Bab 5
Hushh, Maya, jangan berkata
demikian! Dia itu paman guruku!! kata Khu Tek San cepat-cepat.
Hemm, aku berani bertaruh,
kepandaiannya tidak seberapa hebat. Mana mampu menandingi Paman?!
Khu Tek San merasa tidak enak
sekali, dan Kam Han Ki memandang Maya dengan alis berkerut dan mata marah, akan
tetapi ia pun tidak berkata apa-apa, hanya mukanya berubah merah dan sinar
matanya saja yang memaki, Bocah nakal cerewet kau!!
Akan tetapi, tentu saja di
depan Khu Tek San dan para panglima, dia tidak mau cekcok dengan seorang anak
perempuan! Maka untuk menutupi kemendongkolan hatinya ia berkata, Khu-ciangkun,
harap engkau suka mengganti pakaian Panglima Yucen dengan pakaian rakyat biasa
agar tidak menimbulkan hal-hal yang tidak menyenangkan dalam perjalanan yang
jauh ke kota raja.!
Khu Tek San membenarkan
pendapat ini dan dengan suka hati para rekannya lalu mempersiapkan pakaian
sipil untuk Khu Tek San, bahkan menyediakan tiga ekor kuda yang baik untuk
mereka. Setelah berpamit dan mengucapkan terima kasih, berangkatlah Khu Tek
San, Kam Han Ki dan Maya menunggang tiga ekor kuda menuju ke selatan.
Di sepanjang perjalanan ke
selatan ini, atas pertanyaan Khu Tek San, Han Ki bercerita bahwa dia diutus
oleh Menteri Kam Liong untuk menyelidiki keadaannya karena lama tidak ada
berita. Kemudian setelah menyelidiki ke Yucen, Han Ki terlambat karena Khu Tek
San telah pergi bersama Maya.
Aku mendengar cerita tentang
Ciangkun dan Maya yang ditolong oleh Mutiara Hitam dan suaminya. Hemm, ternyata
hebat sekali kakakku itu!! kata Han Ki. Karena mendengar bahwa engkau telah
pergi ke selatan, maka aku cepat menyusul dan untung bahwa Kam-taijin telah
waspada dan membekali segulung surat perintah untukku. Kalau tidak, agaknya
terpaksa aku harus meniru perbuatan Kakakku Mutiara Hitam dan memaksa mereka
melepaskanmu!!
Memang telah terjadi hal-hal
yang amat aneh.! kata Khu Tek San yang menceritakan pengalamannya, betapa
kurirnya terbunuh oleh orang yang bernama Siangkoan Lee seperti terlihat oleh
Maya dan betapa rahasianya di Yucen terbuka sehingga dia hampir celaka kalau
saja tidak ditolong Mutiara Hitam.
Hebatnya, orang yang bernama
Siangkoan Lee itu agaknya masih melanjutkan usahanya untuk mencelakakanku! Akan
tetapi.... hemmmm, memang tidaklah aneh lagi kalau sudah diketahui bahwa dia
adalah murid dan pembantu Suma-goanswe....! Khu Tek San mengakhiri ceritanya
sambil mengangguk-angguk.
Kenapakah, Khu-ciangkun?
Apakah Suma-goanswe musuhmu?! Han Ki bertanya.
Tek San menggeleng kepala.
Sesungguhnya bukan aku yang mereka musuhi. Mereka memukul aku untuk melukai
Suhu.!
Ah, begitukah? Jenderal Suma
itu memusuhi Menteri Kam? Mengapa?!
Kembali Tek San menggeleng
kepala dan menarik napas panjang. Hal itu adalah urusan keluarga, aku tidak
berhak mencampuri. Susiok tentu dapat bertanya kepada Suhu.!
Keluarga Suma adalah keluarga
Iblis! Tentu saja mereka selalu memusuhi orang baik-baik seperti Paman, Khu!!
Maya yang sejak tadi mendengarkan percakapan mereka, tiba-tiba berkata gemas.
Kam Han Ki yang masih marah
kepada gadis cilik, memandang dan berkata dengan suara dingin, Huh, kau bocah
tahu apa?!
Maya membalas pandangan Han Ki
dengan mata melotot dan suaranya tidak kalah dinginnya, Kalau aku bocah, apakah
engkau ini seorang kakek? Sombongnya, merasa diri sendiri paling tua dan paling
pandai!!
Eh, Maya, jangan bersikap
begitu kurang ajarl! Khu Tek San cepat mencela bekas puteri Khitan itu.
Kam-susiok ini adalah adik dari Suhu, dengan demikian berarti masih saudara
misan dari mendiang ayahmu, Raja Khitan. Dia ini adalah pamanmu sendiri! Hayo
cepat, memberi hormat dan minta maaf.!
Maya duduk di atas punggung
kudanya, menoleh ke arah Han Ki dan mencibirkan bibirnya! Akan tetapi karena ia
tahu bahwa Khu Tek San memandangnya dengan mata terbelalak marah, Ia lalu
berkata, Dia bukan pamanku! Kulihat dia belum begitu tua untuk menjadi paman,
hanya lagaknya saja seperti kakek-kakek!!
Maya! Bagaimana kau berani
bersikap kurang ajar seperti ini?! Khu Tek San membentak dengan muka merah.
Paman Khu, aku tidak biasa
bersikap menjilat-jilat, apalagi terhadap seorang yang sombong seperti dia,!
Maya!! Kembali Khu Tek San
membentak, matanya mengerling penuh kekhawatiran ke arah Han Ki.
Sudahlah Khu-ciangkun. bocah
seperti ini memang biasanya sukar diurus! Dia ini sudah rusak karena terlalu
dimanja,! Han Ki berkata dengan sikap tenang, akan tetapi sebenarnya pemuda ini
merasa betapa perutnya menjadi panas dan ingin sekali dia menempiling kepala
gadis cilik yang menggemaskan itu.
Kedua pipi Maya menjadi merah
saking marahnya dan ia membusungkan dada menegakkan kepala ketika memandang Han
Ki sambil berkata, Aku sudah rusak karena dimanja, ya? Dan kau sudah bobrok
karena sombong!!
Maya!! Khu Tek San membentak
marah. Kenapa sikapmu tiba-tiba berubah seperti ini? Engkau amat sopan dan
hormat kepadaku, mengapa kepada Kam susiok....!
Karena engkau seorang yang
baik dan gagah, Paman Khu. Dan dia ini.... hemm....!
Dia pamanmu sendiri!! Khu Tek
San memperingatkan.
Paman apa? Aku tidak mempunyai
paman seperti dia!!
Kalau engkau puteri Raja
Khitan, berarti dia ini pamanmu sendiri!!
Maya mencibirkan bibirnya. Aku
pun bukan puteri Raja Khitan....!
Apa....?! Khu Tek San berseru
heran, bahkan Han Ki juga menoleh, memandang anak perempuan itu dengan alis
berkerut. Memang pemuda ini merasa terheran-heran melihat Maya. Seorang anak
perempuan yang terlalu! cantik jelita, yang terlalu berani dan kini juga
ternyata terlalu galak! Patutnya menjadi puteri Ratu Siluman!
Sesungguhnyalah, Paman Khu.
Tadinya aku tidak ingin membuka rahasia ini, akan tetapi untuk membuktikan
bahwa aku bukanlah keponakan dia ini, terpaksa kukatakan bahwa aku sebenarnya
bukan Puteri Raja dan Ratu Khitan! Aku hanyalah seorang keponakan luar saja
yang diambil anak sejak kecil. Aku hanyalah anak angkat saja!!
Khu Tek San mengangguk-angguk
dan berkata, Biarpun demikian, berarti engkau adalah puteri Raja Khitan. Maya!
Dan karena itu, engkau tidak boleh bersikap kurang ajar terhadap Kam-susiok.
Dia adalah adik misan Raja Khitan! Selain itu, kalau tidak ada Kam-susiok ini,
apakah, kaukira kita dapat selamat?!
Cukuplah, Khu-ciangkun. Di
sebelah depan ada rombongan orang, sebaiknya kita melanjutkan perjalanan dan
menyusul rombongan itu. Aku ingin tahu siapakah mereka yang lewat di daerah
sunyi ini,! kata Han Ki.
Baiklah, Susiok.! Khu Tek San
lalu mengajak Maya mengejar Han Ki yang sudah membalapkan kudanya. Maya menurut
dengan mulut cemberut. Entah mengapa, dia merasa tidak senang kepada Han Ki
semenjak pemuda itu muncul dengan gaya yang dianggapnya sombong dan angkuh,
yang dianggapnya tidak menaruh perhatian sama sekali terhadap dirinya! Pandang
mata pemuda itu menyapu lewat begitu saja seolah-olah dia hanyalah sebuah
patung yang tiada harganya untuk dipandang dengan perhatian. Pemuda itu sama
sekali tidak memperhatikannya! Pemuda itu sombong dan dia membencinya!
Khu Tek San diam-diam merasa
kagum sekali ketika tak lama kemudian melihat bahwa benar-benar terdapat
serombongan orang di sebelah depan. Ia kagum akan ketajaman mata dan telinga
pemuda yang menjadi susioknya itu. Hal ini saja menebalkan dugaannya bahwa
pemuda ini tentu memiliki kepandaian yang luar biasa tingginya!
Mereka bertiga menahan kuda
ketika melewati rombongan itu. Melihat pakaian dan bendera yang terpasang di
atas sebuah kereta, tahulah Khu-ciangkun dan Han Ki bahwa rombongan itu adalah
serombongan piauwsu yang mengawal barang-barang dalam kereta itu. Mereka
terdiri dari tujuh orang yang bersikap gagah dan bendera yang berkibar di atas
kereta dihias lukisan sebatang golok dengan sulaman benang perak, di bawah
golok ditulisi huruf Gin-to Piauw-kiok! (Perusahaan Pengawal Golok Perak).
Melihat datangnya tiga orang
penungang kuda, tujuh orang piauwsu itu dengan sikap tenang dan waspada sudah
menjaga kereta dan mata mereka memandang ke arah Khu Tek San penuh selidik.
Panglima she Khu ini sudah mendengar akan kegagahan para piauwsu Golok Perak!,
maka ia cepat menjura dan berkata,
Cu-wi Piauwsu hendak mengantar
barang ke manakah?!
Kecurigaan tujuh orang itu
berkurang ketika mereka menyaksikan sikap Khu Tek San yang ramah dan sopan, juga
Khu-ciangkun tampak gagah perkasa, sedangkan Kam Han Ki biarpun membawa pedang
di punggungnya namun kelihatan halus sikapnya, halus dan tampan, tidak patut
menjadi anggauta perampok, apalagi Maya, gadis cilik itu. Pemimpin mereka,
seorang yang dahinya lebar, membalas penghormatan Khu Tek San sambil berkata,
Kami tujuh orang piauwsu dari
Gin-to Piauw-kiok hendak pergi ke kota raja, mengantar barang-barang sumbangan
untuk istana Kaisar. Tidak tahu siapakah Sam-wi yang terhormat dan hendak,
pergi ke manakah?!
Khu Tak San maklum bahwa orang
itu sengaja mempergunakan nama Istana kaisar! untuk menggertak kalau-kalau ada
niat jahat hendak merampok kereta, maka ia tersanyum dan berkata, Harap Cu-wi
tidak usah khawatir. Aku orang she Khu bukanlah perampok, maka tidaklah perlu
Cu-wi menyebut nama istana Kaisar. Ha-ha-ha!!
Akan tetapi pemimpin piauwsu
itu cepat berkata dengan suara tegas, Kami harap Khu-sicu tidak mentertawakan
kami karena sesungguhnyalah bahwa yang kami kawal adalah barang-barang
sumbangan dari para pedagang dan pembesar daerah kami untuk Kaisar.!
Tertariklah hati Khu Tek San.
Ia adalah seorang panglima dan bahkan, seorang yang mempunyai kedudukan cukup
penting di kota raja, sebagai pembantu Menteri Kam, maka cepat dia bertanya.
Maafkan kalau tadi aku salah
duga. Akan tetapi ada terjadi urusan apakah dikota raja maka para pedagang dan
pembesar mengirim sumbangan kepada Kaisar?!
***
Aihhh! Agaknya Sam-wi telah
lama meninggalkan selatan!! Pimpinan piauwsui itu berseru heran. Kota raja
telah ramai dan dalam keadaan pesta-pora karena Kaisar akan merayakan
permikahan seorang di antara puteri-puteri istana. Siapakah yang tidak
mendengar bahwa Kaisar akan menghadiahkan puteri tercantik, kembangnya istana,
Puteri Song Hong Kwi kepada Raja YucenT!
Ouhhh....!!
Susiok....! Kau..... kau....
kenapakah.....!
