Ilmu ini mengajarkan cara I-kin-swe-jwe (Ganti Otot Cuci
Sumsum), cara bersamadhi dan bernapas, menghimpun tenaga sakti dan
menguasainya. Segera Sian Eng bersamadhi dan berlatih menurut petunjuk kitab
ini. Sama sekali ia tidak mengira bahwa kalau bagi orang lain harus memakan
waktu berbulan-bulan untuk memetik buah latihan ilmu ini, baginya hanya
membutuhkan beberapa hari saja oleh karena di dalam tubuhnya sudah terdapat dua
macam hawa panas dan dingin yang amat hebat berkat racun dari kelelawar.
Berhari-hari Sian Eng tekun berlatih dan apabila ia merasa lapar, ia menangkapi
kelelawar untuk dimakam dagingnya. Untuk minum tidaklah sukar karena dinding
batu-batu karang itu mengandung air, dan di sana-sini terdapat air jernih
menetes-netes dari atas. Tentang akar-akar dan buah-buah obat di atas meja,
tidak ia perhatikan ketika ia membaca keterangan di sampingnya bahwa obat-obat
itu adalah obat untuk pelbagai luka pukulan dan korban racun.
Demikianlah, tidak mengherankan apabila dua pekan
kemudian semenjak ia memasuki gua, Sian Eng sama sekali tidak mendengar
teriakan-teriakan Suma Boan yang menyusulnya dan berteriak-teriak dari luar
batu penutup lubang. Di waktu itu, ia sedang tekun bersamadhi menyempurnakan
sin-kang yang sudah terasa memenuhi tubuhnya. Dengan girang Sian Eng mendapat
kenyataan bahwa tenaga panas dan dingin yang kadang-kadang menguasainya, yang
membuatnya berkali-kali pingsan, kini dapat ia kuasai sepenuhnya dengan cara
yang diberikan oleh kitab itu.
Setelah merasa bahwa ia dapat menguasai tenaga mujijat
itu, Sian Eng menghentikan latihannya dan pada saat itulah baru ia melihat
gambaran di dinding, gambaran yang ada tanda-tanda huruf kecil terukir. Ia
segera memperhatikan dan bukan main girang hatinya karena gambaran-gambaran itu
merupakan tanda-tanda rahasia cara membuka dan menutup pintu-pintu rahasia dan
alat-alat rahasia lain yang dipasang di dalam istana di bawah tanah ini. Cepat
ia mencari rahasia batu besar yang menutup terowongan dan kiranya rahasianya
terletak pada batu itu sendiri. Di ujung kanan atas dari batu itu terdapat
bagian yang menonjol dan bagian inilah yang harus dipukul tiga kali ke dalam.
Dengan hati amat girang Sian Eng melompat melalui lubang
itu ke bagian atas, kemudian sekali lagi ia menerobos ke bagian paling atas
melalui lubang. Ia tidak sadar bahwa gerakannya melompat melalui lubang ini
hebat dan ringan sekali, jauh bedanya dengan keadaan dirinya sebelum memasuki
tempat ini. Begitu memasuki ruangan paling atas, hidungnya disambut bau yang
amat busuk dari bangkai-bangkai kelelawar yang bertumpuk-tumpuk di situ selama
beberapa hari. Sian Eng menutupi hidungnya dan dengan menahan napas ia lalu
menghampiri batu penutup terowongan. Betul saja, di bagian atas ujung kanan
batu itu terdapat bagian yang menonjol. Ia mengepal tangannya dan menghantam
tiga kali.
Terdengarlah suara berkerotokan dan.. dapat dibayangkan
rasa gembira hati gadis itu melihat batu besar itu bergerak dan masuk ke dalam
dinding membuka jalan terowongan itu seperti sediakala! Saking girangnya Sian
Eng lalu menjatuhkan diri berlutut dan menangis tersedu-sedu. Kemudian ia
teringat kembali kepada Suma Boan, maka cepat ia melompat dan berlari-lari
keluar melalui terowongan sambil tertawa-tawa gembira. Tadi ketika keluar dari
dalam kamar rahasia, ia telah mengambil dua buah kitab kuno yang ia kira tentu
akan memuaskan hati kekasihnya, karena kitab-kitab itu adalah kitab ilmu pedang
dan ilmu silat. Kini dua buah kitab kuno itu berada di balik baju dalamnya.
Akan tetapi ketika ia tiba di luar gua, di situ sunyi
sekali tidak kelihatan bayangan Suma Boan. Pada waktu itu, hari telah berganti
malam, keadaan di luar gua gelap gulita.
˜Suma-koko!! Sian Eng memanggil, menyangka bahwa
kekasihnya tentu sedang beristirahat di suatu tempat setelah menanti-nanti
kelurnya dengan hati kesal. Tentu kekasihnya itu merasa khawatir sekali,
mungkin sudah putus asa.
˜Suma-koko!! Berkali-kali ia memanggil sambil melangkah
keluar. Namun tidak ada yang menjawab. Tiba-tiba ia mendengar teriakan-teriakan
dari jauh. Sian Eng cepat menggerakkan kakinya mengejar. Juga kali ini ia tidak
sadar bahwa gerakan kakinya cepat dan ringan bukan main, dan bahwa ia telah
berlari cepat sekali! Ini adalah berkat hawa sakti di tubuhnya yang kini mulai
dapat ia kuasai setelah ia memiliki Ilmu Ban-kin Pek-ko-chiu. Sama sekali ia
tidak tahu bahwa Suma Boan baru saja keluar dari dalam gua, dan bahwa pemuda
itu hampir celaka oleh Liu Hwee dan Kauw Bian Cinjin.
Setelah melaktikan pengejaran dengan kecepatan
mengagumkan, akhirnya ia dapat menyusul dua bayangan yang berkejaran itu.
Segera ia mengenal Liu Hwee yang mengejar Suma Boan! Ia tidak mengenal apa
sebabnya, maka diam-diam ia hanya mengikuti mereka.
Ketika tiba di luar hutan, Liu Hwee mulai menyerang Suma
Boan dengan senjata rahasia jarum perak, kemudian karena pemuda itu terhalang
larinya ketika mengelak, gadis puteri ketua Beng-kauw ini cepat menerjangnya
dengan senjatanya yang hebat, yaitu sepasang cambuknya yang diganduli dua buah
bola baja.
˜Suma Boan manusia busuk, kau hendak lari ke mana?!
bentak Liu Hwee.
Suma Boan yang melihat bahwa gadis ini hanya mengejar
sendirian saja, menjadi marah dan timbul kembali keberaniannya. Tadi ia
melarikan diri karena gadis itu berdua dengan Kauw Bian Cinjin, merupakan lawan
yang amat berat. Sekarang, melihat gadis itu sendirian saja, ia lalu
membalikkan tubuh dan melawan sambil memaki.
˜Bocah sombong, kau bosan hidup!!
Seperti biasa, pemuda bangsawan ini melawan dengan tangan
kosong saja. Biasanya, menghadapi lawan muda, biarpun lawan bersenjata, ia
selalu mendapatkan kemenangan karena sebagai murid It-gan Kai-ong, tentu saja
ia memiliki tingkat ilmu silat yang tinggi. Akan tetapi kali ini ia berhadapan
dengan puteri Beng-kauw! Pula, Lio Hwee memegang senjata aneh yang amat
berbahaya. Di samping ini, baru saja Suma Boan mengalami hal-hal yang
melelahkan dan menakutkan, sedangkan betisnya yang ia potong dagingnya juga
masih terasa sakit. Oleh karena semua inilah maka sebentar saja ia terdesak
hebat dalam pertandingan mati-matian itu.
Cuaca remang-remang karena hanya diterangi
bintang-bintang di langit, dan dua orang ini bertanding mengandalkan ketajaman
telinga, karena ketajaman pandangan mata tidaklah dapat dipercaya dalam keadaan
setengah gelap itu.
Betapapun Suma Boan mengerahkan seluruh tenaga dan
kepandaian, ia tidak dapat mengimbangi kecepatan senjata cambuk di tangan Liu
Hwee dan pada saat sebuah di antara bola-bola baja itu menyambar pundaknya,
Suma Boan mengeluh panjang dan terhuyung-huyung. Ia sudah mengerahkan tenaga
untuk menolak pukulan itu, namun tetap saja karena yang diarah adalah jalan
darah yang lemah, ia menderita luka yang biarpun tidak parah namun cukup
membuat kedudukannya menjadi makin lemah.
˜Siapa berani mengotori tempat suci Beng-kauw, harus
mati!! seru Liu Hwee dan senjatanya kembali menyambar, kini mengarah kepala dan
yang sebuah lagi menotok pusar. Serangan maut yang agaknya sukar untuk dapat
dihindarkan oleh Suma Boan yang sudah terhuyung-huyung.
Akan tetapi tiba-tiba menyambar angin pukulan yang amat
dahsyat dari samping, yang membuat sepasang bola di ujung cambuk itu meleset
arahnya, bahkan tampak bayangan orang yang cepat menyambar cambuk itu dan
sekali merenggut, cambuk itu terampas dari tangan Liu Hwee! Gadis ini kaget
sekali karena sama sekali tidak menyangka-nyangka sehingga senjatanya kena
dirampas orang. Ia mengira bahwa yang datang tentulah It-gan Kai-ong atau
setidaknya tentu kawan Suma Boan yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, maka ia
meloncat mundur dan siap-siap menghadapi lawan tangguh dengan tangan kosong.
Akan tetapi bayangan itu sudah menyambar tubuh Suma Boan
dan dibawa lari dari tempat itu! Lie Hwee menjadi penasaran sekali, biarpun ia
maklum bahwa lawan amat tangguh dan ia harus berhati-hati, namun ia diam-diam
mengikuti dan mengejar ke arah lenyapnya bayangan yang membawa lari senjata dan
juga membawa lari Suma Boan itu. Sayang baginya, malam yang gelap membuat ia
kehilangan jejak lawannya sehingga akhirnya Lie Hwee hanya melanjutkan
pengejarannya dengan kira-kira saja, untung-untungan.
Sementara itu, bayangan tadi membuang jauh-jauh senjata
rampasannya, dan terus membawa lari Suma Boan.
˜Suma-koko.. kau terluka..?! katanya sambil lari.
Sejenak Suma Boan tak mampu menjawab. Tadi ketika ia
sudah terancam bahaya maut di tangan Liu Hwee, ia merasa girang dan heran
karena tertolong oleh bayangan yang belum ia ketahui siapa dia. Akan tetapi
ketika tubuhnya disambar dan dibawa lari, ia tahu bahwa orang ini adalah
seorang gadis yang pakaiannya robek-robek tidak karuan, akan tetapi yang
memiliki kepandaian hebat sekali.
Karena kehebatan gerak inilah maka ia tidak mengenal Sian
Eng, karena mana mungkin Sian Eng memiliki kepandaian sehebat ini? Pula,
keadaan yang gelap membuat ia tidak dapat melihat wajah gadis itu dengan baik.
Baru sekarang setelah gadis itu membuka mulut bicara, ia tahu bahwa penolongnya
bukan lain adalah Sian Eng! Tentu saja ia menjadi bengong dan tak mampu
menjawab. Pikirannya bekerja. Tentu terjadi sesuatu yang hebat kepada diri Sian
Eng, dan tentu selama dua pekan itu, Sian Eng telah mempelajari ilmu yang
sakti.
Suma Boan memang seorang yang cerdik, akan tetapi juga
hatinya kotor oleh syakwasangka dan penuh tipu muslihat. Ia mulai curiga. Tentu
gadis ini mengkhianatinya, setelah mendapatkan ilmu lalu dimilikinya sendiri!
˜Suma-koko.. hebatkah lukamu?! kembali Sian Eng bertanya
sambil melanjutkan larinya, karena gadis ini merasa khawatir kalau-kalau ada
yang mengejar mereka.
Suma Boan pura-pura mengeluh panjang, ˜Cukup hebat..
mengapa kau begitu lama baru muncul, Moi-moi? Dan bagaimana hasilnya, dapatkah
kau menemukan kitab-kitab itu?!
˜Dapat.. dapat.. jangan khawatir, Suma-koko. Aku membawa
dua buah kitab untukmu.! Tiba-tiba gadis ini tertawa dan berdirilah bulu tengkuk
Suma Boan. Suara ketawa ini tidak sewajarnya, pikirnya. Akan tetapi diam-diam
ia girang bukan main.
˜Mana kitab-kitab itu? Biarlah aku yang membawanya!!
katanya menahan suaranya agar tidak gemetar.
˜Nanti saja, kita lari dulu, takut kalau-kalau dikejar
musuh.!
˜Katakan saja di mana, aku yang akan ambil.! tangan Suma
Boan mulai meraba-raba.
Kembali Sian Eng tertawa geli, ˜Ihhh, jangan begitu.
Kusimpan di balik.. baju dalam dan..! Tiba-tiba suaranya terhenti dan gadis itu
roboh lemas. Kiranya Suma Boan telah menotoknya dengan tiba-tiba. Karena yang
ditotok adalah tong-cu-hiat di belakang leher dan thian-hu-hiat, maka seketika
Sian Eng roboh lemas dan tak dapat mengeluarkan suara lagi.
Terpaksa ia hanya dapat melihat dan merasa betapa Suma
Boan meraba-raba dadanya dan mengeluarkan dua buah kitab yang disimpannya di
situ. Terdengar pemuda itu berseru girang, mengantongi dua buah kitab itu lalu
menyambar tubuh Sian Eng dan kini gadis itulah yang dibawa lari oleh Suma Boan,
dipondong di atas pundak!
Sian Eng memjadi kecewa dan juga bingung. Sama sekali ia
tidak menyangka bahwa kekasihnya akan melakukan perbuatan seperti ini. Saking
marahnya, ketika ia berusaha untuk mengerahkan tenaga, jalan darahnya yang
berhenti itu membuat hawa sakti menyerang dirinya sendiri dan ia pingsan
seketika!
Ketika Sian Eng siuman dari pingsannya, ia mengerang
perlahan dan tubuhnya tidak karuan rasanya. Ia memandang ke kanan kiri dan
mendapatkan dirinya berbaring telentang di atas sebuah dipan di dalam kamar
perahu yang oleng ke kanan kiri, agaknya sebuah perahu besar yang berlabuh di
pinggir. Melihat kamar yang bersih dan indah ini, tentu ia berada di sebuah
perahu yang mewah. Sinar matahari yang memasuki jendela kamar perahu menandakan
bahwa malam telah berganti pagi dan hawa pagi itu sejuk menyegarkan.
Namun Sian Eng tidak merasa segar bahkan merasa tidak
enak sekali. Kagetlah ia ketika menengok dirinya. Ternyata pakaiannya yang
robek-robek semalam telah diganti pakaian indah bersih, pakaiannya sendiri yang
buntalannya dibawa Suma Boan ketika ia memasuki gua. Seketika wajahnya menjadi
merah. Ia dapat menduga bahwa tentu Suma Boan yang mengganti pakaiannya.
Serentak ia bangkit dan ia menyeringai. Badannya terasa sakit-sakit.
Kemarahannya bangkit ketika ia teringat akan kelakuan
Suma Boan semalam, yang secara khianat telah menotoknya. Kemudian kecurigaannya
timbul ketika ia menyaksikan keadaan dirinya di pagi ini.
Tiba-tiba pintu kamar itu terbuka dari luar dan masuklah
Suma Boan. Pemuda ini berpakaian indah bersih pula, wajahnya berseri-seri dan
ia memandang kepada Sian Eng dengan senyum lebar yang menambah ketampanan
wajahnya.
˜Isteriku yang manis, kau sudah bangun?!
Bagaikan disambar petir Sian Eng memandang terbelalak.
Ucapan ini memperkuat kekhawatiran hatinya.
˜Apa.. apa kau bilang..?! Kemudian, pandang mata Suma
Boan seakan-akan menceritakan semuanya, membuat Sian Eng gemetar seluruh
tubuhnya.
˜Kau.. kau telah melakukan..!
Suma Boan melangkah maju dan memeluknya mesra. ˜Isteriku,
kau isteriku yang tercinta. Sian Eng, kita telah menjadi suami isteri dan..
aduhhh..!!
Suma Boan terlempar ke sudut kamar karena dengan tenaga
yang dahsyat sekali Sian Eng telah mendorongnya. Sian Eng kini bangkit berdiri,
matanya merah menyala-nyala, pipinya seperti terbakar rasanya.
˜Keparat biadab! Kau.. kau berani..!
Suma Boan terkejut bukan main, akan tetapi sebagai
seorang ahli silat tingkat tinggi, ia tidak terluka. Ia melangkah maju lagi dan
membujuk dengan suara manis.
˜Eng-moi-moi, kau kenapa? Bukankah kau mencintaku?
Bukankah kau tahu bahwa aku pun mencintamu dengan seluruh jiwa ragaku, dan
bahwa kita toh akan menjadi suami isteri juga kelak? Aku.. saking bahagia
hatiku semalam melihat besarnya cinta kasihmu sehingga kau rela melakukan tugas
berbahaya, kemudian melihatmu aku tak tahan lagi. Ah, Sian Eng, apa sebabnya
kau menjadi marah-marah?!
˜Keparat busuk!! Sian Eng memaki dan bagaikan seekor
singa betina ia menerjang maju. Suma Boan tentu saja tidak mau membiarkan
dirinya diserang, cepat ia mengelak, malah kemarahannya kini bangkit. Memang
sesungguhnya di hati putera pangeran ini tidak ada cinta kasih murni terhadap
Sian Eng, yang ada hanya cinta berdasarkan nafsu binatang belaka yang
dibangkitkan oleh kecantikan gadis itu. Perlakuannya terhadap Sian Eng memang
ia sengaja, merupakan siasatnya karena ia menafsir bahwa Sian Eng telah
mewarisi ilmu yang hebat dan jika sudah menjadi ˜isterinya! tentu Sian Eng akan
membuka rahasia ilmu itu kepadanya. Tentu saja di samping ini, juga kelemahan
batinnya terhadap kecantikan Sian Eng merupakan sebab yang kuat pula sehingga
di malam itu ia melakukan perbuatan biadab seperti binatang.
