‘Pertemuanku dengan Pouw-kai-ong dalam pertempuran
hanyalah secara kebetulan saja. Akan tetapi karena aku tahu betapa jahatnya
Pouw-kai-ong, maka aku bersimpati kepada orang-orang yang telah menjadi
korbannya seperti kalian. Dan, untuk bicara terus terang, Yu-twako menduga
tepat. Pouw-kai-ong amat lihai dan... maaf, kurasa Yu-twako sendiri tidak akan
dapat mengalahkannya!!
Yu Kang mengangguk-angguk, sepasang alisnya yang tebal
berkerut-kerut.
‘Aku pun sudah menyelidiki dan mendengar bahwa Si
Keparat she Pouw itu amat lihai. Kau yang sudah bertanding dengannya, tentu
dapat menilainya dengan tepat, Kim-siauw-eng, dan aku percaya. Kalau kau yang
begini lihai masih mengaguminya, tentulah ia merupakan lawan yang amat tangguh.
Akan tetapi, aku tidak akan mundur setapak, kalau perlu nyawaku kupertaruhkan
untuk membalas kematian seluruh keluarga ayahku.!
Yu Kang mengepal tinju, mukanya merah dan matanya
berapi-api.
‘Yu-tai-hiap...!
‘Harap Liong-lokai jangan menyebut aku Tai-hiap!!
Yu Kang memotong kata-kata kakek itu dengan sengit.
‘Aku hanyalah seorang pengemis gembel yang tiada guna!!
Memang watak Yu Kang keras dan jujur, tanpa dipalsukan
tata cara dan sopan santun. Mungkin sakit hatinya dan malapetaka yang menimpa
keluarganya membuat ia berwatak seperti itu.
‘Baiklah, Yu-hiante. Harap jangan berkecil hati. Kalau
kita maju bersama dan minta bantuan Kim-siauw-eng dan orang-orang gagah
lainnya, kiranya Si Keparat Pouw itu akan dapat dibasmi.!
‘Hemm, terserah kau orang tua yang mengaturnya.!
Akhirnya Yu Kang berkata sambil duduk kembali, menyambar
paha angsa panggang dan menenggak araknya.
Liong-lokai lalu menjura kepada Suling Emas.
‘Kami mohon dengan hormat sudilah kiranya Kim-siauw-eng
membantu usaha kami membalas dendam, mengeroyok Si Keparat she Pouw yang
jahat.!
Suling Emas tersenyum dan menggeleng kepalanya.
‘Mana bisa begitu, Lo-kai? Tak mungkin aku mengeroyok
lawan.!
‘Akan tetapi, bukankah Kim-siauw-enghiong juga
memusuhinya?!
‘Betul. Seperti telah kukatakan tadi, aku bolehlah
dimasukkan sebagai seorang di antara musuh-musuhnya. Akan tetapi aku tidak
mempunyai dendam pribadi dengannya. Siapa saja yang jahat, boleh dianggap
musuhku, karena kalau dia tidak bisa diinsyafkan, tentu akan kugunakan
kekerasan mencegah si jahat merajalela menindas si lemah. Karena itu, berbeda
sekali dengan kalian, aku tidak menaruh dendam dan aku hanya akan menghadapinya
satu lawan satu. Tak mungkin aku sampai hati melakukan pengeroyokan terhadap
lawan yang betapapun juga lihainya.!
Tiba-tiba Yu Kang menghentikan gerakannya makan paha
panggang. Ia memandang tajam ke arah Suling Emas, lalu mengangguk-angguk dan
berkata murung,
‘Benar sekali, Suling Emas! Aku sendiri pun, kalau
tidak dimabok dendam kesumat, tidak sudi mengeroyok orang. Akan tetapi, kalau
maju sendiri tidak menang sampai kapan dapat membalas dendam? Dendamku jauh
lebih besar daripada segala macam aturan pertandingan.! Agaknya ucapannya ini
berlawanan dengan wataknya yang gagah, maka untuk mencuci rasa malu, Yu Kang
menggelogok arak sebanyaknya ke dalam perutnya!
‘Akan tetapi, menghadapi seorang penjahat keji macam
Pouw-kai-ong, bagaimana harus mengingat akan peraturan?, dia membunuhi orang,
merampas kai-pang, mengangkat diri sendiri menjadi raja pengemis, kemudian
merampas anak gadis orang tanpa melamar, memaksa kami menjadi pengemis, apakah
semua perbuatannya itu menurutkan aturan? Bukankah orang bijaksana jaman dahulu
mengatakan bahwa kebaikan dibalas dengan kebaikan berganda, akan tetapi
kejahatan harus dibalas dengan keadilan? Dan terhadap seorang keji jahat macam
Pouw-kai-ong, apakah yang lebih adil daripada mengeroyoknya dan menghukumnya
bersama?!
‘Sudahlah, Liong-kai!! Tiba-tiba Yu Kang berkata keras.
‘Orang yang tidak mau, apa gunanya dipaksa-paksa?
Biarlah siapa yang mendiamkan saja kejahatan merajalela, dia itu membantu
kejahatan! Apalagi, urusan ini adalah urusan kita para pengemis, mana seorang
kongcu terpelajar mau mencampuri urusan segala gembel?!
Hening sejenak setelah Yu Kang mengeluarkan kata-kata
yang keras, jujur tanpa tedeng-tedeng lagi ini. Para pengemis tua itu merasa
khawatir, kalau-kalau Suling Emas akan menjadi marah. Namun, Suling Emas
bukanlah seorang yang mudah marah. Gemblengan hidup membuat ia kuat bertahan
akan segala serangan. Pula, ia dapat membedakan mana emas mana tembaga dan tahu
bahwa di balik sikap kasarnya, Yu Kang adalah seorang gagah.
‘Yu-twako, ucapanmu memang benar sekali. untuk
mengeroyok orang, biar dipaksa-paksa aku tentu tetap tidak akan mau. Pula,
justeru aku paling tidak mau mencampuri urusan orang lain karena aku menghormat
kalian golongan pengemis yang biarpun berpakaian kotor namun berhati bersih.
Akan tetapi kau keliru sangka kalau aku akan mendiamkan saja kejahatan
merajalela.!
‘Hemm, omongan Suling Emas seperti omongan guru sekolah
berbelit-belit! Pendeknya, kau mau membantu kami atau tidak?! Yu Kang mencela.
‘Tentu saja, akan tetapi tidak secara keroyokan.
Biarlah dia nanti kuhadapi sendiri, kalian lihat saja. Kalau aku kalah dan
tewas di tangannya, anggap saja hal itu urusanku, dan barulah kalian boleh
turun tangan terhadap Pouw-kai-ong.!
Tiba-tiba Yu kang melompat lagi ke atas.
‘Mana bisa?? Liong-lokai, mari kita berangkat. Urusan
ini adalah urusan kita, urusan antara para pengemis, bahkan Pouw-kai-ong
sendiri pun seorang pengemis yang jahat dan menyeleweng. Kitalah yang harus
menghukumnya, bagaimana kita bisa menyerahkan hal ini kepada orang luar? Suling
Emas, kami tidak membutuhkan bantuanmu lagi. Marilah, Liong-lokai. Engkau tahu
di mana Si Jahanam itu?!
Kakek gembel itu mengerling kepada Suling Emas dengan
mata kecewa, akan tetapi ia lalu bangkit berdiri diikuti teman-temannya dan
menjawab pertanyaan Yu Kang, ‘Kebetulan dia berada tak jauh dari sini.
Marilah, Yu-hiante. Kami ada sebelas orang, bersama Hiante jadi dua belas.
Masih ada lima orang saudara Bhong, pengemis-pengemis dari Yu-nan yang telah
lama menanti-nanti kesempatan untuk menuju mengeroyok musuh besar mereka.
Seperti juga engkau, Hiante, kelima Bhong-heng-te (Persaudaraan Bhong) itu pun
keturunan ketua kai-pang yang dibasmi oleh Pouw-kai-ong.!
‘Bagus, kalau begitu marilah kita berangkat!! kata Yu
Kang.
Rombongan pengemis itu meninggalkan kolong jembatan.
Hanya Liong-lokai seorang yang menjura kepada Suling Emas. Yu Kang melangkah
pergi tanpa menoleh. Suling Emas berdiri terlongong, akan tetapi tersenyum
pahit melihat rombongan pengemis itu pergi dari situ. Sejenak ia termangu dan
mengangkat pundak. Memang benar ucapan Yu kang bahwa urusan di antara pengemis
adalah urusan dalam, orang luar tidak berhak mencampuri. Akan tetapi tiba-tiba
Suling Emas mengerutkan keningnya. Mereka itu seperti domba-domba digiring ke
pejagalan! Ia tahu benar bahwa biarpun dikeroyok oleh mereka, Pouw Kee Lui
masih tetap merupakan lawan yang terlalu kuat. Mereka itu seakan-akan mengantar
nyawa dengan sia-sia, akan mati konyol. Dan ia tahu bahwa mereka adalah orang
baik-baik. Mana mungkin ia mendiamkan Pouw-kai-ong membunuh mereka begitu saja?
Kedua kakinya bergerak dan di lain saat Suling Emas sudah mengikuti rombongan
itu dari jauh.
Malam itu terang bulan. Rombongan pengemis yang tadinya
hanya dua belas orang itu kini sudah bertambah lima lagi, yaitu lima orang
Bhong-heng-te yang tubuhnya tinggi-tinggi dan dari langkah kaki mereka dapat
diketahui bahwa mereka ini pun bukan orang-orang lemah. Tujuh belas orang
pengemis ini berangkat ke luar kota, menuju ke sebelah utara kota raja. Di kaki
gunung yang sunyi, jauh dari kota raja dan jauh dari dusun-dusun, mereka
berhenti lalu bergerak sembunyi mengurung sebuah pondok kecil yang berdiri
sunyi di tempat itu.
Dua orang di antara kelima Bhong-heng-te melompat keluar
dari tempat persembunyian, menghadapi pintu pondok dan seorang di antara mereka
berseru nyaring.
‘Pouw Kee Lui, keparat busuk! Kami telah datang hendak
menagih hutangmu kepada keluarga Bhong, hayo keluar!!
Suling Emas yang bersembunyi tak jauh dari tempat itu, di
balik batu-batu besar, mengerutkan kening. Kalau memang mereka hendak
mengeroyok, mengapa tidak langsung saja mendatangi pondok dan menyerbu? Dengan
pengeroyokan tujuh belas orang, agaknya Pouw-kai-ong akan kewalahan juga.
Apakah mereka terlalu memandang rendah kepandaian Si Raja Pengemis?
Tiba-tiba terdengar suara ketawa terkekeh dan dari atas
gunung kecil melayang turun sesosok bayangan yang luar biasa gesitnya. Begitu
kedua kaki orang saudara Bhong, bayangan itu tertawa bergelak dan berkata,
‘Ha-ha-ha, tikus-tikus busuk berani mengantar nyawa??!
Ucapan ini disusul gerakan yang hebat sekali. Sebelum dua
orang itu mampu menjawab, bayangan yang bukan lain adalah Pouw Kee Lui atau
Pouw-kai-ong ini, telah menerjang maju dengan gerakan seperti kilat dan... dua
orang saudara Bhong itu yang sudah berusaha menangkis, terpental ke belakang
dan roboh tak dapat bergerak lagi!
Pada saat itu muncul tiga orang saudara Bhong yang lain,
muncul dari samping kiri, disusul munculnya tiga orang dari depan dan tiga
orang dari kanan. Tampak Liong-lokai ikut pula dari kanan sedangkan Yu Kang
tampak di antara tiga orang dari depan. Enam orang pengemis lain mengambil
jalan memutar hendak menyerbu dari belakang punggung Pouw-kai-ong.
‘Ha-ha-ha! Kiranya tikus tua she Liong ikut pula.
Bagus!!!
Seruan ini disusul suara bersiutan dan Pouw-kai-ong telah
memutar sebatang tongkat yang berubah menjadi segulung sinar hitam. Ketika
Pouw-kai-ong menerjang ke kanan sambil menggerakkan tongkatnya, terdengar
seruan kaget dan kesakitan. Liong-lokai dan dua orang temannya sudah
mengeluarkan senjata masing-masing, akan tetapi begitu sinar bergulung-gulung
berwarna hitam itu datang, dan mereka menangkis, ternyata tubuh Liong-lokai
berikut toyanya terlempar ke belakang sedangkan dua orang muridnya roboh dan
tewas! Baiknya Liong-lokai tadi dapat menangkis dengan toyanya dan ketika
terlempar masih dapat menggulingkan tubuh, kalau tidak tentu ia menjadi korban
pula.
‘Ha-ha-ha, tikus-tikus busuk!!
Pouw-kai-ong berseru sambil tertawa-tawa dan memutar
tongkatnya membalikkan tubuh karena pada saat itu, belasan orang telah
mengeroyok. Hanya Yu Kang seoranglah yang merupakan lawan berat dalam
pengeroyokan ini. Yang lain-lain hanyalah lawan lunak bagi Pouw-kai-ong
sehingga enak saja ia membabat dengan tongkatnya. Dalam waktu kurang dari seperempat
jam, sepuluh orang anggota pengemis telah roboh terluka berat atau tewas. Kini
tinggal Liong-lokai, Yu Kang, dua orang saurdara Bhong, dan tiga orang pengemis
lain yang masih bertahan. Namun mereka terdesak hebat, hanya mampu menangkis
saja karena tongkat di tangan Pouw-kai-ong benar-benar luar biasa sekali!
Suling Emas tidak tega melihat ini. Kalau ia diamkan
saja, tentu tujuh orang itu lama-lama akan roboh semua. Ia mengeluarkan suara
melengking tinggi, tubuhnya mencelat ke depan dan begitu ia menggerakkan
sulingnya menangkis tongkat, Pouw-kai-ong berseru keras dan meloncat mundur
sampai empat lima meter jauhnya.
‘Siapa kau??!
Suling Emas tidak mempedulikannya, melainkan menoleh ke
belakang dan berkata,
‘Harap rawat teman-temanmu yang terluka, biar kulayani
dia sendiri!!
Setelah berkata demikian, Suling Emas menerjang maju,
menyerang dengan sulingnya sambil berkata,
‘Keparat she Pouw, dosamu sudah bertumpuk!!
Pouw-kai-ong terkejut menyaksikan berkelebatnya sinar
kuning emas yang begitu cepatnya, dan lebih kaget lagi ia begitu ketika
menangkis dengan tongkat, tangan kanannya tergetar. Hebat lawan ini, pikirnya.
Ketika ia memandang dan mendapat kenyataan bahwa lawannya hanya seorang muda
yang takkan lebih dari dua puluh lima tahun usianya, ia merasa penasaran dan
melihat suling emas itu, tiba-tiba ia teringat.
‘Setan! Kau murid Kim-mo Taisu...??!
‘Orang tua jahat, tak usah banyak cerewet!!
Suling emas merasa ngeri menyaksikan muka Raja Pengemis
itu yang menyeringai menyeramkan. Pouw-kai-ong berusia lima puluh tahun kurang
lebih, pakaiannya tambal-tambalan akan tetapi amat indah kembang-kembangnya,
mukanya sudah berkeriput, rambutnya licin ditutup pembungkus kepala dari
sutera, matanya berkilat-kilat seperti mata setan dan gerakan tongkatnya memang
luar biasa cepat dan beratnya.
Pertandingan antara dua orang sakti ini hebat luar biasa.
Yu Kang sendiri yang sudah banyak menerima gemblengan orang-orang sakti,
berdiri tertegun dan diam-diam harus ia akui bahwa seorang diri, tak mungkin ia
dapat menangkan Raja Pengemis itu. Dengan kepandaiannya yang cukup tinggi,
kalau ia maju membantu Suling Emas, tentu kakek jahat itu dapat dirobohkan
dengan mudah, akan tetapi ia tahu dan mengenal watak Suling Emas yang tentu
tidak mau dibantu. Maka ia hanya menonton penuh kekaguman, sedangkan
Liong-lokai dan anak muridnya merawat mereka yang terluka dan tewas.
