Bab 29
˜Huah-hah-hah, si tabib memelihara anjing untuk menjaga
pondok agaknya!! kata si kakek merah sambil menudingkan telunjuk ke arah Suling
Emas. ˜Biar kuusir dulu anjing itu, menyebalkan benar!! Setelah berkata
demikian, kakek merah ini tiba-tiba menggerakkan tangan kanannya seperti orang
mendorong ke arah Suling Emas yang masih duduk di atas batu hitam. Terdengar
suara bercuitan menyambar ke arah Suling Emas. Pendekar ini kaget dan kagum
juga menyaksikan pukulan jarak jauh yang demikian dahsyat, akan tetapi ia tidak
menjadi gentar. Dengan tenang Suling Emas yang biasa menghormat kaum tua,
sengaja tidak mau menangkis, melainkan ia dalam keadaan masih bersila tubuhnya,
melayang ke atas mengelak pukulan dan seperti seekor burung, tubuhnya yang
masih duduk bersila itu hinggap pada batu lain di sebelah kiri.
Pukulan jarak jauh itu tidak mengenai dirinya, akan
tetapi terdengar suara keras dan.. batu hitam tempat duduk Suling Emas tadi
pecah-pecah dan di antara muncratnya batu itu tampak cahaya berapi yang panas
luar biasa!
˜Anjing penjaga yang baik..!! seru kakek putih dan dengan
mulut menyeringai memperlihatkan deretan giginya yang putih berkilauan, kakek
ini pun menggerakkan tangan kanannya mendorong ke arah Suling Emas.
Pendekar ini masih belum hilang kagetnya menyaksikan
akibat pukulan jarak jauh si kakek merah yang benar-benar dahsyat itu, pukulan
yang mengandung tenaga raksasa penuh hawa panas membakar yang sekali mengenai
tubuh manusia akan membuat tubuh itu tidak hanya remuk akan tetapi juga
terbakar! Kini melihat datangnya pukulan jarak jauh yang sama sekali tidak
bersuara namun membuat rumput-rumput di atas tanah yang dilalui seketika
menjadi layu, ia cepat-cepat menggerakkan tubuhnya melompat tinggi dan kemudian
turun berdiri dengan keadaan siap siaga.
Ia melihat betapa batu yang didudukinya bergoyang-goyang
sedikit, akan tetapi tidak pecah seperti tadi, malah tampaknya tidak apa-apa.
Tadinya ia mengira bahwa kepandaian kakek putih itu kalah jauh oleh kakek
merah, akan tetapi tiba-tiba si kakek merah berseru.
˜Wah-wah, agaknya kau berusaha keras mengalahkan aku.
Huah-hah-hah!!
Suling Emas kaget dan melihat lagi. Matanya terbelalak
kelika ia melihat batu besar yang disangkanya tidak apa-apa itu, kini mulai
bergerak-gerak tak lama kemudian runtuh dan kiranya sudah hancur menjadi debu!
Diam-diam ia kaget sekali. Dua orang kakek ini benar-benar merupakan
orang-orang yang paling sakti yang pernah ia jumpai atau dengar, kecuali tentu
saja Bu Kek Siansu, akan tetapi kakek itu memang boleh disejajarkan dengan manusia
biasa.
Cepat ia menjura penuh penghormatan sambil berkata.
˜Mohon maaf sebesarnya bahwa karena teecu tidak mengenal
siapa adanya Ji-wi Locianpwe, maka terlambat untuk mengadakan penyambutan.
Teecu juga hanya seorang tamu dari luan rumah Kim-sim Yok-ong yang kini sedang
sibuk mengobati orang sakit. Harap Ji-wi sudi menunggu, biarlah teecu
menyingkir kalau kehadiran teecu tidak menyenangkan hati Ji-wi.!
Biarpun maklum bahwa dua orang kakek itu sakti luar
biasa, akan tetapi tentu saja Suling Emas tidak merasa takut. Ucapannya yang
sopan dan mengalah bukanlah bayangan daripada rasa takut, melainkan bayangan
daripada sikapnya yang menghormat orang asing yang lebih tua, dan juga karena
ia sedang menghadapi tugas penting mewakili ibunya menghadapi anggauta-anggauta
Thian-te Liok-koai, maka dia tidak mau mencari perkara lain yang akan
mengacaukan tugasnya.
˜Huah-hah-hah, orang muda ini boleh juga. Heh, orang
muda, kami datang karena mendengar nama besar Kim-sim Yok-ong yang menjulang
tinggi sampai ke langit. Akan tetapi kami tidak percaya kalau tidak membuktikan
sendiri sampai di mana kepandaiannya. Kata orang, tabib sombong ini dapat
menghidupkan lagi orang mati terkena racun!!
Diam-diam Suling Emas mendongkol. Dua orang kakek ini
boleh jadi sakti, akan tetapi sikap mereka berandalan. ˜Saya rasa berita itu
tidak benar, Locianpwe. Sepandai-pandainya orang, bagaimana bisa menghidupkan
orang yang sudah mati? Akan tetapi memang benar bahwa Kim-sim Yok-ong pandai
sekali mengobati korban-korban segala macam pukulan dan senjata beracun yang
bagaimana parah sekalipun!!
˜Huh, huh!! Si kakek putih, berbeda dengan si kakek merah
yang selalu tertawa mengejek, kalau bicara selalu bersungut-sungut. ˜Siapa mau
percaya? Coba dia sembuhkan akibat pukulanku ini!! Setelah berkata demikian
kakek putih ini melemparkan tawanannya ke atas tanah dan tangan kirinya
bergerak. Terdengar jerit mengerikan dan tubuh orang gunung itu tidak berkutik
lagi, kaku kejang seperti sebatang balok.
˜Huah-hah-hah, bagus! Memang tanpa diuji mana mau
percaya? Andaikata dia bisa menyembuhkan dia itu, tak mungkin dia bisa
menyembuhkan orang ini!! Ia pun mendorong tawanannya ke depan dan memukul.
Kembali terdengar jerit keras dan orang gunung ke dua ini berkelojotan di atas
tanah.
Suling Emas kaget dan marah, akan tetapi dua orang kakek
itu sudah berkelebat dan lenyap dari situ. Hanya gema suara ketawa kakek merah
yang masih terdengar. Ingin Suling Emas mengejar dan menegur kakek itu, bahkan
ia pun siap untuk mengadu kepandaian dengan dua orang kakek yang kejam itu.
Akan tetapi karena kedua orang penduduk gunung yang tak berdosa itu berada
dalam keadaan luka hebat dan maut mengancam nyawa mereka, Suling Emas
membatalkan niatnya mengejar, kemudian cepat ia menghampiri dua orang korban
untuk memeriksa keadaannya.
Tercenganglah Suling Emas ketika menyaksikan keadaan dua
orang itu. Mereka sama sekali tidak terluka, akan tetapi keadaan mereka sungguh
mengerikan. Korban kakek putih masih tetap kaku kejang, seluruh tubuhnya mulai
berubah warna menjadi keputih-putihan dan biarpun masih bernapas, namun ketika
diraba terasa dingin seperti salju! Sebaliknya, korban kakek merah
berkelojotan, tubuhnya mulai kemerahan-merahan, bahkan dari lubang-lubang
tubuhnya mulai keluar asap tipis dan kalau diraba darahnya panas seperti api!
Melihat keadaan mereka ini, cepat-cepat Suling Emas lari
memasuki pondok untuk memanggil Kim-sim Yok-ong. Ia maklum bahwa kakek itu
sedang mengobati Tan Lian dan biasanya ia pun tidak berani mendesak atau
mengganggu si raja obat. Namun karena keadaan memaksa, terdorong rasa kasihan
terhadap dua orang penduduk gunung yang tak berdosa ini, Suling Emas segera
berseru dari pintu.
˜Locianpwe, harap lekas keluar, di sini ada dua orang
korban yang membutuhkan pertolongan Locianpwe!!
Akan tetapi sebetulnya tidak perlu dia berteriak-teriak
karena pada saat itu kebetulan sekali Kim-sim Yok-ong keluar dari dalam ruangan
pengobatan sambil tersenyum. Begitu melihat kakek ini, teringatlah Suling Emas
akan keadaan Tan Lian maka cepat ia bertanya,
˜Bagaimana dengan keadaan nona itu, Locianpwe?!
Lega hati Suling Emas. Setelah mendengar bahwa Tan Lian
tertolong, ia teringat kembali kepada dua orang korban di luar.
˜Locianpwe, di luar ada dua orang korban yang keadaannya
amat berbahaya, harap Locianpwe sudi monolong orang-orang yang tak berdosa
itu.! Tanpa banyak cakap lagi Kim-sim Yok-ong lalu melangkah cepat keluar
pondok. Melihat dua orang menggeletak di pekarangan rumahnya, yang seorang
berkelojoikn dan yang kedua diam tak bergerak kaku, ia cepat menghampiri dan
memeriksa. Keningnya berkerut-kerut dan ia menggeleng-gelengkan kepala,
kadang-kadang mulutnya mengeluarkan seruan-seruan heran dan kaget.
˜Kim-siauw-eng, apakah yang terjadi di sini tadi?!
tanyanya tanpa menoleh kepada Suling Emas sambil memeriksa tubuh korban kakek
putih yang makin lama makin dingin tubuhnya itu. Dengan singkat Suling Emas
menuturkan tentang dua orang kakek aneh yang tadi datang. Mendengar ini, tabib
sakti itu mengeluarkan seruan aneh, bangkit berdiri dan memandang Suling Emas
dengan mata terbelalak.
˜Agaknya mereka itu bukan manusia!! serunya kaget. ˜Kalau
mereka manusia, tokoh dari golongan manapun juga, tentu pernah kulihat atau
setidaknya kudengar nama dan keadaannya. Akan tetapi selama puluhan tahun aku
hidup, belum pernah mendengar tentang seorang kakek putih dan seorang kakek
merah. Lebih hebat lagi, aku tidak mengenal pula pukulan-pukulannya terhadap
dua orang ini!! Ia menarik napas panjang.
˜Gunung Thai-san ini boleh dibilang tinggi, namun
puncaknya masih kalah tinggi oleh awan. Sungguh segala sesuatu di dunia ini tak
dapat diukur batasnya. Mereka itu agaknya sengaja menantangku dan hendak
menguji. Hemmm, orang-orang sesat, nyawa manusia dibuat main-main! Butakah
mereka sehingga tidak melihat bahwa mati hidupnya seseorang bukan sekali-kali
tergantung daripada kepandaianku mengobati, melainkan tergantung sepenuhnya
pada kehendak Thian? Kim-siauw-eng, bawalah masuk mereka, akan kucoba menolong,
sungguhpun aku merasa ragu-ragu untuk dapat menyelamatkan mereka.!
Suling Emas cepat mengempit dua orang itu dan membawanya
masuk ke dalam pondok dan atas permintaan tabib sakti itu. Ia membaringkan
mereka di atas bangku-bangku kayu yang berada di ruangan belakang. Kemudian
seperti yang diminta oleh Kim-sim Yok-ong. Suling Emas menanggalkan pakaian
kedua orang itu, pakaian bagian atas sehingga tubuh mereka bagian atas
telanjang. Ngeri sekali keadaan mereka. Tubuh mereka itu kini yang seorang
sudah berubah putih, yang kedua menjadi merah, persis warna kulit ke dua orang
kakek aneh itu.
Sementara itu, Kim-sim Yok-ong sibuk membakar ujung
jarum-jarum perak dan emas di atas api lilin. Kemudian ia menghampiri korban
kakek putih yang tubuhnya kaku dan berwarna putih itu. Dengan gerakan hati-hati
sekali namun tidak ragu-ragu, ia menancapkan jarum-jarum emas pada jalan-jalan
darah tertentu di dada, leher dan pusar! Kemudian ia menggunakan jarum-jarum
perak untuk menusuk jalan-jalan darah pada tubuh orang kedua yang menjadi
korban kakek merah.
Setelah pada masing-masing tubuh kedua orang korban itu
tertancap tujuh batang jarum, Kim-sim Yok-ong mengeluarkan sebatang pisau yang
tajam lalu melukai kedua telapak tangan mereka dengan ujung pisau.
Aneh! Dari luka di telapak tangan korban kakek putih segera
mengucur keluar darah yang keputih-putihan sedangkan dari luka di telapak
tangan korban kakek merah mengucur darah yang kehitaman! Lambat laun,
berubahlah warna pada wajah kedua orang itu, kembali menjadi normal dan napas
mereka pun mulai tenang. Akhirnya mereka bergerak-gerak mengeluh panjang.
Kim-sim Yok-ong menarik napas panjang, kelihatan lega hatinya. Akan tetapi
agaknya ia tadi telah mengerahkan tenaga dan mencurahkan seluruh perhatiannya,
sehingga ia tampak lelah dan sambil menghapus keringatnya, ia mulai mencabuti
jarum-jarum yang menancap di tubuh kedua orang itu.
˜Siapapun kedua iblis itu, dia tidak mungkin dapat
mengalahkan kekuasaan Thian,! kata Kim-sim Yok-ong perlahan. ˜Inilah buktinya!
Karena agaknya Thian belum menghendaki kedua orang tak bersalah ini tewas,
kebetulan sekali aku dapat menyembuhkan luka-luka mereka yang hebat, akibat
pukulan aneh yang belum pernah kusaksikan sebelumnya. Betapapun juga, pukulan
kakek merah itu mengandung, unsur panas sedangkan pukulan kakek putih mengandung
pukulan dingin. Di dunia ini, hanya terdapat dua macam unsur tenaga, Im dan
Yang, sungguhpun berbeda ragam dan caranya, namun bersumber sama.!
Suling Emas menyaksikan dan mendengarkan dengan hati
penuh kekaguman. Akan tetapi pada saat itu terdengar suara ketawa yang sudah
amat dikenalnya.
˜Huah-hah-hah, Kim-sim Yok-ong! Jangan bergembira dulu
dan merasa senang! Cobalah kau punahkan akibat pukulan-pukulan kami ini!!
Bagaikan kilat menyambar, Suling Emas sudah berkelebat
keluar pondok, siap untuk menghadapi dua orang iblis asing yang hendak menguji
kepandaian Kim-sim Yok-ong dengan cara buas, yaitu melukai orang-orang tak
bersalah itu, main-main dengan nyawa orang seakan-akan mereka itu hanya
binatang-binatang kelinci saja. Akan tetapi alangkah kagetnya ketika tiba di
pekarangan depan, ia tidak melihat dua orang kakek itu melainkan empat orang
dusun lain yang sudah menggeletak tak bergerak di atas tanah.
˜Celaka! Keji benar mereka!! serunya sambil membuhgkuk
untuk memeriksa.
˜Jangan pegang mereka! Biarkan aku memeriksa lebih dulu!!
seru Kim-sim Yok-ong sambil berlari-lari keluar.
Hebat sekali keadaan empat orang itu. Mereka adalah
korban baru. Ada yang tulangnya patah-patah sampai menjadi puluhan potong! Ada
yang tulangnya remuk-remuk. Ada yang seluruh tubuhnya keluar bintik-bintik
merah dan orang ke empat mengeluarkan darah dari semua lubang di tubuhnya!
˜Kejam..!! Seru Yok-ong. ˜Kim-siauw-eng, bantulah aku.
Mereka harus cepat-cepat ditolong!!
Maka bekerjalah Suling Emas mengangkat orang-orang itu ke
dalam pondok dan ia girang melihat dua orang dusun pertama sudah dapat bangun.
Segera Yok-ong menyuruh mereka pulang sanibil membawa obat-obat minum kepada
kedua orang itu. Akan tetapi selanjutnya ia sibuk mengobati empat orang yang
menderita luka-luka hebat sekali. Suling Emas hanya membantu, memasakkan obat,
mengambilkan daun ini dan akar itu, sambil mengagumi cara tabib sakti itu
menolong para korban. Cekatan dan terampil, hati-hati dan tepat sehingga
kembali empat orang itu dapat diselamatkan nyawanya.
Akan tetapi, secara berturut-turut pekarangan depan
pondok itu kebanjiran para korban dua orang kakek iblis yang aneh itu, yang
selalu meninggalkan korban mereka di pekarangan pondok sehingga dalam waktu
setengah hari saja di situ berkumpul tiga puluh orang lebih yang terancam
nyawanya dengan pelbagai macam luka-luka hebat, dari racun-racun yang paling
ganas sampai pukulan-pukulan yang paling keji yang selamanya belum pernah
terbayangkan oleh Suling Emas, bahkan yang banyak di antaranya membuat si tabib
sakti agak bingung!
Akhirnya si tabib sakti terpaksa mengakui kehebatan dua
orang kakek itu karena menjelang senja, sudah ada empat orang yang tewas,
karena tak mampu ia menyembuhkannya!
Hebatnya, malam itu masih bertambah lagi jumlah korban
sehingga seluruhnya menjadi lima puluh orang korban tangan maut kakek merah dan
kakek putih yang luar biasa ini! Suling Emas memuncak kemarahannya, namun ia
tidak dapat melakukan pencegahan atau pun pengejaran karena tenaganya amat
dibutuhkan untuk membantu Kim-sim Yok-ong. Baiknya Tan Lian siuman menjelang
malam dan keadaannya sedemikian baiknya sehingga gadis ini mampu bangkit duduk
dan memandang ke kanan kiri dengan keheran-heranan karena ia melihat seorang
kakek tua dibantu oleh Suling Emas sibuk mengurus dan mengobati puluhan orang.
Biarpun yang sembuh telah disuruh pulang oleh tabib sakti itu, namun di dalam
rumah masih terkumpul tiga puluh orang dan enam orang mayat!
˜Ahhh.. apa yagg terjadi? Di mana aku..?! Gadis itu
bertanya, penuh kengerian hati.
Suling Emas segera menghampiri dan giranglah hatinya
melihat gadis itu sudah sembuh sama sekali, tempak dari wajahnya yang segar.
˜Syukur kau telah tertolong, Nona. Akan tetapi kau harus
beristirahat di sini barang tiga hari menurut pesan Yok-ong Locianpwe. Akan
tetapi celaka, hari ini terjadi hal hebat. Dua orang iblis yang tidak terkenal
mengamuk dan melukai banyak orang, hanya untuk menguji kepandaian Kim-sim
Yok-ong.! Secara singkat Suling Emas menceritakan keadaan itu, sedangkan Yok-ok
sama sekali tidak ambil peduli dan tetap sibuk mengurusi mereka yang luka.
Tan Lian menjedi heran dan terharu menyaksikan kebaikan
hati tabib itu. ˜Apa? Aku harus beristirahat saja melihat begini banyaknya
orang yang perku ditolong? Tidak, Locianpwe, aku siap membantumu!! Ia meloncat
turun dari pembaringan dan biarpun kepalanya masih agak pening, namun gadis ini
dengan cekatan lalu mulai membantu dengan masak air den lain-lain.
Kim-sim Yok-ong mengangguk-angguk dan memandang sebentar.
˜Boleh kau boleh membantu. Yang tak boleh kau lakukan hanya pengerahan tenaga
dalam. Bagus hari ini aku bersusah-payah menolongmu bukah tiada gunanya. Nona
kau ambilkan bungkusan dari atas lemari itu, kemudian kau bakar ujung semua
jarum ini sampai terasa panasnya pada ujung gagangnya.!
Demikianlah, tiga orang itu semalam suntuk sibuk menolong
orang dan baiknya dua orang iblis tua itu agaknya sudah cukup ˜menguji
kepandaian! Kim-sim Yok-ong, buktinya tidak ada lagi orang terluka mereka
antarkan.
Pada keesokan harinya menjelang tengah hari, barulah
selesai pekerjaan itu. Sebanyak empat puluh lebih orang telah sembuh dan boleh
pulang, akan tetapi ada delapan orang yang tak dapat tertolong dan kini rebah
menjadi mayat di dalam pondok. Kim-sim Yok-ong tampak lelah sekali, jauh lebih
lelah dari Tan Lian yang juga bekerja keras dalam keadaan belum pulih
tenaganya. Kakek ini tampak duduk di atas bangku, bersila dan wajahnya keruh,
keningnya berkerut-kerut dan agak pucat. Ia berkali-kali menarik napas panjang
dan memandangi mayat-mayat yang berjajar di situ.
˜Locianpwe, harap Locianpwe tidak merasa berduka. Sudah
cukup hebat kepandaian Locianpwe dan delapan orang korban ini agaknya memang
sudah dikehendaki Thian untuk mati. Apakah yang harus disesalkan? Biarlah saya
mengubur mayat-mayat ini!!
Kim-sim Yok-ong menggeleng-geleng kepalanya dan menarik
napas panjang,
˜Bukan itu yang menyusahkan hatiku, orang muda. Kau tidak
mengerti, apa kehendak dua orang aneh itu dengan perbuatan mereka?!
˜Apalagi kalau tidak hendak menguji kepandaian Locianpwe?
Kalau memang mereka itu orang-orang yang mempunyai sedikit saja
perikemanusiaan, tentu mereka akan menyesali perbuatan mereka dan akan mengakui
keunggulan Locianpwe dalam hal melawan dan memunahkan akibat pukulan-pukulan
beracun mereka!!
˜Bukan.., bukan demikian. Ketahuilah, Kim-siauw-eng,
mereka itu sengaja melakukan bermacam-macam pukulan dengan penggunaan racun
yang berbahaya, tak lain hendak mempelajari caraku memberi obat. Mereka
memaksaku mengeluarkan ilmu pengobatan dan agaknya mereka memang sengaja hendak
mempelajarinya. Ilmu pengobatan memang amat baik dan boleh saja diketahui semua
orang, akan tetapi kurasa bukan dengan niat baik kedua orang itu
mempelajarinya, buktinya cara mereka mempelajari sudah cukup ganas dan keji.
Aku khawatir sekali..!
˜Siapakah iblis-iblis itu?! Tan Lian berseru. ˜Kalau
sudah pulih kembali kesehatanku, akan kucari mereka dan kuajak mereka
bertanding. Membasmi mereka atau mati di tangan mereka merupakan tugas seorang
yang menjunjung kegagahan!!
Suling Emas memandang kagum dan kakek itu menghela napas.
˜Nona, bukan sekali-kali aku memandang rendah kepadamu. Akan tetapi kepandaian
dua orang itu, biapun Thian-te Liok-koai sendiri belum tentu dapat
menandinginya!!
Suling Emas kaget. Ia harus percaya omongan tabib dewa
ini yang tentu dapat menilai kepandaian orang melihat akibat
pukulan-pukulannya. Diam-diam ia bergidik dan makin kuat niatnya untuk
menggempur dua orang kakek itu.
˜Biarlah saya mengubur mayat-mayat ini dan setelah itu,
aku akan mencari mereka berdua untuk minta pertanggungan jawab mereka!!
Dengan dibantu oleh Tan Lian, Suling Emas mengubur
delapan mayat itu, disaksikan oleh Kim-sim Yok-ong yang merasa prihatin sekali.
Baru kali ini selama ia memdapat julukan Raja Obat, ia gagal menyembuhkan
delapan orang yang meninggal dunia di depan matanya. Ia merasa terhina sekali.
Setelah delapan buah mayat itu dimasukkan lubang di tanah
dan mereka mulai menguruk dengan tanah, tiba-tiba terdengar suara ketawa dari
arah barat, suara ketawa kakek merah bersama suara ejekan kakek putih yang
sudah dikenal baik oleh Suling Emas.
˜Huah-hah-hah, kiranya hanya begini saja kepandaian si
Raja Obat!! terdengar suara kakek merah.
˜Kau tidak patut dan tidak berhak menggunakan sebutan
Yok-ong (Raja Obat) lagi!! seru suara kakek putih.
˜Locianpwe, biarkan saya memberi hajaran kepada mereka!!
Suling Emas berseru marah, dan hendak lari ke barat dari mana suara-suara itu
datang. Akan tetapi tiba-tiba tangannya dipegang orang. Ia menoleh dan ternyata
Tan Lian yang memegang tangannya, wajah gadis itu pucat dan memandang dengan
penuh kekhawatiran.
˜Ada apa, Nona Tan?! tanya Suling Emas merasa terganggu.
Merah wajah Tan Lian dan gadis ini segera melepaskan
pegangannya. ˜Tidak apa-apa, hanya.. mereka itu benar-benar sakti, mari kubantu
engkau..!
˜Terima kasih. Tidak perlu, karena kau sendiri masih
belum boleh mengeluarkan tenaga, harus beristirahat sampai sembuh.! Suling Emas
lalu berkelebat dan lari untuk mencari dua orang kakek iblis itu.
˜Kau.. berhati-hatilah..!! seru Tan Lian dan sampai lama
gadis ini berdiri bengong memandang ke arah barat, ke arah perginya pendekar
yang sudah menundukkan hatinya itu. Sampai lama ia berdiri seperti patung, tidak
tahu bahwa pekerjaan menguruk kuburan masih menanti dan juga bahwa si kakek
tabib memandanginya dengan tarikan napas panjang.
˜Anak yang baik, mayat-mayat itu menunggu untuk diuruk
selekasnya!! Tiba-tiba tabib itu berkata. Sadarlah Tan Lian daripada lamunannya
dan segera ia mengerjakan tanah galian untuk menguruk lubang-lubang kuburan itu
bersama Kim-sim Yok-ong. Kemudian tabib itu mengajak Tan Lian ke pondok dan
mereka membersihkan pondok dari darah yang berceceran. Kim-sim Yok-ong
menyiram-nyiramkan obat pemunah hawa beracun dan membakar akar wangi, kemudian
ia memanggil gadis itu untuk duduk di depannya.
˜Tak usah kau merasa khawatir. Biarpun kedua orang iblis
itu lihai sekali, namun Suling Emas biarpun masih muda adalah seorang pendekar
yang sakti dan waspada. Kurasa tidak akan mudah mencelakakan Suling Emas,! kata
kakek itu dengan suara menghibur.
˜Mudah-mudahan begitulah, Locianpwe,! jawab Tan Lian yang
kemudian menjatuhkan dirinya berlutut di depan kakek itu. ˜Saya berhutang nyawa
kepada Locianpwe, apabila dalam hidup ini saya tidak mampu membalas, biarlah
dalam penjelmaan lain saya akan menjadi binatang peliharaan Locianpwe untuk
membalas budi.! Dan tiba-tiba dengan sedih nona ini menangis.
Kim-sim Yok-ong tertawa, mengelus-elus jenggotnya dan membangunkan
gadis itu.
˜Jangan begitu, kau duduklah. Jangan kauikat aku dengan
belenggu karma. Semua yang kulakukan bukanlah untuk menanam budi, juga bukan
bermaksud menolong, melainkan karena sudah menjadi kewajibanku. Anak yang baik,
kalau orang sudah setua aku ini, seharusnya melakukan segala sesuatu tanpa
pamrih, hanya berdasarkan kewajiban dan sebagai pujaan kepada kebesaran Thian.
Nona, kau telah terpukul oleh seorang yang memiliki
pukulan dasar dari ilmu silat Beng-kauw, pukulan yang dahsyat dan yang tadinya
kuanggap hanya mampu dilakukan oleh Pat-jiu Sin-ong seorang. Siapakah yang
memukulmu dan mengapa? Bagaimana pula Suling Emas yang membawamu ke sini? Kalau
kau tidak keberatan, harap kauceritakan kepadaku karena aku merasa kasihan
kepadamu dan ingin memberi sekedar nasihat.!
Makin sedih tangis Tan Lian mendengar pertanyaan ini. Ia
hidup sebatangkara, selama ini tidak ada orang lain yang memperhatikan nasibnya
kecuali, tentu saja, Thio San. Thio San adalah seorang pemuda, tunangannya
sejak kecil. Akan tetapi ia telah menyia-nyiakan pertunangannya dengan Thio San
dan selalu menghindari pemuda itu karena besarnya tekad dan cita-citanya selama
ini untuk membalas dendam. Selain ini, di lubuk hatinya, ia pun tidak puas
dengan tunangan ini, tunangan yang dipilih ayahnya semenjak ia masih kecil
karena Thio San adalah putera sahabat baik ayahnya. Ia tidak puas karena Thio
San, sungguhpun merupakan seorang pemuda yang tampan dan baik, dan yang
ternyata amat setia dan amat mencintanya pula, hanya seorang pemuda terpelajar
yang lebih tekun mempelajari kesusastraan sehingga dalam pandangannya Thio San
adalah seorang pemuda lemah yang tidak mengerti ilmu silat. Tidak sesuai dengan
keadaannya sendiri sebagai puteri mendiang Hui-kiam-eng Tan Hui yang terkenal
sebagai seorang pendekar besar.
˜Locianpwe, banyak terima kasih atas perhatian Locianpwe
terhadap diri saya yang bernasib malang ini. Sesungguhnya secara terus terang
saya mengakui bahwa yang memukul saya adalah adik tiri Suling Emas, sedangkan
Suling Emas adalah.. adalah musuh besar saya.!
˜Apa? Musuh besarmu? Akan tetapi dengan susah payah dia
membawamu ke sini!!
˜Itulah yang memberatkan hati saya, Locianpwe, dan saya
mohon petunjuk. Sebetulnya bukan dia musuh saya, melainkan ibunya,
Tok-siauw-kui yang sudah membunuh ayah saya.!
˜Siapakah ayahmu?!
˜Mendiang ayah adalah Hui-kiam-eng Tan Hui..!
˜Ahhh..! Tentu saja aku kenal dia. Lalu bagaimana?
Teruskanlah dan jangan ragu-ragu, mendiang ayahmu dahulu adalah sahabat baikku,
dia seorang pendekar besar.!
Mendengar ini, makin deras air mata mengucur keluar dari
sepasang mata gadis itu. Setelah dapat meredakan tangisnya ia menyambung
ceritanya, ˜Kematian ayah membuat saya menjadi seorang yang hidup sebatangkara,
tidak ada cita-cita lain di hati kecuali mencari Tok-siauw-kui dan membalas
dendam. Akan tetapi karena Tok-siauw-kui amat lihai sehingga ayah sendiri kalah
olehnya, saya melewatkan waktu sampai belasan tahun untuk memperdalam ilmu
silat. Akan tetapi, Locianpwe, alangkah malang nasib saya.
Begitu saya merasa bahwa sudah tiba saatnya saya pergi
mencari Tok-siauw-kui yang kabarnya berada di Nan-cao, bersembunyi di sana dan
saya segera berangkat, di tengah jalan saya mendengar berita bahwa
Tok-siauw-kui baru saja tewas! Ah, hancur hati saya karena saya tidak berhasil
membalas dendam. Akan tetapi, kemudian saya mendengar dari It-gan Kai-ong bahwa
Tok-siauw-kwi adalah ibu dari Suling Emas. Tentu saja saya ikut bersama
tokoh-tokoh kang-ouw lain untuk membalaskan sakit hati itu kepada putera musuh
besar saya. Kembali saya kecewa, Locianpwe, karena.. karena.. saya tidak mampu
mengalahkan Suling Emas, malah.. malah.. ketika saya bersumpah di depan makam
ayah untuk membalaskan dendam itu kepada isteri dan anak-anak Suling Emas, saya
dipukul roboh oleh adik tirinya dan.. dia malah menolong saya..! Gadis itu
kembali menangis sedih.
˜Hemmm.. hemmm.. tidak hanya kau kalah oleh Suling Emas,
malah hatimu pun roboh oleh asmara. Kau mencinta Suling Emas?!
Seketika berhenti tangis Tan Lian dan ia melonjak kaget,
memandang kakek itu dengan muka pucat dan mata terbelalak. Kakek itu tetap
tersenyum sabar.
˜Bagaimana.. bagaimana.. Locianpwe bisa tahu..?! Akhirnya
Tan Lian bertanya dengan suara gagap.
Senyum kakek itu melebar, ˜Aku pernah muda, anak baik,
dan sudah banyak kusaksikan di dunia ini. Sudah banyak dongeng dan peristiwa
terjadi karena cinta. Kalau tidak karena cinta, agaknya tidak akan terjadi
urusanmu dengan Suling Emas, tidak akan terjadi permusuhan yang terpendam di
hatimu. Ayahmu pun menjadi korban cinta. Karena itu, kau percayalah kepadaku,
anak baik, buang jauh-jauh perasaan itu karena kulihat bahwa kau berbakat untuk
menjadi muridku. Tadinya aku tidak ada niat memiliki murid, akan tetapi setelah
dua iblis itu mengakaliku dan mencuri banyak pengetahuanku, aku harus
menurunkan kepandaianku. Kaulah yang cocok untuk menjadi muridku, tidak saja
kau berbakat, akan tetapi kau pun anak sahabatku.!
Tan Lian menjatuhkan diri lagi berlutut di depan kakek
itu.
˜Ohhh, Locianpwe saya merasa seakan-akan bertemu dengan
ayah saya. Locianpwe, tolonglah saya. Saya sudah bersumpah hendak membunuh
isteri dan anak-anak Suling Emas, akan tetapi.. dia tidak punya isteri dan..
dan memang betul saya jatuh cinta kepadanpa. Locianpwe, sudilah Locianpwe
menolong saya, mewakili orang tua saya yang sudah tiada, harap suka usahakan
perjodohan saya dengan Suling Emas. Kalau hal ini tidak terjadi, saya merasa
sia-sia hidup di dunia, dendam ayah tak terbalas, hasrat hati hendak memunahkan
dendam dengan ikatan jodoh tak tercapai..!