Tiba-tiba Tek San meloncat
turun dari kudanya dan menangkap kendali kuda yang diduduki Han Ki karena
tiba-tiba saja pemuda itu duduk miring di atas kudanya dan kudanya hendak lari
karena kendalinya tidak dikuasai Han Ki.
Ahhh...., tidak apa-apa....!
Han Ki berkata, ia sudah dapat menguasai kembali hatinya yang terguncang hebat
mendengar keterangan piauwsu itu. Akan tetapi wajahnya menjadi pucat sekali dan
dahinya berkeringat. Mari.... kita melanjutkan perjalanan secepatnya!!
Khu Tek San masih merasa heran
menyaksikan pemuda itu yang tiba-tiba menjadi pucat dan muram wajahnya. Akan
tetapi dia tidak berani bertanya dan mendengar ajakan Han Kit dia berkata,
Rombongan piauwsu ini mengawal
barang-barang sumbangan untuk istana. Sudah menjadi kewajiban kita untuk
membantu mereka menyelamatkan barang-barang ini sampai ke istana. Sebaliknya
kita melakukan perjalanan bersama mereka.!
Alasan itu kuat sekall dan Han
Ki yang tidak ingin terbuka rahasia hatinya, mengangguk. Tujuh orang piauwsu
itu girang sekali ketika rmendengar pengakuaan Khu Tek San bahwa dia adalah
seorang Panglima Sung dan hendak memperkuat pengawalan atas barang-barang yang
hendak disumbangkan kepada Kaisar. Maka berangkatlah rombongan yang kini terdiri
dari sepuluh orang itu.
Di sepanjang perjalanan, Maya
mendapat kenyataan betapa terjadi perubahan besar sekali atas diri Han Ki. Dia
membenci pemuda yang dianggapnya sombong itu, akan tetapi entah mengapap dia
selalu memperhatikan Han Ki. Tanpa disadarinya, dia selalu memandang dan
memperhatikan pemuda yang dibencinya! itu sehingga delapan orang teman
seperjalan dan yang lain seolah-olah tidak tampak lagi olehnya! Karena selalu
menaruh perhatian secara diam-diam inilah yang membuat Maya dapat mellhat
perubahan hebat atas diri Han Ki.
Pemuda itu kelihatan murung
sekali dan seperti bunga melayu dan mengering kekurangan air. Pemuda itu tidak
lagi mau bercakap-cakap, selalu menjauhkan diri di waktu mereka beristirahat,
duduk menjauh lalu termenung dengan alis berkerut. Bahkan Han Ki jarang sekali
mau makan kalau tidak didesak-desak olehh Tek San yang juga merasa heran dan
khawatir akan keadaan pemuda itu yang selalu mengelak kalau ditanya. Di waktu
malam Maya melihat betapa Han Ki tidak permah tidur, duduk melamun menggigit
kuku jari tangan atau menggigiti sebatang rumput yang dicabutnya dari dekat
kaki.
Bahkan sering kali Maya
mendengar dia menarik napas panjang dan mengeluh lirih, keluhan yang mengandung
rintihan seolah-olah pemuda itu merasa berduka sekali, rasa duka yang
ditahan-tahan dan hendak disembunyikan dari orang lain. Kadang-kadang Maya
melihat pemuda itu mengusapkan punggung tangannya ke depan mata sehingga ia
dapat menduga bahwa pemuda itu telah menangis sungguhpun tak permah ia dapat
melihat air matanya. Memang amat berat penanggungan yang diderita di hati Han
Ki. Ketika mendengar penuturan piauwsu tentang hendak dinikahkannya Puteri Sung
Hong Kwi, seolah-olah ada petir menyambar kepalanya, langsung memasuki jantung
Menghanguskan hati dan menghancurkan perasaannya. Hong Kwi, kekasihnya itu,
akan dikawinkan dengan Raja Yucen! Membayangkan wanita satu-satunya di dunia
ini yang dicintanya sepenuh hati dan nyawanya menjadi isteri orang lain membuat
Han Ki merasa tertusuk perasaannya dan ia seolah-olah kehilangan gairah hidup.
Kalau saja Hong Kwi adalah
seorang gadis biasa, tentu dia tidak akan segelisah itu. Kalau sudah sama
mencinta, tentu dia akan dapat mengajak Hong Kwi pergi jauh meninggalkan segala
keruwetan dunia. Akan tetapi, Hong Kwi adalah seorang puteri Kaisar!
Mencintanya saja sudah merupakan hal yang langka, meminangnya akan merupakan
hal yang amat sukar dan dia hanya dapat mengandalkan bantuan Menteri Kam. Kini,
Hong Kwi sudah dijodohkan dengan orang lain, bukan sembarang orang melainkan
Raja Yucen sendiri! Bagaimana mungkin! ia akan dapat berdaya memiliki
kekasihnya? Mengajaknya lari? Tidak mungkin! Habis, apa yang akan ia lakukan?
Han Ki tidak dapat menjawab pertanyaannya sendiri dan dia makin gelisah berduka
dan putus harapan.
Keadaan Han Ki yang makin
pucat dan makin berduka, wajahnya selalu murung itu mendatangkan perasaan aneh
sekali di hati Maya. Kini, melihat keadaan pemuda itu, lenyap sama sekali rasa
benci di hati gadis cilik ini, berubah menjadi perasaan iba dan khawatir! Ia
seakan-akan terseret ke dalam lembah duka, terbawa oleh arus kedukaan yang
ditimbulkan Han Ki. Berkali-kali secara berbisik-bisik ia bertanya kepada Khu
Tek San, namun panglima ini pun tidak tahu apa yang menyebabkan pemuda itu
kelihatan begituu bersedih den untuk bertanya, dia tidak berani. Sebagai
seorang yang berpengalarman, Khu Tek San maklum bahwa seorang pemuda aneh
seperti Han Ki, kalau menyimpan rahasia, biar dipaksa sampai mati sekall pun
tidak akan membuka rahasianya itu, dan kalau ditanya, tentu akan menimbulkan
ketidaksenangan. Maka dia hanya memandang dengan khawatir, diam-diam mengambil
keputusan untuk melaporkan sikap Han Ki yang penuh duka itu kepada gurunya
kelak.
Malam itu rombongan terpaksa
bermalam di dalam sebuah hutan yang bcsar karena hujan turun sebelum mereka
dapat keluar dari hutan mencapai sebuah dusun. Untung bagi mereka bahwa di
hutan itu terdapat pegunungan karang yang banyak guhanya sehingga mereka dapat
berteduh di dalam guha sambil mengobrol di dekat api unggun. Beberapa orang di
antara mereka memasak air dan menghangatkan bekal makanan.
Hujan telah mereda dan
akhirnya terhenti sama sekali ketika rombongan itu mulai makan. Seperti biasa,
Khu Tek San dan Maya mendapat bagian dari mereka, akan tetapi kembali Han Ki
tidak mau makan, malah keluar dari guha dan duduk menyendiri di atas batu di
bawah pohon. Dia duduk melamun di bawah sinar bulan yang mulai muncul setdah
awan habis menimpa bumi menjadi air hujan dan angkasa menjadi bersih memburu.
Hawa udara malam itu amat dingin, sehingga hawa dingin masih terasa oleh mereka
yang duduk dekat api unggun di dalam guha. Namun, Han Ki duduk termenung tanpa
membuat api unggun dan dia tidak kelihatan kedinginan. Hal ini adalah karena
Han Ki telah memiliki sin-kang yang amat kuat di tubuhnya sehingga dia dapat
membuat tubuhnya terasa hangat melawan hawa dingin dari luar tubuh.
Biarpun sedang melamun dan
semangatnya seperti melayang-layang jauh, namun panca indranya yang terlatih
itu membuat Han Ki sadar bahwa ada orang melangkah dekat dari belakangnya.
Langkah yang ringan namun bukan langkah seorang musuh, maka dia diam saja
biarpun seluruh urat syaraf di tubuhnya, seperti biasa, siap menghadapi segala
bahaya.
Paman Han Ki....!
Alis Han Ki berkerut makin
dalam sehingga sepasang alis itu seperti akan bersambung. Kiranya Maya yang
datang dan panggilan itu benar menambah panas hatinya yang sedang mengkal.
Selama dalam perjalanan semenjak percekcokan! mereka dahulu, gadis cantik itu
tidak permah menegurnya, bahkan tidak permah mau memandang langsung dan
cepat-cepat membuang pandang matanya kalau kebetulan pandang mata mereka
bersilang. Anak yang manja, nakal, galak dan angkuh! Akan tetapi sekarang
tiba-tiba datang dan memanggilnya paman!
Aku bukan pamanmu! Lupa
lagikah engkau?! Han Ki berkata ketus, tanpa menoleh.
Akan tetapi Maya melanjutkan
langkahnya dan kini berdiri di depan Han Ki yang duduk di atas batu, menunduk.
Memang kita orang lain.
Biarlah kusebut saja namamu. Han Ki, aku datang membawa makanan untukmu.
Makanlah!! Han Ki terkejut dan terheran sehingga di luar kesadarannya ia
mengangkat muka memandang. Gadis cilik ini benar-benar amat cantik jelita.
Masih kecil sudah jelas tampak kecantikannya. Wajah yang tertimpa sinar bulan
itu demikian cantik seperti bukan wajah manusia.
Pantasnya seorang bidadari!
Dan Maya berdiri menunduk, memandangnya dengan sikap seorang ibu terhadap,
seorang puteranya, dengan sikap hendak menghibur! Panas rasa perut Han Ki dan
ia menjawab ketus.
Aku tidak mau makan! Kalau aku
ingin makan, masa aku menanti kau datang membawakan makanan untukku? Pergilah
dan bawa makanan itu, kaumakan sendiri!!
Han Ki merasa pasti bahwa
jawaban ini tentu akan memarah kan gadis cilik yang galak itu dan memang
demikian yang ia kehendaki agar bocah ini segera pergi, tidak mengganggu dia
yang sedang melamun. Akan tetapi sungguh mengherankan. Maya tidak menjadi
marah! Tidak melangkah pergi, masih berdiri di situ memegang mangkok makanan,
bahkan terdengar ia berkata lirih.
Han Ki, engkau selalu berduka,
tidak makan tidak tidur, wajahmu pucat tubuhmu kurus dan engkau selalu muram
dan layu. Mengapakah?!
Han Ki merasa makin jengkel.
Bocah ini benar-benar lancang mulut. Bocah seperti dia ini berani
bertanya-tanya tentang urusan yang, menjadi rahasia hatinya! Kalau dia ingat
bahwa anak perempuan yang berdiri di depannya ini adalah puteri Raja Khitan,
tentu sudah ditamparnya!
Engkau cerewet benar! Pergilah
dan jangan tanya-tanya hal yang tiada sangkut-pautnya dengan dirimu!! la
membentak lirih agar jangan terdengar oleh orang-orang lain di dalam guha.
Hemmmm, di dunia ini tidak ada
peristiwa yang aneh! Segala yang terjadi adalah wajar, siapa yang memaksa kita
harus bersuka atau berduka? Yang telah terjadi tetap terjadi peristiwa yang
sudah terjadi merupakan hal yang telah lewat dan tidak mungkin dapat dirubah
lagi, seperti lewatnya matahari dari timur kemudian lenyap di barat. Tergantung
kepada kita bagaimana menerima terjadinya peristiwa itu. Mau diterima dengan
duka, atau dengan suka, tidak ada yang memaksa dan tidak akan mempengaruhi atau
merubah kejadian itu. Karena itu, mengapa berduka? Muka yang berduka tidak
sedap dipandang! Daripada menangis, lebih baik tertawa! Daripada berduka, lebih
baik bersuka kalau keduanya tidak merubah nasib!!
Han Ki meloncat bangun
seolah-olah kepalanya disiram air es! la memandang gadis cilik itu dengan mata
terbelalak dan mulut termganga, hampir tidak percaya bahwa kata-kata yang
keluar tadi adalah ucapan Maya.
Kau.... kau.... sekecil
ini.... sudah berpendapat sedalam itu??!
Maya tersenyum, girang mellhat
betapa ucapannya scolah-olah menyadarkan Han Ki dari alam duka. Aku hanya
mendengar wejangan mendiang Ayah.... eh, Pamanku Raja Khitan. Akan tetapi
wejangan itu menjadi peganganku ketika aku dilanda malapetaka dan sengsara.
Ayah bundaku telah tiada, Raja dan Ratu Khitan yang menjadi ayah bunda angkat
dan yang kucinta melebihi ayah bunda kandungku sendiri yang tak permah kukenal,
telah gugur semua.
Kerajaan Khitan hancur, semua
milikku, semua keluargaku, terbasmi habis. Adakah kesengsaraan yang lebih hebat
daripada yang kualami? Namun aku tidak terpendam atau tenggelam kedukaan
seperti engkau! Karena aku berpegang kepada wejangan Raja Khitan tadi. Biar aku
menangis dengan air mata darah, semua milikku takkan kembali, semua keluargaku
takkan hidup lagi. Maka, perlu apa menangis?!
Sejenak Han Ki memejamkan
matanya dan teringatlah ia akan semua nasihat dan wejangan Bu Kek Siansu,
gurunya. Terbukalah mata hatinya dan sadarlah dia betapa selama ini ia
benar-benar telah bersikap bodoh dan lemah! Ia terharu sekali dan tiba-tiba ia
memegang pinggang Maya dengan kedua tangan, mengangkat tinggi-tinggi tubuh Maya
sambil tertawa bergelak!
Ha-ha-ha-ha! Seorang paman
baru sadar setelah mendengar nasihat keponakannya! Betapa lucunya! Terima
kasih, Maya, anak manis! Terima kasih banyak!!
Akan tetapi tubuh Maya meronta
dan kedua kakinya menendang-nendang marah. Turunkan aku! Aku bukan anak kecil!!
Han Ki tersenyum dan
menurunkan tubuh Maya. Benar-benar anak ini luar biasa sekali. Sikapnya aneh,
kadang-kadang bersikap seperti orang dewasa!
Dan aku bukan keponakanmu.
Ingat Han Ki. Engkau bukan pamanku melainkan sahabatku. Sahabat baik! Nah,
makanlah!!
Han Ki duduk di atas batu
sambil tersenyum, menerima mangkok itu dan makan dengan lahapnya. Maya pergi
dari situ dan kembali lagi membawa makanan lebih banyak yang semua disikat
habis oleh Han Ki. Pemuda itu baru sekarang merasa betapa lapar perutnya dan
betapa tubuhnya amat membutuhkan makanan. Kemudian, setelah minum air dan arak
yang disediakan Maya sehingga perutnya terasa penuh kekenyangan, dia merebahkan
diri telentang dan tidur pulas! Dia tidak tahu betapa Maya duduk di dekatnya,
memandang wajahnya sambil tersenyurm puas! Tidak tahu betapa Maya membuat api
unggun tidak jauh dari situ sebelum meninggalkannya, masuk ke dalam guha untuk
tidur ditemani Khu Tek San.
Semenjak malam itu, Han K!
dapat menguasai dirinva lagi. Dia makan dan tidur seperti biasa sesuai dengan
kebutuhan tubuhnya, tidak lagi kehilangan semangat sehingga wajahnya tidak
pucat lagi, tubuhnya juga pulih. Kini hubungannya dengan Maya menjadi baik dan
bahkan akrab, sering kali mereka duduk bercakap-cakap dan Han Ki menceritakan
pengalaman-pengalamannya yang luar biasa di dunia kang-ouw, atau kadang-kadang
memberi petunjuk ilmu kepada gadis cilik itu.
Akan tetapi, tak mungkin dia
dapat melupakan hal yang mengecewakan hatinya, yaitu tentang Sung Hong Kwi yang
akan dikawinkan dengan Raja Yucen. Kalau teringat kepada kekasihnya, Mau tidak
mau Han Ki termenung. Hanya kelincahan Maya saja yang selalu membuyarkan
kedukaan ini dan mendatangkan kegembiraan di hatinya.
Sementara itu, rombongan telah
melakukan perjalanan jauh dan pada suatu hari mereka memasuki sebuah hutan
besar disebelah utara tapal batas kota raja. Hutan ini sudah lama terkenal
sebagai daerah yang berbahaya karena di situ sering kali dihuni oleh
perampok-perampok ganas yang menghadang perjalanan yang menghubungkan kota raja
dengan daerah utara. Khu Tek San yang mengenal daerah ini segera memperingatkan
para piauwsu.
Para piauwsu itu tertawa dan
berkata, Setelah kami ditemani oleh Khu-ciangkun, masa perlu takut menghadapi
gangguan perampok? Nama Gin-to Piauw-kiok bukan tidak terkenal di antara kaum
liok-lim dan kang-ouw. Sungguh kebetulan sekali kami bertemu dengan Ciangkun,
pertemuan yang menguntungkan kedua pihak, karena kita dapat bekerja sama saling
bantu, bukan? Keselamatan barang kawalan kami, dan keselamatan dua orang
keluarga Ciangkun, dapat sama-sama kita lindungi!!
Mendengar ini, Khu Tek San
hanya mengangguk-angguk, di hatinya merasa geli karena ia tahu bahwa para
piauwsu ini memandang rendah kepada Kam Han Ki yang dianggapnya sebagai orang
yang patut dilindungi! Han Ki yang berada agak jauh dari mereka, dengan
pendengarannya yang tajam sekali, juga mendengar kata-kata permimpin piauwsu,
akan tetapi dia tidak peduli dan melanjutkan percakapannya dengan Maya sambil
menjalankan kuda perlahan-lahan.
Matahari telah naik tinggi
ketika mereka tiba di sebuah tikungan dan tiba-tiba terdengar suara
lengkingan-lengkingan panjang dari depan, kanan dan kiri tempat itu. Para
piauwsu cepat menghentikan kereta kawalan mereka, mencabut golok dan siap
karena mereka maklum bahwa suara itu adalah tanda-tanda yang dikeluarkan oleh
para perampok. Dengan golok di tangan, tujuh orang piauwsu itu kelihatan gagah
sekali. Golok mereka terbuat dari pada perak, mengkilap putih tertimpa sinar
matahari. Tangan kiri bertolak pinggang, tangan kanan memegang golok melintang
depan dada, kedua kaki berdiri tegak di kanan kiri agak melebar mata mereka
bergerak-gerak mengerling ke kanan kiri penuh kewaspadaan.
Melihat semua piauwsu telah
turun dari kuda, Khu Tek San juga. meloncat turun dan menggiring semua kuda
mereka ke pinggir, mencancangnya pada pohon. Kam Han Ki bersikap tidak peduli,
malah membawa kudanya ke kanan. meloncat turun dan duduk di atas batu di bawah
pohon, menunduk. Maya memandang tegang kepada para piauwsu gadis cilik ini pun
maklum bahwa tentu akan terjadi serbuan para perampok, maka dia juga turun dari
kuda, mengikat kendali kudanya dan kuda Han Ki di pohon, kemudian ia berdiri
tak jauh dari Han Ki, jantungnya berdebar karena dia ingin sekali melihat
bagaimana sepak terjang Khu Tek San dan Han Ki. Akan tetapi, dia kecewa
rmelihat Han Ki sama sekali tidak ambil peduli, bahkan kini pemuda itu
menundukkan mukanya seperti orang mengantuk!
Suara suitan melengking makin
berisik dan dekat, kemudian muncullah dua puluh orang lebih yang dipimpin oleh
seorang laki-laki berjubah berwarna merah, mukanya brewok dan matanya lebar dan
liar seperti mata singa! Berbeda dengan para anak buahnya yang semua memakai
topi kain dikerudungkan di atas kepala sampai menutupi leher, pemimpin itu
sendiri tidak bertopi, rambutnya yang panjang diikat ke belakang dan kalau
semua anak buahnya memegang senjata pedang, golok atau tombak, Si Pemimpin ini
bertangan kosong dan sikapnya angkuh sekali.
Khu Tek San yang melihat
dandanan para perampok, segera dapat menduga bahwa mereka bukanlah
perampok-perampok biasa, melainkan pasukan yang terlatih, pasukan yang memakai
pakaian seragam. Dia tidak tahu dan tidak dapat menduga, entah dari mana
datangnya pasukan itu yang kini telah menjadi gerombolan perampok. Akan tetapi
Maya dapat mengenal mereka sebagai suku bangsa Kerait yang terkenal ganas dan
kejam kalau sudah berperang melawan musuh! Dan memang dugaan Maya ini benar.
Pasukan yang kini telah berubah menjadi gerombolan perampok itu adalah bekas
pasukan Kerait yang terpukul hancur oleh pasukan Mongol. Sisa pasukan yang
cerai-berai itu kemudian dipimpin oleh kakek brewok ini dan menjadi gerombolan
perampok yang ganas.
Ha-ha-ha-ha! Segerobak
benda-benda berharga yang berat! Dan dijaga oleh tujuh orang piauwsu Gin-to
Piauwkiok! Bagus! Bagus! Selain kami dapat bertanding secara menggembirakan,
juga akan mendapat hadiah segerobak harta!! Kakek Brewok berjubah merah itu
tertawa bergelak.
Permimpin piauwsu melangkah
maju, menjura dan berkata. Maaf, sobat. Kami adalah piauwsu-piauwsu Gin-to
Piauwkiok yang selamanya tidak permah bentrok dengan sobat-sobat dari liok-lim.
Karena kami tidak pernah mendengar namamu maka tidak tahu dan lewat tanpa
memberi kabar lebih dulu. Harap suka memaafkan dan suka memperkenalkan namamu
agar kami dapat mengirim bingkisan kehormatan. Aku yang mermimpin rombongan ini
dan namaku adalah Chi Kan.!
Si Brewok itu mengelus jenggotnya
yang pendek akan tetapi memenuhi mukanya itu, tangan kirinya bertolak pinggang.
la mengangguk-angguk dan berkata dengan suara nyaring, matanya yang lebar
melirik-lirik ke arah kereta, kemudian ke arah Maya yang berdiri tenang.
Bagus! Bagus! Gin-to Plauw-kiok
memang dapat menghargai persahabatan! Kami pun bukan orang-orang yang tak tahu
Kebaikan orang, maka kami tidak akan mengganggu kalian asal kalian meninggalkan
kereta dan gadis itu untuk kami. Nyawa kalian sembilan orang di tukar dengan
segerobak benda mati dan seorang gadis kecil mungil. Sudah cukup adil dan
menguntungkan bagi kalian,bukan?!
Jawaban ini tentu saja
merupakan jawaban yang sengaja mencari perkara, maka Chi Kan, permimpin piauwsu
itu menjadi merah mukanya. Dengan sikap gagah ia berkata, Hemm, agaknya kalian
hendak memilih jalan keras. Baiklah perkenalkan namamu dan nama gerombolanmu
sebelum kami mengambil keputusan atas permintaanmu tadi.!
Si Brewok kembali tertawa
sambil menengadahkan mukanya ke langit. Ha-ha-ha! Pantas kalau kalian belum
mengenalku, memang perang dan kekacauan yang merobah kami menjadi begini! Aku
adalah bekas perwira pasukan Kerait dan mereka ini adalah anak buahku!!
Ah, kalau begitu lebih baik
lagi! Sebagai seorang perwira Kerait yang tidak memusuhi Kerajaan Sung, tidak
boleh engkau mengganggu barang kawalanku. Hendaknya diketahui bahwa
barang-barang ini adalah barang sumbangan dari pedagang dan pembesar setempat
untuk pernikahan puteri Kaisar dengan Raja Yucen!! kata Chi Kan yang hendak
menggunakan nama Kerajaan Sung dan Yucen untuk mengundurkan orang-orang Kerait
itu tanpa pertempuran.
Akan tetapi, permimpin
rombongan piauwski ini kecelik karena orang brewokan itu tertawa bergelak
mendengar ucapannya dan menjawab. Kebetulan sekali kalau begitu! Bangsa Yucen
adalah musuh kami, dan Kerajaan Sung bukanlah sahabat kami. Serahkan saja
gerobak itu dan gadis cilik itu, dan kalian boleh pergi dengan aman!!
Perampok busuk!! Chi Kan
menjadi marah sekali dan tampak sinar berkilauan ketika golok peraknya
menyambar ke arah leher Si Brewok, mengeluarkan angin yang berdesingan
bunyinya.
Kakek bangsa Kerait itu sambil
tertawa miringkan tubuhnya dan tangan kirinya bergerak cepat menangkis ke arah
sinar putih itu dengan jari terbuka.
Krekkk!!!
Chi Kan terkejut bukan main
dan sambil berseru kaget ia meloncat ke belakang, memandang golok peraknya yang
sudah patah! Dia adalah murid kepala dari Gin-to Piauw-kiok, akan tetapi dalam
segebrakan saja orang Kerait itu telah mematahkan goloknya hanya dengan
tangkisan tangan kosong! Sekarang dapat dimengerti mengapa bekas perwira Kerait
itu berani maju dengan tangan kosong, kiranya tangannya itu memiliki keampuhan
melebihi golok atau pedang!
Ha-ha-ha, bangsa piauwsu
rendahan berani membantah perintahku?! orang brewok itu berkata sambil tertawa.
Aku adalah Ganya, jagoan Kerait yang belum permah bertemu tanding!!
Para piauwsu menjadi gentar,
akan tetapi mereka tentu saja tidak akan menyerahkan gerobak yang mereka kawal
dan akan melindunginya dengan nyawa mereka. Adapun Khu Tek San yang menyaksikan
kelihaian orang Kerait yang bernama Ganya itu dan mendengar namanya,
teringatlah ia karena ketika ia menjadi panglima di Yucen, pernah ia mendengar
narma ini yang kabarnya memiliki kepandaian hebat dan tenaga yang luar biasa.
la maklum bahwa para piauwsu takkan marmpu menang menghadapi orang kuat itu,
maka ia meloncat maju dan membentak
Manusia sombong, akulah
lawanmu!! Sambil meloncat, Khu Tek San sudah mengeluarkan senjatanya yang
ampuh, yaitu sebuah kipas! Sebagai murid Menteri Kam Liong, tentu saja ia
mewarisi ilmu silat yang ampuh ini.
Di antara keturunan Suling
Emas, yang menuruni kedua ilmu silat sakti pendekar itu hanyalah Menteri Kam
Liong, yaitu ilmu silat suling emas Pat-sian Kiam-sut (Ilmu Pedang Delapan
Dewa) dan Ilmu Silat Lo-hai San-hoat (I1mu Kipas Pengacau Lautan). Karena kedua
ilmu ini adalah ilmu yang hebat-hebat dan sukar dipelajari, maka Khu Tek San
hanya memperdalam ilmu kipasnya saja sehingga dia menjadi seorang ahli ilmu
silat kipas Lohai San-hoat.
Ilmu silat Lo-hai San-hoat ini
bukanlah ilmu sembarangan. Biarpun hanya dimainkan dengan sebuah kipas, namun
kipas itu lebih berbahaya daripada senjata tajam yang bagaimanapun juga. Gagang
dan batang-batang kipas itu merupakan alat-alat penotok jalan darah yang banyak
jumlahnya, sedangkan kain kipasnya sendiri dapat dikebutkan dan mendatangkan
angin yang mengacaukan lawan. Terbuka maupun tertutup kipas itu dapat menjadi
alat penyerang maupun penangkis yang ampuh, apalagi kalau dimmainkan oleh
seorang ahli seperti Khu Tek San yang memiliki limu kepandaian hebat!
Begitu mellhat senjata aneh
ini menyarmbar, Ganya berseru kaget dan sebagai seorang berilmu tinggi, dia pun
sudah mengerti akan kehebatan lawan. Maka tidak seperti tadi, kini dia sama
sekaii tidak berani menangkis hanya mengelak kemudian kedua tangannya bergerak,
yang kiri menangkis lengan lawan yang memegang kipas karena dia tidak berani
menangkis kipasnya, yang kanan mencengkeram ke arah muka lawan. Gerakannya
cepat dan mantap tanda bahwa kepandaiannya memang tinggi dan tenaganya besar.
Melihat cara lawan mengelak dan balas menyerang. Khu Tek San berlaku hati-hati.
Dia maklum bahwa lawannya memang benar-benar hebat, maka ia membalikkan
kipasnya dengan permutaran pergelangan tangan, menggunakan ujung cabang kipas
menotok telapak tangan kiri Si Brewok, sedangkan lengan kirinya sengaja ia
gerakkan menangkis cengkeraman tangan kanan Ganya.
Dukkk!! Ganya dapat
menyelamatkan tangan kirinya yang tertotok, akan tetapi dia sengaja mengadu
lengan kanannya dengan lengan kir lawan. Dua buah lengan yang sama kuat dan
mengandung getaran tenaga sin-kang bertemu, membuat keduanya terhuyung ke
belakang! Ganya memandang terbelalak dan kaget, sebaliknya Khu Tek San
mermandang kagum. Jarang ada orang yang dapat mengimbangi tenaga sin-kangnya, akan
tetapi lawan ini agaknya tidak kalah kuat olehnya. Maka ia menerjang lagi dan
terjadilah pertandingan yang amat dahsyat dan seru antara kedua orang gagah
itu.
Melihat betapa pemimpin mereka
sudah bertanding anak buah perampok itu berteriak dan maju menyerbu, disambut
oleh Chi Kan yang sudah mengambil senjata baru dan enam orang temannya. Perang
kecil terjadi dengan ramainya, senjata tajam berdencingan bertemu lawan,
teriakan-teriakan dan maki-makian saling susul menyeling suara berdebuknya kaki
mereka yang sedang bertanding mengadu nyawa.
Maya berdiri memandang dengan
kagum ke arah Khu Tek San. Hebat memang penolongnya itu, permainan kipasnya
indah sekali dan gerakannya armat kuat. Akan tetapi ia menjadi gemas dan
penasaran melihat betapa Kam Han Ki masih saja duduk di atas batu di bawah
pohon seperti tadi, malah kini pemuda itu menggigiti rumput yang dicabutnya
dari dekat kakinya, duduk menggigiti batang rumput sambil termenung dengan alis
berkerut. Memang saat itu Han Ki kembali teringat akan kekasihnya yang makin
sering diingatnya setelah perjalanan mendekati kota raja.
Eh, kenapa engkau malah
melamun saja?! Maya yang tidak sabar lagi mendekati Han Ki, menegur dan
mengguncang pundaknya. Lihat, Paman Khu Tek San melawan seorang yang lihai
sekali sedangkan para piauwsu dikeroyok banyak perarmpok!!
Han Ki seperti baru sadar dari
alam mimpi. Akan tetapi ia hanya menoleh ke kanan memandang pertandingan antara
Khu Tek San dan Ganya. Pada saat itu, seorang anggauta perampok yang agaknya
ingin membantu pemimpinnya dan menyerbu Tek San dari belakang, kena di,sambar
dadanya oleh ujung batang kipas sehingga perampok ini terbanting ke belakang,
roboh dan merintih-rintih.
Khu-Ciangkun tidak akan
kalah!! kata Han Ki setelah memandang sebentar, lalu kembali menunduk
menggigiti batang rumput. Memang di dalam hatinya, pemuda ini merasa enggan
untuk membantu para Piauwsu menghadapi perampok-pcrampok itu. Yang akan
dirampok adalah benda-benda yang akan dijadikan barang sumbangan atas
menikahnya Raja Yucen dan.... Sung Hong Kwi, kekasihnya! Karena itu, dia tidak
peduli. Kalau mau dirampas para perampok barang-barang yang menyebalkan hatinya
itu, biarlah!
Kembali Maya mengguncang
pundaknya. Han Ki, lihatlah! Para perampok hendak merampas gerobak!!
Han Ki menoleh dan benar saja,
kini sebagian daripada anak buah perampok ada yang mendekati gerobak berisi
barang-barang berharga, bahkan di antara mereka berkata nyaring sambil
terkekeh, Mari kita naikkan gadis itu ke atas kereta dan sekalian kita bawa
pergi!!
Kini lima orang perampok
tinggi besar sambil tersenyum menyeringai datang menghampiri Maya yang berdiri
tegak dan siap melakukan perlawanan! Melihat ini. Han Ki menggerakkan tangan ke
bawah, menggenggam pasir kasar dan mengayun tangan itu ke arah para perampok.
Akibatnya hebat! Lima orang perampok yang sudah mendekati Maya. itu roboh
berpelantingan ke kanan kiri, mengaduh-aduh karena pasir-pasir kasar itu
menembus kulit dan menancap di dalam daging lengan-lengan mereka! Perih pedih
panas gatal rasanya. Teriakan-teriakan kesakitan ini disusul pula oleh tujuh
orang perampok yang berada di dekat gerobak sehingga dua kali mengayun tangan
yang menggenggam pasir. Han Ki telah berhasil membuat dua belas orang perampok
roboh tak dapat berkelahi lagi!
Maya berdiri terbelalak. Dia
menjadi heran dan bingung. Hanya melihat ada sinar kehitaman menyambar dua kali
dibarengi desingan angin yang datang dari arah Han Ki dan perampok-perampok itu
sudah roboh! Ilmu sihirkah ini? Gerakan Han Ki sedemikian cepatnya sehingga
Maya tidak dapat mengikutinya dengan pandang mata.
Menyaksikan robohnya dua belas
orang kawan mereka secara aneh itu, para perampok yang lain menjadi gentar dan
marah. Demikian pula pimpinan perampok, Si Brewok yang lihai itu. Perhatiannya
terpecah ketika ia mendengar pekik-pekik kesakitan dan melihat robohnya banyak
anak buahnya tanpa melakukan pertandingan. Sebagai seorang ahli yang pandai, ia
dapat melihat gerakan Han Ki dan diam-diam menjadi terkejut bukan main. Kiranya
orang muda yang duduk melamun itu memiliki kepandaian yang lebih dahsyat lagi
daripada orang gagah yang dilawannya. Karena perhatiannya terpecah dan hatinya
gentar, Khu Tek San dapat melihat lowongan! dan memasuki lowongan itu dengan
pukulan kipasnya ke arah leher lawan. Ganya terkejut, cepat mengelak, akan
tetapi terlambat.
Krekk!! Tulang pundak kiri
kepala perampok ini patah dan ia mencelat mundur sambil bersuit keras memberi
tanda kepada anak buahnya untuk mundur! Sebagai bekas pasukan yang berdisiplin,
anak buah perampok yang masih bertempur itu segera melompat ke belakang dan
melarikan diri, meninggalkan dua belas orang teman yang masih mengaduh-aduh dan
bergulingan di atas tanah! Tujuh orang piauwsu menjadi lega sekali karena para
perampok pergi dan di antara mereka hanya ada dua orang yang terluka ringan.
Melihat dua belas orang perampok bergulingan itu, mereka menjadi gemas dan
menggerakkan golok-golok perak mereka untuk membunuh.
Cring-cring-cring.... !! Para
piauwsu terkejut dan berteriak sambil terhuyung ke belakang. Kiranya
golok-golok mereka telah tertangkis oleh kerikil-kerikil kecil yang disambitkan
secara tepat mengenai golok mereka dan dengan tenaga yang amat kuat sehingga
golok mereka tergetar! Ketika mereka menoleh, kiranya Han Ki yang tadi mencegah
mereka dan kini pemuda itu bangkit berdiri.
Para piauwsu harap jangan
melakukan permbunuhan! Barang-barang telah diselamatkan, lebih baik melanjutkan
perjalanan, mengapa mau membunuh orang?!
Mendengar teguran Han Ki ini,
Chi Kan membantah. Akan tetapi penjahat ini tadinya hendak merampok gerobak dan
Siocia, dan tentu akan membunuh kita semua. Mengapa sekarang tidak boleh kami
bunuh? Orang-orang jahat seperti mereka ini kalau tidak dibasmi, kelak tentu
akan menimbulkan malapetaka kepada orang lain,!
Han Ki menggeleng kepala.
Belum tentu, Chi-piauwsu! Ada akibat tentu ada sebabnya. Mereka ini dulunya
bukan perampok dan kalau sekarang menjadi perampok tentu bersebab. Kalau saja
pasukan mereka tidak dipukul hancur, kalau saja mereka tidak dipengaruhi
seorang pemimpin yang jahat, kalau saja Kaisar Sung tidak menikahkan puterinya,
kalau saja kalian tidak mengantar barang-barang berharga ke kota raja dan masih
banyak kalau-kalau lagi, kiranya mereka ini tidak menjadi perampok. Pula, aku
yang merobohkan mereka, karenanya aku pula yang berhak memutuskan. Mereka ini
tidak boleh dibunuh!!
Melihat betapa para piauwsu
masih penasaran, Khu Tek San segera berkata,
Cu-wi Piauwsu harap jangan
banyak membentak lagi. Kalau tadi Siauw-susiok tidak turun tangan, bukankah
gerobak dan nyawa kalian akan hilang? Mari kita melanjutkan perjalanan dan
meninggalkan mereka yang terluka ini!'
Para piauwsu tadi sudah
menyaksikan kegagahan Khu Tek San, maka biarpun mereka masih penasaran karena
tiada seorang pun menyaksikan bahwa Han Ki yang merobohkan dua belas orang perampok
itu, tidak banyak bicara lagi dan perjalanan dilanjutkan menuju ke kota raja.
Ketika rombongan itu memasuki
kota raja, semua menjadi gembira, kecuali Han Ki. Terutama sekali Maya menjadi
gembira bukan main dan amat kagum menyaksikan rumah-rumah besar dan kota yang
dihias indah itu. Jelas bahwa kota raja menyambut pernikahan puteri Kaisar
secara besar-besaran! Namun, keadaan kota raja itu membuat hati Han Ki terasa
makin perih seperti ditusuk-tusuk pedang. Hiasan-hiasan indah dengan
bunga-bunga dan kertas-kertas berwarna warna! itu seolah-olah mengejeknya,
mengejek atas kepatahan hatinya dan terputusnya ikatan cinta kasih antara dia
dan Sung Hong Kwi!
Setelah menghaturkan terima
kasih rombongan piauwsu memisahkan diri, Khu Tek San mengajak Maya dan Han Ki
langsung menghadap Menteri Kam. Dengan ramah dan gembira Menteri Kam menerima
kedatangan mereka bertiga itu di dalam ruangan sebelah dalam.
Suhu..... !! Khu Tek San
berlutut memberi hormat kepada gurunya. Han Ki berdiri lesu dan Maya juga
berdiri akan tetapi dia terbelalak memandang ke arah laki-laki tua yang
berpakaian seperti pembesar, kakek yang berwajah penuh kesabaran namun pandang
matanya tajam penuh wibawa. Dia segera mengenal kakek ini! Ketika dia dahulu
ditawan sepasang iblis dari India kakinya digantung di pohon oleh Mahendra dan
hampir saja ia disembelih seperti seekor ayam, kakek itulah yang mendongnya!
Jadi kakek inilah guru penolongnya? Dan kakek inilah saudara tua Raja Khitan,
ayah angkatnya?
Bagus sekali, engkau dapat
pulang dengan selamat, Tek San.
Dan engkau telah melakukan
tugasmu dengan baik, Han Ki! Akan tetapi anak perempuan ini.... siapakah dia?!
Menteri Kam Liong memang tidak ingat lagi akan anak perempuan yang dulu
ditolongnya dari tangan Mahendra, sehingga kini tidak mengenal Maya. Apalagi
dahulu ia hanya melihat wajah anak yang digantung itu dari jauh dan mengira
anak dusun biasa.
Maaf, Suhu. Hampir saja teecu
mengalami kegagalan dan tewas dalam tugas kalau tidak tertolong oleh Susiok
yang amat lihai. Adapun anak ini bukan lain adalah puteri dari mendiang Raja
dan Ratu Khitan.!
Menteri Kam Liong terbelalak
memandang Maya. Aiihhh....! Kasihan sekali engkau Anakku....!! Kam Liong turun
dari bangkunya, memegang lengan Maya, ditariknya dan dirangkulnya anak itu. Aku
adalah uwamu sendiri, Maya.! .
Akan tetapi Maya tidak merasa
terharu. Dia memiliki hati yang keras, dan kini timbullah rasa tidak senangnya
kepada Menteri Kam. Kalau benar orang tua ini uwanya, kalau benar memiliki
kepandaian tinggi dan kedudukan tinggi berpengaruh, kenapa tidak sejak dahulu
membantu dan melindungi keselamatan keluarga Raja Khitan? Uwa macam apa ini!
Tidak, aku tidak mempunyai uwa
tidak mempunyai saudara atau keluarga., Keluargaku habis terbasmi di Khitan.
Dan aku pun bukan puteri Raja Khitan hanya anak angkat! Harap kau orang tua
tidak mengaku keluarga hanya untuk menghiburku.!
Maya....!! Khu Tek San menegur
kaget dan marah. Akan tetapi Menteri Kam Liong tersenyum pahit. Dia mempunyai
pandangan tajam dan dapat menyelami hati bocah itu. Dia sendiri pun merasa
nelangsa hatinya mengapa tidak dapat menyelamatkan saudara-saudaranya di
Khitan. Maka ia pun tidak tersinggung ketika Maya melepaskan pelukannya,
melangkah mundur dekat Han Ki dan tadi mengeluarkan ucapan seperti itu. Dia
memandang kagum. Biarpun dia tahu bahwa bocah ini memang bukan puteri kandung
Raja dan Ratu Khitan, namun bocah ini patut menjadi puteri mereka, patut
menjadi keponakan Mutiara Hitam karena mermiliki watak yang khas dimiliki
wanita gagah perkasa Mutiara Hitam, adik tirinya itu!
Hati Tek San tidak enak sekali
menyaksikan sikap Maya terhadap gurunya. Dia cepat berkata, Kalau Suhu
memperbolehkan, biarlah Maya tinggal di tempat teecu karena di sana dia dapat
bermain-main dengan anak teecu Siauw Bwee.!
Menteri Kam Liong mengangguk-angguk.
Sebaiknya begitu, kalau dia mau. Maukah engkau tinggal di rumah Tek San, Maya?
Apakah ingin tinggal di sini bersama uwakmu?!
Aku ingin tinggal bersama
Paman Khu! jawab Maya tegas.
Kalau begitu, engkau pulanglah
lebih dulu, Tek San dan bawa Maya bersamamu. Akan tetapi engkau segera kembali
ke sini karena banyak hal penting yang ingin kubicarakan dengan engkau dan Han
Ki!
Khu Tek San memberi hormat,
lalu mengajak Maya keluar dari gedung itu menuju ke rumahnya sendiri. Ternyata
panglima itu pun memiliki sebuah rumah gedung yang cukup mewah. Maya mendapat
kenyataan pula bahwa penolongnya ini bukan sembarang orang, dan tentu memiliki
kedudukan yang cukup tinggi. Hal ini bukan hanya terbukti dari rumah gedungnya
yang mentereng, melainkan juga terbukti dari sikap para perwira yang bertemu di
jalan. Semua menghormat kepada Panglima Khu yang masih berpakaian preman itu.
Para pelayan menyambut
kedatangan panglima ini penuh hormat, akan tetapi Khu Tek San yang sudah tidak
sabar untuk dapat segera bertemu dengan anak isterinya, menggandeng tangan Maya
dan setengah berlari memasuki gedung. Di sebelah dalam disambutlah dia oleh
seorang wanita cantik dan scorang anak gadis cilik yang cantik jelita pula.
Ayahhh....!! Anak perempuan
yang usianya lebih muda dua tahun daripada Maya itu dengan sikap manja lari
menghampiri ayahnya. Tek San tertawa, disambarnya anak itu dan diangkatnya
tinggi-tinggi lalu dipeluk dan dicium pipinya.
Ha-ha-ha, Siauw Bwee, engkau
sudah begini besar sekarang! Kemudian suami ini saling pandang dengan
isterinya, penuh kerinduan penuh kemesraan yang tak dapat mereka perlihatkan di
depan dua orang anak perempuan itu. Hanya pandang mata mereka yang saling
melekat mesra mewakili tubuh mereka.
Maya, inilah bibimu!! kata Tek
San yang melanjutkan. Niocu, dia ini adalah Puteri Maya, puteri mendiang Raja
dan Ratu Khitan.!
Aihhh....!! Isteri
Khu-ciangkun menghampiri dan mengelus rambut kepala Maya. Anak ini
menahan-nahan air matanya yang hendak runtuh sejak tadi. Melihat betapa Siauw
Bwee disambut mesra oleh kasih sayang ayahnya, dia teringat akan nasib diri
sendiri. Dahulu pun ayahnya Raja Khitan, amat cinta kepadanya. Akan tetapi
sekarang? Dia, tidak punya siapa-siapa! Setelah tangan halus bibinya mengusap
rambutnya, dia menjadi makin terharu.
Maya, inilah Siauw Bwee,
anakku. Bermainlah dengan dia dan anggap dia adikmu sendiri. Siauw Bwee, inilah
Cicimu, Maya.!
Siauw Bwee diturunkan dari
pondongan ayahnya. Gadis cilik ini tersenyum manis dan ramah kepada Maya,
menghampirinya dan memegang tangannya. Enci Maya....!!
Begitu bertemu hati Maya telah
tertarik dan suka seKali kepada Siauw Bwee. Dia pun lupa akan kedukaannya,
merangkul pundak Siauw Bwee dan berkata,
Adik Siauw Bwee....!!
Enci Maya, mari kita main-main
di taman. Di kolam taman terdapat ikan baru. Lucu sekali, sisiknya seperti
emas, ekornya seperti selendang sutera, tubuhnya seperti katak dan kedua
matanya membengkak dan menjendol keluar di atas selalu memandang langit!! Dua
orang anak perempuan itu tertawa-tawa dan berlarian menuju ke taman.
Setelah kedua orang anak itu
pergi, barulah suami isteri yang saling mencinta dan sudah berpisah lama ini
dapat menumpahkan rasa rindu mereka. Mereka saling menubruk, berciuman dan
tanpa berkata-kata. Tek San melingkarkan lengan kanan di pinggang yang ramping
itu kemudian mereka berdua berjalan-jalan memasuki kamar.
Tak lama kemudian, Khu Tek San
sudah kembali ke gedung Menteri Kam yang duduk berdua dengan Han Ki. Pemuda itu
kelihatan lebih murung lagi, wajahnya pucat dan matanya sayu.
Aku sudah mendengar penuturan
Han ki tentang peristiwa yang terjadi dan menimpa kalian.! Menteri Kam berkata
setelah muridnya duduk. Memang semua itu telah diatur oleh... hemmm, Suma
Kiat!!
Khu Tek San mengangguk-angguk.
Suhu, kalau tidak salah dugaan teecu, semua perbuatan yang dilakukan oleh
Siangkoan Lee terhadap teecu, hanyalah untuk memukul Suhu. Betulkah?!
Menteri itu menghela napas
panjang dan mengangguk. Benar demikian. Orang itu sampai kini masih saja belum
dapat melenyapkan rasa benci dan dendam yang meracuni hidupnya sendiri.
Diam-diam dia telah bersekongkol dengan pasukan-pasukan asing, berusaha
memburukkan namaku di depan Kaisar dengan bermacam cara. Untung tak pernah
berhasil dan Kaisar masih tetap percaya kepadaku. Akan tetapi, Suma Kiat masih
belum puas juga dan siasatnya yang terakhir ini benar-benar menjengkelkan dan
membahayakan.!
Siasat apalagi, Suhu?! tanya
Khu Tek San dengan kening berkerut dan hati khawatir. Mempunyai seorang musuh
seperti Jenderal Suma Kiat benar-benar amat berbahaya karena selain ia tahu
betapa tinggi ilmu kepandaian jenderal itu, juga Jenderal Suma Kiat amat licik,
curang dan mempunyai pengaruh di antara para thaikam dan menteri-menteri yang
tidak setia.
Dia berhasil membujuk Kaisar
untuk menyerahkan puteri selirnya kepada Raja Yucen!! Menteri tua itu
menggeleng-geleng kepala dan memandang Han Ki yang menundukkan muka.
Hal itu apa sangkut-pautnya
dengan kita, Suhu?!
Ah, kau tidak tahu, muridku,
Suma Kiat amat cerdik dan pandai mengatur siasat untuk merobohkan lawan-lawan dan
musuh-musuhnya. Ketika usaha muridnya yang bernama Siangkoan Lee itu gagal
untuk menangkap dan membunuhmu, muridnya cepat pulang ke kota raja. Raja Yucen
marah-marah karena dibakar hatinya oleh murid itu, mengirim protes kepada
Kaisar mengapa seorang Panglima Sung diselundupkan untuk menjadi matamata di
Kerajaan Yucen! Dan kembali Suma Kiat yang memberikan jasa-jasa baiknya untuk
mengangkat diri sendiri di depan Kaisar sambil sekaligus berusaha menjatuhkan
aku! Dia menyalahkan aku mengenai kemarahan Raja Yuceng kemudian membujuk
Kaisar agar menyerahkan puteri selirnya yang tercantik untuk menjadi isteri
muda Raja Yucen. Sengaja dia mengusulkan agar Puteri Sung Hong Kwi yang
dihadiahkan!!
Khu Tek San mendengar tarikan
napas panjang dari Han Ki dan ia mengerling ke arah permuda itu. Heranlah
hatinya mellhat pemuda itu mengepal tinju dan marah sekali. Sudah lama ia
melihat sikap Han Ki yang penuh duka, dan kini ia menjadi makin ingin tahu apa
gerangan yang menyusahkan hati pemuda sakti ini.
Menteri Kam agaknya tahu akan
isi hati Khu Tek San, maka ia lalu berkata tenang.
Karena engkau merupakan orang
sendiri, kiranya Han Ki tidak perlu menyembunyikan lagi rahasianya. Ketahuilah,
Tek San. Puteri Sung Hong Kwi yang akan dijodohkan dengan Raja Yucen itu adalah
kekasih Han Ki. Dia ingin minta aku mengajukan pinangan kepada Kaisar, akan
tetapi ternyata telah didahului Suma Kiat karena aku yakin benar mengapa dia
justeru mengusulkan agar puteri itu yang dihadiahkan kepada Raja Yucen.
Agaknya, hubungan cinta kasih antara Han Ki dan puteri itu telah bocor dan
diketahui Suma Kiat, maka kembali dia melakukan hal itu untuk memukul Han Ki
dan tentunya yang dijadikan sasaran terakhir adalah aku sendiri karena Han Ki
adalah saudara sepupuku!!
Hemm, sungguh mengherankan sekali
sikap Suma-goanswe itu. Bukankah beliau itu masih ada hubungan keluarga dengan
Suhu?! tanya Tek San penasaran.
Gurunya mengelus jenggot dan
menghela napas panjang melihat betapa Han Ki juga memandangnya dengan sinar
mata penuh pertanyaan. Memang begitulah, antara Suma Kiat dan aku terdapat
pertalian keluarga. Ibunya bermama Kam Sian Eng dan ibunya itu adalah adik
kandung Kam Bu Sin, ayah Han Ki ini. Mereka berdua adalah adik tiri ayahku, Kam
Bu Song pendekar sakti Suling Emas. Memang ada hubungan keluarga, dan dia itu
masih misanku sendiri. Namun menurut riwayat nenek moyang keluarga Suma memang
selalu memusuhi keluarga Kami Sungguh menyedihkan kalau diingat.!
Habis bagaimana sekarang
baiknya, Suhu?!
Menteri itu menggerakkan
pundaknya. bagaimana baiknya? Kita menanti dan melihat saja bagaimana
perkembangannya. Kota raja sudah dalam keadaan pesta karena perjodohan itu
telah diumumkan, bahkan besok akan tiba utusan dari Raja Yucen, diikuti oleh
panglima besar dan guru negara sendiri, yaitu utusan untuk meresmikan hari
pernikahan. Engkau harus hadir pula, Tek San, untuk memperlihatkan kepada
Kaisar bahwa engkau benar-benar berdiri di pihak Kerajaan Sung. Dan kehadiranmu
malah merupakan ujian bagi ketulusan sikap orang-orang Yucen. Kalau memang
mereka menghendaki hubungan baik, setelah Kaisar menyerahkan puterinya tentu
mereka tidak akan berani bicara lagi tentang penyelundupan di Yucen. Kalau
terjadi sebaliknya, berarti mereka itu masih mendendam dan tidak mempunnyai
iktikad baik terhadap Kerajaan Sung. Dan engkau harus hadir pula dalam
perjamuan menyambut para tamu agung itu, Han Ki, sebagai pengawalku.!
Tek San dan Han Ki menyatakan
persetujuan mereka, namun di dalam hatinya, Han Ki merasa makin berduka, Dia
harus hadir dalam perjamuan menyambut utusan calon suami Hong Kwi! Bahkan tak
salah lagi dia pun harus pula ikut minum arak untuk menghaturkan selamat kepada
pengantin!
Enci Maya, aku sudah minta
perkenan Ayah,akan tetapi tetap tidak boleh! Katanya keramaian yang diadakan di
istana untuk menyambut dan menghormati utusan Raja Yucen, yang hadir adalah
Kaisar sendiri dan para menteri, para thaikam dan orang-orang besar saja.
Anak-anak mana boleh turut?! Khu Siauw Bwee berkata dengan muka kecewa kepada
Maya yang membujuknya agar dia minta perkenan ayahnya diperbolehkan ikut
menonton keramaian di istana.
Khu Siauw Bwee adalah puteri
tunggal Khu Tek San, lebih muda satu dua tahun dari Maya. Dia seorang anak
perempuan yang cantik mungil, dengan pandang mata lembut namun tajam sekali
menandakan bahwa dia memiliki kecerdikan, sikapnya tidak manja karena memang
ayah bundanya pandai mendidik. Seperti juga Maya, sejak kecil Siauw Bwee
digembleng ilmu silat dan ilmu sastra oleh ayah bundanya. Berkat ketajaman
otaknya, biarpun masih kecil, belum sepuluh tahun usianya, Siauw Bwee telah
memiliki ketabahan dan kepandaian silat yang membuat tubuhnya lincah dan kuat.
Maya tidak rasa kecewa hatinya
ketika mendengar mereka tidak boleh ikut. Ahh, sayang sekali. Aku ingin melihat
bagaimana sih rupanya Kaisar Sung dan puteri-puterinya juga ingin sekali
melihat utusan Yucen. Terutama sekali melihat puteri-puteri istana yang
kabarnya cantik-cantik seperti bidadari.!
Ihhhh, seperti apa sih
kecantikan mereka? Kulihat mereka itu tidak ada yang lebih cantik daripada
engkau, Enci Maya. Engkau barulah boleh disebut seorang gadis yang cantik!!
Siauw Bwee berkata sungguh-sungguh sambil memandang wajah Maya yang amat
mengagumkan hatinya.
Aihhh, sudahlah jangan
menggoda, Adikku. Dahulu di istana orang tuaku, aku boleh melakukan apa saja, maka
sekarang, melihat ayahmu melarang engkau padahal hanya ingin menonton keramaian
sungguh-sungguh aku merasa penasaran sekali. Apa sih buruk dan ruginya kalau
kita ikut menonton? Hemm, aku ada akal baik, Moi-moi. Kalau kau suka, kita akan
dapat bergembira sekali dan....hemm, kaudengar baik-baik....! Maya lalu
berbisik-bisik di dekat telinga Siauw Bwee.
Wajah Siauw Bwee berubah dan
matanya terbelalak. Ihh, Enci Maya! bagaimana kalau sampai ketahuan?!
Dengan ibu jari tangah
kanannya, Maya menuding dadanya sendiri. Akulah yang akan bertanggung
jawab,jangan engkau khawatir!!
Sambil tertawa terkekeh-kekeh,
kedua orang anak perempuan itu memasuki kamar mereka dan mengunci pintu.
Terdengar mereka berdua masih tertawa-tawa, entah apa yang mereka lakukan dan
bicarakan.
Apa yang menjadi dugaan
Menteri Kam ketika ia mencerita kan kepada Muridnya memang tepat. Peristiwa
yangg menimpa diri Khu Tek San di Yucen, yaitu pecahnya rahasianya sebagai
mata-mata kemudian tertangkapnya oleh rekan-rekannya sendiri di perbatasan,
adalah akibat perbuatan Siangkoan Lee yang memenuhi perintah gurunya, Suma
Kiat. Memang Jenderal Suma Kiat ini tidak pernah dapat melupakan sakit hatinya
dan kebenciannya terhadap keturunan Suling Emas. Ketika ia mendapat laporan
dari Siangkoan Lee betapa usaha muridnya itu semua gagal oleh Mutiara Hitam,
kemudian oleh Kam Han Ki, hatinya menjadi makin marah dan penasaran. Maka
diaturnyalah siasat baru untuk memukul Han Ki dan Menteri Kam Liong yaitu
membujuk Kaisar agar mengambil hati Raja Yucen dengan menyerahkan seorang di
antara puteri selirnya.
Puteri Paduka Sung Hong Kwi
terkenal sebagai bunga istana, hal ini bahkan terkenal sampai ke Yucen. Kalau
Paduka menghadiahkan puteri itu kepada Raja Yucen, Paduka akan memetik tiga
keuntungan,! demikian antara lain bujukan yang diucapkan Suma Kiat yang
didukung oleh para thaikam.
Tiga keuntungan yang bagaimana
engkau maksudkan?! Kaisar bertanya.
Pertama, puteri Paduka akan
terangkat sebagai seorang Junjungan yang dihormati di Yucen dan mengingat akan
keadaan Permaisuri Yucen yang lemah dan sakit-sakit, banyak harapan beliau akan
dapat menjadi permaisuri. Ke dua, dengan menarik Raja Yucen sebagai mantu
paduka, mantu yang rendah karena hanya menikah dengan puteri selir, berarti
Paduka mengangkat kedudukan Paduka jauh lebih tinggi daripada Raja Yucen.
Kemudian ke tiga, dengan ikatan jodoh itu, tentu saja Yucen tidak akan memusuhi
Sung, bahkan setiap saat dapat diharapkan bantuan mereka.!
Tentu saja Jenderal Suma Kiat
tidak menyatakan rahasia hatinya bahwa kalau perjodohan itu dilakukan, terutama
sekali karena ia ingin menghancurkan hati Kam Han Ki yang ia tahu dari para
penyelidiknya mempunyai hubungan cinta kasih dengan puteri itu dan karenanya
ingin pula ia menghantam Menteri Kam melalui Han Ki!
Demikianlah, secara cepat
sekali, ikatan jodoh diadakan dan hari itu kota raja telah berpesta merayakan
perjodohan itu. Penduduk yang tidak tahu apa-apa hanya ikut merasa germbira
bahwa Kaisar hendak mantu, apalagi yang akan mempersunting Puteri Sung Hong Kwi
adalah Raja Yucen sehingga hal ini dapat diartikan bahwa kota raja terhindar
dari satu diantara bahaya serbuan musuh-musuhnya.
Rombongan utusan Raja Yucen
tiba dan mendapat sambutan meriah, bahkan malamnya istana mengadakan perjamuan
meriah, untuk menghormati mereka. Sesuai pula dengan kebiasaan di Yucen, maka
ruangan yang memang di istana diatur dengan bangku-bangku kecil tanpa tempat
duduk karena biasa mereka itu makan minum sambil duduk di lantai menghadapi
bangku kecil terdapat makanan. Mereka terdiri dari dua puluh orang lebih,
dipimpin oleh guru negara dan panglima besar Yucen, duduk berjajar-jajar
menghadapi bangku masing-masing merupakan barisan keliling yang saling
berhadapan. Juga Kaisar sendiri bersama menteri-menteri yang berkedudukan
tinggi, hadir dalam perjamuan itu, di antaranya tampak Menteri Kam Liong,
Panglima Khu Tek San, Kam Han Ki pengawal pribadi Menteri Kam, Jenderal Suma
Kiat, dan lain pembesar penting lagi. Kaisar sendiri menghadapi bangkunya di
tempat yang lebih tinggi dan dilayani para thaikam dan pelayan.
Panglima-panglima yang
pangkatnya belum cukup tinggi, hanya dipersilakan duduk di ruangan sebelah, di
atas kursi-kursi berjajar, ada lima puluh kursi banyaknya. Mereka yang memenuhi
ruangan ini hanya ikut makan minum, ikut mendengarkan percakapan dan menonton
pesta orang-orang besar di ruangan dalam, akan tetapi tidak berhak ikut dalam
percakapan.
Selagi perjamuan itu mulai
ramai dan gembira karena pihak tamu maupun dari pihak tuan rumah berkali-kali
diadakan penghormatan dengan mengisi cawan arak dan minum demi keselamatan
masing-masing pihak, di sebelah luar, di pintu ruangan para panglima rendahan,
terjadi sedikit keributan. Enam orang pengawal yang menjaga pintu sedang ribut
mulut dengan seorang berpakaian panglima yang bertubuh tinggi kurus berwajah
tampan sekali. Para pengawal tidak mengenal panglima muda ini, maka mereka
menolaknya untuk memasuki ruangan itu. Si Panglima Muda marah-marah dan
memaki-maki.
Kalian ini serombongan
pengawal berani menolak seorang panglima? Aku, adalah seorang panglima
kerajaan, masa tidak boleh menonton keramaian menyambut utusan calon besan
Kaisar? Apakah kalian ingin dipecat dan dihukum?! Suara Panglima itu nyaring
dan bening.
Pemimpin pengawal menjadi
gugup akan tetapi berusaha membantah, Maaf, Ciangkun, akan tetapi hamba....
tidak mengenal Ciangkun, bahkan belum permah melihat Ciangkun?!
Goblok! Mana mungkin kallan
dapat mengenal semua panglima yang amat banyaknya dan yang banyak bertugas di
luar kota? Cukup kalau kalian mengenal pakaian dan tanda-tanda pangkatnya yang
kupakai! Awas, aku adalah panglima yang dipercaya oleh Menteri Kam!!
Mendengar disebutnya Menteri
Kam, para pengawal mundur ketakutan dan terpaksa mempersilakan panglima muda
itu memasuki ruangan yang disediakan bagi para panglima rendahan yang tidak
diundang ke ruangan dalam ikut menyambut tamu-tamu agung! Enam orang pengawal
ini saling pandang, kemudian mereka berbisik-bisik, membicarakan panglima muda
itu dengan hati heran. Panglima yang masih begitu muda yang tampan sekali, bertubuh
jangkung dan galaknya bukan main! Kalau saja para pengawal itu berani mengikuti
Si Panglima tampan ini, tentu keheranan mereka akan bertambah beberapa kali
lipat melihat Si Panglima itu kini telah berubah menjadi dua orang bocah yang
duduk di baris terdepan!
Memang bukan orang lain,
panglima itu sebenarnya adalah Maya dan Siauw Bwee! Akal bulus Maya membuat
mereka dapat memasuki istana melalui beberapa tempat penjagaan dengan menyamar
sebagai seorang panglima, menggunakan pakaian Khu Tek San! Dua orang gadis
cilik ini sejak kecil digembleng limu silat, maka bukan merupakan hal yang aneh
dan sukar bagi mereka untuk penyamaran itu. Maya berdiri di atas pundak Siauw
Bwee sehingga tubuh mereka yang bersambung ini setelah ditutup pakaian Khu Tek
San berubah menjadi tubuh seorang panglima yang jangkung kurus dan berwajah
tampan sekali, wajah Maya.
Setelah berhasil mengelabuhi
penjagaan terakhir di depan ruangan itu, Maya dan Siauw Bwee girang sekali.
Pakaian luar panglima itu segera mereka copot. Maya meloncat turun dan kedua
orang anak perempuan yang berani itu menyelinap dan memilih tempat duduk di
bagian paling depan sehingga mereka dapat menonton ke ruangan dalam di mana
Kaisar sedang menjamu tamu-tamunya! Para panglima yang melihat munculnya dua
orang gadis cilik dekat mereka, menjadi heran dan ada yang menegur.
Maya mendahului Siauw Bwee
yang sudah mulai agak gelisah. Dia adalah puteri Panglima Khu yang hadir di
situ, dan aku adalah keponakan Menteri Kam yang hadir pula di situ. Kami ikut
dengan mereka dan ditempatkan di sini. Apakah Cu-wi Ciangkun berkeberatan?!
Memang hebat sekali, amat
tabah dan cerdik. Sekecil itu dia sudah dapat berdiplomasi! dan menggunakan
kata-kata yang menyudutkan para panglima itu. Tentu saja tidak ada scorang pun
di antara mereka berani menyatakan keberatan menerima puteri Panglima Khu yang
terkenal, apalagi keponakan Menteri Kam! Bahkan mereka tersenyum-senyum gembira
karena dua orang bocah itu biarpun masih keeil, merupakan pemandangan! yang
menarik dan memiliki kecantikan yang mengagumkan.
Para utusan Kerajaan Yucen
sudah mulai merah mukanya oleh pengaruh arak wangi dan percakapan mulai lebih
bebas dan berani. Menteri Kam yang duduk tak jauh dari Kaisar, bersikap tenang
saja dan beberapa kali mengerling ke arah Jenderal Suma Kiat yang duduk dekat
panglima besar dan Guru Negara Yucen. Sejak tadi Jenderal Suma ini
bercakap-cakap dan tertawa-tawa dengan kedua orang tamu agung, bahkan sering
kali berbisik-bisik, kelihatannya akrab sekali. Han Ki yang berdiri di belakang
Menteri Kam sebagai pengawal tidak bergerak seperti arca, akan tetapi sinar
matanya kadang-kadang layu kadang-kadang berapi kalau memandang ke arah para
utusan Raja Yucen. Khu Tek San juga duduk dengan tenang.
Tiba-tiba panglima besar
Kerajaan Yucen yang bertubuh tinggi besar, bercambang bauk, matanya tajam dan
sikapnya gagah sekali, berpakaian perang yang megah mewah, mengangkat tangan ke
atas dan memberi hormat dengan berlutut sebelah kaki ke arah Kaisar, suaranya
terdengar garang dan keren,
Perkenankan hamba menghaturkan
selamat kepada Kaisar yang ternyata memiliki banyak menteri dan jenderal yang
pandai dan setia. Kalau tidak demikian, hamba rasa kegembiraan malam ini takkan
kita rasakan bersama, akibat perbuatan seorang Menteri Sung yang tidak patut
terhadap Kerajaan Yucen. Hamba sebagai utusan Sri Baginda di Yucen, sama sekali
tidak menyalahkan Kerajaan Sung, karena hamba tahu bahwa yang menjadi biang
keladi hanyalah seorang menteri yang bersikap lancang seolah-olah lebih
berkuasa daripada kaisarnya sendiri!!
Semua yang hadir menahan
napas, menghentikan percakapan dan makan, menanti dengan jantung berdebar
karena utusan itu menginggung hal yang gawat. Semua orang mengerti siapa yang
dimaksudkan oleh panglima besar Yucen itu. Menteri Kam dan Khu Tek San saling
pandang sejenak, akan tetapi keduanya masih bersikap tenang-tenang saja.
***
Kaisar sendiri mengerutkan
keningnya mendengar ucapan itu. Tak senang hatinya dan untuk menjawab, lidahnya
terasa berat. Tiba-tiba Jenderal Suma Kiat sudah membuka mulut berkata,
Tai-ciangkun dari Yucen benar-benar seorang yang jujur dan berhati polos!
Setelah Tai-ciangkun tidak menyinggung atau menyalahkan Kaisar, sebaiknya
menunjuk secara jujur menteri mana yang dimaksudkan agar tidak membikin hati
para menteri di sini menjadi tidak enak.!
Ha-ha-ha, Suma-goanswe pun
menyukai sikap jujur seperti kami. Bagus sekali! Yang kami maksudkan adalah
Menteri Kam Liong, yang telah melakukan perbuatan tidak patut sekali, mengirim
muridnya dan menyelundupkannya menjadi panglima kerajaan kami untuk melakukan
pekerjaan mata-mata! Bukankah perbuatan itu amat busuk? Untung Sri Baginda
Kerajaan Sung amat bijaksana, kalau tidak, bukankah perbuatan licik Menteri Kam
itu cukup berbahaya untuk mencetuskan perang?!
Kembali keadaan di ruangan itu
sunyi sekali dan hati semua orang makin bimbang dan tegang. Sri Baginda
sendiri, yang tentu saja menyetujui akan penyelundupan Khu-ciangkun ke Yucen,
kini hanya dapat memandang kepada Menteri Kam Liong.
Sebelum ada yang menjawab,
tiba-tiba tampak seorang panglima bertubuh jangkung memasuki ruangan itu dan
terdengar suaranya nyaring. Rombongan utusan Yucen ini datang membawa
perdamaian ataukah mencari pertentangan? Menghina seorang menteri berarti
menghina Kaisar dan kerajaan!!
Semua orang terkejut sekali
melihat munculnya seorang panglima muda tinggi kurus yang tidak terkenal ini,
dan seorang pengawal Yucen yang berdiri menjaga di belakang Sri Panglima Besar,
sudah menghadang ke depan dan melintangkan tombaknya memandang panglima
tinggikurus itu.
Eh, eh, mau apa engkau?!
Panglima tinggi kurus itu membentak Si Pengawal Yucen sambil melangkah maju
mendekat. Pengawal itu mengira bahwa Panglima Sung ini akan menyerang
majikannya, maka cepat menggerakkan tombaknya menodong. Tiba-tiba kedua tangan
panglima yang kurus itu bergerak menyambar tombak dan semua orang memandang
terbelalak ketika tiba-tiba bagian perut panglima kurus itu bergerak ke depan
seperti kaki tangan yang bertubi-tubi mengirim tendangan dan pukulan.
Buk-buk....!! Pukulan-pukulan
aneh yang keluar dari perut itu mengenai tubuh Si Pengawal yang sama sekali
tidak menduga. Siapa akan menduga lawan memukul dengan perut yang bisa bergerak
seperti kaki tangan itu? Biarpun pukulan-pukulan itu tidak keras, namun Si
Pengawal terhuyung mundur saking kagetnya dan tombaknya terlepas!
Panglima besar Yocen dan guru
negara marah sekali. Mereka sudah bangkit memandang panglima berdiri dan Koksu
(Guru Negara) Yucen yang berjenggot panjang berambut putih berseru.
Beginikah caranya menerma
utusan kerajaan calon besan?!
Semua orang, termasuk Kaisar
sendiri masih terlalu heran dan bingung menyaksikan munculnya panglima tinggi
kurus yang aneh itu sehingga mereka tak dapat menjawab. Kaisar sendiri mulai
marah dan sudah membuat gerakan memerintahkan pengawal menangkap panglima
tinggi kurus itu ketika Menteri Kam tiba-tiba meloncat dan menjatuhkan diri
berlutut di depan Kaisar.
Mohon Paduka sudi mengampunkan
hamba dan mengijinkan hamba untuk menyelesaikan urusan ini agar perdamaian
tetap dipertahankan.!
Kaisar mengangguk.
Cu-wi Ciangkun dan Taijin dari
Yucen harap suka memaafkan karena dia ini hanyalah seorang anak kecil yang
bertindak menurutkan perasaan dan sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan
kerajaan. Mengenai urusan yang diajukan oleh Te-i-ciangkun dari Yucen tadi,
biarlah saya akan memberi penjelasan.!
Menteri Kam Liong! Apakah
engkau hendak melindungi pula seorang panglima yang bersikap begitu lancang dan
membikin malu kerajaan?! Tiba-tiba Suma Kiat berkata marah.
Pertanyaan yang tepat!!
Panglima Besar Yucen berseru. Dan siapa mau menerima alasan bahwa dia ini masih
seorang anak kecil? Alasan yang dicari-cari untuk menyelamatkan diri!!
Menteri Kam Liong dengan sikap
tenang lalu bangkit dan menghampiri panglima kurus yang masih berdiri tegak
itu, tangannya meraih dan mulutnya menegur, Maya, jangan kurang ajar, hayo
cepat minta ampun kepada Hong-siang!!
Panglima kurus itu mencoba
menghindar, namun terlambat dan jubahnya telah direnggut robek oleh tangan
Menteri Kam Liong yang kuat. Berbareng dengar robeknya jubah, tampaklah
penglihatan yang aneh dan membuat semua orang menjadi geli. Kiranya panglima
tinggi kurus itu adalah dua orang anak perempuan, yang seorang berdiri di atas
pundak temannya. Pantas saja tadi dari perut! panglima itu keluar kaki tangan
yang menyerang dari dalam jubah! Maya, segera meloncat turun dari pundak Siauw
Bwee. Tadi, sewaktu semua panglima menonton tegang, dia dan Siauw Bwee
diam-diam telah melakukan penyamaran mereka lagi, tentu saja atas desakan Maya
yang ingin menolong Menteri Kam! Sebagai seorang puteri Kerajaan Khitan, tentu
saja Maya mengerti akan tata susila istana, dermikian pula Siauw Bwee yang
menjadi puteri seorang panglima terkenal. Mereka berdua lalu menjatuhkan diri
berlutut di depan Kaisar dan dengan suara halus mohon ampun.
Kam Han Ki tak dapat menahan
ketawanya dan untung bahwa pada saat itu, Kaisar sendiri pun tertawa disusul
oleh para pembesar yang hadir di situ. Memang amat lucu setelah melihat bahwa
yang berbuat lancang kurang ajar itu ternyata hanyalah dua orang anak
perempuan!
Siauw Bwee.... !! Khu Tek San
menegur dan biarpun Panglima ini hanya memanggil namanya, Siauw Bwee mengenal
bahwa ayahnya amat marah dan dia menoleh ke arah ayahnya dengan muka pucat.
Akan tetapi Maya cepat berkata lantang, Mohon Paman Khu, juga Sri Baginda dan
semua orang tidak menyalahkan adik Siauw Bwee atau siapa saja karena semua ini
sayalah yang bertanggung jawab!!
Bukan main kagum rasa hati
Kaisar melihat sikap Maya. Bocah ini bukan anak sembarangan, pikirnya dan
kepada Menteri Kam, Kaisar bertanya.
Siapakah mereka ini?!
Ampunkan mereka, karena mereka
itu adalah anak-anak yang tidak tahu apa-apa. Hamba bersedia menerima
hukumannya. Maya ini adalah anak keponakan hamba, sedangkan Khu Siauw Bwee
adalah puteri Khu Tek San.!
Kaisar mengangguk-angguk.
Pantas,pikirnya. Dia sudah tahu bahwa menterinya, Kam Liong, adalah seorang
yang sakti, putera dari Pendekar Suling Emas, tidak aneh kalau kemenakannya
sehebat bocah cantik itu. Dan gadis cilik yang seorang lagi memang pantas
menjadi puteri Panglima Khu Tek San yang terkenal sebagai seorang panglima yang
gagah perkasa dan setia, berkepandaian tinggi karena panglima itu adalah murid
Menteri Kam Liong! Sambil tertawa Kaisar berkata.
Dua orang bocah yang
bersemangat, tabah dan lucu sekali.
Kami memaafkan kenakalan
mereka, Heii, kalian terimalah ini!! Kaisar menyambar dua butir buah appel
merah dan menyambitkan dua butir buah itu ke arah Siauw Bwee dan Maya. Bukan
sambitan biasa melainkan sambitan untuk menguji. Dengan cekatan sekali, Siauw
Bwee dan Maya berhasil menangkap buah appel yang menyambar ke arah mereka.
Kemudian mereka menghaturkan terima kasih.
Bagus! Mereka ini kelak akan
menjadi pendekar-pendekar wanita yang hebat!! Kaisar berkata. Akan tetapi
kalian sekarang harus pergi. Tidak boleh ada anak-anak kecil hadir dalam
pertermuan yang penting ini.!
Bukan main gembiranya hati
Menteri Kam Liong. Kiranya Kaisar dapat mengampunkan sedemikian mudahnya. Maka
ia cepat memerintahkan Han Ki untuk mengantar kedua orang bocah itu pergi
meninggalkan ruangan. Keadaan menjadi tenteram dan kembali setelah Maya dan
Siauw Bwee pergi, sungguhpun para panglima di ruangan luar masih
terheran-heran, terutama sekali para pengawal yang tadi kena diakali oleh dua
orang anak perempuan itu.
Biarpun pihak Kaisar dan para
pembesar Sung telah menjadi tenang dan lega, sebaliknya para utusan Yucen
merasa terhina dan mendapat malu. Betapapun juga, telah disaksikan semua orang
betapa seorang pengawal Yucen dengan mudah dapat dikalahkan oleh dua orang anak
perempuan nakal! Juga Suma Kiat menjadi tidak senang, maka diam-diam ia memberi
tanda kedipan mata kepada Panglima Besar Yucen. Panglima ini maklum dan berkata
dengan suara lantang.
Kami utusan Kerajaan Yucen
merasa makin kagum menyaksikan kebijaksanaan Kaisar yang besar! Dan kami
bukanlah anak-anak kecil yang merasa tersinggung oleh perbuatan dua orang
bocah. Akan tetapi, kami yang menjunjung tinggi janji yang keluar dari mulut
seorang gagah! Tadi kami mendengar akan kesanggupan Menteri Kam Liong yang akan
membereskan persoalan. Terus terang saja, kami seluruh pembesar Yucen merasa
penasaran kalau mengingat betapa Menteri Kam telah mempermainkan kami dengan
mengirimkan muridnya sebagai penyelundup dan memata-matai kami!!
Kam Liong dengan sikapnya yang
masih tetap tenang, menjawab. Tuduhan Tai-ciangkun dari Kerajaan Yucen tidak
dapat disangkal dan memanglah sesungguhnya saya mengaku bahwa saya telah
mengutus murid saya dan Panglima Sung yang bermama Khu Tek San untuk
menyelundup ke Yucen dan menjadl panglima di sana sambil mengawasi gerak-gerik
dan mempelajari keadaan di Yucen untuk mengenal kerajaan itu. Akan tetapi,
bukankah hal ini sudah wajar dan lumrah, Ciangkun?
Setiap negara tentu akan
mengirim penyelidik-penyelidik untuk mengetahui keadaan negara tetangga, dan biarpun
secara bersembunyi, saya tahu bahwa banyak pula penyelidik-penyelidik dari
Yucen yang menyelidiki dan bekerja sebagai mata-mata di Kerajaan Sung. Muridku
sedikit banyak berjasa bagi Yucen, dan tidak menimbulkan kerugian, hanya memang
benar dia menyelidiki keadaan Yucen dan melaporkan kepada saya. Tanpa mengenal
sedalam-dalamnya, bagaimana kami akan tahu tentang kerajaan lain terhadap
kerajaan kami? Sekianlah jawaban saya.!
Panglima Besar Yucen tertawa.
Kiranya Kam-taijin pandai bersilat lidah! Sejak dahulu, semua orang tahu
siapakah Kerajaan Yucen, dan bagaimana macamnya, perlu apa mesti diselidiki
dengan cara menyelundupkan seorang panglima! Keadaan di Yucen sudah pasti,
kerajaannya sudah ada dan pemerintahannya berjalan terus, seperti ini. Perlu apa
diselidiki lagi?! Panglima Yucen itu mengeluarkan sebuah bola besi sebesar
kepalan tangan dan menyambung. Bangsa kami terkenal sebagai bangsa besi yang
sudah ada beratus tahun yang lalu, seperti senjata peluru besi ini. Apakah
Kamtaijin juga akan menyelidiki bola besiku ini!! Sambil tertawa Panglima Yucen
itu melontarkan bola besi ke atas dan... semua orang memandang kaget, heran dan
kagum melihat betapa bola besi itu berputaran cepat sekali dan menyambar ke
kanan kiri seperti dikendalikan, kemudian menyambar ke arah Menteri Kam Liong!
Keahlian mempergunakan bola
besi sebagai senjata itu membuktikan betapa kuatnya tenaga sin-kang Panglima
Besar Yucen ini dan semua ahli yang hadir di situ menjadi khawatir akan
keselamatan Menteri Kam Liong. Hanya Khu Tek San seorang yang memandang dengan
wajah tidak berubah karena panglima gagah ini yakin bahwa permainan sin-kang
seperti itu hanya merupakan permainan kanakkanak bagi gurunya.
Memang dermiklanlah Menteri
Kam Liong bersikap tenang, tangan kanannya sudah tampak mermegang sebuah kipas
dan sekali ia menggerakkan kipasnya dan mengebut, bola besi itu berputaran di
atas kepalanya, dekat dengan kipas yang dikebut-kebutkan seperti seekor
kupu-kupu mendekati bunga, seolah-olah ada daya tarik yang keluar dari gerakan
kipas itu yang membuat bola besi ikut terputar-putar.
Sambil mempermainkan kipasnya
menguasai bola besi, Kam Liong berkata, Tai-ciangkun. Bola besi ini memang
sebuah bola besi, akan tetapi siapakah yang tahu akan keadaan dalamnya tanpa
memeriksanya lebih dulu? Apakah dalamnya kosong? Ataukah berisi? Serupa ataukah
lain dengan keadaan luarnya? Saya kira Ciangkun sendiri tak dapat menjawab
tepat, bukan? Memang sukar menjawab tepat tanpa melihat dalamnya. Marilah kita
bersama melihat apa isi bola -besi ini sesungguhnya!!
Setelah berkata demikian,
kipas di tangan kanan Menteri Kam itu bergerak cepat sekali, menyambar tiga
kali ke arah bola besi. Terdengar suara keras tiga kali dan... bola besi itu
telah terbabat malang-melintang tiga kali sehingga. terpotong menjadi delapan,
seperti sebuah jeruk dipotong-potong pisau tajam dan kini delapan potong besi
itu diterima tangan kiri Menteri Kam Liong yang dengan tenang lalu meletakkan
potongan potongan bola besi itu di atas meja depan panglima besar dari Yucen!
Ah, ternyata isinya padat dan
tetap besi, sama seperti di luarnya. Cocok sekali dengan keadaan Kerajaan
Yucen, bukan? Akan tetapi baru diketahui setelah diselidiki dalamnya seperti
yang telah kami lakukan dengan mengirimkan murid kami ke Yucen.!
Wajah Panglima Yucen menjadi
merah sekali, matanya terbelalak. Juga wajah Jenderal Suma Kiat menjadi pucat.
Yang diperlihatkan oleh Menteri Kam tadi adalah kesaktian yang amat luar biasa,
tenaga sin-kang yang hebat dan keampuhan kipas pusaka yang keramat! Koksu
Negara Yucen maklum akan hal ini maka dia lalu berkata.
Hebat sekali kepandaian
Kam-taijin. Dan keterangannya cukup jelas. Menurut pendapat saya tidak perlu
memperpanjang urusan kecil itu selagi urusan besar masih belurm dibicarakan
selesai.! Ucapan ini melegakan hati setiap orang dan perundingan untuk
menentukan hari pertemuan pengantin dilanjutkan sambil diseling makan minum dan
hiburan tari nyanyi oleh seniwati-seniwati istana.
Berkat sikap Menteri Kam yang
bijaksana, pesta menyambut utusan Yucen itu berlangsung dengan tenteram dan
lancar. Menteri Kam sendiri, kelihatan lega akan tetapi di dalarm hatinya, dia
merasa amat khawatir karena dia telah mendengar dari Han Ki akan hubungan
pemuda itu dengan Sung Hong Kwi, dan ia dapat menduga betapa hancur perasaan
hati adik sepupunya Itu. Kalau ia, pikir-pikir dan kenangkan segala peristiwa
yang terjadi akhir-akhir ini, Menteri Kam merasa berduka sekall.
Kerajaan Khitan hancur, adik
tirinya tewas, dan kini Kam Han Ki kembali mengalami nasib buruk, kekasihnya
direbut orang! Kalau teringat akan itu sermua, hati Menteri Kam menjadi dingin,
semangatnya mengendur dan timbul keinginannya untuk mengajak muridnya
sekeluarga, Han Ki dan Maya pergi saja mengundurkan diri menjauhi keramaian
kota raja bahkan sebaliknya menyusul ayahnya, Suling Emas yang bertapa dengan
ibu tirinya, bekas Ratu Yalina.
Makin menyesal lagi kalau ia
memandang kepada Suma Kiat yang kini nampak makan minum dengan gembira melayani
para tamu. Suma Kiat itu sebenarmya masih merupakan keluarga dekat dengannya. Tidak
hanya keluarga. karena terikat hubungan antara ayahnya, Suling Emas, dan ibu
Suma Kiat yaitu Kam Sian Eng yang menjadi adik Suling Emas. Juga dari pihak
ibunya dan ayah Suma Kiat terdapat hubungan dekat, yaitu kakak beradik. lbunya,
Suma Ceng, adalah adik kandung Suma Boan, ayah Suma Kiat. Dia dan Suma Kiat
adalah keluarga dekat, namun Suma Kiat selalu membencinya dan selalu
memusuhinya, sungguhpun tidak berani berterang.
***
Susiok-couw (Paman Kakek
Guru), apakah perbuatan kami tadi akan menimbulkan bencana....?! Dalam
perjalanan pulang bersama Maya diantar oleh Han Ki, Siauw Bwee bertanya kepada
pemuda itu.
Aihhh! Kau benar-benar terlalu
sekali, Siauw Bwee! Masa Han Ki yang masih muda, patut menjadi kakak kita,
kausebut Susiok-couw? Benar-benar terlalu menyakitkan hati sebutan itu!! Maya
mencela.
Habis bagaimana?! Siauw Bwee
membantah, Memang dia itu paman guru ayahku, tentu saja aku menyebutnya
Susiok-couw! Atau Susiok-kong?!
Wah, tidak patut! Tidak patut!
Jangan mau disebut kakek, Han Ki!! Maya berkata lagi.
Mau tidak mau Han Ki
tersenyum. Kalian berdua ini seperti langit dengan bumi, jauh bedanya akan
tetapi sama anehnya! Maya terhitung masih keponakanku, menyebutku dengan nama
begitu saja seperti kepada seorang kawan. Sebaliknya, Siauw Bwee terlalu
memegang peraturan sehingga aku disebut kakek guru! Kalau benar kalian
menganggap aku sebagai kakak, biarlah kalian menyebut kakak saja.!
Bagus kalau begitu! Aku
menyebutmu Han Ki Koko.! Maya berseru girang.
Koko, engkau kelihatan begini
berduka, apakah kesalahan aku dan Enci Maya tadi tertalu hebat sehingga engkau
khaw atir kalau-kalau ayahku dan Menteri Kam akan tertimpa bencana akibat
perbuatan kami?! Siauw Bwee mengulang pertanyaannya, kini ia menyebut koko
(kakak).
Han Ki menggeleng kepalanya. Kurasa
tidak. Kakakku, Menteri Kam bukanlah seorang yang dapat dicelakakan begitu saja
oleh lawan. Aku tidak khawatir....!
Akan tetapi, mengapa wajahmu
begini muram? Engkau kelihatan berduka sekali, tidak benarkah dugaanku, Enci
Maya?!
Maya mengangguk. Memang
hatinya hancur lebur, patah berkeping-keping dan luka parah bermandi darah,
siapa yang tidak tahu!!
Han Ki memandang Maya, alisnya
berkerut dan ia membentak, Engkau tahu apa?!
Maya tersenyum. Tahu apa? Tahu
akan rahasia hatimu yang remuk karena setangkai kembang itu akan dipetik orang
lain!!
Han Ki terkejut sekali,
menghentikan langkahnya dan menghardik. Maya! Dari mana kautahu??! Siauw Bwee
juga memandang dengan mata terbelalak, masih belum mengerti betul apa yang
diartikan oleh Maya dan mengapa Han Ki kelihatan kaget dan marah.
Dari mana aku tahu tidak
menjadi soal penting! Jawab Maya yang tidak mau berterus terang karena dia
mendengar tentang hal itu dari percakapan antara ayah bunda Siauw Bwee yang ia
dengar dari luar jendela kamar! Yang penting adalah sikapmu menghadapi urusan
ini. Kenapa kau begini bodoh, menghadapi peristiwa ini dengan berduka dan
meremas hancur perasaan hati sendiri tanpa mencari jalan keluar yang
Menguntungkan? Mengapa kau begini lemah, Koko?!
Han Ki terbelalak. Bodoh?
Lemah? Apa... apa maksudmu, Maya? Jangan kau kurang ajar dan mempermainkan
aku!!
Siapa mempermainkan siapa?
Engkau adalah seorang yang memiliki kepandaian tinggi, Koko, sungguhpun aku
belum yakin benar akan hal itu. Kalau engkau memiliki kepandaian, apa sukarnya
bagimu untuk pergi mengunjungi kekasihmu itu? Dan kalau benar dia itu
mencintaimu seperti yang ku.... eh, kuduga, tentu dia akan lebih suka ikut
minggat bersamamu daripada menerima nasib menjadi permainan Raja Yucen yang
liar!!