"Oh?" Wajah Tang Hai
Lo Mo tampak berseri. "Maksud Tetua mengajak mereka ke mari untuk
memperkuat Bu Tek Pay?"
"Benar. Kalau kami yang
pergi mengajak mereka ke mari, mereka tentu tidak akan menolak." sahut
siluman Kurus sambil tertawa.
"Setelah mereka ke mari,
barulah kita menyusun rencana untuk menghadapi Tui Beng Li, Hong Hoang Leng dan
Thian Liong Kiam Khek."
"Baik." Bu Lim sam
Mo mengangguk.
"Sebelum kami kembali
bersama Kwan Gwa Lak Kui, janganlah kalian sembarangan bertindak" pesan
siluman Kurus.
"Ya." Bu Lim sam Mo
mengangguk, kemudian Thian Mo bertanya. "Kapan kalian berangkat?"
"Besok pagi," sahut
Kwan Gwa siang Koay pasti, " ingat, sebelum kami kembali, kalian jangan
bertindak"
"Ya." Bu Lim sam Mo
mengangguk.
Keesokan harinya, Kwan Gwa
siang Koay berangkat secara diam-diam. Yang tahu keberangkatan mereka Bu Lim
sam Mo, Ang Bin sat sin, Liu siauw Kun dan Takara Yahatsu, ketua aliran Ninja.
Di dalam markas pusat Kay
Pang, terdengarlah suara tawa terbahak-bahak. Ternyata suara tawa Bu Lim Ji
Khie, Tui Hun Lojin, Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong. sedangkan Lim Ceng Im
diam saja, tidak ikut tertawa.
"Ha ha ha" sam Gan
sin Kay terus tertawa hingga badannya bergoyang-goyang. "Tak disangka sama
sekali, kini muncul lagi Thian Liong Kiam Khek dan memberantas anggota-anggota
Bu Tek Pay, Aku yakin Bu Lim sam Mo dan Kwan Gwa siang Koay pasti marah besar
kali ini."
"Benar." Kim siauw
suseng manggut-manggut. "sebab Bu Tek Pay telah menyatakan, siapa berani
menentang, pasti dibunuh. Namun mareka belum membunuh Tai Beng Li, pemilik Hong
Hoang Leng dan Thian Liong Kiam Khek. sebaliknya mereka malah kehilangan banyak
anggota."
"Ha ha" Tai HUn
Lojin tertawa. "Itu merupakan pukulan ketiga bagi Bu Lim sam Mo dan Kwan
Gwa siang Koay."
"Heran" gumam Lim
Peng Hang. "siapa sebenarnya Thian Liong Kiam Khek itu? Kenapa dia juga
memusuhi Bu Tek Pay?"
"Memang mengherankan,"
Gouw Han Tiong menggeleng-gelengkan kemala. "Kita sama sekali tidak tahu
siapa mereka."
"Yang jelas mereka berada
dipihak golongan putih," sahut sam Gansin Kay dan menambahkan. "Aku
yakin mereka akan bergabung melawan Bu Lim sam Mo dan Kwan Gwa siang
Koay."
"Walaupun bergabung,
mereka tetap tidak akan bisa melawan Bu Lim sam Mo dan Kan Gwa siang
Koay." ujar Kim sia uw suseng.
"Tidak salah." sam
Gan sin Kay tersenyum. "Tapi jangan lupa satu hal lho"
"Hal apa?" tanya Kim
siauw suseng heran.
"Mereka pasti mempunyai
guru, dan tidak mungkin guru mereka diam saja, bukan?" sahut sam Gan sin
Kay.
"Aku tidak habis pikir,
siapa guru-guru mereka?" Kim siauw suseng menghela nafas.
"Pemilik Hong Hoang Leng
pasti berasal dari Hong Hoang To, pulau yang misterius itu," sahut sam Gan
sin Kay. "Lalu guru Tui Beng Li dan guru Thian Liong Kiam Khek...."
"Sulit diduga siapa guru
mereka." Kim siauw suseng menggeleng-gelengkan kepala. "Dalam rimba
persilatan kini, siapa yang berkepandaian setingkat dengan Bu Lim sam Mo dan
Kwan Gwa siang Koay?"
"Kita justru tidak
tahu," sahut Tui Hun Lojin. "Yang sangat terkenal adalah It ceng, Ji
Khie dan sam Mo. It ceng telah mati, sedangkan Ji Khie tak berkutik. Lalu masih
ada siapa yang berkepandaian setingkat dengan Sam Mo dan Siang Koay?"
"Apa-apaan nih" sela
Lim ceng Im mendadak dengan wajah tidak senang. "cuma memikirkan orang
lain, sama sekali tidak mau memikirkan Kakak Hiong"
"Nak" ujar Lim Peng
Hang menghiburnya. "Tenanglah Tidak lama lagi Cie Hiong pasti
kembali."
"Beberapa bulan lalu.
Ayah mengatakan demikian. Sekarang juga mengatakan demikian Aku sudah bosan
mendengarnya" sahut Lim ceng Im dengan wajah murung.
"ceng Im" Sam Gan
sin Kay menatapnya. "Kami juga memikirkan Cie Hiong. Kalau dia sudah
sembuh, dia pasti kembali. Kenapa engkau jadi bersungut-sungut terhadap
kami?"
"Kakek...." Mata Lim
ceng Im mulai basah. "Aku...."
"ceng Im, engkau harus
tenang dan tetap sabar" ujar Kim Siauw Suseng lembut. "Aku punya
firasat, tidak lama lagi Cie Hiong pasti kembali. Percayalah"
"Kakak Hiong...."
Air mata Lim ceng Im mulai meleleh dan bergumam. "Kenapa aku dan Kakak
Hiong selalu berpisah?
Kenapa...?"
"Nak" Lim Peng IHang
menghampirinya, kemudian membelainya seraya berkata. "Sabarlah Cie Hiong
pasti kembali."
"Tapi...." Lim Ceng
Im terisak-isak. "Aku...."
Lim Ceng Im berlari ke dalam.
Lim Peng Hang menggeleng-gelengkan kepala sambil menghela nafas panjang, lalu
duduk kembali dengan wajah murung.
Mendadak masuk sai Pi Lo Kay.
Pengemis lua ilu memberi hormat lalu melapar dengan wajah serius.
"Salah seorang anggota
kita melihat Kwan Gwa siang Koay pergi, maka segera memberitahukan padaku.
"
"Apa?" sam Gan sin
Kay tertegun. Begitu pula yang lain. "Kwan Gwa siang Koay pergi ke
mana?" "Entahlah." sai Pi Lo Kay menggelengkan kepala.
"Baiklah." Lim Peng
Hang manggut-manggut. "Engkau boleh kembali ke tempatmu untuk
beristirahat."
"Terima kasih,
Pangcu" ucap sai Pi Lo Kay lalu meninggalkan ruang itu.
"Apa sebabnya Kwan Gwa
siang Koay meninggalkan markas?" gumam sam Gan sin Kay sambil mengerutkan
kening.
"Aku yakin, dia pasti
kembali ke Kwan Gwa," sahut Kim siauw suseng.
"Kenapa dia kembali ke
Kwan Gwa?" tanya Tui Hun Lojin dengan kening berkerut-kerut.
"Mungkin...." Kim siauw suseng berpikir sejenak. " untuk mencari
bantuan" "Mencari bantuan?" sam Gan sin Kay menatapnya.
"Maksudmu?"
"Untuk memperkuat Bu Tek
Pay." Kim siauw suseng menjelaskan. "Mereka khawatir guru Tui Heng
Li, Thian Liong Kiam Khek dan pihak pulau Hong Hoang To akan bergabung melawan
mereka. Maka Kwan Gwa siang Koay kembali ke Kwan Gwa untuk mencari
bantuan."
"Masuk akal." sam
Gan sin Kay manggut-manggut. " Entah siapa yang akan mereka undang?"
"Selain Kwan Gwa siang
Koay, siapa yang berkepandaian tinggi di Kwan Gwa?" tanya Kim siauw
suseng.
Sam Gan sin Kay dan Tui Hun
Lojin terus berpikir, kemudian mendadak Sam Gan sin Kay berseru kaget.
"Mungkinkah mereka yang
akan diundang?"
"Siapa?" tanya Kim
siauw suseng dan Tui Hun Lojin serentak.
"Kwan Gwa Lak Kui,"
sahut sam Gan sin Kay.
"Haaah..." Kim siauw
suseng dan Tui Hun Lojin tampak terkejut. "Kwan Gwa Lak Kui (Enam setan
Liar perbatasan)?"
"Kuduga mereka yang akan
diundang," sahut sam Gan sin Kay sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Tentunya kalian tahu bagaimana kepandaian Kwan Gwa Lak Kui?"
"Kepandaian mereka
berenam setingkat dengan kepandaian Kwan Gwa siang Koay, bahkan sangat
kejam." sahut Kim siauw suseng dan menambahkan. "Kalau tidak salah,
mereka pernah muncul di Tionggoan lima puluh tahun lalu. Kepandaian mereka
memang tinggi sekali. Kalau mereka bergabung dengan Bu Lim sam Mo, siapa yang
mampu melawan mereka?"
"Celaka" sam Gan sin
Kay menghela nafas.
"Memang sudah
celaka," sahut Kim siauw suseng sambil tertawa. "Ditambah celaka
lagi, juga tidak menjadi masalah."
"Engkau yang tidak
menjadi masalah" ujar Sam Gan Sin Kay sambil melotot. "Dasar
sastrawan sialan sama sekali tidak memikirkan Cie Hiong, bagaimana mungkin dia
melawan Bu Lim sam Mo, Kwan Gwa siang Koay dan Lak Kui."
"Iya, ya?" Kim siauw
suseng mengerutkan kening. "Itu... itu bagaimana?"
"Tenanglah" sahut
Tui Hun Lojin. "Apakah kalian telah melupakan guru-guru Tui Beng Li dan
Thian Liong Kiam Khek serta pihak pulau Hong Hoang To?"
"Benar." sam Gan sin
Kay tertawa. "Aku yakin mereka pasti akan bantu Cie Hiong. Mungkin mereka
akan bergabung."
"Diam Jangan
tertawa" bentak Kim siauw suseng.
"Lho? Kenapa?" sam
Gan sin Kay heran. " Kenapa marah-marah"
"Tadi ketika aku tertawa,
engkau melotot. Maka kini engkau tertawa, aku harus marah-marah," sahut
Kim siauw suseng, tapi kemudian tertawa.
Lim Peng Hang dan Gouw Han
Tiongcuma saling memandang, lalu menggeleng-gelengkan kepala.
Sementara itu, Tio Cie Hiong
terus berlatih di atas batu dingin agar lweekangnya pulih. setelah makan buah
Kiu Yap Ling che, Tio Cie Hiong mulai menghimpun lweekangnya di atas batu
dingin itu.
Ia terus menghimpun
lweekangnya dengan penuh semangat, akhirnya berhasil sehingga merasa gembira
sekali.
"Kauw heng" Tio Cie
Hiong memeluk monyet bulu putih itu erat-erat. "Aku telah berhasil
menghimpun Iweekangku, bahkan tulang punggungku telah bersambung kembali."
Monyet bulu putih
bercuit-cuit, kelihatannya girang bukan main. Tio Cie Hiong membelainya dengan
penuh kasih sayang, karena ia betul-betul telah berhutang budi pada monyet itu
"Kauw heng, mungkin dua
tiga bulan lagi setelah kepandaianku pulih seperti sedia kala, aku akan
meninggalkan goa ini."
Mendadak monyet bulu putih
menatapnya tajam, kemudian bercuit-cuit lagi seakan memberitahukan sesuatu
kepada Tio Cie Hiong.
"Oooh" Tio Cie Hiong
tersenyum. " Eng kau menagih janjiku, kan?" Monyet bulu putih
manggut-manggut.
"Jangan khawatir, Kauw
heng" Tio Cie Hiong membelainya lagi. "Aku pasti membawamu,
sebaBengkau pun bisa bantu aku memberantas para penjahat."
Monyet itu bercuit-cuit,
kemudian meloncal turun dari pelukan Tio Cie Hiong, dan menggerakkan sepasang
tangannya.
"Ha ha ha" Tio Cie
Hiong tertawa gelak. "Aku tahu, engkau juga memiliki kepandaian
tinggi."
Sementara monyet bulu putih
terus menggerakkan sepasang tangannya, lalu memukul ke arah sebuah batu yang
berukuran cukup besar. Blaaammm Batu itu hancur lebur.
"Haaah?" Tio Cie
Hiong terbelalak. la tidak menduga kalau monyet bulu putih itu memiliki
Iweekang yang begitu dalam, gerakan-gerakan sepasang tangannya juga bukan main
lihaynya.
Setelah memukul batu, monyet
bulu putih membalikkan badannya sambil bercuit-cuit, dan tampak bangga sekali.
"Kauw heng" Tio Cie
Hiong bertepuk tangan. " engkau sungguh hebat Ayoh, perlihatkan lagi
kepandaianmu"
Monyet bulu putih
manggut-manggut. lalu mulai ia bergerak.
Tio Cie Hiong terbelalak
menyaksikannya, sebab ia tidak pernah melihat monyet bulu putih bergerak
seperti itu.
Karena tertarik. maka sudah
barang tentu Tio Cic Hiong menyaksikannya dengan penuh perhatian. Berselang
beberapa saat kemudian, barulah monyet bulu putih menghentikan gerakannya.
"Bukan main" seru
Tio Cic Hiong kagum. "Itu merupakan ilmu pukulan tingkat tinggi. Kauw
heng, engkau sungguh luar biasa"
Monyet bulu putih bercuit-cuit
melirik Tio Cie Hiong, kelihatan bangga sekali karena dipuji.
"Engkau menyuruhku meniru
gerakan-gerakanmu itu?" tanya Tio Cie Hiong. Monyet bulu putih
manggut-manggut.
"Baiklah." Tio Cie
Hiong tersenyum. "Aku akan mencoba meniru gerakan-gerakanmu itu."
Tio Cie Hiong mulai bergerak.
dan monyet bulu putih terus memandang dengan penuh perhatian. Kalau ada
kekeliruan, monyet bulu putih pasti bercuit-cuit, lalu bergerak seakan memberi
petunjuk. Akhirnya Tio Cie Hiong berhasil mempelajari ilmu pukulan itu, dan
monyet bulu putih berjingkrak-jingkrak saking girangnya. "Kauw heng, ilmu
pukulan apakah itu?" tanya Tio Cie Hiong.
Monyet bulu putih diam saja,
kemudian menggaruk-garuk kepala sambil memandang Tio Cie Hiong.
"Apakah engkau juga tidak
tahu?" tanya Tio Cie Hiong sambil tersenyum. Monyet bulu pulih manggut-manggut.
"Kalau begitu...."
Tio Cie Hiong berpikir sejenak. "Akan kunamai Kan Kun ciang Hoat (Ilmu
Pukulan Alam semesta), sebab
agak mirip Kan Kun Taylo ciang Hoat yang terdiri dari tiga jurus."
Monyet bulu putih
bertepuk-tepuk tangan sambil bercuit-cuit, kelihatannya gembira sekali.
Mungkin ilmu pukulan itu
memang Kan Kun ciang Hoat.
"Kauw heng, aku masih
harus melatih lwee-kangku. Kalau sudah pulih seperti sedia kala, kita akan
meninggalkan goa ini."
Bab 65 Kwan Gwa Lak Kui (Enam
Setan Liar Perbatasan)
Kwan Gwa siang Koay telah
kembali ke markas Bu Tek Pay bersama Kwan Gwa Lak Kui. Tentunya sangat
menggembirakan Bu Lim sam Mo, Ang Bin sat sin dan Liu siauw Kun, begitu pula
Takara Yahatsu yang masih tinggal di markas tersebut. "Selamat datang, Lak
Kui" ucap Tang Hai Lo Mo tertawa.
"Selamat bertemu"
sahut Kwan Gwa Lak Kui serentak sambil tertawa. Mereka berenam adalah Tok Gan
Kui (setan Mata satu), Tiau Am Kui (setan Gantung Leher), Bu Ceng Kui (setan
Tanpa Perasaan), ok sim Kui (setan Hati Jahat), Toa Thau Kui (setan Kepala
Besar) dan ciak Bin Kui (setan Muka Hijau). Wajah mereka seram sekali, maka
tidak heran kalau dijuluki Enam setan.
"Silakan duduk" ucap
Bu Lim sam Mo.
"Terimakasih" sahut
Kwan Gwa Lak Kui lalu duduk.
Seketika beberapa anggota Bu
Tek Pay segera menyuguhkan berbagai macam hidangan dan minuman.
"Ha ha ha" Kwan Gwa
siang Koay tertawa gembira. "Lak Kui, mari kita makan dan minum"
"Ha ha ha" Tiau Am Kui tertawa gelak. "Mari kita bersulang,
setelah itu barulah kita makan" "Mari" sahut Kwan Gwa siang
Koay, Bu Lim sam Mo dan Ang Bin sat sin.
Mereka bersulang, kemudian
barulah bersantap sambil tertawa ria seusai bersantap. mereka bercakap-cakap.
"Siang Koay mengundang
kami ke mari," ujar Tiau Am Kui memberitahukan. "Katanya kami berenam
akan hidup senang di sini seperti mereka berdua, sebab kedudukan mereka di sini
sebagai Tetua Bu Tek Pay. Karena itu, aku ingin bertanya, kenapa kami diundang
ke mari?"
"Ha ha ha" siluman
Kurus tertawa. "Tentunya untuk hidup senang dan memperkuat Bu Tek
Pay"
Tiau Am Kui manggut-manggut.
" Kalau begitu, apa kedudukan kami di sini?" "Tentunya sebagai
Tetua Bu Tek Pay." siluman Gemuk memberitahukan sambil tertawa.
"Bagaimana? Apakah kalian setuju?"
"Setuju." Kwan Gwa
Lak Kui mengangguk, kemudian Bu Ceng Kui bertanya dengan serius. "Apakah
Bu Tek Pay sedang menghadapi musuh tangguh?"
"Sebetulnya hanya
bersiap-siap saja," sahut Tang Hai Lo Mo dan melanjutkan. "Belum lama
ini telah muncul beberapa orang menentang Bu Tek Pay."
"Siapa mereka?"
tanya Toa Thau Kui.
"Mereka Tui Beng Li,
pemilik Hong Hoang Leng dan Thian Liong Kiam Khek." sahut Tang Hai Lo Mo.
"Hong Hoang Leng?"
Kwan Gwa Lak Kui tampak agak terkejut. "Jadi Hong Hoang Leng sudah muncul
lagi?"
"Ya." Tang Hai Lo Mo
mengangguk. "oleh karena itu, Bu Tek Pay harus bersiap-siap menghadapi
guru-guru mereka."
"Siapa guru-guru Tui Beng
Li dan Thian Liong Kiam Khek?" tanya Tok Gan Kui sambil meneguk araknya.
"Kami belum tahu,"
jawab siluman Kurus. "Tapi mereka berdua berkepandaian hingga, bahkan
telah membunuh anggota-anggota kita."
"oh?" Tok Gan Kui
mengerutkan kening, lalu memandang Kwan Gwa siang Koay seraya bertanya.
"Kenapa kalian belum bunuh mereka?"
"Kami tidak tahu mereka
bersembunyi di mana, maka sulit mencari mereka," sahut siluman Kurus.
"Bagaimana menurut
kalian?" tanya siluman Gemuk. "Apakah kalian punya ide?"
"Anggota yang
berkepandaian rendah, tentu sulit melawan mereka," sahut Tiau Am Kui
sambil mengerutkan kening. " Karena itu, kita harus mengutus anggota yang
berkepandaian tinggi untuk membunuh mereka."
"Benar." Tang Hai Lo
Mo manggut-manggut dan menambahkan. " Kalau begitu, mulai sekarang aku
akan memerintah anggota-anggota yang berkepandaian tinggi agar membunuh Tui
Beng Li, Thian Liong Kiam Khek dan pemilik Hong Hoang Leng."
Tiau Am Kui manggut-manggut.
" Kalau anggota-anggota itu masih tidak dapat membunuh mereka, barulah
kita turun tangan."
"Benar." siluman
Gemuk mengangguk. "Nah, sekarang kita kesampingkan dulu urusan ini Mari
kita menyaksikan tarian-tarian yang menarik"
Tang Hai Lo Mo segera bertepuk
tangan tiga kali, tak lama muncullah para pemain musik dan penari yang cantik.
seketika Kwan Gwa Lak Kui melotot saking terpesona.
"Ha ha ha" siluman
gemuk tertawa terbahak-bahak. "Kalian berenam boleh memilih para penari
itu. Malam ini mereka pasti memuaskan kalian. Ha ha ha..."
"Bagus" Kwan Gwa Lak
Kui juga tertawa gelak. "sungguh menyenangkan sungguh menyenangkan"
Kini kepandaian Tio Cie Hiong
telah pulih seperti sedia kala. Karena gembiranya pemuda itu memeluk monyet
bulu putih sambil berjingkrak-jingkrakan.
"Kauw heng Kepandaianku
sudah pulih, hari ini kita akan meninggalkan goa Engkau gembira, kan?"
Monyet bulu putih
manggut-manggut, lalu mendadak meloncat ke arah dinding yang berukir gambar dan
tulisan.
"Kauw Heng..." Tio
Cie Hiong tercengang.
Monyet bulu putih
bercuit-cuit, kemudian bergerak cepat memukul-mukul dinding goa. Tak seberapa
lama, gambar dan tulisan yang terukir di dinding goa telah berubah tak karuan.
Tio Cie Hiong manggut-manggut.
"Kauw heng, engkau memang pintar sekali. Ayoh, kita pergi"
Monyet bulu putih diam saja,
kelihatannya sedang memikirkan sesuatu, lalu meloncat ke sudut untuk mengambil
sesuatu. setelah itu, ia kembali ke hadapan Tio Cie Hiong, sekaligus
menyerahkan sesuatu.
Tio Cie Hiong menerimanya dan
terbelalak, ternyata monyet itu memberikan sebuah kedok kulit yang sangat
halus.
"Kauw heng Apakah engkau
menyuruhku memakai kedok kulit ini?"
Monyet bulu putih
manggut-manggut. Tio Cie Hiong tertawa gembira seraya berkata.
"Benar. Aku harus memakai
kedok kulit ini, sebab Tayli Lo Ceng memberitahukan kepadaku, pihak Kay Pang
telah menyiarkan berita, bahwa aku sudah mati. Aku memang harus memakai kedok
kulit ini, agar tidak dikenali orang lain, bahkan aku pun ingin membuat kejutan
di markas pusat Kay Pang. Adik Im pasti tidak mengenali aku. Ha ha ha..."
Sementara itu, di markas pusat
Kay Pang sedang berlangsung pula pembicaraan serius, berkaitan dengan Kwan Gwa
Lak Kui yang telah tiba di markas Bu Tek Pay
Kini Bu Tek Pay bertambah
kuat," ujar Sam Gan Sin Kay sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"sebab Kwan Gwa Lak Kui telah berada di sana."
