"Ya, Paman." Tio Cie
Hiong mengangguk, namun bagaimana mungkin ia bisa tenang?
Setelah larut malam, barulah
Lie Man chiu dan Tio Hong Hoa pulang. Mereka berdua meng-geleng-gelengkan
kepala, pertanda tidak menemukan Lim Ceng Im.
"Aaakh..." Tio Cie
Hiong langsung menghela nafas. "Kalau begitu, aku harus pergi cari
dia." "Sabar" cegah Tayli Lo Ceng. "Tunggu beberapa hari,
barulah engkau pergi cari dia "Tunggu beberapa hari?" Tio Cie Hiong
terbelalak. "Mungkin ceng Im sudah jadi mayat" "Tenang"
Tayli Lo Ceng tersenyum. "Itu tidak akan terjadi."
"Tapi...." Tio Cie
Hiong berjalan mondar-mandir.
"Percayalah" Tayli
Lo Ceng tersenyum lagi. "Ceng Im tidak akan terjadi apa-apa."
"Lo Ceng" It sim sin Ni mengerutkan kening. "Yakinkah itu?jangan
main-main Iho" "sin Ni" sahut Tayli Lo Ceng. "Ini masalah
serius, bagaimana mungkin aku main-main?" "Kalau begitu..." It
sim sin Ni menatap Tio Cie Hiong. "Cucuku, engkau tenanglah"
"Ya, Nek" Tio cie Hiong mengangguk.
Sam Gan sin Kay dan Lim Peng
Hang tampak agak tenang, karena Tayli Lo Ceng mengatakan begitu.
"Heran?" gumam Tio
Tay seng. "Kenapa mendadak Bu Tek Pay menyerang markas pusat Kay Pang?
Apakah Bu Lim sam Mo telah mengetahui tentang cie Hiong?"
"Hm" dengus sam Gan
sin Kay. "Aku yakin ada mata-mata dalam pihak Kay Pang."
"Benar." Kim siauw
Suseng mengangguk. "Kalau tidak, bagaimana mungkin mendadak Bu Tek Pay
menyerang kita?"
"Siapa mata-mata
itu?" Lim Peng Hang mengerutkan kening.
"Sudah pasti mata-mata
itu membaurkan diri dengan para anggota kita," sahut Sam Gan sin Kay.
"Kita memang kurang hati-hati, akhirnya jadi begini."
"Untung kita masih bisa
meloloskan diri," sela Tui Hun Lojin.
"Kalau mereka tidak
menggunakan bom asap beracun, kita masih dapat melawan mereka," ujar Kim
siauw suseng.
"Eh?" Tiba-tiba Gouw
Han Tiong teringat sesuatu. "Mungkinkah ada yang melihat Kou Hun Bijin ke
markas, maka Bu Lim sam Mo mengutus Kwan Gwa Lak Kui, Ang Bin sat sin dan para
anggota Bu Tek Pay menyerang kita?"
"Agak tipis
kemungkinannya," sahut Lim Peng Hang. "Lebih mungkin mata-mata itu
melihat Tio Cie Hiong memasuki markas."
"Itu memang
mungkin." sam Gan sin Kay manggut-manggut dan mendadak tersentak.
"Kalau ada mata-mata di markas pusat kita, tentunya tahu ada pintu rahasia
di belakang markas."
"Celaka" seru Lim
Peng Hang cemas. "Kita tidak melihat Bu Lim sam Mo atau Kwan Gwa siang
Koay. Jangan-jangan mereka menunggu di belakang markas? Jadi Ceng Im tertangkap
mereka."
"Celaka" sam Gan sin
Kay juga mulai cemas. "Kalau Ceng Im tertangkap oleh mereka...."
"Omitohud" ucap
Tayli Lo Ceng. "Kalian semua tenang saja Percayalah"
"Lo Ceng, kalau Ceng Im
ditangkap mereka, sudah barang tentu Cie Hiong yang akan celaka," ujar Tui
Hun Lojin.
"Tenang Pokoknya kalian
tenang saja" sahut Tayli Lo Ceng. "Tidak akan terjadi apa-apa atas
diri Ceng Im, percayalah"
"Lo Ceng" It sim sin
Ni menatapnya tajam.
"sin Ni" Tayli Lo
Ceng tersenyum. "Engkau tidak mempercayai apa yang kukatakan?"
"Baik." It sim sin
Ni mengangguk. "Aku percaya Tapi... apabila terjadi sesuatu atas diri Ceng
Im, bagaimana engkau?"
"omitohud" ucap
Tayli Lo Ceng. "Itu terserah sin Ni, aku bersedia diapakan juga."
"Bagus" It sim sin
Ni manggut-manggut. "Lo Ceng, jangan lupa akan ucapanmu ini"
"Jangan khawatir Aku
tidak akan lupa. omitohud...."
"Lo Ceng...." Tio
Cie Hiong tetap tidak bisa tenang. "Bagaimana kalau aku pergi ke markas Bu
Tek Pay?"
"cie Hiong" sahut
Tayli Lo Ceng sungguh-sungguh. "Apabila engkau muncul di sana, engkau dan
ceng Im pasti mati. Nah, terserah padamu, mau ke sana atau mau tunggu di
sini."
"Lo Ceng..." ucapan
Tayli Lo Ceng membuat Tio Cie Hiong serba salah.
"Cucuku" panggil It
sim sin Ni. "Biar bagaimana pun engkau harus tenang dan sabar Lo Ceng
sudah mengatakan begitu, engkau harus percaya"
"cie Hiong" sambung
Lim Peng Hang sambil tersenyum getir. "Kita memang harus tenang dan sabar,
bahkan engkau harus berpikir panjang.jangan sampai terulang kejadian dua tahun
yang lampau."
"Paman...." Mata Tio
Cie Hiong mulai basah. "Aku tidak habis pikir, kenapa masih ada cobaan
ini? Kenapa...?"
"omitohud" ucap
Tayli Lo Ceng. "penderitaan justru merupakan awal dari suatu
kebahagiaan...."
"Omong kosong" sahut
sam Gan sin Kay mendadak. "seandainya cucuku itu mati, apakah juga
merupakan awal suatu kebahagiaan?"
"omitohud" Tayli Lo
Ceng tersenyum. "Mati dan hidup memang sudah ditakdirkan. Kalau belum
takdirnya mati, pasti akan muncul penolong. seandainya sudah takdirnya mati,
selagi makan pun bisa mati mendadak."
"Lo Ceng, aku tidak
mengerti akan itu," ujar sam Gan sin Kay. "Yang kulihat hanya
berdasarkan kenyataan."
"Kalau begitu, apakah
kini cucumu telah mati?" tanya Tayli Lo Ceng sambil tersenyum.
"Entahlah." sam Gan
sin Kay menggelengkan kepala.
"Entah itu menandakan
belum pasti, lalu kenapa engkau sudah menduga yang buruk atas diri
cucumu?" Tayli Lo Ceng menatapnya.
"Kalau cucuku tertangkap
oleh Bu Lim sam Mo, apakah dia masih bisa hidup?" tanya sam Gan sin Kay.
"Itu kalau. Baik, aku pun
menggunakan "kalau" cucumu tertangkap oleh Bu Lim sam Mo, dia pasti
masih hidup," sahut Tayli Lo Ceng.
"Aaakh..." sam Gan
sin Kay menggeleng-gelengkan kepala. "Aku jadi bertambah pusing."
"Kalau begitu..."
Tayli Lo Ceng tersenyum. "Jangan memusingkan itu, agar engkau bisa tenang
omitohud...."
Sementara Tio Cie Hiong terus
menghela nafas panjang, kemudian melangkah ke luar.
Seberalah Tio Hong Hoa dan Lie
Man chiu mengikutinya.
"Adik Cie Hiong"
panggil Tio Hong Hoa. " Engkau jangan terlampau cemas, aku yakin Ceng Im
tidak akan terjadi apa-apa"
"Kak...." Tio Cie
Hiong menggeleng-gelengkan kepala, lalu menengadahkan kepalanya sambil
memandang ke langit. "
Hingga saat ini aku tidak habis pikir, kenapa hidupku penuh cobaan? Pada-haL..
aku tidak pernah berbuat dosa."
"saudara Tio"
"Lie Man chiu memegang bahunya seraya berkata, "Biasanya orang baik
justru banyak cobaan. Kalau iman tidak kuat dan hati tidak teguh, tentu akan
berubah menjadi jahat."
"Kalau
dipikir-pikir...," sahut Tio Cie Hiong sambil menghela nafas panjang.
"Lebih baik aku jadi orang jahat. sebab kalau waktu itu aku membunuh Bu
Lim sam Mo, tentunya tidak akan muncul kejadian ini."
"Memang. Namun...."
Lie Man chiu menatapnya. "Mungkin akan muncul kejadian lain ya lebih
fatal dari ini."
"Aaakh..." Tio Cie
Hiong menghela nafas panjang lagi.
Di saat bersamaan, mendadak
monyet bulu putih yang duduk di bahu Tio Cie Hiong meloncat turun, lalu
bercuit-cuit sambil menepuk-nepuk dadanya sendiri
"Kauw heng Engkau suruh
aku tenang?" Monyet bulu putih itu manggut-manggut. "Maksudmu Ceng Im
tidak akan terjadi apa-apa?" Monyet bulu putih itu manggut-manggut lagi.
"Kauw heng, engkau
memiliki panca indera keenam maka tahu tentang itu?"
Monyet bulu putih itu bercuit
tiga kali, kemudian meloncat ke atas bahu Tio cie Hiong lagi.
"saudara Tio" Lie
Man chiu tersenyum. "Guruku mengatakan begitu, monyet sakti ini pun menyatakan
yang sama. oleh karena itu, engkau harus tenang dan percaya"
"Ya." Tio Cie Hiong
mengangguk. "Mudah-mudahan begitu"
Bab 77 Muncul penolong
Di dalam markas Bu Tek Pay
tampak Bu Lim sam Mo tertawa gelak, mereka bertiga kelihatan gembira sekali.
"Ha ha ha" Tang Hai
Lo Mo terus tertawa, kemudian berkata. " Walau Bu Lim Ji Khie dan lainnya
dapat meloloskan diri, namun mereka telah terluka."
"Bahkan...," sambung
Thian Mo. "siang Koay pun berhasil menangkap Lim Ceng Im. Kita siksa gadis
itu agar dia memberitahukan kepada kita, Bu Lim Ji Khie dan lainnya bersembunyi
di mana. Aku yakin gadis itu pasti tahu."
"Benar." Te Mo
manggut-manggut.
"Bawa tahanan itu ke
mari" seru Tang Hai Lo Mo memberi perintah.
Tak lama kemudian dua anggota
Bu Tek Pay membawa Lim Ceng Im, yang mangan dan kakinya dirantai ke ruang
tersebut.
"Hei" bentak Tang
Hai Lo Mo. "Engkau harus beritahukan kepada kami, Bu Lim Ji Khie dan
lainnya bersembunyi di mana Kalau engkau tidak beritahukan, mukamu pasti kami
rusak"
"Aku tidak tahu,"
sahut Lim ceng Im.
"Engkau tidak mau
beritahukan?" Thian Mo melotot. "Tidak takut kami akan merusak
wajahmu yang cantik itu?"
"Hm" dengus Lim ceng
Im dingin.
"Ha ha ha" Tang Hai
Lo Mo tertawa gelak. "Jangan keras kepala, kalau engkau beritahukan, kami
pasti melepaskanmu"
"Aku memang tidak
tahu." Lim ceng Im tetap tidak mau memberitahukan. "Kalau aku tahu,
sudah kuberitahukan. Siapa tidak mau bebas sih?"
"Ha ha" Thian Mo
tertawa. "Gadis cantik, engkau cukup cerdik Tapi Jangan harap bisa
membohongi kami"
"Kalian tidak percaya,
aku mau bilang apa?" Lim ceng Im menggeleng-gelengkan kepala.
"Bagus, bagus Aku ingin
tahu berapa lama engkau akan keras kepala" ujar Tang Hai Lo Mo dan
berseru. "cepat siapkan sebatang besi panas"
"Ya," sahut salah
seorang anggota Bu Tek Pay. Berselang sesaat, ia sudah membawa sebatang besi
yang membara.
"Nah Pikir
baik-baik" ujar Tang Hai Lo Mo sekaligus mengancam. "Apabila engkau
tidak beritahukan, batang besi yang membara ini akan merusak wajahmu"
Lim Ceng Im diam saja, namun
sudah ketakutan sekali dalam hati, wajahnya pun pucat pias.
"Ha ha ha" Tang Hai
Lo Mo tertawa gelak sambil menghampirinya. "Kutegaskan, apabila engkau
tidak beritahukan, wajahmu pasti rusak"
"Aku... aku sungguh tidak
tahu...."
"oh? Kalau begitu wajahmu
pasti rusak" Tang Hai Lo Mo tertawa terkekeh, lalu mengambil besi yang membara
itu, sekaligus disodorkan ke wajah Lim Ceng Im.
"Jangan Jangan..."
jerit gadis itu.
"Engkau harus beritahukan
Cepaat" bentak Tang Hai Lo Mo.
"Aku... aku tidak
tahu...." Lim Ceng Im menggeleng kepala. Tampak air matanya telah meleleh.
"Hm" dengus Tang Hai
Lo Mo dingin. "Baik, aku terpaksa harus merusak wajahmu"
Tang Hai Lo Mo kelihatan tidak
main-main. Besi yang membara itu semakin dekat ke wajah Lim Ceng Im.
"Jangan Jangan...
"jerit Lim Ceng Im ketakutan.
"Ha ha ha" Tang Hai
Lo Mo tertawa gelak.
Di saat bersamaan,
terdengarlah suara bentakan nyaring yang menusuk telinga.
"Berhenti" Tiba-tiba
melayang turun seseorang, yang tidak lain Kou Hun Bijin. wanita itu menatap
Tang Hai Lo Mo dengan dingin sekali.
"Bijin...." Bu Lim
sam Mo dan lainnya terkejut. Mereka tidak menyangka Kou Hun Bijin akan
muncul.
Sedangkan Lim Ceng Im diam
saja, tidak berani berteriak minta tolong kepada Kou Hun Bijin, sebab gadis itu
tetap menjaga rahasia.
"Hmm" dengus Kou Hun
Bijin dingin, kemudian mendekati Lim Ceng Im, sekaligus memutuskan rantai yang
mengikat kaki dan tangannya.
"Bijin...." Tang Hai
Lo Mo mengerutkan kening.
"Bu Lim sam Mo"
bentak Kou Hun Bijin. "Kalian sungguh pengecut, hanya berani terhadap
gadis kecil Aku mau menolongnya, kalau kalian merasa tidak senang, boleh
mengeroyokku"
"Bijin...." Bu Lim
sam Mo saling memandang, begitu pula Kwan Gwa siang Koay dan Lak Kui.
siang Koay dan Lak Kui tampak
serba salah, sedangkan Ang Bin sat sin diam saja.
"Bijin" ujar Tang
Hai Lo Mo dengan kening berkerut. "Sebetulnya aku tidak bermaksud merusak
wajahnya, hanya menakutinya agar dia memberitahukan tempat persembunyian Bu Lim
Ji Khie dan lainnya."
"Betulkah begitu?"
"Betul, Bijin."
"Kebetulan aku tahu
mereka bersembunyi di mana, dan aku akan memberitahukan kepada kalian Tapi aku
harus membawa pergi gadis ini, kalian tidak berkeberatan, kan?"
"Itu...." Tang Hai
Lo Mo mengerutkan kening lagi. " Kenapa Bijin ingin membawanya
pergi?"
"Hi hi hi" Kou Hun
Bijin tertawa nyaring. "Tentunya kalian semua tahu, hingga saat ini aku
belum punya murid...."
"oooh" Tang Hai Lo
Mo manggut-manggut. "Ternyata Bijin ingin menerimanya sebagai murid"
"Tidak salah." Kou
Hun Bijin mengangguk. kemudian mendekati Tang Hai Lo Mo dan berbisik. "Bu
Lim Ji Khie dan lainnya bersembunyi di Gunung Hong Lay san, di sana terdapat
sebuah biara."
"Bijin tidak
membohong?" Tang Hai Lo Mo kurang percaya.
"Apa?" Kou Hun Bijin
melotot. "Engkau tidak mempercayaiku? Kurang ajar Baik, apabila aku
bohong, engkau boleh ambil nyawaku"
"Kalau begitu, aku
percaya." Tang Hai Lo Mo manggut-manggut. "Bijin boleh menerima gadis
ini sebagai murid."
"Hi hi Hi" Kou Hun
Bijin tertawa cekikikan. "Tang Hai Lo Mo, terima kasih atas
kebaikanmu" Mendadak Kou Hun Bijin menowel pipinya, setelah itu barulah
mengajak Lim Ceng im pergi.
Tang Hai LoMo berdiri mematung
di tempat, kemudian mengusap-usap pipinya dan dicium pula tangannya yang
mengusap pipinya itu.
"Ha ha ha" Kwan Gwa
siang Koay tertawa. "Masih tercium bau tangannya?"
"Haaah..." Wajah
Tang Hai Lo Mo memerah seketika. "Aku...."
"Tang Hai Lo Mo, Kou Hun
Bijin berbisik apa kepadamu?" tanya Thian Mo ingin mengetahuinya .
"Dia memberitahukan bahwa
Bu Lim Ji Khie dan lainnya bersembunyi di Gunung Hong Lay san, " jawab
Tang Hai Lo Mo.
"Apakah benar?"
Thian Mo kurang percaya.
"Te Mo" ujar Kwan
Gwa siang Koay. "Kou Hun Bijin tidak akan membohongi kita, percayalah
kepadanya"
"Kalau begitu...."
Te Mo mengerutkan kening. "Perlukah kita cari mereka ke gunung itu?"
"Jangan dulu" sahut
Tang Hai Lo Mo.
"Kenapa?" Te Mo
heran.
"Sebab Kou Hun Bijin juga
memberitahukan, bahwa mereka berada di sebuah biara di gunung itu" Tang
Hai LoMo memberitahukan. "Biara itu pasti ada penghuninya, sedangkan kita
tidak tahu siapa penghuni biara itu. Maka Jangan sembarangan ke sana"
"Heran? Kenapa Kou Hun
Bijin bisa tahu?" gumam Te Mo.
"Aku yakin dia pernah
melewati gunung itu, jadi tahu..." sela Kwan Gwa siang Koay dan tiba-tiba
teringat sesuatu. "Jangan-Jangan... lelaki yang membawa monyet itu berada
di biara tersebut?"
"Benar." Tang Hai Lo
Mo manggut-manggut. "Ketika Kou Hun Bijin bertanding dengan dia, pasti dia
yang memberitahukan."
"Kalau begitu..."
Thian Mo mengerutkan kening. "Apa rencana kita sekarang? Perlukah kita
serang ke sana?"
"Kita lihat saja
bagaimana perkembangan selanjutnya," sahut Tang Hai Lo Mo dan menambahkan.
"Aku yakin mereka tidak akan tinggal diam begitu."
"Maksudmu mereka akan
menyerang kita?" tanya Te Mo.
"Kira-kira
begitulah," sahut Tang Hai Lo Mo sambil tertawa. "Kalau mereka
menyerang kita, aku juga punya akal untuk menghadapi mereka. Ha ha ha..."
Lim Ceng Im sungguh berterima
kasih kepada Kou Hun Bijin yang telah menolongnya. Ternyata Kou Hun Bijin membawa
gadis itu ke Gunung Hong Lay san. sepanjang jalan Kou Hun Bijin terus tertawa.
"Hi hi hi Aku tidak
menyangka begitu cepat membalas budi Cie Hiong." Gumamnya. "Dia pasti
gembira sekali. Hi hi hi"
"Kok Bibi bisa begilu
kebetulan ke markas Bu Tek Pay?" tanya Lim Ceng Im.
"Bukan kebetulan,
melainkan aku sengaja ke sana menolongmu," sahut Kou Hun Bijin. "Aku
dengar markas pusat Kay Pang telah diserang pihak Bu Tek Pay, bahkan salah
seorang anggota Kay Pang mengatakan engkau ditangkap. Karena itu, aku segera ke
markas Bu Tek Pay."
"Terimakasih, Bibi"
ucap Lim Ceng Im. " Kakak Hiong bilang, Bibi adalah wanita baik. Memang
tidak salah...."
"Hi hi Hi" Kou Hun
Bijin terlawa nyaring. "Yang paling baik itu Kakak Hiong mu, karena dia
berhati mulia. Maka, hari ini engkau pun tertolong."
"Kenapa begitu?"
"Kalau hari itu dia tidak
berbuat baik kepadaku, bagaimana mungkin hari ini aku menolongmu, bukan?"
"oooh"
"Ceng Im" Kou Hun
Bijin tersenyum. "Engkau memang pintar. Ketika melihatku, engkau tidak
memanggilku maka mereka tidak bercuriga sama sekali."
"Terimakasih alas pujian
Bibi" ucap Lim Ceng Im. "Tapi Bibi lebih cerdik dari padaku."
"Lho?" Kou Hun Bijin
lertawa. " Kenapa engkau mengatakan demikian?"
"Sebab aku tahu apa yang
Bibi bisikkan itu."
"Oh?"
"Tentu Bibi
memberitahukan kepada Tang Hai Lo Mo, bahwa Bu Lim Ji Khie dan lainnya
bersembunyi di Gunung Hong Lay san, bukan?"
"Benar. engkau tahu
kenapa aku memberitahukan kepadanya?"
"Bibi tahu mereka tidak
akan berani menyerang ke sana. Maka Bibi memberitahukan dengan cara berbisik,
seakan tidak menghendaki aku mengetahuinya."
"Hi hi Hi" Kou Hun
Bijin tertawa nyaring. "engkau memang pintar oh ya, maukah engkau menjadi
muridku?"
"Terimakasih, Bibi Namun
aku lebih senang memanggil Bibi, sebab rasanya begitu dekat," ujar Lim
Ceng im sungguh-sungguh.
"Bagus, bagus Memang
lebih baik engkau panggil aku bibi, aku senang sekali." Kou Hun Bijin
tersenyum. "Aku menyatakan di hadapan Bu Lim sam Mo dan lainnya, bahwa aku
ingin menerimamu sebagai murid, sesungguhnya itu cuma alasan belaka."
"Kenapa Bibi harus
menyatakan dengan alasan itu?" Lim Ceng im tercengang.
"Kalau tidak. bagaimana
mungkin begitu gampang aku mengajakmu pergi, bukan?jadi sesungguhnya aku tidak
berniat menerimamu sebagai murid."
"Yaah" Lim Ceng im
tampak kecewa. "Bibi bikin aku girang setengah mati."
"Ceng Im" Kou Hun
Bijin tertawa. "Engkau cukup belajar kepada Cie Hiong, sebab kepandaiannya
lebih linggi d ariku."
"Tapi...."
"Begini saja, setelah
kita sampai di Gunung Hong Lay san, aku akan mengajarmu Giok Li sin Kang."
Lim Ceng im girang sekali.
"Kalau begitu, aku akan awet muda seperti Bibi?"
"Tentu tidak." Kou
Hun Bijin menggelengkan kepala.
"Lho, kenapa?"
"Engkau perlu tahu,
sebelum aku belajar Giok Li sin Kang, guruku memberiku tiga butir pil."
Kou Hun Bijin memberitahukan. "Setelah makan tiga butir pil itu, barulah
aku diajar Giok Li sin Kang. Kata guruku, aku akan awet muda karena tiga butir
pil itu akan membaur dengan Giok Li sin Kang."
"Kalau begitu, Bibi akan
memberiku tiga butir pil itu juga?"
"Hi hi hi" Kou Hun
Bijin tertawa. "Ceng Im, tahukah engkau berapa lama guruku membuat tiga
butir pil itu?"
"Entahlah."
"Hampir lima puluh
tahun."
"Haah?" Mutut Lim
Ceng Im ternganga lebar. "Membuat tiga butir pil harus membutuhkan waktu
hampir lima puluh tahun?"
"Ya." Kou Hun Bijin
mengangguk dan menambahkan. "Lagipula pil itu hanya tiga butir, jadi
bagaimana aku memberikan kepadamu? Pil itu sudah tidak ada."
"ooooh" Lim Ceng Im
menghela nafas.
"Namun ada gunanya juga
engkau belajar Giok Li sin Kang," ujar Kou Hun Bijin menjelaskan.
"sebab setelah engkau memiliki lweckang itu, wajahmu tidak akan gampang
keriput."
"oh, ya?" Lim Ceng
im tersenyum. "Bibi, aku mau belajar lweekang itu."
"Aku pasti mengajarmu
setelah kita tiba di Gunung Hong Lay San." Kou Hun Bijin berjanji.
"Terima kasih, Bibi"
ucap Lim Ceng Im gembira.
Walau Tayli Lo Ceng mengatakan
tidak akan terjadi apa-apa atas diri Lim Ceng im, bahkan ditambah dengan naluri
monyet bulu putih menyatakan begitu pula, namun rasa cemas tetap mencekam dalam
hati Tio Cie Hiong, sam Gan sin Kay dan Lim Peng Hang.
"Kakek, Paman" ujar
Tio Cie Hiong dengan kening berkerut. "Kalau besok masih tiada kabar
beritanya adik Ceng Im, aku akan pergi mencarinya."
"Tapi ada baiknya engkau
berkonsultasi dulu dengan Tayli Lo Ceng." sahut sam Gan sin Kay
mengusulkan.
"Ya." Tio Cie Hiong
mengangguk. "Sebelum aku pergi mencari adik Im, tentu aku akan
berkonsultasi dulu dengan Tayli Lo Ceng."
"Menurut aku..."
sela Tui Hun Lojin. "Tidak akan terjadi apa-apa atas diri Ceng im."
"setan tua" sam Gan
sin Kay menatapnya. "Apa dasarnya engkau berkesimpulan begitu?"
"Tentunya kita tahu,
berapa usia monyet kauw heng ini? Tentu dia memiliki naluri yang kuat sekali,
bahkan juga memiliki panca indera ke-enam, bukan?"
"Memang benar apa yang
dikatakan Tui Hun Lojin," sahut Kim siauw suseng. "Aku pun yakin,
tidak akan terjadi apa-apa atas diri Ceng Im."
Mendadak monyet bulu putih
yang duduk di bahu Tio cie Hiong bercuit-cuit seakan gembira sekali, kemudian
meloncat turun dan berjingkrak-jingkrak pula.
"Kauw heng...." Tio
Cie Hiong tercengang melihat sikap monyet bulu pulih ilu. " Kenapa
engkau?"
Monyet bulu putih itu berhenti
berjingkrak, lalu menunjuk ke atas, setelah itu menunjuk Tio cie Hiong dan
mengelus-elus dada.
"cie Hiong...." sam
Gan sin Kay terbelalak. "Kauw heng bilang apa?"
"Kalau tidak salah, dia
bilang sebentar lagi ada orang ke mari." Tio Cie Hiong memberitahukan.
"Apa?" sam Gan sin
Kay tersentak. "Pihak Bu Tek Pay ke mari?" Monyet bulu pulih b ercuit
sambil menggelengkan kepala.
"Kalau bukan pihak Bu Tek
Pay, lalu siapa...." sam Gan sin Kay mengerutkan kening.
Di saat bersamaan,
terdengarlah suara tawa cekikikan yang amat nyaring menusuk telinga.
"Haah?" Mulut Bu Lim Ji Khie ternganga lebar. "Kou.... Kou Hun
Bijin...." "Kakak" Wajah Tio cie Hiong langsung berseri.
"Hi hi hi" Terdengar
suara Kou Hun Bijin. "Adik kecil, aku membalas budi kebaikanmu. Hi hi hi..."
Kemudian melayang turun dua sosok bayangan, yang tidak lain Kou Hun Bijin dan
Lim Ceng Im. "Adik Im" seru Tio Cie Hiong girang sambil
menghampirinya.
"Kakak Hiong Kakak
Hiong...," sahut Lim Ceng Im sekaligus merentangkan sepasang tangannya,
siap memeluk Tio Cie Hiong.
"Ha ha ha" sam Gan
sin Kay yang usil itu tertawa gelak, "itulah jurus memeluk kekasih"
"Kakek...." Lim Ceng
Im melototinya, namun tetap merentangkan sepasang tangannya lebar-
lebar. "Kakak
Hiong...."
"Adik Im"
"Kakak Hiong" Lim
Ceng Im memeluknya erat-erat, kemudian mendekap di dadanya. "Kakak Hiong,
aku rindu sekali kepadamu."
"Aku juga," sahut
Tio Cie Hiong sambil membelainya.
"Huaha ha ha" sam
Gan sin Kay tertawa terbahak-bahak. "Dekap mendekap lagi Asyilik."
"Pengemis bau Engkau
memang usil dari kecil sampai dewasa, dari dewasa sampai tua" tegur Kou
Hun Bijin sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Bawaan lahir, mau bilang
apa?" sahut sam Gan sin Kay dan tertawa lagi.
"Itu bukan bawaan
lahir," tandas Kou Hun Bijin. "Melainkan tak tahu diri, sebab engkau
tidak boleh melihat orang senang."
"Benar, Bibi," sahut
Lim Ceng Im. "Kakekku memang tidak boleh melihat orang senang."
"Eeeh?" sam Gan sin
Kay melotot. "Cucuku kok malah membela orang lain, dasar...."
