"Engkau tidak perlu ke
sana," ujar Tang Hai Lo Mo. "Kami akan mengutus beberapa orang ke
sana."
"Hm" dengus Tang Hai
Lo Mo dingin. "Kalau dia berada di sana, dan Kay Pang tidak menyerahkannya
kepada kita, berarti Kay Pang akan musnah"
"Benar. Kalau benar
Michiko berada di sana tapi Kay Pang tidak menyerahkan kepada kita, Bu Tek Pay
pasti membantai habis Kay Pang" sahut siluman Gemuk.
"Terima kasih Terima
kasih" ucap Takara Yahatsu sambil tertawa gembira. "Aku tidak
menyangka, baru tiba di Tionggoan sudah mempunyai kawan baik."
"sebab kita satu aliran,
lagipula engkau sudah bergabung dengan kami." sahut Tang Hai Lo Mo.
"oleh karena itu mulai
hari ini engkau pun akan hidup senang di sini." sambung Thian Mo.
"Terima kasih Ha ha
ha..." Takara Yahatsu tertawa terbahak-bahak.
Bu Lim Ji Khie dan lainnya
duduk di ruang depan markas pusat Kay Pang. Kelihatannya mereka sedang
membicarakan sesuatu yang cukup penting, karena tampak kening mereka
berkerut-kerut.
"Aku yakin dalam satu dua
hari ini, pihak Bu Tek Pay pasti ke mari. Kalau mereka mau menggeledah, kita
biarkan saja Kita jangan menentang mereka, dan harus tetap bersabar."
"Memang harus
begitu," sahut Kim siauw su-seng dan melanjutkan. "Apabila Cie Hiong
pulang dan kepandaiannya telah pulih, aku pasti akan turun tangan membantaipara
anggota Bu Tek Pay"
"Nafasku sudah mulai
sesak karena menahan hawa kegusaran," ujar Tui HUn Lojin.
" Kenapa, setan
tua?" tanya sam Gan sin Kay.
"Kita cuma bisa
bersabar," sahut Tui Hun Lojin sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"se-andainya Cie Hiong tidak pulang...."
"Kakak Hiong pasti
pulang. Kakak Hiong pasti pulang." sela Lim Ceng Im setengah berteriak.
"Jangan berteriak-teriak, Nak" tegur Lim Peng Hang. "Kita masih
harus berhati-hati...."
Mendadak sai Pi Lo Kay
berjalan ke dalam, lalu memberi hormat sekaligus melapor. "Utusan Bu Tek
Pay ke mari."
"sambut mereka"
sahut Lim Peng Hang.
"ya, Pangcu." sai Pi
Lo Kay segera berjalan ke luar.
Bu Lim Ji Khie dan lainnya
saling memandang, dan air muka mereka tampak agak berubah.
" ingat Kita semua harus
tenang" pesan sam Gan sin Kay.
Berselang sesaat, sai Pi Lo
Kay sudah kembali bersama Ang Bin sat sin, Liu siauw Kun dan belasan anggota Bu
Tek Pay.
"selamat datang, utusan
ketua Bu Tek Pay" ucap Lim Peng Hang sambil bangkit berdiri, dan yang lain
pun mengikutinya.
"Ha ha ha" Ang Bin
sat sin tertawa. "Bagus Bagus Kalian memang tahu aturan"
"silakan duduk" ucap
Lim Peng Hang.
"Terima kasih" sahut
Ang Bin sat sin dan Liu siauw Kun serentak sambil duduk. sikap pemuda itu
paling memuakkan.
"Ada perintah apa untuk
kami?" tanya Lim Peng Hang.
"Ketua Bu Tek Pay memberi
perintah kepada kalian agar menyerahkan Michiko" sahut Ang Bin sat sin.
"Kalau tidak. hari ini
Kay Pang pasti musnah" sambung Liu siauw Kun dengan dada terangkat
sedikit.
"Apa?" Lim Peng Hang
pura-pura terheran-heran. "Kami tidak mempunyai Michiko, apa itu Michiko?
Kalau Mi biasa kami punya."
"Ha ha ha" Ang Bin
sat sin tertawa gelak. "Lim Pangcu,janganpura-pura tidak mengerti"
"Michiko..." Lim
Peng Hang pura-pura berpikir, kemudian manggut-manggut seraya berkata.
"Apakah yang kalian maksudkan gadis Jepang itu?"
"Benar" sahut Ang
Bin sat sin. "Nah, cepatlah kalian serahkan"
"Maaf" ucap Lim Peng
Hang. "Dua hari yang lalu gadis Jepang itu memang ke mari, tetapi pada
hari itu juga dia pergi."
"Benarkah?" Ang Bin
sat sin tidak percaya.
"Benar." ujar Lim
Peng Hang. "Dia ke mari mencari Tio Cie Hiong. Katanya ketua aliran Ninja
di Jepang telah membunuh guru dan kakaknya. Dia ingin berlindung di sini, namun
kami beritahukan kepadanya, bahwa Tio Cie Hiong sudah mati. Karena itu, dia
langsung pergi."
"Lim Pangcu" Kening
Ang Bin sat sin berkerut. "jangan-jangan kalian menyembunyikannya "
"Ang Bin sat sin"
sela sam Gan sin Kay sambil menatapnya. "Mungkinkah kami akan
mempertaruhkan ratusan nyawa hanya karena seorang gadis Jepang yang tiada
hubungannya dengan kami?"
Ang Bin sat sin
manggut-manggut. "sam Gan sin Kay, ucapanmu masuk akal"
"Tapi kami tidak bisa
percaya begitu saja" ujar Liu siauw Kun.
"Lalu apa maumu?"
tanya Lim Peng Hang.
"Kami berhak
menggeledah" sahut Liu siauw Kun dingin. " Kalau tidak berkeberatan
apabila kami menggeledah seluruh kamar yang ada di sini, bukan?"
"Apakah kami berani
menentang?" sahut Lim Peng Hang.
"Baik" Liu siauw Kun
tersenyum, lalu menurunkan perintah kepada belasan anggota Bu Tek Pay itu.
"Cepatlah kalian geledah"
"Ya." sahut mereka
lalu mulai menggeledah ke sana ke mari.
Berselang beberapa saat
kemudian, para anggota Bu Tek Pay itu sudah kembali ke ruang depan dan melapor.
Lapar kepada Pelindung dan
Tuan muda Kami sudah menggeledah semua kamar, tetapi tidak tampak gadis Jepang
itu."
Ang Bin sat sin
manggut-manggut, kemudian memandang Lim Peng Hang seraya bertam "Gadis Jepang
itu ke mana?"
"Maaf, kami tidak
tahu," jawab Lim Peng Hang.
"Kalau kalian
mengetahuijejak gadis Jepang itu, harus melapor kepada Bu Tek Pay" pesan
Ang Bin sat sin. "sebab ketua aliran Ninja sudah berada di markas
kami"
"Baik." Lim Peng
Hang mengangguk.
" Kalau begitu, kami mau
kembali ke markas."
"Tunggu dulu, Guru"
potong Liu siauw Kun, kemudian menunjuk beberapa anggota Bu Tek Pay, dan
berkata. " Kalian pergi bawa beberapa pengemis ke mari"
"Ya." Mereka segera
keluar, dan tak lama sudah kembali bersama beberapa pengemis berusia empat
puluhan.
"Tahukah kalian kenapa
aku menyuruh kalian ke mari?" tanya Liu siauw Kun kepada pengemis-pengemis
itu.
"Maaf, kami tidak
tahu," sahut pengemis-pengemis itu.
"Apakah dua hari lalu
kalian melihat seorang gadis Jepang ke mari?" tanya Liu siauw Kun sambil
menatap mereka dengan tajam dan dingin sekali.
"Kami memang
melihat," sahut salah seorang pengemis. "Tapi tak seberapa lama, kami
pun melihat dia pergi."
Liu siauw Kun manggut-manggut.
"Nah, sekarang kalian boleh keluar" "Ya." Mereka sebera
meninggalkan ruang itu sambil menghela nafas lega.
"Guru" ujar Liu
siauw Kun kepada Ang Bin sat sin. "sekarang aku baru percaya akan
perkataan Lim Pangcu."
"Ha ha" Ang Bin sat
sin tertawa. " Engkau memang cerdik Ayoh kita kembali ke markas"
"selamat jalan" ucap Lim Peng Hang.
ingat Apabila ada kabar berita
tentang gadis Jepang itu, kalian harus melapor kepada Bu Tek Pay" pesan
Ang Bin sat sin dengan tegas dan menambahkan. "Kalau kalian lalai
melaporkan Hm"
setelah mendengus dingin, Ang
Bin sat sin dan Liu siauw Kun melangkah pergi meninggalkan markas pusat Kay
Pang.
"Aaakh..." Lim Peng
Hang menghela nafas dalam-dalam. "sungguh cerdik Liu siauw Kun"
"Ha ha" Kim siauw
suseng tertawa. "Tapi pengemis bau jauh lebih cerdik, sebab telah
memperhitungkan itu."
"Ha ha" sam Gan sin
Kay tertawa terbahak-bahak. "sastrawan sialan, baru kali ini engkau
memujiku Ha ha ha..."
"Pengemis bau Aku
benar-benar kagum akan kecerdikanmu, bisa memperhitungkan sampai ke situ."
ujar Tul Hun Lojin.
"Tapi ingat Michiko harus
terus bersembunyi di dalam ruang bawah tanah, tidak boleh menyamar sebagai
pengemis." ujar sam Gan sin Kay.
"Benar." Kim Siauw
Suseng manggut-manggut dan melanjutkan, "Pokoknya kita semua harus tetap
sabar menunggu kembalinya Tio Cie Hiong."
sementara itu, Tio Cie Hiong
yang dirawat oleh monyet berbulu putih sudah bisa menggerakkan badannya, bahkan
bisa duduk. Itu sungguh menggembirakan Tlo Cie Hiong. Maka tidak heran kalau ia
terus-menerus membelai monyet bulu, putih yang duduk di hadapannya.
"Kauw heng Kalau tidak
ada engkau, entah bagaimana diriku? Aku yakin tubuh ku pasti cacat seumur
hidup," ujarnya.
Monyet itu bercuit-cuit
kelihatannya juga gembira sekali, kemudian mendadak menarik Tio Cie Hiong
mengajak berdiri
"Kauw heng...." Tio
Cie Hiong memandangnya. " Engkau menyuruhku belajar berdiri?"
Monyet bulu putih
manggut-manggut.
"Tapi...." Tio Cie
Hiong mengerutkan kening, lalu mengangguk. "Baiklah Aku akan coba
berdiri"
Perlahan-lahan Tio Cie Hiong
bangkit berdiri, namun sepasang kakinya bergemetar, akhirnya terkulai.
Monyet bulu putih menarik
tangannya lagi, dan mulutnya bercuit-cuit seakan menyuruh Tio Cie Hiong bangkit
berdiri.
"Kauw heng...."
Kening Tio cie Hiong mengucurkan keringat. Namun karena monyet berbulu
putih terus menarik tangannya,
maka ia mencoba bangkit berdiri lagi.
Tio Cie Hiong berhasil
berdiri, namun sepasang kakinya terus gemetar. la terus bertahan karena monyet
bulu putih bertepuk-tepuk tangan, sepertinya memberi semangat kepadanya.
Berselang sesaat, Tio Cie
Hiong terkulai dan nafasnya terengah-engah. Monyet bulu putih segera memasukkan
sebiji buah ke mulutnya. setelah cairan buah itu masuk ke tenggorokannya, nafas
Tio Cie Hiong kembali normal. "Kauw heng, terima kasih" ucap Tio cie
Hiong.
Monyet bulu putih bercuit,
kemudian terjadilah hal yang di luar dugaan, karena monyet itu menghapus
keringat di kening Tio cie Hiong. "Kauw heng...." Tio cie Hiong
tertegun. la menatap
monyet itu seraya berkata.
"Engkau sungguh baik terhadapku, belum tentu ada manusia yang sebaik
engkau."
Monyet bulu putih bercuit-cuit,
lalu menjatuhkan diri berlutut di hadapan Tio Cie Hiong. "Kauw heng,
kenapa engkau berlutut?" Tio cie Hiong heran. " cepatlah berdiri,
jangan begini"
Monyet bulu putih menunjuk ke
arah makam, setelah itu bercuit-cuit lagi. Tio cie Hiong manggut-manggut
mengerti, "oooh Engkau menganggapku sebagai majikanmu, kan?" Monyet
bulu putih itu manggut-manggut.
"Kauw heng" Tio Cie
Hiong membelainya. "Kita bersaudara, aku bukan majikanmu."
Monyet bulu putih berloncat-
loncatan, kelihatannya gembira sekali, namun Tio Cie Hiong malah menghela nafas
panjang. seketika monyet putih berhenti, lalu menatap Tio Cie Hiong sambil
menggaruk-garuk kepala.
"Kauw heng, oleh
seandainya kepandaianku tidak bisa pulih, sebetulnya tidak jadi masalah, tapi
rimba persilatan...."
Bab 61 Thian Liong Hong Hoang
Po Kiam (Pedang Pusaka Naga Khayangan dari Poenix)
Tio Hong Hoa terus melatih
Hong Hoang Kiam Hoat (Ilmu Pedang Burung Phoenix), menggunakan sebatang
ranting, dan tampak ranting itu berkelebatan lebat ke sana ke mari. Ketika ia
sedang berlatih, Tio Tay seng menghampirinya dengan membawa sebilah pedang.
"Bagus Bagus"
ujarnya sambil tertawa gembira setelah putrinya berhenti berlatih. " Ilmu
pedangmu maju pesat, ayah gembira sekali."
"Ayah" Tio Hong Hoa
segera menghampirinya. Ketika melihat pedang di tangan ayahnya, gadis itu
terbelalak. "Itu... itu Hong Hoang Po Kiam (Pedang Pusaka Phoenix). Kenapa
ayah membawa pedang pusaka itu ke mari?"