Kalau begitu...." Kim
siauw suseng mengerutkan kening. "Tui Beng Li, pemilik Hong Hoang Leng dan
Thian Liong Kiam Khek dalam keadaan bahaya."
"Benar." Tui Hun
Lojin manggut-manggut. "Pihak Bu Tek Pay pasti berupaya membunuh
mereka."
"Tidak apa-apa,"
ujar sam Gan sin Kay. "Aku yakin guru-guru mereka tidak akan tinggal
diam."
"Tidak salah." Kim
siauw suseng manggut-manggut. "Apabila pihak Bu Tek Pay mengutus
orang-orang berkepandaian tinggi untuk membunuh mereka, tentunya guru-guru
mereka pun bertindak."
"Yang
kusayangkan...." Tui Hun Lojin menghela nafas. " Yakni Cie Hiong belum
pulang. Kalau
dia sudah pulang, mungkin
masih dapat mengatasi urusan tersebut."
"Benar." sam Gan sin
Kay mengangguk. "Oh ya, di mana Ceng Im?"
"Dia menemani Nona
Michiko di ruang bawah tanah," sahut Lim Peng Hang memberitahukan.
Saat ini, Lim Ceng Im memang
sedang menemani Michiko Mereka berdua berbicara dengan serius.
"Adik Ceng Im, sudah
sekian lama aku bersembunyi di dalam ruang ini. Tapi... Kakak Cie Hiong masih
belum kembali. Aku...."
Michiko menghela nafas
panjang. "Rasanya aku sudah tidak betah....".
"Kakak Michiko" Lim
Ceng Im menatapnya. "iar bagaimana pun engkau harus sabar, mungkin tidak
lama lagi Kakak Hiong akan kembali."
"Adik Ceng Im"
Michiko tersenyum getir. "Dari tempo hari engkau mengatakan demikian,
namun buktinya Kakak Cie Hiong masih belum kembali. Adik Ceng Im, engkau tidak
rindu kepadanya?"
"Kakak Michiko,
aku...." mata Lim Ceng Im mulai basah. "Aku rindu sekali
kepadanya."
"Aaakh..." Michiko
menggeleng-gelengkan kepala. "setelah berhasil membunuh Takara Yahatsu
ketua aliran Ninja itu, aku pun akan segera pulang keJepang."
"Kakak Michiko..."
"Adik Ceng Im"
Michiko menatapnya sambil tersenyum lembut. "Engkau sungguh bahagia, punya
calon suami yang begitu baik, setia dan sangat mencintaimu."
" Kakak Michiko Aku yakin
engkau pasti akan bertemu pemuda yang seperti Kakak Hiong"
"Mudah-mudahan"
sahut Michiko, kemudian melanjutkan. "Adik Ceng Im, apabila dalam waktu
dua bulan ini Kakak Cie Hiong masih belum kembali, aku akan pergi mencari
Takara Yahatsu."
"Kakak Michiko" Lim
Ceng Im menggelengkan kepala. "Engkau akan celaka kalau meninggalkan ruang
bawah tanah ini. Engkau sudah menunggu sekian lama, kenapa tidak bisa bersabar
lagi?"
"Adik Ceng Im"
Michiko menatapnya. "Aku tahu, engkau pun sudah tidak sabar lagi,
bukan?"
"Memang." Lim Ceng
Im mengangguk. "Tapi tetap harus menunggu, sebab aku yakin Kakak Hiong
pasti kembali."
"Aaakh..." Michiko
menghela nafas panjang. "Di mana-mana sama, pasti ada orang baik dan orang
jahat. Kalian semua adalah orang baik, sedangkan Takara Yahatsu dan pihak Bu
Tek Pay adalah orang jahat...."
"Mereka berkuasa dan
bersenang-senang, tetapi Kakak Hiong malah menderita." Lim Ceng Im
menggeleng-gelengkan kepala. "Sungguh kasihan Kakak Hiong"
"Adik Ceng Im"
Michiko memegang bahunya seraya berkata. " Kalau Kakak Cie Hiong sudah
pulang, kalian pasti tidak akan berpisah lagi, percayalah"
Mereka berdua saling
menghibur, berselang beberapa saat, barulah Lim Ceng Im meninggalkan ruang
bawah tanah menuju kamarnya.
Gadis itu duduk di pinggir
tempat tidur sambil melamun, entah berapa lama kemudian, bergumam.
Kakak Hiong, kapan engkau
kembali? Ka-pan...." setelah bergumam, gadis itu membaringkan dirinya di
tempat tidur, dan isak tangisnya pun meledak.
Bu Lim Ji Khie, Tui Hun Lojin,
Lim Peng Hang, Gouw Han Tiong dan Lim Ceng Im duduk di ruang dalam markas pusat
Kay Pang dengan wajah murung, sementara malam semakin larut.
"Aaakh..." sam Gan
sin Kay menghela nafas panjang. "seharusnya Cie Hiong sudah waktunya
kembali, tapi kenapa dia masih belum muncul?"
"Mungkinkah dia belum
sembuh, maka belum kembali?" sahut Kim siauw suseng sambil mengerutkan
kening.
"Apakah orang yang
membawa Cie Hiong pergi cuma menghibur kita?" sela Tui Hun Lojin.
"Padahal Cie Hiong akan cacat seumur hidup."
"Kalaupun cacat, dia
harus kembali," sahut Lim Peng Hang dan menambahkan. "sebetulnya itu
tidakjadi masalah, yahg penting dia hidup,..."
"Ayah" ujar Lim Ceng
Im terisak-isak. " Ketika dia dibawa pergi masih dalam keadaan luka parah,
siapa yang akan merawatnya? Jangan-jangan...."
"Nah, engkau jangan
menduga yang bukan-bukan" ujar Lim Peng Hang. "Percayalah Tidak akan
terjadi suatu apa pun atas dirinya"
"Ayah" Air mata Lim
Ceng Im mulai meleleh. "Aku sama sekali tidak mempermasalahkan itu.
seandainya dia cacat, aku akan mengurusinya selama-lamanya...."
Disaat Lim Ceng Im mengucapkan
demikian, mendadak berkelebat sosok bayangan ke dalam, tentunya sangat
mengejutkan mereka.
"siapa?" bentak Bu
Lim Ji Khie serentak.
Tampak seorang lelaki berusia
empat puluhan berdiri di tengah-tengah ruang itu. Dia berpakaian putih dan
seekor monyet berbulu putih duduk di bahunya.
Walau Bu Lim Ji Khie
membentak, lelaki itu diam saja, hanya memandang Lim Ceng Im.
Mendadak monyet bulu putih itu
bercuit-cuit, dan lelaki tersebut manggut-manggut.
Bu Lim Ji Khie dan Tui Hun
Lojin langsung bangkit berdiri, kemudian menatap lelaki itu dengan tajam.
"Siapakah kau? Kenapa
masuk ke mari?" tanya Kim siauw suseng membentak. "Ayoh Cepat
jawab"
"Aku memang sengaja ke
mari," sahut lelaki itu dengan suara serak.
"Ada urusan apa engkau
sengaja ke mari?" tanya Sam Gan Sin Kay dan terus menatap lelaki itu
dengan penuh perhatian.
"Ingin menyampaikan
sesuatu," jawab lelaki itu lalu bertanya. "Apakah Lim Ceng Im berada
di sini?"
"Aku" sahut gadis
itu. "Paman ingin menyampaikan sesuatu kepadaku?"
"Ya." Lelaki itu
manggut-manggut. "Mengenai Tio Cie Hiong."
"Kakak Hiong? Di mana
dia? Bagaimana keadaannya? Apakah lukanya sudah sembuh?" tanya Lim Ceng Im
bertubi-tubi.
"Dia... dia...."
Lelaki itu menggeleng-gelengkan kepala.
"Kenapa dia?" tanya
Lim Ceng Im tegang dan wajahnya sudah memucat. "Beritahukanlah Kenapa
dia?"