Kakek itu termenung sejenak. ˜Suling Emas termasuk
seorang di antara tokoh-tokoh aneh di dunia ini. Aku khawatir kalau-kalau
maksud hatimu akan gagal, Nak. Mengapa tidak kaubatalkan saja dan hidup
mencapai kebahagiaan penuh damai daripada kesunyian seperti aku? Aku tanggung
bahwa kebahagiaan itu akan jauh lebih sempurna daripada kebahagiaan itu akan
jauh lebih sempurna daripada kebahagiaan duniawi.!
˜Cobalah dulu, Locianpwe. Belum tentu dia tidak setuju,
agaknya.. agaknya dia pun bukan tak suka kepada saya..!
Akhirnya kakek itu mengangguk-angguk dan menghela napas.
˜Baiklah.. baiklah, akan tetapi jangan kau lalu membunuh diri kalau dia
menolak. Berjanjilah dulu, tanpa janjimu aku takkan mau menerima permintaanmu.!
˜Saya berjanji takkan membunuh diri kalau.. dia menolak.!
˜Dan akan suka menjadi muridku,! sambung kakek itu.
˜.. dan akan suka menjadi murid Locianpwe..!
˜Bagus!! Kakek itu tampak girang, ˜Nah, kau
beristirahatlah, kita menanti sampai dia kembali.!
Akan tetapi pada saat itu, di luar pondok terdengar
langkah kaki orang. Tergopoh-gopoh Tan Lian berlari keluar, hatinya sudah tak
sabar lagi untuk menyambut kedatangan Suling Emas. Ia harus cepat melihat
dengan mata sendiri bahwa pendekar itu kembali dalam keadaan selamat. Ketika ia
melangkah keluar dari pintu pondok, tiba-tiba ia tercengang dan berdiri seperti
patung, memandang laki-laki muda yang berdiri di pekarangan rumah itu dengan
mata terbelalak. Pemuda itu, yang berpakaian sederhana seperti seorang pelajar,
kelibatan lelah sekali, berwajah tampan dan keningnya lebar, juga memandang
kepadanya, mata yang sayu kelelahan itu bersinar-sinar, wajahnya berseri-seri.
˜Lian-moi..!! Akhirnya ia berseru dan tersaruk-saruk ia
melangkah maju.
˜Kau..? Kenapa kau datang ke sini?!
˜Kenapa? Lian-moi, tentu saja hendak mencarimu,
menyusulmu! Lian-moi, hampir gila aku mencarimu, mengikuti jejakmu. Lian-moi,
mengapa kau di sini dan dengan siapakah kau..! Orang muda yang bukan lain
adalah Thio San itu tiba-tiba berhenti karena melihat munculnya seorang kakek
yang bersikap tenang dan bermata tajam muncul di pintu, di belakang
tunangannya.
˜Thio San! Sudah berapa kali kujelaskan kepadamu bahwa di
antara kita sudah tidak ada ikatan dan tidak ada urusan apa-apa lagi. Kenapa
kau begini tak tahu malu dan masih berani menyusulku dan mengikutiku selalu?
Pergilah!!
˜Tapi..!
˜Pergilah, sebelum aku habis sabar dan terpaksa bertindak
kasar!!
˜Tapi, Lian-moi, kita bertunangan..!
˜Hemmm, kalau tidak ingat akan hubungan itu, sudah
dulu-dulu aku mengenyahkanmu dengan kekerasan. Thio San, sejak dua belas tahun
yang lalu, di depan engkau dan orang tuamu, bukankah aku sudah menyatakan
pembatalan ikatan itu? Bukankah sudah kujelaskan secara terang-terangan apa
yang menjadi sebabnya? Thio San, antara kita sudah tidak ada apa-apa lagi. Nah,
cukup, kau pergilah!!
Karena hampir tidak kuat menahan air matanya, Tan Lian
lalu membalikkan tubuhnya dan lari memasuki pondok.
Pemuda itu berdiri dengan muka pucat, sinar matanya
menjadi makin sayu, wajahnya makin muram, tubuhnya bergoyang-goyang seperti
sebatang pohon terlanda angin, agaknya ia mengerahkan seluruh tenaganya agar
tidak roboh.
˜Orang muda,! Kim-sim Yok-ong berkata, suaranya halus
menghibur. ˜Aku tidak berhak mencampuri urusanmu, akan tetapi biarlah
kuperingatkan kau bahwa perjodohan yang dipaksakan oleh sepihak takkan
membentuk rumah tangga yang berbahagia. Syarat utama perjodohan adalah kesediaan,
kerelaan dan cinta kasih kedua pihak. Karena itu, seorang laki-laki harus dapat
menguatkan hati dan rela berkorban perasaan demi mencegah dirinya sendiri
terperosok ke dalam neraka rumah tangga yang tidak bahagia.!
Suara orang lain yang memasuki telinganya menyadarkan
pemuda itu dari keadaan yang memelas itu. Ia mengangkat dadanya dan menegakkan
kepalanya, memandang tajam kepada kakek itu ketika menjawab.
˜Orang tua, aku tidak mengenal siapakah engkau, akan
tetapi karena ucapanmu bermaksud baik, aku berterima kasih sekali kepadamu.
Namun, kalau aku harus membenarkan pendapatmu itu, lalu ke mana nanti perginya
kesetiaan dan kebaktian? Jodoh yang sudah dipilihkan orang tua semenjak kecil,
harus diterima dengan rela, itu bakti namanya! Satu kali orang bertunangan,
harus ditunggu sampai mati, itu setia namanya! Betapapun juga, kau betul, orang
tua. Dia tidak suka kepadaku dan aku tidak dapat memaksanya. Dia seorang ahli
silat yang lihai, hatinya penuh dendam yang belum terbalaskan, hidupnya
bagaikan seekor naga yang melayang-layang di angkasa dengan bebas beterbangan
di antara awan dan petir! Sedangkan aku.. aku..!
˜Dan kau seorang muda yang penuh filsafat, yang mabuk
akan ujar-ujar kuno, yang hidup menurunkan garis-garis dalam kitab, yang buta
akan kenyataan bahwa betapapun mengecewakannya, manusia yang belum mau
melepaskan diri daripada kehidupan ramai, berarti belum mungkin terlepas
daripada nafsu-nafsu duniawi! Kau tidak mau mengerti bahwa orang seperti Tan
Lian hanya tunduk kepada nafsu yang menguasai hatinya, sebaliknya kau hanya
tunduk kepada peraturan tanpa mau menjenguk keadaan orang lain. Orang muda, aku
kasihan kepadamu. Kau seorang yang baik, berbakti dan setia, akan tetapi kau
lemah! Bukan lemah jasmani saja, juga lemah batinmu karena kau malu akan kenyataan
bahwa juga engkau telah dikuasai nafsu yang mendorong cinta nafsumu terhadap
Tan Lian, akan tetapi kau tidak berterus terang, malah kau hendak menutupi
cintamu dengan dalih setia dan berbakti! Sayang..!
Tiba-tiba dua titik air mata membasahi pipi pemuda itu
yang menundukkan mukanya dan berkata,
˜Orang tua, kau betul. Aku cinta padanya, tapi dia
menolakku. Namun, aku akan menanti dengan sabar, seperti yang sudah kulakukan
belasan tahun lamanya, karena kulihat dia masih sendiri. Kalau dia sudah bersuamikan
orang lain, barulah aku akan mundur. Maafkan aku, orang tua,!
Setelah berkata demikian, pemuda itu menjura dan
membalikican tubuh, lalu berjalan dengan langkah-langkah gontai meninggalkan
pondok.
Sampai lama Kim-sim Yok-ong berdiri memandang dari depan
pintu pondoknya sambil menggoyang-goyang kepala dan menghela napas.
˜Sampai sekarang, entah sudah berapa juta orang muda
menjadi korban penyakit asmara ini. Sungguh memalukan, aku yang berjuluk
Yok-ong belum juga dapat menemukan obatnya!! Sambil menggeleng-geleng kepala ia
memasuki pondoknya dan melihat Tan Lian menangis terisak-isak sambil menutupi
muka dengan kedua tangan, kakek ini tidak mau bertanya-tanya lagi. Ia maklum
bahwa gadis ini tentu merasa menyesal, berduka, dan malu karena urusan pribadinya
telah terdengar orang lain.
˜Locianpwe.., aku.. aku malu sekali. Ah, Locianpwe tentu
akan memandang rendah kepadaku.. seorang gadis yang sudah ditunangkan sejak
kecil akan tetapi berani minta tolong kepada Locianpwe untuk menguruskam
perjodohan dengan pria lain..! Kalau Locianpwe merasa bahwa aku terlalu hina
dan rendah, biarlah aku pergi dari sini dan tidak berani mengganggumu lagi..!
˜Hemmm, aku tahu keadaan hatimu, Nak, dan tidak biasanya
aku mencampuri urusan pribadi orang lain. Aku tidak memandang rendah dan aku
tetap akan memegang janjiku.!
Mendengar ucapan ini, Tan Lian berlutut dan merangkul
kaki Yok-ong sambil menangis.
Dengan gerakan yang cepat sekali, bagaikan terbang saja
terlihat dari jauh, pendekar sakti Suling Emas lari mendaki puncak Thai-san. Ia
sengaja mencari tempat-tempat tinggi, bahkan kadang-kadang ia meloncat naik ke
atas pohon untuk melihat keadaan sekitar pegunungan itu dalam usahanya mencari
jejak dua orang iblis tua yang telah mengacau pondok Kim-sim Yok-ong. Namun
sudah sehari semalam ia mencari, hasilnya sia-sia belaka.
Pada harti ke dua, pagi-pagi sekali ia sudah tiba di
puncak paling tinggi dan selagi ia meneliti keadaan sekelilingnya, tiba-tiba ia
mendengar tetabuhan khim yang nyaring, merdu dan halus. Sejenak kagetlah Suling
Emas karena ingatannya melayang-layang, mengira bahwa Bu Kek Siansu berada di
tempat ini. Akan tetapi ketika ia memperhatikan, ia segera mengerutkan
keningnya. Suara alat musik yang-khim yang ditabuh ini, sungguhpun cukup
nyaring dan merdu, namun memiliki gaya yang liar dan iramanya merangsang.
Betapapun juga, harus ia akui bahwa tenaga yang keluar dari suara khim ini
cukup hebat, menimbulkan rangsang yang mendebarkan jantung dan bagi orang yang
kurang kuat tenaga batinnya, tentu akan roboh di bawah pengaruh suara itu.
Kemudian Suling Emas tersenyum dan teringatlah ia akan
Siang-mou Sin-ni, seorang di antara Thian-te Liok-koai, yang dapat mainkan
yang-khim seganas ini? Ia ingat bahwa dahulu wanita iblis ini telah merampas
alat musik yang-khim dari tangan Bu Kek Siansu dan agaknya ia telah mempelajari
alat musik itu, disesuaikan dengan ilmu untuk menyerang orang, baik melalui
suara yang-khim maupun dengan cara mempergunakan alat musik itu sebagai
senjata.
Diam-diam Suling Emas menghitung-hitung dan memang hari
itu sudah tiba saatnya perjanjian para anggauta Thian-te Liok-koai mengadakan
pertemuan untuk mengadu ilmu di puncak Thai-san. Karena suara yang-khim dari
Siang-mou Sin-ni itu merupakan panggilan atau tantangan, untuk sementara Suling
Emas menunda urusannya mencari dua orang asing dan kini ia mencabut sulingnya,
meniup dan melagukannya sambil melangkah lebar ke arah datangnya suara.
Sungguh ajaib suara yang terdengar di hutan-hutan Gunung
Thai-san pada saat itu. Kalau ada orang mendengar suara ini tentu akan mengira
bahwa suara itu bukan sewajarnya, mungkin para iblis hutan sedang berpesta.
Suara suling mengalun, bergelombang turun naik mengelus perasaan, menyegarkan
akan tetapi juga memabukkan karena memiliki daya seret yang menghanyutkan.
Suara ini mengiringi atau diiringi suara berkencringnya yang-khim yang diseling
dengan ˜melody! yang jelas satu-satu dan nyaring, namun bukan main hebatnya
suara ini karena setiap bunyi ˜ting!! dari sehelai kawat yang disentil jari,
cukup kuat daya serangnya untuk membuat jantung lawan putus! Perpaduan suara
musik yang aneh dan bergema di seluruh hutan, menari-nari di puncak pohon,
bahkan menembus dasar jurang yang paling dalam.
Pertandingan jarak jauh yang dilakukan dengan ˜suara! itu
benar-benar amat menarik. Kini Suling Emas tidak melangkah lagi, melainkan
berhenti dan berdiri tegak. Mukanya agak merah dan dari belakang kepalanya
tampak uap putih tipis. Ini menandakan bahwa Siang-mou Sin-ni sudah memperoleh
kemajuan pesat sehingga untuk menghadapi suara yang-khim itu, Suling Emas tak
boleh bersikap sembarangan dan harus pula mencurahkan perhatian dan mengerahkan
tenaga sin-kang. Akan tetapi, begitu pendekar sakti ini memusatkan tenaganya,
suara yang-khim makin menjadi lemah seakan-akan terdesak suara suling yang
makin melengking tinggi itu. Anehnya, daun-daun pohon yang masih hijau segar,
yang tumbuh di atas kepala dan di dekat Suling Emas meniup sulingnya, tiba-tiba
rontok satu demi satu, melayang-layang ke bawah dengan gerakan aneh dan lucu
seakan-akan daun-daun itu menari-nari mengikuti bunyi irama suling!
Akhirnya suara yang-khim itu berhenti dan terdengar
keluhan, lalu disusul suara Siang-mou Sin-ni dari jauh. Suara itu terdengar
lamat-lamat akan tetapi cukup jelas.
˜Suling Emas, saat mengadu kepandaian adalah malam nanti
kalau bulan sudah muncul. Aku hanya main-main, kenapa kau sungguh-sungguh?!
Suling Emas juga menghentikan tiupan sulingnya dan ia
menarik napas panjang lalu tersenyum. Kata-kata itu tak perlu dia menjawabnya.
Ia tahu bahwa untuk menghadapi malam pertemuan bulan lima tanggal lima belas,
yaitu malam nanti di mana akan diadakan pertandingan untuk menentukan tingkat
masing-masing, Siang-mou Sin-ni berusaha untuk ˜mengukur keadaannya! dengan
suara yang-khim tadi. Dan menurut pendapatnya bahwa biarpun ia tidak kalah oleh
Siang-mou Sin-ni dalam penggunaan sin-kang di dalam suara, namun kemajuan
wanita iblis itu tak boleh dipandang ringan begitu saja dan malam nanti akan
merupakan lawan yang tangguh.
Setelah Siang-mou Sin-ni pergi, Suling Emas teringat
kembali akan dua orang kakek yang dicarinya. Ia lalu melanjutkan usahanya
mencari jejak kedua orang itu.
˜Dua Locianpwe yang muncul di pondok Kim-sim Yok-ong,
silahkan keluar, saya mau bicara!! Demikianlah berkali-kali ia berteriak dengan
pengerahan khi-kangnya sehingga suaranya bergema sampai jauh. Namun hasilnya
sia-sia, tidak ada jawaban kecuali gema suaranya sendiri.
Ia melangkah terus dan tiba di sebuah puncak lain. Di
sini ia pun berdiri dan meneriakkan panggilannya seperti tadi. Oleh karena
suaranya memang keras, apalagi dengan pengerahan khi-kang, suara itu bergema
dan burung-burung yang tadinya enak-enak hinggap dan mengaso di atas
cabang-cabang pohon, berlindung dari panasnya matahari di antara daun-daun,
menjadi kaget dan beterbangan sambil bercuwit-cuwit, sekelompok burung yang
kebetulan berada di pohon dekat Suling Emas berdiri, kaget dan kelepak sayapnya
terdengar gaduh. Suling Emas mengangkat muka memandang sambil tertawa.
Akan tetapi suara ketawanya terhenti ketika ia melihat
sinar hitam seperti asap menyambar ke atas dan burung-burung itu yang jumlahnya
belasan ekor runtuh ke bawah dan berjatuhan di depan kaki Suling Emas. Ketika
ia memandang teliti, ternyata burung itu semua telah mati dan kulit mereka
berubah menjadi hitam sedangkan bulu-bulunya rontok! Tahulah ia bahwa bukan
hanya Siang-mou Sin-ni saja yang sudah hadir di Thai-san, dan agaknya para
anggauta Thian-te Liok-koai mulai mendemonstrasikan kelihaiannya.
˜Hek-giam-lo iblis keji. Tak perlu kau memperlihatkan
kekejamanmu di hadapanku, kalau kau mau mulai bertanding, keluarlah!!
Tidak ada jawaban kecuali suara dengus mengejek yang
disusul oleh sambaran sinar hitam yang cepat bagaikan kilat gerakannya.
Diam-diam Suling Emas kagum dan mengerti bahwa kepandaian Hek-giam-lo dalam hal
melepas senjata rahasia Hek-in-tok-ciam (Jarum Beracun Awan Hitam) telah maju
dan jauh lebih berbahaya daripada dahulu dalam pertandingan di puncak Thai-san
ini. Karena ini Suling Emas tidak mau memandang rendah.
