Bab 13
˜Mari, harap Suhu periksa sendiri!! Pemuda itu mendahului
suhunya menuju ke ruangan tengah. Dan di atas tembok, dekat kamar Sian Eng, di
atas sebuah meja kecil, terdapat beberapa tapak kaki berlumpur di atas tembok.
˜Inilah tanda itu, Suhu, Bukankah ini penghinaan yang
amat besar? Entah tapak kaki siapa ini?! kata Suma Boan sambil menudingkan
telunjuk kirinya ke arah tembok.
Beberapa orang penjaga yang tadi dimaki-maki Suma Boan
memandang juga dengan muka pucat. Pantasnya, hanya kaki binatang merayap sebangsa
cecak yang dapat meninggalkan jejak di atas tembok. Akan tetapi, jejak yang
tampak jelas di atas tembok itu adalah jejak kaki manusia!
Kaki yang pendek, jari-jarinya terbentang seperti
biasanya jari kaki orang yang tak pernah pakai sepatu. Jejak kaki itu
kanan-kiri berjalan rapi seperti jejak orang berjalan dengan langkah
pendek-pendek. Akan tetapi bagaimana mungkin seorang manusia berjalan di atas
tembok seperti cecak? Mata tunggal It-gan Kai-ong melotot sebentar memandang
tapak kaki itu.
˜Hu-huh, Pek-houw-yu-chong (ilmu merayap di tembok
seperti cecak) tingkat tinggi. Manusia sombong bermaksud menakut-nakutimu atau
memang hendak memamerkan kepandaiannya yang tidak seberapa ini. Orangnya
pendek, tak pernah pakai sepatu..! Tiba-tiba It-gan Kai-ong berhenti bicara,
matanya bersinar-sinar.
˜Pendek tak bersepatu? Hanya Kim-lun Seng-jin tokoh sakti
yang pendek dan tak pernah bersepatu!! Suma Boan berkata. Gurunya mengangguk.
Tapi segera menggelengkan kepala, alisnya berkerut.
˜Sudah tentu dia bisa melakukan hal ini, akan tetapi
kurasa bukan dia. Kim-lun Seng-jin biarpun suka bergurau, akan tetapi tidak
seperti anak kecil meninggalkan jejak kaki di sini. Tentu seorang tokoh lain
yang gila..! It-gan Kai-ong kelihatan marah dan menyumpah-nyumpah di dalam mulutnya.
Ke manakah perginya Sian Eng? Ketika malam itu ia
menangis di atas pembaringannya, tiba-tiba ia mendapat perasaan bahwa ada
sesuatu terjadi, bahwa dia tidak sendirian di dalam kamarnya. Ia mengangkat
mukanya dari bantal dan dari balik air matanya ia mengerling. Alangkah kagetnya
ketika ia melihat bayangan seorang laki-laki tua pendek tersenyum-senyum di
tengah kamar, memandangnya. Sian Eng merasa seperti mimpi, digosok-gosoknya
kedua matanya, lalu ia bangkit dan duduk. Bayangan itu masih ada, malah kini ia
dapat memandang jelas di bawah sinar lampu meja.
Benar seorang laki-laki yang tua, pendek dan
tersenyum-senyum. Sepasang mata yang jenaka, kumis panjang kaku menunjuk ke
kanan kiri, jenggotnya jarang terurai ke bawah. Sama sekali bukan seorang kakek
yang menyeramkan seperti It-gan Kai-ong, namun caranya memasuki kamar cukup
aneh sehingga menyeramkan. Akan tetapi, sepasang mata itu terang bukanlah mata
orang jahat.
˜Siapakah.. kau..? Bagaimana bisa masuk..?! Sian Eng
memandang ke arah pintu kamarnya yang masih tertutup.
˜Heh-heh, Nona Kam Sian Eng. Kau benar-benar bocah yang
bodoh dan nakal. Mana bisa kau mengharapkan kebaikan dari seorang macam Suma
Boan? Kau berada dalam bahaya, marilah ikut denganku.!
˜Kau siapa? Apa artinya semua ini?!
Kakek itu tersenyum dan wajahnya benar-benar lucu kalau
ia tersenyum, seperti senyum seorang badut.
˜Aku siapa? Panggil saja Empek Gan. Lie Bok Liong itu
muridku. Di sini kau terancam bahaya besar, mari ikut denganku keluar. Tiada
banyak waktu lagi.! Sambil berkata demikian kakek itu menggerakkan tangannya
dan gadis ini merasa tubuhnya melayang keluar dari jendela kamar yang ditendang
terbuka oleh kakek itu sambil melayang dan menariknya. Ia terkejut bukan main,
maklum bahwa kakek ini seorang sakti yang luar biasa. Akan tetapi hatinya lega
mendengar bahwa kakek ini adalah guru Lie Bok Liong sahabat baik adiknya itu.
Hatinya merasa berat meninggalkan tempat itu, atau lebib tepat, meninggalkan
Suma Boan. Akan tetapi kalau ia teringat akan peristiwa tadi, betapa dengan
penuh nafsu putera pangeran itu merayunya, ia menggigil. Benar-benar berbahaya.
Bagaimana kalau ia tidak kuat menahan? Tentu ia menjadi korban! Berpikir sampai
di sini, tiba-tiba mukanya menjadi merah sekali. Siapa tahu, kakek aneh ini
tadi melihat semua adegan memalukan itu!
Tanpa ia ketahui tujuannya, ia menurut saja dibawa pergi
Empek Gan. Akhirnya mereka memasuki sebuah kelenteng tua yang sudah rusak.
Kelenteng yang amat menyeramkan, penuh sarang laba-laba dan agaknya hanya patut
dijadikan tempat tinggal para siluman dan setan. Akan tetapi Sian Eng tidak
merasa takut, tidak merasa serem seperti ketika ia ditawan Hek-giam-lo. Empek
Gan ini ternyata telah membersihkan ruangan samping kelenteng itu, buktinya
lantainya bersih dan di situ tidak ada sarang laba-laba.
˜Nah, kita melewatkan malam di sini. Nona, ketahuilah.
Muridku ditangisi adikmu yang nakal, yang minta supaya muridku mencarimu sampai
dapat. Ketika muridku mendengar bahwa kau pergi bersama Suma Bom dan si badut
Tok-sim Lo-tong, ia mencari aku dan memaksa si tua ini turun tangan. Aku sudah
lama mengikuti perjalananmu dan baru malam ini turun tangan setelah melihat
betapa besarnya bahaya yang mengancam dirimu. Besok kita melanjutkan
perjalanan, malam ini kau boleh mengaso. Tentu saja tidak seenak tidur di kamar
dalam gedung itu, akan tetapi di sini kau lebih aman. Aku sudah tua, tidak bisa
lagi membedakan mana cantik mana buruk, heh-heh!!
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Sian Eng sudah
bangun. Memang semalam ia hampir tak dapat memejamkan matanya di dalam kelenteng
itu. Pikirannya kacau-balau dan resah kalau ia teringat akan Suma Boan. Dengan
girang ia mendapatkan sebuah mata air di belakang kelenteng dan setelah mencuci
muka dan tubuh sehingga terasa segar, Sian Eng kembali ke dalam kelenteng, akan
tetapi, kakek pendek lucu itu ternyata masih mendengkur. Ia tidak berani
mengganggu, dan menanti. Akan tetapi sampai matahari naik tinggi, kakek itu
belum juga bangun. Akhirnya habislah kesabaran Sian Eng.
˜Empek Gan.. Empek Gan..! Bangunlah!! Ia
mengguncang-guncang lengan kakek itu.
Kakek itu kaget, geragapan bangun. ˜Ada apa..?
Kebakaran..? Dunia kiamat? Celaka.. aku masih ingin hidup!! Ia melompat dan
lari ke sana ke mari, kelihatan bingung sekali sehingga Sian Eng menjadi geli
melihatnya.
˜Tidak ada apa-apa, Lopek,! katanya membantah.
Kakek itu menjatuhkan diri duduk di atas lantai,
bersandar tembok, terengah-engah dan mengusap-usap kedua mata dengan belakang
tangan seperti kebiasaan anak kecil kalau bangun tidur.
˜Aduh ampuuuuun.. sampai kaget setengah mampus hatiku.
Puluhan tahun hidupku ayem tenterem, sekali dekat wanita, tidur saja tidak
nyenyak lagi! Beratnya orang membela murid.. heeeiiii! Mana Bok Liong? Bocah
tolol itu belum juga muncul? Nona, kau melihat dia?!
Sian Eng mendongkol bukan main mendengar kata-kata kakek
itu tentang wanita. Akan tetapi maklum bahwa kakek ini termasuk orang aneh. Ia
tidak mau melayani dan pertanyaan terakhir ia jawab dengan gelengan kepala.
