"Apa nama ilmu pedangmu,
yang sungguh hebat dan lihay sekali itu?"
"Lul Tian Kiam Hoat (Ilmu
Pedang Petir Kilat)." Tan Li cu memberitahukan. "Oh ya, ilmu
pedangmu? "
"Thian Liong Kiam Hoat
(Ilmu Pedang Naga Khayangan), pedangku Thian Liong Po kiam. Pedang mu?"
"Loan Kang Pokiam."
"Oooh" Lie Man chiu
manggut-manggut. "Pantas begitu lemas, hingga bisa dijadikan sebagai ikat
pinggang"
"Ya." Tan Li cu
mengangguk. Mendadak ia teringat sesuatu yang bertanya. "Tahukah engkau
bahwa Cie Hiong sudah mempunyai calon isteri?"
"Aku belum tahu. siapa
calon isterinya?"
"Lim Ceng Im, putri
kesayangan ketua Kay pang."
"Oooh"
"Thian Liong Kiam
Khek" Tan Li cu menatapnya seraya bertanya. "Apakah engkau sudah
mempunyai calon isteri?"
"Belum." Lie Man
Chiu tersenyum. "Tapi guruku pernah bilang...."
"Gurumu pernah bilang
apa?"
"Guruku bilang, pasangan
Thian Liong Pokiam adalah Hong Hoang Pokiam. Maka aku berjodoh dengan pemilik
Hong Hoang Pokiam"
"oh, ya?" Tan Li Cu
tersenyum. "Bagaimana kalau pemilik Hong Hoang Pokiam itu seorang
nenek?"
"Kata guruku, tidak
mungkin. Pemilik Hong Hoang Pokiam adalah gadis yang cantik jelita." Lie
Man Chiu memberitahukan sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Namun aku
kurang percaya."
"Mungkin itu yang disebut
perjodohan Liong Hong." ujar Tan Li Cu sungguh-sungguh. "Memang masuk
akal, Thian Liong Kiam Khek. se-moga engkau cepat-cepat bertemu pemilik Hong
Hoang Pokiam yang cantik jelita itu"
"Terimakasih" ucap
Lie Man Chiu. "Oh ya Kalau engkau berhasil membunuh Liu siauw Kun, apa
rencanamu selanjutnya?"
"Tidak mempunyai rencana
apa pun."
"Tidak mau menikah
lagi?"
"Mungkin tidak."
sahut Tan Li Cu sambil menghela nafas panjang. "Aku mau menjadi biarawati
dan tetap tinggal di Gunung Hong Lay san."
"Tapi engkau masih muda
Iho"
"Memang, namun aku tidak
bisa melupakan suami dan anakku itu. Lagi pula hatiku telah dingin."
"Nasib" Lie Man chiu
menggeleng-gelengkan kepala. "Padahal engkau sangat cantik dan lemah
lembut, tapi justru mengalami kejadian itu. Sung-guh kasihan anakmu"
"Ya." Mata Tan Li cu
basah. "Ketika dia mati dihempas oleh Liu Siauw Kun, aku melihat sepasang
matanya melotot ke arah Liu Siauw Kun. Aaakh, anakku"
"Maaf Aku telah
menimbulkan kesedihanmu"
"Setiap malam aku pasti
menangis sendiri, teringat akan anakku. Usianya belum setahun, tapi harus mati
secara mengenaskan." Tan Li Cu mulai terisak-isak. "Itu membuatku
nyaris menjadi gila, tapi untung guruku dan gurumu terus menghiburku."
"Tui Beng Li, jangan
sedih" ujar Lie Man Chiu. "Aku pasti membantumu membunuh Liu siauw
Kun."
"Terimakasih" ucap
Tan Li Cu dengan air mata bercucuran. "Sudah malam, silakan tidur"
"Ya." Tan Li Cu
membaringkan dirinya di tempat tidur, sedangkan Lie Man Chiu tetap duduk di
kursi, kemudian memejamkan matanya.
Sebaliknya Tan Li Cu yang
berbaring di ranjang, sama sekali tidak bisa memejamkan matanya.
Ternyata ia terus terbayang
akan anaknya yang sudah tiada, sehingga air matanya meleleh.
Keesokan harinya, Tan Li Cu
dan Lie Man Chiu berjalan pcriahan-lahan meninggalkan penginapan itu. Kepala
Tan Li Cu tertunduk seakan sedang memikirkan sesuatu.
"Tui Beng Li, apa yang
kaupikirkan?" tanya Lie Man Chiu dan diam-diam menghela nafas panjang.
"Aaakh..." Tan Li cu
menggeleng-gelengkan kepala. "Masih terbayang kematian anakku yang
mengenaskan."
"Itu sudah berlalu,
jangan terus kau bayangkan" ujar Lie Man Chiu. "Aku pasti membantumu
membunuh Liu siauw Kun."
"Thian Liong Kiam Khek
Engkau tidak tahu...," ujar Tan Li cu memberitahukan. " Ketika itu,
anakku sedang belajar jalan bersama ayahku. Anakku tertawa-tawa, namun itu
merupakan tawanya yang terakhir."
"Tui Beng Li...."
Lie Man chiu menggeleng-gelengkan kepala.
"Setiap kali melihat anak
kecil sebesar anakku, aku pasti menangis." ujar Tan Li cu dan kemudian
menggeram. "Liusiauw Kun, engkau pasti kucincang"
"Ha ha ha" Mendadak
terdengar suara tawa. "Siapa ingin mencincangku?" Kemudian melayang
turun dua orang, yaitu Ang Bin sat sin dan Liu siauw Kun. Begitu melihat pemuda
itu, seketika juga mata Tan Li Cu menjadi membara.
"Bagus Bagus Akhirnya
engkau muncul juga" ujar Tan Li Cu penuh dendam. "Hari ini engkau
pasti kucincang"
"Ha ha ha" Liu siauw
Kun tertawa gelak sambil memandangnya. "Li Cu, engkau masih masih letap
cantik sudah sekian lama engkau menjanda, tentunya engkau kesepian sekali Lebih
baik engkau ikut aku untuk hidup senang"
"Diam," bentak Tan
Li Cu sambil mengeluarkan Loan Kang Pokiamnya.
"Oooh" Lie Man Chiu
manggut-manggut sambil menatap pemuda itu. "Ternyata engkaulah Liu siauw
Kun"
"Benar" sahut Liu
siauw Kun. "siapa engkau? Kenapa engkau bersama Li Cu?"
"Aku Thian Liong Kiam
Khek" ujar Lie Man chiu sepatah demi sepatah dengan dingin sekali.
"Ha ha ha" Ang Bin sat sin tertawa gelak. "Bagus Aku ke mari
memang ingin menangkap kalian" "Hmm" dengus Lie Man chiu dingin.
"Kalian berdua mampu menangkap kami?"
"Tentu" Ang Bin sat
sin tertawa lagi. "Thian Liong Kiam Khek, lebih baik engkau menyerah"
"oh?" Lie Man chiu
menatapnya dingin sambil menghunus Thian Liong Pokiamnya. "Katakan siapa
engkau?"
"Aku Ang Bin sat
sin" sahutnya sekaligus menghunus pedangnya, lalu berkata kepada Liu siauw
Kun. "Hadapi Tui Beng Li Aku menghadapi yang ini."
"Ya, Guru." Liu
siauw Kun mengangguk.
"Lihat serangan"
bentak Tan Li cu sambil menyerang Liu siauw Kun.
"Ha ha ha" Liu siauw
Kun tertawa sambil berkelit. "Galak amat sudahlah, lebih baik kita
bersenang-senang sudah sekian lama engkau menjanda, tentunya sangat
kesepian...."
"Jahanam" Caci Tan
Li Cu sambil menyerangnya lagi.
Sementara Lie Man chiu sudah
bertarung dengan Ang Bin sat sin. Bukan main serunya pertarungan mereka, sebab
keduanya mengeluarkan ilmu pedang andalan masing-masing.
Lie Man Chiu mengeluarkan
Thian Liong Kiam Hoat (Ilmu Pedang Naga Kahyangan), sedangkan Ang Bin sat sin
mengeluarkan sin Eng Kiam Hoat (Ilmu Pedang Elang sakti).
Setelah bertarung puluhan
jurus, Ang Bin sat sin tampak agak keteter. Begitu pula Liu siauw Kun yang
bertarung dengan Tan Li cu. Padahal Liu siauw Kun telah mengeluarkan Pak Kek
Kiam Hoat (Ilmu Pedang Kutub Utara), namun pemuda itu kurang latihan dan sering
main perempuan, maka lweekangnya mengalami kemerosotan.
Tan Li Cu terus menyerang
dengan jurus-jurus yang mematikan, membuat Liu siauw Kun terdesak.
"Engkau harus
mampus" bentak Tan Li Cu dan sekaligus menyerangnya denganjurus Lui Tian
Toh san (Petir Kilat Merobohkan Gunung).
Liu siauw Kun berusaha berkelit,
tapi bahunya tersabet juga oleh Loan Kang Pokiam. "Aaakh..." jerit
Liu siauw Kun dan terhuyung-huyung ke belakang.
"Engkau harus mampus hari
ini" bentak Tan Li cu sambil mendekatinya.
Ang Bin sat sin yang
menyaksikan kejadian itu terkejut bukan main. la menangkis serangan Lie Man
chiu, sekaligus merogoh ke dalam bajunya. Ternyata ia mengambil dua buah bom
asap beracun, lalu dilemparkannya ke tanah. Bom itu meledak dan mengeluarkan
asap beracun. Betapa terkejutnya Lie Man chiu dan Tan Li cu. Mereka cepat-cepat
menutup pernafasan, tapi terlambat.
Mereka terkulai dan pingsan
seketika. Ang Bin Sat Sin tertawa gelak. Liu Siauw Kun segera membalut luka di
bahunya, kemudian ia juga tertawa gembira.
"Guru Biar aku
bersenang-senang dulu dengan wanita itu" ujar Liu Siauw Kun. "Dia
telah melukai bahuku, maka dia harus membayar mahal."
"Ha ha Boleh saja engkau
bersenang-senang dengan dia." sahut Ang Bin Sat Sin. "Dia sudah tak
berdaya sama sekali."
Tiba-tiba terdengar suara
siulan panjang yang memekakkan telinga. Sudah barang tentu suara siulan itu
sangat mengejutkan mereka. Tak lama kemudian tampak melayang turun seseorang
berusia empat puluhan, dan seekor monyet bulu putih duduk di bahunya. Dialah Tio
Cie Hiong yang memakai kedok kulit.
"Siapa engkau?"
bentak Ang Bin Sat Sin.
"Hmm" dengus Tio Cie
Hiong. "cepatlah kalian enyah dari sini"
Ang Bin sat sin tertawa
dingin, kemudian mendadak menyerangnya dengan pedang.
Tio Cie Hiong mengibaskan
lengan bajunya, dan seketika Ang Bin sat sin terpental beberapa depa. Kalau
tidak mencemaskan keadaan Tui Beng Li dan Thian Liong Kiam Khek, Tio Cie Hiong
pasti sudah turun tangan memusnahkan kepandaian Ang Bin sat sin dan Liu siauw
Kun. Sedangkan monyet bulu putih yang duduk di bahu Tio Cie Hiong sudah siap
menyerang mereka, hanya menunggu perintah Tio Cie Hiong saja.
Akan tetapi, Tio Cie Hiong
tidak memberi perintah kepada monyet bulu putih menyerang mereka, melainkan
mendadak menyambar Tul Beng Li dan Thian Liong Kiam Khek. lalu melesat pergi.
"Aaakh..." Ang Bin
sat sin menarik nafas lega. "Sungguh tinggi kepandaian orang itu, kita
berdua bukan lawannya."
"Kenapa dia tidak
menyerang kita?" tanya .Liu siauw Kun heran.
"Dia mencemaskan Tui Beng
Li dan Thian Liong Kiam Khok yang terkena asap beracun. Kalau tidak. kita pasti
celaka. Ayoh Kita harus segera pulang"
Ang Bin sat sin dan Liu siauw
Kun melesat pergi. Mereka berdua tidak habis pikir siapa sebenarnya lelaki itu.
Tio Cie Hiong menaruh Tui Beng Li dan Thian Liong Kiam Khek di bawah sebuah
pohon. Setelah melihat jelas wajah Tui Beng Li, la nyaris menjerit kaget karena
tidak menyangka wanita itu adalah Tan Li cu.
Segeralah ia memeriksa mereka,
dan setelah itu ia berlega hati, sebab mereka berdua hanya terkena racun
pelemas badan yang membuat mereka pingsan. Tio Cie Hiong memasukkan pil pemunah
racun ke dalam mulut mereka, berselang beberapa saat kemudian, mereka berdua
siuman.
"Eeeh?" Lie Man chiu
tercengang melihat Tio Cie Hiong. "Ke mana Ang Bin Sat sin dan Liu siauw
Kun?"
"Mereka sudah pergi. Aku
yang membawa kalian ke mari," sahut Tio Cie Hiong dengan suara serak.
"Terima kasih, Tayhiap
(Pendekar Besar)" ucap Lie Man chiu.
Tio Cie Hiong hanya tersenyum.
sementara Tan Li cu terus menatap Tio Cie Hiong dengan mata tak berkedip.
karena ia mengenali bentuk badannya.
"Siapa Tayhiap?"
tanya Tan Li cu mendadak.
"Kelak kalian akan
mengetahuinya," sahut Tio Cie Hiong dan menambahkan. "Aku telah
memunahkan racun di tubuh kalian, maka kini kalian telah pulih."
"Terima kasih,
Tayhiap" ucap Tan Li cu. "Kalau Tayhiap tidak muncul menolong kami,
kami pasti sudah celaka."
"Apakah kalian sepasang
kekasih?" tanya Tio Cie Hiong.
"Bukan," sahut Lie
Man chiu cepat, sekaligus memperkenalkan diri "Namaku Lie Man Chiu, murid
Tayli lo Ceng. Dia bernama Tan Li cu, murid It sim sin Ni."
"Apa?" Tio Cie Hiong
tertegun.
"Tayhiap kenal guruku dan
gurunya?" tanya Lie Man chiu heran.
"Kenal." Tio Cie
Hiong memberitahukan. "Aku pernah bertemu It sim sin Ni, tapi...."
"Kapan Tayhiap bertemu
guruku?" tanya Tan Li cu.
"Kalau tidak salah, sudah
dua tiga tahun yang lalu. Namun aku tidak melihatmu di sana."
"Dua tahun lalu, Tayli Lo
Ceng membawaku ke sana menjadi murid It sim sin Ni." Tan Li Cu
memberitahukan.
"Ya itu setelah Liu siauw
Kun membunuh ayah dan anakku."
"Apa?" Tio Cie Hiong
terkejut sekali. "Liu siauw Kun...."
"Tayhiap" Lie Man
chiu menatapnya heran, "Kenapa Tayhiap begitu terkejut mendengar Liu siauw
Kun membunuh ayah dan anak Tui Beng Li?"
"Karena aku tidak
menyangka kalau Liu siauw Kun begitu kejam. Aaakh..." Tio Cie Hiong
menghela nafas panjang, kemudian berpesan. "selanjut-nya kalian harus
berhati-hati"
"Ya." Lie Man chiu
mengangguk.
"Oh ya" Tio Cie
Hiong mengeluarkan dua butir pil, lalu diberikan kepada mereka seraya berkata,
"Kalau kalian makan pil anti racun ini, selama tiga bulan kalian akan kebal
terhadap racun apapun."
"Terima kasih" ucap
Lie Man chiu dan Tan Li cu. Mereka menerima pil itu, lalu dimasukkan ke mulut.
"Menurutku, lebih baik
kalian ke markas pusat Kay Pang secara diam-diam." ujar Tio Cie Hiong
mengusulkan "Temuilah Bu Lim Ji Khie"
"Sebetulnya kami mau ke
sana menanyakan tentang Tio Cie Hiong, tapi khawatir akan menyusahkan pihak Kay
Pang." Lie Man chiu memberitahukan. "Maka kami tidak jadi
kelana."
"Kalian boleh ke sana
secara diam-diam," ujar Tio Cie Hiong. "Maka tidak akan menyusahkan
Kay Pang."
"Akan kami pikirkan
itu," sahut Lie Man chiu.
"Baiklah." Tio Cie
Hiong manggut-manggut. "sampai jumpa"
Tio Cie Hiong lalu melesat
pergi. Lie Man chiu memanggilnya, namun Tio Cie Hiong sudah tidak kelihatan.
"Bukan main tingginya
ginkang orang itu" Lie Man chiu menggeleng-gelengkan kepala. Tan Li cu
diam saja, kelihatannya sedang memikirkan sesuatu.
"Tui Beng Li, apa yang
engkau pikirkan?" tanya Lie Man chiu.
"Wajah dan suara lain,
tapi bentuk badannya..." gumam Tan Li cu. "Persis seperti Tio Cie
Hiong."
"Apa?" Lie Man chiu
terbelalak. "Maksudnya orang itu mirip Tio Cie Hiong?"
"Bentuk badannya, tapi
tidak mungkin...."
"Mcmang tidak mungkin.
Tio Cie Hiong masih muda, sedangkan orang itu berusia empat puluhan." ujar
Lie Man Chiu sambil memandangnya. "Oh ya, bagaimana menurutmu?"
"Tentang apa?"
"Dia mengusulkan agar
kita ke markas pusat Kay Pang secara diam-diam, apakah engkau mau ke
sana?"
"Aku khawatir, kalau
pihak Bu Tek Pay tahu, mereka pasti mencelakai pihak Kay Pang. Maka untuk
sementara ini kita jangan ke sana, lebih baik kita lihat dulu bagaimana
perkembangan selanjutnya."
"Baiklah." Lie Man
chiu manggut-manggut dan bergumam. "Aku yakin kepandaian orang itu pasti
tinggi sekali."
Sementara itu, Ang Bin sat sin
dan Liu siauw Kun juga telah tiba di markas, dan langsung melapor tentang
kejadian itu.
"Apa?" Tang Hai Lo
Mo tertegun. Tui Beng Li dan Thian Liong Kiam Khek ditolong oleh orang tak
dikenal itu?"
"Ya." Ang Bin sat
sin mengangguk. "Kepandaian orang itu tinggi sekali. Ketika kuserang, dia
cuma mengibaskan lengan bajunya membuat diriku terhuyung-huyung beberapa depa
dan nafasku terasa sesak."
"oh?" Tang Hai Lo Mo
mengerutkan kening. " Kalau begitu, kenapa orang itu tidak menyerang
kalian?"
"Mungkin dia melihat Tui
Beng Li dan Thian Liong Kiam Khek terkapar pingsan, karena mendadak dia menyambar
mereka dan melesat pergi." Ang Bin sat sin memberitahukan. "Di bahu
orang itu duduk seekor monyet bulu putih."
"oh?" Tang Hai Lo Mo
mengerutkan kening lagi. "siapa orang itu?"
"Mungkingkah dia adalah
guru Tui Beng Li atau Thian Liong Kiam Khek?" tanya Thian Mo.
"Tidak mungkin." Ang
Bin Sat sin menggelengkan kepala. "sebab usia orang itu kelihatan baru
empat puluhan."
"Kini...," ujar Te
Mo gusar. "Bertambah satu lawan tangguh lagi, maka kita harus
bersiap-siap."
"Hm" dengus Tang Hai
Lo Mo. "Mereka pasti tidak berani menyerbu ke mari, karena di sini banyak
jebakan."
"Kalau pun mereka
menyerbu ke mari, kita tidak perlu takut" ujar siluman Kurus sambil
tertawa. "Kami berdua akan membunuh mereka."
"Oh ya." Tang Hai Lo
Mo teringat sesuatu. "Entah bagaimana Lak Kui yang di markas cabang?"
"Kalau pemilik Hong Hoang
Leng muncul, mereka berenam pasti dapat membekuknya," sahut siluman Gemuk
sambil tertawa. "Ha ha ha..."
Bab 69 Tio Lo Toa dan Tio Hong
Hoa terluka
Di dalam sebuah kamar
penginapan, tampak Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa duduk berhadapan sambil
bercakap-cakap. Wajah gadis itu cerah ceria.
"Paman Lo Toa, aku sama
sekali tak menyangka kalau nenekku masih hidup," ujar Tio Hong Hoa sambil
tersenyum. " Kalau ayahku tahu, pasti gembira sekali."
"Hoa ji" Tio Lo Toa
tertawa. "Tahukah engkau berapa usia nenekmu sekarang?"
"Tentunya sudah di atas
seratus, tapi masih begitu sehat dan gagah," sahut Tio Hong Hoa dan
menambahkan. "Kini kita baru tahu jelas, ternyata kakekku telah salah
paham terhadapnya."
"Yaah" Tio Lo Toa
menggeleng-gelengkan kepala. "sayang sekali kakekmu telah tiada, begitu pula
pamanmu."
"oh ya Entah bagaimana
keadaan Adik Cie Hiong? Apakah dia sudah sembuh?"
"Kalau sudah sembuh, dia
pasti muncul dalam rimba persilatan."
"Paman Lo Toa" ujar
Tio Hong Hoa merendahkan suaranya. "Kini markas cabang Bu Tek Pay cuma
tinggal satu. Bagaimana kalau malam ini kita pergi memberantas para anggota
yang di situ?"
Hoa ji" Tio Lo Toa
menghela nafas. "Kita sudah membunuh banyak anggota Bu Tek Pay, menurut
aku...."
"Mereka begitu jahat,
maka harus dibunuh," potong Tio Hong Hoa dan mendesaknya. "Paman Lo
Toa, malam ini kita pergi memberantas mereka ya"
Tio Lo Toa berpikir lama
sekali, akhirnya mengangguk. "Baiklah."
Setelah larut malam,
berangkatlah mereka menuju markas cabang Bu Tek Pay itu. Keduanya sama sekali
tidak tahu bahwa Kwan Gwa Lak Kui sudah menunggu mereka di sana.
Begitu sampai di markas cabang
itu, Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa terheran-heran, karena tiada seorang penjaga
pun di depan markas cabang tersebut.
"Kok sepi?" ujar Tio
Lo Toa.
"Mungkin para anggota Bu
Tek Pay disini sedang bersenang-senang di dalam," sahut Tio Hong Hoa.
"Paman Lo Toa, mari kita masuk saja"
Tio Lo Toa mengangguk, lalu
mereka berdua melesat ke halaman. sungguh mengherankan, di halaman itu pun
sepi, tidak tampak seorang penjaga pun di sana.
"Hoa ji" bisik Tio
Lo Toa. "Kelihatannya agak kurang beres, mari kita pergi"
"Sudah terlambat Ha ha
ha..." Terdengar suara tawa dan mendadak berkelebat beberapa sosok
bayangan ke hadapan mereka.
Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa
terkejut bukan main, maka gadis itu segera menghunus Hong Hoang Pokiamnya.
"siapa kalian?" bentak Tio Lo Toa.
"Ha ha ha Kami Kwan Gwa
Lak Kui sudah sekian lama kami menunggu kedatangan kalian Karena ternyata
kalian pemilik Hong Hoang Leng, maka malam ini kalian berdua harus mampus"
"Kwan Gwa Lak Kui?"
Tio Lo Toa tersentak dan berkeluh dalam hati.
"Benar" sahut Tiau
Am Kui. "Tentu kalian pernah mendengar kami Nah, bersiap-siaplah untuk
mati"
Kwan Gwa Lak Kui segera
mengepung Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa.
Hoa ji Hati-hati, mereka
berenam memiliki kepandaian ang sangat tinggi" Tio Hong Hoa mengangguk.
"Serang" seru Tiauw
Am Kui mendadak.
Mereka berenam langsung
menyerang Tlo Lo Toa dan Tio Hong Hoa dengan tangan kosong. Tio Lo Toa dan Tio
Hong Hoa cepat-cepat berkelit, lalu balas menyerang.
Maka terjadilah pertarungan
sengit dan seru. Kwan Gwa Lak Kui mengeluarkan Ku Lu Ciang Hoat (Ilmu Pukulan
Tengkorak). Mereka melatih ilmu tersebut dari tengkorak manusia, maka ketika
mengeluarkan ilmu tersebut, telapak tangan mereka berubah putih.
Tio Hong Hoa mengeluarkan Hong
Hoang Kiam Hoat, sekaligus mengerahkan Kiu Yang sin Kang. sedangkan Tio Lo Toa
menggunakan Teng san ciang Hoat (Ilmu Pukulan Merobohkan Gunung), yang
mengandung Kiu Yang sin Kang.
Kwan Gwa Lak Kui memiliki Pek
Kut Cuang Sim Kang (Lwee Kang Tulang Putih Penembus Hati), yang sangat ganas,
siapa yang terpukul, hati dan jantungnya pasti hancur.
Setelah pukulan jurus
kemudian, Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa mulai terdesak dan mendadak terdengar
suara jeritan Tio Hong Hoa, ternyata dadanya telah terpukul, membuatnya
terhuyung-huyung beberapa langkah ke belakang dengan wajah pucat-pias.
Tio Lo Toa terkejut sekali.
sudah barang tentu perhatiannya menjadi pecah, sehingga sebuah pukulan"
mendarat di dadanya. "Duuuk"
"Aaaakh" Ia menjerit
dan memuntahkan darah segar.
"Ha ha ha" Kwan Gwa
Lak-Kui tertawa gelak. "Malam ini kalian berdtia harus mampus"
Mereka berenam mendekati Tio
Lo Toa dan Tio Hong Hoa yang telah terluka dalam. Akan tetapi sekonyong-konyong
melayang turun sosok bayangan dari terdengar suara bentakan mengguntur.
"Berhenti" Yang
melayang turun di hadapan Tlo Lo Toa dan Tio Hong Hoa, itu ternyata Tio Cie
Hiong.
"Siapa engkau?"
bentak Tiauw Am Kui. "Hm" dengus Tio Cie Hiong.
"Serang dia" seru
Tiauw Am Kui.
Mereka berenam langsung
menyerang Tio Cie Hiong dengan Ku Lu ciang Hoat. Tio Cie Hiong tidak berkelit,
melainkan menangkis pukulan-pukulan itu dengan kibasan lengan bajunya.
"Daaar” Terdengar suara
benturan dahsyat.
Badan Tio Cie Hiong
bergoyang-goyang, sedangkan Kwan Gwa Lak Kui terdorong mundur beberapa langkah.
Di saat bersamaan, mendadak Tio Cie Hiong menyambar Tio Lo Toa dan Tio Hong
Hoa, sekaligus melesat pergi menggunakan ginkang.
"Kita kejar dia"
seru Bu Ceng Kui.
"Tidak usah" sahut Tiauw
Am Kui sambil menggelengkan kepala. "Ginkang orang itu tinggi sekali, kita
tidak akan dapat menyusulnya."
"Kepandaian orang itu
sungguh tinggi sekali. Kibasan lengan bajunya dapat menangkis pukulan-pukulan
kita," ujar Toa Thau Kui.
"Entah siapa dia?"
"Lebih baik kita pulang
sekarang," ujar Tiauw Am Kui. "Kita rundingkan dengan Bu Lim sam
Mo."
Mereka berenam langsung
melesat pergi menggunakan ginkang. Dalam perjalanan pulang ke markas, Kwan Gwa
Lak Kui terus berpikir siapa orang itu....
Tio Cie Hiong sudah sampai di
sebuah gubuk kosong di dalam rimba. Dengan hati-hati sekali ia menaruh Tio Lo
Toa dan Tio Hong Hoa ke bawah, lalu memeriksa mereka dengan cermat sekali.
Sementara Tio Lo Toa dan Tio
Hong Hoa masih dalam keadaan pingsan, setelah memeriksa mereka, Tio Cie Hiong
pun menarik nafas lega. Mereka berdua memang terluka cukup parah, namun karena
terlindung oleh Kiu Yang sin Kang, maka pukulan itu tidak sampai merusak
jantung mereka.
Tio Cie Hiong memasukkan
sebutir pil ke mulut mereka. Berselang beberapa saat kemudian, mereka siuman
lalu mengeluarkan suara keluhan.
"Duduklah bersila dan
kerahkan lweekang kalian agar kalian cepat sembuh" ujar Tio Cie Hiong.
Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa
menurut. Mereka segera duduk bersila dan memejamkan mata sambil mengerahkan Kiu
Yang sin Kang. Kira-kira satu jam kemudian, barulah mereka membuka mata dan
memandang Tio Cie Hiong. "Terimakasih atas pertolongan, Tayhiap" ucap
mereka serentak.
"Tidak usah mengucapkan
terima kasih" sahut Tio Cie Hiong sambil tersenyum dan berkata.
"Kwan Gwa Lak Kui
berkepandaian tinggi sekali, kenapa kalian masih ke sana menempuh bahaya?"
"Kami...." Tio Lo
Toa dan Tio Hong Hoa tergagap. "Kami sama sekali tidak tahu bahwa Lak Kui
berada di sana."
"Oooh" Tio Cie Hiong
manggut-manggut. " Kalian memang telah sembuh, namun kondisi kalian masih
lemah. oleh karena itu, kalian masih perlu beristirahat satu atau dua
hari."
"Ya." Tio Lo Toa
mengangguk. "Oh ya, bolehkah kami tahu nama besar Tahyiap?"
"Kalian akan
mengetahuinya kelak."
Karena Tio Cie Hiong menyahut
demikian, Tio Lo Toa tidak bertanya lagi, karena tahu bahwa penolong itu tidak
mau menyebut namanya.
"Nona...."
"Namaku Tio Hong
Hoa," ujar gadis itu cepat. "Tayhiap panggil namaku saja"
"Nona Hong Hoa, lebih
baik engkau beristirahat" Tio Cie Hiong menatapnya. "Sebab badanmu
masih lemah."
"Tidak apa-apa"
sahut Tio Hong Hoa sambil tersenyum, "Kepandaian Tayhiap sungguh tinggi
sekali, Tayhiap hanya mengibaskan lengan baju tapi mampu, membuat Lak Kui
terdorong mundur"
"Itu merupakan kepandaian
biasa."
"Tayhiap terlampau
merendahkan diri." Tio Lo Toa tertawa, " Kenapa Tayhiap bisa begitu
kebetulan menolong kami?"
"Memang kebetulan"
Tio Cie Hiong memberitahukan.. " Ketika aku melewati markas cabang Bu Tek
Pay itu, aku mendengar suara pertarungan, maka aku masuk sekaligus menolong,
kalian."
"Oooh".Tio Lo Toa
manggut-manggut. "Kami memang tidak tahu, bahwa Kwan Gwa Lak Kui berada di
situ. Kalau tahu, tentunya kami tidak akan ke sana."
"Sebetulnya aku yang
bersalah," ujar Tio Hong Hoa "Aku yang mendesak Paman Lo Toa pergi
memberantas para anggota Bu Tek Pay itu. untung Tayhiap segera menolong kami.
Kalau tidak. entah bagaimana nasib kami."
"Kalian memiliki semacam
lweekang pelindung jantung, kalau tidak mungkin aku juga tidak bisa
menyelamatkan kalian" ujar Tio Cie Hiong dan menambahkan. "Kalau
tidak salah, kalian pemilik Hong Hoang Leng, kan?"
"Aaaakh..." Tio Lo
Toa menghela nafas panjang" "Kami telah mempermalukan Hong Hoang
Leng.."
"Sebetulnya tidak."
Tio Cie Hiong tersenyum. "Karena mereka berenam. Kalau satu lawan satu,
kalian pasti tidak akan kalah."
"Ya." Tio Lo Toa
mengangguk. "Oh ya, setelah kalian pulih. lebih baik kalian ke markas
pusat Kay Pang saja" usul Tio Cie Hiong. "Temuilah. Bu Lim Khie,
namun kalian ke sana harus secara diam-diam jangan sampai diketahui pihak Bu
Tek Pay." .
"Kenapa kami harus
kesana?" tanya Tio Hong Hoa.
"Setelah sampai di sana,
kalian pasti tahu."
"Heran" gumam Tio
Hong Hoa tidak mengerti. "Kenapa Tayhiap selalu mengatakan
demikian?,"
"Hoa ji." Tegur Lio
Lo Toa "Jangan kurang ajar."
Tio Hong Hoa cemberut.
"Aku tidak kurang ajar, hanya merasa heran."
"Untuk sementara
ini...." Tio Cie Hiong tersenyum. "Aku masih harus menjaga suatu
rahasia,
harap kalian maklum"
"Kami maklum." sahut
Tio Lo Toa.
"Itu...." Tio Hong
Hoa menunjuk monyet bulu putih yang duduk di bahu Tio Cie Hiong. "Bulu
monyet itu seperti saiju,
sungguh bersih dan bagus sekali."
Monyet bulu putih
bercuit-cuit, kelihatannya gembira sekali karena gadis itu memujinya.
"Nona Hong Hoa" Tio
Cie Hiong memberitahukan sambil tersenyum. "Monyet ini bisa menari
Iho"
"Oh, ya?" Tio Hong
Hoa tertarik dan berkata. "Tayhiap. bolehkah Tayhiap menyuruh monyet itu
menari sebentar?"
"Tentu boleh." Tio
Cie Hiong mengangguk. "Kauw heng, turunlah"
Monyet bulu putih meloncat
turun, sedangkan Tio Cie Hiong mengeluarkan suling kumalanya.
"Kauw heng, aku meniup
suling, engkau menari ya" ujar Tio Cie Hiong sambil tersenyum.
Monyet bulu putih
manggut-manggut. Kemudian Tio Cie Hiong pun mulai meniup suling kumalanya.
Betapa merdu dan sedap didengar suara suling itu, membuat Tio Lo Toa dan Tio
Hong Hoa melongo. Mereka tidak menyangka kalau penolong itu begitu mahir meniup
suling. setelah suara suling itu mengalun, monyet bulu putih mulai menari-nari
lemah gemulai, sehingga membuat Tio Hong Hoa tertawa geli.
Berselang sesaat, mendadak
irama suling berubah menjadi cepat, dan nadanya meninggi, dan seketika monyet
bulu putih bergerak laksana kilat, berkelebatan ke sana ke mari.
Menyaksikan itu, Tio Lo Toa
terkejut bukan main, sebab monyet bulu putih sedang mempertunjukkan semacam
ilmu silat. sedangkan Tio Hong Hoa menyaksikannya dengan mulut ternganga lebar.
Beberapa saat kemudian,
barulah Tio Cie Hiong berhenti meniup sulingnya, dan monyet bulu putih pun
berhenti bergerak, lalu meloncat ke atas bahu Tio Cie Hiong.
"Bagus Hebat sekali"
seru Tio Hong Hoa sambil bertepuk-tepuk tangan.
Monyet bulu putih
bercuit-cuitan, sedangkan Tio Lo Toa diam saja, ia tahu saat ini berhadapan
dengan orang yang berkepandaian sangat tinggi, maka tidak berani bicara
sembarangan.
"Sebentar lagi hari akan
pagi, aku akan pergi beli sedikit makanan kering untuk kalian," ujar Tio
Cie Hiong dan berpesan. "Kalian harus tetap di sini, jangan pergi ke
mana-mana"
"Ya, Tayhiap." Tio
Lo Toa mengangguk.
"Tayhiap. bolehkah aku
ikut?" tanya Tio Hong Hoa mendadak.
"Tidak boleh. Lebih baik
engkau beristirahat di sini." Jawab Tio Cie Hiong.
"Tayhiap .."
"Hoa "ji tegur Tio
Lo Toa dengan kening berkerut." Jangan bandel, turutilah perkataan
Tayhiap" "Paman Lo Toa" Tio Hong Hoa menundukkan kepala
"Baiklah." Tio Cie
Hiong tersenyum: "Aku pergi sebentar, kalian tunggu disini, jangan pergi
ke mana-mana"
Tio Cie Hiong melesat pergi
menggunakan ginkangnya. Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa saling memandang, kemudian
Tio Lo Toa menghela nafas panjang seraya berkata. "Kepandaian orang itu
masih diatas ayahmu, entah siapa dia..."
Bu Lim sam Mo, Kwan Gwa siang
Koay, Lak Kui, Ang Bin sat sin dan Liu siauw Kun duduk dengan wajah serius,
kelihatannya mereka sedang membicarakan sesuatu yang penting.
"Ini merupakan masalah
penting yang harus kita perhatikan." ujar Tang Hai Lo Mo dengan kening
berkerut. "sebab kemunculan orang itu pasti merupakan halangan bagi
kita."
"Benar." Thian Mo
manggut-manggut. "Dia telah menolong Tui Beng Li dan Thian Liong Kiam
Khek, bahkan kini menolong pemilik Hong Hoang Leng...."
"Kepandaiannya tinggi
sekali," sela Tiauw Am Kui memberitahukan. "Dia cuma mengibaskan
lengan bajunya, tapi dapat membuat kami berenam terdorong mundur beberapa
langkah. Dapat dibayangkan, betapa tinggi lweekangnya."
"Heran..." gumam
siluman Gemuk sambil mengerutkan kening. "siapa orang itu? setahuku di
Tionggoan ini tidak ada orang yang berkepandaian setinggi itu."
"It Ceng sudah mati, Ji
Khie tak berkutik dan Tio Cie Hiong sudah mati. Lalu... siapa orang itu?"
sahut Tang Hai Lo Mo dengan kening berkerut-kerut. "Lagi pula orang itu
membawa seekor monyet bulu putih. Padahal selama puluhan tahun ini, sama sekali
tidak pernah mendengar nama orang tersebut."
"Dia baru berusia empat
puluhan, namun kepandaiannya memang luar biasa." Bu Ceng Kui
menggeleng-gelengkan kepala. " Kalau bertarung, belum tentu kami berenam
mampu mengalahkannya . "
"oh?" siluman Kurus
tersentak. " Kalau kami berdua yang menghadapinya, apakah kami akan
menang?" tanyanya.
"Sulit dikatakan." Tiauw
Am Kui menggeleng-gelengkan kepala. "Sebab kami cuma merasakan kibasan
lengan bajunya, belum bertarung dengan dia, jadi kami belum tahu jelas berapa
tinggi kepandaiannya."
"Kalau begitu...."
Kwan Gwa siang Keay menatapnya. "Kenapa kalian mengatakan kalian
berenam belum tentu mampu
mengalahkannya?"
"Sebab kibasan lengan
bajunya saja membuat kami merasa berkunang-kunang. Lagi pula dia mampu pergi
begitu saja dengan membawa kedua orang yang terluka itu." ujar Tiauw Am
Kui.
"Itu pertanda dia
berkepandaian tinggi sekali."
"Ngmmm" siluman
Kurus manggut-manggut. "Kalian berhasil melukai kedua orang itu dengan
pukulan Ku Lu ciang Hoat?"
"Benar." Tiauw Am
Kui mengangguk.
"Kalau begitu..."
siluman Kurus tertawa. "Mereka berdua pasti sudah terluka dalam."
"Tidak salah." sahut ok sim Kui. "Tapi belum tentu bisa membuat
mereka mati." "Kenapa?" tanya siluman Kurus.
"Sebab mereka memiliki
semacam lweekang yang dapat melindungi jantung, maka jantung mereka tidak akan
hancur terkena pukulan kami." ok sim Kui memberitahukan. " Lagi pula
kami menyerang mereka cuma menggunakan tujuh bagian lweekang Pek Kut Cuan sim
Kang."
"Oooh" siluman Kurus
manggut-manggut "Tidak apa-apa, anggaplah sebagai pelajaran bagi
mereka"
"Terus terang..."
ujar Tang Hai Lo Mo serius. "Aku tidak begitu memusingkan Tui Beng Li,
Thiang Liong Kiam Khek dan pemilik Hong Hoang Leng. Yang kupikirkan adalah
orang yang punya monyet bulu putih itu. Kalau dia menentang Bu Tek Pay, kita
akan kewalahan menghadapinya . "
"Benar." Thian Mo
dan Te Mo manggut-manggut.
"Hmm" dengus Kwan
Gwa siang Keay dingin. "Kami berdua akan menghadapinya dengan Tek Im
Ciang, biar dia tahu rasa"
"Oh ya" Tang Hai Lo
Mo teringat sesuatu, lalu memandang Ang Bin sat sin seraya bertanya.
"Bagaimana Kay Pang dan tujuh partai besar lainnya?"
"Hingga saat ini Kay Pang
tiada kegiatan apa-apa," jawab Ang Bin sat sin memberitahukan.
"Tujuh partai besar sudah
menutup pintu perguruan masing-masing, sama sekali tidak berani bergerak dalam
rimba persilatan."
"Bagus Ha ha ha"
Tang Hai Lo Mo tertawa gelak. "Jadi kini perhatian kita harus dipusatkan
pada orang yang punya monyet bulu putih itu. Apabila dia berani menentang kita,
kita harus berupaya membunuhnya"
"Benar." Kwan Gwa
siang Keay manggut-manggut. "Perintahkan kepada para anggota, apabila
melihat orang itu, harus segera melapor kepada kita"
"Baik." Bu lim sam
Mo mengangguk dan berkata. "Mulai sekarang, kita juga harus berhati-hati
terhadap orang itu."
Setelah membeli makanan
kering, Tio cie Hlong lalu memasuki sebuah kedai teh. Akan tetapi, ia tidak
mendapat tempat duduk karena kedai teh itu telah penuh sesak. la berdiri sambil
menengok ke sana ke mari, tiba-tiba seorang tua berusia tujuh puluhan melambaikan
tangannya seraya berkata. "Mari duduk di sini"
"Terima kasih" sahut
Tio Cie Hiong, kemudian duduk di hadapan orang tua tersebut.
"Mau makan apa?"
tanya orang tua itu ramah.
"Aku cuma mau minum
teh." Tio Cie Hiong tersenyum, kemudian seorang pelayan menyuguhkan teh
kepadanya.
"Engkau membawa monyet,
apakah engkau penjual atraksi keliling?" tanya orang tua itu.
"Bukan." Tio Cie
Hiong menggelengkan kepala. "Monyet bulu putih ini kawan baikku, maka aku
selalu membawanya ke mana-mana."
"Oooh" orang tua itu
manggut-manggut. " Kalau begitu, apakah engkau pengembara?"
"Kira-kira
begitulah."
"jadi engkau telah
mengembara ke sana ke mari?"
"Ya." Tio Cie Hiong
mengangguk dan bertanya. "Paman juga pengembara?"
"Bukan." orang tua itu
menggelengkan kepala. "sebetuinya boleh dikatakan aku baru datang di
Tionggoan."
"oh?" Tio Cie Hiong
tercengang. "bukan orang Tionggoan?"
"Aku lahir di Tionggoan,
tapi...." orang tua itu memberitahukan. "pindah ke sebuah pulau
ketika
masih kecil."
"Pulau apa?"
Rahasia." orang tua itu
tersenyum dan menambahkan. "seperti engkau yang punya rahasia."
"Aku punya rahasia?"
"Ya." orang tua itu
menatapnya. "Bukankah engkau memakai kedok kulit? Nah, engkau punya
rahasia, kan?"
"Sungguh tajam mata
Paman" Tio Cie Hiong tersenyum. "Aku memang memakai kedok kulit, agar
tidak menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan."
"Menghindari musuh?
"
"Menghindari sih tidak.
hanya tidak mau banyak urusan." Tio Cie Hiong menatapnya.
"Kelihatannya Paman berkepandaian tinggi sekali, apakah Paman diundang
oleh pihak Bu Tek Pay?"
"Tidak." orang tua
itu menatap Tio Cie Hiong. "Aku tahu, engkau juga memiliki kepandaian
tinggi. sorot matamu begitu tajam dan bersih, karena itu aku tahu engkau bukan
orang jahat."
"Paman pun bukan orang
jahat." Tio Cie Hiong tersenyum.
"Bagaimana engkau bisa
tahu aku bukan orang jahat?" tanya orang tua itu sambil tertawa.
"Kalau Paman orang jahat,
monyetku ini pasti mengetahuinya. Dia diam saja, pertanda Paman bukan orang
jahat."
"oh?" orang tua itu
tertawa lagi. "Kalau begitu, monyetmu itu monyet sakti?"
"Cukup sakti." Tio
Cie Hiong manggut-manggut. "juga memiliki naluri yang tajam, maka bisa
membedakan orang baik dan orang jahat."
"Ha ha ha" orang tua
itu tertawa gelak. "Luar biasa"
"Oh ya" tanya Tio
Cie Hiong mendadak. "Ada urusan apa Paman datang di Tionggoan?"
"Karena engkau bukan orang jahat, maka aku harus memberitahukan,"
sahut orang tua itu. "Mudah-mudahan engkau bisa membantuku"
"Apa yang bisa
kubantu?" tanya Tio Cie Hiong sungguh-sungguh.
"Terus terang, aku datang
di Tionggoan untuk mencari putriku, yang datang duluan bersama
pembantuku." orang tua itu memberitahukan. "Tapi aku tidak tahu
mereka berada di mana sekarang?"
"Paman, bolehkah aku tahu
nama mereka?" "Mereka bernama Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa."
"Apa?" Tio Cie Hiong
tersentak. "Jadi Nona Tio Hong Hoa adalah putri Paman?"
"Ya." orang tua itu
mengangguk dan terbelalak. "engkau kenal putriku?"
"Kenal...." Ketika
Tio Cie Hiong baru mau memberitahukan, mendadak muncul belasan anggota
Bu Tek Pay menghampiri mereka.
Kemunculan belasan anggota Bu Tek Pay membuat tamu-tamu lain yang sedang minum
di situ lari ketakutan, namun Tio Cie Hiong dan orang tua itu masih duduk
tenang di tempat.
"Mau apa mereka ke
mari?" tanya orang tua itu heran.
"Mungkin mau cari
gara-gara denganku," sahut Tio Cie Hiong lalu berkata kepada monyet bulu
putih yang duduk di bahunya. "Kauw heng, aku sedang bercakap-cakap dengan
Paman ini, jadi tidak mau diganggu, maka beresilah mereka Namun engkau jangan
membunuh, cukup memusnahkan kepandaian mereka saja"
Monyet bulu putih itu bercuit
dan mengangguk. lalu melesat pergi sambil menampar beberapa anggota Bu Tek Pay
itu.
"Monyet sialan" caci
mereka sekaligus mengejar monyet bulu pulih yang berloncat-loncatan ke luar.
"Monyetmu itu bisa
berkelahi?" tanya orang tua itu heran.
"Bisa." Tio Cie
Hiong mengangguk sambil tersenyum.
"Engkau tidak perlu bantu
monyet itu?" orang tua itu mengerutkan kening, kelihatannya tidak percaya
kalau monyet bulu putih tersebut mampu melawan belasan anggota Bu Tek Pay.
"Tidak perlu." Tio
Cie Hiong tersenyum. Di saat bersamaan monyet bulu putih telah kembali dan
meloncat ke atas bahu Tio Cie Hiong. "Bagaimana Kauw heng, engkau sudah
membereskan mereka?"
Monyet bulu putih bercuit tiga
kali sampai manggut-manggut, sedangkan orang tua itu terbelalak.
"Be... begitu
cepat?" orang tua itu terperangah, kemudian bangkit berdiri sekaligus
memandang ke depan. la melihat belasan anggota Bu Tek Pay berusaha bangun
sambil merintih-rintih, dan mulut mereka mengeluarkan darah. “Haaah..."
Orang tua itu kembali ke
tempat duduk. terus menatap monyet bulu putih dengan mata terbeliak lebar.
"Paman sudah melupakan
pokok pembicaraan kita?" tanya Tio Cie Hiong sambil tersenyum.
"Bukan main Sungguh bukan
main" orang tua itu menggeleng-gelengkan kepala. "Oh ya, engkau kenal
putriku?"
"Kenal. Mari ikut aku
menemui mereka"
"Baik"
Mereka lalu meninggalkan kedai
itu. Begitu sampai di luar, Tio Cie Hiong mengerahkan ginkangnya. orang tua itu
juga mengerahkan ginkangnya untuk mengikuti Tio Cie Hiong.
Bukan main terkejutnya orang
tua itu, karena tidak menyangka kalau ginkang Tio Cie Hiong
begitu tinggi. Padahal ia
telah mengerahkan tenaga sepenuhnya, namun tetap berada di belakang Tio Cie
Hiong.
Berselang beberapa saat
kemudian, mereka sudah memasuki sebuah rimba. Tak lama tampaklah sebuah gubuk,
dan dua orang duduk di halamannya. Mereka tidak lain Tio Lo Toa dan Tio Hong
Hoa, yang sedang menunggu Tio Cie Hiong pulang.
Tio Cie Hiong dan orang tua
itu melesat menghampiri mereka. Betapa terkejutnya Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa,
tapi ketika melihat siapa yang muncul, Tio Hong Hoa langsung berseru girang.
"Ayah" Gadis itu
segera mendekap di dada orang tua itu.
"Nak" orang tua itu
membelainya. Ternyata dia Tio Tay seng.
"Tocu (Majikan
Pulau)" panggil Tio Lo Toa sambil memberi hormat.
Tio Tay seng manggut-manggut,
kemudian memandang Tio Cie Hiong sambil tertawa gembira. "Terimakasih
Terimakasih...."
"Sama-sama," jawab
Tio Cie Hiong laiu menaruh sebuah bungkusan. "Kini paman sudah bertemu
mereka, maka aku mohon diri"
"Eeeh...?" Tio Tay
seng ingin menahannya, namun Tio Cie Hiong telah melesat pergi.
"Sampai jumpa" sahut
Tio Cie Hiong.
"Aaaakh..." Tio Tay
seng menghela nafas. "Kenapa dia begitu cepat pergi? Padahal aku masih
ingin mengobrol dengannya"
"Ayah bertemu dia di
mana?" tanya Tio Hong Hoa.
"Di sebuah
kedai...," jawab Tio Tay Seng memberitahukan dan menambahkan.
"Sungguh luar biasa monyet bulu putih...."
"Apa?" Tio Hong Hoa
terbelalak. "Monyet itu mampu merobohkan belasan anggota Bu Tek Pay?"
"Benar." Tio Tay
seng mengangguk. "Kalau tidak menyaksikannya dengan mata kepala sendiri,
mungkin ayah juga tidak percaya."
"Monyet bulu putih memang
berkepandaian tinggi, apalagi Tayhiap itu" sela Tio Lo Toa. "Oh
ya" Tio Tay seng memandang mereka. "Kek kalian bisa bersama pemuda
itu?"
"Eh? Ayah sudah pikun
ya?" Tio Hong Hoa " menatapnya heran. "Tayhiap itu sudah berusia
empat puluhan, kenapa ayah katakan dia pemuda?"
"Ha ha ha" Tio Tay
seng tertawa. "Kalian masih tidak tahu...."
"Kenapa?" Tio Hong
Hoa kebingungan.
"Dia memakai kedok
kulit." Tio Tay seng memberitahukan. " Kalau tidak melihat tangannya,
aku pun tidak akan tahu bahwa dia memakai kedok kulit."
"Ayah tidak salah
lihat?" Tio Hong Hoa tidak percaya.
"Ketika ayah
bercakap-cakap dengan dia, tanpa sengaja ayah melihat tangannya begitu
halus," sahut Tio Tay seng. "Karena itu, ayah tahu bahwa dia memakai
kedok kulit. Lagi pula dia juga mengaku...."
"Ayah Kira-kira berapa
usianya?"
"Mungkin baru dua
puluhan."
"Apa?" Tio Hong Hoa
melongo. "Tidak mungkin."
"Kenapa engkau mengatakan
tidak mungkin?" Tio Tay seng menatapnya.
"Sebab kepandaiannya
tinggi sekali. Maka aku tidak percaya kalau usianya baru dua puluhan."
" Kalian pernah
menyaksikan kepandaiannya?"
"Ya." Tio Hong Hoa
mengangguk dan memberitahukan. "Dia yang menolong kami, kalau tidak. kami
berdua pasti sudah mati."
"Apa?" Tio Tay seng
terkejut bukan main. " Kalian bertemu musuh tangguh?"
"Tocu" jawab Tio Lo
Toa dan menutur. "Kami bertarung dengan Kwan Gwa Lak Kui...."
"Hah?" Wajah Tio Tay
seng berubah. "Kwan Gwa Lak Kui berkepandaian tinggi sekali, kenapa kalian
lawan?"
"Kami pergi ke markas
cabang Bu Tek Pay, tidak tahunya Kwan Gwa Lak Kui sudah menunggu disana,"
ujar Tio Hong Hoa dan melanjutkan. "Aku dan Paman Lo Toa terkena pukulan,
untung muncul tayhiap itu menolong kami."
Apakah mereka bertarung
mati-matian?" tanya Tio Tay seng.
"Tidak"jawab Tio
Hong Hoa. "Begitu tayhiap itu muncul di hadapan kami, Lak Kui langsung
menyerangnya. Tapi tayhiap itu
lalu mengibaskan lengan bajunya, sehingga membuat Lak Kui itu terdorong mundur
beberapa langkah."
"Haaah?" Mulut Tio
Tay seng ternganga lebar. "Engkau tidak salah lihat?"
"Tocu" sela Tio Lo
Toa. "Kami tidak salah lihat. setelah Lak Kui terdorong mundur, tayhiap
itu langsung menyambar kami. Di saat itulah kami pingsan, dan ketika siuman,
kami sudah berada di dalam gubuk itu. Ternyata tayhiap itu telah mengobati
kami."
"Heran" gumam Tio
Tay Seng. "Sebetulnya siapa pemuda itu? Kepandaiannya kok begitu
tinggi?"
Tio Hong Hoa tercengang.
"Ayah tidak menanyakan namanya?"
"Tidak. Kalian?" Tio
Tay Seng menatap mereka dengan heran. "Kalian tidak tahu namanya?"
"Aku sudah bertanya
kepadanya, tapi dia jawab kami tentu mengetahuinya kelak." Tio Hong Hoa
memberitahukan. "Aku tidak mengerti, kenapa dia menjawab begitu."
"Dia pasti merahasiakan
sesuatu. Tapi itu tidak jadi masalah, sebab dia bukan orang jahat, lagi pula
ayah yakin kelak kita akan mengetahuinya."
"Oh ya" Tio Hong Hoa
teringat sesuatu. "Ayah, kita harus segera pergi ke Gunung Hong Lay
san"
"Pergi ke Gunung Hong Lay
San?" Tio Tay Seng tercengang. "Kenapa harus pergi ke sana?"
"Menemui It Sim Sin
Ni."
"Siapa It Sim Sin Ni
itu?"
"It Sim Sin Ni
adalah..." Tio Lo Toa baru mau memberitahukan, tapi keburu diputuskan oleh
Tio Hong Hoa.
"It Sim Sin Ni adalah
pemilik biara di puncak Gunung Hong Lay San. Dia berpesan kepadaku, apabila
bertemu ayah, harus bawa ayah ke sana menemuinya."
"Hoa ji" Tio Tay
Seng menatapnya dalam-dalam. "Kenapa engkau bersikap misterius?"
"Kalau sudah bertemu It
sim sin Ni, ayah pasti tahu."
"Baiklah. Mari kita
berangkat sekarang" ujar Tio Tay seng. la yakin putrinya tidak main-main.
It sim sin Ni sedang duduk
bersemadi di dalam sebuah ruangan, salah seorang muridnya masuk untuk melapor.
"Guru, Hong Hoa datang
bersama seorang lelaki."
"oh?" It sim sin Ni
tercengang. "Cepat suruh mereka masuk"
"Ya, Guru." Murid
itu segera keluar.