Sementara Tio Cie Hiong hanya
tersenyum ketika mendengar perdebatan itu. Berselang beberapa saat barulah ia
membuka mulut. "Kakak. kuucapkan banyak-banyak terima kasih kepadamu"
"Adik kecil" Kou Hun
Bijin tertawa. "Engkau pernah berbaik hati padaku, tentu aku pun harus
berbuat baik terhadapmu. Nah,
Bu Lim sam Mo menangkap Ceng Im, aku yang menyelamatkannya sekaligus membawanya
ke mari, agar kalian bisa berkumpul."
"Terimakasih, Kakak"
ucap Tio Cie Hiong dan menambahkan. "Apa yang dikatakan Tayli Lo Ceng
memang benar."
"Apa?" Kou Hun Bijin
tertegun. "Kepala gundul itu berada di sini?"
"omitohud Aku si Kepala
Gundul memang berada di sini." Muncul Tayli Lo Ceng, It sim sin Ni, Tio
Tay seng dan Tio Hong Hoa.
"Kepala gundul" Kou
Hun Bijin tertawa cekikikan. "Ternyata engkau belum naik ke sorga"
"Bijin" sahut Tayli
Lo Ceng sambil tersenyum. "Diriku belum bersih dari dosa, bagaimana
mungkin begitu cepat naik ke sorga?"
"oh, ya?" Kou Hun
Bijin tertawa lagi, kemudian menatap It sim sin Ni. "Hi hi hi Engkau pun
belum mati."
"Bijin" It sim sin
Ni tersenyum. "Engkau belum mati, tentunya aku juga tidak mau mati."
"Ei sin Ni Terus terang,
aku tidak habis pikir hingga saat ini," ujar Kou Hun Bijin
sungguh-sungguh. "Kenapa suamimu yang ganteng itu minggat bersama
anak-anaknya?"
"Engkau belum tahu sebab
musababnya?"
"Aku dengar...." Kou
Hun Bijin menatapnya. "Engkau menyeleweng, namun aku tidak begitu percaya
Karena... engkau bukan tipe wanita yang suka menyeleweng."
"Terima kasih" ucap
It sim sin Ni, lalu menghela nafas panjang. "Itu dikarenakan salah
paham."
"Salah paham?" Kou
Hun Bijin mengerutkan kening, kemudian menuding Tayli Lo Ceng seraya berkata.
"Pasti disebabkan kepala gundul itu, bukan?"
"omitohud Memang
disebabkan diriku, sehingga timbul kesalahpahaman itu," sahut Tayli Lo
Ceng mengaku.
"Kepala gundul"
tegur Kou Hun Bijin. "Engkau tidak tahu diri sih Kepala sudah gundul, tapi
masih sering menemui sin Ni, akhirnya rumah tangganya jadi berantakan."
"omitohud" Tayli Lo
Ceng tersenyum. "Kalau kepalaku tidak gundul, tentu aku tidak mau menemui
sin Ni."
"Maksudmu karena engkau
seorang hweeshio, maka tidak jadi masalah menemui isteri orang?"
"Sebelum dia jadi isteri
orang, aku sudah tahu dia seorang biarawati. Karena jatuh cinta pada Tio Po
Thian, maka dia menikah sekaligus melepaskan jubah biarawatinya. Dia menemuiku
karena ingin memperdalam ajaran Budha, namun justru menimbulkan kesalahpahaman
itu."
"Suami mana yang tidak
akan cemburu melihat isterinya pergi menemui lelaki lain secara diam-diam?
Engkau seorang padri sakti, kenapa tidak tahu itu?"
"Hatiku bersih, maka
tidak tahu itu."
"Kepala gundul" Kou
Hun Bijin tertawa nyaring. "Hatimu bersih? Kalau hatimu bersih harus pergi
menemui suaminya, bukan menemui sin Ni ini. Hi hi Masih berani mengaku berhati
bersih, berarti hatimu kotor."
"omitohud" Tayli Lo
Ceng tersenyum. "Engkau mau bilang apa, aku tetap menerima. Yang penting
hatiku bersih, omitohud"
"Kakak Itu memang salah
paham," sela Tio Cie Hiong. "Lagipula sudah berlalu, jadi tidak usah
diungkit kembali"
"Adik kecil...." Kou
Hun Bijin tersenyum. "Menurutku hatimu lebih mulia dan bersih dari si
Kepala
gundul itu."
"Kakak...." Tio Cie
Hiong menggeleng-gelengkan kepala. "Tidak baik kurang ajar terhadap Tayli
Lo Ceng, sebab dia pernah
menyelamatkan nyawaku."
"sama," sahut Kou
Hun Bijin. "Aku juga telah menyelamatkan nyawa Ceng Im. Hi hi hi"
"omitohud" Tayli Lo
Ceng manggut-manggut. "Dalam hatimu masih disinari cahaya Budha."
"omong kosong" Kou
Hun Bijin tertawa cekikikan. "Yang benar dalam hatiku disinari oleh
kebaikan cie Hiong, kalau tidak...."
"Cahaya Budha menuntunmu
ke markas Bu Tek Pay, maka engkau berhasil menolong Ceng Im."
"Aku sengaja ke sana,
bukan dituntun oleh cahaya Budha."
"Cahaya Budha yang di
dalam hatimu, menggerakkan hatimu untuk ke sana."
"Hi hi Hi" Kou Hun
Bijin tertawa nyaring. "Dan" dulu engkau selalu omong kosong, saat
ini juga masih omong kosong."
"omitohud Kosong itu
berisi, berisi itu kosong. segala apa pun berasal dari kosong, maka
segala-galanya akan kembali ke kosong pula," ujar Tayli Lo Ceng sambil
tersenyum.
"sudahlah Jangan
membicarakan soal kosong dan berisi" tandas Kou Hun Bijin. "ohya, sin
Ni Engkau sudah bertemu suami dan anak-anakmu?"
"Suamiku sudah lama
meninggal, namun anak sulungku berada di sini," sahut It sim sin Ni.
"Tay seng, cepat beri hormat kepada Kou Hun Bijin"
"Cianpwee, terimalah
hormatku" ucap Tio Tay seng sambil memberi hormat.
"Engkau Tay seng? Kek
sudah begini besar?" Kou Hun Bijin terbelalak sambil menatapnya.
"Ha ha ha Ha ha
ha..." Mendadak sam an sin Kay tertawa gelak hingga badannya
bergoyang-goyang.
"Pengemis bau" tegur
Kou Hun Bijin. "Kenapa engkau tertawa?"
"Tay seng sudah berusia
tujuh puluhan, tapi engkau malah bilang dia sudah besar. Bukankah itu lucu
sekali?" sahut sam Gan sin Kay.
"Itu tidak lucu,"
sahut Kou Hun Bijin. "sebab ketika aku melihat Tay seng dan it seng,
mereka berdua masih kecil, bahkan sering mandi telanjang di sungai."
"oh?" sam Gan sin
Kay tertegun. "Jadi engkau kenal Tay seng dan It seng kelika mereka masih
kecil?"
"Ng" Kou Hun Bijin
mengangguk.
"Bijin Tahukah engkau
anak siapa Tio Cie Hiong?" tanya sam Gan sin Kay mendadak.
"Tidaktahu." Kou Hun Bijin menggelengkan kepala. "Dia anak
siapa?" "Anak Tio It seng." sam Gan sin Kay memberitahukan.
"Apa?" Kou Hun Bijin
tertegun. "Jadi.... It sim sin Ni adalah neneknya?"
"Bijin" it sim sin
Ni tersenyum. "Aku memang neneknya, namun belum lama ini aku baru
tahu."
