Pendekar Satu Jurus Bab 11-15

Baca Cersil Mandarin Online: Pendekar Satu Jurus Bab 11-20
Pendekar Satu Jurus Bab 11-15

Go Beug-si menatap sekejap kedua orang itu ujarnya: "Ke mana kalian akan pergi, paling tidak luka yang di derita saudara Hui kita ini kan harus disembuhkan dulu?"

Ia berhenti sebentar, sambil terbahak-bahak kemudian ia menambah "Sekarang saudara Hui telah menjadi Congpiaupacu kaum Lok lim wilayah Kang lam, jika lukanya tak dapat disembuhkan kukuatir kejadian ini akan mempengaruhi nama baik Cian-heng dan Na-heng di mata orang lain."

Cian Hui tersenyum, kipasnya yang sudah menganggur sekian lama kembali digoyangkan katanya sambil tertawa "Tentu saja, tentu saja! Kemanapun kita akan pergi, luka Hui-taysianseng memang harus disembuhkan lebih dulu, cuma..."

Ia melipat kembali kipasnya, sambil menuding Hui Giok ia berkata: "Luka yang diderita Hui-tay-sianseng bukan luka yang enteng, tempat inipun bukan tempat yang cocok untuk merawat lukanya. Saudara Go, kukira kau tak usah kuatir. serahkan saja soal penyembuhan luka Hui-taysianseng kepadaku, biarkan Bengcu-toako kita ini menanggung sekian lama."

"Aku percaya si Tangan Sakti Cian Hui memiliki ilmu pengobatan yang hebat," kata Go Beng-si sambil tertawa, "sekalipun tak kau katakan juga kutahu tempat ini tak cocok untuk merawat luka, silakan Cian heng segera mengambil keputusan ke mana kita harus pergi."

Air muka Cian Hui agak berubah, tapi senyum ramah kembali tersungging di ujung bibimya, katanya kepada Jit-giau-tui-hun: "Menurut pendapatku mula-mula kita harus mengantar Hui-toako ke suatu tempat yang tenang dan sepi untuk merawat lukanya, kemudian kita siapkan surat undangan untuk mengundang semua kawan-kawan persilatan yang berada di wilayah Kanglam untuk menghadiri upacara penobatan ketua Lok-lim yang baru, entah bagaimana menurut pendapat saudara Na?"

"Selamanya aku mengikuti garis perjuangan Cian-heng yang maha hebat!" kata Jit giu-tui-hun dengan kaku, "berbicara soal tempat beristirahat bagi Hui-taysianseng, sudah tentu perkampungan Long-mong san-ceng saudara Cian adalah tempat yang paling tenteram ditambah lagi saudara Cian memang pandai ilmu pengobatan, semua ini akan melancarkan pekerjaan dirimu, mengenai surat undangan untuk kawan-kawan persilatan hal ini memang persoalan penting yang tak dapat ditunda-tunda lagi, menurut pendapatku, bagaimana kalau kita tetapkan pada bulan lima hari Pekcun saja, pada waktu itu sekalipun musim semi sudah lewat, musim panas yang gersang belum tiba, tentunya kawan-kawan persilatan tak akan terlampau disiksa oleh teriknya matahari"

"Hahaha, betul. betul, bagus! Kita tetapkan hari Pek-cun saja. hari Pek-cun pada bulan lima paling tepat untuk mengadakan pertemuan besar!"

Cian Hui lantas berpaling ke arah Go Beng-si setelah menjura ia berkata "Selama sehari penuh kami sudah menerima banyak kebaikan dari saudara Go, bukan saja aku orang she Cian merasa berterima kasih, bila sobat-sobat kalangan Lok-lim mengetahui hal inipun mereka pasti juga akan berterima kasih atas bantuan saudara Go"

"Ucapan Cian-heng terlampau serius" kata Go Beng-si sambil tersenyum.

Di luar ia berkata demikian, lain pula yang dipikir di dalam hatinya "Tampaknya orang she Cian ini akan menggunakan kesempatan ini untuk mengusir aku, agar di kemudian hari dia lebih gampang mengendalikan Hui-heng , Hehehe, sayangnya, meskipun perhitunganmu sangat bagus, belum tentu akan kuturuti jalan pikiranmu!"

Betul juga, sambil tersenyum Cian Hui lantas berkata pula: "Saudara Go adalah seorang pendekar pengembara yang bebas berkelana ke sana kemari, kehidupan macam begitu sungguh menyenangkan sekali, sayang aku cuma seorang manusia kasar, jauh benar bedanya bila dibandingkan saudara Go, semoga di kemudian hari aku ada jodoh dan dapat mengikuti jejak saudara Go untuk menjadi seorang pengelana yang bebas, entah betapa bahagiaku bisa berpesiar dan menikmati pemandangan alam dengan tenang dan tidak dibebani pikiran."

Ia kembangkan kipasnya dan digoyangkan beberapa kali, setelah tergelak beberapa kali, lanjutnya: "Tapi hari ini aku tak berani mengganggu saudara Go lagi dengan tugas-tugas lain, maka selama gunung masih hijau dan air tetap mengalir. semoga kita dapat bertemu kembali lain waktu, Siaute pasti akan menahan Go-heng untuk menginap selama beberapa hari di rumahku."

Go Beng-si tertawa geli di dalam hati, sedang di luarnya ia berkata dengan wajah serius "Pujian saudara Cian sungguh membuatku merasa malu sekali, Siaute adalah manusia biasa, kesenanganku hanya menonton keramaian belaka, terus terang kukatakan, tujuanku lari ke sana kemari bukanlah untuk menikmati keindahan alam, juga bukan mencari ketenangan. aku justru sibuk lari kian kemari untuk mencari rangsangan."

"Kini saudara Hu sudah diangkat menjadi Cong-piaupacu kaum Lok-lim di wilayah Kanglam, aku rasa kawanan Lok-lim dan segala penjuru pasti akan berdatangan untuk memberi hormat kepada ketuanya, suasana waktu itu entah betapa meriahnya. Hahaha, jangankan diriku ini memang penganggur, sekalipun ada urusan, kesempatan baik ini pasti tidak kusia-sia kan dengan begitu saja, maka bila saudara Cian tidak keberatan, aku ingin menumpang selama beberapa hari di Long-mong-san-ceng yang tersohor itu."

Ia berhenti sebentar, sambil terbahak-bahak katanya lagi: "Sekalipun saudara Cian merasa keberatan, terpaksa kutebalkan muka untuk mengintil di belakangmu"

Kata-katanya itu tersembur keluar seperti bendungan yang bobol, lancar dan tak terbendung, sementara matanya tak terlepas dari wajah orang she Cian itu.



Ia lihat air muka Cian Hui sebentar berubah hijau sebentar jadi pucat, kipasnya digoyangkan tiada hentinya hingga jenggotnya yang panjang berkibar tiada hentinya.

Selain sesaat kemudian ia baru berkata sambil tertawa: "Ah, mengapa saudara Go mengucapkan kata-kata semacam itu? Suatu kebanggaan bagi kami bila Jit giau-tongcu yang tersohor di kolong langit ini bersedia mengunjungi perkumpulan kami untuk menyambut rasanya aku tak sempat, masa akan kutolak kunjunganmu itu? Kalau saudara Go sampai mengucapkan kata-kata semacam itu artinya kau pandang asing diriku ini."

Ucapan ini diakhiri dengan gelak tertawa nyaring, meski dalam hati ia menyumpahi Jit-giau-tong-cu yang licin ini.

"Hahaha kalau memang begitu, tentu saja aku turut perintah," kata Go Beng-si sambil tergelak.

Sambil berpeluk tangan ia berdiri di depan pembaringan dan tidak bicara lagi, di dalam hati diam-diam ia berpikir "Si tangan sakti Cian Hui memang seorang yang berbahaya, sekalipun di dalam hati bencinya kepadaku merasuk tulang namun perasaannya itu sedikitpun tak diperlihatkan sulit rasanya untuk menghadapi manusia macam dia."

Waktu ia memandang ke sana, dilihatnya Jit-giau tui hun berdiri kaku dengan wajah tanpa emosi seakan-akan sama sekali tidak kenal apa artinya gembira, marah, sedih atau murung segala.

Sambil menggoyangkan kipasnya Cian Hui tertawa, ia menengok keluar jendela, katanya: "Berbicara memang mengasyikkan, tanpa terasa fajar sudah menyingsing Hahaha, sebentar sinar sang surya akan menyinari seluruh jagat, saudara Na apakah kita harus berangkat sekarang juga?"

Dengan kaku Jit-giau tui-hun Na Hui-hong mengangguk pelahan ia menghampiri jendela, dikeluarkannya sebuah benda dan dilemparkan ke atas tanah, "Blang," benda itu meledak dan meletupkan bunga api yang segera memancar ke udara, di angkasa bunga api itu lantas menyebar menciptakan tujuh gumpal asap hitam dan melayang semakin tinggi, lama sekali gumpalan asap itu baru buyar. Melihat itu Go Beng-si menghela napas, pikirnya: "Pantas orang bilang ketujuh keahlian Jit giau tui hun tiada bandingannya di kolong langit sekalipun kepandaian lain tak pernah kusaksikan, hanya melihat benda mesiu tanda pengenalnya ini sudah cukup membikin hatiku kagum."

Baru saja kabut tadi buyar di angkasa, suara derap kaki kuda yang sangat ramai segera berkumandang di luar pintu, derap kuda itu berhenti setibanya di luar pintu, dalam waktu singkat muncul sebaris laki-laki kekar berbaju ringkas bersenjata, di pinggang masing-masing tergantung pula kantung senjata rahasia, meski perawakan mereka tak sama, namun semuanya tegap dan gagah.

Begitu masuk ruangan, mereka memberi hormat kepada Jit-giau-tui-hun, kemudian berdiri di samping, semua dengan tangan lurus ke bawah, sikapnya sangat menghormat.

Go Beng si melirik sekejap ke samping, ia lihat air muka Jit-gian-tui-hun Na Hui-hong meski tetap kaku tanpa emosi, sinar matanya memancarkan rasa kebanggaan akan kedisplinan anak buahnya.

Melihat itu Cian Hui terbahak-bahak, ucapnya "Semula aku heran kenapa Na-pangcu datang sendirian, tak tahunya engkau telah membawa serta saudaraku yang gagah perkasa ini. Hahaha, tanda panggilan yang baru kau gunakan sungguh sangat hebat."

"Hm, kukira setelah tanda pengenal Jit giau-sin-hiang kulepaskan, kawan-kawan Can-heng tentu juga akan segera berdatangan kemari," jengek Na Hui-hong dengan muka masam.

Betul juga, baru selesai ia berkata, suara derap kaki kuda yang ramai telah berkumandang dan berhenti setibanya di luar pintu.

Geli juga Go Beng-si melihat kesemua itu, pikirnya "Nama dan kejayaan memang suatu daya tarik yang sangat besar, sejak dulu sampai sekarang entah berapa banyak orang gagah yang terperangkap? Cian Hui dan Jit-giau tui-hun adalah bandit ulung di dunia persilatan, soal harta kekayaan tentu saja bukan persoalan bagi mereka tapi soal "nama" rasanya tetap merangsang pikiran kedua orang itu.

Ai. begitulah dunia persilatan, beberapa saat berselang kedua orang itu masih bekerja sama untuk menghadapiku tapi sekarang mereka telah saling mengejek padahal kemampuan mereka sama-sama hebatnya, kalau betul-betul mau bekerja sama, kekuatan yang dihasilkan pasti luar biasa, tapi kalau cara kerja mereka tetap dilandasi saling curiga mencurigai urusan tentu akan hancur."

Baru saja ingatan itu terlintas dalam benaknya dan luar pintu berjalan masuk serombongan laki-laki kekar bergolok, semua laki-laki itu berbaju serba hitam, perawakan tubuh merekapun sama, seakan-akan mereka berasal dari satu cetakan.

Setibanya di dalam ruangan, serentak mereka berseru bersama, lalu berlutut gerakan mereka serempak seperti dilakukan oleh tubuh yang sama, cara berlutut ternyata dapat mereka lakukan bersamaan waktunya.

Sambil mengelus jenggot dan tertawa Cian Hui mengulapkan tangannya, belasan laki2 itu serentak bangkit berdiri, disiplinnya amat tinggi, ini menunjukkan bahwa cara Cian Hui mendidik anak buahnya jauh lebih hebat daripada Jit-giau-tui-hun.

Melihat itu Na Hui-hong tertawa dingin, katanya, "Hehehe, tak aneh kalau nama besar Cian-heng termasyhur sampai kemana-mana, dilihat dari anak buahmu itu rasanya sudah cukup menjagoi dunia persilatan "

Air muka Ciau Hui berubah, dengan penuh kebencian diliriknya Na Hui-hong sekejap, ia terbahak-bahak, sahutnya "Hahaha, benar, benar. aku bila mencari sesuap nasi sampai saat ini tidak lain memang berkat kerja sama saudaraku ini, tapi untuk soal menjagoi dunia persilatan dengan mengandalkan kepandaian sejati, aku rasa kecuali Na-heng seorang mungkin, hahaha..."

Ia terbahak-bahak, setelah berhenti sejenak, lalu sambungnya pula "Mungkin tak ada orang lain lagi."

Go Beng-si diam-diam mengamati mimik wajah mereka, dilihatnya air muka Jit-giau-tui-hun Na Hui-hong berubah jadi pucat, lalu dan pucat berubah jadi merah, ia melotot sekejap ke arah Cian Hui tanpa mengucapkan sepatah katapun ia lantas berlalu dari situ.

Geli juga Jit giau-tongcu Go Beng-si menyaksikan semua itu, pikirnya "Ai, Si tangan sakti Cian Hui memang hebat bukan saja ilmu silatnya mengungguli Jit-giau-tui-hun, soal ketajaman lidah juga jauh di atas Na Hui-hong,"

Kiranya ilmu silat sesungguhnya Jit giau tui-hun tidaklah sebanding dengan kesohoran namanya, meski nama besarnya di dunia persilatan disegani orang, hal ini terutama karena kedahsyatan tujuh macam senjata rahasia andalannya.

Sekarang Cian Hui mengejeknya secara halus, sindiran itu jauh lebih tak enak didengar daripada mencaci makinya secara blak-blakan, sebagai jago berpengalaman tentu saja Jit-giau-tui-hun dapat menangkap nada ucapannya.

Sin Jiu Cian Hui masih bergelak tertawa setelah melirik sekejap Na Hui-hong yang berdiri membelakanginya, ia berjalan menghampiri pembaringan, setelah termenung sejenak, tiba-tiba ia berseru: "siapkan kereta dan segera berangkat!"

Laki-laki berseragam hitam tadi serentak mengiakan dengan lantang, mereka berjalan keluar dengan mengisar di samping Na Hui-hong yang masih berdiri membelakangi mereka itu.



Sinar matahari menerangi jagad, angin sejuk berembus sepoi2 menggoyangkan ujung baju Na Hui-hong, tampaknya ia sedang memikirkan sesuatu, ia berdiri tegak tanpa bergerak.

Suasana jadi hening tak terdengar suara apapun, laki-laki berkantong kulit itu saling pandang sekejap, kemudian bersama-sama mengundurkan diri ke luar pintu.

Tiba-tiba terdengar suara roda kereta berkumandang menyadarkan kawanan jago yang sedang melamun.

Hanya Hui Giok seorang masih terlelap dalam pingsannya, hidup penuh derita yang dialaminya selama ini membuat pemuda bernasib jelek itu menjadi lemah dan tak sanggup menahan segala macam bentuk pukulan batin apapun, apalagi serangan yang dilancarkan Kim keh Siang It ti dilakukan dengan sekuat tenaga, untung tepat pada saatnya dia sempat miringkan badan ke samping, kalau tidak mungkin nyawanya sudah melayang sejak tadi. Setelah mengalami macam-macam pergolakan pikiran, akhirnya untuk kedua kalinya Hui Giok membukit matanya.

Lamat-lamat ia mendengar roda kereta berputar kencang, ia merasa suara itu datang dan tempat yang sangat jauh, tapi juga seperti datang dari tempat yang dekat sekali, waktu membuka matanya dilihatnya wajah Go Beng-si sedang mengawasinya dengan penuh rasa kuatir.

Sekulum senyuman pun tersungging di ujung bibirnya. Begitulah, dikala ia ingin membuktikan bahwa dirinya tidak sebatang kara, bahwa dirinya tidak ditinggalkan orang lain, penampilan wajah sahabatnya yang mengawasinya dengan penuh perasaan kuatir adalah suatu hiburan yang amat melegakan bagi seorang yang baru sadar dari pingsannya. .

Meskipun waktu itu ia merasakan kelopak matanya amat berat, namun ia berusaha mempertahankan kelopak matanya itu tidak terkatup kembali ia malah berusaha untuk memandang lebih jelas lagi wajah yang penuh rasa kekuatiran yang terpampang di depan matanya itu.

Tiba-tiba ia merasa seperti mendengar suara, suara yang berkumandang dari kejauhan, sekalipun tak terdengar olehnya kata-kata apakah yang dipancarkan suara itu, tapi jantungnya berdebar keras perasaannya bergetar itulah suara! Ya benar itulah suara!

Ia dapat mendengar suara lagi! Oh, sungguh suatu kejadian yang terlampau aneh bagi perasaannya waktu itu.

Sudah terlampau lama, hingga dia hampir lupa berapa lama ia tak dapat mendengar suara apa-apa. Segala kehidupan yang beraneka ragamnya baginya tiada ubahnya seperti kuburan, dia tak dapat mendengar apa-apa, tak dapat mengucapkan apa-apa.

Tapi sekarang, kehidupan yang mati itu, kehidupan yang sudah lama beku itu mulai segar dan bersemarak lagi. Sebab ia dapat mendengar lagi.

Rasanya tiada perkataan indah apapun yang dapat digunakan untuk melukiskan kegembiraan hatinya saat itu tiada tulisan yang dapat menggambarkan kenangan hatinya.

Ia tak pernah menyumpahi nasibnya yang buruk, tak pernah menggerutu ketidak adilan yang dialaminya selama ini, tapi kini, ia merasa sangat berterima kasih, bahkan berterima kasih kepada nasib yang memperlakukan dia kejam dan tak adil itu.

Manusia yang budiman, manusia yang bijaksana selamanya tak akan menyumpahi selamanya tak akan menggerutu akan nasib dan penderitaan yang menimpa dirinya, mereka hanya tahu berterima kasih dan bersyukur, sebab itulah kehidupan mereka selamanya juga lebih gembira dan lebih bahagia daripada orang lain.

OO OO 00 OO

Inilah sebuah kereta kuda sedang berlari kencang di jalan raya menuju Kanglam indah dan mentereng sekali. Go Beng-si duduk bersila di depan Hui Giok yang baru sadar ia dapat melihat senyum manis yang tersungging di ujung bibir rekannya ia berteriak kegirangan.

"Hahaha kau telah sadar, ia telah sadar lagi"

Hui Giok tersenyum. bibirnya bergetar dan meluncurlah beberapa patah kata yang lemah lembut hingga sukar terdengar dengan jelas: "Saudara Go, aku telah sadar, aku dapat mendengar suaramu."

Meski lirih suara itu tapi Go Beng-si kegirangan setengah mati hampir saja dia melompat-lompat dalam ruang kereta. ia hampir tak percaya pada apa yang terlihat dan apa yang terdengar.

Tapi itu tak berlangsung lama, akhirnya dia berteriak lagi dengan kegirangan "Hahaha ia dapat berbicara! ia dapat berbicara lagi!"

Bergembira karena keberuntungan teman, bersedih hati karena keburukan nasib teman, dua perasaan yang berbeda namun mempunyai arti yang sama, begitulah cinta kasih seorang sahabat yang sejati, yang agung dan patut dicontoh.

Cian Hui melongok ke dalam kereta sinar matanya yang tajam memandang sekejap senyuman di ujung bibir Hui Giok dengan perasaan kaget bercampur girang ia bertanya "Dia dapat berbicara lagi?"

Go Beng-si mengangguk kegirangan, sedang Cian Hui bergumam lagi dengan agak bingung, "Apa yang telah terjadi? Mungkinkah jalan darahnya yang tertutuk itu tergetar lepas oleh pukulan Siang It-ti?"

Diam-diam ia membatin, untung dan malang manusia memang tak dapat dikejar mungkin takdir telah menentukan demikian.

Debu kuning mengepul di belakang kereta membungkus kereta itu hingga lenyap dan pandangan.

Musim semi datang lebih awal di wilayah Kang-lam tapi berlalu lebih lambat, pohon liu yang berjejer di sepanjang tepi sungai melambai-lambai terembus angin sejalur air sungai mengalir dengan tenangnya, burung walet terbang kian kemari di bawah langit nan biru, musik merdu di tepi sungai Hway berkumandang semalaman suntuk kereta kuda hilir mudik tak hentinya, terdengar seorang nyonya muda berdiri sendirian di atas loteng sedang bersenandung.

Dalam suasana yang indah itu dunia persilatan di wilayah Kanglam telah digemparkan oleh tersiarnya berita maha penting.

"Tahukah kau? Si tangan sakti Cian Hu, Si ayam emas Siang It-ti, Na Hui-hong dan Mo-si hiante, para pentolan Lok-lim itu berhasil menemukan seorang tokoh yang telah mereka angkat menjadi Congpiaupacu! Hehehe, selama puluhan tahun terakhir ini belum pernah wilayah Kanglam digemparkan oleh kejadian semacam ini, agaknya dunia persilatan akan jadi ramai dan hangat kembali"

"Ah. masa betul? Sin jiu Cian Hui dan Kim ke Siang It-ti beberapa orang pentolan Lok-lim itu tak pernah tunduk kepada orang lain, masa mereka sudi diperintah orang? Mo bersaudara, apa kau tahu, manusia macam apakah bakal Cong-piaupacu kita itu?"

"Tentang ini... akupun kurang jelas, cuma kudengar dia she Hui, usianya tidak seberapa besar selain itu aku tak tahu apa-apa lagi !"

"She Hui? Aneh benar! Rasanya di daerah Kanglam tak ada tokoh kenamaan yang memakai she Hui? lalu siapakah dia? Menurut apa yang kuketahui bukan saja daerah Kanglam, bahkan di utara sungai besarpun tak ada ksatria dari warga Hui"



"Belum tentu benar, pernah kubaca Bu loenghiong boh (daftar lengkap tokoh-tokoh ternama) milik Pek-loyacu di kota Bu-oh. Bukankah dalam kitab itu tercatat pula dua orang jago dan warga Hui? Kudengar mereka bergelar Cong-khim bu-tek (tumbak dan pedang tanpa tandingan), yang satu memakai pedang dan yang lain bersenjata tumbak berkait, konon kungfu kedua orang itu lihay sekali.

"Hei, pengetahuanmu terlampau cetek, kitab Bu-lim-enghiong boh itu dibuat Pek loyacu pada dua puluh tahun berselang, padahal Ciong kiam bu-tek kedua Hui bersaudara sudah mati belasan tahun lamanya, mereka mati bersama beberapa orang Piautau kenamaan lainnya dalam peristiwa manusia berkerudung yang menggetarkan dunia Kangouw belasan tahun yang lalu"

"Oh, kiranya begitu!"

"Sekalipun kedua orang bersaudara itu belum mati, mereka kan penduduk di kedua sisi sungai besar. Tidak mungkin lari ke wilayah Kanglam dan menjadi Congpiaupacu tempat ini?"

"Hahaha, jangan kau lupa, kitapun berasal dari wilayah kedua sisi sungai besar? Siapa tahu pada suatu ketika kitapun akan menjadi Cong-piaupacu wilayah Kanglam".

"Huh, jangan bermimpi di siang hari bolong"

"Bicara sesungguhnya, bila kau ingin tahu manusia macam apakah pemimpin kita itu, datang saja ke Long-mong-san-ceng tempat si Tangan Sakti Cian Hui pada bulan lima hari Pek-cun nanti, kudengar hari itu akan diadakan pertemuan besar, semua tokoh wilayah Kanglam akan diundang datang, tujuannya adalah untuk menghadapi Naga sialan itu."

"Eh, saudara hati-hati kalau bicara."

Maka sejak hari itulah jalan raya Kanglam jadi ramai dengan kuda yang dilarikan dengan kencang, jago-jago persilatan bermunculan di mana-mana dan tujuan mereka adalah perkampungan Long-mong san-ceng untuk menghadiri pertemuan besar itu serta menghadap Cong-piaupacu mereka yang misterius itu.

-o0o- o0o- - o0o-

Matahari bersinar dengan teriknya, orang akan merasa segan untuk melakukan perjalanan dalam suasana seperti ini, di bawah sebuah pohon besar di tepi jalan berjajarlah penjual buah semangka yang besar dan segar dalam jumlah yang banyak tempat kecil yang berumput hijau dan berpohon itu lantas ramai orang yang berlalu lalang.

Tengah hari udara panas membuat lesunya orang dalam perjalanan, suasana yang mendatangkan rasa mengantuk mi membuat beberapa laki-laki berbaju ringkas yang berdiri di samping penjual semangka tidak bergairah mencicipi semangka segar yang terletak di depannya.

Tiba-tiba suara derap kaki kuda yang ramai berkumandang dari ujung jalan depan sana, di bawah sinar matahari yang panas tampaklah beberapa ekor kuda dilarikan kemari, kuda-kuda itu adalah kuda-kuda jempolan dari daerah luar perbatasan tinggi besar gagah dan cepat larinya.

Beberapa orang laki-laki berbaju ringkas di bawah pohon itu membuka matanya. kemudian saling pandang dengan curiga. Seolah-olah sedang saling bertanya: "siapakah mereka itu?"

Pertanyaan mereka dalam waktu singkat telah memperoleh jawabannya, beberapa ekor kuda jempolan itu makin mendekat, ketika penunggang-penunggang kuda itu bercuit nyaring, sambil meringkik panjang kuda2 itupun berhenti.

"Gerakan tubuh yang indah!" puji orang-orang di bawah pohon itu dengan perasaan kagum.

Lima ekor kuda jempolan berhenti di depan tempat teduh itu, orang pertama adalah seorang laki setengah baya yang kurus jangkung berjenggot pendek, mentereng sekali baju yang dikenakan hingga menambah kegagahannya.

Di samping laki-laki jangkung itu adalah seorang laki berjidat lebar, bermata tajam seperti elang dan berlengan buntung sebelah, dia mengendalikan tali kudanya dengan tangan kiri, meski begitu tubuhnya sama sekali tak bergeming, ini menunjukkan kepandaiannya menunggang kuda sangat tinggi.

Orang-orang yang berteduh di bawah pohon saling pandang sekejap, mereka coba alihkan perhatiannya kepada penunggang kuda yang ketiga.

Orang ketiga itu adalah seorang nona muda yang mengenakan setelan baju ringkas berwarna hijau, rambutnya diikat dengan secarik kain warna hijau, mukanya cantik, matanya jeli, siapapun akan merasa kagum bila memandangnya. Selain cantik, anak dara itupun berwibawa dan anggun, membuat orang tak berani menantangnya lama-lama.

Laki-laki bertangan tunggal itu melompat turun dari kudanya, dihampirinya nona cantik itu, ka tanya dengan tersenyum: "Nona, apakah perlu beristirahat dahulu?"

Nona cantik ini mengerling sekejap ke arah kedua orang di belakangnya, lalu menggeleng kepala dan menjawab. "Tak usah, beli saja beberapa biji semangka itu. kita makan di tengah jalan saja!" suaranya merdu bagaikan kicauan burung di pagi hari, dan logatnya dapat diperkirakan dia orang ibu kota.

Sambil tersenyum laki-laki berlengan tunggal itu mengiakan lalu menghampiri penjual buah semangka dan melemparkan sekeping uang perak ke atas tanah.

"Eh penjual semangka!" teriaknya "Carikan semangka yang terbagus dan masukkan ke dalam keranjang, tuan mu akan borong semua!"

Melihat tingkah laku laki-laki itu, si nona ayu tadi berkerut dahi, setelah melirik sekejap kedua orang di belakangnya, ia mengomeli "Ai. tabiat Kiong-samsiok masih juga seperti dulu!"

Kedua orang penunggang kuda di belakangnya itu mempunyai wajah yang serupa dengan tubuh yang kurus kering yang sama pula, wajah kedua orang itu kaku tanpa emosi, tapi bersinar mata tajam.

Mendengar perkataan si nona wajah mereka tetap kaku tanpa emosi. Seakan-akan tiada persoalan di dunia ini yang menarik perhatian mereka.

Sebaliknya air muka orang berbaju ringkas yang berteduh di bawah pohon seketika berubah demi melihat kemunculan kedua laki-laki kembar tersebut setelah saling pandang sekejap kepala mereka tertunduk rendah, diambilnya semangka yang belum habis termakan itu dan dilahapnya dengan cepat, mereka tak berani memandang ke atas lagi. sejenak kemudian, Laki-laki bertangan tunggal itu selesai membeli semangka kelima ekor kuda itupun meneruskan perjalanannya ke depan.

Setelah bayangan mereka lenyap dan pandangan orang-orang di bawah pohon itu baru berani menengadah serentak mereka berdiri.

Seorang lelaki kekar yang bercambang lebat segera berkata "Dugaan Cengcu ternyata tidak meleset, pihak Hui-liong-piaukiok telah mengirim orang kemari. Hm, melihat lagak tengik Kuay-be-sinto (golok sakti kuda kilat) Kiong Cing-yang. Huh, andaikata tiada kedua orang yang mengikut di belakangnya itu? sungguh ingin kuberi ajaran kedua kunyuk itu."



Laki-laki yang lain berkata sambil mengenakan topi lebarnya "Masih mendingan kalau yang datang melulu Kuay-be-sin-to Kiong Cing-yang dan Pat-kwa-cing Liu Hui kedua monyet itu, tapi ke dua orang di belakangnva itu memang tidak boleh diremehkan, juga si nona cantik tadi entah siapakah dia?"

Orang ketiga berkerut dahi, setelah bersiul mengundang datang beberapa ekor kuda mereka lalu katanya "Tampaknya nona cantik itu pasti puterinya si naga sialan tersebut. Kalau bapaknya berani membiarkan anaknya berkelana di dunia persilatan, kungfunya tentu lumayan juga. Ai, aku benar2 tak habis mengerti akan rencana Cengcu kita, masa seorang bocah aneh juga diangkatnya menjadi Cong-piaupacu, kalau sampai bocah itu membuat lelucon di hari pertemuan nanti urusan kan bisa runyam?"

Laki-laki bercambang lebat mendengus: "Hm memangnya rencana Cengcu boleh kau terka seenaknya? Agaknya nyalimu sudah tumbuh bulunya hingga berani main kritik segala!"

Di pegangnya tali kendali kudanya dengan telapak tangannya yang besar, kemudian sambil lompat ke atas katanya lagi "Kini orang-orang Hui-liong-piaukiok telah muncul, rasanya kitapun tak perlu mencari berita lebih jauh. Hayo pulang ke perkampungan dan memberi laporan!" Dikempitnya perut kudanya dan berlalu lebih dulu.

Kini tinggal si penjual semangka saja yang berdiri termangu sambil memandang kepergian rombongan laki-laki kekar tadi, tiba-tiba dia membereskan pukulannya dan berlalu juga dan situ dengan langkah lebar, cuma arahnya berlawanan. Tentu saja rombongan laki-laki kekar tadi tak tahu sikap dan tindak tanduk si penjual semangka ini.

Dari tengah hari sampai senja, entah berapa puluh rombongan jago persilatan yang menuju ke arah timur mereka semuanya bermata tajam dan bertubuh tegap, siapapun akan tahu bahwa mereka adalah jago silat kenamaan.

Bagi Hui Giok, tahukah dia bahwa namanya sekarang sudah menghebohkan dunia persilatan?

-vo0o- -o0o-

Hari sudah gelap, sepasang lilin besar di tempat lilin yang terbuat dari tembaga menerangi se buah kamar baca yang indah dan mentereng.

Hui Giok duduk bertopang dagu menghadapi meja baja, ia memandangi tempat biin itu dengan termangu, entah apa yang dilamunkan?

Sesaat kemudian ia berpaling dan melirik sekejap Go Beng-si yang duduk di sampingnya, kemudian berkata dengan suara tertahan "Saudara Go setelah kupikir bolak balik dapat kurasakan bahwa persoalan ini agak tak beres, tenggang waktu pertemuan sudah kian mendekat tapi hatiku terasa makin kalut tak keruan coba bayangkan seorang tak berguna macam diriku apakah sanggup memikul tanggung jawab seberat ini?"

Dia menghela napas panjang, setelah membetulkan posisi tempat duduknya lalu ia menyambung "Kau tahu, lukaku sampai sekarang belum sembuh sama sekali Go-heng adalah seorang yang maha pintar sedangkan aku tak lebih hanya seorang manusia bodoh, setahun pengalamanku berkelana dalam dunia persilatan sudah cukup menambah pengetahuanku, bahwa orang pintar itu banyak sekali di dunia Kangouw ini. kalau seorang goblok dan tak punya kemampuan apa-apa macam diriku ini akan jadi seorang pemimpin dunia persilatan wilayah Kanglam. bukankah orang gagah di kolong langit ini akan mentertawakan diriku?"

Go Beng si tersenyum tanpa mengucapkan sepatah katapun, ia bangkit berdiri, pelahan ia berjalan mondar-mandir dalam ruangan.

Hui Giok berkata lagi dengan dahi berkerut: "Apalagi... ai, sungguh aku tak tahu maksud Sin-jiu Cian Hui yang sebenarnya? sebabnya dia mengangkat aku jadi Cong-piaupacu adalah karena aku ini orang bodoh dan tak berguna, maka aku hendak dijadikan bonekanya agar menuruti perkataannya dan berbuat menurut seleranya kalau pekerjaan baik bukan soal, tapi kalau dia suruh aku melakukan hal-hal yang terkutuk dan melanggar peri-kemanusiaan, apa musti kulakukan? Ai saudara Go kalau tahu begini banyak kesulitan yang menanti diriku. lebih baik aku?"

Dia menghela napas dan berhenti, tapi sesaat kemudian sambil tertawa sambungnya lagi "Entah mengapa, semenjak jalan darahku tergetar lepas, aku jadi sedikit ceriwis dan suka bicara, Ai dapat mengungkapkan suara hati dengan leluasa memang kejadian yang mengasyikkan, selama setahun ini..."

Co Beng si yang lagi mondar-mandir dalam ruangan tiba-tiba berhenti. dengan ahs berkernyit dia memandang wajah Hui Giok lalu katanya tegas Hui-heng, tahukah kau biarpun kita belum lama berkenalan, tapi seumur hidupku hanya kaulah sahabatku yang sejati?"

"Aku tahu, kecuali kau, didunia ini memang tak ada orang lain yang sudi menganggap aku sebagai sahabatnya" Hui Giok mengangguk.

Go Beng-si tertawa, terusnya dengan serius. "Setelah kau tahu tentang soal ini, tentunya kau tahu yang paling penting bagi suatu persahabatan adalah kepercayaan! Ada kata-kata yang tak pantas untuk diucapkan tadi kurasa tak lega kalau tidak mengeluarkan kata-kata yang mengganjal tenggorokan itu maka kupikir lebih baik kukatakan saja terus terang."

"Katakanlah saudara Go" pinta Hui Giok.

Kita saling tertarik pada perjumpaan pertama, di mana kau menuturkan semua pengalamanmu padaku, Kutahu, sebelum berkenalan, kau pasti bukan orang cacat, selama beberapa hari ini, sejak kau datang bersama Cian Hui, entah berapa ratus kali kau menghela napas panjang pendek dalam seharinya, tahukah kau bahwa sikapmu itu bukan sikap seorang laki-laki sejati?"

Hui Giok termangu, sedang pemuda she Go itu melanjutkan lagi katanya "Tentu saja ada maksud Sin-jiu Cian Hui di balik semua ini. Tapi apa salahnya kalau kita gunakan perangkapnya dan berbalik menjebaknya? Mengapa tidak kita manfaatkan kesempatan ini untuk melakukan beberapa pekerjaan besar bagi kepentingan umat persilatan di dunia ini!"

Hui Giok menunduk, ia malu pada diri sendiri yang pengecut.

"Hui-heng, tahukah kau bahwa bakatmu jauh lebih bagus daripada diriku?" sambung Go Beng-si lebih jauh, "kau tidak tahu tentang ini, kau telah menyia-nyiakan bakat baikmu, kau telah mengubur bakat sendiri serta kecerdasanmu itu, apakah ini tidak sayang?"

Dengan mulut membungkam Hui Giok berpaling ke luar jendela, rembulan sudah bergeser ke barat, malam sudah makin larut.

"Apa yang harus kulakukan?" ia bertanya pada diri sendiri, "Cari nama, menjagoi dunia?"

Memang itulah cita-citanya, itulah yang diidam-idamkan selama ini, tapi ia agak gentar menghadapi kesempatan paling baik untuk mencapai cita-citanya itu.

Ya, sudah terlalu banyak penderitaan yang dialaminya selama ini, dia sudah hampir kehilangan kepercayaannya pada diri sendiri, nasib yang dialaminya setahun belakangan ini hampir tidak memberi kesempatan kepadanya untuk memilih kehendaknya sendiri, dia selalu harus tunduk, harus menurut terhadap setiap persoalan yang dihadapinya, ia tak pernah mendapat hak untuk menentangnya.

Maka kini tiba saat baginya untuk menentukan pilihan bagi masa depannya sendiri ia jadi bimbang, ia kebingungan dan tak tahu apa yang mesti dilakukan.



Sinar mata Go Beng-si yang tajam memandang wajah anak muda itu tanpa berkedip, lama dan lama sekali, dilihatnya pemuda itu masih tundukkan kepalanya, boleh dibilang posisi dudukpun sama sekali tak berubah, ia menghela napas dan berpikir: "Apa dayaku untuk membangkitkan kembali semangat serta keberaniannya? Padahal ia dapat ku ubah menjadi seekor singa yang garang dan perkasa, tapi sekarang, dia tak lebih cuma seekor domba yang lemah dan tak punya kemampuan apa-apa!"

Terdengar suara kentongan berkumandang di luar kentongan kedua sudah lewat.

Dengan kesal Go Beng-si melangkah keluar ruangan, diam-diam ia memberitahukan pada diri sendiri "Biarlah kucari akal lain esok nanti, di malam musim semi ini singa yang garang saja bisa berubah jadi domba yang lunak cara bagaimana harus ku ubah domba yang lemah menjadi seekor singa yang perkasa?"

Kamar baca yang indah dan mentereng itu kembali dalam keheningan malam, mendatangkan rasa kesepian yang tak terhingga bagi Hui Giok yang berdiri sendirian.

Hui Giok berjalan menuju halaman yang kelam dan sunyi itu ia mendambakan sinar bulan di malam musim semi, diapun berharap dapat menikmati suara gemerisiknya angin malam yang syhadunya, bagaimanapun juga dia masih sayang pada kehidupan ini.

Tempat tinggalnya sekarang adalah suatu ruangan mungil yang terletak di halaman paling belakang dan perkampungan Long-mong-san-ceng, hening dan terpencil tampaknya dan itu memang sengaja memisahkannya dari dunia luar ini terbukti pada penempatan Go Beng-si di kamar tamu yang jauh di ruang barat di bagian depan perkampungan.

Di tengah halaman terbentang sebuah jalan sempit yang beralas batu. Pelan-pelan ia berjalan di tengah keheningan malam, smar bulan menyinari baju daji memantulkan cahaya yang menyilaukan, batu kerikil itu he-akan2 berubah menjadi intan permata yang berkilauan.

Diambilnya sebutir batu dan dilemparkan ke sana, diam-diam ia menghela napas, menyesali nasibnya yang kurang beruntung, iapun gegetun pada kemukjijatan kejadian aneh yang pernah ditemuinya.

Sudah banyak wajah yang dikenalnya melintas dalam benaknya, ia tak tahu berapa jumlahnya itu.

Di sudut halaman terdapat sebuah pintu kecil, ia berjalan mendekatinya, Tapi apa yang dilihatnya kemudian membuat jantungnya berdebar keras, hampir saja ia menjerit.

Dua sosok manusia terkapar di sudut pintu mereka adalah dua orang laki-laki bertubuh kekar.

Rembulan telah bergeser ke tengah angkasa, ia lihat kedua orang itu terkapar dengan kaku, tangan kanan mereka menggenggam gagang golok yang tergantung di pinggang golok itu sudah tercabut setengah cahaya hijau terpancar dari golok itu, ketika dihampirinya, nyata kedua orang itu sudah tewas, mati dengan wajah penuh ketakutan.

Hangat embusan angin malam di musim semi, tapi ketika berembus di tubuh Hui Giok, dirasakannya amat dingin hingga menggigilkan tubuhnya lama ia berdiri tertegun sambil memandang kedua sosok mayat itu, akhirnya ia putar badan dan lari kembali ke arah kamarnya.

Belum jauh dia lari, ketika sesosok bayangan tahu-tahu muncul di hadapannya, tepat mengadang jalan perginya.

Jantung hampir melompat keluar saking kagetnya Hui Giok, dilihatnya seorang laki-laki bertubuh kurus kering dengan jubah panjang yang longgar ujung baju berkibar terembus angin malam, air mukanya dingin, kaku tanpa emosi, andaikan matanya yang berkilat tidak memancarkan cahaya tajam, mungkin dia akan mengira orang itu bukan manusia hidup melainkan mayat hidup.

Tak terkirakan rasa kaget Hui Giok, ia berusaha mengendalikan debaran jantungnya, pelahan ia berpaling dan tak berani memandang lebih lama lagi.

Siapa tahu ketika ia berpaling, kembali sesosok bayangan berdiri di depannya.

Bergidik Hui Giok menghadapi kejadian itu, orang ini juga bertubuh jangkung dengan jubah longgar mukanya dingin tanpa emosi serupa orang pertama tadi.

Mula-mula pemuda itu mengira dia yang salah melihat atau matanya sudah lamur, tapi orang memang jelas-jelas berdiri di depannya, ia membatin dengan ngeri: "Mungkinkah aku melihat setan?"

Ia berpaling ke belakang, orang tadi masih berdiri tak bergerak di tempat semula.

Bagaimanapun besarnya nyali anak muda ini, menggigil juga badannya, secepat kilat dia menengok ke kiri dan ke kanan, memang benar, di depan dan belakangnya masing-masing berdiri sesosok bayangan manusia, bukan saja tampang mereka sama, malahan pakaian dan sikap merekapun serupa.

Laki-laki kurus yang ada di sebelah kiri itu seperti senyum tak senyum, kemudian dengan langkah yang kaku seperti bambu di hampirinya pintu di sudut halaman itu dengan cepat, ia pegang gembok pintu dengan kuat.

Paling sedikit gembok pintu itu ada puluhan kali beratnya, tapi cukup dengan sekali remas saja dengan tangannya yang kurus bagaikan cakar burung itu, gembok tadi lantas hancur.

Setelah pintu terbuka orang yang berdiri di sebelah kanan berkata "Silahkan!"

"Silahkan!" laki-laki di sebelah kiri juga memberi tanda agar Hui Giok keluar melalui pintu itu, Kedua kata itu diucapkan dengan nada yang dingin, kaku, seolah-olah di ucapkan oleh badan halus, sedikitpun tidak berbau manusia hidup.

Hui Giok sampai merinding, ia merasa hawa dingin merembes dan dasar telapak kaki dan meluncur ke tulang punggungnya, ia tak tahu apa yang harus dilakukan terhadap kedua orang yang kaku bagaikan mayat hidup itu.

Kedua orang ceking itu dengan ke empat matanya yang bersinar tajam mengawasi terus wajah Hui Giok tanpa berkedip, hal ini mndatangkan perasaan ngeri bagi Hui Giok. ia merasa seakan-akan berada dalam neraka, darah terasa dingin seakan-akan beku.

Setelah termenung sebentar "Entah siapakah kedua orang ini? Mau apa mereka datang kemari?"

"Aku merasa tak kenal dengan mereka apalagi permusuhan tapi mengapa mereka mencari aku?"

"Apa yang hendak mereka lakukan setelah membawa aku pergi dari sini?"

Meski sangsi, Hui Giok bisa melihat gelagat, dia tahu setelah urusan berkembang jadi begini, kecuali mengikuti mereka keluar dari situ memang tiada jalan lain, Akhirnya dengan mengertak gigi ia melangkah keluar pintu itu.

Sebuah sungai kecil mengalir dan barat menuju ke timur, di tepi sungai sana ada hutan bambu yang kuat, embusan angin mengakibatkan daun bambu gemerisik.

Kedua orang ceking itu berjalan satu di depan dua satu di belakang mengapit Hui Giok di tengah, dalam keadaan begini dia tak dapat menikmati suara apa-apa kecuali debaran jantung sendiri.

Setelah mendekati hutan bambu itu. Laki-laki ceking yang berjalan di depan itu tiba-tiba berpaling, tegurnya dengan ketus, "Benarkah kau ini Hui-taysianseng. Cong-piaupacu kaum Lok-lim yang baru di daerah Kanglam?"

Beberapa patah kata itu diucapkan dengan nada yang datar tanpa irama hingga kedengarannya seram seakan-akan ucapan badan halus.

Hui Giok termangu, tapi sejenak kemudian satu ingatan terlintas dalam benaknya "Aneh, darimana dia tahu aku bernama Hui-taysianseng? Wah jangan-jangan kedua orang ini adalah musuh si Tangan sakti Cian Hui? ya, pasti mereka hendak mencelakai jiwaku!"

Dia coba mengawasi musuhnya, betul juga dibalik tatapan si ceking yang tajam bagaikan sembilu itu terselip sifat kebuasan dan kekejaman yang mengerikan.

Tapi sebelum ia sempat menyangkal pikiran lain timbul lagi dalam benaknya: "Hui Giok wahai Hui giok ke mana keberanianmu? Apakah kau sudah menjadi pengecut yang cuma bisa menghela napas belaka? Umpama kau harus mampus di tangan kedua orang ini juga tidak boleh kau bertindak pengecut begini!"

Darah panas segera membakar dadanya, seketika ia bersemangat ia membusungkan dada dan menengadah.

"Betul! Akulah Hui Giok," ia menjawab dengan lantang "Ada persoalan apa malam-malam begini kalian mencari diriku?"

Sekarang ia sudah tidak memikirkan mati hidup sendiri lagi, sifat pengecutnya tadi segera tersapu lenyap.

Tampang si ceking yang jelek menyeramkan itu kembali berkerut, sekulum senyuman dingin tersungging di ujung bibirnya katanya pelahan: "Usia mu masih muda. tak nyana orang Lok-lim sudah mengangkat dirimu menjadi pentolannya bagi daerah Kanglam, sungguh peristiwa yang menggirangkan dan patut diberi ucapan selamat!"

Meskipun sedang mengucapkan kata-kata selamat namun nadanya tetap dingin dan kaku,

Hui Giok ingin mengucapkan sesuatu. namun orang itu lantas mengulurkan tangannya sembari berkata: "Leng lotoa, kenapa tidak kau menghormati Cong-piaupacu kaum Lok-lim dari Kanglam itu?"

Hui-Giok merasa pandangannya jadi kabur tahu-tahu si ceking yang berdiri di belakangnya sudah muncul di depannya.

"Usiamu masih muda, tak nyana orang Lok lim sudah mengangkat dirimu menjadi pentolannya bagi daerah Kanglam. Sungguh peristiwa yang menggirangkan dan patut diberi ucapan selamat!"

Dia berpaling kepada rekannya lalu melanjutkan. "Kau dan aku memang sepantasnya memberi hormat pada calon Congpiaupacu Lok-lim daerah Kanglam ini!"

Hui Giok tertegun, kata-kata yang diucapkan si ceking belakangan ini ternyata persis seperti apa yang diucapkan rekannya tadi bukan saja nadanya sama bahkan sepatah katapun tak ada yang dikurangi.

"Gila..." demikian ia berpikir permainan apa yang hendak dilakukan kedua orang aneh ini" Jangan-jangan mereka ini orang sinting semua?"

Sementara pemuda itu masih sangsi dan heran Leng-lotoa sudah alihkan sinar matanya ke wajahnya dan berkata: "Terus terang, jauh-jauh kami datang kemari, tujuan yang sebenarnya tak lain adalah ingin menyaksikan bagaimanakah tampang manusia yang akan diangkat menjadi "Congpiaupacu" kaum Lok-lim di daerah Kanglam?"

"Dan setelah kamu lihat sekarang, terbuktilah bahwa orangnya memang ganteng ibaratnya naga dan burung hong di antara kawanan manusia lain." sambung si ceking yang lain.

Cara kedua orang ini berbicara, baik sedang membicarakan hal2 yang menggembirakan atau menyedihkan atau sedang menyanjung orang ternyata tetap datar, tanpa irama dan dingin, ini menyebabkan setiap orang yang mendengar pembicaraan mereka akan timbul rasa ngeri. Hui Giok adalah pemuda cerdik, tapi sekarang ia menjadi bingung terhadap maksud kedatangan mereka dan tidak tahu cara bagaimana harus menjawabnya.

Senyum dingin di bibir Leng lotoa mendadak sirna mukanya yang kaku semakin bertambah seram, katanya pula. "Cuma saja aku "Leng Ko-bok..." ia sengaja berhenti sebentar untuk melihat reaksi Hui Giok ternyata anak muda itu tetap tenang, se-akan2 tidak terpengaruh oleh nama "Leng Ko-bok" hal ini menyebabkan laki2 ceking itu keheranan

"Aneh, apakah bocah ini sama sekali tidak pernah mendengar namaku? Atau kungfumu sangat hebat sehingga tidak jeri menghadapi aku. Setelah berhenti sebentar. ia berkata lebih jauh.