˜Wah-wah, betul-betul dia tidak muncul? Celaka.. tentu
ada apa-apa. Tak mungkin dia berani tidak mentaati perintahku dan memenuhi
janji. Wah, sudah siang, hayo kita pergi!!
Kali ini Empek Gan tidak menarik tangan Sian Eng seperti
malam tadi. Mereka berjalan keluar dari kelenteng dan Sian Eng mengikuti ke
mana kakek itu pergi. Tiba-tiba berkelebat bayangan orang, Sian Eng memandang
ke depan dan jantungnya berdebar ketika ia melihat jubah hitam dan topi
sastrawan.
˜Suling Emas..! Dia Suling Emas.. mari kejar dia!! Sian
Eng lalu lari mengejar.
˜Wah-wah, pagi-pagi belum sarapan kau ajak balapan lari.
Dengar perutku mengeluh panjang pendek. Tak usah kejar..! Akan tetapi kedua
kakinya yang pendek itu terpaksa mengikuti Sian Eng yang menggunakan ilmu lari
cepat mengejar Suling Emas.
˜Dia Suling Emes, aku mau bertanya tentang kakakku..!!
Sian Eng tidak pedulikan omelan kakek itu dan terus mengejar. Ketika melihat
Suling Emas yang sudah jauh itu lenyap ke dalam sebuah rumah yang sunyi, Sian
Eng berhenti di depan rumah itu, meragu sebentar lalu tanpa banyak cakap lagi
ia juga memasuki pekarangan rumah yang sunyi dan terus menerobos pintu depan
untuk mencari Suling Emas. Dari belakangnya Empek Gan berteriak-teriak mencela.
Seperti sudah diceritakan di bagian depan, begitu
memasuki ruangan rumah yang ternyata adalah rumah guru silat Ouw-kauwsu,
seorang guru silat di kota Ban-sin yang cukup terkenal, mereka berdua melihat
adegan yang aneh, yaitu Ouw-kauwsu berdiri bengong. Suling Emas berdiri dengan
alis berkerut memandang ke atas di mana seorang kakek seperti anak hutan sedang
duduk di atas balok tiang melintang dekat atap rumah sambil makan daging paha
yang digerogoti. Melihat ini Empek Gan berlari menghampiri tiang dan memanjat
tiang itu seperti seekor kera memanjat kelapa, berteriak-teriak menyuruh turun
kakek seperti orang hutan itu.
˜Wah, aku kenal kau sekarang. Tak salah lagil! Gundul
pacul, punuknya seperti lembu jantan, mukanya buruk seperti monyet, perutnya
gendut seperti babi, telanjang hanya pakai cawat, permakan daging manusia.
Betul, biar selamanya belum pernah bertemu, tapi aku sudah banyak mendengar
tentang dirimu. Kau Toat-beng Koai-jin!! Empek Gan berteriak-teriak sambil
memandang dengan wajah memperlihatkan kengerian.
Memang betul ucapan Empek Gan yang tampak ketakutan itu.
Kakek liar itu adalah Toat-beng Koai-jin Si Orang Aneh Pencabut Nyawa! Biarpun
dia kelihatan seperti orang hutan, namun seperti juga adiknya, Tok-sim Lo-tong,
kakek ini memiliki kepandaian yang hebat sekali. Dia termasuk seorang di antara
Thian-te Liok-koai, dan julukan sebagai seorang di antara Si Enam Jahat itu
memang patut baginya mengingat bahwa ada kalanya kakek liar ini betul-betul
makan daging manusia seperti yang dituduhkan Empek Gan tadi. Biarpun ia hidup
seperti orang liar, namun tidak biasa Toat-beng Koai-jin mendengar maki-makian
yang ditujukan kepada dirinya. Sedikit saja orang berani menyinggungnya, jangan
harap dia mau mengampuni nyawa orang itu, apalagi sekarang ada orang pendek
ketakutan ini berani memaki-makinya seperti itu. Toat-beng Koai-jin
terbahak-bahak dan inilah menjadi tanda bahwa dia sedang marah besar!
˜Cacing perut! Makanlah ini!! Tangannya yang besar
berbulu itu bergerak. Tulang paha yang sudah tak berdaging lagi itu ia
lontarkan ke arah Empek Gan yang masih memeluk tiang dengan kaki tangannya.
Tulang itu menghantam pinggir tiang, terdengar suara keras dan balok itu
somplak seperti dihantam kapak! Tidak hanya membelah kayu, tulang itu terus
menghantam pundak Empek Gan dan.. tubuh Empek Gan melorot turun, akhirnya
pantatnya terbanting menghantam lantai sampai mengeluarkan suara seperti kasur
digebuk.
Empek Gan meringis kesakitan, bangun berdiri dan
menepuk-nepuk pantatnya, agaknya untuk menghilangkan rasa sakit. Debu mengebul
ketika celana belakangnya itu ia tepuk-tepuk. Karena kebetulan sekali Sian Eng
berdiri di belakangnya, gadis ini melangkah mundur dengan kening berkerut.
Celaka pikirnya, ia telah salah sangka. Kakek ini sama sekali bukanlah orang
sakti. Mungkin hanya pandai lari cepat saja. Buktinya, sekali disambit tulang
sudah roboh. Sungguh tak tahu malu!
˜Calaknya! Cocok dengan ujudnya!! Ia menoleh kepada
Suling Emas dan berkata menyeringai,
˜Hati-hati kalau kau berurusan dengan monyet hutan liar
itu!!
˜Cacing busuk, jangan lari kau!!
Empek Gan tertawa membalikkan tubuhnya membelakangi
Toat-beng Koai-jin sambil menggoyang-goyang kibul dan berkata,
˜Beginikah gerakan cacing? Ho-ho, sebentar lagi mau
mampus masih suka maki-maki orang!! Setelah berkata demikian, kakek ini
menggerakkan kedua kakinya lari keluar dari rumah itu sambil menoleh ke arah
Suling Emas dan berkata,
˜Jaga Nona ini baik-baik, jangan sampai dia dirayu palsu
oleh Suma Boan lagi!!
Sian Eng menjadi makin mendongkol, akan tetapi Suling Emas
tidak pedulikan kakek itu, juga agaknya tidak peduli kepadanya, buktinya
menengok pun tidak. Suling Emas menghadapi kakek liar di atas itu sambil
berkata, suaranya serius penuh ancaman.
˜Toat-beng Koai-jin, biarpun di antara kau dan aku tidak
pernah terjadi pertentangan karena kita masing-masing mengikuti jalan sendiri,
akan tetapi hari ini kau telah melanggarnya. Lekas kau bebaskan dan kembalikan
nona yang kauculik, kalau tidak, aku Suling Emas tidak akan berlaku
sungkan-sungkan lagi. Dengar baik-baik, kalau kau mengganggu nona itu, aku
bersumpah takkan berhenti sebelum dapat merobek tubuhmu menjadi empat potong!!
˜Suling Emas, kau bocah kemarin sore yang masih ingusan,
sombong amat ucapanmu. Sudah lama aku ingin mencoba kepandaianmu, dan hari ini
adalah hari baikku, aku belum ganggu nona cilik itu, tunggu sampai aku
menangkapmu untuk kupanggang bersama, heh-heh!!
˜Ouw-kauwsu, aku minta tolong kepadamu, bawa keluar nona
ini ke tempat aman!! kata Suling Emas, maklum bahwa ia akan menghadapi
lawan-lawan tangguh sehingga kehadiran Sian Eng hanya akan merupakan gangguan
belaka. ˜Kau ikutlah bersama Ouw-kauwsu, tunggu aku selamatkan adikmu.!
Sian Eng diam-diam terkejut dan dapat menduga bahwa yang
diculik oleh manusia liar itu tentulah Lin Lin. Maka tanpa banyak cakap lagi ia
mengangguk dan bergerak mengikuti guru silat yang wajahnya sudah pucat karena
gelisah itu. Akan tetapi begitu keduanya keluar pintu, terdengar pekik
mengerikan dan tubuh Sian Eng terhuyung ke belakang, masuk kembali ke ruangan
itu disusul tubuh Ouw-kauwsu yang terlempar dan roboh di atas lantai dalam
keadaan tak bernyawa lagi, pada pipinya terdapat luka kehitaman!
Toat-beng Koai-jin tertawa bergelak dan tubuhnya yang
besar gendut itu melayang turun dengan amat ringannya. Biarpun tubuhnya gendut
dan gerakannya kelihatan kaku, akan tetapi ternyata ia gesit dan cepat sekali.
Begitu kedua kaki menyentuh lantai, kedua tangannya sudah bergerak menerjang
Suling Emas, dari kuku-kuku jarinya yang panjang itu terdengar bunyi bercuitan!
˜Sian Eng, jangan keluar, di sini saja!! pesan Suling
Emas dan tubuhnya berkelebat lenyap, berubah menjadi bayangan yang berkelebatan
di sekeliling tubuh Toat-beng Koai-jin. Kiranya dua orang sakti itu sudah
saling terjang dengan hebatnya! Sian Eng menyelinap ke sudut ruangan itu,
memandang penuh kekhawatiran. Ia cemas sekali, takut kalau-kalau Suling Emas
kalah sedangkan dia sendiri tidak berdaya membantu karena maklum bahwa tingkat
kepandaiannya masih jauh ketinggalan dan kalau ia membantu, hal itu malah akan
membikin repot Suling Emas saja.
Suling Emas adalah seorang pendekar besar yang menjunjung
tinggi kegagahan. Ia merasa khawatir sekali akan keselamatan Lin Lin, juga kini
harus menjaga keselamatan Sian Eng, sedangkan lawannya yang sakti Toat-beng
Koai-jin ini masih dibantu oleh orang-orang jahat dan sakti lain yang berada di
luar pintu rumah! Tentu saja ia tahu bahwa tewasnya Ouw-kauwsu adalah karena
serangan dari luar rumah, dan melihat luka hitam di mukanya itu, agaknya itulah
hasil kerja Tok-sim Lo-tong, yaitu gigitan ular berbisa. Biarpun demikian,
namun melihat betapa Toat-beng Koai-jin hanya seorang diri saja menghadapinya
dengan tangan kosong, ia tidak sudi menggunakan senjata yang paling ia
andalkan, yaitu sulingnya. Ia pun menghadapi lawan ini dengan tangan kosong
pula.
Toat-beng Koai-jin dan adiknya, Tok-sim Lo-tong,
sebetulnya adalah doa orang penghuni pulau kosong di Lam-hai (Laut Selatan).
Tadinya mereka berdua adalah kacung atau pelayan-pelayan cilik seorang tokoh
besar di jaman Tang, seorang panglima yang tidak sudi menghambakan diri kepada
musuh setelah Kerajaan Tang jatuh. Ia melarikan diri ke selatan dan
mengasingkan diri di pulau kosong, hanya ditemani dua orang kacungnya. Panglima
ini berilmu tinggi dan sampai mati ia tinggal di dalam pulau itu, tak pernah
meninggalkan pulau. Semua ilmunya ia turunkan kepada dua orang kacungnya yang
mendapat kemajuan sesuai dengan bakatnya masing-masing.
Akan tetapi, agaknya karena mereka tak pernah bergaul
dengan dunia ramai, juga karena di pulau itu banyak terdapat binatang-binatang
berbisa, kedua orang bersaudara ini hidup seperti tidak normal lagi. Mereka
menjadi korban gigitan serangga-serangga berbisa yang meracuni otak mereka
sehingga hidup mereka menjadi liar seperti binatang-binatang hutan. Puluhan
tahun kedua orang kakak beradik ini hidup di pulau setelah majikan dan guru
mereka meninggal dunia. Usia mereka sudah lima puluhan tahun lebih ketika pada
suatu hari secara kebetulan ada sebuah perahu dagang yang terdampar ke pulau
itu setelah dipermainkan ombak dan badai. Dapat dibayangkan betapa ngeri hati
para penumpang perahu yang tiga puluh orang lebih jumlahnya itu ketika mereka
melihat dua orang kakek gila yang telanjang bulat itu. Dua orang kakek itu
segera menyerang mereka dan dalam waktu singkat saja, tiga puluh orang lebih
telah tewas oleh mereka berdua!
Kemudian mereka secara ngawur mengembangkan layar dan
berlayarlah mereka ke tengah samudera. Karena tidak biasa, mereka mabuk laut,
mengamuk dan merusak isi perahu, kemudian roboh telentang di dalam perahu,
pingsan! Angin dan ombak yang kini mengemudikan perahu dan akhirnya mereka
terdampar ke darat. Saat itulah mulai muncul dua orang sakti yang aneh di dunia
kang-ouw. Sepuluh tahun lebih mereka berdua berkeliaran dan kemudian dunia
persilatan mengenal mereka sebagai dua orang sakti jahat dan menggolongkan
mereka dengan pentolan-pentolan dunia hitam lainnya sehingga terkenallah nama Toat-beng
Koai-jin dan Tok-sim Lo-tong sebagai dua orang di antara si enam jahat!
Ilmu silat yang menjadi dasar dari kepandaian mereka
adalah ilmu silat campuran dari barat dan utara. Akan tetapi karena mereka
hidup puluhan tahun sebagai orang liar, di antara binatang-binatang dan
serangga-serangga beracun, maka hawa pukulan dari sin-kang mereka bercampur
dengan hawa beracun yang amat jahat. Apalagi Toat-beng Koai-jin mempunyai
kesukaan liar, yaitu makan daging manusia. Ini menambah hawa beracun di dalam
tubuhnya dan membuat ia makin ganas dan berbahaya sekali. Sedangkan adiknya,
Tok-sim Lo-tong, terkenal hebat permainannya yang mengerikan, yaitu dengan
ular-ular beracun yang menjadi sahabat-sahabat baiknya, bahkan senjatanya pun
seekor ular.
Suling Emas sudah banyak mendengar tentang dua orang liar
ini, akan tetapi baru kali ini ia berkesempatan mengadu ilmu. Oleh karena ia
harus memikirkan keselamatan Sian Eng dan juga harus menolong Lin Lin yang
belum diketahui bagaimana nasibnya, ia tidak mau berlaku lambat. Begitu merasa
betapa tenaga yang dipergunakan lawannya mengeluarkan hawa panas dan bau amis
menjijikkan, ia cepat mengerahkan seluruh sin-kang di tubuhnya, lalu ia mainkan
ilmu silat yang ia dapat dari suhunya, yaitu mendiang Kim mo Taisu. Sebetulnya ilmu
ini adalah ilmu yang harus dimainkan dengan sebatang kipas pelajar, yaitu ilmu
silat yang disebut Lo-hai-san-hoat (Ilmu Silat Kipas Pengacau Lautan). Akan
tetapi karena lawannya bertangan kosong, maka Suling Emas juga bertangan kosong
mainkan Ilmu Silat Pengacau Lautan ini.
Hebat memang kepandaian Toat-beng Koai-jin. Yang amat
berbahaya adalah kuku-kuku jari tangannya. Biarpun ia tidak bersenjata, namun
memiliki kuku-kuku panjang seperti itu, sama saja dengan memegang atau
menggunakan sepuluh buah pedang-pedang kecil! Setiap buah jari mempunyai kuku
panjang dan bukan hanya kuku runcing, melainkan kuku yang mengandung hawa
beracun sehingga sekali saja kulit terkena guratan sebuah di antara kuku-kuku
ini, akan melepuh kulit itu dan akan keracunan darahnya! Semua ini dipergunakan
dengan gerakan cepat dan lincah, ditambah lagi dengan gerengan-gerengan seperti
seekor singa dan muncratnya air ludah serta peluh yang memuakkan baunya!
Hampir Suling Emas tidak tahan menghadapi ini, terutama
bau itu. Beberapa kali ia terpaksa melompat mundur untuk menyedot hawa segar.
Akhirnya ia berseru keras,
˜Toat-beng Koai-jin, lekas kau kembalikan nona yang kau
culik. Kalau tidak, terpaksa aku membunuhmu. Aku tiada waktu lebih lama lagi
untuk bermain-main denganmu!!
Sambil berkata demikian, Suling Emas mengeluarkan sebuah
kipas yang dipegangnya dengan tangan kiri. Hanya kipasnya yang akan dapat
membantunya mengusir bau memuakkan itu. Ia masih sungkan mengeluarkan
sulingnya, melihat betapa lawannya tetap bertangan kosong.
Melihat bahwa lawannya hanya mengeluarkan kipas kain
sutera yang halus dan kecil saja, Toat-beng Koai-jin tertawa ha-hah-he-heh,
kemudian menubruk lagi melancarkan serangan-serangan dahsyat. Akan tetapi,
sekarang Suling Emas bersilat Lo-hai-san-hoat dengan kipas di tangan, dan
karena ilmu silat itu memang ilmu silat kipas, tentu saja kehebatannya lipat
dua kali daripada tadi ketika ia mainkan dengan tangan kosong. Seketika tampak
gulungan sinar putih yang kadang-kadang menutupi pandangan mata Toat-beng Koai-jin,
malah kakek liar ini merasa sesak napasnya oleh tiupan angin dari kipas itu.
Tidak saja semua bau busuk dikembalikan ke hidungnya sendiri, akan tetapi
ditambah pula dengan angin kebutan kipas yang dilakukan dengan tenaga sin-kang
seorang ahli. Dua kali sudah pundak Toat-beng Koai-jin kena disentuh ujung
gagang kipas, sakitnya bukan kepalang. Diam-diam Suling Emas terkejut dan
kagum. ˜Sentuhannya! dengan ujung gagang kipas itu sebetulnya adalah totokan
yang pasti akan merobohkan lawan. Akan tetapi kakek liar ini hanya menyeringai
kesakitan saja, sama sekali tidak roboh malah maju makin nekat! Kiranya kakek
ini telah kebal kulitnya dan agaknya pandai pula memindahkan jalan darah.
Betapapun juga, setelah Suling Emas mainkan kipasnya,
Toat-beng Koai-jin terdesak hebat. Berkali-kali ia menggereng marah, namun
semua tubrukan, cakaran hantaman dan tendangannya hanya mengenai angin belaka.
˜Manusia liar, robohlah!! Secepat kilat, kipas itu
bergulung-gulung sinarnya menutupi pandang mata lawan dan tangan kiri Suling
Emas sudah menyerang dengan jari tangan terbuka ke arah ulu hati yang telanjang
itu. Akan tetapi, Toat-beng Koai-jin benar-benar hebat kepandaiannya. Begitu
jari tangan Suling Emas yang mengandung tenaga sin-kang amat kuat itu menyentuh
kulit dadanya, tubuh bagian ini secara tiba-tiba dapat di!tarik! masuk dan
mulutnya menyemburkan uap ke depan, disusul pukulan kedua tangan!
˜Ihhhhh!! Suling Emas terpaksa mengipaskan kipasnya ke
depan untuk mengebut pergi semburan uap bacin itu, lengannya dengan mudah
menangkis pukulan lawan dan sebelum lawan mendesak terus, gerakan Suling Emas
berubah. Ia telah menggunakan gerakan ilmu silat sakti Hong-in-bun-hoat yaitu
jurus ilmu silat huruf yang ia terima dari Bu Kek Siansu. Dengan gerakan jurus
ilmu silat sakti ini, yang ia lakukan dengan menuliskan huruf LANGIT, sekaligus
ia telah menyerang sampai empat kali. Serangan terakhir merupakan gerakan
bertentangan karena baru saja ia menyerang dengan arah ke kiri bawah, sekarang
tiba-tiba kipasnya menerjang dari atas ke bawah kanan.
˜Auuuhhhhh..!! Perubahan-perubahan yang amat cepat dan
aneh dari jurus ini tak dapat diikuti dan diduga oleh Toat-beng Koai-jin, maka
biarpun ia sudah mengelak dan menangkis tidak urung pahanya terpukul gagang
kipas. Kelihatannya perlahan saja, akan tetapi kalau saja bukan Toat-beng
Koai-jin yang menerima hantaman ini, tentu tulang pahanya akan remuk. Kakek
liar ini hanya mengeluh dan tubuhnya bergulingan, akan tetapi ia sudah dapat
melompat berdiri lagi lalu meloncat ke atas, membobol genteng melarikan diri.
˜Iblis jahat, lari ke mana kau?!
Suling Emas mengejar, akan tetapi tiba-tiba ia teringat
akan Sian Eng. Selagi ia ragu-ragu, tak tega meninggaikan Sian Eng seorang
diri, dari pintu muncullah Tok-sim Lo-tong dan beberapa orang pengeroyoknya
tadi.
˜Keparat pengecut!! Suling Emas marah sekali. ˜Jangan
anggap aku keterlaluan kalau sekarang aku tidak mau memberi ampun lagi!!
Setelah berkata demikian tangannya bergerak dan tampaklah sinar kuning
bergulung-gulung dengan sinar putih. Sinar kuning adalah sinar sulingnya
sedangkan yang putih adalah sinar kipasnya. Ia tidak memberi kesempatan
lawan-lawannya maju, mendahului menerjang ke pintu dan sekaligus tiga orang
pengeroyok roboh binasa sebelum mereka sempat bergerak. Tok-sim Lo-tong hanya
tertawa serak, lalu menyelinap pergi. Juga para pengikutnya pergi dengen cepat.
Sebentar saja tidak tampak lagi lawan di situ.
˜Mari kita kejar kakek liar tadi untuk menolong adikmu!!
kata Suling Emas, menyambar lengan tangan Sian Eng untuk diajak lari cepat
mengejar Toat-beng Koai-jin.
˜Nanti dulu, aku tadi melihat kakek itu melemparkan
ini..! kata Sian Eng, membungkuk dan hendak mengambil sebuah sampul surat.
Akan tetapi tiba-tiba Suling Emas menggerakkan tangannya
dan.. tubuh Sian Eng terdorong mundur sampai terhuyung-huyung.
˜Kau.. kau..!! Gadis itu berseru marah.
˜Hemmm, lupa lagikah akan pengalaman di Khitan dahulu?!
Suling Emas mengomel, lalu membungkuk dan mengambil sampul surat itu. Sian Eng
terkejut dan teringat, mukanya berubah pucat dan ia merasa ngeri sekali ketika
melihat jari-jari tangan Suling Emas menjepit hancur leher seekor ular hitam
yang keluar dari sampul itu! Kiranya Suling Emas telah menolong nyawanya,
karena kalau dia yang tadi mengambil sampul, tentu ia akan tergigit ular yang
ia duga seekor ular berbisa yang amat jahat itu.
Setelah melempar bangkai ular dengan tak acuh, Suling
Emas menarik keluar sehelai kertas bersurat dari dalam sampul. Alis yang tebal
itu bergerak-gerak ketika matanya menari-nari membaca huruf-huruf yang tertulis
di atas kertas. Matanya makin berapi-api dan diam-diam Sian Eng menjadi takut.
Ia tahu bahwa pendekar itu marah sekali. Kemudian Suling Emas menarik napas
panjang dan berkata.
˜Tak mungkin mencari di mana adikmu disembunyikan. Akan
tetapi sementara ini dia aman. Untuk menolongnya, jalan satu-satunya hanya ke
Nan-cao. Mari kita pergi, dan sekarang ceritakan bagaimana kau dapat pergi
bersama Suma Boan.! Kata-katanya terdengar ketus dan marah. Sian Eng mendongkol
sekali. Apa peduilmu, bisik hatinya, kau seperti seorang ayah atau kakak saya.
Namun ia tidak berani membantah dan sambil berjalan di samping Suling Emas, ia
menceritakan betapa Suma Boan mencari Lin Lin dan Lie Bok Liong, kemudian
bertemu dengannya. Betapa Suma Boan berjanji kepadanya akan mempertemukan
dengan kakaknya, Kam Bu Song, kalau mau pergi bersamanya ke Nan-cao.
˜Bagaimana dia bisa tahu bahwa kau akan bertemu dengan
kakakmu di Nan-cao?! tanya Suling Emas sambil lalu.
˜Dia bilang bahwa Kakak Bu Song mempunyai hubungan dengan
Nan-cao, karena itu aku pasti akan dapat bertemu dengannya di sana. Maka aku
lalu ikut dengan dia sampai di sini.!
˜Kemudian, mengapa kau bisa muncul bersama kakek lucu
itu?!
˜Empek Gan itu? Lucu? Aku tidak senang padanya!!
Tiba-tiba Suling Emas berhenti melangkah, memandang
dengan mata terbelalak kepada Sian Eng. ˜Kau bilang Empek Gan? Dia..? Pantas!
Aku sudah heran dan menduga-duga siapa gerangan kakek lucu yang luar biasa lihainya
itu.. ah, kiranya Empek Gan. Dia muncul pula di sini, aha, akan ramai di
Nan-cao.!
Agaknya saking gembira dan herannya mendengar bahwa kakek
pendek tadi Empek Gan adanya, Suling Emas tidak mendesak lagi dengan pertanyaan
mengapa Sian Eng meninggalkan Suma Boan dan gadis ini menjadi lega hatinya,
karena ia pun tidak suka bercerita tentang rahasia asmara itu.
˜Kenapa kita tidak jadi mengejar kakek liar tadi?
Bukankah Lin Lin telah diculiknya?!
˜Tidak, percuma. Mereka sengaja menahan Lin Lin untuk memaksaku..!
Suling Emas menarik napas panjang dan menggeleng-geleng kepala.
˜Mereka? Siapa? Surat itu dari siapakah?!
˜Siapa lagi? Dari Suma Boan tentu!!
Wajah Sian Eng terasa panas sekali, kemudian dingin
sampai ke ujung hidungnya. Jantungnya berdebar dan hampir ia pingsan kalau saja
ia tidak cepat menekan perasaannya. Kiranya Lin Lin diculik atas perintah Suma
Boan! Betulkah ini? Tapi.. tapi dia selama dalam perjalanan ini baik sekali
terhadapnya, hanya malam tadi..!
˜Kau kenapa?!
Sian Eng menggeleng kepala, tidak berani bersuara karena
maklum bahwa suaranya tentu akan terdengar gemetaran bercampur isak. Ia hanya
mempercepat langkahnya dan agaknya Suling Emas senang melihat ini dan ia pun
mempercepat langkahnya sehingga sebentar saja mereka sudah keluar dari kota
Ban-sin.
Lin Lin berusaha meronta dan melepaskan belenggu yang
mengikat kedua pergelangan tangannya, namun sia-sia belaka. Ia memandang ke
arah Lie Bok Liong yang terikat seperti seekor babi di atas sebatang balok
melintang, tingginya kurang lebih satu meter dari tanah. Ingin ia menjerit
minta tolong, namun sia-sia karena mulutnya ditutup saputangan yang diikatkan
erat sekali ke belakang kepalanya sehingga untuk bernapas saja amatlah sukar.
Seperti diketahui, ketika ia dan Suling Emas dikeroyok
oleh Tok-sim Lo-tong, Toat-beng Koai-jin, dan banyak lagi orang-orang yang
kepandaiannya cukup kuat, ia telah kena ditawan oleh Toat-beng Koai-jin dan
dibawa lari pergi dari gelanggang pertandingan. Ia berusaha untuk melepaskan
diri atau memukul, akan tetapi tubuhnya lemas semua, kaki tangannya tak dapat
digerakkan lagi. Hampir ia pingsan ketika tubuhnya dipondong oleh kakek liar
itu. Karena ia tidak dapat bergerak, terpaksa ia menahan penderitaan luar biasa
ketika mukanya terletak di atas punggung yang ada dagingnya menonjol besar,
berkeringatan dan baunya apek bukan buatan itu! Kalau saja ia tidak tertotok
lumpuh, tentu Lin Lin sudah muntah-muntah. Baiknya kakek itu larinya cepat
sekali seperti terbang, sebetulnya bukan lari lagi melainkan melayang dari
pohon ke pohon seperti seekor binatang yang gesit. Kecepatan ini mempersingkat
penderitaannya karena selain angin yang bertiup mengurangi bau kecut, juga
tentu akan segera sampai di tempat tujuan.
Mereka memasuki hutan dan tiba-tiba muncul seorang pemuda
yang membentak dengan suara nyaring,
˜Iblis tua, lepaskan gadis itu!!
Lin Lin girang bukan main ketiika mengenal suara ini.
Siapa lagi kalau bukan Lie Bok Liong, sahabat baiknya! Akan tetapi kegirangannya
tidak berlangsung lama, segera terganti kekhawatiran. Tingkat kepandaian Bok
Liong sebanding dengan tingkatnya, mana mampu menghadapi kakek sakti yang
seperti ibils ini? Benar saja dugaannya, biarpun Bok Liong sudah menerjang
dengan pedang Goat-kong-kiam yang berhawa dingin, kakek itu enak saja
melayaninya dengan tangan kosong, bahkan dengan tubuh Lin Lin tak pernah
terlepas dari atas pundaknya!
Seperti juga Lin Lin, pemuda itu tak dapat bertahan lama
menghadapi kakek sakti ini. Apalagi karena Bok Liong amat terbatas gerakannya,
terbatas oleh kekhawatirannya kalau-kalau ujung pedangnya mengenai tubuh Lin
Lin. Tiba-tiba ia berseru keras dan mundur dengan muka pucat. Kakek itu telah
menyodorkan tubuh Lin Lin untuk menangkis sambaran pedangnya. Bok Liong cepat
menarik pedangnya dan pada saat itu, tangan kiri Toat-beng Koai-jin bergerak
mengirim pukulan jarak jauh yang membuat Bok Liong terjengkang bergulingan.
Ketika ia berusaha bangkit kembali, tubuhnya sudah lemas tertotok dan di lain
saat, kakek itu sudah menyeretnya di sepanjang jalan, menjambak rambutnya dan
menarik sambil memondong tubuh Lin Lin. Kakek itu memasuki hutan sambil
tertawa-tawa.
Di bagian hutan yang gelap dan penuh pohon liar, ia
melemparkan tubuh Lin Lin ke atas tanah, mengambil akar lemas dari sebatang
pohon dan mengikat kaki tangan gadis itu ke belakang. Kemudian ia pun merenggut
sehelai saputangan dari baju Bok Liong, menggunakan saputangan ini menutup dan
mengikat mulut Lin Lin. Setelah ini selesai, tangannya bergerak dan terdengar
kain robek-robek ketika baju dan celana luar pemuda itu ia renggut secara
kasar. Sebentar saja Bok Liong berada dalam keadaan setengah telanjang. Hanya
sebuah celana dalam saja yang masih menutupi tubuhnya. Tentu saja Lin Lin di
samping rasa takut dari gelisah, juga menjadi jengah dan tidak berani memandang
langsung, hanya mengerling-ngerling untuk melihat apa yang akan dilakukan kakek
gila itu.
˜Heh-heh-heh, kau masih muda, jejaka tulen, dagingmu
tentu masih gurih!! Kakek ini lalu mematahkan batang pohon dengan kedua
lengannya yang kuat, mengikat tubuh Bok Liong pada batang pohon atau balok itu
seperti mengikat babi saja, kemudian balok berikut tubuh Bok Liong yang
setengah telanjang itu ia palangkan pada dua batang pohon lain sehingga tubuh
Bok Liong tergantung. Kemudian kakek itu mengumpulkan daun dan kayu kering di
bawah tubuh Bok Liong dan andaikata mulut Lin Lin tidak diikat, tentu gadis ini
sudah menjerit-jerit memanggil Suling Emas karena ia sekarang dapat menduga apa
yang hendak dilakukan oleh kakek gila ini. Agaknya kakek gila ini membuat
masakan yang paling aneh di dunia ini, bukan panggang bebek, panggang ayam,
atau panggang babi, melainkan panggang daging manusia hidup! Bok Liong akan
dipanggang hidup-hidup!
Tiba-tiba terdengar suara seperti anjing hutan
menggonggong dari jauh, kakek itu menyumpah-nyumpah,
˜Jahanam, mengganggu saja. Ah, terpaksa ditunda
sebentar.! Ia bangkit berdiri, menepuk-nepuk tubuh bagian atas Bok Liong yang
tegap dan berdaging, mengecap-ngecapkan mulutnya yang mengeluarkan air liur.
˜Sayang-sayang.., biar ditunda sebentar, heh-heh!!
Tubuhnya berkelebat dan dalam sekejap mata saja kakek itu sudah lenyap dari
situ.
Lin Lin takut setengah mati. Takut dan ngeri. Mana bisa
ia menjadi penonton? Menonton Bok Liong dipanggang hidup-hidup kemudian
dagingnya diganyang kakek liar itu? Ia melirik ke arah Bok Liong. Pemuda ini
sama sekali tidak bergerak, tubuhnya tergantung di atas balok seperti telah
mati. Agaknya pingsan, Lin Lin kembali berusaha mati-matian untuk membebaskan
diri daripada belenggu akar pohon. Akan tetapi ternyata akar pohon itu istimewa
kuatnya. Matanya melirik ke sana ke mari, mencari-cari. Ia harus bertindak
cepat, harus depat membebaskan diri sebelum siluman itu kembali, harus dicegah
siluman itu memanggang tubuh Bok Liong.
Dengan hati penuh kengerian dan ketegangan, Lin Lin
menggulingkan tubuhnya ke arah sebuah batu besar tak jauh dari situ. Ia melihat
batu itu mempunyai begian-begian yang tajam. Karena kaki tangannya diikat, ia
hanya dapat mencapai batu dengan cara menggulingkan tubuh, lalu sedikit demi
sedikit menggeser tubuh mendekatkan kedua pergelangan tangan yang dibelenggu di
belakang tubuhnya kepada bagian batu yang tajam. Ia menggosok-gosokkan akar
yang mengikat tangan itu pada batu sambil mengerahkan tenaga.
Benar-benar kuat sekali akar itu, ulet bukan main. Kini
ia tidak melihat Lie Bok Liong lagi, terhalang batu. Ada seperempat jam ia
berusaha mematahkan pengikat tangannya dan ia hampir berhasil. Peluhnya
bercucuran dan hatinya makin tegang. Kalau sudah bebas dari belenggu, ia akan
membebaskan Bok Liong dan mengajaknya melarikan diri.
Akan tetapi tiba-tiba Lin Lin merasa tubuhnya lemas,
tenaganya lenyap sama sekali ketika ia melihat bayangan Toat-beng Koai-jin
mendatangi dari jauh! Mata Lin Lin terbelalak, harapannya lenyap bagaikan embun
terbakar matahari. Tentu saja ia tidak melanjutkan usahanya, malah dengan tubuh
terasa lelah dan lemas ia bersandar kepada batu besar itu, menyerahkan nasib ke
tangan Tuhan karena dia sendiri sudah tak berdaya.
Dilihatnya kakek liar itu dengan gerakan cepat
mendatangi, di kedua tangannya membawa dua potong kayu kering yang
digosok-gosok sampai mengeluarkan api! Setelah api menyala dan kakek itu datang
dekat, dilemparkannya kayu berapi itu ke tumpukan daun dan kayu yang berada di
bawah tubuh Bok Liong. Sebentar saja daun kering itu terbakar! Lin Lin membuang
muka, menengok ke lain jurusan dan matanya tak dapat ditahannya lagi
mengucurkan air mata. Kasihan Liong-twako, pikirnya.
˜Heh-heh, kau hendak lari ke mana?! tiba-tiba suara kakek
itu terdengar dekat dan Lin Lin merasa pundaknya dicengkeram lalu tubuhnya
diangkat dan dilempar kembali ke tempat semula. Kakek itu sendiri menjatuhkan
diri duduk di atas batu sambil terkekeh-kekeh berkata.
˜Ha-ha, kau mau melarikan diri? Tak mungkin, bocah tolol.
Akar yang mengikat kaki tanganmu itu berlumur racun kelabang hijau, sekali
melukai kulitmu kau akan mampus! Kau lihat baik-baik sahabatmu ini, lihat
betapa kulitnya makin lama merah diciumi api, makin lama makin matang dan
baunya gurih. Heh-heh, kalau sudah masak nanti, boleh kau pilih bagian mana
yang paling gurih untukmu.. ha-ha!!
Toat-beng Koai-jin memandang ke arah Lin Lin sambil
tertawa-tawa dan air liurnya muncrat-mucrat dari mulutnya yang lebar, bibirnya
yang tebal dan giginya yang besar-besar. Dengan hati berdebar penuh kengerian
Lin Lin mengerling ke arah Bok Liong dan tiba-tiba matanya terbetalak lebar.
Yang terikat seperti babi kebiri hendak dipanggang hidup-hidup itu sama sekali
bukan Bok Liong! Tadi memang Bok Liong yang diikat di situ, akan tetapi
sekarang sama sekali bukan pemuda itu, biarpun keadaannya juga sama, setengah
telanjang. Bukan Bok Liong melainkan seorang kakek yang pringas-pringis dan
matanya meram melek seakan-akan keenakan tiduran di atas nyala api yang hangat!
Agaknya sikap dan wajah Lin Lin yang jelas membayangkan
kekagetan dan keheranan ini menarik perhatian Toat-beng Koai-jin, kakek ini
segera menengok ke arah ˜panggangannya! dan alangkah kagetnya ketika ia bertemu
dengan muka yang meringis, muka yang berjenggot jarang berkumis panjang, tubuh
yang pendek, bukan lain adalah si kakek lucu yang tadi ia jumpai di rumah
Ouw-kauwsu!
Kakek yang menggantikan kedudukan Bok Liong di atas api
itu terkekeh dan berkata,
˜Ahhhhh.. nikmatnya! Hangat dan enak! He, Toat-beng
Koai-jin, apakah kau sudah begitu kelaparan sehingga kau doyan dagingku yang
alot dan kulitku yang keras? Hati-hati kau, daging tuaku sudah demikian alotnya
sehingga kaupanggang seratus tahun pun takkan bisa menjadi empuk!!
˜Demi Iblis! Siapakah kau ini orang gila?! Toat-beng
Koai-jin sudah melompat berdiri dan siap bertempur. Kakek ini sekarang baru
insyaf bahwa orang lucu yang sikapnya gila-gilaan itu sebenarnya memiliki
kepandaian hebat. Maka tahulah ia bahwa ia menghadapi lawan yang tangguh.
˜Hua-ha-hah, Toat-beng Koai-jin, kita memang baru tadi
saling berjumpa. Tak perlu tanya namaku, tapi kau sudah melakukan dosa besar
terhadapku. Kau tua bangka yang tak lama lagi mampus, tidak tahu malu,
beraninya hanya mengganggu orang-orang muda yang masih hijau. He, pemakan
bangkai, tahukah kau bahwa pemuda yang akan kau panggang hidup-hidup tadi
adalah muridku?!
Toat-beng Koai-jin menggereng seperti seekor singa
kelaparan.
˜Bagus! Mari tua sama tua mengadu kepandaian!! serunya
sambil menerjang maju, sepuluh buah kuku-kuku yang runcing tajam itu
mencengkeram.
˜Tak tahu malu!! Empek Gan, kakek lucu itu, berseru.
Benar-benar sepak terjang Toat-beng Koai-jin kali ini amat licik, masa
menerjang lawan yang masih terikat dan terpanggang di atas api? Empek Gan cepat
menggulingkan dirinya dan kaki tangannya bergerak, kayu-kayu dan daun-daun yang
masih terbakar itu kini terbang berhamburan ke arah Toat-beng Koai-jin!
Si kakek liar terkejut bukan main, cepat ia mengibaskan
kedua lengannya. Biarpun serangan kakek pendek itu tidak berbahaya, namun api
merupakan senjata yang tak terlawan dan sedikit banyak tentu akan melukai
kulitnya. Ketika kayu dan daun yang menyala itu runtuh semua, Empek Gan kini
telah berdiri tegak, telah memakai pakaiannya dengan lengkap. Benar-benar kakek
yang luar biasa, pikir Lin Lin yang masih duduk sambil menonton dengan hati
tertarik. Begitu mendengar bahwa kakek itu adalah guru sahabatnya, guru Lie Bok
Liong, hatinya begitu girang sehingga ia lupa akan penderitaannya sendiri.
Kalau orang aneh itu guru Bok Liong, berarti bahwa sahabatnya itu tentu telah
tertolong, dan dia sendiri juga ada harapan besar tertolong. Apalagi ketika
melihat betapa kakek pendek yang aneh dan lucu itu dapat menyerang lawannya dengan
api kemudian dalam sekejap mata saja sudah memakai kembali pakaiannya, ia makin
heran dan kagum.
Segera kedua orang kakek sakti itu bertempur hebat. Entah
dari mana dapatnya, Gan-lopek atau Empek Gan sudah memegang hek-mou-pit (pensil
bulu hitam) di tangan kanan dan pek-mou-pit (pensil bulu putih) di tangan
kirinya dan ketika kedua tangannya bergerak, yang tampak hanya dua gulungan
sinar putih dan hitam yang kecil panjang dan kuat, saling libat dan kemudian
bersama-sama menerjang Toat-beng Koai-jin.
˜Ho-ho, tahan dulu! Kiranya kau Ini si badut gila
Gan-lopek?! terdengar Toat-beng Koai-jin berseru kaget, akan tetapi ia sendiri
tidak menghentikan gerakannya.
˜Hi-hi-hik, setan bangkotan pemakan bangkai! Kita
sama-sama tua, sama-sama terkenal sebagai tua bangka gila, hayo keluarkan semua
kepandaianmu, kerahkan segala kekuatanmu, selagi aku ada kegembiraan untuk
melayanimu!! Sepasang senjatanya, pencil butu hitam dan putih, bergerak secara
aneh, seperti orang sedang melukis, akan tetapi nyatanya si kakek liar menjadi
sibuk sekali menghindar ke sana ke mari, malah lalu mundur-mundur sampai mepet
batu besar. Sinar hitam dan putih terus mengurung dirinya, kakek liar itu
mendengus-dengus dan akhirnya menggereng-gereng lalu melarikan diri, atau
bertempur sambil berlari, dikejar terus oleh Gan-lopek yang masih terdengar
suaranya terkekeh-kekeh.
˜Lin-moi, kau mengalami banyak kaget?!
Lin Lin terkejut, cepat menengok dan giranglah hatinya
melihat bahwa yang menegurnya itu adalah Lie Bok Liong. Pemuda ini sudah
memakai pakaian lagi, akan tetapi masih tampak betapa pakaiannya robek di
sana-sini. Cepat Bok Liong membebaskan Lin Lin daripada ikatan kaki tangan dan
mulut.
˜Berbahaya sekali..! Lin Lin mengeluh, ˜Twako, siapa
menolongmu?!
˜Suhu..!
˜Wah, Suhumu hebat! Memang badut dia, tapi hebat!!
Muka Bok Liong menjadi merah, ia tersenyum dan menjawab,
˜Memang Suhu paling suka main-main. Menurut kata Suhu
sendiri, hidup ini adalah main sandiwara, dunia ini panggungnya dan kita
manusia anak-anak wayangnya. Bagi Suhu, main sandiwara yang paling menyenangkan
adalah menjadi pelawak, hidup satu kali harus pandai tertawa dan mengajak orang
lain tertawa, tak perlu mengisinya dengan tangis. Lihat, setelah Suhu
menggantikan aku dipanggang, dalam bertempur melawan Toat-beng Koai-jin yang
lihai itu pun Suhu masih main-main!! Dalam kata-katanya ini jelas terdengar
bahwa ia merasa bangga sekali akan kelihaian gurunya. Lin Lin memandang dan ia
menjulurkan lidahnya keluar saking kagumnya. Memang hebat Gan-lopek, lawannya
demikian sakti, akan tetapi masih ada kesempatan untuk membadut dan memamerkan
keahliannya, yaitu melukis! Bagaimana tidak mengagumkan? Di atas batu karang di
mana tadi Toat-beng Koai-jin bertempur membelakangi batu, tampak lukisan hitam
putih yang amat hidup, yaitu lukisan Toat-beng Koai-jin sendiri! Begitu bagus
lukisan ini, persis aselinya, punuknya, gendutnya, air liurnya yang muncrat-muncrat!
˜Wah, Suhumu jago menggambar! Kau tentu pandai pula,
Twako?!
˜Ah, kepandaian Suhu melukis memang tiada bandingnya,
akan tetapi ilmu itu tak pernah diturunkannya kepada siapa pun juga. Suhu amat
pelit dengan ilmunya melukis ini, katanya, kalau diturunkan kepada murid, tiada
artinya malah merugikan. Kalau muridnya menjual hasil gambarannya bukankah itu
meremehkan dirinya? Kalau tidak pun apa gunanya?!
˜Twako, apakah kau sudah berhasil menemukan Enci Sian
Eng?!
˜Baru saja aku mendengar dari Suhu. Kau tahu, setelah
kuselidiki, ternyata Nona Sian Eng ikut bersama Suma Boan pergi menuju ke
Nan-cao pula, dan..!
˜Apa? Bagaimana? Enci Sian Eng ikut Suma Boan? Mana
mungkin! Tentu diculik!!
˜Aku pun masih heran, tapi kenyataannya encimu itu
melakukan perjalanan bersama Suma Boan. Karena mereka berdua dikawani Tok-sim
Lo-tong yang amat lihai, sedangkan kepandaian Suma Boan sendiri pun sudah
terlalu tinggi bagiku, maka terpaksa aku lalu mohon bantuan Suhu. Kami mengejar
dan sampai di sini, Suhu turun tangan mengajak pergi encimu dari samping Suma
Boan.!
˜Di mana sekarang Enci Sian Eng?! Lin Lin bertanya,
hatinya penuh penasaran dan tak mengerti mengapa encinya bisa melakukan
perjalanan bersama putera pangeran itu.
˜Baru saja Suhu memberi tahu bahwa Nona Sian Eng kini
sudah berada dengan Suling Emas, melakukan perjalanan ke Nan-cao.!
˜Kalau begitu mari kita cepat menyusul ke sana, Twako.
Wah, tadinya kuharapkan kau dapat bertemu dengan Enci Eng dan melakukan
perjalanan bersamanya, siapa kira, sekarang malah aku yang melakukan perjalanan
bersamamu, sedangkan Enci Eng kembali bersama.. eh, dia!! Diam-diam Lin Lin
mendongkol dan teringat akan pedangnya, ia makin gemas. ˜Celaka, pedangku
lenyap ketika bertanding melawan kakek ibils yang gila tadi!!
˜Kalau perlu kau boleh pakai pedangku ini, Moi-moi. Mari
kita berangkat, siapa tahu kalau kita melakukan perjalanan cepat, akan dapat
menyusul mereka.!
Berangkatiah dua orang muda ini, menuju ke Nan-cao yang
tidak jauh lagi dari situ. Lin Lin menjadi pendiam kali ini, tidak saja ia
masih bingung dan heran memikirkan bagaimana encinya dapat melakukan perjalanan
bersama Suma Boan, juga diam-diam ia merasa penasaran karena sikap Suling Emas
terhadapnya masih terlalu dingin dan tidak acuh. Alangkah jauh bedanya antara
sikap Suling Emas terhadapnya dan sikap Lie Bok Liong. Kalau saja sikap Suling
Emas terhadapnya semanis sikap Bok Liong, ah..! Andaikata begitu, ada apa?
Tidak apa-apa, hanya.. alangkah akan senang hatinya!
***
Tiongkok pada masa itu masih dalam keadaan terpecah-pecah
menjadi banyak sekali kerajaan-kerajaan kecil di samping beberapa buah kerajaan
besar. Kerajaan Sung setelah dapat mempersatukan Lima Dinasti yang batasnya
dari utara sampai ke tembok besar, dari selatan sampai ke Sungai Yang-ce-kiang,
dari barat sampai ke Propinsi Kan-su dan ke timur sampai ke laut, merupakan
kerajaan terbesar. Seperti diketahui, pendiri Kerajaan Sung Cau Kwan Yin, hanya
berhasil menyatukan lima kerajaan utara itu. Akan tetapi kerajaan-kerajaan
kecil di selatan Sungai Yang-ce-kiang, masih amat banyak.
Di luar tembok besar sebelah utara terus ke timur masih
dalam kekuasaan bangsa Khitan yang amat kuat. Di Se-cuan terdapat Kerajaan Shu,
di sebelah timurnya ada kerajaan kecil yang disebut Nan-ping sebelah timur lagi
Kerajaan Nan-tang, lalu disambung Kerajaan Wu-yueh di pantai timur. Di sebelah
selatan Kerajaan Nan-ping dan Kerajaan Shu inilah terdapat Kerajaan Nan-cao, di
sebelah selatan lagi Kerajaan Nan-han dan Kerajaan Min.
Cao Kwan Yin atau setelah menjadi kaisar berjuluk Kaisar
Sung Thai Cu, tidak berhasil menundukkan kerajaan-kerajaan di selatan ini dan
biarpun Kerajaan Sung tidak lagi melakukan perang secara terbuka, akan tetapi
sering kali terjadi bentrok dan di antara mereka terjadilah ˜perang dingin!.
Akan tetapi kaisar pertama dari Kerajaan Sung ini adalah
seorang yang amat bijaksana. Pada tahun pertama dari pemerintahannya, ia pada
suatu pagi yang cerah mengumpulkan semua jenderal-jenderainya yang telah
berjasa dalam membantunya mendirikan Kerajaan Sung, berkatalah Sang Kaisar ini!
˜Para panglimaku, setiap malam aku tidak dapat tidur
nyenyak.!
Tentu saja para panglima itu terheran dan bertanya apa
yang menyebabkan demikian.
˜Jelas sekali sebabnya,! jawab Kaisar Sung Thai Cu.
˜Siapakah di antara kalian yang tidak merindukan singgasana dan mahkotaku?!
Para panglima itu berlutut dan membantah. Seorang di
antara mereka yang tertua mewakili teman-temannya,
˜Duhai Sri Baginda yang mulia. Tuhan telah menentukan
Paduka menjadi Kaisar, bagaimana Paduka masih menyangsikan hal ini? Siapakah di
antara hamba sahaya yang berani menentang dan memiliki hati khianat?!
˜Aku percaya akan kesetiaan hati kalian, para panglimaku
yang gagah. Akan tetapi, andaikata pada suatu pagi yang buruk, seorang di
antara kalian dibangunkan dari tidur dan dipaksa mengenakan pakaian kuning
(pakaian raja), betapapun tidak setuju hatimu bagaimana kamu akan dapat
menghindarkan pemberontakan?!
Sibuklah para panglima itu menghibur dan menjamin bahwa
tak seorang pun di antara mereka memiliki hati seperti itu, juga tidak ada di
antara mereka yang cukup berharga untuk menjadi kaisar. Kemudian yang tertua
berkata dengan sembah.
˜Ampun, Sri Baginda yang mulia. Apabila hal itu
mengganggu ketenteraman hati Paduka, mohon Paduka mengambil langkah-langkah
yang Paduka anggap terbaik untuk mencegah terjadinya kemungkinan itu. Hamba
sekalian akan taat dan tetap setia kepada Paduka yang mulia.!
Kaisar Sung Thai Cu tersenyum, mengelus-elus jenggotnya
yang hitam lalu bersabda, suaranya nyaring dan kata-katanya lancar karena
memang hal ini sudah direncanakan lebih dahulu.
˜Hidup di dunia ini amatlah pendek. Yang disebut bahagia
adalah memiliki harta dan kesempatan untuk menikmati hidup, kemudian
meninggalkan kemuliaan itu kepada anak cucu. Karena itu, para panglimaku yang
setia, pilihlah jalan ke arah kebahagiaan ini. Kalian kuperkenankan melepas
pakaian panglima, mengundurkan diri ke daerah pedalaman, di sana memilih tempat
tinggal yang paling menyenangkan, menikmati hidup di hari tua penuh
ketenteraman. Bukankah ini jauh lebih baik daripada hidup tak berketentuan
nasibnya dan selalu di lingkungan bahaya? Dengan demikian, di antara kita
tidaklah terdapat bayangan kecurigaan, tidak akan ada fitnah-memfitnah, curiga
mencurigai. Kita akan saling mengikat dengan pernikahan-pernikahan antara
keturunan kita sehingga antara raja dan pembantunya terdapat persababatan dan
persatuan yang kokoh kuat.!
Mendengar ini, para jenderal dan panglima segera tentu
saja, menyatakan persetujuan mereka dan pada hari-hari berikutnya, mereka
mengajukan surat permohonan pengunduran diri. Kaisar menerima semua permohonan
ini, membagi-bagi tanah dan jasa kehormatan berupa hadiah-hadiah dan titel.
Demikian, dengan cara yang cerdik dan halus ini Sung Thai
Cu membersihkan istana daripada kemungkinan-kemungkinan terjadi perebutan
kekuasaan dan pemberontakan-pemberontakan. Dan agaknya siasat yang dijalankan
kaisar pertama Kerajaaan Sung ini menarik dan menundukkan pula hati raja-raja
kecil yang berkuasa di luar daerah yang dikuasai Kerajaan Sung. Mereka merasa
suka dan memperlihatkan sikap damai, kecuali Kerajaan Khitan, Nan-cao, dan
Wu-yueh yang agaknya merasa bahwa mereka terlampau kuat untuk bersikap mengalah
terhadap Kerajaan Sung!
Sungguhpun Sung Thai Cu memiliki banyak keturunan, di
antaranya adalah putera-putera, namun mereka itu masih kecil-kecil. Karena
itulah, mentaati perintah yang dipesankan ibu suri menjelang kematiannya, yang
diangkat menjadi pangeran mahkota, yaitu calon pengganti kaisar, adalah adik
kaisar sendiri yang kelak terkenal dengan sebutan Sun Thai Cung, kaisar ke dua.
Ahala Sung. peristiwa ini pun tercatat dalam sejarah, merupakan pelajaran yang
amat baik bagi para kaisar khususnya dan para pemimpin negara pada umumnya dan
dianggap sebagai kebijaksanaan ibu suri. Beginilah kurang lebih percakapan yang
terjadi di dalam kamar ibu suri ketika ibunda kaisar ini berada di ambang
kematian karena usia tua.
˜Puteraku Baginda, apakah yang menyebabkan puteranda
berhasil menduduki tahta kerajaan?!
Sebagai seorang anak berbakti yang selalu menjunjung
tinggi nama baik dan nama besar leluhurnya, Kaisar Sung Thai Cu menjawab,
˜Ibunda yang mulia, ananda menerima anugerah Tuhan dengan
kemuliaan ini semata-mata mengandalkan kebijaksanaan dan budi kebaikan yang
sudah ditanam oleh para leluhur kita, terutama sekali karena kebijaksanaan
Ibunda.!
Senang juga hati nenek yang sudah lemah jasmaninya namun
masih amat kuat ingatannya itu.
˜Anakku, kau selalu berusaha mengangkat tinggi orang
tua..! Puteranda sayang, bukan.. bukan aku, bukan pula leluhurmu yang
memungkinkan puteranda berhasil menduduki tahta kerajaan. Satu-satunya sebab
yang memungkinkan puteranda hari ini menjadi Kaisar Kerajaan Sung Utara, bukan
lain adalah karena kebodohan kaisar terakhir dari Kerajaan Cao! Puteranda harus
dapat belajar dari sejarah, harus dapat mengenal kelemahan bekas lawan agar
diri sendiri jangan sampai mengulangi kebodohan dan kelemahan bekas lawan itu.
Kaisar terakhir dari Cou telah begitu bodoh untuk menyerahkan tahta kerajaan
kepada puteranya yang masih kecil untuk menggantikan kedudukannya. Kebodohan
itulah yang memungkinkan puteranda berhasil menduduki tahta kerajaan. Tak
mungkin sekarang puteranda akan mengulangi kebodohan seperti itu.!
Inilah ucapan ibu suri yang sudah berada di ambang
kematian itu. Kaisar tertegun dan termenung. Terbayanglah ia akan sejarah Lima
Wangsa yang telah lalu. Setelah Kerajaan Tang roboh oleh pemberontak, lahirlah
Kerajaan Liang yang hanya bertahan selama tujuh belas tahun. Segera digulingkan
oleh seorang panglima perang lain yang mendirikan Kerajaan Tang Muda yang lebih
pendek lagi umurnya, hanya empat belas tahun. Kemudian diganti oleh Kerajaan
Cin Muda, hanya dua belas tahun umurnya. Kerajaan ke empat yang menggantikannya
adalah Kerajaan Han Muda, kerajaan ini malah hanya empat tahun umurnya dan
kemudian sekali, lahirlah Kerajaan Cao yang bertahan hanya sepuluh tahun
lamanya. Demikianlah sedikit sejarah tentang Lima Wangsa yang terbayang di
dalam ingatan Kaisar Sung Thai Cu. Semua kaisar dari Lima Wangsa itu adalah
panglima-panglima perang belaka, yang memperebutkan kedudukan dan saling
menggulingkan.
Memang tepat ucapan ibunya. Kaisar terakhir dari Kerajaan
Cao telah menyerahkan kedudukannya kepada puteranya yang masih kecil, di bawah
pimpinan ibu tiri. Itulah yang memungkinkan dia, dahulu masih Jenderal Cao Kwan
Yin, melakukan pemberontakan dan merampas singgasana. Pengalamannya ini pula
yang membuat Cao Kwan Yin setelah menjadi Kaisar Sung Thai Cu, selalu gelisah
dan menyindirkan keadaannya kepada para panglimanya. Karena sesungguhnya,
pemberontakan itu terjadi karena dia ˜terpaksa! pula. Pada pagi hari, para
panglima membangunkannya dari tidur dan ˜memaksanya! mengenakan pakaian kuning,
pakaian raja. Dia diangkat sebagai raja atau kaisar baru dan terjadilah
pemberontakan melawan Kerajaan Cao yang dirajai seorang anak-anak itu.
Dan ini sebabnya mengapa pangeran mahkota dari Kerajaan
Sung bukan putera kaisar, melainkan adiknya. Dan ini pula yang membuat kaisar
pertama Kerajaan Sung ini dikenal sebagai seorang kaisar bijaksana, tidak
mementingkan diri atau keturunan sendiri.
Cukup kiranya sekelumit tentang keadaan Kerajaan Sung
Utara yang mempunyai ibu kota atau kota raja di Kai-teng (sebuah kota di
Propinsi Ho-nan), dan marilah kita meninjau keadaan Kota Raja Nan-cao di
sebelah selatan yang sedang menghadapi perayaan besar itu.
Kerajaan kecil yang wilayahnya meliputi satu propinsi ini
keadaannya lebih tenteram daripada kerajaan-kerajaan lain yang berada di
seluruh negeri. Rakyatnya tunduk kepada pimpinan dan jarang terjadi
kejahatan-kejahatan yang menyolok. Hal ini sesungguhnya adalah berkat pengaruh
Agama Beng-kauw yang boleh dibilang menguasai pimpinan kerajaan. Raja sendiri
bukan hanya pemeluk Agama Beng-kauw, akan tetapi lebih daripada itu, malah
terhitung keponakan dari ketua Beng-kauw dan juga amat tekun serta aktip dalam
memajukan agama ini. Ketua Beng-kauw sendiri atau disebut kauwcu (ketua agama)
mempunyai kedudukan tinggi di dalam istana karena dia menjadi koksu (guru atau
penasehat negara). Ketua Beng-kauw bernama Liu Mo, adik dari mendiang Pat-jiu
Sin-ong Liu Gan yang sudah meninggal dunia seribu hari yang lalu dan yang akan
diperingati kematiannya tak lama lagi. Seperti juga mendiang kakaknya, Liu Mo
ini memiliki kesaktian dan boleh dibilang untuk waktu itu, ia adalah tokoh
nomor satu di Nan-cao, dihormati oleh raja sendiri dan ditakuti oleh semua
orang.
Usia Liu Mo sudah amat tua, tak seorang pun di Nan-cao
dapat mengetahui berapa tuanya, akan tetapi tubuhnya masih kelihatan sehat dan
wajahnya masih segar dan penuh semangat, biarpun ia terkenal sebagai seorang
yang pendiam dan hanya bicara seperlunya saja. Ada yang mengatakan bahwa
usianya tentu lebih dari seratus tahun. Tak seorang pun dapat membuktikan
kebenaran atau kebohongan kata-kata ini. Akan tetapi Liu Mo tidak peduli akan
usianya dan buktinya, ia mempunyai empat orang isteri yang cantik-cantik! Hanya
seorang di antara isteri-isterinya, yang paling tua, mempunyai anak seorang,
Liu Hwee, anak perempuan tunggal ini telah menjadi seorang gadis remaja yang
cantik jelita dan mewarisi kepandaian ayahnya. Selain terkenal akan kecantikan
dan kelihaiannya, juga Lie Hwee ini tidak kalah semangatnya.