"Lalu di mana It
seng?" tanya Kou Hun Bijin.
"It seng dan isterinya
mati di tangan Bu Lim sam Mo." sam Gan sin Kay memberitahukan, sekaligus
menutur tentang kejadian yang menimpa diri Tio It seng dan isterinya.
"Sungguh di luar
dugaan" Kou Hun Bijin menggeleng-gelengkan kemala. "Ternyata Cie
Hiong anak Tio It seng"
"Bijin, bolehkah aku
bertanya sesuatu kepadamu?" ujar sam Gan sin Kay dengan wajah serius.
"Tanyalah"
"Benarkah Tay seng dan it
seng sering mandi telanjang di sungai?"
"Benar," sahut Kou
Hun Bijin agak tercengang. "Memangnya kenapa?"
"Pantas" sam Gan sin
Kay tertawa sambil memandang Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im. seketika juga wajah
yang dipandangnya menjadi kemerah-merahan.
"Apanya yang
pantas?" Kou Hun Bijin kebingungan.
"Ketika cucuku bertemu
Tio Cie Hiong, dia juga mandi telanjang di sungai. Ha ha ha" sam Gan sin
Kay tertawa gelak.
"Kakek" Lim Ceng Im
langsung melotot dengan wajah memerah.
"oh?" Kou Hun Bijin
terbelalak, kemudian tertawa cekikikan. "Kebiasaan almarhum menurun pada
anaknya Hi hi hi..."
"Eeeeh?" Mendadak
Tui Hun Lojin menatap Kim siauw suseng. "sastrawan sialan Kenapa engkau
diam saja dari tadi? sukmamu telah terbetot keluar ya?"
"Setan tua Jaga mulutmu
dikit" tegur Kim siauw suseng. "Jangan omong sembarangan"
"Ha ha ha" sam Gan
sin Kay tertawa. "Sukmanya memang sudah terbetot keluar sejak bertemu Kou
Hun Bijin."
"Pengemis bau" Kim
siauw suseng melotot. "Jangan sampai aku marah ya"
"Sastrawan awet
muda" Kou Hun Bijin menatapnya sambil tertawa nyaring. "Benarkah
sukmamu terbetot keluar sejak melihat aku tempo hari?"
"Aku... mereka...."
Kim siauw suseng tergagap. "Aku...."
"Hi hi hi" Kou Hun
Bijin tertawa nyaring lagi. "Kalau engkau tertarik pada ku, mengaku saja
Jangan malu-malu"
"Eh? Bijin...." Kim
siauw Suseng menundukkan kepala.
"Engkau awet muda dan
ganteng, sedangkan aku juga awet muda dan cantik pula," Kou Hun Bijin
menatapnya sambil tersenyum-senyum.
"Dasar genit" cetus
Tayli Lo Ceng sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Apa?" Kou Hun Bijin
melotot. "Lo Ceng, engkau berani mengatai aku genit? Coba katakan sekali
lagi"
"Kou Hun Bijin, engkau
memang genit" Tayli Lo Ceng benar-benar mengatainya sekali lagi.
Sudah barang tentu membuat Kou
Hun Bijin gusar bukan kepalang. oleh karena itu langsung saja ia bergerak
sambil mengayunkan tangannya. Plaaak sebuah tamparan mendarat di pipi Tayli Lo
Ceng.
Tayli Lo ceng diam saja,
sedangkan Kou Hun Bijin menudingnya seraya berkata dengan penuh kegusaran.
"Lo Ceng Tujuh puluh lima
tahun lalu, aku pernah menamparmu karena engkau mengataiku genit Tujuh puluh
lima tahun kemudian yaitu saat ini, aku kembali menamparmu lantaran engkau
mengataiku genit pula Hmm"
"omitohud" sahut
Tayli Lo Ceng. "Aku memang pantas ditampar karena banyak mulut."
"Ha ha ha" sam Gan
sin Kay tertawa terbahak-bahak. "Lo Ceng, bagaimana rasanya ditampar Kou
Hun Bijin?"
"Omitohud Cukup sakit
tapi itu akan merubah sifat buruknya," jawab Tayli Lo Ceng
sungguh-sungguh, bahkan kemudian tersenyum pula.
"Hmm" dengus Kou Hun
Bijin. "Dasar tak tahu malu"
"Bijin" Mendadak
Tayli Lo Ceng menatapnya dalam-dalam. "Kelak engkau pasti minta maaf
kepadaku, sebab pada waktu itu engkau akan mengalami sesuatu yang
menggembirakan. omitohud"
"Lo Ceng" Kou Hun
Bijin tertegun. "Bolehkah Lo Ceng menjelaskan tentang sesuatu yang
menggembirakan itu?"
"Bijin" Tayli Lo
Ceng tersenyum. "Engkau akan mengetahuinya kelak. saat ini aku tidak boleh
memberitahukan."
"Jangan omong kosong, Lo
Ceng"
"Aku tidak omong kosong,
kelak engkau pasti membuktikannya." Tayli Lo Ceng menatapnya lagi, lalu
manggut-manggul. "omitohud Penglihatanku tidak akan salah."
"oh, ya?" Kou Hun
Bijin tertawa, setelah itu memandang Lim Ceng im seraya berkata, "Gadis
cantik, aku harus menepati janji.Jadi aku harus tinggal di sini beberapa hari
untuk mengajarmu Giok Li sin Kang."
"Terimakasih, Bibi"
ucap Lim Ceng Im girang. "Terimakasih...."
Beberapa hari kemudian setelah
mengajar Lim Ceng im Giok Li sin Kang, Kou Hun Bijin berpamit, lalu
meninggalkan biara itu sambil tertawa nyaring. Akan tetapi, kepergiannya justru
membuat wajah Kim siauw suseng berubah murung.
"Sastrawan sialan"
sam Gan sin Kay memandangnya sambil tertawa. "Kenapa engkau jadi murung
seperti ditinggal kekasih?"
"Ha ha ha" Tui Hun
Lojin tertawa. "Dia memang ditinggal kekasih."
"Setan tua" tegur
Kim siauw suseng. "Jangan omong sembarangan, jaga mulutmu baik-baik"
"Wuah" sam Gan sin
Kay menggeleng-ge-lengkan kepala. "Aku sama sekali tidak menyangka, dalam
usia setua ini engkau malah jatuh cinta"
"Pengemis bau" Kim
siauw suseng mengerutkan kening, kemudian menghela nafas panjang dan berkata,
"Aku sendiri justru bingung, kenapa bisa jadi begini? sungguh di luar
dugaanku"
"Eh?" Tui Hun Lojin
menatapnya dengan mata tak berkedip. "Jadi benar engkau jatuh cinta pada
Kou Hun Bijin?"
"Kita kawan baik, maka
aku... aku harus berterus terang, bukan?" Kim siauw suseng memandang
mereka. "Aku... aku memang jatuh cinta padanya, hatiku merasa hampa
setelah dia pergi."
"omitohud" Mendadak
muncul Tayli Lo Ceng, It sim Sin Ni, Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im.
"Lo Ceng...." Wajah
Kim siauw suseng kemerah-merahan.
"Aku sudah tahu. Aku
sudah tahu...." Tayli Lo Ceng tersenyum. "Itu memang sudah merupakan
takdir, namun takdir yang
baik."
"Lo Ceng" sam Gan
sin Kay terbelalak. "Apakah Kim siauw suseng dan Kou Hun Bijin akan
terangkap menjadi suami isteri?"