Cepat tangannya sudah mencabut keluar kipas birunya dan
dengan gerakan yang diisi lwee-kang sepenuhnya ia mengibas ke depan. Runtuhlah
jarum-jarum hitam itu, semua lenyap ke dalam tanah. Akan tetapi sinar hitam ke
dua menyusul, malah lebih besar dan lebih kuat. Ketika Suling Emas mengibaskan
kipasnya lagi, sinar itu membalik, tapi hanya kurang lebih dua meter, lalu
terdorong maju lagi, mendesak terus, bahkan kini mulai berpencar menjadi tiga
bagian yang menerjang tubuh Suling Emas dari atas, tengah, dan bawah!
Suling Emas terkejut karena pada saat itu, di belakang
sinar hitam yang sudah pecah menjadi tiga bagian, tampak belasan sinar
berkilauan menyambar pula ke depan. Itulah barisan hui-to (golok terbang),
senjata rahasia dari Hek-giam-lo yang ampuh sekali di samping senjata rahasia
jarum-jarum beracunnya. Dengan cara luar biasa sekali, iblis hitam itu dapat
menyambitkan tiga belas batang golok kecil (belati) sekaligus dan tiga belas
batang pisau terbang itu secara tepat mengancam tiga belas bagian tubuh yang
kesemuanya mematikan!
˜Hek-giam-lo, terlalu kau!! seru Suling Emas dengan
marah. Tangan kanannya sudah mencabut sulingnya dan bagaikan terbang tubuhnya
sudah mencelat ke atas. Ketika sinar-sinar hitam itu mengejar, ia mengibaskan
kipasnya dan berbareng ia memutar sulingnya merupakan lingkaran besar di depan
tubuhnya. Ketika belasan pisau terbang itu tiba, pisau-pisau itu ˜tertangkap!
oleh lingkaran sinar suling, terus ikut berputar-putar merupakan bundaran sinar
berkilauan yang indah sekali.
˜Terimalah kembali!! bentak Suling Emas yang sudah turun
ke bawah. Sulingnya digerakkan seperti mendorong dan tiga betas batang pisau
terbang yang tadinya beterbangan memutar-mutar di depan Suling Emas, kini
seperti belasan ekor burung terbang kembali ke sarangnya!
Seperti juga Siang-mou Sin-ni, tahu-tahu terdengar suara
Hek-giam-lo dari jauh, ˜Malam nanti kita bertanding!!
Suling Emas mendongkol sekali akan tetapi ia tidak mau
mengejar karena memang saat yang dijanjikan adalah malam nanti kalau bulan
purnama sudah muncul menyinari bumi. Ia berjalan terus mencari dua orang kakek
sakti yang aneh dan kejam. Diam-diam ia merasa khawatir juga. Dari peristiwa
tadi ia mendapat kenyataan bahwa Siang-mou Sin-ni dan Hek-giam-lo sudah
memperoleh kemajuan pesat dan jauh lebih berbahaya daripada dahulu. Tentu
iblis-iblis yang lain, It-gan Kai-ong dan kakak beradik Toat-beng Koai-jin dan
Tok-sim Lo-tong juga telah memperdalam ilmu-ilmu mereka. Dia tidak gentar
menghadapi mereka, akan tetapi siapa tahu, kalau dua orang kakek asing yang
baru muncul mengacau di pondok Kim-sim Yok-ong itu membantu para iblis,
sukarlah untuk mencapai kemenangan.
˜Aku harus menghadapi dua orang kakek itu lebih dulu
sebelum bertanding dengan Thian-te Liok-koai,! pikirnya dan kembali ia
melanjutkan usahanya mencari. Hari telah menjelang senja ketika ia makin
mendekati puncak di mana pertandingan antara Thian-te Liok-koai akan diadakan.
Makin tinggi orang mendaki gunung, makin dinginlah hawa
udara. Suling Emas juga sudah mulai merasa dingin, apalagi menjelang senja itu,
puncak Thai-san diliputi kabut yang cukup tebal. Ketika ia memasuki sebuah
hutan pohon cemara tiba-tiba terdengar suara hiruk-pikuk dan banyak pohon
tumbang, malah ia lalu terpaksa berloncatan ke sana ke mari untuk menghindarkan
dirinya tertimpa batang-batang pohon yang beterbangan ke arahnya! Suling Emas
cepat menyelinap sambil meloncat ke sana-sini, kemudian tahulah ia bahwa yang
˜main-main! dengan batang-batang pohon adalah Toat-beng Koai-jin dan Tok-sim
Lo-tong! Agaknya mereka berdua juga melihatnya, karena kini mereka tertawa-tawa
dan semua batang pohon dan batu-batu besar yang mereka permainkan itu kini
menimpa ke arah Suling Emas! Pendekar ini memperlihatkan ketangkasan dan
kegesitannya.
Biarpun ada ˜hujan! pohon dan batu-batu besar, bagaikan
seekor kera ia menyelinap dan mengelak ke sana-sini. Demikian cepat dan ringan
gerakannya sehingga bajunya saja tak pernah tergores cabang pohon yang
menimpanya bertubi-tubi.
˜Dua iblis liar, beginikah cara kalian menandingiku?!
Suling Emas membentak dan sudah siap untuk balas menyerang. Akan tetapi sambil
tertawa-tawa dua orang iblis itu melarikan diri, dan Suling Emas tidak mau
mengejar mereka. Ia melanjutkan perjalanannya, sementara itu cuaca mulai
menjadi remang-remang dan hawa udara makin dingin.
Puncak tertinggi sudah tampak menjulang tinggi di depan
matanya. Ia sudah mulai putus asa untuk bisa mendapatkan dua orang kakek aneh
itu, karena ia sudah tidak ada waktu lagi untuk mencari mereka. Ia harus pergi
ke puncak untuk menemui dan menandingi iblis-iblis yang berkumpul, untuk
mewakili ibu kandungnya yang dulu ditantang oleh It-gan Kai-ong. Akan tetapi
tiba-tiba ketika ia membelok, ia melihat pemandangan aneh sekali di pinggir
anak sungai yang mengalir deras dari sumbernya.
Dua orang kakek yang dicari-carinya selama sehari semalam
itu ternyata, tanpa diduga-duga kini berada di depannya! Si kakek putih duduk
bersila di tengah sungai, tenggelam sampai sebatas lehernya. Bukan main! Hawa
udara begitu dinginnya menyusup tulang, dan air sungai itu pun dinginnya
melebihi salju, akan tetapi kakek ini duduk bersila merendam diri, kelihatannya
enak-enak tidur ataukah sedang samadhi dengan tenangnya! Akan tetapi bukan, ia
bukan sedang tidur atau bersamadhi karena mulutnya mengomel panjang pendek,
˜Wah, panasnya, tak enak, sialan benar!! Hawa udara
begitu dingin, berendam di air gunung lagi, masih mengeluh kepanasan!
Adapun kakek merah tidak kalah anehnya. Kakek ini duduk
di pinggir sungai, bersila di atas tanah, dikelilingi api unggun yang menyala
besar. Jarak antara tubuh kakek itu dengan api yang mengelilinginya kurang dari
satu meter, seluruh tubuhnya yang sudah merah itu menjadi makin merah. Di
depannya terdapat sebuah periuk terisi air yang digodok di atas api, air yang
mendidih. Dapat dibayangkan betapa panasnya dikurung api besar sedekat itu,
akan tetapi kakek ini malah menggigil kedinginan dan kedua tangannya
berganti-ganti ia masukkan ke dalam periuk penuh air mendidih itu, lalu
menyiram-nyiramkan air panas itu ke mukanya. ˜Waduh dinginnya, tak tertahankan,
hu-hu-huuu.. dingin..!!
Alangkah sombongnya mereka ini, pikir Suling Emas. Ia
maklum bahwa kedua orang kakek ini memang sengaja berdemonstrasi seperti itu
untuk memamerkan kepandaian mereka. Memang harus diakui bahwa demonstrasi ini
jelas membuktikan kehebatan sin-kang mereka yang dapat membuat tubuh menjadi
kebal akan rasa panas maupun dingin. Perbuatan seperti ini hanya dapat
dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kesaktian, yang tenaga sin-kangnya
sudah mencapai tingkat tinggi. Akan tetapi sungguh suatu cara menyombongkan
kepandaian yang amat menggelikan kalau kepandaian seperti ini dibuat pamer,
apalagi terhadap dia! Karena merasa yakin bahwa dua orang ini sengaja
memamerkan kepandaian kepadanya maka terpaksa Suling Emas harus melayani
mereka. Ia mendekati kakek putih yang berendam di dalam air sebatas leher itu.
˜Ah, Locianpwe, memang kau benar, hawanya amat panas,
membuat orang ingin mandi terus. Akan tetapi aku tidak ada kesempatan mandi,
biar kurendam saja kepalaku!! Setelah berkata demikian, Suling Emas lalu
membenamkan kepalanya ke dalam air dan tidak dikeluarkannya dari dalam air
sampai lama sekali! Biarpun perbuatan ini hanya demonstrasi atau main-main,
akan tetapi jelas menang setingkat kalau dibandingkan dengan kakek putih yang
biarpun tubuhnya terendam air, akan tetapi hanya sebatas leher, kepalanya
tidak. Dan merendamkan kepala ke dalam air sedingin itu, apalagi sampai lama
sekali, tentu lebih sukar daripada merendam tubuh saja.
Ketika mendengar air itu berguncang cepat Suling Emas
mengangkat kepalanya. Ia maklum bahwa pukulan dari dalam air dapat membuat air
bergelombang dan kepalanya akan terancam bahaya luka di dalam kalau tergencet
hawa pukulan melalui gelombang itu. Kiranya kakek putih sudah berdiri dalam air
yang tingginya hanya sebatas pahanya, bajunya yang serba putih basah kuyup dan
kakek itu memandang dengan mata marah.
Akan tetapi Suling Emas tidak mempedulikannya, melainkan
segera menghapus muka dan kepalanya yang basah sambil menghampiri kakek merah yang
duduk dikurung api unggun dan main-main air mendidih.
˜Kau kedinginan, Locianpwe? Memang hawanya dingin bukan
main. Untung kau membuat api unggun!! Sambil berkata demikian, Suling Emas
menghampiri api dan memasukkan kedua tangannya ke dalam api yang bernyala-nyala,
bahkan membiarkan api itu bernyala menjilat leher dan mukanya!
˜Bocah sombong! Berani kau memamerkan kepandaian kepada
kami?! Kakek putih membentak marah dari dalam sungai.
˜Huah-hah-hah, orang muda, bukankah kau anjing penjaga
Kim-sim Yok-ong? Apakah kau menantang kami?!
˜Ji-wi Locianpwe, aku hanya mengimbangi cara kalian. Sama
sekali bukan bermaksud pamer. Aku bukan penjaga, melainkan sahabat baik Kim-sim
Yok-ong yang kalian ganggu dengan cara keji melukai banyak orang.!
˜Huah-hah-hah, ada delapan orang yang mampus, kan?
Mengapa dia tidak mampu menghidupkan mereka?! kata lagi kakek merah sambil
berdiri di tengah-tengah api unggun.
˜Kailan dua orang tua benar-benar terlalu. Ji-wi ini
siapakah dan mengapa melakukan pembunuhan keji hanya untuk menguji kepandaian
Kim-sim Yok-ong? Apakah dosanya orang-orang itu dan apa pula kesalahan Yok-ong
yang selalu menolong orang tanpa pandang bulu? Tidak ada orang di dunia
kang-ouw ini yang tidak menaruh sayang dan hormat kepada Yok-ong yang berhati emas,
akan tetapi kalian ini telah mempermainkannya.!
˜Heh, bocah lancang! Siapakah kau berani bicara seperti
ini kepada kami?! bentak si kakek putih.
˜Ha-hah, apa peduliku dengan orang-orang kang-ouw
cacing-cacing tiada guna itu?! kata pula kakek merah. ˜Kau siapa, bocah
lancang?!
˜Orang mengenalku dengan sebutan Kim-siauw-eng, Si Suling
Emas!!
˜Suling Emas, agaknya kau merasa menjadi pendekar muda.
Usiamu paling banyak tiga puluh tahun, masih bocah! Mana kau mengenal kami?
Yang tua-tua pun belum tentu mengenal kami. Akan tetapi kalau kau mau tahu, aku
adalah Lam-kek Sian-ong (Dewa Kutub Selatan) dan dia si putih itu adalah
Pak-kek Sian-ong (Dewa Kutub Utara)! Nah, kau sudah mengenal kami sekarang, dan
kau harus mampus!! Si kakek merah ini tiba-tiba menggerakkan tangannya ke arah
api dan.. bagaikan bintang-bintang beterbangan, lidah-lidah api itu menyambar
ke arah tubuh Suling Emas!
Suling Emas kaget sekali. Baru ia tahu bahwa demonstrasi
yang dilakukan kakek ini tadi hanyalah demonstrasi kecil saja, mungkin
dilakukan karena memandang rendah kepadanya. Akan tetapi serangan yang
dilakukannya kali ini, benar-benar hebat luar biasa, merupakan ˜pukulan berapi!
yang luar biasa, mengandung sifat panas melebihi api sendiri. Ia maklum bahwa
inti tenaga Yang ini amat kuat, ia takkan mampu menandinginya kalau melawan
dengan kekerasan, maka cepat Suling Emas menggunakan kipasnya mengebut sambil
meloncat ke sana ke mari. Api menyala-nyala yang menyambar itu merupakan api
yang didorong oleh tenaga pukulan jarak jauh, begitu terkena dikebut,
menyeleweng arahnya dan karena kakek itu terus melakukan pukulan sedangkan
Suling Emas terus mengibas sambil mengelak tampaklah pemandangan yang indah.
Api-api itu beterbangan, merah menyala dan padam apabila runtuh menyentuh
tanah, seperti kembang api yang dinyalakan orang untuk menyambut datangnya
musim semi!
˜Serahkan dia padaku!! seru si muka putih dan tiba-tiba
dari arah sungai melayang sinar-sinar putih berkeredepan dan setelah dekat,
Suling Emas merasa hawa dingin yang menembus kulit menyelinap ke tulang-tulang.
Kagetlah ia dan maklum bahwa juga kakek putih ini benar-benar sakti. Inti
tenaga Im yang dimiliki kakek itu sudah sedemikian hebatnya sehingga ia mampu
membuat air sungai dikepal menjadi salju atau es dan dilontarkan merupakan
peluru-peluru yang mengandung hawa pukulan dingin mematikan! Seperti juga
serangan api tadi, kini serangan es yang dingin tak mampu ia menghadapinya
dengan perlawanan tenaga, maka ia pun cepat mengelak ke sana ke mari sambil
menyelewengkan hujan es itu. Sebentar saja Suling Emas menjadi sibuk sekali,
kipasnya mengibas hujan api dari kanan, sulingnya menangkis hujan peluru es
dari kiri!
Adapun kedua orang kakek itu agaknya begitu penasaran
sehingga mereka tidak mau menggunakan cara lain untuk menyerang. Berkali-kali
terdengar mereka berseru kaget dan kagum. ˜Aneh, dia dapat bertahan!! disusul
seruan-seruan tak percaya, ˜Masa semua tidak mengenai sasaran?!
Agaknya karena penasaran inilah mereka terus melontarkan
pukulan seperti tadi dan Suling Emas terus-menerus menangkis dan meloncat ke
sana ke mari menyelamatkan diri tanpa mampu balas menyerang. Namun gin-kangnya
memang sudah hebat dan gerakan kaki tangannya sudah sempurna, maka biarpun
dihujani api dan es dari kanan kiri, pendekar ini tetap dapat mempertahankan
diri. Sementara itu, senja sudah mulai terganti malam dan bulan mulai menampakkan
dirinya. Bulan bundar dan penuh, kebetulan tidak ada awan menghalang, halimun
pun sudah pergi, maka keadaan menjadi terang benderang.
˜Suling Emas..! Mengapa kau tidak muncul? Takutkah
engkau?! Terdengar teriakan yang bergema, datangnya dari arah puncak.
Suling Emas sibuk sekali. Dua orang kakek ini lihai bukan
main, tak mungkin ia dapat meninggalkan mereka. Ia pun tahu akan kelihaian dan
kejahatan iblis-iblis yang berada di puncak. Kalau mereka tahu bahwa ada dua
orang kakek asing yang amat sakti memusuhinya, tentu mereka akan mempergunakan
kesempatan baik ini untuk memukul roboh padanya. Maka ia pun diam saja.
˜Huah-hah-hah, agaknya bocah ini banyak musuhnya.
Pek-bin-twako (Kakak Muka Putih), biar kita beri kesempatan padanya untuk
menghadapi musuhnya, baru nanti kita turun tangan, takkan terlambat.!