Suling Emas sudah mengerahkan seluruh tenaga dan mengeluarkan
Ilmu Pedang Pat-sian Kiam-hoat yang hebat. Gerakannya selain cepat, juga
mengandung tenaga mujijat sehingga sulingnya mengeluarkan suara melengking
seperti ditiup orang. Namun, kelebihannya dalam ilmu silat sakti ini diimbangi
oleh kelebihan Pouw-kai-ong dalam pengalaman dan kematangan. Suling Emas belum
lama menguasai ilmunya, sedangkan Pouw-kai-ong sudah matang, sudah digembleng
dalam pertandingan-pertandingan berat. Maka hebatlah pertandingan ini yang
sekaligus merupakan ujian berat bagi Suling Emas. Tubuh kedua orang sakti itu
sudah tak dapat dilihat lagi, lenyap terbungkus gulungan sinar senjata mereka!
Biarpun pertandingan itu mengerikan dan merupakan pertandingan mati-matian,
namun kelihatannya amat indah di malam bulan purnama itu!
Perawatan terhadap mereka yang terluka sudah selesai dan
kini Liong-lokai dan Yu Kang berdiri dengan mata terbelalak kagum.
‘Bukan main... sungguh hebat...!!
Bisik kakek gembel itu penuh keheranan dan kekaguman.
‘Suling Emas benar,! kata Yu Kang.
‘Kepandaian iblis itu benar-benar hebat sekali. Pantas
saja ayah sekeluarga terbasmi habis...!!
‘Mengapa kita tidak menyerbu sekarang? Kesempatan baik
terbuka...!
‘Tidak, Liong-lokai. Tidak boleh kita menggunakan
keadaan ini mencari kemenangan. Hal itu akan merupakan penghinaan bagi Suling
Emas. Dia berwatak aneh, akan tetapi patut dihormati. Mari kita kurung Si Iblis
agar dia jangan sampai dapat melarikan diri!!
Tujuh orang sisa rombongan pengemis itu segera mengurung,
siap dengan senjata masing-masing. Yu Kang bersenjatakan sebatang pedang,
Liong-lokai bersenjatakan toya kuningan, tiga orang muridnya juga bersenjatakan
toya, sedangkan dua orang saudara Bhong yang kehilangan tiga saudaranya itu
bersenjatakan golok.
Untuk mengalahkan Pouw-kai-ong dengan ilmu silatnya,
Suling Emas kurang matang latihannya. Akan tetapi berkat tenaga sin-kang yang
hebat di dalam tubuhnya, ia berhasil mendesak lawannya itu yang mulai
terengah-engah dan bermandi peluh.
‘Bocah setan, mampuslah!! Saking marahnya, Pouw-kai-ong
lalu mengerahkan tenaganya dan menghantam dengan tongkatnya ke arah kepala
Suling Emas dengan gerakan memutar. Sebuah serangan yang luar biasa hebatnya
merupakan jurus maut tanpa memperhatikan pertahanan diri lagi. Agaknya
Pouw-kai-ong sudah nekat, apalagi melihat betapa sisa rombongan pengemis tadi
sudah mengurungnya.
Suling Emas mengangkat sulingnya menangkis.
‘Plakk...!!!
Sepasang senjata ampuh bertemu dan... tubuh Pouw-kai-ong
terhuyung ke belakang, tongkatnya patah-patah! Suling Emas juga tidak mengejar,
hanya berdiri sambil meramkan kedua mata mengumpulkan tenaga. Pertemuan tenaga
lewat senjata tadi benar-benar hebat, membuat dadanya sesak dan agak sakit.
Mendadak terdengar suara hiruk-pikuk dan ketika Suling
Emas membuka matanya, ia melihat tujuh orang itu sudah menyerbu sambil
berteriak-teriak. Suling Emas menarik napas panjang dan melompat mundur,
menonton dari tempat persembunyiannya yang tadi. Setelah ia tidak bertanding
dengan Raja Pengemis itu, tentu saja ia tidak dapat menghalangi mereka
mengeroyok Pouw-kai-ong. Aganya rombongan pengemis yang dipimpin Yu Kang dan
Liong-lokai itu ketika melihat Pouw-kai-ong terhuyung mundur dan tongkatnya
sudah patah-patah, segera menyerang.
Namun Si Raja pengemis adalah seorang yang sama sekali
tidak boleh dipandang ringan. Memang kini senjatanya sudah rusak dan dadanya
terasa sesak sekali, akan tetapi, menghadapi pengeroyokan tujuh orang itu, ia
sama sekali tidak gentar. Bahkan di antara hujan senjata itu ia bergerak sambil
memekik, kedua kaki tangannya bergerak dan... kembali dua orang murid
Liong-lokai roboh terguling!
Pada saat itu terdengar sorak-sorai gemuruh dan
bermunculanlah puluhan, bahkan ratusan orang pengemis yang serta merta
mengeroyok Poouw-kai-ong! Mereka ini adalah rombongan-rombongan pengemis yang
tadi sudah diberi kabar melalui teman-teman oleh Liong-lokai sehingga dari
pelbagai penjuru datanglah mereka yang ingin sekali melihat Si Raja Pengemis
yang dibenci menemui kematiannya.
Pouw-kai-ong terkejut sekali. Matanya jelilatan hendak
mencari jalan keluar, namun ia sudah terkurung rapat. Birpun ia lihai, namun
menghadapi ratusan orang pengemis yang mengurungnya rapat dengan senjata di
tangan, benar-benar merupakan ancaman maut yang mengerikan. Ia mengamuk dan
lagi-lagi ia merobohkan beberapa orang. Bahkan Yu Kang yang maju paling dekat,
telah kena pukulan tangannya sehingga tulang pundak kiri Yu Kang patah! Juga
Liong-lokai kena hantaman lambungnya, membuat kakek ini terlempar dan roboh tak
bernyawa lagi di saat itu juga. Masih banyak lagi korbannya, ada belasan orang.
Namun ia sendiri mulai terkena pukulan, dari kanan kiri, dari depan belakang.
Pouw-kai-ong terhuyung-huyung, mandi darah tapi masih terus mengamuk.
Bacokan-bacokan dan hantaman-hantaman ruyung datang bagaikan hujan, bajunya
sudah compang-camping, tubuhnya penuh darah. Akhirnya ia roboh! Masih saja
mereka menghujani senjata.
‘Berhenti...!!!
Tiba-tiba Suling Emas melayang dan tiba di dekat
Pouw-kai-ong. Sekali sulingnya bergerak, tampak sinar kuning emas dan semua
senjata yang ditujukan kepada tubuh yang mandi darah itu terpental.
‘Wah, ini konconya! Keroyok...!!! teriak seorang
pengemis.
‘Jangan! mundur semua!!!
Yu Kang berseru sambil menggunakan tangan kananya yang
tidak terluka untuk mendorong minggir beberapa orang pengemis yang menghalang
jalan.
‘Dia bukan konco iblis Pouw, bahkan dialah yang
memungkinkan kita merobohkan iblis itu!!
Suara Yu Kang nyaring dan penuh wibawa. Apalagi ketika
para pimpinan pengemis mengenal bahwa pengemis kosen ini adalah putera mendiang
Yu Jin Tianglo seperti yang diperkenalkan oleh Liong-lokai, mereka lalu mundur.
Yu Kang mendekati Suling Emas dan bertanya, suaranya nyaring.
‘Suling Emas! Apa maksudmu menghalangi kami membunuh
iblis ini?!
Suling Emas menggeleng kepala, memandang kepada tubuh
yang mandi darah di depannya. Muka itu hancur, bahkan sebuah daripada matanya
remuk! Bibirnya robek hidungnya bengkok. Muka yang mengerikan! Andaikata dapat
hidup terus tentu menjadi seorang yang cacad mukanya.
‘Sudah kukatakan tadi bahwa aku tidak suka akan
pengeroyokan. Biarpun dia roboh oleh kalian, akan tetapi lebih dulu aku telah
membikin dia tidak berdaya dengan merusak tongkatnya. Kalau ia masih
bersenjata, apakah kalian kira akan dapat dengan mudah merobohkannya? Tentu dia
akan dapat melarikan diri. Karena itu aku merasa seakan-akan ikut
mengeroyoknya! Dia sudah mendapat hajaran keras, lebih mati daripada hidup.
Lihat mukanya! Lihat mukanya! Lihat badannya! Urusannya dengan kalian adalah
urusan pribadi, aku tidak mau terseret dalam pengeroyokan dan pembunuhan begini
curang.!
Sejenak Suling Emas beradu pandang dengan Yu Kang.
Kemudian Yu Kang menunduk dan melihat keadaan Pouw-kai-ong. Ia agaknya merasa
puas, berdongak ke udara, mulutnya berkemak-kemik seperti membaca doa. Kemudian
ia meloncat ke atas batu besar tak jauh dari situ. Tangan kirinya sengkleh,
tergantung lepas karena tulang pundak kirinya patah. Akan tetapi sikapnya gagah
dan suaranya nyaring.
‘Kawan-kawan! Dengarkan aku bicara. Aku adalah Yu Kang,
putera mendiang Yu Jin Tianglo ketua Khong-sim Kai-pang. Bicara tentang dendam
kepada Si Jahat Pouw agaknya di antara kita akulah yang paling parah. Akan
tetapi aku puas melihat dia kini dirobohkan, dan... harus kita akui bahwa tanpa
bantuan Pendekar Suling Emas belum tentu kita akan berhasil. Oleh karena itu,
biarlah kita jangan membunuhnya sesuai dengan permintaan Pendekar Suling Emas.
Tanpa kita turun tangan lagi, kurasa dia pun akan mampus! Bergembira dan
bersoraklah bahwa mulai detik ini kita terbebas daripada cengkeraman seorang
jahat seperti Pouw-kai-ong!!
Ratusan orang pengemis baju kotor itu bersorak
gegap-gempita. Ada pula yang berseru, ‘Hancurkan pengemis baju bersih!!
‘Angkat Saudara Yu Kang menjadi ketua seluruh
kai-pang!!
‘Mari saudara-saudara, kita iringkan Saudara Yu Kang
mengumpulkan semua pengemis baju kotor untuk membasmi pengemis baju bersih!!
Sorak-sorai makin menjadi-jadi dan ratusan pasang tangan
diulur ke depan sehingga Yu Kang tak kuasa lagi mencegah para pengemis itu
mendukungnya dan mengaraknya pergi dari situ sambil bersorak-sorak! Hanya
beberapa orang pengemis tua yang tinggal untuk mengurus penguburan para korban
dan merawat mereka yang terluka.
Suling Emas berdiri memandang semua ini dengan hati
terharu. Ia kagum akan kegagahan Yu Kang yang biarpun kasar dan jujur, namun
memiliki jiwa pendekar. Ia terharu menyaksikan gembel-gembel itu bersatu padu
untuk membasmi penindas dan memperbaiki nasib, menggantungkan harapan mereka
kepada Yu kang, satu-satunya pengemis yang boleh diharapkan akan dapat memimpin
mereka, melepaskan diri daripada penindasan orang-orang jahat.
Setelah semua mayat dikubur dan para pengemis tua pergi
membawa teman-teman yang terluka sehingga di situ sunyi sepi, Suling Emas
kembali memandang tubuh Pouw Kee Lui yang masih menggeletak mandi darah. Suling
Emas menarik napas panjang, lalu menyambar tubuh itu, membawanya ke dalam
pondok. Ia merebahkan tubuh yang masih pingsan itu ke atas pembaringan,
kemudian pergilah ia dari tempat itu. Belum jauh ia pergi, ia mendengar suara
orang dan cepat ia menyelinap lalu mengintai. Kiranya beberapa orang wanita
cantik dan beberapa orang laki-laki, semua berpakaian seperti pelayan-pelayan,
berindap-indap memasuki pondok dari belakang. Ia kembali menghela napas.
Kiranya orang she Pouw itu menjadikan pondok itu sebagai tempat istirahat dan
bersenang-senang, ditemani beberapa orang wanita cantik dan mempunyai
pelayan-pelayan secukupnya. Biarlah, biar mereka itu merawatnya. Suling Emas
tidak jadi mencari daun obat di dalam hutan, menyerahkan nasib bekas Raja
Pengemis itu kepada para selir dan pelayannya. Ia hanya mengharap mudah-mudahan
pelajaran pahit itu tadi akan membuat Pouw-kai-ong menjadi bertobat.
Suling Emas melanjutkan perjalanannya menuju ke kota
raja. Ia merasa girang mendengar percakapan rakyat yang merasa puas dengan
adanya raja baru yang adil dan tidak suka menjalankan kekerasan terhadap
rakyatnya. Ia tidak melihat perubahan apa-apa ketika pada keesokan harinya ia
memasuki pintu gerbang kota raja, sehingga ia makin gembira. Ketika pertama
kali ia masuk kota raja ketika ia menyusul suhunya, ia tidak mendapat
kesempatan unutk melihat-lihat kota raja. Kini ia menggunakan kesempatan untuk
keliling kota sehingga bertambah kegembiraannya menyaksikan keadaan yang makmur
dan ramai.
Akan tetapi kegembiraan ini musnah seketika setelah ia
mendengar berita tentang keluarga Suma. Ia mendengar berita bahwa Pangeran Suma
Kong sudah pindah ke An-sui, kota yang menusuk perasaannya. Berita bahwa Suma
Ceng telah menikah dengan seorang pangeran she Kiang yang menghancurkan
hatinya. Bahkan ia mendengar bahwa Suma Ceng, bekas kekasihnya, kini hidup di
lingkungan istana raja, bersama suaminya dan dua orang anaknya! Suma Ceng sudah
menjadi isteri seorang pangeran dan malah sudah menjadi ibu dari dua orang
anak!
Hancur hatinya, perih seperti tertusuk seribu batang
jarum. Setelah mendapatkan keterangan ini, Suling Emas meninggalkan kota raja,
berjalan di tengah malam buta sambil meramkan mata, menahan air mata yang
hendak jatuh berderai. Akhirnya ia berhenti di jalan yang sunyi, duduk di
pinggir jalan, menyembunyikan mukanya di antara kedua lutut, jari-jari tangan
mencengkeram rambutnya. Habislah sudah harapannya. Padamlah semua cahaya
hidupnya. Apa lagi yang boleh dipandang? Kekasih pertama direnggut maut.
Kekasih berikutnya direnggut laki-laki lain! Ayah kandung menikah lagi. Ibu
kandung tak tentu rimbanya, mungkin sudah mati karena tidak pernah ia mendengar
beritanya. Siapa lagi yang dapat dijadikan teman dalam hidupnya?
Kakeknya! Ya benar. Kakeknya masih ada. Kakeknya bukanlah
sembarang orang. Kakeknya adalah Pat-jiu Sin-ong Liu Gan, Ketua Beng-kauw,
bahkan menduduki tempat tinggi di Kerajaan Nan-cao! Mengapa ia tidak pergi ke
negara kakeknya? Siapa tahu kalau-kalau ibunya juga pulang ke sana? Selain
menghubungi keluarga yang terdekat dan masih ada, juga ia maklum bahwa di sana
ia akan dapat banyak belajar untuk memperdalam ilmunya. Gurunya sendiri
seringkali bicara tentang Pat-jiu Sin-ong dengan penuh kagum.
Setelah duduk termenung dalam keadaan duka cita seperti
itu sampai sinar matahari memerah menjelang fajar, Suling Emas mengangkat
mukanya. Orang lain akan kaget kalau menyaksikan perubahan wajah pendekar ini.
Tampak tua dan tidak ada lagi sinar pada mukanya. Hanya kemuraman yang tampak.
Pandang matanya sayu.
Tiba-tiba ia meloncat bangun dan menyelinap cepat,
bersembunyi di balik sebatang pohon besar di pinggir jalan. Biarpun keadaan
hati Suling Emas sedang mengalami kehancuran dan dirinya tenggelam dalam duka
nestapa, namun naluri kependekarannya tak pernah menjadi tumpul. Panca
inderanya peka sekali dan gerakan tiga sosok bayangan yang berlari-lari keluar
dari kota raja, menimbulkan kecurigaannya sehingga ia cepat-cepat bersembunyi
untuk mengintai.
Tiga orang yang berlari amat cepat itu tidak berlari
lagi, kini tampak berjalan sambil bercakap-cakap. Suling Emas cepat menyelinap
dan mendekati mereka untuk mendengarkan. Setelah dekat, dari balik pohon
melihat seorang nenek dan dua orang kakek. Nenek itu berwajah galak penuh
keriput, memondong sebuah bungkusan kain kuningan dari sutera halus. Kakek
pertama sudah tua, akan tetapi tubuhnya tinggi besar dan nampak kuat, tubuh
atasnya tidak berbaju. Serasa ia mengenal tiga orang tua ini, akan tetapi di
mana ia pernah bertemu. Akan tetapi begitu mereka bertiga bercakap-cakap segera
ia ingat.
‘A-liong, kau yang paling kuat dan dapat menempuh
perjalanan jauh, kau sajalah yang mengantarkan pangeran cilik ini kepada
Ong-ya. Biar aku dan A-kwi menyambut para pengejar sehingga kau dapat pergi
jauh takkan terkejar lagi,! kata Si Nenek Tua.
‘Betul ucapan Sam Hwa,! kata kakek pertama yang
bertongkat.
‘Langkahmu lebar daripada kami berdua, dan aku pun
malas kalau harus berlari-lari dikejar-kejar seperti maling.!
‘Ihh..., aksinya! Memang kita bertiga maling, siapa
tidak tahu?!
Bentak nenek itu sambil menyerahkan bungkusan sutera
kuning kepada kakek tinggi besar yang disebut A-liong. Kakek A-liong agaknya
tidak senang dengan tugas ini, akan tetapi karena ‘kalah suara! ia menerima
juga bungkusan itu. akan tetapi begitu bungkusan itu dipondongnya, tiba-tiba
terdengar tangis anak kecil yang nyaring sekali.
Eh-eh, kau apakan dia? Sejak tadi diam saja, begitu
kausentuh lalu menangis!! kata Si Nenek Tua mengomel.
‘Wah, celaka. Kalau menangis seperti itu tentu kau akan
menjadi tontonan di sepanjang jalan,! kata A-kwi.
‘Bagaimana kau akan menjawab pertanyaan orang-orang di
jalan? Bahwa anak ini anak selirmu? Ataukah cucumu yang kematian ayah
bundanya?!
Namun A-liong sudah menggigil ngeri, agaknya semua bulu
di badannya berdiri semua ketika ia merasa betapa anak kecil meronta-ronta dan
menjerit-jerit keras. Cepat ia mengulurkan tangan ke depan, memberikan
bungkusan itu kembali kepada Sam Hwa sambil berkata,
‘Tidak baik..., tidak baik...! Dalam pondongan tangan
halus dia diam saja. Tanganku kasar, tidak sehalus tanganmu, Sam Hwa.!
‘Cihh! Omongan tua bangka tak bermalu!! kata Sam Hwa
dengan muka agak merah sambil menerima kembali bungkusan sutera kuning yang
ternyata berisi seorang anak kecil itu.
‘Ha-ha-ha! Bukan karena tanganmu kasar, A-liong,
melainkan bau keringatmu yang terlalu keras sehingga anak itu tidak tahan!!
A-kwi menggoda.
Suling Emas mengenal tiga orang ini sebagai
pelayan-pelayan Kong Lo Sengjin! Setelah ia mendengar percakapan mereka, ia
menjadi kaget sekali. Sam Hwa si nenek tua tadi menyebut ‘pangeran cilik!
yang harus diantarkan kepada Ong-ya! Keonaran palagi yang akan dilakukan Kong
Lo Sengjin dan anak buahnya? Mereka itu bicara tentang pengejaran. Tak salah
lagi, tentulah mereka bertiga menculik pangeran kecil itu dari dalam istana
raja atas perintah Kong Lo Sengjin yang berwatak aneh. Teringat akan percakapan
rakyat yang memuji-muji kaisar baru dari Kerajaan Sung, Suling Emas segera
mengambil keputusan untuk menolong anak kecil itu.
Dengan gerakan ringan sekali Suling Emas melompat dan
melayang keluar dari tempat sembunyinya, tangan kirinya langsung menerjang
dengan serangan maut ke arah kepala Sam Hwa. Serangan ini sengaja ia lakukan
dengan pengerahan tenagan sehingga terdengar suara angin bersiut menyambar. Sam
Hwa terkejut sekali. Sebagai seorang ahli silat pandai, maklum ia bahwa
bayangan yang menyambar dan menyerangnya ini melakukan serangan maut yang
berbahaya. Maka cepat ia membuang diri ke belakang sambil mengangkat tangan
kanan melindungi kepala. Akan tetapi pada saat itu, bocah yang dipondongnya
telah diserobot penyerang itu yang menggunakan tangan kanan menotok pundaknya
lalu merampas bungkusan sutera kuning. Tak dapat Sam Hwa mencegah perampasan
ini karena totokan pada pundak itu melumpuhkan lengan kirinya yang memondong.
Di lain saat, Suling Emas sudah melompat ke belakang, bocah dalam selimut
kuning itu dalam pondongannya. Bocah itu menangis lagi, lebih nyaring daripada
tadi!
‘Kembalikan anakku...!!
Sam Hwa memekik marah. Setelah melihat bahwa yang
merampas bocah itu bukan seorang pengawal istana, melainkan seorang bocah
laki-laki muda berpakaian seperti sastrawan, Sam Hwa tidak ragu-ragu untuk
mengakui pangeran cilik itu sebagai anaknya!
A-liong dan A-kwi juga melangkah maju dengan sikap
mengancam.
‘Kurang ajar, berani sekali kau merampok anak orang di
tengah jalan?!
‘Bibi Sam Hwa, kau yang sudah nenek-nenek mana mungkin
mempunyai anak yang masih begini kecil? Paman A-liong dan Paman A-kwi,
susungguhnya siapa yang merampok anak orang? Kalian bertiga ataukah aku? Aku
tidak merampok Pangeran Kecil ini, melainkan hendak mengembalikannya di tempat
yang semestinya, yaitu di dalam istana.!
Tentu saja tiga orang tua itu kaget sekali. Tiga buah
nama tadi adalah nama kecil mereka, yang hanya mereka ketahui, tak pernah
diperkenalkan keluar. Bagaimana orang muda ini bisa mengenal mereka? Biarpun
mereka bertiga itu kini bekerja sebagai pelayan, namun sesungguhnya mereka
bukan orang biasa. A-liong dan A-kwi adalah bekas perwira-perwira tinggi di
bawah Kong Lo Sengjin, sedangkan Sam Hwa juga seorang ahli silat tinggi, janda
seorang panglima seangkatan dengan dua orang temannya itu. Mereka ini tetap
setia kepada Kong Lo Sengjin.
Karena maklum bahwa orang muda itu sudah mengetahui
rahasia mereka, maka Sam Hwa yang lebih pandai bicara segera bertanya,
‘Orang muda, siapakah kau yang berani mencampuri urusan
pribadi kami? Andaikata benar kami menculik seorang Pangeran Kecil, apa
sangkut-pautnya hal itu denganmu?!
‘Bibi Sam Hwa dan kedua Paman A-liong dan A-kwi. kukira
tidak perlu lagi berpura-pura. Kalian bertiga sudah pernah bertemu denganku,
hanya agaknya kalin sudah lupa lagi. Akan tetapi aku tahu bahwa kalian adalah
anak buah Kong Lo Sengjin, dan bahwa anak itu adalah seorang pangeran yang
kalian culik dari istana atas perintah Kong Lo Sengjin. Secara pribadi memang
urusan ini tidak ada sangkut-pautnya dengan aku, akan tetapi setelah
mempelajari ilmu, apa gunanya kalau tidak untuk menumpas perbuatan buruk? Aku
tidak ingin bermusuh dengan kalian yang pernah bersikap baik kepadaku, akan
tetapi aku pun tidak bisa membiarkan kalian menculik anak orang semaunya. Apalagi
untuk dibawa ke depan Kong Lo Sengjin yang kejam. Aku harus mengembalikan anak
ini kepada orang tuanya.!
Sejenak tiga orang tua itu tertegun, terbelalak dan tidak
dapat bicara saking kaget dan herannya. Akhirnya Sam Hwa bertanya, suaranya
agak gemetar,
‘Siapakah kau? Pengawal istana? Siapa?!
Suling Emas menggeleng kepala dan tersenyum.
‘Kalian sudah terlalu tua sehingga pikun. Mengapa masih
mau saja diperalat Kong Lo Sengjin untuk melakukan hal-hal yang tidak baik?
Seyogianya orang-orang setua kalian ini menenteramkan pikiran membersihkan hati
menanti kematian.!
‘Eh, bocah gila! Lancang mulutmu!! bentak A-liong
sambil melangkah maju.
‘Tak peduli ia pengawal atau bukan, anak itu hars kita
rampas kembali. Serbu!! bentak pula A-kwi sambil menggerakkan tongkatnya.
Karena merasa bahwa rahasia mereka telah terbuka dan
jelas bahwa orang muda itu tidak mau mengembalikan pangeran kecil yang mereka
cuik, tiga orang ini serentak menyerang Suling Emas dengan gerakan yang
dahsyat. Sambil menyerang, mereka berusaha merampas anak kecil dalam pondongan
Suling Emas yang masih terus menangis keras. Kalau A-kwi mempergunakan senjata
tongkat, A-liong dan Sam Hwa masing-masing menggerakkan sebatang pedang tipis.
Serangan mereka cepat dan mengandung tenanga yang hebat.
Namun tiba-tiba mereka terkejut dan menjadi silau pandang
matanya oleh sinar kuning emas yang bergulung-gulung dan melingkar-lingkar.
Dalam saat berikutnya, serbuan tongkat dan dua batang pedang sudah terlempar
jauh dan ketiga orang anak buah Kong Lo Sengjin itu terpekik kesakitan,
melompat mundur dan memegangi tangan kanan yang terasa kaku nyeri dengan tangan
kiri. Terbalalak kagum mereka berdiri memandang Suling Emas yang kini berdiri
dengan tangan kiri memondong anak kecil, tangan kanan memegang sebatang suling
yang berkilauan tertimpa sinar matahari pagi.
‘Suling Emas...!!!
Hampir berbareng mereka berseru ketika melihat suling
itu. sebagai pembantu-pembantu kepercayaan Kong Lo Sengjin, tentu saja mereka
mengenal benda ini yang selalu berada bersama sastrawan Ciu Bun di Pulau
Pek-coa-to, biarpun mereka jarang datang ke pulau itu.
‘Memang itulah namaku, dan mengingat akan kebaikan
mendiang Adik Kwee Eng dan mendiang ibunya, biarlah kuhabiskan sampai di sini
saja kesalah fahaman ini. Selamat tinggal!!!
Setelah berkata demikian, Suling Emas berkelebat cepat,
lari ke jurusan kota raja.
Tiga orang tua itu bengong terlongong. Barulah kini
mereka teringat bahwa orang muda yang sakti itu bukan lain adalah anak
laki-laki yang pernah minta pekerjaan kepada mereka sekedar untuk makan. Anak
laki-laki yang kemudian menjadi murid Kim-mo Taisu yang kabarnya mampu
mengimbangi kesaktian Kong Lo Sengjin sendiri. Akan tetapi muridnya itu?
Benar-benar tak pernah mereka menyangkanya. Karena maklum bahwa mereka bukanlah
tandingan orang muda itu, mereka menganggap bahwa tugas mereka telah gagal dan
kembalilah mereka ke Pek-coa-to.
Hati Suling Emas merasa lega ketika mendapat kenyataan
bahwa tiga orang tua itu tidak dapat mengejarnya. Akan tetapi ia risau melihat
anak kecil yang terus menangis dalam pondongannya.
‘Sssstttt, diam...! Diamlah, anak manis...!!
Ia membuka selimut kuning itu sehingga terbuka dan tampak
muka anak yang amat molek dan manis, yang kini mukanya merah karena banyak
menangis. Mata yang bening itu memandang penuh selidik ke arah wajah Suling
Emas.
‘Nah, begitu anak baik, anak manis! Jangan menangis,
ya? Kubawa engkau kembali kepada ayah bundamu...!!
Suling Emas menarik muka manis dan ucapannya halus. Anak
itu mengedip-ngedip, terheran, akan tetapi tidak menangis lagi. Anak berusia
kurang lebih dua tahun itu agaknya dapat merasa bahwa ia berada dalam tangan
yang aman.
Belum juga sampai di pintu gerbang kota raja, serombongan
penunggang kuda terdiri dari tujuh orang, berpakaian bagai pengawal-pengawal
istana, membalapkan kuda keluar dari pintu gerbang danketika bersimpang jalan
dengan Suling Emas, rombongan ini segera menahan kuda, lalu melompat turun dan
berteriak kepada Suling Emas,
‘Hee, berhenti dulu!!
Suling Emas berhenti, maklum bahwa pengawal-pengawal itu
tentulah pasukan dari kota raja yang bertugas mengejar penculik pangeran. Ia
bersikap tenang saja dan memondong anak itu ditangan kirinya, ia membalikkan
tubuh menghadapi mereka.
‘Kalian mau apa menahan orang berjalan?! tanyanya
tenang.
Tujuh orang pengawal itu memandang ke arah anak kecil
dalam pondongannya dan serentak mereka berseru girang.
‘Itu dia...! Itu dia Sang Pangeran...! Lihat
pakaiannya, selimutnya....!!
Pemimpin rombongan yang berkumis lebat segera melangkah
maju, mukanya membayangkan kemarahan, keningnya berkerut-kerut, lalu membentak,
‘Heh, orang muda! Engkau benar-benar berani mati
menculik putera Sri Baginda! Tak tahukah kau bahwa saat ini ratusan orang
pengawal dan pasukan keamanan berpencar di seluruh tempat untuk mencarimu? Hayo
kau lekas...!
‘Ssstttt....!!!
Suling Emas menggerakkan bibirnya meruncing sambil
menimang-nimang anak yang mulai menangis lagi itu.
‘Ah, dasar engkau manusia kasar! Lihat, kalian membuat
dia menangis lagi! Tidak tahukah kalian bahwa dia tidak suka akan suara
berisik? Bersikaplah tenang agar jangan membuat dia takut!!!
Seketika berubah sikap komandan pasukan kecil itu. ia
memberi isyarat dengan tangan kepada anak buahnya agar tidak membuat gaduh dan
dia sendiri pun melakukan perintah dengan suara bisik-bisik! Hal ini terjadi
karena mereka itu mengingat bahwa anak dalam gendongan orang muda itu adalah
seorang pangeran, putera Sri Baginda sendiri! Kalau anak itu menangis karena
mereka dan hal itu terdengar oleh Sri Baginda, tentu mereka celaka! Lucu sekali
gerak gerik mereka itu. Lebih-lebih ketika mereka melihat anak itu terus
menangis keras, mereka menjadi bingung. Suling Emas sendiri yang
menimang-nimang dan menghibur-hibur, sampai penuh keringat mukanya. Bingung ia
menghadapi seorang anak kecil yang rewel ini. Akhirnya, saking bingungnya, ia
mengambil sulingnya dan meniup suling itu dengan tangan kanan.
Seketika anak itu berhenti menangis. Dengan mata bening
dan pipi basah air mata, anak itu memandang Suling Emas. Ketika Suling Emas
meniup sulingnya dengan nada naik turun, anak itu tertawa! Suling Emas gembira
dan tujuh orang pengawal juga ikut tertawa!
‘Kalian jangan banyak ribut. Aku justeru hendak membawa
pulang anak ini ke kota raja. Bukan aku penculiknya, melainkan tiga orang
jahat. Aku berhasil merampas anak ini dari tangan mereka. Awas, jangan banyak
ribut, kalau kalian ribut-ribut lagi dan anak ini menangis, jangan tanya dosa!!
Suling Emas dengan gerakan sembarang memukulkan sulingnya
pada sebatang pohon sebesar paha orang dan... pohon itu tumbang! Pucatlah wajah
tujuh orang itu. mereka mengangguk-angguk dan ketika Suling Emas melanjutkan
perjalanannya ke arah kota raja, tujuh orang itu mengikuti dari belakang sambil
menuntun kuda. Melihat betapa orang muda itu membawa Sang Pangeran benar-benar
menuju ke kota raja, hati mereka lega.
Suling emas terpaksa berjalan sambil meniup sulingnya,
karena anak itu menangis saja kalau tidak ditiupkan suling. Memang Suling Emas
pandai sekali bersuling, maka suara sulingnya merdu dan sedap didengar. Ketika
rombongan pengawal kedua yang terdiri belasan orang banyaknya lewat, mereka pun
terheran-heran dan turun dari kuda. Komandan pasukan pertama segera
berbisik-bisik memberi tahu dan... rombongan kedua ini pun segera mengikuti
dari belakang sambil menuntun kuda masing-masing. Makin lama, makin banyaklah
terdapat pasukan berkuda dan berjalan kaki mengikuti arak-arakan ini, bahkan
setelah memasuki pintu gerbang kota raja, penduduk besar kecil ikut pula
mengikuti arak-arakan menuju ke istana! Suling Emas yang berjalan didepan,
enak-enak dan tenang-tenang saja memondong Sang Pangeran sambil membunyikan
suling.
Tentu saja ia diterima oleh Kaisar sendiri dengan
pengawalan ketat. Orang masih belum tahu macam apa orang muda yang membawa
pulang Sang Pangeran yang hilang, maka penjagaan diperkuat dan keselamatan
Kaisar dilindungi oleh para panglima. Namun, Suling Emas bukanlah merupakan
pribadi yang menimbulkan kecurigaan atau kekhawatiran. Ia hanya seorang muda
dua puluhan tahun usianya, berwajah tampan bersikap tenang dengan mata sayu dan
muka muram.
Sebagai seorang terpelajar, Suling Emas tahu akan
kesopanan. Di depan Kaisar dia menjatuhkan diri berlutut, kemudian tanpa
mengangkat muka dia menuturkan pertemuannya dengan tiga orang tua yang membawa
Sang Pangeran, kemudian ia menceritakan betapa ia berhasil merampas kembali
Sang Pangeran dan membawanya langsung ke istana. Setelah berkata demikian, ia
mengulurkan kedua tangan yang memondong anak kecil itu. Kaisar memberi isyarat
kepada seorang dayang yang segera menerima anak itu dari tangan Suling Emas.
Akan tetapi anak kecil itu menjerit dan menangis, tidak mau terlepas dari
tangan Suling Emas! Timbul sedikit kegaduhan dan Kaisar sendiri sampai tertawa
saking gembiranya melihat puteranya pulang dengan selamat. Akhirnya, permaisuri
sendiri, ibu anak itu yang ikut hadir menjemput puteranya, yang maju dan
barulah anak itu mau dipondong ibunya. Akan tetapi mulutnya masih mewek-mewek
dan telunjuknya masih menuding-nuding ke arah Suling Emas.
‘Ha-ha-ha!! Sri Baginda tertawa bergelak setelah
permaisuri membawa puteranya masuk, diikuti para dayang cantik-cantik yang
melempar kerling dan senyum manis kepada Suling Emas yang tampan dan yang
dianggap seorang gagah yang berjasa besar.
‘Kau seorang pemuda yang luar biasa! Kami sudah
mendengar betapa engkau membawa kembali putera kami sambil bermain suling,
diikuti ratusan orang pengawal dan penduduk. Kemudian putera kami juga sukar
mau melepaskan engkau. Sungguh menggembirakan. Eh, orang muda yang gagah
perkasa, engkau siapakah?!
Suling Emas berlutut memberi hormat lalu menjawab,
‘Mohon beribu ampun, Tuanku Kaisar. Hamba sendiri sudah
lupa akan nama hamba, akan tetapi karena hamba memiliki benda ini dan suka
sekali meniupnya, maka hamba disebut orang dengan nama Suling Emas. Hamba tidak
mempergunakan nama lain.!
Suasana hening ketika semua panglima dan pembesar bersama
Kaisar mendengarkan jawaban orang muda itu. Tempat itu segera penuh dengan
suara berbisik-bisik karena semua orang merasa heran mendengar jawaban sepeti
ini. Namun, Kaisar pertama dari Kerajaan Sung adalah bekas seorang panglima
besar, seorang yang sudah banyak bertemu dengan petualang-petualang dan
pengelana-pengelana di dunia kang-ouw yang aneh. Kaisar tidak menjadi heran,
lalu berkata penuh wibawa,
‘Suling Emas, angkatlah mukamu dan dan biarkan kami
melihat wajahmu!!
Suling Emas tidak berani membantah. Dalam keadaan
berlutut, ia menengadah. Sejenak Kaisar menatap wajah yang tampan itu, kemudian
menarik napas panjang dan bersabda,
‘Semuda ini sudah mengalami hal sehingga benci akan
kenangan-kenangan lalu dan membuang nama. Cukup, Suling Emas, sekarang berdirilah
agar enak kami bicara.!
Dengan gerakan amat hormat Suling Emas bangkit berdiri.
Kembali Kaisar memandang tajam dan mengagumi bentuk tubuh tinggi tegap itu.
Timbul rasa suka kepada orang muda ini dan ia berkata,
‘Suling Emas, kami telah berhutang budi kepadamu.
Setelah kau berhasil menyelamatkan putera kami, jasamu besar sekali dan hadiah
apakah yang dapat kami berikan kepadamu?!
‘Ampun, Tuanku. Hamba hanya melakukan apa yang wajib
dilakukan oleh setiap orang. Hamba tidak mengaharapkan hadiah apa-apa.!
Makin suka hati Kaisar mendengarkan jawaban ini. Ia
tertawa,
‘Kau seorang muda yang gagah perkasa dan berati bersih.
Kami percaya bahwa engkau tidak mengaharapkan hadiah, Suling Emas. Akan tetapi
saking gembira dan berterima kasih hati kami, kami ingin memberikan hadiah yang
patut bagimu. Bagaimanaah kalau engkau kami angkat menjadi kepala pengawal
dalam istana? kami sekeluarga akan merasa tentram dan aman apabila engakau
menjadi kepala pengawal disini.!
‘Mohon Paduka sudi memberi ampun. Hamba seorang
perantau yang lebih senang hidup bebas di alam terbuka, tidak berani hamba
menerima kurnia yang amat besar ini.!
Kaisar diam sejenak, berpikir-pikir. Kemudian berkata
lagi,
‘Memang manusia segolonganmu amat aneh. Pernah kami
bertemu dengan Kim-mo Taisu yang juga amat aneh wataknya.!
Kaisar tidak tahu betapa di dalam hatinya, Suling Emas
berdebar-debar mendengar nama mendiang suhunya disebut-sebut.
‘Maka kami serahkan kepadamu sendiri Suling Emas,
jangan bikin kecewa hati kami. Pilihlah, apa yang dapat kami lakukan untukmu
sekedar untuk membuktikan bahwa kami amat berterima kasih kepadamu. Kalau kau
selalu menolak, hati kami akan merasa tidak enak dan tidak senang.!
Suling Emas sudah banyak mempelajari filsafat, sudah tahu
pula akan sifat manusia. Seorang Kaisar pun hanya seorang manusia biasa, tidak
akan jauh bedanya dengan manusia umum. Tentu ingin membalas rasa syukur dan
hutang budi, baru lega hatinya.
‘Baiklah, Tuanku Kaisar. Hamba akan merasa
berterimakasih dan girang sekali apabila Paduka sudi mengijinkan hamba untuk
dapat masuk keluar dengan bebas, terutama sekali di perpustakaan istana.
Hamba... adalah seorang kutu buku, dan... hamba mendengar betapa perpustakaan
istana amatlah lengkap. Hamba ingin membaca kitab sebanyak-banyaknya.!
‘Ha-ha-ha!! Kaisar tertawa bergelak, dan semua pembesar
yang hadir ikut pula tetawa. Tidak hanya karena latah, melainkan juga karena
memang geli mendengar orang muda itu memilih hadiah seperti itu.
‘Boleh! Boleh! He, pengawal, sampaikan kepada semua
petugas dalam istana dan kepada penjaga perpustakaan, mulai saat ini Suling
Emas boleh masuk keluar dan membaca kitab mana saja ia sukai. Ha-ha-ha! Selain
itu, Suling Emas. Apa lagi? Kami memberi kesempatan satu lagi. Pilihlah!!
Suling Emas merasa bingung. Tadinya ia terpaksa minta
ijin itu karena tidak mau mengecewakan hati Kaisar dan memang ia paling suka
membaca kitab. Akan tetapi kini harus memilih satu lagi! Apakah yang menarik
hatinya dan ingin ia dapatkan dari dalam istana ini? Ia tidak menginginkan
apa-apa. Tiba-tiba ia teringat kepada Suma Ceng! Suma Ceng sudah menjadi istri
seorang pangeran dan tinggal di lingkungan istana pula! kalau saja Suma Ceng
masih gadis , belum menjadi istri orang lain, sudah dapat ia pastikan ia akan
‘berani mati! minta dijodohkan dengan Suma Ceng! Akan tetapi, bagaimana ia
bisa berpikir seperti itu? Melihat wajah pemuda itu termenung dan agak pucat, Kaisar
bertanya lagi, ‘Jangan ragu-ragu dan takut-takut, Suling Emas. Katakanlah apa
yang kau kehendaki, yang kau pilih. Kami akan mengabulkannya!!
Dalam gugupnya dan dalam kemarahan pada diri sendiri yang
berpikir bukan-bukan mengenai Suma Ceng, Suling Emas menjawab sedapatnya,
‘Hamba... hamba mohon supaya diberi kebebasan pergi
ke... dapur istana dan minta masakan apa saja dari petugas dapur!!
Kini para hadirin yang tertawa bukanlah latah, bahkan
mendahului Kaisar. Ramailah ruangan itu. Suara ketawa baru berhenti ketika
Kaisar mengangkat kedua lengannya ke atas.
‘Ha-ha-ha, jangan berkecil hati, Suling Emas. Kami dan
semua yang hadir tertawa karena lucu dan terharu akan kesederhanaan hatimu.
Baiklah, setiap saat kau boleh masuk dapur dan makan sekenyangmu. Juga kalau
engkau memerlukan pakaian atau apa saja, tidak usah ragu-ragu, beritahukan
kepada kepala pengawal, pasti akan kami beri. Selain dua hadiah itu, kamipun
hendak memberi beberapa pasang pakaian yang sekiranya pantas dan cocok dipakai
Suling Emas, pendekar perkasa yang menjadi sahabat seisi istana Kerajaan Sung
yang jaya!!
Suling Emas tidak berani menolak, juga ia menerima
undangan Kaisar untuk tinggal di istana selama ia suka, menikmati isi
perpustakaan yang amat lengkap. Beberapa hari kemudian ia menerima lima pasang
pakaian dari sutra hitam yang amat halus dan indah. Bajunya dari sutra hitam,
celananya ada yang putih ada yang kuning dan pada setiap baju, di bagian dada,
tersulam benang emas sebentuk bulan dengan sebatang suling menyilang. Kaisar
memegang teguh janjinya. Suling Emas dapat bergerak leluasa di dalam istana,
dan setiap saat, biar malam sekalipun, ia berani masuk perpustakaan istana.
Apabila pintunya sudah tertutup rapat di waktu malam dan penjaganya duduk
mengantuk di depan pintu, Suling Emas memasuki gedung perpustakaan dari atas
genteng. Semua petugas istana tidak pernah mengganggunya dan semenjak itu, nama
Suling Emas amatlah dikenal. Apalagi setelah ia mengenakan pakaian anugerah
Kaisar. Tidak seorang pun tahu bahwa pendekar besar ini hanya beberapa tahun
yang lalu adalah seorang juru tulis Pangeran Suma Kong dan menderita hukum
siksa oleh Suma-Kongcu karena berani bermain cinta dengan puteri Pangeran Suma
Kong yang kini menjadi isteri Pangeran Kiang. Hanya beberapa pekan lamanya
Suling Emas menikmati kemewahan istana.
Pada suatu hari, orang tidak melihat bayangannya lagi
karena Suling Emas telah pergi meninggalkan istana tanpa pamit. Kamarnya kosong
dan di situ hanya terdapat tulisan huruf indah di atas tembok kamar: Di bawah
bimbingan Kaisar bijaksana rakyat makmur negara aman sentausa Kaisar diberi
laporan akan kepergian Suling Emas, hanya mengangguk dan selanjutnya memberi
perintah agar kamar itu selalu dipersiapkan untuk Suling Emas. Tulisan dalam
kamar itu amat menyenangkan hati Kaisar yang diam-diam merasa kecewa bahwa
Suling Emas tidak mau menjadi pengawal pribadinya.
Sesungguhnya bukan hanya karena gagal menculik putera
Kaisar saja yang memaksa A-liong, A-kwi dan Sam Hwa tergesa-gesa kembali ke
Pek-coa-to, tidak mau berusaha lagi menculik pangeran kecil seperti yang
ditugaskan kepada mereka oleh Kong Lo Sengjin. Terutama sekali karena melihat
Suling Emas di tangan orang muda itulah yang membuat mereka khawatir sekali
akan keadaan majikan mereka. Mereka tahu benar bahwa suling emas pusaka keramat
itu tadinya berada di tangan sastrawan Ciu Bun yang berada di Pulau Pek-coa-to.
Pulau yang sukar didatangi orang, dan pula, selain Kong Lo Sengjin sendiri yang
sering kali berada di pulau, juga disana terdapat dua orang murid majikan
mereka yang memiliki ilmu kepandaian luar biasa, yaitu Bhe Ciu dan Bhe Kiu.
Bagaimana sekarang tahu-tahu suling emas itu terjatuh di tangan murid Kim-mo
Taisu?
Ketika tiga orang tua ini mendarat di Pulau Pek-coa-to,
mereka menjadi kaget sekali. Majikan mereka, Kong Lo Sengjin atau Sin-jiu Cow
Pa Ong, bekas pangeran Tang yang dengan gigih selama hidupnya berjuang untuk
menegakkan kembali kerajaan yang sudah roboh itu, telah menjadi mayat! Kakek
lumpuh itu telah mati dalam keadaan duduk bersila bersandar pohon dan sebuah
kitab kecil berada di kedua tangannya. Berhadapan dengan Kong Lo Sengjin, juga
duduk bersila bersandar batu besar dan sudah menjadi mayat, adalah sastrawan
Ciu Bun! Sam Hwa, A-liong dan A-kwi cepat memeriksa.
Ternyata kedua orang itu sama sekali tidak terluka.
Agaknya mereka mati wajar, dan sebelum mati mereka itu agaknya bercakap-cakap
membicarakan kitab kecil yang berada di kedua tangan Kong Lo Sengjin.
Dengan hati-hati mereka mangambil kitab kecil dari tangan
Kong Lo Sengjin, lalu mengurus penguburan kedua orang itu. Penguburan yang
sederhana dan sunyi tanpa upacara apa-apa karena di dalam pulau kosong itu
memang tidak ada apa-apa. Mereka bertiga merasa heran mengapa tidak tampak
bayangan Bhe Kiu dan Bhe Ciu. mereka mancari-cari di dalam pulau dan
memanggil-manggil, namun tidak terdengar jawaban. Ketika mereka tiba di tepi
laut, di pantai sebelah selatan Pulau Pek-coa-to, mereka terkejut bukan main
melihat mayat tergeletak malang melintang di sekitar pantai dan mereka semua
mati dalam keadaan terluka oleh pukulan-pukulan dahsyat. Kuda Liong-ma milik
Kong Lo Sengjin, yaitu kuda bekas tunggangan Sang Pangeran, seekor kuda yang mahal,
juga telah menjadi bangkai, tubuhnya penuh luka bacokan senjata tajam. Tiga
orang tua otu saling memandang, terheran-heran menyaksikan keadaan yang
mengerikan itu. Akhirnya, mereka tidak dapat berbuat lain kecuali mengubur
semua mayat yang sudah hampir busuk itu. Apakah yang sesunggunya terjadi dan ke
mana perginya Bhe Kiu dan Bhe Ciu dua orang manusia aneh murid dan pelayan Kong
Lo Sengjin? Beberapa hari yang lalu, seorang diri Kong Lo Sengjin mendarat di
pulau Pek-coa-to dalam keadaan terluka hebat. Ia terluka di sebelah dalam
tubuhnya akibat adu tenaga dengan Kim-mo Taisu. Sebagai seorang ahli silat
tinggi yang sakti, kakek ini maklum bahwa lukanya amat parah, tak mungkin lagi
dapat disembuhkan lagi. Akan tetapi dia tidak peduli. Ia sudah terlalu tua, pula
ia selalu gagal dalam perjuangannya. Ia malah ingin cepat-cepat menemui maut.
Begitu memasuki pulau, serta merta ia mencari Ciu Bun, bekas sahabatnya yang ia
jadikan tawanan di pulau itu. Ingin ia tahu apa yang telah terjadi sehingga
suling emas dapat berada di tangan murid Kim-mo Taisu. Ketika ia menemui Ciu
Bun, ternyata kakek sastrawan itu tengah duduk bersila bersandar batu dan
membaca kitab kuno dengan asyiknya. Melihat kitab itu Kong Lo Sengjin berteriak
girang.
‘Ah, kau telah mendapatkan kitabnya?! Ia segera duduk
pula di depan Ciu Bun.