Bab 34 Tamat
˜Huh, anak durhaka! Apakah kau hendak meninggalkan aib
pada ayahmu dengan cara pengecut? Membunuh diri? Ihhh, Kayabu, sampai hatikah
kau melakukan hal itu di depan ayahmu?! Suara orang tua ini menjadi serak dan
dari matanya yang melotot lebar itu keluar beberapa butir air mata.
Kayabu menjatuhkan dirinya berlutut di depan kaki
ayahnya. ˜Ayah, ampunkan anakmu yang lupa dan gila karena kekecewaan. Bukan
hanya kecewa karena anak tidak dapat memenuhi tugas sebagaimana mestinya,
melainkan terutama melihat ayah sebagai junjungan dan pujaanku ternyata hendak
menjadi pengkhianat dan membantu pemberontak. Ayah, di manakah kegagahan kita
dan bagaimana kita kelak dapat mempertanggung-jawabkannya di depan nenek moyang
kita?!
Pek-bin-ciangkun memegang pundak anaknya dan ditariknya
berdiri. Mereka berhadapan muka, ayah dan anak yang sama tingginya ini, saling
bertentang pandang sampai beberapa lama, kemudian si ayah berkata, ˜Kau keliru,
yang kautuduhkan itu sesungguhnya kebalikan daripada kenyataan. Sekarang ini
ayahmu bukan berdiri di pihak pemberontak atau pengkhianat, bahkan sebaliknya
daripada itu. Ketahuilah, Kayabu, yang selama ini kita bela, sesungguhnya
adalah pihak pengkhianat. Kita terpaksa membela pengkhianat karena dia yang
berhak telah melenyapkan diri. Dan sekarang,
Tuan Puteri Mahkota Yalina yang berhak akan tahta
kerajaan, telah muncul kembali. Aku dahulu adalah panglima dari kakeknya,
kemudian ibunya, setelah kedudukan terampas oleh paman tirinya dan dia sendiri
lenyap, terpaksa aku membantu pengkhianat. Sekarang tiba waktunya untuk
membasmi para pengkhianat.! Selanjutnya panglima tua itu menceritakan puteranya
tentang semua peristiwa yang terjadi belasan tahun yang lalu, juga tentang
Hek-giam-lo yang sesungguhnya adalah Bayisan, panglima pengkhianat yang
melarikan diri (baca ceritaSuling Emas).
Terbukalah mata Kayabu. Mulai ia dapat melihat siapa
sesungguhnya gadis cantik jelita yang berpakaian seperti gadis Han, yang
memiliki kesaktian yang luar biasa itu. Tahulah ia sekarang mengapa Panglima
Khitan yang paling dipercaya oleh raja, yang merupakan orang terkuat dan boleh
dibilang paiing berkuasa di Khitan, dijadikan pembantu oleh raja padahal orang
itu terkenal sebagai seorang iblis yang jahat. Hek-giam-lo berlaku
sewenang-wenang dan kejam terhadap bangsanya sendiri, akan tetapi maklum betapa
saktinya Hek-giam-lo, dia tak dapat berbuat sesuatu selain mengadu kepada
ayahnya yang hanya menggeleng kepala, bahkan melarangnya menentang Hek-giam-lo
yang sakti dan jahat.
Pemuda yang dapat berpikir panjang ini segera menjatuhkan
diri berlutut di depan Lin Lin sambil berkata, ˜Maafkan hamba yang tidak mau
melihat kenyataan dan telah bersikap tidak pantas terhadap Tuan Puteri..!
˜Awasss..!! Tiba-tiba kaki Lin Lin menendang pundak
Kayabu, membuat pemuda itu terlempar bergulingan sampai enam meter lebih
jauhnya. Semua orang kaget sekali, terutama Kayabu sendiri dan juga
Pek-bin-ciangkun. Mereka terkejut dan kecewa, mengira bahwa Lin Lin tiada
bedanya dengan Hek-giam-lo, yang berwatak ganas dan kejam, tak dapat memberi
ampun kepada orang lain. Akan tetapi, keraguan dan kekecewaan ini segera lenyap
terganti kekaguman dan kegirangan ketika Lin Lin membungkuk dan memungut tiga
batang benda hitam yang menancap di atas tanah, tepat di mana tadi Kayabu
berlutut. Ternyata itu adalah tiga buah pisau hitam yang entah bagaimana
tahu-tahu telah berada di situ tanpa terlihat orang lain, kecuali Lin Lin tentu
saja, yang telah berhasil menyelamatkan Kayabu.
˜Kebetulan sekali, belum dicari sudah datang! Hek-giam-lo
iblis busuk, keluarlah terima binasa!! teriak Lin Lin sambil melompat ke kiri
dengan pedang di tangan dan tangan kirinya bergerak menyambitkan tiga batang
pisau hitam tadi ke semak-semak. Akan tetapi tiga batang pisau itu lenyap ke
dalam semak-semak tanpa mendatangkan akibat apa-apa. Hek-giam-lo memang hebat.
Baru saja ia menyambitkan pisau-pisaunya dari semak-semak itu untuk membunuh
Kayabu, tahu-tahu ia sudah lenyap dari situ dan tiba-tiba keadaan sebelah kanan
menjadi ribut. Ketika Lin Lin meloncat ke bagian ini, wajahnya menjadi merah
saking marahnya karena tanpa ada yang tahu apa yang menjadi sebab, dua belas
orang perajurit telah menggeletak mati dengan muka hitam seluruhnya, tanda
terkena racun yang amat jahat!
˜Keparat Hek-giam-lo! Pengecut kau! Hayo keluar dan
bertanding seribu jurus melawanku!!
Akan tetapi terpaksa Lin Lin cepat memutar pedangnya
ketika telinganya menangkap desir angin senjata rahasia dari arah belakang.
Terdengar bunyi ˜ting-ting-ting! ketika pedangnya berhasil menyampok pergi
belasan batang jarum hitam, akan tetapi kembali ada enam orang perajurit
terjungkal roboh dan mati seketika!
Lin Lin makin marah. Gadis ini berkelebatan ke sana ke
mari untuk mencari tempat persembunyian musuhnya, namun Hek-giam-lo benar-benar
jahat dan licin. Agaknya iblis ini sengaja hendak mempermainkan Lin Lin dan
para pengikutnya. Berturut-turut roboh para perajurit dan sebagian daripada
para perwira. Setiap kali roboh tentu enam orang dan dalam waktu beberapa menit
saja sudah tiga puluh enam orang roboh binasa dalam keadaan mengerikan!
˜Berpencar..! Masing-masing berlindung..!! Kayabu
berteriak nyaring dan bersama ayahnya yang banyak pengalaman dalam pertempuran,
pemuda ini mengatur sisa orang-orangnya. Dalam sekejap mata saja para perajurit
yang tadinya kebingungan dan kacau-balau kehilangan pimpinan itu, berserabutan
dan lenyap dari pandangan mata, berlindung dan bersembunyi di balik pohon-pohon
dan semak-semak. Tinggai Lin Lin seorang diri yang masih tinggal berdiri tegak
di situ sambil memaki-maki dan menantang-nantang.
Tiba-tiba dari arah depan terdengar deru angin senjata
rahasia dan cepat gadis ini memutar pedangnya. Hujan senjata rahasia berupa
pisau-pisau dan jarum-jarum beracun itu dengan gencar menyambar datang, namun
semua dapat ditangkis oleh gulungan sinar kuning yang merupakan benteng sinar
yang melindungi tubuh Lin Lin. Sambil menangkis, Lin Lin memaki-maki.
˜Hek-giam-lo iblis jahanam! Hayo keluarlah kau kalau
memang laki-laki! Inilah anak tunggal Puteri Tayami. Aku Puteri Mahkota Yalina,
hayo kaulawanlah kalau memang gagah. Jangan main sembunyi dan melepas senjata
rahasia seperti seorang pengecut rendah!!
Akan tetapi tidak pernah ada jawaban dan hujan senjata
rahasia pun berhenti. Tiba-tiba kesunyian itu terpecah oleh lengking tinggi dan
kagetlah Lin Lin karena pendengarannya yang tajam menangkap suara angin
pukulan. Desir angin pukulan seperti itu hanya dapat terdengar kalau ada
tokoh-tokoh sakti mengadu kepandaian. Cepat gadis ini melompat dari tempat itu
menuju ke arah suara. Benar saja dugaannya, tak jauh dari situ, terhalang oleh
pohon-pohon rindang, tampak tiga orang tengah bertanding hebat. Dan Lin Lin
kaget bukan main ketika mengenal mereka. Yang sedang bertanding hebat itu bukan
lain adalah Hek-giam-lo yang dikeroyok oleh dua orang, Gan-lopek dan Lie Bok
Liong!
Hek-giam-lo memang hebat sekali. Sebetulnya iblis ini
masih belum sembuh dari lukanya yang hebat ketika ia bertanding menghadapi
Suling Emas di puncak Thai-san. Luka akibat pukulan Suling Emas yang bagi lain
orang tentu akan mengakibatkan maut itu, bagi Hek-giam-lo hanya mendatangkan
luka sebelah dalam yang amat hebat dan membutuhkan pengobatan dan istirahat
lama. Namun, keadaannya yang terluka hebat ini tidak mengurangi keganasannya
sehingga ketika ia mendengar tentang maksud pemberontakan orang-orang Khitan
yang dipimpin oleh Lin Lin, iblis ini segera keluar dan turun tangan, berhasil
dengan jarum-jarum hitamnya membunuh sampai tiga puluh enam orang banyaknya.
Bahkan ketika dia menghujankan senjata rahasia kepada Lin
Lin dan tiba-tiba muncul Gan-lopek dan Lie Bok Liong yang menyerangnya, iblis
ini masih sanggup untuk melakukan perlawanan yang hebat. Gan-lopek tokoh
kang-ouw kawakan yang selalu bergembira dan lucu itu, sebagaimana diceritakan
di bagian depan, berpisah dari Lin Lin ketika mereka tiba di pucak Thai-san
karena Lin Lin membantu Suling Emas dan bertemu dengan saudara-saudaranya.
Merasa bahwa dia adalah ˜orang luar!, kakek ini menjauhkan diri. Akan tetapi
kemudian ia berjumpa dengan muridnya, Lie Bok Liong, dan alangkah kecewa dan
menyesal hatinya ketika melihat muridnya yang terkasih itu menderita batin.
Apalagi ketika ia mendengar pengakuan Lie Bok Liong tentang penolakan kasih
sayang Lin Lin, kakek ini tidak mau mengerti.
˜Ah, tak mungkin!! bantahnya. ˜Lin Lin suka kepadamu, ini
aku tahu benar!!
˜Suka tidak sama dengan cinta, Suhu..!
˜Apa bedanya? Dari suka menjadi cinta. Hayo, mana dia?
Mana gadis liar itu?!
˜Teecu (murid) khawatir bahwa dia sudah berangkat ke
Khitan, Lin-moi memiliki hasrat besar untuk menuntut kembali haknya atas
mahkota Kerajaan Khitan.!
˜Wah-wah, bocah lancang dia! Mana dia mampu menghadapi
Hek-giam-lo dan orang-orang Khitan seorang diri? Dia bisa celaka. Hayo, Bok
Liong, kita harus menyusulnya.!
Demikianlah, guru dan murid ini muncul di Khitan.
Kebetulan sekali pada hari itu mereka menyaksikan Hek-giam-lo secara pengecut
menyerang Lin Lin dari tempat sembunyi dengan senjata-senjata rahasia. Tanpa
banyak cakap lagi Gan-lopek lalu menerjang iblis itu dengan senjatanya yang
istimewa, yaitu Hek-pek-mou-pit (Pensil Bulu Hitam dan Putih).
Terjadilah pertandingan hebat dan mati-matian antara dua
orang sakti. Hek-giam-lo memang menderita luka dalam, namun ketika menyambut
terjangan Gan-lopek, gerakannya masih hebat, senjatanya yang mengerikan, sabit
tajam panjang itu, menyambar-nyambar seperti seekor naga siluman mengamuk di
angkasa raya. Menyaksikan kehebatan iblis ini, Bok Liong tidak mau tinggal
diam, lalu mencabut Gwat-kong-kiam dan menyerbu dengan hebat. Karena maklum
akan keganasan dan kelihaian si iblis hitam, apalagi karena ia maklum pula akan
isi hati Bok Liong yang tidak mau ketinggalan dalam usaha membantu dan menolong
Lin Lin, maka Gan-lopek tidak melarangnya melakukan pengeroyokan terhadap
Hek-giam-lo.
Melihat Bok Liong, Lin Lin merasa tertusuk hatinya.
Terharu sekali ia melihat pemuda ini, yang pernah secara terus terang
menyatakan cinta kasihnya kepadanya, dan dengan tegas ia menolaknya. Entah
berapa kali sudah pemuda gagah perkasa ini menolongnya, membelanya, membantunya
tanpa menghiraukan keselamatannya sendiri. Betapa mulianya hati pemuda ini,
betapa gagahnya sehingga tidak takut-takut menghadapi Hek-giam-lo dan anak
buahnya untuk menolongnya, sungguhpun pemuda itu cukup maklum bahwa
kepandaiannya tidak akan mampu dipakai menghadapi Hek-giam-lo. Cinta kasih murni
yang amat mengharukan hatinya. Dan kini pemuda itu muncul lagi, membelanya
lagi, malah bersama gurunya.
Lin Lin berdiri terbelalak kagum. Tak tahu ia bagaimana
ia harus berbuat. Ia maklum bahwa Gan-lopek adalah seorang tokoh sakti dan kini
menghadapi Hek-giam-lo dengan bantuan muridnya sendiri. Apakah ia harus pula
bantu mengeroyok? Pengalamannya selama merantau dan bergalang-gulung dengan
para tokoh kang-ouw yang sakti mendatangkan pengertian bahwa membantu seorang
tokoh sakti bertanding dapat diartikan menghinanya!
Pertandingan itu hebat sekali. Hek-giam-lo agaknya
mengerahkan seluruh tenaganya, terbukti dari bunyi lengking yang panjang
bersambung-sambung dari kerongkongannya, sedangkan senjata sabitnya
menyambar-nyambar cepat sekali dan mengeluarkan angin bercuitan. Akan tetapi
permainan sepasang pena bulu di tangan Gan-lopek amat kokoh kuat dan tenang,
sungguhpun sinar senjata sabit yang gilang-gemilang itu seakan-akan mengurung
dan menyelimutinya, bahkan menekannya. Bok Liong juga mainkan pedangnya dengan
sekuat tenaga dan mengeluarkan seluruh kepandaiannya.
Mengagumkan sekali betapa guru dan murid ini dapat main
bersama. Gerakan mereka begitu mirip dan biarpun senjata mereka berbeda, namun
kerja sama mereka amat baik, isi mengisi, bantu-membantu.
Hek-giam-lo memang amat sakti. Andaikata ia tidak
menderita luka dalam, apalagi kalau Bok Liong tidak membantu, agaknya Gan-lopek
sendiri tak dapat bertahan melawannya. Kini, keadaannya yang terluka dan
ditambah pengeroyokan Bok Liong yang sudah memiliki kepandaian tinggi, membuat
pertandingan itu menjadi seimbang, malah boleh dikata Hek-giam-lo banyak
tertekan sungguhpun sabitnya kelihatan garang dan amat berbahaya.
Melihat ini, Lin Lin menjadi tidak sabar. Ia ingin terjun
ke dalam gelanggang pertandingan, ingin ia dengan tangannya sendiri membunuh
iblis yang dahulu pernah membunuh kakeknya, menghina ibunya dan mencemarkan
nama baik bangsa Khitan. Akan tetapi sebelum ia sempat bergerak, tiba-tiba
terdengar bunyi terompet dan disusul sorakan keras.
˜Basmi pemberontak! Hancurkan pemberontak!! Dari arah
utara muncullah banyak sekali pasukan Khitan dengan senjata di tangan menyerbu.
˜Pasukan siaaaaappp! Dengan darah dan jiwa kita bela
Puteri Yalina, keturunan langsung Raja Besar Kulukan! Basmi pengkhianat Bayisan
dan Kubakan!! demikian terdengar teriakan-teriakan keluar dari mulut Kayabu dan
ayahnya, Pek-bin-ciangkun yang sudah mempersiapkan pasukannya pula. Terjadilah perang
tanding hebat antara mereka. Melihat ini, Lin Lin tidak jadi membantu
Gan-lopek, melainkan ia sendiri memimpin para pendukungnya menghadapi
penyerbuan tentara pengawal kerajaan. Hebat sepak terjang gadis ini. Tubuhnya
lenyap terbungkus sinar kuning emas dan ke manapun juga sinar ini menyambar,
terdengar teriakan-teriakan dan senjata terlempar dari tangan disusul robohnya
tentara musuh yang terluka tangan atau kakinya. Akan tetapi tak seorang pun
yang tewas di tangan Lin Lin, karena gadis ini merasa tidak tega membunuhi
tentara bangsanya sendiri.
Jumlah pasukan pengawal yang berpihak Hek-giam-lo
sebetulnya lebih besar. Maklum karena memang tadinya semua pasukan Khitan
merupakan anak buah Hek-giam-lo, suka atau pun tidak. Akan tetapi ketika
pasukan itu melihat bahwa ˜pemberontak! itu dipimpin oleh Pek-bin-ciangkun dan
Kayabu, dua orang tokoh yang mereka hormati, mereka menjadi ragu-ragu. Tak
seorang pun diantara mereka yang suka kepada Hek-giam-lo, kecuali beberapa
orang perwira dan pasukan yang memang dipergunakan oleh Hek-giam-lo dan yang
mengenyam pula hasil kejahatan dan kekejaman iblis ini. Oleh karena itu,
timbullah kekacauan yang hebat ketika sebagian dari tentara ini membalik dan
malah membantu gerakan Pek-bin-ciangkun. Lebih-lebih setelah mereka menyaksikan
sepak terjang Lin Lin yang mereka dengar adalah Puteri Mahkota Yalina yang
sejak kecil lenyap dan disangka mati. Sepak terjang Lin Lin yang hebat itu
selain mendatangkan rasa gentar juga mendatangkan rasa kagum dan suka karena
ternyata bahwa tak seorang pun yang roboh di bawah tangan gadis ini tewas.
Melihat keadaan berbalik untuk keuntungan pihaknya, Lin
Lin segera teringat kepada Hek-giam-lo yang masih bertanding melawan
pengeroyokan Gan-lopek dan Bok Liong. Hampir gadis ini menjerit ketika memandang
ke arah pertempuran itu. Terjadi perubahan hebat dan pertandingan itu kini
menjadi pergulatan mati-matian. Kiranya dengan gerakan yang hebat bukan main
Hek-giam-lo yang cerdik itu telah mendesak Bok Liong, berniat merobohkan dulu
lawan yang lebih lemah ini agar ia dapat memusatkan kepandaian dan tenaganya
untuk mengalahkan Gan-lopek.
Pada saat Bok Liong menangkis sebuah sambaran maut sabit,
pedang pemuda yang bersinar kuning itu bertemu sabit dan.. terus menempel lekat
tak dapat ditarik kembali. Bok Liong merasa tiba-tiba lengannya panas dan
kejang. Terpaksa ia hendak melepaskan gagang pedangnya, namun alangkah kagetnya
ketika ia mendapatkan kenyataan bahwa hal ini pun tidak mungkin. Telapak
tangannya seakan-akan sudah lekat pula dengan gagang pedangnya, seakan-akan
gagang pedang itu sudah ˜berakar! ke dalam tangannya. Rasa panas dan sakit
makin menghebat sehingga pemuda itu mengeluh.
Melihat ini, Gan-lopek kaget sekali. Ia maklum bahwa
iblis hitam itu lihai bukan main, memiliki hawa sakti yang telah dilatih dengan
racun sehingga setiap serangannya kalau mengenai sasaran merupakan tangan maut.
Ia maklum bahwa muridnya terancam bahaya maut dan terlambat sedikit saja usaha
pertolongan, tentu takkan tertolong lagi. Oleh karena itu, sejenak ia melupakan
Hek-giam-lo dan cepat ia memindahkan mouw-pit putih ke tangan kanan, tangan
kirinya yang kosong memegang pangkal lengan muridnya sambil mengerahkan
sin-kang untuk melawan penyaluran hawa serangan Hek-giam-lo, sedangkan tangan
kanan yang memegang sepasang pena bulu itu ia hantamkan ke arah sabit.
˜Cringgggg.. Plakkk..!! Peristiwa itu terjadi hanya
beberapa detik saja. Dengan bantuan tenaga sin-kang suhunya, Bok Liong berhasil
melepaskan gagang pedangnya dan terlepas dari bahaya maut. Adapun hantaman
sepasang pena bulu itu tepat mengenai sabit, demikian hebatnya sehingga baik
sepasang pena bulu maupun senjata sabit itu patah-patah. Akan tetapi agaknya
Hek-giam-lo yang cerdik menggunakan saat yang tepat itu untuk menggerakkan
tangan kirinya, mengerahkan tenaga yang mengandung penuh Hek-in-tok (Racun Uap
Hitam) memukul punggung Gan-lopek dengan telapak tangan. Pada saat tepukan itu
mengenai punggung, dari dalam lengan bajunya yang kiri melayang sebatang hui-to
(pisau terbang) yang menancap sampai ke gagangnya di punggung Gan-lopek pula!
Gan-lopek kelihatan terkejut, terhuyung dan memandang
Hek-giam-lo, lalu tertawa bergelak dan roboh terguling!
˜Iblis keparat!! Lin Lin menerjang maju, menyesal mengapa
tidak sejak tadi ia turun tangan. Adapun Bok Liong yang menyaksikan gurunya
roboh, cepat memungut pedangnya dan menerjang lagi dengan nekat.
Biarpun ia telah berhasil merobohkan Gan-lopek,
Hek-giam-lo harus menebusnya dengan mahal. Ia menderita luka dalam yang hebat,
kini ia harus mengerahkan tenaga sin-kang dari dalam tubuhnya yang membutuhkan
pengerahan sekuatnya, maka luka di dalam dadanya menjadi menghebat, membuat ia
merasa darah naik ke dalam kerongkongannya dan tak tertahankan lagi ia muntah
darah. Pada saat itu, Lin Lin datang menerjangnya. Karena Hek-giam-lo sudah
bertangan kosong, cepat ia menggerakkan lengan kiri. Belasan batang hui-to atau
pisau terbang menyambar ke depan, sebagian besar ke arah Lin Lin dan beberapa
buah ke arah Bok Liong. Namun semua dapat dipukul runtuh oleh kedua orang muda
itu.
Sinar kuning bergulung-gulung menyambarnya. Hek-giam-lo
yang sudah lemah dan berkunang-kunang matanya itu mengangkat lengan kanan
menangkis.
˜Crakkk!! Putuslah lengan itu dan darah menyembur dari
pangkal lengan yang putus. Lin Lin mendesak terus. Kembali Hek-giam-lo
menangkis dengan tangan kiri, dan sekali lagi putuslah lengan kirinya. Ia
mendengus-dengus aneh, akan tetapi tak seorang pun tahu apa yang ia ucapkan
karena pada saat itu gulungan sinar pedang kuning emas sudah membabatnya dan
robohlah Hek-giam-lo dengan dua tusukan di dadanya dan sebuah babatan pada
lehernya membuat leher itu hampir putus pula!
Para perajurit yang dipimpin Pek-bin-ciangkun bersorak
gembira. Adapun para perajurit yang menjadi anak buah Hek-giam-lo menjadi kecil
hati dan melawan sambil mundur. Saat itulah dipergunakan Pek-bin-ciangkun untuk
berseru lantang.
˜Orang-orang gagah bangsa Khitan, dengarlah baik-baik!
Yang mampus itu, Hek-giam-lo si iblis kejam adalah pengkhianat yang puluhan
tahun kita benci dan kita cari-cari, kita sangka sudah binasa. Dia adalah
Bayisan! Bersama Kubakan, dia membunuh sri baginda tua Kulukan dan merampas
kedudukan sebagai raja. Kalau kalian membelanya berarti kalian membela
pengkhianat bangsa. Sudah semestinya kita membantu Puteri Mahkota Yalina untuk
menumbangkan kekuasaan jahat membangun Kerajaan Khitan yang kuat dan besar,
seperti dahulu!!
Ucapan yang nyaring ini ternyata besar sekali
pengaruhnya. Banyak di antara para pasukan itu yang segera membuang senjata dan
menggabungkan diri. Memang ada yang masih setia kepada Raja Kubakan, namun
kekuatan mereka tidak ada artinya lagi dan pertempuran dilanjutkan dalam
keadaan berat sebelah.
Lin Lin untuk sejenak tidak mempedulikan semua itu.
Bersama Bok Liong ia berlutut di dekat tubuh Gan-lopek yang sudah payah. Muka
kakek ini perlahan-lahan sudah berubah kehitaman, akan tetapi kakek sakti ini
masih dapat tersenyum-senyum.
Bok Liong pendekar muda yang gagah itu kali ini tak dapat
menahan diri menangisi gurunya karena ia maklum bahwa tak mungkin suhunya
tertolong lagi. Dengan lengan kiri menyangga leher suhunya, ia hanya dapat
berbisik-bisik menyebut nama suhunya dengan putus harapan.
˜Eh, mengapa kau menangis, muridku? Apa kau kira kelak
kau sendiri takkan mati juga? Kalau kau menangisi orang mati, berarti kau
menangisi dirimu sendiri. Eh, Lin Lin bocah nakal! Kau benar-benar tidak
percuma hidup, sudah banyak menimbulkan geger. Sebelum aku mati, kau bilanglah
dulu secara jujur, apakah kau suka dan sayang kepada muridku Bok Liong ini?!
Lin Lin juga berlinang air mata. Mendengar pertanyaan
ini, tanpa ragu-ragu ia menjawab, ˜Tentu saja aku sayang dan suka kepada
Liong-twako!!
˜Ha-ha-ha! Nah, apa kataku, Bok Liong? Dia suka padamu!!
Gan-lopek terbatuk-batuk karena ketika tertawa tadi dadanya terasa sesak
sekali, kemudian ia menggigit bibir menahan rasa nyeri yang secara mendadak
terasa di seluruh tubuhnya. Tadi ia dapat menahan rasa nyeri karena ia
mengerahkan sin-kangnya, akan tetapi setelah bicara, ia lupa akan ini dan
serentak pengaruh racun membuat ia kesakitan.
˜Tapi.. tapi..! Bok Liong kebingungan, sebagian karena
kata-kata itu, sebagian pula karena melihat keadaan suhunya.
˜Heh..! Gan-lopek menghela napas. ˜Kau masih penasaran?
Lin.. Lin.. Jawab lagi.., apakah.. apakah kau.. suka menjadi.. isteri muridku
ini..?! Gan-lopek tak dapat bicara dengan baik lagi, sudah tersendat-sendat dan
sukar.
Bukan main kagetnya hati Lin Lin mendengar pertanyaan
ini. Tak disangkanya sama sekali bahwa kakek ini akan bertanya tentang
perjodohan. Tentu Bok Liong sudah bercerita kepada gurunya tentang
penolakannya. Sebetulnya ia merasa tidak tega terhadap Gan-lopek yang sudah
mendekati kematiannya ini, tidak tega mengecewakan hatinya. Akan tetapi, tidak
mungkin ia dapat berbohong dalam menjawab tentang perjodohan, apalagi Bok Liong
sendiri berada di situ. Pemuda itu menundukkan mukanya yang pucat seperti orang
terdakwa menanti dijatuhkannya keputusan hukuman. Ia harus berterus terang
sehingga urusan yang tidak menyenangkan ini segera selesai.
˜Tidak, Empek Gan, aku tidak suka menjadi isterinya
karena kuanggap Liong-twako seperti kakakku sendiri.!
Bok Liong tidak heran mendengar ini, akan tetapi sepasang
mata Gan-lopek yang tadinya sudah meram itu mendadak terbuka lagi dan memandang
dengan melotot lebar. ˜Apa..? Kau.. kau tidak mau..? Kau nakal.. sebelum aku
mati.. hayo bilang laki-laki mana yang kauharapkan menjadi suamimu..?!
Sambil menundukkan mukanya Lin Lin menjawab, perlahan
akan tetapi cukup jelas untuk Gan-lopek, bahkan merupakan halilintar menyambar
ke dalam telinga Bok Liong,
˜Suling Emas..!!
˜Suhu.. Suhu..!! Bok Liong tiba-tiba memeluk gurunya yang
sudah putus napasnya dengan mata masih terbelalak lebar. Lin Lin menahan
isaknya, hatinya terharu dan penuh iba. Akan tetapi apakah yang dapat ia
lakukan?
˜Liong-twako, dia sudah meninggal, biar kusuruh atur
pemakamannya..! katanya perlahan.
Akan tetapi Bok Liong menggeleng-geleng kepala,
membungkuk dan memondong jenazah gurunya, bangkit berdiri, memandang sejenak
kepada Lin Lin dengan air mata bercucuran, kemudian ia membalikkan tubuh dan
melangkah pergi. Gadis itu pun memandang dengan air mata berlinang akan tetapi
ia menguatkan hati dan tidak menahan karena maklum bahwa inilah yang terbaik.
Ia merasa kasihan sekali kepada Bok Liong dan berjanji dalam hatinya bahwa
selamanya ia akan menganggap Bok Liong sebagai kakaknya sendiri. Ia hanya mengharapkan
mudah-mudahan kelak akan tiba saat dan kesempatan baginya untuk membalas budi
kebaikan Bok Liong terhadap dirinya.
Sementara itu pertempuran sudah selesai. Sebagian besar
pasukan istana menyerah dan takluk, sebagian pula melarikan diri. Lin Lin segera
mengumpulkan pasukannya, kemudian memerintahkan kepada Pek-bin-ciangkun untuk
melakukan penyerbuan ke istana.
˜Kalau Paman tiriku mau menyerah dengan baik-baik, jangan
ganggu dia. Aku akan memberi kesempatan kepadanya untuk memilih, pergi dari
Khitan atau menjadi seorang tahanan selamanya dengan perlakuan baik. Akan
tetapi kalau dia melawan, kita gempur!!
Dengan sorak gemuruh pasukan pendukung Lin Lin berangkat
menuju istana dan di sepanjang jalan, pasukan ini bertambah besar jumlahnya
karena pasukan lain yang mendengar tentang pemberontakan ini dan tentang
tewasnya Hek-giam-lo yang ternyata adalah pengkhianat Bayisan, ikut bergabung.
Apalagi pasukan di bawah perwira-perwira tua yang mengenal Bayisan, tentu saja
bersimpati kepada Puteri Yalina, anak dari Puteri Tayami yang mereka kagumi.
Tidak ada perlawanan berarti di sepanjang jalan. Baru
setelah pasukan tiba di depan istana, dari halaman istana para pasukan pengawal
mengadakan perlawanan. Segera terjadi pertempuran hebat, namun tidak lama pula
jalannya pertempuran karena hanya beberapa orang saja pihak musuh yang
melakukan perlawanan sungguh-sungguh, yaitu mereka yang masin terhitung
keluarga raja sendiri. Adapun para perwira lain juga hanya setengah hati saja
melakukan perlawanan.
Tiba-tiba terdengar suara ketawa menyeramkan dan barisan
depan menjadi kacau. Barisan tengah mendesak ke belakang dan kelihatan beberapa
orang perajurit dengan muka pucat melarikan diri. ˜Ada setan..!! terdengar
teriakan. ˜Iblis sendiri membantu sri baginda, kita celaka!! disusul teriakan
lain.
Lin Lin kaget sekali. Selagi ia hendak berlari ke depan,
tiba-tiba ia terhenti dan terbelalak memandang ke depan, Kayabu datang sambil
memondong tubuh ayahnya. Pek-bin-ciangkun telah terluka hebat sekali. Dari
mata, hidung, mulut, telinga keluar darah segar!
˜Ahhh, siapa melukainya?! teriak Lin Lin terkejut.
˜Tuan Puteri, kita terjebak!! kata Kayabu gelisah. ˜Sri
baginda mendatangkan bala bantuan dua orang iblis yang luar biasa sekali
kepandaiannya. Dari jauh mereka memukul-mukul dan barisan kita kocar-kacir.
Ayah sendiri terkena pukulan jarak jauh dan beginilah akibatnya.!
Dengan pedang di tangan Lin Lin berseru keras dan
tubuhnya sudah berkelebat lenyap karena secepat kilat ia sudah berlari ke
depan. Ia melihat barisannya sudah mundur ketakutan sehingga halaman istana itu
kosong kembali, kecuali barisan pengawal yang berjaga di kiri, sedangkan di
tengah terbuka tidak terjaga. Ketika Lin Lin berlari dekat, ia melihat bahwa di
bagian tengah ini berdiri dua orang kakek. Dapat dibayangkan betapa kaget
hatinya ketika mengenal mereka. Bukan lain mereka ini adalah Pak-kek Sian-ong
dan Lam-kek Sian-ong, dua orang kakek sakti yang belum lama ini juga telah
mendatangkan geger di puncak Thai-san!
Lin Lin adalah seorang gadis yang tidak mengenal takut.
Ia tahu betul bahwa dua orang kakek itu adalah orang”orang sakti yang sukar
dikalahkan. Di puncak Thai-san, hanya setelah Bu Kek Siansu muncul saja dua
orang kakek ini dapat diusir. Akan tetapi, mengingat betapa dua orang kakek ini
hampir saja menewaskan Suling Emas, ia menjadi marah dan memandang penuh
kebencian.
˜Kalian iblis tua bangka!! bentaknya sambil menudingkan
pedang. ˜Mau apa kalian muncul di Khitan? Apakah kau sudah menjadi kaki tangan
paman tiriku si pengkhianat?!
Lam-kek Sian-ong si muka merah tertawa. ˜Ha-ha-ha, kita
bertemu lagi dengan si gadis liar yang berilmu aneh, Pek-bin Twako (Kakak Muka
Putih)!!
˜Hemmm, menyebalkan sekali, Ang-bin-siauwte (Adik Muka
Merah), bereskan saja bocah itu!!
˜Ha-ha-hah, jangan, Twako. Sayang! Lihat, alangkah cantik
dan agungnya. Siapa kira, dia berdarah Raja Khitan! Kalau kita menjadi sepasang
raja di sini, dan dia menjadi pelayan kita, bukankah hebat?!
Lin Lin tak dapat menahan kemarahannya lagi. ˜Kalian ini
dua iblis tua bangka bermulut kotor, lekas pergi dari sini sebelum pedangku
bicara dan sebelum kukerahkan barisanku untuk membasmi kalian!!
Akan tetapi baru saja Lin Lin berhenti bicara, dari dalam
istana berlari-lari keluar pengawal raja sendiri sambil membawa senjata dan
langsung mereka ini menerjang dua orang kakek itu sambil berteriak-teriak.
˜Pembunuh raja! Kepung.., tangkap..!! Dua orang kakek itu saling pandang, lalu
tertawa dan sekali mereka menggerakkan kedua lengan, para pengawal raja itu
terlempar dan roboh tak dapat bangun lagi. Bagaikan nyamuk menyerbu api, para
pengawal itu roboh bergelimpangan dan tumpang-tindih. Dua orang kakek itu
dengan sikap acuh tak acuh merobohkan mereka dan dengan kaki, mereka itu
menendangi mayat-mayat itu ke arah halaman depan.
Lin Lin terkejut dan heran. Tadinya ia menyangka bahwa
paman tirinya mempergunaken
dua orang kakek sakti ini. Siapa kira, paman tirinya
malah agaknya sudah terbunuh oleh mereka. Jelas sekarang bahwa mereka ini
hendak merampas kedudukan raja di Khitan! Kemarahannya meluap di hati Lin Lin
dan dengan gerakan cepat ia nekat menyerbu ke depan sambil berteriak,
˜Iblis-iblis busuk, mampuslah!!
Akan tetapi tiba-tiba tubuhnya yang berpusing dengan
jurus Soan-hong-ci-thian itu tahu-tahu tertahan oleh dorongan tenaga sakti dari
Lam-kek Sian-ong yang menggerakkan kedua tangannya ke depan dada, kemudian
kakek itu membuat gerakan memutar dengan kedua lengannya dan tubuh Lin Lin ikut
pula terputar-putar seperti kitiran angin! Gadis yang kurang pengalaman itu
ternyata terlambat melihat sehingga ia membiarkan dirinya ˜terlibat! hawa
pukulan yang luar biasa itu.
˜Ang-bin-siauwte, mengapa main-main dengan dia? Habiskan
saja agar lekas beres!! Si Muka Putih mencela.
˜Ha-ha-ha, tidak, Twako. Aku sayang kepadanya!!
˜Apa..? Setua kau ini masih..!
˜Ah, tidak, Twako. Jangan salah sangka. Aku hanya suka
melihat dia ini, patut menjadi muridku, murid kita. Begitu garang, begitu galak
dan tabah!!
˜Kau takkan menurunkan kepandaian kepada orang lain. Biar
kuhabiskan dia!! bentak si muka putih dan ketika tangannya bergerak, sinar
putih seperti perak yang berhawa dingin sekali menyambar ke arah tubuh Lin Lin
yang masih berputar-putar di bawah pengaruh kekuatan tangan si muka merah.
˜Dua iblis tua bangka mengeroyok gadis remaja, sungguh
tak tahu malu!! tiba-tiba terdengar bentakan keras.
˜Lin-moi, jangan takut, aku datang membantumu!! terdengar
suara lain.
Kiranya yang muncul adalah empat orang, yaitu Kauw Bian
Cinjin, Suling Emas, Bu Sin, dan Liu Hwee! Begitu tiba, Suling Emas cepat
menyambar dengan sulingnya menangkis sinar perak yang mengancam nyawa Lin Lin.
Terdengar suara keras dan sinar perak itu runtuh ke bawah, ternyata itu adalah
sebutir batu putih yang dingin. Sementara itu, Kauw Bian Cinjin sudah memutar
pecutnya yang menyambar sambil mengeluarkan suara keras mengancam kepala
Lam-kek Sian-ong!
˜Bagus, bagus! Makin banyak lawan tangguh, makin
menggembirakan!! Lam-kek Sian-ong si muka merah tertawa-tawa dan terpaksa ia
melepaskan Lin Lin yang cepat menggerakkan Pedang Besi Kuning membantu Kauw
Bian Cinjin mendesak kakek sakti itu. Liu Hwee juga tidak mau tinggal diam.
Cepat ia memutar senjatanya berupa joan-pian berujung bola baja, mengeroyok
Lam-kek Sian-ong setelah memesan kepada tunangannya Bu Sin, agar tidak ikut
mengeroyok kakek sakti itu karena terlampau berbahaya mengingat bahwa tingkat
kepandaian Bu Sin masih belum tinggi benar.
Sementara itu, Suling Emas sudah menghantam melawan kakek
muka putih, Pak-kek Sian-ong. Pertempuran yang sunyi, tidak bersuara, namun
hebat bukan main. Kakek muka putih ini telah memegang sebatang pedang yang
putih pula, berkilauan dan mengeluarkan hawa dingin.
Namun suling di tangan Suling Emas bergulung-gulung
seperti naga kuning emas bermain di angkasa, sedikit pun tidak mau mengalah
terhadap gulungan sinar putih. Memang Suling Emas mendongkol sekali kepada
kedua orang kakek ini, teringat ketika ia dipermainkan, dikeroyok dua dan
hampir saja ia binasa. Kini terbuka kesempatan baginya untuk mengadu satu lawan
satu, maka ia mengerahkan segenap tenaganya dan mainkan ilmu silatnya yang
paling aneh dan hebat, yaitu gabungan dari tiga macam ilmu silat sakti, yaitu
Pat-sian Kiam-hoat (Ilmu Pedang Delapan Dewa), Lo-hai-san-hoat (Ilmu Kipas
Pengacau Lautan) dua macam ilmu yang ia warisi dari gurunya, yaitu Kim-mo
Taisu, dan digabung dengan ilmu sakti yang ia warisi dari Bu Kek Siansu, yaitu
Hong-in-bun-hoat (Ilmu Silat Huruf Angin dan Awan).
Dengan permainan gabungan yang luar biasa ini, biarpun
Pak-kek Sian-su merupakan tokoh yang sukar dicari bandingannya pada jaman itu,
namun ia menjadi sibuk juga dan akhirnya hanya dapat mempertahankan diri dengan
jurus-jurus sakti yang dikerahkan untuk menyelamatkan diri saja.
Kakek muka merah, Lam-kek Sian-ong menghadapi
pengeroyokan yang berat, yaitu Lin Lin, Liu Hwee, dan Kauw Bian Cinjin. Dua
orang tokoh Beng-kauw ini memang memiliki ilmu silat yang cukup tinggi, apalagi
Kauw Bian Cinjin. Akan tetapi tingkat mereka berdua sesungguhnya masih kalah
kalau dibandingkan dengan Lam-kek San-ong yang memang betul-betul sakti itu,
dengan dasar tenaga Yang-kang, sehingga setiap pukulannya membawa hawa yang
amat panas.
Namun, kedua orang tokoh ini menjadi kaget dan
terheran-heran bahwa masuknya Lin Lin yang mainkan pedang Besi Kuning itu
seakan-akan menjadi pelengkap daripada kekurangan atau kekalahan mereka
terhadap Lam-kek Sian-ong. Mereka terkejut mengenal dasar gerakan Lin Lin yang
sama dengan ilmu silat Beng-kauw, bahkan gerakan pedang itu demikian hebatnya
sehingga mereka berdua, biarpun bersenjatkan dua macam senjata, seakan-akan
terseret dan terpengaruh oleh gerakan pedang Lin Lin dan membuat mereka
terpaksa bergerak menurut gulungan sinar pedang itu yang seolah-olah ˜memimpin!
mereka. Tentu saja mereka menjadi heran dan juga girang, akan tetapi Lam-kek
Sian-ong yang menjadi kaget setengah mati! Seperti halnya Pak-kek Sian-ong yang
terdesek oleh Suling Emas, ia sendiri pun terdesak oleh pengeroyokan tiga orang
itu dan hanya mampu menangkis saja!
Lewat seratus jurus, dua orang kakek sakti itu maklum
bahwa tiada harapan lagi bagi mereka, apalagi kalau diingat bahwa di situ
terdapat ratusan orang perajurit yang sudah siap untuk melakukan pengeroyokan
begitu menerima komando. Lin Lin memang sengaja tidak mau mengerahkan pasukan
karena maklum bahwa biarpun hal ini akan mendatangkan kemenangan, namun
perajurit-perajurit itu tentu banyak yang akan menjadi korban.
Tiba-tiba kedua orang kakek itu dengan berbareng
mengeluarkan bentakan keras sekali, bentakan yang dilakukan dengan pengerahan
tenaga khi-kang. Beberapa orang perajurit terjungkal, bahkan yang terlalu dekat
roboh tak dapat bangkit lagi! Suling Emas mengeluarkan bunyi melengking tinggi
dan memperhebat desakannya, akan tetapi Kauw Bian Cinjin tampak terhuyung
mundur karena Lam-kek Sian-ong sengaja melakukan pukulan hebat yang khusus ia
tujukan kepada kakek Beng-kauw ini. Melihat Kauw Bian Cinjin terhuyung, Lin Lin
menerjang dengan jurus ampuh dari ilmu Cap-sha-sin-kun, pedangnya tertangkis
pedang merah di tangan Lam-kek Sian-ong, namun masih dapat menyerempet pundak
kakek itu.
˜Twako, mari pergi..!! Lam-kek Sin-ong berseru, tubuhnya
melesat den sekaligus ia menerjang Suling Emas yang mendesak saudaranya. Tentu
saja Suling Emas maklum betapa bahayanya dikeroyok dua orang kakek ini. Baru
seorang Pak-kek Sian-ong saja ia hanya mampu mendesak belum mampu mengalahkan,
apalagi kalau Lam-kek Sian-ong datang mengeroyok. Terpaksa ia melompat mundur
sambil memutar sulingnya. Kesempaaen baik ini dipergunakan oleh kedua orang
kakek sakti untuk berkelebat pergi dari tempat itu.
Dalam kemarahannya, Lin Lin yang tidak kenal takut itu
meloncat pula melakukan pengejaran. Akan tetapi tiba-tiba ia berhenti,
tangannya ada yang memegang. Ketika ia cepat menoleh, kiranya yang memegang
pergelangan tangganya adalah Suling Emas!
˜Lin-moi, jangan mengejar mereka, berbahaya sekali.
Biarlah aku membantumu..!
Lin Lin mengibaskan tangannya terlepas dari pegangan
Suling Emas. Matanya terbelalak penuh kemarahan karena munculnya pendekar ini
mengingatkan ia akan segala pengalamannya yang pahit dan mematahkan hatinya,
terutama sekali ketika Suling Emas membela Suma Ceng. Tak tertahankan lagi
tangan kirinya bergerak menampar pipi kanan Suling Emas yang tidak mengelak dan
hanya memandang dengan mata sedih.
˜Plakkk!! Tangan kiri Lin Lin meninggalkan tapak tangan
kemerahan pada pipi Suling Emas.
˜Lin Lin! Gila engkau?! Bu Sin membentak marah sambil
lari menghampiri.
˜Pergi..! Pergi..!! Lin Lin berteriak-teriak sambil
melarikan diri air matanya mulai bercucuran membasahi pipinya.
˜Lin Lin, tunggu..!! Bu Sin mengejar, sedangkan Suling
Emas setelah berdiri dengan muka pucat dan seperti kehilangan semangat,
akhirnya ikut pula mengejar di belakang Bu Sin.
Lin Lin berlari secepatnya ke arah utara, tidak peduli
betapa daerah ini makin sukar dilalui, merupakan padang rumput yang makin lama
makin jarang pohonnya, hanya rumput-rumput belaka dan di sana sini mulai
tertutup pasir. Karena tempat ini terbuka, mulailah terasa angin bertiup keras
dari arah depan, menyesakkan napas. Namun Lin Lin tidak merasakan ini semua dan
berlari terus mendaki bagian yang menanjak. Ah, mengapa dia datang? Mengapa aku
mesti berjumpa kembali dengan dia? Aku benci dia! Ah, aku benci dia..! Keluhnya
sambil menangis, karena betapa ia mengeraskan hati memaksa diri mengaku benci,
perasaannya tahu bahwa ia membohongi dirinya sendiri. Ia mencinta Suling Emas,
demikian mencintanya sehingga ia menjadi benci karena Suling Emas tidak
membalas cinta kasihnya!
˜Lin-moi, tunggu!! Kembali Bu Sin berteriak keras dengan
napas terengah-engah karena ia harus mengerahkan seluruh kepandaiannya untuk
dapat mengejar Lin Lin yang lari seperti terbang, apalagi angin mulai mengamuk
di padang rumput itu, membawa terbang butiran-butiran pasir, ˜Lin-moi, mari
kita bicara! Inilah Kakak Bu Song yang kita cari-cari! Berhentilah dulu!!
Mendengar ini, makin deras air mata Lin Lin mengucur di
sepanjang pipinya, dan makin cepat pula kedua kakinya berlari menjauhi dua
orang itu. Bukan kakakku, pikirnya sedih, bukan karena aku adiknya. Apa artinya
adik angkat, lain ibu lain ayah? Aku orang lain. Hanya karena dia.. dia
mencintai wanita yang sudah punya suami dan anak-anak! Ah, alangkah benciku!
Sementara itu, Suling Emas sudah memegang lengan Bu Sin
dari belakang. ˜Sin-te (Adik Sin), kau kembalilah. Biarkan aku membereskan
urusan ini. Percayalah kepadaku!!
Karena memang merasa tidak sanggup menyusul Lin Lin dan
juga merasa ragu apakah ia akan dapat mengatasi watak adik angkatnya yang
kukoai (luar biasa) itu, Bu Sin berhenti dan tidak mengejar lagi. Suling Emas
lalu mengerahkan kepandaiannya dan bagaikan terbang ia lari mengejar, mendaki
jalan tanjakan. Angin makin hebat bertiup, merontokkan daun-daun beberapa
batang pohon yang sudah setengah gundul. Rumput tebal yang tinggi
bergerak-gerak menyabet kaki seperti lecutan cambuk.
Akhirnya Suling Emas dapat menyusul Lin Lin di puncak
bukit itu, puncak yang gundul tidak ada pohonnya sama sekali sehingga angin
bertiup kencang membuat mereka sukar bernapas, membuat pakaian mereka
berkibar-kibar.
˜Lin Lin, untuk terakhir kali, mari kita bicara. Kalau
kemudian kau masih penasaran kau boleh bunuh aku di sini juga!! Suling Emas
menangkap lengan Lin Lin dan tidak mau melepaskannya lagi.
Gadis itu membalikkan tubuh, tangannya meraba gagang
pedang, mukanya penuh air mata. Sejenak mereka bertemu pandang, kemudian dengan
terisak Lin Lin merangkul pinggang dan membenamkan mukanya di dada Suling Emas!
Pendekar ini menahan napas, berdongak sambil meramkan mata. Tak terasa lagi
pendekar sakti yang berhati baja ini menitikkan dua butir air mata.
Baju di bagian dada Suling Emas sudah basah oleh air mata
Lin Lin dan rambut gadis itu tertiup angin melambai-lambai dan menyapu-nyapu
muka pendekar itu. Suling Emas memeluk pundaknya dan membelai rambutnya.
˜Lin Lin, dengarlah baik-baik. Tiada guna kita lanjutkan
semua ini. Kau tahu bahwa tidak mungkin kita berjodoh..!
Lin Lin mengangkat mukanya yang basah. ˜Kenapa tidak
mungkin..? Kita.. kita saling mencinta. Katakanlah bahwa kau tidak mencintaku!
Katakanlah! Kalau kau tidak mencintaiku, baru aku menerima nasib, akan tahu
diri..!!
Suling Emas menggeleng-geleng kepalanya. Tentu saja mudah
bagi mulutnya untuk mengatakan hal ini, akan tetapi kalau ia katakan bahwa ia
tidak mencinta Lin Lin maka itu berarti bahwa ia membohong, membohongi Lin Lin
dan membohongi diri sendiri! ˜Lin-moi, kau tahu bahwa aku pun mencintamu,
adikku. Aku mencintaimu walaupun cinta kasihku ini tidak ada harganya. Sudah
terlampau banyak aku menimbulkah peristiwa duka oleh cintaku.
Cinta kasihku bernoda darah, Lin-moi. Aku tidak mau
menyeretmu ke dalam kutukan ini, karena.. karena besarnya cintaku kepadamu. Aku
tahu bahwa kau tidak peduli tentang usia, dan aku tahu bahwa cintamu kepadaku
murni. Namun.. betapapun besar aku mencintamu, aku tetap tak dapat menerimanya,
adikku. Dunia kong-ouw memusuhiku, hidupku selalu terancam bahaya, dan mereka
semua sudah tahu bahwa kau adalah Kam Lin, adik angkatku. Mana mungkin kakak
mengawini adik angkat sendiri? Alangkah akan hinanya nama kita, nama keluarga
kita. Kau akan sengsara lahir batin kalau menjadi jodohku. Selain itu, kau pun
harus ingat. Kau seorang puteri mahkota, bahkan kau calon ratu Khitan. Kau
harus ingat akan tugas suci ini, ingat akan bangsamu. Jauh lebih mulia bagi
seorang manusia untuk berbakti kepada bangsanya daripada menuruti nafsu
hatinya.!
Biarpun angin menderu keras, namun karena Suling Emas
mempergunakan khikang dalam suaranya, Lin Lin dapat mendengar jelas. Ia makin
terharu. Semua kata-kata itu menikam ulu hatinya dan mau tak mau ia harus
mengakui kebenarannya. Matanya serasa terbuka oleh kata-kata itu, mata hati
yang selama ini seperti buta oleh cinta. Akan tetapi, teringat akan Suma Ceng
ia masih meragu.
˜Apakah.. apakah semua itu bukan hanya kau gunakan untuk
menghiburku? Apakah tidak tepat kalau kau.. tak dapat menerima persembahan hatiku
karena kau sudah mencinta orang lain, mencintai Suma Ceng?!
Suling Emas memegang dagu gadis itu, diangkatnya mukanya
agar menentang mukanya sendiri.
˜Kaupandanglah mataku, Lin-moi. Adakah mataku
membayangkan kebohongan? Memang, dahulu aku pernah mencintai Suma Ceng, akan
tetapi cinta itu tercabut akarnya meninggalkan luka di hati setelah ia menikah
dengan orang lain. Banyak sudah hatiku terluka karena cinta gagal, dan aku
tidak mau mengorbankan dirimu hanya untuk mengobati hatiku. Aku.. aku amat mencintamu,
adikku, karena itulah, aku rela berkorban patah hati sekali lagi dan kali ini
yang paling parah. Dengarlah, aku bersumpah takkan menikah dengan gadis lain,
aku ingin mengikuti jejak mendiang suhu Kim-mo Taisu dan jejak locianpwe Bu Kek
Siansu. Aku hanya memujikan semoga engkau mendapatkan seorang jodoh yang baik,
adikku.!
˜Ah.. Suling Emas.. aku mencintamu aku tidak akan menikah
dengan orang lain aku bersump..!
Tiba-tiba Suling Emas menutup bibir yang akan bersumpah
itu dengan tangannya, kemudian ia tersenyum dan mencium dahi Lin Lin dengan
mesra dan penuh kasih sayang. ˜Tak perlu bersumpah, adikku. Dan aku percaya
akan cintamu seperti engkau percaya pula akan cintaku. Biarlah perasaan kita
ini menjadi rahasia kita dan membahagiakan kita bahwa betapapun juga, kita
saling mencinta. Nah, keringkanlah air matamu, adikku, dan bersiaplah engkau
memimpin bangsamu. Lihat, mereka datang menjemputmu.!
Sekali lagi Suling Emas mencium gadis itu lalu melepaskan
pelukannya. Lin Lin terisak dan menengok. Betul saja, dari bawah tampak
rombongan pasukan Khitan yang dipimpin oleh Kayabu. Mereka itu berkuda,
kelihatan keren dan garang. Tampak pula Kauw Bian Cinjin, Liu Hwee dan Bu Sin
di antara rombongan ini. Lin Lin merasa bangga hatinya dan diam-diam ia
menghapus air matanya, lalu bergandengan tangan dengan Suling Emas menuruni
puncak bukit. Ketika mereka saling lirik, keduanya tersenyum dan di dalam
kerling mata mereka terbayang haru dan bahagia.
Kayabu segera meloncat turun dari kudanya, diikuti semua
pasukan dan mereka memberi hormat dengan membungkuk di depan Lin Lin. ˜Hamba
melapor bahwa pasukan kita berhasil menang dan menduduki Istana. Kini para
panglima menanti Paduka untuk menerima perintah selanjutnya.!
Lin Lin mengangguk dengan sikap agung, lalu meloncat ke
atas kuda yang sengaja dibawa untuknya. Suling Emas juga mendapatkan seekor
kuda. Beramai-ramai mereka menuruni bukit itu. Lin Lin di depan bersama Suling
Emas, Bu Sin dan Liu Hwee. Kauw Bian Cinjin agak di belakang. Di tengah
perjalanan, Lin Lin bercakap-cakap dengan Bu Sin tentang Sian Eng. Ternyata,
Sian Eng menghilang tanpa meninggalkan jejak. Tak seorang pun tahu ke mana
perginya gadis itu yang sudah berubah menjadi seorang yang aneh.
Pengangkatan Puteri Yalina sebagai Ratu Khitan dilakukan
dengan suasana meriah sekali. Suling Emas, Bu Sin, Liu Hwee, dan Kam Bian
Cinjin merupakan tamu-tamu agung yang menghadiri perayaan ini. Ratu Yalina
mengangkat Kayabu sebagai panglima tertinggi, menggantikan kedudukan
Pek-bin-ciangkun yang tewas dalam pertempuran. Atas petunjuk Kayabu, Yalina
mengangkat pula banyak panglima-panglima Khitan, diberi kedudukan sesuai dengan
kepandaian masing-masing. Sekali lagi, Khitan menjadi bangsa yang kuat di bawah
pimpinan seorang ratu yang bijaksana dan mencinta bangsanya, terlepas dari
kekejaman dan kelaliman seorang raja murka seperti Kubakan yang ternyata tewas
oleh Pak-kek Sian-ong dan Lam-kek Sian-ong.
Setelah upacara pengangkatan selesai, para tamu agung
minta diri. Kauw Bian Cinjin mendapatkan kembali tongkat Beng-kauw. Tentang isi
tongkat, yaitu rahasia peninggalan Pat-jiu Sin-ong, tidak disebut-sebut.
Rahasia ini hanya diketahui oleh Lin Lin dan Suling Emas belaka, karena
catatan-catatan itu sudah terlanjur dimusnahkan Lin Lin.
Dengan menahan keharuan hatinya, Lin Lin mengantar
keberangkatan para tamu agung itu. Ketika pandang matanya bertemu dengan
pandang mata Suling Emas, tak terasa lagi bulu matanya menjadi basah oleh air
mata. Akan tetapi bibirnya tersenyum membayangkan kebahagiaan akan rahasia yang
tersimpan di dalam hatinya dan hati Suling Emas, bahwa mereka saling mencinta
dengan kasih sayang yang murni, dengan pengorbanan.
Lin Lin yang kini menjadi Ratu Yalina dengan pakaian
indah dan Pedang Besi Kuning menghias pinggangnya, berdiri mengantar tamunya
sampai derap kaki kuda mereka tak terdengar lagi setelah lama bayangan mereka
tak tampak. Kemudian ia membalikkan tubuhnya dan dengan bangga melihat
pasukannya berdiri siap di depannya, siap menanti setiap perintahnya. Ia
berjanji akan memimpin bangsanya ke arah kemuliaan dan kebesaran.
Demikianlah, kisah CINTA BERNODA DARAH ini berakhir
sampai di sini dengan catatan bahwa di antara tiga saudara yang turun dari
Cin-ling-san, hanya Kam Bu Sin seoranglah yang berhasil dalam perjodohannya.
Beberapa bulan kemudian, Kam Bu Sin melangsungkan pernikahannya dengan Liu Hwee
puteri ketua Beng-kauw, dilakukan dengan upacara yang amat meriah. Hanya
sayangnya bagi Bu Sin, di antara saudaranya, hanya Suling Emas saja yang
menghadiri perayaan itu. Sian Eng tetap tak pernah muncul, sedangkan Lin Lin
yang sibuk dengan tugasnya yang baru, hanya mengirim barang-barang berharga
sebagai sumbangan.
Setelah Bu Sin menikah, Suling Emas juga melenyapkan diri
dari dunia ramai. Hanya kadang-kadang saja ia muncul di Nan-cao, akan tetapi
sebentar saja lalu pergi lagi tanpa ada yang tahu ke mana perginya dan di mana
tempat tinggalnya yang tetap.
Apakah hanya berakhir sampai di sini saja riwayat
tokoh-tokoh seperti Lin Lin, Suling Emas, dan Sian Eng? Berakhir dengan
menyedihkan karena mereka gagal dalam asmara dan menderita? Pembaca budiman,
selama manusia ini masih berada di atas tanah, belum masuk ke dalam tanah,
takkan pernah peristiwa berhenti mengejarnya. Cerita mengenai diri manusia,
selama manusia itu masih hidup, takkan pernah habis dan barulah riwayat manusia
benar-benar tamat kalau dia sudah masuk ke dalam tanah. Oleh karena itu,
riwayat tentang diri Suling Emas, tentang diri Lin Lin, tentang Sian Eng dan
juga Lie Bok Liong, sekali waktu akan dapat anda nikmati pula apabila
pengarangnya telah siap dengan rangkaian cerita lain yang merupakan sambungan
daripada cerita CINTA BERNODA DARAH. Tunggulah saatnya, dan anda pasti akan
berjumpa pula dengan mereka dan.. dalam keadaan yang lebih menyenangkan!
Mengapa Suling Emas menjadi nekat merusak kebahagiaannya
sendiri, padahal kebahagiaan itu sudah berada di depan mata, sudah menggapainya
dalam bentuk cinta kasih timbal balik dengan Lin Lin? Mengapa ia menolak uluran
tangan kebahagiaan cinta kasih? Hal ini akan terjawab apabila anda membaca
cerita SULING EMAS, di mana anda akan menjumpai Suling Emas atau Kam Bu Song
semenjak kecilnya, menjumpai pula pengalaman-pengalaman hebat dengan asmara
berliku-liku dari ibunya, yaitu Tok-siauw-kui Liu Lu Sian yang cantik jelita,
gagah perkasa dan genit. Anda akan bertemu dengan tokoh-tokoh hebat seperti
guru Suling Emas yang berjuluk Kim-mo Taisu, bertemu dengan ayah Suling Emas
yang tampan perkasa, Jenderal Kam Si Ek yang menjadi perebutan antara
gadis-gadis cantik dengan tokoh-tokoh kang-ouw yang terlibat urusan ruwet
dengan Tok-siauw-kui sehingga terjadi permusuhan yang akhirnya menimpa diri
Suling Emas. Dalam cerita SULING EMAS ini akan diceritakan pula tentang masa
mudanya Hek-giamï·“lo, It-gan Kai-ong, Tok-sim Lo-tong, Toat-beng Koai-jin,
Siang-mou Sin-ni, dan Cui-bengï·“kui, pendeknya keenam Thian-te Liok-koai akan
muncul di masa mudanya!
Akhirnya, anda akan menikmati kisah asmara antara Suling
Emas dengan cinta pertamanya, kemudian dengan Suma-Ceng. Tak ketinggalan kisah
menarik dari ibu Lin Lin, yaitu Puteri Tayami.
Demikianlah, semoga cerita CINTA BERNODA DARAH berhasil
dalam menghidangkan cerita hiburan sehat bagi para pembaca budiman. Sampai
jumpa di cerita MUTIARA HITAM!
T A M A T