"Ada persoalan ingin Leng Ko-bok tanya kepadamu, keberhasilanmu menduduki kursi Congpiaupacu untuk daerah Kanglam ini apakah atas pilihan rekan2 persilatan ataukah ditunjuk oleh orang tertentu. Rupanya orang ini sudah dibikin keder oleh sikap Hiu Giok yang tenang tanpa gentar ini, maka nada suaranya kini jauh lebih lunak daripada semula, tentu saja mimpipun dia tak tahu bahwa Hui Giok cuma seorang anak kemarin yang baru terjun ke dunia persilatan, tentu saja anak muda itupun tak pernah mendengar nama "Leng Ko-bok" yang cukup membuat orang ketakutan meski hanya mendengar namanya saja.

Hui Giok tertegun, belum lagi menjawab, laki2 ceking yang lain lantas berkata pula dengan senyum dikulum "Aku Leng Han-tiok ingin mengajukan pula suatu pertanyaan Keberhasilanmu menduduki jabatan Congpiaupacu daerah Kanglam ini jika bukan dipilih atas kehendak rekan2 persilatan, mungkinkah kungfumu luar biasa lihaynya sehingga semua jago mutlak tunduk padamu dan secara suka rela mengangkat kau sebagai pentolannya?"

"Ai, jangankan disetujui, malahan akupun tidak pernah menyetujui pengangkatan ini," demikian Hui Giok membatin sambil menghela napas ia tergagap dan tak mampu mengucapkan sepatah katapun.

Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok tertawa dingin, sambil bergendong tangan mereka menengadah memandangi langit, lalu katanya lagi: "Pertanyaan kami itu hendaknya segera dijawab agar kami berdua hehehe... bisa lekas2 menyembah pada dirimu"

Angin malam berembus, Hui Giok merasa pipinya menjadi panas seperti digarang api, meski tangan dan kakinya sedingin es, sesaat lamanya dia berdiri termangu seperti orang linglung, dalam keadaan demikian dia sangat berharap Go Si-beng bisa berdiri mendampinginya, agar dapat mencarikan jawaban tepat untuk pertanyaan lawan. Dia menyesali kedodohan sendiri, menyesali lidahnya yang tumpul dan tak pandai bicara untuk sesaat rasa malu dan menyesal bercampur aduk.

"Oh Hui Giok, ilmu silatmu tak becus namamu tak terkenal, berdasarkan apakah kau menduduki jabatan Congpiaupacu itu? pantas kalau orang mencemoohkan dan menanyai kau" demikian pikirnya dengan kesal.

Hui Giok adalah pemuda yang berhati bajik apa yang dipikirkannya sekarang hanyalah dirinya tak pantas menjadi Congpiaupacu, tak pernah dia bayangkan berdasarkan apakah kedua orang itu mengajukan pertanyaan semacam itu padanya, ia merasa malu dan menyesal sedikitpun tak ada rasa gusar atau mendongkol, diam2 dia menghela napas, memang tak ada alasan yang dapat diucapkannya.

Terdengar Leng Ko-bok berkata lagi "Sobat kenapa tidak kau jawab pertanyaan kami? Apa kan merasa kami berdua tidak pantas ber-cakap2 dengan seorang Congpiaupacu dari wilayah Kanglam?"



"Padahal kaupun tidak perlu angkuh!" sambung Leng Han tiok dengan ketus, "meskipun kami berdua bukan pentolan persilatan juga bukan pentolan bandit, tapi sedikitnya kami setingkat lebih tinggi daripada kau si bocah ingusan yang tak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi, tapi dengan muka tebal mengurung diri dikamar dan mengangkat diri sendiri menjadi Congpiaupacunya orang-orang Lok lim di wilayah Kanglam"

Hui Giok jadi gusar, perkataannya itu menyakitkan hatinya, alisnya berkerut.

"Huh kalian jangan menghina!" teriaknya lantang, "Kau kira aku tertarik oleh kedudukan Congpiaupacu yang kalian incar ini?" Terus terang kukatakan hakekatnya aku tidak ingin kedudukan ini, Tapi sekarang tanpa sebab kau menghina aku memangnya di manakah aku bersalah pada kalian?"

Leng Han-tiok diam saja, se-akap2 ucapan itu tidak didengarnya: "Tiba-tiba dia berpaling lalu katanya "Leng-lotoa, dengarkah kau ocehan apa yang dikatakan bocah yang tak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi ini?"

Leng Ko-bok menunduk seperti orang lagi termenung, sesaat kemudian dia baru menyahut "Agaknya dia sedang menegurmu, mengapa kau bersikap kasar kepadanya dan mengucapkan kata-kata yang tidak sopan!"

"Oh, jadi kau merasa tak puas dengan kata-kataku tadi?" tanya Leng Han-tiok kemudian sambil berpaling ke arah Hui Giok, "Wah kalau begitu... kalau begitu tentu kau akan menghukum aku ya?"

Hui Giok memang merasa dirinya tak pantas menjadi seorang Congpiaupacu, tapi ejekan dan penghinaan yang diterimanya secara ber-tubi2 ini membual hatinya panas, kemarahannya berkobar dengan dahi berkerut teriaknya lagi:" Aku kan tidak kenal kalian kenapa di tengah malam buta kau bawa aku kemari untuk dipermainkan belaka? Sebenarnya apa maksud kalian? Hm kalian cuma iseng, maaf aku tak sudi melayani ocehan orang gila macam kalian!" Sambil putar badan, dengan langkah lebar dia lantas berlalu dari sana.

Baru dua langkah pemuda itu berjalan, tahu-tahu Leng Kong-bok dan Leng Han-tiak sudah menghadang pula jalan perginya.

Terpaksa Hui Giok berhenti, teriaknya dengan marah "Aneh, usia kalian sudah lanjut, tapi tingkah laku kalian tak ubahnya seperti anak kecil. Kalau ada urusan kenapa tidak dikatakan terus terang? Kalau memang tak ada urusan kenapa jalan pergiku kalian hadang, sebetulnya kalian mau apa?"

"Jawab saja pertanyaan kami tadi." sela Leng Han uok sambil tertawa dingin, "bila tidak kau jawab pertanyaan tersebut hm, mungkin kedudukanmu akan menanjak satu tingkat lagi "

"Naik setingkat lagi?" seperti orang tak mengerti Leng Kong-bok berkerut kening, "Dia sudah menjadi Congpiaupacunya kaum Lok-lim di wilayah Kanglam. kalau naik satu tingkat lagi lalu dia akan menjabat kedudukan apa?"

"Hehehe, tentunya kedudukan yang lebih terhormat, menjadi raja akhirat di neraka" sambung Han tiok dingin.

Leng Ko-Bok dan Leng Han-tiok adalah saudara kembar dua orang satu batin. mereka bicara macam orang yang lagi main sandiwara, kadangkala suaranya dingin menyeramkan tapi terkadang kocak seperti melawak. tingkah laku mereka ini sukar diraba apalagi dipahami orang lain, seandainya Hui Giok sudah lama berkelana di dunia persilatan tentu akan tahu pula betapa misteriusnya kedua orang ini, mereka sudah lama terkenal di dunia Kangouw, setiap kali orang persilatan menyinggung "Leng-kok-siang-bok" (sepasang balok kayu dan lembah dingin) niscaya akan menggeleng kemala dengan alis berkerut.

Sayang Hui Giok masih hijau dan baru terjun ke dunia persilatan tentu saja dia tidak tahu nama besar kedua orang ini, pemuda itu hanya merasa bahwa kedua orang ceking ini terlalu menjemukan, Mimpipun tak pernah ia duga bahwa jiwanya saat itu ibaratnya telur di atas tanduk.

"Terus terang kuberitahukan kepadamu." teriak anak muda itu kemudian dengan dahi berkerut, "kungfuku memang tak dapat menundukkan kawanan jago persilatan, orang lain memang tidak memilih aku menjadi Congpiaupacu, aku sendiri enggan menjabat kedudukan ini, tapi justeru ada orang yang mengangkat aku untuk mendudukinya. Hm tentunya kalian merasa iri bukan? Boleh lah..."

"Hehehe, kalau kau berkata demikian itu lebih baik lagi," potong Leng Han-tiok sambil tertawa dingin, "cuma..." ia berhenti sejenak, sambungnya sambil berpaling "Leng-lotoa, kaupun terhitung orang persilatan daerah Kanglam, setujukah kau jika Hui-taysianseng ini menjadi Congpiaupacu?"

Leng Ko bok sengaja berlagak melenggong, kemudian menggeleng kepala dan menjawab "Aku... aku merasa rada keberatan!"

"Kalau begitu, lantas bagaimana baiknya?" tanya Leng Han tiok.

"Ya bagaimana baiknya, Akupun tak tahu." kembali Leng Ko-bok gelengkan kepalanya.

Senyum dingin menghiasi ujung bibir Leng Han-tiok. "Hehehe. kau keberatan aku juga keberatan, tapi ada orang paksa dia menduduki jabatan itu, wah sulit juga untuk menyelesaikan soal ini."

Kurasa Leng lotoa, bagaimana kalau kita matikan saja bocah ini?"

Nadanya tetap tenang dan datar, iramanya tidak meninggi juga tidak merendah sekalipun yang dibicarakan adalah soal mati-hidup seseorang tapi dalam pembicaraannya se-akan2 sedang mempersoalkan masalah biasa, seolah-olah nyawa orang lain sama sekali tak ada harganya dalam pandangan mereka.

Hui Giok terkesiap, tak terduga Leng Ko-bok lantas goyangkan tangannya berulang kali "Rasanya kurang baik jika kita matikan dia!"

"Kenapa?"

Dia kan masih muda, belum kawin jika kita matikan kan terlalu sayang?"

"Wah kalau begitu bagaimana baiknya?"

Leng Ko-bok berlagak termenung, kemudian katanya "Hui-taysianseng, coba lihat kau akan di matikan oleh saudaraku, menurut kau bagaimana baiknya? Eeh cepat-cepat ngacir saja dan sini, asal kau tidak jadi Congpiaupacu tentunya kau juga takkan di matikan oleh saudaramu!"

Meski Hui Giok tidak mau diperalat oleh Sin jiu Cian Hui untuk menjabat Congpiaupacu, tapi setelah mendengar ucapan Leng Ko-bok, sambil membusungkan dada ia lantas berteriak "Jika kau tidak mengucapkan kata-kata seperti itu, belum tentu aku mau menjadi Congpiaupacu, tapi setelah kalian berkata demikian, hm, bagaimanapun juga aku akan tetap mendudukinya Huh. ingin kulihat apa yang akan kalian lakukan"

Dengan gemas kedua tangannya menolak ke samping, maksudnya hendak mendorong kedua orang itu sehingga dia bisa lewat ke sana, siapa tahu tangannya seperti menyentak baja yang keras, dingin berat.

Sekarang dia baru kaget, cepat2 tangannya ditarik kembali sambil mundur ke belakang.

Leng Ko-bok tenaga dingin "Hehehe asal kau mampu mendorong kami sehingga bergeser setengah langkah saja. maka kami akan segera pulang untuk tidur. bahkan kamipun pertama-tama akan hadir untuk memberi selamat lebih dulu pada waktu kau diresmikan menjadi Congpiaupacu, sebaliknya kalau tak mampu... Hmm!" Dengan mendengus itu dia mengakhiri ucapannya.



Leng Ko-bok, Loloa atau tertua dan Leng kok-siang-bok ini memang tak malu sebagai tokoh persilatan yang sudah tersohor, ketika Hui Giok menyentuh bahunya dia segera tahu bahwa pemuda ini tak berilmu, atau kalau adapun cetek sekali, meskipun kenyataan ini membuatnya heran dan tak mengerti mengapa orang sama mengangkat pemuda yang tak berilmu ini menjadi Lok-lim Congpiau pacu, tapi rasa was-was dan ragu akan diri pemuda itu lantas lenyap.

Hui Giok bukan orang bodoh, sudah tentu iapun tahu bila ingin menggeser kedua orang itu hakikatnya ibarat kecapung hinggap di pilar batu. Tapi dasarnya keras kepala, ia tak sudi mengaku kalah di hadapan orang, dengan alis berkerut dia lantas membentak, dengan sekuat tenaga didorongnya kedua Leng bersaudara itu keras2.

Ketika tangannya menyentuh tubuh lawan kembali ia kaget, sebab kali ini badan kedua Leng bersaudara itu tidak sekeras baja lagi, tapi lunak seperti kapas se-akan2 benda yang tak bisa dipegang, padahal Hui Giok sudah mengerahkan segenap tenaganya, tapi ketika tenaga itu menyentuh mereka semua kekuatannya seperti batu yang tenggelam di dasar lautan, lenyap dengan begitu saja. Dengan tercengang dia menengadah, dilihatnya kedua orang itu masih berdiri dengan wajah kaku dingin sama sekali tidak nampak mengeluarkan tenaga.

Dalam kagetnya cepat2 Hui Giok tarik kembali tangannya, tapi pada detik tangannya menyentuh badan mereka tiba-tiba dari tubuh kedua Leng bersaudara memancar keluar hawa panas yang menyengat, ketika tangan Hm Giok terisap lekat2 anak muda itu terkejut tenaga yang semula mendorong berubah menjadi menarik sekuatnya berusaha melepaskan diri.

Siapa tahu hawa panas itu makin menyengat dalam sekejap bertambah beberapa kali lebih dahsyat bahkan saja Hui Giok merasakan sepasang tangannya bagaikan digarang api.

Ternyata semua kekuatannya sebagian demi sebagian ikut lenyap dengan bertambahnya hawa panas yang terpancar dari tubuh lawan.

Makin besar hawa panas itu makin lemah tenaga betotannya, bahkan kakinya mulai lemas dan ringan seperti lagi terbang, dia tak sanggup berdiri tegak lagi, lengan kanannya amat sakit seakan ditusuk ratusan jarum yang baru diambil dan garangan api.

Perlu diketahui bahwa luka yang di lengannya masih belum sembuh benar karena geramnya dia telah melupakan lukanya, tapi setelah kemarahannya reda dan perasaannya tak seberapa tegang, rasa sakit sekitar luka itu segera terasa merasuk tulang.

Dengan sinar mata yang dingin Leng Ko-bok menatap sekejap wajah pemuda itu, kemudian ujarnya dengan dingin " Huh katanya Hui taysianseng adalah seorang pentolan Lok lim wilayah Kanglam. Kenapa mendorong tubuh kamipun tak bergeming Hm. kukira lebih baik kau tinggalkan saja kedudukan Congpiaupacu tersebut."

Ia berhenti sebentar dan mengawasi wajah Hui Giok dengan tajam, ketika dilihatnya pemuda itu meringis kesakitan, tahulah dia bahwa ilmu "Ji-kek hian-kang" (tenaga sakti dua unsur) sendiri telah mengakibatkan penderitaan hebat bagi anak muda itu.

Maka iapun berkata lagi sambil tertawa dingin. "Watak Jite agak buruk, tapi aku Leng Ko-bok adalah orang yang paling baik, paling ramah di dunia ini. aku jadi tak tega menyaksikan penderitaanmu. Padahal asalkan kau bersumpah tak akan menjadi Congpiaupacu lagi, kami akan segera antar kaupulang. Ai. tentu rasa panas seperti dibakar dengan api tidak enak rasanya "

la menghela napas berulang kali, mukanya di buat murung dan beriba hati, se-akan2 tak tega melihat anak muda itu menderita, padahal dalam pendengaran Hui Giok kata2 itu bagaikan beribu batang anak panah yang menembus ulu hatinya.

Keadaan begitu dia tidak merintih, dia tidak mengeluh ia mengertak gigi, diterimanya semua penderitaan itu dengan membungkam. bagi pemuda yang keras kepala ini, minta ampun rasanya berpuluh kali lebih susah daripada membunuhnya.

Leng Han-tiok tiba-tiba berkata sambil tertawa dingin "Leng-lotoa takut kau kepanasan, buat apa aku Leng-loji menjadi orang busuk, akan kuberikan hawa dingin agar badanmu terasa segar!"

Habis perkataannya, Hui Giok merasa kedua tangannya yang semula panas seperti digarang dengan api mendadak berubah jadi dingin seperti berada di dalam gudang es.

Seketika Hui Giok menggigil hawa panas dan dingin yang bergantian ini membuat semua tulang persendiannya seperti ditancap dengan sebatang jarum salju, siksaan semacam itu dirasakan beribu kali lebih hebat daripada siksaan apapun di dunia ini, tapi pemuda itu tetap bertahan dan membungkam meski diketahuinya dia tak akan tahan terlalu lama penderitaan tersebut.

Peluh dingin sebesar kacang menetes dan jidat-nya, kemudian tubuhnya mulai menggigil keras, gemertukan. kendati begitu sinar matanya tetap menantang tanpa gentar ditatapnya wajah kedua orang bersaudara itu tanpa berkedip, se-akan2 dia sedang berkata: "Sekalipun kau bisa menyiksa badanku, jangan harap bisa menyiksa jiwaku. Sekali pun kau dapat membunuh aku, jangan harap kau akan memaksa aku untuk minta ampun."

Leng-kok-siang-kok kagum juga oleh kekerasan hati anak muda itu, diam2 mereka mengangguk "Sungguh lelaki sejati! Seorang berjiwa keras."

Akan tetapi justeru karena itu, semakin besar hasrat mereka untuk melenyapkan anak muda itu. serta merta tenaga dalam yang mereka pancarkan juga semakin berat.

"Ah, sudahlah!" sesaat kemudian Hui Giok mengeluh di dalam hati dia merasa se-akan- bayangan kematian sudah di depan mata, sedih dan pilu berkecamuk dalam perasaannya, sambil pejamkan mata kembali dia berpikir "Oh, Bun-ki! Lu tin! Tahukah kalian bahwa aku tak dapat melihat kalian lagi?"

Dia menghela napas sedih, bukannya dia takut mati pemuda yang berhati keras ini tak pernah kenal takut dia cuma merasa betapa pendek kehidupannya ini, ia merasa tak pernah menjumpai suatu peristiwa yang dapat ia banggakan, tentu saja dia tak tahu bahwa kekerasan hatinya serta keangkuhannya sudah cukup membanggakan dia.

Andaikata ia benar2 mati maka ia merasa matipun tidak tenteram, dia merasa masih banyak utang budi yang belum terbayar. dalam keadaan setengah sadar dia terbayang kembali akan wajah si gemuk penjual siopia yang memberi siopia padanya, kebaikan ini tak terlupakan untuk selamanya, ia malah tak teringat sama sekali akan mereka yang pernah berbuat jahat kepadanya.

Perasaan seorang menjelang kematiannya memang suatu siksaan yang sukar dilukiskan terutama ketika ia menyesali kehidupannya yang terlalu pendek serta merasa masih banyak utang bud. yang belum terbayar.

Walaupun dia mencintai kehidupannya. tapi ia tak sudi bertekuk lutut karena kehidupan, dia merasa lebih baik menerima kematian daripada menyerah kalah.

Di tengah keheningan yang mencekam, tiba2 terdengar suara tertawa nyaring berkumandang dari lorong dan belakang satu merdu sekali suaranya seperti bunyi keleningan, menyusul seseorang berseru: "Leng-toa-siok. Leng jisiok, kalian lagi kongkou dengan siapa" Kalau saja tidak kuintai dan ketinggian, tentu tak kusangka kalian berdua berada di sini."



Setelah menghela napas, suara itu berkata pula dengan manja "lndah amat pemandangan alam di sini ada sungai kecil ada hutan bambu di situ, ada jembatan kecil. O alangkah indahnya! Dulu aku selalu heran ada orang menulis tentang jembatan kecil air yang mengalir dan rumah orang padahal jembatan kecil, air yang mengalir dimanapun ada, kenapa dibikin syair? Ai- siapa tahu setelah tiba di Kanglam baru kuketahui bahwa air yang mengalir dan jembatan kecil yang ada di sini benar-benar indah dan sukar dilukiskan dengan kata-kata. Eh! Leng-toasiok, kalian memang pandai menghibur diri untuk kongkou pun jauh2 datang kemari!

Suara yang lembut dan merdu. ya bicara ya tertawa se-akan2 mutiara jatuh di baki pualam tapi justeru suara itu merupakan obat mujarab bagi Hui Giok ketika mendengar suara itu, pemuda yang hampir pingsan itu menjadi siuman kembali sekuat tenaga dia berpaling.

Seorang nona berbaju hijau dengan ikat kepala warna hijau, hidung yang mancung dan bibir yang mungil. mata yang indah dan pinggang yang ramping berdiri di sampingnya, cantik gadis itu bak bidadari dan kahyangan.

"Hah, kau?" ketika nona itu menatap wajah Hui Giok, tiba2 ia menjerit kaget.

Tatkala bentuk tubuh yang cantik itu terlintas dalam pandangan Hui Giok, pemuda itu merasa dadanya seperti dihantam orang, kepalanya jadi pening, hampir saja ia melupakan semua penderitaan tubuhnya.

Sesaat itu, dikala kedua pasang mata saling bertatapan, langit se akan2 berubah warna, air yang mengalir di sungai se-akan2 berhenti mengalir.

Bintang yang bertaburan di angkasa seperti tidak berkedip lagi, bahkan rembulan yang terang itupun seperti guram mendadak. Sebab dalam pandangannya sekarang kecuali si dia, tak ada yang terlihat lagi, begitu pula sebaliknya si dia, kecuali dia tak ada yang diperhatikannya.

Waktu yang panjang, perpisahan yang lama, penderitaan selama berpisah, kerinduan yang menyiksa seolah-olah sudah mendapat imbalan.

Ai, kehidupan memang sesuatu yang aneh!

Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok sama melongo. setelah saling berpandangan sekejap, masing-masing mengebaskan ujung baju sambil mundur tiga langkah ke belakang.

"Bun-ki, kau kenal orang ini?" tegur mereka berbareng

Tapi nona itu tidak mendengar teguran mereka, biji matanya yang indah tetap menatap wajah Hui Giok tanpa berkedip.

Hui Giok merasa tenaga tekanan mengendur ia merasa badan menjadi lemas kedua tangan terkulai, seluruh persendian tulangnya seperti terlepas, hampir saja ia tak mampu menegakkan tubuhnya dan nyaris jatuh tersungkur.

Tapi dia tidak roboh, se-akan2 ada suatu tenaga gaib yang menunjang tubuhnya, membuat ia tak sampai roboh.

Maklumlah, tatapan anak dara yang indah dan hening itu seperti mendatangkan suatu kekuatan yang membuat ia bertahan terus, demi mata yang indah itu dia rela menderita. rela mengalami macam-macam siksaan, selama setahun dia hidup bergelandangan menahan cemoohan, siksaan, kelaparan, kedinginan dan kekecewaan Kesemuanya itu dia terima demi dia.

Dia, Tham Bun-ki, yang selalu terukir dalam hati Hoi Giok, selalu dikenang oleh pemuda itu. Cahaya rembulan yang cemerlang bagaikan emas dalam impian anak kecil dengan lembutnya mengusap tubuhnya, pelahan dia maju ke depan selangkah demi selangkah menghampiri Hui Giok yang masih mematung.

Memang kau... benar2 kau!" gumamnya suaranya selembut cahaya rembulan, dua titik air mata jatuh membasahi pipinya yang halus.

Air mata, tidak selalu menandakan kesedihan, air mata terkadang juga menyatakan rasa gembira, kegembiraan yang meluap.

Sinar rembulan menciptakan bayangan Tham Bun ki yang panjang di tanah dan bayangan itu bergerak mengikuti irama langkahnya menungkupi kaki paha, lalu badan Hui Giok.

Hui Giok berdiri gemetar, meski gemetarnya akibat tekanan tenaga Leng-kok-siang-hok yang nyaris menghancurkan tubuhnya, iapun gemetar karena kegembiraan serta kebahagiaan yang datang secara tiba-tiba, begitu mendadak sehingga hampir saja dia tak percaya.

Ia merasa bayangan Tham Bun-ki yang menutupi badannya makin lama semakin besar, makin lama gadis itu semakin dekat di depannya, ia dapat melihat raut wajah yang cantik bagaikan bunga botan dibalik kabut mengikuti hembusan angin yang lembut dan terbuai ke dalam pelukannya.

Tapi ia tak berani mengulurkan tangannya untuk menyambut kedatangan gadis itu sebab dia takut apa yang dilihatnya hanya impian kosong belaka, asal dia bergerak ke depan maka segala impian yang indah semua kebahagiaan yang dirasakan sekarang akan lenyap.

Suara percikan air yang mengalir ketika itu kedengaran sangat halus, begitu halus se-akan2 bunyi kecapi dari kejauhan dan mendatangkan kelembutan cinta di malam yang sepi.

Angin sebagaimana biasa berhembus dan mengibarkan ujung baju Leng Ko-bok dan Leng Han Liok yang longgar sehingga menimbulkan suara gemersik, namun tubuh mereka tetap berdiri kaku seperti tonggak, hanya ke empat mata yang bersinar pelahan bergerak dari wajah Tham Bun-ki beralih ke wajah Hui Giok, kemudian dari wajah Hui Giok beralih kembali ke wajah Tham Bun ki.

Wajah mereka yang kaku tanpa emosi gembong iblis yang se-akan2 tidak memiliki perasaan apapun itu tiba2 menunjukkan sikap yang lain daripada yang lain, di balik sinar mata mereka tiba2 terpancar pergolakan perasaan yang hebat.

"Aneh, sungguh mengherankan." demikian mereka berpikir dalam hati, darimana anak Ki bisa kenal dia? Kenapa ia bersikap semesra itu kepadanya? jangan2 mereka...

Tiba-tiba Tham Bun-ki mengeluh lirih lalu lari dan menubruk ke dalam pelukan Hm Giok.

Menyaksikan adegan tersebut kedua gembong iblis yang dingin dan kaku itu membentak pelahan, entah dengan gerakan apa, tahu2 tubuh mereka yang jangkung dan kurus itu ibaratnya anak panah yang terlepas dari busurnya meluncur dengan cepat.

Waktu itu Bun-ki sedang menubruk ke depan ingin membenamkan kepalanya ke atas dada Hui Giok yang bidang. Sudah lama dia mengharapkan tibanya saat seperti ini, pelahan dia ulurkan tangannya untuk merangkul dengan matanya terpejam.

Tapi, sebelum keinginannya tercapai tiba suara bentakan berkumandang, menyusul segulung angin menyambar tiba, ia membuka matanya, pandangannya terasa kabur entah sejak kapan Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok telah mengadang di depannya.

Dalam kejutnya cepat dia mengegos ke samping, dalam sekejap itu gadis yang haus kehangatan cinta itu sudah mengeluarkan ilmu meringankan tubuhnya yang tinggi dengan enteng dia meluncur ke samping.

Tapi begitu mencapai tanah, dengan enteng segera ia melayang kembali ke samping Leng Ko-bok dan Leng Han tiok, biji matanya yang jeli menampilkan rasa kaget tercengang dan juga kurang senang.



"Toasiok, Jisiok, apa2an kalian in!?" teriaknya marah.

Leng Ko-bok berpaling dan saling pandang sekejap dengan Leng Han-tiok mendadak mereka memutar badan, empat telapak tangan mereka terus ditempelkan pada badan Hui Giok.

Hui Giok kaget bercampur heran, bukan lantaran kedua orang aneh itu menghadang di depannya secara tiba-tiba tapi karena serangan maut mereka yang dilancarkan secara mendadak, ia lihat ke-empat telapak tangan mengancam bahu dan lengan-nya, tapi ia tak mampu berkelit apalagi melancarkan serangan balasan.

Hui Giok tahu bila ke empat tangan itu bersarang di badannya, kendati tubuhnya terdiri dan baja yang keras juga akan hancur, Tapi pada detik-detik terakhir itu tak terpikirkan olehnya soal mati-hidup dia hanya memikirkan Tham Bun-ki yang berada di depannya.

Tapi sekarang ingin memandang sekejap saja tidak dapat karena antara dirinya dan si dia telah teradang oleh dua orang aneh bagaikan bukit es yang kaku, dalam putus asanya pemuda itu hanya menghela napas lalu pejamkan matanya.

Kecepatan suatu gerak pukulan paling cepat juga cuma dalam sekejap mata, serangan yang di lancarkan Leng Ko-bok dan Leng Han-nok tentu saja berlipat kali lebih cepat daripada gerakan orang lain. Namun kecepatan pukulan itu toh kalah cepat daripada lintasan pikiran manusia.

Demikianlah pada saat kedua orang aneh itu melancarkan pukulan dalam sekejap itulah pelbagai ingatan telah melintas dalam benak Hui Giok.

Ketika telapak tangan mereka hanya menempel saja di tubuh Hui Giok dan bukan menghantamnya seperti yang di duga semula, dengan penuh kegelisahan Tham Bun-ki telah menubruk ke depan.

"Toasiok, Jisiok!" teriaknya sambil menarik ujung baju mereka, "sebenarnya apa yang kalian lakukan? Dia... dia adalah..."

"Hm... anak Ki menyingkirlah dulu!" jengek Leng Han-tiok seraya menatap gadis itu dengan dingin.

"Apa yang kau cemaskan, budak cilik?" sambung Leng Ko-bok dengan tersenyum, "bila kami menghendaki nyawanya, sekalipun dia punya cadangan sepuluh lembar jiwa iuga sudah amblas sejak tadi."

Tham Bun ki melenggong, dilihatnya Hui Giok sedang memejamkan matanya, peluh membasahi jidatnya, dia tak tahu apa hubungan Hui Giok dengan Leng-kok-siang-bok, juga tak tahu mengapa mereka bersikap demikian kepadanya, maka setelah ragu-ragu sejenak gadis itu mengitar ke samping kedua orang aneh itu dan menghampiri Hui Giok.

Tapi Leng Han-tiok lantas menegur lagi dengan suara dingin "Anak Ki kusuruh kau menyingkir apa tidak dengar?"

"Orang she Hui ini terkena tekanan tenaga sakti dua unsur kami," sambung Leng Ko-bok "walaupun sepintas lalu tampaknya segar, hakikat nya tidak enteng luka yang dideritanya, sedikit sa ja mengalami getaran, kemungkinan besar jiwanya akan melayang,"

Berubah hebat air muka Tham Bun-ki, p pinya yang semula merah berubah jadi pucat seperti mayat, teriaknya dengan gemetaran, "Toasiok... kau mengapa kau bersikap sekasar itu padanya? Apakah dia bukan kawanmu?"

"Hehehe, sejak kapankah kau dengar Toasiok dau Jisiok mempunyai kawan?" Leng Han-tiok tertawa dingin.

"Lalu bagai mana sekarang?" saking gelisahnya Tharn Bun-ki berkerut alis rapat2.

Dia hendak menyeka keringat yang membasahi jidat Hui Giok, tapi Leng Ko-bok segera menghardik "Budak dungu, jangan sentuh dia! Tidak kah kau lihat sendiri apa yang kami lakukan sekarang.

Bun ki mengerling sekejap kemudian berdiri termangu dan akhirnya menghela napas sambil mundur dua langkah, sekalipun sudah terlihat olehnya bahwa kedua Leng bersaudara seakan-akan sedang mengobati pemuda itu dengan tenaga dalamnya akan tetapi ia tak berani memastikan, maka dengan wajah gelisah gadis itu menyingkir ke samping sambil berharap agar Hui Giok dapat membuka matanya dan mengucapkan sepatah kata kepadanya.

Waktu terasa merangkak dengan lambatnya, begitulah keadaannya bila seorang sedang gelisah dan cemas.

Di bawah cahaya rembulan terlibat betapa seriusnya wajah Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok yang kaku itu, telapak tangan mereka yang menempel di dada Hui Giok tiba-tiba bergerak, tubuh Hui Giok yang kaku tiba-tiba saja ikut berputar, kemudian empat telapak tangan yang kurus kering menempel kembali di punggung anak muda itu.

Hui Giok sendiri pada saat itu hanya merasakan hawa panas memancar keluar dari telapak tangan orang-orang itu, ketika hawa tersebut tersalur ke badannya, hawa panas itu rasanya halus, tapi kadangkala menjadi keras, mengikuti gerak napasnya yang berputar dan mengalir ke seluruh bagian tubuhnya.

Dia memang tak paham tentang rahasia ilmu silat, tapi sebagai seorang pemuda yang cerdik, cukup berpikir sejenak dia lantas mengerti keadaan yang sedang di hadapinya.

"Mengherankan sekali perbuatan kedua orang ini." demikian Hui Giok berpikir rupanya luka yang mereka timbulkan tadi disembuhkan kembali dengan tenaga sakti mereka Mungkinkah mereka berbuat demikian lantaran Bun-ki? Tapi ada hubungan apakah antara mereka dengan Bun-ki?"

Perlu diterangkan Hui Giok dan Bun-ki boleh dibilang dibesarkan bersama maka setiap orang yang dikenal Tham Bun-ki iapun mengenalnya, karena itu ketika dilihatnya hubungan anak dara itu dengan kedua orang aneh tersebut begitu akrab, sedang dia merasa tak pernah mengenalnya selama ini, hal inilah yang membuatnya heran.

Tentu saja dia tak tahu selama setahun ini bukan saja dia seorang yang mengalami banyak kejadihan aneh, malahan kejadian aneh yang dialami Tham Bun-ki juga tidak berada di bawahnya.

Tidak lama kemudian Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok tiba-tiba menggerakkan tubuhnya, seperti kupu2 yang bermain di antara bunga, mereka berputar ke depan belakang kanan dan kiri Hui Giok.

Mengikuti gerakan tubuh mereka yang lincah, keempat telapak tangan mereka yang kurus kering menghantam pula sekeliling badan Hm Giok tanpa berhenti.

Sesaat itu Hui Giok merasa tubuhnya berputar seperti gasingan mengikuti gerakan pukulan yang dilontarkan keempat telapak tangan itu, yang aneh bukan saja tempat di mana terkena pukulan itu tidak terasa sakit, bahkan mendatangkan perasaan segar yang sukar dilukiskan, Bun-ki pada mulanya berdiri di samping dengan perasaan gelisah, berserilah wajahnya setelah menyaksikan gerakan aneh kedua orang itu, sekulum senyuman manis diam-diam tersungging di ujung bibirnya.

Dara cantik yang dilahirkan dalam keluarga persilatan dan sejak kecil disayang dan dimanja oleh ayahnya ini tentu saja mempunyai pengetahuan yang jauh lebih luas tentang ilmu silat daripada Hui Giok, dari gerakan tubuh yang di lakukan kedua Leng bersaudara atas Hui Giok itu dengan cepat dia mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya rupanya mereka sedang melancarkan peredaran darah tubuh Hui Giok dengan tenaga murni mereka yang sempurna.



Maka dari itu, kendatipun Hui Giok baru menderita luka dalam, tapi setelah peredaran darah dalam tubuhnya dibantu oleh hawa sakti kedua orang itu hingga berjalan lancar kembali, boleh dibilang luka dalamnya segera sembuh kembali.

Sudah tentu kesempatan baik semacam ini sukar sekali ditemui dalam dunia persilatan apalagi yang diterima oleh Hui Giok sekarang adalah hasil karya Leng-kok-siang bok yang tersohor bersifat dingin kaku dan kejam.

Hui Giok sendiri tidak menyadari keuntungan yang diterimanya, akan tetapi Bun-ki hampir saja bersorak kegirangan.

Biji matanya yang bening memancarkan cahaya berseri mengikuti gerak tubuh orang itu, di bawah sinar bulan yang menyoroti baju hijaunya di antara kibaran ujung bajunya yang terembus angin, dia kelihatan lebih cantik lebih menarik dan mempesona.

Tiba2 terdengar lagi dua kali bentakan nyaring.

Bayangan tubuh yang sedang menari itu mendadak berhenti. Tham Bun-ki berseru tertahan dia melompat ke depan lalu di rangkulnya tubuh Hui Giok yang sempoyongan itu, ia lihat senyuman menghiasi bibir pemuda itu di antara matanya yang terpejam, butiran keringat menetes membasahi pipinya.

Dia mengambil saputangan hijau dan menyeka butiran keringat itu dengan lembut, ia tahu tak lama lagi anak muda itu akan dapat berdiri sendiri bahkan jauh lebih kuat daripada semula.

Dengan gembira Bun-ki menghela napas lega dan berpaling, Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok yang kurus dan jangkung itu berdiri di belakang bagaikan dua tonggak salju yang menyeramkan.

Tak seorangpun yang tahu bahwa pada saat itu di balik keseraman kedua tonggak salju yang kaku itu mengandung kehangatan sebagai manusia, hanya tidak gampang untuk menemukan kehangatan yang tersembunyi ini.

Dalam sekejap ini terbayang kembali olehnya pengalamannya selama setahun ini dia teringat betapa pedih hatinya ketika kepergian Hui Giok, akhirnya iapun pergi meninggalkan ayahnya yang tercinta mengembara di dunia persilatan dan berharap akan dapat menemukan kembali Hui Giok yang minggat itu.

Tapi dunia begitu luas, ke mana dia harus mencari seorang di tengah lautan manusia? Akhirnya dia kecewa ia pergi meninggalkan keramaian kota dan mengembara di antara perbukitan yang sepi dan jauh dari manusia.

Waktu itu musim gugur telah tiba embusan angin musim gugur merontokkan dedaunan ia berkelana tanpa tujuan, sebelum ia tiba di daerah Kanglam, dijumpainya Leng-kok-siang-bok yang tersohor itu.

"Suatu pertemuan yang aneh, benar-benar pertemuan yang aneh!"

Begitulah dia membayangkan pertemuan itu.

Ketika ia menengadah untuk kedua kalinya Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok masih berdiri tak bergerak di hadapannya, maka iapun tersenyum dengan rasa terima kasih,

"Toasiok, Jisiok! Sungguh aku tak tahu bagai mana harus berterima kasih kepada kalian, demi diriku..."

Lembut dan merdu ucapan tersebut sehingga wajah Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok yang kaku tanpa emosi terlintas pergolakan perasaan.

"Aneh benar, darimana kau bisa kenal dengan dia?" gumam Leng Han-tiok dengan dahi berkerut "kau tahu, dialah yang bakal menjadi Cong-piaupacunya kalangan hitam di wilayah Kanglam"

Bun-ki melengak dan terbelalak hampir saja ia tak percaya pada pendengarannya sendiri.

"Congpiaupacu yang ada di hadapannmu sekarang bukan lain adalah orang yang diangkat oleh orang yang hendak memusuhi ayahmu" kata Leng Han-tiok lagi. "Walaupun aku tak punya hubungan apa-apa dengan ayahmu, tapi demi kau terpaksa tengah malam buta begini kuberi hajaran padanya, apa sangka saudara yang akan menjadi Congpiau pacu ini pada hakekatnya tak berilmu..."

Tiba-tiba ucapan tersebut berhenti sambil mendengus, sementara itu Tham Bun-ki tak mampu mengucapkan sepatah katapun saking kejutnya, dia berpikir: "Oh jadi dia bukan kenalan lama Leng to siok dan Leng jisiok tapi lantaran sebab musabab inilah dia membawanya kemari untuk bercakap-cakap, tapi benar-benar aneh, kenapa ia bersedia diangkat menjadi Congpiaupacu?"

Ketika berpaling, dilihatnya Hui Giok masih duduk tenang di atas tanah mukanya jauh lebih tenang daripada tadi, napasnya jauh lebih teratur semua ini membuat ia menghela napas lega.

"Belasan tahun aku tak pernah melangkah keluar dari lembah dingin barang setindakpun." demikian Leng Han-tiok berkata, "tak nyana karena kau si budak ini telah banyak menimbulkan persoalan."

Manusia aneh yang bermuka dingin itu menghela napas lalu berkata pula "Bagaimanapun juga kami berhasil menyembuhkan orang she Hui ini seperti semula, bila ada persoalan yang hendak dibicarakan, katakanlah kepadanya sesukamu"

Merah wajah Bun-ki, pelahan ia tundukkan kepalanya. Ya begitulah sikap seorang anak dara bila rahasia hatinya ketahuan orang, meski malu, tapi rasa malu yang riang.

Tatkala ia menengadah pula, suasana di hadapannya telah lengang, kecuali embusan angin yang menggoyangkan pohon bambu di kejauhan dan suara percikan air mengalir kedua orang aneh tadi sudah lenyap tak berbekas di bawah cahaya bulan hanya ia dan Hm Giok yang masih tertinggal di situ.

Tadi tanpa terasa sekujur badan Hui Giok lelah dihajar orang, ia merasa makin cepat terhajar oleh kedua orang aneh itu semakin nyaman rasanya.

Ketika pukulan2 itu berhenti, ia merasa tubuhnya se-olah2 me-layang2 di awang2, kakinya terasa lemas bukan lantaran tak bertenaga untuk menunjang badannya, tapi karena malas mengeluarkan tenaganya.

Maka iapun jatuhkan diri dan duduk di tanah ia tahu Bun-ki berada di sampingnya, iapun tahu tangan si nona yang halus sedang menyeka keringat di keningnya, tapi ia enggan membuka matanya dia ingin tidur, ingin beristirahat dan mengendurkan seluruh otot2 dagingnya.

Sebab napasnya dan peredaran darahnya saat ini seperti lagi melayang, keadaan ini tak jauh berbeda dengan perasaan waktu ia bersama Go Beng si mabuk arak tempo hari, tapi setelah dirasakan dengan seksama ternyata sama sekali tidak sama.

Dia tak tahu pukulan yang diterimanya tadi telah membuat dia sebagai seorang yang tak pernah berlatih tenaga dalam kini berubah menjadi seorang yang mempunyai dasar Lwekang yang kuat.

Kejadian itu tentu saja tak pernah diduga olehnya, tapi ia dapat mempertahankan terus perasaan itu, membiarkan peredaran darah dalam tubuhnya berputar sebagaimana mestinya.



Akhirnya, semua telah tenang kembali pelahan dia membuka matanya. Tham Bun-ki ditemukan duduk bersandar di sampingnya dengan setengah berjongkok tangannya yang sebelah terjulur ke bawah. tangan yang lain menahan kain ikat kepalanya yang berwarna hijau.

Waktu itu si nona memandang kejauhan dengan termangu, dari samping Hui Giok dapat melihat hidungnya yang mancung ibarat patung yang terbuat dari pualam, cahaya yang memancar dari samping menciptakan sebuah profil yang indah.

Malam yang sepi, malam yang remang, pikiran yang kabur, gadis cantik yang termenung, semua itu menciptakan suatu keindahan yang tiada taranya membuat Hui Giok hampir tak berani mengusiknya tak berani mengejutkan ketenangan dan kesyahduan itu, dia hanya memandangnya dengan terpesona dan termangu.

Berpaling juga akhirnya gadis itu, sinar matanya yang rada bingung menatap Hui Ciok bagai dalam impian, Sedang Hui Giok sendiri menggeser badannya mengubah posisi duduknya hingga semakin dekat dengan gadis itu lalu berkata lirih:

"Bun ki... Bun ki apa yang sedang kau pikirkan"

Dia tak tahu kata2 apa yang sebenarnya hendak diucapkan maka meluncurlah kata2 yang tanpa tujuan ini.

Bun-ki membetulkan rambutnya yang terikat dengan kain hijau itu lalu sahutnya pelahan "Ai sedang berpikir, manusia memang makhluk yang aneh, ada sementara manusia yang sepintas lalu tampaknya hangat kenyataannya hati mereka dingin dan kaku persoalan apapun tak dapat menggerakkan hatinya. Misalkan saja ayahku siapakah di dunia ini yang tak tahu akan kebajikan serta kemuliaan beliau? Tapi ku tahu, beliau..."

Tiba-tiba gadis itu menghela napas sedih, sesaat kemudian ujarnya lebih jauh: "Tapi ada sementara orang lagi, setiap orang mengatakan dia dingin, dia ketus bahkan kejam seperti iblis, padahal dalam hatinya terdapat kehangatan yang luar biasa. Tahukah kau? Kedua orang yang kau temui barusan adalah gembong iblis yang membuat orang persilatan pusing kepala, tapi terhadap diriku... " Ai dia begitu baik, begitu hangat dan begitu memperhatikan apa yang kupikir tanpa kuterangkan juga mereka dapat mengetahuinya!"

Lembut suaranya, seperti igauan anak kecil dalam mimpi yang mengambang di tengah malam sunyi ini.

Hui Giok tak dapat menahan pergolakan hatinya lagi, digenggamnya tangan gadis itu dengan mesra, kemudian bisiknya lembut "Bagaimana dengan diriku?"

Tiba2 wajah Bun-ki jadi merah. dengan setengah mengomel sahutnya, "Kau kejam, jahat, kenapa tidak kau katakan kepadaku bahwa kau hendak minggat, tahukah kau karena persoalan itu aku jadi..." kata-kata ini tidak berkelanjutan karena dengan wajah merah lengah dia lantas tundukkan kepalanya.

Permukaan air sungai timbul riak2 kecil karena embusan angin, perasaan Hui Giok pun ikut beriak, digenggamnya tangan gadis itu erat2, lalu bisiknya pula: "Katakanlah, karena soal itu kau jadi kenapa?"

Wajah Bun-ki makin merah, begitu merahnya sampai di tengah kegelapanpun dapat terlihat warna merah yang menghiasi pipinya, saat itu hampir saja dia melupakan se-gala2nya, demikian pula dengan anak muda itu.

Keresak pelahan berbunyi di balik hutan bambu. Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok yang berada di hutan sana saling pandang sekejap, di tengah hutan yang sepi ini wajah mereka tampak tersenyum puas dan gembira.

"Tak tersangka ternyata budak inipun mempunyai kekasih," bisik Leng Ko-bok sambil menarik ujung baju saudaranya.

Leng Han-tiok tersenyum, dengan termangu ia masih memandang keluar hutan sana, dalam dadanya se akan2 penuh kenangan masa lampau yang manis.

"Toako!" akhirnya iapun berbisik masih ingat kah kejadian pada tiga puluh tahun yang lampau.

Leng Ko-bok mengangguk "Ya tiga puluh tahun sudah, tiga puluh tahun lamanya, O, betapa cepatnya waktu berlalu! sekarang aku se-akan-akan melihat bagaimana kau duduk di atas tugu Giok hong di puncak Thay-san, di mana kau menggandeng tangannya dan melihat matahari terbit,"

Sinar matanya yang dingin kini berubah jadi hangat, katanya pula "Ketika matahari terbit, tatkala sinar sang surya memancar di wajahmu ketika itu kau masih muda, wajahmu tidak sejelek sekarang, aku dan adik Ci memandang kalian dengan terkesima. Aku masih ingat waktu itu diam-diam adik Ci berbisik kepadaku: Coba lihatlah dia dan In-cu benar2 pasangan yang setimpal."

"Toako..." Leng Han-tiok menimpali sambil tertawa, "tahukah kau waktu itu kamipun sedang memperhatikan dirimu, adik ln juga berkata demikian kepadaku Coba lihatlah, dia dan CI cu adalah dua sejoli yang serasi!"

Di tengah pohon bambu yang terembus angin, kedua bersaudara yang merupakan gembong iblis yang ditakuti orang persilatan ini sedang bercakap-cakap sambil tertawa mengenangkan masa lalu hanya di balik senyuman mereka tersembul pula kepedihan karena waktu yang sudah lewat selamanya tak akan kembali lagi manusia yang telah tiada, selamanya tak akan hidup kembali.

"Sungguh tak tersangka," Leng Ko-bok melanjutkan sambil tersenyum sedih benar2 tak tersangka mereka akan mati begitu cepat dan meninggalkan kita berdua tua bangka" Helaan napas berat mengakhiri katanya itu.

"Toako, apa yang kau murungkan? Kenapa kau menhela napas?" kata Leng Han-tiok sambil tersenyum, "jelek-jelek begini kita pernah merasakan kehidupan yang penuh kebahagiaan, jauh lebih bahagia daripada mereka yang siang dan malam hanya memperebutkan nama kedudukan dan kekayaan. Ai kadangkala aku merasa kasihan juga melihat mereka, terkadang aku membenci pula orang-orang itu, begitu bencinya sampai aku ingin membunuh mereka satu persatu dengan telapak tanganku."

Leng Ko-bok memandang lagi ke luar hutan dengan termangu, di bawah cahaya bulan yang ke perak-perakan, mereka saksikan tubuh Hui Giok dan Bun-ki makin lama makin rapat, akhirnya bayangan mereka melengket menjadi satu.

Maka orang tua inipun tertawa lagi sambil menuding ke luar hutan dengan jari yang kurus ia berkata: "Coba lihatlah, pasangan itu se-akan2 bayangan kita berdua di masa lalu. Ai semoga anak Ciau-ku dan anak Bwe-mu bisa mendapat pasangan yang cocok pula maka matipun kita tidak perlu menyesal lagi."

Demikianlah, di tengah keheningan malam, di tengah hutan yang sunyi, kedua kakek yang dingin dan kaku itu saling membongkar perasaan hati mereka yang sudah lama terpendam di dalam hati, membongkamya secara blak-blakan tanpa tedeng aling-aling.

Cuma suasana di sekitar tempat itu sunyi, tak ada manusia lain, apa yang mereka bicarakanpun tak terdengar siapapun kecuali mereka sendiri, senyuman hangat mereka juga tak terlihat oleh siapa pun, cuma perasaan semacam itu tak akan bertahan terlalu lama, sebentar kemudian perasaan itu lantas pudar kembali, saat mana mereka akan berubah dingin dan kaku lagi, siapapun tak tahu bahwa mereka mempunyai kenangan lama yang mesra kenangan lama yang hangat.



Dengan pelbagai perasaan yang bercampur aduk mereka memandang ke luar hutan, memandang Hui Giok dan Bun ki yang duduk bermesraan di tepi sungai, tiba-tiba Leng Han-tiok tersenyum ujarnya: "Toako, coba terka apa yang sedang mereka bicarakan?"

"Masa berbeda dengan apa yang kau katakan kepada In-cu tempo dulu," jawab Leng Ko-bok sambil tertawa.

Belum selesai ucapannya, tiba2 Bun-ki yang berada dalam pelukan Hui Giok itu melompat bangun, kemudian melayang ke sini secepat terbang.

Leng Ko-hok dan Leng Han-tiok melengak, ketika mereka berpaling dilihatnya Hui Ciok juga berdiri termangu se-akan2 iapun tak tahu apa gerangan yang terjadi.

Dalam sekejap bayangan tubuh Bun-ki telah sampai di hutan bambu ia berhenti dan tampak agak sangsi, tapi akhirnya dia melayang ke atas pohon bambu.

Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok sama kaget dan tercengang, setelah saling pandang sekejap akhirnya merekapun mengebaskan ujung baju dan mengapung ke pucuk bambu.

"Brak" bunyi ranting bambu bergema di udara Bun-ki berpaling dengan kaget, ketika dilihatnya kedua orang aneh itu, gadis itu tampak terkejut.

"Hei, Toasiok dan jisiok belum pergi?" tegurnya.

"Apa yang sebenarnya terjadi?", seru Leng Ko bok dengan kening berkerut "bukankah kalian lagi bicara dengan baik2 kau dan pergi tanpa pamit?" Selama berbicara tubuhnya yang kurus kering itu tampak turun naik mengikuti getaran bambu yang bergoyang.

Bun-ki mengerling sekejap, lalu dengan muka merah serunya manja "Ah. tak mau ah kalian mengintip."

Sekalipun ilmu meringankan tubuhnya sempurna, tapi lantaran harus berbicara maka tubuhnya se-olah2 menjadi bertambah berat, dan bambu yang lemaspun ikut melengkung ke bawah, dalam keadaan begini mau-tak-mau dia harus berganti napas, pinggangnya menggeliat dan kakinya bergeser ke sampig, ke lompatan itu digunakan pula untuk mengerling ke bawah, dilihatnya Hui Giok masih berdiri termangu di situ, bergerakpun tidak.

Diam2 dia mendengus dan mencibir se-akan2 sedang berkata: "Huh, siapa sudi dengan kau?"

"Anak Ki!" Leng Han-tiok berkata dengan dahi berkerut setelah mengerling sekejap sekeliling tempat itu "beritahu kepadaku, apakah anak muda she Hui itu telah menganiaya dirimu? Jika benar begitu . , Hmm! Hmm!"

Tak terduga Bun-ki lantas tertawa selanya "Eh Jisiok kenapa menjadi berang? Memangnya siapa yang bilang dia menganiaya diriku?" - Dari ucapan ini jelaslah gara2 itu adalah lantaran dia sendiri yang lagi ngambek.

Leng Han-tiok jadi melongo, pikirnya: "Aku berang kan lantaran kau, eeh, sekarang kau malahan menyalahkan aku? Wah, memang susah jadi orang baik."

Orang ini luas pengalamannya dalam dunia persilatan, tapi soal pikiran kaum remaja dia kurang menguasai, setelah tertegun sebentar diapun mengomel "Kalau dia tidak menganiaya kau tentunya kau si budak ini yang gila."

Bun-ki tertawa, "Aku sengaja menjengkelkan dia, siapa suruh sikapnya selalu begitu, lewat dua hari bila mangkelku sudah berkurang nanti kucari dia lagi, Toasiok, Jisiok. ayoh kita pergi, mau apa berdiam terus di sini?"

Tanpa menanti jawaban lagi dia lantas putar badan dan berlalu lebih dulu.

Memandangi bayangan tubuhnya yang ramping itu, diam2 Leng Han-tiok menghela napas panjangm bisiknya kepada Ko-bok. "Ai tak kusangka anak perempuan jaman sekarang jauh lebih binal dan aneh daripada tiga puluh tahun yang lalu."

Dia tarik Leng Ko-bok dan menyusul di belakang anak dara itu, suasana dalam hutanpun kembali dalam keheningan yang tertinggal cuma Hui Giok seorang diri, ia masih berdiri di luar hutan dengan ter-mangu2.

Bayangan orang telah lenyap, hutan kembali sepi, sinar bulan kini sudah condong ke barat.

Ia tertunduk dengan murung dan bertanya pada diri sendiri "Mengapa dia bersikap demikian?"

Mengapa ia pergi secara mendadak? Ai .... Tidak kuketahui di mana dia berdiam, mana mungkin kutemukan dia lagi, Sudah setahun lamanya aku merindukan dia, tapi baru berjumpa sejenak dia lantas berlalu tanpa pamit 0. Bun ki mengapa kau berbuat begini?"

Dengan sedih dia menghela napas ia berdiri kaku di bawah cahaya rembulan, rasanya enggan beranjak dan situ menggeserkan kakipun rasanya ogah.

Kata2 lembut si nona tadi se-akan2 masih mendenging di telinganya, "setelah kau pergi beberapa malam aku menangis terus, aku berharap kau cepat kembali. siapa tahu sehari dua hari, sebulan dan dua bulan belum juga ada kabar beritamu akhirnya aku tak tahan, diam2 aku kabur dari rumah, Tahukah kau? Betapa banyak penderitaan yang kualami demi kau? Baik di malam terang bulan maupun malam yang gelap aku selalu memandang langit sambil membisikkan namamu, dengarkah engkau akan bisikanku itu?"

Maka hati Hui Giok cair dibuai kata-kata hangat itu.

Dengan rawan Bun-ki mengulurkan tangannya, saling genggam dan sambil mengelus tangannya nona itu bertanya. "Selama setahun mi, pernahkah kau memikirkan diriku?"

Dia menghela napas dan mengangguk, lalu si nona bertanya lebih jauh. "Eh kudengar engkau akan diangkat menjadi Congpiaupacu, sebenar nya apa yang terjadi?"

Mendengar pertanyaan itu ia tertawa getir selagi hendak mengisahkan pengalamannya selama setahun tiba-tiba pemuda itu teringat akan Wan Lu-tin yang menyenangkan itu segera diapun bertanya "Bagaimana dengan Tin-tin? Baik2kah dia? Menangiskah dia setelah aku pergi?"

Siapa sangka setelah mendengar pertanyaan itu, si nona lantas pergi tanpa pamit Ai hati perempuan memang sukar diraba, dia mengira setelah berpisah sekian lama, gadis itu tentu akan lebih ramah dan lebih halus daripada dulu, tapi nyatanya dia masih seperti dulu, masih binal dan manja.

"Bun-ki, tidak sepantasnya engkau bersikap begitu kepadaku, tahukah engkau perbuatanmu itu amat melukai hatiku!"

Kepalanya tertunduk, dirabanya pakaian yang dikenakan di mana masih tertinggal sisa bau harum badan si nona.

Beberapa waktu berselang dia masih bersandar dalam rangkulannya, tapi sekarang hanya tinggal bayangan tubuh sendiri yang menjulur panjang di atas tanah.

Tapi, he aneh.

Tanah di tepi sungai cukup datar bayangan tubuhnya berdiri sendiri di situ, sinar bulan menyorot dari belakang, tapi aneh sekali, pada saat itu ada dua bayangan panjang yang tertera di permukaan tanah yang datar itu. bayangan siapakah yang satu lagi itu?

Berdebar jantungnya sekejap itu semua perasaan yang berkecamuk dalam hatinya berubah menjadi rasa kaget dan takut, dia tak sempat berpikir yang lain dan cepat membalik badan.

Siapa tahu baru saja badannya berputar mendadak pandangannya terasa kabur, ada dua sosok bayangan orang menyambar lewat di kedua sisinya menyusul kedua bahunya seperti ditekan orang dengan pelahan.



Waktu ia berdiri tegak lagi, suasana di sekelilingnya kembali sunyi setengah potong bayangan pun tidak kelihatan.

Hal ini membuat pemuda itu terkesiap, cepat dia putar badan pula ke belakang "Siapa di situ?"

Terdengar suara tertawa dingin di belakang, bayangan manusia kembali berkelebat, dua sosok bayangan berkelebat lewat pula dan samping kanan dan kirinya, "Plok! Plok!" dua kali bahunya di tepuk orang.

Kendati begitu, tanah datar masih lengang seperti sedia kala, bayangan manusia yang tertera di atas tanahpun tetap dua, satu di depan dan yang lain di belakang yang depan adalah bayangan Hui Giok sendiri, tapi bayangan siapa yang ada di belakang itu? Bukankah mereka berdua? Kenapa hanya satu bayangan saja yang tampak? Ke mana lenyapnya bayangan orang kedua?

Telapak tangannya terasa mulai berkeringat dingin ketika angin malam berembus ia bergidik bulu roma sama berdiri.

Untuk sesaat perasaannya penuh diliputi rasa kaget dan ngeri serta merta iapun teringat kepada cerita yang pernah didengarnya semasa masih kecil dulu, katanya setiap manusia tentu mempunyai bayangan, hanya setanlah yang tidak mempunyai bayangan.

Mengkirik pemuda itu karena merasa seram. dia berdiri ketakutan tanpa bergerak, siapa gerangan bayangan yang berada di belakangnya itu?

Dalam keadaan begini ia tak berani banyak berpikir coba diliriknya, di atas tanah kedua sosok bayangan itupun tidak melakukan sesuatu gerakan, ia menelan ludah untuk menekan perasaan tegangnya, tapi mendadak orang yang ada di belakang itu lantas tertawa dingin.

Bayangan itupun mulai bergeser maju ke depan, jarak mereka kian lama kian mendekat, ia semakin bergidik, tanpa disadari kakinya melangkah setindak ke depan, namun suara tertawa dingin tadi semakin menusuk.

Hui Giok menengadah bintang masih bertaburan di mana-mana, masih lama tibanya fajar dia berdehem. pikirnya Hui Giok. wahai Hui Giok begitu tak bergunakah kau? Kenapa nyalimu sekecil ini? sekalipun bayangan di belakangmu adalah bayangan setan, asal hatimu bersih dan tak pernah berdosa, apa yang perlu kau takuti?"

Berpikir demikian keberaniannya segera timbul, dia sengaja tidak memperdulikan bayangan itu dengan langkah lebar dia berjalan ke perkampungan.

"Hui Giok, berhenti kau!" suara tertawa dingin tadi lenyap, lalu seseorang menegurnya dengan suara lembut.

Hui Giok terkesiap, dengan tercengang dia berpikir: "Aneh, darimana dia mengetahui namaku?"

Setelah menenangkan diri, iapun berseru dengan lantang "Aku memang Hui Giok, ada urusan apa mencari diriku?" sekalipun dia bersikap setenangnya, tidak urung suaranya kedengaran agak gemetar.

"Hahaha, bagus... bagus sekali. Hui Giok, aku memang lagi mencari kau" gelak tertawa keras menggema dari belakang, suaranya keras penuh bertenaga seperti suara genta, jauh berbeda dengar suara lembut dan merdu tadi.

Kembali Hui Giok tertegun "Ada urusan apa kau mencariku?" tanyanya kemudian.

Ia menjadi curiga. dia coba memeriksa bayangan sendiri. ternyata bayangan itu berbentuk satu garis lurus ke depan sehingga se-olah2 bayangan tangan dan kakinya lenyap sama sekali.

"Masa aku tak punya kaki dan tangan?" demikian pikirnya "Atau lantaran bayangan yang tertera di atas tanah kurang jelas kelihatan?"

Berpikir sampai di situ, rasa takutnya banyak berkurang.

"Tak perlu kau tanyakan apa maksudku mencarimu!" suara yang merdu dan lembut tadi kembali kedengaran "coba terkalah lebih dulu, sebetulnya aku ini manusia atau setan? Hehehe.

Setelah tertawa dingin dengan suara yang seram lalu iapun menambahkan "Bila kau tak mampu menjawab pertanyaanku ini, akan kumakan kau."

"Huh. sudah tentu kau manusia!" sahut Hui Giok lantang dengan dada membusung.

"Darimana kau tahu aku ini manusia?" orang yang berada di belakang itu seperti merasa kaget "Terus terang kuberitahukan kepadamu, aku bukan manusia, manusia, mana bisa memisahkan badannya menjadi dua dengan dua suara yang berbeda pula? Hehehe, tebakanmu keliru, karena itu akan kutelan kau bulat2"

Suara ancaman ini kedengarannya mengerikan sekali tapi sekarang Hui Giok tidak takut lagi dia malahan tertawa ter-bahak2.

"Hahaha tak perlu kau menakuti diriku lagi," serunya "bukan saja kutahu kalian adalah manusia, akupun tahu kalian terdiri dari seorang laki dan seorang perempuan, yang satu besar dan yang lain kecil bila keduanya berdiri berbaris muka dan belakang, dengan sendirinya di atas tanah hanya ada sebuah bayangan saja Hahaha, tadi hampir saja aku tertipu oleh siasat kalian"

Perlu diterangkan Hm Giok pada dasarnya adalah pemuda yang cerdik, sekalipun semula dia agak terkecoh tapi setelah berpikir sejenak segera ia menduga akan hal tersebut ketika pendapatnya itu makin di pikir terasa makin benar, segera iapun mengutarakan pendapatnya itu, terbayang kembali betapa takut dan ngerinya tadi, ia jadi geli sendiri.

Maka tertawalah dia makin lama semakin geli, hingga akhirnya dia ter-bungkuk2 sambil memegangi perutnya.

"Hahaha tadi aku benar-benar bodoh serunya kemudian, "kenapa tidak dapat kupikirkan hal ini?"

Hahaha, aku malah mengira satu di antara kalian adalah setan sebab kata orang hanya setan yang tak punya bayangan?"

Belum habis gelak tertawanya bayangan orang di belakangpun ikut tertawa. nyaring sekali suaranya Hiu Giok mendengar suara itu bergeser dari belakang menuju ke depan, ketika ia menengadah apa yang tertampak membuat pemuda ini terkejut. Seorang perempuan yang bertubuh tinggi besar telah berdiri di hadapannya, perempuan itu mempunyai ukuran badan raksasa, tangan dan kakinya besar dan berotot. alisnya tebal dan mati besar, seandaiya rambutnya tidak disanggul tinggi dan ada tonjolan pada dadanya, mungkin tiada orang yang percaya dia sebenarnya adalah seorang perempuan tulen.

Waktu Hui Giok memandang lagi ke sana, seketika ia menyurut mundur beberapa langkah gelak tertawanya tadipun berhenti.

Manusia yang berada di hadapannya sekarang ternyata serba aneh, perempuan raksasa itu memakai baju warna putih, di bagian dadanya terikat menyilang dua utas tali yang berwarna kuning dan mengikat di belakang punggungnya sebuah keranjang berwarna kuning emas pula, dalam ke ranjang tersebut berduduk seorang laki-laki berbaju kuning emas yang luar biasa cebolnya sehingga mirip seorang anak kecil. meski demikian bajunya amat perlente jenggotnya panjang, waktu tertawa suaranya nyaring seperti genta, sepasang matanya yang jeli menatap wajah Hui Giok tanpa berkedip.



Selama satu tahun mengembara di dunia persilatan cukup banyak pengalaman dan pengetahuan yang didapatkan Hui Giok, pelbagai corak manusiapun pernah ditemuinya, ada yang gemuk sekali, ada yang sangat kurus, ada yang jangkung sekali dan ada yang pendek, tapi mimpipun tak pernah membayangkan bahwa di dunia ini terdapat perempuan raksasa begini dan laki2 sekerdil ini.

Sementara Hui Giok masih termangu, laki2 dan perempuan dengan ukuran badan yang istimewa itu berkata sambil tertawa "Hui Giok pantas banyak orang mengatakan kau cerdik nyatanya kau memang pintar entah berapa banyak orang yang sudah kami suami isteri takuti sehingga kabur terbirit-birit. Tak tersangka cara tersebut ternyata tak mempan menakuti dirimu."

Meskipun badannya kasar dan tinggi besar namun perempuan itu mempunyai suara yang halus dan lembut perbedaan ini sungguh sangat mengherankan.

Hui Giok yang tadinya sangat kaget bercampur heran sekarang tambah tercengang, pelahan ia alihkan pandangannya dari perempuan tinggi besar itu ke arah laki2 cebol yang berada di keranjang di gendongan perempuan itu.

Benarkah kedua orang ini adalah suami isteri? Dia hampir tak percaya pada apa yang dilihat dan didengarnya tapi kenyataan di depan matanya kedua orang aneh tersebut tadi telah berkata dengan tegas dan sungguh-sungguh. "...kami suami-isteri"

"Kenapa kau berhenti gelak tertawa?" tegur lelaki cebol itu sambil menatap Hui Giok lekat-lekat. "Apa kurang sedap menyaksikan tampang kami suami-isteri?"

Hui Giok kaget, dia berpikir. "Wahai Hui Giok tidak sopan kalau kau unjuk sikap demikian suami isteri ini meski lucu tampangnya tapi di balik keistimewaan mereka ini pasti tersimpan suatu kisah cerita yang amat mengesankan, jika demikian halnya makin terbuktilah bahwa hubungan mereka harus dipuji dan dihargai. Kau sendiri pernah menjadi orang cacat, pernah merasakan pahit getirnya sebagai seorang cacat, kenapa kau bersikap tak acuh terhadap penderitaan dan kemalangan orang lain?"

Berpikir demikian, timbul rasa menyesalnya dengan air muka yang serius ia lantas menjura kepada mereka berdua, katanya dengan hormat "Aku kurang adat, harap suka memaafkan!"

Ia tidak melakukan pembelaan atau menutupi tingkah lakunya tadi, tapi langsung mengaku salah secara berterus terang, bahkan segera mengubah sikapnya, dari sini semakin nyatalah sampai di manakah keluhuran budi anak muda ini.

Laki2 kerdil itu mengamat-amatinya sejenak walaupun Hui Giok merasa geli pada tampang orang yang lucu tapi dia merasakan pula wibawa yang besar di balik tatapan itu, lagipula mukanya tampan, sedikitpun tidak memberi kesan jelek.

Perempuan berbaju putihpun bermuka cerah apalagi jika diperhatikan lebih seksama, terasalah bahwa wajahnya juga mempunyai daya tarik andaikata tubuhnya tidak terlampau tinggi besar dan yang laki2 tidak terlalu cebol. hakikatnya mereka adalah pasangan suami isteri yang setimpal.

Agak lama laki-laki kerdil itu memperhatikan anak muda itu, tiba-tiba ia tertawa dan berkata: "Tidak menipu tidak berpura-pura, tidak angkuh dan tidak berhati palsu, ditambah lagi sangat cerdik. sungguh sukar menemukan orang semacam ini."

Ditepuknya bahu perempuan baju putih itu dengan tangannya yang kecil seperti tangan bayi itu lalu katanya lagi "San-san, aku kan sudah bilang tak mungkin dia salah melihat orang, Coba lihatlah sekarang bukankah apa yang kukatakan memang tidak salah?" ia mengelus jenggotnya se-akan2 merasa bangga sekali dengan kenyataan itu.

Perempuan berbaju putih itupun tertawa dan mengangguk.

Diam2 Hui Giok menghela napas gegetun pikirnya - "Semula aku mengira suara yang kasar itu pasti berasal dari seorang laki-laki kekar, sedang suara yang halus tentu berasal dan seorang gadis yang lemah lembut, siapa tahu kenyataannya ternyata terbalik."

Lalu ia berpikir pula: "Dengan mereka berdua aku tak pernah berjumpa, tapi dari pembicaraan mereka tampaknya mereka sudah kenal diriku, bahkan sengaja datang kemari mencari aku, entah apa yang mereka kehendaki?"

Makin dipikir makin tak mengerti, segera ia menjura dan berkata "Cianpwe berdua, kulihat kedatangan kalian seperti ada sesuatu yang hendak disampaikan padaku, bolehkah kutahu urusan apa yang hendak..."

"Hahaha... watakmu ini agak mirip dengan watakku waktu masih muda dulu." Laki-laki cebol itu bergelak tertawa sekalipun dirinya sendiri masih banyak membutuhkan bantuan orang, tapi yang dipikirkan justeru hanya membantu orang lain.

Setelah menghela napas perlahan, ia menyambung pula: "Seandainya di dunia ini bertambah lagi beberapa orang macam kau dan aku, tentu dunia ini akan jauh lebih aman dan tenteram."

Perempuan baju putih yang tinggi besar itu mendadak tertawa cekikikan: "Hihihi Tapi kenapa beberapa tahun belakangan ini kau lebih sering berpikir bagaimana caranya membunuh orang daripada membantu orang?"

"Karena terlalu banyak manusia yang patut di bunuh di dunia ini daripada mereka yang perlu ditolong." jawab laki2 cebol itu sambil memukul tepi keranjang dengan marah "Salahkah aku jika ku bunuh orang2 yang memang pantas di bunuh?"

Ketika itu Hui Giok sudah mempunyai kesan baik terhadap laki perempuan yang bertubuh istimewa itu, tak tahan dia lantas menyeka "Bila Cianpwe bertemu dengan orang2 yang pantas di bunuh, jika tidak kau binasakan mereka, tapi sebaliknya membantu mereka memperbaiki sifat jelek yang menyebabkan mereka pantas dibunuh itu, bukankah tindakan ini akan jauh lebih bagus?"

Laki2 cebol itu mengernyitkan alisnya tampaknya ia naik darah setelah melototi Hui Giok sejenak, tiba-tiba ia menghela napas, katanya "Kau masih muda tentunya kau tidak tahu betapa menggemaskan orang2 yang pantas dibunuh di dunia ini. Nanti kalau usiamu menanjak lebih dewasa, mungkin kau akan berpikir seperti aku sekarang."

Hui Giok menghela napas dan tidak bicara lagi.

"Anak ini menang boleh juga, tak sia-sia kami suami-isteri menempuh perjalanan jauh ke sini untuk menengok dirimu." kata perempuan baju putih itu sambil tertawa "Andaikata kau bukan manusia yang berwatak baik, mungkin tuanku ini sudah menghadiahkan suatu bacokan untuk membereskan kau!"

Setelah berhenti sejenak, katanya lagi: "Tahu kah kau, ada urusan apa kami datang ke sini men cari kau?"

Hui Giok menggeleng, "Tentu saja aku tidak tahu pikirnya di dalam hati "kalau tidak kenapa kutanyakan kepadamu tadi?"

Sekalipun ia berpikir demikian tentu saja kata-kata tersebut tak sampai diutarakan.

Pemuda itu berdiri ter-mangu2 dia merasa hanya setengah malam saja, semua orang yang di temuinya hampir boleh dibilang selalu di luar dugaannya. Kekakuan dan sikap dingin Leng-kok lang-bok jelas jarang ada di dunia ini sekarang bentuk tubuh kedua suami isteri yang lain daripada yang lain ini lebih tak pernah dibayangkan, meski sudah dipikir nya untuk mencari tahu bagaimana mungkin kedua orang ini bisa kawin menjadi suami isteri, tapi jawaban itu belum juga didapat, hanya satu hal diketahui dengan pasti, dibalik semua itu pasti tersimpan suatu kisah yang amat menarik hati.

Didengarnya perempuan berbaju putih itu mengikik tawa pula, matanya yang jeli mengerling lalu berkata sambil tersenyum: "Sudah setengah harian kita berbicara, tapi tahukah kau siapa kami? Dan untuk urusan apa mencarimu?,"

Hui Giok tertegun sejenak, jawabnya kemudian. "Aku memang ingin tahu, tapi kuatir cianpwe berdua marah, maka sampai sekarang tak berani ku tanyakan?"

Kembali perempuan baju putih itu tersenyum tapi sebelum ia mengucapkan sesuatu, laki2 cebol itu telah menimbrung "Kulihat segala apapun kau bocah ini memang baik, cuma dalam hal berbicara dan bertindak masih belum berani berterus terang padahal apa yang kau pikirkan memangnya kau kami tidak tahu?"

Perempuan baju putih berpalimg sambil tertawa, digenggamnya tangan si cebol yang berpegangan tepi keranjang itu dengan mesra, lalu katanya sambil tertawa ringan: "Setiap manusia di dunia persilatan yang sedikit mempunyai kedudukan atau berperanan tentu mengetahui bahwa engkau adalah manusia maha pintar yang pernah muncul dalam dunia Kangouw selama seratus tahun terakhir ini selama ini memangnya ada orang yang mampu main gila dihadapanmu?"

Ucapan tersebut penuh kelembutan dan kemesraan, tapi juga mengandung rasa bangga dan puas, seakan-akan sangat bahagia karena mempunyai seorang suami yang begitu hebat.

