mereka tadi tertolong nyawa mereka oleh Suling Emas dan permintaan itu pun tidak melanggar sesuatu, mereka kembali menyatakan setuju.

Lega hati Suling Emas. Ia ingat kembali siapa dua orang ini dan ia merasa yakin bahwa dua orang ini takkan mungkin mau melanggar janji. Demikianlah sikap seorang gagah dari Khitan, jujur dan setia. Sekarang aku ingat kepada Ji-wi. Bukankah Ji-wi ini Loan Ti Ciangkun dan Hoan Ti Ciangkun, pembantu-pembantu utama Panglima Kayabu?!

Kembali dua orang panglima itu mengangguk. Mereka pun tahu bahwa di antara ratu mereka, Panglima Besar Kayabu, dan Suling Emas terdapat hubungan yang amat erat, bahkan mereka pun tahu bahwa Suling Emas ini adalah kakak angkat ratu mereka. Karena itu, kedudukan Suling Emas di mata mereka seperti seorang Pangeran Khitan yang harus mereka hormati. Hanya saja, mereka tidak menyebut pangeran karena maklum bahwa pendekar besar ini tentu tidak suka disebut demikian.

Ji-wi Ciangkun.! katanya, Semenjak meninggalkan Khitan, aku tidak tahu sama sekali akan keadaan di istana. Sukakah kalian memberi penjelasan kepadaku tentang keadaan ratu kalian? Tentu kalian tahu bahwa ratumu adalah adik angkatku. Bagaimanakah keadaannya? Apakah ratumu itu sudah mempunyai putera?!

Dua pasang mata itu berseri gembira. Ah, sayang bahwa Tai-hiap tidak pernah datang berkunjung ke Khitan. Ratu kami kini, mempunyai seorang putera yang gagah perkasa dan tampan yaitu, Pangeran Talibu yang kami hormati dan cinta.!

Rasa panas menjalar ke dalam dada Suling Emas, jantungnya seperti terbakar, kepalanya pening, pandang matanya berkunang. Berbagai macam dugaan dan pertanyaan muncul dalam hatinya. Mengapa Lin Lin menikah? Kapan dan dengan siapa? Rasa cemburu dan iri menyesak di dalam dadanya dan menurutkan perasaan ini, ingin ia sekali bergerak merobohkan dua orang utusan Lin Lin ini, kemudian pergi ke Khitan untuk memaki-maki bekas kekasihnya yang selalu tak pernah ia lupakan dan yang mengakibatkan ia hidup menderita, merana dan berpenyakitan. Kalau perlu membunuh suami Lin Lin!

Akan tetapi seperti biasa, kesadaran lebih kuat dalam batin pendekar besar ini. Sebentar saja ia sudah menguasai kembali hatinya, mengusir iri dan cemburu dan karena perang yang semacam ini terlalu sering terjadi di hatinya yang selalu dirundung kedukaan dan rindu dendam, biarpun Suling Emas berhasil menguasai hatinya, namun ia tidak dapat mencegah rangsangan batuk yang tiba-tiba datang. Ia terbatuk-batuk dan menggunakan saputangan menutupi mulutnya. Setelah reda, ia menarik napas panjang dan menatap wajah dua orang Panglima Khitan itu yang tadi memandangnya dengan terheran. Siapa takkan menjadi heran melihat seorang pendekar sakti seperti Suling Emas terserang batuk-batuk sedemikian parah seperti keadaan seorang yang lemah saja?

Ji-wi Ciangkun (Saudara Panglima Berdua), maafkan aku. Beritamu ini benar-benar mengagetkan hatiku. Ah, betapa sudah amat lamanya aku tidak pernah mendengar tentang ratu kalian, adik angkatku itu sehingga aku tidak tahu siapa yang telah menjadi adik iparku. Apakah dia seorang Pangeran Khitan yang gagah perkasa.!

Kini tiba giliran dua orang Panglima Khitan itu yang kaget dan melongo, saling pandang kemudian kembali memandang Suling Emas. Apa yang Taihiap maksudkan?! kata Hoan Ti Ciangkun. Ratu kami tak pernah.. tak pernah menikah!! Dalam kata-katanya, panglima ini jelas marah mendengar ratunya dikatakan menikah karena hal ini dianggapnya suatu penghinaan. Akan tetapi Loan Ti Ciangkun sudah dapat lebih dulu mengerti mengapa Suling Emas menduga demikian, maka ia juga cepat menyambung.

Ah, kami yang keliru, Taihiap. Harap Taihiap maklum bahwa ratu kami tidak menikah dan adapun putera beliau itu adalah putera angkat. Sesungguhnya, Pangeran Talibu itu dahulu adalah putera dari Panglima Kayabu yang dalam usia lima tahun diangkat anak secara resmi oleh ratu kami.!

Keterangan ini membuat hati Suling Emas terasa lapang, seakan-akan sebongkah batu besar yang tadi menindih jantungnya kini terangkat. Demikian lega dan senang hatinya sehingga tanpa ia sadari sendiri ia tertawa bergelak, Ha-ha-ha-ha..!! Dan dua titik air mata meloncat ke atas pipinya.

Dua orang Panglima Khitan itu saling pandang, terheran-heran. Akan tetapi karena mereka tahu bahwa banyak orang sakti berwatak dan bersikap aneh-aneh, maka mereka tidak berkata sesuatu.

Ji-wi Ciangkun, aku girang bahwa adik angkatku itu kini mempunyai seorang putera yang bernama Pangeran Talibu. Dan.. siapakah namanya puterinya?!

Kini dua orang panglima itu benarbenar heran. Puterinya? Puteri siapakah, Tai-hiap? Ratu kami tidak mempunyai seorang anak lain kecuali Pangeran Talibu!!

Hee..? Ada seorang gadis bernama Mutiara Hitam.. dan.. ah, sudahlah. Kalian tidak mengenal Mutiara Hitam?!

Salam hangat untuk para Cianpwee sekalian,

Setelah melalui berbagai pertimbangan, dengan berat hati kami memutuskan untuk menjual website ini. Website yang lahir dari kecintaan kami berdua, Ichsan dan Fauzan, terhadap cerita silat (cersil), yang telah menemani kami sejak masa SMP. Di tengah tren novel Jepang dan Korea yang begitu populer pada masa itu, kami tetap memilih larut dalam dunia cersil yang penuh kisah heroik dan nilai-nilai luhur.

Website ini kami bangun sebagai wadah untuk memperkenalkan dan menghadirkan kembali cerita silat kepada banyak orang. Namun, kini kami menghadapi kenyataan bahwa kami tidak lagi mampu mengelola website ini dengan baik. Saya pribadi semakin sibuk dengan pekerjaan, sementara Fauzan saat ini sedang berjuang melawan kanker darah. Kondisi kesehatannya membutuhkan fokus dan perawatan penuh untuk pemulihan.

Dengan hati yang berat, kami membuka kesempatan bagi siapa pun yang ingin mengambil alih dan melanjutkan perjalanan website ini. Jika Anda berminat, silakan hubungi saya melalui WhatsApp di 0821-8821-6087.

Bagi para Cianpwee yang ingin memberikan dukungan dalam bentuk donasi untuk proses pemulihan saudara fauzan, dengan rendah hati saya menyediakan nomor rekening berikut:

  • BCA: 7891767327 a.n. Nur Ichsan
  • Mandiri: 1740006632558 a.n. Nur Ichsan
  • BRI: 489801022888538 a.n. Nur Ichsan

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar