Pendekar Satu Jurus Bab 11-15
Go Beug-si menatap sekejap
kedua orang itu ujarnya: "Ke mana kalian akan pergi, paling tidak luka
yang di derita saudara Hui kita ini kan harus disembuhkan dulu?"
Ia berhenti sebentar, sambil
terbahak-bahak kemudian ia menambah "Sekarang saudara Hui telah menjadi
Congpiaupacu kaum Lok lim wilayah Kang lam, jika lukanya tak dapat disembuhkan
kukuatir kejadian ini akan mempengaruhi nama baik Cian-heng dan Na-heng di mata
orang lain."
Cian Hui tersenyum, kipasnya
yang sudah menganggur sekian lama kembali digoyangkan katanya sambil tertawa
"Tentu saja, tentu saja! Kemanapun kita akan pergi, luka Hui-taysianseng
memang harus disembuhkan lebih dulu, cuma..."
Ia melipat kembali kipasnya,
sambil menuding Hui Giok ia berkata: "Luka yang diderita Hui-tay-sianseng
bukan luka yang enteng, tempat inipun bukan tempat yang cocok untuk merawat
lukanya. Saudara Go, kukira kau tak usah kuatir. serahkan saja soal penyembuhan
luka Hui-taysianseng kepadaku, biarkan Bengcu-toako kita ini menanggung sekian
lama."
"Aku percaya si Tangan
Sakti Cian Hui memiliki ilmu pengobatan yang hebat," kata Go Beng-si
sambil tertawa, "sekalipun tak kau katakan juga kutahu tempat ini tak
cocok untuk merawat luka, silakan Cian heng segera mengambil keputusan ke mana
kita harus pergi."
Air muka Cian Hui agak
berubah, tapi senyum ramah kembali tersungging di ujung bibimya, katanya kepada
Jit-giau-tui-hun: "Menurut pendapatku mula-mula kita harus mengantar
Hui-toako ke suatu tempat yang tenang dan sepi untuk merawat lukanya, kemudian
kita siapkan surat undangan untuk mengundang semua kawan-kawan persilatan yang
berada di wilayah Kanglam untuk menghadiri upacara penobatan ketua Lok-lim yang
baru, entah bagaimana menurut pendapat saudara Na?"
"Selamanya aku mengikuti
garis perjuangan Cian-heng yang maha hebat!" kata Jit giu-tui-hun dengan
kaku, "berbicara soal tempat beristirahat bagi Hui-taysianseng, sudah
tentu perkampungan Long-mong san-ceng saudara Cian adalah tempat yang paling
tenteram ditambah lagi saudara Cian memang pandai ilmu pengobatan, semua ini
akan melancarkan pekerjaan dirimu, mengenai surat undangan untuk kawan-kawan
persilatan hal ini memang persoalan penting yang tak dapat ditunda-tunda lagi,
menurut pendapatku, bagaimana kalau kita tetapkan pada bulan lima hari Pekcun
saja, pada waktu itu sekalipun musim semi sudah lewat, musim panas yang gersang
belum tiba, tentunya kawan-kawan persilatan tak akan terlampau disiksa oleh
teriknya matahari"
"Hahaha, betul. betul,
bagus! Kita tetapkan hari Pek-cun saja. hari Pek-cun pada bulan lima paling
tepat untuk mengadakan pertemuan besar!"
Cian Hui lantas berpaling ke
arah Go Beng-si setelah menjura ia berkata "Selama sehari penuh kami sudah
menerima banyak kebaikan dari saudara Go, bukan saja aku orang she Cian merasa
berterima kasih, bila sobat-sobat kalangan Lok-lim mengetahui hal inipun mereka
pasti juga akan berterima kasih atas bantuan saudara Go"
"Ucapan Cian-heng
terlampau serius" kata Go Beng-si sambil tersenyum.
Di luar ia berkata demikian,
lain pula yang dipikir di dalam hatinya "Tampaknya orang she Cian ini akan
menggunakan kesempatan ini untuk mengusir aku, agar di kemudian hari dia lebih
gampang mengendalikan Hui-heng , Hehehe, sayangnya, meskipun perhitunganmu
sangat bagus, belum tentu akan kuturuti jalan pikiranmu!"
Betul juga, sambil tersenyum
Cian Hui lantas berkata pula: "Saudara Go adalah seorang pendekar
pengembara yang bebas berkelana ke sana kemari, kehidupan macam begitu sungguh
menyenangkan sekali, sayang aku cuma seorang manusia kasar, jauh benar bedanya
bila dibandingkan saudara Go, semoga di kemudian hari aku ada jodoh dan dapat
mengikuti jejak saudara Go untuk menjadi seorang pengelana yang bebas, entah
betapa bahagiaku bisa berpesiar dan menikmati pemandangan alam dengan tenang
dan tidak dibebani pikiran."
Ia kembangkan kipasnya dan
digoyangkan beberapa kali, setelah tergelak beberapa kali, lanjutnya:
"Tapi hari ini aku tak berani mengganggu saudara Go lagi dengan
tugas-tugas lain, maka selama gunung masih hijau dan air tetap mengalir. semoga
kita dapat bertemu kembali lain waktu, Siaute pasti akan menahan Go-heng untuk
menginap selama beberapa hari di rumahku."
Go Beng-si tertawa geli di
dalam hati, sedang di luarnya ia berkata dengan wajah serius "Pujian
saudara Cian sungguh membuatku merasa malu sekali, Siaute adalah manusia biasa,
kesenanganku hanya menonton keramaian belaka, terus terang kukatakan, tujuanku
lari ke sana kemari bukanlah untuk menikmati keindahan alam, juga bukan mencari
ketenangan. aku justru sibuk lari kian kemari untuk mencari rangsangan."
"Kini saudara Hu sudah
diangkat menjadi Cong-piaupacu kaum Lok-lim di wilayah Kanglam, aku rasa
kawanan Lok-lim dan segala penjuru pasti akan berdatangan untuk memberi hormat
kepada ketuanya, suasana waktu itu entah betapa meriahnya. Hahaha, jangankan
diriku ini memang penganggur, sekalipun ada urusan, kesempatan baik ini pasti
tidak kusia-sia kan dengan begitu saja, maka bila saudara Cian tidak keberatan,
aku ingin menumpang selama beberapa hari di Long-mong-san-ceng yang tersohor
itu."
Ia berhenti sebentar, sambil
terbahak-bahak katanya lagi: "Sekalipun saudara Cian merasa keberatan,
terpaksa kutebalkan muka untuk mengintil di belakangmu"
Kata-katanya itu tersembur
keluar seperti bendungan yang bobol, lancar dan tak terbendung, sementara
matanya tak terlepas dari wajah orang she Cian itu.
Ia lihat air muka Cian Hui
sebentar berubah hijau sebentar jadi pucat, kipasnya digoyangkan tiada hentinya
hingga jenggotnya yang panjang berkibar tiada hentinya.
Selain sesaat kemudian ia baru
berkata sambil tertawa: "Ah, mengapa saudara Go mengucapkan kata-kata
semacam itu? Suatu kebanggaan bagi kami bila Jit giau-tongcu yang tersohor di
kolong langit ini bersedia mengunjungi perkumpulan kami untuk menyambut rasanya
aku tak sempat, masa akan kutolak kunjunganmu itu? Kalau saudara Go sampai
mengucapkan kata-kata semacam itu artinya kau pandang asing diriku ini."
Ucapan ini diakhiri dengan
gelak tertawa nyaring, meski dalam hati ia menyumpahi Jit-giau-tong-cu yang
licin ini.
"Hahaha kalau memang
begitu, tentu saja aku turut perintah," kata Go Beng-si sambil tergelak.
Sambil berpeluk tangan ia
berdiri di depan pembaringan dan tidak bicara lagi, di dalam hati diam-diam ia
berpikir "Si tangan sakti Cian Hui memang seorang yang berbahaya,
sekalipun di dalam hati bencinya kepadaku merasuk tulang namun perasaannya itu
sedikitpun tak diperlihatkan sulit rasanya untuk menghadapi manusia macam
dia."
Waktu ia memandang ke sana,
dilihatnya Jit-giau tui hun berdiri kaku dengan wajah tanpa emosi seakan-akan
sama sekali tidak kenal apa artinya gembira, marah, sedih atau murung segala.
Sambil menggoyangkan kipasnya
Cian Hui tertawa, ia menengok keluar jendela, katanya: "Berbicara memang
mengasyikkan, tanpa terasa fajar sudah menyingsing Hahaha, sebentar sinar sang
surya akan menyinari seluruh jagat, saudara Na apakah kita harus berangkat
sekarang juga?"
Dengan kaku Jit-giau tui-hun
Na Hui-hong mengangguk pelahan ia menghampiri jendela, dikeluarkannya sebuah
benda dan dilemparkan ke atas tanah, "Blang," benda itu meledak dan meletupkan
bunga api yang segera memancar ke udara, di angkasa bunga api itu lantas
menyebar menciptakan tujuh gumpal asap hitam dan melayang semakin tinggi, lama
sekali gumpalan asap itu baru buyar. Melihat itu Go Beng-si menghela napas,
pikirnya: "Pantas orang bilang ketujuh keahlian Jit giau tui hun tiada
bandingannya di kolong langit sekalipun kepandaian lain tak pernah kusaksikan,
hanya melihat benda mesiu tanda pengenalnya ini sudah cukup membikin hatiku
kagum."
Baru saja kabut tadi buyar di
angkasa, suara derap kaki kuda yang sangat ramai segera berkumandang di luar
pintu, derap kuda itu berhenti setibanya di luar pintu, dalam waktu singkat
muncul sebaris laki-laki kekar berbaju ringkas bersenjata, di pinggang
masing-masing tergantung pula kantung senjata rahasia, meski perawakan mereka
tak sama, namun semuanya tegap dan gagah.
Begitu masuk ruangan, mereka
memberi hormat kepada Jit-giau-tui-hun, kemudian berdiri di samping, semua
dengan tangan lurus ke bawah, sikapnya sangat menghormat.
Go Beng si melirik sekejap ke
samping, ia lihat air muka Jit-gian-tui-hun Na Hui-hong meski tetap kaku tanpa
emosi, sinar matanya memancarkan rasa kebanggaan akan kedisplinan anak buahnya.
Melihat itu Cian Hui
terbahak-bahak, ucapnya "Semula aku heran kenapa Na-pangcu datang
sendirian, tak tahunya engkau telah membawa serta saudaraku yang gagah perkasa
ini. Hahaha, tanda panggilan yang baru kau gunakan sungguh sangat hebat."
"Hm, kukira setelah tanda
pengenal Jit giau-sin-hiang kulepaskan, kawan-kawan Can-heng tentu juga akan
segera berdatangan kemari," jengek Na Hui-hong dengan muka masam.
Betul juga, baru selesai ia
berkata, suara derap kaki kuda yang ramai telah berkumandang dan berhenti
setibanya di luar pintu.
Geli juga Go Beng-si melihat
kesemua itu, pikirnya "Nama dan kejayaan memang suatu daya tarik yang
sangat besar, sejak dulu sampai sekarang entah berapa banyak orang gagah yang
terperangkap? Cian Hui dan Jit-giau tui-hun adalah bandit ulung di dunia
persilatan, soal harta kekayaan tentu saja bukan persoalan bagi mereka tapi
soal "nama" rasanya tetap merangsang pikiran kedua orang itu.
Ai. begitulah dunia
persilatan, beberapa saat berselang kedua orang itu masih bekerja sama untuk
menghadapiku tapi sekarang mereka telah saling mengejek padahal kemampuan mereka
sama-sama hebatnya, kalau betul-betul mau bekerja sama, kekuatan yang
dihasilkan pasti luar biasa, tapi kalau cara kerja mereka tetap dilandasi
saling curiga mencurigai urusan tentu akan hancur."
Baru saja ingatan itu
terlintas dalam benaknya dan luar pintu berjalan masuk serombongan laki-laki
kekar bergolok, semua laki-laki itu berbaju serba hitam, perawakan tubuh
merekapun sama, seakan-akan mereka berasal dari satu cetakan.
Setibanya di dalam ruangan,
serentak mereka berseru bersama, lalu berlutut gerakan mereka serempak seperti
dilakukan oleh tubuh yang sama, cara berlutut ternyata dapat mereka lakukan
bersamaan waktunya.
Sambil mengelus jenggot dan
tertawa Cian Hui mengulapkan tangannya, belasan laki2 itu serentak bangkit
berdiri, disiplinnya amat tinggi, ini menunjukkan bahwa cara Cian Hui mendidik
anak buahnya jauh lebih hebat daripada Jit-giau-tui-hun.
Melihat itu Na Hui-hong
tertawa dingin, katanya, "Hehehe, tak aneh kalau nama besar Cian-heng
termasyhur sampai kemana-mana, dilihat dari anak buahmu itu rasanya sudah cukup
menjagoi dunia persilatan "
Air muka Ciau Hui berubah,
dengan penuh kebencian diliriknya Na Hui-hong sekejap, ia terbahak-bahak,
sahutnya "Hahaha, benar, benar. aku bila mencari sesuap nasi sampai saat
ini tidak lain memang berkat kerja sama saudaraku ini, tapi untuk soal menjagoi
dunia persilatan dengan mengandalkan kepandaian sejati, aku rasa kecuali
Na-heng seorang mungkin, hahaha..."
Ia terbahak-bahak, setelah
berhenti sejenak, lalu sambungnya pula "Mungkin tak ada orang lain
lagi."
Go Beng-si diam-diam mengamati
mimik wajah mereka, dilihatnya air muka Jit-giau-tui-hun Na Hui-hong berubah
jadi pucat, lalu dan pucat berubah jadi merah, ia melotot sekejap ke arah Cian
Hui tanpa mengucapkan sepatah katapun ia lantas berlalu dari situ.
Geli juga Jit giau-tongcu Go
Beng-si menyaksikan semua itu, pikirnya "Ai, Si tangan sakti Cian Hui
memang hebat bukan saja ilmu silatnya mengungguli Jit-giau-tui-hun, soal
ketajaman lidah juga jauh di atas Na Hui-hong,"
Kiranya ilmu silat sesungguhnya
Jit giau tui-hun tidaklah sebanding dengan kesohoran namanya, meski nama
besarnya di dunia persilatan disegani orang, hal ini terutama karena
kedahsyatan tujuh macam senjata rahasia andalannya.
Sekarang Cian Hui mengejeknya
secara halus, sindiran itu jauh lebih tak enak didengar daripada mencaci
makinya secara blak-blakan, sebagai jago berpengalaman tentu saja
Jit-giau-tui-hun dapat menangkap nada ucapannya.
Sin Jiu Cian Hui masih
bergelak tertawa setelah melirik sekejap Na Hui-hong yang berdiri
membelakanginya, ia berjalan menghampiri pembaringan, setelah termenung
sejenak, tiba-tiba ia berseru: "siapkan kereta dan segera berangkat!"
Laki-laki berseragam hitam
tadi serentak mengiakan dengan lantang, mereka berjalan keluar dengan mengisar
di samping Na Hui-hong yang masih berdiri membelakangi mereka itu.
Sinar matahari menerangi
jagad, angin sejuk berembus sepoi2 menggoyangkan ujung baju Na Hui-hong,
tampaknya ia sedang memikirkan sesuatu, ia berdiri tegak tanpa bergerak.
Suasana jadi hening tak
terdengar suara apapun, laki-laki berkantong kulit itu saling pandang sekejap,
kemudian bersama-sama mengundurkan diri ke luar pintu.
Tiba-tiba terdengar suara roda
kereta berkumandang menyadarkan kawanan jago yang sedang melamun.
Hanya Hui Giok seorang masih
terlelap dalam pingsannya, hidup penuh derita yang dialaminya selama ini
membuat pemuda bernasib jelek itu menjadi lemah dan tak sanggup menahan segala
macam bentuk pukulan batin apapun, apalagi serangan yang dilancarkan Kim keh
Siang It ti dilakukan dengan sekuat tenaga, untung tepat pada saatnya dia
sempat miringkan badan ke samping, kalau tidak mungkin nyawanya sudah melayang
sejak tadi. Setelah mengalami macam-macam pergolakan pikiran, akhirnya untuk
kedua kalinya Hui Giok membukit matanya.
Lamat-lamat ia mendengar roda
kereta berputar kencang, ia merasa suara itu datang dan tempat yang sangat
jauh, tapi juga seperti datang dari tempat yang dekat sekali, waktu membuka
matanya dilihatnya wajah Go Beng-si sedang mengawasinya dengan penuh rasa
kuatir.
Sekulum senyuman pun
tersungging di ujung bibirnya. Begitulah, dikala ia ingin membuktikan bahwa
dirinya tidak sebatang kara, bahwa dirinya tidak ditinggalkan orang lain,
penampilan wajah sahabatnya yang mengawasinya dengan penuh perasaan kuatir
adalah suatu hiburan yang amat melegakan bagi seorang yang baru sadar dari
pingsannya. .
Meskipun waktu itu ia
merasakan kelopak matanya amat berat, namun ia berusaha mempertahankan kelopak
matanya itu tidak terkatup kembali ia malah berusaha untuk memandang lebih
jelas lagi wajah yang penuh rasa kekuatiran yang terpampang di depan matanya
itu.
Tiba-tiba ia merasa seperti
mendengar suara, suara yang berkumandang dari kejauhan, sekalipun tak terdengar
olehnya kata-kata apakah yang dipancarkan suara itu, tapi jantungnya berdebar
keras perasaannya bergetar itulah suara! Ya benar itulah suara!
Ia dapat mendengar suara lagi!
Oh, sungguh suatu kejadian yang terlampau aneh bagi perasaannya waktu itu.
Sudah terlampau lama, hingga
dia hampir lupa berapa lama ia tak dapat mendengar suara apa-apa. Segala
kehidupan yang beraneka ragamnya baginya tiada ubahnya seperti kuburan, dia tak
dapat mendengar apa-apa, tak dapat mengucapkan apa-apa.
Tapi sekarang, kehidupan yang
mati itu, kehidupan yang sudah lama beku itu mulai segar dan bersemarak lagi.
Sebab ia dapat mendengar lagi.
Rasanya tiada perkataan indah
apapun yang dapat digunakan untuk melukiskan kegembiraan hatinya saat itu tiada
tulisan yang dapat menggambarkan kenangan hatinya.
Ia tak pernah menyumpahi
nasibnya yang buruk, tak pernah menggerutu ketidak adilan yang dialaminya
selama ini, tapi kini, ia merasa sangat berterima kasih, bahkan berterima kasih
kepada nasib yang memperlakukan dia kejam dan tak adil itu.
Manusia yang budiman, manusia
yang bijaksana selamanya tak akan menyumpahi selamanya tak akan menggerutu akan
nasib dan penderitaan yang menimpa dirinya, mereka hanya tahu berterima kasih
dan bersyukur, sebab itulah kehidupan mereka selamanya juga lebih gembira dan
lebih bahagia daripada orang lain.
OO OO 00 OO
Inilah sebuah kereta kuda
sedang berlari kencang di jalan raya menuju Kanglam indah dan mentereng sekali.
Go Beng-si duduk bersila di depan Hui Giok yang baru sadar ia dapat melihat
senyum manis yang tersungging di ujung bibir rekannya ia berteriak kegirangan.
"Hahaha kau telah sadar,
ia telah sadar lagi"
Hui Giok tersenyum. bibirnya
bergetar dan meluncurlah beberapa patah kata yang lemah lembut hingga sukar
terdengar dengan jelas: "Saudara Go, aku telah sadar, aku dapat mendengar
suaramu."
Meski lirih suara itu tapi Go
Beng-si kegirangan setengah mati hampir saja dia melompat-lompat dalam ruang
kereta. ia hampir tak percaya pada apa yang terlihat dan apa yang terdengar.
Tapi itu tak berlangsung lama,
akhirnya dia berteriak lagi dengan kegirangan "Hahaha ia dapat berbicara!
ia dapat berbicara lagi!"
Bergembira karena
keberuntungan teman, bersedih hati karena keburukan nasib teman, dua perasaan
yang berbeda namun mempunyai arti yang sama, begitulah cinta kasih seorang
sahabat yang sejati, yang agung dan patut dicontoh.
Cian Hui melongok ke dalam
kereta sinar matanya yang tajam memandang sekejap senyuman di ujung bibir Hui
Giok dengan perasaan kaget bercampur girang ia bertanya "Dia dapat
berbicara lagi?"
Go Beng-si mengangguk
kegirangan, sedang Cian Hui bergumam lagi dengan agak bingung, "Apa yang
telah terjadi? Mungkinkah jalan darahnya yang tertutuk itu tergetar lepas oleh
pukulan Siang It-ti?"
Diam-diam ia membatin, untung
dan malang manusia memang tak dapat dikejar mungkin takdir telah menentukan
demikian.
Debu kuning mengepul di
belakang kereta membungkus kereta itu hingga lenyap dan pandangan.
Musim semi datang lebih awal
di wilayah Kang-lam tapi berlalu lebih lambat, pohon liu yang berjejer di
sepanjang tepi sungai melambai-lambai terembus angin sejalur air sungai
mengalir dengan tenangnya, burung walet terbang kian kemari di bawah langit nan
biru, musik merdu di tepi sungai Hway berkumandang semalaman suntuk kereta kuda
hilir mudik tak hentinya, terdengar seorang nyonya muda berdiri sendirian di
atas loteng sedang bersenandung.
Dalam suasana yang indah itu
dunia persilatan di wilayah Kanglam telah digemparkan oleh tersiarnya berita
maha penting.
"Tahukah kau? Si tangan
sakti Cian Hu, Si ayam emas Siang It-ti, Na Hui-hong dan Mo-si hiante, para
pentolan Lok-lim itu berhasil menemukan seorang tokoh yang telah mereka angkat
menjadi Congpiaupacu! Hehehe, selama puluhan tahun terakhir ini belum pernah
wilayah Kanglam digemparkan oleh kejadian semacam ini, agaknya dunia persilatan
akan jadi ramai dan hangat kembali"
"Ah. masa betul? Sin jiu
Cian Hui dan Kim ke Siang It-ti beberapa orang pentolan Lok-lim itu tak pernah
tunduk kepada orang lain, masa mereka sudi diperintah orang? Mo bersaudara, apa
kau tahu, manusia macam apakah bakal Cong-piaupacu kita itu?"
"Tentang ini... akupun
kurang jelas, cuma kudengar dia she Hui, usianya tidak seberapa besar selain
itu aku tak tahu apa-apa lagi !"
"She Hui? Aneh benar!
Rasanya di daerah Kanglam tak ada tokoh kenamaan yang memakai she Hui? lalu siapakah
dia? Menurut apa yang kuketahui bukan saja daerah Kanglam, bahkan di utara
sungai besarpun tak ada ksatria dari warga Hui"
"Belum tentu benar,
pernah kubaca Bu loenghiong boh (daftar lengkap tokoh-tokoh ternama) milik
Pek-loyacu di kota Bu-oh. Bukankah dalam kitab itu tercatat pula dua orang jago
dan warga Hui? Kudengar mereka bergelar Cong-khim bu-tek (tumbak dan pedang
tanpa tandingan), yang satu memakai pedang dan yang lain bersenjata tumbak
berkait, konon kungfu kedua orang itu lihay sekali.
"Hei, pengetahuanmu
terlampau cetek, kitab Bu-lim-enghiong boh itu dibuat Pek loyacu pada dua puluh
tahun berselang, padahal Ciong kiam bu-tek kedua Hui bersaudara sudah mati
belasan tahun lamanya, mereka mati bersama beberapa orang Piautau kenamaan lainnya
dalam peristiwa manusia berkerudung yang menggetarkan dunia Kangouw belasan
tahun yang lalu"
"Oh, kiranya
begitu!"
"Sekalipun kedua orang
bersaudara itu belum mati, mereka kan penduduk di kedua sisi sungai besar.
Tidak mungkin lari ke wilayah Kanglam dan menjadi Congpiaupacu tempat
ini?"
"Hahaha, jangan kau lupa,
kitapun berasal dari wilayah kedua sisi sungai besar? Siapa tahu pada suatu
ketika kitapun akan menjadi Cong-piaupacu wilayah Kanglam".
"Huh, jangan bermimpi di
siang hari bolong"
"Bicara sesungguhnya,
bila kau ingin tahu manusia macam apakah pemimpin kita itu, datang saja ke
Long-mong-san-ceng tempat si Tangan Sakti Cian Hui pada bulan lima hari Pek-cun
nanti, kudengar hari itu akan diadakan pertemuan besar, semua tokoh wilayah
Kanglam akan diundang datang, tujuannya adalah untuk menghadapi Naga sialan
itu."
"Eh, saudara hati-hati
kalau bicara."
Maka sejak hari itulah jalan
raya Kanglam jadi ramai dengan kuda yang dilarikan dengan kencang, jago-jago
persilatan bermunculan di mana-mana dan tujuan mereka adalah perkampungan
Long-mong san-ceng untuk menghadiri pertemuan besar itu serta menghadap
Cong-piaupacu mereka yang misterius itu.
-o0o- o0o- - o0o-
Matahari bersinar dengan
teriknya, orang akan merasa segan untuk melakukan perjalanan dalam suasana
seperti ini, di bawah sebuah pohon besar di tepi jalan berjajarlah penjual buah
semangka yang besar dan segar dalam jumlah yang banyak tempat kecil yang
berumput hijau dan berpohon itu lantas ramai orang yang berlalu lalang.
Tengah hari udara panas
membuat lesunya orang dalam perjalanan, suasana yang mendatangkan rasa
mengantuk mi membuat beberapa laki-laki berbaju ringkas yang berdiri di samping
penjual semangka tidak bergairah mencicipi semangka segar yang terletak di
depannya.
Tiba-tiba suara derap kaki
kuda yang ramai berkumandang dari ujung jalan depan sana, di bawah sinar
matahari yang panas tampaklah beberapa ekor kuda dilarikan kemari, kuda-kuda
itu adalah kuda-kuda jempolan dari daerah luar perbatasan tinggi besar gagah
dan cepat larinya.
Beberapa orang laki-laki
berbaju ringkas di bawah pohon itu membuka matanya. kemudian saling pandang
dengan curiga. Seolah-olah sedang saling bertanya: "siapakah mereka
itu?"
Pertanyaan mereka dalam waktu
singkat telah memperoleh jawabannya, beberapa ekor kuda jempolan itu makin
mendekat, ketika penunggang-penunggang kuda itu bercuit nyaring, sambil
meringkik panjang kuda2 itupun berhenti.
"Gerakan tubuh yang
indah!" puji orang-orang di bawah pohon itu dengan perasaan kagum.
Lima ekor kuda jempolan berhenti
di depan tempat teduh itu, orang pertama adalah seorang laki setengah baya yang
kurus jangkung berjenggot pendek, mentereng sekali baju yang dikenakan hingga
menambah kegagahannya.
Di samping laki-laki jangkung
itu adalah seorang laki berjidat lebar, bermata tajam seperti elang dan
berlengan buntung sebelah, dia mengendalikan tali kudanya dengan tangan kiri,
meski begitu tubuhnya sama sekali tak bergeming, ini menunjukkan kepandaiannya
menunggang kuda sangat tinggi.
Orang-orang yang berteduh di bawah
pohon saling pandang sekejap, mereka coba alihkan perhatiannya kepada
penunggang kuda yang ketiga.
Orang ketiga itu adalah
seorang nona muda yang mengenakan setelan baju ringkas berwarna hijau,
rambutnya diikat dengan secarik kain warna hijau, mukanya cantik, matanya jeli,
siapapun akan merasa kagum bila memandangnya. Selain cantik, anak dara itupun
berwibawa dan anggun, membuat orang tak berani menantangnya lama-lama.
Laki-laki bertangan tunggal
itu melompat turun dari kudanya, dihampirinya nona cantik itu, ka tanya dengan
tersenyum: "Nona, apakah perlu beristirahat dahulu?"
Nona cantik ini mengerling
sekejap ke arah kedua orang di belakangnya, lalu menggeleng kepala dan
menjawab. "Tak usah, beli saja beberapa biji semangka itu. kita makan di
tengah jalan saja!" suaranya merdu bagaikan kicauan burung di pagi hari,
dan logatnya dapat diperkirakan dia orang ibu kota.
Sambil tersenyum laki-laki
berlengan tunggal itu mengiakan lalu menghampiri penjual buah semangka dan
melemparkan sekeping uang perak ke atas tanah.
"Eh penjual
semangka!" teriaknya "Carikan semangka yang terbagus dan masukkan ke
dalam keranjang, tuan mu akan borong semua!"
Melihat tingkah laku laki-laki
itu, si nona ayu tadi berkerut dahi, setelah melirik sekejap kedua orang di
belakangnya, ia mengomeli "Ai. tabiat Kiong-samsiok masih juga seperti
dulu!"
Kedua orang penunggang kuda di
belakangnya itu mempunyai wajah yang serupa dengan tubuh yang kurus kering yang
sama pula, wajah kedua orang itu kaku tanpa emosi, tapi bersinar mata tajam.
Mendengar perkataan si nona
wajah mereka tetap kaku tanpa emosi. Seakan-akan tiada persoalan di dunia ini
yang menarik perhatian mereka.
Sebaliknya air muka orang
berbaju ringkas yang berteduh di bawah pohon seketika berubah demi melihat
kemunculan kedua laki-laki kembar tersebut setelah saling pandang sekejap
kepala mereka tertunduk rendah, diambilnya semangka yang belum habis termakan
itu dan dilahapnya dengan cepat, mereka tak berani memandang ke atas lagi.
sejenak kemudian, Laki-laki bertangan tunggal itu selesai membeli semangka
kelima ekor kuda itupun meneruskan perjalanannya ke depan.
Setelah bayangan mereka lenyap
dan pandangan orang-orang di bawah pohon itu baru berani menengadah serentak
mereka berdiri.
Seorang lelaki kekar yang
bercambang lebat segera berkata "Dugaan Cengcu ternyata tidak meleset,
pihak Hui-liong-piaukiok telah mengirim orang kemari. Hm, melihat lagak tengik
Kuay-be-sinto (golok sakti kuda kilat) Kiong Cing-yang. Huh, andaikata tiada
kedua orang yang mengikut di belakangnya itu? sungguh ingin kuberi ajaran kedua
kunyuk itu."
Laki-laki yang lain berkata
sambil mengenakan topi lebarnya "Masih mendingan kalau yang datang melulu
Kuay-be-sin-to Kiong Cing-yang dan Pat-kwa-cing Liu Hui kedua monyet itu, tapi
ke dua orang di belakangnva itu memang tidak boleh diremehkan, juga si nona
cantik tadi entah siapakah dia?"
Orang ketiga berkerut dahi,
setelah bersiul mengundang datang beberapa ekor kuda mereka lalu katanya
"Tampaknya nona cantik itu pasti puterinya si naga sialan tersebut. Kalau
bapaknya berani membiarkan anaknya berkelana di dunia persilatan, kungfunya
tentu lumayan juga. Ai, aku benar2 tak habis mengerti akan rencana Cengcu kita,
masa seorang bocah aneh juga diangkatnya menjadi Cong-piaupacu, kalau sampai
bocah itu membuat lelucon di hari pertemuan nanti urusan kan bisa runyam?"
Laki-laki bercambang lebat mendengus:
"Hm memangnya rencana Cengcu boleh kau terka seenaknya? Agaknya nyalimu
sudah tumbuh bulunya hingga berani main kritik segala!"
Di pegangnya tali kendali
kudanya dengan telapak tangannya yang besar, kemudian sambil lompat ke atas
katanya lagi "Kini orang-orang Hui-liong-piaukiok telah muncul, rasanya
kitapun tak perlu mencari berita lebih jauh. Hayo pulang ke perkampungan dan
memberi laporan!" Dikempitnya perut kudanya dan berlalu lebih dulu.
Kini tinggal si penjual
semangka saja yang berdiri termangu sambil memandang kepergian rombongan
laki-laki kekar tadi, tiba-tiba dia membereskan pukulannya dan berlalu juga dan
situ dengan langkah lebar, cuma arahnya berlawanan. Tentu saja rombongan
laki-laki kekar tadi tak tahu sikap dan tindak tanduk si penjual semangka ini.
Dari tengah hari sampai senja,
entah berapa puluh rombongan jago persilatan yang menuju ke arah timur mereka
semuanya bermata tajam dan bertubuh tegap, siapapun akan tahu bahwa mereka
adalah jago silat kenamaan.
Bagi Hui Giok, tahukah dia
bahwa namanya sekarang sudah menghebohkan dunia persilatan?
-vo0o- -o0o-
Hari sudah gelap, sepasang
lilin besar di tempat lilin yang terbuat dari tembaga menerangi se buah kamar
baca yang indah dan mentereng.
Hui Giok duduk bertopang dagu
menghadapi meja baja, ia memandangi tempat biin itu dengan termangu, entah apa
yang dilamunkan?
Sesaat kemudian ia berpaling
dan melirik sekejap Go Beng-si yang duduk di sampingnya, kemudian berkata
dengan suara tertahan "Saudara Go setelah kupikir bolak balik dapat
kurasakan bahwa persoalan ini agak tak beres, tenggang waktu pertemuan sudah
kian mendekat tapi hatiku terasa makin kalut tak keruan coba bayangkan seorang
tak berguna macam diriku apakah sanggup memikul tanggung jawab seberat
ini?"
Dia menghela napas panjang,
setelah membetulkan posisi tempat duduknya lalu ia menyambung "Kau tahu,
lukaku sampai sekarang belum sembuh sama sekali Go-heng adalah seorang yang
maha pintar sedangkan aku tak lebih hanya seorang manusia bodoh, setahun
pengalamanku berkelana dalam dunia persilatan sudah cukup menambah
pengetahuanku, bahwa orang pintar itu banyak sekali di dunia Kangouw ini. kalau
seorang goblok dan tak punya kemampuan apa-apa macam diriku ini akan jadi
seorang pemimpin dunia persilatan wilayah Kanglam. bukankah orang gagah di
kolong langit ini akan mentertawakan diriku?"
Go Beng si tersenyum tanpa
mengucapkan sepatah katapun, ia bangkit berdiri, pelahan ia berjalan
mondar-mandir dalam ruangan.
Hui Giok berkata lagi dengan
dahi berkerut: "Apalagi... ai, sungguh aku tak tahu maksud Sin-jiu Cian
Hui yang sebenarnya? sebabnya dia mengangkat aku jadi Cong-piaupacu adalah
karena aku ini orang bodoh dan tak berguna, maka aku hendak dijadikan bonekanya
agar menuruti perkataannya dan berbuat menurut seleranya kalau pekerjaan baik
bukan soal, tapi kalau dia suruh aku melakukan hal-hal yang terkutuk dan
melanggar peri-kemanusiaan, apa musti kulakukan? Ai saudara Go kalau tahu
begini banyak kesulitan yang menanti diriku. lebih baik aku?"
Dia menghela napas dan
berhenti, tapi sesaat kemudian sambil tertawa sambungnya lagi "Entah
mengapa, semenjak jalan darahku tergetar lepas, aku jadi sedikit ceriwis dan
suka bicara, Ai dapat mengungkapkan suara hati dengan leluasa memang kejadian
yang mengasyikkan, selama setahun ini..."
Co Beng si yang lagi
mondar-mandir dalam ruangan tiba-tiba berhenti. dengan ahs berkernyit dia
memandang wajah Hui Giok lalu katanya tegas Hui-heng, tahukah kau biarpun kita
belum lama berkenalan, tapi seumur hidupku hanya kaulah sahabatku yang sejati?"
"Aku tahu, kecuali kau,
didunia ini memang tak ada orang lain yang sudi menganggap aku sebagai
sahabatnya" Hui Giok mengangguk.
Go Beng-si tertawa, terusnya
dengan serius. "Setelah kau tahu tentang soal ini, tentunya kau tahu yang
paling penting bagi suatu persahabatan adalah kepercayaan! Ada kata-kata yang
tak pantas untuk diucapkan tadi kurasa tak lega kalau tidak mengeluarkan
kata-kata yang mengganjal tenggorokan itu maka kupikir lebih baik kukatakan
saja terus terang."
"Katakanlah saudara
Go" pinta Hui Giok.
Kita saling tertarik pada
perjumpaan pertama, di mana kau menuturkan semua pengalamanmu padaku, Kutahu,
sebelum berkenalan, kau pasti bukan orang cacat, selama beberapa hari ini,
sejak kau datang bersama Cian Hui, entah berapa ratus kali kau menghela napas
panjang pendek dalam seharinya, tahukah kau bahwa sikapmu itu bukan sikap
seorang laki-laki sejati?"
Hui Giok termangu, sedang
pemuda she Go itu melanjutkan lagi katanya "Tentu saja ada maksud Sin-jiu
Cian Hui di balik semua ini. Tapi apa salahnya kalau kita gunakan perangkapnya
dan berbalik menjebaknya? Mengapa tidak kita manfaatkan kesempatan ini untuk
melakukan beberapa pekerjaan besar bagi kepentingan umat persilatan di dunia
ini!"
Hui Giok menunduk, ia malu
pada diri sendiri yang pengecut.
"Hui-heng, tahukah kau
bahwa bakatmu jauh lebih bagus daripada diriku?" sambung Go Beng-si lebih
jauh, "kau tidak tahu tentang ini, kau telah menyia-nyiakan bakat baikmu,
kau telah mengubur bakat sendiri serta kecerdasanmu itu, apakah ini tidak sayang?"
Dengan mulut membungkam Hui
Giok berpaling ke luar jendela, rembulan sudah bergeser ke barat, malam sudah
makin larut.
"Apa yang harus
kulakukan?" ia bertanya pada diri sendiri, "Cari nama, menjagoi
dunia?"
Memang itulah cita-citanya,
itulah yang diidam-idamkan selama ini, tapi ia agak gentar menghadapi
kesempatan paling baik untuk mencapai cita-citanya itu.
Ya, sudah terlalu banyak
penderitaan yang dialaminya selama ini, dia sudah hampir kehilangan
kepercayaannya pada diri sendiri, nasib yang dialaminya setahun belakangan ini
hampir tidak memberi kesempatan kepadanya untuk memilih kehendaknya sendiri,
dia selalu harus tunduk, harus menurut terhadap setiap persoalan yang
dihadapinya, ia tak pernah mendapat hak untuk menentangnya.
Maka kini tiba saat baginya
untuk menentukan pilihan bagi masa depannya sendiri ia jadi bimbang, ia
kebingungan dan tak tahu apa yang mesti dilakukan.
Sinar mata Go Beng-si yang
tajam memandang wajah anak muda itu tanpa berkedip, lama dan lama sekali,
dilihatnya pemuda itu masih tundukkan kepalanya, boleh dibilang posisi dudukpun
sama sekali tak berubah, ia menghela napas dan berpikir: "Apa dayaku untuk
membangkitkan kembali semangat serta keberaniannya? Padahal ia dapat ku ubah
menjadi seekor singa yang garang dan perkasa, tapi sekarang, dia tak lebih cuma
seekor domba yang lemah dan tak punya kemampuan apa-apa!"
Terdengar suara kentongan
berkumandang di luar kentongan kedua sudah lewat.
Dengan kesal Go Beng-si
melangkah keluar ruangan, diam-diam ia memberitahukan pada diri sendiri
"Biarlah kucari akal lain esok nanti, di malam musim semi ini singa yang
garang saja bisa berubah jadi domba yang lunak cara bagaimana harus ku ubah
domba yang lemah menjadi seekor singa yang perkasa?"
Kamar baca yang indah dan
mentereng itu kembali dalam keheningan malam, mendatangkan rasa kesepian yang
tak terhingga bagi Hui Giok yang berdiri sendirian.
Hui Giok berjalan menuju
halaman yang kelam dan sunyi itu ia mendambakan sinar bulan di malam musim
semi, diapun berharap dapat menikmati suara gemerisiknya angin malam yang
syhadunya, bagaimanapun juga dia masih sayang pada kehidupan ini.
Tempat tinggalnya sekarang
adalah suatu ruangan mungil yang terletak di halaman paling belakang dan
perkampungan Long-mong-san-ceng, hening dan terpencil tampaknya dan itu memang
sengaja memisahkannya dari dunia luar ini terbukti pada penempatan Go Beng-si
di kamar tamu yang jauh di ruang barat di bagian depan perkampungan.
Di tengah halaman terbentang
sebuah jalan sempit yang beralas batu. Pelan-pelan ia berjalan di tengah
keheningan malam, smar bulan menyinari baju daji memantulkan cahaya yang
menyilaukan, batu kerikil itu he-akan2 berubah menjadi intan permata yang
berkilauan.
Diambilnya sebutir batu dan
dilemparkan ke sana, diam-diam ia menghela napas, menyesali nasibnya yang
kurang beruntung, iapun gegetun pada kemukjijatan kejadian aneh yang pernah
ditemuinya.
Sudah banyak wajah yang
dikenalnya melintas dalam benaknya, ia tak tahu berapa jumlahnya itu.
Di sudut halaman terdapat
sebuah pintu kecil, ia berjalan mendekatinya, Tapi apa yang dilihatnya kemudian
membuat jantungnya berdebar keras, hampir saja ia menjerit.
Dua sosok manusia terkapar di
sudut pintu mereka adalah dua orang laki-laki bertubuh kekar.
Rembulan telah bergeser ke
tengah angkasa, ia lihat kedua orang itu terkapar dengan kaku, tangan kanan
mereka menggenggam gagang golok yang tergantung di pinggang golok itu sudah
tercabut setengah cahaya hijau terpancar dari golok itu, ketika dihampirinya,
nyata kedua orang itu sudah tewas, mati dengan wajah penuh ketakutan.
Hangat embusan angin malam di
musim semi, tapi ketika berembus di tubuh Hui Giok, dirasakannya amat dingin
hingga menggigilkan tubuhnya lama ia berdiri tertegun sambil memandang kedua
sosok mayat itu, akhirnya ia putar badan dan lari kembali ke arah kamarnya.
Belum jauh dia lari, ketika
sesosok bayangan tahu-tahu muncul di hadapannya, tepat mengadang jalan
perginya.
Jantung hampir melompat keluar
saking kagetnya Hui Giok, dilihatnya seorang laki-laki bertubuh kurus kering
dengan jubah panjang yang longgar ujung baju berkibar terembus angin malam, air
mukanya dingin, kaku tanpa emosi, andaikan matanya yang berkilat tidak
memancarkan cahaya tajam, mungkin dia akan mengira orang itu bukan manusia
hidup melainkan mayat hidup.
Tak terkirakan rasa kaget Hui
Giok, ia berusaha mengendalikan debaran jantungnya, pelahan ia berpaling dan
tak berani memandang lebih lama lagi.
Siapa tahu ketika ia
berpaling, kembali sesosok bayangan berdiri di depannya.
Bergidik Hui Giok menghadapi
kejadian itu, orang ini juga bertubuh jangkung dengan jubah longgar mukanya
dingin tanpa emosi serupa orang pertama tadi.
Mula-mula pemuda itu mengira
dia yang salah melihat atau matanya sudah lamur, tapi orang memang jelas-jelas
berdiri di depannya, ia membatin dengan ngeri: "Mungkinkah aku melihat
setan?"
Ia berpaling ke belakang,
orang tadi masih berdiri tak bergerak di tempat semula.
Bagaimanapun besarnya nyali
anak muda ini, menggigil juga badannya, secepat kilat dia menengok ke kiri dan
ke kanan, memang benar, di depan dan belakangnya masing-masing berdiri sesosok
bayangan manusia, bukan saja tampang mereka sama, malahan pakaian dan sikap
merekapun serupa.
Laki-laki kurus yang ada di
sebelah kiri itu seperti senyum tak senyum, kemudian dengan langkah yang kaku seperti
bambu di hampirinya pintu di sudut halaman itu dengan cepat, ia pegang gembok
pintu dengan kuat.
Paling sedikit gembok pintu
itu ada puluhan kali beratnya, tapi cukup dengan sekali remas saja dengan
tangannya yang kurus bagaikan cakar burung itu, gembok tadi lantas hancur.
Setelah pintu terbuka orang
yang berdiri di sebelah kanan berkata "Silahkan!"
"Silahkan!"
laki-laki di sebelah kiri juga memberi tanda agar Hui Giok keluar melalui pintu
itu, Kedua kata itu diucapkan dengan nada yang dingin, kaku, seolah-olah di
ucapkan oleh badan halus, sedikitpun tidak berbau manusia hidup.
Hui Giok sampai merinding, ia
merasa hawa dingin merembes dan dasar telapak kaki dan meluncur ke tulang
punggungnya, ia tak tahu apa yang harus dilakukan terhadap kedua orang yang
kaku bagaikan mayat hidup itu.
Kedua orang ceking itu dengan
ke empat matanya yang bersinar tajam mengawasi terus wajah Hui Giok tanpa
berkedip, hal ini mndatangkan perasaan ngeri bagi Hui Giok. ia merasa
seakan-akan berada dalam neraka, darah terasa dingin seakan-akan beku.
Setelah termenung sebentar
"Entah siapakah kedua orang ini? Mau apa mereka datang kemari?"
"Aku merasa tak kenal
dengan mereka apalagi permusuhan tapi mengapa mereka mencari aku?"
"Apa yang hendak mereka
lakukan setelah membawa aku pergi dari sini?"
Meski sangsi, Hui Giok bisa
melihat gelagat, dia tahu setelah urusan berkembang jadi begini, kecuali
mengikuti mereka keluar dari situ memang tiada jalan lain, Akhirnya dengan
mengertak gigi ia melangkah keluar pintu itu.
Sebuah sungai kecil mengalir
dan barat menuju ke timur, di tepi sungai sana ada hutan bambu yang kuat,
embusan angin mengakibatkan daun bambu gemerisik.
Kedua orang ceking itu
berjalan satu di depan dua satu di belakang mengapit Hui Giok di tengah, dalam
keadaan begini dia tak dapat menikmati suara apa-apa kecuali debaran jantung
sendiri.
Setelah mendekati hutan bambu
itu. Laki-laki ceking yang berjalan di depan itu tiba-tiba berpaling, tegurnya
dengan ketus, "Benarkah kau ini Hui-taysianseng. Cong-piaupacu kaum
Lok-lim yang baru di daerah Kanglam?"
Beberapa patah kata itu
diucapkan dengan nada yang datar tanpa irama hingga kedengarannya seram
seakan-akan ucapan badan halus.
Hui Giok termangu, tapi
sejenak kemudian satu ingatan terlintas dalam benaknya "Aneh, darimana dia
tahu aku bernama Hui-taysianseng? Wah jangan-jangan kedua orang ini adalah
musuh si Tangan sakti Cian Hui? ya, pasti mereka hendak mencelakai
jiwaku!"
Dia coba mengawasi musuhnya,
betul juga dibalik tatapan si ceking yang tajam bagaikan sembilu itu terselip
sifat kebuasan dan kekejaman yang mengerikan.
Tapi sebelum ia sempat
menyangkal pikiran lain timbul lagi dalam benaknya: "Hui Giok wahai Hui
giok ke mana keberanianmu? Apakah kau sudah menjadi pengecut yang cuma bisa
menghela napas belaka? Umpama kau harus mampus di tangan kedua orang ini juga
tidak boleh kau bertindak pengecut begini!"
Darah panas segera membakar
dadanya, seketika ia bersemangat ia membusungkan dada dan menengadah.
"Betul! Akulah Hui
Giok," ia menjawab dengan lantang "Ada persoalan apa malam-malam
begini kalian mencari diriku?"
Sekarang ia sudah tidak
memikirkan mati hidup sendiri lagi, sifat pengecutnya tadi segera tersapu
lenyap.
Tampang si ceking yang jelek
menyeramkan itu kembali berkerut, sekulum senyuman dingin tersungging di ujung
bibirnya katanya pelahan: "Usia mu masih muda. tak nyana orang Lok-lim
sudah mengangkat dirimu menjadi pentolannya bagi daerah Kanglam, sungguh
peristiwa yang menggirangkan dan patut diberi ucapan selamat!"
Meskipun sedang mengucapkan
kata-kata selamat namun nadanya tetap dingin dan kaku,
Hui Giok ingin mengucapkan
sesuatu. namun orang itu lantas mengulurkan tangannya sembari berkata:
"Leng lotoa, kenapa tidak kau menghormati Cong-piaupacu kaum Lok-lim dari
Kanglam itu?"
Hui-Giok merasa pandangannya
jadi kabur tahu-tahu si ceking yang berdiri di belakangnya sudah muncul di
depannya.
"Usiamu masih muda, tak
nyana orang Lok lim sudah mengangkat dirimu menjadi pentolannya bagi daerah
Kanglam. Sungguh peristiwa yang menggirangkan dan patut diberi ucapan
selamat!"
Dia berpaling kepada rekannya
lalu melanjutkan. "Kau dan aku memang sepantasnya memberi hormat pada
calon Congpiaupacu Lok-lim daerah Kanglam ini!"
Hui Giok tertegun, kata-kata
yang diucapkan si ceking belakangan ini ternyata persis seperti apa yang
diucapkan rekannya tadi bukan saja nadanya sama bahkan sepatah katapun tak ada
yang dikurangi.
"Gila..." demikian
ia berpikir permainan apa yang hendak dilakukan kedua orang aneh ini"
Jangan-jangan mereka ini orang sinting semua?"
Sementara pemuda itu masih
sangsi dan heran Leng-lotoa sudah alihkan sinar matanya ke wajahnya dan
berkata: "Terus terang, jauh-jauh kami datang kemari, tujuan yang
sebenarnya tak lain adalah ingin menyaksikan bagaimanakah tampang manusia yang
akan diangkat menjadi "Congpiaupacu" kaum Lok-lim di daerah
Kanglam?"
"Dan setelah kamu lihat
sekarang, terbuktilah bahwa orangnya memang ganteng ibaratnya naga dan burung
hong di antara kawanan manusia lain." sambung si ceking yang lain.
Cara kedua orang ini
berbicara, baik sedang membicarakan hal2 yang menggembirakan atau menyedihkan
atau sedang menyanjung orang ternyata tetap datar, tanpa irama dan dingin, ini
menyebabkan setiap orang yang mendengar pembicaraan mereka akan timbul rasa
ngeri. Hui Giok adalah pemuda cerdik, tapi sekarang ia menjadi bingung terhadap
maksud kedatangan mereka dan tidak tahu cara bagaimana harus menjawabnya.
Senyum dingin di bibir Leng
lotoa mendadak sirna mukanya yang kaku semakin bertambah seram, katanya pula.
"Cuma saja aku "Leng Ko-bok..." ia sengaja berhenti sebentar
untuk melihat reaksi Hui Giok ternyata anak muda itu tetap tenang, se-akan2
tidak terpengaruh oleh nama "Leng Ko-bok" hal ini menyebabkan laki2
ceking itu keheranan
"Aneh, apakah bocah ini
sama sekali tidak pernah mendengar namaku? Atau kungfumu sangat hebat sehingga
tidak jeri menghadapi aku. Setelah berhenti sebentar. ia berkata lebih jauh.
