Berselang beberapa saat,
muncullah Lim ceng im, Lam Kiong Bie Liong, Toan wie Kie, Toan pit Lian dan
Gouw sian Eng, yang semuanya tampak murung.
"Ayah" ujar Gouw
sian Eng memberitahukan pada Gouw HanTiong. "Kami sudah berunding, besok
pagi akan berangkat ke Tayli."
"Baiklah." Gouw Han
Tiong manggut-manggut dan berpesan. "Kalian harus hati-hati"
"Ya, Ayah."
"Mudah-mudahan tak ada
gangguan dalam perjalanan," ujar sam Gan sin Kay. "Karena kalian
kembali ke Tayli, sedangkan Bu Tek Pay telah menguasai rimba persilatan,
tentunya tidak akan mengganggu kalian."
"Benar." Kim siauw
suseng manggut-manggut.
"Ayah..." bisik Gouw
sian Eng. "Apabila Kakak Hiong telah muncul kelak. tolong beritahukan
kepada kami"
"Ng" Gouw Han Tiong
mengangguk, "ingat, sebelum rimba persilatan Tionggoan aman, kalian jangan
ke mari"
"Ya, Ayah." Gouw
sian Eng mengangguk.
"sampaikan salam kami
kepada Toan Hong Ya dan hujin" pesan Gouw Han Tiong.
Gouw sian Eng mengangguk lagi,
kemudian mendekati Lim Ceng Im yang menangis terisak-isak.
Kakak Im, jangan menangis
Kakak Hiong pasti kembali kelak" ujar Gouw sian Eng menghiburnya .
"Adik Sian Eng" Lim
Ceng im menatapnya dengan air berlinang-linang. " Kalian sungguh bahagia,
tak pernah mengalami suatu apa pun. sebaliknya aku dan Kakak Hiong selalu
mengalami percobaan-percobaan berat. "
Kakak Im" Gouw sian Eng
tersenyum. "setelah Kakak Hiong kembali kelak, kalian pasti hidup
bahagia."
"siapa tahu akan muncul
percobaan berat lagi" Lim Ceng im menghela nafas panjang.
"Tidak mungkin. sebab
kali ini merupakan percobaan yang paling berat. Apabila Cie Hiong kembali,
berarti sudah tidak ada percobaan lagi. Percayalah" sela Toan pit Lian. Lim
Ceng Im mengangguk. "Aaaakh Kakak Hiong...."
Kino markas Bu Tek Pay yang
terletak di dalam goa sudah bukan merupakan tempat rahasia lagi. Banyak
golongan hitam bergabung dengan partai tersebut, sehingga membuat Bu Tek Pay
semakin kuat.
Ketika mendengar berita
tentang kematian Tio Cie Hiong, Bu Lim sam Mo, Ang Bin sat sin, Kwan Gwa siang
Koay dan Liu siauw Run terus tertawa gembira.
"Ha ha ha Ha ha
ha..." seusai tertawa, Tang Hai Lo Mo pun berkata. "Tidak disangka
Tio cie Hiong akan mati, seharusnya dia hidup tersiksa"
"Benar." Thian Mo
manggut-manggut. "Kita bermaksud membuatnya cacat seumur hidup, tapi dia
malah mati."
"Kini siapa yang mampu
melawan kita? He he he" Te Mo tertawa terkekeh. "Bu Tek Pay telah
berkuasa di rimba persilatan, ini merupakan sejarah baru."
"Ada baiknya juga Tio Cie
Hiong mati, itulah contoh bagi kaumBu Lim yang berani menentang kita,"
ujar siluman Kurus.
"Tidak salah," sahut
siluman Gemuk sambil tertawa gembira. "ohya, menurutku alangkah baiknya
kita undang ketua tujuh partai ke mari, termasuk Partai Pengemis."
"Untuk apa mengundang
mereka ke mari?" tanya siluman Kurus.
"Bukankah tubuh mereka
masih mengidap racun?" siluman Gemuk balik bertanya sambil memandang Bu
Lim sam Mo.
"Betul." Tang Hai
LoMo mengangguk. "Apakah engkau punya suatu ide?"
siluman Gemuk mengangguk.
"setelah kita undang ke mari, mereka kita beri obat pemunah racun itu.
Tapi mereka semua harus di bawah perintah Bu Tek Pay, Kalau mereka berani
menentang, habiskan saja"
"Benar." Tang Hai Lo
Mo tertawa gelak. "Artinya Bu Tek Pay memperlihatkan kekuatan."
"Kalau tujuh partai besar
berikut Kay Pang berada di bawah kekuasaan Bu Tek Pay, berarti Bu Tek Pay
sebagai partai nomor satu dalam rimba persilatan, partai yang paling jaya masa
kini dan selanjutnya," ujar siluman Gemuk. "Tentunya merupakan
sejarah baru yang tak terlupakan di rimba persilatan."
"Ha ha ha" Tang Hai
Lo Mo tertawa gelak. "Baiklah. Kalau begitu kapan kita undang
partai-partai itu?"
"sepuluh hari kemudian.
sebab kita harus ada persiapan untuk menyelenggarakan berbagai acara."
jawab siluman Gemuk.
"Acara apa?" tanya
Thian Mo.
"Tari-tarian dan lain
sebagainya. Menyenangkan, kan?" sahut Siluman Gemuk sambil tertawa
terkekeh. "siapa yang tertarik, boleh menjadi anggota Bu Tek Pay."
"Benar." siluman
Kurus tertawa gembira.
"Ha ha ha..." Bu Lim
sam Mo dan lainnya juga ikut tertawa, sehingga terdengarlah suara yang riuh
gemuruh.
sepuluh hari kemudian, tujuh
partai besar berikut Kay Pang telah menerima kartu undangan dari Bu Tek Pay,
bahwa pada tanggal lima belas, para ketua harus hadir di markas partai
tersebut.
Heran?" sam Gan sin Kay
mengerutkan kening. "Karena Bu Tek Pay mengundang semua ketua
partai?"
"Tidak mungkinBu Tek Pay
akan membunuh kita. Kupikir...," ujar Kim siauw suseng. "TentuBu Lim
sam Mo ingin mengumumkan sesuatu."
"Apa yang akan mereka
umumkan?" tanya Tul Hun Lojin.
"Mana tahu?" sahut Kim
siauw suseng. "Tapi tidak apa-apa, kita hadir saja Kalau tidak. kita semua
malah akan celaka."
"Tidak disangka..."
LimPeng Hang menghela nafas panjang. "Kay Pang dan tujuh partai besar akan
menjadi begini."
"Hm" dengus sam Gan
sin Kay. "Kejayaan Bu Tek Pay tidak akan bertahan lama, percayalah Namun
untuk sementara ini, kita harus bersabar hingga Tio Cie Hiong muncul."
"Pengemis bau" Kim
siauw suseng menatapnya. "Apakah engkau yakin Tio Cie Hiong akan kembali
tanpa cacat?"
"Terus terang, aku
berfirasat, kepandaian Tio cie Hiong akan pulih seperti sedia kata." sahut
sam Gan sin Kay.
"Pengemis bau" Tui
Hun Lojin memandangnya dengan mata tak berkedip. "Bagaimana engkau bisa
berfirasat begitu?"
"Entahlah." sam Gan
sin Kay menggelengkan kepala. "Tapi aku masih ingat akan pesan tertulis
dari orang yang membawa pergi Tio Cie Hiong. Bukankah kita di suruh bersabar?
Nah, orang itu pasti bisa menyembuhkan Tio Cie Hiong."
"Kalau dipikir-pikir
memang ada benarnya juga." Tui Hun Lojin manggut-manggut. "Hanya saja
kita tidak bisa menduga siapa orang itu."
"Jadi Kakak Hiong pasti
akan kembali?" tanya Lim Ceng Im agak tenang.
"Ya." sam Gan sin
Kay mengangguk. "Karena itu, engkau harus tabah, tenang dan sabar."
" Kakek Bolehkah aku ikut ke markas Bu Tek Pay?" tanya Lim Ceng Im
lagi.
"Jangan" sam Gan sin
Kay menggelengkan kepala. "Engkau harus tetap di sini, tidak boleh ke
mana-mana."
"Ya." Lim Ceng Im
mengangguk.
"Nak" Lim Peng Hang
memandang putrinya. "Berjanjilah engkau tidak akan ke mana-mana"
"Ya. Ayah. Aku tidak akan ke mana-mana, ayah harus percaya" ujar Lim
Ceng Im berjanji. Lim Peng Hang manggut-manggut.
Pada tanggal lima belas, Bu
Lim Ji Khie, Tui Hun Lojin, Lim Peng Hang, Gouw Han Tiong, para ketua tujuh
partai dan kaum golongan hitam telah hadir di markas Bu Tek Pay.
Beberapa anggota Bu Tek Pay
tampak sibuk menyuguhkan berbagai macam makanan dan minuman. Berselang beberapa
saat kemudian, barulah Bu Lim Sam Mo, Kwan Gwa siang Koay, Ang Bin Sat Sin dan
Liu Siauw Kun berjalan ke luar lalu duduk.
"Selamat datang Selamat
datang" ucap Tang Hai Lo Mo sambil tertawa terbahak-bahak.
Para hadirin diam saja, karena
tidak tahu harus mengucapkan apa. Setelah usai tertawa, Tang Hai Lo Mo berkata
lagi dengan suara lantang.
"Hari ini kami mengundang
kalian semua ke mari, karena kami ingin memberitahukan sesuatu" lanjut
Tang Hai Lo Mo dengan wajah berubah serius. "Yaitu pada hari ini kami akan
memberikan obat penawar racun"
Mendengar ucapan itu, Bu Lim
Ji Khie dan lain-lainnya saling memandang, karena merupakan hal yang sungguh di
luar dugaan.
"siauw Kun" ujar
Tang IHai Lo Mo. "Berilah mereka obat penawar racun"
"Ya, Guru," sahut
Liu Siauw Kun sambil memberi hormat, kemudian mulai membagi-bagikan obat
penawar racun kepada Bu Lim Ji Khie dan lainnya. Setelah mem-bagi-bagikan obat
penawar racun, Liu Siauw Kun kembali duduk dengan sikap angkuh.
"Terima kasih, ketua Bu
Tek Pay" ucapBu Lim Ji Khie dan lain-lainnya. "Ha ha ha" Tang
IHai Lo Mo tertawa gelakl "Setelah kalian makan obat itu, lweekang kalian
akan pulih seperti semula."
"Terima kasih" ucap
Sam Gan Sin Kay dan bertanya. "Sebetulnya ada apa kalian mengundang kami
ke mari?"
"sudah pasti ada
sebabnya," sahut Thian Mo.
" Dapatkah
dijelaskan?" tanya Kim siauw su-seng.
"Kami mengundang kalian
ke mari, karena kami ingin memberikan obat penawar racun untuk kalian, dan itu
telah kami laksanakan." sahut Te Mo.
"Terima kasih" ucap
Kim siauw suseng. "Tentunya bukan khusus untuk itu, pasti masih ada urusan
lain."
"Betul." Tang Hai Lo
MO manggut-manggut.
"Apa urusan itu?"
tanya sam Gan sin Kay.
"HahahaHahaha"
siluman Gemuk tertawa gelak. "Mulai hari ini, Kay Pang dan tujuh partai
besar lainnya harus di bawah kekuasaan Bu Tek Pay."
"siapa yang berani
menentang, pasti kami basmi" sambung siluman Kurus sambil tertawa dingin.
"Bagaimana? Kalian setuju?"
Bu Lim Ji Khie, Tui Hun Lojin,
Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong saling memandang, kemudian mereka memandang
para ketua tujuh partai sambil memberi isyarat. setelah itu, mereka menyahut
serentak. "setuju."
"Bagus Bagus"
siluman Kurus tertawa. " Kalian memang tahu diri. Kalau tidak. pasti
kalian pasti musnah."
"Mulai hari ini Kay Pang
dan tujuh partai besar lainnya harus di bawah perintah Bu Tek Pay. Partai mana
berani membangkang, pasti dibasmi." sambung siluman Gemuk. Bu Lim Ji Khie
dan lain-lainnya gusar sekali dalam hati, namun mereka tetap bersabar.
"Kamipun sudah
tahu...," ujar Tang Hai Lo Mo sambil memandang Bu Lim Ji Khie. "Lam
Kiong hujin, Lam Kiong Bie Liong, Toan wie Kie, Toan pit Lian dan Gouw sian Eng
telah berangkat ke Tayli. Karena itu, kami mengutus seseorang untuk menyusul
mereka."
"Apa?" sam Gan sin
Kay tersentak. " Kalian mengutus seseorang untuk mencelakai mereka?"
"Tentu tidak," sahut
Tang Hai Lo Mo sambil tertawa. "Kami mengutus seseorang untuk menyerahkan
obat penawar racun kepada mereka. Kalau tidak, bagaimana mungkin Iweekang mereka
bisa pulih?"
"oooh" sam Gan sin
Kay menarik nafas lega.
"ohya" Tang Hai Lo
Mo menatap sam Gan sin Kay seraya berkata. "semua markas besar Kay Pang
harus diserahkan kepada Bu Tek Pay, dan para anggota Kay Pang di sana
dipindahkan ke markas pusat saja"
"Apa?" sam Gan sin
Kay terbelalak.
"Karena markas cabang Kay
Pang akan kamijadikan markas cabang Bu Tek Pay. sin Kay, engkau tidak
setuju?"
"Kami harus berunding
sebentar," sahut sam Gan sin Kay, lalu bertanya kepada Lim Peng Hang.
"Bagaimana? Engkau bersedia menyerahkan semua markas cabang Kay Pang
kepada Bu Tek Pay?"
"Tidak apa-apa,"
jawab Lim Peng Hang. "Kita serahkan saja"
"Baiklah." sam Gan
sin Kay memandang Tang Hai Lo Mo. "Dalam waktu tiga hari, kami pasti
mengosongkan semua markas cabang Kay Pang."
"Terima kasih atas
pengertianmu" ucap Tang Hai Lo Mo sambil tertawa gembira. "Ha ha ha
Mulai hari ini, Bu Tek Pay sebagai partai nomor satu di rimba persilatan,
sekaligus sebagai pemimpin rimba persilatan pula "
"HidupBu Tek Pay Hidup Bu
Tek Pay Hidup Bu Tek Pay..." seru para anggota sambil bertepuk-tepuk
tangan, sehingga ruangan itujadi riuh gemuruh.
"Ha ha ha He he he"
Bu Lim sam Mo, Kwan Gwa siang Koay, Ang Bin sat sin, dan Liu siauw Kun terus
tertawa terbahak-bahak.
"Acara yang mengasyikkan
akan sebera dimulai." ujar Tang Hai LoMo dengan suara lantang, kemudian
bertepuk tangan tiga kali.
Kemudian muncullah para pemain
musik dan para penari yang terdiri dari kaum wanita cantik. setelah mereka
memberi hormat, para pemain musik lalu duduk dan tak lama terdengarlah suara
musik yang sungguh menggetarkan kalbu.
Para penari pun mulai menari
lemah gemulai. Bukan main Mereka mengenakan pakaian yang tembus pandang.
Apalagi ketika menggoyang- goyangkan pinggul, mereka tampak merangsang sekali.
Bu Lim Ji Khie dan
lain-lainnya menggeleng-gelengkan kepala menyaksikan tarian itu, sedangkan para
anggota Bu Tek Pay bersorak sorai penuh kegembiraan.
"Mari kita bersulang demi
kejayaan Bu Tek Pay" seru Tang Hai Lo Mo, talu tertawa terbahak-bahak.
"Ha ha ha..."
sementara Toan wie Kie, Toan
pit Lian, Lam Kiong hujin, Lam Kiong Bie Liong dan Gouw sian Eng telah tiba
diTayli dan langsung menuju istana. Betapa gembiranya Toan Hong Ya, Hujin dan
para pengawal istana. Mereka memberi hormat kepada Toan Hong Ya dan Hujin Toan
Hong Ya tertawa gembira.
"Ha ha Duduklah"
ucapnya. "ohya, kenapa Tui Hun Lojin dan Gouw Han Tiong tidak ke
mari?" "Mereka masih tinggal di markas pusat Kay Pang." jawab
Lam Kiong hujin.
"Eeeh?" Toan Hong Ya
memandang mereka. "Wajah kalian tampak tidak begitu gembira, apakah telah
terjadi sesuatu di Tionggoan?"
"Ya." Lam Kiong
hujin mengangguk. "Golongan putih di rimba persilatan Tionggoan telah
mengalami masa suram."
"oh?" Toan Hong Ya
mengerutkan kening. "Bagaimana kabarnya Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im?
Apakah mereka sudah melangsungkan pernikahan?"
"Belum." Lam Kiong
hujin menggelengkan kepala.
"Kenapa belum?" Toan
Hong Ya heran. "Apakah ada halangan?"
"Benar, Ayah," ujar
Toan wie Kie sambil menghela nafas, lalu menutur tentang semua kejadian itu.
"Haaah...?" Air muka
Toan Hong Ya berubah. "Cie Hiong... dia...."
"Kepandaiannya telah
dimusnahkan." Toan Wie Kie menggeleng-gelengkan kepala. "Tapi
seseorang telah membawanya pergi."
"siapa orang itu?"
tanya Toan Hong Ya.
"Entahlah." Toan wie
Kie menggelengkan kepala. "Namun orang itu bermaksud baik, mungkin akan berusaha
menyembuhkannya."
"Aaakh..." Toan Hong
Ya menghela nafas panjang. "Cie Hiong perlu kita hormati, sebab dia rela
mengorbankan dirinya demi keselamatan kalian semua. Kalau tidak. entah
bagaimana nasib kalian?"
"Dia benar-benar pendekar
muda yang berhati mulia, namun nasibnya..." Toan pit Lian
menggeleng-gelengkan kepala. "Kenapa begitu banyak percobaan berat yang
menimpa dirinya?"
"Tidak gampang menjadi
orang baik, lebih gampang menjadi orang jahat," sahut Toan Hong Ya
sungguh-sungguh dan menambahkan. "sebab orang baik pasti akan mengalami
berbagai percobaan kalau hatinya tidak tabah dan kuat imannya, niscaya akan
berubah jahat pula."
Bab 59 Hong Hoang To (Pulau
Phoenix)
Di Pak Hai (Laut Utara)
terdapat sebuah pulau misterius. Pulau itu dinamai pulau Phoenix karena masih
banyak burung langka tersebut hidup di pulau itu.
Para nelayan yang tinggal di
pesisir Laut Utara, sama sekali tidak berani mendekati Pulau Hong Hoang To,
sebab pulau tersebut dianggap keramat, lagi pula sering diselimuti kabut tebal.
Pada pagi ini, tampak seorang
gadis berusia dua puluhan sedang berlatih ilmu pedang di pulau tersebut.
Beberapa ekor burung Phoenix menyaksikannya sambil memekik girang. Ketika gadis
itu berhenti berlatih, terdengarlah suara orang memujinya.
"Bagus Bagus"
kemudian muncul seorang tua berusia tujuh puluhan sambil mendekatinya dengan
wajah berseri. "Hoa Ji (Anak Hoa), ilmu pedang mu telah maju pesat."
"oh?" Gadis itu tertawa
gembira. "Ayah, apakah ilmu pedangku ini dapat mengalahkan orang
berkepandaian tinggi di Tionggoan?"
"Ha ha" orang tua
itu tertawa gelak. "Jangan terlampau berambisi Engkau tahu bahwa, banyak
orang aneh berkepandaian tinggi di Tionggoan, sedangkan kepandaianmu masih
cetek."
Gadis itu cemberut. "Aku
tidak berambisi, hanya ingin tahu saja. Boleh kan?"
"Tentu boleh." orang
tua itu manggut-mang-gut dan melanjutkan. " Kecuali engkau telah berhasil
mempelajari Kiu Yang sin Kang, maka engkau pasti bisa mengalahkan orang
berkepandaian tinggi di Tionggoan."
"Ayah, kapan aku akan
berhasil mempelajari Kiu Yang sin Kang?"
"Itu tergantung dari
ketekunanmu berlatih. Mungkin... masih harus dua tahun lagi."
"Kenapa begitu
lama?"
"Paling cepat masih harus
menunggu setahun lebih. Karena itu, mulai hari ini ayah akan memberimu Kim Yang
Tan. pil tersebut dapat menambah lweekangmu."
"Terima kasih. Ayah"
ucap gadis itu dan bertanya. "ohya, kenapa Ayah tidak pernah ke
Tionggoan?"
"Almarhum kakekmu
melarangnya, maka ayah tidak boleh ke Tionggoan," sahut orang tua itu
sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Kenapa kakek
mengeluarkan larangan itu?" tanya gadis itu heran. la bernama Tio Hong
Hoa, ayahnya bernama Tio Tay seng, ibunya telah meninggal beberapa tahun yang
lalu.
"Hoa Ji..." Tio Tay
seng menggeleng-gelengkan kepala sambil menghela nafas panjang. "Itu
rahasia kakekmu, engkau tidak usah mengetahuinya."
"Ayah..." Tio Hong
Hoa tampak tidak senang. "Aku cucunya, kenapa tidak boleh tahu rahasianya?
Lagipula kakek sudah almarhum..."
"Hoa Ji, kelak ayah pasti
menceritakannya," ujar Tio Tay seng sambil tersenyum lembut.
"Ayah, apakah Kiu Yang
sin Kang merupakan ilmu yang tanpa tanding di rimba persilatan Tionggoan?"
tanya Phang Ling Hiang Hong Hoa.
"Kiu Yang sin Kang
berasal dari Kiu Yang cin Keng (Kitab Pusaka Kiu Yang). sebenarnya kitab pusaka
itu milik siauw Lim Pay, tapi ratusan tahun silam, telah dicuri orang."
Tio Tay seng memberitahukan. " Namun kemudian Tio Bu Kie yang memperoleh
kitab pusaka tersebut, bahkan berhasil mempelajarinya . "
"Ayah, siapa Tio Bu
Kie?"
"Ayah Tio Bu Kie adalah
murid Tio sam Hong, ketua Butong Pay masa itu. Tio sam Hong
berkepandaian sangat tinggi,
bahkan kemudian berhasil menciptakan ilmu Thay Kek Kun (Ilmu Pukulan Taichi).
sudah barang tentu nama Butong Pay terangkat tinggi, bahkan di atas nama siauw
Lim Pay. Tapi akhirnya ayahnya membunuh diri karena menikah dengan putri Mo
Kauw. Putri Mo Kauw itu pun membunuh diri sambil menggendong Tio Bu Kie yang
masih kecil..."
"Ayah" Tio Hong Hoa
menggeleng-gelengkan kepala. "Kenapa kedua orang tua Tio Bu Kie bunuh
diri?"
"Karena ibu Tio Bu Kie
sering membunuh orang, maka para ketua enam partai besar menuntut terhadap Tio
sam Hong. padahal sesungguhnya ayah Tio Bu Kie merupakan murid kesayangan ketua
Butong Pay itu."
"Apakah Tio sam Hong yang
mendesak ayah Tio Bu Kie membunuh diri?"
"sebenarnya tidak.
melainkan ayah Tio Bu Kie yang mengambil keputusan itu, lantaran sangat
mencintai istrinya. Kemudian ibu Tio Bu Kie pun membunuh diri sambil
menggendong Tio Bu Kie. sungguh mengenaskan kematian kedua orang tua Tio Bu
Kie."
"Apakah Tio Bu Kie
menuntut balas setelah berkepandaian tinggi?"
"Tidak." Tio Tay
seng melanjutkan. "sebab Tio Bu Kie tahu, ibunya yang bersalah. setelah
berhasil mempelajari Kiu Yang sin Kang, maka Tio Bu Kie menyatukan Mo Kauw
menjadi Beng Kauw untuk merobohkan dinasti Goan (Monggol)."
"Apakah Tio Bu Kie
berhasil?"
"Berhasil." Tio Tay
seng manggut-manggut. " Karena itu, berdirilah dinasti Beng."
"Tio Bu Kie adalah kaisar
pertama dinasti Beng?"
"Bukan. sebab Tio Bu Kie
tidak mau menjadi kaisar." Tio Tay seng menggeleng-gelengkan kepala dan
melanjutkan. Justru karena itu, terjadilah pergolakan dalam Beng Kauw, dan
muncullah salah seorang anggota Beng Kauw bernama Cu Guan ciang. Akhirnya dia
yang berhasil menjadi kaisar pertama dinasti Beng, sebab dia menggunakan akal
licik,"
"Lalu bagaimana?"
"Setelah menjadi kaisar,
Cu Guan cian malah menurunkan perintah membantai para anggota Beng Kauw. Tio Bu
Kie sebera membubarkan Beng Kauw. karena tidak menghendaki pertumpahan darah.
Lagi pula rakyat hidup menderita di masa itu. Kalau terjadi peperangan, rakyatlah
yang akan menjadi korban. Maka Tio Bu Kie tidak mau mengadakan perlawanan,
malah membubarkan Beng Kauw."
"Sungguh berjiwa besar
Tio Bu Kie, dia mementingkan rakyat tanpa memikirkan kepentingan sendiri."
"Benar Tapi..." Tio
Tay Seng menghela nafas. "Setelah Beng Kauw dibubarkan. cu Guan Ciang
malah menurunkan perintah menangkap Tio Bu Kie. Karena itu, Tio Bu Kie terpaksa
kabur bersama istrinya."
"Tio Bu Kie dan istrinya
kabur ke mana?"
"Ke sebuah pulau, namun
tiada seorang pun tahu pulau apa itu."
"Ayah Mungkinkah mereka
ke pulau ini?"
"Mungkin."
"Kalau begitu...
mungkinkah kita keturunan Tio Bu Kie, sebab kita memiliki Kiu Yang Sin
Kang."
"Ayah tidak begitu jelas,
tapi... mungkin juga."
"Ayah..." Tio Hong
Hoa memandangnya dengan penuh harap. "Ayah telah menceritakan tentang Tio
Bu Kie, bagaimana kalau ayah ceritakan juga tentang kakek mengeluarkan larangan
itu?"
"Hoa Ji..." Tio Tay
Seng mengerutkan kening. "Bukan ayah tidak mau menceritakan,
melainkan...".
"Kenapa?"
"Sebab apa yang pernah
kakekmu ceritakan kepada ayah..." Tio Tay Seng menghela nafas. "Ayah
tidak tahu benar atau tidak cerita kakekmu itu."
"Kalau begitu, Ayah
ceritakan saja" Tio Hong Hoa tersenyum. "Mungkin aku bisa memberikan
sedikit pendapat."
Tio Tay seng berpikir, lama
sekali barulah mengangguk.
"Baiklah. Ayah akan
menceritakannya. Kira-kira tujuh puluh lima tahun lalu, kakekmu pergi ke
Tionggoan. Pada masa itu kaum golongan hitam merajalela di rimba persilatan
Tionggoan. Karena itu, kakekmu mulai membunuh mereka, sekaligus meninggalkan
Hong Hoang Leng (Tanda Perintah
Poenix). Hal itu sangat
mengejutkan kaum rimba persilatan Tionggoan, sebab dua ratus tahun lalu Hong
Hoang Leng pernah muncul beberapa kali di rimba persilatan Tionggoan, khususnya
membunuh kaum golongan hitam. Kakekmu ke Tionggoan dan membunuh kaum golongan
hitam, setelah itu meninggalkan Hong Hoang Leng, tentunya sangat mengejutkan
kaum golongan hitam. Akan tetapi, tiada seorang pun yang tahu siapa pemilik
Hong Hoang Leng tersebut."
"setelah itu
bagaimana?"
"Kebetulan kakekmu
menolong seorang biarawati, kemudian mereka berdua saling mencinta, dan
akhirnya biarawati itu melahirkan dua anak lelaki."
" Kalau begitu, biarawati
itu nenek?"
"Betul." Tio Tay
seng mengangguk. " Karena itu, biarawati kembali jadi wanita biasa. Akan
tetapi, beberapa tahun kemudian, kakekmu membawa ayah dan pamanmu pulang ke
Hong Hoang To."
"Lho? Kenapa?"
"Kata kakekmu, nenekmu
menyeleweng dengan lelaki lain. Maka saking gusarnya kakekmu membawa ayah dan
pamanmu pulang ke Hong Hoang To, dan nenekmu tidak tahu sama sekali."
"Ayah tahu siapa
nenek?"
"Ayah tidak tahu nama
nenekmu, tapi... nenekmu sangat cantik dan lembut, karena itu, ayah tidak
begitu yakin nenekmu akan menyeleweng dengan lelaki lain. Namun kakekmu bilang
menyaksikannya dengan mata kepala sendiri."
"ohya, di mana
paman?"
"Ketika pamanmu berusia
dua puluhan, dia secara diam-diam meninggalkan pulau ini. Betapa gusarnya
kakekmu sehingga ayah yang dihukum, sebab ketika kakekmu membawa ayah dan
pamanmu pulang, kakekmu juga melarang kami ke Tionggoan. Siapa berani melanggar
larangan itu pasti dihukum berat."
"Dengan cara apa kakek
menghukum ayah?"
"Aaakh..." Tio Tay
Seng menghela nafas panjang. "Kalau Tio Lo Toa tidak ikut berlutut
bermohon kepada kakekmu, mungkin ayah sudah dibunuh."
"Kalau begitu, secara
tidak langsung Paman Lo Toa telah menyelamatkan nyawa Ayah."
"Benar." Toa Tay
Seng mengangguk. "Dia pembantu yang sangat setia, juga berkepandaian
tinggi."
"Ayah, paman tidak pernah
pulang?"
"Belasan tahun lalu
setelah kakekmu meninggal, ayah pernah mengutus Tio Lo Toa ke Tionggoan
menyelidiki pamanmu, ternyata pamanmu sudah mempunyai istri dan anak."
"Oh?"
"Lima tahun lalu, ayah
mengutus Tio Lo Toa ke Tionggoan lagi." lanjut Tio Tay seng sambil
menggeleng-gelengkan kepala. "Paman dan bibimu telah mati di bunuh oleh Bu
Lim sam Mo, anak-anaknya entah hilang ke mana."
"Kenapa Bu Lim sam Mo
membunuh paman dan bibi?"
"Dikarenakan sebuah kotak
pusaka."
"Ayah Bolehkah aku tahu
nama paman?"
"Pamanmu bernama Tio It
seng, bibimu adalah sin Pian Bi jin-Lie Hui Hong," jawab Tio Tay seng
memberitahukan. "Anak-anaknya bernama Tio suan suan dan Tio cie Hiong. Tio
suan suan sudah mati."
"Bagaimana Tio cie
Hiong?"
"Belum tahu jelas, tapi
ayah telah mengutus Tio Lo Toa ke Tionggoan untuk menyelidikinya . "
"Kapan paman Lo Toa
akanpulang?"
"Mungkin... hari
ini."
"Ayah..." Di saat
Tio Hong Hoa baru mau bicara, mendadak muncul seorang tua berusia enam puluhan
mendekati mereka.
"Tocu (Majikan pulau)
"panggil orang tua itu, yang ternyata Tio Lo Toa yang baru pulang dari
Tiong goan.
"Tio Lo Toa Bagaimana
kabarnya Tio Cie Hiong?" sahut Tio Tay seng. "Aaaakh..." Tio Lo
Toa menghela nafas. "Dia... dia sudah mati." "Apa?" Betapa
terkejutnya Tio Tay seng. "Bagaimana dia mati?"
Kepandaiannya dimusnahkan oleh
Bu Lim sam Mo, bahkan tulang punggungnya juga dipatahkan. Akhirnya dia mati
beberapa hari kemudian."
Kenapa? Kenapa kepandaiannya
bisa dimusnahkan oleh Bu Lim sam Mo?" tanya Tio Tay seng dengan kening
berkerut-kerut.
"Demi Bu Lim Ji Khie, Kay
Pang dan tujuh partai besar lainnya. Maka dia mengorbankan dirinya...,"
jawab Tio Lo Toa dan menutur tentang kejadian itu.
"Aaakh..." Tio Tay
seng menghela nafas panjang. "sungguh malang nasib keponakanku..."
"Ayah" ujar Tio Hong
Hoa dengan mata berapi-api. "Aku akan berangkat ke Tionggoan untuk
menuntut balas kepada Bu Lim sam Mo"
"Hoa Ji" Tio Tay
seng menggeleng-gelengkan kepala. "Dengan kepandaianmu sekarang, engkau
masih bukan tandingan mereka."
"selain Bu Lim sam Mo,
juga terdapat Kwan Gwa siang Koay." Tio Lo Toa memberitahukan. "Kini
rimba persilatan Tionggoan telah dikuasai Bu Tek Pay yang dipimpin Bu Lim sam
Mo."
"Ayah, biar bagaimana pun
aku harus menuntut balas kepada Bu Lim sam Mo" tegas Tio Hong Hoa.
"sungguh kasihan Adik Cie Hiong"
"Hoa Ji" Tio Tay
seng menatapnya dalam-dalam. " Kalau memang engkau bertekad, maka engkau
harus lebih tekun belajar."
"Ya, Ayah." Tio Hong
Hoa mengangguk.
"Tocu tidak berniat ke
Tionggoan?" tanya Tio Lo Toa mendadak.
"Aku tidak mau melanggar
larangan almarhum ayahku, jadi aku tetap di pulau. Engkau bersama Hoa Jie saja
ke Tionggoan kelak." jawab Tio Tay seng. "Tapi jangan bertindak
gegabah, harus dengan perhitungan."
"Tocu..." Tio Hong
Hoa menghela nafas panjang. "Majikan tua telah meninggal, maka larangan
itu tidak berlaku lagi."
"Biar bagaimana pun, aku
harus mentaati larangan almarhum, tidak baik melanggarnya," ujar Tio Tay
seng sungguh-sungguh.
"Tocu..." Tio Lo Toa
menggeleng-gelengkan kepala.
"Ayah" desak Tio
Hong Hoa. "Ayah ikut saja kelak"
"Hoa ji" Tio Tay
seng tersenyum getir. "Ayah sudah tua, lagi pula dari dulu hingga kini
sama sekali tidak berniat ke Tionggoan."
"Ayah" Tio Hong Hoa
tertawa kecil. "Anggap saja pesiar di sana, bukankah Ayah senang akan
panorama yang indah? Nah, di Tionggoan banyak panorama indah."
Hoa ji" Tio Tay seng
menatapnya. "Itu urusan kelak. tidak perlu dibicarakan sekarang. Yang
penting, mulai sekarang engkau harus tekun mempelajari Kiu Yang sin Kang."
"Ya, Ayah." Tio Hong
Hoa mengangguk. dan mulai hari itu gadis tersebut betul-betul belajar dengan
tekun sekali.
sementara itu, di dalam goa
yang di puncak Gunung Thiansan, monyet bulu putih merawat Tio Cie Hiong dengan
penuh perhatian. setiap hari monyet itu pasti memberinya buah yang mengandung
cairan pahit, dan selama beberapa bulan, Tio Cie Hiong hanya makan buah
tersebut.
Buah itu memang mujarab, maka
kini sekujur badan Tio Cie Hiong sudah mulai bisa bergerak.
tapi masih belum bisa duduk.
"Kauw heng" Tio Cie
Hiong menatapnya terharu. " Kebaikanmu melebihi manusia, aku sungguh
berhutang budi kepadamu."
Monyet bulu putih bercuit-cuit
dan sepasang tangannya digoyang-goyangkan, sepertinya memberitahukan kepada Tio
Cie Hiong, jangan merasa berhutang budi kepadanya.
"Kauw heng, hatimu
sungguh mulia" ujar Tio Cie Hiong dan menambahkan. "Apabila aku bisa
sembuh, aku pasti mengajakmu pergi bersama. Tentunya engkau akan merasa
gembira, bukan?"
Monyet bulu putih bercuit-cuit
lagi, kemudian bertepuk-tepuk tangan sambil berjingkrak-jingkrak kelihatan
gembira sekali.
Di dalam sebuah goa di Gunung
Thay san, tampak Tayli Lo Ceng duduk bersemedi bersama seorang pemuda berusia
sekitar dua puluh tiga, yang wajahnya sangat tampan.
Berselang beberapa saat
kemudian, Tayli Lo Ceng membuka matanya dan tersenyum lembut sambil memandang
pemuda itu.
Tak seberapa lama pemuda itu
pun membuka matanya. Ketika melihat Tayli Lo Ceng memandangnya, segeralah ia
berlutut. "Guru..."
"Duduk saja" Tayli
Lo Ceng tersenyum lembut. "Tidak perlu berlutut."
"Ya, Guru." Pemuda
itu langsung duduk dan bertanya. "sudah lama kah guru pulang?"
"Belum begitu lama."
Tayli Lo Ceng menatapnya dalam-dalam. "Lweekangmu sudah bertambah maju,
guru merasa gembira sekali, karena tidak sia-sia aku menggemblengmu."
"Terima kasih atas
gemblengan guru." ucap pemuda itu dan bertanya. "Guru baru pulang
dari Hong Lay san?"
"Ya." Tayli Lo Ceng
manggut-manggut. "Kini It sim sin Ni sudah mempunyai seorang murid
perempuan bernama Tan Li Cu..."
Tayli Lo Ceng menutur tentang
kejadian yang menimpa Tan Li Cu, dan pemuda itu mendengar dengan penuh
perhatian.