"Hoaji, mulai sekarang
engkau harus berlatih dengan pedang pusaka ini." sahut Tio Tay seng.
Tio Hong Hoa tampak girang
sekali. "Ayah, apakah aku boleh menggunakan pedang pusaka itu untuk
berlatih?"
"Kalau tidak boleh,
bagaimana mungkin ayah membawa pedang pusaka ini ke mari?"
"Terima kasih, Ayah"
ucap Tio Hong Hoa. "Aku pasti bertambah tekun melatih Hong Hoang Kiam Hoat
(Ilmu Pedang Phoenix).
"Hoaji" Tio Tay seng
tersenyum. "Ayah juga akan berikan pedang pusaka ini kepadamu."
Tio Hong Hoa kurang percaya.
"Benarkah itu?"
"Benar." Tio Tay
seng tersenyum dan memberitahukan. " Ketika kakekmu pergi ke Tionggoan,
pedang pusaka ini pun dibawanya."
"Jadi kalau aku ke
Tionggoan, ayah pasti berikan pedang pusaka ini kepadaku? Ayah tidak bohong
kan?"
"Bagaimana mungkin ayah
membohong imu?" Kemudian wajah Tio Tay seng berubah serius seraya berkata.
"sebetulnya pedang pusaka ini ada pasangannya, hanya saja ayah tidak tahu
berada di mana pedang pusaka yang satu itu." Hati Tio Hong Hoa tertarik.
"Apakah juga Hong Hoang Po Kiam?"
"Bukan. itu adalah Thian
Liong Pokiam (Pedang pusaka Naga Kahyangan)." Tio Tay seng menjelaskan.
"Apabila kedua pedang pusaka bertemu, kedua pemiliknya juga akan bersatu
hati."
"Maksud Ayah?"
"Thian Liong Pokiam pasti
berada di tangan seorang pemuda, maka...."
"Ayah" Wajah Tio
Hong Hoa kemerah-merahan. "jangan bicara yang bukan-bukan ah"
"Ayah bicara
sesungguhnya." Tio Tay seng tersenyum. "Engkau harus percaya
itu."
"Tapi...." Tio Hong
Hoa mengerutkan kening. "seandainya pemilik Thian Liong Pokiam seorang
lelaki yang sudah berumur,
lalu harus bagaimana?"
"Tidak mungkini sebab
apabila pedang pusaka Phoenix muncul, belum tentu pedang pusaka Naga Kahyangan
akan muncul. Kecuali pemiliknya seorang pemuda, maka Thian Liong Pokiam itu
pasti muncul."
"Ayah" Tio Hong Hoa
tertawa geli. "seperti-nya suatu cerita dongeng."
Hoa ji" Tio Tay seng
tersenyum lembut. "Eng-kau boleh percaya boleh tidak- lihat buktinya
nanti"
"Tocu" Tio Lo Toa
menghampiri mereka. Ketika melihat Hong Hoang Pokiam, ia tampak terkejut.
"Apakah Hong Hoang Pokiam akan muncul dalam rimba persilatan
Tionggoan?"
"Ya." Tio Tay seng
mengangguk dan menambahkan. "Bahkan Hong Hoang Leng (Tanda Perintah
Phoenix) juga akan muncul dalam rimba persilatan."
"Maksud Tocu?" Tio
Loa Toa tercengang.
"Beberapa bulan lagi
engkau dan Hoa ji akan berangkat ke Tionggoan, jadi Hoa ji juga akan membawa
Hong Hoang Leng." Tio Tay seng memberitahukan.
"Tocu tidak mau ke
Tionggoan bersama?" Tio Tay seng menggelengkan kepala.
"Ayah" Tio Hong Hoa
tampak kecewa. "Benarkah Ayah tidak mau ke Tionggoan? Memangnya
kenapa?"
"Kalian berdua berangkat
duluan, ayah akan menyusu," sahut Tio Tay seng dan berpesan. "Hoaji,
engkau harus menuruti perkataan paman Lo Toa, jangan berlaku gegabah"
"Ya, Ayah." Tio Hong
Hoa mengangguk.
"Nah sekarang cobalah
berlatih dengan pedang pusaka ini" Tio Tay seng memberikan pedang pusaka
tersebut kepada putrinya.
"Terima kasih, Ayah"
ucap Tio Hong Hoa sambil menerima pedang pusaka itu dan mulai berlatih.
Di luar goa di Gunung Thay
san, tampak Lie Man chiu sedang melatih Hud Bun Pan Yok Ciang Hoat. sungguh
hebat ilmu pukulan itu, terdengar suara menderu- deru merontokkan daun-daun
pohon di sekitarnya.
Berselang beberapa saat
kemudian, barulah Lie Man chiu berhenti, dan di saat bersamaan muncullah Tayli
Lo Ceng sambil tersenyum-senyum, membawa sebilang pedang.
"Man chiu Engkau sudah
menguasai ilmu pukulan itu dengan baik, maka kini engkau harus berlatih Thian
Liong Kiam Hoat (Ilmu Pedang Naga Kahyangan)," ujar Tayli Lo Ceng.
"Ya, Guru." Lie Man
chiu mengangguk sambil memandang pedang yang di tangan padri tua itu.
"Guru, bukankah itu pedang pusaka Naga Khayangan?"
"Betul." Tayli Lo
Ceng manggut-manggut. "ini memang Thian Liong Pokiam. Mulai hari ini
engkau harus berlatih Thian Liong Kiam Hoat dengan pedang pusaka ini."
"Guru...." Lie Man
chiu girang bukan main.
"Kini sudah saatnya
engkau berlatih dengan Thian Liong Pokiam." Tayli Lo Ceng tersenyum.
"Thian Liong Pokiam harus menyatu dengan Hong Hoang Pokiam."
"Apa?" Lie Man chiu
tertegun. "Maksud guru...?"
"Tidak lama lagi Hong
Hoang Pokiam akan muncul dalam rimba persilatan, maka Thian Liong Pokiam pun
harus muncul bersatu padu dengan Hong Hoang Pokiam itu."
"jadi... pasangan Thian
Liong Pokiam adalah Hong Hoang Pokiam?"
"Benar. Bahkan pemiliknya
juga harus bersatu hati."
"Apa?" Lie Man Chiu
heran. "Guru, tolong jelaskan"
"Pemilik Hong Hoang
Pokiam pasti seorang gadis yang cantik jelita, sedangkan engkau adalah pemilik
Thian Liong Pokiam, maka engkau dan gadis itu harus bersatu hati."
"Guru...." Wajah Lie
Man Chiu kemerah-merahan. "jadi guru ingin memberikan Thian Liong
Pokiam kepadaku?"
"Benar." Tayli Lo
Ceng tersenyum. " Karena pemilik Hong Hoang Pokiam adalah jodohmu."
"Guru...." Kening
Lie Man chiu berkerut. "Bagaimana kalau pemilik Hong Hoang Pokiam itu
seorang nenek?"
"omitohud
Hahaha..."TayliLo Ceng tertawa. "Tidak mungkin. Engkau harus percaya
bahwa pemilik Hong Hoang Pokiam itu seorang gadis cantik,"
"oh?" Lie Man chiu
tampak girang.