"Ada persoalan ingin Leng
Ko-bok tanya kepadamu, keberhasilanmu menduduki kursi Congpiaupacu untuk daerah
Kanglam ini apakah atas pilihan rekan2 persilatan ataukah ditunjuk oleh orang
tertentu. Rupanya orang ini sudah dibikin keder oleh sikap Hiu Giok yang tenang
tanpa gentar ini, maka nada suaranya kini jauh lebih lunak daripada semula,
tentu saja mimpipun dia tak tahu bahwa Hui Giok cuma seorang anak kemarin yang
baru terjun ke dunia persilatan, tentu saja anak muda itupun tak pernah
mendengar nama "Leng Ko-bok" yang cukup membuat orang ketakutan meski
hanya mendengar namanya saja.
Hui Giok tertegun, belum lagi
menjawab, laki2 ceking yang lain lantas berkata pula dengan senyum dikulum
"Aku Leng Han-tiok ingin mengajukan pula suatu pertanyaan Keberhasilanmu
menduduki jabatan Congpiaupacu daerah Kanglam ini jika bukan dipilih atas
kehendak rekan2 persilatan, mungkinkah kungfumu luar biasa lihaynya sehingga
semua jago mutlak tunduk padamu dan secara suka rela mengangkat kau sebagai
pentolannya?"
"Ai, jangankan disetujui,
malahan akupun tidak pernah menyetujui pengangkatan ini," demikian Hui
Giok membatin sambil menghela napas ia tergagap dan tak mampu mengucapkan
sepatah katapun.
Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok
tertawa dingin, sambil bergendong tangan mereka menengadah memandangi langit,
lalu katanya lagi: "Pertanyaan kami itu hendaknya segera dijawab agar kami
berdua hehehe... bisa lekas2 menyembah pada dirimu"
Angin malam berembus, Hui Giok
merasa pipinya menjadi panas seperti digarang api, meski tangan dan kakinya
sedingin es, sesaat lamanya dia berdiri termangu seperti orang linglung, dalam
keadaan demikian dia sangat berharap Go Si-beng bisa berdiri mendampinginya,
agar dapat mencarikan jawaban tepat untuk pertanyaan lawan. Dia menyesali
kedodohan sendiri, menyesali lidahnya yang tumpul dan tak pandai bicara untuk
sesaat rasa malu dan menyesal bercampur aduk.
"Oh Hui Giok, ilmu
silatmu tak becus namamu tak terkenal, berdasarkan apakah kau menduduki jabatan
Congpiaupacu itu? pantas kalau orang mencemoohkan dan menanyai kau"
demikian pikirnya dengan kesal.
Hui Giok adalah pemuda yang
berhati bajik apa yang dipikirkannya sekarang hanyalah dirinya tak pantas
menjadi Congpiaupacu, tak pernah dia bayangkan berdasarkan apakah kedua orang
itu mengajukan pertanyaan semacam itu padanya, ia merasa malu dan menyesal
sedikitpun tak ada rasa gusar atau mendongkol, diam2 dia menghela napas, memang
tak ada alasan yang dapat diucapkannya.
Terdengar Leng Ko-bok berkata
lagi "Sobat kenapa tidak kau jawab pertanyaan kami? Apa kan merasa kami
berdua tidak pantas ber-cakap2 dengan seorang Congpiaupacu dari wilayah
Kanglam?"
"Padahal kaupun tidak
perlu angkuh!" sambung Leng Han tiok dengan ketus, "meskipun kami
berdua bukan pentolan persilatan juga bukan pentolan bandit, tapi sedikitnya
kami setingkat lebih tinggi daripada kau si bocah ingusan yang tak tahu
tingginya langit dan tebalnya bumi, tapi dengan muka tebal mengurung diri
dikamar dan mengangkat diri sendiri menjadi Congpiaupacunya orang-orang Lok lim
di wilayah Kanglam"
Hui Giok jadi gusar,
perkataannya itu menyakitkan hatinya, alisnya berkerut.
"Huh kalian jangan
menghina!" teriaknya lantang, "Kau kira aku tertarik oleh kedudukan
Congpiaupacu yang kalian incar ini?" Terus terang kukatakan hakekatnya aku
tidak ingin kedudukan ini, Tapi sekarang tanpa sebab kau menghina aku memangnya
di manakah aku bersalah pada kalian?"
Leng Han-tiok diam saja,
se-akap2 ucapan itu tidak didengarnya: "Tiba-tiba dia berpaling lalu
katanya "Leng-lotoa, dengarkah kau ocehan apa yang dikatakan bocah yang
tak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi ini?"
Leng Ko-bok menunduk seperti
orang lagi termenung, sesaat kemudian dia baru menyahut "Agaknya dia
sedang menegurmu, mengapa kau bersikap kasar kepadanya dan mengucapkan
kata-kata yang tidak sopan!"
"Oh, jadi kau merasa tak
puas dengan kata-kataku tadi?" tanya Leng Han-tiok kemudian sambil
berpaling ke arah Hui Giok, "Wah kalau begitu... kalau begitu tentu kau
akan menghukum aku ya?"
Hui Giok memang merasa dirinya
tak pantas menjadi seorang Congpiaupacu, tapi ejekan dan penghinaan yang
diterimanya secara ber-tubi2 ini membual hatinya panas, kemarahannya berkobar
dengan dahi berkerut teriaknya lagi:" Aku kan tidak kenal kalian kenapa di
tengah malam buta kau bawa aku kemari untuk dipermainkan belaka? Sebenarnya apa
maksud kalian? Hm kalian cuma iseng, maaf aku tak sudi melayani ocehan orang
gila macam kalian!" Sambil putar badan, dengan langkah lebar dia lantas
berlalu dari sana.
Baru dua langkah pemuda itu
berjalan, tahu-tahu Leng Kong-bok dan Leng Han-tiak sudah menghadang pula jalan
perginya.
Terpaksa Hui Giok berhenti,
teriaknya dengan marah "Aneh, usia kalian sudah lanjut, tapi tingkah laku
kalian tak ubahnya seperti anak kecil. Kalau ada urusan kenapa tidak dikatakan
terus terang? Kalau memang tak ada urusan kenapa jalan pergiku kalian hadang,
sebetulnya kalian mau apa?"
"Jawab saja pertanyaan
kami tadi." sela Leng Han uok sambil tertawa dingin, "bila tidak kau
jawab pertanyaan tersebut hm, mungkin kedudukanmu akan menanjak satu tingkat
lagi "
"Naik setingkat
lagi?" seperti orang tak mengerti Leng Kong-bok berkerut kening, "Dia
sudah menjadi Congpiaupacunya kaum Lok-lim di wilayah Kanglam. kalau naik satu
tingkat lagi lalu dia akan menjabat kedudukan apa?"
"Hehehe, tentunya
kedudukan yang lebih terhormat, menjadi raja akhirat di neraka" sambung
Han tiok dingin.
Leng Ko-Bok dan Leng Han-tiok
adalah saudara kembar dua orang satu batin. mereka bicara macam orang yang lagi
main sandiwara, kadangkala suaranya dingin menyeramkan tapi terkadang kocak
seperti melawak. tingkah laku mereka ini sukar diraba apalagi dipahami orang
lain, seandainya Hui Giok sudah lama berkelana di dunia persilatan tentu akan
tahu pula betapa misteriusnya kedua orang ini, mereka sudah lama terkenal di
dunia Kangouw, setiap kali orang persilatan menyinggung
"Leng-kok-siang-bok" (sepasang balok kayu dan lembah dingin) niscaya
akan menggeleng kemala dengan alis berkerut.
Sayang Hui Giok masih hijau
dan baru terjun ke dunia persilatan tentu saja dia tidak tahu nama besar kedua
orang ini, pemuda itu hanya merasa bahwa kedua orang ceking ini terlalu
menjemukan, Mimpipun tak pernah ia duga bahwa jiwanya saat itu ibaratnya telur
di atas tanduk.
"Terus terang
kuberitahukan kepadamu." teriak anak muda itu kemudian dengan dahi
berkerut, "kungfuku memang tak dapat menundukkan kawanan jago persilatan,
orang lain memang tidak memilih aku menjadi Congpiaupacu, aku sendiri enggan
menjabat kedudukan ini, tapi justeru ada orang yang mengangkat aku untuk
mendudukinya. Hm tentunya kalian merasa iri bukan? Boleh lah..."
"Hehehe, kalau kau
berkata demikian itu lebih baik lagi," potong Leng Han-tiok sambil tertawa
dingin, "cuma..." ia berhenti sejenak, sambungnya sambil berpaling
"Leng-lotoa, kaupun terhitung orang persilatan daerah Kanglam, setujukah
kau jika Hui-taysianseng ini menjadi Congpiaupacu?"
Leng Ko bok sengaja berlagak
melenggong, kemudian menggeleng kepala dan menjawab "Aku... aku merasa
rada keberatan!"
"Kalau begitu, lantas
bagaimana baiknya?" tanya Leng Han tiok.
"Ya bagaimana baiknya,
Akupun tak tahu." kembali Leng Ko-bok gelengkan kepalanya.
Senyum dingin menghiasi ujung
bibir Leng Han-tiok. "Hehehe. kau keberatan aku juga keberatan, tapi ada
orang paksa dia menduduki jabatan itu, wah sulit juga untuk menyelesaikan soal
ini."
Kurasa Leng lotoa, bagaimana
kalau kita matikan saja bocah ini?"
Nadanya tetap tenang dan
datar, iramanya tidak meninggi juga tidak merendah sekalipun yang dibicarakan
adalah soal mati-hidup seseorang tapi dalam pembicaraannya se-akan2 sedang
mempersoalkan masalah biasa, seolah-olah nyawa orang lain sama sekali tak ada
harganya dalam pandangan mereka.
Hui Giok terkesiap, tak
terduga Leng Ko-bok lantas goyangkan tangannya berulang kali "Rasanya
kurang baik jika kita matikan dia!"
"Kenapa?"
Dia kan masih muda, belum
kawin jika kita matikan kan terlalu sayang?"
"Wah kalau begitu
bagaimana baiknya?"
Leng Ko-bok berlagak
termenung, kemudian katanya "Hui-taysianseng, coba lihat kau akan di
matikan oleh saudaraku, menurut kau bagaimana baiknya? Eeh cepat-cepat ngacir
saja dan sini, asal kau tidak jadi Congpiaupacu tentunya kau juga takkan di
matikan oleh saudaramu!"
Meski Hui Giok tidak mau
diperalat oleh Sin jiu Cian Hui untuk menjabat Congpiaupacu, tapi setelah
mendengar ucapan Leng Ko-bok, sambil membusungkan dada ia lantas berteriak
"Jika kau tidak mengucapkan kata-kata seperti itu, belum tentu aku mau
menjadi Congpiaupacu, tapi setelah kalian berkata demikian, hm, bagaimanapun
juga aku akan tetap mendudukinya Huh. ingin kulihat apa yang akan kalian
lakukan"
Dengan gemas kedua tangannya
menolak ke samping, maksudnya hendak mendorong kedua orang itu sehingga dia
bisa lewat ke sana, siapa tahu tangannya seperti menyentak baja yang keras,
dingin berat.
Sekarang dia baru kaget,
cepat2 tangannya ditarik kembali sambil mundur ke belakang.
Leng Ko-bok tenaga dingin
"Hehehe asal kau mampu mendorong kami sehingga bergeser setengah langkah
saja. maka kami akan segera pulang untuk tidur. bahkan kamipun pertama-tama
akan hadir untuk memberi selamat lebih dulu pada waktu kau diresmikan menjadi
Congpiaupacu, sebaliknya kalau tak mampu... Hmm!" Dengan mendengus itu dia
mengakhiri ucapannya.
Leng Ko-bok, Loloa atau tertua
dan Leng kok-siang-bok ini memang tak malu sebagai tokoh persilatan yang sudah
tersohor, ketika Hui Giok menyentuh bahunya dia segera tahu bahwa pemuda ini
tak berilmu, atau kalau adapun cetek sekali, meskipun kenyataan ini membuatnya
heran dan tak mengerti mengapa orang sama mengangkat pemuda yang tak berilmu
ini menjadi Lok-lim Congpiau pacu, tapi rasa was-was dan ragu akan diri pemuda
itu lantas lenyap.
Hui Giok bukan orang bodoh,
sudah tentu iapun tahu bila ingin menggeser kedua orang itu hakikatnya ibarat
kecapung hinggap di pilar batu. Tapi dasarnya keras kepala, ia tak sudi mengaku
kalah di hadapan orang, dengan alis berkerut dia lantas membentak, dengan
sekuat tenaga didorongnya kedua Leng bersaudara itu keras2.
Ketika tangannya menyentuh
tubuh lawan kembali ia kaget, sebab kali ini badan kedua Leng bersaudara itu
tidak sekeras baja lagi, tapi lunak seperti kapas se-akan2 benda yang tak bisa
dipegang, padahal Hui Giok sudah mengerahkan segenap tenaganya, tapi ketika
tenaga itu menyentuh mereka semua kekuatannya seperti batu yang tenggelam di
dasar lautan, lenyap dengan begitu saja. Dengan tercengang dia menengadah,
dilihatnya kedua orang itu masih berdiri dengan wajah kaku dingin sama sekali
tidak nampak mengeluarkan tenaga.
Dalam kagetnya cepat2 Hui Giok
tarik kembali tangannya, tapi pada detik tangannya menyentuh badan mereka
tiba-tiba dari tubuh kedua Leng bersaudara memancar keluar hawa panas yang
menyengat, ketika tangan Hm Giok terisap lekat2 anak muda itu terkejut tenaga
yang semula mendorong berubah menjadi menarik sekuatnya berusaha melepaskan
diri.
Siapa tahu hawa panas itu
makin menyengat dalam sekejap bertambah beberapa kali lebih dahsyat bahkan saja
Hui Giok merasakan sepasang tangannya bagaikan digarang api.
Ternyata semua kekuatannya
sebagian demi sebagian ikut lenyap dengan bertambahnya hawa panas yang
terpancar dari tubuh lawan.
Makin besar hawa panas itu
makin lemah tenaga betotannya, bahkan kakinya mulai lemas dan ringan seperti lagi
terbang, dia tak sanggup berdiri tegak lagi, lengan kanannya amat sakit seakan
ditusuk ratusan jarum yang baru diambil dan garangan api.
Perlu diketahui bahwa luka
yang di lengannya masih belum sembuh benar karena geramnya dia telah melupakan
lukanya, tapi setelah kemarahannya reda dan perasaannya tak seberapa tegang,
rasa sakit sekitar luka itu segera terasa merasuk tulang.
Dengan sinar mata yang dingin
Leng Ko-bok menatap sekejap wajah pemuda itu, kemudian ujarnya dengan dingin
" Huh katanya Hui taysianseng adalah seorang pentolan Lok lim wilayah
Kanglam. Kenapa mendorong tubuh kamipun tak bergeming Hm. kukira lebih baik kau
tinggalkan saja kedudukan Congpiaupacu tersebut."
Ia berhenti sebentar dan
mengawasi wajah Hui Giok dengan tajam, ketika dilihatnya pemuda itu meringis
kesakitan, tahulah dia bahwa ilmu "Ji-kek hian-kang" (tenaga sakti
dua unsur) sendiri telah mengakibatkan penderitaan hebat bagi anak muda itu.
Maka iapun berkata lagi sambil
tertawa dingin. "Watak Jite agak buruk, tapi aku Leng Ko-bok adalah orang
yang paling baik, paling ramah di dunia ini. aku jadi tak tega menyaksikan
penderitaanmu. Padahal asalkan kau bersumpah tak akan menjadi Congpiaupacu
lagi, kami akan segera antar kaupulang. Ai. tentu rasa panas seperti dibakar
dengan api tidak enak rasanya "
la menghela napas berulang
kali, mukanya di buat murung dan beriba hati, se-akan2 tak tega melihat anak
muda itu menderita, padahal dalam pendengaran Hui Giok kata2 itu bagaikan
beribu batang anak panah yang menembus ulu hatinya.
Keadaan begitu dia tidak
merintih, dia tidak mengeluh ia mengertak gigi, diterimanya semua penderitaan
itu dengan membungkam. bagi pemuda yang keras kepala ini, minta ampun rasanya
berpuluh kali lebih susah daripada membunuhnya.
Leng Han-tiok tiba-tiba berkata
sambil tertawa dingin "Leng-lotoa takut kau kepanasan, buat apa aku
Leng-loji menjadi orang busuk, akan kuberikan hawa dingin agar badanmu terasa
segar!"
Habis perkataannya, Hui Giok
merasa kedua tangannya yang semula panas seperti digarang dengan api mendadak
berubah jadi dingin seperti berada di dalam gudang es.
Seketika Hui Giok menggigil
hawa panas dan dingin yang bergantian ini membuat semua tulang persendiannya
seperti ditancap dengan sebatang jarum salju, siksaan semacam itu dirasakan
beribu kali lebih hebat daripada siksaan apapun di dunia ini, tapi pemuda itu
tetap bertahan dan membungkam meski diketahuinya dia tak akan tahan terlalu
lama penderitaan tersebut.
Peluh dingin sebesar kacang
menetes dan jidat-nya, kemudian tubuhnya mulai menggigil keras, gemertukan.
kendati begitu sinar matanya tetap menantang tanpa gentar ditatapnya wajah
kedua orang bersaudara itu tanpa berkedip, se-akan2 dia sedang berkata:
"Sekalipun kau bisa menyiksa badanku, jangan harap bisa menyiksa jiwaku.
Sekali pun kau dapat membunuh aku, jangan harap kau akan memaksa aku untuk
minta ampun."
Leng-kok-siang-kok kagum juga
oleh kekerasan hati anak muda itu, diam2 mereka mengangguk "Sungguh lelaki
sejati! Seorang berjiwa keras."
Akan tetapi justeru karena
itu, semakin besar hasrat mereka untuk melenyapkan anak muda itu. serta merta
tenaga dalam yang mereka pancarkan juga semakin berat.
"Ah, sudahlah!"
sesaat kemudian Hui Giok mengeluh di dalam hati dia merasa se-akan- bayangan
kematian sudah di depan mata, sedih dan pilu berkecamuk dalam perasaannya,
sambil pejamkan mata kembali dia berpikir "Oh, Bun-ki! Lu tin! Tahukah
kalian bahwa aku tak dapat melihat kalian lagi?"
Dia menghela napas sedih,
bukannya dia takut mati pemuda yang berhati keras ini tak pernah kenal takut
dia cuma merasa betapa pendek kehidupannya ini, ia merasa tak pernah menjumpai
suatu peristiwa yang dapat ia banggakan, tentu saja dia tak tahu bahwa
kekerasan hatinya serta keangkuhannya sudah cukup membanggakan dia.
Andaikata ia benar2 mati maka
ia merasa matipun tidak tenteram, dia merasa masih banyak utang budi yang belum
terbayar. dalam keadaan setengah sadar dia terbayang kembali akan wajah si
gemuk penjual siopia yang memberi siopia padanya, kebaikan ini tak terlupakan
untuk selamanya, ia malah tak teringat sama sekali akan mereka yang pernah
berbuat jahat kepadanya.
Perasaan seorang menjelang
kematiannya memang suatu siksaan yang sukar dilukiskan terutama ketika ia
menyesali kehidupannya yang terlalu pendek serta merasa masih banyak utang bud.
yang belum terbayar.
Walaupun dia mencintai
kehidupannya. tapi ia tak sudi bertekuk lutut karena kehidupan, dia merasa
lebih baik menerima kematian daripada menyerah kalah.
Di tengah keheningan yang
mencekam, tiba2 terdengar suara tertawa nyaring berkumandang dari lorong dan
belakang satu merdu sekali suaranya seperti bunyi keleningan, menyusul
seseorang berseru: "Leng-toa-siok. Leng jisiok, kalian lagi kongkou dengan
siapa" Kalau saja tidak kuintai dan ketinggian, tentu tak kusangka kalian
berdua berada di sini."
Setelah menghela napas, suara
itu berkata pula dengan manja "lndah amat pemandangan alam di sini ada
sungai kecil ada hutan bambu di situ, ada jembatan kecil. O alangkah indahnya!
Dulu aku selalu heran ada orang menulis tentang jembatan kecil air yang
mengalir dan rumah orang padahal jembatan kecil, air yang mengalir dimanapun
ada, kenapa dibikin syair? Ai- siapa tahu setelah tiba di Kanglam baru
kuketahui bahwa air yang mengalir dan jembatan kecil yang ada di sini
benar-benar indah dan sukar dilukiskan dengan kata-kata. Eh! Leng-toasiok,
kalian memang pandai menghibur diri untuk kongkou pun jauh2 datang kemari!
Suara yang lembut dan merdu.
ya bicara ya tertawa se-akan2 mutiara jatuh di baki pualam tapi justeru suara
itu merupakan obat mujarab bagi Hui Giok ketika mendengar suara itu, pemuda
yang hampir pingsan itu menjadi siuman kembali sekuat tenaga dia berpaling.
Seorang nona berbaju hijau
dengan ikat kepala warna hijau, hidung yang mancung dan bibir yang mungil. mata
yang indah dan pinggang yang ramping berdiri di sampingnya, cantik gadis itu
bak bidadari dan kahyangan.
"Hah, kau?" ketika
nona itu menatap wajah Hui Giok, tiba2 ia menjerit kaget.
Tatkala bentuk tubuh yang
cantik itu terlintas dalam pandangan Hui Giok, pemuda itu merasa dadanya
seperti dihantam orang, kepalanya jadi pening, hampir saja ia melupakan semua
penderitaan tubuhnya.
Sesaat itu, dikala kedua
pasang mata saling bertatapan, langit se akan2 berubah warna, air yang mengalir
di sungai se-akan2 berhenti mengalir.
Bintang yang bertaburan di
angkasa seperti tidak berkedip lagi, bahkan rembulan yang terang itupun seperti
guram mendadak. Sebab dalam pandangannya sekarang kecuali si dia, tak ada yang
terlihat lagi, begitu pula sebaliknya si dia, kecuali dia tak ada yang diperhatikannya.
Waktu yang panjang, perpisahan
yang lama, penderitaan selama berpisah, kerinduan yang menyiksa seolah-olah
sudah mendapat imbalan.
Ai, kehidupan memang sesuatu
yang aneh!
Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok
sama melongo. setelah saling berpandangan sekejap, masing-masing mengebaskan
ujung baju sambil mundur tiga langkah ke belakang.
"Bun-ki, kau kenal orang
ini?" tegur mereka berbareng
Tapi nona itu tidak mendengar
teguran mereka, biji matanya yang indah tetap menatap wajah Hui Giok tanpa
berkedip.
Hui Giok merasa tenaga tekanan
mengendur ia merasa badan menjadi lemas kedua tangan terkulai, seluruh
persendian tulangnya seperti terlepas, hampir saja ia tak mampu menegakkan
tubuhnya dan nyaris jatuh tersungkur.
Tapi dia tidak roboh, se-akan2
ada suatu tenaga gaib yang menunjang tubuhnya, membuat ia tak sampai roboh.
Maklumlah, tatapan anak dara
yang indah dan hening itu seperti mendatangkan suatu kekuatan yang membuat ia
bertahan terus, demi mata yang indah itu dia rela menderita. rela mengalami macam-macam
siksaan, selama setahun dia hidup bergelandangan menahan cemoohan, siksaan,
kelaparan, kedinginan dan kekecewaan Kesemuanya itu dia terima demi dia.
Dia, Tham Bun-ki, yang selalu
terukir dalam hati Hoi Giok, selalu dikenang oleh pemuda itu. Cahaya rembulan
yang cemerlang bagaikan emas dalam impian anak kecil dengan lembutnya mengusap
tubuhnya, pelahan dia maju ke depan selangkah demi selangkah menghampiri Hui
Giok yang masih mematung.
Memang kau... benar2
kau!" gumamnya suaranya selembut cahaya rembulan, dua titik air mata jatuh
membasahi pipinya yang halus.
Air mata, tidak selalu
menandakan kesedihan, air mata terkadang juga menyatakan rasa gembira,
kegembiraan yang meluap.
Sinar rembulan menciptakan
bayangan Tham Bun ki yang panjang di tanah dan bayangan itu bergerak mengikuti
irama langkahnya menungkupi kaki paha, lalu badan Hui Giok.
Hui Giok berdiri gemetar,
meski gemetarnya akibat tekanan tenaga Leng-kok-siang-hok yang nyaris
menghancurkan tubuhnya, iapun gemetar karena kegembiraan serta kebahagiaan yang
datang secara tiba-tiba, begitu mendadak sehingga hampir saja dia tak percaya.
Ia merasa bayangan Tham Bun-ki
yang menutupi badannya makin lama semakin besar, makin lama gadis itu semakin
dekat di depannya, ia dapat melihat raut wajah yang cantik bagaikan bunga botan
dibalik kabut mengikuti hembusan angin yang lembut dan terbuai ke dalam
pelukannya.
Tapi ia tak berani mengulurkan
tangannya untuk menyambut kedatangan gadis itu sebab dia takut apa yang
dilihatnya hanya impian kosong belaka, asal dia bergerak ke depan maka segala
impian yang indah semua kebahagiaan yang dirasakan sekarang akan lenyap.
Suara percikan air yang
mengalir ketika itu kedengaran sangat halus, begitu halus se-akan2 bunyi kecapi
dari kejauhan dan mendatangkan kelembutan cinta di malam yang sepi.
Angin sebagaimana biasa
berhembus dan mengibarkan ujung baju Leng Ko-bok dan Leng Han Liok yang longgar
sehingga menimbulkan suara gemersik, namun tubuh mereka tetap berdiri kaku
seperti tonggak, hanya ke empat mata yang bersinar pelahan bergerak dari wajah
Tham Bun-ki beralih ke wajah Hui Giok, kemudian dari wajah Hui Giok beralih
kembali ke wajah Tham Bun ki.
Wajah mereka yang kaku tanpa
emosi gembong iblis yang se-akan2 tidak memiliki perasaan apapun itu tiba2
menunjukkan sikap yang lain daripada yang lain, di balik sinar mata mereka
tiba2 terpancar pergolakan perasaan yang hebat.
"Aneh, sungguh
mengherankan." demikian mereka berpikir dalam hati, darimana anak Ki bisa
kenal dia? Kenapa ia bersikap semesra itu kepadanya? jangan2 mereka...
Tiba-tiba Tham Bun-ki mengeluh
lirih lalu lari dan menubruk ke dalam pelukan Hm Giok.
Menyaksikan adegan tersebut
kedua gembong iblis yang dingin dan kaku itu membentak pelahan, entah dengan
gerakan apa, tahu2 tubuh mereka yang jangkung dan kurus itu ibaratnya anak
panah yang terlepas dari busurnya meluncur dengan cepat.
Waktu itu Bun-ki sedang
menubruk ke depan ingin membenamkan kepalanya ke atas dada Hui Giok yang
bidang. Sudah lama dia mengharapkan tibanya saat seperti ini, pelahan dia
ulurkan tangannya untuk merangkul dengan matanya terpejam.
Tapi, sebelum keinginannya
tercapai tiba suara bentakan berkumandang, menyusul segulung angin menyambar
tiba, ia membuka matanya, pandangannya terasa kabur entah sejak kapan Leng
Ko-bok dan Leng Han-tiok telah mengadang di depannya.
Dalam kejutnya cepat dia
mengegos ke samping, dalam sekejap itu gadis yang haus kehangatan cinta itu
sudah mengeluarkan ilmu meringankan tubuhnya yang tinggi dengan enteng dia
meluncur ke samping.
Tapi begitu mencapai tanah,
dengan enteng segera ia melayang kembali ke samping Leng Ko-bok dan Leng Han
tiok, biji matanya yang jeli menampilkan rasa kaget tercengang dan juga kurang
senang.
"Toasiok, Jisiok, apa2an
kalian in!?" teriaknya marah.
Leng Ko-bok berpaling dan
saling pandang sekejap dengan Leng Han-tiok mendadak mereka memutar badan,
empat telapak tangan mereka terus ditempelkan pada badan Hui Giok.
Hui Giok kaget bercampur
heran, bukan lantaran kedua orang aneh itu menghadang di depannya secara
tiba-tiba tapi karena serangan maut mereka yang dilancarkan secara mendadak, ia
lihat ke-empat telapak tangan mengancam bahu dan lengan-nya, tapi ia tak mampu
berkelit apalagi melancarkan serangan balasan.
Hui Giok tahu bila ke empat
tangan itu bersarang di badannya, kendati tubuhnya terdiri dan baja yang keras
juga akan hancur, Tapi pada detik-detik terakhir itu tak terpikirkan olehnya
soal mati-hidup dia hanya memikirkan Tham Bun-ki yang berada di depannya.
Tapi sekarang ingin memandang
sekejap saja tidak dapat karena antara dirinya dan si dia telah teradang oleh
dua orang aneh bagaikan bukit es yang kaku, dalam putus asanya pemuda itu hanya
menghela napas lalu pejamkan matanya.
Kecepatan suatu gerak pukulan
paling cepat juga cuma dalam sekejap mata, serangan yang di lancarkan Leng
Ko-bok dan Leng Han-nok tentu saja berlipat kali lebih cepat daripada gerakan
orang lain. Namun kecepatan pukulan itu toh kalah cepat daripada lintasan
pikiran manusia.
Demikianlah pada saat kedua
orang aneh itu melancarkan pukulan dalam sekejap itulah pelbagai ingatan telah
melintas dalam benak Hui Giok.
Ketika telapak tangan mereka
hanya menempel saja di tubuh Hui Giok dan bukan menghantamnya seperti yang di
duga semula, dengan penuh kegelisahan Tham Bun-ki telah menubruk ke depan.
"Toasiok, Jisiok!"
teriaknya sambil menarik ujung baju mereka, "sebenarnya apa yang kalian
lakukan? Dia... dia adalah..."
"Hm... anak Ki
menyingkirlah dulu!" jengek Leng Han-tiok seraya menatap gadis itu dengan
dingin.
"Apa yang kau cemaskan,
budak cilik?" sambung Leng Ko-bok dengan tersenyum, "bila kami
menghendaki nyawanya, sekalipun dia punya cadangan sepuluh lembar jiwa iuga
sudah amblas sejak tadi."
Tham Bun ki melenggong,
dilihatnya Hui Giok sedang memejamkan matanya, peluh membasahi jidatnya, dia tak
tahu apa hubungan Hui Giok dengan Leng-kok-siang-bok, juga tak tahu mengapa
mereka bersikap demikian kepadanya, maka setelah ragu-ragu sejenak gadis itu
mengitar ke samping kedua orang aneh itu dan menghampiri Hui Giok.
Tapi Leng Han-tiok lantas
menegur lagi dengan suara dingin "Anak Ki kusuruh kau menyingkir apa tidak
dengar?"
"Orang she Hui ini
terkena tekanan tenaga sakti dua unsur kami," sambung Leng Ko-bok
"walaupun sepintas lalu tampaknya segar, hakikat nya tidak enteng luka
yang dideritanya, sedikit sa ja mengalami getaran, kemungkinan besar jiwanya
akan melayang,"
Berubah hebat air muka Tham
Bun-ki, p pinya yang semula merah berubah jadi pucat seperti mayat, teriaknya
dengan gemetaran, "Toasiok... kau mengapa kau bersikap sekasar itu
padanya? Apakah dia bukan kawanmu?"
"Hehehe, sejak kapankah
kau dengar Toasiok dau Jisiok mempunyai kawan?" Leng Han-tiok tertawa
dingin.
"Lalu bagai mana
sekarang?" saking gelisahnya Tharn Bun-ki berkerut alis rapat2.
Dia hendak menyeka keringat
yang membasahi jidat Hui Giok, tapi Leng Ko-bok segera menghardik "Budak
dungu, jangan sentuh dia! Tidak kah kau lihat sendiri apa yang kami lakukan
sekarang.
Bun ki mengerling sekejap
kemudian berdiri termangu dan akhirnya menghela napas sambil mundur dua
langkah, sekalipun sudah terlihat olehnya bahwa kedua Leng bersaudara
seakan-akan sedang mengobati pemuda itu dengan tenaga dalamnya akan tetapi ia
tak berani memastikan, maka dengan wajah gelisah gadis itu menyingkir ke
samping sambil berharap agar Hui Giok dapat membuka matanya dan mengucapkan
sepatah kata kepadanya.
Waktu terasa merangkak dengan
lambatnya, begitulah keadaannya bila seorang sedang gelisah dan cemas.
Di bawah cahaya rembulan
terlibat betapa seriusnya wajah Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok yang kaku itu,
telapak tangan mereka yang menempel di dada Hui Giok tiba-tiba bergerak, tubuh
Hui Giok yang kaku tiba-tiba saja ikut berputar, kemudian empat telapak tangan
yang kurus kering menempel kembali di punggung anak muda itu.
Hui Giok sendiri pada saat itu
hanya merasakan hawa panas memancar keluar dari telapak tangan orang-orang itu,
ketika hawa tersebut tersalur ke badannya, hawa panas itu rasanya halus, tapi
kadangkala menjadi keras, mengikuti gerak napasnya yang berputar dan mengalir
ke seluruh bagian tubuhnya.
Dia memang tak paham tentang
rahasia ilmu silat, tapi sebagai seorang pemuda yang cerdik, cukup berpikir
sejenak dia lantas mengerti keadaan yang sedang di hadapinya.
"Mengherankan sekali
perbuatan kedua orang ini." demikian Hui Giok berpikir rupanya luka yang
mereka timbulkan tadi disembuhkan kembali dengan tenaga sakti mereka Mungkinkah
mereka berbuat demikian lantaran Bun-ki? Tapi ada hubungan apakah antara mereka
dengan Bun-ki?"
Perlu diterangkan Hui Giok dan
Bun-ki boleh dibilang dibesarkan bersama maka setiap orang yang dikenal Tham
Bun-ki iapun mengenalnya, karena itu ketika dilihatnya hubungan anak dara itu
dengan kedua orang aneh tersebut begitu akrab, sedang dia merasa tak pernah
mengenalnya selama ini, hal inilah yang membuatnya heran.
Tentu saja dia tak tahu selama
setahun ini bukan saja dia seorang yang mengalami banyak kejadihan aneh,
malahan kejadian aneh yang dialami Tham Bun-ki juga tidak berada di bawahnya.
Tidak lama kemudian Leng
Ko-bok dan Leng Han-tiok tiba-tiba menggerakkan tubuhnya, seperti kupu2 yang
bermain di antara bunga, mereka berputar ke depan belakang kanan dan kiri Hui
Giok.
Mengikuti gerakan tubuh mereka
yang lincah, keempat telapak tangan mereka yang kurus kering menghantam pula
sekeliling badan Hm Giok tanpa berhenti.
Sesaat itu Hui Giok merasa
tubuhnya berputar seperti gasingan mengikuti gerakan pukulan yang dilontarkan
keempat telapak tangan itu, yang aneh bukan saja tempat di mana terkena pukulan
itu tidak terasa sakit, bahkan mendatangkan perasaan segar yang sukar
dilukiskan, Bun-ki pada mulanya berdiri di samping dengan perasaan gelisah,
berserilah wajahnya setelah menyaksikan gerakan aneh kedua orang itu, sekulum
senyuman manis diam-diam tersungging di ujung bibirnya.
Dara cantik yang dilahirkan
dalam keluarga persilatan dan sejak kecil disayang dan dimanja oleh ayahnya ini
tentu saja mempunyai pengetahuan yang jauh lebih luas tentang ilmu silat
daripada Hui Giok, dari gerakan tubuh yang di lakukan kedua Leng bersaudara
atas Hui Giok itu dengan cepat dia mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya
rupanya mereka sedang melancarkan peredaran darah tubuh Hui Giok dengan tenaga
murni mereka yang sempurna.
Maka dari itu, kendatipun Hui
Giok baru menderita luka dalam, tapi setelah peredaran darah dalam tubuhnya
dibantu oleh hawa sakti kedua orang itu hingga berjalan lancar kembali, boleh
dibilang luka dalamnya segera sembuh kembali.
Sudah tentu kesempatan baik
semacam ini sukar sekali ditemui dalam dunia persilatan apalagi yang diterima
oleh Hui Giok sekarang adalah hasil karya Leng-kok-siang bok yang tersohor
bersifat dingin kaku dan kejam.
Hui Giok sendiri tidak
menyadari keuntungan yang diterimanya, akan tetapi Bun-ki hampir saja bersorak
kegirangan.
Biji matanya yang bening
memancarkan cahaya berseri mengikuti gerak tubuh orang itu, di bawah sinar
bulan yang menyoroti baju hijaunya di antara kibaran ujung bajunya yang
terembus angin, dia kelihatan lebih cantik lebih menarik dan mempesona.
Tiba2 terdengar lagi dua kali
bentakan nyaring.
Bayangan tubuh yang sedang
menari itu mendadak berhenti. Tham Bun-ki berseru tertahan dia melompat ke
depan lalu di rangkulnya tubuh Hui Giok yang sempoyongan itu, ia lihat senyuman
menghiasi bibir pemuda itu di antara matanya yang terpejam, butiran keringat
menetes membasahi pipinya.
Dia mengambil saputangan hijau
dan menyeka butiran keringat itu dengan lembut, ia tahu tak lama lagi anak muda
itu akan dapat berdiri sendiri bahkan jauh lebih kuat daripada semula.
Dengan gembira Bun-ki menghela
napas lega dan berpaling, Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok yang kurus dan jangkung
itu berdiri di belakang bagaikan dua tonggak salju yang menyeramkan.
Tak seorangpun yang tahu bahwa
pada saat itu di balik keseraman kedua tonggak salju yang kaku itu mengandung
kehangatan sebagai manusia, hanya tidak gampang untuk menemukan kehangatan yang
tersembunyi ini.
Dalam sekejap ini terbayang
kembali olehnya pengalamannya selama setahun ini dia teringat betapa pedih
hatinya ketika kepergian Hui Giok, akhirnya iapun pergi meninggalkan ayahnya
yang tercinta mengembara di dunia persilatan dan berharap akan dapat menemukan
kembali Hui Giok yang minggat itu.
Tapi dunia begitu luas, ke
mana dia harus mencari seorang di tengah lautan manusia? Akhirnya dia kecewa ia
pergi meninggalkan keramaian kota dan mengembara di antara perbukitan yang sepi
dan jauh dari manusia.
Waktu itu musim gugur telah
tiba embusan angin musim gugur merontokkan dedaunan ia berkelana tanpa tujuan,
sebelum ia tiba di daerah Kanglam, dijumpainya Leng-kok-siang-bok yang tersohor
itu.
"Suatu pertemuan yang
aneh, benar-benar pertemuan yang aneh!"
Begitulah dia membayangkan
pertemuan itu.
Ketika ia menengadah untuk
kedua kalinya Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok masih berdiri tak bergerak di
hadapannya, maka iapun tersenyum dengan rasa terima kasih,
"Toasiok, Jisiok! Sungguh
aku tak tahu bagai mana harus berterima kasih kepada kalian, demi
diriku..."
Lembut dan merdu ucapan
tersebut sehingga wajah Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok yang kaku tanpa emosi
terlintas pergolakan perasaan.
"Aneh benar, darimana kau
bisa kenal dengan dia?" gumam Leng Han-tiok dengan dahi berkerut "kau
tahu, dialah yang bakal menjadi Cong-piaupacunya kalangan hitam di wilayah
Kanglam"
Bun-ki melengak dan terbelalak
hampir saja ia tak percaya pada pendengarannya sendiri.
"Congpiaupacu yang ada di
hadapannmu sekarang bukan lain adalah orang yang diangkat oleh orang yang
hendak memusuhi ayahmu" kata Leng Han-tiok lagi. "Walaupun aku tak
punya hubungan apa-apa dengan ayahmu, tapi demi kau terpaksa tengah malam buta
begini kuberi hajaran padanya, apa sangka saudara yang akan menjadi Congpiau
pacu ini pada hakekatnya tak berilmu..."
Tiba-tiba ucapan tersebut
berhenti sambil mendengus, sementara itu Tham Bun-ki tak mampu mengucapkan
sepatah katapun saking kejutnya, dia berpikir: "Oh jadi dia bukan kenalan
lama Leng to siok dan Leng jisiok tapi lantaran sebab musabab inilah dia
membawanya kemari untuk bercakap-cakap, tapi benar-benar aneh, kenapa ia
bersedia diangkat menjadi Congpiaupacu?"
Ketika berpaling, dilihatnya
Hui Giok masih duduk tenang di atas tanah mukanya jauh lebih tenang daripada
tadi, napasnya jauh lebih teratur semua ini membuat ia menghela napas lega.
"Belasan tahun aku tak
pernah melangkah keluar dari lembah dingin barang setindakpun." demikian
Leng Han-tiok berkata, "tak nyana karena kau si budak ini telah banyak
menimbulkan persoalan."
Manusia aneh yang bermuka
dingin itu menghela napas lalu berkata pula "Bagaimanapun juga kami
berhasil menyembuhkan orang she Hui ini seperti semula, bila ada persoalan yang
hendak dibicarakan, katakanlah kepadanya sesukamu"
Merah wajah Bun-ki, pelahan ia
tundukkan kepalanya. Ya begitulah sikap seorang anak dara bila rahasia hatinya
ketahuan orang, meski malu, tapi rasa malu yang riang.
Tatkala ia menengadah pula,
suasana di hadapannya telah lengang, kecuali embusan angin yang menggoyangkan
pohon bambu di kejauhan dan suara percikan air mengalir kedua orang aneh tadi
sudah lenyap tak berbekas di bawah cahaya bulan hanya ia dan Hm Giok yang masih
tertinggal di situ.
Tadi tanpa terasa sekujur
badan Hui Giok lelah dihajar orang, ia merasa makin cepat terhajar oleh kedua
orang aneh itu semakin nyaman rasanya.
Ketika pukulan2 itu berhenti,
ia merasa tubuhnya se-olah2 me-layang2 di awang2, kakinya terasa lemas bukan
lantaran tak bertenaga untuk menunjang badannya, tapi karena malas mengeluarkan
tenaganya.
Maka iapun jatuhkan diri dan
duduk di tanah ia tahu Bun-ki berada di sampingnya, iapun tahu tangan si nona
yang halus sedang menyeka keringat di keningnya, tapi ia enggan membuka matanya
dia ingin tidur, ingin beristirahat dan mengendurkan seluruh otot2 dagingnya.
Sebab napasnya dan peredaran
darahnya saat ini seperti lagi melayang, keadaan ini tak jauh berbeda dengan
perasaan waktu ia bersama Go Beng si mabuk arak tempo hari, tapi setelah
dirasakan dengan seksama ternyata sama sekali tidak sama.
Dia tak tahu pukulan yang
diterimanya tadi telah membuat dia sebagai seorang yang tak pernah berlatih
tenaga dalam kini berubah menjadi seorang yang mempunyai dasar Lwekang yang
kuat.
Kejadian itu tentu saja tak
pernah diduga olehnya, tapi ia dapat mempertahankan terus perasaan itu,
membiarkan peredaran darah dalam tubuhnya berputar sebagaimana mestinya.
Akhirnya, semua telah tenang
kembali pelahan dia membuka matanya. Tham Bun-ki ditemukan duduk bersandar di
sampingnya dengan setengah berjongkok tangannya yang sebelah terjulur ke bawah.
tangan yang lain menahan kain ikat kepalanya yang berwarna hijau.
Waktu itu si nona memandang
kejauhan dengan termangu, dari samping Hui Giok dapat melihat hidungnya yang
mancung ibarat patung yang terbuat dari pualam, cahaya yang memancar dari
samping menciptakan sebuah profil yang indah.
Malam yang sepi, malam yang
remang, pikiran yang kabur, gadis cantik yang termenung, semua itu menciptakan
suatu keindahan yang tiada taranya membuat Hui Giok hampir tak berani
mengusiknya tak berani mengejutkan ketenangan dan kesyahduan itu, dia hanya
memandangnya dengan terpesona dan termangu.
Berpaling juga akhirnya gadis
itu, sinar matanya yang rada bingung menatap Hui Ciok bagai dalam impian,
Sedang Hui Giok sendiri menggeser badannya mengubah posisi duduknya hingga
semakin dekat dengan gadis itu lalu berkata lirih:
"Bun ki... Bun ki apa
yang sedang kau pikirkan"
Dia tak tahu kata2 apa yang
sebenarnya hendak diucapkan maka meluncurlah kata2 yang tanpa tujuan ini.
Bun-ki membetulkan rambutnya
yang terikat dengan kain hijau itu lalu sahutnya pelahan "Ai sedang
berpikir, manusia memang makhluk yang aneh, ada sementara manusia yang sepintas
lalu tampaknya hangat kenyataannya hati mereka dingin dan kaku persoalan apapun
tak dapat menggerakkan hatinya. Misalkan saja ayahku siapakah di dunia ini yang
tak tahu akan kebajikan serta kemuliaan beliau? Tapi ku tahu, beliau..."
Tiba-tiba gadis itu menghela
napas sedih, sesaat kemudian ujarnya lebih jauh: "Tapi ada sementara orang
lagi, setiap orang mengatakan dia dingin, dia ketus bahkan kejam seperti iblis,
padahal dalam hatinya terdapat kehangatan yang luar biasa. Tahukah kau? Kedua
orang yang kau temui barusan adalah gembong iblis yang membuat orang persilatan
pusing kepala, tapi terhadap diriku... " Ai dia begitu baik, begitu hangat
dan begitu memperhatikan apa yang kupikir tanpa kuterangkan juga mereka dapat
mengetahuinya!"
Lembut suaranya, seperti
igauan anak kecil dalam mimpi yang mengambang di tengah malam sunyi ini.
Hui Giok tak dapat menahan
pergolakan hatinya lagi, digenggamnya tangan gadis itu dengan mesra, kemudian
bisiknya lembut "Bagaimana dengan diriku?"
Tiba2 wajah Bun-ki jadi merah.
dengan setengah mengomel sahutnya, "Kau kejam, jahat, kenapa tidak kau
katakan kepadaku bahwa kau hendak minggat, tahukah kau karena persoalan itu aku
jadi..." kata-kata ini tidak berkelanjutan karena dengan wajah merah
lengah dia lantas tundukkan kepalanya.
Permukaan air sungai timbul
riak2 kecil karena embusan angin, perasaan Hui Giok pun ikut beriak,
digenggamnya tangan gadis itu erat2, lalu bisiknya pula: "Katakanlah,
karena soal itu kau jadi kenapa?"
Wajah Bun-ki makin merah,
begitu merahnya sampai di tengah kegelapanpun dapat terlihat warna merah yang
menghiasi pipinya, saat itu hampir saja dia melupakan se-gala2nya, demikian
pula dengan anak muda itu.
Keresak pelahan berbunyi di
balik hutan bambu. Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok yang berada di hutan sana
saling pandang sekejap, di tengah hutan yang sepi ini wajah mereka tampak
tersenyum puas dan gembira.
"Tak tersangka ternyata
budak inipun mempunyai kekasih," bisik Leng Ko-bok sambil menarik ujung
baju saudaranya.
Leng Han-tiok tersenyum,
dengan termangu ia masih memandang keluar hutan sana, dalam dadanya se akan2
penuh kenangan masa lampau yang manis.
"Toako!" akhirnya
iapun berbisik masih ingat kah kejadian pada tiga puluh tahun yang lampau.
Leng Ko-bok mengangguk
"Ya tiga puluh tahun sudah, tiga puluh tahun lamanya, O, betapa cepatnya
waktu berlalu! sekarang aku se-akan-akan melihat bagaimana kau duduk di atas
tugu Giok hong di puncak Thay-san, di mana kau menggandeng tangannya dan
melihat matahari terbit,"
Sinar matanya yang dingin kini
berubah jadi hangat, katanya pula "Ketika matahari terbit, tatkala sinar
sang surya memancar di wajahmu ketika itu kau masih muda, wajahmu tidak sejelek
sekarang, aku dan adik Ci memandang kalian dengan terkesima. Aku masih ingat
waktu itu diam-diam adik Ci berbisik kepadaku: Coba lihatlah dia dan In-cu
benar2 pasangan yang setimpal."
"Toako..." Leng
Han-tiok menimpali sambil tertawa, "tahukah kau waktu itu kamipun sedang
memperhatikan dirimu, adik ln juga berkata demikian kepadaku Coba lihatlah, dia
dan CI cu adalah dua sejoli yang serasi!"
Di tengah pohon bambu yang
terembus angin, kedua bersaudara yang merupakan gembong iblis yang ditakuti
orang persilatan ini sedang bercakap-cakap sambil tertawa mengenangkan masa
lalu hanya di balik senyuman mereka tersembul pula kepedihan karena waktu yang
sudah lewat selamanya tak akan kembali lagi manusia yang telah tiada, selamanya
tak akan hidup kembali.
"Sungguh tak
tersangka," Leng Ko-bok melanjutkan sambil tersenyum sedih benar2 tak
tersangka mereka akan mati begitu cepat dan meninggalkan kita berdua tua
bangka" Helaan napas berat mengakhiri katanya itu.
"Toako, apa yang kau
murungkan? Kenapa kau menhela napas?" kata Leng Han-tiok sambil tersenyum,
"jelek-jelek begini kita pernah merasakan kehidupan yang penuh
kebahagiaan, jauh lebih bahagia daripada mereka yang siang dan malam hanya
memperebutkan nama kedudukan dan kekayaan. Ai kadangkala aku merasa kasihan
juga melihat mereka, terkadang aku membenci pula orang-orang itu, begitu
bencinya sampai aku ingin membunuh mereka satu persatu dengan telapak
tanganku."
Leng Ko-bok memandang lagi ke
luar hutan dengan termangu, di bawah cahaya bulan yang ke perak-perakan, mereka
saksikan tubuh Hui Giok dan Bun-ki makin lama makin rapat, akhirnya bayangan
mereka melengket menjadi satu.
Maka orang tua inipun tertawa
lagi sambil menuding ke luar hutan dengan jari yang kurus ia berkata:
"Coba lihatlah, pasangan itu se-akan2 bayangan kita berdua di masa lalu.
Ai semoga anak Ciau-ku dan anak Bwe-mu bisa mendapat pasangan yang cocok pula
maka matipun kita tidak perlu menyesal lagi."
Demikianlah, di tengah
keheningan malam, di tengah hutan yang sunyi, kedua kakek yang dingin dan kaku
itu saling membongkar perasaan hati mereka yang sudah lama terpendam di dalam
hati, membongkamya secara blak-blakan tanpa tedeng aling-aling.
Cuma suasana di sekitar tempat
itu sunyi, tak ada manusia lain, apa yang mereka bicarakanpun tak terdengar
siapapun kecuali mereka sendiri, senyuman hangat mereka juga tak terlihat oleh
siapa pun, cuma perasaan semacam itu tak akan bertahan terlalu lama, sebentar
kemudian perasaan itu lantas pudar kembali, saat mana mereka akan berubah
dingin dan kaku lagi, siapapun tak tahu bahwa mereka mempunyai kenangan lama
yang mesra kenangan lama yang hangat.
Dengan pelbagai perasaan yang
bercampur aduk mereka memandang ke luar hutan, memandang Hui Giok dan Bun ki
yang duduk bermesraan di tepi sungai, tiba-tiba Leng Han-tiok tersenyum
ujarnya: "Toako, coba terka apa yang sedang mereka bicarakan?"
"Masa berbeda dengan apa
yang kau katakan kepada In-cu tempo dulu," jawab Leng Ko-bok sambil
tertawa.
Belum selesai ucapannya, tiba2
Bun-ki yang berada dalam pelukan Hui Giok itu melompat bangun, kemudian
melayang ke sini secepat terbang.
Leng Ko-hok dan Leng Han-tiok
melengak, ketika mereka berpaling dilihatnya Hui Ciok juga berdiri termangu
se-akan2 iapun tak tahu apa gerangan yang terjadi.
Dalam sekejap bayangan tubuh
Bun-ki telah sampai di hutan bambu ia berhenti dan tampak agak sangsi, tapi
akhirnya dia melayang ke atas pohon bambu.
Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok
sama kaget dan tercengang, setelah saling pandang sekejap akhirnya merekapun
mengebaskan ujung baju dan mengapung ke pucuk bambu.
"Brak" bunyi ranting
bambu bergema di udara Bun-ki berpaling dengan kaget, ketika dilihatnya kedua
orang aneh itu, gadis itu tampak terkejut.
"Hei, Toasiok dan jisiok
belum pergi?" tegurnya.
"Apa yang sebenarnya
terjadi?", seru Leng Ko bok dengan kening berkerut "bukankah kalian
lagi bicara dengan baik2 kau dan pergi tanpa pamit?" Selama berbicara
tubuhnya yang kurus kering itu tampak turun naik mengikuti getaran bambu yang
bergoyang.
Bun-ki mengerling sekejap,
lalu dengan muka merah serunya manja "Ah. tak mau ah kalian
mengintip."
Sekalipun ilmu meringankan
tubuhnya sempurna, tapi lantaran harus berbicara maka tubuhnya se-olah2 menjadi
bertambah berat, dan bambu yang lemaspun ikut melengkung ke bawah, dalam
keadaan begini mau-tak-mau dia harus berganti napas, pinggangnya menggeliat dan
kakinya bergeser ke sampig, ke lompatan itu digunakan pula untuk mengerling ke
bawah, dilihatnya Hui Giok masih berdiri termangu di situ, bergerakpun tidak.
Diam2 dia mendengus dan
mencibir se-akan2 sedang berkata: "Huh, siapa sudi dengan kau?"
"Anak Ki!" Leng
Han-tiok berkata dengan dahi berkerut setelah mengerling sekejap sekeliling
tempat itu "beritahu kepadaku, apakah anak muda she Hui itu telah
menganiaya dirimu? Jika benar begitu . , Hmm! Hmm!"
Tak terduga Bun-ki lantas
tertawa selanya "Eh Jisiok kenapa menjadi berang? Memangnya siapa yang
bilang dia menganiaya diriku?" - Dari ucapan ini jelaslah gara2 itu adalah
lantaran dia sendiri yang lagi ngambek.
Leng Han-tiok jadi melongo,
pikirnya: "Aku berang kan lantaran kau, eeh, sekarang kau malahan
menyalahkan aku? Wah, memang susah jadi orang baik."
Orang ini luas pengalamannya
dalam dunia persilatan, tapi soal pikiran kaum remaja dia kurang menguasai,
setelah tertegun sebentar diapun mengomel "Kalau dia tidak menganiaya kau
tentunya kau si budak ini yang gila."
Bun-ki tertawa, "Aku
sengaja menjengkelkan dia, siapa suruh sikapnya selalu begitu, lewat dua hari
bila mangkelku sudah berkurang nanti kucari dia lagi, Toasiok, Jisiok. ayoh
kita pergi, mau apa berdiam terus di sini?"
Tanpa menanti jawaban lagi dia
lantas putar badan dan berlalu lebih dulu.
Memandangi bayangan tubuhnya
yang ramping itu, diam2 Leng Han-tiok menghela napas panjangm bisiknya kepada
Ko-bok. "Ai tak kusangka anak perempuan jaman sekarang jauh lebih binal
dan aneh daripada tiga puluh tahun yang lalu."
Dia tarik Leng Ko-bok dan
menyusul di belakang anak dara itu, suasana dalam hutanpun kembali dalam
keheningan yang tertinggal cuma Hui Giok seorang diri, ia masih berdiri di luar
hutan dengan ter-mangu2.
Bayangan orang telah lenyap,
hutan kembali sepi, sinar bulan kini sudah condong ke barat.
Ia tertunduk dengan murung dan
bertanya pada diri sendiri "Mengapa dia bersikap demikian?"
Mengapa ia pergi secara
mendadak? Ai .... Tidak kuketahui di mana dia berdiam, mana mungkin kutemukan
dia lagi, Sudah setahun lamanya aku merindukan dia, tapi baru berjumpa sejenak
dia lantas berlalu tanpa pamit 0. Bun ki mengapa kau berbuat begini?"
Dengan sedih dia menghela
napas ia berdiri kaku di bawah cahaya rembulan, rasanya enggan beranjak dan
situ menggeserkan kakipun rasanya ogah.
Kata2 lembut si nona tadi
se-akan2 masih mendenging di telinganya, "setelah kau pergi beberapa malam
aku menangis terus, aku berharap kau cepat kembali. siapa tahu sehari dua hari,
sebulan dan dua bulan belum juga ada kabar beritamu akhirnya aku tak tahan,
diam2 aku kabur dari rumah, Tahukah kau? Betapa banyak penderitaan yang kualami
demi kau? Baik di malam terang bulan maupun malam yang gelap aku selalu
memandang langit sambil membisikkan namamu, dengarkah engkau akan bisikanku
itu?"
Maka hati Hui Giok cair dibuai
kata-kata hangat itu.
Dengan rawan Bun-ki
mengulurkan tangannya, saling genggam dan sambil mengelus tangannya nona itu
bertanya. "Selama setahun mi, pernahkah kau memikirkan diriku?"
Dia menghela napas dan
mengangguk, lalu si nona bertanya lebih jauh. "Eh kudengar engkau akan
diangkat menjadi Congpiaupacu, sebenar nya apa yang terjadi?"
Mendengar pertanyaan itu ia
tertawa getir selagi hendak mengisahkan pengalamannya selama setahun tiba-tiba
pemuda itu teringat akan Wan Lu-tin yang menyenangkan itu segera diapun
bertanya "Bagaimana dengan Tin-tin? Baik2kah dia? Menangiskah dia setelah
aku pergi?"
Siapa sangka setelah mendengar
pertanyaan itu, si nona lantas pergi tanpa pamit Ai hati perempuan memang sukar
diraba, dia mengira setelah berpisah sekian lama, gadis itu tentu akan lebih
ramah dan lebih halus daripada dulu, tapi nyatanya dia masih seperti dulu,
masih binal dan manja.
"Bun-ki, tidak
sepantasnya engkau bersikap begitu kepadaku, tahukah engkau perbuatanmu itu
amat melukai hatiku!"
Kepalanya tertunduk, dirabanya
pakaian yang dikenakan di mana masih tertinggal sisa bau harum badan si nona.
Beberapa waktu berselang dia
masih bersandar dalam rangkulannya, tapi sekarang hanya tinggal bayangan tubuh
sendiri yang menjulur panjang di atas tanah.
Tapi, he aneh.
Tanah di tepi sungai cukup
datar bayangan tubuhnya berdiri sendiri di situ, sinar bulan menyorot dari
belakang, tapi aneh sekali, pada saat itu ada dua bayangan panjang yang tertera
di permukaan tanah yang datar itu. bayangan siapakah yang satu lagi itu?
Berdebar jantungnya sekejap
itu semua perasaan yang berkecamuk dalam hatinya berubah menjadi rasa kaget dan
takut, dia tak sempat berpikir yang lain dan cepat membalik badan.
Siapa tahu baru saja badannya
berputar mendadak pandangannya terasa kabur, ada dua sosok bayangan orang
menyambar lewat di kedua sisinya menyusul kedua bahunya seperti ditekan orang
dengan pelahan.
Waktu ia berdiri tegak lagi,
suasana di sekelilingnya kembali sunyi setengah potong bayangan pun tidak
kelihatan.
Hal ini membuat pemuda itu
terkesiap, cepat dia putar badan pula ke belakang "Siapa di situ?"
Terdengar suara tertawa dingin
di belakang, bayangan manusia kembali berkelebat, dua sosok bayangan berkelebat
lewat pula dan samping kanan dan kirinya, "Plok! Plok!" dua kali
bahunya di tepuk orang.
Kendati begitu, tanah datar
masih lengang seperti sedia kala, bayangan manusia yang tertera di atas
tanahpun tetap dua, satu di depan dan yang lain di belakang yang depan adalah
bayangan Hui Giok sendiri, tapi bayangan siapa yang ada di belakang itu?
Bukankah mereka berdua? Kenapa hanya satu bayangan saja yang tampak? Ke mana
lenyapnya bayangan orang kedua?
Telapak tangannya terasa mulai
berkeringat dingin ketika angin malam berembus ia bergidik bulu roma sama
berdiri.
Untuk sesaat perasaannya penuh
diliputi rasa kaget dan ngeri serta merta iapun teringat kepada cerita yang
pernah didengarnya semasa masih kecil dulu, katanya setiap manusia tentu
mempunyai bayangan, hanya setanlah yang tidak mempunyai bayangan.
Mengkirik pemuda itu karena
merasa seram. dia berdiri ketakutan tanpa bergerak, siapa gerangan bayangan
yang berada di belakangnya itu?
Dalam keadaan begini ia tak
berani banyak berpikir coba diliriknya, di atas tanah kedua sosok bayangan
itupun tidak melakukan sesuatu gerakan, ia menelan ludah untuk menekan perasaan
tegangnya, tapi mendadak orang yang ada di belakang itu lantas tertawa dingin.
Bayangan itupun mulai bergeser
maju ke depan, jarak mereka kian lama kian mendekat, ia semakin bergidik, tanpa
disadari kakinya melangkah setindak ke depan, namun suara tertawa dingin tadi
semakin menusuk.
Hui Giok menengadah bintang
masih bertaburan di mana-mana, masih lama tibanya fajar dia berdehem. pikirnya
Hui Giok. wahai Hui Giok begitu tak bergunakah kau? Kenapa nyalimu sekecil ini?
sekalipun bayangan di belakangmu adalah bayangan setan, asal hatimu bersih dan
tak pernah berdosa, apa yang perlu kau takuti?"
Berpikir demikian
keberaniannya segera timbul, dia sengaja tidak memperdulikan bayangan itu
dengan langkah lebar dia berjalan ke perkampungan.
"Hui Giok, berhenti
kau!" suara tertawa dingin tadi lenyap, lalu seseorang menegurnya dengan
suara lembut.
Hui Giok terkesiap, dengan
tercengang dia berpikir: "Aneh, darimana dia mengetahui namaku?"
Setelah menenangkan diri, iapun
berseru dengan lantang "Aku memang Hui Giok, ada urusan apa mencari
diriku?" sekalipun dia bersikap setenangnya, tidak urung suaranya
kedengaran agak gemetar.
"Hahaha, bagus... bagus
sekali. Hui Giok, aku memang lagi mencari kau" gelak tertawa keras menggema
dari belakang, suaranya keras penuh bertenaga seperti suara genta, jauh berbeda
dengar suara lembut dan merdu tadi.
Kembali Hui Giok tertegun
"Ada urusan apa kau mencariku?" tanyanya kemudian.
Ia menjadi curiga. dia coba
memeriksa bayangan sendiri. ternyata bayangan itu berbentuk satu garis lurus ke
depan sehingga se-olah2 bayangan tangan dan kakinya lenyap sama sekali.
"Masa aku tak punya kaki
dan tangan?" demikian pikirnya "Atau lantaran bayangan yang tertera
di atas tanah kurang jelas kelihatan?"
Berpikir sampai di situ, rasa
takutnya banyak berkurang.
"Tak perlu kau tanyakan
apa maksudku mencarimu!" suara yang merdu dan lembut tadi kembali
kedengaran "coba terkalah lebih dulu, sebetulnya aku ini manusia atau
setan? Hehehe.
Setelah tertawa dingin dengan
suara yang seram lalu iapun menambahkan "Bila kau tak mampu menjawab
pertanyaanku ini, akan kumakan kau."
"Huh. sudah tentu kau
manusia!" sahut Hui Giok lantang dengan dada membusung.
"Darimana kau tahu aku
ini manusia?" orang yang berada di belakang itu seperti merasa kaget
"Terus terang kuberitahukan kepadamu, aku bukan manusia, manusia, mana
bisa memisahkan badannya menjadi dua dengan dua suara yang berbeda pula?
Hehehe, tebakanmu keliru, karena itu akan kutelan kau bulat2"
Suara ancaman ini
kedengarannya mengerikan sekali tapi sekarang Hui Giok tidak takut lagi dia
malahan tertawa ter-bahak2.
"Hahaha tak perlu kau
menakuti diriku lagi," serunya "bukan saja kutahu kalian adalah
manusia, akupun tahu kalian terdiri dari seorang laki dan seorang perempuan,
yang satu besar dan yang lain kecil bila keduanya berdiri berbaris muka dan
belakang, dengan sendirinya di atas tanah hanya ada sebuah bayangan saja
Hahaha, tadi hampir saja aku tertipu oleh siasat kalian"
Perlu diterangkan Hm Giok pada
dasarnya adalah pemuda yang cerdik, sekalipun semula dia agak terkecoh tapi
setelah berpikir sejenak segera ia menduga akan hal tersebut ketika pendapatnya
itu makin di pikir terasa makin benar, segera iapun mengutarakan pendapatnya
itu, terbayang kembali betapa takut dan ngerinya tadi, ia jadi geli sendiri.
Maka tertawalah dia makin lama
semakin geli, hingga akhirnya dia ter-bungkuk2 sambil memegangi perutnya.
"Hahaha tadi aku
benar-benar bodoh serunya kemudian, "kenapa tidak dapat kupikirkan hal
ini?"
Hahaha, aku malah mengira satu
di antara kalian adalah setan sebab kata orang hanya setan yang tak punya
bayangan?"
Belum habis gelak tertawanya
bayangan orang di belakangpun ikut tertawa. nyaring sekali suaranya Hiu Giok
mendengar suara itu bergeser dari belakang menuju ke depan, ketika ia
menengadah apa yang tertampak membuat pemuda ini terkejut. Seorang perempuan
yang bertubuh tinggi besar telah berdiri di hadapannya, perempuan itu mempunyai
ukuran badan raksasa, tangan dan kakinya besar dan berotot. alisnya tebal dan
mati besar, seandaiya rambutnya tidak disanggul tinggi dan ada tonjolan pada
dadanya, mungkin tiada orang yang percaya dia sebenarnya adalah seorang
perempuan tulen.
Waktu Hui Giok memandang lagi
ke sana, seketika ia menyurut mundur beberapa langkah gelak tertawanya tadipun
berhenti.
Manusia yang berada di
hadapannya sekarang ternyata serba aneh, perempuan raksasa itu memakai baju
warna putih, di bagian dadanya terikat menyilang dua utas tali yang berwarna
kuning dan mengikat di belakang punggungnya sebuah keranjang berwarna kuning
emas pula, dalam ke ranjang tersebut berduduk seorang laki-laki berbaju kuning
emas yang luar biasa cebolnya sehingga mirip seorang anak kecil. meski demikian
bajunya amat perlente jenggotnya panjang, waktu tertawa suaranya nyaring
seperti genta, sepasang matanya yang jeli menatap wajah Hui Giok tanpa
berkedip.
Selama satu tahun mengembara
di dunia persilatan cukup banyak pengalaman dan pengetahuan yang didapatkan Hui
Giok, pelbagai corak manusiapun pernah ditemuinya, ada yang gemuk sekali, ada
yang sangat kurus, ada yang jangkung sekali dan ada yang pendek, tapi mimpipun
tak pernah membayangkan bahwa di dunia ini terdapat perempuan raksasa begini
dan laki2 sekerdil ini.
Sementara Hui Giok masih
termangu, laki2 dan perempuan dengan ukuran badan yang istimewa itu berkata
sambil tertawa "Hui Giok pantas banyak orang mengatakan kau cerdik
nyatanya kau memang pintar entah berapa banyak orang yang sudah kami suami
isteri takuti sehingga kabur terbirit-birit. Tak tersangka cara tersebut
ternyata tak mempan menakuti dirimu."
Meskipun badannya kasar dan
tinggi besar namun perempuan itu mempunyai suara yang halus dan lembut
perbedaan ini sungguh sangat mengherankan.
Hui Giok yang tadinya sangat
kaget bercampur heran sekarang tambah tercengang, pelahan ia alihkan
pandangannya dari perempuan tinggi besar itu ke arah laki2 cebol yang berada di
keranjang di gendongan perempuan itu.
Benarkah kedua orang ini
adalah suami isteri? Dia hampir tak percaya pada apa yang dilihat dan
didengarnya tapi kenyataan di depan matanya kedua orang aneh tersebut tadi
telah berkata dengan tegas dan sungguh-sungguh. "...kami
suami-isteri"
"Kenapa kau berhenti
gelak tertawa?" tegur lelaki cebol itu sambil menatap Hui Giok
lekat-lekat. "Apa kurang sedap menyaksikan tampang kami
suami-isteri?"
Hui Giok kaget, dia berpikir.
"Wahai Hui Giok tidak sopan kalau kau unjuk sikap demikian suami isteri
ini meski lucu tampangnya tapi di balik keistimewaan mereka ini pasti tersimpan
suatu kisah cerita yang amat mengesankan, jika demikian halnya makin
terbuktilah bahwa hubungan mereka harus dipuji dan dihargai. Kau sendiri pernah
menjadi orang cacat, pernah merasakan pahit getirnya sebagai seorang cacat,
kenapa kau bersikap tak acuh terhadap penderitaan dan kemalangan orang
lain?"
Berpikir demikian, timbul rasa
menyesalnya dengan air muka yang serius ia lantas menjura kepada mereka berdua,
katanya dengan hormat "Aku kurang adat, harap suka memaafkan!"
Ia tidak melakukan pembelaan
atau menutupi tingkah lakunya tadi, tapi langsung mengaku salah secara berterus
terang, bahkan segera mengubah sikapnya, dari sini semakin nyatalah sampai di
manakah keluhuran budi anak muda ini.
Laki2 kerdil itu
mengamat-amatinya sejenak walaupun Hui Giok merasa geli pada tampang orang yang
lucu tapi dia merasakan pula wibawa yang besar di balik tatapan itu, lagipula
mukanya tampan, sedikitpun tidak memberi kesan jelek.
Perempuan berbaju putihpun
bermuka cerah apalagi jika diperhatikan lebih seksama, terasalah bahwa wajahnya
juga mempunyai daya tarik andaikata tubuhnya tidak terlampau tinggi besar dan
yang laki2 tidak terlalu cebol. hakikatnya mereka adalah pasangan suami isteri
yang setimpal.
Agak lama laki-laki kerdil itu
memperhatikan anak muda itu, tiba-tiba ia tertawa dan berkata: "Tidak
menipu tidak berpura-pura, tidak angkuh dan tidak berhati palsu, ditambah lagi
sangat cerdik. sungguh sukar menemukan orang semacam ini."
Ditepuknya bahu perempuan baju
putih itu dengan tangannya yang kecil seperti tangan bayi itu lalu katanya lagi
"San-san, aku kan sudah bilang tak mungkin dia salah melihat orang, Coba
lihatlah sekarang bukankah apa yang kukatakan memang tidak salah?" ia
mengelus jenggotnya se-akan2 merasa bangga sekali dengan kenyataan itu.
Perempuan berbaju putih itupun
tertawa dan mengangguk.
Diam2 Hui Giok menghela napas
gegetun pikirnya - "Semula aku mengira suara yang kasar itu pasti berasal
dari seorang laki-laki kekar, sedang suara yang halus tentu berasal dan seorang
gadis yang lemah lembut, siapa tahu kenyataannya ternyata terbalik."
Lalu ia berpikir pula:
"Dengan mereka berdua aku tak pernah berjumpa, tapi dari pembicaraan
mereka tampaknya mereka sudah kenal diriku, bahkan sengaja datang kemari
mencari aku, entah apa yang mereka kehendaki?"
Makin dipikir makin tak
mengerti, segera ia menjura dan berkata "Cianpwe berdua, kulihat
kedatangan kalian seperti ada sesuatu yang hendak disampaikan padaku, bolehkah
kutahu urusan apa yang hendak..."
"Hahaha... watakmu ini
agak mirip dengan watakku waktu masih muda dulu." Laki-laki cebol itu
bergelak tertawa sekalipun dirinya sendiri masih banyak membutuhkan bantuan
orang, tapi yang dipikirkan justeru hanya membantu orang lain.
Setelah menghela napas
perlahan, ia menyambung pula: "Seandainya di dunia ini bertambah lagi beberapa
orang macam kau dan aku, tentu dunia ini akan jauh lebih aman dan
tenteram."
Perempuan baju putih yang
tinggi besar itu mendadak tertawa cekikikan: "Hihihi Tapi kenapa beberapa
tahun belakangan ini kau lebih sering berpikir bagaimana caranya membunuh orang
daripada membantu orang?"
"Karena terlalu banyak
manusia yang patut di bunuh di dunia ini daripada mereka yang perlu
ditolong." jawab laki2 cebol itu sambil memukul tepi keranjang dengan
marah "Salahkah aku jika ku bunuh orang2 yang memang pantas di
bunuh?"
Ketika itu Hui Giok sudah
mempunyai kesan baik terhadap laki perempuan yang bertubuh istimewa itu, tak
tahan dia lantas menyeka "Bila Cianpwe bertemu dengan orang2 yang pantas
di bunuh, jika tidak kau binasakan mereka, tapi sebaliknya membantu mereka
memperbaiki sifat jelek yang menyebabkan mereka pantas dibunuh itu, bukankah
tindakan ini akan jauh lebih bagus?"
Laki2 cebol itu mengernyitkan
alisnya tampaknya ia naik darah setelah melototi Hui Giok sejenak, tiba-tiba ia
menghela napas, katanya "Kau masih muda tentunya kau tidak tahu betapa
menggemaskan orang2 yang pantas dibunuh di dunia ini. Nanti kalau usiamu
menanjak lebih dewasa, mungkin kau akan berpikir seperti aku sekarang."
Hui Giok menghela napas dan
tidak bicara lagi.
"Anak ini menang boleh
juga, tak sia-sia kami suami-isteri menempuh perjalanan jauh ke sini untuk
menengok dirimu." kata perempuan baju putih itu sambil tertawa
"Andaikata kau bukan manusia yang berwatak baik, mungkin tuanku ini sudah
menghadiahkan suatu bacokan untuk membereskan kau!"
Setelah berhenti sejenak,
katanya lagi: "Tahu kah kau, ada urusan apa kami datang ke sini men cari
kau?"
Hui Giok menggeleng,
"Tentu saja aku tidak tahu pikirnya di dalam hati "kalau tidak kenapa
kutanyakan kepadamu tadi?"
Sekalipun ia berpikir demikian
tentu saja kata-kata tersebut tak sampai diutarakan.
Pemuda itu berdiri ter-mangu2
dia merasa hanya setengah malam saja, semua orang yang di temuinya hampir boleh
dibilang selalu di luar dugaannya. Kekakuan dan sikap dingin Leng-kok lang-bok
jelas jarang ada di dunia ini sekarang bentuk tubuh kedua suami isteri yang
lain daripada yang lain ini lebih tak pernah dibayangkan, meski sudah dipikir
nya untuk mencari tahu bagaimana mungkin kedua orang ini bisa kawin menjadi
suami isteri, tapi jawaban itu belum juga didapat, hanya satu hal diketahui
dengan pasti, dibalik semua itu pasti tersimpan suatu kisah yang amat menarik
hati.
Didengarnya perempuan berbaju
putih itu mengikik tawa pula, matanya yang jeli mengerling lalu berkata sambil
tersenyum: "Sudah setengah harian kita berbicara, tapi tahukah kau siapa
kami? Dan untuk urusan apa mencarimu?,"
Hui Giok tertegun sejenak,
jawabnya kemudian. "Aku memang ingin tahu, tapi kuatir cianpwe berdua
marah, maka sampai sekarang tak berani ku tanyakan?"
Kembali perempuan baju putih
itu tersenyum tapi sebelum ia mengucapkan sesuatu, laki2 cebol itu telah
menimbrung "Kulihat segala apapun kau bocah ini memang baik, cuma dalam
hal berbicara dan bertindak masih belum berani berterus terang padahal apa yang
kau pikirkan memangnya kau kami tidak tahu?"
Perempuan baju putih berpalimg
sambil tertawa, digenggamnya tangan si cebol yang berpegangan tepi keranjang
itu dengan mesra, lalu katanya sambil tertawa ringan: "Setiap manusia di
dunia persilatan yang sedikit mempunyai kedudukan atau berperanan tentu
mengetahui bahwa engkau adalah manusia maha pintar yang pernah muncul dalam
dunia Kangouw selama seratus tahun terakhir ini selama ini memangnya ada orang
yang mampu main gila dihadapanmu?"
Ucapan tersebut penuh
kelembutan dan kemesraan, tapi juga mengandung rasa bangga dan puas,
seakan-akan sangat bahagia karena mempunyai seorang suami yang begitu hebat.
Dengan termangu Hui Giok
mengawasi tangan mereka yang saling genggam itu, mengamati pula ke empat mata mereka
yang saling pandang dengan mesra, meskipun ukuran lahiriah mereka tidak
seimbang, namun semua itu tidak mengalangi luapan cinta antara mereka berdua.
Lama dan lama sekali perempuan
berbaju putih itu baru berpaling, ia memandang Hui Giok sambil tertawa,
katanya. "Coba, tingkah laku kami yang sudah tua bangka ini tentunya kau
anggap lucu bukan?"
Cepat Bui Giok menggeleng
kepala, tapi sebelum ia sempat mengungkapkan suara hatinya laki2 cebol itu
telah berkata lebih dulu: "Dalam hatinya tampaknya tiada maksud
mentertawakan kita, tapi dia pasti lagi keheranan bagaimana mungkin kita berdua
bisa menjadi suami isteri betul tidak anak muda?"
Hui Giok terkejut pikirnya
"Ah, orang ini memang cerdik sekali, tak disangka apa yang menjadi
pikiranku diketahui pula olehnya, dulu aku mengira saudara Beng-si adalah orang
terpandai di kolong langit ini, tak tahunya di dunia ini masih terdapat manusia
yang sepuluh kali lipat lebih cerdik daripada dia.
Selagi pemuda itu menghela
napas kagum, perempuan berbaju putih itu sudah menyambung, "Kutahu kau
belum lama berkelana di dunia persilatan tentu saja tak tahu tentang kami
berdua, tapi nanti bila usiamu bertambah lagi sedikit dengan sendirinya kau
akan tahu."
Sampai di sini dia berhenti
lagi sinar matanya mengawasi wajah Hui Giok dengan lebih seksama seakan-akan
dia hendak meneliti karakter Hui Giok yang sebenarnya.
Hui Giok jadi likat sendiri
karena ucapan kedua orang itu, ia tertunduk dengan tersipu-sipu, ia merasa
sorot mata mereka seperti mempunyai daya tembus yang dapat menyelami segala isi
hati orang.
"Apa sebenarnya maksud
tujuan mereka mencari aku? Kenapa memandang aku seperti ini?"
Pertanyaan itu sudah
dipikirnva sekian lama namun tidak ditemukan jawaban, sementara dia masih
melamun, tiba-tiba perempuan baju putih itu tertawa dan berkata "Sekarang
akan kukatakan padamu untuk urusan apa kami mencari dirimu."
Hui Giok amat girang, segera
ia pusatkan perhatiannya untuk mendengarkan tapi aii muka perempuan baju putih
itu mendadak berubah hebat serunya dengan suara tertahan "Ssst ada orang
datang!"
Dia merogoh sakunya seperti
mau mengambil sesuatu, tapi niat itu lantas dibatalkan bisiknya lagi.
"Kentongan ketiga besok
malam, keluarlah melalui pintu belakang, akan kuberitahukan maksud kedatangan
kami ini."
Laki-laki cebol itu menegur
"Hm orang macam apakah yang datang pada saat seperti ini?"
"Coba lihat," goda
istrinya sambil berpaling. "watak jelekmu kambuh lagi"
Sekali putar badan ia melayang
pergi, Hui Giok cuma merasakan sesosok bayangan putih secepat asap melayang di
angkasa, kemudian lenyap dari pandangan.
Kembali dia menghela napas
kagum, tubuh perempuan itu tinggi besar, tapi ilmu meringankan tubuhnya sungguh
sangat hebat, andaikata tidak disaksikan dengan mata kepala sendiri mungkin
iapun tidak percaya.
Ia coba memandang sekeliling
tempat itu, malam yang kelam tetap hening tiada nampak apa pun, ia menjadi
curiga.
"Mungkinkah dia salah
lihat?" demikian pikirnya.
Dia berpaling dengan ragu2 dan
maju beberapa langkah ke depan. sejenak kemudian suara langkah orang baru
kedengaran bercampur dengan suara air mengalir dan angin berembus, kemudian di
tengah kegelapan yang mencekam muncul sesosok bayangan orang/
Baru sekarang Hui Giok merasa
kagum pada ketajaman pendengaran perempuan berbaju putih itu. Bayangan di depan
sana makin lama semakin dekat, tiba2 seorang menegurnya "Apa Hui-heng yang
berada di depan?"
Cukup mendengar suaranya Hui
Giok lantas tahu bahwa orang itu adalah Go Beng-si, iapun segera berseru:
"Ya, aku di sini!" Dengan langkah lebar ia menyongsong ke depan.
Go Beng si segera berlari.
hanya beberapa langkah lompatan saja ia sudah tiba di hadapan Hui Giok,
tegurnya pula: "Hui-heng, di tengah malam buta begini mau apa kau berdiri
termangu di sini? Tahukah betapa rasa kuatirku?"
Sekalipun bernada menegur,
namun di balik semua itu jelas terdengar betapa kuatir dan perhatiannya orang
itu terhadap Hui Giok.
Hui Giok tertawa menyesal,
untuk sesaat lamanya ia tak mampu mengucapkan sepatah kata pun, tapi dadanya
terasa hangatnya setia kawan serta perhatian yang berlimpah dari rekannya ini
terhadap dirinya.
Go Beng si mencengkeram bahu
anak muda itu dan diamatinya wajahnya, dilihatnya meski ia lelah tepi tak bisa
menutupi perasaannya yang menggelora se-akan2 baru saja mengalami suatu
kejadian yang menggembirakan. Segera ia bertanya "Apakah kau mengalami
sesuatu kejadian di sini? Kalau tidak, kenapa kau berada di sini, di tengah
malam buta begini?"
Pemuda itu cerdik dan banyak
tipu muslihatnya ini terhadap Hui Giok ia memperhatikannya secara langsung maka
iapun tidak berusaha memancing rekannya dengan kata2 yang lihay, sebaliknya
mengutarakan kecurigaannya secara blak-blakan.
Hui Giok tertegun, untuk
sesaat ia tak mampu bersuara.
Melihat anak muda itu
membungkam. Go Beng-si menghela napas panjang kemudian berkata lagi:
"Tengah malam tadi aku merasa sukar pulas, aku ingin mencari kau untuk
bercakap-cakap lagi, tak tersangka ketika aku ke kamarmu kau tak berada di sana
sedang di halaman menggeletak dua sosok mayat, Hui-heng, ketahuilah bahwa
keadaan kita saat ini sama seperti berada dalam cengkeraman orang, Hui-heng
menurut penglihatanku kejadian yang kau alami ini tentu bukan peristiwa biasa,
bila kau menganggap aku sebagai sahabat karibmu, sepantasnya kau ceritakan
seluruhnya kepadaku, dengan demikian kita bisa berunding cara yang paling baik
untuk mengatasi persoalan ini."
Justeru kukuatir si Tangan
Sakti Cian Hui tak mau menyudahi persoalan sampai di sini saja apalagi anak
buahnya mati di halaman sana, kedua orang itu kan ditugaskan untuk melindungimu
secara diam-diam."
Kata-katanya itu diucapkan
dengan tegas bersungguh-sungguh, jauh berbeda dengan sikapnya sehari-hari bila
sedang berbicara dengan orang lain, Hui Giok merasa terharu bercampur terima
kasih, selain itu iapun merasa agak malu dan menyesal dengan sikap ragu-ragunva
tadi Kalau orang bersungguh-sungguh memperhatikannya, kenapa ia tidak
membalasnya dengan bersungguh-sungguh pula?
Berpikir sampai di sini ia
menghela napas panjang, semua kejutan yang dialaminya tadi serta merta
dikisahkan kembali secara terperinci tatkala menyinggung tentang
Leng-kok-siang-bok air muka Go Beng si tampak berubah hebat.
"Jadi kedua orang ini
juga sudah muncul di sini?" ia menegas dengan kurang percaya.
Ketika Hui Giok berkisah
tentang pertemuan dengan Tham Bun ki wajah Go Beng-si tambah berseri-seri dan
gembira tapi ketika menyinggung soal kepergian gadis itu tanpa pamit, sambil
menggeleng kepala dan tertawa pemuda she Go itu berkaca "Kukira nona itu
sudah terbiasa dengan adat manjanya, tapi jangan kuatir tidak sampai tiga hari
dia pasti akan datang mencari dirimu lagi".
Tapi sejenak kemudian, dengan
alis berkerut dia berkata pula "Bila si tangan sakti Cian Hui mengetahui
akan hubungan kekeluargaanmu dengan keluarga Liong-heng-pat-ciang, ku kuatir
akan lebih jadi banyak kesulitan bagimu.
Lalu dengan heran ia
menambahkan "Watak Leng-kok siang-bok sangat aneh, tinggi batu kaku dan
dingin tak pernah berhubungan dengan orang lain, tak tersangka mereka bisa
menaruh perhatian terhadap seorang anak dara."
Setelah Hui Giok melukiskan
kedua suami isteri dengan bentuk badannya yang aneh itu. tak kuasa lagi Go
Beng-si menjerit kaget "Hah, mereka adalah Kim tong-giok-li (anak emas dan
dewa cantik).
"O, jadi kaupun kenal
mereka?" tanya Hui Giok dengan heran.
Dia tak menyangka kalau suami
istri aneh itu berjuluk "Kim-tong-giok-li"
"Darimana bisa kukenal
mereka?" jawab Go Beng-si sambil geleng kepala, "dari apa yang kau
lukiskan itulah aku lantas tahu siapa gerangan mereka itu karena di dunia ini
kecuali Kim tong giok li tak ada orang lain yang mempunyai perawakan aneh
seperti itu dan Kungfu yang luar biasa hebatnya."
Pelahan-lahan dia tunduk
kepala dan serunya kemudian: "Sudah lama Kim tong giok li lenyap dari
dunia persilatan, sungguh suatu surprise bagimu karena malam ini kau dapat
bertemu dengan mereka, tahukah kau bahwa pertemuan semacam itu sepuluh kali
lipat lebih aneh daripada pertemuanmu dengan Leng-kok-siang bok? Meski selama
puluhan tahun belakangan ini banyak bermunculan jago2 ternama, tapi tak
seorangpun dapat menandingi nama besar ketiga pasang suami isteri bagaikan dewa
kahyangan itu.
Ia unjuk tiga jari tangannya,
lalu terusnya salah satu diantaranya adalah pasangan yang disebut suami menyanyi
isteri menyertai". mereka kan adalah Kim-tong giok li inilah?"
"Lalu siapakah kedua
pasangan yang lain?" Hui Giok merasa tertarik.
Go Beng si menekuk sebuah jari
tangannya menyahut "Masih ada sepasang suami isteri lagi yang berpredikat
suami menyanyi isteri menyertai" kedua orang ini adalah Cian jiu-suseng
dan Leng gwat-siancu, sedang pasangan yang terakhir adalah suami isteri yang
disebut suami tidak menyanyi, lsteripun tidak menyanyi", mereka
adalah..."
Belum habis kata-katanya Hui
Giok telah menghela napas gegetun: "Ai saudara Go tahukah kan bahwa
sepasang suami isteri yang berpredikat "suami menyanyi isteri
menyertai" itu sekarang telah hidup berpisah?"
Mula2 Go Beng-si melengak tapi
segera ia seperti memahami sesuatu katanya: "pantas sewaktu Leng-gwat
siancu bertemu dengan kau tempo hari ia telah menunjukkan sikap begitu, kiranya
kau kenal mereka."
Namun Hui Giok sedang melamun
sambil tundukkan kepalanya rendah-rendah, seperti tidak mendengar apa yang
dikatakannya.
Lama sekali anak muda itu
termenung, mendadak tanyanya. "Tahukah kau dengan bentuk badan
Kim-tong-giok-li yang tak seimbang begitu bagaimana mungkin meraka bisa terikat
menjadi suami isteri?"
Rembulan telah tenggelam di
langit barat, malam sudah makin larut, fajar sudah hampir menyingsing Go
Beng-si menengadah dan memandang bintang yang sudah guram di angkasa, lalu
sambil menghela napas ia menutur dengan pelahan "Dalam dunia persilatan
memang pernah tersiar cerita tentang hal ini, kurasa kisah ini memang
betul-betul suatu kisah yang menawan hati!"
Hui Giok tersenyum, pikirnya
"Ehm. ternyata dugaanku memang tidak keliru!"
Sementara itu Go Beng si telah
melanjutkan kata-katanya: "Sekarang fajar sudah hampir menyingsing,
rasanya kurang leluasa bila kita berdiri terus di sini, apalagi kalau sampai
ketahuan Cian Hui."
Sambil menarik Hui Giok menuju
ke perkampungan ia berkata lebih jauh: "Mari kita berjalan sambil
bercerita, mungkin setiba di kamarku nanti kisah inipun sudah selesai."
Dia memang cermat dan selalu
bertindak hati-hati, hangat terhadap kawan ia berharap agar Hui Giok bisa
menduduki kursi Lok-lim-cong-piaupacu wilayah Kanglam secara lancar agar semua
penghinaan yang pernah dialaminya bisa terlampiaskan. Sebaliknya bagi Hui Giok,
dia hanya terdorong oleh rasa ingin tahu dia berharap rekannya dapat
cepat-cepat menuturkan kisahnya itu, sedang mengenai persoalan lam boleh
dibilang tak pernah dipikirnya.
Begitulah setelah berdehem Go
Beng-si pun mulai berkisah "Dulu, sebelum menjadi suami istri Kim
tong-giok li adalah saudara misan, mereka di besarkan dalam keluarga persilatan
di daerah Kanglam, meski dunia persilatan pada waktu itu banyak terjadi
peristiwa besar, tapi keluarga persilatan ini tidak bekerja sebagai pengawal
barang, tidak memasuki kalangan pemerintah juga tidak berbaur dengan orang dan
golongan hitam, mereka tak pernah mencampuri soal dendam kesumat atau bunuh
membunuh yang sering terjadi di dunia persilatan, kehidupan mereka sangat
tenang dan di kampung mereka hanya membuka suatu perguruan kecil menerima murid
dan menurunkan ilmu!"
Setelah berhenti sebentar
iapun melanjutkan.
"Kepala keluarga
persilatan mi tak lain adalah kakeknya Kim-tong waktu mudanya ia pernah
berkelana juga di dunia persilatan dengan sebilah golok emas, dengan ilmu golok
warisan keluarganya kakak Kim-tong itu pernah mendapat nama yang tak kecil di
dunia Kangouw tetapi selanjutnya ia mengasingkan diri dan tak pernah mencampuri
urusan dunia persilatan lagi, semenjak kecil Kim tong amat cerdik dan berbakat
bagus, lagi pula merupakan cucu paling muda dan kakek itu, tak heran kalau ia
amat disayang dan dimanja oleh kakeknya."
Sudah banyak Go Beng-si
bercerita tapi yang dikisahkan tak lebih cuma kejadian yang umum ini membuat
Hui Giok tak sabar dia menyela "Eh ada baiknya kau bercerita secara ringkas
saja!"
Go Beng-si tersenyum,
pikirnya: "Kukira wataknya lembut dan sabar tak tahunya dia juga orang
yang terburu napsu."
Maka iapun melanjutkan
ceritanya: "Sejak kecil Kim tong sudah biasa dimanja sehingga wataknya
rada tinggi hati, dia tak pernah pandang sebelah mata terhadap anak-anak lain
yang sebaya dengan usianya, hanya seorang saudara misannya yang cocok dengan
dia sehari tidak bertemu saja kedua orang itu merasa seakan-akan telah
kehilangan sesuatu. Ketika kakeknya mengetahui akan hal ini, apalagi terdorong
oleh rasa sayangnya terhadap cucu dan melihat pula kelembutan dan kepintaran si
nona kecil, akhirnya iapun menjodohkan kedua bocah itu dan mengikat mereka
sebagai suami isteri"
Diam-diam Hui Giok menghela
napas panjang, terbayang kembali hubungannya dengan Tham Bun-ki, seandainya
iapun mempunyai seorang kakek penyayang semacam itu betapa bahagianya.
Sayang orang tuanya telah
meninggal, iapun hidup mondok di rumah orang-orang, ditambah lagi bodohnya
tidak kepalang, ilmu silat yang paling mudah, paling sederhana saja tak mampu
dikuasai, darimana mungkin bisa mendampingi Tham Bun ki putri tunggal keluarga
persilatan ternama.
Rasa pahit, getir, manis dan
kecut seketika berkecamuk dalam benaknya, makin dipikir makin melamun sehingga
ada batu yang mengalangi jalannya juga tak tahu, ketika kakinya tersandung batu
itu nyaris tubuhnya jatuh terjerembab.
Go Beng-si mengerling sekejap
ke arahnya lalu menutur pula sambil menepuk bahunya: Meskipun kedua orang itu
masih anak-anak dan tidak mengerti hubungan antara laki-laki dan perempuan,
tapi dari pembicaraan orang tua merekapun tahulah bahwa mereka berdua akan
berkumpul selamanya sampai hari tua, berita ini segera disambutnya dengan penuh
kegembiraan, otomatis hubungan merekapun tambah mesra dan semakin hangat
sehingga hampir setiap hari boleh dibilang tak dapat dipisahkan lagi. Mereka
hanya berharap cepat meningkat dewasa dan kawin menjadi suami isteri"
Orang lain sering juga
menggoda mereka, namun godaan tersebut tak pernah dipikirkan mereka."
Tiba-tiba Hui Giok tertawa
cekikikan "Eh, dari pembicaraanmu ini seakan-akan waktu itu kaupun hadir
juga di sana, masa apa yang mereka pikirkan juga kau ketahui?"
Go Beng si ikut tersenyum,
tapi segera ia menghela napas panjang lalu berkata pula, "Siapa tahu Ai.
malang dan mujur memang tak dapat diramal oleh manusia, dikala keluarga yang
hidup penuh kegembiraan dan kebahagian ini mencapai puncaknya, tiba-tiba suatu
bencana besar yang sama sekali tak terduga telah menimpa mereka"
"Apa yang terjadi?"
tanya Hui Giok dengan terkesiap.
Sebagaimana diketahui, pemuda
ini memang berwatak aneh, dia selalu berharap setiap manusia di dunia ini bisa
hidup dengan gembira, setiap kali mendengar kisah sedih yang menimpa orang lain
dia selalu merasa tidak tega, padahal kisah sedih yang menimpa dirinya jauh
melebihi orang lain.
Tetapi ia tak pernah
menggerutu atau memikirkannya, demikian halnya sekarang, mendengar sampai di
sini dia ikut menghela napas sedih.
Go Beiig-si menghela napas
panjang, tuturnya lagi: "Waktu itu musim semi telah tiba, tahun itu
sepasang anak laki dan perempuan itu baru berusia sembilan tahun, mereka
bermain di kebun belakang dan asyik menangkap kupu2, ketika kupu2 itu tiap kali
akan tertangkap, tak tersangka setiap kali juga terlepas lagi, sebagai bocah
yang keras hati, Kim-tong bersumpah menangkap sepasang kupu2 itu sampai dapat,
mula2 masih dalam kebun mereka sendiri, tapi lantas mereka keluar dinding
pekarangan merekapun membuka pintu dan mengejar keluar. Dalam keadaan demikian,
meski anak perempuan itu lebih kecil nyalinya, tapi iapun ikutan berbuat
demikian, ke mana larinya kupu2 itu selalu dikejar tak hentinya, makin jauh
kupu2 itu terbang makin jauh pula mereka mengejarnya Berulang kali Giok-li
menganjurkan Kim-tong pulang saja tapi kupu2 itu se-akan2 sengaja memancing
mereka, tiap kali mereka akan beranjak pulang, setiap kali pula sepasang kupu2
itu muncul kembali di hadapan mereka.
Makin lama Hui Giok merasa
makin keheranan, tak tahan akhirnya dia menyela "Darimana kau bisa
mengetahui dengan begitu jelas tentang peristiwa yang menimpa kedua
Bu-lim-cianpwe mi? Masa... "
"Ai setelah kejadian itu,
mereka pernah menceritakan kisah yang dialaminya itu kepada kakekku,"
demikian Go Beng si menyambung setelah menghela napas panjang, "dan
kakekku menceritakan pula kisah itu kepadaku, karena itulah akupun mengetahui
persoalan ini jauh lebih jelas daripada orang lain."
Sekarang Hui Giok baru
mengerti akan duduknya perkara, dia mengangguk, tapi hatinya lantas tergerak,
pikirnya- "Rupanya antara kakeknya dengan Kim-tong-giok li mempunyai
hubungan yang erat. Wah, kalau begitu dia pasti juga berasal dan keluarga
persilatan ternama, anehnya kenapa ia selalu merahasiakan asal usulnya meski
hubungannya dengan diriku kian hari kian bertambah akrab."
Ia menengadah dan diamatinya
rekannya itu, Go Beng-si sedang memandang langit di bawah cahaya bulan wajahnya
tampak sedih, ia berdiri termangu seperti lagi memikirkan sesuatu persoalan.
Sejak dia berkenalan dengan
Hui Giok sikapnya selalu tulus dan terbuka se akan tak pernah ada persoalan
yang menyulitkan, tapi melihat mimik wajahnya sekarang, kembali Hui Giok
berpikir lagi "Mungkinkah iapun mempunyai persoalan yang menyedihkan serta
segan untuk mengatakannya kepada orang lain?"
Setelah termenung sejenak, dia
berpikir lebih jauh, "Ai, semoga aku bisa menggunakan kepandaian yang
kumiliki untuk bantu memecahkan persoalan yang menyedihkan hatinya."
Diam2 ia mengambil keputusan
di kemudian hari entah bagaimanapun juga dia akan mencari tahu rahasia yang
tersimpan di dalam hati Go Beng-si itu dan membantu memecahkannya.
Go Beng-si hanya berjalan
dengan kepala tertunduk seperti lagi merenungkan sesuatu, tanpa terasa mereka
tiba di depan pintu, saat itulah dia baru menengadah dengan tertegun.
"Eeh. ceritaku tadi
sampai di mana?" tanyanya gelagapan.
"Menangkap
kupu-kupu" sahut Hui Giok sambil tertawa.
"Oya." disekanya
jidat yang lebar dengan tangannya kemurungan tersapu lenyap, kesegaran muncul
kembali menghiasi wajahnya ia berkata lebih jauh "Karena ingin menangkap
kupu-kupu, kedua anak itu terus mengejar dari siang hingga senja sementara itu
matahari sudah hampir terbenam merekapun makin lama semakin lelah, anak
laki-laki itu..."
Mendadak ia berhenti dan
tertawa, katanya kemudian "Ah, kurang sopan rasanya bila kusebut Locianpwe
itu dengan kata "anak laki-laki" tapi nama sebenarnya Locianpwe ini
juga tidak kuketahui, apa boleh buat, biar kita gunakan sebutan itu saja."
Hui Giok tertawa sebetulnya ia
hendak berkata "tidak apa-apa" tapi demi dipikir lagi rasanya urusan
ini tak ada hubungannya dengan dia, dengan alasan apa dia bilang "tidak
apa-apa"? karena itulah ia lantas bungkam.
Terdengar Go Beng-si
melanjutkan ceritanya "Kupu2 tidak berhasil ditangkap, haripun mulai
gelap, sekalipun anak laki2 itu keras kepala, karena usianya masih terlalu
muda, ia menjadi gugup melihat sekeliling tempat itu baru disadarinya tempat
itu sudah jauh dari rumahnya dan tersesat, mereka lantas duduk di sebuah batu
dengan termangu, si anak perempuan lebih kecil nyalinya makin lama makin gelisah,
saking cemasnya akhirnya dia menangis tersedu-sedu."
Kembali ia berhenti sejenak
dan menghela napas, agaknya ia bersimpati pada keadaan mereka waktu itu,
sambungnya kemudian "Ketika melihat anak perempuan itu menangis,
keberanian anak laki2 itu berbangkit malah, digandeng tangannya dan berusaha
menghiburnya dengan kata-kata yang manis, lagaknya se-akan-akan pelindung anak
perempuan itu, meskipun tidak kenal jalan, tanpa berpaling ia membawa nona
cilik itu menuju kembali ke rumah, setengah malaman mereka berjalan waktu itu
mereka sangat lelah lapar dan menyesal, kelipan lampu di kejauhan sudah sama
padam, angin malam berhembus makin kencang, mereka merasakan sekujur badan
dingin dan kaku tapi dengan bergandengan tangan kehangatan bisa tersalur ke
dalam tubuh mereka, bukan saja kehangatan itu mendatangkan rasa aman bagi anak
perempuan itu menimbulkan pula keberanian bagi anak laki-laki itu"
Kembali dia berhenti sebentar
sementara Hui Giok menghela napas ia memandang sekelilingnya, malam yang kelam
dengan bintang bertaburan di angkasa, ia merasa melihat adegan di depan
matanya, seorang anak kurus dan lemah menggandeng seorang anak perempuan
berjalan di tengah kegelapan meskipun hati merasa takut, namun perasaan itu
tidak diperlihatkan keluar.
"O betapa suci dan
murninya cinta kasih mereka," diam-diam Hui Giok menghela napas,
"mendingan mereka berduaan, masih dapat saling menghibur sedangkan
aku..."
Ketika ia menengadah
dilihatnya sorot mata Go Beug-si yang tulus penuh rasa setia kawan itu sedang
menatapnya, maka suatu perasaan hangat pun timbul dan lubuk hatinya, sekalipun
kehangatan itu berbeda dengan apa yang dirasakan si anak laki2 dalam cerita,
tapi cukup menambah keberanian baginya dalam perjalanan hidupnya yang masih
jauh dan penuh dengan penderitaan itu.
