Mutiara Hitam Chapter 24

 Sama sekali bukan serangan ringan yang dilakukan Pak-sin-ong ini karena selain gergajinya bergerak amat cepat serta mengandung tenaga dalam yang dahsyat, juga gerakan gergaji ini melengkung membentuk setengah lingkaran yang merupakan pintu penutup bagi jalan keluar lawan! Thai-lek Kauw-ong berseru memuji dan juga kaget, maka ia cepat menghantamkan gembrengnya yang kiri untuk menangkis sambil mengerahkan tenaganya.

Brenggg..!!

Bunga api berpijar menyilaukan mata ketika gembreng itu berhasil menangkis gergaji. Pak-sin-ong mengeluarkan suara kaget dan terpaksa meloncat cepat ke belakang untuk mematahkan tenaga tangkisan yang sedemikian kuatnya sehingga kalau ia mempertahankan kuda-kudanya, tentu ia akan terhuyung-huyung! Pada saat itu, Bu-tek Siu-lam meloncat maju menerjang Raja Monyet itu sambil berseru keras.

Klik-klik!! Guntingnya yang besar berbunyi dua kali dan dengan amat cepatnya Thai-lek Kauw-ong menghindar sehingga guntingan itu tidak mengenai sasaran, sungguhpun hanya sedikit selisihnya dari leher dan pundaknya. Karena melihat majunya tokoh banci ini, Pak-sin-ong cepat mundur menjauhi karena ia tidak sudi jika dianggap mengeroyok. Namun dalam hatinya ia merasa lega karena ia sudah tertolong dari keadaan kehilangan muka. Betapapun juga harus diakui bahwa Si Raja Monyet itu benar-benar lihai sekali.

Klik.. brenggg!! kembali seperti keadaan Pak-sin-ong tadi, gunting di tangan Bu-tek Siu-lam kena ditangkis sehingga api berpijar dan disusul suara gembreng itu berbunyi susul-menyusul nyaring sekali. Wajah Bu-tek Siu-lam sampai menjadi pucat. Ia dapat menangkis dan mengelak sambaran dan gencatan senjata lawan, namun ia tak dapat mencegah suara yang nyaring hebat itu menerjang memasuki kedua telinganya. Hal ini benar-benar amat mengacaukan perasaan dan ketenangannya sehingga ia segera terdesak hebat!

Breng.. brenggg..!! Hampir saja ujung baju depan Bu-tek Siu-lam kena terjepit masih untung ia dapat membuang diri ke belakang dan kini dari tangan kanannya menyambar sinar kecil kuning pada saat ia membuang diri ke belakang ini.

Hehh..!! Thai-lek Kauw-ong terkejut sekali, tidak mengira bahwa tokoh banci itu dalam keadaan terdesak dan membuang diri ke belakang dapat mengirim serangan dengan senjata rahasia yang demikian berbahaya. Terpaksa ia mengibaskan gembrengnya sambil loncat ke belakang. Jarum itu terpukul menyeleweng oleh angin yang menyambar dari gembreng yang dikibaskan dengan tenaga besar. Akan tetapi di lain pihak, Bu-tek Siu-lam juga terkejut dan mengeluarkan keringat dingin. Kalau ia tidak berlaku cepat, jangankan sampai terkena himpitan sepasang gembreng itu, baru terjepit ujung bajunya saja berarti ia sudah mendapat malu. Maka berbareng dengan elakan Thai-lek Kauw-ong ke belakang, ia pun melangkah mundur sambil memasang kuda-kuda dengan sikap waspada.

Kesempatan ini dipergunakan oleh Siauw-bin Lo-mo untuk memperlihatkan ilmunya dan menguji kepandaian Si Raja Monyet. Huah-hah-hah, Kauw-ong, kauterimalah senjataku!! bentaknya dan ketika tangannya bergerak, sebuah benda hitam menyambar, bukan ke arah tubuh Kauw-ong, melainkan ke depan kakinya. Melihat ini, Thai-lek Kauw-ong, mengeluarkan seruan panjang dan tubuhnya sudah mencelat ke atas tinggi sekali, agaknya ia ketakutan. Bu-tek Siu-lam dan Pak-sin-ong terheran mengapa orang kosen itu takut menghadapi senjata rahasia yang dilemparkan ke depan kaki, sedetik kemudian mereka tahu sebabnya ketika benda itu menyentuh tanah dan meledak keras mengeluarkan api berpijar ke sekelilingnya. Andaikata Thai-lek Kauw-ong tadi tidak meloncat tinggi ke atas, tentu akan kena sambaran api yang muncrat-muncrat dari ledakan itu!

Thai-lek Kauw-ong marah. Dari atas udara tubuhnya memyambar turun ke arah Siauw-bin Lo-mo, sepasang gembrengnya menyambar karena ia lontarkan ke bawah! Hebat bukan main sepasang gembreng ini. Bukan hanya dapat dipergunakan sebagai senjata, malah kini dipergunakan sebagai senjata lontar yang ampuh. Dua benda itu kini seperti dua buah piring terbang menyambar tubuh Siauw-bin Lo-mo, yang sebuah menyambar leher, yang sebuah lagi menyambar perut! Namun biar Siauw-bin Lo-mo bertangan kosong dan bertubuh kecil, kegesitannya ternyata tidak kalah oleh yang lain-lain, bahkan mungkin melebihi. Tubuhnya tiba-tiba lenyap dan hanya tampak bayangan berkelebat menyelinap di antara dua benda yang menyambarnya. Sepasang gembreng itu berputaran terus kembali ke arah Thai-lek Kauw-ong yang sudah turun ke atas tanah. Raksasa gundul ini menyambut sepasang gembrengnya dengan mudah.

Empat orang sakti itu kini saling berhadapan, atau lebih tepat lagi, Thai-lek Kauw-ong dengan sepasang gemrengan siap menghadapi tiga orang itu. Karena dalam gebrakan-gebrakan perorangan tadi dapat terlihat bahwa betapa pun juga tingkat ilmu kepandaian Thai-lek Kauw-ong yang paling hebat, maka kini timbul kecenderungan hati tiga yang lain untuk mengeroyok dan menundukkan lebih dulu lawan yang paling kuat ini. Thai-lek Kauw-ong tersenyum mengejek kedua gembreng siap di tangan dan ia gembira sekali bahwa hari ini ia menghadapi tiga orang lawan yang akan merupakan makanan yang keras baginya! Inilah baru kesempatan mengadu ilmu yang memuaskan hatinya!

Pada saat itu, tiba-tiba terdengar suara melengking nyaring. Lengking ini selain nyaring memekakkan telinga, juga membuat jantung empat orang tokoh besar itu tergetar dan ini saja sudah menjadi tanda bahwa lengking itu dikeluarkan dengan pengerahan khikang yang tinggi. Tentu saja empat orang itu terkejut dan seketika menghentikan gerakan mereka yang tadi sudah siap bertanding. Ketika Thai-lek Kauw-ong memutar tubuh dan tiga orang lainnya juga memandang, mereka melihat seorang wanita duduk di atas ranting pohon. Entah kapan wanita itu berada di situ. Kedatangannya yang tak diketahui empat orang itu saja sudah membuktikan ginkang yang luar biasa, apalagi wanita itu duduk di atas ranting yang kecil dan kiranya akan patah kalau diduduki orang biasa. Akan tetapi wanita itu duduk dengan enak, membelakangi mereka dengan tubuh diputar dan kepala dipalingkan ke arah mereka. Melihat muka wanita itu, empat orang tokoh besar itu kaget dan heran. Tubuh wanita itu padat dan indah bentuknya, pakaiannya indah, akan tetapi kepala wanita itu tertutup kerudung! Biarpun kerudung itu tipis dan membayangkan sebuah muka yang cantik, namun tetap saja menyeramkan dan menimbulkan bayang-bayang gelap pada muka, terutama pada kedua matanya sehingga sepasang mata itu tampak hitam dan hanya kelihatan kilauan seperti titik api bersinar-sinar! Kedua tangan yang berkulit putih halus dan berbentuk kecil itu mempunyai jari-jari mungil, akan tetapi semua jari-jarinya berkuku panjang dan hitam mengkilap!

Empat orang laki-laki tua itu adalah empat tokoh besar yang hampir dapat dikatakan belum pernah bertemu tanding. Mereka itu memiliki ilmu kepandaian tinggi dan amat percaya akan ketangguhan sendiri sehingga mereka menjadi angkuh dan sombong. Mereka belum pernah bertemu dengan wanita ini, bahkan belum pernah mereka mendengar di dunia kang-ouw terdapat tokoh wanita berkerudung seperti ini. Sebagai orang-orang berilmu mereka dapat menduga bahwa wanita yang dapat muncul seaneh itu dan mengeluarkan lengking seperti tadi tentu memiliki kepandaian yang tak boleh dipandang ringan, akan tetapi mereka sama sekali tidak takut. Terutama sekali Pak-sin-ong yang berwatak angkuh. Ia menjadi marah sekali melihat datangnya orang tak ternama yang berani mengganggu mereka berempat.

Hemm, biar kubuka kedok perempuan itu, siapa gerangan dia berani bersikap kurang ajar!! Tangan kirinya bergerak dan sinar putih menyambar ke arah kepala wanita yang berkerudung itu.