Kalau Thian Liong Kiam Hoat
bersatu dengan Hong Hoang Kiam Hoat, maka merupakan ilmu pedang yang sangat
dahsyat."
"Bisakah mengalahkan Bu
Lim sam Mo?" tanya Lie Man chiu mendadak.
"Menurut guru...,"
jawab Tayli Lo Ceng setelah berpikir sejenak. "Masih bisa bertahan."
"Cuma bisa
bertahan?"
"Engkau harus tahu."
Tayli Lo Ceng memberitahukan. "Bu Lim sam Mo memiliki Pak Kek sin Kang,
bahkan kini kepandaiannya bertambah tinggi, tentunya memiliki semacam lwee-kang
yang sangat tinggi. Kalau tidak, bagaimana mungkin uratnya yang telah putus itu
tersambung kembali?"
"Guru...." Lie Man
Chiu menggeleng-gelengkan kepala. "Kalau begitu, bagaimana cara
membasmi Bu Lim sam dan Kwan
Gwa siang Koay?"
"Kecuali...." Tayli
Lo Ceng menghela nafas. "Kepandaian Tio cie Hiong bisa pulih seperti
semula,
barulah Bu Lim sam Mo dan Kwan
Gwa siang Koay dapat dibasmi."
"Guru Apakah kepandaian
Tio cie Hiong akan pulih?" tanya Lie Man chiu.
"Mudah-mudahan Guru pun
tidak berani memastikannya. Namun menurut guru, kepandaiannya akan pulih."
sahut Tayli Lo Ceng.
Kalau begitu...." Wajah
Lie Man Chiu tampak berseri. " Kami pasti bertemu kelak dalam rimba
persilatan. Aku ingin mohon petunjuk kepadanya."
"omitohud
omitohud...." Tayli Lo Ceng tersenyum. "Itu memang baik sekali,
mudah-mudahan
kepandaiannya akan pulih"
sementara itu, Tan Li cu yang
berada di gunung Hong Lay san juga sedang berlatih ilmu pukulan dan ilmu pedang.
It sim sin Ni menyaksikannya sambil manggut-manggut gembira.
"Bagus Bagus Kepandaianmu
sudah maju pesat, begitu pula Iweekangmu." ujar It sim sin Ni seusai Tan
Li cu berlatih.
"Guru Kapan aku boleh
pergi mencari Liu siauw Kun?" tanya Tan Li Cu.
"Harus menunggu beberapa
bulan lagi." jawab It sim sin Ni. "Tapi engkau harus ingat Janganlah
engkau ke markas Bu Tek Pay, sebab engkau akan celaka di tangan Bu Lim sam dan
Kwan Gwa siang Koay"
"Apakah Guru tidak dapat
mengalahkan mereka?" tanya Tan Li Cu mendadak.
Kalau satu lawan satu, guru
masih bisa menang, tapi apabila mereka maju serentak guru pasti kalah,"
jawab It sim sin Ni jujur.
"Bagaimana kalau guru
bergabung dengan Tayli Lo Ceng?"
"Mungkin akan seimbang
melawan Bu Lim sam Mo dan Kwan Gwa siang Koay. oleh karena itu, engkau harus
memancing Liu siauw Kun keluar."
"Guru...." Wajah Tan
Li Cu tampak murung. "Entah bagaimana keadaan cie Hiong?"
"Menurut guru,
kepandaiannya agak sulit untuk pulih." It sim sin Ni mengerutkan kening.
"Tapi memang cuma dia yang dapat menyelamatkan rimba persilatan."
"Kalau kepandaiannya
tidak bisa pulih, bagaimana mungkin dia dapat menyelamatkan rimba
persilatan?" Tan Li cu menghela nafas.
"Mudah-mudahan
kepandaiannya bisa pulih" ucap It Sim sin Ni dan menambahkan. "Dia
merupakan harapan kaum rimba persilatan golongan putih."
Bagaimana keadaan Tio Cie
Hiong sekarang? Apakah dia sudah sembuh? Benarkah dia merupakan harapan kaum
rimba persilatan golongan putih?
Monyet bulu putih terus
merawat Tio Cie Hiong dengan penuh perhatian. Dapat dibayangkan betapa
terharunya Tio Cie Hiong. Padahal monyet bulu putih tersebut hewan, namun
mempunyai perasaan setia kawan.
Kini Tio Cie Hiong sudah bisa
berjalan, hanya terbungkuk-bungkuk. Hal itu membuat hatinya berduka sekali.
"Kauw heng..." ujar
Tio Cie Hiong dengan mata bersimbah air. "Keadaanku menjadi
begini...."
Monyet bulu putih
bercuit-cuitan kemudian memegang tangan Tio Cie Hiong seakan menghiburnya .
"Kauw heng, kalau
keadaanku begini, bagaimana mungkin aku meninggalkan goa ini?" keluh Tio
Cie Hiong.
Monyet bulu putih bercuit-cuit
lagi, lalu menepuk bahu Tio cie Hiong, sepertinya menyuruhnya bersabar.
"Aaakh..." Tio Cie
Hiong menghela nafas panjang. "Aku tidak tahu harus bagaimana"
Keesokan harinya, ketika Tio
cie Hiong duduk bersandar di dinding goa, tiba-tiba monyet bulu putih melesat
ke dalam sambil bercuit-cuit tak henti-hentinya, tangannya membawa sesuatu.
Begitu melihat apa yang dibawa
monyet bulu putih, seketika juga Tio Cie Hiong terbelalak.
Ternyata monyet itu membawa
buah Kiu Yap Ling che.
"Kauw heng...."
Mulut Tio Cie Hiong ternganga lebar. "Itu buah Kiu Yap Ling che, engkau
dapat
dari mana?"
Monyet bulu putih
bercuit-cuit, lalu memberikan buah tersebut kepada Tio Cie Hiong.
"Terima kasih, kauw
heng" ucap Tio Cie Hiong dengan mata basah. la menerima buah itu dengan
tangan gemetar saking gembiranya, kemudian dimasukannya ke mulut.
Berselang beberapa saat,
sekujur tubuhnya mulai hangat. Kemudian segeralah ia duduk di atas batu dingin,
dan mencoba menghimpun hawa murninya.
Bu Lim sam Mo, Kwan Gwa siang
Koay, Ang Bin sat sin, Takara Yahatsu dan Liu siauw Kun duduk dengan wajah
serius. Kelihatannya mereka sedang membicarakan sesuatu yang sangat penting .
"Bagaimana mungkin Michiko
bisa tiada jejaknya?" ujar ketua aliran Ninja dengan kening berkerut.
"Memang
mengherankan," sahut Tang Hai Lo Mo. "Tidak mungkin dia hilang begitu
saja."
"Padahal para anggota
kita telah mencarinya ke mana-mana, tapi...." Thian Mo menggeleng-
gelengkan kemala. "Tiada
kabar beritanya."
"Mungkinkah pihak Kay
Pang menyembunyikannya?" tukas Te Mo.
