Guruku tidak mempunyai julukan apa-apa, selamanya menyembunyikan diri, dan aku hanya mengenalnya sebagai Bibi Sian. ilmu kepandaiannya memang luar biasa hebatnya, akan tetapi dia orang biasa saja.! Kwi Lan memang sengaja tidak mau menyebut nama bibinya karena bibinya adalah seorang aneh yang tidak suka dikenal namanya. Juga ia tidak mau menimbulkan keheranan lagi kepada pengemis muda ini dengan memberitahukan bahwa bibi atau gurunya itu pun she Kam!
Yu Siang Ki menarik napas panjang. Memang banyak orang sakti aneh di dunia ini yang mengasingkan diri tidak mencampuri urusan dunia ramai. Gurumu tentu seorang di antara mereka dan melihat kepandaianmu, tentu Gurumu seorang yang amat pandai.!
Kwi Lan tertawa. Yu Siang Ki, engkau belum pernah bertanding denganku, belum pernah melihat kepandaianku, akan tetapi sudah berkali-kali memuji! Guruku memang lihai, akan tetapi tidaklah terlalu aneh. Orang-orang sakti seperti Pak-kek Sian-ong dan Lang-kek Sian-ong itu barulah patut disebut orang-orang sakti dan aneh luar biasa.!
Siang Ki terkejut dan cepat menatap wajah gadis itu dengan penuh perhatian. Apa? Engkau pernah berjumpa dengan kedua Locianpwe itu? Mengenal mereka?!
Kwi Lan mencibirkan bibirnya. Hatinya masih mengkal kalau ia teringat kepada dua orang kakek itu, menganggap mereka itu keterlaluan sekali sikapnya terhadap Siangkoan Li, Tentu saja aku sudah pernah bertemu dengan dua orang tua bangka seperti monyet!!
Aiihhh.. Kwi Lan, bagaimana engkau berani..?!
Memaki mereka monyet? Di depan mereka pun aku berani memaki-maki mereka. Boleh jadi mereka lihai dan aneh, akan tetapi mereka itu layak dimaki, dan seandainya aku memiliki ilmu kepandaian seperti Bu Kek Siansu, tentu mereka berdua itu sudah kuberi pukulan seorang satu sampai kapok!!
Kini Siang Ki memandang bengong. Makin lama makin mengherankan gadis ini! Kau.. kau pernah berjumpa pula dengan.. dengan Bu Kek Siansu?!
Kwi Lan mengangguk, bangga melihat keheranan pengemis muda ini.
Tanpa disadarinva, Siang Ki memegang lengan gadis itu erat-erat dan dengan penuh gairah ia bertanya. Benarkah itu, Kwi Lan? Benarkah ada manusia dewa itu? Aku hanya mendengar namanya seperti dongeng yang diceritakan Ayah!!
Mengapa aku berbohong? Aku sudah melihatnya, dan memang kakek tua renta itu lihai dan aneh akan tetapi juga goblok!!
Kali ini sepasang mata Siang Ki memandangi muka Kwi Lan dengan penuh curiga dan keraguan. Gadis ini berani memaki Pak-kek Sian-ong dan Lam-kek Sian-ong, hal itu sudah merupakan sesuatu yang tak masuk akal dan terlalu luar biasa karena sebagian besar orang kangouw, menyebut nama dua orang kakek ini pun dengan berbisik-bisik. Akan tetapi sekarang gadis ini tidak hanya berani memaki mereka, bahkan berani mengatakan bahwa Bu Kek Siansu goblok! Ini sudah keterlaluan sekali. Nama Bu Kek Siansu sudah disanjung-sanjung oleh semua pendekar, dianggap guru besar yang setarap dengan Tat Mo Couwsu dan juga disegani, semua tokoh dunia hitam, dianggap seperti manusia dewa yang entah sudah berapa ratus tahun usianya. Akan tetapi gadis ini menyebutnya goblok! Kalau tidak mendengar dengan kedua telinganya sendiri, tak mau Siang Ki mempercayai hal ini.
Kwi Lan, maukah engkau menceritakan kepadaku tentang perjumpaanmu dengan tiga orang kakek sakti itu?! Dengan penuh gairah pemuda ini berkata sehingga membangkitkan semangat Kwi Lan untuk menceritakan pengalamannya bersama Siangkoan Li.
Ketika mendengar penuturan itu, Yu Siang Ki menghela napas panjang dan berulang kali ia mengangguk. Ah, kalau begitu keliru persangkaanku. Patut dikasihani keadaan Siangkoan Li dan biarlah kelak aku akan membantunya jika keadaan mengijinkan. Keadaan antara dia dan aku banyak persamaannya. Dia bertugas membangun dan membersihkan Thian-liong-pang sedangkan aku harus membangun kembali dan membersihkan Khong-sim Kai-pang dan kaum pengemis. Kalau benar seperti yang kauceritakan bahwa kedua orang Sian-ong itu sudah ditundukkan dan berjanji kepada Bu Kek Siansu untuk memihak kebenaran, kita boleh bernapas lega, Kwi Lan. Hanya orang-orang seperti mereka itulah yang kelak akan sanggup membendung datangnya iblis-iblis jahat yang akan menguasai dunia persilatan.!
Yu Siang Ki, aku sudah terlalu banyak bercerita. Sekarang kauceritakanlah pengalamanmu, tentang Ayahmu yang terkenal itu dan tentang kau sendiri.!
Memang begitu berjumpa, Yu Siang Ki merasa suka dan cocok sekali dengan gadis yang wajar dan polos ini. Apalagi ketika mengetahui bahwa Kwi Lan she Kam, biarpun tidak ada hubungan dengan Kam Bu Song si Suling Emas, namun persamaan she ini saja sudah menambah rasa suka di hatinya karena semenjak kecil memang Siang Ki sudah memuja nama Suling Emas yang dipuji-puji selalu oleh ayahnya. Kini mendengar permintaan gadis ini tanpa ragu-ragu lagi ia lalu bercerita.
Yu Kan Tianglo adalah seorang tokoh partai pengemis Khong-sim Kai-pang. Ia putera Ketua Khong-sim Kai-pang akan tetapi semenjak kecil menghilang dan mempelajari Ilmu silat tinggi. Setelah berusia tiga puluh tahun ia muncul dan mencari musuh besar yang membunuh ayahnya, yaitu seorang di antara Thian-te Liok-kwi yang menjadi raja pengemis, It-gan Kai-ong. Di dalam usahanya yang amat sukar ini karena It-gan Kai-ong memiliki kesaktian yang hebat, ia mendapat bantuan Suling Emas sehingga akhirnya berhasil membunuh tokoh iblis itu.
Semenjak itu, Yu Kang Tianglo tidak pernah lagi muncul di dunia kang-ouw. Biarpun secara diam-diam ia masih suka kadang-kadang mengadakan hubungan dengan para pimpinan kai-pang, namun ia sendiri mengasingkan diri dan beberapa tahun kemudian menikah dengan puteri seorang sahabatnya, juga seorang pendekar silat yang mengasingkan diri. Dari pernikahan ini lahirlah Yu Siang Ki. Akan tetapi sungguh malang nasib Yu Kang Tianglo, ketika melahirkan, isterinya meninggal dunia. Hal ini terjadi karena tempat tinggal mereka yang menyendiri di lereng Bukit Thai-hang-san, jauh tetangga sehingga pada saat melahirkan. Yu Kang Tianglo sendiri tidak berada. di rumah, sedang pergi mencari pembantu. Ketika ia pulang ke pondok bersama seorang wanita yang biasa membantu orang melahirkan, isterinya telah menggeletak tak bernyawa di samping seorang bayi yang menangis keras. Isterinya mati karena kehabisan darah!
Yu Kang Tianglo hidup dengan hati mengandung kedukaanbesar. Ia makin tak mau lagi muncul di dunia ramai. Hidupnya dlcurahkan untuk merawat dan mendidik Siang Ki sehingga ketika pemuda ini, berusia dua puluh tahun, ia telah mewarisi semua kepandaian ayahnya! Betapapun juga, Yu Kang Tianglo tak pernah mau mengingkari asal-usulnya sebagai putera kai-pang (perkumpulan pengemis) sehingga bukan hanya dia, bahkan puteranya pun semenjak kecil diharuskan memakai pakaian yang dihias tambal-tambalan seperti pakaian pengemis.
Demikianlah, Kwi Lan. Ketika Ayah mendengar bahwa dunia pengemis kembali rusak dan terancam hebat oleh tokoh-tokoh sesat sehingga banyak pengemis dibawa menyeleweng, Ayah menjadi kaget dan marah sekali. Hal ini sungguh menjadi malapetaka karena jantung Ayah yang selalu lemah dan sakit-sakit semenjak ibu meninggal dunia, mendapat serangan yang membawa Ayah meninggal dunia pula. Ayah hanya berpesan agar aku mewakili Ayah untuk menolong kaum pengemis, terutama sekali Khong-sim Kai-pang.!
Kwi Lan mendengarkan penuturan itu dengan hati penuh iba. Kiranya pemuda ini juga bernasib buruk di waktu kecilnya, tidak ada bedanya dengan Tang Hauw Lam maupun Siangkoan Li. Semenjak kecil sudah dirundung malang dan kini hidup sebatang kara di dunia.
Saudara Siang Ki, karena engkau selalu melakukan perantuan di dunia kang-ouw, kulihat engkau mengenal semua tokoh kang-ouw yang sakti-sakti dari golongan hitam maupun putih. Karena Ayahmu adalah sahabat baik pendekar sakti Suling Emas, tentu engkau tahu baik tentang riwayat pendekar itu.!
Aku hanya mendengar dari penuturan mendiang Ayah. Biarpun hatiku amat kepingin, namun belum pernah aku mendapat kehormatan berjumpa dengan pendekar itu.!
Dalam percakapan kaum sesat di puncak Cheng-liong-san tadi, aku mendengar mereka menyebut-nyebut nama Ratu Khitan yang katanya masih sanak dekat dengan Suling Emas, bahkan katanya menjadi.. eh, kekasihnya. Tahukah engkau akan hal itu?!
Yu Siang Ki menggeleng kepalanya. Ayah tidak tahu akan hal itu. Aku pun tidak tahu benar. Yang kutahu bahwa Ratu Khitan kabarnya juga memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi, dan aku pernah mendengar pula dari luaran bahwa ratu itu dahulu menjadi adik angkat Suling Emas. Tentang hubungan asmara di antara mereka, aku tidak tahu. Yang pasti, sampai sekarang Suling Emas tidak pernah menikah, juga Ratu Khitan yang kabarnya cantik jelita itu sampai sekarang tak pernah menikah.!
Berdebar jantung Kwi Lan. Berdebar dan merasa tidak enak. Menurut kata Bibi Sian gurunya, dia adalah puteri Khitan. Kalau Ratu Khitan tidak pernah menikah, bagaimana ia bisa menjadi puterinya? Siapakah ayahnya?
Ah, bagaimana mungkin seorang ratu tidak menikah?! Ia pura-pura merasa heran dan bertanya. Bukankah seorang raja atau ratu itu membutuhkan keturunan untuk kelak diwarisi tahta kerajaan?!
Yu Siang Ki mengangguk-angguk. Aku tidak tahu mengapa Ratu Khitan yang terkenal itu tidak menikah. Akan tetapi aku mendengar dari para pedagang keliling yang seringkali mengembara ke Khitan bahwa sesungguhnya ia tidak menikah namun Ratu Khitan mempunyai seorang putera angkat. Agaknya putera angkatnya itu pun telah mewarisi kepandaian ibunya. Namanya Pangeran Talibu, dan sudah beberapa kali pangeran itu mengadakan perjalanan ke selatan. Ilmu silatnya tinggi, orangnya tampan bukan main dan sebentar saja namanya pun terkenal sebagai seorang yang tangguh.!
Makin tidak nyaman rasa hati Kwi Lan. Kalau benar seperti yang dituturkan gurunya secara singkat sekali bahwa dia puteri Ratu Khitan mengapa ia sejak kecil ikut Bibi Sian? Mengapa Ibu kandungnya sendiri tidak merawat dan mendidiknya, bahkan mengangkat seorang putera? Apakah karena aku perempuan? Makin penasaran rasa hati Kwi Lan sehingga tampak mukanya kemerahan, matanya menyinarkan api kemarahan.
Kau kenapakah?! Siang Ki yang berpemandangan tajam itu menegurnya.
Tidak apa-apa. Tahukah kau di mana aku bisa bertemu dengan Suling Emas?!
Siang Ki makin terheran. Kau tadi bilang bahwa kau tidak mempunyai hubungan dengan Suling Emas, mengapa sekarang hendak bertemu dengannya?!
Kwi Lan sudah dapat menekan perasaannya. Ia tersenyum dan menjawab. Puji-pujian yang kudengar mendorong hatiku untuk melihat bagaimana macamnya pendekar besar itu. Di manakah dia berada sekarang?!
Aku sendiri pun mencari-carinya, Kwi Lan. Tidak mudah mencari seorang tokoh penuh rahasia seperti Suling Emas. Aku hendak pergi ke Kang-hu mengunjungi pusat dari Khong-sim Kai-pang. Setelah aku memperkenalkan diri, kiranya para tokoh Khong-sim Kai-pang ada yang tahu di mana adanya Suling Emas yang merupakan sahabat baik itu.!
Hati Kwi Lan kecewa mendengar bahwa pemuda yang luas pengalamannya ini pun tidak tahu di mana adanya Suling Emas. Ia harus bertemu dengan Suling Emas. Harus ia tanyai pendekar itu tentang ibu kandungnya. Kalau memang betul bahwa ibu kandungnya itu seorang wanita tak tahu malu seperti yang dibicarakan oleh para kaum sesat, ia tidak usah melanjutkan keinginan hatinya pergi menemui ibunya itu. Di samping ini, ia pun tertarik untuk menyaksikan bagaimana keadaan perkumpulan pengemis golongan putih yang menjadi musuh pengemis-pengemis golongan hitam. Ingin ia bertemu dengan tokoh-tokoh dan pendekar-pendekar besar yang ia percaya tentu akan ia jumpai kalau ia mengikuti pengemis muda ini.
Aku ikut!! Tiba-tiba ia berkata. Siang Ki memandang, terkejut. Apa maksudmu? Ikut..?!
Ya, aku ikut bersamamu dengan harapan agar kau dan Khong-sim Kai-pang akan dapat membantuku mempertemukan dengan Suling Emas. Atau.. barangkali engkau tidak suka mengajak aku.!
Sepasang mata gadis itu memandang penuh selidik, bahkan mengandung tantangan. Mau tidak mau Siang Ki tersenyum. Gadis ini benar lincah dan wajar, aseli danmenyenangkan. Ia mengangguk dan berkata lirih.
Bukan aku yang tidak suka melakukan perjalanan bersamamu, Kwi Lan. Sebaliknya aku bersangsi apakah engkau akan betah melakukan perjalanan di samping seorang pengemis sehingga derajatmu terseret turun dan dipandang rendah serta dihina orang.!
Karena kau seorang yang berpakaian pengemis? Huh, hendak kulihat siapa berani menghinaku kalau aku berjalan bersamamu! Mengukur manusia bukan dari pakaiannya, bukan pula dari kata-katanya, melainkan dari perbuatannya! Hal ini kuketahui benar setelah merantau.!
Pengemis muda itu memandang dengan wajah berseri dan mulut tersenyum. Dan engkau akan masih belajar banyak, Kwi Lan, dan akan mendapatkan kenyataan-kenyataan yang banyak pula. Hidup ini belajar dan sebelum mati, takkan pernah habis hal-hal yang perlu kita pelajari. Nah, mari kita berangkat ke kota Kang-hu.!
Demikianlah, untuk ke tiga kalinya Kwi Lan melakukan perjalanan bersama seorang pengemis tampan yang lihai dan sifatnya jauh lagi bedanya dengan dua orang pemuda yang pernah dikenalnya. Kalau Tang Hauw Lam pemuda berandalan yang selalu riang gembira itu memandang hidup dari segi yang lucu dan menggembirakan, sedangkan Siangkoan Li memandang hidup dari segi yang penuh kedukaan, kekecewaan dan penuh perjuangan, adalah pemuda ke tiga ini seorang pemuda yang sikapnya seperti orang tua, sudah masak, berpemandangan luas banyak pengalaman hidup dan memandang dunia dengan sepasang mata yang penuh pengertian. Tiga orang pemuda yang ketiganya sama lihai, entah mana yang paling tinggi ilmunya, dan yang memiliki sifat-sifat menarik dan baik masing-masing. Tiga pemuda perkasa yang begitu berjumpa dengan Kwi Lan telah memperlihatkan rasa suka dan sayang!
***
Sudah terlalu lama kita meninggalkan Suling Emas, semenjak dalam buku jilid pertama. Dua orang tokoh pengemis Khong-sim Kai-pang yang bernama Gaklokai dan Ciam-lokai, dengan penuh keyakinan mengira bahwa Suling Emas adalah Yu Kang Tianglo dan mohon kepada Yu Kang Tianglo! ini untuk menolong kaum pengemis yang terancam keselamatannya oleh kaum sesat. Setelah mendengar permintaan mereka berdua, akhirnya Suling Emas menyanggupi untuk datang ke Kang-hu mengunjungi Khong-sim Kai-pang sebagai Yu Kang Tianglo!
Ada dua hal yang menyebabkan Suling Emas menerima permintaan ini. Pertama karena mengingat akan persahabatannya dengan Yu Kang Tianglo sehingga ia ingin sekali menyelamatkan Khong-sim Kai-pang dari tangan orang-orang sesat. ke dua, karena ia sedang dikejar-kejar oleh para orang-orang suruhan Ratu Yalina dari Khitan yang minta kepadanya untuk datang ke Khitan. Hatinya ingin sekali pergi ke Khitan melepaskan rindu terhadap kekasihnya, Lin Lin atau Ratu Yalina, akan tetapi keinginan ini ia tekan dengan anggapan bahwa kepergiannya ke Khitan berarti merendahkan derajat ratu yang di junjung tinggi oleh bangsa Khitan itu. Tidak, ia harus berkorban. Dengan menyamar menjadi Yu Kang Tianglo dan menutupi mukanya dengan saputangan, tentu akan membebaskannya daripada pengejaran orang-orang Khitan itu.
Karena kini menghadapi sebuah tugas yang penting, maka hati dan pikiran Suling Emas tidak lagi terlalu ditekan oleh kenang-kenangan pahit sehingga tubuhnya menjadi lebih segar dan bersemangat. Memang tubuh pendekar sakti ini sudah amat kuat dan kebal terhadap segala penderitaan. Hanya kalau terlalu merana hatinya, teringat akan kegagalan-kegagalan cinta kasih yang meremukkan jiwanya, maka jantungnya menjadi tidak kuat dan ia suka terbatuk-batuk. Akan tetapi sekali ia sudah dapat mengatasi kedukaan lni, tubuhnya menjadi sehat kembali.
Kuda merah kurus yang menjadi kawan satu-satunya dan menjadi kuda tunggangannya yang setia, berjalan perlahan. Setelah tiba di depan pintu gerbang kota Kang-hu sebelah barat, Suling Emas menarik napas panjang. Entah sudah berapa belas tahun ia tak pernah lewat kota ini yang dahulu dikenalnya amat baik. Ia menaikkan saputangan menutupi mukanya, menundukkan topi bututnya menyembunyikan muka dan melanjutkan perjalanan. Untuk pergi ke kuil yang menjadi markas besar perkumpulan pengemis, Khong-sim Kai-pang, ia harus memasuki kota Kang-hu dan keluar lagi dari kota itu melalui pintu sebelah timur karena kuil itu berada di luar kota sebelah timur.
Kota Kang-hu tidak ada perubahan. Bangunan-bangunannya, toko-tokonya, masih seperti dulu saja. Namun ia tahu bahwa penduduknya sudah berubah. Orang-orang muda yang dahulu telah menjadi tua, seperti dia. Pekerjaan orang-orang tua sudah diganti yang muda, yang dahulu masih kanak-kanak atau bahkan belum terlahir. Oleh karena penggantian satu generasi ini, maka Suling Emas melihat betapa ia tidak mengenal seorang pun di antara orang-orang yang lalu-lalang atau berada di dalam warung dan toko. Maka hatinya menjadi lega dan ia melepas saputangan yang menutupi mukanya. Hanya kalau perlu saja, agar jangan dikenal orang, ia menutupi mukanya. Kalau memang tidak ada yang mengenalnya, ia tidak perlu menutupi mukanya karena hal ini malah akan menimbulkan kecurigaan.
Seorang laki-laki tua di atas kuda kurus dan buruk bukanlah penglihatan yang aneh di kota itu, maka tak seorang pun memperhatikan Suling Emas. Semua orang menganggap dia ini seorang petani tua miskin yang mungkin hendak mencari sanaknya di kota atau hendak berbelanja.
Ketika tiba di sebuah jalan simpang tiga di dekat pintu gerbang timur, Suling Emas menghentikan kudanya di depan sebuah warung. Ia teringat bahwa warung ini dahulu amat terkenal dengan masakan bakminya yang lezat dan murah. Perutnya memang sudah lapar maka ia ingin makan di mi warung ini. Seperti yang telah diduganya, juga penjaga kedai bakmi ini sudah terganti orang lain semua. Akan tetapi meja-mejanya masih seperti dahulu, menjadi hitam mengkilap saking tuanya dan setiap hari terkena minyak. Dengan hati lega Suling Emas mengambil tempat duduk di sudut menghadap ke pintu masuk. Senang juga melihat betapa dugaannya tepat, kedai bakmi itu masih dikunjungi banyak tamu karena bakminya. Buktinya, belasan orang tamu yang memenuhi tempat itu semua menggerakkan sumpit makan bakmi!
Ia memesan bakmi dan arak, kemudian makan dengan enaknya. Betapapun juga, karena ia berada dekat markas Khong-sim Kai-pang dan maklum bahwa mulai dari kota inilah ia akan menghadapi hal-hal yang pelik, Suling Emas memasang mata dengan waspada. Ia sengaja tidak menurunkan topi bututnya dan mengintai dari balik topinya sambil makan bakmi dan minum arak. Tidak ada sesuatu yang ganjil di antara para tamu yang makan bakmi. Hanya di sudut kanan ada tiga orang laki-laki berpakaian seperti ahli-ahli silat, agaknya mereka ini adalah piauwsu-piauwsu (pengantar kiriman) yang lewat di Kang-hu dan makan di kedai ini. Yang seorang sudah berusia lima puluhan tahun, bertubuh tinggi kurus dengan muka merah. Yang dua orang adalah pemuda-pemuda berusia dua puluh lima tahun, bersikap gagah dan hormat terhadap yang tua itu. Di pinggang mereka tampak gagang pedang. Melihat sikap mereka itu tidak sombong dan bicara dengan sopan dan perlahan. Suling Emas tahu bahwa mereka ini adalah orang baik-baik. Logat bicara mereka menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang selatan.
Setelah habis semangkok bakmi, Suling Emas minta semangkok lagi. Perutnya amat leper, sudah dua hari ia tidak makan. Juga ia minta tambah arak. Pelayan kedai curiga. Orang tua ini pelahap benar, dan pakaiannya seperti pengemis, atau paling hebat juga seorang dusun yang miskin.
Lopek harap bayar dulu,! kata Si Pelayan dengan suara perlahan. Kalau sampai orang ini terlalu banyak makan minum kemudian tidak dapat membayarnya, dia juga tidak terlepas dari tanggung jawab dan selain mendapat teguran, sedikitnya ia harus menanggung separoh harga makanan dan minuman itu!
Suling Emas tersenyum. Ia dihina, akan tetapi ia maklum mengapa pelayan mencurigainya. Ia tidak merasa terhina karena ia tahu akan dasar sikap pelayan itu. Tanpa berkata sesuatu ia mengeluarken sepotong perak dan memberikannya kepada Si Pelayan. Melihat perak ini yang cukup besar, Si Pelayan mengubah sikap membungkuk-bungkuk dan berkata, Biar nanti sajalah, Lopek. Saya ambilkan tambahanmu.! Si Pelayan pergi dan Suling Emas menyimpan peraknya sambil tersenyum pula. Semenjak ia muda dahulu sampai sekarang, generasi telah berganti namun watak manusia masih sama saja. Hidup manusia sudah tidak sewajarnya lagi. Hati dan pikiran manusia diselubungi hawa keduniaan sehingga orang mempercaya orang lain bukan berdasarkan pribadinya namun berdasarkan harta dan kedudukannya. Orang menghormat orang lain bukan berdasarkan sikap pribadinya melainkan berdasarkan bagusnya pakaian dan padatnya kantung. Manusia sudah tidak dapat menguasai dirinya sendiri yang sudah sepenuhnya dikuasai harta benda dan kedudukan. Manusia hanyalah abdi-abdi nafsu kesenangan yang amat lemah dan menyedihkan!
Ketika pelayan itu membawa bakmi dan arak tambahan yang dipesannya, tiba-tiba terdengar ribut-ribut di pintu kedai. Si Pelayan menoleh dan ketika ia melihat dua orang pengemis di pintu itu yang marah-marah dan memaki-maki, ia cepat-cepat lari ke dalam dengan muka pucat. Suling Emas menoleh dan diam-diam ia terkejut ketika melihat dua orang pengemis setengah tua yang berdiri di depan pintu itu. Dua orang pengemis ini menaruh tangan kiri di atas dada sedangkan tangan kanan membentuk lingkaran dengan ibu jari dan telunjuk di atas kepala. Itulah tanda bahwa mereka berdua adalah anggauta-anggauta Khong-sim Kai-pang! Mau apakah dua orang Khong-sim Kai-pang datang ke kedai ini dengan sikap demikian aneh?
Mana pemilik kedai? Hayo lekas keluar!! bentak seorang di antara mereka dengan suara galak. Kini mereka sudah menurunkan kedua tangan, memegang tongkat yang tadi mereka kempit. Tak lepas dari pandang mata Suling Emas betapa para tamu kelihatan gelisah melihat dua orang pengemis ini, seperti takut-takut. Sejak kapankah anggauta-anggauta Khong-sim Kai-pang bersikap galak seperti ini dan ditakuti orang?
Dari dalam kedai berlari-lari keluar seorang berjubah hitam panjang, tubuhnya kecil kurus dan kumisnya panjang sampai ke dagunya. Jelas tampak orang ini ketakutan, sambil membungkuk-bungkuk dan memaksa senyum sehingga tampak giginya yang hitam karena tembakau ia menghampiri dua orang pengemis itu sambil berkata, Ah, kiranya Ji-wi dari Khong-sim Kai-pang! Silakan duduk!!
Tak usah banyak jual omongan manis. Kami datang bukan menghendaki bakmimu yang busuk dan arakmu yang bau! Engkau Lai Keng pemilik kedai ini?!
Be.. betul.., ada apakah, Taihiap..?!
Diam-diam Suling Emas geli juga mendengar, Si Pemilik Kedai menyebut Taihiap (Pendekar Besar) kepada anggauta Khong-sim Kai-pang itu.
Huh, engkau benar-benar memandang rendah kepada kami, ya? Ketika kemarin seorang anggauta rendahan kami datang minta derma sepuluh tail, kenapa hanya kauberi uang kecil? Engkau berani menghina kami?!
Ah, tidak sama sekali.., mana saya berani? Ketahuilah, harap Ji-wi suka mempertimbangkan. Perdagangan sekarang sepi, dan pula keuntungannya habis dipakai bayar pajak pemerintah, bagaimana saya sanggup menderma sepuluh tail perak? Harap Ji-wi sudi mempertimbangkan..!
Tidak laku, ya? Sepi kau bilang? Begini banyak tamu kau bilang sepi!! bentak pengemis ke dua.
Benar, ada juga yang datang berbelanja namun keuntungannya tipis sekali..!
Banyak alasan! Kalau kaunaikkan harganya setiap mangkuk, bukankah kau mendapatkan banyak untung dan tidak berat menyumbang sepuluh tail? Pendeknya, tak usah banyak cerewet. Kami Khong-sim Kai-pang bukannya orang-orang yang boleh dihina. Kalau kau sekarang tidak mengeluarkan sepuluh tail, jangan harap kau akan dapat membuka lagi kedaimu ini!! Sambil berkata demikian, seorang di antara para pengemis itu menggerakkan tongkatnya ke bawah dan.. ceppp..!! tongkat itu amblas masuk ke dalam lantai sampai setengahnya lebih!
Si Pemillk Kedai menjadi pucat wajahnya dan tubuhnya menggigil. Dengan suara bercampur isak ia berkata, Kalau begini.. bakal bangkrut..!
Kaupilih saja. Bangkrut atau mampus!!
Keadaan sudah memuncak dan pada saat itu terdengar orang menggebrak meja sambil berseru, Bangsat tak tahu malu! Dari mana datangnya pengemis-pengemis yang begini kurang ajar!!
Ternyata yang menggebrak meja dan marah-marah ini adalah tiga orang piauwsu tadi yang kini sudah bangkit berdiri dan menghampiri dua orang pengemis yang berdiri di luar pintu. Piauwsu setengah tua bermuka merah tadi kini menudingkan telunjuknya kepada dua orang pengemis sambil membentak, Kalian ini golongan apakah? Melihat sikap dan pakaian seperti pengemis-pengemis yang biasanya mencari sisa makanan di kedai-kedai atau minta sedekah kepada orang yang lewat. Akan tetapi ternyata kalian lebih rendah daripada pengemis maupun perampok. Pengemis tidak minta secara paksa sedangkan perampok tidak akan berkedok pengemis!!
Dua orang pengemis itu saling pandang, kemudian mereka memandang piauwsu itu dengan mata melotot lebar. Apa kamu mencari mampus berani mencampuri urusan kami dua orang anggauta Khon-sim Kai-pang?! Sebutan Khong-sim Kai-pang ini dikatakan oleh seorang di antara pengemis itu dengan keras-keras, agaknya ia hendak mempergunakan pengaruh nama ini untuk mendatangkan kesan.
Khong-sim Kai-pang (Perkumpulan Pengemis Hati Kosong) semestinya mempunyai anggauta-anggauta yang berhati kosong tanpa pamrih akan tetapi kalian ini perampok-perampok berkedok pengemis amat menjemukan! Kami adalah tamu-tamu yang sedang makan di kedai ini, memang tidak ada sangkut-pautnya dengan urusan pemilik kedai. Akan tetapi kami sedang makan kalian berani datang mengganggu! Huh, melihat saja membuat perut kami muak dan tidak ada nafsu makan. Hayo enyah dari sini!! bentak piauwsu setengah tua muka merah. Dua orang piauwsu muda di kanan kirinya juga bersikap galak. Malah seorang di antara dua orang muda ini segera mengulur tangan ke depan, menggunakan dua buah jari menjepit tongkat yang tertancap di lantai kemudian sekali berseru keras, tongkat itu sudah tercabut keluar dari lantai.
Phuhh! Yang macam ini dipakai menakut-nakuti orang? Menyebalkan!! katanya sambil melempar tongkat itu sehingga tongkat besi itu jatuh berkerontangan di atas lantai. Semua tamu kedai itu terkejut dan kagum. Sebaliknya dua orang pengemis itu menjadi marah sekali. Pemilik tongkat sudah menyambar tongkatnya, kemudian mereka berdua meloncat mundur lalu berdiri di jalan sambil menantang.
Pengacau dari mana begitu buta matanya berani memusuhi Khong-sim Kai-pang?!
Piauwsu setengah tua sudah meloncat maju pula diikuti dua orang piauwsu muda. Tak tahu malu, menggunakan nama perkumpulan yang begitu muluk, kiranya Khong-sim Kai-pang hanyalah sarang sekumpulan manusia jahat. Kami datang dan pergi tak pernah menyembunyikan nama. Di selatan kami terkenal piauwsu-piauwsu yang paling, benci terhadap penjahat-penjahat berkedok pengemis, seperti srigala-srigala berkedok domba! Aku Lim Kiang atau Lim-piauwsu, dan ini kedua orang puteriku. Lekas kalian enyah dari sini, atau perlukah kalian kuusir dengan gebukan seperti orang mengusir anjing-anjing rendah.!
Dua orang pengemis itu marah bukan main. Keparat she Lim! Kau dan anak-anakmu sudah bosan hidup rupanya. Majulah, hendak kami lihat sampai di mana hebatnya kepandaianmu, apakah sehebat mulutmu yang lebar itu?!
Ayah, biarkan kami menghajar dua penjahat ini!! seru dua orang muda sambil meloncat ke depan dan pedang mereka sudah berada di tangan. Sang Ayah yang agaknya cukup percaya akan kepandaian putera-puteranya, lalu mengangguk dan tersenyum mengejek, mundur berdiri sambil bertolak pinggang.
Dua orang pengemis itu sudah berseru nyaring sambil memutar tongkat besi mereka, menyerang dua orang piauwsu muda yang sudah menangkis dengan pedang mereka pula. Terjadilah pertandingan yang seru, di atas jalan raya di depan kedai bakmi! Mereka yang tadinya enak-enak makan bakmi, kini sudah keluar pula dari kedai untuk menonton, wajah mereka tegang dan khawatir karena semua orang di Kang-hu tahu belaka akan pengaruh Khong-sim Kai-pang yang akhir-akhir ini berlaku sewenang-wenang. Tentu saja diam-diam mereka mengharapkan kemenangan bagi piauwsu-piauwsu asing dari selatan itu.
Pengharapan mereka itu ternyata terkabul. Dua orang piauwsu muda dari selatan ini memiliki ilmu pedang yang hebat. Tidak sampai lima puluh jurus mereka berempat bertanding dan dua orang pengemis Khong-sim Kai-pang itu sudah roboh dengan pundak terluka tusukan pedang dan tongkat mereka runtuh. Suling Emas yang ikut menonton menjadi terkejut ketika melihat ilmu pedang dua orang piauwsu itu yang segera ia kenali. Itulah ilmu pedang Beng-kauw! Tak disangsikan lagi bahwa piauwsu-piauwsu itu adalah anak murid Beng-kauw dan melihat sepak terjang mereka, ia menjadi bangga, Mereka ini murid-murid Bengkauw yang baik, bukan hanya terbukti dari sikap mereka memberi hajaran dua orang pengemis jahat, juga melihat betapa dua orang piauwsu muda itu hanya melukai pundak lawan, tidak membunuhnya.
Beberapa orang di antara penonton yang tadi makan bakmi segera menghampiri tiga orang piauwsu itu sambil berbisik, Sam-wi harap lekas-lekas pergi dari sini. Kalau terlambat, bisa celaka. Khong-sim Kai-pang bermarkas di luar kota ini dan selain anggautanya banyak, juga mereka mempunyai pemimpln-pemimpin yang pandai dan amat kejam! Lekas, Sam-wi (Tuan Bertiga) pergilah dari sini.!
Piauwsu tua mengerutkan alisnya dan berkata lantang, Kami bukan golongan pengecut yang berani berbuat tidak berani bertanggung jawab! Kami memberi hajaran kepada dua orang pengemis ini karena kelakuan mereka yang jahat. Kalau teman-temannya datang menuntut balas, biarlah kami hadapi mereka itu dengan pedang kami.! Ucapan ini dikeluarkan dengan nada marah akan tetapi sama sekali tidak membayangkan kesombongan.