Dengan termangu Hui Giok mengawasi tangan mereka yang saling genggam itu, mengamati pula ke empat mata mereka yang saling pandang dengan mesra, meskipun ukuran lahiriah mereka tidak seimbang, namun semua itu tidak mengalangi luapan cinta antara mereka berdua.

Lama dan lama sekali perempuan berbaju putih itu baru berpaling, ia memandang Hui Giok sambil tertawa, katanya. "Coba, tingkah laku kami yang sudah tua bangka ini tentunya kau anggap lucu bukan?"

Cepat Bui Giok menggeleng kepala, tapi sebelum ia sempat mengungkapkan suara hatinya laki2 cebol itu telah berkata lebih dulu: "Dalam hatinya tampaknya tiada maksud mentertawakan kita, tapi dia pasti lagi keheranan bagaimana mungkin kita berdua bisa menjadi suami isteri betul tidak anak muda?"

Hui Giok terkejut pikirnya "Ah, orang ini memang cerdik sekali, tak disangka apa yang menjadi pikiranku diketahui pula olehnya, dulu aku mengira saudara Beng-si adalah orang terpandai di kolong langit ini, tak tahunya di dunia ini masih terdapat manusia yang sepuluh kali lipat lebih cerdik daripada dia.

Selagi pemuda itu menghela napas kagum, perempuan berbaju putih itu sudah menyambung, "Kutahu kau belum lama berkelana di dunia persilatan tentu saja tak tahu tentang kami berdua, tapi nanti bila usiamu bertambah lagi sedikit dengan sendirinya kau akan tahu."

Sampai di sini dia berhenti lagi sinar matanya mengawasi wajah Hui Giok dengan lebih seksama seakan-akan dia hendak meneliti karakter Hui Giok yang sebenarnya.

Hui Giok jadi likat sendiri karena ucapan kedua orang itu, ia tertunduk dengan tersipu-sipu, ia merasa sorot mata mereka seperti mempunyai daya tembus yang dapat menyelami segala isi hati orang.

"Apa sebenarnya maksud tujuan mereka mencari aku? Kenapa memandang aku seperti ini?"

Pertanyaan itu sudah dipikirnva sekian lama namun tidak ditemukan jawaban, sementara dia masih melamun, tiba-tiba perempuan baju putih itu tertawa dan berkata "Sekarang akan kukatakan padamu untuk urusan apa kami mencari dirimu."

Hui Giok amat girang, segera ia pusatkan perhatiannya untuk mendengarkan tapi aii muka perempuan baju putih itu mendadak berubah hebat serunya dengan suara tertahan "Ssst ada orang datang!"

Dia merogoh sakunya seperti mau mengambil sesuatu, tapi niat itu lantas dibatalkan bisiknya lagi.

"Kentongan ketiga besok malam, keluarlah melalui pintu belakang, akan kuberitahukan maksud kedatangan kami ini."

Laki-laki cebol itu menegur "Hm orang macam apakah yang datang pada saat seperti ini?"

"Coba lihat," goda istrinya sambil berpaling. "watak jelekmu kambuh lagi"

Sekali putar badan ia melayang pergi, Hui Giok cuma merasakan sesosok bayangan putih secepat asap melayang di angkasa, kemudian lenyap dari pandangan.

Kembali dia menghela napas kagum, tubuh perempuan itu tinggi besar, tapi ilmu meringankan tubuhnya sungguh sangat hebat, andaikata tidak disaksikan dengan mata kepala sendiri mungkin iapun tidak percaya.

Ia coba memandang sekeliling tempat itu, malam yang kelam tetap hening tiada nampak apa pun, ia menjadi curiga.

"Mungkinkah dia salah lihat?" demikian pikirnya.

Dia berpaling dengan ragu2 dan maju beberapa langkah ke depan. sejenak kemudian suara langkah orang baru kedengaran bercampur dengan suara air mengalir dan angin berembus, kemudian di tengah kegelapan yang mencekam muncul sesosok bayangan orang/

Baru sekarang Hui Giok merasa kagum pada ketajaman pendengaran perempuan berbaju putih itu. Bayangan di depan sana makin lama semakin dekat, tiba2 seorang menegurnya "Apa Hui-heng yang berada di depan?"

Cukup mendengar suaranya Hui Giok lantas tahu bahwa orang itu adalah Go Beng-si, iapun segera berseru: "Ya, aku di sini!" Dengan langkah lebar ia menyongsong ke depan.

Go Beng si segera berlari. hanya beberapa langkah lompatan saja ia sudah tiba di hadapan Hui Giok, tegurnya pula: "Hui-heng, di tengah malam buta begini mau apa kau berdiri termangu di sini? Tahukah betapa rasa kuatirku?"

Sekalipun bernada menegur, namun di balik semua itu jelas terdengar betapa kuatir dan perhatiannya orang itu terhadap Hui Giok.

Hui Giok tertawa menyesal, untuk sesaat lamanya ia tak mampu mengucapkan sepatah kata pun, tapi dadanya terasa hangatnya setia kawan serta perhatian yang berlimpah dari rekannya ini terhadap dirinya.

Go Beng si mencengkeram bahu anak muda itu dan diamatinya wajahnya, dilihatnya meski ia lelah tepi tak bisa menutupi perasaannya yang menggelora se-akan2 baru saja mengalami suatu kejadian yang menggembirakan. Segera ia bertanya "Apakah kau mengalami sesuatu kejadian di sini? Kalau tidak, kenapa kau berada di sini, di tengah malam buta begini?"

Pemuda itu cerdik dan banyak tipu muslihatnya ini terhadap Hui Giok ia memperhatikannya secara langsung maka iapun tidak berusaha memancing rekannya dengan kata2 yang lihay, sebaliknya mengutarakan kecurigaannya secara blak-blakan.

Hui Giok tertegun, untuk sesaat ia tak mampu bersuara.

Melihat anak muda itu membungkam. Go Beng-si menghela napas panjang kemudian berkata lagi: "Tengah malam tadi aku merasa sukar pulas, aku ingin mencari kau untuk bercakap-cakap lagi, tak tersangka ketika aku ke kamarmu kau tak berada di sana sedang di halaman menggeletak dua sosok mayat, Hui-heng, ketahuilah bahwa keadaan kita saat ini sama seperti berada dalam cengkeraman orang, Hui-heng menurut penglihatanku kejadian yang kau alami ini tentu bukan peristiwa biasa, bila kau menganggap aku sebagai sahabat karibmu, sepantasnya kau ceritakan seluruhnya kepadaku, dengan demikian kita bisa berunding cara yang paling baik untuk mengatasi persoalan ini."



Justeru kukuatir si Tangan Sakti Cian Hui tak mau menyudahi persoalan sampai di sini saja apalagi anak buahnya mati di halaman sana, kedua orang itu kan ditugaskan untuk melindungimu secara diam-diam."

Kata-katanya itu diucapkan dengan tegas bersungguh-sungguh, jauh berbeda dengan sikapnya sehari-hari bila sedang berbicara dengan orang lain, Hui Giok merasa terharu bercampur terima kasih, selain itu iapun merasa agak malu dan menyesal dengan sikap ragu-ragunva tadi Kalau orang bersungguh-sungguh memperhatikannya, kenapa ia tidak membalasnya dengan bersungguh-sungguh pula?

Berpikir sampai di sini ia menghela napas panjang, semua kejutan yang dialaminya tadi serta merta dikisahkan kembali secara terperinci tatkala menyinggung tentang Leng-kok-siang-bok air muka Go Beng si tampak berubah hebat.

"Jadi kedua orang ini juga sudah muncul di sini?" ia menegas dengan kurang percaya.

Ketika Hui Giok berkisah tentang pertemuan dengan Tham Bun ki wajah Go Beng-si tambah berseri-seri dan gembira tapi ketika menyinggung soal kepergian gadis itu tanpa pamit, sambil menggeleng kepala dan tertawa pemuda she Go itu berkaca "Kukira nona itu sudah terbiasa dengan adat manjanya, tapi jangan kuatir tidak sampai tiga hari dia pasti akan datang mencari dirimu lagi".

Tapi sejenak kemudian, dengan alis berkerut dia berkata pula "Bila si tangan sakti Cian Hui mengetahui akan hubungan kekeluargaanmu dengan keluarga Liong-heng-pat-ciang, ku kuatir akan lebih jadi banyak kesulitan bagimu.

Lalu dengan heran ia menambahkan "Watak Leng-kok siang-bok sangat aneh, tinggi batu kaku dan dingin tak pernah berhubungan dengan orang lain, tak tersangka mereka bisa menaruh perhatian terhadap seorang anak dara."

Setelah Hui Giok melukiskan kedua suami isteri dengan bentuk badannya yang aneh itu. tak kuasa lagi Go Beng-si menjerit kaget "Hah, mereka adalah Kim tong-giok-li (anak emas dan dewa cantik).

"O, jadi kaupun kenal mereka?" tanya Hui Giok dengan heran.

Dia tak menyangka kalau suami istri aneh itu berjuluk "Kim-tong-giok-li"

"Darimana bisa kukenal mereka?" jawab Go Beng-si sambil geleng kepala, "dari apa yang kau lukiskan itulah aku lantas tahu siapa gerangan mereka itu karena di dunia ini kecuali Kim tong giok li tak ada orang lain yang mempunyai perawakan aneh seperti itu dan Kungfu yang luar biasa hebatnya."

Pelahan-lahan dia tunduk kepala dan serunya kemudian: "Sudah lama Kim tong giok li lenyap dari dunia persilatan, sungguh suatu surprise bagimu karena malam ini kau dapat bertemu dengan mereka, tahukah kau bahwa pertemuan semacam itu sepuluh kali lipat lebih aneh daripada pertemuanmu dengan Leng-kok-siang bok? Meski selama puluhan tahun belakangan ini banyak bermunculan jago2 ternama, tapi tak seorangpun dapat menandingi nama besar ketiga pasang suami isteri bagaikan dewa kahyangan itu.

Ia unjuk tiga jari tangannya, lalu terusnya salah satu diantaranya adalah pasangan yang disebut suami menyanyi isteri menyertai". mereka kan adalah Kim-tong giok li inilah?"

"Lalu siapakah kedua pasangan yang lain?" Hui Giok merasa tertarik.

Go Beng si menekuk sebuah jari tangannya menyahut "Masih ada sepasang suami isteri lagi yang berpredikat suami menyanyi isteri menyertai" kedua orang ini adalah Cian jiu-suseng dan Leng gwat-siancu, sedang pasangan yang terakhir adalah suami isteri yang disebut suami tidak menyanyi, lsteripun tidak menyanyi", mereka adalah..."

Belum habis kata-katanya Hui Giok telah menghela napas gegetun: "Ai saudara Go tahukah kan bahwa sepasang suami isteri yang berpredikat "suami menyanyi isteri menyertai" itu sekarang telah hidup berpisah?"

Mula2 Go Beng-si melengak tapi segera ia seperti memahami sesuatu katanya: "pantas sewaktu Leng-gwat siancu bertemu dengan kau tempo hari ia telah menunjukkan sikap begitu, kiranya kau kenal mereka."

Namun Hui Giok sedang melamun sambil tundukkan kepalanya rendah-rendah, seperti tidak mendengar apa yang dikatakannya.

Lama sekali anak muda itu termenung, mendadak tanyanya. "Tahukah kau dengan bentuk badan Kim-tong-giok-li yang tak seimbang begitu bagaimana mungkin meraka bisa terikat menjadi suami isteri?"

Rembulan telah tenggelam di langit barat, malam sudah makin larut, fajar sudah hampir menyingsing Go Beng-si menengadah dan memandang bintang yang sudah guram di angkasa, lalu sambil menghela napas ia menutur dengan pelahan "Dalam dunia persilatan memang pernah tersiar cerita tentang hal ini, kurasa kisah ini memang betul-betul suatu kisah yang menawan hati!"

Hui Giok tersenyum, pikirnya "Ehm. ternyata dugaanku memang tidak keliru!"

Sementara itu Go Beng si telah melanjutkan kata-katanya: "Sekarang fajar sudah hampir menyingsing, rasanya kurang leluasa bila kita berdiri terus di sini, apalagi kalau sampai ketahuan Cian Hui."

Sambil menarik Hui Giok menuju ke perkampungan ia berkata lebih jauh: "Mari kita berjalan sambil bercerita, mungkin setiba di kamarku nanti kisah inipun sudah selesai."

Dia memang cermat dan selalu bertindak hati-hati, hangat terhadap kawan ia berharap agar Hui Giok bisa menduduki kursi Lok-lim-cong-piaupacu wilayah Kanglam secara lancar agar semua penghinaan yang pernah dialaminya bisa terlampiaskan. Sebaliknya bagi Hui Giok, dia hanya terdorong oleh rasa ingin tahu dia berharap rekannya dapat cepat-cepat menuturkan kisahnya itu, sedang mengenai persoalan lam boleh dibilang tak pernah dipikirnya.

Begitulah setelah berdehem Go Beng-si pun mulai berkisah "Dulu, sebelum menjadi suami istri Kim tong-giok li adalah saudara misan, mereka di besarkan dalam keluarga persilatan di daerah Kanglam, meski dunia persilatan pada waktu itu banyak terjadi peristiwa besar, tapi keluarga persilatan ini tidak bekerja sebagai pengawal barang, tidak memasuki kalangan pemerintah juga tidak berbaur dengan orang dan golongan hitam, mereka tak pernah mencampuri soal dendam kesumat atau bunuh membunuh yang sering terjadi di dunia persilatan, kehidupan mereka sangat tenang dan di kampung mereka hanya membuka suatu perguruan kecil menerima murid dan menurunkan ilmu!"

Setelah berhenti sebentar iapun melanjutkan.

"Kepala keluarga persilatan mi tak lain adalah kakeknya Kim-tong waktu mudanya ia pernah berkelana juga di dunia persilatan dengan sebilah golok emas, dengan ilmu golok warisan keluarganya kakak Kim-tong itu pernah mendapat nama yang tak kecil di dunia Kangouw tetapi selanjutnya ia mengasingkan diri dan tak pernah mencampuri urusan dunia persilatan lagi, semenjak kecil Kim tong amat cerdik dan berbakat bagus, lagi pula merupakan cucu paling muda dan kakek itu, tak heran kalau ia amat disayang dan dimanja oleh kakeknya."

Sudah banyak Go Beng-si bercerita tapi yang dikisahkan tak lebih cuma kejadian yang umum ini membuat Hui Giok tak sabar dia menyela "Eh ada baiknya kau bercerita secara ringkas saja!"



Go Beng-si tersenyum, pikirnya: "Kukira wataknya lembut dan sabar tak tahunya dia juga orang yang terburu napsu."

Maka iapun melanjutkan ceritanya: "Sejak kecil Kim tong sudah biasa dimanja sehingga wataknya rada tinggi hati, dia tak pernah pandang sebelah mata terhadap anak-anak lain yang sebaya dengan usianya, hanya seorang saudara misannya yang cocok dengan dia sehari tidak bertemu saja kedua orang itu merasa seakan-akan telah kehilangan sesuatu. Ketika kakeknya mengetahui akan hal ini, apalagi terdorong oleh rasa sayangnya terhadap cucu dan melihat pula kelembutan dan kepintaran si nona kecil, akhirnya iapun menjodohkan kedua bocah itu dan mengikat mereka sebagai suami isteri"

Diam-diam Hui Giok menghela napas panjang, terbayang kembali hubungannya dengan Tham Bun-ki, seandainya iapun mempunyai seorang kakek penyayang semacam itu betapa bahagianya.

Sayang orang tuanya telah meninggal, iapun hidup mondok di rumah orang-orang, ditambah lagi bodohnya tidak kepalang, ilmu silat yang paling mudah, paling sederhana saja tak mampu dikuasai, darimana mungkin bisa mendampingi Tham Bun ki putri tunggal keluarga persilatan ternama.

Rasa pahit, getir, manis dan kecut seketika berkecamuk dalam benaknya, makin dipikir makin melamun sehingga ada batu yang mengalangi jalannya juga tak tahu, ketika kakinya tersandung batu itu nyaris tubuhnya jatuh terjerembab.

Go Beng-si mengerling sekejap ke arahnya lalu menutur pula sambil menepuk bahunya: Meskipun kedua orang itu masih anak-anak dan tidak mengerti hubungan antara laki-laki dan perempuan, tapi dari pembicaraan orang tua merekapun tahulah bahwa mereka berdua akan berkumpul selamanya sampai hari tua, berita ini segera disambutnya dengan penuh kegembiraan, otomatis hubungan merekapun tambah mesra dan semakin hangat sehingga hampir setiap hari boleh dibilang tak dapat dipisahkan lagi. Mereka hanya berharap cepat meningkat dewasa dan kawin menjadi suami isteri"

Orang lain sering juga menggoda mereka, namun godaan tersebut tak pernah dipikirkan mereka."

Tiba-tiba Hui Giok tertawa cekikikan "Eh, dari pembicaraanmu ini seakan-akan waktu itu kaupun hadir juga di sana, masa apa yang mereka pikirkan juga kau ketahui?"

Go Beng si ikut tersenyum, tapi segera ia menghela napas panjang lalu berkata pula, "Siapa tahu Ai. malang dan mujur memang tak dapat diramal oleh manusia, dikala keluarga yang hidup penuh kegembiraan dan kebahagian ini mencapai puncaknya, tiba-tiba suatu bencana besar yang sama sekali tak terduga telah menimpa mereka"

"Apa yang terjadi?" tanya Hui Giok dengan terkesiap.

Sebagaimana diketahui, pemuda ini memang berwatak aneh, dia selalu berharap setiap manusia di dunia ini bisa hidup dengan gembira, setiap kali mendengar kisah sedih yang menimpa orang lain dia selalu merasa tidak tega, padahal kisah sedih yang menimpa dirinya jauh melebihi orang lain.

Tetapi ia tak pernah menggerutu atau memikirkannya, demikian halnya sekarang, mendengar sampai di sini dia ikut menghela napas sedih.

Go Beiig-si menghela napas panjang, tuturnya lagi: "Waktu itu musim semi telah tiba, tahun itu sepasang anak laki dan perempuan itu baru berusia sembilan tahun, mereka bermain di kebun belakang dan asyik menangkap kupu2, ketika kupu2 itu tiap kali akan tertangkap, tak tersangka setiap kali juga terlepas lagi, sebagai bocah yang keras hati, Kim-tong bersumpah menangkap sepasang kupu2 itu sampai dapat, mula2 masih dalam kebun mereka sendiri, tapi lantas mereka keluar dinding pekarangan merekapun membuka pintu dan mengejar keluar. Dalam keadaan demikian, meski anak perempuan itu lebih kecil nyalinya, tapi iapun ikutan berbuat demikian, ke mana larinya kupu2 itu selalu dikejar tak hentinya, makin jauh kupu2 itu terbang makin jauh pula mereka mengejarnya Berulang kali Giok-li menganjurkan Kim-tong pulang saja tapi kupu2 itu se-akan2 sengaja memancing mereka, tiap kali mereka akan beranjak pulang, setiap kali pula sepasang kupu2 itu muncul kembali di hadapan mereka.

Makin lama Hui Giok merasa makin keheranan, tak tahan akhirnya dia menyela "Darimana kau bisa mengetahui dengan begitu jelas tentang peristiwa yang menimpa kedua Bu-lim-cianpwe mi? Masa... "

"Ai setelah kejadian itu, mereka pernah menceritakan kisah yang dialaminya itu kepada kakekku," demikian Go Beng si menyambung setelah menghela napas panjang, "dan kakekku menceritakan pula kisah itu kepadaku, karena itulah akupun mengetahui persoalan ini jauh lebih jelas daripada orang lain."

Sekarang Hui Giok baru mengerti akan duduknya perkara, dia mengangguk, tapi hatinya lantas tergerak, pikirnya- "Rupanya antara kakeknya dengan Kim-tong-giok li mempunyai hubungan yang erat. Wah, kalau begitu dia pasti juga berasal dan keluarga persilatan ternama, anehnya kenapa ia selalu merahasiakan asal usulnya meski hubungannya dengan diriku kian hari kian bertambah akrab."

Ia menengadah dan diamatinya rekannya itu, Go Beng-si sedang memandang langit di bawah cahaya bulan wajahnya tampak sedih, ia berdiri termangu seperti lagi memikirkan sesuatu persoalan.

Sejak dia berkenalan dengan Hui Giok sikapnya selalu tulus dan terbuka se akan tak pernah ada persoalan yang menyulitkan, tapi melihat mimik wajahnya sekarang, kembali Hui Giok berpikir lagi "Mungkinkah iapun mempunyai persoalan yang menyedihkan serta segan untuk mengatakannya kepada orang lain?"

Setelah termenung sejenak, dia berpikir lebih jauh, "Ai, semoga aku bisa menggunakan kepandaian yang kumiliki untuk bantu memecahkan persoalan yang menyedihkan hatinya."

Diam2 ia mengambil keputusan di kemudian hari entah bagaimanapun juga dia akan mencari tahu rahasia yang tersimpan di dalam hati Go Beng-si itu dan membantu memecahkannya.

Go Beng-si hanya berjalan dengan kepala tertunduk seperti lagi merenungkan sesuatu, tanpa terasa mereka tiba di depan pintu, saat itulah dia baru menengadah dengan tertegun.

"Eeh. ceritaku tadi sampai di mana?" tanyanya gelagapan.

"Menangkap kupu-kupu" sahut Hui Giok sambil tertawa.

"Oya." disekanya jidat yang lebar dengan tangannya kemurungan tersapu lenyap, kesegaran muncul kembali menghiasi wajahnya ia berkata lebih jauh "Karena ingin menangkap kupu-kupu, kedua anak itu terus mengejar dari siang hingga senja sementara itu matahari sudah hampir terbenam merekapun makin lama semakin lelah, anak laki-laki itu..."

Mendadak ia berhenti dan tertawa, katanya kemudian "Ah, kurang sopan rasanya bila kusebut Locianpwe itu dengan kata "anak laki-laki" tapi nama sebenarnya Locianpwe ini juga tidak kuketahui, apa boleh buat, biar kita gunakan sebutan itu saja."

Hui Giok tertawa sebetulnya ia hendak berkata "tidak apa-apa" tapi demi dipikir lagi rasanya urusan ini tak ada hubungannya dengan dia, dengan alasan apa dia bilang "tidak apa-apa"? karena itulah ia lantas bungkam.



Terdengar Go Beng-si melanjutkan ceritanya "Kupu2 tidak berhasil ditangkap, haripun mulai gelap, sekalipun anak laki2 itu keras kepala, karena usianya masih terlalu muda, ia menjadi gugup melihat sekeliling tempat itu baru disadarinya tempat itu sudah jauh dari rumahnya dan tersesat, mereka lantas duduk di sebuah batu dengan termangu, si anak perempuan lebih kecil nyalinya makin lama makin gelisah, saking cemasnya akhirnya dia menangis tersedu-sedu."

Kembali ia berhenti sejenak dan menghela napas, agaknya ia bersimpati pada keadaan mereka waktu itu, sambungnya kemudian "Ketika melihat anak perempuan itu menangis, keberanian anak laki2 itu berbangkit malah, digandeng tangannya dan berusaha menghiburnya dengan kata-kata yang manis, lagaknya se-akan-akan pelindung anak perempuan itu, meskipun tidak kenal jalan, tanpa berpaling ia membawa nona cilik itu menuju kembali ke rumah, setengah malaman mereka berjalan waktu itu mereka sangat lelah lapar dan menyesal, kelipan lampu di kejauhan sudah sama padam, angin malam berhembus makin kencang, mereka merasakan sekujur badan dingin dan kaku tapi dengan bergandengan tangan kehangatan bisa tersalur ke dalam tubuh mereka, bukan saja kehangatan itu mendatangkan rasa aman bagi anak perempuan itu menimbulkan pula keberanian bagi anak laki-laki itu"

Kembali dia berhenti sebentar sementara Hui Giok menghela napas ia memandang sekelilingnya, malam yang kelam dengan bintang bertaburan di angkasa, ia merasa melihat adegan di depan matanya, seorang anak kurus dan lemah menggandeng seorang anak perempuan berjalan di tengah kegelapan meskipun hati merasa takut, namun perasaan itu tidak diperlihatkan keluar.

"O betapa suci dan murninya cinta kasih mereka," diam-diam Hui Giok menghela napas, "mendingan mereka berduaan, masih dapat saling menghibur sedangkan aku..."

Ketika ia menengadah dilihatnya sorot mata Go Beug-si yang tulus penuh rasa setia kawan itu sedang menatapnya, maka suatu perasaan hangat pun timbul dan lubuk hatinya, sekalipun kehangatan itu berbeda dengan apa yang dirasakan si anak laki2 dalam cerita, tapi cukup menambah keberanian baginya dalam perjalanan hidupnya yang masih jauh dan penuh dengan penderitaan itu.

Tanpa sadar mereka telah berjalan masuk lewat pintu sudut halaman, mayat yang menggeletak di depan pintu masih terkapar di situ, segala suka-duka orang hidup sudah tiada sangkut paut lagi dengan mereka.

Kalau begitu, sebenarnya "kematian" itu suatu kemujuran bagi umat manusia ataukah suatu kemalangan?

Tak seorangpun di dunia ini dapat menjawabnya dan juga tak seorangpun yang akan mencari jawabannya?

Dengan suara dalam Go Beng-si berkata lagi "Begitulah, dengan mengandalkan kehangatan dan keberaniannya tersebut akhirnya mereka menemukan rumahnya. waktu itu hari sudah terang tanah, sambil menggenggam tangan anak perempuan itu si anak laki2 tadi berteriak gembira, sejak kecil belum pernah ia rasakan kegembiraan seperti sekarang, maka diam-diam ia memberitahukan kepada dirinya sendiri "Lain kali jangan meninggalkan rumah lagi. meski pun di luaran sangat menyenangkan tapi amat dingin, sedangkan dirumah meski tak begitu menyenangkan tapi suasananya jauh lebih hangat."

Tak tahan lagi Hui Giok menghela napas panjang pikirnya "Di dunia ini mana ada tempat lain yang lebih hangat daripada di rumah sendiri.

Seketika ia menjadi sedih, ia ingin lari ke depan kuburan orang tuanya dan menangis sepuasnya, tapi di samping itu iapun ikut merasa gembira bagi kedua anak itu karena akhirnya mereka berhasil juga menemukan kembali rumahnya.

Mereka jalan bersanding, langkah mereka yang menginjak batu kerikil menimbulkan suara gemerisik. Lama sekali Hui Giok termenung, ketika dirasakan Go Beng-si juga tak bersuara, hatinya tergerak dia berpaling dilihatnya Go Beng-si sedang berjalan sambil memandang langkah kaki sendiri tampaknya perasaannya waktu itu sama beratnya sama sedihnya dengan perasaannya.

Ia tak ingin mengganggu pikiran orang, seperti iapun tak ingin diganggu oleh orang lain, perasaan yang berat, kesunyian yang mencekam dibiarkan terus berlanjut.

Suatu ketika Go Beng-si menghela napas panjang menengadah memandang bintang yang semakin pudar. kemudian berkata pelahan "Ketika kedua anak yang masih suci dan bersih itu untuk pertama kalinya merasakan hangatnya rumah dan berlarilah mereka ke rumah dengan langkah lebar. Akan tetapi ai, sejak itu pula mereka tak punya rumah lagi untuk selama-lamanya"

"Apa kau bilang?" tanya Hu Giok dengan terperanjat.

Go Beng-si mengusap matanya, seperti sedang membersihkan kotoran, seperti juga sedang menyeka air mata, tapi sekalipun dia sudah mengucurkan air mata juga tak ingin diketahui orang lain.

Dengan cepat ia melanjutkan kisahnya "Ketika mereka tiba di depan rumah. terlihat pintu gerbang tidak terkunci si anak laki-laki itu tidak terlalu memperhatikan tetapi anak perempuan yang lebih teliti itu segera merasakan kejanggalan tersebut, maka sambil berteriak dia lari masuk ke dalam rumah, ternyata tiada suara sahutan dari dalam rumah yang terdengar hanya gema suara sendiri yang berkumandang dari empat penjuru."

Ia berhenti sebentar lalu mengulangi "Ya hanya suara sendiri yang menggema di empat penjuru"

Akhiran kata-kata tersebut ditarik sangat panjang, rendah dan berat, seberat detakan jantung sendiri.

Hui Giok bergidik, firasat jelek tiba-tiba saja membayangi perasaannya, ia berdehem dan bertanya dengan suara lirih. "Apakah orang dirumahnya sudah tidur semua?"

Tapi iapun tahu bahwa pertanyaannya ini sesungguhnya sangat menggelikan.

Go Beng-si menghela napas panjang, ia mengerling sekejap ke sisinya, lalu menggeleng pelahan.

Teriakan anak perempuan itu makin lama semakin keras, larinya juga semakin cepat, tuturnya lebih jauh "Hanya sebentar saja ia lari dan halaman depan sampai di ruang tengah, Keluarga persilatan ini sudah lama menetap di sana, bangunan rumah itu amat luas dan lebar, undakan didepan saja terdiri dari belasan tingkat, ketika anak laki-laki dan perempuan itu berteriak sampai di depan undakan suasana masih tetap hening dan tiada suara sahutan, mereka mulai cemas bercampur gelisah, dengan beberapa kali lompatan mereka tiba di ruang tengah, ketika pintu didorong dan melongok ke dalam.

Hui Giok merasa jantungnya berdetak keras, meskipun tak ingin menukas pembicaaan orang akhirnya ia menyela juga? "Apa yang mereka lihat di dalam ruangan itu?"

Ketika dia berpaling, dilihatnya Go Beng-si berdin dengan wajah penuh emosi, kedua tangan mengepal kencang2, matanya jauh memandang lurus ke depan, lalu melanjutkan dengan pelahan "Ketika itu fajar telah tiba, sekalipun cahaya sang surya masih redup tapi dari jarak sepuluh langkah sudah dapat terlihat wajah orang dengan jelas, tapi ketika mereka melongok ke dalam ruangan itu ...."



Ia berhenti dan menghela napas panjang, sesaat kemudian baru melanjutkan "Jangankan kedua orang itu hanya anak2 di bawah umur, sekalipun kau atau aku yang menyaksikan pemandangan dalam ruangan itu, mungkin juga... mungkin juga..."

Dia berkisah dengan pelahan, ditambah pula helaan napas serta seringnya dia berhenti membuat Hui Giok merasakan dadanya seakan-akan ditindih batu yang berat sekali, detak jantungnya berdebar semakin keras, ditatapnya wajah Go Beng-si tak berkedip, dia berharap pemuda itu cepat2 menyambung ceritanya.

Siapa tahu setelah menghentikan kata-katanya kali ini Go Beng-si juga menghentikan langkahnya, ia berdiri termangu, kemudian menghela napas panjang lagi dan berkata: "Ai, lebih baik tak usah, kulukiskan pemandangan dalam ruangan waktu itu, pendek kata..."


Hui Giok jadi gelisah, dia ingin bertanya tapi ingatan lain segera melintas dalam benaknya. Kenapa aku mesti mendengarkan kisah semacam itu? Kejadian yang menyedihkan rasanya sudah terlalu banyak terjadi di dunia ini?"

Dia tahu pemandangan dalam ruangan itu pasti mengerikan dan menyedihkan kendatipun rasa ingin tahunya amat besar. ia berusaha mengendalikan perasaannya itu"

Go Beng si berkisah kembali: "Ternyata dalam satu malaman saja, puluhan jiwa anggota keluarga kedua anak itu sudah dibantai orang secara keji, berpuluh mayat bergelimpangan di ruang lengah yang luas itu, dari pancaran cahaya remang2 yang masuk lewat pintu tertampaklah darah membasahi mayat2 itu, mereka kebanyakan mati dengan wajah kaget dan ketakutan jelas sesaat menjelang kematiannya telah mengalami rasa takut yang bukan alang kepalang sehingga matipun mereka tak tenteram"

Sekalipun tidak ia jelaskan pemandangan dalam ruang secara terperinci, tapi dari beberapa patah katanya itu dapat ditarik kesimpulan betapa mengerikannya keadaan waktu itu, tanpa terasa peluh dingin membasahi badan Hui Giok, dadanya terasa sesak dan sukar bernapas.

"Siapa yang melakukan perbuatan terkutuk itu?" teriaknya kemudian dengan mata terbelalak dan tangan terkepal, "memangnya orang2 itu sudah tidak berperinkemanusiaan lagi? sekalipun dia mempunyai dendam pada keluarga itu, rasanya tidak pantas kalau kaum wanita yang lemah serta anak2 yang tidak berdosa juga ikut dibantai?"

Dalam gusarnya rasanya dia ingin menangkap orang yang telah membantai perempuan dan anak2 yang tak berdosa itu serta menghajarnva, lalu mendekati kedua anak itu dan menghiburnya dengan kata2 yang manis. Samar2 ia membayangkan suatu adegan seperti menyaksikan kedua anak itu lari ke samping mayat2 itu sambil menangis merangkul jenazah orang tuanya dan mengucurkan air mata dengan sedih, tentu saja mereka tak mampu mengebumikan jenazah2 itu apalagi membalaskan dendam, kecuali menangis memang tak ada yang bisa mereka lakukan lagi.

Kian lama pandangan Hui Giok itu terasa bertambah kabur, ia coba meresapi perasaan mereka ketika itu, tapi makin dipikir terasa makin bersedih sehingga akhirnya iapun ingin menangis.

Go Beng-si sendiripun sama termenung dengan mulut membungkam, akhirnya dia berbisik- "Sudah sampai di kamarmu!"

Hui Giok menengadah cahaya lampu di kamarnya masih terang, pancaran sinar dari balik kertas jendela yang putih terasa menambah seramnya suasana waktu itu.

Seorang bila sedang berduka, apa yang dilihatnya seringkali akan menambah kepedihan hatinya, padahal pancaran sinar lampu yang membayangi kertas jendela adalah sesuatu yang biasa namun hal ini telah menambah murung dan kesal sianak muda itu.

Mereka masuk ke dalam kamar dengan membungkam kemudian Hui Giok menghela napas dan berkata lagi: "Ai. tak kusangka begitu mengenaskan pengalaman hidup kedua orang cianpwe itu, mengapa Kim-tong Cianpwe menjadi..."

Dia angin tahu apa yang menyebabkan tubuh Kim-tong jadi cebol dan aneh, tapi ia menjadi ragu-ragu, sebab ia merasa pertanyaan tersebut kurang sopan, karenanya urung diucapkan.

Go Beng-si tidak bodoh, tentu saja dia tahu apa yang hendak diketahui oleh rekannya, setelah menghela napas panjang sahutnya "Ya, memang mengenaskan sekali nasib yang menimpa kedua anak itu, masih kecil sudah harus menghadapi kejadian yang memedihkan itu. Begitulah setelah menangis seharian di sisi mayat2 tersebut barulah ada tiga orang pemburu yang berdiam lima li jauhnya dari tempat mereka datang berkunjung.

Ia berhenti sejenak untuk ganti napas, kemudian menjelaskan " Tempat mereka adalah pegunungan yang sepi dan jauh dan tetangga, andaikata pemburu-pemburu itu tidak lewat secara kebetulan dan mendengar suara tangis dari dalam gedung, mungkin sebulanpun belum tentu ada yang tahu bahwa suatu pembunuhan keji telah berlangsung di dalam gedung tersebut.

Tiba-tiba satu ingatan terlintas dalam benak Hui Giok ujarnya, "Menurut pendapatku, permusuhan tersebut mungkin terjadi ketika pemilik gedung itu masih berkelana di dunia persilatan, karenanya dia memilih tempat yang sepi untuk mengasingkan diri.

Go Beng-si manggut-manggut tanda membenarkan, sambungnya: "Tak terkirakan rasa kaget pemburu itu demi menyaksikan peristiwa tersebut, untunglah sebagai pemburu yang biasa membunuh binatang, nyali mereka lebih besar dari pada manusia umumnya, meski kaget mereka tak sampai panik, atas bantuan mereka jenasah2 itupun di kubur di belakang rumah!"

"Ai, itulah yang dinamakan jalan kebaikan selalu terdapat di manapun," gumam Hui Giok sambil menghela napas panjang, "tak kusangka pemburu2 itu berhati baik dan mulia"

Baru saja ia bersyukur karena kedua anak itu terlepis dari kesukaran, tiba2 Go Beng si mendengus:

"Hm! Apanya yang baik? Ketika pemburu2 ini melihat dalam gedung sebesar itu kecuali kedua bocah cilik itu tiada orang lain lagi, timbul niat jahat mereka, selesai mengubur jenasah2 itu, mereka lantas membopong anggota keluarga mereka dan pindah kedalam gedung itu, mendingan kalau kedua anak itu diperlakukan baik, mereka di maki dan dianiaya, Ai. begitulah bila nasib malang sedang menimpa, sudah jatuh tertimpa tangga lagi bukan saja anggota keluarga dibantai orang hidup sebatang kara, rumah dirampas, sekarang dihina dan dsiksa pula oleh orang2 jahat, ai..."

Mendengar itu, kembali Hui Giok unjuk sikap marah alisnya berkerut, tangannya dikepal dan menghantam meja keras2, Meski hatinya bajik, dia selamanya bersedia mengampuni kesalahan orang, tapi kemarahan yang berkobar sekarang benar-benar memuncak, teriaknya: "Manusia berhati serigala macam mereka tak pantas dibiarkan hidup, mereka harus dibasmi dan muka bumi ini"

Go Beng-si melirik sekejap ke arah rekannya, dia menghela napas setelah melihat pemuda itu benar2 marah dan bahkan melontarkan kata2 yang belum pernah diucapkannya pikirnya: "Orang ini selalu memperhatikan keadaan orang lain daripada memikirkan keadaan sendiri, apapun yang dilakukan orang lain terhadapnya, dia se-akan2 tak pernah merisaukannya tapi setiap kali mendengar ke tidak adilan yang menimpa orang lain, ia jadi marah dan penasaran. Ai aku mempunyai sahabat begini apalagi yang kuharapkan?"



Berpikir demikian, iapun melanjutkan kata-katanya "Berada dalam keadaan seperti itu, tentu saja lama kelamaan kedua anak itu tak tahan, suatu ketika diam2 mereka minggat dari gedung itu Tapi, dunia seluas ini kemanalah mereka akan berteduh?"

Ketika sinar matanya beralih kembali ke wajah Hui Giok dilihatnya rasa gusarnya telah berubah menjadi rasa sedih, rupanya ucapannya yang terakhir telah menyinggung perasaannya, Karena itu iapun menghentikan katanya tadi.

Apa yang diduganya memang benar, waktu itu Hui Giok sedang membayangkan pengalamannya sewaktu masih berkelana dulu, apa yang dialaminya cuma kegetiran, kesengsaraan dan kepedihan, padahal usia kedua anak dalam cerita, itu jauh lebih kecil dari usianya. bisa dibayangkan penderitaan yang mereka terima dalam pejalanan hidup mereka di antara lautan manusia seluas ini.

Dia menghela napas panjang, tanyanya: "Lalu bagaimana?"

Go Beng-si termenung sebentar, tiba2 dia tersenyum, katanya: "Di tengah kegetiran tentu akan datang juga keadaan yang manis. setelah kepedihan akan muncul pula kegembiraan pengalaman yang dialami kedua anak yang patut dikasihani itu segera mengalami perubahan besar, dalam hidup mereka yang bergelandang, suatu ketika mereka berjumpa dengan dua orang tokoh persilatan yang amat lihay mereka dibawa pergi oleh mereka secara terpisah dan mengajarkan ilmu silat kepada mereka, kedua anak yang patut dikasihani itu berubah menjadi tokoh sakti yang tidak ada tandingannya selama puluhan tahun belakangan ini. bukan saja dendam kesumat mereka berhasil dituntut balas, pemburu2 yang jahat dan rakuspun mereka hukum secara setimpal. Hui-heng tahukah kau, kesuksesan dan kebahagiaan yang dialami seseorang di masa mudanya belum tentu adalah rejeki, sebaliknya penderitaan yang dialami semasa masih mudanya kadangkala membuat dia lebih sukses di kemudian hari seperti juga sebuah batu pualam yang indah tak akan berharga benda itu sebelum digosok, bukankah kehidupan seorang manusia di alam ini sama juga seperti sebuah batu mestika."

Melihat kepedihan Hui Giok, teringat asal-usulnya yang penuh penderitaan ia tahu hatinya tentu kesal dan sedih, maka apa yang diucapkan barusan adalah hiburan dan dorongan baginya, sebagai pemuda yang cerdas tentu saja Hui Giok mengetahui maksud rekannya, ia tertawa dengan rasa terima kasih, ujarnya kemudian "Tapi... tapi bagaimana mereka...."

Go Beng-si tertawa, dia tahu apa yang hendak ditanyakan rekannya, maka berceritalah dia lebih lanjut. "Meskipun mereka terpisah tapi hati mereka tetap dekat, di waktu senggang sehabis berlatih silat mereka selalu saling merindukan pihak yang lain, tapi mengingat dendam kesumat sedalam lautan yang harus dituntut, mereka berlatih terus dengan tekun. Di samping itu mereka juga tahu bahwa guru mereka merupakan tokoh persilatan yang berilmu tinggi bila mereka berhasil menguasai kungfu yang diwariskan kepadanya niscaya ada harapan bagi mereka untuk membalas dendam maka penderitaan batin bisa berkurang banyak. Setiap hari mereka berharap agar kungfu mereka cepat berhasil mencapai tingkatan yang tinggi berharap pula agar mereka cepat dewasa hingga bisa turun gunung dan membalas dendam serta berjumpa kembali dengan orang yang dicintainya, sebab itulah mereka berlatih siang dan malam tak henti-hentinya. Melihat muridnya rajin berlatih tentu saja kedua tokoh silat itu sangat gembira."

Hampir satu jam lamanya Go Beng-si mengisahkan cerita2 yang sedih itu, sampai sekarang baru disinggung hal2 gembira, keadaan ini ibaratnya sang surya yang muncul di balik awan mendung, membuat kemurungan dan kesedihan yang selama ini mengganjal hati Hui Giok jadi lega rasanya, tiba-tiba Go Beng-si tak dapat mengendalikan perasaan kembali ia menghela napas panjang.

"Ai, tapi kejadian di dunia ini memang sukar diramalkan, apa yang terjadi di alam ini kadang kala bagaikan perubahan cuaca yang sukar diramalkan, kejadian yang kemudian berlangsung sama sekali di luar dugaan mereka, Anak perempuan itu makin hari makin meningkat dewasa, kungfunya makin bertambah lihay, sepuluh tahun kemudian Ilmu silatnya berhasil mencapai tingkat tinggi dia pergilah menjumpai kekasihnya dengan penuh harapan, di sana ia temukan kekasihnya yang sudah berpisah sepuluh tahun ini bukan saja tidak tambah besar malahan ai, ternyata tubuhnya tetap cebol seperti badan seorang anak berusia tujuh delapan tahun.

Sekalipun Hui Giok telah mengetahui hal tersebut akan tetapi demi mendengar cerita itu tertegun juga dia, sungguh ia tak dapat membayangkan bagaimanakah perasaan kedua orang itu ketika saling berjumpa, ia tak tahu apakah dia harus bersimpati terharu atau entah bagaimana lagi perasaannya.

Sebenarnya apa yang menyebabkan Cianpwe itu menjadi pendek seperti anak kecil" tanyanya kemudian.

Setelah mereka melarikan diri, setahun lamanya mereka hidup bergelandangan, selama setahun itu tentu saja banyak penderitaaan yang mereka alami. Anak laki2 itu merasa dia adalah seorang laki2, adalah menjadi kewajibannya untuk melindungi anak perempuan itu, meski usianya masih kecil namun kekuatannya tidak kecil, untuk menyambung hidup setiap hari anak laki2 itu menjadi kuli, ia bantu orang mengangkat barang di dermaga atau di rumah2 penginapan dengan upah yang kecil inilah mereka hidup.

Hui Giok menghela napas, terbayang kembali pengalamannya sendiri sewaktu mencuci kuda di depan rumah penginapan dulu, tanpa terasa timbul perasaan simpati dan senasib. Setelah termenung sebentar iapun bertanya: "Masakah mereka tidak menemukan satu-dua orang yang baik hati dan sedia menerima mereka.

"Ya di dunia ini memang bukannya tidak ada orang yang baik hati, tapi anak laki2 itu terlampau keras kepala, ia tak sudi mengemis kepada orang, tak sudi pula menerima budi kebaikan orang lain, bila anak perempuan itu hendak membantunya, tapi ia melarangnya, dia berprinsip bahwa laki2 yang kewajiban menghidupi kaum perempuan. Tapi... ai, berapa banyak yang berhasil dia dapatkan dengan bekerja kasar? seringkali makanan yang mereka beli tak cukup untuk dimakan berdua, bila berada dalam keadaan seperti ini anak laki2 itu lantas memberikan bagiannya kepada anak perempuan itu dengan alasan dia sudah makan, sekalipun diam2 dia harus memperkencang tali pinggangnya Ai, Hui-heng, tentu kau juga pernah..."

"Ya, aku memang pernah mengalami penghidupan seperti ini " sahut Hui Giok dengan kepala tertunduk.

Mereka berdua sama2 pernah mengalami kelaparan, kedinginan dan siksaan lahir batin, maka ketika mereka terbayang kembali pengalamannya di masa bergelandangan tanpa terasa mereka sama-sama termangu.

Lama sekali Go Beng-si baru berkata lagi.

"Tahun itu usianya belum mencapai sembilan tahun, tulang belulangnya belum tumbuh dengan baik, bagaimana mungkin anak itu sanggup menahan penderitaan yang tak terkirakan beratnya itu? Otomatis masa pertumbuhannya juga mengalami rintangan, apalagi ketika ia tekun berlatih silat kungfu yang dipelajarinya adalah sejenis ilmu silat dari unsur dingin, padahal perasaannya waktu itu banyak murung dan sedihnya daripada gembira, mungkin pembawaannya juga tidak normal maka pertumbuhan badannya jadi kerdil dan selamanya juga tak bisa tumbuh lebih tinggi.



Setelah mengatur napasnya, ia melanjutkan.

"Ketika mereka berdua akhirnya berjumpa, kedua belah pihak sama2 tak mampu mengucapkan sepatah katapun, hal ini menyebabkan anak laki2 itu tambah malu dan kecewa, setelah termangu sejenak akhirnya dia putar badan dan meninggalkan tempat itu, si anak perempuan coba berteriak dan mengejarnya, tapi tak berhasil menyusulnya.

Sejak itulah gadis itu mulai berkelana ke sana kemari mencari jejak anak laki2 itu. Dalam masa berkelananya tentu saja dia tak lupa pada dendam suku hatinya. Ya, di dunia ini memang tak ada rahasia yang dapat tersimpan se-rapat2nya, setelah melakukan penyelidikan ke sana kemari akhirnya gadis itu mengetahui siapakah musuh besarnya dalam keadaan demikian terpaksa ia harus mengesampingkan urusanya mencari anak laki2 itu untuk sementara waktu.."

"Ai, bila seorang telah jatuh cinta sekalipun samudra akan kering dan batu akan lapukpun tak akan bisa menggoyahkan cinta mereka," kata Hui Giok sambil menghela napas "betapa dalam cinta cianpwe ini, sungguh patut kita hormati!"

Dia sendiri seorang laki2 yang perasa, maka ketika mendengar tentang betapa agungnya cinta kasih orang lain, segera timbul rasa kagum dalam hatinya.

Go Beng-si berkisah lagi "Ketika dia siap akan melakukan pembalasan dendam, diketahuinya ada tiga orang musuhnya yang tewas. sisanya satu orang sedang berusaha menyelamatkan diri, sedangkan orang yang membinasakan ketiga orang itu tentunya itu bukan lain adalah kekasih yang sedang dicarinya itu, maka iapun melompat maju dan membinasakan musuhnya yang terakhir, lalu kepada anak laki2 itu dia berkata bahwa apapun yang terjadi dia masih tetap mencintainya, ia berharap agar anak laki2 itu bersedia pula hidup bersama dengannya.

Dengan mengembeng air mata dia menghela napas panjang, terusnya" "pernyataan cinta yang suci itu benar2 menggetarkan sukma, anak laki2 itupun sangat terharu, maka pasangan yang sudah banyak mengalami pahit getirnya kehidupan itupun kawin menjadi suami-isteri sekalipun potongan badan mereka tak setimpal, tapi tiada cinta di dunia ini yang bisa menandingi teguhnya cinta mereka berdua, bentuk lahiriah dalam pandangan mereka tiada artinya, sebab mereka tahu yang paling berharga bagi kehidupan manusia adalah cinta kasih kedua belah pihak yang suci murni, kasih sayang itu mereka pupuk dengan darah dan air mata, karena itu mereka menyayangi kasih sayang itu melebihi jiwa sendiri.

Hui Giok mendengarkan cerita itu dengan termangu, sekalipun Go Beng-si telah menghentikan katanya ia masih tetap memandang keluar jendela dengan termangu, kegelapan telah berakhir cahaya terang mulai muncul pelbagai pikiran berkecamuk dalam benaknya: "Meskipun potongan badan mereka tidak serasi, tapi cinta kasih suami-isteri manakah di dunia ini yang bisa menandingi keteguhan cinta mereka. Ai, sekalipun wajah dan potongan badannya serasi, lalu apa gunanya?"