"Dia... dia sudah
mati."
"Haaah?" Lim Ceng Im
terhuyung-huyung, lalu terkulai pingsan.
Lim Peng Hang meloncat ke
arahnya secepat kilat, lalu mengangkatnya. "Ceng Im Nak..."
panggilnya.
Perlahan-lahan Lim Ceng Im
membuka matanya, kemudian menangis gerung-gerungan dengan air mata
berderai-derai.
"Kapan... kapan Kakak
Hiong mati?"
"Dua tahun yang
lalu."
"Dia mati di mana?"
"Bukankah dia mati di
sini?"
"Apa?" Lim Ceng Im
melongo dan berhenti menangis. "Dia... dia mati di sini?"
"Ya." Lelaki itu
mengangguk. sedangkan monyet bulu putih yang duduk di bahunya
berjingkrak-jingkrak sambil bercuit-cuit.
Kemudian lelaki itu
menambahkan. "Tapi kini dia sudah hidup kembali."
"Apa?" Lim Ceng Im
terbelalak. " Kakak Hiong hidup kembali? Dia...."
"Engkaukah yang
membawanya pergi dua la hun yang lalu?" tanya Lim Peng Hang mendadak
"Ya." Lelaki itu mengangguk.
"Kalau begitu, di mana
dia sekarang?" tanya Lim Peng Hang.
"Dia berada di...."
Ucapan lelaki itu terputus,
karena monyet bulu putih bercuit-cuit. la menunjuk Lim Ceng Im, kemudian
menunjuk lelaki tersebut sambil cengar-cengir.
Sementara sam Gan sin Kay dan
Kim siauw suseng saling memandang, lalu manggut-manggut dan tertawa
terbahak-bahak.
Suara tawa itu membuat yang
lainnya tercengang. Mereka memandang sam Gan sin Kay dan Kim siauw suseng
dengan kening berkerut-kerut. Kemudian Tui Hun Lojin pun turut tertawa gelak.
"Ha ha ha..."
"Eeeeh?" Lim Peng
Hang dan Gouw Han Tiong terheran-heran.
"Sudah cukup, Cie Hiong
Engkau jangan mempermainkan Ceng Im lagi" ujar sam Gan sin Kay.
"Kasihan dia"
"Kakak Hiong? Mana? Mana
Kakak Hiong?" Lim Ceng Im menengok ke sana ke mari.
Monyet bulu putih
bertepuk-tepuk tangan, sedangkan lelaki itu mengusap wajahnya sendiri.
"Aku di sini,"
katanya.
"Haaah?" Lim Ceng Im
terkejut, karena mengenali suara itu. Kemudian ia memandang lelaki itu dan
berseru. "Kakak Hiong Kakak Hiong...."
"Adik Im" Ternyata
lelaki itu Tio Cie Hiong. Tadi ia memakai kedok kulit pemberian monyet bulu
putih itu, maka wajahnya berubah menjadi wajah lelaki berusia empat puluhan.
"Kakak Hiong Kakak
Hiong...." Lim Ceng Im langsung mendekap di dadanya dengan air mata
berderai-derai. "Kakak Hiong...."
Mendadak monyet bulu putih
menjulurkan tangannya membelai rambut Lim Ceng Im, sud barang tentu membuat
semua orang tertawa, tapi Lim Ceng Im tidak mengetahuinya, karena mengira Tio
Cie Hiong yang membelainya.
"Kakak Hiong jahat Kakak
Hiong jahat" Tiba-tiba Lim Ceng Im memukul dada Tio Cie Hiong.
Monyet bulu putih bercuit-cuit
lagi, kemudian mendadak menjewer telinga Lim Ceng Im.
"Kauw Heng, jangan
bergurau" tegur Tio Cie Hiong. Monyet bulu putih bercuit-cuit lagi,
kemudian memandang Lim Ceng Im sambil menyengir.
"Mo... monyet" Lim
Ceng Im melotot.
"Ha ha ha" Tio Cie
Hieng tertawa dan membelainya. "Adik Im, maafkanlah aku Tadi aku ingin
membuat kejutan."
"Kakak Hiong...."
Lim Ceng Im mendekap di dadanya lagi dan berbisik, "Mulai sekarang kita
tidak akan berpisah
lagi."
"Cie Hiong" seru Sam
Gan sin Kay sambil tertawa. "Duduklah Kalau mau dekap- mendekap di dada,
lebih baik nanti saja"
"Kakek pengemis...."
Tio Cie Hiong tersenyum.
"Kakek konyol ah"
Wajah Lim Ceng Im kemerah-merahan.
"Ha ha ha" sam Gan
sin Kay tertawa terbahak- bahak. "Ha ha ha..."
"Kauw heng, mari
kuperkenalkan" ujar Tio Cie Hiong. "Gadis ini calon isteriku, yang
itu adalah Sam Gan sin Kay, Kim Siauw Suseng, Tui Hun Lojin, Paman Gouw dan
Paman Lim."
Monyet bulu putih terus
manggut-manggut, sikapnya seperti tingkatan tua terhadap tingkatan muda.
"Dasar monyet tak tahu
diri...." Caci Sam Gan Sin Kay "Lagaknya...."
Mendadak monyet bulu putih
melesat ke arahnya. Scketika terdengar suara Took, kemudian monyet itu kembali
ke bahu Tio Cie Hiong.
"Ha a a h...?" Sam
Gan Sin Kay mengusap-usap pipinya dengan mulut ternganga lebar. Ternyata monyet
bulu putih telah menamparnya. Yang membuatnya terkejut adalah gerakan monyet
itu begitu cepat sehingga ia tidak sempat menangkis.
"Kauw heng" Tio Cie
Hiong menggeleng-gelengkan kepala.
Monyet bulu putih menunjuk Sam
Gan sin Kay sambil bcrcuit-cuit, lalu menunjuk dirinya sendiri. "Kauw
heng" Tio Cie Hiong tersenyum. "Kakek pengemis itu tidak
tahu...."
"Monyet si..."
Sebetulnya Sam Gan Sin Kay ingin menyebut monyet sialan, namun takut ditampar
lagi. "Cie Hiong Monyet itu bilang apa?"
"Dia bilang Kakek
Pengemis berani kurang ajar terhadapnya," jawab Tio Cie Hiong
memberitahukan.
"Apa?" sam Gan sin
Kay melotot. "Monyet itu berani bilang aku kurang ajar?"
"Tahukah Kakek Pengemis
berapa usia monyet ini?" tanya Tio Cie Hiong sambil tersenyum. "Mana
aku tahu?"
"Usia monyet bulu putih
ini sudah hampir tiga ratus tahun."
"Apa?" sam Gan sin
Kay terbelalak. " usianya sudah hampir tiga ratus tahun?"
"Benar." Tio Cie
Hiong mengangguk. "Tapi aku memanggilnya kauw heng."
"Ha ha ha..."
Mendadak Kim siauw suseng tertawa terbahak-bahak hingga badannya
bergoyang-goyang .
"Sastrawan sialan"
sam Gan sin Kay terheran-heran. "Kenapa engkau tertawa hingga badanmu
bergoyang-goyang? Apa yang menggelikan?"
"Ha ha ha" Kim siauw
suseng masih tertawa. "Baru kali ini aku menyaksikan orang ditampar
monyet."
"Engkau...." sam Gan
sin Kay melotot dan mendadak mengayunkan tangannya. Plaak Pipi Kim
siauw suseng kena tampar.
"Pengemis bau" Kim
Siauw suseng mencak-mencak. " Engkau sudah gila ya? Kenapa engkau
menamparku? "
"Impas," sahut sam
Gan sin Kay sambil tertawa. "Monyet itu menamparku, aku menamparmu. Nah,
impas kan?"
"Dasar pengemis bau"
caci Kim siauw suseng.
Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im
tersenyum-senyum. Monyet bulu putih pun bercuit-cuit.
"Kakak Hiong, mari kita
duduk." ajak Lim Ceng Im. Tio Cie Hiong mengangguk lalu duduk. Lim Ceng Im
duduk di sebelahnya dengan wajah terus berseri.
"Oh ya" Tio Cie
Hiong memandang Bu Lim Ji Khie seraya bertanya. "Kenapa kalian bisa
menebakku?"
"Ha ha" sam Gan sin
Kay tertawa. "Dari tanya jawab dan tatapan matamu terhadap Ceng Im.
Tatapan matamu penuh mengandung cinta kasih, maka aku bisa menebak meskipun
engkau memakai kedok kulit." Tlo Cie Hiong manggut-manggut.
Kakak Hiong siapa yang bawa
engkau pergi dan siapa yang menyembuhkanmu?" tanya Lim Ceng Im.
"Tayli Lo Ceng yang
membawaku ke puncak Gunung Thian san, dan kauw heng ini yang
menyembuhkanku." Tio Cie Hiong memberitahukan.
"Selama ini kauw heng
yang merawatku, dan memberiku makan semacam buah, kemudian memberikanku buah
Kiu Yap Ling che. Kalau tidak, aku pasti cacat seumur hidup. "
"oh?" Lim Ceng Im
memandang monyet bulu putih, lalu memberi hormat. "Terimakasih, kauw
heng"
Monyet bulu putih bercuit-cuit
sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Kakak Hiong, kauw heng
bilang apa?" tanya Lim Ceng Im.
"Dia bilang tidak usah
berterima kasih," sahut Tio Cie Hiong, kemudian bertanya kepada Bu Lim Ji
Khie. "Bagaimana keadaan rimba persilatan sekarang?"
"Aaakh..." sam Gan
sin Kay menghela nafas. "Telah dikuasai Bu Tek Pay, yang diketuai oleh Bu
Lim sam Mo"
"oh?" Tio Cie Hiong
mengerutkan kening.
"Kini Kwan Gwa siang Koay
dan Lak Kui juga berada di markas Bu Tek Pay," ujar Kim siauw suseng
memberitahukan. "Mereka sebagai Tetua Bu Tek Pay."
"Bagaimana kepandaian
Kwan Gwa siang Koay dan Lak Kui itu?" tanya Tio Cie Hiong, yang sama
sekali tidak tahu tentang mereka.
Kepandaian mereka tinggi
sekali," sahut sam Gan sin Kay dan menambahkan. "setingkat dengan Bu
Lim sam Mo."
Kalau begitu...." Tio Cie
Hiong menggeleng-gelengkan kepala. "Partai Bu Tek Pay kuat sekali."
"Benar." Kim siauw
suseng manggut-manggut dan memberitahukan. "Tapi belum lama ini telah
muncul Tui Beng Li, Hong Hoang Leng dan Thian Liong Kiam Khek menentang Bu Tek
Pay, dan sudah banyak anggota Bu Tek Pay yang mati di tangan mereka."
"oh?" Tio Cie Hiong
tertarik. "Siapa mereka?"
"Tidak jelas," sahut
Kim siauw suseng. "Yang paling misterius adalah Hong Hoang Leng."
"Hong Hoang Leng?"
Tio Cie Hiong semakin tertarik. "Apakah Hong Hoang Leng itu?"
"Hong Hoang Leng
merupakan tanda maut bagi kaum golongan hitam." sum Gan sin Kay
memberitahukan. "Kira-kira tujuh puluh lima tahun lalu. Hong Hoang Leng
pernah muncul, sehingga membuat kaum golongan hitam kocar-kacir dan banyak yang
mati terbunuh.
"Kali ini muncul lagi dan
menentang Bu Tek Pay," sambung Kim siauw suseng. "sungguh
mengherankan."
"Siapa pemilik Hong Hoang
Leng itu?"
"Tiada seorang pun yang
tahu. Konon di laut Puk Hai terdapat sebuah pulau misterius, yakni Pulau Hong
Hoang To. Mungkin pemilik Hong Hoang Leng berasal dari pulau itu." sam Gan
sin Kay memberitahukan lagi. "salah satu markas cabang Bu Tek Pay telah
diberantas oleh pemilik Hong Hoang Leng."
"Kalau begitu, aku akan
berusaha menemui mereka," ujar Tio Cie Hiong. "Lalu mengajak mereka
bergabung."
"Benar." sam Gan sin
Kay manggut-manggut. "Kini engkau sudah kembali, berarti sudah waktunya
memberantas Bu Lim sam Mo, Kwan Gwa siang Koay dan Lak Kui itu."
"Tapi jangan bertindak
ceroboh, sebab mereka berkepandaian tinggi sekali" ujar Tio Cie Hiong.
"
Karena itu, kita harus
memikirkan suatu cara untuk menghadapi mereka."
Jalan satu-satunya..."
ujar Tui Hun Lojin. "Harus mengajak Tui Beng Li, Thian Liong Kiam Khek dan
pemilik Hong Hoang Leng bergabung, barulah kita bisa memberantas Bu Tek
Pay."
"Bu Lim sam Mo mengira
aku sudah mati, maka aku harus memakai kedok kulit ini," ujar Tio Cie
Hiong sungguh-sungguh. "Kalau sudah saatnya, barulah aku membuka kedok
kulit ini di hadapan Bu Lim sam Mo."
"Benar." Sam Gan Sin
Kay manggut-manggut. Kemudian Tio Cie Hiong memakai lagi kedok kulitnya.
"Kakak Hiong, Michiko
berada di sini," Lim Ceng Im memberitahukan.
"Apa?" Tertegun Tio
Cie Hiong. "Dia berada di sini?"
"Ya." Lim Ceng Im
mengangguk. "setengah tahun lebih dia bersembunyi di ruang bawah tanah,
karena Takara Yahatsu ketua aliran Ninja mengejarnya sampai di Tionggoan
ini."
"Adik Im, aku tidak
paham.Jelaskanlah"
"Gurunya dan kakaknya
telah dibunuh oleh ketua aliran Ninja, maka Michiko kabur ke Tionggoan."
Lim Ceng Im menjelaskan. "Dia ke mari mencarimu."
Tio Cie Hiong manggut-manggut.
"Ternyata begitu. jadi dia ingin membalas dendam terhadap Takara
Yahatsu."
"Kepandaiannya masih di
bawah ketua Takara Yahatsu, bagaimana mungkin dia bisa balas dendam? Lagi pula
ketua aliran Ninja itu telah bergabung dengan Bu Tek Pay, maka kami
menyembunyikannya di ruang bawah tanah."
"Adik Im, panggil dia ke
mari"
"Ya." Lim Ceng Im
mengangguk, lalu pergi ke ruang bawah tanah.
"Cie Hiong, apakah
kepandaianmu sudah pulih?" tanya sam Gan sin Kay mendadak sambil
menatapnya.
"Pengemis bau" sahut
Kim siauw suseng. "Engkau memang goblok? Cie Hiong sudah makan buah Kiu
Yap Ling che, maka sudah pasti kepandaiannya pulih seperti sedia kala Kalau
tidak, bagaimana mungkin dia kembali?" sam Gan sin Kay manggut-manggut.
"Kenapa kadang-kadang aku jadi goblok?"
Di saat bersamaan, Lim Ceng Im
sudah kembali bersama Michiko Tio Cie Hiong yang memakai kedok kulit
memandangnya. Timbullah rasa iba dalam hati karena gadisJepang itu begitu
kurus.
"Adik Michiko"
panggilnya.
"Engkau...?" gadis
Jepang itu heran, sebab tidak mengenali siapa lelaki berusia empat puluhan itu.
"Kakak Michiko, dia Kakak
Hiong." Lim Ceng Im memberitahukan sambil tersenyum. "Apa?"
Terbelalak Michiko. "Bagaimana mungkin...."
Tio Cie Hiong segera
melepaskan kedoknya. seketika Michiko berseru girang, dan hampir saja
memeluknya.
" Kakak Cie Hiong Kakak
Cie Hiong...." Gadis itu mulai terisak-isak.
"Adik Michiko" Tio
Cie Hiong tersenyum sambil memegang bahunya. "Jangan menangis, aku sudah
tahu semuanya"
" Kakak Cie
Hiong...." Air mata Michiko berderai-derai.
Monyet bulu putih yang duduk
di bahu Tio Cie Hiong langsung membelainya sambil bercuit-cuit, membuat Tio Cie
Hiong nyaris tertawa geli.
"Adik Michiko, jangan
berduka" ujar Tio Cie Hiong. " Engkau pasti dapat membalas
dendam." "Kakak Michiko, duduklah" ujar Lim Ceng Im.
Michiko mengangguk lalu duduk
dengan air mata berderai-derai, Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im juga duduk.
"Adik Michiko,
kepandaianmu masih di bawah kepandaian Takara Yahatsu. sudah barang tentu
engkau belum bisa membalas dendam."
"Kakak Cie Hiong, aku
harus bagaimana?"
"Aku akan mengajarmu
Tujuh Jurus Giok siauw Bit Ciat Kang Hoat, ilmu ciptaanku. setelah berhasil
menguasai ilmu tersebut, engkau pasti dapat membalas dendam." jawab Tio
Cie Hiong.
"Terimakasih, Kakak Cie
Hiong" ucap Michiko dengan girang. "Terimakasih"
Tio Cie Hiong mulai mengajar
Michiko Giok siauw Bit Ciat Kang Hoat. Kenapa Tio Cie Hiong mengajarnya ilmu
tersebut? Karena Michiko menggunakan suling sebagai senjata.
Beberapa hari kemudian, gadis
Jepang itu telah berhasil menguasai ilmu tersebut.
"Aku yakin kini engkau
dapat mengalahkan Takara Yahatsu .Jadi engkau sudah holeh membalas dendam
terhadap ketua aliran Ninja itu." ujar Tio Cie Hiong.
"Kalau begitu, aku
akanpergi mencari Takara Yahatsu," ujar Michiko
"Tapi...." Tio Cie
Hiong mengerutkan kening. "Dia sudah bergabung dengan Bu Tek Pay, sudah
barang tentu pihak Bu Tek Pay
akan membantunya." "Benar." sam Gan sin Kay manggut-manggut.
"Pihak Bu Tek Pay pasti membantu Takara Yahatsu."
"Kalau begitu, aku harus
bagaimana?" Wajah Michiko berubah muram.
"Begini..." ujar Tlo
Cie Hiong sungguh-sungguh. " Engkau boleh muncul, tapi jangan membunuh
anggota-anggota Bu Tek Pay Aku yakin anggota Bu Tek Pay akan melapor tentang
kemunculanmu, karena itu, Takara Yahatsu akan muncul mencarimu. Nah, itu adalah
kesempatanmu membalas dendam terhadapnya. Aku pun akan membantumu apabila pihak
Bu Tek Pay membantunya."
"Kakak Hiong mau
mengikuti Kakak Michiko?" tanya Lim Ceng Im.
"Ya." Tio Cie Hiong
mengangguk. "Aku akan mengikutinya secara diam-diam."
"Kakak Hiong, aku
ikut" ujar Lim ceng Im.
"Adik Im" Tio Cie
Hiong menggelengkan kepala. " Engkau tidak boleh ikut, sebab akan
menimbulkan kecurigaan pihak Bu Tek Pay. setelah urusan Adik Michiko beres, aku
pasti kembali dan akan berunding lagi di sini."
"Kakak Hiong...."
Mata Lim Ceng Im mulai basah. "Kita... kita akan berpisah lagi?"
"Hanya sementara
waktu." Tio Cie Hiong tersenyum.
"Kakak Cie
Hiong...." Michiko menghela nafas. "Lebih baik engkau tidak usah
ikut, kasihan Adik
Ceng Im"
"Kalau aku tidak
mengikutimu, mungkin engkau akan celaka," sahut Tio Cie Hiong.
"Nak" ujar Lim Peng Hang. "Biarkan Cie Hiong mengikuti Nona
Michiko"
"Ayah...." Air mata
Lim Ceng Im meleleh. "Baiklah."
"Terimakasih, Adik Ceng
Im" ucap Michiko sambil memeluk gadis itu erat-erat. " Engkau jangan
khawatir, Kakak Cie Hiong pasti kembali ke sisimu."
Bab 66 Pertemuan yang
mengharukan
Malam ini Tio Lo Toa dan Tio
Hong Hoa pergi memberantas para anggota Bu Tek Pay di markas cabang lain.
setelah berhasil mereka kembali ke penginapan. Akan tetapi, mendadak Tio Lo Toa
berhenti sambil mengerutkan kening.
"Kenapa, Paman Lo Toa
berhenti?" tanya Tio Hong Hoa. "Ada apa sih?"
"Hoa ji" Tio Lo Toa
memberitahukan. "Dari tadi ada seseorang mengikuti kita, orang itu
berkepandaian tinggi sekali."
"oh?" Tio Hong Hoa
tertegun.
"Omitohud? Ha ha
ha..." Mendadak melayang turun seorang padri tua ke hadapan mereka.
"sungguh tajam telingamu. Memang hebat orang-orang dari pulau Hong Hoang
To"
Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa
terkejut bukan main, sebab padri tua itu tahu mereka berdua dari pulau Hong
Hoang To. "siapa engkau, Padri tua?" tanya Tio Lo Toa.
"Aku Tayli Lo Ceng,"
Ternyata padri tua itu Tayli Lo Ceng. la menatap Tio Lo Toa seraya bertanya.
"Kalau tidak salah, engkau pasti Tio Tay seng dan-Tio It seng."
"Aku bukan Tio Tay seng
maupun Tio It seng," sahut Tio Lo Toa.
"Apa?" Tayli Lo Ceng
tertegun. "Kalau begitu, engkau siapa?"
"Aku pelayan di Pulau
Hong Hoang To." Tio Lo Toa memberitahukan dan bertanya. "Padri tua
kenal majikanku?"
"Tidak, tapi tahu nama
mereka," sahut Tayli Lo Ceng sambil memandang Tio Hong Hoa. "siapa
gadis ini?"
"Padri tua, namaku Tio
Hong Hoa." Gadis itu memberitahukan. "Tio Tay seng adalah
ayahku."
"Omitohud
Omitohud..." ucap Tayli Lo Ceng dengan wajah berseri. "Sungguh di
luar dugaan Omitohud...."
"Padri tua" Tio Lo
Toa menatapnya. "Ada urusan apa engkau mengikuti .kami?"
"Karena kalian pemilik
Hong Hoang Leng, maka aku mengikuti kalian." ujar Tayli Lo Ceng sambil
tersenyum. "Kalian berdua harus ikut aku"
"Padri tua" Tio Hong
Hoa mengerutkan kening. " Kenapa kami harus ikut engkau?"
"Padri tua ingin mengajak
kami ke mana?" tanya Tio Lo Toa heran.
"Ke Gunung Hong Lay san
menemui seseorang," sahut Tayli Lo Ceng.
"Siapa orang itu?"
tanya Tio Lo Toa dan semakin heran.
"Dia It sim sin ni,"
Tayli Lo Ceng memberitahukan. "Kalian berdua harus ikut aku pergi
menemuinya."
"Kenapa?" Tio Hong
Hoa bingung. "Padri tua, bagaimana kalau kami tidak mau pergi menemuinya?
"
"Berarti engkau akan
menyesal seumur hidup," sahut Tayli Lo Ceng sungguh-sungguh. "Padri
tua" ujar Tio Lo Toa. "Maukah engkau menjelaskan?"
"Setelah sampai disana
dan bertemu It sim sin Ni, kalian pasti mengetahuinya. Lagi pula It sim sin Ni
sangat mengharapkan kedatangan kalian, terutama gadis ini."
Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa
saling memandang. Mereka berdua yakin bahwa padri tua itu tidak berniat jahat,
namun kenapa tidak mau menjelaskan sekarang?
Kalian jangan ragu, aku
berniat baik. Omitohud..." ucap Tayli Lo Ceng. "Ayolah, ikut aku ke
Gunung Hong Lay san"
"Baiklah" Tio Lo Toa
dan Tio Hong Hoa mengangguk.
Mereka berdua lalu mengikuti
Tayli Lo Ceng pergi ke Gunung Hong Lay san. sepanjang jalan Tayli Lo Ceng diam
saja. Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa tidak habis berpikir, kenapa padri tua itu
mengajak mereka pergi ke Gunung Hong Lay san menemui It sim sin Ni.
Tampak It sim sin Ni duduk
bersila di ruang tengah. Mendadak ia mendengar suara seruan di luar, yakni
suara seruan Tayli Lo Ceng.
"sin Ni Aku telah membawa
mereka ke mari" "Siapa mereka?" sahut It sim sin Ni.
"Pemilik Hong Hoang
Leng." Tayli Lo Ceng memberitahukan.
"Haaah?" It sim sin
Ni terkejut dan girang. "Lo Ceng, cepat ajak mereka ke mari Aku berada di
ruang tengah."
Tak lama kemudian muncullah
Tayli Lo Ceng bersama Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa. It sim sin Ni terus menatap
Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa.
"sin Ni" Tayli Lo
Ceng memberitahukan sambil tertawa. "Yang tua itu Tio Lo Toa, pelayan
setia di pulau Hong Hoang To, sedangkan gadis cantik itu Tio Hong Hoa, putri
Tio Tay seng."
"Haaah...?" It sim
sin Ni terbelalak. "Lo Ceng, apakah engkau sudah memberitahukan tentang
diriku?"
"Belum," sahut Tayli
Lo Ceng. "sebab aku ingin membuat suatu kejutan."
"Lo Ceng" It sim sin
Ni menggeleng-gelengkan kepala. "Kenapa engkau seperti anak kecil?"
"Omitohud" Tayli Lo
Ceng tertawa. "Alangkah bahagianya bisa menjadi anak kecil" sementara
Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa terus saling memandang, tampaknya kebingungan.
"Maaf" ucap Tio Lo
Toa dan bertanya. " Kenapa sin Ni menyuruh Lo Ceng membawa kami ke mari?"
"Sebab aku mempunyai
hubungan dengan gadis ini." sahut It sim sin Ni sambil memandang Tio Hong
Hoa dengan penuh kasih sayang, kemudian air matanya bercucuran. "Hong Hoa,
tahukah engkau siapa aku?"
"Maaf sin Ni, aku tidak
tahu" Tio Hong Hoa menggelengkan kepala.
"Tahukah engkau siapa Tio
Po Thian?" tanya It sim sin Ni mendadak. Tio Hong Hoa menggeleng kepala
lagi.
"Hoa ji" Tio Lo Toa
memberitahukan. "Tio Po Thian adalah kakekmu."
"oh?" Tio Hong Hoa
terbelalak. "sin Ni kok tahu nama kakekku?"
"Aaaakh..." It sim
sin Ni menghela nafas panjang. "Tentu aku tahu nama kakekmu, sebab kakekmu
adalah suamiku."
"Apa?" Tio Hong Hoa
dan Tio Lo Toa terbelalak.
"Tio Tay seng dan Tio It
seng adalah anak-anakku. Jadi engkau adalah cucuku." It sim sin Ni
memberitahukan dengan air mata berlinang-linang.
"Nenek...." Tio Hong
Hoa segera berlutut di hadapan It sim sin Ni. "Nenek...."
"Bangunlah, Cucuku"
It sim sin Ni tersenyum lembut. "Duduklah"
"Nenek...." Tio Hong
Hoa menangis terisak-isak saking gembiranya. la sama sekali tidak
menyangka kalau neneknya masih
hidup, bahkan kini bisa bertemu di biara ini.
Hamba Tio Lo Toa memberi
hormat kepada Nyonya besar" ucap Tio Lo Toa sambil memberi hormat.
"Duduklah" ujar It
sim sin Ni.
"Terimakasih" Tio Lo
Toa dan Tio Hong Hoa duduk. sedangkan Tayli Lo Ceng masih tetap berdiri
"sin Ni, bolehkah aku ikut duduk di sini?" tanya padri tua itu sambil
tertawa-tawa.
"silakan duduk. Lo
Ceng" sahut It sim sin Ni sambil tersenyum. "Kenapa berlaku sungkan
sungkan? "
"Terimakasih, sin
Ni" ucap Tayli Lo Ceng. "Omitohud...."
"Kuucapkan terimakasih kepadamu,
Lo Ceng" It sim sin Ni tersenyum lagi. "sebab engkau telah membawa
cucuku ke mari."
"Omitohud
Omitohud...." Tayli Lo Ceng juga tersenyum. "Tidak usah mengucapkan
terimakasih
kepadaku, memang sudah
takdirnya engkau harus bertemu cucumu."
"Hong Hoa" It sim
sin Ni menatapnya lembut. "Tahukah engkau kenapa kakekmu meninggalkan
nenek?"
"Ayah pernah
memberitahukan, tapi ayah pun kurang jelas," ujar Tio Hong Hoa dan
melanjutkan. "Kakek pernah bilang kepada ayah...."
"Oh ya Kakekmu sehat-sehat
saja?"
"sudah lama kakek
meninggal."
"Aaakh..." It sim
sin Ni menghela nafas panjang lalu bergumam. "Po Thian, kenapa engkau
tidak memberi kesempatan kepadaku untuk menjernihkan kesalahpahaman itu?"
"Jadi...." Tio Hong
Hoa tersentak. "Kakek salah paham terhadap Nenek?"
"Ya." It sim sin Ni
menghela nafas. "Dia mengira aku menyeleweng, padahal tidak sama sekali.
Dia langsung meninggalkanku dengan membawa ayahmu dan pamanmu, yang masih
kecil."
"Kenapa kakek mengira
Nenek menyeleweng?" tanya Tio Hong Hoa. "Maukah Nenek
menjelaskan?"
"Ketika itu..."
tutur It sim sin Ni. "Kebetulan muncul Lo Ceng ini, maka Nenek sering
pergi menemuinya...."
"Omitohud" ucap
Tayli Lo Ceng. "Nenekmu menemuiku hanya untuk membahas soal ajaran Budha,
lagipula kami merupakan teman baik sejak kecil. Hubungan kami bagaikan hubungan
saudara, ketika itu aku adalah rahib, nenekmu adalah biarawati."
"Kalau begitu, kenapa
Nenek tidak menjelaskan kepada kakek?" tanya Tio Hong Hoa heran.
"Hanya tiga kali nenek
pergi menemui Lo Ceng ini, namun tak diduga kakekmu mengikuti secara
diam-diam." It sim sin Ni menggeleng-gelengkan kepala. "Karena itu,
timbullah salah paham tersebut. sesungguhnya nenek mau menjelaskan agar tidak
terjadi kesalahpahaman, namun kakekmu telah membawa Tay seng dan It seng pergi
entah ke mana."
"Kakek pulang ke Hong
Hoang To."
"Nenek tidak tahu. Kalau
tahu, nenek pasti menyusul ke pulau itu. Aaakh semua itu telah berlalu, namun
nenek gembira sekali, hari ini bisa bertemu denganmu. Oh ya, ayahmu dan pamanmu
baik-baik saja?"
"Ayah baik-baik saja.
Tapi paman...."
"Kenapa pamanmu?"
"Apakah nenek belum
tahu?"