"Tidak mungkin,"
sahut Ang Bin sat sin. "Kami sudah menggeledah di markas pusat Kay Pang,
namun tidak menemukannya."
"Aku pun sudah bertanya
kepada beberapa anggota Kay Pang..." sela Liu siauw Kun. "Mereka
bilang memang melihat Michiko ke sana, tapi kemudian pergi lagi."
"Mungkinkah beberapa
anggota Kay Pang itu berdusta?" tukas siluman Kurus sambit meneguk
minumannya.
"Begini..." usul
siluman Gemuk. "suruh beberapa orang pergi membawa anggota Kay Pang ke
mari Kita siksa mereka agar mereka mengaku."
"Betul." Tang Hai Lo
Mo manggut-manggut. "ltulah ide yang tepat sekali Ha ha ha..."
Ketua Biar aku dan Liu siauw
Kun yang melaksanakan tugas ini" ujar Ang Bin sat sin.
"Baiklah." Tang Hai LoMo mengangguk dan berpesan. "Kalian berdua
harus cepat pulang" "Ya, Ketua." Ang Bin sat sin memberi horr
mat, lalu mengajak Liu siauw Kun pergi.
sementara Bu Lim sam Mo dan
Kwan Gwa siang Koay serta Takara Yahatsu terus makan dan minum sambil
tertawa-tawa.
Setelah hari gelap. barulah
Ang Bin sat Sin dan Liu Siauw Kun pulang dengan membawa beberapa anggota Kay
Pang.
"Ketua, kami telah
berhasil membawa mereka ke mari." lapar Ang Bin sat sin.
"Bagus" Tang Hai Lo
Mo tertawa. "Ha ha ha Ang Bin sat sin, Liu siauw Kun, kalian
duduklah" "Terima kasih, Ketua" Ang Bin sat sin dan Liu siauw
Kun lalu duduk.
Bu Lim sam Mo dan Kwan Gwa
siang Koay menatap beberapa anggota Kay Pang itu dengan tajam.
"Aku akan mengajukan
beberapa pertanyaan, kalian harus jawab sejujurnya" ujar Tang Hai Lo Mo
dingini "Kalau tidak...."
"Ketua Bu Tek Pay,
silakan tanya, kami pasti menjawab dengan jujur," sahut salah seorang
anggota Kay Pang.
"Benarkah pihak Kay Pang
tidak menyembunyikan Michiko?" tanya Tang Hai Lo Mo sambil menatap
pengemis itu
"Benar." Pengemis
itu mengangguk dan me- lanjutkan "Pada waktu itu, gadis Jepang itu memang
datang di markas pusat Kay Pang mencari Tio Cie Hiong, tetapi setelah tahu Tio
cie Hiong sudah mati, dia lalu pergi"
"Kalian tahu dia ke
mana?" tanya Thian Mo.
"Tidak tahu," sahut
pengemis itu.
"Benarkah engkau tidak
tahu?" Thian Mo menatapnya dingini " Engkau jangan bohong, kini
nyawamu berada di tangan kami lho"
"Kami tidak bohong."
"Apakah Michiko kembali
lagi ke markas pusat Kay Pang?"
"Tidak. Kalau dia kembali
lagi ke markas pusat Kay Pang, kami pasti melihatnya."
"sungguh?"
"Aku tidak
berdusta."
Bu Lim sam Mo saling
memandang, kemudian Te Mo bangkit berdiri lalu mendekati pengemis itu.
"Benarkah yang kau
katakan?" tanya Te Mo yang berdiri di hadapan pengemis itu.
"Ya." Pengemis itu
mengangguk.
Mendadak Te Mo mengayunkan
tangannya memukul pengemis itu, dan seketika terdengarlah suara jeritan.
"Aaaakh..." Pengemis
itu terpental dan mulutnya mengeluarkan darah.
Engkau masih tidak mau
memberitahukan kepada kami?" bentak Te Mo sambil mendekatinya. "Ayoh
Cepat beritahukan"
"Gadis Jepang itu...
memang tidak berada di markas...." Mendadak pengemis itu menjerit lagi.
"Aaaakh"
Ternyata Te Mo telah
memukulnya lagi, sehingga pengemis itu terkapar dan mulutnya terus mengeluarkan
darah, kemudian nyawanya melayang.
"Ha ha ha" Te Mo
tertawa menyeramkan sambil menatap pengemis-pengemis lain. " Kalian masih
tidak mau memberitahukan dengan jujur?"
"Kami sudah
memberitahukan dengan jujur. Kalau tidak percaya, silakan bunuh kami"
"Hm" dengus Te Mo. "Itu akan mengotori tanganku, kalian boleh
pergi sekarang" Pengemis-pengemis itu memandang TeMo dengan penuh dendam,
lalu melangkah pergi.
"Bawa pergi mayat
itu" bentak Te Mo. Pengemis-pengemis itu menggotong mayat tersebut,
sedangkan Bu Lim sam Mo, Kwan Gwa siang Koay, Ang Bin sat sin dan Liu siauw Kun
tertawa terbahak-bahak.
Betapa gusarnya sam Gan sin
Kay dan Lim Peng Hang ketua Kay Pang, mereka terus memandang mayat pengemis
yang ditaruh di lantai.
"Kita harus menyerbu ke
markas Bu Tek Pay" teriak sam Gan sin Kay. "Kita harus mengadu nyawa
dengan mereka"
"Tenang" ujar Kim
siauw suseng. "Jangan emosi, urusan akan menjadi runyam."
"sastrawan sialan"
bentak sam Gan sin Kay "Te Mo telah membunuh anggota Kay Pang yang tak
bersalah, apakah kami masih harus diam?"
"Pengemis bau Pikir
panjang" ujar Tui Hun Lojin dengan wajah merah padam. orang tua itu pun
gusar sekali. "Kita sudah bersabar sekian lama, kenapa tidak bisa bersabar
beberapa bulan lagi?"
"Tapi...." sam Gan
sin Kay menghela nafas. "Aaaakh..."
"Ayah" Lim Peng Hang
menggeleng-gelengkan kepala. "Biar bagaimana pun, kita harus tetap
bersabar Kita harus membalasnya kelak"
"Pokoknya kita harus
menghabiskan mereka semua" sahut Kim siauw suseng sambil berkertak gigi.
"Mudah-mudahan kepandaian cie Hiong bisa pulih"
"ohya Kejadian ini jangan
diberitahukan kepada Michiko, sebab kalau dia tahu, aku khawatir dia akan pergi
dari sini." pesan sam Gan sin Kay.
"Kalau begitu, kita harus
berpesan kepada Ceng Im." ujar Lim Peng Hang. Di saat bersamaan muncullah
Lim Ceng Im.
"Haaah..." jerit
gadis itu ketika melihat mayat tersebut. "Ayah, apa yang terjadi?"
"Ceng Im, Te Mo yang
membunuhnya," sahut Lim Peng Hang.
Kenapa Te Mo
membunuhnya?" Lim Ceng Im mengerutkan kening. "Apakah karena urusan
Kakak Michiko?"
