Bab 23
Anak itu mengangguk-angguk gembira, lalu meniup lagi
sejadi-jadinya. Ibunya memandang dengan penuh perhatian, jantungnya serasa
tertikam yang membuatnya terharu, komat-kamit mengeluarkan kalimat yang hanya
ia dengar sendiri. ˜.. serupa benar..! Akan tetapi ia segera dapat menguasai
hatinya lagi sambil tersenyum-senyum geli melihat puteranya yang ke dua
berusaha mengejar burung-burung di udara dan membuat gerakan menangkap.
˜Sun-ji, hati-hati jangan lari-lari, nanti jatuh!!
˜Bu, aku ingin bisa terbang seperti burung!! anak ke dua
itu berseru gembira dengan suara pelo dan lucu, kemudian membuat gerakan dengan
kedua lengannya, digerakkan seperti sepasang sayap burung, mulutnya menirukan
bunyi burung bercuat-cuit.
Si ibu gembira melihat anak-anaknya sehat-sehat, lalu
diciumnya muka puteranya yang ke tiga, yang tertawa-tawa gembira.
Pagi yang gembira, sehat dan menyegarkan jiwa raga, akan
tetapi yang juga membangkitkan kenang-kenangan lama. Hal ini dapat dilihat dari
wajah cantik ibu muda ini, sebentar ia bergembira terpengaruh oleh tiga orang
anaknya, sebentar lagi ia termenung seperti ingat akan sesuatu yang
membangkitkan kenang-kenangan yang berkesan. Anak yang dipanggil Liong itu
sudah bersuling lagi, dengan amat tekun dan sungguh-sungguh ia meniup dan berganti-ganti
menutupi lubang-lubang suling dengan jari-jari tangannya yang kecil.
˜.. Ceng Ceng..!! Suara ini tertahan dan tersendat,
seakan-akan sukar keluar dari mulut yang punya suara.
Wanita itu tersentak kaget dan serentak bangkit berdiri
dari bangkunya, sambil memondong anaknya yang paling kecil. Suara itu! Seketika
wajahnya berubah pucat. Hanya ada satu orang saja di dunia ini yang memanggil
namanya dengan suara seperti itu! Kedua kakinya menggigil dan ia tidak mau
menggerakkan tubuh, tidak mau memutar tubuh menengok ke belakang ke arah suara,
karena ia khawatir kalau-kalau suara tadi hanya suara dari kenangannya sehingga
kalau ia menengok dan tidak melihat sesuatu, ia akan kecewa. Ia meramkan mata,
diam-diam ingin menikmati kenangan lama yang sedemikian mendalam dan menggores
kalbunya sehingga di pagi hari yang indah ini ia sampai-sampai mendengar suara
orang yang menjadi sebab lamunannya.
˜Ceng Ceng..!!
Wanita itu mengeluarkan seruan tertahan, setengah isak.
Kemudian dengan tiba-tiba dan cepat sekali, seakan-akan takut kalau orang yang
bersuara itu sudah pergi lagi, ia memutar tubuh memandang.
˜Bu Song koko! Kau.. kaukah ini..? Kau di sini..?! Ia
melangkah maju dua tindak, kemudian pandang matanya yang tadi melekat pada
wajah laki-laki itu kini menurun, berhenti pada dada di mana terdapat gambar
sebatang suling dari benang emas.
˜Koko.. kau.. kau Suling Emas..?!
Dua pasang mata bertemu pandang, dua sinar mata saling
belit, saling dekap, saling cumbu dan saling menampakkan rasa rindu berahi yang
ditahan-tahan selama sepuluh tahun. Wanita itu memandang dengan mulut agak
terbuka, terengah-engah dan dari sepasang matanya yang bening itu bertitik
butiran-butiran air mata seperti mutiara. Keduanya mempunyai hasrat yang sama,
ingin lari maju dan saling rangkul, namun keduanya menahan gelora hati ini
sekuat tenaga. Akhirnya, melihat butiran-butiran air mata itu, laki-laki yang
bukan lain adalah Suling Emas ini, secepat kilat membalikkan tubuhnya, wajahnya
pucat sekali dan ia berdongak ke atas, meramkan kedua matanya, bibirnya agak
menyeringai tanda betapa perihnya hati, seperti ditusuk-tusuk pedang rasanya.
Kemudian ia membuka pelupuk mata, mengejap-ngejapkannya untuk menahan agar
jangan sampai kedua matanya yang terasa panas dan gemetar itu menitikkan air
mata. Kebetulan sekali ketika ia membalikkan tubuh, ia melihat bocah yang
memegang suling kini sudah berdiri di dekatnya. Melihat anak ini, Suling Emas
menggerakkan tangan kiri dan mengelus-elus kepala yang gundul itu. Bocah ini
dapat ia pergunakan untuk landasan kuat bagi perasaannya, untuk menolak gelora
cinta dan keharuan yang seakan-akan hendak menjebol bendungan hatinya.
˜Kau.. kau pandai bersuling, Nak?! tanyanya, suara serak,
tanda bahwa hatinya penuh gelora dan haru, dan bahwa hampir saja pendekar sakti
ini tadi terisak menangis.
Bocah itu tertawa dan mengangguk.
˜Cobalah kau menyuling untukku. Kau mau diajar meniup
suling?!
˜Mau..! Mau saja.. Ibu tadi bilang hendak memanggil guru
suling. Apakah kau ini gurunya, Paman?!
Suling Emas tersenyum dan mengangguk. Anak itu lalu
meniup lagi sulingnya. Suling Emas mendengar isak tertahan di belakangnya, lalu
disusul suara yang pilu dan gemetar, penuh perasaan.
˜Kau.. kau datang.. apakah kehendakmu, Koko..?!
Suling Emas menarik napas panjang, masih membelakangi
wanita itu dan tangan kirinya masih meraba-raba kepala bocah yang menyuling.
˜Tadinya aku sudah bersumpah pada diri sendiri takkan
mengganggumu, Ceng Ceng, takkan menemuimu selama hidupku agar lukaku tidak
semakin parah..! Ia berhenti dan tidak melanjutkan kata-katanya yang tertelan
oleh isak.
˜Song-koko, aku pun sama sekali tidak mengira akan dapat
bertemu lagi denganmu. Sama sekali aku tidak menyangka bahwa Suling Emas
pendekar sakti yang selama ini disohorkan setiap orang itu kaulah orangnya!
Ahhh.. siapa kira..!
Dalam kalimat terakhir ini terdengar keluhan dari hati
yang merasa amat menyesal.
Suling Emas memutar tubuhnya. Kembali mereka
berpandangan, akan tetapi kali ini mereka sudah kuat menahan. Untuk sejenak
keduanya memandang penuh selidik, untuk mengetahui keadaan masing-masing,
memandang sinar mata, memandang keadaan tubuh, kurus gemuknya, dan keduanya
makin menduga-duga. Beruntunglah ia tanpa aku?
Demikian agaknya pertanyaan yang terkandung di hati
masing-masing.
˜Song-koko, aku mendengar bahwa Suling Emas belum berumah
tangga.. apakah.. betulkah ini? Apakah kau belum juga menikah? Song-koko..
mengapa begitu? Apakah kau belum juga dapat melupakan aku..?!
˜Melupakan engkau? Ah.. Ceng Ceng, aku melupakan engkau?
Bagaimana mungkin itu! Sudah kucoba-coba, sudah kupaksa-paksa hati ini, namun
buktinya sekarang aku berada di sini!! Agak keras dan kasar kata-kata ini dan
sepasang mata pendekar itu memandang tajam, bagaikan menusuk-nusuk, membuat
nyonya muda itu tertunduk.
˜Dunia serasa makin sempit bagiku, Ceng Ceng. Tadinya
masih ada harapanku sembuh oleh ibuku, akan tetapi ibu meninggal. Aku
meraba-raba bagaikan orang buta dalam gelap, tak tahu harus ke mana.. betapa
aku tak dapat melupakan engkau, Ceng Ceng..! Karena itulah aku datang.. untuk
melihat wajahmu lagi, aku.. tak tahan aku akan rindu..!
˜Song-koko..!! Wanita itu yang bernama Suma Ceng dan kini
adalah nyonya seorang pangeran, yaitu Pangeran Kiang, menjerit kecil. ˜Jangan
begitu, Koko.. aku.. aku sudah menjadi ibu dari tiga orang anak! Kau lihat
mereka ini..!! Suma Ceng cepat-cepat mempergunakan anak-anaknya untuk perisai
diri atau lebih tepat untuk pengendalian hatinya sendiri yang seakan-akan
terbetot dan hendak dihanyutkan oleh bekas kekasihnya. Ia maklum kalau tidak
cepat-cepat ia berpegang kepada tiga orang puteranya, bisa-bisa ia terbawa
hanyut, karena sesungguhnya, sampai mati sekalipun ia takkan mungkin dapat
melupakan Bu Song.
Suling Emas menarik napas panjang, menekan gelora
hatinya, kemudian ia menjadi sadar kembali ketika anak yang menlup suling itu
tiba-tiba menarik tangannya dan bertanya,
˜Paman Guru, bagaimana dengan kepandaianku meniup
suling?!
Suara yang lantang dari bocah ini menariknya turun dari
sorga lamunan, dan membuatnya kaget karena hampir saja tadi ia melakukan
sesuatu yang tidak patut. Melihat wajah Suma Ceng kembali, berhadapan muka
dengan wanita ini, benar-benar bisa membuatnya lupa akan segala.
˜Kau sudah pandai, tapi harus belajar lagu-lagu yang
indah!! katanya sambil meraba kepala anak itu. Tiba-tiba wajahnya berubah dan
jari-jari tangan kirinya tetap meraba-raba kepala yang gundul itu. Aneh! Ajaib!
Kepala anak ini sama benar dengan kepalanya! Tak salah lagi! Jarang di dunia
ini ada kepala seperti ini, kepala yang dahulu membuat mendiang gurunya, Kim-mo
Taisu, tidak ragu-ragu menolongnya dan mengambilnya sebagai murid. Inilah
˜kepala pendekar! seperti yang dulu disebut-sebut Kim-mo Taisu. Bagaimana
potongan dan bentuk kepala anak ini bisa sama dengan kepalanya?
˜Ceng Ceng..! suaranya gemetar ketika ia menoleh dan
memandang wajah ayu itu.
Suma Ceng tidak menjawab, hanya menjawab dengan pandang
mata penuh pertanyaan.
˜Anak ini.. dia putera sulungmu?!
Suma Ceng mengangguk dan gerakan ini membuat dua titik
air mata yang tadi bergantung pada bulu matanya runtuh ke bawah, menimpa
pipinya.
˜Dia.. dia ini..!! Tiba-tiba Suling Emas berjongkok di
depan anak itu, menatap wajah anak itu penuh perhatian, meraba kepala, meraba
alis mata anak itu yang hitam tebal, seperti alis matanya. Hidung dan mata anak
itu seperti hidung dan mata Suma Ceng, akan tetapi mulut itu, alis itu, kepala
itu! Serentak ia bangkit berdiri lagi, malah kini melangkah maju sehingga ia
hanya berdiri dalam jarak tiga langkah dari Suma Ceng.
˜Dia.. dia itu..?! suaranya serak dan lirih, ˜dia itu..?!
tak kuasa ia melanjutkan kata-katanya, tercekik di lehernya.
Kini Suma Ceng menangis. Air matanya bercucuran dan ia
mengangguk-angguk. Melihat ibunya menangis, anak kecil yang dipondongnya juga
ikut menangis. Cepat-cepat hal ini menahan air mata Suma Ceng dan ia mendekap
anaknya, mengusapkan mukanya yang basah air mata pada pipi dan baju anak itu.
Anaknya terdiam dan agaknya gangguan ini malah meredakan gelora hatinya.
˜Betul, Song-koko, dia.. dia anak kita..!
˜Ya Tuhan..! Dan kau.. kau diam saja..?!
˜Aku tidak tahu akan hal itu sebelum aku menikah dengan
suamiku. Andaikata aku tahu sekalipun, apa yang dapat kulakukan, Song-koko? Kau
sendiri pun tak berdaya apa-apa.!
˜Andaikata kau dulu selihai sekarang.. ah, untuk apa kita
melamunkan yang bukan-bukan? Andaikata aku tahu bahwa bahwa pertemuan di malam
terakhir itu.. ah, andaikata aku tahu kau meninggalkan anak ini padaku, apakah
yang akan dapat kulakukan? Menolak kehendak ayah dan kakak tak mungkin,
paling-paling aku hanya dapat membunuh diri..!
˜Ceng Ceng, kau maafkan aku. Memang kau tak bersalah.
Akan tetapi.. ah, anak ini dia anakku! Dia harus ikut denganku!!
˜Tidak Song-koko. Apakah kau ingin menyiksa anak itu dan
menyiksa diriku pula? Kurang hebatkah penderitaan batinku selama ini?
Song-koko, demi kebaikan kita berdua, lebih baik kalau kau melupakan aku.
Anggap saja kekasihmu Ceng Ceng ini sudah mati, dan kau.. kau kawinlah dengan
gadis lain, berbahagialah, aku memuji siang malam, Koko..!
˜Ceng Ceng.. Ceng Ceng.., kau tetap berbudi, kau tetap
jelita, kau tetap pujaan hatiku..! Hampir tak kuat Suling Emas, ingin ia
memeluk wanita itu, ingin memondongnya, ingin menghiburnya. Namun pandang mata
wanita itu kini tidaklah seperti dahulu. Memang, ada perubahan pada diri Ceng
Cengnya, kekasihnya.
˜Heee, siapakah di situ?! Tiba-tiba terdengar bentakan
keras dan seorang laki-laki yang berpakaian indah berlari-lari mendatangi
dengan pedang terhunus di tangan. Ia ini bukan lain adalah Pangeran Kiang!
Ketika ia melihat Suling Emas, wajahnya berubah, pandang matanya dingin dan
sikapnya mengancam ketika ia menghampiri Suma Ceng.
˜Hemmm.. jadi tidak salah omongan Kakak Suma Boan!
Ternyata isteriku yang setia ini diam-diam bermain gila dengan laki-laki bekas
kekasihnya dahulu! Perempuan tak tahu malu! Sudah punya tiga orang anak masih
hendak main gila, berjina dengan laki-laki lain? Keparat!!
˜Ooohhh.. tidak.., tidak!! Suma Ceng menjerit tertahan.
Tuduhan ini benar-benar merupakan ujung pedang yang menusuk ulu hatinya, ˜Aku
dan dia.. kami tidak berbuat apa-apa yang melanggar kesopanan, jangan kau
menuduh yang bukan-bukan!!
˜Bagus, ya? Kau masih hendak membelanya? Perempuan hina..
kupukul mukamu yang tak tahu malu..!! Pangeran itu melangkah lebar menghampiri
Suma Ceng dan tangan kirinya melayang, menampar ke arah pipi. Isterinya hanya
tunduk dan menangis tersedu-sedu, tidak mempedulikan datangnya tangan yang
menampar.
Akan tetapi tangan yang menampar itu terhenti di tengah
jalan. Pangeran itu berseru kaget dan heran, juga penasaran. Ketika ia
menggerakkan tangannya ke belakang, tidak apa-apa, akan tetapi begitu ia
menampar ke depan, tangan itu tiba-tiba berhenti seakan-akan tertahan oleh
dinding yang tidak tampak!
˜Keparat, hayo mengaku bahwa kau telah berjina dengan..
dengan bangsat ini!! Ia berteriak memaki untuk mengatasi kemarahan dan rasa
penasarannya.
˜Sesungguhnya, kami tidak berbuat apa-apa.. suamiku
dengarlah.. memang betul dia dahulu adalah seorang kenalanku, sebelum aku kawin
denganmu, tapi.. tapi.. semenjak itu.. baru ini kami saling bertemu, dan kami
tidak berbuat apa-apa yang melanggar susila. Percayalah..!!
˜Perempuan rendah! Siapa tidak tahu bahwa dahulu kau
berjina dengan kekasihmu? Aku masih berlaku murah dan sabar, akan tetapi siapa
kira, sekarang kau mengadakan pertemuan gelap! Terkutuk..!! Kali ini si
pangeran menggerakkan pedangnya menyerang isterinya sendiri. Dua orang anak
kecil, yang satu dipondong Suma Ceng, yang seorang memegangi gaunnya dari
belakang, menjerit-jerit ketakutan menyaksikan adegan yang tidak mereka
mengerti, akan tetapi yang mendatangkan rasa takut pada mereka itu. Hanya anak
yang sulung tidak menangis, memandang dengan mata terbelalak sambil memegangi
sulingnya. Adegan ini berkesan amat mendalam di hatinya, akan tetapi tentu saja
ia pun tidak mengerti apa artinya semua ini.
Biarpun pedang itu mengancam nyawanya, Suma Ceng tidak
bergerak, siap menerima tusukan pedang. Baginya, hidup ini penuh penderitaan
batin, dan ia memaafkan kemarahan suaminya yang pada hakekatnya tidaklah
menuduh yang bukan-bukan! Memang ia merasa berdosa terhadap suaminya yang
sebetulnya amat mencintanya. Kalau ia mau, tentu saja ia dapat mengelak bahkan
melawan, karena adik dari Suma Boan ini pun memiliki ilmu kepandaian silat yang
lumayan namun jauh lebih tinggi daripada kepandaian suaminya.
Akan tetapi, seperti juga tadi, pedangnya yang meluncur
ke depan itu tiba-tiba terhenti di tengah jalan, malah mendadak ia merasa
tangan kanannya seperti lumpuh dan pedangnya itu tak dapat ditahannya lagi
runtuh terlepas dari tangannya, menimbulkan suara berkerontangan. Cepat sang
pangeran ini membalikkan tubuh memandang. Tak salah dugaannya. Kiranya
laki-laki berpakaian serba hitam yang pernah ia dengar namanya sebagai Suling
Emas, pendekar yang menggemparkan itu, berdiri tegak dan menggerak-gerakkan
tangannya mengirim pukulan atau dorongan jarak jauh yang tadi menahan
pukulan-pukulannya dan tusukan pedangnya.
˜Manusia berhati binatang!! Pangeran Kiang melompat maju
menghadapi Suling Emas. ˜Orang lain boleh takut kepadamu, akan tetapi aku tidak
takut! Orang lain boleh menyebutmu pendekar, akan tetapi bagiku kau hanyalah
seorang laki-laki buaya yang menganggu isteri orang! Kau seorang laki-laki
rendah berjina dengan perempuan ini yang juga hanya seorang isteri berwatak
pelacur..!!
˜Plakkk!! Pangeran itu terguling dan bibirnya pecah-pecah
berdarah oleh tamparan tangan Suling Emas yang menjadi marah sekali. Muka
pendekar ini menjadi agak pucat, matanya memancarkan cahaya berkilat.
˜Mulutmu busuk! Kau boleh memaki aku, akan tetapi kau
terlalu menghina Ceng Ceng! Biarpun dia sudah menjadi isterimu, namun ia tetap
seorang wanita yang agung, yang bersih, yang suci.!
˜Dia perempuan jalang, pelacur tak tahu malu..!! Pangeran
itu dalam marahnya melompat bangun dan memaki lagi.
˜Bukkk!! Sebuah dorongan membuat ia terjengkang ke
belakang, berdebuk keras dan sambil meringis kesakitan pangeran ini merangkak bangun
lagi.
˜Huh, pendekar macam apa ini? Menjinah isteri orang,
menggunakan kepandaian untuk menghina orang dan merampas isterinya! Cih, yang
begini mengaku pendekar? Kau boleh bunuh aku, akan tetapi namamu akan membusuk
sampai akhir jaman! Mari kita mengadu nyawa..!!
˜Jangan..! Suamiku, jangan.. kau takkan menang..! Bu
Song, kau pergilah..!!
Akan tetapi Suling Emas tidak mau pergi, ia maklum bahwa
kalau ia pergi begitu saja, tentu Suma Ceng akan celaka, disiksa mungkin
dibunuh suaminya.
˜Pangeran yang tolol, dengarlah. Aku sama sekali tidak
melakukan perbuatan yang bukan-bukan dengan isterimu. Dia terlampau suci untuk
mengkhianatimu! Memang dulu aku mencintainya, akan tetapi dia sudah menjadi
isterimu sekarang, jangan kau memfitnah yang bukan-bukan.!
˜Siapa bilang fitnah? Kau datang menjumpainya, sikap
kalian.. dan perempuan hina ini membelamu.. hemmm, siapa tidak tahu bahwa
kalian masih saling mencinta? Keparat, terkutuk, benar-benar menghina sekali.
Hayo kaubunuh aku lebih dulu, baru kau bisa merampas isteriku, keparat!!
Dengan kemarahan meluap karena rasa cemburu, pangeran itu
menubruk maju dan memukul. Pukulannya tepat mengenai dada Suling Emas, akan
tetapi bukan yang dipukul yang roboh, melainkan pangeran itu sendiri yang
terpelanting dan lengan kanannya yang memukul patah tulangnya!
˜Kau ingin mati? Apa sukarnya membunuhmu? Hemmm, Ceng
Ceng, kalau manusia ini begini menghina kita, mengapa kau lebih senang tinggal
menjadi isterinya? Biarpun kau sudah menjadi ibu dari tiga orang anak. Hemmm..
aku masih sanggup melindungimu selamanya dan membunuh tikus busuk bermulut
kotor ini!!
Pada saat itu, Pangeran Kiang sudah berdiri lagi dan
menyerang dengan tangan kiri. Biarpun rasa nyeri hampir membuat ia pingsan,
namun panasnya hati membuat ia sanggup menahan dan terus menerjang lagi. Kaki
Suling Emas bergerak dan sebuah tendangan membuat pangeran itu terlempar sampai
empat meter jauhnya. Namun kembali ia merangkak bangun untuk menjadi roboh
kembali di lain detik oleh tamparan tangan Suling Emas yang kelihatannya sudah
marah sekali.
˜Kau ingin mampus, ya? Nih, terima! Dan ini! Kalau kau
tak mau berlutut minta ampun kepada isterimu, mencabut semua kata-katamu yang
kotor, demi Tuhan, kubunuh benar-benar engkau!! Suling Emas menghajar terus
sampai pangeran itu babak-belur, mukanya berdarah dan bengkak-bengkak.
˜Tahan! kau berani memukuli suamiku seperti ini?
Laki-laki kejam! Kau boleh bunuh dia melalui mayatku!! Tiba-tiba Suma Ceng yang
sudah menurunkan anaknya dari pondongan dan telah memungut pedang suaminya,
menerjang maju bagaikan seekor harimau betina. Pedangnya menusuk ke arah dada
Suling Emas.
˜Ceng Ceng..!! Suling Emas terbelalak heran dan kaget.
˜Ceppp!! Ujung pedang itu menusuk dadanya. Untung ia
dapat mengatasi heran dan kagetnya lalu cepat mengerahkan tenaga sehingga
pedang yang sudah menancap itu tidak maju terus, menancap dan meleset ke atas
sehingga pedang itu menancap dan menembus daging dan kulit dada dan pundak,
akan tetapi tidak memasuki rongga dada. Karena pengerahan sin-kang dari Suling
Emas hebat dan kuat sekali, Suma Ceng merasakan telapak tangannya panas dan
lumpuh sehingga pedang itu dilepasnya dan masih menancap pada dada Suling Emas.
˜Berani kau hendak membunuh suamiku? Ahhh.. dia suamiku,
ayah anak-anakku, aku akan membelanya dengan nyawa!! Suma Ceng berseru lagi dan
kembali menerjang dengan pukulan-pukulan dahsyat.
˜Ceng Ceng.., aahhhhh..!! Dengan jantung serasa
ditarik-tarik Suling Emas berkelebat dan lenyap dari tempat itu.
Suma Ceng menubruk suaminya, merangkul dan menangis.
Pangeran Kiang yang mukanya bengkak-bengkak itu tersenyum.
˜Isteriku.. akhirnya aku mendapat bukti nyata, kau memang
mencinta aku seorang! Ha-ha-ha, tidak sia-sia pengorbananku, tidak sia-sia
pembelaanku.., kau isteriku yang setia.. maafkan semua tuduhanku tadi.!
˜Diamlah.. diamlah.. kau terluka. Tentu saja aku isterimu
dan setia kepadamu..!
Suma Ceng mengusap air matanya dan mengerling ke arah
perginya Suling Emas, hatinya mengeluh penuh rasa nelangsa. Memang sebaiknya
begini, pikirnya. Hanya itulah jalan satu-satunya untuk mengusir Suling Emas,
untuk mencegah suaminya cemburu dan mungkin sekali untuk mengobati hati
kekasihnya yang terluka. Kalau melihat dia bersedia bersetia dan mencinta
suaminya, mungkin Suling Emas akan lebih mudah untuk melupakannya. Dengan muka
pucat ia lalu membantu suaminya meninggalkan taman, sedangkan anak-anaknya segera
dipondong oleh pelayan-pelayan yang datang dengan muka ketakutan.
Adapun Suling Emas melarikan diri dengan pengerahan
tenaga sekuatnya sehingga tubuhnya tak tampak, hanya bayangannya saja
berkelebatan dan dalam waktu sebentar saja ia sudah keluar dari kota raja,
terus ia berlari seperti orang gila, masuk keluar hutan. Menjelang tengah hari,
setelah berlari-larian berjam-jam lamanya, akhirnya ia menjatuhkan dirinya di
bawah sebatang pohon besar dalam sebuah hutan. Ia jatuh tertelungkup di atas
rumput, tak bergerak, kedua tangannya menutupi mukanya. Hanya terdengar ia
mengeluh dan mengerang perlahan seperti orang menderita nyeri yang amat sangat.
Darah masih membasahi bajunya, darah yang keluar dari luka di dada dan
pundaknya. Pedang yang tadi menancap kini tidak tampak lagi. Luka-luka inikah
yang membuat dia mengerang? Tak mungkin. Luka itu hanyalah luka daging dan
kulit belaka, dan bagi seorang pendekar sakti seperti Suling Emas, luka macam
itu tidaklah ada artinya. Namun luka yang berada di dalam rongga dadanya, luka
pada hatinya itulah yang amat sakit rasanya. Jantungnya serasa perih seperti
disayat-sayat. Ceng Ceng tidak cinta lagi padanya. Ceng Ceng mencinta suaminya,
dan bahkan membenci dia yang dibuktikan dengan tusukan pedang tadi!
Suling Emas mengeluh dan ketika ia bergerak dan bangun
duduk di atas tanah berumput, wajahnya nampak pucat bukan main. Warna bulat
kuning pada bajunya yang hitam, yaitu bagian dada, telah menjadi merah karena
darahnya. Paduan warna hitam baju dan merah darah itu membuat mukanya kelihatan
lebih pucat lagi. Agaknya peristiwa yang hanya beberapa jam lamanya itu membuat
kerut-merut di antara kedua matanya makin mendalam, dan membuat sinar sepasang
matanya menjadi redup sayu.
Tanpa disadarinya, tangannya meraih ke pinggang dan di
lain saat ia telah meniup sulingnya. Suara yang keluar dari sulingnya
melengking tinggi, mengalun panjang dan menyuarakan lagu sedih yang penuh
kepiluan hati. Bagi orang yang mendengar suara suling ini, tentu akan
menyatakan bahwa suara itu memilukan dan menyedihkan. Namun sesungguhnya Suling
Emas telah mempergunakan ilmunya Kim-kong Sin-im yang belum lama ini ia latih
bersama Bu Kek Siansu. Dengan ilmu ini, perlahan-lahan kesedihannya lenyap dan
setelah suara suling berhenti, wajahnya tidak sepucat tadi. Namun ia masih
duduk melamun dan sengaja mempergunakan kesempatan ini untuk mengolah semua
peristiwa yang menimpa dirinya, seperti biasa ia hendak memetik buah
bermanfaat, menarik pelajaran dari setiap pengalaman hidupnya.
Kini pikirannya dapat bekerja baik, tidak lagi diselimuti
perasaan hati yang pilu dan sayu. Suma Ceng telah mencinta suaminya dan
membencinya. Hal ini sama artinya dengan kematian kekasihnya itu. Bukan
orangnya yang mati, melainkan cinta kasih terhadap dirinya. Tidak ada lagi
manusia yang boleh diharapkan di dunia ini. Ibu kandungnya telah meninggal,
juga Ceng Ceng telah mati!
Mengapa ia harus merasa berduka? Mengapa hatinya begini
sakit? Mengapa ia membenci Pangeran Kiang? Suling Emas mengumpulkan ingatannya
dan terngiang kembali di telinganya segala petuah, pelajaran dan nasihat yang
pernah ia dengar dari mendiang gurunya, Kimmo Taisu, dan si kakek sakti Bu Kek
Siansu.
Suling Emas termenung. Dia manusia biasa. Tentu saja
cintanya termasuk golongan kedua itulah. Ia mencinta Ceng Ceng karena wanita
itu jelita, karena halusan budinya, karena keramahannya, karena kecocokan
hatinya dan karena.. agaknya lebih daripada itu karena dahulu membalas
cintanya! Sekarang wanita itu sudah menjadi isteri orang lain, sudah
mengalihkan cinta kasihnya kepada suaminya itu, mengapa ia harus bersikeras
melanjutkan cinta kasihnya? Bukankah itu akan sia-sia belaka? Menyiksa diri
sendiri dan menyiksa Ceng Ceng, merusak pula hati Pangeran Kiang? Ia harus
melupakan Ceng Ceng! Tapi anak laki-laki itu, putera sulung Suma Ceng adalah
anaknya!
Kembali Suling Emas merenung, gelisah dan bingung. Tentu
saja mudah baginya, menggunakan kepandaiannya, untuk merampas bocah itu. Akan
tetapi apa artinya? Apa gunanya? Bocah itu belum tentu berbahagia bersamanya
dan Ceng Ceng tentu akan hancur hatinya. Pangeran Kiang yang agaknya tidak
menduga akan hal itu tentu akan sakit hati kepadanya. Ah, akibatnya hanya
merugikan semua pihak.
˜Aku harus melupakan dia! Harus..! Mengapa aku begini
lemah? Heeee, Bu Song, apakah kau bukan laki-laki?!
Tiba-tiba Suling Emas melompat bangun, tertawa bergelak.
Suara ketawa ini bergema di dalam hutan, mengagetkan burung-burung. Kemudian
pendekar ini mainkan sulingnya sedemikian cepatnya sehingga terdengar angin
menderu-deru dan yang tampak hanyalah sinar bergulung-gulung yang kadang-kadang
mengeluarkan kilatan cahaya kuning emas! Ketika beberapa menit kemudian
pendekar ini berkelebat pergi dari situ, keadaan sunyi di situ, yang tampak
hanyalah rumput yang kini penuh dengan daun-daun pohon yang telah menjadi
gundul, rontok semua daunnya karena sambaran hawa pukulan yang berkelebatan
dari suling emas tadi!
***
Bu Sin dan adiknya, Sian Eng, tak dapat berkutik di atas
tanah lembab dalam ruangan bawah tanah. Mereka tiada hentinya berusaha untuk
membebaskan diri dari pada totokan, namun totokan, Hek-giam-lo ternyata dari
aliran lain dan amat luar biasa sehingga biarpun Bu Sin sudah mengerahkan
tenaga saktinya, tetap saja ia tidak mampu membebaskan diri. Apalagi Sian Eng
yang tingkat tenaganya jauh lebih lemah. Setelah berusaha dengan sia-sia selama
beberapa jam, akhirnya mereka menerima nasib. Satu-satunya harapan mereka
adalah kakak mereka, Bu Song atau Suling Emas. Hanya Suling Emas yang akan
dapat menolong mereka.
Tiba-tiba terdengar suara gaduh di luar ruangan dalam
tanah itu, disusul suara langkah orang berlari-lari. Langkah ini sebetulnya
ringan sekali dan andaikata Bu Sin dan Sian Eng tidak sedang rebah miring
dengan telinga menempel pada tanah, kiranya jejak kaki ini takkan terdengar
mereka.
Sian Eng menjadi girang sekali dan hampir saja ia
berteriak memanggil nama kakaknya, karena siapa lagi orang yang memasuki tempat
ini selain Suling Emas yang hendak menolong mereka? Akan tetapi segera ditahan
niatnya berteriak memanggil demi dilihatnya wajah Bu Sir yang kelihatan kaget
dan gelisah. Apalagi pada saat itu terdengar suara yang parau menyakitkan
telinga.
˜Sin-ni, tak boleh kau mendahului aku, ho-ho-hah!!
˜Kai-ong gembel menjemukan!! balas suara seorang wanita
yang nyaring.
Bu Sin dan Sian Eng tentu saja menjadi amat kaget karena
mengenal suara ini. Suara It-gan Kai-ong dan Siang-mou Sin-ni! Dua orang iblis
yang sama jahatnya atau mungkin lebih mengerikan daripada Hek-giam-lo sendiri.
Gema suara mereka belum lenyap, akan tetapi bayangan hitam yang bertubuh
ramping telah berkelebat ke dalam ruangan itu, dikejar oleh bayangan kakek
bertongkat yang agak bongkok. Dalam sekejap mata dua bayangan ini lenyap sudah
memasuki terowongan, agaknya mereka itu sedang berlomba mencari sesuatu.
Selenyapnya dua bayangan orang sakti itu, berkelebat
bayangan ke tiga dan ternyata orang ini adalah Suma Boan. Sejenak pemuda
bangsawan ini mencari-cari dengan pandang matanya, ketika melihat Bu Sin dan
Sian Eng rebah di bawah, ia terkejut sekali.
˜Dinda Sian Eng.. kau di sini..? Ah, kau tertotok! Jangan
khawatir, aku akan menolongmu..! Cepat pemuda itu meraih tubuh Sian Eng dan
dipondongnya.
Biarpun kaki tangannya lumpuh, namun Sian Eng masih dapat
bicara. Suaranya lemah berbisik, ˜.. harap kau.. tolong pula Sin-ko keluar dari
sini..!
˜Ah, tak mungkin aku menolong dua orang sekaligus,
Moi-moi. Terowongan terlalu sempit dan.. dan di sini berbahaya sekali. Kalau
tidak bersama Suhu, aku sendiri tidak berani. Mari kita cepat keluar, biar
nanti kakakmu ditolong Suhu.! Setelah berkata demikian, Suma Boan yang
memondong tubuh Sian Eng itu berlari keluar dari tempat itu dengan gerak kaki
cepat. Ia memang merasa ngeri karena tahu bahwa tempat ini adalah tempat
rahasia persembunyian Hek-giam-lo, apalagi tadi gurunya mengejar Siang-mou
Sin-ni dan dengan adanya wanita iblis itu di sini, maka tempat ini menjadi
lebih berbahaya lagi.
Hati Bu Sin tidak enak sekali melihat adiknya dipondong
Suma Boan. Ia tidak suka dan tidak percaya kepada putera pangeran itu. Akan tetapi
apa yang dapat dilakukan? Kaki tangannya masih dalem keadaan lumpuh tertotok,
dan ia tidak dapat mencegah perbuatan Suma Boan itu, karena betapapun juga,
pemuda putera pangeran itu bermaksud menolong Sian Eng. Keadaan Sian Eng dan
dia berdua memang berbahaya sekali, nyawa mereka terancam bahaya. Setidaknya
Suma Boan membebaskan Sian Eng daripada ancaman iblis-iblis jahat yang memasuki
terowongan tadi. Dan.. dan agaknya di antara adiknya dan putera pangeran itu
terdapat hubungan cinta kasih, sungguhpun ia tidak suka mempunyai seorang adik
ipar macam Suma Boan, namun jelas bahwa pemuda itu takkan mengganggu Sian Eng
kalau memang mencintanya. Dan jauh lebih baik seorang di antara mereka
tertolong daripada keduanya harus mati konyol di tempat mengerikan ini.
Mendadak terdengar angin bertiup dan dua, sosok bayangan
sudah berkelebat memasuki ruangan itu lagi. Kini dua bayangan itu sudah berdiri
berhadapan, dan memang mereka adalah Siang-mou Sin-ni dan It-gan Kai-ong,
keduanya saling pandang dengan mata penuh kemarahan.
˜Kai-ong gembel busuk, kau menggangguku saja!!
˜Heh-heh, siapa yang mengganggu? Kita bersama mempunyai
tujuan sama, mencari barang pusaka Hek-giam-lo, akan tetapi ternyata kita tak
berhasil. Tidak ada apa-apa di sini kecuali bocah menjemukan ini!!
˜It-gan Kai-ong, kau benar-benar menjengkelkan. Kalau
tidak ada kau yang mengganggu, barangkali aku akan berhasil. Kau benar-benar
sialan!! Sambil berkata demikian, Siang-mou Sin-ni menerjang maju dengan kaki
tangan dan rambutnya, menyerang dengan hebat. Namun It-gan Kai-ong menggerakkan
tongkatnya. Segera mereka bertanding di ruangan itu dengan hebat, ditonton oleh
Bu Sin yang masih rebah di atas tanah lembab.
˜Tua bangka bosah hidup, lihat ini!!
˜Aiiihhhhh.. hebat! Inikah hasilmu dari Bu Kek Siansu?!
teriak It-gan Kai-ong karena ia memang terdesak hebat ketika Siang-mou Sin-ni
mainkan sebuah alat musik khim yang dulu ia rampas dari Bu Kek Siansu. Hebat
sekali senjata istimewa berupa khim ini. Ketika ia menggerakkannya, terdengar
suara mengaung dan sejenak It-gan Kai-ong terhuyung ke belakang karena suara
yang keluar dari khim itu mengacaukan pemusatan tenaganya. Hampir saja ia kena
disabet sambaran rambut lawannya yang menotok tujuh tempat jalan darah yang
dapat membawa maut. Siang-mou Sin-ni tertawa-tawa nyaring ketika melihat hasil
terjangan senjatanya ini, dan ia melompat maju mendesak lebih hebat.
Akan tetapi tiba-tiba gerakan tongkat It-gan Kai-ong
berubah, kini tongkat itu membentuk lingkaran-lingkaran aneh yang mengeluarkan
bunyi pula, bunyi menggereng seperti auman singa. Ketika khim bertemu tongkat,
keduanya terlempar ke belakang dan terhuyung-huyung.
˜Setan alas! Ilmu iblis apa yang kau mainkan tadi?!
bentak Siang-mou Sin-ni.
˜Sayang hanya setengahnya kudapat..!! It-gan Kai-ong
terkekeh. ˜Kalau keseluruhannya kumiliki, kau tentu akan mampus di tanganku
kali ini, Sin-ni!!
Siang-mou Sin-ni berdiri diam, berpikir. Kiranya ilmu
hebat itu adalah hasil daripada perampasan kitab dari tangan Bu Kek Siansu
dahulu. It-gan Kai-ong hanya berhasil mendapatkan setengah kitab, yang setengah
lagi dirampas Hek-giam-lo. Kalau saja ia bisa memiliki kedua potongan kitab
itu!
˜Kai-ong, sekarang bukan waktunya kita menguji
kepandaian. Nanti di puncak Thai-san kita boleh bertempur sampai puas. Kita
tunda dulu, bagaimana pendapatmu? Ataukah kau hendak melanjutkan? Aku pun tidak
takut kalau kau hendak melanjutkan sampai seorang di antara kita mampus!!
˜Heh-heh-heh, Siang-mou Sin-ni iblis betina. Apa artinya
dapat menangkan kau dan mengemplang remuk kepalamu yang penuh tipu-tipu
muslihat itu kalau tidak ada yang menyaksikannya? Kelak di Thai-san tentu kau
roboh di tanganku. Heh-heh, ditunda juga tidak apa.!
Siang-mou Sin-ni menoleh ke arah Bu Sin, suaranya
terdengar mengejek ketika ia berkata,
˜Bu Sin koko yang tampan, kau nakal sekali, berani dulu
kau melarikan diri dari padaku. Hemmm, agaknya memang kau tidak bisa lama-lama
berpisah dariku, maka sekarang bertemu kembali di sini.!
˜Heh-heh, agaknya sudah jodoh, Sin-ni! Hisap saja
darahnya sampai habis, tunggu apa lagi? Ataukah kau sudah bosan? Biar kucoba
dia dengan ludahku!! It-gan Kai-ong meludah ke arah Bu Sin. Andaikata tidak ada
yang menghalangi, ludah itu tentu akan membuat kepala Bu Sin berlubang dan
sekaligus akan mencabut nyawa pemuda itu.
Akan tetapi Siang-mou Sin-ni mendengus, rambutnya
bergerak dan air ludah itu terpukul ujung rambut, menyambar kembali ke arah
It-gan Kai-ong yang miringkan kepala membiarkan air ludahnya sendiri menyambar
lewat dan lenyap ke dalam batu karang di belakangnya!
˜Gembel busuk, jangan main-main! Dia ini punyaku, tak
boleh kauganggu dia. Nyawanya berada di tanganku, dia mau mati atau hidup, aku
yang menentukan!!
˜Ho-ho-hah! Enak kau bicara, Siang-mou Sin-ni. Kau mau
borong dia, mau memiliki dia sampai kalian mampus, aku peduli apa? Akan tetapi
sebelum ia kaubawa pergi, ia harus menceritakan lebih dulu ke mana perginya
Hek-giam-lo. Kalau tidak, mana aku mau sudah begitu saja? Jangan kaukira aku
begitu goblok, membiarkan kau sendiri saja mendengar keterangan dari mulutnya
tentang Hek-giam-lo!!
˜Keparat tua bangka! Aku mau bawa dia pergi atau tidak,
kau mau apa?!
Kembali kedua orang sakti itu sudah saling melotot, siap
untuk saling gempur lagi. Bu Sin yang mendengarkan percakapan dan melihat sikap
mereka merasa khawatir. Kalau dua orang sakti yang berwatak aneh seperti orang
gila ini bertempur karena dia, sembilan puluh prosen ia akan mati.
˜Kalian tidak perlu ribut-ribut di sini. Baru saja
Hek-giam-lo pergi keluar membawa robekan kitab.! Baru saja Bu Sin bicara sampai
di sini, It-gan Kai-ong dan Siang-mou Sin-ni sudah berkelebat lenyap dari
tempat itu!
Akan tetapi kegembiraan hati Bu Sin melihat ini hanya
sebentar karena tahu-tahu Siang-mou Sin-ni sudah berada di tempat itu lagi dan
berdiri dekat dengannya sehingga ia dapat mencium bau harum yang sudah amat
dikenalnya dan yang selalu membuat ia merasa ngeri dan serem kalau
mengingatnya. Tak salah dugaannya bahwa yang datang kembali adalah wanita yang
amat ditakuti karena terdengar wanita itu tertawa genit lalu berkata.
˜Anak manis, apakah sekarang kau akan dapat melarikan
diri dariku lagi?! sambil berkata demikian ia meraih dan memondong tubuh Bu
Sin, kemudian dibawanya lari keluar dari terowongan itu.
˜Perempuan busuk! Perempuan hina! Kau lepaskan aku!!
Bentak Bu Sin dengan marah. Hatinya masih sakit sekali kalau ia teringat akan
apa yang dilakukan Siang-mou Sin-ni kepadanya dahulu. Akan tetapi Siang-mou
Sin-ni hanya tertawa sambil mengejek,
˜Gembel picak itu benar juga, kalau aku haus, darahmu
akan segar juga, hi-hik!!
Bu Sin mengkirik kengerian, akan tetapi apa dayanya? Tak
lama kemudian ia melihat sinar terang dan ternyata mereka telah tiba di luar
terowongan. Setelah berlari untuk beberapa lamanya, mereka tiba di sebuah hutan
dan Siang-mou Sin-ni membebaskan totokan Bu Sin. Pemuda ini merasa betapa
darahnya mengalir kembali seperti biasa, akan tetapi ia belum mampu bergerak.
Karena itu, terpaksa ia hanya meramkan mata saja ketika Siang-mou Sin-ni yang
tak tahu malu itu membelainya, bahkan menciumnya.
˜Kau masih tampan, aku masih sayang kepadamu. Sayang
kalau kau kubunuh.! Ia mengusap muka pemuda itu, ˜Hi-hik, kau mengingatkan aku
akan Suling Emas. Bu Sin, kalau kau menuruti semua kehendakku, aku bisa
membikin kau menjadi seorang laki-laki gagah perkasa seperti Suling Emas. Aku
akan menurunkan kepandaianku kepadamu. Senang kan?!
˜Perempuan hina! Pergi!! Mendadak Bu Sin yang kini jalan
darahnya sudah pulih kembali, menghantam sekuatnya.
˜Blukkk!! Siang-mou Sin-ni terlempar dan mengeluarkan
seruan kaget. Tadi ketika ia melihat pemuda itu memukulnya, ia menerima dengan
senyum di bibir karena ia mengira bahwa Bu Sin masih seperti dulu kepandaiannya
sehingga pukulannya tidak berbahaya sama sekali. Sama sekali ia tidak tahu
bahwa semenjak menerima latihan kakek sakti, tenaga sakti di dalam tubuh Bu Sin
sudah meningkat beberapa kali lipat kuatnya. Maka kali ini pukulan Bu Sin
membuatnya terlempar, sungguhpun tidak mengakibatkan luka dalam karena
Siang-mou Sin-ni sudah menjaga diri dengan lwee-kangnya.
˜Eh-eh.. dari mana kau mendapatkan tenaga besar itu?!
tanyanya, masih setengah heran dan terkejut.
Namun Bu Sin sudah melompat bangun dan menerjangnya
dengan sengit sambil memaki-maki. Ia mengerahkan tenaga sin-kang dan mainkan
ilmu silatnya yang paling ampuh. Ketika ia sudah berada dekat, kepalan tangan
kirinya memukul ke arah kerongkongan wanita itu sedangkan tangan kanan
mencengkeram ke arah perut. Dua serangan yang mengandung cengkeraman maut!
˜Hayaaaaa! Bu Sin, kau benar-benar tak bisa menerima
cinta kasih orang! Baiklah kalau kau sudah bosan hidup!! Dengan gerakan lincah
dan mudah saja wanita ini mengelak daripada dua pukulan Bu Sin itu, kemudian ia
berseru keras dan tubuhnya tahu-tahu sudah mencelat ke belakang sampai lima
meter jauhnya. Bu Sin yang menjadi penasaran mengejar dan kembali menerjang,
akan tetapi iblis betina itu menggoyang kepalanya dan Bu Sin merasa gelap
pandang matanya ketika rambut yang hitam panjang itu melayang cepat merupakan
selimut menghitam yang harum sekali baunya. Pemuda ini berusaha untuk
menghindarkan diri dengan melompat ke samping, namun tiba-tiba gerakannya
tertahan dan sama sekali la tak mampu berkutik oleh karena bagaikan ular-ular
hidup, rambut-rambut itu telah melibat kaki tangan dan lehernya! Ia merasa
seakan-akan ia diringkus oleh banyak tangan yang halus dan harum, dan betapapun
ia mengerahkan tenaganya, ia tetap saja tak mampu bergerak!
˜Hi-hi-hi! Orang bagus berhati baja! Kau mau bilang apa
sekarang?! Wanita itu berdiri di depan Bu Sin, kurang lebih satu meter
dekatnya, matanya berkilat-kilat, bibirnya yang merah menyeringai
memperlihatkan deretan gigi putih berkilauan dan kecil-kecil.
˜Siang-mou Sin-ni iblis betina! Mau bilang apa lagi? Aku
sudah kalah, mau bunuh boleh lekas bunuh, siapa takut mampus?! bentak Bu Sin.
˜Tentu kubunuh.. wah, aku memang haus dan darahmu tentu
enak sekali, darah seorang keturunan jenderal, gagah perkasa dan satria utama!
Mendekatlah manis, serahkan lehermu kepadaku, biar kupilih jalan darahmu untuk
kuhisap..!!
Bu Sin tetap hendak mempertahankan diri terhadap tarikan
rambut-rambut itu, namun ia seperti seekor lalat terlibat dalam sarang
laba-laba, ia bisa meronta namun tak dapat melepaskan diri. Tarikan
rambut-rambut itu makin kuat, dan tenaganya sendiri makin lemah sehingga
sedikit demi sedikit ia mulai tergeser maju mendekati bibir merah dan gigi
putih berkilau itu. Sementara itu, agaknya senang sekali dengan pergulatan dan
perlawanan Bu Sin, wanita iblis itu terkekeh senang.
˜Hi-hik, cobalah, berontaklah kalau mampu lolos, hi-hik.
Hayo kerahkan tenagamu, baik sekali.. darahmu menjadi kencang jalannya!!
Bu Sin meronta-ronta dan memaki-maki, namun sia-sia
belaka. Kini ia sudah dekat sekali dengan Siang-mou Sin-ni dan ketika wanita
itu mendekatkan mulut pada lehernya, diam-diam Bu Sin merasa ngeri sekali.
Napas yang panas dan halus terasa pada lehernya, kemudian bibir yang lunak
basah dan panas itu menempel kulit leher. Bu Sin hanya dapat meramkan kedua
matanya, siap untuk menerima maut karena ia maklum bahwa terhadap wanita ini ia
sama sekali tidak dapat melawan. Tiba-tiba bibir yang menempel lehernya itu
merenggang dan.. Siang-mou Sin-ni terisak!
˜Tidak.. tidak.. aku tidak bisa membunuhmu! Aku terlalu
cinta padamu. Ah, Bu Sin, mengapa kau tidak mau membalas cintaku? Aku sayang
padamu. Belum pernah aku mencinta laki-laki seperti kepadamu! Bu Sin, kau
balaslah cintaku dan aku akan menjadi isterimu, akan melayanimu, akan
menurunkan kepandaian kepadamu.!
˜Iblis! Bunuhlah aku, tak perlu kau merayu dengan
kata-katamu yang berbisa!!
Siang-mou Sin-ni memeluknya, menciumnya. Bu Sin hanya
meramkan mata. Ngeri dan jijik hatinya. Perasaannya seperti seorang yang
dibelit dan dibelai seekor ular!
˜Dengar, Bu Sin. Kalau kau menjadi suamiku, aku akan
membawamu ke Hou-han, aku akan merampas kedudukan kaisar untukmu. Dengar ini!
Kau akan kujadikan kaisar!!
Bu Sin terkejut dan sejenak pikirannya melayang-layang.
Sebagai putera seorang bekas jenderal, tentu saja ia bukan seorang pemuda yang
tidak bercita-cita muluk. Menjadi kaisar merupakan tawaran yang mendebarkan
jantungnya dan hampir melemahkan pertahanan hatinya. Alangkah akan mulia dan
senang hatinya. Menjadi kaisar, disembah dan ditaati orang senegara, nama
ayahnya akan terjunjung tinggi! Akan tetapi segera ia ingat akan wanita iblis
di sampingnya, dan kegembiraannya lenyap. Biarpun ia menjadi kaisar, kalau
wanita ini mendampinginya, ia tentu akan menjadi kaisar yang hanya akan
mencelakakan rakyat. Wanita ini bukan manusia, melainkan iblis bertubuh
manusia. Teringat ia akan dongeng tentang Kaisar Tiu Ong yang biarpun tadinya
merupakan kaisar baik, akhirnya menjadi seorang kaisar lalim karena godaan Tiat
Ki, seorang wanita cantik yang kemasukan iblis, seekor siluman rase yang
menjelma menjadi wanita cantik jelita yang keji dan ganas. Bu Sin mengkirik
saking jijiknya dan semua lamunan tadi lenyap, kemarahannya memuncak.
˜Siluman hina! Bunuh saja aku!! bentaknya.
Tangis Siang-mou Sin-ni terhenti. Wajahnya merah sekali,
tanda bahwa ia juga marah.
˜Tentu kau akan kubunuh,! katanya dengan suara dingin,
˜akan tetapi kubunuh perlahan-lahan, biar kau tahu rasa! Aku akan membunuhmu
sekerat demi sekarat, akan kusiksa kau sampai kau merasa menyesal mengapa kau
pernah dilahirkan ibumu! Darahmu kuhisap sedikit demi sedikit!! Dengan suara makin
kejam wanita ini kembali mendekatkan mukanya. Kilauan gigi putih tampak oleh Bu
Sin. Kembali lehernya merasakan sentuhan bibir lunak basah dan panas, kemudian
terasa leher itu dikecup, terasa nyeri ketika gigi-gigi kecil meruncing itu
menggigit dan..
˜Tar-tar-tar!! Terdengar suara keras di udara dan
sepasang bola baja kecil menyambar kepala Siang-mou Sin-ni. Iblis betina ini
kaget sekali, merenggutkan mukanya dari leher Bu Sin, menoleh.
˜Siang-mou Sin-ni iblis jahanam! Keji sungguh kau!!
terdengar bentakan wanita yang marah sekali. ˜Bu Sin koko, jangan takut, aku
datang!!
Kembali sepasang bola baja yang berada di ujung cambuk
itu menyambar, mengarah jalan darah di punggung Siang-mou Sin-ni. Serangan
pertama ke arah kepala tadi tidak dilanjutkan karena agaknya Liu Hwee, gadis
yang baru datang itu, takut kalau-kalau membahayakan kepala Bu Sin.
Melihat datangnya serangan yang amat berbahaya ini,
Siang-mou Sin-ni tidak berani memandang rendah. Dari sambaran sepasang bola
baja itu ia cukup maklum bahwa gadis aneh ini memiliki kepandaian yang cukup
tinggi. Apalagi diingat bahwa gadis ini adalah puteri ketua Beng-kauw, tentu
saja lihai. Siang-mou Sin-ni marah sekali, memekik liar dan tiba-tiba rambutnya
yang tadi membelit-belit tubuh Bu Sin melepaskan pemuda itu menyambar ke
belakang, sebagian menangkis senjata lawan, sebagian lagi menyambar ke arah
jalan darah membalas serangan!
Adapun Bu Sin yang dilepas oleh libatan rambut-rambut
itu, terhuyung-huyung. Akan tetapi hanya sebentar, karena ia segera dapat
memulihkan tenaganya. Tangannya meraba leher dan ternyata lehernya berdarah
sedikit. Untung Liu Hwee datang, kalau tidak..!
˜Adik Liu Hwee, mari kita basmi siluman betina jahat
ini!! bentaknya.
Pada saat itu, Liu Hwee sudah memutar senjatanya
merupakan bentuk payung hitam yang menangkis semua serangan rambut Siang-mou
Sin-ni. Begitu bertemu dengan gulungan sinar senjata berupa payung ini, rambut
Siang-mou Sin-ni kena dikebut bertebaran sehingga iblis itu terkejut sekali.
Hebat juga puteri Beng-kauw ini!
˜Bu Sin koko, kau pakailah ini!! Liu Hwee melompat ke
arah Bu Sin dan menyerahkan sebatang pedang. Tentu saja Bu Sin girang bukan
main. Dalam menerima pedang itu, jari-jari tangannya bersentuhan dengan
jari-jari tangan Liu Hwee. Keduanya saling pandang sejenak, dan dalam waktu
beberapa detik ini saja, pandang mata mereka sudah penuh dengan pernyataan hati
masing-masing. Pandang mata mesra dan dalam pandang mata ini tersimpul semua
perasaan hati dan terjadi janji dan sepakat bahwa mereka akan sehidup semati
menghadapi Siang-mou Sin-ni yang lihai.
˜Terima kasih, Moi-moi. Mari kita gempur dia!!
Siang-mou Sin-ni berdiri memandang. Ia dapat melihat dan
dapat merasakan apa yang terkandung dalam sikap kegembiraan mereka dan pandang
mata yang mesra itu. Kemarahannya memuncak dan ia begitu terserang panas hati
sehingga ia hanya berdiri tegak, seakan-akan lupa bahwa ia berhadapan dengan dua
orang lawan yang harus segera ia terjang.
˜Kalian.. ah, keparat. Bocah she Liu kau.. kau mencinta
Bu Sin..!!
Seketika wajah Liu Hwee menjadi merah, matanya berkilat
menyambar.
˜Siang-mou Sin-ni, kami pihak Beng-kauw tidak ada
permusuhan pribadi dengan dirimu! Dan mengingat bahwa kau pernah menjadi murid
mendiang enci Lu Sian, biarlah kumaafkan kata-katamu. Harap kau suka pergi
meninggalkan kami!! Biarpun Liu Hwee baru berusia sembilan belas tahun, akan
tetapi sebagai puteri tunggal ketua Beng-kauw, ia mempunyai sikap agung dan
berwibawa.
Akan tetapi Siang-mou Sin-ni tidak memperhatikan dia,
melainkan memandang ke arah Bu Sin sambil membentak.
˜Dan kau.. kau manusia tak kenal budi, kau.. kau mencinta
bocah Beng-kauw ini!!
Seperti juga Liu Hwee, wajah Bu Sin menjadi merah
seketika dan jantungnya berdebar-debar. Sudah dua kali ada orang mengatakan
bahwa ia dan Liu Hwee saling mencinta. Pertama adalah wanita iblis yang lebih
dahsyat daripada Siang-mou Sin-ni yang berkata demikian, yaitu mendiang
Tok-siauw-kui Liu Lu Sian ibu Suling Emas. Kedua kalinya adalah si iblis wanita
ini!
˜Siluman jahat, kami saling mencinta tidak ada
sangkut-pautnya dengan kau, dan kau tidak ada harganya untuk menyebut-nyebut
hal itu!! bentak Bu Sin marah.
Siang-mou Sin-ni menjerit keras, jeritan melengking
tinggi dan hampir saja Bu Sin tak kuat mempertahankan karena isi dadanya
berguncang hebat. Cepat-cepat ia mengerahkan sin-kang yang ia latih dari kakek
sakti, dan sebentar saja pengaruh jeritan itu lenyap.
˜Kalian harus mampus, akan kuhancurkan tubuh kalian.
Hi-hi-hik, kalian saling mencintai, ya? Memang betul, kalau akan menjadi satu,
akan tetapi setelah menjadi daging hancur, hi-hik!! Wanita itu kini
mengeluarkan senjatanya yang istimewa, yaitu yang-khim yang dulu ia rampas dari
tangan Bu Kek Siansu. Sambil memekik keras ia menerjang maju, rambut kepalanya
menyambar-nyambar, diseling senjata khim yang digerakkan secara dahsyat sekali.
˜Bu Sin koko, hati-hati..!! Liu Hwee berseru dengan suara
pilu karena diam-diam gadis ini merasa gelisah dan ragu-ragu apakah mereka
berdua akan mampu melawan iblis ini yang luar biasa saktinya.
Sebagai puteri tunggal ketua Beng-kauw, tentu saja ilmu
kepandaian Liu Hwee sudah hebat. Gin-kangnya tinggi, gerakannya cepat sekali,
tenaga dalamnya juga sudah mencapai tingkat tinggi sehingga senjatanya yang
berupa cambuk yang kedua ujungnya dipasang bola baja itu digerakkan dengan
kecepatan yang sukar dilawan. Senjata macam ini merupakan senjata yang paling
sukar dipelajari, akan tetapi apabila sudah matang gerakkannya, senjata ini
bergerak otomatis, seakan-akan menjadi satu dengan kedua tangan, dan amat
berbahaya.
Betapapun juga, dibandingkan dengan Siang-mou Sin-ni, ia
masih kalah beberapa tingkat. Siang-mou Sin-ni adalah seorang di antara Enam
Iblis, kepandaiannya aneh dan tinggi. Selain itu, iblis betina ini telah hampir
berhasil dalam menciptakan ilmunya yang mujijat dan keji yaitu Ilmu
Tok-hoat-lek (Ilmu Gaib Darah Beracun) yang diciptakan dengan cara menyedot
habis darah seorang korban. Entah sudah berapa puluh orang korban yang disedot
habis darahnya oleh iblis wanita ini!
Selain memiliki ilmu setan yang hampir selesai
dipelajarinya ini, ia pun memiliki ilmu menggunakan rambut panjang yang
ampuhnya melebihi segala macam senjata. Di samping ini, ia berhasil merampas
yang-khim dari tangan Bu Kek Siansu dan senjata aneh ini merupakan tambahan
kesaktian baginya.
Karena perbedaan tingkat kepandaian ini, dalam
pertempuran itu Liu Hwee selalu tertindih dan terdesak. Sepasang bola bajanya
yang menyambar-nyambar itu selalu terbentur kembali, bahkan kini yang-khim dan
rambut lawan mulai mengurung dan mendesaknya. Bantuan Bu Sin tidak ada artinya
bagi Liu Hwee. Pemuda ini memang benar memiliki tenaga sakti yang murni, hasil
latihan kakek sakti, akan tetapi tenaga itu hanya dapat dipergunakan untuk
menjaga diri. Dalam menyerang, karena ilmu silat yang dimiliki Bu Sin adalah
ilmu silat biasa saja, maka serangan-serangannya tidak diacuhkan oleh Siang-mou
Sin-ni, selalu terbentur dan gagal oleh rambut yang hitam panjang.
Siang-mou Sin-ni adalah seorang wanita yang berwatak
kejam. Wataknya ini mungkin hampir sama dengan watak seekor kucing yang suka
sekali mempermainkan dan menyiksa tikus sebelum memakannya, atau seekor
laba-laba yang suka menikmati korbannya yang meronta-ronta hendak membebaskan
diri dengan sia-sia. Demikian pula, dalam menghadapi Liu Hwee dan Bu Sin,
wanita iblis itu mempermainkan mereka, mengejek dan tidak segera merobohkan
mereka, karena dalam mengejek dan mempermainkan ini, ia mengalami kenikmatan
dan kesenangan yang luar biasa.
˜Kalian saling mencinta, ya? Hu-huh, ingin menjadi suami
isteri dan membangun rumah tangga bahagia, memiliki banyak putera-puteri?
Hi-hik, takkan tercapai maksud kalian!!
˜Keparat, tutup mulutmu yang kotor!! Liu Hwee membentak,
sepasang bolanya menyambar. Siang-mou Sin-ni tertawa, rambutnya bergerak dan
hampir saja senjata cambuk itu kena dilibat rambut. Terpaksa Liu Hwee menarik
senjatanya dan kini mendadak ia memukulkan tangannya ke depan dengan pengerahan
tenaga sakti. Inilah pukulan jarak jauh yang hanya dimiliki oleh kaum
Beng-kauw.
˜Wuuuuuttttt!! Angin pukulan dahsyat ini menyambar ke
arah dada Siang-mou Sin-ni, tepat mengenai sasaran.
˜Uuugghhh!! Dari mulut iblis betina itu tersembur darah segar
yang langsung menyambar ke arah muka Liu Hwee! Tadinya Liu Hwee girang, mengira
bahwa pukulannya mengenai lawan, siapa kira darah yang tersembur keluar itu
malah merupakan serangan balasan yang hebat sekali. Ia sudah berusaha mengelak,
namun tiba-tiba ia menjadi pening dan biarpun darah itu tidak tepat mengenai
mukanya, hanya lewat di pinggir kepala, namun cukup membuat gadis ini
terhuyung-huyung, pandang matanya gelap. Ia tidak tahu bahwa itulah Ilmu
Tok-hiat-hoat-lek yang belum sempurna! Yang tidak tahu mengira bahwa Siang-mou
Sin-ni terkena pukulan sampai muntah darah, padahal ilmu mujijat ini selain
dipergunakan untuk menahan pukulan, juga sekaligus dipergunakan untuk menyerang
lawan dengan darah yang langsung keluar dari dalam mulut, darah yang mengandung
racun berbahaya!
˜Ibils keji!! Bu Sin menerjang maju menusukkan pedangnya.
Kembali Siang-mou Sin-ni mencoba ilmu barunya. Ia menerima tusukan pedang itu
dengan perutnya!
˜Cappppp!! Bu Sin girang karena mengira bahwa pedangnya
menembus perut wanita yang dibencinya. Akan tetapi mendadak wanita itu
terkekeh, rambutnya bergerak menangkap tubuh Bu Sin, diangkat ke atas lalu
dibantingnya tubuh itu menimpa diri Liu Hwee yang sedang terhuyung-huyung. Tak
dapat dicegah lagi, kedua orang muda itu terbanting dan roboh tumpang tindih!
˜Eh.. maaf.. Moi-moi..! Bu Sin mengeluh.
˜Tidak apa, Koko.. siluman ini memang lihai..!
Bu Sin sudah kehilangan pedang yang ˜menancap! di perut
Siang-mou Sin-ni. Namun ia menjadi nekat. Bersama dengan Liu Hwee ia melompat
bangun, siap menerjang dengan tangan kosong. Akan tetapi tiba-tiba Siang-mou
Sin-ni terbatuk keras dan.. pedang yang dikira menancap di perutnya itu
melayang bagaikan anak panah cepatnya menuju dada Bu Sin!
˜Koko, awas..!! Liu Hwee mendorong Bu Sin dari samping.
Terdengar kain terobek dan pedang itu ternyata telah merobek baju Bu Sin di
bagian lambungnya. Kurang cepat sedikit saja Liu Hwee mendorong, bukan baju
yang akan terobek, melainkan dada atau lambung!
˜Iblis keji..!! Dengan wajah pucat Liu Hwee memaki marah,
kemudian ia menyerang lagi dengan sepasang bola bajanya. Adapun Bu Sin cepat
lari dan mencabut pedangnya yang menancap pada sebatang pohon. Kemudian ia
menghampiri tempat pertempuran dan membantu Liu Hwee lagi dengan mati-matian.
˜Hi-hik, saling mencinta berarti bodoh, boleh mati
bersama!!
Tiba-tiba terdengar suara nyaring dan tahu-tahu sepasang
bola baja Liu Hwee telah lekat dengan kawat-kawat alat musik yang-khim.
Betapapun Liu Hwee membetotnya, sia-sia saja karena dengan tenaga ˜menyedot!
Siang-mou Sin-ni telah membuat bola-bola itu melibat-libat kawat, kemudian
rambutnya bergerak seperti puluhan cambuk ke depan!
Bu Sin berusaha menolong temannya. Pedangnya diputar
menahan datangnya rambut-rambut itu, dengan maksud membabatnya sambil
mengerahkan tenaga sakti. Namun Siang-mou Sin-ni sekarang telah tahu bahwa
pemuda ini entah bagaimana caranya telah memiliki tenaga sakti yang hebat, maka
ia tidak melawan keras dengan keras karena khawatir kalau-kalau rambutnya akan
terbabat putus. Ia menggunakan tenaga lemas, rambutnya bertemu pedang terus
membelit, bahkan membelit juga pergelangan tangan Bu Sin. Pemuda ini berseru
keras karena merasa betapa pergelangan tangannya seakan-akan hendak patah.
Pedangnya terlepas dari pegangan dan di lain saat ia telah dilucuti, seperti
halnya Liu Hwee. Mereka kini berdiri tanpa senjata, menghadapi lawan yang
terkekeh dan menggerak-gerakkan kepala sehingga rambutnya menyambar-nyambar
mengerikan.
˜Hi-hik, kalian saling mencinta, ya? Hi-hi-hik, sehidup
semati, senasib sependeritaan!! Siang-mou Sin-ni terus mengejek dengan suaranya
yang nyaring diselingi kekehnya yang menyeramkan.
Kini rambut kepalanya menyambar-nyambar, melecut-lecut
dan mencambuki dua orang itu. Kasihan sekali Liu Hwee dan Bu Sin. Mereka tak
mungkin dapat mengelak dari hujan serangan ini karena rambut kepala yang hitam
panjang dan gemuk itu berubah menjadi puluhan batang cambuk yang kuat. Mereka
dapat mengerahkan sin-kang untuk menjaga diri, namun mereka tak mungkin dapat
menjaga pakaian mereka yang mulai robek-robek! Liu Hwee maklum bahwa ia akan
terhina kalau sampai pakaiannya robek semua dan membuatnya menjadi telanjang
bulat, maka dengan nekat ia berusaha untuk menyambar rambut-rambut itu.
Akhirnya ia berhasil mencengkeram segenggam rambut, mengerahkan tenaganya dan
menarik sekuatnya.
Siang-mou Sin-ni menjerit karena segenggam rambutnya
telah jebol dari kulit kepala. Ia seperti setan sekarang. Rasa nyeri membuatnya
marah sekali dan di lain saat kedua tangan Liu Hwee telah dibelit rambut sampai
tak dapat bergerak tagi, lalu cambuk-cambuk rambut itu melecut-lecut tubuhnya
dari segenap penjuru! Gadis ini hanya dapat meramkan mata agar mata itu tidak
terkena hantaman rambut, akan tetapi pakaiannya mulai robek-robek tidak karuan.
Betapa hancur hati Bu Sin menyaksikan gadis yang merampas kasih sayangnya itu
mengalami siksaan itu. Namun apa dayanya? Ia sendiri juga tidak terlepas
daripada siksaan cambuk-cambuk rambut yang halus dan harum itu, tetapi yang
melecut dengan tajamnya, yang merobek pakaiannya dan sedikit saja ia mengurangi
pengerahan sin-kang, kulitnya tentu akan robek-robek pula.
˜Bocah she Liu, bersiaplah untuk mampus!! tiba-tiba
Siang-mou Sin-ni berseru keras.
˜Siang-mou Sin-ni, aku tidak takut mampus! Akan tetapi,
sekali kau berani mengganggu kami, ayah pasti akan mencarimu dan mencabuti
semua urat dari dalam tubuhmu!!
˜Hi-hi-hik, siapa takut terhadap Beng-kauwcu? Tua bangka
itu boleh saja datang, kubikin mampus sekalian!!