Pak-sin-ong atau Jin-cam Khoa-ong ini memang mempunyai semacam hobby, yaitu memancing ikan! Hal ini bukan aneh atau lucu karena memang memancing ikan merupakan kesenangan banyak orang sejak jaman dahulu sampai sekarang, terutama sekali orang-orang tua. Akan tetapi bagi Pak-sin-ong, alat pancing dan talinya bukan hanya untuk memancing ikan, melainkan ia manfaatkan menjadi senjata yang amat ampuh. Ia menciptakan ilmu silat yang Khas dengan tali dan pancing ini sehingga di samping gergajinya, senjata pancing ini amatlah berbahaya karena dapat dipergunakan untuk menyerang dari jarak jauh dengan tali yang panjang itu.

Ketika Pak-sin-ong menggerakkan tangan kirinya, pancing itu meluncur merupakan sinar putih, menyambar ke arah muka wanita itu dengan kecepatan yang tak dapat diikuti dengan pandangan mata biasa. Namun wanita itu yang hanya dapat melihat datangnya serangan ini dari lirikan mata karena mukanya hanya menoleh sedikit, agaknya tidak melihat datangnya pancing yang hendak mengait dan marenggut kerudung yang menutupi mukanya. Ia hanya kelihatan mengangkat tangan kanannya ke atas dekat pipinya dan pada saat pancing itu hampir menyentuh kerudung, ia menggerakkan telunjuknya menyentil dengan kuku telunjuk.

Cringg..!!

Sinar putih itu mencelat kembali dan kini pancing menyerang berbalik ke arah pemiliknya. Pak-sin-ong mengeluarkan suara kaget akan tetapi dengan menarik talinya ia dapat menghindarkan diri dengan mudah.

Huh, tua-tua bangka sombong yang tak memandang mata lain orang. Kalian lihat, apakah aku tak cukup pantas untuk menghadiri pertemuan puncak ini!! terdengar suara wanita itu. Suaranya halus merdu, akan tetapi amat dingin. Kedua tangannya bergerak ke depan mencengkeram daun-daun pohon. Daun-daun kecil memenuhi kedua tangannya dan sekali wanita itu mengeluarkan suara melengking panjang sambil menggerakkan kedua tangan, daun-daun kecil itu melayang turun seperti tawon-tawon kecil menyambar ke arah empat orang itu. Bahkan sebagian terbang lebih jauh lagi, menyambar ke arah beberapa orang pimpinan rombongan pengemis dan rombongan Thian-liong-pang serta rombongan orang-orang Khitan yang tadi berani keluar dari tempat persembunyian untuk menonton datuk-datuk mereka mengadu ilmu.

Melihat datangnya daun-daun ini, empat orang berilmu itu terkejut. Itulah tenaga sinkang yang sudah tinggi sekali!

Dapat mempergunakan daun-daun sebagai senjata rahasia bukanlah ilmu yang aneh atau patut dipuji karena dapat dilakukan oleh ahli-ahli rendahan, akan tetapi dapat melontarkannya sehingga daun-daun itu hanya melayang-layang seolah-olah tidak bertenaga padahal mengandung tenaga yang dahsyat, hanya dapat dilakukan oleh ahli-ahli yang sudah amat tinggi ilmunya Karena maklum akan bahayanya daun-daun kecil itu, apalagi mereka sebagai orang-orang pandai melihat sinar hitam pada daun-daun itu, tanda bahwa ada racunnya, keempat orang itu cepat menggerakkan tangan dan mengerahkan tenaga sinkang memukul ke arah daun-daun yang datang menyambar sehingga daun-daun itu menyeleweng ke samping, namun daun-daun itu tidak terpental jauh sehingga empat orang itu makin kagum karena hal ini berarti bahwa daun-daun itu digerakkan dengan tenaga sinkang yang amat kuat.

Jerit-jerit mengerikan membuat empat orang tokoh itu semakin kaget lagi. Ketika mereka berempat memandang, ternyata beberapa orang dari tiga golongan tadi telah roboh berkelojotan dan seluruh tubuh mereka berubah hitam.

Beberapa helai daun menempel pada muka dan leher mereka. Empat orang pengemis, tiga orang anggauta Thian-liong-pang, dan lima orang Khitan yang roboh terkena sambaran daun-daun terbang dan berkelojotan dalam keadaan sekarat!

Setelah kawan-kawan dari beberapa orang yang menjadi korban sambaran daun itu menarik para korban ke tempat tersembunyi, empat orang itu kembali menghadapi wanita aneh dan kini mereka memandang dengan kagum, tidak lagi memandang rendah seperti tadi.

Thai-lek Kauw-ong yang paling suka bertemu dengan lawan tangguh dan menjadi kagum, segera berkata, Twanio (Nyonya) siapakah, harap turun!! Sambil berkata demikian, raksasa gundul ini lalu menekuk kedua lututnya, berjongkok sambil mengerahkan ilmunya yang hebat, yaitu tenaga Thai-lek yang membuat namanya terkenal. Makin lama perutnya menjadi makin melembung besar sekali seperti hendak pecah. Untung bahwa ia memakai celana yang longgar, demikian pula bajunya. Katau tidak tentu sudah pecah-pecah pakaiannya. Tak lama kemudian ia mengeluarkan suara di kerongkongan seperti suara seekor katak jantan dan kedua tangannya mendorong ke arah wanita yang duduk di atas ranting itu.

Siuuuuutttt.. krakkk.. !! Ranting itu berikut beberapa cabang besar seketika patah dan roboh ke bawah berikut daun-daunnya, mengeluarkan suara hiruk-pikuk. Akan tetapi wanita itu sudah melayang turun dengan loncatan melengkung ke atas sehingga tidak tersentuh hawa pukulan dahsyat itu,

Melihat kehebatan Ilmu Thai-lek-kang ini, tiga orang tokoh yang lain terkejut dan amat kagum. Tak salah lagi, kalau mereka bertiga maju seorang demi seorang, takkan dapat menandingi raksasa gundul yang hebat ini! Juga wanita berkerudung itu diam-diam amat kaget karena tak disangkanya bahwa Si Gundul yang wajahnya buruk seperti monyet ini benar-benar amat lihai. Jarak antara kakek gundul dan pohon di mana ia duduk cukup jauh, dari tempat ia duduk tadi tidak kurang dari sepuluh meter jauhnya, namun hawa pukulan itu masih mampu merobohkan cabang-cabang pohon, benar-benar seperti angin taufan! Karena maklum bahwa ia berhadapan dengan orang-orang yang sakti, wanita itu lalu mengangguk sedikit dan berkata, suaranya tetap halus dan merdu namun empat orang laki-laki itu yang mendengarnya, bergidik karena suara itu begitu dingin seperti suara setan dari balik kubur saja.

Namaku Sian dari Istana Bawah Tanah. Baru sekarang keluar dari bumi memasuki dunia ramai, tertarik hendak melihat macam apa adanya orang yang berani mengangkat diri menjadi Bengcu dari kaum kang-ouw. Siapakah di antara kalian yang menjadi Bengcu? Aku ingin sekali mencoba kepandaiannya!!

Sambil berkata demikian, sepasang mata di balik kerudung hitam itu menyambar ke kanan kiri, mata yang liar dan gerakannya cepat, mata orang yang tidak waras otaknya! Bibir itu tampak tersenyum di balik kerudung, manis bukan main, dan harus diakui bahwa wajah di balik kerudung hitam itu cantik jelita dan sukar ditaksir usianya, karena kecantikannya sudah matang, bukan seperti kecantikan seorang gadis remaja. Akan tetapi, bentuk tubuh yang membayang di balik pakaian sutera putih yang tipis itu benar-benar amat indah, tiada ubahnya bentuk tubuh seorang gadis remaja!

Tentu saja empat orang laki-laki tua itu makin terheran-heran dan sejenak mereka saling bertukar pandang. Memang tidak mengherankan kalau mereka belum pernah bertemu atau mendengar tentang wanita ini. Wanita ini bukan lain adalah Kam Sian Eng. Semenjak dua puluh tahun yang lalu wanita ini tak pernah muncul di dunia ramai sehingga tak seorang pun mengenalnya. Apalagi karena ilmu silat yang dimiliki Kam Sian Eng amatlah aneh, campur aduk tidak karuan dan caranya mempelajari kitab-kitab peninggalan iblis betina Tok-siauw-kwi Liu Lu Sian juga seenak perutnya sendiri. Seperti tadi saja, sambitan menggunakan daun adalah bukti dari penggunaan tenaga sinkang yang amat tinggi, akan tetapi nyatanya, dia tidak berani menerima sambaran hawa pukulan Thai-lek-kang, bahkan ketika meloncat turun ke depan empat orang tokoh itu, oleh mereka yang berpandangan tajam tampak betapa ginkangnya biarpun cukup tinggi namun tidaklah sehebat yang mereka duga dan setidaknya tidaklah lebih tinggi daripada tingkat mereka!

Huah-hah-hah!! Siauw-bin Lo-mo tertawa tanpa menggerakkan bibirnya sehingga Kam Sian Eng memandang dengan hati terheran-heran. Sian-Toanio (Nyonya Sian) mengapa masih pura-pura bertanya lagi? Bukankah sudah lama berada di sana tadi mendengar semua persoalan kami? Belum ada ketentuan siapa yang bakal menjadi Bengcu!!

Kam Sian Eng mengangguk. Hemm, kalian berempat memiliki kepandaian yang boleh juga, dan memang tadi aku sudah mendengar semua. Karena kalian bukan orang-orang sembarangan, aku bersedia untuk berkenalan. Aku setuju dengan usul Thai-lek Kauw-ong, bukankah kau yang bernama Thai-lek Kauw-ong?! tanya Sian Eng kepada Si Raja Monyet yang berkepala gundul. Kakek ini mengangguk-angguk, hatinya senang karena wanita ini cocok dengan usulnya. Memang tak perlu ada Bengcu, lebih penting lagi mencari pengganti Thian-te Liok-kwi yang dulu menjagoi dunia. Apa salahnya kalau sekarang terdapat Bu-tek Ngo-sian (Lima Dewa Tanpa Tanding)?! Kam Sian Eng tidak suka akan sebutan Kwi atau Setan, maka ia sengaja memilih sebutan Sian (Dewa), yang selain lebih gagah dan baik, juga sama dengan namanya! Wanita ini di waktu mudanya dahulu sudah banyak melihat lawan yang amat tangguh, oleh karena itu setelah sekarang keluar dari tempat sembunyi, ia merasa lebih aman jika berkawan dengan empat orang yang berkepandaian tinggi, berwatak aneh dan cocok dengan wataknya sendiri ini. Empat orang ini tidak segan-segan membunuh orang, seenaknya saja, dan ini pun cocok dengan pendapatnya. Orang yang tidak menyenangkan hati, orang yang lemah, memang boleh saja dibunuh!

Kalau begitu tidak bertanding?! Thai-lek Kauw-ong bertanya kecewa.

Perlu apa bertanding kalau di antara kita bukan musuh?! tanya Kam Sian Eng. Biarpun wanita ini mengalami gangguan jiwa dan wataknya sudah berubah karena kehancuran hati di waktu mudanya ditambah dengan latihan-latihan samadhi dan lweekang yang menyeleweng, namun ia tidak kehilangan kecerdikannya, bahkan menjadi makin cerdik. Sian Eng tahu bahwa bertanding menghadapi empat orang ini, biarpun ia tidak takut, namun bukan merupakan hal yang ringan dan tidak akan mudah mencapai kemenangan. Selain itu juga tidak ada gunanya.

Huah-ha-ha-ha, betul sekali ucapan Sian-toanio. Cocok.. cocok!! kata Siauw-bin Lo-mo yang diam-diam merasa jerih terhadap Thai-lek Kauw-ong, apalagi setelah muncul wanita ini yang aneh dan memiliki kepandaian yang menggiriskan hati.

Betul! Memang kita segolongan, perlu apa bertempur?! kata pula Pak-sin-ong yang cita-citanya memang ingin mencari teman-teman yang kuat untuk membantunya melanjutkan cita-cita merampas Kerajaan Khitan.

Segolongan?! Sian Eng bertanya. Golongan apa?!

Hi-hik, sahabatku yang manis. Golongan apalagi? Tentu saja golongan kaum sesat, hi-hik!! kata, Bu-tek Siu-lam sambil mesam-mesem genit. Sian Eng sudah banyak melihat orang aneh, akan tetapi melihat sikap genit laki-laki gagah dan tampan ini, ia menjadi muak dan geli. Ia juga tersenyum dari balik kerudungnya, senyum geli.

Senyum ini oleh Thai-lek Kai-ong dikira senyum karena setuju disebut golongan sesat, maka kakek gundul yang kosen ini lalu menepuk-nepuk dadanya. Huh, memang benar! Banyak orang menyebut aku seorang sesat. Memang aku sesat! Biarlah mereka menyebutku begitu dan hendak kulihat, bagaimanakah macamnya orang yang tidak sesat?!

Hemm, mau tahu orang yang tidak sesat? Di antaranya, yang paling menonjol namanya adalah Suling Emas! Dia menganggap jagoan nomor satu di dunia, memandang rendah golongan kita! Aku paling benci kepada Suling Emas dan mengharap bantuan kalian berempat untuk menandinginya karena memang ia memiliki ilmu kepandaian yang lihai sekali.! Berkata demikian, Jin-cam Khoa-ong atau Pak-sin-ong mengepal kedua tinju dan mukanya membayangkan kebencian hebat. Mengapa Pak-sin-ong membenci Suling Emas? Bukan lain karena Pak-sin-ong masih saudara sepupu Hek-giam-lo seorang di antara Thian-te Liok-kwi yang menjadi musuh besar Suling Emas. Bahkan beberapa kali Hek-giam-lo dikalahkan Suling Emas sehingga terjadi permusuhan antara kedua tokoh ini (baca cerita CINTA BERNODA DARAH). Selain menaruh dendam karena saudara sepupunya ini, juga pasukan Pak-sin-ong pernah dipukul mundur ketika pasukan ini menyerang Khitan dan pada waktu itu Suling Emas masih berada di Khitan.

Sejenak wajah cantik di balik kerudung itu menjadi merah, sepasang mata yang aneh itu mengeluarkan sinar berapi. Akan tetapi hanya sebentar. Tadinya Sian Eng marah mendengar orang bertopi itu memusuhi Suling Emas. Suling Emas adalah Kam Bu Song, kakak tirinya. Akan tetapi ia sudah tidak merasai lagi cinta kasih antara saudara, apalagi karena semenjak kecil memang tak pernah bertemu dengan kakak tirinya itu (baca cerita CINTA BERNODA DARAH). Maka ia hanya tersenyum dingin dan diam-diam di dalam hatinya ia menertawai Pak-sin-ong karena mana mungkin orang ini dapat melawan kakak tirinya itu!

Huah-ha-ha-ha, memang sekeluarga itu orang-orang sombong, menganggap diri sendiri bersih dan orang lain kotor!

Suling Emas disebut sebagai pendekar sakti, padahal ibunya adalah Tok-siauw-kwi yang jahatnya melebihi Thian-te Liok-kwi! Dari manakah datangnya Tok-siauw-kwi? Bukan lain dia adalah seorang gadis puteri pendiri Beng-kauw di selatan. Perkumpulan Agama Beng-kauw juga merupakan perkumpulan yang menamakan dirinya kaum putih atau kaum lurus, lawan kaum sesat. Aku menghormat mendiang Tok-siauw-kwi yang tidak suka berpura-pura seperti tokoh-tokoh Beng-kauw! Kuharap kalian berempat suka membantuku kelak mengobrak-abrik Beng-kauw yang sombong!! kata Siauw-bin Lo-mo yang mendendam sakit hati terhadap Beng-kauw.

Hemm, aku setuju membantumu, Siauw-bin Lo-mo. Aku pun benci kepada Beng-kauw,! kata Sian Eng. Dia pernah mendengar dahulu betapa antara Bengkauw dan Tok-siauw-kwi terdapat hal-hal yang bertentangan sehingga hidup iblis betina itu menjadi sengsara (baca cerita SULING EMAS). Karena ia mendapatkan ilmu-ilmunya dari kitab-kitab peninggalan Tok-siauw-kwi, maka ia mengganggap iblis betina itu sebagai gurunya dan ia pun merasa tidak suka kepada Beng-kauw, sungguhpun kakak kandungnya Kam Bu Sin, menjadi mantu ketua Beng-kauw! Memang pikiran Sian Eng sudah menjadi aneh sekali dan pertimbangannya sudah kacau balau. Ia hanya menurutkan perasaannya saja tanpa memperdulikan hal-hal lain lagi.

Hemm, kalau semua setuju dengan pendapat Sian –toanio, biarlah kita tidak saling bertanding. Untuk menentukan siapa di antara kita yang lebih berjasa dan lebih unggul, mari dalam setahun sejak saat ini kita berlumba, berbanyak-banyak membasmi orang-orang yang memusuhi golongan kita. Setahun kemudian kita berkumpul lagi disini dan dia yang paling banyak membasmi orang-orang yang memusuhi kita, dialah yang berhak menjadi tokoh pertama!! Thai—lek Kauw-ong berkata. Tiga orang kakek yang lain mengangguk-angguk, dan biarpun Sian-Eng tidak ikut mengangguk, ia sudah menjawab cepat-cepat.

Baiklah, dan sekarang aku pergi lebih dulu!! Baru saja habis kata-katanya, tubuhnya sudah berkelebat dan lenyap dari situ dengan cepat sekali. Empat orang kakek itu tidak mencegah, hanya memandang sampai bayangan Sian Eng lenyap dari pandang mata mereka. Sunyi sejenak, kemudian terdengar suara Bu-tek Siu-lam.

Hi-hik, aku tak begitu percaya kepada perempuan itu. Pandang mata dan sikapnya menunjukkan bahwa dia bukan seorang yang waras otaknya. Akan tetapi dia cantik, dan bentuk tubuhnya.. hemm..!! ia terkekeh genit.

Ilmu kepandaiannya lumayan,! kata Siauw-bin Lo-mo yang dalam hatinya suka kepada Sian Eng karena wanita itu tadi menyatakan sanggup membantunya menghadapi Beng-kauw. Mendapat seorang pembantu seperti wanita aneh itu sungguh amat menyenangkan dan berharga.

Biarpun tidak ada Bengcu, namun kita berempat, berlima dengan Sian-toanio tadi, sudah berjanji untuk saling bantu. Karena itu, kuharap saja kelak apabila aku membutuhkan bantuan, Samwi (Tuan Bertiga) tidak akan segan-segan untuk turun tangan membantuku, termasuk golongan yang mendukung Samwi,! kata Pak-sin-ong. Tentu saja Samwi dapat mengandalkan aku dan pasukan-pasukanku di utara apabila Sam-wi sewaktu-waktu perlu bantuan.!

Berbeda dengan yang lain-lain, Pak-sin-ong ini memiliki cita-cita yang lebih besar, yaitu merampas kerajaan, oleh karena itu tentu saja yang penting baginya adalah kuatnya pasukan untuk melaksanakan cita-citanya menggempur Kerajaan Khitan. Urusan pribadi baginya adalah urusan kecil.

Pada saat itu, tiba-tiba empat orang sakti ini berdiam dan mengerling ke arahh selatan karena pendengaran mereka yang tajam dapat menangkap langkah kaki yang halus dari arah ini. Tak lama kemudian, muncullah seorang wanita yang usianya kira-kira dua puluh tujuh sampai tiga puluh tahun. Wanita ini memakai pakaian serba merah dari sutera tipis sehingga membayangkan bentuk tubuhnya yang menggairahkan dan wajahnya berbentuk lonjong manis. Apalagi sepasang matanya amat indah bentuknya lebar dan sinarnya penuh semangat. Sayang bahwa wajah yang manis ini membayangkan kekerasan hati dan tak pernah tersenyum. Yang amat menarik perhatian adalah rambutnya, rambut yang amat hitam mengkilap dan panjang tebal dibiarkan terurai begitu saja di belakang punggungnya sampai ke pinggulnya yang besar. Sebatang pedang tampak tersembul gagangnya dari balik rambut di punggung. Wanita itu lebih kelihatan agung dan gagah daripada cantik, sungguhpun kemanisan wajahnya tidak akan dilewatkan begitu saja oleh setiap orang laki-laki.

Maaf, saya mewakili Guruku untuk menghadiri pertemuan di hari ini dan belajar kenal dengan Bengcu baru!! kata wanita itu sambil berdiri tegak dan mengangkat kedua tangan ke depan dada sebagai tanda penghormatan.

Hi-hik, kalau Gurumu secantik engkau, mengapa tidak kauajak sekalian datang ke sini, manis?! kata Bu-tek Siu-lam sambil tertawa dan pandang matanya seperti hendak menelan wanita pakaian merah itu.

Tiga orang kakek yang lain hanya tersenyum mengejek dan wanita itu mulai merah kedua pipinya yang putih sehingga menyaingi pakaiannya. Sepasang matanya yang lebar itu terbuka makin lebar dan sinar matanya menyambar penuh selidik ke arah Bu-tek Siu-lam, kemudian terdengar suaranya yang nyaring.

Kalau saya tidak keliru sangka, Locianpwe ini tentulah yang berjuluk Bu-tek Siu-lam, bukan? Terimalah hormat saya Po Leng In mewakili guru saya Siang-mou Sin-ni!! Sambil berkata demikian ia melangkah maju dan kembali mengangkat kedua tangan ke depan dada.

Bu-tek Siu-lam yang memang memandang rendah semua orang tertawa mengejek lalu berkata, Ah, kiranya murid Siang-mou Sin-ni. Aku mendengar bahwa Siang-mou Sin-ni orangnya cantik jelita dan rambutnya harum, suka bersahabat dengan laki-laki tampan. Nah, cocok mempunyai murid seperti engkau. Siapa namamu tadi? Po Leng In? Nama yang indah, seindah orangnya dan seperti juga Gurumu engkau tentu suka bersahabat dengan aku, bukan?! Berkata demikian, Bu-tek Siu-lam menggerakkan tangannya menyambar ke depan.

Wanita yang bernama Po Leng In itu terkejut sekali dan berusaha menghindar, namun ia kalah cepat dan tangan kirinya sudah tertangkap.

Sejenak wanita itu menyambarkan sinar matanya ke arah muka Bu-tek Siu-lam yang hanya tertawa-tawa mengejek, bahkan kemudian Bu-tek Siu-lam membuka mulut bernyanyi dan.. suaranya adalah suara wanita atau suara yang sengaja dikecilkan seperti suara wanita!

Wanita adalah bunga harum, alangkah sayang kalau tidak dicium! Wanita adalah intan gemilang, alangkah sayang kalau tidak ditimang!!

Baru saja berhenti suara nyanyiannya, mukanya sudah bergerak ke depan dan ngokk! pipi kanan Po Leng In tahu-tahu sudah diciumnya sampai mengeluarkan suara keras.

Po Leng In adalah murid terkasih Siang-mou Sin-ni, murid nomor satu yang paling pandai di antara semua saudara seperguruannya. Karena itu dia memiliki ilmu kepandaian yang paling tinggi di antara murid-murid Siang-mou Sin-ni dan karena kepandaiannya ini, di mana-mana ia disegani dan ditakuti orang. Tak pernah ada orang laki-laki berani mengganggunya setelah banyak di antara mereka dia bunuh secara kejam dan ganas karena berani kurang ajar terhadap dirinya. Sekarang ia mengalami perlakuan seperti ini dari Bu-tek Siu-lam, tentu saja seketika mukanya yang tadinya merah kini berubah pucat dan sepasang matanya seperti mengeluarkan cahaya berkilat.

Lepas..!! jeritnya dengan suara melengking nyaring dan dari belakang punggungnya menyambar sinar hitam melalui atas kepalanya ke depan.

Siuuuuttt.. plakkk!! Itulah rambut hitam yang menyambar dan melecut, cepat dan tak terduga-duga datangnya, menyambar ke depan mengenai tangan Bu-tek Siu-lam yang memegang pergelangan tangan kirinya.

Bu-tek Siu-lam adalah seorang yang lihai dan tinggi ilmu silatnya. Akan tetapi karena ia tadi memandang rendah dan sama sekali tidak menduga akan diserang dengan lecutan rambut, ia tidak sempat menghindar dan kulit punggung tangan kanannya yang putih mulus dan memakai gelang emas itu terkena lecutan ujung rambut sehingga kelihatan jalur-jalur merah biru! Kalau saja ia tidak cepat-cepat mengerahkan kekuatan ke punggung tangannya, tentu kulit punggung tangan itu sudah mengeluarkan darah karena luka. Ia berseru kaget dan menarik tangannya sambil melangkah mundur setindak, kesempatan ini dipergunakan Po Leng In untuk menarik kembali tangan kirinya yang tadi terpegang.

Po Leng In kini sudah menggerakkan kepalanya sehingga rambut panjang yang tadinya tergantung di belakang punggung, kini pecah menjadi dua gumpalan dan tergantung di depan, melengkung pada dadanya, dan begitu tangan kanan bergerak, ia sudah memegang sebatang pedang yang kecil panjang dan amat tajam sehingga mengeluarkan sinar berkilauan. Sikapnya galak, matanya penuh kemarahan, dan biarpun ia maklum bahwa lawannya adalah seorang cianpwe yang ilmunya amat tinggi, namun sinar mata wanita ini menyatakan bahwa ia akan melawan dengan nekat.

Bu-tek Siu-lam hanya terenyum, matanya bersinar-sinar dan ia berkata, Hi-hi-hik! Kau berani melawan aku? Hi-hik, murid Siang-mo Sin-ni cantik manis dan berhati baja! Hendak kulihat apakah benar-benar hatimu terbuat daripada baja!!

Tiga orang kakek yang lain hanya menonton tidak mau mencampuri urusan ini. Selain mengingat bahwa baru saja mereka mengaku telah bersaudara! atau bersahabat dengan Bu-tek Siu-lam, juga mereka bertiga tidak peduli akan Siang-mouw Sin-ni yang menjadi seorang di antara Thian-te Liok-kwi yang sudah jatuh! itu. Kini yang menguasai dunia kaum sesat adalah Bu-tek Ngo-sian (Lima Dewa Tak Terlawan), bukan lagi Thiante Liok-kwi (Enam Iblis Bumi Langit)! Di samping itu, mereka bertiga bukanlah orang-orang yang berwatak lemah dan perasa sehingga melihat kejadian yang bagi orang lain mengerikan, menyeramkan, jahat atau tidak adil, bagi mereka ini adalah biasa saja! kalau Bu-tek Siu-lam suka kepada perempuan dan bisa mendapatkannya, biarlah ia mendapatkannya dan memperlakukannya sesuka hati, apalagi perempuan itu tiada sangkut pautnya dengan mereka bertiga! Bahkan Pak-sin-ong sudah mencibirkan bibirnya dan meninggalkan tempat itu, turun dari puncak diikuti oleh pasukannya yang terdiri dari orang-orang Khitan dan Mongol. Juga Siauw-bin Lo-mo yang tidak suka lagi bermain perempuan, menjadi jemu dan meninggalkan puncak untuk kembali ke sini setahun kemudian seperti yang telah mereka janjikan.

Thai-lek Kauw-ong seorang yang masih berada di situ, malah kini raksasa gundul ini duduk di atas batu hitam menonton sambil menyeringai lebar. Dia seorang perantau yang tidak mempunyai pengikut, tentu saja ia seenaknya dan tidak tergesa-gesa. Apalagi, ia pun sudah mendengar akan nama besar Siang-mou Sin-ni sehingga ia ingin menyaksikan sampai di mana kelihaian murid iblis betina itu. Adapun para pengemis yang menjadi pengikut Bu-tek Siu-lam, masih belum hilang kagetnya karena beberapa orang teman mereka tadi tewas menjadi korban sambaran daun-daun secara mengerikan sehingga mereka masih menggerombol di belakang pohon besar, tidak berani lagi sembrono memperlihatkan diri, hanya menanti sampai datuk mereka muncul.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar