Kesatria Baju Putih (Pek In Sin Hiap) Bagian 43

Baca Cersil Mandarin Online: Kesatria Baju Putih (Pek In Sin Hiap) Bagian 43
Bagian 43
Tak lama muncullah Tio Lo Toa, Tio Tay seng dan Tio Hong Hoa. Begitu melihat It sim sin Ni, mata Tio Tay seng terbelalak, kemudian bersimbah air.

"Ibu...." Tio Tay seng langsung bersujud di hadapan It sim sin Ni. "Ibu...."

"Nak" It sim sin Ni tersenyum lembut dan membelainya dengan penuh kasih sayang. "Engkau sudah besar...."

Ucapan itu sungguh menggelikan, sebab Tio Tay seng sudah berusia tujuh puluhan, namun It sim sin Ni malah mengatakannya "Sudah Besar".

Bukankah itu merupakan ucapan yang menggelikan? Tapi memang harus maklum, sebab sudah hampir tujuh puluh tahun It sim sin Ni berpisah dengan putranya itu "Ibu...."

"Duduklah, Nak"

"Nenek" Tio Hong Hoa mendekap di pangkuannya dengan sikap manja. "Aku membawa ayah kemari menemui nenek."

"Terimakasih, cucuku" ucap It sim sin Ni sambil membelainya. "Duduklah"

Tio Tay seng dan Tio Hong Hoa lalu duduk. sedangkan Tio Lo Toa berada di ruang depan. "Ibu, ayah...."

"Aku sudah tahu dari Hong Hoa, bahwa ayahmu telah meninggal."

"Itseng dan putrinya...."

"Hong Hoa pun telah menceritakan kepada ibu." It sim sin Ni menghela nafas panjang. "Sungguh kasihan adikmu dan putrinya itu...."

"Ibu" Tio Tay seng menatapnya. "Benarkah ibu dulu menyeleweng."

"Nak" It sim sin Ni tersenyum getir. "Engkau percaya ibu menyeleweng dengan lelaki lain?"

"Ayah yang memberitahukan begitu, tapi aku tidak begitu percaya. Ibu, maukah ibu menceritakan tentang itu, agar aku tidak terus merasa penasaran?"

"Ibu sudah menceritakan kepada Hong Hoa. Apakah dia tidak menceritakan kepadamu?" tanya It sim sin Ni.

"Tidak." Tio Tay seng menggelengkan kepala.

"Nenek" ujar Tio Hong Hoa. "Aku buru-buru membawa ayah ke mari, jadi tidak ada waktu untuk menceritakannya."

"Oooh" It sim sin Ni manggut-manggut, lalu menutur lagi tentang kejadian kesalah pahaman itu.

"Aaakh..." Tio Tay seng menghela nafas setelah mendengar penuturan itu. "Ayah terlampau emosi, akhirnya harus hidup merana di pulau Hong Hoang To"

"Oh ya" It sim sin Ni menatap mereka. "Bagaimana kalian bertemu?"

"Aku bertemu seseorang, lalu dia mengajakku pergi menemui Hoa ji." Tio Tay seng memberitahukan.

"Orang itu juga yang menolong kami," sambung Tio Hong Hoa dan menutur tentang kejadian itu. "Kalau orang itu tidak muncul di saat itu, mungkin aku dan Paman Lo Toa sudah mati."

"Apa?" Wajah It sim sin Ni berubah. "Kalian berdua bertarung dengan Kwan Gwa Lak Kui?"

"Ya." Tio Hong Hoa mengangguk. "Kepandaian Kwan Gwa Lak Kui tinggi sekali, tapi kepandaian orang itu jauh lebih tinggi. Dia hanya mengibaskan lengan bajunya, Kwan Gwa Lak Kui terdorong mundur beberapa langkah."

"Oh?" It sim sin Ni terbelalak. "Siapa orang itu?"

Tio Hong Hoa dan Tio Tay seng menggelengkan kepala, tentunya sangat mencengangkan It sim sin Ni.

"Kalian tidak tahu namanya?"

"Dia tidak mau beritahukan," sahut Tio Hong Hoa. "Tapi dia bilang, kami akan mengetahuinya kelak."

"Heran?" It sim sin Ni tidak habis berpikir. "siapa orang itu?"

"Ibu, dia memakai kedok kulit maka tampak seperti berusia empat puluhan." Tio Tay seng memberitahukan. "padahal dia masih muda...."

"Omitohud Ha ha ha" terdengar suara yang sangat nyaring bergema ke dalam ruang itu. "Sin Ni, boleh aku masuk?"

"Lo Ceng, silakan masuk" sahut It sin Ni.

"Terima kasih, sin Ni" Tak lama tampak sosok bayangan berkelebat ke dalam, yang ternyata

Tayli Lo Ceng. "Ha ha ha Aku turut gembira karena kalian ibu dan anak telah berjumpa Omitohud"

"Tay seng" It sim sin Ni memberitahukan. "Dia adalah Tayli Lo Ceng."

"Lo Ceng, terimalah hormatku" ucap Tio Tay seng sambil memberi hormat.

"Omitohud Engkau tidak usah banyak peradatan Ha ha ha" Tayli Lo Ceng tertawa gembira. "Syukurlah kini kalian ibu dan anak sudah berjumpa"

"Lo Ceng" ujar It sim sin Ni. " cucuku dan Lo Toa itu bertarung dengan Lak Kui."

"Oh?" Tayli Lo Ceng tampak terkejut sekali. "Omitohud Bagaimana mereka bertarung dengan Kwan Gwa Lak Kui?"

"Mereka berdua pergi ke markas cabang Bu Tek Pay...." It sim sin Ni memberitahukan

berdasarkan penuturan Tio Hong Hoa. "Untung muncul orang itu menolong mereka. Kalau tidak...."

"Orang itu memakai kedok kulit dan seekor monyet bulu putih duduk di bahunya." Tio Tay seng memberitahukan. "Monyet itu sungguh sakti, mampu merobohkan belasan anggota Bu Tek Pay."

"Omitohud Ha ha ha..." Tayli Lo Ceng tertawa gembira. "Ha ha ha"

"Lo Ceng" It sim sin Ni tercengang. "Kenapa engkau terus tertawa? Apa yang menggembirakan?"

"Orang itu pasti Tio Cie Hiong," sahut Tayli Lo Ceng.

"Apa?" It sim sin Ni tertegun. "orang itu cucuku?"

"Benar" Tayli Lo Ceng mengangguk. "Dia sudah sembuh dan pulih kepandaiannya. Omitohud...."

"Aku tahu bahwa dia seorang pemuda, tapi tidak menyangka kalau dia Tio Cie Hiong." ujar Tio Tay seng dan tertawa gembira. "Dia memanggilku paman. Memang tidak salah, aku pamannya. Ha ha ha..."

"Dia... dia Adik Cie Hiong? Kepandaiannya begitu tinggi?" Tio Hong Hoa terbelalak. "Tapi kenapa dia memakai kedok kulit?"

"Untuk mengelabui pihak Bu Tek Pay, agar tidak menyusahkan Kay Pang." sahut Tayli Lo Ceng menjelaskan. "Sebab pihak Kay Pang telah menyiarkan berita bahwa Cie Hiong telah mati dua tahun lalu."

"Oooh" Tio Hong Hoa manggut-manggut.

"Tentunya kalian tidak tahu, bahwa yang mengobati Cie Hiong justru monyet bulu putih itu." Tayli Lo Ceng memberitahukan.

"Apa?" Tio Tay seng terbelalak. "Monyet itu yang mengobati Cie Hiong? Bagaimana mungkin?"

"Memang benar monyet itu yang mengobatinya." ujar Tayli Lo Ceng sambil tersenyum.

"Tahukah kalian, berapa usia monyet itu?"

Tio Tay seng menggelengkan kepala.

"Ha ha" Tayli Lo Ceng tertawa. "Usia monyet itu sudah hampir tiga ratus Iho"

"oh?" Tio Tay seng tertegun. "usianya hampir tiga ratus?"

"Benar." Tayli Lo Ceng mengangguk. "Maka merupakan monyet sakti."

"Pantas monyet itu mampu merobohkan belasan anggota Bu Tek Pay..." gumam Tio Tay Hong. "Ternyata monyet sakti"

"Oh ya" Mendadak Tayli Lo Ceng menatap Tio Tay seng. "Tio tocu, pedang pusaka Hong Hoang Pokiam berada padamu?"

"Ya." Tio Tay seng mengangguk. "Tapi telah kuberikan kepada putriku ini."

"Omitohud Ha ha ha"TayliLo Ceng tertawa gembira sambil memandang Tio Hong Hoa dengan penuh perhatian. "Bagus, bagus Kalian berdua memang merupakan pasangan yang serasi."

"Maaf" ucap Tio Tay seng dan bertanya. "Bolehkah aku tahu maksud ucapan Lo Ceng?"

"Ha ha ha"Tayli Lo Ceng tertawa lagi. "Aku memiliki pedang pusaka Thian Liong Pokiam, juga telah kuberikan kepada muridku."

"Apa?" Tio Tay seng tersentak. "Thian Liong Pokiam?"

"Betul." Tayli Lo Ceng manggut-manggut. "Kini sudah saatnya kedua pedang pusaka itu bersatu padu. Ha ha..."

"Maksud Lo ceng?"

"Putrimu berjodoh dengan muridku, maka mereka berdua harus menjadi suami isteri." "Lo Ceng...." Wajah Tio Hong Hoa langsung memerah.

"Tapi...." Tio Tay seng mengerutkan kening. "Aku belum pernah melihat murid Lo Ceng itu."

"Jangan khawatir" sahut Tayli Lo Ceng sungguh-sungguh. "Muridku tampan sekali, lagi pula merupakan pemuda yang baik."

"Putriku juga amat cantik, bahkan lemah lembut," ujar Tio Tay seng. "Lo Ceng boleh menilainya sendiri"

"Benar." Tayli Lo Ceng manggut. "Muridku juga alim, kalem dan penurut."

"Putriku merupakan gadis periang, lincah dan pandai memasak lho" Tio Tay seng memberitahukan.,

"Eeeeeh?" It sim sin Ni tertawa geli. "Kalian berdua sedang mempromosikan sesuatu atau membicarakan perjodohan? Aku neneknya, kenapa dilewatkan begitu saja"

"Ha ha" Tayli Lo Ceng tertawa. "Saking gembiranya aku jadi lupa."

"Maaf, Ibu" ucap Tio Tay seng dan bertanya. "Bagaimana menurut Ibu tentang ini?"

"Terserah Hong Hoa saja," sahut It sim sin Ni penuh pengertian. "Kita hanya merestui, tidak bisa memaksanya harus menikah dengan siapa."

"Benar." Tio Tay seng mengangguk, kemudian berkata kepada Tayli Lo Ceng. "Maaf, Lo Ceng. Tentang ini kuserahkan kepada Hoa ji saja."

"Ngmmm" Tayli Lo Ceng manggut-manggut. "Baiklah. urusan ini kita serahkan kepada mereka berdua saja."

"Oh ya" Tio Hong Hoa teringat sesuatu. "Adik Cie Hiong berpesan agar kami ke markas pusat Kay Pang. Kenapa dia berpesan begitu?"

"Pasti ada tujuan tertentu." sahut Tio Tay seng. "Kalau begitu, kita berangkat ke markas kay pang"

"Tapi dia pun bilang, harus secara diam-diam jangan sampai diketahui oleh pihak Bu Tek Pay."

"Oooh" Tio Tay seng manggut-manggut. "Itu agar tidak menyusahkan Pihak Kay Pang."

"Tay seng" tanya It sim sin Ni. "Kapan kalian akan berangkat ke sana?"

"Besok pagi." Tio Tay seng menatapnya. "Ibu tidak mau pergi bersama?"

"Ibu sudah tidak mau mencampuri urusan persilatan. Kalian berangkat saja besok pagi" ujar It sim sin Ni dan berpesan. "Kalian harus hati-hati, sebab Bu Lim sam Mo, Kwan Gwa siang Kay dan Lak Kui berkepandaian sangat tinggi"

"Ya" Tio Tay seng mengangguk.

Bab 70 Ditangkap

Bagaimana keadaan Lam Kiong Bie Liong, Toan pit Lian, Toan wie Kie dan Gouw sian Eng di Tayli? Apakah mereka sudah mempunyai anak? Ternyata mereka belum mempunyai anak. Mungkin mereka menggunakan sistem menjaga, agar tidak begitu cepat mempunyai anak.

Pagi ini, mereka berempat duduk di halaman istana. Kening Lam Kiong Bie Liong berkerut-kerut seakan sedang memikirkan sesuatu.

"Suamiku" Toan pit Lian memegang bahunya. "Apa yang kaupikirkan?"

"Aku sedang memikirkan Cie Hiong," jawab Lam Kiong Bie Liong. "Sudah dua tahun lebih, entah dia sudah sembuh belum?"

"Mungkin sudah sembuh," ujar Toan pit Lian.

"Tapi...." Lam Kiong Bie Liong menggeleng-gelengkan kepala. " Kenapa tiada kabar beritanya?"

"Aku khawatir...," sela Toan wie Kie. "Ke-pandaiannya tidak bisa pulih atau... dia telah cacat."

"Aaakh..." Gouw sian ^ng menghela nafas panjang. "Dia berkorban demi kita semua, tapi sebaliknya kita malah enak-enak di sini"

"Isteriku" Toan wie Kie menatapnya lembut. "Kita harus bagaimana?"

"Kita berangkat ke Tionggoan," sahut Lam Kiong Bie Liong. "Kalau sudah tahu keadaannya, barulah aku bisa berlega hati."

"Tidak mungkin." Toan pit Lian menggelengkan kepala. "Sebab ayah pasti tidak akan mengijinkan."

"Benar." Toan Wie Kie manggut-manggut. "Ti-dak mungkin ayah mengijinkan kita ke Tionggoan."

"Tapi..." ujar Lam Kiong Bie Liong dengan suara rendah. "Bukankah kita bisa berangkat secara diam-diam?"

"Suamiku" Toan Pit Lian menghela nafas panjang. "Kalau tahu, ayah pasti marah besar."

"Biar aku yang bertanggung jawab" ujar Lam Kiong Bie Liong, sepertinya telah mengambil keputusan.

"Itu...." Toan Pit Lian tampak ragu.

"Adik" Toan Wie Kie menatapnya. "Kita ke Tionggoan cuma ingin tahu bagaimana keadaan Cie Hiong, setelah itu kita langsung pulang."

"Baiklah." Toan Pit Lian mengangguk. "Kalau begitu, kapan kita berangkat?"

"Lebih baik besok pagi-pagi saja." sahut Lam Kiong Bie Liong. "Kita jangan menunggang kuda. Setelah kita memasuki daerah Tionggoan, barulah kita membeli dua ekor kuda untuk melanjutkan perjalanan kita menuju markas pusat Kay Pang."

"Ngmm" Toan Wie Kie manggut-manggut.

Pada waktu bersamaan, muncut seorang dayang memberitahukan kepada mereka, bahwa Toan Hong Ya memanggil mereka.

Mereka berempat saling memandang, lalu berjalan ke dalam istana menuju ruang dalam.

Toan Hong Ya dan isterinya duduk di situ. Toan Wie Kie, Gouw Sian Eng, Lam Kiong Bie Liong dan Toan Pit Lian segera memberi hormat. "Duduklah" ujar Toan Hong Ya sambil tersenyum.

"Ayah" tanya Toan Wie Kie sambil menarik nafas dalam-dalam. "Ada urusan apa Ayah memanggil kami?"

"Sudah berapa lama kalian menikah?" Toan Hong Ya balik bertanya sambil memandang mereka. "Sudah dua tahun lebih," sahut Toan wie Kie tercengang. "Memangnya kenapa?"

"Kenapa kalian masih belum mempunyai anak?" Toan Hong Ya menggeleng-gelengkan kepala.

"Padahal kami sudah ingin sekali menggendong cucu, namun kalian masih belum mempunyai anak."

"Apakah kalian menjaga agar tidak cepat-cepat mempunyai anak?" tanya Toan Hong Ya hujin mendadak.

"Kami...." Wajah Toan wie Kie agak memerah. "Kami memang menjaga."

"Lho? Kenapa?" Toan Hong Ya menghela nafas. "Kenapa kalian tidak ingin cepat-cepat mempunyai anak?"

"Kami... kami...." Toan wie Kie agak tergagap. kemudian melanjutkan. "Ayah, kami masih

memikirkan Cie Hiong...."

"Oooh" Toan Hong Ya manggut-manggut. "Ayah tahu perasaan kalian. Terus terang, ayah juga sering memikirkannya. sudah dua tahun lebih, namun tiada kabar beritanya."

"Ayah" tanya Toan wie Kie mendadak. "Bolehkah kami pergi ke Tionggoan...."

"Tidak boleh." potong Toan Hong Ya cepat. "Sebab akan membahayakan diri kalian. Kalau Cie Hiong sudah sembuh, pasti ada kabar beritanya."

"Ayah...."

"Pokoknya kalian jangan pergi ke Tionggoan" tegas Toan Hong Ya. "Jangan mencari penyakit" "Ya, Ayah." Toan wie Kie menundukkan kepala.

"Oh ya" Toan Hong Ya tersenyum lagi. " Kalian harus cepat-cepat mempunyai anak, ayah dan ibu kalian sudah ingin sekali menggendong cucu."

Betapa terkejutnya Toan Hong Ya dan isterinya ketika menerima laporan dari salah seorang, bahwa Toan wie Kie, Gouw sian Eng, Lam Kiong Bie Liong dan Toan pit Lian tidak berada di kamar.

" Celaka" Wajah Toan Hong Ya langsung berubah. "Mereka pasti pergi ke Tionggoan, ini... ini...."

"Hong Ya" sang permaisuri cemas bukan main. "Kita harus bagaimana?"

"Aaaakh..." Toan Hong Ya menghela nafas sambil berjalan mondar-mandir di ruang tengah. Di saat bersamaan muncul Lam Kiong Hujin.

"Ada apa, Hong Ya?" tanya Lam Kiong Hujin heran.

"Celaka" sahut Toan Hong Ya.

"Apa yang celaka?" Lam Kiong Hujin tersentak.

"Mereka... mereka...." Toan Hong Ya menggeleng-gelengkan kepala dan melanjutkan.

"Mereka sudah berangkat ke Tionggoan?"

"Apa?" Air muka Lam Kiong Hujin berubah. "Mereka sudah berangkat ke Tionggoan?"

"Ya." Toan Hong Ya mengangguk. "Kita... kita harus bagaimana?"

"Bagaimana kalau aku pergi menyusul mereka?" tanya Lam Kiong Hujin seakan mengusulkan.

"Itu akan membahayakanmu, Lam Kiong Hujin." Toan Hong Ya menggelengkan kepala. "Mari kita pikirkan bersama harus bagaimana?"

"Tiada jalan lain kecuali aku pergi menyusul mereka," ujar Lam Kiong Hujin sungguh-sungguh .

"Kita harus tenang" seta sang permaisuri. "Mungkin pihak Bu Tek Pay tidak akan mencelakai mereka, sebab pihak Bu Tek tahu, bahwa Cie Hiong telah mati...."

Kalau pihak Bu Tek Pay menangkap mereka untuk dijadikan sandera, bukankah itu akan membahayakan mereka semua?" ujar Toan Hong Ya dengan kening berkerut-kerut.

"Lalu kita harus bagaimana?" sang permaisuri juga berjalan mondar-mandir, kelihatannya cemas sekali.

Pada waktu bersamaan, mendadak muncul sin san Lojin dan Ang Kin sian Li, guru Toan Wie Kie dan guru Toan Pit Lian

"Hong Ya" tanya sin San Lojin. "seorang dayang memberitahukan, bahwa Toan Wie Kie dan lainnya sudah berangkai ke Tionggoan. Benarkah itu?"

"Benar." Toan Hong Ya mengangguk. "Kebetulan kalian ke mari, coba pikir kita harus bagaimana?"

"Hong Ya" ujar Ang Kin Sian Li. "Kami baru sampai di sini, jadi tidak tahu jelas masalahnya. Bolehkah Hong Ya menjelaskannya?"

Toan Hong Ya memberitahukan, "Kemarin mereka bilang masih terus memikirkan Cie Hiong. Aku telah melarang mereka untuk pergi ke Tionggoan. Tapi pagi ini mereka justru berangkat ke sana."

"Kalau begitu, alangkah baiknya kami pergi menyusul mereka," ujar sin san Lojin.

"Baiklah." Toan Hong Ya mengangguk. "Kalian bertiga harus segera pergi menyusul mereka. Kalau tersusul, ajaklah mereka pulang seandai-nya tidak tersusul, kalian harus mencari mereka di Tionggoan"

"Ya," sahut mereka bertiga serentak.

"Oh ya" Toan Hong Ya memberitahukan. "Mereka bilang mau ke markas pusat Kay Pang, jadi kalian harus ke sana setelah bertemu mereka, ajaklah mereka pulang"

"Ya, Hong Ya."Mereka bertiga memberi hormat, lalu berangkat dengan menunggang kuda jempolan.

Sementara itu, Toan wie Kie dan lainnya terus mengerahkan ginkang, bahkan mengambil jalan pintas. Ketika sampai di sebuah desa, mereka membeli dua ekor kuda, lalu melanjutkan perjalanan dengan menunggang kuda.setelah memasuki daerah Tionggoan, mendadak mereka mendengar suara derap kuda di belakang. Mereka segera menoleh. Betapa terkejutnya setelah mereka melihat sin san Lojin, Ang Kin sian Li dan Lam Kiong Hujin.

"Celaka" seru Lam Kiong Bie Liong. "Ibuku dan guru kalian telah menyusul. Kita harus bagaimana?"

"Tidak apa-apa," sahut Toan wie Kie sambil tersenyum. "Mari kita tunggu mereka"

Mereka menghentikan kuda masing-masing. Tak lama sin san Lojin, Ang Kin sian Li dan Lam Kiong Hujin pun menghentikan kuda masing-masing di sisi mereka.

"Ibu" panggil Lam Kiong Bie Liong.

"Guru" panggil Toan wie Kie dan adiknya serentak.

"Bie Liong...." Lam Kiong Hujin menggeleng-gelengkan kepala.

"Kalian sungguh ceroboh" tegur sin san Lojin sambil menghela nafas. " Kenapa kalian pergi secara diam-diam?"

"Guru" Toan wie Kie tersenyum. "Bagaimana mungkin aku harus terang-terangan? Ayah telah melarang kami...."

"Hong Ya melarang kalian pergi ke Tionggoan itu demi kebaikan kalian," ujar sin san Lojin. "Namun kalian...."

"Ayoh, kita pulang" tegas Ang Kin sian Li. "Jangan mencari penyakit di Tionggoan"

"Guru Kami tidak mencari penyakit, melainkan hanya ingin mencari informasi tentang Cie Hiong," sahut Toan pit Lian sambil tersenyum.

"Pokoknya kalian harus ikut kami pulang, jangan membuat Hong Ya cemas" ujar sin san Lojin.

"Guru Kita sudah sampai di Tionggoan, maka apa salahnya kalau kita ke markas pusat Kay Pang...."

"Bagaimana kalau pihak Bu Tek Pay tahu?" tanya sin san Lojin.

"Kita bilang saja sedang pesiar di Tionggoan, maka sekalian mampir ke markas pusat Kay Pang," jawab Toan wie Kie. "Kita tidak bermusuhan dengan pihak Bu Tek Pay, tentunya mereka tidak akan mencelakai kita."

"Bagaimana seandainya mereka menangkap kita?" tanya Ang Kin sian Li mendadak. "Kita tidak dapat melawan mereka Iho"

"Mereka tidak akan menangkap kita, paling juga cuma menahan kita." sahut Toan pit Lian. "Yang penting kita jangan membocorkan rahasia tentang Cie Hiong, maka kita pasti aman." "Bagaimana menurut kalian?" tanya Ang Kin sian Li kepada sin san Lojin dan Lam Kiong Hujin.

"Memang sudah tanggung, lebih baik kita ke markas pusat Kay Pang saja." jawab Lam Kiong Hujin.

"Baiklah." sin san Lojin dan Ang Kin sian Li mengangguk. "Tapi agar tidak menimbulkan kecurigaan pihak Bu Tek Pay, kita harus bersikap sewajar mungkin"

"Ya." Toan wie Kie dan lainnya mengangguk dengan wajah berseri.

"Kita harus melakukan perjalanan dengan santai, agar pihak Bu Tek Pay tidak akan mencurigai kita" ujar Lam Kiong Hujin. "Apabila mereka menahan kita, kita tidak boleh membuka rahasia tentang Cie Hiong, ingat baik-baik itu"

Yang mendengar langsung manggut-manggut, setelah itu barulah mereka melanjutkan perjalanan menuju markas pusat Kay Pang dengan santai.

Bu Lim sam Mo, Kwan Gwa siang Koay, Lak Kui, Ang Bin sat sin dan Liu siauw Kun duduk di ruang tengah sambil minum.

"Sungguh mengherankan" ujar Tang Hai LoMo mendadak. "Tui Beng Li, Thian Liong Kiam Khek dan pemilik Hong Hoang tiada jejaknya, entah mereka bersembunyi di mana?"

"Ha ha" Tiau Am Kui tertawa gelak. "Aku yakin pemilik Hong Hoang Leng sedang mengobati luka dalamnya."

"Benar." Bu Ceng Kui manggut-manggut. "Tapi...."

"Kenapa?" tanya siluman Kurus.

"Orang yang menolong mereka pasti bisa menyembuhkan mereka." sahut Bu Ceng Kui. "Sebab orang itu memiliki lweekang yang sangat tinggi."

"Sudahlah." tandas siluman Gemuk. "Tidak perlu dibicarakan. Apabila mereka muncul lagi, barulah kita mencari akal untuk tangkap mereka."

"Benar." Tang Hai Lo Mo mengangguk. "Ayoh kita bersulang"

Ketika mereka baru mau bersulang, mendadak muncul seorang anggota Bu Tek Pay. orang itu buru-buru memberi hormat lalu melapar.

"Ketua, ada beberapa orang, yang kelihatannya sedang menuju markas pusat Kay Pang."

"oh?" Kening Tang Hai Lo Mo langsung berkerut. "Siapa mereka?"

"Mereka sin san Lojin, Ang Kin sian Li, Lam Kiong Hujin, Toan wie Kie, Toan pit Lian, Lam Kiong Bie Liong dan Gouw sian Eng."

"Mereka tampak terburu-buru menuju markas pusat Kay Pang?" tanya Thian Mo.

"Tidak terburu-buru, melainkan kelihatan santai sekali."

"oh?" Te Mo mengerutkan kening. "Kenapa mereka memasuki Tionggoan lagi? Apakah ada sesuatu penting dengan Kay Pang?"

"Mungkin tidak," sahut Tang Hai Lo Mo. "sebab mereka tidak terburu-buru. Mungkin mereka sedang pesiar."

"Kalau begitu..." Thian Mo manggut-manggut. "Kita biarkan saja Sebab mereka tidak menentang kita...."

"Menurutku, lebih baik mereka kita tahan." sela siluman Kurus dan menambahkan. "Mungkin ada gunanya kelak."

"Tapi kita tidak bermusuhan dengan mereka. Maka apabila kita menahan mereka, tentu akan menimbulkan suatu kesalahpahaman," sahut Tang Hai Lo Mo melanjutkan. "Toan Hong Ya pasti tidak senang."

"Tidak jadi masalah." siluman Kurus tertawa. "Mereka kita tahan, tetapi kita perlakukan sebagai tamu."

"Baiklah." Tang Hai Lo Mo mengangguk. "siapa yang pergi mengundang mereka ke mari?"

"Biar kami berdua saja," sahut Kwan Gwa siang Koay. "Mereka pasti tidak berani melawan. Ha ha ha..."

Toan wie Kie dan lainnya terus melanjutkan perjalanan dengan santai, agar tidak menimbulkan kecurigaan pihak Bu Tek Pay. Di saat mereka memasuki sebuah rimba, sekonyong-konyong dua sosok bayangan berkelebat ke hadapan mereka sudah barang tentu mereka terperanjat dan menghentikan kudanya. Ternyata dua sosok bayangan itu adalah Kwan Gwa siang Koay.

"Ha ha ha" Mereka berdua tertawa gelak. "selamat bertemu" ucapnya.

"siapa kalian?" tanya sin san Lojin sambil mengerutkan kening. "Kenapa kalian menghadang perjalanan kami?"

"Kami berdua adalah Kwan Gwa siang Koay Kami juga tahu siapa kalian" sahut siluman Kurus sambil tertawa.

"Haaah..." sin san Lojin terkejut bukan main. "Ada urusan apa kalian menghadang kami di sini?"

"Terus terang kedatangan kami untuk mengundang kalian ke markas Bu Tek Pay dan kami harap kalian tidak akan merasa berkeberatan" sahut siluman Gemuk.

Sin san Lojin dan lainnya saling memandang, kemudian Ang Kin sian Li bertanya kepada Kwan Gwa siang Koay.

"Ada urusan apa kalian mengundang kami ke markas Bu Tek Pay? Padahal kami tidak mempunyai hubungan dengan partai itu"

"Ang Kin sian Li, kami mengundang kalian secara baik-baik, maka kami harap kalian jangan menolak" tegas siluman Gemuk.

"Cianpwee" ujar Toan wie Kie. "Selama ini Tayli tidak bermusuhan dengan pihak luar perbatasan, tetapi kenapa Cianpwee mempersulit kami?"

"Ha ha ha" siluman Kurus tertawa. "Kami tidak mempersulit kalian, melainkan mengundang kalian ke markas saja."

"Baiklah." Toan wie Kie mengangguk. "Karena cianpwee mengundang kami secara baik-baik, maka kami tidak bisa menolak."

"Bagus Bagus" Kwan Gwa siang Koay tertawa gelak. " Kalau begitu, mari ikut kami"

Toan Wie Kie dan lainnya saling memandang, lalu memacu kuda masing-masing mengikuti Kwan Gwa siang Koay dengan perasaan tercekam. Mereka tahu, bahwa pihak Bu Tek Pay akan menahan mereka, tapi dengan dalih mengundang ke markas.

Mereka tidak berani melawan, sebab tahu bahwa Kwan Gwa siang Koay berkepandaian tinggi sekali. Karena itu terpaksa menurut dari pada celaka.

Bu Lim sam Mo, Kwan Gwa Lak Kui dan lainnya menyambut mereka sambil tertawa gelak. "Ha ha ha silakan duduk" ucap Tang Hai Lo Mo.

Setelah mereka duduk. beberapa anggota Bu Tek Pay segera menyuguhkan makanan dan minuman.

"Terimakasih atas kedatangan kalian" Thian Mo tertawa. "Ayoh, kita bersulang"

Mereka mulai bersulang, setelah itu barulah sin san Lojin membuka mulut sambil memandang Bu Lim sam Mo.

"Sebetulnya ada urusan apa kami diundang ke mari?"

"Tidak ada urusan apa-apa," sahut Tang Hai Lo Mo. "sekedar mempererat hubungan saja." "Terimakasih" ucap sin san Lojin.

"Oh ya" siluman Kurus menatapnya seraya bertanya. " Kenapa kalian datang di Tionggoan?" "Kami cuma pesiar dan sekalian berkunjung di markas pusat Kay Pang," sahut Toan wie Kie tenang. "setelah itu, kami juga akan ke rumah Lam Kiong Hujin."

"Oooh" siluman Kurus manggut-manggut. "Tentunya kalian kenal Tio Cie Hiong, kan?" "Kami memang kenal dia, tapi...." Toan wie Kie menghela nafas panjang. "Kenapa?" tanya siluman Kurus seakan menyelidik,

"Bu Lim sam Mo sudah tahu, tapi kenapa Cianpwee masih bertanya kepada kami?" Toan Wie Kie menggeleng-gelengkan kepala. "Dua tahun lalu, Tio Cie Hiong terluka parah, kemudian meninggal."

"Oh ya" Tang Hai Lo Mo menatapnya tajam. "Kalian kenal Tui Beng Li, Thian Liong Kiam Khek dan pemilik Hong Hoang Leng?"

"Kami sama sekali tidak pernah mendengar nama itu," sahut Toan wie Kie tercengang. "Kami baru tiba di Tionggoan."

"Belum lama ini...." Thian Mo memberitahukan. "Mereka telah muncul dalam rimba persilatan.

Bahkan mereka berani menentang kami, maka kami kira kalian mempunyai hubungan dengan mereka."

"Kami tidak kenal mereka." tegas Toan wie Kie. "Lagi pula kami sudah tidak mau mencampuri urusan rimba persilatan."

"Oooh" Bu Lim sam Mo manggut-manggut.

"Oh ya?" tanya Tiau Am Kui mendadak sambil menatapnya tajam. "Kalian kenal seseorang berusia empat puluhan yang berkepandaian tinggi?"

"Siapa dia?" Toan wie Kie balik bertanya dengan penuh keheranan.

"Dia ke mana-mana pasti didampingi seekor monyet." Tiau Am Kui memberitahukan. "Oh?"

Toan Wie Kie tertawa. "Mungkin dia tukang sulap keliling, dan mempertunjukkan beberapa atraksi dengan monyet itu."

Tiau Am Kui diam seketika, karena Toan Wie Kie tidak memperlihatkan ekspresi wajah yang luar biasa. Hal itu membuktikan bahwa mereka tidak kenal orang tersebut.

"Berhubung kalian datang dari Tayli, maka kami harap kalian sudi menginap beberapa malam di sini. Tentunya kalian tidak akan menolak, bukan?" ujar Tang Hai Lo Mo.

"Kami memang tidak ada urusan penting di Tionggoan, cuma ingin pesiar saja," sahut Toan Wie Kie sambil tersenyum, sungguh hebat silat lidahnya. " Karena Cia npwee bermaksud baik, maka kami tidak akan menolak."

"Bagus Bagus Ha ha ha" Tang Hai Lo Mo tertawa. "Secara tidak langsung hubungan kita akan bertambah erat"

"Terimakasih, Cianpwee" ucap Toan Wie Kie sambil tertawa gembira, sebab Bu Lim sam Mo dan lainnya tidak menaruh curiga kepada mereka.

Tentang ditahannya sin san Lojin, Ang Kin sian Li, Lam Kiong Hujin dan lainnya telah diketahui oleh pihak Kay Pang. oleh karena itu, sai Pi Lo Kay segera melapar kepada Lim Peng Hang, ketua Kay Pang.

"Apa?" Betapa terkejutnya Lim Peng Hang mendengar laparan itu. "Bu Tek Pay menahan mereka?"

"Ya." sai Pi Lo Kay mengangguk dan menambahkan. "Tapi mereka aman, diperlakukan sebagai tamu."

Kalau begitu...." Lim Peng Hang mengerutkan kening. " Kenapa Bu Lim Sam Mo menahan mereka?"

"Entahlah." sai Pi Lo Kay menggelengkan kepala.

"Baiklah." Lim Peng Hang manggut-manggut. "kini engkau boleh pergi, namun kalau ada apa-apa, harus segera melapar"

"Ya, Pangcu." sai Pi Lo Kay memberi hormat, lalu melangkah pergi.

"Heran...," gumam Lim Peng Hang. " Kenapa Bu Lim sam Mo menahan mereka? Apa tujuan mereka?"

"Mereka pasti mempunyai tujuan tertentu," sahut sam Gan sin Kay serius. "Yang penting mereka tidak membocorkan tentang Tio Cie Hiong, jadi mereka tetap aman."

"Tapi kalau membocorkan itu, mereka pasti dijadikan sandera." sambung Kim siauw suseng.

"Aku yakin mereka tidak akan membocorkan itu," sela Tui Hun Lojin. "Sebab mereka tidak begitu bodoh."

"Benar." sam Gan Sin Kay manggut-manggut. " Lagi pula mereka tidak mempunyai hubungan dengan Tui Beng Li, Thian Liong Kiam Khek dan pemilik Hong Hoang Leng. Karena itu, Bu Lim sam Mo pasti tidak akan mencelakai mereka."

"Aku sungguh tidak habis pikir...." Lim Peng Hang mengerutkan kening. "Kenapa mereka datang

di Tionggoan lagi?"

"Tentu mereka ingin tahu bagaimana kabarnya Cie Hiong," sahut Kim siauw suseng dan menambahkan. "Sebab mereka kawan baiknya. Mungkin sudah dua tahun lebih tiada kabar berita tentang Cie Hiong, maka mereka ke mari."

"Aaaakh..." Lim Peng Hang menghela nafas panjang. "Kenapa mereka tidak berpikir panjang?"

"Bukan tidak berpikir panjang, melainkan rasa solidaritas yang mendorong mereka ke mari." ujar Kim Siauw Suseng. "Kita harus memaklumi mereka."

"Tapi otomatis akan mencelakai mereka." Lim Peng Hang menggeleng-gelengkan kepala.

"Menurutku Bu Lim sam Mo sama sekali tidak berniat mencelakai mereka." ujar Gouw Han Tiong.

"Kalau begitu, kenapa Bu Lim sam Mo menahan mereka?" tanya Lim Peng Hang.

"Bu Lim sam Mo menahan mereka, karena ingin tahu apakah mereka mempunyai hubungan dengan Tui Beng Li, Thian Liong Kiam Khek, pemilik Hong Hoang Leng dan Cie Hiong yang menyamar itu. Kalau sudah tahu bahwa mereka tidak mempunyai hubungan, tentu Bu Lim sam Mo akan melepaskan mereka. Tapi...." Gouw Han Tiong mengerutkan kening. "Apabila Bu Lim sam Mo

tahu bahwa orang yang membawa monyet itu adalah Cie Hiong, maka Cie Hiong yang bakal celaka."

"Benar." sam Gan sin Kay manggut-mang-gut. "Untung Bu Lim sam Mo belum tahu tentang itu. Kalau tahu, Bu Lim sam Mo pasti akan menggunakan mereka untuk mengancam Cie Hiong."

"Kalau begitu harus bagaimana?" Lim Ceng Im yang diam dari tadi mulai cemas. "Perlukah aku pergi mencari Kakak Hiong?"

"Kalau engkau meninggalkan markas pusat ini, pasti akan ditangkap." sahut Lim Peng Hang. "Cie Hiong pasti celaka di tanganmu."

"Ayah...." Air mata Lim Ceng Im mulai meleleh.

"Ceng Im" tegas sam Gan sin Kay. "Ini urusan serius, jangan kau anggap main-main"

"Dan juga..." tambah Kim siauw suseng. " janganlah engkau mencoba-coba pergi mencari Cie Hiong. Kalau engkau berbuat begitu, sama juga membunuh Cie Hiong. Tahu?"

"Ya." Lim Ceng Im mengangguk.

"Engkau harus tenang dan sabar, Cie Hiong pasti kembali" ujar Lim Peng Hang. "Kalau engkau tidak bisa tenang dan sabar, semua urusan pasti akan jadi runyam."

"Ya." Lim Ceng Im mengangguk lagi. "Aku pasti menurut perkataan Ayah."

"Nah, begitu Nak" Lim Peng Hang tersenyum lembut.

Beberapa hari kemudian ketika hari sudah larut malam, mendadak tampak sosok bayangan melesat memasuki markas pusat Kay Pang. Kemunculan sosok bayangan itu sangat menggembirakan Bu Lim Ji Khie, dan lainnya yang ketika itu sedang duduk-duduk di ruang tengah.

"Kakak Hiong Kakak Hiong..." seru Lim Ceng Im dan langsung mendekap di dadanya.

"Adik Im" Tio Cie Hiong tersenyum sambil membelainya.

"Cie Hiong, duduklah" ujar sam Gan Sin Kay. Kali ini ia tidak menggoda Lim Ceng Im yang mendekap di dada Tio Cie Hiong.

"Kakek...." Lim Ceng Im membanting-banting kaki. "Aku sedang mendekap di dadanya, tapi

kakek malah menyuruhnya duduk sebal"

"Eeeh?" sam Gan sin Kay tertegun, kemudian tertawa gelak seraya berkata. "Ayoh Terus mendekaplah di situ. Tidak apa-apa Anggap saja semua yang di sini ini patung"

"Ceng Im" tegur Lim Peng Hang. "Sudah cukup apa belum engkau mendekap di dada Cie Hiong?"

"Ayah" Lim Ceng Im cemberut. "Heran Kelihatannya Ayah dan kakek tidak boleh melihat orang senang. Aku ingin mencurahkan rasa rinduku kepada Kakak Hiong, tapi...."

"Adik Im" Tio Cie Hiong menatapnya lembut. "Mari kita duduk"

"Ya, Kakak Hiong." Lim Ceng Im mengangguk.

"Wuaduh" sam Gan sin Kay tertawa terbahak-bahak. "Segitu nurutnya. Bahkan suaranya begitu mesra Ha ha ha..."

"Kenapa kakek usil amat sih?" Lim Ceng Im melotot, lalu duduk di sisi Tio Cie Hiong dengan wajah cerah ceria.

"Paman" tanya Tio Cie Hiong kepada Lim Peng Hang. "Apakah Tui Beng Li dan Thian Liong Kiam Khek sudah ke mari?"

"Mereka belum ke mari," sahut Lim Peng Hang. "Apakah engkau sudah bertemu mereka?"

"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk. "Ang Bin sat sin dan Liu siauw Kun menggunakan bom asap beracun. Aku yang menolong sekaligus suruh mereka ke mari, tapi kenapa mereka belum sampai di sini?"

"Oh?" Lim Peng Hang mengerutkan kening. "Apakah terjadi sesuatu lagi atas diri mereka?" "Tidak mungkin." Tio Cie Hiong menggelengkan kepala.

"Cie Hiong" tanya sam Gan sin Kay. "Engkau kenal mereka?"

"Aku kenal Tui Beng Li, tapi tidak kenal Thian Liong Kiam Khek," jawab Tio Cie Hiong. "Aku kenal gurunya."

"Kakak Hiong, siapa Tui Beng Li itu?"

"Dia adalah Tan Li Cu," sahut Tio Cie Hiong sambil menghela nafas. "Liu siauw Kun membunuh suaminya, kemudian membunuh ayah dan anaknya yang belum berusia setahun. sungguh kejam Liu siauw Kun itu"

"Jadi...." Lim Ceng Im terbelalak. "Tui Beng Li adalah kakak Li Cu? Kenapa kepandaiannya bisa

begitu tinggi?"

"Dua tahun lalu, Tayli Lo Ceng menolongnya lalu membawanya ke Gunung Hong Lay san menemui It sim sin Ni." Tio Cie Hiong memberitahukan. "Sejak itu dia jadi murid It sim sin Ni."

"Oooh" Lim Ceng Im manggut-manggut. "Oh ya, Kakak Hiong kenal guru Thian Liong Kiam Khek?"

"Kenal. Gurunya adalah Tayli Lo Ceng."

"Pantas kepandaiannya begitu tinggi" sam Gan sin Kay manggut-manggut dan bertanya. "Engkau bertemu pemilik Hong Hoang Leng?"

"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk dan melanjutkan. "Bahkan aku menolong mereka. Malam itu ketika aku melewati markas cabang Bu Tek Pay, aku mendengar suara pertarungan, oleh karena itu, aku langsung melesat memasuki markas itu...."

"Lalu bagaimana?" tanya Kim siauw suseng tertarik.

"Aku melihat seorang tua dan seorang gadis sedang bertarung melawan Kwan Gwa Lak Kui. Mereka berdua sudah terluka, maka aku segera turun tangan menolong mereka."

"Kakak Hiong bertarung dengan Kwan Gwa Lak Kui?" tanya Lim Ceng Im. "Bagaimana kepandaian mereka?"

"Kepandaian mereka tinggi sekali. Untung di saat itu mereka menyerangku tidak dengan segenap Iweekang. Kalau mereka menyerangku dengan segenap Iweekang, repot juga aku menghadapi mereka." Tio Cie Hiong memberitahukan secara jujur. "Pada saat itu, aku segera mengibaskan lengan bajuku, sehingga membuat mereka terdorong mundur beberapa langkah. Kesempatan itu kumanfaatkan untuk menyambar mereka dan langsung kubawa pergi, kemudian kuobati. Ternyata mereka bernama Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa."

"Oh?" Lim Ceng Im tertawa. "Mereka satu marga denganmu."

"Benar." Tio Cie Hiong tersenyum dan melanjutkan. "Keesokan harinya, aku pergi membeli sedikit makanan kering, kemudian masuk di sebuah kedai teh.Justru sungguh di luar dugaan...."

"Terjadi sesuatu?" tanya Lim Ceng Im cepat.

"Tidak terjadi apa-apa, namun aku bertemu seorang tua berusia tujuh puluhan," jawab Tio Cie Hiong. "Kelihatannya orang tua itu berkepandaian tinggi, dan ramah sekali. Aku diajaknya duduk bersama dan bercakap-cakap. Ternyata orang tua itu datang dari sebuah pulau. Akan tetapi, ketika kami sedang asyik bercakap-cakap. mendadak muncul belasan anggota Bu Tek Pay...."

"Kakak Hiong dan orang tua itu bertempur dengan mereka?"

"Tidak." Tio Cie Hiong tersenyum. "Aku menyuruh kauw heng memberesi mereka."

Monyet bulu putih yang duduk di bahu Tio Cie Hiong langsung bercuit-cuit dan manggut-manggut.

"Dalam waktu sekejap. kauw heng sudah berhasil merobohkan mereka" lanjut Tio Cie Hiong sambil membelai monyet bulu putih yang duduk di bahunya. "Setelah itu, aku dan orang tua itu mulai bercakap-cakap lagi. Ternyata dia datang di Tionggoan untuk mencari puterinya yang berangkat ke Tionggoan bersama pembantunya. Tio Lo Toa itu adalah pembantu setianya. Seketika

juga kuajak orang tua itu pergi menemui mereka berdua. sungguh tak disangka, orang tua itu majikan pulau Hong Hoang To."

"Oh?" Bu Lim Ji Khie terbelalak.

"Orang tua itu pun tahu bahwa aku memakai kedok kulit." ujar Tio Cie Hiong dan menambahkan. "setelah mereka bertemu, aku langsung pergi."

"Bagus" sam Gan sin Kay tertawa gelak. " Kemunculan Tocu Hong Hoang To itu secara tidak langsung akan membantu kita."

"Heran?" gumam Kim siauw suseng. "Kenapa mereka datang di Tionggoan untuk memusuhi Bu Tek Pay?"

Sam Gan sin Kay mengerutkan kening. "Mungkin mereka mempunyai dendam terhadap Bu Lim sam Mo."

"Memang mungkin." Tui Hun Lojin manggut-manggut, kemudian memandang Tio Cie Hiong seraya bertanya. "Cie Hiong, engkau tahu telah terjadi sesuatu?"

"Tentang sin san Lojin dan lainnya yang ditangkap Bu Lim sam Mo?" Tio Cie Hiong balik bertanya.

"Ya." Tui Hun Lojin manggut-manggut.

"Aku sudah tahu tentang itu, namun untuk sementara ini hal itu masih tidak menjadi masalah. sebab Bu Lim sam Mo tidak akan mencelakai mereka." ujar Tio Cie Hiong. "Untungnya mereka belum tahu tentang diriku, kalau tahu...."

"Bu Lim sam Mo pasti akan menggunakan mereka untuk memaksamu menyerahkan diri seperti kejadian dua tahun yang lalu," ujar Lim Ceng Im.

"Kakak Hiong harus hati-hati"

"Ya." Tio Cie Hiong manggut-manggut. "Oh ya, aku harus pergi lagi esok pagi."

"Apa?" Wajah Lim Ceng Im langsung berubah. "Kakak Hiong baru kembali malam ini, esok pagi akan pergi lagi?"

"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk. "Aku harus pergi mencari Tui Beng Li, Thian Liong Kiam Khek dan pemilik Hong Hoang Leng."

"Kakak Hiong...." Lim Ceng Im menghela nafas panjang. "Kenapa engkau harus pergi mencari

mereka?"

"Kalau mereka tidak ke mari, pasti dalam keadaan bahaya," sahut Tio Cie Hiong sungguh-sungguh. "Maka aku harus pergi mencari sekaligus menyuruh mereka ke mari. Kalau tidak, aku khawatir mereka akan ditangkap oleh Bu Lim sam Mo."

"Tapi...." Lim Ceng Im menundukkan kepala. "Bukankah Kakak Hiong baru kembali?"

"Adik Im" Tio Cie Hiong tersenyum sambil memegang tangan gadis itu erat-erat. "Waktu kita masih banyak. yaitu sampai di akhir hayat nanti. Tapi apabila mereka ditangkap oleh Bu Lim sam Mo, mereka pasti mati, lalu bagaimana perasaan kita?"

"Kakak Hiong...." Lim Ceng Im mendongakkan kepala dan menatapnya dengan air mata

bercucuran. "Hatimu sungguh mulia, selalu memikirkan orang lain tanpa memikirkan diri sendiri"

"Adik Im" Tio Cie Hiong membelainya dengan penuh kasih sayang. "Setelah urusan ini beres, aku tidak akan meninggalkanmu setapak pun."

"Tidak mungkin." sam Gan sin Kay tertawa. "Bagaimana kalau engkau mau buang air besar atau air kecil? Haruskah engkau menarik Ceng Im mendampingimu juga?"

"Eh? Kakek pengemis...." Wajah Tio Cie Hiong agak kemerah-merahan. "Maksudku tidak akan

meninggalkan Adik Ceng Im lagi."

"Itu baru benar." sam Gan sin Kay tertawa terbahak-bahak.

"Kakak Hiong, aku lebih senang kalau engkau tidak meninggalkanku setapak pun. Kalau engkau buang air besar atau air kecil, aku ikut saja," ujar Lim Ceng Im sambil tersenyum-senyum, lalu memandang sam Gan sin Kay. "Mau apa?"

"Haaah...?" sam Gan sin Kay terbelalak. "Yah, ampun"

"Ha ha ha" Kim siauw suseng dan lainnya tertawa gelak. pada saat bersamaan, mendadak kening Tio Cie Hiong berkerut-kerut. sepertinya sedang memikirkan sesuatu.

"Kakak Hiong...." Lim Ceng Im tercengang. "Kenapa engkau?"

"Aku sedang memikirkan kepandaian Kwan Gwa siang Koay dan Lak Kui itu. Mereka berkepandaian tinggi sekali. Kakek pengemis dan lainnya walau sudah berhasil menguasai Kan Kun ciang Hoat serta ilmu pukulan Monyet sakti, namun belum tentu mampu mengalahkan mereka. Kalau bisa terus bertahan...." Tio Cie Hiong berpikir sejenak, lalu melanjutkan.

"Kauw heng pasti bisa membantu, tapi Kan Kun ciang Hoat dan ilmu pukulan Monyet sakti belum tentu bisa bertahan, sebab kedua macam ilmu itu bersifat menangkis dan menyerang. Iweekang kurang tinggi, pasti akan celaka itu...."

Lim Ceng Im, Bu Lim Ji Khie dan lainnya diam saja. Mereka sama sekali tidak berani mengganggu Tio Cie Hiong yang sedang berpikir.

"Kalau harus bertahan terus...." Tio Cie Hiong bergumam lagi sambil berpikir, kemudian

mendadak berseru girang. "Betul, harus menggunakan ilmu itu"

"Ilmu apa, Kakak Hiong?"

"Kiu Kiong san Tian Pou (Ilmu Langkah Kilat) Ilmu tersebut dapat menghindari serangan-serangan lawan, sekaligus menyerang pula."

"Benar." Lim Ceng Im tertawa gembira.

"Oh ya, Adik Im Aku pernah mengajarkan ilmu tersebut kepadamu, tentunya engkau telah mahir, kan?" Tio Cie Hiong memandangnya.

"Kakak Hiong...." Lim Ceng Im menundukkan kepala. "Aku...."

"Belum begitu mahir?" Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala. " Engkau malas berlatih. Mulai sekarang engkau harus giat berlatih"

"Ya, Kakak Hiong." Lim Ceng Im mengangguk.

Mulai malam itu, Tio Cie Hiong mengajar mereka Kiu Kiong san Tian Pou. Yang paling gembira adalah Lim Ceng Im, sebab Tio Cie Hiong tidak segera pergi.

Bab 71 Pembicaraan serius di markas pusat Kay Pang

Tampak Tayli Lo Ceng sedang duduk dengan wajah serius. sedangkan It sim sin Ni terus memandangnya dengan mata tak berkedip dan keningnya berkerut-kerut, lama sekali barulah It sim sin Ni membuka mulut.

"Lo Ceng, bagaimana rencanamu?"

"Omitohud" sahut Tayli Lo Ceng. "Aku sama sekali tidak menyangka kalau Bu Lim sam Mo akan menahan Toan wie Kie dan lainnya."

"Laporan muridku pasti tidak salah." Tayli Lo Ceng manggut-manggut. " Kenapa Toan wie Kie dan lainnya datang di Tionggoan? Mereka sama sekali tidak berpikir panjang"

"Mungkin mereka ingin tahu bagaimana keadaan Cie Hiong," ujar It sim sin Ni sambil menghela nafas.

"Mereka tidak bisa sabar, akhirnya menimbulkan masalah." Tayli Lo Ceng menggeleng-gelengkan kepala.

"Untung mereka masih belum tahu tentang Cie Hiong. Kalau tahu..."

"Cie Hiong akan celaka." Tayli Lo Ceng menghela nafas lagi. "Kita juga telah bersalah, karena membiarkan Tio Tay seng, Tio Lo Toa, dan Tio Hong Hoa pergi. Mereka seharusnya tinggal di sini."

"Mereka ingin mencari Cie Hiong, maka bagaimana mungkin kita tahan?" It sim sin Ni menggeleng-gelengkan kepala.

"Bagaimana kalau mereka ditangkap oleh pihak Bu Tek Pay? Bukankah mereka akan celaka?"

"Kenapa waktu itu engkau tidak mencegah agar mereka tidak pergi?"

"Mereka anak cucumu, aku tidak berhak mencegahnya."

"Lalu sekarang kita harus bagaimana?"

"Aku harus mencari jalan keluarnya." Tayli Lo Ceng memejamkan matanya. sesaat kemudian barulah ia membuka matanya seraya berkata.

"Aku harus pergi ke markas Bu Tek Pay menemui Bu Lim sam Mo dan lainnya, agar mereka melepaskan Toan wie Kie..."

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar