Suto Sinting, si Pendekar
Mabuk itu, menghentikan langkahnya beberapa saat sebelum mencapai perahu yang
ditunggangi Badai Kelabu dan Melati Sewu dalam perjalanan membawa jenazah guru
mereka. Dewa Racun pun setuju untuk pindah ke perahu milik Badai Kelabu karena
jika mengandalkan perahu yang ditungganginya dikhawatirkan akan mengalami
kebocoran lagi di tengah perjalanan.
Ketika Pendekar Mabuk
menghentikan langkahnya, Dewa Racun dan Badai Kelabu pun ikut berhenti
melangkah. Keduanya saling pandang dengan nada heran. Padahal mereka sudah
mencapai pantai, dan jarak dengan perahu tidak berapa jauh lagi. Mengapa
Pendekar Mabuk harus menghentikan langkah ? Pikir mereka.
"Suara berdenging itu
adalah suara rongga karang tertiup angin, Suto," kata Badai Kelabu.
"Tak perlu kau curigai hal itu."
"Bukan suara itu yang
kucurigai, tapi langkah kaki menginjak dedaunan kering yang kupikirkan !"
kata Pendekar Mabuk.
"Mungkin langkah kaki
kami, Suto!"
"Kalian sudah mencapai
pasir pantai, tak mungkin suara langkah kakinya terdengar kering dan
gemerisik!"
"Mak...mak...maksudmu,
ada orang yang membuntuti kami ?!" tanya Dewa Racun yang gagap itu.
Suto tidak menjawab, melainkan
justru kerutkan dahinya dengan menelengkan telinganya, menyimak suatu suara
yang tertangkap oleh indera pendengarannya. Dewa Racun dan Badai Kelabu saling
berpandangan sebentar, kemudian mata mereka pun memandang sekeliling penuh
selidik.
"Suara itu semakin
aneh," ujar Pendekar Mabuk kepada kedua rekannya.
"Suara itu seperti
gemerisik tapi bukan daun kering yang diinjak, melainkan seperti...
seperti...."
Kata-kata itu terhenti
sejenak, dan tiba-tiba kedua tangan Pendekar Mabuk itu bergerak cepat mendorong
tubuh Dewa Racun dan Badai Kelabu. Sentakan tangan Suto itu begitu kuatnya,
sehingga kedua rekannya itu terlempar ke belakang beberapa tombak jauhnya sedangkan tubuhnya sendiri
cepat menyentak naik, melenting di udara dengan gerakan salto dua kali
kebelakang.
Bersamaan dengan itu, dari
dalam pasir pantai yang mereka pijak keluarlah sesosok makhluk yang
mengagetkan, menyentak keluar dan menyemburkan butiran-butiran kecil seperti
biji kacang hijau berwarna merah.
Brosss...! Zrappp...!
Kalau saja Dewa Racun dan
Badai Kelabu tidak terpelanting jatuh karena dorongan Pendekar Mabuk tadi,
pasti mereka terkena semburan butir-butir merah yang menyebar ke setiap arah.
Pendekar Mabuk sendiri untung terpelanting dan jatuh pada saat mendaratkan
kakinya ke tanah dari bersalto dua kali itu, jika tidak ia pun akan t erkena
serbuk aneh yang muncrat dari mulut makhluk yang muncul dari dalam tanah itu.
Makhluk tersebut ternyata
manusia biasa, hanya punya keistimewaan mampu menembus dan berjalan di dalam
tanah. Orang itu bertubuh kurus dengan rambut panjang meriap tak beraturan.
Wajahnya angker tanpa kumis, tulang-tulang pipi dan rahangnya bertonjolan.
Matanya cekung dan alisnya
tidak ada. Orang itu mengenakan pakaian hitam yang kotor dan banyak lumpur
melekat kering di pakaiannya itu. Rambutnya pun kotor, sebagian ada yang
lengket karena lumpur kering.
Pendekar Mabuk dipandanginya sesaat. Beberapa
saat kemudian dari matanya memancarkan sorot cahaya kuning yang berkelebat
cepat menghantam tubuh Pendekar Mabuk.
Yang dihantam, karena masih
terkesima melihat kemunculan manusia dari dalam tanah itu, tak sempat melakukan tangkisan. Hanya menggunakan
gerak silumannya yang mampu berlari cepat dalam sekejap.
Zlappp...!
Tahu-tahu Pendekar Mabuk sudah
berada di samping Badai Kelabu dan Dewa Racun. Sedangkan sinar kuning yang
memancar dari mata orang aneh itu menghantam pasir pantai, pasir itu menyembur
keras dan cukup tinggi di-iringi suara letusan yang teredam.
Blabb...!
"Siapa dia, Dewa Racun
?!.
Aku tidak mengenalinya sama
sekali ?!" bisik Suto.
Tapi Badai Kelabu yang
menyahut , "Perwira Mayat Hidup!"
"Siapa itu Perwira Mayat
Hidup ?!"
Badai Kelabu lagi yang
menjawab,
"Tokoh sesat yang menjadi
lawannya Siluman Tujuh Nyawa".
Menurut cerita mendiang guru,
Perwira Mayat Hidup itu sejak dulu bermusuhan dengan Siluman Tujuh Nyawa, dan
berulang kali gagal membunuh Siluman Tujuh Nyawa.
Namun selalu berhasil
meloloskan diri dari ancaman maut musuh bebuyutannya itu.
Manusia yang berjuluk Perwira
Mayat Hidup itu menggeramkan suara ketika mata Suto terlihat menatapinya dengan
tajam. Kemudian ia melangkah tiga tindak, sedangkan Badai Kelabu segera mundur
dua tindak.
Agaknya perempuan itu merasa
takut terhadap Perwira Mayat Hidup, sehingga ia perlu waspada dan bersiap untuk
melarikan diri jika terjadi serangan maut dari manusia aneh itu. Dari belakang
Pendekar Mabuk, Badai Kelabu sempat berbisik...
"Ilmunya sangat tinggi
Suto ! Ia tak bisa di bunuh !
Jika dibunuh, beberapa saat
akan bangkit lagi !"
"Ak... ak... aku melihat
tadi dia semburkan racun "Sejuta Bangkai' !" kata Dewa Racun. "
It .. itu... racun yang
berbahaya ! Tergores sedikit saja kulit kita bisa busuk mendadak!"
Pendekar Mabuk diam saja,
menampung segala ucapan dari kedua rekannya itu. Matanya tetap memandang ke
arah Perwira Mayat Hidup
yang dianggap paling berbahaya jika tidak terus diperhatikan. Sinar yang keluar
dari matanya dapat membunuh sewaktu-waktu dan sangat di luar dugaan.
Beberapa saat kemudian
terdengar suara manusia aneh itu yang sedikit serak dan besar, tidak sesuai
dengan bentuk tubuhnya yang kurus dan berkulit keriput itu.
"Kalian yang bertarung di
Pulau Kidung itu, bukan ?!"
"Benar!" jawab Suto.
"Jika yang kau maksud adalah pertarungan di Pulau Kidung yang menewaskan
Resi Kidung Sentanu, memang kamilah yang di sana, tapi bukan kami yang membunuh
tokoh putih itu !"
"Aku tidak menanyakan
siapa yang membunuh Kidung Sentanu!" geram Perwira Mayat Hidup, "Aku
hanya peduli dengan tombak maut milik si Jangkar Langit itu !
Kalian yang telah berhasil
merampasnya dari tangan si Tapak Baja rupanya!"
"O, kau salah sangka,
Perwira Mayat Hidup! Tombak itu tidak ada pada kami!"
"Omong kosong ! Grrr...!
Tombak itu pasti telah kau sembunyikan di suatu tempat ! Mengakulah, Bocah
Kadal" bentak Perwira Mayat Hidup itu dengan matanya semakin memandang
angker dan mengerikan.
Tetapi Pendekar Mabuk masih
tetap tenang, ia bahkan menyempatkan diri meneguk tuaknya beberapa kali.
Tapi tiba-tiba tangan Dewa
Racun berkelebat ke depan, dan sebuah pisau dilemparkan dengan kecepatan
tinggi.
Zingngng...!
Trabb...!
Pisau yang menuju ke dada
Perwira Mayat Hidup itu ditangkis dengan telapak tangannya dan disentakkan
dengan cepat sehingga dapat membalik arah dan menuju ke Dewa Racun.
Gerakan pisau yang lebih cepat
dari semula itu hampir-hampir mengenai tubuh Dewa Racun jika bumbung tuak
Pendekar Mabuk tidak segera dihadangkan ke depan dada Dewa Racun.
Jrabb...! Pisau itu menancap
di bumbung tuak.
"Ambil, dan jangan
lakukan serangan lagi kepadanya!" kata Suto kepada Dewa Racun.
Maka si kerdil pemberani itu
pun segera mencabut pisaunya dan mundur tiga tindak, sejajar dengan Badai
Kelabu.
Pendekar Mabuk berkata kepada
Perwira Mayat Hidup itu,
"Apa maksudmu menuduh
kami menyembunyikan tombak maut itu ?!"
"Kalian tidak pantas
menjadi pemiliknya!" jawab Perwira Mayat Hidup dengan suara seraknya.
"Akulah yang pantas
memiliki Pusaka Tombak Maut itu !
Akulah yang seharusnya
memiliki tombak tersebut untuk
membinasakan Durmala Sanca, si keparat jahanam itu !"
"Sayang sekali tombak itu
tidak ada pada kami. Kalau saja tombak itu ada pada kami, akan kuserahkan
padamu, karena kami pun memusuhi Siluman Tujuh Nyawa !"
"Jangan sebut dia Siluman
Tujuh Nyawa !" bentak Perwira Mayat Hidup.
"Dia hanya punya secuil
nyawa ! Bukan tujuh nyawa !
Akulah yang sepantasnya
menyandang gelar tersebut !
Bahkan aku pun lebih pantas
berjuluk Siluman Sejuta Nyawa!
Sayang sekali julukan itu
tidak dikenal orang, dan lebih dikenal dengan nama Perwira Mayat Hidup. Padahal
akulah orang yang punya sejuta nyawa !
Siapa yang bisa membunuhku
dari seluruh tokoh sakti di dunia persilatan ini ? Tidak ada !"
"Kalau begitu, mengapa
kau tak bisa kalahkan Durmala Sanca ?!"
"Karena dia punya sejuta
kelicikan !"
"Hmm...!" Pendekar
Mabuk sunggingkan senyum.
"Apakah kau tak bisa
membalas kelicikannya ?!
Berarti kau masih rendah dan
ilmu-mu masih di bawah tingkat ilmunya Durmala Sanca!"
"Grrr...! Biadab kau
berani mengatakan aku begitu!"
Perwira Mayat Hidup
menggenggam kuat-kuat sambil menggeram keras, ia maju dua t indak dan berkata
sambil menuding tegas pada Pendekar Mabuk.
"Kau tak perlu banyak
bicara ! Serahkan saja tombak milik Jangkar Langit itu !
Kalau tidak, kuhancurkan
kepala kalian bertiga!"
"Tombak itu tidak ada
pada kami, tapi dibawa lari oleh Hantu Laut !" kata Pendekar Mabuk tetap
dengan tenang.
"Tidak mungkin ! Hantu
Laut hanya jongos kapal, dia tidak mungkin bisa merebut tombak itu dari tangan
Tapak Baja ! Kau jangan membual kelewat batas, Bocah Kadal !"
"Kalau tak percaya, ya
sudah !" Suto angkat bahu se-enaknya, seakan meremehkan kegeraman hati
Perwira Mayat Hidup. Suto sengaja melangkah ke arah kanan beberapa tindak, agar
tidak membentuk garis lurus dengan keberadaan Badai Kelabu dan Dewa Racun.
Sebab ia khawatir jika tahu-tahu Perwira Mayat Hidup menyerangnya, serangan itu
akan mengenai kedua temannya jika ia menghindar.
"Bocah Kadal ! Rupanya
kau memaksaku untuk bertindak kasar kepadamu, hah ?!" bentak Perwira Mayat
Hidup sambil mengikuti gerakan Pendekar Mabuk.
Tiba-tiba orang aneh itu
menghentakkan kedua tangannya ke depan.
Wutt ...!
Lalu kedua tangan itu
pelan-pelan bergerak mundur bagai menarik tubuh Pendekar Mabuk. Tetapi pada
saat itu Pendekar Mabuk menahan napasnya dan tetap berdiri di tempatnya. Tangan
Perwira Mayat Hidup masih mengeras kaku ke depan dengan tubuh sedikit melengkung
ke belakang. Ia sedang mengerahkan tenaganya untuk menarik tubuh Pendekar Mabuk yang sedang mengeraskan
perutnya, menyimpan tenaga dan napas di bagian perut.
Rupanya mereka adu kekuatan
tenaga dalam secara aneh.
Perwira Mayat Hidup bukan
sekadar ingin menarik tubuh Suto Sinting, melainkan ingin menjebol jantung agar
keluar dari dada Suto dan melayang ke tangannya. Dada Suto pun terasa
berdenyut-denyut seakan ingin tersedot ke depan, jantungnya mulai terasa sakit
. Pendekar Mabuk bertahan terus hingga tubuhnya
gemetar, bumbung tuak yang menggantung di pundak mulai berguncang-guncang.
Urat-urat di leher mulai
tampak bersumbulan. Wajah Pendekar Mabuk memerah. Dada kirinya mulai tampak
bergerak-gerak. Baju bulu yang dikenakan mulai rontok bulu-bulunya dan beterbangan,
lari ke telapak tangan Perwira Mayat Hidup.
Di sisi lain, Badai Kelabu dan
Dewa Racun tampak cemas sekali melihat keadaan Suto yang hanya bertahan.
Badai Kelabu sempat berbisik
tegang kepada Dewa Racun...
"Suto bisa celaka kalau
hanya bertahan ! Lawannya kali ini mempunyai tenaga kuat sekali, daya sedotnya
sangat tinggi, karena memang begitulah cara dia mengambil jantung lawan untuk
dimakannya !"
Dewa Racun diam, memikirkan
suatu cara. Dan tiba- tiba ia nekat mencabut pisaunya dan melemparkannya ke
punggung Perwira Mayat Hidup.
Wuttt ...! Debb...! Wusss...!
"Awas !" sentak
Badai Kelabu, dan Dewa Racun pun lompat ke kiri. Pisaunya menancap di tanah
setelah memantul balik. Pisau itu bagaikan membentur dinding karet yang membal
dan sulit ditembus benda tajam.
"Hiih...!" Dewa
Racun menghantamkan pukulan tenaga dalamnya yang melepaskan sinar merah dari
telapak tangannya. Sinar merah itu berkelebat cepat menyerang punggung Perwira
Mayat Hidup, tetapi segera memantul balik dan menghantam pohon kelapa jauh di
belakang Dewa Racun dan Badai Kelabu.
Blarrr...!
Pohon kelapa itu pun rubuh
seketika. Jika Badai Kelabu dan Dewa Racun tidak lekas merundukkan badan, maka
salah satu dari tubuh mereka akan mengalami nasib seperti pohon kelapa
tersebut.
"Dalam keadaan seperti
itu, dia tidak mempan diserang dengan senjata apa pun !
Jangan lakukan lagi, nanti
malah mencelakai diri kita sendiri, Dewa Racun !"
bisik Badai Kelabu.
Sementara itu, kulit tubuh
Pendekar Mabuk semakin memerah. Urat-uratnya kian bertonjolan. Kedua tangannya telah menggenggam kuat-kuat di
kanan kiri. Tapi kakinya masih tegar berdiri dan kokoh menahan daya sedot dari
lawannya. Namun beberapa saat kemudian, Pendekar Mabuk menyentakkan kedua
tangannya dari bawah ke atas,
"Haaah...!"
teriaknya keras-keras sambil melepaskan tangannya dalam satu kekuatan yang
menyentak.
Wruusss...!
Tubuh Perwira Mayat Hidup
terlempar tinggi-tinggi akibat sentakan kedua tangan Pendekar Mabuk itu. Dan
ketika itulah, Pendekar Mabuk segera melepaskan pukulan 'Pecah Raga', selarik
sinar hijau melesat dari tangan kirinya dan menghantam lurus ke tubuh lawan
yang masih di angkasa sana.
Blarrr...!
Kejadian berikutnya sungguh
mengerikan. Perwira Mayat Hidup tidak berbentuk lagi. Raganya pecah menjadi
serpihan-serpihan yang berhamburan ke mana-mana. Pecahan itu berjatuhan di
pasir pantai, termasuk bagian kepalanya yang entah menjadi beberapa bagian.
Pendekar Mabuk terengah-engah.
Kulit tubuhnya sudah kembali memulih seperti sediakala walau dengan sedikit
demi sedikit. Urat-uratnya mulai mengendur dan tidak lagi bertonjolan keluar di
permukaan kulit . Ia melangkah sedikit gontai mendekati kedua rekannya.
Badai Kelabu menyambut dan
memapah Pendekar Mabuk, lalu membawanya duduk di sebongkah batu.
"Hampir saja jantungku
tersedot keluar dari ragaku!"
kata Pendekar Mabuk sambil
terengah-engah.
"Aku sudah mencemaskan
hal itu ! Kalau kau bertahan saja, kau bisa mati karena dia mempunyai kekuatan
yang begitu besar !" kata Badai Kelabu.
Ketika Pendekar Mabuk
menenggak tuaknya, Dewa Racun menyempatkan berkata,
"Il...il...ilmuku tak
cukup untuk menandinginya !
Ak...aku sudah berusaha
membantumu Suto. Tap..tapi...tidak berhasil !"
Suto menghempaskan napas
kelegaan dari mulutnya yang habis meneguk tuak. Badannya kembali terasa segar.
Saat itu ia berkata,
"Aku hanya
mengkhawatirkan kalau kalian berdua ikut campur dan menjadi sasarannya ! Jelas
aku tak dapat menolong kalian pada saat seperti tadi !
Untunglah kau tak banyak
berbuat Dewa Racun !
Kalau kau tadi melompat dan
menyerangnya, bisa-bisa jantungmu yang disedot keluar olehnya !"
"Ak...ak...aku sudah
memperhitungkan hal itu dan... dan tak berani terlalu lancang !"
kata Dewa Racun.
Kemudian, Badai Kelabu berkata
setelah ia termenung beberapa saat tadi,
"Menurut cerita mendiang
guruku, Perwira Mayat Hidup, bukan orang yang mudah dibunuh ! Biasanya dia akan
bangkit lagi dari kematiannya !"
"Tap... tap...tapi
sekarang dia mati dalam keadaan pecah begitu, man... maaann...mana bisa hidup
lagi ?!" Dewa Racun agak ngotot.
Badai Kelabu sendiri tidak
berani membantah, hanya berkata seperti bicara pada diri sendiri,
"Menurut kabar, orang itu
punya ilmu 'Aji Cadar Angin' !
Kalau mayatnya kena angin bisa
hidup kembali !"
Suto Sinting diam dan
termenung cemas beberapa saat. Dewa Racun tidak mempunyai kecemasan seperti
Suto. Ia percaya betul, bahwa Perwira Mayat Hidup tidak akan bisa bangkit lagi
dari kematiannya karena keadaan tubuhnya telah hancur.
"Seb...seb...sebaiknya,
kita segera tinggalkan tempat ini !
Kurasa orang-orang di Pulau
Beliung sedang membutuhkan kita dan menunggu-nunggu kedatangan kita, Suto
!"
"Baiklah ! Aku setuju
!" kata Pendekar Mabuk, lalu berdiri dan menggantungkan bumbung tuaknya di
punggung.
"Bagaimana dengan diriku
Suto ?!" tiba-tiba Badai Kelabu bertanya dengan nada sedih. "
Aku sudah tidak punya apa-apa
lagi, Guru tak ada, teman tak ada, dan...dan aku tak mau kembali ke Pulau Hitam
lagi ! Aku masih terbayang kejahatan Guru !"
"Apakah kau mau ikut ke
Pulau Beliung ?"
"Kemana pun kau ingin
membawaku, aku tak menolak, Suto !"
Pendekar Mabuk tersenyum dan
merangkul gadis itu. Ia menepuk-nepuk pundak Badai Kelabu sambil berkata,
"Bangkitkan semangatmu
untuk tetap hidup dengan siapapun dan di mana pun !
Sekarang ikut lah ke Pulau
Beliung ! Aku yang menjamin keselamatan dan hidupmu di sana!"
Pada saat mereka mulai naik ke
perahu, tanpa mereka sadari serpihan tubuh Perwira Mayat Hidup yang telah
menyebar itu bergerak-gerak terhembus angin pantai. Serpihan-serpihan itu
semakin lama semakin saling berdekatan. Bagian-bagian yang terpisah mengumpul
menjadi satu bagai digerakkan oleh hembusan angin dari berbagai arah.
Perahu pun melaju menyusuri
jalur pelayaran ke Pulau Beliung. Ketiga penumpangnya dalam keadaan tenang,
bahkan Pendekar Mabuk sempat berbicara di buritan bersama Badai Kelabu.
Kasak-kusuk mereka mulai menyinggung soal hati dan perasaan secara pribadi.
Mereka tidak tahu, bahwa
potongan-potongan tubuh Perwira Mayat Hidup itu telah berkumpul menjadi satu
dan saling lekat kembali, hingga membentuk satu bagian tubuh.
Selembar rambut pun kembali
lagi pada tempatnya. Semakin banyak angin berhembus semakin bergerak-gerak
tubuh mayat yang kembali utuh itu. Sampai pada akhirnya, tampak tubuh mayat
terlentang itu bergerak pada bagian perutnya. Ia mulai bernapas sedikit dengan
mata membelalak lebar, memandang sekeliling dengan liar.
"Ke mana
mereka...?!" geram suara Perwira Mayat Hidup yang telah bangkit kembali
dari kematiannya. Ia segera berdiri dan memandang ke lautan.
Terlihat olehnya sebuah perahu
yang sedang meninggalkan pulau tersebut.
Di perahu itu, mata Dewa Racun menyipit
memandang ke arah pulau tadi. Jantungnya menjadi berdebar-debar, hatinya
gelisah dan lidahnya semakin keluh untuk mengucapkan sesuatu yang dilihatnya.
Dalam hatinya ia membatin,..
"Sepertinya ada orang
berdiri di pantai ? Rambutnya berserakan ! Potongannya seperti potongan tubuh
si Perwira Mayat Hidup ! Apakah benar orang itu bangkit lagi dari kematiannya
dengan tubuh sehancur itu ? Ah mungkin aku hanya salah pandang saja !"
*
* *
2
Perahu melaju dengan mulus.
Ombak lautan pun tidak bergulung-gulung, lebih berkesan tenang. Tapi sinar
matahari mulai susut karena keadaannya sudah mulai mendekati cakrawala barat.
Badai Kelabu sengaja
menggantikan Dewa Racun untuk berada di haluan, memegang kemudi agar arah
perahu tetap di jalur pelayaran menuju Pulau Beliung. Sementara itu, Dewa Racun
segera mendekati Pendekar Mabuk yang sejak tadi menenggak tuaknya sedikit demi
sedikit .
Dewa Racun mulai berbicara
dengan suara pelan, takut didengar oleh Badai Kelabu,..
"Ap...ap...apakah kau
percaya kalau seseorang yang sudah mati bisa bangkit lagi ?"
"Percaya ! Karena memang
ada ilmu semacam itu di dunia ini. Guruku pernah bercerita tentang kehebatan
ilmu Ki Jangkar Langit, bahwa ia juga orang yang susah dibunuh ! Kematian
baginya hanyalah tidur sekejap, yang pada suatu saat akan bisa bangkit lagi
karena sesuatu hal !"
Pendekar Mabuk bicara dengan
lancar, bukan seperti orang mabuk.
"Kalll... kaaal...
kaal... kalau begitu, orang tersebut akan hidup selama-lamanya ?"
"Bukan begitu artinya!
Orang itu akan mati apabila sudah tiba saatnya untuk mati dan kembali kepada
Yang Maha Kuasa ! Jika belum waktunya garis kehidupan menentukan ia mati, maka
walaupun mati beberapa kali, itu hanya suatu kecelakaan biasa yang bisa membuatnya
hidup lagi. Kematian di luar kodrat ibarat bagi kita adalah pingsan karena
sesuatu hal. Orang pingsan bisa bangkit lagi, bukan ? Nah, demikian pula orang
yang punya ilmu seperti Ki Jangkar Langit !"
"Jad... jad... jadi,
bagaimana untuk mengalahkan orang yang punya ilmu seperti itu, terutama jika ia
adalah orang sesat dan jahat, tentunya sangat sulit untuk dibunuh !"
"Memang sulit !"
jawab Suto sambil tersenyum, "Tapi jika garis ketentuan hidupnya sudah
mencapai pada titik kematian, secara sengaja atau tidak sengaja, seseorang bisa
saja membuatnya mati selama-lamanya. Entah dengan cara bagaimana dan dalam
keadaan mati yang seperti apa, kita tidak tahu ! Setiap orang akan menemui
jalan kematiannya sendiri-sendiri, yang pada umumnya berbeda-beda cara. Tetapi
jalan itu tetap ada. Tidak bisa hilang dari garis ketentuan hidup yang sudah
dipastikan dari sang Pencipta !"
Dewa Racun diam dan
manggut-manggut . Ada sesuatu yang direnungkan, ada sesuatu yang dipikirkan,
ada sesuatu pula yang membuatnya gelisah. Dan kegelisahan itu tertangkap oleh
mata dan perasaan Pendekar Mabuk. Karenanya, Suto pun segera bertanya,
"Mengapa kau tanyakan hal
itu ? Apakah ada sesuatu yang tertangkap oleh firasat mu ?"
"Tid... tid... tidak ada
! Hanya saja, aaak... aku sedikit mencemaskan kata-kata Badai Kelabu,"
jawab Dewa Racun.
"Kata-kata yang mana
?"
"Ilmu Cadar Angin !"
"Kau cemas kalau Perwira
Mayat Hidup itu bangkit lagi ?"
"Tid... tid... tidak
cemas, hanya mmmee...merasa tak enak hati saja ! Sep...sepertinya...."
Dewa Racun tidak teruskan
ucapannya. Matanya melirik ke arah buritan. Kejap berikutnya sudah kembali
kepada Suto Sinting dan berkata soal lain.
"Meng... meng... mengapa
kau tidak gunakan jurus 'Manggala' atau 'Yudha' ?
Buk...bukankah kau mendapat
kekuatan baru dari Gusti Ratu Kartika Wangi ?!"
"Kalau tidak terpaksa
sekali, aku tak akan pergunakan jurus maut ! Bahkan kalau memang bisa, cukup kugunakan kata-kata untuk
mengalahkan lawanku. Karena memang begitulah aku diajarkan bersikap dan hidup
di masyarakat oleh guruku si Gila T uak !"
"O, iiiy...iya ! Aku
meng...meng...mengerti maksudnya ! Cuma, menurutku Perwira Mayat Hidup itu
adalah lawan yang berbahaya dan tak cukup dikalahkan dengan kata-kata.
Bahkan...."
Dewa Racun kembali berhenti
bicara. Matanya kembali melirik ke arah buritan. Ada kecemasan yang melintas di
mata Dewa Racun. Kecemasan
dan kegelisahan itu sejak tadi sudah diketahui oleh Pendekar Mabuk, tapi si
tampan itu diam saja dan berlagak tidak melihat kejanggalan tersebut. Namun
diam-diam seluruh inderanya dipasang baik-baik dan menyebarkan tingkat
kewaspadaan yang tinggi.
"Dewa Racun, masuklah ke
barak !"
"Meng... meng... mengapa
kau menyuruhku masuk ke barak ?"
Pendekar Mabuk berdiri,
memandang rekannya yang kerdil sebentar. Kemudian ia memandang ke arah Badai
Kelabu, ternyata gadis itu tetap tenang tanpa memendam kegelisahan apa pun.
"Badai Kelabu, tinggalkan
haluan. Masuklah ke barak !"
"Kenapa ?" tanya
Badai Kelabu dengan memendam keheranan.
"Biar aku yang kemudikan
perahu ini !" jawab Pendekar Mabuk.
"Tapi mengapa kau
menyuruhku masuk ke barak ?"
"Supaya kau istirahat !
Dewa Racun juga kusuruh masuk ke barak
supaya beristirahat ! Aku yakin perjalanan menuju Pulau Beliung masih cukup
jauh dan melelahkan."
"Aku tidak lelah. Aku
justru bersemangat dan senang sekali bisa mendampingi perjalananmu!" senyum
Badai Kelabu mekar dengan indah.
Pendekar Mabuk membalas dan
mendekatinya, kemudian berkata pelan, "Masuklah ke barak bersama Dewa
Racun !"
Badai Kelabu berubah
keceriaannya menjadi wajah penuh keheranan. Sebelum ia mengajukan tanya, Suto
sudah lebih dulu berkata,
"Turutilah
kata-kataku!"
Badai Kelabu dan Dewa Racun
akhirnya menurut. Mereka masuk ke barak beratap rumbia lapis kayu papan. Di
dalam barak itu, mereka berdua saling beradu tanya,
"Mengapa si tampan itu
menyuruh kita masuk ke barak ini ?"
"Ak...ak...aku tidak
tahu. Aku juga heran, mengapa dia menjadi agak dingin sikapnya ?"
"Mungkin ada kata-kata ku
yang tak berkenan di hatinya ?"
"Kat...kat...kat...kata-kata
dari siapa ?" "Barangkali darimu?"
"Mungkinkah begitu
?"
Baru saja Badai Kelabu ingin
bicara lagi, tiba-tiba ia urungkan niatnya itu. Kapal terasa terguncang aneh
walaupun hanya sedikit guncangannya. Kejap berikutnya terdengar suara,
brukk...!
Dan kedua orang di dalam barak
ikut sama-sama terkejut .
"Seperti suara orang
melompat dari kedalaman air ke atas perahu !"
"Tapi mengapa Suto diam
saja ?"
Tak berapa lama, mereka
melihat kilatan cahaya merah yang menerjang punggung Suto. Cahaya merah itu
datangnya dari atas atap barak. Mereka berdua terpaku di tempat melihat Suto
terkena kilatan sinar merah.
Zlappp...! Bwurrr...!
"Dia terbakar !"
sentak Badai Kelabu dan segera berlari keluar dari barak. Tapi Dewa Racun
menahan tangannya dan berkata dengan jari telunjuk ditempelkan di mulutnya.
"Ddi...di...diam !"
bisik Dewa Racun. "Ak...ak...aku yakin Suto tidak sebodoh itu ! Kit...kita
lihat saja apakah benar dia terbakar atau tidak !"
"Tapi jelas ada api yang
membungkusnya setelah ia terkena kilatan sinar merah dari atas tempat kita ini
!"
"Sssst ...! Tet...tet...teee...tenang
dulu !"
Api yang membungkus tubuh
Pendekar Mabuk itu tiba-tiba padam dan lenyap begitu saja. Wussst ...! Tubuh
Pendekar Mabuk tidak mengalami luka bakar sedikit pun. Rupanya ia menggunakan
tipuan pandangan mata dengan mengeluarkan tenaga dalam yang berupa asap
membungkus dirinya. Asap itu tembus pandang sehingga tidak terlihat, dan yang
terbakar tadi adalah lapisan hawa murni yang berbentuk asap tembus pandang itu.
Pendekar Mabuk segera
membalikkan badannya dan menyunggingkan senyum ke arah orang yang ada di atas
atap barak. Badai Kelabu terbengong melihat keadaan Suto yang tetap gagah dan
tegar itu.
"Bangsat kau !"
terdengar makian suara serak
dari atas atap barak. Badai Kelabu dan Dewa Racun segera mengerti, siapa orang
yang berdiri di atas atap itu, yang tak lain adalah Perwira Mayat Hidup.
"Rupanya kau memang
sengaja ingin adu ilmu kesaktian denganku, Bocah Kadal !"
"Aku tidak bermaksud
begitu, tapi aku siap jika kau inginkan !"
"Kau tidak terkejut
sedikit pun melihat aku bangkit lagi ?!"
"Itu permainan anak kecil
! Tetanggaku punya anak, dan anaknya juga bisa bangkit lagi dari kematiannya !
Itu hanya permainan anak-anak
saja, tak perlu membuatku terheran-heran !"
"Kalau begitu,
kutunjukkan jurus mautku yang bisa membuatmu terperangah dan terheran-heran,
Hiaaaat ...!"
Perwira Mayat Hidup melompat
bagaikan terbang ke arah haluan. Pendekar Mabuk segera melompat juga
menyongsong gerakan terbang lawannya. Tapi tiba-tiba tubuh Perwira Mayat Hidup
berhenti di udara tanpa beralaskan apa pun. Ia berdiri menghadang gerakan Suto
ke arahnya, lalu dengan cepat ia sentakkan tangannya yang mengeluarkan cahaya
kuning itu.
Clapp...!
Suto Sinting cepat putarkan
tubuh dan sinar kuning itu tepat mengenai bumbung tuaknya.
Tabb...! Wuttt ...!
Sinar kuning itu membalik arah
dan mengenai tangan Perwira Mayat Hidup.
Jrrabb...!
Bhuggg...!
Tubuh Perwira Mayat Hidup
terpental jatuh ke laut .
Byurrr...!
Dalam sekejap ternyata tubuh
itu kembali melayang naik ke permukaan kapal.
Jlegg...!
"Bocah Edan ! Bumbung apa
yang ada di punggungmu itu, sehingga bisa membalikkan sinar kuningku itu
?!"
"Bisa juga melepaskan
nyawamu selamanya jika kau tak mau menyerah, Perwira Mayat Hidup!"
"Hah...! Tak ada kata
menyerah bagiku !" bentaknya dengan wajah semakin angker dan ganas.
"Terimalah jurus maut ku
berikutnya ! Hiaah!"
Clapp...! Sinar putih perak
menghantam Pendekar Mabuk, keluar dari sodokan jari tangan Perwira Mayat Hidup
itu.
Suto Sinting tidak menghindari,
melainkan menangkis kembali dengan kibasan bumbung tuaknya.
Sinar putih itu menghantam
bumbung dan memantul balik seperti tadi. Tapi kali ini agaknya Perwira Mayat
Hidup telah siap siaga, sehingga ia segera melompat ke arah haluan dan sinar
yang memantul balik itu jatuh ke laut .
Jrrrosss...! Menyemburlah air
laut, tingginya hampir separo tinggi pohon kelapa.
Pada saat itu, Pendekar Mabuk
pun segera sentakkan telapak tangannya yang berjari rapat dalam keadaan miring.
Settt ...!
Dan pada saat itu, dua mata
pisau kecil yang tidak terlihat oleh mata telanjang telah melesat begitu
cepatnya. Yang terlihat oleh Dewa Racun dan Badai Kelabu hanyalah dua sinar
emas melesat dan menghantam perut Perwira Mayat Hidup.
Orang tersebut langsung diam tak bergerak. Keadaannya tetap dengan tangan terangkat dan
seolah-olah ingin lepaskan pukulan dahsyat-nya lagi. Tapi saat itu, Dewa Racun
segera keluar dari barak dan mendekati Suto sambil berkata,..
"Ju... juu... jurus
"Manggala" telah kau gunakan, Suto ?!"
"Ya. Agaknya tak ada
jalan lain kecuali harus melenyapkan-nya dengan jurus 'Manggala" !
Badai Kelabu pun ikut keluar
dari barak dan memandangi Perwira Mayat
Hidup yang diam mematung dengan mata masih mendelik ganas.
"Mengapa dia diam saja ?
Apakah dia menjadi patung ?"
tanya Badai Kelabu kepada
Pendekar Mabuk.
Baru saja Suto ingin menjawab,
tapi tiba-tiba datang angin sedikit kencang. Rambut Perwira Mayat Hidup terbang
beberapa helai. Badai Kelabu terkejut melihat keadaan seperti itu. Matanya
memandang tak berkedip dengan dahi berkerut.
Tak berapa lama, telinga
Perwira Mayat Hidup menjadi rontok bagaikan abu yang tersapu angin. Menyusul
kemudian bagian jari tangannya. Prusss...! Terbang terbawa angin dan menjadi
abu. Makin lama, semakin hilang bagian tubuhnya.
Badai Kelabu baru menyadari
bahwa Perwira Mayat Hidup ternyata telah mati sejak ia menjadi patung tadi.
Bahkan bukan saja sekadar mati menjadi mayat, namun menjadi abu yang masih
membentuk seperti wujud aslinya. Dan kematian itu akibat jurus maut yang
dimiliki Pendekar Mabuk, yaitu jurus "Manggala".
Gumpalan abu yang membentuk
wujud aslinya itu makin lama semakin habis tersapu angin, dan akhirnya kematian
Perwira Mayat Hidup itu tidak meninggalkan bekas secuil pun. Lenyap menjadi abu
dan bertaburan di lautan lepas.
Suto berucap kata seperti
bicara pada dirinya sendiri, "Kekuatannya pada angin, tapi ia dimusnahkan
oleh angin juga!"
Badai Kelabu menghirup napas
panjang-panjang dan menghembuskannya dengan satu kelegaan yang memuaskan hati. Ia berkata
kepada Dewa Racun yang baru berhenti dari tertegunnya.
"Luar biasa jurus itu !
Dapatkah aku mempelajarinya dari Suto ?"
Dewa Racun yang kerdil
menggelengkan kepala, "Tid... tidak... tidak semua orang bisa, tidak
setiap orang memiliki jurus "Manggala" ! Hanya Suto Sinting Pendekar Mabuk itu, yang mempunyai dua jurus
langka, yaitu jurus "Manggala" dan jurus "Yudha". Sebab dia
adalah seorang "Manggala Yudha" negeri alam gaib yang bernama Puri
Gerbang Surgawi !
"Bukankah itu negeri di
Pulau Serindu ?"
"It ... it u anaknya,
yang di alam gaib adalah ibunya!" Badai Kelabu hanya bisa manggut -manggut
menyimpan sejut a kekaguman.
* *
Perjalanan Kapal Neraka yang
membawa Hant u Laut bersama P usaka Tombak Maut -nya it u mengalami guncangan
hebat secara t iba-t iba. Hant u Laut mulai curiga dengan guncangan yang t idak
sewajarnya it u. Cepat-cepat ia meraih P usaka T ombak Maut t ersebut , lalu
memeriksa ke lambung kapal.
T iba-t iba sesosok t ubuh
melesat keluar dari dalam air laut . T ubuh it u bergerak lent ur, meluncur
cepat ke at as, langsung kakinya menendang wajah Hant u Laut dari bawah ke
atas. P lokkk...!
"Uuhg...!" Hant u
Laut t erpekik, selain kaget juga
merasa sakit . Cepat -cepat ia
t egakkan t ubuhnya dalam berdiri dan memandang liar ke arah tamu tak diundang
it u.
"Bangsat ! P agi-pagi
sudah sarapan kaki!" gerut u Hant u Laut karena saat it u adalah pagi hari
dan ia baru saja bangun dari t idurnya, ia kibaskan wajahnya unt uk membuang
rasa sakit yang membuat pandangan mat anya berkunang-kunang.
Mat a besar it u menat ap
gusar pada sesosok t ubuh
kurus yang sudah berdiri di t
epi geladak. T ubuh basah kuyup it
u berpakaian serba put ih
model biksu. Rambut nya juga
berwarna put ih dikonde di t engah kepala, hingga wajahnya yang kurus dan
kempot it u t erlihat jelas. Jenggotnya yang panjang menet eskan air karena
basah. Lelaki t ua berusia sekit ar t ujuh puluh
t ahun it u berdiri dengan
memegang tongkat dari kayu biasa, dan uj ungnya mempunyai cabang berbent uk
huruf
'V yang panjangnya t ak sama.
Bahkan di bawah
cabangnya t erdapat dua daun
yang menguning layu. Dan
Hant u Laut segera mengenali
orang it u.
"Rupanya kau yang dat ang dan menghambat perjalananku ke P ulau
Beliung, Jangkar Langit !"
"Ya. Aku yang dat ang,
menunt ut kemat ian adikku si T alang Sukma, dan merebut kembali P usaka T
ombak Maut -ku it u!" kat a Jangkar Langit dengan t egas. Lalu sert
a-merta Jangkar Langit sodokkan t angannya ke depan sebagai sodokan jarak jauh
ke arah dagu lawannya. Wuttt!
"Serahkan tombak it u! Kau t ak akan bisa
membunuhku, Hant u Laut!"
Hant u Laut tersedak keras,
mulut nya t ernganga,
muncrat darahnya dari mulut it
u. Ia cepat berdiri mengambil keseimbangan badannya yang gemuk it u. Ia t
erhuyung-huyung dan hampir saja jat uh, unt ung t ombak di t angannya cepat
digunakan unt uk menahan t ubuh, hingga ia t ak sempat jat uh.
Jangkar Langit cepat menyerang
kembali lawannya dengan pukulan t enaga dalam dari jarak lima langkah. Wuttt
...! T api saat it u Hant u Laut cepat putarkan t ombak di at as kepalanya,
lalu keluarlah sinar hijau mengelilingi
t ubuhnya dalam jarak dua
langkah. Sinar hijau it u memercikkan but iran-but iran mengkilap sepert i
serbuk intan dan membuat pukulan t enaga dalam dari Jangkar Langit t erpent al membalik menyerang t ubuhnya. Wussst ...! Drabb...!
Jangkar Langit cepat menahan
pukulannya yang membalik it u dengan melint angkan tongkatnya yang beraliran
tenaga dalam t inggi. T api akhirnya ia terpent al sendiri dan jat uh bersandar
pada t epian pagar kapal akibat sent akan pukulan yang membalik t adi.
Dalam kesempat an sepert i it
u, Hant u Laut cepat
sent akkan t ombaknya ke depan
dan melesat lah sinar merah berkelok-kelok ke arah lawan. Jangkar Langit t
erperanjat melihat cepatnya sinar merah menyerangnya, ia tak sempat menangkis
at au menghindar sehingga, jrubb!
Sinar it u menikam dadanya. T
ubuh Jangkar Langit mengejang dengan mat a mendelik. Kulit wajahnya yang coklat
berangsur-angsur menjadi biru dan makin lama makin biru legam. Kulit t angannya
dan yang lainnya pun
begit u. Bahkan rambut put
ihnya mengerit ing hitam bagai t erbakar kekuat an api yang amat t inggi dari
dalam t ubuh.
Akhirnya orang t ua sakt i it
u pun menghembuskan napas t erakhir dengan bau hangus t ercium t ajam. Jenggot
nya t erbakar t anpa t erlihat bent uk apinya.
"Ha ha ha ha...! Siapa
bilang kau t ak bisa dibunuh
olehku?! Sekarang mampuslah
kau, Jangkar Langit ! Sinar merah dari t enaga dalamku it u t elah lebih
berbahaya daripada kulepaskan lewat t elapak t anganku! Mat i kau di uj ung
pusakamu, Jangkar Langit! Hua ha ha ha...!"
Hant u Laut merasa puas
melihat kemat ian Jangkar
Langit yang biru legam sekujur
t ubuhnya it u. Ia sempat menendang beberapa kali mayat it u unt uk membukt
ikan kemat iannya. T ernyat a Jangkar Langit t ak bergerak- gerak lagi, bahkan
mungkin unt uk selama-lamanya mayatnya mendelik dengan mulut t ernganga. Asap
yang t adi keluar dari mulutnya kini sudah t ak ada.
Angin berhembus cukup baik unt
uk pelayaran. Hant u
Laut meneruskan perjalanan
dengan dada t erasa makin membengkak, karena bisa mengalahkan orang sakt i
sepert i Jangkar Langit . Sesekali ia memandang mayat Jangkar Langit yang masih
dibiarkan di t empat nya semula. Jika ia memandang, ia selalu t ertawa kepada
mayat it u, seakan unjuk kehebatan di depan Jangkar Langit yang sudah t ak
bernyawa lagi it u.
Sampai di pert engahan laut ,
ket ika arah kapal sudah diubah
menuju ke P ulau Beliung, Hant u Laut
menyempat kan diri unt uk
membuang mayat Jangkar Langit. Byurrr...! Mayat it u dibuang dengan cara
diseret ke t epian dan digulingkan memakai kaki.
"Sudah t ua masih saja
berkoar lancang di depan Hant u Laut ! Apa dia pikir Hant u Laut ini budak
kapal sepert i dulu?! Hmmm...!"
Hant u Laut mencibir sendiri,
kemudian masuk ke
barak unt uk
mengambil minuman araknya, ia menenggak arak cukup banyak
sebagai ungkapan pest a kemenangannya melawan Jangkar Langit .
T et api, ket ika ia ingin
menenggak lagi, t iba-t iba
perahunya t erasa t erguncang
aneh. Ada suara gemuruh di ba
gian lambung kapal. Hant u
Laut cepat memeriksanya. T
api t iba-t iba, brusss...!
Wajahnya kembali dit erjang lompat an cepat dari orang yang muncul dari
kedalaman laut . T ersent ak dan terpelant ing Hant u Laut yang gemuk it u.
Ia cepat berdiri dan t
ercengang dengan mat a nyaris
melot ot keluar. Karena ia
melihat sesosok t ubuh t ua berdiri di depannya dalam keadaan segar-bugar.
Sosok t ua it u tak lain ialah Jangkar Langit!
"Masih hidup juga si t ua
bangka ini?! Edan!" geram
Hant u Laut .
*
* *
3
SEMENT ARA it u sebuah perahu
berlayar t unggal
sedang melaju di jalur
pelayaran arah P ulau Beliung. P erahu it u bermuatan dua orang lelaki. Yang
sat u berbadan sedikit gemuk, pendek dan berkumis hit am, yang sat unya lagi
bert ubuh kurus, kempot dan lonjong. Yang berwajah lonjong ini mempunyai kumis
pendek, kurang dari lebarnya bibir, ia mempunyai nama julukan Golok Makam.
Sedangkan yang berbadan agak gemuk dan mengenakan pakaian biru t ua it u
bernama Loh Ga we.
Loh Gawe berambut pendek,
dililit logam t embaga berhias kerang kuning kecil di t engah dahinya, berusia
sekit ar lima puluh t ahun, hingga rambut nya sudah bercampur dengan uban
sedikit . Sedangkan Golok Makam berusia
sekit ar empat
puluh lima t ahun, berambut panjang
melewat i punggung t anpa ikat kepala, berbaju rompi hit am dan celananya hit
am pula. Ia bersenjat akan sebuah golok yang mempunyai cant olan sepert i mat a
kail di bagian ujungnya. Berbeda dengan senjat a Loh Gawe, yait u berupa rant
ai sepanjang t iga jengkal yang mempunyai bola besi berduri sebesar
genggamannya, bert angkai hit am sepanjang sat u jengkal.
Loh Gawe mempunyai mat a lebih
lebar daripada si
Golok Makam. T api keduanya
sama-sama bermat a bengis, seakan berdarah dingin. Sebab keduanya adalah ut
usan dari Siluman T ujuh Nyawa. Mereka berdua adalah t ermasuk algojo pembantai
di ba wah perint ah Durmala Sanca alias Siluman T ujuh Nyawa.
P erahu berlayar t unggal it u
t idak begit u besar. T api angin samudera menghembuskan layarnya membuat
perahu it u berjalan cepat .
Di bagian haluan berdiri si Golok Makam sebagai pengemudi perahu t ersebut ,
sedangkan Loh Gawe duduk di bagian burit an dengan wajah angkernya. Loh Gawe
sepert inya sedang
memendam kemarahan yang t ak t ahu harus dilampiaskan kepada siapa.
Dari burit an t erdengar
suaranya yang menggeram
gemas beberapa kali, kadang mendengus sambil hent akkan kakinya ke lant ai perahu.
Hal it u membuat si Golok Makam palingkan wajahnya memandang Loh Ga we, lalu
serukan kat a dari haluan,
"T ahanlah dulu nafsumu,
Loh Ga we! Aku percaya Kapal Neraka it u berlayar ke P ulau Beliung! Di sana
kit a past i akan bert emu dengan Hant u Laut , dan kit a bisa t anyakan
kepadanya siapa yang membunuh kakakmu si T apak Baja it u. Apakah
orang-orangnya Resi Kidung Sent anu, at au muridnya si Jangkar Langit! Sebab
kulihat mayat T alang Sukma, adik Jangkar Langit , ada di P ulau Kidung
juga!"
"Apakah mungkin orangnya
Resi Kidung Sent anu ada
yang masih hidup dan bisa
mengalahkan kakakku, T apak Baja it u?!" suara Loh Gawe lebih besar dan
bernada sepert i orang menggeram dalam gerut uan.
"Set ahuku, Kidung Sent
anu mempunyai anak angkat yang bernama Lembu Ireng. Tadi t ak kulihat mayat
Lembu Ireng di antara mayat -mayat penduduk P ulau Kidung! Jadi jelas, Lembu
Ireng belum t erbunuh oleh T apak Bajai"
"Kalau begit u kit a cari
si Lembu Ireng it u dulu!"
"Jangan, Loh Gawe! T ugas
kit a adalah menyusul Kapal Neraka dan menyuruh T apak Baja sert a Hant u Laut
unt uk menghadap Siluman T ujuh Nyawa. Karena agaknya sang ket ua ingin
memberikan t ugas pent ing kepada mereka berdua. Karena T apak Baja sudah
meninggal, maka kit a sampaikan saja t ugas ini kepada Hant u Laut ! Biarlah
nant i Hant u Laut yang cerit akan perist iwa kemat ian T apak Baja it u!"
Loh Gawe menggeram lagi, lalu
sentakkan napasnya
dengan jengkel, ia bangkit dan
melangkahkan kaki ke haluan. Sampai di sana ia diam berdiri di samping si Golok
Makam dengan mat a memandang ke depan dan memicing bernada dendam. T erdengar
Loh Gawe ucapkan kat a berat ,
"Kurasa Jangkar Langit
yang menewaskan kakakku it u! Sebab kudengar Tapak Baja berhasil mencuri dan
membawa lari t ombak pusakanya yang bernama P usaka Tombak Maut it u!"
"Semuanya baru akan jelas
jika kit a bert emu dengan Hant u Laut!" jawab si Golok Makam dengan suara
pelan. Kejap berikut suara Golok Makam t erdengar lagi.
"Jangkar Langit tokoh t
ua yang t erkenal sakt i!
Mungkin saja ia sekarang
sedang mengejar Hant u Laut unt uk memperoleh pusakanya! Ia mengejar Hant u
Laut karena T apak Baja t idak memegang tombak pusaka it u! At au... at au
barangkali Hant u Laut yang membawa lari pusaka t ersebut ?"
Loh Gawe palingkan wajah,
memandang paras muka t emannya yang lonjong berhidung mirip burung bet et
it u.
"P usaka it u dibawa lari
Hant u Laut ?!" gumam Loh Ga we. "Jika benar begit u, berart i Hant u
Laut saat ini sedang mengamuk di P ulau Beliung, karena P ulau Beliung adalah
sasaran berikut nya dari t ugas T apak Baja set elah menghancurkan semua
penghuni P ulau Kidung!"
"Karena it u aku yakin,
kit a akan bert emu Hant u Laut
di P ulau Beliung!" t
ambah si Golok Makam.
"Bagaimana jika t ernyat
a di P ulau Beliung kit a t idak t emukan Hant u Laut? Apakah t ugas T apak
Baja kit a ambil alih, at au kit a t inggalkan P ulau Beliung unt uk mencari
Hant u Laut ?!"
Golok Makam kali ini memandang
wajah Loh Gawe
sambil berkat a, "T ugas
kit a adalah menyuruh pulang Kapal Neraka, siapa pun yang ada di at as kapal it
u! Bukan menghancurkan P ulau Beliung! Siapa t ahu sang ket ua t elah berubah pikirannya unt uk t idak menghancurkan P ulau Beliung, karena
alasan t ert ent u! Jadi, kit a jangan bert indak gegabah dulu! Kit a kerjakan
apa yang harus kit a kerjakan!"
Golok Makam dan Loh Gawe t
idak t ahu, bahwa saat it u Hant u Laut sedang kewalahan menghadapi Jangkar
Langit di at as Kapal Neraka. T ombak pusaka it u berulang kali menghujam t ubuh
Jangkar Langit , kemat ian Jangkar Langit pun t iba berulang kali, namun
set iap kali mayat nya dibuang ke laut , Jangkar Langit bangkit kembali. T
ubuhnya yang luka-luka separah apa pun, bisa lenyap lukanya t ak berbekas.
Set iap kali Jangkar Langit
melesat dari kedalaman air
dan hinggap di t epian geladak
Kapal Neraka, mat a Hant u Laut selalu t erbelalak kaget , kemudian pertarungan
dimulai lagi. Bahkan Hant u Laut sempat berpikir,
"Mungkin pusaka ini t
idak bisa membuat nya mat i! Jadi sebaiknya kugunakan senjat a yoyo sakt iku
ini unt uk membunuhnya!"
Hant u Laut masih memegang P
usaka T ombak Maut
t api yang digunakan unt uk
menyerang Jangkar Langit adalah yoyo sakt inya. Yoyo it u jika dilemparkan
dengan t enaga dalam akan melayang menerjang lawan sambil mengeluarkan gerigi
beracunnya, t api jika t ali yoyo disent ak ke belakang, yoyo it u akan meluncur
kembali ke t angan Hant u Laut dalam keadaan gerigi masuk ke dalam lapisan
yoyo.
P ert arungan yang
menjengkelkan it u membuat Hant u Laut berulang kali t erkena pukulan t enaga
dalam Jangkar Langit. Tet api selalu saja ia masih t egar dan sulit dit
umbangkan. Bahkan t erakhir kali Hant u Laut sempat melukai t ubuh Jangkar
Langit . Yoyonya menggores lebar pada bagian t engkuk kepala Jangkar Langit.
Jelas-jelas Jangkar Langit mat
i akibat racun gerigi yoyo yang juga berkekuat an t enaga dalam it u. Tapi ket
ika Hant u Laut melemparkan mayat lawannya ke laut , kejap berikutnya lawannya
it u t elah melesat kembali dari kedalaman laut dan bert engger di geladak.
Badannya t ampak segar t anpa luka sedikit pun.
"Gila! Ini manusia apa
set an?!" geram Hant u Laut
dalam hat inya.
Hant u Laut t idak t ahu,
bahwa Jangkar Langit
mempunyai ilmu yang bernama
'Aji Banyu Jiwa'. T idak ada orang yang memiliki 'Aji Banyu Jiwa' selain
Jangkar Langit. Guru Sut o Sint ing, si Gila T uak, juga t idak memiliki Ilmu
'Aji Banyu Jiwa'.
'Aji Banyu Ji wa' it u
mempunyai kekuat an di air.
Banyu it u sendiri art inya
air. Jadi set iap Jangkar Langit mat i dalam keadaan luka separah apa pun, jika
jasadnya t erkena air, ent ah air hujan at au air laut , at au air apa saja,
maka mayat nya akan bangkit lagi dan luka-luka separah apa pun bisa sembuh
kembali secara gaib.
It ulah sebabnya si Gila T uak
sendiri merasa segan
t erhadap Jangkar Langit ,
karena Gila T uak t ahu bahwa Jangkar Langit orang yang sukar dibunuh.
Sedangkan Jangkar Langit sendiri merasa sungkan berselisih dengan si Gila T
uak, karena ia t ahu si Gila T uak mempunyai P usaka T uak Set an yang dapat
memporak-porandakan alam sekit arnya. Keduanya akhirnya saling menghormat i dan
saling bersahabat dengan baik. Bahkan dalam sat u pert arungan, jika di sana
ada Jangkar Langit dan si Gila T uak, pert arungan it u bisa berhent i dengan
sendirinya karena yang bert arung merasa enggan berurusan dengan kedua t okoh t
ersebut .
Bibi gurunya dari Sut o Sint
ing, yait u Bidadari Jalang, adalah orang terkuat kedua dalam urut an nama-nama
t okoh yang sulit dit umbangkan. Tet api jika ia bert emu dengan Jangkar Langit
, ia pun merasa sungkan karena selama ini Jangkar Langit t ak pernah t ampakkan
kemarahan at au permusuhannya dengan Bidadari Jalang.
T ak heran jika Hant u Laut
merasa kewalahan
melawan Jangkar Langit , yang
dikenal sebagai manusia yang t idak pernah mau cari masalah dengan siapa pun.
Hant u Laut sendiri sebenarnya t erluka parah di bagian dalamnya. T api
ia masih bisa
bert ahan unt uk
menyelamatkan P usaka Tombak Maut it u. Sebaliknya, Jangkar Langit merasa
kewalahan juga melawan orang besar bert enaga bison it u, karena kesempat an
unt uk menghancurkan Hant u Laut selalu t erhalang gerakan perisai tombak
pusaka t ersebut . Sinar hijau selalu digunakan Hant u Laut unt uk melindungi
dirinya dari serangan Jangkar Langit . Sedangkan Jangkar Langit sendiri t ahu,
bahwa sinar hijau yang keluar dari t ombak yang diput ar-put arkan it u memang
sulit dit embus oleh jurus apa pun.
T anpa disadari oleh keduanya,
pert arungan it u mulai t erlihat oleh sebuah perahu berlayar biru dengan
simbol t engkorak dan t ujuh mat a rant ai yang berwarna put ih. P erahu it
ulah yang membawa Loh Ga we dan si Golok Makam unt uk mendekat i Kapal Neraka.
"Loh Gawe...! Lihat Kapal
Neraka it u!" kata Golok
Makam. "Sepert inya Hant
u Laut sedang bert empur menghadapi tokoh t ua berpakaian serba put ih it
u!"
"T ak salah lagi, dialah
si Jangkar Langit !" geram Loh Ga we dengan mat a mulai membuas penuh nafsu
membunuh. "Dekat i t erus kapal it u! Kit a hajar si Jangkar Langit dari
sini!"
Loh Gawe melayangkan pukulan
jarak jauhnya yang
berwarna merah membara.
Sasarannya adalah punggung
Jangkar Langit yang sedang
menghadapi t ebasan-t ebasan
t ombak Hant u Laut . Bahkan,
Golok Makam juga ikut melancarkan pukulan jarak jauhnya yang memancarkan cahaya
kuning menyala.
T et api Jangkar Langit sangat
waspada. Mat a t uanya sangat t ajam dan jeli, sehingga kedua pukulan it u bisa
dihindari dengan cara melambungkan diri, berjungkir balik di udara hingga
mencapai at ap barak Kapal Neraka it u.
Hant u Langit t erkesiap
melihat dua sinar melesat ke
arah kapalnya. Menghindarnya
Jangkar Langit membuat kedua sinar it u menjadi t erarah kepadanya. Hant u Laut
pun cepat sent akkan kakinya unt uk melesat ke samping dengan gerakan sepert i
singa t erbang.
Jlegarr...! Blarr...!
Kedua sinar it u dihant am
dengan kekuat an merah yang keluar dari ujung T ombak Maut . Hant u Laut perlu
menghancurkan kedua sinar t ersebut , karena jika t idak kedua sinar it u akan
menghant am t iang layar ut ama, dan t iang it u past i akan hancur.
"Hant u Laut ...!"
seru Golok Makam dari perahunya
yang makin mendekat .
"Ist irahat lah, biar kami yang hadapi si t ua rebus it u!"
Hant u Laut serukan kat a,
"Hat i-hat i! Jangan malah kalian menghancurkan kapalku ini!"
Jangkar Langit t ak merasa
gentar sedikit pun melihat
kemunculan perahu berlayar
biru t ua it u. Ia sudah menduga, mereka yang berada di at as perahu adalah
sekut unya Siluman T ujuh Nyawa. Buat Jangkar Langit mereka t idak ada
apa-apanya. Justru yang t erberat adalah
merebut t ombak pusakanya,
sement ara t ombak pusaka it u dipakai bert arung melawan dirinya sendiri. It u
sama saja Jangkar Langit melawan kekuat an ampuhnya sendiri.
Wuttt ...! Kejap berikut t
ubuh Loh Gawe melent ing di
udara dari perahunya dan t iba
di at as geladak Kapal Neraka dengan t egar dan sigap. Mat anya langsung t ert
uju pada Jangkar Langit yang masih berdiri dengan
t enang di at as at ap barak.
"Jangkar Langit!" bent ak Loh Gawe.
"Akulah lawanmu! Bukan si gundul Hant u Laut it u!"
"Kau hanya buang-buang
wakt u saja!" ucap Jangkar Langit dengan t enang, t ak kelihat an t
erengah-engah napasnya.
"T urunlah dari sana, kit
a selesaikan hut ang-piut ang kita!"
"Aku t ak punya hut ang
padamu!"
"Omong kosong! Kau punya
hut ang padaku, karena kau t elah membunuh kakakku Tapak Baja it u! Sekarang
aku, Loh Gawe, menunt ut balas kemat ian kakakku it u!"
Jangkar Langit t ersenyum.
"P ert imbangkan dulu anggapanmu it u, Loh Gawe! Aku t ak pernah cari
perkara dengan orang lain! Kalau saja pusakaku t idak direbut oleh kakakmu
dengan licik, dan sekarang dikuasai oleh Hant u Laut , aku t idak mau bert arung
dengan siapa pun!" Wussst ...! T iba-t iba sebuah pukulan jarak jauh dilancarkan kembali oleh Golok Makam
yang masih ada di perahunya. P ukulan it u berwarna kuning menyala dan
menghant am pinggang Jangkar
Langit . Bruss!
"Heggh...!" Jangkar Langit t ersent ak, suaranya t ert ahan dengan mat a
melebar. P ukulan sinar kuning t epat mengenai pinggang dan membuat pinggang it
u somplak mengerikan. Darah pun memercik dari t ubuh Jangkar Langit.
T ubuh it u t ersungkur ke
depan. Brukk...! Lalu t erguling jat uh dari at as at ap. P ada saat it u, Loh
Gawe segera mencabut senjat a rant ai berbandul bola baja berduri, lalu dihant
amkan dalam sat u lompat an ringan ke arah kepala Jangkar Langit . P rokkk...!
Kepala Jangkar Langit koyak
lebar, darahnya makin
menyebar mengot ori dinding
barak. T ubuh it u ambruk t ak berkut ik lagi. Namun Loh Gawe masih belum puas,
ia hant amkan lagi rant ai bandul berduri it u ke dada Jangkar Langit .
Grasss...! Dada it u hancur, bolong mengerikan, karena hant aman bola berduri
it u disert ai kilatan cahaya merah membara.
Wuttt ! Jlegg...!
Golok Makam mendarat di
geladak Kapal Neraka, ia segera menarik t angan Loh Gawe sambil berseru,
"Cukup! Cukup, Loh Gawe!
Dia sudah t ewas menyusul kakakmu!"
"Laknat it u akan
kuhancurkan hingga berkeping- keping!"
Hant u Laut segera berseru
dari tempat yang agak
t inggi, "Jangan kot ori
kapalku dengan bangkai orang it u!"
Loh Gawe menat ap mata Hant u
Laut . Kemudian napasnya dihempaskan hingga
ket egangannya
berkurang, ia segera
memasukkan kembali senjat anya ke selipan sabuk hit amnya, lalu ia bicara pada
Hant u Laut,
"Aku dat ang bukan
sekadar ingin balas dendam kemat ian kakakku, t api ada t ugas dari sang ket ua
unt uk menemuimu!"
"Unt uk
mengawiniku?!"
"Unt uk menemuimu, T
uli!" sent ak Golok Makam.
"O, unt uk menemuiku?!
Hmmm... ada apa ket ua menyuruh kalian menemuiku?!" t anya Hant u Laut
yang biasanya sedikit sungkan t erhadap Golok Makam dan Loh Gawe karena t
ingkatannya lebih t inggi, t api kali ini agaknya Hant u Laut t ampakkan sikap
beraninya.
"Kau dipanggil menghadap
sang ket ua!" jawab Loh
Ga we.
"Aku harus ke P ulau
Beliung dul u!"
"T ak perlu!
Sang ket ua ingin cepat
bertemu denganmu, dan sebenarnya dengan kakakku juga; si T apak Baja. T
api ceritakanlah sendiri nant i kepada sang ket ua t ent ang nasib
kakakku!"
Hant u Laut memandang ke arah jauh sambil
melangkahkan kaki mendekat i
pagar t epian kapal, ia masih menggenggam P usaka Tombak Maut yang sejak t adi
dilirik oleh kedua t emannya it u. Kejap berikut nya Hant u Laut palingkan
wajah dan ucapkan kat a kepada Loh Gawe,
"Apakah sang ket ua punya
kepent ingan besar, sampai ia membelokkan t ugasku unt uk menunda penghancuran
di P ulau Beliung?"
"T ent u. Ini amat pent
ing!"
"Kalau begit u, sang ket
ua sendirilah yang seharusnya dat ang menemuiku di Kapal Neraka ini!"
T erperanjat Golok Makam dan
Loh Gawe mendengar ucapan Hant u Laut . Mereka saling pandang, sementara Hant u
Laut berjalan mendekat i haluan, dan memeriksa arah jalur pelayarannya, ia juga
melirik ke arah perahu berlayar
biru yang t alinya dit ambat
kan di pagar kapalnya.
"Aku t ak jelas dengan
maksud kat a-kat amu, Hant u
Laut !" kat a Golok
Makam. "Kau dipanggil sang ket ua agar segera menghadap!"
"Aku t idak mau!"
jawab Hant u Laut. "Jika sang ket ua punya kepent ingan denganku, biarlah dia
yang menghadapku kemari!"
"Lancang sekali mulut mu,
Hant u Laut ?!" sent ak Loh
Ga we dengan dada bergemuruh.
Wajahnya pun menjadi t egang. "Apa maksudmu bicara begit u, Hant u Laut ?
Apakah kau ingin menent ang sang ket ua? Kau t ak t akut dibunuhnya?!"
"Ha ha ha ha...!"
Hant u Laut t ert awa, Loh Gawe
segera bernapas lega, karena menyangka
it u t adi hanya kelakar Hant u Laut saja. Mereka t ersenyum pahit sambil
memandangi apa yang dilakukan Hant u Laut . Rupanya Hant u Laut mengangkat
mayat Jangkar Langit dan dilemparkannya ke laut . T api mayat it u jat uhnya ke
perahu berlayar biru.
"Hei, mayat it u jat uh
di perahuku!" kat a Golok
Makam. T api Hant u Laut t
idak peduli. Bahkan dengan menggunakan ujung t ombak ia put uskan t ambang
penambat perahu it u, hingga
kini perahu it u t erapung- apung t anpa arah.
"Gila! Kenapa kau lepaskan
t ambat an perahuku?!" sent ak Golok Makam dengan mat a membelalak.
Hant u Laut hanya berkat a,
"Aku t idak suka Kapal
Neraka ini menjadi t ambat an
perahu asing milik siapa pun! P erahu it u harus kuusir, jika perlu pemiliknya
pun akan kupaksa unt uk t inggalkan Kapal Neraka ini!"
T erbakar kulit wajah Golok
Makam, mendidih
darahnya mendengar ucapan
orang yang selama ini t ak berani bicara selancang it u kepadanya. Bahkan Loh
Ga we pun segera bergerak mendekat i Hant u Laut dan ingin menampar mulut si
gendut berkepala bot ak licin it u. T api, t angan Hant u Laut cepat berkelebat
juga menangkis t amparan it u.
P lakkk...!
Begggh...! T angan yang habis
menangkis segera disodokkan ke depan dengan t elapak t erbuka. Dada Loh Ga we
menjadi sasaran t elak. Terhant am mundur Loh Ga we saat it u, karena sentakan
t elapak t angan Hant u Laut it u berkekuat an t enaga dalam cukup besar. Loh
Ga we t ersent ak ke belakang sampai menabrak Golok Makam, yang sedang bimbang unt uk mengejar perahunya at au menghajar si gundul
it u lebih dulu?
Hant u Laut sunggingkan senyum lebar sambil
bus ungkan dadanya, kepalanya
sedikit mendongak di bagian dagu, menampakkan keangkuhannya.
"Beraninya kau bersikap
begini kepadaku, Hant u
Laut ?!" geram Loh Gawe.
"Kenapa harus t akut ?
Kenapa selamanya aku harus menjadi pelayan dan budak-budak kalian? Kalau aku
berani berbuat kasar dan t idak menghormat kepada kalian, it u karena aku
berani menghadapi kalian!"
"Jahanam bot ak!"
sentak Golok Makam. "Sekarang
juga kuperint ahkan kau put ar
haluan kapal ini dan kembali menghadap sang ket ua!"
"Aku t idak mau menghadap
Durmala Sanca! Kalau mau, dia yang harus menghadapku dengan t erlebih dulu mencium
t elapak kakiku!"
"Kurang ajar!" geram
Loh Ga we dengan napas mulai
t erengah-engah.
"Kuhancurkan mulut mu yang sombong it u sebelum kuseret kau menghadap sang
ket ua! Berani- beraninya kau bersikap t ak menghormat kepada kami, hah?"
"Jangankan kalian,"
kat a Hant u Laut meremehkan.
"Kakakmu saja mat i di
tanganku, Loh Gawe!"
"Apa...?!" Loh Gawe
semakin mendidih darahnya set elah mendengar, bahwa t ernyat a yang membunuh T
apak Baja adalah Hant u Laut .
"Kau membunuh T apak
Baja?!" ujar Golok Makam. "Mana mungkiiin...! Ilmumu masih di ba wah
alas kaki T apak Baja!"
"T ombak pusaka ini t
elah merenggut nyawa T apak Baja, it u berart i ilmuku lebih t inggi dari ilmu
yang dimiliki T apak Baja! Jangankan T apak Baja, Durmala Sanca pun akan kubuat
menjilat -jilat bekas t elapak kakiku bila perlu!"
"Biadab kau! Hiaaat
...!" Loh Gawe segera mencabut
senjat anya dan menghant amkan
ke kepala Hant u Laut dengan
sat u lompat an, Wussst ...! Hant u Laut menghindar, kakinya segera berkelebat
ke samping dan mengenai iga Loh Gawe. Beggg...!
Loh Gawe
t erguling-guling
di lant ai geladak.
T endangan it u cukup kuat dan
bert enaga besar. Melihat Loh Gawe jat uh, Golok Makam segera mencabut senjat
anya, lalu melompat ke at as sambil menyerang dengan menebaskan goloknya ke
kanan-kiri dengan cepat .
Hant u Laut melihat bayangan
Golok Makam jat uh di
t iang layar. Maka dengan cepat t iang layar it u dit usuknya memakai t ombak.
Jrrub...!
"Aaaahhh...!" Golok
Makam menjerit
sekeras- kerasnya sambil memegangi kepalanya. Kepala it u menjadi bolong
dan rusak pada bagian pelipisnya. Lalu, Golok Makam jat uh dengan berkelojot an
dan kejap berikut nya t idak berkut ik lagi. Diam unt uk selama- lamanya.
"Bangsat busuk kau!"
sentak Loh Gawe begit u
melihat Golok Makam t ak
bernyawa lagi. Hat inya mulai gent ar melihat t ombak it u bisa membunuh
melalui bayangan Golok Makam.
"Kalau kau mau susul
kakakmu, kuant arkan pakai t ombak pusaka ini! Silakan maju, Loh Gawe!" t
ant ang Hant u Laut .
"Kau memang t ak perlu
diberi ampun sedikit pun,
Set an gundul!" Loh Ga we
put ar-put arkan rant ai bandul berdurinya. Lalu, ia sent akkan kakinya ke
depan, t ak
sampai melompat t inggi karena
t akut bayangannya dit angkap oleh Hant u Laut.
"Hiaaat ...!"
Wungng... wungngng...!
Dua kali bandul rant ainya it
u menghant am kepala Hant u Laut , t api Hant u Laut bisa menghindar dengan
merunduk. Namun ternyat a it u hanya sebuah pancingan supaya kaki Loh Gawe
mudah menendang wajah Hant u Laut . P lokkk...!
Hant u Laut t erkena t
endangan Loh Gawe dengan t elak. Wajahnya berdarah pada bagian hidung, ia jat
uh t erjerembab ke belakang. Loh Gawe cepat menyerbu dengan menghantamkan
bandul besinya, t api belum sempat niat nya
t erlaksana, Hant u
Laut t elah
menggoreskan ujung t ombak ke
papan geladak, karena di sana t erdapat bayangan kaki Loh Gawe. Brettt ...!
"Aaahg...!" Loh Gawe
melonjak kesakit an, bet isnya t ertoreh benda t ajam yang t idak menyent
uhnya. Bet is it u menganga lebar dan t erasa sakit di sekujur kaki it u.
"Hiaaat ...!" Loh
Gawe cepat sent akkan kaki yang
t idak t erluka it u, hingga t
ubuhnya melayang mundur dan hinggap di at as at ap barak.
"Bangsat kau!" geram
Loh Gawe. "Kulaporkan kau kepada sang ket ua, biar hancurkan kapal ini
bersama nyawamu juga!"
"Laporkanlah! Kurasa dia memang sepant asnya menget ahui, bahwa
akulah orang yang
akan menghancurkan kekuasaannya selama ini!" kat a Hant u Laut
. Lalu, ia t ert awa t erbahak-bahak sambil
membiarkan Loh Gawe t erjun ke
laut , selamat kan diri dengan berenang.
*
* *
4
KEP ERGIAN Loh Gawe bukan
sekadar kepergian seorang bawahan yang ingin melapor kepada at asannya. Hant u
Laut tahu, Loh Gawe ket akut an menghadapi dirinya bersama P usaka Tombak Maut
. Karenanya, Hant u Laut semakin bangga at as kekuat an dirinya, dan kian besar
t ekadnya unt uk menundukkan Rat u P ekat di P ulau Beliung.
Layar hit am bergambar t
engkorak dengan t ujuh rantai it u t erlihat dari pant ai P ulau Beliung. Wakt
u it u, Singo Bodong sedang dilat ih jurus-jurus silat oleh orang berpakaian
serba put ih, bahkan ikat rambut nya yang pendek it u pun juga berwarna put ih,
padahal rambut nya sendiri sudah put ih, bahkan alas kakinya pun dari sandal
bert ali put ih. Agaknya orang ini menyukai warna put ih, sehingga pant as ia
menamakan dirinya sebagai Jalak P ut ih.
Ket ika menerangkan jurus
gerakan cepat , Jalak P ut ih menancapkan
gagang t ombaknya ke pasir pant ai. Tombak berujung bulan sabit yang
berkilauan t ajamnya it u berdiri dengan t egak dalam jarak lima kaki darinya.
Singo Bodong sedang menirukan
gerakan memukul lawan di depan dengan cepat . Tapi gerakan it u t iba-t iba
t erhent i dan membuat Jalak P
ut ih membent ak,
"Lakukan lagi! Jangan
merasa cepat lelah! Sampai kedua t anganmu t erasa lemah, t erus saja
bergerak!"
"T erus ya t erus...! T
api lihat lah kapal berlayar hit am it u!" kat a Singo Bodong sambil
menunjuk ke arah laut . Jalak P ut ih pun melemparkan pandangan ke sana, dan ia
t erkejut melihat gambar t engkorak pada layar hitam kapal it u. Ia gumamkan
suara dengan wajah t egang, "Kapal Neraka...?!"
"Bahaya at au t idak
kapal it u?!" t anya Singo Bodong lugu, karena memang ia t idak t ahu
kehebat an dan kegawat an Kapal Neraka.
"Cepat berit ahu P
angeran Berdarah dan rat u di ist ana,
Kapal Neraka dat ang!"
"Membawa mayat?"
"Jangan banyak t
anya!" bent ak Jalak P ut ih. "Kapal it u
kapal berbahaya! It u kapal
sekut unya Siluman T ujuh
Nyawa!"
"Hah...?!" Singo
Bodong yang bert ampang angker t api kosong t anpa isi it u menjadi t erbelalak
kaget . Mat anya yang besar kian lebar.
"Cepat berit ahu mereka
yang ada di ist ana!"
"lyy... iya...
iya...!" Singo Bodong pun segera lari dengan langkah sepert i kerbau t
akut set an.
Jalak P ut ih segera
memasukkan dua jarinya ke mulut
dan bersuit sat u kali dengan
nayring, "Suiiit tt ...!"
Kejap berikutnya dua orang
muncul dari arah kanan dan kiri Jalak P ut ih. Kedua orang it u t ak lain ialah
P enghulu P et ir dan si Lat ah Lidah. Penghulu P et ir
bert anya,
"Ada apa? Mengapa kau
memberi t anda bahaya?" "Lihat kapal it u!" sentak Jalak P ut
ih. Sentakan it u
memancing kelat ahan si Lat ah
Lidah.
"Lihat!" seru Lat ah
Lidah sambil mat anya memandang ke laut .
P enghulu P et ir menggumam t
egang, "Kapal Neraka!
Hmm... it u kapalnya Tapak
Baja!"
"Iya. T apak Baja,"
jawab Lat ah Lidah menirukan. "Cepat panggil P angeran Berdarah!"
sent ak P enghulu
P et ir kepada si Latah Lidah.
T api yang disent ak gant i
menyent ak karena lat ahnya,
"Cepat ! Cepat berdarah!
Eh... anu... cepat ... iya cepat ...."
"Kamu pergi segera sana!"
bent ak P enghulu P et ir. "Iya, iya...! Aku pergi, eh... kamu pergi! Eh,
aku...!"
Lat ah Lidah bergegas pergi, t
api Jalak P ut ih berkat a, "T idak perlu!"
"Perlu! Eh, anu... iya, t
idak perlu!" kat a si Lat ah
Lidah.
"Singa Bodong s udah kus
uruh memberit ahu orang- orang dalam ist ana. Kit a bert iga hadapi kapal it u
dulu!"
"T api," kat a P
enghulu P et ir agak ragu. Mat anya makin disipit kan dengan t angan menahan
silau mat ahari. "Sepert inya Kapal Neraka it u t idak berpenumpang sat u
pun!"
"Siapa bilang?!" kat
a Jalak P ut ih.
"Siapa?!" Lat ah Lidah
menyahut namun t ak dihiraukan oleh dua t emannya.
Jalak P ut ih berkat a,
"Lihat , ada yang berdiri di haluan!"
"O, iya! Benar! Maklum
saja, mat aku sudah agak rabun karena usia yang makin banyak!"
"Banyak! Dijual saja
kalau banyak! Eh, anu...
maksudku, anu...!" Lat ah
Lidah jadi ribut sendiri. Kedua t emannya sering dibuat jengkel oleh kebiasaan
buruk si Lat ah Lidah. Kadang ia dit ampar oleh mereka, t api si Lat ah Lidah t
idak merasa sakit hat i.
Sepert i dikisahkan dalam
"P usaka T ombak Maut ", P engeran Berdarah mendapat t ugas dari
gurunya, yait u Jangkar Langit , unt uk memburu T apak Baja yang t elah
membawa lari P usaka Tombak Maut
it u. Dalam pengejaran it
u, P angeran Berdarah memint a bant uan t iga rekannya, yait u Jalak P ut ih,
si Lat ah Lidah dan Penghulu P et ir.
P erjalanan perburuan it u
sampai ke P ulau Beliung. P adahal wakt u it u P ulau Beliung baru saja
diporak- porandakan oleh Gagak Neraka yang dibant u mat a- mat anya bernama P
ragulo. Sedangkan anak bungsu Rat u P ekat yang bernama Cempaka Ungu it u
adalah kekasih P angeran Berdarah. Maka, t inggallah P angeran Berdarah di P ulau
Beli ung it u unt uk sement ara wakt u, sambil menunggu kemungkinan dat angnya
penyerbuan orang- orang Siluman T ujuh Nyawa. Sebab pada wakt u it u, menurut
dugaan Sut o akan dat ang penyerbuan dari pihak Sil uman T ujuh Nyawa. Sut o
Sint ing sendiri wakt u it u harus pergi ke P ulau Hit am bersama Dewa Racun
unt uk sembuhkan sakit gurunya Badai Kelabu. Sebel um Sut o
kembali berada di P ulau
Beliung, P angeran Berdarah dan konco-konconya t et ap berada di P ulau Beliung
unt uk memperkuat pertahanan Rat u P ekat dari serangan Sil uman T ujuh Nyawa.
T et api mereka t idak
menyangka sama sekali kalau
yang dat ang t ernyat a adalah
Kapal Neraka, yang menjadi ciri Tapak Baja. Mereka t idak tahu, bahwa T apak
Baja sudah dibunuh oleh orangnya sendiri, yait u Hant u Laut . Mereka juga t
idak menduga kalau t ernyat a P usaka Tombak Maut it u ada di t angan Hant u
Laut .
Maka ket ika Hant u Laut
mendarat di pant ai pulau it u,
Jalak P ut ih dan kedua t
emannya merasa heran melihat orang besar, gemuk, dan gundul it u menggenggam P
usaka Tombak Maut. P enghulu P et ir yang t ampil t erdepan dari kedua t emannya
sempat berdebar-debar menghadapi Hant u Laut yang menggenggam t ombak t ersebut
. Sekali pun begit u, P enghulu P et ir beranikan diri unt uk menggert ak Hant
u Laut ,
"Mana nakhodamu?!
Suruh dia t urun biar kuhancurkan batok kepalanya it
u!"
"T apak Baja maksudmu?!
Ha ha ha ha...! Jangan berharap bisa bert emu lagi dengan nakhoda gila it u!
Dia sudah pergi ke alam kubur! Dia mat i oleh t anganku!"
P enghulu Pet ir memandang
Jalak P ut ih, dan Jalak P ut ih memandang si Lat ah Lidah. Lat ah Lidah
sendiri pandangkan mat anya ke P enghulu P et ir. Mereka sama- sama kaget
mendengar pengakuan Hant u Laut.
Jalak P ut ih maju set indak
dan berkat a, "Hant u Laut , kalau t ak salah lihat , t ombak yang kau
bawa it u adalah
P usaka Tombak Maut!"
"Benar!"
"Serahkan t ombak it
u!" kat a Jalak P ut ih.
"T idak. Tidak t erlalu
parah," jawab Hant u Laut . "Serahkan, kat aku!" bent ak Jalak P
ut ih mengulang
kat a-kat anya. Bent akan it u diikut i oleh kelat ahan t
emannya.
"Serahkan! Ya, serahkan!
Kat a siapa t adi" si Lat ah
Lidah celingak-celinguk
kebingungan sendiri.
Hant u Laut t ert awa,
kemudian berkat a, "Aku kenal kalian Jalak P ut ih, P enghulu P et ir, dan
yang di sana it u past i si Lat ah Lidah!"
"Bagus kalau kamu
mengenal kit a-kit a orang!" kat a
Jalak P ut ih.
"T api ada urusan apa
kalian dengan t ombak pusaka ini? Kalian bukan pemilik pusaka ini. Ini pusaka
milik Jangkar Langit!"
"Kami diut us merebut
nya!"
"P ut us rambut
...?!" Hant u Laut berkerut dahi. Kurang jelas pendengarannya.
"Kami diut usnya unt uk
merebut pusaka it u, T uli!" "Ya. T uli," sahut si Lat ah Lidah.
Hant u Laut t ert awa
mendengar pengakuan Jalak P ut ih. "Bodoh amat si Jangkar Langit it u!
Mengut us orang semacam t ikus-t ikus begini akan sia-sia!"
"Hant u Laut ," kat
a P enghulu P et ir, "Jangan kau banyak t ingkah di depan kami. Aku t ahu
ilmumu masih cet ek! Bakal hancur lebur jika maju menyerang kami!"
"Apa...? Baju?"
"Maju, kat aku!"
bent ak P enghulu P et ir. T api suara bent akan it u membuat si Lat ah Lidah
kaget dan berseru,
"Maju! Iya, iya... maju.
Ciaaat...!"
Si Lat ah Lidah t ahu-tahu
melayang dan menerjang Hant u Laut dengan t endangan t erbangnya. Senjat a
pisau besarnya dicabut dan digunakan unt uk membabat kepala Hant u Laut . Wutt
...!
Hant u Laut
merendahkan badan menghindari t endangan kaki si Lat ah Lidah,
ia melihat bayangan Lat ah Lidah di pasir pant ai, lalu sambil memut ar set
engah jongkok ia goreskan t ombak it u di pasir. Bruss...!
"Aahk...!" Lat ah
Lidah t erpekik, jat uh t ubuhnya
dengan bersimbah darah.
Rupanya ia t erluka lebar dari pinggang kanan sampai ke pundak kiri. Isi perut
nya nyaris keluar karena lebarnya luka. Tent u saja hal it u membuat si Lat ah
Lidah kejang-kejang beberapa saat , kemudian tersent ak dalam hembusan napas
panjang, dan diam t ak bergerak lagi.
Jalak P ut ih dan P enghulu
Pet ir t erkejut melihat si
Lat ah Lidah dalam sat u jurus
saja langs ung t ewas dalam keadaan
yang mengerikan. Jalak
P ut ih t erbakar darahnya, lalu
ia segera mencabut t ombak berujung bulan sabit it u, dan ia sent akkan kakinya
unt uk melompat rendah menyerang Hant u Laut .
"Hiaaat ...!" Wuttt
...!
Hant u Laut melompat mundur
menghindari tebasan t ombak berbulan sabit it u. Segera P usaka T ombak Maut
beraksi, disent akkan ke depan
sepert i mau dit usukkan. Lalu, sinar merah keluar dari ujung t ombak it u dan
wwwussst ...! Sinar merah berkelok-kelok it u melesat cepat ke arah Jalak P ut
ih.
"Hiiaaat ...!" Jalak
P ut ih menahan sinar merah it u
dengan memut arkan t ombak
bulan sabit nya di sela-sela jemarinya. P ut arannya begit u kuat dan cepat
hingga menyerupai perisai.
T api sinar merah
berkelok-kelok it u t et ap menembus
perisai it u. Zrrrap...!
Crrasss...!
Jalak P ut ih tersent ak t
ubuhnya ke belakang, terpapar di depan P enghulu P et ir dengan t ubuh
berkelojot an. T elinga, hidung, mulut , dan mat anya mengeluarkan asap put ih,
rambutnya mengerit ing t erbakar. Jalak P ut ih t erkena sinar merah maut yang
menembus ul u hat inya. Maka, t ak ampun lagi Jalak P ut ih pun menghembuskan
napas t erakhir dalam keadaan hangus t erbakar.
P ada wakt u it u, t ampak
Singo Bodong berlari-lari
bersama P angeran Berdarah.
Disusul kemudian wajah T engkorak Terbang t ampak di belakang P engeran
Berdarah. Singo Bodong menghent ikan langkah saat melihat t ubuh Jalak P ut ih
t ersentak dan mat i dalam keadaan t erbakar bagian dalam t ubuhnya. Singo
Bodong melongo menyaksikan hal it u.
"Majulah sekalian kau, P
enghulu P et ir!" t ant ang
Hant u Laut ,
Orang kurus yang hanya memakai
baju jubah yang t idak dikancingkan it u, t ersenyum get ir menut upi rasa was-
wasnya, ia tetap bersikap kalem, melangkah pelan
ke samping sambil mencabut
sabit bergagang panjang. Senjat anya it u digenggam kuat-kuat sambil sedikit
dimainkan.
"Kau boleh saja
merobohkan kedua orang ini dengan mudah, t api jangan harap bisa robohkan P
enghulu P et ir dalam sat u gebrakan!" kat a P enghulu P et ir menut upi
keget iran hat inya.
Hant u Laut segera putarkan
tombak it u di at as kepalanya hingga berbunyi gaung memanjang. P ut aran t
ombak mengeluarkan cahaya hijau mengelilingi
t ubuhnya dalam jarak dua
langkah. T iba-t iba terdengar
suara P angeran Berdarah
berseru kepada P enghulu P et ir, "Jangan mendekat! Jauhi dia, P enghulu P
et ir!"
Hant u Laut justru berlari
mendekat i P enghulu P et ir supaya sinar hijau it u mengenai t ubuh P enghulu
Pet ir. T api orang kurus it u cepat sent akkan kakinya dan bersalt o ke
belakang dengan lincahnya. Sabit bergagang panjang it u diangkat ke at as, siap
unt uk ditebaskan. Tapi lagi-lagi t erdengar suara P angeran Berdarah berseru,
"Jauhi dia, Penghulu P et
ir!"
Maka, Penghulu P et ir pun
merasa lega mendengar perint ah it u. Ia segera menjauh tanpa ada kesan pengecut
dan t akut, ia seolah-olah hanya menurut i perint ah dari P angeran Berdarah yang menjadi t uannya dalam perist iwa pengejaran P usaka Tombak
Maut it u.
"Kuhadapi dia!" kat
a T engkorak T erbang dengan suaranya yang kecil. T api t angan P engeran
Berdarah menghadang dan berkat a,
"Jangan! Tombak pusaka it
u berbahaya! Biar aku
yang menghadapinya! Menjauhlah
sedikit , T engkorak
T erbang!"
Si gundul gemuk
it u berhent i menggerakkan t ombaknya. Cahaya
hijau yang mengelilinginya berhent i pula. Hilang t anpa wujud lagi. Lalu, P
angeran Berdarah serukan kat a kepada Hant u Laut,
"Akulah lawanmu, Hant u
Laut !"
"Ha ha ha ha...!"
Hant u Laut tert awa panjang, set elah it u baru ucapkan kat a,
"Anak baru kemarin sore
mau coba-coba lawan aku?! Dengar, P angeran Berdarah, walau kau muridnya
Jangkar Langit , aku
t ak pernah merasa gent ar
berhadapan denganmu! Jangankan kamu, gurumu saja sudah mat i di t anganku dan
kubuang ke laut , demikian juga T alang Sukma, adik gurumu it u!"
"Jahanaaam...!"
geram P angeran Berdarah dengan
wajah semakin merah karena
luapan amarah. Mula-mula ia mencoba unt uk t idak mempercayai kat a-kat a Hant
u Laut t ent ang kemat ian gurunya, t api Hant u Laut berkat a lagi,
"Kesakt ianmu dengan kesakt ian Jangkar Langit belum ada sekuku hit
amnya! Dia memang bisa hidup berulang kali dari kemat iannya! Tapi akhirnya dia
t ak berkut ik unt uk selamanya! Kalau tak percaya, carilah perahu berlayar
biru dengan simbol t engkorak! Kubuang mayat gurumu di at as perahu it u, dan
kut inggalkan t erombang-ambing di t engah lautan lepas sana! Hua ha ha ha...!"
Kat a-kat a it ulah yang
akhirnya membuat P angeran
Berdarah percaya bahwa gurunya memang mat i t erbunuh oleh Hant u Laut
, sebab ia t ahu persis, bahwa gurunya mempunyai 'Aji Banyu Jiwa' yang akan hidup
lagi jika t erkena air. Tapi jika Hant u Laut membuang mayat gurunya di sebuah
perahu, sudah t ent u mayat it u t idak akan bangkit lagi, kecuali perahunya
menjadi basah. Jika sampai sekarang Jangkar Langit t idak muncul-muncul, berart
i Jangkar Langit benar-benar mat i. Jika Jangkar Langit t idak mat i, dan sudah
bert emu dengan Hant u Laut di t engah laut an sana, mustahil Hant u Laut bisa
sampai di P ulau Beliung dengan keadaan segar-bugar sepert i yang dilihatnya
kini.
"Benar-benar jahanam kau,
Hant u Laut!" geram
P angeran Berdarah. "Terimalah
pembalasanku at as kemat ian Guru! Hiaaat ...!"
P angeran Berdarah mencabut
kerisnya dan segera
berlari mendekat i Hant u Laut
. Keris it u memancarkan cahaya biru ket ika lepas dari sarungnya. Cahaya biru
it u sangat
menyilaukan mata siapa pun yang memandangnya, t ermasuk Hant u
Laut .
Mau t ak mau Hant u Laut sent
akkan kakinya dan melent ing ke at as dalam keadaan bersalt o ke belakang sat u
kali. Lalu, secepatnya ia hadangkan tombak pusaka it u miring ke kanan, ia sent
akkan dengan sat u kekuat an t enaga dalam. Dan dari ujung tombak cepat
keluarkan kilatan cahaya biru pula.
Kilat an cahaya biru it u
melesat cepat menghant am
cahaya biru keris P angeran
Berdarah.
Blarrr...!
T erjadi ledakan dahsyat dari
bent uran dua cahaya biru it u. P angeran Berdarah dan Hant u Laut sama-sama
saling t erpent al ke belakang. Bahkan P enghulu P et ir pun jat uh kelabakan
hampir membent ur bat u kepalanya akibat hent akan gelombang yang keluar dari
ledakan
t adi. Sedangkan T engkorak T
erbang yang berbadan kurus t anpa daging ibaratnya, t ersent ak dan jat uh
menabrak Singo Bodong.
Bruss...!
Hant u Laut cepat berdiri
sambil berpegangan pada t ombak yang pangkalnya menancap di pasir. Sedangkan P
angeran Berdarah masih t
erpaku dalam keadaan set engah berlut ut , ia mengeluarkan darah dari mulut
nya, sement ara keris pusaka yang t adi memancarkan sinar biru it u dalam
keadaan pat ah menjadi dua bagian.
"Luar biasa kekuat an dahsyat
dari t ombak it u," pikir
P angeran Berdarah. "P
ant as kalau Guru sangat want i- want i unt uk t idak gegabah menyerang orang
yang bersenjat akan P
usaka T ombak Maut ! T api, bagaimanapun juga aku harus membalas
kemat ian Gur u!"
Baru saja P angeran Berdarah
berpikir begit u, t iba-t iba
dat ang serangan dari Hant u
Laut, berupa asap hitam yang menyembur dari ujung gagang t ombak pusaka it u.
Hant u Laut menyent akkan t ombak dalam keadaan t erbalik dan semburan asap hit
am melesat membungkus wajah P angeran Berdarah yang baru saja hendak berdiri it
u. Wosss...!
"Huaaa...!" P
angeran Berdarah t iba-t iba memekik
keras, ia menut up wajahnya
dengan kedua t angannya, ia berlari ke laut dan membuka wajahnya. Singo Bodong,
T engkorak Terbang, dan P enghulu P et ir hanya bisa memandang dengan mat a
lebar dan mulut melongo, melihat wajah P angeran Berdarah melepuh dan sebagian
t erkelupas kulitnya. T
erlihat daging merah di balik kulit it u. Merah kehitam-hit aman.
Hant u Laut cepat mengejar P
angeran Berdarah dan dengan sat u t ikaman kuat di punggung, t ombak it u
menancap t anpa ampun lagi. P angeran Berdarah yang bermaksud mengambil air unt
uk menahan rasa panas di wajahnya it u t erpaksa melengkung ke depan t ubuhnya
dengan kepala terdongak, kemudian ia roboh dan t ak bernyawa lagi.
Hant u Laut sendiri heran
melihat asap hit am bisa keluar dari ujung t ongkat bagian bawah. Karena ia t
idak menyangka kalau ujung
t ongkat bagian ba wah mempunyai kekuat an t ersendiri, yait
u bisa mengeluarkan asap beracun yang amat panas jika disent akkan dengan sat u
kekuat an t enaga dalam. Padahal Hant u Laut tadi bermaksud hanya mengaget kan
P angeran Berdarah supaya berpaling lalu ia bisa menikam bayangan orang it u
yang jat uh di depannya.
"Siapa yang ingin
menghadapiku lagi, hah?!" sent ak Hant u Laut sambil mat anya memandang
liar kepada P anghulu P et ir, Singo Bodong, dan T engkorak T erbang.
P ada saat it u Tengkorak
Terbang berbisik kepada
Singo Bodong, "Lekas lari
ke ist ana! Sur uh Nyai Rat u dan Cempaka Ungu bersembunyi!"
Singo Bodong pun se gera
berlari, dan T engkorak
T erbang berseru kepada
Penghulu P et ir, "Bendung dia dengan kekuat an kit a berdua!"
"Siapa yang
melendung?!" bent ak Hant u Laut . "Perutku memang besar karena
kebanyakan minum darah orang. Bukan melendung karena mengandung?!" Ia salah
dengar karena penyakit budeknya. Tapi T engkorak T
erbang dan P enghulu P et ir t idak melayani kesalahan dengar it u. Mereka
segera menyusun kekuat an unt uk menyerang Hant u Laut .
*
* *
5
SIN GO Bodong cepat-cepat
menemui Rat u P ekat dan Cempaka Ungu di serambi Ist ana. P ada wakt u it u,
Rat u P ekat sedang bicara dengan pengawal pribadinya yang berjuluk si Mat a
Elang.
"T engoklah pert arungan
di pant ai, Mat a Elang!
Bagaimana keadaannya di sana.
dan cepat beri laporan padaku! Kau t ak perlu ikut campur dulu, karena orang it
u memegang P usaka T ombak Maut !"
"Baik, Nyai Rat u! Saya
berangkat ke sana sekarang juga!"
"Aku ikut !"
"T idak, Cempaka!"
sahut Nyai Rat u. "Aku ingin bersama Sanjaya, Ibu!"
"Sanjaya at au P angeran
Berdarah sedang menghadapi
lawan t angguhnya! Nant i kau
ikut menjadi korban at au just ru mengganggu perhat ian Sanjaya! Kau t etap di
sini bersama Ibu, Cempaka Ungu!"
P ada saat Mat a Elang hendak
meninggalkan t empat it ulah Singo Bodong datang dengan wajah t egang dan
mencerit akan pert arungan maut di pant ai. Cempaka Ungu menjerit dalam t angis
mendengar P angeran Berdarah yang bernama asli Sanjaya it u mat i di t angan
Hant u Laut . Ia ingin berlari ke pantai unt uk membalas dendam atas kemat ian
kekasihnya, t api oleh Rat u P ekat dihalangi.
"Aku harus membalas kemat
ian Sanjaya, Ibu! Biarkan aku melawan Hant u
Laut dengan senjat anya berupa apa pun!"
"Cempaka! Jangan picik ot
akmu! Masih banyak pria lain yang mau denganmu, t api hanya sat u nyawa yang
ada padamu! Selamat kan dulu nyawamu! Jangan mau mat i konyol karena cint
a!" sent ak Rat u P ekat . Cempaka Ungu mengurungkan niat nya manakala
melihat wajah ibunya memerah menahan amarah.
"At as saran Tengkorak T
erbang, Nyai disuruh
bersembunyi!" kat a Singo Bodong. "Tapi saya t idak t ahu harus
sembunyikan Nyai Rat u di mana. Rumah saya jauh!" t ambah Singo Bodong
dengan keluguannya.
Mat a Elang berkat a,
"Nyai, sebaiknya cepat bergegas
lewat pint u rahasia di kamar
Nyai it u!"
"Apakah t idak sebaiknya
kuhadapi saja Hant u Laut it u?"
"Jangan, Nyai! Biar saya
yang menahan mereka!"
Rat u P ekat berpikir sebent
ar, lalu bert anya kepada
Singo Bodong,
"Apa benar orang dari
Kapal Neraka it u hanya sat u orang yang berkepala bot ak dan t idak memakai
baju?"
"Benar, Nyai! Hanya sat u
orang yang sering disebut
oleh Jalak P ut ih dengan nama
Hant u Laut ! Saya berani bersumpah, Nyai. Hanya sat u orang. Sisanya saya t
idak t ahu ada di mana. Sumpah, Nyai. Saya t idak t ahu! Saya bukan Dadung
Amuk!"
Singo Bodong menjawab dengan
penuh keyakinan, karena ia takut disangka Dadung Amuk, anak buah Sil uman T
ujuh Nyawa yang mempunyai wajah dan pot ongan t ubuh persis Singo Bodong. (Baca
serial P endekar Mabuk dalam episode: "Ist ana Berdarah" dan "Ut
usan Siluman T ujuh Nyawa").
Baru saja Nyai Rat u P ekat
bergegas unt uk melarikan
diri melalui pint u rahasia
yang ada di kamarnya, t iba-t iba orang-orang penjaga pint u gerbang
berhamburan dengan gaduh. Mereka lari ket akut an, ada yang nekat masuk ke
dalam ist ana. Rupanya saat it ulah Hant u Laut muncul di ist ana dan mengejar
P enghulu P et ir yang terluka perutnya dan mengucurkan darah segar.
"Nyai, tolong... t olong
saya...!" rat ap P enghulu P et ir sambil t erhuyung-huyung. Sampai di
depan Rat u P ekat , P enghulu P et ir jat uh t ersungkur, set elah it u t idak
berdaya lagi. Mat a Elang segera memeriksanya, t ernyat a P enghulu P et ir
sudah t idak bernapas lagi.
"Dia t elah t ewas.
Nyai," ucap Mat a Elang dengan pelan, menahan kegeraman amarahnya.
"Rat u P ekaaat
...!" teriak Hant u Laut sambil menaiki anak tangga menuju serambi ist
ana.
"Aku harus menghadapi. T
erpaksa menghadapinya!" ucap Rat u P ekat sepert i bicara pada dirinya
sendiri.
"Jangan, Ibu! Jangan
hadapi dia!" Cempaka Ungu
menahan. "Biar Mat a
Elang yang hadapi dia, Ibu! Kit a lari saja, bersembunyi lewat pint u rahasia!
Lekaslah...!"
"T idak bisa! Mat a Elang
harus ikut bersembunyi!" sahut Rat u P ekat, karena Mat a Elang selain
pengawal pribadi juga pemuas gairah. Rat u P ekat t idak mau kehilangan Mat a
Elang. Karenanya ia t idak mau pergi
t anpa lelaki it u.
"Rat u P ekat ! Mau lari
ke mana kau, hah? Mau kabur sepert i orangmu yang kurus kering mirip t engkorak
hidup it u, hah?! Ha ha ha...!"
Hant u Laut benar-benar t ak
punya rasa t akut sama
sekali. Bahkan semakin t ampak
membanggakan dirinya dengan senjat a tombak pusaka it u.
"Hant u Laut !"
hardik Rat u P ekat dengan didampingi put rinya yang sudah mencabut pedang
ungunya. Rat u P ekat maju set indak dan berkat a,
"Apa hanya ingin memberit
ahukan padamu, bahwa
aku sekarang menjadi orang
sakt i! P usaka ini ada di t anganku, kurebut dari t angan T apak Baja!"
"Kau merebutnya dari t
angan T apak Baja?"
"Ya. Dan sekarang T apak
Baja sudah mat i. Mat i di t anganku! Hua ha ha ha...!"
Cempaka Ungu saling pandang
dengan ibunya, si
Mat a Elang juga merasa heran
mendengar kabar it u,
sedangkan Singo Bodong sudah sejak
t adi lari sembunyikan diri
di dekat kandang burung, di belakang ist ana.
"Hant u Laut ! Tapak Baja
mat i at au t idak, it u urusanmu! Aku t idak ada sangkut-paut nya dengan Tapak
Baja!"
"Juga si t ua rent a
Jangkar Langit, mat i di t anganku, di
at as kapalku dalam upaya
merebut pusaka ini! Ha ha ha...!" Hant u Laut makin t erbahak-bahak, Rat u
P ekat kembali terkesiap mendengar Jangkar Langit telah t ewas di t angan Hant
u Laut .
"Hant u Laut , kemat ian
Jangkar Langit juga t idak ada hubungannya dengan diriku! Jadi sebaiknya t
inggalkan saja t empat ini!"
"Siapa bilang
kemat ian mereka t idak ada hubungannya denganmu, Rat u P ekat?!
Justru hal it u perlu kau ket ahui, supaya kau t ahu, bahwa kau pun bisa
menyusul mereka ke akhirat jika t ak mau t unduk dengan perint ahku!"
"T ut up mulut mu, Hant u
Laut?!" sent ak Rat u P ekat .
"T ut up lut
utku...?!"
"T ut up mulut mu!"
ulang Rat u P ekat .
"O, t ut up mulutku? Ah,
t ak bisa! T ak bisa aku menut up mulut di depanmu, sebelum kamu t ahu isi hat
iku, Rat u P ekat !" Hant u Laut segera langkahkan kaki mendekat i pilar
agar bisa memandang Rat u P ekat t anpa t erganggu sila unya mat ahari siang it
u. Lalu, ia ucapkan kat a lagi,
"Rat u P ekat , aku bisa
saja memusnahkan pulau ini
dengan senjata pusaka ini!
Orang P ulau Beliung akan mat i semua karena menghirup udara beracun dari t iap
jengkal t anah jika tombak ini kut ancapkan ke dalam t anah. Tapi, rasa-rasanya
sayang sekali jika kau ikut mat i, Rat u P ekat. Sebab it u, kut awarkan
pilihan padamu, kuhancurkan pulau ini, at au kau menjadi ist riku?!"
Bagai pet ir menyambar di
gendang t elinga, Rat u
P ekat t erbelalak kaget .
Cempaka Ungu dan Mata Elang pun t erkejut. Mat a mereka sama-sama menatap t
ajam kepada Hant u Laut, t api Hant u Laut just ru cengengesan sambil memandang
liar Rat u P ekat dan Cempaka Ungu. Bahkan ia berkata,
"P ut rimu it u cant ik
juga. T ak keberatan jika aku harus
mengawini ibu dan anaknya
sekalian! Ha ha ha ha...!" "Jahanam kau, Manusia busuk!" sentak
Cempaka
Ungu dan siap menerjang Hant u
Laut . Tapi t angan
ibunya menahan, hingga gerakan
it u pun t ak dilanjutkan.
Namun t iba-t iba Mat a Elang
berkat a, "Hant u Laut ! Boleh kau mengawini Nyai Rat u set elah kau bisa
membunuhku!"
"It u pekerjaan yang amat
mudah!" kat a Hant u Laut . Selesai ia berkat a begit u, t iba-t iba dari
mat a si Mat a Elang mengeluarkan cahaya merah menyerang Hant u Laut .
Wusss...!
Hupp...! T ab, t ab...!
Hant u Laut segera lompat ke
belakang dengan bersalt o dua kali. T iba di t angga serambi, ia siapkan t
ombaknya ke arah depan dengan sikap menunggu la wan dat ang.
"Kalau kau merasa cukup
sakt i, dat anglah kemari, Bocah Ingusan!" pancing Hant u Laut .
Mendengar pancingan it u, Mat
a Elang cepat melesat bagaikan t erbang sambil mencabut pedangnya dari
punggung. Sret t...! Dan pedang it u pun dikibaskan unt uk memenggal kepala
Hant u Laut .
Tranngg...! P edang it u dit
angkis dengan tombak.
Trik, klint ing...! P edang it
u pat ah dan jat uh di lant ai bermarmer bening. Mat a Elang t erperanjat kaget
melihat pedang pusakanya pat ah.
"Ke mana pedangmu, Bocah
ingusan?! P at ah?. Oh,
kasihan sekali! It u pert anda
nyawamu sebent ar lagi akan pat ah pula, t ahu?!"
"Keparat kau!
Hiaaah...!"
Hant u Laut merundukkan kepala
ket ika serangan Mat a Elang menerjang dengan sat u lompat an dan pukulan maut
lewat sinar mat anya yang memancarkan cahaya merah sepert i tadi. Hant u Laut
bahkan sempat berguling sat u kali di lant ai, kemudian cepat berlut ut sat u
kaki dan menggoreskan ujung t ombak ke lant ai. Goresan it u cukup panjang, dan
mengenai sekujur panjang bayangan t ubuh Mat a Elang. Crasss...!
"Aaahg...!"
Masih di udara t ubuh Mat a
Elang sudah berkelejot . Ia pun jat uh berdebam di lant ai. P unggungnya
terluka parah dari paha sampai ke t engkuk kepalanya. Luka it u sangat parah
karena t ubuh Mat a Elang bagaikan habis disabet dengan senjat a runcing yang t
ajamnya luar biasa. "Mat a Elang...!" pekik Rat u P ekat begit u
melihat
Mat a Elang berkelejotan di
lant ai dengan bermandi darah. Ket ika rat u menghampirinya, mengangkat kepala
Mat a Elang, saat
it u juga pemuda t ampan it u menghembuskan napasnya yang t erakhir, ia jat uh t erkulai t ak bernapas di t
angan Rat u P ekat.
"Biadab kau, Hant u Laut
!" geram Rat u P ekat sambil melet akkan kepala mayat Mat a Elang. Rat u
Pekat segera berdiri, pancarkan pandangan murkanya kepada Hant u Laut . T api
orang gundul mengkilap it u just ru t ert awa
t erbahak-bahak.
"Sudah kubilang t adi,
aku ini sekarang jadi orang sakt i berilmu t inggi! Jangan remehkan aku, Rat u
P ekat ! Kurasa kau pun perlu pert imbangkan lamaranku tadi daripada mat i
cepat sepert i bocah it u!"
"Lamaran sesat! Hadapi
dulu aku kalau memang kau merasa berilmu t inggi, hiiih...!"
Rat u P ekat sent akkan
napasnya, lalu dari kalung berbat u Galih Bumi it u melesat lah sinar biru t ua
ke arah Hant u Laut . Dengan cepat Hant u laut melompat ke samping unt uk
menghindari sinar biru it u. Wuttt ...!
Glegarrr...!
Sinar biru it u menghant am
sebuah pilar di sudut t eras ist ana. P ilar it u langsung saja berant akan,
menjadi kepingan-kepingan
kecil, dan menggunduk mirip gunungan bat u kerikil.
"Hebat juga sinar biru
dari kalungmu it u, Rat u P ekat ! T ak rugi. aku jika punya istri berilmu t
inggi sepert i kamu, Rat u Pekat !"
"T ut up mulut mu!
Terimalah kemat ianmu, Hant u
Laut !"
Sret t ...! Hant u Laut
sedikit sipit kan mat a melihat Rat u P ekat keluarkan senjat a, yait u cambuk
kecil yang t idak t erlalu panjang. Cambuk it u segera dilecut kan ke arah t
ubuh Hant u Laut. T arrr...! Keluar sinar kuning dari lecut an it u, menghant
am Hant u Laut. T api sinar kuning bisa dihalau oleh Hant u Laut dengan
mengerahkan pukulan t enaga dalamnya lewat t angan kiri Blarrr...!
T imbul ledakan cukup kuat
akibat bent uran sinar
kuning dengan pukulan t enaga
dalam Hant u Laut. Lalu, P usaka Tombak Maut disent akkan dalam keadaan miring.
P ada wakt u it u, Rat u P ekat mengirimkan pukulan cambuknya yang mengeluarkan
cahaya merah. T api ujung t ombak it u pun keluarkan cahaya biru pet ir dan
menghant am cahaya merah it u.
Blarrr...!
Rat u P ekat t erpent al jat
uh. T ubuhnya jat uh di lantai dan t erseret sampai lebih dari t ujuh t angkah
jauhnya. Se dangkan Hant u Laut juga t erpent al akibat ledakan besar yang t
erjadi karena bent uran dua cahaya t adi.
Cempaka Ungu cemaskan ibunya.
"Ibu...! Biar aku yang melawannya!"
Wuttt ...! Cempaka Ungu
melompat dan menyerang Hant u Laut dengan menebaskan pedangnya. T api dengan
cepat Hant u Laut berguling ke samping sambil t et ap memegang t ombak it u.
Wuttt ...!
Se benarnya kalau Hant u Laut
ingin membunuh
Cempaka Ungu sangat
mudah, sebab bayangan
Cempaka Ungu wakt u melayang
jat uh di depan kaki
Hant u Laut . T api agaknya
Hant u Laut merasa sayang jika harus membunuh gadis it u. Dalam hat inya ia
sempat berkat a,
"Jangan bunuh gadi s it
u! Bi sa kupakai gant ian dengan ibunya jika aku sedang bosan menikmat i yang t
ua!"
T erdengar suara Rat u P ekat
berseru, "Cempaka!
Minggir kau!"
Seruan it u seruan kemarahan.
Cempaka Ungu t ak berani
nekat menyerang Hant u Laut .
Ia segera menyingkir
agak jauh. Saat it u Rat u P ekat t elah berdiri dan melecut kan cambuknya dari
jarak dua belas langkah.
Wuttt ...! Tarrr...!
Cambuk pendek it u menjadi panjang dengan mengeluarkan pijar
sinar biru. Melesat cepat menghant am Hant u Laut .
T api dengan cekat an Hant u Laut menghadangkan t ombaknya ke atas. Wussst !
Cambuk yang memancarkan cahaya biru berpijar-pijar it u tersangkut melilit di t
ombak it u, t epat di bagian ujung
t ombak. Hant u Laut segera
sent akkan t ombaknya ke
belakang. Wusss...!
Sent akannya pelan, t api
mempunyai kekuat an yang begit u besar. T ubuh Rat u P ekat sampai terbawa t
erbang ke arah Hant u Laut . Dan, t angan kiri Hant u Laut segera menyongsong t
ubuh Rat u P ekat yang melayang ke arahnya. Begggh...!
Se buah pukulan bert enaga
dalam yang t idak seberapa
t inggi t elah dilepaskan Hant
u Laut . T epat mengenai pusar Rat u P ekat . P ukulan it u membuat Rat u P
ekat
t erpental ke belakang. T
angan yang memegangi cambuk pun t erlepas.
"Uuhg...!" Rat u P
ekat keluarkan darah dari mulutnya ket ika t ersedak dalam keadaan jat uh ke
lant ai.
"Ibu...?!" pekik Cempaka Ungu, segera berlari
menolong ibunya, ia pun berkat
a dengan pelan, "Ibu, keadaan ibu sangat lemah!"
"Aku t idak apa-apa!
Tidak apa-apa!"
"T api cambuk pusaka ibu
ada di t angannya!"
Rat u P ekat sedikit
terperanjat set elah menyadari ia t idak memegang cambuk lagi. Hant u Laut
tersenyum- senyum sambil mempermainkan cambuk pendek yang sudah t idak
menyalakan pijar biru lagi it u.
"Luar biasa kehebat an
pusaka it u!" pikir Rat u P ekat . "Cambukku t ak bisa memat
ahkannya. Malahan sepert i t ersedot kuat oleh kekuat an T ombak Maut it u!
Celaka! Sekarang cambuk it u ada di t angannya! Aku dan put riku bisa mat i
kalau begini caranya!"
Rat u P ekat berdiri t anpa
dibant u anaknya lagi. T api
Cempaka Ungu masih ada di
sampingnya dan berbisik, "Ibu, kit a lari saja! Ayolah, Bu...!"
"T erlambat! Dia past i
akan mengejar kit a!"
"T api bagaimana dengan
pusaka cambuk biru it u, Bu? Dia memegang dua pusaka ampuh!"
"Mainkan siasat
saja!" bisik Rat u P ekat.
"Rat u P ekat ," kat
a Hant u Laut . "P usakamu ada di t anganku! Apakah kau masih inginkan
pusaka cambuk ini?!"
"Aku merasa kau t ak akan
bisa menggunakan cambuk
it u!"
"Hanya kau seorang yang
bisa?" "Ya. Hanya aku!"
"Kalau begit u,
terimalah...!"
Wutt ...! Cambuk dilemparkan
begit u saja oleh Hant u Laut sambil t ert awa-t awa. Cambuk segera dit angkap
oleh Rat u P ekat. Lalu t erdengar Hant u Laut bicara,
"Kurang berbaik hat ikah
aku padamu?"
"Aku merasa kau t ak
pernah punya hat i baik!"
"Kalau begit u kut
ancapkan t ombak ini ke tanah biar semua penduduk P ulau Beliung mat i karena
racun!"
"Kau t ak perlu
mengancamku begit u, Hant u Laut ! Jangan membawa korban rakyat ku yang t idak
seberapa banyak jumlahnya ini!"
"Karena kau t ak mau t
unduk padaku, Rat u P ekat !" "Apa yang harus kulakukan jika
aku t unduk
padamu?"
"Kau harus menjadi
istriku, juga anakmu it u!" Cempaka Ungu cemas dan berbisik dari belakang
ibunya, "Ibu, aku t idak
mau! Aku t idak sudi!"
"Diamlah! Ibu yang at ur
siasat ini!"
T erdengar suara Hant u Laut
mendesak, "Bagaimana? Kalian t erima lamaranku?"
"T idak bisa, Hant u Laut
! Karena ist ana ini dalam ancaman kut ukan maut Siluman T ujuh Nyawa!"
"Kut ukan? Kut ukan
bagaimana?!"
"Ist ana ini akan hancur
pada saat aku at au anakku menikah dengan seseorang! P ernikahan it u juga akan
membawa kemat ianku dan kemat ian Cempaka Ungu!
Jadi usahamu sia-sia, Hant u
Laut!"
"Bangsat ! Kubunuh Sil
uman T ujuh Nyawa it u!" "Percuma! Kut ukan it u bisa be bas lepas
jika di depan
ist ana ini dit anami t ubuh t
umbal seorang pendekar sakt i!"
"T idak ada lagi pendekar
sakt i kecuali diriku!" sergah
Hant u Laut .
"Selain kau, masih ada
sat u orang lagi yang bisa dijadikan t umbal pemusnah kut ukan it u!"
"Siapa?"
"Pendekar Mabuk!"
jawab Rat u P ekat . "Pendekar Gebuk?!"
"Pendekar Mabuk!"
ulang Rat u P ekat. "Jadi kalau kau
mau mengawini aku dan anakku
ini, carikan aku t umbal t ubuh P endekar Mabuk yang bernama Sut o Sint
ing."
"Sut o Sint ing...?!
Hmmm... aku pernah mendengar
nama it u, tapi di mana dan
siapa yang mengucapkannya, aku lupa!"
Saat it u Rat u P ekat
berbisik kepada Cempaka Ungu, "T undukkan wajahmu biar kit a kelihat an
sedih karena kut ukan it u!"
Hant u Laut sangat percaya
dengan ucapan Rat u
P ekat , karena ia melihat
kedua wajah perempuan Ibu dan anak it u t ampak murung sedih, seakan tak bisa
banyak berbuat karena kut ukan t ersebut . Hal yang membuat Hant u Laut percaya
dengan bualan Rat u P ekat adalah pengalamannya selama ini, bahwa Sil uman T ujuh Nyawa memang sering
memasang kut uk at au penyakit
t ert ent u, yang membuat
lawan jenisnya akan bergant ung
pada dirinya. Sepert i
misalnya sebuah pukulan maut yang bernama 'Candra Badar', t elah dit anamkan
pada diri Rat u Gust i Mahkot a Sejat i, yang bernama asli Dyah Sariningrum, di
mana perempuan it u telah dibuat t ak bisa keluar dari Ist ananya sebelum Sil
uman T ujuh Nyawa dat ang dan membebaskan pukulan tersebut .
It ulah sebabnya Hant u Laut
sangat percaya dengan
kat a-kat a Rat u P ekat ,
hingga ia bert anya,
"Di mana bisa kut emukan
P endekar Mabuk it u?" "Dalam perjalanan ke P ulau Hit am! Ke
mana-mana
dia selal u membawa bumbung t empat t uak di
punggungnya!"
"Oooh, yaaa...! Aku
pernah bert emu dengannya di
P ulau Kidung!"
"Cari dia! P enggal
kepalanya. Buang ke laut . T ubuhnya dit anam di depan ist ana ini, sehingga
aku dan anakku bebas dari kut ukan it u, lalu kau bisa mengawini kami!"
"Akan kucari P endekar
Mabuk! T ak lama lagi aku past i dat ang membawa t umbal!"
*
* *
6
DENGAN menggunakan perahunya sendiri,
T engkorak Terbang berhasil
menghindari pertarungan berbahaya dengan Hant u Laut . T et api t erlebih dulu
ia sempat bocorkan bagian bawah Kapal Neraka it u, hingga kapal it u makin lama
makin miring karena banyaknya air yang masuk ke lambung kapal.
Ket ika Hant u Laut hendak
pergi keesokan harinya unt uk mencari t umbal raga dari P endekar Mabuk, ia t
erkejut melihat Kapal Neraka sudah t enggelam sebagian. Wakt u it u, Rat u P
ekat dan Cempaka Ungu sengaja mengant ar kepergian Hant u Laut sampai di pant
ai. Seolah-olah kedua perempuan it u sangat berharap kepada Hant u Laut unt uk
berhasil mendapat kan t umbal t anpa kepala dari raga P endekar Mabuk. Hant u
Laut t ak sadar kalau dirinya dijebak agar masuk
dalam pert arungan yang akan merenggut nyawanya.
Rat u P ekat yakin, hanya Sut
o Sint ing yang bisa
mengalahkan manusia bot ak dan
berhidung bulat dengan senjat a pusakanya it u. T anpa bant uan Sut o, Rat u P
ekat merasa kalah t inggi ilmunya. Andai Hant u Laut t anpa P usaka T ombak
Maut mungkin dalam sat u gebrakan saja, Rat u P ekat bisa merobohkan t ubuh
besar mirip raksasa it u. T api jika t ombak pusaka it u masih di t angan Hant
u Laut , Rat u P ekat merasa kalah ilmu dengan orang yang t ak pernah memakai
baju it u.
"Lut ung kudisan!"
gerut u Hant u Laut . "Ada anak
buahmu yang membocorkan
kapalku!"
"Bukankah anak buahku
sudah mat i semua di t anganmu?"
"T idak! Ada yang
melarikan diri, dan kubiarkan! Si
T engkorak busuk it u yang
melarikan diri!"
"Oh, jadi T engkorak T
erbang masih hidup?"
"Kalau begini aku t ak
bisa pergi!" kat a Hant u Laut dengan menahan amarahnya.
"Kami punya perahu lain
yang bisa kau pakai unt uk
mencari P endekar Mabuk it
u!" kat a Cempaka Ungu dengan sikap dibuat -buat manis.
"Ah, t ak ada wiba wanya
aku pakai perahu at au kapal lain! Kapal Neraka it u membuat ciut nyali
pendekar mana pun yang melihatnya!"
"Kalau begit u, biarlah
kusuruh beberapa orangku
yang masih t ersisa unt uk
menambal kapalmu!"
"At ur saja
bagaimana baiknya! Akan
kubunuh
T engkorak Busuk it u jika
bert emu denganku!"
"Ya, bunuh saja! T api
pent ingkan mencari P endekar Mabuk dul u!" bujuk Cempaka Ungu set elah
paham bet ul dengan kelicikan ibunya.
Dalam keadaan hanya berdua,
Rat u P ekat bicara pada
put rinya,
"T ak ada pilihan lain
unt uk menggunakan cara ini! Kit a harus bisa t et ap baik kepadanya, supaya
dia t idak menyerang kit a sampai menunggu kedat angan Sut o!"
"T api aku t akut dia
memperkosaku, Bu!"
"T idak akan! Karena Ibu
sudah kasih t ahu padanya, bahwa set iap lelaki menyent uh t ubuhmu at au t
ubuhku, maka kit a bert iga, bersama lelaki it u akan mat i t ermakan kut uk!
Dan dia percaya bet ul akan hal it u! Karenanya, bersikap baik t erus kepadanya
dan bujuk dia supaya
t et ap bersemangat memburu P
endekar Mabuk!"
Cempaka Ungu menampakkan
kegelisahannya ket ika berkat a, "Nant i kalau dia bert emu Sut o dan Sut
o bisa dipenggalnya, bagaimana?!"
"Ibu yakin, P endekar
Mabuk t idak akan mudah dikalahkan! Ingat gerakan-gerakannya ket ika melawan
Gagak Neraka? Ingat ket ika ia beradu kesakt ian dengan Mat a Elang? Dia
bukan pendekar yang mudah dikalahkan dengan senjat a pusaka
sepert i Tombak Maut it u! Set idaknya Sut o bisa menghindari kekuat an ilmu
yang ada pada P usaka Tombak Maut . At au paling t idak Sut o punya cara
sendiri unt uk mengalahkan Hant u Laut !?"
"Yang kupikirkan,
bagaimana nasib kita jika Hant u
Laut unggul dalam melawan P
endekar Mabuk, Bu!'' "Pada saat Hant u Laut pergi mencari P endekar
Mabuk, kit a bisa lari bersembunyi
lewat pint u rahasia,
at au memint a bant uan kepada
beberapa sahabatku! Yang jelas, banyak cara yang bisa kit a lakukah jika dia
sudah pergi dari pulau ini!"
Hal yang membuat Rat u P ekat
t ak bisa banyak
bergerak juga karena Hant u
Laut t idak mau berist irahat di kamar t amu. Dia memaksa diri harus berist
irahat di kamarnya Rat u P ekat sendiri, sehingga sang rat u t idur at au
berist irahat dengan anaknya, di kamarnya Cempaka Ungu. Mereka, t ak bisa lari
at au bersembunyi lewat pint u rahasia yang ada di kamar t idur rat u, yang
sekarang dit empat i Hant u Laut it u.
Lebih-lebih Hant u Laut t elah
ajukan ancaman, jika
Rat u P ekat melakukan
perlawanan lagi, maka Hant u
Laut akan sebarkan racun
melalui t anah merekah di seluruh pulau it u. P adahal di sit u ada penduduk
biasa yang t ak tahu-menahu masalah ist ana. Rat u P ekat merasa punya kepent
ingan melindungi penduduk pulau t ersebut , sekalipun jumlahnya t ak seberapa
banyak.
Se dih juga hat i Rat u Pekat
kehilangan Mat a Elang. Bahkan Cempaka pun sering ikut merasa sedih jika t
eringat kemat ian Pangeran Berdarah, kekasihnya. T etapi Rat u P ekat masih
bisa menahan kesedihannya. Walau dia sudah kehilangan semua orang-orangnya, t
api ia masih punya sat u harapan, yait u kembalinya P endekar Mabuk dan Dewa
Racun. Semula Rat u P ekat ingin menaruh harap kepada T engkorak T erbang, t
api orang it u t elah melarikan diri dan t ak jelas ke mana arah pelariannya,
dan akan kembali at au t idak.
Se benarnya T engkorak T
erbang pantang melarikan
diri jika berhadapan dengan
lawannya. Bila perlu mat i di t angan lawan lebih baik daripada melarikan diri.
T etapi pelariannya it u adalah pelarian mengat ur siasat , ia harus segera
menyusul Sut o ke P ulau Hitam. Jika ia mat i di t angan Hant u Laut, siapa
lagi yang akan menyusul dan memberit ahukan perist iwa amukan Hant u Laut
kepada Sut o? Karena it u, T engkorak T erbang segera melakukan penyusulan t
ersebut .
Sendirian ia t erombang-ambing
di t engah laut an
bersama perahu kecilnya, ia
berharap di perjalanan bisa berpapasan
dengan perahu yang dit umpangi Sut o Sint ing. T api t ernyat a yang dit
emuinya perahu lain. T engkorak
Terbang
mengeluh dengan desah
kejengkelan, sebab kali ini ia
kembali berpapasan dengan
perahu berlayar
kuning dengan gambar t engkorak
dan t ujuh mat a rant ai warna merah. Jelas perahu it u adalah perahu anak
buahnya Siluman T ujuh Nyawa. T engkorak T erbang t ak bisa menghindari
berpapasan dengan perahu it
u, karena ia sempat kehilangan angin dan t ak
bisa lanjutkan perjalanan dengan cepat , ia hanya bisa gunakan sat u dayung
dengan t enaga lemah karena pert arungan dengan Hant u Laut.
P erahu berlayar kuning it u
semakin mendekat . Sepert inya
memang sengaja mendekat inya. T engkorak T erbang membat in,
"Kalau t erpaksa harus
mat i bertarung melawan
mereka, ya sudahlah! It u
namanya nasib yang t ak bisa dihindari! Mudah-mudahan saja t ak lama nant i
muncul perahu yang membawa Sut o, jadi aku bisa kasih berit a kepadanya t ent
ang keadaan P ulau Beliung sekarang ini!" P erahu berlayar kuning lebih
besar dari perahunya
T engkorak Terbang. Ket ika mereka berdekat an, T engkorak T erbang
segera t ahu siapa penumpangnya. Hanya dua orang, yang sat u pernah bert arung
melawan T engkorak Terbang, t api melarikan diri karena kalah dengan ilmunya P
endekar Mabuk. Orang it u, yang memakai pakaian abu-abu bersabuk hit am dengan
hiasan kepala burung gagak, t ak lain adalah Gagak Neraka. Se dangkan lelaki t
ua berusia sekit ar enam puluh t ahun it u, cukup t erkenal juga di rimba
persilatan, ia t ermasuk anak buah Siluman T ujuh Nyawa yang konon ahli dalam
pengobat an, ia dikenal dengan nama julukan T abib
Akhirat, ia mengenakan baju
jubah hijau dengan pakaian dalamnya
hit am. Rambut abu-abu panjang diikat memakai ikat kepala dari kulit ular. Ia selalu menggenggam kapak bergagang
panjang, bagaikan orang mau menebang pohon.
Rupanya Gagak Neraka sudah
sembuh dari lukanya akibat pert arungannya dengan P endekar Mabuk dalam kasus
"Ist ana Berdarah" it u. T ent unya si T abib Akhirat yang mengobat i
luka t ersebut . Kini ket ika ia melihat T engkorak T erbang ada di perahu it u
sendirian t anpa Sut o, geram kejengkelannya mendidihkan darah. Segera ia
melepaskan pukulan t enaga dalam ke arah T engkorak T erbang. Wuttt! T api T
engkorak T erbang segera t angkis pukulan it u dengan lompatan t ubuh dari t
engah perahu ke burit an.
"T ikus Busuk!" seru
Gagak Neraka. "Rasa-rasanya
hari ini adalah hari t erakhir
bagimu! Kemat ianmu yang t ert unda t empo hari, perlu kau lanjutkan hari
ini!"
"Gagak Neraka! Kalau kau
sendiri sudah siap mat i, aku pun siap membunuhmu!"
"T ulang rakus!
Hiaaah...!"
Gagak Neraka sent akkan t
angan kanannya ke depan, dari t
elapak t angannya keluar jarum
kecil-kecil jumlahnya cukup banyak, warnanya hit am bagai berkarat
semua. T engkorak T erbang t ak mungkin bisa menghindar karena gerakan
jarum maut it u sangat cepat . Sat u-sat unya jalan ia segera lepaskan pukulan
'T angan Mat ahari', yait u dengan menyentakkan kedua t angan bersamaan dan keluarlah sinar warna-warni yang
menggumpal bagaikan bola dan
melesat dengan cepat .
Brass...! Blegarrr...!
Kedua perahu it u terguncang
hebat akibat ledakan dari pukulan 'T angan Mat ahari' dengan jarum-jarum hitam
it u. Yang paling hebat get arannya adalah perahu yang dit umpangi T engkorak T
erbang. P erahu it u hampir saja t erguling akibat air laut melonjak dan
bergelombang hebat . Sedangkan T engkorak T erbang sendiri t ubuhnya sempat t
erlempar ke laut dan menjadi basah kuyup.
Gagak Neraka t erlempar t ubuhnya sampai membent ur pint u barak, dan
membuat Tabib Akhirat menggerut u jengkel dan menyent ak pada Gagak Neraka,
"Hent ikan permainanmu it u! Kalau t ak bisa kalahkan
dia, t ak perlu menyerang
lagi!"
Gagak Neraka t akut , karena T
abib Akhirat punya t ingkatan lebih t inggi dari dirinya. Gagak Neraka hanya
berkat a,
"Aku sekadar menguji
kehebat an si t ulang belulang
it u!"
"T ujuan kit a mau
membalas kekalahanmu kepada
P endekar Mabuk atau kepada T
engkorak rapuh it u?!" "Ya, kepada si Pendekar Mabuk! T api dia t
emannya
P endekar Mabuk!"
"Kalau begit u t anyakan padanya saja, apakah P endekar Mabuk masih ada di P
ulau Beli ung at au sudah minggat dari sana?!"
Maka, berserulah Gagak Neraka
kepada Tengkorak
T erbang, "Hai, T ulang
Babi...! Apakah P endekar Mabuk masih ada di P ulau Beliung at au sudah pergi?!
Jawab
pert anyaanku daripada kupaksa
kau bicara dengan kekerasan!"
T engkorak T erbang yang rambut dan
sekujur t ubuhnya basah kuyup it u sudah berdiri lagi di burit an
perahunya, ia berdiri dengan kedua t angan bert olak pinggang, seakan masih
berani menghadapi serangan dari lawannya. T api unt uk sement ara ia segera
serukan kat a, karena ia sudah t ahu apa yang jadi t ujuan pelayaran perahu
berlayar kuning it u,
"Kalau kau mencari P
endekar Mabuk, t anyakanlah kepada t emanmu yang berjuluk Hant u Laut !"
"Kenapa harus kepada dia
aku bert anya? Apa hubungannya?"
"Pendekar Mabuk ada di P
ulau Beli ung, s udah dikalahkan oleh Hant u Laut !"
"Omong kosong!" bent
ak Gagak Neraka, lalu cepat ia
palingkan wajah unt uk
memandang T abib Akhirat . Bagi mereka, Hant u Laut bukan orang sehebat T apak
Baja at au sehebat diri mereka. Mana mungkin bisa mengalahkan P endekar Mabuk,
yang menurut Gagak Neraka adalah orang berilmu t inggi. T abib Akhirat pun ikut
bicara dari perahunya,
"Mana mungkin Hant u Laut
bisa kalahkan P endekar Mabuk! Hant u Laut hanya kuli Kapal Neraka! Dia budak
suruhan T apak Baja!"
"T emuilah sendiri di P
ulau Beliung! T anyakanlah kepadanya, apakah dia kuli kapal, at au budak T apak
Baja, at au orang sakt i! Dia sekarang sudah hebat , t idak sepert i dulu!
Kalian kalah hebat ! Aku saja lari dari
pert arungan dengannya, karena
dia sudah mempunyai pusaka maut !"
"P usaka apa?"
"T anyakanlah sendiri, aku t ak sempat menanyakannya!" jawab T
engkorak Terbang. "Yang kut ahu, T apak Baja t elah dibunuhnya!"
"Hah...?!" kedua
orang di at as perahu berlayar kuning
it u t ercengang heran.
"Jangan membual di
depanku, Bangsat !" t eriak Gagak Neraka
sambil kirimkan pukulan jarak jauhnya. T engkorak T erbang cepat
sentakkan t angan kirinya. P ukulan t anpa sinar saling beradu di pertengahan,
menimbulkan let upan kecil yang
t idak t erlalu mengguncangkan
perahu sepert i t adi.
"Cobalah kau dat ang
sendiri dan lawan si Hant u Laut it u! Kujamin nyawa kalian
amblas dalam sat u gebrakan!" seru T engkorak T erbang, sengaja memanaskan hat i
mereka.
"Mana mungkin dia berani melawan kami! Kedudukan kami lebih t inggi
darinya!" seru T abib Akhirat.
"Jangankan kalian,
Siluman T ujuh Nyawa pun akan
dit umpasnya habis jika t ak
mau bersujud di depan kakinya!"
"Jahanam! T ut up
mulutmu!" bent ak Gagak Neraka.
T abib Akhirat segera menahan
tangan Gagak Neraka yang ingin melepaskan pukulan jarak jauhnya lagi. T abib
Akhirat berkat a pelan,
"Biarkan dia
bicara!"
"Dia mengigau!"
"Kulihat dia memang
sepert i orang sedang melarikan diri! Biarkan dia bicara, aku ingin
mendengarnya!"
"Kubilang, dia
mengigau!"
"Kalau begit u, aku ingin
mendengar igauannya!" Kemudian, T abib Akhirat berseru kepada Tengkorak
T erbang,
"Apakah T apak Baja ada
di sana? Maksudku, mat i di sana?"
"T idak! Hant u Laut dat
ang sendirian. Dia ingin kuasai P
ulau Beliung unt uk t empat t inggalnya selamanya. T api ia
berkoar kepada kami, bahwa ia sudah berhasil membunuh T apak Baja, dan sebentar
lagi dia akan bunuh Siluman T ujuh Nyawa!"
"Dia berbohong
padamu!" kat a Tabib Akhirat. "Menurut ku dia t idak berbohong! Apa
yang dikat akan
ada benarnya juga, sebab dia t
elah memiliki sebuah t ombak pusaka milik Jangkar Langit!"
"P usaka T ombak Maut
?!"
"O, ya! It u nama t ombak
pusaka yang sekarang menjadi
andalannya! Menurut rencana, dia akan membant ai semua orang-orangnya Siluman T ujuh Nyawa, dan dia akan
kuasai semua jalur pelayaran dan jajahan Siluman T ujuh Nyawa!"
Gagak Neraka makin panas t
elinganya mendengar
berit a it u. Ia berkat a
kepada T abib Akhirat ,
"Celaka! Jika omongan t
engkorak keropos it u benar, berart i kit a harus kasih laporan kepada sang ket
ua!"
"Kita bukt ikan dulu di P
ulau Beliung! Sepert i apa
t ingkah Hant u Laut terhadap
kita sekarang ini! Jika memang membahayakan, biar kuhabisi sendiri dia!"
*
* *
7
KAP AL Neraka dikerumuni
beberapa orang. Bukan karena mereka kagum dan heran melihat kapal yang t
erkenal sebagai penyebar maut it u, t api dengan sangat
t erpaksa mereka melakukan t
ugas dari Rat u P ekat unt uk
memperbaiki beberapa kerusakan
kapal t ersebut. Kepada salah seorang prajurit yang memimpin perbaikan kapal it
u, Rat u P ekat berkat a pelan, "Kalau bisa agak dibuat lama sedikit .
Jangan t erburu-buru selesai. Mengert i?"
"Mengert i, Nyai Rat u. T
api, apakah t idak sebaiknya
biar cepat selesai saja, biar
set an gundul it u cepat pergi dari pulau ini?"
"T idak. Aku sangat
berharap dia bert emu dengan P endekar Mabuk di sini! Jangan biarkan dia pergi
dan t ersesat , hingga t idak bertemu dengan P endekar Mabuk. T erlalu bodoh
kalau aku membiarkan dia pergi begit u saja, walau sebenarnya aku bisa punya
kesempat an unt uk lari dan bersembunyi. Kalau dia masih hidup dengan tombak
pusakanya, dia t et ap akan menjadi ganjalan ket enangan hidup kita di mana saja!
Jadi, dia harus mat i. Dan P
endekar Mabuk-lah yang bisa mengalahkan dia! Mengert
i?"
"Baik. Saya mengert i,
Nyai Rat u!"
"Suruh orang-orang jangan
cepat-cepat dalam bekerja!
Diperlambat saja, sambil menunggu kedat angan P endekar Mabuk dari P ulau Hit
am!" kat a Rat u P ekat dengan tetap berwibawa t erhadap bawahannya.
"Baik, Nyai. T api...,
bagaimana jika P endekar Mabuk
t idak kembali lagi kemari?
Apa yang harus kit a lakukan?"
"T idak mungkin! P
endekar Mabuk past i kembali ke sini. Karena Singo Bodong masih ada bersama kit
a. Jika dia ingin meneruskan perjalanannya, past i dia harus kembali ke sini
dulu unt uk mengambil Singo Bodong. Dia t eman P endekar Mabuk dan keselamat
annya dalam t anggung ja wab P endekar Mabuk."
Selama ini Singo Bodong t akut
menampakkan diri di depan Hant u
Laut . Biar wajahnya menyeramkan, kumisnya tebal,
badannya hampir sama besar dengan Hant u Laut , tetapi merasa t idak berilmu
apa-apa Singo Bodong berusaha unt uk t idak bert at ap muka dengan Hant u Laut
. Bila perlu ia akan t undukkan kepala rendah- rendah agar t idak beradu
pandangan mat a dengan Hant u Laut . Sebab melihat sinar mat anya saja Singo
Bodong sudah ket akut an karena t erbayang keganasan Hant u Laut saat bert
arung melawan Jalak P ut ih, P enghulu Pet ir, P engeran Berdarah, si Lat ah
Lidah, dan si Mat a Elang.
T et api pada saat Singo
Bodong ikut membant u
memperbaiki Kapal
Neraka karena memang diperint
ahkan oleh Rat u P ekat , Singo Bodong merasa was was dan selalu berusaha menut up diri dari pandangan mat a Hant u
Laut yang sering
hadir
memeriksa pekerjaan it u.
Sekalipun Singo Bodong sudah
berusaha
menyembunyikan diri dari
t ubuh beberapa pekerja lainnya, namun mat a jeli Hant u Laut masih bisa
menangkap keberadaannya di sit u.
Dari pant ai yang kering, Hant u Laut berseru,
"Dadung Amuk!"
Singo Bodong diam saja
walaupun dia tahu, bahwa dirinya dianggap Dadung Amuk. Singo Bodong berlagak t
idak mendengar dan t urut memperbaiki kapal t ersebut dengan lebih giat lagi.
"Dadung Amuk...!"
seru Hant u Laut lagi. Lalu, ia
dekat i Singo Bodong yang
diam-diam semakin berdebar- debar it u.
Wajah Hant u Laut berseri-seri
set elah t iba di dekat Singo Bodong, ia cepat meraih pundak Singo Bodong dan
berseru girang,
"Dadung Amuk! Oh, t
ernyat a kau ada di sini j uga?! Ha ha ha...!" Hant u Laut cepat memeluk
Singo Bodong dengan sat u t angan, karena t angan yang sat unya memegangi t
ombak pusaka.
Di ba wah sebuah pohon agak
jauh, sepasang mat a memperhat ikan kegembiraan Hant u Laut bert emu Singo
Bodong. Sepasang mat a it u milik gadis cant ik Cempaka Ungu. Ia diam saja di
sana, t api mat anya t erus mengikut i sikap Singo Bodong dan Hant u Laut saat
bert emu di samping kapal it u.
Dari keceriaan wajahnya, Hant
u Laut t idak t ampak
bermusuhan dengan Singo Bodong. Malahan dia berkat a,
"Dadung Amuk! T ak usah
kau ikut bekerja! Kau... kau... apakah kau t awanan Rat u P ekat, sehingga mau-
maunya bekerja menambal kapalku?"
"T api...."
"Sudahlah, ikut lah aku
bicara di t empat t eduh it u! Lihat , calon istriku yang sat u sudah
menungguku di sana! Kit a dekat i dia, dan kuperkenalkan pada dia siapa dirimu
sebenarnya! Ha ha ha ha...!"
Mau t ak mau Singo Bodong
mengikut i langkah
Hant u Laut . Ia dirangkul
oleh Hant u Laut yang t ampak sangat kegirangan bert emu dengan Singo Bodong,
sebab Singo Bodong dianggapnya Dadung Amuk.
Melihat dua orang bert ubuh besar it u dat ang
mendekat inya, Cempaka Ungu
diam saja di t empat nya, ia ingin t ahu apa sebenarnya yang akan t erjadi jika
Hant u Laut t ahu bahwa Singo Bodong bukanlah Dadung Amuk. Sedangkan Singo
Bodong semakin resah dan kebingungan, takut disangka oleh Cempaka Ungu bahwa
dirinya adalah Dadung Amuk.
"Cempaka Ungu,
Sayangku...," kat a Hant u Laut
sambil masih merangkul Singo
Bodong. "Kenapa kau t idak bilang-bilang padaku bahwa di sini ada Da dung
Amuk?! Dia ini orang yang paling banyak berjasa
t erhadapku! Beberapa kali
nyawaku diselamat kan oleh
Dadung Amuk! Bukankah begit u,
Dadung Amuk?!" "Hmmm... anu... aku... aku bukan Dadung Amuk!
Aku...."
"Lihat, lihat ...! Begit
u merendahnya dia di depanku, Cempaka! Dia ini orang yang paling baik padaku,
lebih
baik dari saudara kandungku
sendiri!"
Cempaka Ungu masih diam saja. Senyumnya dipaksakan mekar, t api
ot aknya berput
ar-put ar memikirkan sikap Hant u Laut t erhadap Singo Bodong. Hant u Laut
sepert i bert emu dengan saudara sendiri yang sudah puluhan t ahun t idak
pernah jumpa. Berulangkali ia merangkul Singo Bodong dalam t awanya yang benar-
benar t ampak gembira.
"Dadung Amuk, kupikir kau
t elah t ewas dalam
perist iwa di P ulau T at ar!
Sebab aku t ahu, lawanmu di sana cukup t angguh! Sudah lama kit a t idak saling
jumpa, Dadung Amuk! Aku sering bayangkan wajahmu jika sedang dalam t ekanan
perintah dari T apak Baja! Tapi sekarang, t ak akan ada lagi yang berani
memerint ahku dengan tekanan keras! T ak akan ada lagi yang menamparku sepert i
dulu, seba b T apak Baja t elah kubunuh dengan tombak pusaka ini! Ha ha ha
ha...!"
Singo Bodong cengar-cengir salah
t ingkah, ia
mencoba berkat a, "Iyy...
iya, aku sudah mendengar t ent ang kemat ian T apak Baja."
"It ulah aku yang
sekarang, Dadung Amuk!"
"T api aku buk... buk...
bukan Dadung Amuk!" "Omong Kosong! Ha ha ha...! Aku t ak bisa kau t
ipu
dengan kepura-puraanmu. Kau
adalah Dadung Amuk! Kau t idak banyak berubah dan t et ap berwat ak pura-pura
bodoh sepert i dulu saja! Walaupun kau t anpa t ambang pusakamu it u, t api aku
t et ap bisa mengenali dirimu, Dadung Amuk! Ha ha ha...! O, ya... kau t idak
perlu ikut bekerja sepert i mereka! Kau bukan orang-orang sepert i
mereka! Dan... dan kenapa kau
bisa jadi selemah ini? Apa yang t elah t erjadi pada dirimu, Dadung
Amuk?!"
"T idak... t id... t idak
ada apa-apa? Sumpah! T idak ada apa-apa!"
"Jujur saja, Dadung Amuk!
Aku t ahu kau past i dalam
kesulit an! Aku akan gant i
menolongmu, Dadung Amuk! Aku harus menolongmu, karena belum sat u pun jasa
baikmu padaku yang sempat kubalas!" sambil berkat a begit u, Hant u Laut
menepuk-nepuk pundak Singo Bodong dengan t et ap merangkulkan t angannya ke
pundak it u. Kadang ia meremas-remas pundak Singo Bodong sebagai ungkapan rasa
kagum dan gembira t erhadap orang yang dianggapnya Dadung Amuk it u.
"Dadung Amuk, jika kau
dit awan oleh Rat u P ekat , akan kusuruh dia membebaskan kamu! Dia past i
menurut padaku, sepert i halnya Cempaka Ungu ini! Se bab mereka bakal menjadi
ist riku dua-duanya, hua ha ha ha...!"
Singo Bodong hanya
cengar-cengir, t ak bisa ikut t ert awa sekeras Hant u Laut, sebab hat inya
berdebar- debar dalam kegelisahan. Sebent ar-sebent ar ia melirik Cempaka Ungu
dengan sorot pandangan mat a penuh kecemasan, seakan ia ingin mint a pert
olongan kepada Cempaka Ungu unt uk memisahkan dirinya dari Hant u Laut .
Cempaka Ungu segera t anggap
dengan kecemasan it u, karenanya ia segera berkat a kepada Hant u Laut ,
"Hant u Laut , kami t
idak t ahu kalau Dadung Amuk it u t eman baikmu. Sungguh kami t idak
tahu!"
"Sangat baik aku
dengannya! Aku banyak berhut ang nyawa padanya. Art inya, nyawaku sering diselamat
kan oleh dia! Dia ini orang sakt i, sejajar dengan T apak Baja. Jangan kamu
menganggap remeh pada dia, Cempaka Ungu! Kalau dia sudah mengamuk, bisa habis
seluruh penghuni pulau ini. Bisa hancur dalam sekejap ist anamu it u jika ia
sudah gunakan t ambang maut nya it u!"
"Ya, karena it u kukat
akan t adi, kami t idak tahu kalau dia t eman baikmu. Se baiknya izinkan aku
membawa dia menghadap Ibu, dan kubicarakan t ent ang pembebasannya. Jujur
saja, dia masih t awanan kami!"
"Lho, kat anya aku bukan
t awanan? Kat anya...!" Singo Bodong t erhent i dari bicaranya yang
bernada ngotot karena t idak mengert i arah pikiran Cempaka Ungu, dan Cempaka
Ungu segera berkat a agak keras.
"Diam kau, dan biarkan
aku bicara dengan Hant u
Laut !"
T api Hant u Laut berkat a,
"Hei, jangan bent ak-bent ak dia! Bisa hilang kesabaranku jika melihat
orang yang berjasa banyak padaku kau bent ak-bent ak!"
"Baiklah. Aku t idak akan
membent ak-bent aknya lagi. T api biarkanlah aku membawa dia menghadap Ibu Rat
u. Mungkin kalau sudah kujelaskan kepada Ibu siapa Dadung Amuk ini, Ibu past i
akan membebaskan dia dan
t idak akan menjadi t awanan
kami lagi!"
"Harus begit u! Sudah, ba
wa dia ke ist ana, nant i aku menyusul! Aku akan mengawasi pekerja-pekerja it u
dul u!" kat a Hant u Laut. Dan sebelum Singo Bodong pergi bersama Cempaka
Ungu, Hant u Laut sempat kan
diri berkata kepada Singo
Bodong.
"Dadung Amuk, kat akan
saja apa yang harus kubant u agar aku bisa membalas budi baikmu selama ini! Aku
siap membant umu, Dadung Amuk!"
Singo Bodong hanya mengangguk
dengan senyum
yang benar-benar kaku. Set
elah it u, ia pun melangkah pergi bersama Cempaka Ungu. T angannya agak dit
arik oleh Cempaka Ungu hingga langkahnya menjadi lebih cepat lagi. Singo Bodong
semakin berdebar ket akut an dan ia berkat a kepada Cempaka Ungu,
"Berani sumpah segala
sumpah, aku bukan Dadung
Amuk, Cempaka! Aku Singo
Bodong, sepert i yang dit irukan Sut o t empo hari! Aku bukan Dadung Amuk,
Cempaka! Jangan salah duga!"
"Diam kamu! Just ru
karena kamu bukan Dadung
Amuk, maka kuajak berunding
bersama Ibu."
Di depan Rat u P ekat , Cempaka mencerit akan perist iwa salah
duga it u. Apa yang dikat akan Hant u Laut kepadanya t ent ang jasa dan
kebaikan Dadung Amuk juga dicerit akan kembali kepada Rat u P ekat .
"Lalu, apa maksudmu
menyampaikan berit a ini, Cempaka?" t anya Rat u P ekat dengan tenang.
"Bukankah Singo Bodong bi
sa kit a gunakan unt uk pelindung kit a?"
Berkerut lah dahi Rat u P ekat
karena heran mendengar
usul anaknya. Lalu dia bert
anya,
"Dia t idak punya ilmu
apa-apa, mana bisa melindungi kita?"
"Dia harus t et ap
mengaku Dadung Amuk di depan
Hant u laut !"
"Apa...?! Aku harus
mengaku Dadung Amuk?! T idak. Aku t idak mau mengaku Dadung Amuk!" kat a
Singo Bodong membantah usulan it u, dan ia berkat a lagi,
"Dadung Amuk orang jahat
! Aku bukan orang jahat !"
"Singo Bodong," kat a Rat u
P ekat memot ong ucapannya.
"Aku t ahu maksud Cempaka. Ini hanya pura- pura saja. Kau mengaku Dadung
Amuk, unt uk meredam segala t indakan Hant u Laut yang semena-mena t erhadap
kami. Dengan adanya kamu, sebagai Dadung Amuk, Hant u Laut merasa ada orang
yang disegani."
"Bet ul. Maksudku be git
u, Ibu!" pot ong Cempaka
Ungu bersemangat .
"Ingat kat a-kat a Hant u
Laut t adi, kau dianggap orang paling berjasa dalam hidupnya. Kau dianggap
orang yang sering selamat kan nyawanya dan lebih baik dari seorang saudara
kandung. Dia merasa berhut ang budi kepadamu! Bahkan dia siap membant umu jika
kau but uh bant uan apa pun, it u berart i dia akan menurut i segala perint
ahmu! Kau disegani oleh Hant u Laut, karena kau t idak pernah memusuhi dia, dan
dia t ahu kau dianggap orang berilmu t inggi, sejajar dengan Tapak Baja. Jadi,
dengan adanya kau sebagai Dadung Amuk di sini,
t ingkah laku Hant u Laut yang
memuakkan it u bisa kau redam!"
"T ap... t api., t api
saya t akut berhadapan dengan dia, Nyai Rat u!"
"Kau harus berani. Kalau
selamanya kau menjadi orang penakut , maka jiwamu akan dijajah oleh orang
lain! Tak ada orang yang bisa
menolongmu kecuali dirimu sendiri! Ja di, kau harus berani berhadapan dengan
siapa pun! Ingat , kau punya kekuat an, yait u wajah dan potongan t ubuh yang
mirip Dadung Amuk. Anggapan keliru it ulah yang kau gunakan sebagai kekuat
anmu!"
Cempaka Ungu menambahkan kat
a, "Di depan dia,
kau harus t egas dan kelihat
an berilmu t inggi. Dia t ak akan berani melawanmu, karena dia merasa berhut
ang nyawa padamu! T unjukkan di depan dia bahwa kau adalah Dadung Amuk yang
dikaguminya. Biasanya seseorang akan menurut dengan perint ah orang yang
dikagumi dan disanjungnya!"
Rat u P ekat menambahkan kata
lagi, "T api kau juga jangan kelihat an semena-mena kepadanya, supaya dia
t idak berbalik benci
kepadamu. Just ru t ampakkan sikapmu
memuji
keberhasilannya
dalam memiliki P usaka T ombak
Maut it u, biar dia semakin salut padamu. T api juga jangan t erlalu
merendahkan diri di depannya, supaya kau t etap dihormat i olehnya."
"Bagaimana... bagaimana
kalau dia t ahu bahwa aku bukan Dadung Amuk yang sebenarnya?"
"T idak mungkin!"
sahut Cempaka Ungu. "Kau mengaku sebagai Singo Bodong saja dia t et ap
ngotot dan menganggapmu Dadung Amuk!"
"Ya. Kurasa dia t idak
akan menget ahui bahwa kau adalah bukan
Dadung Amuk. Dia
t et ap akan menganggapmu Dadung
Amuk. Lebih bagus lagi kalau kau memakai baju merah dan jangan dikancingkan. It
u
pakaian yang benar-benar mirip
dengan Dadung Amuk!" "Bila perlu," kat a Cempaka Ungu,
"Kucarikan kau sebuah t ambang dalam t iga gulungan, bawalah t ambang
it u lalu, kau gant ungkan di
pundak kiri."
"Bet ul! It u baru persis
sekali dengan Dadung Amuk! Asal lagakmu jangan ragu-ragu dan celingak-celinguk
sepert i biasanya. Berlagaklah t egar, perkasa dan berani!"
"Suruh Hant u Laut jangan
menempat i kamar pribadi Ibu," kat a Cempaka Ungu. "Dan bila kau
punya kesempatan, curi t ombak it u lalu serahkan pada kami!"
"Bet ul!" sahut Rat
u P ekat lagi semakin bersemangat .
"Curi tombak it u, t api
jangan terburu-buru dan jangan sampai kelihat an gerak-gerikmu. Sebab t anpa t
ombak it u, Hant u Laut bisa kurobohkan dalam wakt u yang amat singkat! Sat u
jurus pun dia bisa mampus!"
"Ya, memang kelihat annya
begit u," gumam Singo
Bodong. "T api...
bagaimana aku harus mengat asi rasa t akutku sendiri ini...?"
"Aku mendampingimu t
erus," kat a Cempaka Ungu. "Aku mengawasimu dari kejauhan. Jika t
erjadi sesuat u, aku maju lebih dulu melindungimu!"
Dadung Amuk sebenarnya orang
kejam, ia pernah
bert emu dengan Sut o Sint ing
dan bertarung beberapa gebrakan. Namun Dadung Amuk kalah, ia dit ugaskan
mencari P endekar Mabuk oleh Siluman T ujuh Nyawa, t api ket ika bert emu
dengan Sut o, ia t idak t ahu siapa orang yang dit emuinya it u. Sut o mengaku
sebagai P endekar Mabuk, bahkan yang t erakhir kali Sut o mengaku sebagai P
endet a T ibet , yang adalah gur u dari
Sil uman T ujuh Nyawa. Dadung Amuk berhasil dikelabuhi Sut o. Ket ika
Dadung Amuk mengaku dit ugaskan
oleh Siluman T ujuh Nyawa membunuh orang yang bernama Sut o Sint ing dan
mencari kit ab P usaka Wedar Kesuma, P endekar Mabuk menyuruh Dadung Amuk pergi
ke P ulau Hant u, dan mengat akan di sanalah adanya P usaka Kit ab Wedar Kesuma.
Maka, Dadung Amuk pun pergi ke P ulau Hant u. P adahal di sana ada t okoh sesat
yang cukup t inggi ilmunya, yait u Mawar Hit am (Baca serial P endekar Mabuk
dalam episode: "Ut usan Siluman T ujuh Nyawa"). Sampai sekarang belum
diket ahui bagaimana nasib Dadung Amuk.
Sement ara it u, Rat u P ekat
dan Cempaka Ungu
mendandani Singo Bodong
sehingga mirip bet ul dengan Dadung Amuk. Mengenakan pakaian longgar warna
merah, celana hit am, menggant ungkan t ambang di pundak kirinya, rambut diikat
kain bat ik model warok yang memang sudah kesehariannya dipakai Singo Bodong,
ikat pinggang hit am besar, dan mengenakan akar bahar hit am yang juga sudah
kesehariannya dikenakan Singo Bodong. Semakin yakin Hant u Laut bahwa orang it
u adalah Dadung Amuk. Hanya saja, ia merasa heran, mengapa Dadung Amuk menjadi
t awanan rat u.
"Rasa-rasanya t ak
mungkin kau bisa mengalahkan
ilmu dan kesakt ian Dadung
Amuk, Rat u Pekat ! Bahkan kau bisa membuat dia t unduk dan menurut padamu,
sungguh hal yang t idak masuk akal bagiku!"
Jawab Rat u P ekat, "Dia
dat ang ke pulau ini dalam
keadaan linglung. Menurut dugaanku, dia t elah melangkahi akar Mimang."
"Apa it u akar
Mimang?"
"Akar yang jika
dilangkahi, bisa membuat orang yang melangkahi lupa akan dirinya, lupa jalan
menuju pulang."
"Ooo...," Hant u
Laut manggut -manggut . "Kalau
begit u dia lupa t entang
ilmu-ilmunya?"
"Ya. T api secara gerak
naluri, t enaga dalamnya bisa t ersalur
keluar dengan sendirinya, dan it u lebih berbahaya, karena t idak
pakai ukuran bat in! It ulah sebabnya kami menganggap dia bukan sepert i t
awanan biasa."
"Bebaskan dia!" kat
a Hant u Laut .
"Sudah kubebaskan. Sejak
aku t ahu dia t eman baikmu yang banyak menolong kamu, sering menyelamat kan
kamu, dan kamu punya hut ang nyawa kepadanya, aku t elah membebaskan dia. T api
dia masih saja t ak mau pergi meninggalkan pulau ini."
"Jangan paksa dia unt uk
pergi! Biarkan dia bert indak
at as kemauannya! Aku
sangat menaruh hormat kepadanya!"
"Ya. Aku t ahu apa yang
kau harapkan. Aku t elah laksanakan!"
Hant u Laut semakin bangga
melihat penampilan
Singo Bodong yang dianggapnya
sudah kembali sepert i Dadung Amuk dalam kesehariannya. Singo Bodong pun jika
bert emu dengan Hant u Laut memasang lagak wi bawa dan t egas, walau hat inya
penuh kecemasan.
"Kuharap kit a bisa sus
un kekuat an di sini unt uk melawan sang ket ua dan para keroconya! Kau set
uju, Dadung Amuk?"
"Sangat set uju!"
"Bagus! Ha ha ha...! Kit
a akan gilas Si luman T ujuh
Nyawa menjadi Siluman T ujuh
Pot ong!"
"Ha ha ha ha...!"
Singo Bodong paksakan diri t ert awa t erbahak walaupun t et ap sumbang
didengarnya. Lalu, Singo Bodong berkat a,
"T api aku kurang set uju
jika kau t idur dan menempat i kamar pribadi Rat u P ekat !"
"Kenapa? Dia calon ist
riku!"
"It u kalau kau bisa
memenggal kepala P endekar
Mabuk!"
"Harus bisa! Bila perlu,
aku mint a bant uanmu unt uk melawan dia."
"Kurasa t idak perlu. Kau
sudah cukup kuat dan t angguh dengan t ombak pusaka it u! Kau bisa mengat asi
orang sakt i mana pun t anpa bant uan dariku lagi!"
"Ah, jangan berkat a
begit u padaku, Dadung Amuk.
Dari dulu kau selalu
membangkit kan semangat dan keberanianku! Aku jadi minder di depanmu, Dadung
Amuk!"
"T ak apa. Aku juga hanya
sekadar memujimu," jawab Singo Bodong, keceplosan pengakuan polosnya. T
api, segera ia berkat a,
"Kuharap kau t idak
menempat i kamar pribadi Rat u.
Apa kau set uju?"
"Hmmm... baiklah, aku set
uju! Lant as di mana aku
harus t idur selama kapalku belum selesai dalam perbaikan?"
"Banyak kamar di dalam
ist ana ini, dan kau bisa pilih sendiri!"
"Demi persahabat an dan
persaudaraan kit a, kut urut i
keinginanmu, Dadung Amuk.
Tapi, bolehkah aku t ahu mengapa kamu melarangku menempat i kamar rat u?"
"Karena rat u menyuruhku
bilang begit u padamu." "Jadi, kau diperalat oleh Rat u P ekat
?"
"Hmmm... anu... begini...
bukan diperalat . Rat u sebenarnya menaruh hat i melihat keperkasaanmu. Tapi
dia t idak ingin kehilangan daya t arik t erhadapmu jika kamu masih menempat i
kamar pribadinya. Jadi, dia ingin agar aku menyampaikan isi hat inya, bahwa dia
t ak mau kehilangan rasa t ert arik kepadamu. Jika kau t et ap menempat i kamar
pribadinya, dia akan kecewa dan rasa t ert arik padamu berkurang, bahkan bisa
hilang. Dia t akut kehilangan hal it u, Hant u Laut! Jadi saranku, jangan
kecewakan dia supaya dia semakin kagum dan t ert arik padamu!"
"Ha ha ha ha...! Ya,
ya... aku t ahu maksudnya! Aku akan t urut i saranmu it u!"
Singo Bodong merasa lega, t
ernyat a ia bisa bicara t anpa menimbulkan kecurigaan Hant u Laut . Lalu, ia
berkat a lagi sambil duduk di bangku t aman samping ist ana.
"Sebenarnya sudah lama
aku ingin melawan sang
ket ua!"
"O, ya?! Kalau begit u
kit a memang sangat cocok
bert emu di sini!" Hant u
Laut bersemangat dan t ampak gembira sekali.
"T api aku merasa ilmuku
masih rendah dan belum seimbang unt uk melawan Siluman T ujuh Nyawa! Dia sangat
kuat dan t inggi ilmunya!" Singo Bodong berlagak mengeluh. Sejauh ini, ia
selalu diperhat ikan oleh sepasang mat a, yait u mat a Cempaka Ungu yang berada
di kejauhan at au di balik persembunyian.
Melihat Singo Bodong mengeluh
sepert i pat ah
harapan, Hant u Laut segera
membangkitkannya lagi dengan menyombongkan pusaka t ersebut ,
"Jangan merasa lemah,
Dadung Amuk! Sekarang aku sudah memiliki pusaka t ombak ini! Siluman T ujuh
Nyawa t ak akan berkut ik melawan kit a! Kau lihat sendiri, Rat u Pekat bisa t
unduk padaku karena aku mempunyai tombak pusaka ini!"
"Kau memang t ampak lebih
perkasa jika memegang t ombak it u!"
"Ah, kau pun juga kelihat
an masih perkasa dan gagah! Jangan selalu memujiku, Dadung Amuk!"
Singo Bodong dan Hant u
Laut sama-sama memandangi P
usaka T ombak Maut yang selalu ada di
t angan Hant u Laut . Singo
Bodong memandangnya dengan kagum. T ercet us ucapan polosnya sebagai Singo
Bodong yang t idak diket ahui Hant u Laut .
"Hebat sekali pusaka ini!
Bagaimana bangganya rasa hat iku jika bisa memainkan jurus dengan menggunakan t
ombak ini!"
"Mudah saja!" kata
Hant u Laut. "Sent akkan t enaga
dalam seringan apa pun bisa
menjadi besar jika disalurkan
lewat t ombak ini. Kurasa kau
bisa memainkan t ombak ini. T ak beda dengan t ombak- t ombak lainnya
dalam permainan jurusnya. Kau sudah menguasai jurus t ombak, karena kulihat
dulu kau mengalahkan P ancar Gunung dengan sebuah t ombak biasa, kau ingat saat
kau selamat kan nyawaku dari P ancar Gunung it u, Dadung Amuk?"
"Hmmm... kapan, ya? Oh,
ya ya...! Aku ingat ," jawab
Singo Bodong. "T api
gerakan t ombak wakt u it u t ent unya t idak sama dengan gerakan t ombak
ini?!"
"Sama saja!
Kalau t ak percaya, cobalah memainkannya sebent
ar!"
Hant u Laut menyerahkan tombak
it u kepada Singo Bodong. Wutt ...! Hampir saja tombak it u jat uh karena Singo
Bodong t ak pernah pegang tombak yang t ernyat a cukup berat unt uk ukuran t
angannya. T ombak biasa pun
t ak pernah dipegangnya,
apalagi t ombak pusaka yang
t ent unya punya bobot kesakt
ian t ersendiri di dalamnya. "Coba mainkan beberapa jurus t ombakmu! Aku
dulu
mengagumi kecepat anmu dalam
memainkan t ombak!" "Hmmm... ya... ya....!" Singo Bodong
sebenarnya
bingung, dia harus memainkan
bagaimana, sebab dia t idak t ahu jurus tombak. Karenanya, t ombak it u hanya
dipegang-pegang saja, kadang dit ent engnya sepert i menent eng t as at au kayu
pot ongan biasa. T ak pant as sekali sebagai orang sakt i yang bersenjat akan tombak.
Sement ara it u, Cempaka Ungu
yang memperhat ikan dari t empat t ersembunyi sudah mulai berdebar-debar
hat inya. Singo Bodong sudah berhasil memegang t ombak it u. T inggal ia
ba wa lari at au dilemparkan di suat u t empat , maka Cempaka Ungu akan
mengambilnya. T api Singo Bodong t idak segera melarikan t ombak it u. Ia
bahkan hanya menimbang-nimbang berat tombak di dalam t angannya.
Se dangkan Hant u Laut just ru
merasa bangga dan
senang melihat Dadung Amuk
palsu memegang t ombak it u. Seakan ia bisa membagi rasa bangga kepada orang
yang banyak memberi jasa padanya it u.
"Ayolah, mainkan sat
u-dua jurus t ombakmu, Dadung
Amuki"
"Aku t ak bisa!"
Singo Bodong serahkan tombak kembali kepada Hant u Laut .
"Ah, mainkanlah dulu! Aku
t ak akan mencuri jurusmu!" Hant u Laut t ak mau menerima t ombak, bahkan
mendesak Singo Bodong unt uk memainkan jurus
t ombak. "Lekaslah, ingin kulihat
kegesitanmu
menebaskan tombak it u, Dadung
Amuk! Aku sangat bangga pada jurus-jurusmu!"
Dalam hat i Cempaka Ungu sudah
t ak sabar lagi. "Cepat bawa lari, Goblok! Bawa lari...!" Cempaka
Ungu menggeram sendiri di persembunyiannya. T api Singo Bodong hanya
celingak-celinguk dengan hat i berdebar-
debar.
*
* *
8
KAP AL Neraka masih dalam
perbaikan. T iba-t iba muncul perahu berlayar kuning. Siapa lagi orang di at as
perahu berlayar kuning it u jika bukan Gagak Neraka dan T abib Akhirat. P
andangan mat a mereka t ert uju pada Kapal Neraka.
T abib Akhirat berkat a kepada
Gagak Neraka t anpa
palingkan wajah, "Rupanya
benar apa kat a t engkorak keropos it u! Kapal Neraka berlabuh di P ulau
Beliung!"
"Jadi apa yang dikat akan
t engkorak keropos it u memang benar semua? T ermasuk T apak Baja yang dibunuh
Hant u Laut , dan sikap Hant u Laut yang ingin memberont ak kepada sang ket
ua?"
"Ya. Kurasa memang begit
u! Sekarang yang kit a hadapi bukan P endekar Mabuk, melainkan Hant u Laut !
Jika kau ingin balas kekalahanmu t empo hari kepada P endekar Mabuk, kau harus
kalahkan Hant u Laut it u dul u! Karena P endekar Mabuk adalah t awanan si Hant
u Laut , menurut pengakuan tengkorak keropos t adi!"
"Hant u Laut ...?!"
gumam Gagak Neraka. "Dia
memiliki P usaka T ombak Maut
it u!"
"Jangan t akut! Kau harus
jaga jarak dalam menyerang dia. Jangan t erlalu dekat, karena gerakan t ombak
it u sangat berbahaya! Bert arunglah dalam jarak jauh saja!"
"Kau sendiri t idak akan
ikut menghajar Hant u Laut ?'
"T ent u saja aku ikut !
T api aku ingin kau dul u yang maju, jadi aku bisa pelajari jurus-jurus
kelemahan t ombak maut it u!"
Seorang prajurit yang ikut
perbaikan kapal it u segera
berlari ke ist ana unt uk
memberitahukan kedat angan perahu berlayar kuning. P rajurit it u menget ahui,
bahwa orang yang ada di at as perahu it u past i orang suruhan Sil uman T ujuh
Nyawa, karena ia melihat gambar t engkorak dan rant ai bermat a t ujuh.
P ada wakt u prajurit it u
belum t iba di ist ana, Singo Bodong sudah hampir membawa lari t ombak pusaka t
ersebut . Tapi ket ika ia didesak t erus unt uk memainkan sat u jurus t ombak
oleh Hant u Laut , dan ia kibaskan t ombak it u dengan sembarangan, Hant u Laut
sempat t erpental dan Singo Bodong pun cepat melepaskan t ombak it u. Karena
dari ujung tombak keluar sinar kilat biru yang segera melesat dan mengenai
sebuah pohon. P ohon it u langsung hancur dari ujung sampai akarnya. Singo
Bodong yang kaget , juga t erpent al karena ledakan pohon, dan tombaknya t
erlepas jat uh.
Bahkan hampir-hampir kilat an
cahaya biru it u mengenai Cempaka Ungu yang bersembunyi t ak jauh dari
pohon yang meledak it u. Karena takutnya, Singo Bodong gemetar dan segera mengambil
t ombak it u lalu menyerahkannya kembali kepada Hant u Laut sambil berkat a
dalam kepolosan asli Singo Bodong.
"Mmma... maaf, aku t idak
sengaja! Sungguh aku t idak sengaja, Hant u Laut ! Ak... aku... aku t idak t
ahu kalau benda ini bisa keluarkan cahaya biru pet ir. Maaf...! Jangan marah
padaku...!"
"Ha ha ha ha...!"
Hant u Laut t ert awa melihat wajah
Dadung Amuk palsu
menjadi ketakutan karena kagetnya.
"Ini kukembalikan
tombakmu. Ak... aku tak bisa menggunakannya!"
Hant u Laut menerima tombak it
u sambil masih t ert awa t erbahak-bahak. Lalu ia ucapkan kat a,
"Dadung Amuk, Dadung
Amuk... t ernyat a kau
sekarang menjadi orang jenaka
yang pandai melucu. Kepura-puraanmu it u sungguh menggelikan hat iku! Kau
pandai berlagak dan bersandiwara, sekarang! Bukan main merendahnya kau di
depanku...! Ha ha ha...!"
"T uan Nakhoda!" seru prajurit yang memang diharuskan memanggil Hant u Laut
dengan sebut an T uan Nakhoda. "Ada perahu Siluman T ujuh Nyawa merapat ke
pant ai!"
"Apa warna
layarnya?" "Kuning!"
"Aku t anya apa warnanya!
Bukan menyuruhmu unt uk
kencing!"
"Lha, iya! Warna layarnya
kuning, T uan Nakhoda!" "O, kuning?! Hmmm...!" Hant u Laut
berpikir sejenak,
lalu menggumam, "Tabib
Akhirat!"
Hant u Laut segera bege gas t
inggalkan ist ana sambil membawa
P usaka Tombak
Maut. Sement ara it u, Cempaka Ungu segera mendekat i
Singo Bodong dan membent ak,
"Bodoh! Tolol!
Goblok...!"
Singo Bodong yang bersosok
Dadung Amuk it u hanya berkedip-kedip mat anya sambil mengerut kan t ubuh jika
mendapat sat u bent akan dari Cempaka Ungu.
"T ombak sudah di t
anganmu, mengapa t idak segera
kau bawa lari dan kau serahkan
padaku?!" "Ak... aku... aku takut !"
"Aku ada di rumpun
tanaman melat i it u!"
"Aku t idak t ahu kau di
sana! Seharusnya kau berseru dari sana dan mengatakan bahwa kamu ada di sana,
jadi...."
"Sudah, sudah! Dasar
manusia
dungu!" omel
Cempaka Ungu. "Hampir saja sinar biru tadi menghant amku dari ba wah pohon
yang hancur it u! Huhh...! Manusia kelewat dungu kau ini!" geram Cempaka
Ungu dengan menahan rasa jengkel.
"Ada apa, Cempaka?! Suara
ledakan apa it u t adi?!" Rat u P ekat muncul, lalu Cempaka Ungu
mengadukan hal it u. Rat u P ekat hanya berkata,
"Jangan t erlalu
menyalahkan Singo Bodong! Dia memang orang bodoh berot ak udang rebus! T api
pada kesempatan lain nant i, kau
harus lebih dekat
mendampinginya. Jika terlihat dia sudah memegang t ombak it u, kau segera
serang Hant u Laut dan robohkan dia dengan jurus andalanmu! Jika dia sudah
roboh, t ombak it u bisa kit a kuasai!"
"Dia t adi berada t
erlalu dekat dengan Singo Bodong,
jadi aku t akut pukulan jarak
jauhku just ru mengenai si dungu it u!"
"Sudahlah, t ak perlu t
erlalu jengkel kepada Singo
Bodong. T api yang pent ing
kit a sudah mendapat kan kelemahannya. Suat u saat nant i, past i t ombak it u
jat uh ke t angan kit a!"
"Kalau begit u, Ibu saja
yang mendampingi dia,
supaya Ibu lebih cepat
menghant am Hant u Laut jika t ombak sudah di tangan Singo!"
"Baiklah, aku yang akan
mendampingi Singo Bodong dari kejauhan. Sekarang, di mana Hant u Laut ?"
Singo Bodong menyahut ,
"P ergi ke pant ai, Nyai
Rat u. Ada perahu dat ang
berlayar kuning."
"Perahu berlayar kuning?
Apakah perahunya Sut o?" gumam Rat u sepert i bicara sendiri.
"Saya rasa bukan Sut o,
Nyai. Sebab t adi saya dengar
Hant u Laut menyebutkan sat u
nama." "Siapa...?"
"T abib Akhirat !"
"Hah...?!"
Wajah rat u t erbelalak kaget
, dan kelihat an cemas. Cempaka Ungu heran melihat perubahan ibunya yang
menjadi sangat cemas dan gelisah it u. Maka, Cempaka Ungu pun ajukan tanya,
"Kenapa Ibu cemas?"
"T idak apa-apa,"
jawab rat u sambil bergegas pergi. Cempaka Ungu mengejar dan mendesak,
"Siapa
T abib Akhirat it u? Jelaskan
aku, Bu!"
Rat u P ekat hent ikan
langkah, ia pandangi wajah anaknya
it u dengan suat u keraguan yang menggelisahkan. Cempaka Ungu
semakin heran dan penasaran.
"Jelaskan padaku, siapa T
abib Akhirat it u?" "Bekas kekasihku."
"Ooo...," Cempaka Ungu
manggut -manggut sambil t ert awa geli. T api Rat u P ekat segera berkat a,
"Kau lahir dari
benihnya!"
"Hah...?!" Cempaka
Ungu t erkejut , t awanya hilang seket ika.
"Dia yang membuahi aku dan akhirnya aku mengandung bayimu. T api ant
ara aku dan dia t idak ada ikat an suami-ist ri. Dia pergi ent ah ke mana, dan
t ak kut ahu kalau dia ternyat a bergabung dengan Siluman T ujuh Nyawa."
"Ja... ja... jadi, dia
ayahku, Bu?"
"Ya. Dia ayahmu yang
sebenarnya."
"Bukankah kat a ibu,
ayahku adalah Garuda P aksi, yang sekarang sudah t ewas it u? Bukankah Garuda P
aksi juga ayah dari kedua kakakku yang juga sudah t ewas it u?"
"Kedua kakakmu memang
anak dari Garuda P aksi. T api kau bukan! Garuda P aksi t idak menyangka kalau
aku punya hubungan gelap dengan Tabib Akhirat, dan dia t idak t ahu bahwa bayi
yang kukandung it u adalah benih dari T abib Akhirat !"
"Ap... apakah... apakah T
abib Akhirat t ahu bahwa
aku anaknya?"
"Sewakt u kau
berusia dua bulan,
dia pernah melihat mu.
Tapi set elah it u dia menghilang lagi dan baru sekarang muncul kembali!"
"Kalau begit u aku harus
se gera ke pant ai dan
menemuinya!"
Wuttt ...! Cempaka Ungu cepat
melesat pergi dengan sat u lompat an bert enaga ringan. Rat u P ekat berseru
memanggilnya,
"Cempaka! T ahan niat mu
it u!"
T api Cempaka Ungu t idak
menghiraukan seruan t ersebut . Rat u P ekat pun akhirnya bergegas pergi
mengejar Cempaka Ungu. Singo Bodong sempat
t ert egun bengong dan t ak
mengert i apa yang harus
dilakukan. T et api akhirnya
ia pun berlari sepert i kerbau t akut set an menuju ke pant ai, unt uk melihat
apa yang t erjadi di sana.
Orang-orang yang mengerjakan
perbaikan Kapal
Neraka it u berhent i bekerja.
Mereka memandangi suat u ket egangan yang t erjadi di ba wah pohon kelapa yang
meliuk agak rendah ke pantai. Ket egangan it u t erjadi ant ara Hant u Laut dan
Gagak Neraka. Sedangkan T abib Akhirat dengan dinginnya berdiri agak jauh dari
mereka. "Aku mendengar kabar kurang enak dari seseorang
t ent ang dirimu, Hant u
Laut!"
"Kabar t entang aku
beranak?!"
"Kabar kurang enak!"
t egas Gagak Neraka. "O, kabar kurang enak?! Ya, mungkin saja!"
"Kau membunuh Tapak Baja?"
"Bet ul! Aku yang
membunuhnya!"
"Kau mau memberont ak
kepada sang ket ua?"
"Bet ul! Aku akan
membunuh sang ket ua!" jawab Hant u Laut t anpa t edeng aling-aling lagi,
art inya secara blak-blakan dia berkat a apa adanya.
"Sayang sekali sikapmu
berbalik begit u, Hant u Laut ! P adahal aku baru mau usulkan pada ket ua unt
uk mengangkat kamu menjadi pengawal pribadiku!"
"Aku t ak sudi! Mau apa
kau?!" t ant ang Hant u Laut.
"Aku t erpaksa menyeret
mu agar mendapat hukuman dari sang ket ua!"
"Mampukah nyawamu
menyeret ragaku?!"
"Habis sudah kesabaranku,
Hant u Laut! T erimalah pukulan maut ku ini, hiaaat ...!"
Gagak Neraka melepaskan pukulan yang mengandung jarum-jarum hit
am it u. Wusss...! Jarum- jarum hit am menyembur ke arah dada Hant u Laut. Tapi
dengan kecepat an t inggi pula, Hant u Laut kibaskan t ombaknya miring ke
samping, dan sinar biru keluar dari ujung t ombak it u. Clappp, clappp...!
Blarrr...! Sat u ledakan
menghant am serombongan jarum hit am. Tapi sinar biru berikutnya menerabas
kepulan asap ledakan it u. Hampir mengenai kepala Gagak Neraka. Unt ung Gagak
Neraka terjengkang jat uh akibat ledakan it u, sehingga ia lolos dari sinar
biru yang kedua.
Dari t empatnya berdiri, T
abib Akhirat berseru, "Jauhi
dia! Jauh!"
Mendengar seruan T abib Akhirat , Hant u Laut menduga siasat t arungnya sudah
diket ahui oleh T abib Akhirat. Maka, sebelum Ga gak Neraka sempat menjauh,
Hant u Laut segera melayang menerjang Gagak Neraka dengan tombaknya.
Sret t ...! T rangngng...!
Tombak it u dit ahan oleh
senjat a Gagak Neraka yang berupa piringan bergerigi set engah lingkaran. Tapi
piringan it u pecah dan bent uran kedua senjata it u menimbulkan ledakan, juga
memancarkan cahaya merah
membara. Cahaya it u mengenai
dada Ga gak Neraka, ia menjadi limbung dalam berdirinya. Seket ika it u pula
Hant u Laut sent akkan t ombaknya ke depan dan sinar merah berkelok-kelok
melesat dari ujung t ombak. T ak sempat dihindari oleh Gagak Neraka. Jrasss...!
"Aaahg...!" Gagak Neraka mendelik. Mulut nya keluarkan asap dan lubang
t elinga sert a hidung pun berasap. Gagak Neraka menggelepar-gelepar di pasir,
bau hangus menyebar di udara. Lalu, Ga gak Neraka berhent i menggelepar ket ika
T abib Akhirat mendekat inya
mau menolong. Rupanya saat it ulah saat
t erakhir Gagak Neraka
hembuskan napasnya, dan set elah it u t ak berkut ik lagi t anpa secuil nyawa
pun.
"Kau benar-benar ket
erlaluan, Hant u Laut ! Kau jahanam busuk! T emanmu sendiri kau bunuh sepert i
ini!" geram Tabib Akhirat .
"Apakah kau mau menyusul
nyawanya, Tabib
Akhirat?!"
"Kususulkan nyawamu lebih dul u,
Bangsat ! Hiaaat...!"
T abib Akhirat kibaskan
kapaknya yang bergagang panjang sambil melompat menyerang Hant u Laut . Wuttt
...! Kibasan it u memercikkan serbuk-serbuk hitam bert aburan. Hant u Laut
cepat bersalt o ke belakang dua kali. Ia t ak berani hadapi serbuk it u, karena
ia t ahu serbuk hit am it u racun yang amat berbahaya dan ganas.