"Ya." Lim Peng Hang
mengangguk sambil menghela nafas, kemudian berpesan. "Engkau tidak boleh
memberitahukan kepadanya. Kalau tahu, dia pasti akan pergi."
"Ya, Ayah." Lim Ceng
fm mengangguk dengan wajah murung. "Entah bagaimana keadaan Kakak Hiong?
Kenapa masih belum kembali?"
"Mungkin dia belum
sembuh," Lim Peng Hang menggeleng-gelengkan kepala. "sebab kalau dia
sudah sembuh, pasti sudah ke mari."
Kakak Hiong pasti sembuh Kakak
Hiong pasti sembuh..." teriak Lim Ceng Im dengan mata basah.
"Nak. tenanglah Cie Hiong
pasti sembuh, hanya masih membutuhkan waktu." ujar Lim Peng Hang.
Bab 62 Tui Beng Li (Wanita
Pengejar Nyawa)
Tampak belasan anggota Bu Tek
Pay sedang makan dan minum di sebuah kedai. Sekujur badan pemilik kedai itu
tampak gemetar, sedangkan beberapa pelayan sibuk melayani mereka.
Memang tidak sulit mengenali
para anggota Bu Tek Pay, karena di bagian baju depan mereka terdapat tulisan Bu
Tek (Tanpa Tanding). sementara pemilik kedai juga mengeluh dalam hati. Hari ini
ia pasti akan rugi besar lantaran kedatangan orang-orang itu, sebab biasanya
mereka makan dan minum tanpa membayar.
Di saat belasan anggota Bu Tek
Pay itu sedang berpesta pora, mendadak seorang wanita cantik berjalan ke dalam.
la mengenakan pakaian serba hitam dan wajah tampak dingin sekali.
setelah duduk. wanita itu pun
memesan makanan dan minuman kepada pelayan yang mengha mpirinya .
"sup sapi dan arak"
Pelayan itu manggut-manggut,
dan tak lama ia sudah menyuguhkan pesanan wanita itu.
"Nyonya hati-hati Mereka
adalah anggota Bu Tek Pay yang selalu mengganggu anak gadis dan isteri
orang." bisiknya.
"Terima kasih" sahut
wanita itu, lalu mulai bersantap.
sementara belasan anggota Bu
Tek Pay itu terus memandangnya sambil tertawa-tawa.
"Waduuh sungguh cantik
wanita itu, pasti enak dipakai Ha ha ha" salah seorang dari mereka
mencetuskan ucapan yang kurang ajar. "Aku siap melayaninya beberapa
ronde."
"Eh? Kami pun
kepingin."
"Tapi wajahnya dingin
sekali."
"Yang dingin justru enak.
Ha ha ha..."
"Kawan-kawan, bagaimana
kalau kita bawa dia ke tempat sepi, lalu kita bersenang-senang di sana?"
"setuju."
"Tapi jangan dengan cara
paksa, harus dengan akal"
"Benar. Ha ha ha..."
Walau mereka berbicara
berbisik-bisik, namun semua pembicaraan mereka tidak terlewat dari telinga
wanita itu.
"Hmm" dengusnya
sambil tersenyum dingin. "Hari ini aku akan mulai membantai mereka"
Berselang sesaat, salah seorang dari mereka mendekati wanita itu sambil tertawa
cengar-cengir. "Nona, bolehkah aku duduk di sini?"
"Tentu boleh," sahut
wanita itu sambil tersenyum. "Silakan duduk"
"Terima kasih" ucap
anggota Bu Tek Pay itu dengan hati berbunga-bunga, karena wanita itu
menyambutnya dengan lembut dan senyum pula.
"Apakah orang-orang itu
kawan-kawanmu?" tanya wanita itu.
"Benar." Anggota Bu
Tek Pay itu mengangguk, kemudian berkata dengan dada terangkat. "Kami
anggota Bu Tek Pay yang sangat terkenal. Lihatlah baju kami terdapat tulisan Bu
Tek siapa yang bertemu dengan kami, harus beri hormat."
"oh?" Wanita itu
tersenyum lagi. " Kalau begitu, aku lupa memberi hormat kepada
kalian."
"Tidak apa-apa,"
sahut anggota Bu Tek Pay itu cepat sambil tertawa gembira. "ohya, Nona
dari mana?"
"Aku datang dari Kang
Lam."
"Pantas...." Anggota
Bu Tek Pay itu manggut-manggut sambil memandangnya. "Nona begitu
cantik. setahuku kaum gadis di
Kang Lam memang cantik manis."
"Terima kasih atas
pujianmu"
"ohya, apakah Nona masih
mau tambah makanan dan minuman?"
"Tidak usah, aku sudah
kenyang."
"Nona sudah punya
suami?"
"Pernah punya suami,
tapi..." Wajah wanita itu berubah murung. "suami ku sudah meninggal,
jadi kini aku janda."
Kasihan" ucap anggota Bu
Tek Pay itu dan menambahkan. " Kalau begitu, Nona pasti kesepian"
"Ya." Wanita itu
menundukkan kepala. "Aku memang kesepian sekali."
"Aku sangat simpati
kepadamu. Bagaimana kalau aku dan kawan-kawanku menemanimu? Engkau setuju,
kan?"
"Aku seorang janda, tidak
mungkin kalian akan merasa senang menemaniku." Wanita itu menghela nafas.
"Ha ha ha" Anggota
Bu Tek Pay itu tertawa gembira. "Terus terang, kami senang sekali
menemanimu. oh ya, sudah berapa lama suamimu meninggal?"
"Dua tahun lebih."
Kalau begitu...." Anggota
Bu Tek Pay itu menatapnya sambit menelan air liur. "selama dua tahun ini,
engkau sama sekali tidak... itu... itu...."
"Aku tidak mengerti
maksudmu, jelaskanlah"
"Maksudku engkau tidak
tidur dengan lelaki?"
"oh, itu" Wanita
tersebut tersenyum malu-malu. "Aku... aku wanita baik-baik, bagaimana mungkin
sembarangan melakukan itu?"
"Benar Benar Ha ha
ha...." Anggota Bu Tek Pay itu tertawa. "ohya, bagaimana kalau kami
menemanimu?"
"Menemani apa?"
"Menemani engkau tidur
Jadi engkau tidak akan kesepian lagi."
"Mana boleh?" Wanita
itu menundukkan kepala. " Kalian berjumlah belasan...."
"Jangan khawatir,
pokoknya beres" "Beres sih beres, namun aku mana bisa tahan?"
"itu bisa diatur. Bisa
diatur...." Anggota Bu Tek Pay itu tertawa lagi, kemudian memandang
kawan-kawannya sambil memberi
isyarat. Tentunya isyarat itu sangat menggembirakan. "Maaf, aku harus
beritahukan dulu kepada kawan-kawanku"
"Silakan" sahut
wanita itu sambil tersenyum. Anggota Bu Tek Pay itu mendekati kawan-kawannya,
maka seketika itu juga mereka menghujaninya pertanyaan-pertanyaan.
"Bagaimana? Engkau berhasil membujuknya?"
"Dia mau ikut kita ke
tempat lain?"
"Dia masih gadis atau
sudah bersuami? Dia tersenyum-senyum, apakah dia tertarik kepada kita?"
" Kapan kita ke tempat
sepi bersama dia?"
"Tenang" sahut
anggota itu bangga. "Begitu aku mendekatinya, kalian sudah lihat, kan? Dia
langsung tersenyum kepadaku."
ingat Pokoknya semua harus
menikmatinya Engkau jangan enak sendiri lho" ujar kawannya.
"Beres" Anggota Bu Tek Pay itu tertawa dan berbisik. "Dia sudah
janda..."
"Bagus Bagus Berarti dia
sudah berpengalaman untuk melayani kita. Ha ha ha Karena janda, maka dia pasti
kuat melayani kita semua."
"Benar Tapi kalian harus
ingat, aku yang duluan lho setelah itu, barulah giliran kalian."
"Memang harus begitu. Ha
ha ha..."
sementara pemilik kedai dan
beberapa pelayan tampak mengerutkan kening, bahkan mereka pun
menggeleng-gelengkan kepala, karena tahu apa yang akan menimpa diri wanita itu.
Anggota Bu Tek Pay itu
menghampirinya lagi sambil tersenyum-senyum, kemudian ujarnya dengan penuh
gaya.
Kawan- kawanku siap
menyenangkanmu, maka engkau pasti senang Jangan ragu, percayalah kepada
kami"
Wanita itu tertawa kecil.
"Aku tidak menyangka akan bertemu kalian yang sedemikian baik. Namun aku
ingin bertanya...."
"Apa yang ingin kau
tanyakan?"
"Kita mau pergi ke
mana?"
"Tak jauh dari sini ada
sebuah rumah kosong, mari kita ke sana Kita akan bersenang-senang di
sana."
"Terima kasih"
"Ayoh, kita ke sana"
"Baiklah." Wanita
itu bangkit berdiri dan berkata. "Aku harus membayar...."
"Tidak usah" Anggota
Bu Tek Pay itu tertawa gelak. "Kami selalu makan gratis di sini, maka
engkau juga tidak usah membayar"
"Itu merugikan orang,
lebih baik aku membayar," ujar wanita itu sambil mengeluarkan uang
peraknya.
Begitu melihat uang perak yang
ada didalam kantong wanita itu, para anggota Bu Tek Pay langsung terbelalak.
Wanita itu tersenyum, lalu menaruh setael perak di atas meja seraya berseru.
"Pelayan"
"Ya" seorang pelayan
segera menghampirinya. "Mau pesan apa Nona?" "setael perak ini
untuk membayar semua, apakah cukup?" tanya wanita itu. "Masih ada
lebihnya." Pelayan memberitahukan. "Akan kukembalikan...."
" Lebihnya untukmu," ujar wanita itu sambil melangkah pergi.
"Terima kasih Terima
kasih" ucap pelayan itu, lalu menghela nafas panjang.
"Mari ikut kami"
ujar anggota Bu Tek Pay dan menambahkan. "Uang perakmu begitu banyak,
apakah engkau tidak takut dirampok?"
Kenapa aku harus takut?"
sahut wanita itu sambil tertawa kecil. "Bukankah aku sudah bersama kalian?
siapa yang berani merampokku?"
"Betul Betul"
Anggota Bu Tek Pay itu tertawa gelak. "Pokoknya kami akan melindungimu
sekaligus menyenangkanmu."
"Terima kasih. Kalian sungguh
baik terhadapku"
"Karena itu engkau pun
harus baik-baik melayani kami. Engkau harus tahu, Bu Tek Pay berkuasa di
mana-mana."
Wanita itu manggut-manggut.
"Kalau begitu, aku sungguh beruntung berkenalan dengan kalian."
"Tidak salah."
Anggota Bu Tek Pay itu tertawa lagi.
Kira-kira sepenanak nasi
kemudian, mereka sudah sampai di depan sebuah rumah kosong.
"Rumah inikah?"
tanya wanita itu.
"Betul. Ha ha ha Kita
akan bersenang-senang di dalam." Anggota Bu Tek Pay itu tertawa gembira.
"Mari kita masuk"
Wanita itu mengangguk, lalu
mengikuti mereka memasuki rumah kosong itu. Begitu sampai di dalam, anggota Bu
Tek Pay itu menatapnya sambil menelan air liur, bahkan tampak penuh gairah
nafsu birahi.
"Kita akan
bersenang-senang di sini," ujarnya sambil mengelus-elus pipi wanita itu.
"Iiih sudah tidak tahan
ya?" tanya wanita itu sambil tertawa cekikikan.
"Aku memang sudah tidak
tahan. Ayohlah kita mulai" Anggota Bu Tek Pay itu tersenyum-senyum.
"Aku yang duluan bersenang-senang denganmu, setelah itu barulah giliran
kawan-kawanku."
"Kalian
berjumlah..." Wanita itu menghitung. "satu, dua, tiga, empat..., lima
belas."
"Apakah engkau kuat
melayani kami yang berjumlah lima belas orang?" tanya anggota Bu Tek Pay
itu.
"Kenapa tidak? Lebih dari
itu pun aku sanggup," sahut wanita itu.
"Ha a a h...?" para
anggota Bu Tek Pay terbelalak, kemudian mereka tertawa terbahak-bahak. "Ha
ha ha..."
"Aku sudah siap melayani
kalian" Mendadak wajah wanita itu berubah dingin sekali. Anggota Bu Tek
Pay itu gembira sekali. "Kalau begitu, bukalah pakaianmu"
Wanita itu merogoh ke dalam
bajunya, kemudian mengeluarkan sebilah pedang yang sangat lemas.
"Hmm" dengus wanita
itu dingin sambil menatap mereka dengan bengis sekali. "Hari ini kalian
semua harus mati"
Anggota Bu Tek Pay tertegun.
" Engkau... engkau siapa?"
"Aku Tui Beng Li (Wanita
Pengejar Nyawa)" sahut wanita itu memberitahukan. "Maka kalian semua
harus mati di tanganku"
"Jangan bergurau Lebih
baik engkau layani kami..." ujar anggota Bu Tek Pay dengan kening
berkerut.
Mendadak Tui Beng Li
menggerakkan pedangnya, seketika juga anggota Bu Tek Pay itu menjerit.
"Aaakh..." Bajunya
sudah berlumuran darah, ternyata dadanya tertembus pedang.
sebetulnya pedang itu sangat
lemas, namun ketika Tui Beng Li mengerahkan lweekangnya, pedang itu berubah
menjadi keras bukan main. Perlu diketahui, pedang itu adalah Loan Rang Po Kiam
(Pedang pusaka Baja Lemas) yang sangat tajam.
"Engkau... engkau...."
Anggota Bu Tek Pay terhuyung-huyung sambil mendekap dadanya yang
berlumuran darah, kemudian
terkulai dan nyawanya pun melayang.
Kejadian itu sangat
mengejutkan kawan-kawannya, maka mereka lalu serentak mencabut senjata
masing-masing. "serang" seru seseorang.
Tui Beng Li tertawa dingin
sambil memutar-mutarkan pedangnya untuk menangkis, lalu mendadak membentak
sambil balas menyerang. Tampak pedangnya berkelebatan menyambar ke sana ke mari
dan terdengar pula suara yang menggelegar. "Aaakh..." "Aaaakh..."
"Aaaakh Aaakh..."
Terdengarlah suara jeritan
yang menyayat hati. Ternyata belasan anggota Bu Tek Pay itu sudah terkapar
berlumuran darah, bahkan nyawa mereka pun melayang.
siapa sebenarnya Tui Beng Li?
Dia ternyata Tan Li cu. setelah berhasil mempelajari Kiu Yang sin Kang dan Li
Tian Kiam Hoat (Ilmu Pedang Petir Kilat), maka It sim sin Ni memperbolehkannya
pergi mencari Liu siauw Kun untuk menuntut balas.
Tan Li cu tidak berani datang
di markas Bu Tek Pay, sebab gurunya telah berpesan, jangan ke markas Bu Tek Pay
mencari Liu siauw Kun, sebab di sana banyak jebakan dan Bu Lim sam Mo serta
Kwan Gwa sian Koay berkepandaian sangat tinggi, lebih baik memancing Liu siauw
Kun keluar.
Karena pesan tersebut, maka
Tan Li cu tidak berani datang di markas Bu Tek Pay, namun ia membunuh
anggota-anggota Bu Tek Pay untuk memancing Liu siauw Kun keluar.
Tan Li cu memandang
mayat-mayat itu dengan dingin, lalu melesat pergi menuju kedai lagi. la yakin,
anggota-anggota Bu Tek Pay lain akan muncul lagi di kedai itu, maka ia kembali
ke sana.
Pemilik kedai dan beberapa
pelayan terbelalak melihat kemunculan Tan Li cu. Salah seorang pelayan segera
menyuguhkan secangkir teh.
"Nona tidak
apa-apa?" tanya pelayan itu berbisik. "Ke mana belasan anggota Bu Tek
Pay itu?" "Mereka sudah tidak bisa melakukan kejahatan lagi,"
sahut Tan Li cu sambil tersenyum. "Maksud Nona?" pelayan itu
tercengang.
"sudah kukirim ke alam
baka." Tan Li cu memberitahukan, kemudian menghirup teh itu.
"Apa?" Wajah pelayan itu berubah pucat. "Nona... Nona telah
membunuh mereka?" "Ya." Tan Li cu manggut-manggut.
Celaka" Pelayan itu
tampak kalut. "Nona harus segera pergi sebab akan muncul lagi
anggota-anggota Bu Tek Pay."
"Aku ke mari lagi justru
ingin menunggu kemunculan mereka," sahut Tan Li Cu sambil tersenyum.
"Nona...." Pelayan
itu menggeleng-gelengkan kepala, lalu segera menghampiri pemilik kedai dan
berbisik-bisik. "Dia...
dia telah membunuh belasan anggota Bu Tek Pay itu."
"oh?" pemilik kedai
terbeliak. "Kalau begitu, wanita itu pasti berkepandaian tinggi. oh ya,
kenapa dia ke mari lagi?"
Katanya ingin menunggu
kemunculan anggota- anggota Bu Tek Pay yang lain," sahut pelayan
memberitahukan.
"Berarti dia ingin
membunuh anggota-anggota Bu Tek Pay lagi." ujar pemilik kedai. "Aku
harus siap rugi besar hari ini."
"Kenapa?"
"Kalau mereka berkelahi
di sini, bukankah kedaiku akan hancur? Tetapi tidak jadi masalah, sebab para
anggota Bu Tek Pay selalu sewenang-wenang, dan sering memperkosa anak gadis
serta isteri orang...."
Ucapan pemilik kedai itu
terhenti mendadak. karena ia melihat beberapa anggota Bu Tek Pay memasuki kedai
nya.
"Mereka datang..."
bisik pelayan itu.
"Layani mereka dengan
sikap tenang Mereka mau makan apa berikan saja, sebab ajal mereka sudah
tiba" sahut pemilik kedai dengan suara rendah.
"Pelayan Pelayan"
teriak salah seorang anggota Bu Tek Pay yang baru datang itu. "Ya."
Pelayan itu berlari-lari menghampiri mereka. "Tuan-tuan mau pesan
apa?" "Cepat hidangkan makanan-makanan yang lezat dan arak"
"Ya, ya." Pelayan itu manggut-manggut.
sesaat kemudian, meja itu
telah penuh berbagai macam hidangan-hidangan lezat, dan arak yang wangi.
"Ha ha ha"
Anggota-anggota Bu Tek Pay itu tertawa gelak. "Mari kita makan
sekenyang-kenyangnya "
Mereka mulai makan dan minum.
Tiba-tiba salah seorang teringat sesuatu, lalu menengok ke sana ke mari.
"Eh? Ke mana kawan-kawan
kita yang datang duluan."
Heran? Kenapa mereka tidak
kelihatan?jangan-jangan sudah pergi bersenang-senang dengan wanita.... Wah, ada
wanita cantik di sini"
"Bukan main cantiknya
wanita itu Ha ha ha Kita akan bersenang-senang dengannya Aku akan mengundangnya
makan bersama"
Anggota Bu Tek Pay itu
menghampiri Tan Li cu yang duduk dengan kepala tertunduk. "Nona"
Perlahan-lahan Tan Li cu
mendongakkan kepalanya, kemudian tersenyum manis. " Engkau
memanggilku?" tanyanya.
"Betul." Anggota Bu
Tek Pay itu terbelalak ketika menyaksikan senyuman yang sangat menawan itu.
"Nona sendirian?"
"Ya."
"Bagaimana kalau Nona
makan bersama kami?"
"Itu.."
"Jangan malu-malu Nona,
mari makan bersama, kami Ada bermacam-macam hidangan yang lezat-lezat."
"Tapi apakah aku tidak
akan mengganggu kalian?"
"Tentu tidak."
Anggota Bu Tek Pay itu tertawa gembira. "Mari makan bersama kami"
"Baiklah." Tan Li cu
mengikuti anggota Bu Tek Pay itu. Begitu wanita itu duduk, para anggota Bu Tek
Pay yang lain memandangnya dengan penuh gairah.
"Mari kita
bersulang" salah seorang menyodorkan minuman keras ke hadapannya. "Ha
ha ha..."
"Terima kasih" ucap
Tan Li cu lalu meneguk minuman itu. "Nona dari mana?"
"Aku dari Kang Lam."
"Apakah Nona sudah punya
suami?"
"suamiku sudah mati, kini
aku menjanda. Aaaakh..." Tan Li cu menghela nafas. "Aku datang di
kota ini untuk mencari famili, tapi tidak ketemu."
Kasihan" salah seorang
terus menatap dadanya yang menonjol. "sudah berapa lama engkau
menjanda?"
"Dua tahun lebih."
"Apakah engkau tidak
merasa kesepian?"
"Tentu. Tapi... tiada
lelaki yang baik, jadi aku...."