Sin Liong bertanya, suarnya gemetar karena dia merasa
tegang sekali. Benarkah bahwa Swat Hong terancam nyawanya dan mungkin sekali
sudah tewas? Hampir dia memekik untuk melampiaskan kekhawatirannya. Tidak!
Tidak mungkin! Tidak boleh!
"Di mana dia? Hayo katakan!"
Dia mengguncang tangan orang kerdil itu. Tubuh orang itu
menggigil.
"Dia... di dalam guha sana itu.... lihat, di sana
ada lubang besar, bukan?"
"Tidak.... tidak, aku takut....! Mereka menjebaknya
di sana, tempat itu adalah sarang laba-laba raksasa yang mengerikan. Kurasa dia
sudah tewas ....."
Sin Liong tidak perduli dan menyeret orang itu menuju ke
lubang besar yang berada di sebelah kiri lorong, melalui bantu-batu menonjol
yang ujungnya seruncing pedang. Setelah tiba di situ, tiba-tiba dia mendengar
suara lirih.
"Sumoi....!" Dia berteriak.
"Suheng.... aihhhh.... Suheng....!" Terdengar
suara tangis. Swat Hong yang menangis. Masih hidup!
Hampir Sin Liong bersorak saking girangnya dan dia
mendorong orang kerdil itu sampai terguling-guling lima meter jauhnya. Orang
kerdil itu merangkak dan pergi akan tetapi Sin Liong tidak memperdulikannya
lagi. Dia sudah memasuki guha dan terus ke dalam, membelok ke kiri, ke arah
suara Swat Hong. Tiba-tiba dia terbelalak, otomatis dia memasang kuda-kuda
dengan pedang tiangkat tinggi-tinggi dan tangan kiri siap di depan dada.
Matanya yang terbelalak memandang tajam kepada seekor
laba-laba raksasa sebesar kerbau, dengan sepasang anggauta bulat seperti mata
melotot kepadanya. Di belakang laba-laba itu tampak sarang laba-laba yang bukan
main besarnya, benang sarang laba-laba itu sebesar jari-jari tangan, nampak
kuat sekali dan di tengah-tengah sarang itu, tubuh Swat Hong menempel dengan
kedua lengan terpentang, juga kakinya agak terpentang dan bagian tubuh dara itu
agaknya melekat kepada sarang itu, tak dapat dilepaskan lagi. Gadis itu
menangis ketika melihatnya dan hanya dapat berkata,
"Suheng....., cepat kau bunuh binatang menjijikan
itu....!"
Sin Liong mencium bau harum yang aneh dan keras, dan
maklumlah dia bahwa tempat itu penuh dengan hawa beracun! Laba-laba ini selain
besar sekali juga beracun. Heran dia mengapa Swat Hong masih dapat hidup, akan
tetapi dia tidak memperdulikan atau memusingkan hal itu, yang penting adalah
menolong sumoinya.
"Tenanglah, Sumoi. Aku segera menolongmu,"
Katanya dengan suara gemetar saking girang dan terharunya
Laba-laba itu memandang buas. Begitu melihat Sin Liong, dia merangkak maju
dengan cepat sekali dan tiba-tiba, berbarengan dengan gerakan kaki depan dan
mulutnya, sinar putih menyambar ke arah Sin Liong. Itulah benang besar yang
mengandung daya lekat luar biasa sekali, Sin Liong menggerakan pedang
rampasannya dan tali putih itu terbabat putus, kemudian dia melangkah maju,
mengelak dari sambaran tali ke dua kemudian dari samping dia menggerakan kaki
menendang.
Betapa besar pun ukuran tubuh binatang itu, namun terkena
tendangan kaki Sin Liong, dia terlempar, terbanting pada dinding batu, terhuyung-huyung
lalu menghamburkan banyak benang putih ke arah Sin Liong. Pemuda ini meloncat
untuk mengelak dan ketika dia memandang lagi, ternyata laba-laba itu telah lari
menghilang melalui sebuah lubang di celah-celah dinding batu. Cepat Sin Liong
menghampiri Swat Hong, berusaha menurunkan tubuh gadis itu, akan tetapi
ternyata sukar sekali karena sarang itu mengandung daya lekat yang dapat
merobek pakaian Swat Hong. Sin Liong menggerakan pedangnya karena dia melihat
bahwa sarang itu tergantung pada benang-benang pokok terbesar yang malang
melintang dan melekat pada tanah dan pada langit-langit guha. Pedangnya
menyambar-nyambar dan runtuhlah sarang itu, membawa tubuh Swat Hong terjatuh ke
bawah. Gadis itu telah lemas sekali dan tentu akan terbanting kalau saja tidak
disambar oleh Sin Liong.
Pemuda itu membersihkan benang-benang laba-laba itu dan
memondong tubuh sumoinya yang lemas menjauhi tempat itu. Ketika dia tiba di
bagian yang lebar dari lorong itu, dia menurunkan sumoinya yang duduk bersandar
batu.
"Bagaimana keadaanmu, Sumoi?" tanyanya sambil
memeriksa nadi lengan sumoinya.
Detik jantungnya lemah, mukanya pucat dan tenaganya
habis, akan tetapi yang mengkhawatirkan adalah kenyataan bahwa sumoinya itu
telah keracunan!
"Untung.... untung kau datang, Suheng.... kalau
tidak.....aku sudah hampir tidak kuat....."
Gadis itu tiba-tiba merangkul dan menangis dipundak Sin
Liong. Pemuda itu membiarkan saja Swat Hong menangis. Tak lama kemudian dia
berkata,
"Laba-laba itu beracun, kau terkena hawa beracun,
akan tetapi berapa lama kau tertawan seperti itu?"
"Sejak malam tadi....... ahhhh, mengerikan sekali,
Suheng...."
"Sudahlah, mari kubantu engkau mengusir hawa beracun
yang mengeram di tubuhmu."
"Nanti dulu aku harus menceritakan dulu
kepadamu....." Swat Hong berkata terengah-engah,
"Ceritaku akan dapat mengusir kengerian yang masih
mencengkeram hatiku suheng."
Sin Liong mengangguk. Menurut halis menyelidikan tadi,
biarpun terserang hawa beracun namun keadaan Swat Hong tidak berbahaya dan
malah lebih berbahaya ketegangan dan pukulan batin yang dideritanya selama satu
malam itu. Memang menceritakan kengerian yang mencengkeram merupakan obat
mujarab pula, seolah-olah kengerian yang ditahan-tahan itu memperoleh jalan
keluar dan dapat meringankan hati yang tertekan.
"Aku mengejar mereka dan mereka itu lenyap. Aku
penasaran dan mencari terus, selalu tampak berkelebatnya bayangan mereka
sehingga pengejaranku terarah. Aku sama sekali tidak mengira bahwa mereka
memang memancingku ke tempat ini. Ketika aku melihat bahwa cuaca mulai gelap,
aku melihat pula sinar api di depan dan terus aku mengejarnya. Kemudian, di
antara sinar obor aku melihat beberapa orang kerdil lari memasuki guha ini. Aku
cepat mengejar dan melihat bayangan mereka dekat sekali.
Kupikir asal dapat menangkap seorang diantara mereka dan
memaksanya menjadi petunjuk jalan, tentu beres. Maka melihat bayangan mereka
begitu dekat di dalam guha ini, aku menerjang dan melompat maju, bermaksud
menangkap seorang di antara mereka."
Sin Liong mendengarkan penuh perhatian dan diam-diam dia
membandingkan pengalaman sumoinya dan pengalamannya sendiri. Ternyata jalan pikiran
mereka untuk menawan seorang lawan adalah sama, hanya sayangnya, sumoinya tidak
tahu bahwa dia sedang dipancing memasuki jebakan yang amat mengerikan.
"Ketika aku meloncat itu, aku tidak tahu bahwa di
depanku terdapat sarang laba-laba itu. Tubuhku tertangkap, aku meronta-ronta
namun laba-laba itu terus menambah tali-tali mengerikan itu yang mempunyai daya
melekat luar biasa. Aku meronta terus sampai kehabisan napas dan melihat
laba-laba itu begitu dekat, seolah-olah hendak menjilatku dan hendak menggigit,
aku pingsan entah beberapa kali."
"Hemm, engkau masih untung dapat terhindar, Sumoi.
Sungguhpun aku merasa heran sekali...."
"Dapat kaubayangkan betapa ngeriku, Suheng, ketika
aku siuman, tak jauh dari situ terdapat obor yang mendatangkan cahaya remang-remang
amat mengerikan, dan aku terjerat sama sekali tak mampu bergerak, dan laba-laba
itu ...... mendekati aku, lalu mundur kembali, mendekati lagi seperti
ragu-ragu.....ihh, melihat kaki yang berbulu itu, meraba-raba....."
Swat Hong kembali menutupi mukanya dan terisak-isak.
"Memang hebat sekali pengalamanmu, Sumoi. Akan
tetapi yang penting, engkau dapat terhindar. Hanya satu hal aku tidak mengerti,
mengapa selama itu laba-laba raksasa tadi tidak menggigitmu? Padahal dia amat
berbisa."
Swat Hong mengeluarkan sebuah batu sebesar kepalanya,
batu yang berkilauan mengeluarkan cahaya hijau.
"Ah kiranya engkau membawa bekal Batu Mustika Hijau?
Pantas! Tentu saja binatang itu tidak berani menggigitmu, bahkan setiap kali
mendekat menjadi ketakutan dan mundur kembali. Untung sekali, Sumoi, sekarang,
marilah kubantu engkau mengusir hawa beracun dari tubuhmu."
"Baiklah Suheng.... aku...... ahhhh......"
Tiba-tiba napasnya menjadi sesak dan Swat Hong terguling pingsan! Sin Liong
cepat menyambar tubuh sumoinya dan memeriksanya. Dia merasa heran sekali karena
begitu memeriksa, dia mendapat kenyataan bahwa keadaan sumoinya tidak seringan
yang diduganya semula. hal ini adalah karena tadi sumoinya meletakan Batu
Mustika Hijau itu di pinggangnya, maka ketika pada pemeriksaan pertama, hawa
beracun agak tertolak oleh mustika itu sehingga kelihatanya hanya ringan.
Sekarang, setelah batu itu dikeluarkan, daya tolak racun
dari batu itu meninggalkan tubuh Swat Hong dan hawa beracun yang amat jahat itu
menyerang sepenuhnya membuat Swat Hong roboh pingsan. Sin Liong tidak ragu-ragu
lagi, cepat dia memijat tengkuk dan mengurut kedua urat besar di pundak. Swat
Hong mengeluh lirih dan membuka matanya.
"Sumoi, kau ternyata terluka hebat juga di sebelah
dalam tubuhmu oleh hawa beracun itu. Lekas kau buka baju atas, aku harus
mengerahkan sinkang, menempelkan tangan di punggungmu, langsung tidak tertutup
pakaian."
Suara Sin Liong sungguh-sunggu dan Swat Hong juga
mengerti akan keadaannya yang berbahaya. Dia merasa penting dan dadanya sesak
sekali, maka tanpa membuang waktu lagi dia lalu membuka bajunya, duduk
membelakangi Sin Liong dan membiarkan punggungnya terbuka sama sekali.
"Aughhh....ahhh, panas sekali..... ah, Suheng,
badanku seperti dibakar rasanya...."
Swat Hong merintih sambil memegangi bajunya dan mencegah
baju itu merosot.
"Tenanglah, Sumoi. Biar kumulai, kau menerima
sajalah hawa sinkang dariku."
Sambil duduk bersila di belakang Swat Hong, Sin Liong
lalu mnyalurkan tenaga sinkang yang dingin, menempelkan telapak tangan pada
pungung yang berkulit putih mulus, halus dan pada saat itu panas sekali.
Setelah telapak tangannya menempel, baru Sin Liong tahu betapa hawa beracun itu
mendatangkan hawa panas yang makin lama makin hebat. Ahh, dia terlalu sembrono,
mengira luka sumoinya tadi ringan saja sehingga tidak segera mengobati
sumoinya.
Swat Hong merasa tersiksa, mulutnya terbuka dan dia
merintih-rintih. Hawa panas luar biasa yang menyerang dari dalam membuatnya
berpeluh, akan tetapi kini terasa olehnya betapa dari telapak tangan di
punggungnya itu masuk perlahan-lahan hawa dingin, sedikit demi sedikit. Dia
ingin membatu Sin Liong akan tetapi diurungkannya niat itu. Biarlah, dia ingin
melihat sampai di mana pemuda itu akan membelanya. Dia tahu bahwa mengerahkan
Swat-im-sin-kang untuk mengusir hawa beracun yang panas itu membutuhkan
pengerahan tenaga yang kuat, apalagi harus dilakukan sedikit demi sedikit
dengan hatihati sehingga akan menghabiskan tenaga. Pula, begitu merasa telapak
tangan pemuda itu di punggungnya yang telanjang, semacam perasaan aneh memasuki
hatinya dan dia ingin agar telapak tangan suhengnya itu tidak lekas dilepaskan
dari pungungnya!
Karena itulah dia tidak mau membantu, membiarkan
suhengnya mengerahkan tenaga sendiri untuk mengusir hawa beracun itu. Sin liong
tidak menaruh curiga, hanya mengira bahwa sumoinya terlalu lelah sehingga tidak
kuat membantunya. Hal ini malah membuat dia makin bersemangat mengerahkan
tenaganya. Mukanya mulai meneteskan keringat dan dia memejamkan matanya,
memusatkan seluruh hati dan pikirannya ke dalam usaha pengobatan itu. Dia tidak
tahu betapa sumoinya tersiksa, bukan hanya tersiksa oleh bentrokan antara
tenaga Swat-im-sin-kang yang mengusir hawa beracun panas melainkan juga
tersiksa oleh perasaannya sendiri yang tidak karuan.
Tidak melihat betapa Swat Hong mengepal tangan kirinya,
mulutnya terbuka terengah-engah, dan dimukanya tidak hanya peluh yang menetes,
melainkan juga air mata! Juga keuda orang muda ini tidak tahu betapa di tempat
itu muncul bayangan seorang kakek yang berdiri tegak memandang mereka sambil
mengelus jenggotnya. Kakek ini berpakaian rapi dan sederhana bentuknya namun
yang terbuat dari kain yang mahal, jenggotnya yang panjang terpelihara rapi,
sudah banyak putihnya, dan rambutnya yang putih juga tersisir rapi dan digelung
ke atas, diikat dengan pembungkus rambut sutera biru dan ditusuk dengan tusuk
konde emas. Wajah kakek ini biarpun sudah tua namun masih kelihatan tampan dan
bersih, ketampanan yang membayangkan kekejaman, apa lagi dari sinar mata dan
tarikan mulutnya yang seperti orang mengejek.
Kalau tidak melihat mulut dan sinar matanya, kakek ini
tentu akan menimbulkan rasa hormat karena dia lebih pantas menjadi seorang
pendeta atau pertama yang agung. Kakek itu mengelus jenggotnya dan pandang
matanya tertuju kepada tubuh belakang Swat Hong yang telanjang. Sinar matanya
seperti membelai-belai punggung yang melengkung indah itu, yang terakhir di
bawah membesar sampai ke pinggul yang hanya tertutup sebagian oleh baju yang
merosot, dari samping punggung tampak membayang tonjolan buah dada yang gagal
tertutup sama sekali oleh baju yang dipegang oleh tangan Swat Hong.
Dalam keadaan tanggung-tanggung ini, telanjang sama
sekali bukan dan tertutup rapat juga bukan, keadaan Swat Hong mendatangkan daya
tarik yang luar biasa, dan mudah membangkitkan gairah seo rang pria yang memang
benaknya penuh terisi oleh khayalan-khayalan cabul!
Siapakah kakek yang usianya kurang lebih enam puluh tahun
akan tetapi masih begitu tertarik melihat punggung telanjang seorang dara? Dia
adalah seorang bertapa yang belum lama turun dari pertapaannya di lereng
Pegunungan Himalaya. Selama dua puluh tahun dia meninggalkan daratan besar
merantau ke barat dan akhirnya bertapa di lereng Himalaya, bertemu dengan
pertapa-pertapa sakti dan mempelajari ilmu.
Dahulunya dia adalah seorang tosu yang ingin memperdalam
ilmunya. Akan tetapi setibanya di Himalaya, dia bertemu dengan ahli ilmu hitam
sehingga pelajaran Agama To diselewengkan menjadi pelajaran kebatinan yang
penuh dengan ilmu sihir yang aneh-aneh. Dan karena memang di dalam dirinya
belum bersih, ilmu hitam yang dipelajarinya membuat semua kekotoran di dalam
dirinya itu menonjol dan mencari jalan keluar, dibantu dengan ilmu sihirnya
sehingga pendeta Agama To ini menyeleweng menjadi seorang pertapa atau pendeta
palsu yang tidak segan-segan melakukan apa pun demi mencapai kenikmatan dan
kesenangan dunia. Nama pendeta ini adalah Ouwyang Cin Cu, sorang yang memiliki
kepandaian silat tinggi, akan tetapi lebih-lebih lagi, memiliki kekuatan sihir
yang membuat dia terpakai sekali tenaganya oleh Jenderal An Lu Shan.
Berkat ilmu sihir dari Ouwyang Cin Cu inilah, yang
merupakan obat "guna-guna" , maka An Lu Shan yang kasar itu berhasil
memikat hati Yang Kui Hui!
Dia mengunjungi An Lu Shan dan dengan demonstrasi
kepandaiannya, baik silat maupun sihir, dia diterima dengan tangan terbuka dan
diberi kedudukan tinggi, yaitu penasihat urusan dalam dari Jenderal itu! Tentu
saja dia tidak dapat menjadi penasehat urusan perang karena dia sama sekali
tidak mengerti akan ilmu perang.
Mulailah Ouwyang Cin Cu hidup mewah dan terhormat di
dalam istana An Lu Shan, segala kehendaknya terlaksana. Kemewahan, kehormatan,
dan pelampiasan nafsu berahinya karena disediakan banyak pelayan-pelayan wanita
muda yang cantik-cantik untuk kakek ini! Pada waktu itu, Ouwyang Cin Cu diutus
oleh An Lu Shan untuk mengunjungi Rawa Bangkai, karena An Lu Shan yang sudah
tahu akan kelihaian dua orang wanita The Kwat Lin dan Kiam-mo Cai-li, mempunyai
niat untuk menarik kedua wanita itu sebagai pembantu dalam dan pengawalnya. Hal
ini menunjukan kecerdikan Jenderal itu.
Dia tahu bahwa The Kwat Lin adalah bekas Ratu Pulau Es,
maka selain memiliki ilmu silat yang hebat, tentu juga memiliki ambisi-ambisi
pribadi terhadap kerajaan yang hendak mereka gulingkan dan rampas. maka kalau
wanita seperti itu diberi kesempatan memperoleh kekuasaan dengan pasukan yang
kuat, kelak tentu akan menjadi penghalang dan saingan belaka. Berbeda kalau
wanita itu ditugaskan mengawalnya, segala gerak-geriknya dapat diawasi selain
tenaganya dapat dipergunakan untuk mengawalnya sehingga dia akan merasa lebih
aman dan terjamin keselamatannya. Demikianlah, Ouwyang Cin Cu lalu diutusnya
mengunjungi Rawa Bangkai setelah lima orang utusan pertama ke Rawa Bangkai
yaitu Bi Swi Nio, Liem Toan Ki dan tiga orang kakek lain berhasil dengan baik
mengunjungi Rawa Bangkai. Sekali ini, Ouwyang Cin Cu membawa surat pribadinya
yang dengan ramah mengundang kedua orang wanita itu untuk mengunjungi istananya
untuk mengadakan perundingan.
Kedatangan Ouwyang Cin Cu menimbulkan kegemparan, juga
disambut dengan kagum oleh The Kwat Lin dan Kiam-mo Cai-li. Ketika lima orang
utusan yang terdahulu datang, Kiam-mo Cai-li telah memberikan rahasia jalan
menuju ke Rawa Bangkai tanpa menyeberangi rawa, yaitu melalui jalan terowongan
di bawah tanah, dari balik gunung yang dijaga oleh orang-orang kerdil yang juga
sudah takluk dan menjadi kaki tangannya. Maka kedatangan Ouwyang Cin Cu sekali
ini tidaklah sukar, dan Ouwyang Cin Cu dengan kepandaiannya yang tinggi dapat
menyelinap melalui terowongan dan menembus ke pulau di tengah rawa. Betapa
kagetnyasemua orang ketika melihat seorang kakek datang menunggangi seekor
harimau! The Kwat Lin dan Kiam-mo Cai-li melompat ke depan, siap untuk
menghadapi lawan, akan tetapi Ouwyang Cin Cu yang masih duduk di atas pungung
harimau itu tertawa, memperlihatkan deretan giginya yang masih lengkap.
"Apakah Jiwi yang bernama The-lihiap dan Kiam-mo
Cai-li yang terkenal itu?"
"Benar, siapakah Totiang?"
Tanya The Kwat Lin hati-hati karena sikap tosu ini
menunjukan bahwa dia adalah seorang yang berilmu tinggi.
"Ha-ha-ha, benar-benar tidak berlebihan yang pinto
dengar. Kalian selain gagah perkasa juga amat cantik. Pinto adalah Ouwyang Cin
Cu, utusan pribadi An-goanswe dan inilah surat beliau untuk Jiwi!"
Dia menggosok kedua telapak tangannya dan tampaklah asap
mengepul tinggi. Asap itu membentuk bayangan seorang pelayan istana yang
cantik, yang berjalan terbongkok-bongkok kepada kedua orang wanita itu dan
menyerahkan sebuah sampul surat!
Tentu saja The Kwat Lin dan Kiam-mo Cai-li bengong
terlongong menyaksikan permainan sulap yang hebat ini. The Kwat Lin menerima
surat itu sambil mengerahkan sinkangnya dan.....wushhhh, wanita pelayan itu
lenyap tanpa bekas!
"Ha-ha-ha, The-lihiap benar hebat!"
Ouwyang Cin Cu berseru dan dia meloncat turun dari atas
punggung harimau, lalu meniup ke arah harimau itu dan..... harimau itu tertiup
dan melayang tinggi lalu lenyap di angkasa! Tentu saja semua ini adalah hasil
sihir dari Ouwyang Cin Cu. Harimau dan pelayan wanita itu tentu saja tidak ada
sesungguhnya, yang ada hanyalah Ouwyang Cin Cu yang mempergunakan kekuatan
sihirnya mempengaruhi dua orang wanita itu sehingga mereka melihat apa yang
dikhayalkan oleh Ouwyang Cin Cu! Padahal, yang menyerahkan surat adalah pendeta
itu sendiri yang datang dengan jalan kaki. Kiam-mo Cai-li tertawa.
"Hi-hik, kiranya utusan An-goanswe adalah seorang
tukang sulap!"
Ouwyang Cin Cu memandang wanita itu sambil tersenyum. Mereka
saling pandang dan sudah ada kecocokan di antara mereka. Kiam-mo Cai-li dapat
melihat bahwa kakek itu, biarpun usianya sudah enam puluh tahun, namun masih
tampan gagah dan matanya bersinar-sinar penuh nafsu! Sebaliknya Ouwyang Cin Cu
juga dapat mengenal Kiam-mo Cai-li, seorang wanita yang biarpun usianya sudah
setengah abad lebih, namun memiliki nafsu yang besar dan awet muda karena
terlalu banyak mempermainkan dan menghisap hawa muda dari banyak perjaka! Dia
tersenyum makin lebar dan berkata,
"Bukankah Cai-li suka akan ilmu sulap? Kita berdua
suka bicara dan bersikap terang-terangan, tanpa menutupi badan sama sekali,
bukan?"
Kalau bukan Kiam-mo Cai-li yang terkena sihir itu, tentu
dia akan menjerit saking kaget dan ngerinya. Betapa tidak akan ngeri kalau
tiba-tiba dia melihat dia sendiri dan Ouwyang Cin Cu tidak berpakaian sama
sekali, telanjang bulat sama sekali di tengah-tengah orang banyak itu! Akan
tetapi, ketika dia melirik dan melihat bahwa The Kwat Lin dan yang lain-lain
tidak mengadakan berubahan apa-apa, tahulah dia bahwa yang melihat mereka
telanjang bulat itu hanyalah mereka berdua! Diapun tersenyum dan menjelajahi tubuh
telanjang kakek itu dengan pandang mata kagum, seperti yang dilakukan pula oleh
Ouwyang Cin Cu kepadanya. Pertapa cabul itu lalu diterima sebagai tamu
terhormat, dijamu oleh The Kwat Lin dan Kiam-mo Cai-li.
Seperti dapat diduga lebih dulu, di antara Ouwyang Cin Cu
dan Kiam-mo Cai-li segera terjadi hubungan gelap yang amat mesra. The Kwat Lin
tahu akan hal ini dan diam-diam merasa geli, akan tetapi karena dia pun tahu
akan kesukaan Kiam-mo Cai-li yang sering mengeram laki-laki muda di dalam
kamarnya, dia pura-pura tidak tahu.
Persiapan lalu dibuat oleh kedua orang wanita itu untuk
ikut Ouwyang Cin Cu mengunjungi An Lu Shan.
Akan tetapi sebelum mereka berangkat, terjadilah
peristiwa kedatangan Sin Liong dan Swat Hong yang dikabarkan oleh orang-orang
kerdil kepada mereka. Ketika mendengar dengan jelas dan tahu bahwa yang datang
menyerbu adalah Kwa Sin Liong dan Han Swat Hong, muka The Kwat Lin menjadi
pucat sekali. Dia tahu bahwa biarpun dia jarang bertemu tanding di daratan
besar setelah dia lari dari Pulau Es, namun menghadapi kedua orang muda itu dia
tidak boleh main-main, apalagi menghadapi Sin Liong yang dia tahu memiliki ilmu
kepandaian hebat sekali dapat dikatakan mewarisi seluruh kepandaian bekas
suaminya, Han Ti Ong!
"Aihh...., mereka datang.....??"
Tak terasa lagi keluar seruan dari mulutnya. Kiam-mo
Cai-li dan Ouwyang Cin Cu yang sedang duduk berhadapan di meja makan bersama
The Kwat Lin, memandang dengan kaget dan juga heran. Baru sekarang Cai-li
menyaksikan sahabatnya itu kelihatan takut!
"Siapakah mereka, Lin-moi?"
Persahabatan antara The Kwat Lin dan Kiam-mo Cai-li telah
menjadi sedemikian eratnya sehingga mereka saling menyebut moi-moi dan cici.
"Mereka?" Kwat Lin menjawab dan mukanya masih
pucat. "Mereka adalah penghuni Pulau Es. Kwa Sin Liong adalah murid utama
dari Han Ti Ong, sedangkan Han Swat Hong adalah puterinya!"
Kiam-mo Cai-li dapat menduga bahwa tentu kedatangan
mereka itu mempunyai niat yang tidak baik.
"Habis, apa yang harus kita lakukan?"
"Kita harus siap menghadapi mereka. Mereka lihai
sekali, terutama Sin Liong! Atau jebakan agar mereka terperosok. kalau sampai
mereka berhasil menerobos ke sini, berbahaya sekali!"
Kata Kwat Lin, masih tetap takut.
"Wah, Ibu. Mengapa bingung? Bukankah di sini
terdapat Bibi Cai-li, juga ada Ouwyang Totiang, dan Ibu sendiri di samping
puluhan orang anak buah. Biarkan mereka datang dan kita hancurkan mereka!"
Tiba-tiba Bu Ong berkata dengan gayanya yang jumawa.
Mendengar ini, Ouwyang Cin Cu tertawa dan mengelus kepala pemuda tanggung itu.
"Engkau hebat sekali, Han-kongcu! masih kecil ini
memiliki keberanian yang luar biasa. Benar puteramu, The-lihiap. Biarlah para
orang kerdil menjebak mereka, kalau jebakan itu tidak berhail, biarlah pinto
yang menghadapi mereka. Li-hiap dan Cai-li boleh siap-siap saja menyambut
mereka sebagai tawanan atau sebagai mayat."
Kiam-mo Cai-li segera mengatur sendiri orang-orang kerdil
untuk memancing dan menjebak Sin Liong dan Swat Hong, sedangkan Ouwyang Cin Cu
mengintai dan membayangi gerakan dua orang muda itu. The Kwat Lin juga sudah
siap-siap kalau kedua orang pembantu itu gagal. Demikianlah, setelah Sin Liong
berhasil menyelamatkan Swat Hong dan sedang mengobatinya, muncul Ouwyang Cin Cu
mengagumi ketelanjangan punggung Swat Hong yang berkulit putih mulus dan halus
menggairahkan hatinya itu. Melihat betapa dengan pengerahan sinkang pemuda itu
berhasil mengusir hawa beracun, dia menjadi kagum sekali kepada pemuda itu.
Timbullah keinginan yang aneh dalam batin kakek yang penuh kecabulan itu.
nafsunya yang tadi bergolak hanya dengan melihat punggung yang putih mulus dari
Swat Hong itu kini berubah.
Dia dapat melihat bahwa pemuda dan pemudi di dalam guha
itu masih murni, maka timbullah keinginannya menyaksikan mereka itu bermain
cinta! Memang demikianlah, Kecabulan bukan hanya keinginan untuk berzinah
sendiri dengan orang yang menimbulkan nafsunya, melainkan juga dapat berbentuk
keinginan untuk menyaksikan orang lain bermain cinta. Hal ini juga timbul
karena kekagumannya menyaksikan pemuda itu sanggup mengusir hawa beracun dengan
sinkang, tanda bahwa pemuda itu merupakan lawan tangguh. Jika dia berhasil
menggunakan sihir dan guna-guna untuk membuat pemuda itu "jatuh"
tentu dalam keadaan seperti yang dikehendakinya itu, akan mudah saja menawan
dua orang muda yang agaknya ditakuti oleh The Kwat Lin itu.
Bagaikan bayangan setan saja, kakek itu menyelinap di
balik batu dan tak lama kemudian tampak asap mengepul dari tiga batang hio
(dupa) yang menyebarkan bau harum, sedangkan kakek itu sendiri sudah duduk
bersila, kedua lengan diluruskan ke depan, ke arah muda-mudi itu dan sepasang
matanya terbelalak memandang seperti sepasang mata setan! Ilmu sihir yang
dipergunakan oleh Ouwyang Cin Cu adalah ilmu hitam yang dikuasainya dengan
latihan-latihan yang berat dan mengerikan. Di dalam ilmu ini terkandung
kekuasaan mukjizat yang hanya dikenal oleh mereka yang memuja setan iblis dan
segala roh jahat yang mereka percaya ditambah dengan kekuatan dari tenaga sakti
(sinkang) dan latihan yang tekun, dicampur dengan bermacam mantra yoga. Untuk
melatih kekuatan matanya, bertahun-tahun Ouwyang Cin Cu bertapa menghadapi dupa
membara sampai kekuatan pandang matanya dapat membuat api membara di ujung dupa
itu membesar atau mengecil, mengepulkan asap atau tidak menurut kehendak
pikiran yang disalurkan melalui pandangan matanya yang tajam itu.
Kini, dibantu dengan bau asap dupa yang harum dan aneh,
dia mulai menjatuhkan sihirnya, matanya memandang dengan pengaruh yang amat
dahsyat, bibirnya berkemak-kemik membaca mantra. Mula-mula Swat Hong yang
terpengaruh hawa mukjizat itu. Hal ini tidaklah mengherankan karena tentu saja
Sin Liong memiliki daya tahan yang jauh lebih kuat dibandingkan dengan
sumoinya, juga memang sebelumnya Swat Hong sudah tersiksa oleh perasaannya
sendiri, perasaan mesra yang aneh yang sejak tadi menyelinap dan mengaduk
hatinya ketika merasa betapa telapak tangan suhengnya menyentuh punggungnya.
Karena memang sudah timbul perasaan wajar dari seorang gadis yang normal dan
sehat, terdorong oleh rasa cintanya kepada suhengnya itu, maka tidaklah
mengherankan ketika diserang oleh kekuatan sihir, Swat Hong mudah sekali
terkena.
Dia mengeluh dan merintih lirih, tubuhnya gemetar semua,
mukanya berubah merah seperti dibakar, napasnya terengah-engah, kedua tangannya
mengepal dan dia tidak peduli lagi bajunya yang tadi ditahan dengan tangan di
bagian depan daadnya, merosot dan terbuka. Setelah gelisah bergerak ke kanan
kiri, kemudian dia menoleh, memandang kepada suhengnya yang masih duduk bersila
dengan muka menunduk dan mata terpejam.
"Iihhhh.... aahhh.... Suheng....!"
Swat Hong mengeluh, lalu membalikan tubuhnya dan serta
merta merangkul leher Sin Liong sambil terengah-engah seperti orang hendak
menangis. Sin Liong membuka matanya dan dapat dibayangkan betapa kagetnya
ketika dia melihat bahwa sumoinya dalam keadaan setengah telanjang karena
pakaian bagian atasnya terlepas setelah merangkulnya.
Dia berseru dan barulah dia merasa betapa kepalanya seketika
menjadi pening, pandang matanya menjadi berkunang dan hidungnya mencium bau
yang harum dan aneh sekali. Baru sekarang terasa olehnya betapa tubuh sumoinya
mendekap ketat dan jari-jari tangannya merasakan kulit yang lunak halus dan
hangat. Jantungnya berdebar dan pada saat itu, dengan isak tertahan Swat Hong
telah memperketat pelukannya dan menciumnya.
Bagaikan dalam mimpi Sin Liong merasa seolah- olah dia
terseret oleh harus yang amat dahsyat, yang membuat bibirnya membalas ciuman itu,
yang memaksa kedua lengannya merangkul dan mendekap. Namun, seketika itu juga
timbul hawa panas dari pusat di pusarnya, hawa panas yang naik ke atas dan
membuyarkan semua hal yang membuat dia pening dan seperti mabok itu. Memang
pada dasarnya Sin Liong adalah seorang anak yang ajaib, yang sama sekali tidak
pernah dipermainkan oleh lamunan yang bukan-bukan, yang bersih sama sekali,
kebersihan yang khas dan wajar, tidak dibuat-buat dan memang pada dasarnya dia
memiliki kekuatan batin yang tidak lumrah manusia biasa. Maka begitu dia
terserang oleh sihir, biarpun dia sendiri belum tahu bahwa ada orang jahil yang
mempermainkannya, namun secara otomatis kebersihan hatinya telah meninggalkan
hawa panas menolak kekuasaan asing yang kotor itu.
Begitu hawa panas naik dan membuyarkan pengaruh jahat,
seperti baru terbuka mata pemuda itu. Baru tampak olehnya kepulan asap yang
harum, keadaan Swat Hong yang tidak wajar. Seketika tahulah dia bahwa keadaan
ini bukan sewajarnya dan pasti dibuat oleh seorang yang jahat. Begitu
telinganya menangkap suara gerakan dari kiri, dia cepat menengok dan tampaklah
olehnya seorang kakek tua yang duduk bersila dan meluruskan kedua lengannya ke
arah mereka, dan dari kedua lengan itu, juga dari kedua matanya, menyambar
tenaga mukjizat ke arah mereka. Lengking yang panjang dan nyaring dahsyat dan
mengandung getaran tenaga sakti dari dalam pusarnya, keluar dari mulut Sin
Liong dan dia sudah meloncat berdiri.
Lengkingan yang dahsyat itu menyebar getaran yang
sedemikian kuatnya sehingga kekuatan sihir yang dipergunakan Ouwyang Cin Cu
buyar sama sekali, bahkan tubuh kekek itu tergetar. Swat Hong juga terbebas
dari cengkeraman sihir itu, dia menjadi pucat sekali, terbelalak, mengeluh
perlahan lalu terguling roboh, pingsan! Dapat dibayangkan betapa kaget rasa
hati Ouwyang Cin Cu ketika dia sedang menikmati hasil ilmu sihirnya, melihat
betapa muda-mudi itu sudah mulai terpengaruh, tiba-tiba pemuda itu mengeluarkan
suara melengking sedemikian dahsyatnya sehingga dia merasa betapa jantungnya
seperti akan copot! Melihat betapa pengaruh sihirnya buyar, dia segera bangkit
berdiri.
"Manusia jahat, apa yang telah kaulakukan?"
Sin Liong menegur dan melompat ke depan kakek itu. Kakek
itu mengerahkan tenaga mujijatnya, disalurkan melalui tangan kanannya yang
dibuka jari-jari tangannya dan diselojorkan ke arah muka Sin Liong, memandang
tajam sambil berkata,
"Orang muda berlututlah kau di depan Ouwyang Cin
Cu....!"
Akan tetapi, untuk kedua kalinya kakek itu mengalami
kekagetan. Biasanya, setiap orang lawan akan dapat dibikin tidak berdaya dengan
kekuatan sihirnya. Akan tetapi sekali ini pemuda itu hanya memandang kepadanya
dengan sinar mata jernih halus dan sama sekali tidak berlutut seperti yang
diperintahkannya dengan suara berwibawa itu.
Dia memperhebat pencurahan tenaga sihirnya, namun tetap
saja pemuda itu sama sekali tidak terpengaruh. Tentu saja Sin Liong dapat
merasakan serangan tenaga aneh ini, dia merasa betapa ada hawa yang
menyerangnya, keluar dari lengan dan pandang mata kekak itu, yang membuatnya
tergetar dan seperti ada kekuatan aneh memaksanya agar dia menjatuhkan diri
berlutut di depan kakek itu. Namun dia mengerti bahwa hal itu tidak semestinya
dan tidak sewajarnya, maka dia tidak mau mentaati perintah itu melainkan
memandang dengan sinar mata tajam penuh teguran kepada kakek yang dianggapnya
jahat itu.
Melihat betapa kekuatan sihirnya sekali ini tidak
berhasil, Ouwyang Cin Cu menjadi penasaran sekali . Sihirnya boleh gagal akan
tetapi dia masih memiliki ilmu silat dan kekuatan yang dahsyat. Dara itu cantik
menarik. Usahanya menikmati tontonan yang tidak senonoh gagal, maka sebaiknya
pemuda ini dibunuh saja dan dara itu ditawan!
"Mampuslah kau...." Bentaknya penasaran dan
kini dia tidak menggunakan ilmu sihir lagi, melainkan meloncat dan menerkam
seperti seekor serigala kepada Sin Liong, tangan kirinya mencengkeram ke arah
dahi pemuda itu sedangkan sedangkan tangan kanannya dengan jari terbuka
membacok ke arah dada kiri lawan.
Sin Liong menangkis dengan kedua tangannya dan akibatnya
tubuh kakek itu terdorong ke belakang sampai terhuyung-huyung. Mata kakek itu
terbelalak saking kagetnya. Tak disangkanya bahwa pemuda yang sanggup
membuyarkan ilmu sihirnya ini juga berhasil menangkis serangan dan membuat
tubuhnya terhuyung dan hampir jatuh!
Maklum bahwa dia berhadapan dengan sorang pemuda yang
luar biasa. Ouwyang Cin Cu meloncat, membalikan tubuhnya dan lari! Teringat dia
akan sikap takut yang tampak pada wajah bekas Ratu Pulau Es ketika mendengar
akan kedatangan pemuda dan pemudi ini dan baru sekarang dia tahu mengapa bekas
Ratu itu kelihatan takut-takut. Kiranya pemuda ini memang memiliki kesaktian
yang amat hebat! Dia perlu mencari bantuan, karena menghadapi seorang diri saja
amat berbahaya. Sin Liong yang ingin menangkap kakek itu dan mencari keterangan
tentang The Kwat Lin, segera mengejar sambil berseru,
"Orang tua jahat, kau hendak lari ke mana? Tunggu,
kau harus menjawab beberapa pertanyaanku!"
Mendengar suara Sin Liong dekat sekali di belakangnya,
Ouwyang Cin Cu mempercepat larinya, akan tetapi dengan gerakan yang lebih cepat
lagi Sin Liong terus mengejarnya. Setelah keluar dari dalam jalan terowongan
itu, di lapangan terbuka yang agak jauh letaknya dari guha di mana Sin Liong
meninggalkan Swat Hong tadi, terpaksa Ouwyang Cin Cu tidak dapat melarikan diri
lagi karena Sin Liong telah menyusul dekat sekali di belakangnya.
"Kakek jahat, berhenti dulu!" Sin Liong
membentak.
Tiba-tiba Ouwyang Cin Cu membalikan tubuhnya dan begitu
membalik, segulung sinar biru menyambar ke arah pusar Sin Liong dan sinar putih
menyambar ke antara kedua matanya. Sinar biru itu adalah sebatang pedang tipis
yang biasanya dibelitkan di pinggang sebagai sabuk oleh kakek itu, sedangkan
sinar putih itu adalah jenggot panjangnya yang ternyata dapat dipergunakan
sebagai senjata yang sangat ampuh!
Sin Liong yang sudah menduga bahwa kakek yang jahat itu
tentu tidak segan-segan bermain curang, sudah menjaga diri maka begitu melihat
menyambarnya sinar biru dan putih itu, cepat dia sudah mencelat ke atas.
Demikian cepat gerakan pemuda ini sehingga Ouwyang Cin Cu melongo, mengira
bahwa pemuda itu pandai menghilang! Akan tetapi gerakan angin menyambar di
belakangnya membuat dia membalik dan ternyata pemuda itu telah berada di
belakangnya dan tadi ketika mengelak pemuda itu telah mempergunakan ginkang
untuk meloncat melalui atas kepalanya. Akan tetapi gerakan pemuda itu sedemikian
cepatnya sehingga dia sendiri sampai hampir tidak melihatnya, hanya melihat
bayangan berkelebat dan pemuda itu lenyap. Berdebar jantung kakek itu. Selama
hidupnya belum pernah ia bertemu dengan lawan seperti ini!
Dia mengusir rasa gentarnya dan mulai mainkan pedangnya
dengan gerakan yang amat cepat. Pedang itu berubah menjadi gulungan sinar biru
dan mengeluarkan suara bedesing-desing nyaring sekali, dan serangan pedang ini
masih dia selingi dengan pukulan-pukulan tangan kiri dengan telapak tangan
terbuka, memukulkan hawa sinkang yang amat kuat. Memang Ouwyang Cin Cu bukan
orang sembarangan.
Pertapa Himalaya ini selain pandai sihir, juga memiliki
ilmu silat yang tinggi, tenaga sinkangnya amat kuat dan pedang yang
dipergunakannya adalah sebatang pedang tipis dari baja biru yang amat ampuh.
Akan tetapi satu kali ini dia bertemu dengan batunya! Tubuh Sin Liong
berkelebatan dan ke mana pun pedang dan tangan kiri menyerang, selalu hanya
bertemu dengan angin belaka. Dua puluh jurus lebih kakek itu menyerang
bertubi-tubi sampai napasnya terengah-engah. Tiba-tiba Sin Liong berseru,
Pedang itu terlepas dari tangan Ouwyang Cin Cu dan jatuh
ke atas tanah mengeluarkan suara mendencing nyaring. Ternyata bahwa lengan
kanan kakek tua itu kena ditampar oleh jari tangan Sin Liong, mendatangkan rasa
nyeri yang amat hebat, bukan hanya nyeri, akan tetapi juga hawa dingin
seolah-olah menggigit daging dan urat, membuat tangan kakek itu tidak kuat lagi
memegang pedang. Untung bagi Ouwyang Cin Cu, pada saat pedangnya terlepas itu,
muncul The Kwat Lin dan Kiammo Cai-li!
Bagaikan dua sosok bayangan setan, dua orang wanita sakti
ini sudah menerjang ke depan sambil meloncat dan terdengar suara melengking tinggi
dari mulut Kiam-mo Cai-li ketika dia menyerang berbareng dengan The Kwat Lin
yang juga menyerang tanpa mengeluarkan suara.
"Heeeeeeeeeiiiiiiiiitttttttttt!!!
Wir-wirrr......singggg..... singggg!!"
Pedang payung di tangan Kiam-m- Cai-li sudah bergerak menyambar
menyusul lengkingannya, juga dibarengi dengan menyambarnya rambut panjangnya
dan kuku tangan kirinya yang sekaligus menerjang dengan serangan yang amat
dahsyat! Namun Sin Liong lebih memperhatikan sinar pedang merah yang
menyambarnya tanpa suara itu karena dia tahu bahwa pedang Ang-bwe-kiam di
tangan The Kwat Lin yang menyambar tanpa suara itu jauh lebih berbahaya dari
pada semua serangan Kiam-mo Cai-li yang banyak ribut itu.
Sin Liong mendengus dan kaki tangannya bergerak menangkis
rambut dan kuku, tubuhnya mencelat menghindari sinar merah pedang The Kwat Lin
dan ujung kakinya yang menendang pergelangan tangan Kiam-mo Cai-li berhasil
menangkis tusukan pedang payung. Pada saat itu, dari belakang, menyambar sinar
biru dari pedang Ouwyang Cin Cu yang ternyata telah menyambar pula pedangnya
yang tadi terlepas dan kini ikut mengeroyok.
Sin Liong berseru, membiarkan pedang lewat dekat sekali
dengan lehernya karena dia memang sengaja berlaku lambat dan begitu pedang
lewat, jari tangannya menyentil, kuku jari tangannya bertemu batang pedang biru
itu.
"Tringgggg.... Auuhhh....!"
Untuk kedua kalinya, pedang biru itu terlepas dari
pegangan tangan Ouwyang Cin Cu dan kini melayang jauh dan lenyap kedalam
semak-semak ! The Kwat Lin dan Kiam-mo Cai-li sudah menerjang lagi, akan tetapi
Sin Liong meloncat jauh ke belakang, lalu berkata kepada The Kwat Lin,
Suaranya halus akan tetapi penuh wibawa sehingga tanpa disadarinya
sendiri, Kiam-mo Cai-li menghentikan gerakannya, memandang kepada pemuda itu
dengan sinar mata penuh cahaya kagum. Otomatis hatinya tergerak melihat pemuda
yang luar biasa ini, pemuda yang wajahnya mengeluarkan cahaya lembut, sedikit
pun tidak membayangkan kekerasan dan yang memiliki sepasang mata yang aneh dan
indah.
"Hemmmm, bocah kurang ajar! Engkau masih ingat bahwa
aku adalah Subomu!" bentak The Kwat Lin dengan suaranya menyindir untuk
menutupi guncangan hatinya.
"Subo adalah isteri Suhu, mana teecu berani kurang
ajar? Kedatangan teecu bersama Sumoi adalah untuk memenuhi pesan Suhu."
Kembali hati The Kwat Lin terguncang penuh rasa takut dan
ngeri, takut kalau-kalau suaminya yang dia tahu amat sakti itu muncul di situ.
Akan tetapi mendengar bahwa Sin Liong datang memenuhi pesan suaminya, hatinya
lega karena hal itu berarti bahwa suaminya tidak ikut datang!
"Hemm, pesan apakah dari Suhumu?"
Sin Liong yang memang berawatak polos dan tidak suka
menyem bunyikan sesuatu di dalam hatinya, berkata lantang,
"Subo, Suhu minta agar supaya semua pusaka Pulau Es
yang Subo bawa pergi, diserahkan kembali kepada teecu untuk teecu kembalikan ke
Pulau Es."
Mendengar permintaan ini tanpa menjawab lagi The Kwat Lin
lalu menggerakan pedangnya dan mengirim serangan langsung yang amat dahsyat.
Gerakannya memang cekatan sekali dan pedangnya hanya tampak sebagai sinar mereh
yang meluncur seperti panah api menuju ke arah tubuh Sin Liong. Pemuda ini
kembali mencelat ke belakang berjungkir balik dan berdiri dengan tenang.
"Subo harap dengarkan permintaan teecu.
Pusaka-pusaka itu tidak boleh di bawa keluar dari Pulau Es. Teecu tidak suka
melawan Subo, akan tetapi kalau Subo tidak mengembalikan pusaka-pusaka itu,
terpaksa teecu...."
Bentak The Kwat Lin dan tubuhnya sudah melayang ke depan
dengan cepat seperti seekor burung garuda terbang menyambar, didahului oleh
sinar mereh pedang Ang-bwe-kiam di tangannya. Terpaksa Sin Liong mengelak
sambil membalas dengan totokan tangan kirinya menuju ke pergelangan tangan yang
memegang pedang, namun bekas ibu gurunya itu dengan cepat telah menarik kembali
pedangnya dan melanjutkan serangannya secara bertubi-tubi dengan jurus-jurus
pilihan dari Ngaheng- kiam sut yang dimainkan oleh The Kwat Lin ini hebat bukan
main karena diperkuat dengan latihan- latihannya di Pulau Es di bawah bimbingan
suaminya, Han Ti Ong yang sakti. Juga berkat latihan sinkangnya di pulau dingin
itu, tenaga yang menggerakkan pedang itu pun amat luar biasa sehingga Angbwe-
kiam menyambar-nyambar dengan hawa dingin yang menyusup tulang lawannya biarpun
tubuh belum sampai tercium pedang.
Tubuh Sin Liong lenyap dan yang tampak hanya bayangannya
saja berkelebatan di antara dua sinar pedang itu yang bergulung-gulung
mengurung dirinya. Pemuda itu terpaksa mengerahkan seluruh keringanan tubuhnya
untuk mengelak dan berloncatan ke sana-sini, kemudian mempercepat lagi
gerakannya ketika Kiam-mo Cai-li sudah menerjang juga dengan kemarahan meluap
karena kejatuhannya tadi dianggapnya amat memalukan. Tiga orang yang memiliki
ilmu kepandaian tinggi sekali, ketiganya memegang senjata-senjata pusaka ampuh,
mengeroyok Sin Liong dengan mati-matian! Bukan main hebatnya pertandingan
mati-matian itu! Sekali ini, baru sekali inilah, Sin Liong benar-benar diuji
semua hasil jerih payahnya mempelajari ilmu silat tinggi di Pulau Es.
Diuji hasil warisan hampir seluruh ilmu kepandaian Raja
Pulau Es Han Ti Ong yang telah dikuasainya secara matang. Dengan tangan kosong
saja dia menghadapi serbuan maut yang dilancarkan secara bertubi-tubi oleh tiga
orang lawan yang sakti itu. Sebelumnya, dengan tingkat kepandaian Sin Ling yang
sudah luar biasa tingginya, sukar lagi diukur sampai di mana tingkatnya, dengan
mudah dia dapat mengikuti semua gerakan tiga orang lawannya dan karena itu dia
dapat menghindarkan diri dari semua serangan.
Dengan ilmunya mengenal semua dasar gerakan ilmu silat
yang dipelajarinya dari kitab kuno Inti Sari Gerakan Silat, sekali pandang saja
dia dapat mengetahui perkembangan gerakan lawan dan bahkan dengan mudah dapat
menirunya. Akan tetapi ada dua hal yang penting yang membuat dia repot juga
menghadapi pengeroyokan tiga orang lihai itu. Pertama, harus diakui bahwa
biarpun tingkat ilmu silatnya lebih tinggi dan dia memiliki dasar lebih kuat
dan lebih bersih sehingga sinkangnya kuat sekali, namun dia kalah matang dalam
latihan. Usianya masih terlalu muda dan dia belum mengalami banyak
pertandingan, apalagi melawan orang-orang yang ahli, tidak seperti tiga orang
pengeroyoknya yang telah mempunyai pengalaman banyak sekali dalam pertandingan
silat. Kedua, dan ini merupakan kenyataan yang paling hebat, adalah bahwa Sin
Liong memiliki dasar watak yang halus budi dan penuh belas kasihan. Wataknya
ini membuat dia tidak tega menjatuhkan pukulan maut, apalagi membunuh lawannya.
Andaikata dia tidak memiliki dasar watak seperti ini, dengan kepandaiannya yang
hebat, tentu dia akan mampu membunuh mereka seorang demi seorang. Tadi pun,
kalau dia menghendaki, tentu Kiam-mo Cai-li sudah dapat dia robohkan untuk selamanya.
Kini, menghadapi tiga orang lawan yang mengeroyoknya dan yang berusaha
sunguh-sunggu untuk membunuhnya, Sin Liong menjadi repot juga.
Apalagi dia hanya mengelak, menangkis, dan kadangkadang
membalas serangan dengan gerakan yang diperlambat dan diperlunak karena takut
kalau-kalau salah tangan membunuh orang. Dengan demikian, dia lebih banyak
diserang daripada balas menyerang. Seratus jurus telah lewat dan pemuda yang
luar biasa ini belum juga dapat dikalahkan oleh para pengeroyoknya. Hal ini
membuat mereka bertiga menjadi penasaran, marah dan malu sekali. Biarpun di
tempat itu tidak ada orang lain kecuali para anak buah mereka yang kini mulai
bermunculan dan mengurung tempat itu, orang-orang kerdil dan juga para anak
buah Rawa Bangkai, namun tiga orang itu tentu saja merasa malu bahwa mereka
bertiga maju bersama dengan senjata lengkap sampai seratus jurus tidak mampu
membekuk atau menewaskan seorang pemuda yang bertangan kosong!
The Kwat Lin yang selama ini merasa bahwa dia tidak
menemukan tandingan, biarpun tahu betapa lihainya murid bekas sumoinya ini,
namun dia telah dibantu oleh dua orang pandai dan belum juga dapat menang, maka
dia merasa penasaran sekali. Kiam-mo Cai-li yang selama ini terkenal sebagai
datuk kaum sesat yang lihai, selama hidupnya baru sekali ini dia mengeroyok
seorang pemuda dengan dua orang teman yang kepandaiannya lebih tinggi dari dia
sendiri, maka dia pun penasaran.Terutama sekali Ouwyang Cin Cu. Sebelum ini
sukar membayangkan bahwa dia, yang memiliki ilmu-ilmu luar biasa, akan
mengeroyok seorang pemuda seperti itu. Hal ini benar-benar menyakitkan hati dan
menghancurkan kebanggaan hati mereka akan ilmu kepandaian mereka masing-masing
yang sudah terkenal di dunia kang-ouw.
"Pemuda setan, mampuslah!!"
Ouwyang Cin Cu berteriak keras, pedang birunya untuk ke
sekian lainya menyambar ganas ke arah leher Sin Liong, sedangkan tangan kirinya
mencengkeram ke arah perut. Pada saat itu, Sin Liong baru saja menyingkirkan
pedang di tangan The Kwat Lin yang menyambar kakinya dengan cara menendang
pergelangan tangan bekas ibu gurunya itu sehingga The Kwat Lin terpaksa menarik
kembali pedangnya dan meloncat ke samping.
Kiam-mo Cai-li yang sudah memuncak kemarahannya itu pun
memba rengi serangan Ouwyang Cin Cu dari belakang, kukunya mencengkeram ke arah
punggung Sin Liong sedangkan pedang payungnya berputar-putar mengancam tengkuk.
Dalam detik berbahaya itu Sin Liong maklum akan datangnya ancaman maut dari
depan dan belakang. Tiba-tiba dia berteriak, tubuhnya melesat ke atas dan tak
dapat dicegah lagi, pedang payung bertemu dengan pedang biru.
Pada saat itulah Sin Liong yang mencelat ke atas itu
bergerak cepat bukan main, tubuhnya sudah berjungkir balik, menukik turun dan
kedua tangannya menyambar seperti sepasang garuda.
Ouwyang Cin Cu dan Kiam-mo Cai-li mengeluh. Kakek itu
terhuyung dan memuntahkan darah segar, sedangkan Kiam-mo Cai-li
terguling-guling, kemudian meloncat berdiri dengan muka pucat. Baju di pundak
ke dua orang sakti ini robek terkena tamparan tangan Sin Liong!
"Orang muda, lihai ini....!!"
Tibatiba Ouwyang Cin Cu berseru aneh sekali, pedang
birunya diputar-putar merupakan sinar biru bergulunggulung di depannya. Sin
Liong mengira bahwa kakek itu akan menyerangnya atau akan menggunakan senjata
rahasia, maka dia memandang penuh perhatian. Terkejutlah dia ketika sekali
memandang, berarti sekali menuruti kata-kata kakek itu, dia merasa betapa
pandang matanya sukar dialihkan lagi dari gulungan sianr biru itu!
"Orang muda, engkau telah lelah, mengasolah....
duduklah kau.....!"
Kembali suara kakek itu mendengung dengan aneh dan
mendatangkan pengaruh yang ajaib. Sin Liong menggoyang-goyang kepalanya,
berusaha mengusir pengaruh yang memaksanya untuk duduk itu. Seketika dia merasa
tubuhnya lelah bukan main. Dia maklum bahwa kakek itu kembali menggunakan ilmu
hitamnya dan kesadaran ini mendatangkan kekuatan kepada dirinya. Dia
mengerahkan sinkangnya untuk menolak pengaruh itu sehingga tubuhnya
kadang-kadang diserang kelelahan, kemudian lenyap lagi, datang lagi seolah-olah
terjadi "pertandingan" yang tidak tampak. Akan tetapi, karena terlalu
mencurahkan perhatiannya kepada kakek yang menyerangnya dengan sihir, dan
menggunakan sinkangnya untuk melawan pengaruh aneh itu, perhatian Sin Liong
terhadap dua orang lawan lainya menjadi berkurang banyak.
Dua orang wanita itu tentu saja tidak mau menyia-nyiakan
kesempatan baik ini. Melihat betapa pemuda itu kelihatan bengong dan
menghentikan gerakannya, Kiam-mo Cai-li cepat menyerang, akan tetapi dia
didahului oleh The Kwat Lin yang sudah menusukkan Ang-bwe-kiam ke arah lambung
Sin Liong, disusul oleh tusukan pedang payung dan cengkeraman kuku tangan kiri
Kiam-mo Cai-li, kemudian disusul oleh hantaman tan gan kiri The Kwat Lin yang
mengandung imkang amat dahsyatnya. Ketika merasa adanya angin yang
menyambar-nyambar menyerangnya, Sin Liong berusaha mengelak. Dengan kedua
tangannya yang melakukan gerakan membalik, dia dapat memukul tangan Kiam-mo
Cai-li dan The Kwat Lin yang memegang pedang dan gerakannya ini hebat bukan
main sehingga kedua wanita itu memekik dan pedang mereka terlepas dari
pegangan! Akan tetapi, kuku jari tangan Kiam-mo Cai-li yang beracun itu
berhasil mencengkeram pundak dekat tengkuk Sin Liong dan pada saat yang hampir
sama, tangan kiri The Kwat Lin menghantam punggungnya dengan hebat.
Tubuh Sin Liong terguling, cengkeraman kuku tangan
Kiam-mo Cai-li belum tentu akan dapat merobohkan karena secara otomatis hawa
sinkang di tubuhnya melindungi tempat yang dicengkeram, akan tetapi hantaman
tangan kiri The Kwat Lin yang mengandung tenaga im-kang yang dingin itu terlalu
keras bagi Sin Liong yang pada saat itu sedang mencurahkan tenaga melawan sihir
Ouwyang Cin Cu. Dia masih terlindung oleh sinkangnya yang otomatis sehingga
tidak mengalami luka dalam yang terlalu parah, akan tetapi guncangan yang hebat
akibat pukulan itu membuat dia pingsan!
Melihat pemuda yang membuatnya malu dan penasaran itu
sudah roboh pingsan, dengan gemasnya ouwyang Cin Cu meloncat dekat, mengangkat
tangan kirinya menghantam ke arah ubun-ubun kepala Sin Liong untuk membunuhnya.
"Wuuuuuttt... plakk! Ehhhh? Kiam-mo Cai-li, mengapa
kau menangkis dan melindunginya?"
Ouwyang Cin Cu membentak kaget dan melotot memandang
kepada kekasih barunya ini. Kiam-mo Cai-li tersenyum penuh arti, matanya yang
indah itu dengan lirikan yang memikat.
"Sayang sekali kalau dibunuh begitu saja!"
Katanya sambil mengusap dagu Sin Liong yang masih
pingsan.
"Dia adalah sin-tong, kalau aku bisa mendapatkan
dia, manfaatnya melebihi seratus orang jejaka lain...."
Ouwyang Cin Cu mencela akan tetapi tidak berani turun
tangan lagi.
"Tidak, dia harus dibunuh! kalau dibiarkan hidup
berbahaya sekali, akan tetapi juga jangan sampai ada bekasnya, jangan sampai
ada yang tahu bahwa kita yang membunuhnya. Kita lempar dia di sumur ular, juga
gadis itu. Mereka berdua harus mati, akan tetapi tidak boleh meninggalkan
jejak!"
"Ah, ya.... gadis itu....!"
Ouwyang Cin Cu yang teringat kepada gadis berpunggung
putih mulus itu segera berlari ke dalam guha terowongan untuk mencari Swat
Hong. Tentu saja dia tidak akan membunuh gadis itu begitu saja sebelum
melakukan kecabulan yang sama seperti yang berada di dalam benak Kiam-mo Caili!
Akan tetapi tak lama kemudia dia kembali dengan muka berubah.
The Kwat Lin berseru dengan muka pucat.
"Kalau begitu..... lekas kita lemparkan dia ini ke
sumur ular kemudian cari gadis itu sampai dapat....!
The Kwat Lin sendiri menggotong tubuh Sin Liong yang
masih pingsan itu dan beramai mereka menuju ke sebuah sumur di dalam guha
terowongan. Sumur ini lebarnya hanya satu setengah meter, dalamnya sukar diukur
karena amat gelap dan dari atas orang dapat menangkap suara mendesis-desis
karena sumur itu penuh dengan ular-ular berbisa. Hawa yang memuakkan dapat
tercium dari atas, bau yang harum aneh bercampur amis. Tanpa ragu-ragu lagi The
Kwat Lin melemparkan tubuh yang pingsan itu ke dalam sumur. Mereka semua
menanti, ingin mendengar keluhan atau rintihan atau pekik ketakutan dari pemuda
yang diberikan kepada ular-ular berbisa itu. Namun tidak terdengar sesuatu dan
mereka menganggap bahwa tentu pemuda yang pingsan itu tidak sadar kembali dan
terus mati karena dikeroyok ular dalam keadaan pingsan.