"Ya." Tayli Lo Ceng
mengangguk dan menambahkan. "Namun masih harus menunggu segalanya beres.
siapa yang berbuat baik, pasti menerima buah yang manis pula."
"Lo Ceng...." Kentng
Tui Hun Lojin berkerut. "Usia Kim siauw suseng dan Kou Hun Bijin...."
"Dari wajah, fisik dan
kondisi lubuh mereka, kira-kira berapa usia mereka sekarang?" tanya Tayli
Lo Ceng mendadak.
"Empat puluhan,"
sahut Tui Hun Lojin.
"Nah" Tayli Lo Ceng
tersenyum. "orang yang berusia empat puluhan, tentunya masih boleh
menikah."
"Tapi usia Kou Hun Bijin
sudah di atas seratus, sedangkan usia Kim siauw suseng sudah mendekati sembilan
puluh. Itu...." Tui Hun Lojin menggeleng-gelengkan kepala.
"Itu usia mereka, namun
fisik maupun kondisi mereka tidak berusia segitu. Tentunya kalian tahu jelas
tentang itu," sahut Tayli Lo Ceng sungguh-sungguh. "Lagi pula mereka
ditakdirkan menjadi suami isteri. Cobalah kalian pikir, selama ini Kou Hun
Bijin dan Kim siauw suseng tidak pernah menikah. Mereka berdua sama-sama awet
muda, maka mereka merupakan pasangan yang serasi."
"Ha ha ha" sam Gan
sin Kay tertawa terbahak-bahak. "Mereka berdua memang merupakan pasangan
yang ideal Aku tidak menyangka Kim siauw suseng akan punya isteri Ha ha
ha"
"omitohud" ujar
Tayli Lo Ceng. "setiap manusia tidak akan terlepas dari takdir maupun
karma. Takdir dan karma buruk dapat dibersihkan oleh perbuatan yang baik, namun
takdir dan karma baik akan berubah buruk apabila kita berbuat jahat."
"oooh" sam Gan sin
Kay manggut-manggut. "Kalau begitu, bolehkah aku mengajukan satu
pertanyaan?"
"Silakan" sahut
Tayli Lo Ceng.
"Tempo hari Kou Hun Bijin
menampar Lo Ceng, apakah itu merupakan suatu takdir bagi Lo Ceng?"
Ternyata ini yang ditanyakan sam Gan sin Kay.
"omitohud" Tayli Lo
Ceng tersenyum. "Aku mengatainya genit justru melenyapkan sifat genitnya.
Dia menamparku, sudah barang tentu membuat karma burukku hilang pula.
omitohud"
"Lo Ceng" sam Gan
sin Kay menggeleng-gelengkan kemala. "Aku masih tidak begitu mengerti."
"Engkau pasti mengerti kelak." sahut Tayli Lo Ceng dan kemudian
menghela nafas panjang.
"Kerajaan Beng mulai
bobrok, Dinasti Beng sudah mendekati ambang keruntuhan, siapa pun tidak dapat
menyelamatkan dinasti Beng. omitohud"
"Lo Ceng...." It sim
sin Ni menatapnya sambil mengerutkan kening. "Maksudmu dinasti Beng
akan runtuh?"
"Ya." Tayli Lo Ceng
mengangguk. "Kita semua tidak akan mencampuri urusan kerajaan.
omitohud"
"Benar." sam Gan sin
Kay manggut-manggut. "setelah urusan dengan Bu Tek Pay diselesaikan, aku
ingin mengasingkan diri."
omitohud Itu memang baik
sekali," sahut Tayli Lo Ceng, lalu memandang Tio Cie Hiong seraya berkata,
"segala apa pun pasti beres, engkau dan ceng Im pun pasti hidup bahagia
kelak. Kini aku mau pamit."
"Lo Ceng?" it sim
sin Ni tersentak. "Engkau mau ke mana?"
"Aku mau ke Tayli"
"Guru...." Lie Man
chiu segera menjatuhkan diri berlutut di hadapan padri tua itu.
"Guru...."
"Setelah segalanya beres,
barulah engkau menikah dengan Hong Hoa." ujar Tayli Lo Ceng. "Kita
semua akan berjumpa lagi nanti, selamat tinggal"
Tayli Lo Ceng melesat pergi,
Bu Lim Ji Khie dan lainnya saling memandang, sedangkan Lie Man chiu masih
berseru memanggil padri tua itu. "Guru Guru..."
"Man chiu" ujar Tio
Tay seng sambil tersenyum. "Gurumu sudah bilang, dia dan kita akan
berjumpa lagi. Engkau tidak usah berduka karena berpisah dengan gurumu
itu"
"Ya, Paman." Lie Man
chiu mengangguk. kemudian memandang Tio Hong Hoa sambil tersenyum mesra.
Bab 78 Siasat licik
Di markas Bu Tek Pay. tampak
Bu Lim sam Mo, Kwan Gwa siang Koay, Lak Kui dan Ang Bin Sat sin sedang membahas
suatu masalah.
"Kelihaiannya Kou Hun
Bijin berpihak pada mereka," ujar Tang Hai LoMo dengan wajah tidak senang.
"sebab dia membawa Lim Ceng im."
"Belum lenlu Kou Hun
Bijin berpihak pada mereka," sahut Kwan Gwa siang Koay. "Dia tertarik
pada bakat gadis ilu, maka mau menerimanya sebagai murid."
"Hm" dengus Thian
Mo. "Menurutku, itu cuma alasan belaka. Mungkin dia membawa gadis itu ke
Gunung Hong Lay san.
"Aku juga berpikir
begitu," sambung Te Mo. "ltu sungguh menjengkelkan, padahal kita
begitu menghormatinya."
"sudahlah" sela Tiau
Am Kui. " Kita Jangan memperdebatkan masalah itu, seharusnya kita
merencanakan sesuatu."
"Benar." Ang Bin sat
sin mengangguk. kemudian teringat sesuatu. "ohya, kok siauw Kun masih
belum pulang?"
"Ang Bin sat sin"
sahut Tang Hai Lo Mo. "Kita tidak perlu memikirkannya, dia mau pulang atau
tidak terserah."
"Tapi...." Ang Bin
sat sin menggeleng-gelengkan kepala. "Biar bagaimana pun dia murid
kita."
"Benar." Thian Mo
mengangguk. "Namun kalau dia tidak mau pulang, apakah kita harus
memaksanya pulang?"
"Dia tidak mau pulang itu
memang urusannya, tapi... yang kukhawatirkan...." Ang Bin sat sin
menghela nafas panjang.
"Engkau khawatir dia dibunuh orang?" tanya Te Mo.
"Itu yang
kukhawatirkan." Ang Bin sal sin mengangguk. "Mungkinkah Kou Hun Bijin
membunuhnya? "
"Tidak mungkin,"
sahut siluman Kurus. "Tiada alasan bagi Kou Hun Bijin membunuhnya."
"Malam itu Liu siauw Kun
pergi, lalu pagi harinya Kou Hun Bijin juga pergi. Karena itu aku
berkesimpulan."
"Ha ha ha" Tang Hai
Lo Mo tertawa memutuskan ucapan Ang Bin sat sin. "Kou Hun Bijin kelihatan
begitu tertarik pada siauw Kun, bagaimana mungkin membunuhnya? Tempo hari Kou
Hun Bijin kembali ke mari, aku yakin dia ingin tahu siauw Kun pulang atau
belum. Kebetulan kita menangkap Ceng im, maka dia membawa gadis itu pergi
karena ingin menerimanya sebagai murid."
"Mudah-mudahan siauw Kun
masih hidup," ucap Ang Bin sat sin.
"Dia pasti terus menerus
bersenang-senang dengan kaum wanita, sehingga lupa pulang," sahut Thian Mo
sambil tertawa gelak.
"Itu memang
mungkin." Ang Bin sat sin manggut-manggut, sebab ia tahu silat Liu siauw
Kun. "sekarang kita kembali pada pokok pembicaraan. Apa rencana kita
sekarang?"
"Bagaimana menurut
kalian?" tanya Tang Hai Lo Mo.
"Kila harus menyerang ke
Gunung Hong Lay san," sahut Ang Bin sal sin. "Mungkin lelaki yang
membawa monyet itu berada di sana."
"Kalau dia berada di
sana, justru akan merepotkan kita," ujar Tang Hai Lo Mo sambil mengerutkan
kening.
"Lalu kita harus diam
saja?" tanya Ang Bin sat sin.
"Diam berarti kita sedang
bergerak," sahut Tang Hai Lo Mo, yang kelihatannya sudah punya suatu ide.
"Aku tidak
mengerti." Ang Bin sat sin menatapnya. "Lo Mo, tolong jelaskan arti
ucapanmu barusan"
"Yang bergerak adalah
otak kita," sahut Tang Hai Lo Mo memberitahukan. "Kita harus
memerintahkan para anggota kita untuk membantai anggota-anggota Kay Pang."
"Tujuannya?" tanya
Kwan Gwa siang Koay.
"Membuat marah Sam Gan
Sin Kay, Lim Peng Hang dan lainnya," sahut Tang Hai Lo Mo sambil lertawa.
"Apabila mereka marah, pasti menyerang ke mari."
"Engkau sudah punya suatu
siasat untuk menghadapi mereka?" tanya Thian Mo sambil menatapnya.
"Benar." Tang Hai Lo
Mo manggut-manggut. "Kalau mereka menyerang ke mari, aku pasti membuat
kejutan."
"Kejutan apa?" Tanya
Kwan Gwa siang Koay. "Bolehkah diberitahukan pada kami semua?"
"Tentu boleh." Tang Hai Lo Mo tertawa. "Markas kita ini berada
di dalam perut gunung. Tiada
seorang pun tahu di dalam goa
ini terdapat sebuah terowongan rahasia yang menembus ke gunung lain, hanya kami
bertiga yang tahu."
"Apa hubungannya
penyerangan mereka dengan terowongan rahasia itu?" tanya Ang Bin sat sin
tidak mengerti.
"Tentu ada
hubungannya," sahut Tang Hai Lo Mo serius. "Apabila mereka menyerang
ke mari, kita akan pergi melalui terowongan rahasia itu, lalu kita ke Gunung
Hong Lay san. Aku yakin masih ada orang di sana, kita tangkap mereka. Nah,
bukankah itu merupakan suatu siasat yang luar biasa?"
"Benar." Ang Bin sat
sin, Kwan Gwa siang Koay dan Lak Kui tertawa terbahak-bahak. "Itu memang
siasat yang jitu, juga merupakan kejutan Ha ha ha"
Para anggota Bu Tek Pay mulai
membantai sisa-sisa anggota Kay Pang, sehingga membuat mereka harus bersembunyi
di tempat yang aman, namun banyak yang menjadi korban pembantaian itu.
Tentang pembantaian itu, juga
telah masuk ke telinga sam Gan sin Kay, Lim Peng Hang dan
lainnya. Betapa gusarnya sam
Gan sin Kay dan ketua Kay pang, mereka berdua terus marah-marah sambil memukul
meja.
"Percuma marah-marah,
Pengemis bau Lebih baik kita memikirkan suatu cara untuk menghadapi
mereka," ujar Kim siauw suseng.
"Cara apa?" tanya
sam Gan sin Kay berang. "Kita cuma diam saja di sini...."
"Karena itu, kita harus
berpikir bersama," sahut Tui Hun Lojin. "Tiada gunanya engkau
marah-marah tidak karuan."
"Aaakh..." keluh sam
Gan sin Kay. "Tidak disangka, Kay Pang akan menjadi begini"
"Begitu pula tujuh partai
besar lainnya," sambung Kim siauw suseng dan menambahkan. "Bahkan
tujuh partai besar pun telah menutup pintu perguruan masing-masing."
"Kalau Bu Tek Pay tidak
dibasmi, Kay Pang dan tujuh partai besar sama sekali tidak bisa bangkit,"
ujar Lim Peng Hang sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Jadi...," sela Gouw
Han Tiong. "Kita terpaksa harus menyerang markas Bu Tek Pay."
"Kita tidak boleh
bertindak gegabah," sahut Tio Tay seng. "sebab kekuatan kita masih
terbatas."
"Kalau begitu...,"
sam Gan sin Kay menghela nafas panjang. "Apakah kita harus terus diam
saja?"
"Tentu tidak,"ujar
Tio Tay seng dan melanjutkan. "Kita justru harus memikirkan suatu cara
untuk menghadapi mereka."
"Paman" Tio Cie
Hiong mulai membuka mulut. "Menurutku, lebih baik aku pergi menyelidiki
keadaan di luar markas Bu Tek Pay. seielah itu, barulah kita rundingkan
lagi."
"Kakak Hiong...."
Lim Ceng Im tersentak.
"Saudara Tio" ujar
Lie Man Chiu sungguh-sungguh. "Bagaimana kalau aku yang pergi?"
"Jangan" Tio cie
Hiong menggelengkan kepala. "Lebih baik aku saja."
"Kakak Hiong...."
Wajah Lim Ceng Im berubah murung. "Engkau mau pergi lagi?"
"Ya." Tio Cie Hiong
tersenyum lembut. "Tapi tidak lama, kira-kira cuma beberapa hari."
"Bolehkah aku ikut?"
"Adik Im" Tio cie
Hiong menggelengkan kepala. "Kalau engkau ikut, aku malah akan jadi repot.
Kauw heng yang ikut bersamaku."
Monyel bulu putih bercuit
sambil manggut-manggut, kemudian menunjuk Lim Ceng Im dan menggeleng-gelengkan
kepala.
"Kauw heng bilang engkau
tidak boleh ikut." Tio Cie Hiong memberitahukan sambil tersenyum.
"Adik Im, engkau harus menurut."
"Kakak Hiong.
aku...." Mata Lim Ceng Im mulai bersimbah air.
"Nak" Lim Peng Hang
memegang bahunya. "Cie Hiong pergi cuma beberapa hari saja. Lebih baik
engkau menemani it sim sin Ni atau melatih Giok Li sin Kang."
"Aaakh..." Lim Ceng
im menarik nafas panjang. "Heran Kenapa harus berpisah, berkumpul dan
berpisah lagi? Aku sungguh tidak mengerti."
"Setelah urusan dengan Bu
Tek Pay beres, kalian berdua pasti tidak akan berpisah setapak pun,"
ujar sam Gan sin Kay sambil
tertawa. "Ceng im, engkau tenanglah."
"Kakek...." Lim Ceng
im menggeleng-gelengkan kemala. "Tempo hari Kakek juga berkata
demikian, buktinya aku tetap
akan berpisah dengan Kakak Hiong."
"Itu karena urusan dengan
Bu Tek Pay belum beres. Pokoknya engkau tenang saja Percayalah, tidak lama lagi
pasti beres" ujar sam Gan sin Kay menghiburnya. "Lagipula Cie Hiong
pergi cuma beberapa hari saja."