Kini dalam marahnya, Suma Boan balas menyerang. Memang
ilmunya lebih tinggi daripada kepandaian Sian Eng, maka sekali ia mengeluarkan
jurus yang sulit, tangannya berhasil memukul pundak Sian Eng, membuat gadis itu
terjungkal.
˜Kau hendak berlagak, ya? Mulai sekarang kau harus
mentaati segala perintahku, kalau tidak, kau akan kusiksa sampai mampus!
Perempuan tak tahu diri, diperlakukan baik-baik kau tidak mau terima!! Sambil
berkata demikian, dalam kebesaran hatinya sudah berhasil merobohkan Sian Eng,
Suma Boan melangkah maju.
Sian Eng rebah miring dan menoleh. Matanya terbelalak.
Peristiwa ini hampir membuatnya menjadi gila. Rasa menyesal, kecewa, marah,
malu, dan sakit hati memenuhi kepalanya, membuat kepalanya berdenyut-denyut,
membuat tubuhnya sebentar panas sebentar dingin. Tak disangkanya sama sekali
bahwa orang yang dicintanya, yang dipujanya, yang diharapkan menjadi suaminya
kelak, memperlakukan dia seperti ini.
Tiba-tiba kemarahannya memuncak, ia mengerahkan tenaga Ban-kin-pek-ko-chiu
dan ketika Suma Boan sudah melangkah dekat, ia siap-siap. Benar saja, Suma Boan
yang bermaksud hendak ˜menundukkan! Sien Eng mengangkat kakinya menendang. Pada
saat itu Sian Eng menyambar kaki itu dan ia melompat berdiri. Suma Boan tidak
bisa berkutik, tubuhnya jungkir-balik dan Sian Eng mengayun-ayun tubuh itu,
diputar-putarnya di atas kepala!
˜Kuhancurkan kepalamu! Kukeluarkan jantungmu! Binatang
kau, jahanam keparat!! Sian Eng memaki-maki sambil menangis dan air matanya
bercucuran.
Suma Boan takut setengah mampus. Ia berusaha untuk
mengerahkan tenaga dan melepaskan diri, namun kakinya yang dicengkeram tangan
Sian Eng itu serasa hancur dan ia tidak mampu meronta. Ia mulai merintih-rintih
dan dari dalam saku bajunya meluncur keluar dua buah kitab kuno. Melihat ini
Sian Eng mendadak tertawa-tawa!
˜Hi-hi-hi-hik! Untuk dua kitab ini kau tega merusak diri
dan hatiku! Kau tega menghancurkan harapan hidupku, membuyarkan cita-citaku,
membanting remuk kasih sayangku. Hanya untuk dua buah kitab kuno, hi-hi-hik!!
Makin takutlah Suma Boan. ˜Sian Eng.. Moi-moi.. Kau
ampunkanlah diriku.. Eng-moi, ingatlah.. aku cinta kepadamu, sungguh mati, biar
aku bersumpah..!! Akan tetapi kata-katanya tenggelam dalam suara ketawa Sian
Eng.
Pada saat itu, terdengar suara wanita nyaring di luar
bilik perahu. Suara Liu Hwee yang menantang, ˜Bangsat Suma Boan! Keluarlah
kalau kau laki-laki!!
Sian Eng terkekeh makin geli. ˜Dia memang laki-laki, akan
tetapi laki-laki seperti anjing. Nah, terimalah!! Ia mengayun tubuh Suma Boan
dan melemparkannya keluar dari pintu.
Baiknya Suma Boan dapat mengerahkan gin-kangnya sehingga
ia dapat mengatur keseimbangan tubuhnya dan dapat jatuh berdiri di luar kamar.
Alangkah kagetnya ketika ia melihat Liu Hwee yang berdiri di situ dengan sikap
menantang. Mula-mula ia khawatir kalau-kalau Liu Hwee datang bersama orang
lain. Akan tetapi setelah mendapat kepastian bahwa gadis puteri Beng-kauw ini
hanya seorang diri, apalagi tidak bersenjata, melainkan bertangan kosong dan
bertolak pinggang di situ, hatinya menjadi besar. Ia merasa malu sekali. Kalau
tadi Liu Hwee atau orang lain menyaksikan keadaannya, benar-benar hal itu akan
membuat ia malu dan merasa terhina oleh Sian Eng itulah maka kini kemarahannya
ia tumpahkan kepada Liu Hwee.
˜Perempuan keparat! Kau mau apa?! bentaknya.
˜Suma Boan mata-mata busuk. Mau menghukummu, apa lagi?!
Suma Boan berseru keras dan cepat menyerang. Akan tetapi
dengan mudah Liu Hwee mengelak dan balas menyerang. Suma Boan menyeringai
karena merasa betapa kakinya yang tadi dicengkeram Sian Eng terasa sakit dan
kaku, membuat gerakannya kacau. Sebetulnya kalau dibuat perbandingan, dalam hal
kematangan ilmu silat, kiranya Suma Boan lebih tinggi sedikit daripada Liu
Hwee. Ia sudah mewarisi banyak macam ilmu dan sudah lebih banyak pengalamannya
bertempur.
Akan tetapi pada saat itu, Suma Boan sedang merasa
gelisah memikirkan keadaan Sian Eng. Selain itu, ia pun masih menderita luka di
betisnya, luka yang terasa perih, ditambah lagi cengkeraman Sian Eng pada
pergelangan kakinya tadi serasa meremukkan tulang kakinya. Oleh karena merasa
kaku dan sakit-sakit kakinya, segera Suma Boan mengeluarkan ilmunya yang paling
ia andalkan, yaitu Tok-ci-ciang-hoat (Ilmu Silat Jari Beracun). Ilmu silat ini
ia warisi dari It-gan Kai-ong, hebatnya bukan main. Untuk mainkan ilmu silat
ini, ia hanya menggunakan jari telunjuk dan jari tengah dari kedua tangannya,
dipakai menyerang secara menusuk. Namun jangan dipandang remeh jari-jari ini,
karena ketika ditusukkan, jari-jari ini mengandung hawa pukulan beracun yang
sekali mengenai tubuh lawan dapat mengakibatkan maut datang menjemput.
Melihat datangnya serangan yang mengeluarkan angin
berciutan serta melihat uap hitam yang mengepul dari jari-jari itu, Liu Hwee
sebagai puteri ketua Beng-kauw yang sakti maklum dan dapat menduga bahwa
lawannya mempergunakan ilmu pukulan jahat dan ganas. Ia tidak berani menghadapi
pukulan-pukulan keji ini, cepat menggunakan gin-kang dan kegesitan tubuhnya
untuk mengelak ke sana ke mari mencari kesempatan membalas. Ia maklum bahwa
kalau tangannya sampai terbentur jari-jari itu, ia akan terluka oleh racun
berbahaya.
Suma Boan menjadi makin penasaran dan melihat lawannya
tampak takut menghadapi jari-jarinya, ia menjadi makin ganas. Serangannya makin
gencar dan ia mengejar terus ke manapun juga Liu Hwee mengelak. Baik bagi Liu
Hwee bahwa kaki Suma Boan terluka sehingga pemuda itu kehilangan kegesitannya.
Andaikata tidak demikian, agaknya tidak mudah bagi Liu Hwee untuk dapat
menyelamatkan diri.
Pertandingan ini berjalan setengah jam lebih dan Suma
Boan mulai tampak lelah. Memang ia sudah lelah sekali, dan kakinya makin sakit.
Namun berkat ilmu pukulannya yang dahsyat dan keji, Liu Hwee belum sempat
membalas dan selalu menyelamatkan diri. Hal ini dimengerti oleh Suma Boan, maka
sambil mengeluarkan suara gerengan seperti harimau ia mendesak terus,
mengerahkan seluruh tenaganya dan tidak mempedulikan rasa sakit di kakinya. Liu
Hwee kaget sekali dan ia betul-betul terdesak ketika ia mengelak sambil main
mundur. Akhirnya ia terdesak sampai di ujung perahu dan agaknya tidak ada jalan
keluar lagi baginya.
˜Ha-ha-ha, bocah sombong. Ke mana lagi kau akan lari?!
Suma Boan mengejek, lalu menerjang maju dengan tusukan kedua jari tangan
kanannya sambil memekik, ˜Hiaaaaattttt!! Hebat bukan main serangan ini dan Liu
Hwee sudah berada di pinggir perahu, kalau ia melompat ke belakang tentu ia
akan jatuh ke dalam air!
Namun gadis yang tenang dan gesit gerakannya ini dapat
melihat bahwa betapapun hebat dan berbahayanya serangan lawan ini, ia dapat
melihat bahwa Suma Boan sudah kehilangan kecepatannya. Maka dengan tenang dan
tabah ia miringkan tubuh secepat kilat setelah ujung kedua jari berbahaya itu
sudah mendekati dadanya.
Kedua ujung jari itu lewat hampir mengenai bajunya dan
cepat Liu Hwee menggerakkan tangan kirinya mencengkeram pergelangan tangan
kanan Suma Boan. Sebelum Suma Boan hilang kagetnya menyaksikan gerakan nekat
Liu Hwee ini, puteri Beng-kauw yang perkasa itu telah mengerahkan tenaga,
serentak menarik dengan lwee-kang sepenuhnya sambil menggerakkan dan melepaskan
lengan itu. Suma Boan memang sudah lelah dan tenaganya banyak berkurang.
Apalagi ia tidak mengira sama sekali bahwa gadis yang sudah ia desak hebat itu
akan melakukan perbuatan ini. Maka begitu ia disentakkan secara tiba-tiba dan
kuat, tubuhnya yang ketika menusukkan jari tadi memang sudah condong ke depan
dan kaki kanannya juga terangkat ke depan, tak dapat ia pertahankan lagi,
terlempar dan.. ˜byurrrrr!! air sungai muncrat tinggi ketika tertimpa tubuh
Suma Boan yang cukup berat.
Liu Hwee yang memang curiga bahwa putera bangsawan ini
mengambil sesuatu dari Beng-kauw, cepat memasuki bilik perahu. Akan tetapi
bilik itu kosong, tidak tampak seorang pun manusia. Ia memeriksa cepat dengan
pandang matanya, namun tidak mendapatkan sesuatu yang penting. Lalu ia melompat
keluar lagi, juga tidak melihat Suma Boan. Agaknya pemuda jahat itu sudah
tenggelam ke dalam sungai. Gadis ini lalu menggerakkan kedua kakinya melompat
ke darat, lalu lari menuju pulang. Ia pun merasa lelah sekali karena semalam
suntuk ia melakukan pengejaran, sedangkan pertandingan tadi sudah memeras
banyak tenaganya.
Tentu saja tidak benar dugaan Liu Hwee bahwa Suma Boan
mati tenggelam di dasar sungai. Pemuda bangsawan ini terlalu cerdik dan licin
untuk dapat ditewaskan secara begitu mudah. Karena maklum bahwa dalam keadaan
terluka dan lelah seperti itu tak mungkin ia dapat melakukan perlawanan lagi,
pula karena khawatir kalau-kalau Liu Hwee menanti di pinggir perahu dan siap
menyerangnya dengan serangan maut apabila ia hendak kembali ke perahu, Suma
Boan lalu menyelam dan bersembunyi di bawah perahu dengan hanya mengeluarkan
hidung dan mulutnya di permukaan air. Dari bawah ia melihat perahu itu
bergoyang-goyang sedikit, tanda bahwa di atasnya terdapat orang bergin-kang
tinggi sedang bergerak.
Tadinya ia mengharap Sian Eng membelanya dan menyerang
Liu Hwee. Akan tetapi, goyangan perahu hanya sebentar saja, lalu diam dan sama
sekali tidak bergerak. Maka Suma Boan lalu naik ke perahu, melalui tambang yang
tergantung ke bawah. Dengan hati-hati ia melompat naik ke atas perahu, takut
kalau-kalau ada bahaya mengancam. Terhadap Liu Hwee ia tidak begitu takut, akan
tetapi ia ngeri memikirkan sepak terjang Sian Eng.
Namun di perahu itu sunyi saja, tidak terdapat seorang
pun manusia. Suma Boan berindap-indap memasuki kamar perahu, menjenguk
hati-hati. Kosong! Hatinya serasa tertusuk, penuh kekecewaan, penasaran, dan
kemarahan. Tak perlu ia mencari lagi. Terang bahwa dua buah kitab kuno yang
dibawa Sian Eng dan kemudian ia rampas, ketika tadi jatuh dari dalam saku
bajunya, telah diambil kembali oleh Sian Eng yang sekarang telah pergi entah ke
mana!
˜Perempuan laknat!! Suma Boan menyumpah-nyumpah sambil
menanggalkan pakaiannya yang basah untuk diganti dengan yang kering. Kemudian
ia duduk di atas dipan dan termenung. Sian Eng telah ia nodai dan ada dua
akibat yang mungkin menjadi ekor peristiwa ini. Pertama, gadis itu akan merasa
menjadi isterinya walaupun tidak sah dan inilah yang ia harapkan ketika ia
melakukan perbuatan terkutuk itu. Apabila begini akibatnya, tentu Sian Eng
kelak akan hilang marahnya dan akan datang menyerahkan diri dan kalau sudah
begitu, boleh saja ia pura-pura mengawininya dengan sah agar kitab-kitab itu
dan terutama ilmu aneh yang dimiliki Sian Eng dalam waktu dua pekan, terjatuh
ke dalam tangannya. Akan tetapi akibat ke dua mengerikan hatinya. Mungkin
sekali akibatnya sebaliknya sama sekali, dan gadis itu akan merasa sakit hati
kepadanya lalu memelihara dendam kesumat yang tiada habisnya terhadap dirinya.
Memikirkan akibat ke dua ini, Suma Boan bergidik.
˜Dua buah kitab itu telah kulihat sepintas lalu, yang
sebuah adalah kitab ilmu silat dan yang sebuah lagi ilmu pedang. Akan tetapi
Sian Eng telah memiliki tenaga kecepatan dan gerakan yang luar biasa anehnya
yang tak mungkin ia pelajari dari dua buah kitab itu, apalagi hanya dalam waktu
dua pekan. Agaknya banyak rahasia aneh di dalam gua itu. Aku harus memberi tahu
suhu.. ah, tidak, kalau suhu yang menemukan semua itu, tentu takkan diberikan
kepadaku..!
Demikianlah, Suma Boan melamun dan memeras pikirannya.
Akhirnya ia mengambil keputusan untuk mencari kesempatan baik dan kalau
kesempatan ini terbuka, ia sendiri yang akan menyelidiki ke dalam gua. Akan
tetapi untuk itu ia harus membuat persiapan. Sebelum melakukan tugas penting
ini, lebih dulu ia harus menemui gurunya dan kebetulan gurunya akan membuat
pertemuan di puncak Thai-san. Maka berangkatlah Suma Boan ke arah Thai-san.
Adapun Sian Eng, setelah melempar keluar Suma Boan,
sambil terisak-isak lalu menyambar dua buah kitab dan selagi Suma Boan
bertanding melawan Liu Hwee, ia mempergunakan kesempatan itu untuk melesat
keluar dari jendela bilik perahu, terus melompat ke darat dan melarikan diri
sambil menangis tersedu-sedu sepanjang jalan. Akan tetapi, kadang-kadang ia
tertawa dan memaki-maki diri sendiri.
Mulai saat itu, apabila teringat akan nasibnya, teringat
kepada Suma Boan, keadaan Sian Eng menjadi berubah tidak normal lagi, suka
menangis dan tertawa berganti-ganti. Tujuan hatinya hendak mencari kakaknya,
Suling Emas, untuk mengadukan semua hal ihwalnya ini, untuk mengadukan
penasarannya dan mohon kepada kakak tirinya untuk membalaskan dendamnya. Akan
tetapi apabila ia dalam keadaan tenang, ia hanya menangis perlahan dan
termenung-menung, akan tetapi sifat liar itu lenyap.
Dengan cepat Sian Eng yang pernah mendengar tentang niat
Suling Emas mewakili ibunya ke Thai-san, juga menyusul ke Thai-san untuk
bertemu dengan Suling Emas.
Demikianlah, setelah tiba di lereng Thai-san, secara
kebetulan sekali ia yang berada di bawah jurang melihat orang jatuh meluncur
dari atas. Betapapun berubahnya watak Sian Eng, melihat orang terancam maut
ini, tak dapat ia berpeluk tangan, timbul sifat satria keturunan ayahnya. Ia
lalu mempergunakan tenaga Ban-kin-pek-ko-chiu dan ternyata ia berhasil menolong
Bok Liong.
Ketika melihat bahwa yang ia tolong adalah Lie Bok Liong,
seketika timbul rasa malu di hatinya karena ia merasa bahwa ia telah menjadi
seorang yang terhina, maka tanpa banyak cakap ia lari meninggalkan pemuda yang
ditolongnya itu dan terus ia mendaki puncak dengan kecepatan luar biasa.
˜Bagus, bagus sekali! Heh-heh-heh-heh!! Suara ini disusul
ketawa bergelak yang mengumandang di lain bagian dari lereng Gunung Thai-san,
keluar dari sebuah hutan yang penuh pohon pek. Hutan kecil ini merupakan hutan
yang paling kaya akan tumbuh-tumbuhan obat-obatan yang tumbuh liar di bawah
pohon pek itu.
˜Bagus, wah-wah-wah! Kalau kita pergi ke pasar dan kau
main seperti ini, aku memukul tambur dan canang, tentu kita mendapat banyak
uang, heh-heh-heh-heh!! Suara itu berteriak-teriak lagi kegirangan. Ternyata
suara ini keluar dari mulut seorang kakek yang pendek lucu, yang bukan lain
adalah Gan-lopek. Dia berdiri menari-nari kegirangan, mengangkat ibu jari
menyatakan jempolnya sambil memandang ke arah Lin Lin yang sedang bermain-main
di atas sebatang balok yang melintang diikatkan pada dua batang pohon di kanan
kiri.
Tadinya Lin Lin berloncat-loncatan dan bersilat di atas
balok yang tingginya dua meter lebih itu, bersilat dengan gesit dan dengan
pengerahan gin-kang yang luar biasa. Kini gadis itu dengan kedua kakinya
dikaitkan pada balok melintang, tubuhnya berayun-ayun dan berputar-putar
seperti baling-baling pesawat terbang!
Mendengar ucapan terakhir dari Gan-lopek, Lin Lin yang
tadinya merasa bangga dan girang akan pujian-pujian itu, tiba-tiba tubuhnya
melayang dan tahu-tahu ia berdiri di depan Gan-lopek sambil bertolak pinggang
dan mulutnya cemberut.
˜Apa kau bilang, Kek? Kau mau anggap aku seperti komedi
monyet, ya? Terlalu sekali!! Tiba-tiba gadis ini memasang kuda-kuda yang aneh,
kedua kakinya jinjit sambil berkata lagi, ˜Hayo kau layani hasil latihanku,
Kek!! Setelah berkata demikian, dengan gerak langkah perlahan Lin Lin bertindak
maju dan kedua tangannya diangkat seperti orang memberi hormat, kemudian
tiba-tiba didorongkan ke depan, mengarah dada Gan-lopek.
˜Ehhh, jangan..!! Gan-lopek kaget setengah mati dan cepat
ia membuang diri ke belakang dan bergulingan ketika mendengar desir angin yang
dahsyat keluar dari pukulan gadis itu. Hawa pukulan yang amat berbahaya itu
menyambar terus ke depan dan.. ˜kraaakkkkk!! patah dan tumbanglah batang pohon
yang berdiri di belakang Gan-lopek tadi!
˜Eh, ganas! Eh, keji!! Gan-lopek melompat-lompat. ˜Apakah
kau hendak membunuhku, bocah liar?!
Sejenak Lin Lin sendiri tertegun menyaksikan hebatnya
akibat pukulannya, akan tetapi kemudian ia menjadi girang sekali, menghampiri
dan merangkul pundak si kakek sambil tertawa-tawa.
˜Masa aku hendak membunuhmu, Kek? Andaikata aku mau, mana
mampu? Jangan kau main-main!!
˜Heh-heh-heh-heh, kaulah yang main-main, Lin Lin,
pukulan-pukulanmu hebat, jurus-jurusmu luar biasa dan kau sudah berhasil.
Selamat, selamat..!
˜Kek, banyak terima kasih. Kaulah yang memberi petunjuk
caraku berlatih sehingga aku dapat menguasai tenaga sin-kang yang selalu
mendesak di dalam diriku semenjak aku melatih ilmu-ilmu pukulan ini.!
˜Hemmm, entah iblis mana yang sudah menurunkan ilmu iblis
ini kepadamu. Biarpun kau tidak memberi tahu dan aku pun tidak tertarik untuk
mengetahui, namun jurus-jurus yang kau latih ini adalah jurus-jurus iblis yang
hanya sejajar dengan ilmu-ilmu yang dimiliki Thian-te Liok-koai. Mengerikan!!
Tiba-tiba empek ini meloncat dan memukul-mukul kepalanya
sendiri. ˜Wah-wah-wah, keenakan bersenang-senang dengan gadis cantik di hutan
ini sampai lupa bahwa waktunya telah tiba. Hayo kita ke puncak, jangan-jangan
kita akan terlambat menonton pertunjukkan yang terhebat di kolong langit!!
Setelah berkata demikian, ia menggandeng tangan gadis itu dan diseretnya diajak
lari cepat. Akan tetapi sambil tertawa-tawa Lin Lin merenggut lepas tangannya
dan berkata.
˜Kakek Gan, hayo kita berlumba lari cepat ke puncak!!
Maka berlari-larilah kakek dan gadis itu seperti dua
orang iblis beterbangan, cepat bukan main, berloncat-loncatan sambil
tertawa-tawa. Diam-diam kakek ini kagum bukan main, mulailah ia meragu apakah
pilihan muridnya ini tepat, karena ia melihat sifat-sifat liar dan tak mau
ditundukkan dalam diri Lin Lin, sedangkan muridnya, Lie Bok Liong, adalah
seorang pemuda yang sabar dan tidak berandalan.
Sementara itu, dalam benak Lin Lin timbul pikiran lain
daripada yang dipikirkan Gan-lopek. Gadis ini memikirkan Suling Emas. Selama
ini memang ia selalu memikirkan Suling Emas dengan hati mengandung
bermacam-macam perasaan. Ia marah dan penasaran karena Suling Emas
meninggalkannya dan seperti marah-marah kepadanya padahal ia memukul roboh
seorang perempuan yang menjadi musuh besar Suling Emas.
Mengapa Suling Emas marah-marah kepadanya? Mengapa Suling
Emas menolong perempuan yang hampir mampus terkena pukulan saktinya itu?
Bukankah perempuan itu bersumpah hendak membunuhi isteri dan anak-anak Suling
Emas? Bukankah perempuan yang keji itu di depan kuburan ayahnya menyatakan
cintanya kepada Suling Emas? Perempuan macam itu harus dibunuh! Berani mencinta
Suling Emas! Dan berani bersumpah hendak membunuh isteri Suling Emas. Padahal
isteri Suling Emas, kalau kelak ada tentu.. dirinya! Berpikir sampai di sini,
merahlah kedua pipi Lin Lin dan ia menarik napas panjang, pandang matanya mesra
teringat akan peristiwa di gedung perpustakaan kaisar ketika ia dipeluk dan
diciumi Suling Emas. Akan tetapi wajahnya menjadi muram karena seketika ia teringat
bahwa perbuatan itu dilakukan Suling Emas karena salah duga, mengira dia orang
lain! Panaslah perutnya memikirkan hal ini.
Selain marah dan penasaran terhadap pendekar yang
dipujanya itu, ia pun merasa khawatir dan gelisah. Oleh karena itu, ingin sekali
ia lekas-lekas bertemu dengan Suling Emas. Maka setelah Gan-lopek mengajaknya
ke puncak, ia seakan-akan hendak terbang agar dapat cepat cepat sampai ke
puncak dan bertemu dengan pujaan hatinya. Sama sekali ia tidak peduli akan
pertandingan antara Thian-te Liok-koai yang oleh Gan-lopek disebut sebagai
pertunjukkan terhebat di kolong langit itu.
Baik kita tinggalkan dulu Lin Lin dan Gan-lopek yang
berlari-larian cepat menuju puncak itu untuk sejenak menengok keadaan Suling
Emas yang sudah lama kita tinggalkan.
Ketika Suling Emas menyaksikan dan mendengar sumpah yang
diucapkan oleh Bu-eng-sin-kiam Tan Lian di depan kuburan mendiang Hui-kiam-eng
Tan Hui, ia sampai pucat saking tergetarnya perasaannya. Benar-benar hidupnya
telah menimbulkan banyak hal-hal yang merupakan malapetaka besar. Persoalan
antara ayah gadis itu dan ibunya, sudah dibentangkan oleh Bu Kek Siansu dan
merupakan persoalan antara mereka sendiri yang sebenarnya tidak ada
sangkut-pautnya dengan Tan Lian dan dia. Akan tetapi agaknya kini timbul lagi
hal lain yang mencelakakan, yaitu kenyataan pahit bahwa gadia baju hijau, ahli
pedang itu, ternyata jatuh cinta kepadanya! Celaka dua belas! Dan Tan Lian
bersumpah di depan kuburan ayahnya untuk membunuh isteri dan anak-anaknya!
Dapat dibayangkan betapa hancur hati Suling Emas, betapa
duka dan menyesalnya. Akan tetapi percobaan yang menimpa hatinya ini menjadi
lebih hebat ketika Lin Lin tiba-tiba muncul dan menyerang Tan Lian tanpa ia
mampu mencegahnya. Pukulan yang dahsyat itu tak bisa lain adalah hasil
mempelajari ilmu pukulan peninggalan Pat-jiu Sin-ong, hebatnya bukan kepalang
dan sekali memeriksa saja tahulah Suling Emas bahwa ia tidak mampu menolong
keselamatan nyawa Tan Lian. Tak seorang pun di dunia ini akan mampu, kecuali
tentu saja si Raja Obat di lereng Thai-san. Maka tanpa banyak cakap lagi ia
lalu memondong tubuh Tan Lian dan setelah menegur Lin Lin, ia melesat pergi
meninggalkan Lin Lin.
Ada tiga hal yang membuat ia sengaja meninggalkan Lin Lin
sambil memondong tubuh Tan Lian yang terluka hebat, yaitu pertama-tama untuk
pergi mencari Yok-ong (Raja Obat) di lereng Thai-san, ke dua untuk mewakili
mendiang ibunya bertemu dan menguji ilmu dengan para anggauta Thian-te
Liok-koai. Dan hal yang ke tiga adalah karena ia sengaja hendak menjauhi Lin
Lin! Ia merasa betapa besar bahayanya kalau ia terus melakukan perjalanan
bersama gadis itu.
Gadis remaja itu secara jelas sekali membayangkan kasih
sayang kepadanya, membayangkan cinta berahi dan agaknya mempunyai keyakinan
bahwa ia pun membalas cinta kasih Lin Lin. Dan inilah yang amat ia khawatirkan.
Dekat dengan Lin Lin sama dengan dekat dengan setangkai bunga yang indah
jelita, yang semerbak mengharum, yang mendatangkan rasa suka di hati,
mendatangkan rasa gembira. Beratlah rasanya untuk mempertahankan hati. Lebih
berat daripada menghadapi seratus orang lawan tangguh.
Ia maklum bahwa lambat-laun ia akan jatuh pula, tak
mungkin seorang laki-laki yang normal takkan runtuh hatinya menghadapi seorang
gadis yang begitu cantik jelita, dengan muka yang mirip dengan muka bekas
kekasihnya, Suma Ceng, dengan watak yang demikian jenaka, gembira, lincah dan
dengan hati yang putih bersih tak ternoda sedikit pun kekotoran duniawi. Kalau
dilanjutkan pergaulannya dengan Lin Lin, akhirnya sifat egonya (mementingkan
diri sendiri) akan mengalahkannya, dan kalau sudah terjadi demikian, mau tak
mau ia akan mengisi kekosongan hatinya dengan Lin Lin, sebagai pengganti Suma
Ceng.
Akan tetapi, bukanlah demikian dasar perasaan Suling
Emas. Ia tidak ingin merusak hidup Lin Lin. Gadis itu masih seorang remaja,
sedangkan dia sudah cukup dewasa, terlalu tua untuk Lin Lin. Hatinya telah
terlalu kering untuk bermain cinta. Apalagi setelah timbul peristiwa semacam
sumpah Tan Lian, ia tidak ingin menyeret orang lain, apalagi Lin Lin yang ia
sayang, ke dalam rantai dendam yang mengerikan itu.
Demikianlah, dengan batin menderita Suling Emas berlari
cepat membawa Tan Lian ke Thai-san. Harus ia akui bahwa perjalanan beberapa
hari bersama Lin Lin cukup membuat ia kini merasa rindu, merasa kehilangan
sehingga ia maklum betapa besar bahayanya kalau perjalanan bersama itu
dilakukan lebih lama lagi. Suling Emas yang berpandangan luas, tidak marah kepada
Lin Lin karena gadis itu memukul Tan Lian secara demikian ganas. Sebagai
seorang yang berpengalaman ia dapat mengerti mengapa Lin Lin melakukan hal itu
dan hal ini menambah keyakinannya bahwa tidak salah, Lin Lin mencintanya!
Inilah yang membuat Lin Lin memukul Tan Lian. Bukankah Lin Lin ikut pula
mendengar sumpah itu? Sumpah yang menjelaskan bahwa Tan Lian mencinta Suling
Emas dan akan membunuh isteri dan anak-anaknya? Inilah sebabnya mengapa Lin Lin
memukul Tan Lian, karena hendak membelanya, karena.. cemburu pula!
Ketika berhenti sebentar di pinggir sebuah sungai kecil
di luar hutan, untuk sekedar menyegarkan tubuh dan minum, Tan Lian mengerang
perlahan dan membuka matanya. Gadis itu dibaringkan oleh Suling Emas di atas
rumput hijau, Suling Emas segera menghampiri.
˜.. kau..?! Tan Lian terbelalak memandang, kemudian
menggosok-gosok kedua matanya dengan tangan, seakan-akan meragukan pandang
matanya, serasa dalam mimpi.
Suling Emas menggerakkan tangannya, mencegah gadis itu
bangkit. Akan tetapi sebetulnya tak perlu ia lakukan ini karena begitu
bergerak, Tan Lian menyeringai kesakitan dan tidak kuat bangun.
˜Kau terluka hebat, harap jangan bergerak! Aku sedang
membawamu ke Thai-san, untuk minta pertolongan Kim-sim Yok-ong (Raja Obat
Berhati Emas). Kau tenanglah. Tan-siocia (Nona Tan), kurasa Yok-ong akan mampu
menyembuhkanmu.!
Tan Lian nampak gelisah. ˜Kau.. kau mendengar semua..?!
Suling Emas dapat menduga apa yang digelisahkan gadis
ini. Ia menarik napas panjang, mengangguk dan berkata halus. ˜Aku mendengar
semua, akan tetapi sekarang juga sudah lupa lagi apa yang kudengar.! Jawabannya
ini berarti bahwa hal-hal yang ia dengar diucapkan gadis itu tidak
dipikirkannya dan ia menjamin takkan ia ceritakan kepada orang lain.
Biarpun Tan Lian maklum akan arti jawaban ini, namun tak
dapat dicegah lagi ia merasa berduka dan malu. Air matanya mengucur keluar dan
ia menangis terisak-isak.
Suling Emas menarik napas panjang lagi. Ia tahu apa yang
menyebabkan gadis ini menangis, maka ia tak dapat bicara banyak. Diam-diam ia
merasa kasihan sekali kepada gadis baju hijau yang gagah perkasa ini. Ia maklum
bahwa Tan Lian adalah seorang pendekar wanita yang tinggi ilmu silatnya, jauh
lebih tinggi daripada Lin Lin. Kalau saja Lin Lin tidak mempergunakan ilmunya
yang ia dapat dalam tongkat pusaka Beng-kauw, tak mungkin Lin Lin mampu
merobohkan Tan Lian, apalagi hanya dengan sekali pukul. Ilmu yang dimiliki Lin
Lin itu benar-benar hebat dan berbahaya sekali, lagi ganas dan dahsyat.
Jangankan Tan Lian, dia sendiri kalau ilmu itu sudah terlatih baik oleh Lin
Lin, tidak akan mudah dapat mengalahkannya.
Pat-jiu Sin-ong tidak percuma terkenal sebagai tokoh
besar puluhan tahun yang lalu, dan ilmu yang ia ciptakan itu merupakan inti
sari daripada semua kepandaian yang menjadi ilmu pusaka Beng-kauw!
˜Tenanglah, Nona. Memang nasib kita yang buruk, terseret
oleh gelombang yang disebabkan oleh orang-orang tua kita, terikat oleh karma
yang buruk. Akan tetapi, baik ayahmu maupun ibuku sudah meninggal dunia,
mengapa kita tidak mengubur riwayat mereka bersama jenazah mereka? Mengapa kita
harus mengikatkan nasib kita dengan riwayat dan urusan mereka? Ah, Nona Tan,
kuharap kau tidak berpemandangan sesempit itu..!
Tan Lian menghentikan tangisnya, memandang dengan mata
merah dan ia menahan isak ketika berkata, ˜Berpemandangan sempit? Kau.. kau
tidak merasakan, tentu saja pandai mencela! Di dunia aku hanya hidup berdua
dengan ayah. Kematian ayah karena dibunuh ibumu membuat aku sebatangkara.
Kausalahkan aku kalau aku bersumpah mendendam dan hendak membalas kematian
ayah? Akan tetapi Thian tidak menaruh kasihan kepadaku. Aku terlambat!!
Suaranya terisak. ˜Aku terlambat setelah aku berlatih dengan susah payah selama
bertahun-tahun, setelah aku rela tinggal seorang diri.., tidak mau menikah.. menjadi
perawan tua.. semua ini hanya untuk satu tujuan, yaitu membalas sakit hati.
Setelah aku merasa sudah cukup kuat dan hendak mencari ibumu, aku mendengar
berita tentang kematiannya dan tentang keturunannya, yaitu engkau. Apa yang
dapat kulakukan lagi selain menimpakan dendam kepadamu? Tapi.. aku tidak
becus.. aku.. aku tidak mampu mengalahkanmu..! Sampai di sini Tan Lian menangis
lagi.
Suling Emas mengerutkan keningnya. Ia dapat membayangkan
penderitaan batin yang selama ini menimpa diri Tan Lian. Memang benar hebat dan
berat sekali dan diam-diam ia memuji kebaktian Tan Lian yang demi untuk
berbakti kepada ayahnya sampai berkorban sedemikian rupa, menyia-nyiakan
kebahagiaan hidupnya sendiri, rela menjadi seorang gadis yang sudah agak
terlambat usianya, kurang lebih tiga puluh tahun, padahal gadis ini cantik dan
gagah, tentu dalam usia tujuh belas atau delapan belas sudah menjadi isteri
orang kalau saja ayahnya tidak meninggal, terbunuh oleh ibunya!
˜Tan-siocia harap kau jangan berduka tentang kekalahan. Ilmu
kepandaian tak dapat diukur sampai di mana puncaknya, dan siapa yang mengejar
kepandaian untuk mencapai tingkat yang lebih tinggi, ia akan gagal karena pasti
akan menemui yang lebih tinggi lagi. Andaikata ibuku masih hidup, agaknya kau
pun takkan mampu menandinginya, karena biarpun kau telah menggembleng dirimu
belasan tahun lamanya, ibuku pun terus memperdalam ilmunya selama puluhan
tahun!!
˜Lebih baik kalau aku tewas dalam usahaku membalas ibumu,
daripada seperti sekarang ini..! ia terisak. ˜.. tidak saja aku tak mampu
mengalahkanmu, juga kau.. kau tidak membunuhku, malah menolongku! Aku tidak
kuat menanggung penghinaan ini, lebih baik kaubunuh aku!!
˜Nona, di antara kita tidak ada permusuhan pribadi,
mengapa aku harus membunuhmu? Tidak, aku, tidak akan berpemandangan begitu
picik. Dan kuharap kau pun dapat sadar akan hal ini, bahwa di antara kita tidak
ada urusan pribadi yang membuat kita saling benci dan saling bermusuhan.!
˜Akan tetapi.., aku sudah bersumpah.. untuk membunuh
isterimu..!
˜Jangan khawatir, aku tidak beristeri,! kata Suling Emas,
tersenyum.
˜Tapi wanita yang memukulku itu? Ah, dia tentu
tunanganmu!!
Suling Emas kembali menggelengkan kepalanya, tapi kini
keningnya berkerut.
˜Tapi, jelas dia mencintamu!!
Suling Emas kaget bukan main mendenger pernyataan ini.
Bagaimana gadis ini bisa tahu bahwa Lin Lin mencintanya?
˜Hemmm, mengapa kau berkata demikian?! katanya, suaranya
tenang saja, padahal jantungnya berdebar keras.
˜Dia cemburu kepadaku.. eh, kumaksudkan..! Tan Lian
menjadi gugup sekali karena tanpa ia sengaja atau sadari, ia sendiri sudah
membuka rahasia hatinya.
˜Tak mungkin, Nona. Dia adalah adik tiriku!!
Tan Lian tercengang dan entah mengapa, tiba-tiba wajahnya
berseri gembira! Akan tetapi hanya sebentar, karena ia lalu menghela napas dan
berkata dengan lirih dan berat, ˜Aku sudah bersumpah memusuhimu, tak perlu kau
berlaku baik kepadaku, tiada gunanya. Lebih baik aku mati saja, tak perlu
kaucarikan orang pandai untuk berobat.!
˜Hemmm, mengapa kau begini putus harapan, Nona? Kau masih
muda, kau berhak hidup..!
˜Muda, katamu? Seorang wanita sudah berusia.. seperti
aku, kaubilang masih muda? Aku adalah perawan tua. Tiada harapan lagi. Untuk
apa hidup hanya menjadi bahan ejekan? Sebatangkara, tiada keluarga, tugas pun
terbengkalai tak terpenuhi, apa artinya hidup? Aku sudah tua!! kembali air
matanya mengalir turun.
˜Kau masih muda, Nona Tan. Muda dan cantik jelita lagi
gagah perkasa. Kurasa, dia yang merasa dirinya pandai dan tampan, satria-satria
di dunia kang-ouw, akan berebutan untuk mendapatkan perhatianmu, dan akan
merasa bahagia sekali kalau menjadi pilihanmu.!
Sepasang pipi gadis itu tiba-tiba menjadi merah, matanya
memandang lebar-lebar ke arah Suling Emas seakan-akan hendak menyelidiki apakah
ucapan itu keluar dari hati yang jujur. Melihat sepasang mata Suling Emas
memandang sungguh-sungguh dan membayangkan kejujuran, Tan Lian menjadi begitu
girang sehingga ia tergagap. ˜Be.. betulkah..?!
Suling Emas lega hatinya. Ia mengangguk meyakinkan, lalu
membungkuk dan memondong tubuh Tan Lian lagi sambil berkata, ˜Mari kita
lanjutkan perjalanan agar kita segera sampai di Thai-san. Tak baik bagi
kesehatanmu terlalu banyak bicara seperti ini.!
Di dalam pondongan pemuda itu, Tan Lian termenung-menung.
Dia masih belum beristeri, usianya sudah lanjut pula, tentu lebih tua beberapa
tahun daripada dia sendiri! Permusuhan antara orang tua tentu saja akan hapus
kalau mereka menjadi suami isteri! Dia begitu baik, begini gagah perkasa, dan
bukankah dia tadi memuji-muji bahwa aku cantik jelita dan gagah? Bukankah
pujian yang keluar dari mulut seorang laki-laki, pujian yang bukan hanya
kosong, yang keluar dari hati sejujurnya, menjadi bayangan daripada cinta
kasih?
Makin muluk-muluk lamunan Tan Lian sehingga akhirnya ia
tertidur nyenyak di dalam pondongan Suling Emas.
Di lereng Thai-san yang agak tersembunyi, di bagian yang
paling sunyi karena hanya penuh dengan hutan-hutan belukar, terdapat sebuah
pondok sederhana dan bersih, mempunyai banyak jendela sehingga di dalam pondok
itu hawanya sejuk segar. Inilah tempat tinggal Kim-sim Yok-ong, seorang kakek
yang rambut dan jenggotnya sudah putih semua akan tetapi wajahnya tetap segar
berseri dan kemerahan seperti wajah seorang pemuda remaja, sepasang matanya
bersinar-sinar dan bentuknya indah seperti mata wanita cantik. Jari-jari
tangannya halus dan runcing seperti tangan seorang terpelajar, gerak-geriknya
halus, tutur sapanya ramah dan sopan, pakaiannya sederhana dan dari kain murah,
akan tetapi bersih sekali, sebersih kuku-kukunya dan rambutnya.
Inilah dia Kim-sim Yok-ong yang namanya terkenal di
seluruh jagat, yaitu nama sebutannya, bukan nama aselinya karena nama aselinya
tidak ada yang tahu. Ia dijuluki Kim-sim (Hati Emas) karena kakek ini menolong
kepada siapa saja yang perlu ditolong, tidak pilih kasih, tidak pandang bulu,
tanpa pamrih, tanpa syarat seolah-olah hatinya terbuat daripada emas yang amat
berharga penuh dengan cinta kasih akan sesamanya. Di samping ini ia disebut
Yok-ong (Raja Obat) karena ilmu pengobatan yang ia miliki benar-benar luar
biasa sekali sehingga banyak orang bilang bahwa tidak ada penyakit di dunia ini
yang tidak bisa diobati dan disembuhkan oleh Kim-sim Yok-ong!
Karena kebaikan hatinya yang tidak pandang bulu dan tidak
pilih kasih inilah agaknya maka semua orang di dunia ini, termasuk mereka yang
memiliki watak kasar dan buruk, semua segan-segan dan tidak berani
mengganggunya. Bukan tidak berani terhadap Kim-sim Yok-ong sendiri yang tak
pernah dilihat orang bermain silat, akan tetapi tidak berani karena sekali dia
mengganggu Kim-sim Yok-ong, tentu ia akan berhadapan dengan seluruh tokoh di
dunia kang-ouw, baik tokoh kanan maupun kiri, tokoh putih maupun hitam, para
pendekar maupun penjahat! Agaknya Kim-sim Yok-ong sudah menjadi ˜milik! semua
orang yang akan membelanya mati-matian!
Akan tetapi, tidaklah sering raja obat ini dikunjungi
orang yang hendak berobat. Pertama, karena tempat tinggalnya sering kali
berpindah-pindah dan selalu ia memilih lereng-lereng gunung yang tinggi dan
yang mempunyai tetumbuhan yang mengandung obat. Ke dua, kepandaiannya yang
istimewa adalah khusus untuk mengobati orang-orang terluka oleh
pukulan-pukulan, oleh senjata-senjata rahasia atau oleh racun-racun. Dalam hal
inilah ia memang memiliki kepandaian istimewa.
Adapun kepandaiannya mengobati orang-orang sakit biasa,
tidaklah istimewa, sama dengan tabib-tabib yang banyak terdapat di kota-kota.
Oleh karena itu pula maka hanya para anggauta dunia kang-ouw saja yang selalu
mencari dan minta tolong kepada Kim-sim Yok-ong. Dan justeru ini pula yang
membuat namanya terkenal di antara para tokoh kang-ouw.
Bahkan tak boleh disangkal lagi, enam iblis Thian-te
Liok-kai yang kini tinggal lima orang saja itu, sengaja memilih puncak Thai-san
sebagai tempat mengadu ilmu karena pada waktu itu Kim-sim Yok-ong berada di
gunung itulah. Hal ini penting sekali karena mereka maklum bahwa pertandingan adu
ilmu di antara mereka tentu sedikitnya akan mengakibatkan luka-luka yang parah
dan mengerikan, dan hanya Kim-sim Yok-ong saja yang akan mampu mengobati.
Pada pagi hari itu, selagi Kim-sim Yok-ong mengatur
akar-akar obat di atas genteng depan rumah untuk dijemur, datanglah Suling Emas
yang memondong tubuh Tan Lian. Sudah dua hari dua malam gadis itu berada dalam
keadaan pingsan maka Suling Emas tidak pernah berhenti, berlari cepat siang
malam sehingga ketika ia tiba di situ, keadaan pendekar ini lesu dan lemah,
tubuhnya lelah sekali, tangannya kaku-kaku dan kakinya gemetar.
˜Ayaaaaa..! Kiranya Kim-siauw-eng (Pendekar Suling Emas)
yang datang! Ah, lagi-lagi kau melupakan kesehatan sendiri, sedikitnya dua hari
dua malam tak pernah berhenti berlari untuk menolong seseorang. Kim-siauw-eng,
orang seperti engkau ini amat diperlukan dunia, dan berbahagialah engkau karena
hidupmu telah kauisi dengan kemanfaatan bagi dunia. Bawalah dia masuk, sebentar
aku menyusul!!
Suling Emas mengangguk. ˜Terima kasih, Locianpwe.! Lalu
ia melangkah memasuki pondok dan merebahkan tubuh Tan Lian di atas sebuah
pembaringan di sudut ruangan. Sedikit gelisah juga hati Suling Emas menyaksikan
keadaan Tan Lian yang sudah pucat sekali mukanya, tubuhnya dingin dan kaku
seakan-akan sudah mati. Hanya napasnya yang lemah saja yang membuktikan bahwa
gadis itu masih hidup. Diam-diam Suling Emas berdoa semoga gadis itu tidak mati
oleh pukulan maut Lin Lin, karena kalau hal ini terjadi, ia akan merasa berdosa
dan makin menyesal mengingat bahwa semua ini adalah akibat daripada perbuatan
ibu kandungnya yang lalu.
Tak lama kemudian Raja Obat itu memasuki pondok dengan
langkah perlahan dan tenang sekali. Suling Emas sudah mengenal watak Raja Obat
ini, maka ia pun diam saja dan menanti sampai orang tua itu melakukan
pemeriksaan.
Kim-sim Yok-ong menghampiri sebuah tempayan air di sudut
luar, mencuci kedua tangannya, kemudian menyusutnya dengan kain bersih. Barulah
ia menghampiri Tan Lian tanpa menoleh ke arah Suling Emas yang masih berdiri di
dekat pembaringan. Tabib sakti itu membungkuk, memandangi Tan Lian dengan
kening berkerut, mengulur tangan kiri menekan nadi tangan gadis itu dan tangan
kanannya meraba-raba pundak dan leher.
˜Uhhhhh..!! katanya, agak tercengang. ˜Aku mendengar
berita bahwa Pat-jiu Sin-ong sudah meninggal dunia! Bagaimana nona ini bisa
terkena pukulannya beberapa hari yang lalu?!
Suling Emas tidak merasa heran mendengar ini, sungguhpun
ia menjadi makin kagum saja. Tidak ada akibat pukulan yang bagaimana hebat pun
di dunia ini yang tidak dikenal oleh Kim-sim Yok-ong!
˜Bukan, Locianpwe. Pat-jiu Sin-ong memang sudah meninggal
dunia dan tidak melakukan pukulan terhadap nona ini.!
Kakek itu memandang dan tahulah ia bahwa Suling Emas
tidak ingin bicara tentang pemukul nona ini. Ia menarik napas panjang dan
berkata, ˜Siapapun juga pemukulnya, sudah pasti bukan Beng-kauwcu Liu Mo, juga
bukan Kauw Bian Cinjin. Kalau bukan Pat-jiu Sin-ong, entah siapa yang mampu
melakukan pukulan ini. Hemmm, siapapun juga, dia menggunakan pukulan Beng-kauw
dan aneh sekali bahwa kau yang membawanya ke sini untuk kuobati.!
Ucapan ini tidak langsung, namun diam-diam Suling Emas
mengerti bahwa kakek itu sudah tahu segalanya, sudah mendengar bahwa dia adalah
putera Tok-siauw-kui dan cucu Pat-jiu Sin-ong. Alangkah cepatnya berita
tersiar, tidak heran bahwa tokoh-tokoh kang-ouw mencari dan hendak
mengeroyoknya. Apalagi kalau diingat bahwa banyak tokoh kang-ouw mengunjungi
kakek ini untuk minta obat.
˜Kau keluarlah dulu, Kim-siauw-eng, biar kucoba untuk
mengobati nona ini.!
Suling Emas lalu mengangguk, melangkah keluar dan duduk
di atas sebuah batu hitam yang terdapat di depan pondok itu. Memang di depan
pondok terdapat sekumpulan batu-batu besar yang beraneka warna. Inilah sebuah
di antara kesukaan Kim-sim Yok-ong, yaitu mengumpulkan batu-batu yang licin
halus dan aneh-aneh macam serta warnanya.
Lebih dua jam Suling Emas menanti, belum juga ada berita
dari dalam. Ia melamun dan bermacam pikiran menggodanya, terutama sekali
pikiran tentang diri Lin Lin! Ia merasa amat sayang dan kasihan kepada gadis
remaja itu, malah hampir ia jatuh cinta! Berulang kali Suling Emas menarik
napas panjang, bukan sekali-kali menyesali nasibnya, melainkan menyesal mengapa
setelah ibunya menjadi sebab kegegeran dunia, kini di amenjadi sebab pula
kegegeran hati gadis-gadis cantik.
Tiba-tiba terdengar suara ketawa seperti suara katak di
musim hujan. Suling Emas cepat mengangkat muka dan kaget serta herannya bukan
main ketika ia melihat dua orang kakek sudah berdiri dalam jarak lima meter di
depannya, masing-masing kakek itu memegang leher baju seorang penduduk gunung.
Yang membuat Suling Emas kaget dan heran adalah betapa kedua orang kakek itu
dapat datang tanpa ia ketahui sama sekali, tahu-tahu sudah berada di situ.
Terlalu dalamkah ia tadi tenggelam dalam lamunannya sehingga ia tidak mendengar
kedatangan mereka, ataukah mungkin mereka itu luar biasa saktinya? Akan tetapi
sepanjang ingatannya, hanya Bu Kek Siansu saja yang pandai datang dan pergi
tanpa ia ketahui!
Ia memandang penuh perhatian. Seorang di antara dua kakek
itu rambut dan jenggotnya panjang berwarna putih seperti perak, bahkan alis
matanya juga putih, jubahnya panjang dan putih pula. Pendeknya, tidak ada warna
lain terdapat pada diri kakek ini, malah kulitnya kalau diperhatikan juga luar
biasa putihnya, seakan-akan tidak ada darah di bawah kulit itu.
Diam-diam Suling Emas kaget. Orang ini membayangkan
tenaga sin-kang yang mujijat, akan tetapi bagaimana seorang dengan kepandaian
sehebat ini belum pernah ia jumpai dan tidak ia kenal sama sekali? Kemudian perhatiannya
teralih kepada orang ke dua. Dia ini juga seorang kakek tua, rambutnya
awut-awutan, kumis dan jenggotnya tebal panjang. Akan tetapi berbeda dengan
kakek pertama yang rambutnya serba putih, kakek ini rambut dan jenggotnya
kemerah-merahan, juga pakaiannya serba merah, sepatu rumputnya merah, kulit
badannya juga kemerahan seakan-akan setiap hari dibakar matahari!
Yang membuat Suling Emas diam-diam terkesiap hatinya
adalah ketika ia melihat mata kedua orang kakek itu. Kakek pertama matanya
putih hampir tidak kelihatan bagian hitamnya, akan tetapi kakek ke dua matanya
merah dan hampir tidak tampak bagian putihnya. Benar-benar dua orang kakek yang
luar biasa sekali. Jangankan bertemu mereka, mendengar tentang mereka pun belum
pernah!
Kedua orang kakek itu masih tertawa-tawa, dan kedua orang
penduduk gunung yang dicengkeram leher bajunya itu kelihatan ketakutan sekali.
˜Hah, biruang busuk, benar inikah rumah Kim-sim Yok-ong?!
tiba-tiba si kakek putih bertanya kepada orang yang dicengkeramnya. Orang itu
mengangguk-angguk, dengan tubuh gemetar dan biarpun mulutnya bergerak-gerak,
namun tidak ada suara yang keluar dari bibirnya.