T abib Akhirat t ak mau kasih
kesempat an pada
lawannya unt uk menyerang, ia
mendesak Hant u Laut dengan t ebasan-t
ebasan kapaknya. Set iap kali
dibabat kan, kapak it u
berbunyi, Wungngng...! Sambil keluarkan serbuk hit am. Hant u Laut melesat
lompat ke belakang. T api T abib Akhirat mengejarnya t erus, hingga sat u saat
, ia ayunkan kapaknya ke depan dari at as ke bawah, lalu melesat lah sinar
kuning ke arah Hant u Laut ,
Seharusnya sinar kuning it u
bisa dit angkis dengan sent akan t ombak miring yang keluarkan cahaya pet ir
biru, at au dengan put arkan t ombak mengelilingi kepala yang keluarkan cahaya
hijau. T api kesempatan it u t ak dimiliki Hant u Laut . Sinar Kuning it u
hanya dihindari dan akhirnya menghant am gugusan bat u. Gugusan bat u pun pecah
menimbulkan dent uman keras.
Blarrr...!
P ecahan bat u it u ada yang
melesat mengenai kepala gundul Hant u Laut . P letakk...! Currr...! Darah
mengucur keluar dari kepala Hant u Laut . Bahkan t ubuh Hant u Laut sempat
berguling-guling di pasir akibat gelombang hent akan daya ledak tadi.
T iba-t iba T abib Akhirat
menyerang dengan kapaknya yang diayunkan dari kanan ke kiri. Sasarannya adalah
leher Hant u Laut yang saat it u sedang bergegas unt uk berdiri.
"Modar kau sekarang,
Jahanam!" geram Tabib
Akhirat.
"Ayah...!" panggil Cempaka Ungu dari
arah belakang. Tabib Akhirat palingkan wajah mendengar seruan it u. Di
sana ia melihat Cempaka Ungu berdiri di depan Rat u Pekat . T abib Akhirat t
ersent ak dan cepat
t eringat t ent ang hubungan
gelapnya dengan Rat u P ekat.
"Rat u P ekat , diakah
bayi it u?!"
Dari jauh Rat u P ekat
anggukkan kepala. Tabib Akhirat makin t erpukau, t erkesima dan t erharu
melihat benihnya telah t umbuh sedewa sa it u. T abib Akhirat lupa akan
lawannya. Cempaka Ungu berlari ingin memeluk T abib Akhirat. T api pada wakt u
it u, Hant u Laut melihat bayangan Tabib Akhirat jat uh di at as gugusan cadas.
Maka dengan cepat ia lemparkan t ombak it u ke cadas t ersebut . Wuttt ...!
"Jangaaan...!" t
eriak Cempaka Ungu melihat apa yang dilakukan Hant u Laut . Maka dengan cepat
Cempaka Ungu berkelebat menut up bayangan T abib Akhirat . T epat pada wakt u
it u t ombak menancap di gugusan cadas. Jrubbb...!
"Aaahhg...!"
Cempaka mengejang memegangi
perutnya. Rupanya t ombak it u menancap t epat di bayangan perut Cempaka Ungu.
P erut pun menjadi bolong dan mengucurkan darah.
"Cempakaaaa...!" t
eriak Rat u P ekat sambil melesat
t erbang menuju anaknya.
"Set an!" geram T
abib Akhirat , karena ia sendiri t erluka di bagian pahanya. Rupanya saat
bayangan Cempaka Ungu jat uh menut up bayangan T abib Akhirat , T abib sempat
melompat ke at as karena t akut dilempar t ombak secara langsung oleh Hant u
Laut. Bayangan perut Cempaka dan paha T abib Akhirat menjadi sat u, dan tert
ancap T ombak Maut it u. Karenanya, selain Cempaka Ungu sendiri t ert usuk t
ombak perut nya, T abib
Akhirat pun tert usuk t ombak
pahanya. P aha it u berdarah dan menghit am.
Keringat banyak mengucur dari
t ubuh T abib Akhirat , sement ara it u, Cempaka Ungu segera diba wa lari oleh
Rat u P ekat ke ist ana. Di perjalanan, Cempaka Ungu berkat a,
"Ibu, aku t ak kuat
lagi...!"
"Kuatkan anakku! Kuatkan!
Ibu akan sembuhkan kamu dengan bat u Galih Bumi...!"
T api alangkah kecewanya Rat u
P ekat, karena begit u t iba di ist ana, sebelum ia mengambil air yang akan
dipakai merendam bat u Galih Bumi dan diminumkan kepada Cempaka Ungu, t ernyata
gadis it u sudah menghembuskan napasnya yang t erakhir. Rat u P ekat t ak dapat
bert eriak dan mengucap kat a apa pun. Tapi wajahnya menjadi merah dan nafsu
unt uk membunuh Hant u Laut menjadi berkobar besar.
*
* *
9
RAT U P ekat segera kembali ke
pant ai unt uk bikin perhit ungan dengan Hant u Laut. T ak ada gent ar sedikit
pun pada diri Rat u P ekat . Mat i pun ia siap demi menebus kemat ian anaknya.
Di pant ai, t ernyat a T abib
Akhirat merasa t ak sanggup bert ahan melawan Hant u Laut. Lukanya makin parah,
ia harus sembuhkan lukanya lebih dul u, baru kembali menghadapi Hant u Laut.
Karena it u, ia segera berlari
dengan cepat menuju perahunya,
ia sempat berpapasan dengan Singo Bodong yang menurut dugaannya adalah Dadung
Amuk.
"O, kau bersekongkol
dengannya sekarang, Dadung
Amuk?!"
"Buk... bukan... bukan!
Aku...!"
"T unggu
pembalasanku!" kat a Tabib Akhirat dengan penuh dendam. Lalu, ia cepat
melompat ke perahunya, ia sent akkan kedua t angannya set elah memasang layar,
dan angin kencang keluar dari t angannya mendorong layar perahu it u unt uk
bergerak cepat .
"Dadung Amuk! Kenapa t
idak kau cegah dia t adi!" sent ak Hant u Laut kepada Singo Bodong. Yang
disent ak hanya gelagapan t ak bisa menjawab.
"Bodoh amat ! Dia bisa
menjadi sumber penyakit bagi kita nant inya!"
Singo Bodong berusaha
menguasai kegugupan nya, dengan senyum kaku yang dipaksakan ia berkata,
"Bib... bib... biarlah! Biar dia cerit akan kehebat anmu di depan Sil uman
T ujuh Nyawa. Supaya... supaya Siluman T ujuh Nyawa punya perhit ungan
tersendiri jika ingin melabrak kita!"
"O, begit u? Bagus kalau
be git u maksudmu. T api...." T iba-t iba Hant u Laut t erpental bersama
bunyi let usan keras.
Duarrr...!
Cambuk biru berkelebat
menghantam t ubuh Hant u Laut . Unt ung yang t erkena pukulan cambuk it u
adalah bagian ujung t ombak, sehingga ledakannya yang besar
hanya membuat Hant u Laut t
erpent al dan berguling- guling. Singo Bodong pun t erkapar dalam jarak empat
langkah dari t empat nya. Kepalanya t erasa pening akibat t erbent ur bat u.
T et api pada wakt u it u, P
usaka Tombak Maut t erlepas
dari t angan Hant u Laut. T
ombak it u jat uh di dekat Singo
Bodong. Cepat -cepat Hant u
Laut bert eriak, "Dadung Amuk, cepat ambil tombak it u!"
Singo Bodong yang ket akut an
segera mengambil
t ombak it u. Rat u P ekat
merasa lega, tombak sudah ada di t angan Singo Bodong. T api sayangnya, ket ika
Hant u Laut memint anya, Singo Bodong menyerahkan dengan segera karena perasaan
t akut nya.
"Babi bodoh! Tombak it u
diserahkan kembali pada si set an gundul! Dasar bodoh!" geram Rat u P ekat
.
Kemudian Hant u Laut sengaja
mendekat i Rat u P ekat
yang sudah siap melecutkan
tombaknya lagi.
"Rat u P ekat , mengapa
kau menyerangku, hah?!" "Karena kau t elah membunuh anakku!"
bent ak Rat u
P ekat dengan murkanya.
"It u di luar
kesadaranku! Aku t idak sengaja! Yang ingin kubunuh adalah T abib Akhirat !
Bukan Cempaka! It u kesalahan Cempaka sendiri, mengapa dia melindungi bayangan
Tabib Akhirat !"
"Karena dia ingin
melindungi nyawa ayahnya!"
bent ak Rat u P ekat .
Hant u Laut t erbengong
sekejap. T api segera ia t ersent ak kaget karena t iba-t iba cahaya biru
melesat dari kalung bat u Galih Bumi. Zuttt ...!
Mau t ak mau Hant u Laut
segera menghadapi lepasnya sinar biru dari bat u Galih Bumi it u dengan sinar
biru dari ujung t ombaknya. Blarrrr...!
Keduanya sama-sama t erpent al
ke belakang. Lalu keduanya sama-sama bangkit kembali. Hant u Laut melompat
lebih mendekat i Rat u P ekat hingga kini jaraknya hanya t ujuh langkah.
"Rat u P ekat , jangan
paksa aku membunuhmu!"
"Kau harus
kubunuh jika kau t idak mau membunuhku!"
"Bukankah kau sudah
berjanji akan menjadi ist riku?
Jangan t akut , sebent ar lagi
kapalku selesai diperbaiki, dan aku akan memburu t umbal raga P endekar Mabuk!
Aku akan dat ang dengan membawa t umbal t anpa kepala, Rat u P ekat ! Jangan
bermusuhan denganku!"
"Aku sudah
t idak but uh t umbal lagi unt uk
perkawinan kit a! Bukan t
umbal P endekar Mabuk t anpa kepala yang kukehendaki sekarang, t api t umbal
kepala bot akmu it u!"
"Rat u P ekat , sabarlah!
Tahan nafsumu! Ini hanya
kesalahpahaman saja! Aku t
idak bermaksud membunuh Cempaka! Aku... aku akan segera berangkat mencari t
umbal t anpa kepala dari raga P
endekar Mabuk! Sekarang juga aku akan berangkat !"
"Aku t idak but uh t
umbal lagi!" bent ak Rat u P ekat .
"Jika kau masih ingin
mengawiniku, carilah t umbal kepalaku! P enggal kepalaku dan t anam di depan
ist ana, lalu kawinlah dengan ragaku!"
"Rat u... dengarkan dulu
kata-kataku...."
"Aku t ak but uh kat
a-kat amu! Aku but uh nyawamu unt uk menggant ikan nyawa put riku! Hiaaat
...!"
Wusss...! T arrr...!
Cambuk melecut dengan pijar
biru yang menyala- nyala it u. Hant u Laut t erpaksa kibaskan t ombaknya
memutari kepala dan nyala sinar hijau mengelilinginya. Cambuk biru it u melecut
berulang kali namun tak bisa menembus sinar hijau yang melingkari t ubuh Hant u
Laut .
T ar t ar t ar t ar...!
Blarr blarr blarr blarrr...!
Rat u P ekat benar-benar mengamuk. Cambukan mautnya membabi but a. Set iap
ledakan akibat bent uran cambuk biru dengan sinar hijau it u membuat t ubuh
Hant u Laut terdesak mundur sat u t indak.
Rat u P ekat kehabisan tenaga
karena melecutkan
cambuknya dengan penuh
pencurahan t enaga dalamnya, ia merasa perlu berhent i sebent ar. T api Hant u
Laut masih put ar-put arkan tombaknya dan nyala sinar hijau masih mengelilingi
t ubuhnya.
Di luar dugaan, sekelebat
bayangan melesat dari arah belakang Hant u Laut , melompat i bagian at as
kepalanya. Brusss...! Ada se suat u yang menyembur dari at as kepala Hant u
Laut . Bayangan it u cepat mendaratkan sepasang kakinya di depan Hant u Laut.
Jleggg...!
"Sut ooo...!" t
eriak Rat u P ekat kegirangan.
Hant u Laut t ert egun melihat
pemuda berbaju coklat t anpa
lengan dan mengenakan celana
put ih. Di punggungnya t
ersandang bumbung bambu t empat t uak.
T angan Hant u Laut masih
berput ar-put ar mengelilingi kepalanya.
"Oh, kau rupanya?! Aku
ingat kit a pernah bert emu di P ulau
Kidung!" kat
a Hant u Laut .
Sut o hanya sunggingkan
senyum t ipis, lalu mengambil bum bung
t uak dan menenggaknya t iga t
eguk.
"Mau apa kau kemari? Mau
jadi t umbal t anpa kepala?!"
"T idak. Aku hanya ingin
menahan kekejamanmu!"
"Majulah kalau kau
berani! T ombak ini akan menghant
am kepalamu menjadi remuk!"
"T ombak yang
mana?!" t anya P endekar Mabuk dengan senyum makin lebar.
Hant u Laut yang merasa masih
memegang tombak dan diput ar-putarkan di kepalanya it u menjadi t ersent ak
kaget set elah ia melihat ke t angannya, t ernyat a sudah
t idak memegang tombak lagi.
Hant u Laut kebingungan memandang sekeliling dan berkat a,
"Mana t ombakku t adi?
Lho... mana tombakku?!"
T erdengar suara t awa Dewa
Racun yang ada di belakang Hant u Laut . Dewa Racun bahkan berkat a,
"Ap... ap... apa yang kau
cari, Gundul? Un... un...
undur-undur at au kerang laut
?!"
"Diam kau,
Bangsat! Aku mencari tombak pusakaku!"
"T ak perlu dicar...
car... cari! T ombakmu sudah musnah oleh ilmu 'Sembur Siluman' milik anak muda
t ampan it u!"
Hant u Laut cepat palingkan
wajah kepada Sut o.
"Mana t ombak pusakaku t
adi, hah?!"
Sut o menjawab dengan t enang,
"Sudah kumakan!" Hant u Laut menggeram, merasa panas hat inya karena
kehilangan senjat a yang
menjadi andalan kekuat annya. "Dasar Anak Monyet!"
"Sut o, minggirlah! Biar
aku yang menghadapi dia," kat a Rat u P ekat. "Akan kuhancurkan
sekujur t ubuhnya unt uk membalas kemat ian Cempaka Ungu!"
"Apa...?! Jadi, Cempaka
Ungu...?!" P endekar Mabuk
t erkejut dan menjadi tert
egun beberapa kejap. Dewa Racun dan Badai Kelabu yang ikut bersama P endekar
Mabuk dari P ulau Kolam Sabda De wa it u, saling pandang dengan dahi berkerut
mendengar kemat ian Cempaka Ungu.
Kesempat an it u digunakan
oleh Hant u Laut unt uk melarikan diri, karena ia sadar, t anpa tombak pusaka
it u kekuat annya tak akan mampu menandingi Rat u P ekat . T et api ket ika Sut
o mendengar seruan Badai Kelabu yang menyapa Hant u Laut ,
"Hai, mau lari ke mana
kau?!"
Cepat-cepat Pendekar Mabuk
kirimkan jurus 'Jari Gunt ur'-nya. Jarinya menyent il dan t enaga dalam yang
keluar dari sent ilan it u mengenai bawah ket iak Hant u Laut . Tebbb...! Seket
ika it u pula Hant u Laut diam t ak bergerak. T api ia masih sadarkan diri, dia
masih bisa bicara dan bernapas dengan baik. Bahkan dia masih berusaha unt uk
bergerak melangkah at au melompat . T api gerakan it u sia-sia. Ia t elah bert
otok jalan darahnya dengan menggunakan jurus 'Jari Gunt ur'-nya P endekar
Mabuk.
"Sut o, lepaskan monyet
gundul it u! Biarkan dia bert arung denganku supaya dendamku at as kemat ian
Cempaka bisa t erbalaskan!" kat a Rat u P ekat .
"Nyai Rat u, membalas
dendam kepada siapa pun it u
pekerjaan yang paling mudah. T
api menahan diri unt uk t idak menjadi budak dendam, it u pekerjaan yang amat
sulit ! T idak semua orang bisa. Nyai. Dan seseorang bisa menjadi hebat jika
dia bisa mengalahkan dendam di dalam hat inya sendiri!"
"Aku t idak bisa!"
Nyai Rat u P ekat hampir menangis.
"Nyai harus bisa! Kamu
orang kuat, orang berilmu t inggi, dan orang hebat di P ulau Beliung ini!
Mengapa t idak bisa kalahkan dendam sendiri? Nyai past i bisa kalahkan nafsu
sendiri!"
"Aku t idak bisa!" t
eriak Rat u P ekat sambil segera
melompat dan menerjang Hant u
Laut dengan membabi but a. Dihant amnya Hant u Laut bert ubi-t ubi, dihajarnya
habis-habisan orang berkepala gundul it u.
Karena dia t ak bisa bergerak
apa-apa, maka ia hanya
bisa bert eriak meraung-raung kesakit an. Darah mengucur dari beberapa t empat
t ubuhnya. Hant u Laut menjerit-jerit mint a t olong ent ah kepada siapa. Rat u
P ekat menghajarnya dengan t angan kosong sambil memekik-mekik melampiaskan
dendamnya.
Badai Kelabu mendekat i Sut o
dan berkat a, "Hant u Laut akan mat i hancur di t angan Rat u P ekat ! Ini
t ak adil, Sut o! Hant u Laut t ak bebas bergerak!"
"Biarkan dulu Rat u P ekat puas
melampiaskan
dendamnya. Kujaga dia a gar t
ak sampai mat i!" kat a
P endekar Mabuk.
Set elah beberapa saat rat u
menghajar habis Hant u Laut hingga t ubuh dan wajah Hant u Laut babak-belur,
nyaris rusak semuanya, P endekar Mabuk pun segera serukan kat a,
"Cukup, Nyai!"
Sat u sent akan membuat Rat u P ekat
hent ikan serangan, lalu dia menangis dalam kelelahan dan curahan rasa
duka, mengingat kemat ian put rinya yang t inggal sat u-sat unya it u.
P endekar Mabuk memandang
kemunculan Singo Bodong, ia sempat t erkejut , karena Singo Bodong memakai
pakaian dan membawa t ambang sepert i yang disandang Dadung Amuk. Dewa Racun
pun sempat
t erkejut melihat nya. Tapi
Singo Bodong segera berkat a,
"Aku disuruh Nyai Rat u
pakai pakaian ini!"
Sut o dan Dewa Racun hembuskan
napas kelegaan. Mereka t ahu, orang it u memang Singo Bodong. Lalu, Sut o
perint ahkan Singo Bodong unt uk membawa pergi Rat u P ekat .
"Bawa Rat u ke ist ana!
Badai Kelabu, bant u Singo
Bodong bawa rat u ke ist ana
dan t enangkan dia!"
Rat u P ekat masih menangisi
kemat ian Cempaka Ungu. Ia dibimbing pelan-pelan oleh Badai Kelabu, dikawal
oleh Singo Bodong berpakaian Dadung Amuk. Sement ara it u, Hant u Laut sempat
merat ap berseru,
"Dadung Amuk... tolong
aku!"
"Aku bukan Dadung Amuk!
Kalau aku Dadung
Amuk, kau t idak kubiarkan
membawa P usaka T ombak Maut t adi!" kat a Singo Bodong. Kemudian ia t
inggalkan Hant u Laut yang t erluka parah baik luar maupun dalamnya.
"Kaukah pendekar yang
suka mabuk it u?!" t anya
Hant u Laut kepada Sut o, dan
Sut o hanya mengangguk membenarkan.
"Kau memihak Rat u P ekat
?!"
"Kurasa it u lebih baik
daripada aku memihakmu!"
"T api... t api dia ingin
menjadikan kamu t umbal ist ana!"
"T idak mungkin!"
"Aku yang...
yang disuruhnya memenggal kepalamu!"
"It u hanya siasat rat u
saja! Karena kau t erlalu takabur dengan senjat a t ombak pusaka it u!
Sekarang, t akaburlah kalau kau bisa t akabur! Sombonglah kalau kau bisa
sombong!"
Hant u Laut t ak bisa bicara,
ia sendiri heran, begit u cepat P endekar Mabuk ini membuat dirinya sama sekali
t ak berkut ik. P adahal semula ia sangka dirinya akan menjadi orang yang sulit
dikalahkan.
"Kalau aku mau membunuhmu
dengan ilmuku, sekarang juga aku sudah bunuh kamu. Tapi it u t akabur!"
kat a Sut o. "Kalau aku
mau sembuhkan kamu,
sekarangpun aku bisa sembuhkan kamu!"
"Kenapa kau t idak
lakukan?!"
"Cobalah bert anya pada
dirimu sendiri, apakah orang jahat sepert i kamu pant as mendapat penyembuhan?
Bukankah lebih baik kau
menderit a luka-luka separah ini?"
Dewa Racun makin menggoda
lagi, "Wah, een... enn... enaknya matanya yang lebar it u dicolok saja
pakai pisau. P as... past i jerit annya akan melengking...!"
Sret ...! Dewa Racun mencabut
salah sat u pisaunya. Hant u Laut ket akut an dan berseru,
"Jangan! Jangan...! Oh,
kumohon jangan kau colok mat aku dengan pisau it u! Sakit sekali!"
"T ent u saja sak...
sak... sakit ...! Tapi kala kau lukai orang lain, kau t idak memikirkan bahwa
hal it u menyakitkan orang t ersebut !"
"Ampunilah aku...!
Tolonglah aku! Aku t idak akan
bersikap sepert i yang
sudah-sudah! Aku t elah sadar, bahwa ket inggian ilmu apa pun masih t et ap ada
yang bisa mengalahkan dan mengunggulinya...! Tolonglah aku, P endekar Mabuk!
Aku akan mengabdi padamu jika kau mau menolongku!"
"Aku t idak suka bert
eman dengan orang keji," kat a
P endekar Mabuk.
"Ak... aku... aku t idak
akan berbuat keji lagi! Aku... t obat !" Hant u Laut t undukkan kepala
menahan sakit yang luar biasa di sekujur t ubuhnya. Wajah dukanya it u
disembunyikan dengan penuh kepasrahan. Sut o melihat kepasrahan it u begit u t
ulus, kemudian ia berkat a,
"Kuberi kau kesempat an
unt uk memperbaiki t ingkah lakumu selama ini! Jika kau tak mampu perbaiki t
ingkah lakumu, t erpaksa aku t ak mau peduli lagi dengan nyawamu!"
"Ba, ba, baaaik... baik!
Beri aku kesempatan sat u kali ini!"
P endekar Mabuk pun melepaskan
t ot okannya. T ab...! Brukk...! Hant u Laut rubuh dengan napas terengah-
engah. T ubuh yang penuh luka it u t erkulai di atas pasir pant ai.
"Meng... mengapa kau
lepaskan dia?" t anya Dewa
Racun.
"Pengampunan harus ada!
Kesempat an bertobat harus diberikan
kepada orang yang telah
pasrah akan hidupnya!"
"Bagaimana kalau t ernyat
a dia t idak bertobat , t api semakin gila dari se... se... se...
sekarang?!"
"Dia yang t anggung
hukumannya! Entah dari mana hukuman it u datangnya! Yang jelas dari Dia, tapi
melalui siapa, kit a t ak pernah t ahu, Dewa Racun!"
Kemudian Sut o menyuruh
beberapa prajurit dan orang-orang yang mengerjakan perbaikan kapal it u unt uk
menggotong Hant u Laut ke ist ana. Sut o dan Dewa Racun mengikut i dari
belakang sambil Dewa Racun berkat a,
"Kita t er... t er... t
erlambat dat ang. Tombak pusaka it u
sudah banyak merenggut korban
nyawa di sini!" "It u pun bukan kehendak kit a, Dewa Racun!"
"Yyya... ya, memang bukan
kehendak kita! T api,
bagaimana jika kit a t ak jadi
berangkat ke P ulau Serindu malam ini? Apakah it u juga bukan kehendak kit
a?"
"Kehendak kit a hanya
sesuat u yang kit a usahakan dan bisa berhasil. It ulah kehendak yang diizinkan
oleh Dia.
T api sesuat u yang di l uar
bat as kemampuan kita adalah bukan kehendak kit a! Hanya
Dia yang mampu melakukannya. Jika kit a
malam ini gagal t ak jadi berangkat ke P ulau Serindu, it u karena pert
imbangan lain dalam ot ak kit a! Kecuali jika memang ada halangan dat ang t
iba-t iba, it u baru kehendak Dia yang menahan kita unt uk bersabar sement ara
wakt u."
Dewa Racun
manggut -manggut , lalu bert anya, "Halangan apa
misalnya, Sut o?"
"Kedat angan kapal
Siluman T ujuh Nyawa dan pert arunganku dengan Sil uman T ujuh
Nyawa, bisa menjadi penghalang langkah kit a!"
"Ap... apa... apakah kau
t elah siap menghadapi
Sil uman T ujuh
Nyawa...?!"
"Kapan pun aku selalu
siap menundukkan kekejaman siapa pun!" jawab P endekar Mabuk dengan mant
ap dan t egas. Dewa Racun menyukai ket egasan sepert i it u. Dia semakin bangga
bert eman dengan Sut o. T api t iba-t iba t erlint as kecemasan dalam hat i
Dewa Racun yang segera berkat a kepada Sut o,
"Sut o, bag... bagaimana
dengan Singo Bodong t adi?" "Apa maksudmu?"
"Benarkah dia... dia
Singo Bodong? Apakah bukan
Dadung Amuk?"
"Bukankah kat a dia Nyai
Rat u yang menyuruhnya berpakaian sepert i Dadung Amuk, yang t ent u saja punya
t ujuan unt uk mengecohkan Hant u Laut t adi?"
"Ya, memmm... memm...
memang. T api, bagaimana kalau t ernyat a Dadung Amuk memang hadir di pulau
ini,
dan dia menget ahui penyamaran
Singo Bodong, lalu Singo Bodong dibunuh, sedangkan dia t ampil sebagai Singo
Bodong yang berpura-pura menjadi Dadung Amuk?"
Sut o diam sebent ar, kemudian
menggumam lirih,
"Iya. Kalau t ernyat a it
u t adi Dadung Amuk asli, bagaimana nasib Rat u P ekat yang kusuruh membawanya
ke istana?! Kalau begit u... kalau begit u kit a susul mereka cepat -cepat ke
ist ana!"
P endekar Mabuk melesat lebih
dulu ba gaikan anak panah,
lalu Dewa Racun
mengikut inya dengan gerakannya
yang lincah walau t ubuhnya kerdil dan langkahnya pendek. P endekar Mabuk
diliput i kecemasan hingga tak menghiraukan lagi diri Dewa Racun yang t ert
inggal di belakangnya.
SELESAI