Tak lama muncullah Tio Lo Toa,
Tio Tay seng dan Tio Hong Hoa. Begitu melihat It sim sin Ni, mata Tio Tay seng
terbelalak, kemudian bersimbah air.
"Ibu...." Tio Tay
seng langsung bersujud di hadapan It sim sin Ni. "Ibu...."
"Nak" It sim sin Ni
tersenyum lembut dan membelainya dengan penuh kasih sayang. "Engkau sudah
besar...."
Ucapan itu sungguh
menggelikan, sebab Tio Tay seng sudah berusia tujuh puluhan, namun It sim sin
Ni malah mengatakannya "Sudah Besar".
Bukankah itu merupakan ucapan
yang menggelikan? Tapi memang harus maklum, sebab sudah hampir tujuh puluh
tahun It sim sin Ni berpisah dengan putranya itu "Ibu...."
"Duduklah, Nak"
"Nenek" Tio Hong Hoa
mendekap di pangkuannya dengan sikap manja. "Aku membawa ayah kemari
menemui nenek."
"Terimakasih,
cucuku" ucap It sim sin Ni sambil membelainya. "Duduklah"
Tio Tay seng dan Tio Hong Hoa
lalu duduk. sedangkan Tio Lo Toa berada di ruang depan. "Ibu,
ayah...."
"Aku sudah tahu dari Hong
Hoa, bahwa ayahmu telah meninggal."
"Itseng dan
putrinya...."
"Hong Hoa pun telah
menceritakan kepada ibu." It sim sin Ni menghela nafas panjang.
"Sungguh kasihan adikmu dan putrinya itu...."
"Ibu" Tio Tay seng
menatapnya. "Benarkah ibu dulu menyeleweng."
"Nak" It sim sin Ni
tersenyum getir. "Engkau percaya ibu menyeleweng dengan lelaki lain?"
"Ayah yang memberitahukan
begitu, tapi aku tidak begitu percaya. Ibu, maukah ibu menceritakan tentang
itu, agar aku tidak terus merasa penasaran?"
"Ibu sudah menceritakan
kepada Hong Hoa. Apakah dia tidak menceritakan kepadamu?" tanya It sim sin
Ni.
"Tidak." Tio Tay
seng menggelengkan kepala.
"Nenek" ujar Tio
Hong Hoa. "Aku buru-buru membawa ayah ke mari, jadi tidak ada waktu untuk
menceritakannya."
"Oooh" It sim sin Ni
manggut-manggut, lalu menutur lagi tentang kejadian kesalah pahaman itu.
"Aaakh..." Tio Tay
seng menghela nafas setelah mendengar penuturan itu. "Ayah terlampau
emosi, akhirnya harus hidup merana di pulau Hong Hoang To"
"Oh ya" It sim sin
Ni menatap mereka. "Bagaimana kalian bertemu?"
"Aku bertemu seseorang,
lalu dia mengajakku pergi menemui Hoa ji." Tio Tay seng memberitahukan.
"Orang itu juga yang
menolong kami," sambung Tio Hong Hoa dan menutur tentang kejadian itu.
"Kalau orang itu tidak muncul di saat itu, mungkin aku dan Paman Lo Toa
sudah mati."
"Apa?" Wajah It sim
sin Ni berubah. "Kalian berdua bertarung dengan Kwan Gwa Lak Kui?"
"Ya." Tio Hong Hoa
mengangguk. "Kepandaian Kwan Gwa Lak Kui tinggi sekali, tapi kepandaian
orang itu jauh lebih tinggi. Dia hanya mengibaskan lengan bajunya, Kwan Gwa Lak
Kui terdorong mundur beberapa langkah."
"Oh?" It sim sin Ni
terbelalak. "Siapa orang itu?"
Tio Hong Hoa dan Tio Tay seng
menggelengkan kepala, tentunya sangat mencengangkan It sim sin Ni.
"Kalian tidak tahu
namanya?"
"Dia tidak mau
beritahukan," sahut Tio Hong Hoa. "Tapi dia bilang, kami akan
mengetahuinya kelak."
"Heran?" It sim sin
Ni tidak habis berpikir. "siapa orang itu?"
"Ibu, dia memakai kedok
kulit maka tampak seperti berusia empat puluhan." Tio Tay seng
memberitahukan. "padahal dia masih muda...."
"Omitohud Ha ha ha"
terdengar suara yang sangat nyaring bergema ke dalam ruang itu. "Sin Ni,
boleh aku masuk?"
"Lo Ceng, silakan
masuk" sahut It sin Ni.
"Terima kasih, sin
Ni" Tak lama tampak sosok bayangan berkelebat ke dalam, yang ternyata
Tayli Lo Ceng. "Ha ha ha
Aku turut gembira karena kalian ibu dan anak telah berjumpa Omitohud"
"Tay seng" It sim
sin Ni memberitahukan. "Dia adalah Tayli Lo Ceng."
"Lo Ceng, terimalah
hormatku" ucap Tio Tay seng sambil memberi hormat.
"Omitohud Engkau tidak
usah banyak peradatan Ha ha ha" Tayli Lo Ceng tertawa gembira.
"Syukurlah kini kalian ibu dan anak sudah berjumpa"
"Lo Ceng" ujar It
sim sin Ni. " cucuku dan Lo Toa itu bertarung dengan Lak Kui."
"Oh?" Tayli Lo Ceng
tampak terkejut sekali. "Omitohud Bagaimana mereka bertarung dengan Kwan
Gwa Lak Kui?"
"Mereka berdua pergi ke
markas cabang Bu Tek Pay...." It sim sin Ni memberitahukan
berdasarkan penuturan Tio Hong
Hoa. "Untung muncul orang itu menolong mereka. Kalau tidak...."
"Orang itu memakai kedok
kulit dan seekor monyet bulu putih duduk di bahunya." Tio Tay seng
memberitahukan. "Monyet itu sungguh sakti, mampu merobohkan belasan
anggota Bu Tek Pay."
"Omitohud Ha ha
ha..." Tayli Lo Ceng tertawa gembira. "Ha ha ha"
"Lo Ceng" It sim sin
Ni tercengang. "Kenapa engkau terus tertawa? Apa yang
menggembirakan?"
"Orang itu pasti Tio Cie
Hiong," sahut Tayli Lo Ceng.
"Apa?" It sim sin Ni
tertegun. "orang itu cucuku?"
"Benar" Tayli Lo
Ceng mengangguk. "Dia sudah sembuh dan pulih kepandaiannya.
Omitohud...."
"Aku tahu bahwa dia
seorang pemuda, tapi tidak menyangka kalau dia Tio Cie Hiong." ujar Tio
Tay seng dan tertawa gembira. "Dia memanggilku paman. Memang tidak salah,
aku pamannya. Ha ha ha..."
"Dia... dia Adik Cie
Hiong? Kepandaiannya begitu tinggi?" Tio Hong Hoa terbelalak. "Tapi
kenapa dia memakai kedok kulit?"
"Untuk mengelabui pihak
Bu Tek Pay, agar tidak menyusahkan Kay Pang." sahut Tayli Lo Ceng
menjelaskan. "Sebab pihak Kay Pang telah menyiarkan berita bahwa Cie Hiong
telah mati dua tahun lalu."
"Oooh" Tio Hong Hoa
manggut-manggut.
"Tentunya kalian tidak
tahu, bahwa yang mengobati Cie Hiong justru monyet bulu putih itu." Tayli
Lo Ceng memberitahukan.
"Apa?" Tio Tay seng
terbelalak. "Monyet itu yang mengobati Cie Hiong? Bagaimana mungkin?"
"Memang benar monyet itu
yang mengobatinya." ujar Tayli Lo Ceng sambil tersenyum.
"Tahukah kalian, berapa
usia monyet itu?"
Tio Tay seng menggelengkan
kepala.
"Ha ha" Tayli Lo
Ceng tertawa. "Usia monyet itu sudah hampir tiga ratus Iho"
"oh?" Tio Tay seng
tertegun. "usianya hampir tiga ratus?"
"Benar." Tayli Lo
Ceng mengangguk. "Maka merupakan monyet sakti."
"Pantas monyet itu mampu
merobohkan belasan anggota Bu Tek Pay..." gumam Tio Tay Hong.
"Ternyata monyet sakti"
"Oh ya" Mendadak
Tayli Lo Ceng menatap Tio Tay seng. "Tio tocu, pedang pusaka Hong Hoang
Pokiam berada padamu?"
"Ya." Tio Tay seng
mengangguk. "Tapi telah kuberikan kepada putriku ini."
"Omitohud Ha ha
ha"TayliLo Ceng tertawa gembira sambil memandang Tio Hong Hoa dengan penuh
perhatian. "Bagus, bagus Kalian berdua memang merupakan pasangan yang
serasi."
"Maaf" ucap Tio Tay
seng dan bertanya. "Bolehkah aku tahu maksud ucapan Lo Ceng?"
"Ha ha ha"Tayli Lo
Ceng tertawa lagi. "Aku memiliki pedang pusaka Thian Liong Pokiam, juga
telah kuberikan kepada muridku."
"Apa?" Tio Tay seng
tersentak. "Thian Liong Pokiam?"
"Betul." Tayli Lo
Ceng manggut-manggut. "Kini sudah saatnya kedua pedang pusaka itu bersatu
padu. Ha ha..."
"Maksud Lo ceng?"
"Putrimu berjodoh dengan
muridku, maka mereka berdua harus menjadi suami isteri." "Lo
Ceng...." Wajah Tio Hong Hoa langsung memerah.
"Tapi...." Tio Tay
seng mengerutkan kening. "Aku belum pernah melihat murid Lo Ceng
itu."
"Jangan khawatir"
sahut Tayli Lo Ceng sungguh-sungguh. "Muridku tampan sekali, lagi pula
merupakan pemuda yang baik."
"Putriku juga amat
cantik, bahkan lemah lembut," ujar Tio Tay seng. "Lo Ceng boleh
menilainya sendiri"
"Benar." Tayli Lo
Ceng manggut. "Muridku juga alim, kalem dan penurut."
"Putriku merupakan gadis
periang, lincah dan pandai memasak lho" Tio Tay seng memberitahukan.,
"Eeeeeh?" It sim sin
Ni tertawa geli. "Kalian berdua sedang mempromosikan sesuatu atau
membicarakan perjodohan? Aku neneknya, kenapa dilewatkan begitu saja"
"Ha ha" Tayli Lo
Ceng tertawa. "Saking gembiranya aku jadi lupa."
"Maaf, Ibu" ucap Tio
Tay seng dan bertanya. "Bagaimana menurut Ibu tentang ini?"
"Terserah Hong Hoa
saja," sahut It sim sin Ni penuh pengertian. "Kita hanya merestui,
tidak bisa memaksanya harus menikah dengan siapa."
"Benar." Tio Tay
seng mengangguk, kemudian berkata kepada Tayli Lo Ceng. "Maaf, Lo Ceng.
Tentang ini kuserahkan kepada Hoa ji saja."
"Ngmmm" Tayli Lo
Ceng manggut-manggut. "Baiklah. urusan ini kita serahkan kepada mereka
berdua saja."
"Oh ya" Tio Hong Hoa
teringat sesuatu. "Adik Cie Hiong berpesan agar kami ke markas pusat Kay
Pang. Kenapa dia berpesan begitu?"
"Pasti ada tujuan
tertentu." sahut Tio Tay seng. "Kalau begitu, kita berangkat ke
markas kay pang"
"Tapi dia pun bilang,
harus secara diam-diam jangan sampai diketahui oleh pihak Bu Tek Pay."
"Oooh" Tio Tay seng
manggut-manggut. "Itu agar tidak menyusahkan Pihak Kay Pang."
"Tay seng" tanya It
sim sin Ni. "Kapan kalian akan berangkat ke sana?"
"Besok pagi." Tio
Tay seng menatapnya. "Ibu tidak mau pergi bersama?"
"Ibu sudah tidak mau
mencampuri urusan persilatan. Kalian berangkat saja besok pagi" ujar It
sim sin Ni dan berpesan. "Kalian harus hati-hati, sebab Bu Lim sam Mo,
Kwan Gwa siang Kay dan Lak Kui berkepandaian sangat tinggi"
"Ya" Tio Tay seng
mengangguk.
Bab 70 Ditangkap
Bagaimana keadaan Lam Kiong
Bie Liong, Toan pit Lian, Toan wie Kie dan Gouw sian Eng di Tayli? Apakah
mereka sudah mempunyai anak? Ternyata mereka belum mempunyai anak. Mungkin
mereka menggunakan sistem menjaga, agar tidak begitu cepat mempunyai anak.
Pagi ini, mereka berempat
duduk di halaman istana. Kening Lam Kiong Bie Liong berkerut-kerut seakan
sedang memikirkan sesuatu.
"Suamiku" Toan pit
Lian memegang bahunya. "Apa yang kaupikirkan?"
"Aku sedang memikirkan
Cie Hiong," jawab Lam Kiong Bie Liong. "Sudah dua tahun lebih, entah
dia sudah sembuh belum?"
"Mungkin sudah
sembuh," ujar Toan pit Lian.
"Tapi...." Lam Kiong
Bie Liong menggeleng-gelengkan kepala. " Kenapa tiada kabar beritanya?"
"Aku khawatir...,"
sela Toan wie Kie. "Ke-pandaiannya tidak bisa pulih atau... dia telah
cacat."
"Aaakh..." Gouw sian
^ng menghela nafas panjang. "Dia berkorban demi kita semua, tapi
sebaliknya kita malah enak-enak di sini"
"Isteriku" Toan wie
Kie menatapnya lembut. "Kita harus bagaimana?"
"Kita berangkat ke
Tionggoan," sahut Lam Kiong Bie Liong. "Kalau sudah tahu keadaannya,
barulah aku bisa berlega hati."
"Tidak mungkin."
Toan pit Lian menggelengkan kepala. "Sebab ayah pasti tidak akan
mengijinkan."
"Benar." Toan Wie
Kie manggut-manggut. "Ti-dak mungkin ayah mengijinkan kita ke
Tionggoan."
"Tapi..." ujar Lam
Kiong Bie Liong dengan suara rendah. "Bukankah kita bisa berangkat secara
diam-diam?"
"Suamiku" Toan Pit
Lian menghela nafas panjang. "Kalau tahu, ayah pasti marah besar."
"Biar aku yang
bertanggung jawab" ujar Lam Kiong Bie Liong, sepertinya telah mengambil
keputusan.
"Itu...." Toan Pit Lian
tampak ragu.
"Adik" Toan Wie Kie
menatapnya. "Kita ke Tionggoan cuma ingin tahu bagaimana keadaan Cie
Hiong, setelah itu kita langsung pulang."
"Baiklah." Toan Pit
Lian mengangguk. "Kalau begitu, kapan kita berangkat?"
"Lebih baik besok
pagi-pagi saja." sahut Lam Kiong Bie Liong. "Kita jangan menunggang
kuda. Setelah kita memasuki daerah Tionggoan, barulah kita membeli dua ekor
kuda untuk melanjutkan perjalanan kita menuju markas pusat Kay Pang."
"Ngmm" Toan Wie Kie
manggut-manggut.
Pada waktu bersamaan, muncut
seorang dayang memberitahukan kepada mereka, bahwa Toan Hong Ya memanggil
mereka.
Mereka berempat saling
memandang, lalu berjalan ke dalam istana menuju ruang dalam.
Toan Hong Ya dan isterinya
duduk di situ. Toan Wie Kie, Gouw Sian Eng, Lam Kiong Bie Liong dan Toan Pit
Lian segera memberi hormat. "Duduklah" ujar Toan Hong Ya sambil
tersenyum.
"Ayah" tanya Toan
Wie Kie sambil menarik nafas dalam-dalam. "Ada urusan apa Ayah memanggil
kami?"
"Sudah berapa lama kalian
menikah?" Toan Hong Ya balik bertanya sambil memandang mereka. "Sudah
dua tahun lebih," sahut Toan wie Kie tercengang. "Memangnya
kenapa?"
"Kenapa kalian masih
belum mempunyai anak?" Toan Hong Ya menggeleng-gelengkan kepala.
"Padahal kami sudah ingin
sekali menggendong cucu, namun kalian masih belum mempunyai anak."
"Apakah kalian menjaga
agar tidak cepat-cepat mempunyai anak?" tanya Toan Hong Ya hujin mendadak.
"Kami...." Wajah
Toan wie Kie agak memerah. "Kami memang menjaga."
"Lho? Kenapa?" Toan
Hong Ya menghela nafas. "Kenapa kalian tidak ingin cepat-cepat mempunyai
anak?"
"Kami... kami...."
Toan wie Kie agak tergagap. kemudian melanjutkan. "Ayah, kami masih
memikirkan Cie Hiong...."
"Oooh" Toan Hong Ya
manggut-manggut. "Ayah tahu perasaan kalian. Terus terang, ayah juga
sering memikirkannya. sudah dua tahun lebih, namun tiada kabar beritanya."
"Ayah" tanya Toan
wie Kie mendadak. "Bolehkah kami pergi ke Tionggoan...."
"Tidak boleh."
potong Toan Hong Ya cepat. "Sebab akan membahayakan diri kalian. Kalau Cie
Hiong sudah sembuh, pasti ada kabar beritanya."
"Ayah...."
"Pokoknya kalian jangan
pergi ke Tionggoan" tegas Toan Hong Ya. "Jangan mencari
penyakit" "Ya, Ayah." Toan wie Kie menundukkan kepala.
"Oh ya" Toan Hong Ya
tersenyum lagi. " Kalian harus cepat-cepat mempunyai anak, ayah dan ibu
kalian sudah ingin sekali menggendong cucu."
Betapa terkejutnya Toan Hong
Ya dan isterinya ketika menerima laporan dari salah seorang, bahwa Toan wie
Kie, Gouw sian Eng, Lam Kiong Bie Liong dan Toan pit Lian tidak berada di
kamar.
" Celaka" Wajah Toan
Hong Ya langsung berubah. "Mereka pasti pergi ke Tionggoan, ini...
ini...."
"Hong Ya" sang
permaisuri cemas bukan main. "Kita harus bagaimana?"
"Aaaakh..." Toan
Hong Ya menghela nafas sambil berjalan mondar-mandir di ruang tengah. Di saat
bersamaan muncul Lam Kiong Hujin.
"Ada apa, Hong Ya?" tanya
Lam Kiong Hujin heran.
"Celaka" sahut Toan
Hong Ya.
"Apa yang celaka?"
Lam Kiong Hujin tersentak.
"Mereka...
mereka...." Toan Hong Ya menggeleng-gelengkan kepala dan melanjutkan.
"Mereka sudah berangkat
ke Tionggoan?"
"Apa?" Air muka Lam
Kiong Hujin berubah. "Mereka sudah berangkat ke Tionggoan?"
"Ya." Toan Hong Ya
mengangguk. "Kita... kita harus bagaimana?"
"Bagaimana kalau aku
pergi menyusul mereka?" tanya Lam Kiong Hujin seakan mengusulkan.
"Itu akan membahayakanmu,
Lam Kiong Hujin." Toan Hong Ya menggelengkan kepala. "Mari kita
pikirkan bersama harus bagaimana?"
"Tiada jalan lain kecuali
aku pergi menyusul mereka," ujar Lam Kiong Hujin sungguh-sungguh .
"Kita harus tenang"
seta sang permaisuri. "Mungkin pihak Bu Tek Pay tidak akan mencelakai
mereka, sebab pihak Bu Tek tahu, bahwa Cie Hiong telah mati...."
Kalau pihak Bu Tek Pay
menangkap mereka untuk dijadikan sandera, bukankah itu akan membahayakan mereka
semua?" ujar Toan Hong Ya dengan kening berkerut-kerut.
"Lalu kita harus
bagaimana?" sang permaisuri juga berjalan mondar-mandir, kelihatannya
cemas sekali.
Pada waktu bersamaan, mendadak
muncul sin san Lojin dan Ang Kin sian Li, guru Toan Wie Kie dan guru Toan Pit
Lian
"Hong Ya" tanya sin
San Lojin. "seorang dayang memberitahukan, bahwa Toan Wie Kie dan lainnya
sudah berangkai ke Tionggoan. Benarkah itu?"
"Benar." Toan Hong
Ya mengangguk. "Kebetulan kalian ke mari, coba pikir kita harus
bagaimana?"
"Hong Ya" ujar Ang
Kin Sian Li. "Kami baru sampai di sini, jadi tidak tahu jelas masalahnya.
Bolehkah Hong Ya menjelaskannya?"
Toan Hong Ya memberitahukan,
"Kemarin mereka bilang masih terus memikirkan Cie Hiong. Aku telah
melarang mereka untuk pergi ke Tionggoan. Tapi pagi ini mereka justru berangkat
ke sana."
"Kalau begitu, alangkah
baiknya kami pergi menyusul mereka," ujar sin san Lojin.
"Baiklah." Toan Hong
Ya mengangguk. "Kalian bertiga harus segera pergi menyusul mereka. Kalau
tersusul, ajaklah mereka pulang seandai-nya tidak tersusul, kalian harus
mencari mereka di Tionggoan"
"Ya," sahut mereka
bertiga serentak.
"Oh ya" Toan Hong Ya
memberitahukan. "Mereka bilang mau ke markas pusat Kay Pang, jadi kalian
harus ke sana setelah bertemu mereka, ajaklah mereka pulang"
"Ya, Hong Ya."Mereka
bertiga memberi hormat, lalu berangkat dengan menunggang kuda jempolan.
Sementara itu, Toan wie Kie
dan lainnya terus mengerahkan ginkang, bahkan mengambil jalan pintas. Ketika
sampai di sebuah desa, mereka membeli dua ekor kuda, lalu melanjutkan
perjalanan dengan menunggang kuda.setelah memasuki daerah Tionggoan, mendadak mereka
mendengar suara derap kuda di belakang. Mereka segera menoleh. Betapa
terkejutnya setelah mereka melihat sin san Lojin, Ang Kin sian Li dan Lam Kiong
Hujin.
"Celaka" seru Lam
Kiong Bie Liong. "Ibuku dan guru kalian telah menyusul. Kita harus
bagaimana?"
"Tidak apa-apa,"
sahut Toan wie Kie sambil tersenyum. "Mari kita tunggu mereka"
Mereka menghentikan kuda
masing-masing. Tak lama sin san Lojin, Ang Kin sian Li dan Lam Kiong Hujin pun
menghentikan kuda masing-masing di sisi mereka.
"Ibu" panggil Lam
Kiong Bie Liong.
"Guru" panggil Toan
wie Kie dan adiknya serentak.
"Bie Liong...." Lam
Kiong Hujin menggeleng-gelengkan kepala.
"Kalian sungguh ceroboh"
tegur sin san Lojin sambil menghela nafas. " Kenapa kalian pergi secara
diam-diam?"
"Guru" Toan wie Kie
tersenyum. "Bagaimana mungkin aku harus terang-terangan? Ayah telah
melarang kami...."
"Hong Ya melarang kalian
pergi ke Tionggoan itu demi kebaikan kalian," ujar sin san Lojin.
"Namun kalian...."
"Ayoh, kita pulang"
tegas Ang Kin sian Li. "Jangan mencari penyakit di Tionggoan"
"Guru Kami tidak mencari
penyakit, melainkan hanya ingin mencari informasi tentang Cie Hiong,"
sahut Toan pit Lian sambil tersenyum.
"Pokoknya kalian harus
ikut kami pulang, jangan membuat Hong Ya cemas" ujar sin san Lojin.
"Guru Kita sudah sampai
di Tionggoan, maka apa salahnya kalau kita ke markas pusat Kay Pang...."
"Bagaimana kalau pihak Bu
Tek Pay tahu?" tanya sin san Lojin.
"Kita bilang saja sedang
pesiar di Tionggoan, maka sekalian mampir ke markas pusat Kay Pang," jawab
Toan wie Kie. "Kita tidak bermusuhan dengan pihak Bu Tek Pay, tentunya
mereka tidak akan mencelakai kita."
"Bagaimana seandainya
mereka menangkap kita?" tanya Ang Kin sian Li mendadak. "Kita tidak
dapat melawan mereka Iho"
"Mereka tidak akan
menangkap kita, paling juga cuma menahan kita." sahut Toan pit Lian.
"Yang penting kita jangan membocorkan rahasia tentang Cie Hiong, maka kita
pasti aman." "Bagaimana menurut kalian?" tanya Ang Kin sian Li
kepada sin san Lojin dan Lam Kiong Hujin.
"Memang sudah tanggung,
lebih baik kita ke markas pusat Kay Pang saja." jawab Lam Kiong Hujin.
"Baiklah." sin san
Lojin dan Ang Kin sian Li mengangguk. "Tapi agar tidak menimbulkan
kecurigaan pihak Bu Tek Pay, kita harus bersikap sewajar mungkin"
"Ya." Toan wie Kie
dan lainnya mengangguk dengan wajah berseri.
"Kita harus melakukan
perjalanan dengan santai, agar pihak Bu Tek Pay tidak akan mencurigai
kita" ujar Lam Kiong Hujin. "Apabila mereka menahan kita, kita tidak
boleh membuka rahasia tentang Cie Hiong, ingat baik-baik itu"
Yang mendengar langsung
manggut-manggut, setelah itu barulah mereka melanjutkan perjalanan menuju
markas pusat Kay Pang dengan santai.
Bu Lim sam Mo, Kwan Gwa siang
Koay, Lak Kui, Ang Bin sat sin dan Liu siauw Kun duduk di ruang tengah sambil
minum.
"Sungguh
mengherankan" ujar Tang Hai LoMo mendadak. "Tui Beng Li, Thian Liong
Kiam Khek dan pemilik Hong Hoang tiada jejaknya, entah mereka bersembunyi di
mana?"
"Ha ha" Tiau Am Kui
tertawa gelak. "Aku yakin pemilik Hong Hoang Leng sedang mengobati luka
dalamnya."
"Benar." Bu Ceng Kui
manggut-manggut. "Tapi...."
"Kenapa?" tanya
siluman Kurus.
"Orang yang menolong
mereka pasti bisa menyembuhkan mereka." sahut Bu Ceng Kui. "Sebab
orang itu memiliki lweekang yang sangat tinggi."
"Sudahlah." tandas
siluman Gemuk. "Tidak perlu dibicarakan. Apabila mereka muncul lagi,
barulah kita mencari akal untuk tangkap mereka."
"Benar." Tang Hai Lo
Mo mengangguk. "Ayoh kita bersulang"
Ketika mereka baru mau
bersulang, mendadak muncul seorang anggota Bu Tek Pay. orang itu buru-buru
memberi hormat lalu melapar.
"Ketua, ada beberapa
orang, yang kelihatannya sedang menuju markas pusat Kay Pang."
"oh?" Kening Tang
Hai Lo Mo langsung berkerut. "Siapa mereka?"
"Mereka sin san Lojin,
Ang Kin sian Li, Lam Kiong Hujin, Toan wie Kie, Toan pit Lian, Lam Kiong Bie
Liong dan Gouw sian Eng."
"Mereka tampak
terburu-buru menuju markas pusat Kay Pang?" tanya Thian Mo.
"Tidak terburu-buru,
melainkan kelihatan santai sekali."
"oh?" Te Mo
mengerutkan kening. "Kenapa mereka memasuki Tionggoan lagi? Apakah ada
sesuatu penting dengan Kay Pang?"
"Mungkin tidak,"
sahut Tang Hai Lo Mo. "sebab mereka tidak terburu-buru. Mungkin mereka
sedang pesiar."
"Kalau begitu..."
Thian Mo manggut-manggut. "Kita biarkan saja Sebab mereka tidak menentang
kita...."
"Menurutku, lebih baik
mereka kita tahan." sela siluman Kurus dan menambahkan. "Mungkin ada
gunanya kelak."
"Tapi kita tidak
bermusuhan dengan mereka. Maka apabila kita menahan mereka, tentu akan
menimbulkan suatu kesalahpahaman," sahut Tang Hai Lo Mo melanjutkan.
"Toan Hong Ya pasti tidak senang."
"Tidak jadi
masalah." siluman Kurus tertawa. "Mereka kita tahan, tetapi kita
perlakukan sebagai tamu."
"Baiklah." Tang Hai
Lo Mo mengangguk. "siapa yang pergi mengundang mereka ke mari?"
"Biar kami berdua
saja," sahut Kwan Gwa siang Koay. "Mereka pasti tidak berani melawan.
Ha ha ha..."
Toan wie Kie dan lainnya terus
melanjutkan perjalanan dengan santai, agar tidak menimbulkan kecurigaan pihak
Bu Tek Pay. Di saat mereka memasuki sebuah rimba, sekonyong-konyong dua sosok
bayangan berkelebat ke hadapan mereka sudah barang tentu mereka terperanjat dan
menghentikan kudanya. Ternyata dua sosok bayangan itu adalah Kwan Gwa siang
Koay.
"Ha ha ha" Mereka
berdua tertawa gelak. "selamat bertemu" ucapnya.
"siapa kalian?"
tanya sin san Lojin sambil mengerutkan kening. "Kenapa kalian menghadang perjalanan
kami?"
"Kami berdua adalah Kwan
Gwa siang Koay Kami juga tahu siapa kalian" sahut siluman Kurus sambil
tertawa.
"Haaah..." sin san
Lojin terkejut bukan main. "Ada urusan apa kalian menghadang kami di
sini?"
"Terus terang kedatangan
kami untuk mengundang kalian ke markas Bu Tek Pay dan kami harap kalian tidak
akan merasa berkeberatan" sahut siluman Gemuk.
Sin san Lojin dan lainnya
saling memandang, kemudian Ang Kin sian Li bertanya kepada Kwan Gwa siang Koay.
"Ada urusan apa kalian
mengundang kami ke markas Bu Tek Pay? Padahal kami tidak mempunyai hubungan
dengan partai itu"
"Ang Kin sian Li, kami
mengundang kalian secara baik-baik, maka kami harap kalian jangan menolak"
tegas siluman Gemuk.
"Cianpwee" ujar Toan
wie Kie. "Selama ini Tayli tidak bermusuhan dengan pihak luar perbatasan,
tetapi kenapa Cianpwee mempersulit kami?"
"Ha ha ha" siluman
Kurus tertawa. "Kami tidak mempersulit kalian, melainkan mengundang kalian
ke markas saja."
"Baiklah." Toan wie
Kie mengangguk. "Karena cianpwee mengundang kami secara baik-baik, maka
kami tidak bisa menolak."
"Bagus Bagus" Kwan
Gwa siang Koay tertawa gelak. " Kalau begitu, mari ikut kami"
Toan Wie Kie dan lainnya
saling memandang, lalu memacu kuda masing-masing mengikuti Kwan Gwa siang Koay
dengan perasaan tercekam. Mereka tahu, bahwa pihak Bu Tek Pay akan menahan
mereka, tapi dengan dalih mengundang ke markas.
Mereka tidak berani melawan,
sebab tahu bahwa Kwan Gwa siang Koay berkepandaian tinggi sekali. Karena itu
terpaksa menurut dari pada celaka.
Bu Lim sam Mo, Kwan Gwa Lak
Kui dan lainnya menyambut mereka sambil tertawa gelak. "Ha ha ha silakan
duduk" ucap Tang Hai Lo Mo.
Setelah mereka duduk. beberapa
anggota Bu Tek Pay segera menyuguhkan makanan dan minuman.
"Terimakasih atas
kedatangan kalian" Thian Mo tertawa. "Ayoh, kita bersulang"
Mereka mulai bersulang,
setelah itu barulah sin san Lojin membuka mulut sambil memandang Bu Lim sam Mo.
"Sebetulnya ada urusan
apa kami diundang ke mari?"
"Tidak ada urusan
apa-apa," sahut Tang Hai Lo Mo. "sekedar mempererat hubungan
saja." "Terimakasih" ucap sin san Lojin.
"Oh ya" siluman
Kurus menatapnya seraya bertanya. " Kenapa kalian datang di
Tionggoan?" "Kami cuma pesiar dan sekalian berkunjung di markas pusat
Kay Pang," sahut Toan wie Kie tenang. "setelah itu, kami juga akan ke
rumah Lam Kiong Hujin."
"Oooh" siluman Kurus
manggut-manggut. "Tentunya kalian kenal Tio Cie Hiong, kan?"
"Kami memang kenal dia, tapi...." Toan wie Kie menghela nafas
panjang. "Kenapa?" tanya siluman Kurus seakan menyelidik,
"Bu Lim sam Mo sudah
tahu, tapi kenapa Cianpwee masih bertanya kepada kami?" Toan Wie Kie
menggeleng-gelengkan kepala. "Dua tahun lalu, Tio Cie Hiong terluka parah,
kemudian meninggal."
"Oh ya" Tang Hai Lo
Mo menatapnya tajam. "Kalian kenal Tui Beng Li, Thian Liong Kiam Khek dan
pemilik Hong Hoang Leng?"
"Kami sama sekali tidak
pernah mendengar nama itu," sahut Toan wie Kie tercengang. "Kami baru
tiba di Tionggoan."
"Belum lama ini...."
Thian Mo memberitahukan. "Mereka telah muncul dalam rimba persilatan.
Bahkan mereka berani menentang
kami, maka kami kira kalian mempunyai hubungan dengan mereka."
"Kami tidak kenal
mereka." tegas Toan wie Kie. "Lagi pula kami sudah tidak mau
mencampuri urusan rimba persilatan."
"Oooh" Bu Lim sam Mo
manggut-manggut.
"Oh ya?" tanya Tiau
Am Kui mendadak sambil menatapnya tajam. "Kalian kenal seseorang berusia
empat puluhan yang berkepandaian tinggi?"
"Siapa dia?" Toan
wie Kie balik bertanya dengan penuh keheranan.
"Dia ke mana-mana pasti
didampingi seekor monyet." Tiau Am Kui memberitahukan. "Oh?"
Toan Wie Kie tertawa.
"Mungkin dia tukang sulap keliling, dan mempertunjukkan beberapa atraksi
dengan monyet itu."
Tiau Am Kui diam seketika,
karena Toan Wie Kie tidak memperlihatkan ekspresi wajah yang luar biasa. Hal
itu membuktikan bahwa mereka tidak kenal orang tersebut.
"Berhubung kalian datang
dari Tayli, maka kami harap kalian sudi menginap beberapa malam di sini.
Tentunya kalian tidak akan menolak, bukan?" ujar Tang Hai Lo Mo.
"Kami memang tidak ada
urusan penting di Tionggoan, cuma ingin pesiar saja," sahut Toan Wie Kie
sambil tersenyum, sungguh hebat silat lidahnya. " Karena Cia npwee
bermaksud baik, maka kami tidak akan menolak."
"Bagus Bagus Ha ha
ha" Tang Hai Lo Mo tertawa. "Secara tidak langsung hubungan kita akan
bertambah erat"
"Terimakasih,
Cianpwee" ucap Toan Wie Kie sambil tertawa gembira, sebab Bu Lim sam Mo
dan lainnya tidak menaruh curiga kepada mereka.
Tentang ditahannya sin san
Lojin, Ang Kin sian Li, Lam Kiong Hujin dan lainnya telah diketahui oleh pihak
Kay Pang. oleh karena itu, sai Pi Lo Kay segera melapar kepada Lim Peng Hang,
ketua Kay Pang.
"Apa?" Betapa
terkejutnya Lim Peng Hang mendengar laparan itu. "Bu Tek Pay menahan
mereka?"
"Ya." sai Pi Lo Kay
mengangguk dan menambahkan. "Tapi mereka aman, diperlakukan sebagai
tamu."
Kalau begitu...." Lim
Peng Hang mengerutkan kening. " Kenapa Bu Lim Sam Mo menahan mereka?"
"Entahlah." sai Pi
Lo Kay menggelengkan kepala.
"Baiklah." Lim Peng
Hang manggut-manggut. "kini engkau boleh pergi, namun kalau ada apa-apa,
harus segera melapar"
"Ya, Pangcu." sai Pi
Lo Kay memberi hormat, lalu melangkah pergi.
"Heran...," gumam
Lim Peng Hang. " Kenapa Bu Lim sam Mo menahan mereka? Apa tujuan
mereka?"
"Mereka pasti mempunyai
tujuan tertentu," sahut sam Gan sin Kay serius. "Yang penting mereka
tidak membocorkan tentang Tio Cie Hiong, jadi mereka tetap aman."
"Tapi kalau membocorkan
itu, mereka pasti dijadikan sandera." sambung Kim siauw suseng.
"Aku yakin mereka tidak
akan membocorkan itu," sela Tui Hun Lojin. "Sebab mereka tidak begitu
bodoh."
"Benar." sam Gan Sin
Kay manggut-manggut. " Lagi pula mereka tidak mempunyai hubungan dengan
Tui Beng Li, Thian Liong Kiam Khek dan pemilik Hong Hoang Leng. Karena itu, Bu
Lim sam Mo pasti tidak akan mencelakai mereka."
"Aku sungguh tidak habis
pikir...." Lim Peng Hang mengerutkan kening. "Kenapa mereka datang
di Tionggoan lagi?"
"Tentu mereka ingin tahu
bagaimana kabarnya Cie Hiong," sahut Kim siauw suseng dan menambahkan.
"Sebab mereka kawan baiknya. Mungkin sudah dua tahun lebih tiada kabar
berita tentang Cie Hiong, maka mereka ke mari."
"Aaaakh..." Lim Peng
Hang menghela nafas panjang. "Kenapa mereka tidak berpikir panjang?"
"Bukan tidak berpikir
panjang, melainkan rasa solidaritas yang mendorong mereka ke mari." ujar
Kim Siauw Suseng. "Kita harus memaklumi mereka."
"Tapi otomatis akan
mencelakai mereka." Lim Peng Hang menggeleng-gelengkan kepala.
"Menurutku Bu Lim sam Mo
sama sekali tidak berniat mencelakai mereka." ujar Gouw Han Tiong.
"Kalau begitu, kenapa Bu
Lim sam Mo menahan mereka?" tanya Lim Peng Hang.
"Bu Lim sam Mo menahan
mereka, karena ingin tahu apakah mereka mempunyai hubungan dengan Tui Beng Li,
Thian Liong Kiam Khek, pemilik Hong Hoang Leng dan Cie Hiong yang menyamar itu.
Kalau sudah tahu bahwa mereka tidak mempunyai hubungan, tentu Bu Lim sam Mo
akan melepaskan mereka. Tapi...." Gouw Han Tiong mengerutkan kening.
"Apabila Bu Lim sam Mo
tahu bahwa orang yang membawa
monyet itu adalah Cie Hiong, maka Cie Hiong yang bakal celaka."
"Benar." sam Gan sin
Kay manggut-mang-gut. "Untung Bu Lim sam Mo belum tahu tentang itu. Kalau
tahu, Bu Lim sam Mo pasti akan menggunakan mereka untuk mengancam Cie
Hiong."
"Kalau begitu harus
bagaimana?" Lim Ceng Im yang diam dari tadi mulai cemas. "Perlukah
aku pergi mencari Kakak Hiong?"
"Kalau engkau
meninggalkan markas pusat ini, pasti akan ditangkap." sahut Lim Peng Hang.
"Cie Hiong pasti celaka di tanganmu."
"Ayah...." Air mata
Lim Ceng Im mulai meleleh.
"Ceng Im" tegas sam
Gan sin Kay. "Ini urusan serius, jangan kau anggap main-main"
"Dan juga..." tambah
Kim siauw suseng. " janganlah engkau mencoba-coba pergi mencari Cie Hiong.
Kalau engkau berbuat begitu, sama juga membunuh Cie Hiong. Tahu?"
"Ya." Lim Ceng Im
mengangguk.
"Engkau harus tenang dan
sabar, Cie Hiong pasti kembali" ujar Lim Peng Hang. "Kalau engkau
tidak bisa tenang dan sabar, semua urusan pasti akan jadi runyam."
"Ya." Lim Ceng Im
mengangguk lagi. "Aku pasti menurut perkataan Ayah."
"Nah, begitu Nak"
Lim Peng Hang tersenyum lembut.
Beberapa hari kemudian ketika
hari sudah larut malam, mendadak tampak sosok bayangan melesat memasuki markas
pusat Kay Pang. Kemunculan sosok bayangan itu sangat menggembirakan Bu Lim Ji
Khie, dan lainnya yang ketika itu sedang duduk-duduk di ruang tengah.
"Kakak Hiong Kakak
Hiong..." seru Lim Ceng Im dan langsung mendekap di dadanya.
"Adik Im" Tio Cie
Hiong tersenyum sambil membelainya.
"Cie Hiong,
duduklah" ujar sam Gan Sin Kay. Kali ini ia tidak menggoda Lim Ceng Im
yang mendekap di dada Tio Cie Hiong.
"Kakek...." Lim Ceng
Im membanting-banting kaki. "Aku sedang mendekap di dadanya, tapi
kakek malah menyuruhnya duduk
sebal"
"Eeeh?" sam Gan sin
Kay tertegun, kemudian tertawa gelak seraya berkata. "Ayoh Terus
mendekaplah di situ. Tidak apa-apa Anggap saja semua yang di sini ini
patung"
"Ceng Im" tegur Lim
Peng Hang. "Sudah cukup apa belum engkau mendekap di dada Cie Hiong?"
"Ayah" Lim Ceng Im
cemberut. "Heran Kelihatannya Ayah dan kakek tidak boleh melihat orang
senang. Aku ingin mencurahkan rasa rinduku kepada Kakak Hiong, tapi...."
"Adik Im" Tio Cie
Hiong menatapnya lembut. "Mari kita duduk"
"Ya, Kakak Hiong."
Lim Ceng Im mengangguk.
"Wuaduh" sam Gan sin
Kay tertawa terbahak-bahak. "Segitu nurutnya. Bahkan suaranya begitu mesra
Ha ha ha..."
"Kenapa kakek usil amat
sih?" Lim Ceng Im melotot, lalu duduk di sisi Tio Cie Hiong dengan wajah
cerah ceria.
"Paman" tanya Tio
Cie Hiong kepada Lim Peng Hang. "Apakah Tui Beng Li dan Thian Liong Kiam
Khek sudah ke mari?"
"Mereka belum ke
mari," sahut Lim Peng Hang. "Apakah engkau sudah bertemu
mereka?"
"Ya." Tio Cie Hiong
mengangguk. "Ang Bin sat sin dan Liu siauw Kun menggunakan bom asap
beracun. Aku yang menolong sekaligus suruh mereka ke mari, tapi kenapa mereka
belum sampai di sini?"
"Oh?" Lim Peng Hang
mengerutkan kening. "Apakah terjadi sesuatu lagi atas diri mereka?"
"Tidak mungkin." Tio Cie Hiong menggelengkan kepala.
"Cie Hiong" tanya
sam Gan sin Kay. "Engkau kenal mereka?"
"Aku kenal Tui Beng Li,
tapi tidak kenal Thian Liong Kiam Khek," jawab Tio Cie Hiong. "Aku
kenal gurunya."
"Kakak Hiong, siapa Tui
Beng Li itu?"
"Dia adalah Tan Li
Cu," sahut Tio Cie Hiong sambil menghela nafas. "Liu siauw Kun
membunuh suaminya, kemudian membunuh ayah dan anaknya yang belum berusia
setahun. sungguh kejam Liu siauw Kun itu"
"Jadi...." Lim Ceng Im
terbelalak. "Tui Beng Li adalah kakak Li Cu? Kenapa kepandaiannya bisa
begitu tinggi?"
"Dua tahun lalu, Tayli Lo
Ceng menolongnya lalu membawanya ke Gunung Hong Lay san menemui It sim sin
Ni." Tio Cie Hiong memberitahukan. "Sejak itu dia jadi murid It sim
sin Ni."
"Oooh" Lim Ceng Im
manggut-manggut. "Oh ya, Kakak Hiong kenal guru Thian Liong Kiam
Khek?"
"Kenal. Gurunya adalah
Tayli Lo Ceng."
"Pantas kepandaiannya
begitu tinggi" sam Gan sin Kay manggut-manggut dan bertanya. "Engkau
bertemu pemilik Hong Hoang Leng?"
"Ya." Tio Cie Hiong
mengangguk dan melanjutkan. "Bahkan aku menolong mereka. Malam itu ketika
aku melewati markas cabang Bu Tek Pay, aku mendengar suara pertarungan, oleh
karena itu, aku langsung melesat memasuki markas itu...."
"Lalu bagaimana?"
tanya Kim siauw suseng tertarik.
"Aku melihat seorang tua
dan seorang gadis sedang bertarung melawan Kwan Gwa Lak Kui. Mereka berdua
sudah terluka, maka aku segera turun tangan menolong mereka."
"Kakak Hiong bertarung
dengan Kwan Gwa Lak Kui?" tanya Lim Ceng Im. "Bagaimana kepandaian mereka?"
"Kepandaian mereka tinggi
sekali. Untung di saat itu mereka menyerangku tidak dengan segenap Iweekang.
Kalau mereka menyerangku dengan segenap Iweekang, repot juga aku menghadapi
mereka." Tio Cie Hiong memberitahukan secara jujur. "Pada saat itu,
aku segera mengibaskan lengan bajuku, sehingga membuat mereka terdorong mundur
beberapa langkah. Kesempatan itu kumanfaatkan untuk menyambar mereka dan
langsung kubawa pergi, kemudian kuobati. Ternyata mereka bernama Tio Lo Toa dan
Tio Hong Hoa."
"Oh?" Lim Ceng Im
tertawa. "Mereka satu marga denganmu."
"Benar." Tio Cie
Hiong tersenyum dan melanjutkan. "Keesokan harinya, aku pergi membeli
sedikit makanan kering, kemudian masuk di sebuah kedai teh.Justru sungguh di
luar dugaan...."
"Terjadi sesuatu?"
tanya Lim Ceng Im cepat.
"Tidak terjadi apa-apa,
namun aku bertemu seorang tua berusia tujuh puluhan," jawab Tio Cie Hiong.
"Kelihatannya orang tua itu berkepandaian tinggi, dan ramah sekali. Aku
diajaknya duduk bersama dan bercakap-cakap. Ternyata orang tua itu datang dari
sebuah pulau. Akan tetapi, ketika kami sedang asyik bercakap-cakap. mendadak
muncul belasan anggota Bu Tek Pay...."
"Kakak Hiong dan orang
tua itu bertempur dengan mereka?"
"Tidak." Tio Cie
Hiong tersenyum. "Aku menyuruh kauw heng memberesi mereka."
Monyet bulu putih yang duduk
di bahu Tio Cie Hiong langsung bercuit-cuit dan manggut-manggut.
"Dalam waktu sekejap.
kauw heng sudah berhasil merobohkan mereka" lanjut Tio Cie Hiong sambil
membelai monyet bulu putih yang duduk di bahunya. "Setelah itu, aku dan
orang tua itu mulai bercakap-cakap lagi. Ternyata dia datang di Tionggoan untuk
mencari puterinya yang berangkat ke Tionggoan bersama pembantunya. Tio Lo Toa
itu adalah pembantu setianya. Seketika
juga kuajak orang tua itu
pergi menemui mereka berdua. sungguh tak disangka, orang tua itu majikan pulau
Hong Hoang To."
"Oh?" Bu Lim Ji Khie
terbelalak.
"Orang tua itu pun tahu
bahwa aku memakai kedok kulit." ujar Tio Cie Hiong dan menambahkan.
"setelah mereka bertemu, aku langsung pergi."
"Bagus" sam Gan sin
Kay tertawa gelak. " Kemunculan Tocu Hong Hoang To itu secara tidak
langsung akan membantu kita."
"Heran?" gumam Kim
siauw suseng. "Kenapa mereka datang di Tionggoan untuk memusuhi Bu Tek
Pay?"
Sam Gan sin Kay mengerutkan
kening. "Mungkin mereka mempunyai dendam terhadap Bu Lim sam Mo."
"Memang mungkin."
Tui Hun Lojin manggut-manggut, kemudian memandang Tio Cie Hiong seraya
bertanya. "Cie Hiong, engkau tahu telah terjadi sesuatu?"
"Tentang sin san Lojin
dan lainnya yang ditangkap Bu Lim sam Mo?" Tio Cie Hiong balik bertanya.
"Ya." Tui Hun Lojin
manggut-manggut.
"Aku sudah tahu tentang
itu, namun untuk sementara ini hal itu masih tidak menjadi masalah. sebab Bu
Lim sam Mo tidak akan mencelakai mereka." ujar Tio Cie Hiong.
"Untungnya mereka belum tahu tentang diriku, kalau tahu...."
"Bu Lim sam Mo pasti akan
menggunakan mereka untuk memaksamu menyerahkan diri seperti kejadian dua tahun
yang lalu," ujar Lim Ceng Im.
"Kakak Hiong harus
hati-hati"
"Ya." Tio Cie Hiong
manggut-manggut. "Oh ya, aku harus pergi lagi esok pagi."
"Apa?" Wajah Lim
Ceng Im langsung berubah. "Kakak Hiong baru kembali malam ini, esok pagi
akan pergi lagi?"
"Ya." Tio Cie Hiong
mengangguk. "Aku harus pergi mencari Tui Beng Li, Thian Liong Kiam Khek
dan pemilik Hong Hoang Leng."
"Kakak Hiong...."
Lim Ceng Im menghela nafas panjang. "Kenapa engkau harus pergi mencari
mereka?"
"Kalau mereka tidak ke
mari, pasti dalam keadaan bahaya," sahut Tio Cie Hiong sungguh-sungguh.
"Maka aku harus pergi mencari sekaligus menyuruh mereka ke mari. Kalau
tidak, aku khawatir mereka akan ditangkap oleh Bu Lim sam Mo."
"Tapi...." Lim Ceng
Im menundukkan kepala. "Bukankah Kakak Hiong baru kembali?"
"Adik Im" Tio Cie
Hiong tersenyum sambil memegang tangan gadis itu erat-erat. "Waktu kita
masih banyak. yaitu sampai di akhir hayat nanti. Tapi apabila mereka ditangkap
oleh Bu Lim sam Mo, mereka pasti mati, lalu bagaimana perasaan kita?"
"Kakak Hiong...."
Lim Ceng Im mendongakkan kepala dan menatapnya dengan air mata
bercucuran. "Hatimu
sungguh mulia, selalu memikirkan orang lain tanpa memikirkan diri sendiri"
"Adik Im" Tio Cie
Hiong membelainya dengan penuh kasih sayang. "Setelah urusan ini beres,
aku tidak akan meninggalkanmu setapak pun."
"Tidak mungkin." sam
Gan sin Kay tertawa. "Bagaimana kalau engkau mau buang air besar atau air
kecil? Haruskah engkau menarik Ceng Im mendampingimu juga?"
"Eh? Kakek
pengemis...." Wajah Tio Cie Hiong agak kemerah-merahan. "Maksudku
tidak akan
meninggalkan Adik Ceng Im
lagi."
"Itu baru benar."
sam Gan sin Kay tertawa terbahak-bahak.
"Kakak Hiong, aku lebih
senang kalau engkau tidak meninggalkanku setapak pun. Kalau engkau buang air
besar atau air kecil, aku ikut saja," ujar Lim Ceng Im sambil
tersenyum-senyum, lalu memandang sam Gan sin Kay. "Mau apa?"
"Haaah...?" sam Gan
sin Kay terbelalak. "Yah, ampun"
"Ha ha ha" Kim siauw
suseng dan lainnya tertawa gelak. pada saat bersamaan, mendadak kening Tio Cie
Hiong berkerut-kerut. sepertinya sedang memikirkan sesuatu.
"Kakak Hiong...."
Lim Ceng Im tercengang. "Kenapa engkau?"
"Aku sedang memikirkan
kepandaian Kwan Gwa siang Koay dan Lak Kui itu. Mereka berkepandaian tinggi
sekali. Kakek pengemis dan lainnya walau sudah berhasil menguasai Kan Kun ciang
Hoat serta ilmu pukulan Monyet sakti, namun belum tentu mampu mengalahkan mereka.
Kalau bisa terus bertahan...." Tio Cie Hiong berpikir sejenak, lalu
melanjutkan.
"Kauw heng pasti bisa
membantu, tapi Kan Kun ciang Hoat dan ilmu pukulan Monyet sakti belum tentu
bisa bertahan, sebab kedua macam ilmu itu bersifat menangkis dan menyerang.
Iweekang kurang tinggi, pasti akan celaka itu...."
Lim Ceng Im, Bu Lim Ji Khie
dan lainnya diam saja. Mereka sama sekali tidak berani mengganggu Tio Cie Hiong
yang sedang berpikir.
"Kalau harus bertahan
terus...." Tio Cie Hiong bergumam lagi sambil berpikir, kemudian
mendadak berseru girang.
"Betul, harus menggunakan ilmu itu"
"Ilmu apa, Kakak
Hiong?"
"Kiu Kiong san Tian Pou
(Ilmu Langkah Kilat) Ilmu tersebut dapat menghindari serangan-serangan lawan,
sekaligus menyerang pula."
"Benar." Lim Ceng Im
tertawa gembira.
"Oh ya, Adik Im Aku
pernah mengajarkan ilmu tersebut kepadamu, tentunya engkau telah mahir,
kan?" Tio Cie Hiong memandangnya.
"Kakak Hiong...."
Lim Ceng Im menundukkan kepala. "Aku...."
"Belum begitu
mahir?" Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala. " Engkau malas
berlatih. Mulai sekarang engkau harus giat berlatih"
"Ya, Kakak Hiong."
Lim Ceng Im mengangguk.
Mulai malam itu, Tio Cie Hiong
mengajar mereka Kiu Kiong san Tian Pou. Yang paling gembira adalah Lim Ceng Im,
sebab Tio Cie Hiong tidak segera pergi.
Bab 71 Pembicaraan serius di
markas pusat Kay Pang
Tampak Tayli Lo Ceng sedang
duduk dengan wajah serius. sedangkan It sim sin Ni terus memandangnya dengan
mata tak berkedip dan keningnya berkerut-kerut, lama sekali barulah It sim sin
Ni membuka mulut.
"Lo Ceng, bagaimana
rencanamu?"
"Omitohud" sahut
Tayli Lo Ceng. "Aku sama sekali tidak menyangka kalau Bu Lim sam Mo akan
menahan Toan wie Kie dan lainnya."
"Laporan muridku pasti
tidak salah." Tayli Lo Ceng manggut-manggut. " Kenapa Toan wie Kie
dan lainnya datang di Tionggoan? Mereka sama sekali tidak berpikir
panjang"
"Mungkin mereka ingin
tahu bagaimana keadaan Cie Hiong," ujar It sim sin Ni sambil menghela
nafas.
"Mereka tidak bisa sabar,
akhirnya menimbulkan masalah." Tayli Lo Ceng menggeleng-gelengkan kepala.
"Untung mereka masih
belum tahu tentang Cie Hiong. Kalau tahu..."
"Cie Hiong akan
celaka." Tayli Lo Ceng menghela nafas lagi. "Kita juga telah
bersalah, karena membiarkan Tio Tay seng, Tio Lo Toa, dan Tio Hong Hoa pergi.
Mereka seharusnya tinggal di sini."
"Mereka ingin mencari Cie
Hiong, maka bagaimana mungkin kita tahan?" It sim sin Ni
menggeleng-gelengkan kepala.
"Bagaimana kalau mereka
ditangkap oleh pihak Bu Tek Pay? Bukankah mereka akan celaka?"
"Kenapa waktu itu engkau
tidak mencegah agar mereka tidak pergi?"
"Mereka anak cucumu, aku
tidak berhak mencegahnya."
"Lalu sekarang kita harus
bagaimana?"
"Aku harus mencari jalan
keluarnya." Tayli Lo Ceng memejamkan matanya. sesaat kemudian barulah ia
membuka matanya seraya berkata.
"Aku harus pergi ke
markas Bu Tek Pay menemui Bu Lim sam Mo dan lainnya, agar mereka melepaskan
Toan wie Kie..."