Bab 31
˜Tua bangka. Pendeta kepalang tanggung, tosu bukan hwesio
bukan. Mau apa kau banyak mulut?! Lam-kek Sian-ong.
˜Eh, sahabat, kami berdua sengaja turun dari pertapaan
untuk mencari tanding di seluruh permukaan bumi!! kata Pak-kek Sian-ong.
˜Hemmm, menandingi diri sendiri saja masih belum mampu,
menandingi orang lain? Saudaraku, kau kalahkan dulu dirimu sendiri dan kau akan
menaklukkan dunia,! jawab Bu Kek Siansu.
˜Kami akan bunuh dua orang gadis ini. Lihat, kau dapat
berbuat apa?! Lam-kek Sian-ong membentak dan diturut oleh Pak-kek Sian-ong, dia
sudah bergerak maju. Lin Lin dan Sian Eng yang sejak tadi mendengarkan dengan
heran, kini bersiap untuk menjaga diri.
Akan tetapi Bu Kek Siansu mengangkat tangan kanannya ke
atas dan entah bagaimana, isyaratnya ini agaknya mempunyai pengaruh untuk
menyetop kedua orang kakek jagoan itu untuk sementara.
˜Mengapa kalian begini bernafsu untuk memukul orang?
Daripada memukul anak-anak, kalian boleh memukul aku dan aku takkan melawan.!
˜Sombong! Kau tahu bahwa Pak-kek Sian-ong dan Lam-kek
Sian-ong semenjak turun dari pertapaan tak pernah menemui tanding? Tua bangka,
jangan kau sombong, sekali pukul kami mampu membikin tubuhmu separuh hangus
separuh beku!! teriak si muka merah yang merasa dipandang rendah.
˜Biarlah kalau Thian menghendaki demikian. Aku hanya
ingin mewakili dua orang anak itu daripada pukulan-pukulanmu.!
˜Ang-bin-siauwte, mengapa banyak bicara melayani kakek
gila ini? Mari kita pukul dia hendak kulihat bagaimana macam mayatnya nanti,!
kata Pak-kek Sian-ong. Keduanya lalu melangkah maju setindak dan dengan gerakan
berbareng mereka memukul dengan pukulan jarak jauh. Biarpun tidak mengeluarkan
suara apa-apa, namun dari tangan kedua orang kakek itu dengan jelas sekali
tampak menyambar dua macam cahaya putih dan merah. Yang merah mendatangkan hawa
panas sekali sedangkan yang putih mendatangkan hawa dingin.
Dua cahaya itu bagaikan dua gulung asap menyambar ke arah
tubuh Bu Kek Siansu dan.. tidak terjadi apa-apa! Tubuh tua itu masih tetap
berdiri di situ, wajahnya tetap berseri, matanya membayangkan keterangan,
kesabaran dan cinta kasih terhadap sesama hidup, sedikit pun tidak ada
tanda-tanda bahwa Bu Kek Siansu merasakan pukulan jarak jauh yang dahsyat itu.
Dua orang kakek muka merah dan muka putih, tetap berdiri sambil
menggerak-gerakkan kedua tangan, agaknya mengerahkan tenaga dan memperkuat daya
pukulannya. Namun Bu Kek Siansu tidak mempedulikan mereka, bahkan ia
menghampiri Kui Lan Nikouw yang masih rebah pingsan. Pada saat gulungan cahaya
kemerahan dan keputihan menyambar punggungnya, Bu Kek Siansu menggerakkan kedua
tangannya ke arah tubuh Kui Lan Nikouw dan pendeta wanita itu mengeluh,
bergerak, lalu bangkit duduk!
Kiranya Kui Lan Nikouw yang pingsan karena sambaran hawa
pukulan kedua orang kakek sakti ketika ia menyelamatkan Bu Sin, sekarang oleh
Bu Kek Siansu diobati dengan hawa pukulan yang sama, yaitu kakek sakti ini
˜memindahkan! hawa pukulan dua orang kakek aneh itu ke tubuh Kui Lan Nikouw dan
karenanya pendeta wanita ini segera sembuh kembali. Setelah menyembuhkan Kui
Lan Nikouw, Bu Kek Siansu lalu bangkit berdiri dan menghadapi dua orang kakek
aneh itu kembali.
˜Cukupkah kalian memukul? Belum puaskah nafsumu?!
Pak-kek Sian-ong dan Lam-kek Sian-ong saling pandang dengan
mata terbelalak. Apakah ilmu mereka mendadak melempem seperti kayu bakar
terendam air? Mereka merasa yakin bahwa pukulan mereka mengandung tenaga
sepenuhnya, hal ini terasa benar. Akan tetapi mengapa kakek yang punggungnya
membawa alat yang-khim ini seperti tidak merasakan sesuatu.
˜Belum, belum cukup!! Pak-kek Sian-ong membentak.
˜Rasakan ini!! Lak-kek Sian-ong menyambung. Mereka lalu
serentak maju dan kini mereka menyerang Bu Kek Siansu. Pukulan mereka ini hebat
sekali. Batu hawa pukulannya saja mampu merobohkan lawan, bahkan Suling Emas
sendiri, seorang pendekar sakti, tadi juga digencet oleh hawa pukulan mereka.
Apalagi kalau pukulan itu langsung mengenai kulit lawan, dapat dibayangkan
bahayanya!
Akan tetapi, tepat seperti yang dikatakannya tadi, Bu Kek
Siansu sama sekali tidak melawan, tidak menangkis maupun mengelak. Ia berdiri
tenang dan tegak, memandang dengan sinar mata orang tua yang menghadapi
kenakalan kanak-kanak.
˜Buk-buk-plak!! Beberapa kali secara bertubi-tubi telapak
tangan kedua orang kakek aneh itu mengenai tubuh Bu Kek Siansu. Namun seperti
juga tadi, Bu Kek Siansu sama sekali tidak bergeming. Bahkan kedua orang kakek
itu yang menjadi pucat dan mundur-mundur dengan jerih karena ketika menampar
dan mendorong tadi, mereka merasa bahwa tubuh kakek sakti itu ˜kosong! sehingga
pukulan-pukulan mereka seperti batu-batu berat yang tenggelam ke dalam laut dan
tidak meninggalkan bekas.
˜Mengapa kalian mundur? Sudah puaskah sekarang kalian
memukulku? Kalau belum puas, boleh ditambah lagi kelak dengan mencari aku di
puncak-puncak gunung. Cari saja di mana adanya Bu Kek Siansu..! Tiba-tiba kakek
sakti ini lenyap dari depan dua orang kakek aneh yang tiba-tiba terbelalak
matanya ketika mendengar nama Bu Kek Siansu itu, dan biarpun sudah lenyap bayangannya,
namun masih terdengar suara kakek sakti itu melanjutkan kata-katanya ˜..
bahagialah orang yang sadar akan kekurangan, kelemahan dan kebodohan sendiri.!
Pak-kek Sian-ong dan Lam-kek Sian-ong sejenak tertegun
seperti patung, kemudian mereka mengeluh panjang dan sekali berkelebat mereka
lenyap dari tempat itu.
˜Omitohud.. pinni (aku) merasa bahagia sekali mendapat
kesempatan untuk bertemu kakek sakti Bu Kek Siansu dan mendengar suaranya..!
Kui Lan Nikouw merangkap sepuluh jari di depan dada dan memuji-muji sebentar,
kemudian ia membuka mata memandangi ketiga orang keponakannya sambil berkata.
˜Dan amat menggirangkan hatiku bertemu dengan Sian Eng dan Lin Lin pula di
sini. Hal yang tak terduga-duga sama sekali. Akan tetapi di manakah adanya Bu
Song? Benarkah dia tadi Bu Song?!
Agaknya saking tertarik oleh peristiwa munculnya kakek
sakti Bu Kek Siansu tadi, Lin Lin dan Sian Eng juga begitu terpesona sehingga
mereka seakan-akan melupakan Suling Emas. Baru sekarang mereka menoleh dan
mencari-cari dengan pandang matanya, kelihatan kaget. Lebih-lebih Lin Lin yang
menjadi bingung sekali, Bu Song? Kakak tirinya yang sulung? Mengapa bibi guru
ini menyebut-nyebut nama Bu Song?
Tiba-tiba muncul banyak orang dari balik gerombolan
pepohonan, yaitu tokoh kang-ouw yang sengaja datang hendak menonton
pertandingan puncak antara tokoh-tokoh Thian-te Liok-koai dan bahkan ada
beberapa orang di antara mereka yang tewas. Dari dalam gelap berkelebat
bayangan orang mendekati Lin Lin sambil berkata.
˜Suling Emas diculik seorang wanita baju hijau, kulihat
lari ke arah sana!!
Mendengar ini, bagaikan kilat menyambar cepatnya, Lin Lin
berkelebat ke arah itu, mengejar. Hatinya pasan bukan main. Bukankah wanita
baju hijau itu wanita yang dipukulnya di tanah kuburan, yang kemudian dibawa
pergi oleh Suling Emas? Dia tadi mati-matian membantu dan membela Suling Emas,
akan tetapi wanita siluman itu malah yang sekarang menggondol kekasihnya!
˜Tunggu, Lin-moi..! Aku tahu..! akan tetapi Lin Lin sudah
tak mendengarnya karena sudah lari terbang cepat sekali.
Sian Eng yang kini berada dalam keadaan ˜normal! memegang
tangan kakaknya dan bertanya, ˜Apa yang kau ketahui, Sin-ko?!
˜Tadi ada wanita baju hijau memondong Bu Song koko,
ketika kukejar, dia bilang hendak menolong Koko, membawanya kepada Kim-sim
Yok-ong untuk diobati.!
˜Ah, mari kita kejar..!! dan tiba-tiba saja Bu Sin merasa
tangannya dipegang adiknya dan di lain detik tubuhnya telah terseret seperti
terbang cepatnya, mengagetkan dan mengherankan hati Bu Sin yang benar-benar
tidak mengerti bagaimana adiknya ini sekarang memiliki tenaga dan gin-kang
begini hebat. Seperti mereka, para tokoh kang-ouw yang tadinya menjadi
˜penonton! kini mengelilingi Kui Lan Nikouw dan ramai membicarakan dan
memuji-muji Lin Lin dan Sian Eng yang demikian berani dan gagah. Juga mereka
tiada habisnya membicarakan Bu Kek Siansu yang selama hidup mereka baru sekali
itu mereka lihat dan buktikan kesaktiannya yang tak dapat diukur lagi
tingkatnya.
Ketika mereka membicarakan Pak-kek Sian-ong dan Lam-kek
Sian-ong, timbul kekhawatiran besar di hati para tokoh ini karena mereka maklum
kalau Suling Emas saja tidak mampu mengalahkan mereka berdua, siapa lagi yang
akan dapat menahan mereka kalau mereka mengacau di dunia kang-ouw? Satu-satunya
manusia yang dapat menghadapi mereka kiranya hanya Bu Kek Siansu, akan tetapi
kakek sakti ini bukan manusia biasa dan tadi pun tidak mau menurunkan tangan
keras terhadap kedua kakek iblis itu.
˜Harap Cu-wi jangan khawatir akan hal itu,! akhirnya Kui
Lan Nikouw berkata dengan suaranya yang halus dan tenang, ˜Betapapun tingginya
uap air terbang ke angkasa, akhirnya akan runtuh kembali ke bumi menjadi hujan.
Betapapun pandai danm jahatnya manusia menyeleweng daripada kebenaran, akhirnya
ia pun akan runtuh dan pasti ada yang mengalahkannya. Kita serahkan saja kepada
Yang Maha Kuasa. Maafkan, Cu-wi sekalian, pinni tidak dapat melayani Cu-wi
(Anda sekalian) lebih lama bercakap-cakap karena pinni harus menyusul dan
mencari keponakan-keponakan pinni tadi.! Kui Lan Nikouw lalu menjura dengan
hormat dam meninggalkan orang-orang yang masih ramai membicarakan peristiwa
hebat tadi sampai pagi hari.
˜Nona, lepaskan aku..!
Tan Lian kaget dan juga girang. Ia tadinya lari memondong
tubuh Suling Emas yang pingsan. Mendengar kata-kata ini, ia segera menurunkan
Suling Emas dengan hati-hati di atas rumput. Kemudian ia sendiri berlutut dam
memegangi lengan pendekar itu.
˜Kau tidak apa-apa? Ah syukur kepada Tuhan. Aku.. aku
tadi khawatir sekali.. kalau.. kalau kau mati.. aku pun tidak mau hidup lagi..!
Gadis ini lalu menelungkupkan mukanya di atas dada Suling Emas sambil menangis!
Suling Emas dengan gerakan halus mendorong pundak gadis
itu, lalu ia bangkit duduk, malah terus berdiri.
˜Nona Tan, harap kau suka sadar dan ingat! Insyaflah
bahwa kau terseret oleh nafsu perasaan yang tidak benar. Ah, mengapa kau
selemah ini?!
Tan Lian kaget, seakan-akan disiram air dingin kepalanya.
Ia pun meloncat berdiri dan menghadapi Suling Emas. Untung sinar bulan agak
kemerahan sehingga menyembunyikan warna merah pada sepasang pipinya.
˜Apa.. apa maksudmu?!
Suling Emas menarik napas panjang. Berat rasa hati dan
lidahnya untuk bicara akan tetapi ia maklum bahwa betapapun juga akibatnya, ia
harus bicara secara terus terang kepada nona ini. Pura-pura tidak tahu hanya
akan menambah berat penanggungan batin nona yang patut dikasihani itu.
˜Nona,! suaranya perlahan dan agak tersendat, ˜terus
terang saja, aku telah tahu akan semua isi hatimu yang kau curahkan di depan
Kim-sim Yok-ong. Aku tahu akan semua persoalanmu dan tahu pula akan niat hatimu.
Aku merasa terhormat sekali, Nona, dengan maksudmu untuk.. untuk mengubah
ikatan permusuhan orang tua kita dengan ikatan.. ikatan jodoh antara kita. Akan
tetapi hal itu tidak mungkin, Nona. Bukan sekali-kali karena aku tidak
menghargai perasaan hatimu, akan tetapi.. aku.. aku tidak dapat menerima itu
dan.. dan hendaknya kau ingat pula akan tunanganmu! Mana mungkin kita akan
demikian tidak mengenal aturan sehingga mementingkan kesenangan diri sendiri
dengan mengesampingkan perasaan orang lain yang terluka? Nona, kau kembalilah
kepada tunanganmu, dan antara kita.. biarlah kita tetap menjadi sahabat atau
saudara. Kita lenyapkan permusuhan antara orang tua kita dengan kesadaran,
bukan dengan.. dengan ikatan jodoh..!
Selama bicara, Suling Emas tidak berani menentang muka
nona itu. Dan memang hebat akibat kata-kata ini yang tiap kata merupakan ujung
pisau beracun yang menikam jantung Tan Lian. Dengan muka pucat dan tubuh
gemetar nona itu beberapa kali membuka mulutnya tanpa ada suara yang keluar.
Akhirnya ia dapat memaksa mulutnya bertanya.
˜Kau.. kau menolakku..?! Tidak ada tikaman yang lebih
hebat dan parah akibatnya bagi seorang gadis daripada tikaman berupa penolakan
cinta kasih oleh seorang pemuda!
˜Bukan begitu, Nona. Aku menolak karena tidak mungkin melaksanakan
maksud hatimu itu. Aku.. aku tidak mempunyai niat untuk berumah tangga, di
samping itu, kita harus ingat kepada tunanganmu..!
˜Cukup..! Kau.. kau dua kali menghancurkan hatiku,
membasmi harapanku..! Ahhh..!! Gadis itu lalu lari sejadi-jadinya sehingga
tidak melihat adanya sebatang pohon yang ditabraknya begitu saja. Ia roboh
terguling, merangkak bangun dan lari lagi sambil menangis.
Seluruh urat syaraf di tubuh Suling Emas bergerak
mendorongnya hendak mengejar dan menghibur, namun ia mengeraskan hati. Lebih
baik begini, pikirnya, lebih baik dia membenciku daripada aku harus memberi
harapan yang kelak akan lebih menghancurkan hatinya. Biarlah ia pergi dengan
marah, karena hanya jalan inilah yang akan mengurangi kepatahan hati gadis itu
agaknya, biarlah dia membenciku, pikirnya. Akan tetapi segera terasa dadanya
sesak dan cepat-cepat ia mengerahkan tenaga untuk menahan rasa nyeri yang
menyesak dada, kemudian ia lalu berlari cepat menuju ke pondok Kim-sim Yok-ong.
˜Wah, kau terluka berat..!! seru Kim-sim Yok-ong dan
begitu Suling Emas merebahkan dirinya di atas bangku panjang, tabib sakti itu
cepat-cepat membuka baju atas pendekar itu dan memeriksanya.
˜Aiiihhh! Dua orang kakek iblis itu lagi-lagi yang
menurunkan tangan kejamnya!! serunya kaget. ˜Dua macam tenaga Im dan Yang
menyerangmu. Hebat.. ganas! Baiknya tenaga sin-kang dalam tubuhmu cukup kuat,
Kim-siauw-eng. Mudah-mudahan aku akan berhasil menolongmu. Tunggulah sebentar,
aku membakar jarum-jarumku.!
Suling Emas telentang dan mengatur napasnya. Dadanya
makin sesak dan ia harus mengakui kehebatan bekas tangan kedua orang lawannya.
Ia menjadi penasaran sekali, karena ia diam-diam merasa bahwa andaikata ia
tidak terpengaruh oleh racun jahat Siang-mou Sin-ni, kiranya belum tentu ia
akan terluka oleh pukulan jarak jauh Pak-kek Sian-ong dan Lam-kek Sian-ong.
Rasa sesalnya ini merugikannya, karena dadanya makin sesak dan untuk kedua
kalinya Suling Emas roboh pingsan setelah mengeluh panjang.
Kim-sim Yok-ong mendengar keluhan dan menengok. Ia cepat menghampiri
dan memeriksa. Ia cepat menghampiri dan memeriksa, mencium pernapesan Suling
Emas, lalu menggeleng-geleng kepalanya, ˜Luar biasa sekali. Sepantasnya ini
hasil kerja Siang-mou Sin-ni, racun darah yang luar biasa jahatnya. Hemmm,
pendekar yang begini gagah tak boleh mati sebelum iblis-iblis berupa manusia
itu lenyap dari muka bumi.! Ia kembali kepada jarum-jarumnya. Dengan tekun
tabib sakti itu membuat persiapan-persiapan dengan jarumnya dan sementara itu,
malam sudah berganti pagi. Matahari mulai menyinar, menerobos masuk melalui
jendela ruangan yang dibukanya lebar-lebar.
Mendadak berkelebat sesosok bayangan orang dan Lin Lin
sudah memasuki pondok itu. Begitu melihat Suling Emas telentang di atas bangku
panjang dengan muka pucat dan mata meram, ia meloncat dekat. Kemudian ia
melihat kakek yang sedang membakar jarum, dan melihat banyak bahan-bahan obat
di situ. Seketika harapannya timbul dan ia segera menegur.
˜Kakek yang baik bagaimana dengan dia..? Ah, tolonglah
dia, Kek.. kausembuhkan dia dan aku akan berlutut seribu kali kepadamu..!
Sepasang mata Kim-sim Yok-ong bersinar-sinar.
˜Nona cilik, tanpa kau minta aku pun memang sedang
berusaha mengobatinya. Upah berupa penghormatanmu sampai seribu kali itu
terlalu melelahkan. Aku tidak pernah minta upah untuk usahaku mengobati orang.!
Setelah berkata demikian, Kim-sim Yok-ong melanjutkan pekerjaannya membakari
jarum.
Lin Lin dapat menduga bahwa kakek itu tentulah seorang
tabib pandai, akan tetapi ia diam-diam merasa curiga. Tadi ia mendengar dari
seorang diantara penonton pertandingan bahwa Suling Emas dibawa lari seorang
gadis berbaju hijau, akan tetapi mengapa sekarang ia temukan di dalam pondok
ini dalam keadaan pingsan? Kemana perginya gadis baju hijau? Siapa tahu, kakek
ini masih ada hubungannya dengan gadis baju hijau itu. Berpikir begini, Lin Lin
segera memasuki ruangan dan kamar lain, mencari-cari dan melakukan pemeriksaan!
Hatinya lega ketika mendapatkan kenyataan bahwa pondok itu memang tidak
menyembunyikan si nona baju hijau. Ketika ia kembali ke ruangan pengobatan,
kakek itu masih sibuk dengan jarum-jarumnya sedangkan wajah Suling. Emas dalam
pandangan Lin Lin makin pucat saja! Mulai bingunglah Lin Lin.
˜Kek, lekaslah, Kek.. mengapa kau berlambat-lambat benar?
Jangan-jangan dia takkan dapat kau tolong lagi. Lihat, dia begini pucat..!! Lin
Lin meraba-raba muka Suling Emas dengan jari-jari tangannya, meraba-raba
dadanya dan ingin ia menangis di atas dada itu.
Ketika Kim-sim Yok-ong menengok dan menyaksikan keadaan
Lin Lin demikian itu, ia segera bertanya, ˜Nona, apamukah Suling Emas?!
˜Bukan apa-apa, akan tetapi kalau aku hidup dia harus
hidup pula, sebaliknya kalau dia mati aku pun tidak mau hidup lagi. Kek, kau
harus tahu, kalau kau dapat menyembuhkan dia, kau pun akan hidup, sebaliknya
kalau dia mati kau pun akan ikut kami!!
Sejenak sepasang mata kakek ini terbelalak, kemudian ia
menggeleng-geleng kepalanya. Wah, bocah ini memiliki sifat liar, pikirnya, akan
tetapi tak dapat disangsikan lagi, dia mencinta Suling Emas. Teringat ia akan
Tan Lian yang juga mencinta pendekar itu. Kembali Yok-ong menghela napas.
Sungguh ruwet liku-liku cinta kasih dan diam-diam ia merasa kasihan kepada
Suling Emas. Dicinta dara-dara ˜nekat! macam Tan Lian dan apalagi Lin Lin,
benar-benar berabe!
Setelah selesai membakari jarum-jarumnya, Kim-sim Yok-ong
lalu berjalan menghampiri Suling Emas dan mulailah ia menusuk-nusukkan
jarum-jarum emas dan peraknya ke dada, leher, pundak dan bagian pusar. Lin Lin
hanya menonton dari pinggir dengan hati penuh ketegangan, pandang matanya tidak
pernah meninggalkan wajah Suling Emas yang masih pucat. Akan tetapi, sepuluh
menit kemudian terdengar pendekar ini mengeluh panjang dan wajahnya mulai
merah. Diam-diam Lin Lin girang bukan main.
Pada saat itu terdengar suara di luar pondok, ˜Ah, di
sini agaknya!! Ketika Lin Lin menengok, makin girang hatinya karena yang datang
adalah Sian Eng bersama Bu Sin. Dua orang ini tersenyum girang dan hendak menegurnya
dengan kata-kata. Akan tetapi Lin Lin cepat menaruh telunjuk di depan mulut,
mencegah mereka mengeluarkan suara berisik. Bu Sin dan Sian Eng ketika melihat
tanda ini dan melihat seorang kakek sedang mengobati Suling Emas dengan
tusukan-tusukan jarum, segera melangkah maju dengan hati-hati dan tidak
mengeluarkan suara.
Tiga orang muda itu segera berdiri mengelilingi Suling
Emas yang terlentang di atas meja, sedangkan Kim-sim Yok-ong membungkuk dan
mulai mencabuti jarum-jarumnya. Setiap kali jarum dicabut, Suling Emas mengeluh
dan setelah jarum terakhir di lehernya dicabut, mulailah ia membuka kedua
matanya. Ia mula-mula memandang wajah Kim-sim Yok-ong, lalu memandang Lin Lin,
kemudian Sian Eng dan Bu Sin. Ia mengejap-ngejapkan kedua matanya sejenak, lalu
mengeluh lagi, ˜Kepalaku.. ah, pusing..!
˜Bagus, itu tandanya dua hawa pukulan yang bertentangan
itu sudah mulai bergerak keluar. Lekas kau menelungkup. Bagian belakang tubuhmu
mendapat giliran ditusuk!! kata Kim-sim Yok-ong dengan wajah berseri. Tanpa
diperintah dua kali Suling Emas segera menelungkup di atas bangku itu,
dikelilingi adik-adiknya dan si tabib sakti yang memegang jarum dengan jepitan
telunjuk dan ibu jari tangan kiri, siap menusukkan ke jalan darah tertentu.
Sian Eng yang keadaannya normal kembali tiba-tiba
teringat akan pelajaran yang ia baca di dalam gua di bawah tanah. Tiba-tiba ia
berseri-seri, sepasang matanya bersinar-sinar dan tangannya diangkat ke atas,
jari-jarinya bergerak-gerak lalu meluncur ke atas punggung Suling Emas, menotoknya
secara aneh sampai tiga kali beruntun, mendahului jarum di tangan Kim-sim
Yok-ong! Totokan aneh itu dengan jitu mengenai pusat jalan darah di tengkuk,
punggung dan pinggang.
˜Auuuhhhhh..!! Suling Emas mengeluh dan membalikkan
kepala menoleh.
˜Hebat..! Luar biasa..!! Kim-sim Yok-ong berseru.
˜Enci Sian Eng..!! Lin Lin berseru, terkejut dan marah.
˜Eng-moi, apa yang kaulakukan..?! Bu Sin juga membentak.
Akan tetapi secara tiba-tiba keadaan Sian Eng sudah
berubah, kini ia menoleh ke arah jendela yang terbuka, matanya liar, mukanya
merah padam dan mendadak ia mengeluarkan lengking aneh sekali yang seolah-olah
menggetarkan seisi ruangan itu, disusul tubuhnya yang berkelebat melayang
keluar jendela.
˜Enci Eng..!! Lin Lin loncat mengejar.
˜Sian Eng.., tunggu..!! Bu Sin juga mengejar.
Sementara itu Kim-sim Yok-ong berdiri terbelalak
keheranan melihat Suling Emas sudah dapat meloncat turun dan hendak mengejar pula.
Akan tetapi Suling Emas ingat bahwa ia berada dalam keadaan setengah telanjang,
maka ia tidak jadi lari mengejar, melainkan cepat-cepat ia menyambar baju dan
memakainya.
˜Hebat, gadis itu.. ia memiliki tenaga dan ilmu mujijat!
Im-yang Tiam-hoat (Ilmu Menotok Im Yang) seperti itu hanya dimiliki ketua
Siauw-lim-si..! kata si tabib sakti itu.
˜Dia adikku, harus kukejar. Ada sesuatu yang tidak wajar
terjadi..! kata Suling Emas dan ia pun melompat keluar jendela. Akan tetapi ia
mengeluh dan melompat masuk lagi, lalu duduk bersila mengerahkan sin-kang.
Ketika melompat tadi, dadanya kembali sesak rasanya.
˜Kau sudah sembuh sama sekali oleh totokan Im-yang
Tiat-hoat tadi, akan tetapi luka di dalam dadamu belumlah sembuh benar. Tak
boleh kau bergerak mengeluarkan tenaga dalam sebelum istirahat dan minum obat,!
kata Kim-sim Yok-ong. Suling Emas menarik napas panjang. Hebat memang akibat
pukulan dua orang kakek itu. Ia sudah sembuh, akan tetapi sekali mengeluarkan
tenaga gin-kang atau lwee-kang, lukanya akan terasa nyeri. Sedikitnya ia harus
beristirahat dua hari sehingga lukanya sembuh betul.
Sementara itu, Lin Lin yang mengejar dengan cepat,
ternyata tidak dapat melihat bayangan Sian Eng. Begitu cepatnya dan begitu
anehnya gerakan Sian Eng sehingga dalam sekejap mata saja lenyaplah encinya
itu. Namun Lin Lin tetap mengejar dengan hanya mengira-ngirakan arah yang dapat
ditempuh encinya. Karena pengejaran yang dilakukan secara kira-kira ini, maka
jurusan yang diambil Lin Lin berbeda dengan jurusan yang diambil oleh Bu Sin.
Dalam mengejar saudara mereka itu kedua orang muda ini berpencar.
Setelah melalui dua buah hutan di lereng Thai-san tanpa
menemukan jejak Sian Eng, Lin Lin tiba-tiba teringat akan keadaan Suling Emas
dan ia menghentikan pengejarannya. Ia tidak tahu apa yang terjadi dengan diri
Suling Emas. Sudah sembuhkah dia? Ataukah totokan Sian Eng, yang aneh tadi
malah membahayakan keselamatan nyawanya? Lin Lin merasa khawatir sekali dan
akhirnya ia berlari kembali menuju ke pondok Kim-sim Yok-ong.
Kiranya ia telah menghabiskan waktu beberapa jam dalam
pengejaran itu dan karena ia belum hafal akan daerah hutan-hutan Gunung
Thai-san ini, ia mulai menjadi bingung ke mana ia harus mencari pondok Kim-sim
Yok-ong! Lin Lin mengingat-ingat jalan yang ditempuhnya tadi dan beberapa kali
ia meloncat naik ke puncak pohon tinggi untuk mencari-cari pondok si tabib
sakti.
˜Locianpwe.. tolonglah..! Selamatkan dia!!
Suara setengah menangis ini membangunkan Suling Emas
daripada samadhinya. Ia membuka mata dan bangkit berdiri. Kim-sim Yok-ong
sedang sibuk mencari daun-daun dan akar-akar obat di sebelah belakang, maka
agaknya tidak mendengar suara orang di depan pondok itu. Suling Emas melangkah
keluar pintu pondok dan melihat seorang pemuda kurus pucat berlutut di depan pintu
pondok sambil menangis. Karena memang Suling Emas mengintai dari tempat jauh
ketika pemuda ini untuk pertama kali datang ke pondok, maka ia mengenal bahwa
pemuda ini adalah tunangan Tan Lian, pelajar yang bernama Thio San itu.
˜Apakah yang terjadi? Ceritakan!! Suling Emas bertanya,
di dalam hatinya ia merasa amat tidak enak dan kasihan karena ia merasa dirinya
menjadi ˜gara-gara! kesengsaraan hati pemuda ini.
Thio San, pemuda itu mengangkat muka dan ia agak bingung
melihat seorang laki-laki gagah yang tak dikenalnya. Ia mengharapkan
pertolongan tabib sakti, bukan orang muda ini.
˜Jangan ragu-ragu, sahabat. Aku tahu bahwa kau adalah
tunangan Nona Tan Lian. Saudara Thio San, apakah yang terjadi? Aku adalah
sahabat baik tunanganmu itu, ceritakanlah apa yang terjadi, aku menolongmu.!
Pada saat itu, Kim-sim Yok-ong berjalan mendatangi dari
belakang. Melihat kakek itu muncul, Thio San menangis lagi dan berkata,
˜Locianpwe, tolonglah dia! Dia.. dia hendak menjadi nikouw, hendak menggunting
rambutnya, dan hendak bunuh diri! Saya tidak kuasa menahannya..!!
Mendengar ini, Suling Emas cepat menyambar tangan pemuda
itu dan menariknya pergi. ˜Cepat, antarkan aku kepadanya!! Jantung Suling Emas
berdebar-debar tegang, dan ia merasa khawatir sekali. Sedikit pun tak pernah ia
menyangka bahwa hati Tan Lian akan sekeras itu, tak mengira bahwa gadis itu
akan menempuh jalan nekat. Sambil berjalan setengah berlari biasa, tak berani
ia berlari cepat, pikiran Suling Emas membayangkan keadaan Tan Lian.
Mula-mula gadis itu bersumpah hendak membalaskan dendam
ayahnya, kemudian gadis itu kecewa karena tidak mampu mengalahkannya, bahkan
lebih celaka lagi, gadis itu jatuh cinta kepadanya. Kemudian, di depan makam
ayahnya, Tan Lian bersumpah hendak memusuhi anak isteri Suling Emas, kemudian
melihat kenyataan bahwa Suling Emas tidak beristeri, lalu timbul kembali cinta
kasihnya dan berhasrat menghabiskan permusuhan dengan perjodohan. Akan tetapi
kembali harapan ini buyar ketika Suling Emas dengan terus terang menyatakan tak
dapat menerimanya.
Ia dapat membayangkan betapa hancur hati gadis itu.
Kecewa, menyesal, malu, merasa terhina dan gadis yang tadinya merupakan seorang
pendekar wanita, keturunan pendekar besar mendiang Hui-kiam-eng Tan Hui, anak
berbakti, kini telah mengambil keputusan nekat untuk menjadi nikouw, bahkan
hendak membunuh diri. Dan semua ini dialah yang menjadi gara-garanya. Kalau Tan
Lian berhasil membunuhnya, atau kalau dia mau menerimanya sebagai isterinya,
tentu takkan terjadi hal-hal ini. Akan tetapi itu bukanlah merupakan jalan
keluar yang baik. Apalagi menerima gadis itu menjadi isterinya. Bukankah itu
berarti merebut hak orang lain? Dan dia pun tidak ada rasa kasih terhadap Tan
Lian! Sayang, seorang gadis yang baik, seorang anak yang berbakti!
Berbakti! Kata-kata ini mendatangkan ilham bagi Suling
Emas. Inilah agaknya senjata yang dapat ia pergunakan untuk memecahkan
persoalan Tan Lian ini.
˜Mari cepat, di mana dia?!
˜Di depan itu, di balik gunung-gunungan batu, di tepi
jurang!! kata Thio San, suaranya gemetar penuh kegelisahan. Dia ini calon suami
yang amat baik, pikir Suling Emas. Dengan hati penuh cinta kasih murni, pemuda
ini akan dapat mendatangkan bahagia di hati Tan Lian.
Benar saja, ketika mereka memutari gunung-gunungan batu,
tampaklah Tan Lian duduk menangis, berlindung dari teriknya matahari di bawah
batu yang menonjol, jurang curam yang luas terbentang tak jauh di depan.
˜Lian-moi.. Thio San berseru dengan isak tertahan.
Tan Lian mengangkat mukanya dan ia meloncat karena kaget
melihat Suling Emas datang bersama tunangannya. Adapun Suling Emas berdiri
seperti patung, hatinya serasa tertusuk melihat gadis itu. Muka gadis itu pucat
sekali, kedua pipinya basah air mata, matanya kemerahan dan kepalanya gundul
plontos. Rambut yang tadinya gemuk hitam dan panjang, yang ia lihat diurai
ketika gadis itu bersumpah di depan makam ayahnya, kini lenyap sama sekali.
Wajah itu tetap cantik, dan kegundulan kepalanya sama sekali tidak
mengakibatkan lucu, melainkan mendatangkan rasa iba.
˜Kau.. Kau bawa dia datang bersamamu? Kau.. kalian
terlalu menghinaku! Apa gunanya hidup lagi?! Gadis itu lalu beriari cepat
menuju ke tepi jurang, siap hendak meloncat.
˜He, tunggu dulu, Nona! Dengar dulu omonganku..!! Suling
Emas berlari maju dan Thio San juga lari mengejar dengan kedua lengan
dikembangkan, wajahnya makin pucat.
Di tepi jurang, Tan Lian menoleh, kedua tangannya sudah
berkembang siap meloncat ke dalam mulut maut yang ternganga lebar di bawah
kakinya. ˜Jangan dekat! Aku akan meloncat dan tak seorang pun dapat mencegahku.
Mau bicara apa, boleh bicara, tapi jangan mendekat!!
Dengan hati tegang terpaksa Suling Emas menghentikan
langkahnya. Ia maklum bahwa kalau ia mendekat lagi, gadis nekat ini akan
meloncat turun tanpa mendengarkan lagi kata-katanya. Hatinya perih melihat
titik-titik air mata menetes dan sepasang mata yang lebar, jeli itu memandang
kepadanya penuh sesal.
˜Nona Tan, ingat dan sadarlah. Pikiriah masak-masak. Apa
kau tidak kasihan kepada Saudara Thio San, tunanganmu ini? Dia amat mencintamu,
mencinta dengan murni, dengan sepenuh jiwa raganya. Nona, dia bersedia
melupakan segala-galanya, bersedia, menerimamu dan melanjutkan perjodohan
kalian. Tak seorang pun laki-laki di dunia ini yang dapat mencintamu seperti
dia..!
Sepasang mata itu terbelalak memandangnya, bibir yang
gemetar itu berkata lemah,
˜Dia.. dia..?! Tertusuklah hati Suling Emas oleh pandang
mata dan kata-kata ini. Ia maklum apa artinya itu. Pandang mata dan dua kata
itu merangkai pertanyaan tek berbunyi, ˜Mengapa dia dan dia saja, mengapa bukan
engkau?!
˜Sudahlah, pergilah kalian. Atau.. barangkali kalian
ingin melihat aku terjun?! Kembali Tan Lian siap untuk terjun ke depan.
˜Lian-moi..! Kalau kau bertekad hendak mati, biarlah aku
menemanimu ke alam baka!! teriak Thio San. Teriakan ini agaknya meragukan Tan
Lian.
Melihat bahwa tidak ada jalan lain untuk menghalangi
maksud gadis keras hati itu, tiba-tiba suling Emas berkata keras.
˜Nona Tan Lian, kau ternyata adalah seorang anak yang
paling murtad dan tidak berbakti di dunia ini! Arwah ayahmu pasti akan merasa
malu sekali!!
Cepat sekali Tan Lian membalikkan tubuhnya. Matanya
memandang penuh kemarahan kepada Suling Emas. ˜Suling Emas! Tutup mulutmu! Kau
sudah menghinaku, apakah kau juga hendak menghina ayah? Tak boleh
kausebut-sebut nama ayah, dan aku.. karena baktiku kepada ayah maka sampai begini!!
Suling Emas sengaja tersenyum mengejek. ˜Huh, orang
seperti engkau ini masih mengaku berbakti kepada ayah? Kau durhaka dan tidak
berbakti. Orang seperti Saudara Thio San ini, barulah bisa disebut setia dan
berbakti. Ia berbakti dan menjunjung tinggi perintah ayahnya untuk menjadi
jodohmu dan ia setia kepadamu sampai mati. Akan tetapi engkau? Huh, kau durhaka
terhadap ayah, masih pura-pura merasa diri berbakti? Memalukan!!
˜Jahanam, tutup mulutmu! Buktikan apa yang kaukatakan
tidak berbakti itu, kalau kau tidak dapat membuktikan, hemmm.. aku akan mengadu
nyawa denganmu!!
Suling Emas tertawa memanaskan hati. ˜Kau sudah bersumpah
membalaskan dendam ayahmu, tidak terlaksana. Hal itu masih bisa dimengerti
karena ibuku yang hendak kaubalas sudah meninggal dunia, pula untuk membalas
dendam itu kepadaku, memang kau tidak mampu menangkan aku. Akan tetapi ayahmu
telah memilih Thio San menjadi jodohmu. Perintah ayahmu ini bukan tak dapat
kaupenuhi, karena Thio San masih ada dan pemuda itu mencintamu. Mengapa kau
mengingkarinya? Mengapa kau hendak melanggar janji perjodohan yang ditentukan
ayahmu? Bukankah dengan demikian berarti kau menyeret ayahmu ke jurang
kehinaan, sebagai orang yang mengingkari janji ikatan jodoh? Huh-huh, kukira
kalau kau sekarang meloncat terjun ke dalam jurang itu dan mampus, arwahmu akan
disambut penuh kemarahan dan kebencian oleh arwah ayahmu. Nah, kau loncatlah,
biar kulihat!! Suling Emas berdiri tegak sambil memangku tangan.
˜Kurang ajar!! Thio San berteriak sambil berlari menghampiri
Suling Emas. Kemarahannya membuat wajah pemuda ini merah padam, ˜Kau kurang
ajar sekali. berani mengeluarkan kata-kata menghina seperti itu kepada
Lian-moi. Biarpun kau seorang pendekar yang pandai ilmu silat, biarlah aku yang
mengadu nyawa denganmu untuk mencuci penghinaanmu!! Setelah berkata demikian
Thio San menggerakkan kedua tangannya, bertubi-tubi memukuli muka dan dada
Suling Emas yang menerima semua pukulan itu tanpa melawan dan dengan mata tidak
berkedip
˜San-koko.. jangan..!! Thio San yang tadinya sudah merasa
betapa sia-sia memukuli ˜manusia baja! yang seperti tidak merasakan pukulannya
dan yang sebaliknya malah membuat kedua tangannya sakit itu, tercengang dan
cepat menengok mendengar sebutan ˜koko! dari tunangannya. Ia melihat
tunangannya itu menangis tersedu-sedu menutupi muka dengan kedua tangan.
˜Lian-moi, dia kurang ajar!!
˜.. tidak.. dia benar.. Ya Tuhan.. ayah, ampunkan anakmu
ini, ayah..!!
Thio San cepat maju memeluk tubuh tunangannya yang terhuyung-huyung
hendak roboh. Gadis itu makin tersedu-sedu di atas dada tunangannya. ˜Koko..
kau.. pun maafkanlah aku..! isaknya. Thio San hanya dapat mengusap pundak gadis
pujaan hatinya dengan air mata bercucuran. Ketika ia menengok, ia melihat
Suling Emas sudah melangkah pergi dari situ dengan wajah berseri dan bibir
tersenyum. Thio San mengejap-ngejapkan matanya menahan haru yang menguasai
hatinya. Ia takkan melupakan pendekar itu, selama hidupnya. Tahulah ia sekarang
bahwa sesungguhnya nyawa Tan Lian tertolong oleh Suling Emas, bukan hanya nyawa
Tan Lian, melainkan juga nyawanya, kebahagiaan hidupnya! Cepat-cepat ia lalu
memapah dan merangkul Tan Lian, diajak pergi meninggalkan jurang yang tetap
menganga dan sunyi, seakan-akan merenungi peristiwa itu tanpa perasaan apa-apa.
Suling Emas berjalan sambil menundukkan kepalanya. Ia
mengerti betul bahwa sungguhpun tadi ia berhasil mencegah Tan Lian membunuh
diri, bukan itu saja, juga menemukan kembali dua buah hati dan mempersatukan
dua kasih yang tadinya menyeleweng, namun semua hasil ini dibeli dengan
pengorbanan yang cukup besar. Karena biarpun ia berhasil membelokkan cinta
kasih Tan Lian kepada tempat yang wajar, kepada orang yang berhak, namun
sebagai imbangannya ia membangkitkan kembali dendam gadis itu sebagai
pelaksanaan daripada kebaktian terhadap ayahnya. Sumpah di depan kuburan yang
tadinya terselimut oleh rasa cinta, kini muncul kembali berupa ancaman terhadap
keluarga Suling Emas!
Berkali-kali Suling Emas menarik napas panjang dan karena
perjalanan ini sedikit banyak mempergunakan tenaga, ia merasa dadanya sakit
kembali. Dalam keadaan melamun dan nelangsa ini ia tidak tahu bahwa dirinya
dibayangi orang, juga tidak tahu bahwa udara yang tadinya terang menjadi gelap
oleh mendung dan angin mulai bertiup. Baru setelah ada daun-daun gugur yang
tertiup angin keras menghantam mukanya, dan kain kepalanya hampir terlepas
terbang dari kepalanya, ia sadar dan kaget. Ternyata cuaca sudah menjadi agak
gelap dan udara yang tadinya tenang menjadi liar karena angin bertiup keras.
Sebentar lagi turun hujan, pikirnya. Ia lalu membelok ke arah gunung batu di
mana terdapat banyak gua-gua batu untuk berlindung.
˜Suling Emas..!!
Di dalam gua ia membalikkan tubuh. Kiranya Lin Lin yang
memanggilnya dan kini gadis itu yang berlari cepat sudah masuk gua, serta-merta
gadis ini merangkul dan menangis, membenamkan muka ke dadanya! Suling Emas
memejamkan dan mendongak ke atas, sekuat tenaga berusaha menekan guncangan
hatinya, namun sia-sia.
˜Ah, betapa gelisah dan khawatir hatiku tadi.. aku sedang
mengejar Enci Sian Eng ketika aku teringat akan keadaanmu. Aku hendak kembali
ke pondok namun sesat jalan. Aku.. aku gelisah dan melihat kau berjalan dengan
muka pucat bersama pemuda itu, aku heran dan mengikuti.. pertemuanmu dengan gadis
baju hijau yang aneh. Ah, Suling Emas, betapa khawatir hatiku. Dia.. dia
mencintamu dan.. ah syukurlah. Kini aku bahagia. Kiranya kau hanya mencinta aku
seorang, seperti juga aku hanya mencinta engkau seorang di dunia ini..!!
Suling Emas tidak menjawab, tidak mampu menjawab karena
jantungnya yang berdebar-debar seakan-akan hendak pecah itu mencekik
tenggorokannya. Karena itu ia hanya dapat menggelengkan kepalanya keras-keras.
Gerakan ini agaknya terasa oleh Lin Lin yang segera mengangkat muka memandang. Suling
Emas menunduk, muka mereka berdekatan, dua pasang mata saling pandang. Kembali
Suling Emas menggeleng kepala dan pandang matanya sayu.
Lin Lin memeluk lebih erat lagi. ˜Kenapa kau menggeleng
kepala? Apa maksudmu hendak menyangkal? Suling Emas, betapapun kau hendak
berpura-pura, hatimu tidak akan dapat menipuku, tidak akan menipumu. Debar
jantungmu meneriakkan betapa kau mencintaku. Ah, jangan kaugoda aku..!! Kembali
Lin Lin membenamkan mukanya pada dada yang bidang itu. Sejenak Suling Emas
tenggelam ke dalam alam perasaan indah dan nikmat yang membuat ia
membelai-belai rambut hitam halus dan menciuminya penuh nafsu. Biarpun mereka
tak berkata-kata, dengan muka Lin Lin terbenam di dada Suling Emas dan muka
Suling Emas terbenam di rambut Lin Lin, namun keduanya sama-sama tenggelam
dalam kebahagiaan yang hanya dapat dirasakan oleh mereka yang terbuai asmara.
Mereka tidak menghiraukan bahkan tidak tahu betapa angin makin keras mengamuk
di luar gua.
˜Koko (kanda).. sebetulnya siapakah namamu?! Lin Lin berbisik
lirih.
Akan tetapi bagi Suling Emas, bisikan lirih ini
seakan-akan merupakan halilintar menyambar kepalanya yang menghancurkan semua
mimpi indah dan menyeretnya kembali kepada kenyataan. Dengan halus akan tetapi
pasti ia memegang kedua pundak Lin Lin dan mendorong gadis itu sehingga
terlepas dari padanya kemudian ia melangkah mundur dan memutar tubuhnya
membelakangi Lin Lin sambil berseru keras,
˜Tidak.. tidak mungkin..!!
Tentu saja Lin Lin terkejut sekali dan memandang dengan
muka pucat dan hati khawatir. ˜Ada apakah? Apa yang tidak mungkin..?! katanya
sambil memegang lengan Suling Emas, akan tetapi pendekar ini tetap membuang
muka dan kedua matanya dipejamkan.
˜Tak mungkin kita lanjutkan kegilaan ini. Lin Lin, aku..
betapapun perih rasa hatiku, aku.. aku tak mungkin begitu gila untuk menerima
perasaanmu yang murni. Tak mungkin!! Kata-kata terakhir ini keluar dari mulut
Suling Emas seperti keluhan dengan suara gemetar dan parau.
Lin Lin tersentak bagaikan disambar petir. Dua titik air
mata meloncat turun di atas pipinya yang pucat dan sepuluh jari tangannya
bergerak-gerak saling remas membayangkan hati yang bingung, perih dan gelisah.
˜Kenapa..? Kenapa..? Suling Emas, bukankah kau
mencintaiku? Sejak pertama kali kita bertemu di kota raja.. sikapmu selama
ini.. pengakuanmu di depan gadis tadi.. bukankah itu semua membuktikan bahwa
kau pun mencintaiku seperti aku mencintamu? Ataukah.. aku telah salah duga?
Suling Emas, katakanlah, sebagai seorang laki-laki yang gagah, katakanlah,
apakah kau menolak kasihku? Apakah kau tidak.. tidak mencintaku seperti yang
kuduga?!
Suling Emas bersedakap memangku lengan, ia masih membuang
muka dengan mata terpejam karena tidak kuasa ia memandang wajah gadis yang
bicara dengan suara begitu tergetar memilukan. Akhirnya ia dapat menjawab,
suaranya lirih dan tersendat-sendat menahan goncangan hati.
˜Adik Lin Lin, semata-mata bukan aku menolak cinta
kasihmu, bukan pula membencimu, akan tetapi justeru aku sangat menyayangkan
nasibmu kelak apabila kau menjadi jodohku. Lin Lin, engkau cantik jelita, muda
remaja, engkau berhak memperoleh seorang suami yang lebih segala-galanya
daripada aku. Masih banyak kesempatan bagimu untuk bertemu jodoh yang tampan
dan gagah perkasa, seorang satria sejati yang tepat menjadi teman hidupmu
selamanya. Aku.. ah, aku sudah tua untukmu, Lin Lin!!
Di belakang punggungnya, Suling Emas mendengar isak
tangis Lin Lin. Ia mengeraskan hatinya. Apa yang ia ucapkan tadi adalah suara
hatinya. Lin Lin adalah adiknya, sungguhpun bukan adik kandung dan berasal dari
orang lain, namun gadis ini sudah menggunakan she (keturunan) ayahnya, bernama
Kam Lin, adik Kam Bu Song, dia sendiri!
Ayahnya sudah meninggal dunia, berarti dia sebagai putera
sulung menjadi pengganti ayahnya. Dia adalah kakak Lin Lin, juga wakil ayah Lin
Lin. Dia yang berkewajiban mencarikan jodoh untuk adiknya ini, jodoh yang
tepat. Mana mungkin dia sendiri terlibat cinta kasih dengan Lin Lin! Mana
mungkin dia memperisteri Lin Lin, mengambilnya sendiri menjadi jodohnya. Dunia
akan mentertawakannya, arwah ayahnya akan mengutuknya, Thian akan menghukumnya.
Kalau saja Lin Lin bukan bernama Kam Lin, bukan adik angkatnya, agaknya ia akan
membuka kedua lengannya, karena hanya pada Lin Lin ia melihat pengganti Suma
Ceng!
˜Tidak..! Kau tidak tua bagiku. Aku tidak sudi menjadi
jodoh orang lain. Aku hanya mencintaimu seorang! Suling Emas, apakah cinta
kasih murni mengenal usia? Ah, Suling Emas, aku yakin betul akan cinta kasihmu,
mengapa kau harus berpura-pura, menipu diri sendiri? Mengapa kau hendak
merenggut pertalian kasih antara kita, rela merobek hatimu sendiri dan
menghancurkan hatiku, hanya karena alasan usia? Tak tahukah engkau bahwa
sikapmu ini mengakibatkan hati kita robek-robek berdarah, dan selama hidup akan
menyiksa kita sendiri? Aku hanya mencinta engkau seorang, dan kau pun cinta
kepadaku.. ah, aku mohon kepadamu.. jangan patahkan ikatan suci ini.. Suling
Emas..!! Lin Lin menangis sesenggukan dan tiba-tiba ia berlutut dan merangkul
kedua kaki Suling Emas!
˜Jangan..! Jangan begitu..!! Suling Emas berseru kaget
sambil melangkah mundur.
˜Biarlah! Kau lihat. Demi cinta kasihku kepadamu, aku
berlutut dan bermohon kepadamu! Aku merendahkan diri, aku bersikap hina,
karena.. karena cintaku. Kau telah mengenalku, kalau bukan demi cintaku, lebih
baik aku mati daripada merendahkan diri seperti ini..!! Tiba-tiba Lin Lin
mengangkat mukanya dan berteriak,
˜Suling Emas..!! Akan tetapi pendekar itu sudah lenyap,
tidak berada di dalam gua lagi. Dengan isak tertahan Lin Lin melompat keluar,
disambut angin dan air hujan. Matanya sukar dibuka dan lebih sukar lagi
melakukan pengejaran dalam keadaan seperti itu.
˜Suling Emas..!! Berkali-kali ia menjerit,
memanggil-manggil dan lari ke sana ke mari mencari pendekar itu sambil
menangis. Air matanya bercucuran menyaingi air hujan. Beberapa jam kemudian
tubuh Lin Lin menggeletak pingsan di antara siraman air hujan.
˜Lin-moi..!! Bu Sin terkejut bukan main ketika melihat
tubuh Lin Lin seperti telah tak bernyawa lagi itu di atas rumput. Cepat-cepat
ia memondong tubuh adiknya dan berlari kembali ke pondok Kim-sim Yok-ong.
˜Locianpwe.. tolonglah.. tolonglah adikku ini..!
Kudapatkan dia seperti ini di dalam hutan..!! Bu Sin berkata dengan suara gugup
kepada kakek tabib yang sedang duduk di ruangan dalam.
Kim-sim Yok-ong menghampiri Lin Lin yang rebah di atas
bangku panjang di mana tadinya Suling Emas berbaring. Wajah Lin Lin pucat
sekali seperti mayat, dadanya tidak bergerak seakan-akan sudah tak bernapas
lagi. Hal inilah yang membuat Bu Sin kebingungan. Setelah menyentuh nadi
pergelangan tangan gadis itu, Yok-ong menggeleng-gelengkan kepalanya dan
menarik napas panjang, diawasi oleh Bu Sin yang menjadi amat gelisah.
˜Hemmm.. di dunia ini banyak terjadi hal-hal aneh! Entah
mengapa adikmu ini sekaligus dapat terserang perasaan malu, kecewa dan duka
secara berbareng. Padahal kulihat dia tadi demikian lincah gembira. Akan tetapi
jangan khawatir, dia tidak apa-apa.!
Bu Sin lega hatinya, namun ia sendiri terheran mendengar
keterangan itu. Lin Lin merasa malu, kecewa dan berduka? Apa sebabnya? Ia
memang sudah terheran-heran melihat Lin Lin. Adiknya ini tiba-tiba memiliki
kepandaian yang hebat, demikian pula Sian Eng. Apakah yang terjadi dengan kedua
orang adjknya? Ia belum mendapat kesempatan untuk bercakap-cakap. Kini Sian Eng
secara aneh sekali telah pergi entah ke mana, dan Lin Lin.. mengapa bisa
begini?
˜Tak usah kau khawatir, Yok-ong bilang dia akan sembuh
dua tiga hari setelah beristirahat!! Tiba-tiba terdengar suara orang dan Bu Sin
segera menengok, kiranya bibi gurunya, Kui Lan Nikouw yang berada di situ. Kui
Lan Nikouw memang tiba di pondok Yok-ong setelah orang-orang muda itu pergi.
Sebagai seorang beribadat, melihat keadaan Yok-ong, Kui Lan Nikouw menjadi
kagum sekali dan tanpa diminta ia lalu membantu merajang akar dan daun obat di
sebelah belakang pondok sambil menanti kembalinya para keponakannya.
Nikouw ini biarpun ilmu silatnya tidak sangat tinggi,
namun ia merupakan tokoh yang terkenal pula di Cin-ling-san dan tubuhnya masih
kuat. Biarpun ia hanya berdiam di Cin-ling-san, bertapa dan mengajarkan ilmu
batin menurut pelajaran Agama Buddha. Akan tetapi setelah lama ketiga orang
murid keponakannya meninggalkan Ting-chun, ia merasa khawatir juga, lalu pada
suatu hari ia meninggalkan Cin-ling-san, mencari keponakan-keponakannya ke kota
raja.
Secara kebetulan sekali di tengah perjalanan ia bertemu
dengan Bu Sin yang hendak mengunjungi Cin-ling-san untuk memberi laporan kepada
bibi gurunya tentang mereka bertiga, juga sekalian untuk membicarakan rencana
perjodohannya dengan Liu Hwee, puteri dari Beng-kauwcu (ketua Beng-kauw).
Girang hati nikouw ini mendengar tentang rencana perjodohan, akan tetapi di
samping kegirangannya, ia pun merasa gelisah memikirkan Sian Eng dan Lin Lin,
maka ia menegur keponakannya ini,
˜Sin-ji (anak Sin), mengapa kau tidak menanti adik-adikmu
sehingga dapat pulang bersama mereka? Kau benar-benar terlalu memikirkan
kepentingan sendiri. Kurasa, yang dapat menolong kita mendapatkan adik-adikmu
hanyalah Bu Song yang kini ternyata menjadi Suling Emas, pendekar besar yang
namanya sampai bergema di Cin-ling-san. Pinni (aku) mendengar pula tentang
pertandingan besar antara Thian-te Liok-koai di Thai-san. Kurasa Suling Emas
akan hadir pula di sana, maka sebaiknya kita langsung ke sana menemuinya.
Setelah kita berjumpa dengan Sian Eng dan Lin Lin, baru kita beramai pergi
kepada Beng-kauwcu untuk meminang puterinya.!
Demikianlah, secara kebetulan sekali Kui Lan Nikouw dan
Bu Sin muncul ketika terjadi pertandingan hebat di puncak Thai-san, di mana Kui
Lan Nikouw roboh oleh hawa pukulan dua orang kekek sakti karena hendak
menyelamatkan Bu Sin, akan tetapi secara mujijat nikouw ini ditolong oleh Bu
Kek Siansu. Nikouw ini tadinya gembira sekali karena tepat seperti dugaannya,
ia dapat bertemu dengan Suling Emas di puncak Thai-san, bahkan bukan hanya
dengan keponakannya yang telah lama hilang ini, juga malah bertemu pula dengan
Sian Eng dan Lin Lin yang telah memiliki kepandaian yang ajaib sekali.
Akan tetapi kegembiraannya hanya sebentar saja karena
sekarang kembali kedua orang keponakannya itu telah lenyap, bahkan kemudian Bu
Sin kembali dengan Lin Lin yang berada dalam keadaan pingsan, bahkan seperti
telah mati. Baiknya ada Kim-sim Yok-ong yang memberi jaminan bahwa Lin Lin
tidaklah berbahaya keadaannya.
Sampai dua hari dua malam Lin Lin tidak sadarkan diri.
Tak pernah membuka mata dan kadang-kadang ia mengigau tentang hal-hal yang tak
dimengerti sama sekali oleh Kui Lan Nikouw maupun Bu Sin yang dengan hati-hati
menjaganya. Ia sering kali mengigau tentang usia tua, tentang cinta yang
bernoda darah, tentang ratu-ratu dan puteri-puteri. Sering kali ia menjerit,
˜Bukan karena tua, akan tetapi karena kau mencinta wanita lain!!
Hanya sedikit bubur encer yang memasuki perutnya,
disuapkan ke dalam mulutnya oleh Kui Lan Nikouw. Tubuhnya menjadi kurus dan
mukanya pucat sekali, dan biarpun kedua matanya meram, akan tetapi banyak air
mata keluar dari sepasang matanya.
Pada hari ke tiga, pagi-pagi sekali ia membuka matanya,
menengok ke kanan kiri, tampaknya bingung.
˜Sin-ko..! Sukouw..!! Akhirnya ia berseru ketika mengenal
dua orang yang duduk di pinggir dipan. Ia bangkit duduk dan menubruk bibi
gurunya sambil menangis.
Kui Lan Nikouw mengelus-elus rambutnya, penuh kesabaran,
˜Kau berbaringlah saja, anak baik. Kau sudah sembuh,
hanya perlu beristirahat.!
˜Lin-moi, aku mendapatkan kau rebah pingsan di dalam
hutan. Apakah gerangan yang terjadi?!
Kui Lan Nikouw memberi isyarat dengan matanya kepada Bu
Sin, akan tetapi pemuda ini sudah terlanjur bicara, maka nenek ini menoleh
kepada Lin Lin dengan khawatir. Menurut anggapannya, tidak tepat saatnya untuk
bicara tentang itu selagi Lin Lin baru saja sadar. Akan tetapi Lin Lin hanya
mengerutkan kening, menggeleng kepala, matanya sayu. Ini pun hanya sebentar
karena tiba-tiba matanya mengerling kepada Kui Lan Nikouw dan kembali
merangkulnya.
˜Ah, girang sekali bertemu denganmu, Sukouw. Bagaimanakah
Sukouw bisa muncul di sini? Seperti dalam mimpi saja!!
Lega hati Kui Lan Nikouw. Kiranya Lin Lin masih biasa
seperti dulu, ramah dan lincah.
˜Nanti kuceritakan, Lin Lin. Sekarang kau rebahlah, kau
perlu beristirahat kata Kim-sim Yok-ong.!
˜Ah, Si Raja Obat itukah yang menolongku? Benar-benar dia
patut disebut Raja Obat, dan tentang hatinya emas atau bukan, perlu diselidiki
dulu.! Ia tersenyum dan sudah mendapatkan kegembiraannya kembali. ˜Aku tidak
merasa sakit apa-apa, Sukouw, hanya.. lemas dan.. dan lapar sekali! Kalau
begini rasanya aku sanggup menghabiskan nasi sepanci dan ayam gemuk tiga ekor,
bakmi dua kati!! Gadis ini tertawa dan Kui Lan Nikouw juga tertawa.
˜Bocah nakal! Dua hari ini kau bikin hatiku penuh
kekhawatiran saja.! Nikouw ini girang bukan main. Akan tetapi biarpun mulutnya
tersenyum, di dalam hatinya Bu Sin tidak puas. Ia terlampau kenal watak Lin Lin
yang memang mudah sekali berduka dan gembira, mudah menangis mudah tertawa
semenjak kecilnya. Akan tetapi kini ia melihat betapa di balik wajah berseri
dan senyum melebar itu terdapat awan gelap yang membayang dari kesayuan mata
adik angkatnya ini, mata sayu lesu yang hanya dapat timbul karena kedukaan yang
menindih hati. Maka diam-diam ia merasa prihatin dan kasihan kepada Lin Lin,
namun ia tidak berani bertanya karena ia mengenal watak Lin Lin yang takkan mau
bercerita kalau tidak atas kehendaknya sendiri.
Ditemani oleh Kim-sim Yok-ong, Lin Lin bersama kakaknya
dan bibi gurunya lalu makan masakan tanpa daging yang dimasak oleh Kui Lan
Nikouw. Selesai makan mereka bicara tentang peristiwa yang lalu terutama sekali
tentang keadaan dan sikap Sian Eng yang amat aneh.
˜Sungguh aku merasa heran sekali melihat Enci Sian Eng.
Mengapa ia melarikan diri dan apakah yang terjadi atas dirinya maka ia berubah
seaneh itu?! kata Lin Lin.
˜Kau sendiri pun aneh, Lin-moi. Kulihat kau telah
memiliki ilmu yang hebat sehingga berdua dengan Sian Eng kau mampu melawan
tokoh-tokoh iblis. Bagaimana kau bisa mendapatkan kemajuan dalam waktu singkat
dan memiliki ilmu yang luar biasa?!
Lin Lin tersenyum. ˜Ah, kebetulan saja aku mendapatkan
warisan ilmu yang tak dapat kuceritakan dari mana asalnya. Enci Sian Eng lebih
hebat, dan menjadi begitu aneh, seakan-akan kumelihat sinar yang tidak
sewajarnya dari mukanya.!
˜Sayang sekali, Bu Song juga ikut pergi dan tidak kembali
sampai sekarang. Belum sempat aku bercakap-cakap dengan keponakanku itu. Ah,
kurasa dia lebih mengetahui akan keadaan Sian Eng yang aneh,! kata Kui Lan
Nikouw.
˜Siapa katamu, Sukouw? Kakak Bu Song..? Di mana dia..?
Siapa..?! Lin Lin bertanya dengan muka terheran-heran. Sudah dua kali ia
mendengar disebutnya nama kakaknya yang sampai kini belum ia lihat itu.
Bu Sin tertawa. ˜Kasihan kau, Lin-moi. Sampai sekarang
pun kau belum tahu dan belum dapat menduga? Aku dan Sian Eng sudah tahu. Yah,
mungkin karena kau selalu terpisah dariku, maka kau tidak tahu akan rahasia
ini. Suling Emas, pendekar itu, dialah sebetulnya kakak Kam Bu Song yang kita
cari-cari!!
˜Prakkk!! Pecahlah cangkir yang berada di tangan Lin Lin.
Gadis ini bangkit berdiri, matanya terbelalak lebar ketika ia memandang kepada
Bu Sin dengan sinar mata tak percaya. Kemudian ia memandang Kui Lan Nikouw
dengan mata bertanya.
˜Dia..? Kakakku..?!
Bu Sin tertawa gembira melihat keheranan dan kekagetan
Lin Lin ini. Akan tetapi Kui Lan Nikouw memandang dengan kening berkerut,
karena sekarang nenek inilah yang dapat melihat bahwa gadis itu tidak hanya
heran dan kaget saja. Ia segera berkata menerangkan.
˜Tentu saja dia kakakmu, Lin Lin! Bu Song adalah putera
sulung ayahmu dengan Liu Lu Sian. Kemudian Bu Sin dan Sian Eng adalah anak-anak
ayahmu yang ke dua dan ke tiga, dari ibu mereka yaitu Souw Bwe Hwa sedangkan
kau sendiri adalah..!
˜Anak pungut! Aku hanya anak angkat!! Lin Lin berseru
keras.
Kini Bu Sin memandang kaget. ˜Biarpun anak angkat, akan
tetapi kau seperti anak ayah ibu sendiri, Lin-moi. Kau adik kami..!!
˜Adik angkatnya! Sebetulnya orang lain!! Lin Lin kembali
bersitegang sambil menggigit bibirnya yang gemetar.
˜Hushhh! Mengapa kau bicara begitu?! Kui Lan Nikouw
menegur. ˜Lin Lin, kau juga puteri ayahmu, biarpun anak angkat akan tetapi kau
sah menjadi keluarga Kam. Kau she (bernama keturunan) Kam dan namamu Lin..!
˜Bukan!! Lin Lin sudah meloncat sekarang, dan sinar
keemasan berkilauan ketika ia mencabut pedangnya. Pedang Besi Kuning! Melihat
ini, Bu Sin dan Kui Lan Nikouw juga bangkit berdiri dengan muka pucat. Hanya
Kim-sim Yok-ong yang tetap duduk tenang, hanya melirik sedikit ke arah Lin Lin,
agaknya kejadian seperti ini sama sekali tidak aneh baginya karena ia telah
mengetahui dasar-dasarnya.
˜Bukan! Aku bukan apa-apa kalian, bukan apa-apanya Bu
Song! Aku tidak punya she Kam, dan namaku adalah Yalina! Puteri Mahkota, Puteri
Khitan, yang mulia Puteri Yalina! Aku bukan apa-apa kalian. Aku bukan adiknya,
bukan adiknya..!! Tiba-tiba Lin Lin meloncat dan lari keluar dari dalam pondok,
pedangnya berkilauan.
˜Lin-moi..!! Bu Sin hendak mengejar akan tetapi lengannya
dipegang Kui Lan Nikouw.
˜Takkan ada gunanya, Sin-ji. Sejak dulu aku sudah menduga
bahwa sewaktu-waktu ia akan memenuhi panggilan darahnya. Memang dia berdarah
bangsawan Khitan. Kau tidak lihat sikapnya tadi? Begitu agung seperti puteri!
Biarkanlah, hatinya keras sekali dan kepandaiannya juga luar biasa, percuma
saja dihalangi kehendaknya.!
˜Korban asmara lagi..! Kim-sim Yok-ong bicara perlahan
seperti orang bicara kepada dirinya sendiri. ˜Penyakit orang muda yang amat
sukar diobati. Percuma saja aku disebut Raja Obat, terhadap penyakit yang satu
ini aku benar-benar angkat tangan..! lalu ia menarik napas panjang dan
meninggalkan meja, memasuki kamarnya untuk mengaso.
Bu Sin hanya dapat saling pandang dengan bibi gurunya,
tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh Raja Obat itu. Yang paling bingung dan
sedih adalah Bu Sin. Kembali ia harus berpisah dari Sian Eng dan Lin Lin.
Perpisahan yang amat aneh dan luar biasa. Sian Eng lenyap tak meninggalkan
bekas sehingga sukar baginya untuk mencarinya.
Akan tetapi Lin Lin biarpun pergi secara aneh dan tidak
sewajarnya, dapat ia duga bahwa adiknya, adik angkat, yang luar biasa ini besar
sekali kemungkinannya pergi ke Khitan! Hanya Suling Emas yang dapat ia
harapkan! Suling Emas, atau kakaknya, Kam Bu Song seoranglah yang dapat ia
harapkan bantuannya untuk mencari kedua orang adiknya itu. Akan tetapi, Suling
Emas juga lenyap tak berbekas, ke mana ia harus mencarinya?