"Guru, nasibnya sungguh
malang" ujar pemuda itu sambil menghela nafas, kemudian menundukkan kepala
seraya bertanya. "Guru, sebetulnya siapa kedua orang tuaku?"
"Kini sudah waktunya guru
memberitahukan."
Tayli Lo Ceng menatapnya.
"Engkau bernama Lie Man Chiu. Ayahmu adalah seorang pembesar yang tidak
pernah korupsi, akan tetapi, kira-kira dua puluh tahun lalu, kedua orang tuamu
dan kakakmu dibantai oleh beberapa penjahat. Kebetulan guru lewat di kota itu,
maka masih sempat menolongmu"
"Aaakh..." keluh Lie
Man chiu sambil menghela nafas panjang.
"setelah
menolongmu...," lanjut Tayli Lo Ceng. "Guru terpaksa menitipkanmu di
keluarga petani, dan lima tahun kemudian barulah guru membawamu ke mari."
"Terima kasih atas budi
baik guru yang telah membesarkanku." ucap Lie Man chiu, lalu berlutut di
hadapan Tayli Lo Ceng.
"Duduklah" Tayli Lo
Ceng tersenyum lembut. "Sudah belasan tahun guru menggemblengmu, dan kini
kepandaianmu sudah tinggi, maka setahun kemudian engkau boleh meninggalkan goa
ini."
"Guru...."
"Guru perlu
memberitahukan, kini rimba persilatan telah dikuasi Bu Tek Pay yang dipimpin Bu
Lim sam Mo dan Kwan Gwa siang Koay. Karena itu, setahun kemudian, engkau harus
membantu Tio Cie Hiong."
"Guru, bolehkah aku tahu
siapa Tio Cie Hiong?"
"Tio Cie Hiong adalah
seorang pendekar yang berhati bajik..." tutur Tayli Lo Ceng.
"Guru, Tio Cie Hiong
sungguh berjiwa besar, dia rela mengorbankan dirinya demi semua orang itu Aku
kagum dan salut kepadanya, dan kelak aku pun harus jadi seorang pendekar
seperti dia."
"Bagus Bagus" Tayli
Lo Ceng manggut-manggut..
"Tapi..." Mendadak
Lie Man chiu mengerutkan kening. "Guru, apakah Cie Hiong akan
sembuh?"
"Dia akan sembuh, tapi
kepandaiannya bisa pulih atau tidak. guru tidak berani memastikannya .
"
"Guru, bagaimana
seandainya kepandaiannya tidak bisa pulih?"
"Berarti Bu Lim sam Mo
dan Kwan Gwa siang Keay akan tetap menguasai rimba persilatan. "
"Guru..."
"Guru tahu engkau ingin
mengatakan apa." Tayli Lo Ceng tersenyum getir. "Tentunya engkau
menghendaki guru dan it sim sin Ni melawan Kwan Gwa siang Koay, sedangkan
engkau dan Tan Li cu melawan Bu Lim sam Mo, bukan?"
"Ya, guru." Lie Man
chiu mengangguk. "Jadi kita bisa membasmi mereka."
"Itu tidak
mungkin..." Tayli Lo Ceng meng-gelcng-gelengkan kemala. "sebab kalian
berdua
belum mampu melawan Bu Lim sam
Mo. Kalau kalian berdua menghadapi mereka bertiga, kalian berdualah yang akan
celaka."
Lie Man chiu mengerutkan
kening. " Kalau begitu, Tio Cie Hiong...."
"Dia seorang diri mampu
melawan Bu Lim sam Mo." Tayli Lo Ceng memberitahukan. "sebab dia
memiliki Pan Yok Hian Thian sin Kang dan Kan Ku Taylo sin Kang, hanya saja
entah bisa pulih atau tidak kepandaiannya?"
"Guru Tio cie Hiong
berada di mana sekarang?"
"Di puncak Gunung Thian
san."
"Guru yang membawanya ke
sana?"
"Betul." Tayli Lo
Ceng manggut-manggut. " Karena di sana terdapat seekor monyet berbulu
putih yang sakti, dan cie Hiong boleh dikatakan majikan monyet sakti itu."
"Guru..." Lie Man chiu
memandang Tayli Lo Ceng dengan penuh keheranan. "Bagaimana mungkin monyet
itu dapat mengobati Cie Hiong?"
"Engkau harus tahu,
monyet itu sudah berusia hampir tiga ratus tahun." Tayli Lo Ceng
memberitahukan. "Majikannya yang dulu adalah seorang sakti, sudah barang
tentu dia pun menjadi sakti, bahkan tak mempan dibacok dengan senjata apa
pun."
" Kalau begitu, monyet
itu pun berkepandaian tinggi?"
"Tinggi sekali."
Tayli Lo Ceng tersenyum dan melanjutkan. "Kemungkinan besar monyet itu
mampu mengalahkan guru."
"Begitu lihaykah monyet
itu?" Lie Man Chiu terbelalak.
"Kalau tidak. bagaimana
mungkin guru menyebutnya monyet sakti?" sahut Tayli Lo Ceng dan
menambahkan. "Monyet
sakti itu pun sangat setia kawan, karena itu, guru yakin dia pasti berupaya
menyembuhkan Cie Hiong." Lie Man Chiu manggut-manggut.
"omitohud..." ucap
Tayli Lie Man Chiu sambil menatapnya tajam. "Pada dasarnya engkau memang berhati
baik, namun masih diliputi hawa membunuh. setelah engkau berkecimpung dalam
rimba persilatan, janganlah terlampau banyak membunuh orang"
"Guru Aku akan membunuh
penjahat. Kalau tidak, para penjahat itu pasti terus melakukan kejahatan."
"omitohud
omitohud..." Tayli Lo Ceng menghela nafas panjang. "Tekanlah hawa
membunuhmu itu"
"Ya, guru." Lie Man
chiu mengangguk.
"omitohud..." Tayli
Lo Ceng manggut-manggut. "omitohud..."
Bab 60 Gadis Jepang muncul di
markas pusat Kay Pang
Bu Lim Ji Khie, Tui Hun Lojin,
Lim Peng Hang, Gouw Han Tiong dan Lim Ceng Im duduk di ruang depan markas pusat
Kay Pang. Kini Kay Pang sudah tiada kegiatan apa-apa, sebab di bawah perintah
Bu Tek Pay, bahkan semua markas cabang pun telah dijadikan markas
cabang partai Tanpa Tanding
itu. Begitu pula tujuh partai besar lainnya, semua di bawah perintah Bu Tek
Pay, maka membuat kaum golongan hitam yang berjaya dalam rimba persilatan.
Mereka selalu berlaku sewenang-wenang, menyita harta benda orang dan memperkosa
kaum wanita.
siapa yang berani melawan,
pasti dibunuh tanpa ampun. Para pedagang harus membayar pajak tinggi kepada Bu
Tek Pay, sedangkan kaum hartawan diwajibkan membayar uang keamanan. Yang paling
menderita adalah rakyat jelata, walau anak gadis atau isteri mereka diperkosa,
mereka pun harus diam. Kalau tidak, pasti mati di ujung senjata.
"Aaaakh..." sam Gan
sin Kay menghela nafas panjang. "Tidak disangka rimba persilatan akanjadi
begini macam"
"Pengemis bau, kita
sebagai Bu Lim Ji Khie, tapi cuma bisa duduk diam. sungguh menyedihkan"
ujar Kim siauw suseng sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Keadaan yang
begini, entah kapan akan berakhir?"
"Kalau Cie Hiong sudah
muncul, semuanya pasti berakhir," sela Tui Hun Lojin.
"Itu merupakan harapan
kita satusatunya," sahut sam Gan sin Kay. "sebab siapa yang dapat
melawan Bu Lim sam Mo dan Kwan Gwa siang Koay?"
"Ini adalah kesuraman
golongan putih...." Kim siauw suseng menghela nafas panjang.
"sudah setahun..."
gumam Lim Ceng im dengan wajah murung. "Entah bagaimana keadaan Kakak
Hiong? Mungkinkah dia sudah sembuh?"
"Kita semua berharap dia
sembuh dan pulih kepandaiannya. oleh karena itu kita harus tetap
bersabar..." ucapan sam Gan sin Kay terputus, ternyata ia melihat sai Pi
Lo Kay berlari masuk dengan wajah serius.
"Lapor pada Tetua dan
Pangcu" ujar sai Pi Lo Kay. "Gadis Jepang itu ke mari ingin bertemu
cie Hiong."
"siapa gadis Jepang
itu?" tanya Lim Peng Hang heran.
"Dia Michiko, aku kenal
dia," jawab sai Pi Lo Kay memberitahukan. " wajahnya tampak kusut dan
murung, pasti ada suatu urusan."
"Kalau begitu, cepat
suruh dia masuk" ujar Lim Peng Hang.
"Ya, Pangcu." sai Pi
Lo Kay segera ke luar, dan tak lama ia sudah kembali bersama Michiko.
"Maaf Maaf" ucap
gadis Jepang itu sambil menengok ke sana ke mari. "Aku ke mari mau bertemu
Kakak Tio."
"Maksudmu Tio Cie
Hiong?" tanya Lim Peng Hang.
"Ya." Michiko
mengangguk. "Aku memanggilnya Kakak Tio."
"Mari kita ke ruang
dalam" ajak Lim Peng Hang dan berpesan kepada sai Pi Lo Kay.
"Perketat penjagaan di luar, apabila ada anggota Bu Tek Pay ke mari,
cepatlah melapor"
"Ya, Pangcu." sai Pi
Lo Kay langsung pergi.
sedangkan Lim Peng Hang dan
lain-lainnya berjalan masuk. dan setelah duduk. ketua Kay Pang itu menatap
Michiko dalam-dalam lalu bertanya. "Ada urusan apa Nona Michiko ingin
bertemu Tio Cie Hiong?"
"Aku cuma kenal Kakak Tio
di Tionggoan ini, maka aku ke mari mencarinya." jawab Michiko jujur.
"sebab dia boleh dikatakan seperti kakakku sendiri"
Berkata sampai di sini,
Michiko mulai terisak-isak dengan air mata bercucuran.
"Nona Michiko, apakah
telah terjadi sesuatu atas dirimu di Jepang?" tanya Lim Peng Hang.
"Ya." Michiko
mengangguk. "Setahun lalu, aku dan kakakku membawa lima Ninja pulang ke
Jepang. setelah itu, mereka berlima dihukum mati. Akan tetapi...."
"Kenapa?" tanya Lim
Peng Hang.
"Mendadak muncul ketua
aliran Ninja. Dia membunuh guru dan kakakku, untung aku sempat kabur. Kalau
tidak- aku pun pasti mati." Michiko memberitahukan. Lim Peng Hang
manggut-manggut. "Jadi engkau kabur ke mari?"
"Ya." Michiko
mengangguk. "Hanya Kakak Tio yang dapat melindung iku, karena aku yakin
ketua aliran Ninja itu pasti akan mengejarku."
"Mengejar sampai di
Tionggoan ini?" sam Gan sin Kay tersentak.
"Ya," jawab Michiko
"Setahun lalu, lima Ninja itu bergabung dengan Bu Tek Pay."
"Celaka" seru sam
Gan sin Kay. "Ini... ini...."
"Pengemis bau, kenapa
engkau menjadi begitu pengecut?" tegur Kim siauw suseng sambil meng-
geleng- gelengkan kepala.
"sastrawan sialan Aku
bukan pengecut" sahut sam Gan sin Kay dengan kening berkerut-kerut.
"Yang kupikirkan adalah
kita dan para anggota Kay Pang" Kim siauw suseng manggut-manggut.
"Kalau begitu, kita harus
mencari akal."
"Ada apa?" tanya
Michiko.
"Nona Michiko, tentunya
engkau belum tahu, bahwa kini Bu Tek Pay telah menguasai rimba
persilatan Tionggoan, Kay Pang
dan tujuh partai besar lainnya berada di bawah perintahnya," ujar Lim Peng
Hang.
"Kalau begitu, nanti
setelah bertemu dengan Kakak Tio, aku akan segera pergi agar tidak merepotkan
di sini," ujar Michiko dan bertanya. "Bolehkah aku bertemu Kakak
Tio?"
"Nona Michiko" Lim
Ceng im menatapnya. "Kami akan berupaya melindungimu, karena engkau
menganggap Kakak Hiong sebagai kakakmu."
Engkau pasti Nona Ceng im,
calon isteri Kakak Tio." Michiko memandangnya. " Engkau cantik
sekali, pantas Kakak Tio begitu mencintaimu"
"Aaakh..." Lim Ceng
im menghela nafas panjang.
"Nona Ceng Im" Tanya
Michiko cepat. "Apa-kah telah terjadi sesuatu atas diri Kakak Tio?"
Lim Ceng Im mengangguk lalu
memberitahukan. "Dia terluka parah...."
Lim Ceng Im menutur secara
jelas mengenai kejadian itu, dan Michiko mendengarkan dengan air mata
berlinang-linang.
"Kakakku begitu baik,
tapi mati di tangan ketua aliran Ninja. sedangkan Kakak Tio yang berhati bajik,
malah mati di tangan Bu Lim sam Mo."
"Nona Michiko" ujar
Lim Ceng im dengan suara rendah. "Sebetulnya Kakak Hiong tidak mati,
tapi...."
"oh?" Michiko
tercengang. "Kalau begitu, Kakak Tio pasti bisa sembuh."
"itulah yang kita
harapkan," sahut Lim Peng Hang. "Tapi belum tentu kepandaiannya bisa
pulih seperti sedia kala."
"Aaakh..." Michiko
menghela nafas panjang.
Karena itu, kita semua harus
bersabar untuk menunggu Cie Hiong pulang," ujar Lim Peng Hang.
"Mudah-mudahan dia bisa pulang dengan keadaan seperti dulu"
Michiko manggut-manggut,
sementara sam Gan sin Kay terus mengerutkan kening, kelihatannya sedang memikirkan
sesuatu.
"Nona Michiko Untuk
sementara ini, engkau harus bersembunyi." ujarnya kemudian.
"Kenapa?" Michiko
heran.
"Kalau pihak Bu Tek Pay
tahu engkau berada di sini, dan kami tidak menyerahkanmu kepada Bu Tek Pay.
tentunya kita akan celaka semua," sahut Sam Gan sin Kay sungguh-sungguh .
"Kalau begitu aku akan
pergi," ujar Michiko lalu bangkit berdiri
"Kalau engkau pergi pasti
celaka," ujar sam Gan sin Kay dan menambahkan. "Aku mempunyai
akal."
"Pengemis bau Engkau
punya akal apa? Beri-tahukanlah" tanya Kim siauw suseng.
"Begini...." sam Gan
sin Kay merendahkan suaranya. "Nona Michiko boleh pergi sekarang, lalu
bersembunyi di luar markas Kay
Pang ini. Malam harinya aku akan ke sana menjemput." "Maksud cianpwee
menjemputku ke mari lagi?" Michiko agak bingung.
"Ya." sam Gan sin
Kay mengangguk. "Jadi para anggota Kay Pang melihat engkau pergi...."
"oooh" Michiko
manggut-manggut. Terima kasih, Cianpwee"
"Pengemis bau" Kim
Siauw Suseng tertawa. "Aku tak menyangka kalau engkau begitu cerdik."
"Ha ha" sam Gan sin
Kay tertawa gelak. "Tentunya aku lebih cerdik dari padamu."
"Kalau begitu, aku pergi
sekarang" ujar Michiko sambil bangkit berdiri.
"Nona Michiko. Aku antar
engkau ke depan." Lim Ceng Im juga bangkit berdiri sambil tersenyum.
"Terima kasih" ucap
Michiko. "Mungkin usiaku lebih besar sedikit dari usiamu, jadi aku akan
memanggilmu Adik Ceng Im, dan engkau memanggilku Kakak Michiko."
"Baik, Kak." Lim
Ceng Im mengantar gadis itu sampai di depan, kemudian berbisik. "Di luar
markas ini terdapat sebuah pohon besar, bersembunyilah di sana Begitu hari
sudah malam, kakekku pasti pergi menjemputmu."
"Ya" Michiko
mengangguk. "Terima kasih, adik Ceng Im"
Malam harinya, tampak sosok
bayangan berkelebat meninggalkan markas pusat Kay Pang. Berselang beberapa saat
kemudian, sosok bayangan itu kembali memasuki markas pusat Kay Pang bersama
sosok bayangan lain, yang ternyata sam Gan sin Kay dan Michiko
"Bagaimana?" tanya
Kim siauw suseng. "Apa-kah tiada seorang pun melihat kalian?"
sam Gan sin Kay mengangguk.
"Mari kita ke ruang bawah tanah"
Mereka semua menuju ke dalam.
Lim Peng Hang menekan sebuah tombol rahasia, seketika muncul sebuah lubang di
lantai.
"Mari kita masuk"
ajak Lim Peng Hang lalu masuk ke lubang itu, dan yang lain pun mengikutinya
Ruang bawah tanah itu cukup
luas dan bersih. setelah berada di dalam ruang itu, barulah Lim Peng Hang
menghela nafas lega.
"Nona Michiko sementara
bersembunyilah engkau di sini, nanti setelah aman engkau boleh keluar, tetapi
harus menyamar sebagai pengemis."
"Terima kasih,
Paman" ucap Michiko
"Kakak Michiko Bagaimana
kepandaian ketua aliran Ninja itu?" tanya Lim Ceng im.
"Kepandaiannya sangat
tinggi. Aku justru masih merasa heran...." Gadis Jepang itu
mengerutkan kening.
"Padahal setahun lalu kepandaiannya belum begitu tinggi, namun kini
sungguh tinggi dan lihay. Guru dan kakakku tak sanggup melawannya, akhirnya mati
di tangannya."
"Engkau yakin ketua
aliran Ninja itu akan ke mari?" tanya sam Gan sin Kay.
"Aku yakin" Michiko
manggut-manggut. "Sebab dia tahu aku kabur ke Tionggoan ini."
"Kalau begitu, ketua
aliran Ninja itu pasti Bu Tek Pay. Karena kelima muridnya pernah bergabung
dengan partai Tanpa Tandihg itu." ujar Lim Ceng im.
"Benar." Kim siauw
suseng mengangguk. HKe-mungkinan besar dalam beberapa hari ini, pihak Bu Tek
Pay akan ke mari mencari Nona Michiko."
"Ha ha" sam Gan sin
Kay tertawa. " Karena itu, timbullah akalku ini, jadi Nona Michiko akan
aman di dalam ruang bawah tanah."
"Hanya kitalah yang tahu
ruang bawah tanah ini?" tanya Tui Hun Lojin mendadak. "Apakah sai Pi
Lo Kay tidak mengetahuinya?"
"Memang hanya kita yang
tahu," sahut sam Gan sin Kay. "sai Pi Lo Kay pun tidak tahu."
Tui Hun Lojin manggut-manggut.
"Pengemis bau, aku tidak menyangka kalau engkau mempunyai akal yang
sedemikian lihay."
"Ha ha" sam Gan sin
Kay tertawa gelak. "Kini engkau sudah tahu, kan?"
"Benar Benar...."
Tui Hun Lojin juga tertawa.
"Nona Michiko Tenanglah
engkau di sini, Ceng Im akan mengantar makanan dan minuman untukmu"
"Terima kasih,
Paman" Ucap Michiko terharu. "Terima kasih...."
Ketua aliran Ninja sudah tiba
di Tionggoan dan langsung menemui beberapa anggota Bu Tek Pay. setelah tahu
identitas ketua aliran Ninja, maka salah seorang anggota partai tersebut
mengantarnya ke markas.
Bu Lim sam Mo, Kwan Gwa siang
Keay, Ang Bin sat sin dan Liu siauw Kun menyambut kedatangannya dengan penuh
kegembiraan.
"Ha ha ha Tang Hai Lo Mo
tertawa gelak. "Selamat datang, ketua Ninja"
"Selamat bertemu, ketua
Bu Tek^ay" sahut ketua aliran Ninja, yang bernama Takara Yahatsu. "Ha
ha" Tang Hai Lo Mo tertawa lagi. "sila-kan duduk, silakan duduk"
"Terima kasih"
Takara Yahatsu duduk seraya berkata. "Murid- murid ku pernah bilang, bahwa
mereka telah bergabung di sini, maka setelah tiba di Tionggoan, aku pun
langsung ke mari."
"Benar- sahut Thian Mo.
"Murid-muridmu memang telah bergabung di sini, kemudian mereka berlima
bertarung dengan Yasuki Nichiba dan Michiko sesungguhnya mereka dapat membunuh
kedua lawan itu, tapi muncul Tio Cie Hiong...."
"Hmm" dengus Takara
Yahatsu. "Aku datang di Tionggoan, justru ingin membuat perhitungan dengan
Tio cie Hiong. Selain itu, aku pun harus membunuh Michiko yang kabur ke
Tionggoan ini."
"oh? Michiko juga sudah
berada di Tionggoan?" tanya Te Mo.
"Ya." Takara Yahatsu
mengangguk. "Mungkin Bu Tek Pay bisa membantuku mencari Michiko."
"Tentu." Tang Hai Lo
Mo tertawa. "Kami pasti membantu dalam hal ini."
"Terima kasih" ucap
Takara Yahatsu. "Kalau begitu, aku pun mau bergabung di sini."
"Bagus Bagus"
Siluman Kurus tertawa. "Kita bisa bekerja sama."
"Benar." Takara
Yahatsu memandangnya. "Maaf, bolehkah aku tahu...."
"Mereka berdua adalah
Kwan Gwa Siang Koay, kini sebagai Tetua Bu Tek Pay." Tang Hai Lo Mo
memperkenalkan.
Takara Yahatsu
manggut-manggut, kemudian bertanya. "Tio cie Hiong berada di mana
sekarang?"
"Dia telah kami musnahkan
kepandaiannya, dan beberapa hari kemudian dia mati."
"Sayang sekali Padahal
aku ingin membunuhnya dengan tanganku sendiri." ujar Takara Yahatsu.
"Dia mati di tangan kami
juga sama, bukan?" tanya Thian Mo sambil tertawa gelak.
"Betul." Takara
Yahatsu^ juga tertawa. "ohya, apakah para anggota di sini tahu Michiko
berada di mana?"
"Itu..." pikir Tang
Hai Lo Mo. "Dia pernah tinggal di markas pusat Kay Pang, mungkin dia
berada di sana."
"Kalau begitu, aku akan
ke sana."