Akan tetapi pada saat itu telah berloncatan masuk enam
orang Khitan yang langsung menyerbunya dengan senjata di tangan. Seorang di
antara mereka berseru.
˜Keparat, berani kau menyerang tuan puteri kami yang
mulia?!
Cui-beng-kui tercengang, akan tetapi juga timbul
kemarahannya. Golok dan pedang yang menerjangnya bagaikan hujan itu ia sambut
dengan kedua tangannya.
Terdengar bunyi trang-tring-trang-tring ketika
senjata-senjata tajam itu beterbangan, kemudian disusul teriakan mengerikan
ketika Cui-beng-kui berhasil mencengkeram tubuh dua orang Khitan. Terdengar
suara mengerikan dari daging robek dan dua orang ini roboh mandi darah, dada
dan perut mereka robek, isinya berantakan keluar semua! Biarpun senjata mereka
sudah terpental, empat orang Khitan yang lain menyaksikan dua orang kawannya
tewas, dengan nekat mereka menyerbu. Orang-orang Khitan terkenal gagah berani
dan setia kawan, hal yang membuat suku bangsa ini menjadi kuat. Enam orang yang
menyerbu Cui-beng-kui ini adalah enam orang di antara dua puluh empat orang
pengikut Pak-sin-tung yang terbagi menjadi empat kelompok dari enam orang.
Sekelompok sudah tewas semua ketika membela Pak-sin-tung, kini kelompok ke dua
membela Lin Lin. Akan tetapi mereka pun sama sekali bukan tandingan
Cui-beng-kui.
Berturut-turut terdengar suara mengerikan dan empat orang
Khitan yang mengeroyok iblis itu roboh pula dengan isi perut berantakan.
Mendadak dua belas orang Khitan yang lain datang
menyerbu, akan tetapi bukan untuk menyerang Cui-beng-kui. Mereka mengeluarkan
suara teriakan-teriakan aneh, berlari ke sana ke mari seperti orang melakukan
tarian yang membingungkan. Teriakan-teriakan mereka seperti orang-orang
menangis, melolong panjang dan tubuh mereka berloncat-loncatan mengitari
sekeliling tempat itu. Biar Cui-beng-kui sendiri dan para tamu, merasa
terheran-heran karena belum pernah mereka menyaksikan ˜upacara! macam ini.
Tiba-tiba dua belas orang Khitan yang tadinya
bersimpang-siur tanpa pernah saling bertabrakan itu, berubah menjadi barisan
memanjang dan lari keluar dari tempat itu sambil berteriak-teriak pula. Selelah
mereka pergi, barulah semua orang terheran-heran, karena kepergian mereka
ternyata tanpa disangka-sangka, telah membawa pergi pula mayat enam orang
Khitan tadi, termasuk Lin Lin!
Mula-mula tidak ada yang menyangka bahwa gadis itu pun
ikut pergi, karena dalam keadaan kacau-balau itu tidak terlihat Lin Lin ikut
pergi. Akan tetapi ketika Bu Sin dan Sian Eng mencari adik mereka ini, ternyata
Lin Lin tidak berada di situ dan barulah mereka menduga bahwa tentu Lin Lin
ikut pergi dengan rombongan orang Khitan itu sebagai tuan puteri mereka! Selagi
mereka kebingungan dan hendak nekat menerjang Cui-beng-kui pembunuh orang tua
mereka, tiba-tiba Suling Emas sudah berada di belakang mereka dan berkata
perlahan.
˜Bu Sin, Sian Eng, mundurlah. Dia bukan lawanmu.!
˜Twako, dia.. dia pembunuh ayah ibu..!! Bu Sin membantah.
Sian Eng terharu mendengar kakaknya menyebut Suling Emas
˜twako!.
Kini semua keraguannya lenyap. Jelas bahwa Suling Emas
adalah kakaknya, Kam Bu Song yang selama ini mereka cari-cari, dan Bu Sin sudah
mengetahuinya pula. Dengan terharu dan air mata berlinang ia memegang lengan
Suling Emas, berkata perlahan.
˜Kau.. kau Kakak Bu Song?!
Suling Emas tunduk memandang wajah cantik itu, lalu
merangkul pundaknya dan mengelus rambut kepalanya.
˜Sian Eng, adikku, apakah baru sekarang kau tahu? Kalian
berdua jangan melawannya, dia amat lihai, bukan lawan kalian.!
˜Song-koko, kau majulah, balaskan kematian ayah kita..!!
Sian Eng berkata.
Suling Emas tersenyum duka, lalu menggerakkan mukanya ke
arah depan.
˜Tenanglah dan lihat, dia bertemu tanding.!
Ketika mereka memandang, kiranya sambil tertawa-tawa
It-gan Kai-ong sudah maju lagi berhadapan dengan Cui-beng-kui. Di belakangnya
sekarang berdiri Toat-beng Koai-jin dan Tok-sim Lo-tong!
˜Hemmm, gembel busuk. Apakah kau hendak mengeroyok? Aku
tidak takut, biar dua orang liar ini maju membantumu!! kata Cui-beng-kui, nadanya
mengejek.
˜Ho-ho-heh-heh, aku tidak marah lagi padamu,
Cui-beng-kui! Cara kau membereskan lawan-lawanmu benar-benar menyenangkan,
cocok sekali kau menjadi seorang di antara Enam Iblis! Tak boleh kita saling
basmi. Enam iblis harus tetap utuh. Tentang penentuan siapa paling unggul,
nanti bulan lima malam ke lima belas kita main-main di puncak Thai-san,
Thian-te Liok-koai (Enam Iblis Dunia) akan bertemu dan saling menguji
kepandaian di sana.!
˜Hemmm, kau masih berani memaki Liu Lu Sian?!
˜Ho-ho-ho, aku tidak memakinya lagi. Musuhmu bukan aku,
melainkan keluarga she Kam. Kita Thian-te Liok-koai semua memusuhi Kerajaan
Sung yang sombong. Sayang hanya Nan-cao yang tidak mau tahu, terlalu tenggelam
dalam keangkuhan sendiri. Tanpa persatuan kerajaan-kerajaan kecil, mana dapat
melawan? Mereka yang keenakan tenggelam, tentu kelak akan tahu rasa kalau
Kerajaan Sung sudah menyerbu dan merampas kerajaan-kerajaannya. Cui-beng-kui
orang Nan-cao, Siang-mou Sin-ni orang Hou-han, Hek-giam-lo orang Khitan, aku
sendiri dari Wu-yueh, sedangkan Toat-beng Koai-jin dan Tok-sim Lo-tong dari
pulau kosong di Lam-hai. Kenapa kita saling bertentangan? Lebih baik Thian-te
Liok-koai bersatu untuk menumbangkan pemerintah Sung. Hal ini selain akan
mengangkat tinggi-tinggi nama Thian-te Liok-koai, juga akan membebaskan
kerajaan-kerajaan kecil daripada ancaman Sung Utara!!
Ucapan It-gan Kai-ong ini bergema di tengah-tengah
kesunyian para tamu yang mendengarnya. Kata-kata itu agaknya termakan betul di
hati mereka. Hanya utusan Kerajaan Sung yang menjadi pucat lalu merah mukanya,
tanda bahwa mereka terkejut dan marah. Selama ini, mereka menganggap It-gan
Kai-ong sebagai tokoh sakti yang tidak memusuhi Sung, karena semua tahu belaka
bahwa kakek ini adalah guru dari Suma Boan, seorang putera Pangeran Sung. Siapa
kira, di tempat ini, disaksikan oleh para utusan dari semua pelosok, kakek
pengemis ini mengeluarkan kata-kata seperti itu!
Tiba-tiba terdengar suara ketawa merdu disambung
berkelebatnya bayangan yang gesit sekali. Sukar diikuti pandang mata gerakan
ini dan tahu-tahu di situ telah berdiri seorang wanita berambut panjang, cantik
jelita, rambutnya riap-riapan. Siapa lagi kalau bukan Siang-mou Sin-ni! Dari
rambutnya yang panjang terurai ini tersebar bau harum semerbak.
˜Aku setuju dengan ucapan It-gan Kai-ong! Hi-hik, baru
kali ini selamanya aku cocok dengan pendapat kakek gembel busuk ini! Kerajaan
Hou-han selalu menyambut setiap uluran menghadapi Sung!!
Makin tegang keadaan di situ, terutama di antara para
utusan Sung. Mereka ini diam-diam memperhatikan wajah para tamu, dan tentu saja
mereka mengharapkan agar tidak banyak yang menyetujui ucapan permusuhan yang
dicetuskan oleh It-gan Kai-ong terhadap Sung itu.
˜Ho-ho-heh-heh, bagus sekali, dewi cantik Siang-mou
Sin-ni juga telah setuju! Nah, Cui-beng-kui, mau tunggu apa lagi kau? Di antara
Thian-te Liok-koai, sudah ada empat tokoh yang setuju. Aku yakin yang ke lima,
yaitu Hek-giam-lo, tentu akan setuju pula. Orang-orang Khitan selamanya tidak
menaruh hati suka terhadap Sung Utara!!
Hati Ouwyang Swan Panglima Sung yang menjadi utusan
kerajaannya, makin gelisah. Bukan gelisah karena nasib dia dan rombongannya,
melainkan sebagai seorang panglima dan patriot sejati, ia gelisah akan nasib
negaranya. Kalau cetusan permusuhan terhadap Sung ini berhasil, negaranya akan
dikeroyok dari segenap penjuru. Ia tahu bahwa kalau Enam Iblis itu membantu
fihak lawan, akan berbahaya sekali. Otomatis pandang matanya mencari-cari
Suling Emas. Ia tahu bahwa pendekar sakti ini amat baik hubungannya dengan para
casan Kerajaan Sung.
˜It-gan Kai-ong, jangan membuka mulut kotor di sini!!
tiba-tiba Suling Emas berkata dengan suara nyaring. ˜Nan-cao dengan Beng-kauw
mengadakan peringatan dan mengundang semua tamu tanpa memandang perbedaan,
tidak nanti para pimpinan Beng-kauw yang bijaksana mendengar ocehanmu yang
berbisa!! Kemudian pendekar ini menghadapi Cui-beng-kui dan dengan suara hormat
ia berkata,
˜Locianpwe, harap jangan mendengarkan obrolan mulut
berbisa It-gan Kai-ong. Semua itu adalah rencana gembel busuk itu dengan
muridnya, Suma Boan, yang mempunyai rencana memukul Kerajaan Sung dari dalam
dan merampas kekuasaan. Hanya orang-orang bodoh saja yang dapat diperalat oleh
It-gan Kai-ong dengan rencana busuknya. Locianpwe sebagai bekas panglima ketua
dapat memaklumi rencana busuk seperti itu.!
Hening sejenak mengikuti ucapan Suling Emas yang lantang
ini. Kemudian terdengar It-gan Kai-ong terkekeh.
˜Ho-ho-heh-beh, Cui-beng-kui tokoh besar Thian-te
Liok-koai, mana bisa dibujuk seorang bocah dengan lidah tak bertulang?
Cui-beng-kui, kau tentu tahu siapa dia? Dialah yang disebut Suling Emas, bocah
sombong yang mengandalkan kepandaian yang diwarisinya dari Kim-mo Tai-su
menurunkan beberapa ilmu. Tapi, kau tentu tidak menduga bahwa dia ini
sebetulnya bernama Kam Bu Song, keturunan satu-satunya dari bekas kekasihmu Liu
Lu Sian dan Kam Si Ek. Heh-heh, dia ini anak musuh besarmu, dialah buah
daripada percintaan antara kekasihmu dan jenderal itu.!
Mendadak Cui-beng-kui mengeluarkan suara melengking
tinggi dan serta-merta ia menubruk Suling Emas dengan serangan maut dari
kuku-kuku jari tangannya! Suling Emas sendiri kaget setengah mati mendengar
betapa It-gan Kai-ong membuka rahasianya. Ia tidak tahu bahwa kakek itu
mendengar rahasia ini dari Suma Boan yang bersama Sian Eng telah dapat
mengetahui rahasia Suling Emas. Kini hal itu dijadikan senjata oleh It-gan
Kai-ong untuk membakar hati Cui-beng-kui dan berhasillah usahanya karena
Cui-beng-kui yang merasa amat sakit hati terhadap mendiang Kam Si Ek yang
merampas kekasihnya, kini marah sekali mendengar bahwa Suling Emas adalah anak
jenderal itu bersama kekasihnya, Liu Lu Sian.
Namun Suling Emas bukanlah seorang lemah. Jauh daripada
itu, ia malah seorang sakti yang memiliki ilmu tinggi, menghadapi serangan
mendadak yang amat dahsyat itu ia berlaku tenang, cepat kakinya menendang bumi
dan tubuhnya melayang ke belakang menghindari terjangan hebat.
˜Locianpwe, sabarlah. Aku tidak ingin bermusuhan
denganmu. Pertama karena..! Terpaksa ia menghentikan kata-katanya karena pada
saat itu Cui-beng-kui sudah menubruk dengan tangan kanan memukul ke arah dada
sedangkan tangan kiri dengan jari-jari terbuka mencengkeram ke arah ubun-ubun
kepala! Hebatnya bukan kepalang serangan ini, apa lagi dibarengi bentakan yang
demikian nyaringnya sehingga banyak tamu yang kurang kuat roboh lemas!
Suling Emas terkejut. Ia sendiri merasa betapa jantungnya
tergetar oleh bentakan ini dan maklumlah ia bahwa mungkin selama puluhan tahun
bersembunyi di dalam peti mati telah mendatangkan semacam tenaga gaib yang amat
mujijat dalam bentakan mayat hidup itu. Ia maklum bahwa kalau ia mengadu tenaga
menangkis, tenaga sin-kangnya akan berkurang oleh suara bentakan yang
melengking tinggi mengerikan itu. Kembali ia meloncat ke samping menghindarkan
diri sambil mencabut sulingnya. Begitu ia menggerakkan sulingnya, terdengarlah
suara melengking ke dua yang jauh bedanya. Kalau suara melengking yang keluar
dari kerongkongan Cui-beng-kui terdengar kasar seakan-akan hendak mencopot
jantung memecahkan anak telinga, adalah lengking yang keluar dari suling Suling
Emas terdengar lemah gemulai, halus lembut dan merdu, namun juga mengandung
tenaga mujijat yang seakan-akan mencopoti semua urat syaraf dalam tubuh.
Kembali banyak tamu terguling roboh, merintih-rintih, merasa seluruh tubuh
seperti ditusuk-tusuk jarum.
˜.. karena kau adalah tokoh Nan-cao,! suara Suling Emas
terdengar jelas mengatasi dua suara melengking. ˜Ke dua, karena kesetiaanmu
terhadap ibuku sehingga kau rela hidup menderita..!
Kembali ia menghentikan kata-katanya karena serangan
Cui-beng-kui makin dahsyat. Gerakan kedua lengan tangan Ciu-beng-kui merupakan
lingkaran-lingkaran yang mematikan semua jalan keluar, tak mungkin kali ini
Suling Emas mengelak lagi. Terpaksa pendekar sakti ini mengerahkan tenaga,
menangkis dengan sulingnya sedangkan tangan kirinya dengan jari terbuka
didorongkan ke depan menyambut pukulan tangan kanan lawan.
Lengking suara Cui-beng-kui berubah menjadi pekik
kemarahan dan kesakitan ketika tangan kirinya terpukul suling dari samping.
Agaknya ia merasa sakit, maka dengan kemarahan besar ia memusatkan tenaganya
pada tangan kanan yang disambut tangan kiri Suling Emas.
˜Desssss..!! Telapak tangan Suling Emas bertemu dengan
tangan Cui-beng-kui. Pertemuan dua tenaga raksasa yang tidak kelihatan ini
akibatnya luar biasa. Sejenak keduanya seakan-akan tertahan dan tangan mereka
saling tempel melekat, akan tetapi beberapa detik kemudian, keduanya terhuyung
ke belakang. Suling Emas tak dapat menahan dirinya, terjungkal dengan muka
pucat, sedangkan Cui-beng-kui terhuyung-huyung dan berdiri dengan napas
terengah-engah, tubuhnya menggigil.
Bu Sin dan Sian Eng cepat menghampiri kakak mereka itu, membantunya
bangun. Suling Emas meramkan mata sebentar, kemudian tersenyum, membuka mata
dan menggoyang-goyangkan kepalanya.
˜Mundurlah kalian.. aku tidak apa-apa..! katanya, siap
untuk menghadapi Cui-beng-kui yang ganas. Dengan wajah penuh kekhawatiran, Bu
Sin dan Sian Eng mundur. Suling Emas sudah berdiri dan kini dia merasa
penasaran. Mayat hidup itu tidak tahu diri, pikirnya. Tidak tahu bahwa ia
sebagai orang muda sudah mengalah banyak. Ia berlaku sungkan karena mengingat
akan ibunya, ingat bahwa orang ini adalah seorang yang sengsara hidupnya karena
cinta kasihnya terhadap ibunya. Inilah sebabnya mengapa ia masih berlaku sabar
sungguhpun ia tahu bahwa orang ini adalah pembunuh ayahnya. Ia sudah banyak
mengalah. Siapa kira, Cui-beng-kui malah menggunakan kesempatan selagi ia
mengalah itu untuk mencelakainya, dengan melontarkan pukulan tadi. Ia dapat
menduga, itulah pukulan maut yang kata orang disebut Cui-beng-ciang (Pukulan
Pengejar Roh), yang selalu menjadi buah percakapan para tokoh tingkat tinggi dengan
hati kagum karena selama ini, belum pernah ada yang sanggup mengatasi pukulan
maut itu! Dengan pukulan ini pula Cui-beng-kui mengangkat namanya menjadi
seorang di antara Enam Iblis. Dan sekarang iblis itu telah menggunakan pukulan
ini terhadapnya!
˜Iblis tua, kau tidak tahu dihormat orang muda!! katanya
perlahan dan timbul niat untuk memberi hajaran kepada Cui-beng-kui. Akan tetapi
tiba-tiba ia berhenti dan memandang tajam. Tidak hanya Suling Emas yang
tertegun heran, juga para tokoh besar yang hadir di situ tertegun karena
telinga mereka yang terlatih mendengar suara yang terlampau tinggi untuk dapat
ditangkap telinga biasa. Suara ini makin lama makin kuat dan sudah tampak
banyak orang di kalangan tamu yang roboh pingsan! Tidak hanya yang berkepandaian
rendah, bahkan yang cukup pandai pun tidak kuat menahan getaran yang tiba-tiba
menguasai seluruh tubuh mereka itu. Sebentar saja, puluhan orang tamu
menggeletak pingsan.
Hal ini mengejutkan semua orang sakti yang berada di
situ. Ketua Beng-kauw sendiri tampak duduk tak bergerak mengerutkan keningnya,
kelihatan mengerahkan tenaga batin unituk menolak pengaruh seperti pembawaan
iblis ini. Namun diam-diam ia bertukar pandang dengan sutenya, Kauw Bian
Cinjin, karena timbul dugaan di dalam hatinya. Kiranya Kauw Bian Cinjin juga
merasai hal yang sama dan mempunyai dugaan sama pula, ternyata dari pandang
matanya. Mereka itu sebagai tokoh-tokoh tertinggi Beng-kauw, hanya pernah mendengar
mendiang Pat-jiu Sin-ong, suheng mereka, mendongeng tentang guru besar
Beng-kauw yang memiliki kesaktian sebagai dewa-dewa di langit! Di antara
kesaktian-kesaktian itu, kata Pat-jiu Sin-ong, yang pernah dilihat oleh ketua
Beng-kauw pertama itu adalah ilmu yang disebut Coan-im-i-hun-to, yaitu ilmu
mengirim suara gaib merampas semangat. Ilmu ini merupakan cabang daripada ilmu
Sin-gan-i-hun-to, semacam ilmu merampas semangat melalui pandang mata
(Hypnotism?), hanya bedanya, yang pertama menggunakan khi-kang yang disalurkan
melalui getaran suara dalam untuk mempengaruhi orang lain, sedangkan yang ke
dua lebih menggantungkan kepada kekuatan yang disalurkan melalui pandang mata.
Menurut dongeng yang diceritakan mendiang Pat-jiu Sin-ong Liu Gan, guru besar Beng-kauw
dapat mempergunakan Coan-im-i-hun-to sedemikian hebatnya sehingga dengan suara
itu dapat meruntuhkan burung-burung yang sedang terbang dan dapat menundukkan
dan memanggil datang semua binatang buas di dalam hutan.
Kini mereka mendengar suara bernada begitu tinggi dengan
getaran aneh yang amat kuat, tentu saja timbul dugaan apakah ini gerangan yang
disebut Coan-im-i-hun-to. Kalau benar demikian, siapakah orangnya yang sanggup
menggunakannya? Mendiang Pat-jiu Sin-ong sendiri menurut pengakuannya hanya
dapat menggunakan sepersepuluh bagian saja, suara yang dikeluarkannya masih
didengar telinga biasa dan daya serangannya pun tidak begitu kuat. Akan tetapi
yang sekarang menggunakan ilmu itu, sekaligus dapat membikin puluhan orang tamu
yang semua ahli silat belaka, roboh pingsan!
Kalau dua orang tokoh Beng-kauw itu menduga-duga, maka
tokoh-tokoh lain, termasuk orang-orang sakti seperti It-gan Kai-ong, Toat-beng
Koai-jin, Tok-sim Lo-tong, Siang-mou Sin-ni, Suling Emas dan lain-lain, menjadi
terkejut dan terheran-heran. Akan tetapi tentu saja dengan sin-kang yang amat
kuat, mereka tidak terpengaruh terlalu hebat oleh getaran suara itu.
Tiba-tiba terdengar suara merdu halus, mengambang di atas
getaran tadi.
˜Ma-susiok, berani kau mengganggu anakku?!
Suling Emas sedang sibuk mengurut dan menotok jalan darah
di belakang pundak dan tengkuk Sian Eng yang juga roboh pingsan oleh suara
tadi, sedangkan Bu Sin di dekat Sian Eng duduk bersila meramkan mata
mengerahkan tenaga dalam seperti yang ia pelajari dari kakek sakti sehingga ia
terbebas daripada pengaruh Coan-im-i-hun-to. Ketika mendengar suara ini, Suling
Emas menjadi pucat mukanya, cepat ia melompat berdiri dan memandang dengan mata
terbelalak dan.. kedua kaki pendekar ini menggigil!
Kini semua mata tertuju ke arah pintu dalam ruangan
sembahyang karena dari dalam pintu itu keluarlah seorang wanita, langkahnya
perlahan dan ringan seakan-akan tidak menginjak lantai. Munculnya wanita ini
mengakhiri suara dan getaran tadi. Langkahnya ringan, sikapnya agung dan pribadinya
mendatangkan kesan yang bermacam-macam. Ia sudah tua, sedikitnya lima puluh
tahun usianya, namun masih cantik jelita mengagumkan. Bentuk mukanya yang manis
berkulit putih, memerah dadu di kedua pipinya, hidungnya kecil mancung,
mulutnya kecil dengan bibir merah dan indah bentuknya, seperti gendewa
terpentang. Sepasang matanya menyaingi mata burung hong yang sedang berahi,
dihias bulu mata panjang hitam melentik, dilindungi sepasang alis kecil panjang
menjungat ke atas di bagian ujungnya, dagunya meruncing dan sedikit pun tidak
tampak tanda-tanda keriput. Hanya ada rambutnya terdapat tanda usia tua.
Rambutnya tebal dan panjang terurai sampai ke lutut, menutupi seluruh tubuh
bagian belakang, akan tetapi rambut itu sudah tampak berwarna dua karena banyaknya
rambut putih terselip di sana-sini.
Hanya tiga orang saja di seluruh ruangan itu yang
mengetahui dengan pasti siapa wanita ini. Pertama adalah Beng-kauwcu Liu Mo,
karena kakek ini memang tahu bahwa keponakannya yang selama puluhan tahun
lenyap dari dunia ramai, beberapa tahun yang lalu ini telah kembali dan
bersembunyi di lorong-lorong rahasia yang merupakan terowongan di bawah tanah.
Juga Liu Hwee, puteri ketua Beng-kauw, tahu akan hal ini dan seperti pernah
diceritakan di bagian depan ketika melarikan diri bersama Bu Sin, Liu Hwee
mengajak Bu Sin melalui bagian di mana bersembunyi wanita itu. Orang ke tiga
yang tahu akan wanita ini adalah Cui-beng-kui, karena wanita ini adalah
kekasihnya dan merupakan satu-satunya orang yang paling ia cinta, ia segani dan
ia takuti di seluruh dunia ini.
Masih ada seorang lagi yang hanya menduga-duga, dengan
ragu-ragu dan dengan jantung berdebar keras serta kedua kaki menggigil, yaitu
Suling Emas sendiri. Inikah ibu kandungnya? Ia memeras ingatannya. Ketika ia
berusia kurang lebih sembilan tahun, ibunya pergi meninggalkan ia dan ayahnya.
Pergi tanpa pamit dan tidak ada yang tahu ke mana perginya, malah semenjak itu
sampai saat ini belum pernah ia bertemu muka. Ia ingat bahwa dahulu ibunya
seorang wanita cantik jelita. Ketika pada saat itu tercium olehnya bau harum
semerbak yang juga tercium oleh semua orang pada saat wanita itu muncul,
teringatiah Suling Emas. Tak salah lagi, inilah ibu kandungnya. Bau wangi
seperti ini pula yang tak pernah ia lupakan, bau ibunya dulu (baca cerita
SULING EMAS).
Akan tetapi ia menahan perasaannya sehingga lidahnya yang
sudah bergerak, bibirnya yang sudah gemetar hendak meneriakkan panggilan itu ia
tahan. Matanya memandang sayu, penuh keharuan, penuh kedukaan, dan penuh
kehausan kasih sayang ibu.
Wanita itu memang bukan lain adalah Tok-siauw-kui Lu Lu
Sian, yang pada tiga puluhan tahun yang lalu menggemparkan dunia kang-ouw
dengan sepak terjangnya yang ganas, dengan ilmu silatnya yang tinggi, dan
dengan kecantikannya yang luar biasa. Selama berpisah atau bercerai dari Kam Si
Ek, dunia kang-ouw tidak mendengar lagi namanya, namun bagi mereka yang
berurusan dengannya, tentu saja tidak akan dapat melupakan wanita hebat ini.
Kini semua orang memandangnya, yang sudah mengenalnya
terkejut, yang belum mengenalnya menduga-duga siapa gerangan wanita yang dapat
menggunakan ilmunya sedemikian hebat sehingga dengan suaranya saja dapat
membikin pingsan puluhan orang. Liu Lu Sian melangkah maju terus, langkahnya
lambat akan tetapi ada sesuatu yang amat mengerikan tersembunyi di balik
kecantikannya, di balik langkah yang lemah gemulai, di balik sikap yang agung.
Sepasang matanya menyapu para tamu dengan tak acuh, dan kedua kakinya terus
melangkah menghampiri Cui-beng-kui.
Iblis yang biasanya menyeramkan hati setiap orang itu
kini berdiri dengan kedua kaki menggigil, sinar matanya mengandung takut yang
amat hebat, punggungnya membungkuk-bungkuk dan dari bibir mayatnya itu keluar
ucapan lemah tersendat-sendat,
˜Tidak.. tidak.. Lu Sian.. jangan kau benci padaku.. ah,
ampunkanlah aku.. jangan benci..!
˜Berani kau menggunakan Cui-beng-ciang mencoba
membunuhnya?! kembali Liu Lu Sian berkata lirih, terus melangkah mendekati.
˜Ti.. tidak.. Lu Sian.. aku benci karena dia.. dia putera
Si Ek. Jangan.. jangan pandang aku seperti itu.. Lu Sian.. kauampunkan aku..
kaubunuh aku.. tapi jangan benci..!!
Semua orang melongo. Benar-benar sebuah adegan yang aneh,
lucu, juga mengharukan. Kiranya iblis itu bukan takut akan keselamatannya,
melainkan takut kalau-kalau wanita yang dicintanya itu membencinya! Dari adegan
itu sudah dapat dibayangkan betapa besar dan mendalam cinta kasih iblis itu
terhadap Liu Lu Sian! Cui-beng-kui mundur-mundur, terus diikuti Liu Lu Sian dan
akhirnya mereka berdiri berhadapan, saling menentang pandang. Wanita itu
tersenyum dan semua orang tersirap darahnya. Senyum itu masih manis luar biasa
karena semua giginya masih utuh, akan tetapi entah bagaimana, di balik senyum
ini terbayang sesuatu yang tidak semestinya, yang membikin orang bergidik, yang
meremangkan bulu roma, seperti senyum seorang siluman!
˜Tidak, Ma Thai Kun, betapa aku dapat membencimu? Dahulu
aku memang benci padamu karena kau mendesak-desakku dengan cinta kasihmu yang
membikin aku gemas dan benci karena rupamu buruk. Aku lebih baik memilih Kam Si
Ek yang tampan dan gagah, dan memilih pria-pria lain yang tampan. Akan tetapi
cinta kasih mereka itu semua palsu belaka, hanya cinta kasihmu yang murni, Ma Thai
Kun. Kalau dahulu aku memilihmu, tidak akan terjadi seperti sekarang ini,
hidupku penuh pahit getir dan kekecewaan. Ma Thai Kun, biarlah orang-orang
tiada guna ini semua menyaksikan bahwa sekarang aku menerima cintamu, aku
menerima cinta kasihmu yang suci murni!!
Semua orang melongo. Benar-benar adegan yang luar biasa
di mana seorang wanita tua menyatakan cinta kasih kepada kakek yang seperti
iblis. Adegan roman yang tidak romantis, bahkan lucu dan menyeramkan. Ingin
mereka itu tertawa, namun tidak ada yang berani membuka mulut. Mereka tetap
melongo dan mulut mereka terbuka makin lebar ketika melihat betapa Cui-beng-kui
menangis!
Iblis itu menangis, melangkah maju dan merangkul Liu Lu
Sian, di antara tangisnya terdengar ia berkata,
˜Terima kasih.. terima kasih Lu Sian, aku cinta padamu..!
Wanita cantik jelita itu kemudian menyambut muka mayat
hidup itu dengan sebuah ciuman mesra, terdengar kata-katanya,
˜Aku menciummu sebagai tanda penerimaan cinta kasihmu,
akan tetapi aku harus membunuhmu karena kau telah mengganggu anakku..! Ucapan
ini disusul ciuman, akan tetapi ciuman ini merupakan ciuman maut bagi
Cui-beng-kui karena tiba-tiba tubuhnya berkelojotan kaku dan ketika wanita itu
melepaskan rangkulannya, ia roboh terguling miring dengan mata melotot. Darah
keluar dari semua lubang di tubuhnya, yang tampak mengerikan keluar dari lubang
hidung, mulut, dan kedua telinganya. Di punggungnya, di mana tadi kedua tangan
Liu Lu Sian memeluknya, tampak tanda tapak tangan dengan sepuluh jari, jelas
sekali bekas jari-jari itu terbenam di punggung, meninggalkan cap tangan
seperti baru saja punggung itu dicap dengan gambar tangan besi dibakar merah!
˜Wah, Thian-te Liok-koai kurang seorang!! Terdengar
It-gan Kai-ong mengeluh dan membanting ujung tongkatnya di atas tanah.
˜Tok-siauw-kui, kau boleh menggantikan kedudukannya.
Heh-heh, dengan tingkat kepandaianmu, kau cukup berharga menjadi Iblis Dunia
dan kehadiranmu menggantikan Cui-beng-kui membuat Thian-te Liok-koai lengkap
kembali. Ho-ho-he!!
Memang seorang tokoh sakti seperti It-gan Kai-ong ini
memiliki watak yang aneh juga cerdik. Ia maklum bahwa baru saja Tok-siauw-kui
Liu Lu Sian memamerkan kepandaiannya sehingga semua orang menjadi kagum. Hal
ini akan merendahkan nama besar Thian-te Liok-koai, apalagi setelah seorang di
antara Liok-koai terbunuh oleh wanita itu. Oleh karena inilah maka ia sengaja
mengeluarkan ucapan itu sehingga timbul kesan bahwa bagi It-gan Kai-ong dan
anggauta Liok-koai lainnya, kepandaian Tok-siau-kui itu hanya setingkat dengan
kepandaian mereka!
˜Tikus busuk, jangan menjual lagak di sini. Pergi!! Liu
Lu Sian berkata sambil menggerakkan kaki melayang ke depan dan tangan kanannya
bergerak mendorong. Gerakannya kelihatan lambat saja, akan tetapi entah
bagaimana, tak dapat diikuti oleh pandangan mereka, tahu-tahu ia telah berada
di sebelah atas pundak kanan It-gan Kai-ong dan kedua tangannya dengan jari
tangan terbuka menghantam kepala dan punggung!
Hebat bukan main serangan ini. It-gan Kai-ong merasa
seakan-akan diserang gelombang ombak dari belakang dan depan. Namun sebagai
seorang tokoh besar dunia persilatan, tentu saja ia tidak mau menyerah
mentah-mentah. Tongkatnya sudah berkelebat ke atas menangkis kedua tangan
lawan. Ia berhasil menangkis tangan yang menghantam kepala, akan tetapi tangan
yang menampar pundak, biarpun dapat ia elakkan sehingga tidak tepat mengenai
tempat berbahaya, namun masih saja menyerempetnya.
Keduanya melompat mundur. Dalam segebrakan saja sudah
tampak kesudahannya yang mengerikan. Untung keduanya memiliki ilmu tinggi,
kalau tidak tentu keduanya sudah roboh dan tewas. Lengan kiri Liu Lu Sian
tampak berjalur merah akibat tangkisan tongkat, akan tetapi kakek pengemis itu
lebih hebat penderitaannya. Baju pada pundaknya bolong besar seperti terbakar
dan kulit pundaknya melepuh! Untung sin-kangnya amat kuat sehingga ia berhasil
menolak hawa pukulan maut tadi sehingga hanya terluka pada kulitnya saja. Kalau
kurang kuat, tentu di pundaknya sudah terdapat ˜cap! lima jari merah terbakar
dan nyawanya melayang!
Toat-beng Koai-jin dan Tok-sim Lo-tong sudah melangkah
maju, sikap mereka jelas hendak membantu It-gan Kai-ong. Akan tetapi kakek
pengemis itu menggunakan kedua lengannya mencegah mereka, lalu menghadapi Liu
Lu Sian sambil berkata.
˜Bagus, kau memang patut menjadi seorang di antara
Thian-te Liok-koai. Akan tetapi adu kepandaian di antara Liok-koai, bukan di
sini tempatnya. Untuk menentukan siapa lebih unggul, kau diharapkan ikut datang
pada bulan lima malam ke lima belas di puncak Thai-san. Yang tidak datang
dianggap kalah dan diberi tingkat paling rendah. Ho-ho-heh-heh!!
˜Kai-ong, apakah tidak diberi hajaran sedikit dia agar
jangan sombong terhadap kita?!
Tok-sim Lo-tong berkata sambil ˜sentrap-sentrup! menyedot
isi hidungnya yang mau keluar saja.
˜Jangan, Lo-tong. Dia masih terhitung orang dalam dari
Beng-kauw, tidak enak kita sebagai tamu membikin ribut. Nah, Beng-kauwcu,
selamat tinggal! Tok-siauw-kwi, kalau nanti go-gwe-cap-go (bulan lima tanggal
lima belas) kau tidak datang, berarti kau menjadi Liok-koai yang paling bawah
tingkatnya!!
Setelah berkata demikian, It-gan Kai-ong menggapai
muridnya, Suma Boan, diajak pergi dari tempat itu, diikuti oleh Toat-beng
Koai-jin dan Tok-sim Lo-tong. Berturut-turut para wakil dari Kerajaan Wu-yueh
juga berpamitan, karena setelah kakek pengemis yang mereka andalkan itu pergi,
otomatis mereka merasa kedudukan mereka amat lemah dan tidak ada perlunya
berada di situ lebih lama lagi.
Bu Sin merasa heran dan kaget, juga gemas ketika melihat
Suma Boan mendekati tempat mereka dan berkata kepada Sian Eng,
˜Eng-moi-moi, kau tunggulah, aku pasti akan pergi
mengunjungi Kui Lan Nikouw di Cin-ling-san.!
Betapa herannya hati Bu Sin melihat adiknya itu
mengangguk dengan muka merah. Setelah Suma Boan pergi, Bu Sin memegang tangan
adiknya dan bertanya lirih, setengah berbisik, akan tetapi suaranya mengandung
tuntutan keterangan,
˜Eng-moi, apa artinya ini? Apa hubunganmu dengan keparat
itu dan mau apa ia mengunjungi Sukouw?!
Merah sekali muka Sian Eng. Lama ia tidak mampu menjawab,
hanya menundukkan muka. Akhirnya ia berkata juga,
˜Dia.. dia hendak melamarku..!
Bu Sin meloncat kaget seperti disengat lebah.
˜Apa..?! Wajahnya jelas membayangkan tidak percaya.
˜Mengapa kau kaget, Koko? Bukankah itu hal yang biasa
saja?!
˜Kau bilang biasa? Ah, Moi-moi, mana akalmu yang sehat?
Apakah.. agaknya kau telah menyetujuinya..?!
˜Sudahlah, Koko. Ini bukan urusan kita, terserah
keputusan Sukouw saja..!
˜Tidak! Kau tidak boleh berjodoh dengan keparat itu! Dia
jahat, dia.. dia.. ah, Eng-moi, bagaimana kau..!
˜Sssttttt, Koko. Kita menjadi perhatian orang. Lihat itu,
ada keributan lagi..! Sian Eng mencegah, merasa bahwa bukan pada tempatnya
kalau ia membicarakan soal hubungannya dengan Suma Boan di tempat itu.
Bu Sin menengok dan benar saja. Semua tamu yang tadinya
agak kacau oleh keberangkatan beberapa rombongan, kini tenang kembali dan
memandang ke arah rombongan tuan rumah karena di situ terjadi hal yang menarik
sekali.
˜Kita akan bicara tentang ini nanti..! katanya perlahan
dan Bu Sin dengan muka keruh terpaksa mengalihkan perhatiannya.
Apakah yang terjadi? Kiranya Liu Lu Sian tadi menoleh ke
arah Siang-mou Sin-ni dan berkata ketus.
˜Kau masih di sini dan tidak lekas angkat kaki?!
Siang-mou Sin-ni melesat dari tempat duduknya dan kini ia
berhadapan dengan Liu Lu Sian. Amat menarik melihat dua orang wanita ini
berdiri saling berhadapan. Keduanya sama cantiknya, biarpun Siang-mou Sin-ni
tentu saja lebih muda daripada Liu Lu Sian. Keduanya memiliki rambut yang sama
panjangnya dan keduanya mengurai rambut di belakang tubuh. Heranlah semua orang
ketika dengan sikap amat menghormat, Siang-mou Sin-ni menjura di depan Liu Lu
Sian dan berkata.
˜Beruntung sekali dapat berjumpa dengan Suthai di sini
setelah bertahun-tahun saling berpisah. Semoga Suthai dalam keadaan baik saja.!
Tentu saja semua orang terheran. Sebutan suthai (ibu
guru) biasanya hanya ditujukan kepada seorang pendeta wanita atau kepada
seorang guru. Bagaimanakah iblis wanita Siang-mou Sin-ni menyebut suthai kepada
Liu Lu Sian? (baca cerita SULiNG EMAS).
˜Kim Bwee, sejak kapan aku menjadi gurumu? Apakah karena
satu dua ilmu yang kuberikan kepadamu itu kau lalu boleh menganggap aku sebagai
guru? Tidak! Jangan kira kau akan dapat membujukku, mengangkat menjadi gurumu
lalu kau ingin aku membantu cita-citamu menguasai Hou-han? Huh, perempuan tak
tahu malu. Pergi kau!!
Muka Siang-mou Sin-ni menjadi merah sekali, dan rambutnya
yang halus itu tiba-tiba menjadi kaku. Tiba-tiba sikapnya yang menghormat itu
lenyap, terganti sikap menantang. Ia mengangkat kedua tangan ke pinggangnya,
dengan tangan kanan menolak pinggang dan tangan kiri menudingkan telunjuk, ia
berkata.
˜Karena menerima ilmu darimu, aku selamanya mengurai
rambut dan berterima kasih, menghormatmu sebagai guru. Akan tetapi kau
memandang rendah kepadaku. Hemmm, benar-benar kau orang tua yang tidak ingin
dihormat!!
Liu Lu Sian tersenyum, lalu melangkah maju sampai dekat
sekali dengan Siang-mou Sin-ni.
˜Bocah! Sekali menggerakkan tangan, aku mampu melempar
nyawamu ke neraka! Akan tetapi mengingat beberapa orang di Hou-han, aku masih
mengampunimu. Nah, kau mau apa? Mau menyerangku dengan rambutmu? Boleh,
lakukanlah!!
Tantangan yang menghina sekali.
˜Wanita tak kenal budi! Di Hou-han kami memperlakukan kau
sebagai orang mulia, menyuguhkan pria-pria yang paling tampan, jejaka-jejaka
paling gagah untukmu. Tapi kau membalas dengan penghinaan! Jangan kira
Siang-mou Sin-ni masih seperti sepuluh tahun yang lalu. Terimalah ini!!
Tiba-tiba Siang-mou Sin-ni menggerakkan kepalanya dan
rambutnya yang gemuk hitam dan panjang itu menyambar, merupakan puluhan pecut
yang luar biasa kuat dan lihainya. Setiap pecut yang terbuat dari puluhan
sampai ratusan helai rambut itu mengarah jalan darah mematikan di tubuh Liu Lu
Sian!
Perlu diketahui bahwa meskipun Siang-mou Sin-ni memang
sejak kecil melatih diri dengan ilmu silat tinggi, namun ilmu menggunakan
rambut ini ia dapat dari Liu Lu Sian. Tentu saja ilmu ini biarpun amat
berbahaya bagi orang lain, namun bagi Liu Lu Sian bukan apa-apa lagi. Wanita
ini tiba-tiba merendahkan tubuhnya, dari mulutnya keluar lengking tinggi
mengerikan, kedua tangannya bergerak-gerak ke depan dan.. pecut-pecut rambut
itu berkibar-kibar membalik dan menghantam Siang-mou Sin-ni sendiri!
˜Ayaaaaa!! Siang-mou Sin-ni kaget dan cepat ia melompat
ke atas dan berjungkir balik beberapa kali untuk melenyapkan daya serangan
membalik tadi. Ketika ia turun di atas tanah, ternyata sebagian rambutnya yang
panjang telah bodol dan berhamburan di atas tanah. Wajahnya berubah pucat,
giginya berkerut, matanya mendelik.
˜Liu Lu Sian! Kau besar hati karena berada di tempat
sendiri. Andaikata aku dapat mengalahkanmu, tentu aku akan menghadapi
perlawanan anakmu si Suling Emas dan orang-orang Beng-kauw. Aku tunggu nanti
Go-gwe Cap-go di puncak Thai-san!! Setelah berkata demikian, Siang-mou Sin-ni
berkelebat cepat menghilang dari situ. Tentu saja para utusan Hou-han menjadi
sibuk, cepat meninggalkan tempat itu pula tanpa sempat berpamit lagi.
˜Bu Song! Ke sini kau..!! Liu Lu Sian kini menoleh kepada
Suling Emas dan memanggil dengan suara halus lembut.
Suling Emas berdiri terkesima. Sejak tadi pelbagai
perasaan mengaduk hatinya dan teringatlah ia akan masa dahulu di waktu ia masih
kecil. Sering kali ayah ibunya saling cekcok. Ketika ibunya pergi, diam-diam ia
merasa sedih sekali, karena betapapun juga, ia lebih cinta ibunya daripada ayahnya.
Oleh karena itulah, ketika ayahnya menikah lagi, timbul rasa bencinya kepada
ayahnya dan rasa sayangnya terhadap ibunya makin menghebat. Di dalam hatinya
timbul perasaan bahwa antara ibu dan ayahnya, ayahnyalah yang salah (baca
cerita SULING EMAS). Oleh karena itu ia minggat meninggalkan ayahnya yang telah
menikah lagi.
Pada waktu ibunya pergi meninggalkan ayahnya, ia masih
terlalu kecil untuk dapat mengerti sebab-sebabnya. Sekarang, setelah iblis
wanita yang mengerikan dan mengaku ibunya itu muncul, ia menjadi kecewa dan
duka bukan main. Beginikah wanita yang menjadi ibu kandungnya? Kejam, aneh,
mengerikan, dan tidak malu? Apalagi kalau ia teringat akan ucapan Siang-mou
Sin-ni tadi di depan ibunya. Ibunya di Hou-han diperlakukan sebagai orang
mulia, disuguhi pria-pria paling tampan, jejaka-jejaka paling gagah? Memuakkan!
Dan ucapan itu oleh Siang-mou Sin-ni diucapkan dengan lantang di depan demikian
banyak orang tokoh kang-ouw! Dan ibunya tidak membantahnya!
˜Bu Song, anakku, ke sinilah. Aku Ibumu, aku rindu
kepadamu!!
Ucapan ini mengagetkan hatinya, menyeret ia turun
daripada lamunannya. Hatinya seperti diawut-awut, kecewa, sedih, terharu.
Bagaikan seorang terkena pesona, kedua kakinya melangkah maju di luar kehendak
hatinya, maju menghampiri wanita tua cantik jelita yang bertahun-tahun ini
menjadi lamunannya, menjadi bayangan yang dirindukannya.
Liu Lu Sian memeluk pundaknya yang lebar.
˜Bu Song anakku.. ah, kau sudah begini gagah perkasa!
Hi-hi, kau pria paling gagah di seluruh Nan-cao, di seluruh dunia. Kaulah yang
patut memimpin Beng-kauw. Dengan kau sebagai kaisar di Nan-cao, dan aku yang
akan memimpin Beng-kauw. Dengan kau sebagai kaisar dan aku sebagai Beng-kauwcu,
Nan-cao akan menjadi negara terkuat di dunia.!
˜Ahhhhh..!! Suling Emas terkejut sekali dan tanpa
disengaja ia merenggutkan dirinya terlepas dari pelukan ibunya, memandang
terbelalak.
Liu Lu Sian menyambar lengan Suling Emas, ditariknya
mendekat lalu ia menciumi pipi pemuda itu dengan hidung dan mulutnya sampai
mengeluarkan suara berkecupan. Suling Emas menjadi bingung dan sedih, karena
perbuatan ibunya itu disaksikan oleh sekian banyak orang dan tampak tidak patut
sekali, akan tetapi keharuan hatinya yang amat besar membuat ia tak mampu
bergerak dan di hati kecilnya ada perasaan bahagia melihat kasih sayang ibunya
yang demikian besar terhadap dirinya.
˜Hi-hik, anakku yang gagah perkasa, yang tampan,
kepandaianmu hebat juga. Kau patut menjadi Kaisar Nan-cao.! Tiba-tiba ia
melepaskan puteranya dan melangkah lebar menghadap Beng-kauwcu dan Kaisar
Nan-cao yang duduk dengan muka berubah dan kedua tangan memegangi lengan kursi
masing-masing dengan hati tegang.
˜Paman Liu Mo, kursi yang kau duduki itu adalah kursiku!
Kau orang tua benar-benar keterlaluan dan tak tahu malu sekali. Kapankah ayah
mewariskan kedudukan Beng-kauwcu kepadamu? Akulah yang berhak mewarisi
kedudukan ketua Beng-kauw, bukan kau! Kau telah merampas hal lain orang!!
Muka Beng-kauwcu Liu Mo sebentar merah sebentar pucat,
kedua tangannya yang terletak di atas lengan kursi tampak menggetar. Akan
tetapi setelah menarik napas panjang tiga kali, ia berhasil menekan perasaannya
dan dengan suara tenang penuh kesabaran ia berkata.
˜Lu Sian, tidak ada yang merampas kedudukan Beng-kauwcu.
Kedudukan itu tidak pernah dijadikan perebutan di antara kita. Dahulu kau pergi
meninggalkan kami, betapapun kami mencarimu, tidak juga berhasil. Ayahmu
meninggal dunia dan kau tidak berada di sini. Hanya aku yang berada di sini dan
aku dipilih menggantikan kedudukan Kauwcu, sama sekah bukan merampas. Kalau
sekarang kau menghendakinya, aku pun tidak akan kukuh mempertahankan kursi
kedudukan itu, Lu Sian.!
˜Hi-hi-hik, tentu saja harus kau berikan kepadaku, suka
maupun tidak. Andaikata tidak kau berikan, apa sih sukarnya merampas kembali
dari tangan kau orang tua? Aku harus menjadi Kauwcu dan dengan kekuasaanku, aku
mengangkat puteraku Bu Song menjadi kaisar di Nan-cao!!
˜Enci Lu Sian, kau terlalu menghina Ayah!! tiba-tiba
terdengar bentakan nyaring dan Liu Hwee sudah melompat ke depan Liu Lu Sian
sambil menyerangnya dengan senjatanya yang luar biasa, yaitu sepasang cambuk
lemas yang ujungnya diberi bola kecil.
˜Hi-hik, bocah ingusan mau kurang ajar? Satu kali aku
beri ampun di terowongan ketika kau bermain gila dengan laki-laki, sekarang aku
tidak mau memberi ampun!! teriak Liu Lu Sian, tubuhnya berkelebatan dan di lain
saat ia telah berhasil menjambret sebuah di antara sepasang cambuk itu dan
sekali renggut cambuk itu pindah tangan! Dengan sikap mengejek ia melempar
cambuk ke samping, kemudian melihat cambuk ke dua menyambarnya, ia menangkap
ujungnya lagi dan menarik. Liu Hwee mempertahankan, akan tetapi ia tidak kuat
dan tubuhnya terhuyung-huyung. Sambil tertawa-tawa Liu Lu Sian menarik-narik
cambuk itu ke sana ke mari dan ke manapun juga ia menarik, tubuh Liu Hwee
terbawa, terhuyung-huyung. Terlambat gadis ini ketika hendak melepaskan
cambuknya karena entah bagaimana, cambuk itu sudah melibat pergelangan
tangannya dan ia terpaksa terseret ke sana ke mari ketika cambuknya
ditarik-tarik.
˜Lepaskan dia, wanita jahat!! terdengar bentakan dan Bu
Sin sudah menerjang dengan pukulan kedua tangannya yang diarahkan punggung Liu
Lu Sian. Pemuda ini tidak dapat menahan kemarahannya ketika melihat betapa Liu
Hwee, gadis yang telah merampas hatinya itu, dibuat permainan oleh Liu Lu Sian,
malah agaknya keselamatannya terancam bahaya.
˜Hi-hik, laki-laki ini sudah tergila-gila kepadamu, Liu
Hwee!! Wanita berambut panjang itu terkekeh dan tangannya bergerak hendak
menangkap lengan Bu Sin.
˜Ihhhh..!! Liu Lu Sian berseru kaget ketika tangannya
tergetar dan terpental tak berhasil menangkap lengan Bu Sin. Ini adalah karena
pemuda itu mempergunakan tenaga sakti yang ia pelajari dari kakek di air
terjun.
Namun hanya segebrakan saja tenaga saktinya dapat
mengagetkan Liu Lu Sian karena di lain saat, segumpal rambut menyambar dan
memukul pinggangnya. Bu Sin merasa seakan-akan terpukul sebatang toya yang
terbuat daripada baja. Pinggangnya sakit dan ia terpelanting roboh.
˜Kau kejam!! Liu Hwee berseru, menyerang lagi dengan
cambuknya yang tadi dilepaskan Liu Lu Siang namun kembali rambut kepala wanita
tua itu bergerak dan robohlah Liu Hwee terjungkal dekat Bu Sin.
˜Hi-hi-hik, bocah-bocah cilik sudah main cinta-cintaan,
biarlah kalian mati bersama agar menjadi dewa-dewi di kahyangan!!
Akan tetapi pada saat itu tampak bayangan hitam
berkelebat dan rambut kepala yang sudah menyambar ke arah tubuh Bu Sin dan Liu
Hwee itu buyar seperti tertiup angin keras. Liu Lu Sian kaget, akan tetapi
ketika melihat bahwa yang berdiri di depannya adalah Suling Emas, wajahnya
berseri-seri dan tertawa kagum.
˜Bagus! Kau hebat sekali, anakku!!
˜Ibu,! kata Suling Emas dengan suara berat. Memang dalam
keadaan seperti itu, mulutnya serasa berat menyebut ibu kepada wanita ini,
˜Harap jangan turun tangan membunuhi orang.!
˜Ha-ha-hi-hi-hik! Paman Liu Mo, kau dengar ucapan anakku
itu? Begitu gagah perkasa dia, begitu tampan, dan begitu bijaksana. Dia patut
menjadi kaisar di Nan-cao, dan aku ketua Beng-kauw. Kau akan kuangkat menjadi
penasihat, dan kaisar boneka ini biarlah menjadi perdana menteri anakku!!
Hebat ucapan ini dan semua orang menjadi tegang. Para
tamu diam-diam merasa tegang gembira karena mengharapkan menyaksikan peristiwa
yang hebat. Akan tetapi para anggauta Beng-kauw memandang bingung. Mereka
merasa serba susah. Betapapun juga, wanita itu adalah puteri tunggal mendiang
Pat-jiu Sin-ong Liu Gan, pendiri dan tokoh utama Beng-kauw!
˜Ibu, tidak boleh kau bilang begitu..!! Suling Emas
berseru dengan suara penuh kesedihan.
Liu Lu Sian membentak sambil memandang dengan matanya
yang bening tajam. Ketika bertemu pandang dengan ibunya, diam-diam Suling Emas
terkejut dan berduka. Sinar mata ibunya itu, sinar mata yang keluar dari
sepasang mata yang amat bening dan indah, bukanlah sinar mata manusla yang
sehat jiwanya!
˜Ibu, harap kau jangan mengganggu kedudukan Kakek Liu Mo.
Dan aku.. aku tidak mau menjadi kaisar. Sri Baginda yang sekarang menjadi
kaisar sudah cukup bijaksana dan tepat..!
˜Apa? Jangan kau ikut-ikut! Kau anak kecil tahu apa? Hayo
minggir!! Wanita itu membuat gerakan mengancam, seakan-akan seorang ibu
mengancam dan menakut-nakuti anaknya yang masih kecil. Suling Emas menarik
napas panjang dan melangkah minggir dengan muka merah. Ia merasa malu dan
sedih. Terasa ada orang menyentuh tangannya dan ketika ia menengok, ia melihat
Bu Sin memandangnya dengan pandang mata penuh iba. Ia menarik kembali tangannya
dan membuang muka, lalu meramkan kedua matanya.
Bu Sin tidak berani lagi mengganggu. Pemuda ini tadi
telah terlepas dari bahaya maut bersama Liu Hwee dan cepat mereka sudah
mengundurkan diri. Luka pukulan segumpal rambut pada punggungnya tidak berat
dan ia bersyukur bahwa Suling Emas tadi keburu datang menolong, kalau tidak,
dia dan Liu Hwee tentu akan tewas di tangan wanita iblis itu.
Kini semua mata memandang ke tengah lapangan. Kauw Bian
Cinjin sudah melangkah maju dengan pecut di tangannya. Langkahnya lebar dan
lambat, sikapnya tenang berwibawa, namun tarikan dagu mengeras dan sinar mata
tajam berkilat membayangkan kemarahannya. Setelah berhadapan dengan Liu Lu
Sian, kakek ini berkata, suaranya lantang berpengaruh.
˜Liu Lu Sian, ingatlah siapa kau dan siapa kami! Urusan
di antara orang sendiri apa perlunya dipertontonkan orang lain? Tunggu sampai
semua tamu pulang, baru kita bereskan urusan pribadi kita!!
Liu Lu Sian memandang dengan mata terbelalak, kemudian ia
tersenyum, masih manis seperti dahulu senyumnya sehingga diam-diam Kauw Bian
Cinjin terharu juga. Teringat ia betapa dahulu di waktu Liu Lu Sian masih kecil
dan ia sendiri masih muda, gadis cilik itu sering kali ia ajak bermain-main dan
kalau menangis ia gendong!
˜Hi-hik, kau Susiok Kauw Bian Cinjin. Kau orang baik dan
Ayah amat sayang kepadamu, memang kau pintar dan tenagamu amat berguna. Kau
akan tetap menjadi pengurus utama di Beng-kauw kalau aku sudah menjadi Kauwcu.
Hanya pakaianmu ini harus diganti yang baik, jangan seperti pakaian penggembala
begitu! Eh, Susiok, kalau aku sudah menjadi kauwcu dan puteraku menjadi kaisar,
dengan kau sebagai pembantu utama, hi-hik, apa sih sukarnya menundukkan
kerajaan-kerajaan gurem seperti Wu-yue, Hou-han, dan lain-lain? Malah kita akan
menyerbu dan menundukkan Kerajaan Sung Utara, dan terus merampas Khitan!!
˜Lu Sian!! Kauw Bian Cinjin membentak, disusul cambuknya
meledak di udara ˜tar-tar-tar!!. Sesaat ia tak mampu mengeluarkan kata-kata
saking marahnya, kemudian ia berkata,
˜Lepaskan semua niatmu yang tidak sehat itu. Lekas kau
berlutut dan minta ampun kepada Suheng, kepada Beng-kauwcu kita, kalau tidak,
aku sebagai paman gurumu terpaksa akan memberi hajaran kepadamu.!
Sejenak Liu Lu Sian melebarkan matanya seperti orang
terheran-heran. Kemudian wajahnya menjadi muram dan ia berkata,
˜Susiok, biar kau sendiri, kalau hendak menghalangi
niatku, terpaksa akan kubunuh.!
˜Aaahhhhh..!! Kaow Bian Cinjin lalu lari ke depan peti
mati Pat-jiu Sin-ong Liu Gan, berlutut dan sampai lama ia berdiam diri,
bibirnya berkemak-kemik. Kemudian ia menambah kayu wangi pada pedupaan sehingga
asap wangi mengebul tebal dan tinggi, bergulung-gulung di sekitar peti mati.
˜Twa-suheng, mohon ampun, hari ini siauwte terpaksa
melawan puterimu!!
Setelah berkata demikian, sekali lagi ia menjura,
kemudian dengan langkah lebar dan tenang ia kembali menghampiri Liu Lu Sian
yang melihat semua perbuatannya tadi sambil tersenyum-senyum.
Suasana menjadi tegang kembali ketika dua orang itu
saling berhadapan. Yang paling tegang dan bingung adalah Suling Emas sendiri.
Ingin ia mencegah pertempuran ini, akan tetapi apa dayanya? Tak sampai hati ia
kalau harus menjadi musuh ibu kandungnya yang puluhan tahun dirindukannya.
Sebaliknya, tak mungkin ia membantu ibunya yang dalam hal ini terang telah
melakukan perbuatan yang sesat. Saking bingungnya, ia hanya berdiri dengan muka
pucat.
˜Liu Lu Sian, biarpun kau merupakan puteri tunggal
mendiang Twa-suheng Liu Gan yang kuhormati, akan tetapi saat ini kau merupakan
orang yang akan merusak kerajaan dan perkumpulan agama yang kami cintai. Oleh
karena itu, aku berdiri di hadapanmu sebagai penentang dan siap melawanmu.
Arwah mendiang Twa-suheng pasti akan membenarkan sikapku ini.!
˜Orang tua keras kepala! Kau kira akan dapat memenangkan
aku? Hi-hik, aku bukanlah Tok-siauw-kwi tiga puluh tahun yang lalu!!
˜Kalah menang bukan soal, yang penting aku harus membela
Nan-cao dan Beng-kauw dengan taruhan nyawa!! jawab Kauw Bian Cinjin gagah
sambil melintangkan cambuknya di depan dada.
Liu Lu Sian tiba-tiba mengeluarkan suara melengking
tinggi. Suara ini luar biasa sekali pengaruhnya dan kalau saja Kam Bian Cinjin
yang ˜diserang! suara ini bukan tokoh besar Beng-kauw, kiranya ia akan roboh
tanpa disentuh lagi. Cepat Kauw Bian Cinjin berseru keras dan memutar cambuknya
sehingga berbunyi angin bersuitan yang melawan pengaruh suara lengking itu.
˜Serahkan nyawamu!! bentak Liu Lu Sian dan tubuhnya
lenyap berubah menjadi bayangan yang cepat sekali, didahului gulungan sinar
hitam dari rambutnya yang mengurung tubuh Kauw Bian Cinjin.
Kakek ini kembali berseru keras dan memutar cambuk, maka
terjadilah pertempuran yang amat hebat. Lebih hebat daripada
pertempuran-pertempuran tadi, karena sekarang yang bertempur adalah dua orang
tokoh Beng-kauw. Betapapun juga, masing-masing sudah mengenal gerakan lawan
sehingga dapat menandinginya. Ilmu cambuk di tangan Kauw Bian Cinjin amat lihai
sehingga di waktu mudanya ia mendapat julukan Cambuk Halilintar. Memang,
melihat kakek ini memainkan cambuk, membuat orang yang kurang tingi
kepandaiannya menjadi ngeri dan jerih. Cambuk itu berubah menjadi gulungan
sinar yang melingkar-lingkar, bersiutan anginnya dan meledak-ledak di udara
disusul sinar memanjang menyambar-nyambar. Hebatnya, tiap lecutan ujung cambuk
ini sudah cukup kuat untuk merenggut nyawa lawan!
Betapapun juga ilmu cambuk Kauw Bian Cinjin ini tentu
saja satu sumber dengan ilmu kepandaian mendiang Pat-jiu Sin-ong dan tentu saja
Liu Lu Sian mengenal sari ilmu cambuk ini. Apalagi sekarang wanita itu telah
memperdalam ilmunya secara hebat, yaitu semenjak ia minggat dari ayahnya sambil
membawa pergi kitab-kitab pusaka. Selama puluhan tahun ini secara sembunyi Liu
Lu Sian telah memperdalam ilmunya, malah ia telah berhasil menguasai ilmu gaib
Coan-im-i-hun-to dan penggunaan rambut kepalanya merupakan permainan ˜ilmu
cambuk! yang mujijat karena rambut itu dapat dipakai menjadi puluhan batang
cambuk yang bergerak secara berbareng dari jurusan-jurusan yang berlawanan.
Kauw Bian Cinjin dapat menduga akan hal ini. Ketika tadi
ia melihat sepak terjang Liu Lu Sian dalam menghadapi It-gan Kai-ong dan
Siang-mou Sin-ni, lalu melihat tapak tangan merah yang membunuh Cui-beng-kui,
ia sudah menduga bahwa puteri suhengnya ini telah memiliki ilmu kepandaian yang
amat tinggi. Ia pun maklum tidak akan mampu menandinginya, akan tetapi, untuk
membela Beng-kauw yang terang-terangan hendak dikacau Liu Lu Sian, ia menjadi
nekat. Apalagi kalau diingat bahwa suhengnya, Liu Mo bersikap mengalah terhadap
Liu Lu Sian. Hanya dia seorang yang dapat mencegah Lu Sian merampas kedudukan
Beng-kauwcu, karena kalau ia biarkan dan suhengnya memberikan kedudukan itu
kepada Liu Lu Sian, tentu Beng-kauw akan dibawa masuk jurang kehancuran.
Keponakannya ini seperti orang yang tidak waras otaknya, yang sakit jiwanya.
Setelah saling serang dengan hebat sampai puluhan jurus
lamanya, tiba-tiba terdengar lengking tinggi dari mulut Liu Lu Sian, disusul
gerengan marah Kauw Bian Cinjin. Mereka secara tiba-tiba tidak bergerak lagi
dan ketika semua mata yang tadi menjadi kabur dan silau oleh gerakan-gerakan
cepat memandang, ternyata cambuk di tangan Kauw Bian Cinjin sudah saling libat
sampai menjadi seperti benang ruwet dengan rambut Liu Lu Sian! Hebatnya, tidak
hanya cambuk itu yang terlibat, melainkan juga lengan kanan, pundak dan leher
kakek Bengkauw itu.
˜Kauw Bian Cinjin, mengingat hubungan perguruan, aku
ampunkan kau asal kau mau menyerah dan menjadi pembantuku!! terdengar suara Liu
Lu Sian, ramah dan halus.
˜Liu Lu Sian, kau sadarlah dan jangan lanjutkan niatmu
mengacau Beng-kauw, dan kau menjadi murid keponakanku yang baik dan akan
menerima berkah dan doaku..! Jawab Kauw Bian Cinjin, suaranya tetap lantang
berwibawa.
˜Tua bangka keras kepala! Dibunuh sayang, tidak dibunuh
menjengkelkan! Kau perlu dihajar..!! Tiba-tiba tubuh Kauw Bian Cinjin terangkat
naik dan di lain saat tubuhnya telah terbanting ke atas tanah setelah Liu Lu
Sian menggerakkan tangan kanannya. Kakek itu terbanting dan pingsan, pipi
kanannya terdapat tanda tapak tangan merah!
˜Liu Lu Sian, tak perlu kau berlaku kejam terhadap
keluarga Beng-kauw sendiri!! Tiba-tiba terdengar Liu Mo berkata sambil berdiri
dari tempat duduknya.
˜Hemmm, Paman Liu Mo, apakah kau juga hendak menghalangi
aku? Ingat, karena kau yang merampas kedudukan Kauwcu, aku tidak akan berlaku
lunak seperti terhadap Kauw Bian Cinjin kepadamu!!
Wajah Liu Mo tetap terang dan bibirnya tersenyum.
˜Keponakanku, aku sama sekali tidak hendak menghalangimu
dan aku sama sekali tidak merampas kedudukan Kauwcu, karena sesungguhnya ayahmu
sendiri yang memberikan kepadaku. Oleh karena ayahmu yang menyerahkan kedudukan
Kauwcu, kalau kau hendak memintanya, kau harus minta ijin ayahmu lebih dulu!!
Berkata demikian, Liu Mo menoleh ke arah peti mati Pat-jiu Sin-ong Liu Gan.
˜Kalau aku sudah minta ijin kepada ayah, kau suka
menyerahkan kedudukan Kauwcu kepadaku?!
˜Tentu saja, kalau Suheng mengijinkan!!
Ucapan ini tentu saja membikin semua orang yang hadir
menjadi tercengang. Mana bisa orang mati memberi ijin? Akan tetapi Liu Lu Sian
segera menghampiri peti mati ayahnya, lalu membungkuk sebagai penghormatan. Hal
ini saja sudah membuat para tokoh yang hadir di situ mengerutkan kening.
Penghormatan terhadap orang tua merupakan hal yang amat penting, karena hal ini
menjadi tanda akan kebaktian seseorang dan karenanya menjadi dasar untuk
mengetahui watak seseorang. Liu Lu Sian tidak berlutut, hanya menjura, hal ini
tentu saja tidak sepatutnya dan dapat dinilai betapa kasar dan berandalan watak
wanita itu.