Tanpa sadar mereka telah
berjalan masuk lewat pintu sudut halaman, mayat yang menggeletak di depan pintu
masih terkapar di situ, segala suka-duka orang hidup sudah tiada sangkut paut
lagi dengan mereka.
Kalau begitu, sebenarnya
"kematian" itu suatu kemujuran bagi umat manusia ataukah suatu
kemalangan?
Tak seorangpun di dunia ini
dapat menjawabnya dan juga tak seorangpun yang akan mencari jawabannya?
Dengan suara dalam Go Beng-si
berkata lagi "Begitulah, dengan mengandalkan kehangatan dan keberaniannya
tersebut akhirnya mereka menemukan rumahnya. waktu itu hari sudah terang tanah,
sambil menggenggam tangan anak perempuan itu si anak laki2 tadi berteriak
gembira, sejak kecil belum pernah ia rasakan kegembiraan seperti sekarang, maka
diam-diam ia memberitahukan kepada dirinya sendiri "Lain kali jangan
meninggalkan rumah lagi. meski pun di luaran sangat menyenangkan tapi amat
dingin, sedangkan dirumah meski tak begitu menyenangkan tapi suasananya jauh
lebih hangat."
Tak tahan lagi Hui Giok
menghela napas panjang pikirnya "Di dunia ini mana ada tempat lain yang
lebih hangat daripada di rumah sendiri.
Seketika ia menjadi sedih, ia
ingin lari ke depan kuburan orang tuanya dan menangis sepuasnya, tapi di
samping itu iapun ikut merasa gembira bagi kedua anak itu karena akhirnya
mereka berhasil juga menemukan kembali rumahnya.
Mereka jalan bersanding,
langkah mereka yang menginjak batu kerikil menimbulkan suara gemerisik. Lama
sekali Hui Giok termenung, ketika dirasakan Go Beng-si juga tak bersuara,
hatinya tergerak dia berpaling dilihatnya Go Beng-si sedang berjalan sambil
memandang langkah kaki sendiri tampaknya perasaannya waktu itu sama beratnya
sama sedihnya dengan perasaannya.
Ia tak ingin mengganggu
pikiran orang, seperti iapun tak ingin diganggu oleh orang lain, perasaan yang
berat, kesunyian yang mencekam dibiarkan terus berlanjut.
Suatu ketika Go Beng-si
menghela napas panjang menengadah memandang bintang yang semakin pudar.
kemudian berkata pelahan "Ketika kedua anak yang masih suci dan bersih itu
untuk pertama kalinya merasakan hangatnya rumah dan berlarilah mereka ke rumah
dengan langkah lebar. Akan tetapi ai, sejak itu pula mereka tak punya rumah
lagi untuk selama-lamanya"
"Apa kau bilang?"
tanya Hu Giok dengan terperanjat.
Go Beng-si mengusap matanya,
seperti sedang membersihkan kotoran, seperti juga sedang menyeka air mata, tapi
sekalipun dia sudah mengucurkan air mata juga tak ingin diketahui orang lain.
Dengan cepat ia melanjutkan
kisahnya "Ketika mereka tiba di depan rumah. terlihat pintu gerbang tidak
terkunci si anak laki-laki itu tidak terlalu memperhatikan tetapi anak
perempuan yang lebih teliti itu segera merasakan kejanggalan tersebut, maka
sambil berteriak dia lari masuk ke dalam rumah, ternyata tiada suara sahutan
dari dalam rumah yang terdengar hanya gema suara sendiri yang berkumandang dari
empat penjuru."
Ia berhenti sebentar lalu
mengulangi "Ya hanya suara sendiri yang menggema di empat penjuru"
Akhiran kata-kata tersebut
ditarik sangat panjang, rendah dan berat, seberat detakan jantung sendiri.
Hui Giok bergidik, firasat
jelek tiba-tiba saja membayangi perasaannya, ia berdehem dan bertanya dengan
suara lirih. "Apakah orang dirumahnya sudah tidur semua?"
Tapi iapun tahu bahwa
pertanyaannya ini sesungguhnya sangat menggelikan.
Go Beng-si menghela napas
panjang, ia mengerling sekejap ke sisinya, lalu menggeleng pelahan.
Teriakan anak perempuan itu
makin lama semakin keras, larinya juga semakin cepat, tuturnya lebih jauh
"Hanya sebentar saja ia lari dan halaman depan sampai di ruang tengah,
Keluarga persilatan ini sudah lama menetap di sana, bangunan rumah itu amat
luas dan lebar, undakan didepan saja terdiri dari belasan tingkat, ketika anak
laki-laki dan perempuan itu berteriak sampai di depan undakan suasana masih
tetap hening dan tiada suara sahutan, mereka mulai cemas bercampur gelisah,
dengan beberapa kali lompatan mereka tiba di ruang tengah, ketika pintu
didorong dan melongok ke dalam.
Hui Giok merasa jantungnya
berdetak keras, meskipun tak ingin menukas pembicaaan orang akhirnya ia menyela
juga? "Apa yang mereka lihat di dalam ruangan itu?"
Ketika dia berpaling,
dilihatnya Go Beng-si berdin dengan wajah penuh emosi, kedua tangan mengepal
kencang2, matanya jauh memandang lurus ke depan, lalu melanjutkan dengan
pelahan "Ketika itu fajar telah tiba, sekalipun cahaya sang surya masih
redup tapi dari jarak sepuluh langkah sudah dapat terlihat wajah orang dengan
jelas, tapi ketika mereka melongok ke dalam ruangan itu ...."
Ia berhenti dan menghela napas
panjang, sesaat kemudian baru melanjutkan "Jangankan kedua orang itu hanya
anak2 di bawah umur, sekalipun kau atau aku yang menyaksikan pemandangan dalam
ruangan itu, mungkin juga... mungkin juga..."
Dia berkisah dengan pelahan,
ditambah pula helaan napas serta seringnya dia berhenti membuat Hui Giok
merasakan dadanya seakan-akan ditindih batu yang berat sekali, detak jantungnya
berdebar semakin keras, ditatapnya wajah Go Beng-si tak berkedip, dia berharap
pemuda itu cepat2 menyambung ceritanya.
Siapa tahu setelah menghentikan
kata-katanya kali ini Go Beng-si juga menghentikan langkahnya, ia berdiri
termangu, kemudian menghela napas panjang lagi dan berkata: "Ai, lebih
baik tak usah, kulukiskan pemandangan dalam ruangan waktu itu, pendek
kata..."
Hui Giok jadi gelisah, dia
ingin bertanya tapi ingatan lain segera melintas dalam benaknya. Kenapa aku
mesti mendengarkan kisah semacam itu? Kejadian yang menyedihkan rasanya sudah
terlalu banyak terjadi di dunia ini?"
Dia tahu pemandangan dalam
ruangan itu pasti mengerikan dan menyedihkan kendatipun rasa ingin tahunya amat
besar. ia berusaha mengendalikan perasaannya itu"
Go Beng si berkisah kembali:
"Ternyata dalam satu malaman saja, puluhan jiwa anggota keluarga kedua
anak itu sudah dibantai orang secara keji, berpuluh mayat bergelimpangan di
ruang lengah yang luas itu, dari pancaran cahaya remang2 yang masuk lewat pintu
tertampaklah darah membasahi mayat2 itu, mereka kebanyakan mati dengan wajah
kaget dan ketakutan jelas sesaat menjelang kematiannya telah mengalami rasa takut
yang bukan alang kepalang sehingga matipun mereka tak tenteram"
Sekalipun tidak ia jelaskan
pemandangan dalam ruang secara terperinci, tapi dari beberapa patah katanya itu
dapat ditarik kesimpulan betapa mengerikannya keadaan waktu itu, tanpa terasa
peluh dingin membasahi badan Hui Giok, dadanya terasa sesak dan sukar bernapas.
"Siapa yang melakukan
perbuatan terkutuk itu?" teriaknya kemudian dengan mata terbelalak dan
tangan terkepal, "memangnya orang2 itu sudah tidak berperinkemanusiaan
lagi? sekalipun dia mempunyai dendam pada keluarga itu, rasanya tidak pantas
kalau kaum wanita yang lemah serta anak2 yang tidak berdosa juga ikut
dibantai?"
Dalam gusarnya rasanya dia
ingin menangkap orang yang telah membantai perempuan dan anak2 yang tak berdosa
itu serta menghajarnva, lalu mendekati kedua anak itu dan menghiburnya dengan
kata2 yang manis. Samar2 ia membayangkan suatu adegan seperti menyaksikan kedua
anak itu lari ke samping mayat2 itu sambil menangis merangkul jenazah orang
tuanya dan mengucurkan air mata dengan sedih, tentu saja mereka tak mampu
mengebumikan jenazah2 itu apalagi membalaskan dendam, kecuali menangis memang
tak ada yang bisa mereka lakukan lagi.
Kian lama pandangan Hui Giok
itu terasa bertambah kabur, ia coba meresapi perasaan mereka ketika itu, tapi
makin dipikir terasa makin bersedih sehingga akhirnya iapun ingin menangis.
Go Beng-si sendiripun sama
termenung dengan mulut membungkam, akhirnya dia berbisik- "Sudah sampai di
kamarmu!"
Hui Giok menengadah cahaya
lampu di kamarnya masih terang, pancaran sinar dari balik kertas jendela yang
putih terasa menambah seramnya suasana waktu itu.
Seorang bila sedang berduka,
apa yang dilihatnya seringkali akan menambah kepedihan hatinya, padahal
pancaran sinar lampu yang membayangi kertas jendela adalah sesuatu yang biasa
namun hal ini telah menambah murung dan kesal sianak muda itu.
Mereka masuk ke dalam kamar
dengan membungkam kemudian Hui Giok menghela napas dan berkata lagi: "Ai.
tak kusangka begitu mengenaskan pengalaman hidup kedua orang cianpwe itu,
mengapa Kim-tong Cianpwe menjadi..."
Dia angin tahu apa yang
menyebabkan tubuh Kim-tong jadi cebol dan aneh, tapi ia menjadi ragu-ragu,
sebab ia merasa pertanyaan tersebut kurang sopan, karenanya urung diucapkan.
Go Beng-si tidak bodoh, tentu
saja dia tahu apa yang hendak diketahui oleh rekannya, setelah menghela napas
panjang sahutnya "Ya, memang mengenaskan sekali nasib yang menimpa kedua
anak itu, masih kecil sudah harus menghadapi kejadian yang memedihkan itu.
Begitulah setelah menangis seharian di sisi mayat2 tersebut barulah ada tiga
orang pemburu yang berdiam lima li jauhnya dari tempat mereka datang
berkunjung.
Ia berhenti sejenak untuk
ganti napas, kemudian menjelaskan " Tempat mereka adalah pegunungan yang
sepi dan jauh dan tetangga, andaikata pemburu-pemburu itu tidak lewat secara
kebetulan dan mendengar suara tangis dari dalam gedung, mungkin sebulanpun
belum tentu ada yang tahu bahwa suatu pembunuhan keji telah berlangsung di
dalam gedung tersebut.
Tiba-tiba satu ingatan terlintas
dalam benak Hui Giok ujarnya, "Menurut pendapatku, permusuhan tersebut
mungkin terjadi ketika pemilik gedung itu masih berkelana di dunia persilatan,
karenanya dia memilih tempat yang sepi untuk mengasingkan diri.
Go Beng-si manggut-manggut
tanda membenarkan, sambungnya: "Tak terkirakan rasa kaget pemburu itu demi
menyaksikan peristiwa tersebut, untunglah sebagai pemburu yang biasa membunuh
binatang, nyali mereka lebih besar dari pada manusia umumnya, meski kaget
mereka tak sampai panik, atas bantuan mereka jenasah2 itupun di kubur di
belakang rumah!"
"Ai, itulah yang
dinamakan jalan kebaikan selalu terdapat di manapun," gumam Hui Giok
sambil menghela napas panjang, "tak kusangka pemburu2 itu berhati baik dan
mulia"
Baru saja ia bersyukur karena
kedua anak itu terlepis dari kesukaran, tiba2 Go Beng si mendengus:
"Hm! Apanya yang baik?
Ketika pemburu2 ini melihat dalam gedung sebesar itu kecuali kedua bocah cilik
itu tiada orang lain lagi, timbul niat jahat mereka, selesai mengubur jenasah2
itu, mereka lantas membopong anggota keluarga mereka dan pindah kedalam gedung
itu, mendingan kalau kedua anak itu diperlakukan baik, mereka di maki dan
dianiaya, Ai. begitulah bila nasib malang sedang menimpa, sudah jatuh tertimpa
tangga lagi bukan saja anggota keluarga dibantai orang hidup sebatang kara,
rumah dirampas, sekarang dihina dan dsiksa pula oleh orang2 jahat, ai..."
Mendengar itu, kembali Hui
Giok unjuk sikap marah alisnya berkerut, tangannya dikepal dan menghantam meja
keras2, Meski hatinya bajik, dia selamanya bersedia mengampuni kesalahan orang,
tapi kemarahan yang berkobar sekarang benar-benar memuncak, teriaknya:
"Manusia berhati serigala macam mereka tak pantas dibiarkan hidup, mereka
harus dibasmi dan muka bumi ini"
Go Beng-si melirik sekejap ke
arah rekannya, dia menghela napas setelah melihat pemuda itu benar2 marah dan
bahkan melontarkan kata2 yang belum pernah diucapkannya pikirnya: "Orang
ini selalu memperhatikan keadaan orang lain daripada memikirkan keadaan
sendiri, apapun yang dilakukan orang lain terhadapnya, dia se-akan2 tak pernah
merisaukannya tapi setiap kali mendengar ke tidak adilan yang menimpa orang
lain, ia jadi marah dan penasaran. Ai aku mempunyai sahabat begini apalagi yang
kuharapkan?"
Berpikir demikian, iapun
melanjutkan kata-katanya "Berada dalam keadaan seperti itu, tentu saja
lama kelamaan kedua anak itu tak tahan, suatu ketika diam2 mereka minggat dari
gedung itu Tapi, dunia seluas ini kemanalah mereka akan berteduh?"
Ketika sinar matanya beralih
kembali ke wajah Hui Giok dilihatnya rasa gusarnya telah berubah menjadi rasa
sedih, rupanya ucapannya yang terakhir telah menyinggung perasaannya, Karena
itu iapun menghentikan katanya tadi.
Apa yang diduganya memang
benar, waktu itu Hui Giok sedang membayangkan pengalamannya sewaktu masih
berkelana dulu, apa yang dialaminya cuma kegetiran, kesengsaraan dan kepedihan,
padahal usia kedua anak dalam cerita, itu jauh lebih kecil dari usianya. bisa
dibayangkan penderitaan yang mereka terima dalam pejalanan hidup mereka di antara
lautan manusia seluas ini.
Dia menghela napas panjang,
tanyanya: "Lalu bagaimana?"
Go Beng-si termenung sebentar,
tiba2 dia tersenyum, katanya: "Di tengah kegetiran tentu akan datang juga
keadaan yang manis. setelah kepedihan akan muncul pula kegembiraan pengalaman
yang dialami kedua anak yang patut dikasihani itu segera mengalami perubahan
besar, dalam hidup mereka yang bergelandang, suatu ketika mereka berjumpa
dengan dua orang tokoh persilatan yang amat lihay mereka dibawa pergi oleh
mereka secara terpisah dan mengajarkan ilmu silat kepada mereka, kedua anak
yang patut dikasihani itu berubah menjadi tokoh sakti yang tidak ada
tandingannya selama puluhan tahun belakangan ini. bukan saja dendam kesumat
mereka berhasil dituntut balas, pemburu2 yang jahat dan rakuspun mereka hukum
secara setimpal. Hui-heng tahukah kau, kesuksesan dan kebahagiaan yang dialami
seseorang di masa mudanya belum tentu adalah rejeki, sebaliknya penderitaan
yang dialami semasa masih mudanya kadangkala membuat dia lebih sukses di
kemudian hari seperti juga sebuah batu pualam yang indah tak akan berharga
benda itu sebelum digosok, bukankah kehidupan seorang manusia di alam ini sama
juga seperti sebuah batu mestika."
Melihat kepedihan Hui Giok,
teringat asal-usulnya yang penuh penderitaan ia tahu hatinya tentu kesal dan
sedih, maka apa yang diucapkan barusan adalah hiburan dan dorongan baginya,
sebagai pemuda yang cerdas tentu saja Hui Giok mengetahui maksud rekannya, ia
tertawa dengan rasa terima kasih, ujarnya kemudian "Tapi... tapi bagaimana
mereka...."
Go Beng-si tertawa, dia tahu
apa yang hendak ditanyakan rekannya, maka berceritalah dia lebih lanjut.
"Meskipun mereka terpisah tapi hati mereka tetap dekat, di waktu senggang
sehabis berlatih silat mereka selalu saling merindukan pihak yang lain, tapi
mengingat dendam kesumat sedalam lautan yang harus dituntut, mereka berlatih
terus dengan tekun. Di samping itu mereka juga tahu bahwa guru mereka merupakan
tokoh persilatan yang berilmu tinggi bila mereka berhasil menguasai kungfu yang
diwariskan kepadanya niscaya ada harapan bagi mereka untuk membalas dendam maka
penderitaan batin bisa berkurang banyak. Setiap hari mereka berharap agar
kungfu mereka cepat berhasil mencapai tingkatan yang tinggi berharap pula agar
mereka cepat dewasa hingga bisa turun gunung dan membalas dendam serta berjumpa
kembali dengan orang yang dicintainya, sebab itulah mereka berlatih siang dan
malam tak henti-hentinya. Melihat muridnya rajin berlatih tentu saja kedua
tokoh silat itu sangat gembira."
Hampir satu jam lamanya Go
Beng-si mengisahkan cerita2 yang sedih itu, sampai sekarang baru disinggung
hal2 gembira, keadaan ini ibaratnya sang surya yang muncul di balik awan
mendung, membuat kemurungan dan kesedihan yang selama ini mengganjal hati Hui Giok
jadi lega rasanya, tiba-tiba Go Beng-si tak dapat mengendalikan perasaan
kembali ia menghela napas panjang.
"Ai, tapi kejadian di
dunia ini memang sukar diramalkan, apa yang terjadi di alam ini kadang kala
bagaikan perubahan cuaca yang sukar diramalkan, kejadian yang kemudian
berlangsung sama sekali di luar dugaan mereka, Anak perempuan itu makin hari
makin meningkat dewasa, kungfunya makin bertambah lihay, sepuluh tahun kemudian
Ilmu silatnya berhasil mencapai tingkat tinggi dia pergilah menjumpai kekasihnya
dengan penuh harapan, di sana ia temukan kekasihnya yang sudah berpisah sepuluh
tahun ini bukan saja tidak tambah besar malahan ai, ternyata tubuhnya tetap
cebol seperti badan seorang anak berusia tujuh delapan tahun.
Sekalipun Hui Giok telah
mengetahui hal tersebut akan tetapi demi mendengar cerita itu tertegun juga
dia, sungguh ia tak dapat membayangkan bagaimanakah perasaan kedua orang itu
ketika saling berjumpa, ia tak tahu apakah dia harus bersimpati terharu atau
entah bagaimana lagi perasaannya.
Sebenarnya apa yang
menyebabkan Cianpwe itu menjadi pendek seperti anak kecil" tanyanya
kemudian.
Setelah mereka melarikan diri,
setahun lamanya mereka hidup bergelandangan, selama setahun itu tentu saja
banyak penderitaaan yang mereka alami. Anak laki2 itu merasa dia adalah seorang
laki2, adalah menjadi kewajibannya untuk melindungi anak perempuan itu, meski
usianya masih kecil namun kekuatannya tidak kecil, untuk menyambung hidup
setiap hari anak laki2 itu menjadi kuli, ia bantu orang mengangkat barang di
dermaga atau di rumah2 penginapan dengan upah yang kecil inilah mereka hidup.
Hui Giok menghela napas,
terbayang kembali pengalamannya sendiri sewaktu mencuci kuda di depan rumah
penginapan dulu, tanpa terasa timbul perasaan simpati dan senasib. Setelah
termenung sebentar iapun bertanya: "Masakah mereka tidak menemukan
satu-dua orang yang baik hati dan sedia menerima mereka.
"Ya di dunia ini memang
bukannya tidak ada orang yang baik hati, tapi anak laki2 itu terlampau keras
kepala, ia tak sudi mengemis kepada orang, tak sudi pula menerima budi kebaikan
orang lain, bila anak perempuan itu hendak membantunya, tapi ia melarangnya,
dia berprinsip bahwa laki2 yang kewajiban menghidupi kaum perempuan. Tapi...
ai, berapa banyak yang berhasil dia dapatkan dengan bekerja kasar? seringkali
makanan yang mereka beli tak cukup untuk dimakan berdua, bila berada dalam
keadaan seperti ini anak laki2 itu lantas memberikan bagiannya kepada anak
perempuan itu dengan alasan dia sudah makan, sekalipun diam2 dia harus memperkencang
tali pinggangnya Ai, Hui-heng, tentu kau juga pernah..."
"Ya, aku memang pernah
mengalami penghidupan seperti ini " sahut Hui Giok dengan kepala
tertunduk.
Mereka berdua sama2 pernah
mengalami kelaparan, kedinginan dan siksaan lahir batin, maka ketika mereka
terbayang kembali pengalamannya di masa bergelandangan tanpa terasa mereka
sama-sama termangu.
Lama sekali Go Beng-si baru
berkata lagi.
"Tahun itu usianya belum
mencapai sembilan tahun, tulang belulangnya belum tumbuh dengan baik, bagaimana
mungkin anak itu sanggup menahan penderitaan yang tak terkirakan beratnya itu?
Otomatis masa pertumbuhannya juga mengalami rintangan, apalagi ketika ia tekun
berlatih silat kungfu yang dipelajarinya adalah sejenis ilmu silat dari unsur
dingin, padahal perasaannya waktu itu banyak murung dan sedihnya daripada
gembira, mungkin pembawaannya juga tidak normal maka pertumbuhan badannya jadi
kerdil dan selamanya juga tak bisa tumbuh lebih tinggi.
Setelah mengatur napasnya, ia
melanjutkan.
"Ketika mereka berdua
akhirnya berjumpa, kedua belah pihak sama2 tak mampu mengucapkan sepatah
katapun, hal ini menyebabkan anak laki2 itu tambah malu dan kecewa, setelah
termangu sejenak akhirnya dia putar badan dan meninggalkan tempat itu, si anak
perempuan coba berteriak dan mengejarnya, tapi tak berhasil menyusulnya.
Sejak itulah gadis itu mulai
berkelana ke sana kemari mencari jejak anak laki2 itu. Dalam masa berkelananya
tentu saja dia tak lupa pada dendam suku hatinya. Ya, di dunia ini memang tak
ada rahasia yang dapat tersimpan se-rapat2nya, setelah melakukan penyelidikan
ke sana kemari akhirnya gadis itu mengetahui siapakah musuh besarnya dalam
keadaan demikian terpaksa ia harus mengesampingkan urusanya mencari anak laki2
itu untuk sementara waktu.."
"Ai, bila seorang telah
jatuh cinta sekalipun samudra akan kering dan batu akan lapukpun tak akan bisa
menggoyahkan cinta mereka," kata Hui Giok sambil menghela napas
"betapa dalam cinta cianpwe ini, sungguh patut kita hormati!"
Dia sendiri seorang laki2 yang
perasa, maka ketika mendengar tentang betapa agungnya cinta kasih orang lain,
segera timbul rasa kagum dalam hatinya.
Go Beng-si berkisah lagi
"Ketika dia siap akan melakukan pembalasan dendam, diketahuinya ada tiga
orang musuhnya yang tewas. sisanya satu orang sedang berusaha menyelamatkan
diri, sedangkan orang yang membinasakan ketiga orang itu tentunya itu bukan
lain adalah kekasih yang sedang dicarinya itu, maka iapun melompat maju dan
membinasakan musuhnya yang terakhir, lalu kepada anak laki2 itu dia berkata
bahwa apapun yang terjadi dia masih tetap mencintainya, ia berharap agar anak
laki2 itu bersedia pula hidup bersama dengannya.
Dengan mengembeng air mata dia
menghela napas panjang, terusnya" "pernyataan cinta yang suci itu
benar2 menggetarkan sukma, anak laki2 itupun sangat terharu, maka pasangan yang
sudah banyak mengalami pahit getirnya kehidupan itupun kawin menjadi
suami-isteri sekalipun potongan badan mereka tak setimpal, tapi tiada cinta di
dunia ini yang bisa menandingi teguhnya cinta mereka berdua, bentuk lahiriah
dalam pandangan mereka tiada artinya, sebab mereka tahu yang paling berharga
bagi kehidupan manusia adalah cinta kasih kedua belah pihak yang suci murni,
kasih sayang itu mereka pupuk dengan darah dan air mata, karena itu mereka menyayangi
kasih sayang itu melebihi jiwa sendiri.
Hui Giok mendengarkan cerita
itu dengan termangu, sekalipun Go Beng-si telah menghentikan katanya ia masih
tetap memandang keluar jendela dengan termangu, kegelapan telah berakhir cahaya
terang mulai muncul pelbagai pikiran berkecamuk dalam benaknya: "Meskipun
potongan badan mereka tidak serasi, tapi cinta kasih suami-isteri manakah di
dunia ini yang bisa menandingi keteguhan cinta mereka. Ai, sekalipun wajah dan
potongan badannya serasi, lalu apa gunanya?"
Berpikir sampai di sini tanpa
terasa iapun teringat kepada diri Cian-jiu-suseng dan Leng-gwat siancu,
bukankah mereka amat serasi baik potongan badan maupun wajahnya? Tapi bagaimana
akhirnya?
Ia sudah tahu bahwa dibalik
hubungan cinta antara Kim-tong dan Giok-li pasti terdapat suatu kisah cerita
yang menarik tapi ia tak pernah menyangka kalau di balik semua itu terselip
liku2-nya orang hidup.
Sejak itu pula iapun tahu
bahwa cinta yang tidak mengalami pelbagai percobaan adalah cinta yang lemah dan
tidak kukuh, cinta harus dibina dan dipupuk dengan air mata dan pengorbanan
barulah akan berbuah.
Maka iapun terbuai dalam
lamunan, pikirnya:
"Apa maksud mereka datang
mencari aku? Apa tujuan mereka?"
pertemuan besar yang akan
diadakan untuk memberi selamat kepada Lok-lim-bengcu baru bagi wilayah Kanglam
sudah semakin dekat, tapi apa yang ia pikirkan adalah urusan yang sama sekali
tak ada hubungannya dengan masalah itu. "Benarkah Bun-ki akan datang
mencari aku beberapa hari lagi sebagaimana dikatakan oleh mereka?"
Persoalan ini menyelimuti
sebagian besar pikiran dan perasaannya, membuat ia tidak sempat lagi memikirkan
soal lain.
Dia tak tahu bahwa pertemuan
besar yang akan diselenggarakan nanti boleh dibilang merupakan persoalan yang
maha penting baginya.
Begitulah, dengan pelahan Go
Beng-si telah menyelesaikan ceritanya yang penuh liku2 itu, sinar matanya yang
semula tajam dan bening sekarang tampak sayu, terlapis oleh kabut kesedihan
akibat kisah yang baru saja diuraikannya itu.
Dia berdiri dan mengebut bajunya
yang penuh debu se-akan2 hendak melepaskan semua kemurungannya. Tapi kesedihan
dan kemurungan apakah yang mengganjal hati pemuda itu? Hal ini selamanya tak
seorangpun yang tahu"
Bila seorang berusaha keras
merahasiakan asal usulnya, bukankah hal inipun sangat menyiksa?
Ia menghela napas pula dan
melangkah ke depan pintu, ia berusaha secepatnya meninggalkan ruangan itu,
karena ia kuatir bila terlampau lama berada di situ, bisa jadi tanpa disadari
dia akan mengungkapkan rahasia hatinya kepada Hui Giok.
Hui Giok menengadah dan
memandang bayangan punggungnya, tegurnya dengan lirih: "Engkau akan
pergi?"
"Ehm.." Go Beng si
menghentikan langkah.
"Ai mengapa waktu terasa
berlalu dengan cepatnya? Tapi kadang2 juga terasa sangat lama." gumam Hui
Giok sambil menghela napas.
"Aku sangat berharap
malam yang gelap ini bisa cepat berlalu dan pagi lekas datang. Ai aku tak
menyangka bahwa menanti adalah pekerjaan yang sangat menyiksa."
Go Beng-si mengangguk tiba2
saja putar badan dan tertawa, tanyanya "Apa yang kau tunggu"?
Kembali Hui Giok menghela
napas panjang sinar matanya beralih ke tempat kegelapan d luar jendela,
kemudian sahutnya dengan suara berat "Aku tak tahu apa sebabnya
Kim-tong-giok-li kedua Locianpwe itu datang kemari mencari aku, oleh karenanya
aku berharap kentongan ketiga besok malam bisa cepat2 menjelang sehingga
persoalan dalam hatiku bisa terpecahkan, selain itu..."
Go Beng-si kembali tersenyum
ramah, cuma kali ini senyumannya tampak sedikit aneh.
Tatkala senyuman ramah dan
aneh itu berubah pula menjadi kemurungan, diapun berkata sambil tetap tertawa:
"Selain itu, bukankah engkau berharap Tham Bun-ki datang mencarimu? Kau
tahu ia tak mungkin datang pada siang hari, maka kau sangat berharap agar malam
hari lekas tiba!"
Agak merah wajah Hui Giok
karena jengah, tapi sekulum senyuman penuh rasa kagum dan memuji segera
tersungging di ujung bibirnya., seakan-akan hendak berkata "Ah, kau memang
hebat, apa yang kupikirkan selalu kau ketahui."
Tapi perkataan itu tak sampai
diutarakan, dia hanya mengakuinya secara diam2
Pelahan Go Beng-si
menghampirinya, sambil menepuk bahunya ia berkata dengan tertawa "Menanti
walaupun merupakan pekerjaan yang menjemukan dan membuat hati jadi gelisah,
tapi hal ini pun sesuatu yang indah, bila tiada kegelisahan di kala menanti,
darimana akan muncul kegembiraan setelah bertemu?" - Selesai berkata dia
lantas berlalu dari kamar itu.
Sekali lagi Hui Giok memandang
bayangan punggungnya yang makin menjauh, ia merasa betapa indah dan menawannya
perkataan itu.
Maka iapun meresapi
penderitaan sewaktu menanti melamunkan kegembiraan pada saat berjumpa nanti.
Cahaya keemasan mulai menyinari kertas jendelanya barulah ia tertidur
oOo ^o^ oOo
Sinar matahari di musim semi
sebagaimana biasa terbit dari timur dan memancarkan sinar keemasannya menembus
kertas jendela dan menyinari wajah Hui Giok yang tampan, juga menyinari jendela
kamar Tham Bun-ki, menyinari wajah yang cantik jelita bagaikan sekuntum bunga,
waktu itu dia tidak tidur, ia cuma merapatkan matanya dan menggeser tubuh,
menghindari sinar yang menyilaukan itu.
Ia tidak tidur, sebab ia
sedang menyesal. Menyesali kekasih yang senantiasa dirindukan itu
ditinggalkannya dengan tergesa-gesa, kemanjaan yang berlebihan mengakibatkan
datangnya penyesalan itu, diam2 ia menyalahkan dirinya sendiri mengapa
terlampau menuruti wataknya.
Maka nona inipun mulai
menantikan tibanya kegelapan malam nanti.
"Bila malam tiba nanti,
aku akan pergi mencarinya lagi, entah ia bersedia memaafkan kesalahanku kemarin
malam atau tidak?"
Sambil memejamkan matanya ia
mulai melamun, membayangkan pemuda itu datang ke tepi sungai kecil itu dan
menantikan kedatangannya membentang tangan dan memeluknya serta berbisik
kepadanya hanya dia seorang saja yang dicintainya.
Hari itu dia berharap dapat
melewatkan dengan serba manis, tapi ketika orang2 persilatan mengetahui bahwa
puteri kesayangan Liong heng pat-ciang, pemimpin besar Hui-liong-piau-kiok
berada di sini, mereka telah merampas ketenangan si nona, kunjungan demi
kunjungan berlangsung tiada putusnya, mereka datang mengunjungi si nona
menyambangi Koay-be-sin-to Kiong Cing yang dan Pat-kwa-ciang Liu Hui, kedua
Piautau kenamaan itu, Banyak juga pengunjung itu melirik sekejap kedua Leng
bersaudara yang dingin, kaku dan melihat itu, semua orang sama merasa heran
bagaimana kedua mahluk aneh itu dapat bergaul dengan orang2
Hui-liong-piau-kiok, cuma tak seorangpun yang berani bertanya.
"Hari ini sudah tanggal
dua, tinggal tiga hari lagi tepat tanggal lima bulan lima!"
Hampir semua jago persilatan
menunggu dengan hati gelisah, menunggu tiga hari lagi untuk ber-bondong2
menyampaikan selamat kepada Bengcu mereka yang baru.
Lewat lohor dua puluh empat
orang laki2 kekar berbaju ringkas warna hitam dengan menunggang kuda jempolan
datang dan perkampungan Long-bong-san-ceng ke kota pegunungan itu, mereka
menyebar kartu undangan merah berhuruf emas itu kepada para jago persilatan dan
secara resmi mengundang jago2 itu untuk menghadiri pertemuan besar yang akan
diadakan pada tengah hari tanggal lima bulan lima di Long bong-san-ceng.
Undangan merah berhuruf emas
itu dilanda tangani bersama oleh si Tangan Sakti Cian Hui, Jit-giau-tui bun Na
Hui hong serta pak-to jit-sat.
Ketika Koan-be-sin to Kiong
Cing yang menerima surat undangan itu, terbacalah beberapa huruf emas di atas
kartu itu: "Diaturkan kepada Sin to Kiong, Sin-ciang Liu, kedua Piautau
besar Hiu liong-piaukiok"
Sedang pada kartu undangan
yang laju bertuliskan "Diaturkan kepada Leng ko ji lo"
Koay-be-san-to Kiong Cing-yang
terhitung jago yang tinggi hati, tapi sekarang mau-tak-mau dia harus mengagumi
juga atas berita lawan yang begitu cepat dan tajam, padahal baru satu hari
mereka tiba di situ dan orangpun sudah mengetahui jejaknya sampai sejelas itu.
Muka setelah termenung
sebentar dia mengambil sekeping uang perak untuk persen pengantar kartu
undangan itu.
Tanpa mengucapkan terima
kasih, juga tidak menolak pemberian itu, pengantar kartu itu dengan gesit
mencemplak ke atas kudanya dan pergi dengan cepat tinggal Kiong Cing-yang masih
berdiri dengan termangu dengan uang perak itu masih berada di tangannya.
Sejak lengannya tergetar patah
oleh Cian-jiu suseng dengan pukulan tenaga dalam yang lihai, tabiat orang itu
sudah jauh mengalami perubahan bila dibandingkan sebelum itu. Kali ini dia
mendapat perintah Liong-Ii ug pat-ciang ke situ untuk menyelidiki keadaan
orang2 Lok-lim di daerah Kanglam, maka sedikit banyak hatinya diliputi rasa
was2 dan tidak tenang.
Sebab ia tahu tugas ini bukan
pekerjaan enteng, meskipun ia punya kedua Leng bersaudara sebagai tulang
punggungnya namun sampai detik itu ia masih belum yakin apakah kedua makhluk
aneh itu bersedia membantunya bila menghadapi bahaya. padahal ia tahu jelas
bahwa orang-orang yang datang ke sini ini adalah jago2 Lok-lim, sedangkan orang
Lok lim selamanya adalah musuh kebuyutan Hui-liong piauwkiok.
Ketika berada di dermaga
penyeberangan sungai Tiangkang, dia dan Pat-kwa-ciong Liu Hui telah berjumpa
dengan Tham Bun-ki yang hampir setahun lamanya minggat dan rumah, mereka tak
tahu apa sebabnya Tham Bun ki melakukan perjalanan bersama Leng-kok siang-bok
pada waktu itu mereka menasehati dan memohon kepada gadis yang manja tapi binal
itu agar cepat2 pulang ke rumah, namun gadis itu menolak maksud baiknya,
malahan sekarang ia ikut bersama mereka datang ke sini.
Dalam keadaan demikian
terpaksa mereka mengirim orang ke ibu-kota untuk mengabarkan berita gembira
itu. Tapi sekarang, tiba2 saja ia merasa gadis itu mengalami perubahan. Dulu ia
lincah binal dan polos, tapi sekarang lebih banyak murung dan melamun daripada
gembira, dia mulai menyesal mengapa melakukan perjalanan bersamanya sehingga
tugas yang sudah teramat berat itu sekarang terasa bertambah berat.
Suara deheman menyadarkan dia
dari lamunan, Pat-kwa-ciang Liu Hui pelahan menghampirinya, ketika sinar
matanya terbentur dengan kartu merah di tangan rekannya, dengan kening berkerut
dan suara berat ia menegur "Apakah kartu undangan dari
Long-bong~san-ceng?"
Kiong Cmg-yang mengangguk, Liu
Hui coba menyambut kedua lembar kartu undangan itu, setelah memandangnya
sekejap, kening yang berkerut semakin berkerut, lama sekali dia termenung,
akhirnya ia bertanya "Kita perlu memenuhi undangan tersebut?"
Tentu saja!" jawab
Koay-be-sin-to Kiong Cing-yang sambil berdehem. Setelah berhenti sejenak,
katanya lebih jauh, "kalau melihat lagak Sin jiu Cian Hui dengan
tindakannya ini, se-akan2 ia sudah penuh keyakinan pasti berhasil, aku jadi
ingin tahu siapa gerangan yang telah mereka angkat menjadi Congpiaupacu?"
"Ai kukira soal itu tidak
penting!" ucap Liu Hui sambil menghela napas, "yang penting kita
bicarakan sekarang adalah apa maksud mereka yang sebenarnya dengan mengundang
kehadiran kita, bila mereka ingin membikin malu kita dalam pertemuan besar itu,
dalam keadaan jumlah musuh jauh lebih banyak. Ai... aku kuatir nama baik Hui
liong-piaukiok bisa..." sekalipun kata2 itu tidak dilanjutkan, tapi sudah
jelas apa maksudnya "Ai. sekalipun begitu, masakah kita tak menghadiri
pertemuan itu?", kata Kiong Cing yang pula sambil menghela napas panjang.
Kedua Piautau yang pernah
mengarungi dunia persilatan bersama-sama, melindungi panji "Naga
Sakti" Hui-liong-piaukiok dan entah sudah mengalami berapa banyak kejadian
besar itu sekarang hanya bisa saling pandang dengan perasaan cemas dan gelisah.
Beberapa tahun belakangan ini
nama besar Hui-liong-piaukiok memang jauh lebih cemerlang daripada tahun-tahun
sebelumnya, akan tetapi jago mereka yang benar2 berilmu tinggi pada hakekatnya
tidak terlampau banyak, apalagi jika seluruh kaun Lok-lim di wilayah Kanglam
bersatu padu setelah diselenggarakannya pertemuan besar ini, maka peristiwa ini
jelas suatu persoalan yang pantas dimurungkan oleh pihak Hu liong-piaukiok.
Langit sudah mulai gelap, kota
Keng-ho selatan cahaya lampu tampak lebih terang dari pada hari2 biasa, Koay
be-sin to Kiong-cin yang dan Pat-kwa ciang Liu Hui tidak menginap di kantor
cabang Hui-liong-piaukiok di kota Keng-ko yang mewah dan penuh dengan
kesenangan itu, melainkan berdiam di sebuah rumah penginapan yang sederhana
tapi bersih di kota gunung itu, pertama karena kedua orang Piautau dari kantor
cabang Keng-ko itu sedang pergi ke Se-cuan, kedua merekapun ingin menghindari
pengamatan orang2 Long-bong-san-ceng.
Tapi mereka gagal, di mana
seorang jago kenamaan muncul, berita tersebut segera akan tersiar lebih cepat
daripada penularan wabah penyakit, apalagi mereka adalah orang-orang dari Hui
liong piau kiok.
Tatkala senja tiba, banyaklah
orang2 yang berkunjung ke kota gunung ini, tentu saja sebagian besar adalah
orang2 gagah dan golongan putih ke datangan mereka tidak mutlak ingin mengunjungi
Piautau Hui-liong piaukiok tersebut yang lebih penting mereka ingin tahu
bagaimanakah reaksi serta rencana tindakan orang-orang Hui liong-piaukiok
terhadap diselenggarakannya pertemuan besar penghormatan kepada Kanglam
Lok-lim-bengcu ini.
Tapi setelah lewat senja
setiap orang yang berkunjung ke situ hampir tak seorangpun yang berhasil
menjumpai Tham Bun ki puteri kesayangan Liong heng pat-ciang Tham Beng yang
cantik jelita itu, setelah begitu hari sudah gelap, gadis itu segera menutup
pintu kamarnya dan memberi alasan: "Perjalanan yang jauh terlampau
melelahkan mau tidur"
Terpaksa Koay-be~sin-to Kiong
Cing-yang dan Pat-kwa-ciang LIu Hui harus minta maaf kepada orang-orang
persilatan yang datang lantaran kagum akan nama besar Liong-heng-pat~ciang dan
puterinya Tham Bun-ki.
Perlu diketahui, kekuasaan
Liong-heng-pat-ciang Tham Beng pada waktu itu sudah hampir meliputi 4 dunia
persilatan, otomatis puteri kesayangannya juga merupakan incaran setiap orang
persilatan, sekalipun ia tak pernah berkelana di dunia persilatan, tapi setiap
orang tahu akan kecantikannya, mereka yang gemar cari urusan diam2 memberi
julukan kepadanya sebagai: "Liong-li" atau puteri naga.
"Ehm Liong-li, suatu
sebutan yang indah" kata Sin jiu Cian-hui yang berada dalam ruang tengah perkampungan
Long-bong-san-ceng setengah li di sebelah barat kuil Cian-in si "akan
tetapi, entah bagaimana dengan kungfunya? Sampai waktunya jika dia ikut datang,
tentu akan diperhatikannya dengan seksama." - Habis berkata sambil
menggoyangkan kipasnya ia tertawa terbahak-bahak.
Duduk di sampingnya adalah
seorang pemuda berbaju perlente yang berwajah tampan tapi pucat dan
berperawakan kurus, ia tak lain adalah Jit sat malaikat maut ke tujuh Mo Seng
dari Pak-to-jit~sat yang baru saja datang.
Dia berkata dengan tersenyum:
"Dulu di kuil Ciau-im-si dijadikan tempat berkumpulnya kaum seniman
romantis, sekarang meski keromantisanku kalah daripada kaum seniman itu, belum
tentu kegagahanmu kalah juga biarlah aku minum arak sambil berbicara soal kaum
pahlawan di perkampungan Long-bong-san-ceng ini hahnha . siapa tahu kalau
kejadian inipun akan menjadi kenangan pula bagi umat persilatan di masa
mendatang." Cara berbicara orang ini bukan saja halus dan lirih seperti
suara perempuan, tindak-tanduknya juga tidak berbeda dengan gaya seorang
perempuan, siapa yang tidak kenal dengannya tentu takkan mengira orang ini
justeru adalah Jit sat Mo Seng yang paling kejam, paling ganas dan kungfunya
paling tinggi di antara Pak-to-jit sat.
Sambil mengelus jenggotnya
Sin-jiu Cian Hui terbahak-bahak: "Hahaha .... tepat, tepat sekali memang
keromantisanmu tidak kalah dengan kaum seniman hahaha, bila Liong li Tham
Bun-ki bertemu dengan Mo-heng, tentu... hahaha tentu mulai saat itu Mo-heng
akan mendapat julukan sebagai Liong-say (menantu naga)!"
Semua jago yang hadir ikut
tertawa tergelak nyaring sekali suaranya sehingga menggetarkan seluruh ruangan
di tengah gelak tertawa itu hanya jit giau-tong-cu Go Beng-si yang duduk di
sudut saja tampak wajahnya berubah, ia seperti mau berdiri, tapi setelah
memandang sekejap sekelilingnya akhirnya dia menghela napas dan urung berdiri.
Sayang sekali Knn-keh (si ayam
emas) tidak datang kemari." kata Sin-jiu Cian Hui lagi, "kalau tidak
ayam yang kuhidangkan di atas meja ini tentu akan bertambah teman dan hahaha
bukankah akan berubah menjadi ayam bertarung minum arak sambil bicara orang
gagah? Hahahha..."
Gelak tertawa yang nyaring
kembali bergema kali ini, Jit-giau-tangcu Go Bengsi ikut tertawa.
Cuma, gelak tertawa yang
nyaring itu tak terdengar oleh Hui Giok yang janji di kebun belakang.
Ia tahu kawanan jago
persilatan yang merasa kedudukannya cukup terhormat telah berdatangan dari
delapan penjuru untuk berkumpul di Long bong-san ceng, di antara Pak-to
jit-sat, kecuali Sam-sat Mo Su yang tidak diketahui kabar beritanya, dari enam
anggota lainnya ada empat orang sudah hadir di situ, Toa-sat Mo Lam dan Ngo-sat
Mo Pak yang dikejar oleh Leng-gwat-siancu Ay Cing tempo hari berhasil
melepaskan diri dari ancaman maut ketika tiba-tiba muncul seorang yang mengalangi
Ay Cing.
Sekarang mereka juga sudah
datangi kecuali itu banyak pula kawanan jago yang tidak dikenal Hui Giok telah
berkumpul di sana, pemuda itu tahu bahwa kedatangan semua orang itu tak lain
adalah untuk dirinya.
"Tapi untuk apa aku
menerima semua ini? Ai dia mengeluh sedih memandang cahaya lampu yang serupa
malam sebelumnya, dia bergumam pula: "Aku tak lebih cuma boneka
belaka."
Dalam keadaan seperti ini dia
hanya berharap kentongan ketiga cepat2 berbunyi, dia harap pada kentongan
ketiga nanti bisa berjumpa dengan Kim tong-giok-li dan lebih2 mengharapkan akan
berjumpa dengan Tham Bun-ki.
Dan sekarang dia hanya
menunggu dengan gelisah melamun sambit mengeluh.
Tentu saja keluhannya itu tak
akan didengar oleh Tham Bun-ki yang berada di tempat penginapannya. Gadis itu
hanya mendengar suara gelak tertawa yang menggema di luar, dia tahu di ruang
tamu sedang di selenggarakan perjamuan besar untuk menghormati kawanan jago
persilatan.
Di antara gelak tertawa yang
nyaring dia seakan-akan mendengar isi pembicaraan orang-orang itu adalah
memperbincangkan orang yang mendapat kehormatan menjabat sebagai Kanglam
Congpiaupacu itu semua heran dan ingin tahu manusia macam apakah Bengcu kaum
Lok-lim itu.
Ada di antaranya yang berkata.
"Konon orang itu adalah murid kesayangan Thian tong-wu dari Kun-lun-pay
bukan saja Kun-lun-kiam-hoatnya sudah mewarisi segenap kepandaian gurunya,
terutama dalam hal Ginkang, katanya luar biasa."
Tapi orang lain segera
menimpali "Apa yang kudengar malah jauh berbeda Tentunya kau tahu tentang
perguruan Heng-ih-bun yang pernah menggetarkan dunia Kangouw pada puluhan tahun
berselang yaitu Ji-ih-ciang Kim Put-poh yang disebut sebagai pendiri perguruan
Heng-ih-bun? Meskipun kemudian harinya orang tua itu tak mencampuri urusan heng-ih-bun
lagi lantaran murid2 perguruan tak becus, padahal secara diam-diam ia mempunyai
seorang ahli waris yang amat tangguh, kudengar Beng cu kaum Liok-lim ini bukan
lam adalah murid Ji Ih ciang itulah."
Karena ucapan ini, seruan
kaget segera memenuhi seluruh ruangan, tapi seorang segera membantah:
"Keliru, keliru besar, dugaan kalian semuanya keliru besar!"
Sengaja ia berhenti sebentar
dan berlagak jual mahal ketika dilihatnya perhatian semua orang tertuju
kepadanya, selang sesaat ia baru meneruskan "Masih ingatkah kalian akan
manusia berkerudung yang misterius yang pernah muncul pada sepuluh tahun yang
lalu di dunia persilatan itu, di mana bukan saja belasan perusahaan Piaukiok
telah dimusnahkan, bahkan Ouyang Peng-ci Lopiautau yang kosenpun ikut tewas? Nah,
Liok-lim-bengcu itu bukan lain adalah putera manusia berkerudung itu katanya
kemunculannya ini adalah untuk membalas dendam bagi kematian orang
tuanya."
Maka seruan kaget dan helaan
napas tambah santar menggema ruangan itu, terutama orang2 yang bekerja di
perusahaan ekspedisi wajah mereka sangat murung dan kuatir.
Hanya Tham Bun-ki saja yang
tertawa geli di kamarnya, tak bisa dibayangkannya bagaimanakah mimik wajah
"Kiong Cing yang dan Liu Hui tatkala kedua orang itu mengetahui bahwa
"Liok-lim-bengcn" yang disegani mi tak lain adalah Hui Giok yang dulu
sering dihina oleh mereka.
Betapa inginnya gadis itu
menyaksikan adegan yang lucu itu, darah panas dalam dadanya se-olah2 mau
bergolak.
Tapi, tak lama kemudian
perasaan yang riang itu kembali diselimuti oleh kabut kemurungan yang tebal
"Ketika bertemu lagi
malam nanti, mungkinkah ia akan marah pada sikap ke-kanak2anku kemarin
malam?" lalu iapun berpikir lebih jauh, "apa yang harus kulakukan
kalau nanti ia tidak menunggu kedatanganku di sana? Bagaimana caraku
menemukannya? padahal aku tak tahu dia berdiam di kamar yang mana?"
Sepasang alisnya yang lentik
bagaikan semut beriring itu berkernyit, perasaannya mulai kalut, ia bangkit dan
berjalan mondar mandir sementara ruang depan masih riuh-rendah oleh gelak
tertawa orang banyak, ia merasa kamar di sampingnya sepi tak ada suara
sedikitpun dia tak tahu apa yang sedang dikenakan kedua "paman Leng"
pada saat itu tapi ia merasa amat berterima kasih sebab kedua manusia ajaib
yang berwatak aneh itu bersedia menahan diri baginya dan gangguan gelak tertawa
yang menjemukan itu.
oOo -o- oOo
Ma!am semakin larut... di
tengah detik2 penantian yang menggelisahkan itu malampun semakin kelam.
"Tok, tok!" dua kali
kentongan membelah kesunyian malam.
"Ah, kentongan kedua sudah
tiba!" sambil merapatkan pakaiannya diam2 Hui Giok ngeluyur ke halaman
belakang, ia berusaha memperingan langkah kakinya sehingga tidak menimbulkan
suara.
o0o- oOOo -oOo