Berpikir sampai di sini tanpa terasa iapun teringat kepada diri Cian-jiu-suseng dan Leng-gwat siancu, bukankah mereka amat serasi baik potongan badan maupun wajahnya? Tapi bagaimana akhirnya?

Ia sudah tahu bahwa dibalik hubungan cinta antara Kim-tong dan Giok-li pasti terdapat suatu kisah cerita yang menarik tapi ia tak pernah menyangka kalau di balik semua itu terselip liku2-nya orang hidup.

Sejak itu pula iapun tahu bahwa cinta yang tidak mengalami pelbagai percobaan adalah cinta yang lemah dan tidak kukuh, cinta harus dibina dan dipupuk dengan air mata dan pengorbanan barulah akan berbuah.

Maka iapun terbuai dalam lamunan, pikirnya:

"Apa maksud mereka datang mencari aku? Apa tujuan mereka?"

pertemuan besar yang akan diadakan untuk memberi selamat kepada Lok-lim-bengcu baru bagi wilayah Kanglam sudah semakin dekat, tapi apa yang ia pikirkan adalah urusan yang sama sekali tak ada hubungannya dengan masalah itu. "Benarkah Bun-ki akan datang mencari aku beberapa hari lagi sebagaimana dikatakan oleh mereka?"

Persoalan ini menyelimuti sebagian besar pikiran dan perasaannya, membuat ia tidak sempat lagi memikirkan soal lain.

Dia tak tahu bahwa pertemuan besar yang akan diselenggarakan nanti boleh dibilang merupakan persoalan yang maha penting baginya.

Begitulah, dengan pelahan Go Beng-si telah menyelesaikan ceritanya yang penuh liku2 itu, sinar matanya yang semula tajam dan bening sekarang tampak sayu, terlapis oleh kabut kesedihan akibat kisah yang baru saja diuraikannya itu.

Dia berdiri dan mengebut bajunya yang penuh debu se-akan2 hendak melepaskan semua kemurungannya. Tapi kesedihan dan kemurungan apakah yang mengganjal hati pemuda itu? Hal ini selamanya tak seorangpun yang tahu"

Bila seorang berusaha keras merahasiakan asal usulnya, bukankah hal inipun sangat menyiksa?

Ia menghela napas pula dan melangkah ke depan pintu, ia berusaha secepatnya meninggalkan ruangan itu, karena ia kuatir bila terlampau lama berada di situ, bisa jadi tanpa disadari dia akan mengungkapkan rahasia hatinya kepada Hui Giok.

Hui Giok menengadah dan memandang bayangan punggungnya, tegurnya dengan lirih: "Engkau akan pergi?"

"Ehm.." Go Beng si menghentikan langkah.

"Ai mengapa waktu terasa berlalu dengan cepatnya? Tapi kadang2 juga terasa sangat lama." gumam Hui Giok sambil menghela napas.

"Aku sangat berharap malam yang gelap ini bisa cepat berlalu dan pagi lekas datang. Ai aku tak menyangka bahwa menanti adalah pekerjaan yang sangat menyiksa."

Go Beng-si mengangguk tiba2 saja putar badan dan tertawa, tanyanya "Apa yang kau tunggu"?

Kembali Hui Giok menghela napas panjang sinar matanya beralih ke tempat kegelapan d luar jendela, kemudian sahutnya dengan suara berat "Aku tak tahu apa sebabnya Kim-tong-giok-li kedua Locianpwe itu datang kemari mencari aku, oleh karenanya aku berharap kentongan ketiga besok malam bisa cepat2 menjelang sehingga persoalan dalam hatiku bisa terpecahkan, selain itu..."

Go Beng-si kembali tersenyum ramah, cuma kali ini senyumannya tampak sedikit aneh.

Tatkala senyuman ramah dan aneh itu berubah pula menjadi kemurungan, diapun berkata sambil tetap tertawa: "Selain itu, bukankah engkau berharap Tham Bun-ki datang mencarimu? Kau tahu ia tak mungkin datang pada siang hari, maka kau sangat berharap agar malam hari lekas tiba!"

Agak merah wajah Hui Giok karena jengah, tapi sekulum senyuman penuh rasa kagum dan memuji segera tersungging di ujung bibirnya., seakan-akan hendak berkata "Ah, kau memang hebat, apa yang kupikirkan selalu kau ketahui."

Tapi perkataan itu tak sampai diutarakan, dia hanya mengakuinya secara diam2



Pelahan Go Beng-si menghampirinya, sambil menepuk bahunya ia berkata dengan tertawa "Menanti walaupun merupakan pekerjaan yang menjemukan dan membuat hati jadi gelisah, tapi hal ini pun sesuatu yang indah, bila tiada kegelisahan di kala menanti, darimana akan muncul kegembiraan setelah bertemu?" - Selesai berkata dia lantas berlalu dari kamar itu.

Sekali lagi Hui Giok memandang bayangan punggungnya yang makin menjauh, ia merasa betapa indah dan menawannya perkataan itu.

Maka iapun meresapi penderitaan sewaktu menanti melamunkan kegembiraan pada saat berjumpa nanti. Cahaya keemasan mulai menyinari kertas jendelanya barulah ia tertidur

oOo ^o^ oOo

Sinar matahari di musim semi sebagaimana biasa terbit dari timur dan memancarkan sinar keemasannya menembus kertas jendela dan menyinari wajah Hui Giok yang tampan, juga menyinari jendela kamar Tham Bun-ki, menyinari wajah yang cantik jelita bagaikan sekuntum bunga, waktu itu dia tidak tidur, ia cuma merapatkan matanya dan menggeser tubuh, menghindari sinar yang menyilaukan itu.

Ia tidak tidur, sebab ia sedang menyesal. Menyesali kekasih yang senantiasa dirindukan itu ditinggalkannya dengan tergesa-gesa, kemanjaan yang berlebihan mengakibatkan datangnya penyesalan itu, diam2 ia menyalahkan dirinya sendiri mengapa terlampau menuruti wataknya.

Maka nona inipun mulai menantikan tibanya kegelapan malam nanti.

"Bila malam tiba nanti, aku akan pergi mencarinya lagi, entah ia bersedia memaafkan kesalahanku kemarin malam atau tidak?"

Sambil memejamkan matanya ia mulai melamun, membayangkan pemuda itu datang ke tepi sungai kecil itu dan menantikan kedatangannya membentang tangan dan memeluknya serta berbisik kepadanya hanya dia seorang saja yang dicintainya.

Hari itu dia berharap dapat melewatkan dengan serba manis, tapi ketika orang2 persilatan mengetahui bahwa puteri kesayangan Liong heng pat-ciang, pemimpin besar Hui-liong-piau-kiok berada di sini, mereka telah merampas ketenangan si nona, kunjungan demi kunjungan berlangsung tiada putusnya, mereka datang mengunjungi si nona menyambangi Koay-be-sin-to Kiong Cing yang dan Pat-kwa-ciang Liu Hui, kedua Piautau kenamaan itu, Banyak juga pengunjung itu melirik sekejap kedua Leng bersaudara yang dingin, kaku dan melihat itu, semua orang sama merasa heran bagaimana kedua mahluk aneh itu dapat bergaul dengan orang2 Hui-liong-piau-kiok, cuma tak seorangpun yang berani bertanya.

"Hari ini sudah tanggal dua, tinggal tiga hari lagi tepat tanggal lima bulan lima!"

Hampir semua jago persilatan menunggu dengan hati gelisah, menunggu tiga hari lagi untuk ber-bondong2 menyampaikan selamat kepada Bengcu mereka yang baru.

Lewat lohor dua puluh empat orang laki2 kekar berbaju ringkas warna hitam dengan menunggang kuda jempolan datang dan perkampungan Long-bong-san-ceng ke kota pegunungan itu, mereka menyebar kartu undangan merah berhuruf emas itu kepada para jago persilatan dan secara resmi mengundang jago2 itu untuk menghadiri pertemuan besar yang akan diadakan pada tengah hari tanggal lima bulan lima di Long bong-san-ceng.

Undangan merah berhuruf emas itu dilanda tangani bersama oleh si Tangan Sakti Cian Hui, Jit-giau-tui bun Na Hui hong serta pak-to jit-sat.

Ketika Koan-be-sin to Kiong Cing yang menerima surat undangan itu, terbacalah beberapa huruf emas di atas kartu itu: "Diaturkan kepada Sin to Kiong, Sin-ciang Liu, kedua Piautau besar Hiu liong-piaukiok"

Sedang pada kartu undangan yang laju bertuliskan "Diaturkan kepada Leng ko ji lo"

Koay-be-san-to Kiong Cing-yang terhitung jago yang tinggi hati, tapi sekarang mau-tak-mau dia harus mengagumi juga atas berita lawan yang begitu cepat dan tajam, padahal baru satu hari mereka tiba di situ dan orangpun sudah mengetahui jejaknya sampai sejelas itu.

Muka setelah termenung sebentar dia mengambil sekeping uang perak untuk persen pengantar kartu undangan itu.

Tanpa mengucapkan terima kasih, juga tidak menolak pemberian itu, pengantar kartu itu dengan gesit mencemplak ke atas kudanya dan pergi dengan cepat tinggal Kiong Cing-yang masih berdiri dengan termangu dengan uang perak itu masih berada di tangannya.

Sejak lengannya tergetar patah oleh Cian-jiu suseng dengan pukulan tenaga dalam yang lihai, tabiat orang itu sudah jauh mengalami perubahan bila dibandingkan sebelum itu. Kali ini dia mendapat perintah Liong-Ii ug pat-ciang ke situ untuk menyelidiki keadaan orang2 Lok-lim di daerah Kanglam, maka sedikit banyak hatinya diliputi rasa was2 dan tidak tenang.

Sebab ia tahu tugas ini bukan pekerjaan enteng, meskipun ia punya kedua Leng bersaudara sebagai tulang punggungnya namun sampai detik itu ia masih belum yakin apakah kedua makhluk aneh itu bersedia membantunya bila menghadapi bahaya. padahal ia tahu jelas bahwa orang-orang yang datang ke sini ini adalah jago2 Lok-lim, sedangkan orang Lok lim selamanya adalah musuh kebuyutan Hui-liong piauwkiok.

Ketika berada di dermaga penyeberangan sungai Tiangkang, dia dan Pat-kwa-ciong Liu Hui telah berjumpa dengan Tham Bun-ki yang hampir setahun lamanya minggat dan rumah, mereka tak tahu apa sebabnya Tham Bun ki melakukan perjalanan bersama Leng-kok siang-bok pada waktu itu mereka menasehati dan memohon kepada gadis yang manja tapi binal itu agar cepat2 pulang ke rumah, namun gadis itu menolak maksud baiknya, malahan sekarang ia ikut bersama mereka datang ke sini.

Dalam keadaan demikian terpaksa mereka mengirim orang ke ibu-kota untuk mengabarkan berita gembira itu. Tapi sekarang, tiba2 saja ia merasa gadis itu mengalami perubahan. Dulu ia lincah binal dan polos, tapi sekarang lebih banyak murung dan melamun daripada gembira, dia mulai menyesal mengapa melakukan perjalanan bersamanya sehingga tugas yang sudah teramat berat itu sekarang terasa bertambah berat.

Suara deheman menyadarkan dia dari lamunan, Pat-kwa-ciang Liu Hui pelahan menghampirinya, ketika sinar matanya terbentur dengan kartu merah di tangan rekannya, dengan kening berkerut dan suara berat ia menegur "Apakah kartu undangan dari Long-bong~san-ceng?"

Kiong Cmg-yang mengangguk, Liu Hui coba menyambut kedua lembar kartu undangan itu, setelah memandangnya sekejap, kening yang berkerut semakin berkerut, lama sekali dia termenung, akhirnya ia bertanya "Kita perlu memenuhi undangan tersebut?"

Tentu saja!" jawab Koay-be-sin-to Kiong Cing-yang sambil berdehem. Setelah berhenti sejenak, katanya lebih jauh, "kalau melihat lagak Sin jiu Cian Hui dengan tindakannya ini, se-akan2 ia sudah penuh keyakinan pasti berhasil, aku jadi ingin tahu siapa gerangan yang telah mereka angkat menjadi Congpiaupacu?"

"Ai kukira soal itu tidak penting!" ucap Liu Hui sambil menghela napas, "yang penting kita bicarakan sekarang adalah apa maksud mereka yang sebenarnya dengan mengundang kehadiran kita, bila mereka ingin membikin malu kita dalam pertemuan besar itu, dalam keadaan jumlah musuh jauh lebih banyak. Ai... aku kuatir nama baik Hui liong-piaukiok bisa..." sekalipun kata2 itu tidak dilanjutkan, tapi sudah jelas apa maksudnya "Ai. sekalipun begitu, masakah kita tak menghadiri pertemuan itu?", kata Kiong Cing yang pula sambil menghela napas panjang.



Kedua Piautau yang pernah mengarungi dunia persilatan bersama-sama, melindungi panji "Naga Sakti" Hui-liong-piaukiok dan entah sudah mengalami berapa banyak kejadian besar itu sekarang hanya bisa saling pandang dengan perasaan cemas dan gelisah.

Beberapa tahun belakangan ini nama besar Hui-liong-piaukiok memang jauh lebih cemerlang daripada tahun-tahun sebelumnya, akan tetapi jago mereka yang benar2 berilmu tinggi pada hakekatnya tidak terlampau banyak, apalagi jika seluruh kaun Lok-lim di wilayah Kanglam bersatu padu setelah diselenggarakannya pertemuan besar ini, maka peristiwa ini jelas suatu persoalan yang pantas dimurungkan oleh pihak Hu liong-piaukiok.

Langit sudah mulai gelap, kota Keng-ho selatan cahaya lampu tampak lebih terang dari pada hari2 biasa, Koay be-sin to Kiong-cin yang dan Pat-kwa ciang Liu Hui tidak menginap di kantor cabang Hui-liong-piaukiok di kota Keng-ko yang mewah dan penuh dengan kesenangan itu, melainkan berdiam di sebuah rumah penginapan yang sederhana tapi bersih di kota gunung itu, pertama karena kedua orang Piautau dari kantor cabang Keng-ko itu sedang pergi ke Se-cuan, kedua merekapun ingin menghindari pengamatan orang2 Long-bong-san-ceng.

Tapi mereka gagal, di mana seorang jago kenamaan muncul, berita tersebut segera akan tersiar lebih cepat daripada penularan wabah penyakit, apalagi mereka adalah orang-orang dari Hui liong piau kiok.

Tatkala senja tiba, banyaklah orang2 yang berkunjung ke kota gunung ini, tentu saja sebagian besar adalah orang2 gagah dan golongan putih ke datangan mereka tidak mutlak ingin mengunjungi Piautau Hui-liong piaukiok tersebut yang lebih penting mereka ingin tahu bagaimanakah reaksi serta rencana tindakan orang-orang Hui liong-piaukiok terhadap diselenggarakannya pertemuan besar penghormatan kepada Kanglam Lok-lim-bengcu ini.

Tapi setelah lewat senja setiap orang yang berkunjung ke situ hampir tak seorangpun yang berhasil menjumpai Tham Bun ki puteri kesayangan Liong heng pat-ciang Tham Beng yang cantik jelita itu, setelah begitu hari sudah gelap, gadis itu segera menutup pintu kamarnya dan memberi alasan: "Perjalanan yang jauh terlampau melelahkan mau tidur"

Terpaksa Koay-be~sin-to Kiong Cing-yang dan Pat-kwa-ciang LIu Hui harus minta maaf kepada orang-orang persilatan yang datang lantaran kagum akan nama besar Liong-heng-pat~ciang dan puterinya Tham Bun-ki.

Perlu diketahui, kekuasaan Liong-heng-pat-ciang Tham Beng pada waktu itu sudah hampir meliputi 4 dunia persilatan, otomatis puteri kesayangannya juga merupakan incaran setiap orang persilatan, sekalipun ia tak pernah berkelana di dunia persilatan, tapi setiap orang tahu akan kecantikannya, mereka yang gemar cari urusan diam2 memberi julukan kepadanya sebagai: "Liong-li" atau puteri naga.

"Ehm Liong-li, suatu sebutan yang indah" kata Sin jiu Cian-hui yang berada dalam ruang tengah perkampungan Long-bong-san-ceng setengah li di sebelah barat kuil Cian-in si "akan tetapi, entah bagaimana dengan kungfunya? Sampai waktunya jika dia ikut datang, tentu akan diperhatikannya dengan seksama." - Habis berkata sambil menggoyangkan kipasnya ia tertawa terbahak-bahak.

Duduk di sampingnya adalah seorang pemuda berbaju perlente yang berwajah tampan tapi pucat dan berperawakan kurus, ia tak lain adalah Jit sat malaikat maut ke tujuh Mo Seng dari Pak-to-jit~sat yang baru saja datang.

Dia berkata dengan tersenyum: "Dulu di kuil Ciau-im-si dijadikan tempat berkumpulnya kaum seniman romantis, sekarang meski keromantisanku kalah daripada kaum seniman itu, belum tentu kegagahanmu kalah juga biarlah aku minum arak sambil berbicara soal kaum pahlawan di perkampungan Long-bong-san-ceng ini hahnha . siapa tahu kalau kejadian inipun akan menjadi kenangan pula bagi umat persilatan di masa mendatang." Cara berbicara orang ini bukan saja halus dan lirih seperti suara perempuan, tindak-tanduknya juga tidak berbeda dengan gaya seorang perempuan, siapa yang tidak kenal dengannya tentu takkan mengira orang ini justeru adalah Jit sat Mo Seng yang paling kejam, paling ganas dan kungfunya paling tinggi di antara Pak-to-jit sat.

Sambil mengelus jenggotnya Sin-jiu Cian Hui terbahak-bahak: "Hahaha .... tepat, tepat sekali memang keromantisanmu tidak kalah dengan kaum seniman hahaha, bila Liong li Tham Bun-ki bertemu dengan Mo-heng, tentu... hahaha tentu mulai saat itu Mo-heng akan mendapat julukan sebagai Liong-say (menantu naga)!"

Semua jago yang hadir ikut tertawa tergelak nyaring sekali suaranya sehingga menggetarkan seluruh ruangan di tengah gelak tertawa itu hanya jit giau-tong-cu Go Beng-si yang duduk di sudut saja tampak wajahnya berubah, ia seperti mau berdiri, tapi setelah memandang sekejap sekelilingnya akhirnya dia menghela napas dan urung berdiri.

Sayang sekali Knn-keh (si ayam emas) tidak datang kemari." kata Sin-jiu Cian Hui lagi, "kalau tidak ayam yang kuhidangkan di atas meja ini tentu akan bertambah teman dan hahaha bukankah akan berubah menjadi ayam bertarung minum arak sambil bicara orang gagah? Hahahha..."

Gelak tertawa yang nyaring kembali bergema kali ini, Jit-giau-tangcu Go Bengsi ikut tertawa.

Cuma, gelak tertawa yang nyaring itu tak terdengar oleh Hui Giok yang janji di kebun belakang.

Ia tahu kawanan jago persilatan yang merasa kedudukannya cukup terhormat telah berdatangan dari delapan penjuru untuk berkumpul di Long bong-san ceng, di antara Pak-to jit-sat, kecuali Sam-sat Mo Su yang tidak diketahui kabar beritanya, dari enam anggota lainnya ada empat orang sudah hadir di situ, Toa-sat Mo Lam dan Ngo-sat Mo Pak yang dikejar oleh Leng-gwat-siancu Ay Cing tempo hari berhasil melepaskan diri dari ancaman maut ketika tiba-tiba muncul seorang yang mengalangi Ay Cing.

Sekarang mereka juga sudah datangi kecuali itu banyak pula kawanan jago yang tidak dikenal Hui Giok telah berkumpul di sana, pemuda itu tahu bahwa kedatangan semua orang itu tak lain adalah untuk dirinya.

"Tapi untuk apa aku menerima semua ini? Ai dia mengeluh sedih memandang cahaya lampu yang serupa malam sebelumnya, dia bergumam pula: "Aku tak lebih cuma boneka belaka."

Dalam keadaan seperti ini dia hanya berharap kentongan ketiga cepat2 berbunyi, dia harap pada kentongan ketiga nanti bisa berjumpa dengan Kim tong-giok-li dan lebih2 mengharapkan akan berjumpa dengan Tham Bun-ki.

Dan sekarang dia hanya menunggu dengan gelisah melamun sambit mengeluh.

Tentu saja keluhannya itu tak akan didengar oleh Tham Bun-ki yang berada di tempat penginapannya. Gadis itu hanya mendengar suara gelak tertawa yang menggema di luar, dia tahu di ruang tamu sedang di selenggarakan perjamuan besar untuk menghormati kawanan jago persilatan.



Di antara gelak tertawa yang nyaring dia seakan-akan mendengar isi pembicaraan orang-orang itu adalah memperbincangkan orang yang mendapat kehormatan menjabat sebagai Kanglam Congpiaupacu itu semua heran dan ingin tahu manusia macam apakah Bengcu kaum Lok-lim itu.

Ada di antaranya yang berkata. "Konon orang itu adalah murid kesayangan Thian tong-wu dari Kun-lun-pay bukan saja Kun-lun-kiam-hoatnya sudah mewarisi segenap kepandaian gurunya, terutama dalam hal Ginkang, katanya luar biasa."

Tapi orang lain segera menimpali "Apa yang kudengar malah jauh berbeda Tentunya kau tahu tentang perguruan Heng-ih-bun yang pernah menggetarkan dunia Kangouw pada puluhan tahun berselang yaitu Ji-ih-ciang Kim Put-poh yang disebut sebagai pendiri perguruan Heng-ih-bun? Meskipun kemudian harinya orang tua itu tak mencampuri urusan heng-ih-bun lagi lantaran murid2 perguruan tak becus, padahal secara diam-diam ia mempunyai seorang ahli waris yang amat tangguh, kudengar Beng cu kaum Liok-lim ini bukan lam adalah murid Ji Ih ciang itulah."

Karena ucapan ini, seruan kaget segera memenuhi seluruh ruangan, tapi seorang segera membantah: "Keliru, keliru besar, dugaan kalian semuanya keliru besar!"

Sengaja ia berhenti sebentar dan berlagak jual mahal ketika dilihatnya perhatian semua orang tertuju kepadanya, selang sesaat ia baru meneruskan "Masih ingatkah kalian akan manusia berkerudung yang misterius yang pernah muncul pada sepuluh tahun yang lalu di dunia persilatan itu, di mana bukan saja belasan perusahaan Piaukiok telah dimusnahkan, bahkan Ouyang Peng-ci Lopiautau yang kosenpun ikut tewas? Nah, Liok-lim-bengcu itu bukan lain adalah putera manusia berkerudung itu katanya kemunculannya ini adalah untuk membalas dendam bagi kematian orang tuanya."

Maka seruan kaget dan helaan napas tambah santar menggema ruangan itu, terutama orang2 yang bekerja di perusahaan ekspedisi wajah mereka sangat murung dan kuatir.

Hanya Tham Bun-ki saja yang tertawa geli di kamarnya, tak bisa dibayangkannya bagaimanakah mimik wajah "Kiong Cing yang dan Liu Hui tatkala kedua orang itu mengetahui bahwa "Liok-lim-bengcn" yang disegani mi tak lain adalah Hui Giok yang dulu sering dihina oleh mereka.

Betapa inginnya gadis itu menyaksikan adegan yang lucu itu, darah panas dalam dadanya se-olah2 mau bergolak.

Tapi, tak lama kemudian perasaan yang riang itu kembali diselimuti oleh kabut kemurungan yang tebal

"Ketika bertemu lagi malam nanti, mungkinkah ia akan marah pada sikap ke-kanak2anku kemarin malam?" lalu iapun berpikir lebih jauh, "apa yang harus kulakukan kalau nanti ia tidak menunggu kedatanganku di sana? Bagaimana caraku menemukannya? padahal aku tak tahu dia berdiam di kamar yang mana?"

Sepasang alisnya yang lentik bagaikan semut beriring itu berkernyit, perasaannya mulai kalut, ia bangkit dan berjalan mondar mandir sementara ruang depan masih riuh-rendah oleh gelak tertawa orang banyak, ia merasa kamar di sampingnya sepi tak ada suara sedikitpun dia tak tahu apa yang sedang dikenakan kedua "paman Leng" pada saat itu tapi ia merasa amat berterima kasih sebab kedua manusia ajaib yang berwatak aneh itu bersedia menahan diri baginya dan gangguan gelak tertawa yang menjemukan itu.

oOo -o- oOo

Ma!am semakin larut... di tengah detik2 penantian yang menggelisahkan itu malampun semakin kelam.

"Tok, tok!" dua kali kentongan membelah kesunyian malam.

"Ah, kentongan kedua sudah tiba!" sambil merapatkan pakaiannya diam2 Hui Giok ngeluyur ke halaman belakang, ia berusaha memperingan langkah kakinya sehingga tidak menimbulkan suara.

o0o- oOOo -oOo
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar